KATA PENGANTAR - kinerjaku.kkp.go.idkinerjaku.kkp.go.id/2018/dok/lkj/LKj_DitjenPRL2017.pdf · 4)...
Transcript of KATA PENGANTAR - kinerjaku.kkp.go.idkinerjaku.kkp.go.id/2018/dok/lkj/LKj_DitjenPRL2017.pdf · 4)...
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 1
KATA PENGANTAR
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL)
Tahun 2017 disusun sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas Ditjen PRL dalam
melaksanakan berbagai kewajiban pembangunannya, serta sebagai bentuk
pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan fungsi organisasi.
Laporan Kinerja Ditjen PRL Tahun 2017 ini diharapkan dapat memberikan
gambaran tentang berbagai capaian kinerja yang telah dicapai, baik makro maupun
mikro serta langkah-langkah pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan
yang telah dilaksanakan di Bidang Pengelolaan Ruang Laut. Sangat disadari bahwa
laporan ini belum secara sempurna menyajikan prinsip transparansi dan akuntabilitas
seperti yang diharapkan, namun setidaknya masyarakat dan berbagai pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh gambaran tentang hasil pembangunan dan
pengelolaan ruang laut yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal PRL.
Capaian Pembangunan dan Pengelolaan Ruang Laut ini menjadi modal dasar
untuk lebih mengembangkan pembangunan dan pengelolaan ruang laut di masa
datang, khususnya untuk menyongsong tahun 2019 sebagai tahun terakhir periode
RPJMN 2015-2019 sehingga sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara
optimal dan berkelanjutan.
Harapan kami kiranya laporan ini dapat dijadikan bahan evaluasi dan feed
back terhadap penyelenggaraan program Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang
Laut dan sekaligus sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Akhirnya atas perhatian dan bantuan semua pihak terhadap terselenggaranya
program dan kegiatan Ditjen PRL Tahun 2017 diucapkan terima kasih.
Jakarta, Februari 2017
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut,
Brahmantya Satyamurti Poerwadi
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................... 2
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 4 1.1 Organisasi Direktorat Jenderal Pengeloaan Ruang Laut ............................... 4
1.1.1 Unit Pelaksana Teknis (UPT) ......................................................................... 6
1.2 Tugas Pokok Dan Fungsi ............................................................................... 7
1.2.1 Tugas Pokok .................................................................................................. 7
1.2.2 Fungsi ............................................................................................................ 7
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 7
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................................... 8
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA ................................ 9 2.1 Rencana Strategis 2015 - 2019 ...................................................................... 9
2.2 Indikator dan Target Kinerja Utama Tahun 2017 .......................................... 12
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA ............................................................ 15 SS.1. Terwujudnya Kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil...... 17
IKU 1. Nilai Tukar Petambak Garam ................................................................. 17
IKU 2. Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total keseluruhan ............. 19
IKU3. Pertumbuhan PDB Perikanan ................................................................. 23
SS.2. Terwujudnya Kedaulatan dalam Pengelolaan SDKP Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan ........................................................................... 25
IKU 4. Tingkat Kemandirian SKPT tanggung jawab Ditjen PRL ..................... 25
IKU 5. Jumlah pulau kecil/terluar yang memiliki Hak Atas Tanah (HAT) ....... 36
SS.3. Terwujudnya Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan yang
partisipatif, bertanggungjawab dan berkelanjutan ........................................ 40
IKU 6. Produksi Garam Nasional (juta ton) ....................................................... 40
IKU 7. Jumlah luas kawasan konservasi (jt Ha) ............................................... 48
IKU 8. Jumlah Jasa Kelautan yang dikelola untuk Pengembangan
Ekonomi (Ragam) .................................................................................... 51
IKU 9. Jumlah masyarakat hukum adat, tradisional dan lokal di Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang direvitalisasi (komunitas) ........................ 52
IKU 10. Jumlah kawasan konservasi Perairan yang meningkat kualitas
pengelolaan efektifnya (kawasan).......................................................... 58
IKU 11. Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil rusak yang pulih
kembali (Kawasan) .................................................................................. 64
IKU 12. Jumlah perairan laut antar wilayah yang memiliki dokumen RZ
kawasan laut ............................................................................................ 67
IKU 13. Jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan (kawasan) ...... 67
IKU 14. Nilai Kesesuaian Bantuan Pemerintah lingkup Ditjen Pengelolaan
Ruang Laut (%) ................................................................................ 73
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 3
SS.4. Tersedianya Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang
Efektif ........................................................................................................... 74
IKU 15. Indeks efektifitas kebijakan pemerintah ............................................ 74
SS.5. Terselenggaranya Tata Kelola Pemanfaatan Pemanfaatan Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan yang Berkeadilan, Berdaya Saing dan
Berkeadilan .................................................................................................. 76
IKU 16. Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki
rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan
ditetapkan menjadi peraturan perundangan (kawasan) ...................... 77
IKU 17. Jumlah penambahan luas kawasan konservasi (Ha) ........................ 82
IKU 18. Jumlah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dibangun sarana
prasarananya (pulau) .............................................................................. 84
IKU 19. Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat
ketangguhan-nya terhadap bencana dan dampak perubahan iklim
(kawasan) ................................................................................................. 86
IKU 20. Kawasan di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pantura Jawa yang
direhabilitasi (batang) ............................................................................. 89
IKU 21. Jumlah luas lahan yang difasilitasi (ha) ............................................... 91
SS.6. Terselenggaranya Pengendalian dan Pengawasan SDKP yang
Profesional dan Partisipatif ........................................................................... 92
IKU 22. Jumlah keanekaragaman hayati laut yang dilindungi, dilestarikan
dan/atau dimanfaatkan (jenis) ................................................................ 93
SS.7.Terwujudnya Aparatur Sipil Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut yang Kompeten, Profesional dan Berintegritas ......................... 97
IKU 23. Indeks kompetensi dan integritas Ditjen PRL .................................... 97
SS.8 Tersedianya Manajemen Pengetahuan Direktorat Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut yang Handal dan Mudah Diakses ............................................. 99
IKU 24. Persentase unit kerja DJPRL yang menerapkan sistem
manajemen pengetahuan yang terstandar ........................................... 99
SS.9 Terwujudnya birokrasi DJPRL yang efektif, efisien dan berorientasi pada
layanan prima ............................................................................................. 102
IKU 25. Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi Ditjen PRL .................................... 102
IKU 26. Nilai AKIP Ditjen PRL .......................................................................... 104
IKU 27. Nilai Maturitas SPIP............................................................................. 106
IKU 28. Persentase tindak lanjut direktif pimpinan (%) .................................. 108
IKU 29. Jumlah inovasi pelayanan publik Lingkup Ditjen PRL ..................... 110
SS.10. Terkelolanya Anggaran Pembangunan DJPRL Secara Efisien dan
Akuntabel ................................................................................................... 112
IKU 30. Nilai kinerja anggaran Ditjen PRL (%) ............................................... 112
IKU 31. Persentase Kepatuhan terhadap SAP lingkup DJPRL .................... 115
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 117
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 4
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Organisasi Direktorat Jenderal Pengeloaan Ruang Laut
Pelaksanaan program Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan ditetapkan
melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 yang dirumuskan dengan 9
Agenda Prioritas Pembangunan Nasional (Nawa Cita). Dalam kerangka itu, KKP
melakukan penyesuaian antara lain dengan perubahan struktur kerja organisasi.
Dalam arahan Struktur Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun
2015-2020, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Direktorat
Jenderal KP3K) mengganti namanya menjadi Direktorat Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut (Direktorat Jenderal PRL). Perubahan nomenklatur menjadi Direktorat
Jenderal Pengelolaan Ruang Laut pasca Lahirnya Peraturan Presiden Nomor 63
Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Secara prinsip program-program dasar Ditjen KP3K selama ini tidak akan
berubah bahkan ada penguatan pada pengendalian pemanfaatan ruang laut, dan hal
ini merupakan upaya mempertegas bahwa ruang laut perlu dikelola baik untuk
keberlanjutan sumberdaya pesisir dan laut sesuai dengan amanat Undang-Undang
No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Dalam Pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang No.
32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Pengelolaan ruang laut dilakukan untuk: i)
melindungi sumberdaya dan lingkungan dengan berdasar pada daya dukung
lingkungan dan kearifan lokal; ii) memanfaatkan potensi sumberdaya dan/atau
kegiatan di wilayah laut yang berskala nasional dan Internasional; dan iii)
mengembangkan kawasan potensial menjadi pusat kegiatan produksi, distribusi dan
jasa.
Penguatan kapasitas kelembagaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang
Laut dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal yakni:
1) Perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan dari
production oriented ke people oriented.
2) Mandat yang diberikan, meliputi mandat konstitusional, mandat teknis, mandat
pembangunan, dan mandat organisasi.
3) Kebijakan pembangunan, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, peraturan
perundangan terkait yang berlaku.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 5
4) Prinsip-prinsip pengorganisasian yang right sizing, unified function, efektif, efisien
dan transparan, sesuai dengan bisnis proses pembangunan kelautan dan
perikanan.
5) Tata laksana dan sumber daya aparatur
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2015 tentang Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut yang
merupakan Unit Eselon I lingkup KKP telah ditetapkan penaatan kelembagaan yang
ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 Tahun 2015
serta perubahan PERMEN-KP Nomor 6/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagai berikut:
Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal PRL sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/PERMEN-KP/2017
Pengelolaan Ruang Laut merupakan manifestasi konsep pengembangan
wilayah kelautan Indonesia yang menyeluruh dan terpadu, di dalamnya antara lain
memuat pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kelautan, sistem konektivitas
kemaritiman, kawasan laut strategis, serta arahan zonasi peruntukan penggunaan
ruang laut pada skala nasional sesuai potensi dan daya dukung lingkungannya.
Pengelolaan Ruang Laut sangat penting bagi Indonesia dalam rangka mendukung
terwujudnya Kedaulatan, Keberlanjutan, dan Kesejahteraan.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 6
1.1.1 Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal PRL pada Tahun 2015,
masih mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Nomor
PER.15/MEN/2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan
Perikanan yang terdiri dari 8 UPT sebagai berikut:
1) Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang;
2) Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang;
3) Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar;
4) Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak;
5) Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar;
6) Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong;
7) Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional (LKKPN) Pekanbaru;
8) Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang.
Wilayah kerja dan perangkat satuan kerja UPT lingkup Direktorat Jenderal PRL
berdasarkan Permen KP Nomor PER.23/MEN/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas
Permen KP Nomor PER.22/MEN/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT
Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Dan Lautan dan berdasarkan Permen KP Nomor
PER.24/MEN/2011 Tentang Perubahan Atas Permen KP Nomor PER.23/MEN/2008
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja UPT Kawasan Konservasi Perairan Nasional,
adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Satker dan Wilayah Kerja UPT Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut dan Kawasan Konservasi Perairan Nasional
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 7
1.2 Tugas Pokok Dan Fungsi
1.2.1 Tugas Pokok
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
ruang laut, pengelolaan konservasi dan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan
pesisir dan pulau-pulau kecil.
1.2.2 Fungsi 1) Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan tata ruang laut nasional,
zonasi teluk, selat, laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, penataan dan
pemanfaatan kawasan konservasi, perlindungan keanekaragaman hayati,
pengelolaan pesisir terpadu, rehabilitasi, reklamasi, mitigasi bencana pesisir dan
pulau-pulau kecil serta jasa kelautan;
2) Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan tata ruang laut nasional,
zonasi teluk, selat, laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, penataan dan
pemanfaatan kawasan konservasi, perlindungan keanekaragaman hayati,
pengelolaan pesisir terpadu, rehabilitasi, reklamasi, mitigasi bencana pesisir dan
pulau-pulau kecil serta jasa kelautan;
3) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyusunan
rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, penataan dan
pemanfaatan kawasan konservasi, perlindungan keanekaragaman hayati,
pengelolaan pesisir terpadu, rehabilitasi, reklamasi, mitigasi bencana pesisir dan
pulau-pulau kecil serta jasa kelautan;
4) Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyusunan rencana zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, penataan dan pemanfaatan kawasan
konservasi, perlindungan keanekaragaman hayati, pengelolaan pesisir terpadu,
rehabilitasi, reklamasi, mitigasi bencana pesisir dan pulau-pulau kecil serta jasa
kelautan;
5) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penyelenggaraan tata ruang laut
nasional, zonasi teluk, selat, laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, penataan dan
pemanfaatan kawasan konservasi, perlindungan keanekaragaman hayati,
pengelolaan pesisir terpadu, rehabilitasi, reklamasi, mitigasi bencana pesisir dan
pulau-pulau kecil serta jasa kelautan;
6) Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal pengelolaan ruang laut, dan
7) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
1.3 Tujuan
Tujuan merupakan penjabaran dari visi dan misi Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut dalam rangka mencapai sasaran program pengelolaan
ruang laut. Oleh karena itu, tujuan pengelolaan ruang laut adalah:
1) Meningkatkan tata kelola ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil;
2) Meningkatkan dayaguna wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
3) Menata dan memanfaatkan jasa-jasa kelautan;
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 8
4) Meningkatkan pengelolaan sumberdaya hayati, non hayati dan buatan;
5) Melestarikan kawasan konservasi dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragaman hayati laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.
1.4 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan: Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi , dengan
penekanan kepada aspek strategis oraginsasi serta permasalahan utama (strategic
issue) yang sedang dihadapi oleh organisasi.
Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja: Pada bab ini disajikan rencana strategis,
gambaran singkat mengenai sasaran strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut
pada tahun 2015 – 2019, rencana kerja dan anggaran tahun 2017, penetapan kinerja
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut.
Bab III Akuntabilitas Kinerja: Pada bab ini disajiikan secara singkat capaian kinerja
orgainsasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis orgainsasi sesuai
dengan hasil pengukuran kinerja oraginsasi. Untuk setiap pernyataan kinerja sasarn
strategis tersebut dilakukan analisasi capaian kinerja.
Bab IV Penutup: Pada bab ini disajikan kesimpulan umum atas capaian kinerja
organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 9
BAB II.
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
2.1 Rencana Strategis 2015 - 2019
Sasaran strategis pengelolaan ruang laut 2015-2019 dengan Visi: “Pengelolaan
Ruang Laut Yang Berdaulat dan Mensejahterakan Secara Berkelanjutan” dan
Misi: (i) Mewujudkan perencanaan ruang laut pesisir, dan pulau-pulau kecil yang
terpadu; (ii) Mendayagunakan, melindungi dan melestarikan sumberdaya laut,
pesisir, dan pulau-pulau kecil; (iii) Meningkatkan tata kelola dan pengendalian ruang
laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; (iv) Mengendalikan pemanfaatan ruang laut
secara berdaulat untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagai penjabaran Visi Misi
pembangunan nasional dan KKP ditetapkan melalui tahapan-tahapan berdasarkan tujuan
yang akan dicapai dan arah kebijakan yang ditetapkan dan dibagi dalam empat perspektif
(Gambar 4).
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 10
Sta
keh
old
ers
Pre
spective
00
Custo
mer
Pers
pective
Inte
rna
l P
rocess
Pers
pective
Learn
ing
an
d G
row
th
Pers
pective
Gambar 3. Visi KKP dan Peta Strategi Ditjen Pengelolaan Ruang Laut 2015-2019
Keempat perspektif pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tersebut adalah:
1. Stakeholders Prespective yang menjabarkan misi Kesejahteraan. 2. Customer Perspective yang menjabarkan misi Kedaulatan dan Keberlanjutan. 3. Internal Process Perspective yang merupakan proses dalam upaya pencapaian
target pembangunan. 4. Learning and Growth Perspective yang merupakan input/sumberdaya dalam
mendukung pelaksanaan proses pencapaian target pembangunan.
Sasaran strategis PRL Tahun 2015-2019 dijabarkan sebagai berikut:
1. Sasaran Strategis Pertama (SS-1): Terwujudnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Nilai Tukar Petambak Garam. b. Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total produksi garam. c. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
0
PELAKSANAAN KEBIJAKAN
0 SS 1. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan
masyarakat KP
SS 2. Terwujudnya kedaulatan
dalam pengelolaan SDKP
SS 3. Terwujudnya pengelolaan SDKP
yang partisipatif, bertanggung jawab,
dan berkelanjutan
PERUMUSAN KEBIJAKAN
PENGAWASAN KEBIJAKAN
SS 9. Terwujudnya
birokrasi DJPRL yang
efektif, efisien, dan
berorientasi pada
layanan prima
SS7. Terwujudnya
ASN DJPRL yang
kompeten,
profesional &
berintegritas
HUMAN CAPITAL
INFORMATION CAPITAL
ORGANIZATION CAPITAL
FINANCIAL CAPITAL
SS 5. Terselenggaranya
tata kelola pemanfaatan
SDKP yang adil, berdaya
saing, dan berkelanjutan
SS 4. Tersedianya
kebijakan
pembangunan yang
efektif
SS 6. Terselenggaranya
pengendalian dan
pengawasan SDKP secara
professional dan
partisipatif
SS 8.Tersedianya
manajemen
pengetahuan DJPRL
yang handal dan
mudah diakses
SS 10. Terkelolanya
anggaran
pembangunan
DJPRL secara efisien
& akuntabel
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 11
2. Sasaran Strategis Kedua (SS-2): Terwujudnya kedaulatan dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Tingkat Kemandirian SKPT tanggung jawab Ditjen PRL. b. Jumlah pulau kecil/terluar yang memiliki Hak Atas Tanah (HAT).
3. Sasaran Strategis Ketiga (SS-3): Terwujudnya pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang partisipatif, bertanggung jawab dan berkelanjutan dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Produksi Garam Nasional. b. Jumlah Luas Kawasan Konservasi. c. Jumlah Jasa Kelautan yang dikelola untuk Pengembangan Ekonomi. d. Jumlah masyarakat hukum adat, tradisional dan lokal di Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil yang direvitalisasi. e. Jumlah kawasan konservasi Perairan yang meningkat kualitas pengelolaan
efektifnya. f. Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil rusak yang pulih kembali. g. Jumlah perairan laut antar wilayah yang memiliki dokumen RZ kawasan
laut. h. Jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan. i. Nilai Kesesuaian Bantuan Pemerintah lingkup Ditjen Pengelolaan Ruang
Laut.
4. Sasaran Strategis Keempat (SS-4): Tersedianya kebijakan pembangunan KP yang efektif dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Indeks efektifitas kebijakan pemerintah.
5. Sasaran Strategis Kelima (SS-5): Terselenggaranya tata kelola pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkeadilan, berdaya saing dan berkelanjutan dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan ditetapkan menjadi peraturan perundangan.
b. Jumlah penambahan luas kawasan konservasi. c. Jumlah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dibangun sarana prasarananya. d. Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat
ketangguhannya terhadap bencana dan dampak perubahan iklim. e. Kawasan di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pantura Jawa yang direhabilitasi. f. Jumlah luas lahan yang difasilitasi.
6. Sasaran Strategis Keenam (SS-6): Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan yang profesional dan partisipatif dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Jumlah keanekaragaman hayati laut yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan.
7. Sasaran Strategis Ketujuh (SS-7): Terwujudnya aparatur sipil negara Ditjen PRL yang kompeten, profesional dan berintegritas dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Indeks kompetensi dan integritas DJPRL.
8. Sasaran Strategis Kedelapan (SS-8): Tersedianya manajemen pengetahuan Ditjen PRL yang handal dan mudah diakses dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Persentase unit kerja Ditjen PRL yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 12
9. Sasaran Strategis Kesepuluh (SS-9): Terwujudnya birokrasi Ditjen PRL yang efektif, efisien, dan berorientasi pada layanan prima dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Nilai kinerja Reformasi Birokrasi (RB) Ditjen PRL. b. Nilai AKIP Ditjen PRL. c. Nilai Maturitas SPIP. d. Persentase tindak lanjut direktif pimpinan. e. Jumlah inovasi pelayanan publik Lingkup DJPRL.
10. Sasaran Strategis Kesebelas (SS-10): Terkelolanya anggaran pembangunan Ditjen PRL secara efisien dan akuntabel dengan Indikator Kinerja Utama:
a. Nilai Kinerja Anggaran Ditjen PRL. b. Presentase kepatuhan terhadap SAP lingkup Ditjen PRL.
2.2 Indikator dan Target Kinerja Utama Tahun 2017
Mulai tahun 2013, sesuai dengan dinamika organisasi yang berkembang ada
upaya perbaikan pengelolaan kinerja organisasi pada Kementerian Kelautan dan
Perikanan, yaitu berupa penggunaan metode Balanced Scorecard (BSC).
Sehubungan dengan hal tersebut, penetapan kinerja Tahun 2017 menggunakan
penekanan pada empat perspektif yang saling berimbang dan di “cascading”
(diturunkan) sampai level staf/individu (pegawai).
Dengan metode/pendekatan dan strategi BSC, telah dilakukan restrukturisasi
SAKIP KKP dimulai dari level Renstra kementerian sampai dengan level monitoring
dan pengukuran kinerja.Rencana Kinerja merupakan penjabaran dari arah dan
kebijakan pimpinan untuk pelaksanaan kegiatan Direktorat Jenderal PRLTahun 2017
yang tertuang dalam dokumen Rencana Kinerja Tahunan (RKT) 2017. Dokumen
RKT 2017 tersebut kemudian diimplementasikan dalam Perjanjian Kinerja (PK)
Tahun 2017 (Lampiran 1). Berikut merupakan Indikator dan Target Kinerja Utama
Ditjen PRL tahun 2017 :
Tabel 1. Indikator dan Target Kinerja Utama Ditjen PRL Tahun 2017
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target Penanggung
Jawab
Stakeholder Perspective
1. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil
IKU 1. Nilai Tukar Petambak Garam
102,25 Setditjen PRL
IKU 2. Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total keseluruhan (%)
65 Dit. Jasa Kelautan
IKU 3. Pertumbuhan PDB Perikanan (%)
8 Setditjen PRL
Customer Perspective
2. Terwujudnya kedaulatan dalam pengelolaan SDKP
IKU 4. Tingkat Kemandirian SKPT tanggung jawab Ditjen PRL
4 Dit. P4K, Dit. KKHL, Dit. Jasa
Kelautan
IKU 5. Jumlah pulau kecil/terluar yang memiliki Hak Atas Tanah (HAT) (pulau)
37 Dit. P4K
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 13
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target Penanggung
Jawab
3. Terwujudnya pengelolaan SDKP yang partisipatif, bertanggungjawab, dan berkelanjutan
IKU 6. Produksi Garam Nasional (juta ton)
3,8 Dit. Jasa Kelautan
IKU7. Jumlah luas kawasan konservasi (jt Ha)
18,6 Dit. KKHL
IKU 8. Jumlah Jasa Kelautan yang dikelola untuk Pengembangan Ekonomi (Ragam)
2 Dit. Jasa Kelautan
IKU 9. Jumlah masyarakat hukum adat, tradisional dan lokal di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang direvitalisasi (komunitas)
5 Dit. P4K
IKU 10. Jumlah kawasan konservasi Perairan yang meningkat kualitas pengelolaan efektifnya (kawasan)
30 Dit. KKHL
IKU 11. Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil rusak yang pulih kembali (Kawasan)
23 Dit. P4K
IKU 12. Jumlah perairan laut antar wilayah yang memiliki dokumen RZ kawasan laut
2 Dit. PRL
IKU 13. Jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan (kawasan)
1 Dit. Jasa Kelautan
IKU 14. Nilai Kesesuaian Bantuan Pemerintah lingkup Ditjen Pengelolaan Ruang Laut (%)
80 Dit. P4K, Dit. KKHL, Dit. Jasa
Kelautan
Internal Process Perspective
4. Tersedianya kebijakan pembangunan KP yang efektif
IKU 15. Indeks efektifitas kebijakan pemerintah
7,7 Setditjen PRL
5. Terselenggaranya tata kelola pemanfaatan SDKP yang berkeadilan, berdaya saing dan berkelanjutan
IKU 16. Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan ditetapkan menjadi peraturan perundangan (kawasan)
7 Dit. PRL
IKU 17. Jumlah penambahan luas kawasan konservasi (Ha)
700.000 Dit. KKHL
IKU 18. Jumlah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dibangun sarana prasarananya (pulau)
31 Dit. P4K
IKU 19. Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat ketangguhannya terhadap bencana dan
18 Dit. P4K
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 14
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target Penanggung
Jawab
dampak perubahan iklim (kawasan)
IKU 20. Kawasan di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pantura Jawa yang direhabilitasi (batang)
900,000 Dit. P4K
IKU 21. Jumlah luas lahan yang difasilitasi (ha)
10,000 Dit. Jasa Kelautan
6. Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan SDKP yang profesional dan partisipatif
IKU 22. Jumlah keanekaragaman hayati laut yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan (jenis)
19 Dit. KKHL
Learning and Growth Perspective
7. Terwujudnya aparatur sipil negara Ditjen PRL yang kompeten, profesional dan berintegritas
IKU 23. Indeks kompetensi dan integritas Ditjen PRL
80 Setditjen PRL
8. Tersedianya manajemen pengetahuan Ditjen PRL yang handal dan mudah diakses
IKU 24. Persentase unit kerja Ditjen PRL yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar
65 Setditjen PRL
9. Terwujudnya birokrasi Ditjen PRL yang efektif, efisien dan berorientasi pada layanan prima
IKU 25. Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi Ditjen PRL
A (86) Setditjen PRL
IKU 26. Nilai AKIP Ditjen PRL A (85) Setditjen PRL
IKU 27. Nilai Maturitas SPIP 2 Setditjen PRL
IKU 28. Persentase tindak lanjut direktif pimpinan (%)
100 Setditjen PRL
IKU 29. Jumlah inovasi pelayanan publik Lingkup Ditjen PRL
1 Setditjen PRL
10. Terkelolanya anggaran pembangunan DJPRL secara efisien dan ekuntabel
IKU 30. Nilai kinerja anggaran Ditjen PRL (%)
85 Setditjen PRL
IKU 31. Persentase Kepatuhan terhadap SAP lingkup Ditjen PRL (%)
100 Setditjen PRL
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 15
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
Pengukuran capaian kinerja Ditjen PRL tahun 2017 dilakukan dengan cara
membandingkan antara target (rencana) dan realisasi indikator kinerja utama pada
masing-masing perspektif. Pencatatan dan pengukuran kinerja dilakukan dengan
bantuan perangkat lunak berbasis balanced scorecard dari Kementerian Kelautan
Perikanan, yaitu pada http://kinerjaku.kkp.go.id.
Pengukuran capaian kinerja Ditjen PRL tahun 2017 dilakukan dengan cara
membandingkan antara target (rencana) dan realisasi indikator kinerja utama pada
masing-masing perspektif. Pencatatan dan pengukuran kinerja dilakukan dengan
bantuan perangkat lunak berbasis balanced scorecard dari Kementerian Kelautan
Perikanan, yaitu pada http://kinerjaku.kkp.go.id.
Secara rinci, capaian masing-masing sasaran strategis dan indikator kinerja
utama Ditjen PRL Tahun 2017 adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Target dan Realisasi Indikator Kinerja PRL Tahun 2017
Indikator Kinerja Utama Target Tahun 2017
Realisasi % No Uraian
Stakeholder Perspective
IKU 1 Nilai Tukar Petambak Garam 102,25 115.5* 112.96%
IKU 2 Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total keseluruhan (%)
PK Revisi per November 2017 (DIHILANGKAN)
65 57.9 Drop off
IKU 3 Pertumbuhan PDB Perikanan (%) 8 5,95 74,37
Customer Perspective
IKU 4 Tingkat Kemandirian SKPT tanggung jawab Ditjen PRL
4 4 100%
IKU 5 Jumlah pulau kecil/terluar yang memiliki Hak Atas Tanah (HAT) (pulau)
37 37 100%
IKU 6 Produksi Garam Nasional (juta ton) 3,8 1.1 29,21%
IKU 7 Jumlah luas kawasan konservasi (jt Ha) 18,6 19.144 102.92%
IKU 8 Jumlah Jasa Kelautan yang dikelola untuk Pengembangan Ekonomi (Ragam)
2 2 100.00%
IKU 9 Jumlah masyarakat hukum adat, tradisional dan lokal di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang direvitalisasi (komunitas)
5 5 100%
IKU 10 Jumlah kawasan konservasi Perairan yang meningkat kualitas pengelolaan efektifnya (kawasan)
30 22 73,33%
IKU 11 Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil 23 25 108,7%
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 16
Indikator Kinerja Utama Target Tahun 2017
Realisasi % No Uraian
rusak yang pulih kembali (Kawasan)
IKU 12 Jumlah perairan laut antar wilayah yang memiliki dokumen RZ kawasan laut
2 2 100.00%
IKU 13 Jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan (kawasan)
1 5 500.00%
IKU 14 Nilai Kesesuaian Bantuan Pemerintah lingkup Ditjen Pengelolaan Ruang Laut (%)
80 83,33 104,16
Internal Process Perspective
IKU 15 Indeks efektifitas kebijakan pemerintah 7,7 8.08 104.94%
IKU 16 Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan ditetapkan menjadi peraturan perundangan (kawasan)
7 7 100.00%
IKU 17 Jumlah penambahan luas kawasan konservasi (Ha)
700.000 1,179,342 168.48%
IKU 18 Jumlah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dibangun sarana prasarananya (pulau)
31 52 167,74%
IKU 19 Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat ketangguhannya terhadap bencana dan dampak perubahan iklim (kawasan)
18 16 88.89%
IKU 20 Kawasan di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pantura Jawa yang direhabilitasi (batang)
PK Revisi per November 2017 (DIHILANGKAN)
900,000 - Drop off
IKU 21 Jumlah luas lahan yang difasilitasi (ha) 10,000 18,422 184.22%
IKU 22
Jumlah keanekaragaman hayati laut yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan (jenis)
19 19 100.00%
Learning and Growth Perspective
IKU 23 Indeks kompetensi dan integritas DJPRL 80 95,89 119,86 %
IKU 24 Persentase unit kerja DJPRL yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar
65 68.68 105.66%
IKU 25 Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi DJPRL A (86) 89.1 103.60%
IKU 26 Nilai AKIP DJPRL A (85) 85.07 100.08%
IKU 27 Nilai Maturitas SPIP 2 2.347 117,35%
IKU 28 Persentase tindak lanjut direktif pimpinan (%) 100 100 100%
IKU 29 Jumlah inovasi pelayanan publik Lingkup DJPRL 1 1 100%
IKU 30 Nilai kinerja anggaran DJPRL (%) 85 75,62 88,96%
IKU 31 Persentase Kepatuhan terhadap SAP lingkup DJPRL (%)
100 100 100%
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 17
SS.1. Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil
Dalam rangka mencapai Sasaran Strategis Terwujudnya Kesejahteraan
Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen PRL menjabarkannya dalam 3
(tiga) indikator kinerja, yaitu: Nilai Tukar Petambak Garam (NTPG), Persentase
Kualitas Garam KP1 terhadap Total Keseluruhan (%) dan Pertumbuhan PDB
Perikanan (%). Target yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja
pada sasaran strategis ini, serta realisasi pada Tahun 2017 ini dijelaskan pada
capaian masing-masing indikator berikut:
IKU 1. Nilai Tukar Petambak Garam
Kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan adalah suatu kondisi
dimana kehidupan masyarakat KP, dalam hal ini petambak garam yang mampu
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menabung. Pengamatan terhadap tingkat
kesejahteraan petambak garam dilakukan melalui penghitungan indeks Nilai Tukar
Petambak Garam (NTPG). Nilai Tukar Petambak Garam menunjukkan daya tukar
(terms of trade) dari produk petambak garam dengan barang maupun jasa yang
dikonsumsi dan untuk biaya proses produksi.
Nilai Tukar Petambak Garam merupakan rasio antara indeks harga yang
diterima petambak garam (Indeks terima = It) dengan indeks harga yang dIbayar
petambak garam (Indeks bayar = Ib). indeks harga yang diterima petambak garam (It)
merupakan indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas
hasil produksi petambak garam, sedangkan Ib adalah indeks harga yang
menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petambak garam, baik
untuk konsumsi sehari hari maupun kebutuhan untuk proses produksi. Secara
konsepsional NTPG adalah pengukur kemampuan tukar garam yang dihasilkan
petambak dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga
dan keperluan dalam memproduksi garam, dengan kata lain bila NTPG=100, berarti
masyarakat mengalami impas/break even; NTPG>100, berarti masyarakat
mengalami surplus; NTPG<100, berarti masyarakat mengalami defisit. Indeks NTPG
dapat menggambarkan perkembangan tingkat pendapatan masyarakat kelautan dan
perikanan dibidang tambak garam dari waktu ke waktu.
Target NTPG tahun 2017 adalah 102,25 yang menggambarkan pendapatan
petambak garam lebih besar daripada biaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
rumah tangga dan biaya produksi garam.
Sumber data untuk untuk menghitung nilai indeks NTPG berasal dari hasil
survey (pengambilan data primer) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
terhadap sampel petambak garam di 5 Provinsi (Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur). Indeks yang diperoleh merupakan angka
tahunan yang dihitung secara triwulanan, dengan hasil sebagai berikut :
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 18
Tabel 3. Nilai Indeks NTPG Tahun 2017
No. Uraian Trw1 Trw2 Trw3 Trw4*)
Rata-Rata
1 It (Indeks terima) 122.96 133.62 123.89 130.90 127.84
2 Ib (Indeks bayar) 110.09 110.51 110.72 111.43 110.69
KRT (Kebutuhan Rumah Tangga) 112.82 113.23 113.34 114.22 113.40
BPPBM (Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal)
105.94 106.37 106.73 107.18 106.56
NTPG (Nilai Tukar Petambak Garam) 111.69 120.92 111.90 117.46 115.49
NTUPG (Nilai Tukar Usaha Petambak Garam)
116.06 125.62 116.08 122.12 119.97
*) Angka sementara, perubahan harga Desember 2017 menggunakan perubahan harga pada Desember 2016
Tabel 3 menunjukkan bahwa capaian NTPG tahu 2017 adalah 115,49 yang
dipengaruhi oleh indeks terima sebesar 127,84 dan indeks bayar sebesar 110,69.
Indeks bayar merupakan biaya yang harus dikeluarkan petambak garam untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga (indeks 113,40) dan biaya produksi dan
penambahan barang modal (106,56). Nilai tukar usaha petambak garam (sebesar
119,97) yang lebih besar dari NTPG (115,49) menunjukkan bahwa usaha tambak
garam mempunyai keuntungan.
Tabel 4. Perbandingan Nilai Tukar Petambak Garam Tahun 2015-2017
No Uraian 2015 2016 2017
1 It (Indeks terima) 103,85 110,99 127,84
2 Ib (Indeks bayar) 105,09 108,57 110,69
KRT (Kebutuhan Rumah Tangga) 106,61 111,08 113,40
BPPBM (Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal)
102,76 104,75 106,56
NTPG (Nilai Tukar Petambak Garam) 98,82 102,23 115,50
NTUPG (Nilai Tukar Usaha Petambak Garam)
101,06 105,96 119,98
Capaian NTPG tahun 2017 yaitu 115,50 atau naik 12,98% dibanding NTPG
tahun 2016 dengan nilai 102,23 dan mengalami kenaikan sebesar …% dibandingkan
NTPG tahun 2015 (98,82). Kenaikan tersebut dikarenakan kenaikan It (naik 15,18%,
dari semula 110,99 menjadi 127,84) lebih besar dibandingkan dengan kenaikan Ib
(naik 1,95%, dari semula 108,57 menjadi 110,69). Kenaikan It Triwulan IV 2017
dipengaruhi oleh naiknya It garam tambak sebesar 15,64 % dan It garam rebusan
sebesar 4,59 %.
Peningkatan NTPG 2017 didukung oleh peningkatan harga garam, terutama
garam tambak yang cukup signifikan. Peningkatan harga garam dikarenakan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 19
kebutuhan garam untuk industri cukup tinggi sedangkan musim produksi baru masuk
masa persiapan dan impor garam diawasi secara ketat oleh pemerintah.
Komoditas dominan yang mempengaruhi kenaikan indeks terima tahun 2017
adalah garam tambak di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Berdasarkan
data di lapangan, harga garam tambak mencapai kisaran Rp.4.000,- per kg atau
meningkat tajam dibanding harga garam tambak 2016 yang paling tinggi adalah
Rp.900,- per kg. Disisi lain, komoditas produksi yang mempengaruhi kenaikan Ib
adalah kenaikan biaya sewa dan juga ongkos angkut, sedangkan yang non produksi
adalah komoditas seperti cabe, beras, rokok, dan bawang putih.
Kendala yang dihadapi terkait survei harga NTPG yaitu padatnya kegiatan
petugas baik di lapangan maupun di pusat karena masih menselesaikan rangkaian
kegiatan Sensus Ekonomi. Hal ini menyebabkan terlambatnya pengiriman dan
pengolahan data di awal tahun. Selain itu, angka NTPG tahun 2017 (tahunan) masih
angka sementara, karena data belum final dan masih dalam proses pengolahan data
di BPS.
Kegiatan penghitungan NTPG sudah menginjak tahun ke-4 dengan
menggunakan kuesioner dan pedoman yang hampir sama. Ada usulan perubahan
kuesioner namun tidak signifikan, sehingga tidak perlu mengadakan pelatihan lagi
bagi petugas. Hal ini dapat menghemat pembiayaan.
Terdapat kelemahan dari penghitungan NTPG tahun 2015-2017, yakni bahwa
angka yang diperoleh tidak tepat waktu karena memerlukan proses pengumpulan
data (kompilasi data dari BPS daerah) dan selanjutnya baru dilakukan pengolahan
data (˃1 bulan) oleh BPN Pusat, untuk kemudian disajikan dalam bentuk laporan
resmi. Ke depannya, agar penghitungan NTPG yang dilakukan BPS dapat di sajikan
tepat waktu di setiap akhir periode triwulanan.
Untuk mencapai target NTPG, pada tahun 2017 Ditjen PRL telah
menganggarkan dana sebesar Rp 700.000.000,-. Sementara dalam pelaksanaannya
telah membelanjakan dana sebesar Rp 654.302.650,- atau 93,47%. Dengan capaian
IKU sebesar 115,50% maka anggaran yang ada sudah cukup efisien.
IKU 2. Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total keseluruhan
Garam KP1 merupakan garam berkualitas produksi rakyat yang mempunyai
ciri-ciri warna putih, kandungan air maksimal 5% atau hasil produksi garam rakyat
dengan menggunakan teknologi geoisolator dan/atau teknologi ulir filter (TUF),
sebagai bahan baku untuk proses lebih lanjut. Pengukuran indikator kinerja dilakukan
dengan membandingkan jumlah produksi garam KP1 terhadap produksi garam
keseluruhan dalam satuan persen (%). Sumber data garam berasal dari Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota yang mendapatkan program PUGAR (15
Kabupaten/Kota) dan direkapitulasi serta dianalisa oleh Sekretariat PUGAR di
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 20
Direktorat Jasa Kelautan Ditjen PRL. Indikator Kinerja Utama ini periode
pelaporannya tahunan.
Pada tahun ini fokus kegiatan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR)
adalah Integrasi lahan garam dan teknologi geoisolator dalam upaya mencapai target
Ditjen PRL. Integrasi lahan adalah salah satu metode untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas serta efisiensi biaya produksi garam, dengan
menggabungkan lahan petambak menjadi lahan yang terintegrasi dengan luas
minimal 15 ha dalam satu hamparan. Teknologi geoisolator adalah teknologi
produksi garam dengan memanfaatkan lapisan plastik kedap air sebagai alas lahan
meja garam untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas garam.
Tabel 5. Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total keseluruhan
No IK
Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian
(%)
1 Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total keseluruhan
65 57.9 Drop off
Penetapan target indikator kinerja utama presentase kualitas garam KP1
terhadap total keseluruhan adalah 65%, Realisasi persentase kualitas garam KP1
sebesar 57,9% atau capaian realisasi IKU sebesar 89,08%. Berikut penjelasan
dalam tabel :
Tabel 6. Realisasi capaian persentase produksi garam kualitas KP1 tahun 2017
No Satker Realisasi Produksi KP1 (Ton)
1 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Cirebon 36,684.89
2 Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Indramayu 86,822.96
3 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Rembang 54,127.63
4 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Demak 28,001.02
5 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Brebes 838.53
6 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pati 66,950.63
7 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lamongan 25,720.00
8 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Sampang 98,752.83
9 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pamekasan 35,013.50
10 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Sumenep 134,546.92
11 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Tuban 18,872.24
12 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jeneponto 2,109.94
13 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pangkep 2,151.76
14 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Bima 53,575.58
15 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Kupang 1,200.56
Total 645,369.01
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 21
Realisasi capaian persentase produksi garam kualitas KP1 tahun 2017 ini
lebih besar jika dibandingkan dengan capaian persentase tahun sebelumnya (2016)
yang menghasilkan garam KP1 sebanyak 42,87% sebagai perhitungan jumlah garam
KP1 sebanyak 645.369,01 ton dibandingkan dengan jumlah produksi garam
sebanyak 1.114.698,06 ton.
Target persentase kualitas garam KP1 terhadap total keseluruhan tidak
tercapai, hal ini dikarenakan intensitas hujan pada tahun 2017 cukup tinggi, hal ini
berpengaruh pada kualitas NaCl di meja kristalisasi. Apabila dibandingkan dengan
target dan realisasi Indikator Kinerja Utama Persentase Kualitas Garam KP1 pada
tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, capaian Tahun 2017 dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 7. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun ini dengan Tahun lalu dan Beberapa Tahun
Terakhir
No IKU 2015 2016 2017
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
1 Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total keseluru-han (%)
60 19,3 50 42.87 65 57,9
Tabel diatas menjelaskan pada tahun 2015 ini dari target KP1 60% hanya
tercapai 19,34%, atau 32,33% dari target. Nilai ini jauh lebih rendah dari capaian
tahun 2016 yang mencapai 42,87% atau 85.74% dari target. Sementara pada tahun
2017 dari target 65 tercapai 57,90% atau sekitar 89,08% dan merupakan capaian
tertinggi dari capaian tiga tahun terakhir.
Perbandingan realisasi kinerja sampai dengan tahun 2016 dengan target
jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis Ditjen
Tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Perencanaan Jangka Menengah
No Rincian
2015 2016 2017 2018 2019
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
1 Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total keseluruhan (%)
40 19,3 50 42,87 65 57,9 70 - 75 -
Berdasarkan target dalam renstra, maka IKU ini tidak mencapai realisasi
capaian yang ditargetkan. Dari target 65 % kualitas garam KP1 baru tercapai 57,9%
(realisasi 89,08%). Berdasarkan kondisi tersebut, maka target untuk tahun-tahun
mendatang dalam renstra direvisi menjadi: 50% (2016), 65% (2017), 70% (2018),
dan 75% (2019), selama harga garam tidak mendapatkan jaminan harga (subsidi)
serta masih bisanya garam impor masuk ke pasaran, maka harga garam terutama
KP1 tidak akan ada lonjakan peningkatan produksi.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 22
Beberapa penyebab kegagalan tercapainya target produksi KP1 adalah:
1. Perbedaan harga KP1 dan KP2 yang tidak signifikan, sementara untuk
memproduksi KP1, petambak garam perlu lebih banyak waktu (hari) penuaan air
dan penjemuran air tua (evaporasi) serta perlakuan (hanya mengambil garam
lapisan atas, pengemasan serta penyimpanan garam yang baik) yang
memerlukan tenaga dan biaya lebih;
2. Pelaksanaan integrasi lahan yang berlangsung sampai akhir tahun
menyebabkan lahan yang berproduksi terhambat dan berdampak terhadap
menurunnya produksi garam KP1;
3. Musim kering yang singkat menyebabkan petambak berupaya memproduksi
garam sebesar mungkin mengejar waktu yang tersedia, serta riskannya
menunggu waktu lebih lama untuk menjemur air tua karena takut hujan.
Realisasi kinerja persentase kualitas garam KP1 terhadap total keseluruhan
pada tahun 2017 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2016. Hal ini
dikarenakan pada tahun 2017, masyarakat petambak garam telah menerapkan
sistem manajemen lahan berupa integrasi lahan, sehingga kualitas produksi garam
petambak garam mengalami peningkatan. Kementerian Kelautan dan Perikanan
akan terus berupaya memajukan kesejahterakan petambak garam rakyat sebagai
amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
Untuk mencapai target, pada tahun 2017 Ditjen PRL telah menganggarkan
dana sebesar Rp 38.550.000.000,-. Sementara dalam pelaksanaannya (karena
keterlambatan pengerjaan integrasi lahan) berhasil membelanjakan dana sebesar Rp
36.175.320.000,- atau 93,84%. Dengan capaian IKU sebesar 89,08% maka
anggaran yang ada sudah cukup efisien. Namun hal ini bukan disebabkan karena
kesalahan pembelanjaan atau penggunaan anggaran, akan tetapi lebih karena
keterlambatan pengerjaan integrasi lahan di beberapa daerah sebagai sarana
penunjang peningkatan kualitas dan produktivitas garam.
Indikator Kinerja Utama Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total
keseluruhan ini, dihilangkan melalui Perjanjian Kinerja revisi (PK Revisi) yang telah di
tandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut dan Menteri Kelautan
dan Perikanan pada bulan November 2017, dikarenakan semenjak tahun 2016
sampai dengan 2019 bentuk bantuan sarpras yang diberikan keselurahan guna
menunjang pencapaian garam KP1, sehingganya capaian indikator ini sudah
merupakan bagian dari pencapaian produksi garam.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 23
IKU 3. Pertumbuhan PDB Perikanan
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah nilai produk berupa barang
dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara
(domestik) selama periode tertentu. PDB perikanan merupakan sub sektor dari PDB
Nasional. Dalam PDB perikanan, yang dihitung adalah produksi perikanan tangkap
dan budidaya, dalam bentuk ikan segar (non-olahan) di seluruh indonesia. Produksi
yang dihasilkan belum diperhitungkan penyusutannya, karena jumlah yang
didapatkan dari PDB dianggap bersifat bruto/kotor. Produk Domestik Bruto Perikanan
yang rutin diterbitkan oleh BPS hanya merupakan subsektor dari Sektor Pertanian
sehingga nilai PDB Perikanan mencerminkan kinerja dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan itu sendiri, karena yang tercakup dalam subsektor perikanan hanyalah
sektor primer yaitu penangkapan dan pembudidayaan ikan.
Capaian PDB perikanan yang digunakan oleh KKP mengacu pada BPS,
dimana PDB dihitung dengan pendekatan pengeluaran, yaitu dengan cara
menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli produk perikanan yang
diproduksi selama periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan
dengan menghitung pengeluaranyang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan
ekonomi negara, yaitu: (1) Rumah tangga, (2) Pemerintah, (3) Pengeluaran investasi,
dan (4) selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (ekspor bersih).
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan PDB
Perikanan terbagi dalam dua kelompok besar yaitu pengumpulan data primer dan
pengumpulan data skunder. Data primer didapat dari Survei Khusus yang diadakan
oleh Direktorat Neraca Produksi bekerjasama dengan Pusdatin KKP. sedangkan
data skunder didapat dari statistik perikanan tangkap dan budidaya KKP, statistik
perusahaan perikanan dari subdit statistik perikanan BPS, statistik industri besar dan
sedang BPS, statistik industri mikro dan kecil BPS.
Pada tahun 2017, target Pertumbuhan PDB Perikanan sebesar 8% yang
diharapkan produksi garam dapat mendukungnya. Capaian ini baru mencapai
74,37% dari target tahun 2017. sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 9. Target dan Realisasi IKU PDBTahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
PDB Perikanan 8 5,95 74,37
Sumber data: Pusdatin, KKP
Capaian ini baru mencapai 74,37 persen dari target tahun 2017.
Perekonomian subsektor perikanan s.d. triwulan IV 2017 tumbuh rata-rata sebesar
5,95 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata ekonomi Indonesia (5,07 persen)
dan sektor pertanian (3,42 persen). Untuk sektor perikanan dapat diketahui bahwa
pendapatan para pelaku usaha di bidang perikanan tangkap dan budidaya pada
triwulan IV-2016 ADHB mencapai Rp. 90,57 triliun dan ADHK 2010 mencapai Rp.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 24
57,79 triliun. Kontribusi perekonomian sektor perikanan triwulan IV-2017 terhadap
PDB ADHB sebesar 2,59 persen, kontribusi ini lebih tinggi daripada triwulan III-2016
(2,56 persen), dan triwulan II-2017 (2,53 persen) dan stabil dibandingkan total 2016
(2,56 persen). Kontribusi PDB sektor perikanan Indonesia ADHB triwulan IV-2017
terhadap PDB nasional menunjukkan adanya peningkatan nilai tambah yang
mencerminkan peningkatan income para pelaku subsektor kelautan dan perikanan
secara rata-rata pada triwulan IV-2017 dibandingkan triwulan III-2017, triwulan II-
2017 dan total 2016.
Laju pertumbuhan PDB perikanan triwulan IV-2017 (3,60 persen) lebih tinggi
daripada laju pertumbuhan PDB kelompok perikanan (1,79 persen) dan lebih rendah
daripada laju pertumbuhan PDB Nasional (5,19 persen). Laju pertumbuhan PDB
perikanan triwulan IV-2017 (3,60 persen) juga lebih tinggi daripada laju pertumbuhan
PDB perikanan triwulan IV-2016 (2,62 persen). Perekonomian perikanan tahun 2017
tumbuh sebesar 5,95 persen, pertumbuhan ini lebih tinggi daripada pertumbuhan
ekonomi Indonesia (5,07 persen) dan lebih tinggi daripada pertumbuhan sektor
pertanian 2017 (3,42 persen), Pertumbuhan ini menunjukkan adanya peningkatan
daya beli (purchasing power) dari para pelaku sektor kelautan dan perikanan
dibandingkan sektor lain pada kelompok pertanian, kehutanan, perikanan dan
nasional. Pertumbuhan sektor perikanan tahun 2017 menunjukkan bahwa sektor
perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya menunjukkan potensi
besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan perekonomian
subsektor perikanan triwulan IV 2017 disebabkan oleh meningkatnya produksi
perikanan tangkap dan perikanan budidaya triwulan IV 2017 sebesar 1,78 persen
dari triwulan III. Berikut tabel pertumbuhan PDB perikanan :
Tabel 10. Pertumbuhan PDB Perikanan
Sasaran Strategis 1 Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Perikanan Budidaya
IKU-2 Pertumbuhan PDB Perikanan
Realisasi 2016
2017 Kenaikan 2016-2017 (% /Tahun)
2019
Target Realisasi % Capaian Target % Capaian 2017-2019
5,15 8 5,95 74,37 0,8 12 49,58
*Sumber data, BPS mengeluarkan data PDB Tahun 2017 di 5 Februari 2018
Dalam tiga tahun terakhir PDB sub sektor perikanan tumbuh di atas rata-rata
nasional dan dalam 4 tahun terakhir memiliki rata-rata pertumbuhan tertinggi dalam
sektor pertanian secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan
memegang peranan strategis dalam mendorong pertumbuhan pada PDB kelompok
pertanian, maupun nasional. PDB sub sektor perikanan tumbuh di atas rata-rata
nasional dan memiliki rata-rata pertumbuhan tertinggi dalam sektor pertanian secara
umum. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan memegang peranan
strategis dalam mendorong pertumbuhan pada PDB kelompok pertanian, maupun
nasional.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 25
Dengan melihat faktor pendukung di atas, maka terlihat bahwa Ditjen PRL
tidak terkait langsung dengan indikator Pertumbuhan PDB Perikanan ini.
SS.2. Terwujudnya Kedaulatan dalam Pengelolaan SDKP
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
Dalam rangka mencapai Sasaran Strategis Terwujudnya Kedaulatan dalam
pengelolaan SDKP, Ditjen PRL menjabarkannya dalam 2 (dua) Indikator kinerja,
yaitu Tingkat Kemandirian SKPT tanggung jawab Ditjen PRL dan Jumlah pulau
kecil/terluar yang memiliki Hak Atas Tanah (HAT). Capaian setiap indikator kinerja
utama untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis selama tahun 2017 adalah:
IKU 4. Tingkat Kemandirian SKPT tanggung jawab Ditjen PRL
Indikator kinerja Tingkat Kemandirian SKPT tanggung Jawab Ditjen PRL
merupakan indikator kinerja utama (IKU) Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau
Kecil untuk lokasi Kab. Morotai, Direktorat Jasa Kelautan untuk Lokasi Kabupaten
Talaud dan Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut di Kabupaten
Mentawai, IKU ini muncul pada tahun 2017 berkaitan dengan program pembangunan
sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di pulau-pulau kecil dan/atau
kawasan perbatasan.
Target indikator kinerja adalah tingkat kemandirian SKPT mengalami
peningkatan untuk setiap lokasinya. Indikator Kenerja Tingkat Kemandiarian SKPT
dapat dibandingkan dengan standar nasional yaitu Renstra KKP Tahun 2015-2019
adalah target terbangunnya sarana dan prasarana di 25 pulau kecil hingga tahun
2019. Pada tahun 2017 sudah sesuai dengan renstra yaitu ditargetkan sebanyak 31
pulau.
Penilaian SKPT mandiri di pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan
menggunakan beberapa kriteria, yaitu:
a. Aspek fisik.
b. Aspek ekonomi dan produksi.
c. Aspek kelembagaan.
d. Aspek sosial dan lingkungan.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 26
Tabel 11. Alat Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Mandiri di Pulau-Pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan
Kriteria
Aspek Fisik Aspek Ekonomi
dan Produksi Aspek
Kelembagaan Aspek Sosial dan
Lingkungan
1. Sarana perikanan tangkap dan pengolahan (meliputi (pelabuhan perikanan, kapal perikanan, alat tangkap perikanan, cold storage, ABF, pabrik es, tempat pelelangan, APL);
2. Sarana perikanan budidaya dan pengolahan (meliputi balai benih ikan, karamba jaring apung, alat pengering rumput laut, pabrik chip);
3. Sarana jasa kelautan (meliputi jetty apung, tracking mangrove, mooring buoy, homestay);
4. Sarana pengelola SKPT (meliputi kantor syahbandar, kantor karantina, kantor pengawasan, dan kantor beacukai); dan
5. Sarana dan prasarana penunjang SKPT (meliputi runway, jalan, listrik, air bersih, SPDN/AFMS, dan mobil pendingin).
1. Peningkatan pendapatan nelayan/ pembudidaya;
2. Peningkatan produksi hasil perikanan;
3. Peningkatan nilai tambah pengolahan hasil perikanan;
4. Peningkatan ekspor hasil perikanan dan produk perikanan; dan
5. Akses kredit perbankan bagi nelayan/pembudi-daya.
1. Dokumen rencana induk (master plan) dan rencana bisnis (business plan) SKPT;
2. Kebijakan perencanaan (RPJMD) dan anggaran (APBD) dukungan pengembangan SKPT;
3. Sumberdaya manusia dan lembaga pengelola SKPT;
4. Kelembagaan usaha nelayan serta kemitraan; dan
5. Sistem perijinan dan ekspor hasil perikanan.
1. Kesadaran masyarakat untuk konsumsi ikan berkualitas baik di lokasi SKPT;
2. Kegiatan perikanan yang ramah lingkungan di lokasi SKPT;
3. Pemantauan dan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di lokasi SKPT;
4. Sistem pengelolaan limbah perikanan di PPI dan unit pengolahan nelayan (waste management) di lokasi SKPT; dan
5. Mitigasi bencana dan adaptasi dampak perubahan iklim di lokasi SKPT.
Sumber: Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil - Ditjen PRL
Data dan informasi yang digunakan untuk penilaian SKPT yang mandiri ini
diperoleh melalui data primer (pengamatan visual, observasi langsung, interview di
lokasi SKPT, laporan), data sekunder, dan focus group discussion (FGD).
Selanjutnya, untuk mengetahui status pengelolaan SKPT yang mandiri, maka
disusunlah instrumen penilaian status SKPT yang mandiri.
Tabel 12.Penilaian Status Pengelolaan Sentra Kelautan Dan Perikanan Terpadu (SKPT) Mandiri
Status Nilai Kategori
Pra Mandiri 1 0.25 Pra Persiapan
Pra Mandiri 2 ≥ 0.25 dan < 0.5 Persiapan
Pra Mandiri 3 ≥ 0.5 dan < 0.75 Terbangun
Pra Mandiri 4 ≥ 0.75 dan < 1 Terkelola
Mandiri 1 Terkelola Efektif
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 27
Berdasarkan penilaian status pengelolaan SKPT di 15 lokasi dengan
menggunakan empat kriteria pengukuran (aspek fisik, ekonomi dan produksi,
kelembagaan, serta sosial dan lingkungan) diperoleh capaian seperti pada gambar di
bawah ini.
Gambar 4. Status Capaian PSKPT Di 15 Lokasi Tahun 2016
Data dasar tingkat kemandirian SKPT berasal dari hasil pengukuran tingkat
kemandirian SKPT yang menjadi tanggung jawab Ditjen PRL. Pada tahun 2017,
target tingkat kemandirian SKPT sebesar 4 dengan capaian indikator kinerja utama
Tingkat kemandirian SKPT Tahun 2017 adalah sebagai berikut:
Tabel 13. Target dan Realisasi IKU Tingkat Kemandirian SKPT tanggungjawab Ditjen PRL
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
SKPT Mentawai Level 4 Level 4 (0,76) 100
SKPT Morotai Level 4 Level 4 (0,84) 100
SKPT Talaud Level 3 Level 3 (0,64) 100
Rata-rata nilai kemandirian SKPT Ditjen PRL Level 4 Level 4 (0,75) 100
Sumber data:Pusdatin, KKP
Secara keseluruhan capaian tingkat kemandirian SKPT yang dikelola oleh
Ditjen PRL tercapai 100% pada masing-masing lokasi SKPT, namun secara
akumulasi dari tiga (3) lokasi SKPT yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Status Nilai Kategori
Pra Mandiri 1 0.25 Pra Persiapan
Pra Mandiri 2 ≥ 0.25 dan < 0.5 Persiapan
Pra Mandiri 3 ≥ 0.5 dan < 0.75 Terbangun
Pra Mandiri 4 ≥ 0.75 dan < 1 Terkelola
Mandiri 1 Terkelola Efektif
Simeulue (Pra Mandiri 3)
Aspek Fisik 0.48
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.35
Aspek Kelembagaan 0.54
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.63
Nilai Rata-Rata 0.50
Natuna (Pra Mandiri 3)
Aspek Fisik 0.65
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.45
Aspek Kelembagaan 0.71
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.58
Nilai Rata-Rata 0.60
Nunukan (Pra Mandiri 2)
Aspek Fisik 0.42
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.30
Aspek Kelembagaan 0.68
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.38
Nilai Rata-Rata 0.44
Sangihe (Pra Mandiri 3)
Aspek Fisik 0.67
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.20
Aspek Kelembagaan 0.50
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.75
Nilai Rata-Rata 0.53
Talaud (Pra Mandiri 2)
Aspek Fisik 0.43
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.30
Aspek Kelembagaan 0.46
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.46
Nilai Rata-Rata 0.41
Sarmi (Pra Mandiri 2)
Aspek Fisik 0.40
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.30
Aspek Kelembagaan 0.61
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.46
Nilai Rata-Rata 0.44
Biak (Pra Mandiri 3)
Aspek Fisik 0.62
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.45
Aspek Kelembagaan 0.50
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.42
Nilai Rata-Rata 0.50
Merauke (Pra Mandiri 3)
Aspek Fisik 0.67
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.50
Aspek Kelembagaan 0.54
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.58
Nilai Rata-Rata 0.51
Mentawai (Pra Mandiri 3)
Aspek Fisik 0.50
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.25
Aspek Kelembagaan 0.75
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.58
Nilai Rata-Rata 0.52
Morotai (Pra Mandiri 3)
Aspek Fisik 0.74
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.30
Aspek Kelembagaan 0.82
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.50
Nilai Rata-Rata 0.59
MTB (Pra Mandiri 3)
Aspek Fisik 0.61
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.40
Aspek Kelembagaan 0.75
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.58
Nilai Rata-Rata 0.59
MBD (Pra Mandiri 2)
Aspek Fisik 0.34
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.30
Aspek Kelembagaan 0.64
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.46
Nilai Rata-Rata 0.44
Rote (Pra Mandiri 2)
Aspek Fisik 0.26
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.25
Aspek Kelembagaan 0.36
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.42
Nilai Rata-Rata 0.32
Tual (Pra Mandiri 3)
Aspek Fisik 0.72
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.50
Aspek Kelembagaan 0.93
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.67
Nilai Rata-Rata 0.50
Mimika (Pra Mandiri 2)
Aspek Fisik 0.57
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.45
Aspek Kelembagaan 0.32
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.53
Nilai Rata-Rata 0.47
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 28
Pengelolaan Ruang Laut yaitu SKPT Mentawai, SKPT Morotai dan SKPT Talaud
capaian mencapai 100%, pada SKPT Talaud targetnya adalah level 3. Kesimpulan
perhitungan rata-rata nilai Kemandirian SKPT tanggung jawab Ditjen PRL adalah
0,75 atau berada pada Level 4.
Pengelolaan SKPT ini merupakan tahun kedua, perbandingan dengan tahun
sebelumnya adalah sebagai berikut :
Tabel 14. Perbandingan Tingkat Kemandirian SKPT tanggungjawab Ditjen PRL terhadap tahun sebelumnya
INDIKATOR KINERJA Realisasi
Tahun 2016
Realisasi
Tahun 2017 Ket
SKPT Mentawai Level 3 Level 4 Naik
SKPT Morotai Level 3 Level 4 Naik
SKPT Talaud Level 2 Level 3 Naik
Sumber data:Ditjen PRL, KKP
Pada tabel perbandingan pencapaian tingkat kemandirian SKPT di tiga lokasi
(SKPT Mentawai, SKPT Morotai dan SKPT Talaud) tahun 2017 terhadap tahun
sebelumnya 2016, masing-masing mengalami kenaikan sesuai target yang
diharapkan yaitu naik satu level, sesuai perhitungan Penilaian Status Pengelolaan
Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Mandiri. Lebih rinci terkait capaian
SKPT di masing-masing lokasi sebagai berikut :
SKPT MENTAWAI
Target Kemandirian SKPT untuk tahun 2017 ini sebesar 4, dan realisasi
kinerja tahun 2017 ini sebesar 100 % yaitu level 4. Target IKU tahun 2016 level 3
dicapai dengan presentase 100% oleh Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil.
Pada tahun 2017 amanat pengembangan SKPT Mentawai di lakukan oleh Direktorat
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut dengan Realisasi tahun 2017 sama
dengan realisasi pada tahun 2016 yaitu sebesar 100%.
Pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai pengembangan
SKPT Mentawai hingga mencapai target di tahun ini antara lain:
1. Sekretariat SKPT Kabupaten Kepulauan Mentawai
2. Masterplan SKPT Kabupaten Kepulauan Mentawai
3. DED untuk kegiatan fisik
4. Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor 3B/PER-
DJPRL/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembangunan Sentra
Kelautan dan Perikanan Terpadu Kabupaten Kepulauan Mentawai di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2017 tanggal 5 April 2017
5. Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor 32/KEP-
DJPRL/2017 tentang Penerima Bantuan Pembangunan Sentra Kelautan dan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 29
Perikanan Terpadu (SKPT) Kabupaten Kepulauan Mentawai tanggal 1 Agustus
2017
6. Dukungan Kegiatan Penangkapan Ikan: (i) Pembangunan ice storage, kapasitas
30 ton, Pengadaan Portable Ice Storage, (ii) Pembangunan sistem air tawar
bersih (Kapasitas 180 m3/hari), (iii) Penimbunan dan pemasangan conblock
(Luas : 1.950 m2), (iv) Pembangunan kapal ikan 5 gt, alat tangkap gillnet : 15
unit, (v) Penataan kawasan pelabuhan (Listrik tenaga surya untuk JPU, gapura
SKPT, fas. Kebersihan), (vi) Mobil pick up, cool box 50 liter (172 buah) dan 1 ton,
(vii) Bimbingan Teknis Penangkapan dan Penanganan Pasca Penangkapan Ikan
masyarakat dan penyuluh,
7. Dukungan Kegiatan pembudidayaan ikan: (i) Pembangunan jaringan air tawar
(pipanisasi) ke BBIP) Jarak mata air ke bbip 1.2 km, (ii) Pengadaan genset 30
KVA (2 unit), pembangunan tempat genset, (iii) Pengadaan Pompa Air Laut dan
Instalasi, (iv) Bantuan benih ikan kerapu (32.000 ekor) alat pembersih jarring,
pakan dan obat-obatan untuk 10 kelompok, (v) Pengadaan KJA-HDPE (2 UNIT
@ 8 petak ukuran 4m x 4m, untuk pemeliharaan indukan), (vi) Pengadaan
speed boat, (vii) Pengadaan bak pendederan, (viii) Penataan Kawasan BBIP
(LTS untuk JPU, Gapura SKPT, Fas. Kebersihan, Perlengkapan Kantor,
Pemasangan Instalasi Jaringan Listrik di BBIP), (ix) Bimbingan Teknis Budidaya
Kerapu dan Pembenihan Kerapu bagi masyarakat dan penyuluh, (x) Magang
Staf BBIP Sikakap di BPBL Batam (10 orang) Berikut tabel penilaian status level
pengelolaan SKPT Mentawai
Berikut tabel penilaian status level pengelolaan SKPT Mentawai
Tabel 15. Penilaian status level pengelolaan SKPT Mentawai
Kriteria Pra Mandiri 4
Aspek Fisik 0.81
Aspek Produksi dan Ekonomi 0.50
Aspek Kelembagaan 0.86
Aspek Sosial dan Lingkungan 0.88
Nilai Rata-Rata 0.76
Gambar 5. Status Capaian PSKPT Mentawai
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 30
Keberhasilan dalam pencapaian target IKU dinilai berdasarkan form penilaian
pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan (SKPT) Mandiri yang di input oleh
manager site SKPT Mentawai, dimana aspek yang dinilai sesuai dengan parameter 4
aspek pengukuran. Dari parameter-parameter diatas yang dinilai (rincian pada
lampiran) SKPT Mentawai memperoleh nilai 0.76 yang merupakan nilai minimum
pada level pengelolaan pramandiri 4 atau terkelola. Faktor penunjang keberhasilan
pencapaian diraih dengan telah terselesaikannya pembangunan sarana prasarana
fisik, telah beroperasionalnya kegiatan produksi budidaya dan perikanan tangkap,
telah beroperasionalnya sarana penunjang SKPT seperti pangkalan BBM, mobil
operasional, akses jalan. Aspek sosial dan lingkungan seperti telah meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk konsumsi ikan berkualitas baik, kegiatan perikanan
ramah lingkungan, pemantauan dan pengawasan sumberdaya perikanan serta
mitigasi bencana juga merupakan faktor penunjang peningkatan level pengelolaan
SKPT Mentawai.
Beberapa hal yang perlu di tingkatkan untuk pengelolaan SKPT Mentawai
antara lain dengan meningkatkan sarana pengawasan seperti kantor pengawas dan
peralatan penunjangnya, peningkatan produksi perikanan untuk ekspor, kemudahan
akses kredit perbankan bagi nelayan/pembudidaya, peningkatan sosialisasi system
perijinan dan ekspor hasil perikanan, serta pendampingan masyarakat dalam
pengelolaan limbah.
SKPT MOROTAI
Pembangunan SKPT Morotai memiliki beberapa tujuan yaitu: (i) meningkatkan
produksi ikan (ii) meningkatkan kualitas/mutu hasil perikanan melalui industrialisasi
perikanan agar dapat menciptakan nilai tambah, (iii) mendatangkan devisa negara
melalui ekspor hasil perikanan, (iv) meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor
perikanan, dan (v) meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi
nelayan serta pelaku usaha sektor perikanan.
Pembangunan sarana dan prasarana SKPT Morotai saat ini dilaksanakan di
Desa Daeo Majiko, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai. Sarana dan prasarana
yang dimaksud meliputi pekerjaan tanah dan drainase, tanggul penahan pantai,
fasilitas tambat labuh, jaringan jalan, parkir, sistem penyediaan daya listrik, sarana
air bersih, IPAL, TPST, kios nelayan, TPI, ice flake machine, Masjid, workshop dan
areal perbaikan API, bangunan tambahan ICS dan CS. Waktu pelaksanaan
pekerjaan adalah 112 hari kalender yaitu dari tanggal 5 September s.d 25 Desember
2017. Realisasi pekerjaan sampai Triwulan IV (kemajuan fisik sampai dengan akhir
tahun 2017 sebesar 96,41%) adalah Sarana dan Prasarana PPI Daeo Majiko, Kapal
Penangkapan Ikan Ukuran <3 GT (90 unit), Kapal Penangkapan Ikan Ukuran 5 GT
(12 unit), Alat Penangkapan Ikan untuk kapal <3 GT (Handline) 90 unit, Alat
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 31
Penangkapan Ikan untuk kapal 5 GT (Rawai Dasar) 12 unit, mobil berpendingin roda
4 sebanyak 2 unit, motor roda 3 sebanyak 2 unit, Cool Box (220 L, 50 L dan 660 L).
Sampai dengan akhir tahun 2017 capaian fisik untuk pembangunan sarana
dan prasarana PPI Daeo Majika 96,41%. Hal ini disebabkan karena 1) permasalahan
status lahan pada saat awal pembangunan; 2) tertundanya kedatangan material
yang didatangkan dari luar morotai (seperti: kusen, rangka baja, atap multi roof, alat
ME, Ice Flake Machine, 2) Cuaca yang sulit terprediksi (sering hujan) menyulitkan
pelaksanaan pekerjaan; 3) kendala dalam mendatangkan material lokal (seperti: batu
kali dikarenakan lokasi pengambilan yang sulit diakses ketika terjadi hujan); dan 4)
ketersediaan sumber BBM untuk operasional genset. Pengadaan Kapal
Penangkapan Ikan Ukuran <3 GT (90 unit) dan Alat Penangkapan Ikan untuk kapal
<3 GT (Handline) mencapai 100% selesai. Pengadaan Kapal Penangkapan Ikan
Ukuran 5 GT (12 unit) dan Alat Penangkapan Ikan untuk kapal 5 GT (Rawai Dasar)
mencapai 100% selesai. Pengadaan mobil berpendingin roda 4 (2 unit) dan motor
roda 3 (2 unit) telah selesai 100%. Pengadaan Cool Box (220 L, 50 L dan 660 L)
sebanyak 211 unit telah terealisasi 100%.
Untuk target tingkat kemandirian SKPT Morotasi tahun 2017 sebesar 4
(empat). Dari penilaian efektifitas pengelolaan yang dilakukan pada SKPT Kab.
Morotai sampai dengan Triwulan IV dengan menilai rata-rata pencapaian kriteria
yang meliputi; (a) Aspek Fisik dengan nilai 0,87, (b) Aspek Produksi dan Ekonomi
dengan 0,75, (c) Aspek Kelembagaan dengan nilai 0,89, dan (d) Aspek Sosial dan
Lingkungan dengan nilai 0,83, sehingga didapatkan nilai rata-rata 0,84 sesuai Tabel
1 dibawah ini. Hal tersebut diartikan bahwa status SKPT Kab. Morotai berada pada
tingkat Pra Mandiri 4 atau kategori Terkelola.
Kategori Terkelola dalam penilaian status SKPT Mandiri menunjukkan bahwa
komponen-komponen sistem bisnis kelautan dan perikanan terpadu Kab. Morotai
sudah terbangun dan operasional dengan tingkat efektifitas di atas 75%. Hasil
penilaian efektifitas pengelolaan SKPT Kab. Morotai dapat dlihat pada tabel berikut:
Tabel 16. Penilaian status level pengelolaan SKPT Morotai
Kriteria Pra Mandiri 4
Aspek Fisik 0,87
Aspek Produksi dan Ekonomi 0,75
Aspek Kelembagaan 0,89
Aspek Sosial dan Lingkungan 0,83
Nilai Rata-Rata 0,84
STATUS SKPT : Pra Mandiri 4
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 32
Gambar 6. Status Capaian PSKPT Morotai
Gambar 7. PPI Daeo Majiko, Morotai 2017
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 33
Gambar 8. Kapal 5 GT
Gambar 9. Alat tangkap ikan, mobil dan motor.
SKPT TALAUD
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 34
Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di Kabupaten
Kepulauan Talaud (SKPT Talaud) merupakan salah satu program prioritas KKP
tahun 2015-2019 yang bertujuan untuk mengintegrasikan proses bisnis kelautan dan
perikanan berbasis masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya
kelautan dan perikanan (khususnya perikanan tangkap) di kabupaten Kepulauan
Talaud secara berkelanjutan. Untuk tahun 2017, SKPT Talaud ditargetkan mencapai
tingkat kemandirian level 3. Dari hasil penilaian Status SKPT adalah Pra Mandiri 3
dengan nilai rata-rata 0,64 atau status menjadi pra mandiri (terbangun) dengan kata
lain target pra mandiri level 3 terpenuhi. Sementara realisasi hasil penilaian status
SKPT adalah Pra mandiri level 2 (persiapan). Nilai tingkat keberhasilan tersebut
diperoleh dari hasil pengukuran terhadap 4 aspek Indikator kemandirian
Pembangunan SKPT, yaitu fisik (sarana dan prasarana), produksi dan ekonomi,
kelembagaan, sosial dan lingkungan.
Pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai pengembangan
SKPT Talaud hingga mencapai target di tahun 2017 antara lain:
1. Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor 3C/PER-
DJPRL/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembangunan Sentra
Kelautan dan Perikanan Terpadu Kabupaten Kepulauan Talaud di Provinsi
Sulawesi UtaraTahun 2017 tanggal 5 April 2017
2. Sekretariat SKPT Kabupaten Kepulauan Talaud
3. Review Masterplan SKPT Kabupaten Kepulauan Talaud
4. Penyusunan DED untuk kegiatan Sarana dan Prasarana Pelabuhan
5. Penyusunan Dokumen Lingkungan
6. Penyusunan Baseline SKPT Talaud (Business Plan)
7. Keputusan Direktur Jasa Kelautan 61/DJPRL/X/2017 tanggal 20 Oktober 2017
tentang Penetapan Kelompok Penerima Bantuan Pemerintah Kapal
Penangkapan Ikan <5GT, Mesin Kapal Pengangkapan Ikan 15 HP beserta alat
penangkapan ikan dan bantuan Ice Flake Machine (IFM) kapasitas 1,5 ton dalam
rangka pembangunan SKPT di Kabupaten Kepulauan Talaud 2017 yang
disahkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut
8. Dukungan Kegiatan : (i) Pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan
(Pekerjan persiapan, Jalan Kawasan, Fasilitas Tambat Kapal Kecil, Bangunan
Kios Nelayan, TPI, Utilitas Kawasan), (ii) Pengadaan Genset sejumlah 1 unit, (iii)
Pengadaan Kendaraan Pengangkut Ikan Berpendingin sejumlah 1 unit, (iv)
Pengadaan IFM kapasitas 2 ton sejumlah 2 unit , (v) Pengadaan Alat
Penangkapan Ikan sejumlah 60 paket, (vi) Pengadaan Kapal Penangkapan Ikan
< 5 GT sejumlah 60 unit, (vii) Pengadaan dan Pengiriman Mesin Kapal
Penangkapan Ikan 15 HP sejumlah 60 unit, (viii) Pengadaan Kendaraan Roda 3
sejumlah 2 unit, (ix) Pemasangan/Penyambungan Listrik PLN, (x) Pengadaan
Kendaraan Kendaraan Roda 4 sejumlah 1 unit, (xi) Bimbingan Teknis
(Pengelolaan Koperasi, Manajemen Usaha Kelautan dan Perikanan, Alat
Tangkap, Penanganan Hasil Perikanan dan Mesin Perikanan).
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 35
Berikut tabel penilaian status level pengelolaan SKPT Talaud :
Tabel 17. Penilaian status level pengelolaan SKPT Talaud
Kriteria Pra Mandiri 3
Aspek Fisik 0,75
Aspek Produksi dan Ekonomi 0,30
Aspek Kelembagaan 0,71
Aspek Sosial dan Lingkungan 0,71
Nilai Rata-Rata 0,64
Keberhasilan dalam pencapaian target IKU dinilai berdasarkan form penilaian
pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan (SKPT) Mandiri. Dari parameter-
parameter diatas yang dinilai (rincian pada lampiran) SKPT Talaud memperoleh nilai
realisasi 0.64 pada level pengelolaan pramandiri 3 atau terbangun. Faktor penunjang
keberhasilan pencapaian diraih dengan telah terselesaikannya pembangunan sarana
prasarana fisik, telah beroperasionalnya kegiatan perikanan tangkap (Kapal
Penangkapan ikan <5GT, Mesin kapal perikanan 15 HP dan Alat penangkapan ikan),
telah beroperasionalnya sarana penunjang SKPT seperti kendaraan roda 3,
kendaraan pengangkut ikan berpendingin, mobil operasional, dan akses jalan. Aspek
sosial dan lingkungan seperti telah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
konsumsi ikan berkualitas baik, kegiatan perikanan ramah lingkungan, pemantauan
dan pengawasan sumberdaya perikanan serta mitigasi bencana juga merupakan
faktor penunjang peningkatan level pengelolaan SKPT Talaud.
Gambar 10. Status Capaian PSKPT Morotai
Berdasarkan diagram diatas ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan untuk
pengelolaan SKPT Talaud antara lain dengan meningkatkan produksi dan
produktivitas kegiatan penangkapan ikan, Peningkatan produksi perikanan untuk
ekspor, kemudahan akses kredit perbankan bagi nelayan/pembudidaya, peningkatan
sosialisasi system perijinan dan ekspor hasil perikanan, pendampingan masyarakat
dalam pengelolaan limbah serta pengelolaan Pelabuhan Perikanan (Kelembagaan).
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00 Aspek Fisik
Aspek Produksi dan
Ekonomi
Aspek Kelembagaan
Aspek Sosial dan
Lingkungan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 36
IKU 5. Jumlah pulau kecil/terluar yang memiliki Hak Atas Tanah
(HAT)
Indikator Kinerja Utama pulau kecil/terluar yang memiliki Hak Atas Tanah
(HAT) merupakan IKU baru di tahun 2017, pada tahun sebelumnya yaitu 2015 dan
2016 tidak terdapat IKU tersebut. Target tahun 2017 sejumlah 37 pulau kecil memiliki
hak atas tanah, Indikator Kinerja Utama ini periode pelaporannya tahunan.
Indikator kinerja utama Jumlah Pulau Kecil/Terluar yang Memiliki Hak Atas
Tanah (HAT) adalah melakukan penataan pemanfaatan PPKT dengan tujuan untuk:
1) Menjaga kedaulatan Negara; 2) Melakukan Penataan aset Negara; 3)
Meningkatkan PNBP yang berasal dari pemanfaatan PPK/T; 4) Mempertahankan
budaya masyarakat hukum adat dan lokal di PPK/T; dan 5) Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat PPK/T.
Tabel 18. Target dan Realisasi Jumlah pulau kecil / terluar yang memiliki Hak Atas Tanah (HAT)
No IK
Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian
(%)
1 Jumlah pulau kecil/terluar yang memiliki Hak Atas Tanah (HAT) (pulau)
37 37 100
Capaian kinerja indikator kinerja utama Jumlah pulau kecil/terluar yang
memiliki Hak Atas Tanah (HAT) pada tahun 2017 sebagaimana pada tabel di atas,
menunjukkan bahwa capaian tahun 2017 tercapai 100%, dengan Menginventarisir
dan menjumlahkan dokumen pra sertifikasi atas PPK/T yang diajukan ke K/L terkait
(Kementerian ATR) untuk memperoleh Hak Atas Tanah sampai dengan dokumen
Alas Hak, dimana dokumen alas hak sebagai dasar pengajuan sertifikat, proses pra-
sertifikasi yang telah dilakukan di 37 pulau yaitu P. Tokongmalangbiru, P. Damar, P.
Tokongnanas, P. Tokongbelayar, P. Manuk (Nusamanuk), P. Batukolotok, P.
Simeulu Cut, P. Malangberdaun, P. Berakit, P. Mangudu, P. Kei Besar (Nuhu Yut), P.
Lingayan (Lingian), P. Salando, P. Lumpur Sidoarjo (Lusi), P. Salaut Besar, P.
Sambit, P. Marampit, P. Intata, P. Yiew Besar (Jiew Besar), P. Moff (Budd), P. Raya,
P. Rusa, P. Rondo, P. Berhala, P. Pelampong, P. Batuberantai, P. Putri (Nongsa), P.
Fani, P. Bras, P. Batek, P. Dana, P. Mangkai, P. Sekatung, P. Sebetul. Dokumen
yang dihasilkan di tahun 2017 ini adalah: (i) Dokumen Hasil Survey, (ii) Dokumen
proposal dan peta dan (iii) Dokumen Alas Hak.
Rangkaian kegiatan Fasilitasi Hak Atas Tanah meliputi:
1) Persiapan. Proses ini meliputi kegiatan Penyelesaian Pembuatan Peta
Status Pertahanan di 37 Pulau (Data SHP Peta Ke BPN, Citra Satelit Pulau Ke
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 37
Lapan), Audiensi Pengecekan Update Status Kawasan Hutan 111 PPKT Ke KLHK,
Audiensi Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan Hak Pakai dan Hak Pengelolaan
Lahan Pulau BPN, Pengecekan Update Status Penguasaan Pemilikan Pemanfaatan
Penggunaan Tanah di 111 PPKT, Penyusunan Draft SK MKP Tim Kerja Penataan
dan Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dan Terluar, Penyusunan Proposal rencana
Pengunaan/Pemanfaatan Tanah di 38 PPKT dan Rapat Koordinasi Teknis Tim Kerja
Penataan Pemanfaatan PPKT;
2) Pelaksanaan workshop. Pelaksanaan Workshop Regional Penataan
Pemanfaatan PPKT dilaksanakan di Batam, Manado, Sorong dan Bali. Hasil
workshop tersebut adalah tersusunnya laporan dan rekomendasi hasil workshop,
penyempurnaan dokumen persyaratan sertifikasi dan rencana pemanfaatan PPKT;
3) Proses Pengajuan Hak Pengelolaan Atau Hak Pakai Atas Tanah.
Proses pengajuan hak pengelolaan atau hak pakai atas tanah tersebut memiliki
beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Melakukan pertemuan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, Kantor
Pertanahan/BPN Kabupaten/Kota, Camat, dan Kepala Desa;
b. Melakukan survey untuk penyusunan proposal/rencana penggunaan tanah, peta
bidang tanah, dan profil PPKT;
c. Mendapatkan alas hak sebagai dasar pengajuan sertipikat HP/HPL dari Desa
berupa Surat Keterangan Riwayat Tanah, Surat Penguasaan Tanah Sporadik,
Surat Pernyataan hibah dari masyarakat atau Surat Pelepasan Hak dari
masyarakat adat, untuk lokasi yang sebelumnya telah ada penguasaan/pemilikan
tanah adat di pulau kecil tersebut;
d. Melengkapi berkas persyaratan pengajuan HP/HPL kepada Kantor Pertanahan,
antara lain: Surat Keterangan Nomor Objek Pajak ke Badan Keuangan Daerah,
Surat Penetapan Lokasi atau Surat Penunjukan Penggunaan Tanah kepada
Bupati/Walikota dan Surat Pernyataan Aset KKP;
e. Pengecekan fisik bidang tanah, pemasangan patok tanda batas tanah dan
pengukuran bidang tanah bersama dengan Tim dari Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, Kepala Desa, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan saksi-saksi;
f. Melakukan pembayaran PNBP pengukuran, pemetaan bidang tanah,
pemeriksaan tanah melalui SIMPONI berdasarkan Surat Perintah Setor dari
Kantor Pertanahan.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 38
Gambar 11. Tahapan sertifikasi pulau-pulau kecil
Progres pengajuan Hak Pengelolaan Atau Hak Pakai Atas Tanah hingga akhir tahun
2017 dapat disampaikan sebagai berikut:
Telah dilakukan koordinasi dengan Pemda, BPN serta Desa dan survei
penyusunan proposal serta peta di 41 pulau dimana 37 pulau merupakan target
utama IKU tahun 2017 dan 4 pulau merupakan lokasi tambahan. Untuk proses
ini sudah terealisasi 100% di 37 pulau
Alas Hak (dasar permohonan). Alas hak merupakan dasar permohonan berupa
Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKRT)/Surat Pernyataan Hibah/Surat
Pernyataan Pelepasan Hak/Surat Penyerahan Tanah/Berita Acara Persetujuan
Sertifikasi yang dikeluarkan oleh Desa/Kepala Desa/Adat/Masyarakat. Untuk
proses ini sudah terealisasi di 33 pulau atau sekitar 89,19%
Proses pemasangan patok/tanda batas sudah dilaksanakan di 15 pulau
sedangkan 22 pulau belum terpasang patok/tanda batas. Untuk proses ini sudah
terealisasi 40,54%.
Proses pengukuran bidang tanah sudah dilaksanakan di 12 pulau sedangkan 25
pulau belum dilaksanakan pengukuran. Untuk proses ini sudah terealisasi
32,43%
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 39
Pembayaran PNBP/Penerbitan SPS sudah dilaksanakan di 14 pulau sedangkan
23 pulau belum dilaksanakan. Untuk proses ini sudah terealisasi 37,84%.
14 pulau sedang dalam proses pemberian hak sedangkan sedangkan 23 pulau
belum dilaksanakan. Untuk proses ini sudah terealisasi 37,84%.
Dari semua proses rangkaian kegiatan Fasilitasi Hak Atas Tanah di 37 pulau
sebagaimana tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan sertifikasi sampai
dengan akhir tahun 2017 mencapai 86,50%. Beberapa kendala yang dihadapi di
lapangan sehingga menghambat proses pengajuan Hak Pengelolaan Atau Hak
Pakai Atas Tanah tersebut, yaitu:
a. kondisi cuaca dan gelombang ekstrim pada sebagian wilayah perairan Indonesia
pada bulan Oktober-Desember;
b. beberapa PPKT telah dikuasai oleh masyarakat lokal/masyarakat adat sehingga
membutuhkan tahapan/proses lebih lama untuk mendapatkan alas hak;
c. persyaratan berupa Surat Penetapan Lokasi/Surat Penunjukan Penggunaan
Tanah, dan Surat Keterangan Nomor Objek Pajak dari Gubernur/Bupati
memerlukan waktu dan proses lebih lanjut, antara lain rapat koordinasi lintas
sektor di daerah;
d. beberapa PPKT yang telah digunakan sebagai Pos TNI Angkatan Laut/Distrik
Navigasi Kemhub membutuhkan kesepakatan dan rapat koordinasi lanjutan
terkait delineasi batas tanah untuk disertipikatkan atas nama KKP (P. Berhala, P.
Rondo);
e. beberapa pulau kecil masuk dalam Kawasan Hutan yang ditetapkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga tidak dapat
dimohonkan Hak Atas Tanahnya.
Gambar 12. Pelaksanaan kegiatan ha katas tanah
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 40
SS.3. Terwujudnya Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan yang partisipatif, bertanggungjawab dan
berkelanjutan
Dalam upaya mencapai sasaran strategis Terwujudnya Pengelolaan
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan yang Partisipatif, Bertanggung Jawab dan
Berkelanjutan, capaian diukur berdasarkan Indikator Kinerja Utama: (1) Produksi
Garam Nasional, (2) Jumlah Luas Kawasan Konservasi, (3) Jumlah Jasa Kelautan
yang Dikelola untuk Pengembangan Ekonomi, (4) Jumlah Masyarakat Hukum Adat,
Tradisional dan Lokal di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang Direvitalisasi, (5)
Jumlah Kawasan Konservasi Perairan yang Meningkat Kualitas Pengelolaan
Efektifnya, (6) Jumlah Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Rusak yang Pulih
Kembali, (7) Jumlah Perairan Laut Antar Wilayah yang Memiliki Dokumen Rencana
Zonasi Kawasan Laut, (8) Jumlah Kawasan Wisata Bahari yang Dikembangkan, dan
(9) Nilai Kesesuaian Bantuan Pemerintah Lingkup Ditjen Pengelolaan Ruang Laut.
Penjelasan tentang capaian masing-masing indikator tersebut di atas adalah sebagai
berikut:
IKU 6. Produksi Garam Nasional (juta ton)
Produksi Garam nasional adalah garam yang dihasilkan oleh petambak garam
rakyat dan PT. Garam selama panen garam atau musim produksi tahun 2017. Target
tahun 2017 adalah 3,8 juta ton yang terdiri atas 3,2 juta ton garam rakyat dan 0,6 juta
ton hasil dari PT. Garam. Pendataan jumlah produksi garam nasional berasal dari
data produksi garam rakyat Kabupaten/Kota yang mendapatkan program PUGAR
(15 Kabupaten/Kota), Non PUGAR (36 Kabupaten/Kota), dan PT. Garam. Metodologi
Pendataan Garam disusun oleh KKP bersama BPS sedangkan Pengumpulan dan
Validasi Data dilakukan oleh Dinas Kabupaten/Kota.
Gambar 13. Alur proses menuju swasembada garam rakyat
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 41
Target jumlah produksi garam rakyat yang dihasilkan berdasarkan Dokumen
Penetapan Kinerja Tahun 2017 adalah sebesar 3,8 juta ton. Karena cuaca di daerah
- daerah penghasil garam terjadi musim kemarau yang pendek, maka hingga akhir
masa produksi 2017 menghasilkan 1.111.394,950 ton (tercapai hanya 29,25% dari
target).
Tabel 19. Target dan Realisasi Produksi Garam Rakyat
No IKU
Indikator Kinerja Target Realisasi Akhir
Capaian (%)
5 Jumlah Produksi Garam Rakyat (juta ton) 3,8 1.1 29,25%
Hasil produksi 1.111.394,950 ton terdiri dari produksi PUGAR 786.917,244
ton, Non PUGAR 130.181,705 ton dan PT. Garam 194.296,000 ton merupakan hasil
sensus yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) di 51 kabupaten pada 10
provinsi. Jumlah produksi garam dari setiap kabupaten/kota adalah sebagaimana
terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 20. Jumlah produksi garam (ton) tahun 2017
KABUPATEN PRODUKSI 2017 (Ton)
KABUPATEN PRODUKSI 2017 (Ton)
KABUPATEN PRODUKSI 2017 (Ton)
1. Aceh Timur 622,882 2. Tuban 12,080,525 3. Kota Bima 671,394
4. Aceh Besar 414,782 5. Lamongan 13,245,230 6. Sumba Timur 259,727
7. Pidie 7,764,368 8. Gresik 3,646,691 9. Kupang 868,676
10. Bireuen 6,454,141 11. Bangkalan 3,352,956 12. TTU 224,467
13. Aceh Utara 1,342,237 14. Sampang 110,343,026 15. Alor 6,725
16. Pidie Jaya
676,368 17. Pamekasan 40,613,458 18. Lembata 2,334,331
19. Cirebon 47,885,098 20. Sumenep 126,662,208 21. Flores Timur 172,371
22. Indramayu 97,820,385 23. Pasuruan 2,731,720 24. Ende 411,777
25. Karawang 3,354,534 26. Kota Surabaya 17,687,130 27. Manggarai 643,393
28. Rembang 76,486,928 29. Klungkung
9,060 30. Rote Ndao 15,030
31. Pati 115,949,954 32. Karang Asem
358,269 33. Nagekeo 1,373,033
34. Jepara 12,579,607 35. Buleleng 4,572,880 36. Palu 597,680
37. Demak 40,304,677 38. Lombok Barat 257,812 39. Selayar 113,125
40. Brebes 10,433,692 41. Lombok
Tengah 3,480,434 42. Jeneponto 5,664,823
43. Probolinggo 15,832,080 44. Lombok Timur 4,183,849 45. Takalar 4,872,972
46. Pasuruan 14,427,384 47. Sumbawa 2,029,534 48. Pangkep 8,088,192
49. Sidoarjo 11,989,996 50. Bima 80,470,371 51. Pohuwato 716,965
Total 917,098,950 Ton
PT. Garam 194,296,000 Ton
Total Produksi 1.111.394,950 Ton
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 42
Jika dibandingkan dengan jumlah produksi garam tahun 2015 mendapat 2,91
juta ton, tahun 2016 turun hanya menjadi sebesar 0,118 juta ton dan jumlah
produksi garam tahun 2017 sebesar 1,11 juta ton, serta realisasi terhadap target
jangka menengah (2019) dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 21. Perbandingan realisasi Jumlah produksi garam terhadap realisasi tahun-tahun
sebelumnya dan prosentase terhadap target jangka menengah (2019)
INDIKATOR KINERJA REALISASI
2015
REALISASI
2016
REALISASI
2017
TARGET
JANGKA
MENENGAH
Produksi Garam (Juta ton) 2,91 0,118 1,11 4,5
Realisasi capaian jumlah produksi garam tahun ini lebih besar jika
dibandingkan dengan capaian jumlah jumlah produksi garam tahun sebelumnya
(2016), dimana pada tahun 2016 PUGaR hanya mampu menghasilkan garam
sebanyak 0,118 juta ton dari jumlah yang ditargetkan sebanyak 3,6 juta ton atau
hanya sebanyak 3,9%. Kecilnya pencapaian jumlah produksi garam pada tahun 2017
(28,95%) ini diakibatkan terjadinya kemarau pendek akibat lebih cepatnya perkiraan
BMKG hujan akan kembali turun di tahun 2017.
Kendala Penghambat Capaian Kinerja musim kemarau yg bergeser tidak
sesuai dengan prediksi, tahun 2017 ini musim kemarau lebih sedikit masanya
dibandingkan musim penghujan dan hal ini didukung data dari BMKG pada bulan
September, berikut press realase BMKG :
Jakarta, (7/9). Jika dibandingkan tahun 2016, di tahun 2017, sebagian wilayah
Indonesia lebih kering dan lebih basah dibandingkan tahun 2015. Sesuai dengan rilis
yang telah dilakukan BMKG pada Maret 2017, sebanyak 85% wilayah Zona Musim
Indonesia telah memasuki musim kemarau pada awal September 2017. Sementara
berdasarkan pantauan Hari Tanpa Hujan bahwa beberapa tempat di Jawa hingga
NTT telah mengalami Hari tanpa Hujan berturut-turut selama lebih dari 60 hari.
Bahkan di beberapa tempat di Jawa Timur, NTB, NTT mengalami Hari Tanpa Hujan
lebih dari 100 hari. Hal ini diutarakan Deputi Bidang Klimatologi, Prabowo R. Mulyono
di depan media massa saat kegiatan jumpa pers awal musim hujan 2017/2018 kamis
sore di BMKG Pusat.
Lebih lanjut Prabowo mengutarakan bahwa pada bulan ini, sebagian besar pulau
Jawa bisa dikatakan sedang mengalami puncak musim kemarau, dan akan masuk
awal musim hujan pada Oktober-November 2017. "Saat ini sekitar 86% wilayah
Indonesia sudah masuk musim kemarau, sedangkan 14% masih banyak terjadi
hujan. "Beberapa wilayah seperti Sumatera bagian selatan, Sumatera Selatan,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan bagian Selatan, Jawa bagian
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 43
Tengah, Jawa Tengah, Jawa bagian Timur, Jawa Timur, dan Papua memasuki awal
musim hujan Oktober-November 2017" tambah Prabowo.
Menjawab beberapa pertanyaan yang muncul di tengah-tengah masyarakat kapan
wilayah Indonesia masuk awal musim hujan dan mengalami puncak musim hujan?,
Prabowo menuturkan bahwa Awal Musim Hujan 2017/18 di sebagian besar daerah
diprakirakan mulai akhir Oktober - November 2017 sebanyak 260 ZOM (76.0%)
dan mengalami puncak musim hujan pada Desember 2017-Februari 2018.
Solusi yang telah dilakukan untuk mengatasi penurunan produksi akibat
musim kemarau yang pendek adalah manajemen lahan dengan sistem integrasi
lahan. Integrasi lahan adalah kegiatan untuk mengkonsolidasikan/menggabungkan
lahan dalam satu kesatuan proses produksi. Prinsip utama dalam konsep lahan
integrasi adalah untuk mensinergikan kegiatan produksi bahan baku, pengolahan
dan pemasaran dalam satu rangkaian kegiatan besar dalam satu kawasan guna
mendapatkan peningkatan nilai tambah produk garam. Peningkatan nilai tambah
tersebut akan mendapatkan hasil keuntungan usaha petambak garam rakyat. Berikut
alur proses Integrasi penggaraman:
Gambar 14. Alur proses Integrasi pergaraman
Adanya integrasi lahan diharapkan produksi bisa meningkat minimal 2x lipat
dibandingkan dengan apabila lahan dikerjakan masing-masing petambak, dengan
catatan mulai produksi tidak terlambat. Berikut disampaikan analisis perbandingan
produktivitas dan kelayakan usaha antara tambak tradisional dengan sistem integrasi
lahan :
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 44
Tabel 22. Analisis perbandingan produktivitas dan kelayakan usaha antara tambak tradisional dengan sistem integrasi lahan
No. Uraian Tambak Tradisional
Integrasi Lahan
1 Kapasitas efektif pekerja 43 30
2 Efisiensi tenaga kerja 50 98
3 Biaya investasi dalam 15 Ha 632.775.000 357.045.000
4 Biaya tetap dalam 15 Ha 364.205.000 238.904.000
5 Biaya tidak tetap dalam 15 Ha 248.250.000 216.899.500
6 Total biaya dalam 15 Ha 612.455.000 455.803.500
7 Persentase perbandingan biaya dalam 15 Ha (%)
134 0
8 Produksi/Ha 63.600 113.636
9 Produksi dalam 15 Ha 954.000 1.704.545
10 Efisiensi Produksi (%) 100 178,67
11 Penerimaan usaha dalam 15 Ha (asumsi harga Rp. 1.000/kg)
954.000.000 1.704.545.455
12 Keuntungan bersih 341.545.000 1.248.741.955
13 Persentase peningkatan keuntungan 365,62
14 R/C Ratio 1,56 3,74
Dari tabel diatas terlihat bahwa produksi garam di lahan integrasi lebih besar
178% dibandingkan dengan tambak tradisional. Hal ini juga berbanding lurus dengan
keuntungan usaha yang meningkat hingga 3x lipat. Produksi garam di lahan integrasi
sudah menggunakan geomembran/geo-isolator sehingga kualitas garamnya akan
lebih baik. Target produksi garam nasional pada tahun 2017 sebesar 3,8 jt ton,
sedangkan realisasi hanya 1,1 jt ton. Produksi garam nasional pada tahun 2017
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2016,
yaitu sebesar 884%. Hal ini dikarenakan pada tahun 2017 musim kemarau lebih
lama sehingga masa produksi relatif lebih panjang.
Realiasi anggaran PUGaR tahun 2017 mencapai Rp. 58.976.952.215,- dari
total anggaran Rp. 63.200.000.000,- atau 93,32%, yang terdiri dari anggaran pusat,
APBN-P, dan Tugas Pembantuan (TP) dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 23. Analisis perbandingan produktivitas dan kelayakan usaha antara tambak tradisional dengan sistem integrasi lahan
Sumber Anggaran Total Anggaran Realisasi Sisa %
Realisasi
Swakelola 6.150.000.000 5.066.538.097 1.083.461.903 82,38
APBN-P 18.500.000.000 17.735.094.118 764.905.882 95,87
Tugas Pembantuan 38.550.000.000 36.175.320.000 2.374.680.000 93,84
Total 63.200.000.000 58.976.952.215 4.223.047.785 93,32
Realisasi anggaran total tahun 2017 sebesar 93,32% dapat dikatakan cukup
baik dan mampu meningkatkan hasil produksi garam rakyat terutama melalui
program integrasi lahan pergaraman, meskipun di beberapa daerah belum
berproduksi optimal karena keterlambatan pengerjaan lahan. Program integrasi
lahan melalui dana TP bisa terserap hingga 93,84%. Hal ini berarti secara fisik lahan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 45
sudah terintegrasi dengan baik, hanya produksi garamnya belum mampu memenuhi
target karena hujan mulai turun saat lahan selesai diintegrasikan. Permasalahan ini
menjadi bahan evaluasi agar di tahun berikutnya pengerjaan lahan integrasi bisa
lebih awal dan lebih cepat agar disaat puncak musim kemarau bisa berproduksi
secara maksimal.
Kendala lain yang dihadapi adalah belum siapnya petambak dengan program
integrasi lahan. Penyatuan lahan dari beberapa pemilik dan ketidakpastian
pembagian hasil panen sedikit menghambat operasional integrasi lahan. Solusinya
adalah pendampingan yang intensif baik dari Pemerintah maupun Pemerintah
Daerah mulai dari pengerjaan lahan, sistem produksi garam, pemanenan,
pembagian hasil panen, hingga pemasaran hasil produksi.
Selain dengan program integrasi lahan, upaya peningkatan produksi dilakukan
melalui pengadaan sarana pendukung usaha garam rakyat dengan dana APBN-P,
Gambar 15. Validasi calon integrasi lahan pergaraman
Gambar 16. Contoh peta integrasi lahan di Kab. Bima, Prov. NTB
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 46
yang terdiri atas: (1). Excavator sebanyak 15 unit; (2). Truk pengangkut garam
sebanyak 12 unit; (3). Motor roda 3 pengangkut garam sebanyak 46 unit; dan (4).
Alat uji mutu garam sebanyak 6 unit. Adapun penerima bantuan sarana pendukung
usaha garam tahun 2017, adalah:
Tabel 24. Sarana pendukung usaha garam rakyat dana APBN-P 2017
No Kabupaten Nama Koperasi Jenis Bantuan Vol
1 Cirebon Koperasi Garam Rakyat Muara Djati
Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 3 unit
Alat Uji Mutu Garam 1 unit
2 Indramayu Koperasi Mina Garam Rejeki Agung
Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 4 unit
Alat Uji Mutu Garam 1 unit
3 Brebes
Koperasi Mutiara Fajar Harapan
Excavator Mini 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 3 unit
Koperasi Garam Mutiara Bahari
Truk Pengangkut Garam 1 unit
4 Demak
Koperasi Garam Laut Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 3 unit
5 Pati Koperasi Mutiara Laut Mandiri
Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 4 unit
Alat Uji Mutu Garam 1 unit
6 Rembang Koperasi Guyup Rukun Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 1 unit
Koperasi Sari Makmur Kendaraan Roda Tiga 3 unit
7 Tuban Koperasi Ronggolawe Makmur
Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 47
No Kabupaten Nama Koperasi Jenis Bantuan Vol
Kendaraan Roda Tiga 3 unit
8 Lamongan Koperasi Garam Lamongan Excavator Mini 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 3 unit
9 Sampang
Koperasi Maju Bersama Excavator Mini 1 unit
Koperasi Syirkah Mu’awanah
Truk Pengangkut Garam 1 unit
10 Pamekasan KUD. Karya Sakti Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 4 unit
Alat Uji Mutu Garam 1 unit
11 Sumenep Koperasi Semangat Karya Muda
Excavator Mini 1 unit
Koperasi Sumber Asri Sejahtera
Kendaraan Roda Tiga 3 unit
12 Pangkajene Kepulauan
Koperasi Mappatuwo Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 4 unit
Alat Uji Mutu Garam 1 unit
13 Jeneponto Koppas Utama Excavator Mini 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 4 unit
14 Bima Koperasi Nusa Larity Jaya Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Kendaraan Roda Tiga 4 unit
Alat Uji Mutu Garam 1 unit
15 Kupang Koperasi Mitra Usaha Bipolo Excavator Mini 1 unit
Truk Pengangkut Garam 1 unit
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 48
Melalui dana APBN-P pula dibuat demplot produksi garam di Kabupaten
Indramayu. Demonstrasi plot (demplot) garam adalah salah satu teknologi
pengolahan air laut menjadi garam dan produk sampingan lainnya. Air laut tidak
hanya mengandung NaCl, tetapi juga terdiri dari puluhan senyawa kimia lainnya yang
memiliki nilai jual tinggi. Pembuatan garam dengan sistem Bestekin diharapkan
mampu menjawab tantangan akan kekurangan garam akibat anomali cuaca karena
produksi garam memakan waktu yang cukup singkat. Mulai dari air tua yang
disalurkan ke meja garam hingga panen memakan waktu kurang dari 1 hari apabila
panas terik dengan kualitas garam yang sangat baik yaitu NaCl >95% atas dasar
berat kering.
IKU 7. Jumlah luas kawasan konservasi (jt Ha)
Indikator Kinerja Utama Jumlah Luas Kawasan Konservasi merupakan luas
kawasan konservasi yang dikelola dan dimanfaatkan selama tahun 2017.
Penghitungan target dilakukan dengan menjumlahkan luas kawasan konservasi
Gambar 17. Bantuan sarana pendukung usaha garam rakyat
Gambar 18. Produksi garam dengan sistem Bestekin
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 49
tahun 2016 dan luas kawasan konservasi baru pada tahun 2017. Data penghitungan
diperoleh dari Direktorat Kawasan Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut dan
Pemerintah Daerah. Target luas kawasan konservasi pada tahun 2017 sejumlah 18,6
juta ha dan target tahun 2019 adalah 20 juta ha. Target luas kawasan konservasi
mengalami peningkatan setiap tahunnya dibandingkan target tahun 2015 (16,5 juta
ha) dan tahun 2016 (17,9 juta ha).
Target luasan Kawasan Konservasi Perairan di tahun 2017 sebesar 18.6 juta
Ha dengan realisasi sebesar 19.144 juta ha atau sebesar 163% dari target.
Perbandingan target dan realisasi indikator kinerja Jumlah luas kawasan konservasi
mulai tahun 2015 sampai tahun 2017 adalah sebagai berikut :
Tabel 25. Perbandingan realisasi Jumlah luas kawasan konservasi terhadap realisasi tahun-
tahun sebelumnya dan prosentase terhadap target jangka menengah (2019)
Indikator Kinerja Tahun Target Realisasi Persentase
Jumlah
Luas Kawasan Konservasi
(juta Ha)
2015 16.5 17.3 104%
2016 17.9 18.6 103%
2017 18.6 19.11 102%
2019 20 - -
Persentase capaian kinerja luas kawasan Konservasi Perairan dari tahun
2015 lebih dari 100%. Pencapaian tahun 2017 melebihi target yang dicanangkan di
dalam renstra KKP yang diturunkan kedalam renstra Dirjen PRL sebesar 18.6 juta
Ha. Pencapaian kinerja ini merupakan akumulasi luas kawasan Konservasi dari
tahun sebelumnya di tambahkan dengan penambahan luas kawasan Konservasi
perairan yang dicadangkan pada tahun 2017 sebesar 1.179.342 ha. Penambahan
kawasan yang dicadangkan berada pada Provinsi Sulut, Sulteng, Kalbar, Bali,
Sumbar dan Sulbar. Berikut tabel kawasan Konservasi perairan di Indonesia hingga
tahun 2017:
Tabel 26. Kawasan Konservasi perairan di Indonesia hingga tahun 2017
No Kawasan Konservasi Jumlah
Kawasan Luas (Ha) Ketrangan
A Dikelola KLHK 32 4,694,947.55
1 Taman Nasional Laut 7 4,043,541.30 DKI, Jateng, Sulteng, Sulsel,
Sultera, Papua
2 Taman Wisata Alam Laut 14 491,248.00 Maluku(3), Sultera(2),
Kaltim(1), NTT(3), NTB(2), Banten(1), Aceh(2)
3 Suaka Margasatwa Laut 5 5,678.25 DKI, Jabar, Kaltim, Pabar(2)
4 Cagar Alam Laut 6 154,480.00 Lampung, Jabar(2), NTT,
Kalbar, Pabar
B Dikelola KKP dan PEMDA
140 14,449,746.73
5 Taman Nasional Perairan 1 3,355,352.82 Nusa Tenggara Timur
6 Suaka Alam Perairan 3 445,630.00 Maluku, Pabar(2)
7 Taman Wisata Perairan 6 1,541,040.20 Sumbar, Kepri, NTB, Sultera,
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 50
No Kawasan Konservasi Jumlah
Kawasan Luas (Ha) Ketrangan
Maluku, Papua
8 Kawasan Konservasi Daerah
130 9,107,723.71
Aceh(4), Sumut(4), Sumbar(9), Riau(1),
Bengkulu(3), Jambi(2), Lampung(3), Babel(5),
Kepri(5), Jabar(3), Jateng(6), DIY(2), Jatim(4), Banten(1),
Bali(4), NTB(9), NTT(4), Kalbar(4), Kaltim(2), Kalteng(1), Kalsel(2), Kaltara(3), Sulut(6),
Gorontalo(3), Sulteng(7), Sulsel(5), Sultera(10), Sulbar(3), Maluku(6),
Malut(5), Pabar(3), Papua(1)
Jumlah Total 172 19,144,694.28
Kegiatan pendukung keberhasilan pencapaian target 2017 adalah Identifikasi
Potensi Calon Kawasan Konservasi Perairan dan Penetapan Kawasan Konservasi
Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dengan anggaran yang terbatas, Direktorat
KKHL sebagai penanggung jawan IKU berupaya mengoptimalkan kerjasama dengan
stakeholders terkait seperti akademisi, NGO, masyarakat, pemerintah kabupaten dan
Pemerintah Provinsi untuk meningkatkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan
luasan kawasan Konservasi perairan di Indonesia untuk mencapai target 20 Juta Ha.
Dari realisasi anggaran Konservasi Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut yang 79.58%, dengan tidak dapat
dimanfaatkannya dana yang berasal dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)
COREMAP- CTI maka capaian kinerja jumlah luas kawasan Konservasi sebesar
102% ini masih bisa dikatakan efisien. Tentu saja jika realisasi anggaran bisa
dimaksimalkan, maka hasil yang didapat bisa dan sangat mungkin akan lebih baik.
Program/kegiatan yang menunjang keberhasilan kinerja adalah
pelaksanaannya identifikasi potensi dan pencadangan kawasan, mensyaratkan
adanya usulan inisiatif, data potensi kawasan serta hasil diskusi dengan masyarakat
dan stakeholders terkait. Implikasi dari pencadangan adalah pemerintah daerah dan
pusat harus menyiapkan Personil, Pendanaan, Prasarana dan Sarana, serta
pemberdayaan masyarakat yang diharapkan akan memperbaiki dan menjaga kondisi
sumberdaya ekosistem kawasan yang dijadikan kawasan konservasi .
Program yang sangat erat dengan capaian luas kawasan konservasi adalah
identifikasi potensi calon kawasan Konservasi perairan dan Penetapan Kawasan
Konservasi Perairan, merupakan salah satu Program Perlindungan dan Pelestarian
Sumberdaya Hayati laut yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan cq Ditjen Pengelolaan Ruang Laut sebagai salah satu IKU Menteri
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 51
Kelautan dan Perikanan guna mencapai penambahan luas kawasan Konservasi
perairan hingga 20 juta ha pada tahun 2019.
IKU 8. Jumlah Jasa Kelautan yang dikelola untuk Pengembangan
Ekonomi (Ragam)
Ragam Jenis Jasa Kelautan seperti yang tercantum dalam pasal 19 UU No. 1
Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil perlu dikelola untuk pengembangan
ekonominya. Jasa kelautan perlu diupayakan pengelolaan dan pemanfaatannya
untuk mendukung perekonomian setempat dalam rangka meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraaan masyarakat. Target Jasa Kelautan yang dikelola pada tahun
2017 adalah 2 ragam. Dibandingkan target tahun 2016, jumlah ragam jasa kelautan
yang dikelola mengalami peningkatan 100%. Pengukuran target indikator kinerja
utama dilakukan dengan menghitung jumlah ragam jasa kelautan yang telah
dilakukan pengelolaan/pemanfaatannya dalam rangka meningkatkan perekonomian
masyarakat.
Penilaian indikator ini dilakukan oleh seksi biofarmokologi dan seksi reklamasi,
dengan tujuan untuk memperoleh dokumen pengelolaan biofarmakologi dan
kawasan yang terfasilitasi perizinan reklamasinya. Pada tahun 2017 telah dilakukan
dan dihasilkan:
1. Biofarmokologi: Draft Roadmap Biofarmakologi Kelautan, Rekomendasi Teknis
Pemanfaatan Air Laut, Penyusunan RSKKNI pengolahan garam. Standar
kompetensi bagi dunia usaha atau industri sangat penting dan diperlukan bagi
peningkatan produktivitas dan daya saing dunia usaha dan perekonomian
nasional.
2. Reklamasi: Fasilitasi perizinan reklamasi di 4 lokasi (1. Tanjung Carat, Sumsel;
2. Pantai Berlin, Sorong; 3. Pulau Asam, Kab. Karimun; 4. Tanjung Burung,
Tangerang). Fasilitasi Perizinan Reklamasi yang bertujuan untuk memfasilitasi
kegiatan reklamasi pesisir yang akan dilaksanakan serta evaluasi kegiatan
reklamasi terdahulu untuk mendapatkan masukan dalam penyusunan kebijakan
terkait reklamasi pesisir.
Pada tahun 2017 indikator kinerja utama jumlah jasa kelautan yang dikelola
untuk pengembanngan ekonomi ini target tercapai 100%, sebagaimana pada tabel
berikut:
Tabel 27. Target dan Realisasi IKU jumlah jasa kelautan yang dikelola untuk pengembangan
ekonomi tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah jasa kelautan yang dikelola untuk pengembangan ekonomi
2 2 100
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 52
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Jika dibandingkan dengan tahun 2015 mendapat belum ada capaian karena
IKU ini baru ada pada tahun 2016, tahun 2016 naik capaian 100% dan tahun 2017
tetap 100%, namun beda jumlah dokumen yang dihasilkan, IKU ini merupakan IKU
baru pada tahun 2016 yang terbentuk karena adanya perubahan struktur organisasi
di lingkup Ditjen PRL khususnya dan lingkup KKP pada umumnya, sehingganya
muncul tusi baru di Ditjen PRL yang sebelumnya Direktorat Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha menjadi Direktorat Jasa Kelautan.
Pada tahun 2016 capaian yang dihasilkan berupa NSPK, pada tahun kedua 2017 ini
sudah mengarah kepada produk dalam rangka pengelolaan dan fasilitasi dari target
yang hendak dicapai. Berikut merupakan perbandingan jumlah jasa kelautan yang
dikelola untuk pengembangan ekonomi dari tahun-tahun sebelumnya:
Tabel 28. Perbandingan jumlah jasa kelautan yang dikelola untuk pengembangan ekonomi
Tahun 2017 Terhadap Realisasi Tahun 2015 dan 2016, Serta Terhadap Target Jangka Menengah (2019)
INDIKATOR KINERJA REALISASI
2015
REALISASI
2016
REALISASI
2017
thdp TARGET
JANGKA
MENENGAH
Jumlah jasa kelautan yang dikelola
untuk pengembanngan ekonomi
(Ragam)
Tidak ada 4 2 4
Penyusunan roadmap biofarmakologi kelautan melibatkan pakar bioteknologi
kelautan dan ahli farmasi yang meneliti produk kelautan sebagai bahan baku obat
dan kosmetik. Draft roadmap biofarmakologi kelautan juga dilengkapi dengan
rencana aksi pemanfaatan biofarmakologi untuk 3 tahun ke depan hingga tahun
2020. Rekomendasi teknis pemanfaatan air laut terkait verifikasi pengajuan ijin
pemanfaatan air laut oleh PT. Berkah Air Laut (BAL) yang akan melakukan investasi
di bidang penyediaan air bersih untuk masyarakat, perhotelan, dan usaha lain di Gili
Trawangan dan Gili Meno, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi NTB.
Penyusunan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(RSKKNI) Pengolahan Garam telah mencapai tahap pelaksanaan konvensi dengan
mengundang stakeholder kemudian diserahkan ke Kementerian Tenaga Kerja untuk
disahkan. Lingkup pekerjaan dalam kegiatan Penyusunan Rancangan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Pengolahan Garam Tahun 2017
meliputi:
a. Pembentukan tim perumus dan tim verifikator b. Penyusunan Peta Kompetensi RSKKNI Pengolahan Garam c. Penyusunan Draft RSKKNI Pengolahan Garam d. Verifikasi e. Pra Konvensi RSKKNI Pengolahan Garam f. Verifikasi eksternal g. Konvensi RSKKNI Pengolahan Garam
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 53
Ruang lingkup kegiatan ini adalah melakukan rapat persiapan dengan menyusun
rencana kerja kegiatan, koordinasi dengan instansi pemerintah daerah, observasi lapangan
secara primer dan sekunder untuk verifikasi dokumen reklamasi, serta rapat pembahasan
substansi hasil observasi dengan melibatkan stakeholder terkait guna mendapatkan
masukan untuk tahap lanjutan dalam proses perizinan reklamasi. Agenda pertemuan juga
dijadikan media dalam proses penyusunan Perbup/Pergub, sebagai wujud implementasi
PERMEN KP No. 17 tahun 2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau –
Pulau Kecil, Fasilitasi penerbitan perizinan reklamasi di 4 lokasi:
a. Tanjung Carat, Musi Banyuasin: Rencana perizinan kegiatan reklamasi di Tanjung
Carat, Kabupaten Musi Banyuasin diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Musi
Banyuasin. Permohonan Perubahan Rekomendasi Izin Lokasi Reklamasi Tanjung
Carat di Kab. Banyuasin Prov. Sumatera Selatan. Dirjen PRL dalam surat tersebut
menyampaikan agar Gubernur Sumatera Selatan dapat berkoordinasi dan meminta
penjelasan kepada Kementerian Perhubungan mengenai arahan pemanfaatan ruang
wilayah rencana reklamasi sesuai dengan arahan dalam RIP Tanjung Api-Api
Sumatera Selatan termasuk data dan keputusan mengenai penetapan DLKr/DLKp di
wilayah tersebut
b. Pantai Berlin, Sorong: Rencana perizinan kegiatan reklamasi di Pantai Berlin
diusulkan oleh PT. Pelindo IV seluas 5Ha dan rencana reklamasi oleh PT. Moderen
Multi Graha seluas 20Ha. Lokasi rencana reklamasi oleh PT. Moderen Multi Graha
sudah sesuai dengan peruntukan dan tidak termasuk alur pelayaran tradisional
mengikuti peraturan-peraturan terkait reklamasi, seperti Perpres 122 Tahun 2012,
Permen KP 17 Tahun 2013, Permen KP 28 Tahun 2014 dan Kepdirjen KP3K 037
Tahun 2014
c. Pulau Asam, Kab. Karimun: Rencana perizinan kegiatan reklamasi di Pulau Asam
diusulkan oleh PT. Batam Properta Makmur melalui surat dari Gubernur Kepulauan
Riau yang akan dibagi menjadi 2 tahap yaitu 209.13 ha dan 97.67 ha. Area rencana
reklamasi berada pada zona terumbu karang dan terdapat sebaran ekosistem
mangrove, Berdasarkan UU 27/2007 dilarang menggunakan cara-cara yang merusak
ekosistem mangrove-terumbu karang, sehingga aktifitas apapun termasuk reklamasi
dihindari untuk dilakukan pada zona tersebut
d. Tanjung Burung, Tangerang: Rencana perizinan kegiatan reklamasi di Kabupaten
Tangerang diusulkan oleh PT. Angkasa Pura II (Persero) perihal Usulan
Pengembangan Bandara International Soekarno-Hatta-2 yang luasnya mencapai ±
2.000 Ha, Rencana lokasi pengembangan bandara tersebut juga beririsan dengan
zona merah yang merupakan zona latihan milter TNI angkatan Udara, sehingga status
rencana pengembangan bandara Soeta 2 dilakukan peninjauan kembali.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 54
Rencana Lokasi Reklamasi Perubahan di Tanjung Carat Area Rencana Reklamasi Pantai Tembok
Berlin
Gambar 19. Rencana Lokasi Reklamasi Perubahan di Tanjung Carat dan Area Rencana
Reklamasi Pantai Tembok Berlin
Dari realisasi anggaran Biofarmakologi yang mencapai 93,32%, atau dari
anggaran sebesar Rp. 750.000.000,- terealisasi sebesar Rp. 699.959.034,-,
Realisasi anggaran Biofarmakologi yang mencapai 99,80%, atau dari anggaran
sebesar Rp. 750.000.000,- terealisasi sebesar Rp. 715.653.708,-, maka kegiatan ini
bisa dikatakan sudah efisien. Target output telah tercapai. Tentu saja jika realisasi
anggaran bisa dimaksimalkan, maka hasil yang didapat bisa dan sangat mungkin
akan lebih baik.
Sedangkan dalam hal efisiensi sumber daya alam dan manusia, maka hasil ini
sudah maksimal, karena keberhasilan realisasi IKU ini sangat bergantung pada
kompetensi sumberdaya manusia dan para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
kegiatan Biofarmakologi, yaitu: penyusunan Draft Roadmap Biofarmakologi Kelautan,
Rekomendasi Teknis Pemanfaatan Air Laut, Penyusunan RSKKNI pengolahan
garam. Kegiatan tersebut melibatkan perguruan tinggi dan para pakar atau tenaga
ahli yang kompeten di bidangnya.
Mengingat kompleksitas permasalahan reklamasi, pada tahun 2017 makas
hasi ini sudah maksimal, keberhasilan IKU ini sangat ditunjang oleh kerjasama dari
para stakholder yang berkaitan dengan proses perizinan kegiatan reklamasi ini
antara lain Pemerintah Daerah, Kementerian Perhubungan, Kementerian
Perdagangan, Kementerian ESDM, TNI AL dan para tenaga ahli/pakar.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 55
IKU 9. Jumlah masyarakat hukum adat, tradisional dan lokal di
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang direvitalisasi (komunitas)
Indikator Kinerja Utama Jumlah Masyarakat Hukum Adat, Tradisional, dan
Lokal di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang Direvitalisasi merupakan banyaknya
komunitas masyarakat hukum adat, lokal, dan tradisional yang direvitalisasi untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Tahun 2017 merupakan tahun kedua bagi Indikator
Kinerja Utama Jumlah Masyarakat Hukum Adat, Tradisional, dan Lokal di Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang Direvitalisasi dengan target 5 komunitas yang mana target
tidak mengalami perubahan jumlah dari tahun sebelumnya. Sebelumnya tahun 2016,
IKU ini dikelola oleh Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil dengan nama IKU
Jumlah Masyarkat Adat, Tradisional, dan Lokal yang Direvitalisasi, dan pada tahun
2017 beralih ke Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pada tahun 2016 terdapat 5 komunitas masyarakat hukum adat, tradisional,
dan lokal. Target capaian IKU tahun 2016 sampai pada draft peraturan
Bupati/Walikota. 5 (lima) lokasi yang menjadi target adalah sebagai berikut: (1)
Kabupaten Sorong: telah ditetapkan sebagai masyarakat hukum adat (mendapat
stimulan dan bantuan sarana ekonomi produktif), (2) Kota Tual: telah ditetapkan
sebagai masyarakat hukum adat (stimulan), (3) Kabupaten Kaimana menjadi
Kabupaten Wakatobi : telah ditetapkan sebagai masyarakat hukum adat (stimulan),
(4) Kabupaten Maluku Tengah: telah ditetapkan sebagai masyarakat hukum adat
(stimulan), (5) Kabupaten Buton Selatan: telah ditetapkan sebagai masyarakat
hukum adat (stimulan dan bantuan sarana ekonomi produktif). Dalam perjalanannya,
Kabupaten Kaimana tidak dapat ditindaklanjuti dan ditingkatkan menjadi sebuah
peraturan Bupati. Hal ini dikarenakan adanya konflik kepentingan sehingga sampai
batas waktu yang diberikan SK Kepanitian pembentukan masyarakat hukum adat
belum terbit. Lokasi yang semula Kabupaten Kaimana, diganti menjadi Kabupaten
Wakatobi (Komunitas Kadiya Liye). Kelima komunitas ini telah dilengkapi dengan
Peraturan Bupati/Walikota sebagai legalitas masyarakat hukum adat.
Target capaian IKU tahun 2017 ditingkatkan menjadi Peraturan
Bupati/Walikota, dari tahun sebelumnya hanya sampai pada draft peraturan
Bupati/Walikota. Untuk capaian pada tahun 2017 sejumlah 5 komunitas masyarakat
hukum adat, tradisional. Output IKU tahun 2017 adalah penetapan masyarakat
hukum adat dari Bupati/Walikota. Dari 5 (lima) komunitas masyarakat hukum adat
tercapai 100% dengan lokasi berada di Kabupaten Sorong (Kampung Malaumkarta
Distrik Makbon), Kabupaten Buton Selatan (Pulau Siompu), Kabupaten Maluku
Tengah (Negeri Haruku), Kota Tual (Pulau Manggur dan Pulau Kaimear) dan
Kabupaten Wakatobi (Kadie Liya).
Daftar Perbup/walikota terkait hukum adat dan kearifan local yang dicapai
selama tahun 2017:
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 56
1. Peraturan Bupati Sorong No. 7 Tahun 2017 tentang Hukum Adat dan Kearifan
Lokal dalam Pengelolaan dan Perlindungan Sumberdaya Laut di Kampung
Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong.
2. Peraturan Bupati Buton Selatan No. 24 Tahun 2017 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Sumberdaya Laut berbasis Kearifan Lokal dalam wilayah Pulau
Siompu di Kabupaten Buton Selatan.
3. Peraturan Walikota Tual No. 43 tahun 2017 tentang Hukum Adat & Kearifan
Lokal dalam Pengelolaan & Perlindungan Sumberdaya Laut Pulau Mangur dan
Pulau Kaimbar Kota Tual.
4. Peraturan Bupati Wakatobi No.40 tahun 2017 tentang perlindungan &
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis masyarakat hukum adat
Kadie Liya Kec. Wangi-wangi selatan Kab. Wakatobi.
5. Peratiran Bupati Maluku Tengah No. 81 tahun 2017 tentang hukum adat dan
kearifan lokal dlm perlindungan dan pengelolaan sumberdaya laut negeri Haruku
Kab Maluku Tengah.
Capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis
Organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis capaian kinerja
sebagai berikut:
1. Target pada tahun pada 2017 dengan 5 (lima) komunitas dapat tercapai tepat
waktu.;
2. Kegiatan penetapan masyarakat hukum adat ini dimulai tahun 2016. Pada tahun
2016, ada 5 (lima) komunitas yang ditargetkan. Dari target yang ditetapkan,
outputnya hanya sampai pada draft peraturan kepala daerah;
3. Beberapa alasan keberhasilan tersebut antara lain: (1) KKP mendukung penuh
dalam penetapan masyarakat hukum adat melalui komunikasi yang intensif; (2)
Masyarakat hukum adat dapat memahami peran penting dalam melestarikan
budaya khususnya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; (3) Masyarakat adat
yang akan ditetapkan sangat mengharapkan legalitas dari pemerintah sebagai
pengakuan yang sah.
4. Bila dirunut, sejak 2016 sampai 2018 terkait anggaran untuk mencapai IKU ini
mengalami penurunan.
5. Pada tahun 2018 target yang ditetapkan, namun demikian harus didukung oleh
anggaran penambahan anggaran yang memadai, sehingga dapat menghasilkan
output dan outcome sesuai dengan target.
6. Untuk target 2018, komunitas yang sudah ditetapkan melalui peraturan
bupati/walikota perlu didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk
menciptakan masyarakat hukum adat yang sejahtera, kuat dan mandiri. Tahun
2017, salah satu bentuk dukungan tersebut berupa stimulan ke 5 (lima)
komunitas dengan masing-masing Rp.40 juta per komunitas dalam bentuk
diantaranya: jaring, alat selam, GPS, kamera digital, life jacket, teropong,
binokuler, mesin tempel 15 PK, rumpon.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 57
Gambar 20. Penyerahan Peraturan Bupati Maluku Tengah dengan KKP.
Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan Masyarakat Hukum Adat (5
komunitas):
Gambar 21. Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan Masyarakat Hukum Adat (5
komunitas)
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 58
Dari realisasi anggaran IKU ini serapan Anggaran 3,1 Milyar (93%), dengan
pencapaian realisasi fisiknya 100%, yang terdiri dari anggaran sebesar 3,3Milyar,
maka kegiatan ini bisa dikatakan sudah efisien.
IKU 10. Jumlah kawasan konservasi Perairan yang meningkat
kualitas pengelolaan efektifnya (kawasan)
Kawasan konservasi perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil adalah kawasan
perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang dilakukan upaya perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan
sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya (UU 27/2007, PP 60/2009).
Efektivitas pengelolaan kawasan konservasi adalah suatu metode untuk menilai
efektivitas KKP yang pengukurannya melalui Evaluasi Efektivitas Pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K). E-KKP3K
merupakan suatu panduan baku/standar untuk mengevaluasi capaian pengelolaan
berkelanjutan suatu kawasan konservasi perairan sesuai Keputusan Direktur
Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil Nomor KEP.44/KP3K/2012.
Indikator Kinerja Utama Jumlah Kawasan Konservasi Perairan yang
Meningkat Kualitas Pengelolaan Efektifnya merupakan IKU lanjutan dari tahun
sebelumnya. Pengukuran target dilakukan dengan menghitung banyaknya kawasan
konservasi perairan nasional/daerah yang meningkat pengelolaan efektifnya
berdasarkan penilaian E-KKP3K berupa level pengelolaan kawasan konservasi
merah, kuning, hijau, biru, dan emas. Ukuran keberhasilan berupa peningkatan
minimal 1 tingkat pengelolaan efektif dari level tahun sebelumnya. Sumber data
untuk mengetahui jumlah kawasan konservasi yang meningkat efektivitas
pengelolaannya berasal dari data base di Direktorat KKHL. Target penilaian pada
tahun 2017 adalah 30 kawasan konservasi mangalami peningkatan pengelolaan
efektifnya. Jumlah kawasan yang menjadi target ini lebih banyak dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya dimana target dan capaian pada tahun 2015 sebanyak 17
kawasan dan tahun 2016 sebanyak 28 kawasan, sedangkan target tahun 2019
sebanyak 35 kawasan.
Pada tahun 2017 indikator kinerja utama jumlah kawasan konservasi yang
meningkat kualitas pengelolaan efektifnya ini target tercapai 100%, sebagaimana
pada tabel berikut:
Tabel 29. Target dan Realisasi IKU jumlah kawasan konservasi yang meningkat kualitas pengelolaan efektifnya tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
jumlah kawasan konservasi yang meningkat
kualitas pengelolaan efektifnya (Kawasan)
30 22 73,33%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 59
Target peningkatan pengelolaan yang efektif pada tahun 2017 untuk 30
kawasan konservasi. Penghitungan nilai efektifitas pengelolaan kawasan Konservasi
menggunakan tools E-KKP3K dengan kartu skor eveluasi efektifitas pengelolaan
kawasan Konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil dengan kriteria sebagai
berikut:
Tabel 30. Kartu skor eveluasi efektifitas pengelolaan kawasan Konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil
Dalam evaluasi penilaian peringkat level pengelolaan memiliki kriteria-kriteria
sebagai berikut :
A. Peringkat merah kriteria yang harus dipenuhi adalah :
a. Usulan inisiatif
b. Identifikasi dan inventarisasi calon kawasan
c. Pencadangan kawasan Konservasi perairan
B. Peringkat kuning kriteria yang harus dipenuhi adalah :
a. Unit organisasi pengelola dan SDM
b. Rencana pengelolaan dan zonasi
c. Sarana dasar dan prasarana
d. Dukungan pembiayaan pengelolaan
C. Peringkat hijau
a. Unit organisasi Pengelola dan SDM
b. Sarana dan prasarana pendukung pengelolaan
c. Dukungan pembiayaan dan pengelolaan
d. Pengesahan rencana pengelolaan dan Zonasi
e. Standar operasional prosedur (SOP) pengelolaan
f. Pelaksanaan rencana pengelolaan dan zonasi
g. Penetapan KKP3K oleh Menteri
D. Peringkat Biru
a. Unit organisasi pengelola dan SDM
b. Sarana dan Prasarana pendukung pengelolaan
c. Dukungan pembiayaan pengelolaan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 60
d. Standar operasional prosedur (SOP) pengelolaan
e. Penetapan Kawasan Konservasi
f. Penataan Batas kawasan
g. Pelembagaan
h. Pengelolaan sumberdaya kawasan
i. Pengelolaan sosial ekonomi dan budaya
E. Peringkat Emas
a. Pelembagaan
b. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
c. Pendanaan berkelanjutan
Penghitungan berdasarkan kriteria-kriteria di atas untuk tahun 2017 dapat
dilihat hasilnya untuk penilaian peningkatan E-KKP3K di 30 kawasan Konservasi
pada tabel di bawah ini :
Tabel 31. Hasil penilaian peningkatan E-KKP3K
No NAMA KAWASAN TAHUN
Ket 2016 (28 Kawasan)
2017 (30 Kawasan)
1 Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Kota Sabang
100 100
100 100
100 100
36 50
-
2 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Nias Utara
100 100
27 100 √
71 95
-
-
3 Kawasan Konservasi Laut Daerah Kep. Mentawai (lokasi Desa Saibi Samukop,Saliguma dan desa Katurai
100 100
100 100
71 95
- -
- -
4 Taman Wisata Perairan Gugusan Pulau-pulau Momparang dan Laut Sekitarnya( Belitung Timur)
100 100
100 100
38 95
- -
- -
5 Kawasan Konservasi laut Daerah Bintan
100 100
100 100
71 81
- -
- -
6 KKPD Batam
100 100
100 100
61 67
- -
- -
7 Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau 100 100
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 61
No NAMA KAWASAN
TAHUN
Ket 2016 (28 Kawasan)
2017 (30 Kawasan)
Kecil (KKP3K) Kabupaten Sukabumi dengan status Taman Pesisir
100 100
95 100 √
29 36
0 -
8 Kawasan Konservasi Taman Pesisir Ujungnegoro – Batang
100 100
100 100
90 100 √
18 57
0 -
9 Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida-Klungkung
100 100
100 100
100 100
71 75
0 -
10 Taman Wisata Perairan Gili Sulat dan Lawang- Kab Lombok Timur
100
100 √
52
-
-
11 Taman Wisata Perairan Gili Tangkong, Gili Nanggu dan Gili Sundak- Lombok Barat
100 100
73 100 √
29 52
- -
- -
12 Kawasan Konservasi Laut Daerah Selat Pantar-Alor
100 100
100 100
90 100 √
61 69
- -
13 Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Sikka
100 100
100 100
69 71
- -
14 Kawasan Konservasi Taman Pesisir dan Taman Pulau Kecil Kepulauan Derawan dan Perairan sekitarnya – berau
100 100
100 100
95 100 √
- 32
- -
15 Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
100 100
73 100 √
- 38
- -
- -
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 62
No NAMA KAWASAN
TAHUN
Ket 2016 (28 Kawasan)
2017 (30 Kawasan)
16 Kawasan Konservasi Perairan Kei Kab Maluku Tenggara
100 100
100 100
71 100 √
76 76
17 Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Taman Pulau Kecil-yamdena Kab maluku tenggara barat
100
100 √
19
-
-
18 Kawasan Konservasi Laut Raja Ampat :(ayau-asia,teluk mayalibit, selat dampier, wayag-sayang-piay, misool selatan; 1 SML)-raja ampat
100 100
100 100
91 100 √
96 96
- -
19 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Tambrauw
100 100
100 100
43 95
0 -
0 -
20 Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Biak Numfor
100 100
41 100 √
0 38
0 -
0 -
100 100
TNP laut Sawu dan Sekitarnya
100 100
90 100 √
21 39 51
TWP Kepualauan Anambas
100 100
100 100
22 62 100 √
7 59
SAP Kepulauan Aru Tenggara
100 100
100 100
23 57 100 √
17 51
SAP Kepulauan Raja Ampat
100 100
100 100
24 19 100 √
46
SAP Kepulauan Waigeo sebelah barat
100 100
100 100
25 43 100 √
46
TWP Kapoposang
100 100
100 100
26 43 100 √
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 63
No NAMA KAWASAN
TAHUN
Ket 2016 (28 Kawasan)
2017 (30 Kawasan)
32
TWP Pulau Padaido
100 100
100 100
27 33 100
32
TWP Gili Ayer, Gili Meno, Gili Trawangan
100 100
100 100
28 90 100 √
18 46
TWP Laut Banda
100 100
100 100
29 43 100 √
22 32
TWP Pulau Pieh
100 100
100 100
30 76 100 √
31 76
Capaian IKU tahun 2017 sebesar 30 kawasan meningkat pengelolaannya
yang terdiri atas: 22 kawasan atau 73,33% meningkat level pengelolaannya (5
kawasan menjadi 100% kuning dan 17 kawasan menjadi 100% hijau) serta 8
kawasan masih pada level warna yg sama namun prosentasenya meningkat.
Kegiatan yang menunjang pencapaian kinerja antara lain : Pemasangan titik
referensi di TNP Laut Sawu dan SAP Raja Ampat; Konsultasi Publik penyusunan
Dokumen Rencana Pengelolaan Zonasi Taman Pulau Kecil Kepulautan Tatoarang,
TNP Natuna, TP Banggari dan TPL Maluku Tenggara; Rapat koordinasi CTi-CFF
Pokja Kawasan Konservasi Perairan; pembahasan percepatan pengalihan P3D,
Pembahasan revisi UU m 5 tahun 1990; peningkatan kapasitas SDM pengelola KKP;
bimbingan teknis SDM pengelola KKP; penyusunan NSPK terkait pengelolaan efektif
KKP;
Pelaksanaan pencapaian kinerja ini menghadapi tantangan dengan
berkurangnya pagu anggaran Dit KKHL dengan adanya pemotongan anggaran serta
penghentian pembiayaan kegiatan yang berasal dari PHLN. Untuk mengoptimalkan
anggaran serta pencapaian target Dit KKHL bekerjasama dengan Unit Pelaksana
Teknis Dit PRL , NGO, Perguruan Tinggi serta Pemerintah Daerah dan Provinsi
untuk mencapai target pengelolan efektif kawasan Konservasi.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 64
IKU 11. Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil rusak yang
pulih kembali (Kawasan)
Indikator Kinerja Utama Jumlah Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Rusak yang Pulih Kembali dengan satuan kawasan adalah indikator yang didukung
oleh indikator kinerja utama pada Internal Process Perspective yaitu Jumlah
Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang Meningkat Ketangguhannya terhadap
Bencana dan Dampak Perubahan Iklim dan Jumlah Kawasan di Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil/Pantura Jawa yang Direhabilitasi serta indikator kinerja kegiatan
Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yaitu Jumlah Kawasan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang Direstorasi.
Pada tahun 2017 indikator kinerja utama jumlah kawasan pesisir dan pulau-
pulau kecil rusak yang pulih kembali ini target tercapai 100%, sebagaimana pada
tabel berikut:
Tabel 32. Target dan Realisasi IKU jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil rusak yang pulih kembali tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil rusak yang pulih kembali (Kawasan)
23 25 108,7%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Pada tahun 2017 target IKU Jumlah Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Rusak yang Pulih Kembali adalah 23 kawasan yang terdiri atas: 18 kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil yang meningkat ketangguhannya terhadap bencana dan
dampak perubahan iklim, 4 kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil/Pantai Utara Jawa
yang direhabilitasi melalui penanaman 900 ribu batang mangrove, dan 1 kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil yang direstorasi. Target jumlah kawasan rusak yang
pulih kembali pada tahun 2017 lebih kecil dibandingkan target dan capaian tahun
2016 sejumlah 37 kawasan.
Capaian 1 kawasan pembangunan Pusat Restorasi Pembelajaran Mangrove
dan Pesisir (PRPM) telah dilaksanakan 100% di Pulau Lusi, Kabupaten Sidoarjo,
Jawa Timur. Lokasi pemulihan ekosistem mangrove yang dikembangkan menjadi
sarana edukasi, penelitian, dan wisata melalui pembangunan sarana/prasarana
pendukung (tracking mangrove, gardu pandang, pusat bibit, dan lain-lain).
Capaian 4 kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil/Pantai Utara Jawa yang
direhabilitasi, capaian 8 lokasi kawasan yg direhabilitasi antara lain: (i) Indramayu
penanaman mangrove 52.000 batang, (ii) Batam penanaman mangrove 10.000
batang, (iii) Jepara penanaman mangrove 1.500 batang, (iv) Kubu Raya tracking
mangrove sepanjang 140 Meter dan 2 buah Gazebo, (v) Lombok Barat tracking
mangrove sepanjang 102 Meter dan 2 buah gazebo, (vi) Kota Makasar tracking
mangrove sepanjang 100 Meter dan 1 buah gazebo, (vii) Kota Bitung tracking
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 65
mangrove sepanjang 122 Meter dan 3 buah gazebo, (viii) Berau bantuan sarpras
ekowisata (peralatan snorkling dan perahu wisata).
Capaian 18 kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat
ketangguhannya terhadap bencana dan dampak perubahan iklim, tercapai 16
kawasan (88,89%) yang terdiri dari :
Sabuk Pantai: (1) Kab. Karawang, Jawa Barat sepanjang 3300 meter; (2) Kab.
Kotawaringin Timur, Prov Kalimantan Tengah sepanjang 420 meter;
Struktur Hybrid: (3) Kab. Serang, Banten sepanjang 2240 meter; (4) Kab, Cirebon,
Jabar sepanjang 1850 meter; (5) Kab. Demak, Jateng sepanjang 3500 meter, (6)
Kab. Rembang, Jawa Tengan sepanjang 1100 meter; (7) Kab. Gresik, Jawa Timur
sepanjang 1200 meter;
Struktur Concrete: (8) Kab. Mempawah, Kalbar sepanjang 30 meter; (9) Kab.
Pangandaran, Jabar sepanjang 180 meter; (10) Kab. Aceh Barat, Aceh sepanjang
145 meter; (11) Kab. Pati, Jawa Tengah sepanjang 240 meter; (12) Kab. Padang
Pariaman, Sumbar sepanjang 120 meter;
APBN-P : terdapat kegiatan tambahan berupa Sekolah Pantai di 4 kawasan yakni
(13) Sabang, (14) Pangandaran, (15) Indramayu, (16) Merauke yang berisi materi
penyadaran lingkungan kepada generasi muda berupa implementasi 4A (amati,
analisa, ajarkan dan aksi) dan tindakan aksi berupa penanaman mangrove, bersih
pantai, dan transplantasi karang.
Sesuai lampiran II Permen KP No.45 Permen-KP/2015 tentang Perubahan
atas Permen KP No.25 tahun 2016 tentang Renstra KP 2015-2019, disebutkan
bahwa total target pembangunan sabuk pantai sampai tahun 2016 adalah sepanjang
20 Km. namun demikian, realisasi kinerja sampai dengan tahun 2016 dibandingkan
target menengah yang terdapat dalam perencanaan strategis organisasi sepanjang
12,65 Km atau tercapai ±63%. Meskipun realisasi kinerja tahun 2016 apabila
dibandingkan tahun 2015 cenderung meningkat, tetapi apabila dibandingkan target
kumulatif sampai dengan tahun 2016 atau sesuai dokumen Renstra organisasi maka
realisasi kinerja cenderung menurun. Penyebab penurunan realisasi kinerja sampai
tahun 2016 adalah adanya kebijakan efisiensi anggaran selama beberapa kali dalam
setahun yang berimplikasi kepada penghematan dan review terhadap program
kegiatan dan anggaran.
Pada tahun 2015 sabuk pantai yang ditargetkan sebesar 5 Km dan
terealisasi sepanjang 2,65 Km atau terealisasi 52%. Sedangkan tahun 2016 target
awal sebesar 15 Km tetapi dikarenakan efisiensi target berubah menjadi 10 Km.
Realisasi dari target TA 2016 sebesar 10 Km atau 100 %. Realisasi kinerja serta
capaian kinerja tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015 lebih tinggi. Untuk
sabuk pantai tahun 2017 melebihi target yang ditetapkan tahun 2016 yakni 15 km
dengan capaian tambahan di tahun 2017 sepanjang 3720 meter. Untuk Struktur
Hybrid penambahan di 2017 sepanjang 9890 meter. Untuk struktur concrete ada
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 66
mulai 2017 sepanjang 715 meter. Kendala yang dihadapi selama tahun 2017
meliputi: (i) Penggabungan 2 satker Direktorat Pendayagunaan Pesisir dengan
Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil menjadi Direkorat Pendayagunaan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, (ii) Terlambatnya perencanaan, dan (iii) Gagal lelang.
Terkait target 4 kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil/pantai utara Jawa
yang direhabilitasi melalui penanaman 900 ribu batang mangrove, target ini secara
jumlah batang tidak tercapai namun jumlah kawasan mencapai 9 kawasan sehingga
melebihi target. Jumlah capaian kawasannya 1) Pulau Lusi, Sidoarjo, 2) Pulau
Ngenang, Batam, 3) Pantai Desa Pabean Ilir, Kec. Pasekan, Kab. Indramayu, 4)
Sungai Kupah Kab. Kuburaya Kalbar, 5) Desa Lembar Selatan Kab. Lombok Barat,
NTB, 6) Pantai Lamtebu, Kel. Bira, Kota Makasar, Sulsel, 7) Pantai Lirang Pulau
Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara, 8) Desa Teluk Awur, Kab. Jepara, Jawa Tengah, 9)
Pulau Maratua dan Pulau Derawan di Kab. Berau, Kalimantan Utara. Mengingat
rehabilitasi diarahakan agar menggunan dana CSR maupun pihak ketiga lainnya
maka sesuai dengan amanat tersebut, untuk penanaman mangrove di Pulau
Ngenang, Batam dilakukan melalui kerjasama dengan pihak BUMN PT. Pertamina
Trans Continental melalui program Coorperate Social Responsibility (CSR); Badan
Pengelola Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk Pulau Lusi yang tumbuh mengelilingi
pulau; dengan Pemda Kabupaten/Kota dan International Fund for Agriculture
Development (IFAD) di Kuburaya, Lombok Barat, Kota Makasar dan Bitung, dan
dengan kelompok masyarakat di Indramayu. Hasil penanaman (1) Indramayu
sebanyak 52.000 bibit mangrove, (2) CSR Pertamina Trans Continental (anak
Perusahaan PT. Pertamina Tbk) sebanyak 10.000 bibit mangrove di Pulau Ngenang,
Batam, Prov. Kepulauan Riau, dan (3) Universitas Diponegoro di Teluk Awur, Jepara,
Jawa Tengah sebanyak 1.500 bibit.
Melihat kembali tahun 2016 target awal penanaman vegetasi mengalami
perubahan target dari semula 200.000 batang dikarenakan penghematan anggaran
tahap 3 sehingga merubah jumlah output menjadi 33.000 batang berdasar
pemotongan melalui surat ND. 603/PRL/VIII/2016 tanggal 22 Agustus 2016 perihal
Pemotongan/Penghematan Anggaran Tahap. Realisasi dari target TA 2016 sebesar
33.000 batang atau 100%. Hal ini berarti realisasi telah memenuhi target yang telah
ditetapkan. Untuk tahun 2017 dari target awal penanaman mangrove 900.000 batang
mengalami penyesuaian dikarenakan kegiatan penanaman bekerjasama dengan
CSR.
Untuk selanjutnya Rencana Aksi penanaman mangrove kedepan untuk
Tahun 2018-2023 di Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk kegiatan
Rehabilitasi Mangrove antara lain:
Nilai penting sosial ekonomi, program pemulihan pada ekosistem mangrove
alami dan buatan antara lain melalui kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan
mangrove bekerjasama dengan CSR BUMN dengan target 900.000
batang/tahun selama kurun waktu 2018 – 2023.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 67
Pembangunan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) sebanyak
25 kawasan selama 5 tahun kedepan (2018-2023).
Penyebab penurunan kinerja untuk tahun 2017 terkait jumlah batang
mangrove yang ditanam dikarenakan untuk penanaman mangrove arahannya
dilakukan melalui kerjasama dengan CSR dimana belum banyak pihak swasta
dengan CSR yang menaruh perhatian pada penanaman mangrove, jikalau adapun
seperti PT. Pertamina Trans continental jumlahnya batang mangrove yang ditanam
tidak signifikan besar jumlahnya (tidak mencapai ratusan ribu batang).
Penunjang keberhasilan kinerja tergantung pada:
1. CSR pihak swasta menaruh perhatian pada penanaman mangrove.
2. Perhatian dari pemerintah daerah terhadap penanaman mangrove.
3. Peran serta kelompok masyarakat setempat dalam memelihara pertumbuhan
bibit mangrove yang ditanam sampai dengan besar.
Sedangkan 1 kawasan pembangunan Pusat Restorasi Pembelajaran
Mangrove dan Pesisir (PRPM) telah dilaksanakan 100% di Pulau Lusi, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Lokasi pemulihan ekosistem mangrove yang dikembangkan
menjadi sarana edukasi, penelitian, dan wisata melalui pembangunan
sarana/prasarana pendukung (tracking mangrove, gardu pandang, pusat bibit, dan
lain-lain).
IKU 12. Jumlah perairan laut antar wilayah yang memiliki dokumen
RZ kawasan laut
Pada tahun 2016, Indikator Kinerja Utama Jumlah Perairan Laut Antar
Wilayah yang Memiliki Dokumen Rencana Zonasi Kawasan Laut merupakan
indikator kinerja yang termasuk dalam Indikator Kinerja Utama Jumlah Lokasi
Kawasan Laut dan Wilayah Pesisir yang Memiliki Rencana Zonasi dan/atau
Masterplan dan Bisnisplan yang akan Ditetapkan Menjadi Peraturan Perundangan.
Sebagai tindak lanjut tercapaianya IKU Perairan Laut Indonesia yang Memiliki
Dokumen Rencana Tata Ruang Laut Nasional, maka pada tahun 2017 ditetapkan
IKU Jumlah Perairan Laut Antar Wilayah yang Memiliki Dokumen Rencana Zonasi
Kawasan Laut dengan target 2 kawasan. Kawasan laut yang menjadi target
penyusunan rencana zonasi adalah Laut Jawa dan Selat Makassar.
Dasar hukum penetapan IKU ini adalah UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan Pasal 3 dan Pasal 43. Pada Pasal 3 ayat 5 berbunyi Rencana Zonasi
Kawasan Antarwilayah meliputi: Rencana Zonasi Teluk; Rencana Zonasi Selat; dan
Rencana Zonasi Laut. Pasal 43 ayat 4 menyatakan Perencanaan zonasi kawasan
laut merupakan perencanaan untuk menghasilkan rencana zonasi kawasan
strategis nasional, rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu, dan rencana
zonasi kawasan antarwilayah. Yang dimaksud dengan kawasan antarwilayah
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 68
adalah: teluk, selat dan laut. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan yang mendefinisikan Pengelolaan Ruang Laut adalah perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang Laut, dimana penyusunan
rencana zonasi kawasan antar wilayah merupakan perencanaan untuk dapat
dimanfaatkan harus dilegalkan sampai menjadi perpres. Setelah tersusunnya
Perpres dapat dilaksanakan pengendalian pemanfaatan berupa ; perizinan,
pemberian insentif, dan pengenaan sanksi (Pasal 46 UU No.32 Tahun 2014). Pada
tahun 2017 ditargetkan tersusunya Draft Ranperpres yang tahapannya antara lain :
1. Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi Kawasan antar Wilayah (Teluk, Selat
dan Laut) di Laut Jawa dan Selat Makassar yang tahapannya antara lain : FGD,
Pengumpulan Data Sekunder, Analisis Data dan Penyusunan Peta Tematik,
Penyusunan Dokumen Awal, Konsultasi Publik, Penyusunan Dokumen Antra
dan Penyusunan Dokumen Final.
2. Penyusunan Draft Perpres : Penyusunan draft Kepmen KP tentang Panitia Antar
Kementerian, Pembahasan Draft Perpres dengan BHO Sesditjen Pengelolaan
Ruang Laut, Rapat Koordinasi dengan Kementerian Koordinator Maritim,
Penyampaian Izin Prakarsa, Pembahasan alokasi ruang lintas K/L. Pada tahun
2018 akan ditindaklanjuti dengan tahapan yaitu :
a. Pemantapan Teknis Antar K/L dengan melakukan pertemuan di Pusat
dengan mengundang K/L (narasumber dan pakar) terkait, tujuannya untuk
memperoleh masukan dan saran secara teknis dan arahan kebijakan lintas
K/L terhadap kegiatan RZ Laut Jawa dan Selat Makassar.
b. Harmonisasi Ranperpres di Kemenkumham dengan melakukan pertemuan
harmonisasi di Kumham dengan mengundang narasumber terkait dengan
tujuan untuk mengarmonisasikan/mensinkronkan Ranperpres RZ Antar
Wilayah terhadap kegiatan RZ Laut Jawa dan Selat Makassar.
c. Penetapan di Setkab dengan melaksanakan pertemuan di Kemenkumham
dengan mengundang narasumber tujuan untuk menetapkan Ranperpres RZ
KSN Jabodetabekpunjur.
Setelah tersusunnya Rencana Zonasi di Teluk, Selat dan Laut maka dapat
dilaksanakan pemanfaatan yaitu penyusunan perpres sesuai UU No.32 tahun 2014
tentang Kelautan Pasal 44 Pemanfaatan ruang laut dilakukan melalui :
1. perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang Laut nasional
dan rencana zonasi kawasan Laut (KSN, KSNT dan antar wilayah);
2. perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan rencana tata ruang Laut
nasional dan rencana zonasi kawasan Laut (KSN, KSNT dan antar wilayah); dan
3. pelaksanaan program strategis dan sektoral dalam rangka mewujudkan rencana
tata ruang Laut nasional dan zonasi kawasan Laut (KSN, KSNT dan antar
wilayah).
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 69
Dokumen Pepres yang sudah ada menjadi dasar Pengawasan (tindakan
pemantauan, evaluasi, pelaporan) dan Pengendalian (perizinan, pemberian insentif,
pengenaan sanksi).
Pada tahun 2017 indikator kinerja utama Jumlah perairan laut antar wilayah
yang memiliki dokumen RZ kawasan laut ini target tercapai 100%, sebagaimana
pada tabel berikut:
Tabel 33. Target dan Realisasi IKU jumlah Jumlah perairan laut antar wilayah yang memiliki dokumen RZ kawasan laut tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah perairan laut antar wilayah yang memiliki dokumen RZ kawasan laut
2 2 100.00%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Pada capaian indikator di tahun 2017 apabila dibandingkan dengan target
untuk penyusunan Ranperpres sudah sesuai yaitu dokumen Draft Ranperpres yang
sudah dibahas lintas K/L yaitu pada Laut Jawa (Pembahasan Antar Kementerian 28
Desember 2017) dan Selat Makassar (Pembahasan Antar Kementerian tanggal 28
Desember 2017). Selain itu kegiatan yang sudah dilaksanakan selama triwulan IV
rapat internal pembahasan Dokumen Final Rencana Zonasi Laut Jawa dan Selat
Makassar yang dilaksanakan di Gedung Mina Bahari Kementerian Kelautan dan
Perikanan, pada tanggal 29 November 2017. Pada tahun 2018 direncanakan
rencana aksi, yaitu :
Percepatan penyampaian Ranperpres RZ Selat Makassar ke BHO KKP untuk
proses lebih lanjut
Percepatan penyampaian Ranperpres RZ Laut Jawa ke BHO KKP untuk proses
lebih lanjut
Sedangkan untuk pencapaian indikator ini sudah sesuai dengan Manual IKU
dengan teknik menghitung Jumlah kawasan perairan laut dan antar wilayah yang
memiliki dokumen rencana zonasi dengan satuannya berupa dokumen final rencana
zonasi, sedangkan Perpres merupakan tindaklanjut dari amanat UU No.32 tahun
2014 tentang Kelautan.
Pada tahun ini indikator kinerja jumlah perairan laut antar wilayah yang
memiliki dokumen RZ kawasan laut tersusun di 2 lokasi yaitu di Selat Makassar dan
Laut Jawa yang capaian fisiknya sebesar 100 %, sedangkan untuk capaian
keuangan, dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 70
Gambar 22. Pagu dan realisasi keuangan kegiatan rencana zonasi di laut jawa dan selat makassar
Pada gambar diatas menginformasikan realisasi Penyusunan Rencana Zonasi
Selat Makasar sebesar 99,93 % lebih besar dari realisasi laut jawa yaitu sebesar
99,93 %. Capaian indikator kinerja jumlah perairan antar wilayah yang memiliki
dokumen rencana zonasi kawasan laut bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 34. Target dan Realisasi IKU jumlah Jumlah perairan laut antar wilayah yang memiliki
dokumen RZ kawasan laut tahun 2017
Tahun 2016 2017
Pagu 292,050,000 842,720,000
Realisasi 291,810,000 841,533,000
Porsentase (%) 99.92 99.86
Lokasi 1 2
Setelah dibandingkan dengan capaian tahun 2016 realisasi keuangan di tahun
2017 lebih kecil, sedangkan jumlah lokasi lebih besar. Hal ini dikarenakan pada
tahun 2017 terfokus pada finalisasi RPP Perencanaan Ruang Laut dan RPP
Rencana Tata Ruang Laut Naional yang ditargetkan pada tahun 2016 sudah menjadi
PP tetapi pada tahun 2017 masih menunggu paraf dari ATR/BPN. Pencapaian
indikator ini bila dilihat dari effisiensi penggunaan sumber daya pada tahun 2016 dan
2017 dari keterlibatan narasumber lain, yaitu :
Gambar 23. Penggunaan sumberdaya manusia tahun 2016 dan 2017
Laut Jawa
Selat Makassar 185.570.000
657.150.000
184.793.000
656.740.000
R E A L I SA S I R E N C A N A Z O N A S I D I L AU T JAWA DA N S E L AT M A K A S S A R
Pagu Realisasi
Pagu IKU RZ Selat, Teluk dan Laut
Belanja Jasa Profesi mendukung IKU RZ Selat, …
Porsentase terhadap pagu
292.050.000
125.100.000
43
842.720.000 289.000.000
34
PENG GUNAAN SUMBERDAYA MANUSIA TAHUN 2016 DAN 2017
2017 2016
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 71
Pada gambar diatas menunjukkan penggunaan sumberdaya manusia untuk
tahun 2017 lebih effisien sebesar 34 % sedangkan pada tahun 2016 sebesar 43 %.
Adanya hal ini dikarenakan target lokasi pada tahun 2016 sebanyak 1 lokasi
sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 2 lokasi, sehingga dapat disimpulkan
penggunaan sumberdaya tahun 2016 lebih effisien dengan anggaran sebesar 125
juta untuk 1 lokasi sedangkan 2017 anggaran sebesar 289 untuk 2 lokasi.
IKU 13. Jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan
(kawasan)
Kawasan wisata bahari adalah kawasan dengan kegiatan wisata yang
berkaitan dengan laut dan pantai seperti wisata selam/snorkeling, wisata bahari
alam, dolphin watching, dan memancing. Indikator Kinerja Utama Jumlah Kawasan
Wisata Bahari yang dikembangkan melalui kegiatan pembangunan sarana/prasarana
ekowisata (kapal wisata, dermaga apung, alat selam, alat keselamatan/jaket
pelampung, rumah apung, tracking mangrove, gazebo, landmark , dll ) untuk
dikembangkan sebagai destinasi wisata bahari. Kawasan wisata bahari yang
dikembangkan meliputi Kawasan wisata bahari yang menjadi kewenangan KKP dan
Kewenangan Pemerintah daerah sesaui dengan UU no. 23, tahun 2014. ada
kemungkinan termasuk ke dalam kawasan destinasi wisata yang telah ditetapkan
oleh Kementerian Pariwisata Koordinasi dilakukan dimana Kementerian Kelautan
dan Perikanan menyiapkan destinasi wisata bahari sedangkan Kementerian
Pariwisata melakukan promosi dan publikasi destinasi wisata bahari tersebut dan
pengembangan lebih lanjut. Pengembangan kawasan wisata bahari ini dimaksudkan
untuk meningkatkan kegiatan wisata yang berbasis ekowisata dalam upaya
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir serta
meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan kegiatan wisata bahari
yang berkelanjutan.
Target IKU Jumlah Kawasan Wisata Bahari yang dikembangkan pada tahun
2017 adalah 1 kawasan. Pengukuran target IKU dilakukan dengan melakukan
inventarisasi hasil pengembangan kawasan wisata bahari melalui parameter
kawasan wisata bahari yang mendapatkan bantuan sarana/prasarana wisata bahari
untuk mendukung pengembangan ekowisata bahari baik kawasan yang menjadi
kewenangan KKP maupun mendukung pengembangan kawasan wisata daerah
(yang menjadi kewenangan daerah) berupa Bantuan Pemerintah bagi kelompok
/lembaga masyarakat berbasis ekowisata . Indikator ini dilakukan dengan
menginventaris sarana/prasarana yang ada dengan membandingkan sarana yang
sudah dimiliki pada tahun sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk melihat peningkatan
kemandirian kelompok/ lembaga dalam mengelola ekowisata bahari. Sarana yang
diberikan kepada kelompok atau pengelola diberikan maksimal 2 kali/2 tahun dengan
jenis sarana/prasarana yang berbeda. Pertimbangan dengan pemberian bantuan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 72
kepada kelompok/lembaga berdasarkan pada verifikasi proposal dan verifikasi
lapangan. Pada tahun 2017 dilakukan (i) pemberian bantuan perahu wisata
kapasitas 12 org di Bintan dan Pulau Lusi (1 unit/lokasi), (ii) Bantuan 4 paket papan
nama, papan informasi dan penunjuk arah di Bintan, Kulonprogo, Bima dan Pulau
Lusi, kawasan ekowisata yang menjadi kewenangan KKP (iii) Bantuan Gazebo 1
unit di Sekotong, Lombok Barat, (iv) Bantuan Kano 1 unit di Sekotong, Lombok
Barat, (v) Pembuatan Masterplan di Pulau Lusi dan Pulau Cemara Besar dengan
hasil target 1 kawasan (tercapai 100%) sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 35. Target dan realisasi iku jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah Kawasan Wisata Bahari yang
dikembangkan (Kawasan)
1 5 500
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Jika dibandingkan dengan target 15 kawasan tercapai 100% tahun 2015,
target 3 kawasan tercapai 100% tahun 2016 dan target 1 kawasan tercapai 500%
tahun 2017, selama 3 tahun terakhir jumlah kawasan wisata bahari yang
dikembangkan selalu memenuhi target yang diharapkan dari rencana program,
berikut perbandingan terhadap tahun-tahun sebelumnya:
Tabel 36. Perbandingan Nilai jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan Tahun 2017
Terhadap Realisasi Tahun 2015, 2016 dan 2017, Serta Terhadap Target Jangka Menengah (2019)
INDIKATOR KINERJA REALISASI
2015
REALISASI
2016
REALISASI
2017
Thdp
TARGET
JANGKA
MENENGAH
Jumlah kawasan wisata bahari
yang dikembangkan
15 3 5 5
Penggunaan sumberdaya dengan memanfaatkan sumberdaya lokal (dinas)
untuk membantu pelaksanaan kegiatan sehingga efisiensi dalam hal penggunaan
anggaran. Program/Kegiatan yang menunjang keberhasilan didasarkan pada hasil
proposal dari calon penerima bantuan pemerintah sehingga tepat sasaran. Untuk
menunjang hasil yang dicapai dari tahun 2017 ini maka dilakukan Pelatihan
keterampilan terkait wisata serta Bimbingan Teknis Wisata untuk meningkatkan
kapasitas SDM dalam pengelolaan wisata bahari di beberapa lokasi. Berikut adalah
tabel jenis bantuan masyarakat yang telah di sampaiakan kelokasi:
Tabel 37. Jenis bantuan masyarakat tahun 2017
No. Lokasi Jenis Bantuan Jumlah
1. Pulau Lusi Papan Nama 1
Media Informasi 1
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 73
Penunjuk arah 2
Perahu wisata 1
2. Kab. Bintan, Kepri Papan Nama 1
Media Informasi 1
Penunjuk arah 2
Perahu wisata 1
3. Kab. Lombok Barat, NTB Balai-balai (Berugak) 2
Perahu Kano 2
4. Kab. Kulonprogo, DI Yogyakarta
Papan Nama 1
Media Informasi 2
Penunjuk arah 2
5. Kab. Kulonprogo, DI Yogyakarta
Papan Nama 1
Media Informasi 2
Penunjuk arah 2
IKU 14. Nilai Kesesuaian Bantuan Pemerintah lingkup Ditjen
Pengelolaan Ruang Laut (%)
Pada tahun 2017, Nilai Kesesuaian Bantuan Pemerintah Lingkup Ditjen PRL
merupakan indikator kinerja baru sebagai implementasi dari penyaluran bantuan
pemerintah lingkup Ditjen PRL yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Nilai
Kesesuaian merupakan suatu ukuran atas kesesuaian antara rencana (kebutuhan)
dan realisasi penyaluran bantuan pemerintah oleh Ditjen PRL untuk pemerintah
daerah atau masyarakat berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Pengukuran
dilakukan berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi penyaluran bantuan pemerintah
berdasarkan kesesuaian kebutuhan, sasaran, kontrak (spesifikasi, jumlah, dan
waktu), dan infrastruktur pendukung.
Nilai kesesuaian bantuan pemerintah merupakan IKU baru pada tahun 2017
dengan target nilai kesesuaian bantuan pemerintah sebesar 80% yang berarti
minimal 80% bantuan pemerintah yang disalurkan kepada pemerintah
daerah/masyarakat telah sesuai kebutuhan, sasaran, kontrak, dan infrastruktur
pendukung dari kegiatan-kegiatan yang direncanakan. Target kesesuaian bantuan
pemerintah Ditjen PRL adalah penyaluran bantuan pemerintah untuk kegiatan: (1)
Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, (2) Pemanfaatan Jasa Kelautan, dan
(3) Keanekaragaman Hayati Laut yang Dilindungi, Dilestarikan dan/atau
Dimanfaatkan.
Penilaian indikator ini dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian
Kelautan dan Perikanan, dengan tujuan untuk mengukur implementasi dari
penyaluran bantuan pemerintah lingkup Ditjen PRL Pada tahun 2017 dilakukan
terhadap kegiatan prioritas yaitu pemberian bantuan dermaga apung di 4 lokasi yaitu
Pariaman (Pulau Tangah), Indragiri Hilir (Pulau Cawan), Pangandaran (PPI
Nusawiru) dan Wakatobi (Pulau Wangi-Wangi) dengan hasil nilai 83,33 dari target 80
(tercapai 104,16%) sebagaimana pada tabel berikut:
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 74
Tabel 38. Target dan Realisasi IKU nilai kesesuaian bantuan pemerintah Lingkup Ditjen PRL Tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Nilai kesesuaian bantuan pemerintah Lingkup
Ditjen PRL (%)
80 83,33 104,16
Sumber data: Inspektorat Jenderal, KKP
SS.4. Tersedianya Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan
yang Efektif
Dalam rangka mencapai Sasaran Strategis Tersedianya Kebijakan
Pembangunan KP yang Efektif, Ditjen PRL menjabarkannya dalam 1 (satu) Indikator
kinerja, yaitu Indeks Efektifitas Kebijakan Pemerintah. Target yang ditetapkan untuk
mengukur keberhasilan indikator kinerja pada sasaran strategis ini, serta realisasi
pada tahun 2017 ini dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 39. Target dan Realisasi Sasaran Strategis Tersedianya Kebijakan Pembangunan KP yang Efektif
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Indeks efektifitas kebijakan pemerintah 7,7 8.08 104.94%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
IKU 15. Indeks efektifitas kebijakan pemerintah
Efektivitas adalah suatu kriteria yang digunakan untuk menilai hasil atau
akibat dari implementasi suatu kebijakan publik berdasarkan indikator-indikator yang
ditetapkan dalam dokumen kebijakan tersebut. Efektivitas kebijakan pemerintah
adalah keputusan yang diambil oleh Ditjen PRL melalui penerbitkan Peraturan Dirjeni
dan/atau Keputusan Dirjen dapat dilaksanakan dan mampu menyelesaikan masalah
sesuai dengan tujuan pembuatan kebijakan tersebut.
Indeks efektivitas kebijakan pemerintah adalah suatu ukuran untuk menilai
sejauh mana kebijakan yang diterbitkan oleh Ditjen PRL dapat diterima oleh
stakeholders pesisir dan pulau-pulau kecil, serta mampu menyelesaikan masalah
sesuai dengan tujuan pembuatan kebijakan tersebut.
Teknik Menghitung : Melakukan survey melalui prosedur sebagai berikut: (a)
konsistensi nilai jawaban responden; (b) pemberian skor nilai skala (methods of
summated ratings); (c) standarisasi skor nilai skala; (d) penetapan angka indeks,
dengan besaran angka indeks bergerak dari ‘0’ sampai dengan ‘1’; dan (e) analisis
dan interpretasi nilai indeks.
Hasil kegiatan indeks efektivitas kebijakan pemerintah lingkup Direktorat
Jenderal Pengelolaan Ruang Laut diperoleh setelah melalui beberapa tahapan yang
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 75
meliputi rapat koordinasi dengan direktorat teknis lingkup Ditjen PRL, inventarisasi
kebijakan/peraturan yang akan disurvey setiap unit Eselon II sesuai dengan
Perjanjian Kinerja, penetuan responden, penyusunan kuesioner, survey efektivitas
kebijakan pemerintah, pengolahan hasil dan penyusunan laporan.
Pelaksanaan kegiatan Indeks Efektivitas Kebijakan Pemerintah Lingkup Ditjen
PRL, dimulai dari bulan April – November 2017. Adapun peraturan/kebijakan yang
dilakukan survey oleh masing-masing unit eselon II telah dilaksanakan dengan baik
dan menghasilkan angka indeks sebagaimana disajikan pada Tabel 40 berikut:
Tabel 40. Indeks Efektivitas Kebijakan Pemerintah Ditjen PRL
NO. UNIT KERJA KEBIJAKAN YANG DI SURVEY NILAI
INDEKS
1 Setditjen PRL Perdirjen Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Perdirjen KP3K Nomor 03 Tahun 2010 Kode Etik Pegawai
Di Lingkungan Ditjen KP3K
7,19
2 Direktorat PRL Permen 23 Tahun 2016 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
8,69
3 Direktorat PPPK Permen KP Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Tatacara Rehabilitasi Pesisir PPPK
8,20
4 Direktorat JASKEL
Permenkp Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Perubahan Permen KP Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Perizinan
Reklamasi di WP3K
7,84
5 Direktorat KKHL Permen KP Nomor 02 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan
8,51
NILAI INDEKS LEVEL I (RATA-RATA) 8,08
Pada Tabel 40 menunjukan bahwa nilai indeks efektivitas kebijakan
Peraturan Dirjen KP3K Nomor 03 Tahun 2010 tentang Kode Etik Pegawai di
Lingkungan Ditjen KP3K dan Peraturan Dirjen KP3K Nomor 01 Tahun 2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Dirjen Nomor 03 Tahun 2010 tentang Kode Etik Pegawai
di Lingkungan Ditjen KP3K adalah 7,19, indeks efektivitas kebijakan Permen
KP Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Perencanaan Pengelolaan WP3K adalah
8,69, indeks efektivitas kebijakan Permen KP Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Tatacara Rehabilitasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil adalah 8,20, indeks efektivitas
kebijakan Permen KP Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Perubahan Permen KP
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Perizinan Reklamasi di WP3K adalah 7,84 dan
indeks efektivitas kebijakan Permen KP Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan adalah 8,51.
Maka dari hasil diatas, diperoleh nilai indeks efektivitas kebijakan pada Level
I sebesar 8,08 yang merupakan nilai capaian IKU 15 pada Perjanjian Kinerja Direkur
Jenderal Pengelolaan Ruang Laut.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 76
Nilai indeks efektivitas kebijakan pemerintah Direktorat Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut diperoleh dari hasil rata-rata capaian nilai indeks level eselon 2
sebagaimana dijelaskan diatas. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai indeks level
I Ditjen PRL sebesar 8,08. Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan kebijakan
lingkup Ditjen PRL sudah cukup efektif namun masih perlu dilakukan evaluasi
dan perbaikan khususnya yang terkait dengan Peraturan Dirjen KP3K Nomor 03
Tahun 2010 tentang Kode Etik Pegawai di Lingkungan Ditjen KP3K dan Peraturan
Dirjen KP3K Nomor 01 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Dirjen
Nomor 03 Tahun 2010 tentang Kode Etik Pegawai di Lingkungan Ditjen KP3K;
Permen KP Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Perencanaan Pengelolaan WP3K;
Permen KP Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Tatacara Rehabilitasi Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil; KP Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Perubahan Permen KP
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Perizinan Reklamasi di WP3K; dan Permen KP
Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi
Perairan.
Jika dibandingkan dengan dengan capaian tahun 2015 belum bisa di hitung
dikarenakan IKU ini baru ada tahun 2016, terhadap capaian 2016 yang tercapai
7,79% dari target 6,5. Nilai tersebut, menunjukkan bahwa kebijakan Ditjen PRL
khususnya terkait dengan larangan pengeluaran ikan hiu koboi dan hiu martil dari
Wilayah NKRI Ke Luar Wilayah NKRI sudah berjalan dengan baik, jika dibandingkan
capaian 2017 yang mengalami peningkatan target dan capaian yang diharapkan
dengan tercapainya 8,08 dari target 7,7, berikut perbandingan terhadap tahun-tahun
sebelumnya :
Tabel 41. Perbandingan Nilai indeks efektivitas kebijakan pemerintah Tahun 2017 Terhadap Realisasi Tahun 2015, 2016 dan 2017, Serta Terhadap Target Jangka Menengah (2019)
INDIKATOR KINERJA REALISASI
2015
REALISASI
2016
REALISASI
2017
Thdp TARGET
JANGKA
MENENGAH
Indeks efektivitas kebijakan
pemerintah
Belum ada 7,79 8,08 7,90
SS.5. Terselenggaranya Tata Kelola Pemanfaatan Pemanfaatan
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan yang Berkeadilan,
Berdaya Saing dan Berkeadilan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 77
Dalam rangka mencapai Sasaran Strategis Terselenggaranya Tata Kelola
Pemanfaatan SDKP yang Berkeadilan,Berdaya Saing dan Berkelanjutan , Ditjen PRL
menerjemahkannya kedalam 6 Indikator Kinerja Utama, yaitu: (1) Jumlah Lokasi
Kawasan Laut dan Wilayah Pesisir yang Memiliki Rencana Zonasi dan/atau
Masterplan dan Bisnisplan yang akan Ditetapkan Menjadi Peraturan Perundangan,
(2) Jumlah penambahan luas kawasan konservasi (Ha), Jumlah Pesisir dan Pulau-
pulau kecil yang dibangun sarana prasarananya (pulau), Jumlah kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil yang meningkat ketangguhannya terhadap bencana dan dampak
perubahan iklim (kawasan), Kawasan di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pantura Jawa
yang direhabilitasi (batang) dan Jumlah luas lahan yang difasilitasi (ha).
Target yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja pada
sasaran strategis ini, serta realisasi pada tahun 2017 tentang penjelasan capaian
masing-masing indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut:
IKU 16. Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang
memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan
yang akan ditetapkan menjadi peraturan perundangan
(kawasan)
Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana zonasi
dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan ditetapkan menjadi peraturan
perundangan merupakan banyaknya Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan/atau
Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) yang memiliki dokumen rencana
zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan. Kawasan strategis nasional dan KSNT
meliputi kawasan laut, selat, teluk antar wilayah, dan pulau-pulau kecil terluar
(PPKT). Dasar hukum adanya IKU ini adalah UU Nomor: 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan Pasal 43 ayat 4 (Perencanaan zonasi kawasan laut merupakan
perencanaan untuk menghasilkan rencana zonasi kawasan strategis nasional,
rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu, dan rencana zonasi kawasan
antarwilayah) dan Pasal 4 ayat 4 (Penyusunan RTRLN, RZ KSN, RZ KSNT, dan
rencana zonasi Kawasan Antarwilayah dilaksanakan dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait), Sedangkan untuk KSNT dasar hukumnya selain UU
No.32 Tahun 2014 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor: 62 Tahun 2010 tentang
Pemanfaatan PPKT, bahwa dalam pemanfataan PPKT dilakukan berdasarkan
Rencana Zonasi (RZ) yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
Indikator kinerja ini diukur melalui penghitungan jumlah lokasi KSN/KSNT
kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan
dan bisnisplan yang akan ditetapkan menjadi peraturan perundangan. Pada
indikator ini di tahun 2017 mengalami perubahan dalam pencapaian target, dimana
kawasan selat, teluk dan antar wilayah tidak mendukung pencapaian dalam IKU ini,
tetapi IKU Jumlah Perairan Laut Antar Wilayah yang Memiliki Dokumen Rencana
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 78
Zonasi Kawasan Laut. Sedang yang mendukung pencapaian IKU Jumlah lokasi
kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan
dan bisnisplan yang akan ditetapkan menjadi peraturan perundangan (kawasan)
adalah penyusunan rencana zonasi/masterplan di KSN, KSNT dan lokasi SKPT.
Tahapan pencapaian output di indikator ini memiliki perbedaan untuk tahapan
penyusunan dan pemanfaatan output masterplan, rencana zonasi di KSN, KSNT dan
lokasi SKPT yaitu :
1. Penyusunan Masterplan di Sabang dan Sumba Timur, tahapannya pengumpulan
data sekunder, penyusunan draft masterplan, pengumpulan data primer dan
sekunder di daerah, FGD di daerah, pembahasan hasil survey, konsultasi teknis
dan Penyusunan Dokumen Masterplan. Hasil dari kegiatan ini
diimplementasikan oleh Ditjen Perikanan Budidaya.
2. Penyusunan Rencana Zonasi di Jabodetabekpunjur dan BBK, dalam pencapaian
outputnya untuk menjadi perpres sama dengan rencana zonasi antar wilayah
yaitu
a. Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi di Jabodetabekpunjur dan BBK
yang tahapannya antara lain : FGD, Pengumpulan Data Sekunder, Analisis
Data dan Penyusunan Peta Tematik, Penyusunan Dokumen Awal,
Konsultasi Publik, Penyusunan Dokumen Antra dan Penyusunan Dokumen
Final.
b. Penyusunan Draft Perpres Rencana Zonasi di Jabodetabekpunjur dan BBK,
melalui proses : Penyusunan draft Kepmen KP tentang Panitia Antar
Kementerian, Pembahasan Draft Perpres dengan BHO Sesditjen
Pengelolaan Ruang Laut, Rapat Koordinasi dengan Kementerian
Koordinator Maritim, Penyampaian Izin Prakarsa, Pembahasan alokasi
ruang lintas K/L. Pada tahun 2018 akan ditindaklanjuti dengan tahapan
yaitu : Pemantapan Teknis Antar K/L, Harmonisasi Ranperpres di
Kemenkumham dan Penetapan di Setkab
Hasil Dokumen Penyusunan Rencana Zonasi di Jabodetabekpunjur dan BBK
penggunaannya sama dengan Rencana Zonasi di Laut Jawa dan Selat Makasar
yaitu sebagai dasar pemanfaatan (perpres), Pengawasan (tindakan
pemantauan, evaluasi, pelaporan) dan Pengendalian (perizinan, pemberian
insentif, pengenaan sanksi).
3. Penyusunan Rencana Zonasi di Maratua, Sambit dan Senoa dalam pencapaian
outputnya untuk menjadi Permen melalui tahapan : Kegiatan Pengumpulan Data
Sekunder, Penyusunan/Perbaikan Dokumen Final dan Draft Ranpermen, FGD
Lintas Kementerian/Lembaga, Harmonisasi dengan Biro Hukum, Legalisasi
Ranpermen menjadi Permen Kelautan dan Perikanan.
Permen KP Rencana Zonasi di Maratua, Sambit dan Senoa sebagai dasar dalam pemanfaatan PPKT (KSNT) sesuai dengan PP No.62 Tahun 2010 tentang Pemanfatan PPKT Pasal 4 Ayat 1 Pemanfaatan PPKT dilakukan berdasarkan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 79
Rencana Zonasi yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan masukan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Target yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja pada
IKU ini, serta realisasi pada tahun 2017 ini dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 42. Target dan Realisasi IKU Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan ditetapkan menjadi peraturan perundangan
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan ditetapkan menjadi peraturan perundangan
7 7 100
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Dalam rangka memenuhi target 7 lokasi pada tahun 2017, telah dilakukan
tahap-tahap kegiatan penyusunan rencana zonasi/masterplan/bisnisplan untuk lokasi
KSN/KSNT yang meliputi: (1) Sabang, (2) Sumba Timur, (3) Pulau Senoa, (4) Pulau
Sambit, (5) Pulau Maratua, (6) Kawasan Batam-Bintan-Karimun (BBK), dan (7)
Kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur (Jabodetabekjur).
Pada capaian indikator di tahun ini realisasi sudah sesuai dengan target
dengan didukung oleh kegiatan-kegiatan:
1. Penyusunan Masterplan SKPT Sabang dan Sumba Timur dan telah diserahkan
ke Ditjen Perikanan Budidaya pada tanggal 22 Juni 2017.
2. Penyusunan Rencana Zonasi KSNT di Pulau Maratua dan Sambit sudah
tersusun Dokumen Rencana zonasi KSNT dan draft permen-nya posisi saat ini di
Biro Hukum KP untuk selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan, sedangkan untuk Rencana Zonasi KSNT di Pulau Senoa sudah
tersusun Dokumen Rencana Zonasi dan Draft Permennya pada tahun 2018 akan
ditindaklanjuti oleh Biro Hukum KP.
3. Penyusunan Rencana Zonasi di KSN sudah tersusun dokumen perencanaannya,
sedangkan untuk perkembangan Ranperpres untuk BBK dan Jabodetabekpunjur
yaitu :
Batam Bintan Karimun (BBK)
Penyampaian Ijin Prakarsa tanggal 05/10/2017 (Nota Dinas No.
ND.600/DJPRL.1/X/2017)
Pembahasan alokasi ruang lintas K/L sudah dilaksanakan tanggal 23
Oktober 2017
Pembahasan Drat Ranperpres RZ KSN BBK tanggal 31 Oktober 2017
Penyampaian Ranperpres RZ KSN BBK, Peta Pola Ruang, Peta Struktur
Ruang dan Kronologis kegiatan kepada Dirjen PRL, Sesditjen PRL, dan
Kepala BHO pada tanggal 4 November 2017 (Ranperpres, Peta, Indikasi
Program, Daftar Koordinat).
Jabodetabekpunjur
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 80
REALISASI ANGGARAN IKU 16 TAHUN 2017
Pagu Realisasi
Penyampaian Ijin Prakarsa tanggal 05/10/2017 (Nota Dinas No.
ND.600/DJPRL.1/X/2017)
Penyampaian Ranperpres, Peta Pola Ruang, Peta Struktur Ruang dan
Kronologis kegiatan kepada Dirjen PRL, Sesditjen PRL, dan Kepala BHO
tanggal 16 Oktober 2017 (Ranperpres, Peta, Indikasi Program, Daftar
Koordinat).
Pembahasan Ranperpres tentang RZ KSN Jabodetabekpunjur (Internal
KKP) dilaksanakan tanggal 14 November 2017 di R.R BHO, Gedung
Minabahari 3 Lt.3B,KKP,Jakarta.
Pembahasan Perbaikan Rancangan Final Perpres RZ KSN
Jabodetabekpunjur dilaksanakan tanggal 28 November 2017 di R.R
Direktur PRL,KKP,Jakarta.
Sinkronisasi dan harmonisasi RZ KSN dan RZWP-3-K Provinsi DKI
Jakarta dilaksanakan tanggal 6 Desember 2017 di R.R Direktur PRL,
KKP, Jakarta.
Pada tahun ini indikator kinerja Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah
pesisir yang memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan
ditetapkan menjadi peraturan perundangan (kawasan) ditargetkan tersusun di 7
lokasi yang capaian fisiknya sebesar 100 %, sedangkan untuk capaian keuangan,
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 24. Target dan realisasi IKU 16 tahun 2017
Pada gambar ini menunjukkan realisasi kegiatan untuk semua lokasi sama
yaitu sebesar 100 %, yang berbeda dalam waktu pencapaian dimana masterplan di
Sabang dan Sumba Timur sudah tercapai 100 % pada bulan juni 2017.
Capaian indikator kinerja Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang
memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan ditetapkan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 81
menjadi peraturan perundangan (kawasan) bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 43. Perbandingan realisasi IKU Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan ditetapkan menjadi peraturan perundangan terhadap tahun sebelumnya
Tahun 2016 2017
Pagu 7,768,270,000 1,912,140,000
Realisasi 7,754,480,900 1,912,140,000
Porsentase (%) 99.82 100
Lokasi 14 7
Setelah dibandingkan dengan capaian tahun 2016 realisasi keuangan di tahun 2017
lebih besar porsentasenya, sedangkan jumlah lokasi lebih kecil. Adanya hal ini
sesuai antara anggaran dengan capaian kegiatan.
Pencapaian indikator ini bila dilihat dari effisiensi penggunaan sumber daya pada
tahun 2016 dan 2017 dari keterlibatan narasumber lain, yaitu :
Gambar 25. Effisiensi penggunaan sumber daya pada tahun 2016 dan 2017 dari keterlibatan
narasumber lain tahun 2017
Pada gambar diatas menunjukkan penggunaan sumberdaya manusia untuk
tahun 2017 lebih effisien sebesar 35 % sedangkan pada tahun 2016 sebesar 51 %.
Adanya hal ini dikarenakan target lokasi pada tahun 2016 sebanyak 14 lokasi
sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 7 lokasi. Sehingga dapat disimpulkan
penggunaan sumberdaya di tahun 2017 lebih efisien karena belanja jasa profesi 600
Juta untuk 7 lokasi dibandingkan tahun 2016 karena belanja jasa profesi sebesar 3,9
Milyar untuk 14 lokasi.
Pagu IKU RZ/Masterplan di KSNT/KSN
Belanja Jasa Profesi mendukung IKU RZ/Masterplan di KSNT/KSN
Porsentase terhadap pagu
7.768.270.000
3.967.030.000
51
1.912.140.000
669.900.000
35
Penggunaan Sumberdaya Manusia Tahun 2016 dan 2017
2017 2016
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 82
IKU 17. Jumlah penambahan luas kawasan konservasi (Ha)
Indikator Kinerja Utama Jumlah Penambahan Luas Kawasan Konservasi
adalah jumlah penambahan luas kawasan konservasi baru yang dicadangkan
melalui Surat Keputusan Kepala Daerah atau Surat Keputusan Menteri yang diatur
melalui beberapa tahapan sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan.
Tahapan yang harus dilakukan untuk kawasan konservasi yang baru adalah: usulan
inisiatif, identifikasi dan penilaian potensi calon kawasan konservasi perairan, dan
pada akhirnya pencadangan kawasan melalui SK Kepala Daerah/Menteri. Target
indikator kinerja pada tahun 2017 sebesar 700.000 Ha penambahan luas kawasan
konservasi perairan baru yang telah dicadangkan melalui SK Kepala Daerah.
Penghitungan penambahan luas kawasan konservasi perairan adalah dengan
menginventarisasi dan menjumlahkan luas kawasan konservasi baru yang telah
dicadangkan melalui SK Kepala Daerah/SK Menteri dan menambahkan luasan
kawasan konservasi tersebut ke dalam data base capaian kumulatif kawasan
konservasi perairan yang ada dalam data base kawasan konservasi perairan di
Ditjen PRL.
Pencapaian penambahan luas kawasan Konservasi perairan pada tahun 2017
adalah sebesar 1.179.342 ha atau mencapai 168% dari target tahun 2017 sebesar
700.000 ha. Target dan realisasi kinerja beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 44. Perbandingan target dan realisasi penambahan luas kawasan konservasi perairan
terhadap tahun-tahun sebelumnya
Tahun Target (ha) Realisasi (ha) Persentase
(%)
2015 500.000 851.670 170
2016 600.000 1.144.037 190
2017 700.000 1.179.342 168
Pencapaian target penambahan luas yang dicapai oleh Dit KKHL dari tahun
2015 melebih dari 100%, dimana pencapaian target pada tahun 2017 di peroleh
dengan dicadangkannya kawasan Konservasi perairan di 7 (tujuh) Provinsi yaitu
Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Kalimantan Barat,
Provinsi Bali, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi
Sulawesi Barat. Rincian penambahan luas kawasan dapat di lihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 45. Rincian penambahan luas kawasan tahun 2017
No Nama Kawasan Luas
Kawasan Provinsi Kab/Kota SK Pencadangan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 83
No Nama Kawasan Luas
Kawasan Provinsi Kab/Kota SK Pencadangan
1 Kawasan Konservasi Peraran - Taman Wisata Perairan Pulau Wawonii
28,340.00
Provinsi Sulawesi Tenggara
Konawe Kepulauan
Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara
nomor 725 Tahun 2016 tanggal 30 Desember
2016
2 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Karangasem
5,856.31
Provinsi Bali
Karangasem Keputusan Gubernur Bali 375/03-L/HK/2017
tanggal 19 Januari 2017
3 Kawasan Konservasi Taman Pulau Kecil Kepulauan Tatoareng dan Perairan sekitarnya
167,398.00
Provinsi Sulawesi
Utara
Kepulauan Sangihe
Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 170 tanggal 12 April
2017
4 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan
174,166.30
Provinsi Sumatera
Barat
Pesisir Selatan
Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor
523-6-150 - 2017 7 Februari 2017
5 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kota Padang
459.86
Provinsi Sumatera
Barat
Kota Padang
Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor
523-6-150 - 2017 7 Februari 2017
6 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Pasaman Barat
6,785.80
Provinsi Sumatera
Barat
Pasaman Barat
Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor
523-6-150 - 2017 7 Februari 2017
7 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kab. Mamuju
67,000.00
Provinsi Sulawesi
Barat
Mamuju Keputusan Gubernur Sulawesi Barat Nomor
188.4/526/sulbar/IX/2016 6 September 2016
8 Taman Pulau Kecil Pulau Randayan
133,779.00
Provinsi Kalimantan
Barat
Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 193/DKP/2017 tanggal
21 Februari 2017
9 Taman Pesisir Paloh 105,252.79
Provinsi Kalimantan
Barat
Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 193/DKP/2017 tanggal
21 Februari 2017
10 Taman Pesisir Kubu Raya
301,845.94
Provinsi Kalimantan
Barat
Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 193/DKP/2017 tanggal
21 Februari 2017
11 Taman Pulau Kecil Kendawan
188,458.29
Provinsi Kalimantan
Barat
Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 193/DKP/2017 tanggal
21 Februari 2017
1,179,342.29
Pencapaian penambahan luas kawasan Konservasi perairan di tahun 2017
yang melebihi 100% dari target disebabkan oleh tingginya komitmen dari Pemerintah
Pusat dan Daerah untuk membentuk kawasan Konservasi perairan serta kesadaran
masyarakat dalam menjaga kelestarian alam di daerahnya. Kerjasama dengan
stakeholders seperti NGO serta perguruan tinggi di Indonesia turun mendukung
percepatan pembentukan kawasan Konservasi di Indonesia.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 84
Penurunan anggaran kegiatan menyebabkan Ditjen PRL mengoptimalkan
kerjasama dengan pemerintah provinsi serta berbagai mitra dalam pencadangan
kawasan Konservasi, kegiatan yang mendukung tercapainya kinerja ini adalah
identifikasi potensi calon kawasan Konservasi perairan daerah, penetapan kawasan
Konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil, kolaborasi dengan pemda dan
NGO untuk proram pencadangan kawasan Konservasi serta mendorong proses
percepatan P3D (Personil, Pendanaan, Prasarana dan Sarana dan Dokumen)
Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
IKU 18. Jumlah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dibangun sarana
prasarananya (pulau)
Target Indikator Kinerja Utama Jumlah Pulau-Pulau Kecil yang Dibangun
Sarana Prasarananya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Penghitungan
dilakukan secara komulatif dari tahun-tahun sebelumnya. Target tahun 2015 sebesar
20 pulau mengalami penambahan 5 pulau pada tahun 2016 sehingga menjadi 25
pulau. Pada tahun 2017, target secara komulatif berjumlah 31 pulau atau mengalami
penambahan 6 pulau dari tahun sebelumnya. Penambahan 6 pulau inilah yang
menjadi target pembangunan sarana-prasarananya pada tahun 2017.
Target yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja pada
sasaran strategis ini, serta realisasi pada tahun 2017 ini dijelaskan pada tabel
berikut:
Tabel 46. Target dan Realisasi Jumlah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dibangun sarana prasarananya (pulau)
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dibangun sarana prasarananya (pulau)
31 52* 167,74%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Kawasan pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dibangun sarana-prasarananya
adalah wilayah pesisir dan PPK/PPKT dimana dilakukan pengadaan sarana-
prasarana dasar misalnya jetty dan sarana-prasarana pendukung ekonomi produktif
(misalnya: alat selam, jukung, chest freezer, cool box, jarring, genset, kompresor).
Sarana dan pasarana yang dibangun ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
setempat. Hasil dari pelaksanaan yang menunjang IKU ini adalah:
1. Pembangunan dermaga apung di 4 Kabupaten pada 4 Provinsi yaitu
Kabupaten Indragiri Hilir (Provinsi Riau), Kabupaten Pangandaran (Provinsi
Jawa Barat), Kabupaten Wakatobi (Provinsi Sulawesi Tenggara) dan
Kabupaten Pariaman (Provinsi Sumatera arat) yang terealisasi 100%;
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 85
2. Bantuan sarana ekonomi produktif di 23 Kab/Kota di 17 Provinsi, terdiri dari 17
Provinsi (Riau, Sultera, Jateng, Papua Barat, Sulsel, Kepri, NTB, Jatim,
Lampung, Sumbar, Malut, Aceh, NTT, Babel, Gorontalo, Maluku dan Jabr)
penerima bantuan sarana usaha ekonomi produktif di pesisir dan pulau-pulau
kecil, dengan bentuk bantuan sebagai berikut :
Tabel 47. Jenis bantuan sarana usaha ekonomi produktif di pesisir dan pulau-pulau kecil
No. PROPINSI JENIS BANTUAN
1 Riau Perahu 0,5 GT 13 Unit, Alat tangkap kepiting 700 Unit
2 Sulawesi Tenggara
alat selam scuba 4 set, alat selam dasar 24 set, pelampung 15 unit, mesin tempel 15 pk 1 unit, mesin tempel 5,5 PK 4 unit,Cool Box,
Pancing tuna, Jaring gillnet dasar, jaring gillnet permukaan
3 Jawa Tengah
Alat Diving (masker,snorkel, Fins, Boties,Wetsuit,BCD Regulator, pressure 2in 1, octopus,pemberat timah dan Belt with 16 Unit, Life jacket 50 unit, Alat selam dasar 15 set, mesin tempel 15 PK 1 unit,
perahu fiber 12x1,2m, Genset 4,6 KVA
4 Papua Barat Alat selam scuba 4 set, kompresor 1 unit
5 Sulawesi Selatan
alat selam scuba 6 set, alat selam dasar 6 set, pelampung 15 unit, cool box 100 liter 10 unit, jaring 30 set
6 Kepulauan Riau
Alat selam dasar 20 unit, life jacket 15 unit, kamera bawah laut 1 unit, baju snorkel 20 unit, banana boat 2 unit, pompa 2 unit, perahu fiber 1 GT 1 unit, mesin tempel 40 PK 1 unit, mesin tempel 25 PK 1 unit, mesin tempel 15 PK 1 unit, life jacket 50 unit, penampung air 1 unit, jet pump 1 unit, alat selam scuba 1 unit, Alat Selam Scuba 5
set, Kamera 2 unit
7 Nusa Tenggara Barat
Mesin Tempel 15 PK, Perahu fiber 1 Unit, Alat selam dasar (masker,Snork, Fin), Life jaket, Gerobak sampah, Gajebo 2x2
tempat sampah 240 ltr, Etalase 2 unit, Alat pengolah hasil perikanan (Alat pemisah ikan dan tulang dll)
8 Jawa Timur Mesin Tempel 15, 25,40 PK masing2 1 Unit, Mesin tempel
Jiandong 1 Unit, Genset 10.000 Watt 1 Unit
9 Lampung Perahu 2 Unit, Mesin Tempel 15 PK 2 Unit, Alat selam dasar
(masker,fin , snork) 38 Set, life jacket 140 Unit
10 Sumatera Barat
Alat selam scuba 2 set, kompresor 1 unit dan mesin tempel 15 PK 1 unit
11 Maluku Utara
Kompresor 1 unit, tabung selam 6 unit, chest freezer 370 liter 25 unit, Alat selam scuba 3 set, cool box 300 L 10 unit, mesin tempel
40 PK 1 unit dan mesin tempel 15 PK 1 unit
12 Aceh Alat selam scuba 2 unit, mesin tempel 15 PK 3 unit, Coolbox 350
liter 2 unit, collbox 200 liter 1 unit
13 NTT Cool Box 100 Liter 166 unit
14 Bangka Belitung
mesin pemotong 8 unit, mixer adonan 8 unit, mesin penggiling elektrik 8 unit, chest freezer 400 lt 3 unit, mesin pembuat tepung 1
unit
15 Gorontalo Alat selam scuba 3 unit, kompresor selam 1 unit, tabung selam 9
unit
16 Maluku mesin tempel 15 PK 1 unit, chest freezer 1000 liter 4 unit, coolbox
350 liter 6 unit, genset 10000 KvA 1 unit, jaring 3 inch 16 unit, Jaring 2 inch 14 unit
17 Jawa Barat Cool Box 120 L 97 buah, 200 L 90 Buah
Terealisasinya IKU ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1) adanya kerjasama, dukungan dan kesiapan pemerintah daerah dan kelompok
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 86
masyarakat yang baik; 2) Pihak ketiga sebagai pelaksana kegiatan cukup kooperatif;
3) Setiap tahap kegiatan dikawal dengan baik oleh penanggungjawab kegiatan.
Gambar 26. Dermaga Apung
Gambar 27. Ekonomi Produktif
IKU 19. Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang
meningkat ketangguhannya terhadap bencana dan
dampak perubahan iklim (kawasan)
IKU Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat
ketangguhannya terhadap bencana dan dampak perubahan iklim merupakan IKU
Ditjen PRL yang telah ada dari tahun 2015 dengan target IKU 22 kawasan. Pada
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 87
tahun anggaran 2016 targei IKU meningkat menjadi 25 kawasan, sedangkan pada
tahun 2017, tagret IKU menjadi 18 kawasan.
Target yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja pada
sasaran strategis ini, serta realisasi pada tahun 2017 ini dijelaskan pada tabel
berikut:
Tabel 48. Target dan Realisasi Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat ketangguhannya terhadap bencana dan dampak perubahan iklim (kawasan)
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat ketangguhannya terhadap bencana dan dampak perubahan iklim (kawasan)
18 16 88.89%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Terkait target 18 kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat
ketangguhannya terhadap bencana dan dampak perubahan iklim, tercapai 16
kawasan yang terdiri dari:
Sabuk Pantai: (1) Kab. Karawang, Jawa Barat sepanjang 3300 meter; (2) Kab.
Kotawaringin Timur, Prov Kalimantan Tengah sepanjang 420 meter;
Struktur Hybrid: (3) Kab. Serang, Banten sepanjang 2240 meter; (4) Kab, Cirebon,
Jabar sepanjang 1850 meter; (5) Kab. Demak, Jateng sepanjang 3500 meter, (6)
Kab. Rembang, Jawa Tengan sepanjang 1100 meter; (7) Kab. Gresik, Jawa Timur
sepanjang 1200 meter;
Struktur Concrete: (8) Kab. Mempawah, Kalbar sepanjang 30 meter; (9) Kab.
Pangandaran, Jabar sepanjang 180 meter; (10) Kab. Aceh Barat, Aceh sepanjang
145 meter; (11) Kab. Pati, Jawa Tengah sepanjang 240 meter; (12) Kab. Padang
Pariaman, Sumbar sepanjang 120 meter;
APBN-P: terdapat kegiatan tambahan berupa Sekolah Pantai di 4 kawasan yakni
(13) Sabang, (14) Pangandaran, (15) Indramayu, (16) Merauke yang berisi materi
penyadaran lingkungan kepada generasi muda berupa implementasi 4A (amati,
analisa, ajarkan dan aksi) dan tindakan aksi berupa penanaman mangrove, bersih
pantai, dan transplantasi karang.
Untuk Kab. Indramayu mengalami gagal kontrak karena perusahaan
pemenang lelang mengundurkan diri sesuai dengan surat dari Direktur PT.
Ramadhan Karya Pratama No. 36/S/RKP/XI/2017 tanggal 27 November 2017 perihal
Surat Pengunduran Diri.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 88
Gambar 28.Surat pengunduran diri PT. Ramadhan Karya Pratama
5 lokasi belum dapat dilaksanakan meliputi: Sabuk Pantai: (1) Kab.
Bengkalis-Riau; Struktur Hybrid: (2) Kab. Meranti-Riau; Struktur Concrete: (3)
Kab. Banyuasin- Sumsel, (4) Kab. Nunukan-Kaltara, (5) Kab. Lamongan-Jatim. Hal
ini disebabkan oleh hasil perencanaan yang perlu ditelaah lebih lanjut. Namun
terdapat kegiatan tambahan berupa Sekolah Pantai di 4 lokasi yakni 1) Sabang, 2)
Pangandaran, 3) Indramayu, 4) Merauke yang berisi materi penyadaran lingkungan
kepada generasi muda berupa implementasi 4A (amati, analisa, ajarkan dan aksi)
dan tindakan aksi berupa penanaman mangrove, bersih pantai, dan transplantasi
karang.
Pada tahun 2015 sabuk pantai yang ditargetkan sebesar 5 Km dan
terealisasi sepanjang 2,65 Km atau terealisasi 52%. Sedangkan tahun 2016 target
awal sebesar 15 Km tetapi dikarenakan efisiensi target berubah menjadi 10 Km.
Realisasi dari target TA 2016 sebesar 10 Km atau 100 %. Realisasi kinerja serta
capaian kinerja tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015 lebih tinggi.
Sesuai lampiran II Permen KP No.45 Permen-KP/2015 tentang Perubahan
atas Permen KP No.25 tahun 2016 tentang Renstra KP 2015-2019, disebutkan
bahwa total target pembangunan sabuk pantai sampai tahun 2016 adalah sepanjang
20 Km. namun demikian, realisasi kinerja sampai dengan tahun 2016 dibandingkan
target menengah yang terdapat dalam perencanaan strategis organisasi sepanjang
12,65 Km atau tercapai ±63%. Meskipun realisasi kinerja tahun 2016 apabila
dibandingkan tahun 2015 cenderung meningkat, tetapi apabila dibandingkan target
kumulatif sampai dengan tahun 2016 atau sesuai dokumen Renstra organisasi maka
realisasi kinerja cenderung menurun. Penyebab penurunan realisasi kinerja sampai
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 89
tahun 2016 adalah adanya kebijakan efisiensi anggaran selama beberapa kali dalam
setahun yang berimplikasi kepada penghematan dan review terhadap program
kegiatan dan anggaran.
Untuk sabuk pantai tahun 2017 melebihi target yang ditetapkan tahun 2016
yakni 15 km dengan capaian tambahan di tahun 2017 sepanjang 3720 meter. Untuk
Struktur Hybrid penambahan di 2017 sepanjang 9890 meter. Untuk struktur concrete
ada mulai 2017 sepanjang 715 meter. Kendala yang dihadapi selama tahun 2017
meliputi: (i) Penggabungan 2 satker menjadi satu, (ii) Terlambatnya perencanaan, (iii)
Gagal lelang.
IKU 20. Kawasan di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pantura Jawa
yang direhabilitasi (batang)
Indikator Kinerja Utama Kawasan di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pantura
Jawa yang direhabilitasi merupakan IKU lanjutan dari tahun 2016 dengan
penghitungan dilakukan melalui jumlah mangrove yang ditanam dengan satuan
batang pada sejumlah kawasan. Target IKU 2017 sebanyak 900.000 batang
mengalami penurunan jumlah daripada target tahun 2016 sebanyak 3 juta batang.
Hingga tahun 2016, capaian penanaman mangrove dalam upaya rehabilitasi pesisir
telah mencapai 450.880 batang. Target penanaman mangrove sebanyak 900.000
batang pada tahun 2017 ini jika realisasinya mencapai 100% akan melebihi target
akhir RPJM tahun 2019 dengan target 7.360.980 batang. Target lokasi penanaman
mangrove pada tahun 2017 berada di 4 lokasi, yaitu: Kabupaten Indramayu, Gresik,
Lampung Timur, dan Jepara.
Terkait target 4 kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil/pantai utara Jawa
yang direhabilitasi melalui penanaman 900 ribu batang mangrove, target ini secara
jumlah batang tidak tercapai namun jumlah kawasan mencapai 9 kawasan sehingga
melebihi target. Jumlah capaian kawasannya 1) Pulau Lusi, Sidoarjo, 2) Pulau
Ngenang, Batam, 3) Pantai Desa Pabean Ilir, Kec. Pasekan, Kab. Indramayu, 4)
Sungai Kupah Kab. Kuburaya Kalbar, 5) Desa Lembar Selatan Kab. Lombok Barat,
NTB, 6) Pantai Lamtebu, Kel. Bira, Kota Makasar, Sulsel, 7) Pantai Lirang Pulau
Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara, 8) LSM di Tombok Lorok, 9) Pulau Maratua dan
Pulau Derawan di Kab. Berau, Kalimantan Utara. Mengingat rehabilitasi diarahakan
agar menggunan dana CSR maupun pihak ketiga lainnya maka sesuai dengan
amanat, untuk penanaman mangrove di Pulau Ngenang, Batam dilakukan melalui
kerjasama dengan pihak BUMN PT. Pertamina Trans Continental melalui program
Coorperate Social Responsibility (CSR); Badan Pengelola Lumpur Sidoarjo (BPLS)
untuk Pulau Lusi yang tumbuh mengelilingi pulau; dengan Pemda Kabupaten/Kota
dan International Fund for Agriculture Development (IFAD) di Kuburaya, Lombok
Barat, Kota Makasar dan Bitung, dan dengan kelompok masyarakat di Indramayu.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 90
Capaian tahun 2017 dari target awal penanaman mangrove 900.000 batang
mengalami penyesuaian dikarenakan kegiatan di cut off berdasarkan hasil retreat,
kedepan diarahkan kegiatan CSR, dimana hal-hal yang perlu menjadi perhatian :
1) Perubahan target output penanaman 900.000 batang mangrove diganti menjadi
kegiatan Gerakan Cinta Laut (GITA LAUT) di 6 lokasi didasari karena
penanaman mangrove akan diintegrasikan dengan BUMN melalui kegiatan
CSR. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah berkoordinasi dengan
Kementerian BUMN melalui surat Sekretaris Jenderal KKP Sekretaris
Kementerian BUMN Nomor B.786/SJ/VII/2017 tanggal tanggal 19 Juli 2017
perihal Permohonan Bantuan Rehabilitasi Mangrove di Pesisir melalui dana
CSR/PKBL BUMN.
2) Dengan Gerakan Cinta Laut diharapkan masyarakat semakin sadar untuk secara
aktif turut serta dalam upaya merehabilitasi kawasan pesisir serta pengelolaan
wilayah pesisir secara menyeluruh.
Namun demikian, pada tahun 2017 telah terdapat capaian program CSR
sebanyak 62.000 batang atau sekitar 6,87% dari target 900.000 batang, hasil
penanaman mangrove dari program CSR dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 49. Program CSR terkait penanaman mangrove
No Lokasi Jumlah (Batang) Keterangan
1 Desa Pabean Ilir, Indramayu
52.000 POKMAS Rapi Jaya Putra
2 Pulau Ngenang, Batam 10.000 CSR Pertamina Trans Continental
(anak Perusahaan PT. Pertamina Tbk)
3 Teluk Awur, Jepara 1.500 Universitas Diponegoro di Teluk Awur,
Jepara, Jawa Tengah sebanyak 1.500 bibit
Jumlah 63.500
.
Dari capaian tersebut diatas, penunjang keberhasilan kinerja Kawasan di
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pantura Jawa yang direhabilitasi tergantung pada hal-
hal sebagai berikut:
1. CSR pihak swasta menaruh perhatian pada penanaman mangrove.
2. Perhatian dari pemerintah daerah terhadap penanaman mangrove.
3. Peran serta kelompok masyarakat setempat dalam memelihara pertumbuhan
bibit mangrove yang ditanam sampai dengan besar.
Penyebab penurunan kinerja untuk tahun 2017 terkait jumlah batang
mangrove yang ditanam dikarenakan untuk penanaman mangrove arahannya
dilakukan melalui kerjasama dengan CSR dimana belum banyak pihak swasta
dengan CSR yang menaruh perhatian pada penanaman mangrove, jikalau adapun
seperti PT. Pertamina Trans continental jumlahnya batang mangrove yang ditanam
tidak signifikan besar jumlahnya (tidak mencapai ratusan ribu batang). Disamping itu,
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 91
syarat dari perusahaan untuk mengeluarkan CSR berupa penanaman mangrove
lebih banyak ke biaya publikasi, namun jumlah batang yang akan di tanam sedikit.
Upaya langkah kedepan mendorong peran aktif dari pihak swasta melalui
CSR penanaman mangrove, dengan menjalin komunikasi dan kerjasama dengan
lebih banyak kepada pihak sawasta.
IKU 21. Jumlah luas lahan yang difasilitasi (ha)
Indikator Kinerja Utama Jumlah Luas Lahan yang Difasilitasi merupakan
jumlah luas lahan garam rakyat binaan KKP yang menjadi target penyaluran bantuan
pemerintah dalam bentuk bantuan fisik dan teknis selama musim produksi. Teknik
penghitungan dilakukan melalui: (1) Pendataan luas lahan garam rakyat dari DKP
Kab/Kota PUGAR berdasarkan pendataan oleh tenaga pendamping sesuai data luas
lahan anggota kelompok PUGAR; (2) Verifikasi data oleh BPS Kab/Kota; (3)
Pengolahan data oleh Sekretariat PUGAR, Direktorat Jasa Kelautan Ditjen PRL; dan
(4) Validasi secara nasional bersama BPS Pusat.
Target yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja pada
IKU ini, serta realisasi pada tahun 2017 ini dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 50. Target dan Realisasi Jumlah luas lahan yang difasilitasi (Ha)
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah luas lahan yang difasilitasi (ha) 10,000 18,422 184.22%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Target IKU luas lahan yang difasilitasi pada tahun 2017 seluas 10.000 Ha,
lebih rendah dibandingkan target tahun 2016 seluas 24.000 Ha. Target luas lahan
yang difasilitasi tahun 2016 tidak tercapai, capaian seluas 12.643 Ha (52,68%),
karena kurang optimalnya pendekatan persuasif dengan pemilik lahan. Pada tahun
2017 ini rencana yang akan menjadi sasaran utama dalam rangka pencapaian IKU
antara lain dicapai melalui integrasi lahan, intensifikasi menggunakan geoisolator dan
teknologi ilir filter, dan ekstensifikasi lahan. Berikut jumlah luas lahan yang difasilitasi
:
Tabel 51. Jumlah luas lahan yang difasilitasi (Ha)
No Satker Realisasi
Luas Lahan (Ha)
1 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Cirebon 1,435.00
2 Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Indramayu 2,714.46
3 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Rembang 1,579.89
4 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Demak 1,271.24
5 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Brebes 430.00
6 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pati 2,838.11
7 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lamongan 205.50
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 92
No Satker Realisasi
Luas Lahan (Ha)
8 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Sampang 2,775.01
9 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pamekasan 913.50
10 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Sumenep 1,596.75
11 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Tuban 272.75
12 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jeneponto 182.71
13 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pangkep 408.78
14 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Bima 1,743.02
15 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Kupang 55.32
Total 18,422.04
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Target jumlah luas lahan yang difasilitasi pada tahun 2017 seluas 10.000,00
Ha, sedangkan realisasi jumlah luas lahan yang difasilitasi seluas 18.422,04 Ha.
Target luas lahan yang difasilitasi pada tahun 2017 lebih rendah dibandingkan target
tahun 2016 seluas 24.000 Ha. Target luas lahan yang difasilitasi tahun 2016 tidak
tercapai, capaian seluas 12.643 Ha (52,68%), karena kurang optimalnya pendekatan
persuasif dengan pemilik lahan. Beberapa langkah yang telah dilakukan agar dapat
mencapai IKU, antara lain melalui integrasi lahan, intensifikasi menggunakan
geoisolator dan teknologi ulir filter, dan ekstensifikasi lahan. Kementerian Kelautan
dan Perikanan akan terus berupaya memajukan kesejahterakan petambak garam
rakyat sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak
Garam. Perbandingan terhadap tahun-tahun sebelumnya dan target jangka
menengah (2019) sebagai berikut :
Tabel 52. Perbandingan Nilai jumlah luas lahan yang di fasilitasi Tahun 2017 Terhadap Realisasi Tahun 2015, 2016 dan 2017, Serta Terhadap Target Jangka Menengah (2019)
INDIKATOR KINERJA REALISASI
2015
REALISASI
2016
REALISASI
2017
TARGET JANGKA
MENENGAH
Jumlah luas lahan yang
difasilitasi (ha)
Belum ada 12.643 18,422 1.300
SS.6. Terselenggaranya Pengendalian dan Pengawasan SDKP
yang Profesional dan Partisipatif
Dalam rangka mencapai Sasaran Strategis Terselenggaranya Pengendalian
dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan yang Profesional dan
Partisipatif, Ditjen PRL menerjemahkan Indikator Kinerja Utama melalui Jumlah
Keanekaragaman Hayati Laut yang Dilindungi, Dilestarikan dan/atau Dimanfaatkan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 93
dengan satuan jenis. Target yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator
kinerja pada sasaran strategis ini, serta realisasi pada tahun 2017 ini dijelaskan pada
tabel berikut:
Tabel 53. Target dan Realisasi Sasaran Strategis Terselenggaranya Pengendalian dan Pengawasan SDKP yang Profesional dan Partisipatif
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah keanekaragaman hayati laut yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan (jenis)
19 19 100%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
IKU 22. Jumlah keanekaragaman hayati laut yang dilindungi,
dilestarikan dan/atau dimanfaatkan (jenis)
Jumlah Keanekaragaman Hayati Laut yang Dilindungi, Dilestarikan dan/atau
Dimanfaatkan merupakan jumlah jenis ikan yang dilakukan upaya perlindungan,
pelestarian dan/atau pemanfaatannya melalui pengelolaan terhadap spesies
prioritas yang dilakukan upaya-upaya antara lain: pendataan, penetapan status
perlindungan/regulasi pemanfaatan, sosialisasi, penyusunan rencana pengelolaan,
implementasi rencana pengelolaan yang bertujuan untuk menjaga/meningkatkan
populasinya dan dapat memberikan manfaat secara ekonomi kepada masyarakat
sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009.
Pada tahun 2017, target IKU sebesar 19 jenis dan lebih besar dibandingkan
target tahun 2016 (15 jenis) dan 2015 (15 jenis). Cara menghitung jumlah jenis ikan
yang dilakukan perlindungan, pelestarian, dan atau pemanfaatannya dengan
melakukan penilaian terhadap upaya pengelolaan yang dilakukan berdasarkan
pedoman evaluasi pengelolaan jenis yang terbagi dalam 3 level pengelolaan, yaitu:
(1) level perunggu, yaitu jenis ikan yang telah dilakukan upaya pendataan sebaran
dan populasinya, upaya penetapan status perlindungan, aturan pemanfaatan, dan
telah dilakukan sosialisasi aturan dalam rangka penyadaran masyarakat; ; (2) level
perak, yaitu jenis ikan yang telah mempunyai rencana pengelolaan, yang merupakan
strategi dan rencana aksi upaya pengelolaan yang akan dilakukan berbagai pihak
terkait; (3) level emas, yaitu jenis ikan yang rencana pengelolaannya telah
diimplementasikan serta populasinya terjaga serta bermanfaat secara ekonomi bagi
masyarakat.
capaian target iku pada tahun 2017 sebesar 100% dimana tercapai 19 jenis
spesies target yang dikelola. Dimana target dan realisasi pengelolaan jenis ikan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 54. Target dan realisasi pengelolaan jenis ikan terhadap tahun-tahun sebelumnya dan
jangka menengah
Tahun Target (ha) Realisasi (ha) Persentase (%)
2015 15 15 100
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 94
2016 19 19 100
2017 19 19 100
2019 20 - -
Level pengelolaan jenis ikan prioritas hingga tahun 2019 yang akan dilakukan adalah
seperti gambar dibawah ini
Gambar 29.Level pengelolaan jenis ikan prioritas hingga tahun 2019
Status pengelolaan spesies prioritas hingga tahun 2017 dapat dilihat sebagai
berikut :
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 96
Gambar 30.Status pengelolaan spesies prioritas hingga tahun 2017
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai target di tahun 2017 ini sebagai
berikut: Rancangan Permen KP Larangan Ekspor Pari Mobula (Proses pengesahan
oleh MKP); Rancangan Kepmen KP RAN Konservasi Jenis Ikan untuk jenis
Terubuk, Pari Manta, Bambu Laut, Napoleon, dan Hiu (Proses di BHO); Rancangan
Kepmen KP RAN Konservasi Mamalia Laut (Proses di BHO) ; Rancangan Kepmen
KP RAN Penetapan Status Perlindungan Terbatas BCF (Proses di Bag Hukum
PRL); Rancangan Permen KP Perpanjangan Ketiga Larangan Ekspor Hiu Martil dan
Hiu Koboi (Proses di BHO); Inisiasi awal perlindungan ikan mola-mola; Dokumen
Analisis Kebijakan Perlindungan Ikan Capungan Banggai (BCF); Pertemuan tindak
lanjut pengelolaan hiu paus; Pembentukan Komite Konservasi Dugong; Pelaksanaan
program konservasi dugong dan lamun berbasis masyarakat (DSCP) di Bintan, Alor,
dan Kobar; Non-Detrimental Finding (NDF) Hiu Martil; Assesment Report Spesies
Terancam Punah (Penyu, Mamalia Laut, Hiu) di wilayah segitiga karang;
Conservation Plan Spesies Terancam Punah (Penyu, Mamalia Laut, Hiu) di wilayah
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 97
segitiga karang; Pertemuan Koordinasi Hasil AC CItes untuk spesies karang Hias;
Evaluasi RAN Konservasi Sidat; Pertemuan koordinasi tindak lanjut pengelolaan
ikan arwana papua; Survey T0 BCF; Sosialisasi Biota Perairan Dilindungi di Bangka,
Mentawai, Pangandaran, dan DIY; SOP dan standar pelayanan publik Rekomendasi
hiu utuh dan sirip hiu utuh; SOP dan standar pelayanan publik rekomendasi pari,
insang pari dan kulit pari; SOP dan standar pelayanan publik rekomendasi produk
olahan hiu dan pari; Draft Permen Pemanfaatan jenis ikan yang dilindungi dan/atau
appendiks CITES, kuota perdagangan hiu appendiks II dan koordinasi implementasi
MA CITES.
SS.7.Terwujudnya Aparatur Sipil Negara Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut yang Kompeten, Profesional dan
Berintegritas
Dalam rangka mencapai Sasaran Strategis Terwujudnya Aparatur Sipil
Negara DJPRL yang Kompeten,Profesional dan Berintegritas , Ditjen PRL
menjabarkannya dalam 1 (satu) Indikator kinerja yaitu Indeks Kompetensi dan
Integritas DJPRL (%). Target yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator
kinerja pada sasaran strategis ini, serta realisasi pada tahun 2017 ini dijelaskan pada
tabel berikut:
Tabel 55. Target dan Realisasi Indeks kompetensi dan integritas DJPRL
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Indeks kompetensi dan integritas DJPRL 80 95,89 119,86 %
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
IKU 23. Indeks kompetensi dan integritas Ditjen PRL
Kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas sesuai
dengan kemampuan dan pengetahuan dan integritas adalah kecendrungan untuk
sikap yang patuh pada aturan dan norma yang telah ditetapkan. Indeks kompetensi
dan integritas merupakan indeks kemampuan dan kepatuhan pegawai Ditjen PRL
dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penghitungan indeks kompetensi dan
integritas terdiri atas disiplin kehadiran pegawai, capaian kinerja individu sesuai
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), dan Laporan Harta Kekayaan Pejabat
Negara/Aparatur Sipil Negara (LHKPN/LHKASN). Target indeks kompetensi dan
integritas tahun 2017 adalah 80 yang akan dicapai dalam 1 tahun, sesuai dengan
nilai standar nasional sebesar 80.
Indikator Indeks komptensi dan intregitas Ditjen PRL mengacu pada hasil nilai
indeks dibawah ini :
NO URAIAN NILAI CAPAIAN BOBOT TOTAL
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 98
1 Rekap Presensi Online 94,33 25 23,58
2 Nilai SKP Pegawai 89,22 25 22,30
3 Nilai LHKPN/LHKSN 100 25 25,00
4 Nilai Asessment 100 25 25,00
Rata - rata 95,89
Tabel 56. Hasil Nilai Indeks Kompetensi dan Intregitas Ditjen PRL Tahun 2017
Dari tabel hasil nilai indeks kompetensi dan intregitas diatas untuk capaian
sudah bagus dikarenakan sudah melampaui target yang ditetapkan dengan nilai
indeks 80. Apabila dibandingkan dengan nilai capaian kinerja tahun lalu, untuk tahun
ini memiliki selisih nilai antara target dan capaian lebih tinggi daripada tahun lalu.
Adapun perhitungan selisih nilai indeks sebagai berikut :
Tahun 2015 sebesar : 94,80 (capaian) – 88 (target) = 6,80 (selisih)
Tahun 2016 sebesar : 84,46 (capaian) – 77 (target) = 7,46 (selisih)
Tahun 2017 sebesar : 95,89 (capaian) - 80 (target) = 15,89 (selisih)
Perbandingan realisasi capaian kinerja sampai dengan tahun 2017 degan
target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategi Ditjen
PRL Tahun 2015 - 2019 adalah sebagai berikut :
No Tahun Indeks Kompetensi dan Intregitas
Target Capaian Realisasi
1 2015 88 94,80
2 2016 77 84,46
3 2017 80 95,89
4 2018 93 -
5 2019 94 -
Tabel 57. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2017 dengan Perencanaan Jangka Menengah
Analisa keberhasilan dari indeks kompetensi dan integritas Ditjen PRL yaitu :
1. Meningkatnya persentase tingkat kehadiran pegawai lingkup DJPRL yaitu
sebesar 94,33 ;
2. Meningkatnya persentase tingkat pengisian capaian kinerja pada Aplikasi SKP
online lingkup DJPRL yaitu sebesar 89,22;
3. Terkumpulnya Laporan LHKPN/LHKSN seluruh pegawai lingkup DJPRL yaitu
sebesar 100%;
4. Telah dilakukan Asessment seluruh pegawai DJPRL yaitu sebesar 100%;
5. Telah diberikan reward bagi 10 pegawai terbaik dinilai dari kedisiplinan kehadiran
pegawai lingkup DJPRL.
Analisa efisiensi sumberdaya telah dilakukan dengan pengisian SKP dan
Presensi dilakukan secara online. Adapun beberapa kegiatan yang telah dilakukan
oleh Ditjen PRL yang menunjang pencapaian realisasi kinerja yang melampaui target
adalah sebagai berikut :
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 99
1. Aplikasi Sasaran Kerja Pegawai Online (e-SKP) untuk pengukuran kinerja
individu seluruh pegawai lingkup Ditjen PRL dapat diukur secara berkala setiap
bulannya;
2. Aplikasi Sistem Informasi Kehadiran Pegawai Online (SIKEPO) untuk
pengukuran tingkat kehadiran Pegawai dengan menerapkan Disiplin Pegawai
yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
3. Dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengisian Laporan Harta Kekayaan
Aparatur Sipil Negara (LHKASN) dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) seluruh pegawai Ditjen PRL;
4. Dilakukannya Asessment Pegawai yang sudah dilakukan untuk seluruh pegawai
Ditjen PRL;
5. KKP telah menerapkan seleksi terbuka untuk jabatan dari tingkat pengawai
sampai dengan tingkat jabatan pimpinan tinggi madya dengan menggunakan
persyaratan Assesment Pegawai dan kompetensi Pegawai.
SS.8 Tersedianya Manajemen Pengetahuan Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut yang Handal dan Mudah Diakses
Dalam rangka mencapai Sasaran Strategis Tersedianya Manajemen
Pengetahuan DJPRL yang Kompeten, Profesional dan Berintegritas , Ditjen PRL
menjabarkannya dalam 1 (satu) Indikator kinerja yaitu Persentase Unit Kerja DJPRL
yang Menerapkan Sistem Manajemen Pengetahuan yang terstandar (%). Target
yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja pada sasaran
strategis ini, serta realisasi pada tahun 2017 ini dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 35. Target dan Realisasi Sasaran Strategis Terwujudnya Manajemen Pengetahuan Ditjen PRL yang Kompeten, Professional dan Berintegritas
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Persentase unit kerja DJPRL yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar
65 68.68 105.66%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
IKU 24. Persentase unit kerja DJPRL yang menerapkan sistem
manajemen pengetahuan yang terstandar
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur sasaran strategis
tersedianya manajemen pengetahuan Ditjen PRL yang handal dan mudah diakses,
yaitu: Persentase unit kerja Ditjen PRL yang menerapkan sistem manajemen
pengetahuan yang terstandar. Sistem manajemen pengetahuan adalah suatu
rangkaian yang memanfaatkan teknologi informasi yang digunakan oleh instansi
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 100
pemerintah ataupun swasta untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan
mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan kembali, diketahui dan dipelajari.
Cara menghitung sebagai berikut: unit kerja yang menerapkan sistem manajemen
pengetahuan dibandingkan dengan total unit kerja Ditjen PRL. Dalam penghitungan
realisasi indikator kinerja ini, Ditjen PRL melakukan koordinasi dengan Setjen KKP
khususnya Biro Perencanaan. Pada umumnya, indikator ini dihitung untuk satu tahun
penuh (sifatnya tahunan).
Dalam rangka pelaksanaan IKU Penerapan Manajemen Pengetahuan
Terstandar Lingkup KKP sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management), sampai
dengan akhir Tahun 2017 Nilai Penerapan Manajemen Pengetahuan (MP) Ditjen
PRL Tahun 2017 adalah 68.68% termasuk dalam 4 besar KKP, berikut grafik
capaian MP level KKP :
Gambar 31. Grafik Capaian IKU MP KKP tahun 2017
Salah satu poin penting dalam penilaian manajemen pengetahuan adalah
pimpinan eselon I dan II memberikan apresiasi/penghargaan kepada individu/unit
kerja di bawahnya melalui aplikasi Sistem informasi Manajemen Pengetahuan
berstandar (https://kinerjakkp.bitrix24.com) atas capaian/prestasi dalam mendukung
kinerja KKP/Unit kerja eselon I/Unit kerja eselon II. Berikut merupakan grafik capaian
MP per komponen pembentuk level KKP :
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 101
Gambar 32. Garfik Capaian per Komponen MP KKP tahun 2017
Ditjen PRL memperoleh niliai tertinggi se-KKP dengan nilai 22,78% dari
penilaian komponen Keaktifan. Pada lingkup Ditjen PRL beberapa kekurangan yang
menyebabkan Nilai Penerapan Manajemen Pengetahuan (MP) Ditjen PRL Tahun
2017 belum tercapai optimal antara lain (i) Dokumen rencana kinerja RB masih
belum ada, (ii) Keaktifan di level pejabat (Eselon III, dan IV) perlu di optimalkan, (iii)
Keikutsertaan pada level staff masih cukup jauh dari target. Untuk itu, perbaikan dari
komponen-komponen tersebut dapat meningkatkan nilai manajemen pengetahuan
Ditjen PRL tahun 2018, berikut tabel rincian per Komponen pembentuk MP Ditjen
PRL tahun 2017 :
Tabel 58. Rincian per komponen pembentuk MP Ditjen PRL tahun 2017
Jika dibandingkan dengan nilai tahun 2015 hingga tahun 2017 selalu
mengalami peningkatan, dan secara target yang direncanakan selalu tercapai diatas
100%, berikut perbandingan capaian terhadap tahun-tahun sebelumnya dan
terhadap periode jangka menengah (2019) sebagai berikut :
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 102
Tabel 59. Perbandingan Nilai Persentase unit kerja DJPRL yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar Tahun 2017 Terhadap Realisasi Tahun 2015, 2016 dan 2017, Serta Terhadap Target Jangka Menengah (2019)
INDIKATOR KINERJA REALISASI
2015
REALISASI
2016
REALISASI
2017
TARGET
JANGKA
MENENGAH
Persentase unit kerja DJPRL yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar
40% 65,83% 68,68% 76%
SS.9 Terwujudnya birokrasi DJPRL yang efektif, efisien dan berorientasi pada
layanan prima
Dalam upaya mencapai sasaran strategis Terwujudnya Birokrasi Direktorat
Jenderal Pengelolaan Ruang Laut yang Efektif, Efisien, dan Berorientasi pada
Layanan Prima, capaian kinerja diukur berdasarkan Indikator Kinerja Utama: (1) Nilai
Kinerja Reformasi Birokrasi Ditjen PRL, (2) Nilai AKIP Ditjen PRL, (3) Nilai Maturitas
SPIP, (4) Persentase Tindak Lanjut Direktif Pimpinan, dan (5) Jumlah Inovasi
Pelayanan Publik Lingkup DJPRL. Target yang ditetapkan untuk mengukur
keberhasilan indikator kinerja pada sasaran strategis ini, serta realisasi pada tahun
2017 ini dijelaskan pada capaian IKU berikut:
IKU 25. Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi Ditjen PRL
Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama
menyangkut aspek-aspek: (a) kelembagaan atau organisasi; (b) ketatalaksanaan
atau business process; (c) sumber daya manusia aparatur; (d) pengawasan; (e)
Akuntablitas; (f) pelayanan publik; (g) peraturan perundang-undaangan. Pelaksanaan
reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan; (1) birokrasi yang
bersih dan akuntabel; (2) Birokrasi yang efektif dan efisien; (3) birokrasi yang
memiliki pelayanan publik yang berkualitas.
Dalam rangka mengukur pelaksanaan dan pencapaian reformasi birokrasi di
lingkungan Ditjen PRL maka dilakukan penilaian mandiri pelaksanaan reformasi
birokrasi (PMPRB) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi
Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Penilaian kinerja reformasi birokrasi Ditjen
PRL diperoleh dari penilaian komponen pengungkit yang terdiri atas : (a) manajemen
perubahan; (b) penataan peraturan perundang-undangan; (c) penataan tata laksana;
(d) penataan organisasi; (e) penataan SDM aparatur; (f) penguatan pengawasan; (g)
penguatan akuntabilitas; (h) peningkatan kualitas pelayanan publik. Dan komponen
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 103
hasil yang terdiri atas : (a) terwujudnya pemerintahan yang bersih dan korupsi, kolusi
dan nepotisme yang diukur melalui nilai persepsi korupsi (suvei eksternal) dan opini
Badan Pemeriksa Keuangan atasa laporan keuangan instasi pemerintah; (b)
terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diukur melalui survei
kepuasan masyarakat; (c) kapasitas dan akuntabilitas kinerja organisasi yang diukur
melalui nilai akuntabilitas kinerja dan nilai kapasitas organisasi (survei internal).
Berikut merupakan target dan realisasi iku nilai kinerja reformasi birokrasi
DJPRL tahun 2017 :
Tabel 60. Target dan Realisasi IKU Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi DJPRL Tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi DJPRL A (86) 89.1 103.60%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Target nilai kinerja reformasi birokrasi pada tahun 2017 adalah 86 sesuai
target Kementerian Kelautan dan Perikanan. Target nilai kinerja ini lebih tinggi dari
nilai kinerja reformasi birokrasi standar nasional dengan nilai 78. Capaian Ditjen PRL
dalam penilaian kinerja reformasi birokrasi yang penilaiannya dilakukan pada periode
Maret 2016 - April 2017 memperoleh nilai 89,1 dengan nilai pada komponen
pengungkit sebesar 54,47 dan komponen hasil sebesar 34,68. Terdapat
peningkatan nilai kinerja RB pada Ditjen PRL yang diperoleh melalui adanya
perubahan dan perbaikan dalam komponen peningkatan kualitas pelayanan publik
yang meliputi adanya standar pelayanan bagi pelayanan publik di lingkungan Ditjen
PRL, peningkatan budaya pelayanan prima dan perbaikan pada pengelolaan
pengaduan serta pelaksanaan survei kepuasan masyarakat yang dilakukan setiap
semester. Berdasarkan hal tersebut maka Capaian tahun 2017 lebih tinggi dari
capaian tahun 2016 sebesar 87,65 , begitu pula terhadap capaian tahun 2015
sebesar 82,74. sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 61. Perbandingan Nilai Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi DJPRL Tahun 2017 Terhadap Realisasi Tahun 2015, 2016 dan 2017, Serta Terhadap Target Jangka Menengah (2019)
INDIKATOR KINERJA REALISASI
2015
REALISASI
2016
REALISASI
2017
TARGET
JANGKA
MENENGAH
Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi DJPRL
82,74 87,65 89.1 85
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Pencapaian nilai kinerja reformasi birokrasi di lingkungan Ditjen PRL diperoleh
karena adanya komitmen yang tinggi dari pimpinan dan seluruh jajaran di lingkungan
Ditjen PRL dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan internalisasi dan
optimalisasi pelaksanaan program reformasi birokrasi melalui 8 area perubahan di
tiap lini di lingkungan Ditjen PRL.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 104
Aspek yang harus di tingkatkan dalam peningkatan nilai kinerja reformasi
birokrasi adalah sebagai berikut: (a) pembentukan agent of change di tingkat Unit
Pelaksana Teknis (UPT); (b) peningkatan kompetensi assesor dan pembantu
assesor PMPRB; (c) penyempurnaan dan perbaikan peta proses bisnis; (d)
penyusunan kode etik khusus petugas pelayanan yang didalamnya mengatur
mengenai reward dan punishment.
IKU 26. Nilai AKIP Ditjen PRL
Akuntabilias kinerja yaitu perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah
untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan program dan
kegiatan yang telah di amanatkan dalam rangka mencapai misi organisasi secara
terukur dengan sasaran/target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja
instansi pemerintah yang disusun secara periodik. Penghitungan nilai AKIP tahun
2017 dilakukan oleh Inspektorat Jenderal KKP sesuai pedoman dari Kementerian
PAN-RB untuk pelaksanaan AKIP tahun 2016. Penilaian berdasarkan indikator-
indikator:
1. Perencanaan Kinerja dengan bobot 30%;
2. Pengukuran Kinerja dengan bobot 25%;
3. Pelaporan Kinerja dengan bobot 15%;
4. Evaluasi kinerja dengan bobot 10%;
5. Pencapaian Kinerja dengan bobot 20%.
Tahun 2017 dari target nilai A, Ditjen PRL telah tercapai A (85,07) adalah hasil
pengukuran yang dilakukan oleh Tim SAKIP ITJEN KKP, sebagaimana tersaji pada
tabel berikut: Tabel 62. Target dan Realisasi IKU Nilai AKIP Ditjen PRL Tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Nilai AKIP Ditjen PRL A (85) A (85,07) 100.08%
Sumber data : Ijten KKP (25 Juli, 2017)
Target nilai AKIP Ditjen PRL tahun 2017 sebesar 85 sesuai target nilai AKIP
KKP capaian 85,07 hasil pengukuran yang dilakukan oleh Tim ITJEN KKP. Capaian
nilai AKIP pada tahun 2017 sudah dapat diperoleh nilainya hasil penghitungan oleh
Itjen KKP. Uraian hasil penilaian terhadap masing-masing komponen manajemen
kinerja dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Perencanaan Kinerja: telah disusun Renstra 2015-2019, Renja/RKT 2017,
RKAKL 2017, Perjanjian Kinerja 2016 dan 2017 Level 1 dan 2. Namun demikian,
Dokumen Renstra yang digunakan sebagai acuan dalam perencanaan jangka
menengah 5 (lima) tahunan belum ditetapkan disebabkan Renstra Ditjen PRL
terdapat perubahan/revisi, serta adanya re-organisasi Ditjen PRL.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 105
2. Pengukuran kinerja telah menyusun dan memiliki mekanisme pengukuran kinerja
yang cukup memadai mulai dari Eselon I s.d IV. Namun demikian masih terdapat
beberapa kekurangan, yaitu :
a. IKU sebagai alat ukur kinerja, namun masih terdapat kelamahan, antara lain:
(i) IKU dan PK belum dipublikasikan dalam aplikasi Kinerjaku, (ii) IKU dan PK
belum diformalkan dalam bentuk KEPMEN-KP atau KEP Dirjen PRL, (iii)
Indikator kinerja Eselon II, III dan IV belum dapat dimonitor pencapaiannya
menggunakan aplikasi e-kinerjaku.
b. Hasil pengukuran kinerja beluum dikaitkan dengan reward and punishment.
3. Pelaporan kinerja telah disusun LKJ 2016 & TW I 2017, Dokumentasi Data
dukung tahun 2016 serta pelaporan online 2016 & 2017 (e-SKP & kinerjaku).
Namun, Laporan Kinerja belum diunggah ke dalam website organisasi.
4. Evaluasi Kinerja telah disusun Evaluasi Program/kegiatan 2016 & Evaluasi
Rencana Aksi TW I tahun 2017. Namunn, pemantauan rencana aksi belum
dilaksanakan secara bulanan.
5. Capaian Kinerja telah disusun Kinerja pengelolaan keuangan tahun 2016,
capaian & penghargaan lain s.d 2016, serta kinerja Output & Outcome 2016.
Namun, masih terdapat sebagian kecil target kinerja output dan outcome yang
belum tercapai sesuai target dan belum lebih baik dari tahun 2015.
Perkembangan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP) Ditjen PRL
dari tahun ke tahun mengalami pencapaian yang fluktuatif (Naik-turun). Tahun 2015,
nilai Ditjen PRL adalah 85,68 (kategori A), tahun 2016 berkurang menjadi 84,03 (A)
dan pada Tahun 2017 naik menjadi 85,07 (A), sebagaimana terlihat pada tabel
berikut:
Tabel 63. Perbandingan Nilai AKIP Ditjen PRL Terhadap Realisasi Tahun 2015, 2016 dan 2017, berdasarkan Komponen penilaian AKIP
NO KOMPONEN NILAI
2015
NILAI
2016
NILAI
2017
A. Perencanaan Kinerja 28,85 27,69 26,86
B. Pengukuran Kinerja 21,88 20,94 22,50
C. Pelaporan Kinerja 11,79 11,62 13,62
D. Evaluasi Internal 07,81 04,00 08,63
E. Pencapaian Sasaran/Kinerja Organisasi 15,35 19,78 13,46
Total Nilai 85,68 84,03 85,07
Sumber data: Ijten KKP (25 Juli,2017)
Salah satu hal yang mendorong kenaikan nilai AKIP Ditjen PRL pada Tahun
2017 adalah dengan mulai melakukan pengukuran kinerja melalui pertemuan setiap
triwulanan dengan melaporkan progress pencapaian kinerja, Pelaporan kinerja
dilaporkan secara rutin triwulanan melalui aplikasi kinerja di lingkungan KKP yaitu
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 106
aplikasi kinerjaku.kkp.go.id dan aplikasi Sistem Penilaian Kinerja Individu (SKP
online) di lingkungan KKP serta Ditjen PRL telah melakukan evaluasi internal yang
dilakukan dengan memantau rencana aksi secara triwulanan sebagai kontrol
terhadap upaya pencapaian target indikator kinerja utama nilai AKIP Ditjen PRL.
Beberapa kendala penghambat pencapaian indikator kinerja utama antara lain
(i) Dokumen Renstra yang digunakan sebagai acuan dalam perencanaan jangka
menengah 5 (lima) tahunan belum ditetapkan disebabkan Renstra Ditjen PRL
terdapat perubahan/revisi, serta adanya re-organisasi Ditjen PRL dan (ii) Masih
terdapat sebagian kecil target kinerja output dan outcome yang belum tercapai
sesuai target dan belum lebih baik dari tahun 2016, faktor kebijakan internal dan
faktor force major menjadi kendala utama pencapain target IKU AKIP Ditjen PRL
tahun anggaran 2017 ini.
IKU 27. Nilai Maturitas SPIP
Tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP adalah tingkat
kematangan/kesempurnaan penyelenggaraan sistem pengendalian intern
pemerintah dalam mencapai tujuan pengendalian intern sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Dalam tingkat maturitas dikenal 5 level mulai dari level 1 sampai level 5.
Penghitungan dilakukan selama 1 tahun dimana indikator kinerja utama nilai
maturitas merupakan indikator baru pada tahun 2017 ini. Target tahun 2017 sebesar
2, yang berarti Ditjen PRL mempunyai target maturitas pada level 2. Penilaian
dilakukan oleh Inspektorat Jenderal KKP sesuai pedoman penilaian dari Badan
Penilaian maturitas SPIP dilakukan melalui penilaian pelaksanaan
SPIP/manajemen risiko; pegelolaan keuangan, pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Beberapa komponen yang dapat menghambat penilaian dikarenakan adanya
ketidaksesuaian antara peraturan dengan pelaksanaan dan kurangnya sosialisasi
peraturan kepada eselon 2, sehingga rekomendasi yang diberikan adalah Melakukan
sosialisasi peraturan ke masing-masing eselon II serta melaksanakan kegiatan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Capaian tahun 2017 telah diukur nilainya terealisasi 2,347 (berkembang) dari target
2 pada akhir tahun 2017 berdasarkan pelaksanaan SPIP tahun 2016. Proses penghitungan
telah dilaksanakan penelitian data dukung hasil survey tahun 2016, survey kuesioner
lanjutan, wawancara, analisis dokumen, dan observasi yang dilakukan oleh tim assessor
Itjen KKP. sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 64. Target dan Realisasi IKU Nilai Maturitas SPIP Tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Nilai Maturitas SPIP 2 2.347 117,35%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 107
Penilaian maturitas SPIP lingkup Ditjen PRL telah dilakukan oleh tim ITJEN
KKP, disampaikan hasil pengujian dokumen sebagai berikut:
a. Tim Evaluasi telah melakukan penilaian mandiri maturitas SPIP lingkup Ditjen
PRL terutama pengujian bukti dengan nilai 2,347 (Berkembang) yang secara
umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengendalian intern belum
didukung dengan dokumentasi yang baik dan pelaksanaannya sangat tergantung
pada individu, belum melibatkan semua unit organisasi. Efektivitas pengendalian
belum dievaluasi sehingga banyak terjadi kelemahan yang belum ditangani
secara memadai.
b. Berdasarkan hasil reviu bukti dokumen, terdapat parameter pemandu yang tidak
ada bukti dukung atau kurang lengkap, yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Lingkungan Pengendalian,
a) Terdapat dokumen kebijakan/prosedur tentang Aturan Perilaku (Kode Etik)
yang mengatur mengenai keteladanan pimpinan, integritas, nilai etika, dan
penegakan disiplin dalam rangka penguatan komitmen terhadap integritas
dan nilai etika lingkup Ditjen PRL masih menggunakan Peraturan Dirjen
KP3K No PER.01/KP3K/2012 tentang perubahan atas Per Dirjen KP3K
No. PER.03/KP3K/2010 tentang Kode Etik Pegawai di lingkungan Ditjen
KP3K yang tidak dapat dinilai dan menyebabkan pertanyaan pada
parameter pemandu berikutnya tidak dapat dinilai.
b) Belum ada dokumen hasil evaluasi pemberlakuan kebijakan/prosedur
tentang sistem manajemen kinerja dan dokumen/laporan hasil
pemanfaatan sistem/aplikasi manajemen kinerja.
c) Belum ada dokumen hasil evaluasi pemberlakuan Struktur Organisasi
entitas K/L/P dan dokumen hasil evaluasi pemberlakuan tata laksana
terkait Struktur Organisasi.
d) Belum ada dokumen pengkomunikasian prosedur pendelegasian
wewenang kepada seluruh level pimpinan unit entitas dan pegawai yang
berkepentingan seperti dokumen sosialisasi, surat edaran, notulen, dsb.
e) Belum ada dokumen hasil evaluasi secara berkala atas prosedur
pendelegasian wewenang dan tanggung jawab, termasuk mekanismenya
dan perbaikan berkelanjutan terhadap prosedur pendelegasian wewenang
dan tanggung jawab.
f) Belum ada hasil evaluasi berkala atas penerapan standar kompetensi dan
SOP-SOP kepegawaian dan belum ada dokumen evaluasi dan
pemutakhiran SKI.
g) Laporan pertanggungjawaban realisasi anggaran belum disusun tepat
waktu dan belum ada Surat tugas pelaksanaan evaluasi atas kegiatan
rekonsiliasi data.
2. Penilaian Risiko
Komponen Penilaian Risiko merupakan tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal.
3. Kegiatan Pengendalian
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 108
a) Belum ada Surat Tugas dan hasil evaluasi yang menujukkan frekuensi
pelaksanaan evaluasi atas kinerja.
b) Belum ada kebijakan tentang pemetaan kebutuhan pegawai yang
didasarkan pada rencana strategis.
c) Belum ada Surat Tugas pelaksanaan evaluasi atas kinerja pegawai dan
Surat Tugas pelaksanaan evaluasi atas pengamanan umum dan
pengendalian aplikasi TI.
d) Belum ada Surat Tugas pelaksanaan evaluasi atas IKU dan Surat Tugas
pelaksanaan evaluasi atas pelaksanaan pemisahan tugas.
4. Informasi dan Komunikasi
a) Belum membuat dokumen laporan program kegiatan yang memuat
Evaluasi Informasi dan Komunikasi.
b) Belum membuat dokumen notulen, kick off, pakta integritas, pencanangan
arahan Pimpinan tentang tanggungjawab pengendalian intern.
c) Belum membuat dokumen laporan setiap pelaksanaan program kegiatan
yang memuat evaluasi berkala komunikasi internal dan eksternal dan
dokumen Laporan Hasil Pemutakhiran Data.
5. Pemantauan
a) Belum ada dokumen tindak lanjut atas pengaduan rekanan mengenai
praktik tidak adil oleh Instansi Pemerintah harus diselidiki.
b) Belum ada mekanisme formal tanggung jawab untuk menyimpan,
menjaga, dan melindungi aset dan sumber daya lain dibebankan kepada
orang yang ditugaskan
IKU 28. Persentase tindak lanjut direktif pimpinan (%)
Indikator Kinerja Utama Persentase Tindak Lanjut Direktif Pimpinan
merupakan indikator kinerja baru yang muncul pada tahun 2017 dan masuk dalam
sasaran strategis terwujudnya birokrasi Ditjen PRL yang efektif, efisien dan
berorientasi pada layanan prima. Direktif pimpinan merupakan arahan pimpinan dari
hasil rapat pimpinan, rapat terbatas, sidang kabinet, dan rapat kerja yang harus
ditindaklanjuti oleh Ditjen PRL. Penghitungan dilakukan melalui persentase jumlah
direktif pimpinan yang telah diselesaikan sesuai rencana waktu dibandingkan total
direktif yang harus ditindaklanjuti, perbandingan dinyatakan dalam satuan %.
Penghitungan dilakukan melalui status tindaklanjut di aplikasi Directive Monitoring
System (DMS) dalam aplikasi kinerjaku.kkp.go.id. Directive Monitoring System
berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan informasi dan kegiatan yang telah
dilakukan dalam rangka menindaklanjuti arahan pimpinan. Kriteria tindak lanjut
ditampilkan melalui warna dengan arti: (1) Hijau berarti “Selesai”, telah selasai
dilaksanakan; (2) Kuning berarti “Alert”, dalam proses tindak lanjut; (3) Merah berarti
“Off track”, belum ditindak lanjuti dan telah jatuh tempo; dan (4) Putih berarti “Belum
ada TL”, belum ditindak lanjuti tetapi belum jatuh tempo.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 109
Target yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja ini,
serta realisasi pada tahun 2017 ini dijelaskan pada tabel dan gambar berikut:
Tabel 65. Target dan Realisasi Persentase tindak lanjut direktif pimpinan (%)
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Persentase tindak lanjut direktif pimpinan (%) 100 100 100%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Gambar 33. Status tindak lanjut direktif pimpinan
Pada tahun 2017 ditargetkan nilai persentase tindak lanjut direktif pimpinan
sebesar 100% atau seluruh arahan pimpinan dapat diselesaikan seluruhnya. Selama
tahun 2017 telah tercapai target IKU sebesar 100% yang berasal dari telah
diselesaikannya 11 arahan pimpinan dari total 11 arahan yang harus diselesaikan
oleh Ditjen PRL. Enam (6) arahan yang telah dilaksanakan tersebut adalah (i)
Pelaksanaan APBN 2017 dan isu aktual agar dibuat handbook, manual dan SOP di
KKP, (ii) Dirjen PRL telah menyampaikan kepada MKP melalui Sekjen KKP terkait
pemenuhan dokumen dari total anggaran KKP yang dibintang, (iii) Terkait akan
dibukanya bintang kegiatan SKPT, Ditjen PRL telah menyelesaikan juknnis dan
dokumen pendukung teknis lainnya, (iv) Ditjen PRL telah berkoordinasi dengan pihak
terkait dalam rangka kunjungan MKP kunker ke SULTERA, (v) Terkait hasil kunker
MKP ke Jepang Ditjen PRL telah berkoordinasi, (vi) Antisipasi akhir tahun proyek-
proyek dan kegiatan KKP yg dapat dijadikan temuan BPK, sudah di tindaklanjuti oleh
masing-masing PPK antara lain skema bank garansi untuk penyelesaian pekerjaan.
Beberapa kendala tindak lanjut dikarenakan terdapat 5 arahan/direktif berwarna
kuning (alert) artinya arahan dalam proses tindak lanjut, dari Ditjen PRL telah
melakukan tindaklanjut, namun pada level verifikator belum ada arahan apakah
tindaklanjut dari kami sudah sesuai atau belum, sampai dengan tempo akhir tahun
anggaran 2017 belum ada informasi dan 0 arahan/direktif berwarna merah (off track)
artinya tidak ada arahan yang tidak ditindaklanjuti dan telah jatuh tempo.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 110
IKU 29. Jumlah inovasi pelayanan publik Lingkup Ditjen PRL
Inovasi Pelayanan Publik adalah terobosan jenis pelayanan publik baik yang
merupakan gagasan/ide kreatif orisinal dan/atau adaptasi/modifikasi yang
memberikan manfaat bagi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Telah dilakukan koordinasi antara dengan Bagian Program Sekretariat
Ditjen PRL dan juga koordinasi dengan Bidang Kepatuhan, Pusat Standarisasi
Sistem dan Kepatuhan – Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu.
Capaian indikator kinerja utama jumlah invoasi pelayanan publik lingkup Ditjen
PRL tahun 2017 dengan mengangkat Aplikasi E-Rekomendasi Pelayanan Lalu-lintas
Hiu dan Pari pada BPSPL Pontianak. Kegiatan Pendukung Capaian Kinerja Inovasi
pelayanan publik yang sudah dilakukan e-rekomendasi (pelayanan pemberian
rekomendasi jenis online) dan Pembuatan SOP pelayanan Publik pemanfaatan
kawasan dan jenis ikan, dan saat ini pada tahap penetapan inovasi yang akan
diangkat Ditjen PRL sebagai komponen pembentuk capaian kinerja IKU Jumlah
inovasi pelayanan publik lingkup Ditjen PRL. sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 66. Target dan Realisasi IKU Jumlah inovasi pelayanan publik Lingkup DJPRL Tahun
2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Jumlah inovasi pelayanan publik Lingkup DJPRL
1 1 100%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.22/MEN/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, salah satu fungsi Unit Pelaksana Teknis
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (UPT PSPL) adalah melakukan
pengawasan lalu lintas perdagangan jenis ikan yang dilindungi, dengan penerbitan
surat rekomendasi perdagangan hiu dan pari merupakan suatu cara untuk
memastikan produk hiu dan pari yang akan dilalulintaskan adalah bukan berasal dari
hiu dan pari yang dilindungi dan dilarang keluar wilayah Negara Republik Indonesia.
Akan tetapi dari tahun ke tahun dengan semakin meningkatnya jumlah pelayanan
penerbitan surat rekomendasi perdagangan hiu dan pari dan ditemukannya
beberapa permasalahan/kelemahan.
Selain itu, perlunya percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik untuk
mengimbangi tingginya harapan masyarakat/ pengguna jasa. Terdapat 2 (dua) hal
yang menjadi sasaran, yaitu melakukan terobosan perbaikan pelayanan dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat melalui pelayanan-pelayanan yang inovatif,
dengan konsep One Agency, One Innovation maka inovasi pelayanan publik tersebut
dikemas menjadi kebijakan publik.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 111
Dalam hal ini inovasi dalam bentuk perbaikan pelayanan penerbitan
rekomendasi perdagangan hiu dan pari di wilayah bebas dari korupsi BPSPL
Pontianak melalui aplikasi e-rekomendasi. Inovasi ini diawali dengan perubahan
sistem pelayanan yang awalnya manual menjadi elektronik berbasis aplikasi e-
rekomendasi. Dengan adanya sistem aplikasi ini, pengguna layanan mendapatkan
pelayanan yang lebih cepat, tepat dan berkualitas.
Perbaikan pelayanan penerbitan rekomendasi perdagangan hiu dan pari di
wilayah bebas dari korupsi BPSPL Pontianak melalui aplikasi e-rekomendasi ini
diawali dengan perubahan sistem pelayanan yang awalnya manual menjadi
elektronik berbasis aplikasi e-rekomendasi. Dengan adanya sistem aplikasi ini,
pengguna layanan mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, tepat dan berkualitas.
Waktu pelayanan sebelum menggunakan aplikasi e-Rekomendasi mencapai 3 hari
untuk proses pemeriksaan/identifikasinya saja. Sedangkan dengan adanya e-
Rekomendasi ini waktu pelayanan bisa selesai pada hari yang sama. Adanya
efisiensi waktu pelayanan memberikan keuntungan bagi pengguna layanan,
diantaranya dari segi biaya transportasi, upah harian pegawai lepas, sewa gudang
dan lain-lain.
Sebelum menggunakan aplikasi e-Rekomendasi, pengguna layanan setiap
melakukan permohonan diwajibkan untuk membawa berkas-berkas persyaratan
beserta salinannya, setelah adanya e-Rekomendasi pengguna layanan tidak
direpotkan lagi untuk membawa berkas-berkas persyaratan, dikarenakan ketika
proses pendaftaran akun e-Rekomendasi seluruh berkas persyaratan telah diunggah
ke aplikasi.
Setelah adanya pembaruan bagi aplikasi e-Rekomendasi, terdapatnya menu
statistik dan tembusan surat e-Rekomendasi yang langsung terintegrasi dengan
instansi/ stakeholder terkait sehingga alur perdagangan hiu dan pari lebih terkontrol
dan terintegrasi, sehingga surat e-Rekomendasi tidak dapat di manipulasi. Selain itu,
sistem e-Rekomendasi yang langsung mengirim surat tembusan ke
instansi/stakeholder terkait menguntungkan pengguna layanan dalam hal efisiensi
dan kemudahan, pengguna layanan tidak perlu lagi membawa surat dalam bentuk
hard copy.
Sebelum adanya inovasi aplikasi e-rekomendasi ini, kertas diperlukan sebagai
media untuk membuat blanko surat permohonan, blanko pemeriksaan, berita acara
hasil pemeriksaan, dan juga untuk mencetak surat rekomendasi yang diterbitkan.
Sekurang-kurangnya dibutuhkan 20 (dua puluh) lembar kertas pada setiap kali
proses pelayanan. Semua proses pelayanan dilaksanakan secara online berbasis
pada aplikasi sehingga tidak memerlukan kertas sebagai medianya/paper less
karena semua sistem baik dari pengajuan sampai penerbitan surat rekomendasi
sudah dalam bentuk surat elektronik. Sebelum adanya aplikasi e-rekomendasi ini,
pengguna jasa mengajukan permohonan sehari sebelum barang diperiksa dengan
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 112
mendatangi kantor BPSPL Pontianak. Selain itu, setelah adanya inovasi ini,
pengguna layanan bisa mengajukan permohonan kapan saja dan dimana saja
dengan mengisi formulir permohonan melalui smartphone, laptop, atau komputer
secara online tanpa harus datang ke kantor, sehingga mengurangi frekuensi tatap
muka dengan petugas pelayanan yang dapat mengurangi potensi terjadinya
pungli/gratifikasi.
SS.10. Terkelolanya Anggaran Pembangunan DJPRL Secara
Efisien dan Akuntabel
Dalam rangka mencapai Sasaran Strategis Terkelolanya Anggaran
Pembangunan Ditjen PRL Secara Efisien dan Akuntabel, Ditjen PRL
menjabarkannya dalam 2 indikator kinerja yaitu: (1) Nilai Kinerja Anggaran Ditjen
PRL dan (2) Persentase Kepatuhan terhadap SAP Lingkup DJPRL. Target yang
ditetapkan untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja pada sasaran strategis ini,
serta realisasi pada tahun 2017 ini dijelaskan pada capaian IKUI berikut:
IKU 30. Nilai kinerja anggaran Ditjen PRL (%)
Dalam penghitungan realisasi indikator kinerja ini, Ditjen PRL melakukan
koordinasi dengan Setjen KKP khususnya Biro Perencanaan. Pada umumnya,
indikator ini dihitung untuk satu tahun penuh (sifatnya tahunan) melalui aplikasi
SMART DJA yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan, dimana aplikasi ini di
input oleh operator pada masing-masing satker penerima anggaran APBN melalui
DIPA Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Cara Menghitung indikator kinerja nilai kinerja anggaran Ditjen PRL sebagai
berikut: Untuk menghitung nilai kinerja anggaran, mengacu kepada Peraturan
Menteri Keuangan Nomor: 249/PMK.02/2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi
Kinerja Atas Pelaksanaan RKA-K/L:
Nilai kinerja aspek implementasi = (P x WP) + (K x WK) + (PK x WPK) + (NE x WE)
Bobot kinerja aspek implementasi (WI) sebesar 33.3% , terdiri atas:
1) Bobot penyerapan anggaran (WP) = 9.7%.
2) Bobot konsistensi antara perencanaan dan implementasi (WK) = 18.2%).
3) Bobot pencapaian keluaran (WPK) = 43.5%.
4) Bobot efisiensi (WE) = 28.6%.
Pengukuran aspek implementasi:
1. Pengukuran penyerapan anggaran (P), dilakukan dengan membandingkan
antara akumulasi realisasi anggaran seluruh satker dengan akumulasi pagu
anggaran seluruh satker.
2. Pengukuran konsistensi (K) antara perencanaan dan implementasi, dilakukan
berdasarkan rata-rata ketepatan waktu penyerapan anggaran setiap bulan yaitu
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 113
dengan membandingkan antara akumulasi dan akumulasi realisasi anggaran
bulanan seluruh satker rencana penarikan dana bulanan seluruh satker dengan
jumlah bulan.
3. Pengukuran pencapaian keluaran (PK), dilakukan dengan membandingkan
antara rata-rata realisasi volume keluaran dengan target volume keluaran dan
rata-rata realisasi Indikator kinerja keluaran dengan target indikator kinerja
keluaran (contoh terlampir).
Pengukuran tingkat efisiensi (NE), dilakukan berdasarkan rata-rata efisiensi
untuk setiap jenis keluaran pada setiap satker, yang diperoleh dari hasil
perbandingan Capaian Nilai Kinerja Anggaran Ditjen PRL Tahun 2017 adalah
sebesar 75,62 atau mempunyai realisasi capaian keluaran sebesar 87,82% jika
dibandingkan dari nilai target sebesar 85%. Penyerapan anggaran Ditjen PRL
sebesar 43,31% merupakan perbandingan realisasi anggaran sebesar Rp.
443.119.897.762,00 terhadap pagu Rp. 1.023.197.473.000,00. Realisasi anggaran
setiap bulan berada dibawah nilai rencana penarikan dana awal dan revisi dengan
nilai konsistensi sebesar 28,52% terhadap rencana penarikan dana awal dan 25,39%
terhadap rencana penarikan dana revisi. Penyerapan anggaran Ditjen PRL
menghasilkan pencapaian output sebesar 87,82% dengan tingkat efisiensi sebesar
20%. sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 67. Target dan Realisasi IKU Nilai Kinerja Anggaran Lingkup DJPRL Tahun 2017
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
Nilai kinerja anggaran DJPRL (%) 85 75,62 88,96%
Sumber data: Ditjen PRL, KKP
Realisasi anggaran Ditjen PRL Tahun 2017 sebesar Rp. 443.119.897.762,00
terdiri atas Rp. 63.790.491.726,00 belanja pegawai, Rp. 375.872.752.295,00 belanja
barang, dan Rp. 3.443.353.741,00 belanja modal. Berikut tabel penyerapan
anggaran Ditjen PRL tahun 2017:
Tabel 68. Penyerapan Anggaran Ditjen PRL tahun 2017 (dalam ribuan)
NO ESELON I BELANJA
PEGAWAI
BELANJA
BARANG
BELANJA
MODAL
PAGU
ANGGARAN REALISASI %
7 DITJEN PRL 68.775.485 885.564.238 68.857.750 1.023.197.473 443.119.898 43,31*
* Terdapat partial cancelation PHLN sebesar Rp. 455.294.565.000, realisasi 43,31% menjadi 78,03%
Sumber: https://spanint.kemenkeu.go.id. (17 Januari 2018)
Persentase penyerapan anggaran tahun 2017 sebesar 43,31% lebih kecil
dibandingkan persentase penyerapan anggaran tahun 2016 (69,49%) dan tahun
2015 (83,20%). Penurunan persentase penyerapan anggaran pada tahun 2017
disebabkan adanya kebijakan pemerintah berupa partial cancelation PHLN sebesar
Rp. 455.294.565.000 dan efisiensi anggaran sehingga tidak semua anggaran dapat
direalisasikan. Hal ini mempengaruhi pencapaian keluaran karena tidak seluruh
target kinerja dapat dicapai. Pencapaian keluaran tahun 2017 sebesar 87,82%
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 114
berada dibawah pencapaian keluaran tahun 2016 (89,9%) begitu pula jika
dibandingkan pencapaian keluaran tahun 2015 (92,06%). Rendahnya pencapaian
keluaran tahun 2017 dikarenakan adanya kebijakan pemerintah berupa partial
cancelation PHLN sebesar 44,5% dari total anggaran Ditjen PRL.
Efisiensi anggaran dan partial cancelation PHLN yang terjadi pada tahun 2017
mengakibatkan tidak tercapainya target pencapaian keluaran Ditjen PRL karena
terdapat sebagain anggaran yang tidak dapat dibelanjakan untuk mencapai target
yang telah ditetapkan. Kurangnya pencapaian keluaran Ditjen PRL ini akan
mengurangi nilai kinerja anggaran secara keseluruhan, akan tetapi jika penghitungan
pencapaian keluaran diluar anggaran yang di-blocking dan partial cancelation PHLN
maka anggaran yang direalisasikan dapat mencapai 100% dari target yang
ditetapkan. Dengan demikian, efisiensi anggaran yang terjadi pada Ditjen PRL telah
menghambat pencapaian target kinerja dan mengurangi nilai kinerja anggaran. Untuk
meningkatkan nilai kinerja anggaran perlu dilakukan revisi anggaran dengan
menyesuaikan jumlah efisiensi anggaran sehingga dapat meningkatkan persentase
penyerapan anggaran dan pencapaian keluaran.
Bila penghitungan nilai kinerja anggaran Ditjen PRL menggunakan pagu
anggaran sebelum self blocking dan partial cancelation PHLN mengikuti hasil
penghitungan berdasarkan http://monev.anggaran.depkeu.go.id/2017/satker pada
dashborad satker, maka nilai kinerja anggaran Direktorat Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut sebesar 75.62, seperti pada table di bawah ini :
Tabel 69. Nilai Kinerja Anggaran Ditjen PRLTahun 2017
No Uraian Nilai
1 Penyerapan Anggaran (WP) 43,31
2 Konsistensi antara Perencanaan dan Implementasi (WK) (atas revisi) 28,52
3 Pencapaian Keluaran (WPK) 87,82
4 Efisiensi (WE) 20,00
Nilai kinerja aspek implementasi (WI) 75,62
Keterangan: Penghitungan NKA bersumber dari http://monev.anggaran.kemenkeu.go.id
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 115
Gambar 34.Capaian Nilai Kinerja Anggaran Ditjen PRL berdasarkan Aplikasi SMART-DJA
IKU 31. Persentase Kepatuhan terhadap SAP lingkup DJPRL
Angka persentase informasi dalam Laporan Keuangan yang relevan, dapat
dipahami, dapat diperbandingkan dan tepat waktu sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintah (PP No. 71 Tahun 2010). Cara Menghitung menghitung capaian IKU
Persentase Kepatuhan terhadap SAP lingkup DJPRL melaui Prosentase
penyelesaian Laporan Keuangan yang telah di kerjakan oleh masing-masing satker
penerima anggaran dari Ditjen PRL pada tahun anggaran 2017.
Capaian pada tahun 2017 ini adalah 100%, dengan 77 satker telah
menyelesaikan laporan keuangan dengan baik dan telah direview oleh Inspektorat
Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan. Analisis keberhasilan indikator
tersebut yaitu:
1. Melakukan e-rekon SAIBA setiap bulan serta melakukan upload dokumen
Melakukan monitoring terhadap DIPA/RKAKL untuk melihat kuantitas dari
revisi serta alasan-alasan dilakukan revisi;
2. Monitoring belanja barang dan modal yang bersifat kontraktual untuk melihat
progres sampai kontrak berakhir;
3. Monitoring terhadap pendapatan untuk mencatat NTPN setiap transaksi agar
sesuai akunnya;
4. Monitoring belanja pegawai untuk melihat kesesuaian jumlah PNS dan
Tenaga Kontrak dan dibandingkan dengan realisasi belanja pegawai;
5. Monitoring belanja barang pembentuk persediaan yang terdiri dari akun 5218,
523, dan 526 untuk melihat penginputan data persediaan secara benar yang
akan berpengaruh terhadap SAIBA, termasuk potensi unregister dalam
laporan;
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 116
6. Monitoring pencatatan informasi akrual pada akun 522111, 522112, 522113,
dan 522119 agar tercatat secara benar termasuk penjurnalan dalam aplikasi
SAIBA;
7. Monitoring pencatatan Konstruksi Dalam Pekerjaan (KDP), Aset Tetap
Renovasi dan Barang Dalam Proses (BDP) atas kontrak berjalan;
Solusi dan rekomendasi yang telah dilakukan yaitu Sebelum melakukan e-
rekon dengan Kementerian Keuangan dilakukan rekon antara data SAIBA dan BMN,
serta Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan sesuai standar dan peraturan yang
berlaku serta melakukan koordinasi dengan Itjen KKP. Rencana aksi 2018 yaitu
Pelaksanaan kegiatan dan pencatatan informasi keuangan serta pelaporannya
sesuai peraturan yang berlaku.
Perbandingan realisasi kinerja sampai dengan tahun 2015 dengan target
jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis Ditjen 2015
– 2019, adalah sebagai berikut :
Tabel 70. Perbandingan Persentase Kepatuhan Tahun 2015 dengan Perencanaan Jangka Menengah
N
o Rincian
2015 2016 2017 2018 2019
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
1 Persentase
Kepatuhan
terhadap
SAP
lingkup
DJPRL (%)
100 100 100 100 100 100 100 - 100 -
Apabila dibandingkan dengan capian kinerja tahun lalu dan beberapa tahun
terakhir, indicator ini memiliki capaian yang sama dengan tahun 2016 yaitu 100%,
sehingga kinerja terkait IKU Persentase Kepatuhan terhadap SAP lingkup DJPRL
bisa terus dipertahankan dan ditingkatkan.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 117
BAB IV
PENUTUP
Berbagai hasil pembangunan pengelolaan ruang laut yang telah dicapai
selama Tahun 2017, telah dikemukakan di atas. Upaya pembangunan perlu terus
ditingkatkan dan perbaikan kualitas pelayanan harus dilaksanakan lebih konsisten
dan secara terus menerus oleh semua jajaran aparatur pada semua tingkatan,
sehingga pelayanan selalu dapat diberikan secara tepat, cepat dan mudah
dilaksanakan serta tidak diskriminatif.
Sangat disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan pengelolaan ruang laut
masih memerlukan perbaikan dan kerja keras oleh seluruh jajaran Ditjen PRL. Selain
itu, sangat diperlukan dukungan lintas sektor dan lembaga terkait lainnya, serta para
stakeholders kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran
pembangunan pengelolaan ruang laut terutama dalam meningkatkan perekonomian
nasional.
Pelaksanaan pembangunan pengelolaan ruang laut sepanjang Tahun 2017 ini
mudah-mudahan dapat memenuhi harapan masyarakat serta menyumbangkan
gagasan dan pemikiran tentang arah dan strategi pembangunan pengelolaan ruang
laut ke depan secara lebih kompleks.
Tugas membangun sektor pengelolaan ruang laut ke depan, bukanlah
merupakan tugas pemerintah semata. Dibutuhkan partisipasi aktif pihak lain dan juga
masyarakat luas dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan
yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja dan analisis pencapaian akuntabilitas
kinerja tahun 2017, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut telah melaksanakan
kegiatannya berdasarkan pada program/kegiatan untuk mencapai sasaran, sesuai
dengan pengukuran kinerja terlihat bahwa target-target dari sasaran yang ingin
dicapai, secara umum tercapai (rata-rata capaian 100,28 %), sebagaimana tersaji
pada dashboard kinerjaku.kkp.go.id sebagai berikut:
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 118
Gambar 35. Dashboard Capaian Kinerja Ditjen PRL 2017
Hal ini tercapai karena dari 31 Indikator Kinerja Direktorat Jenderal PRL,
terdapat 25 Indikator Kinerja yang mencapai target ≥100% yakni:
1) IK 1 Nilai Tukar Petambak Garam
2) IK 4 Tingkat Kemandirian SKPT tanggung jawab Ditjen PRL
3) IK 5 Jumlah pulau kecil/terluar yang memiliki Hak Atas Tanah (HAT)
4) IK 7 Jumlah luas kawasan konservasi
5) IK 8 Jumlah Jasa Kelautan yang dikelola untuk Pengembangan Ekonomi
6) IK 9 Jumlah masyarakat hukum adat, tradisional dan lokal di Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang direvitalisasi
7) IK 11 Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil rusak yang pulih
kembali
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 119
8) IK 12 Jumlah perairan laut antar wilayah yang memiliki dokumen RZ kawasan
laut
9) IK 13 Jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan
10) IK 14 Nilai Kesesuaian Bantuan Pemerintah lingkup Ditjen Pengelolaan
Ruang Laut
11) IK 15 Indeks efektifitas kebijakan pemerintah
12) IK 16 Jumlah lokasi kawasan laut dan wilayah pesisir yang memiliki rencana
zonasi dan/atau masterplan dan bisnisplan yang akan ditetapkan
menjadi peraturan perundangan
13) IK 17 Jumlah penambahan luas kawasan konservasi
14) IK 18 Jumlah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dibangun sarana
prasarananya
15) IK 21 Jumlah luas lahan yang difasilitasi
16) IK 22 Jumlah keanekaragaman hayati laut yang dilindungi, dilestarikan
dan/atau dimanfaatkan
17) IK 23 Indeks kompetensi dan integritas DJPRL
18) IK 24 Persentase unit kerja DJPRL yang menerapkan sistem manajemen
pengetahuan yang terstandar
19) IK 25 Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi DJPRL
20) IK 26 Nilai AKIP DJPRL
21) IK 27 Nilai Maturitas SPIP
22) IK 28 Persentase tindak lanjut direktif pimpinan
23) IK 29 Jumlah inovasi pelayanan publik Lingkup DJPRL
24) IK 31 Persentase Kepatuhan terhadap SAP lingkup DJPRL
Namun demikian, masih terdapat 6 indikator kinerja yang belum mencapai
target, 2 indikator diantaranya masuk dalam PK revisi Ditjen PRL, yaitu:
1) IK 2 Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total keseluruhan, tercapai
89,08% dari yang ditargetkan (PK revisi Ditjen PRL);
2) IK 3 Pertumbuhan PDB Perikanan, tercapai 84,38% dari yang ditargetkan;
3) IK 6 Produksi Garam Nasional, tercapai 29,25% dari yang ditargetkan;
4) IK 10 Jumlah kawasan konservasi Perairan yang meningkat kualitas
pengelolaan efektifnya, tercapai 73,33% dari yang ditargetkan;
5) IK 19 Jumlah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang meningkat
ketangguhannya terhadap bencana dan dampak perubahan iklim,
tercapai 88,89% dari yang ditargetkan;
6) IK 20 Kawasan di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pantura Jawa yang
direhabilitasi, tercapai 9 kawasan dari 4 kawasan (900 batang) yang
ditargetkan (PK revisi Ditjen PRL);
7) IK 30 Nilai kinerja anggaran DJPRL, tercapai 89,13% dari yang ditargetkan.
Laporan Kinerja Ditjen PRL 2017 | 120
4.2. Saran
Berkenaan dengan capaian indikator kinerja Ditjen PRL Tahun 2017, hal-hal
yang perlu ditindaklanjuti di tahun 2018, antara lain berupa:
1. Untuk mencapai target (IK 2) Persentase Kualitas Garam KP1 terhadap total
keseluruhan, perlu dihilangkan dikarenakan semenjak tahun 2016 sampai
dengan 2019 bentuk bantuan sarpras yang diberikan keselurahn guna
menunjang pencapaian garam KP1, sehingganya capaian indikator ini sudah
merupakan bagian dari pencapaian produksi garam;
2. Untuk mencapai target (IK 3) kedepan perlu dipertimbangkan kembali untuk
tidak dimasukkan dalam bagian dari target IKU Ditjen PRL, karena terlihat
bahwa Ditjen PRL tidak terkait langsung dengan indicator Pertumbuhan PDB
Perikanan ini, indicator terkait IK 3 ini supported by Perikanan Budidaya dan
Perikanan Tangkap;
3. Untuk mencapai target (IK 6) Produksi garam Nasional, program peningkatan
kuantitas dan kualitas garam rakyat telah efektif, antara lain penyempurnaan
program integrasi lahan garam rakyat dan sistem geomembran, namun
kendala (i) belum siapnya petambak dengan program integrasi lain ini, (ii)
hujan mulai turun saat lahan selesai diintegrasikan, (ii) cuaca yang
ekstrim/tidak bisa diprediksi perlu adanya mewujudkan pola/sistem rumah
kaca (high cost) atau dengan sistem Bestekin diharapkan mampu menjawab
tantangan akan kekurangan garam akibat anomali cuaca karena produksi
garam memakan waktu yang cukup singkat;
4. Untuk mencapai target (IK 19) Kendala yang dihadapi selama tahun 2017
meliputi: (i) Penggabungan 2 satker menjadi satu, (ii) Terlambatnya
perencanaan, (iii) Gagal lelang, diperlukan langkah : Percepatan jadwal
pelelangan barang/jasa pemerintahan dan mebuat Manajemen Risiko (MR)
lebih awal secara menyeluruh di lingkungan Ditjen PRL agar pelaksanaan
kegiatan lebih terkontrol dan bisa selesai tepat waktu.
5. Untuk mencapai target (IK 20) Penyebab penurunan kinerja untuk tahun 2017
terkait jumlah batang mangrove yang ditanam dikarenakan untuk penanaman
mangrove arahannya dilakukan melalui kerjasama dengan CSR dimana belum
banyak pihak swasta dengan CSR yang menaruh perhatian pada penanaman
mangrove, sehingganya kedepan perlu di evaluasi ulang terkait untuk tidak
menjadikan jumlah batang mangrove sebagai indikator kinerja utama (Revisi
PK 2017);
6. Untuk mencapai target (IK 30) Nilai kinerja anggaran di Ditjen PRL, diperlukan
langkah antara lain : penguatan sistem monitoring dan evaluasi dan Sistem
Pengendalian melalui evaluasi kinerja/rekonsiliasi yang dilakukan minimal dua
kali dalam setahun (semester I dan semester II), guna optimalisasi
keberhasilan kinerja program.