KATA PENGANTAR - bi.go.id · Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di ... Perkembangan...

96

Transcript of KATA PENGANTAR - bi.go.id · Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di ... Perkembangan...

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi

Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III 2014” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi

mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem

pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia

juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi

yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus

berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai

pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi

pihak-pihak yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita

semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan

pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

KATA PENGANTAR

I

Semarang, November 2014KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

WILAYAH V

Ttd

SutiknoDirektur Eksekutif

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Grafik

Daftar Suplemen

Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

Ringkasan Umum

BAB I Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

BAB II Perkembangan Inflasi Jawa Tengah

2.1. Inflasi Secara Umum

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

2.2.4. Kelompok Lainnya

2.3. Disagregasi Inflasi

2.3.1. Kelompok Volatile Foods

2.3.2. Kelompok Administered Prices

2.3.3. Kelompok Inti

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

BAB III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

3.2. Perkembangan Bank Umum

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

iiiDAFTAR ISI

i

iii

v

vii

xi

xiii

1

7

7

7

13

23

23

26

26

27

27

28

28

28

30

31

33

39

39

39

39

40

41

42

43

Daftar Isi

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

3.5. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)

3.6. Perkembangan Perkasan

BAB IV Perkembangan Keuangan Daerah

4.1. Realisasi APBD Triwulan III 2014

4.2. Perbandingan Realisasi APBD Triwulan III 2014 dan Triwulan III 2013

BAB V Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

5.1. Ketenagakerjaan

5.2. Pengangguran

5.3. Nilai Tukar Petani

5.4. Tingkat Kemiskinan

BAB VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1. Sisi Penggunaan

6.1.2. Sisi Sektoral

6.2. Inflasi

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2014

6.2.2. Inflasi Oktober 2014

6.2.3. Inflasi 2014

44

45

46

47

51

51

52

57

57

60

60

63

71

71

71

73

74

74

74

75

iv DAFTAR ISI

Daftar Isi

7

7

13

13

25

25

26

27

40

44

51

54

57

58

59

59

60

62

72

73

vDAFTAR TABEL

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan

Tahun 2012 – 2014 (%)

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan

Tahun 2012 – 2014 (%)

Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw I - Kelompok Bahan Makanan

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah

Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014 (Rp Miliar)

Tabel 4.2. Perbandingan % Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III 2014

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,

Agustus 2013- Agustus 20114 (juta orang)

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013-

Agustus 20114 (juta orang)

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan, Agustus 2013- Agustus 20114 (juta orang)

Tabel 5.6. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010 – Maret 2014 (Rupiah)

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan

dan Proyeksi Triwulan IV 2014 (%)

Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)

8

8

8

8

9

9

10

10

10

10

11

11

11

11

12

12

12

12

13

14

14

14

14

15

15

15

15

16

16

16

Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama

Grafik 1.2. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Jawa Tengah

Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah

Grafik 1.4. Survei Tendensi Konsumen

Grafik 1.5. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah

Grafik 1.6. Pertumbuhan Giro Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah

Grafik 1.7. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah

Grafik 1.8. Perkembangan Pertumbuhan Impor Barang Modal Vs PMTDB

Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah

Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah

Grafik 1.11. Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan III 2014

Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.16. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah Triwulan III

Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan III

Tahun 2014 (%)

Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah

Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah

Grafik 1.24. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah

Grafik 1.25. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah

Grafik 1.26. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah

Grafik 1.27. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah

Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah

Grafik 1.29. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Jawa Tengah

Grafik 1.30. Perkembangan Penjualan Listrik di Jabagteng

viiDAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Grafik 1.31. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Jabagteng

Grafik 1.32. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.33. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran

Grafik 1.34. Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara di Jawa Tengah

Grafik 1.35. Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Jawa Tengah

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah

Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2.5. Perkembangan Harga Emas

Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Tahunan

Grafik 2.7. Disagregasi Inflasi Bulanan

Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Foods 2012-2014

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Foods Triwulan III

Grafik 2.10. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.11. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras

Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Bulanan Minyak Goreng dan Perkembangan Harga CPO

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah

Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabe Merah

Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan III

Grafik 2.17. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Bulanan Tarif Listrik

Grafik 2.19. Inflasi Bulan September Bahan Bakar Rumah Tangga di 6 Kota di Jawa Tengah

Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan III

Grafik 2.21. Perkembangan Output Gap dan Pertumbuhan Ekonomi Tahunan

Grafik 2.22. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga

Grafik 2.23. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 2.24. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded

Grafik 2.25. Perkembangan Harga Komoditas Internasional

Grafik 2.26. Inflasi Tahunan Triwulan III 2014

Grafik 2.27. Perkembangan Inflasi Tahunan di 6 Kota di Jawa Tengah

Grafik 2.28. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di 6 kota di Jawa Tengah

16

16

16

17

17

23

23

24

24

28

28

28

29

29

29

29

30

30

30

30

31

31

31

31

32

32

32

32

33

33

33

33

34

viii DAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

34

39

39

41

41

41

41

42

42

42

42

43

43

43

44

44

45

45

45

45

46

46

47

47

47

47

48

48

48

ixDAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Grafik 2.29. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar di 6 Kota di Jawa

Tengah

Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.4. Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13. Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.16. Perkembangan Kredit kepada UMKM

Grafik 3.17. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Grafik 3.18. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

Grafik 3.19. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

Grafik 3.20. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.21. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.22. Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.23. Perkembangan Rata-Rata Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.24. Perkembangan Nilai RTGS Jawa Tengah

Grafik 3.25. Perkembangan Volume RTGS Jawa Tengah

Grafik 3.26. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah 2012-2014

Grafik 3.27. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh

Grafik 3.28. Grafik Perkembangan Temuan Uang Palsu

Grafik 4.1. Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014

Grafik 4.2. Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014

Grafik 4.3. Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III

2014

Grafik 4.4. Perbandingan Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III

2014

Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah

Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini

Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah

Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.9. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.10. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.11. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2010-2014 (ribuan orang)

Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang

Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang

Grafik 6.5. Proyeksi Inflasi Tahunan jawa Tengah

Grafik 6.6. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen

52

52

53

53

57

57

58

58

60

60

61

61

61

61

62

71

71

72

72

74

74

x DAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

18

35

64

xiDAFTAR SUPLEMEN

Daftar Suplemen

Suplemen 1. Perkembangan Investasi Daerah

Suplemen 2. Upaya Antisipasi Dampak Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi di Jawa Tengah

Suplemen 3. Upah dan Kesejahteraan Masyarakat

A. PDRB & Inflasi

Ekonomi Makro Regional *)

Produk Domestik Regional Bruto (%,yoy)

- Pertanian

- Pertambangan & Penggalian

- Industri Pengolahan

- Listrik, Gas & Air Bersih

- Bangunan

- Perdagangan

- Pengangkutan Dan Komunikasi

- Keuangan, Persewaan & Jasa Usaha

- Jasa - Jasa

Berdasarkan Permintaan

- Konsumsi Rumah Tangga

- Konsumsi Swasta Nirlaba

- Konsumsi Pemerintah

- Investasi

- Eksport

- Import

- Nilai Eksport Non Migas (USD Juta)

- Volume Eksport Non Migas (Ribu Ton)

- Nilai Import Non Migas (USD Juta)

- Volume Import Non Migas (Ribu Ton)

Indeks Harga Konsumen

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

INDIKATOR 2012

2012 2013

III IV I II

Eksport

Import

Kota Kudus

Kota Cilacap

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

III

6.0

3.9

8.7

5.6

5.5

7.9

7.8

7.2

10.4

3.4

4.5

6.0

0.1

9.3

10.2

2.8

1,231

500

1,139

746

131.46

132.88

123.44

133.67

134.36

4.49

4.70

3.19

5.09

3.49

6.3

9.3

4.5

3.5

8.5

5.4

7.7

7.6

9.5

7.4

5.0

1.7

-0.4

11.0

8.3

7.9

1,395

679

1,458

1,034

132.13

134.07

124.45

134.29

134.26

4.24

4.73

2.87

4.85

3.09

6.3

3.7

7.4

5.5

6.4

7.0

8.2

7.9

9.4

7.3

5.0

6.2

4.7

8.4

9.5

8.5

5,209

3,190

5,179

3,767

132.13

134.07

124.45

134.29

134.26

4.24

4.73

2.87

4.85

3.09

5.6

0.9

5.2

4.7

9.8

6.1

9.2

7.9

9.9

6.2

5.0

7.1

2.2

5.4

3.7

1.7

1,344

846

1,153

887

135.89

137.39

129.23

138.14

135.76

6.24

6.23

6.20

6.66

4.01

6.2

2.4

5.7

6.5

6.8

6.9

8.3

7.5

9.7

4.7

5.1

7.9

3.8

7.8

8.9

7.4

1,470

838

1,468

1,128

136.38

139.26

129.56

138.48

136.33

5.44

6.77

5.41

5.67

3.19

5.9

3.5

5.5

5.0

9.4

6.9

6.9

8.1

11.3

6.8

5.3

5.9

7.6

8.5

10.5

18.5

1,350

710

1,378

1,037

141.61

143.72

133.41

144.22

142.14

7.72

8.16

8.08

7.89

5.79

5.6

2.0

9.0

7.3

7.7

7.9

5.6

2.9

11.3

2.1

5.0

6.7

8.1

9.5

11.2

10.0

1,494

751

1,555

992

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

5.8

2.2

6.3

5.9

8.4

7.0

7.5

6.5

10.6

4.9

5.1

6.9

5.6

7.9

8.6

9.3

5,658

3,144

5,554

4,045

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

IV2013

*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan Sektor

2014

I

5.3

1.6

5.0

5.9

5.3

7.0

6.1

5.1

11.2

5.1

4.9

11.9

4.8

9.6

10.2

10.5

1,500

741

1,398

871

111.32

111.37

110.11

110.96

108.69

116.87

113.36

7.08

7.30

6.61

6.43

6.07

10.50

9.69

II

5.2

0.0

4.1

6.1

8.4

5.5

6.9

4.9

9.4

5.6

5.1

14.5

0.8

6.7

7.3

1.3

1,604

681

1,507

1,086

112.27

111.90

110.78

112.15

108.95

117.48

114.85

7.26

6.42

6.63

7.13

5.68

9.54

9.65

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH

xiiiTABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH

III

5.4

-2.3

5.9

7.2

6.0

4.3

8.1

7.6

7.4

6.1

5.4

9.2

5.3

5.0

7.2

3.0

1,451

696

1,421

878

113.84

113.03

112.06

113.77

110.64

119.09

117.07

5.00

4.18

4.65

4.84

3.78

6.31

7.67

INDIKATOR

Perbankan **)

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)

- Giro

- Tabungan

- Deposito

Kredit (Rp Triliun)

- Modal Kerja

- Konsumsi

- Investasi

Loan To Deposit Ratio (%)

NPL Gross (%)

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS (Rp Triliun)

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kliring

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (lembar)

B. Perbankan dan Sistem Pembayaran

*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)

2012 2012

2013

III IV I II III IV2013

141,49

23,60

72,11

45,77

140,50

75,89

17,43

47,17

41,98

7,49

99,30

2,59

2.889

2.720

512

14.715

9,00

13,16

4,16

145,25

22,28

79,48

43,51

150,98

80,77

19,08

51,13

44,63

7,97

103,95

2,21

3.200

2.919

531

15.435

7,36

10,25

2,89

145,25

22,28

79,48

43,51

150,98

80,77

19,08

51,13

44,63

7,97

103,95

2,21

2.820

1.408

498

14.910

27,43

41,85

14,42

146,36

24,98

76,14

45,24

153,32

80,85

19,98

52,49

46,08

8,50

104,76

2,38

2.986

2.643

512

15.341

5,17

14,81

9,64

152,01

24,84

78,15

49,03

161,57

83,97

22,85

54,75

50,12

10,78

106,29

2,46

2.958

2.770

500

14.161

8,67

11,22

2,56

162,83

28,86

82,90

51,07

168,96

87,54

24,26

57,17

51,40

10,90

103,77

2,42

3.505

2.438

547

14.295

14,17

19,53

5,36

167,39

23,73

90,60

53,07

176,61

92,35

25,60

58,66

52,96

11,76

105,51

2,40

3.786

2.632

589

15.308

9,21

12,65

3,44

167,39

23,73

90,60

53,07

176,61

92,35

25,60

58,66

52,96

11,76

105,51

2,40

3.307

2.621

537

14.776

37,21

58,21

21,00

Transaksi Kas Titipan (Rp Triliun)

- Outflow

- Inflow

- Net Outflow

168,74

25,09

85,30

58,34

178,54

93,34

26,91

58,29

54,04

11,95

105,81

2,17

3.079

2.080

476

12.784

6,27

15,47

9,20

Kredit UMKM (Rp Triliun)

-Modal Kerja

-Investasi

2014

I II

178,42

30,20

86,96

61,27

187,37

99,04

28,07

60,26

59,09

13,60

105,02

2,19

3.515

2.389

545

14.426

8,05

11,59

3,54

xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH

III

185,79

30,94

90,47

64,38

191,87

103,87

27,70

60,30

60,46

12,75

103,27

2,22

3.334

2.498

462

11.848

15,17

20,03

4,86

RINGKASAN UMUM

1

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2014 menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, meskipun masih terbatas. Terbatasnya perbaikan ekonomi masih membayangi prospek ekonomi Jawa Tengah kedepan. Ekonomi pada triwulan IV 2014 diperkirakan sedikit melambat. Dari sisi perkembangan harga, tren penurunan inflasi diperkirakan akan terus terjadi hingga akhir tahun.

Ekonomi Jawa Tengah pada triwulan III 2014

menunjukkan perbaikan walaupun masih terbatas.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat sebesar 5,4%

(yoy) meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang

tercatat 5,2% (yoy). Sementara itu, secara triwulanan

perekonomian tumbuh sebesar 1,6% (qtq) meningkat

dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (1,3%,qtq).

Dari sisi penggunaan, konsumsi terutama pemerintah dan

rumah tangga mendorong perbaikan ekonomi daerah.

Konsumsi pemerintah meningkat tajam ,yaitu dari 0,8% (yoy)

menjadi 5,3% (yoy). Kondisi ini didorong oleh membaiknya

realisasi belanja APBD. Sementara itu, konsumsi rumah

tangga sedikit meningkat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,4%

(yoy). Namun, peningkatan konsumsi ini belum didukung

oleh fundamental yang cukup baik. Investasi tercatat masih

melambat, sehingga kenaikan konsumsi masih direspon oleh

peningkatan impor. Ekspor, khususnya ekspor luar negeri juga

masih menunjukkan perlambatan sejalan dengan belum

pulihnya perekonomian global.

Dari sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan terjadi pada

sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan,

hotel, dan restoran. Peningkatan sektor industri terjadi baik

di industri migas maupun nonmigas. Dari sisi nonmigas,

pertumbuhan sektor ini didukung oleh industri tekstil dan

industri makanan dan minuman. Di sisi lain, pada sektor PHR,

perekonomian tumbuh cukup tinggi, terutama didukung oleh

kinerja subsektor perdagangan besar dan subsektor restoran.

Sektor utama ekonomi Jawa Tengah lainnya, yaitu sektor

Pertanian mengalami penurunan, dari 0,03% (yoy) menjadi

-2,27% (yoy) karena adanya penurunan produksi tanaman

bahan makanan.

Perkembangan harga yang tercermin pada indeks

harga konsumen (IHK) menunjukkan penurunan.

Penurunan inflasi tersebut terutama terkait dengan hilangnya

dampak kenaikan BBM tahun 2013. Kondisi tersebut

mendorong turunnya inflasi administered prices. Sementara

itu, dilihat dari kelompok komoditasnya inflasi tahunan pada

sebagian besar kelompok tercatat lebih rendah dibanding

triwulan sebelumnya.

Inflasi Jawa Tengah pada triwulan III 2014, tercatat

sebesar 5,00%, menurun dibanding triwulan

sebelumnya (7,26% yoy). Dengan perkembangan

tersebut, inflasi Jawa Tengah sampai dengan triwulan III 2014

mencapai 3,88% (ytd), jauh lebih rendah dibanding periode

yang sama tahun sebelumnya (7,17%). Inflasi ini juga lebih

rendah dari rata-rata lima tahun terakhir.

Berdasarkan disagregasi inflasi, penurunan inflasi

terutama berasal dari faktor nonfundamental.

Penurunan terdalam berasal dari kelompok administered

prices yaitu dari 12,56% (yoy) menjadi 6,69% (yoy). Meski

menurun namun masih relatif tinggi karena adanya kebijakan

penyesuaian tarif listrik dan elpiji 12 kg. Kelompok volatile

foods juga menurun dari 8,81% (yoy) menjadi 4,25% (yoy).

Menurunnya inflasi kelompok ini terutama disumbang

subkelompok daging dan minyak. Sementara kelompok

bumbu-bumbuan yaitu cabe merah, inflasinya meningkat

akibat menurunnya pasokan saat kemarau.

Tekanan inflasi dari faktor fundamental yang tercermin

pada inflasi inti juga menunjukkan adanya penurunan

inflasi. Inflasi kelompok inti turun,dari 5,25% (yoy) pada

triwulan II menjadi 4,17% (yoy) pada periode laporan.

Turunnya tekanan inflasi inti terkait dengan minimalnya

tekanan dari kesenjangan output. Kenaikan permintaan

secara agregat masih dapat direspon dengan baik oleh sisi

penawaran. Hal ini juga diikuti menurunnya ekspektasi inflasi

serta minimalnya tekanan inflasi dari faktor eksternal.

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) relatif masih terjaga,

seiring dengan terjaganya likuiditas perbankan. Hal

tersebut ditunjukkan oleh keseimbangan pertumbuhan Dana

Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit. Hingga akhir

triwulan III 2014, pertumbuhan DPK sekitar 14% (yoy) dan

kredit sekitar 13% (yoy). Keduanya tumbuh melambat

dibandingkan akhir triwulan sebelumnya. Sementara itu,

kualitas penyaluran kredit yang ditunjukkan oleh gross

nonperforming loans (NPL) jauh di bawah level 5% pada akhir

triwulan III 2014. Sementara itu, kegiatan sistem pembayaran,

yaitu dalam bentuk kliring dan Real Time Gross Settlement

(RTGS) juga masih menunjukkan kinerja yang positif.

Realisasi keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

menunjukkan realisasi yang cukup baik. Persentase

realisasi pendapatan dan belanja pada periode laporan,

merupakan yang tertinggi sepanjang tiga tahun terakhir.

Tingginya realisasi pendapatan didorong oleh adanya

kenaikan pendapatan asli daerah yang memiliki porsi besar

dalam komponen pendapatan. Meski tergolong cukup tinggi,

realisasi belanja pemerintah daerah masih perlu ditingkatkan

untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah.

3RINGKASAN UMUM

4 RINGKASAN UMUM

Sejalan dengan peningkatan perekonomian Jawa Tengah

yang disertai menurunnya inflasi, kondisi kesejahteraan

masyarakat relatif masih cukup baik. Jumlah pengangguran

pada Agustus 2014 mengalami penurunan dibanding posisi

Agustus 2013. Kesejahteraan petani juga membaik terlihat

dari kenaikan Nilai Tukar Petani diikuti menurunnya inflasi di

pedesaan.

Terbatasnya perbaikan ekonomi di triwulan laporan masih

membayangi prospek ekonomi Jawa Tengah kedepan.

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2014

diprakirakan tumbuh sedikit melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya menjadi 5,3% (yoy). Konsumsi

diprediksi melambat sebagai akibat perlambatan konsumsi

swasta nirlaba. Faktor penopang perekonomian terkait

dengan potensi perbaikan ekspor manufaktur dan perbaikan

investasi.

Sementara itu, perkembangan harga diperkirakan masih

dalam kisaran target nasional. Inflasi di triwulan IV

diperkirakan akan meningkat dibanding tr iwulan

sebelumnya. Kenaikan harga diperkirakan berasal dari

kelompok administered prices didorong oleh penyesuaian

harga tarif tenaga listrik dan elpiji 12 kg. Inflasi volatile foods

juga akan memberikan tekanan pada inflasi karena dorongan

berkurangnya pasokan dan faktor musiman natal dan tahun

baru.

Secara keseluruhan tahun 2014, perekonomian Jawa

Tengah tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun

2013. Dari sisi domestik, investasi dan konsumsi pemerintah

tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun 2013. Demikian

pula, ekspor luar negeri juga melambat sebagai dampak dari

perlambatan ekonomi global. Di sisi lain, penurunan

perekonomian tertahan oleh konsumsi yang masih tumbuh

tinggi dan perdagangan antardaerah yang mengalami

peningkatan. Dari sisi sektoral, sektor pertanian yang memiliki

pangsa cukup besar menurun sangat dalam. Produktivitas

sektor pertanian yang lebih rendah disebabkan oleh faktor

cuaca, khususnya dengan terjadinya banjir di awal tahun.

Adapun sektor yang menahan penurunan pertumbuhan

ekonomi adalah sektor industri pengolahan, khususnya dari

industri nonmigas.

Tekanan inflasi hingga akhir tahun diperkirakan lebih

rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Meski

demikian masih banyak tekanan yang dihadapi sampai

dengan akhir tahun. Tekanan inflasi terbesar masih

bersumber dari kelompok administered price seiring

dilakukannya dengan penyesuaian TTL tahap ke-3, kenaikan

tarif transportasi dan harga rokok di akhir tahun. Tibanya

musim tanam pada awal November di tengah masih

berlangsungnya musim kemarau, berpotensi menggeser

musim tanam dan memberikan risiko kenaikan harga

sejumlah kelompok volatile foods. Dari sisi inflasi inti, tekanan

bersumber dari meningkatnya ekspektasi masyarakat

menjelang penyesuaian harga BBM oleh pemerintah. Selain

itu, risiko dari penyesuaian harga BBM bersubsidi juga harus

masih dihadapi.

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BABI

Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2014 mengalami perbaikan, didorong oleh meningkatnya konsumsi pemerintah dan rumah tangga.

Perbaikan pertumbuhan ekonomi didorong konsumsi pemerintah dan rumah

tangga. Sementara itu, investasi dan ekspor masih tumbuh melambat.

Dari sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan

restoran serta sektor industri pengolahan menjadi pendorong perbaikan

pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2014. Namun, peningkatan lebih jauh

tertahan oleh perlambatan di sektor pertanian.

5

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan III 2014 secara umum mengalami

perbaikan walaupun masih terbatas. Ekonomi Jawa

Tengah tumbuh meningkat dari 5,2% (yoy) menjadi

5,4% (yoy) pada triwulan III 2014. Pertumbuhan

ekonomi ini lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,0%

(yoy). Lebih lambatnya pertumbuhan ekonomi nasional

dikarenakan tekanan dari perlambatan ekonomi

provinsi lainnya, terutama yang memiliki basis sumber

daya alam.

Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan

laporan tumbuh 1,5% (qtq), lebih tinggi dibandingkan

dengan triwulan III 2013 yang sebesar 1,3% (qtq).

Namun secara historis, pertumbuhan triwulanan di

periode laporan berada di bawah rata-rata lima tahun

terakhir sebesar 1,9% (qtq).

Perbaikan pertumbuhan ekonomi ini masih lebih

banyak didorong oleh peningkatan konsumsi,

terutama konsumsi pemerintah dan rumah tangga.

Sementara itu, pertumbuhan ekspor dan investasi

masih mengalami perlambatan. Perlambatan

pertumbuhan ekspor terutama terjadi pada ekspor luar

negeri.

Dari sisi sektoral, kinerja sektor utama daerah, yaitu

sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan,

hotel dan restoran mengalami perbaikan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Di sisi lain, sektor pertanian masih

mengalami perlambatan.

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan III tahun 2014 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 masih bersifat sementara.

1.

7PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan Tahun 2012 –2014 (%)

*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PENGGUNAAN 2012

I II III IV

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba

Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Ekspor Barang dan Jasa

Impor Barang dan Jasa

PDRB

5.3

5.9

7.6

8.5

10.5

18.5

5.9

5.0

6.7

8.1

9.5

11.2

10.0

5.6

4.5

6.0

0.1

9.3

10.2

2.8

6.0

5.0

1.7

-0.4

11.0

8.3

7.9

6.3

5.0

6.2

4.7

8.4

9.5

8.5

6.3

5.0

7.1

2.2

5.4

3.7

1.7

5.6

5.1

7.9

3.8

7.8

8.9

7.4

6.2

5.1

6.9

5.6

7.9

8.6

9.3

5.8

5.8

9.5

15.2

6.8

18.5

20.5

6.5

4.7

7.9

6.6

6.2

2.3

4.8

6.6

4.9

11.9

4.8

9.6

10.2

10.5

5.2

I**

20142012I* II*

2013

III** IV**2013*

5.1

14.5

0.8

6.7

7.3

1.3

5.2

II**5.4

9.2

5.3

5.0

7.2

3.0

5.4

III**

PENGGUNAAN2012

I II

III IV I* II*

2013

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan Tahun 2012 – 2014 (%)

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba

Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Ekspor Barang dan Jasa

Impor Barang dan Jasa

III**

PDRB

*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0.8

-3.2

-16.9

0.8

5.7

-0.6

6.9

0.9

0.9

7.1

2.9

0.4

5.0

1.3

2.2

3.1

0.5

3.6

0.2

-6.7

1.5

1.0

1.1

11.4

3.3

1.8

10.8

-3.3

0.8

1.9

-14.7

-4.3

1.1

-6.4

6.2

1.0

1.6

8.7

5.3

5.4

10.9

1.8

2.4

1.2

4.2

4.3

1.7

3.0

1.3

IV**0.7

1.8

11.9

4.2

2.5

2.8

-3.6

2014

I**0.7

6.9

-17.3

-4.2

-0.2

-5.9

5.9

II**1.2

4.0

4.6

2.5

2.7

1.7

1.8

III**2.6

3.5

8.8

2.6

1.6

4.7

1.6

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

8 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Konsumsi rumah tangga tumbuh tinggi pada

triwulan ini. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III

2014 tumbuh sebesar 5,4% (yoy), meningkat

dibanding triwulan sebelumnya 5,1% (yoy). Cukup

baiknya konsumsi rumah tangga tersebut tidak terlepas

dari optimisme konsumen dalam memandang

perekonomian. Pada Grafik 1.1., terlihat bahwa indeks

ketepatan waktu pembelian (indeks konsumsi) baik

komoditas makanan, nonmakanan ataupun barang

tahan lama berada dalam tren meningkat. Konsumen

juga merasakan adanya kenaikan penghasilan rumah

tangga yang meningkatkan daya beli karena rendahnya

inflasi di triwulan laporan (Grafik 1.4). Selain itu, masih

tingginya konsumsi rumah tangga diindikasikan pada

penjualan listrik segmen rumah tangga di triwulan III

2014 yang mas ih ada kenaikan mesk i la ju

pertumbuhannya cenderung melambat dibanding

triwulan sebelumnya (Grafik 1.2). Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi mengalami perlambatan

di triwulan III 2014 (Grafik 1.3) diikuti pula oleh

turunnya impor barang konsumsi dari luar negeri

(Grafik 1.5).

Sementara itu, pada lembaga swasta nirlaba,

konsumsi mengalami perlambatan di triwulan III

2014. Pertumbuhan konsumsi swasta nirlaba

melambat dari 14,5% (yoy) menjadi 9,2% (yoy),

walaupun masih dapat dikatakan tinggi. Rangkaian

kegiatan terkait pemilihan umum yang memicu

tingginya pertumbuhan di triwulan lalu sudah mereda

sehingga konsumsi swasta nirlaba triwulan ini

mengalami perlambatan. Pertumbuhan konsumsi

swasta nirlaba secara triwulanan sebesar -3,5% (qtq).

Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Jawa Tengah

Grafik 1.2.

-6,0

-4,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

Penjualan Listrik Pertumbuhan Tahunan - skala kanan

Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY

3.800

4.000

4.200

4.400

4.600

4.800

5.000

5.200

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

PERSEN YOYJuta KwH

Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi danKonsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah

Grafik 1.3.

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERSEN YOYPERSEN YOY

4

4,5

5

5,5

6

6,5

7

7,5

4

9

14

19

24

29

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

Kredit Konsumsi PDRB Konsumsi - skala kanan

85

90

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama

Tingkat Konsumsi Beberapa Komoditi Makanan Dan Bukan Makanan

Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama

Grafik 1.1.

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

INDEKS

OPTIMIS

PESIMIS

Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.4.

100

105

110

115

120

125

III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pendapatan RT kini Pengaruh Inflasi terhadap Tk Konsumsi

INDEKS

modal masih positif, sebesar 5,25% (qtq), sementara

di triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar

145,95% (qtq) yang juga menunjukkan adanya

lonjakan impor di periode tersebut.

Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan pelaku

usaha di Jawa Tengah mengkonfirmasi bahwa kegiatan

investasi dunia usaha yang dilakukan di tahun 2014

tidak setinggi tahun sebelumnya. Kondisi tersebut juga

diindikasikan oleh penyaluran kredit investasi yang juga

tumbuh melambat di triwulan III 2014 (Grafik 1.7).

Sementara itu, realisasi penanaman modal juga

menunjukkan penurunan kegiatan investasi di

Jawa Tengah. Se i r ing dengan PMTB yang

menunjukkan adanya perlambatan, pada realisasi

penanaman modal pun terjadi penurunan realisasi

investasi pada periode laporan. Berdasarkan data

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi

investasi baik dalam bentuk PMDN maupun PMA di

triwulan laporan tercatat menurun dibanding triwulan

sebelumnya. Namun, jumlah proyek dalam bentuk

PMDN mengalami peningkatan. Realisasi PMDN

tercatat sebanyak 42 proyek dengan nilai sebesar

Rp2.535 miliar (Grafik 1.10). Sementara itu penanaman

modal asing (PMA) di triwulan III 2014 tercatat

sebanyak 66 proyek dengan nilai 45.57 juta USD (Grafik

1.9).

Konsumsi pemerintah mengalami pertumbuhan

yang meningkat tajam di triwulan III 2014.

Konsumsi pemerintah tumbuh 5.3% (yoy), meningkat

tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

0,8% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ini tidak lepas

dari realisasi belanja APBD Provinsi Jawa Tengah yang

mencapai 64.22%, sedikit lebih tinggi dibandingkan

dengan tahun sebelumnya yang sebesar 57,61%.

Realisasi belanja ini juga tercermin dari giro sektor

pemerintah di perbankan yang menurun (Grafik 1.6).

Turunnya jumlah giro menunjukkan meningkatnya

transaksi belanja pemerintah di triwulan laporan.

Investasi masih mengalami perlambatan.

Pertumbuhan komponen investasi yang dicerminkan

dari PMTB melambat dari 6,7% (yoy) di triwulan II

menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan pada jenis investasi

bangunan terlihat pada melambatnya pertumbuhan

ekonomi di sektor bangunan. Pertumbuhan sektor

bangunan melambat dari 5,5% (yoy) di triwulan

sebelumnya menjadi 4,3% (yoy) di triwulan III 2014.

Sementara itu, investasi nonbangunan juga terindikasi

mengalami penurunan di triwulan laporan tercermin

dari menurunnya volume impor barang modal (Grafik

1.8). Volume impor barang modal turun sebesar

-57.51% (yoy) di triwulan laporan. Pertumbuhan

negatif ini terkait melonjaknya impor di triwulan III

2013. Secara triwulanan, pertumbuhan impor barang

9PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

7,50

8,00

(100,00)

(50,00)

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsidan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah

Grafik 1.5.

PDRB Konsumsi - skala kanan

PERSEN YOYPERSEN YOY

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Giro Pemerintahdan Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah

Grafik 1.6.

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

Giro Sektor Pemerintah Konsumsi Pemda - skala kanan

PERSEN YOY PERSEN YOY

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Ekspor pada triwulan III 2014 cenderung stabil.

Pertumbuhan ekspor pada triwulan III 2014 tercatat

7.2% (yoy), stabil dibandingkan sebelumnya yang

tumbuh 7,3% (yoy). Ekspor luar negeri tumbuh

melambat. Namun, perlambatan lebih dalam tertahan

oleh pertumbuhan ekspor antar daerah yang

meningkat.

Kondisi perdagangan dari dan ke Provinsi Jawa

Tengah tidak lebih baik dari triwulan sebelumnya.

Kegiatan ekspor melambat, sedangkan kegiatan impor

meningkat. Kondisi ini menyebabkan perdagangan

Jawa Tengah pada triwulan III 2014 tercatat mengalami

net ekspor yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya.

Kegiatan perdagangan Jawa Tengah dengan luar negeri

menjadi penyebab utama perlambatan ekspor.

Perkembangan Penyaluran Kredit Investasidi Jawa Tengah

Grafik 1.7.

4

5

6

7

8

9

10

11

12

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

PMTB - skala kananKredit Inv BU

PERSEN YOYPERSEN YOY

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

10,0

11,0

12,0

-100

-50

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Perkembangan PertumbuhanImpor Barang Modal dan PMTDB

Grafik 1.8.

Import barang Modal - yoy PMTDB - skala kanan Impor Barang Modal - qtq

PERSEN PERSEN

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Proyek PMA Investasi PMA - skala kanan

0,0

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Grafik 1.9. Perkembangan RealisasiPenanaman Modal Asing di Jawa Tengah

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

JUMLAH PROYEK JUTA USD

Grafik 1.10. Perkembangan RealisasiPenanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah

0

2

4

6

8

10

12

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Proyek PMDN Investasi PMDN - skala kanan

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

JUMLAH PROYEK TRILIUN RUPIAH

10 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

pada triwulan laporan mengalami penurunan.

Penurunan tersebut diindikasikan karena penurunan

permintaan sejalan dengan melambatnya ekonomi

negara tersebut. Sementara itu, laju pertumbuhan

ekspor ke negara-negara utama lainnya seperti

Amerika Serikat masih meningkat sejalan dengan

membaiknya kondisi ekonomi negara tersebut.

Sementara itu, di kawasan Eropa, pertumbuhan ekspor

ke beberapa negara seperti Belgia dan Perancis

meningkat, sedangkan ekspor ke Inggris dan Jerman

menurun.

Laju pertumbuhan nilai ekspor luar negeri

nonmigas masih mengalami perlambatan. Di

triwulan laporan, nilai ekspor luar negeri nonmigas

tumbuh melambat dari 9,13% (yoy) di triwulan II 2014

menjadi 7,48% (yoy) di triwulan laporan. Perlambatan

ini didorong oleh komoditas barang-barang kayu yang

melambat menjadi 4,48% (yoy) setelah tumbuh

17,72% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sementara itu,

komoditas-komoditas TPT tumbuh meningkat,

terutama di komoditas serat tekstil.

Dilihat dari negara tujuannya, perlambatan

pertumbuhan ekspor terutama terjadi untuk

ekspor ke Tiongkok. Ekspor dengan tujuan Tiongkok

Grafik 1.11. Perkembangan Nilai EksporProvinsi Jawa Tengah

(5,00)

-

5,00

10,00

15,00

20,00

900

1.000

1.100

1.200

1.300

1.400

1.500

1.600

1.700

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

JUTA USD PERSEN

Perkembangan Volume EksporLuar Negeri Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.12.

(100,00)

(50,00)

-

50,00

100,00

150,00

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

RIBU TON PERSEN

11PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000 Juta USD

Lainnya

Italia

Belgia

Jerman

Perancis

Belanda

UK

Tiongkok

Jepang

ASEAN

Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan III 2014

38%

23%

10 %

9%

1%

2%

2%LAINNYA

2%UK

JEPANG

TIO

NG

KO

K

2%BELANDA

PERANCIS

4%JERMAN

USA 7%ASEAN

impor barang modal tumbuh negatif sebesar -57,51% (yoy)

setelah sebelumnya tercatat tumbuh sebesar -0,71% (yoy).

Kondisi ini sejalan dengan melambatnya investasi daerah.

Impor barang konsumsi juga turun dari -35,73% (yoy) di

triwulan lalu, menjadi -42,24% (yoy) di triwulan ini.

Berdasarkan SITC (Standard International Trade Classification)

2 digit, komoditas barang modal yang menurun cukup dalam

adalah dari kelompok mesin listrik, aparat dan alat-alatnya,

kelompok mesin industri khusus, serta kelompok mesin

industri dan perlengkapannya.

Berdasarkan negara asal, penurunan laju impor terutama

untuk komoditas dari negara Eropa dan Tiongkok (Grafik

1.18). Laju pertumbuhan nilai impor komoditas dari kawasan

Eropa melambat dari 98,10% (yoy) menjadi 5,88% (yoy).

Impor dari Tiongkok melambat sebesar dari 65,76% (yoy)

menjadi 5,73% (yoy).

Pertumbuhan impor pada triwulan III 2014 meningkat.

Pada triwulan ini impor Jawa Tengah tumbuh sebesar 3.0%

(yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 1.3% (yoy). Peningkatan terjadi baik pada

impor luar negeri maupun impor antar daerah.

Pertumbuhan impor luar negeri didorong oleh perbaikan

impor migas. Berdasarkan data BPS, impor migas mengalami

perbaikan, dari -7,01% (yoy) di triwulan II 2014, menjadi

1,59% (yoy) di triwulan laporan. Berlawanan dengan itu,

impor komoditas nonmigas mengalami perlambatan.

Berdasar SITC (Standard International Trade Classification) 2

digit, impor luar negeri nonmigas di triwulan ini tumbuh

sebesar 5,36%, masih melambat dibanding triwulan

sebelumnya yang sebesar 6.19% (yoy).

Berdasarkan kelompoknya, penurunan volume impor terjadi

di kelompok barang modal dan barang konsumsi. Volume

Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Jawa TengahTriwulan III

TIONGKOK

LAINNYA

AUSTRALIA

EROPA

ASEAN

USA

46%

22%

9%

8%

8%

7%

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Grafik 1.15. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah

JUTA USD PERSEN

Nilai Pertumbuhan tahunan - skala kanan

Perkembangan Volume ImporProvinsi Jawa Tengah

Grafik 1.16.

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

0

200

400

600

800

1.000

1.200

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

RIBU TON PERSEN

Volume Pertumbuhan tahunan - skala kanan

Grafik 1.18. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

-

200,0

400,0

600,0

800,0

1.000,0

1.200,0

1.400,0

1.600,0

1.800,0

I II III IV I II III IV I II III

Juta USD

Lainnya

Tiongkok

Australia

ASEAN

Eropa

USA

2012 2013 2014

12 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran

(PHR), serta sektor pertanian (Grafik 1.19). Struktur

ekonomi Jawa Tengah belum banyak berubah dari tiga

sektor utama tersebut. Namun di triwulan laporan,

sektor pertanian tidak memberikan sumbangan pada

pertumbuhan ekonomi daerah.

Dari sisi sektoral, perbaikan pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah pada triwulan III 2014

terutama disumbang oleh sektor perdagangan,

hotel, dan restoran (PHR) serta sektor industri

pengolahan. Sektor PHR tumbuh sebesar 8,1% (yoy),

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang sebesar 6,7% (yoy). Sejalan dengan itu, sektor

industri pengolahan tumbuh sebesar 7,2% (yoy), juga

meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu yang

sebesar 6,1% (yoy). Namun, perbaikan lebih lanjut

tertahan oleh kinerja sektor pertanian yang mengalami

penurunan sebesar -2,3% (yoy).

Dilihat dari struktur ekonomi Jawa Tengah,

output pada triwulan III 2014 masih didominasi

oleh tiga sektor utama, yaitu sektor industri

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

Pertanian

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas Dan Air Bersih

Bangunan

Perdagangan,hotel & Restoran

Pengangkutan Dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan & Js. Pers

PDRB

LAPANGAN USAHA2012

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Jasa-jasa

II

III IV2012

I* II*

2013

Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)

III* IV** 1,5

8,7

7,1

6,2

7,0

8,1

8,6

7,8

9,4

6,5

1,8

7,7

5,8

5,2

7,6

9,4

8,2

9,7

9,3

6,6

3,9

8,7

5,6

5,5

7,9

7,8

7,2

10,4

3,4

6,0

9,3

4,5

3,5

8,5

5,4

7,7

7,6

9,5

7,4

6,3

3,7

7,4

5,5

6,4

7,0

8,2

7,9

9,4

7,3

6,3

0,9

5,2

4,7

9,8

6,1

9,2

7,9

9,9

6,2

5,6

2,4

5,7

6,5

6,8

6,9

8,3

7,5

9,7

4,7

6,2

3,5

5,5

5,0

9,4

6,9

6,9

8,1

11,3

6,8

5,9

2013*

2,0

9,0

7,3

7,7

7,9

5,6

2,9

11,3

2,1

5,6

2014*

I** 2,2

6,3

5,9

8,4

7,0

7,5

6,5

10,6

4,9

5,8

II** 1,6

5,0

5,9

5,3

7,0

5,9

5,1

11,2

5,1

5,2

Pertanian

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas Dan Air Bersih

Konstruksi

Perdagangan, Hotel & Restoran

Pengangkutan Dan Komunikasi

Keu, Real Estate & Jasa Persh.

Jasa-jasa

PDRB

LAPANGAN USAHA2012

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

II

III IV I* II*

2013

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)

(2,1)

4,9

2,9

1,1

2,4

3,1

2,3

4,6

1,0

1,8

III* 0,9

1,1

0,9

2,9

3,3

0,7

2,1

3,0

1,9

1,3

IV**

2014

(24,9)

(1,6)

1,5

2,9

2,4

0,6

(2,3)

1,1

0,4

(3,6)

I** II** 37,0

0,7

0,4

(1,6)

(1,2)

1,5

3,0

2,1

1,7

5,9

III** 0,0

4,1

6,1

8,4

5,5

6,7

4,9

9,4

5,6

5,2

I

(2,3)

5,9

7,2

6,0

4,3

8,1

7,6

7,4

6,1

5,4

(3,6)

3,9

3,2

4,1

0,9

3,8

2,1

2,9

1,5

1,8

III**I (1,5)

2,9

1,9

0,6

2,1

2,1

4,7

1,1

2,4

1,6

37,6

4,5

1,7

0,6

(0,4)

1,2

0,9

2,2

(1,2)

6,2

(23,8)

(4,8)

(0,6)

4,5

1,4

1,8

2,7

1,2

5,1

(3,3)

(0,2)

1,3

2,4

0,5

3,3

2,0

1,5

1,5

(0,1)

1,5

(3,5)

4,3

1,2

4,0

1,6

4,0

2,7

4,8

2,4

1,3

49,1

3,8

0,5

(0,6)

(1,0)

(0,2)

0,6

1,8

(0,0)

6,9

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Sumber Pangsa

Jasa-jasa

Keuangan, Persewaan & Jasa Persh.

Pengangkutan Dan Komunikasi

Perdagangan, Hotel & Restoran

Konstruksi

Listrik, Gas Dan Air Bersih

Industri Pengolahan

Pertambangan Dan Penggalian

Pertanian

Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan III Tahun 2014 (%)

-

33,

10,

13PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Kinerja sektor industri pengolahan meningkat

dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan ini

terjadi baik di industri nonmigas maupun industri

migas. Sektor industri pengolahan meningkat dari

6,1% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 7,2% (yoy) di

triwulan laporan. Perbaikan kinerja industri pengolahan

terkonfirmasi dari pertumbuhan impor bahan baku

yang meningkat (Grafik 1.26), mengingat sebagian

besar industri masih menggunakan bahan impor.

Kinerja sektor bangunan tumbuh melambat.

Sektor bangunan tumbuh melambat dari 5,5% (yoy) di

triwulan sebelumnya menjadi 4,3% (yoy). Perlambatan

ini juga tercermin dari pertumbuhan konsumsi semen

yang juga melambat dibandingkan tr iwulan

sebelumnya (Grafik 1.28). Namun demikian, tidak

Pertumbuhan sektor pertanian menurun.

Pertumbuhan tahunan sektor ini menurun dari 0,0%

(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi -2,3% (yoy).

Secara triwulanan, pertumbuhan sektor pertanian

sebesar -1,5% (qtq), lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan yang sama di tahun 2013 yang sebesar

0,9% (qtq), namun masih dalam rentang rata-rata

historis yang sebesar -1,4%. Pendorong turunnya

sektor ini adalah menurunnya kinerja komoditas

tanaman bahan makanan. Data dari Dinas Pertanian

Jawa Tengah menunjukkan bahwa puncak masa panen

terjadi di triwulan I 2014, dan sejak triwulan II 2014

panen mulai menurun, sampai dengan triwulan

laporan. Subsektor lain yang melambat adalah

subsektor peternakan dan kehutanan. Sementara itu,

kinerja subsektor lainnya meningkat.

-

100.000

200.000

300 .000

400.000

500.000

600.000

700.000

800 .000

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

HEKTAR

Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah

Tanam Panen

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

RIBU TONHEKTAR

Panen Produksi - skala kanan

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah

-10

-5

0

5

10

15

III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN

PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN PERTUMBUHAN INDO TAHUNAN

Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERSEN

Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah

-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN

PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERSEN

14 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

(20,0)

(10,0)

-

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1.000

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

JUTA USD PERSEN YOY

Grafik 1.26. Perkembangan ImporNonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah

sejalan dengan perlambatan yang terjadi pada sektor

bangunan, kredit perbankan yang disalurkan kepada

sektor ini masih menunjukkan perbaikan (Grafik 1.29).

Hal tersebut mengindikasikan prospek sektor

bangunan ini dapat membaik ke depan.

Kinerja sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)

melambat pada triwulan III 2014. Pertumbuhan

sektor ini melambat dari 8,4% (yoy) menjadi 6,0%

(yoy). Berdasarkan subsektornya, subsektor listrik

melambat, sementara subsektor air bersih stabil.

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)

meningkat. Sektor PHR meningkat dari 6,7% (yoy)

menjadi 8,1% (yoy). Secara lebih detail, peningkatan

terutama untuk subsektor restoran serta subsektor

perdagangan besar dan eceran, sedangkan subsektor

hotel mengalami perlambatan. Masih cukup baiknya

konsumsi daerah menopang kinerja di sektor ini,

terlihat dari keyakinan konsumen yang masih cukup

optimis (Grafik 1.33). Optimisme dunia usaha juga

cukup baik terlihat dari indeks penjualan eceran yang

tercatat meningkat di triwulan III 2014.

Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah

Grafik 1.24

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

200

400

600

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

PERSEN YOYJuta KwH

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANBISNIS

Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah

Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah

Grafik 1.25

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

PERSEN YOYJuta KwH

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDUSTRI

Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah

(100,0)

(50,0)

-

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

0

50

100

150

200

250

300

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Grafik 1.27. Perkembangan ImporNonmigas Bahan Modal di Jawa Tengah

IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

JUTA USD PERSEN YOY

15PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Sektor pengangkutan dan komunikasi meningkat

signifikan di triwulan laporan. Sektor ini tumbuh

sebesar 7,7% (yoy), setelah sebelumnya tumbuh 4,9%

(yoy). Peningkatan pertumbuhan terjadi di subsektor

pengangkutan dan komunikasi.

Adapun perlambatan, hanya terjadi di subsektor

pengangkutan untuk moda air. Membaiknya kinerja

sektor utama seperti PHR dan Industri Pengolahan

diindikasikan turut meningkatkan kinerja sektor

pengangkutan di triwulan laporan.

Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng, diolah

Perkembangan Penjualan Listrikdi Jabagteng

Grafik 1.30.

5,200

5,000

4,800

4,600

4,400

4,200

4,000

3,800III IV

2012

I II

2013

I II III IIV

2014

PENJUALAN LISTRIK PERTUMBUHAN TAHUNAN

JUTA KwH PERSEN YOY 12.0

10.0

8.0

6.0

4.0

2.0

0.0

-2.0

-4.0

-6.0II III

0

10

20

30

40

50

60

70

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

PERSEN YOYTriliun Rp

Grafik 1.29. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidan Perumahan di Jawa Tengah

KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

0

5

10

15

20

25

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

2.200

I II III IV I II III IV I II III

Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah

2012 2013 2014

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

RIBU TON PERSEN YOY

KONSUMSI SEMEN PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

JUTA PELANGGAN

Prabayar

PJU

Kantor Pemerintah

Industri

Bisnis

Sosial

Rumah Tangga

Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Jabagteng

Grafik 1.31.

Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY, diolah

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Grafik 1.32. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha

PDRB -PHR KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN

PERSEN YOY SBT

Grafik 1.33. Perkembangan Keyakinan Konsumendan Pedagang Eceran

INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN IKK ITK

80

100

120

140

160

180

200

220

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

INDEKS

16 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Sektor keuangan , persewaan dan jasa

perusahaan masih tumbuh melambat pada

triwulan III 2014. Sektor ini tumbuh sebesar 7,4% (yoy)

pada triwulan III 2014 atau melambat dibanding

triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,4% (yoy).

Perlambatan yang cukup besar terjadi pada subsektor

bank, dan subsektor sewa bangunan. Melambatnya

kinerja perbankan juga sejalan dengan perlambatan

pertumbuhan kredit.

Sektor jasa-jasa tumbuh lebih tinggi di triwulan

laporan. Sektor jasa-jasa tumbuh dari 5,6% (yoy) di

triwulan II 2014 menjadi 6,1% (yoy) di triwulan laporan.

Kenaikan terjadi baik di subsektor pemerintahan umum

dan swasta.

Grafik 1.34. Perkembangan JumlahWisatawan Mancanegara di Jawa Tengah

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 1.35. Perkembangan Tingkat PenghunianKamar Hotel di Jawa Tengah

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

PERSEN

TOTAL BINTANG 1 BINTANG 2BINTANG 3 BINTANG 4 BINTANG 5

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Perkembangan investasi daerah hingga triwulan II 2014

menunjukkan adanya perlambatan. Data PMTB pada

PDRB Jawa Tengah melambat dari 9,6% (yoy) menjadi

6,7% (yoy). Perlambatan terjadi baik pada investasi

bangunan maupun nonbangunan. Data impor barang

modal pada periode Jan-Agust 2014 menurun 11%

dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, sektor konstruksi juga melambat dari

7,02% (yoy) menjadi 5,47% (yoy).

Kalangan dunia usaha pun mengonfirmasi adanya

perlambatan tersebut. Pengusaha menyampaikan

bahwa investasi yang dilakukan saat ini lebih diutamakan

untuk menjaga proses produksi melalui penggantian

mesin-mesin lama. Hasil liaison triwulan III juga

mengonfirmasi adanya perlambatan investasi,

ditunjukkan dengan skala likert yang tumbuh dibawah

rata-rata.

Secara umum, perlambatan investasi ini sejalan dengan

melambatnya perekonomian daerah di tahun 2014.

Kondisi masih terbatasnya tingkat permintaan pasar

ekspor terutama dari pasar-pasar tradisional (USA dan

Eropa) serta belum membaiknya perekonomian

Tiongkok mempengaruhi tingkat permintaan ekspor dari

Jawa Tengah. Keadaan tersebut pada akhirnya

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini

mendorong pengusaha untuk menahan investasinya di

tahun berjalan.

Selain itu, pengusaha juga menyatakan adanya

hambatan dalam melakukan investasi. Beberapa

permasalahan yang diidentifikasi menghambat

peningkatan investasi daerah antara lain infrastruktur,

pertanahan, dan SDM. Infrastruktur daerah dirasakan

belum memadai terutama mengenai konektivitas antara

pabrik dengan sarana ekspor impor, baik jalanan,

jembatan, pelabuhan maupun bandara. Masalah

pertanahan terkait dengan harga yang tinggi, retribusi

yang cukup banyak serta resistensi dari masyarakat

sekitar menjadi faktor utama yang menghambat

investasi.

Permasalahan pertanahan juga menghambat investasi

baik yang dilakukan swasta maupun pemerintah. Selain

harga yang melonjak, adanya penolakan dari masyarakat

sekitar juga menghambat realisasi pemerintah. Di sisi

lain, kurangnya SDM yang terlatih juga menghambat

investasi. Hal ini dirasakan untuk industri tekstil (TPT)

maupun industri mebel. Untuk itu, diperlukan adanya

sekolah kejuruan atau balai latihan kerja untuk mendidik

tenaga yang terlatih.

SUPLEMEN I PERKEMBANGAN INVESTASI DAERAH

Perkembangan PDRB Sektor Konstruksi Triwulan III 2014Grafik 1

3.600

3.500

3.400

3.300

3.200

3.100

3.000III IV

2012

I II III IVI II

2013

PERSEN YOY

I

2014

PRDB PERTUMBUHAN

II

9

8

7

6

5

4

3

Perkembangan Impor Barang Modal Triwulan III 2014Grafik 2

1.000

900

800

700

600

500

400

300

200

100

0III IV

2012

I II III IVI II

2013

JUTA USD PERSEN YOY

I

2014

Barang Modal Pertumbuhan Tahunan - Skala kanan

II

250,0

200,0

150,0

100,0

50,0

-

(50,0)

(100,0)III

PERKEMBANGAN INVESTASI

18 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

JUTA

PROSPEK KE DEPAN

Berdasarkan perkiraan IMF World Economic Outlook,

perekonomian beberapa mitra dagang utama Jawa

Tengah diperkirakan akan mulai membaik. Kondisi ini

akan berimbas pada meningkatnya permintaan akan

ba rang domes t i k . Me la lu i pen ingkatan in i ,

perekonomian daerah juga akan meningkat dan

mendorong investasi.

Hasil SKDU menunjukkan adanya tren kenaikan kegiatan

dari responden. Selain itu, responden juga menyatakan

bahwa kapasitas usaha yang ada saat ini berada dalam

kisaran yang sudah cukup tinggi, yaitu sebesar 80%.

Bentuk investasi yang dilakukan kedepannya berupa

investasi baru, penggantian mesin baru maupun

kombinasi dari keduanya. Berdasarkan hasil liaison, ke

depan investasi yang akan dilakukan diarahkan pada

penggantian mesin baru. Hal ini diperlukan untuk

meningkatkan efisiensi perusahaan dengan mengurangi

biaya produksi. Efisiensi diperlukan mengingat faktor

risiko akan biaya ke depan cukup tinggi, antara lain dari

kenaikan tarif listrik dan upah minimum.

Faktor risiko yang dihadapi pelaku usaha untuk

berinvestasi saat ini adalah kondisi depresiasi rupiah.

Mengingat sebagian besar kebutuhan investasi mesin

industri saat ini berasal dari luar negeri, sehingga

depresiasi rupiah cukup memengaruhi modal yang

diperlukan perusahaan untuk investasi. Terkait dengan

risiko tersebut, Bank Indonesia sebagai institusi moneter

telah berupaya menjaga kestabilan rupiah. Bank

Indonesia senantiasa berada di pasar keuangan dalam

rangka menjaga kestabilan rupiah.

SUPLEMEN I

LAPANGAN USAHAPertumbuhan

Ekonomi

Sumber : IMF World Economic Outlook

2012 2013

2014 2015 2014 2015

Tabel 1. Prakiraan IMF World Economic Outlook (dalam %)

Perbedaan dariWEO Juli'14

AMERIKA SERIKAT

JEPANG

TIONGKOK

ZONA EURO

VOLUME PERDAGANGAN DUNIA

Pangsa EksporJateng*

25,8

7,5

5,2

21,1

2,3

1,5

7,7

-0,7

3,4

2,2

1,5

7,7

-0,4

3,3

2,2

0,9

7,4

0,8

3,3

3,1

0,8

7,1

1,3

3,8

0,5

-0,7

0,0

-0,3

-0,1

0,0

-0,2

0,0

-0,2

-0,2

Proyeksi

Bentuk Investasi- SKDUGrafik 4

Baru Baru dan PenggantianPenggantian

Kegiatan Dunia Usaha Triwulan III 2014Grafik 3

40

35

30

25

20

15

5

0III IV

2012

III IVI II

2013

INDEKS

I

2014

*Ekspektasi

II III IV*

19PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

KESEJAHTERAAN DAN INVESTASI

Investasi amat diperlukan untuk meningkatkan kapasitas

perekonomian. Meningkatnya kapasitas perekonomian

akan mendorong pembukaan lapangan kerja baru dan

berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, perhatian terhadap investasi perlu untuk

lebih ditingkatkan. Berdasarkan data yang ada,

pertumbuhan investasi akan sejalan meningkatkan

jumlah penduduk yang bekerja. Namun, peningkatan

penduduk bekerja tersebut akan terjadi pada tahun

kedua setelah peningkatan PMTB. Hal ini diperkirakan

kapasitas produksi baru akan meningkat setelah investasi

dilakukan dan berakibat pada kenaikan kebutuhan

pekerja.

Namun dilihat dari elastisitasnya, dalam lima tahun

terakhir dibanding lima tahun sebelumnya, terjadi

penurunan elastisitas, baik elastisitas pertumbuhan

ekonomi terhadap jumlah penduduk bekerja maupun

elastisitas pertumbuhan investasi terhadap jumlah

penduduk bekerja. Kondisi ini kemungkinan disebabkan

semakin meningkatnya teknologi mesin industri

sehingga mengurangi kebutuhan tenaga manusia.

Kondisi ini harus disikapi dengan meningkatkan industri

padat karya kedepannya.

SUPLEMEN I

16,00

14,00

12,00

10,00

8,00

6,00

4,00

2,00

-

(2,00)

(4,00)

(6,00)

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Pertumbuhan PMTB Pertumbuhan Penduduk Bekerja

Pertumbuhan PMTB & Penduduk Bekerja (dalam %)Grafik 5

INDEKS

20 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BABII

Inflasi tahunan Jawa Tengah turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

21

rata-rata inflasi triwulan III dalam lima tahun terakhir

sebesar 2,33% (qtq).

Hampir semua kelompok inflasi triwulanannya

tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rata-

rata lima tahun. Hanya kelompok pendidikan, rekreasi

dan olahraga, kelompok kesehatan, serta kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang inflasi

triwulanannya lebih besar dibandingkan dengan rata-

rata lima tahunnya (Grafik 2.2). Kelompok perumahan,

air, listrik, gas dan bahan bakar tercatat lebih tinggi

terkait dengan adanya penyesuaian tarif tenaga listrik

(TTL).

Secara bulanan, sesuai historisnya pola inflasi

bulanan di triwulan III turun. Setelah tren inflasi

bulanan triwulan II meningkat, inflasi turun di triwulan

III (Grafik 2.3.) Pola yang sama terjadi sepanjang lima

tahun terakhir, terkait dengan pola musiman Idul Fitri.

Dampak faktor musiman puasa dan Idul Fitri

terhadap inflasi Jawa Tengah terkendali. Tercermin

pada inflasi Juli 2014 sebesar 0,72% (mtm), yang jauh

di bawah rata-rata inflasi terkait Lebaran selama lima

tahun terakhir sebesar 0,96%. Inflasi bulanan Juli ini

juga berada di bawah inflasi Nasional sebesar 0,93%

(mtm).

2Inflasi Jawa Tengah pada triwulan III 2014,

melanjutkan tren penurunan sejak akhir tahun.

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2014

sebesar 5,00% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan

dengan inflasi periode sebelumnya 7,26% (yoy). Hal ini

terkait dengan sudah hilangnya dampak kenaikan

Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tahun 2013.

Inflasi Jawa Tengah ini berada di atas inflasi nasional

triwulan III 2014 sebesar 4,53% (yoy) (Grafik 2.1).

Inflasi tahun kalender tercatat lebih rendah

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya dan rata-rata lima tahun terakhir.

Pada bulan September 2014, inflasi tahun kalender

(year to date) Jawa Tengah sebesar 3,88% (ytd), lebih

rendah dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya 7,17% (ytd). Tingginya inflasi tahun

kalender September 2013, terkait adanya penyesuaian

harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Capaian inflasi tahun

kalender Jawa Tengah ini berada di atas inflasi Nasional

sebesar 3,71%.

Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih

rendah dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di

triwulan III 2014 tercatat sebesar 1,40% (qtq) atau lebih

rendah dari triwulan III 2013 sebesar 3,58% (qtq) dan

2.1 Inflasi Secara Umum

23PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

Perkembangan Inflasi TahunanJawa Tengah dan Nasional

Grafik 2.1

Jateng (yoy) Nas (yoy)Jateng (qtq) Nas (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi TriwulananProvinsi Jawa Tengah

Grafik 2.2

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

TW III 2013 TW III 2014 Rata - Rata TW III 2009 - 2013

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.

2.

%

3,58

3,84

6,70

7,26

5,00

4,53

1,68

1,40

tahun terakhir sebesar 0,96%. Inflasi bulanan Juli ini

juga berada di bawah inflasi Nasional sebesar 0,93%

(mtm).

Inflasi bulanan Agustus mengalami penurunan

terkait dengan koreksi harga paska Lebaran dan

terjaganya pasokan. Inflasi Agustus tercatat 0,45%

(mtm), atau lebih rendah dibanding rata-rata lima

tahun terakhir 0,72% dan berada di bawah inflasi

nasional yang sebesar 0,47% (mtm).

Inflasi Jawa Tengah bulan September tercatat

lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.

Kondisi tersebut didukung terjaganya pasokan dan

ekspektasi inflasi. Inflasi September 2014 tercatat

sebesar 0,22% (mtm), atau lebih rendah dibandingkan

dengan rata-rata lima tahun terakhir (0,31% mtm).

Inflasi September 2014 lebih banyak dipengaruhi

penyesuaian harga elpiji dan tarif listrik serta

musiman biaya pendidikan. Hal ini menunjukkan

bahwa pemilihan waktu yang tepat untuk penyesuaian

harga administered prices menjadi sangat penting.

Tren penurunan inflasi bulanan, utamanya

didukung oleh terjaganya pasokan bahan

makanan. Tercermin dari komoditas penyumbang

deflasi bulanan terbesar di Jawa Tengah hampir

semuanya berasal dari kelompok bahan makanan

(Tabel 2.1).

Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih

rendah dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di

triwulan III 2014 tercatat sebesar 1,40% (qtq) atau lebih

rendah dari triwulan III 2013 sebesar 3,58% (qtq) dan

rata-rata inflasi triwulan III dalam lima tahun terakhir

sebesar 2,33% (qtq).

Hampir semua kelompok inflasi triwulanannya

tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rata-

rata lima tahun. Hanya kelompok pendidikan, rekreasi

dan olahraga, kelompok kesehatan, serta kelompok

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang

inflasi triwulanannya lebih besar dibandingkan dengan

rata-rata lima tahunnya (Grafik 2.2). Kelompok

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar tercatat

lebih tinggi terkait dengan adanya penyesuaian tarif

tenaga listrik (TTL).

Secara bulanan, sesuai historisnya pola inflasi

bulanan di triwulan III turun. Setelah tren inflasi

bulanan triwulan II meningkat, inflasi turun di triwulan

III (Grafik 2.3.) Pola yang sama terjadi sepanjang lima

tahun terakhir, terkait dengan pola musiman Idul Fitri.

Dampak faktor musiman puasa dan Idul Fitri

terhadap inflasi Jawa Tengah terkendali. Tercermin

pada inflasi Juli 2014 sebesar 0,72% (mtm), yang jauh

di bawah rata-rata inflasi terkait Lebaran selama lima

Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014Grafik 2.3

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

% MTM

Sumber : : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

RATA-RATA 2009-2013 2011 2012 2013 2014

24 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2013 2014

yoy

mtm

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

7,5

8,0

8,5

9,0 % YOY

% MTM

Curah hujan tinggi Ekspektasi

mulai naik

KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap

akhir 2013Bencana

banjir

Pembatasan produksi bibit ayam

Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3

Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg

Sumber : : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,93 5,38 5,9 5,62 5,16 5,43 8,33 8,41 7,79 7,89 8,20 8,05 7,96 7,57 7,08 7,15 7,47 7,26 5,03 4,36 5,00

1,09 0,80 0,92 -0,3 -0,2 0,96 3,41 1,14 -0,7 0,20 0,29 0,25 1,00 0,33 0,24 -0,1 0,23 0,73 0,71 0,46 0,22

Penyesuaian tarif listrik dan harga elpiji

memberikan dorongan inflasi. Penyesuaian harga

tarif listrik yang bertahap sesuai ketentuan pemerintah

memberikan tekanan inflasi yang besar di sepanjang

triwulan III. Sementara itu, kenaikan harga elpiji 12 kg

yang tercermin dari komoditas bahan bakar rumah

tangga, menjadi salah satu komoditas penyumbang

inflasi terbesar di bulan September.

3Berdasarkan disagregasi inflasi , penurunan

inflasi tahunan utamanya terjadi pada kelompok

administered prices. Inflasi tahunan pada semua

kelompok menurun, dengan penurunan terbesar pada

kelompok administered prices, diikuti volatile foods dan

inti.

Inflasi di semua kota Jawa Tengah yang disurvei

oleh BPS, turun dibanding periode sebelumnya.

Secara rata-rata penurunan yang terjadi sebesar 2,27%

dengan penurunan terbesar terjadi di kota Kudus yang

sebelumnya pada triwulan II 2014 sebesar 9,54% (yoy)

menjadi 6,31% (yoy). Penurunan terkecil terjadi di kota

Tegal yaitu dari 5,68% (yoy) menjadi 3,78% (yoy).

Koreksi harga terjadi pada beberapa komoditas

bahan makanan, setelah menjadi penyumbang

terbesar inflasi pada triwulan sebelumnya.

Komoditas bawang merah, bawang putih, dan telur

ayam ras mulai tercatat deflasi di bulan Agustus.

Sementara itu, daging ayam ras, tercatat deflasi di

bulan September.

Kenaikan biaya pendidikan dan penyesuaian

harga administered prices menahan penurunan

inflasi. Komoditas penyumbang inflasi terbesar berasal

dari subkelompok pendidikan dan subkelompok bahan

b a k a r, p e n e r a n g a n d a n a i r y a i t u b i a y a

akademi/perguruan tinggi, tarif listrik, dan penyesuaian

harga elpiji.

Faktor musiman kenaikan biaya pendidikan

memberi tekanan inflasi di sepanjang triwulan III.

Komoditas biaya taman kanak-kanak, sekolah dasar,

sekolah menengah pertama, dan akademi/perguruan

tinggi menjadi lima komoditas yang memberikan

sumbangan inflasi bulanan tertinggi. Secara historis,

biaya pendidikan tercatat selalu menjadi penyumbang

inflasi bulanan tertinggi setiap triwulan III, sejalan

dengan masuknya tahun ajaran baru yang dimulai pada

triwulan III.

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Jeruk

Batu Bata

Nangka Muda

Pisang

Minyak Goreng

-0,02

-0,02

-0,01

-0,01

-0,01

1

2

3

4

5

JULI

No. Komoditas Andil

Bawang Merah

Telur Ayam Ras

Bawang Putih

Tomat Sayur

Batu Bata

-0,11

-0,03

-0,01

-0,01

-0,01

1

2

3

4

5

AGUSTUS

No. Komoditas Andil

Bawang Merah

Angkutan Udara

Daging Ayam Ras

Minyak Goreng

Telur Ayam Ras

-0,06

-0,04

-0,03

-0,03

-0,03

1

2

3

4

5

SEPTEMBER

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Nasi Dengan Lauk

Tukang Bukan Mandor

Tarif Listrik

Daging Ayam Ras

Sekolah Dasar

0,06

0,05

0,04

0,03

0,02

1

2

3

4

5

JULI

No. Komoditas Andil

Tarif Listrik

Akademi/Perguruan Tinggi

Sekolah Dasar

Sekolah Menegah Pertama

Pasir

0,11

0,04

0,04

0,04

0,03

1

2

3

4

5

AGUSTUS

No. Komoditas Andil

Cabai Merai

Akademi/Perguruan Tinggi

Bahan Bakar Rumah Tangga

Tarif Listrik

Taman Kanak-Kanak

0,11

0,08

0,06

0,04

0,02

1

2

3

4

5

SEPTEMBER

Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile foods, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoretis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.

3

25PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

P e n u r u n a n t e r b e s a r d i s u m b a n g o l e h

subkelompok daging dan hasil-hasilnya serta

subkelompok lemak dan minyak yang diikuti

s u b k e l o m p o k k a c a n g - k a c a n g a n . I n f l a s i

subkelompok ini turun dibanding periode sebelumnya

(Tabel 2.3). Sementara itu, subkelompok bumbu-

bumbuan meski inflasi tahunannya masih tercatat

deflasi namun deflasi t idak sebesar periode

sebelumnya. Di sisi lain, penurunan inflasi tertahan oleh

naiknya inflasi subkelompok telur, susu dan hasil-

hasilnya.

Subkelompok daging dan hasil-hasilnya tercatat

mengalami penurunan inflasi terbesar pada

kelompok bahan makanan. Subkelompok daging

dan hasil-hasilnya turun dari 14,62% (yoy) menjadi

3,09% (yoy). Komoditas daging ayam ras memberikan

sumbangan deflasi terbesar ketiga di bulan September,

setelah bawang merah dan angkutan udara.

Pembatasan produksi Days Old Chick (DOC) dari

p e m e r i n t a h s e l e s a i p a d a A g u s t u s . D a l a m

perkembangan terkini, jumlah produksi DOC telah

diserahkan pada kesepakatan pelaku usaha terkait

jumlah stok yang harus dijaga.

Inflasi subkelompok lemak dan minyak turun

tajam. Subkelompok lemak dan minyak turun dari

21,73% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 10,69%

(yoy) pada triwulan III 2014. Komoditas utama yang

mendorong penurunan inf las i terbesar dar i

subkelompok ini adalah minyak goreng. Pada Juli dan

September, minyak goreng merupakan salah satu

Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa

Tengah masih cukup besar. Inflasi tahunan (yoy)

terbesar terjadi di Kota Cilacap dan Kudus masing-

masing sebesar 7,67% (yoy) dan 6,31% (yoy),

sementara terendah di Kota Tegal sebesar 3,78% (yoy).

Penurunan inflasi pada periode laporan utamanya

didorong oleh kelompok transportasi, komunikasi

dan jasa keuangan serta kelompok bahan

makanan. Inflasi tahunan pada hampir semua

kelompok tercatat lebih rendah dibandingkan dengan

periode sebelumnya (Tabel 2.3). Penurunan terbesar

terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi dan

jasa keuangan diikuti kelompok bahan makanan.

Sementara itu, penurunan inflasi yang lebih

dalam tertahan oleh kenaikan beberapa

kelompok barang dan jasa. Inflasi tahunan

kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga dan

kelompok kesehatan pada periode laporan tercatat

naik dibandingkan dengan periode sebelumnya.

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi tahunan kelompok bahan makanan

meneruskan tren penurunan sejak awal tahun,

meski di triwulan II sempat naik. Pada periode

laporan, inflasi kelompok bahan makanan turun dari

8,61% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 4,79%

(yoy). Namun angak tersebut masih tercatat lebih tinggi

dibandingkan inflasi tahunan kelompok bahan

makanan pada level nasional, yang tercatat sebesar

4,53% (yoy).

2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok

KOMODITAS

II III IV I II

4,58

8,20

5,02

3,00

3,41

1,95

4,47

2,04

2012 2013

Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III IV I

2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

II III

4,50

7,15

5,92

2,96

2,46

2,00

3,82

2,65

4,24

5,60

5,84

3,09

3,04

2,11

3,56

3,06

6,25

12,86

6,54

3,90

2,56

2,44

3,69

2,22

5,44

9,78

5,43

3,27

0,89

2,15

3,67

5,35

7,72

12,80

6,90

4,64

1,61

2,33

1,84

12,70

7,99

12,54

7,60

5,20

-0,01

2,48

2,52

13,27

7,08

7,17

8,04

6,14

2,75

2,94

2,95

13,04

7,26

8,61

7,79

7,13

4,16

3,52

2,91

10,07

5,00

4,79

5,61

6,68

1,87

3,87

6,12

2,58

26 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw II Kelompok Bahan Makanan

BAHAN MAKANAN

KOMODITAS

IV I II

2012 2013

5.6

3.5

7.12

9.9

8.92

5.07

4.57

17.43

11.51

2.28

-3.94

-0.12

9.78

4.47

10.25

10.11

5.72

8.26

17.5

13.12

12.01

26.63

-0.67

3.31

12.86

2.46

11.54

9.15

6

2.6

7.2

14.51

16.79

103.12

-9.83

2.28

III

12.8

5.95

19.31

12.43

5.17

7.58

17.04

10.59

10.32

44.71

6.45

3.33

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV

12.54

5.25

11.22

12.78

5.66

5.08

26.38

11.63

11.79

31.37

26.9

5.63

I

7.17

10.69

8.81

17.12

7.91

7.22

25.17

14.42

8.55

-25.87

25.1

5.43

4,79

5,95

3,09

6,92

4,17

10,59

8,43

4,31

6,48

-13,10

10,69

7,67

2014

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURAN

KACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

yoy

0,94

0,81

1,82

2,89

1,41

-0,59

5,72

0,20

1,40

-1,87

-1,98

1,91

qtq

Tw III 2014

II

8.61

7.81

14.62

15.48

6.44

10.06

12.4

15.41

11.01

-17.07

21.73

5.34

sapi murni tercatat inflasi cukup besar pada bulan

September yaitu sebesar 3,87% (mtm), dan (ii) deflasi

telur ayam ras, di bulan September 2014 tidak sebesar

tahun 2013.

2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok &

Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,

dan tembakau turun dari 7,79% (yoy) di triwulan II

2014 menjadi 5,61% (yoy). Inflasi bulanan sepanjang

triwulan III 2014 juga tercatat lebih rendah dibanding

periode yang sama tahun sebelumnya.

Turunnya inflasi di kelompok ini terutama akibat

penurunan di subkelompok makanan jadi.

Subkelompok makanan jadi turun dari 8,86% (yoy)

pada triwulan II 2014 menjadi 5,53% pada triwulan III

2014. Subkelompok tembakau dan minuman

bera lkohol juga turun mesk i t idak sebesar

subkelompok makanan jadi. Di sisi lain, subkelompok

minuman yang tidak beralkohol naik dari 2,79% pada

triwulan II 2014 menjadi 3,08% (yoy) pada triwulan III

2014.

2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan

Bakar

Inflasi kelompok ini turun dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, dari 7,13% (yoy) menjadi

6,68% (yoy). Penurunan inflasi kelompok perumahan,

air, listrik gas, dan bahan bakar utamanya didorong

penyumbang deflasi bulanan terbesar. Penurunan

harga global Crude Palm Oil (CPO) turut mendorong

penurunan harga minyak goreng.

Inflasi subkelompok kacang-kacangan dan

subkelompok ikan segar turun. Subkelompok

kacang-kacangan turun dari 15,41% (yoy) pada

triwulan II menjadi 4,31% (yoy) pada triwulan III,

sementara subkelompok ikan segar turun dari 15,48%

(yoy) menjadi 6,92% (yoy). Penurunan ikan segar juga

terjadi di level nasional, sejalan dengan pasokan yang

mencukupi.

Subkelompok bumbu-bumbuan masih tercatat

deflasi, meski tidak sedalam periode sebelumnya.

Pada triwulan III 2014 inflasi subkelompok bumbu-

bumbuan tercatat mengalami deflasi sebesar 13,10%,

setelah sebelumnya mengalami deflasi yang lebih

dalam sebesar 17,07% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Komoditas utama penyumbang deflasi subkelompok

bumbu-bumbuan adalah bawang merah. Laju deflasi

yang semakin dalam pada subkelompok ini tertahan

oleh kenaikan harga cabe merah.

Inflasi subkelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya

meningkat. Inflasi tahunan subkelompok telur, susu,

dan hasil-hasilnya meningkat dari 10,06% (yoy) di

triwulan II 2014 menjadi 10,59% (yoy). Beberapa faktor

yang membuat inflasi subkelompok ini lebih tinggi

dibandingkan periode sebelumnya (i) komoditas susu

27PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

28 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

1,87% (yoy). Semua subkelompok turun cukup besar.

Penurunan terbesar pada subkelompok barang pribadi

dan sandang lainnya yaitu dari 4,20% (yoy) menjadi

-1,87% (yoy). Utamanya akibat penurunan harga emas

perhiasan, sejalan dengan penurunan harganya di

komoditas internasional (Grafik 2.5).

Kelompok kesehatan meneruskan tren naik. Inflasi

kelompok kesehatan naik dari 3,52% (yoy) menjadi

3,87% (yoy). Hampir semua subkelompok naik kecuali

subkelompok jasa perawatan jasmani.

Berdasarkan disagregasi inflasi, inflasi di semua

kelompok menurun di triwulan laporan.

Penurunan terdalam berasal dar i ke lompok

administered prices yaitu dari 12,56% (yoy) di triwulan

II 2014 menjadi 6,69% (yoy) pada triwulan III 2014.

Kelompok volatile foods juga menurun dari 8,81%

(yoy) menjadi 4,25% (yoy). Sementara itu kelompok inti

tercatat turun terbatas (Grafik 2.6).

2.3.1. Kelompok Volatile foodsInflasi tahunan volatile foods turun dibandingkan

periode sebelumnya. Inflasi volatile foods turun dari

8,81% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 4,25% (yoy) di

triwulan III. Capaian ini juga yang terendah sepanjang

dua tahun terakhir.

turunnya biaya tempat tinggal. Inflasi subkelompok

perlengkapan rumah tangga juga tercatat turun meski

tidak sebesar biaya tempat tinggal. Sementara itu,

inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air

naik.

Inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan

dan air naik didorong penyesuaian harga elpiji

dan tarif listrik. Kenaikan tarif listrik pada September

sesuai dengan ketentuan ESDM untuk menaikkan tarif

listrik secara bertahap setiap 2 bulan sejak Mei dan Juli

2014 untuk golongan I-3, I-4, R-2, P-2, R-1, P-3 dan R-1

serta kenaikan secara bertahap setiap bulan untuk

golongan R-3, B-2, B-3 dan P-1. Sementara itu,

kenaikan bahan harga elpiji 12 kg terjadi di bulan

September.

2.2.4. Kelompok Lainnya

Berbeda dengan periode sebelumnya, kelompok

sandang pada triwulan laporan turun. Inflasi

menurun dari 4,16% (yoy) di triwulan II menjadi

Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.7

-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2013 2014

CORE VF ADM PRICE

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

% MTM

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.6

0

2

4

6

8

10

12

14

16

CORE VF ADM PRICE

% YOY

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Harga EmasGrafik 2.5

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

1800

I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014

Sumber : Bloomberg, Diolah

$ / OZ

2.3 Disagregasi Inflasi

29PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.10

0

5

10

15

20

25

Padi-padian, Umbi-umbian dan HasilnyaDaging dan Hasil-hasilnya

Ikan Segar

Telur, Susu dan Hasil-hasilnya

% YOY

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.11

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Sayur-sayuran Kacang-kacanganBumbu-bumbuan

Buah-buahanLemak dan Minyak

% YOY

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

Penurunan inflasi tahunan volatile foods,

utamanya disumbang oleh penurunan inflasi

subkelompok daging dan subkelompok minyak.

Inflasi tahunan pada hampir semua subkelompok

penyusun kelompok volatile foods turun. Hanya inflasi

subkelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya yang naik,

sementara subkelompok bumbu-bumbuan masih

tercatat deflasi meski tidak sedalam periode

sebelumnya.

Komoditas penyumbang penurunan terbesar

inflasi volatile foods adalah daging ayam ras.

Berakhirnya pembatasan produksi Days Old Chick

(DOC) di bulan Agustus membuat komoditas daging

ayam ras mencatatkan deflasi di bulan September.

Inflasi triwulanan periode laporan tercatat lebih

rendah dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya. Inflasi pada triwulan III 2014

sebesar 0,93% (qtq) lebih rendah dari triwulan III 2013

sebesar 5.35% (qtq). Angka ini dibandingkan

historisnya juga masih tercatat lebih rendah (Grafik

2.9).

Penurunan inflasi volatile foods mencerminkan

terjaganya pasokan bahan makanan di Jawa

Tengah. Bawang merah sebagai salah satu komoditas

penyumbang deflasi terbesar kelompok volatile foods

mengalami pasokan yang melimpah pasca panen raya

di bulan Agustus. Berdasarkan data Bulog, pasokan

beras juga masih memadai untuk mencukupi hingga

hampir 9 bulan kebutuhan operasional.

Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Foods 2012-2014

Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Foods Triwulan III

Grafik 2.9

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rata-rata 2009-2013 2012 2013 2014

3,82

1,75

5,35

0,93

Rata-rata 2009-2013

2012 2013 2014

% MTM

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2.3.2. Kelompok Administered PricesI n f l a s i k e l o m p o k a d m i n i s t e r e d p r i c e s

memperlihatkan tren menurun pada periode

laporan. Inflasi kelompok administered prices pada

triwulan III 2014 turun tajam dari 12,56% (yoy) pada

triwulan II menjadi 6,69% (yoy) pada triwulan III. Pada

periode laporan tercatat inflasi sebesar 2,09% (qtq),

lebih rendah dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya 7,71% (qtq) (Grafik 2.16).

Penurunan inflasi kelompok administered prices,

didorong oleh turunnya subkelompok transpor.

Inflasi subkelompok tembakau dan minuman

beralkohol juga turun, namun tidak sebesar

subkelompok transpor. Sementara itu, inflasi tahunan

subkelompok bahan bakar, penerangan dan air tren

nya naik sejak tahun 2013 (Grafik 2.17).

Komoditas minyak goreng, mendorong ke bawah

inflasi volatile foods. Pada bulan Juli dan September,

minyak goreng menjadi salah satu komoditas

penyumbang deflasi terbesar. Deflasi yang terjadi pada

minyak goreng, sejalan dengan turunnya harga CPO

Internasional (Grafik 2.13).

Deflasi bawang merah sejak bulan Agustus,

mendorong ke bawah inflasi volatile foods. Sesuai

polanya (Grafik 2.14), di bulan Agustus tercatat deflasi

pada komoditas bawang merah, hal ini sejalan dengan

panen bawang merah di bulan Juni dan Juli.

Inflasi cabe merah di bulan September, menahan

penurunan inflasi volatile foods. Di luar polanya,

inflasi cabe merah di bulan September tercatat tinggi

sebesar 66,06% (mtm). Menurunnya pasokan akibat

musim kemarau, menyebabkan harga cabe merah naik.

30 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.12

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov

Sumber : BPS, diolah

2011 2012 2013 2014

% MTM

Perkembangan Inflasi BulananMinyak Goreng dan Perkembangan Harga CPO

Grafik 2.13

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

2 3 4 5 6 7 8 9

2014

Sumber : BPS, diolah

Minyak Goreng CPO

% MTM

Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.14

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2011 2012 2013 2014

Sumber : BPS, diolah

% MTM

Perkembangan Inflasi Bulanan Cabe Merah Grafik 2.15

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2011 2012 2013 2014

Sumber : BPS dan Bloomberg, diolah

% MTM

2.3.3. Kelompok Inti

Inflasi inti relatif terjaga, sejalan dengan kegiatan

ekonomi domestik yang tumbuh moderat. Inflasi

kelompok inti turun, dari 5,25% (yoy) pada triwulan II

menjadi 4,17% (yoy) pada periode laporan.

Perlambatan inflasi kelompok inti tercermin pada

perkembangan inflasi inti nontraded dan ekspektasi

inflasi yang mengalami penurunan.

Dari sisi permintaan, penurunan inflasi inti sejalan

dengan terbatasnya permintaan domestik yang

tercermin dari perkembangan inflasi inti

nontraded. Inflasi tahunan inti nontraded tercatat

mengalami penurunan dibandingkan dengan periode

sebelumnya. Tekanan dari output gap relatif minimal

dan cenderung turun (Grafik 2.21).

Beberapa indikator yang mengonfirmasi terbatasnya

permintaan diantaranya kredit konsumsi rumah tangga

yang melambat dan menurunnya perkembangan

Inflasi administered prices turun, namun masih

re lat i f t inggi karena adanya kebi jakan

penyesuaian tarif listrik. Penyesuaian tarif listrik

mendorong inflasi subkelompok bahan bakar,

penerangan, dan air. Berdasarkan Peraturan Menteri

ESDM tarif listrik naik mulai bulan Mei dan Juli dan

kemudian berlanjut setiap dua bulan sekali untuk

golongan I-3, I-4, R-2, P-2, R-1, P-3 dan R-1 serta

kenaikan secara bertahap setiap bulan untuk golongan

R-3, B-2, B-3 dan P-1 (Grafik 2.18).

Penyesuaian harga elpiji 12 kg di bulan

September, mendorong inflasi subkelompok

bahan bakar, penerangan, dan air. Sejak 10

September 2014, Pertamina menyesuaikan harga elpiji

12 Kg, dari Rp92.800 menjadi Rp114.300 atau

23,17%. Kenaikan ini memberikan dampak yang

berbeda di tiap kota (Grafik 2.19). Inflasi bahan bakar

rumah yang tertinggi akibat kenaikan elpiji 12 kg, di

Surakarta dan Cilacap.

Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Adminitered Prices Triwulan III

Grafik 2.16

2,70

1,28

7,71

2,09

Rata-rata 2009-2013

Sep-12 Sep-13 Sep-14

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Adminitered Prices

Grafik 2.17

0

5

10

15

20

25

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR TRANSPOR

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

% YOY

Perkembangan Inflasi Bulanan Tarif ListrikGrafik 2.18

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

5 6 7 8 9 10

2014

Permen ESDM No 09 Tahun 2014Kenaikan TTL pada I-3 >200 kVA go public,I-4 30.000kVA stp dua bulan sekali naikR-3 >6.600 VA , B-2 6.600 VA s.d 200kVA, B-3 >200 kVA, P-1 6.600 VA s.d 200 kVAstp satu bulan sekali naik

Permen ESDM No 09 Tahun 2014I-3 non go public > 200 kVA R-2 (3.500 VA s.d 5.500 VA)P-2 >200 kVA, R-1 2.200 VA, P-3, R-1 1.300 VA stp satu bulan sekali naik

% MTM

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Inflasi Bulan September Bahan Bakar Rumah Tanggadi 6 Kota di Jawa Tengah

Grafik 2.19

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

% MTM

CIL

AC

AP

PURW

OKE

RTO

KUD

US

SURA

KART

A

SEM

ARA

NG

TEG

AL

JAW

A T

ENG

AH

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

31PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dengan

periode sebelumnya.

Beberapa indikator yang mengonfirmasi tekanan faktor

eksternal diantaranya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

AS (kurs tengah Bank Indonesia) yang melemah dan

perkembangan harga komoditas pangan internasional

juga masih melambat. Rata-rata nilai tukar Rupiah

melemah sebesar 0,7% ke level Rp11.766,89 pada

triwulan III 2014. Pertumbuhan tahunan harga minyak

kelapa sawit melambat, sementara untuk beras naik

namun masih tercatat negatif.

kegiatan usaha industri pengolahan nonmigas hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha.

Ekspektasi inflasi menunjukkan penurunan.

Ekspektasi harga konsumen 3 bulan yang akan datang

turun, sementara 6 bulan dan 1 tahun yang akan

datang relatif stabil (Grafik 2.22). Sejalan dengan itu

dari sisi pedagang terlihat bahwa ekspektasi harga

yang akan datang pada periode laporan menurun

dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik

2.23).

Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami

perlambatan. Tekanan imported inflation yang

tercermin dari kelompok inti traded pada periode

Perkembangan Output Gapdan Pertumbuhan Ekonomi Tahunan

Grafik 2.21

-0,2

-0,1

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

5

5,2

5,4

5,6

5,8

6

6,2

6,4

6,6

6,8

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

PDRB yoy Output Gap - Skala Kanan

% YOY

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

%

Perkembangan InflasiTriwulanan Kelompok Inti Triwulan III

Grafik 2.20

1,631,48

2,39

1,35

Rata-rata 2009-2013

Sep-12 Sep-13 Sep-14

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.22

160

165

170

175

180

185

190

195

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2013 2014

INDEKS

Ekspektasi harga 3 bulan yad Ekspektasi harga 6 bulan yadEkspektasi harga 12 bulan yad

Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.23

120

130

140

150

160

170

180

190

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2013 2014

INDEKS

3 bulan yad 6 bulan yad

32 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.24

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

I II III IV I II III IV I II III

qtq (Skala Kanan) yoy

% YOY

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

% QTQ

Perkembangan Harga Komoditas Internasional Grafik 2.25

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Minyak Kelapa Sawit Beras Emas

% YOY

Sumber : Bloomberg

2012 2013 2014

33PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

kenaikan harga Bahan Bakar Minyak di tahun 2013

sudah tidak ada.

Kelompok bahan makanan member ikan

sumbangan terbesar penurunan inflasi di seluruh

kota Jawa Tengah. Penurunan inflasi tahunan

kelompok bahan makanan bervariasi di antar kota.

Penurunan terbesar di Kudus dari 17,35% (yoy) pada

triwulan II menjadi 8,22% (yoy). Sementara itu,

penurunan terkecil di Cilacap dari 6,98% (yoy) pada

triwulan II menjadi 6,40% (yoy) (Grafik 2.28).

Penurunan juga ter jadi pada kelompok

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar di

hampir seluruh kota. Hanya di Surakarta dan Kudus

yang tercatat naik. Hal ini akibat kenaikan bahan bakar

rumah tangga di kedua kota ini termasuk yang tertinggi

di Jawa Tengah, bersama dengan Cilacap.

Tren penurunan inflasi terjadi di seluruh kota yang

disurvei oleh BPS di Jawa Tengah. Penurunan

terbesar terjadi di kota Kudus yang sebelumnya pada

triwulan II 2014 sebesar 9,54% (yoy) menjadi 6,31%

(yoy). Sementara itu, penurunan terkecil terjadi di kota

Tegal yaitu dari 5,68% (yoy) menjadi 3,78% (yoy)

(Grafik 2.26).

Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa

Tengah masih tinggi. Inflasi tertinggi terjadi di Cilacap

diikuti Kudus masing-masing sebesar 7,67% (yoy) dan

6,31% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah terjadi di

Tegal sebesar 3,78% (yoy) (Grafik 2.26).

Berdasarkan kelompok barang dan jasa,

penurunan terbesar di seluruh kota disumbang

oleh kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan. Di seluruh kota penghitung inflasi, dampak

2.4 Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

Inflasi Tahunan Triwulan III 2014 Grafik 2.26

7,67

4,18

6,31

4,65 4,84

3,78

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

% YOY

Perkembangan Inflasi Tahunan di 6 Kota di Jawa Tengah Grafik 2.27

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

% YOY

Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

5,00

4,53

Inflasi Tahunan per Kota Inflasi Tahunan Jawa Tengah Inflasi Tahunan Nasional

Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanandi 6 Kota di Jawa Tengah

Grafik 2.28

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal

Tw II 2014 Tw III 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

% YOY

Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik,Gas dan Bahan Bakar di 6 Kota di Jawa Tengah

Grafik 2.29

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal

Tw II 2014 Tw III 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

% YOY

Di sisi lain, kelompok pendidikan, rekreasi dan

olah raga memberikan dorongan inflasi.

Peningkatan terbesar terjadi di Surakarta dan Cilacap.

Sumbangan terbesar diberikan oleh subkelompok jasa

pendidikan.

34 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Rencana pemerintah menyesuaikan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) bersubsidi untuk menyehatkan fiskal

tentunya perlu didukung oleh semua pihak. Diharapkan,

kebijakan ini dapat mendorong perekonomian secara

berkesinambungan dengan inflasi yang rendah dan

stabil. Kebijakan ini direncanakan akan diterapkan

sebelum tahun 2015.

Kebijakan serupa sudah beberapa kali dilakukan

sepanjang sepuluh tahun terakhir. Kebijakan yang baru

saja dilakukan adalah pada tahun 2013, dimana

pemerintah menaikkan harga premium dari Rp 4.500 per

liter menjadi Rp 6.500 per liter atau sebesar 44,44%,

sementara solar dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 5.500

per liter atau sebesar 22,22%.

Kebijakan ini sempat membuat inflasi Jawa Tengah naik

menjadi 7,98% (yoy) di akhir tahun 2013, dari

sebelumnya 4,24% (yoy) di tahun 2012. Di tahun 2014,

inflasi kembali turun di level 5,01% pada Oktober 2014.

Sementara itu, dar i perkembangan ekonomi,

pertumbuhan ekonomi 2013 sebesar 5,8% di tahun

2013, melambat dibandingkan dengan tahun 2012

sebesar 6,3%. Namun, perlambatan ini lebih

dikarenakan kondisi perekonomian global yang

melemahkan ekspor, selain itu investasi juga melambat.

Dari sisi kesejahteraan masyarakat, kemiskinan relatif

tidak terpengaruh. Persentase penduduk miskin

kemiskinan pada tahun 2013 tercatat sebesar 14,44%,

menurun dibandingkan dengan tahun 2012 yang

tercatat sebesar 14,98%.

Dampak penyesuaian harga BBM bersubsidi di tahun

2014 diperkirakan akan memiliki pola yang sama dengan

tahun 2013. Dengan asumsi kenaikan BBM bersubsidi

(solar dan premium sebesar Rp3.000,00), inflasi Jawa 4Tengah akan bertambah 3,00% . Sementara itu,

pertumbuhan ekonomi relatif tidak mengalami 5perubahan yang signifikan . Dari sisi sosial, diperkirakan

program yang telah disiapkan oleh pemerintah dapat

mengkompensasi peningkatan penduduk miskin akibat

kenaikan BBM bersubsidi.

Berbagai program kompensasi yang telah disiapkan

masyarakat diantaranya program keluarga harapan,

bantuan siswa miskin, dan bantuan langsung sementara

masyarakat. Perlunya kerjasama dengan pemerintah

daerah untuk mengawal program agar berjalan efektif

dan efisien, sehingga dapat meredam dampak yang

ditimbulkan dari penyesuaian harga BBM bersubsidi.

Pemerintah daerah bersama Bank Indonesia melalui Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) telah mengidentifikasi

sejumlah langkah antisipasi dampak penyesuaian harga

BBM bersubsidi sebagai berikut (i) pemberian bantuan

kepada masyarakat, (ii) monitoring kondisi pasokan

BBM, (iii) program pasar murah dan operasi pasar, (iv)

pengamanan jalur distribusi dan suplai bahan kebutuhan

pokok, (v) deteksi dini penimbunan BBM bersubsidi dan

bahan kebutuhan pokok, (vi) pemetaan potensi

kerawanan, serta (vii) koordinasi antara pemerintah

pusat daerah dalam penetapan kenaikan biaya

transportasi umum.

SUPLEMEN IIUPAYA ANTISIPATIF DAMPAK PENYESUAIAN HARGA BBMBERSUBSIDI DI JAWA TENGAH

Dampak pada kenaikan BBM sebesar Rp3.000 pada inflasi, 1st round 1,60%, 2nd round 0,53%, dan 3rd round 0,87% Secara umum, efek kenaikan harga BBM kurang terlihat dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi faktor lain seperti kondisi ekonomi dunia. Sedangkan bila secara lebih detil, dari tabel input-output, terlihat bahwa kenaikan BBM di Provinsi Jawa Tengah lebih berdampak pada sektor pertanian. Sementara di sektor pertambangan, industri pengolahan, PHR, serta sektor angkutan dan komunikasi dampaknya sangat kecil

45.

35PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BABIII

Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan III 2014 masih tumbuh dengan baik.

Indikator utama perbankan, yaitu aset, kredit, dan Dana Pihak Ketiga (DPK)

menunjukkan pertumbuhan yang mengalami perlambatan.

Perbankan syariah mengalami penguatan pertumbuhan aset dan DPK yang

dihimpun. Namun demikian, pembiayaan yang disalurkan mengalami sedikit

perlambatan.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah.

37

Meskipun mengalami perlambatan pada seluruh

indikator utama kinerja perbankan di Jawa

Tengah, industri perbankan pada triwulan III 2014

masih tumbuh cukup baik (Grafik 3.2). Secara

tahunan, pada triwulan ini total aset tumbuh melambat

sebesar 13,94% (yoy) setelah sebelumnya mampu

tumbuh sebesar 17,81% (yoy) pada triwulan II 2014.

To t a l a s e t b a n k u m u m t e r c a t a t s e b e s a r

Rp252,31triliun.

Sementara itu, indikator perbankan utama lainnya yaitu

kredit mengalami kondisi serupa. Pertumbuhan

kredit pada triwulan laporan mengalami

perlambatan. Pada triwulan laporan, kredit tumbuh

sebesar 13,56% (yoy) melambat dibandingkan dengan

triwulan lalu yang mampu mencapai 15,96% (yoy).

Total kredit pada triwulan III 2014 adalah sebesar

Rp191,87 triliun.

Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun juga turut

mengalami perlambatan. Pertumbuhan DPK pada

triwulan ini adalah sebesar 14,10% (yoy) melambat

dibandingkan dengan triwulan II 2014 yang tumbuh

sebesar 17,37% (yoy). Total DPK pada triwulan laporan

adalah sebesar Rp 185,79 triliun dengan porsi

utamanya dalam bentuk tabungan mencapai hingga

49%, kemudian disusul oleh deposito sebesar 35% dan

giro sebesar 16%. Tidak terjadi perubahan di sepanjang

lima tahun terakhir mengenai proporsi bentuk

simpanan ini.

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

Perkembangan jaringan kantor bank umum di

Jawa Tengah menurun dibanding triwulan

sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan, jumlah

kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.503

unit menurun dari triwulan II 2014 yang sebanyak

3.527 unit. Penurunan utamanya terjadi pada kantor

kas pada kelompok bank pemerintah dan bank swasta.

Kantor kas kelompok bank pemerintah menurun dari

210 unit menjadi 184 unit, sementara kantor kas

kelompok bank swasta menurun dari 106 unit menjadi

90 unit. Peningkatan jumlah jaringan kantor dijumpai

Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 6.

3.2. Perkembangan Bank Umum

6 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

Indikator perbankan lainnya yaitu Loan to Deposit

Ratio (LDR) turut mengalami penurunan pada

triwulan laporan. Angka LDR sebesar 103,27%

menurun dari triwulan II 2014 sebesar 105,01%.

Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan masih

dapat dijaga dengan baik sehingga Non Performing

Loan (NPL) berada di bawah level indikatif, yaitu pada

level 2,22%. Angka NPL ini sedikit mengalami

penurunan dari periode sebelumnya yang sebesar

2,24%. Perlambatan kinerja perbankan secara umum

pada triwulan III ini berdampak pada pertumbuhan

ekonomi sektor keuangan yang turut melambat

menjadi sebesar 7,43% (yoy) setelah triwulan lalu

mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,44%

(yoy).

39PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

90

96

102

108

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV2012 2013 2014

I II III IV I II III

Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.2.

PERSEN YOY PERSEN

Pertumb. Aset Pertumb. Kredit Pertumb. DPK LDR (skala Kanan)

Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.1.

0

50

100

150

200

250

300

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

ASET KREDIT DPK

TRILIUN RUPIAH

dalam bentuk deposito. Pertumbuhan deposito pada

triwulan laporan adalah sebesar 26,08% (yoy)

meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 24,96% (yoy).

Dilihat dari golongan nasabahnya, secara keseluruhan

kelompok pemerintah masih mampu tumbuh positif

meskipun melambat. DPK nasabah kelompok sektor

pemerintah tumbuh sebesar 12,57% (yoy) melambat

dari triwulan lalu sebesar 18,93% (yoy). Kondisi ini

sejalan dengan meningkatnya konsumsi pemerintah

yang terlihat pada kondisi perekonomian secara umum.

Apabila dilakukan pengamatan lebih dalam, terlihat

bahwa pemerintah pusat mengalami pertumbuhan

tertinggi, yaitu sebesar 30,47% (yoy) melambat dari

triwulan II 2014 sebesar 30,84% (yoy). Sementara itu,

penurunan tajam pada kelompok BUMN atau

pemerintah campuran masih berlanjut. Secara tahunan

go longan nasabah ke lompok BUMN mas ih

mencatatkan pertumbuhan negatif sebagaimana

triwulan lalu. Pada triwulan laporan, pertumbuhan

negatif yang dicatatkan adalah sebesar 45,23% (yoy),

sedangkan periode lalu mengalami pertumbuhan

dalam bentuk kantor cabang pembantu pada

kelompok bank pemerintah dari 1759 unit menjadi

1779 unit dan pada kelompok bank pemerintah daerah

dari 107 unit menjadi 110 unit. Sementara itu,

kelompok bank asing dan campuran mengalami

penambahan jumlah jaringan kantor dari triwulan II

2014 sebanyak 3 unit dalam bentuk kantor cabang.

3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPK

Pertumbuhan DPK melambat dalam bentuk

tabungan dan giro. Mengingat porsinya yang besar,

perlambatan DPK dalam bentuk tabungan turut

mendorong perlambatan DPK secara keseluruhan

(Grafik 3.3 dan Grafik 3.4). Komponen DPK mengalami

perlambatan utamanya dalam bentuk giro yang

melambat menjadi sebesar 7,20% (yoy) dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 21,59% (yoy).

Sementara itu, komponen DPK lain, yaitu tabungan

juga turut mengalami kondisi serupa. Pada triwulan III

2014, tabungan tumbuh melambat menjadi sebesar

9,13% (yoy) dari triwulan lalu yang tumbuh sebesar

11,27% (yoy). Komponen DPK yang mengalami

pen ingkatan per tumbuhan hanya d i jumpa i

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah

Jumlah Kantor Bank Umum

KETERANGAN

I II III IV I II

2012 2013

Bank Pemerintah

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu 1)

Kantor Kas

Bank Pemerintah Daerah

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

Bank Asing dan Bank Campuran

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

Bank Swasta Nasional

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

III IV

Bank Konvensional

Jumlah Bank Umum

jumlah Bank (Kantor Pusat)

51

2

3.381

2.149

0

79

1.853

217

248

1

40

93

114

964

1

166

682

115

20

0

16

4

0

I

1) Termasuk BRI UNIT

2014

II III

51

2

3.500

2.159

0

79

1.857

223

250

1

40

93

116

1.070

1

168

774

127

21

0

16

4

1

51

2

3.615

2.174

0

79

1.875

220

252

1

41

93

117

1.168

1

171

855

141

21

0

16

4

1

51

2

3.628

2.184

0

79

1.881

224

256

1

41

95

119

1.167

1

171

850

145

21

0

16

4

1

51

2

3.676

2.201

0

80

1.897

224

273

1

41

103

128

1.181

1

180

864

136

21

0

16

4

1

51

2

3.632

2.156

0

80

1.855

221

276

1

41

104

130

1.179

1

181

865

132

21

0

16

4

1

51

2

3.675

2.185

0

80

1.855

250

278

1

42

105

130

1.192

1

184

872

135

20

0

15

4

1

51

2

3.754

2.258

0

80

1.872

306

282

1

42

106

133

1.192

1

185

868

138

22

0

15

6

1

51

2

3.759

2.258

0

80

1.872

306

287

1

42

106

138

1.192

1

185

868

138

22

0

15

6

1

51

2

3.527

2.049

0

80

1.759

210

294

1

43

107

143

1.168

1

196

865

106

18

0

11

6

1

51

1

3.503

2.043

0

80

1.779

184

297

1

43

110

143

1.143

0

190

863

90

21

0

14

6

1

40 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Penyaluran kredit berdasarkan sektor utama porsi

terbesar disalurkan kepada sektor perdagangan

besar dan eceran, yaitu 34,81% dilanjutkan dengan

industri pengolahan 17,72% dan pertanian 3,07%.

Dukungan dunia perbankan terhadap perekonomian

Jawa Tengah dapat dilihat melalui penyaluran kredit

kepada sektor utama daerah, yaitu sektor pertanian,

sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan,

hotel dan restoran (PHR) seperti ditampilkan pada

Grafik 3.5.Pertumbuhan kredit sektor utama tertinggi

pada triwulan III 2014 dicapai oleh sektor pertanian

dengan pertumbuhan mencapai 35,54% (yoy) meski

melambat dari triwulan lalu yang mampu mencapai

pertumbuhan sebesar 38,46% (yoy). Kinerja kredit

kepada sektor industri pengolahan juga menunjukkan

pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan

periode sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar

17,66% (yoy) melambat dari 17,94% (yoy). Demikian

negatif sebesar 45,43% (yoy). Lebih jauh, pada

kelompok nasabah sektor swasta mengalami kondisi

serupa. Perlambatan pertumbuhan yang berhasil

dicatatkan pada triwulan laporan adalah sebesar

14,40% (yoy), sementara pada triwulan II 2014 tumbuh

sebesar 17,12% (yoy). Perlambatan pada kelompok

nasabah sektor ini utamanya didorong oleh

perlambatan pada bukan lembaga keuangan yaitu

sebesar 22,44% (yoy) setelah triwulan lalu mampu

tumbuh sebesar 35,70% (yoy).

3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan

Laju pertumbuhan kredit tercatat mengalami

perlambatan seiring dengan perlambatan DPK.

Kredit bank umum melambat menjadi sebesar 13,56%

(yoy) dari triwulan lalu sebesar 15,96% (yoy).

Perlambatan ini diduga akibat suku bunga pinjaman

yang mengalami peningkatan utamanya suku bunga

pinjaman dalam bentuk deposito.

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

0

20

40

60

80

100

I II III IV

2012 2013 2014

I II III IV I II III

Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.3.

TRILIUN RUPIAH

Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.4.

-5

5

15

25

35

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III2014

PERSEN YOY

PERTUMB. GIRO PERTUMB. TABUNGAN PERTUMB. DEPOSITO

0

20

40

60

80

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.5.

Kredit Sektor Pertanian Kredit Sektor Industri Pengolahan Kredit Sektor Phr

TRILIUN RUPIAH

Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6.

-20

20

60

100

140

180 PERSEN YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

Pertumb. Kredit Sektor Pertanian

Pertumb. Kredit Sektor Industri Pengolahan Pertumb. Kredit Sektor PHR

41PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7

53%32%

5%

Pertanian PHRIndustri Pengolahan

pula halnya dengan penyaluran kredit kepada sektor

PHR pada triwulan ini yang mencatatkan pertumbuhan

melambat menjadi sebesar 16,77% (yoy) dari triwulan II

2014 dengan tumbuh sebesar 17,83% (yoy).

Penyaluran kredit berdasarkan penggunaan

secara keseluruhan juga mengalami perlambatan.

Pertumbuhan tertinggi pada periode ini dijumpai pada

kredit modal kerja (Grafik 3.9). Kredit modal kerja yang

mendominasi pangsa kredit berdasarkan penggunaan

yaitu sebesar 54% mampu mencatatkan pertumbuhan

sebesar 15,45% (yoy) melambat dari sebelumnya yang

tumbuh sebesar 17,94% (yoy). Sementara itu, kredit

investasi dengan pangsa sebesar 14% mengalami

perlambatan pertumbuhan sebesar 13,38% (yoy) dari

triwulan II 2014 sebesar 22,81% (yoy). Kredit konsumsi

dengan pangsa 32% selain tumbuh melambat juga

mencapai pertumbuhan terendah, yakni sebesar

4,84% (yoy) setelah sebelumnya mampu tumbuh

sebesar 10,06% (yoy).

0

40

80

120

Perkembangan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi

TRILIUN RUPIAH

0

20

40

60

Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

Pertumb. Kredit Modal Kerja Pertumb. Kredit Investasi Pertumb. Kredit Konsumsi

PERSEN YOY

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Perkembangan suku bunga simpanan dan

pinjaman di Jawa Tengah menunjukkan kondisi

yang beragam. Suku bunga simpanan dalam bentuk

giro mengalami penurunan menjadi sebesar 2,93%

dari sebelumnya yang sebesar 2,96%. Sementara itu,

suku bunga simpanan dalam bentuk tabungan stagnan

sama dengan triwulan lalu, yaitu di level 1,78%.

Sementara itu, suku bunga simpanan dalam bentuk

deposito mengalami peningkatan menjadi sebesar

8,05% dari triwulan II 2014 sebesar 7,83%.

Apabila ditinjau berdasarkan waktunya, peningkatan

suku bunga deposito hanya dijumpai pada deposito

dengan jangka waktu di bawah 6 bulan, sementara

deposito dengan tenor lebih dari 6 bulan mengalami

penurunan. Peningkatan suku bunga deposito jangka

pendek ini ditujukan untuk menarik likuiditas

masyarakat yang tengah lesu. Peningkatan tertinggi

dijumpai pada suku bunga deposito bertenor kurang

Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10

54%32%14%

Modal Kerja KonsumsiInvestasi

42 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

13,56% pada triwulan lalu, sedangkan suku bunga

kredit konsumsi menurun menjadi 12,97% pada

tr iwulan laporan dari 13,02% pada periode

sebelumnya.

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank

Umum

Non Performing Loan (NPL) kredit yang disalurkan

perbankan Jawa Tengah dapat dipertahankan

pada level yang rendah, yang mengindikasikan

kualitas kredit terjaga dengan baik. Tingkat NPL gross

perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2014 sebesar

2,22% menurun dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 2,24%.

Kredit berdasarkan penggunaan, meskipun dalam

tren melambat dari triwulan lalu namun memiliki

angka NPL gross pada semua komponen

pembentuknya berada di bawah level aman.

Kredit berdasarkan jenis penggunaan mengalami tren

peningkatan NPL terkecuali pada kredit modal kerja

yang menurun menjadi sebesar 2,57% dari

sebelumnya sebesar 2,60% pada triwulan II 2014. NPL

kredit investasi dan konsumsi tercatat mengalami tren

meningkat dengan angka NPL masing-masing yaitu

3,42% dari 2,87%, dan 1,21% dari 1,19%.

atau sama dengan 3 bulan, yaitu sebesar 8,56% dari

8,21%. Kenaikan suku bunga juga terjadi pada

deposito bertenor kurang atau sama dengan 6 bulan

menjadi sebesar 8,63% dari 8,29%. Pada triwulan III

2014, suku bunga deposito tertinggi dijumpai pada

deposito bertenor kurang atau sama dengan 36 bulan

yaitu sebesar 8,89% turun dari periode lalu yang

sebesar 9,37%.

Berdasarkan penggunaan, hanya suku bunga

kredit modal kerja yang mengalami peningkatan.

Dengan porsi kredit modal kerja yang mendominasi

kredit berdasarkan penggunaan maka peningkatan

suku bunga kredit ini menyebabkan suku bunga kredit

berdasar penggunaan secara umum mengalami

peningkatan. Suku bunga kredit modal kerja

meningkat menjadi 13,26% pada triwulan III2014 dari

13,16% pada triwulan II 2014. Sementara itu, suku

bunga kredit investasi relatif stabil pada 13,55% dari

Perkembangan Suku Bunga PinjamanBank Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12

10,5

12

13,5

15

Kredit Modal Kerja Investasi Konsumsi

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

PERSEN

Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11

0

3

6

9

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

Giro Tabungan Deposito

PERSEN

Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13

5

10

15

20

Pertanian Industri Pengolahan PHR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

43PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah

mengalami sedikit perlambatan dibanding triwulan

sebelumnya. Pada triwulan laporan, pertumbuhan

pembiayaan sebesar 25,60% (yoy) dari sebelumnya

sebesar 25,62% (yoy). Angka Financing to Deposit

Ratio (FDR) pada triwulan III 2014 adalah sebesar 131%

menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar

139%.

Kinerja baik perbankan syariah didukung dengan

peningkatan jaringan kantor bank syariah menjadi

sejumlah 178 unit dari triwulan II yang baru sebanyak

175 unit. Namun demikian, jumlah jaringan kantor unit

usaha syariah (UUS) justru mengalami penurunan

peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Pada

triwulan laporan, jumlah UUS adalah sebanyak 58 unit

menurun dari triwulan sebelumnya sebanyak 60 unit.

Sementara itu, jumlah jaringan kantor BPR syariah

masih stagnan hingga triwulan III 2014 ini yaitu sebesar

24 unit.

Dilihat dari risiko kredit yang dihadapi sektor

utama di Provinsi Jawa Tengah terlihat secara

keseluruhan masih berada di bawah level

indikatif yang dipersyaratkan. Indikator risiko yang

tercermin dari angka NPL pada sektor pertanian, yaitu

sebesar 2,13%, sektor industri pengolahan 1,46%, dan

sektor PHR 3,32%. Angka NPL sektor industri

pengolahan masih mengalami tren menurun,

sedangkan NPL sektor pertanian dan PHR mengalami

tren meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2014.

Perkembangan industri syariah pada triwulan III 2014 di

Jawa Tengah menunjukkan kinerja yang cukup baik.

Perbankan syariah mengalami pertumbuhan aset

sebesar 16,29% (yoy) dari sebelumnya 15,75% (yoy)

pada triwulan II 2014. Demikian halnya dengan DPK

industri perbankan syariah yang juga mengalami

peningkatan dari triwulan sebelumnya, yakni sebesar

19,60% (yoy) dari 16,49% (yoy). Sementara itu,

0

1

2

3

4

5

NPL Kredit Sektor Pertanian NPL Kredit Sektor Industri Pengolahan NPL Kredit Phr

0

1

2

3

4

Perkembangan Risiko KreditBerdasar Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14 Perkembangan Risiko KreditBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

NPL Kredit Modal Kerja NPL Kredit Investasi NPL Kredit Konsumsi

PERSENPERSEN

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

KETERANGAN

II III IV I II

2012 2013

Bank Syariah

Bank Umum

Jumlah Bank

Jumlah Kantor

Unit Usaha Syariah

Jumlah Kantor

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah

Jumlah Bank

Jumlah Kantor

7

147

47

23

23

8

152

49

23

23

8

156

49

23

23

8

158

51

23

23

9

160

59

24

24

III

9

165

61

24

24

IV

9

167

62

24

24

I

2014

9

167

62

24

24

II

9

175

60

24

24

III

10

178

58

24

24

44 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Kredit UMKM berdasarkan sektor utama di Provinsi

Jawa Tengah terlihat bahwa mayoritas kredit ditujukan

kepada sektor PHR (Grafik 3.18). Perlambatan kredit

juga dijumpai pada kredit kepada UMKM sektor

per tan ian dan sektor indust r i pengolahan.

Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor pertanian

sebesar 28,20% (yoy) melambat dari 33,63% (yoy)

pada triwulan II 2014. Kondisi perlambatan kredit

tersebut juga dijumpai pada sektor industri pengolahan

UMKM dengan tumbuh sebesar 14,45% (yoy) dari

sebelumnya sebesar 21,56% (yoy) pada triwulan lalu.

Sementara itu, pertumbuhan kredit kepada UMKM

sektor PHR masih menunjukkan pertumbuhan sebesar

14,09% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya

yaitu sebesar 13,89% (yoy). Risiko kredit kepada

UMKM berdasar sektor utama berada pada level aman.

NPL kredit sektor pertanian adalah 2,60%, sektor

industri pengolahan 3,96%, dan sektor PHR 3,70%.

Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di

Jawa Tengah pada triwulan III 2014 mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan II 2014.

Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah kepada

UMKM mencapai 38,15%. Dapat dilihat pada Grafik

3.16, pertumbuhan tahunan yang berhasil dicatatkan

pada periode ini yaitu sebesar 17,51% (yoy) setelah

pada t r iwulan I I 2014 sebe lumnya mampu

mencatatkan pertumbuhan sebesar 19,35% (yoy).

Sementara itu, risiko atas kredit pada sektor UMKM

mengalami peningkatan namun masih terjaga pada

batas aman yang dipersyaratkan yaitu sebesar 5%. NPL

kredit UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan

yaitu sebesar 3,63%, meningkat dari sebelumnya yang

sebesar 3,59% (Grafik 3.17).

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.16

0

5

10

15

20

25

30

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

TRILIUN RUPIAH PERSEN YOY

Kredit Umkm Pertumb. Kredit Umkm - Skala Kanan

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.17

0%

1%

2%

3%

4%

5%

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

NPL Nominal Kredit Umkm NPL Kredit Umkm (%) - Skala Kanan

TRILIUN RUPIAH

Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar SektorGrafik 3.18

-20

20

60

100

140

Pertanian Industri Pengolahan PHR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

PERSEN YOY

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasar Sektor

Grafik 3.19

0%

2%

4%

6%

NPLKredit Sektor Pertanian

PERSEN YOY

NPL Kredit Sektor Industri Pengolahan NPL Kredit Sektor Phr

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

45PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Kegiatan kliring pada triwulan III 2014 (Agustus)

melambat dibandingkan sebelumnya. Perlambatan

terjadi dari sisi nominal, sedangkan jumlah warkat

kliring mengalami perbaikan. Nominal transaksi kliring

pada periode laporan tercatat tumbuh melambat

sebesar 0,78%(yoy), dari triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 3,91%(yoy). Sementara itu, jumlah

warkat yang ditransaksikan tumbuh membaik, yaitu

2,5% (yoy), setelah sebelumnya mengalami penurunan

sebesar -2,75% (yoy).

Rata-rata perputaran warkat yang dikliringkan per hari

adalah 11,848 lembar dengan nominal Rp0,46 triliun.

Angka rata-rata nominal perputaran kliring tersebut

mengalami penurunan sebesar -4,02% (yoy) dari

triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan

sebesar 8,86% (yoy).

Peredaran cek dan bilyet giro kosong melambat

(Grafik 3.23). Secara tahunan, nominal cek/BG kosong

menurun sebesar -1,56% (yoy) atau turun tajam

dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

22,76% (yoy).

Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit

kepada sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal

Kerja (KMK) dengan porsi sekitar 80% dari total kredit.

KMK pada triwulan III 2014 mengalami perlambatan

pertumbuhan menjadi sebesar 17,62% (yoy) dari

sebelumnya sebesar 17,90% (yoy). Sementara itu,

jenis kredit lain yaitu kredit investasi juga mengalami

perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan ini kredit

investasi pada Sektor UMKM mengalami perlambatan

menjadi sebesar 17,00% (yoy) dari sebelumnya

26,12%(yoy).

Kredit kepada Sektor UMKM berdasarkan

penggunaan memiliki angka NPL yang berada di

bawah level indikatif 5%. NPL kredit modal kerja

mengalami perbaikan dari triwulan lalu, namun NPL

kredit investasi pada triwulan III 2014 ini mengalami

tren meningkat. NPL kredit modal kerja membaik

menjadi sebesar 3,43% dari sebelumnya sebesar

3,52%. Sementara itu, NPL kredit investasi meningkat

menjadi sebesar 4,55% dari sebelumnya sebesar

3,90%.

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan

Grafik 3.21

0%

1%

2%

3%

4%

5%

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

NPL Kredit Modal Kerja UMKMNPL Kredit Investasi UMKM

NPL Kredit Modal Kerja (%) - skala kananNPL Kredit Investasi UMKM (%) - skala kanan

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

RP TRILIUN

Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan

Grafik 3.20

KREDIT MODAL KERJA UMKM

KREDIT INVESTASI UMKM

PERTUMB. KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANAN

PERTUMB. KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN

0

10

20

30

40

50

60

0

20

40

60

80

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III

2014

RP TRILIUN

7 3.5. Perkembangan Kliring danReal Time Gross Settlement (RTGS)

Dikarenakan keterbatasan data, kajian mengenai kliring menggunakan data bulan Agustus sebagai proksi triwulan III 2014.7.

46 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

volume baik transaksi RTGS dari Jateng, RTGS ke Jateng

dan RTGS antar Jateng.

Pada triwulan III 2014, Provinsi Jawa Tengah sama

halnya dengan periode sebelumnya mengalami net

inflow uang tunai (Grafik 3.26). Inflow yang terjadi

adalah sebesar Rp20,03 triliun, meningkat dari triwulan

sebelumnya yang sebesar Rp11,59 triliun, atau

meningkat sebesar 72,81% (qtq). Sementara itu,

outflow yang terjadi pada triwulan laporan sebesar

Rp15,17 triliun, juga meningkat dari triwulan II 2014

yang sebesar Rp8,05 triliun atau meningkat sebesar

88,51% (qtq). Dengan kondisi tersebut, net inflow

masih mengalami peningkatan dibanding triwulan

sebelumnya yaitu menjadi sebesar Rp4,86 triliun dari

Rp3,54 triliun atau meningkat sebesar 37,15% (qtq).

Transaksi RTGS yang terjadi pada triwulan III 2014

secara ni lai transaksi mengalami mengalami

perlambatan, sedangkan secara volume transaksi

mengalami perbaikan dibandingkan dengan triwulan II

2014 (Grafik 3.24 dan Grafik 3.25). Dari sisi nilai,

transaksi RTGS mengalami perlambatan pada transaksi

RTGS dari Jateng sebesar 3,36% (yoy) dari sebelumnya

34,64% (yoy). Di sisi lain, transaksi RTGS ke Jateng

mengalami penurunan lebih tajam sebesar -22,03%

(yoy) dari -13,84% (yoy) dan transaksi antar Jateng

mengalami penurunan sebesar -9,83% (yoy) dari

14,61% (yoy). Sementara itu secara volume transaksi

RTGS mengalami perbaikan. Meskipun masih

mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar -2,36%

(yoy), transaksi ini telah mengalami perbaikan setelah

sebelumnya tumbuh sebesar -17,68% (yoy).

Penurunan ini dialami oleh seluruh transaksi secara

Perkembangan Nilai RTGS Jawa TengahGrafik 3.24

100

200

-20-1001020304050

0I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

PERSEN YOY

RTGS dari Jateng RTGS ke JatengPertumbuhan Tahunan - skala kanan

RTGS antar Jateng

TRILIUN RUPIAH

Perkembangan Volume RTGS Jawa TengahGrafik 3.25

-50050100150200250300350

0

100

200

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

RIBU TRANSAKSI PERSEN YOY

RTGS dari Jateng RTGS ke JatengPertumbuhan Tahunan - skala kanan

RTGS antar Jateng

10

11

12

13

14

15

16

400

420

440

460

480

500

520

540

560

580

600

I II III IV I II III IV I II III (Aug)

2012 2013 2014

Perkembangan Rata-Rata Perputaran KliringHarian di Jawa Tengah

Grafik 3.22

Nominal Jumlah Warkat - Skala Kanan

MILIAR RUPIAH RIBU LEMBAR

4

5

6

7

8

9

10

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III (Aug)

Perkembangan Rata-Rata Perputaran Cek danBilyet Giro Kosong Harian Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.23

Nominal Jumlah Warkat - Skala Kanan

2012 2013 2014

MILIAR RUPIAH LEMBAR

3.6. Perkembangan Perkasan

47PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.27

10

20

0

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

INFLOW OUTFLOW NET

TRILIUN RUPIAH

Perkembangan Kegiatan Perkasandi Jawa Tengah 2012-2014

Grafik 3.26

Perkembangan temuan uang palsu yang ditemukan di

wilayah Jawa Tengah baik yang diperoleh dari setoran

bank, setoran masyarakat melalui loket penukaran,

serta dari temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank

Indonesia. Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada 8triwulan III 2014 sebanyak 5.433 lembar .

Kegiatan sistem pembayaran berperan besar dalam

memberikan dukungan pada kelancaran transaksi

ekonomi di Jawa Tengah. Kegiatan tersebut baik dalam

bentuk tunai maupun nontunai pada triwulan III 2014

menunjukkan kinerja yang baik, walaupun cenderung

melambat. Hal ini mengindikasikan masih cukup

maraknya kegiatan ekonomi di Jawa Tengah.

Adanya kenaikan net inflow tersebut tidak terlepas dari

pola tren triwulanan yang terkait dengan faktor

musiman Idul Fitri. Kebutuhan uang masyarakat

menjelang Idul Fitri umumnya meningkat yang ditandai

dengan naiknya outflow. Kemudian, usai Lebaran

kebutuhan uang masyarakat akan berkurang yang

ditandai dengan meningkatnya inflow uang tunai.

Selain menyediakan uang dalam jumlah yang cukup,

Bank Indonesia juga bertugas untuk menyediakan uang

dalam kondisi yang layak edar (clean money policy).

Dalam rangka memenuhi tugas tersebut, Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V melakukan

penarikan uang lusuh dan mengganti dengan uang

yang layak edar. Pada triwulan III 2014, pertumbuhan

uang lusuh yang ditarik tercatat sebesar 26,36% (yoy)

atau melambat dibandingkan periode sebelumnya

sebesar 39,78% (yoy). Dilihat berdasarkan proporsinya

terhadap inflow, pada triwulan laporan persentase

penarikan uang lusuh terhadap inflow sebesar

17,18%. Angka ini menurun dibanding triwulan II 2014

yang sebesar 19,40% (Grafik 3.27).

0

1.500

3.000

4.500

6.000

7.500

9.000

10.500

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Grafik Perkembangan Temuan Uang PalsuGrafik 3.28

LEMBAR

TEMUAN UANG PALSU

Data jumlah lembar temuan uang palsu tanpa memperhitungkan KPw Tegal.8.

48 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

0

20

40

60

-200-100

0100200300400500600700800

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

PTTB, yoy % PTTB thd Inflow - skala kanan

%, yoy %

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BABIV

Pendapatan Pemerintah Daerah perlu diintensifkan untuk mendukung perekonomian daerah

Realisasi pendapatan dan belanja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah

sampai dengan triwulan III 2014 menunjukkan peningkatan dibanding triwulan

sebelumnya.

Realisasi pendapatan khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) menunjukkan

perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

49

triwulan III 2014 telah berjalan cukup baik, yaitu

mencapai 86,53% dari target sebesar Rp8,34 triliun.

Realisasi pajak daerah yang telah mencapai 82,97%

atau senilai Rp5,88 triliun dari target sebesar Rp7,09

triliun, menjadi faktor pendorong utama kenaikan

pendapatan daerah. Realisasi tersebut memberikan

indikasi kondisi perekonomian Jawa Tengah sampai

dengan triwulan laporan yang masih cukup kondusif,

mengingat, dari sisi nominal target, pajak daerah tahun

2014 yang ditetapkan telah meningkat sebesar

29,41% dari tahun 2013 yang sebesar Rp5,48 triliun.

Sementara itu, Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan menunjukkan realisasi

yang sangat baik dengan indikasi telah

terlampauinya target yang ditetapkan dalam

APBD. Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

yang Dipisahkan mencapai Rp291,65 miliar atau

sebesar 104,37% dari target senilai Rp279,44 miliar.

Realisasi pendapatan dan belanja Pemprov Jawa

Tengah pada triwulan III 2014 meningkat

dibanding triwulan sebelumnya. Intensifikasi

pendapatan terus ditingkatkan sehingga realisasi

pendapatan Pemprov Jawa Tengah sampai dengan

triwulan III 2014 telah mencapai Rp11,28 triliun atau

82,16% dari total APBD 2014 yang ditetapkan sebesar

Rp13,73 tril iun. Realisasi pendapatan daerah

mengalami akselerasi yang cukup baik dibandingkan

triwulan II 2014 yang tercatat baru mencapai 52,43%

atau senilai Rp7,2 triliun.

Kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

mendorong kenaikan realisasi pendapatan

daerah. Pangsa PAD mencapai 64,00% terhadap

keseluruhan realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah.

Dari sisi pencapaian target, realisasi PAD sampai dengan

4.1 Realisasi APBD Triwulan III2014

Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014 (Rp Miliar)

URAIAN

APBD 2014 %REALISASI

PENDAPATAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH

PAJAK DAERAH

HASIL RETRIBUSI DAERAH

HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN

LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI KHUSUS

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH

PENDAPATAN HIBAH

DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS

DANA INSENTIF DAERAH

PENDAPATAN LAINNYA

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA

BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA DAN PARPOL

BELANJA TIDAK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

SURPLUS / (DEFISIT)

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

REALISASIs/d TW III

13.737,1

8.347,8

7.097,1

78,0

279,4

893,3

2.606,9

723,8

1.803,9

79,1

2.782,3

29,0

2.750,3

3,0

0,0

13.997,1

9.387,6

1.956,1

3.038,7

31,6

2.720,7

2.060,4

30,0

4.159,5

315,2

2.402,3

1.441,9

(260,0)

11.286,65

7.223,63

5.888,41

54,48

291,64

989,08

2.059,62

496,97

1.503,27

59,37

2.003,39

0,18

1.998,89

3,00

1,31

8.988,99

6.497,20

1.285,62

2.208,65

6,75

1.819,88

1.173,52

2,76

2.491,79

217,10

1.515,48

759,20

2.297,65

82,16

86,53

82,97

69,83

104,37

110,72

79,01

68,66

83,33

75,00

72,00

0,62

72,68

100,00

64,22

66,04

65,72

72,68

21,34

66,89

56,96

9,21

59,91

68,88

63,08

52,65

16,42

51PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV

triwulan III 2013, realisasi pendapatan telah mencapai

83,51% dari total APBD, sementara pada triwulan III

2014 realisasi pendapatan baru mencapai 82,16%.

Penurunan terjadi sejalan dengan melambatnya

realisasi PAD yang sampai dengan triwulan laporan

baru mencapai 86,53%, sementara pada triwulan yang

sama pada tahun sebelumnya telah mencapai 91,73%.

Realisasi Pajak daerah yang baru mencapai 82,97%

atau senilai Rp5,8 triliun dari target sebesar Rp7 triliun,

menjadi faktor utama pendorong perlambatan realisasi

pendapatan daerah. Perlambatan realisasi pajak daerah

terutama berasal dari penerimaan Biaya Pajak Nomor

Kendaraan Bermotor (BPNKB). Pemasukan pajak dari

sektor BPNKB pada triwulan III 2014 baru mencapai

Rp2,1 triliun atau baru terealisasi 61,45%dari target

PAD sebesar Rp3,5 triliun. Namun dari sisi komposisi

pos pendapatan, realisasi PAD triwulan III 2014 telah

mencapai 64,00%, meningkat dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya yang tercatat hanya

60,77%. Melihat kondisi tersebut, melambatnya

realisasi PAD yang pada triwulan laporan terjadi pada

penerimaan pajak daerah dan Retribusi Daerah tidak

sepenuhnya mengindikasikan adanya perlambatan

perekonomian daerah pada tahun 2014, melainkan

dikarenakan adanya peningkatan target APBD yang

cukup besar dari tahun sebelumnya yaitu 29,41%

untuk Pajak Daerah dan 4,90% untuk Retribusi Daerah.

Selama dua tahun terakhir peningkatan target

penerimaan pajak daerah hanya berkisar pada 13%.

Peningkatan tersebut mengindikasikan adanya

peningkatan usaha pada BUMD Provinsi Jawa Tengah

pada tahun 2014. BUMD Provinsi Jawa Tengah saat ini

terdapat 8 (delapan) perusahaan yaitu: PT Pekan Raya

Promosi Pembangunan Jateng (PRPP), PT Bank Jateng,

Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR

BKK), Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB), PT Sarana

Pembangunan Jawa Tengah (SPJT), PT Kawasan Industri

Wijayakusuma, Perusda Citra Mandiri Jawa Tengah

(CMJT), dan PT Sarana Patra Hulu Cepu (SPHC).

Sejalan dengan data historis realisasi program

kerja Pemda, realisasi belanja Pemprov Jawa

Tengah di triwulan III 2014 terus mengalami

peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.

Berdasarkan data sementara, total realisasi belanja

daerah mencapai Rp8,98 tr i l iun, meningkat

dibandingkan realisasi belanja pada triwulan II 2014

yang tercatat sebesar Rp4,99 triliun. Realisasi tersebut

mencapai 64,22% dari keseluruhan anggaran belanja

tahun 2014 dan meningkat dibandingkan realisasi

triwulan II 2014 yang tercatat baru mencapai 35,69%.

Realisasi pendapatan APBD sampai dengan

triwulan III 2014 melambat dibandingkan dengan

periode yang sama di tahun 2013. Pada periode

0

10

20

30

40

50

60

70

PAD Dana Perimbangan Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya

Perbandingan Komponen Sisi PendapatanRealisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014

Grafik 4.1

Anggaran Realisasi

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung

Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014

Grafik 4.2

Anggaran Realisasi

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

4.2 Perbandingan Realisasi APBDTriwulan III 2014 dan Triwulan III 2013

52 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

% THDP PENDAPATAN % THDP BELANJA

Secara nominal, realisasi belanja s.d. triwulan III 2014

dibandingkan dengan tahun 2013 naik sebesar

14,02% (yoy) yang terutama dikontribusikan oleh

peningkatan realisasi belanja langsung. Dari sisi

penggunaan anggaran, terdapat surplus pada periode

triwulan laporan yang mencapai Rp2,29 triliun,

meningkat sebesar 10,52% (yoy) dibandingkan

triwulan III 2013 yang tercatat sebesar Rp2,07 triliun.

Peningkatan surplus ini jauh lebih rendah dibandingkan

dengan peningkatan surplus pada triwulan III 2013

yang naik sebesar 76,00%. Hal ini disebabkan oleh

peningkatan belanja, sementara realisasi pendapatan

turun, terutama pada sisi hibah dan Penerimaan Pajak

Daerah.

Realisasi belanja daerah pada triwulan laporan

relatif meningkat dibandingkan realisasi periode

yang sama di tahun 2013. Sampai dengan triwulan III,

realisasi belanja Pemprov Jawa Tengah di tahun 2014

telah mencapai 64,22% atau senilai Rp8,98 triliun,

sementara di triwulan yang sama tahun sebelumnya

sebesar 61,93% atau senilai Rp7,88 tr i l iun.

Peningkatan realisasi belanja daerah tersebut terutama

didorong oleh peningkatan realisasi belanja produktif

daerah. Pada triwulan laporan, realisasi belanja modal

mencapai 52,65% dari total anggaran, meningkat

dibandingkan capaian pada triwulan III 2013 yang

tercatat mencapai 45,56%. Peningkatan ini sejalan

dengan realisasi program tahun infrastruktur yang

dicanangkan Pemprov Jawa Tengah. Sementara

realisasi belanja barang dan jasa relatif stabil pada

angka 63,00%.

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

PAD Dana Perimbangan Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya

%THDP PENDAPATAN

Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBDJawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III 2014

Grafik 4.3

TW III 2013 TW III 2014

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung

Perbandingan Sisi Pengeluaran Realisasi APBDJawa Tengah TriwulanIII 2013 dan Triwulan III

Grafik 4.4

TW III 2013 TW III 2014

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

53PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV

% THDP BELANJA

Tabel 4.2. Perbandingan % Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III 2014

URAIAN

TW III-2013 %REALISASI

PENDAPATAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH

PAJAK DAERAH

HASIL RETRIBUSI DAERAH

HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN

LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI KHUSUS

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT – LAINNYA

PENDAPATAN HIBAH

DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS

DANA INSENTIF DAERAH

PENDAPATAN LAINNYA

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA

BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD PROV/KAB/KOT/DESA DAN PARPOL

BELANJA TIDAK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

SURPLUS / (DEFISIT)

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

83,51

91,37

91,25

63,68

104,03

90,77

80,00

72,26

83,33

75,00

68,38

53,24

69,06

-

0,01

61,93

63,12

63,85

65,91

56,38

72,30

42,22

1,54

58,78

68,76

63,16

45,56

16,33

82,16

86,53

82,97

69,83

104,37

110,72

79,01

68,66

83,33

75,00

72,00

0,62

72,68

100,00

-

64,22

66,04

65,72

72,68

21,34

66,89

56,96

9,21

59,91

68,88

63,08

52,65

16,42

(1,61)

(5,29)

(9,07)

9,64

0,32

21,98

(1,24)

(4,98)

0,00

0,00

5,29

(98,83)

5,24

0,00

0,00

3,70

4,62

2,94

10,27

-62,15

-7,48

34,89

499,26

1,90

0,17

(0,12)

15,56

TW III-2014

54 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN

BABV

Kesejahteraan masyarakat terindikasi masih baik

Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan sejalan dengan perekonomian

Jawa Tengah yang mulai naik.

Pengangguran turun dibandingkan periode sebelumnya

Tingkat daya beli petani di pedesaan terindikasi naik dibarengi dengan

kemampuan produksinya yang naik.

55

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)

menunjukkan sedikit penurunan. TPAK yang

mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia

kerja yang aktif secara ekonomi mengalami sedikit

penurunan dari 70,42% pada Agustus 2013 menjadi

69,68% pada Agustus 2014. Hal ini memperlihatkan

pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami

penurunan. Peningkatan jumlah angkatan kerja lebih

rendah dibandingkan dengan peningkatan jumlah

penduduk usia 15 tahun ke atas.

Hampir seluruh TPAK kabupaten/kota di Jawa

Tengah turun. Penurunan terbesar terjadi di

Kabupaten Brebes dan Kota Tegal. Sementara itu, TPAK

di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah naik,

dengan peningkatan terbesar di Kabupaten

Wonosobo.

1 0Di s is i la in , penyerapan tenaga ker ja

menunjukkan perbaikan sejalan dengan

perekonomian Jawa Tengah yang naik .

Pertumbuhan penduduk yang bekerja 0,49% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan jumlah

angkatan kerja 0,17% (yoy). Penduduk yang bekerja

pada Agustus 2014 tercatat 16,55 juta orang

sementara jumlah angkatan kerja tercatat 17,55 juta

orang.

Konsumen melihat kondisi ketenagakerjaan tidak

sepesimis periode sebelumnya. Berdasarkan survei

konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih pesimis

melihat kondisi lapangan kerja saat ini, meski tidak

sebesar periode sebelumnya (Grafik 5.3). Di sisi lain,

optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini

naik.

95.1. Ketenagakerjaan

Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya.Penyerapan tenaga kerja merupakan rasio antara jumlah penduduk yang bekerja dibandingkan dengan total angkatan kerja.

57PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

INDIKATOR 2014**

Angkatan Kerja

Bekerja

Pengangguran

Bukan Angkatan Kerja

Penduduk Usia Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%

Pekerja Tidak Penuh

Setengah Penganggur

Paruh Waktu

Februari Agustus Februari

17,46

16,5

0,96

7,32

24,78

70,46

5,50

4,73

1,9

2,83

17,52

16,47

1,05

7,36

24,88

70,42

5,99

5,21

1,49

3,72

17,72

16,75

0,97

7,26

24,98

70,93

5,45

4,85

1,28

3,57

2013*

Agustus

17,55

16,55

1

7,64

25,19

69,68

5,68

4,9

1,19

3,71

*Februari - Agustus 2013 hasil backcasting penimbang Proyeksi Penduduk Februari 2014**Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah

60

62

64

66

68

70

72

74

KotaMagelang

KotaSurakarta

Kota Salatiga KotaSemarang

KotaPekalongan

Kota Tegal

2013 2014

Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

2013 2014

CIL

AC

AP

BAN

YU

MA

S

PURB

ALI

NG

GA

BAN

JARN

EGA

RA

KEB

UM

EN

PURW

ORE

JO

WO

NO

SOBO

MA

GEL

AN

G

BOY

OLA

LI

KLA

TEN

SUK

OH

ARJ

O

WO

NO

GIR

I

KA

RAN

GA

NYA

R

SRA

GEN

GRO

BOG

AN

BLO

RA

REM

BAN

G

PATI

KU

DU

S

JEPA

RA

DEM

AK

SEM

ARA

NG

TEM

AN

GG

UN

G

KEN

DA

L

BATA

NG

PEK

ALO

NG

AN

PEM

ALA

NG

TEG

AL

BRE

BES

9.10.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PERSEN PERSEN

Sementara itu, optimisme konsumen dalam

melihat kondisi ketenagakerjaan yang akan

datang naik. Berdasarkan survei konsumen di Jawa

Tengah, optimisme konsumen melihat kondisi

lapangan usaha yang akan datang naik. Sejalan dengan

naiknya optimisme melihat kegiatan usaha yang akan

datang (Grafik 5.4).

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami

perubahan. Pada Agustus 2014 sektor pertanian,

sektor perdagangan, sektor industri dan sektor jasa

kemasyarakatan secara berurutan masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa

Tengah.

Peningkatan tertinggi jumlah penduduk bekerja

di sektor konstruksi, diikuti dengan sektor industri

dan perdagangan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi

sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan

restoran sejalan dengan bertambahnya jumlah pekerja

di kedua sektor tersebut.

Sesuai historisnya, konsentrasi jumlah penduduk 11 bekerja terkonsentrasi di sektor informal. Jumlah

pekerja informal dalam perekonomian mencapai

64,42%, sedikit lebih rendah dibandingkan Agustus

2013 sebesar 65,45%

Kenaikan jumlah penduduk bekerja didorong oleh

naiknya jumlah pekerja formal. Jumlah pekerja

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

OPTIMIS

PESIMIS

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini

Penghasilan Lapangan Kerja

INDEKS INDEKS

70

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Penghasilan Lapangan Kerja Kegiatan Usaha

OPTIMIS

PESIMIS

Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)

LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA

Pertanian

Industri

Konstruksi

Perdagangan

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan

Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

Lainnya**

Total

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

2014**

Februari Agustus Februari

5,05

3,31

1,23

3,76

0,55

0,31

2,14

0,1

16,45

5,17

3,11

0,97

3,69

0,62

0,31

2,51

0,09

16,47

5,19

3,31

1,31

3,72

0,55

0,36

2,15

0,16

16,75

2013*

Agustus

5,17

3,17

1,27

3,72

0,59

0,32

2,19

0,12

16,55

*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk***) Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Konstruksi, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan

Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu.

11.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

58 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

formal pada Agustus 2014 naik 0,20 juta orang

dibandingkan dengan Agustus 2013 atau 3,51%.

Kelompok orang yang bekerja dengan berusaha sendiri

dibantu buruh tetap naik cukup besar 18,52%

dibandingkan Agustus 2013. Sementara itu, pekerja

nonformal berkurang 0,12 juta orang dibandingkan

Agustus 2013 atau turun 0,12%.

Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa

Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar

70,40% masih didominasi oleh penduduk yang

dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time

worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok

35 jam ke atas per minggu.

Kenaikan terjadi pada pekerja waktu penuh.

Pekerja waktu penuh bertambah 0,39 juta orang

dibandingkan dengan Agustus 2014 atau 3,46%.

Sementara pekerja tidak penuh, baik setengah

penganggur dan pekerja paruh waktu berkurang

dibandingkan dengan Agustus 2013 (Tabel 5.4).

Kual itas penduduk yang bekerja belum

mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja

sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang

berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi

54,26%. Sementara itu, pekerja yang berpendidikan

tinggi hanya mencakup 6,95%, sedangkan sisanya

merupakan pekerja berpendidikan menengah.

Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,

komposisi ini tidak mengalami perubahan yang

signifikan.

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2014**

Februari Agustus Februari

2,81

2,93

0,57

5,43

2,48

2,29

16,51

2,66

3,34

0,54

5,15

2,02

2,76

16,47

2,82

2,93

0,62

5,74

2,29

2,36

16,76

2013*

Agustus

2,86

3,19

0,64

5,25

2,18

2,43

16,55

*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDUDUK YANG BEKERJA

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PEKERJA PARUH WAKTU

PEKERJA PENUH

TOTAL

2014**

Agustus Februari

5.21

1.49

3.72

11.26

16.47

4.85

1.28

3.57

11.9

16.75

4.9

1.19

3.71

11.65

16.55

2013*

Agustus

*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

59PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

5.2. Pengangguran

0

2

4

6

8

10

12

CIL

AC

AP

BAN

YU

MA

S

PURB

ALI

NG

GA

BAN

JARN

EGA

RA

KEB

UM

EN

PURW

ORE

JO

WO

NO

SOBO

MA

GEL

AN

G

BOY

OLA

LI

KLA

TEN

SUK

OH

ARJ

O

WO

NO

GIR

I

KA

RAN

GA

NYA

R

SRA

GEN

GRO

BOG

AN

BLO

RA

REM

BAN

G

PATI

KU

DU

S

JEPA

RA

DEM

AK

SEM

ARA

NG

TEM

AN

GG

UN

G

KEN

DA

L

BATA

NG

PEK

ALO

NG

AN

PEM

ALA

NG

TEG

AL

BRE

BES

2013 2014

Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah

PERSENPERSEN

Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah

MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL

2013 2014

0123456789

102013 2014

60 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini

didorong oleh indeks yang diterima petani naik lebih

tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani

(Grafik 5.7).

Kenaikan NTP utamanya didorong oleh subsektor

peternakan dan perikanan.NTP subsektor

peternakan dan perikanan masing-masing naik 2,36%

(qtq) dan 1,01% (qtq). Sementara itu, subsektor

tanaman bahan makanan, hortikultura, dan tanaman

perkebunan rakyat turun (Grafik 5.8). Penurunan NTP

tabama ini sejalan dengan produksinya yang menurun

sehingga kenaikan indeks yang diterima terbatas dan

lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan indeks

yang dibayarkan

Pengangguran pada periode laporan turun.

Jumlah pengangguran turun dari 1,05 juta pada

Agustus 2013 orang pada Agustus 2013 menjadi 1,00

juta pada Agustus 2014 atau turun 4,76% (yoy).

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun dari 5,99%

menjadi 5,68% (Tabel 5.1).

TPT di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa

Tengah menurun. Penurunan terbesar terjadi di

Kabupaten Kudus dari 8,07% menjadi 5,03%. Di sisi

lain, hanya sebagian kecil kabupaten/kota di Jawa

Tengah yang mengalami kenaikan TPT. Peningkatan

terbesar terjadi di Kota Semarang dari 6,02% menjadi

7,76%.

Tingkat daya beli petani di pedesaan terindikasi

naik. Kenaikan daya beli terindikasi dari peningkatan

Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode laporan

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)

PENDIDIKAN

SD ke Bawah

SMP

SMA

DI/II/III dan Universitas

Total*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

2014**

Februari Agustus Februari

9,31

2,91

3,13

1,15

16,50

9,00

3,22

3,14

1,11

16,47

9,13

3,16

3,37

1,09

16,75

2013*

Agustus

8,98

3,12

3,30

1,15

16,55

Sumber : BPS Jawa Tengah Sumber : BPS Jawa Tengah

125.3. Nilai Tukar Petani

Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.

12.

959799

101103105107109111113115

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Indeks yang Diterima Petani (It) Indeks yang Dibayar Petani (Ib) Nilai Tukar Petani

INDEKSINDEKS

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah

Total Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan

HortikulturaPerikanan

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Kemampuan produksi petani pada periode

laporan naik. Setelah turun di periode sebelumnya,

pada triwulan III kemampuan produksi petani yang

tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga

Pertanian (NTUP) mengalami peningkatan, dimana

peningkatan terbesar pada subsektor peternakan dan

perikanan.

Inflasi tahunan pedesaan turun, sejalan dengan

penurunan inflasi IHK. Penurunan utamanya

disumbang oleh turunnya kelompok transportasi dan

komunikasi, terkait meredanya dampak kenaikan harga

BBM di tahun 2013. Kelompok lain yang turun cukup

besar diantaranya bahan makanan dan makanan jadi.

Indeks yang diterima petani di semua subsektor

naik. Kenaikan terbesar indeks yang diterima petani

berasal dari subsektor peternakan dan perikanan.

Peningkatan di sektor tersebut lebih t inggi

dibandingkan dengan indeks yang dibayar di masing-

masing subsektor sehingga kedua subsektor ini NTP nya

tercatat naik. Kenaikan NTP peternakan sejalan dengan

peraturan produks i b ib i t ayam (DOC) yang

meningkatkan harga jual daging ayam ras dan telur

ayam ras sehingga penerimaan peternak naik.

Indeks yang dibayar petani di semua subsektor

memiliki tren yang meningkat. Kenaikan terbesar

pada triwulan III berasal dari subsektor hortikultura dan

tanaman bahan makanan dimana kenaikannya lebih

tinggi dibandingkan dengan indeks yang diterima di

masing-masing subsektor sehingga kedua subsektor ini

NTP nya tercatat turun.

90

95

100

105

110

115

120

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

INDEKS INDEKS

Grafik 5.9. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Total Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Rakyat

HortikulturaPerikanan

Grafik 5.10. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Total Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan

HortikulturaPerikanan

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

61PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Angka kemiskinan naik. Data terakhir BPS

menunjukkan adanya peningkatan jumlah kemiskinan

di bulan Maret 2014. Tingkat kemiskinan di bulan

tersebut sebesar 4.837 ribu jiwa atau 14,46% dari

jumlah penduduk Jawa Tengah, dan menurun

dibanding bulan September 2013 yang sebesar 4.705

ribu jiwa. Sementara secara persentase, jumlah

penduduk miskin tersebut naik 2,81% dibandingkan

dengan bulan September 2013 atau naik 2,15%

dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2013.

Dibandingkan dengan September tahun lalu,

meningkatnya angka kemiskinan di bulan Maret

2014 terutama terjadi di daerah perkotaan.

Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah penduduk

miskin di perkotaan naik sebesar 1,74% atau naik

3,97% dibandingkan September 2013. Sementara di

pedesaan, secara tahunan penduduk miskin naik

sebesar 2,40%. Hal yang sama bila dibandingkan bulan

September 2013, angka kemiskinan di desa terlihat

meningkat sebesar 2,01%. Jumlah penduduk miskin di

perkotaan pada Maret 2014 mencapai 1.945 ribu jiwa.

Sementara itu, di pedesaan mencapai 2.891 ribu jiwa

atau memiliki porsi 60% dari total penduduk miskin di

Jawa Tengah.

Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.

Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan

desa meningkat 4,27% dari Rp261.881 per

kapita/bulan menjadi Rp273.056 per kapita/bulan. BPS

mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai

pengeluaran kebutuhan minimum yang harus

dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-rata garis

kemiskinan, individu tersebut dikategorikan sebagai

penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat

mempengaruhi angka kemiskinan karena secara

langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan.

Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara

perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di

perkotaan dalam periode yang sama tercatat

mengalami peningkatan sebesar 8,69% dari

Rp268,397 per kapita/bulan menjadi Rp279.036 per

kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah

pedesaan mengalami kenaikan sebesar 12,24%, dari

Rp256.368 per kapita/bulan menjadi Rp273.056 per

kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis

kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu

pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di

pedesaan.

Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Wilayah juga dapat

digunakan untuk melihat indikator kesejahteraan

masyarakat. Indikator tersebut adalah penghasilan

masyarakat dan pembelian barang tahan lama.

Konsumen tetap optimis dalam memandang

penghasilan saat ini. Hasil survei menunjukkan

konsumen Jawa Tengah masih optimis dalam

62 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

Tabel 5.6. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010-Maret 2014 (Rupiah)

Sumber : BPS Jawa Tengah

GARIS KEMISKINAN

Kota

Desa

Kota & Desa

2010 2011 Sept 2012Mar 2012

205.606

179.982

192.435

222.430

198.814

209.611

234.799

211.823

222.327

245.817

223.622

233.769

1.

2.

3.

Sept 2013Mar 2013

254.801

235.202

244.161

268.397

256.368

261.881

Mar 2014

279.036

267.991

273.056

Sumber : BPS, diolah

Kota DesaKota+Desa

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa TengahTahun 2010-2014 (ribuan orang)

Grafik 5.11.

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

2010 2011 MAR-2012 SEP-2012 MAR-2013 SEP-2013 MAR-2014 SEP-2014

RIBU ORANG

5.4. Tingkat Kemiskinan

memandang penghasilan saat ini, meski tidak sebaik

periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen

yang dilakukan Bank Indonesia di Jawa Tengah, indeks

penghasilan melanjutkan tren penurunan sejak akhir

tahun. Hal ini sejalan dengan perlambatan ekonomi

Jawa Tengah.

Optimisme konsumen dalam melakukan konsumsi

barang tahan lama tidak setinggi periode sebelumnya.

Sejalan dengan menurunnya optimisme penghasilan,

masyarakat juga memandang triwulan ini merupakan

periode yang tidak cukup baik untuk melakukan

pembelian barang tahan lama. Meski demikian,

konsumsi rumah tangga masih naik pada periode

laporan, didorong persiapan penyelenggaraan Pemilu.

Konsumsi barang tidak tahan lama, diindikasikan masih

naik, terkonfirmasi dari masih naiknya penjualan riil

hasil Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank

Indonesia.

63PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Pembangunan ekonomi secara umum bertujuan akhir

untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pencapaian

kesejahteraan masyarakat antara lain dapat ditunjukkan

melalui kesejahteraan tenaga kerja. Pemerintah melalui

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menetapkan

kebijakan pengupahan dan penentuan upah minimum.

Sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 2013

definisi upah minimum adalah upah bulanan terendah

yang terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap yang

ditetapkan oleh Gubernur sebagai jaring pengaman.

Upah minimum tersebut dibedakan berdasarkan wilayah

pemberlakuannya. Dalam hal kabupaten dan kota di

suatu provinsi telah menetapkan upah minimum

kabupaten/kota (UMK), maka upah minimum provinsi

(UMP) tidak diberlakukan. Tujuan penetapan upah

minimum tersebut yaitu melindungi upah pekerja agar

tidak merosot ke tingkat paling rendah sebagai akibat

ketidakseimbangan pasar kerja. Penentuan upah

minimum tersebut didasarkan pada survei Kebutuhan

Hidup Layak (KHL) dengan mempertimbangkan faktor

antara lain pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan

kondisi pasar kerja dan usaha yang paling tidak mampu

(marginal).

Penetapan upah minimum diarahkan pada pencapaian

KHL yaitu perbandingan besarnya upah minimum

terhadap nilai KHL pada periode yang sama.KHL adalah

standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk

dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu)

bulan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

2012 Tentang Komponen Dan Pelaksanaan Tahapan

Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak ditentukan

komponen kebutuhan hidup layak untuk pekerja lajang

dalam sebulan dengan perhitungan kebutuhan 3.000

kilo kalori per hari.

Dalam penetapan upah minimum, Gubernur dibantu

oleh Dewan Pengupahan yaitu suatu lembaga non

struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan

anggotanya diangkat oleh Gubernur dengan tugas

memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur

dalam rangka penetapan upah minimum dan penerapan

sistem pengupahan di tingkat provinsi serta menyiapkan

bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan

nasional. Upah minimum ini diberikan kepada tenaga

kerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Besaran

kenaikan upah di perusahaan yang upah minimumnya

telah mencapai KHL atau lebih, ditetapkan secara bipatrit

di masing-masing perusahaan.

Seiring dengan pergerakan waktu, komponen dan

pelaksanaan tahapan pencapaian KHL sudah tidak sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan sehingga dilakukan

penyesuaian.Komponen perhitungan KHL tersebut telah

mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar 46

dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun

2005 menjadi 60 jenis KHL dalam Keputusan Menteri

Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012. Komponen di

dalamnya pun telah mengalami konversi sesuai dengan

perkembangan yang terjadi.

SUPLEMEN III UPAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

KONSEP UPAH MINIMUM

64 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

SUPLEMEN III

KONDISI KETENAGAKERJAAN DI JAWA TENGAHKondisi ketenagakerjaan pada Agustus 2014 untuk

wilayah Jawa Tengah memiliki angkatan kerja sebanyak

17,55 juta orang. Komposisi penduduk yang bekerja

terhadap angkatan kerja tersebut adalah sebanyak 18,74

juta orang (94,30%) dan angkatan kerja yang

menganggur adalah sebanyak 1,00 juta orang (5,70%).

Distribusi tenaga kerja di Jawa Tengah sebagian besar

bergerak di sektor pertanian yaitu sebesar 5,17 juta

orang (31,24%) disusul oleh sektor perdagangan

sebesar 3,72 juta orang (22,48%) kemudian sektor

industri pengolahan sebanyak 3,17 juta orang (19,15%).

Sektor lain yang turut berperan besar dalam menyerap

tenaga kerja dalam jumlah besar yaitu sektor jasa dengan

jumlah tenaga kerja sebanyak 2,30 juta orang (13,90%).

Sehingga secara keseluruhan 4 (empat) sektor ini mampu

menyerap tenaga kerja sekitar 86% dari total tenaga

kerja di Jawa Tengah.

Apabila ditinjau berdasarkan pendidikan yang dimiliki

tenaga kerja di Provinsi Jawa Tengah tersebut utamanya

berlatar belakang pendidikan SD ke bawah sebanyak

8,98 juta orang (54,26%), SMP 3,12 juta orang

(18,85%), SMA 3,30 juta orang (19,94%), dan

Diploma/Universitas 1,15 juta orang (6,95%). Kondisi

ketenagakerjaan di Jawa Tengah sampai dengan Agustus

2014 terpantau masih kondusif. Tingkat pengangguran

terbuka sebesar 5,68%. Meski masih terdapat angka

pengangguran, namun demikian sektor industri di Jawa

Tengah utamanya di sektor tekstil sering menjumpai

kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja kasar sebagai

buruh pekerja.

Wilayah Jawa Tengah menggunakan standar upah

minimum kota/kabupaten (UMK). Pada tahun 2015

UMK Jawa Tengah akan mengalami peningkatan.

Potensi kenaikan tersebut didorong oleh faktor kenaikan

harga elpiji dan BBM bersubsidi. Sementara itu, faktor

yang membatasi kenaikan upah, yaitu tingkat

pencapaian KHL yang sudah cukup tinggi, yaitu sebesar

98,96%. Peningkatan UMK Jawa Tengah pada tahun

2015 diperkirakan tidak akan sebesar peningkatan yang

terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 16,66%.

65PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

SEKTOR %

Sumber : BPS Jawa Tengah

PERTANIAN

INDUSTRI

PERDAGANGAN

JASA

JUTA ORANG

5,17

3,17

3,72

2,30

31,24

19,15

22,48

13,90

Tabel 2. Tenaga Kerja Berdasar Sektorkan di Jawa Tengahper Agustus 2014

KATEGORI %

Sumber : BPS Jawa Tengah

Tabel 1. Kondisi Ketenagakerjaan di Jawa Tengah per Agustus 2014

ANGKATAN KERJA

BEKERJA

PENGANGGUR

JUTA ORANG

17,55

16,55

1,00

100,00

94,30

5,70

SUPLEMEN III

UPAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Kenaikan upah juga akan dijaga agar tidak memberikan

dampak terhadap perekonomian secara luas dalam

bentuk kenaikan harga (inflasi). Dalam tataran teori,

upah berperan da lam memengaruhi t ingkat

harga.Melalui teori cost-push inflation, upah dipandang

berpengaruh terhadap inflasi. Teori ini muncul di latar

belakangi relatif besarnya pangsa biaya tenaga kerja

dalam struktur produksi perusahaan. Hal in i

terkonfirmasi pada hasil survei liaison yang dilakukan

oleh Bank Indonesia Wilayah V menunjukkan bahwa

biaya tenaga kerja rata-rata mencapai 22,04% dari total

biaya.

Kenaikan upah dipandang akan mendorong kenaikan

harga, terutama jika kenaikannya tidak diimbangi oleh

kenaikan produktivitas tenaga kerja.

D a l a m k o n d i s i t e r s e b u t , p e r u s a h a a n a k a n

membebankan kenaikan biaya tenaga kerja tersebut

kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga.

Kenaikan upah juga dimungkinkan untuk tidak

menyebabkan kenaikan inflasi. Hal tersebut dapat

tercapai apabila kenaikan upah disebabkan oleh

kenaikan produktivitas pekerja atau dalam kondisi

perusahaan tidak dapat meneruskan dampak kenaikan

upah kepada konsumen, sehingga perusahaan akan

mengurangi profitnya.

66 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

SUPLEMEN III

Kemampuan untuk melakukan mark-up harga tersebut

terutama ditentukan oleh pasar dimana perusahaan

beroperasi.

Hubungan antara inflasi dan upah dapat terjadi secara

dua arah apakah inflasi memengaruhi upah ataukah

upah memberikan dampak terhadap inflasi. Beberapa

penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan bukti

yang lemah bahwa kenaikan upah memberikan tekanan 1inflasi. Tidak ditemukannya kesepakatan bahwa upah

meningkatkan inflasi di tataran empiris berimplikasi

bahwa inflasi upah, baik yang diukur dengan

kompensasi tenaga kerja, upah, atau pertumbuhan unit

labor cost (ULC), bukan merupakan variabel penduga

yang baik untuk mengukur tekanan inflasi ke depan.

Artinya, tekanan inflasi dapat disebabkan pula oleh

variabel makroekonomi lain di luar pasar tenaga kerja.

Penelitian dengan menggunakan data Jawa Tengah

tahun 2008-2011 diperoleh kesimpulan bahwa

pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara parsial 2berpengaruh terhadap upah minimum regional.

Meskipun demikian penentuan upah minimum oleh

p e m a n g k u k e b i j a k a n d i d a e r a h p e r l u

mempertimbangkan kondisi dunia usaha dan inflasi yang

ter jadi . Hal in i sesuai dengan konsep dasar

diberlakukannya upah minimum yang bertujuan sebagai

jaring pengaman pekerja dengan masa kerja kurang dari

1 tahun agar mampu hidup secara layak.

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

18,00

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

PERSEN

Inflasi dan Upah NominalGrafik 1

Inflasi (YOY) Rata-Rata Kenaikan UMK

Antara lain Hess, G.D. dan Mark E. Schweitzer (2000), “Does Wage Inflation Cause Price Inflation?”, Policy Discussion Paper, Federal Reserve Bank of Cleveland; Mehra, Y.P. (1993), “Unit Labor Costs and the Price Level”, Federal Reserve Bank of Richmond, Economic Quarterly, Vol.79/4 Fall dan Zanetti, A. (2007), “Do Wages Lead Inflation? Swiss Evidence”, Swiss Journal of Economics and Statistics, Vol. 143 (1).

Charysa N Ninda (2013), Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi terhadap Upah Minimum Regional di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2011, Economics Development Analysis Journal, UNNES.

1.

2.

67PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

BABVI

Perekonomian pada akhir tahun diperkirakan sedikit melambat, dengan inflasi yang menurun

Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2014 diperkirakan melambat. Konsumsi

swasta, khususnya swasta nirlaba melambat. Namun, penurunan ditahan oleh

perbaikan ekspor luar negeri dan investasi.

Inflasi triwulan IV 2014 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi

Nasional. Keseluruhan tahun 2014 inflasi diperkirakan akan menurun tajam

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, terdapat beberapa risiko yang

harus dihadapi khususnya dari inflasi kelompok

69

Untuk keseluruhan tahun 2014, perekonomian

Jawa Tengah diperkirakan tumbuh melambat

dibandingkan dengan tahun 2013. Dari sisi

domestik, investasi dan konsumsi pemerintah tumbuh

lebih rendah dibandingkan tahun 2013. Demikian pula,

ekspor luar negeri juga melambat sebagai dampak dari

perlambatan ekonomi global. Di sisi lain, penurunan

perekonomian Jabagteng tertahan oleh konsumsi yang

masih tumbuh tinggi dan perdagangan antardaerah

yang mengalami peningkatan.

Dari sisi sektoral, sektor pertanian yang memiliki

pangsa cukup besar menurun sangat dalam.

Produktivitas sektor pertanian yang lebih rendah

disebabkan oleh faktor cuaca, khususnya dengan

terjadinya banjir di awal tahun. Adapun sektor yang

menahan penurunan pertumbuhan ekonomi adalah

sektor industri pengolahan, khususnya dari industri

nonmigas.

6.1.1 Sisi Penggunaan

Konsumsi swasta pada triwulan IV diperkirakan

melambat. Hal ini lebih disebabkan oleh perlambatan

konsumsi swasta nirlaba. Sementara itu, konsumsi

rumah tangga diperkirakan masih dapat tumbuh stabil

pada level yang cukup tinggi.

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2014

d ipraki rakan tumbuh sedik i t melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Konsumsi diprediksi tetap dapat tumbuh tinggi,

meskipun tidak setinggi periode sebelumnya sebagai

akibat perlambatan konsumsi swasta nirlaba.

Faktor penopang perekonomian terkait dengan

potensi perbaikan ekspor manufaktur, seiring

dengan membaiknya ekonomi negara mitra dagang

utama (Amerika Serikat dan ASEAN). Meningkatnya

pertumbuhan ekonomi diperkirakan juga akan

didukung oleh perbaikan investasi, khususnya investasi

bangunan, sebagai pengaruh dari akselerasi proyek

infrastruktur pemerintah di akhir tahun.

Secara sektora l , per lambatan ekonomi

dipengaruhi oleh terbatasnya kinerja industri

pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan

restoran (PHR). Perlambatan industri pengolahan

terutama dari potensi menurunnya kinerja industri

nonmigas, setelah konsisten mengalami kenaikan

semenjak awal tahun. Sebaliknya, industri migas

diperkirakan masih mampu tumbuh meningkat,

meskipun dalam level yang terbatas. Sementara itu,

sektor pertanian meski masih terkontraksi, walaupun

tidak sedalam periode sebelumnya.

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

71OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

0

5

10

15

20

25

30

35

40

III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014

Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2

INDEKS

* Ekspektasi(4,00)

(2,00)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

I II III IV I II III IV I II III IVp2012 2013 2014

PDRB Pertanian Industri PHR

PERSEN YOY

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahGrafik 6.1

* Proyeksi Bank Indonesia

Sumber : BPS, estimasi BI

realisasi sesuai perkiraan. Realisasi hingga triwulan

laporan baru sebesar 64,22%.

Secara keseluruhan tahun 2014, konsumsi

pemerintah diprakirakan melambat bi la

dibandingkan dengan capaian di tahun 2013. Laju

pertumbuhan belanja APBD tidak setinggi tahun

sebelumnya, maka pertumbuhan konsumsi pemerintah

di tahun ini tidak sebesar tahun sebelumnya.

Investasi diperkirakan meningkat pada triwulan

IV 2014. Hasil survei dan liaison mengindikasikan

pelaku usaha tetap melakukan investasi namun dengan

pertumbuhan yang tidak sebesar triwulan sebelumnya.

Berdasar hasil focus group discussion, investasi yang

dilakukan sebagian besar untuk menjaga proses

produksi melalui penggantian mesin-mesin lama. Selain

itu, pemerintah juga akan melakukan optimalisasi

investasi pada triwulan IV 2014. Investasi yang

dilakukan berupa peningkatan infrastruktur daerah

terkait dengan tahun infrastruktur.

Kinerja konsumsi rumah tangga diperkirakan

stabil pada level yang cukup tinggi. Beberapa

indikator memperlihatkan kedepan konsumen masih

optimis memandang penghasilan dan kondisi ekonomi.

Selain itu, optimisme konsumen dalam memandang

rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan

pesta hajatan meningkat. Adapun momen Hari Raya

Natal dan Tahun baru akan mendukung kinerja

konsumsi masyarakat pada triwulan IV 2014.

Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2014,

p e r t u m b u h a n k o n s u m s i r u m a h t a n g g a

diprakirakan lebih tinggi dibandingkan dengan

tahun 2013. Peningkatan ini utamanya didorong oleh

kenaikan konsumsi swasta nirlaba dan konsumsi rumah

tangga terkait penyelenggaraan Pemilu.

Konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat.

Sesuai dengan siklusnya, pengeluaran pemerintah akan

meningkat pada triwulan IV sejalan dengan optimalisasi

realisasi anggaran. Data realisasi belanja APBD hingga

triwulan III menunjukkan masih belum tercapainya

85

95

105

115

125

135

145

155

165

I II III IV I II III IV I II III IV I II III2011 2012 2013 2014

Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja Ekspektasi Ekonomi

Perkembangan Ekspektasi Konsumen MendatangGrafik 6.4

INDEKS

95

100

105

110

115

120

125

III IV I II III IV I II III IV I II III IV2011 2012 2013 2014

Pendapatan RT mendatang

ITK Mendatang

Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangGrafik 6.3

Rencana Pembelian Barang Tahan Lama, Rekreasi, dan Pesta Hajatan

INDEKS

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LEMBAGA SWASTA NIRLABA

KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

EKSPOR BARANG DAN JASA

IMPOR BARANG DAN JASA

PDRB

PENGGUNAAN2013

I* II* III** IV**

2013 2014

I* II*

III** Ivp2014p

5.0

7.1

2.2

5.4

3.7

1.7

5.6

5.1

7.9

3.8

7.8

8.9

7.4

6.2

5.3

5.9

7.6

8.5

10.5

18.5

5.9

5.0

6.7

8.1

9.5

11.2

10.0

5.6

5.1

6.9

5.6

7.9

8.6

9.3

5.8

4.9

11.9

4.8

9.6

10.2

10.5

5.2

5.1

14.5

0.8

6.7

7.3

1.3

5.2

5.4

9.2

5.3

5.0

7.2

3.0

5.4

5.4

3.9

5.9

6.1

8.3

3.5

5.3

5.2

9.8

4.3

6.8

8.2

4.4

5.3

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan IV 2014 (%)

72 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

LAPANGAN USAHAPertumbuhan

Ekonomi

* Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update Oktober 2014

2012 2013

2014 2015 2014 2015

Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)

Perbedaan dariWEO Juli'14

AMERIKA SERIKAT

JEPANG

TIONGKOK

ZONA EURO

VOLUME PERDAGANGAN DUNIA

Pangsa EksporJateng*

25,8

7,5

5,2

21,1

2,3

1,5

7,7

-0,7

3,4

2,2

1,5

7,7

-0,4

3,3

2,2

0,9

7,4

0,8

3,3

3,1

0,8

7,1

1,3

3,8

0,5

-0,7

0,0

-0,3

-0,1

0,0

-0,2

0,0

-0,2

-0,2

Proyeksi

makanan masih akan menurun pada triwulan laporan,

meskipun tidak sebesar penurunan pada periode

sebelumnya. Sesuai dengan siklus produksi padi,

triwulan IV merupakan masa tanam yang kemudian

diikuti dengan musim panen di periode triwulan

pertama tahun berikutnya. Pada Angka Ramalan II

(ARAM II), BPS merevisi ke atas produksi padi pada

kisaran 1,3%. Produktivitas sektor pertanian yang lebih

rendah disebabkan oleh faktor cuaca, khususnya

dengan terjadinya banjir di awal tahun.

Pada triwulan IV 2014, pertumbuhan industri

pengolahan tetap berada pada level yang tinggi,

meski realisasinya diperkirakan lebih rendah

dibandingkan dengan tr iwulan I I I 2014.

Peningkatan kinerja industri migas diperkirakan untuk

mengejar target produksi di tahun 2014. Sementara itu,

industri nonmigas diprediksi tetap memiliki kinerja yang

baik, khususnya pada industri TPT. Di sisi lain,

pertumbuhan industri makanan minuman dan

tembakau, serta industri kayu olahan diperkirakan

melambat. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha.

Secara kumulatif tahun 2014, kinerja industri

pengolahan diperkirakan meningkat khususnya

pada industri nonmigas. Industri TPT dan industri

makanan minuman serta industri tembakau berpotensi

meningkat cukup signifikan. Kenaikan kinerja industri

TPT didukung oleh peningkatan kapasitas produksi

dengan adanya investasi di tahun 2013.

Ekspor diperkirakan naik. Ekpor luar negeri

diperkirakan naik sejalan dengan perekonomian

Amerika Serikat yang membaik. Sementara itu,

perdagangan antar daerah diperkirakan stabil. Secara

keseluruhan tahun ekspor diperkirakan melambat

dibandingkan dengan tahun 2013. Perbaikan yang

terjadi pada akhir tahun 2014, belum dapat

meningkatkan kinerja ekspor untuk keseluruhan tahun.

Pada triwulan IV 2014 kinerja ekspor luar negeri

diperkirakan akan membaik. Ekspor ke Amerika

Serikat diperkirakan terus meningkat. Optimisme

pelaku usaha akan membaiknya ekspor juga terkait

dengan masih kompetitifnya ekspor komoditas

khususnya produk TPT. Selain itu, masih terdapat

potensi diversifikasi pasar tujuan ekspor yang didukung

oleh semakin kuatnya kinerja industri pengolahan. Di

sisi lain, risiko yang dihadapi ekonomi Tiongkok yang

melambat dan permintaan Eropa yang melemah (Tabel

6.2).

6.1.1 Sisi Sektoral

Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada

triwulan IV, akibat terbatasnya pertumbuhan

sektor PHR dan industri pengolahan. Sektor industri

pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan

restoran diperkirakan melambat. Di sisi lain, penurunan

kinerja sektor pertanian tidak sedalam triwulan III 2014.

Kontraksi pertumbuhan sektor pertanian

diperkirakan masih terjadi pada triwulan IV 2014,

meski tidak sedalam triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan produksi di subsektor tanaman bahan

73OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

pelanggan yang berbeda, memberikan tekanan inflasi

pada triwulan IV. Selain itu, dampak lanjutan kenaikan

harga elpiji 12 kg diperkirakan akan mendorong inflasi.

Pengalihan penggunaan ke elpiji 3 kg, menyebabkan

harga elpiji 3 kg juga ikut naik.

Sesuai polanya, inflasi volatile foods, memberikan

tekanan inflasi di akhir tahun. Beberapa komoditas

berkurang pasokannya, di saat permintaan naik jelang

perayaan Natal dan Tahun Baru. Komoditas yang

diperkirakan memberikan tekanan pada inflasi adalah

beras, cabe merah, bawang merah, dan telur ayam ras.

Berkurangnya pasokan terkait masuknya musim tanam

tanaman bahan makanan dan musim kemarau yang

mengganggu produksi komoditas hortikultura.

6.2.2 Inflasi Oktober 2014

Inflasi secara bulanan bulan Oktober meningkat

dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi Oktober

2014 tercatat sebesar 0,52% (mtm), meningkat dari

0,22% (mtm) pada bulan sebelumnya dan lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya (0,20% mtm). Secara tahunan, inflasi

tahunan Jawa Tengah tercatat 5,01% (yoy) stabil

dibandingkan dengan bulan sebelumnya 5,00% (yoy).

Kenaikan inflasi Oktober lebih disebabkan oleh

kenaikan inflasi kelompok barang yang diatur

pemerintah (administered prices). Pada bulan

Oktober 2014, tercatat inflasi administered prices

Kinerja sektor PHR diperkirakan sedikit melambat

di triwulan IV 2014. Hasil Survei Penjualan Eceran

menunjukkan relatif stabilnya ekspektasi penjualan

pedagang eceran. Selain itu, dari sisi konsumsi swasta

terjadi perlambatan.

6.2.1 Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2014

Pada triwulan IV inflasi diperkirakan masih dalam

kisaran target inflasi nasional. Inflasi diperkirakan

sebesar 5,31% (yoy), berada dalam kisaran target

inflasi nasional 4,5±1%. Di sisi lain, perkiraan ini lebih

tinggi dibandingkan dengan inflasi triwulan III sebesar

5,00% (yoy). Namun secara triwulanan, inflasi triwulan

IV 2014 diperkirakan 1,37% (qtq) lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan IV 2013 sebesar 1,42%

(qtq).

Tekanan inflasi utamanya diperkirakan berasal

dari kelompok administered prices. Kelompok

volatile foods juga diperkirakan mulai menekan inflasi

pada triwulan IV. Di sisi lain, inflasi inti diperkirakan naik

terbatas.

Inflasi kelompok administered prices, didorong

oleh penyesuaian harga Tarif Tenaga Listrik (TTL)

dan elpiji 12 kg. Penyesuaian harga TTL sejak bulan

Mei dan Juli, yang kemudian dilakukan bertahap

sebulan sekali dan dua bulan sekali untuk kelompok

6.2 Inflasi

74 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.6

160

165

170

175

180

185

190

195

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2013 2014

Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Ekspektasi Harga 6 Bulan yadEkspektasi Harga 12 Bulan yad

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Wilayah V

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IVp

2012 2013 2014

Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.5

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

INDEKS INDEKS

6.2.2 Inflasi 2014

Untuk kese luruhan tahun 2014 , inf las i

diperkirakan akan menurun dibanding tahun

sebelumnya. Inflasi tahun 2014 diperkirakan 5,31%

(yoy), atau turun tajam dibandingkan tahun 2013

sebesar 7,98% (yoy). Dampak kenaikan BBM bersubsidi

sudah hilang di akhir 2014.

Penurunan inflasi 2014 dibandingkan dengan

2013, utamanya ter jadi pada kelompok

nonfundamental. Inflasi kelompok administered

prices diperkirakan turun tajam, dampak kenaikan BBM

di tahun 2013 sudah tidak ada. Selain itu, kelompok

voaltile foods diperkirakan juga menurun. Penurunan

ini didukung oleh terjaganya ketersediaan pasokan dan

keterjangkauan harga komoditas pangan strategis.

Selain itu, semakin solidnya koordinasi antara

Pemerintah dan BI dalam forum TPI/TPID turut

mendukung penurunan inflasi Jawa Tengah.

Inflasi inti diperkirakan terjaga. Inflasi inti

diperkirakan stabil, sejalan dengan pertumbuhan

ekonomi yang melambat. Tekanan dari permintaan

bersifat minimal. Ekspektasi baik dari konsumen dan

pedagang eceran relatif stabil.

Risiko inflasi berasal dari kelompok administered

prices, yaitu penyesuaian harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) bersubsidi. Saat ini, pemerintah cukup

intensif membahas berbagai opsi kenaikan harga BBM

bersubsidi dan kompensasinya kepada kelompok

masyarakat miskin. Risiko lainnya hingga akhir tahun

2014 antara lain berasal dari kemungkinan meluasnya

kelangkaan LPG 3kg akibat penyalahgunaan yang

berpotensi mendorong lonjakan harga serta tidak

adanya penyaluran beras untuk rakyat miskin (RASKIN)

di bulan November dan Desember. Meski demikian,

kondisi stok beras Bulog yang ada saat ini masih

memadai dan dapat memenuhi pasokan pangan

daerah untuk delapan bulan ke depan.

sebesar 1,22% (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan

inflasi periode yang sama tahun sebelumnya (0,39%

mtm). Secara tahunan inflasi administered prices

tercatat sebesar 7,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

dengan historikalnya yang sekitar 3-4%.

Meningkatnya tekanan inflasi administered prices

didorong oleh kenaikan tarif tenaga listrik (TTL)

serta dampak lanjutan dari kenaikan harga LPG 12

kg pada bulan sebelumnya. Harga LPG 3 kg juga ikut

naik di beberapa daerah. Komoditas bahan bakar

rumah tangga memberikan sumbangan inflasi sebesar

0,06% pada inflasi bulanan Oktober 2014.

Inflasi kelompok pangan bergejolak atau volatile

foods naik, namun masih terkendali. Inflasi volatile

foods Oktober 2014 tercatat sebesar 0,29% (mtm),

atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya sebesar 0,16% (mtm). Namun,

inflasi tahunannya yang tercatat 4,38% (yoy), masih

lebih rendah dibandingkan dengan historikalnya yang

sekitar 7-8% (yoy).

Komoditas cabe merah dan beras, menyumbang

inflasi terbesar. Sama seperti periode yang sama

tahun sebelumnya, komoditas cabe merah dan beras

menjadi penyumbang terbesar inflasi bulanan, dengan

kenaikan inflasi yang lebih besar di Oktober 2014. Hal

ini terkait musim kemarau yang lebih lama

dibandingkan dengan tahun 2013.

Dari s i s i permintaan, inf las i int i s tabi l

dibandingkan dengan bulan lalu. Inflasi kelompok

inti tercatat 0,37% (mtm) atau tidak mengalami

perubahan yang signifikan dibandingkan dengan bulan

September sebesar 0,39% (mtm). Sementara itu, inflasi

tahunannya naik dari 4,24% (yoy) menjadi 4,37%

(yoy). Stabilnya inflasi bulanan kelompok inti didukung

ekspektasi inflasi yang terjaga di tengah permintaan

domestik.

75OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

Mtm

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya

Qtq

Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya

Yoy

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya

Share of Growth

Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB

Investasi

Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal

Sektor Ekonomi Dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada

pembentukan PDRB secara keseluruhan

Migas

Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas

Omzet

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi

Share Effect

Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi

kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi

masyarakat pada suatu periode tertentu

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi

saat ini, dengan skala 1-100

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi

kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah,

hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah Dana Perimbangan Sumber

pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah

daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup,

yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli

APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas

dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan

DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .

Daftar Istilah

77DAFTAR ISTILAH

Andil Inflasi

Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara

keseluruhan

Bobot Inflasi

Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang

diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut

Ekspor

Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun

bukan komersil.

Impor

Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji,

bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian

PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun

tertentu sebagai dasar perhitungannya

Bank Pemerintah

Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri

dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito

Loan to Deposits Ratio (LDR)

Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun

Cash Inflows

Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu

Cash Outflows

Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu

Net Cashflows

Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash

Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi

sebaliknya

Aktiva Produktif

Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan

penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman

pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva.

Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada

pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada

perorangan

78 DAFTAR ISTILAH

Kualitas Kredit

Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan

pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama

dengan konsep LDR pada bank umum konvensional

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent)

Kliring

Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta

maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu

Kliring Debet

Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet

seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau

bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil

perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank

Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional

Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)

Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang

diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin

besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari

jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus

dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering

disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET

Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva

Produktif (PPAP), terhadap total kredit.

Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)

Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet

maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan

pembayaran.

79DAFTAR ISTILAH

Industri

Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang

kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan

(assembling) dari bagian suatu industri.

Pekerja

Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha tersebut.

Pekerja Dibayar

Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-

tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.

Pekerja Tidak Dibayar

Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak

mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di

perusahaan.

Input

Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku,

bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non

industri lainnya.

Output

Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang

dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok

barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.

Nilai Tambah/Value Added

Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.

Produktivitas

Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.

Tingkat Efisiensi

Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.

Intensitas Tenaga Kerja

Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.

Gross Margin

Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.

Usaha

Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar

dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.

Perusahaan

Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa

sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri

mengenai produksi, bahan baku, pekerja, dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.

Perusahaan Industri

Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan

penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.

80 DAFTAR ISTILAH

Jasa Industri

Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak

atau balas jasa ( fee ).

Inflasi Inti/ Core

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan

inflasi dan dipengaruhi oleh faktor dasar, seperti (i) interaksi permintaan dan penawaran, (ii) lingkungan

eksternal (nilai tukar, harga komoditi, dan inflasi mitra dagang), dan (iii) ekpektasi inflasi dari pedagang dan

konsumen.

81DAFTAR ISTILAH