kasus limfadenopati
Transcript of kasus limfadenopati
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
1/13
Kelainan Kelenjar Limfe
Pembimbing:
dr. Hj. Yanti Daryanti, Sp.B-KBD
Presentan :
Andrew Adhytia Lieputra (2013-061-028)
Karina Aprilia Wirajaya (2013-061-029)
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
2/13
Kelainan Kelenjar Limfe
1. Struktur
Sistem limfatik memiliki tiga komponen :1. Kapiler limfatik terminal yang berfungsi untuk mengabsorbsi
2. Pembuluh pengumpul yang berfungsi saluran utama untuk transport
3. Limfo nodus yang berada diantara pembuluh limfe yang berfungsi menyaring cairan
limfe dan pertahanan tubuh oleh sel-sel imun.
Pempluh kspiler limfatikmemiliki karakteristik structural yang khusus, dimana memungkinkan
makromolekul bahkan sel dan bakteri untuk memasuki sistem limfatik. Pembuluh limfatik
pengumpul mengalir sesui dengan pembuluh darah utama dari organ atau ekstermitas,
kemuadian melewati limfo nudus dan kemudian memasuki system vena melalui duktus
thorasikus. Beberapa dari stuktur dalam tubuh tidak memiliki system limfatik seperti pada
epidermis, kornea, system syaraf pusat, kartilago, tendon, dan otot.
2.Fungsi
Sistem limfatik memiliki tiga fungsi utama, Pertama, cairan interstisial dan makromolekul yang
mengalami ultrafiltrasi pada arteri kapiler akan direabsorbsi dan dikembalikan ke pembuluh
darah melalui system limfatik. Kedua mikroba yang menginvasi cairan interstisial akanmemasuki sitem limfatik dan akan bertemu dengan sel imun di limfonodus. Ketiga, secara fungsi
penyerapan makanan, pembuluh limfe berfungsi untuk menyerap dan menyalurkan lemak yang
diserap pada usus halus.
Pergerakan dari aliran cairan limfe lebih banyak dipengaruhi oleh faktor instrintik, yaitu
kontraksi dari masing-masing pembuluh darah limfe, sehingga dalam jumlah besar akan menjaga
arah aliran dari kelenjar limfe. Hal ini berbeda dari vena pada limfatik factor lain seperti
krontaksi otot sekitar, tekanan negatif dari pernafasan memiliki peranan yang kecil. Faktor-faktor
lain tersebut akan menjadi lebih penting pada kondisi kelenjar limfe yang stasis dan kongesti.
3. Pathofisiology dan staging
Limfadema adalah hasil dari ketidak mampuan system limfatik untuk menyalurkan protein dan
cairan dari intertisial. Stadium pertama dari limfadema, ketidak mampuan system limfe akan
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
3/13
menyebakan penumpukan protein dan cairan dalam rongga intertisial sehingga pada klinis akan
tampak pitting edema. Stadium kedua akan terjadi akumulasi dari sel fibroblast, adiposity, dan
makrofag yang dapat menyebabkan inflamasi lokal. Pada stadium kedua ini edema akan terlihat
semakin jelas , edema berubah menjadi pitting edema dan meiliki kosistensi seperti spons. Hal
ini disebabkan oleh perubahan struktural karena pembentukan jaringan ikat dan pembentukan
jaringan adipose pada kulit dan subkutaneus. Pada stadium ketiga, atau stadium akhir, jaringan
yang telah berubah menjadi lebih parah oleh karena danya infeksi yang berulang. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya fibrosis pada subkutaneus dan s caring.
4.Diferential Diagnosis
Pada kebanyakan pasien dengan lifadema stadium dua atau tiga maka diagnosis sudah mudah
ditentukan dari karakteristik gejalanya. Tungkai yang edema akan teraba padat dan keras.Tungkai tersebut juga akan kehilangan bentuk dari perimalleolarnya dan membentuk bentukan
seperti batang pohon.Bagian dorsum pedis akan mengalami pembekakan yang akan membentuk
kubah yang disebut juga buffalo hump, dan jari-jari kaki menjadi tebal dan berbentuk kotak.Pada
stadium ketiga kulit daerah yang edema juga mengalami perubahan seperti lichenification, peau
dorange dan hyperkeratosis. Lifedema tidak akan berespon oleh elevasi yang hanya dilakukan
dalam semalam tidak seperti pada penyakit lain.
Evaluasi dari edema ekstermitas harus dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
lengkap. Penyebab paling sering dari edema ekstermitas yang bilateral adalah berasal dari
kelainan sistemik yang paling sering adalah disebabkan oleh cardiac failure , Renal failure,
Hypoproteinemia, sirosis hepatic, nephrotic simdrom. dan malnutrisi.
Ketika penyebab sistemik telah berhasil disingkirkan, edema sekunder yang disebabkan oleh
kelainan vena dan linfatik harus dipikirkan. Kelainan pada vena merupakan penyebab tersering
dari edema tungkai unilateral. Gejala klinisnya biasanya adanya pitting edema, yang biasanya
lebih parah pada ankle dan kaki. Edema akan berespon jika dielevasi tungkai semalman.
5..Klasifikasi
Lifadema biasnya diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Primer jika tidak diketahui
penyebabnya sekunder jika diketahui penyebabnya. Linfadema primer dibagi lagi menjadi tiga
klasifikasi berdasarkan umum. Limfadema primer yang terjadi pada 1 tahun awal kehidupan,
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
4/13
disebut congenital. Dari umur 1-35 tahun disebut lymfadema praecox. Dan yang paling terakhir
lifadema primer yang terjadi diatas usia 35 tahun, limfadema tarsa.
Penyakit limfadema merupakan penyakit yang jarang, hanya terjadi 1/10,000 individual. Dari
semua itu yang paling sering ada kasusnya adalah dengan limfadema praecox. Pada limfadema
sekunder yang paling sering penyebabnya adalah filariasis, yang lain dapat pula disebabkan oleh
terapi radiasi, invasi tumor, trauma langsung, dan proses inflamasi.
5.Pemeriksaan Penunjang.
Diagnosis limfadema termasuk mudah jika telah memasuki stadium kedua atau pun ketiga. Hal
ini dapat susah didiagnosis pada stadium pertama. Terhadap pasien dengan suspek sekunder
lifadema dapat dilakukan CT-Scan atau MRI untuk mengetahui adanya tumor yang
menyebabkannya. Untuk limfadema yang tidak diketahui penyebabnya maka dapat dilakuakanlimfoscintigraphy adalah pemeriksaan penunjang pilihan. Pemeriksaan ini digunakan untuk
mengetahui adanya gannguan pada system limfatik. Diagnosis dari limfadema primer hanya
dapat dibuat jika telah menyingkirkan kemungkinan adanya tumor melalui CT-Scan atau MRI.
Infeksi
Limfadenitis dan limfangitis yang sering terjadi merupakan penyebab sentripetal dari
infeksi bacteria sistem atau organ yang dilayani oleh pembuluh limfe bersangkutan. Infeksi dari
satu fokus akan menjalar sepanjang pembuluh limfe dan menyebabkan gejala dan tanda radang
akut yang nyeri. Limfangitis biasanya disertai tanda radang akut kelenjar limfe regional.
Etiologi dapat berasal dari Streptococcus beta haemoliticus dan Staphylococcus aureus .
Gejala umum yang ditemukan adalah febris dengan sepsis, malaise, dan tanda leukositosis.
Kadang dapat terbentuk fistel terutama yang berkaitan dengan tuberkulosa. Penyakit ini sering
terjadi rekurensi.
Tatalaksana dapat dilakukan dengan melakukan istirahat pada daerah yang bersangkutan
dan pemberian antibiotic. Pasien dapat terjadi pus sehingga memerlukan insisi dan drainase.
Limfadenitis spesifik akibat jamur, tuberculosis kronik biasanya memerlukan biopsy atau kultur.
6. Limfadema
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
5/13
Biasanya terjadi setelah inflamasi dan disebabkan karena adanya linfangitis dan/
limfadenitis yang menyebabkan terbentuknya fibrosis sehingga menyumbat saluran dan kelenjar
limfe. Biasanya radang merupakan radang bakteri yang kambuh seperti erysipelas, limfangitis,
dan limfadenitis tuberkulosa, filariasis, radang jamur, dan limfogranuloma venerum.
7.Tumor Kelenjar Limfe
Limfangioma adalah istilah yang mirip dengan hemangioma pada pembuluh darah.
Diklasifikasikan dengan dua tipe yaitu limfangioma simpe atau kapilary, dan limfangioma
kavernosa atau higroma kistik. Saat volume limfe pada tumor kista meningkat, tumor akan
bertumbuh lebih besar mengelilingi jaringan sekitar. Kebanyak tumor adalah jinak yang ada
sejak lahir atau telihat pada akhir tahun pertama kehidupan. Limfangioma kavernosa kebanyakan
terjadi di leher dan aksila dan jarang pada retroperitoneum. Limfangioma kapilary biasanyaterdapat pada daerah subkutan di kepala, leher, dan aksila. Tatalaksana dapat dilakukan dengan
bedah eksisi.
Limfangiosarkoma adalah tumor jarang yang berkembang akibat komplikasi dari
limfedema yang lama (lebih dari 10 tahun). Gejala yang timbul adalah pasien merasakan edema
akut yang memburuk dan nodul pada jaringan subkutan dengan potensi hemorrhage dan ulserasi.
Tumor ini dapat ditangani seperti sarcoma yang lain dengan preoperative kemoterapi dan radiasi
diikuti dengan bedah eksisi, dimana biasanya dilakukan dari amputasi radikal. Semua tumor
ganas memiliki prognosis yang buruk.
8.Trauma
Cedera pembuluh limfe dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau tajam yang tidak
jarang merupakan tindak bedah. Trauma dapat menyebabkan fistel, limfudem, dan kista limfe.
Cedera dapat menyebabkan sumbatan limfe dan menimbulkan edema. Cairan limfe dapat keluar
dan menimbulkan fistel kulit. Jika cedera tidak lengkap dapat menimbulkan limfadenokel yang
disebut kista limfe.
9.Tatalaksana
Kebanyakan pasien dengan limfedema diberikan terapi kombinasi dari elevasi tungkai,
pakaian kompresi khusus, complex decongestive pump , dan pompa kompresi. Terdapat terapi
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
6/13
medikamentosa yang sedang digunakan yaitu dengan benzopyrones . Pembedahan dilakukan pada
pasien dengan stadium lanjut, limfedema dengan komplikasi dimana gagal dengan pemberian
tatalaksana nonoperatif.
Penilaian Tatalaksana secara Umum
Pasien dengan limfedema butuh diedukasi agar menghindari cedera atau trauma.
Pasien sebaiknya selalu diinstruksikan agar waspada pada tanda-tanda awal infeksi
karena progresivitas yang cepat dan dapat menyebabkan infeksi sistemik. Infeksi harus
ditatalaksana secara agresif dengan antibotik yang tepat terutama untuk bakteri gram
positif. Eczema yang terdapat pada telapak kaki dan jari kaki membutuhkan terapi segera,
krim yang mengandung hidrokortison. Selain itu, pasien perlu melakukan latiha-latihan
sederhana pada gerakan didaerah yang bersangkutan untuk dapat menilai keberhasilan
terapi. Kemudian pasien perlu mempertahankan berat badan ideal dalam mencapai
penyembuhan yang baik.
Elevasi dan Pakaian Kompresi
Pasien dengan limfedema pada semua stadium penyakit dapat ditangani dengan
pakaian elastic berkualitas tinggi setiap saat kecuali pada saat sedang melakukan elevasi
pada tungkai diatas jantung. Pakaian kompresi yang ideal adalah dengan custom-fitted
dan memberikan tekanan sekitar 30 60 mmHg. Beberapa pakaian kompresi lain dapatmemberikan perlindungan seperti pada panas, laserasi, gigitan binatang. Pasien sebaiknya
menghindari berdiri pada waktu yang lama dan melakukan elevasi tungkai pada malam
hari kurang lebih setinggi 15cm.
Complex Decongestive Physical Therapy
Tatalaksana Complex Decongestive Physical (CDP) adalah teknik pemijatan
khusus pada pasien dengan limfedema yang didesain untuk menstimulasi pembuluh limfe
yang masih berfungsi, evakuasi genangan yang mengandung cairan kaya protein dengan
memecah deposit subkutan dari jaringan fibrosa, dan menyalurkan aliran limfe ke lokasi
tubuh yang memiliki aliran limfe yang normal. Teknik ini diinisiasi oleh sisi kontralateral
tubuh yang normal, evakuasi cairan yang berlebihan dan mempersiapkan area limfatik
pada ekstremitas yang tidak terpengaruh, diikuti oleh dareah pada area tubuh dimana
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
7/13
tungkai yang terinfeksi, sebelum perhatian dialihkan semuanya pada ekstremitas yang
mengalami pembengkakan. Ekestremitas yang terinfeksi dipijat dengan cara segmental
dengan area proksimal dilakukan pemijatan terlebih dahulu kemudian setelah itu baru
pemijatan beralih ke bagian distal. Teknik ini membutuhkan waktu yang lama tetapi
efektif dalam mengurangi volume tungkai yang mengalami limfedema. Setelah sesi
pemijatan selesai dilakukan, ekstremitas dibungkus dengan menggunakan bahan yang
elastisitas rendah, dan tungkai digunakan pakaian kompresi untuk mempertahankan
tekanan yang telah dihasilkan selama pemijatan berlangsung. Terapi jenis ini perlu
dilakukan pada semua pasien limfedema semua stadium.
Ketika pasien pertama di rujuk untuk terapi CDP, pasien mengikuti sesi pemijatan
setiap hari sekitar 8-12 minggu. Tungkai dilakukan elevasi dan menggunakan stocking
elastik. Setelah maksimal volume yang dapat direduksi dicapai, pasien dikembalikan pada pemijatan setiap 2-3 minggu.
Tatalaksana Pompa Kompresi
Pompa kompresi pneumatic adalah salah satu metode efektif dalam mereduksi
volume tungkai yang mengalami limfedema dengan menggunakan prinsip yang sama
seperti terapi pemijatan. Tungkai yang limfedema diposisikan dalam suatu alat, dan
kompartemen dalam alat tersebut meningkat satu per satu sehingga dapat mengeluarkancairan dari ekstremitas.
Saat pasien dengan limfedema lanjut dirujuk pada terapi pertama kali, pasien
harus dievaluasi dan observasi selama 3-4 hari di rumah sakit termasuk pada elevasi
tungkai, CDP perhari, dan tatalaksana pompa kompresi untuk mendapatkan hasil yang
baik pada pasien dengan limfedema. Pasien dengan disfungsi jantung dan ginjal
dimonitor pada kelebihan cairan. Setelah masa tatalaksana intensif, pasien diberikan
pakaian kompresi kualitas tinggi untuk mempertahankan volume tungkai konstan.
Tatalaksana Medikamentosa
Benzopyrones berpotensi sebagai agen yang efektif dalam tatalaksana limfedema.
Obat kelas ini termasuk coumarin (1,2-benzopyrone) , digunakan untuk mengurangi
limfedema dengan cara stimulasi proteolisis pada makrofag jaringan dan stimulasi pada
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
8/13
aksi peristaltis dan pompa dalam kelenjar limfatik. Benzopyrones tidak memiliki aktivitas
antikoagulan. Penelitian crossover trial menunjukan bahwa coumarin lebih efektif dalam
mengobati lmfedem daripada pemberian placebo. Coumarin tidak hanya mengurangi
volume, namun juga berfungsi dalam perbaikan suhu kulit, inflamasi, turgor kulit, dan
supel yang kurang.
Diuretik dapat memperbaiki limfedema stadium satu sementara, dan
menyebabkan pasien meminta terapi yang sama secara terus-menerus.
Pembedahan
95% pasien dengan limfedema dapat ditatalaksana tanpa operasi. Pembedahan
dilakukan pada pasien dengan limfedema stasium 2 dan 3 yang memiliki gangguan
fungsional yang berat, limfangitis rekuren, dan nyeri hebat walaupun telah dilakukan
terapi medikamentosa. 2 kategori operasi yang dilakukan adalah dengan rekostruktif dan
eksisi.
Operasi rekosntruktif dilakukan pada pasien dengan obstruksi proksimal pada
sirkulasi limfe ekstremitas, kelenjar limfe distal yang mengalami dilatasi akibat obstruksi.
Pada pasien seperti ini, kelenjar limfe distal yang residual dapat dianastomosis ke vena
terdekat atau ditrasfer pada hubungan limfe yang masih sehat untuk membuat drainase
yang efektif pada ekstremitas yang mengalami limfedema. Tatalaksana ini memiliki perbaikan secara obyektif sebanyak 20-60%, dan dengan keberhasilan reduksi rata-rata
volume pada tungkai yang bermasalah sebanyak 40-50%.
Pada pasien dengan limfedema primer yang memiliki hipoplastik atau fibrotic
pada pembuluh limfe distal, operasi rekonstruksi tidak merupakan pilihan tatalaksana.
Bagi pasien tersebut, pembedahan dengan rencana mentransfer jaringan lymphatic-
bearing (oemntum yang lebih banyak) ke tungkai yang terinfeksi dapat dilakukan. Ini
dilakukan untuk menghubungkan limfe residual yang hipoplastik dari tungka yang
competen pada jaringan yang ditransfer. Selain itu, dapat juga digunakan satu segmen
ileum dapat diputuskan hubungannya dengan abdomen, dari mukosa, dan dimobilisasi ke
permukaan kelenjar ilioinguinal residual untuk memberikan jembatan bagi limfatik
mesenterika pada tungkai.
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
9/13
Operasi eksisi dilakukan hanya pada pasien dengan ukuran residual yang tidak
adekuat jika dilakuakan rekonstruksi operasi. Terutama dilakukan pada pasien stadium 2
dan 3 yang berat dan jaringan kulit sekitar yang sehat. Prosedur eksisi dilakukan dengan
mengeluarkan segmen besar limfedema pada jaringan subkutan dan kulit dibawahnya. Ini
merupakan tindakan paliatif. Operasi ini diawali dengan insisi medial dari maleolus
medial ke paha tengah. Flap yang digunakan sekitar 1-2 cm ketebalannya diatas anterior
dan posterior tungkai, dan seluruh jaringan subkutan. Setelah prosedur pertama selesai
dilakukan dan jika ada jaringan limfedem yang perlu dibuang, kemudian dilakukan
operasi kedua, biasanya sekitar 3-6 bulan kemudia dengan teknik yang sama pada lateral
tungkai.
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
10/13
Figure 69-4 A to C, Schematic representation of Kontoleon's or Homans'
procedure. Relatively thick skin flaps are raised anteriorly and posteriorly, and all
subcutaneous tissue beneath the flaps and the underlying medial calf deep fascia is
removed along with the necessary redundant skin.
Ketika limfedema menginfeksi kulit, reduksi sederhana tidak adekuat dalam
menagatasi hal tersebut. Pada kasus ini, eksisi klasik dapat dilakukan. Procedure
termasuk eksisi lengkap pada kulit, jaringan subkutan, fasia pada tungkai yang
bersangkutan. Eksisi biasanya dilakukan pada satu stadium, dan digunakan full-thickness
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
11/13
grafting . Pada kasus-kasus berat dan lanjut, yang dimana banyak terdapat komplikasi
seperti selulitis kronik, kulit hancur, dapat dilakukan tindakan amputasi.
Figure 69-5 A to C, Schematic representation of Charles' procedure. It involves
complete and circumferential excision of the skin, subcutaneous tissue, and deep
fascia of the involved leg and dorsum of the foot. Coverage is provided preferably
by full-thickness grafting from the excised skin.
Chylothorax
Efusi pleura chylous biasanya merupakan akibat sekunder yang berasal dari trauma
duktus torakis (biasanya iatrogenic setelah pembedahan thoraks) dan jarang merupakanmanifestasi dari penyakit malignant yang berat atau lanjut dengan metastasis kelenjar limfe.
Adanya kilomikron pada pemeriksaan analisis lipoprotein dan level trigliserida > 110mg/dL
dalam cairan pleura merupakan suatu indikasi diagnostic. Pasien dapat ditatalaksana secara
nonoperatif dengan tabung torakostomi dan diet trigliserida medium-chain atau total parenteral
nutrisi. Pada pasien dengan cedera pada duktus torakis dan efusi yang bertahan setelah satu
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
12/13
minggu drainase, diet atau total parenteral nutrisi dapat diberikan, torakoskopi atau torakotomi
dapat dilaksanakan dan ligasi pada duktus torakis diatas dan dibawah daerah yang bermasalah.
Pasien dengan kanker yang berhubungan dengan chylothorax dan drainase yang persisten dapat
dilakukan kemoterapi dan radioterapi, pleurodesis dalam mencegah rekurensi.
Chyloperitoneum
Yang banyak menyebabkan asites chylous adalah abnormalitas pada kelenjar limfe
terutama pada anak-anak dan keganasan yang menyerang kelenjar limfe abdominal pada dewasa.
Cedera akibat pembedahan sangat jarang menyebabkan asites ini. Adanya kilomikron pada
pemeriksaan analisis lipoprotein dan level trigliserida > 110mg/dL merupakan suatu indikasi
diagnostic. Tatalaksana seperti paracentesis diikuti dengan trigliserida medium-chain atau total parenteral nutrisi. Pada pasien dengan post operasi chyloperitoneium, jika asites tidak merespon,
setelah 1-2 minggu dari tindakan nonoperatif, dapat dilakukan eksplorasi dan ligasi. Jika asites
masih tetap ada pada pasien dengan kongenital asites makan dapat dilakukan limfesinsitigrafi
atau limfengiografi dengan celiotomy.
-
8/10/2019 kasus limfadenopati
13/13
DAFTAR PUSTAKA
1. Townsend, Beuchamp, et al. Sabiston Textbook of Surgery, 18 th edition. USA: An
Imprint of Elsevier ; 2007.
2. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2 . Jakarta: EGC; 2005.