Kasus Malinda Dee 1

37
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Dalam dunia profesi, kode etik menjadi dasar untuk berperilaku bagi orang-orang yang memiliki suatu profesi tertentu, dimana kode etik tersebut lebih kita kenal dengan “kode etik profesi”. Menurut Undang-undang No. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN), kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kegiatan sehari-hari. Para pelaku profesi diharapkan dapat berperilaku sesuai pedoman kode etik yang telah ada, bahkan profesi-profesi tertentu mengembangkan kode etik mereka sendiri yang menjadi aturan absolut dan tidak boleh dilanggar oleh anggota profesi tersebut. Namun, walaupun kode etik dan etika telah diketahui para pelaku profesi secara umum masih banyak orang yang melanggar pedoman-pedoman yang telah ada di dunia kerja mereka. Beberapa tahun ini kasus yang cukup menyita perhatian masyarakat Indonesia adalah kasus pencucian uang dan penggelapan uang nasabah oleh salah satu pegawai senior Citibank bernama Malinda Dee. Malinda Dee ditangkap pada tanggal

description

kasus malinda dee

Transcript of Kasus Malinda Dee 1

Page 1: Kasus Malinda Dee 1

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Dalam dunia profesi, kode etik menjadi dasar untuk berperilaku bagi orang-orang yang memiliki

suatu profesi tertentu, dimana kode etik tersebut lebih kita kenal dengan “kode etik profesi”.

Menurut Undang-undang No. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN), kode etik profesi adalah

pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kegiatan

sehari-hari. Para pelaku profesi diharapkan dapat berperilaku sesuai pedoman kode etik yang

telah ada, bahkan profesi-profesi tertentu mengembangkan kode etik mereka sendiri yang

menjadi aturan absolut dan tidak boleh dilanggar oleh anggota profesi tersebut.  Namun,

walaupun kode etik dan etika telah diketahui para pelaku profesi secara umum masih banyak

orang yang melanggar pedoman-pedoman yang telah ada di dunia kerja mereka. Beberapa tahun

ini kasus yang cukup menyita perhatian masyarakat Indonesia adalah kasus pencucian uang dan

penggelapan uang nasabah oleh salah satu pegawai senior Citibank bernama Malinda Dee.

Malinda Dee ditangkap pada tanggal 23 Maret 2011 dengan tuduhan  penggelapan uang nasabah

kurang lebih Rp 40 Miliar. Kabarnya puluhan nasabah tertipu olehnya dan tindakan kriminalnya

sudah dimulai sejak tahun 2009. Kemampuan melayani Malinda yang membuat para nasabahnya

merasa nyaman dan akhirnya memberikan kepercayaan besar pada dirinyalah yang memudahkan

Malinda untuk menggelapkan uang mereka sedikit demi sedikit. Hasil uang yang didapatkannya

ini kemudian dicuci ke beberapa perusahaan yang dimilikinya dengan partner-nya yang lain.

 

Page 2: Kasus Malinda Dee 1

Sebagai Relationship Manager dan menjabat dengan pangkat Vice President yang merupakan

pangkat tertinggi untuk karyawan di Citibank tentunya rasa percaya yang didapatkan Malinda

Dee dari para nasabahnya akan lebih besar daripada para karyawan lain karena integritas yang

seharusnya dimiliki oleh profesi tesebut. Namun sayangnya kepercayaan ini disalahgunakan

olehnya untuk memperkaya dirinya sendiri. Semakin tinggi jabatan seseorang dalam profesinya

tentunya tanggung jawab yang dipikulnya juga akan lebih tinggi daripada orang lain. Itulah

mengapa integritas dan citranya juga akan lebih beresiko untuk hancur, tergantung cara

berperilakunya di mata orang-orang yang berelasi dengan dirinya. Dengan tindakan kriminalnya

Malinda Dee telah melakukan pelanggaran kode etik profesinya. Dalam dunia perbankan,

Malinda Dee dikategorikan sebagai  bankir yang menurut Kode Etik Bankir Indonesia memiliki

pengertian sebagai seseorang yang bekerja di Bank dan sedang atau pernah berkecimpung dalam

bidang teknis operasional dan non operasional perbankan. Bahkan Malinda Dee dapat disebut

sebagai Bankir Profesional mengingat pengalaman kerjanya di dunia  perbankan sudah lama dan

jabatannya yang sudah sangat tinggi serta tanggung jawab sosialnya juga tinggi. Kode etik

Bankir mengatur pemilik profesi bankir untuk  berperilaku sesuai pedoman-pedoman yang telah

diatur di dalamnya dan juga mengatur hubungan seorang bankir dengan sesama karyawan, pihak

lain, dan lingkungan kerjanya. Dengan adanya kasus ini banyak pihak yang dirugikan baik secara

finansial dan juga nama baik secara individual maupun organisasi. Citibank sebagai organisasi

tempatnya bekerja akan mendapatkan imbas yang cukup besar dan para nasabah yang ditipu

akan merasakan kerugian. Selain melangar kode etik profesinya, Malinda Dee juga melakukan

pelanggaran hukum dengan melakukan Money Laundry atau tindakan pencucian uang. Di

Indonesia hukum mengenai Money Laundry dapat kita lihat pada Undang-undang No 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan adanya

Page 3: Kasus Malinda Dee 1

pelanggaran ini kesalahan yang dilakukan Malinda Dee telah berlapis-lapis dan tentunya akan

menghancurkan kapasitasnya sebagai seorang bankir di mata publik. Motif Malinda untuk

memperkaya diri sendiri yang memanfaatkan profesinya dengan melanggar beberapa hukum dan

norma yang ada dapat kita lihat sebagai sebuah perilaku menyimpang. Robert Mz Lawang

menyebutkan bahwa perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari

norma-norma yang  berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang

berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut. Dari kasus Malinda Dee kita

dapat mengetahui apa saja bentuk pelanggaran kode etik yang telah dilakukannya dan bagaimana

imbas yang didapat oleh Malinda sendiri dan juga orang-orang yang berhubungan dengan dirinya

bahkan organisasi tempatnya bekerja. Oleh karena itu judul yang dipilih adalah “Pelanggaran

Kode Etik Profesi oleh Malinda Dee”.

2. PERMASALAHAN

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan berbagai masalah antara lain

sebagai berikut :

1. Apa saja pelanggaran kode etik profesi dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh

Malinda Dee? 2.

2. Apa saja bentuk hukuman yang didapatkan oleh Malinda Dee dalam  pelanggaran kode

etik profesi yang dilakukannya?

3. Bagaimana imbas atau dampak yang didapatkan oleh profesi Bankir, organisasi,

danindividu lain yang memiliki relasi dengan Malinda Deedari adanya kasus tersebut?

4. Bagaimana pelanggaran yang dilakukan oleh Malinda Dee dilihat sebagai  perilaku

menyimpang?

Page 4: Kasus Malinda Dee 1

5. Bagaimana caranya agar kasus pelanggaran etika sekaligus pelanggaran hukum tidak

terulang kembali?

BAB II

KASUS

Malinda Dee menjadi karyawan di Citibank sejak Agustus 1989. Saat ditangkap polisi, Malinda

menduduki jabatan Relationship Manager Citibank di Kantor Cabang Citibank Landmark,

Jakarta Selatan, dengan pangkat Vice President. Pangkat tersebut merupakan pangkat yang

tertinggi untuk karyawan Citibank. Sejak diterima, Malinda dikenal sebagai salah satu aset yang

berharga di Citibank karena  prestasi Malinda Dee dalam pekerjaannya terbilang bagus, yakni

kemampuannya dalam membawa nasabah kaya untuk menggunakan jasa Citibank, hal tersebut

membuatnya diberi keleluasaan oleh pihak Citibank dalam mencari nasabahnya sendiri. Pada 25

Maret 2011, Mabes Polri mengungkap kasus penggelapan dana nasabah di Citibank atas laporan

para nasabah. Delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal

Markas Besar Polri menangkap Malinda di apartemennya kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Polisi

menyita sejumlah  barang bukti, antara lain dokumen-dokumen transaksi, uang tunai dan 1 unit

mobil merek Ferari. Tersangka Malinda Dee diserahkan dari penyidik Polri kepada Kejari

Jakarta Selatan pada pukul 09.45 WIB. Malinda diduga sudah melakukan aksinya sejak tahun

2009 lalu. Dari tiga perusahaan yang menjadi nasabah Citibank, Malinda dapat mencuri uang

dari para nasabah tersebut hingga Rp17 miliar. Jaksa Penuntut Umum mendakwa Malinda

melakukan penggelapan dan  pencucian uang dalam kurun waktu 22 Januari 2009 hingga 7

Februari 2011 melalui 117 transaksi, dimana 64 transaksi di antaranya dalam bentuk pecahan

Page 5: Kasus Malinda Dee 1

rupiah senilai Rp27,36 miliar dan 53 transaksi senilai 2,08 juta dolar AS. Jaksa menuntut

Malinda atas kejahatan yang telah dilakukannya selama ini dengan pasal berlapis, yaitu pasal

dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1

dan pasal 65 KUHP. Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal

65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, yang ancamannya

adalah dipenjara selama 15 tahun. Selama ini Malinda Dee melakukan pembobolan dana nasabah

dengan cara meraih kepercayaan terhadap nasabah tersebut dan menyalahgunakan kepercayaan

para nasabah yang kaya terhadap dirinya. Malinda terlebih dahulu memperlakukan mereka

secara istimewa, yang salah satu contohnya adalah dengan melayani para nasabah yang kaya di

ruang khusus di kantor Citibank. Perlakuan ini tidak hanya diberikan Malinda dalam waktu

singkat, tetapi hingga puluhan tahun sampai para nasabah sangat percaya terhadap Malinda

karena perlakuan istimewanya tersebut. Dari hal tersebut Malinda mencermati pola transaksi

nasabah yang  bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditandatangani agar

memudahkan transaksi. Blanko inilah yang dia gunakanan untuk menarik dana dengan mencuri

uang tersebut sedikit-demi sedikit tanpa disadari oleh pemilik rekening melalui persekongkolan

jahat dengan bawahannya, Dwi Herawati, Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku

 Head Teller Citibank. Malinda memerintahkan  bawahannya mentransfer uang ke beberapa

perusahaan miliknya. Malinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, sehingga nasabah

seolah-olah datang ke bank untuk melakukan transaksi. Lalu Malinda meminta teller Citibank

Page 6: Kasus Malinda Dee 1

yang bernama Dwi untuk membantu melakukan pencatatan palsu terhadap beberapa transfer

uang, yang nilainya antara Rp1 miliar hingga Rp 2 miliar. Catatan tersebut merupakan

manipulasi transfer uang dari rekening nasabah ke beberapa rekening milik Malinda di dalam

maupun di luar Citibank.

Rohly Pateni, merupakan salah satu nasabah Citibank yang menjadi korban dari Malinda.

Menurut Rohly Pateni, dia sangat percaya kepada Malinda karena sudah 18 tahun menjadi

nasabah dari Citibank dan ditangani Malinda. Rohly Pateni  jarang mengecek rekening banknya

karena sibuk bekerja, yang membuat Malinda memanfaatkan hal tersebut. Untuk menghilangkan

bukti kejahatannya, Dia membuat perusahaan  pribadinya yang dialiri dana nasabah Citibank atas

nama orang lain. Malinda mengalirkan dana nasabah yang berhasil dicuri ke empat perusahaan

miliknya yaitu, PT Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo

Resources, dan PT Axcomm Infoteco Centro. Keempat perusahaan tersebut merupakan

perusahaan yang didirikannya bersama dengan Reniwati, Roy Sanggilawang, dan Gesang

Timora. Reniwati merupakan Citigold Executive Head di Citibank Landmark. Selain itu,

Malinda juga telah menggunakan dana nasabah untuk menyicil angsuran mobil super mewah

seperti Ferrari. Kemudian dari keempat  perusahaan ini, Malinda kembali menarik uang untuk

kepentingan pribadinya, Andhika suami sirinya, maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami

Visca, Ismail  bin Janim. Selain orang-orang tersebut, terdapat keterlibatan Wakil Gubernur

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia

menjadi Komisaris Utama PT Sarwahita Group Managemen, yakni salah satu  perusahaan milik

Malinda. Dia mengaku tak melakukan bisnis dalam perusahaan tersebut, tidak jelas apakah

pengakuan ini benar atau tidak karena tidak pernah ada  pemeriksaan terhadap Rio Mendung

Thalieb. Lalu pihak lain yang juga terlibat adalah 50 orang pejabat negara yang menjadi nasabah

Page 7: Kasus Malinda Dee 1

Malinda yang uangnya berasal dari pencucian uang hasil korupsi, yang merupakan dugaan dari

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

BAB III

LANDASAN TEORI

1. Kode Etik Profesi Bankir

Menyadari bahwa pentingnya etika untuk setiap profesi, khususnya dalam  bidang perbankan,

maka telah dikeluarkan kode etik bankir sebagai penuntun profesi yang berisi nilai-nilai dan

norma-norma untuk mengatur pelayanan bankir secara baik dan pantas. Kode etik bankir terdiri

dari 9 pilar yang berisi :

1) Setiap bankir harus patuh dan taat kepada ketentuan perundang-undangan dan  peraturan

yang berlaku. Hal ini diperkuat dengan adanya dukungan dari Undang - Undang , yang

tercantum dalam UU No. 7 tahun 1992 yang telah disempurnakan dengan UU No. 10 tahun

1998 pasal 49 ayat 2b.

2) Seorang bankir harus melakukan pencatatan dengan benar mengenai segala transaksi yang

berkaitan dengan kegiatan banknya. Dengan payung hukum yang tercantum dalam UU No 7

tahun 1992 dan yang kemudian disempurnakan dalam UU No. 10 tahun 1998 pasal 49 ayat

1a.

3) Seorang bankir harus menghindarkan diri dari persaingan yang tidak Seorang bankir tidak

menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi

Page 8: Kasus Malinda Dee 1

 

4) Seorang bankir harus menghidarkan diri dari keterlibatan pengambilan keputusan  jika

terdapat pertentangan kepentingan.

5) Seorang bankir wajib menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya.

6) Seorang bankir harus memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang

diterapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, sosial dan lingkungan.

7) Seorang bankir dilarang menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri  pribadinya

maupun keluarganya.

8) Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra  profesinya

dan lembaga

Apabila kita melihat berdasarkan kode etik yang diterapkan Bank Indonesia (www.bi.go.id),

terdapat kode etik sebagai pegawai Bank Indonesia yang berisi :

1. Pegawai dilarang menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan atau fasilitas yang diberikan

oleh Bank Indonesia.

2. Pejabat Bank Indonesia wajib untuk melaporkan harta kekayaannya kepada Bank Indonesia

dan atau Komisi Pemberantasan Korupsi.

3. Pegawai dilarang meminta/menerima, memberi persetujuan untuk menerima, mengizinkan

atau membiarkan keluarga untuk meminta/menerima fasilitas dan hal-hal lain yang dapat

dinilai dengan uang dari perorangan atau badan yang diketahui atau patut diduga bahwa hal

Page 9: Kasus Malinda Dee 1

tersebut mempunyai hubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan jabatan

atau pekerjaan Pegawai yang bersangkutan.

4. Pegawai wajib menjaga rahasia Bank Indonesia untuk hal yang dikategorikan rahasia.

5. Pegawai dilarang menjadi anggota, pengurus partai politik, dan atau melakukan kegiatan

untuk kepentingan partai politik. Sedangkan berdasarkan kode etik sebagai bankir seperti

yang telah dijelaskan diatas, apabila pegawai bank terbukti melakukan pelanggaran terhadap

salah satu dari konten kode etik tersebut, maka mereka akan dikenakan sanksi sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Esensi atau isi dari kode etik tersebut yaitu untuk memberikan

panduan bagi karyawan perbankan untuk dapat bersikap sesuai dengan  prinsip moral atau

nilai-nilai mengenai sesuatu yang baik dan yang tidak baik.

Dengan mamatuhi program tersebut, para bankir diharapkan dapat menyadari  pentingnya

prinsip dasar yang dapat membantu mereka dalam membuat keputusan yang dapat berpengaruh

bagi bank dimana mereka bekerja. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bahwa seorang bankir

memberikan pelayanan yang terbaik seperti cepat, ramah, adil, serta beretika. Pelayanan

menurut Malayu S.P Sihabuan (2005) yaitu sebuah kegiatan memberikan jasa dari pihak yang

satu dengan pihak yang lain.

2. Tindak Pencucian Uang (M o n e y L o u n d e r i n g )

Secara harafiah, money loundering  merupakan pencucian uang atau  pemutihan uang hasil

kejahatan. Sebenarnya tidak ada definisi yang umum untuk dapat menjelaskan tindak pidana

tersebut, namun baik dari negara-negara maju maupun berkembang telah memiliki definisi

tersendiri untuk masing-masing negara  berdasarkan prioritas dan prespektif yang berbeda.

Namun para ahli hukum di Indonesia telah sepakat untuk mendefinisikan money laundering 

Page 10: Kasus Malinda Dee 1

sebagai tindak  pencucian uang (Sutedi Adrian, 2010). Tindak pencucian uang menurut Sutan

Remy Sjahdeini, merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau

organisasi terhadap uang haram, atau uang yang berasal dari kejahatan dengan maksud untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang

berwenang, kemudian memasukkan uang tersebut ke dalam suatu sistem keuangan sehingga

uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal. Di

Indonesia, tindak pencucian uang telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 mengenai

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut Undang-udang

tersebut tindak pencucian uang dibedakan menjadi 3 macam, seperti :

1. Tindak pidana pencucian uang aktif (setiap orang yang menempatkan, mentransfer,

mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke

luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang atau surat berharga atau

perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan

hasil tindak pidana),  

2. Tindak pidana pencucian uang pasif (setiap orang yang menerima atau menguasai

penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau

menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau  patut diduganya merupakan hasil

tindak pidana. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban

pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini). (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun

2010),

3. Mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang (setiap orang yang

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan,  pengalihan

hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau

Page 11: Kasus Malinda Dee 1

patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Sanksi bagi pelaku tindak pidana

pencucian uang yaitu hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda

paling banyak 10 miliar rupiah.

3. Perilaku Menyimpang

Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwa  perilaku manusia

dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviourcauses) dan faktor diluar

perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya teori tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut dengan

mendefinisikan bahwa perilaku terbentuk karena 3 faktor seperti: faktor predisposisi (mencakup

pengetahuan, sikap dan sebagainya), faktor pemungkin (mencakup lingkungan fisik, tersedia

atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja), faktor penguat

(meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya). (Notoatmodjo,

2003). Sedangkan tindak pencucian uang merupakan sebuah penyimpangan perilaku individu.

Menurut Robert M.Z. Lawang, bahwa penyimpangan merupakan tindakan yang menyimpang

dari norma-norma yang berlaku umum dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari

pihak yang berwajib untuk memerbaiki perilaku yang menyimpang tersebut. Perilaku manusia

pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik

tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh individu tersebut (Winardi, 2004). Sedangkan

berdasarkan teori kontrol yang dikemukakan oleh para ahli, penyimpangan merupakan sebuah

konsekuensi dari gagalnya seseorang dalam menaati hukum. Salah satu ahli yang

mengemukakan teori kontrol in yaitu Hirschi (1969, dalam Atmasasmita, 1992).Hirschi

mengemukakan bahwa berbagai bentuk pengingkaran terhadap aturan yang berlaku merupakan

akibat dari kegagalan mensosialisasi individu warga masyarakat untuk bertindak sesuai dengan

Page 12: Kasus Malinda Dee 1

aturan atau tata tertib yang ada;penyimpangan dan bahkan kriminalitas merupakan bukti

kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional untuk mengikat individu agar tetap

bertindak dengan semestinya, seperti: keluarga, sekolah atau institusi pendidikan dan kelompok-

kelompok dominan lainnya; setiap individu seharusnya belajar untuk tidak melakukan tindakan

menyimpang atau kriminal; serta kontrol internal dianggap lebih  berpengaruh dari pada kontrol

eksternal.

BAB IV

ANALISIS

1. PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI DAN PELANGGARAN HUKUM

Kasus Malinda Dee merupakan kasus pelanggaran ganda, yaitu pelanggaran terhadap kode etik

profesi sebagai bankir dan pelanggaran terhadap hukum yang  berlaku di Indonesia. Sebagai

seorang karyawan Citibank, sudah seharusnya Malinda mengikuti kode etik profesi Bankir dan

kode etik yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Namun karena kepentingan pribadinya, Malinda

mengesampingkan kode etik yang ada dan melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku

di Indonesia. Dari 9 pilar kode etik bankir, ada 3 kode etik yang dilanggar oleh Malinda, yaitu :

1. Setiap bankir harus patuh dan taat kepada ketentuan perundang-undangan dan peraturan

yang berlaku. Hal ini diperkuat dengan adanya dukungan dari Undang - Undang , yang

tercantum dalam UU No. 7 tahun 1992 yang telah disempurnakan dengan UU No. 10

tahun 1998 pasal 49 ayat 2b.

Malinda terbukti tidak patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan  peraturan

yang berlaku karena ia melakukan penggelapan dan pencucian uang, dimana tindakan

Page 13: Kasus Malinda Dee 1

tersebut bertentangan dengan pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-

Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.

2. Seorang bankir tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan  pribadi.

Malinda melanggar kode etik ini karena dia telah terbukti menyalahgunakan

wewenangnya sebagai Relationship Manager Citibank (dengan pangkat Vice President)

dengan mengajukan blanko kosong untuk ditandatangani nasabah. Blanko inilah yang

Malinda gunakan untuk mencuri uang nasabahtanpa disadari oleh pemilik rekening.

Selain itu, Malinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, meminta

teller Citibankmembantu melakukan pencatatan  palsu terhadap beberapa transfer uang,

danmemerintahkan bawahannya mentransfer uang ke empat perusahaan miliknya. Dana

nasabah juga digunakan Malinda untuk kepentingan pribadinya, seperti membeli mobil

mewah, serta membiayai kehidupan suami dan adiknya.

3. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya

dan lembaga.

Tindakan penggelapan dan pencucian uang yang dilakukan oleh Malinda jelas merupakan

suatu perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesi bankir dan lembaga

(Citibank). Selain melanggar 9 pilar kode etik bankir, Malinda juga melanggar salah satu

dari kode etik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yaitu :

Pegawai dilarang menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan atau fasilitas yang diberikan

oleh Bank  Indonesia.Namun kode etik tersebut hampir sama dengan salah satu kode etik

bankir, seperti yang sudah dijelaskan di poin kedua di atas. Dari kasus pelanggaran kode

etik bankir di atas, menunjukkan bahwa Malinda  juga melanggar prinsip- prinsip kode

etik profesi pada umumnya. Malinda tidak memiliki prinsip tanggung jawab terhadap

Page 14: Kasus Malinda Dee 1

dana nasabah yang seharusnya ia kelola dengan baik, dan tidak melakukan pertimbangan

professional dalam semua kegiatan yang dia lakukan. Malinda juga mengabaikan prinsip

kejujuran karena ia telah menipu nasabah-nasabahnya. Selain itu, Malinda tidak memiliki

prinsip integritas karena ia tidak memilik kejujuran dan komitmen dalam menjalankan

profesinya serta tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan nasabah.

Pelanggaran kode etik bankir yang dilakukan Malinda Dee sudah termasuk dalam aspek

kriminalitas, sehingga kasus ini juga merupakan pelanggaran hukum. Malinda melanggar

ketentuan hukum yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP; Undang-Undang No 25 Tahun 2003

tentang Pidana Pencucian Uang Pasal 65 KUHP; dan UU  Nomor 8 Tahun 2010

mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan

tiga macam jenis pencucian uang yang ada menurut UU Nomor 8 Tahun 2010 , Malinda

termasuk ke dalam jenis “Tindak pidana pencucian uang aktif”, karena Malinda

mentransfer, membelanjakan, membayarkan, dan menghibahkan dana nasabah untuk

keperluan pribadinya, dan yang diketahuinya atau  patut diduganya merupakan hasil

tindak pidana karena uang 50 orang pejabat negara yang menjadi nasabah Malinda

berasal dari pencucian uang hasil korupsi, yang merupakan dugaan dari Pusat Pelaporan

dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sementara itu, suami, adik, adik ipar, dan

para petinggi perusahaan Malinda yang dialiri dana hasil curian Malinda termasuk ke

dalam jenis “Mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang ” . Pihak-pihak

tersebut masuk ke dalam jenis ini karena mereka menyembunyikan atau menyamarkan

asal usul, sumber lokasi,  peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang

Page 15: Kasus Malinda Dee 1

sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil

tindak pidana.

 

2. SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI

 Bankir yang profesional adalah bankir yang memiliki integritas pribadi, keahlian dan

tanggungjawab sosial yang tinggi serta wawasan yang luas agar mampu melaksanakan

manajemen bank yang profesional pula. Dalam melaksanakan pekerjaannya, seorang Bankir

harus berpedoman pada kode etik profesi yang ada. Kode etik tersebut menjadi pijakan dalam

berperilaku dan bertindak agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar serta tidak merugikan diri

sendiri dan orang lain. Malinda Dee melakukan pekerjaannya sebagai Relationship Manager

tanpa memperhatikan kode etik profesi seorang bankir. Konsekuensi dari perilaku menyimpang

yang ia lakukan adalah harus menerima sanksi seperti yang telah diatur dalam Ikatan Bankir

Indonesia. Karena pelanggaran yang dilakukan Malinda termasuk pelanggaran kode etik berat,

maka dapat dikenakan sanksi oleh Dewan Pimpinan Pusat berupa pemberhentian sebagai Bankir.

Selain karena pelanggaran kode etik berat, pemberhentian tersebutjuga dikarenakan Malinda

telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuataan hukum yang tetap

karena melakukan tindak pidana. Citibank pun memberikan sanksi terhadap Malinda dengan

memberhentikannya sebagai karyawan.Di lain pihak, pandangan atau respect  masyarakat

terhadap Malinda akan menurun, karena pelanggaran etika akan menimbulkan ketidaksukaan

dari suatu kelompok tertentu, dan tentunya Malinda akan merasa tersisih dari masyarakat sekitar.

3. DAMPAK TERHADAP PROFESI, ORGANISASI, DAN RELASI

Page 16: Kasus Malinda Dee 1

Kasus Malinda Dee tidak hanya melibatkan dirinya dan pihak-pihak lain yang ikut membantu

tindak kriminalnya, namun juga ikut melibatkan profesi yang digelutinya dan organisasi atau

lembaga tempatnya bekerja. Dalam hal ini, profesi yang ikut terkena dampak negatif adalah

profesi bankir, dan organisasi atau lembaga yang ikut terkena imbas perbuatan Malinda adalah

Citibank. Selain itu, kasus besar ini tentunya juga akan memberikan kerugian terhadap orang-

orang terdekat Malinda, seperti keluarganya. Jadi, meskipun tidak ikut terlibat namun secara

teori dan fakta, profesi sejenis, organisasi tempat bekerja, dan keluarga juga akan ikut merasakan

imbas dari perbuatan tercela yang dilakukan Malinda. Secara lebih rinci, dampak yang ikut

dirasakan oleh pihak-pihak lain yang  bersangkutan dengan Malinda namun tidak ikut membantu

tindak kriminalnya, antara lain:

1. Profesi Bankir Dengan adanya kasus Malinda Dee, mau tidak mau profesi Bankir akan

mendapatkan imbasnya juga. Dari kasus ini, kepercayaan masyarakat terhadap seorang

bankir akan berkurang dan citra profesi seorang bankir akan menurun. Selain itu, prosedur

perbankan menjadi lebih diperketat sehingga akan lebih membatasi ruang gerak bankir.  

2. Citibank Citibank sebagai tempat Malinda bekerja, akan dilanda krisis reputasi dan krisis

kepercayaan dari masyarakat. Dengan adanya kasus yang melibatkan  beberapa

karyawannya, reputasi perusahaan pasti akan menurun. Masyarakat akan menjadi ragu untuk

menyimpan uang nya di Citibank, dan apakah uangnya akan benar-benar aman, karena Bank

ini tidak dapat mengontrol dan mengawasi perilaku karyawannya dengan baik. Jika tidak

mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menjamin keamanan dana nasabahnya,

Citibank bisa dilanda krisis keuangan.

Page 17: Kasus Malinda Dee 1

3. Keluarga Perbuatan tidak beretika seorang pegawai senior yang seharusnya menjadi

panutan para juniornya ini dapat menurunkan reputasi dan nama baik keluarga di mata

masyarakat.

4. PELANGGARAN MALINDA DEE SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG

Pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum Malinda Dee merupakan  perilaku yang

menyimpang. Pelanggaran tersebut dikatakan sebagai perilaku menyimpang karena sesuai

dengan teori kontrol yang dikemukakan oleh para ahli, dimana penyimpangan merupakan sebuah

konsekuensi dari gagalnya seseorang dalam menaati hukum. Malinda Dee gagal dalam menaati

hukum yang berlaku, maka dikatakan memiliki perilaku menyimpang. Menurut Hirschi, perilaku

menyimpang adalah akibat dari kegagalan mensosialisasi kepada warga masyarakat untuk

bertindak sesuai dengan aturan atau tata tertib yang ada dan bukti kegagalan kelompok-

kelompok sosial konvensional (seperti: keluarga, institusi pendidikan dan kelompok-kelompok

dominan lainnya) untuk mengikat individu agar tetap bertindak dengan semestinya. Dalam kasus

ini, kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional bisa  berasal dari tiga kemungkinan.

Yang pertama yaitu kegagalan keluarga dan lingkungan sekitar dalam membentuk seorang

individu menjadi pribadi yang baik. Yang kedua adalah peran dari lembaga pendidikan. Selain

memberikan ilmu dan  pengetahuan, lembaga pendidikan juga harus mengajarkan perilaku

beretika dan  bermoral kepada tiap-tiap individu. Dan yang ketiga adalah kegagalan dari pihak

organisasi (Citibank) dalam mengatur dan mengawasi karyawannya.

Page 18: Kasus Malinda Dee 1

5. MINIMALISASI PELANGGARAN KODE ETIK, HUKUM, DAN PERILAKU MENYIMPANG

Dengan adanya kasus Malinda Dee, menyadarkan berbagai pihak untuk meminimalisasi dan

mencegah pelanggaran terhadap kode etik, pelanggaran hukum, dan perilaku menyimpang tiap

profesi yang ada, khususnya profesi bankir. Berikut ini adalah beberapa cara agar kasus seperti

Malinda Dee tidak terulang kembali

1. Keluarga, sebagai tempat bertumbuh dan berkembangnya individu yang  pertama dan

utama, harus dapat membentuk individu menjadi pribadi yang  jujur dan

bertanggungjawab terhadap segala pekerjaan.

2. Setiap individu seharusnya belajar dan memiliki kesadaran untuk tidak melakukan

tindakan menyimpang atau kriminal. Kontrol internal dianggap lebih berpengaruh dari

pada kontrol eksternal.

3. Lembaga pendidikan di Indonesia harus lebih menekankan pelajaran tentang sikap moral

dan etika, tidak hanya mementingkan ilmu dan pengetahuan. Kemampuan dan kemahiran

seseorang akan sia-sia jika tidak diikuti oleh  perilaku yang baik dan beretika.

4. Organisasi atau perusahaanharus memperketat pengawasan internal, untuk mencegah

oknum-oknum pegawai bank yang nakal. Untuk memperketat  pengawasan tersebut

memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi diharapkan dapat meminimalisir

terjadinya kasus pembobolan uang nasabah. Kemudian dengan memperketat perekrutan

Sumber Daya Manusia ( SDM )  perbankan sehingga yang diterima benar-benar individu

yang mempunyai kredibilitas tinggi. Tidak hanya dari sisi skill dan knowledge namun

yang lebih penting dari itu adalah attitude, yang menyangkut kejujuran dan komitmen

tinggi pada profesi bankir. Disamping itu, organisasi juga harus  perlu lebih banyak

memberikan training dan seminar yang dapat menumbuhkan integritas para pegawai.

Page 19: Kasus Malinda Dee 1

5. Pemerintah harus mulai memperkuat penegakan hukum, membersihkan aparat atau

oknum-oknum penegak hukum yang masih dapat dengan mudah disuap.

6. Memperbaiki dua kelemahan mendasar BI yaitu pengawasan dan koordinasi. Dua hal ini

harus terus-menerus diperbaiki karena selama ini dijadikan jalan bagi pembobol bank

untuk beraksi. Aturan yang dikeluarkan oleh BI harus lebih diperketat.

BAB V

KESIMPULAN

Dalam menjalani profesi sebagai bankir harus mengikuti prinsip-prinsip kode etik profesi Bankir

yang berlaku, termasuk prinsip umum yang berlaku salah satunya adalah prinsip integritas yang

mencakup kejujuran, tanggungjawab,  pertimbangan professional, komitmen, dan bisa dipercaya.

Bankir yang profesional adalah bankir yang memiliki integritas pribadi, keahlian dan

tanggungjawab sosial yang tinggi serta wawasan yang luas agar mampu melaksanakan

manajemen bank yang profesional pula. Dalam melaksanakan pekerjaannya, seorang Bankir

harus  berpedoman pada kode etik profesi yang ada sebagai pedoman dalam berperilaku dan

bertindak agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar serta tidak merugikan diri sendiri dan

orang lainJika seorang bankir melakukan penyimpangan dari kode etik dan prinsip yang ada

maka konsekuensinya akan menerima sanksi seperti yang telah diatur dalam Ikatan Bankir

Indonesia berupa pemberhentian sebagai Bankir. Selain itu,  penyimpangan yang dilakukan juga

akan memberikan dampak yang merugikan terhadap banyak pihak diantaranya pihak bank yang

bersangkutan, nasabah, masyarakat, orang-orang terdekat, dan juga pada profesi bankir itu

sendiri. Seperti  pada kasus ini Melinda sebagai bankir yang bekerja pada Citibank melakukan

Page 20: Kasus Malinda Dee 1

pelanggaran kode etik bankir bahkan juga melakukan pelanggaran hukum. Dalam kasus ini dapat

dilihat bahwa Malinda melanggar 3 kode etik bankir. Pelanggaran kode etik pertama adalah

Malinda terbukti tidak patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang

berlaku karena ia melakukan penggelapan dan pencucian uang, dimana tindakan tersebut

bertentangan dengan pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak

Pidana Pencucian Uang. Kemudian pelanggaran kode etik ke dua Malinda terbukti

menyalahgunakan wewenangnya sebagai Relationship Manager Citibank (dengan pangkat Vice

President) dengan mengajukan blanko kosong untuk ditandatangani nasabah yang digunakan

untuk mencuri uang nasabah tanpa disadari oleh pemilik rekening. Selain itu, Malinda juga

menggunakan surat kuasa dari nasabah, meminta teller Citibank melakukan pencatatan palsu

terhadap beberapa transfer uang ke empat perusahaan miliknya. Dana nasabah juga digunakan

Malinda untuk kepentingan pribadinya. Dan  pelanggaran kode etik yang ketiga, melakukan

perbuatan tercela yang merugian citra  profesi dan lembaga. Selain itu dapat dilihat juga dari

kasus ini bahwa Malinda tidak memiliki prinsip tanggung jawab terhadap dana nasabah yang

seharusnya ia kelola dengan baik. Malinda juga mengabaikan prinsip kejujuran karena ia telah

menipu nasabah-nasabahnya. Selain itu, Malinda tidak memiliki prinsip integritas karena ia tidak

memiliki kejujuran dan komitmen dalam menjalankan profesinya serta tidak dapat memelihara

dan meningkatkan kepercayaan nasabah. Akibatnya, perbuatan Malinda memberikan dampak

negatif terhadap profesi bankir yaitu kepercayaan masyarakat terhadap seorang bankir akan

berkurang dan citra profesi seorang bankir akan menurun. Dan juga prosedur perbankan menjadi

lebih diperketat sehingga akan lebih membatasi ruang gerak bankir. Kemudian juga pihak

Citibank menjadi dilanda krisis reputasi dan krisis kepercayaan dari masyarakat. Kemungkinan

terburuk Citibank bisa dilanda krisis keuangan. Selain itu pihak keluarga Melinda juga ikut

Page 21: Kasus Malinda Dee 1

merasakan imbasnya dengan tercemarnya nama baik keluarga di mata masyarakat. Di lain pihak,

pandangan atau respect masyarakat terhadap Malinda akan menurun, karena pelanggaran etika

akan menimbulkan ketidaksukaan dari suatu kelompok tertentu, dan tentunya Malinda akan

merasa tersisih dari masyarakat sekitar. Dan konsekuensi dari semua tindakanya itu Malinda

diberhentikan dari profesinya sebagai seorang bankir di Citibank. Kemungkinan penyimpangan

kode etik yang dilakukan oleh Malinda disebabkan oleh kegagalan sosialisasi tentang perlunya

bertindak sesuai dengan aturan atau tata tertib yang ada. Dalam kasus ini, kegagalan kelompok-

kelompok sosial konvensional bisa berasal dari tiga kemungkinan. Yang pertama yaitu kegagalan

keluarga dan lingkungan sekitar dalam membentuk seorang individu menjadi pribadi yang baik.

Yang kedua adalah peran dari lembaga pendidikan. Selain memberikan ilmu dan pengetahuan,

lembaga pendidikan juga harus menanamkan  perilaku beretika dan bermoral kepada tiap-tiap

individu. Dan yang ketiga adalah kegagalan dari pihak organisasi (Citibank) dalam mengatur dan

mengawasi karyawannya. Untuk meminimalisasi dan mencegah pelanggaran terhadap kode etik,

pelanggaran hukum, dan perilaku menyimpang tiap profesi yang ada, khususnya  profesi bankir,

ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu melalui keluarga sebagai pembentuk utama

individu menjadi pribadi yang jujur dan bertanggungjawab, kesadaran individu untuk tidak

melakukan tindakan menyimpang atau kriminal, lembaga pendidikan yang harus lebih

menekankan pelajaran tentang sikap moral dan etika tidak hanya ilmu pengetahuan, organisasi

atau perusahaan harus memperketat  pengawasan internal, perekrutan SDM dan lebih banyak

memberikan training dan seminar yang dapat menumbuhkan integritas para pegawai, pemerintah

harus mulai memperkuat penegakan hukum, membersihkan aparat atau oknum-oknum penegak

hukum yang masih dapat dengan mudah disuap, dan yang terakir memperbaiki dua kelemahan

mendasar BI yaitu pengawasan dan koordinasi. Jadi, kasus Malinda Dee harus benar-benar

Page 22: Kasus Malinda Dee 1

menjadi pelajaran berharga untuk mengembangkan tata kelola dan standar etika bankir yang

lebih baik. Perilaku etis  bankir membutuhkan regulasi serta edukasi yang kuat. Dukungan dari

berbagai pihak sangat diperlukan dalam membentuk pribadi berkualitas yang taat pada aturan

dan norma-norma yang berlaku.

 

Page 23: Kasus Malinda Dee 1

DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, Romli.1992.

Tindak Pidana, Teori dan Kapita Selekta  Kriminologi

.Bandung: PT. Eresco Hasibuan, Malayu S.P.2005.

 Dasar-Dasar Perbankan

.Jakarta: PT. Bumi Aksara http://ikatanbankir.com/ibi/content.php?

id=4&top=3   http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/1224/1/Si.Cantik.Pembobol.Bank     http://

metropolitan.inilah.com/read/detail/1381232/aksi-tipu-tipu-melinda-dee

http://tv.okezone.com/play/10160/kasus-melinda-dee-mulai-menyeret-citibank     http://

web.unair.ac.id/admin/file/f_20025_3o.ppt   http://www.bamsoetnews.com/berita/berita9063-

Kronologis-Kasus-Malinda- Dee.html  

 

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/kode-etik-pegawai/Contents/Default.aspx

https://www.lintas.me/article/id.berita.yahoo.com/inilah-kronologi-inong-alias- melinda-dee-si-

pembobol-citibank/1  

 

http://www.lppi.or.id/index.php/module/Pages/sub/16/id/kode-etik-bankir     http://

www.tempo.co/read/news/2011/11/16/063366926/Kasus-Citibank-Malinda- Suka-Tebar-Uang-

ke-Teller     http://www.tempo.co/topik/tokoh/585/Inong-Malinda-Dee   http://

www.tribunnews.com/topics/si-seksi-pembobol-citibank     Kasmir.2002.

 Manajemen Perbankan

.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Lawang, Robert M.Z.1980.

 Pengantar Sosiologi

Page 24: Kasus Malinda Dee 1

.Jakarta: Universitas Terbuka

 

 Notoatmodjo, Soekidjo.2003.

 Pendidikan dan Perilaku Kesehatan

.Jakarta: Rineka Cipta

Remy, Sutan Sjahdeini.2007.

Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan  Pembiayaan Terorisme

.Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Sandhikatullah,Vaza.2011.

 Pengaruh Kasus Melinda Dee dan Bank Mega terhadap  Pergerakan Harga Saham Perbankan

Nasional. Semarang 

 : Universitas Diponegoro Sumarni, Murti.1996.

 Marketing Perbankan

.Yogyakarta: Liberty Yogyakarta Sutedi, Adrian.2010.

 Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,  Likuidasi, Dan Kepailitan

.Jakarta: Sinar Grafika Undang

 – 

 Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang Winardi J.2004.

 Manajemen Perilaku Organisasi

.Jakarta: Prenada M