Kasus Rumah Sakit

8
CONTOH KASUS PERPAJAKAN RUMAH SAKIT “Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan Sektor Publik” DISUSUN OLEH : Kelompok 3 : AHMAD BADRUS SALAM F1314005 AUGUS HELMI GUNAWAN F1314019 AZHARI SALAM F1314020 HARTATI F1314045 RISTIAN PANGARSO F1314076 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

description

Perpajakan Sektor Publik

Transcript of Kasus Rumah Sakit

CONTOH KASUS PERPAJAKAN RUMAH SAKIT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan Sektor Publik

DISUSUN OLEH :

Kelompok 3 :

AHMAD BADRUS SALAMF1314005

AUGUS HELMI GUNAWANF1314019

AZHARI SALAMF1314020

HARTATIF1314045

RISTIAN PANGARSOF1314076

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

1. Diketahui Rumah Sakit Setia Bunda memiliki penghasilan Rp2.870.000.000. Penghasilan yang diperoleh:

Penghasilan usaha: Rp2.500.000.000,00

Hibah: Rp 300.000.000,00

Bantuan/sumbangan: Rp 50.000.000,00

Penghasilan bunga deposito: Rp 20.000.000,00

Biaya-biaya yang dikeluarkan RS Y secara keseluruhan untuk tahun 2013 sebesar Rp2.150.000.000Biaya tersebut terdiri dari:

a. Biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ( Pasal 6 ayat 1 UU nomor 36 tahun 2008) dan SE - 34/PJ.4/1995 Jo SE - 39/PJ.4/1995) = Rp2.100.000.000,00

b. Biaya bunga= Rp 50.000.000

Hitunglah Pajak penghasilan Rumah Sakit tersebut !

Jawab

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, hibah dan bantuan/sumbangan yang diterima wajib pajak sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak yang memberi dan menerima, tidak termasuk objek pajak.

Penghasilan yang telah dikenakan PPh final tidak boleh digabungkan dengan penghasilan bruto lainnya.

Sesuai dengan butir 6 SE - 34/PJ.4/1995 Jo SE - 39/PJ.4/1995, RS dapat dikenakan pajak jika terdapat selisih lebih antara penghasilan bruto yang merupakan objek pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan menjadi pengurang penghasilan bruto.

Besarnya PPh terutang yang harus dibayar RS:

1. Total Penghasilan usaha

Rp 2.870.000.000,002. Penghasilan bukan objek pajak

- HibahRp 300.000.000,00- Bantuan/sumbanganRp 50.000.000,00 +

Total Penghasilan bukan objek pajak (a) Rp 350.000.000,003. PKP Final (bunga deposito) (b) Rp 20.000.000,00 +

Total (a+b)

Rp (370.000.000,00)

4. Penghasilan bruto

Rp 2.500.000.000,005. Total pengeluaran Rp 2.150.000.000,006. Biaya yang dapat dikurangkan

- Sumbangan Rp 50.000.000,007. Biaya yang boleh dikurangkan Rp2.100.000.000,008. Selisih lebih/kurang

Rp 400.000.000,009. Penghasilan Kena Pajak Rp 400.000.000,0010. PPh terutang 25% x Rp400.000.000

Rp 100.000.000,00Maka Pajak Penghasilan Terutanng Rumah Sakit Bunda adalah Rp100.000.000,002. Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, karena sebagai pegawai tetap.Misalkan Dokter A (status sendiri dan tidak mempunyai tanggungan) pegawai tetap di RS X pada tahun 2014 dengan gaji dan tunjangan sebulan Rp20.000.000,00Hitunglah PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh RS !

PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja:

Gaji + Tunjangan setahun Rp20.000.000 x 12 = Rp240.000.000,-

Pengurang:

Biaya jabatan (5% x jumlah bruto penghasilan setahun, maksimal Rp6.000.000)

PTKP (TK/-) Rp24.300.000

Penghasilan Kena Pajak = Rp209.700.000,-

PPh Pasal 21 terhutang:

Tarif Pasal 17 : 5% x 50.000.000 = 2.500.000

15%x159.700.000 =23.955.000

Total

= 26.455.000

Dokter A selama tahun 2014 mendapatkan potongan penghasilan atas PPh 21 sebesar Rp26.455.000,- dari RS X, sehingga pihak RS X wajib memberikan bukti potong tersebut kepada Dokter A.3. Honorarium, komisi atau fee, uang saku, uang presentasi, uang rapat yang dananya berasal dari APBN/APBD ataupun yang bukan.

a. Misalnya Dokter A (PNS/TNI/POLRI) menerima honorarium yang dananya dari APBN/APBD sebesar Rp10.000.000.PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan : 15% xRp10.000.000 = Rp1.500.000,-Pemotongan PPh Pasal 21 ini bersifat final atau tidak diperhitungkan lagi dengan penghasilan lainnya sehingga sudah selesai penghitungan PPh, namun tetap dilaporkan dalam SPT Tahunan PPhnya (melampirkan bukti potong PPh Pasal 21 tersebut).b. Misal Dokter A (swasta) menerima uang presentasi yang dananya dari APBN/APBD sebesar Rp10.000.000, dari Departemen Kesehatan.

PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan :5% x (50% x Rp10.000.000,-) = Rp250.000,-

Dokter A (swasta) wajib menerima bukti potong PPh Pasal 21 dari Departemen Kesehatan dan menghitung kembali penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya.

c. Misal Dokter A (swasta ataupun PNS/TNI/POLRI) menerima honorarium pada bulan Maret 2009 sebesar Rp30.000.000. dari Rumah sakit Z

PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan :

5% x (50% x Rp30.000.000,-) = Rp750.000.-

Dokter A wajib diberikan bukti potong PPh Pasal 21.Catatan:

1) apabila penghasilan tersebut diberikan karena pekerjaan atau jasanya bersifat berkesinambungan baik berdasarkan kontrak atau kenyataan sebenarnya, maka tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a diterapkan atas jumlah kumulatifnya.

Misalnya di bulan April 2009 Dokter A juga mendapat honorarium sebesar Rp80.000.000,- dari Rumah Sakit Z (bulan Maret 2009 telah menerima Rp30.000.000,-), sehingga jumlah kumulatifnya menjadi Rp30.000.000,- + Rp80.000.000,- = Rp110.000.000,-

Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 dari jumlah kumulatif tersebut adalah 50% x Rp110.000.000,- = Rp55.000.000,- , sehingga PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh Rumah Sakit Z adalah :

5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000,-

15% x Rp5.000.000 = Rp 750.000,- (+)

Total Rp3.250.000,-

Karena bulan Maret telah dipotong Rp750.000,-, maka bulan April PPh yang harus dipotong Rp3.250.000,- - Rp750.000 = Rp2.500.000

Jumlah penghasilan bruto bagi Dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik adalah sebesar jasa Dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

2) Misalnya, Pasien A membayar tagihan Rumah Sakit Z sebesar 25 juta, dengan rincian uang obat Rp5.000.000,- dan uang jasa Dokter B sebesar Rp20.000.000,-. Rumah Sakit Z menerima bagi hasil dari uang jasa Dokter B sebesar 50% dari jumlah tersebut atau Rp10.000.000,- (sesuai dengan perjanjian).

Rumah Sakit Z memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Dokter B dari jumlah penghasilan bruto Rp20.000.000,- bukan dari jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagi hasil atau Rp10.000.000,-. Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong Rumah Sakit Z adalah : 5% x (50% x Rp20.000.000) = Rp500.000,-4. Hadiah atau penghargaan, bonus, gratifikasi atau imbalan dalam bentuk lain, karena sebagai dokter yang memberikan keuntungan bagi produsen obat-obatan atau alat kesehatan lainnya.Misalnya Dokter A (bukan pegawai tetap di PT X) menerima hadiah berupa tiket pesawat dan akomodasinya dari PT X senilai Rp50.000.000.

PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi penghasilan :

5% xRp50.000.000 = Rp2.500.000,-

Dokter A wajib menerima bukti potong PPh Pasal 21 dari PT X dan dan menghitung kembali penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya.

Apabila dari hadiah tersebut ternyata tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 dari PT X, maka Dokter A wajib menghitung dan membayar sendiri Pajak Penghasilan dari hadiah tersebut di dalam SPT Tahunan PPh-nya.