KATA PENGANTAR - …  · Web viewIlmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan...

22
ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM (H.M. RASYIDI DAN HARUN NASUTION) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Ilmu Kalam Dosen Pengampu : Cecep Hilman S.Pd.I,. M,Pd Disusun oleh : A. Nabil Ihsan Ahmad Irpan Abdul Rozak M. Firli Ferdiansyah 1

Transcript of KATA PENGANTAR - …  · Web viewIlmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan...

ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM (H.M. RASYIDI DAN

HARUN NASUTION)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Cecep Hilman S.Pd.I,. M,Pd

Disusun oleh :

A. Nabil Ihsan Ahmad

Irpan Abdul Rozak

M. Firli Ferdiansyah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI

Jl. Lio Balandongan (Beugeg) No. 74 Kel. Cikondang Kec. Citamiang

Kota Sukabumi

1

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA

sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Shalawat serta salam kami

curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Adapun tujuan dari makalah ini

dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun

pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh

karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari

pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, Oktober 2018

Penyusun

2

Daftar Isi

3

Halaman

Kata Pengantar………………………………………………………... 2

Daftar Isi……………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 4

A. Latar Belakang Masalah…………………………………… 4

B. Rumusan Masalah………………………………………….. 4

C. Tujuan Penulisan Makalah………………………………… 5

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….. 6

A. Riwayat Hidup H.M. Rasyidi……………………………… 6

B. Pemikiran Kalam H.M. Rasyidi…………………………… 7

1. Perbedaan Ilmu Kalam dan Teologi………………. 7

2. Tema-Tema Ilmu Kalam………………………….. 8

3. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu……………… 9

4. Hakikat Iman……………………………………… 9

C. Riwayat Hidup Harun Nasution…………………………… 10

D. Pemikiran Kalam Harun Nasution………………………… 11

1. Peranan Akal……………………………………… 11

2. Pembaharuan Teologi……………………………... 12

3. Hubungan Akal dan Wahyu………………………. 13

BAB III PENUTUP………………………………………………….. 14

A. Simpulan…………………………………………………… 14

B. Saran……………………………………………………….. 14

Daftar Pustaka………………………………………………………... 15

BAB I

Pendahuluan

4

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Kalam merupakan objek kajian berupa ilmu pengetahuan dalam

agama Islam yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-

persoalan Tuhan. Bagaimana Tuhan, keberadaan Tuhan serta seperti apa

wujud Tuhan.

Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan

yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan dan

memiliki argumentasi yang berbeda-beda, sehingga persoalan-persoalan yang

mengenai ilmu kalam atau teologi itu sendiri semakin serius untuk dibahas.

Karena dari permasalahan tersebut akan memicu timbulnya pemikiran-

pemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu kalam itu

sendiri.

Dengan adanya permasalahan-permasalahan tentang ilmu kalam ini

akan menambah wawasan keilmuan bagi para tokoh pemikir itu sendiri

maupun bagi orang-orang yang terlibat dalam keilmuan tersebut. Banyaknya

tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang berbeda, maka banyak pula

pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang permasalahan ilmu

kalam ini. Sebagai contoh, di dalam makalah ini insya Allah akan di bahas

teologi atau ilmu kalam yang mengacu pada dua tokoh yaitu: H. M. Rasyidi

dan Harun Nasution.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup HM. Rasyidi ?

2. Apa pemikiran HM. Rasyidi tentang teologi ?

3. Bagaimana riwayat hidup Harun Nasution ?

4. Apa pemikiran Harun Nasution tentang teologi ?

C. Tujuan

1. Mengetahui riwayat hidup HM. Rasyidi ?

5

2. Mengetahui pemikiran HM. Rasyidi tentang teologi ?

3. Mengetahui riwayat hidup Harun Nasution ?

4. Mengetahui pemikiran Harun Nasution tentang teologi ?

BAB II

PEMBAHASAN

6

A. Riwayat Hidup HM. Rasyidi

H. M. Rasyidi atau Prof. DR. Rasjidi (baca : Rasyidi, ejaan lama) lahir

di Kotagede, Yogyakarta, pada 20 Mei 1915 atau 4 Rajab 1333 H, dan wafat

pada 30 Januari 2001. Nama kecilnya adalah Saridi namun setelah menjadi

murid Ahmad Syurkati, pimpinan Al-Irsyad diberi nama baru sebagai

“Muhammad Rasjidi”. Namun nama baru tersebut secara resmi baru dipakai

oleh Saridi pasca menunaikan ibadah haji, beberapa tahun kemudian nama

kecil Saridi demikian menjadi nama besar H. M. Rasyidi.

Beliau lahir dalam sebuah lingkungan Jawa yang kental dengan

nuansa keislaman dan berasal dari keluarga Abangan, yaitu penganut agama

Islam namun tidak melakukan ibadah Islam dalam kesehariannya

sebagaimana mestinya. Dikatakan bahwa keluarga beliau ini bernaung di

rumah Joglo tempat beliau dibesarkan yang pada hari-hari tertentu tidak

melewatkan adanya pemasangan sesaji.

H. Mohamad Rasjidi adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada

Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo,

Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru pada

Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941)

Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami,

Jakarta.

Dalam konteks pertumbuhan akademik Islam di Indonesia, orang akan

sulit mngesampingkan kehadiran H.M. Rasyidi, lulusan lembaga pendidikan

tinggi Islam di Mesir yang mmelanjutkan ke Paris, dan kemudian

memperoleh pengalaman mengajar di Kanada. Lepas dari retorika-retorika

anti-Baratnya, orang tak akan luput mendapati bahwa hamper keseluruhan

kontruksi akademiknya dibangun atas dasar unsure-unsur yang ia dapatkan

dari Barat. Maka tidak heran, kalau ia koreksi karya Dr. Harun Nasution

7

tentang Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Bulan Bintang, 1977, Strategi

Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional, Media Dakwah, 1979.

Kebebasan Beragama, Media Dakwah, 1979. Janji-janji Islam, terjemahan

dari Roger Garandy, Bulan Bintang,1982.1

B. Pemikiran Ilmu Kalam Menurut HM. Rasyidi

Pemikiran kalam beliau banyak yang berbeda dari beberapa tokoh

seangkatannya. Hal ini dilihat dari kritikan beliau terhadap Harun Nasution,

dan Nurcholis Majid. Secara garis besar pemikiran kalamnya dapat

dikemukakan sebagai berikut:

1. Perbedaan Ilmu Kalam dan Teologi

Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan

pengertian ilmu kalam dan teologi. Untuk itu Rasyidi berkata, “…Ada

kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam dan teologi adalah ilmu

kalam Kristen.”2 Selanjutnya Rasyidi menelurusi sejarah kemunculan

teologi. Menurutnya, orang Barat memakai istilah teologi untuk

menunjukkan tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah lain.

Teologi terdiri dari dua perkataa, yaitu teo (theos) artinya Tuhan, dan

logos, artinya ilmu. Jadi teologi berarti ilmu ketuhanan.adapun sebab

timbulnya teologi dalam Kristen adalah ketuhanan Nabi Isa, sebagai

salah satu dari tri-tunggal atau trinitas. Namun kata teologi kemudian

mengandung beberapa aspek agama Kristen, yang di luar kepercayaan

(yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak sama dengan tauhid

atau ilmu kalam.3

2. Tema-Tema Ilmu Kalam

1 [1] Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 61

2 H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution, Tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 323 H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution,…, hal. 33-34

8

Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh

Rasyidi adalah  deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan

lagi dengan kondisi umat Islam sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk

itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolnya perbedaan pendapat antara

Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana dilakukan Harun Nasution,

akan melemahkan iman para mahasiswa. Memang tidak ada agama yang

mengagungkan akal seperti Islam, tetapi dengan menggambarkan bahwa

akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu hanya membuat

nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolute-universal, berarti

meremehkan ayat-ayat al-Qur’an seperti:

... التعلمون وانتم يعلم والله

Artinya : 

“Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”)Q.S.Al-Baqarah:232)

           

Rasyid kemudian menegaskan pada saat ini, di Barat sudah

dirasakan bahwa akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya

adalah kemunculan eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran

rasionalisme. Rasyidi mengakui bahwa soal-soal yang pernah

diperbincangkan pada dua belas abad yang lalu, masih ada yang relevan

untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah tidak relevan. Pada waktu

sekarang, demikian Rasyidi menguraikan, yang masih dirasakanlah oleh

umat Islam pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.           

3. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu

Masalah akal dan wahyu dibicarakan dalam konteks, yang

manakah di antara kedua akal dan wahyu itu, yang menjadi sumber

pengetahuan manusia tentang Tuhan.

9

Menurut Dr. H.M. Rasjidi dalam Filsafat Agama, hingga sekarang

yang berlaku dalam dunia Islam ialah, bahwa Tuhan telah memberi akal

kepada manusia sehingga dengan akal itu manusia dapat memikirkan hal-

hal yang melingkunginya dengan alam kehidupannya dan akhirnya ia

dapat mengetahui dengan akalnya tentang adanya Tuhan dan sifat-sifat

Tuhan, kemudian Tuhan m7enambah suatu hal baru, yaitu menurunkan

wahyu kepada beberapa orang yang diangkatnya sebagai utusan-Nya

diantaranya kepada nabi Musa AS, Nabi Isa AS dan yang terakhir kepada

Nabi Muhammad SAW.

Mengenai akal, beliau berpendapat bahwa akal tidak mampu

mengetahui baik dan buruk, hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya

aliran eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme dalam

filsafat Barat. Dengan menganggap akal dapat mengetahui baik dan

buruk berarti juga meremehkan ayat-ayat al Qur’an. Seperti yang

dipahami oleh Muhamad Abduh dan yang dikembangkan oleh Harun

Nasution di Indonesia. Bagi Mu’tazilah akal hanya bisa mengetahuai

empat persoalan yaitu mengetahui Tuhan, kewajiban mengetahui Tuhan,

mengetahui baik buruk dan kewajiban mengetahui baik buruk tersebut.

4. Hakikat Iman

Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman

yang diberikan Nurcholis Madjid, yakni “percaya dan menaruh

kepercayaan kepada Tuhan. Dan sikap apresiatif kepada Tuhan

merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap ini disebut

takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan.

Apresiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang

menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan

Tuhan.”Menanggapi pernyataan di atas Rasyidi mengatakan bahwa iman

bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat

dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan dengan manusia

dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya seseorang

10

dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin

hanya seseorang saja dari sejuta orang. Jadi, yang terpenting dari aspek

penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah dan kemasyarakatan.

C. Riwayat Hidup Harun Nasution

Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di

Sumatera. Ayahnya, Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui

kitab-kitab Jawi.Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS.

Setelah tujuh tahun di HIS. Selama tujuh tahun, Harun belajar bahasa Belanda

dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada dalam lingkungan disiplin

yang ketat. Di lingkungan keluarga, harun memulai pendidikan Agama dari

lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah

lainnya.Beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di

Bukittinggi pada tahun 1934. pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas

Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas

amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada

tahun 1962.

Setiba di tanah air pada tahun 1969 beliau langsung terjun dalam

bidang akademisi, yakni menjadi dosen di IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan

kemudian juga pada Universitas Nasional. Harun Nasution adalah figur

sentral dalam semacam jaringan intelektual yang terbentuk dikawasan IAIN

Ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution

di dalam jaringan itu tentu saja banyak ditopang kapasitas intelektualnya, dan

kemudian kedudukan formalnya sebagai rektor sekalibus salah seorang

pengajar di IAIN.

Harun Nasution adalah figure sentral dalam semacam jaringan

intelektual yang terbentuk di kawasan IAIN Ciputat semenjak paruh kedua

dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan itu tentu saja

banyak ditopang oleh kapasitas intelektualnya, dan kemudian oleh kedudukan

formalnya sebagai rektor sekaligus salah seorang pengajar di IAIN. Dalam

kapasitas terakhir ini, ia memegang beberapa mata kuliah terutama

11

menyangkut sejarah perkembangan pemikiran yang telah terbukti menjadi

salah satu sarana awal menuju pembentukan jaringan antara Harun Nasution

dan mahasiswa-mahasiswanya.

.

D. Pemikiran Kalam Harun Nasution

1. Peranan Akal

Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih

problematika akal dalam system teologi Muhammad Abduh sebagai

bahan kajian disertasinya di Universitas Mogill, Mentreal, Kanada. Besar

kecilnya peranan akal dalam system teologi suatau aliran sangat

menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran

Islam. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian:

“Akal melambangkan kekuatan manusia”.

Karena akal manusia mempunyai kesanggupan untuk

menaklukkan kekuatan makhluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi akal

manusia, bertambah tinggi pula kesanggupannya untuk mengalahkan

makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah

lemah pulalah kesanggupannya untuk menghadapi kekuatan-kekuatan

lain tersebut.4

Dalam sejarah Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan

banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan

kebudayaan saja, akan tetapi dalam perkembangan ajaran-ajaran

keagamaan Islam sendiri. Pemikiran akal dalam Islam diperintahkan Al-

Qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya apabila ada penulis-penulis,

baik di kalangan Islam sendiri maupun di kalangan non-Islam, yang

berpendapat bahwa Islam adalah agama rasional.5

4 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press, 1983) hlm. 565 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: UI Press, 1980) hlm. 101

12

2. Pembaharuan Teologi

Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution, pada

dasarnya dibangun di atas asumsi bahwa keterbelakangan dan

kemunduran umat Islam Indonesia (juga dimana saja) adalah disebabkan

“ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini, serupa dengan

pandangan kaum modernis lain pendahulunya (Muhammad Abduh,

Rasyid Ridha, Al-Afghani, Sayid Amer Ali, dan lainnya) yang

memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam yang sejati.

Retorika ini mengandung pengertian bahwa umat Islam dengan teologi

fatalistik, irasional, pre-determinisme serta penyerahan nasib telah

membawa nasib mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan.

Dengan demikian, jika hendak mengubah nasib umat Islam, menurut

Harun Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi mereka

menuju teologi yang berwatak free-will, rasional, serta mandiri. Tidak

heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam

khasanah Islam klasik sendiri yakni teologi Mu’tazilah.

Harun Nasution melakukan sejumlah gebrakan di Indonesia

kendati tidak semua sepakat terhadap pembaharuan Islam yang

dibawanya. Salah satu yang dihadirkan Harun adalah gagasan Islam

sebagai agama yang dinamis. Menurutnya, gagasan dan pemikiran

manusia yang mutlak terpelihara dari kesalahan hanyalah Nabi

Muhammad SAW. Dengan kata lain, hasil ijtihad para ulama bersifat

relatif alias tidak mustahil untuk direformasi. Dan Islam menurutnya,

harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kemajuan

zaman.

3. Hubungan Akal dan Wahyu

Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan

antara akal dan wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal

memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan.

13

Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Quran. Orang yang

beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-

galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan

keagamaan.

Dalam pemikiran Islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam,

apalagi di bidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal

tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal

dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu.

Akal hanya member interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan

kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi. Yang

dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya bukan akal

dengan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan

penafsiran lain dari teks wahyu itu juga. Jadi, yang bertentangan

sebenarnya dalam islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan

pendapat akal ulama lain.

BAB III

KESIMPULAN

A. Simpulan

14

1. H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30

Januari 2001) adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet

Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo,

Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru pada

Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-

1941) Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam

Islami, Jakarta.

2. Pemikiran kalam Rasyidi antara lain: tentang Perbedaan Ilmu Kalam

dan Teologi, Tema-Tema Ilmu Kalam, Kedudukan Akal dan Fungsi

Wahyu dan Hakikat iman.

3. Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera.

Ayahnya, Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-

kitab Jawi. Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS.

Setelah tujuh tahun di HIS, beliau meneruskan ke MIK (Modern

Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934.

pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir.

4. Pemikiran Harun nasution ialah: peranan akal, pembaharuan teologi,

hubungan akal dan wahyu.

B. Saran

1. Sebaiknya mahasiswa jangan terlalu fanatik terhadap pendapat kedua

tokoh tersebut dan tetap berepgang teguhlah kepada tali agama Allah

2. Sebaikinya jangan terlalu fanatik terhadapa sesuatu, sebab akhirnya dapat

timbul bid’ah-bid’ah dan hadist-hadist palsu yang menyesatkan umat.

3. Sebaiknya jangan terlalu mudah percaya terhadap pendapat seorang tokoh

tanpa memikirkannya kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Madjid, Nurcholis. 1997. Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta: Paramadina

Nasution, Harun. 1983. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa

15

Perbandingan. Jakarta: UI Press

Nasution, Harun. 1980. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press

Ny, H. 2014. Pemikiran Kalam di Indonesia: H.M. Rasyidi dan Harun

Nasution. http://pemikirankalam09.blogspot.com/2014/12/bab-i-pendahuluan-

a.html. akses 01 Oktober 2018

Prabowo. 2015. Ilmu Kalam Harun Nasution.

http://prabowoaje.blogspot.com/2015/02/ilmu-kalam-harun-nasution.html. akses

01 Oktober 2018

Rubiah, Hilda. 2015. Pemikiran H.M. Rasyidi.

http://simademigama.blogspot.com/2015/06/pemikiran-h-m-rasyidi.html. akses 01

Oktober 2018

Yanti, Syafieh. 2013. H.M. Rasyidi dan Harun Nasution: Tokoh Kalam

Kontemporer Indonesia. http://syafieh.blogspot.com/2013/05/h-m-rasyidi-dan-

harun-nasution-tokoh.html. akses 01 Oktober 2018

16