KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Adam Chazawi, Hukum pidana Positif Penghinaan, ITS Press, Surabaya,...
Transcript of KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Adam Chazawi, Hukum pidana Positif Penghinaan, ITS Press, Surabaya,...
i
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Asung Kertha Wara Nugraha-Nya,
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya guna memenuhi
syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Udayana. Adapun judul yang dipilih dalam
penulisan skripsi ini adalah “PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK
(SUATU KAJIAN TERHADAP PASAL 310 KUHP”.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan
bantuan secara moril maupun materiil dari berbagai pihak. Untuk itu melalui
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,MH, Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
2. Bapak Dr. Gde Made Swardana, SH.,MH, Pembatu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH.,MH, Pembatu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak Dr. I Gede Yusa, SH.,MH, Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
5. Bapak Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S.H., M.H. Selaku Ketua Bagian
ii
Hukum Pidana
6. Bapak A. A. Ngurah Yusa Darmadi, S.H., M.H. Sebagai Pembimbing I
yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan dengan penuh kesabaran
dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak I Gusti Ngurah Parwata, S.H.,M.H. Sebagai Pembimbing II yang
telah memberikan petunjuk dan bimbingan dengan penuh kesabaran dalam
penulisan skripsi ini.
8. Bapak Dr. Desak Putu Dewikasih, S.H.,M.H Pembimbing Akademik yang
telah memberikan waktu dan petunjuk selama mengikuti perkuliahan.
9. Bapak Anak Agung Gede Oka Parwata, SH.,Msi, Ketua Program Non
Reguler Fakultas Hukum Universitas Udayana
10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah
mengajar dan mendidik penulis selama menempuh perkuliahan di
Fakultas Hukum Universitas Udayana
11. Bapak Ibu Pegawai Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah
membantu dalam mengurus segala keperluan administrasi selama kuliah.
12. Orang Tua tercinta, Bapak I Gede Putu Joni dan Ibu Ni Ketut Ngaptiari,
serta Kakak Dian Ariyanti Putri, Ari yunita dewi dan Ade Yunita Sari atas
segala dukungan, perhatian dan kasih sayang yang selalu memberi
dukungan dalam menyelesaikan kendala selama penulisan skripsi.
13. Terimakasih kepada Savitaresta Primasaty Arnaya yang selalu menemani
dan dengan sabar mendengarkan keluhan dalam penulisan skripsi ini.
14. Sahabat-sahabat Bukan Keluarga dan teman-teman Hukum Ekstensi
iii
angkatan 2012, serta sahabat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
yang telah menjadi penyemangat dan memotivasi.
15. Para senior, rekan seperjuangan dan junior, serta teman-teman Penulis di
angkatan 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 yang tidak dapat Penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
maka dari itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi
ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Denpasar, 18 November 2016
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM ..................................................................... i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ......................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................... iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ................................... iv
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ...................................... v
HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................................. vi
HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................... ix
ABSTRAK ........................................................................................................ xii
ABSTRACT .......................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 6
1.3 Ruang Lingkup Masalah ......................................................... 6
1.4 Orisinalitas Penelitian .............................................................. 7
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................... 8
1.5.1 Tujuan Umum ........................................................... 8
1.5.2 Tujuan Khusus ........................................................... 8
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................... 8
1.6.1 Manfaat Teoritis ........................................................ 8
1.6.2 Manfaat Praktis ......................................................... 8
1.7 Landasan Teoritis .................................................................... 9
v
1.8 Metode Penelitian ................................................................. 16
1.8.1 Jenis Penelitian .......................................................... 16
1.8.2 Jenis Pendekatan ....................................................... 17
1.8.3 Sumber Bahan Hukum .............................................. 18
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ........................ 19
1.8.5 Teknik Analisis ......................................................... 20
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana ........................... 21
2.1.1 Pengertian Tindak Pidana ........................................... 21
2.1.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana ....................................... 23
2.2. Pengertian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik ............... 28
2.2.1 Bentuk-Bentuk Pencemaran Nama Baik .................... 30
2.3. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana .............................. 32
2.4 Pengertian dan Teori-teori Pemidanaan ................................. 35
2.4.1 Pengertian Pidana .......................................................... 33
2.4.2 Teori-Teori Pemidanaan................................................ 38
2.4.2.1 Teori absolut ..................................................... 39
2.4.2.2 Teori Relatif ...................................................... 40
2.4.2.3 Teori Gabungan ................................................ 41
BAB III PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA
BAIK DALAM HUKUM PIDANA POSITIF DI INDONESIA
3.1. Pengertian Pencemaran Nama Baik Dalam KUHP ............... 42
vi
3.2 Pengertian Pencemaran Nama Baik Dalam Undang-Undang
No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik ............................................................................... 47
3.3 Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Pencemaran Nama Baik ............................................. 51
BAB IV ANCAMAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK
4.1. Ancaman Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pencemaran Nama Baik Menurut KUHP ............................. 59
4.2. Ancaman Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pencemaran Nama Baik Menurut Undang-Undang No.11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ...... 63
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 67
5.2. Saran ....................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
ABSTRAK
Pencemaran nama baik akhir-akhir ini banyak terjadi dalam kehidupan
masyarakat pencemaran nama baik tersebut tidak saja mengenai masyarakat biasa,
tetapi juga tidak jarang mengenai pejabat negara seperti Presiden dan wakil
Presiden, Gubernur/Kepala Daerah dan sebagainya.
Pencemaran nama baik itu diatur dalam hukum positif dalam dua undang-
undang yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-
Undang No. 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pencemaran nama baik tersebut
merupakan tindak pidana yang dalam KUHP diatur dalam Pasal 310 KUHP dan
dalam Undang-Undang No. 19 tahun 2016 dalam Pasal 27. dalam kedua undang-
undang tersebut ancaman saksi pidananya berbeda yakni dalam KUHP ancaman
pidananya berupa pidana penjara Sembilan bulan dan pidana denda empat ribu
lima ratus rupiah, sedangkan menurut Undang-Undang ITE ancaman sanksi
pidananya paling lama empat tahun dan/atau denda tujuh ratus lima puluh juta
rupiah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pertanggung jawaban pidana dalam
Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transakasi Elektronik
dan KUHP menunjukan adanya konflik norma diantara kedua undang-undang
tersebut. Baik menyangkut rumusan normanya, maupun ancaman pidananya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normative yakni
mengakaji dari bahan-bahan hukum primier dan bahan hukum sekunder.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pertanggung
jawaban pidana pencemaran nama baik menurut pasal 310 kuhp dan pasal 27
Ayat 3 undang-undang No 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi
elektronik kedua bagaimanakah sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana
Pencemaran nama baik berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku. Tindak
pidana yang memenuhi rumusan KUHP dan Undang-Undang ITE tersebut diatas
merupakan tindak pidana yang harus dipertanggung jawabkan menurut hukum
pidana, karena perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang tersebut
merupakan tindakan yang bersifat melawan hukum dilakukan oleh orang yang
mampu bertanggung jawab serta adanya unsur kesengajaan atau kealpaan yang
berarti bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, dan
perbuatan tercela yang dilarang oleh undang-undang.
Kata kunci : Pencemaran nama baik, Pertanggung Jawaban Pidana, Sanksi
Pidana.
viii
ABSTRACT
Defamation lately a lot going on in people's lives defamation is not only
about ordinary people, but also not uncommon on state officials such as the
President and Vice President, the Governor / Head of the Region and so on.
Defamation is regulated in the positive law in the two laws that the Code
of Penal (Penal Code) and Act No. 11 of 2008 on Information and Electronic
Transactions. Defamation is a criminal offense in the Criminal Code under
Article 310 in the Criminal Code and Law No. 11 of 2008 under Article 27 in both
these laws differ criminal threat that witnesses in the Criminal Code criminal
threat in the form of imprisonment for nine months and fined four thousand five
hundred rupiah, while according to the Law ITE threat of criminal sanction a
maximum of six years and / or a fine of one billion rupiah.
The results showed that criminal liability under Act No. 19 of 2016 on
Information and Electronic trades and bylaws indicate the existence of conflict
between the norms of the legislation. Both related to the norm, as well as the
criminal threat. The method used is the method that is mengakaji normative
research of materials primier law and secondary law. The problem of this
research is how the criminal accountability of defamation under section 310
Criminal Code and Article 27 Paragraph 3 of the law No. 19 of 2016 on
information and electronic transactions both how criminal sanctions against the
perpetrators of the crime of defamation under criminal law positive apply. The
criminal acts that meet the formulation of the Penal Code and the Law on ITE
mentioned above constitutes a criminal act that should be accountable under
criminal law for acts that meet the formulation of the law is an act that is against
the law carried out by people who could be responsible and deliberate intention
or omission which means that the act was an act against the law, and the
misconduct prohibited by law.
Keywords: defamation, criminal liability, criminal sanctions.
.
9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada akhir–akhir ini kejahatan yang berkaitan dengan kehormatan dan nama baik
seseorang semakin tampak dalam kehidupan masyarakat. Pencemaran nama baik bahkan
sering dijadikan alasan untuk melaporkan seseorang yang diduga akan merugikan dirinya.
Penyerangan nama baik adalah menyampaikan ucapan (kata atau ringkasan
perkataan/kalimat) dengan cara menuduhkan melakukan perbuatan tertentu, yang ditujukan
pada kehormatan dan nama baik orang yang dapat mengakibatkan rasa harga diri atau
martabat orang itu dicemarakan, dipermalukan atau direndahkan.1
Salah satu contoh yang menarik terjadi terhadap Calon Presiden Republik
Indonesia Ir Joko Widodo dan Yusuf Kalla sebagai calon wakil Presiden Republik Indonesia
pada pemilihan umum Presiden tahun 2014 dan kasus Prita Mulya Sari dengan RS. Omni.
Belakangan ini persoalan eksistensi delik pencemaran nama baik kembali
mengemuka dan dipermasalahkan oleh banyak pihak. Munculnya perhatian publik terhadap
delik ini diakibatkan oleh beberapa kasus pencemaran nama baik yang terjadi.
Pencemaran nama baik dalam hukum pidana positif telah di atur didalam pasal 310
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menentukan:
Ayat (1): “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu
diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Ayat (2): “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempel di muka umum, maka diancam karena pencemaran
1 Adam Chazawi, Hukum pidana Positif Penghinaan, ITS Press, Surabaya, 2009, 89.
10
tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Ayat (3): “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan
jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri”.
Dilihat dari KUHP, pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan atau
penistaan terhadap seseorang. Penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh
seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar
(diketahui orang banyak)2. Kehormatan atau nama baik merupakan hal yang dimiliki oleh
manusia yang masih hidup. Oleh karena itu, tindak pidana terhadap kehormatan dan nama
baik umumnya ditunjukkan terhadap seseorang yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal. Bagi masyarakat Indonesia sendiri, kehormatan atas nama baik merupakan
bagian dari nilai-nilai Pancasila sila ke-1 disebutkan “Ketuhan Yang Maha esa” dan sila ke-
2 “Kemanusian yang adil dan beradap” serta telah tercantum dalam Pasal 28F Undang-
undang Dasar Republik Indonesia Amandemen ke IV 1945 “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Ketentuan pasal diatas memperlihatkan kebebasan dalam mendapatkan informasi
dan berkomunikasi, akan tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh adanya ketentuan dalam
pasal-pasal yang mengatur tentang pencemaran nama baik. Pasal-Pasal itu memberikan
batasan agar kebebasan dalam mendapat dan menyebarkan informasi memiliki kualitas yang
mengembangan kehidupan dan lingkungan sosial.
2 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal
Demi Pasal, Polite, Bogor, 1995, hlm226.
11
Dalam perkembangan kehidupan masyarakat terdapat peningkatan kualitas dan
kuantitas kejahatan, termasuk dalam tindak pidana pencemaran nama baik. Hal itu
disebabkan oleh semakin meningkatnya informasi dan komunikasi digital melalui internet
sebagaimana dapat diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 tahun 2016
perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) yang pada Bab 7 Pasal 27 (ayat 3) menyebutkan bahwa :
“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik”.
Pada Bab 9 tentang ketentuan pidana Pasal 45 ayat (3) menegaskan :
“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.
Adapun fungsi dari ketentuan pidana tersebut adalah berusaha untuk memberikan
perlindungan atas hak-hak individu maupun institusi. Hal ini berhubungan dengan
penggunaan setiap informasi melalui media yang menyangkut data pribadi seseorang atau
institusi harus dilakukan dengan persetujuan orang atau institusi yang bersangkutan.
Pemberlakuan pasal penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur baik
dalam pada KUHP maupun pada peraturan perundangan-undangan sering disorot tajam
tidak hanya oleh praktisi hukum tetapi juga oleh masyarakat. Aturan ini dinilai banyak
mengahambat kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa tindak pidana pencemaran nama
baik sendiri diatur di dalam dua Undang-Undang. Selain diatur di dalam Pasal 310 KUHP,
12
tindak pidana ini juga diatur di dalam Pasal 27 Ayat 3 jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang
No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pengaturan tentang tindak
pidana pencemaran nama baik dalam dua peraturan perundang-undangan tersebut diatas
mengindikasikan adanya konflik norma dalam undang-undang.
konflik norma dapat dilihat dari tindak pidana pencemaran nama baik yang diatur
dalam 2 (dua) ketentuan perundang-undangan yakni dalam Pasal 310 KUHP dan di dalam
Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang No. 19 tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Selain itu dilihat dari ancaman pidana terdapat pengaturan yang berbeda yakni
dalam Pasal 310 KUHP Ayat (1) ancaman pidana penjaranya paling lama sembilan bulan
atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, sedangkan di Ayat (2) ancaman
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. Pada Undang-Undang No. 19 tahun 2016 perubahan dari Undang-
Undang No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 45
Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis melihat adanya konflik norma antara
ketentuan Pasal 310 KUHP dengan Pasal 27 dan Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang No. 19
Tahun 2016. Hal itu dapat menyulitkan penegak hukum untuk memilih peraturan mana yang
akan diterapkan jika terjadi pencemaran nama baik melalu tulisan atau gambar yang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistirbusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis lebih dalam
tentang PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
13
PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERHADAP PASAL 310
KUHP).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan rumusan
masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
pencemaran nama baik menurut Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang
No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ?
2. Bagaimanakah sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama
baik berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penelian ini akan dibahas hal-hal sebagai berikut yang dikaitkan dengan
masalah yang dibahas yang memiliki relefansi dengan judul tersebut. Dalam hal ini akan
dibahas, yakni:
a. Pertama akan dibahas pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
pencemaran nama baik menurut ketentuan Pasal 310 Ayat (1) KUHP dan Pasal 27 Ayat
(3) Undang-Undang No 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. Akan dibahas tentang ancaman sanksi pidana terhadap pelaku yang melanggar
Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang No 19
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
14
1.4 Orisinalitas Penelitian
Skripsi ini merupakan karya tulis asli penulis yang keberadaannya dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Orinisalitas dari skripsi ini dapat dilihat dan
dibandingkan perbedaannya dengan skripsi terdahulu yang sejenis yaitu :
No Penulis Judul Rumusan Masalah Tahun
1 Ariya Kurniadi
Putra, Faklutas
Hukum
Universitas
Mataram
Pertanggungjawaban
Pidana Pada Tindak
Pidana Pencemaran
Nama Baik Melalui
Media Pers.
Bagaimanakah
pengaturan hukum
terhadap
kemerdekaan pers di
Indonesia Dan
bagaimanakah
pertanggungjawaban
pidana terhadap pers
pada tindak pidana
pencemaran nama
baik.
2012
2 Mohammad
Haris Indrapura,
Fakultas
Hukum
Universitas
Muhammadiyah
Yogyakarta
Pertanggungjawaban
Hukum Pidana
Terhadapa Pelaku
Pencemaran Nama
Baik Melalui
Internet
Faktor-faktor yang
melatarbelakangi
pelaku melakukan
tindak pidana
pencemaran nama
baik melalui internet
Dan
pertanggungjawaban
hukum pidana
terhadap pelaku
pencemaran nama
baik melalui internet
berdasarkan
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun
2008 Tentang
Informasi dan
Transaksi
Elektronik.
2015
Bahwa dengan sesungguhnya tulisan ini dibuat berdasarkan pemaparan asli,
pemikiran dan hasil penelitian yang dilakukan penulis. Sepanjang sepengetahuan penulis,
15
bahwa tidak ada yang mengangkat tulisan dengan judul yang sama ataupun dengan
permasalahan yang sama.
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pertanggung jawaban
pidana terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan
sanksi pidana menurut undang- undang.
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang pertanggung jawaban pidana
terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik yang melanggar ketentuan
Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang No. 19 tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar-dasar pertimbangan untuk menentukan
sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik menurut
Pasal 310 KUHP jo Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang no 19 tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
Pembahasan tentang pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
pencemaran nama baik menurut Pasal 310 KUHP jo Pasal 27 Undang-Undang No 19
16
Tahun 2016 diharapakan dapat memberikan manfaat terhadap dasar-dasar pertimbangan
hukum yang melandasi pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama
baik pada era kemajuan dan keterbukaan informasi eletronik sekarang ini.
1.6.2 Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan kepada penegak hukum berkaitan dengan tindak pidana
pencemaran nama baik yang tidak saja di atur dalam KUHP tapi juga diatur diluar
KUHP yakni Undang-undang No. 19 Tahun 2016
b. Memberikan pemahaman kepada masyarakat agar mempertimbangkan dan
memperhatikan bahwa pencemaran nama baik termasuk melalui media sosial
merupakan suatu tindak pidana.
1.7 Landasan Teotitis
Tindak pidana menyerang kehormatan dan nama baik diatur dalam Bab XVI yakni
dalam Pasal 310 KUHP yang menyatakan Ayat (1) barang siapa sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksdunya
terang supaya hal itu diketahui umum, di ancam karena pencemaran dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empa ribu lima ratus rupiah.
Ayat (2) jika hal itu di lakukan dengan tulisan atau gambaran yang di siarkan, di
pertunjukan, atau di tempelkan di mukak umum, maka diancam karena pencemaran tertulis
dengan pidana penjara satu tahun empat bulan atau denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah. Ayat (3) tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan
jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Adapun
unsur-unsur yang terkandung dari pasal 310 ayat (1) KUHP adalah
17
1. Unsur Objektif : yang terdiri dari tindakan/perbuatan yang menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh melakukan perbuatan tertentu
yang tidak benar.
2. Unsur Subjektif : dilakukan dengan sengaja dan melawan hukum dengan maksud
yang nyata.
Menurut Mohamad Anwar, kehormatan adalah perasaan pribadi atau harga diri
sedangkan nama baik adalah kehormatan yang di berikan oleh masyarakat kepada seseorang
berhubung dengan kedudukannya di masyarakat3.
Mohamad Anwar juga mengatakan bahwa tindak pidana menurut pasal 310 KUHP
dikatagorikan sebagai kejahatan terhadap kehormatan. Kejahatan terhadap kehormatan itu
bisa di lakukan secara tertulis maupun secara lisan tindakan pencemaran nama baik ini
disebut juga tindak pidana penistaan tindak pidana penistaan ini dilakuakn dengan menuduh
orang lain melakukan suatu perbuatan tertentu, suatu perbuatan tertentu harus merupakan
perbuatan yang sedemikian diperinci secara tepat atau ditunjukan secara tepat dan tegas
sehingga tidak hanya secara tegas dinyatakan jenis perbuatannya tetapi harus dinyatakan
juga jenis perbuatannya.4
Unsur-unsur dalam Ayat (2) dikakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan,
dipertunjukan, ditempelkan dan kejahatan ini disebut dengan penistaan dengan tulisan,
sedangkan Ayat (3) penistaan dengan tulisan maupun dengan gambaran mengandung unsur
penistaan dengan lisan maupun tulisan yang dilakukan berdasarkan kepentingan umum, dan
untuk membela diri tidak dapat dihukum.
Berdasarkan ketentuan Pasal 310 KUHP tersebut mengancam terhadap siapa saja
yang melakukan pencemaran nama baik/penistaan diancam dengan sanksi pidana.
Selain diatur dalam KUHP, juga diatur didalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2016
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Bab VII Pasal 27 Ayat (3) menyatakan :
3 H.A.K. Mohmoch Anwar, 1980, Hukum pidana Bagian Khusus (KUHP buku II), Alummni, Bandung,
hal.130
4 Ibid.
18
“setiap orang dan sengaja dan tanpak hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik”.
Pengaturan tentang tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam
dua undang-undang tersebut diatas, menunjukan bahwa tindak pidana penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pembentuk undang-
undang. Hal itu menunjukan pula bahwa tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik itu selain banyak terjadi dalam kehiduapan masyarakat, juga merupakan tindak
pidana yang dapat meresahkan masyarakat terlebih lagi akibat kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi.
Walaupun telah terdapat ketentuan hukum pidana dalam KUHP dan Undang-Undang
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut, ternyata dalam kehidupan masyarakat
masih saja terdapat tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang harus
dipertanggung jawabkan secara hukum pidana.
Berkaitan dengan hal itu dalam hukum pidana dikenal suatu asas yaitu “Keine strafe
ohne schuld atau Geen straf zonder schuld atau Nulla poena sine culpa” yang artinya tiada
pidana tanpa kesalahan. Asas itu mengandung pengertian bahwa dipidananya seseorang
tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum atau yang bersifat melawan hukum. Untuk pemidaan masih perlu ada syarat bahwa
ada orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah. Dengan
perkataan lain orang tersebut harus dipertanggung jawabkan atas perbuatannya.5
5 Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, cetakan ke 2, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Undip Semarang, hal
: 85.
19
Istilah pertanggung jawaban ini dalam bahasa asing disebut dengan istilah
toerekenbaarheid, criminal responsibility, criminal liability.6 Pertanggung jawaban pidana
dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggung
jawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak.
Berkaitan dengan istilah pertanggung jawaban pidana menurut Bambang Poernomo :
“untuk dapat mempidana seseorang terlebih dahulu harus ada dua syarat yaitu perbuatan
yang bersifat melawan hukum sebagai sendi perbuatan pidana, dan perbuatan yang
dilakukan itu dapat dipertanggung jawabkan sebagai sendi kesalahan”.7
Seseorang yang harus mempertanggung jawabkan atas perbuatan pidana yang terjadi,
maka langkah selanjutnya ialah menegaskan apakah ia juga memenuhi syarat-syarat yang
diperlukan untuk pertanggungjawabkan itu. Menurut pandangan-pandangan tradisonal, ada
dua golongan aliran yang berbicara mengenai delik, ada aliran yang merumuskan delik
sebagai suatu kesatuan bulat dan yang terpisahkan menjadi dua bagian, yaitu aliran monistis
dan aliran dualistis yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Aliran Monistis
Aliran monistis adalah suatu pandangan yang melihat syarat, untuk adanya
pidana harus mencakup dua hal yakni sifat dan perbuatan. Pandangan ini
memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa di dalam pengertian
perbuatan/tindak pidana sudah tercakup di dalamnya perbuatan yang dilarang
(criminal act) dan pertanggungjawaban pidana/ kesalahan (criminal reponbility).
Menurut D. Simons, Hamel dan Vos semuanya merumuskan delik itu secara
6 E.Y Kanter dan S.R Sianturi, 1982, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, alumni
AHM-PTHM jakata, h 250.
7 Bambang Poernomo, 1978, Asas-asas Hukum Pidana, galia Indonesia Jogjakarta, hal 132.
20
bulat diantaranya mereka merumuskan strafbaarfeit yang paling lengkap oleh
Simons meliputi8 :
a. Diancam pidana oleh hukum;
b. Bertentangan dengan hukum
c. Dilakukan oleh orang bersalah
d. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
Mereka tidak memisahkan antara perbuatan dan akibatnya.
2) Aliran Dualistis
Aliran ini memisahkan antara perbuatan pidana dengan pertanggung jawaban
pidana. Menurut aliran dualistis dalam tindak pidana hanya dicakup criminal
act, dan criminal responbility tidak menjadi unsur tindak pidana. Oleh karena itu
untuk menyatakan sebuah perbuatan sebagai tindak pidana cukup dengan adanya
perbuatan yang dirumuskan oleh undang-undang yang memiliki sifat melawan
hukum tanpa adanya suatu dasar pembenaran. Moeljatno yang berpandangan
dualistis menerjemahkan strafbaarfeit dengan perbuatan pidana dan
menguraikannya sebagai berikut : “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum dan larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,
bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut9”.
Sudarto mengatakan bahwa kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya disamakan
dengan pengertian pertanggung jawaban dalam hukum pidana, didalamnya terkandung
makna dapat dicelanya si pembuat atau perbuatannya10
.
8 Andi Hamzah, 1994, Asas-asas Hukum Pidana, Cet 2, Rineka Cipta Jakarta, hal 88-89
9 Moeljatno, 2002, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hal 45
10 Sudarto, Op. Cit. hal 90.
21
Selanjutnya Sudarto mengatakan bahwa kesalahan terdiri dari beberapa unsur, yaitu :
a. Adanya Kemamuan bertanggung jawab pada si permbuat, artinya keadaan jiwa si
pembuat harus normal.
b. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya yang berupa
kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa).
c. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.
Kalau ketiga unsur itu ada maka orang yang bersangkutan bisa dinyatakan bersalah
atau mempunyai pertanggungan jawaban pidana.
Selanjutnya dengan itu E. Mezger menyimpulkan bahwa pengertian kesalahan terdiri
atas :
a. Kemampuan bertanggung jawab.
b. Adanya bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.
c. Tidak ada alasan penghapus kesalahan11
.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka setiap orang yang melakukan perbuatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang memenuhi rumusan undang-undang
tersebut di atas dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum pidana. Akan tetapi menurut
ketentuan Pasal 310 Ayat (3) pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik dikecualikan dari perbuatan yang dilakukan demi
kepentingan umum atau karena terpaksa untuk pembela diri.
1.8 Metode penelitian
11
E. Mezger Dalam Buku Bambang Poernomo, 1978, Asas-asas Hukum Pidana, galia Indonesia
Yogjakarta, hal 134.
22
Metodologi berasal dari kata meto dan logi. Metode artinya cara melakukan sesuatu
dengan teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang berdasarkan logika berpikir.
Metodologi penelitian artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian secara teratur
(sistematis).12
Metode dalam penulisan ini meliputi ; jenis penelitian, jenis pendekatan,
bahan hukum/data, teknik pengumpulan bahan hukum/data, teknik analisis. Berikut
uraiannya:
1.8.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang mengkaji asas-asas,
prinsip-prinsip, doktrin-doktrin dan aturan hukum. Penelitian hukum normatif disebut
juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan
sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau
hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang menjadi dasar berprilaku manusia
yang dianggap pantas. Dengan mengkaji prosedural hukum berdasarkan bahan hukum
yang dilakukan dengan prosedur penggumpulan bahan hukum secara studi kepustakaan.
Penelitian hukum normatif atau kepustakaan mencakup :
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum
b. Penelitian terhadap sistematik hukum
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal13
Penelitian dimaksudkan untuk menelaah, mengkritisi serta diharapkan dapat
memberikan solusi khususnya yang terkait dengan pertanggungjawaban dalam tindak
pidana pencemaran nama baik yang dikaitkan dengan pasal 310 KUHP.
12 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal57.
13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu TInjauan Singkat, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2011, hlm 14
23
1.8.2 Jenis Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan peraturan perundang-
undangan (Statuta Approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji
peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan substansi permasalahan
yang akan di teliti, Pendekatan konseptual (conceptual approach), yakni pendekatan
yang dilakukan dengan mengkaji konsep-konsep atau pengertian-pengertian dasar yaitu
semua acuan dari bahan kepustakaan dan pendapat para ahli atau pakar yang ada
hubungannya dengan permasalahan penelitian.
Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti adalah
berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian
ini14
.
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber pada bahan hukum
primer, bahan hukum skunder, dan bahan hukum tersier.
1. Bahan Hukum Primier adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari
Norma dasar atau kaidah dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016
perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer yang meliputi pendapat pakar hukum yang berkaitan
dengan pertanggungjawaban pidana, pendekatan pakar hukum yang berkaitan
14
Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Noematif, Bayumedia Publishing, Malang, h.302
24
dengan tindak pidana pencemaran nama baik, pendekatan buku-buku yang berkaitan
dengan pertanggungjawaban pidana dan tindak pidana pencemaran nama baik,
pendekatan referensi yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana dan tindak
pidana pencemaran nama baik, makalah, hasil penelitian dan lain-lain, yang
berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana dan tindak pidana pencemaran nama
baik.
3. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum terstier, yaitu bahan hukum yang memberi
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder,
yang berupa kamus hukum untuk menemukan arti dari istilah-istilah hukum yang
diperlukan.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik kepustakaan (study Document). Telaah kepustakaan dilakukan dengan sistem
kartu (Card system) yaitu cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing
informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan
permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.
1.8.5 Teknik analisis Bahan Hukum
Untuk menganalisis bahan hukum digunakan teknik analisis seperti deskripsi,
evaluasi, argumentasi, sistematisasi.
Teknik deskripsi adalah teknik dasar yang tidak dapat dihindari penggunanya.
Dimana berarti uraian terhadap suatu kondisi aposisi dari proposisi-proposisi hukum atau
non hukum.
25
Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak
setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan,
proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer
maupun dalam bahan hukum sekunder.
Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus
didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan
permasalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukan kedalaman penalaran
hukum.
Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep
hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat
maupun antara yang tidak sederajat.