KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... ·...

94
i KATA SAMBUTAN uji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga atas perkenan-Nya kami dapat menyelesaikan Kutipan dan Telahan Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2016 atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 yang disusun oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Keahlian DPR RI hingga selesai . Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan bahwa Akuntabilitas adalah evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat dipertanggungjawabkan sekaligus sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang. Dengan demikian diharapkan akuntabilitas dapat mendorong terciptanya kinerja yang baik dan terpercaya. Di Indonesia, sebagai negara berkembang, tema akuntabilitas sudah menjadi jargon yang terus dibicarakan oleh banyak kalangan. Jangankan media massa dan elit, istilah ini bahkan sudah mulai digunakan oleh komunitas terpinggirkan yang umumnya dalam bentuk kritik atas praktek penganggaran baik APBN maupun APBD. Persoalan akuntabilitas bukan lagi wacana, tapi anggaran tidak akuntabel mulai disadari bahkan oleh kelompok masyarakat sebagai salah satu problem mendasar di ranah pengambilan keputusan publik kita. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu fungsi Legislasi, fungsi Anggaran dan fungsi Pengawasan yang juga menerima hasil pemeriksaan BPK secara berkala tentunya akan ditindaklanjuti oleh DPR dalam Raker, RDP dengan mitra kerja. Dengan demikian kehadiran Badan Keahlian DPR RI sebagai supporting system Dewan di bidang keahlian pada umumnya dan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara pada khususnya dapat mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR RI di bidang pengawasan berupa hasil kajian dan analisis terhadap laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga pemerintah pusat. Untuk itu, dokumen yang hadir dihadapan ini merupakan satu diantara hasil kajian yang disusun oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara yang dinamakan dengan judul ‘Hasil Telaahan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara BKD Atas Hasil Pemeriksaan BPK’. Kami menyadari bahwa dokumen ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk itu saran dan masukan serta kritik konstruktif guna perbaikan isi dan struktur penyajian P

Transcript of KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... ·...

Page 1: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

i

KATA SAMBUTAN

uji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas segala rahmatNYA sehingga atas perkenan-Nya kami

dapat menyelesaikan Kutipan dan Telahan Hasil

Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2016 atas Laporan

Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 yang

disusun oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan

Keahlian DPR RI hingga selesai .

Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan bahwa Akuntabilitas adalah evaluasi

terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat

dipertanggungjawabkan sekaligus sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk

dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang. Dengan

demikian diharapkan akuntabilitas dapat mendorong terciptanya kinerja yang baik dan

terpercaya.

Di Indonesia, sebagai negara berkembang, tema akuntabilitas sudah menjadi

jargon yang terus dibicarakan oleh banyak kalangan. Jangankan media massa dan elit,

istilah ini bahkan sudah mulai digunakan oleh komunitas terpinggirkan yang umumnya

dalam bentuk kritik atas praktek penganggaran baik APBN maupun APBD. Persoalan

akuntabilitas bukan lagi wacana, tapi anggaran tidak akuntabel mulai disadari bahkan

oleh kelompok masyarakat sebagai salah satu problem mendasar di ranah pengambilan

keputusan publik kita.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang mempunyai 3 (tiga) fungsi

yaitu fungsi Legislasi, fungsi Anggaran dan fungsi Pengawasan yang juga menerima hasil

pemeriksaan BPK secara berkala tentunya akan ditindaklanjuti oleh DPR dalam Raker,

RDP dengan mitra kerja.

Dengan demikian kehadiran Badan Keahlian DPR RI sebagai supporting system

Dewan di bidang keahlian pada umumnya dan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan

Negara pada khususnya dapat mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas

DPR RI di bidang pengawasan berupa hasil kajian dan analisis terhadap laporan hasil

pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan

tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga pemerintah pusat. Untuk itu,

dokumen yang hadir dihadapan ini merupakan satu diantara hasil kajian yang disusun

oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara yang dinamakan dengan judul ‘Hasil

Telaahan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara BKD Atas Hasil Pemeriksaan BPK’.

Kami menyadari bahwa dokumen ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk

itu saran dan masukan serta kritik konstruktif guna perbaikan isi dan struktur penyajian

P

Page 2: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

ii

sangat kami harapkan, agar dapat dihasilkan kajian atas telaahan yang lebih baik di masa

depan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kerjasama semua

pihak.

Page 3: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

iii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

uji syukur kami panjatkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga

Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara (PKAKN) dalam

rangka memberikan dukungan (supporting system) keahlian dapat

menyusun dan menyajikan Kutipan dan Telaahan Hasil Pemeriksaan

BPK RI Semester I Tahun 2016 Atas Laporan Keuangan

Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Kutipan dan Telaahan ini dapat dijadikan awal bagi komisi-komisi untuk melakukan pendalaman atas

kemampuan dan kinerja mitra kerja dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan negara,

serta dapat melengkapi sudut pandang atas kualitas Opini BPK dan rekomendasi BPK terhadap kinerja

sektor publik.

Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan sebagai bahan dalam rapat-

rapat Alat Kelengkapan Dewan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK.

P

Page 4: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

iv

DAFTAR ISI

1. Kata Sambutan Kepala Badan Keahlian DPR RI ................................................. i

2. Kata Pengantar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara................. iii

3. Daftar Isi................................................................................................................ iv

4. Gambaran Umum Kementerian Luar Negeri........................................................ 1

5. LHP Kementerian Luar Negeri............................................................................. 2

6. Gambaran Umum Kementerian Pertahanan.......................................................... 10

7. LHP Kementerian Pertahanan............................................................................... 11

8. Gambaran Umum BIN......................................................................................... 21

9. LHP BIN............................................................................................................... 22

10. Gambaran Umum Lembaga Sandi Negara........................................................... 24

11. LHP Lembaga Sandi Negara................................................................................ 25

12. Gambaran Umum Dewan Ketahanan Nasional.................................................... 32

13. LHP Dewan Ketahanan Nasional.......................................................................... 33

14. Gambaran Umum Kementerian Kominfo.............................................................. 36

15. LHP Kementerian Kominfo................................................................................... 37

16. PDTT Kementerian Kominfo................................................................................. 47

17. Gambaran Umum Lembaga Ketahanan Nasional.................................................. 54

18. LHP Lembaga Ketahanan Nasional....................................................................... 55

19. Gambaran Umum LPP RRI................................................................................... 62

20. LHP LPP RRI........................................................................................................ 63

21. Gambaran Umum LPP TVRI................................................................................. 69

22. LHP LPP TVRI...................................................................................................... 70

Page 5: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 08/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 1

GAMBARAN UMUM

KEMENTERIAN LUAR NEGERI

ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil

pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan

tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun

2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan

terhadap Laporan Keuangan Kementerian Luar Negeri. Sedangkan tujuan dari kajian adalah

untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai

pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas

administrasi keuangan negara.

Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;

K

Aset Lancar

•385.397.597.401

Aset Tetap

•13.341.508.293.917

Aset Lainnya

•648.880.529.845

LRA Anggaran

6.583.705.655.000

Realisasi

5.902.143.748.587 89,65%

OPINI BPK RI

2014

WTP

2015

WDP

Page 6: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 08/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 2

KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016

ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI

TAHUN ANGGARAN 2015

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM

PENGENDALIAN INTERN

1.

Pengendalian atas Penyajian Kas di

Bendahara Penerimaan pada Neraca

Kemenlu per 31 Desember 2015 Serta

Pendapatan pada Laporan Operasional

Kemenlu untuk tahun yang berakhir pada

tanggal 31 Desember 2015 Belum Memadai

Kemenlu menyajikan saldo Kas di Bendahara

Pengeluaran dalam Neraca Per 31 Desember

2015 unaudited senilai Rp113.370.342.469,00.

Hasil pengujian terhadap penyajian saldo Kas di

Bendahara Pengeluaran ditemukan hal-hal

sebagai berikut:

1. Pengendalian atas Penyajian Kas di

Bendahara Pengeluaran (Kas BP) belum

memadai, yaitu:

i) saldo kas pada enam perwakilan RI di

luar negeri bernilai minus sebesar

Rp457,36 juta;

ii) pengendalian atas penyajiannya lemah;

serta

iii) pengakuan keuntungan dan kerugian

selisih kurs serta pencatatan deposit in

transit belum dilakukan.

Hal ini mengakibatkan Kas BP per 31

Desember 2015 tidak dapat diyakini

kewajarannya dan Laporan Operasional

belum menyajikan keuntungan dan

kerugian selisih kurs yang berasal dari Kas

BP. Hal ini terjadi karena:

i) kurangnya koordinasi dan komunikasi

antar Bagian di Biro Keuangan

Kemenlu;

ii) belum adanya pemahaman yang sama

antar Bagian di Biro Keuangan

Kemenlu mengenai cut off

pengembalian sisa UP/TUP dan

pelaporan keuangan berbasis akrual;

iii) kurangnya pemahaman terhadap

proses penyusunan Laporan Keuangan

oleh Bagian terkait di Biro Keuangan

Kemenlu; serta

iv) Kepala Biro Keuangan kurang optimal

dalam mengkoordinasikan penyajian

saldo Kas BP yang melibatkan tiga

Bagian di Biro Keuangan Kemenlu.

BPK merekomendasikan

Menteri Luar Negeri agar

menginstruksikan Sekretaris

Jenderal Kemenlu untuk

memerintahkan Kepala Biro

Keuangan agar

meningkatkan pemahaman,

koordinasi dan komunikasi

antar Bagian di Biro

Keuangan dalam penyajian

Kas di Bendahara

Pengeluaran.

Kemenlu harus meningkatkan

koordinasi dan komunikasi antar

Bagian di Biro Keuangan

Kemenlu; meningkatkan

pemahaman yang sama antar

Bagian di Biro Keuangan

Kemenlu mengenai cut off

pengembalian sisa UP/TUP dan

pelaporan keuangan berbasis

akrual; meningkatkan

pemahaman terhadap proses

penyusunan Laporan Keuangan

oleh Bagian terkait di Biro

Keuangan Kemenlu; Kepala

Biro Keuangan harus optimal

dalam mengkoordinasikan

penyajian saldo Kas BP yang

melibatkan tiga Bagian di Biro

Keuangan Kemenlu; serta

mengoptimalkan pengawasan

dan pengendalian Sekretaris

Jenderal Kemenlu terhadap

penyusunan Laporan Keuangan.

Page 7: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 08/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 3

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Hal tersebut tidak sesuai dengan:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN

pada pasal 160 ayat (1) menyatakan bahwa

sisa dana Uang Persediaan dan dana yang

berasal dari pembayaran langsung tahun

anggaran berjalan yang masih berada pada

kas bendahara, baik tunai maupun yang

masih ada di dalam rekening bank/pos pada

akhir tahun anggaran, harus disetorkan ke

rekening Kas Negara. Ayat (2) sisa dana

Uang Persediaan dan dana yang berasal dari

pembayaran langsung tahun anggaran

berjalan yang masih berada pada kas

bendahara, baik tunai maupun yang masih

ada di dalam rekening bank/pos pada akhir

tahun anggaran, yang tidak disetorkan ke

rekening Kas Negara diatur oleh Menteri

Keuangan;

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160

Tahun 2015 tentang Tatacara Pelaksanaan

APBN Perwakilan RI di luar negeri:

A. Pasal 87 ayat (1) menyatakan bahwa

dalam hal terdapat sisa UP berupa uang

kas dalam mata uang asing yang belum

disetor ke Kas Negara sampai dengan

akhir tahun anggaran, sisa UP tersebut

disajikan sebagai Kas di Bendahara

Pengeluaran ke dalam mata uang

Rupiah dengan Kurs Tengah Bank

Indonesia pada tanggal pelaporan.

B. Pasal 88 ayat (1) menyatakan bahwa

selisih kurs sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 84, Pasal 85, dan Pasal 86

harus diungkapkan dalam Catatan atas

Laporan Keuangan (CaLK) secara

memadai; dan

C. Pasal 88 ayat (2) menyatakan bahwa

penjelasan selisih kurs sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi:

keuntungan selisih kurs terealisasi,

kerugian selisih kurs terealisasi,

keuntungan selisih kurs belum

terealisasi, dan kerugian selisih kurs

belum terealisasi.

Hal tersebut mengakibatkan:

1. Penyajian akun Kas di Bendahara

Pengeluaran pada Neraca Kemenlu Per 31

Desember 2015 belum dapat diyakini

kewajarannya; dan

2. Laporan Operasional belum menyajikan

keuntungan dan kerugian selisih kurs yang

berasal dari Kas BP.

Page 8: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 08/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 4

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

2. Pengendalian atas Penyajian Kas di

Bendahara Penerimaan pada Neraca

Kemenlu per 31 Desember 2015 Serta

Pendapatan pada Laporan Operasional

Kemenlu untuk tahun yang berakhir pada

tanggal 31 Desember 2015 Belum Memadai

Berdasarkan Neraca Kemenlu per 31 Desember

2015 (unaudited) saldo Kas di Bendahara

Penerimaan adalah sebesar Rp

9.056.865.578,00. Saldo kas ini sebagian besar

adalah uang PNBP yang diterima oleh

Bendahara Penerimaan namun belum disetorkan

ke Kas Negara sampai dengan tanggal neraca.

Hasil penelusuran terhadap pencatatan dan

penyajian deposit in transit PNBP diketahui

bahwa PNBP tersebut tidak dicatat dan diakui

oleh satker perwakilan RI di luar negeri sebagai

Kas di Bendahara Penerimaan dengan alasan

catatan SIMKEU perwakilan RI di luar negeri

PNBP tersebut telah disetorkan ke Bendahara

Penerimaan Kemenlu. Disisi lain, Bendahara

Penerimaan Kemenlu juga tidak mengakui

setoran tersebut sebagai Kas di Bendahara

Penerimaan Setjen Kemenlu Tahun 2015.

Dengan demikian deposit in transit tersebut

tidak diakui dan disajikan dalam Neraca

Kemenlu per 31 Desember Tahun 2015.

Hal ini tidak sesuai dengan:

1. Lampiran 1.01 halaman 20 Peraturan

Pemerintan Nomor 71 Tahun 2010 tentang

SAP menyatakan bahwa Pengakuan

pendapatan LO diakui pada saat timbulnya

hak atas pendapatan tersebut atau ada aliran

masuk sumber daya ekonomi;

2. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 42

Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan

Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga:

a. Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa

Basis akrual adalah basis akuntansi

yang mengakui pengaruh transaksi dan

peristiwa lainnya pada saat transaksi

dan peristiwa itu terjadi tanpa

memperhatikan kas atau setara kas

diterima atau dibayar; dan;

b. Pasal 1 ayat (30) menyatakan bahwa

Laporan Operasional adalah Laporan

yang menyajikan ikhtisar sumber daya

ekonomi yang menambah ekuitas dan

penggunaannya yang dikelola oleh

pemerintah pusat untuk kegiatan

penyelenggaraan pemerintah dalam

satu periode laporan.

3. Buletin Teknis Standar Akuntansi

Menteri Luar Negeri agar

menginstruksikan Sekretaris

Jenderal Kemenlu untuk:

1. Meningkatkan

sosialisasi penyusunan

Laporan Keuangan

berbasis akrual;

2. Memerintahkan Kepala

Biro Keuangan

meningkatkan

pemahaman, koordinasi

dan komunikasi antar

Bagian di Biro

Keuangan; dan

3. Menyusun kebijakan

dan pedoman akuntansi

pencatatan Deposit in

Transit dan pengakuan

pendapatan.

Untuk mengatasi masalah

tersebut maka Kemenlu harus

menginstruksikan Pengelola

Keuangan perwakilan RI di luar

negeri untuk meningkatkan

pemahaman terhadap pencatatan

dan penyajian PNBP serta Kas

di Bendahara Penerimaan;

meningkatkan intensif

sosialisasi Biro Keuangan

Kemenlu terhadap penyusunan

Laporan Keuangan berbasis

akrual; Jajaran Biro Keuangan

supaya lebih cermat

menindaklanjuti rekomendasi

BPK atas penyajian deposit in

transit dalam Laporan

Keuangan; selain itu Kepala

Biro Keuangan harus lebih

optimal dalam

mengkoordinasikan penyajian

saldo Kas di Bendahara

Penerimaan yang melibatkan

dua Bagian di Biro Keuangan

Kemenlu; dan Pegawasan dan

Pengendalian Sekretaris

Jenderal Kemenlu terhadap

penyajian Laporan Keuangan

kurang optimal.

Page 9: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 08/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 5

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Pemerintah Nomor 1 tentang Penyusunan

Neraca Awal Pemerintah Pusat

Hal ini mengakibatkan:

1. Resiko Kas Deposit in Transit tidak tercatat

dalam LK Kemenlu;

2. Pendapatan tahun 2014 yang disetorkan

pada tahun 2015 dan pendapatan tahun

2015 yang disetorkan pada tahun 2016 pada

enam perwakilan RI di luar negeri tidak

dapat ditelusuri; dan

3. Kesulitan dalam pengakuan pendapatan,

karena belum ada aturan yang baku dalam

penggunaan kurs valuta asing atas

pendapatan yang disetor dalam bentuk

valuta setempat.

3. Penyajian Saldo Kas Besi Tidak Sesuai

Rekening Koran danPenyelesaian Perbedaan

Pagu Berlarut-Larut, Terdapat Peminjaman

Kas Besi yang Tidak Jelas Penggunaan dan

Penyelesaiannya, serta Terdapat

Pengembalian Peminjaman Kas Besi ke Kas

Negara

Berdasarkan Neraca Kemenlu per 31 Desember

2015 saldo Aset Lainnya sebesar

Rp650.097.631.616,00. Salah satu akun dalam

Aset Lainnya adalah Dana Cadangan

Perwakilan RI di Luar Negeri sebesar

Rp546.586.927.063,00 yang biasa disebut

sebagai Kas Besi.

1. Penyajian Kas Besi oleh Perwakilan RI di

luar negeri tidak seluruhnya berdasarkan

rekening koran per 31 Desember 2015.

2. Saldo Kas Besi yang disajikan tidak sesuai

dengan rumusan dalam Catatan atas

Laporan Keuangan

3. Penyelesaian perbedaan pagu Kas Besi

antara SK Menteri Keuangan dan SIMKEU

berlarut-larut.

4. Peminjaman Kas Besi pada KJRI Johor

Baru tidak jelas rincian penggunaannya dan

penyelesaiannya serta terdapat

pengembalian peminjaman Kas Besi ke Kas

Negara.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:

1. Surat Menteri Keuangan Nomor S-

2.18/424/0182 tanggal 13 Januari 1992

tentang Pembentukan Dana Kas Besi, Kas

Besi dipergunakan untuk keperluan

berjaga-jaga terhadap keadaan/kejadian

yang mungkin timbul, terutama sekali

untuk membiayai Perwakilan RI di luar

negeri apabila remise (cash supply)

BPK merekomendasikan

Menteri Luar Negeri agar

menginstruksikan Sekretaris

Jenderal Kemenlu untuk :

1. Menegur dan

memerintahkan Kepala

Biro Keuangan agar

segera menelusuri

perbedaan pagu Kas

Besi serta meningkatkan

sosialisasi penyajian

Kas Besi dalam Laporan

Keuangan; dan

2. Berkoordinasi dengan

Inspektorat Jenderal

untuk membentuk tim

terpadu untuk

menelusuri penggunaan

Kas Besi dan meminta

pertanggungjawaban

kepada pihak terkait.

Untuk mengatasi hal tersebut

maka

1. Pengelola Keuangan di

Perwakilan RI di luar

negeri harus meningkatkan

pemahaman dalam

menyajikan Kas Besi dalam

Laporan Keuangan Tahun

2015

2. Biro Keuangan Kemenlu

harus melaksanakan

koordinasi dan rekonsiliasi

dengan perwakilan RI di

luar negeri dan Kemenkeu

mengenai perbedaan pagu

Kas Besi; dan

3. Pengelola keuangan KJRI

Johor Bahru yang menjabat

pada saat peminjaman Kas

Besi harus lebih cermat

dalam melaksanakan

tugasnya

Page 10: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 08/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 6

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

mengalami keterlambatan dan untuk

keperluan lainnya yang penggunaannya

terlebih dahulu harus mendapatkan

persetujuan/instruksi dari Pusat/Kemenlu;

dan

2. Lampiran II.01 Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

mengenai Kerangka Konseptual Akuntansi

Pemerintahan, Paragraf 59 menyatakan

bahwa Neraca menggambarkan posisi

keuangan suatu entitas pelaporan mengenai

aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada

tanggal tertentu.

Hal tersebut mengakibatkan:

1. Penyajian saldo Kas Besi belum dapat

diyakini kewajarannya;

2. Potensi aset lebih catat sebesar

Rp7.789.941.819,35;

3. Terganggunya likuiditas keuangan KJRI

Johor Bahru; dan

4. Potensi kerugian Negara dari penggunaan

Kas Besi yang tidak jelas perincian

penggunaan dan pengembaliannya.

4. Saldo Aset Tetap dan Akumulasi

Penyusutannya Belum Disajikan Secara

Memadai dan Penatausahaan Aset Tetap

Belum Tertib

Berdasarkan Neraca Kemenlu per 31 Desember

2015 unaudited, saldo Aset Tetap adalah sebesar

Rp13.344.852.897.366,00. Pencatatan dalam

SIMAK BMN dan penyajian saldo Aset Tetap

dalam Laporan Keuangan Perwakilan RI di luar

negeri dan Laporan Keuangan Kementerian

diketahui hal-hal sebagai berikut:

1. Terjadi kesalahan penggunaan mata

anggaran belanja modal dan belanja barang

a. Kesalahan pengunaan MAK 531111

(Belanja Modal Tanah) yang digunakan

untuk pembelian Gedung dan Bangunan

pada KBRI Kiev.

b. Kesalahan Penggunaan Belanja Modal

(MAK 53) yang seharusnya

diperuntukkan untuk pembelian Aset

Tetap, namun digunakan untuk belanja

lainnya yang tidak menambah aset

c. Kesalahan Penggunaan Belanja Barang

(MAK 52) digunakan untuk belanja

modal yang menambah aset pada

SIMAK BMN.

2. Kesalahan pengakuan BMN yang belum

diterima namun telah diakui sebagai Aset

BPK merekomendasikan

Menteri Luar Negeri agar

menginstruksikan

Sekretaris Jenderal Kemenlu

untuk :

1. Memerintahkan Kepala

Biro Perlengkapan agar:

a. Memperbanyak

sosialisasi

pengelolaan Aset

Tetap, penganggaran

belanja modal dan

pencatatan dalam

SIMAK BMN di

seluruh satker pusat

dan perwakilan RI di

luar negeri;

b. Membuat kebijakan

akuntansi dan

pengendalian

terhadap barang yang

belum diterima

secara fisik per 31

Desember 2015

namun telah dibayar

lunas; dan

c. Mengkoordinasikan

Hal-hal yang harus dilakukan

untuk mengatasi masalah

tersebut antara lain:

1. Biro Perencanaan harus

memperhatikan ketentuan

klasifikasi belanja sesuai

dengan karakteristiknya

dalam penyusunan

anggaran;

2. Pengawasan dan

pengendalian Kuasa

Pengguna Anggaran

(KPA) dalam penyusunan

anggaran dan pelaporan

barang kuasa pengguna

serta catatan atas laporan

BMN harus lebih optimal;

3. Segera membuat kebijakan

akuntansi dan

pengendalian terhadap

barang yang belum

diterima secara fisik per 31

Desember 2015;

4. BPKRT KBRI Beijing,

KJRI Shanghai, KBRI

Roma, KBRI Canberra dan

KBRI Bandar Seri

Page 11: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 08/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 7

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Tetap dan Konstruksi Dalam Pengerjaan

(KDP)

3. Kesalahan pendefinisian KDP dan Aset

Tetap Lainnya yang seharusnya sudah

definitif sebagai Aset Tetap per 31

Desember 2015

4. Salah saji saldo Akumulasi Penyusutan

pada KBRI Brasilia per 31 Desember 2015.

5. Terdapat Perubahan Angka Unaudited pada

Akun Akumulasi Penyusutan yang Tidak

Dapat Ditelusuri Dokumen Sumbernya

6. Daftar Barang Ruangan (DBR) tidak akurat

karena terdapat beberapa BMN yang belum

dicatat sesuai dengan DBR dan sudah

berpindah lokasi/ruangan serta ditempatkan

tidak sesuai dengan DBR-nya. Kondisi ini

terjadi pada KBRI Bangkok.

7. Terdapat BMN yang belum dicatat dalam

SIMAK BMN yaitu Aset Tetap berupa

bangunan 10 unit flat yang berada pada

Bedok South Avenue 3 Singapore

SGD3,000,000.00 Eq.

Rp29.253.570.000,00 (Kurs Tengah BI per

31 Desember 2015 Rp9.751,19)

8. Terdapat peralatan dan mesin dalam

kondisi rusak berat namun masih dicatat

sebagai aset tetap. Peralatan dan mesin

tersebut seharusnya direklasifikasi sebagai

Aset Lain-lain pada akun Aset Lainnya

9. Kelebihan pencatatan kendaraan roda

empat sebanyak empat unit pada KBRI

Beijing

10. Proses penghapusan BMN pada beberapa

perwakilan RI di luar negeri berlarut-larut

11. Terdapat dua kendaraan roda empat hasil

rampasan KPK pada tahun 2007 digunakan

KBRI Kuala Lumpur

12. Pembelian 19 unit rumah pada tahun 1987

dan 54 unit pada tahun 1999 berada di atas

tanah yang disewakan (sub-lessee) oleh

Pemerintah Manila senilai

Rp2.006.000.000,00

13. Gedung kantor KBRI Lisabon dibeli pada

tahun 2014 dalam bentuk bangunan beserta

tanah di atasnya.

14. Penelaahan terhadap kendaraan operasional

roda empat dan roda dua pada Satker Pusat

di lingkungan Kementerian Luar Negeri

15. Sebanyak 52 Satker di lingkungan

Kementerian Luar Negeri tidak

menyampaikan Laporan Barang Kuasa

Pengguna dan Catatan Atas Laporan

Barang Milik Negara Tahun 2015 kepada

penyelesaian

penggunaan

kendaraan yang

belum jelas

statusnya,

penghapusan barang

kondisi rusak berat,

kelebihan dan

kesalahan pencatatan

dalam SIMAK

BMN.

2. Menyampaikan kepada

seluruh Kepala

Perwakilan RI di luar

negeri terkait supaya

segera menyelesaikan

permasalahan dan

memperbaiki catatan

dalam SIMAK BMN.

Begawan harus lebih

cermat dalam melakukan

penginputan transaksi Aset

Tetap dalam SIMAK

BMN; dan

5. Meningkatkan

pemahaman, pengendalian

dan pengawasan Kepala

Kanselerai Perwakilan RI

di luar negeri terhadap

penatausahaan dan

penyajian Aset Tetap

dalam Laporan Keuangan.

Page 12: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 08/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 8

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Biro Perlengkapan Kemenlu.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

tanggal 14 Januari 2004 tentang

Perbendaharaan Negara Pasal 44 yang

menyatakan bahwa Pengguna Barang

dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib

mengelola dan menatausahakan barang

milik negara/daerah yang berada dalam

penguasaannya dengan sebaik-baiknya;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun

2010 tanggal 27 Desember 2010 tentang

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran

Kementerian Negara/Lembaga Pasal 5 ayat

(2) RKA-KL disusun secara terstruktur dan

dirinci menurut klasifikasi anggaran, yang

meliputi: a. Klasifikasi organisasi; b.

klasifikasi fungsi; dan c. klasifikasi jenis

belanja

3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

2014 tanggal 24 April 2014 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara:

a. Pasal 6 ayat (2) huruf l menyatakan

Pengguna barang milik negara

berwenang dan bertanggung jawab

melakukan pencatatan dan

inventarisasi barang milik negara yang

berada dalam penguasaannya;

b. Pasal 7 ayat (1) menyatakan kepala

kantor dalam lingkungan

Kementerian/Lembaga adalah Kuasa

Pengguna Barang Milik Negara dalam

lingkungan kantor yang dipimpinnya;

c. Pasal 7 ayat (2) menyatakan Kuasa

pengguna barang milik negara

berwenang dan bertanggung jawab:

i. Melakukan pencatatan dan

inventarisasi barang milik negara

yang berada dalam

penguasaannya; dan

ii. Menyusun dan menyampaikan

laporan barang kuasa pengguna

semesteran dan laporan barang

kuasa pengguna tahunan yang

berada dalam penguasaannya

kepada Pengguna Barang

Kondisi tersebut mengakibatkan:

1. Potensi terjadinya penyimpangan atas

pelaksanaan anggaran dan pemanfaatan

BMN;

2. Realisasi belanja barang dan belanja modal

tidak menggambarkan keadaan yang

Page 13: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 08/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 9

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

sebenarnya; dan

3. KBRI Beijing, KJRI Shanghai, dan KBRI

Roma tidak dapat segera memanfaatkan

hasil pengadaan.

HASIL PEMERIKSAAN ATAS

KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

BPK menemukan adanya ketidakpatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan

pada Kemenlu namun ketidakpatuhan

tersebut tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap penyajian Laporan Keuangan

Kemenlu.

Page 14: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 10

GAMBARAN UMUM

KEMENTERIAN PERTAHANAN

ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil pemeriksaan

BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu

yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun 2015 yang dikeluarkan

pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap Laporan Keuangan

Kementerian Pertahanan. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi

sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi

pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.

Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut :

K

OPINI BPK RI

2014

WTP-DTT

2015

WDP

LRA Anggaran

108.729.014.797.000

Realisasi

101.362.979.600.762 93,23%

Aset Lancar

•50.832.185.076.599

Aset Tetap

•399.940.903.800.830

Aset Lainnya

•12.423.188.051.241

Page 15: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 11

KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016

ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

TAHUN ANGGARAN 2015

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM

PENGENDALIAN INTERN

1. Pengendalian Internal Dalam Penyusunan

Laporan Keuangan (Internal Control Over

Financial Reporting - ICOFR) Kemhan Tahun

2015 Belum Memadai

Penyusunan Laporan Keuangan Kemhan Tahun

2015 belum didukung dengan desain dan

implementasi pengendalian intern memadai serta

kebijakan akuntansi yang disusun belum

sepenuhnya mendukung kekhususan dan

kompleksitas transaksi di lingkungan Kemhan dan

TNI sehingga berdampak pada Laporan Keuangan

Kemhan Tahun 2015 belum sepenuhnya

menyajikan informasi yang akurat. Hal tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan akuntansi dan implementasinya

belum sepenuhnya mendukung kekhususan

dan kompleksitas transaksi di lingkungan

Kemhan dan TNI

a. Kebijakan akuntansi persediaan dan beban

persediaan belum ditetapkan secara rinci

b. Kebijakan akuntansi Konstruksi Dalam

Pengerjaan belum lengkap

c. Kebijakan terkait transaksi valuta asing

belum memadai

d. Kebijakan akuntansi belum mengatur

mengenai penggunaan Memo Penyesuaian

(MP) dalam melakukan penyesuaian

akrual pada akhir periode pelaporan

2. Penyusunan Laporan Keuangan UO dan

Laporan Keuangan Konsolidasian Belum

Memadai

a. Penggunaan kode satker Kantor Pusat

(KP) dan Kantor Daerah (KD) untuk

UAKPB pada SIMAK BMN tidak efektif

mendukung transfer data dan penjurnalan

aset ke Aplikasi SAIBA

b. Penyusunan Laporan Operasional (LO)

Tidak Sepenuhnya Didasarkan pada

Kejadian/Transaksi yang sebenarnya

c. Proses perekaman transaksi ke aplikasi

SAIBA tidak dilakukan secara cermat

sesuai substansi transaksinya

d. Penyajian penyusutan atas Aset Tetap

Renovasi (ATR) kurang tepat

BPK merekomendasikan Menteri

Pertahanan bersama-sama dengan

Panglima TNI dan Kepala Staf

Angkatan untuk memerintahkan:

1. Sekretaris Jenderal Kemhan

dhi. Pusat Keuangan dan Pusat

BMN untuk berkoordinasi

dengan Kementerian

Keuangan untuk

menyempurnakan sistem

akuntansi yang digunakan

dalam penyusunan laporan

keuangan dan pelaporan

operasional kegiatan di

lingkungan Kemhan dan TNI

serta mengintegrasikan dan

mensinkronisasi SAIBA dan

SIMAK BMN;

2. Direktur Jenderal Kekuatan

Pertahanan, Direktur Jenderal

Perencanaan Pertahanan,

Sekretariat Jenderal Kemhan

dhi. Pusat Keuangan dan Pusat

BMN untuk melakukan

perbaikan atas Kebijakan

Akuntansi yang mengatur

tentang pengukuran, penyajian

serta pengungkapan aset tetap

dan persediaan di lingkungan

Kemhan dan TNI; dan

3. Direktur Jenderal Kekuatan

Pertahanan, Direktorat

Jenderal Perencanaan

Pertahanan, Sekretariat

Jenderal Kemhan dhi. Pusat

Keuangan dan Pusat BMN

agar bersama-sama

melaksanakan sinkronisasi dan

pengaturan secara jelas Akun

Belanja, Kode Satker, Kode

Wilayah, dan Jenis

Kewenangan antara Satker

Pengelola Uang dan Satker

Pengelola Barang.

Untuk mengatasi hal tersebut

maka Kemenhan harus

mengoptimalkan Sistem dan

kebijakan akuntansi yang ada

di lingkungan Kemhan dan

TNI dalam mendukung proses

penyusunan laporan keuangan

secara memadai, serta

Direktorat Jenderal Kekuatan

Pertahanan, Direktorat

Jenderal Perencanaan

Pertahanan, Sekretariat

Jenderal Kemhan dhi. Pusat

Keuangan dan Pusat BMN

untuk mempertimbangkan

dan mengidentifikasi

permasalahan spesifik di

lingkungan Kemhan dalam

penyusunan kebijakan

akuntansi; dan menyelaraskan

perencanaan APBN di

lingkungan Kemhan dan TNI

dengan kebijakan akuntansi

akrual khususnya terkait

dengan belanja yang

menghasilkan aset dan

persediaan.

Page 16: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 12

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

e. Rekonsiliasi Internal dan Eksternal

Belum Memadai

f. Terdapat satker yang tidak

menyampaikan laporan tepat waktu

dan nilai pada akun tertentu tidak

disajikan

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Berbasis Akrual

2. Buletin Teknis 15 tentang Akuntansi Aset

Tetap Berbasis Akrual, Bab VII Konstuksi

Dalam Pengerjaan halaman 37 baris ke 28

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

177/PMK.05/2015 tanggal 22 September 2015

tentang Pedoman Penyusunan dan

Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian

Lembaga Pasal 5

Permasalahan di dalam Kemenhan tersebut

mengakibatkan Laporan Keuangan Kemhan Tahun

2015 belum sepenuhnya menyajikan informasi

yang akurat.

2. Mekanisme Penyusunan Laporan Barang Milik

Negara dalam rangka mendukung penyajian

Neraca pada Laporan Keuangan belum

memadai.

Hal tersebut terlihat pada beberapa hal berikut,

antara lain:

1. Penerapan aplikasi SIMAK BMN belum

memadai.

a. Terdapat selisih antara Aplikasi Persediaan

dengan Aplikasi SIMAK BMN senilai Rp

332.330.830.111,00

b. Klasifikasi yang tidak tepat dalam Aplikasi

SIMAK BMN

c. Duplikasi penyusutan atas aset tetap pada

aplikasi SIMAK BMN

2. Penatausahaan BMN belum optimal

a. Proses penyusunan Laporan BMN belum

memadai, dimana belum ada mekanisme

yang mengatur setiap unit pengadaan

menyampaikan dokumen yang memadai

kepada petugas SIMAK BMN untuk

pencatatan Laporan BMN; Dalam

pendistribusian BMN kepada satuan

pengguna, dokumen pendistribusian tidak

disertai dengan kelengkapan informasi

harga dan informasi lainnya yang

BPK merekomendasikan Menteri

Pertahanan bersama-sama dengan

Panglima TNI dan Kepala Staf

Angkatan untuk:

1. Menyusun dan

mengimplementasikan SOP

tentang mekanisme

pencatatan dan rekonsiliasi

belanja dan aset yang

bersumber dari PHLN, PDN,

dan Dana Devisa;

2. Melakukan kegiatan

sosialisasi dan pelatihan

untuk meningkatkan

kompetensi petugas akuntansi

uang dan barang yang ada di

lingkungan Kemhan dan

TNI; dan

3. Menyusun dan melaksanakan

mekanisme monitoring dan

evaluasi atas pencatatan dan

penyajian BMN dalam

laporan keuangan.

Untuk memperbaiki

permasalahan tersebut, maka

Kemhan dan TNI harus segera

mengatur mekanisme yang

memadai dalam pencatatan

dan rekonsiliasi belanja yang

bersumber dari PHLN, PDN,

dan Dana Devisa;

melaksanakan konsolidasi dan

rekonsiliasi BMN secara

optimal dan Unit Akuntansi

harus sepenuhnya

mempedomani peraturan

terkait pengelolaan BMN;

serta harus segera mengatur

mekanisme yang memadai

dalam melakukan monitoring

dan evaluasi atas pencatatan

BMN dalam Laporan

Keuangan.

Page 17: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 13

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

diperlukan dalam pencatatan pada aplikasi

SIMAK BMN; Pengadaan yang bersumber

dari PHLN, Dana Devisa, dan Foreign

Military Sales (FMS), Petugas SIMAK

BMN mengalami kesulitan dalam

melakukan konversi nilai rupiah; dan

Banyaknya pemutakhiran aplikasi SIMAK

BMN dari DJKN Kemkeu

b. Proses pencatatan BMN belum akurat

1) Duplikasi pencatatan aset tetap.

2) Rekonsiliasi pencatatan BMN tidak

dilaksanakan secara tertib. Pemeriksaan

terhadap keberadaan BMN pada satker

Badan Sarana Pertahanan (Baranahan)

Unit Organisasi (UO) Kemhan diketahui

bahwa terdapat Persediaan senilai

Rp2.496.750.802.021,00 lebih disajikan

pada laporan keuangan. Persediaan

tersebut merupakan hasil pengadaan

(barang konsumsi, amunisi, dan suku

cadang) Baranahan mulai Tahun 2007

s.d. 2015 yang sudah tidak dalam

penguasaan Baranahan Kemhan. Barang

persediaan tersebut seluruhnya sudah

didistribusikan ke gudang satker

pengguna di lingkungan UO Angkatan

(Gupusmu, Depohar, dan Arsenal).

3) Pelaksanaan Stock Opname dan

pencatatan persediaan belum memadai

3. Penatausahaan alutsista yang bersumber dari

PHLN, PDN, dan Dana Devisa belum memadai

4. Unit Akuntansi dan Sumber Daya Manusia

yang belum memadai

a. Unit akuntansi uang dan barang berjalan

secara terpisah

b. Operator SIMAK BMN belum sepenuhnya

menguasai aplikasi

5. Monitoring dan Evaluasi atas Pencatatan BMN

Belum Memadai, dimana Laporan BMN

(hardcopy) yang telah diotorisasi oleh Kasatker

belum dilakukan pencocokan data dengan

ADK yang telah dikirimkan; koordinasi

pembina materiil/item atas pengendalian

SIMAK BMN masih belum optimal terkait

kebenaran data aplikasi pada setiap tingkatan

unit akuntansi barang; dan evaluasi pada

penyusunan Laporan BMN dari PHLN, PDN

dan Dana Devisa masih belum optimal.

Page 18: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 14

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

(SAP)

a. Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan (PSAP) No. 05 tentang

Persediaan

b. PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap

pada Paragraf 28

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

247/PMK.06/2014 tentang Perubahan Kedua

atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor

1/PMK.06/2013 tentang Penyusutan Barang

Milik Negara Berupa Aset Tetap pada Entitas

Pemerintah Pusat

3. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17

Tahun 2015 tentang Kebijakan Akuntansi

Berbasis Akrual di Lingkungan Kemhan dan

Tentara Nasional Indonesia

4. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 36

Tahun 2015 tentang Penilaian Barang Milik

Negara Alat Utama Sistem Senjata di

Lingkungan Kemhan dan Tentara Nasional

Indonesia.

Kondisi tersebut mengakibatkan:

1. Persediaan senilai Rp2.496.750.802.021,00

tidak dapat diyakini kewajarannya; dan

2. Laporan BMN tidak dapat disajikan tepat

waktu.

3. Kesalahan Klasifikasi Belanja Barang Sebesar

Rp669.172.154.639,00 dan Belanja Modal

Sebesar Rp678.973.314.915,40

Dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) untuk

tahun yang berakhir sampai dengan 31 Desember

2015, Kemhan menyajikan anggaran Belanja

Barang sebesar Rp30.071.118.967.000,00 dengan

realisasi sebesar Rp29.949.389.396.171,00 atau

99,60%, dan anggaran Belanja Modal sebesar

Rp38.288.159.370.000,00 dengan realisasi sebesar

Rp33.083.225.243.063,00 atau 86,41%.

Pengujian atas dokumen penganggaran dan

realisasi belanja barang dan belanja modal

diketahui terdapat kesalahan klasifikasi belanja

sebesar Rp1.348.145.496.545,40, meliputi antara

lain :

1. Terdapat kesalahan klasifikasi belanja barang

yang dianggarkan dan direalisasikan untuk

belanja yang dapat dikapitalisasi menjadi aset

tetap sebesar Rp669.172.154.639,00

2. Terdapat kesalahan pengklasifikasian belanja

BPK merekomendasikan Menteri

Pertahanan bersama-sama dengan

Panglima TNI dan Kepala Staf

Angkatan untuk memerintahkan

Bagian Perencanaan, Program dan

Anggaran pada tingkat satker,

wilayah (kotama) dan pusat pada

UO Kemhan, UO Mabes TNI, UO

TNI AD, UO TNI AL dan UO

TNI AU dalam menyusun dan

memverifikasi pengajuan

anggaran belanja barang dan

belanja modal memedomani

Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan dan

Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 214/PMK.05/2013 tentang

Bagan Akun Standar.

Untuk memperbaiki

permasalahan tersebut, maka

Bagian Perencanaan, Program

dan Anggaran pada tingkat

satker, wilayah (kotama) dan

pusat pada UO Kemhan, UO

Mabes TNI, UO TNI AD, UO

TNI AL dan UO TNI AU

harus cermat dalam menyusun

dan memverifikasi pengajuan

anggaran belanja barang dan

belanja modal.

Page 19: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 15

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

modal yang dianggarkan dan direalisasikan

untuk belanja yang tidak dapat dikapitalisasi

menjadi aset tetap sebesar

Rp678.973.314.915,40,

Kesalahan klasifikasi dan ketidaksesuaian

peruntukan penganggaran dikarenakan

kekurangcermatan dalam proses penyusunan

anggaran dan kurangnya anggaran belanja modal

dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana

satuan kerja.

Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,

PSAP 07 tentang Akuntansi Aset Tetap

2. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan

Menteri Pertahanan Nomor 67/PMK.05/2013

dan Nomor 15 Tahun 2013 tentang Mekanisme

Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara di

Lingkungan Kemhan dan TNI Pasal 1 Poin 40

dan 41

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214

Tahun 2013 tentang Bagan Akun Standar pada

Lampiran Bab II angka 3 Segmen Akun; dan

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan

BMN, Lampiran VII, huruf C.3.b yang

menyatakan nilai satuan minimum kapitalisasi

aset tetap:

a. Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan

mesin dan alat olah raga yang sama dengan

atau lebih dari Rp300.000,00, dan

b. Pengeluaran untuk gedung dan bangunan

yang sama dengan atau lebih dari

Rp10.000.000,00.

Kondisi tersebut mengakibatkan realisasi belanja

barang sebesar Rp669.172.154.639,00 dan belanja

modal sebesar Rp678.973.314.915,40 yang

disajikan dalam LRA Tahun 2015 tidak sepenuhnya

menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

HASIL PEMERIKSAAN ATAS KEPATUHAN

TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

1. Pemanfaatan BMN di Lingkungan Kemhan

dan TNI Belum Sepenuhnya Mematuhi

Ketentuan

Laporan Keuangan Kemhan Tahun 2015

melaporkan jumlah nilai aset tanah sebesar

Rp281.895.658.686.098,00, gedung dan bangunan

sebesar Rp33.757.984.592.730,00 dan pendapatan

BPK merekomendasikan kepada

Menteri Pertahanan bersama-

sama dengan Panglima TNI dan

Kepala Staf Angkatan untuk:

1. Meningkatkan koordinasi

dengan Kemenkeu untuk

segera menyelesaikan

Untuk memperbaiki

permasalahan tersebut, maka

satker pelaksana kerja sama

pemanfaatan BMN di

lingkungan Kemhan dan TNI

harus mematuhi ketentuan

pemanfaatan BMN dalam

Page 20: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 16

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

atas pemanfaatan BMN sebesar

Rp70.461.609.475,00.

Penelaahan atas BMN yang dimanfaatkan oleh

pihak ketiga diketahui bahwa terdapat penerimaan

sebesar Rp149.866.481.333,75 yang disetor ke kas

negara sebesar Rp70.461.609.475,00 dan sisanya

sebesar Rp79.404.871.858,75 merupakan

penerimaan yang digunakan langsung. Selain itu

juga, diketahui bahwa pelaksanaan pemanfaatan

BMN dengan pihak ketiga belum seluruhnya

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pemanfaatan BMN di lingkungan Kemhan dan

TNI belum sepenuhnya mematuhi ketentuan, yang

terlihat pada beberapa hal berikut :

1. Pemanfaatan BMN yang Dimanfaatkan Pihak

Lain Belum Mendapatkan Persetujuan dari

Kemenkeu.

2. Belum Adanya Tindak Lanjut atas

Pemanfaatan BMN yang Dilakukan oleh Pihak

Tidak Berwenang.

3. Pengelolaan Penerimaan dari Hasil

Pemanfaatan BMN belum Melalui Mekanisme

APBN

Penggunaan langsung pada lima UO di lingkungan

Kemhan dan TNI sebesar Rp 79.404.871.858,75

terjadi karena hasil pemanfaatan atas aset satker

tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan

operasional satker yang belum didukung APBN.

Atas penerimaan dan penggunaan langsung belum

seluruhnya dicatat di laporan keuangan maupun di

CaLK, kecuali untuk penerimaan yang telah di

setor ke kas negara.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah Pasal 26 Ayat (1) Pemanfaatan

Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan

oleh:

a. Pengelola Barang, untuk BMN yang berada

dalam penguasaannya; dan

b. Pengguna Barang dengan persetujuan

Pengelola Barang, untuk BMN yang berada

dalam penguasaan Pengguna Barang.

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara

Pasal 6 Ayat (1) Menteri Keuangan selaku

Pengelola Barang memiliki kewenangan dan

tanggung jawab:

a. Menetapkan pemanfaatan BMN dan

permasalahan izin

pemanfaatan BMN di

lingkungan Kemhan dan TNI

dan pemenuhan kebutuhan

anggaran untuk operasional

kegiatan dan pemeliharaan

aset-aset yang dikuasai oleh

Kemhan dan TNI; dan

2. Menginstruksikan kepada

seluruh satker pelaksana

kerjasama pemanfaatan BMN

di lingkungan Kemhan dan

TNI agar secara tertib

mengacu ketentuan yang

berlaku terkait dengan:

a. Pemanfaatan BMN oleh

pihak tidak berwenang;

dan

b. Penggunaan langsung

atas hasil pemanfaatan

BMN.

menyetor seluruh hasil

pemanfaatan BMN ke kas

negara.

Page 21: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 17

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

perpanjangan jangka waktu pemanfaatan

BMN yang berada pada Pengelola Barang;

b. Memberikan persetujuan atas usulan

pemanfaatan BMN atau perpanjangan

jangka waktu pemanfaatan BMN dalam

bentuk: sewa; pinjam pakai; KSP; dan KSPI.

Yang berada pada Pengguna Barang.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

54/PMK.06/2015 tentang Penataan

Pemanfaatan Barang Milik Negara di

Lingkungan Tentara Nasional Indonesia.

a. Pasal 4 Ayat (1) Pemanfaatan BMN di

lingkungan TNI sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 harus diajukan oleh

Pengguna Barang untuk memperoleh

persetujuan Menteri Keuangan selaku

Pengelola Barang.

b. Pasal 4 Ayat (5) penerimaan negara dari

pemanfaatan BMN merupakan

penerimaan negara yang wajib disetorkan

seluruhnya ke Rekening Kas Umum

Negara.

c. Pasal 5 Ayat (1) pemanfaatan BMN di

lingkungan TNI hanya dapat dilakukan

oleh Pengguna Barang dengan Pihak

Ketiga.

4. Perpang TNI Nomor 49 Tahun 2015 tentang

Pemanfaatan BMN berupa tanah dan bangunan

di Lingkungan TNI:

a. Pasal 3 ayat (4), yang menyatakan bahwa

Penerimaan Negara dari Pemanfaatan

BMN merupakan penerimaan negara yang

wajib disetorkan seluruhnya ke rekening

Kas Umum Negara;

b. Pasal 3 ayat (6), yang menyatakan bahwa

Pemanfaatan BMN ditetapkan dengan

keputusan Pengguna Barang atau pejabat

yang menerima limpahan wewenang dari

Pengguna Barang setelah mendapat

persetujuan Pengelola Barang;

c. Pasal 5 ayat (1), yang menyatakan bahwa

Pihak yang dapat melaksanakan

Pemanfaatan BMN adalah Pengguna

Barang atau Pejabat Pengguna BMN;

d. Pasal 66, menyatakan bahwa Mitra Mitra

Pemanfaatan BMN dilarang:

1) huruf c), mengikat perjanjian

pemanfaatan BMN dengan pihak

ketiga lainnya; dan

2) huruf e), mengalihkan hak

Page 22: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 18

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

pengusahaan BMN kepada pihak lain

tanpa persetujuan dari Pengguna

Barang.

Hal tersebut mengakibatkan:

1. Pemanfaatan BMN tanah dan bangunan di

lingkungan Kemhan dan TNI belum

memberikan kontribusi penerimaan yang

optimal bagi negara sesuai ketentuan yang

berlaku;

2. Kurang saji atas pendapatan dan belanja/beban

yang terkait dengan penggunaan langsung

PNBP sebesar Rp79.404.871.858,75; dan

3. Risiko penyalahgunaan atas penggunaan

langsung dana hasil pemanfaatan BMN.

2 Akumulasi Pelaksanaan Pekerjaan Belum Dapat

Diselesaikan sampai dengan Akhir Tahun

Anggaran 2015 Menjadi 708 Kegiatan atau

Bertambah 54 Kegiatan dari Tahun 2014

Pada DIPA Tahun 2015, Kemhan dan TNI

mengalokasikan anggaran belanja modal sebesar

Rp 38.288.159.370.000,00 dengan realisasi hanya

sebesar Rp33.083.225.243.063,00 atau 86,41%.

Sedangkan belanja barang sebesar

Rp30.071.118.967.000,00 dengan realisasi belanja

sebesar Rp29.949.389.396.171,00 atau sebesar

99,60%.

Terdapat 708 kegiatan pengadaan barang dan jasa

atau bertambah 54 kegiatan senilai

Rp3.594.963.885.760,91 bila dibandingkan dengan

Tahun 2014, yang sampai dengan akhir tahun 2015

belum dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak

yang telah ditandatangani, namun anggaran

pekerjaan tersebut telah dicairkan 100% dan dana

hasil pencairan ditampung dalam suatu rekening

atas nama rekanan yang hanya bisa dicairkan

dengan persetujuan dari PPK/Pekas/Perwira

Keuangan. Rekening tersebut tidak hanya

menampung dana TA 2015, tetapi juga menampung

kegiatan tahun 2009 sampai dengan 2014 yang

masih belum selesai dari tahun 2009 sampai dengan

2014.

Atas 708 kegiatan pengadaan barang dan jasa yang

sampai dengan akhir tahun 2015 belum dapat

diselesaikan (pending matters) tersebut tidak

sepenuhnya didukung dengan perpanjangan

jaminan pelaksanaan.

Kegiatan pengadaan barang jasa yang tidak dapat

diselesaikan dan dananya masih ditahan sampai

dengan akhir TA 2015 terlihat pada permasalahan-

permasalahan sebagai berikut:

BPK merekomendasikan kepada

Menteri Pertahanan bersama-

sama dengan Panglima TNI dan

Kepala Staf Angkatan agar:

1. Dalam melakukan

pembayaran atas pending

matters memperhatikan UU

Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara

khususnya Pasal 11 dan Pasal

21 Ayat (1);

2. Memerintahkan kepada satker

terkait agar melakukan upaya

percepatan penyelesaian

kegiatan/program kategori

pending matters; dan

3. Memerintahkan Irjen di

lingkungan Kemhan dan TNI

untuk segera melakukan

pemeriksaan terinci atas

pengelolaan dana tersebut dan

laporannya disampaikan ke

BPK.

Untuk memperbaiki

permasalahan tersebut, maka

Kemhan/TNI harus lebih

memperhatikan UU Nomor 1

Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara

khususnya Pasal 11 dan Pasal

21 Ayat (1); lebih

mempersingkat mekanisme

otorisasi dan pembiayaan

mekanisme otorisasi dan

pembiayaan dalam pencairan

anggaran pada DIPA Satker

Pusat, serta meningkatkan

pelaksanaan kegiatan secara

cepat dan tepat waktu;

Page 23: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 19

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

1. Terdapat perubahan sasaran dan spesifikasi

teknis pekerjaan pada tahun berjalan

2. Jangka waktu penyelesaian pekerjaan/kontrak

melebihi 12 bulan

3. Pekerjaan melewati tahun anggaran terkait

permasalahan impor barang/jasa dari luar negeri

4. Pekerjaan melewati tahun anggaran karena

terlambatnya otorisasi internal

5. Pekerjaan melewati tahun anggaran karena

dibiayai APBN-P

6. Terdapat kegiatan pensertifikatan tanah yang

belum selesai pada Kemhan sampai dengan 31

Desember 2015

7. Pekerjaan lintas tahun yang tidak dilaporkan

oleh UO

8. Pekerjaan melewati tahun anggaran karena

proses produksi dan operasi

9. Pekerjaan telah selesai per 31 Desember 2015

tetapi masih dalam proses administrasi

pembayaran

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara,

a. Pasal 11 yang menyatakan bahwa tahun

anggaran meliputi masa satu tahun mulai

dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31

Desember.

b. Pasal 21 yang menyatakan bahwa:

1) Ayat 1, Pembayaran atas beban

APBN/APBD tidak boleh dilakukan

sebelum barang dan/atau jasa diterima;

dan

2) Ayat 5, Bendahara Pengeluran

bertanggung jawab secara pribadi atas

pembayaran yang dilaksanakannya.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang

menyatakan bahwa:

a. Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan Nomor 04 tentang Catatan

atas Laporan Keuangan Paragraf 13,

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi

penjelasan atau daftar terinci atau analisis

atas nilai suatu pos yang disajikan dalam

Laporan Realisasi Anggaran, Laporan

Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca,

Laporan Operasional, Laporan Arus Kas,

dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk

Page 24: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.09/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 20

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan

adalah penyajian informasi yang

diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan

Standar Akuntansi Pemerintahan serta

pengungkapan-pengungkapan lainnya yang

diperlukan untuk penyajian yang wajar;

dan

b. Lampiran I Kerangka Konseptual Paragraf

53, Laporan keuangan menyajikan secara

lengkap informasi yang dibutuhkan oleh

pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh

pengguna laporan keuangan dapat

ditempatkan pada lembar muka (on the

face) laporan keuangan atau Catatan atas

Laporan Keuangan.

3. Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 194/PMK.05/2014 tanggal 6

Oktober 2014 yang dirubah terakhir pada PMK

Nomor 243/PMK.05/2015 tanggal 23 Desember

2015 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam

Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak

Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun

Anggaran

Hal tersebut mengakibatkan:

1. Meningkatnya jumlah dana yang dikelola

menjadi sebesar Rp9.710.898.887.399,70 dan

pekerjaan berisiko tidak sepenuhnya didukung

jaminan pelaksanaan; serta

2. Penyajian realisasi belanja modal tidak

mencerminkan keadaan fisik yang sebenarnya.

Page 25: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 33/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 21

GAMBARAN UMUM

BADAN INTELIJEN NEGARA (BIN)

ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil

pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan

tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun

2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan

terhadap Laporan Keuangan Badan Intelijen Negara (BIN). Sedangkan tujuan dari kajian

adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai

pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas

administrasi keuangan negara.

Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;

K

OPINI BPK RI

2014

WTP

2015

WTP

LRA Anggaran

2.616.596.577.000

Realisasi

2.570.985.130.343 98.26%

Aset Lancar

•16.885.713.821

Aset Tetap

•3.016.574.376.014

Aset Lainnya

•445.919.150.388

Page 26: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 33/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 22

KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016

ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN INTELEJEN NEGARA

TAHUN ANGGARAN 2015

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM

PENGENDALIAN INTERN

1.

Pelaksanaan Pemotongan Tunjangan Kinerja

Bagi Pegawai BIN Belum Dilaksanakan Sesuai

Peraturan Kepala BIN Nomor 13 Tahun 2013

Laporan Realisasi Anggaran BIN untuk tahun

yang berakhir tanggal 31 Desember 2015

melaporkan realisasi belanja pegawai sebesar

Rp181.678.777.635,00 atau 90,76% dari anggaran

belanja pegawai sebesar Rp200.184.502.000,00,

diketahui bahwa sampai dengan tanggal 31 Maret

2016, tunjangan kinerja diberikan penuh sebesar

yang dapat diberikan, tanpa memperhitungkan

hari dan jam kehadiran pegawai yang

bersangkutan.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan

Kepala BIN Nomor 13 Tahun 2013 tanggal 20

Desember 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pemberian Tunjangan Kinerja Bagi Pegawai BIN

Permasalahan tersebut mengakibatkan

terhambatnya tujuan pemberian tunjangan kinerja

dalam rangka meningkatkan disiplin dan capaian

kinerja pegawai sesuai tugas dan fungsi.

Berdasarkan kelemahan

tersebut, BPK

merekomendasikan Kepala

BIN agar memerintahkan

Sekretaris Utama BIN untuk

menginstruksikan:

a. Kepala Biro Kepegawaian

agar melengkapi dan

memutakhirkan database

pegawai sebagai acuan

input pada aplikasi dengan

jangka waktu yang jelas;

dan

b. Kepala Biro Kepegawaian

dan Kepala Biro

Perencanaan dan

Keuangan untuk

menyempurnakan aplikasi

tunjangan kinerja agar

dapat dioperasikan secara

optimal.

Atas permasalahan tersebut,

maka Sestama BIN harus

mengoptimalkan

pemanfaatan aplikasi

pengurangan tunjangan

kinerja oleh Biro

Kepegawaian sebagai dasar

pemberian tunjangan kinerja

sesuai Peraturan Kepala BIN

Nomor 13 Tahun 2013

dengan segera

menyelesaikan

pemutakhiran data tunjangan

kinerja.

2. Pengadaan Pakaian Seragam dan

Perlengkapan Mahasiswa Sekolah Tinggi

Intelijen Negara (STIN) Belum Mengacu pada

Standar Biaya Masukan Tahun 2015 dan

Petunjuk Operasional Kegiatan Tahun 2015

Berdasarkan LRA Belanja BIN Tahun 2015,

anggaran belanja barang (MAK 52) sebesar

Rp1.587.757.664.000,00 dan telah terealisasi

sampai dengan 31 Desember 2015 sebesar

Rp1.571.526.039.658,00 (98,98%).

Pada tahun anggaran 2015 BIN telah

melaksanakan pekerjaan pengadaan pakaian

seragam dan perlengkapan mahasiswa STIN yang

dilaksanakan oleh PT. MB sesuai surat perjanjian

Nomor SP-2023/V/2015 tanggal 15 Mei 2015

senilai Rp3.577.195.000,00. Kegiatan tersebut

dianggarkan di dalam Petunjuk Operasional

Kegiatan (POK) BIN Revisi ke-VI tanggal 13

November 2015 sebesar Rp3.620.928.000,00 dan

sesuai Keputusan Kepala BIN Nomor KEP-

03/PPK/I/2015 tanggal 15 Januari 2015 tentang

Penetapan dan Pengesahan Harga Perkiraan

Sendiri (HPS) Tahun Anggaran 2015.

Pemeriksaan lebih lanjut atas pengadaan tersebut

menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

a. Menurut POK, jumlah stel pakaian dinas

BPK merekomendasikan

Kepala BIN agar

memerintahkan Ketua STIN

untuk memperbaiki sistem

perencanaan kegiatan dan

meningkatkan pengawasan

dan evaluasi pelaksanaan

kegiatan di unit kerjanya.

Untuk mengatasi hal

tersebut maka Bagian

Perencanaan dan pelaksana

kegiatan STIN harus cermat

dalam penyusunan dan

pelaksanaan POK BIN TA

2015.

Page 27: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 33/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 23

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

harian (PDH) yang diperuntukkan untuk

mahasiswa tingkat I (Angkatan XII)

sebanyak 372 stel (124 orang x 3 stel).

Kondisi tersebut melebihi jumlah maksimal

seragam mahasiswa yang tercantum dalam

standar biaya masukan tahun anggaran 2015

yaitu diberikan paling banyak dua stel per

tahun

b. Terdapat item-item barang dalam

kontrak/realisasi pengadaan pakaian seragam

dan perlengkapan mahasiswa yang tidak ada

dalam POK TA 2015 (Revisi VI)

c. terdapat pula item-item barang terkait

pengadaan seragam dan perlengkapan

mahasiswa yang terdapat dalam POK TA

2015 (Revisi VI) namun tidak terealisasi

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan :

a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

53/PMK.02/2014 tentang Standar Biaya

Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2015

Bagian Penjelasan Standar Biaya Masukan

Tahun Anggaran 2015 Yang Berfungsi

Sebagai Batas Tertinggi poin 35 tentang

Satuan Biaya Pengadaan Pakaian Dinas huruf

d yang menyatakan bahwa: Satuan biaya

pakaian seragam mahasiswa/taruna

diperuntukkan bagi mahasiswa/taruna pada

pendidikan kedinasan di bawah kementerian

negara/lembaga tertentu dan diberikan paling

banyak 2 (dua) stel per tahun yang

penyediaannya dilaksanakan secara selektif,

b. Keppres Nomor 42 Tahun 2002, Pasal 12,

Ayat (1) dan (2), menyatakan bahwa

pelaksanaan anggaran Belanja Negara

didasarkan atas prinsip-prinsip hemat, tidak

mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan

teknis yang disyaratkan serta efektif, terarah

dan terkendali sesuai dengan rencana

program/kegiatan, serta fungsi setiap

Departemen/Lembaga/Pemerintah Daerah.

Belanja atas Beban Anggaran Belanja Negara

dilakukan berdasarkan atas hak dan bukti-

bukti yang sah untuk memperoleh

pembayaran.

c. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) BIN

TA 2015 Revisi ke-VI tanggal 13 November

2015 halaman 9 sampai dengan 11

Permasalahan tersebut mengakibatkan

pengadaan jenis barang yang telah direncanakan

di POK BIN TA 2015 belum terealisasi

sepenuhnya.

Page 28: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 34/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 24

GAMBARAN UMUM

LEMBAGA SANDI NEGARA

ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil pemeriksaan

BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu

yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun 2015 yang dikeluarkan

pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap Laporan Keuangan

Lembaga Sandi Negara. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai

bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi

pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.

Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;

K

OPINI BPK RI

2014

WDP

2015

WTP

LRA Anggaran

1.656.562.559.000

Realisasi

1.494.553.243.092

90,221%

Aset Lancar

•3.433.378.466

Aset Tetap

•3.077.173.475.816

Aset Lainnya

•420.826.649.879

Page 29: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 34/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 25

KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016

TERHADAP LAPORAN KEUANGAN LEMBAGA SANDI NEGARA

TAHUN ANGGARAN 2015

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM

PENGENDALIAN INTERN

1.

Kesalahan Penggunaan Akun 53 Belanja Modal

Untuk Penganggaran Belanja Barang

Hal ini dapat terlihat sebagai berikut:

1. Realisasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin

sebesar Rp2.356.835.648,00 tidak sesuai dengan

klasifikasi belanja modal karena berdasarkan

dokumen pembayaran diketahui bahwa realisasi

tersebut untuk belanja bahan (521211) sebesar

Rp516.645.630,00; belanja pemeliharaan

(523121) sebesar Rpl.777.436.630,00; serta

belanja barang ekstrakomptabel (595112)

sebesar Rp62.753.388,00.

2. Realisasi Belanja Modal Lainnya sebesar

Rp685.975.000,00 tidak sesuai dengan

klasifikasi belanja modal karena berdasarkan

dokumen pembayaran diketahui bahwa realisasi

tersebut untuk belanja pemeliharaan (523121).

3. Terdapat kesalahan penggunaan akun 53 Belanja

Modal untuk penganggaran Belanja Barang

sebesar Rp3.042.810.648,00 untuk pembelian

software antivirus, flashdisk, maupun barang

yang nilainya di bawah Rp300.000,00

Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan:

a. Pernyataan 01 tentang Penyajian Laporan

Keuangan

1) Paragraf 13 menyatakan bahwa “ Tanggung

jawab penyusunan dan penyajian laporan

keuangan berada pada pimpinan entitas” .

2) Paragraf 38 menyatakan bahwa “ Laporan

Realisasi Anggaran menggambarkan

perbandingan antara anggaran dengan

realisasinya dalam satu periode pelaporan” .

b. Pernyataan 02 tentang Laporan Realisasi

Anggaran

1) Paragraf 18 menyatakan bahwa “ Entitas

pelaporan menyajikan klasifikasi belanja

menurut jenis belanja dalam Laporan

Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja

menurut organisasi disajikan dalam Laporan

Realisasi Anggaran atau di Catatan atas

Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja

menurut fungsi disajikan dalam Catatan atas

BPK merekomendasikan

kepada Kepala Lemsaneg agar

memerintahkan Sekretaris

Utama untuk melakukan reviu

terhadap penyusunan anggaran

Lemsaneg pada tahun

berikutnya.

Untuk mengatasi permasalahan

tersebut maka Tim Perencanaan

dan Anggaran harus lebih

cermat dalam menyusun

perencanaan dan anggaran.

Page 30: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 34/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 26

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Laporan Keuangan”.

2) Paragraf 30 menyatakan bahwa ’’Belanja

operasi adalah pengeluaran anggaran untuk

kegiatan sehari-hari pemerintah pusat/daerah

yang memberi manfaat jangka pendek.

Belanja operasi antara lain meliputi belanja

pegawai, belanja barang, bunga, subsidi,

hibah, bantuan sosial.

Hal tersebut mengakibatkan nilai Belanja Modal

yang disajikan dan dilaporkan dalam Laporan

Keuangan Tahun 2015 sebesar Rp3.042.810.648,00

tidak menggambarkan realisasi yang senyatanya.

2. Lemsaneg Belum Memiliki Sistem Pencatatan

Palsan dan Kelengkapannya yang Terintegrasi

Antar Unit Terkait Untuk Menghasilkan

Informasi Kondisi Peralatan Sandi

Hal ini terlihat pada hasil pemeriksaan fisik secara uji

petik atas palsan yang tidak layak dipergunakan

sebesar Rp543.479.966.028,00 yang merupakan

bagian dari hasil rekonsiliasi internal Lemsaneg,

sehingga dilakukan reklasifikasi palsan ke Akun Aset

Lainnya sebagai Aset Lain-Lain seluruhnya sebesar

Rp3.095.198.660.541,00.

Hal ini tidak sesuai dengan:

1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP)

Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana diubah

terakhir dengan PP Nomor 38 Tahun 2008

Perubahan kedua atas PP Nomor 6 Tahun 2006

tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah yaitu:

1) Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa “

Pengguna barang milik negara berwenang

dan bertanggung jawab antara lain:

Mengamankan dan memelihara barang

milik negara yang berada dalam

penguasaannya;

Melakukan pengawasan dan

pengendalian atas penggunaan barang

milik negara yang ada dalam

penguasaannya; dan

Melakukan pencatatan dan inventarisasi

barang milik negara yang berada dalam

penguasaannya”.

2) Pasal 7 ayat 2c menyatakan bahwa “ Kuasa

Pengguna Barang Milik Negara berwenang

dan bertanggung jawab melakukan

pencatatan dan inventarisasi barang milik

Negara yang berada dalam penguasaannya” .

2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan,

Lampiran II. 08 PSAP 07 tentang Akuntansi

BPK merekomendasikan

Kepala Lemsaneg agar

memerintahkan Sekretaris

Utama untuk membuat sistem

pencatatan palsan dan

kelengkapannya yang

terintegrasi antar unit terkait di

Lemsaneg

Untuk mengatasi hal tersebut

seharusnya Sekretaris Utama,

Deputi I, dan Deputi II

mempunyai sistem pencatatan

palsan dan kelengkapannya

yang terintegrasi antar unit kerja

terkait.

Page 31: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 34/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 27

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Aset Tetap, yaitu:

I. Paragraf 4 menyatakan Aset tetap adalah

aset berwujud yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan

untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk

digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau

dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

II. Paragraf 18 menyatakan Pengakuan aset

tetap akan andal bila aset tetap telah

diterima atau diserahkan hak

kepemilikannya dan atau pada saat

penguasaannya berpindah.

III. Paragraf 22 menyatakan Aset tetap dinilai

dengan biaya perolehan. Apabila penilaian

aset tetap dengan menggunakan biaya

perolehan tidak memungkinkan maka nilai

aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada

saat perolehan.

IV. Paragraf 24 menyatakan Barang berwujud

yang memenuhi kualifikasi untuk diakui

sebagai suatu aset dan dikelompokkan

sebagai aset tetap, pada awalnya harus

diukur berdasarkan biaya perolehan.

V. Paragraf 78 menyatakan Aset tetap yang

dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah

tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus

dipindahkan ke pos asset lainnya sesuai

dengan nilai tercatatnya.

c. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor

120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan

Barang Milik Negara yaitu:

1) Pasal 2 yang menyatakan Penatausahaan

BMN bertujuan untuk mewujudkan tertib

administrasi dan mendukung tertib

pengelolaan BMN;

2) Pasal 3 dalam:

a) Ayat (1) yang menyatakan Ruang

Lingkup penatausahaan BMN meliputi

kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan

pelaporan BMN.

b) Ayat (2) yang menyatakan Sasaran

penatausahaan BMN meliputi semua

barang yang dibeli atau diperoleh atas

beban Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN);

3) Pasal 8 ayat (2) yang menyatakan bahwa

Pelaksana Penatausahaan BMN harus

menyimpan dokumen kepemilikan,

dokumen penatausahaan, dan/atau dokumen

pengelolaan;

Page 32: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 34/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 28

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

4) Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan bahwa

Pengguna Barang melakukan inventarisasi

BMN yang berada dalam penguasaannya

melalui pelaksanaan sensus barang

sekurang-kurangnya sekali dalam lima

tahun;

d. Standar Operasional Prosedur (SOP) Lembaga

Sandi Negara Nomor 179/SU.058/2011 tanggal

30 Agustus 2011 tentang Pembuatan Berita

Acara Serah Terima Barang Milik Negara berupa

Peralatan Sandi yang menyatakan antara Iain:

a) Sekretaris Utama dapat menyiapkan

peralatan dan administrasinya melalui Biro

Umum cq Bagian Perlengkapan terkait

permohonan peminjaman dari Pemerintah

Pusat/Daerah;

b) Bagian Perlengkapan dhi. Subbag

Administrasi BMN melakukan verifikasi

antara lain:

c) Data pihak penerima BMN Palsan,

sekurang-kurangnya nama pejabat setingkat

eselon 1 atau 2, nama jabatan dan NIP, dan

alamat kantor.

d) Data palsan, sekurang-kurangnya memuat

data merek/tipe palsan, serial number, tahun

pengadaan, NUP, jumlah barang,

kelengkapan palsan, dan detail

peruntukannya.

e) Bagian Perlengkapan dhi. Subbag

Administrasi BMN cq Fungsional Umum

membuat Berita Acara Serah Terima

Peralatan Sandi sebanyak dua rangkap

berdasarkan bukti Serah Terima Barang

(Sertibar), meminta nomor surat ke unit

kerja Subbag KASA untuk penomoran

BAST, melakukan pencatatan ke dalam

agenda surat BAST, dan menyimpan semua

BAST yang telah selesai didistribusikan.

f) Bagian Perlengkapan dhi. Subbag

Administrasi BMN melakukan

pendistribusian BAST untuk semua pihak

yang ada dalam tembusan BAST.

Hal tersebut dapat mengakibatkan timbulnya

risiko salah saji nilai akun Aset Tetap atas

informasi kondisi palsan terkini yang belum

dilaporkan.

Page 33: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 34/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 29

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS KEPATUHAN

TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

1. Pelaksanaan Pengadaan Lima Kegiatan Jasa

Konsultansi Pada Lembaga Sandi Negara Tahun

Anggaran 2015 Tidak Sesuai dengan Ketentuan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Hal tersebut dapat dilihat pada:

a. Kegiatan Jasa Konsultansi PMC AEBK

Pekerjaan jasa konsultansi yang diselenggarakan

oleh PT. AI menunjukkan bahwa biaya

pengadaan sebelum PPN terdiri dari Biaya

Langsung Personil senilai Rp3.978.000.000,00

dan Biaya Langsung Non Personil senilai

Rpl.481.500.000,00 Berdasarkan dokumen

kontrak diketahui bahwa nilai pembayaran biaya

langsung personil senilai Rp3.978.000.000,00

digunakan untuk membayar biaya 23 orang

Tenaga Ahli senilai Rp2.311.500.000,00 biaya

26 orang Asisten Tenaga Ahli senilai

Rp1.442.000.000,00 dan biaya 13 orang Tenaga

Pendukung senilai Rp224.500.000,00

1. Terdapat Posisi Penugasan Tenaga Ahli

Yang Tidak Diketahui Personilnya dalam

Dokumen Penawaran Teknis PT. AI

2. Terdapat Personil Tenaga Ahli dan Asisten

TA yang Berstatus Pegawai Tetap dari

Instansi Lain Ditugaskan Tanpa Surat Cuti

dari Instansi Terkait

b. Kegiatan Jasa Konsultansi PMC PWRAL di A

Tahap II

Nilai pembayaran biaya langsung personil senilai

Rpl.339.050.000,00 digunakan untuk membayar

biaya 4 orang Tenaga Ahli senilai

Rp633.750.000,00 biaya 5 orang Asisten Tenaga

Ahli senilai Rp288.000.000,00 biaya 6 orang

Tenaga Sub Profesional senilai

Rp316.800.000,00 dan biaya 2 orang Tenaga

Pendukung senilai Rp l00.500.000,00.

1. Terdapat Tenaga Ahli dan Tenaga Sub

Profesional Yang Diyakini Keberadaan

Fisiknya Tidak Ada Di Lapangan Dalam

Periode Pelaksanaan Kontrak

2. Terdapat Personil Tenaga Ahli yang

Berstatus Pegawai Tetap dari Instansi Lain

Ditugaskan Tanpa Surat Cuti dari Instansi

Terkait

Kondisi tersebut di atas tidak sesuai dengan:

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

53 Tahun 2010 tanggal 6 Juni 2010 tentang

Disiplin Pegawai Negeri Sipil Bagian Kedua

BPK merekomendasikan

kepada Kepala Lemsaneg

agar:

a. Memerintahkan PPK

untuk mengembalikan

kelebihan pembayaran

dengan menyetorkannya

ke Kas Negara atas

kelebihan pembayaran

Konsultan pelaksana

PT.AI pada Lembaga

Sandi Negara Tahun

Anggaran 2015 sebesar

Rp 3.l62.297.643,00.

b. Mengenakan sanksi

sesuai dengan peraturan

perundang-undangan

yang berlaku kepada PPK

dan Konsultan pelaksana.

Untuk mengatasi hal tesebut

maka:

a. PPK harus lebih cermat

dalam melaksanakan

pengawasan dan

pengendalian secara

memadai dalam pengadaan

jasa konsultansi yang

diselenggarakan oleh PT.

AI dan PT. MI; dan

b. PT. AI dan PT. MI harus

lebih cermat dalam

melaksanakan pekerjaan

sesuai dengan kesepakatan

yang dituangkan dan

diperjanjikan dalam

dokumen penawaran dan

dokumen kontrak

Page 34: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 34/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 30

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Larangan Pasal 4 ayat (6) yang menyatakan

bahwa “Setiap PNS dilarang melakukan kegiatan

bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan,

atau orang lain di dalam maupun di luar

lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk

keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain,

yang secara langsung atau tidak langsung

merugikan Negara” ;

b. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor

54 Tahun 2010 tanggal 6 Agustus 2010 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Bagian

Ketujuh Penyedia Barang Jasa Pasal 19 ayat (3)

yang menyatakan bahwa “ Pegawai K/L/D/I

dilarang menjadi Penyedia Barang/Jasa, kecuali

yang bersangkutan mengambil cuti diluar

tanggungan K/L/D/I” ; dan

c. Kontrak/Surat Perjanjian Jasa Konsultansi

Nomor PERJ.372.6/PPK/PL.03.01/05/2015

tanggal 29 Mei 2015; Kontrak/Surat Perjanjian

Jasa Konsultansi Nomor

PERJ.319.1/PPK/PL.03.01 /05/2015 tanggal 18

Mei 2015; Kontrak/Surat Perjanjian Jasa

Konsultansi Nomor

PERJ.319.1/PPK/PL.03.01/05/2015 tanggal 18

Mei 2015; dan Kontrak/Surat Perjanjian Jasa

Konsultansi Nomor

PERJ.461.1/PPK/PL.03.01/06/2015 tanggal 18

Juni 2015 pada Syarat-syarat Umum Kontrak

(SSUK ) bagian b) Pelaksanaan, Penyelesaian ,

Perubahan , Dan Pemutusan Kontrak, pada:

a. angka 16. Mobilisasi pada angka 16.2 yang

menyatakan bahwa Mobilisasi dilakukan

sesuai dengan lingkup pekerjaan, yaitu

mendatangkan tenaga ahli;

mendatangkan tenaga pendukung;

dan/atau

menyiapkan peralatan pendukung;

b. Angka 17. Pengawasan dan Pemeriksaan

pada angka 17.2.a yang menyatakan bahwa

Pemeriksaan (inspeksi) personil dan

peralatan harus dilaksanakan setelah

personil dan peralatan tiba di lokasi

pekerjaan serta dibuatkan Berita Acara Hasil

Inspeksi/Pemeriksaan yang ditandatangani

oleh PPK dan penyedia;

c. Angka 23. Personil Konsultan pada angka

23.1 Umum pada:

i. Personil inti yang dipekeijakan harus

sesuai dengan kualifikasi dan

pengalaman yang ditawarkan dalam

Dokumen Penawaran;

Page 35: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 34/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 31

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

ii. Penggantian personil inti dan/atau

peralatan (apabila ada) tidak boleh

dilakukan kecuali atas persetujuan

tertulis PPK;

iii. Penggantian personil inti dan/atau

peralatan dilakukan oleh penyedia

dengan mengajukan permohonan

terlebih dahulu kepada PPK dengan

melampirkan riwayat

hidup/pengalaman kerja Personal Inti

dan/atau spesifikasi Peralatan yang

diusulkan beserta alasan perubahan.

d. Standar Dokumen Pengadaan Secara

Elektronik, Dokumen Pemilihan, Dokumen

Pengadaan Jasa Konsultan Kegiatan DS,

Dokumen Pemilihan Nomor: 08/TIM-

7/2015 tanggal 24 Juni 2015 BAB II.

Instruksi Kepada Peserta (IKP); A. Umum;

Angka 15 Dokumen Penawaran:

i. 15.1.C) Biaya Langsung Personil

didasarkan pada harga pasar gaji dasar

(basic salary) yang terjadi untuk setiap

kualifikasi dan bidang jasa konsultansi;

ii. 15.1.D) Biaya Langsung Personil telah

memperhitungkan biaya social (social

charge) dan tunjangan penugasan.

Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan

pembayaran Biaya Langsung Personil atas lima

Pengadaan Jasa Konsultansi Tahun Anggaran 2015

senilai Rp4.004.048.0l7,00 yang terdiri dari empat

kegiatan yang dilaksanakan oleh PT. AI sebesar

Rp3.162.297.643,00 (Rp605.112.135,00 +

Rpl50.659.852,00 + Rp246.569.730,00 +

Rp2.159.955.926,00) dan satu kegiatan yang

dilaksanakan oleh PT. MI sebesar Rp841.750.374,00.

Page 36: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.35/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 32

GAMBARAN UMUM

DEWAN KETAHANAN NASIONAL

ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil

pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan

tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun

2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan

terhadap Laporan Keuangan Dewan Ketahanan Nasional. Sedangkan tujuan dari kajian adalah

untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai

pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas

administrasi keuangan negara.

Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;

K

OPINI BPK RI

2014

WTP

2015

WTP

LRA Anggaran

144.307.962.000

Realisasi

140.778.791.636 97,55%

Aset Lancar

•6.449.900

Aset Tetap

•76.653.641.443

Aset Lainnya

•18.225.066.070

Page 37: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.35/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 33

KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016

ATAS LAPORAN KEUANGAN DEWAN KETAHANAN NASIONAL

TAHUN ANGGARAN 2015

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM

PENGENDALIAN INTERN

1. Nilai Realisasi Belanja Modal Berbeda Dengan

Nilai Mutasi Penambahan Aset (Aset Tetap,

Aset Tetap Dalam Renovasi dan Aset Tak

Berwujud)

1. Perbedaan nilai realisasi belanja modal

peralatan dan mesin dengan nilai mutasi

penambahan pada aset tetap peralatan

dan mesin.

Laporan realisasi anggaran sesuai dengan

DIPA Setjen Wantannas 2015 revisi keenam,

anggaran untuk belanja modal peralatan dan

mesin adalah sebesar Rp79.152.350.000,00,

dan realisasi belanja modal peralatan dan

mesin pada Laporan Realisasi Anggaran

Tahun Anggaran 2015 sebesar

Rp77.747.503.331,00 (atau sebesar 98,23%).

Sedangkan nilai penambahan aset tetap

peralatan dan mesin pada neraca/laporan

posisi keuangan periode 31 Desember 2015

adalah sebesar Rp73.624.193.965,00. Selisih

antara realisasi belanja modal peralatan dan

mesin dengan mutasi penambahan aset

peralatan dan mesin senilai

Rp4.123.309.366,00, dikarenakan terdapat

proyek pengadaan yang tergabung di satu

paket pekerjaan, dan dalam paket pekerjaan

tersebut terdapat pengadaan untuk renovasi

gedung dan pembelian peralatan dan mesin,

namun tercatat dalam realisasi belanja modal

peralatan dan mesin.

2. Perbedaan nilai realisasi belanja modal

gedung dan bangunan dengan nilai mutasi

penambahan pada aset tetap gedung dan

bangunan dalam renovasi.

Ditemukan selisih antara realisasi belanja

modal gedung dan bangunan dengan mutasi

penambahan aset gedung dan bangunan

senilai Rp3.423.542.411,00, yang berasal dari

realisasi belanja modal peralatan dan mesin

yang diakui sebagai penambah aset tetap lain

- aset tetap dalam renovasi gedung dan

bangunan.

3. Perbedaan nilai realisasi belanja modal

lainnya atas aset tak berwujud dengannilai

mutasi penambahan pada aset tak

berwujud.

Ditemukan selisih senilai Rp 699.766.955,00,

BPK merekomendasikan kepada

Sesjen Wantannas agar

memerintahkan Tim Penyusun

dan Pembahasan Perencanaan

Anggaran agar dalam menyusun

jenis anggaran memperhatikan

jenis-jenis belanja sesuai

peruntukannya.

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut

maka Tim Penyusun dan

Pembahasan Perencanaan

Anggaran sesuai Kep-

110/Sesjen/XII/2015

tanggal 01-12-2015 harus

lenih cermat dan teliti

dalam menyusun anggaran

yang tertuang dalam DIPA

revisi keenam dan harus

bisa mengantisipasi untuk

merevisi anggaran untuk

penyesuaian realisasinya

Page 38: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.35/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 34

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

perbedaan tersebut berasal dari nilai realisasi

belanja

modal peralatan dan mesin yang diakui

sebagai penambah aset tak berwujud.

Kondisi di atas tidak sesuai dengan:

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

101/PMK.02/2011 Tentang Klasifikasi

Anggaran, Bagian Klasifikasi Jenis Belanja,

Kode 53 - Belanja Modal pada:

a. Angka 2, belanja modal peralatan dan

mesin adalah pengeluaran untuk

pengadaan peralatan dan mesin yang

digunakan dalam pelaksanaan kegiatan

antara lain biaya pembelian, biaya

pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya

langsung lainnya untuk memperoleh dan

mempersiapkan sampai peralatan dan

mesin tersebut siap digunakan;

b. Angka 3, belanja modal gedung dan

bangunan adalah pengeluaran untuk

memperoleh gedung dan bangunan secara

kontraktual sampai dengan gedung dan

bangunan siap digunakan meliputi biaya

pembelian atau biaya konstruksi, termasuk

biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak

(kontraktual). Dalam belanja ini termasuk

biaya untuk perencanaan dan pengawasan

yang terkait dengan perolehan gedung dan

bangunan; dan

c. Angka 5, belanja modal lainnya adalah

pengeluaran yang diperlukan dalam

kegiatan pembentukan modal untuk

pengadaan/pembangunan belanja modal

lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan

dalam perkiraan kriteria belanja modal

Tanah, Peralatan dan Mesin, Gedung dan

Bangunan, Jaringan (Jalan, Irigasi dan

lain-lain). Termasuk dalam belanja modal

ini: kontrak sewa beli (leasehold),

pengadaan/pembelian barang-barang

kesenian (art pieces), barang-barang

purbakala dan barang-barang untuk

museum, serta hewan ternak, buku-buku

dan jurnal ilmiah sepanjang tidak

dimaksudkan untuk dijual dan diserahkan

kepada masyarakat.

Kondisi tersebut mengakibatkan nilai realisasi

belanja modal sebesar Rp95.734.119.121,00 tidak

mencerminkan nilai penambahan masing-masing

klasifikasi aset tetap (aset tetap peralatan dan

mesin dan aset tetap dalam renovasi) serta aset tak

berwujud yang disajikan dalam neraca.

Page 39: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.35/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 35

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

2. Wantannas Tidak Melakukan Amortisasi Atas

Aset Tak Berwujud senilai

Rp17.994.062.999,00

Pada Tahun 2015 Wantannas menyajikan saldo

aset tak berwujud (ATB) senilai

Rp17.994.062.999,00. ATB pada Wantannas

terdiri dari software dan lisensi. ATB yang

dimiliki oleh Wantannas merupakan ATB yang

memiliki masa manfaat terbatas, namun

berdasarkan hasil pemeriksaan laporan ATB pada

SIMAK BMN diketahui bahwa sejak ATB

tersebut diperoleh, Wantannas belum pernah

melakukan amortisasi atas ATB tersebut.

Amortisasi pada ATB yang memiliki masa

manfaat terbatas perlu dilakukan karena manfaat

yang diberikan dan nilai dari aset tersebut

semakin berkurang.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1. Buletin Teknis SAP Nomor 11 Tahun 2011

tentang Akuntansi Aset Tidak Berwujud, Bab

V, angka 5.1.2:

a. Paragraf 1: Amortisasi hanya dapat

diterapkan atas ATB yang memiliki masa

manfaat terbatas dan pada umumnya

ditetapkan dalam jumlah yang sama pada

periode, atau dengan suatu basis alokasi

garis lurus;

b. Paragraf 2: Aset tidak berwujud dengan

masa manfaat yang terbatas (seperti paten,

hak cipta, waralaba dengan masa manfaat

terbatas, dan lain-lain) harus diamortisasi

selama masa manfaat atau masa secara

hukum mana yang lebih pendek; dan

2. Peraturan Menteri Keuangan No.

177/PMK.05/2015 tentang Pedoman

Penyusunan dan Penyampaian Laporan

Keuangan Kementerian Negara/Lembaga

disebutkan bahwa ATB disajikan setelah

dikurangi akumulasi amortisasi.

Kondisi tersebut mengakibatkan saldo aset tak

berwujud pada Laporan Keuangan Wantannas TA

2015 tidak menggambarkan kondisi yang

sebenarnya.

BPK merekomendasikan kepada

Sesjen Wantannas agar

memerintahkan kepada Kepala

Biro Umum dan Kepala Biro

Keuangan untuk berkoordinasi

dengan Kementerian Keuangan

dalam merumuskan mekanisme

amortisasi aset tak berwujud dan

menuangkannya dalam SOP

pelaporan keuangan.

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut

maka Pemerintah Pusat

dalam hal ini Kementerian

Keuangan menerbitkan

PMK No. 251 Tahun 2015

yang memberlakukan

amortisasi atas Aset Tak

Berwujud mulai tahun

2016 dan Kementerian

Keuangan harus lebih

mengatur lebih jelas dan

rinci atas petunjuk teknis

dan tata cara amortisasi

HASIL PEMERIKSAAN ATAS

KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

1. BPK menemukan adanya ketidakpatuhan dalam

pengujian kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan pada Wantannas namun

ketidakpatuhan tersebut tidak mempengaruhi

laporan keuangan.

Page 40: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 36

GAMBARAN UMUM

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI

ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil pemeriksaan

BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu

yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun 2015 yang dikeluarkan

pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap Laporan Keuangan

Kementerian Komunikasi dan Informasi. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan

informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas

dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.

Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;

K

Aset Lancar

•10.548.503.559.181

Aset Tetap

•2.584.544.722.443

Aset Lainnya

•361.669.283.889

LRA Anggaran

14.613.136.604.051

Realisasi

17.420.265.225.719

119.21%

OPINI BPK RI

2014

TMP

2015

WDP

Page 41: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 37

KUTIPAN DAN HASIL TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016

TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI

TAHUN ANGGARAN 2015

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

PEMERIKSAAN ATAS SISTEM

PENGENDALIAN INTERN

1. Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP) Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP)

Frekuensi pada Ditjen Sumber Daya dan

Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Belum

Memadai

Hal ini terlihat sebagai berikut:

a. Data aplikasi Sistem Informasi Manajemen

Spektrum (SIMS) belum dapat dijadikan

sebagai dasar pencatatan pendapatan dan

piutang BHP frekuensi yang andal

b. Hasil pemeriksaan Aparat Pengawas Internal

Pemerintah (APIP) Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait

pengelolaan BHP frekuensi belum selesai

ditindaklanjuti oleh Ditjen SDPPI

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi, Pasal 33:

1) Ayat (1).

2) Ayat (2)

3) Ayat (3)

b. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000

tentang Penggunaan Spektrum Radio dan Orbit

Satelit, Pasal 29 Ayat (1)

c. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008

tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah pada Pasal 2 Ayat (3)

d. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,

Lampiran 11.01 Kerangka Konseptual

Akuntansi Pemerintahan paragraf 35

e. Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Nomor 17 Tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Komunikasi dan Informatika, Pasal 182

f. Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Nomor 4 Tahun 2015 tentang

Ketentuan Operasional dan Tata Cara

Perizinan Penggunaan Spektrum Frekuensi

Radio:

1) Pasal 2

a) Ayat (1)

b) Ayat (2)

2) Pasal 5

BPK merekomendasikan Menteri

Komunikasi dan Informatika agar:

a. Mengembangkan sistem

aplikasi SIMS yang mampu

mengakomodasi seluruh

proses bisnis dan peraturan

dalam penerimaan BHP

Frekuensi yang bebas bug

signifikan/kesalahan program

aplikasi dan meningkatkan

koordinasi antara Direktorat

Operasi-Ditjen SDPPI dan

Direktorat Pengendalian-

Ditjen SDPPI dalam

melakukan pengembangan

sistem aplikasi sehingga

menjamin akun-akun dalam

Laporan Keuangan disajikan

secara wajar.

b. Menindaklanjuti seluruh

rekomendasi BPK dan BPKP

terkait BHP Frekuensi secara

tuntas dan komprehensif dan

hasil tindaklanjutnya

disampaikan kepada BPK.

c. Menetapkan mekanisme

intervensi sistem untuk

perubahan status SPP sesuai

kebutuhan khusus dalam

pencatatan pendapatan dan

piutang.

d. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada KPA Ditjen

SDPPI tidak optimal dalam

melakukan pengendalian dan

pengawasan di lingkungan

kerjanya.

e. Menyusun SOP untuk

penanganan dan pemberian

sanksi atas pelanggaran

penggunaan frekuensi yang

dilakukan operator

telekomunikasi.

a. Data keluaran dari aplikasi

SIMS harus dapat

menyajikan nilai yang

akurat dan valid sebagai

dasar alat bantu penyajian

nilai pendapatan dan

piutang dalam Laporan

Keuangan.

b. Potensi kehilangan

pendapatan dari

penggunaan frekuensi

yang belum memiliki ISR,

penggunaan ISR yang

telah habis masa

berlakunya, dan

penggunaan frekuensi

yang tidak sesuai dengan

ISR yang diberikan harus

diselesaikan dengan

mengikuti rekomendasi

BPK dan BPKP.

c. Database SIMS harus

menunjukkan kondisi

jumlah layanan pengguna

frekuensi yang

sebenarnya.

d. UPT balai/loka/pos

monitor harus optimal

dalam melakukan

pengawasan dan

penertiban frekuensi di

lapangan dengan database

yang selalu update.

Page 42: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 38

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

a) Ayat (1)

b) Ayat (3)

3) Pasal 9 Ayat (2)

4) Pasal 23 Ayat (1)

5) Pasal 38 Ayat (1)

6) Pasal 51

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Data keluaran dari aplikasi SIMS tidak dapat

menyajikan nilai yang akurat dan valid sebagai

dasar alat bantu penyajian nilai pendapatan dan

piutang dalam Laporan Keuangan.

b. Potensi kehilangan pendapatan dari

penggunaan frekuensi yang belum memiliki

ISR, penggunaan ISR yang telah habis masa

berlakunya, dan penggunaan frekuensi yang

tidak sesuai dengan ISR yang diberikan.

c. Database SIMS tidak menunjukkan kondisi

jumlah layanan pengguna frekuensi yang

sebenarnya.

d. UPT balai/loka/pos monitor tidak dapat

optimal dalam melakukan pengawasan dan

penertiban frekuensi di lapangan dengan

database yang tidak update.

f. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada kepala UPT

balai/loka/pos monitor yang

berada dibawah koordinasi

Direktorat Pengendalian yang

tidak optimal dalam

melakukan pengawasan dan

penertiban penggunaan

frekuensi.

2 Pengelolaan PNBP BHP Telekomunikasi pada

Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika

(PPI) Belum Memadai

Hal ini terlihat sbb:

A. Penerimaan BHP Telekomunikasi Tahun

Buku 2014 adalah sebesar

Rp798.051.944.251,00 dengan PNBP yang

telah dilakukan pencocokan dan penelitian

melalui BA sepakat antara Kemkominfo

dengan wajib bayar adalah sebesar

Rp773.175.434.542,00. Sedangkan BHP

Telekomunikasi yang sudah dibuat BA

sepakat berdasarkan laporan pemeriksaan

oleh Tim Optimalisasi Penerimaan Negara –

Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (OPN-BPKP) adalah sebesar

Rp1.098.349.140,00,

B. PNBP BHP Telekomunikasi sebesar

Rp23.778.160.569,00 yang belum ada BA

Sepakat yaitu dengan status risalah rapat

(perhitungan sementara) sebesar

Rp879.460.273,00, status dilakukan

pemeriksaan Tim OPN-BPKP sebesar

Rp20.363.691.781,00, status risalah rapat

sebesar Rp1.112.738.456,00, status belum

BPK merekomendasikan Menteri

Komunikasi dan Informatika agar:

a. Menyusun SOP yang dapat

menjamin

kebenaran/kewajaran atas

seluruh PNBP yang diterima

dari wajib bayar termasuk

pengenaan sanksi kepada

wajib bayar yang tidak

menyerahkan dokumen

lengkap.

b. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada Direktur

Pengendalian yang tidak

optimal dalam melaksanakan

pencocokan dan penelitian

terhadap wajib bayar yang

telah melakukan pembayaran

secara self assessment .

c. Menginstruksikan Dirjen PPI

bersama dengan Irjen

Kemkominfo atau Tim OPN

BPKP untuk:

1) Meminta dan meneliti

dokumen sumber

a. Dirjen PPI harus

menyusun SOP yang

dapat menjamin

kebenaran/kewajaran atas

seluruh PNBP yang

diterima dari wajib bayar,

termasuk pengenaan

sanksi kepada wajib bayar

yang tidak menyerahkan

dokumen pendukung

pembayaran BHP

Telekomunikasi.

b. Direktur Pengendalian

harus optimal dalam

melaksanakan pencocokan

dan penelitian terhadap

wajib bayar yang telah

melakukan pembayaran

secara self assessment .

Page 43: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 39

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

coklit sebesar Rp1.414.516.939,00, status

rekomendasi pencabutan izin sebesar

Rp7.753.120,00 dan status izin dicabut,

proses pencabutan izin, dan tidak beroperasi

tanpa adanya pembayaran masih memerlukan

data-data pendukung maupun proses

pencabutan ijin.

C. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa

atas PNBP BHP Telekomunikasi sebesar

Rp23.778.160.569,00 dari 59 wajib bayar

yang bukan berasal dari status BA sepakat

dan BA sepakat hasil pemeriksaan Tim OPN

BPKP menunjukkan permasalahan-

permasalahan sebagai berikut.

a. Tiga wajib bayar telah membayar BHP

Telekomunikasi sebesar

Rp879.460.273,00 dengan status risalah

sementara karena wajib bayar belum

menyerahkan laporan keuangan audited.

b. Tujuh wajib bayar telah membayar BHP

Telekomunikasi sebesar

Rp20.363.691.781,00 dengan status

masih dalam proses pemeriksaan Tim

OPN-BPKP.

c. Lima wajib bayar telah membayar BHP

Telekomunikasi sebesar

Rp1.112.738.456,00 dengan status

risalah rapat karena wajib bayar kurang

kooperatif dan belum menyerahkan

dokumen pendukung pembayaran PNBP

yang dipersyaratkan.

d. Lima wajib bayar telah membayar BHP

Telekomunikasi sebesar

Rp1.414.516.939,00, namun belum

dilakukan pencocokan dan penelitian

(coklit).

e. 39 (19+1+7+12) wajib bayar

tidak/kurang/belum membayar dengan

nilai pembayaran BHP Telekomunikasi

minimal sebesar Rp7.753.120,00 dengan

status izin dicabut, dalam proses

pencabutan ijin, rekomendasi pencabutan

ijin, atau tidak beroperasi.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Nomor 19 Tahun 2012 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan

Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya

Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi:

1) Pasal 2

pendapatan BHP

Telekomunikasi sebesar

Rp23.770.407.449,00

dari wajib bayar dan

selanjutnya ditetapkan

besaran PNBP BHP

Telekomunikasi untuk

diselesaikan oleh wajib

bayar.

2) Menyelesaikan proses

pencabutan izin atas 39

wajib bayar minimal

sebesar Rp7.753.120,00

yang tidak membayar

BHP Telekomunikasi

sesuai ketentuan yang

berlaku.

Page 44: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 40

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

2) Pasal 12

a) Ayat (1)

b) Ayat (4)

b. Peraturan Dirjen Penyelengggaraan Pos dan

Informatika Nomor 342 Tahun 2012 tentang

Standar Operasional dan Prosedur Penetapan

Pelaksanaan Pemungutan Biaya Hak

Penyelenggaraan Telekomunikasi, Pasal 6:

1) Ayat (1)

2) Ayat (2)

3) Ayat (3)

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. PNBP BHP Telekomunikasi sebesar

Rp23.770.407.449,00 (Rp879.460.273,00 +

Rp20.363.691.781,00 + Rp1.112.738.456,00

+ Rp1.414.516.939,00) belum dapat diyakini

kewajarannya.

b. Potensi kehilangan PNBP BHP

Telekomunikasi dari 39 wajib bayar minimal

sebesar Rp7.753.120,00.

3. Pengelolaan PNBP Biaya Izin Penyelenggaraan

Pos pada Direktorat Pos - Ditjen PPI Belum

Memadai

Hal ini terlihat sebagai berikut:

a. Kemkominfo tidak memiliki ketentuan

mengenai tarif Izin Penyelenggaraan Pos

sebelum diterbitkan Peraturan Pemerintah

Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif

atas Jenis PNBP yang Berlaku pada

Kementerian Komunikasi dan Informatika

b. Pungutan PNBP Biaya Izin Penyelenggaraan

Pos sebesar Rp200.500.000,00 tidak

dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah

Pembayaran

c. Pungutan PNBP Biaya Izin Pos tidak

konsisten dan terdapat pengeluaran Izin

Penyelenggaraan Pos yang belum dipungut

biaya sebesar Rp101.500.000,00

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997

tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak:

1) Pasal 3 Ayat (1)

2) Pasal 3 Ayat (2)

b. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009

tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang

berlaku pada Departemen Komunikasi dan

Informatika:

1) Pasal 1 Ayat (1)

BPK merekomendasikan Menteri

Komunikasi dan Informatika agar:

a. Memerintahkan Direktur

Direktorat Pos untuk

melaksanakan prosedur

pengelolaan izin

penyelenggaraan pos sesuai

SOP.

b. Melaksanakan pengawasan

dan pengendalian atas

pemungutan biaya izin

penyelenggaraan Pos.

c. Memberikan sanksi kepada

Direktur Pos agar dalam

penatausahaan Biaya Izin

Penyelenggaraan Pos

mempedomani ketentuan

yang berlaku serta terlambat

dalam mengajukan

penyesuaian tarif izin

penyelenggaraan pos.

d. Memerintahkan Direktur Pos

agar menagih Biaya Izin

Penyelenggaraan Pos sebesar

Rp101.500.000,00 kepada

badan usaha yang telah

diterbitkan izinnya.

a. Direktorat Pos harus

melaksanakan prosedur

sesuai SOP pengelolaan

izin penyelenggaraan pos.

b. Direktorat Pos harus

segera mengajukan

penyesuaian tarif izin

penyelenggaraan pos

sebagai dasar perubahan

PP tarif dan jenis PNBP

pada Kementerian

Kominfo.

Page 45: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 41

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

2) Lampiran

c. Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Nomor 32 Tahun 2014 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin

Penyelenggaraan Pos:

1) Pasal 12 Ayat (1)

2) Pasal 12 Ayat (2)

3) Pasal 13

4) Pasal 15 Ayat (1)

5) Pasal 15 Ayat (2)

6) Pasal 15 Ayat (3)

7) Pasal 15 Ayat (4)

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. PNBP Biaya Izin Penyelenggaraan Pos tidak

sesuai ketentuan dan kekurangan penerimaan

PNBP sebesar Rp101.500.000,00.

b. Penetapan biaya izin penyelenggaraan pos

yang tidak konsisten dapat berpotensi timbul

konflik dari perusahaan-perusahaan penerima

izin.

c. PNBP yang dipungut tanpa Surat Perintah

Pembayaran berpotensi disalahgunakan.

4. Pengelolaan PNBP pada Sekolah Tinggi Multi

Media (STMM) Yogyakarta Belum Memadai

Hal ini terlihat sebagai berikut:

a. Terdapat pungutan pajak dari pemanfaatan

wisma STMM sebesar Rp317.814.700,00

b. Terdapat PNBP yang belum ditetapkan tarif

PNBP-nya sebesar Rp1.182.950.000,00

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang Undang Nomor 20 Tahun 1997

tentang PNBP, Pasal 3:

1) Ayat (1)

2) Ayat (2)

b. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999

tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan

Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari

Kegiatan Tertentu:

1) Pasal 4:

a) Ayat (1)

b) Ayat (2)

2) Pasal 5

3) Pasal 7:

a) Ayat (1)

b) Ayat (2)

c. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009

tentang Tata Cara Penentuan Jumlah,

Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan

Negara Bukan Pajak yang Terutang:

BPK merekomendasikan Menteri

Komunikasi dan Informatika agar:

a. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada

Bendahara, Kepala Subbag

Keuangan, Kepala Subbag

Administrasi Akademik dan

Kemahasiswaan, dan Kepala

Subbag Kerjasama dan

Humas lalai dalam

melaksanakan tugasnya.

b. Memerintahkan Kepala

STMM untuk berkoordinasi

dengan pihak terkait untuk

mengajukan penetapan tarif

SPP program studi Animasi,

MIK, dan Desain Teknologi

Permainan untuk selanjutnya

ditetapkan dalam aturan

PNBP Kemkominfo serta

memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada Kepala

STMM yang lalai dalam

mengelola PNBP tidak

sesuai dengan ketentuan.

c. Memproses SKTJM dan

menyajikan piutang TGR

a. Bendahara, Kepala Subbag

Keuangan, dan Kepala

Subbag Kerjasama dan

Humas harus teliti dalam

melaksanakan tugasnya.

b. Kepala Subbag

Administrasi Akademik

dan Kemahasiswaan harus

berkoordinasi dengan

Kepala Subbag Kerjasama

dan Humas dalam

merumuskan kegiatan di

DIPA STMM.

c. Kepala STMM harus teliti

untuk mengajukan

penetapan tarif SPP

program studi Animasi,

MIK, dan Desain

Teknologi Permainan atau

Games untuk ditetapkan

dalam aturan PNBP

Kemkominfo serta teliti

dalam melaksanakan

pengawasan dan

pengendalian di

lingkungan kerjanya.

Page 46: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 42

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

1) Pasal 12 Ayat (1)

2) Pasal 15 Ayat (1)

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Kekurangan penerimaan negara sebesar

Rp140.094.500,00 atas penggunaan dana

secara langsung dari pungutan pajak atas PNBP

tidak diyakini kewajarannya.

b. Penetapan nilai PNBP dari Uang Pendidikan

dan Pendapatan Pendidikan Lainnya yang tidak

didasarkan pada aturan tarif PNBP berpotensi

disalahgunakan.

c. PNBP dari Uang Pendidikan dalam LRA dan

LO Tahun 2015 disajikan terlalu rendah

(understated) sebesar Rp140.094.500,00.

d. Belanja Barang dalam LRA dan LO Tahun

2015 disajikan terlalu rendah (understated)

sebesar Rp140.094.500,00.

serta meminta

pertanggungjawaban Kepala

STMM atas penggunaan

dana pungutan pajak sebesar

Rp140.094.500,00,

selanjutnya disetorkan ke

Kas Negara. Salinan bukti

setor disampaikan kepada

BPK.

SISTEM PENGENDALIAN ASET

5. Pengelolaan Aset Lainnya Pada Kementerian

Komunikasi dan Informatika Tidak Sesuai

Ketentuan

Hal tersebut terlihat sbb:

a. Aset tak berwujud berupa aplikasi dikuasai

oleh pihak lain

b. Aplikasi Kan Pel Perijinan Termin II yang

tidak diketahui keberadaannya

c. 574 unit Aset Tak Berwujud berupa sistem

operasi hardware dengan nilai sebesar

Rp2.221.204.243,00 tidak dikapitalisasi ke aset

tetap terkait

d. Aset tak berwujud sebesar

Rp335.035.900.423,00 belum dilakukan

amortisasi

e. Aset Tetap dan Aset Lainnya berupa aset tetap

rusak sebesar Rp429.884.000,00 belum

diusulkan penghapusan

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan

(PSAP):

1) Nomor 01 tentang Penyajian Laporan

Keuangan :

a) Paragraf 50

b) Paragraf 60

2) Nomor 07 tentang Aset Tetap, Paragraf 54

3) Nomor 11 tentang Laporan Keuangan

Konsolidasian, Paragraf 13

b. Buletin Teknis Standar Akuntansi

BPK merekomendasikan Menteri

Komunikasi dan Informatika agar:

a. Berkoordinasi dengan

Kemenkeu terkait

menetapkan masa manfaat

ATB, fitur amortisasi dalam

aplikasi SIMAK BMN dan

penyajian ATB sesuai

Buletin Teknis SAP.

b. Menetapkan kebijakan

akuntansi ATB dengan

berpedoman Standar

Akuntansi Berbasis Akrual

sebagaimana diatur dalam

PP No 71 Tahun 2010.

c. Mengajukan usulan

penghapusan ATB rusak

berat atau telah dihentikan

penggunaannya minimal

sebesar Rp429.884.000,00

serta melakukan reklasifikasi

ATB ke peralatan dan mesin

sebesar Rp2.221.204.243,00.

a. Kemenkeu harus

menetapkan masa manfaat

ATB yang memiliki masa

manfaat terbatas dan harus

terdapat fitur amortisasi

dalam aplikasi SIMAK

BMN sehingga aplikasi

SIMAK BMN yang

digunakan Kemkominfo

dapat memproses

amortisasi ATB.

b. Koordinasi Kemkominfo

dengan Kemenkeu terkait

penyajian ATB sesuai

Buletin Teknis SAP harus

optimal.

c. Menteri Kominfo harus

menetapkan kebijakan

akuntansi untuk ATB dan

mengikuti kebijakan

penundaan pemberlakuan

perhitungan amortisasi

sesuai PMK Nomor

251/PMK.06/2015 yang

tidak sesuai dengan SAP.

d. Harus ada usulan

penghapusan atas Aset

Tetap dan ATB yang rusak

dan tidak digunakan.

Page 47: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 43

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Pemerintahan Nomor 11 tentang Aset Tidak

Berwujud:

1) Bab II Aset Tidak Berwujud

a) Paragraf 20

b) Paragraf 24

2) Bab V 5.1.2 Paragraf 2

c. Buletin Teknis Standar Akuntansi

Pemerintahan Nomor 17 tentang Akuntansi

Aset Tidak Berwujud Berbasis Akrual, Bab V,

Angka 5.1.2:

1) Paragraf 1

2) Paragraf 2

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Penyajian nilai Aset Lain-lain pada neraca

belum menggambarkan kondisi yang

sesungguhnya karena.

1) Aset Tetap Rusak sebesar

Rp429.884.000,00 (Rp339.884.000,00 +

Rp90.000.000,00) yang tidak digunakan

lagi belum diusulkan penghapusannya.

2) ATB senilai Rp2.221.204.243,00 yang

tidak dikapitalisasi ke Aset Tetap terkait.

b. ATB pada Neraca Kemkominfo per 31

Desember 2015 belum menggambarkan nilai

asset yang sebenarnya.

SISTEM PENGENDALIAN KEWAJIBAN

6. Penyelesaian Kewajiban Program KPU/USO

Tahun Jamak Berlarut-Larut

Hal tersebut terlihat sebagai berikut:

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap

dokumen pekerjaan KPU/USO multiyears pada

BP3TI per 31 Desember 2015 diketahui

terdapat potensi utang kepada pihak ketiga

dengan klasifikasi sebagai berikut.

a. Potensi utang atas pekerjaan penyedia

jasa yang jumlahnya sudah dapat

diestimasi berdasarkan sisa hasil

pekerjaan sampai dengan 31

Desember 2015, namun belum

mengajukan permohonan arbitrase ke

BANI atas enam paket pekerjaan

dengan nilai sebesar

Rp164.376.787.280,00

b. Potensi utang atas pekerjaan yang

menjadi permohonan tuntutan prestasi

kerja oleh penyedia jasa atas 33 paket

pekerjaan dan masih dalam proses

penyelesaian di BANI dengan nilai

sebesar Rp1.426.363.894.685,37

BPK merekomendasikan Menteri

Komunikasi dan Informatika agar:

a. Memerintahkan Plt. Direktur

Utama BP3TI untuk:

1) Menghitung dan

menyajikan utang kepada

pihak ketiga dari

penyediaan jasa dalam

program-program KPU

USO dengan metode

sesuai yang diatur dalam

perjanjian kerja dan

prinsip akuntansi yang

berterima umum.

2) Membuat analisis terkait

penyelesaikan Pekerjaan

Kontrak Tahun Jamak

Program KPU USO

BP3TI Kemkominfo

secara strategis dan

komprehensif.

3) Memperbaiki mekanisme

rekonsiliasi tagihan

a. Kemkominfo harus

memiliki alat/sistem

aplikasi untuk

menilai/menghitung

prestasi pekerjaan dari

pihak ketiga.

b. Pengawasan dan

pengendalian Direktur

BP3TI atas permasalahan

yang terjadi di lingkungan

kerjanya harus diperkuat.

c. Pengawasan dan

pengendalian Direktur

Telekomunikasi Khusus

Ditjen PPI sebagai

pembina teknis BP3TI

harus diperkuat.

Page 48: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 44

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

c. Potensi utang atas 26 paket pekerjaan

yang jumlahnya belum dapat

diestimasi dan belum adanya proses

rekonsiliasi dengan penyedia jasa

dengan total nilai kontrak sebesar

Rp1.845.692.228.158,20. Atas

pekerjaan-pekerjaan tersebut belum

ada tagihan dari penyedia jasa karena

belum terbitnya izin operasional

seperti yang diatur dalam kontrak

jaminan uang muka sebesar

Rp37.459.890.233,00

(Rp14.717.053.600,00 +

Rp14.848.767.046,00+

Rp7.894.069.587,00) atas tiga Paket

Pekerjaan telah habis masa

berlakunya, jaminan pelaksanaan

sebesar Rp12.486.630.145,00 (Rp

4.905.684.600,00 +

Rp4.949.589.016,00 +

Rp2.631.356.529,00) atas tiga Paket

Pekerjaan telah habis masa

berlakunya. Kemkominfo

memberitahukan tentang penghentian

Kontrak KPU/USO tahun jamak

kepada seluruh pimpinan/penanggung

jawab penyedia program KPU/USO

melalui surat

B.191/Kominfo/BPPPTI.31.4

/KS.01.08/3/2015 tanggal 3 Maret

2015 perihal Penghentian Layanan

Program KPU USO.

b. Sampai dengan berakhirnya waktu

pemeriksaan, Kemkominfo belum memiliki

rencana maupun langkah strategis untuk

penyelesaiaan program KPU/USO tersebut dan

menjadikan nilai utang kepada pihak ketiga

menjadi nilai yang wajar dan dapat

dicantumkan ke dalam Neraca.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan:

1) Lampiran 11.01 Kerangka Konseptual

Akuntansi Pemerintahan paragraf 35

2) Pernyataan Nomor 4 tentang Catatan atas

Laporan Keuangan, yaitu:

a) Paragraf 34

b) Paragraf 41

c) Paragraf 44

d) Paragraf 53

pembayaran jasa, alat

monitoring pekerjaan,

dan klausul kontrak

sehingga dapat

menghasilkan nilai

pembayaran yang dapat

dipertanggungjawabkan

b. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada Plt.

Direktur Utama BP3TI yang

tidak cermat dalam

menjalankan tugas

pengawasan dan

pengendalian dilingkungan

kerjanya.

c. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada Direktur

Telekomunikasi Khusus

Ditjen PPI sebagai pembina

teknis BP3TI yang lemah

dalam melakukan

pengawasan.

Page 49: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 45

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

3) Standar Akuntansi Pemerintahan

Penyataan Nomor 8 tentang Akuntansi

Utang adalah:

a) Bab II.A

b) Bab VI

c) Bab VII

b. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

tentang Pengadaan Barang / Jasa Instansi

Pemerintah dan perubahannya terakhir diubah

dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang

Perubahan Keempat tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah:

1) Pasal 11

2) Pasal 67 Ayat 3 dan 4

3) Pasal 93 Ayat 1 dan 2

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Jaminan Pelaksanaan atas lima paket

pekerjaan senilai Rp21.823.408.449,00 belum

dapat dicairkan dan disetorkan ke kas negara.

b. Jaminan Uang Muka sebesar

Rp65.470.225.145,00 belum dapat dicairkan

dan disetorkan ke kas negara.

c. Saldo utang kepada pihak ketiga per 31

Desember 2015 tidak menggambarkan kondisi

yang sebenarnya.

2. PEMERIKSAAN KEPATUHAN TERHADAP

KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

SISTEM PENGENDALIAN BELANJA

1. Nilai Pengadaan Lahan Pengembangan

Laboratorium Balai Besar Pengujian Perangkat

Telekomunikasi (BBPPT) Tahun 2015 Sebesar

Rp54,30 Miliar Tidak Dapat Diyakini

Kewajarannya

Hal ini terlihat sebagai berikut:

a. Penyusunan rekomendasi teknis kelayakan

lahan belum memadai

b. Dokumen surat keputusan penetapan lokasi

lahan oleh Walikota Depok masih diragukan

keabsahannya

c. Penilaian tanah oleh kantor jasa penilai publik

belum dapat diyakini kewajarannya

d. Kelebihan pembayaran biaya pengurusan

sertifikat tanah sebesar Rp84.488.987,99

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum, Pasal 2

b. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010

tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

BPK merekomendasikan Menteri

Komunikasi dan Informatika agar:

a. Memerintahkan Inspektur

Jenderal Kementerian

Komunikasi dan Informatika

untuk melakukan

pemeriksaan secara

mendalam atas indikasi

pemahalan pengadaan tanah

pada BBPPT.

b. Memerintahkan Dirjen

SDPPI (Kepala BBPPT)

untuk meminta Direktur CV

HS mengembalikan

kelebihan pembayaran biaya

pengurusan sertifikat tanah

sebesar Rp84.488.987,99 ke

Kas Negara dan

menyerahkan bukti setor ke

BPK.

c. Memberikan sanksi sesuai

a. Pejabat Pengadaan dan

PPK harus cermat dalam

melaksanakan

kewajibannya terkait

pengadaan jasa

pengurusan sertifikat

tanah.

b. Pokja Pengadaan Tanah

harus cermat dalam

melaksanakan kegiatan

pembelian tanah; dan

c. Pengawasan dari KPA

harus optimal.

Page 50: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 40/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 46

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015,

Pasal 5

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Belanja modal pada LRA Tahun 2015 dari

pengadaan tanah sebesar Rp54.307.970.000

tidak dapat diyakini kewajarannya.

b. Belanja modal atas biaya pengurusan sertifikat

tidak wajar sebesar Rp84.488.987,99.

c. Kerugian negara dari kelebihan pembayaran

biaya pengurusan sertifikat tanah sebesar

Rp84.488.987,99.

ketentuan kepada KPA,

Pejabat Pengadaan, PPK, dan

Pokja Pengadaan Tanah yang

kurang cermat dalam

melakukan tugasnya.

Page 51: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP DTT No. 114/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 47

KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU TERHADAP

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI

(SEMESTER I TAHUN 2016)

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Pokok-pokok permasalahan dalam

pengelolaan dan pertanggungjawaban BA

999.08 Tahun 2015 pada Kemkominfo adalah

sebagai berikut:

1. PT Pos Indonesia (Persero) belum

menetapkan pedoman atribusi Biaya

Kantor Pusat.

2. Belanja Bantuan Operasional LPU di 49

Kantor Pos Cabang (KPC) belum sesuai

ketentuan.

1.

Hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan

pertanggungjawaban BA 999.08 pada

Kemkominfo Tahun 2015 belum sepenuhnya

sesuai ketentuan yang berlaku, dengan

permasalahan sebagai berikut:

PT Pos Indonesia (Persero) Belum

Menetapkan Pedoman Atribusi Biaya Kantor

Pusat

Laporan Realisasi Anggaran BA BUN TA 2015

menyajikan anggaran belanja Iain-lain sebesar

Rp11.003.834.754.000,00 dengan realisasi

sebesar Rp8.932.891.310.244,00. Kemkominfo

memperoleh anggaran untuk Layanan Pos

Universal (LPU) sebesar Rp338.500.000.000,00

dan direalisasikan sebesar Rp338.495.277.000,00.

Pengelolaan anggaran BA 999.08 pada

Kemkominfo dilaksanakan oleh Ditjen

Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen

PPI). Sedangkan Layanan Pos Universal

dilaksanakan oleh PT Pos Indonesia (Persero)

sesuai dengan Perjanjian Kerja antara Ditjen PPI

dengan PT Pos Indonesia (Persero) Nomor

981/KOMINFO/DJPPI/PI.Ol.01/06/2015 tentang

Bantuan Operasional Penyelenggaraan LPU

Tahun Anggaran 2015. Jangka waktu

penyelenggaraan LPU terhitung mulai Januari

sampai dengan Desember 2015. Dalam

pelaksanaannya, bantuan operasional

penyelenggaraan LPU sebesar

Rp338.495.277.000,00 tersebut dialokasikan

untuk 2.360 Kantor Pos Cabang (KPC) di 11

Regional.

Tata cara penghitungan penyediaan Bantuan

Operasional LPU diatur dalam Permenkominfo

Nomor 22 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan

LPU.

a) Penyelenggara Pos (PT Pos Indonesia

(Persero) menghitung besaran Bantuan

Operasional LPU setiap tahun berdasarkan:

(1) tolak ukur yang meliputi aspek

operasional, aspek sarana dan prasarana, serta

aspek keuangan; (2) perhitungan biaya setiap

KPC LPU yang meliputi Biaya Pegawai,

Biaya Tetap, Biaya Operasi, Biaya

Pemeliharaan, Biaya Administrasi dan

Umum, serta Biaya Penyusutan.

BPK merekomendasikan

Menteri Kominfo agar:

a. Berkoordinasi dengan PT

Pos Indonesia (Persero)

terkait metode atribusi

Biaya Kantor Pusat dalam

penyelenggaraan Layanan

Pos Universal dan

selanjutnya menetapkan

kebijakan atribusi biaya

kantor pusat dalam

peraturan perundang-

undangan yang relevan.

b. Memerintahkan PPK

untuk lebih cermat dalam

merencanakan dan

mengendalikan

pelaksanaan pekerjaan.

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka:

a. Kementerian Komunikasi

dan Informatika dan/atau

PT Pos Indonesia

(Persero) harus memiliki

kebijakan dan aturan

mengenai atribusi biaya

kantor pusat.

b. PPK harus lebih cermat

dalam merencanakan dan

mengendalikan

pelaksanaan pekerjaan.

Page 52: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP DTT No. 114/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 48

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

b) Biaya setiap KPC LPU dihitung untuk setiap

area layanan pos paling lambat setiap bulan

Februari tahun anggaran berjalan berdasarkan

pada data realisasi tahun sebelumnya dengan

menggunakan metode perhitungan yang

diatur secara detail dalam Lampiran II

Peraturan Menteri ini. Secara prinsip, alokasi

dana LPU dihitung berdasarkan selisih

kurang biaya dengan pendapatan KPC LPU.

c) Penyelenggara Pos mengusulkan kebutuhan

besaran Bantuan Operasional LPU setiap

tahun berdasarkan hasil perhitungan tersebut

kepada Menteri.

d) Direktur Jenderal (Dirjen) PPI membentuk

tim untuk melakukan evaluasi atas usulan

kebutuhan besaran Bantuan Operasional LPU

dan menyampaikan hasil evaluasi tersebut

kepada Menkominfo.

e) Menkominfo menyampaikan hasil evaluasi

kepada Menteri Keuangan sebagai usulan

Bantuan Operasional LPU untuk tahun

anggaran berikutnya.

Dalam pelaksanaannya, PT Pos mencairkan

dana Bantuan Operasional LPU setiap

triwulan dengan tata cara yang diatur dalam

Permenkominfo Nomor 22 Tahun 2013

khususnya Pasal 17 dan 18, yaitu:

a) Direksi Penyelenggara Pos mengajukan

tagihan pembayaran Bantuan

Operasional LPU kepada KPA Ditjen

PPI.

b) KPA Ditjen PPI melakukan verifikasi

terhadap kelengkapan dokumen tagihan

Penyelenggaraan Layanan Pos

Universal.

c) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

membuat Surat Perintah Pembayaran

untuk disampaikan kepada Pejabat

Penandatangan Surat Perintah Membayar

dengan melampirkan Berita Acara

Verifikasi dan kuitansi pembayaran.

d) Pejabat Penandatangan Surat Perintah

Membayar melakukan pengujian

terhadap Surat Perintah Pembayaran

yang diajukan oleh PPK.

e) Pejabat Penandatangan Surat Perintah

Membayar membuat, menandatangani,

dan menyampaikan Surat Perintah

Membayar ke Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara, Direktorat

Jenderal Perbendaharaan Kementerian

Keuangan.

f) Sesuai surat permintaan pencairan dana

Bantuan Operasional LPU dari Dirjen

PPI, KPPN mentransfer dana ke

rekening PT Pos Indonesia (Persero) cq.

Direktur Keuangan.

Dana yang dicairkan setiap triwulan berdasarkan

realisasi biaya penyelenggaraan LPU yang terdiri

dari Biaya Pegawai, Biaya Operasi, Biaya

Pemeliharaan, serta Biaya Administrasi dan

Page 53: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP DTT No. 114/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 49

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Umum (PT Pos tidak memperhitungkan Biaya

Penyusutan sebagaimana diatur dalam

Permenkominfo Nomor 22 Tahun 2013 Pasal 8).

Selain biaya yang riil dikeluarkan oleh KPC,

komponen biaya penyelenggaraan LPU juga

meliputi biaya Kantor Pusat PT Pos (Persero)

yang diatribusikan sebagian (20,62%) menjadi

biaya KPC yaitu:

a. Biaya Operasi:

1) Pengadaan yang terdiri dari pengadaan

perangko, pengadaan formulir benda

pos, pencetakan model-

model/formulir/register, pencetakan

stiker barcode, tinta cap/tali jalin/timah

plombir/seal, kantung

pos/keranjang/peralatan pengantar pos;

2) Sewa yang terdiri dari switching,

sewa/langganan internet, sewa

software/WAST/router/transponder/HVE

M, dan teknologi.

b. Biaya Administrasi dan Umum yang terdiri

dari alat tulis menulis dan perlengkapan

kantor.

Metode atribusi biaya Kantor Pusat PT Pos

(Persero)-selanjutnya disebut Kantor Pusat-

adalah sebagai berikut.

a) Biaya Operasi Pengadaan

1. Langkah awal dalam mengatribusikan

Biaya Operasi Pengadaan adalah

menghitung proporsi pendapatan Kantor

Pos Regional dibandingkan total

pendapatan PT Pos Indonesia (Persero).

Selanjutnya proporsi pendapatan tersebut

dikalikan dengan total realisasi Biaya

Operasi Pengadaan di Kantor Pusat

untuk mengetahui atribusi Biaya Operasi

Pengadaan di tingkat Kantor Pos

Regional pada Triwulan I Tahun 2015

pendapatan Kantor Pos Regional I

sebesar Rp5.336.848.662,00, pendapatan

PT Pos Indonesia (Persero) sebesar

Rp65.578.209.033,00, dan total realisasi

Biaya Operasi Pengadaan di Kantor

Pusat sebesar Rp1.148.142.519,00. Dari

data tersebut dapat diketahui bahwa

proporsi pendapatan Kantor Pos

Regional I adalah sebesar 8,14%

(5.336.848.662,00 : 65.578.209.033,00 x

100%), dan atribusi Biaya Operasi

Pengadaan untuk Regional 1 adalah

sebesar Rp93.437.484,14.

2. Selanjutnya, alokasi Biaya Operasi

Pengadaan di tingkat Regional

dialokasikan secara merata di seluruh

KPC penerima bantuan dana operasional.

Misal pada Tahun 2015 di Regional I

terdapat 218 KPC penerima bantuan

dana operasional, maka atribusi Biaya

Operasi Pengadaan setiap KPC tersebut

adalah Rp428.612,31 (Rp93.437.484,14 :

218).

Page 54: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP DTT No. 114/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 50

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

b) Biaya Operasional Sewa

Atribusi Biaya Operasional Sewa dilakukan

dengan membagi secara merata biaya

tersebut ke seluruh KPC penerima bantuan

dana operasional. Pada Tahun 2015 terdapat

2.360 KPC penerima bantuan dana

operasional dan Biaya Operasional Sewa

Kantor Pusat Triwulan 1 sebesar

Rpl.659.692.245,00, sehingga setiap KPC

mendapat atribusi Biaya Operasional Sewa

sebesar Rp703.259,42 (Rpl.659.692.245,00 :

2.360).

c) Biaya Administrasi dan Umum

Biaya Administrasi dan Umum Triwulan 1

sebesar Rp82.985.980,00 dan seperti

diungkapkan pada poin a.l) diketahui bahwa

proporsi pendapatan Kantor Pos Regional I

adalah sebesar 8,14%. Selanjutnya 8,14%

akan dibagi dengan 100 sehingga diperoleh

hasil sebesar 0,0814. Hasil ini kemudian

dikalikan dengan Biaya Administrasi dan

Umum Triwulan I (0,0814 x

Rp82.985.980,00) sehingga kemudian

diketahui bahwa atribusi Biaya Administrasi

dan Umum untuk Regional I adalah sebesar

Rp6.755.058,77. 2) Selanjutnya, alokasi

Biaya Administrasi dan Umum di tingkat

Regional dialokasikan secara merata di

seluruh KPC penerima bantuan dana

operasional. Misal pada Tahun 2015 di

Regional I terdapat 218 KPC penerima

bantuan dana operasional, maka atribusi

Biaya Operasi Pengadaan untuk setiap KPC

tersebut adalah Rp30.986,51

(Rp6.755.058,77 : 218).

Pemeriksaan terhadap atribusi ini juga

menunjukkan bahwa atribusi kepada setiap KPC

dilaksanakan tidak berdasarkan metode yang

ditetapkan oleh Direksi PT Pos (Persero)

melainkan hanya berdasarkan kebijakan tidak

tertulis/kebiasaan yang selama ini digunakan

sebagaimana telah diuraikan diatas.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1)

yang menyatakan bahwa “Keuangan Negara

dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis,

efektif, transparan, dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan”.

2. Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Nomor 22 Tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Layanan Pos Universal,

Pasal 14 ayat (2) yang menyatakan bahwa

“Dalam melaksanakan Layanan Pos

Universal, Penyelenggara Pos

bertanggungjawab secara formal dan material

atas pelaksanaan dan penggunaan Bantuan

Operaional Layanan Pos Universal sesuai

ketentuan peraturan perundangan”.

Page 55: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP DTT No. 114/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 51

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Permasalahan tersebut mengakibatkan metode

atribusi Biaya Kantor Pusat dapat berubah-ubah

tanpa ada kendali dari pengelola anggaran BA

999.08.

2. Belanja Bantuan Operasional LPU di 49 KPC

Belum Sesuai Ketentuan

PT Pos wajib membuat pertanggungjawaban dan

bertanggungjawab sepenuhnya terhadap

penggunaan Bantuan Operasional

Penyelenggaraan LPU yang telah diterima,

memberikan bukti-bukti penggunaan yang

diverifikasi secara sampling kepada Ditjen PPI,

dan memberikan bukti-bukti penggunaan tersebut

kepada instansi/badan pengawas keuangan negara

apabila diperlukan.

1. Pembebanan belanja sebesar

Rp1.916.047.048,00 belum mempunyai

metode perhitungan yang dapat

dipertanggungjawabkan:

a. Biaya Pegawai pada KPRK Kupang

sebesar Rp291.610.000,00

b. Biaya Operasional pada KPRK

Makassar, KPRK Bantul dan KPRK

Yogyakarta sebesar Rp 1.462.437.048,00

1. KPRK Makassar sebesar

Rp400.192.728,00

2. KPRK Bantul sebesar

Rp80.640.000,00 dan KPRK

Yogyakarta sebesar Rp

981.604.320,00

3. Biaya Administrasi dan Umum pada

KPRK Yogyakarta sebesar

Rp162.000.000,00

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara Pasal 3 ayat (1)

menyatakan bahwa “Keuangan Negara

dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis,

efektif, transparan, dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan”.

2) Peraturan Menteri Kominfo Nomor 22 Tahun

2013 tentang Penyelenggaraan Layanan Pos

Universal:

a. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa

“KPC LPU sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 ditetapkan dengan kriteria

sebagai berikut: a. dioperasikan

maksimum oleh dua orang pegawai; b.

pendapatan KPC tidak layak secara

usaha; dan c. berada di luar Ibukota

provinsi dan Ibukota kabupaten/kota”.

b. Pasal 8 ayat (4) menyatakan bahwa

“Penyelenggara Pos wajib bertanggung

jawab atas kebenaran laporan realisasi

komponen pendapatan dan biaya

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

yang dinyatakan dengan surat pernyataan

yang ditandatangani oleh Direksi

Penyelenggara Pos yang diberi

BPK merekomendasikan

Menteri Kominfo agar:

1. Belanja sebesar Rp

1.916.047.048,00 yang

belum mempunyai

metode perhitungan yang

dapat

dipertanggungjawabkan

yaitu:

a. Biaya pengiriman

dari seluruh KPC ke

KPRK Makassar

setahun sebesar Rp

400.192.728,00.

b. Pembebanan tenaga

kerja outsourcing

pada 11 KPC LPU di

KPRK Kupang

dengan total sebesar

Rp 291.610.000,00.

c. Biaya Operasional

serta Biaya

Administrasi dan

Umum di KPRK

Yogyakarta dan

KPRK Bantul sebesar

Rp 1.224.244.320,00.

2. Selanjutnya

menginstruksikan

Inspektur Jenderal untuk

meneliti kebenaran bukti-

bukti tersebut. Apabila

terdapat kerugian negara

agar menyetorkan ke Kas

Negara dan apabila

terdapat penyimpangan

agar diproses sesuai

ketentuan yang berlaku.

3. Operasional LPU untuk

meminimalisir

kekurangan bukti

pertanggungjawaban

dan/atau kesalahan

pembebanan, serta

menetapkan metode

pembebanan biaya

operasional dan biaya

administrasi dan umum.

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka:

1. Tim Pengawas LPU harus

lebih cermat dalam

menerima dan

memvalidasi bukti

pertanggungjawaban yang

menjadi dasar penagihan

kepada Kominfo.

2. PT Pos Indonesia

(Persero) d.h.i Kepala

KPRK harus lebih

optimal dalam

pengawasan dan

pengendalian Bantuan

Operasional LPU dan

Kepala KPC dalam

membuat

pertanggungjawaban

harus berpedoman

ketentuan yang berlaku.

Page 56: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP DTT No. 114/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 52

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

kewenangan sesuai Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga”.

c. Pasal 14 menyatakan bahwa “Dalam

melaksanakan Layanan Pos Universal,

Penyelenggara Pos bertanggung jawab

secara formal dan material atas: poin b.

pelaksanaan dan penggunaan Bantuan

Operasional Layanan Pos Universal

sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan”

3) Perjanjian Kerja antara Dirjen PPI dengan PT

Pos Indonesia Nomor

981/KOMINFO/DJPPl/PI.Ol.01/06/2015 -

Nomor PKS 95/DIRUT/0615 tentang

Bantuan Operasional Penyelenggaraan LPU

TA 2015:

a. Pasal 5 ayat (14) menyatakan bahwa

“Pihak kedua berkewajiban untuk

membuat dan menyimpan bukti-bukti

penggunaan Bantuan Operasional

Penyelenggaraan LPU sesuai ketentuan

perundang-undangan”.

b. Pasal 6 ayat (4) huruf a menyatakan

bahwa “Pihak kedua berkewajiban

bertanggung jawab penuh atas seluruh

substansi kegiatan, volume kegiatan, dan

satuan biaya yang dipergunakan dalam

perhitungan anggaran untuk keperluan

Bantuan Operasional LPU TA 2015 di

luar standar biaya yang ditetapkan oleh

Menteri Keuangan”.

c. Pasal 3 ayat (3) menyatakan bahwa

“Dalam hal realisasi biaya yang

dikeluarkan oleh Pihak Kedua

berdasarkan hasil pemeriksaan auditor

kurang dari besaran Bantuan Operasional

LPU secara total nasional, Pihak Kedua

wajib mengembalikan kepada Pihak

Pertama c.q. Kas Negara”.

d. Pasal 6 ayat (4) huruf a menyatakan

bahwa “Pihak kedua berkewajiban

bertanggungjawab penuh atas seluruh

substansi kegiatan, volume kegiatan, dan

satuan biaya yang dipergunakan dalam

perhitungan anggaran untuk keperluan

Bantuan Operasional LPU TA 2015 di

luar standar biaya yang ditetapkan oleh

Menteri Keuangan”.

e. Pasal 6 ayat (4) huruf c menyatakan

bahwa “Pihak kedua berkewajiban

membuat pertanggungjawaban dan

bertanggungjawab sepenuhnya terhadap

penggunaan Bantuan Operasional

Penyelenggaraan LPU yang telah

diterima serta bertanggungjawab

sepenuhnya terhadap KPC LPU yang

tidak dilakukan verifikasi lapangan oleh

tim verifikasi”.

f. Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa

“Pihak kedua selaku penyelenggara LPU

wajib memenuhi persyaratan atau tolak

Page 57: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP DTT No. 114/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 53

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

ukur sebagaimana diatur dalam

Permenkominfo Nomor 22 Tahun 2013

tentang Penyelenggaraan LPU yaitu: a.

aspek operasional; b. aspek sarana dan

prasarana; dan c. aspek keuangan”.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

Realisasi biaya operasional, biaya pegawai, dan

biaya administrasi dan umum tidak dapat diyakini

kewajarannya yaitu sebesar Rp 1.961.344.670,00

yang terdiri dari:belanja yang belum didukung

bukti pertanggungjawaban sebesar

Rp45.297.622,00; dan belanja yang belum

diketahui metode perhitungannya sebesar Rp

1.916.047.048,00.

Page 58: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.43/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 54

GAMBARAN UMUM

LEMBAGA KETAHANAN NEGARA

ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil

pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan

tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun

2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini

dilakukan terhadap Laporan Keuangan Lembaga Ketahanan Negara. Sedangkan tujuan dari

kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK

sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas

administrasi keuangan negara.

Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;

K

OPINI BPK RI

2014

WDP

2015

WTP

LRA Anggaran

378.938.114.000

Realisasi

372.463.376.533 98,29%

Aset Lancar

•248.795.687

Aset Tetap

•460.101.279.118

Aset Lainnya

•193.788.871.288

Page 59: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.43/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 55

KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016

ATAS LAPORAN KEUANGAN LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL

TAHUN ANGGARAN 2015

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM

PENGENDALIAN INTERN

1. PPK dan Bendahara Pengeluaran Kurang

Cermat dalam Perhitungan dan

Pemungutan PPh Pasal 21 pada Belanja

Jasa di Lingkungan Lemhannas RI

Pertanggungjawaban pembayaran honorarium

narasumber dan moderator, baik yang berasal

dari dalam atau luar lingkungan Lemhannas RI

adalah terdapat ketidaksesuaian perhitungan

dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21,

yaitu berupa kelebihan perhitungan dan

pemotongan pajak atas narasumber Non PNS

yang keseluruhannya telah memiliki NPWP

senilai Rp146.057.500,00.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun

2010 tentang Tarif Pemotongan dan

Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21

atas Penghasilan yang Menjadi Beban

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

atau Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Pasal 4, yaitu Pajak Penghasilan

Pasal 21 yang terutang atas penghasilan

berupa honorarium atau imbalan lain

dengan nama apapun yang menjadi beban

APBN atau APBD, dipotong oleh

bendahara pemerintah yang membayarkan

honorarium atau imbalan lain tersebut;

2. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Per-

31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata

Cara Pemotongan, Penyetoran dan

Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21

dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26

sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan

kegiatan orang pribadi

a. Pasal 9 ayat (1) huruf c, dasar

perhitungan penghasilan adalah 50%

dari penghasilan bruto; dan

b. Pasal 16 ayat (2) huruf b, tarif pajak

bukan pegawai yang tidak

berkesinambungan, dikenakan tarif

berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Pajak Penghasilan

(Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008)

BPK merekomendasikan

Gubernur Lemhannas RI agar

menginstruksikan kepada PPK

dan Bendahara Pengeluaran

agar lebih cermat dalam

menghitung besaran potongan

pajak penghasilan dan dalam

melakukan pemungutan untuk

potongan pajak penghasilan

sesuai ketentuan yang berlaku.

Untuk mengatasi mengatasi

masalah tersebut maka PPK

dan Bendahara Pengeluaran

Lemhannas RI harus lebih

cermat dalam menghitung

besaran potongan pajak

penghasilan dan dalam

melakukan pemungutan

potongan pajak penghasilan.

Page 60: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.43/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 56

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Hal tersebut mengakibatkan terjadi

kelebihan pungut dan penyetoran Pajak

Penghasilan Pasal 21 sebesar

Rp146.057.500,00.

2. Proses Penyajian Laporan Keuangan

Berbasis Akrual Menggunakan Aplikasi

SAIBA dan SIMAK BMN Belum

Sepenuhnya Mampu Menghasilkan

Laporan Keuangan yang Akurat

Proses penyusunan Laporan Keuangan

Lemhannas RI menunjukkan bahwa

penggunaan aplikasi SAIBA dan SIMAK

BMN pada Lemhannas RI tidak mampu

menghasilkan laporan keuangan yang akurat.

Hal tersebut terlihat masih ditemukannya

permasalahan-permasalahan dalam

penyusunan laporan keuangan.

Penyusun masih mengalami kesulitan dalam

menyajikan pelaporan jumlah persediaan,

beban persediaan, beban jasa, dan beban

pemeliharaan pada LO yang menghasilkan

angka yang berbeda-beda untuk nilai dalam

LRA dan LO sehingga memerlukan

perhitungan ulang dan dilakukan berlarut-larut

sehingga hasil laporan keuangan terhambat.

1. Pencatatan Persediaan

Siklus pencatatan persediaan pada

Lemhannas RI dilakukan oleh Biro Umum

yaitu berupa pencatatan transaksi

persediaan pada aplikasi persediaan.

Berdasar pada Berita Acara Serah Terima

(BAST) operator melakukan input

persediaan. Hasil input persediaan pada

aplikasi persediaan ini akan menambah

jumlah persediaan pada SIMAK BMN.

Selain dicatat oleh Biro Umum, Bagian

Keuangan pada Biro Perencanaan dan

Keuangan harus melakukan pencatatan

transaksi persediaan pada aplikasi SAIBA.

Pencatatan transaksi persediaan

berdasarkan rincian pada SP2D.

Penggunaan akun diluar akun pembentuk

persediaan tersebut akan menghasilkan

beban barang konsumsi di LO, dan tidak

membentuk persediaan di Neraca.

Penggunaan akun dimaksud berakibat pula

pada saat transfer ADK SIMAK BMN ke

SAIBA, dimana akan muncul persediaan

belum diregister bernilai negatif meski

persediaan akan muncul di neraca. Hal ini

dikarenakan persediaan dicatat dalam

aplikasi persediaan yang bukan berasal

BPK merekomendasikan

Gubernur Lemhannas RI agar

menginstruksikan kepada

Kepala Biro Perencanaan dan

Keuangan serta Kepala Biro

Umum dan beserta jajarannya

yang terlibat dalam

penggunaan aplikasi SIMAK

BMN dan SAIBA agar selalu

berkoordinasi dan melakukan

rekonsiliasi data-data ADK

SIMAK BMN dan SAIBA

yang diperlukan dalam

penyusunan Laporan

Keuangan.

Untuk mengatasi permasalahan

tersebut maka:

1. Kepala Biro Perencanaan

dan Keuangan serta Kepala

Biro Umum harus lebih

optimal dalam melakukan

pengawasan atas pekerjaan

personil di satuan kerjanya;

2. Kepala Bagian Rumah

Tangga Biro Umum dan

Kepala Bagian Keuangan

Biro Perencanaan dan

Keuangan harus melakukan

rekonsiliasi atas data-data

pada aplikasi SIMAK BMN

dan SAIBA; dan

3. Sistem Aplikasi SAIBA

dan SIMAK-BMN segera

diintegrasikan sepenuhnya

sehingga selisih yang

timbul dari aplikasi tersebut

tidak dapat ditelusuri.

Page 61: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.43/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 57

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

dari belanja pembentuk persediaan.

2. Kesalahan pencatatan transaksi belanja

barang pada SIMAK BMN

Terdapat transaksi pembelian bahan habis

pakai untuk baju satuan pengamanan

sebesar Rp137.143.600,00 yang

dianggarkan pada belanja barang. Petugas

SIMAK BMN salah menginput sebagai

barang persediaan untuk diserahkan

kepada masyarakat.

3. Aplikasi SIMAK BMN tidak dapat

dilakukan koreksi atas pekerjaan-

pekerjaan pembangunan yang sebenarnya

belum selesai 100% (lintas tahun) sebesar

Rp32.948.022.600,00 yang terbagi

menjadi Konstruksi Dalam Pengerjaan

sebesar Rp22.283.233.155,00 dan Dana

Dibatasi Penggunaannya sebesar

Rp10.664.789.445,00. Sedangkan pada

SAIBA koreksi tersebut dapat dilakukan,

namun atas dilakukannya koreksi ini tidak

otomatis terjadi penyesuaian atas

akumulasi penyusutan dan beban

penyusutan yang sudah dikenakan pada

aset tetap yang bersangkutan. Sehingga

hal ini mempengaruhi penjumlahan atas

akumulasi penyusutan dan beban

penyusutan aset tetap secara keseluruhan.

4. Selisih antara beban penyusutan dan

akumulasi penyusutan sebesar

Rp341.848.305,00 tidak dapat dijelaskan.

Jumlah ini hingga pemeriksaan berakhir

tidak dapat ditelusuri pada aplikasi

SAIBA.

5. Permasalahan Penyusunan LPE dan LO

Pada penyusunan LPE Lemhannas RI

untuk yang berakhir pada tanggal 31

Desember 2015 masih terdapat kendala

pembentukan angka pada revaluasi

aset tetap sebagai berikut:

a. Berdasar laporan keuangan unaudited

yang dibuat Lemhannas RI, pada

Laporan Perubahan Ekuitas

menyajikan jumlah koreksi nilai aset

tetap non revaluasi disajikan sebesar

Rp10.064.764.780,00. Hasil

penelusuran lebih lanjut ditemukan

kesalahan penjurnalan atas akumulasi

penyusutan sebesar

Rp846.872.797,00 yang seharusnya

dijurnal pada posisi debet tetapi salah

dijurnal pada posisi kredit. Selain itu

Page 62: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.43/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 58

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

akumulasi penyusutan mesin dan

peralatan sebesar Rp71.997.627,00

yang juga seharusnya dicatat pada

posisi debet tetapi juga salah dijurnal

pada kredit. Kesalahan tersebut terjadi

karena perbedaan versi update sistem

operasi komputer yang digunakan

Lemhannas RI tidak cocok dengan

aplikasi SAIBA. Akibat kesalahan

dua penjurnalan ini nilai revaluasi

aset tetap ini kurang disajikan sebesar

Rp1.837.740.848,00.

b. Perbedaan jumlah beban penyusutan

peralatan dan mesin pada Laporan

Operasional hasil perhitungan

SIMAK BMN dengan SAIBA. Beban

penyusutan peralatan dan mesin pada

Laporan Operasional mengikuti

jumlah yang dihasilkan oleh aplikasi

SAIBA sebesar Rp27.602.682.424,00,

jumlah ini berbeda dengan jumlah

yang disajikan pada aplikasi SIMAK

BMN sebesar Rp25.343.156.543,00.

Sehingga terjadi perbedaan nilai

beban penyusutan sebesar

Rp2.259.525.881,00

(Rp27.603.682.424,00 –

Rp25.343.156.543,00).

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan Berbasis Akrual pada

Kerangka Konseptual menjelaskan bahwa

Karakteristik kualitatif laporan keuangan

adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu

diwujudkan dalam informasi akuntansi

sehingga dapat memenuhi tujuannya.

Keempat karakteristik berikut ini

merupakan prasyarat normatif yang

diperlukan agar laporan keuangan

pemerintah dapat memenuhi kualitas yang

dikehendaki: Relevan, Andal, Dapat

Dibandingkan; dan Dapat Dipahami.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2010 tentang tandar Akuntansi

Pemerintahan Berbasis Akrual pada

Pernyataan Nomor 5 Akuntansi

Persediaan

3. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan Berbasis Akrual pada

Pernyataan Nomor 5 Akuntansi

Page 63: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.43/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 59

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Persediaan paragraf 22 yang menyatakan

bahwa Beban Persediaan dicatat sebesar

pemakaian persediaan; dan

4. Peraturan Menteri Keuangan

Nomor:270/PMK.05/2014 tentang

Penerapan Standar Akuntansi

Pemerintahan Berbasis Akrual pada

Pemerintah Pusat, pada pasal 1 yang

menyatakan bahwa:

a. SAP Berbasis Akrual adalah prinsip-

prinsip akuntansi yang diterapkan

dalam menyusun dan menyajikan

laporan keuangan pemerintah, yang

mengakui pendapatan, beban, aset,

utang, dan ekuitas dalam pelaporan

finansial berbasis akrual, serta

mengakui pendapatan, belanja, dan

pembiayaan dalam pelaporan

pelaksanaan anggaran berdasarkan

basis yang ditetapkan dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara; dan

b. Sistem Aplikasi Terintegrasi adalah

sistem aplikasi terintegrasi seluruh

proses yang terkait dengan

pengelolaan APBN dimulai dari

proses penganggaran, pelaksanaan,

dan pelaporan pada Bendahara Umum

Negara dan Kementerian

Negara/Lembaga

Hal tersebut mengakibatkan:

1. Terhambatnya proses penyusunan laporan

keuangan Lemhannas RI tahun 2015

terutama untuk Laporan Operasional dan

Laporan Perubahan Ekuitas;

2. Nilai beban penyusutan dan akumulasi

penyusutan senilai Rp341.848.305,00 dan

kesalahan sistem SIMAK BMN atas

penyajian beban penyusutan senilai

Rp2.259.525.881,00 tidak dapat diyakini

kewajarannya; dan

3. Nilai beban penyusutan atas koreksi

reklasifikasi aset tetap bangunan gedung

hasil pekerjaan lintas tahun tidak dapat

ditelusuri.

Page 64: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.43/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 60

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS

KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

1. Pengelolaan Realisasi Belanja Barang

Lemhannas RI TA 2015 Belum Tertib

Laporan Realisasi Anggaran Lemhannas RI

Tahun 2015 (audited) menyajikan anggaran

Belanja Barang sebesar Rp152.420.158.000,00

dan telah direalisasikan sebesar

Rp148.983.064.605,00 atau sebesar 97,74%.

Realisasi belanja barang pada Deputi Bidang

Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional, Deputi

Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan

dan Deputi Bidang Pengkajian Strategik

menunjukkan terdapat realisasi belanja barang

yang tidak sesuai dengan bukti

pertanggungjawaban keuangan.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara pada:

a. Pasal 18 ayat (1) menyatakan:

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Anggaran berhak untuk menguji,

membebankan pada mata anggaran

yang telah disediakan, dan

memerintahkan pembayaran tagihan-

tagihan atas beban APBN/APBD;

b. Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa

untuk melaksanakan ketentuan

tersebut pada ayat (1), Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

berwenang: 1) menguji kebenaran

material surat-surat bukti mengenai

hak pihak penagih; 2) meneliti

kebenaran dokumen yang menjadi

persyaratan/kelengkapan sehubungan

dengan ikatan/perjanjian pengadaan

barang/jasa; 3) meneliti tersedianya

dana yang bersangkutan; 4)

membebankan pengeluaran sesuai

dengan mata anggaran pengeluaran

yang bersangkutan; dan 5)

memerintahkan pembayaran atas

beban APBN/APBD.

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara pada Pasal 11

menyatakan:

a. Belanja atas beban anggaran Belanja

Negara didasarkan pada Surat

Keputusan Otorisasi (SKO) atau

BPK merekomendasikan

kepada Gubernur Lemhannas

RI agar memberikan sanksi

kepada Pejabat Pembuat

Komitmen yang kurang

cermat dalam proses

penyusunan realisasi anggaran

dan verifikasi

pertanggungjawaban

keuangan.

Untuk mengatasi hal tersebut

maka:

1) Bendahara Pengeluaran

harus cermat dalam

melaksanakan verifikasi

dokumen pembayaran; dan

2) KPA dan PPK terkait lebih

disiplin dalam

mempertanggungjawabkan

kegiatan sesuai dengan

pagu anggaran.

Page 65: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No.43/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 61

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

dokumen anggaran lainnya yang

diberlakukan sebagai SKO;

b. SKO atau dokumen anggaran lainnya

yang diberlakukan sebagai SKO yang

dananya bersumber dari dalam negeri

dan atau luar negeri berlaku selama 1

(satu) tahun anggaran;

c. SKO atau dokumen anggaran lainnya

yang diberlakukan sebagai SKO

merupakan dasar pencairan dana oleh

Kantor Perbendaharaan dan Kas

Negara (KPKN).

3. Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor:190/PMK.05/2012

tentang Tata Cara Pembayaran Dalam

Rangka Pelaksanaan Anggaran

pendapatan dan Belanja Negara pada:

a. Pasal 39 ayat (1), penerima hak

mengajukan tagihan kepada negara

atas komitmen sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)

berdasarkan bukti-bukti yang sah

untuk memperoleh pembayaran;

b. Pasal 40 ayat (3), pembayaran tagihan

kepada Bendahara Pengeluaran/pihak

lainnya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b dilaksanakan

berdasarkan bukti-bukti yang sah,

meliputi:

1) Surat Keputusan;

2) Surat Tugas/Surat Perjalanan

Dinas;

3) Daftar penerima pembayaran dan

atau;

4) Dokumen pendukung lainnya

sesuai ketentuan.

Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran-

pengeluaran atas belanja barang tidak

dipertanggungjawabkan dengan tertib, rawan

untuk disalahgunakan.

Page 66: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 82/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 62

GAMBARAN UMUM

LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil

pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan

tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun

2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan

terhadap Laporan Keuangan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (RRI).

Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut

DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen

atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.

Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;

K

OPINI BPK RI

2014

TMP

2015

WDP

LRA Anggaran

1.112.974.809.000

Realisasi

1.044.126.135.378 93,81%

Aset Lancar

•27.823.758.275

Aset Tetap

•3.556.038.935.980

Aset Lainnya

•6.026.915.921

Page 67: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 82/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 63

KUTIPAN DAN HASIL TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016

ATAS LAPORAN KEUANGAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RRI

TAHUN ANGGARAN 2015

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM

PENGENDALIAN INTERN

Sistem Pengendalian Pendapatan

1. Pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak

(PNBP) Jasa Siaran LPP RRI Tidak Tertib

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan

Operational (LO) Lembaga Penyiaran Publik Radio

Republik Indonesia (LPP RRI) Tahun 2015 (Audited)

menyajikan nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP) masing-masing sebesar

Rp32,828,950,730,00 dan Rp35,072,499,652,00,

PNBP terkait tugas dan fungsi LPP RRI atau PNBP

Fungsional yang berlaku pada LPP RRI sesuai

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2015

terdiri dari PNBP Jasa Siaran dan PNBP Pemanfaatan

Sarana dan Prasarana Siaran. Jumlah pendapatan atas

jasa siaran LPP RRI dalam LRA dan LO Tahun 2015

adalah masing-masing sebesar Rp12.246.898.624.00

dan Rp22.297.240.197.00. Sumber PNBP lain adalah

PNBP Umum (Pemanfaatan Sarana dan Prasarana

Siaran) yang disajikan dalam LRA dan LO masing-

masing sebesar Rp16.012.911.113,00 dan

Rp4.152.142.355.00. Penggunaan langsung atas

Jasinonsi terlihat pada Laporan Operasional Jasinonsi

LPP RRI untuk periode yang berakhir 24 April 2015.

Jumlah pendapatan selama periode tersebut sebesar

Rp14.174.624.784,00 yang terdiri dari Pendapatan

Jasa Siaran sebesar Rp 6.181.304.797,00. Pendapatan

Jasa Non Siaran sebesar Rp4.710.696.272.00 dan

Pendapatan Operasional Lainnya sebesar

Rp3.282.623.715.00 digunakan langsung untuk

kegiatan operasional LPP RRI. Hal-hal yang

ditemukan dalam pengelolaan PNBP diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Kelemahan dalam perikatan dengan mitra/klien

b. Pengendalian terhadap proses penyusunan Media

Order (MO) belum optimal

c. Dua siaran tidak didukung dengan perjanjian

kerja sama/MO

d. Realisasi siaran tidak sesuai dengan perjanjian

kerjasama /MO

e. Belum seluruh satker menyusun laporan kegiatan

LPU

f. Terdapat kerjasama pada Tahun 2015 yang tidak

dilaporkan pada laporan kegiatan LPU

g. Perjanjian/MO 2014 sebesar RP 443.880.328,00

baru dilaporkan pada tahun 2015 dan

perjanjian/MO 2015 baru dilaporkan tahun 2016

sebesar Rp 419.714.432,00

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP RRI

agar:

a. Memberikan sanksi

sesuai ketentuan kepada

Kepala Satker, Kepala

Bidang LPU,

Bendahara Penerimaan,

Kasubag Keuangan, dan

Staf terkait atas

pengendalian yang tidak

memadai dalam

pelaksanaan PNBP

yang menjadi tanggung

jawabnya dan

ketidakcermatan dalam

melaporkan jumlah

pendapatan dalam

laporan keuangan.

b. Membuat prosedur

operasional standar

pendapatan atas semua

jenis kerja sama

termasuk barter mulai

dari perencanaan,

pelaksanaan, sampai

dengan monitoring

pelaksanaan kerja sama

termasuk didalamnya

mengatur tentang

rekonsiliasi antara LPU,

Bendahara, dan petugas

Akuntansi.

c. Menginstruksikan

kepada seluruh satker

untuk menggunakan

tarif PNBP sesuai PP

Nomor 5 Tahun 2015

d. Memerintahkan Kepala

Stasiun LPP RRI

Manado untuk menarik

kerugian negara sebesar

Rp. 9.656.000,00 (Rp

20.000.000,00 – Rp

1.0344.000,00) dan

menyetorkan ke Kas

Untuk mengatasi hal

tersebut maka:

a. Kepala Satker harus

melakukan

pengendalian yang

memadai atas

pelaksanaan yang

memadai atas

pelaksanaan PNBP yang

menjadi

tanggungjawabnya

b. Kepala Bidang LPU,

Bendahara Penerimaan,

Kasubag Keuangan dan

staf terkait harus lebih

cermat dan teliti dalam

melaporkan jumlah

pendapatan dalam

laporan keuangan

c. LPP RRI harus

memiliki prosedur

operasi standar

pendapatan yang

mengatur mengenai

semua jenis kerja sama

termasuk barter mulai

dari perencanaan,

pelaksanaan, sampai

dengan monitoring

d. Satker LPP RRI harus

menerapkan tarif PNBP

sesuai dengan PP No. 5

Tahun 2015

e. Koordinasi antar bidang

di lingkungan LPP RRI

terkait kerja sama siaran

harus diperkuat.

Page 68: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 82/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 64

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

h. LPP RRI belum memiliki data yang akurat

terkait Piutang, pelunasan Piutang dan

penerimaan tahun berjalan.

i. Penyiaran Spot/Iklan/Adlibs/Sandiwara berupa

barter belum didukung dengan analisis

perbandingan harga

j. LPP RRI Manado belum menggunakan tarif

sesuai PP Nomor 5 Tahun 2015

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara Pasal 3 ayar (1) menyatakan

bahwa “Keuangan Negara dikelola secara tertib,

taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,

ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung

jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan.

b. PSAP 12 tentang Laporan Operational pada:

1) Paragraf 5 menyatakan bahwa “Laporan

Operasional menyediakan informasi

mengenai seluruh kegiatan operational

keuangan entitas pelaporan yang

tercerminkan dalam pendapatan LO, beban

dan surplus/defisit operasional dari suatu

entitas pelaporan yang penyajiannya

disandingkan dengan periode sebelumnya”.

2) Paragraf 57 menyatakan bahwa "transaksi

pendapatan-LO dan beban dalam bentuk

barang/jasa harus dilaporkan dalam laporan

Operasional dengan cara menaksir nilai

wajar barang/jasa tersebut pada tanggal

transaksi.

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

3/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyetoran

Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Bendahara

Penerimaan pada:

1) Pasal 2 menyatakan bahwa “Seluruh PNBP

wajib disetor langsung secepatnya ke Kas

Negara'’,

2) Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa

“Penyetoran PNBP dilaksanakan oleh

Bendahara Penerimaan setiap akhir hari

kerja saat PNBP diterima".

d. Keputusan Direktur Utama LPP RRl Nomor

379/KEP/Dirut/2011 tanggal 4 Mei 201 1

tentang Tata Cara Penyelenggaraan Layanan dan

Pengembangan Usaha (LPU):

1) Bab I Pasal I menyatakan bahwa ‘Nota

Kesepahaman (Memorandum of

Undestanding) adalah dokumen tertulis yang

menyatakan kesepahaman antara pihak LPP

RRI dengan calon mitra kerja.

2) Bab III Pasal 29 menyatakan bahwa

"Laporan Kegiatan LPU merupakan bentuk

Negara serta

menyampaikan salinan

bukti setor kepada BPK.

e. Memerintahkan antar

bidang di lingkungan

LPP RRI melakukan

koordinasi secara

berkala terkait kerja

sama jasa siaran.

Page 69: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 82/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 65

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

pertanggungjawaban kegiatan yang dibuat

dan ditandatangani oleh kepala bidang/seksi

layanan dan pengembangan usaha, diketahui

oleh kepala satuan kerja sebagai dokumen

resmi kegiatan satuan kerja yang

bersangkutan untuk disampaikan/dilaporkan

kepada Kantor Pusat. Laporan Kegiatan

LPU terdiri alas laporan kegiatan layanan

publik, pengembangan usaha dan

pencitraan”.

3) Pasal 30 tentang periode penyusunan dan

pengiriman menyatakan bahwa “Periode

pelaporan LPU terdiri dari laporan bulanan,

triwulunan, semesteran dan tahunan”.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Saldo PNPB pada LRA Tahun 2015 kurang

disajikan sebesar Rp 14.174.624.784,00 atas

penggunaan langsung penerimaan jasinonsi

b. Potensi PNBP tidak dilaporkan selama Tahun

2015 atas pendapatan barter, kerjasama yang

tidak di dukung dengan perjanjian/media order

dan kerja sama yang direalisasikan tidak sesuai

dengan perjanjian

c. Risiko wanprestasi dari pihak mitra/klien dan

penyimpangan dalam pengelolaan PNBP yang

tidak dikendalikan dengan optimal.

d. Kerugian negara sebesar Rp 20.000.000,00 atas

kesepakatan kerjasama jasa siaran yang tidak

dilaporkan dalam laporan bulanan

e. Saldo PNBP LO Tahun 2015 lebih saji sebesar

Rp443.880.328,00 dan kurang saji minimal

sebesar Rp 419.714.432,00

f. Penyajian PNBP dari jasa siaran pada LO Tahun

2015 tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar

Rp 22.297.240.197,00

2. Pencatatan Aset Tetap LPP RRI dalam Aplikasi

SIMAK BMN Belum Memadai

Hal tersebut dapat terlihat sebagai berikut:

a. Pencacatan aset tidak sesuai dengan regulasi

terkait batas minimum kapitalisasi, diantaranya:

1. Terdapat 2.525 unit BMN senilai Rp

398.330.300,00 dengan nilai dibawah

kapitalisasi minimum namun dicatat dalam

LBPB Intrakomptable dan tersaji dalam

neraca.

2. Terdapat 73 unit BMN senilai total Rp

2.355.893.000,00 dengan nilai di atas batas

kapitalisasi minimum namun dicatat dalam

LBPB ekstrakomptable dan tidak disajikan

dalam neraca.

b. Aset Tetap dengan Kondisi Tidak Normal dalam

SIMAK BMN

1. Aset Tetap bernilai negatif

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP RRI

agar:

a. Menginstruksikan

Kuasa Pengguna

Barang dan Anggaran

serta semua Kepala

Satker untuk

memerintahkan

Petugas BMN

melakukan

pengecekan secara

periodik atas

penyajian aset dalam

SIMAK dan

perhitungan

penyusutan yang

dihasilkan oleh

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka:

a. Petugas BMN dan

Kuasa Pengguna Barang

dan Anggaran harus

lebih cermat dan teliti

melakukan pengecekan

atas penyajian aset dan

perhitungan penyusutan

yang dihasilkan aplikasi

SIMAK BMN.

b. Aplikasi SIMAK BMN

harus dapat memproses

transaksi secara akurat

atas aset

intrakomptabel, aset

ekstrakomptabel, dan

aset dengan kondisi

Page 70: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 82/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 66

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

2. Aset Tetap bernilai nol

3. Aset Tetap bernilai 1 (satu)

4. Lima unit BMN senilai Rp 706.906.200,00

dengan tanggal perolehan kosong

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Lampiran PMK 171/PMK.05/2007 tentang

Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Pemerintah Pusat Bagian Keempat tentang

Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi

Barang Milik Negara

b. Lampiran KMK No. 94/KM.6/2013 tentang

Modul Penyusutan Barang Milik Negara berupa

Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat BAB

I.VII.I

c. Perdirjen Kekayaan Negara nomor 7 tahun 2009

tentang tata cara pelaksanaan rekonsiliasi data

barang milik negara dan laporan keuangan

pemerintah pusat

1) Pasal 4

2) Pasal 5 ayat (1)

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Saldo Aset Tetap per 31 Desember 2015 lebih

catat (overstated) sebesar Rp 398.330.300,00

atas penyajian Aset Tetap dibawah batas

kapitalisasi minimum

b. Saldo Aset Tetap per 31 Desemebr 2015 kurang

catat (understated) sebesar Rp 2.355.893.000,00

atas penyajian Aset Tetap yang salah

diklasifikasikan sebagai aset ekstrakomptable.

c. 301 unit BMN yang bersaldo negatif tidak dapat

diyakini kewajarannya sebesar Rp

346.034.000,00.

aplikasi SIMAK

BMN.

b. Berkoordinasi dengan

Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara

(DJKN) atas

kelemahan aplikasi

SIMAK BMN untuk

dapat disempurnakan.

tidak normal serta

belum akurat dalam

memproses penyusutan

aset tetap.

HASIL PEMERIKSAAN ATAS KEPATUHAN

TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

1. Pengelolaan atas Pengeluaran Dana Jasinonsi

Sebesar Rp 18.310.000.000,00.,

Hal tersebut terlihat sebagai berikut:

a. Penerimaan Jasinonsi digunakan langsung untuk

membiayai operasional LPP RRI

b. Mekanisme pengeluaran Jasinonsi tidak sesuai

ketentuan

c. Bukti dukung atas biaya administrasi kerja sama

belum memadai

d. Masih terdapat penggunaan langsung atas

penerimaan Jasinonsi setelah berlakunya

Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2015

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang

Keuangan Negara Pasal 3, ayat (1) dan ayat (5).

b. Undang-undang nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendahaan Negara.

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP RRI

agar mengusulkan

proposal peninjauan

kembali Peraturan

Pemerintah Nomor 12

Tahun 2005 dan mematuhi

Peraturan Pemerintah

Nomor 5 Tahun 2015

untuk menyetorkan

penerimaan Jasinonsi ke

Kas Negara dan tidak lagi

menggunakan langsung

penerimaan Jasinonsi.

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut

maka:

a. Klausul dalam

Peraturan Pemerintah

Nomor 12 Tahun 2005

tentang Lembaga

Penyiaran Publik RRI

yang antara lain

memberikan

keleluasaan penggunaan

secara langsung atas

penerimaan LPP RRI

harus diselaraskan

dengan peraturan

perundang-undangan di

bidang pengelolaan

Page 71: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 82/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 67

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

1) Pasal 12 ayat (2)

2) Pasal 16 ayat (3)

c. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2005

tentang LPP RRI:

1) Pasal 34 ayat (3)

2) Pasal 37 ayat (3)

d. Surat Keputusan Direktur Utama LPP RRI

Nomor 612 Tahun 2013 tentang Perubahan atas

Instruksi Direktur Utama Nomor

446/INST/DU/2012 tentang Revisi Tata Cara

Penyelenggaraan Layanan dan Pengembangan

Usaha LPP RRI.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal

pada LRA LPP RRI Tahun 2015 kurang catat

masing-masing sebesar Rp 17.128.913.643,00

(Rp 16.887.864.879,00 + Rp 10.639.364,00 + Rp

230.409.400,00) dan Rp 1.189.537.760,00 atas

penggunaan langsung Jasinonsi.

b. Beban LO LPP RRI Tahun 2015 kurang saji

sebesar Rp 66.803.041,00.

keuangan Negara yang

berlalu.

b. Pengendalian Direktur

Utama dan Dewan

Pengawas atas

penggunaan dana

Jasinonsi harus lebih

optimalkan.

2. Pengadaan Barang dan Jasa Sebesar Rp30,17

Miliar tidak sesuai dengan ketentuan

Realisasi kegiatan dari belanja yang dilakukan LPP

RRI salah satunya adalah kegitan Pengadaan Barang

dan Jasa yang dilaksanakan oleh pihak

ketiga/penyedia jasa melalui pengadaan langsung.

Pengadaan langsung yang dilaksanakan oleh LPP

RRI terdiri dari 85 kontrak sebesar Rp

30.171.668.500,00 yang terdiri dari 55 kontrak

sebesar Rp 25.824.508.250,00 yang merupakan

Belanja Barang Jasa (MAK 52) dan 30 kontrak

sebesar Rp 4.347.160.250,00 yang merupakan

Belanja Modal (MAK 53), pengadaan barang dan

jasa tersebut tidak dilaksanakan sesuai peraturan

yang berlaku dan disusun oleh pihak yang tidak

independen. Berdasarkan pemeriksaan ditemukan

hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya afiliasi dalam pelaksanaan pengadaan

barang dan jasa

b. Nilai pekerjaan pengadaan barang melebihi nilai

wajar seharusnya

c. Pertanggungjawaban pekerjaan pengadaan

barang dan jasa senilai Rp 3.203.664.250,00

tidak menggambarkan nilai sebenarnya

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana

telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden

Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan

Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54

Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.

a. Pasal 5

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP RRI

agar:

a. Memberikan sanksi

sesuai ketentuan

kepada:

1) KPA dan pejabat

penyusun

anggaran yang

tidak mematuhi

ketentuan

pemaketan

pekerjaan yang

berlaku dalam

menyusun

rencana kerja.

2) Panitia pengadaan

dan PPK yang

tidak cermat

dalam menyusun

HPS serta

menetapkan

dokumen

perencanaan

teknis,

mengendalihan

dan melaksanakan

pekerjaan yang

menjadi

tanggungjawabny

a.

b. Menarik dan

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka:

a. Panitia pengadaan harus

lebih cermat dalam

melakukan evaluasi

teknis atas penawaran

pekerjaan, lebih cermat

dan teliti serta lebih

mematuhi ketentuan

pemaketan pekerjaan

dalam melakukan

pengadaan barang

b. PPK harus lebih cermat

dalam :

1) Menyusun

dokumen

perencanaan teknis

sesuai ketentuan

2) Menyusun HPS

3) Mengendalikan

pelaksanaan

kontrak

c. Kuasa Pengguna

Anggaran (KPA) dan

pejabat penyusun

anggaran harus

mematuhi ketentuan

pemaketan pekerjaan

yang berlaku dalam

menyusun rencana

kerja.

Page 72: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 82/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 68

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

b. Penjelasan Pasal 5 huruf f

c. Pasal 6

d. Pasal 6 huruf a

e. Pasal 11 ayat (1)

f. Pasal 17 ayat (2)

g. Pasal 24 nomor 3 huruf c

h. Pasal 66 tentang Penetapan Harga Perkiraan

Sendiri

1) Ayat (3), menyatakan bahwa “Nilai total

HPS bersifat terbuka dan tidak rahasia”

2) Ayat (5), menyatakan bahwa HPS

digunakan sebagai alat untuk menilai

kewajaran penawaran dan dasar untuk

menetapkan batas tertinggi penawaran yang

sah untuk Pengadaan Barang/pekerjaan

Konstruksi/jasa lainnya dan pengadaan jasa

konsultasi yang menggunakan metode pagu

anggaran.

3) Ayat (7) yang menyatakan Penyusunan HPS

didasarkan pada data harga pasar setempat,

yang diperoleh berdasarkan hasil survey

menjelang dilaksakannya pengadaan

i. Lampiran V pada sub Penyusunan dan Penetapan

Rencana Pelaksanaan pengadaan poin d dan e.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Negara kehilangan kesempatan untuk

memperoleh harga terbaik yang menguntungkan

negara

b. Potensi penyalahgunaan wewenang dengan

tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau

pihak lain yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan negara

c. Kerugian negara sebesar Rp 328.280.275,00 atas

nilai pekerjaan yang melebihi nilai wajar.

d. Nilai Belanja Barang dan Beban Barang serta

Belanja Modal dan Aset Tetap pada Laporan

Keuangan LPP RRI Tahun 2015 tidak wajar

masing-masing sebesar Rp 224.039.612,50 dan

Rp 104.240.662,50

e. Nilai pengadaan barang dan jasa melalui

pengadaan langsung yang dianggarkan pada

Belanja Barang dan Beban Barang serta Belanja

Modal dan Aset Tetap tidak dapat diyakini

kewajarannya masing-masing sebesar Rp

24.804.287.650,00 dan Rp 3.913.353.500,00.

menyetorkan kerugian

negara atas

pembayaran nilai

pekerjaan yang

melebihi nilai wajar

sebesar

Rp67.250.000,00 dan

menyetorkan ke kas

negara serta

menyampaikan bukti

setor ke BPK

c. Menginstruksikan

Kepala SPI untuk

memeriksa dan

memverifikasi Belanja

Barang sebesar Rp

24.804.287.650,00

dan Belanja Modal

sebesar Rp

3.913.353.500,00.

Apabila ada kerugian

negara agar ditarik

dan disetor ke Kas

Negara serta bukti

setor disampaikan ke

BPK.

Page 73: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 69

GAMBARAN UMUM

LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TVRI

ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil

pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan

tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun

2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan

terhadap Laporan Keuangan Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Sedangkan tujuan dari kajian

adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai

pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas

administrasi keuangan negara.

Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;

K

OPINI BPK RI

2014

TMP

2015

TMP

LRA Anggaran

901.310.530.000

Realisasi

831.145.673.059 92,22%

Aset Lancar

•119.718.244.063

Aset Tetap

•3.807.661.725.525

Aset Lainnya

•10.805.338.422

Page 74: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 70

HASIL TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016 TERHADAP

LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK–TVRI

TAHUN ANGGARAN 2015

TIDAK MENYATAKAN PENDAPAT

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM

PENGENDALIAN INTERN

1.

Pengelolaan dan Penatausahaan Pendapatan

Jasa Siaran dan Non Siaran LPP TVRI

Belum Tertib

Hal tersebut dapat terlihat sebagai berikut:

a. Jasa Siaran

1. Penatausahaan perjanjian penyiaran

tidak tertib

a) Terdapat MO belum

ditandatangani secara lengkap,

dimana terdapat 107 MO (Media

Order) sebesar

Rp7.383.507.200,00 yang belum

ditandatangani secara lengkap oleh

pihak-pihak terkait baik mitra

maupun LPP TVRI atau dokumen

tersebut telah lengkap tetapi belum

disampaikan ke subbagian

penerimaan. TVRI Stasiun

Yogyakarta dan Sulawesi Selatan

ditemukan sejumlah dokumen

Perjanjian Penyiaran tidak

ditandatangani secara lengkap.

Sebanyak 170 PKS sebesar

Rpl.413.820.000,00 di TVRI

Stasiun Sulawesi Selatan tidak

ditandatangani oleh klien/mitra.

b) Sistem penomoran MO selama

tahun 2015 belum tertib

c) Klausul denda yang termuat dalam

perjanjian penyiaran tidak

konsisten

d) Pengiriman MO ke ke subbagian

penerimaan mengalami

keterlambatan

e) Terdapat MO dan SPK di TVRI

Stasiun DIY yang hanya berupa

salinan dan tidak ditemukan

dokumen aslinya.

f) Seksi Pengembangan dan Usaha

TVRI Stasiun Sulawesi Selatan

tidak optimal dalam melakukan

penatausahaan perjanjian

penyiaran

2. Pengendalian intern dalam penyusunan

rundown serta penentuan slot waktu

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP TVRI

agar:

a. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada Kepala

Bagian Anggaran, Kepala

Bagian Penjualan,

Pemasaran dan Lalu Lintas

Usaha, Kepala Bagian

Akuntansi dan Perpajakan,

Kepala Bagian dan Kepala

Seksi Pengembangan

Usaha, Kasubbag

Keuangan serta Kasubbag

Akuntansi dan

Perbendaharaan TVRI

Stasiun DI Yogyakarta dan

Stasiun Sulawesi Selatan,

serta Pengguna Barang,

Satker TVRI Stasiun

daerah.

b. Memerintahkan Direktur

Keuangan, Direktur

Pengembangan Usaha dan

Direktur Program dan

Berita untuk

mengembangkan dan

menerapkan Sistem

Pengendalian Intern atas

Jasa Siaran dan Non Siaran

yang meliputi:

1) Rekonsiliasi secara

periodik dan

didokumentasikan

dengan baik antara

ketiga direktorat;

2) Memperbaiki sistem

penomoran, distribusi

dan pengawasan

terhadap kelengkapan

Media Order,

3) Mengoptimalkan

fungsi Etere sehingga

dapat digunakan

sebagai pengendalian

Untuk mengatasi

permasalahan maka:

a. Kepala Bagian Anggaran

harus lebih optimal

dalam melakukan

pengawasan terhadap

kinerja pegawai di unit

kerjanya;

b. Kepala Bagian Penjualan,

Pemasaran dan Lalu

Lintas Usaha harus lebih

optimal dalam melakukan

koordinasi dan

pengawasan dalam

pelaksanaan administrasi

kerjasama penyiaran di

unit kerjanya;

c. Kepala Bagian Akuntansi

dan Perpajakan harus

lebih optimal dalam

melakukan pengawasan

dalam koordinasi dan

pelaksanaan pencatatan

dan pelaporan akuntansi

di unit kerjanya;

d. Kepala, Kasi

Pengembangan Usaha,

Kasubbag Keuangan serta

Kasubbag Akuntansi dan

Perbendaharaan TVRI

Stasiun DI Yogyakarta

dan Stasiun Sulawesi

Selatan harus lebih

optimal dalam

menjalankan tugasnya;

e. LPP TVRI sebaiknya

segera memiliki SOP

yang jelas mengenai

pengoperasian sistem

etere serta pembagian

tugas dan tanggung

jawabnya;

f. Dewan Direksi LPP

TVRI segera menetapkan

SOP yang rinci atas

Page 75: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 71

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

acara belum maksimal

3. Perhitungan diskon siaran dan

pemberian benefit belum memiliki

dasar perhitungan

4. Pengakuan pendapatan tidak

berdasarkan bukti siar

5. Proses penerbitan kuitansi pelunasan

jasa siaran via transfer belum

berdasarkan bukti transfer

6. Proses pencatatan pendapatan belum

tertib

7. Administrasi dokumen keuangan di

TVRI Stasiun DI Yogyakarta dan

Sulawesi Selatan tidak tertib

8. Program Etere belum difungsikan

dengan maksimal

9. Direktorat Keuangan, Direktorat

Pengembangan dan Usaha dan

Direktorat Program dan Berita Belum

Berkoordinasi dengan baik

10. Terdapat MO atau PKS yang terbit

invoice tetapi tidak di tahun yang

bersangkutan

11. Terdapat dana yang masuk ke rekening

LPP TVRI sebesar

Rp6.982.113.587,00 dan belum dapat

dijelaskan

12. Terdapat penyiaran yang belum

memiliki MO

13. LPP TVRI belum memiliki SOP yang

rinci terkait dengan pola hubungan

antar bagian dalam siklus pendapatan

b. Jasa Non Siaran

1. Proses penyewaan lahan dan menara di

LPP TVRI dilakukan tanpa persetujuan

dari Kementerian Keuangan selaku

Pengelola Barang

2. Pemanfaatan lahan oleh Koperasi

belum memiliki dasar hukum

3. Pemanfaatan menara LPP TVRI oleh

beberapa instansi belum memiliki

dasar perjanjian penyewaan

4. Sistem pengendalian intern untuk

penyewaan lahan dalam rangka

otobursa di TVRI Stasiun DI

Yogyakarta lemah

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1)

yang menyatakan bahwa “Keuangan negara

dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundangundangan, efisien, ekonomis,

terhadap pendapatan

dan piutang LPP

TVRI;

4) Menyusun dasar

perhitungan pemberian

potongan harga dan

benefit yang diberikan

kepada mitra;

5) Menerbitkan Prosedur

Operasional Standar

terkait operasional

sistem Etere yang

memuat diantaranya

pembagian tugas dan

tanggung jawab

operasional Etere;

6) Menertibkan sistem

pembayaran jasa

siaran baik melalui

transfer maupun tunai

yang handal untuk

mempermudah

penelusuran

pembayaran kepada

Media Order dan Mitra

terkait;

7) Menertibkan sistem

penerbitan invoice dan

pencatatan pendapatan

sehingga dilakukan

dengan berdasarkan

bukti siar;

8) Berkoordinasi dengan

Kementerian

Keuangan dalam

rangka penertiban

kerjasama barter; dan

9) Menyusun Prosedur

Operasional Standar

yang rinci terkait

dengan siklus

pendapatan dan

penyiaran khususnya

pola hubungan antar

bagian.

c. Direktur Pengembangan

Usaha untuk:

1) Melakukan koordinasi

dengan Kementerian

Keuangan dalam hal ini

KPKNL setempat

terkait dengan

siklus jasa siaran dan jasa

non siaran;

g. Kuasa Pengguna Barang

lebih cermat dalam

melakukan pengelolaan

pemanfaatan BMN sesuai

dengan ketentuan; dan

h. Kepala Satker TVRI

Stasiun daerah lebih

untuk melaporkan kondisi

pemanfaatan menara

secara berkala;

Page 76: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 72

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

efektif, transparan dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan”:

b. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah

a) Pasal 18 ayat (3)

b) Pasal 44 yang menyatakan bahwa

pemantauan berkelanjutan

dilaksanakan antara lain melalui

rekonsiliasi.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Pasal 48 ayat (2) yang menyatakan bahwa

Kementerian Negara/Lembaga harus:

1) Mengintensifkan perolehan PNBP;

2) Mengintensifkan penagihan dan

pemungutan piutang PNBP;

3) Melakukan pemungutan dan

penuntutan denda yang telah

diperjanjikan;

4) Melakukan penatausahaan atas PNBP

yang dipungutnya; dan

5) Menyampaikan laporan atas realisasi

PNBP yang dipungutnya.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

2014 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah Pasal 29 ayat (7)

menyatakan bahwa Sewa Barang Milik

Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan

perjanjian.

e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33

tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Sewa BMN

1) Pasal 20 ayat (2) a menyatakan bahwa

pengelola barang menghitung besaran

sewa untuk BMN dengan nilai buku

lebih dari Rp500.000.000,00;

2) Pasal 20 ayat (2) b menyatakan bahwa

pengguna barang menghitung besaran

sewa untuk BMN dengan nilai buku

sampai dengan Rp500.000.000,00;

3) Pasal 50 yang menyatakan bahwa

Pengguna Barang mengajukan usulan

kepada Pengelola Barang untuk

menyewakan BMN berupa sebagian

tanah dan/atau bangunan atau selain

tanah dan/atau bangunan sesuai dengan

kewenangannya;

4) Pasal 51 ayat (2) menyatakan bahwa

dalam hal BMN yang diusulkan untuk

mekanisme dan tarif

pemanfaatan BMN LPP

TVRI termasuk

kerjasama dengan

Koperasi Pegawai LPP

TVRI;

2) Bersama-sama dengan

Direktur Teknik dan

Direktur Umum,

melakukan pendataan

secara terperinci atas

keberadaan dan kondisi

menara milik LPP TVRI

serta peralatan milik

intansi di luar LPP

TVRI. Selanjutnya

berkoordinasi dengan

instansi terkait dalam

rangka membuat dasar

hukum atas kerjasama

penempatan peralatan

instansi tersebut di

menara milik LPP

TVRI; dan

3) Menyusun Prosedur

Operasional Standar

terkait dengan siklus

jasa non siaran,

termasuk mekanisme

penyewaan/pemanfaatan

lahan dan menara oleh

pihak ketiga.

Page 77: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 73

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

disewakan berupa sebagian tanah

dan/atau bangunan dan nilai buku

BMN yang akan disewakan sampai

dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah), Pengguna Barang

menyertakan usulan besaran sewa

sesuai hasil perhitungan berdasarkan

formula tarif Sewa.

f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78

tahun 2014 tentang Tata Cara Pemanfaatan

Barang Milik Negara

1) Pasal 5 yang menyatakan bahwa

bentuk pemanfaatan BMN berupa

sewa, pinjam pakai, KSP, BGS/BSG

dan KSPI.

2) Pasal 7 ayat (1) a dan b menyatakan

bahwa salah satu kewenangan dan

tanggung jawab Pengguna Barang

adalah mengajukan usulan

pemanfaatan BMN kepada Pengelola

Barang dan melakukan Pemanfaatan

BMN setelah mendapat persetujuan

dari Pengelola Barang.

3) Pasal 43 yang mengatur bahwa

penyewaan BMN dituangkan dalam

perjanjian

g. Peraturan Dewan Direksi LPP TVRI

Nomor 155 tahun 2006 tentang Struktur

Organisasi dan Tata Kerja LPP TVRI Pasal

7 yang menyatakan bahwa salah satu tugas

Dewan Direksi adalah pelaksanaan

koordinasi, integrasi dan sinkronisasi

pengelolaan LPP TVRI;

h. Pedoman harga (ratecard) TVRI Stasiun

Sulawesi Selatan dan D1 Yogyakarta;

i. Keputusan Kepala TVRI Stasiun Sulawesi

Selatan No.OI A/KEP/II.6/TVRI/2014

tanggal 2 Januari 2014 tentang Pengaturan

Kerjasama dengan Pihak Lain (Mitra Kerja)

dan Pemberian Imbal jasa/Jasa Korportir

dari Hasil Kerjasama dengan Pihak Lain

(Mitra Kerja);

j. Keputusan Kepala TVRI Stasiun Sulawesi

Selatan No.OI B/KEP/I1.6/TVRI/2014

tanggal 2 Januari 2014 tentang Kebijakan

Pemberian Pemotongan Harga (Diskon);

k. Manual Akuntasi LPP TVRI khususnya

terkait dengan pedoman pencatatan piutang

dan pendapatan;

Page 78: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 74

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Penyajian nilai pendapatan pada Laporan

Operasional LPP TVRI tahun 2015 tidak

menggambarkan realisasi yang sebenarnya

diperoleh;

b. Risiko penyalahgunaan perjanjian kerja

sama;

c. Potensi ketidaksesuaian antara pendapatan

dengan biaya-biaya dalam kebijakan

pemberian benefit dan diskon siaran;

d. Saldo akun Penerimaan Diterima Dimuka

pada Laporan Keuangan LPP TVRI tahun

2015 sebesar Rp6.982.113.587,00 tidak

dapat diyakini kewajarannya

2. Penatausahaan Kas Lainnya dan Setara Kas

di LPP TVRI Kantor Pusat Tidak Memadai

Neraca LPP TVRI Kantor Pusat per 31

Desember 2015 menyajikan saldo Kas Lainnya

dan Setara Kas sebesar Rp46.434.321.454,00

(audited) yang merupakan 60,97% dari

keseluruhan saldo Kas Lainnya dan Setara Kas

pada Neraca LPP TVRI per 31 Desember 2015

(audited) sebesar Rp76.157.202.156,00.

a. Kas Tunai

1) Tidak terdapat prosedur tertulis

mengenai pengelolaan kas di

lingkungan LPP TVR1.

2) BKU tidak disusun secara tepat waktu.

Terdapat pengeluaran dan penerimaan

yang tidak sama tanggalnya antara

BKU dengan bukti

pengeluaran/penerimaan.

3) Atasan Bendahara Pengeluaran tidak

secara tertib memeriksa BKU.

4) Tidak dilakukan rekonsiliasi harian

antara BKU, Rekening Koran, dan

pencatatan akuntansi. Hal ini

menyebabkan BKU tidak

mencerninkan posisi kas secara tepat

waktu dan terdapat perbedaan saldo

kas dengan laporan akuntansi.

5) Tidak dilakukan kontrol untuk

mengetahui status cek yang

dikeluarkan oleh Bendahara

Pengeluaran (sudah dicairkan/belum).

6) Selisih pada saldo awal tanggal 2

Januari 2015 antara BKU Non APBN

dengan Laporan Keuangan Kantor

pusat.

Saldo Awal Kas Lainnya dan Setara

Kas dalam Laporan Keuangan sebesar

Rp32.024.378.185,00 sedangkan saldo

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP TVRI

agar:

a. Menerbitkan POS atas

pengelolaan kas lainnya

dan setara kas yang

sekurang-kurangnya

mencakup:

1) Prosedur pengelolaan

kas kecil.

2) Mekanisme

pencatatan dan

pengendalian Panjar

Kerja.

3) Fungsi verifikasi atas

pertanggungjawaban

Panjar Kerja, SPJ dan

sisa kas, dari masing-

masing penerima

Panjar Kerja.

4) Rekonsiliasi antara

Bagian Akuntansi dan

Perpajakan dengan

Bendahara

Pengeluaran.

5) Koordinasi antara

Kasir APBN dan Non

APBN.

b. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada KPA,

Bendahara Pengeluaran,

Kasir dan pemegang

panjar kerja yang lalai

dalam mengelola panjar

kerja.

c. Memerintahkan KPA

melakukan pengawasan

dan pengendalian atas

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka:

a. Direktur Utama LPP

TVRI harus segera

membuat POS mengenai

pengelolaan dan

pelaporan kas dan setara

kas, termasuk

pengelolaan kas kecil di

lingkungan LPP TVRI

Kantor Pusat serta

mekanisme pencatatan

dan pengendalian atas

pengembalian panjar

kerja;

b. Bendahara Pengeluaran

harus lebih cermat dalam

menjalankan tupoksinya

secara memadai;

c. KPA harus lebih optimal

dalam melakukan

pengawasan dan

pengendalian atas

pengelolaan kas dan

setara kas serta panjar

kerja oleh Bendahara

Pengeluaran.

d. Kasir dan pemegang

panjar kerja harus lebih

cermat dalam

mempertanggungjawabka

n panjar kerja dan

mengembalikan sisa

panjar kerja ke Kas Non

APBN.

Page 79: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 75

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

awal per BKU sebesar

Rp28.452.175.360,86 sehingga

terdapat selisih sebesar

Rp3.572.202.824,14. Diantara selisih

tersebut, sebesar Rp170.000.000,00

merupakan selisih karena Laporan

Keuangan mencatat saldo Kas Kecil

sebesar tersebut sementara BKU Non

APBN tidak mencatat saldo Kas Kecil

tersebut. Selisih sebesar

Rp3.402.202.824,14 belum dapat

ditelusuri.

7) Selisih pada saldo akhir kas per 31

Desember 2015 antara BKU Non

APBN dengan Laporan Keuangan

Kantor Pusat.

b. Kas pada Bank

1) Rekening penerimaan dan pengeluaran

jasinonsi serta pengembalian panjar

kerja menggunakan rekening yang

sama sehingga menyulitkan Subbagian

Penerimaan dan Subbagian

Perbendaharaan untuk mendeteksi jenis

dana yang masuk ke rekening apabila

tidak disertai keterangan yang jelas.

2) Saldo akhir harian kas pada bank yang

tercantum dalam BKU tidak sama

dengan saldo di rekening koran harian

dikarenakan Bendahara tidak

melakukan rekonsiliasi dengan saldo

kas di bank. Bendahara juga tidak

mengetahui jumlah cek dikeluarkan

yang belum dan sudah cair.

3) Dokumentasi atas penutupan nomor

rekening di bawah ini belum lengkap

pada 31 Desember 2015 dan baru

dilengkapi selama periode pemeriksaan

BPK

c. Garansi Bank

d. Pengembalian Panjar Kerja yang Sudah

Dipertanggungjawabkan Melalui

Mekanisme APBN ke Kas Lainnya dan

Setara Kas Tidak Tertib.

Laporan Keuangan LPP TVRI Kantor Pusat

melaporkan saldo Uang Muka Belanja

(Panjar Kerja/PK) sebesar

Rp21.785.665.196,00. Terdapat saldo

kelebihan Panjar Kerja sebesar

Rp2.796.231.743,00. Selain itu juga

terdapat pengembalian panjar Tahun 2015

yang telah dibiayakan di APBN Tahun

2015, akan tetapi per 31 Desember 2015

pengelolaan kas dan setara

kas serta panjar kerja

secara berkala.

Page 80: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 76

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

uangnya tidak dibukukan dan tidak

disetorkan ke Kas Non APBN sebesar Rp

1.037.662.625,00

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah Pasal 18:

1) Ayat (1) yang antara lain menyatakan

bahwa “Pimpinan Instansi Pemerintah

wajib menyelenggarakan kegiatan

pengendalian sesuai dengan ukuran,

kompleksitas, dan sifat dari tugas dan

fungsi Instansi Pemerintah yang

bersangkutan”;

2) Ayat (3) yang menyatakan bahwa

“Kegiatan pengendalian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) antara lain

terdiri atas:

a) pengendalian fisik atas aset;

b) otorisasi atas transaksi dan

kejadian yang penting;

c) pencatatan yang akurat dan tepat

waktu atas transaksi dan kejadian:

d) akuntabilitas terhadap sumber

daya dan pencatatannya; dan

e) dokumentasi yang baik atas Sistem

Pengendalian Intern serta transaksi

dan kejadian penting";

b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan

Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan

Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara yaitu

1) Pasal 6 ayat (1)

2) Pasal 15 ayat (1

3) Pasal 30 ayat (I)

4) Pasal 30 ayat (2);dan

5) Pasal 34 ayat (2)

Hal tersebut mengakibatkan:

a. Nilai Kas Lainnya dan Setara Kas pada

Neraca LPP TVRI Kantor Pusat sebesar

Rp46.434.321.454,00 tidak diyakini

kewajarannya;

b. Tingginya risiko penyalahgunaan kas,

diantaranya potensi penyalahgunaan Kas

Non APBN 2015 sebesar minimal

Rp697.282.402,00 akibat tidak ditagihnya

sisa panjar kerja yang masih berada di

pamanjar dan potensi penyalahgunaan Kas

Non APBN sebesar minimal

Rp1.584.537.890,00 akibat tidak

disetorkannya pengeluaran yang sudah

Page 81: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 77

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

dibiayakan di APBN akan tetapi belum ada

pengembalian ke Kas Non APBN.

3. Pengelolaan Uang Muka Belanja/Panjar

Kerja di Lingkungan LPP TVRI Belum

Memadai

Neraca per 31 Desember 2015 Audited LPP

TVRI melaporkan saldo Uang Muka

Belanja/Panjar Kerja sebesar

Rp26.988.647.432,00 atau terdapat penurunan

sebesar 59,64% dibandingkan saldo dalam

Neraca per 31 Desember 2014 sebesar

Rp66.872.077.231,00. terdapat

pertanggungjawaban senilai

Rp17.400.214.127,00 yang belum dibukukan

sebagai pengurang saldo panjar kerja. Hasil

Reviu Panjar Kerja tersebut telah dilaporkan

Kepala SPI kepada Direktur Keuangan LPP

TVRI melalui surat Nomor 104/1.7/TVRl/2016

tanggal 1 Maret 2016, dengan kesimpulan yaitu

Tim Verifikasi SPI tidak bisa mengambil

kesimpulan atas kebenaran pertanggungjawaban

panjar karena tidak dapat meyakini kewajaran

pencatatan panjar kerja dalam Buku Kasir dan

Buku Kas Umum serta bukti

pertanggungjawaban yang belum memadai.

Berdasarkan pemeriksaan BPK atas LK LPP

TVRI Tahun 2015, BPK masih menemukan

kelemahan dalam pengendalian intern atas

pengelolaan Panjar Kerja sebagai berikut:

a. Pengendalian atas pencatatan Pengeluaran

Panjar Kerja belum sepenuhnya memadai

b. Pengendalian atas Pertanggungjawaban dan

Pengembalian Panjar Kerja belum

sepenuhnya memadai

1) Saldo Panjar Kerja Tahun 2015

sebesar Rp2.788.741.172,00

berdasarkan Laporan Tenaga Ahli

Panjar tidak dapat diyakini

kewajarannya

2) Kelebihan/sisa panjar kerja

sebesar Rp2.796.23 1.743,00 tidak

dapat diyakini kewajarannya dan

tidak dilaporkan dalam Laporan

Keuangan

3) Pengembalian Panjar Kerja dari

Kas APBN ke Kas Non APBN

tidak dapat diyakini kewajarannya

Kondisi diatas tidak sesuai dengan:

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1)

yang menyatakan bahwa Keuangan negara

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP TVRI

agar:

a. Meningkatkan

pengawasan atas

pelaksanaan, pemberian,

pertanggungjawaban,

pencatatan, dan pelaporan

panjar kerja, dan hasilnya

dilaporkan kepada Dewan

Pengawas.

b. Memerintahkan Direktur

Keuangan untuk

menerbitkan POS tentang

pengelolaan panjar kerja

yang sekurang-kurangnya

mencakup:

1) Pemisahan fungsi

antara pihak

berwenang dalam

proses verifikasi dan

otorisasi pemberian

panjar, pencatatan

pemberian dan

pertanggungjawaban

panjar.

2) Rekonsiliasi periodik

antar Bagian

Anggaran, Bagian

Perencanaan, Evaluasi

Keuangan dan

Kinerja, Bagian

Akuntansi dan PPK

penanggung jawab

kegiatan.

3) Sistem Prenumbered

dan kodefikasi

pengeluaran dan

pertanggungjawaban

panjar kegiatan APBN

dan Non APBN

sehingga dapat

ditelusuri dan

dikendalikan secara

sistem;

4) Pemeriksaan

pengelolaan panjar

secara periodik oleh

Bagian SP1.

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka:

a. Direktur Utama, Dewan

Direksi LPP TVRI harus

lebih optimal dalam

melakukan pengendalian

atas penyelenggaran

panjar kerja dengan

berpedoman pada SPIP,

antara lain menegakkan

tindakan disiplin yang

tepat atas penyimpangan

terhadap kebijakan dan

prosedur, atau

pelanggaran terhadap

aturan perilaku serta

melakukan evaluasi

secara teratur atas

kegiatan pengendalian

yang sudah ada.

b. Direktur Keuangan

mengeluarkan kebijakan

pengajuan panjar harus

menggunakan form

panjar dan berupa

Kuitansi Biaya Langsung;

c. Para pemanjar harus

mempunyai itikad baik

untuk segera

mempertanggung

jawabkan dana panjar

kerja yang diterimanya

sesuai ketentuan yang

telah ditetapkan.

d. Kasir APBN, Kasir Non

APBN dan Bendahara

harus lebih tertib dalam

melaksanakan

penatausahaan dan

pencatatan panjar kerja

dan

pertanggungjawabannya

serta harus segera

menyetorkan

pengembalian panjar

kerja ke Kas Non APBN.

e. Kepala Bagian Anggaran

harus lebih optimal dalam

melakukan fungsi

Page 82: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 78

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundangundangan, efisien, ekonomis,

efektif, transparan dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah:

1) Pasal 2 ayat (1)

2) Pasal 4 ayat (3)

3) Pasal 5

4) Pasal 18 ayat (2)

5) Pasal 18 ayat (3)

6) Pasal 38 ayat (1)

7) Pasal 38 ayat (2)

8) Pasal 44

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor:

162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan

Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan

Kerja Pengelola APBN

d. Peraturan Dewan Direksi LPP TVRI No.

275/PRTR/Direksi-TVRI/2007 tanggal 10

Oktober 2007 yang menyatakan bahwa

Pertanggungjawaban administrasi keuangan

setiap kegiatan operasional harus

diselesaikan Unit Manager atau petugas

yang ditunjuk selambat-lambatnya 7 (tujuh)

hari kerja setelah kegiatan berakhir.

e. Keputusan Direksi LPP TVRI Nomor

128/KPTS/DIREKSI/20I2 tanggal 10

Desember 2012 tentang Pengambilan

Panjar Kerja dan Pertanggungjawabannya

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Penyajian saldo Uang Muka Belanja

(Panjar Kerja) dalam Neraca LPP TVRI per

31 Desember 2015 (audited) sebesar

Rp26.988.647.432,00 tidak diyakini

kewajarannya;

b. Saldo Kas Lainnya dan Setara Kas dalam

Neraca LPP TVRI per 31 Desember 2015

(audited) sebesar Rp76.344.277.156,00

tidak diyakini kewajarannya;

c. Potensi Kerugian Negara minimal sebesar

Rp2.796.231.743,00 atas kelebihan Panjar

Kerja Tahun 2015 yang belum

dikembalikan oleh Pemanjar;

d. Potensi kerugian negara minimal sebesar

Rp 1.584.537.890,00 atas pengembalian

Panjar dari APBN yang belum disetorkan

ke Kas Non APBN;

e. Terdapat risiko penyalahgunaan dana

5) Pelaporan pengelolaan

panjar secara periodik

kepada Direktur

Keuangan.

6) Pemberian sanksi

tegas kepada

Penanggung Jawab

Kegiatan dan Unit

Manager yang belum

mempertanggungjawa

bkan panjar.

c. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada:

1) Kasir APBN, Kasir

Non APBN, dan

Bendahara yang tidak

tertib dalam

melaksanakan

penatausahaan dan

pencatatan panjar

kerja dan

pertanggungjawabann

ya serta tidak segera

menyetorkan

pengembalian panjar

kerja ke Kas Non

APBN;

2) Kepala Bagian

Anggaran yang belum

optimal dalam

melakukan fungsi

pengawasan dan

pembinaan kepada

Bendahara dan Kasir;

3) Kepala Bagian

Anggaran dan Kepala

Bagian Akuntansi

yang tidak optimal

dalam melakukan

pengawasan atas

pelaksanaan

rekonsiliasi data

panjar kerja secara

tertib.

d. Memerintahkan Direktur

Keuangan untuk

mengiventarisasi jumlah

panjar kerja yang belum

dipertanggungjawabkan,

selanjutnya

memerintahkan para

pemegang UM untuk

pengawasan dan

pembinaan kepada

Bendahara dan Kasir.

f. Kepala Bagian Anggaran

dan Kepala Bagian

Akuntansi harus lebih

optimal dalam melakukan

pengawasan atas

pelaksanaan rekonsiliasi

data panjar kerja secara

tertib.

Page 83: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 79

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Jasinonsi yang dikuasai/dikelola oleh Kasir,

terutama atas pengelolaan dana panjar yang

tidak dibukukan dengan tertib.

mempertanggungjawabkan

uang muka yang

dikelolanya dengan

menyerahkan bukti-bukti

yang valid serta

menyetorkan sisa uang

muka ke rekening Kas

Negara. Dokumen

pertanggungjawaban dan

setoran kas agar

diserahkan ke BPK setelah

direviu dan divalidasi oleh

SPI.

3. Pengelolaan Aset Tetap Tanah LPP TVR1

Tidak Memadai

Neraca LPP TVRI per 31 Desember 2015

(audited) menyajikan nilai Aset Tetap Tanah

sebesar Rp3.111.353.580.100,00.

a. SIMAK BMN mencatat 26 bidang tanah

senilai total Rp325.298.200.1 26,00 dengan

kuantitas 1m2;

b. SIMAK BMN mencatat 10 bidang tanah

senilai total Rp4.037,00 dengan nilai

Rp1,00 per m2

c. Terdapat 36 bidang tanah senilai

Rpl17.844.850.800,00 yang luasnya

berbeda antara SIMAK BMN dengan data

Inventarisasi LPP TVRI.

d. Terdapat 60 bidang tanah senilai

Rp65.642.672.291,00 yang tercatat di

SIMAK BMN tetapi sampai dengan

pemeriksaan selesai belum dapat

dicocokkan dengan data tanah hasil

Inventarisasi Direktorat Umum.

e. Terdapat 153 bidang tanah yang terdata

dalam hasil inventarisasi internal LPP

TVRI tetapi terindikasi belum dicatat atau

belum dapat dicocokkan dengan data

SIMAK BMN

f. LPP TVRI tidak memiliki Berita Acara

Inventarisasi dan Penilaian (BA IP) seluruh

satker dengan lengkap

g. Terdapat selisih pencatatan Aset Tetap

Tanah dengan BA IP

1) Terdapat selisih pencatatan luas tanah

sebesar 10.786.298 m2;

2) Terdapat selisih pencatatan nilai tanah

sebesar Rp193.005.787.745,00;

3) Terdapat indikasi beberapa bidang

tanah belum dilakukan Inventarisasi

dan Penilaian seluas 76.335 m2 senilai

Rp20.873.482.229,00;

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP TVRI

agar:

a. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada Operator

BMN terkait yang belum

optimal dalam melakukan

pencatatan Aset Tetap

khususnya Aset Tetap

Tanah dan Kepala Bagian

Inventarisasi dan

Pengadaan LPP TVRI

yang belum maksimal

dalam melakukan

pengarsipan BA IP.

b. Mengintensifkan

kerjasama dengan BPN

dalam rangka legalisasi

Aset Tetap Tanah milik

LPP TVRI sesuai

ketentuan pertanahan.

c. Menyelesaikan proses

inventarisasi internal atas

Aset Tetap LPP TVRI

dengan melakukan

harmonisasi data Aset

Tetap Tanah LPP TVRI

dan berkoordinasi dengan

Kementerian Keuangan

dalam hal ini KPKNL

setempat serta melengkapi

dan mengadministrasikan

dengan baik dokumen

sumber pencatatan Aset

Tetap.

Untuk mengatasi

permasalahan hal tersebut

maka:

a. Kepala Stasiun Penyiaran

LPP TVRI di seluruh

Indonesia harus lebih

optimal dalam melakukan

pengelolaan Aset Tetap

Tanah maupun

pemutakhiran informasi

kondisi Aset Tetap Tanah

secara berkala sesuai

dengan kondisi

sebenarnya;

b. Operator SIMAK BMN

harus lebih optimal dalam

melakukan fungsinya

khususnya pencatatan

Aset Tetap Tanah.

c. Direktur Umum LPP

TVRI harus lebih

maksimal dalam

melakukan pengarsipan

dokumen BA IP.

d. Direksi LPP TVRI harus

segera menyelesaikan

proses inventarisasi

internal atas Aset Tetap

Tanah TVRI.

Page 84: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 80

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

4) Terdapat dua bidang tanah yang

bernilai Rp1.00 /m2 dan satu bidang

tanah dengan luas 1 m2 tetapi tidak

dilakukan koreksi saat Inventarisasi

dan Penilaian;

5) Terdapat empat bidang tanah yang

berbeda tahun perolehan.

6) Terdapat indikasi adanya perbedaan

NUP antara SIMAK BMN dengan BA

IP. Hal ini terlihat dalam history

SIMAK BMN TVRI Stasiun NTT dan

Sumatera Selatan dimana untuk NUP

yang berbeda tetapi luas, tahun

perolehan dan nilai sama. Kondisi ini

mengindikasikan adanya barang yang

sama tetapi beda NUP antara di

SIMAK BMN dengan BA IP.

h. Aset Tetap Tanah TVRI Stasiun Sulawesi

Selatan senilai Rp19.820.000,00 belum

bersertifikat

Kondisi diatas tidak sesuai dengan:

a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara pasal 44

menyatakan bahwa Pengguna Barang

dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib

mengelola dan menatausahakan Barang

Milik Negara/Daerah yang berada dalam

penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

b. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah:

1) Pasal 6 ayat (2) huruf I menyatakan

bahwa salah satu wewenang dan

tanggung jawabPengguna Barang

adalah melakukan pencatatan dan

Inventarisasi BMN yang berada

dalampenguasaannya.

2) Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan

bahwa "Kuasa pengguna barang milik

negara berwenang dan

bertanggungjawab antara lain

melakukan pencatatan dan

inventarisasi barang milik negara yang

berada dalam penguasaannya";

3) Pasal 42 Ayat (2) yang menyatakan

bahwa "Pengamanan barang milik

negara/daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (I) meliputi pengamanan

administrasi, pengamanan fisik,

pengamanan hukum";

4) Pasal 44 ayat (I) yang menyatakan

Page 85: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 81

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

bahwa "Bukti kepemilikan barang

milik negara/daerah wajib disimpan

dengan tertib dan aman";

5) Pasal 85 ayat (I) menyatakan bahwa

“Pengguna Barang melakukan

Inventarisasi Barang Milik

Negara/Daerah paling sedikit 1 (satu)

kali dalam 5 (lima) tahun”.

c. Buletin Teknis Nomor 09 Tahun 20 I 0

tentang Akuntansi Aset Tetap, Halaman 3

Baris 42-49 dan Halaman 6 Baris 42-46

dan Halaman 7 Baris 1-7

Kondisi diatas mengakibatkan:

a. Aset Tetap Tanah LPP TVRI sebesar

Rp3.111.353.580.100,00 pada Neraca LPP

TVRI per 31 Desember 2015 tidak dapat

diyakini kewajarannya;

c. Potensi menimbulkan konflik hukum atas

Aset Tetap Tanah yang belum dilengkapi

bukti kepemilikan; dan

d. Risiko kehilangan Aset Tetap Tanah yang

tidak dikelola secara memadai.

4. Pengamanan dan Penatausahaan Aset Tetap

Peralatan dan Mesin LPP TVRI Tidak

Memadai

Neraca LPP TVRI per 31 Desember 2015

(audited) menyajikan nilai Peralatan dan Mesin

sebesar Rp1.504.454.782.485,00 sebelum

akumulasi penyusutan.

a. LPP TVRI Kantor Pusat

Neraca LPP TVRI Kantor Pusat per 31

Desember 2015 (audited) menyajikan nilai

Peralatan dan Mesin sebesar

Rp720.845.793.820,00. Diantaranya adalah

aset tetap berupa Laptop, Notebook,

Kamera dan Alat Angkutan Darat Bermotor

senilai Rp255.057.333.206,00.

1) Laptop dan Notebook

Prosedur Operasi Standar (POS) terkait

Pengelolaan Barang Milik Negara LPP

TVRI terbit per November 2015. Hasil

pemeriksaan terhadap metode

pengamanan BMN laptop dan

notebook menunjukkan bahwa

pengamanan secara administratif dan

fisik terhadap barang tersebut kurang

memadai.

a. SIMAK LPP Kantor Pusat

menyajikan peralatan laptop dan

notebook sebanyak 431 unit

senilai Rp7.263.953.696,00. Dari

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP TVRI

agar:

a. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada KPB,

Pengelola BMN, dan

petugas SIMAK di LPP

TVRI Kantor Pusat,

Stasiun TVRI DKI Jakarta,

Stasiun TVRI Sulawesi

Selatan, dan Stasiun TVRI

Yogyakarta yang lalai

dalam melaksanakan

tugasnya;

b. Memerintahkan Direktur

Umum dan Kepala Stasiun

TVRI DKI Jakarta untuk

melakukan inventarisasi

ulang Peralatan dan Mesin

untuk selanjutnya

memperbaiki data SIMAK

BMN atas hasil

inventarisasi tersebut;

c. Memerintahkan Kepala

SPI untuk memproses

sesuai ketentuan terhadap

aset yang tidak dapat

ditemukan berdasarkan

hasil inventarisasi internal;

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka:

a. Kuasa Pengguna Barang

(KPB), Pengelola BMN,

dan petugas SIMAK di

LPP TVRI Kantor Pusat,

Stasiun TVRI DKI

Jakarta, Stasiun TVRI

Sulawesi Selatan, dan

Stasiun TVRI Yogyakarta

harus lebih cermat dan

teliti dalam melaksanakan

tugasnya;

b. Direktur Umum sebagai

KPB di LPP TVRI kantor

pusat harus melaksanakan

kewajiban inventarisasi

ulang aset tetap setiap

lima tahun sekali;

c. KPA harus tegas dalam

mengawasi dan

mengendalikan

perencanaan dan

pelaksanaan anggaran

sesuai kualifikasi jenis

belanja yang sebenarnya.

Page 86: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 82

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

jumlah tersebut, hanya 189 unit

yang dapat dihadirkan saat cek

fisik.

b. Dari 189 unit yang dapat

dihadirkan, sebanyak 134 unit

senilai Rp2.168.430.562,00 dapat

diidentifikasi ke SIMAK BMN.

Sisanya sebanyak 55 unit tidak

dapat diidentifikasi ke SIMAK

BMN

c. Total laptop dan notebook pada

SIMAK BMN LPP Kantor Pusat

yang tidak dapat dihadirkan

sebanyak 297 unit senilai

Rp5.095.099.919,00, yaitu berasal

dari jumlah laptop dan notebook

pada SIMAK sebanyak 431 unit

dikurangi 134 unit yang dapat

diidentifikasi ke SIMAK BMN

d. Dari total laptop dan notebook

yang tidak dapat dihadirkan,

sembilan unit laptop yang tidak

dapat dihadirkan

2) Kamera Digital dan Kamera

Electronic:

a) Hasil pemeriksaan terhadap

metode pengamanan BMN kamera

menunjukkan bahwa pengamanan

administratif dan fisik terhadap

barang tersebut kurang memadai.

b) SIMAK BMN LPP Kantor Pusat

menyajikan kamera ( digital dan

electronic) sebanyak 401 unit

senilai Rp224.227.672.077,00.

Dari jumlah tersebut hanya 206

unit kamera yang dapat

dihadirkan, sisanya sebanyak 195

kamera tidak ditemukan saat cek

fisik. Dari 206 unit kamera hasil

cek fisik, sebanyak 88 unit kamera

dalam keadaan rusak berat, masih

tersimpan di gudang Direktorat

Teknik dan belum dihapuskan dari

SIMAK BMN.

3) Alat Angkutan Kendaraan Bermotor

a) SIMAK BMN Kantor Pusat

menyajikan sepeda motor

sebanyak 46 unit senilai

Rp571.577.000,00. Dari total

sepeda motor tersebut, hanya 22

unit yang dapat dihadirkan saat

cek fisik. Sisanya sebanyak 24 unit

d. Memerintahkan Direktur

Umum selaku KPB untuk

membuat Nomor

Inventaris Barang secara

lengkap dan akurat;

e. Memerintahkan KPA

mengawasi dan

mengendalikan

perencanaan dan

pelaksanaan anggaran

sesuai kualifikasi jenis

belanja yang sebenarnya

Page 87: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 83

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

senilai Rp305.428.500,00 belum

bisa dihadirkan sampai dengan

pemeriksaan berakhir.

b) Empat minibus Merk Suzuki APV

Arena telah ditransfer ke stasiun

daerah, namun BPKB masih

berada di Kantor Pusat

b. TVRI Stasiun DKI Jakarta

Laporan BMN TVRI Stasiun DKI Jakarta

Tahun 2015 (audited) menyajikan aset tetap

peralatan dan mesin sebesar

Rp23.932.690.266,00.

a) SIMAK BMN TVRI Stasiun DKI

Jakarta menyajikan laptop dan

notebook sebanyak 42 unit senilai

Rp307.127.500,00. Dari 42 unit laptop

dan notebook tersebut, hanya 26 unit

yang dapat dihadirkan terdiri dari 25

unit senilai Rp179.534.000,00 dapat

diidentifikasi ke SIMAK BMN dan

satu laptop yang tidak dapat

diidentifikasi. Sisanya sebanyak 16

unit tidak dapat diperlihatkan;

b) Dari 16 unit laptop dan notebook yang

tidak dapat diperlihatkan, dua unit

laptop sedang dalam proses TGR,

sisanya 14 unit laptop dan notebook

senilai Rpl 12.479.500,00 masih dalam

proses pencarian

c. TVRI Stasiun Sulawesi Selatan

1) Aset Tetap Peralatan dan Mesin

sebanyak tiga unit Kendaraan sebesar

Rp1.595.574.000,00 belum ada bukti

kepemilikannya. SIMAK BMN TVRI

Stasiun Sulawesi Selatan mencatat

Peralatan dan Mesin berupa Kendaraan

sebanyak 32 unit senilai

Rp4.106.343.522,00.00. Dari nilai

kendaraan tersebut sebanyak tiga unit

senilai Rp1.595.574.000,00 belum ada

bukti kepemilikan yang sah.

2) Peralatan dan Mesin sebesar

Rpl1.282.000,00 belum dilabelisasi.

Barang Milik Negara (BMN) berupa

peralatan dan mesin yang diperoleh

pembelian dana Non APBN (Jasinonsi)

tahun 2015 sebanyak tujuh unit sebesar

Rpl1.282.000,00 belum dibubuhi label

nomor inventaris.

3) Ketidaksesuaian nilai masing-masing

aset yang diinput pada SIMAK BMN

Page 88: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 84

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

4) Aset dropping dari TVRI Kantor Pusat

tercatat sebagai Aset Tetap sebesar

Rp465.294.902,00 merupakan barang

persediaan

Kondisi diatas tidak sesuai dengan:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan:

1) Lampiran 11.06 PSAP 05 Akuntansi

Persediaan paragraf 16

2) Lampiran 11.08 PSAP 08 Akuntansi

Aset Tetap paragraf 11

b. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

2014 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/ Daerah

1) Pasal 3 ayat (1)

2) Pasal 6 ayat (2)

3) Pasal 42 ayat (I)

4) Pasal 85 ayat (1)

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan

BMN

d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246

Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Penggunaan Barang Milik Negara, Pasal 7

ayat (4) jo Pasal 7 ayat (1)b mengatur

bahwa salah satu wewenang/tanggung

jawab Kuasa Pengguna Barang adalah

melakukan pengawasan dan pengendalian

atas Penggunaan BMN yang berada dalam

penguasaannya.

e. Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor

PER-33/PB/2008 tentang Pedoman

Penggunaan Akun Pendapatan, Belanja

Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja

Modal pada Lampiran I huruf E angka 4

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Penyajian Peralatan dan Mesin pada Neraca

LPP TVRI Kantor Pusat per 31 Desember

2015 tidak dapat diyakini kewajarannya

sebesar Rp 255.057.333.206,00;

b. Aset laptop, notebook dan alat kendaraan

darat bermotor sebesar Rp5.522.052.919,00

(Rp5.095.099.919,00 + Rp 305.428.500,00

+ Rpl12.479.500,00 + Rp9.045.000,00)

diragukan keberadaannya dan berpotensi

hilang;

c. Aset kamera sebesar Rp224.227.672.077,00

tidak dapat diyakini kewajarannya karena

dari 401 unit kamera di SIMAK sebanyak

195 unit diragukan keberadaan, dan Aset

Page 89: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 85

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Lain-Lain sebesar Rpl05.837.246.601,00

tidak dapat diyakini kewajarannya karena

terdapat 88 unit kamera dalam kondisi

rusak berat tidak bisa ditelusuri ke SIMAK

dan masih tercatat di Akun Aset Tetap

Peralatan dan Mesin;

d. Risiko kehilangan kendaraan atas

pengamanan kendaraan roda empat pada

TVRI Sulawesi Selatan yang tidak

memadai;

e. Saldo Aset Tetap TVRI Stasiun Sulawesi

Selatan lebih saji sebesar Rp479.507.2l7,00

(Rp465.294.902,00 + Rp450.000,00 +

Rpl8.375.000,00 - Rp4.612.685,00) dan

Persediaan kurang saji sebesar

Rp483.669.902,00 (Rp465.294.902,00 +

Rpl 8.375.000,00).

5. Pengelolaan Utang Kepada Piliak Ketiga

LPP TVRI Tidak Memadai

Hal tersebut dapat terlihat pada:

Diketahui bahwa saldo Utang kepada Pihak

Ketiga per 31 Desember 2015 senilai

Rp144.765.355.203,00 merupakan utang non

APBN/Jasinonsi, kecuali Belanja Barang yang

masih harus dibayar senilai Rp4.123.432.188,00

dan Belanja Modal yang masih harus dibayar

senilai Rp1.590.198.050,00 yang merupakan

utang APBN. LPP TVRI Kantor Pusat belum

melengkapi dokumen pendukung pengakuan

atas timbulnya utang kepada pihak ketiga (utang

bahan siaran dan utang biaya umum) dan belum

menindaklanjuti untuk membuat POS

pengelolaan utang sebagai panduan teknis.

a. Prosedur Pencatatan dan Pembayaran

Utang Kepada Pihak Ketiga Tidak

Memadai

1. Alur distribusi dokumen

pencatatan utang kepada pihak

ketiga tidak tertib

2. Belum ada koordinasi antara

Bagian Anggaran, Bagian

Akuntansi dan Perpajakan, serta

Subbag Pengelolaan dan Evaluasi

Utang Piutang

3. Prosedur Operasi Standar(POS)

pengelolaan utang di LPP TVRI

belum memadai

b. Penghapusan Utang Kepada Pihak Ketiga

oleh LPP TVRI Senilai

Rp22.147.051.122,00 dalam

Menindaklanjuti Rekomendasi BPK Tidak

Sesuai Ketentuan

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP TVRI

agar:

a. Melaksanakan

rekomendasi temuan BPK

terkait optimalisasi

penyelesaian utang kepada

pihak ketiga;

b. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada KPA

yang tidak optimal dalam

melakukan pengawasan

dan monitoring atas tertib

administrasi pencatatan,

pembayaran, dan

kelengkapan dokumen

pendukung utang kepada

pihak ketiga, PPK dan

Unit Manager (termasuk

Saudara A.S) yang tidak

tertib di dalam

menyampaikan salinan

dokumen pengakuan utang

kepada Bagian Akuntansi

dan Perpajakan, dan atau

yang lalai dalam

mempertanggungjawabkan

penggunaan keuangan

negara sehingga berpotensi

menimbulkan denda.

c. Memerintahkan Kepala

Bagian Akuntansi dan

Perpajakan segera

melengkapi dokumen

pendukung yang valid atas

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka:

a. Direktur Keuangan

berdasarkan rekomendasi

Tim Task Force

Kementerian Keuangan

Republik Indonesia

menghapuskan utang

kepada pihak ketiga

senilai

Rp22.147.051.122,00

b. Direktur Keuangan harus

lebih cermat untuk

melaksanakan

pengawasan dan

monitoring yang

memadai terkait tertib

administrasi pencatatan,

pembayaran, dan

kelengkapan dokumen

pendukung utang kepada

pihak ketiga;

c. Unit Pengadaan, PPK dan

Unit Manager pada

Direkorat Umum harus

lebih tertib dalam

menyampaikan salinan

dokumen pengakuan

utang kepada Bagian

Akuntansi Perpajakan;

d. KPA, PPK, dan Unit

Manager (A.S.) harus

lebih cermat dalam

pertanggungjawaban atas

penggunaan keuangan

Page 90: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 86

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

1. Penghapusan utang setelah

dilakukan konfirmasi ke pihak

ketiga adalah senilai

Rp19.122.193.421,35 atau 86.34%

dari total nilai penghapusan

2. Penghapusan utang tanpa melalui

konfirmasi ke pihak ketiga karena

dokumen tidak ada/alamat tidak

diketahui adalah senilai

Rp3.024.857.700,90 atau 13,66%

dari total nilai penghapusan.

c. Terdapat Utang kepada Pihak Ketiga yang

Terjadi Sebelum Tahun 2015 Baru Tercatat

Di Mutasi Utang Tahun 2015

d. LPP TVRI Kantor Pusat Tidak Melaporkan

Utang Kepada Pihak Ketiga yang Terjadi di

Tahun 2015 Dalam Neraca LPP TVRI per

31 Desember 2015

e. Saldo Beban Yang Masih Harus Dibayar di

LPP TVRI Kantor Pusat Senilai

Rp1.704.491.539.00 Tidak Dapat Diyakini

Kewajarannya

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1)

menyatakan bahwa “Keuangan Negara

dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis,

efektif, transparan, dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan.”

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara:

1) Pasal 1 ayat (8)

2) Pasal 3 ayat (3)

3) Pasal 18 ayat (1)

4) Pasal 18 ayat (2)

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah,

1) Pasal 9

2) Pasal 18 ayat (1)

3) Pasal 18 ayat (2)

4) Pasal 18 ayat (3)

d. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan Berbasis Akrual

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 45 Tahun 201 3 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara

f. Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010

saldo beban yang masih

harus dibayar senilai

Rpl.704.491.539,00.

d. Menerbitkan POS

Pengelolaan Utang kepada

Pihak Ketiga yang

menjamin pencatatan

kelengkapan dan

pembayaran utang kepada

pihak ketiga.

e. Memerintahkan Direktur

Keuangan untuk

berkoordinasi dengan

BPKP agar penyelesaian

reviu atas dokumen utang

kepada pihak ketiga dapat

segera diselesaikan.

negara sehingga

menimbulkan utang dan

potensi denda;

e. Kepala Bagian Anggaran

harus segera melakukan

monitoring dan

pengendalian atas

dokumen pengajuan

pembayaran yang

diajukan ke KPPN secara

tertib;

f. Kasir dan Bagian

Akuntansi harus lebih

tertib dalam

melaksanakan

pembayaran dan

pencatatan atas transaksi

keuangan; dan

g. LPP TVRI harus segera

memiliki POS

pengelolaan utang kepada

pihak ketiga yang

memadai sehingga alur

distribusi dokumen utang

lebih tertib dan

pembagian tugas antara

Bagian Akuntansi dan

Perpajakan, Bagian

Anggaran, Subbag

Pengelolaaan dan

Evaluasi Utang Piutang,

serta SPI untuk reviu

dokumen utang,

pencatatan, dan

pembayaran menjadi

jelas.

Page 91: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 87

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

Pasal 8 ayat (1) huruf (g) menyatakan

bahwa “Pengguna Anggaran memiliki tugas

dan kewenangan mengawasi pelaksanaan

anggaran.”

g. Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012

tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

h. Buletin Teknis SAP Nomor 08 mengenai

Akuntansi Utang

i. Buletin Teknis SAP Nomor 15 Akuntansi

Aset Tetap Berbasis Akrual.

Kondisi tersebut mengakibatkan:

a. Penyajian saldo Utang kepada Pihak Ketiga

pada Neraca LPP TVRI per 31 Desember

2015 senilai Rp144.765.355.203,00 tidak

dapat diyakini kewajarannya; dan

b. Penyelesaian utang yang tidak tepat waktu

dan berlarut-larut dapat menimbulkan

potensi timbulnya denda atau bunga dan

biaya-biaya lainnya sehingga menambah

beban keuangan negara.

HASIL PEMERIKSAAN ATAS

KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

1. Realisasi Belanja LPP TVRI Tahun 2015

Sebesar Rp 17,13 miliar Tidak Sesuai

Ketentuan

Hal tersebut dapat terlihat sebagai berikut:

a. Pengeluaran ganda sebesar

Rp1.137.790.504,00 untuk satu kegiatan

sebanyak 24 transaksi pengeluaran

b. Nilai pengeluaran melebihi bukti

pertanggungjawaban sebanyak 77 transaksi

merugikan keuangan negara minimal

sebesar Rp 107.752.174,00

c. Realisasi belanja sebesar

Rp6.722.692.183,00 tidak berdasarkan

bukti pengeluaran yang sah, dan dibukukan

sebagai belanja hanya berdasarkan bukti

pengambilan panjar

d. 293 transaksi pengeluaran sebesar

Rp9.141.867.991,39 tidak didukung bukti.

e. Pengelola keuangan APBN di lingkungan

Satker Pusat LPP TVRI belum

melaksanakan rekonsiliasi data antar bagian

secara tertib dan periodik

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP TVRI

agar:

a. Menarik dan menyetorkan

ke Kas Negara sebesar

Rpl.245.542.678,00

(Rpl.137.790.504,00 +

Rp107.752.174,00), serta

salinan bukti setornya

disampaikan kepada BPK;

b. Mengevaluasi mekanisme

dan prosedur pembebanan

Uang Persediaan yang

menggunakan panjar kerja

dan pengendalian

pertanggungjawaban

perjalanan dinas yang

menggunakan biaya

langsung;

c. Menyusun SOP

rekonsiliasi antar bagian

pengelola keuangan

sebagai bentuk

pengendalian atas realisasi

pengeluaran;

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka:

a. KPA harus lebih optimal

dalam melakukan

pengendalian atas

penyelenggaran

pengelolaan APBN

dengan berpedoman pada

SPIP, antara lain kegiatan

pengendalian otorisasi

atas transaksi dan

kejadian yang penting,

akuntabilitas terhadap

sumber daya dan

pencatatannya, serta

melakukan evaluasi

secara teratur atas

kegiatan pengendalian

yang sudah ada.

b. Kebijakan Direktur

Keuangan terkait

pengajuan panjar harus

menggunakan form

panjar dan berupa

Kuitansi Biaya Langsung

Page 92: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 88

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah

1) Pasal 2 ayat (1)

2) Pasal 18 ayat (2)

3) Pasal 18 ayat (3)

4) Pasal 38 ayat (1)

5) Pasal 38 ayat (2)

6) Pasal 44

b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara

Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan

APBN

1) Pasal 10 ayat (1)

2) Pasal 10 ayat (2)

3) Pasal 16

4) Pasal 17 ayat (1)

5) Pasal 18 ayat (1)

6) Pasal 24 ayat (2)

7) Pasal 27 ayat (1)

8) Pasal 51 ayat (1) dan (2)

9) Pasal 57

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Kerugian negara sebesar

Rp1.245.542.678,00, terdiri atas

Rp1.137.790.504,00 akibat realisasi

pengeluaran ganda untuk satu kegiatan

serta sebesar Rp107.752.174,00 akibat

realisasi pengeluaran melebihi bukti

pertanggungjawaban.

b. Realisasi belanja barang dan jasa dalam

LRA dan beban dalam LO LPP TVRI tidak

dapat diyakini kewajarannya sebesar

Rp15.891.365.174,39 (Rp6.722.692.183,00

+ Rp26.805.000,00 + Rp9.141.867.991,39)

dan tidak wajar sebesar

Rp1.245.542.678,00.

d. Memberikan sanksi sesuai

ketentuan kepada:

1) Bendahara

Pengeluaran dan Kasir

APBN yang

melakukan

pengeluaran ganda

untuk satu kegiatan,

membukukan

pengeluaran tanpa

berdasarkan bukti

pengeluaran yang sah,

serta tidak tertib

menyimpan

Dokumentasi

Pertanggungjawaban;

2) Kepala Bagian

Anggaran sebagai

PPSPM dan atasan

langsung

Bendaharawan yang

belum optimal dalam

melakukan fungsi

pengawasan dan

pembinaan kepada

Bendahara dan

Pengelola Keuangan

lainnya;

3) Kepala Bagian

Perencanaan, Evaluasi

Keuangan dan

Kinerja, Kepala

Bagian Akuntansi dan

PPK yang tidak

melaksanakan

pengawasan atas

pengelolaan keuangan

oleh Bendahara dan

Kasir.

e. Memerintahkan Kepala

SPI melakukan

pengawasan atas

pengelolaan dan

pertanggungjawaban

keuangan APBN dan Non

APBN secara berkala.

Meminta dan melakukan

penelitian

pertanggungjawaban

pengeluaran sebesar

Rp15.891.365.174,39 yang

tidak didukung bukti yang

supaya sepenuhnya

efektif dan resiko

tumpang tindih

pertanggungjawaban

dengan APBN tidak

terjadi.

c. Bendahara Pengeluaran

dan Kasir APBN

membukukan

pengeluaran harus

berdasarkan bukti

pengeluaran yang sah;

d. Kepala Bagian Anggaran

sebagai PPSPM harus

tertib dalam

mendokumentasikan

bukti

pertanggungjawaban;

e. Kepala Bagian Anggaran

sebagai Atasan Langsung

Bendahara Pengeluaran

harus optimal dalam

melakukan fungsi

pengawasan dan

pembinaan kepada

Bendahara dan Pengelola

Keuangan Lainnya.

f. Kepala Bagian Anggaran,

Kepala Bagian

Perencanaan, Evaluasi

Keuangan dan Kinerja,

Kepala Bagian Akuntansi

dan PPK harus lebih

optimal dalam melakukan

pengawasan atas

pelaksanaan rekonsiliasi

pengeluaran internal.

Page 93: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 89

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

sah dan valid. Selanjutnya

menyetorkan ke Kas

Negara apabila tidak dapat

menunjukkan bukti

pengeluaran yang sah dan

valid.

2. Bangunan Gedung Auditorium/

Serbaguna/Studio Produksi Penyiaran TVRI

Stasiun Yogyakarta Senilai Rp2,75 miliar

Selama 16 Tahun Tidak Dapat

Digunakan/Dimanfaatkan

Hal tersebut dapat terlihat sebagai berikut:

Bangunan gedung Auditorium senilai

Rp2.752.671.000,00 belum siap digunakan

untuk kepentingan operasional TVRI

Yogyakarta. TVRI Stasiun Yogyakarta mencatat

Auditorium sebagai Konstruksi Dalam

Pengerjaan (KDP) sampai dengan Tahun 2009

(sebelum menggunakan aplikasi SIMAK), pada

tahun 2010 setelah aplikasi SIMAK BMN ada,

TVRI Stasiun Yogyakarta mencatat Auditorium

sebagai Aset Tetap.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006

tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah:

a. Pasal 6 menyatakan bahwa Pengguna

barang milik negara berwenang dan

bertanggungjawab:

1) mengajukan permohonan penetapan

status tanah dan bangunan untuk

penguasaan dan penggunaan barang

milik negara yang diperoleh dari beban

APBN dan perolehan lainnya yang

syah;

2) menggunakan barang milik negara

yang berada dalam penguasaannya

untuk kepentingan penyelenggaraan

tugas pokok dan fungsi kementerian

negara/lembaga;

3) mengamankan dan memelihara barang

milik negara yang berada dalam

penguasaannya;

4) menyerahkan tanah dan bangunan yang

tidak dimanfaatkan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas pokok dan

fungsi kementerian/lembaga yang

dipimpinnya kepada pengelola barang;

b. Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan 07 tentang Akuntansi Aset

Tetap Berbasis Akrual menyatakan defenisi

aset tetap adalah aset berwujud yang

BPK merekomendasikan

Direktur Utama LPP TVRI

agar memerintahkan Kepala

TVRI Stasiun Yogyakarta

untuk:

a. Melakukan kajian dan

penelaahan atas

penyelesaian bangunan

gedung Auditorium agar

dapat digunakan/

dimanfaatkan beserta

rencana anggaran biayanya

dan menyampaikan hasil

kegiatan kajian dan

penelaahan tersebut

kepada Kantor Pusat TVRI

di Jakarta.

b. Mengajukan pembiayaan

untuk menyelesaikan

bangunan gedung

Auditorium yang

terbengkalai ke

Kementerian Keuangan,

dengan

mempertimbangkan hasil

kajian yang telah

dilaksanakan

Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka

Kepala TVRI Stasiun

Yogyakarta sejak

pembangunan gedung

Auditorium/Studio Penyiaran

dihentikan pada tahun 1999

s.d. saat pemeriksaan berakhir

tanggal 29 Februari 2016

harus segera melakukan:

a. Kajian dan penelaahan

atas penyelesaian

bangunan gedung

Auditorium agar dapat

digunakan/dimanfaatkan

beserta rencana anggaran

biayanya dan

menyampaikan hasil

kegiatan kajian dan

penelaahan tersebut

kepada Kantor Pusat

TVRI di Jakarta.

b. Mengajukan pembiayaan

untuk menyelesaikan

bangunan gedung

Auditorium yang

terbengkalai ke

Kementerian Keuangan.

Page 94: KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... · sektor publik. Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan

LHP No. 83/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 90

NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN

mempunyai masa manfaat lebih dari 12

(dua belas) bulan untuk digunakan, atau

dimaksudkan digunakan, dalam kegiatan

pemerintah atau dimanfaatkan oleh

masyarakat umum.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. TVRI Stasiun Yogyakarta tidak dapat

menggunakan dan memanfaatkan gedung

Auditorium yang terbengkalai

penyelesaiannya untuk:

1) meningkatkan produktivitas dan

kualitas pelayanan penyiaran publik;

dan

2) meningkatkan pendapatan operasional

yang dapat menunjang pembiayaan

program penyiaran.

b. Aset tetap berpotensi rusak.