Kata Pengantar - Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS...

25
TUGAS KELOMPOK PERILAKU KONSUMSI DALAM ISLAM Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ekonomi Syariah Disusun Oleh: 1. DEWI RATNASARI (2013120996) 2. DITO ARDIYANTO (2013122398) 3.ECIS APER (2013122478) 4. ENI MARDIANTI (2013121476) FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU UNIVERSITAS PAMULANG

Transcript of Kata Pengantar - Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS...

Page 1: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

TUGAS KELOMPOK

PERILAKU KONSUMSI DALAM ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ekonomi Syariah

Disusun Oleh:

1. DEWI RATNASARI (2013120996)

2. DITO ARDIYANTO (2013122398)

3. ECIS APER (2013122478)

4. ENI MARDIANTI (2013121476)

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU

UNIVERSITAS PAMULANG

2015

Page 2: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

Kata Pengantar

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat rahmat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada

waktunya.

Tugas kelompok mata kuliah Ekonomi Syariah ini diberi judul : Perilaku Konsumsi

Dalam Islam.

Adapun tujuan dibuatnya tugas kelompok ini diajukan untuk memenuhi tugas yang

diberikan oleh dosen pembimbing.

Atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga kami mampu

menyelesaikan tugas kelompok ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

kami mengucapkan terima kasih kepada :

Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi Syariah.

Orang tua yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan doa.

Teman-teman dan sahabat yang selalu membantu di kelas L Eksekutif.

kami menyadari bahwa makalah dari tugas kelompok kami tidak sempurna. Oleh

karena itu, kami menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk

menyempurnakan karyatulis ini.

Akhirnya, kami berharap semoga tugas kelompok ini dapat bermanfaat bagi kami dan

juga pembaca.

Pamulang, April 2015

Penulis

i

Page 3: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... I

DAFTAR ISI....................................................................................................................... II

BAB 1..................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................11.2 IDENTIFIKASI MASALAH.......................................................................................11.3 PEMBAHASAN........................................................................................................21.4 PERUMUSAN MASALAH.........................................................................................2

BAB II.................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..................................................................................................................3

2.1 DEFINISI KONSUMSI DALAM ISLAM...........................................................................3Prinsip-Prinsip Konsumsi............................................................................................4Kaidah-Kaidah Konsumsi............................................................................................6

2.2 KONSEP MASLAHAH DALAM PRILAKU KONSUMEN ISLAMI.......................................8Kepuasan Konsumen Muslim.....................................................................................11Sifat-Sifat Atau Norma Etika Konsumen....................................................................11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................13

ii

Page 4: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

BAB 1

PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG

Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan naluri manusia. Sejak

kecil, bahkan ketika baru lahir, manusia sudah menyatakan keinginan untuk

memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara, misalnya dengan menangis untuk

menunjukkan bahwa seorang bayi lapar dan ingin minum susu dari ibunya. Semakin

besar dan akhirnya dewasa, keinginan dan kebutuhan seorang manusia akan terus

meningkat dan mencapai puncaknya pada usia tertentu untuk seterusnya menurun

hingga seseorang meninggal dunia.

Teori Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia

memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan

sumberdaya (resources) yang dimilikinya. Teori perilaku konsumen rasional dalam

paradigma ekonomi konvensional didasari pada prinsip-prinsip dasar utilitarianisme.

Diprakarsai oleh Bentham yang mengatakan bahwa secara umum tidak seorangpun

dapat mengetahui apa yang baik untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri.

Dengan demikian pembatasan terhadap kebebasan individu, baik oleh individu lain

maupun oleh penguasa, adalah kejahatan dan harus ada alasan kuat untuk

melakukannya. Oleh pengikutnya, John Stuart Mill dalam buku On Liberty yang

terbit pada 1859, paham ini dipertajam dengan mengungkapkan konsep ‘freedom of

action’ sebagai pernyataan dari kebebasan-kebebasan dasar manusia.

Menurut Mill, campur tangan negara di dalam masyarakat manapun harus

diusahakan seminimum mungkin dan campur tangan yang merintangi kemajuan

manusia merupakan campir tangan terhadap kebebasan-kebebasan dasar manusia, dan

karena itu harus dihentikan. Lebih jauh Mill berpendapat bahwa setiap orang di dalam

masyarakat harus bebas untuk mengejar kepentingannya dengan cara yang dipilihnya

sendiri, namun kebebasan seseorang untuk bertindak itu dibatasi oleh kebebasan

orang lain; artinya kebebasan untuk bertindak itu tidak boleh mendatangkan kerugian

bagi orang lain.

1.2 Identifikasi Masalah

Memfokuskan pada pemberdayaan masyarakat agar memahami dan menerapkan

ajaran syariah syariah islam dalam mengkonsumsi barang atau jasa.

1

Page 5: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

1.3 Pembahasan

Pada Makalah ini mengacu kepada perumusan masalah yang secara umum akan

membahas tentang perilaku konsumsi dalam islam, menjelaskan konsumsi yang

dilarang dan yang tidak dibolehkan dalam ajaran islam.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang akan

dikaji dalam karya tulis ilmiah ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud konsumsi dalam islam ?

2. Bagaimana mengidentifikasi konsumsi yang diutamakan dalam ajaran syariah

islam ?

3. Bagaimana mengidentifikasikan konsumsi yang patut dihindari atau kurang

disukai, dilarang, dan tidak dibolehkan dalam islam ?

2

Page 6: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

BAB II

PEMBAHASAN2.1 Definisi Konsumsi Dalam Islam

Secara umum pengertian konsumsi adalah kegiatan mengurangi atau menghabiskan

kegunaan suatu barang atau jasa. Yang pada hakekatnya adalah mengeluarkan sesuatu

dalam rangka memenuhi kebutuhan.

Perilaku konsumsi diartikan sebagai setiap perilaku seorang konsumen untuk

menggunakan dan memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Namun Islam memberikan penekanan bahwa fungsi perilaku konsumsi adalah

untuk memenuhi kebutuhan manusia baik jasmani dan ruhani sehingga mampu

memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba dan khalifah Allah untuk

mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.

Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk

beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk

meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan menjadikan

konsumsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan pahala. Sebab hal-

hal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan diri (taqarrub)

kepada Allah, seperti: makan, tidur dan bekerja, jika dimaksudkan untuk menambah

potensi dalam mengabdi kepada Ilahi.  Dalam ekonomi islam, konsumsi dinilai sebagai

sarana wajib yang seorang muslim tidak bisa mengabaikannya dalam merealisasikan

tujuan yang dikehendaki Allah dalam penciptaan manusia, yaitu merealisasikan

pengabdian sepenuhnya hanya kepada-Nya, sesuai firman-Nya:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menghamba

kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)

Karena itu tidak aneh, bila islam mewajibkan manusia mengkonsumsi apa yang dapat

menghindarkan dari kerusakan dirinya, dan mampu melaksanakan kewajiban-

kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya.

3

Page 7: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

Prinsip-Prinsip Konsumsi

Menurut Abdul Mannan, dalam melakukan konsumsi terdapat lima prinsip dasar,

yaitu:

1. Prinsip Keadilan

Prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan

tidak dilarang hukum. Artinya, sesuatu yang dikonsumsi itu didapatkan secara

halal dan tidak bertentangan dengan hukum. Berkonsumsi tidak boleh

menimbulkan kedzaliman, berada dalam koridor aturan atau hukum agama, serta

menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Islam memiliki berbagai ketentuan

tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi.

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di

bumi” (Qs al-Baqarah,2 : 169). Keadilan yang dimaksud adalah mengkonsumsi

sesuatu yang halal (tidak haram) dan baik (tidak membahayakan tubuh).

Kelonggaran diberikan bagi orang yang terpaksa, dan bagi orang yang suatu ketika

tidak mempunyai makanan untuk dimakan.  Ia boleh memakan makanan yang

terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.

2.    Prinsip Kebersihan

Bersih dalam arti sempit adalah bebas dari kotoran atau penyakit yang

dapat merusak fisik dan mental manusia, misalnya: makanan harus baik dan cocok

untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.

Sementara dalam arti luas adalah bebas dari segala sesuatu yang diberkahi Allah.

Tentu saja benda yang dikonsumsi memiliki manfaat bukan kemubaziran atau

bahkan merusak.

“Makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum dan setelah

memakannya” (HR Tarmidzi). 

Prinsip kebersihan ini bermakna makanan yang dimakan harus baik, tidak kotor

dan menjijikkan sehingga merusak selera.  Nabi juga mengajarkan agar tidak

meniup makanan: ”Bila salah seorang dari kalian minum, janganlah meniup ke

dalam gelas” (HR Bukhari).

4

Page 8: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

3. Prinsip Kesederhanaan

Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci oleh Allah dan merupakan pangkal

dari berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebih-lebihan ini mengandung

makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung memperturutkan hawa

nafsu atau sebaliknya terlampau kikir sehingga justru menyiksa diri sendiri. Islam

menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan

manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efesien dan efektif secara individual

maupun sosial.

“Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan; Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Qs al-A’raf, 7: 31).

Arti penting ayat-ayat ini adalah bahwa kurang makan dapat mempengaruhi jiwa

dan tubuh, demikian pula bila perut diisi dengan berlebih-lebihan tentu akan

berpengaruh pada perut.

4.    Prinsip Kemurahan hati.

Allah dengan kemurahan hati-Nya menyediakan makanan dan minuman untuk

manusia (Qs al-Maidah, 5: 96).  Maka sifat konsumsi manusia juga harus

dilandasi dengan kemurahan hati.  Maksudnya, jika memang masih banyak orang

yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah kita sisihkan makanan

yang ada pada kita, kemudian kita berikan kepada mereka yang sangat

membutuhkannya.

Dengan mentaati ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika

mengkonsumsi benda-benda ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena

kemurahan-Nya. Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan

yang membawa kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk

meningkatkan ketaqwaan kepada Allah maka Allah telah memberikan anugerah-

Nya bagi manusia.

5 Prinsip Moralitas.

Pada akhirnya konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus dibingkai oleh

moralitas yang dikandung dalam Islam sehingga tidak semata – mata memenuhi

segala kebutuhan. Allah memberikan makanan dan minuman untuk

keberlangsungan hidup umat manusia agar dapat meningkatkan nilai-nilai moral

5

Page 9: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

dan spiritual.  Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum

makan dan menyatakan terimakasih setelah makan.

Kaidah-Kaidah Konsumsi

Konsumen non muslim tidak mengenal istilah halal atau haram dalam masalah

konsumsi. Karena itu dia akan mengkonsumsi apa saja, kecuali jika dia tidak bisa

memperolehnya, atau tidak memiliki keinginan untuk mengkonsumsinya.

Adapun konsumen muslim, maka dia komitmen dengan kaidah-kaidah dan

hukum-hukum yang disampaikan dalam syariat untuk mengatur konsumsi agar

mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal mungkin, dan mencegah

penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak madharatnya, baik bagi

konsumen sendiri maupun yang selainnya.

Berikut ini merupakan kaidah-kaidah terpenting dalam konsumsi:

1.    Kaidah Syariah

Yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi

di mana terdiri dari:

a.    Kaidah akidah, yaitu mengetahui hakikat konsumsi adalah sebagai sarana

untuk ketaatan/ beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai

makhluk yang mendapatkan beban khalifah dan amanah di bumi yang nantinya

diminta pertanggungjawaban oleh penciptanya. Jika seorang muslim menikmati

rizki yang dikaruniakan Allah kepadanya, maka demikian itu bertitik tolak dari

akidahnya bahwa ketika Allah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya,

maka Dia senang bila tanda nikmat-Nya terlihat pada hamba-hamba-Nya.

b.    Kaidah ilmiah, yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi harus tahu ilmu

tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukam-hukum yang berkaitan

dengannya, apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau dari

zat, proses, maupun tujuannya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

c.    Kaidah amaliah, yaitu merupakan aplikasi dari kedua kaidah yang

sebelumnya, maksudnya memperhatikan bentuk barang konsumsi. Sebagai

konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi islami

tersebut, seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan

mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang halal atau syubhat.  

2.    Kaidah Kuantitas

6

Page 10: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

Yaitu tidak cukup bila barang yang dikonsumsi halal, tapi dalam sisi kuantitas

(jumlah) nya harus juga dalam batas-batas syariah, yang dalam penentuan

kuantitas ini memperhatikan beberapa faktor ekonomis, sebagai berikut:

a.    Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-tengah antara

menghamburkan harta (boros) dengan pelit, tidak bermewah-mewah, tidak

mubadzir, hemat. Boros dan pelit adalah dua sifat tercela, dimana masing-masing

memiliki bahaya dalam ekonomi dan sosial. Karena itu terdapat banyak Nash Al-

Qur’an dan As-Sunnah yang mengecam kedua hal tersebut, dan karena masing-

masing keluar dari garis kebenaran ekonomi yang memiliki dampak-dampak yang

buruk.

b.    Kesesuaian antara konsumsi dan pemasukan, artinya dalam mengkonsumsi

harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak

daripada tiang.

c.    Penyimpanan (menabung) dan pengembangan (investasi), artinya tidak semua

kekayaan digunakan untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan

pengembangan kekayaan itu sendiri.

3.    Kaidah Memperhatikan Prioritas Konsumsi

Yaitu, di mana konsumen harus memperhatikan urutan kepentingan yang harus

diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:

a.    Primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat hidup

dan menegakkan kemaslahatan dirinya, dunia dan agamanya serta orang

terdekatnya, yakni nafkah-nafkah pokok bagi manusia yang dapat mewujudkan

lima tujuan syariat (yakni memelihara jiwa, akal, agama, keturunan dan

kehormatan). Tanpa kebutuhan primer kehidupan manusia tidak akan

berlangsung. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan makan, minum, tempat

tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan dan pernikahan.

b.    Sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah/meningkatkan tingkat kualitas

hidup yang lebih baik, yakni kebutuhan manusia untuk memudahkan kehidupan,

agar terhindar dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi sebelum

kebutuhan primer terpenuhi.

c.    Tersier, yaitu kebutuhan yang dapat menciptakan kebaikan dan kesejahteraan

dalam kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini tergantung pada bagaimana

pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder.

7

Page 11: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

4.    Kaidah Sosial

Yaitu mengetahui faktor-faktor sosial yang berpengaruh dalam kuntitas dan

kualitas konsumsi, yakni memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga

tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:

a.    Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong sebagaimana

bersatunya suatu badan yang apabila sakit pada salah satu anggotanya, maka

anggota badan yang lain juga akan merasakan sakitnya.

b.    Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam berkonsumsi apalagi

jika dia adalah seorang tokoh atau pejabat yang banyak mendapat sorotan di

masyarakatnya.

c.    Tidak membahayakan orang lain yaitu dalam mengkonsumsi justru tidak

merugikan dan memberikan madharat ke orang lain. 

5.    Kaidah Lingkungan

Yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi potensi daya dukung

sumber daya alam yang ada di bumi dan keberlanjutannya (hasil olahan dari

sumber daya alam), serta tidak merusak lingkungan, baik bersifat materi maupun

non materi.

6.    Kaidah Larangan mengikuti dan Meniru

Yaitu tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak mencerminkan

etika konsumsi islami, seperti mengikuti dan meniru pola konsumsi masyarakat

kafir dan larangan bersenang-senang (hedonis), misalnya: suka menjamu dengan

tujuan bersenang-senang atau memamerkan kemewahan dan menghambur-

hamburkan harta.

2.2 Konsep Maslahah Dalam Prilaku Konsumen Islami

Dalam pandangan Islam kepuasan didasarkan pada suatu konsep yang disebut

dengan maslahah. Imam Shatibi menggunakan istilah 'maslahah', yang maknanya

lebih luas dari sekadar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi

konvensional. Menurut Imam Shatibi, maslahah adalah sifat atau kemampuan

barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan

manusia di muka bumi ini. Ada lima elemen dasar menurut beliau, yakni:

kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al mal), keyakinan (al-

din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl).  Semua barang

8

Page 12: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

dan jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanya kelima elemen tersebut

di atas pada setiap individu, itulah yang disebut maslahah. Kegiatan-kegiatan

ekonomi meliputi produksi, konsumsi dan pertukaran yang menyangkut maslahah

tersebut harus dikerjakan sebagai suatu ‘religious duty‘ atau ibadah. Tujuannya

bukan hanya kepuasan di dunia tapi juga kesejahteraan di akhirat. Semua aktivitas

tersebut, yang memiliki maslahah bagi umat manusia, disebut ‘needs’ atau

kebutuhan. Dan semua kebutuhan ini harus dipenuhi. Mencukupi kebutuhan – dan

bukan memenuhi kepuasan/keinginan – adalah tujuan dari aktivitas ekonomi

Islami, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam

beragama. 

Adapun sifat-sifat maslahah sebagai berikut:

1.    Maslahah bersifat subyektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi hakim

bagi masing-masing dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan suatu

maslahah atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan konsep utility, kriteria

maslahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua

individu.

2.    Maslahah orang per seorang akan konsisten dengan maslahah orang banyak.

Konsep ini sangat berbeda dengan konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal

di mana seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau

kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan kepuasan atau kesejahteraan

orang lain.

3.    Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam masyarakat,

baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran dan distribusi.

Berdasarkan kelima elemen di atas,maslahah dapat dibagi dua jenis:

pertama, maslahah terhadap elemen-elemen yang menyangkut kehidupan dunia

dan akhirat, dan kedua: maslahah terhadap elemen-elemen yang menyangkut

hanya kehidupan akhirat. Dengan demikian seorang individu Islam akan memiliki

dua jenis pilihan:

1.    Berapa bagian pendapatannya yang akan dialokasikan untuk maslahah jenis

pertama dan berapa untuk maslahah jenis kedua.

2.    Bagaimana memilih di dalam maslahah jenis pertama: berapa bagian

pendapatannya yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan

9

Page 13: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

dunia (dalam rangka mencapai ‘kepuasan’ di akhirat) dan berapa bagian untuk

kebutuhan akhirat.

Pada tingkat pendapatan tertentu, konsumen Islam, karena memiliki alokasi

untuk hal-hal yang menyangkut akhirat, akan mengkonsumsi barang lebih sedikit

daripada non-muslim. Hal yang membatasinya adalah konsep maslahah tersebut

di atas. Tidak semua barang/jasa yang memberikan kepuasan/utility mengandung

maslahah di dalamnya, sehingga tidak semua barang/jasa dapat dan layak

dikonsumsi oleh umat Islam. Dalam membandingkan konsep ‘kepuasan’ dengan

‘pemenuhan kebutuhan’ (yang  terkandung di dalamnya maslahah), kita perlu

membandingkan tingkatan-tingkatan tujuan hukum syara’ yakni antara

daruriyyah, tahsiniyyah dan hajiyyah. Penjelasan dari masing-masing tingkatan

itu sebagai berikut:

1.    Daruriyyah: Tujuan daruriyyah merupakan tujuan yang harus ada dan

mendasar bagi penciptaan kesejahteraan di dunia dan akhirat, yaitu mencakup

terpeliharanya lima elemen dasar kehidupan yakni jiwa, keyakinan atau agama,

akal/intelektual,  keturunan dan keluarga serta harta benda. Jika tujuan daruriyyah

diabaikan, maka tidak akan ada kedamaian, yang timbul adalah kerusakan (fasad)

di dunia dan kerugian yang nyata di akhirat.

2.    Hajiyyah: Syari’ah bertujuan memudahkan kehidupan dan menghilangkan

kesempitan. Hukum syara’ dalam kategori ini tidak dimaksudkan untuk

memelihara lima hal pokok tadi melainkan menghilangkan kesempitan dan

berhati-hati terhadap lima hal pokok tersebut.

4. Tahsiniyyah: syariah menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman di

dalamnya. Terdapat beberapa provisi dalam syariah yang dimaksudkan untuk

mencapai pemanfaatan yang lebih baik, keindahan dan simplifikasi dari

daruriyyah dan hajiyyah. Misalnya dibolehkannya memakai baju yang nyaman

dan indah.

Kepuasan Konsumen Muslim

Menurut kerangka islam ( Nataatmadja, 1987) menerangkan dalam islam

meliputi : kepuasan konsumtif dan kepuasan kreatif .

Kepuasan konsumtif akan menghasilkan kepuasan siap kreasi, sebab konsumsi

yang dilakukan seorang muslim akan memberikan kekuatan fisiknya sehingga

10

Page 14: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

dapat lebih kreatif karena memperoleh energi setelah mendapatkan kepuasan

konsumtif. Kepuasan siap kreasi optimal dapat diketahui dari perintah Rasul

yaitu, berhentilah makan sebelum kenyang hal ini disebabkan pada saat inilah

kreasi dapat diperoleh.

Sifat-Sifat Atau Norma Etika Konsumen

Menurut Yusuf Qardhawi, ada beberapa norma dasar yang menjadi landasan

dalam berperilaku konsumsi seorang muslim antara lain:

1.    Membelanjakan harta dalam kebaikan dan menjauhi sifat kikir.

Harta diberikan Allah SWT kepada manusia bukan untuk disimpan, ditimbun atau

sekedar dihitung-hitung tetapi digunakan bagi kemaslahatan manusia sendiri serta

sarana beribadah kepada Allah. Konsekuensinya, penimbunan harta dilarang keras

oleh Islam dan memanfaatkannya adalah diwajibkan.

2.    Tidak melakukan kemubadziran.

Seorang muslim senantiasa membelanjakan hartanya untuk kebutuhan-kebutuhan

yang bermanfaat dan tidak berlebihan (boros/israf). Sebagaimana seorang muslim

tidak boleh memperoleh harta haram, ia juga tidak akan membelanjakannya untuk

hal yang haram. Beberapa sikap yang harus diperhatikan adalah:

a.    Menjauhi berhutang

Setiap muslim diperintahkan untuk menyeimbangkan pendapatan dengan

pengeluarannya. Jadi berhutang sangat tidak dianjurkan, kecuali untuk keadaan

yang sangat terpaksa.

b.    Menjaga asset yang mapan dan pokok.

Tidak sepatutnya seorang muslim memperbanyak belanjanya dengan cara menjual

asset-aset yang mapan dan pokok, misalnya tempat tinggal. Nabi mengingatkan,

jika terpaksa menjual asset maka hasilnya hendaknya digunakan untuk membeli

asset lain agar berkahnya tetap terjaga.

3.    Tidak hidup mewah dan boros.

Kemewahan dan pemborosan yaitu menenggelamkan diri dalam kenikmatan dan

bermegah-megahan sangat ditentang oleh ajaran Islam. Sikap ini selain akan

merusak pribadi-pribadi manusia juga akan merusak tatanan masyarakat.

Kemewahan dan pemborosan akan menenggelamkan manusia dalam kesibukan

11

Page 15: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

memenuhi nafsu birahi dan kepuasan perut sehingga seringkali melupakan norma

dan etika agama karenanya menjauhkan diri dari Allah. Kemegahan akan merusak

masyarakat karena biasanya terdapat golongan minoritas kaya yang menindas

mayoritas miskin.

4.    Kesederhanaan.

Membelanjakan harta pada kuantitas dan kualitas secukupnya adalah sikap terpuji

bahkan penghematan merupakan salah satu langkah yang sangat dianjurkan pada

saat krisis ekonomi terjadi. Dalam situasi ini sikap sederhana yang dilakukan

untuk menjaga kemaslahatan masyarakat luas.

5.    Mementingkan kehendak sosial dibandingkan dengan keinginan yang benar-

benar bersifat pribadi.

6.    Konsumen akan berkumpul untuk saling bekerjasama dengan masyarakat dan

pemerintah untuk mewujudkan semangat islam.

7.    Konsumen dilarang mengkonsumsi barang atau jasa yang penggunaannya

dilarang oleh agama islam.

DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman. Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga, Jakarta: Rajawali Pers, 2007.

Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1994.

Suparmoko, M. Pengantar Ekonomika Makro ,Yogyakarta: BPFE, 1998.

Suprayitno, Eko. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005. 

Anto, Hendrie. M.B(2003), Pengantar Ekonomika Mikro Islami, EKONISIA, Yogyakarta

Karim, Adiwarman (2002), Ekonomi Mikro Islami, IIITI

12

Page 16: Kata Pengantar -    Web viewFAKULTAS EKONOMI. PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA SATU. UNIVERSITAS PAMULANG. 2015. ... Bapak Ahmad Ridho selaku Dosen Pembimbing Ekonomi

Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab. Jakarta: Khalifa

(Pustaka Al-Kautsar Group), 2006.

Anto, Hendrie. Pengantar Ekonomi Mikro Islam,Yogyakarta: Ekonosia, 2003.

Agus, Bustanuddin. Islam dan Ekonomi (Suatu Tinjauan Sosiologi Agama). Padang:

Andalas University Press, 2006.

13