KATA PENGANTAR PENYUSUN DATA TERPILAH STATISTIK GENDER DAN ANAK DP3AKB PROVINSI JAWA BARAT TAHUN...
Transcript of KATA PENGANTAR PENYUSUN DATA TERPILAH STATISTIK GENDER DAN ANAK DP3AKB PROVINSI JAWA BARAT TAHUN...
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas izin dan
pertolonganNya, Penyusunan Profil Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun
2017 ini akhirnya dapat diselesaikan. Buku ini tersaji atas kerjasama Dinas
Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
(DP3AKB) Jawa Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.
Publikasi “Profil Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017” ini
merupakan salah satu upaya untuk menyajikan data tentang perbedaan peran
atau keadaan perempuan relatif terhadap laki-laki di berbagai bidang sosial
ekonomi agar kesenjangan yang ada sedikit tertutupi.
Kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran Publikasi
Penyusunan Profil Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 ini kami
ucapkan terima kasih. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Bandung, Desember 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT
Kepala,
Ir. Dody Herlando M.Econ NIP. 1964072611986011001
KEPALA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK
DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI JAWA BARAT
SAMBUTAN
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, Penyusunan Data Terpilah Gender dan
Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 dapat diselesaikan dengan baik sesuai
rencana.
Penyusunan Data Terpilah Gender dan Anak ini merupakan perwujudan
komitmen Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga
Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat dan Badan Pusat Statistik Provinsi
Jawa Barat sesuai amanat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraaan Data Gender dan Anak.
Penyusunan Data Terpilah Gender dan Anak Tahun 2017 ini adalah
sebagai upaya pengelolaan data pembangunan yang meliputi pengumpulan,
pengolahan, analisis dan penyajian data yang sistematis, komprehensif dan
berkesinambungan yang dirinci menurut jenis kelamin dan umur serta data
kelembagaan terkait unsur-unsur prasyarat Pengarusutamaan Gender dan
Pengarusutamaan Hak Anak di jawa Barat.
Data Terpilah Gender dan Anak merupakan sumber inspirasi yang lebih
akurat dalam kebijakan, program, kegiatan serta penganggaran yang responsif
gender untuk mengakselarasi terwujudnya tujuan pembangunan berkelanjutan
(SDGs) sebagai lanjutan dari MDGs yang telah berakhir pada tahun 2015.
Data Terpilah Gender dan Anak Tahun 2017 disusun atas kerjasama
antara Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat dengan Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi
Jawa Barat, untuk itu ucapan terima kasih disampaikan kepada tim yang
terlibat dalam penyusunan Data Terpilah Gender dan Anak ini, kritik dan saran
dari semua pihak sangat diharapkan untuk penyempurnaan publikasi Data
Terpilah Gender dan Anak yang akan datang.
Semoga segala upaya yang kita lakukan dalam upaya meningkatkan
ketersediaan dan pemanfaatan data gender dan anak mendapat ridho Allah
SWT.
Bandung, Desember 2017
Plt. KEPALA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, DAN
KELUARGA BERENCANA PROVINSI JAWA BARAT
Dr. Ir. Dewi Sartika, M. Si Pembina Utama Madya (IV/d) NIP. 19630122 198603 2 004
TIM PENYUSUN DATA TERPILAH STATISTIK GENDER DAN ANAK DP3AKB PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017
Pengarah : Dr. Ir. Dewi Sartika, M.Si
Penanggung Jawab : Ir. Dodi Herlando M. Econ
Ketua : Dr. Neni Alyani, SE. MPd
Sekretaris : Drs. Agus Kurniawan, M.Si
Editor : Ir. Raden Gandaria Adianti Aju Fatimah M.Si
Judiharto Trisnadi SST, MM
Analisis Data : Yaya Hidayat SST, M.Stat
Dewi Mulyahati S.Si, M.E.
Pengumpul Data : Esti Suciningtyas Pratiwi, S.ST
Renie Wulandari, S.ST
Partinah, S.A.P
Rina Rosidawati, S.A.P
Hendy Hario Sasongko SST., M.Stat
Sulthan Hanifa Nefertiti SST
Intan Nurdianti S.E
Syifa Fauziah SST
Iskandar Ahmaddien SST, M.M
Andri Saleh S.Si
Ratna Susanti S.Si
Dwi Septiaji Yani S.Sos
M.Andri, S.Si
Turiman
Ida Rubiah Widiyati
Yuhendi
Tini Rubiyani A.Md
Tito Kurnaefi ST
Catur Desi Handayani S.A.B
Asri Yuniar SE
Diana Fitrisia S.Si., M.e
Ir Juli Triani
Nani Komalasari S.E
Vira Wahyuningrum S.ST, M.Stat
Pengolah Data : M.Unggul Sampurna SE
Yudi Purbosari SST., MT
Asep Sutisna SST
DATA TERPILAH
STATISTIK GENDER DAN ANAK
PROVINSI JAWA BARAT
TAHUN 2017
Nomor Publikasi :
Katalog BPS :
Jumlah Halaman :
NASKAH : Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Jawa Barat
GAMBAR KULIT : Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Jawa Barat
DITERBITKAN
OLEH
: Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak
dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa
Barat
ii
DAFTAR ISI Halaman
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel
Daftar Gambar
I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan Publikasi Data Terpilah 4
II LINGKUP PENGELOLAAN DATA TERPILAH STATISTIK GENDER DAN ANAK
6
2.1. Isu Gender dan Anak di Jawa Barat 6
2.2. Metode Pelaksanaan Penyusunan Data 7
III KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DI JAWA BARAT
9
3.1. Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan
strategi pemberdayaan
9
3.2. Dasar Hukum dan Arah Kebijakan
Pemberdayaan di Jawa Barat
12
IV GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN MASYARAKAT
JAWA BARAT
22
4.1. Kondisi Geografis 22
4.2. Kondisi Demografis 23
4.3. Kondisi Perekonomian Makro 24
4.4. Kemiskinan 26
4.4.1. Perkembangan Kemiskinan di Jawa Barat
28
4.4.2. Kemiskinan dan Pembangunan Manusia
32
4.5. Indeks Pembangunan Manusia 35
4.5.1.Disparitas Pencapaian Pembangunan Manusia
41
4.6. Ketimpangan Gender dalam Pembangunan 43
4.6.1. Tingkat Kesetaraan Gender Antar
Kabupaten/Kota 2014 - 2015
45
iii
4.6.2. Hubungan IPM dan IPG 45
4.6.3. Hubungan IPG dan IDG 47
V PROFIL GENDER BIDANG KESEHATAN 50
5.1. Angka Harapan Hidup 52
5.2. Status Kesehatan Penduduk 53
5.3. Akses Ke Pelayanan Kesehatan 57
5.4. Keluarga Berencana 63
5.5. Umur Perkawinan Pertama 66
VI PROFIL GENDER BIDANG PENDIDIKAN 68
6.1. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 69
6.2. Rata-rata Lama Sekolah 74
6.3. Akses Terhadap Informasi dan Teknologi 76
VII Profil Gender Bidang Ketenagakerjaan 79
7.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
79
7.2. Pekerja Disektor Formal Dan Informal 81
7.3. Pengangguran 83
7.3.1. Pengangguran Terbuka 85
7.3.2. Pengangguran Terdidik 86
7.4. Pekerja Tak Dibayar (Unpaid Worker) 88
7.5. Perempuan Pekerja Profesional dan Manajerial
89
7.6. Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Status Pekerjaan dan Jenis Pekerjaan
90
7.6.1. Penduduk yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama
92
7.6.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama
93
VIII PROFIL GENDER BIDANG POLITIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
95
8.1. Partisipasi di Bidang Politik 96
8.1.1. Anggota DPRD Provinsi 96
8.2. Partisipasi di Lembaga Eksekutif 99
8.2.1. PNS Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat
100
8.3. Organisasi Sosial Kemasyarakatan 105
iv
IX PROFIL GENDER BIDANG HUKUM SOSIAL BUDAYA
109
9.1. Penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
109
9.2. Penduduk Lanjut Usia (Lansia) 113
9.2.1. Pendidikan Penduduk Lansia 116
9.2.2. Penduduk Lansia Menurut Kegiatan yang Dilakukan
119
X KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN 122
10.1. Kekerasan Terhadap Perempuan 122
10.2. Kekerasan Dalam rumah Tangga (KDRT)
123
10.3. Gambaran Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Jawa Barat Tahun 2016
125
XI PROFIL TUMBUH KEMBANG ANAK 131
11.1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 132
11.2. Angka Partisipasi Kasar 134
11.3. Angka Partisipasi Sekolah 136
11.4. Angka Partisipasi Murni 137
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Perkembangan IPM Jawa Barat Tahun 2013 – 2013
39
Tabel 4.2. Lima Kabupaten/Kota dengan IPM Tertinggi Tahun 2015 – 2016
42
Tabel 4.3. Lima Kabupaten/Kota dengan IPM Terendah Tahun 2015 – 2016
43
Tabel 4.4. Perkembangan IPM dan IPG Tahun 2014 - 2015
44
Tabel 4.5. Perkembangan IPM dan IDG Tahun 2014 - 2015
46
Tabel 4.6. IPG dan IDG Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2015
48
Tabel 5.1. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Berobat Jalan Menurut Fasilitas Berobat Jalan dan Jenis Kelamin Serta Status Tempat Tinggal Tahun 2016
60
Tabel 5.2. Persentase Perempuan Usia 15 – 49 Tahun Yang PernahMenikah Menurut Alat/Cara KB Yang Digunakan Tahun 2016
65
Tabel 6.1. Persentase Rata-rata Lama Sekolah Penduduk USia 15 Tahun Ke atas Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Tahun 2015 – 2016
76
Tabel 7.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut Status Wilayah dan Jenis Kelamin di Jawa BaratTahun 2015-2016
80
Tabel 7.2. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (Formal dan Informal) dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015 – 2016
82
Tabel 7.3. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (Formal dan Informal) dan Tingkat Pendidikan di Jawa Barat Tahun 2015 - 2016
83
Tabel 7.4. Jumlah Penduduk yang Menganggur Menurut Status Wilayah dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
85
vi
Tabel 7.5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Status Wilayah dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
86
Tabel 7.6. Tingkat Pengangguran Terdidik Menurut Jenjang Pendidikan dan Status Wilayah di Jawa Barat, Tahun 2015-2016
87
Tabel 7.7. Tingkat Pengangguran Terdidik Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
88
Tabel 7.8. Persentase Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga dan Tingkat Pendidikan, Provinsi Jawa Barat Tahun 2015-2016
89
Tabel 7.9. Persentase Pekerja Profesional dan Manajerial di Provinsi Jawa Barat Tahun 2015-2016
90
Tabel 7.10.
Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaandan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
91
Tabel 7.11.
Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2016
92
Tabel 7.12.
Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
94
Tabel 8.1. Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Daerah Menurut Partai Politik dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2016
96
Tabel 8.2. Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2016
99
Tabel 8.3. Pegawai Negeri Sipil Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Kelamin Tahun 2016
101
Tabel 8.4. Pegawai Negeri Sipil Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Menurut Tingkat Pendidikan Formal dan Jenis Kelamin di Lingkungan Dinas/Badan/Lembaga Tahun 2016
102
Tabel 8.5. Perguruan Tinggi PSW/PSG yang Mendukung Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
105
vii
Tabel 8.6. LSM yang Mendukung Pelaksanaan Pengarustamaan Gender
106
Tabel 8.7. Organisasi Wanita yang Mendukung Pengarustamaan Gender
107
Tabel 9.1. Jumlah Penghuni Lapas dan Rutan Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Tahanan dan Jenis Kelamin Tahun 2016
111
Tabel 9.2. Jumlah Penghuni Lapas dan Rutan Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Narapidana dan Jenis Kelamin Tahun 2016
112
Tabel 9.3. Persentase Penduduk Lansia dan Pralansia terhadapTotal Penduduk di Provinsi Jawa Barat Menurut Kelompok Umur, Klasifikasi Wilayah dan Jenis Kelamin Tahun 2016
115
Tabel 9.4. Persentase Penduduk Lansia Provinsi Jawa Barat Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Tahun 2016
118
Tabel 9.5. Persentase Penduduk Lansia Provinsi Jawa Barat Menurut Kegiatan Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin Tahun 2016
120
Tabel 9.6. Penduduk Lansia Provinsi Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin Tahun 2016
121
Tabel 10.1.
Rekapitulasi Kekerasan Terhadap Perempuan Dirinci Menurut Penyebab dan Kabupaten/Kota Tahun 2017
126
Tabel 10.2.
Rekapitulasi Kekerasan Terhadap Anak Dirinci Menurut Penyebab dan Kabupaten/Kota Tahun 2017
127
Tabel 11.1.
Persentase Anak Usia Pra Sekolah Menurut Jenis Pendidikan Pra Sekolah, dan Jenis Kelamin di Jawa Barat, Tahun 2016
134
Tabel 11.2.
Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat, Tahun 2016
136
Tabel 11.3.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Jenis Kelamin di Jawa Barat, Tahun 2016
137
Tabel 11.4.
Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di
137
viii
Jawa Barat, Tahun 2016
Tabel 11.5
Daftar Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017
139
Tabel 11.6
Data Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Berdasarkan Usia dan Pendidikan sampai dengan Desember Tahun 2017
140
Tabel 11.7
Angka Harapan Hidup, Harapan Lama Sekolah, Rata-rata lama Sekolah, Pengeluaran Perkapita, IPM dan IPG Tahun 2016
141
Tabel 11.8
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Tahun 2016
143
Tabel 11.9
Data PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga)
146
Tabel 11.10
Daftar Desa/Kelurahan Pelaksana P2WKSS di Jawa Barat Tahun 2014-2016
147
Tabel 11.11
Data Pelaku Industri Rumahan 157
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1. LPE Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2015-2016 (Persen)
25
Gambar 4.2. Distribusi PDRB Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2016 (Persen)
25
Gambar 4.3. Persentase Penduduk Miskin di Indonesia dan Jawa Barat Tahun 2015-2016
29
Gambar 4.4. Persentase Penduduk Miskin Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2016
30
Gambar 4.5. Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/ Kota di Jawa Barat Kondisi Maret 2016
31
Gambar 4.6. Persentase Kabupaten/Kota Menurut Persentase Penduduk Miskin BIla Dibandingkan Dengan Jawa barat Maret 2016
32
Gambar 4.7. Perbandingan antara Persentase Penduduk Miskin dengan IPM Provinsi Jawa Barat 2014 – 2016
34
Gambar 4.8. Perbandingan antara IPM, IPG dan IDG Provinsi Jawa Barat 2013 – 2015
40
Gambar 5.1. Angka Harapan Hidup Penduduk Jawa Barat (Tahun)
Selama Kurun Waktu 1971 – 2010
51
Gambar 5.2. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Mengalami Keluhan Kesehatan Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin Tahun 2016
53
Gambar 5.3. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Merasa Terganggu Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin Tahun 2016
54
Gambar 5.4. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Merasa Terganggu Menurut Lamanya Hari Terganggu Tahun 2016
55
Gambar 5.5. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Mengobati Sendiri Keluhan Kesehatan Yang DideritaTahun 2016
57
x
Gambar 5.6. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Mempunyai Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan Tahun 2016
59
Gambar 5.7. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Rawat Inap
Selama Satu Tahun Terakhir Tahun 2016
61
Gambar 5.8. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Rawat Inap Selama Satu Tahun Terakhir Menurut Fasilitas Rawat Inap Tahun 2016
63
Gambar 5.9. Persentase Perempuan Usia 15 – 49 Tahun Yang Pernah Kawin Menurut Penggunaan Alat/Cara KB Tahun 2016
64
Gambar 5.10.
Persentase Perempuan Usia 15 – 49 Tahun Menurut Usia Kawin Pertama di Jawa Barat Tahun 2016
66
Gambar 6.1. Persentase Penduduk 15 Tahun Ke atas Menurut Pendidikan Tertinggiyang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2016
70
Gambar 6.2. Persentase Penduduk Laki-laki 15 Tahun Ke atas Menurut Kelompok Umur dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Jawa Barat Tahun 2016
71
Gambar 6.3. Persentase Penduduk Perempuan 15 Tahun Ke atas Menurut Kelompok Umur dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Jawa Barat, Tahun 2016
72
Gambar 6.4. Persentase Rumahtangga yang Menguasai Telepon Selular Menurut Daerah Tempat Tinggal Provinsi Jawa Barat Tahun 2016
76
Gambar 6.5. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun Ke Atas Menurut Pengaksesan Internet Dalam 3 Bulan Terakhir di Jawa Barat Tahun 2016
77
Gambar 8.1. Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang Bertugas di Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Kelamin Tahun 2016
100
Gambar 8.2 Pemenang APE Kabupaten/Kota Tahun 2016
145
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
embangunan kualitas hidup manusia dilaksanakan secara terus
menerus oleh pemerintah dalam upaya mencapai kehidupan yang
lebih baik. Upaya pembangunan ini ditujukan untuk kepentingan
seluruh penduduk tanpa membedakan jenis kelamin tertentu.
Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun
masyarakat sangant tergantung dari peran serta seluruh penduduk baik laki-laki
maupun perempuan sebagai pelaku, dan sekaligus sebagai menerima manfaat hasil
pembangunan.
Dalam proses perkembangannya, disadari bahwa realisasi dari konsep tersebut
dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, yaitu terjadi ketidakadilan gender. Keseluruhan
ketidakadilan gender dalam berbagai dimensi kehidupan tersebut lebih banyak
dialami oleh perempuan.
Beragam permasalahan yang dialami perempuan pada masa lalu maupun kini,
tentu saja tidak luput dari perhatian komunitas negara-negara di dunia. Perhatian
ini sebagai wujud ungkapan keprihatinan sesama manusia atas terjadinya
ketidakadilan di berbagai hal yang menyangkut perempuan. Dalam berbagai
kesempatan kerap perempuan selalu dijadikan objek eksploitasi, serta adanya
upaya marginalisasi perempuan. Padahal, bila ditinjau dari konteks kehidupan
bermasyarakat perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk
diperlakukan secara adil dalam berbagi peran di segala bidang kehidupan.
Keprihatinan negara-negara di dunia diwujudkan dalam berbagai bentuk
1
P
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 2
pertemuan yang menghasilkan serangkaian deklarasi dan konvensi dan telah tercatat
dalam dokumen sejarah. Dimulai dari dicetuskannya The Universal Declaration of
Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia); oleh Majelis Umum PBB
di tahun 1948 yang kemudian diikuti oleh berbagai deklarasi serta konvensi lainnya.
Didalam perkembangannya, konvensi yang menjadi landasan hukum
tentang hak perempuan adalah Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elemination of All Forms
of Discrimination Against Women) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB tahun
1979. Konvensi tersebut disebut juga Konvensi Wanita, atau Konvensi Perempuan
atau Konvensi CEDAW (Committee on the Elimination of Discrimination Against
Women). Selanjutnya, Hak Asasi Perempuan yang merupakan Hak Asasi Manusia
kembali dideklarasikan dalam Konferensi Dunia ke-IV tentang Perempuan di Beijing
tahun 1995.
Konferensi tersebut mengangkat 12 bidang yang menjadi keprihatinan
negara-negara di dunia, mencakup: perempuan dan kemiskinan; pendidikan
dan pelatihan bagi perempuan; perempuan dan kesehatan; kekerasan
terhadap perempuan; perempuan dan konflik bersenjata; perempuan dan
ekonomi; perempuan dan kekuasaan serta pengambilan keputusan;
mekanisme kelembagaan untuk kemajuan perempuan; hak asasi
perempuan; perempuan dan media; perempuan dan Iingkungan hidup;
serta anak perempuan.
Selanjutnya pada tahun 2000, 189 negara anggota PBB telah menyepakati tentang
Deklarasi Millenium (Millenium Declaration) untuk melaksanakan Tujuan
Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals-MDGs) dengan
menetapkan target keberhasilannya pada tahun 2015. Ada delapan komitmen
kunci yang ditetapkan dan disepakati dalam MDGs, salah satunya adalah
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 3
mendorong tercapainya kesetaraan dan keadilan gender dan pemberdayaan
perempuan. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia ikut serta
melaksanakan komitmen dengan mendorong upaya pembangunan menuju
kesetaraan gender, yang ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Inpres Nomor 9
Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional,
dan Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman PUG di Daerah
dan Kepmendagri No. 67 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Permendagri
Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman PUG di Daerah.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan karunia Tuhan
Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai
manusia seutuhnya. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus
cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan
sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan; Sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak,
bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-undang tersebut
merupakan bentuk dari hasil ratifikasi Convention on the Right of the Child (CRC).
Konvensi ini merupakan instrument internasional di bidang Hak Azasi manusia
dengan cakupan hak yang paling komprehensif.
Beberapa aspek penting untuk melihat kualitas anak adalah data bidang
hak-hak sipil anak dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan
alternative, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu
luang dan kegiatan seni budaya, serta perlindungan khusus yaitu perlindungan dari
berbagai tindak kekerasan, perdagangan anak, eksploitasi dan diskriminasi.
Berkaitan dengan berbagai hal yang menyangkut kesetaraan gender dan
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 4
hak-hak anak, diperlukan adanya Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi
Jawa Barat Tahun 2016. Oleh karena itu, Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana Provinsi Jawa Barat berekerja sama dengan Badan Pusat
Statistik Provinsi Jawa Barat menyusun Data Terpilah Statistik Gender dan Anak
Provinsi Jawa Barat Tahun 2016.
Tersusunnya data dimaksud telah menjadi kunci keberhasilan dalam
melangkapi 7 prasyarat PUG dalam pembangunan. Hal ini ditunjukan dengan
diraihnya “Anugerah Parahitha Ekapraya Tingkat Mentor” yang
merupakan keberhasilan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dalam
pembangunan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak
dan terimplementasinya Pengarusutamaan Gender di Jawa Barat.
1.2. Tujuan Publikasi Data Terpilah
Publikasi statistik ini disusun untuk melihat perkembangan Data Terpilah
Gender dan Anak di Jawa Barat pada tahun 2015 dan 2016 serta memotret tingkat
keberhasilan pembangunan pemberdayaan perempuan, perlindungan perempuan
dan anak melalui strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Pengarusutamaan
hak anak. (PUHA).
Penyusunan Statistik Gender merupakan bagian dari konsentrasi
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) untuk
membangun landasan pembangunan yang kuat agar pembangunan dapat
terwujud dengan berlandaskan prinsip kesetaraan dan keadilan gender.
Penyusunan statistik gender Provinsi Jawa Barat ini dimaksudkan untuk
menyajikan fakta dan kondisi pencapaian pembangunan masyarakat
berperspektif gender, dan fakta terkait kondisi anak di Jawa Barat. Statistik
gender diperlukan untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 5
kondisi perempuan dan laki-laki pada bidang-bidang utama, seperti kesehatan,
sosial, ekonomi, pendidikan, ketenagakerjaan, politik dan pemerintahan,
pertanian, perlindungan perempuan dan anak, serta keluarga berencana.
Statistik gender juga diharapkan mampu menggambarkan keunikan isu-isu
gender maupun isu-isu perlindungan anak yang khas di Jawa Barat.
Statistik gender Provinsi Jawa Barat ini disusun untuk mencapai tujuan
sebagai berikut:
1) Tersedianya data dasar terpilah berdasarkan jenis kelamin yang
menggambarkan pertumbuhan penduduk, komposisi penduduk, dan
sebaran penduduk;
2) Tersedianya data terpilah gender di bidang pendidikan, kesehatan, sosial,
ekonomi, ketenagakerjaan, peran perempuan di sektor publik, masalah-
masalah dalam perlindungan anak, dan bidang-bidang yang menjadi isu
gender khas di Jawa Barat;
3) Tersedianya hasil analisis tentang capaian pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak di Provinsi Jawa Barat. Hal ini dilihat berdasarkan
indikator pemberdayaan gender, meliputi partisipasi perempuan dan laki-
laki di sektor publik, meliputi bidang pemerintahan, posisi di parlemen, dan
dalam distribusi pendapatan.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 6
LINGKUP PENGELOLAAN DATA TERPILAH STATISTIK GENDER DAN ANAK
2.1 Isu Gender dan Anak di Jawa Barat
embahasan dalam penelitian ini melingkupi situasi dan kondisi
perempuan dan anak di Jawa Barat yang dikenal dengan issu
Gender dan Anak. Bahan penulisan terfokus pada bidang-bidang
yang selalu berhubungan dan terkait dengan hak-hak
perempuan dan anak.
Issu strategis permasalahan perempuan di Jawa Barat, dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. Masalah perempuan dan kemiskinan;
2. Masalah perempuan dan pendidikan;
3. Masalah perempuan dan kesehatan;
4. Masalah penomena gunung es kasus trafficking;
5. Masalah perlindungan dan kesejahteraan anak;
6. Masalah pengarusutamaan gender;
7. Masalah ancaman baby boom;
8. Masalah perkawinan usia dini;
9. Masalah ketahanan keluarga.
Beberapa data yang disajikan mencakup seluruh data kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat sedangkan beberapa data hanya menyajikan data provinsi
Jawa Barat saja. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dalam pengumpulan
data.
Data yang disajikan pada publikasi ini berasal dari berbagai sumber,
2
P
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 7
diantaranya dari Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Jawa Barat, DP3AKB
Provinsi Jawa Barat, BNN, Dinas Pendidikan provinsi Jawa Barat, Dinas
Kesehatan provinsi Jawa Barat, dan lain-lain. Data yang digunakan merujuk
pada tahun 2015 dan 2016.
2.2. Metode Pelaksanaan Penyusunan Data
Penyusunan profil gender dan anak dibagi dalam 14 bab, yaitu bab I
sampai dengan bab XI membahas tentang situasi dan kondisi wanita dan
sisanya bab XII sampai dengan bab XIV membahas tentang situasi dan kondisi
anak. Berikut rincian selengkapnya:
Bab I berisi pendahuluan, yang membahas tentang latar belakang dan tujuan
penulisan serta beberapa konsep yang berkaitan dengan data gender dan anak.
Bab II menjelaskan tentang lingkup kegiatan dan pengelolaan data gender
dan anak di Jawa Barati.
Bab III membahas tentang arah kebijakan pembangunan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak di Jawa Barat.
Bab IV berisi tentang gambaran umum wilayah dan masyarakat Jawa Barat
yang meliputi kondisi geografis, demografi dan lain-lain.
Bab V menjelaskan tentang keterkaitan antara IPM, IPG dan IDG.
Bab VI membahas tentang profil gender di bidang kesehatan yang meliputi
KB, penderita HIV/AIDS, penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain.
Bab VII membahas tentang profil gender di bidang pendidikan yang meliputi
pembahasan beberapa indikator di bidang pendidikan, akses terhadap informasi
dan teknologi, dan lain-lain.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 8
Bab VIII berisi tentang profil gender di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
Bab IX berisi tentang profil gender di bidang politik dan pengambilan
keputusan baik di tingkat legislatif, yudikatif maupun di eksekutif.
Bab X membahas profil gender di bidang hukum dan sosial budaya.
Bab XI membahas tentang kekerasan terhadap perempuan, baik dari sisi
korban maupun pelaku kekerasan.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 9
KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DI JAWA BARAT
3.1 Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan strategi pemberdayaan.
engarusutamaan Gender adalah strategi untuk mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang
memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan serta permasalahan
perempuan dan laki-laki dalam seluruh pembangunan di berbagai
bidang kehidupan, mulai tahap perencanaan, perumusan kebijakan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Pemerintah telah menyatakan
keberpihakannya untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender dengan
mengeluarkan kebijakan pengarusutamaan gender pada semua program
kerjanya (Inpres No. 9 Tahun 2000). Namun, seiring dengan itu masih
ditemukan adanya kesenjangan antara kebijakan yang berpihak pada keadilan
gender dengan cara Pemerintah melakukan pengalokasian serta penggunaan
anggarannya.
Tujuan PUG adalah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam
pembangunan. Oleh karena itu PUG bertugas untuk mempengaruhi atau
mengintervensi berbagai kebijakan agar responsif gender. Keasetaraan dan
keadilan Gender adalah suatu kondisi yang setara dan seimbang antara laki-laki
dan perempuan dalam memperoleh peluang/ kesempatan, partisipasi, kontrol
dan manfaat pembangunan, baik didalam maupun diluar rumah tangga.
Pelaksanaan PUG diisntruksikan kepada seluruh departemen maupun lembaga
pemerintah dan non departemen di pemerintah nasional, propinsi maupun di
kabupaten/kota, untuk melakukan penyusunan program dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan mempertimbangkan
3
P
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 10
permasalahan kebutuhan, aspirasi perempuan pada pembangunan dalam
kebijakan, program/proyek dan kegiatan. Disadari bahwa keberhasilan
pembangunan nasional di Indonesia baik yang dilaksanakan oleh pemerintah,
swasta maupun masyarakat sangat tergantung dari peran serta laki-laki dan
perempuan sebagai pelaku dan pemanfaat hasil pembangunan. Pada
pelaksanaannya sampai saat ini peran serta kaum perempuan belum
dioptimalkan. Oleh karena itu program pemberdayaan perempuan telah
menjadi agenda bangsa dan memerlukan dukungan semua pihak.
Dalam upaya percepatan pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di
Provinsi Jawa Barat, telah dilaksanakan berbagai kegiatan diantaranya dengan
diseminasi/penyebarluasan konsep dasar gender, pengarusutamaan gender
dan perencanaan pembangunan berperspektif gender dikalangan penentu
kebijakan. Hal ini harus menjadi prioritas karena disadari bersama bahwa
pengarusutamaan gender sebagai strategi pembangunan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak, seyogyanya dapat difahami oleh para
penentu kebijakan (stakesholders) saja, mengingat pengarusutamaan gender
bertujuan untuk mengintervensi atau mempengaruhi kebijakan dalam
pembangunan. Dengan kata lain yang menjadi outcome terlaksananya
sosialisasi pengarusutamaan gender di ranah masyarakat, pada gilirannya akan
terlihat dari sejauhmana sebuah kebijakan itu dapat mendorong akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat masyarakat dalam pembangunan atau
sebaliknya dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
sebagaimana yang tertuang dalam Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang
Pengarusutaman Gender dalam pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan
sebuah alat (tools) yang dikenal dengan Perencanaan dan Penganggaran
Responsif Gender (PPRG). Perencanaan dan Penganggaran. Perencanaan yang
responsif gender adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 11
gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi,
kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki.
Perlunya sosialisasi PUG yang terus menerus, sebagai upaya
mempercepat pemahaman PUG dalam pembangunan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak, mengingat :
1. Adanya komitmen yang kuat dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan
Gender (KKG) melalui percepatan pemahaman PUG, sebagai strategi
pemberdayaan perempuan sehingga bisa menekan Indeks ketimpangan
Gender yang kita kenal dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG).
2. Komitmen tersebut adalah melaksanakan 7 Prasyarat PUG (Komitmen
Politik, Kebijakan, SDM dan Anggaran, Penguatan Kelembagaan, Data
Terpilah, Alat Analisa (Gender Analisa Pathway, dan Partisipasi
Masyarakat). Jangan sampai ada kesan Peran PUG itu “Sosialisasi terus,
Gitu-gitu aja. Maka bentuk tindaklanjutnya adalah Pelatihan PPRG dan
Penerapan ARG. Sebagaimana dimaksud Permendagri No.67 Tahun 2011
Ttg Perubagan Atas Permendagri No.15 Tahun 2008 Ttg Pedoman PUG di
Daerah.
3. Indikator komposit IPG sama dengan IPM, yaitu Kesehatan, Pendidikan
dan Dayabeli Beli (Ekonomi). Bahwa IPM merupakan data gabungan dari
laki dan perempuan, sedangkan IPG merupakan data terpilah antara laki
dan perempuan.
4. Indeks Pembangunan Manusia dalam pembangunan secara komparatif
identik dengan syariat Islam yang dapat diasumsikan dengan golongan Ulil
Albab. Karena Indikator IPM itu tak ubahnya seperti do’a orang tua yang
mendokan kita semua agar hidup kita selalu sehat, punya ilmu yang
bermanfaat dan hidupa bahagia sejahtera lahir batin.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 12
Pemerintah dalam menjalankan program atau kegiatannya membutuhkan
dana yang dituangkan dalam APBD maupun APBN. Adanya komitmen
Pemerintah untuk menjalankan pengarusutamaan gender pada semua program
kerjanya, seharusnya akan memunculkan APBN dan APBD yang sensitif gender.
Dengan kata lain penggunaan APBD dan APBN demi kesejahteraan masyarakat,
semestinya selalu mempertimbangkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan yang
berdasarkan pola hubungan yang tidak diskriminatif, baik menurut kelas sosial,
agama, kelompok budaya, suku bangsa dan jenis kelamin.
3.2. Dasar Hukum dan Arah Kebijakan Pemberdayaan di Jawa Barat
Isu Gender menyangkut masalah ketidak adilan yang menimpa baik laki-
laki maupun perempuan. Akan tetapi dalam banyak kasus ketidakadilan itu
banyak menimpa perempuan, yang dialaminya baik di rumah, tempat kerja
maupun di lingkungan masyarakat. Unsur penting yang menyebabkan
timbulnya issu gender adalah hubungan gender yang timpang dan
konsekwensinya terhadap seseorang dalam memperoleh akses, manfaat,
keikutsertaan dalam meutuskan serta penguasaan terhadap sember-sumber
daya. Adapun yang disebut bentuk-bentuk ketidak-adilan gender, antara lain :
1. Subordinasi Posisi /peran yang dinilai lebih rendah dari peran yang lain;
2. Marjinalisasi Peminggiran peran ekonomi;
3. Beban Ganda Beban kerja yang dibebankan ;
4. Kekerasan kekerasan yang dialami baik secara fisik maupun non fisik
seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perdagangan orang
(trafiking);
5. Pelabelan (Stereotipe) pemberian label yang menimbulkan anggapan yang
salah.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 13
Beberapa prinsip pengarusutamaan gender yang perlu diperhatikan
dalam dalam pembangunan, yaitu :
1. PUG adalah strategi untuk lebih fokus dan efektif; bukan menggantikan
program atau kebijakan yang spesifik dibutuhkan oleh perempuan dan oleh
laki2.
2. Membutuhkan reorientasi dalam banyak hal (paradigma pembangunan:
kerjasama sektor; pendanaan; indikator; sistem pendataan, dst)
3. Tidak berasumsi bahwa semua perencanaan pembangunan, kebijakan, dst
itu netral sifatnya, atau tidak ada maksud diskriminatif.
4. PUG harus melembaga melalui langkah-langkah kongkrit ;
5. Hasil PUG harus akuntable dan dimonitor secara berkelanjutan;
6. Dukungan politik; dukungan pimpinan; dukungan sumberdaya, dukungan
media ;
Demikian pula penyusunan Data Terpilah Statistik Gender dan Anak
Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 ini dimaksudkan untuk menyajikan fakta dan
kondisi pencapaian pembangunan masyarakat berperspektif gender, dan fakta
terkait kondisi anak di Jawa Barat.
A. Visi, Misi, Program, dan Sasaran.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Jawa Barat Tahun
2013 -2018, telah ditetapkan bahwa visi pemerintahan daerah, yaitu : “Jawa
Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua”.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 14
Misi Jawa Barat yaitu :
1. Membangun Masyarakat yang Berkualitas dan Berdaya saing 2. Membangun Perekonomian yang Kokoh dan Berkeadilan. 3. Meningkatkan Kinerja Pemerintahan, Profesionalisme Aparatur,
dan Perluasan Partisipasi Publik. 4. Mewujudkan Jawa Barat yang Nyaman dan Pembangunan Infrastruktur
Strategis yang Berkelanjutan. 5. Meningkatkan Kehidupan Sosial, Seni dan Budaya, Peran Pemuda dan Olah
Raga serta Pengembangan Pariwisata dalam Bingkai Kearifan Lokal.
Adapun Visi Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan
Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, yaitu : “Tercapainya
Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera.”.
Misi DP3AKB Provinsi Jawa Barat ;
1. Mewujudkan sumber daya manusia Jawa Barat yang produktif dan berdaya saing.
2. Meningkatkan pembangunan ekonomi regional berbasis potensi lokal. 3. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur wilayah. 4. Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk
pembangunan yang berkelanjutan. 5. Meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah dan kualitas demokrasi.
C. Beberapa Istilah dan Pengertian
Sebagaimana telah dijelaskan di dalam Undang-undang No. 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15
Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pegarusutamaan Gender di daerah dan
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia
Nomor 06 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak, telah
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan :
1. Analisis Data adalah kegiatan mengurai dan membandingkan antar variabel
yang menggambarkan situasi, kondisi, posisi dan status lakilaki dan
perempuan.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 15
2. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
3. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara
wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
4. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik
dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya secara wajar
5. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan
luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.
6. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung
jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke
dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau
penetapan pengadilan.
7. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk
diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan
kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak
mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajarGender adalah
konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab lakilaki
dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan
sosial dan budaya masyarakat.
8. Analisis Gender adalah analisis untuk mengidentifikasi dan memahami
pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses kontrol terhadap
sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses
pembangunan, dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 16
laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanannya
memperhatikan faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa.
9. Anggaran Berperspektif Gender (Gender budget) adalah penggunaan atau
pemanfaatan anggaran yang berasal dari berbagai sumber pendanaan
untuk mecapai kesetaraan dan keadilan gender.
10. Bias Gender adalah kebijakan/ program/ kegiatan atau kondisi yang
menguntungkan pada salahsatu jenis kelamin yang berakibat munculnya
permasalahan gender
11. Buta Gender adalah kondisi /keadaan seseorang yang belum atau tidak
memahami tentang pengertian, konsep gender, dan permasalahan gender;
12. Data Gender adalah data mengenai hubungan relasi dalam status, peran
dan kondisi antara laki-laki dan perempuan.
13. Data terpilah adalah data terpilah menurut jenis kelamin dan status dan
kondisi perempuan dan laki-laki di seluruh bidang pembangunan yang
meliputi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan, bidang
politik dan pengambilan keputusan, bidang hukum dan social budaya dan
kekerasan.
14. Data anak adalah data kondisi tentang anak perempuan dan laki-laki yang
dibawah usia 18 (delapan belas) tahun, yang terpilah menurut kategori
umur yang terdiri dari 0 – 1 tahun, 2-3 tahun, 4-6 tahun, 7-12 tahun, 13-
15 tahun dan 16-18 tahun.
15. Data Kelembagaan Pengarusutamaan Gender adalah data kelembagaan
yang terkait unsur-unsur prasyarat pengarusutamaan gender, yang
berfungsi secara efektif dalam satu sistem berkelanjutan dengan norma
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 17
yang disepakati dalam pemenuhan hak-hak asasi perempuan dan laki-laki
secara adil untuk mencapai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki di
seluruh bidang pembangunan dan tingkatan pemerintahan.
16. Data Kelembagaan Pengarusutamaan Hak Anak adalah data kelembagaan
yang terkait unsur-unsur prasyarat Pengarusutamaan Hak Anak, yang
berfungsi secara efektif dalam satu system berkelanjutan dengan norma
yang disepakati dalam pemenuhan hak anak untuk mencapai
kesejahteraan dan perlindungan anak di seluruh bidang pembangunan dan
tingkatan pemerintahan.
17. Data Sektoral adalah data yang pemanfaatannya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan instansi tertentu dalam rangka penyelenggaraan
tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang merupakan tugas
pokok instansi yang bersangkutan.
18. Data Khusus adalah data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan spesifik dunia usaha, pendidikan, sosial-budaya dan
kepentingan lain dalam kehidupan masyarakat yang penyelenggaraannya
dilakukan oleh lembaga, organisasi, perorangan dan atau unsur
masyarakat lainnya.
19. Diskriminasi terhadap perempuan adalah setiap pembedaan, pengucilan
atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai
pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan,
penikmatan atau penggunaan hak-hak azasi manusia dan kebebasan-
kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau
apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan
mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 18
20. Focal Point PUG adalah aparatur SKPD yang mempunyai kemampuan untuk
melakukan pengarusutamaan gender di Unit kerjanya masing-masing.
21. Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan
tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat
berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.
22. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah,
dan negara.
23. Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut Pokja
PUG adalah wadah konsultasi bagi pelaksana dan penggerak
pengarusutamaan gender dari berbagai instansi/lembaga di daerah.
24. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri,
atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai dengan derajat ketiga.
25. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik,
memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak
sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta
minatnya.
26. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi
sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
27. Netral Gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidk
memihak pada salah satu jenis kelamin.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 19
28. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri,
atau ayah dan/atau ibu angkat.
29. Pengarusutamaan Gender di daerah yang selanjutnya disebut PUG adalah
strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu
dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan di daerah.
30. Pengarusutamaan Hak Anak yang selanjutnya disebut PUHA adalah strategi
mengintegrasikan isu-isu dan hak-hak anak ke dalam setiap tahapan
pembangunan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,pemantauan, dan
evaluasi atas peraturan perundang-undangan, kebijakan, program,
kegiatan dan anggaran dengan menerapkan prinsip kepentingan terbaik
bagi anak.
31. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan.
32. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki
dan perempuan.
33. Perlindungan Perempuan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
melindungi perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan
hak-haknya dengan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis
yang ditujukan untuk mencapai kesetaraan gender.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 20
34. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
35. Perencanaan Berperspektif Gender adalah perencanaan untuk mencapai
kesetaraan dan keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian
pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan
perempuan dan laki-laki.
36. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional
dalam bidangnya.
37. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak
dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari
kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan
anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
38. Penyelenggaraan data gender dan anak adalah suatu upaya pengelolaan
data pembangunan yang meliputi: pengumpulan, pengolahan, analisis, dan
penyajian data yang sistematis, konprehensif, dan berkesinambungan yang
dirinci menurut jenis kelamin, dan umur, serta data kelembagaan terkait
unsur-unsur prasyarat pengarusutamaan gender dan pengarusutamaan
hak anak untuk digunakan dalam upaya pelaksanaan pengarusutamaan
gender dan pengarusutamaan hak anak.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 21
39. Pengolahan Data adalah proses operasi sistematis terhadap data yang
meliputi verifikasi, pengorganisasian data, pencarian kembali, transformasi,
penggabungan, pengurutan, perhitungan/kalkulasi ekstraksi data untuk
membentuk informasi, yang dirinci menurut jenis kelamin, umur dan
wilayah.
40. Penyajian Data adalah kegiatan menyajikan data yang telah diolah dan
dianalisis yang bermakna informasi dan bermanfaat bagi pengambilan
keputusan manajerial.
41. Responsif Gender adalah kebijakan /program /kegiatan pembangunan
yang sudah memperhatikan berbagai pertimbangan untuk terwujudnya
kesetaraan & keadilan, pada berbagai aspek kehidupan antara laki-laki
dan perempuan.
42. Sensitif Gender adalah kemampuan dan kepekaan seseorang dalam
melihat atau menilai hasil pembangunan serta aspek kehidupan lainnya
dari perspektif gender.
43. Survei adalah cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pencacahan
sampel untuk memperkirakan karakteristik suatu populasi pada saat
tertentu.
44. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan
kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 22
Gambaran Umum Wilayah dan Masyarakat Jawa Barat
4.1 Kondisi Geografis
rovinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5o50’ -
7o50’ Lintang Selatan dan 104 o48’-108 o48’ Bujur Timur, dengan
batas wilayah : sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan
DKI Jakarta; sebelah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa
Tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; dan sebelah
Barat berbatasan dengan Provinsi Banten.
Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas
3.710.061,32 hektar dan garis pantai sepanjang 755,83 km. Daratan Jawa
Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9,5% dari total luas
wilayah Jawa Barat) terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari
1.500 m di atas permukaan laut (dpl); wilayah lereng bukit yang landai
(36,48%) terletak di bagian Tengah dengan ketinggian 10 - 1.500 m dpl; dan
wilayah dataran luas (54,03%) terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0 –
10 m dpl.
Tutupan lahan terluas di Jawa Barat berupa kebun campuran (22,89%
dari luas wilayah Jawa Barat), sawah (20,27%), dan perkebunan (17,41%),
sementara hutan primer dan hutan sekunderdi Jawa Barat hanya 15,93% dari
seluruh luas wilayah Jawa Barat.
Jawa Barat memiliki iklim tropis, dengan suhu rata-rata berkisar antara
16,2 – 32,0 °Cdengan kelembaban udara antara 29–98 %. Data BMKG
4
P
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 23
menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2016, turun hujan selama 1-26 hari
setiap bulannya dengan curah hujan antara 0 hingga 112,6 mm.
Jawa Barat dialiri oleh 40 Daerah Aliran Sungai(DAS) dengan luas
wilayah DAS sebesar 32.074,40 Km2, memiliki 3.502 buah sungai dan 6
Wilayah Sungai dengan Wilayah Sungai yang menjadi kewenangan provinsi
sebanyak 2 buah, yaitu Wilayah Ciwulan-Cilaki, dan Cisadea-Cibareno. Jawa
Barat juga memiliki 663 waduk, 20 situ,dan 23 embung.
4.2. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk harus menjadi
perhatian utama pemerintah dalam hal kependudukan, karena Jumlah
Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar di kawasan ASEAN dan
merupakan urutan empat terbesar di dunia setelah Cina, India dan Amerika
Serikat. Berdasarkan Proyeksi penduduk Jawa Barat 2010-2020, Provinsi Jawa
Barat saat ini merupakan provinsi dengan Jumlah penduduk terbanyak di
Indonesia, dengan jumlah penduduk mencapai 47 juta jiwa pada tahun 2016.
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, jumlah penduduk Jawa Barat selalu
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jika dibandingkan dengan
empat tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2012, jumlah penduduk Jawa
Barat sebanyak 44,63 juta jiwa mengalami peningkatan sebesar 6,13
persen pada tahun 2016 atau dengan kata lain mengalami penambahan
sebayak 2,73 juta jiwa. Dari jumlah penduduk sebanyak 47,37 juta jiwa pada
tahun 2016 tersebar di berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat, dengan
penduduk terbanyak di Kabupaten Bogor sebanyak 5,58 juta jiwa, Kabupaten
Bandung sebanyak 3,59 juta jiwa dan Kabupaten Bekasi sebanyak 3,37 juta
jiwa.
Pada Periode Tahun 2012 hingga tahun 2016 Kabupaten Bekasi
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 24
memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi yaitu sebesar 4,16 persen
pada tahun 2012 terus mengalami penurunan menjadi 3,87 persen pada
tahun 2016, kemudian diikuti oleh Kota Depok dengan laju sebesar 3,50 pada
tahun 2016. Kabupaten/Kota yang memiliki Laju pertumbuhan penduduk
terendah dicapai oleh Kota Banjar dengan Laju sebesar 0,28 persen pada
tahun 2016 serta Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Cianjur dengan laju
pertumbuhan penduduk masing-masing sebesar 0.32 persen.
4.3 Kondisi Perekonomian Makro
PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016
sebesar 1.652,59 triliun rupiah atau meningkat sebesar 127,76 triliun rupiah
dibandingkan tahun 2015. Sedangkan atas dasar harga konstan di tahun 2016
sebesar 1,275,55 triliun rupiah.
Kontribusi nilai tertinggi PDRB Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016
dicapai oleh sektor Industri Pengolahan disusul oleh sektor Perdagangan Besar
dan Eceran serta sektor Pertanian; masing-masing sebesar 42,49%, 15,15%
dan 8,90%. Sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 0,08 persen.
Sedangkan sektor pembentuk PDRB yang memiliki pertumbuhan
ekonomi tertinggi adalah sektor Informasi dan Komunikasi sebesar 14,27%,
disusul kemudian oleh sektor Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 11,89% dan
sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 9,48%. PDRB per kapita
atas dasar harga berlaku pada tahun 2016 mencapai nilai 34.,88 juta rupiah,
dimana jumlah penduduk pertengahan tahun tersebut adalah sebesar
47.379.389 jiwa. Sedangkan nilai PDRB per kapita atas dasar harga berlaku
pada tahun 2015 hanya mencapai 32,64 juta rupiah, dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun 46.709.569 jiwa. Dengan kata lain, pada tahun ini PDRB per
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 25
kapita mengalami kenaikan sebesar 6,86 persen.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
0.16
0.41
4.39
-6.8
5.88 6.
43
3.71
8.9
8.1
16.3
1
7.36
5.46
8.15
5.53
10.1
7
14.1
4
8.96
5.8
-0.9
7
4.7
7
3.37
6.3
3
5.02
4.44
8.84 9.31
14.2
7
11.8
9
6.5
1 8.16
2.98
7.61
9.48
8.73
Pertanian IndustriPengolahan
Pengadaan Air,Pengelolaan
Sampah
Perdagangan PenyediaanAkomodasi danMakan Minum
Jasa Keuangandan Asuransi
Jasa Perusahaan Jasa Pendidikan Jasa Lainnya
Gambar 4.1. LPE Jawa Barat MenurutLapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan 2000Tahun 2015-2016 (persen)
2015 2016
Gambar 4.2. Distribusi PDRB Jawa Barat Menurut Lapangan UsahaAtas Dasar Harga Konstan 2010
Tahun 2016 (persen)
PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK DAN GAS PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH KONSTRUKSI
PERDAGANGAN TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI JASA KEUANGAN DAN ASURANSI REAL ESTAT
JASA PERUSAHAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL JASA LAINNYA
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 26
4.4. Kemiskinan
Salah satu poin kesepakatan dari seluruh bangsa di dunia yang tertuang
dalam Millenium Development Goals (MDGs) adalah menanggulangi kemiskinan
dan kelaparan sampai pada pertengahan tahun 2015. Di berbagai Negara,
upaya untuk menekan angka kemiskinan juga masih belum menunjukkan
capaian yang memuaskan. Hingga pada bulan September 2015, para pemimpin
dunia menyepakati tujuan pembangunan global dalam Sustainable
Development Goals (SDGs), dan kemiskinan masih merupakan salah satu poin
penting yang ada dalam SDGs.
Kemiskinan merupakan hal yang kompleks baik dari penyebab hingga
akibat yang ditimbulkan. Kemiskinan bisa ditimbulkan oleh berbagai sebab dan
implikasi yang ditimbulkan juga beragam. Kurangnya pendapatan, kurangnya
akses informasi dan komunikasi, minimnya infrastruktur suatu daerah bisa
menyebabkan kemiskinan. Lalu, tingginya angka kriminalitas, angka gizi buruk,
putus sekolah dan lain-lain merupakan akibat dari kemiskinan. Untuk itulah
kemiskinan seperti tidak pernah ada habisnya untuk diperbincangkan dan
didiskusikan. Berbagai konsep dan definisi serta pemecahannya sudah pernah
digelontorkan oleh para ahli dan pimpinan negeri ini, tetapi seperti kata
pepatah, terentaskan satu muncul berbagai masalah kemiskinan lainnya.
Masalah kemiskinan muncul karena ada sekelompok anggota
masyarakat yang secara struktural tidak mempunyai peluang dan kemampuan
yang memadai untuk mencapai tingkat kehidupan yang layak sehingga pada
akhirnya mereka harus mengakui kelompok lainnya dalam persaingan mencari
nafkah dan pemilikan asset produktif (Sumodiningrat, dkk, 1999).
Ketidakmampuan ini lebih didasarkan oleh kemampuan individu masyarakat itu
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 27
sendiri, diantaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan sehingga kurang bisa
bersaing dalam pasar kerja dan sektor pekerjaan yang dimasuki oleh individu
tersebut juga kurang bisa memberikan hasil yang dapat meningkatkan
kesejahteraan rumahtangga, seperti bekerja di sektor informal atau bekerja
disektor pertanian (todaro, 1989).
Pengukuran kemiskinan selama ini didasarkan oleh besarnya
pendapatan dan kebutuhan minimum. Kebutuhan minimum adalah kebutuhan
pokok yang dibutuhkan oleh seseorang untuk bisa bertahan hidup. Apabila
seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum dengan pendapatan
yang diperolehnya maka penduduk tersebut dikategorikan miskin. Bank Dunia
mengukur kemiskinan dengan membandingkan tingkat pendapatan orang atau
rumahtangga dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan minimum Sumodiningrat, dkk, 1999). Dari sini kemiskinan bisa
dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut adalah apabila tingkat pendapatan lebih rendah
daripada garis kemiskinan absolut yang ditetapkan, atau dengan kata lain
pendapatan yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimumyang dicerminkan oleh garis kemiskinan absolut. Sedangkan
kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan
dalam masyarakat, yakni antara kelompok yang mungkin tidak miskin karena
mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari garis kemiskinan, dan
kelompok masyarakat yang relatif lebih kaya. Dengan kata lain, walaupun
tingkat pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi
masih jauh dibandingkan dengan pendapatan masyarakat sekitarnya maka
orang tersebut atau rumah tangga tersebut masih berada dalam keadaan
miskin.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 28
BPS sendiri memakai konsep kemiskinan yang dilihat dari kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Kemiskinan juga dipandang
sebagai ketidakmampuan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Tentang garis
kemiskinan, banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para pakar, seperti
Sayogyo, BPS, Abuzar Asra, dll, namun dalam tulisan ini garis kemiskinan yang
digunakan adalah garis kemiskinan yang berasal dari BPS (Badan Pusat
Statistik) yaitu kebutuhan minimum untuk hidup diukur dengan pengeluaran
untuk makanan setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari ditambah
pengeluaran untuk kebutuhan non makanan seperti perumahan, barang dan
jasa dan lain-lain.
4.4.1 Perkembangan Kemiskinan di Jawa Barat
Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun
daerah, dalam upaya pengentasan kemiskinan seperti program Inpres Desa
Tertinggal (IDT) yang diluncurkan melalui Instruksi Presiden No. 5 tahun 1993
dengan memberikan dana bergulir kepada desa-desa tertinggal sebesar Rp 20
juta per desa, lalu Program Pengembangan Kecamatan yang merupakan
program lanjutan dari IDT, Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan
sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, Raskin, Jamkesnas/Jamkesda dan
lain-lain. Semua program tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan taraf
hidup dari penduduk miskin atau dengan kata lain mempercepat
penanggulangan kemiskinan (penurunan angka kemiskinan).
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 29
Sumber: BPS RI
BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia terus mengalami
penurunan sejak tahun 2015. Pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di
Indonesia mencapai 11,22 persen dari total penduduk Indonesia, sementara
penduduk miskin di Jawa Barat mencapai 9,53 persen. Lalu mengalami
penurunan lagi pada September 2016 yaitu menjadi 11.15 persen (Indonesia)
atau turun sebesar 0,07 persen dari Maret 2015. Lain halnya dengan
penduduk miskin Jawa Barat pada kondisi September 2015 yang mengalami
kenaikan sebesar 0.05 persen menjadi 9,57 persen. Pada kondisi Maret 2016,
persentase penduduk miskin di Indonesia menurun lagi menjadi 10,86 persen
diikuti oleh Jawa Barat yang juga turun menjadi 8,95 persen. Penurunan pun
terjadi lagi pada September 2016 baik secara nasional menjadi 10.70 persen
ataupun di Jawa Barat yang turun 0,24 persen menjadi 8,71 persen
11.2211.15 10.86 10.70
9.539.57 8.95 8.77
0
10
20
30
Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016 Sept 2016
Gambar 4.3. Persentase Penduduk Miskin di Indonesia dan Jawa Barat Tahun 2015-2016
Indonesia Jawa Barat
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 30
(Gambar 4.3).
Sumber : BPS-RI
Bila dibandingkan dengan 5 (lima) provinsi lainnya yang berada di pulau
Jawa maka Provinsi Jawa Barat di tahun 2016 menduduki peringkat keempat
terbanyak persentase penduduk miskinnya setelah DI Yogyakarta, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur. Sedangkan Banten dan DKI Jakarta masing-masing
menduduki peringkat kelima dan keenam. Provinsi-provinsi di pulau Jawa
tersebut secara umum mengalami penurunan persentase penduduk miskin
pada periode Maret 2016 - September 2016 (Gambar 4.4).
Bila dilihat menurut kabupaten/kota, pada Maret 2016, tiga
kabupaten/kota tertinggi persentase penduduk miskinnya adalah Kota
Tasikmalaya dengan persentase sebesar 15,60 persen, diikuti oleh Kabupaten
Indramayu sebesar 13,95 persen dan Kabupaten Kuningan sebesar 13,59
persen. Sedangkan tiga kabupaten/kota terendah adalah Kabupaten Bekasi
3.75
8.95
13.27 13.3412.05
6.42
3.75
8.77
13.19 13.111.85
5.36
0
4
8
12
16
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIYogyakarta
Jawa Timur Banten
Gambar 4.4. Persentase Penduduk Miskin Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2016
Maret 2016 Sept 2016
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 31
dengan persentase sebesar 4,92 persen, kemudian Kota Bandung sebesar 4,32
persen dan yang terkecil adalah Kota Depok sebesar 2,34 persen (Gambar 4.5).
Gambar 4.5 Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/ Kota di Jawa Barat Kondisi Maret 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
2.34
4.32
4.92
5.06
5.92
7.01
7.29
7.61
8.13
8.42
8.59
8.83
8.95
8.98
9.73
10.07
10.23
10.57
11.05
11.24
11.62
11.64
11.71
12.85
13.49
13.59
13.95
15.60
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00
Kota Depok
Kota Bandung
Bekasi
Kota Bekasi
Kota Cimahi
Kota Banjar
Kota Bogor
Bandung
Sukabumi
Ciamis
Kota Sukabumi
Bogor
JAWA BARAT
Purwakarta
Kota Cirebon
Karawang
Pangandaran
Sumedang
Subang
Tasikmalaya
Cianjur
Garut
Bandung Barat
Majalengka
Cirebon
Kuningan
Indramayu
Kota Tasikmalaya
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 32
56%
44%
Gambar 4.6. Persentase Kabupaten/Kota Menurut Persentase Penduduk Miskin Bila Dibandingkan Dengan Jawa Barat
Maret 2016
Di Atas Rata-Rata JawaBarat
Di Bawah Rata-rata JawaBarat
Bila dibandingkan dengan
persentase penduduk miskin di
Jawa Barat maka kabupaten/kota
yang persentase penduduk
miskinnya berada di bawah angka
Jawa Barat lebih sedikit yakni
hanya 44 persen dari seluruh
kabupaten/kota yang ada di Jawa
Barat. Sedangkan kabupaten/kota
yang persentase penduduk miskinnya berada di atas angka Jawa Barat ada 56
persen dari keseluruhan kabupaten/kota (Gambar 4.6). Hampir semua wilayah
kota persentase penduduk miskinnya berada di bawah Jawa Barat kecuali Kota
Tasikmalaya dan Kota Cirebon. Sebaliknya, sebagian besar wilayah kabupaten
persentase penduduk miskinnya berada di atas Jawa Barat, kecuali empat
kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Bekasi,
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung. Pada tahun-tahun berikutnya
diharapkan persentase penduduk miskin di Jawa Barat dan di kabupaten/kota
dapat terus berkurang. Oleh sebab itu segala daya upaya harus terus
dikerahkan oleh semua pihak, bukan hanya pemerintah daerah tetapi juga
semua anggota masyarakat Jawa Barat agar masyarakat yang sejahtera, adil
dan makmur dapat tercapai.
4.4.2 Kemiskinan dan Pembangunan Manusia
Pengentasan kemiskinan tidak akan terlepas dari proses pembangunan.
Kemiskinan akan selalu menjadi objek pembahasan yang serius dalam setiap
perencanaan pembangunan. Salah satu tujuan dari pembangunan adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat seluruhnya sehingga dalam hal ini
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 33
titik berat pembangunan adalah peningkatan taraf hidup masyarakat, dimana
masyarakat yang sudah baik secara ekonomi akan menjadi lebih baik lagi dan
masyarakat yang tidak beruntung (dalam ekonomi) akan meningkat taraf
hidupnya setingkat kearah yang lebih baik.
Kemiskinan bisa juga menjadi indikasi adanya masalah dalam proses
pembangunan (Sumodiningrat, dkk, 1999). Pembangunan yang tidak merata,
yang hanya berpusat pada daerah perkotaan atau daerah yang dekat dengan
ibukota, misalnya, dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti
pengangguran, perumahan kumuh dan lain-lain. Daerah pedesaan sebagai
daerah ‘nomor dua’ dibangun setelah perkotaan, misalnya, akan banyak
kehilangan tenaga produktif yang merantau ke kota untuk bekerja atau belajar
sehingga akan banyak lahan kosong yang tidak tergarap dan lain-lain. Dampak
dari semua ini adalah timbulnya ketimpangan pendapatan antara penduduk
kota dan desa sehingga berujung pada kemiskinan. Pembangunan yang
berhasil adalah pembangunan yang dapat menciptakan keamanan,
ketenangan, kesejahteraan dan jaminan kepada masyarakat untuk dapat hidup
layak dimanapun mereka berada.
Pembangunan manusia merupakan suatu proses pengentasan
kemiskinan untuk jangka panjang. Pembangunan manusia dilakukan dengan
harapan dalam kurun beberapa waktu kedepan akan tercipta manusia-manusia
yang kuat dan tangguh, baik secara fisik maupun mental, dalam menghadapi
berbagai permasalahan hidup. Keberhasilan pembangunan manusia yang
dilaksanakan oleh pemerintah diukur dengan Indikator Pembangunan Manusia
(IPM). IPM merupakan cerminan dari usaha pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan penduduknya dengan mengadakan pembangunan di tiga
dimensi kebutuhan manusia, yaitu kesehatan, pendidikan dan kecukupan biaya
untuk memenuhi kebutuhan fisik maupun non fisik sehingga idealnya
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 34
penurunan angka kemiskinan akan menaikkan angka IPM.
Gambar 4.7. Perbandingan antara Persentase Penduduk Miskin
dengan IPM Provinsi Jawa Barat 2014 – 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
Dari Gambar 4.7 terlihat bahwa tren penurunan persentase penduduk
miskin secara tidak sengaja beriringan dengan kenaikan angka IPM. Namun
fenomena ini tidak selamanya seperti itu. Apabila diuji korelasi antara IPM dan
persentase penduduk miskin di Jawa Barat maka hasil yang didapatkan adalah
tidak ada korelasi antara IPM dan persentase penduduk miskin pada periode
tahun 2014 – 2016 di Jawa Barat. Hasil ini tentu saja tidak dapat digeneralisir
untuk semua provinsi dan dibutuhkan kajian yang lebih mendalam untuk
melihat hubungan antara IPM dan Kemiskinan.
Seperti diketahui IPM merupakan indeks komposit dari beberapa faktor,
seperti kesehatan yang diwakili oleh angka harapan hidup, lalu faktor
pendidikan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf,
2014 2015 2016
0
2.5
5
7.5
10
68.7 69 69.3 69.6 69.9 70.2
IPM
%
Penduduk
Miskin
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 35
dan faktor ekonomi yang diwakili oleh paritas daya beli masyarakat sehingga
langsung menghubungkan tingkat kemiskinan dengan IPM merupakan hal yang
kurang tepat. Penelitian tingkat kemiskinan dan beberapa faktor pembentuk
IPM di Jawa Barat pernah dilakukan oleh Hidayat (2008). Hasil penelitian
mengungkapkan angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, paritas daya beli
masyarakat dan tingkat pengangguran sangat mempengaruhi tingkat
kemiskinan di Jawa Barat. Sebaliknya angka melek huruf, angka beban
ketergantungan (dependency Ratio) dan skor infrastruktur sosial tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Pembangunan yang berorientasi pada penanggulangan kemiskinan pada
dasarnya adalah pembangunan yang menyeluruh, meliputi setiap dimensi yang
ada, seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Sebagai contoh, di bidang
kesehatan, misalnya. Pembangunan dan perbaikan infrastruktur kesehatan,
seperti puskesmas, rumah sakit, dan lain-lain dapat meningkatkan aksesibilitas
dan derajat kesehatan masyarakat. Lalu di bidang pendidikan, selain
pembangunan infrastruktur terutama didaerah-daerah yang masih tertinggal,
pengembangan dan peningkatan program-program pendidikan baik formal
maupun non formal juga harus dilakukan, dan lain-lain. Proses ini harus
melibatkan seluruh pihak, mulai dari pemerintah daerah, organisasi-organisasi
kemasyarakatan dan masyarakat itu sendiri sehingga tujuan pembangunan
untuk meningkatkan kesehateraan masyarakat dapat segera terwujud.
4.5 Indeks Pembangunan Manusia
Manusia merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Sejak awal,
pembangunan manusia sudah menjadi tujuan dalam model pembangunan di
Indonesia, setidaknya dalam tataran normatif yang tercermin dalam falsafah
Negara seperti Pancasila, UUD 1945, dan dokumen-dokumen kenegaraan lainnya.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 36
Berbagai model untuk mengukur keberhasilan pembangunan telah banyak
dikembangkan, diantaranya konsep pembangunan ekonomi yang menekankan
pada pertumbuhan (economic growth), pembangunan sumber daya manusia
(human resource development), kebutuhan dasar (basic needs), dan kesejahteraan
masyarakat (social welfare).
Pembangunan ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan memandang
bahwa keberhasilan pembangunan suatu wilayah hanya ditandai oleh tingginya
pertumbuhan ekonomi, tanpa melihat aspek-aspek lainnya seperti ketimpangan
pendapatan, kemiskinan yang masih tinggi, dan sebagainya. Pembangunan
sumber daya manusia memandang manusia sebagai input dalam proses produksi,
seperti halnya dengan faktor-faktor produksi lainnya yaitu, tanah, modal dan
mesin. Manusia digunakan sebagai sarana untuk mengejar tingkat output yang
tinggi tetapi dalam proses ini manusia bukan sebagai pewaris dari apa yang telah
dihasilkan. Pembangunan yang mempunyai pendekatan kebutuhan dasar hanya
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia agar dapat keluar dari
perangkat kemiskinan tanpa memiliki pilihan-pilhan dalam meningkatkan kualitas hidup.
Sedangkan pembangunan dengan kesejahteraan manusia memandang manusia
dalam proses pembangunan hanya sebagai penerima bukan sebagai peserta yang
berpartisipasi aktif dalam pembangunan (agen pembangunan). Semua model
pembangunan tersebut dinilai masih bersifat parsial/tunggal.
Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam
laporannya "Global Human Development Report" memperkenalkan konsep
"Pembangunan Manusia (Human Development)", sebagai paradigma baru model
pembangunan. Menurut UNDP, pembangunan manusia dirumuskan sebagai
perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choices of people), yang dapat
dilihatsebagai proses upaya ke arah "perluasan pilihan" dan sekaligus sebagai taraf yang
dicapai dari upaya tersebut. Pada saat yang sama pembangunan manusia dapat
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 37
dilihat juga sebagai pembangunan (formation) kemampuan manusia melalui
perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan; sekaligus sebagai
pemanfaatan (utilization) kemampuan/keterampilan mereka tersebut. Konsep
pembangunan di atas jauh lebih luas pengertiannya dibandingkan konsep
pembangunan ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan (economic growth),
kebutuhan dasar, kesejahteraan masyarakat, atau pengembangan sumber daya
manusia. Hal ini terkait konsep pembangunan manusia UNDP yang mengandung
empat unsur yaitu: produktivitas (productivity), pemerataan (equity),
kesinambungan (sustainability), dan pemberdayaan (empowerment).
Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang
ingin dicapai. Dalam kaitan ini UNDP melihat pembangunan manusia sebagai
suatu "model" pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk, dan oleh
penduduk:
a. tentang penduduk; berupa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan
pelayanan sosial lainnya;
b. untuk penduduk, berupa penciptaan peluang kerja melalui perluasan
(pertumbuhan) ekonomi dalam negeri; dan
c. oleh penduduk; berupa upaya pemberdayaan (empowerment) penduduk
dalam menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses
politik dan pembangunan (UNDP, HDR 1990).
Menurut UNDP upaya ke arah "perluasan pilihan" hanya mungkin dapat
direalisasikan jika penduduk paling tidak memiliki: peluang berumur panjang dan
sehat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta peluang untuk
merealisasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan yang produktif. Dengan kata
lain, tingkat pemenuhan ketiga unsur tersebut sudah dapat merefleksikan, secara
minimal, tingkat keberhasilan pembangunan manusia suatu wilayah (BPSUNDP,
Indeks Pembangunan Manusia Indonesia, Perbandingan Antarprovinsi 1990-
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 38
1993). Untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur di atas, UNDP menyusun
suatu indeks komposit berdasarkan pada 4 (empat) indikatoryaitu:Angka Harapan
Hidup (life expectancy at age 0: e0), Angka Melek Huruf penduduk dewasa (adult
literacy rate: AM H), Rata-rata Lama Sekolah (Mean Years of Schooling: MYS) ,dan
Purchasing Power Parity(PPP).
Angka harapan hidup mengukur dimensi "umur panjang dan sehat", angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengukur dimensi "pengetahuan dan
keterampilan", dan purchasing power parity mengukur dimensi kemampuan
dalam mengakses sumber daya ekonomi dalam arti luas. Ketiga indikator inilah
yang digunakan sebagai komponen dalam penyusunan HDI (Human
Development Index) yang diterjemahkan menjadi IPM (Indeks Pembangunan
Manusia). Penghitungan IPM UNDP digunakan untuk perbandingan kemajuan
pembangunan manusia antar negara. Sedangkan BPS mengaplikasikan
penghitungan IPM tersebut untuk melihat kemajuan pembangunan manusia di
Indonesia balk pada level provinsi maupun level kabupaten/kota. BPS melakukan
beberapa penyesuaian pada penghitungan IPM, yaitu pada komponen
pendidikan dan ekonomi. Pada komponen pendidikan, BPS menggunakan MYS
bukan APS karena APS merupakan indikator input, sementara MYS merupakan
indikator output yang lebih mampu menggambarkan pencapaian di bidang
pendidikan. Kemudian pada komponen ekonomi, BPS menggunakan PPP dengan
pendekatan pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan karena lebih mampu
menggambarkan daya bell masyarakat dibandingkan dengan Gross Domestic
Product (GDP).
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 39
Tabel 4.1. Perkembangan IPM Jawa Barat Tahun 2013 — 2016
Tahun IPM Peringkat Jumlah Provinsi
(1) (2) (3) (4)
2013 68,25 12 34
2014 68,80 12 34
2015 69,50 11 34
2016 70,05 10 34
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
Sejak tahun 2013 secara umum IPM Jawa Barat terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan skala internasional, pencapaian IPM dikategorikan menjadi empat, yaitu
kategori tinggi (IPM ≥80), kategori menengah atas (66≤ IPM<80), kategori
menengah bawah (50 ≤ IPM <66), dan kategori rendah (IPM <50). Jika dilihat
perkembangan dari tahun 2013 – 2016, Provinsi Jawa Barat termasuk dalam
kategori menengah atas.
Pencapaian pembangunan pada umumnya dinyatakan dengan adanya
perubahan menuju kondisi yang lebih baik dibandingkan kondisi sebelumnya
atau sebaliknya. Berbagai metode telah banyak digunakan untuk mengukur
pencapaian pembangunan. Indikator Pembangunan Manusia yang terkait
dengan gender dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Gender. Selisih
antara angka IPM dan Angka IPG dapat dimaknai sebagai “bias” gender dalam
pembangunan. Konkretnya, apabila angka IPG lebih kecil dari Angka IPM (IPG
< IPM ), maka terjadi ketidaksetaraan gender. Selanjutnya untuk melihat
sejauh mana tingkat pencapaian dalam pemberdayaan gender dapat diukur
dengan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 40
Pada tahun 2013, IPG Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 88,21 atau
tergolong pada status pembangunan tinggi. Sementara jika dilihat dari nilai IPM
pada tahun yang sama, IPM Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 mencapai 68,25,
yang termasuk pada kategori pembangunan menengah atas. Hal ini tampak
jelas mencerminkan masih terjadinya ketimpangan gender di Provinsi Jawa
Barat.
Jika dilihat dari gambar di atas, selama periode 2013 – 2016, angka
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) di Jawa Barat menunjukkan tren kenaikan.
Pada Tahun 2013, angka IDG Jawa Barat mencapai 67,57 mengalami kenaikan
1,3 poin pada tahun 2014 menjadi 68,87. Dan naik lagi sebesar 0,15 poin
menjadi 69,02 pada tahun 2015. Hal ini mencerminkan adanya peningkatan
partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.
Gambar 4.8. Perbandingan antara IPM, IPG dan IDG Provinsi Jawa Barat 2013 – 2015
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
68.25
68.8
69.5
88.21
88.35
89.11
67.57
68.87
69.02
0 20 40 60 80 100
2013
2014
2015
IDG
IPG
IPM
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 41
Di bidang perlindungan anak, Jawa Barat masih dihadapkan pada masalah
anak jalanan, pekerja anak, kekerasan pada anak dan jaminan hak anak atas
akte kelahiran. Menurut Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa dalam
pidatonya di dalam acara “Deklarasi Indonesia Bebas Anak Jalanan 2017” pada
November 2016, jumlah anak jalanan di Jawa Barat pada tahun 2015
diperkirakan mencapai 5.000-an anak. Hak anak untuk mendapatkan identitas
seperti yang termaktub dalam UU No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan belum sepenuhnya terpenuhi. Berdasarkan hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2016, 73,75 persen anak bawah lima tahun
(balita), sudah memiliki akte kelahiran, 25,98 persen anak balita tidak memiliki
akte kelahiran dan sisanya 0,27 persen balita tidak diketahui apakah memiliki
akte atau tidak. Data-data tentang kondisi anak sangat diperlukan untuk
merumuskan kebijakan yang tepat untuk perlindungan anak di Jawa Barat.
4.5.1 Disparitas Pencapaian Pembangunan Manusia
Pencapaian pembangunan kabupaten/kota di Jawa Barat tentunya tidak sama,
tergantung komitmen pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pembangunan. Keberhasilan pencapaian pembangunan tidak hanya terbatas pada
pelaksanaan program-program pembangunan, tetapi juga diperlukan
pengawasan dan evaluasi terhadap program-program tersebut.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 42
Tabel 4.2. Lima Kabupaten/Kota dengan IPM Tertinggi Tahun 2015 - 2016
Kabupaten/Kota IPM Tertinggi Tahun 2015
IPM Tahun 2015
Kabupaten/Kota IPM Tertinggi Tahun 2016
IPM Tahun 2016
(1) (2) (3) (4)
1. Kota Bandung 79.67 1. Kota Bandung 80.31
2. Kota Bekasi 79.63 2. Kota Bekasi 79.95
3. Kota Depok 79.11 3. Kota Depok 79.60
4. Kota Cimahi 76.42 4. Kota Cimahi 76.69
5. Kota Bogor 73.65 5. Kota Bogor 74.50
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
Pada level kabupaten/kota, IPM Kota Bandung selalu menduduki
peringkat pertama diikuti oleh Kota Bekasi, Depok, Cimahi, dan Bogor yang
menduduki peringkat 5 besar IPM tertinggi di Jawa Barat. Sedangkan di
peringkat terakhir, pada tahun 2016 ditempati oleh Kabupaten Cianjur yang
memiliki IPM sebesar 62,92 poin (Tabel 4.2). Rentang antara IPM Kota
Bandung yang menempati peringkat tertinggi dengan IPM Kabupaten Cianjur
yang menempati peringkat terendah mencapai 17,21 poin sedikit menyempit
dibandingkan rentang pada tahun 2015 yang tercatat sebesar 17,25 poin.
Adapun untuk nilai IPM lima terendah selama periode 2015 - 2016 ditempati
oleh Kabupaten Sukabumi, Indramayu, Garut, Tasikmalaya dan Cianjur. Posisi lima
terbawah ini tidak berubah dalam kurun waktu 2 tahun (Tabel 4.3).
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 43
Tabel 4.3. Lima Kabupaten/Kota dengan IPM Terendah Tahun 2015 – 2016
Kabupaten/Kota IPM Terendah Tahun 2015
IPM Tahun 2015
Kabupaten/Kota IPM Terendah Tahun 2016
IPM Tahun 2016
(1) (2) (3) (4)
1. Kab. Cianjur 62.42 1. Kab. Cianjur 62.92
2. Kab. Tasikmalaya 63.17 2. Kab. Tasikmalaya 63.57
3. Kab. Garut 63.21 3. Kab. Garut 63.64
4. Kab. Indramayu 64.36 4. Kab. Indramayu 64.78
5. Kab. Sukabumi 64.44 5. Kab. Sukabumi 65.13
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
4.6 Ketimpangan Gender dalam Pembangunan
Pada dasarnya pembangunan ditujukan untuk mencapai kesejahteraan
semua penduduk, tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan maupun jenis
kelamin. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran sederhana yang
dapat menggambarkan pembangunan manusia. IPM mampu menangkap kemajuan
pembangunan dalam tiga kemampuan dasar manusia yaitu umur panjang dan
sehat, pendidikan, serta untuk menikmati standar kehidupan yang Iayak. IPM
membantu menjawab beberapa pertanyaan dasar tentang kemajuan pembangunan
manusia, seperti daerah mana yang pembangunan manusianya Iebih balk dan Iebih
cepat.
Walaupun IPM memberikan gambaran yang jelas tentang pembangunan
manusia dan mempertimbangkan kemajuan manusia yang Iebih luas, tetapi IPM
belum dapat menjelaskan kesenjangan capaian pembangunan perempuan
dibandingkan laki-laki. Selama ini pembangunan yang telah dicapai dianggap
masih belum berpihak kepada perempuan dimana diduga masih terjadi
ketidaksetaraan pencapaian pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Salah satu
cara untuk mengetahui kesetaraan tersebut adalah dengan menggunakan Indeks
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 44
Pembangunan Gender (IPG).
Tabel 4.4 memberikan gambaran perkembangan IPM dan IPG tahun 2014-
2015. Tampak bahwa jarak antara IPM-IPG selama kurun waktu tersebut relatif
sama.
Tabel 4.4. Perkembangan IPM dan IPG Tahun 2014-2015
No. Kabupaten/ Kota
IPM IPG Selisih IPM-IPG
2014 2015 2014 2015 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Bogor 67.36 67.77 86.41 87.13 -19.05 -19.36
2 Sukabumi 64.07 64.44 86.17 86.68 -22.1 -22.24
3 Cianjur 62.08 62.42 82.66 82.82 -20.58 -20.4
4 Bandung 69.06 70.05 93.18 93.32 -24.12 -23.27
5 Garut 62.23 63.21 81.25 81.33 -19.02 -18.12
6 Tasikmalaya 62.79 63.17 84.47 84.67 -21.68 -21.5
7 Ciamis 67.64 68.02 85.19 85.20 -17.55 -17.18
8 Kuningan 66.63 67.19 85.65 85.77 -19.02 -18.58
9 Cirebon 65.53 66.07 81.64 81.95 -16.11 -15.88
10 Majalengka 64.07 64.75 84.09 84.96 -20.02 -20.21
11 Sumedang 68.76 69.29 94.36 94.37 -25.6 -25.08
12 Indramayu 63.55 64.36 86.75 87.46 -23.2 -23.1
13 Subang 65.80 66.52 89.68 89.71 -23.88 -23.19
14 Purwakarta 67.32 67.84 86.25 86.56 -18.93 -18.72
15 Karawang 67.08 67.66 89.69 89.60 -22.61 -21.94
16 Bekasi 70.51 71.19 86.55 87.40 -16.04 -16.21
17 Bandung Barat 64.27 65.23 77.94 78.23 -13.67 -13
18 Pangandaran 65.29 65.62 88.95 89.14 -23.66 -23.52
19 Kota Bogor 73.10 73.65 90.38 90.82 -17.28 -17.17
20 Kota Sukabumi 71.19 71.84 90.57 90.72 -19.38 -18.88
21 Kota Bandung 78.98 79.67 94.42 94.95 -15.44 -15.28
22 Kota Cirebon 72.93 73.34 93.23 93.76 -20.3 -20.42
23 Kota Bekasi 78.84 79.63 92.94 92.99 -14.1 -13.36
24 Kota Depok 78.58 79.11 91.94 92.56 -13.36 -13.45
25 Kota Cimahi 76.06 76.42 92.11 92.23 -16.05 -15.81
26 Kota Tasikmalaya 69.04 69.99 90.22 90.73 -21.18 -20.74
27 Kota Banjar 68.34 69.31 85.41 85.98 -17.07 -16.67
Jawa Barat 68,80 69.50 88.35 89.11 -19.55 -19.61
Sumber: BPS RI
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 45
4.6.1 Tingkat Kesetaraan Gender Antar Kabupaten/Kota 2014-2015
Bersama-sama dengan IPM, IPG dapat menggambarkan kesetaraan
dalam capaian pembangunan manusia antara perempuan dan laki-laki. Berbeda
dengan IPM, nilai IPG dihitung dengan mempertimbangkan capaian laki-laki
dan perempuan, sehingga selisih antara keduanya akan menggambarkan tingkat
kesetaraan gender. Jika nilai IPM sama dengan nilai IPG menunjukkan bahwa tidak
terjadi ketimpangan pencapaian pembangunan perempuan dan laki-laki.
Sebaliknya jika nilai IPG di bawah nilai IPM berarti terjadi ketimpangan pencapaian
pembangunan antara laki-laki dan perempuan.
Untuk mengetahui ketimpangan pencapaian pembangunan manusia
antara laki-laki dan perempuan di masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat dari
besaran selisih nilai IPM dan nilai IPG. Semakin kecil selisih antara IPM dan IPG
menunjukkan semakin kecil perbedaan capaian pembangunan perempuan dan laki-
laki. Sebaliknya semakin besar selisih nilai IPM dan IPG menunjukkan semakin besar
jarak (gap) capaian pembangunan perempuan dari capaian pembangunan laki-laki.
Indikator ini dapat menunjukkan seberapa jauh kesetaraan gender di suatu wilayah.
Gap antara IPG dan IPM pada tahun 2015 yang paling rendah terjadi di Kabupaten
Bandung Barat di ikuti oleh Kota Depok. Pada tahun 2014 gap antara IPG dan IPM di
Jawa Barat sebesar 19,55 poin dan pada tahun 2015 bertambah 0,06 menjadi 19,61
poin.
4.6.2 Hubungan IPM dan IPG
Secara umum, IPM mencerminkan pembangunan manusia suatu daerah
sedangkan IPG menggambarkan pembangunan Gender yang menitikberatkan pada
perluasan kemampuan antara laki-laki dan perempuan. Kedua nilai tersebut dari
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 46
tahun ke tahun mengalami kenaikan baik pada tingkat nasional, provinsi maupun
tingkat kabupaten/kota. Namun dibalik kenaikan tersebut masih menyisakan
pertanyaan mengapa masih terjadi kesenjangan atau ketidak setaraan gender yang
dapat dilihat dari selisih (gap) yang tercipta antara nilai IPM dan IPG. Seperti yang
kita ketahui, jika berbicara tentang ketidaksetaraan gender maka termasuk
didalamnya pemikiran mengenai bagaimana memanfaatkan kemampuan
yang dimiliki untuk berbuat maksimal dalam kehidupan. Salah satu upayanya
adalah berbuat maksimal untuk berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi, proses
pengambilan keputusan balk di bidang politik maupun penyelenggaraan
pemerintahan. Unsur-unsur persamaan peranan tersebut merupakan komponen
yang tercakup dalam penghitungan indeks pemberdayaan gender (IDG).
Tabel 4.5. Perkembangan IPM dan IDG Tahun 2014-2015
No. Kabupaten/ Kota
IPM IDG Selisih IPM-IDG
2014 2015 2014 2015 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Bogor 67.36 67.77 61.08 59.84 6.28 7.93
2 Sukabumi 64.07 64.44 57.71 55.51 6.36 8.93
3 Cianjur 62.08 62.42 56.85 58.27 5.23 4.15
4 Bandung 69.06 70.05 73.58 74.46 -4.52 -4.41
5 Garut 62.23 63.21 63.33 63.21 -1.1 0
6 Tasikmalaya 62.79 63.17 61.18 60.75 1.61 2.42
7 Ciamis 67.64 68.02 63.17 62.43 4.47 5.59
8 Kuningan 66.63 67.19 71.20 69.59 -4.57 -2.4
9 Cirebon 65.53 66.07 67.09 71.64 -1.56 -5.57
10 Majalengka 64.07 64.75 60.67 59.93 3.4 4.82
11 Sumedang 68.76 69.29 72.32 68.69 -3.56 0.6
12 Indramayu 63.55 64.36 61.60 64.34 1.95 0.02
13 Subang 65.80 66.52 60.05 62.56 5.75 3.96
14 Purwakarta 67.32 67.84 69.54 70.59 -2.22 -2.75
15 Karawang 67.08 67.66 67.43 64.21 -0.35 3.45
16 Bekasi 70.51 71.19 53.21 55.40 17.3 15.79
17 Bandung Barat 64.27 65.23 64.80 57.99 -0.53 7.24
18 Pangandaran 65.29 65.62 61.27 62.15 4.02 3.47
19 Kota Bogor 73.10 73.65 63.07 64.05 10.03 9.6
20 Kota Sukabumi 71.19 71.84 62.35 59.42 8.84 12.42
21 Kota Bandung 78.98 79.67 58.22 58.06 20.76 21.61
22 Kota Cirebon 72.93 73.34 71.97 74.89 0.96 -1.55
23 Kota Bekasi 78.84 79.63 65.33 64.84 13.51 14.79
24 Kota Depok 78.58 79.11 81.08 81.23 -2.5 -2.12
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 47
25 Kota Cimahi 76.06 76.42 72.70 73.38 3.36 3.04
26 Kota Tasikmalaya 69.04 69.99 54.28 62.46 14.76 7.53
27 Kota Banjar 68.34 69.31 47.90 49.32 20.44 19.99
JAWA BARAT 68,80 69.50 55,77 67,01 13.03 2.49
Sumber: BPS RI
IDG merupakan ukuran komposit yang dapat digunakan untuk mengkaji
sejauh mana persamaan peranan perempuan dalam proses pengambilan
keputusan serta kontribusi dalam aspek ekonomi maupun sosial. IDG
menggambarkan keterlibatan perempuan dalam bidang politik melalui indikator
persentase perempuan di parlemen, keterlibatan perempuan dalam posisi
strategis didunia kerja melalui indikator persentase perempuan sebagai tenaga
manager, profesional, administrasi dan teknisi, serta menggambarkan keterlibatan
perempuan sebagai penyumbang pendapatan rumah tangga melalui indikator
persentase sumbangan perempuan dalam pendapatan.
4.6.3 Hubungan IPG dan IDG
Indeks Pembangunan Gender (IPG) menitikberatkan pada pengukuran
peningkatan kemampuan baik laki-laki maupun perempuan sehingga tercapai
kesetaraan dalam hal pencapaian kemampuan dasar manusia. Kesetaraan dalam
pecapaian bagi perempuan memiliki arti penting tidak hanya dari segi status dan
kedudukan, tetapi lebih kepada persoalan pemberdayaan. Dalam pengertian
yang lebih luas pemberdayaan sudah mencakup adanya upaya peningkatan
kapabilitas perempuan untuk berperanserta dalam berbagai bentuk pengambilan
keputusan serta memiliki kesempatan dalam kegiatan ekonomi. Pemberdayaan
inilah yang coba diungkap oleh Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
IDG sendiri merupakan indeks komposit yang berupaya mengungkap peran
perempuan dalam pengambilan keputusan di bidang politik, sosial dan ekonomi.
Secara teoritis, semakin tinggi pencapaian pembangunan gender akan berdampak
pada peningkatan peranan perempuan khususnya partisipasi perempuan dalam
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 48
proses pengambilan keputusan.
Dilihat dari sebaran kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel 4.6 bahwa,
sebanyak 3 kabupaten/kota atau sekitar 11,54 persen berada pada kategori IPG
dan IDG tinggi (IPG dan IDG diatas IPG dan IDG Jawa Barat), sedangkan sebanyak 23
kabupaten/kota atau sekitar 88,46 persen berada pada kategori IPG dan IDG rendah
(IPG dan IDG di bawah rata-rata IPG dan IDG Jawa Barat). IPM, IPG, dan IDG Jawa
Barat Adalah : IPM Laki-laki = 74,11 IPM Perempuan= 66,37, IPG=89,56,dan
IDG=71,15
Tabel 4.6. IPG dan IDG kabupaten/Kota
di Jawa Barat Tahun 2015
No Kabupaten/
Kota IPG IDG Keterangan
2015 2015 IPG IDG
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Bogor 87.13 59.84 Tinggi Rendah
2 Sukabumi 86.68 55.51 Tinggi Rendah
3 Cianjur 82.82 58.27 Tinggi Rendah
4 Bandung 93.32 74.46 Tinggi Sedang
5 Garut 81.33 63.21 Tinggi Sedang 6 Tasikmalaya 84.67 60.75 Tinggi Sedang 7 Ciamis 85.20 62.43 Tinggi Sedang 8 Kuningan 85.77 69.59 Tinggi Sedang 9 Cirebon 81.95 71.64 Tinggi Sedang 10 Majalengka 84.96 59.93 Tinggi Rendah
11 Sumedang 94.37 68.69 Tinggi Sedang 12 Indramayu 87.46 64.34 Tinggi Sedang 13 Subang 89.71 62.56 Tinggi Sedang 14 Purwakarta 86.56 70.59 Tinggi Sedang 15 Karawang 89.60 64.21 Tinggi Sedang 16 Bekasi 87.40 55.40 Tinggi Rendah
17 Bandung Barat 78.23 57.99 Sedang Rendah
18 Pangandaran 89.14 62.15 Tinggi Sedang 19 Kota Bogor 90.82 64.05 Tinggi Sedang 20 Kota Sukabumi 90.72 59.42 Tinggi Rendah
21 Kota Bandung 94.95 58.06 Tinggi Rendah
22 Kota Cirebon 93.76 74.89 Tinggi Sedang
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 49
23 Kota Bekasi 92.99 64.84 Tinggi Sedang 24 Kota Depok 92.56 81.23 Tinggi Tinggi
25 Kota Cimahi 92.23 73.38 Tinggi Sedang 26 Kota Tasikmalaya 90.73 62.46 Tinggi Sedang 27 Kota Banjar 85.98 49.32 Tinggi Rendah
JAWA BARAT 89.11 67,01
Sumber: BPS-RI
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 50
Profil Gender Bidang Kesehatan
esehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap
orang berhak atas setiap aspek yang berkaitan dengan
kesehatan, baik dalam hal akses atas sumber daya kesehatan maupun untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
Berhak atas akses ke sumber daya kesehatan berarti setiap orang dapat
dengan mudah untuk menjangkau fasilitas kesehatan yang dibutuhkan dan
juga berhak untuk mendapatkan segala informasi yang berhubungan dengan
kesehatan. Selain itu setiap orang juga berhak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang aman bermutu dan maksimal sesuai dengan keluhan yang
diderita serta dengan pembiayaan yang terjangkau.
Permasalahan bidang kesehatan yang paling mendasar adalah belum
meratanya fasilitas dan tenaga kesehatan yang tersedia di setiap daerah. Selain
itu masih tingginya pembiayaan yang harus ditanggung oleh masyarakat dalam
mengobati keluhan kesehatan tertentu juga menambah daftar permasalahan
kesehatan. Padahal, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih
baik, tiga hal tersebut mutlak harus dibenahi atau diselesaikan. Dalam rangka
mengatasi permasalahan tersebut pemerintah telah melakukan pembangunan
di bidang kesehatan secara terus menerus dan berkesinambungan. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 yang
menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
5
K
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 51
Pembangunan kesehatan yang dilakukan haruslah bermanfaat bagi
setiap orang dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat tanpa membeda-
bedakan status sosial, jenis kelamin, agama dan lain-lain. Penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan akan
menodai tujuan pembangunan itu sendiri yaitu untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Agar pembangunan dapat
berjalan dengan baik maka diperlukan adanya pengawasan yang melekat
terhadap program-program yang sedang dilaksanakan dan evaluasi terus
menerus terhadap program-program yang telah dilaksanakan.
Pengawasan dan evaluasi memerlukan data dan informasi yang akurat.
Karena dari data dan informasi tersebut dapat dilihat apakah program-program
pembangunan yang dilaksanakan telah bermanfaat bagi masyarakat ataukah
belum dan apakah program yang telah dilaksanakan telah sesuai dengan yang
direncanakan. Data dan informasi tersebut biasanya berupa indikator-indikator
yang berkaitan dengan kesehatan. Beberapa indikator yang dapat digunakan
diantaranya adalah angka harapan hidup, status kesehatan penduduk yang
diukur melalui angka kesakitan (morbidity rate), yaitu penduduk yang
mengalami keluhan kesehatan dan terganggunya aktifitas sehari-hari disertai
jenis-jenis keluhannya, akses ke pelayanan kesehatan yang meliputi cara
berobat, jenis-jenis obat yang digunakan dan fasilitas kesehatan, ukuran
fertilitas yang mencakup umur kawin pertama, keluarga berencana (KB) yang
meliputi status pemakaian alat KB dan jenis-jenis alat KB yang digunakan.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 52
5.1. Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani
oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun
tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.
Artinya bila pada tahun 2011 angka harapan hidup mencapai 70 tahun berarti
bayi yang lahir pada tahun 2011 diperkirakan akan hidup selama 70 tahun
dengan asumsi besarnya angka kematian atau kondisi kesehatan menurut
umur tidak berubah. Kegunaan Angka Harapan Hidup adalah alat untuk
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan.
Gambar 5.1. Angka Harapan Hidup Penduduk Jawa Barat (Tahun)
Selama Kurun Waktu 1971 – 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
Pada tahun 1971, angka harapan hidup penduduk Jawa Barat sebesar
42,3 tahun. Pada tahun 2010 angkanya naik menjadi 71,2 tahun. Berarti dalam
kurun 53 tahun angka harapan hidup penduduk Jawa Barat mengalami
kenaikan sebesar 30,14 tahun. Hal ini berarti selama kurun waktu tersebut
42.30
47.70
55.80
63.00
71.20
72.44
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
1971 1980 1990 2000 2010 2016
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 53
derajat kesehatan penduduk Jawa Barat mengalami peningkatan.
5.2. Status Kesehatan Penduduk
Seberapa baik status kesehatan penduduk dapat diukur melalui
persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama satu bulan
yang lalu. Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang mengalami
gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik karena penyakit akut, penyakit kronis,
kecelakaan, kriminal atau hal lain. Keluhan kesehatan yang dialami oleh
seseorang tidak terbatas pada satu keluhan yang paling sering saja tetapi bisa
beberapa keluhan asal keluhan-keluhan yang diderita tersebut terjadi pada satu
bulan yang lalu. Selain itu juga akan dilihat apakah keluhan kesehatan yang
dialami tersebut dapat menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari,
misalnya menyebabkan tidak masuk kerja, sekolah atau lainnya.
Pada tahun 2016 penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama
sebulan yang lalu sebesar 28,32 persen dan yang lebih banyak mengalami
keluhan kesehatan adalah perempuan yaitu sebesar 29,46 persen, sedangkan
laki-laki sebesar 27,22 persen
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 54
Gambar 5.2. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Mengalami Keluhan Kesehatan Menurut Daerah Tempat Tinggal
dan Jenis Kelamin Tahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Bila dilihat menurut daerah tempat tinggal, penduduk di pedesaan, baik
laki-laki maupun perempuan, lebih banyak yang mengalami keluhan kesehatan
dibandingkan penduduk yang tinggal di perkotaan. Fenomena sebaliknya
terjadi bila diperhatikan persentase penduduk yang mengalami keluhan
kesehatan dan merasa teraganggu dengan keluhannya tersebut. Penduduk
yang merasa terganggu dengan keluhan kesehatan yang diderita lebih banyak
di pedesaan daripada di perkotaan. Dari gambar 5.3 tampak bahwa sebanyak
49,11 persen penduduk pedesaan merasa terganggu dengan keluhan
kesehatan yang diderita sedangkan penduduk perkotaan yang merasa
terganggu sebanyak 48,53 persen.
24.00
25.00
26.00
27.00
28.00
29.00
30.00
31.00
LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL
26.69
28.39
27.22
29.15
30.16 29.46
27.90
29.26
28.32
Perkotaan Pedesaan Kota+Desa
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 55
Gambar 5.3. Persentase Penduduk Jawa Barat
Yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Merasa Terganggu Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin Tahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Selain itu, dari gambar 5.3 tampak bahwa baik di wilayah perkotaan
maupun di pedesaan, laki-laki yang merasa terganggu dengan keluhan
kesehatan yang diderita persentasenya lebih tinggi daripada perempuan
walaupun dari paparan sebelumnya terlihat bahwa perempuan yang paling
tinggi persentase keluhan kesehatannya. Hal ini mengindikasikan beberapa hal,
antara lain keluhan kesehatan yang dialami oleh laki-laki lebih berat daripada
keluhan yang dialami oleh perempuan sehingga menyebabkan terganggunya
aktifitas seharis-harinya, lalu kemungkinan lainnya adalah perempuan lebih bisa
menahan keluhan yang dideritanya daripada laki-laki.
Lamanya hari terganggu karena keluhan kesehatan yang diderita tidak
berbeda jauh antara laki-laki dan perempuan. Secara umum lebih dari 50
persen penduduk Jawa barat yang mempunyai keluhan kesehatan hanya
merasa terganggu kegiatan atau aktifitas sehari-harinya selama 1 – 3 hari, lalu
sekitar 32 persen merasa terganggu selama 4 – 7 hari, 6 persen penduduk
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
PERKOTAAN PEDESAAN KOTA+DESA
49.09 51.21 49.77 47.80 40.48 47.37 48.53
49.11 48.71
Laki-laki Perempuan Total
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 56
merasa terganggu 15 – 30 hari dan yang paling kecil, yaitu sekitar 5 persen
merasa terganggu 8 – 14 hari.
Gambar 5.4. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Merasa Terganggu
Menurut Lamanya Hari Terganggu Tahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Persentase laki-laki yang merasa terganggu selama 1 – 3 hari sebesar
49,51 persen, lebih tinggi sedikit daripada perempuan yang persentase sebesar
48,48 persen. Sebaliknya, untuk lama hari terganggu 4 – 7 hari, persentase
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki yaitu masing-masing sebesar 36,67
persen dan 35,44 persen. Untuk lama hari terganggu 8 – 14 hari dan 15 – 30
hari, persentase perempuan dan laki-laki tidak jauh berbeda, masing-masing
hanya sekitar 6-7 persen saja.
1-3 4-7 8-14 15-30
49
.51
35
.44
7.5
4
7.5
1
48
.48
36
.67
6.9
8
7.8
6
48
.99
36
.06
7.2
6
7.6
9
Laki-laki Perempuan Total
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 57
5.3. Akses Ke Pelayanan Kesehatan
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, satu hal
penting yang harus diupayakan oleh pemerintah adalah adanya kemudahan
untuk mengakses pelayanan kesehatan yang memadai oleh masyarakat.
Kemudahan akses ke pelayanan kesehatan meliputi kemudahan dalam
menjangkau fasilitas kesehatan, kesamaan mendapatkan pelayanan oleh
petugas kesehatan tanpa membeda-bedakan status sosial, meratanya petugas
kesehatan, baik itu dokter, bidan atau petugas medis lainnya sampai dengan
wilayah yang terpencil, lalu adanya jaminan pembiayaan kesehatan bagi
masyarakat miskin, dan lain-lain.
Terjaminnya persediaan obat-obatan yang dibutuhkan oleh masyarakat
juga merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Bahkan untuk
masyarakat yang akan mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dideritanya
dapat dengan mudah mendapatkan obat yang diinginkan. Mengobati sendiri
adalah upaya dari penduduk yang melakukan pengobatan dengan menentukan
jenis obat sendiri. Jenis obat bukan hanya obat modern tetapi bisa juga
menggunakan obat tradisional.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 58
Gambar 5.5. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Mengobati Sendiri Keluhan Kesehatan Yang DideritaTahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Penduduk Jawa Barat yang mengalami keluhan kesehatan dan
mengobati sendiri keluhannya sebesar 60,98 persen pada tahun 2016.
Penduduk laki-laki lebih banyak yang mengobati sendiri keluhan kesehatannya
dibandingkan perempuan masing-masing sebesar 61,47 persen untuk laki-laki
dan 60,48 persen untuk perempuan.
Dibandingkan perkotaan, penduduk di pedesaan sedikit lebih banyak
yang berusaha mengobati sendiri keluhan kesehatannya, dimana
persentasenya mencapai 61,61 persen sedangkan untuk perkotaan sebesar
60,64 persen. Fenomena ini terjadi mungkin disebabkan oleh beberapa hal,
yang pertama adalah mudahnya akses menuju fasilitas kesehatan di perkotaan
sehingga penduduk perkotaan lebih baik langsung memeriksakan dirinya
apabila mengalami keluhan kesehatan, yang kedua tingkat keluhan kesehatan
penduduk pedesaan lebih ringan daripada penduduk perkotaan sehingga cukup
dengan mengobati sendiri saja dirasakan sudah mencukupi, dan kemungkinan-
kemungkinan lainnya.
Perkotaan Pedesaan Kota+Desa
61.86
60.75 61.47
59.42
62.47
60.48 60.64
61.61 60.98
Laki-laki
Perempuan
Total
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 59
Bila dibandingkan menurut jenis kelamin, terlihat tidak ada perbedaan
yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam hal penggunaan obat
untuk mengobati sendiri keluhan kesehatannya. Hanya saja perempuan lebih
banyak yang menggunakan obat tradisional dan obat moderen bila
dibandingkan laki-laki untuk mengobati sendiri keluhannya sedangkan laki-laki
lebih besar presentasenya dalam penggunaan obat lainnya untuk mengobati
sendiri keluhannya dibandingkan perempuan.
Fenomena sebaliknya terjadi bagi penduduk yang mempunyai keluhan
kesehatan dan berobat jalan untuk mengobati keluhan kesehatannya. Bila
sebelumnya terlihat laki-laki lebih besar persentase yang mengobati sendiri
keluhannya, pada gambar 5.6 tampak bahwa perempuan yang lebih tinggi
persentase berobat jalan dimana persentasenya sebesar 58,23 persen
sedangkan laki-laki sebesar 56,25 persen.
Gambar 5.6. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Mempunyai Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan Tahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Perkotaan Pedesaan Kota+Desa
57.81
52.97
56.25
60.14
54.13
58.23 59.01
53.56
57.26
Laki-laki
Perempuan
Total
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 60
Di wilayah perkotaan, persentase penduduk yang berobat jalan sebesar
59,01 persen, lebih tinggi dari wilayah pedesaan yang persentasenya sebesar
53,56 persen. Hal ini mungkin saja terjadi karena lebih mudahnya akses ke
fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain di wilayah
perkotaan daripada di pedesaan. Bila ditinjau lebih jauh menurut jenis kelamin,
di masing-masing wilayah persentase perempuan yang berobat jalan selalu
lebih tinggi daripada laki-laki.
Fasilitas berobat jalan yang paling sering didatangi oleh penduduk Jawa
Barat adalah puskesmas atau puskesmas pembantu dengan persentase sebesar
30,81 persen. Tempat lainnya yang juga sering didatangi untuk berobat jalan
adalah praktek dokter atau ke poliklinik dan RS Pemerintah dengan persentase
masing-masing sebesar 20,34 persen dan 7,29 persen. Fasilitas berobat jalan
yang paling rendah persentase kunjungannya adalah praktek pengobatan
tradisional dan lainnya yaitu sebesar 1,58 persen dan 1,53 persen.
Tabel 5.1. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Berobat Jalan Menurut Fasilitas Berobat Jalan dan Jenis
Kelamin Serta Status Tempat Tinggal Tahun 2016
Fasilitas Berobat
Jalan Jenis Kelamin Status Tempat Tinggal Total
Laki-laki Perempuan Perkotaan Pedesaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
RS pemerintah 7,22 7,37 7,87 5,95 7,29
RS Swasta 7,14 7,14 8,73 3,43 7,14
Praktek Dokter/poliklinik 57,04 55,66 23,31 13,40 20,34
Puskesmas/pustu 29,86 31,68 30,36 31,86 30,81
Praktek nakes 1,73 1,71 1,08 3,23 1,72
Praktek batra 1,66 1,51 1,49 1,80 1,58
Lainnya 1,77 1,31 1,39 1,84 1,53
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 61
Di daerah perkotaan maupun pedesaan, persentase tertinggi untuk
fasilitas berobat jalan adalah puskesmas/pustu, dimana untuk perkotaan
mencapai 30,36 persen sedangkan untuk daerah pedesaan mencapai 31,86
persen. Kunjungan ke rumah sakit pemerintah dan swasta untuk berobat jalan
memperlihatkan perbedaan antar perkotaan dan pedesaan, dimana
persentasenya lebih tinggi di perkotaan dibandingkan pedesaan. Hal ini
dikarenakan keberadaan fasilitas rumah sakit yang biasanya terletak di daerah
perkotaan sehingga penduduk perkotaan lebih mudah untuk berobat ke rumah
sakit. Untuk persentase kunjungan ke fasilitas kesehatan menurut jenis kelamin
baik laki-laki dan perempuan, persentase tertinggi mengunjungi praktek
dokter/poliklinik, untuk laki-laki 57,04 persen sedangkan perempuan 55,66
persen. Selain berobat jalan, akses ke pelayanan kesehatan juga dapat dilihat
dari fasilitas kesehatan yang digunakan untuk rawat inap.
Gambar 5.7. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Rawat Inap Selama Satu Tahun Terakhir Tahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Pada tahun 2016 sebanyak 3,55 persen penduduk Jawa Barat pernah
melakukan rawat inap selama satu tahun terakhir. Persentase perempuan
yang melakukan rawat inap lebih tinggi daripada laki-laki dengan masing-
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
PERKOTAAN PEDESAAN KOTA+DESA
3.20 2.84 3.09
4.23 3.56 4.02
3.71 3.19 3.55
Laki-laki Perempuan Total
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 62
masing persentase sebesar 4,02 persen dan 3,09 persen. Bila dilihat menurut
status daerah maka penduduk di perkotaan lebih tinggi persentase rawat
inapnya dibanding penduduk pedesaan dengan masing-masing persentase
sebesar 3,71 persen dan 3,19 persen.
Fasilitas kesehatan yang paling banyak digunakan untuk melakukan
rawat inap oleh penduduk Jawa Barat adalah rumah sakit pemerintah dengan
persentase sebesar 43,55 persen. Untuk daerah perkotaan, fasilitas rawat inap
yang paling banyak digunakan adalah rumah sakit swasta (42,30 persen),
sedangkan di pedesaan adalah rumah sakit pemerintah (49,15 persen).
Tingginya persentase rawat inap baik di rumah sakit pemerintah maupun
swasta mungkin dikarenakan tersedianya pelayanan penjaminan pembiayaan
kesehatan. Selain itu terlihat bahwa di pedesaan persentase puskesmas untuk
tempat rawat inap lebih tinggi daripada di perkotaan. Hal ini mungkin
disebabkan karena akses ke rumah sakit yang sulit/jauh sehingga penduduk
pedesaan lebih baik dirawat di puskesmas.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 63
Gambar 5.8. Persentase Penduduk Jawa Barat Yang Rawat Inap Selama Satu Tahun Terakhir Menurut Fasilitas Rawat Inap
Tahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
5.4. Keluarga Berencana
Pada tahun 2016, penduduk Jawa Barat mencapai 47,38 juta dengan
laju pertumbuhan per tahun sebesar 1,43 persen. Bila dibandingkan dengan
tahun 2014-2015 dimana laju pertumbuhan penduduknya mencapai 1,48
persen per tahun maka terjadi penurunan yang signifikan. Hal ini tentu saja tak
lepas dari usaha keras pemerintah dalam upaya menekan laju pertumbuhan
penduduk dengan berbagai program kependudukan, diantaranya adalah
program keluarga berencana (KB).
Pada dasarnya tujuan umum program KB adalah meningkatkan
kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Normal Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang
sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya
pertambahan penduduk dengan jalan menjarangkan atau merencanakan
jumlah dan jarak kehamilan melalui alat kontrasepsi. Badan Kependudukan
- 5.00
10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00
LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI+PEREMPUAN
41
.94
40
.19
40
.96
40
.90
37
.56
39
.03
9.7
4
15
.16
12
.77
7.1
9
8.2
4
7.7
7
1.2
8
0.3
5
0.7
6
0.7
2
0.6
5
0.6
8
RS Pemerintah RS Swasta Praktek Dokter/Bidan/Klinik
Puskesmas/Pustu Pengobatan Tradisional Lainnya
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 64
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selalu menekankan pentingnya
menghindari 4T dalam perencanaan keluarga berencana. Yang dimaksud
menghindari 4T adalah melahirkan Terlalu muda, Terlalu banyak anak, Terlalu
rapat jarak kelahiran dan Terlalu tua. Apabila 4T ini berhasil dihindari maka
tujuan program KB akan dapat terwujud.
Gambar 5.9. Persentase Perempuan Usia 15 – 49 Tahun Yang Pernah Kawin Menurut Penggunaan Alat/Cara KB Tahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Prevalensi penggunaan alat/cara KB pada tahun 2016 mencapai 57,76
persen dari total perempuan usia 15 – 49 tahun yang pernah kawin. Antara
perkotaan dan pedesaan relatif tidak berbeda angka prevelensinya. Yang
menarik adalah persentase perempuan yang tidak pernah menggunakan
alat/cara KB persentasenya mencapai 11,93 persen dan bahkan di perkotaan
angkanya mencapai 11,52 persen. Hal ini berarti lebih dari 10 persen
perempuan Jawa Barat dengan usia 15 – 49 tahun dan dengan status pernah
kawin sama sekali belum pernah menggunakan alat/cara KB.
Untuk penggunaan alat/cara KB, dari table 5.2 terlihat bahwa suntikan
KB merupakan alat KB yang paling banyak digunakan dengan persentase
mencapai 60,44 persen. Lalu alat KB lainnya yang juga termasuk tinggi
pemakaiannya adalah pil KB dengan persentase sebesar 23,67 persen. Bila
dilihat menurut status tempat tinggal terlihat perbedaan pemakaian alat/cara
Perkotaan Pedesaan Kota+Desa
56.47 60.50 57.76
32.01 26.70 30.31
11.52 12.79 11.93
Sedang Menggunakan Tidak Pernah Menggunakan Tidak Menggunakan Lagi
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 65
KB. Perbedaaan yang jelas terlihat pada pemakaian suntikan KB dan Pil KB
dimana persentase penggunaannya lebih tinggi di pedesaan daripada di
perkotaan. Namun untuk AKDR/IUD/Spiral, persentase penggunaan tertinggi
berada di perkotaan dengan persentase sebesar 10,83 persen sedangkan di
pedesaan persentase penggunaannya hanya 3,34 persen.
Tabel 5.2. Persentase Perempuan Usia 15 – 49 Tahun Yang Pernah Menikah Menurut Alat/Cara KB Yang Digunakan Tahun 2016
Jenis Alat/Cara KB Status Tempat Tinggal
Perkotaan Perdesaan Total
(1) (2) (3) (4)
MOW/tubektomi 3,30 1,56 2,72
MOP/vasektomi 0,28 0,34 0,30
AKDR/IUD/spiral 10,83 3,34 8,32
Suntikan KB 57,96 65,37 60,44
Susuk KB/norplan/implanon/alwalit 2,75 4,16 3,22
Pil KB 23,09 24,83 23,67
Kondom/karet KB 0,77 0,22 0,58
Kondom Wanita/Intervag 0,14 0,05 0,11
Metode menyusui alami 0,09 0,01 0,06
Cara tradisional 0,80 0,12 0,58
Total 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Tingginya penggunaan suntik KB menandakan bahwa para pengguna
merasa aman dan nyaman dengan suntik. Selain itu bila dilihat dari periode
penyuntikan dengan waktu 1 bulan dan 3 bulan sekali dinilai tidak merepotkan
dan hemat dalam segi pengeluaran. Berbeda dengan suntikan KB, penggunaan
pil KB sebagai alat KB dinilai sangat merepotkan karena harus diminum setiap
hari walaupun termasuk alat KB yang murah dan efektif.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 66
5.5. Umur perkawinan Pertama
Umur perkawinan pertama sangat mempengaruhi fertilitas seorang
perempuan. Semakin muda umur perkawinan pertama maka semakin panjang
masa reproduksi seorang perempuan sehingga peluang untuk melahirkan
banyak anak semakin besar. Pada tahun 2012, rata-rata umur perkawinan
perempuan usia 15 – 49 tahun di Jawa Barat sebesar 19,49 tahun, masih
dibawah 20 tahun. Bila dilihat lebih jauh sampai ke kabupaten/kota maka untuk
daerah kabupaten rata-rata umur perkawinan pertamanya masih dibawah 20
tahun sedangkan untuk perkotaan sudah diatas 20 tahun, hanya kota
Tasikmalaya dan kota Banjar yang masih dibawah 20 tahun. Padahal dalam
banyak literatur disebutkan bahwa usia perkawinan pertama yang ideal untuk
seorang perempuan adalah 20 – 21 tahun sedangkan untuk laki-laki adalah 25
tahun.
Gambar 5.10. Persentase Perempuan Usia 15 – 49 Tahun
Menurut Usia Kawin Pertama di Jawa Barat Tahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
20.38
24.43
23.08
32.11
<=16 17 - 18 19 - 20 21+
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 67
Umur 20 tahun ke atas bagi seorang perempuan merupakan umur yang
dianggap ideal untuk melakukan pernikahan karena pada umur-umur tersebut
perempuan dianggap sudah siap secara fisik maupun mental untuk melakukan
pernikahan.
Dari gambar 5.10 tampak sebanyak 32,11 persen perempuan usia 15 –
49 tahun melakukan perkawinan pada usia diatas 21 tahun. Yang membuat
miris adalah ternyata di Propinsi Jawa Barat sebanyak 20,38 persen perempuan
usia 15 – 49 tahun melakukan perkawinan pada usia kurang dari 17 tahun.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 68
Profil Gender Bidang Pendidikan
endidikan merupakan suatu indikator yang menggambarkan
kualitas sumber daya manusia. Suatu masyarakat yang berkualitas
dapat dilihat dari kemampuan baca tulis, partisipasi sekolah, dan
pendidikan yang ditamatkan. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu
masyarakat, semakin tinggi tingkat kesejahteraannya. Hal ini bisa dijelaskan
karena dengan pendidikan yang tinggi maka masyarakat dapat lebih optimal
dalam berpartisipasi terhadap pembangunan. Pemerintah telah mencanangkan
berbagai program untuk meningkatkan pendidikan masyarakat, yaitu dengan
membuka kesempatan, memberikan akses serta menyediakan sarana dan
prasarana pendidikan yang berlandaskan pada pasal 31 UUD 1945.
Dalam UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa “Setiap warga Negara
berhak mendapat pengajaran.” Artinya semua warga Negara berhak
mendapatkan pengajaran yang sama tanpa memandang status sosial, status
ekonomi, suku bangsa, etnis, agama, gender dan geografis. Setiap warga
negara berhak memperoleh pendidikan yang sama dan bermutu, serta setiap
warga berhak mendapatkan dan mengembangkan sumber dayanya masing-
masing.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Diterangkan lagi
dalam pasal 6 ayat 1 UU tahun 2003 bahwa setiap Warga Negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar
(SD/sederajat dan SMP/sederajat).
6
P
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 69
Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Bab I Pasal 3
menerangkan bahwa kesetaraan gender adalah suatu keadaan dimana
perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi
yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi. Aturan-aturan
tersebut di atas mengamanatkan bahwa semua lapisan masyarakat baik
pemerintah, pihak swasta atau masyarakat wajib mendukung kegiatan
pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan harus diberikan pada seluruh
masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan karena pembangunan yang
dilaksanakan oleh sumber daya manusia berkualitas tidak membedakan laki-laki
dan perempuan. Perempuan memegang peranan yang sangat penting dalam
menciptakan kader-kader bangsa. Ibu yang berkualitas diharapkan akan
menghasilkan anak-anak yang lebih berkualitas.
Permasalahan dari rendahnya angka pendidikan berakibat pada
kemiskinan, pengangguran, kejahatan, dan lain-lain. Permasalahan pendidikan
bukan hanya dilatar belakangi oleh masing-masing pribadi, namun penyediaan
sarana dan prasarana ikut andil dalam keberhasilan bidang pendidikan.
Bab ini mencoba untuk mengkaji sampai seberapa jauh peran perempuan
di Jawa Barat dalam mengakses bidang pendidikan, dilihat dari tingkat
pendidikan tertinggi yang ditamatkan, rata-rata lama sekolah, Angka Melek
Huruf menurut kelompok umur serta akses terhadap informasi dan teknologi.
Diharapkan dengan data dan informasi yang disajikan ini dapat diidentifikasi
peran serta perempuan dalam bidang pendidikan dibandingkan laki-laki.
6.1. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan ditandai dengan sertifikat/ijazah
yang dimiliki. Data pendidikan ini merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 70
bermanfaat dalam penentuan kebijakan terutama yang berkaitan dengan
penyediaan lapangan pekerjaan, kesehatan, program kemiskinan, peningkatan
kesejahteraan dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi
tingkat kesejahteraan.
Gambar 6.1. di bawah ini menunjukkan pendidikan yang ditamatkan
penduduk laki-laki dan perempuan di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016.
Dari gambar tersebut diperoleh persentase tertinggi ada pada kelompok
tidak/belum tamat SD atau tamat SD (52,55 persen). Sementara yang terendah
adalah persentase pada kelompok Perguruan Tinggi (PT) yaitu hanya 8,63
persen. Ini berarti bahwa hampir separuh penduduk Provinsi Jawa Barat tingkat
pendidikannya sangat rendah.
Gambar 6.1 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke atas Menurut Pendidikan Tertinggiyang Ditamatkan dan Jenis Kelamin
di Jawa Barat Tahun 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Tidak/BelumTamat
SD/Tamat SD
SMP SMA PerguruanTinggi
49.57
15.40 20.00
9.22
55.59
15.2417.76
6.81
52.55
15.3218.89
8.03
Laki-laki Perempuan Total
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 71
Jika dibandingkan menurut jenis kelamin, tingkat kesenjangan gender
tampak pada jenjang pendidikan SMA (20,00 persen laki-laki dan 17,76 persen
perempuan) dan Perguruan Tinggi (9,22 persen laki-laki dan 6,81 persen
perempuan), dimana pada jenjang tersebut laki-laki lebih tinggi yang
bersekolah daripada perempuan.
Gambar 6.2 Persentase Penduduk Laki-laki 15 Tahun Ke atas Menurut Kelompok Umur dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
di Jawa Barat Tahun 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
29.66
35.52
33.66
1.16
47.64
11.26
31.06
10.04
78.49
7.10
7.71
6.71
49.57
15.40
20.00
9.22
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00
Tidak/Belum Tamat SD/Tamat SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Total 55+ 25-54 15-24
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 72
Gambar 6.2 Persentase Penduduk Laki-laki 15 Tahun Ke atas Menurut Kelompok Umur dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
di Jawa Barat Tahun 2016
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
Tidak/BelumTamat
SD/Tamat SD
SMPSMA
PerguruanTinggi
29.6635.52
33.66
1.16
47.64
11.26
31.06
10.04
78.49
7.107.71
6.71
49.57
15.40 20.00
9.22
15-24 25-54 55+ Total
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 73
Gambar 6.3 Persentase Penduduk Perempuan 15 Tahun Ke atas
Menurut Kelompok Umur dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
di Jawa Barat, Tahun 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Gambar 6.2 dan 6.3 di atas menunjukkan tingkat pendidikan penduduk
laki-laki dan perempuan dibedakan menurut kelompok umur 15-24 tahun
(penduduk usia produktif), 25-54 tahun (penduduk usia kerja utama) dan 55
tahun ke atas. Dari gambar di atas ternyata pendidikan tertinggi yang
ditamatkan laki-laki terbesar yaitu tidak/belum tamat SD atau tamat SD
sebesar 49,57 persen. Dari persentase tersebut paling tinggi persentasenya
pada kelompok umur 55 tahun ke atas yaitu sebesar 78,49 persen. Yang
berpendidikan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah tertinggi
pada kelompok umur 15-24 tahun sebesar 35,52 persen. Sedangkan yang
27.03
37.67
33.66
1.58
55.63
10.89
31.06
9.16
85.67
6.68
7.71
3.66
55.59
15.24
17.76
6.81
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Tidak/Belum Tamat SD/Tamat SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Total 55+ 25-54 15-24
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 74
berpendidikan Perguruan Tinggi (Diploma 1, 2,3 dan D4/S1, S2, S3) berada
pada kelompok umur 25-54 tahun sebesar 10,04 persen.
Sama halnya dengan penduduk laki-laki, pendidikan tertinggi yang
ditamatkan perempuan yaitu tidak/belum tamat SD/tamat SD berada pada
kelompok umur 55 tahun ke atas sebesar 85,67 persen dari 55,59 persen
pendidikan yang ditamatkan oleh perempuan.
6.2 Rata-rata Lama Sekolah
Lamanya Sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang
menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai
dengan tingkat pendidikan terakhir. Jumlah tahun bersekolah ini tidak
mengindahkan kasus-kasus tidak naik kelas, putus sekolah yang kemudian
melanjutkan kembali, dan masuk sekolah dasar di usia yang terlalu muda atau
sebaliknya. Sehingga nilai dari jumlah tahun bersekolah menjadi terlalu tinggi
kelebihan estimasi atau bahkan terlalu rendah (underestimate).
Lamanya bersekolah merupakan ukuran akumulasi investasi pendidikan
individu. Setiap tahun tambahan sekolah diharapkan akan membantu
meningkatkan kualitas individu tersebut. Akhirnya tingkat ekonomi pun bisa
meningkat.
Rata-rata lama sekolah merupakan rata-rata jumlah penduduk 15 tahun
ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan di seluruh jenjang pendidikan
formal yang pernah diikuti. Rata-rata lama sekolah mengindikasikan semakin
tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang
dijalani.
Apabila kita lihat Rata-rata lama sekolah di Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat pada tahun 2016 terdapat sebelas Kabupaten/Kota yang memiliki
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 75
angka rata-rata lama sekolah di atas angka rata-rata lama sekolah Provinsi
Jawa Barat (sebesar 7,95). Kota Cimahi memiliki angka rata-rata lama sekolah
tertinggi di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 10,89 kemudian diikuti oleh
Kota Bekasi dan Kota Depok dengan angka rata-rata lama sekolah masing-
masing sebesar 10,78 dan 10, 76. Dua kota lainnya yang juga memiliki angka
rata-rata lama sekolah di atas 10 adalah Kota Bandung (sebesar 10,58 ) dan
Kota Bogor (sebesar 10,28) hal ini berarti bahwa secara rata-rata penduduk
usia 25 tahun ke atas di lima kota tersebut telah mengenyam pendidikan
hingga kelas XI atau SMA kelas II.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 76
Tabel 6.1 Persentase Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat,
Tahun 2015 – 2016
Kode Provinsi/Kabupaten/Kota RLS
2015 2016
(1) (2) (3) (4)
3200 JAWA BARAT 7.86 7.95
3201 Bogor 7.75 7.83
3202 Sukabumi 6.51 6.74
3203 Cianjur 6.54 6.61
3204 Bandung 8.41 8.50
3205 Garut 6.84 6.88
3206 Tasikmalaya 6.88 6.94
3207 Ciamis 7.45 7.55
3208 Kuningan 7.20 7.34
3209 Cirebon 6.32 6.41
3210 Majalengka 6.80 6.89
3211 Sumedang 7.66 7.72
3212 Indramayu 5.46 5.56
3213 Subang 6.45 6.58
3214 Purwakarta 7.35 7.42
3215 Karawang 6.81 6.94
3216 Bekasi 8.66 8.81
3217 Bandung Barat 7.53 7.63
3218 Pangandaran 7.06 7.07
3271 Kota Bogor 10.20 10.28
3272 Kota Sukabumi 9.08 9.28
3273 Kota Bandung 10.52 10.58
3274 Kota Cirebon 9.76 9.87
3275 Kota Bekasi 10.71 10.78
3276 Kota Depok 10.71 10.76
3277 Kota Cimahi 10.78 10.89
3278 Kota Tasikmalaya 8.56 8.63
3279 Kota Banjar 8.06 8.19
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
6.3 Akses Terhadap Informasi dan Teknologi
Akses terhadap informasi dan teknologi didalamnya termasuk komunikasi
merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat pada saat ini. Selain kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya informasi dan teknologi, akses terhadap
informasi dan teknologi menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan
rumahtangga. Beberapa indikator akses rumahtangga terhadap informasi dan
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 77
teknologi yang dikemukakan di sini meliputi kepemilikan telepon rumah,
kepemilikan telepon seluler, kepemilikan komputer, akses internet di rumah
serta akses anggota rumahtangga terhadap internet di luar rumah.
Pada saat ini orang semakin banyak masyarakat yang mengakses
informasi. Perkembangan saat ini menunjukkan semakin meningkatnya
kegiatan ekonomi melalui internet. Dengan kemampuan mengakses informasi
seseorang dapat lebih memperluas wawasannya dan mendapatkan peluang-
peluang usaha untuk lebih meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Gambar 6.4 Persentase Rumahtangga yang Menguasai Telepon Selular Menurut Daerah Tempat Tinggal Provinsi Jawa Barat
Tahun 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Gambar 6.4 menunjukkan bahwa pada tahun 2016 di Provinsi Jawa Barat
lebih dari setengah dari jumlah total rumah tangganya menguasai/memiliki
telepon seluler. Sebanyak 65,34 persen rumah tangga yang tinggal di daerah
perkotaan telah menguasai/memiliki telepon selular, sedangkan di pedesaan
51,33 persen rumah tangganya telah menguasai/memiliki telepon seluler. Hal
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
Ya Tidak
65.34
34.66
51.3348.67
60.99
39.01
Perkotaan Pedesaan Total
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 78
ini menunjukkan bahwa telepon seluler sekarang bukanlah sebuah barang
mewah yang hanya bisa dimiliki oleh kalangan tertentu.
Gambar 6.5 Persentase Penduduk Umur 10 Tahun Ke Atas Menurut Pengaksesan Internet Dalam 3 Bulan Terakhir di Jawa Barat
Tahun 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Gambar 6.5 di atas membandingkan penduduk laki-laki dan perempuan
yang mengakses internet di daerah perkotaan dan perdesaan. Jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk total, maka penduduk yang mengkases
internet masih sangat rendah yaitu baru 33,77 persen di daerah perkotaan dan
14,91 persen di daerah perdesaan. Penduduk perempuan masih rendah
mengakses internet dibandingkan penduduk laki-laki, baik di daerah perkotaan
maupun perdesaan.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan
36.03
16.44
29.9631.44
13.35
25.82
33.77
14.91
27.92
Laki-Laki Perempuan Total
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 79
Profil Gender Bidang Ketenagakerjaan
etenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting untuk
menggambarkan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk
mencapai kepuasan individu, tetapi juga untuk memenuhi
perekonomian rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Pada
suatu kelompok masyarakat, sebagian besar dari mereka, utamanya telah
memasuki usia kerja, diharapkan terlibat di lapangan kerja tertentu atau aktif
dalam kegiatan perekonomian.
Penduduk yang telah memasuki usia kerja dapat dikelompokan menjadi
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Kelompok angkatan kerja terdiri dari
penduduk yang menganggur/pengangguran.
Di Indonesia, data ketenagakerjaan yang dikumpulkan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) adalah
keterangan perorangan dari setiap anggota rumah tangga yang berumur 10
tahun ke atas. Meski demikian, informasi yang disajikan hanya mencakup
penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.
7.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Besarnya partisipasi angkatan kerja digambarkan melalui indikator
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yaitu persentase penduduk yang
termasuk dalam angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (penduduk usia
15 tahun ke atas). Untuk melihat besar-kecilnya kontribusi, serta dinamika
tenaga kerja dan pencari kerja dalam pasar kerja, para pembuat kebijakan
dapat mencermati indikator ketenagakerjaan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
7
K
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 80
(TPAK) ini.
Tabel 7.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut Status Wilayah dan Jenis Kelamin di Jawa BaratTahun 2015-2016
Daerah 2015 2016
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Perkotaan 80.89 39.77 60.57 78.89 40.64 59.98
Perdesaan 6.85 36.05 59.74 85.45 39.37 62.53
Total 81.51 38.74 60.34 80.62 40.30 60.65
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
TPAK dan Tingkat Pengangguran Terbuka merupakan indikator utama
ketenagakerjaan yang sering dipakai untuk melihat perkembangan di bidang
ketenagakerjaan. TPAK perempuan lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, TPAK perempuan tidak pernah
mencapai 50 persen. Sementara itu TPAK laki-laki mencapai 80 persen. Ini
menunjukkan bahwa partisipasi laki-laki dalam pangsa pasar kerja jauh lebih
besar dibandingkan perempuan. Rendahnya tingkat partisipasi perempuan
dalam pasar kerja, tidak hanya karena peran ganda mereka dalam rumah
tangga, tetapi juga berkaitan dengan norma yang terbangun di tengah
masyarakat mengarahkan laki-laki memegang peranan kunci sebagai pencari
nafkah utama rumah tangga.
Pada tahun 2016 TPAK Provinsi Jawa Barat mengalami kenaikan
menjadi 60,65 persen dibanding tahun 2015 yang lalu sebesar 60,34 persen.
TPAK di atas 60 persen, dapat diartikan bahwa lebih dari 60 persen penduduk
yang berada pada usia kerja telah berpartisipasi atau siap berpartisipasi dalam
dunia kerja, baik yang sedang bekerja secara aktif, maupun yang saat ini
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 81
sementara tidak bekerja karena sesuatu hal, dan yang sedang mencari
pekerjaan.
Peningkatan TPAK perempuan erat hubungan dengan pencapaian
tingkat pendidikan perempuan. Biasanya semakin banyak perempuan yang
menamatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi diikuti pula oleh
meningkatnya tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja.
Peningkatan tenaga kerja perempuan lebih mendominasi pada sektor yang
secara tradisional banyak menampung tenaga kerja perempuan seperti
perdagangan, pertanian dan industri. Masuknya perempuan pada pasar kerja di
dorong oleh kebutuhan untuk menambah penghasilan keluarga.
7.2. Pekerja Disektor Formal Dan Informal
Pengelompokkan definisi formal dan informal menurut Hendri Saparini
dan M. Chatib Basri dari Universitas Indonesia menyebutkan bahwa tenaga
Kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis
pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak
dikenakan pajak. Pekerja sektor informal contohnya adalah pedagang kaki lima
(PKL), becak, peñata parkir, pengamen, dan anak jalanan, pedagang pasar,
buruh tani dan lainnya. Sedangkan pekerja sektor formal terdiri dari tenaga
profesional, teknisi dan sejenisnya, tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan,
tenaga tata usaha dan sejenisnya, tenaga usaha penjualan, tenaga usaha jasa.
Gambaran perkembangan sektor formal-informal juga dapat menjadi
sinyal perekonomian daerah. Tingkat perekonomian di Jawa Barat semakin
berkembang dan maju hal ini terlihat dari jumlah pekerja sector formal masih
memegang peranan lebih besar disbanding dengan sector informal.
Hampir sama dengan tahun sebelumnya, peranan sektor formal sampai
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 82
Agustus 2016 mendominasi kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat
dengan kontribusi 59,85 persen pekerja laki-laki dan 62,30 persen pekerja
perempuan. Persentase penduduk usia 15 tahun ke atas pada sektor informal
di domisili pekerja laki-laki sebesar 40,15 persen dan perempuan sebesar 37,70
persen.
Tabel 7.2 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (Formal dan Informal) dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
Status Pekerjaan
2015 2016
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Formal 57.07 54.31 56.20 59.85 62.30 60.67
Informal 42.93 45.69 43.80 40.15 37.70 39.33
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Terjadinya sedikit peningkatan jumlah pekerja di sektor formal terutama
dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah pekerja sektor formal yang
berpendidikan SD, SLTP dan Diploma I/II/II/IV/Akademi/Universitas yaitu dari
20,07 persen menjadi 20,27 persen SD, sebanyak 17,16 persen menjadi 17,81
persen untuk SLTP, dan untuk Diploma I/II/II/IV/Akademi/Universitas dari
19,22 persen menjadi 20,67 persen. Sedangkan jumlah pekerja sektor informal
yang mengalami peningkatan untuk pekerja yang berpendidikan SLTP, SLTA,
dan Diploma I/II/II/IV/Akademi/Universitas yaitu dari 18,34 persen menjadi
18,75 persen untuk SLTP, 12,99 persen menjadi 13,43 persen untuk SLTA dan
1,53 persen mnjadi 1,67 persen untuk Diploma I/II/II/IV/Akademi/Universitas.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 83
Tabel 7.3 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (Formal dan Informal) dan Tingkat
Pendidikan di Jawa Barat Tahun 2015 - 2016
Tingkat Pendidikan 2015 2016
Formal Informal Formal Informal
(1) (2) (3) (4) (5)
< SD 5.98 19.29 5.28 18.88
SD 20.07 47.84 20.27 47.28
SLTP 17.16 18.34 17.81 18.75
SLTA 37.57 12.99 35.97 13.43
PT 19.22 1.53 20.67 1.67
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Gambaran pekerja sektor informal menurut pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, dapat dilihat pada Tabel 7.3 di atas. Pada Tabel terlihat bahwa
sebagian besar pekerja sektor informal memiliki pendidikan yang rendah.
Tingkat pendidikan SD ke bawah (rendah) mendominasi pekerja di sektor
informal sebesar 66,16 persen, selanjutnya pendidikan SLTP 18, 75 persen,
SLTA sebesar 13,43 persen dan yang berpendidikan Diploma Satu (D1) ke atas
yaitu sebesar 1,67 %. Keadaan ini mencerminkan bahwa sektor informal itu
biasanya tidak memerlukan pendidikan formal.
7.3. Pengangguran
Pengangguran merupakan istilah untuk orang yang tidak bekerja,
mencari pekerjaan baik secara aktif maupun pasif. Terjadinya pengangguran
biasanya disebabkan oleh banyaknya penduduk yang mencari pekerjaan tidak
sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Pengangguran
seringkali menjadi masalah dalam perekonomian, karena dengan adanya
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 84
pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang,
sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah sosial
lainnya.
Dampak sosial dan ekonomi yang bisa ditimbulkan oleh tingginya angka
pengangguran tidak dapat dianggap enteng. Hal inilah yang menjadi perhatian
serius Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bagaimana cara menanggulangi
masalah pengangguran di Jawa Barat.
Tabel 7.4. Jumlah Penduduk yang Menganggur Menurut Status Wilayah dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
Daerah 2015 2016
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Perkotaan 847.704 445.233 1.292.937 983,385 341,458 1,324,843
Pedesaan 330.720 171.217 501.937 356,590 192,428 549,018
Total 1.178,424 616.450 1.794.874 1,339,975 533,886 1,873,861
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Jumlah penduduk yang menganggur di Jawa Barat pada tahun 2016
mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2015. Tingginya jumlah
pengangguran menunjukkan masih banyaknya pencari kerja yang tidak
tertampung dalam kesempatan kerja yang ada, sehingga mereka terpaksa
menganggur. Untuk itu, diperlukan penciptaan lapangan kerja yang cukup
banyak agar dapat menampung tenaga kerja yang menganggur tersebut.
Selain itu, perkembangan keadaan perekonomian secara global juga
berpengaruh terhadap masih tingginya tingkat pengangguran di Jawa Barat.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 85
Untuk mengetahui bagaimana kondisi pengangguran di Jawa Barat dan
perkembangannya antar waktu akan dibahas dalam sub bab ini. Beberapa
aspek pengangguran yang akan dibahas dalam analisis ini antara lain adalah
tingkat pengangguran terbuka, tingkat pengangguran terdidik, dan angka
setengah pengangguran.
7.3.1. Pengangguran Terbuka
Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur pengangguran adalah
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tingkat pengangguran terbuka
umumnya didefinisikan secara konvensional sebagai proporsi angkatan kerja
yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Ukuran ini dapat digunakan untuk
mengindikasikan seberapa besar penawaran kerja yang tidak dapat terserap
dalam pasar kerja disebuah negara atau wilayah.
Pengangguran Terbuka, pengangguran yang terjadi karena
pertambahan lapangan kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja.
Pengangguran Terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak
bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah
bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah berkerja), atau sedang
mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah
memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 86
Tabel 7.5 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Status Wilayah dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
Daerah 2015 2016
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Perkotaan 8.38 9.17 8.64 9.66 6.95 8.75
Pedesaan 8.41 10.16 8.93 8.63 10.66 9.26
Total 8.39 9.42 8.72 9.37 7.92 8.89
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat mengalami kenaikan 0.17
persen dari tahun sebelumnya. Begitu juga jika dilihat menurut status wilayah
maka tingkat pengangguran daerah perkotaan dan daerah pedesaan
mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0,11 persen dan 0,33 persen.
7.3.2. Pengangguran Terdidik
Pengangguran terdidik merupakan kekurangselarasan antara
perencanaan pembangunan pendidikan dengan perkembangan lapangan kerja.
Hal tersebut merupakan penyebab utama terjadinya jenis pengangguran ini.
Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja,
bukan pencipta kerja. Padahal, untuk menjadi seorang lulusan yang siap kerja,
mereka perlu tambahan keterampilan di luar bidang akademik yang mereka
kuasai.
Tingkat pengangguran terdidik didefinisikan sebagai rasio jumlah
pencari kerja berpendidikan tertentu (sebagai kelompok terdidik) terhadap
jumlah angkatan kerja pada kelompok pendidikan tersebut.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 87
Tingkat pengangguran pada jenjang pendidikan SLTA dan SLTP masih
cukup tinggi. Hal ini disebabkan tidak seimbangnya antara lulusan SLTA dan
SLTP dengan lowongan pekerjaan yang tersedia, sehingga menyebabkan
membludaknya pengganguran terdidik dijenjang pendidikan ini. Untuk itu
Pemerintah Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dengan cara meningkatkan investasi dan menarik para investor untuk
dapat menanamkan modalnya di Jawa Barat. Dengan adanya investasi tersebut
diharapkan juga agar perusahaan-perusahaan di Jawa Barat untuk dapat
menciptakan lapangan kerja bagi penduduk.
Tabel 7.6 Tingkat Pengangguran Terdidik Menurut Jenjang Pendidikan dan Status Wilayah di Jawa Barat, Tahun 2015-2016
Jenjang
Pendidikan
2015 2016
Perkotaan Pedesaan Total Perkotaan Pedesaan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
< SD 6.13 4.04 5.29 5.08 5.08 5.08
SD 4.11 5.63 4.78 5.99 6.36 6.14
SLTP 9.15 15.67 10.87 9.37 13.64 10.52
SLTA 13.34 19.27 14.07 12.63 18.11 13.47
PT 5.86 7.40 5.99 5.79 4.44 5.66
Total 8.64 8.93 8.72 8.75 9.26 8.89
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Di Provinsi Jawa Barat tingkat pengangguran terdidik mengalami
penurunan setiap tahun walaupun angkanya masih sangat kecil, kecuali pada
jenjang pendidikan SD mengalami kenaikan sebesar 1,36 persen. Hal ini
disebabkan tingkat para pencari kerja sebagian sudah mendapat pekerjaan.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 88
Jika dilihat tingkat pengangguran terdidik menurut jenis kelamin, tingkat
pengangguran terdidik laki-laki pada jenjang perguruan tinggi mengalami
penurunan sebesar o,64 persen sedangkan untuk perempuan mengalami
kenaikan sebesar 0,09 persen. Tingkat pengangguran terdididik laki-laki pada
jenjang pendidikan SD, SLTP, dan SLTA mengalami kenaikan masing-masing
sebesar 2,19 persen, 0.27 persen dan 1 persen. Sedangkan tingkat
pengangguran terdidik perempuan untuk jenjang pendidikan SD, SLTP dan
SLTA mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,63 persen, 1,72 persen,
dan 4,51 persen
Tabel 7.7 Tingkat Pengangguran Terdidik Menurut Jenjang
Pendidikan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
Jenjang
Pendidikan
2015 2016
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
< SD 5.66 4.64 5.29 5.44 4.54 5.08
SD 4.71 4.93 4.78 6.90 4.30 6.14
SLTP 10.23 12.27 10.87 10.50 10.55 10.52
SLTA 12.87 17.06 14.07 13.87 12.55 13.47
PT 6.14 5.78 5.99 5.50 5.87 5.66
Total 8.39 9.42 8.72 9.37 7.92 8.89
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
7.5. Pekerja Tak Dibayar (Unpaid Worker)
Kelompok yang disebut dengan istilah “pekerja tak dibayar”, yaitu
seseorang yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak
mendapat upah atau gaji baik berupa uang ataupun barang. Terjadi penurunan
jumlah pekerja tak dibayar tahun 2016 ini sebesar 1,56 persen dari tahun 2015
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 89
dari total angkatan kerja di Provisi Jawa Barat. Pekerja tak dibayar (unpaid
worker) atau disebut juga dengan pekerja keluarga. Komponen terbesar dari
pekerja keluarga adalah pekerja perempuan yaitu 15,05 persen sedangkan
pekerja laki-lakinya hanya sebesar 2,07 persen.
Tabel 7.8 Persentase Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga dan Tingkat Pendidikan, Provinsi Jawa Barat Tahun 2015-2016
Jenjang
Pendidikan
2015 2016
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
<SD 1.51 22.09 9.06 1.82 19.36 7.39
SD 1.56 28.01 9.55 1.77 21.09 6.54
SLTP 3.28 20.82 8.69 2.37 18.54 6.96
SLTA 2.35 10.49 4.59 3.03 11.79 5.51
PT 1.21 2.43 1.70 0.22 3.25 1.67
Total 2.05 18.09 7.11 2.07 15.05 5.55
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Jika dilihat dari tabel di atas sebagian besar pekerja tak dibayar/pekerja
keluarga berada pada tingkat pendidikan SLTP ke bawah, dan yang tertinggi
adalah penduduk tidak/belum tamat SD yang mencapai 7,39 persen. Tingginya
pekerja tak di bayar pada level ini karena mereka pada umumnya tidak dapat
bekerja di sektor formal.
7.6. Perempuan Pekerja Profesional Dan Manajerial
Suatu pekerjaan yang dilakukan secara profesional menuntut adanya
keahlian dan keterampilan khusus pada pelakunya. Di Jawa Barat tenaga kerja
professional lebih banyak dilakukan oleh para pekerja perempuan baik itu
untuk tahun 2015 maupun tahun 2016. Salah satu contoh tenaga kerja
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 90
professional adalah guru, perawat, juru masak yang memang cendrung lebih
banyak digeluti oleh kaum perempuan.
Tabel 7.9 Persentase Pekerja Profesional dan Manajerial di Provinsi Jawa Barat Tahun 2015-2016
Jenis Pekerjaan
2015 2016
Laki-laki Perem puan
Total Laki-laki Perem puan
Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Tenaga Profesional 6.36 10.52 7.67 3.73 9.30 5.61
Tenaga Manajerial 1.59 0.76 1.33 2.15 1.45 1.92
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Sedangkan untuk tenaga manajerial lebih banyak pekerja laki-laki yang
terlibat didalamnya dari tahun ke tahun. Sesuai dengan kodratnya lelaki itu
sebagai pemimpin maka tenaga kerja manajerial lebih banyak pekerja laki-laki
yang pada tahun 2015 ada 1,33 persen dan pada tahun 2016 naik menjadi
1,92 persen.
7.7. Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Status Pekerjaan,
Dan Jenis Pekerjaan
Proporsi penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan utama
merupakan angka yang menunjukan distribusi/penyebaran penduduk bekerja di
setiap lapangan pekerjaan. Menurut Sensus Penduduk 2000, yang dimaksud
dengan lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan dari usaha/perusahaan/
instansi dimana seseorang bekerja atau pernah bekerja.
Lapangan pekerjaan ini terbagi menjadi sembilan sektor Pertanian;
Pertambangan dan Penggalian; Industri; Listrik Gas dan Air;
Konstruksi; Perdagangan; Transportasi dan Komunikasi; Lembaga Keuangan;
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 91
dan Jasa. Analisis yang dilakukan hanya akan memuat lima lapangan usaha
terbesar yaitu; pertanian, industri, perdagangan dan jasa, sementara sisanya
akan masuk pada sektor lainnya.
Tabel 7.10 Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat
Tahun 2015-2016
Lapangan Usaha
2015 2016
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan
Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Pertanian 17.01 15.30 16.47 17.99 13.29 16.43
Industri 19.91 23.34 21.00 18.86 22.97 20.23
Perdagangan 22.85 36.48 27.15 23.36 36.72 27.80
Jasa Kemasyarakatan 14.21 20.55 16.21 14.58 22.38 17.18
Lainnya 26.02 4.33 19.18 25.20 4.64 18.36
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Lapangan pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja di
Provinsi Jawa Barat adalah perdagangan dan industri. Penduduk Jawa Barat
yang bekerja pada sektor perdagangan pada tahun 2016 sebesar 27,80 persen
naik sebesar 0,65 persen dari tahun 2015. Sementara pada sektor industri
mengalami penurunan sebesar 0,77 persen. Hal ini dimungkinkan penduduk
beralih bekerja ke sektor perdagangan atau ke sektor jasa kemasyarakatan,
terlihat dari jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan dan sktor jasa
kemasyarakatan mengalami peningkatan.
Jika dilihat menurut jenis kelamin persentase penduduk perempuan
yang bekerja pada sektor perdagangan, industri, dan jasa kemasyarakatan
lebih besar dibanding penduduk laki-laki kecuali untuk sektor pertanian
persentase pekerja laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 92
7.7.1 Penduduk yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama
Komposisi jenis pekerjaan utama penduduk di Provinsi Jawa Barat pada
tahun 2016 ini ada pada tenaga usaha jasa dan penjualan serta pekerja kasar
yaitu sebesar 27,46 persen dan 20,63 persen, ini berarti tenaga kerja di Jawa
Barat sebagian besar masih merupakan pekerja unskilled yang artinya untuk
memasuki pekerjaan tersebut tidak memerlukan keahlian. Sementara untuk
pekerjaan yang memerlukan keterampilan (skilled) di tahun 2016 seperti TNI &
Polri, Manajer, Pekerja Profesional serta Teknisi dan Asisten Profesional
persentasenya masing-masing sebesar 0,59 persen, 1,92 persen, 5,61 persen,
dan 3,72 persen.
Tabel 7.11 Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2016
Jenis Pekerjaan Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4)
0 0.85 0.05 0.59
1 2.15 1.45 1.92
2 3.73 9.30 5.61
3 4.44 2.30 3.72
4 5.77 7.60 6.40
5 22.79 36.88 27.46
6 11.64 7.27 10.18
7 14.12 10.54 12.92
8 12.77 6.18 10.57
9 21.74 18.43 20.63
Total 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Keterangan:
*) 0. TNI & POLRI 1. Manajer/Manager 5. Tenaga Usaha Jasa & Tenaga Penjualan 9. Pekerja Kasar
2. Profesional 6. Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan, & Perikanan
3. Teknisi & Asisten Profesional 7. Pekerja Pengolahan, Kerajinan & YBDI
4. Tenaga Usaha Jasa 8. Operator & Perakit Mesin
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 93
Hal yang cukup menarik adalah persentase penduduk perempuan pada
tenaga profesional lebih tinggi dibanding laki-laki. Jumlah tenaga professional
perempuan sebesar 9,30 persen sedangkan laki-laki sebesar 3,73 persen.
7.7.2 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama
Status Pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan
pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Indikator status pekerjaan pada
dasarnya terdiri dari empat kategori yang berbeda tentang kelompok penduduk
yang bekerja yaitu tenaga kerja yang berusaha sendiri,
buruh/karyawan/pegawai, pekerja bebas, dan pekerja keluarga. Berusaha
sendiri terdiri dari tenaga kerja yang benar-benar berusaha sendiri tanpa
dibantu buruh dibayar maupun tidak dibayar, berusaha sendiri dibantu buruh
tidak tetap/ buruh tidak dibayar, dan berusaha sendiri dibantu buruh
tetap/buruh dibayar, Pekerja bebas terdiri dari pekerja bebas di pertanian dan
pekerja bebas di non pertanian. Sementara pekerja keluarga juga dikenal
sebagai pekerja tak dibayar.
Tabel 7.12 menunjukkan status pekerjaan penduduk berusia di atas
15 tahun pada tahun 2015 sampai 2016. Data tersebut menunjukkan bahwa
selama dua tahun, ada kecenderungan penduduk berusia 15 tahun ke atas,
sebagian besar bekerja sebagai buruh, karyawan atau pegawai. Sebagian yang
lain, pada tahun 2016 adalah berusaha sendiri (18,14 persen) dan 10,33 persen
adalah sebagai pekerja berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak
dibayar. Sedangkan yang 6,38 persen merupakan pekerja keluarga/tidak
dibayar yang mengindikasikan bahwa penduduk usia produktif belum memiliki
pekerjaan yang layak secara ekonomi, yaitu mampu memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Dan sebahagian besar pekerja keluarga taau pekerja tak dibayar ini
dilakukan oleh perempuan yaitu sebesar 15,05 persen sedangkan pekerja laki-
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 94
laki hanya sebesar 2,07 persen.
Tabel 7.12 Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2015-2016
Status Pekerjaan 2015 2016
Laki-laki Perem Puan
Total Laki-laki Perem puan
Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Berusaha sendiri 18.26 17.92 18.15 18.35 17.71 18.14
Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar
11.49 8.31 10.49 11.07 8.85 10.33
Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar
3.98 2.04 3.37 4.93 2.18 4.01
Buruh/karyawan/pegawai 46.70 45.25 46.24 47.44 47.14 47.34
Pekerja bebas di pertanian 5.59 4.77 5.33 6.12 5.54 5.93
Pekerja bebas di non pertanian 11.92 3.62 9.30 10.03 3.52 7.87
Pekerja keluarga/tak dibayar 2.05 18.09 7.11 2.07 15.05 6.38
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2015-2016
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 95
Profil Gender Bidang Politik dan
Pengambilan Keputusan
erilaku keluarga dan peran serta setiap individu anggota keluarga akan
membantu kita untuk mengerti tentang peranan wanita dalam rumah
tangga maupun di luar rumah tangga. Pada struktur masyarakat yang
turut berpengaruh peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu,
2004)
Struktur sosial masyarakat yang membagi-bagi tugas antar pria dan
wanita seringkali merugikan wanita. Wanita yang bekerja di dalam rumah
tangga tidak mendapatkan penghargaan secara ekonomi. Nilai wanita sebagai
ibu adalah suatu nilai yang sakral yang penuh dengan pengabdian. Istilah
peran rangkap tiga yang dimiliki wanita, yaitu : peran produktif
(bekerja/mencari nafkah), peran reproduktif (menyiapkan semua keperluan
keluarga untuk di dalam dan di luar rumah, keperluan suami dan anak), serta
peran masyarakat (arisan. Gotong royong dan pengajian) (Daulay, 2007).
Sebagaimana yang kita ketahui, pengarusutamaan perspektif yang
berkeadilan gender merupakan prasyarat dasar dalam mencapai kesetaraan
dan pembangunan. Pemerintah memberi perhatian khusus dalam hal ini
sebagaimana dibuktikan dalam komitmen nasional Indonesia yang dimuat
dalam Undang-undang Dasar 1945, dan komitmen-komitmen internasional,
antara lain Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
against Women) atau CEDAW, sebagaimana diratifikasi oleh Indonesia melalui
pemberlakuan Undang-undang No. 7 Tahun 1984, Deklarasi Beijing, Landasan
Tindakan Beijing Tahun 1995 dan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium
Development Goal) Tahun 2000. Salah satu himbauan CEDAW PBB untuk
P
8
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 96
mengeliminasi segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan adalah dengan
melakukan tindakan affirmatif dimana tindakan ini khusus koreksi dan
kompensasi dari negara atas ketidakadilan gender terhadap perempuan selama
ini.
Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender merupakan indikator bahwa isu gender belum
mendapatkan perhatian khusus di bidang pembangunan, hingga Pemerintah
Pusat merasa perlu menetapkan suatu pijakan politis yang membuka peluang
bagi perempuan Indonesia untuk berpartisipasi aktif di dalam pembangunan
termasuk pembangunan politik yang berwawasan gender.
8.1 Partisipasi Di Bidang Politik
8.1.1 Anggota DPRD Provinsi
Fakta menunjukkan, peran perempuan Indonesia secara progresif
banyak menduduki posisi penting, meskipun persentasenya masih lebih kecil
dibandingkan dengan laki-laki. Berkat perjuangan gigih koalisi para aktivis
permasalahan perempuan dan koalisi perempuan anggota parlemen, telah
berhasil mengundangkan secara formal dalam pasal 65 undang-undang pemilu
No. 12 tahun 2003.
Pasal tersebut adalah 65 ayat (1) dan (2), yang dikenal dengan sebutan
”kuota” untuk perempuan, lengkapnya pasal tersebut berbunyi :
(1) Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan,
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30
persen.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 97
(2) Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon sebanyak-
banyaknya 120 persen jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap daerah
pemilihan.
Sementara Pasal 67 ayat (1) berbunyi :
”Calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota yang
diajukan partai politik peserta pemilu merupakan hasil seleksi secara
demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal parpol”
Sehingga meskipun ada peluang bagi perempuan untuk berkiprah di
bidang politik, khususnya menjadi calon legislatif, tetap saja kesempatan
tersebut bergantung kepada pimpinan partai politik yang memiliki kuasa untuk
menetapkan nomor urut calon legislatifnya. Dilain pihak, perempuan terjun ke
dunia politik harus mempersiapkan diri agar mampu bersaing dengan laki-laki,
dalam hal ini, perempuan harus turut aktif dalam kepengurusan partai politik
dan membekali diri dengan memenuhi kapasitas, kompetensi dan kualifikasi
sebagai warga politik dengan tetap dalam koridornya sebagai perempuan.
Tabel 8.1 memperlihatkan jumlah anggota dewan perwakilan daerah
menurut partai politik dan jenis kelamin. Keterwakilan perempuan dalam partai
politik yang menjadi anggota dewan perwakilan daerah lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki, bahkan ada beberapa partai politik yang tidak
ada keterwakilan perempuannya seperti Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
dan Fraksi Partai Amanat Nasional. Dari total anggota dewan perwakilan daerah
sebanyak 99 orang hanya 21 orang saja keterwakilan perempuannya atau
hanya sekitar 21 persen saja.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 98
Tabel 8.1 Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Daerah Menurut Partai Politik dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2016
No. Partai Politik Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Fraksi Partai Demokrat (F-PD) 10 2 12
2. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDI)
14 6 20
3. Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG)
11 5 16
4. Fraksi Keadilan Sejahtera (F-PKS)
11 1 12
5. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP)
9 - 9
6. Fraksi Partai gerakan Indonesia Raya (F-GERINDRA)
9 2 11
7. Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN)
4 - 4
8. Partai Kebangkitan Bangsa (F-Gabungan Hanura-PKB)
6 4 10
9. Fraksi Partai Nasional Demokrat (F-Nasdem)
4 1 5
Jawa Barat 78 21 99
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Tabel 8.2 memperlihatkan jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat.
Hampir di semua kabupaten/kota sudah ada keterwakilan perempuan walaupun
dari sisi jumlah lebih kecil daripada laki-laki. Di Kabupaten Bandung Barat
jumlah keterwakilan perempuan dari 47 orang hanya ada 3 orang perempuan
atau hanya 6 persen saja. Kemudian Kabupaten Ciamis dari 45 orang anggota
hanya 5 orang keterwakilan perempuannya atau hanya sekitar 11 persen saja.
Hanya Kota Banjar saja yang jumlah keterwakilan perempuan dan laki-laki
hampir seimbang yaitu dari 17 orang anggota jumlah keterwakilan
perempuannya sebanyak 8 orang (47 persen).
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 99
Tabel 8.2 Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2016
No. Kabupaten/Kota Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Kab. Bogor 44 6 50
2. Kab. Sukabumi 44 6 50
3. Kab. Cianjur 41 9 50
4. Kab. Bandung 37 12 50
5. Kab. Garut 43 7 50
6. Kab. Tasikmalaya 42 8 50
7. Kab. Ciamis 45 5 50
8. Kab. Kuningan 39 11 50
9. Kab. Cirebon 36 14 50
10. Kab. Majalengka 43 7 50
11. Kab. Sumedang 41 9 50
12. Kab. Indramayu 39 11 50
13. Kab. Kab. Subang 43 7 50
14. Kab. Purwakarta 34 11 45
15. Kab. Karawang 40 10 50
16. Kab. Bekasi 44 6 50
17. Kab. Kab. Bandung Barat 47 3 50
18. Kab. Pangandaran 29 6 35
19. Kota Bogor 37 8 45
20. Kota Sukabumi 27 8 35
21. Kota Bandung 40 10 50
22. Kota Cirebon 27 8 35
23. Kota Bekasi 38 12 5
24. Kota Depok 40 10 50
25. Kota Cimahi 37 8 45
26. Kota Tasikmalaya 38 8 46
27. Kota Banjar 17 8 25
Jawa Barat 20 80 100
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
8.2. Partisipasi Di Lembaga Eksekutif
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang bertugas di Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, dari jumlah 331.243 orang 50,61 persen adalah laki-laki dan
perempuan hanya 49,39 persen. Hal ini menunjukkan adanya
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 100
keseimbangan antara jumlah PNS laki-laki dengan perempuan di Provinsi
Jawa Barat.
Gambar 8.1 Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang Bertugas di Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Kelamin Tahun 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
8.2.1. PNS Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Jumlah Pegawai Negeri Sipil menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat disajikan
pada tabel 8.3. Dari sebanyak 331.243 orang PNS sebanyak 163.611 orang
adalah perempuan., sisanya sebanyak 167.632 adalah PNS laki-laki. Di
beberapa kabupaten/kota terlihat jumlah PNS perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki. Di Kota Bandung dari total PNS sebanyak 17.485 orang
sebanyak 10.033 (57,38 persen) adalah PNS perempuan, sisanya sebanyak
7.452 orang (42,62 persen) adalah PNS laki-laki.
50.6149.39
Laki-laki Perempuan
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 101
Tabel 8.3 Pegawai Negeri Sipil Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Kelamin Tahun 2016
Kabupaten/Kota Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
01. Bogor 9.408 8.687 18.095
02. Sukabumi 7.952 5.355 13.307
03. Cianjur 7.240 6.188 13.428
04. Bandung 8.108 10.228 18.336
05. Garut 8.705 8.139 16.844
06. Tasikmalaya 6.523 6.800 13.323
07. Ciamis 5.297 5.664 10.961
08. Kuningan 6.436 5.921 12.357
09. Cirebon 7.110 6.806 13.916
10. Majalengka 6.122 5.747 11.869
11. Sumedang 5.629 5.853 11.482
12. Indramayu 7.437 5.356 12.793
13. Subang 6.748 5.957 12.705
14. Purwakarta 4.088 4.178 8.266
15. Karawang 6.423 5.690 12.113
16. Bekasi 5.954 6.463 12.417
17. Bandung Barat 4.139 4.464 8.603
18. Pangandaran 1.946 1.674 3.620
19. Kota Bogor 3.830 3.856 7.686
20. Kota Sukabumi 2.121 2.153 4.274
21. Kota Bandung 7.452 10.033 17.485
22. Kota C irebon 2.460 2.719 5.179
23. Kota Bekasi 5.140 6.422 11.562
24. Kota Depok 3.039 4.073 7.112
25. Kota Cimahi 1.954 2.781 4.735
26. Kota Tasikmalaya 3.416 4.006 7.425
27. Kota Banjar 1.395 1.346 2.741
Provinsi Jawa Barat 21.557 17.052 38.609
Jawa Barat 167.632 163.611 331.243
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Jumlah PNS kabupaten/kota di Jawa Barat menurut tingkat pendidikan
formal disajikan dalam table 8.9 berikut ini. Berdasarkan pendidikan Formal
didominasi oleh pegawai lulusan Sarjana Strata 1 yaitu sebanyak 49,30 persen
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 102
yang terdiri dari laki-laki 22,76 persen dan perempuan 26,54 persen, menyusul
pegawai dengan tamatan SLTA sebanyak 19,36 persen yang terdiri dari laki-laki
13,11 persen dan perempuan 6,25 persen.
Tabel 8.4 Pegawai Negeri Sipil Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Menurut Tingkat Pendidikan Formal dan Jenis Kelamin di
Lingkungan Dinas/Badan/Lembaga Tahun 2016
Kabupaten/ Kota Tingkat Pendidikan Formal Menurut jenis kelamin SD SLTP SLTA
L P L P L P
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
01.Bogor 231 2 396 19 2.595 1.044
02.Sukabumi 139 2 259 14 1.896 608
03.Cianjur 94 1 242 16 1.506 686
04.Bandung 301 3 367 14 2.621 1.811
05.Garut 149 1 260 11 2.135 910
06.Tasikmalaya 93 0 163 5 1.104 607
07.Ciamis 82 3 176 13 1.213 700
08.Kuningan 80 2 86 5 1.626 815
09.Cirebon 77 1 215 9 1.595 725
10. Majalengka 90 4 175 9 1.550 689
11.Sumedang 63 1 290 8 1.392 686
12.Indramayu 78 6 142 9 2.177 749
13.Subang 93 16 137 28 1.910 899
14.Purwakarta 97 4 147 14 1.475 720
15.Karawang 109 2 195 13 1.553 667
16.Bekasi 150 1 176 14 1.093 750
17.Bandung Barat 115 0 145 6 881 501
18. Pangandaran 17 0 27 4 341 160
19. Kota Bogor 201 4 191 12 1.529 559
20. Kota Sukabumi 68 3 64 15 566 354
21. Kota Bandung 201 5 370 9 2.613 1.591
22. Kota C irebon 35 1 66 8 732 382
23. Kota Bekasi 167 2 232 10 1.692 925
24. Kota Depok 33 1 60 4 988 540
25. Kota Cimahi 41 2 59 5 618 339
26. Kota Tasikmalaya 47 1 69 1 1.125 637
27. Kota Banjar 13 0 44 2 535 212
Provinsi Jawa Barat 346 11 462 27 4.193 1.346
Jawa Barat 3.210 79 5.215 304 43.254 20.612
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 103
Tabel 8.4 (Lanjutan) Pegawai Negeri Sipil Provinsi Jawa Barat Menurut Tingkat
Pendidikan Formal dan Jenis Kelamin di Lingkungan Dinas/Badan/Lembaga Tahun 2016
Kabupaten/kota
Tingkat Pendidikan Format menurut jenis kelamin
D-I/D-II D-III D-IV/S1
L P L P L P
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
01.Bogor 1.702 2.165 399 1.068 3.360 4.028
02.Sukabumi 1.476 1.521 322 763 3.287 2.413
03.Cianjur 1.033 1.277 311 692 3.513 3.412
04.Bandung 1.223 3.349 416 1.041 2.750 3.774
05.Garut 1.544 2.643 372 708 3.586 3.670
06.Tasikmalaya 1.265 2.084 295 766 3.165 3.238
07.Ciamis 464 629 261 614 2.678 3.602
08.Kuningan 690 904 250 619 3.291 3.505
09.Cirebon 1.242 1.628 434 1.081 3.110 3.293
10. Majalengka 821 1.118 311 796 2.853 3.155
11.Sumedang 1.014 1.713 354 791 2.177 2.573
12.Indramayu 940 886 375 647 3.259 2.981
13.Subang 969 1.193 318 662 2.829 3.044
14.Purwakarta 498 914 189 475 1.420 1.971
15.Karawang 1.033 1.031 310 791 2.782 3.124
16.Bekasi 676 647 272 813 2.902 3.913
17.Bandung Barat 557 912 155 467 2.006 2.461
18. Pangandaran 362 336 131 240 936 924
19. Kota Bogor 254 723 143 336 1.215 1.926
20. Kota Sukabumi 151 307 151 382 897 949
21. Kota Bandung 339 1564 369 920 2.909 5.220
22. Kota C irebon 75 200 179 361 1.135 1.617
23. Kota Bekasi 259 833 212 706 2.060 3.397
24. Kota Depok 341 747 188 535 1.195 2.020
25. Kota Cimahi 86 481 194 459 743 1.264
26. Kota Tasikmalaya 314 861 267 662 1.342 1.796
27. Kota Banjar 61 99 108 211 475 744
Provinsi Jawa Barat 89 43 1.257 1.089 13.162 13.513
Jawa Barat 19.478 30.808 8.543 18.695 75.087 87.527
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 104
Tabel 8.4 (Lanjutan) Pegawai Negeri Sipil Provinsi Jawa Barat Menurut Tingkat Pendidikan
Formal dan Jenis Kelamin di Lingkungan Dinas/Badan/Lembaga Tahun 2016
Kabupaten/Kota
Tingkat Pendidikan Formal Menurut jenis kelamin
S.2 S3 Total
L P L P L P
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
01.Bogor 589 412 5 1 9.408 8.687
02.Sukabumi 414 144 3 2 7.952 5.355
03.Cianjur 339 177 1 2 7.240 6.188
04.Bandung 305 249 4 0 8.108 10.228
05.Garut 478 239 3 0 8.705 8.139
06.Tasikmalaya 336 157 2 0 6.523 6.800
07.Ciamis 310 140 5 0 5.297 5.664
08.Kuningan 355 149 1 0 6.436 5.921
09.Cirebon 311 154 0 0 7.110 6.806
10. Majalengka 224 109 3 0 6.122 5.747
11.Sumedang 251 126 4 0 5.629 5.853
12.Indramayu 299 106 9 0 7.437 5.356
13.Subang 384 176 2 2 6.748 5.957
14.Purwakarta 193 103 2 0 4.088 4.178
15.Karawang 297 151 2 0 6.423 5.690
16.Bekasi 604 418 4 1 5.954 6.463
17.Bandung Barat 255 147 1 1 4.139 4.464
18. Pangandaran 98 39 4 0 1.946 1.674
19. Kota Bogor 223 233 1 3 3.830 3.856
20. Kota Sukabumi 168 103 3 1 2.121 2.153
21. Kota Bandung 394 387 8 1 7.452 10.033
22. Kota C irebon 200 145 2 0 2.460 2.719
23. Kota Bekasi 458 495 2 3 5.140 6.422
24. Kota Depok 182 222 2 0 3.039 4.073
25. Kota Cimahi 151 200 0 1 1.954 2.781
26. Kota Tasikmalaya 214 103 1 0 3.416 4.006
27. Kota Banjar 120 76 1 0 1.395 1.346
Provinsi Jawa Barat 2.185 1.369 50 15 21.557 17.052
Jawa Barat 10.337 6.529 125 33 167.632 163.611
Sumber : Badan Pusat Statistik
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 105
8.4 Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Keberadaan PSW Perguruan Tinggi di Jawa Barat sangat berpengaruh
dalam mendukung pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Jawa Barat. PSW
telah melakukan berbagai kajian dan penelitian di Provinsi dan berbagai
Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang dapat dijadikan bahan untuk penentuan
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di Jawa Barat.
Tabel 8.5 Perguruan Tinggi PSW/PSG yang Mendukung Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
No Perguruan Tinggi/PSW/PSG
ALAMAT
(1) (2) (3)
1 P 4 W UNPAD JL. Dipatiukur No. 35 Bandung
2 P S W UIN SGD Bandung JL. A.H. Nasution No. 108 Bandung
3 P S W UPI JL. Dr. Setiabudi No. 229 Bandung
4 P S W UNINUS JL. Soekarno Hatta No. 530 Bandung
5 P S W UNPAS JL. Lengkong Dalem No. 17 Bandung
6 P S W UNISBA JL. Tamansari No. 1 Bandung
7 P S W IPB Jl. Pajajaran Bogor
8 P S W IPDN JL. Raya Jatinangor Km. 21
9 P S W ITB JL. Ganesha No. 17 Bandung
10 P S W UNLA JL. Karapitan No Bandung
11 P S W UNPAR JL. Ciumbeuleuit Bandung
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
LSM sebagaimana tertera pada tabel 8.5 adalah lembaga-lembaga dari
masyarakat yang telah berbuat banyak dalam mendukung perwujudan
kesetaraan dan keadilan gender di Jawa Barat. Ada yang bergerak dalam
pendataan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, pencegahan dan
penanganan korban kekerasan, Advokasi hukum, pendampingan dan lain-lain.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 106
Hal ini memberikan kekuatan yang sangat berarti dalam pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Jawa Barat.
Tabel 8.6 LSM yang Mendukung Pelaksanaan Pengarustamaan Gender
No LSM ALAMAT
(1) (2) (3)
1 Jaringan Relawan Independen (JARI) Bandung
JL. Sumatra No. 46-48
2 Lembaga Perlindungan Anak JL. Karang Tinggal No. 33 Bandung
3 Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) JL. Depok vi No. 2 Antapani Bandung
4 BAHTERA Cileutik Buah Batu No. 5, Bandung
5 PAHAM JL. Pindad Utara No. 48 C
6 INSTITUT PEREMPUAN Lembaga Perlindungan Kekerasaan Dalam Rumah Tangga (LPKDRT)
JL. Dago Pojok No. 85
Sumber: DP3AKB Provinsi Jawa Barat
Banyak dan beragamnya organisasi Perempuan di Jawa Barat menjadi
salah satu kekuatan yang dahsyat dalam mendukung pelaksanaan PUG di Jawa
Barat. Mereka memiliki pengurus yang cukup handal serta memiliki jumlah
anggota yang sangat besar. Melalui berbagai oraganisasi perempuan tersebut
memudahkan dan melancarkan sampainya pesan-pesan kesetaraan dan
keadilan gender kepada masyarakat. Dan melalui pembinaan organisasi yang
dilakukan, telah memunculkan kader-kader perempuan yang berkualitas. Dan
melalui pembinaan berbagai keterampilan baik bidang pendidikan, kesehatan
dan ekonomi, telah memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas hidup
perempuan di Jawa Barat.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 107
Tabel 8.7 Organisasi Wanita yang Mendukung
Pengarustamaan Gender
No. NAMA ALAMAT SEKRETARIAT TELEPON
(1) (2) (3) (4)
1. Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW)
Jl. Braga Bandung
2. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
Jl. Soekarno-Hatta No. 468 Bandung 022-7567673
3. Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI)
4. Dharma wanita persatuan Jl.Tamansari No.57 Bandung 022-2504606
5. Bhayangkari Jl,Soekarno-Hatta No.748 Bandung 022-7806392
6. Adhyaksa Dharma Karini Kejaksaan Tinggi
Jl.Madura No.1 Bandung 022-4205377
7. Persit Kartika Chandra kirana Jl.sumbawa No.32 Bandung 022-4206413
8. IKKT Pragati wira Anggini Jl.Nias No.3 Bandung
9. Pia Ardhya Garini Jl.Ir.H.Juanda No.149 Bandung 022-2502318
10. Aisyiyah Jl.Sancang No.6 Bandung 022-7205911
11. Perkumpulan Budi Istri Jl.R.E.Martadinata No.110 Bandung 022-4211694
12. Balai Perguruan Putri Jl.Vandeventer No.14 Bandung 022-4218906
13. Himpunan Wanita Karya Jl.Gondang No.19 Bandung 022-7310559
14. Harpi Melati Jl.Sukajadi No.144 Bandung 022-2038045
15. Ikatan Bidan Indonesia Jl.Bima Utara No.4 Bandung 022-6034189
16. IKWI H.U Pikiran Rakyat Jl.Soekarno-
Hatta Bandung
17. IWAPI Jl.Atlas I No.3 Bandung 022-7207652
18. KOWAVERI Jl.Jawa No.56 Bandung 022-4206589
19. Pasundan Istri Jl.Kihiur No.30 Bandung 022-7208373
20. Perwari Jl.Cipedes Tengah I No.13 Bandung 022-2011335
21. Perwosi Jl.Setra Indah Barat Kav. 6 No.17 Bandung
022-2007542
22. Perwanas Jl.Babakan Haji Tamim No.61 Bandung -40125-
022-7231925
23. Perip TNI & POLRI Jl.Aceh No.89 Bandung 022-70782510
24. Kerta Wredatama PWRI Jl.Turangga No.25 Bandung 022-7332432
25. MuslimatNU Jl.sancang No.8 Bandung 022-7301387
26. Wanita Islam Jl.Pungkur No.151 Bandung 022-7218427
27. Wanita Kosgoro Jl.Progo No.3 Bandung 022-4202993
28. Wanita MKGR Jl.Setra Indah Utara 2 No.1 Bandung
29. Wanita Satya Praja Jl.Ciwaregu No.11 A Bandung 022-7272044
30. Warakawuri Jl.Aceh No.89 Bandung 022-4201693
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 108
No. NAMA ALAMAT SEKRETARIAT TELEPON
(1) (2) (3) (4)
31. WKRI Jl.Unpar 2 No.10 Bandung 022-2013939
32. Wiarawati Catur Panca Jl.Ir.H.Juanda No.276 Bandung 022-2501403
34. PIVERI Jl.Jawa No.56 Bandung 022-4233242
35. Ikatan Budi Ibu Jl.Kidang Pananjung No.8 Bandung 022-2501469
36. Krida Wanita Swadari Indonesia
Jl.Parakan Indah No.1 Bandung 022-7511420
37. Wanita Tabiyah Islamiyah Jl.Gatot Subroto No.192 Bandung 022-7311005
38. IKASFI Jl.Jati Indah 1 No.12 Bandung 022-7310118
39. Fatayat NU Jl.Sancang No.8 Bandung 022-7301387
40. Wanita Walubi Jl.Bengawan No.53 Bandung 022-4256105
41. PIDHI Jl.Mandala I No.5 Jati Handap Bandung
022-7276273
42. Wanita Pembangunan Indonesia
Jl.SMA 21 No.3 Ranca Sawo Bandung
022-7534627
43. Persatuan Istri Tekhnisi Indonesia
Jl.Sangkuriang No.19 Bandung
44. KOPRI PMII Jl.Sancang No.8 Bandung 022-7301387
45. Perwira Wana Kencana Jl.Pulo Laut No.14 Bandung 022-4241055
46. PGRI Jl.Talaga Bodas No.59 Bandung 022-7301691
47. Pitaloka AMS Pusat Jl.Majalengka No.30 Bandung
48. IWSS Jl.Rancagoong No.7 Turangga Bandung
022-1306150
49. PERWANI Jl.Dursasana No.4A Bandung
50. Korps HMI-Wati (KOHATI) Jl.Sabang No.17 Bandung
51. Majelis Ta’lim Siti Khodijah Jl.Ir.H.Juanda No.313 Bandung 022-2505412
52. PWKI Jl.Sukamulya Indah No.6-8 Bandung
53. Wanita Budhis Jl.Ir.H.Juanda No.5 Bandung 022-4238696
54. Ikaran Istri Dokter Indonesia Jl.Jati Handap 2 No.11 Bandung
55. Tiara Kusumah Jl.Dr.Hatta No.20 Bandung 022-4204313
56. Dian Kemala Jl.Cicendo No.29 Bandung 022-4205031
57. Korps Perempuan MDI Jl.Suryalaya XVIII No.5 Bandung 022-7310080
58. Yayasan Amal Bhakti Ibu Jl.Mutumanikan No.69 Bandung 022-7310530
59. Badan Kerjasama Majelis Ta’lim Masjid
Jl.Kinanti No.4 Bandung 022-7300745
60. Muslimat Mathla’ul Anwar Jl.Cidalima No.9 PONTREN YAMISA Soreang Blk.RSU Soreang Kab.Bandung -40912-
022-5891134
61. PERWAMA INA Jl.Kalasan Raya N24 New Parmindo Bandung
022-6032815
Sumber : BKOW Jawa Barat
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 109
PROFIL GENDER BIDANG HUKUM DAN
SOSIAL BUDAYA
engan jumlah penduduk yang besar dan heterogen, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat memiliki tantangan cukup berat dalam mengelola
masalah kesejahteraan sosial warganya. Di samping hak-hak atas
kebutuhan dasar semua warga harus terpenuhi, pemerintah juga
berkewajiban menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan
sosial secara terencana, terarah dan berkelanjutan. Hal ini tersirat di dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial.
Beberapa kelompok masyarakat yang dianggap memiliki masalah sosial
dan rentan sosial antara lain pelaku kriminalitas yang menjadi penghuni
Lembaga Pemasyarakatan, penduduk lanjut usia dan penyandang disabilitas
(dahulu disebut penyandang cacat).
Terhadap kelompok masyarakat tersebut perlu diupayakan
pemberdayaan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri,
tidak menjadi beban bagi kelompok masyarakat lain. Dalam hal ini dibutuhkan
peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
9.1. Penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Narapidana mengacu kepada orang yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di Lapas berusia di atas 18 tahun, sedangkan anak didik pemasyarakatan
D
9
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 110
berusia hingga 18 tahun. Dengan penerapan sistem pemasyarakatan ini,
narapidana dianggap bukan sebagai obyek melainkan subyek yang tidak
berbeda dengan warga lainnnya yang tidak luput dari berbuat salah kemudian
perlu dibina agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga akhirnya dapat diterima kembali oleh masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Di sisi lain, adanya penghuni Lapas perempuan sedikitnya menunjukkan
bahwa pada masa sekarang perempuan pun dapat menjadi pelaku tindak
kejahatan. Hal ini bertentangan dengan stereotype di dalam masyarakat yang
menggambarkan perempuan antara lain mempunyai ciri-ciri lemah lembut,
penuh kasih sayang, penurut (Radar, 1989 dan Miller, 1991, dikutip dalam
thesis oleh Wahyu Ernaningsih, UI). Dengan citra seperti ini, perempuan dirasa
tidak mungkin melakukan kejahatan.
Dari tabel 9.1 terlihat bahwa jumlah tahanan di masing-masing lapas di
wilayah Provinsi Jawa Barat. Dari total tahanan sebanyak 5.243 orang, dimana
98,53 persen adalah tahanan dewasa dan sisanya sebanayak 1,47 persen
adalah tahanan anak-anak. Dari tahanan anak-anak 2,60 persen adalah
berjenis kelamin perempuan sisanya 97,40 persen tahanan laki-laki. Sedangkan
untuk tahanan dewasa 4,16 persen tahanan dewasa perempuan dan sisanya
dan sisanya 95,84 persen tahanan dewasa laki-laki.
Data pada Tabel 9.2 juga menunjukkan bahwa dari total narapidana
dewasa sebanyak 16.978, yang merupakan narapidana perempuan dewasa
sebanayak 3,70 persen dan untuk narapidana anak-anak yang merupakan
nanarapidana anak-anak perempuan sebesar 1,06 persen.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 111
Tabel 9.1. Jumlah Penghuni Lapas dan Rutan Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Tahanan Tahun 2016
No Lapas
Tahanan Dewasa Tahanan Anak
Tahanan Dewasa Laki-Laki
Tahanan Dewasa
Perempuan
Tahanan Dewasa
Tahanan Anak
Laki-Laki
Tahanan Anak
Perempuan
Tahanan Anak
(1) (2) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 LAPAS KELAS I CIREBON 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
2 LAPAS KELAS I SUKAMISKIN 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
3 LAPAS KELAS II A BANCEUY BANDUNG 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 LAPAS KELAS II A BEKASI 100.00 0.00 100.00 100.00 0.00 100.00
5 LAPAS KELAS II A BOGOR 73.40 26.60 100.00 80.00 20.00 100.00
6 LAPAS KELAS II A CIBINONG 100.00 0.00 100.00 100.00 0.00 100.00
7 LAPAS KELAS II A KARAWANG 97.29 2.71 100.00 100.00 0.00 100.00
8 LAPAS KELAS II A KUNINGAN 90.00 10.00 100.00 0.00 0.00 0.00
9 LAPAS KELAS II A SUBANG 96.33 3.67 100.00 0.00 0.00 0.00
10 LAPAS KELAS II B CIAMIS 92.19 7.81 100.00 0.00 0.00 0.00
11 LAPAS KELAS II B CIANJUR 97.12 2.88 100.00 0.00 100.00 100.00
12 LAPAS KELAS II B GARUT 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
13 LAPAS KELAS II B INDRAMAYU 97.02 2.98 100.00 100.00 0.00 100.00
14 LAPAS KELAS II B MAJALENGKA 94.83 5.17 100.00 100.00 0.00 100.00
15 LAPAS KELAS II B PURWAKARTA 97.32 2.68 100.00 0.00 0.00 0.00
16 LAPAS KELAS II B SUKABUMI 96.32 3.68 100.00 0.00 0.00 0.00
17 LAPAS KELAS II B SUMEDANG 92.93 7.07 100.00 0.00 0.00 0.00
18 LAPAS KELAS II B TASIKMALAYA 94.87 5.13 100.00 0.00 0.00 0.00
19 LAPAS KELAS III BANJAR 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
20 LAPAS KELAS III BEKASI 94.95 5.05 100.00 100.00 0.00 100.00
21 LAPAS KELAS III GUNUNG SINDUR 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 LAPAS KELAS III WARUNGKIARA 98.62 1.38 100.00 100.00 0.00 100.00
23 LAPAS KHUSUS KELAS II B SENTUL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 LAPAS NARKOTIKA KELAS II A BANDUNG
100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
25 LAPAS NARKOTIKA KELAS II A CIREBON
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 LAPAS PEREMPUAN KELAS II A BANDUNG
0.00 100.00 100.00 0.00 0.00 0.00
27 LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS II BANDUNG
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 RUTAN KELAS I BANDUNG 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
29 RUTAN KELAS I CIREBON 94.53 5.47 100.00 100.00 0.00 100.00
30 RUTAN KELAS II B DEPOK 100.00 0.00 100.00 100.00 0.00 100.00
31 RUTAN KELAS II B GARUT 95.20 4.80 100.00 100.00 0.00 100.00
32 RUTAN KELAS II B GUNUNG SINDUR 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah 95.84 4.16 100.00 97.40 2.60 100.00
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 112
Tabel 9.2. Jumlah Penghuni Lapas dan Rutan Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Napi Tahun 2016
No Lapas
Napi Dewasa Napi Anak
Napi Dewasa Laki-Laki
Napi Dewasa Perempuan
Napi Dewasa
Anak Laki-Laki
Anak Perempuan
Anak
(1) (2) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 LAPAS KELAS I CIREBON 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
2 LAPAS KELAS I SUKAMISKIN 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
3 LAPAS KELAS II A BANCEUY BANDUNG 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
4 LAPAS KELAS II A BEKASI 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
5 LAPAS KELAS II A BOGOR 95.79 4.21 100.00 100.00 0.00 100.00
6 LAPAS KELAS II A CIBINONG 100.00 0.00 100.00 100.00 0.00 100.00
7 LAPAS KELAS II A KARAWANG 97.84 2.16 100.00 0.00 0.00 0.00
8 LAPAS KELAS II A KUNINGAN 98.77 1.23 100.00 0.00 0.00 0.00
9 LAPAS KELAS II A SUBANG 98.38 1.62 100.00 0.00 0.00 0.00
10 LAPAS KELAS II B CIAMIS 97.33 2.67 100.00 0.00 0.00 0.00
11 LAPAS KELAS II B CIANJUR 98.88 1.12 100.00 100.00 0.00 100.00
12 LAPAS KELAS II B GARUT 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
13 LAPAS KELAS II B INDRAMAYU 97.97 2.03 100.00 100.00 0.00 100.00
14 LAPAS KELAS II B MAJALENGKA 96.55 3.45 100.00 0.00 0.00 0.00
15 LAPAS KELAS II B PURWAKARTA 97.62 2.38 100.00 0.00 0.00 0.00
16 LAPAS KELAS II B SUKABUMI 98.28 1.72 100.00 0.00 0.00 0.00
17 LAPAS KELAS II B SUMEDANG 95.51 4.49 100.00 0.00 0.00 0.00
18 LAPAS KELAS II B TASIKMALAYA 96.34 3.66 100.00 0.00 0.00 0.00
19 LAPAS KELAS III BANJAR 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
20 LAPAS KELAS III BEKASI 98.48 1.52 100.00 100.00 0.00 100.00
21 LAPAS KELAS III GUNUNG SINDUR 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
22 LAPAS KELAS III WARUNGKIARA 94.48 5.52 100.00 0.00 0.00 0.00
23 LAPAS KHUSUS KELAS II B SENTUL 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
24 LAPAS NARKOTIKA KELAS II A BANDUNG 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
25 LAPAS NARKOTIKA KELAS II A CIREBON 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
26 LAPAS PEREMPUAN KELAS II A BANDUNG 0.00 100.00 100.00 0.00 100.00 100.00
27 LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS II BANDUNG 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 RUTAN KELAS I BANDUNG 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
29 RUTAN KELAS I CIREBON 92.46 7.54 100.00 100.00 0.00 100.00
30 RUTAN KELAS II B DEPOK 99.66 0.34 100.00 100.00 0.00 100.00
31 RUTAN KELAS II B GARUT 98.53 1.47 100.00 100.00 0.00 100.00
32 RUTAN KELAS II B GUNUNG SINDUR 100.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah 96.30 3.70 100.00 98.94 1.06 100.00
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 113
9.2. Penduduk Lanjut Usia (Lansia)
Penduduk lansia merupakan salah satu kelompok sasaran pembangunan
yang menjadi fokus perhatian pemerintah. Hal ini terjadi seiring dengan adanya
fenomena kependudukan di abad millenium ini yaitu peningkatan jumlah
lansia. Dengan semakin meningkatnya penduduk lansia,dibutuhkan
perhatian dari semua pihak dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan penuaan penduduk terutama dalam struktur demografis.
Undang Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa Lanjut Usia adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun (enam puluh) tahun ke atas. Sebagaimana
warga lain, para lanjut usia (lansia) mempunyai hak yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebagai penghormatan dan penghargaan, kepada lanjut usia diberikan
hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi:
a. pelayanan keagamaan dan mental spiritual;
b. pelayanan kesehatan;
c. pelayanan kesempatan kerja;
d. pelayanan pendidikan dan pelatihan;
e. kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum.
f. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;
g. perlindungan sosial;
h. bantuan sosial.
Berkaitan dengan itu, untuk mengoptimalkan pemenuhan kesejahteraan
sosial oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, beberapa karakteristik lansia di
Jawa Barat perlu diketahui, antara lain meliputi jumlah lansia menurut
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 114
kelompok umur dan jenis kelamin, jumlah lansia menurut tingkat pendidikan
dan jenis kegiatan yang dilakukan.
Berdasarkan hasi Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2016 di Provinsi
Jawa Barat, jumlah lansia merupakan 8,28 persen dari total penduduk Provinsi
Jawa Barat yang berjumlah 47.379.389 jiwa. Persentase penduduk lansia yang
melebihi delapan persen ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat termasuk
daerah yang telah memasuki era penduduk berstruktur tua (aging structured
population).
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 115
Tabel 9.3. Persentase Penduduk Lansia dan Pralansia terhadapTotal Penduduk di Provinsi Jawa Barat Menurut Kelompok Umur,
Klasifikasi Wilayah dan Jenis Kelamin Tahun 2016
Klasifikasi Wilayah/ Kelompok Umur
2016
Laki-laki Perempuan L+P
(1) (2) (3) (4)
Perkotaan: 48,52 51,48 100,00
45-54 4,08 3,88 7,95
55-59 1,44 1,36 2,80
60-69 1,69 1,64 3,33
70-74 0,44 0,54 0,98
75+ 0,41 0,51 0,92
60+ 2,54 2,69 5,23
Perdesaan: 48,45 51,55 100,00
45-54 1,89 1,84 3,74
55-59 0,73 0,67 1,41
60-69 0,96 0,94 1,89
70-74 0,28 0,32 0,60
75+ 0,24 0,32 0,56
60+ 1,48 1,57 3,05
Kota+Desa: 48,49 51,51 100,00
45-54 5,97 5,72 11,69
55-59 2,17 2,03 4,20
60-69 2,64 2,58 5,22
70-74 0,72 0,86 1,58
75+ 0,66 0,83 1,48
60+ 4,02 4,27 8,28
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenasl 2016
Pada tahun 2016, di antara seluruh lansia se-Jawa Barat, penduduk
lansia di perkotaan meliputi 63,15 persen, sedangkan 36,85 persennya tinggal
di perdesaan. Jika dilihat menurut kelompok umur, jumlah penduduk lansia
terbagi menjadi lansia muda (usia 60-69 tahun) yang pada tahun 2016 sebesar
5,22 persen dari seluruh penduduk Jawa Barat, lansia menengah (70-74 tahun)
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 116
1,58 persen, sedangkan lansia tua (75 tahun ke atas) meliputi 1,48 persen dari
seluruh penduduk. Sementara itu, penduduk pra lansia yaitu kelompok umur
45-54 tahun dan 55-59 tahun masing-masing sebesar 11,69 persen dan 4,20
persen dari total penduduk Jawa Barat. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
10.3 sebagai berikut.
Sebaran lansia menurut kelompok umur dan wilayah tempat tinggal ini
diperlukan untuk penyusunan program penanganan lansia berkaitan dengan
masalah kesehatan, ekonomi dan sosial budaya. Beberapa karakteristik tentang
lansia di Jawa Barat sangat membantu para pengambil kebijakan/instansi
terkait agar dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat khususnya para lansia dan keluarganya mengenai pentingnya
menjaga kesehatan dan memiliki gaya hidup yang baik untuk mencegah
penyakit degeneratif serta memperpanjang usia harapan hidup dan masa
produktif. Lansia dengan kualitas kesehatan yang baik diharapkan tetap dapat
melaksanakan fungsi soisalnya dan berperan aktif secara wajar dalam hidup
bermasyarakat, juga berpeluang untuk mendayagunakan pengetahuan,
keahlian, kemampuan, keterampilan dan pengalaman yang dimilikinya.
Untuk melihat kualitas hidup para lansia dikaitkan dengan program
pemerintah sebagaimana telah disebutkan, uraian dalam subbab berikut ini
kiranya dapat memberikan gambaran.
9.2.1. Pendidikan Penduduk Lansia
Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM pemerintah melakukan
pembangunan di bidang pendidikan yang ditujukan bagi seluruh lapisan
masyarakat tanpa memandang usia. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang
tercantum pada Bab XIII Pasal 31 Ayat (1): bahwa tiap-tiap warga negara
berhak mendapat pengajaran. Selain itu, Bab IV Pasal 5 Ayat (5) UU RI
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 117
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menyebutkan
bahwa setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat.
Berdasarkan UU yang disebutkan di atas, pendidikan sangat penting
baik bagi penduduk usia muda maupun tua. Bagi penduduk usia muda,
pendidikan merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup
di masa depan. Penduduk yang berusia tuapun juga perlu mendapatkan
pendidikan, seperti yang tertuang dalam UU Lansia No. 13 Tahun 1998 Bab III
Pasal 5 Ayat (2)d tentang hak dan kewajiban lansia, bahwa lansia diberikan hak
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial salah satunya dalam bidang pendidikan
dan pelatihan. Dengan bekal pendidikan dan pelatihan yang memadai, diharapkan
timbul rasa kemandirian pada lansia sehingga tidak menjadi beban bagi dirinya,
keluarga maupun masyarakat.
Sejalan dengan itu, dalam UU tersebut Bab VI Pasal 16 ayat (1)
disebutkan bahwa pemerintah memberikan pelayanan dan pelatihan yang
dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan,
kemampuan, dan pengalaman lanjut usia potensial sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Berkaitan dengan UU tersebut diatas, pemerintah telah berupaya
menyelenggarakan berbagai program yang ditujukan dalam meningkatkan
pendidikan sekaligus kesejahteraan penduduk lansia, antara lain program
Pemberantasan Buta Aksara (keaksaraan dasar) dan dilanjutkan dengan
program keaksaraan fungsional. Keseluruhan program yang diselenggarakan
pemerintah tersebut pada dasarnya mencerminkan komitmen pemerintah
dalam melaksanakan tujuan nasional yaitu mencerdaskan bangsa.
Selain itu, tingkat pendidikan adalah salah satu pengukur kualitas
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 118
penduduk, termasuk pula kualitas lansia. Dilihat dari Tabel 10.4 , terungkap
bahwa penduduk lansia di Jawa Barat paling banyak tidak tamat Sekolah
Dasar; pada tahun 2016 sebesar 33,43 persen penduduk lansia tidak tamat SD,
sedangkan pada tahun 2012 34,34 persen. Yang tamat SD/MI/sederajat
menyusul, sebesar sekitar 30 persen pada tahun 2016.
Tabel 9.4. Persentase Penduduk Lansia Provinsi Jawa Barat Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Tahun 2016
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2016
Laki-laki Perempuan L+P
(1) (2) (3) (4)
Tidak Punya Ijazah 31.60 47.74 39.78
SD/MI/Sederajat 50.79 40.29 45.47
SLTP/MTs/Sederajat 7.23 6.42 6.82
SLTA/MA/Sederajat 4.37 2.40 3.37
Perguruan Tinggi 6.00 3.14 4.55
Jumlah 100.00 100.00 100.00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenasl 2016
Tingkat pendidikan lansia ini menggambarkan keadaan pendidikan di Jawa
Barat sekitar setengah abad yang lampau. Kemungkinan karena Indonesia
belum lama merdeka, masih banyak penduduk –tidak terkecuali di Jawa Barat-
belum mementingkan bersekolah akibat keadaan sosial ekonomi belum pulih,
sarana dan prasarana fasilitas pendidikan sulit terjangkau serta budaya
masyarakat belum seterbuka pada masa sekarang.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 119
Generasi penerus sewajarnya dapat memetik pelajaran berharga dari
potret ini sehingga timbul kesadaran akan pentingnya pendidikan sebagai bekal
hingga hari tua. Semakin tinggi tingkat pendidikan, diharapkan semakin besar
pula tingkat keberdayaan penduduk lansia sehingga mewujudkan kemandirian
dan kesejahteraannya, sesuai dengan amanat UU RI No,13 Tahun 1998.
9.2.2. Penduduk Lansia Menurut Kegiatan yang Dilakukan
Pemberdayaan penduduk lansia potensial merupakan salah satu
upaya menunjang kemandirian lansia, baik dari aspek ekonomis, maupun
sebagai pemenuhan kebutuhan psikologi, sosial, budaya dan kesehatan. Hal ini
sesuai dengan UU Lansia No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia Bab
VI Pasal 15 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa pemerintah memberikan
pelayanan kesempatan kerja bagi lanjut usia potensial dimaksudkan memberi
peluang untuk mendayagunakan pengetahuan, keahlian, kemampuan,
keterampilan, dan pengalaman yang dimilikinya.
Untuk melihat kegiatan ekonomi penduduk lansia, diperlukan data
keterlbatan penduduk dalam kegiatan bekerja dan selain bekerja (sekolah,
mengurus rumah tangga dan lainnya). Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional
Tahun 2016 mengenai kegiatan penduduk lansia menurut jenis kelamin
dirangkum dalam Tabel 9.5 sebagai berikut.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 120
Tabel 9.5. Persentase Penduduk Lansia Provinsi Jawa Barat Menurut Kegiatan Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin Tahun 2016
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2016
Laki-laki Perempuan L+P
(1) (2) (3) (4) Bekerja 61.17 21.74 40.86
Pengangguran Pernah Bekerja
1.69 0.13 0.89
Pengangguran Tidak Pernah Bekerja
0.58 0.55 0.56
Mengurus Rumah Tangga 10.88 59.20 35.76
Lainnya 25.69 18.37 21.92
Jumlah 100.00 100.00 100.00
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, 2016
Cukup menarik melihat kenyataan bahwa pada tahun 2016 40,86 persen
lansia di Jawa Barat masih bekerja, artinya masih secara aktif melakukan
kegiatan ekonomi untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan
atau keuntungan, minimal selama 1 jam dalam seminggu. Penduduk lansia laki-
laki yang bekerja jauh lebih banyak dibandingkan lansia perempuan, yaitu
61,17 persen dari seluruh lansia, sedangkan lansia perempuan yang bekerja
meliputi 21,74 persennya. Lebih menarik lagi, sekitar 1,45 persen penduduk
lansia dalam status mencari pekerjaan dan masih bersedia bekerja apabila
ada yang menyediakan.
Penduduk lansia yang termasuk dalam angkatan kerja ini merupakan
lansia potensial. Mereka tergolong sebagai lansia yang produktif dan mandiri.
Dalam hal ini Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan kesempatan
kerja bagi lansia potensial, tidak berbeda dengan kelompok usia produktif yang
lain.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 121
Pada Tabel 9.6 diperlihatkan bahwa dari keseluruhan penduduk lansia
yang bekerja pada tahun 2016, sebagian besar lansia berwirausaha, yaitu
berusaha dibantu buruh (29,13 persen) dan berusaha sendiri (24,88 persen).
Yang paling sedikit adalah lansia sebagai pekerja bebas di sektor non pertanian
(5.85 persen). Selengkapnya sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9.1.
Tabel 9.6. Penduduk Lansia Provinsi Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin Tahun 2016
Status Pekerjaan Utama 2016
Laki-laki Perempuan L+P
(1) (2) (3) (4)
Berusaha Sendiri 23.92 27.44 24.88
Berusaha Dibantu Buruh Tdk Tetap/Tdk Dibayar
32.93 19.07 29.13
Berusaha Dibantu Buruh
Tetap/Dibayar 7.70 3.83 6.64
Buruh/Karyawan/
Pegawai 15.39 8.50 13.50
Pekerja Bebas di Pertanian 12.21 15.51 13.12
Pekerja Bebas Nonpertanian 5.58 6.54 5.85
Pekerja Keluarga 2.28 19.10 6.89
Jumlah 100.00 100.00 100.00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Sakernas 2016
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 122
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
10.1. Kekerasan Terhadap Perempuan
enurut Pasal 1 Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan PBB Tahun 1993, kekerasan terhadap perempuan
adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan berbasis
gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan
perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya
perbuatan tersebut. Pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-
wenang, baik yang terjadi di ranah publik maupun di ranah kehidupan privat
atau pribadi. . Kekerasan yang terjadi terhadap perempuan merupakan salah
satu bentuk ketidakadilan gender, oleh karenanya kekerasan terhadap
perempuan sering di sebut kekeresan yang berbasis gender. Walaupun
kebanyakan korban kekerasan yang berbasis gender berjenis kelamin
perempuan, namun tidak semua laki-laki berperan sebagai pelaku kekerasan.
Sebaliknya tidak semua perempuan korban kekerasan kerena pada kasus
tertentu mereka malah menjadi pelaku, adapun bentuk kekerasan fisik, seksual,
dan psikologi terjadi di dalam :
Keluarga, termasuk pemukulan, penganiayaan seksual anak perempuan
dalam keluarga, pemerkosaan dalam perkawinan, pemotongan kelamin
perempuan dan praktek-praktek tradisional lainnya yang
menyengsarakan perempuan. Kekerasan yang dilakukan bukan oleh
pasangan hidup dan kekerasan yang terkait dengan ekploitasi.
Komunitas, termasuk di dalamnya perkosaan, penganiayaan
seksual,pelecahan dan intimedasi seksual di tempat kerja, institusi
M
10
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 123
pendidikan, tempat umum dan lainnya, perdagangan perempuan dan
pelacuran paksa.
Yang dilaksanakan atau dibiarkan terjadinya oleh negara, dimanapun
kekerasan tersebut terjadi (Pasal 2 Deklarasi Penghapusan Kekerasan
Terhadap Perempuan PP Tahun 1993).
10.2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah;Setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau
perempasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga (UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga), adapun yang menjadi korban adalah; suami, istri, dan
anak;orang-orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan orang-
orang sebagaimana dimaksud pada huruf a) karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwakilan yang menetap dalam
rumah tangga.
Orang yang berkerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut. Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga ;meliputi :
Kekerasan fisik, yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit dan luka berat.
Kekerasan psikis, yakni perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuanuntuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan penderitaan psikis berat pada seseorang.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 124
Kekerasan seksual, yang meliputi :
Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut
Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangga nya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan atau tujuan tertentu.
Penelantaran rumah tangga meliputi:
Penelantaran kehidupan orang lain atau tidak
memberikan perawatan atau pemeliharaan kepada orang
lain dalam lingkup rumah tangganya.
Membatasi dan atau melarang untuk bekerja sehingga
mengakibatkan ketergantungan ekonomi.
(Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga)
KDRT sejauh ini belum dikenal secara luas sebagai kejahatan dalam
masyarakat, meskipun terjadi di banyak tempat seperti; pemerkosaan,
penyiksaan terhadap istri, penyiksaan terhadap anak, pembunuhan dan bentuk
kekerasan lainnya namun persepsi yang berkembang di masyarakat masih
menganggap masalah KDRT sebagai masalah pribadi yang tidak perlu di
campuri oleh orang lain/pihak lain, sehingga kebanyakan korban tidak berani
bicara secara terbuka karena terbentur masalah aib, biaya dan waktu. Berikut
ini di gambarkan tentang kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga di
Jawa Barat.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 125
10.3. Gambaran Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Jawa
Barat Tahun 2016
Menurut laporan dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Provinsi Jawa Barat, jumlah kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak di Jawa Barat pada tahun 2017 yang dilaporkan oleh
Motivator keluarga berencana (Motekar) ada sebanyak 454 kasus. Mengingat
Jawa Barat merupakan Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di
Indonesia, sepertinya jumlah kasus tersebut belum semuanya terdata. Ini bisa
terjadi karena masih banyak masyarakat yang belum melaporkan kepada pihak
yang berwajib jika ada kekerasan dalam rumah tangga yang dialami. Mungkin
juga karena tidak tahu harus melapor kemana. Atau bisa juga persepsi
masyarakat yang mengganggap masalah KDRT ini sebagai masalah pribadi
rumahtangga yang tidak perlu ikut campur dari orang lain apalagi dilaporkan.
Sehingga kebanyakan korban KDRT tidak berani bicara secara terbuka
dimungkinkan karena terbentur masalah aib, biaya dan waktu.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 126
Tabel 10.1. Rekapitulasi Kekerasan Terhadap Perempuan Dirinci
Menurut Penyebab dan Kabupaten/Kota Tahun 2017
No
Kabupaten/Kota
Persentase Kekerasan Terhadap Perempuan (KtP)
Kekerasan Fisik
Kekerasan Psikis
Kekerasan Seksual
Kekerasan Ekonomi
Penelantaran Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Kabupaten Bogor 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 100.00
2 Kabupaten Sukabumi 15.91 20.45 22.73 11.36 29.55 100.00
3 Kabupaten Cianjur 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 Kabupaten Bandung 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 Kabupaten Garut 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Kabupaten Tasikmalaya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
7 Kabupaten Ciamis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8 Kabupaten Kuningan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
9 Kabupaten Cirebon 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 Kabupaten Majalengka 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
11 Kabupaten Sumedang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
12 Kabupaten Indramayu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
13 Kabupaten Subang 50.00 0.00 0.00 0.00 50.00 100.00
14 Kabupaten Purwakarta 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
15 Kabupaten Karawang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
16 Kabupaten Bekasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
17 Kabupaten Bandung Barat
21.28 21.28 4.26 34.04 19.15 100.00
18 Kabupaten Pangandaran
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
19 Kota Bogor 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 Kota Sukabumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 Kota Bandung 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 Kota Cirebon 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
23 Kota Bekasi 0.00 11.62 0.00 50.51 37.88 100.00
24 Kota Depok 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
25 Kota Cimahi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 Kota Tasikmalaya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
27 Kota Banjar 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah 6.10 14.24 4.07 42.37 33.22 100.00
Sumber : Motekar DP3AKB
Dari tabulasi tersebut terlihat bahwa kekerasan terhadap perempuan di
Jawa Barat didominasi kekerasan ekonomi dan kekerasan akibat penelantaran.
Persentase dari kekerasan terhadap perempuan akibat kekerasan ekonomi
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 127
sebesar 42,37 persen dan akibat penelantaran sebesar 33,22 persen. Sedangkan
kekerasan terhadap perempuan akibat kekerasan fisik sebesar 14,24 persen.
Tabel 10.2 Rekapitulasi Kekerasan Terhadap Anak Dirinci Menurut Penyebab
dan Kabupaten/Kota Tahun 2017
No Kabupaten/Kota Kekerasan Terhadap Anak (KtA)
Kekerasan Fisik
Kekerasan Psikis
Kekerasan Seksual
Kekerasan Ekonomi
Penelantaran Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Kabupaten Bogor 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 100.00
2 Kabupaten Sukabumi 20.00 36.36 0.00 14.55 29.09 100.00
3 Kabupaten Cianjur 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 Kabupaten Bandung 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 Kabupaten Garut 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Kabupaten Tasikmalaya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
7 Kabupaten Ciamis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8 Kabupaten Kuningan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
9 Kabupaten Cirebon 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 Kabupaten Majalengka 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
11 Kabupaten Sumedang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
12 Kabupaten Indramayu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
13 Kabupaten Subang 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00
14 Kabupaten Purwakarta 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
15 Kabupaten Karawang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
16 Kabupaten Bekasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
17 Kabupaten Bandung Barat 17.39 21.74 4.35 21.74 34.78 100.00
18 Kabupaten Pangandaran 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
19 Kota Bogor 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 Kota Sukabumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 Kota Bandung 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 Kota Cirebon 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
23 Kota Bekasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 Kota Depok 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
25 Kota Cimahi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 Kota Tasikmalaya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
27 Kota Banjar 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah 30.19 20.75 0.63 30.82 17.61 100.00
Sumber : Motekar DP3AKB
Sedangkan data dari Motekar terkait kekerasan terhadap anak
menggambarkan bahwa sebagian besar kekerasan terhadap anak di Jawa Barat
sebagian besar diakibatkan oleh kekerasan ekonomi yaitu sebesar 30,82
persen, disusul kekerasan fisik sebesar 30,19 persen dan kekerasan psikis
sebesar 20,75 persen.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 128
Disamping data terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak, juga
ditampilkan terkait data perdagangan anak umur 0-18 tahun dan perdagangan
perempuan. Data tahun 2017 jumlah perdagangan anak umur 0-18 tahun yang
terlaporkan sebanyak 2 orang dan perdagangan perempuan sebanyak 17
orang. Kejadian perdagangan anak dan perempuan yang terlaporkan berada di
wilayah Kabupaten Sukabumi.
Pada tahun 2016, Badan Pusat Statistik juga mendata terkait kekerasan
terhadap perempuan melalui Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional
(SPHPN) 2016. Dari survei ini diperoleh gambaran bahwa 1 dari 3 perempuan
usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan
dan selain pasangan selama hidupnya, dan sekitar 1 dari 10 perempuan usia
15-64 tahun mengalaminya dalam 12 bulan terakhir.
Pelaku kekerasan dalam SPHON dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
pasangan (pasangan hidup bersama, dan pasangan seksual tinggal terpisah),
dan selain pasangan (orangtua, mertua, kakek, paman, sepupu,
tetangga,teman, guru,orang tak dikenal dll). Kekerasan fisik dan/seksual yang
dilakukan pasangan dan selain pasangan dialami oleh 33,4 persen (1 dari 3)
perempuan usia 15-4 tahun selama hidupnya.
Privalensi kekerasan fisik dan atau seksual yang dilakukan pasangan dan
dialami perempuan usia 15-64 tahun yang pernah/sedag menikah sebesar 18,3
persen (2 dari 11). kekerasan fisik merupakan jenis kekerasan yang paling
banyak dilakukan oleh suami/pasangan perempuan. Jenis kekerasan fisik yang
paling banyak dilakukan suami/pasangan adalah menampar (9,4%), memukul
(6,2%), mendorong/menjambak rambut (4,4%), memnendang dan menghajar
(3,1%).
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 129
Sementara kekerasan fisik dan/atau seksual yang dilakukan oleh
selain/bukan pasangan dialami oleh 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun
(23,7%), baik yang pernah/sedang menikah maupun yang belum pernah
menikah. Kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan yang paling banyak
dilakukan selain/bukan pasangan. Jenis kekerasan sesksual yang paling banyak
dilakukan oleh selain/bukan pasangan adalah berkomentar/mengirim pesan
bernada seksusal (10,0%), menyentuh/meraba tubuh (7,1%), pelaku
memeprlihatkan gambar seksual (5,1%), dan memaksa hubungan seksual
(2,8%).
Kekerasan fisik dan/atau seksual cenderung lebih rentan dialami
perempuan berpendidikan tinggi (SMA ke atas). Sekitar 4 dari 10 (39,4%)
perempuan berpendidikan tinggi mengalami kekerasan fisik/dan atau seksual
selama hidupnya. Sedangkan perempuan berpendidikan rndah angaka
prevalensi kekerasan fisik dan atau seksual selama hidup lebih rendah yaitu
30,6% (3 dari 10). demikian juga pada periode 12 bulan terakhir perempuan
usia 15-64 tahun baik dengan latar belakang pendidikan tinggi mengalami
kekerasan fisik dan atau seksual dengan tingkat prevalensi yang lebih tinggi
(10,5%) daripada perempuan usia 15-64 tahun dengan latar belakang
pendidikan rendah (9,3%).
Bila dilihat dari status pekerjaan, angka prevalensi kekerasan fisik
dan/atau seksual paa perempuan yang tidak bekerja lebih tinggi dibandingkan
pada perempuan yang bekerja, baik pada periode 12 bulan terakhir. Sekitar
35,1% perempuan yang tidak bekerja mengalami kekekrasan perempuan fisik
dan/atau seksual selama hidupnya, sedangkan pada perempuan yang bekerja
prevalensi kekerasannya sekitar 32,1% untuk periode selama hidup.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 130
Selain kekerasan fisik dan seksual, pada perempuan usia 15-64 tahun
yang pernah/sedang menikah dicakup juga kekerasan lainnya yaitu kekerasan
emosional (psikis), dan kekerasan ekonomi yang dilakukan oleh
pasangan/suami. Sekitar 1 dari 4 (24,5%) perempuan yang pernah/sedang
menikah mengalami kekerasan ekonomi dari pasangannya selama hidupnya.
Sementara 1 dari 5 (20,5%) perempuan yang pernah/sedang menikah
mengalami kekerasan emosional/psikis dari pasangannya selama hidupnya.
Sekitar 2 dari 5 (41,7%) permpuan usia 15-64 tahun yang pernah/sedang
enikah mengalami sedikitnya 1 dari 4 jenis kekerasan (kekerasan fisik, seksual,
ekonomi, semosiaonal) selama hidupnya., sedangkan 1 dari 6 (16,4%)
permpuan mengalaminya dalam setahun terakhir. Sementara itu, sekitar 1 dari
4 (28,3%) perempuan yang pernah/sedang menikah mengalami sedikitnya 1
dari 3 jenis kekerasan (fisk, seksual,emosional) selama hidupnya dan sekitar 1
dari 10 (10,4%) perempuan mengalaminya dalam satu tahun terakhir (BRS
SPHPN, 30 Maret 2017).
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 131
PROFIL TUMBUH KEMBANG ANAK
alam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak disebutkan bahwa Anak adalah
seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum
pernah kawin. Batas ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan
usaha kesejahteraan sosial di mana kematangan sosial, kematangan pribadi,
dan kematangan mental seorang anak untuk dicapai pada umur tersebut.
Definisi ini tidak mengurangi definisi anak yang lainnya untuk kepentingan-
kepentingan khusus.
Proses pertumbuhan dan perkembangan bagi seorang anak merupakan
hal yang sangat penting dan perlu dilakukan sejak dini. Dalam proses tumbuh
kembang seorang anak, bukan hanya menitik beratkan pada anak saja namun
di tuntut peranan yang cukup besar dari orang tua untuk mengoptimalkan
proses tersebut. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa pertumbuhan berkaitan
dengan perubahan besar, jumlah, dan ukuran, seperti berat badan, tinggi
badan, lingkar kepala dan lain sebagainya. Sedangkan perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh dengan pola
teratur, dapat diramalkan, hasil dari proses pematangan, seperti kemampuan
berbicara, motorik kasar, motorik halus, sosialisasi, kemandirian, dan lain
sebagainya. Keduanya memiliki fungsi yang sama - sama saling menunjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak seperti faktor
genetik, lingkungan, dan perilaku merupakan modal dasar dalam proses
tumbuh kembang anak. Faktor genetik merupakan faktor bawaan seperti
D
11
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 132
normal/tidak normal, jenis kelamin, suku bangsa, atau bangsa. Faktor
lingkungan meliputi faktor lingkungan sebelum lahir dan faktor lingkungan
setelah lahir. Faktor lingkungan sebelum lahir seperti gizi ibu waktu hamil,
sehat atau sakit, dan stress. Sedangkan lingkungan setelah lahir seperti
kecukupan gizi, mendapat imunisasi sesuai jadwal, penyakit kronis serta
sanitasi lingkungan. Sedangkan faktor perilaku adalah faktor yang akan
mempengaruhi pola tumbuh kembang anak. Perilaku yang sudah tertanam
pada masa anak-anak akan terbawa dalam masa kehidupan selanjutnya.
Perubahan perilaku dan bentuk perilaku yang terjadi akibat pengaruh berbagai
faktor lingkungan akan mempunyai dampak luas terhadap sosialisasi dan
disiplin anak.
Berbagai permasalahan yang menyangkut pertumbuhan dan
perkembangan anak, antara lain adalah: (1) Tingkat partisipasi sekolah anak
usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun yang relatif masih rendah, belum sebaik
tingkat partisipasi sekolah anak usia 7-12 tahun; (2) Jumlah angka putus
sekolah yang masih cukup tinggi; (3) Tidak seimbangnya antara jumlah murid
dengan guru; (4) Masih banyaknya anak usia 0-21 tahun yang mengkonsumsi
air minum yang relatif kurang, yaitu yang bersumber dari sumur dan mata air
tak terlindung, sungai, dan air hujan; (5) Masih banyaknya anak usia 0-21
tahun yang tinggal di rumahtangga tanpa jamban baik sendiri, bersama,
maupun umum; dan masih rendahnya persentase anak umur 10-21 tahun ysng
memperoleh informasi melalui kegiatan membaca surat kabar/majalah, radio,
dan televisi.
11.1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan hingga berumur 6
tahun. Pembentukan karakter dan kepribadian anak berlangsung pada usia ini.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 133
Masa usia dini merupakan pondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Apa yang diterima anak pada usia dini ini akan memberikan kontribusi
yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.
Dengan pendidikan anak usia dini diharapkan anak dapat tumbuh sesuai
dengan potensi yang dimilikinya, sehingga menjadi generasi penerus bangsa
yang diharapkan.
Dalam Undang-Undang tentang sistem pendidikan nasional disebutkan
bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jaSMni dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut (UU nomor 20 Tahun Tahun 2003 Pasal 1
Ayat 14). Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini
dinyatakan bahwa “(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan atau informal, (3) Pendidikan
anak usia dini Jalur pendidikan formal: Taman Kanak-Kanak (TK), Roudothul
Athfal (RA), atau jalur lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini Jalur
pendidikan non formal: Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipn Anak (TPA),
atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan anak usia dini Jalur pendidikan
informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan, dan (6) dan ketentuan mengenai anak usia dini sebagaimana
dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan (4) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.”
Penyelenggaraan PAUD di Jawa Barat dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan
dan lembaga teknis lainnya. Gambar 11.1 menyajikan persentase anak usia pra
sekolah menurut jenis pendidikan pra sekolah, dan jenis kelamin hasil Survei
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 134
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2016.
Gambar 11.1. Persentase Anak Usia Pra Sekolah Menurut Jenis Pendidikan
Pra Sekolah, dan Jenis Kelamin di Jawa Barat, Tahun 2016
Pendidikan Pra Sekolah Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4)
Taman Kanak-kanak 52.17 47.83 100.00
Bustanul Athfal/Raudatul Athfal 43.19 56.81 100.00
PAUD 51.53 48.47 100.00
Kelompok bermain 38.33 61.67 100.00
Taman Penitipan Anak 53.65 46.35 100.00
Total 51.08 48.92 100.00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Persentase anak laki-laki yang mengikuti pendidikan usia pra lebih tinggi
dibandingkan perempuan yaitu sebesar 51,08 persen sedangkan perempuan
sebesar 48,92. Kelompok bermain merupakan jenis pendidikan yang memiliki
presentasi paling tinggi untuk perempuan yaitu sebesar 61,67 persen
sedangkan persentase tertinggi pada anak usia pra sekolah laki-laki adalah
pada taman penitipan anak sebesar 53,65 persen.
11.2. Angka Partisipasi Kasar (APK)
Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah indikator yang digunakan untuk
melihat partisipasi sekolah penduduk menurut jenjang pendidikan tertentu
tanpa melihat umur. Sehubungan dengan pembahasan tumbuh kembang anak,
APK yang akan di bahas disini adalah APK SD, SMP, dan SM. Interpretasi dari
APK SD adalah angka partisipasi penduduk yang masih bersekolah pada
jenjang pendidikan SD sederajat pada usia berapapun. Angka Partisipasi Kasar
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 135
atau disebut sebagai APK merupakan perbandingan antara jumlah murid pada
tingkat pendidikan tertentu (SD, SMP, SM, dsb.) dengan jumlah penduduk yang
berusia pada tingkat pendidikan tersebut. Misalnya APK SMP, adalah jumlah
murid SMP (usia berapapun) dibagi dengan jumlah penduduk usia 13-15 tahun.
Nilai APK bisa lebih dari seratus persen apabila jumlah murid yang
bersekolah pada suatu jenjang pendidikan mencakup anak di luar batas usia
sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan, sebagai contoh anak
bersekolah di SD/sederajat berumur kurang dari 7 tahun atau lebih dari 12
tahun. Sebagai contoh, APK SD di daerah pekotaan adalah 103,38% berarti ada
sekitar 3 persen anak umur kurang dari 7 tahun dan lebih dari 12 tahun yang
duduk di bangku SD.
Gambar 11.3. menyajikan Angka Partisipasi Kasar menurut tingkat
pendidikan, dan jenis kelamin di Jawa Barat tahun 2016 hasil Susenas tahun
2016. Dari gambar tersebut terlihat bahwa hanya pada jenjang pendidikan SD
APK mencapai di atas 100%. Selebihnya pada tingkat SMP dan SM mulai
menurun sampai di bawah 100 persen. Hal ini menggambarkan bahwa pada
tingkat SD jumlah penduduk yang bersekolah di SD lebih banyak dibanding
jumlah penduduk usia SD (7-12 tahun). Jika dilihat menurut daerah perkotaan
dan perdesaan, perbedaan yang signifikan ditemukan pada tingkat pendidikan
SM.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 136
Tabel 11.2. Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Tingkat Pendidikan
dan Jenis Kelamin di Jawa Barat, Tahun 2016
Jenjang Pendidikan APK
Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4)
SD 108.43 107.73 108.09
SMP 88.04 91.16 89.58
SMA 69.39 71.77 70.56
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Jika dilihat menurut jenis kelamin persentase untuk tingkat SD dan SMP
sedikit lebih tinggi APK perempuan dibanding APK laki-laki, tetapi pada tingkat
SMA polanya berbalik, sedikit lebih tinggi APK laki-laki dibanding APK
perempuan.
11.3. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
Angka partisipasi sekolah di definisikan sebagai perbandingan antara
jumlah penduduk kelompok usia sekolah tertentu yang bersekolah pada
berbagai jenjang pendidikan dengan penduduk kelompok usia sekolah yang
sesuai dan dinyatakan dalam persentase. APS digunakan untuk mengetahui
banyaknya anak usia sekolah yang telah bersekolah di semua jenjang
pendidikan. Semakin tinggi APS berarti semakin banyak anak usia sekolah yang
bersekolah.
Gambar 11.3. memperlihatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut
status wilayah, kelompok umur, dan jenis kelamin di Jawa Barat hasil Susenas
tahun 2016.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 137
Tabel 11.3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Jenis Kelamin di Jawa Barat, Tahun 2016
Jenjang Pendidikan APS
Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4)
SD 99.57 99.51 99.54
SMP 92.06 94.79 93.39
SMA 63.65 68.06 65.82
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Jika dilihat menurut jenis kelamin APS penduduk perempuan pada
jenjang pendidikan SMP dan SMA sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laki-
laki. Sebaliknya APS penduduk laki-laki pada jenjang pendidikan SD lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan yaitu sebesar 99,57 persen sedangkan
perempuan sebesar 99,51 persen.
11.4. Angka Partisipasi Murni (APM)
APM digunakan untuk mengetahui penduduk usia sekolah yang
bersekolah tepat waktu. APM merupakan proporsi jumlah anak kelompok usia
sekolah tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai
dengan usianya terhadap jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah
yang bersangkutan. APM SD adalah proporsi jumlah murid SD/sederajat yang
berusia 7-12 tahun terhadap jumlah seluruh anak usia 7-12 tahun.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 138
Tabel 11.4. Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tingkat Pendidikan
dan Jenis Kelamin di Jawa Barat, Tahun 2016
Jenjang Pendidikan APM
Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4)
SD 98.20 97.42 97.82
SMP 78.14 81.43 79.76
SMA 54.52 59.40 56.92
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Susenas 2016
Gambar 11.4 memperlihatkan nilai APM menurut tingkat pendidikan, dan
jenis kelamin di Jawa Barat tahun 2016. Pada tahun 2016 APM SD sebesar
97,82 persen, APM SMP sebesar 79,76 persen, dan APM SMA sebesar 56,92
persen. APM pada jenjang pendidikan SD lebih tinggi dibandingkan dengan
APM pada jenjang pendidikan lainnya. Sedangkan APM pada jenjang
pendidikan SM terlihat paling rendah. Semakin tinggi jenjang pendidikan maka
APM nya semakin rendah. seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa
penduduk pada jenjang pendidikan SM ini sudah masuk dalam usia kerja, dan
beberapa dari mereka lebih memilih bekerja dibandingkan dengan sekolah,
sehingga berakibat terhadap rendahnya nilai APM pada jenjang pendidikan
tersebut.
Jika dilihat menurut jenis kelamin pada jenjang pendidikan SMP dan SMA
APM perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Sementara pada jenjang
pendidikan SD, APM laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 139
Tabel 11.5 DAFTAR DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK DI PROVINSI
JAWA BARAT TAHUN 2017 No Kabupaten/Kota Nama Dinas Status
1 Kota Bandung Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan
Masyarakat
Bergabung dengan Pemberdayaan
Masyarakat
2 Kab Bandung Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Pengendalian
Penduduk
3 Kab Garut Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan
Perempuan dan perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Pengendalian
Penduduk
4 Kab Sumedang Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Bergabung dengan Dinas Sosial
5 Kota Tasimalaya
Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Pengendalian Penduduk
6 Kab Tasikmalaya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Perlindungan Anak dan Keluarga Berenacana
Bergabung dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa
7 Kab Ciamis Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Pengendalian Penduduk
8 Kota Banjar Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bergabung dengan Dinas Sosial
9 Kab Pangandaran Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Mandiri
10 Kab Cirebon Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Pengendalian
Penduduk
11 Kota Cirebon Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Sosial
12 Kab Majalengka Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
Mandiri
13 Kab Indramayu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Mandiri
14 Kab Kuningan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bergabung dengan Dinas Sosial
15 Kab Karawang Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Mandiri
16 Kab Purwakarta Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Bergabung dengan Dinas Sosial
17 Kab Bogor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Bergabung dengan Dinas Pengendalian Penduduk
18 Kab Sukabumi Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Mandiri
19 Kab Bekasi Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Sosial
20 Kab Cianjur Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan
Perempuan dan perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Pengendalian
Penduduk
21 Kab Subang Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Pengendalian Penduduk
22 Kab Bandung Barat Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Pengendalian Penduduk
23 Kota Depok Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyrakat dan Keluarga Bergabung dengan Pemberdayaan Masyarakat
24 Kota Cimahi Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Bergabung dengan Dinas Sosial dan Pengendalian Penduduk
25 Kota Bogor Dinas Pemberdayaan Masyrakat Perempuan dan Perlindungan Anak Bergabung dengan Pemberdayaan Masyarakat
26 Kota Bekasi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Mandiri
27 Kota Sukabumi Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat
Bergabung dengan Dinas Pengendalian
Penduduk dan Pemberdayaan Masyarakat
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 140
Tabel 11.6
Data Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Berdasarkan Usia dan Pendidikan sampai dengan Desember Tahun 2017
NO KAB / KOTA GENDER USIA PENDIDIKAN
L P 0-5 06-Dec
13-17
18-24
25-44 45-59
60+
NA SD SLTP SLTA Tidak
Sekolah Perguruan
Tinggi
1 Kabupaten Bandung 39 129 14 57 59 14 20 5 0 26 24 71 31 17 0
2 Kabupaten Bandung Barat 2 16 2 5 9 2 0 0 0 0 7 4 2 4 1
3 Kabupaten Bekasi 0 8 1 0 3 0 4 0 0 2 0 1 4 1 0
4 Kabupaten Bogor 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0
5 Kabupaten Ciamis 4 17 1 3 14 0 1 2 0 1 3 6 10 1 0
6 Kabupaten Cianjur 1 5 0 0 5 0 1 0 0 0 4 0 2 0 0
7 Kabupaten Cirebon 2 10 0 3 9 0 0 0 0 0 3 4 5 0 0
8 Kabupaten Garut 0 18 0 4 11 0 3 0 0 4 5 8 1 0 0
9 Kabupaten Indramayu 0 6 0 0 0 2 3 1 0 6 0 0 0 0 0
10 Kabupaten Karawang 0 6 1 2 0 0 2 1 0 5 0 0 1 0 0
11 Kabupaten Kuningan 0 5 0 2 0 2 1 0 0 0 3 0 1 0 1
12 Kabupaten Majalengka 0 11 0 0 9 2 0 0 0 2 0 3 6 0 0
13 Kabupaten Pangandaran 1 33 0 30 4 0 0 0 0 0 32 0 2 0 0
14 Kabupaten Purwakarta 1 7 6 1 1 0 0 0 0 3 2 3 0 0 0
15 Kabupaten Subang 2 9 0 3 5 1 2 0 0 0 5 6 0 0 0
16 Kabupaten Sukabumi 4 24 5 4 11 1 5 2 0 2 11 4 5 6 0
17 Kabupaten Sumedang 5 17 3 4 8 2 5 0 0 6 4 4 5 2 1
18 Kabupaten Tasikmalaya 3 22 3 3 15 2 2 0 0 3 5 9 7 1 0
19 Kota Bandung 8 39 5 8 4 8 17 5 0 5 9 5 20 2 6
20 Kota Banjar 1 17 0 3 10 2 3 0 0 1 2 4 11 0 0
21 Kota Bekasi 3 6 3 4 0 0 2 0 0 0 4 0 2 3 0
22 Kota Bogor 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0
23 Kota Cimahi 4 11 3 4 2 2 4 0 0 1 1 1 7 5 0
24 Kota Cirebon 0 6 0 0 4 0 1 0 1 1 0 2 3 0 0
25 Kota Depok 8 42 0 17 11 3 20 1 0 17 11 7 1 16 0
26 Kota Sukabumi 2 6 0 2 1 1 4 0 0 0 1 2 4 0 1
27 Kota Tasikmalaya 5 16 2 6 11 1 1 0 0 2 6 4 7 1 1
TOTAL 96 488 49 166 207 45 102 17 1 87 143 148 139 59 11
Sumber : SIMFONI PPA
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 141
Tabel 11.7
Angka Harapan Hidup,Harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah,
pengeluaran perkapita, IPM dan IPG Tahun 2016
Nama Provinsi
Angka Harapan Hidup
Harapan Lama Sekolah
Rata-rata Lama Sekolah
Pengeluaran perkapita
Disesuaikan IPM IPG
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah PPP)
L P L P L P L P L P
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
ACEH 67.61 71.52 13.67 14.11 9.19 8.54 12,286 7,531 73.94 67.94 91.89
SUMATERA UTARA
66.48 70.29 12.67 13.34 9.48 8.78 14,153 7,772 74.07 67.27 90.82
SUMATERA BARAT
66.90 70.65 13.35 14.24 8.72 8.49 14,086 9,286 74.00 69.87 94.42
RIAU 69.10 72.90 12.74 13.00 8.81 8.36 15,848 7,075 75.65 66.60 88.04
JAMBI 68.69 72.62 12.57 12.89 8.50 7.63 14,547 7,001 74.07 65.40 88.29
SUMATERA
SELATAN 67.28 71.16 12.17 12.30 8.18 7.48
13,920 8,797 72.13 66.42 92.08
BENGKULU 66.62 70.49 13.20 13.57 8.72 8.01 13,273 7,705 73.15 66.61 91.06
LAMPUNG 68.03 71.90 12.28 12.46 7.93 7.33 12,962 7,240 71.62 64.67 90.30
KEP. BANGKA BELITUNG
68.05 71.88 11.56 11.88 8.00 7.31 17,865 8,386 73.78 65.59 88.90
KEPULAUAN RIAU
67.59 71.39 12.52 12.82 9.87 9.46 19,182 11,768 77.73 72.39 93.13
DKI JAKARTA 70.72 74.41 12.68 12.80 11.34 10.42 21,247 16,284 82.28 78.15 94.98
JAWA BARAT 70.57 74.39 12.15 12.50 8.37 7.52 14,210 7,478 74.11 66.37 89.56
JAWA TENGAH 72.10 75.99 12.34 12.57 7.68 6.65 13,871 9,107 73.87 68.12 92.22
D I YOGYAKARTA
72.92 76.54 15.53 14.92 9.67 8.60 15,664 12,696 81.37 76.71 94.27
JAWA TIMUR 68.80 72.68 13.20 12.78 7.81 6.69 15,063 9,459 74.23 67.34 90.72
BANTEN 67.54 71.44 12.79 12.60 8.90 7.82 16,306 9,922 75.30 68.50 90.97
BALI 69.55 73.32 13.32 12.77 9.20 7.53 16,001 13,063 77.08 71.84 93.20
NUSA TENGGARA BARAT
63.55 67.39 13.40 12.93 7.54 6.13 13,253 8,531 70.33 63.33 90.05
NUSA TENGGARA
TIMUR
64.17 67.92 12.84 13.07 7.32 6.75
9,916 6,827 67.05 62.17 92.72
KALIMANTAN
BARAT 67.99 71.89 12.45 12.30 7.49 6.44
12,474 5,726 70.85 60.77 85.77
KALIMANTAN
TENGAH 67.68 71.49 12.24 12.42 8.49 7.73
14,706 7,488 73.31 65.30 89.07
KALIMANTAN
SELATAN 65.92 69.84 12.16 12.41 8.38 7.40
17,107 8,403 73.55 65.36 88.86
KALIMANTAN
TIMUR 71.85 75.59 13.20 13.53 9.61 8.82
17,549 6,618 79.46 68.02 85.60
KALIMANTAN
UTARA 70.49 74.30 12.47 12.70 9.14 8.43
12,157 5,427 73.92 63.82 86.34
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 142
SULAWESI UTARA
69.09 72.99 12.27 12.88 8.93 9.00 14,056 9,506 74.18 70.50 95.04
SULAWESI TENGAH
65.39 69.28 12.69 13.16 8.38 7.84
12,585 7,619 71.09 65.34 91.91
SULAWESI
SELATAN 67.94 71.84 12.91 13.41 8.08 7.46
14,672 9,194 73.61 68.30 92.79
SULAWESI
TENGGARA 68.54 72.47 13.09 13.37 8.83 7.86
12,714 7,269 73.70 66.50 90.23
GORONTALO 65.22 69.16 12.41 13.40 6.82 7.41 13,156 4,749 69.09 59.50 86.12
SULAWESI BARAT
62.49 66.20 12.16 12.52 7.40 6.91 12,358 6,475 67.67 60.46 89.35
MALUKU 63.44 67.34 13.68 13.78 9.47 9.08 11,301 7,309 71.35 65.91 92.38
MALUKU UTARA 65.53 69.50 13.51 13.40 8.99 8.06 11,632 6,506 71.97 64.16 89.15
PAPUA BARAT 63.32 67.16 12.88 11.90 9.81 6.80 10,350 5,192 70.04 57.67 82.34
PAPUA 63.44 66.99 10.38 9.93 6.90 5.32 10,178 3,891 63.74 50.41 79.09
INDONESIA 69.09 72.80 12.67 12.79 8.41 7.50
14,554 8,591 74.26
67.4
4 90.82
Sumber : KPPA
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 143
Tabel 11.8
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Tahun 2016
Nama Provinsi
Keterlibatan Perempuan di
Parlemen
Perempuan sebagai Tenaga Manajer,
Profesional, Administrasi, Teknisi
Sumbangan Perempuan dalam Pendapatan Kerja IDG
(%) (%) (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
ACEH 16.00 51.70 34.51 67.40
SUMATERA UTARA 15.00 52.59 36.01 69.07
SUMATERA BARAT 10.77 58.17 37.29 64.51
RIAU 27.69 52.45 28.10 75.19
JAMBI 12.73 49.79 29.47 63.14
SUMATERA SELATAN 17.33 52.37 34.57 70.69
BENGKULU 17.78 50.91 35.11 71.09
LAMPUNG 13.10 54.13 29.06 61.98
KEP. BANGKA BELITUNG 4.44
48.99 25.69 51.69
KEPULAUAN RIAU 16.28 45.81 27.76 65.60
DKI JAKARTA 18.87 43.29 37.57 72.14
JAWA BARAT 24.00 42.27 29.07 71.15
JAWA TENGAH 24.00 49.30 34.09 74.89
D I YOGYAKARTA 10.91 44.49 40.52 66.96
JAWA TIMUR 15.00 48.14 35.52 69.06
BANTEN 18.82 44.48 31.05 69.14
BALI 9.09 49.28 37.39 63.97
NUSA TENGGARA BARAT 9.38
47.96 32.30 60.06
NUSA TENGGARA TIMUR 10.77
49.63 42.73 65.07
KALIMANTAN BARAT 10.77 43.77 34.92 64.37
KALIMANTAN TENGAH 26.67
46.62 33.26 78.23
KALIMANTAN SELATAN 12.70
51.29 36.05 67.40
KALIMANTAN TIMUR 10.91 44.03 23.00 56.93
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 144
KALIMANTAN UTARA 14.29 48.75 25.43 63.52
SULAWESI UTARA 37.78 53.34 31.56 81.24
SULAWESI TENGAH 20.00 52.54 30.00 70.05
SULAWESI SELATAN 21.18 53.81 31.12 70.02
SULAWESI TENGGARA 17.78
47.42 35.86 70.51
GORONTALO 28.89 59.55 25.54 69.70
SULAWESI BARAT 17.78 52.67 36.20 71.71
MALUKU 26.67 49.44 37.12 77.36
MALUKU UTARA 16.28 45.05 36.44 68.19
PAPUA BARAT 4.44 41.90 26.34 49.56
PAPUA 12.73 36.15 35.99 64.73
INDONESIA 17.32 47.59 36.42 71.39
Sumber : KPPA
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 145
Kab Bekasi
Kab Karawang
Kab Purwakarta
Kab Subang
Kab Indramayu
Kab Majalengka
Kab Bandung
Kab Garut
Kota Tasikmalaya
Kab Tasikmalaya
Kab Ciamis
Kab Pangandaran
Kota Cirebon
Kota Bogor
Kota Banjar
Kab Sumedang
Kab Kuningan
Kab Cirebon
Kab Sukabumi
Kota Sukabumi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kab Bogor
Kab Cianjur
Kota Bekasi
Kab Bandung Barat
Kota Bandung
Pemenang APE Tahun 2016
Mentor Utama Madya Pratama Tidak Masuk Kategori
Gambar 8.2
Pemenang APE Kabupaten/Kota Tahun 2016
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 146
Tabel 11.9
Data PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga)
No Kabupaten/Kota Nama PL PEKKA Jumlah
Kecamatan
Jumlah
Desa/Kel
Jumlah
Kelompok PEKKA
Jumlah
Anggota yang ada
Jenis
Usaha Anggota
Perkembangan
Modal
1 Kota Bandung Tini Gustini 30 151 6 78 4
2 Kab Bandung Linlin Nurranny, SE 31 280 18 222 6 86.000.000
3 Kab Garut Enung Siti Jaharah 44 442 11 187 6 154.650.000
4 Kab Sumedang Ai Nurhayati H,AmKl 26 279 8 219 14 232.234.500
5 Kota Tasimalaya Yeni Surnias5ih A.Md 10 69 6 91 8 82.735.998
6 Kab Tasikmalaya Imas Masriyanti,S.Pd 39 351 26 338 11 104.472.000
7 Kab Ciamis Rokayah BA 27 265 23 385 4 145.069.000
8 Kota Banjar Nova Chalimah Girsang 4 25 9 120 9 20.000.000
9 Kab Pangandaran Ika Mugiwati 10 93 3 66 6 79.200.000
10 Kab Cirebon Nurmi 40 424 10 182 8 383.000.000
11 Kota Cirebon Dewi Nurlelah 5 22 7 99 - -
12 Kab Majalengka Nino Nurbani 26 336 21 210 3 52.600.000
13 Kab Indramayu Muslihah, SE 31 316 10 114 - -
14 Kab Kuningan Feny Sukma Asih,SP 32 376 6 113 7 115.948.750
15 Kab Karawang Al Aisah 30 309 22 312 6 149.000.000
16 Kab Purwakarta Eliza S.S.Pd 17 192 7 86 15 40.900.000
17 Kab Bogor Narita Fujianti 40 434 10 112 6 85.254.500
18 Kab Sukabumi Rumnasih 47 367 24 417 - -
19 Kab Bekasi Hj. Endang Sujatni,S.Pd 23 187 12 230 11 63.000.000
20 Kab Cianjur Tika Kartika 32 360 25 490 5 133.112.000
21 Kab Subang Nani Rukmini. S.Ip 30 253 35 669 19 171.495.000
22 Kab Bandung Barat Tin Rustini 16 165 16 517 11 62.565.000
23 Kota Depok Lis Warnelis 11 63 11 155 11 164.937.000
24 Kota Cimahi Sarbaeni Komariah SE 3 15 6 52 3 77.050.000
25 Kota Bogor Dian Ns 6 68 22 275 5 91.135.000
26 Kota Bekasi Syahria Apriyani 12 50 10 116 - -
27 Kota Sukabumi Rani Hermanto, ST 7 33 9 156 8 145.620.000
Total 629 5925 373 6011 186 2.657.478.748
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 147
Tabel 11.10
Daftar Desa/Kelurahan Pelaksana P2WKSS di Jawa Barat Tahun 2014-2016
NO KECAMATAN DESA/KELURAHAN TAHUN
PELAKSANAAN
2014
1 Kab Bekasi
Tarumajaya Desa Setia Asih 2014
2 Kab Cirebon
Waled Desa Cibogo 2014
3 Kab Karawang
Cilamaya Wetan Desa Sukakerta 2014
4 Kab Indramayu
Tukdana Desa Kerticala 2014
5 Kab Subang
Binong Desa Citrajaya 2014
6 Kab Cianjur
Cikalong Kulon Desa Ciramagirang
2014
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 148
7 Kab Bogor
Megamendung Desa Sukakarya 2014
8 Kab Ciamis
Cidolog Desa Janggala 2014
9 Kab Tasikmalaya
Bojongasih Desa Girijaya 2014
10 Kab Bandung Barat
Cipeundeuy Desa Sukahaji 2014
11 Kab Garut
Cilawu Dawungsari 2014
12 Kota Tasikmalaya
Tamasari Kel. Setiawargi 2014
13 Kota Bogor
Bogor Utara Kel. Ciluar 2014
14 Kota Bandung
Gedebage Kel. Cimencrang 2014
15 Kota Sukabumi
Baros Kel. Baros 2014
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 149
16 Kota Depok
Sawangan Kel. Bedahan 2014
17 Kota Banjar
Purwaharja Purwaharja 2014
18 Kab Sukabumi
Kalapanunggal Desa Pulosari 2014
19 Kab Sumedang
Tanjungkerta Desa Gunturmekar 2014
20 Kota Cimahi
Cimahi Selatan Kel. Cibeureum 2014
21 Kota Bekasi
Mustika Jaya Kel. Pedurenan 2014
22 Kota Cirebon
Kesambi Kel. Karyamulya 2014
23 Kab Bandung
Nagreg Desa Mandalawangi 2014
24 Kab Purwakarta
Wanayasa Desa Sumurugul 2014
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 150
25 Kab Majalengka
Dawuan Desa Dawuan 2014
26 Kab Kuningan
Kuningan Desa Padarek 2014
27 Kab Pangandaran
Parigi Desa Cintaratu 2014
2015
1 Kab Bekasi
Pebayuran Desa Bantarjaya 2015
2 Kab Cirebon
Dukupuntang Desa Balad 2015
3 Kab Karawang
Tirtajaya Desa Tambaksari 2015
4 Kab Indramayu
Kandanghaur Desa Karangmulya 2015
5 Kab Subang
Jalancagak Desa Curugrendeng 2015
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 151
6 Kab Cianjur
Haurwangi Desa Cihea 2015
7 Kab Bogor
Tamansari Desa Sukajaya 2015
8 Kab Ciamis
Kawali Desa Purwasari 2015
9 Kab Tasikmalaya
Cigalontang Desa Nanggerang 2015
10 Kab Bandung Barat
Rongga Desa Bojongsalam 2015
11 Kab Garut
Cigedug
12 Kota Tasikmalaya
Indihiang Kel. Sukamaju Kaler 2015
13 Kota Bogor
Bogor Selatan Kel. Muarasari 2015
14 Kota Bandung
Batununggal Kel.Cibangkong 2015
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 152
15 Kota Sukabumi
Citamiang Kel.Cikondang 2015
16 Kota Depok
Cipayung Kel. Cipayung 2015
17 Kota Banjar
Langensari Desa Kujangsari 2015
18 Kab Sukabumi
Gegerbitung Desa Sukamanah 2015
19 Kab Sumedang
Pamulihan Desa Cijeruk 2015
20 Kota Cimahi
Cimahi Tengah Kel. Cigugur Tengah 2015
21 Kota Bekasi
Bekasi Utara Kel. Margamulya 2015
22 Kota Cirebon
Lemahwungkuk Kel. Panjunan 2015
23 Kab Bandung
Arjasari Desa Rancakole 2015
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 153
24 Kab Purwakarta
Babakancikao Desa Babakancikao 2015
25 Kab Majalengka
Maja Desa Paniis 2015
26 Kab Kuningan
Jepara Desa Jepara 2015
27 Kab Pangandaran
Cijulang Desa Cibanten 2015
2016
1 Kab Bekasi
Serang Baru Desa Nagasari 2016
2 Kab Cirebon
Sumber Desa Sidawangi 2016
3 Kab Karawang
Tegal Waru Desa Mekarbuana 2016
4 Kab Indramayu
Widasari Desa Kalen Sari 2016
5 Kab Subang
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 154
Kalijati Desa Ciruluk 2016
6 Kab Cianjur
Campaka Mulya Desa Campaka Warna 2016
7 Kab Bogor
Gunung Sindur Desa Cibinong 2016
8 Kab Ciamis
Purwadadi Desa Kutawaringin 2016
9 Kab Karawang
Salawu Desa Serang 2016
10 Kab Bandung Barat
Cihampelas Desa Tanjungwangi 2016
11 Kab Garut
Sukaresmi Desa Padamukti 2016
12 Kota Tasikmalaya
Cipedes Kel. Sukamanah 2016
13 Kota Bogor
Bogor Timur Kel. Sindangrasa 2016
14 Kota Bandung
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 155
Andir Kel. Maleber 2016
15 Kota Sukabumi
Lembur Situ Kel. Lembur Situ 2016
16 Kota Depok
Tapos Kel. Cimpaeun 2016
17 Kota Banjar
Banjar Desa Jajawar 2016
18 Kab Sukabumi
Cicantayan Desa Cimanggis 2016
19 Kab Sumedang
Ujungjaya Desa Cipelang 2016
20 Kota Cimahi
Cimahi Utara Kel. Pasirkaliki 2016
21 Kota Bekasi
Medan Satria Kel. Harapan Mulya 2016
22 Kota Cirebon
Pekalipan Kel. Pulasaren 2016
23 Kab Bandung
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 156
Paseh Desa Tangsimekar 2016
24 Kab Purwakarta
Pondoksalam Desa Galudra 2016
25 Kab Majalengka
Lemahsugih Desa Sadawangi 2016
26 Kab Kuningan
Sindangagung Desa Dukuh Lor 2016
27 Kab Pangandaran
Padaherang Desa Maruyungsari 2016
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 157
Tabel 11.11
Data Pelaku Industri Rumahan (IR) Provinsi Jawa Barat
No Kabupaten/Kota Jumlah Pelaku Industri
Rumahan
1. Kota Bogor 149
2. Kota Depok 17
3. Kota Bandung 31
4. Kota Cimahi 10
5. Kabupaten Bandung Barat 53
6. Kabupaten Bandung 16
7. Kabupaten Purwakarta 42
8. Kabupaten Bekasi 41
9. Kabupaten Subang 16
10. Kota Bekasi 13
11. Kabupaten Karawang 14
12. Kabupaten Tasikmalaya 10
13. Kabupaten Ciamis 14
14. Kabupaten Garut 14
15. Kabupaten Kuningan 13
16. Kabupaten Indramayu 14
17. Kabupaten Majalengka 16
18. Kabupaten Sumedang 19
Data Terpilah Statistik Gender dan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 | 158
19. Kota Tasikmalaya 6
20. Kota Banjar 9
21. Kabupaten Pangandaran 3
22. Kabupaten Cianjur 5
23. Kota Cirebon 5
24 Kota Sukabumi 2