KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan...
Transcript of KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan...
i
KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang
diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan
pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, instansi
internasional, asosiasi, maupun hasil dari diskusi terbatas perkembangan ekonomi yang
dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi
ekonomi.
Publikasi triwulan I tahun 2019 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai
perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan I tahun 2019. Dari sisi
perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan
negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian
nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2019
dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional,
industri dalam negeri, serta perekonomian daerah.
Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak
perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari
pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi
ini dapat tercapai.
Jakarta, Mei 2019
Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS
i
Ringkasan Eksekutif
Sebagian besar negara mengalami perlambatan ekonomi efek perang dagang. Hanya
Amerika Serikat yang pertumbuhannya tetap meningkat. Pada triwulan I tahun 2019,
perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh lebih cepat sebesar 3,2 persen (YoY).
Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh mencapai 2,7 persen
(YoY), khususnya konsumsi barang (2,9 persen, YoY).iImpor tumbuh lebih lambat (1,6
persen, YoY).
Perekonomian Tiongkok tumbuh stabil pada triwulan I tahun 2019 sebesar 6,4 persen
(YoY). Penyelesaian perang dagang yang belum mencapai kesepakatan, menahan
pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Namun kondisi tersebut diimbangi dengan stimulus
moneter yang diberlakukan sehingga perekonomian dapat tetap tumbuh. Perlambatan
ekonomi juga terjadi di kawasan Eropa. Negara-negara di kawasan tersebut seperti
Spanyol dan Perancis mengalami perlambatan pertumbuhan masing-masing sebesar 1,1
dan 2,4 persen.
Akibat perekonomian global yang masih belum stabil, sebagian besar negara berhati-hati
dengan menahan tingkat suku bunganya. Di sisi lain, harga komoditas internasional
bergerak turun selama triwulan I tahun 2019. Meski begitu, harga minyak mentah justru
mengalami peningkatan. Hal ini merupakan keberhasilan bagi negara-negara yang
tergabung dalam OPEC+ yang sepakat menurunkan produksinya untuk kembali
menaikkan harga minyak.
Ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2019 itumbuh sebesar 5,07 persen (YoY),
sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2018. Pertumbuhan tersebut
merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, menunjukkan adanya penguatan
ekonomi domestik. Secara kewilayahan, hampir semua kawasan mengalami
pertumbuhan positif, kecuali kawasan Maluku dan Papua. Perkembangan perekonomian
domestik banyak dipengaruhi oleh kondisi geopolitik global, harga komoditas
internasional, agenda nasional, yakni Pemilihan Umum, serta perubahan musim panen.
Perkembangan sektor fiskal, digambarkan dengan realisasi penerimaan perpajakan,
dimana hingga akhir triwulan I tahun 2019 mencapai Rp350,1 triliun, meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian, realisasi terhadap
target APBN relatif menurun. Pendapatan Negara dan Hibah turun dibandingkan tahun
sebelumnya, disebabkan oleh turunnya harga komoditas. Di sisi lain, realisai Belanja
Negara turun dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Kondisi ini disebabkan oleh
menurunnya Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD).
Sementara itu, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga
BI7DRR pada level 6,00 persen. Langkah tersebut merupakan upaya untuk
mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik yang diharapkan menjaga stabilisasi
ii
nilai tukar Rupiah. Sepanjang triwulan I tahun 2019, nilai tukar Rupiah cenderung
menguat didukung oleh kinerja ekonomi domestik yang membaik. Di sisi lain, normalisasi
kebijakan Amerika Serikat mendorong masuknya portofolio ke negara-negara
berkembang. Inflasi dalam negeri berada dalam rentang ±3,5 persen, dan mencapai
tingkat terendah dalam sepuluh tahun terakhir yang didorong oleh turunnya harga
komoditas dan pangan.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2019 surplus sebesar USD2,4
miliar, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai USD5,4
miliar. Kinerja tersebut lebih baik dari triwulan I tahun 2018 yang defisit. Surplus yang
terjadi didorong oleh turunnya defisit neraca transaksi berjalan serta tingginya surplus
transaksi modal dan finansal. Sementara itu, neraca perdagangan membaik , ditopang
oleh neraca perdagangan nonmigas yang meningkat serta defisit migas yang menurun.
Penerapan kebijakan terkait kerjasama energi berhasil membawa dampak positif pada
defisit neraca migas.
Perekonomian global kedepannya, diprediksi masih akan tumbuh melambat. Hal ini
ditandai dengan penurunan target pertumbuhan ekonomi oleh beberapa negara besar.
Perlambatan ini masih dibayangi oleh isu perang dagang yang masih belum menemukan
titik temu. Sementara perekonomian Indonesia diprediksi masih tumbuh positif dan stabil
pada 5,2 persen. Pertumbuhan didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring stabilnya
tingkat inflasi dan meningkatnya bantuan sosial. Konsumsi LNPRT akan tumbuh
melambat pada sisa triwulan 2019 terkait dengan pelaksanaan pemilu nasional. Selain
itu, investasi juga akan melambat, pengaruh tahun politik. Ekspor dan impor juga
diprediksi melambat terkait lemahnya kondisi perekonomian global. Di sisi lain, sektor
Pertanian pada triwulan II tahun 2019 diprediksi meningkat seiring dengan pergeseran
masa panen.
Meski diperkirakan menguat, perekonomian domestik dibayangi beberapa risiko negatif
yang dapat membuat realisasi pertumbuhan ekonomi meleset. Beberapa risiko utamanya
adalah eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, harga komoditas
internasional yang menurun, realisasi pendapatan negara yang lebih rendah dari target,
ketidakpastian pasca pemilu nasional, dan kinerja sektor migas yang belum pulih.
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................. .iii
Daftar Tabel ............................................................................................................... .iv
Daftar Gambar ........................................................................................................... .vi
Policy Brief: Analisis Defisit Ocean Freight di Indonesia ............................................. ..1
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL .............................................................. ..5
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA ......................................................... 13
1.Perkembangan Sektor Riil ............................................................................................. 13
Perkembangan Ekonomi Nasional ............................................................................. 13
Perkembangan Ekonomi Regional ............................................................................. 16
Investasi ..................................................................................................................... 19
Sektor Industri ............................................................................................................ 25
2.Sektor Fiskal .................................................................................................................. 31
3.Moneter dan Jasa Keuangan ........................................................................................ 35
Perkembangan Moneter ............................................................................................ 35
Sektor Jasa Keuangan ................................................................................................. 39
4.Eksternal ....................................................................................................................... 47
Neraca Pembayaran ................................................................................................... 47
Perdagangan .............................................................................................................. 50
Kerjasama Ekonomi Internasional .............................................................................. 53
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI ........................................................................ 59
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global ........................................................................ 59
Perkiraan Perekonomian Indonesia ................................................................................. 60
iv
Daftar Tabel
Tabel 1. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara ................................................................9 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurut Jenis Pengeluaran (persen, YoY) .....14 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi di Maluku dan Papua ......................................................17 Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi ......................................................................17 Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi di Jawa ............................................................................18 Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera .....................................................................18 Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara ...............................................19 Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan ..................................................................19 Tabel 9. Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto ...............................................19 Tabel 10. Realisasi PMA dan PMDN Berdasarkan Kategori Utama Sektor Ekonomi ..........20 Tabel 11. Lima Sektor dengan Realisasi PMA Terbesar ......................................................20 Tabel 12. Lima Sektor dengan Realisasi PMDN Terbesar ...................................................21 Tabel 13. Realisasi dan Target Realisasi PMA dan PMDN dalam Triliun Rupiah .................21 Tabel 14. Proporsi PMA dan PMDN terhadap Realisasi Investasi (dalam Persen) .............21 Tabel 15. Realisasi PMA Berdasarkan Negara Asal Investasi ..............................................22 Tabel 16. Realisasi PMA Berdasarkan Lokasi (dalam triliun Rupiah) .................................22 Tabel 17. Realisasi PMDN Berdasarkan Lokasi (dalam triliun Rupiah) ...............................23 Tabel 18. Lima Provinsi dengan Realisasi PMA dan PMDN Terbesar .................................23 Tabel 19. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ..................28 Tabel 20. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (triliun Rupiah) ..........................34 Tabel 21. Perkembangan Komponen Pembiayaan (triliun Rp) ...........................................34 Tabel 22. Suku Bunga Operasi Moneter BI 7 Day Reverse Repo Rate Triwulan I
Tahun 2019 (persen) ..........................................................................................35 Tabel 23. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I Tahun 2019 .................................................37 Tabel 24. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ..............................................38 Tabel 25. Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM), Januari–Maret 2019 ...............................38 Tabel 26. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia
Tahun 2018-2019 (miliar Rupiah) .....................................................................41 Tabel 27. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah 2018 –2019 (miliar Rupiah) ...45 Tabel 28. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Tahun 2018-2019 (miliar Rupiah) .........45 Tabel 29. Pertumbuhan Aset IKNB Syariah 2018–2019 (miliar Rupiah) ............................47 Tabel 30. Neraca Perdagangan dan Tingkat Pertumbuhan Ekspor Impor ..........................50 Tabel 31. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Ekspor ...............................................................51 Tabel 32. Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Tujuan
Ekspor Utama ....................................................................................................51 Tabel 33. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Impor ................................................................52 Tabel 34. Perkembangan Niai Impor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Asal
Impor Utama ......................................................................................................53 Tabel 35. Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia ............................................54 Tabel 36. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Preferensi .....................55 Tabel 37. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Nonpreferensi ..............55 Tabel 38. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA ................................56 Tabel 39. Proyeksi Pertumbuhan Menurut Kawasan .........................................................59
v
Tabel 40. Konsensus Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ......................................60 Tabel 41. PDB Berdasarkan Pengeluaran............................................................................61 Tabel 42. PDB Berdasarkan Pengeluaran............................................................................61
vi
Daftar Gambar
Gambar 1. Perbandingan Rasio Volume Muatan terhadap Jumlah Kapal
Tahun 1990-2018 (DWT/unit) ............................................................................... 1 Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2019 di Beberapa Negara ................... 8 Gambar 3. Perkembangan Harga Minyak Mentah ............................................................... 10 Gambar 4. Perkembangan Harga Gas Alam ......................................................................... 10 Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ...................................................................... 13 Gambar 6. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi terhadap PDB .............. 15 Gambar 7. Indeks Tendensi Bisnis Tahun 2018-2019 ........................................................... 16 Gambar 8. Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Spasial ................................................... 16 Gambar 9. Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas .................................................... 25 Gambar 10. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan I-2019 ..... 25 Gambar 11. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan I-2019 ....... 26 Gambar 12. Ekspor Produk Industri ...................................................................................... 26 Gambar 13. Investasi Domestik (PMDN) Sektor Industri...................................................... 27 Gambar 14. Investasi Asing (PMA) Sektor Industri ............................................................... 27 Gambar 15. Perkembangan Produksi Mobil ......................................................................... 28 Gambar 16. Perkembangan Penjualan Mobil ....................................................................... 29 Gambar 17. Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Semen ........................................... 29 Gambar 18. Purchasing Manager Index (PMI) Sektor Manufaktur ...................................... 30 Gambar 19. Nilai Ekspor Jasa Perjalanan .............................................................................. 30 Gambar 20. Jumlah Wisatawan Mancanegara ..................................................................... 31 Gambar 21. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan (triliun Rupiah) .......................... 32 Gambar 22. Perkembangan Komponen Belanja Negara ...................................................... 32 Gambar 23. Perkembangan Realisasi Defisit APBN .............................................................. 34 Gambar 24. Perkembangan Utang Pemerintah Pusat .......................................................... 35 Gambar 25. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah .................................................................... 36 Gambar 26. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, Maret 2012 – Maret 2019
(2010=100) ........................................................................................................ 36 Gambar 27. Perkembangan Uang Beredar Triwulan I Tahun 2019 ...................................... 37 Gambar 28. Perkembangan Indeks Harga Pangan Strategis Nasional
Januari– Maret 2019, (2019=100) ................................................................... 39 Gambar 29. Kinerja Perbankan Konvensional ...................................................................... 39 Gambar 30. Pertumbuhan DPK Bank Konvensional ............................................................. 40 Gambar 31. Pertumbuhan Kredit Bank Konvensional .......................................................... 40 Gambar 32. Capaian Penyaluran KUR................................................................................... 42 Gambar 33. Pertumbuhan Total Aset Industri Asuransi 2018-2019 ..................................... 42 Gambar 34. Perkembangan Jumlah Aset Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun
2018-2019 ......................................................................................................... 42 Gambar 35. Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham 2018-2019 ................ 43 Gambar 36. Perkembangan Obligasi Korporasi 2018-2019 .................................................. 43 Gambar 37. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah 2018-2019 ..................................... 44 Gambar 38. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perbankan Syariah
2018 – 2019 ...................................................................................................... 44
vii
Gambar 39. Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI dan JII 2018-2019
(dalam juta Rupiah) ........................................................................................... 46 Gambar 40. Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi 2018-2019 (triliun Rupiah) ....... 46 Gambar 41. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (miliar USD) ............................ 48 Gambar 42. Neraca Jasa Perjalanan dan Transportasi ......................................................... 49 Gambar 43. Neraca Pendapatan Primer dan Sekunder ........................................................ 49 Gambar 44. Neraca Transaksi Finansial Indonesia ............................................................... 50
i
ii
1
Policy Brief: Analisis Defisit Ocean Freight di Indonesia
Latar Belakang
Defisit Ocean Freight diidentifikasi
menjadi salah satu penyebab terjadinya
defisit transaksi berjalan di Indonesia,
khususnya pada komponen neraca jasa.
Temuan Skha Consulting pada tahun
2018 menunjukkan defisit ocean freight
mencapai USD5,5 miliar atau sekitar 70
persen dari total defisit neraca jasa
secara keseluruhan.
Studi Ridwan dkk (2016) mengungkapkan
penyebab tingginya defisit ocean freight
bersumber dari dominasi penggunaan
kapal asing dalam aktivitas perdagangan
luar negeri. Hal yang mendorong
tingginya penggunaan kapal asing di
Indonesia, karena faktor kapasitas
muatan. Wilmsmeier dan Zarzoso (2009)
menyatakan, semakin tinggi kapasitas
muatan suatu kapal akan mendorong
tingkat efisiensi jauh lebih tinggi.
Data United Nations Conference on
Trade and Development (UNCTaD) kurun
waktu 1990-2018, rasio volume muatan
kapal asing jauh lebih tinggi
dibandingkan jumlah kapal yang
berbendera Indonesia. Rata-rata kapal
asing dapat mengangkut muatan 15.000
Dead Weight Ton (DWT), lebih tinggi
dibandingkan rata-rata kapal Indonesia
yang hanya 5.000 DWT.
Gambar 1. Perbandingan Rasio Volume Muatan terhadap Jumlah Kapal Tahun 1990-2018 (DWT/unit)
Sumber: United Nations Conference on Trade and Development
Hasil Focus Group Discussion (FGD) dan Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan Focus Group Discussion
(FGD), rendahnya muatan kapal
Indonesia disebabkan beberapa hal
diantaranya insentif pembiayaan.
Minimnya dukungan dari sisi
pembiayaan terhadap industri
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Berbendera Asing Berbendera Indonesia
2
perkapalan tercermin suku bunga yang
diberlakukan. Data Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) per Januari 2019, rata-
rata suku bunga di sektor transportasi
sebesar 10,2 persen atau lebih tinggi
dibandingkan negara tetangga seperti
Singapura yang hanya 5 persen.
Dampak tingginya suku bunga
menyebabkan Non Performing Loan
(NPL) di industri perkapalan lebih tinggi
dari rata-rata nasional. Pada tahun 2018,
rata-rata NPL industri perkapalan
mencapai 4,09 persen lebih tinggi dari
nasional sebesar 2,37 persen.
Selain faktor minimnya insentif
pembiayaan, prospek bisnis
pengangkutan oleh kapal domestik juga
menjadi perhatian lainnya. Pemerintah
melalui Kementerian Perdagangan telah
menerbitkan regulasi berupa Peraturan
Menteri Perdagangan (Permendag) No.
80 tahun 2018 mengenai kewajiban
eksportir dan importir nasional untuk
menggunakan kapal domestik.
Aturan ini menjadi keuntungan bagi para
pengusaha jasa angkutan nasional,
sehingga permintaan jasa kapal domestik
dapat meningkat. Namun, belum adanya
petunjuk teknis mengenai implementasi
aturan ini menimbulkan pertanyaan di
kalangan pengusaha, sehingga memicu
ketidakpastian. Jika aturan tersebut
memiliki kejelasan dari sisi teknis, maka
pengusaha dapat memperkirakan jumlah
kapal yang dibutuhkan, termasuk
mengajukan pembiayaan untuk membeli
kapal dengan kapasitas besar.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah
skema perdagangan luar negeri (Term of
Trade). Saat ini aktivitas ekspor
Indonesia menggunakan skema Free on
Board (FoB) dan Impor menggunakan
skema Cost Insurance Freight (CIF).
Skema ini dinilai merugikan industri
pengangkutan domestik, sebab
Indonesia tidak memiliki daya tawar
dalam memilih kapal untuk pengiriman
barang.
Pada skema FoB, eksportir Indonesia
hanya bertanggung jawab terhadap
barang yang diekspor hingga pelabuhan.
Sementara aktivitas pengangkutan
dibebankan sepenuhnya kepada importir
barang dari luar negeri. Artinya dalam
pemilihan kapal untuk mengirim barang
tersebut keluar negeri ditentukan oleh
importir. Hal tersebut menyebabkan
peluang pemakaian kapal domestik
menjadi minim.
Sementara pada skema CIF, importir
Indonesia tidak bertanggung jawab
terhadap pengiriman barang dari luar
negeri ke Indonesia. Aktivitas dari mulai
pengiriman barang hingga pelabuhan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab
eksportir luar negeri. Seperti pada halnya
skema FoB, skema ini juga kurang
menguntungkan bagi industri
pengangkutan domestik sebab eksportir
luar negeri akan cenderung memilih
kapal asing sebagai transportasi
pengangkutan.
Berdasarkan beberapa temuan di atas,
maka ada beberapa rekomendasi
kebijakan awal yang dapat diterapkan.
Pertama, penerapan subsidi bunga. Dihn,
dkk (2013) menyatakan, skema subsidi
bunga efektif untuk mengurangi beban
pelaku usaha dalam mengajukan
pembiayaan ke sektor perbankan. Jika
pemerintah mampu menyediakan skema
kebijakan pembiayaan berbunga rendah
seperti hanya Kredit Usaha Rakyat (KUR),
3
maka bisa jadi insentif bagi pelaku usaha
jasa pengangkutan di Indonesia.
Kedua, penyusunan petunjuk teknis
Permendag No 80 tahun 2018 secara
menyeluruh dan sesegera mungkin. Hal
ini penting agar para pelaku usaha
memahami secara menyeluruh sehingga
tidak terjadi mis-komunikasi dalam
implementasi aturan tersebut
kedepannya.
Ketiga, peralihan skema perdagangan.
Skema aktivitas ekspor diusulkan beralih
dari FoB menjadi CIF dan skema aktivitas
impor beralih dari CIF menjadi FoB.
Adanya peralihan ini akan memberi
peluang lebih besar bagi penggunaan
jasa angkutan kapal domestik karena
posisi daya tawar Indonesia akan jauh
lebih besar.
Beberapa rekomendasi kebijakan ini
masih bersifat sementara, dan masih
memerlukan kajian lebih mendalam.
Namun sebagai tahap awal, beberapa
rekomendasi ini dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan dominasi
kapal asing dalam aktivitas perdagangan
luar negeri Indonesia.
4
5
6
7
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL
Pertumbuhan ekonomi dunia sepanjang
triwulan I tahun 2019 masih melambat.
Pada triwulan I tahun 2019, perlambatan
pertumbuhan ekonomi terjadi di
sebagian besar negara. Hanya Amerika
Serikat yang mampu tumbuh lebih cepat
dari triwulan I tahun 2018. Sementara
pertumbuhan Tiongkok tidak berbeda
dari triwulan sebelumnya namun
melambat dibanding periode yang sama
pada tahun sebelumnya.
Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh
3,2 persen (YoY) pada triwulan I tahun
2019, lebih tinggi dari pertumbuhan
pada triwulan I tahun 2018.
Pertumbuhan tersebut melampaui
ekspektasi pasar yang memprediksi
pertumbuhan ekonomi triwulan I berada
pada kisaran 2,2-2,4 persen. Pendorong
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat
adalah meningkatnya konsumsi
masyarakat sebesar 2,7 persen (YoY),
khususnya konsumsi barang (2,9 persen,
YoY). Impor tumbuh melambat sebesar
1,6 persen (YoY) sedangkan
pertumbuhan ekspor stabil sebesar 2,3
persen (YoY). Pertumbuhan impor
Amerika Serikat melambat dampak
perang dagang yang terjadi dengan
Tiongkok dan lesunya perekonomian
domestik.
Inflasi di Amerika Serikat meningkat 0,8
persen pada triwulan I tahun 2019.
Harga makanan naik 3,0 persen
sementara harga energi turun sebesar
16,7 persen.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok
bergerak stabil pada triwulan I tahun
2019 sebesar 6,4 persen (YoY). Angka ini
tidak berubah dibandingkan
pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun
2018. Inflasi Tiongkok pada triwulan I
tahun 2019 sebesar 2,3 persen, lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya maupun triwulan I tahun
2018 yang sebesar 2,1 persen. Perang
dagang yang belum mencapai
kesepakatan hingga akhir Maret 2019
membuat pelaku ekonomi di Tiongkok
lebih berhati-hati. Stimulus kebijakan
moneter yang diterapkan oleh bank
sentral Tiongkok membantu
pertumbuhan ekonomi Tiongkok tetap
stabil.
Cadangan devisa Tiongkok meningkat
pada triwulan I tahun 2019. Sepanjang
periode tersebut, cadangan devisa
Tiongkok naik 0,85 persen dari triwulan
sebelumnya, ditopang oleh penguatan
Yuan dan kebijakan proteksi impor.
Cadangan devisa triwulan ini sebesar
USD3.098 miliar masih lebih kecil dari
cadangan devisa pada triwulan I tahun
2018 yang mencapai USD3.142 miliar
atau turun sebesar 1,4 persen.
Pertumbuhan negara-negara di Kawasan
Eropa pada triwulan I tahun 2019 secara
umum tumbuh lebih lambat
dibandingkan dengan triwulan I tahun
2018. Pertumbuhan ekonomi Italia
menurun dari sebelumnya 1,37 persen
(YoY) pada triwulan I tahun 2018,
menjadi 0,05 persen (YoY) pada triwulan
I tahun 2019. Kinerja tersebut lebih baik
dari triwulan sebelumnya yang
terkontraksi sebesar -0,01 persen.
Pertumbuhan ekonomi Perancis dan
Spanyol juga mengalami perlambatan
masing-masing sebesar 1,12 dan 2,43
8
persen. Tingkat inflasi di Kawasan Eropa
cenderung stabil sebesar 1,6 persen,
tidak berubah dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2019 di Beberapa Negara
Sumber: CEIC
Tingkat pengangguran menurun
sepanjang awal tahun 2019.
Tingkat pengangguran di AS mengalami
penurunan sepanjang triwulan I tahun
2019. Meskipun tingkat PHK pada
triwulan ini meningkat hingga 10,3
persen, namun tingkat pengangguran
masih tetap terjaga. Pada Maret 2019,
tingkat pengangguran sebesar 3,8 persen
lebih rendah dibandingkan periode yang
sama pada tahun sebelumnya yang
mencapai 4,0 persen.
Hal yang sama juga terjadi di kawasan
Eropa. Tingkat pengangguran di Eropa
menurun selama triwulan I tahun 2019.
Pada Januari dan Februari, tingkat
pengangguran sebesar 6,5 persen, lebih
rendah dari bulan sebelumnya yang
sebesar 6,6 persen. Pada bulan Maret,
tingkat pengangguran kembali turun
menjadi 6,4 persen. Kondisi tersebut
merupakan yang terendah sejak tahun
2000. Negara Uni Eropa dengan tingkat
pengangguran tertinggi adalah Yunani
sebesar 18,5 persen.
Tingkat pengangguran di Singapura pada
triwulan I tahun 2019 meningkat menjadi
3,2 persen setelah pada periode
sebelumnya sebesar 3,1 persen. Pelaku
bisnis di Singapura berusaha untuk
mempertahankan laba di tengah lesunya
perekonomian dengan melakukan
pengurangan pekerja terutama di sektor
manufaktur.
Sebagian besar negara menahan
kenaikan suku bunga kebijakan.
Bank Sentral Tiongkok, The People Bank
of China (PBoC), menahan tingkat suku
bunga bank sentral sepanjang triwulan I
tahun 2019 pada level 2,25 persen.
Keputusan ini diambil sebagai upaya
untuk menjaga pertumbuhan ekonomi
dalam negeri. PBoC menilai pemotongan
suku bunga merupakan langkah terakhir
yang akan diambil untuk mendorong
aktivitas perekonomiannya.
The Fed menahan suku bunga sepanjang
triwulan I tahun 2019. Hal ini dilakukan
atas pertimbangan laju inflasi yang tetap
rendah sebesar 1,9 persen dan
pengangguran yang menurun, sehingga
belum dirasa perlu untuk menaikkan
tingkat suku bunga acuannya. Langkah
tersebut juga merupakan bentuk
antisipasi dari ketidakpastian
perekonomian.
Kebijakan The Fed mempengaruhi
keputusan Bank Indonesia untuk
mempertahankan suku bunga pada level
6,00 persen sepanjang triwulan I tahun
2019. Langkah tersebut diambil sejalan
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019
Tiongkok Amerika Serikat
Korea Italia
Perancis
9
dengan upaya Bank Indonesia
memperkuat ketahanan eksternal
terutama untuk menurunkan defisit
neraca transaksi berjalan ke batas yang
aman serta mempertahankan daya tarik
aset keuangan domestik.
Tabel 1. Suku Bunga Kebijakan Beberapa
Negara
Jan Feb Mar
ASEAN
Indonesia 6,00 6,00 6,00
Thailand 1,75 1,75 1,75
Filipina 4,75 4,75 4,75
Malaysia 3,25 3,25 3,25
Vietnam 6,25 6,25 6,25
Negara Maju
Kawasan Eropa
0,00 0,00 0,00
Amerika Serikat
2,25-2,5 2,25-2,5 2,25-2,5
Inggris 0,75 0,75 0,75
Jepang -0,1 -0,1 -0,1
Sumber: CEIC
Sepanjang triwulan I tahun 2019 nilai
tukar Rupiah bergerak fluktuatif. Kondisi
pasar keuangan yang masih menghadapi
ketidakpastian pasar global, membuat
pergerakan Rupiah sensitif. Pada awal
tahun 2019, nilai tukar Rupiah berada
pada level Rp14.458 per USD.
Dibandingkan dengan awal tahun,
Rupiah menguat pada akhir Maret ke
level Rp14.243 per USD. Penguatan
tertinggi terjadi pada minggu pertama
bulan Februari yang menempatkan
Rupiah pada level Rp13.920 per USD.
Nilai tukar Yen sepanjang triwulan I
tahun 2019 cenderung melemah.
Pelemahan tertinggi terjadi pada awal
Maret yang mencapai JPY111,9 per USD.
Pada akhir triwulan I tahun 2019, Yen
ditutup pada level JPY110,86 per USD,
melemah dibanding awal tahun 2019
yang sebesar JPY109,74 per USD.
Nilai tukar Yuan bergerak menguat
terhadap Dolar AS pada triwulan I tahun
2019. Pada Februari 2019, Yuan menguat
tertinggi selama triwulan I tahun 2019
hingga level CNY6,6 per USD. Hingga
akhir Maret, nilai tukar Yuan ditutup
pada level CNY6,7 per USD.
Harga sebagian besar komoditas
internasional cenderung bergerak
turun.
Harga beberapa komoditas pertanian
pada triwulan I tahun 2019 naik, seperti
kakao (2,1 persen, YoY), jagung (2,3
persen, YoY), dan gandum (4,3 persen,
YoY). Sementara itu, harga kedelai turun
sebesar -10 persen (YoY).
Harga batubara sepanjang periode
Januari-Maret 2019 turun USD5,4
menjadi USD93,1/MT pada akhir Maret
2019. Turunnya harga batubara didorong
oleh lesunya permintaan akibat
perlambatan ekonomi global dan
pemberlakuan proteksi impor yang
dilakukan oleh Tiongkok. Selain itu harga
minyak sawit sepanjang triwulan I tahun
2019 juga bergerak turun. Rata-rata
harga minyak kelapa sawit sebesar
USD586,9 per MT, turun dibandingkan
periode yang sama tahun 2018 (USD850
per MT).
Harga komoditas logam dan mineral,
mayoritas melemah sepanjang triwulan I
tahun 2019. Semua komoditas
mengalami perlambatan dipengaruhi
dampak perang dagang antara AS dan
Tiongkok. Harga komoditas emas juga
turun sebesar -1,86 persen dibandingkan
triwulan I tahun 2018. Komoditas seng
turun hingga -20,7 persen. Selain itu
10
harga logam dan aluminium juga anjlok
masing-masing sebesar -19,2 dan 13,5
persen.
Harga minyak mentah menunjukkan
tren meningkat sepanjang triwulan I
tahun 2019.
Hingga Maret 2019 harga rata-rata sudah
kembali ke level USD63,79 per barel.
Peningkatan ini disebabkan oleh
pemangkasan produksi oleh negara-
negara peserta OPEC+ serta pengenaan
sanksi Amerika Serikat kepada Venezuela
sebagai salah satu produsen utama
minyak dunia. Berkurangnya suplai
minyak mentah global pada akhirnya
berhasil meningkatkan harga minyak
mentah dunia. Selain itu, kondisi
tersebut ikut meningkatkan harga
minyak mentah Indonesia (ICP) hingga
USD60,49 per barrel. Namun, harga
minyak mentah secara rata-rata pada
triwulan I tahun 2019 masih lebih rendah
dibandingkan triwulan I tahun 2018
maupun triwulan sebelumnya.
Gambar 3. Perkembangan Harga Minyak
Mentah
Sumber: World Bank
Gambar 4. Perkembangan Harga Gas Alam
Sumber: World Bank
Sementara itu, harga gas alam
mengalami tren menurun sepanjang
triwulan I tahun 2019 dengan harga rata-
rata USD2,9 per mmbtu (gas alam
Eropa). Harga gas alam yang berasal dari
Eropa dan Amerika Serikat lebih rendah
dari triwulan sebelumnya maupun
triwulan I tahun 2018. Turunnya harga
gas alam disebabkan oleh oversupply dan
menurunnya permintaan setelah musim
dingin berakhir.
0
20
40
60
80
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019
Crude Oil; Brent Crude Oil; Dubai
Crude Oil; WTI
0
2
4
6
8
10
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019
Gas Alam (Europe) Gas Alam (US)
11
12
13
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Perkembangan Sektor Riil
Perkembangan Ekonomi Nasional
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
triwulan I tahun 2019 meningkat.
Target pertumbuhan ekonomi tahun
2019 yang ditetapkan sebesar 5,3 persen
dirasa sulit untuk dicapai melihat
pertumbuhan pada triwulan pertama.
Perekonomian Indonesia tumbuh
sebesar 5,07 persen (YoY), meningkat
tipis dibandingkan periode yang sama
tahun 2018. Namun, pertumbuhan
tersebut lebih rendah bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya, sesuai
dengan pola musiman. Angka tersebut
merupakan pertumbuhan tertinggi pada
triwulan I dalam lima tahun terakhir,
yang menunjukkan adanya penguatan
ekonomi domestik.
Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perkembangan Produk Domestik Bruto
dari sisi lapangan usaha menunjukkan
Jasa Perusahaan, Jasa lainnya, dan
Informasi dan Komunikasi merupakan
sektor dengan pertumbuhan tertinggi
pada triwulan ini yang masing-masing
tumbuh sebesar 10,36 persen, 9,99
persen, dan 9,03 persen.
Industri pengolahan tumbuh melambat.
Industri Pengolahan merupakan sektor
sumber pertumbuhan tertinggi pada
triwulan ini dengan sumbangan terhadap
pertumbuhan mencapai 0,83 persen.
Pertumbuhan industri pengolahan
sebesar 3,86 persen, lebih rendah
dibandingkan triwulan I tahun 2018
maupun triwulan sebelumnya yang
masing-masing sebesar 4,6 persen dan
4,25 persen. Kinerja tersebut terutama
dipengaruhi oleh Industri Batubara dan
Pengilangan Migas semakin terkontraksi
hingga -4,19 persen dibandingkan
triwulan sebelumnya yang hanya sebesar
-0,01 persen (YoY), juga lebih rendah dari
triwulan I tahun 2018 (0,66 persen, YoY).
Namun demikian, subsektor Industri
Tekstil dan Pakaian Jadi mendorong
perkembangan sektor dengan
pertumbuhan yang mencapai 18,98
persen, lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya (10,82 persen, YoY) maupun
triwulan I tahun 2018 (7,46 persen, YoY).
Produksi yang meningkat dari subsektor
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
dipengaruhi oleh momentum pemilu
serta persiapan menjelang bulan
Ramadhan dan Idul Fitri.
Selain industri yang disebutkan
sebelumnya, pemilu juga mendorong
pertumbuhan pada subsektor Industri
Kertas dan Barang dari Kertas;
Percetakan dan Reproduksi Media
5,01 5,01
5,06
5,19
5,06
5,27
5,17 5,18
5,07
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019
14
Rekaman sebesar 9,22 persen (YoY)
meskipun lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 10,28
persen. Pertumbuhan triwulan ini masih
lebih tinggi dari triwulan I tahun 2018
yang sebesar -5,99 persen. Hal tersebut
didorong oleh aktivitas kampanye yang
telah dimulai sejak akhir tahun 2018
hingga menjelang bulan pemilihan.
Pertumbuhan sektor Pertanian
melambat disebabkan perubahan masa
panen.
Sementara itu, terkontraksinya
pertumbuhan subsektor Tanaman
Pangan sebesar -5,94 persen
memperlambat pertumbuhan di sektor
Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan
Perikanan. Pertumbuhan pada triwulan
ini sebesar 1,81 persen (YoY), lebih kecil
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 3,87 persen (YoY) maupun
triwulan I tahun 2018 yang sebesar 3,34
persen (YoY). Faktor gagal panen dan
pergeseran masa panen raya
menyebabkan perlambatan tersebut.
Tanaman pangan diperkirakan akan
panen pada bulan April.
Kinerja sektor Transportasi dan
Pergudangan melambat.
Pertumbuhan sektor Transportasi dan
Pergudangan pada triwulan I tahun 2019
sebesar 5,25 persen, lebih lambat
dibandingkan triwulan I tahun 2018 (8,56
persen, YoY) maupun triwulan
sebelumnya (5,34 persen, YoY). Hal
tersebut terutama disebabkan oleh
tingginya harga tiket pesawat sehingga
pertumbuhan Angkutan Udara
terkontraksi hingga -10,15 persen pada
triwulan ini. Kondisi ini mendorong
terjadinya pergeseran penumpang pada
moda transportasi lainnya yakni kereta
api dan transportasi laut yang tumbuh
signifikan sebesar 6,78 persen dan 5,62
persen.
Konsumsi LNPRT tumbuh paling tinggi
dari sisi pengeluaran.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
ekonomi triwulan I tahun 2019 didorong
oleh Konsumsi LNPRT yang tumbuh
mencapai 16,9 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari
triwulan I tahun 2018 yang sebesar 8,1
persen maupun dari triwulan
sebelumnya sebesar 10,79 persen.
Pertumbuhan tersebut didorong oleh
peningkatan aktivitas partai politik dan
organisasi masyarakat berskala nasional
pada masa kampanye Pemilu 2019.
Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Menurut Jenis Pengeluaran (persen, YoY)
Jenis Pengeluaran 2018 2019
Q1 Q4 Q1
Konsumsi RT 4,94 5,08 5,01
Konsumsi LNPRT 8,10 10,79 16,93
Konsumsi Pemerintah
2,71 4,56 5,21
PMTB 7,94 6,01 5,03
Ekspor 5,94 4,33 -2,08
Impor 12,64 7,10 -7,75
PDB 5,06 5,18 5,07
Sumber: Badan Pusat Statistik
Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi
yang merupakan penggerak
perekonomian Indonesia tumbuh
melambat pada triwulan ini. Investasi
tumbuh dibawah pertumbuhan Produk
Domestik Bruto. Perlambatan kedua
sektor tersebut membuat perekonomian
tidak tumbuh maksimal.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
yang tumbuh sebesar 5,01 persen pada
triwulan ini lebih rendah dibanding
triwulan I tahun 2018 yang sebesar 5,08
persen, namun lebih tinggi dari triwulan I
15
tahun 2018 (4,94 persen, YoY).
Pendorong pertumbuhan terutama dari
kelompok Kesehatan dan Pendidikan
sebesar 5,66 persen dan kelompok
Makanan dan Minuman Selain Restoran
sebesar 5,29 persen.
Pertumbuhan investasi sebesar 5,03
persen mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya (6,01
persen, YoY) maupun triwulan I tahun
2018 yang mencapai 7,94 persen. Hal ini
sejalan dengan turunnya indikator
investasi swasta maupun pemerintah.
Turunnya investasi pemerintah
tercermin dari realisasi belanja modal
yang terkontraksi sebesar 6,7 persen
pada triwulan ini. Investasi Mesin dan
Peralatan tumbuh melambat menjadi 8,4
persen dari tahun lalu yang rata-rata
mampu mencapai 20 persen.
Gambar 6. Perkembangan Konsumsi Rumah
Tangga dan Investasi terhadap PDB
Sumber: Badan Pusat Statistik
Ekspor dan impor terkontraksi
sepanjang triwulan I tahun 2019.
Aktivitas ekspor barang maupun jasa
mengalami penurunan yang
menyebabkan pertumbuhan ekspor total
terkontraksi hingga -2,08 persen pada
triwulan I tahun 2019. Angka tersebut
lebih rendah bila dibandingkan dengan
triwulan I tahun 2018 (5,94 persen, YoY)
maupun triwulan sebelumnya (4,33
persen, YoY). Volume ekspor komoditas
utama nonmigas turun sepanjang
triwulan ini. Selain itu, ekspor migas juga
mengalami penurunan volume yang
disertai penurunan harga komoditas
dunia sehingga terkontraksi sebesar -
9,42 persen (YoY). Selain itu, permintaan
dari beberapa negara mitra dagang juga
turun terkait dengan lesunya kondisi
ekonomi global.
Di sisi lain, impor terkontraksi lebih
dalam dari ekspor hingga -7,75 persen
(YoY), lebih rendah dari pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya maupun
triwulan I tahun 2018. Penurunan nilai
dan volume impor migas menyebabkan
kontraksi hingga -22,95 persen. Di sisi
lain, volume impor nonmigas turun
terutama pada barang modal dan bahan
baku yang masing-masing terkontraksi
sebesar -4,64 dan 7,17 persen. Seiring
dengan turunnya aktivitas ekspor dan
impor barang pada triwulan I tahun
2019, impor jasa untuk jasa angkutan
juga turut terkontraksi.
Indeks Tendensi Bisnis menunjukkan
optimisme yang lebih rendah.
Sesuai dengan prediksi triwulan
sebelumnya, kondisi bisnis membaik
namun optimisme pelaku bisnis pada
triwulan I tahun 2019 kembali menurun
dengan Indeks Tendensi Bisnis (ITB)
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2016 2017 2018 2019
PDB
Pengeluaran Konsumsi RumahTanggaPembentukan Modal Tetap Bruto
16
sebesar 102,1. Kondisi bisnis yang
membaik dan optimisme pelaku bisnis
tertinggi terdapat pada sektor Jasa
Keuangan dan Asuransi. Sementara
kondisi bisnis terendah terjadi pada
sektor Pertambangan dan Penggalian
yang memiliki indeks sebesar 92,04. Pada
triwulan II tahun 2019, kondisi bisnis
seluruh lapangan usaha diperkirakan
akan meningkat kecuali sektor
Pertambangan dan Penggalian. Selain itu
optimisme pelaku usaha juga
diperkirakan meningkat.
Gambar 7. Indeks Tendensi Bisnis Tahun
2018-2019
Catatan:
ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200
dengan indikasi sebagai berikut:
a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada
triwulan berjalan menurun dibanding
triwulan sebelumnya
b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis
pada triwulan berjalan tidak mengalami
perubahan (stagnan) dibanding triwulan
sebellumnya
c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis
pada triwulan berjalan lebih baik
(meningkat)dibanding triwulan
sebelumnya
d. * = Angka perkiraan
Sumber: BPS, diolah
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan
I tahun 2019 sebesar 104,35, lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 103,83 namun
menurun dibanding triwulan sebelumnya
(110,54). Sejalan dengan kondisi bisnis,
kondisi ekonomi konsumen dapat
dikatakan meningkat namun dengan
tingkat optimisme yang lebih rendah dari
triwulan sebelumnya.
Perkembangan Ekonomi Regional
Sebagian besar kawasan mengalami
pertumbuhan positif kecuali Maluku
dan Papua.
Rata-rata perekonomian Maluku dan
Papua mengalami kontraksi -10,44
persen (YoY), tumbuh lebih lambat
dibandingkan triwulan I tahun 2018 yang
mencapai 17,2 persen (YoY) maupun
triwulan sebelumnya dengan
pertumbuhan -9,4 persen (YoY).
Perlambatan ini dipengaruhi oleh
penurunan yang signifikan di sektor
utama perekonomian Maluku dan Papua
yaitu Pertambangan dan Penggalian.
Gambar 8. Pertumbuhan dan Kontribusi
Ekonomi Spasial
Sumber: Badan Pusat Statistik
Papua memiliki proporsi terbesar bagi
perekonomian Maluku dan Papua, yaitu
mencapai 51,79 persen. Pada triwulan I
tahun 2019, perekonomian Papua
terkontraksi semakin dalam menjadi
106,28
112,82
108,05
104,71 102,10
106,44
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*
2018 2019
21,4
59,0
3,0
8,3 6,1 2,2 4,5 5,7 4,6
5,3 6,5
-10,4
Sumatera Jawa Bali danNusa
Tenggara
Kalimantan Sulawesi Malukudan Papua
Kontribusi Pertumbuhan
17
sebesar-20,13 persen (YoY),
dibandingkan dengan triwulan IV tahun
2018 yang sebesar -17,79 persen (YoY)
maupun triwulan I tahun 2018 sebesar -
11,12 (YoY). Pertumbuhan tersebut
dipengaruhi oleh lapangan usaha
Pertambangan dan Penggalian yang
terkontraksi hingga -23,55 persen yang
disebabkan oleh penurunan nilai
produksi PT Freeport. Jika perekonomian
Papua dihitung tanpa sektor usaha
Pertambangan dan Penggalian,
pertumbuhannya sebesar 6,3 persen
(YoY). Penurunan produksi tersebut juga
berdampak pada ekspor luar negeri yang
terkontraksi hingga -63,6 (YoY).
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi di Maluku dan
Papua
Pertumbuhan (%YoY)
Proporsi terhadap Pulau (%)
Q1-2018
Q1-2019
Q1-2018
Q1-2019
Maluku 5,4 6,3 11,7 13,2
Maluku Utara
7,9 7,7 9,7 11,4
Papua Barat 5,9 -0,3 21,5 23,6
Papua 26,5 -20,1 57,1 51,8
Rata-rata 17,2 -10,4 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sementara itu, perekonomian Sulawesi
tumbuh paling cepat diantara kawasan
yang lain, yakni sebesar 6,51 persen,
meningkat dibandingkan dengan
triwulan IV tahun 2018 yang sebesar 6,2
persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi
provinsi di Sulawesi diatas 6 persen
kecuali Sulawesi Barat dengan laju
pertumbuhan sebesar 5,21 persen.
Pertumbuhan tersebut lebih rendah dari
triwulan I tahun 2018 (5,57 persen, YoY)
maupun dari triwulan sebelumnya (5,32
persen, YoY). Secara keseluruhan,
kawasan Sulawesi memberi kontribusi
sebesar 6,14 persen bagi perekonomian
nasional.
Sulawesi Tengah merupakan provinsi
dengan pertumbuhan tertinggi di
Sulawesi yang tumbuh mencapai 6,77
persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan
ditopang oleh lapangan usaha
Pertambangan dan Penggalian sebesar
17,50 persen. Struktur lapangan usaha
Sulawesi Tengah didominasi oleh empat
lapangan usaha utama, yaitu: Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan;
Pertambangan dan Penggalian; Industri
Pengolahan; serta Konstruksi. Sementara
itu dari sisi pengeluaran, sumber
pertumbuhan tertinggi berasal dari
ekspor yang tumbuh sebesar 12,7 persen
(YoY).
Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi
Pertumbuhan (%, YoY)
Proporsi terhadap Pulau
(%)
Q1-2018
Q1-2019
Q1-201
8
Q1-2019
Sulut 6.62 6,58 12,5 12,44
Sulteng 6.63 6,77 16,1 16,47
Sulsel 7.35 6,56 49,9 49,92
Sultra 6.15 6,33 12,5 12,49
Gorontalo 6.13 6,72 4,24 4,21
Sulbar 5.57 5,21 4,62 4,47
Rata-rata 6,83 6,51 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kontribusi Jawa terhadap ekonomi
nasional sebesar 59,03 persen . Rata-rata
pertumbuhan ekonomi di Jawa sebesar
5,66 persen (YoY), sedikit menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya. DKI
Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat
merupakan provinsi dengan proporsi
perekonomian terbesar di Jawa. DI
Yogyakarta tumbuh paling cepat di pulau
Jawa dengan pertumbuhan sebesar 7,5
persen lebih tinggi dari triwulan
18
sebelumnya maupun triwulan I tahun
2018.
Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi di Jawa
Pertumbuhan (%, YoY)
Proporsi terhadap Pulau (%)
Q1-2018
Q1-2019
Q1-2018
Q1-2019
DKI Jakarta 5,95 6,23 29,5 29,94
Jawa Barat 5,90 5,43 22,4 22,42
Jawa Tengah
5,37 5,14 14,6
14,42
DIY 5,41 7,50 1,49 1,51
Jawa TImur 5,42 5,51 24,9 24,69
Banten 5,84 5,42 7,03 7,03
Rata-rata 5,70 5,66 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber pertumbuhan tertinggi DI
Yogyakarta pada triwulan I tahun 2019
adalah sektor Konstruksi yang tumbuh
hingga 20,62 persen. Pembangunan jalan
serta bandara Yogyakarta International
Airport menjadi pendorong laju
pertumbuhan konstruksi. Dari sisi
pengeluaran, Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) merupakan sumber
pertumbuhan ekonomi tertinggi yakni
2,57 persen dengan pertumbuhan
sebesar 10,39 persen.
Sumatera tumbuh sebesar 4,55 persen
(YoY), cenderung stagnan dibandingkan
triwulan IV tahun 2018 yang tumbuh
sebesar 4,5 persen (YoY). Sumatera
Utara, Riau, dan Sumatera Selatan
memiliki proporsi terbesar pada
perekonomian Sumatera yaitu masing-
masing sebesar 23,3 persen, 22,4 persen
dan 13,1 persen. Sumatera Selatan
merupakan provinsi dengan
pertumbuhan tertinggi di Sumatera yakni
sebesar 5,68 persen. Pertumbuhannya
terutama didorong oleh sektor utamanya
yaitu Pertambangan dan Penggalian yang
tumbuh sebesar 9,41 persen, lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya maupun
triwulan I tahun 2018. Peningkatan
tersebut disebabkan oleh meningkatnya
produksi batubara, naiknya produksi
minyak dan gas bumi serta penemuan
cadangan gas baru di Blok Sakakemang.
Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera
Pertumbuhan (%, YoY)
Proporsi terhadap Pulau
(%)
Q1-2018
Q1-2019
Q1-2018
Q1-2019
Aceh 3,22 3,88 4,80 4,72
Sumut 4,73 5,30 23,1 23,33
Sumbar 4,71 4,78 7,15 7,14
Riau 2,84 2,88 23,2 22,42
Jambi 4,61 4,73 6,43 6,48
Sumsel 5,86 5,68 12,9 13,13
Bengkulu 5,10 5,01 2,07 2,13
Lampung 5,09 5,18 10,4 10,59
Kep. Bangka Belitung
2,51 2,79 2,30 2,19
Kep. Riau 4,48 4,76 7,68 7,88
Rata-rata 4,34 4,55 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik
Bali dan Nusa Tenggara tumbuh sebesar
4,64 persen (YoY), lebih tinggi dari
triwulan IV tahun 2018 yang sebesar 4,4
persen (YoY). Bali merupakan provinsi
dengan proporsi perekonomian terbesar
di Bali dan Nusa Tenggara, yaitu
mencapai sebesar 51,9 persen. Pada
triwulan I tahun 2019, Bali tumbuh
sebesar 5,9 persen (YoY), lebih rendah
dari triwulan IV tahun 2018. Sementara
itu, Nusa Tenggara Barat kembali
tumbuh positif (2,12 persen, YoY) setelah
mengalami kontraksi sebesar -1,4 persen
(YoY) pada triwulan IV tahun 2018 akibat
gempa bumi. Pembangunan sarana dan
prasarana fisik pasca bencana
mendorong peningkatan di sektor
Konstruksi yang merupakan sektor
dengan pertumbuhan tertinggi sebesar
8,14 persen.
19
Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi di Bali dan
Nusa Tenggara
Pertumbuhan (%, YoY)
Proporsi terhadap Pulau
(%)
Q1-2018
Q1-2019
Q1-2018
Q1-2019
Bali 5,58 5,94 51,4 51,85
NTB 0,06 2,12 27,5 26,82
NTT 5,01 5,09 21,2 21,33
Rata-rata 3,77 4,64 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kawasan Kalimantan secara keseluruhan
merupakan kontributor pertumbuhan
terbesar ketiga setelah Jawa dan
Sumatera. Kontribusi Kalimantan pada
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar
8,26 persen. Sementara itu, rata-rata
pertumbuhan ekonomi di Kalimatan
adalah sebesar 5,3 persen (YoY), lebih
rendah dari triwulan IV tahun 2018 yang
sebesar 5,5 persen (YoY).
Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan
Pertumbuhan (%, YoY)
Proporsi terhadap Pulau
(%)
Q1-2018
Q1-2019
Q1-2018
Q1-2019
Kalbar 5,06 5,07 15,8 16,11
Kalteng 4,47 6,03 11,4 11,61
Kalsel 4,98 4,08 13,4 13,11
Kaltim 1,77 5,36 52,4 51,9
Kaltara 5,76 7,13 7,0 7,28
Rata-rata 3,24 5,33 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kalimantan Timur memiliki proporsi
tertinggi sebesar 51,9 persen terhadap
perekonomian Kalimantan. Pada
triwulan I tahun 2019, Kalimantan Timur
tumbuh sebesar 5,4 persen (YoY), lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh
peningkatan pada sektor Konstruksi yang
tumbuh mencapai 16,14 persen. Sektor
utama Kalimantan Timur yakni
Pertambangan dan Penggalian, tumbuh
positif sebesar 7,19 persen.
Investasi
Pembentukan Modal Tetap Bruto pada
triwulan I tahun 2019 tumbuh sebesar
5,03 persen YoY
Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran,
komponen Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) triwulan I tahun 2019
tumbuh sebesar 5,03 persen (YoY) dan
terkontrkasi sebesar -5,74 persen (QtQ).
Pada komponen PMTB, pertumbuhan
triwulan I tahun 2019 (YoY) didorong
oleh pertumbuhan Bangunan 5,48
persen; Mesin dan Kendaraan sebesar
3,34 persen; CBR sebesar 9,32 persen
dan Produk Kekayaan Intelektual sebesar
9,13 persen.
Tabel 9. Perkembangan Pembentukan Modal
Tetap Bruto
Kategori PDB Pengeluaran
Nilai (Miliar Rupiah) Proporsi
thd Total
PDB (%) 2018 Tw-I
2018 Tw-IV
2019 Tw-I
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
820,6 914,3 861,8 32,2
a. Bangunan 611,9 676,9 645,5 24,2
b. Mesin dan Kendaraan
84,4 104,7 91,5 3,3
c. Kendaraan 51,1 51,2 47,4 1,6
d. Peralatan lainnya
15,0 15,2 14,0 0,5
e. CBR 39,8 46,7 43,5 1,7
f. Produk Kekayaan Intelektual
18,3 19,6 20,0 0,8
Total PDB Pengeluaran
2.498,5 2.638,9 2.625,0 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan I tahun 2019, realisasi
PMA mencapai USD7.194,6 sedangkan
realisasi PMDN mencapai Rp87,2 triliun
Realisasi PMA pada triwulan I tahun
2019 adalah sebesar USD7.194,6 juta.
20
Nilai ini mengalami penurunan sebesar
11,5 persen dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan komposisi antarsektor,
realisasi PMA didominasi oleh sektor
tersier yakni sebesar 62.3 persen.
Realisasi PMDN pada triwulan I tahun
2019 sebesar Rp87,2 triliun. Nilai ini
mengalami kenaikan sebesar 14,2 persen
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Kenaikan PMDN
terjadi pada sektor tersier sebesar 36,6
persen dan sektor primer sebesar 12,3
persen. Sedangkan pada sektor
sekunder, realisasi PMDN mengalami
penurunan sebesar 24,8 persen (YoY).
Berdasarkan komposisi antarsektor,
realisasi PMDN pada triwulan I tahun
2019 juga didominasi oleh sektor tersier
yakni sebesar 60,6 persen.
Tabel 10. Realisasi PMA dan PMDN Berdasarkan Kategori Utama Sektor Ekonomi
Periode PMA (Triliun Rupiah) PMDN (Triliun Rupiah)
Primer Sekunder Tersier Total Primer Sekunder Tersier Total
2018 Tw-I 18.56 46.35 57.06 121.96 16,29 21,4 38,66 76,35 2018 Tw-IV 18.03 36.11 56.67 110.80 14,25 20,41 52,27 86,93 2019 Tw-I 12.54 28.10 67.28 107.92 18,29 16,1 52,81 87,2
Pertumbuhan (QtQ)
-30,42 -22,17 18,71 -2,60 28,35 -21,12 1,03 0,31
Pertumbuhan (YoY)
-32,41 -39,37 17,91 -11,51 12,28 -24,77 36,60 14,21
Proporsi (%) 11,62 26,04 62,34 100 20,97 18,46 60,56 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Catatan: Kurs 2018 Tw-I: Rp13.400/USD Kurs 2018 Tw-IV: Rp13.400/USD Kurs 2019 Tw-I: Rp15.000/USD
Tabel 11. Lima Sektor dengan Realisasi PMA Terbesar
Sektor Nilai (Triliun Rupiah) Proporsi (%) Pertumbuhan YoY (%)
Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi
24.63 22.82 400.66
Listrik, Gas dan Air 22.90 21.22 77.58
Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran
14.24 13.20 -49.79
Pertambangan 9.22 8.55 -4.01
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya
9.17 8.50 -0.63
Gabungan Sektor Lainnya 27.76 25.72 23.29
Total 107.92 100.00 -11.51
Sumber: BKPM, diolah
Catatan:
Kurs 2018 Tw-I: Rp13.400/USD Kurs 2018 Tw-IV: Rp13.400/USD Kurs 2019 Tw-I: Rp15.000/USD
Realisasi PMA terbesar adalah sektor
Transportasi, Gudang dan
Telekomunikasi.
Sektor dengan kontribusi terbesar pada
realisasi PMA adalah: (1) Transportasi,
Gudang, dan Telekomunikasi; (2) Listrik,
Gas dan Air; (3) Perumahan, Kawasan
Industri dan Perkantoran; (4)
21
Pertambangan; dan (5) Industri Logam
Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan
Peralatannya. Lima sektor di atas
berkontribusi sebesar 74,28 persen
terhadap total realisasi PMA pada
triwulan I tahun 2019.
Tabel 12. Lima Sektor dengan Realisasi PMDN
Terbesar
Sektor Nilai
(Triliun Rupiah)
Proporsi (%)
Pertumbuhan YoY (%)
Konstruksi 19,25 22,08 47,59
Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi
12,71 14,58 23,82
Listrik, Gas dan Air
10,29 11,80 32,45
Industri Makanan
8,93 10,24 -6,61
Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Peternakan
8,76 10,04 -17,53
Gabungan Sektor Lainnya
59,94 68,74 16,93
Total 87,20 100 14,2
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi PMDN terbesar adalah sektor
Konstruksi
Sektor dengan kontribusi terbesar pada
realisasi PMDN adalah: (1) Konstruksi; (2)
Transportasi, Gudang, dan
Telekomunikasi; (3) Listrik, Gas, dan Air;
(4) Industri Makanan; dan (5) Tanaman
Pangan, Perkebunan, dan Peternakan.
Lima sektor di atas berkontribusi sebesar
68,74 persen terhadap total realisasi
PMDN pada triwulan I tahun 2019.
Tabel 13. Realisasi dan Target Realisasi PMA dan
PMDN dalam Triliun Rupiah
Kategori 2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I
PMA 108.9 99.0 107.9
PMDN 76.4 86.9 87.2
Total 185.3 185.9 195.1
Target RKP 765.0 765.0 850.0
Sumber: BKPM, diolah
Total Realisasi PMA dan PMDN pada
triwulan I tahun 2019 sebesar Rp195,1
triliun
Total realisasi PMA dan PMDN pada
triwulan I tahun 2019 adalah sebesar
Rp195,1 triliun, mencapai 24,63 persen
dari target realisasi investasi tahun 2019
yakni Rp792 triliun. Realisasi PMA dan
PMDN pada periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp185,3 triliun,
tumbuh sebesar 5,29 persen.
Tabel 14. Proporsi PMA dan PMDN terhadap
Realisasi Investasi (dalam Persen)
Periode PMA PMDN Target
RKP (Tahunan)
Target RPJMN
(Tahunan)
2018 Tw-I 58,77 41,23 37,6 37,6
2018 Tw-IV 53,25 46,75 37,6 37,6
2019 Tw-I 55,30 44,70 38,9 38,9
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kontribusi PMDN terhadap Total
Realisasi Investasi pada triwulan I tahun
2019 sebesar 44,70 persen
Realisasi PMDN pada triwulan I tahun
2019 berkontribusi sebesar 44,70 persen
terhadap total Realisasi Investasi.
Realisasi ini sudah mencapai target
dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
tahun 2019 yakni 38,9 persen.
22
Tabel 15. Realisasi PMA Berdasarkan Negara
Asal Investasi
Negara Asal
Realisasi PMA (Triliun Rupiah)
Proporsi thd
Total (%)
2018 Tw-I
2018 Tw-IV
2019 Tw-I
Singapura 39.72 37.37 25.85 23.95
Tiongkok 10.14 8.23 17.39 16.12
Jepang 20.43 17.99 17.00 15.76
Malaysia 4.12 8.91 10.58 9.81
Hong Kong 7.74 5.62 8.74 8.10 Negara Lainnya
39.81 32.68 28.35 26.27
Total 121.96 110.80 107.92 100
Sumber: BKPM, diolah
Catatan: Kurs 2018 Tw-I: Rp13.400/USD Kurs 2018 Tw-IV: Rp13.400/USD Kurs 2019 Tw-I: Rp15.000/USD
Negara Asal Investasi terbesar pada
adalah Singapura, Tiongkok, Jepang,
Malaysia, dan Hong Kong
Berdasarkan negara asal investasi, lima
negara asal investasi yang berkontribusi
terbesar pada realisasi PMA triwulan I
tahun 2019 adalah Singapura sebesar
24,0 persen; Tiongkok sebesar 16,1
persen; Jepang sebesar 15,8 persen;
Malaysia sebesar 9,8 persen; dan Hong
Kong sebesar 8,1 persen. Lima negara
asal investasi tersebut berkontribusi
sebesar 73,7 persen terhadap total
realisasi PMA pada triwulan I tahun
2019.
Tabel 16. Realisasi PMA Berdasarkan Lokasi
(dalam triliun Rupiah)
Periode 2018 Tw-I
2018 Tw-IV
2019 Tw-I
Proporsi
thd Total (%)
Jawa 79.63 61.50 62.48 57.90
Sumatera 19.89 16.44 14.58 13.51
Sulawesi 7.46 11.04 10.53 9.76
Kalimantan 4.85 9.32 8.48 7.86
Papua 5.54 7.23 5.31 4.92
Maluku 0.67 1.38 3.54 3.28
Bali dan
Nusa
Tenggara
3.92 3.89 3.00 2.78
Total 121.96 110.80 107.92 100
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi PMA di Pulau Jawa
berkontribusi sebesar 57,9 persen
terhadap total realisasi PMA
Realisasi PMA di Jawa pada triwulan I
tahun 2019 mencapai USD5.308,5 juta,
memberikan kontribusi terbesar
terhadap total realisasi PMA yakni 57,9
persen. Sementara itu berdasarkan
tingkat pertumbuhan (YoY), daerah yang
mengalami pertumbuhan realisasi PMA
terbesar adalah Maluku yakni 430,3
persen (YoY).
Realisasi PMDN di Pulau Jawa
berkontribusi sebesar 53,7 persen
terhadap total realisasi PMDN
Realisasi PMDN di Jawa pada triwulan I
tahun 2019 mencapai Rp46,81 triliun,
memberikan kontribusi terbesar
terhadap total realisasi PMDN yakni 53,7
persen. Sementara itu berdasarkan
tingkat pertumbuhan (YoY), daerah yang
mengalami pertumbuhan realisasi PMDN
terbesar adalah Papua yakni 1.495,8
persen (YoY). Jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, realisasi PMDN di
Papua turun sebesar 39,5 persen.
23
Tabel 17. Realisasi PMDN Berdasarkan Lokasi (dalam triliun Rupiah)
Periode 2018 Tw-I
2018 Tw-IV
2019 Tw-I
YoY (%) QtQ (%) Proporsi thd
Total (%)
Jawa 40.69 46.26 46.81 15.03 1.19 53.68
Kalimantan 15.85 8.45 12.91 -18.55 52.91 14.81
Sulawesi 6.23 9.72 3.50 -43.76 -63.98 4.02
Bali dan Nusa Tenggara 2.40 1.10 2.22 -7.49 102.58 2.55
Sumatera 10.04 20.26 21.08 110.02 4.04 24.18
Papua 0.00 0.09 0.05 1,495.84 -39.51 0.06
Maluku 1.14 1.06 0.62 -45.69 -41.35 0.71
Total 76.35 86.93 87.20 14.20 0.31 100
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Tabel 18. Lima Provinsi dengan Realisasi PMA
dan PMDN Terbesar
PMA PMDN
Provinsi Nilai
(Triliun Rupiah)
Proporsi thd
Total (%)
Provinsi Nilai
(Triliun Rupiah)
Proporsi thd Total
(%)
Jawa Barat
25.77 23.88 Jawa Barat
11.56 13.26
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
14.33 13.28
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10.41 11.94
Jawa Tengah
11.65 10.80 Jawa Timur
9.95 11.41
Banten 8.07 7.48 Jawa Tengah
9.77 11.20
Kepulauan Riau
6.84 6.33 Riau 8.22 9.42
Sumber: BKPM, diolah
Catatan: Kurs 2018 Tw-I: Rp13.400/USD Kurs 2018 Tw-IV: Rp13.400/USD Kurs 2019 Tw-I: Rp15.000/USD
Realisasi PMA dan PMDN terbesar
terdapat di Jawa Baratdan DKI Jakarta
Lima provinsi yang berkontribusi
terbesar pada realisasi PMA triwulan I
tahun 2019 adalah Jawa Barat sebesar
23,9 persen; Provinsi DKI Jakarta sebesar
13,3 persen; Provinsi Jawa Tengah
sebesar 10,8 persen; Provinsi Banten
sebesar 7,5 persen; dan Provinsi Jawa
Timur sebesar 6,3 persen. Sedangkan
pada realisasi PMDN, lima provinsi yang
berkontribusi terbesar pada triwulan I
tahun 2019 adalah Provinsi Jawa Barat
sebesar 13,3 persen; Provinsi DKI Jakarta
sebesar 11,9 persen; Provinsi Jawa Timur
sebesar 11,4 persen; Provinsi Jawa
Tengah sebesar 11,2 persen; Provinsi
Riau sebesar 9,4 persen.
24
BOX 1
Pelaksanaan Musrenbangnas 2019 untuk Menyongsong Visi Indonesia 2045
Pembukaan Musrenbangnas 2019 pada tanggal 9 Mei 2019 lalu, dihadiri oleh Presiden
Republik Indonesia yang menyampaikan arahan bagi para Menteri dan Kepala Daerah. Dalam
acara tersebut, Presiden menyampaikan optimismenya bahwa Indonesia memiliki peluang
besar untuk masuk ke dalam lima negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun
2045.
Penyelenggaraan Musrenbangnas tahun ini ditujukan untuk menyusun rancangan awal
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020 hingga Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2020-2045. Dalam acara tersebut juga diluncurkan visi Indonesia 2045 atas
dasar gagasan Presiden yang disebut Impian Indonesia 2045. Dalam visi tersebut disampaikan
bahwa pada tahun 2045 Indonesia akan menjadi negara maju dengan Produk Domestik Bruto
kelima terbesar dengan pertumbuhan rata-rata 5,4-6 persen setiap tahunnya. Untuk
merealisasikannya, Presiden menyampaikan arahan untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi bangsa ini.
Pertama, dengan mendorong pemerataan infrastruktur. Presiden RI menekankan bahwa
dengan ketersediaan infrastruktur secara merata, akan meningkatkan konektivitas antar
daerah dan kawasan industri. Sehingga pembangunan infrastruktur utama menjadi pekerjaan
pemerintah pusat sedangkan pemerintah daerah bertugas untuk menghubungkannya dengan
pusat ekonomi daerah. Ketika perekonomian semua daerah dapat tumbuh positif, Indonesia
akan mampu menjadi negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia pada tahun
2045.
Kedua, melakukan reformasi struktural/birokrasi. Penyederhanaan birokrasi adalah sebuah
langkah yang harus diambil karena terkait secara langsung dengan kemudahan proses
perijinan dan aktivitas ekonomi. Dengan birokrasi yang semakin sederhana, pengambilan
keputusan akan semakin cepat dan fleksibel. Birokrasi sejak dahulu dipandang sebagai
hambatan dalam pembangunan karena proses perijinan yang berbelit-belit. Dengan sistem
yang lebih sederhana dan efisien, proses investasi serta ekspor akan berjalan lebih lancar yang
kemudian berdampak pada turunnya defisit neraca pembayaran.
Ketiga, pembangunan sumber daya manusia (SDM). Industri 4.0 yang tengah digaungkan
menuntut banyak keahlian baru. Pergeseran industri yang berkembang menyebabkan
hilangnya beberapa pekerjaan namun diimbangi dengan munculnya jenis pekerjaan baru.
Indonesia harus mampu menyediakan pekerja-pekerja dengan kualifikasi keahlian yang sesuai
dengan kebutuhan industri yang akan datang. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu
bekerja bersama-sama untuk menyediakan sistem pendidikan yang dapat mendukung
pengembangan SDM yang dibutuhkan, terutama SMK dan vokasi. Dari segi kesehatan,
permasalahan gizi buruk harus ditangani secara optimal.
25
Sektor Industri
Industri pengolahan nonmigas tumbuh
lebih rendah.
Nilai tambah sektor industri pengolahan
nonmigas pada triwulan I tahun 2019
sebesar Rp675 triliun atau tumbuh
sebesar 4,80 persen dari triwulan I tahun
2018 (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih
rendah dibandingkan triwulan I tahun
sebelumnya, sehingga kontribusi industri
pengolahan nonmigas pada triwulan I
turun menjadi 17,86 persen
dibandingkan triwulan I tahun 2018
(17,92 persen).
Gambar 9. Pertumbuhan Industri Pengolahan
Nonmigas
Sumber: Badan Pusat Statistik
Subsektor tekstil dan pakaian jadi,
pengolahan tembakau, dan furnitur
menjadi subsektor industri pengolahan
nonmigas dengan pertumbuhan
tertinggi, yaitu masing-masing 18,98
persen, 16,10 persen, dan 12,89 persen.
Pertumbuhan subsektor tersebut
didorong oleh peningkatan permintaan
domestik menjelang hari raya, terutama
subsektor tekstil dan pakaian jadi.
Pada triwulan I tahun 2019,
pertumbuhan industri pengolahan
nonmigas sebesar 48,9 persen masih
disumbang oleh industri makanan
minuman atau setara dengan 2,35
persen dari 4,8 persen. Peningkatan
permintaan domestik menjelang hari
raya dan peningkatan produksi CPO
masih menjadi pendorong pertumbuhan
subsektor makanan dan minuman.
Gambar 10. Pertumbuhan Subsektor Industri
Pengolahan Non Migas Triwulan I-2019
Sumber: Badan Pusat Statistik
Penurunan pertumbuhan industri
pengolahan nonmigas pada triwulan I
tahun 2019 salah satunya didorong oleh
pertumbuhan negatif subsektor industri
alat angkutan (-6,61 persen) yang
disebabkan oleh penurunan produksi
kendaraan bermotor, utamanya produksi
mobil sedan.
4,88
5,03
5,07 5,17
5,07
5,05
4,43
4,85 4,77
4,80
2015 2016 2017 2018 TW1-2019
Pertumbuhan PDB Nasional
SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS -8,56
-6,61
-6,52
-5,07
-1,15
0,41
1,29
5,36
6,77
8,59
9,22
11,53
12,89
16,10
18,98
4,80
Industri Kayu dll
Industri Alat Angkutan
Industri Karet, Barang dari Karet…
Industri Barang Galian bukan Logam
Industri Barang Logam dll
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman
Industri Logam Dasar
Industri Kertas dll
Industri Kimia, Farmasi dan Obat…
Industri Furnitur
Industri Pengolahan Tembakau
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR…
26
Gambar 11. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan I-2019
Sumber: Badan Pusat Statistik
Ekspor manufaktur pada triwulan I tahun
2019 masih melanjutkan tren penurunan
sejak triwulan IV tahun 2018. Pada
triwulan I tahun 2019, nilai ekspor
produk industri Indonesia mencapai
USD29,9 miliar atau menurun 6,61
persen dibandingkan triwulan I tahun
2018. Menurunnya harga komoditas
dunia, termasuk CPO, serta perang
dagang yang terjadi antara Tiongkok dan
Indonesia membuat permintaan produk
ekspor Indonesia, yang merupakan
bahan baku dari produk manufaktur
lainnya menjadi berkurang. Salah satu
strategi jangka menengah untuk
mendorong ekspor manufaktur
Indonesia adalah melalui investasi,
terutama mengundang perusahaan
manufaktur yang berorientasi ekspor
untuk berinvestasi di Indonesia.
Sementara dalam jangka pendek,
peningkatan ekspor dapat dilakukan
melalui pembukaan akses pasar baru.
Gambar 12. Ekspor Produk Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan I tahun 2019, nilai PMDN
sektor industri pengolahan mencapai
USD 16,09 miliar atau menurun sebesar
24,78 persen (YoY). Subsektor dengan
nilai PMDN terbesar adalah industri
makanan sebesar USD8,9 miliar, yang
diikuti dengan industri logam dasar,
barang dari logam, bukan mesin dan
2,35
1,20
1,03
0,67
0,39
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
Makanan &Minum
Tekstil Kimia Farmasi Tembakau Logam Dasar Lainnya MANUFAKTURNon-MIGAS
29.922
-6,6
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019 Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri)
Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, y-on-y)
27
perlengkapannya dan industri kimia dan
farmasi dengan nilai investasi masing-
masing USD2,68 miliar dan USD1,06
miliar. Pada triwulan I tahun 2019, hanya
realisasi investasi pada subsektor industri
kayu, industri kertas dan percetakan,
serta industri lainnya yang mencatatkan
pertumbuhan positif jika dibandingkan
dengan realisasi investasi pada triwulan I
tahun 2018 lalu.
Gambar 13. Investasi Domestik (PMDN) Sektor
Industri
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Pada triwulan I tahun 2019, nilai PMA
sektor industri pengolahan mencapai
USD1,87 miliar atau menurun sebesar
39,37 persen (YoY). Subsektor dengan
nilai PMA terbesar adalah industri logam
dasar, barang dari logam, bukan mesin
dan perlengkapannya dengan nilai
investasi USD611 juta, dan subsektor
industri makanan, serta industri kimia
dan farmasi dengan nilai investasi
masing-masing USD383,2 juta dan
USD314 juta. Pada triwulan I tahun 2019,
hanya realisasi investasi pada subsektor
industri makanan minuman, industri
kulit, industri mineral non logam, dan
industri lainnya yang tumbuh positif jika
dibandingkan dengan realisasi investasi
pada triwulan I tahun 2018.
Gambar 14. Investasi Asing (PMA) Sektor
Industri
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Investasi menjadi salah satu faktor
utama dalam meningkatkan
pertumbuhan industri pengolahan,
terutama industri pengolahan yang
berbasis ekspor. Namun demikian,
realisasi invetasi sektor industri
pengolahan sejak tahun 2017 selalu
dalam tren penurunan. Mayoritas
investor yang datang ke Indonesia
berinvestasi di sektor pertambangan
maupun tersier (jasa). Salah satu alasan
investasi di sektor manufaktur kurang
diminati adalah tingginya risiko di sektor
manufaktur, termasuk inkonsistensi
regulasi antara pusat dan daerah
maupun regulasi antar lembaga
pemerintah. Sinkronisasi kebijakan pusat
dan daerah serta kepastian regulasi bagi
sektor industri pengolahan (termasuk
16.099
-24,78
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019
PMDN (Juta USD, sb. kiri)
Pertumbuhan PMDN (%,sb. kanan,y-o-y)
1873,4
-39,4 -45
-40
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019PMA (juta USD,sb. kiri)
Pertumbuhan PMA (%, sb. kanan, y-on-y)
28
kebijakan perdagangan) menjadi salah
satu cara untuk meningkatkan investasi,
khususnya investasi di sektor industri
pengolahan.
Perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil, dan sepeda motor
tumbuh sebesar 5,29 persen (YoY)
PDB perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil, dan sepeda motor pada
triwulan I tahun 2019, mencapai Rp350,7
triliun, tumbuh sebesar 5,29 persen
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Pertumbuhan (YoY)
triwulan ini lebih besar daripada
pertumbuhan (YoY) triwulan sebelumnya
yakni 4,4 persen.
Tabel 19. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Kategori PDB
Lapangan Usaha
Nilai (Triliun Rupiah) Tingkat Pertumbuhan
(%)
Proporsi thd
Total PDB
Lapangan Usaha
(%) 2018 Tw-I 2018
Tw-IV
2019
Tw-I QtQ YoY
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
333,1 346,3 350,7 1,3 5,3 13,4
Perdagangan Mobil,
Sepeda Motor, dan
Reparasinya
64,5 66,8 66,8 -0,1 3,5 2,5
Perdagangan Besar dan
Eceran, bukan Mobil
dan Motor
268,6 279,4 283,9 1,6 5,7 10,8
Total PDB Lapangan
Usaha 2.498,5 2.638,9 2.625,0 -0,5 5,1 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Produksi dan penjualan mobil tumbuh
melambat, sementara produksi semen
meningkat.
Produksi mobil di triwulan I tahun 2019
mencapai 314.901 unit, turun sebesar
4,61 persen dibandingkan dengan
triwulan I tahun 2018. Penurunan
produksi tersebut utamanya disebabkan
oleh penurunan produksi Sport Utilities
Over 3000cc (54,3 persen) dan
kendaraan sedan (42,33 persen).
Gambar 15. Perkembangan Produksi Mobil
Sumber: CEIC
314.901
-4,61
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019Produksi mobil (unit, sb.kiri)
Pertumbuhan (y-o-y,%,sb.kanan)
29
Gambar 16. Perkembangan Penjualan Mobil
Sumber: CEIC
Penjualan mobil pada triwulan I tahun
2019 mencapai 253.863 unit, atau
mengalami penurunan sebesar 13,07
persen dibandingkan dengan triwulan I
tahun 2018. Penurunan produksi
tersebut utamanya disebabkan oleh
penurunan penjualan sedan (-27,17
persen) dan Double Cabin lebih dari 24
ton (-23,06 persen).
Salah satu alasan penurunan produksi
dan penjualan kendaraan bermotor di
awal tahun 2019 ini adalah produsen
dan konsumen masih menahan konsumsi
dan produksinya, terutama produksi
dengan model yang baru serta
menunggu hasil pemilu.
Produksi semen pada triwulan I tahun
2019 mencapai 16,95 juta atau
meningkat 3,23 persen. Penjualan semen
domestik mencapai 15,72 juta ton, atau
menurun sebesar 0,01 persen (YoY).
Peningkatan produksi semen di
Indonesia juga diikuti oleh peningkatan
ekspor semen dari 701 ribu ton pada
triwulan I tahun 2018 menjadi 1,23 juta
ton pada triwulan I tahun 2019 atau
meningkat 75,98 persen. Sikap wait and
see pada tahun politik ini juga
mempengaruhi realisasi proyek
konstruksi.
Gambar 17. Produksi, Penjualan Domestik, dan
Ekspor Semen
Sumber: CEIC
Permintaan domestic terhadap produk
manufaktur melemah.
Nilai PMI Indonesia pada bulan Januari,
Februari, dan Maret 2019 adalah 49,9;
50,10; dan 51,20 dengan rata-rata 50,40
selama triwulan I tahun 2019. Meskipun
masih menunjukkan ekspansi, namun
secara nilai, indeks pada triwulan ini
lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Laporan Nikkei
Market menyebutkan pelemahan
permintaan terhadap produk manufaktur
Indonesia, utamanya permintaan
domestik salah satunya dipicu oleh
penurunan harga komoditas. Angka PMI
253.863
-13,07
-25,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019
Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri)
Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb.kanan, y-on-y)
1,23
15,72
16,95
,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019
Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri)
Ekspor (Juta Ton, sb. kiri)
Produksi Semen (Juta Ton, sb. kiri)
30
Gambar 18. Purchasing Manager Index (PMI) Sektor Manufaktur
meningkat pada bulan Maret 2019 yang
disebabkan permintaan domestik mulai
meningkat untuk persiapan bulan
Ramadan dan Idul Fitri.
Sumber: CEIC
Nilai ekspor jasa perjalanan Indonesia
pada triwulan I tahun 2019 mencapai
USD3,40 miliar atau meningkat 1,23
persen dibandingkan triwulan I tahun
2019. Perlambatan ekspor jasa
perjalanan tersebut tidak seiring dengan
peningkatan kunjungan wisatawan
mancanegara dan lebih disebabkan
stagnansi rata-rata pengeluaran
wisatawan mancanegara yang berada di
level USD1.100 per orang per kunjungan.
Gambar 19. Nilai Ekspor Jasa Perjalanan
Sumber: Bank Indonesia
3.404,17 14,67
17,93 17,19
-0,90
7,73
9,81
13,05
19,94
1,23
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019
Nilai Ekspor Perjalanan (Juta USD)
Pertumbuhan (%, y-o-y)
31
Gambar 20. Jumlah Wisatawan Mancanegara
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan I tahun 2019, jumlah
wisatawan mancanegara (wisman)
mencapai 3,81 juta orang, atau
meningkat 4,10 persen dibandingkan
dengan triwulan I tahun 2018.
Perlambatan pertumbuhan jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara
tersebut lebih disebabkan efek musiman
dari pariwisata, dimana pada awal tahun
jumlah kunjungan pada umumnya terjadi
perlambatan atau penurunan kunjungan.
Peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan tidak diriingi dengan
peningkatan devisa yang signifikan.
Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya rata-rata pengeluaran
wisatawan mancanegara juga mengalami
stagnansi. Hal tersebut dapat menjadi
indikasi bahwa jenis destinasi wisata di
Indonesia tidak terdiversifikasi sehingga
wisatawan yang datang tidak tertarik
untuk tinggal lebih lama dan
membelanjakan uangnya.
2. Sektor Fiskal
Realisasi penerimaan perpajakan
hingga Maret 2019 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama ditahun 2018.
Hingga akhir Maret 2019, Pendapatan
Negara dan Hibah telah mencapai
Rp350,1 triliun, atau meningkat 5,0
persen dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Meskipun mengalami
peningkatan, namun realisasinya
terhadap target APBN relatif menurun.
Hingga akhir Maret 2019, Pendapatan
Negara dan Hibah telah mencapai 16,2
persen dari target APBN, sedangkan
pada periode yang sama tahun 2018
Pendapatan Negara dan Hibah telah
mencapai 17,6 persen dari target APBN.
Penurunan ini utamanya disebabkan
oleh menurunnya harga komoditas yang
berdampak pada komponen-komponen
penyusun Pendapatan Negara dan
Hibah.
Sebagai kontributor utama dari
Penerimaan Perpajakan, hingga akhir
Maret 2019 Pajak Penghasilan (PPh)
telah mencapai Rp157,3 atau tumbuh 9,0
persen dibanding periode yang sama
tahun 2018. Kondisi perekonomian yang
relatif stabil menjadi salah satu
pendorong kenaikan pajak penghasilan.
Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
sebagai salah satu komponen penyusun
pendapatan negara, telah mencapai
Rp89,9 triliun hingga Maret 2019. Jumlah
ini mengalami penurunan 8,9 persen
apabila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2018. Penurunan ini
disebabkan oleh pemberian fasilitas
kelonggaran restitusi dipercepat yang
berlaku sejak April 2018.
3.815
21,91
29,55
30,69
6,79
14,85
11,46
10,17 14,44
4,10 0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019
Jumlah Wisman (orang, BPS)
Pertumbuhan (%, y-o-y, sb. kanan)
32
16,0
%APBN
16,1 %APBN
%APBN
24,2 23,1
%APBN
Gambar 21. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan (triliun Rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
Hingga Maret 2019, Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) telah mencapai
Rp70,0 triliun, turun 1,6 persen
dibandingkan dengan realisasi Maret
2018. Turunnya penerimaan migas
menjadi salah satu penyebab
perlambatan PNBP. Adapun penurunaan
penerimaan migas ini diakibatkan oleh
relatif rendahnya harga realisasi ICP dan
komoditas primer selama triwulan
pertama 2019.
Realisasi Belanja Negara, hingga akhir
Maret 2019 telah mencapai Rp452,1
miliar, tumbuh 7,7 persen dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2018.
Meskipun mengalami peningkatan
secara nominal, namun realisasi Belanja
Negara sampai dengan periode Maret
2019 lebih rendah dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Hingga Maret 2019, realisasi Belanja
Negara telah mencapai 18,4 persen dari
target APBN, sedangkan hingga Maret
2018 realisasi belanja negara telah
mencapai 18,9 persen dari APBN. Relatif
menurunnya realisasi Belanja
Pemerintah Pusat (BPP) dan Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD) menjadi
faktor penyebab rendahnya realisasi
Belanja Negara.
Hingga akhir Maret 2019, realisasi
Belanja Pemerintah Pusat (BPP)
mencapai Rp260,7 triliun atau meningkat
11,4 persen dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2018. Akan
tetapi, apabila dibandingkan dengan
target APBN, realisasi sampai dengan
Maret 2019 sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Hingga Maret 2019,
Belanja Pemerintah Pusat mencapai 16,0
persen dari target APBN lebih rendah
dibandingkan dengan Maret 2018 yaitu
16,1 persen. BPP masih menjadi
komponen utama dari Belanja Negara
dengan proporsi 57,7 persen.
Gambar 22. Perkembangan Komponen Belanja
Negara
Sumber: Kementerian Keuangan
Penurunan realisasi BPP terhadap APBN
ini salah satunya disebabkan oleh
rendahnya realisasi Belanja Modal.
Hingga akhir Maret 2019, realisasi
Belanja Modal sebesar Rp9,1 triliun atau
4,8 persen dari target APBN atau
menurun 6,7 persen dibandingkan Maret
144,3
98,7
1,6 8,0 9,8
157,3
89,9
1,8
21,4 9,6
PajakPenghasilan
PajakPertambahan
Nilai
PBB dan PajakLainnya
Cukai PajakPerdaganganInternasional
Maret 2018
Maret 2019
Belanja Pemerintah
Pusat
Belanja Transfer Ke
Daerah dan Dana
Desa
Desember 2018
Desember 2019
33
2019. Meskipun realisasi penyerapan
belanja modal relatif menurun, namun
hal ini tidak berarti menurunnya kualitas
belanja produktif Pemerintah. Hingga
akhir Maret 2019, Pemerintah telah
mengalokasikan Belanja Modal untuk
preservasi rekonstruksi serta rehabilitasi
jalan, pembangunan jalan serta
prasarana perkerataapian dan
pembangunan infrastruktur pertanian
(bendungan dan irigasi). Selain itu,
belanja modal juga telah digunakan
untuk akuisisi kebutuhan peralatan dan
mesin bagi Kementerian Pertahanan,
Kepolisian RI, Kementerian Agama serta
Badan Pusat Statistik.
Selanjutnya, penurunan realisasi BPP
hingga Maret 2019 juga disebabkan oleh
rendahnya Belanja Subsidi, yang
mengalami penurunan hingga 13,8
persen dibandingkan dengan Maret
2018. Penurunan kebutuhan Belanja
Subsidi disebabkan oleh penurunan
harga minyak (Indonesia crude price/ICP)
selama triwulan I tahun 2019. Lebih
lanjut, subsidi nonmigas belum
terrealisasi karena masih berlangsungnya
proses administrasi dan verifikasi di
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Meskipun terdapat penurunan, namun
secara umum BPP senantiasa diarahkan
untuk menjaga kualitas dari belanja.
Salah satunya melalui peningkatan
kualitas dan kuantitas Belanja Bantuan
Sosial melalui Program Keluarga
Harapan, Bantuan Pangan Non-Tunai,
Program Indonesia Pintar, dan Penerima
Bantuan Iuran. Dengan program-
program ini, kualitas BPP dapat
senantiasa terjaga.
Adapun belanja TKDD sampai dengan
triwulan I tahun 2019 telah mencapai
Rp191,3 triliun, atau meningkat 3,0
persen dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2018. Sama seperti
BPP, realisasi TKDD terhadap target
APBN hingga Maret 2019 lebih rendah
dibandingkan dengan Maret 2018.
Adapun hingga Maret 2019, realisasi
TKDD terhadap target APBN mencapai
23,1. persen sedangkan sampai dengan
Maret 2018 sebesar 24,2 persen. Relatif
rendahnya realisasi komponen Dana
Perimbangan dan Dana Desa terhadap
target menjadi penyebab dari rendahnya
capaian TKDD terhadap target APBN.
Dana Perimbangan, sebagai komponen
terbesar dari TKDD telah mencapai
Rp176,0 triliun hingga triwulan I tahun
2019 atau tumbuh 3,5 persen
dibandingkan dengan triwulan I tahun
2018. Meskipun tumbuh, namun realisasi
Dana Perimbangan terhadap target
APBN hingga Maret 2019 relatif rendah
dibandingkan periode yang sama tahun
2018. Penurunan realisasi pada seluruh
komponen Dana Perimbangan, menjadi
penyebab dari penurunan ini.
Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai
komponen terbesar dari Dana
Perimbangan sebesar Rp138,4 triliun
atau meningkat 3,8 persen sampai
dengan Maret 2019. Apabila
dibandingkan dengan target APBN,
realisasi DAU hingga Maret 2019 sebesar
33,1 persen, sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan Maret 2018 yaitu
33,2 persen. Adapun Dana Transfer
Khusus (DTK) mengalami penurunan baik
dari segi nominal maupun realisasinya
terhadap APBN. Sampai dengan Maret
2019, DTK telah mencapai Rp17,6 trliun,
turun 11,6 persen dibandingkan Maret
2018. Selain itu, apabila dibandingkan
dengan target APBN, realisasi DTK hingga
34
Maret 2019 sebesar 8,8 persen atau
lebih rendah dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya
yaitu sebesar 10,7 persen. Belum adanya
penyaluran DAK Fisik kepada Pemerintah
Daerah hingga akhir Maret 2019 menjadi
penyebab dari rendahnya realisasi DTK.
Hal ini karena Pemerintah Daerah masih
dalam tahap penyelesaian
pengadaan/lelang, sehingga belum dapat
disampaikan syarat daftar kontrak
kegiatan untuk penyaluran DAK Fisik
tahap pertama.
Tabel 20. Komposisi Transfer ke Daerah dan
Dana Desa (triliun Rupiah)
Keterangan
Maret 2018 Maret 2019
Nominal %
APBN Nominal
% APBN
Transfer Ke Daerah
175,3 24,8 181,2 23,9
Dana Perimbangan
170,1 25,1 176,0 24,3
Dana Bagi Hasil
16,9 18,9 20,0 18,8
Dana Alokasi Umum
133,3 33,2 138,4 33,1
Dana Transfer Khusus
19,9 10,7 17,6 8,8
Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
2,6 12,3 0,2 0,9
Dana Insentif Daerah
2,7 31,8 5,0 50,0
Dana Desa 10,3 17,2 10,1 14,4
Total 185,7 24,2 191,3 23,1
Sumber: Kementerian Keuangan
Lebih lanjut, hingga akhir Maret 2019,
realisasi Dana Desa telah mencapai
Rp10,1 triliun atau 14,4 persen dari
target APBN. Realisasi ini lebih rendah
baik dari segi nominal maupun terhadap
target APBN. Dari segi nominal, realisasi
Dana Desa hingga akhir Maret menurun
1,9 persen. Dari segi realisasi terhadap
target APBN, hingga Maret 2019 Dana
Desa telah mencapai 14,4 persen lebih
rendah dibandingkan Maret 2018 yaitu
sebesar 17,2 persen. Masih adanya
persyaratan administrasi yang belum
dilengkapi oleh Pemerintah Kabupaten
menjadi penyebab utama dari
keterlambatan realisasi Dana Desa.
Berdasarkan performa Penerimaan dan
struktur Belanja Negara diatas, maka
defisit anggaran hingga Maret 2019 telah
mencapai sebesar Rp102,0 triliun.
Besaran defisit ini meningkat 18,7 persen
dibandingkan dengan Maret 2018, yaitu
sebesar Rp85,9 triliun. Meningkatnya
defisit anggaran ini juga berbanding lurus
dengan peningkatan kebutuhan
pembiayaan. Khususnya untuk
pembiayaan utang yang telah mencapai
49,5 persen dari target APBN.
Gambar 23. Perkembangan Realisasi Defisit
APBN
Sumber: Kementerian Keuangan
Tabel 21. Perkembangan Komponen
Pembiayaan (triliun Rp)
Jenis Pembiayaan
Maret-2019 Maret-2019
Nominal %
APBN Nominal
% APBN
Utang (neto) 150,6 37,7 177,9 49,5
Investasi 0,0 0,0 (2,0) 2,64
Pinjaman 0,07 1,01 (1,6) -67,5
Penjaminan - 0,0 - 0,0 Lainnya 0,04 22,6 0,0 0,0
Total (neto) 152,2 46,7 177,5 60,0
Sumber: Kementerian Keuangan
Peningkatan defisit ini juga turut
berdampak pada kenaikan stok utang
-85,800 -102,00
-0,58 -0,63
-2
-1,5
-1
-0,5
0
-550
-500
-450
-400
-350
-300
-250
-200
-150
-100
-50
0
Maret 2018 Maret 2018
Rp Triliun %PDB
35
Pemerintah Pusat, yang telah mencapai
Rp4.567,3 triliun hingga akhir Maret
2019. Meskipun mengalami peningkatan,
namun Pemerintah senantiasa menjaga
utang Pemerintah Pusat pada tingkat
yang berkelanjutan (sustainable). Hal ini
dapat terlihat dari rasio utang
Pemerintah yang masih relatif jauh dari
ambang batas aman yang ditetapkan
oleh UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, yaitu 60,0 persen
PDB.
Gambar 24. Perkembangan Utang Pemerintah
Pusat
Sumber: Kementerian Keuangan
3. Moneter dan Jasa Keuangan
Perkembangan Moneter
BI mempertahankan suku bunga
kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate
sebesar 6,00 persen.
Pada Januari 2019, Bank Indonesia (BI)
mempertahankan suku bunga kebijakan
BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR)
sebesar 6,00 persen. Hingga akhir
triwulan I tahun 2019, Bank Indonesia
tetap mempertahankan besaran BI
7DRR. Langkah ini sejalan dengan upaya
mempertahankan daya tarik aset
keuangan domestik sehingga dapat
mengontrol aliran modal untuk menjaga
stabilisasi nilai tukar Rupiah. Kedepan,
Bank Indonesia memiliki ruang untuk
melakukan pelonggaran kebijakan
moneter melalui penurunan suku bunga
acuan.
Tabel 22. Suku Bunga Operasi Moneter BI 7
Day Reverse Repo Rate Triwulan I Tahun 2019
(persen)
Tenor Bulan
Jan Feb Mar
7 hari 6,00 6,00 6,00
2 minggu 6,20 6,05 6,05
1 bulan 6,40 6,24 6,25
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Rupiah menguat didukung kondisi
eksternal dan internal.
Langkah kebijakan tersebut mendukung
apreasiasi nilai tukar Rupiah. Penguatan
Rupiah pada triwulan I tahun 2019
ditandai dengan Rupiah yang stabil pada
kisaran Rp14.000 hingga Rp14.200 per
USD selama tiga bulan terakhir. Pada
awal triwulan I tahun 2019 nilai mata
uang Rupiah menguat terhadap Dolar
(USD) mencapai Rp14.390, kemudian
melemah tipis pada pertengahan
Februari hingga ditutup pada Rp14.243
pada akhir Maret 2019. Penguatan
Rupiah pada awal triwulan I tahun 2019
didorong oleh masuknya investasi
portofolio asing ke pasar negara
berkembang yang dipengaruhi
penurunan harga minyak dunia serta
normalisasi kebijakan moneter AS yang
membawa sentimen positif bagi
perekonomian domestik. Dari sisi
internal, penguatan nilai tukar Rupiah
3.165,1 3.515,5
4.010,3 4.418,3
4.567,3
27,5 28,3
29,5 29,8 30,1
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
2000
3000
4000
5000
6000
2015 2016 2017 2018 Maret2019
Utang Pemerintah Pusat
Rasio Utang (%PDB)
36
didukung kinerja ekonomi domestik yang
terus membaik.
Gambar 25. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Sumber: Bloomberg, diolah
Selama triwulan I tahun 2019, nilai
tukar Rupiah REER relatif lebih baik
dibandingkan dengan mata uang
negara peers.
Pada triwulan I tahun 2019, indeks nilai
tukar Rupiah (Real Effective Exchange
Rate/REER) Indonesia adalah 90,38.
Selama periode triwulan I tahun 2019,
nilai REER Indonesia menurun dan
berada dibawah nilai wajarnya (par). Hal
ini berdampak terhadap terjaganya daya
saing Indonesia dalam perdagangan
internasional. Nilai REER Indonesia lebih
rendah dibandingkan negara-negara
sekawasan ASEAN yaitu Thailand,
Singapura, dan Filipina, meski
dibandingkan dengan Malayasia REER
Indonesia lebih tinggi. Nilai REER negara
kawasan ASEAN tertinggi adalah Thailand
sebesar 110,49, Singapura sebesar
108,20, dan Filipina sebesar 105,90.
Gambar 26. Real Effective Exchange Rate
ASEAN-5, Maret 2012 – Maret 2019
(2010=100)
Sumber: Bloomberg, diolah
Likuiditas perekonomian meningkat
sebagai akibat dari peningkatan
pertumbuhan M1.
Secara umum, likuiditas perekonomian
atau uang beredar dalam arti luas (M2)
pada triwulan I tahun 2019 mengalami
pertumbuhan yang meningkat
dibandingkan dengan akhir triwulan IV
tahun 2018. Posisi M2 pada akhir
triwulan I tahun 2019 tumbuh 6,99
persen (YoY) sebesar Rp5.745,06 triliun,
lebih tinggi dibanding pertumbuhan
triwulan IV tahun 2018 yang mencapai
6,29 persen.
Peningkatan pertumbuhan M2
dipengaruhi peningkatan komponen
uang beredar dalam arti sempit (M1).
Selama triwulan I tahun 2019,
pertumbuhan M1 adalah sebagai
berikut: 3,83 persen pada Januari, 2,65
persen pada November, dan 4,80 persen
pada Desember. PertumbuhanM2
didukung peningkatan komponen giro
12.500
13.000
13.500
14.000
14.500
15.000
15.500
Jan
-17
Ap
r-1
7
Jul-
17
Okt
-17
Jan
-18
Ap
r-1
8
Jul-
18
Okt
-18
Jan
-19
USD
- ID
R (
Ru
pia
h)
USD-IDR…
90,38
110,49
89,05
105,8
108,2
80
85
90
95
100
105
110
115
120
Ind
eks
INDONESIA THAILAND
MALAYSIA FILIPINA
SINGAPURA
Rp 14.243 31 Mar 2019
Rp 14.390 1 Jan 2019
37
Rupiah. Komponen lain yang
berkontribusi terhadap peningkatan
likuiditas perekonomian adalah surat
berharga selain saham.
Pertumbuhan uang kuasi yang
cenderung stabil menahan laju
pertumbuhan M2. Selama triwulan I,
peningkatan pertumbuhan uang kuasi
sebagai berikut: 6,04 persen pada
Januari, 7,06 persen pada Februari, dan
6,99 persen pada Maret. Faktor lain yang
meredam pertumbuhan M2 pada akhir
triwulan I adalah pertumbuhan kredit
yang hanya mencapai 11,5 persen,
menurun dari Februari sebesar 12 persen
dan Januari sebesar 11,9 persen.
Gambar 27. Perkembangan Uang Beredar
Triwulan I Tahun 2019
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Inflasi mencapai tingkat terendah
dalam sepuluh tahun terakhir.
Sepanjang awal tahun 2019, inflasi
berada dalam rentang target yang
ditetapkan yakni ± 3,5 persen. Terpantau
pada bulan Januari-Maret 2019, inflasi
tahunan (YoY) masing-masing sebesar
2,82 persen, 2,57 persen dan 2,48
persen. Selanjutnya, jika dilihat secara
bulanan (MtM) pergerakan inflasi setiap
bulan sebesar 0,32 persen, -0,08 persen,
dan 0,35 persen.
Tabel 23. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I
Tahun 2019
Persentase (%)
Jan Feb Mar
Year-on-Year (YoY) 2,82 2,57 2,48
Month-to-month (MtM) 0,32 -0,08 0,11
Year-to-Date (YtD) 0,32 0,24 0,35
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi komponen volatile foods (MtM)
mengalami inflasi pada Januari sebesar
0,97, kemudian pada Februari hingga
Maret secara berturut-turut mengalami
deflasi sebesar 1,30 dan 0,02. Deflasi
dipengaruhi turunnya harga-harga
pangan utama akibat siklus musim
panen. Rendahnya harga pangan
dipengaruhi lonjakan pasokan akibat
siklus musim panen. Secara tahunan
(YoY), inflasi komponen volatile foods
pada triwulan I tahun 2019 mengalami
penurunan berturut-turut sebesar 1,76
persen, 0,33 persen, dan 0,16 persen.
Sementara itu, komponen administered
prices (MtM) mengalami deflasi pada
Januari sebesar 0,12, selanjutnya pada
Februari dan Maret mengalami inflasi
secara berturut-turut sebesar 0,06
persen dan 0,08 persen. Peningkatan
tarif angkutan udara secara persisten
memberikan andil terhadap inflasi
administered price. Berdasarkan data
tahunan (YoY) inflasi komponen
administered price (YoY) pada triwulan I
tahun 2019 menurun secara berturut-
turut sebesar 3,39 persen, 3,38 persen,
3,25 persen.
5,51% 5,98%
6,49%
3,83%
2,65%
4,80%
6,04%
7,06% 6,99%
2%
4%
6%
8%
Jan Feb Mar
Pe
rtu
mb
uh
an Y
oY
(%
)
Pertumbuhan M2, %YoY
Pertumbuhan M1, %YoY
Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY
38
Komponen inti (MtM) mengalami
penurunan dari Januari-Maret 2018,
secara berturut-turut sebesar 0,30
persen, 0,26 persen dan 0,16 persen.
Berdasarkan data tahunan (YoY) inflasi
inti pada Januari-Februari 2019 stabil
pada 3,06 persen kemudian turun
menjadi 3,03 persen pada Maret 2019.
Inflasi inti yang terjaga diatas level 3,00
persen mencerminkan fundamental
inflasi relatif stabil dan baik. Dengan
demikian, meskipun berdasarkan data
bulanan (MtM) inflasi inti menurun,
namun secara tahunan (YoY) stabil.
Tabel 24. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan
Komponen
Komponen
Inti Volatile Foods
Adinistered Price
YoY (%)
Jan 3,06 1,76 3,39 Feb 3,06 0,33 3,38 Mar 3,03 0,16 3,25
MtM (%)
Jan 0,30 0,97 -0,12
Feb 0,26 -1,30 0,06
Mar 0,16 -0,02 0,08
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi yang semakin menurun pada
triwulan I tahun 2019 utamanya
dipengaruhi penurunan harga pada
Kelompok Bahan Makanan mengikuti
siklus panen. Lonjakan pasokan
menyebabkan harga komoditas pangan
menurun. Kelompok lain yang
berkontribusi terhadap penurunan inflasi
adalah Kelompok Perumahan, Air, Listrik,
Gas, dan Bahan bakar. Penurunan harga
minyak dunia dan batu bara yang diiringi
penguatan nilai tukar Rupiah menahan
laju inflasi harga energi.
Inflasi pada kelompok Transpor,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan
utamanya dipengaruhi peningkatan
harga tarif angkutan udara dengan pola
tidak wajar. Selanjutnya, inflasi
kelompok makanan jadi, minuman,
rokok, dan tembakau dipengaruhi
peningkatan harga rokok kretek filter.
Kelompok pengeluaran lain yang
menyumbang inflasi adalah kelompok
kesehatan dan kelompok sandang.
Tabel 25. Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM),
Januari–Maret 2019
Kelompok Pengeluaran Persentase (%)
Jan Feb Mar
UMUM (headline) 0,32 -0,08 0,11
Bahan Makanan 0,92 -1,11 -0,01
Transpor, Komunikasi, dan
Jasa Keuangan -0,16 0,05 0,10
Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau 0,27 0,31 0,21
Kesehatan 0,27 0,36 0,24
Perumahan, Air, Listrik,
Gas, dan Bahan bakar 0,28 0,25 0,11
Pendidikan, Rekreasi, dan
Olah raga 0,24 0,11 0,06
Sandang 0,47 0,27 0,23
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Setelah diteliti lebih lanjut, deflasi pada
kelompok pengeluaran bahan makanan
tercermin pada penurunan indeks harga
pangan strategis nasional. Secara umum
indeks harga komoditas bahan-bahan
pokok nasional menurun. Pada triwulan I
tahun 2019, indeks harga komoditas
bahan-bahan pokok nasional cenderung
menurun. Cabai merah mengalami
penurunan harga terendah, diikuti
daging ayam dan cabai rawit.
39
Gambar 28. Perkembangan Indeks Harga
Pangan Strategis Nasional Januari–Maret 2019,
(2019=100)
Sumber: Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
Nasional
Penurunan harga mayoritas komoditas
pangan pokok pada triwulan I tahun
2019 utamanya disebabkan lonjakan
pasokan. Penurunan inflasi harga bahan
makanan bersifat temporer, menimbang
pada akhir April inflasi kelompok bahan
makanan dan makanan jadi akan kembali
meningkat akibat naiknya permintaan
masyarakat di Indonesia menjelang
bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Sektor Jasa Keuangan
Kinerja sektor jasa keuangan tetap
terjaga, ditopang oleh kinerja
perbankan dan lembaga keuangan
nonbank yang mengalami peningkatan
serta kinerja pasar modal yang tetap
terkendali .
Perbankan Konvensional Kinerja
perbankan konvensional secara umum
mengalami peningkatan pada triwulan I
tahun 2019. Hal tersebut tercermin dari
peningkatan rasio kecukupan modal,
perbaikkan fungsi intermediasi, dan
kualitas penyaluran kredit yang relatif
baik. Rasio kecukupan modal (CAR)
mengalami peningkatan, yaitu dari 23,0
pada triwulan IV tahun 2018 menjadi
23,4 pada triwulan I tahun 2019, berada
jauh diatas ketentuan minimum yaitu 8
persen. Selain itu, fungsi intermediasi
perbankan konvensional juga meningkat,
yang tercermin dari menurunnya rasio
LDR pada triwulan I tahun 2019, meski
masih sedikit melampaui threshold yang
ditentukan. Indikator selanjutnya adalah
rasio kredit bermasalah (Non-Performing
Loan/ NPL). Pada triwulan I tahun 2019,
rasio kredit bermasalah tetap stabil di
angka yang rendah, meskipun sedikit
meningkat jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Gambar 29. Kinerja Perbankan Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)
100,42 100,81
88,92
92,56
99,92
100,82
90,69
89,27
97,62
119,35
70
80
90
100
110
120
130
Jan-19 Feb-19 Mar-19
Ind
eks
Har
ga
Minyak Goreng Daging Sapi
Daging Ayam Telur Ayam
Beras Medium Gula Pasir
Cabai Rawit Cabai Merah
Bawang Merah Bawang Putih
I IV I
2018 2018 2019
LDR 90% 95% 94%
NPL 03% 02% 03%
CAR 23% 23% 23%
00%
05%
10%
15%
20%
25%
87%
88%
89%
90%
91%
92%
93%
94%
95%
96%
NP
L d
an C
AR
(%
)
LDR
(%
)
40
Selanjutnya, kinerja perbankan
konvensional juga didukung oleh Dana
Pihak Ketiga (DPK) dan kredit yang
tumbuh positif. Pada triwulan I tahun
2019, DPK tumbuh sebesar 7,5 persen
(YoY), lebih tinggi jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang hanya
tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY). Secara
umum, peningkatan pertumbuhan
tersebut didorong oleh pertumbuhan
deposito yang merupakan komponen
terbesar DPK, serta diikuti oleh
pertumbuhan giro yang juga
berkontribusi dalam peningkatan
pertumbuhan total DPK.
Gambar 30. Pertumbuhan DPK Bank
Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)
Gambar 31. Pertumbuhan Kredit Bank
Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)
Sejalan dengan hal tersebut, peningkatan
pertumbuhan DPK diimbangi juga oleh
pertumbuhan kredit yang positif. Pada
triwulan I tahun 2019, pertumbuhan
kredit bahkan tetap stabil tumbuh dua
digit sejak pertengahan tahun 2018,
meskipun sedikit melambat jika
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan kredit
tersebut didorong oleh jenis kredit
investasi yang tumbuh cukup tinggi, yaitu
13,6 persen (YoY) pada triwulan I tahun
2019. Sementara jenis kredit yang lain
yaitu kredit konsumsi dan kredit modal
kerja juga tumbuh positif, meskipun
sedikit melambat jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Apabila
ditinjau lebih lanjut, secara sektoral,
penyaluran kredit perbankan mengalami
peningkatan hampir pada semua sektor
pada triwulan I tahun 2019. Peningkatan
terbesar terjadi pada sektor
pertambangan dan penggalian yaitu
sebesar 31,5 persen (YoY) dan sektor
konstruksi yaitu sebesar 27,1 persen
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
5.100
5.200
5.300
5.400
5.500
5.600
5.700
5.800
I IV I
2018 2018 2019
Per
tum
bu
han
DP
K (
%)
Tota
l DP
K (
Rp
)
Total DPK (Rp)Pertumbuhan Total DPKPertumbuhan DepositoPertumbuhan TabunganPertumbuhan Giro
0%
5%
10%
15%
4.300
4.500
4.700
4.900
5.100
5.300
5.500
I IV I
2018 2018 2019
Per
tum
bu
han
Kre
dit
(%
)
Tota
l Kre
dit
(R
p T
riliu
n)
Total Kredit (Rp)Pertumbuhan Tot. KreditPertumbuhan KIPertumbuhan KMK
41
(YoY). Dari sisi volume, sektor
perdagangan besar dan eceran masih
mendominasi penyerapan kredit dengan
kontribusi sebesar 25,6 persen atau
Rp972.700 miliar, dan selanjutnya diikuti
oleh sektor industri pengolahan sebesar
9,3 persen atau Rp384.080 miliar.
Penyaluran KUR (Kredit Usaha Rakyat)
atau pembiayaan yang diberikan oleh
perbankan kepada UMKMK, pada
triwulan I tahun 2019, mencapai Rp38
triliun atau telah mencapai 27 persen
dari target yang ditetapkan sebesar
Rp140 triliun. Proporsi KUR terbesar
disalurkan ke sektor nonproduksi, yaitu
sebesar 59 persen, sementara 41 persen
selebihnya disalurkan ke sektor
nonproduksi. KUR telah disalurkan
kepada 1,3 juta debitur dengan rasio
tingkat kredit macet sebesar 0 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa nasabah
penerima KUR dapat mengembalikan
dana pinjaman dengan tepat waktu.
Selanjutnya jika ditinjau lebih lanjut,
penyaluran KUR masih didominasi oleh
skema KUR Mikro (65,2 persen), lalu
diikuti dengan skema KUR Kecil (34,4
persen) dan KUR TKI (0,35 persen).
Tabel 26. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun 2018-2019
(miliar Rupiah)
Sektor 2018 2019
I IV I
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 319.600 354.878 354.080
Perikanan 10.639 12.137 12.343
Pertambangan dan Penggalian 104.750 137.912 137.750
Industri Pengolahan 793.325 899.088 868.891
Listrik, gas dan air 154.238 170.190 186.861
Konstruksi 254.714 316.097 323.777
Perdagangan Besar dan Eceran 885.838 975.995 972.700
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum
97.367 99.751 100.369
Transportasi, pergudangan dan komunikasi 192.105 217.323 213.971
Perantara Keuangan 211.490 244.486 232.258
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan
225.520 248.218 253.836
Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
21.981 25.068 26.006
Jasa Pendidikan 10.166 12.322 12.664
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 19.799 22.698 23.117
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya
70.715 79.914 81.217
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 2.703 2.715 2.734
Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya
152 173 172
Kegiatan yang belum jelas batasannya 3.488 2.257 1.593
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (31 Maret 2019)
42
Sumber: Kemenko Perekonomian (31 Maret
2019)
Sementara dari segi sektor penerima
KUR, penyaluran KUR masih didominasi
oleh sektor perdagangan yaitu sebesar
59,6 persen, kemudian diikuti oleh
sektor pertanian, perburuan, dan
kehutanan yaitu sebesar 23,4 persen.
Gambar 33. Pertumbuhan Total Aset Industri
Asuransi 2018-2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Asuransi. Kinerja industri asuransi pada
triwulan I tahun 2019 meningkat setelah
mengalami perlambatan pertumbuhan
pada akhir tahun 2017. Hal tersebut
salah satunya didorong oleh percepatan
pertumbuhan aset industri asuransi.
Total aset industri asuransi pada triwulan
I tahun 2019 sebesar Rp1.249,2 triliun,
atau tumbuh sebesar 3,3 persen (QtQ)
dibandingkan dengan triwulan IV tahun
2018.
Gambar 34. Perkembangan Jumlah Aset Bersih
dan Jumlah Investasi Dana Pensiun 2018-2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Dana Pensiun. Pada triwulan I tahun
2019, industri dana pensiun mengalami
perkembangan yang positif, salah
satunya tercermin dari peningkatan
jumlah aset neto dan jumlah investasi
dana pensiun. Jumlah investasi dana
pensiun pada triwulan I tahun 2019
mencapai Rp266,3 miliar atau tumbuh
sebesar 3,6 persen (YoY) bila
dibandingkan dengan triwulan I tahun
2018. Sejalan dengan hal tersebut,
jumlah aset neto pada dana pensiun juga
mengalami peningkatan sebesar 4,4
persen (YoY) apabila dibandingkan
dengan triwulan I tahun 2018.
Pasar Modal. Kinerja pasar modal pada
triwulan I tahun 2019 relatif membaik
jika dibandingkan dengan kondisi tahun
2018 yang cukup berfluktuasi, terutama
karena pengaruh ketidakpastian global.
Kinerja pasar modal yang atraktif
ditandai dengan masuknya dana asing
0,0%
0,5%
1,0%
1,5%
2,0%
2,5%
3,0%
3,5%
1.080
1.100
1.120
1.140
1.160
1.180
1.200
1.220
1.240
1.260
I IV I
2018 2019
Total Aset (Dalam Triliun Rp)
Pertumbuhan Aset Industri (QtQ)
252
254
256
258
260
262
264
266
268
0
50
100
150
200
250
300
I IV I
2018 2019
Rp
Mili
ar
Rp
Mili
ar
Jumlah Aset Neto Jumlah Investasi
Capaian Sektor
Produksi
Capaian Sektor Non
Produksi
Januari-Maret 2019
15 triliun
(41%)
22 triliun
(59%)
Gambar 32. Capaian Penyaluran KUR
43
dalam jumlah besar (capital Inflow) sejak
awal tahun 2019.
Pada pasar saham, kondisi pasar saham
mengalami penguatan pada triwulan I
tahun 2019, setelah sempat melemah
pada pertengahan tahun 2018. Hal
tersebut salah satunya ditunjukkan oleh
perkembangan nilai kapitalisasi pasar
dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) yang positif. IHSG ditutup pada
level 6.525,2 pada triwulan I tahun 2019,
atau tumbuh sebesar 5,4 persen (YoY)
dibandingkan dengan triwulan I tahun
2018.
Gambar 35. Perkembangan IHSG dan Nilai
Kapitalisasi Pasar Saham 2018-2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Sejalan dengan peningkatan IHSG, nilai
kapitalisasi pasar saham juga mengalami
pertumbuhan positif setelah sempat
menurun pada triwulan IV tahun 2018.
Nilai kapitalisasi pasar saham pada
triwulan I tahun 2019 sebesar Rp7.356,4
triliun, atau tumbuh sebesar 6,8 persen
(YoY) jika dibandingkan dengan nilai
pada triwulan I tahun 2018.
Gambar 36. Perkembangan Obligasi Korporasi
2018-2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Sementara pada pasar obligasi korporasi,
kondisi pasar obligasi korporasi kembali
menguat pada awal tahun 2019, setelah
sempat mengalami perlambatan
pertumbuhan pada akhir tahun 2018.
Pada triwulan I tahun 2019, total nilai
obligasi korporasi tercatat sebesar
Rp424,1 triliun, meningkat jika
dibandingkan dengan triwulan I tahun
2018 yang hanya mencapai Rp400,9
triliun.
Perbankan Syariah. Perbankan Syariah
pada triwulan I tahun 2019 mengalami
peningkatan kinerja yang cukup baik.
Dari sisi likuiditas, kondisi likuiditas
perbankan syariah cukup memadai,
ditunjukkan oleh besaran Financing to
Deposit Ratio (FDR) yang terjaga pada
kisaran 80–90 persen, meskipun sedikit
menurun jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Selanjutnya dari
sisi kualitas pembiayaan, kualitas
pembiayaan cukup stabil, tercermin dari
nilai Non-Performing Financing (NPF)
6.600
6.700
6.800
6.900
7.000
7.100
7.200
7.300
7.400
6.000
6.100
6.200
6.300
6.400
6.500
6.600
I IV I
2018 2019
Nila
i Kap
ital
isas
i Pas
ar
(tri
liun
Ru
pia
h)
IHSG
(R
p)
Nilai Kapitalisasi Pasar IHSG
385
390
395
400
405
410
415
420
425
430
I IV I
2018 2019tr
iliu
n R
up
iah
44
perbankan syariah yang tidak banyak
berubah, yaitu dari 3,3 persen pada
triwulan IV tahun 2018, menjadi 3,4
persen pada triwulan I tahun 2019. Dari
sisi permodalan, kondisi permodalan
perbankan syariah mengalami
peningkatan, tercermin dari nilai Capital
Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat
sebesar 1,83 persen (QtQ) pada triwulan
I tahun 2019.
Gambar 37. Perkembangan Kinerja Perbankan
Syariah 2018-2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: Angka triwulan I tahun 2019
merupakan angka bulan Februari
Kegiatan intermediasi perbankan syariah
pada bulan Februari 2019 mengalami
peningkatan. Kondisi ini tercermin dari
pembiayaan perbankan syariah yang
tumbuh sebesar 11,99 persen (YoY) pada
Februari 2019, meskipun sedikit
melambat jika dibandingkan dengan
triwulan IV tahun 2018. Jika ditinjau lebih
lanjut, pembiayaan oleh Unit Usaha
Syariah (UUS) paling dominan
menyumbang pertumbuhan pembiayaan
perbankan syariah, yaitu sebesar 23,69
persen (YoY). Sementara Bank Umum
Syariah (BUS) hanya tumbuh sebesar
6,04 persen (YoY).
Gambar 38. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
dan Kredit Perbankan Syariah 2018 – 2019
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: Angka triwulan I tahun 2019
merupakan angka bulan Februari
Dari jenis penggunaan, pertumbuhan
pembiayaan untuk investasi
mendominasi pertumbuhan pembiayaan
bank syariah secara umum. Sementara
itu, di saat yang sama Dana Pihak Ketiga
(DPK) perbankan syariah tumbuh sebesar
0,77 persen (QtQ) atau sebesar 10,24
persen (YoY). Komposisi DPK perbankan
syariah ditopang oleh DPK pada Unit
Usaha Syariah yang tumbuh signifikan
sebesar 20,63 persen (YoY).
I IV I*
2018 2019
FDR 84,32 88,18 85,67
CAR 18,47 20,39 20,30
NPF 3,86 3,26 3,44
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
82,00
83,00
84,00
85,00
86,00
87,00
88,00
89,00C
AR
& N
PF
(%)
FDR
(%
)
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
16,0
18,0
20,0
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
I IV I
2018 2019
Pe
rtu
mb
uh
an (%
)
Trill
iun
(R
P)
DPK
Pembiayaan
Pertumbuhan DPK (YoY)
Pertumbuhan Pembiayaan (YoY)
45
Tabel 27. Perkembangan Pembiayaan
Perbankan Syariah 2018 –2019
(miliar Rupiah)
Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad
2018 2019
I IV I
Pembiayaan Investasi
67.502 75.730 76.241
Pembiayaan Modal Kerja
97.471 105.055 104.236
Pembiayaan Konsumsi
121.648 139.408 140.506
Total Pembiayaan
286.621 320.193 320.983
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: Angka triwulan I tahun 2019
merupakan angka bulan Februari
Secara umum, jumlah pembiayaan bank
syariah yang disalurkan kepada
masyarakat mengalami pertumbuhan
yang relatif pesat pada triwulan I tahun
2019. Pertumbuhan pembiayaan bank
syariah pada triwulan I tahun 2019
mencapai 13,79 persen (YoY) atau 2,71
persen lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan pembiayaan terbesar
disumbangkan oleh pembiayaan
konsumsi sebesar 17,11 persen (YoY)
atau meningkat sebesar 2,58 persen
(QtQ). Kondisi ini didorong oleh
pertumbuhan kredit pembiayaan
perumahan atau KPR. Sementara itu,
jenis Pembiayaan Investasi dan
Pembiayaan Modal Kerja juga mengalami
pertumbuhan pada periode yang sama.
Pembiayaan Investasi dan Pembiayaan
Modal Kerja masing-masing tumbuh
sebesar 12,73 persen (YoY) dan 10,31
persen (YoY).
Tabel 28. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Tahun 2018-2019 (miliar Rupiah)
Sektor 2018 2019
I IV I
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 10.238 11.846 11.361
Perikanan 1.048 1.186 1.174
Pertambangan dan Penggalian 6.551 5.562 5.196
Industri Pengolahan 21.440 23.210 25.067
Listrik, gas dan air 11.266 14.635 16.334
Konstruksi 20.819 23.701 26.720
Perdagangan Besar dan Eceran 31.920 33.781 33.343
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum
3.657 4.454 4.660
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 9.645 9.177 9.121
Perantara Keuangan 17.794 18.498 17.528
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 12.089 13.218 12.896
Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
9 4 9
Jasa Pendidikan 4.940 5.026 5.501
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.963 4.345 4.901
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya
4.953 5.644 5.477
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 323 369 372
Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya
0 0 -
Kegiatan yang belum jelas batasannya 1.238 878 816
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: Angka triwulan I ahun 2019 merupakan angka bulan Februari
46
Ditinjau secara sektoral, sektor
Perdagangan Besar dan Eceran serta
sektor Kontruksi masih mendominasi
penyerapan pembiayaan yang disalurkan
yaitu masing-masing sebesar 19,24
persen dan 13,50 persen dari total
pembiayaan. Nilai penyaluran ke sektor
Perdagangan Besar dan Eceran serta
sektor Kontruksi masing-masing sebesar
Rp33.343 miliar dan Rp26.720 miliar.
Sementara itu, sektor dengan kontribusi
penyaluran terendah adalah sektor
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib dengan nilai
pembiayaan sebesar Rp9 miliar. Adapun
dari sisi pertumbuhan, pembiayaan
sektor Listrik, Gas dan Air tumbuh
sebesar 45 persen (YoY).
Gambar 39. Perkembangan Nilai Kapitalisasi
Pasar Saham ISSI dan JII 2018-2019
(dalam juta Rupiah)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Pasar Modal Syariah. Seiring dengan
penguatan Indeks Harga Saham
Gabungan, Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index
(JII) juga turut mengalami penguatan
pada triwulan I tahun 2019. Nilai
kapitalisasi ISSI meningkat relatif kuat
hingga Rp3.798 triliun, atau tumbuh 3,61
persen dari triwulan sebelumnya (QtQ).
Sementara itu, pada periode yang sama
nilai kapitalisasi saham blue chip JII
menunjukkan penguatan senilai Rp2.302
triliun, atau tumbuh 2,81 persen dari
triwulan sebelumnya (QtQ).
Penguatan nilai kapitalisasi ISSI dan JII
menunjukkan performa kinerja pasar
modal syariah yang baik di tengah
eksposur perekonomian global yang
dinamis seperti terjadinya
proteksionisme beberapa negara
menyusul perang dagang AS dan
Tiongkok, eskalasi krisis di Turki dan
Argentina, serta rencana kenaikan suku
bunga acuan Fed Rate.
Gambar 40. Perkembangan Outstanding Sukuk
Korporasi 2018-2019 (triliun Rupiah)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan dan DJPPR
Kemenkeu
Sejalan dengan tren IHSG, ISSI dan JII,
nilai outstanding sukuk korporasi pada
triwulan I tahun 2019 mengalami
peningkatan yang cukup signifikan
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
I IV I
2018 2019
ISSI JII
0
5
10
15
20
25
30
0
50
100
150
200
250
I IV I
2018 2019
Sukuk korporasi SBSN
47
sebesar 11,91 persen dari triwulan
sebelumnya (QtQ) atau sebesar 44,82
(YoY) menjadi Rp24,62 triliun pada
triwulan I tahun 2019. Kondisi pasar
sukuk korporasi cenderung tumbuh
stabil, hal ini tercermin dari nilai
outstanding yang terus meningkat baik
secara triwulanan maupun tahunan.
Namun demikian, nilai outstanding sukuk
korporasi masih jauh jika dibandingkan
dengan sukuk negara, sehingga pasar
sukuk korporasi masih perlu dilakukan
pendalaman agar dapat memberikan
dukungan pembiayaan bagi
pembangunan ekonomi nasional.
Tabel 29. Pertumbuhan Aset IKNB Syariah
2018–2019 (miliar Rupiah)
Uraian
2018 2019
I IV I
Asuransi Syariah 42.742 41.959 42.692
Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah
22.501 25.730 25.129
Lembaga Pembiayaan Syariah
32.774 25.757 26.098
Lembaga Keuangan Mikro Syariah
116 247 278
Pertumbuhan Aset IKNB (YoY) - (%)
6,01 -2,24 -4,01
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Angka triwulan I tahun 2019
merupakan angka bulan Februari
IKNB Syariah. Pada triwulan I tahun
2019, secara keseluruhan Industri
Keuangan Non-Bank Syariah
menunjukkan perkembangan yang
kurang positif. Kondisi ini tercermin dari
adanya penurunan secara umum pada
jumlah aset Industri Keuangan Non-Bank
Syariah (IKNBS) dibanding triwulan yang
sama tahun sebelumnya. Secara umum,
aset Industri Keuangan Non-Bank Syariah
mengalami penurunan sebesar 3,86
persen menjadi Rp94,20 triliun (YoY).
Apabila ditinjau lebih rinci, Lembaga
Pembiayaan Syariah mengalami
penurunan aset secara signifikan sebesar
20,37 persen dibanding triwulan yang
sama tahun sebelumnya (YoY), atau dari
Rp32,77 triliun pada triwulan I tahun
2018 menjadi Rp26,10 triliun pada
triwulan I tahun 2019.
Walaupun secara umum total aset IKNB
menurun, aset Lembaga Keuangan Mikro
Syariah meningkat paling tinggi yaitu
sebesar 140,59 persen menjadi Rp278
miliar (YoY). Diikuti oleh peningkatan
pada aset Lembaga Jasa Keuangan
Khusus Syariah sebesar 11,68 persen
menjadi Rp25,13 triliun (YoY) sisanya
aset Asuransi Syariah turun sebesar 0,12
persen menjadi Rp42,69 triliun (YoY).
4. Eksternal
Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran surplus, ditopang
surplus transaksi modal dan finansial
yang lebih besar dari defisit transaksi
berjalan.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
pada triwulan I tahun 2019 mengalami
surplus sebesar USD2,4 miliar. Kinerja
tersebut meningkat dibandingkan
dengan triwulan I tahun 2018 yang
defisit sebesar USD3,8 miliar namun
lebih rendah dari triwulan IV tahun 2018
yang sebesar USD5,4 miliar. Surplus NPI
pada triwulan ini terjadi seiring
48
membaiknya defisit neraca transaksi
berjalan serta diimbangi dengan surplus
transaksi modal dan finansial yang cukup
tinggi. Neraca transaksi modal dan
finansial surplus sebesar USD10,1 miliar,
lebih tinggi dibandingkan triwulan I
tahun 2018 (USD2,3 miliar).
Gambar 41. Perkembangan Neraca
Pembayaran Indonesia (miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
Defisit neraca transaksi berjalan pada
triwulan ini sebesar USD6,9 miliar, lebih
baik dari triwulan sebelumnya yang
defisit hingga USD9,2 miliar. Di tengah
lesunya perekonomian dunia dan
turunnya harga komoditas, penurunan
defisit tersebut terutama disebabkan
oleh penurunan impor yang lebih dalam
dibandingkan penurunan ekspor. Hal ini
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah
yang melakukan upaya pengendalian
impor atas beberapa komoditas sejak
akhir tahun 2018.
Neraca perdagangan nonmigas
meningkat, defisit perdagangan migas
membaik.
Neraca perdagangan barang surplus
sebesar USD1,1 miliar, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
defisit USD2,6 miliar namun lebih rendah
dari triwulan I tahun 2018 (USD2,3
miliar). Neraca perdagangan nonmigas
meningkat tajam menjadi USD2,5 miliar
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar USD0,09 miliar, meskipun masih
lebih rendah dibandingkan triwulan I
tahun 2018 yang mencapai USD4,4
miliar. Sementara itu, neraca
perdagangan migas masih mengalami
defisit sebesar USD1,9 miliar, membaik
dibandingkan defisit yang terjadi pada
triwulan I tahun 2018 (USD2,4 miliar)
dan triwulan sebelumnya (USD2,8
miliar). Perbaikan tersebut merupakan
disebabkan oleh penerapan kebijakan
energi yang dijalankan oleh pemerintah
untuk membeli minyak mentah dari
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Selain itu, penurunan impor minyak juga
dipengaruhi oleh konsumsi BBM
mengikuti pola musiman.
Defisit neraca perdagangan jasa
melebar.
Pada triwulan I tahun 2019, defisit
neraca perdagangan jasa mencapai
USD1,8 miliar, lebih tinggi dibandingkan
triwulan I tahun 2018 maupun triwulan
sebelumnya yang sebesar USD1,6 miliar.
Kinerja sebagian besar komponen jasa
mengalami penurunan kecuali jasa
transportasi, jasa keuangan, dan jasa
telekomunikasi komputer dan informasi
yang defisitnya lebih baik dari triwulan I
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019
Transaksi Berjalan
Transaksi Modal dan Finansial
Neraca Keseluruhan
Posisi Cadangan Devisa
49
tahun 2018 maupun triwulan
sebelumnya. Meningkatnya defisit
neraca perdagangan jasa dipengaruhi
oleh menurunnya surplus jasa perjalanan
menjadi USD1,4 miliar. Pada triwulan I
tahun 2018 dan triwulan IV tahun 2018,
surplus neraca perjalanan mencapai
USD1,5 miliar. Penurunan tersebut
seiring dengan berkurangnya jumlah
wisatawan mancanegara (wisman) yang
berkunjung ke Indonesia. Tingginya
kunjungan wisman pada periode
sebelumnya yang terkait dengan
penyelenggaraan IMF-World Bank
Annual Meeting serta Asian Games dan
Asian Para Games menyebabkan
penurunan yang drastis pada triwulan I
tahun 2019.
Gambar 42. Neraca Jasa Perjalanan dan
Transportasi
Sumber: Bank Indonesia
Di sisi lain, defisit jasa transportasi juga
mengalami kinerja yang lebih baik. Pada
triwulanI tahun 2019, defisit jasa
transportasi sebesar USD1,86 miliar,
sedikit lebih kecil dibandingkan defisit
pada triwulan I tahun 2018 (USD1,88
miliar) maupun defisit yang terjadi pada
triwulan sebelumnya (USD2,5 miliar).
Perbaikan yang terjadi sesuai dengan
data historis yang mana defisit pada
triwulan pertama selalu lebih kecil dari
triwulan sebelumnya. Kondisi ini
terutama disebabkan oleh menurunnya
pembayaran jasa freight seiring kegiatan
ekspor impor yang belum padat pada
awal tahun.
Gambar 43. Neraca Pendapatan Primer dan
Sekunder
Sumber: Bank Indonesia
Pada triwulan I tahun 2019, neraca
pendapatan primer kembali defisit
sebesar USD8,1 persen, lebih besar dari
triwulan I tahun sebelumnya. Defisit
tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya
defisit pada pendapatan investasi
sebesar USD7,7 miliar. Di sisi lain, neraca
pendapatan sekunder meningkat
menjadi USD1,87 miliar dibandingkan
triwulan I tahun 2018 (USD1,44 miliar).
Peningkatan tersebut didorong oleh
turunnya pembayaran transfer lainnya
menjadi USD0,29 miliar.
-5,0 0,0 5,0
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
20
182
019
Impor Perjalanan Ekspor Perjalanan
Impor Transportasi Ekspor Transportasi
-12,0
-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019
PenerimaanPendapatanPrimer
PembayaranPendapatanPrimer
PenerimaanPendapatanSekunder
PembayaranPendapatanSekunder
50
Gambar 44. Neraca Transaksi Finansial
Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Pertumbuhan transaksi modal dan
finansial didukung optimisme investor.
Transaksi modal dan finansial mencapai
USD10,1 miliar mencerminkan
optimisme investor terhadap
perekonomian domestik. Meskipun jauh
lebih tinggi dari triwulan I tahun 2018
(USD2,3 miliar), namun masih lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mencapai USD15,9
miliar. Hal ini sebagian besar dipengaruhi
oleh turunnya investasi portofolio
sebesar 48 persen (QtQ). Selain itu,
investasi lainnya mengalami defisit
sebesar USD0,58 miliar setelah pada
triwulan sebelumnya surplus hingga
USD3,5 miliar.
Cadangan devisa Indonesia pada
triwulan I tahun 2019 sebesar USD124,5
miliar. Jumlah tersebut setara dengan
pembiayaan 6,8 bulan impor dan utang
luar negeri pemerintah, lebih tinggi dari
standar kecukupan internasional yang
sekitar 3 bulan impor.
Perdagangan
Tabel 30. Neraca Perdagangan dan Tingkat
Pertumbuhan Ekspor Impor
Tahun 2018
Tw-I
2018
Tw-IV
2019
Tw-I
Neraca Perdagangan (Juta USD)
Total 314,4 -4.871,4 -193,4
Migas -2.680,6 -3.094,4 -1.344,0
Non Migas 2.995,0 -1.777,0 1.150,6
Pertumbuhan YoY (%)
Total Ekspor 8,69 -0,70 -8,50
Total Impor 20,05 12,29 -7,40
Ekspor Migas 1,23 8,74 -15,17
Impor Migas 2,35 11,96 -28,98
Ekspor Nonmigas 9,51 -1,68 -7,83
Impor Nonmigas 23,93 12,36 -3,50
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia pada
triwulan I tahun 2019 mengalami defisit
sebesar USD193,4 juta.
Neraca perdagangan Indonesia pada
triwulan I tahun 2019 defisit sebesar
USD193,4 juta. Pada sektor nonmigas,
Indonesia mengalami surplus sebesar
USD1.150,6 juta, namun defisit yang
terjadi pada sektor migas masih lebih
besar yakni USD1.344,0 juta Jika dilihat
dari tingkat pertumbuhannya (YoY),
secara keseluruhan ekspor pada triwulan
I tahun 2019 mengalami penurunan yang
lebih besar daripada impor. Pada sektor
nonmigas, penurunan ekspor lebih besar
daripada penurunan impor, namun
sebaliknya pada sektor migas. Secara
keseluruhan, baik ekspor maupun impor
pada triwulan I tahun 2019 tumbuh
negatif sebesar 8,5 persen dan 7,4
persen (YoY). Hal ini masih tidak lepas
dari pengaruh perlambatan
perekonomian global yang terjadi pada
akhir tahun 2018.
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019
Investasi Langsung Investasi Portofolio
Investasi Lainnya
51
Total ekspor Indonesia pada triwulan I
tahun 2019 sebesar USD40,5 miliar,
turun 8,5 persen.
Total ekspor Indonesia pada triwulan I
tahun 2019 adalah sebesar USD40,5
miliar, turun sebesar 8,5 persen (YoY).
Ekspor nonmigas pada triwulan I tahun
2019 sebesar USD37,1 miliar, lebih kecil
7,8 persen dibandingkan periode yang
sama tahun 2018. Adapun pada ekspor
migas mencapai USD3,4 miliar, turun
sebesar 15,2 (YoY).
Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang,
India, dan Singapura.
Berdasarkan negara tujuan ekspor,
Tiongkok merupakan negara tujuan
ekspor terbesar dengan nilai ekspor
mencapai USD5.236,0 juta atau sebesar
14,12 persen dari total ekspor nonmigas.
Negara tujuan ekspor terbesar lainnya
adalah Amerika Serikat dan Jepang,
masing-masing berkontribusi sebesar
11,23 persen dan 9,18 persen terhadap
total ekspor nonmigas.
Tabel 31. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan
Ekspor Kategori 2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I
Nilai Ekspor (Juta USD)
44.272,9 44.977,3 40.510,2
Migas 4.052,5 4.654,4 3.437,8 Minyak Mentah
1.224,7 1.116 349,3
Hasil Minyak 354,3 391 249,6 Gas 2.473,5 3.147 2.838,9 Nonmigas 40.220,4 40.322,9 37.072,4 Pertanian 774,0 934,2 785,8 Industri 32.039,5 32.396,2 29.922,4 Pertambangan dan lainnya
7.406,9 6.992,5 6.394,2
Pertumbuhan Ekspor (YoY%)
8,79 -1,01 -8,50
Migas 1,80 8,98 -15,17 Minyak Mentah -12,59
-23,25 -71,48
Hasil Minyak -19,24 0,35 -29,57 Gas 15,52 29,69 14,77 Nonmigas 9,44 -2,05 -7,73 Pertanian -9,41 -0,76 1,53 Industri 4,50 -1,30 -6,51 Pertambangan dan lainnya
41,51 -5,17 -14,07
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 32. Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Tujuan Ekspor Utama
Negara
Nilai Ekspor (Juta USD) Pertumbuhan (%) Proporsi thd Total Ekspor
Nonmigas (%)
2018 Tw-I 2018 Tw-IV
2019 Tw-I QtQ YoY
Tiongkok 6.337,7 5.871,5 5.236,0 -10,8 -17,4 14,1 Amerika Serikat
4.421,2 4.473,6 4.164,8 -6,9 -5,8 11,2
Jepang 4.081,0 3.798,0 3.404,5 -10,4 -16,6 9,2 India 3.204,6 3.566,4 3.008,2 -15,7 -6,1 8,1 Singapura 2.442,5 2.316,1 1.998,5 -13,7 -18,2 5,4 Korea Selatan
1.633,8 1.941,5 1.757,7 -9,5 7,6 4,7
Malaysia 1.861,5 1.939,4 1.751,4 -9,7 -5,9 4,7 Filipina 1.523,5 1.629,2 1.602,7 -1,6 5,2 4,3 Thailand 1.462,6 1.329,7 1.393,9 4,8 -4,7 3,8 Vietnam 910,9 1.382,7 1.160,1 -16,1 27,4 3,1
10 Terbesar 27.879.2 28.248,2 25.477,9 -9,8 -8,6 68,7
Lainnya 12.341,2 12.074,7 11.594,5 -3,9 -6,1 31,3 Total Nonmigas
40.220,4 40.322,9 37.072,4 -8,1 -7,8 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
52
Negara tujuan ekspor nonmigas utama
pada triwulan I tahun 2019 antara lain:
Berdasarkan nilai ekspor, golongan
barang Bahan Bakar Mineral dan Lemak
& Minyak Hewan/Nabati berkontribusi
paling besar yakni berturut-turut sebesar
15.26 persen dan 11,66 persen terhadap
total ekspor nonmigas. Kedua golongan
tersebut tumbuh negatif masing-masing
sebesar -9,27 persen dan -16,32 persen
(YoY). Sementara itu, golongan
Kendaraan dan Bagiannya dan golongan
Besi dan Baja justru tumbuh positif yakni
berturut-turut sebesar 8,94 persen dan
30,33 persen YoY.
Tabel 33. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Impor
Kategori 2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I
Nilai Impor (USD Juta)
43,958.50 49,848.70 40,703.60
Barang Konsumsi
3,942.90 4,398.00 3,378.80
Bahan Baku 32,824.50 37,414.90 30,580.60 Barang Modal 7,191.10 8,035.80 6,744.20 Migas 6,733.10 7,748.80 4,781.80 Minyak Mentah 2,353.90 2,207.10 1,160.70 Hasil Minyak 3,715.80 4,734.50 3,112.30 Gas 663.40 807.20 508.80 Non Migas 37,225.40 42,099.90 35,921.80 Pertanian 43,958.50 49,848.70 40,703.60 Industri 3,942.90 4,398.00 3,378.80
Pertumbuhan Impor (YoY%)
20.09 12.17 -7.40
Barang Konsumsi
21.73 10.71 -14.31
Bahan Baku 18.38 13.60 -6.84 Barang Modal 27.55 6.70 -6.21 Migas 2.36 11.10 -28.98 Minyak Mentah 42.61 4.39 -50.69 Hasil Minyak -11.16 16.83 -16.24 Gas -10.96 -0.08 -23.30 Non Migas 23.97 12.37 -3.50
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Total impor Indonesia pada triwulan I
tahun 2019 turun 7,4 persen (YoY).
Nilai total impor Indonesia pada triwulan
I tahun 2019 mencapai USD40,7 miliar,
turun 7,4 persen dibandingkan periode
yang sama tahun 2018. Sementara itu,
nilai impor nonmigas pada triwulan I
tahun 2019 mencapai USD35,9 miliar
atau turun sebesar 3,5 persen
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Adapun pada sektor migas,
nilai impor mencapai USD4,8 miliar atau
turun sebesar 29,0 persen.
Negara asal impor nonmigas utama
adalah Tiongkok, Jepang, Thailand,
Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Berdasarkan negara asal impor, Tiongkok
merupakan negara asal impor nonmigas
terbesar dengan nilai impor mencapai
USD10.419,81 juta atau sebesar 29,01
persen dari total impor nonmigas.
Negara asal impor terbesar lainnya
adalah Jepang dan Thailand, masing-
masing berkontribusi sebesar 11,05
persen dan 6,75 persen terhadap impor
nonmigas.
53
Tabel 34. Perkembangan Niai Impor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Asal Impor Utama
Negara
Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan (%) Proporsi thd Total Impor
Nonmigas (%) 2018 Tw-I
2018 Tw-IV
2019 Tw-I QtQ YoY
Tiongkok 10.164,9 12.755,1 10.419,8 -18,3 2,5 29,0
Jepang 4.331,8 4.643,9 3.970,7 -14,5 -8,3 11,1
Thailand 2.564,5 2.657,9 2.424,1 -8,8 -5,5 6,8
Amerika Serikat
2.137.9 1.670,8 1.954,7 16,9 -8,6 5,4
Korea Selatan 1.934,5 2.037,9 1.838,5 -9,8 -4,9 5,1
Singapura 2.442,2 2.194,2 1.759,8 -19,8 -27,9 4,9
Malaysia 1.482,5 1.701,9 1.481,1 -12,9 -0,1 4,1
India 1.107,5 1.241,4 1.139,5 -8,2 2,9 3,2
Australia 1.135,8 1.405,1 1.035,7 -26,3 -8,8 2,9
Vietnam 968,9 914,8 960,4 4,9 -0,9 2,7
10 Terbesar 28.270,5 31.223,1 26.984,3 -13,6 -4,6 75,1
Lainnya 8.954,9 10.876,8 8.937,5 -17,8 -0,2 24,9
Total Nonmigas
37.225,4 42.099,9 35.921,8 -14,7 -3,5 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kerjasama Ekonomi Internasional
Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Persemakmuran Australia
secara resmi menandatangani
Indonesia-Australia Comprehensive
Economic Partnership Agreement (IA-
CEPA).
Penandatanganan dilakukan pada
tanggal 4 Maret 2019 di Ballroom Hotel
JS Luwansa, Jakarta, oleh Menteri
Perdagangan RI Enggartiasto Lukita dan
Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan
Investasi Australia Simon Birmingham.
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, juga hadir
pada acara penandatanganan tersebut.
Perjanjian IA-CEPA bersifat
komprehensif, berkualitas tinggi, dan
menguntungkan secara ekonomi.
Beberapa poin penting yang dapat
dilakukan kedua negara termasuk
kebijakan bea masuk barang,
perdagangan jasa, perdagangan
elektronik, investasi, dan lainnya.
Sebagai bagian dari perjanjian IA-CEPA,
Australia akan mengeliminasi 100 persen
pos tarif (6.474 pos tarif) menjadi 0
persen. Sementara itu, Indonesia akan
mengeliminasi 94 persen pos tarif secara
bertahap, terutama pada sektor
otomotif, tekstil, alas kaki, agribisnis,
makanan dan minuman, serta furnitur.
Ke depannya, perjanjian IA-CEPA akan
memasukkan ketentuan tentang
langkah-langkah nontarif, termasuk
sanitary, phytosanitary, serta kerjasama
ekonomi dan teknis.
54
Tabel 35. Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia
No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 1993
2 Indonesia-United States Free Trade Agreement Proposed/under study 1997
3 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/under study 2004
4 ASEAN-People's Republic of China Comprehensive Economic
Cooperation Agreement Signed and In Effect 2005
5 Comprehensive Economic Partnership for East Asia
(CEPEA/ASEAN+6) Proposed/under study 2005
6 ASEAN-[Republic of] Korea Comprehensive Economic
Cooperation Agreement Signed and In Effect 2007
7 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 2008
8 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 2008
9 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/under study 2009
10 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 2010
11 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation
Agreement Signed and In Effect 2010
12 India-Indonesia Comprehensive Economic Cooperation
Arrangement Negotiations launched 2011
13 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade
Agreement Negotiations launched 2011
14 Indonesia-Taipei, China FTA Proposed/under study 2011
15 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing
Countries Signed and In Effect 2011
16 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership
Agreement
Negotiations Concluded
(signed 2019) 2018
17 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched 2012
18 Indonesia-Pakistan Free Trade Agreement Signed and In Effect 2013
19 Regional Comprehensive Economic Partnership Negotiations launched 2013
20 Free Trade Area of the Asia Pacific Proposed/under study 2014
21 Indonesia-Peru FTA Proposed/under study 2014
22 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic
Conference Signed but not yet In Effect 2014
23 ASEAN-EU Free Trade Agreement Proposed/under study 2015
24 ASEAN-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement Proposed/under study 2016
25 Eurasian Economic Union-Indonesia Proposed/under study 2016
26 Indonesia-Ukraine Free Trade Agreement Proposed/under study 2016
27 ASEAN-Canada FTA Proposed/under study 2017
28 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017
29 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017
30 Indonesia-Turkey FTA Negotiations launched 2017
31 Indonesia-Gulf Cooperation Council Free Trade Agreement Proposed/under study 2018
55
No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
32 Indonesia-Kenya Free Trade Agreement Proposed/under study 2018
33 Indonesia-Morocco Free Trade Agreement Proposed/under study 2018
34 Indonesia-Mozambique Free Trade Agreement Negotiations launched 2018
35 Indonesia-South Africa Free Trade Agreement Proposed/under study 2018
36 Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2018
Sumber: Asia Regional Integration Center (ADB)
Tabel 36. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat
Keterangan Asal (SKA) Preferensi
Form Nilai Ekspor (Juta USD)
2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I
Form A 6.047,67 15.566,64 7.465,34
Form AANZ 1.044,93 534,39 434,79
Form AI 2.708,01 3.057,58 3.315,89
Form AK 1.661,65 1.737,09 2.693,87
Form COA 4,13 3,22 2,07
Form D 6.145,83 6.419,98 6.758,04
Form E 6.259,61 9.966,79 7.115,03
Form GSTP 4,87 3,60 4,44
Form HANDICRAFT BATIK 0,00 0,00 0,00
Form HANDICRAFT
GOODS 0,00 0,00 0,00
Form HANDICRAFT
PRODUCT 0,55 0,17 0,35
Form ICC 0,00 0,00 0,00
Form IJEPA 1.818,95 1.605,69 1.896,13
Form IP 384,17 442,02 367,80
Sumber: Kementerian Perdagangan
Tabel 37. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat
Keterangan Asal (SKA) Nonpreferensi
Form Nilai Ekspor (Juta USD)
2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I
Form AJCEP 45,5 246,5 226,8
Form ANEXO III 11,9 11,1 12,7
Form B 4.584,1 3.939,5 3.670,6
Form ICO 297,6 241,9 309,3
Form TP 6,9 5,7 6,5
Sumber: Kementerian Perdagangan
56
Tabel 38. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA
Kawasan /
Negara
2017 2018
Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca
KAWASAN ASIA TIMUR
Jepang 4.997,6 4.341,6 656,0 4.225,3 3.978,3 246,9
Korea Selatan 2.120,8 2.232,7 -111,9 2.082,8 2.129,8 -47,1
Tiongkok 6.780,3 10.223,5 -3.443,2 5.753,8 10.507,4 -4.753,6
KAWASAN ASIA TENGGARA
Thailand 1.741,7 2.577,4 -835,7 1.629,9 2.437,6 -807,8
Singapura 3.317,0 4.865,5 -1.548,5 3.160,9 3.603,8 -442,9
Filipina 1.523,9 228,1 1.295,9 1.604,8 207,5 1.397,4
Malaysia 2.306,7 2.183,6 123,1 1.954,4 1.932,3 22,2
Myanmar 273,2 49,7 223,5 200,9 38,3 162,6
Kamboja 114,4 8,3 106,1 138,9 12,4 126,5
Brunei
Darussalam 11,9 1,3 10,6 16,9 8,1 8,8
Laos 1,2 8,1 -6,8 1,8 8,9 -7,2
Vietnam 916,8 969,4 -52,5 1.160,9 960,9 200,0
KAWASAN ASIA SELATAN
India 3.209,2 1.118,7 2.090,5 3.019,7 1.146,0 1.873,7
Pakistan 558,1 137,5 420,6 512,8 92,9 419,9
Bangladesh 482,2 25,3 456,9 628,2 22,1 606,1
KAWASAN EROPA
Turki 352,5 152,6 199,9 275,9 89,3 186,7
KAWASAN AFRIKA
Mesir 247,4 38,3 209,1 292,3 48,9 243,3
Nigeria 94,0 597,2 -503,1 106,3 516,3 -409,9
KAWASAN OCEANIA
Australia 667,8 1.425,7 -757,9 475,1 1.163,9 -688,9
Selandia Baru 119,6 196,7 -77,1 101,2 170,9 -69,7
KAWASAN TIMUR TENGAH
Iran 94,3 168,5 -74,2 18,9 7,2 11,7
Sumber: Badan Pusta Statistik, diolah
57
58
Wa
59
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global
Pertumbuhan ekonomi dunia pada
tahun 2019 diprediksi masih melambat
Uni Eropa dan Tiongkok telah
mengumumkan pemangkasan target
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019.
Tiongkok menetapkan target
pertumbuhan ekonominya menjadi 6,0-
6,5 persen pada tahun 2019. Sementara
Eropa memperkirakan perekonomiannya
akan tumbuh melambat sebesar 1,3
persen, menyusul perlambatan aktivitas
ekonomi Jerman dan isu Brexit yang
belum berakhir.
IMF memprediksi perekonomian global
hanya mampu tumbuh hingga 3,5 persen
pada tahun 2019. Proyeksi tersebut lebih
rendah 0,2 persen dari proyeksi yang
dikeluarkan bulan Oktober 2018. World
Bank mengeluarkan prediksi yang lebih
rendah dengan perekonomian global
pada tahun 2019 tumbuh hanya sebesar
2,9 persen. Sementara pertumbuhan
negara-negara maju diproyeksikan
sebesar 2 persen pada tahun 2019.
Perekonomian AS pada tahun 2019
diperkirakan tumbuh melambat sebesar
2,5 persen. Hal tersebut diperkirakan
terjadi karena memudarnya stimulus
fiskal. Di sisi lain, peningkatan tarif
perdagangan akan membebani kinerja
ekspor dan impor.
Pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa
pada tahun 2019 diperkirakan sebesar
1,6 persen. Pertumbuhan pada tahun
2020 diperkirakan lebih lambat. Proyeksi
pertumbuhan yang menurun sebagai
dampak dari perlambatan ekonomi
negara-negara di kawasan Eropa
diantaranya Jerman, Perancis, dan Italia.
Peningkatan pengeluaran Jerman akan
memperkecil surplus, sementara defisit
yang terjadi di Perancis dan Italia
diprediksi meningkat.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi
Tiongkok pada tahun 2019 sebesar 6,2
persen. Proyeksi dengan pertumbuhan
yang melambat tersebut merupakan
dampak dari berlanjutnya proses
penyeimbangan kembali aktivitas
perekonomian domestik maupun
eksternal.
Tabel 39. Proyeksi Pertumbuhan Menurut
Kawasan
Kawasan 2019 2020
Asia Timur dan Pasifik 6,0 6,0 Eropa dan Asia Tengah 2,3 2,7 Amerika Latin dan Karibia 1,7 2,4 Timur Tengah dan Afrika Utara
1,9 2,7
Asia Selatan 7,1 7,1 Afrika Sub-Sahara 3,4 3,6
Global 2,9 2,8
Sumber: World Bank
World Bank memproyeksikan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2019 sebesar 5,2 persen dan
meningkat pada tahun 2020 menjadi 5,3
persen. Ekspansi ekonomi Thailand
diperkirakan melambat menjadi 3,8
persen. Kawasan Asia Timur dan Pasifik
sendiri diprediksi masih menjadi salah
satu kawasan dengan pertumbuhan
tercepat, stabil pada angka 6 persen
pada tahun 2019.
Kawasan Eropa dan Asia Tengah
diprediksi melambat menjadi 2,3 persen
disebabkan pertumbuhan beberapa
negara besar yang melambat. Kawasan
60
dengan pertumbuhan ekonomi tercepat
yakni Asia Selatan diprediksi meningkat
menjadi 7,1 persen pada tahun 2019.
Perekonomian kawasan Amerika Latin
dan Karibia, Timur Tengah dan Afrika
Utara, serta Afrika Sub-Sahara juga
diprediksi tumbuh lebih cepat.
Perkiraan Perekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia pada tahun
2019 diprediksi masih tumbuh positif
dan stabil.
Dengan melihat berbagai kondisi pada
triwulan I tahun 2019, pertumbuhan
ekonomi 2019 diproyeksikan mencapai
5,2 persen, lebih rendah dari target
APBN yaitu 5,3 persen. Proyeksi tersebut
sejalan dengan proyeksi beberapa
lembaga internasional, seperti IMF,
World Bank, dan OECD. Namun,
konsensus ekonom market
memperkirakan pertumbuhan ekonomi
yang lebih rendah, yakni sebesar 5,1
persen.
Tabel 40. Konsensus Proyeksi Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia
Lembaga 2019
IMF1) 5,2
World Bank2) 5,2
OECD3) 5,2
ADB4) 5,2
Market (Bloomberg) 5,1
Bappenas5) 5,2
Sumber: 1)
WEO April 2019 2)
GEP Januari 2019 3)
Economic Outlook April 2019 4)
ADO April
2019 5)
Perhitungan Bappenas
Pertumbuhan ekonomi 2019 didorong
oleh stabilnya pertumbuhan konsumsi
rumah tangga seiring dengan stabilnya
tingkat inflasi dan meningkatnya bantuan
sosial. Pertumbuhan konsumsi LNPRT
akan melambat pada sisa tahun 2019,
tetapi secara tahunan masih tetap
tumbuh double digit, seiring dengan
pelaksanaan pemilu nasional. Konsumsi
pemerintah diperkirakan akan
mengalami akselerasi dibandingkan
tahun 2018 seiring dengan realisasi
belanja pemerintah yang relatif tinggi,
terlepas dari kemungkinan lebih
rendahnya realisasi pendapatan negara
dari target.
Investasi diperkirakan akan tumbuh
melambat dibandingkan tahun 2018
didorong oleh lebih rendahnya belanja
modal dan faktor tahun politik yang
mendorong investor untuk menahan
investasi. Namun meski melambat,
tetapi pertumbuhan investasi
diperkirakan relatif terjaga pada tingkat
6,2 persen. Berakhirnya pemilu nasional
diperkirakan akan memberikan kepastian
yang mendorong peningkatan investasi
pada sisa tahun 2019.
Ekspor dan impor diperkirakan tumbuh
masing-masing 3,2 dan 2,1 persen di
2019, lebih rendah dari pertumbuhan
2018. Masih lambatnya pertumbuhan
ekonomi global dan stagnannya harga
komoditas utama ekspor, terutama
minyak sawit dan batu bara, akan
menahan pertumbuhan ekspor. Tidak
hanya itu, perang dagang antara Amerika
dengan Tiongkok juga menekan ekspor
Indonesia, mengingat Tiongkok
merupakan mitra dagang utama
Indonesia.
61
Tabel 41. PDB Berdasarkan Pengeluaran
Komponen Pengeluaran 20181) 2019p2)
Konsumsi Rumah Tangga 5,1 5,0 Konsumsi LNPRT 9,1 12,2 Konsumsi Pemerintah 4,8 5,0 PMTB/Investasi 6,7 6,2 Ekspor 6,5 3,2 Impor 12,0 2,1
PDB 5,2 5,2
Sumber: 1)
BPS, 2)
Perhitungan Bappenas
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi diperkirakan akan didorong
oleh pertumbuhan yang tinggi di sektor
jasa, di antaranya jasa informasi dan
komunikas, keuangan dan asuransi, serta
transportasi dan pergudangan. Ketiga
sektor tersebut diperkirakan mampu
tumbuh lebih tinggi di atas pertumbuhan
ekonomi nasional.
Tabel 42. PDB Berdasarkan Pengeluaran
Komponen Pengeluaran 20181) 2019p2)
Pertanian 3,9 3,5 Pertambangan 2,2 2,1 Industri Pengolahan 4,3 4,6 Pengadaan Listrik 5,5 2,4 Pengadaan Air 5,5 4,2 Konstruksi 6,1 5,9 Perdagangan 5,0 5,2 Transportasi 7,0 7,0 Penyediaan Akomodasi 5,7 5,7 Informasi dan Komunikasi 7,0 7,0 Jasa Keuangan dan Asuransi
4,2 6,1
Real Estat 3,6 4,9 Jasa Perusahaan 8,6 8,3 Administrasi Pemerintah 7,0 4,0 Jasa Pendidikan 5,4 6,0 Jasa Kesehatan 7,1 7,5 Jasa Lainnya 9,0 9,0
Sumber: 1)
BPS, 2)
Perhitungan Bappenas
Sektor dengan dengan kontribusi besar
terhadap PDB, industri pengolahan dan
pertanian, diperkirakan akan tumbuh
lebih tinggi dibandingkan realisasi
triwulan I tahun 2019. Industri
pengolahan diperkirakan tumbuh 4,6
persen pada akhir tahun 2019, didorong
utamanya oleh pertumbuhan industri
pengolahan nonmigas. Pergeseran masa
panen akan mendorong pertumbuhan
sektor pertanian yang tinggi pada
triwulan II tahun 2019. Secara
keseluruhan tahun 2019, sektor
pertanian diperkirakan tumbuh
melambat dibandingkan tahun
sebelumnya.
Meski masih diperkirakan tumbuh
menguat, tetapi perekonomian masih
dibayangi risiko negatif.
Pertama, meningkatnya eskalasi perang
dagang antara Amerika dengan
Tiongkok. Risiko perang dagang yang
lebih tinggi dapat meningkatkan
ketidakpastian global dan mendorong
pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih
rendah dari perkiraan. Selain berpotensi
berdampak pada realisasi pertumbuhan
ekspor yang lebih rendah, ketidakpastian
ekonomi global yang meningkat dapat
berdampak pula pada realisasi
pertumbuhan investasi yang lebih
rendah.
Kedua, pergerakan harga komoditas
internasional. Di satu sisi, hingga awal
bulan Mei, harga komoditas ekspor
utama Indonesia, CPO dan batubara,
cenderung menurun dibandingkan
dengan tahun 2018. Penurunan yang
lebih tajam dapat berdampak negatif
terhadap perkiraan pertumbuhan
ekspor. Namun disisi lain, harga minyak
dunia yang sempat melemah pada awal
tahun kembali mengalami peningkatan.
Meningkatnya harga minyak dunia akan
membantu meningkatkan realisasi
pendapatan negara dan menjaga
realisasi belanja pemerintah sesuai
rencana.
Ketiga, realisasi pendapatan negara yang
lebih rendah dari target. Hingga bulan
62
April 2019, realisasi pendapatan negara
tumbuh 0,6 persen, lebih rendah
dibandingkan tahun 2018 yang tumbuh
15,3 persen. Sementara realisasi belanja
negara masih sejalan dengan
pertumbuhannya tahun 2018. Dengan
realisasi tersebut, terdapat risiko
penyesuiaan belanja negara ke depan.
Namun risiko tersebut diperkirakan
terbatas, seiring dengan masih
tersedianya ruang bagi peningkatan
defisit.
Keempat, ketidakpastian pasca pemilu
nasional. Perkiraan pertumbuhan
investasi didasarkan pada asumsi
peningkatan investasi seiring dengan
kepastian yang meningkat pasca pemilu
nasional yang mulai terjadi sejak triwulan
II tahun 2019. Namun bila suasana politik
tidak kembali mereda dengan cepat,
maka realisasi pertumbuhan investasi
dapat lebih rendah dari perkiraan.
Kelima, kinerja sektor migas yang belum
pulih. Penyebab utama rendahnya
realisasi pertumbuhan industri
pengolahan pada triwulan I tahun 2019
adalah kontraksi sebesar 4,2 persen yang
terjadi pada industri pengolahan migas.
Jika pertumbuhan industri pengolahan
migas tidak kembali pada pola
normalnya dalam sisa tahun 2019, maka
pertumbuhan industri pengolahan
berpotensi lebih rendah dari perkiraan,
bahkan lebih rendah dari tahun
sebelumnya.
63
SUSUNAN TIM REDAKSI
Penanggungjawab
Ir. Bambang Prijambodo, MA
Pemimpin Redaksi
Eka Chandra Buana, SE, MA
Dewan Redaksi
Dr. Ir. Boediastoeti Ontowirjo, MBA
Dr. Muhammad Cholifihani, SE, MA
Dr. Ir. Yahya Rachmana Hidayat, MSc
Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D
Dr. Haryanto, SE, MA
Ir. Imarita Trihanda, MS
Drs. I Dewa Gde Sugihamretha, MPM
Redaktur Pelaksana
Cut Sawalina, SE, Msi
Ichsan Zulkarnaen, SE, MSc, Ph.D
Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Toni Priyanto J, S.Kom, ME
Muhammad Fahlevy, SE, MA
Rosy Wediawaty, SE, MSE, MSc
Dra. Dwi Martini, ME
Yunus Gastanto, SE, PG.Dip
Tari Lestari, S.Si, SE, MS
Octal Pramudito, SE, MA
Yogi Harsudiono, SE, MPA
Istasius Angger Anindito, SE, MA
Ibnu Yahya, SE, M.Ec. Pol
Fajar Hadi Pratama, ST
Sukhad, S.IP
Drs. Muhammad Arif, Msi
64
Penulis
Geraldo Sihotang, SE
Filza Amalia, SE
Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Alfado Agustio, SE Sy, ME
Haqiqi Masnatin, SE
Salman Samir, SE, MSc
Rahma Hanii Maulida, SE
Indra Muhammad, SE
Aris Saputra, SE
Aldi Turindra Rachman
Deni Apriyanto
Hilda Roseline
Mutiara Maulidya
Widath Chaerunissa Ayuningtyas
Zakka Farisy
Ani Utami, SE
Distributor/Sirkulasi
Imam Musadad
Tulus Sujadi
Administrasi
Dina Fitriani, SPd
Editor
Rahma Hanii Maulida, SE
Grafis dan Layout
Hamdan Hasan, S.Kom
65
Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun
dari pembaca.
Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
3