Kasus Fraktur
Transcript of Kasus Fraktur
Seorang klien dirawat di ruang umum di RS Pemerintah patah tulang femur sinistra, dan luka terbuka
sehingga keluar dari kulit, nyeri hebat, dan perdarahan. Seorang perawat melakukan anamnesa,
didapatkan hasil sebagai berikut : klien mengatakan sakitnya dikarenakan kecelakaan di tabrak motor,
saat kecelakaan klien mengatakan sadar akan kejadian dan tungkai sinistra sakit untuk di gerakkan. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan data tingkat kesadaran compos mentis, TTV : TD : 100/60 mmHg, HR :
112 x/ menit, S :37oC, RR : 20 x/m palpasi daerah fraktur ada bagian tulang yang menonjol dan ada
kretitus di femur sinistra, tulang keluar dari permukaan kulit, perdarahan. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium Hb : 12 gr/dl, Ht : 40%, Leukosit : 12000, GDS : 125, hasil rontgen femur sinistra : fraktur
kominutip. tindakan sementara klien terpasang spalk, infus RL : 28 tpm, dan mendapat antibiotik
Cefizox 1 gr/IV. Diagnosa medis klien fraktur terbuka cominutip sinistra. Perawat dan dokter serta
petugas kesehatan lainnya yang terkait melakukan perawatan secara kompeherensif.
1. Tulang
Struktur tulang
Fungsi tulang
Jenis tulang
Proses pembentukan tulang
Posisi tubuh
2. Fraktur
Apa itu fraktur
Penyebab fraktur
Jenis-jenis fraktur
Dampak fraktur
Proses penyembuhan fraktur/mekanisme
Penatalaksanaan medis & keperawatan
Lokasi terjadinya fraktur
Tanda dan gejala
Pemeriksaan diagnostik
3. Krepitus : suara kretak-kretak pada gerak pasif yang biasanya menunjukkan kerusakan sendi lanjut
(At a Glance Medicine - Halaman 111)
Apa itu krepitus
Kenapa dan penyebab krepitus
4. Fraktur kominutif
Apa itu fraktur kominutif
Bagaimana ciri khas fraktur kominutif
Bagaimana penatalaksanaan medis fraktur kominutif
5. Spalk / bidai
Kenapa dan apa gunanya di pasang bidai
Teknik memasang bidai
Jenis dan ukuran bidai
Bagaimana SOP pemasangan bidai
6. Leukosit 12.000 meningkat
Kenapa pada pasien fraktur leukosit meningkat
7. Hb 12 gr/dl
Kenapa pada pasien fraktur Hb masih 12 gr/dl sedangkan pasien mengalami perdarahan
8. GDS
Apa hubungannya GDS dengan fraktur
9. Antibiotik
Apakah perlu antibiotik khusus untuk pasien fraktur
10. Infus
Kenapa pasien fraktur perlu di infus
11. Kesadaran
Apa gunannya tingkat kesadaran pada pasien fraktur
12. HT
Apa hubungannya HT dengan fraktur
Dampak / Komplikasi Fraktur :
Mal-union, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
Non-union, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
Shock,
Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai
80 fraktur tahun.
Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
Infeksi
Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan
vasomotor instability.
http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=63:fraktur&catid=38:ppni-ak-
category&Itemid=66
Komplikasi Fraktur :
Komplikasi Cepat :
Perdarahan : kehilangan darah dari tulang tersebut ditambah kehilangan darah dari kerusakan
jaringan sekitar tulang tersebut (mis : femur)
Kerusakan arteri dan saraf
Kerusakan pada jaringan sekitar (mis pneumotoraks pada fraktur iga, kerusakan medula spinalis
pada fraktur vetebra, cidera otak pada fraktur tengkorak
Komplikasi Awal :
Infeksi luka
Emboli lemak, yang terjadi terutama pada fraktur multiple tulang panjang
Masalah imobilisasi umum (mis ulkus dekubitus, trombosis vena profunda, infeksi dada)
Sindrom kompartemen
Komplikasi lambat
Penyatuan terlambat : saat fraktur tidak menyatu pada waktu yang diperkirakan
Penyatuan yang salah : saat tulang yang fraktur sudah menyatu sepenuhnya, tetapi pada posisi yang
salah dan pembedahan mungkin diperlukan tergantung pada disabilitas dan hasil potensial
Tidak ada penyatuan : bukan masalah serius pada tulang yang tidak menyangga bagian tubuh yang
berat (sendi palsu tanpa nyeri dapat terbentuk), tetapi mungkin perlu dilakukan fiksasi internal atau
transplantasi tulang
Deformitas
Osteoatritis seknder sendi
Nekrosis asepsis dan atau avaskular dapat terjadi, terutama setelah fraktur pada tulang femoral,
skafoid dan talus. Terjadi akibat gangguan suplai darahke tulang tersebut setelah fraktur.
Brooker, Chris.2008.Ensiklopedia keperawatan.EGC : Jakarta
Proses penyembuhan fraktur !!! SOCA
Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonal akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal.
Hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak terlepas dari sum-sum tulang dan mengelilingi
jaringan yang rusak.
Pencegahan dan penatalaksanaan yaitu imobilisasi segera fraktur, manipulasi fraktur minimal, dan
penyangga fraktur yang memadai saat pemindahan dan pengubahan posisi merupakan upaya yang
dapat mengurangi insidensi emboli lemak.
Tujuannya adalah menyokong sistem pernafasan dan mengoreksi gangguan homeostasis. Emboli
lemak merupakan penyebab utama kematian pada pasien fraktur.
Sindrom kompartemen
Sindroma kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan ukuran
kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu kuat. Peningkatan ini karena edema
atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah iskemia. Kehilangan fungsi lainnya bila
keadaan ini berlansung lebih dari 6-8 jam. Pasien mengeluh adanya nyeri dalam, berdenyut yang tak
tertahankan, palpasi pada otot akan terasa pembengkakan dan keras, parastesia akan timbul
sebelum terjadinya paralisis.
Pencegahan dan penatalaksanaan yaitu dicegah dengan mengontrol edema, yang dapat dicapai
dengan meninggikan ekstremitas yang cedera setinggi jantung dan memberikan kompres es setelah
cedera sesuai resep. Bila telah terjadi sindrom kompartemen, balutan yang ketat harus
dilonggarkan. Fasiotomi (Eksisi bedah membran fibrosa yang menutupi dan membagi otot) mungkin
diperlukan bila upaya konservatif tidak dapat mengembalikan perfusi jaringan dan mengurangi nyeri
dalam 1 jam. Setelah fisiotomi, luka tidak dijahit dan dibalut dengan balutan steril yang dilembabkan
dengan larutan salin. Kemudian dibidai dengan posisi fungsional dan latihan rentang gerak pasif tiap
4 sampai 6 jam. Dalam 3 sampai 5 hari, edema menghilang dan perfusi jaringan kembali, luka
didebridemen dan ditutup.
Syok, terjadi perdarahan hebat
Malunion
Adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya
dan membentuk sudut (miring)
Delayed union dan nonunion
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi kecepatan yang lebih lambat
dari keadaan normal. Sedangkang nonunion adalah tulang yang patah tetap tidak menyatu akibat
reduksi yang tidak benar, imobilisasi yang kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun tertutup,
inpeksi dan suplai darah yang kurang.
1. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan kondisi yang serius dimana terjadi peningkatan tekanan
pada satu atau lebih kompartemen otot ekstremitas yang menyebabkan sirkulasi yang masif ke arah
fraktur. Bagian distal dari ekstremitas atas dan bawah mempunyai kompartemen yang lebih banyak
daripada bagian proksimal, oleh karena itulah resiko yang lebih besar dapat terjadi saat fraktur terjadi
pada bagian tersebut. Sumber tekanan dapat berasal dari eksternal maupun dari internal, sumber
tekanan eksternal adalah pembebatan, gips, penyangga, sedangkan sumber tekanan internal berupa
perdarahan dan akumulasi cairan dalam kompartemen tulang. Komplikasi ini tidak dibatasi hanya pada
klien gangguan muskuloskeletal saja.
Perubahan fisiologis sebagai akibat dari peningkatan tekanan kompartemen yang seringkali
tejadi adalah iskemik, edema. Kapiler-kapiler di dalam otot mengalami dilatasi, kapiler-kapiler ini
menjadi lebih permeable karena pelepasan histamin dari jaringan otot yang iskemik. Sebagai akibatnya
protein plasma bocor menuju ruang intersitial, kemudian terjadilah udema yang dapat menekan saraf
dan memperparah keadaan iskemik. Warna dari jaringan yang mengalami iskemik menjadi pucat,
denyutan menjadi lemah dan daerah yang terkena menjadi mudah diraba. Jika kondisi ini tidak ditangani
maka dapat menimbulkan sianosis, kebal/mati rasa, paresis dan nyeri yang hebat. Tabel di bawah ini
memberikan kesimpulan tentang proses patologi yang terjadi pada sindrom kompartemen.
Perubahan fisiologis
Temuan klinis
1. Peningkatan tekanan kompartemen
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Pelepasan histamin
4. Peningkatan sirkulasi darah ke lokasi
5. Tekanan pada ujung saraf
6. Peningkatan tekanan jaringan
7. Penurunan perfusi jaringan
8. Penurunan oksigenasi jaringan
9. Peningkatan produksi asam laktat
10. Metabolisme anaerobik
11. Vasodilatasi
12. Peningkatan aliran darah
13. Peningkatan edema
14. Iskemik otot
15. Nekrosis jaringan
1. Tidak ada perubahan
2.Edema
3. Peningkatan edema
4. Muncul denyutan, jaringan memerah
5. Nyeri
6. Nyeri pada komparteman / mati rasa
7. Peningkatan edema
8. Pallor
9. Denyutan tidak seimbang, postur fleksi
10. Sianosis
11. Peningkatan edema
12. Penegangan otot
13. Parestesia
14. Nyeri hebat
15. Paresis
Sindrom kompartemen biasanya jarang terjadi tetapi dapat menyebabkan kondisi kegawatan.
Dapat pula terjadi kerusakan struktur otot yang irreversible dalam waktu 4-6 jam setelah onset dan otot
tidak dapat digunakan lagi dalam 24-48 jam setelahnya. Problem spesifik yang muncul akibat sindrom
kompartemen adalah infeksi, kelemahan motorik pada ektremitas yang terkena, kontraktur dan gagal
ginjal myoglobinuric. Infeksi yang berasal dari jaringan yang nekrosis bisa cukup berbahaya hingga
mengharuskan dilakukannya amputasi. Kelemahan motorik akibat perlukaan saraf bersifat irreversible
dan klien mungkin membutuhkan bantuan alat tertentu untuk bergerak. Operasi rekontruksi untuk
memperbaiki fungsi dapat dilakukan pada otot yang terganggu. Volkmann’s Contractur terjadi dari
memendeknya otot yang iskemik dan ada keterlibatan saraf. Komplikasi paling fatal dari sindrom
kompartemen adalah myoglobinuric renal failure. Jaringan otot yang mengalami perlukaan melepaskan
myoglobin (protein otot) ke dalam sirkulasi dan kemudian protein ini disaring oleh ginjal. Walaupun
patofisiologinya belum jelas, namun myoglobin dicurigai menyebabkan vasokonstriksi/mempunyai efek
langsung terhadap ginjal untuk mengakibatkan terjadinya gangguan struktur dan fungsi.
Ketika begitu banyak kompartemen yang terkena maka dapat timbul Crush Syndrome dimana
terjadi iskemik otot yang masif atau berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis sehubungan dengan
peningkatan produksi asam laktat, hiperkalemi (peningkatan kadar potasium serum) sehubungan
dengan pelepasan potasium oleh sel yang terluka ke sirkulasi darah, syok sebagai akibat dari ketidak
seimbangan cairan, myoglobinuria sehubungan dengan pelepasan myoglobin ke sirkulasi dan gagal ginjal
sebagai akibat dari syok dan asidosis. Efek sistemik ini dapat mengakibatkan kematian bila tidak segera
ditangani.
Sindrom kompartemen adalah hasil dari peningkatan tekanan sampai pada batas ruangan
anatomi yang tersedia. Kasus ini dapat terjadi akut maupun kronik. Sindrom kompartemen akut dapat
terjadi setelah fraktur atau luka bakar yang parah terkena balutan yang terlalu ketat sehingga tekanan
meningkat 30 mmHg atau lebih. Peningkatan tekanan ini terjadi karena fasia yang menutup otot tidak
elastis dan tidak dapat mengkompensasi balutan yang terlalu ketat.
Kondisi ini menyebabkan nyeri yang parah karena regangan pasif pada jaringan lunak dan kulit.
Kompresi pada saraf menyebabkan perubahan sensasi, reflek yang minimal dan dapat juga terjadi
kehilangan fungsi motorik. Kompresi pada pembuluh darah dapat menyebabkan iskemik dan kehilangan
fungsi.
Sindrom kompartemen sering terjadi pada injuri yang parah, fraktur tertutup dan ketika ada
tekanan eksternal. Area yang paling sering mengalaminya adalah kaki bagian distal / bawah.
Tekanan intrakompartemen dapat diukur dengan kateter/jarum yang dimasukkan ke dalam
kompartemen. Fasiotomy/transeksi dari fasia yang menekan kompartemen otot mungkin diperlukan
ketika tekanan pada daerah fraktur diatas 30 mmHg. Hal ini bertujuan untuk mencapai tekanan perfusi
yang sama dengan tekanan kapiler. Diagnosa dan perawatan yang telat dari sindrom kompartemen ini
dapat menyebabkan kerusakan otot dan saraf yang ireversible.
Sindrom kompartemen kronik terjadi lebih sering pada dewasa muda setelah aktivitas yang
berhubungan dengan strain yang berulang pada ekstremitas bawah. Walaupun mekanisme pastinya
belum jelas, latihan diaggap dapat menyebabkan peningkatan ukuran kompartemen otot. Kompartemen
yang meregang dapat menyebabkan inflamasi. Pada fasia dapat timbul scar, fasia menjadi kurang elastis
dan tidak dapat mengkompensasi penambahan beban lebih lanjut. Pada jenis sindrom ini timbul nyeri
pada saat aktivitas.
2. Syok
Tulang mempunyai vaskularisasi yang cukup bagus karena itulah dapat terjadi perdarahan jika
terjadi perlukaan. Sebagai tambahan trauma dapat merobek arteri yang berdekatan dan menyebabkan
hemoragi. Sebagai akibatnya syok hipovolemik dapat terjadi secara cepat.
3. Fat Emboli Syndrom
Emboli lemak merupakan komplikasi yang cukup serius, biasanya sebagai akibat dari fraktur,
dimana globuli lemak dilepaskan dari tulang ke aliran darah. Kondisi lain yang juga mungkin dapat
muncul walaupun lebih kecil kemungkinannya adalah pankreatitis, koma diabetikum, osteomyelitis dan
anemia sel sickle. Lima persen sampai 10% klien dengan fraktur terkena komplikasi ini dan 8% orang
meninggal akibat komplikasi ini. Faktor resiko yang meningkatkan suseptibilitas seseorang untuk terkena
emboli lemak termasuk peningkatan serum glukosa/kadar kolesterol dan peningkatan kerapuhan
pembuluh dan ketidakmampuan untuk melakukan koping terhadap stres.
Emboli lemak sering terjadi jika fraktur tulang panjang/fraktur yang multiple, walaupun fraktur
pada tulang yang mengandung sumsum tulang yang sedikit tetapi dapat menyebabkan komplikasi ini.
Komplikasi ini dapat muncul pada semua usia, jenis kelamin akan tetapi lelaki muda dengan umur antara
20-40 tahun dan klien yang berusia 40-80 tahun bersiko untuk megalami fraktur pada paha dan pelvis
yang dapat menimbulkan emboli ini.
Beberapa teori menjelaskan tentang pelepasan lemak dari sumsum tulang. Menurut teori
metabolisme trauma dapat menyebabkan pelepasan katekolamin, katekolamin ini menyebabkan
mobilisasi asam lemak bebas dimana hal ini dapat menimbulkan agregasi pletelet dan pembentukan
globulus lemak. Menurut teori mekanikal tekanan di dalam sumsum tulang lebih tinggi daripada
tekanan di dalam kapiler sehingga lemak dilepaskan secara langsung dari tulang, pada kasus lain lemak
ini dapat terdeposit ke pembuluh darah kecil, misal : paru-paru dan menyebabkan insufisiensi respirasi
(Mims : 1989)
Klien respirasi distres, takikardi, hipertensi, takipneu, demam, petechiae, macular, measles juga
mengalami emboli lemak meskipun mekanismenya belum diketahui secara jelas. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan: peningkatan kecepatan sedimentasi sel darah merah, penurunan serum
albumin dan kadar kalsium, penurunan jumlah sel darah merah dan hitung platelet, peningkatan kadar
serum lipase. Perubahan pada komponen darah ini tidak dapat diketahui secara jelas mekanismenya,
namun hal ini ikut mendukung prognosis penyakit.
4. Trombhoemboli / Emboli bekuan darah
Trauma dan ketidakmampuan mengaharuskan klien untuk imobilisasi, imobilisasi ini jika untuk
jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan timbulnya trombosis pada vena. Trombhoemboli
merupakan komplikasi paling umum pada trama/operasi ekstremitas (terutama ekstremitas bawah).
Untuk klien usia lebih dari 40 tahun memiliki insiden trombosis vena sebesar 40-60% (jika terapi
antikoagulan tidak diberikan). Lima persen sampai 10% klien dengan trombosis vena berkembang
menjadi emboli paru. Resiko trombhoemboli ini meningkat pada klien yang merokok, obesitas, punya
penyakit jantung dan punya riwayat trombhoemboli. Klien tua dalam waktu 2-3 hari setelah operasi
muskuloskeletal mempunyai resiko trombhoemboli tertinggi. Klien fraktur ekstremitas bawah dan pelvis
mempunyai resiko mengalami trobhoemboli dan akan berkembang menjadi emboli paru daripada
fraktur di tempat lain.
5. Infeksi tulang (Osteomyelitis)
Trauma jaringan dapat mengganggu sistem imun, trauma jaringan ini dapat terjadi pada daerah
superficial/profundus. Infeksi tulang sulit untuk ditangani, efeknya dapat sangat membahayakan dan
dapat menyebabkan nyeri hebat, disabilitas dan deformitas. Infeksi tulang kronis dapat terjadi selama
tahunan karena adanya sinus. Hal ini terjadi saat jalur terbentuk dari sebuah abses/kavitas pada tulang
keluar menembus kulit.
Etiologi dari infeksi tulang ini meliputi :
- Mikroorganisme (staphylococcus aureus yang dapat mengadhisi jaringan penyambung tulang,
Clostridial yang dapat menimbulkan gas ganggren, tetanus dan malunion).
- Kontaminasi luka fraktur terbuka karena peningkatan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
- Komplikasi dari tindakan operasi (infeksi iatrogenik, termasuk didalamnya komplikasi dari
pemasangan pens pada traksi, infeksi persendian setelah operasi dll).
Penyebaran etiologi infeksi tulang ini melalui aliran darah (hematogenous) dan ekstensi langsung.
Osteomyelitis akut dapat berkembang menjadi kronik. Berikut penjelasan dari keduanya .
Osteomyelitis Akut
Biasanya terjadi karena penyebaran bakteri melalui peredaran darah. Pada anak bisa
disebabkan karena infeksi di tempat lain, misal : infeksi dari kulit, sinus, gigi dan telinga tengah. Infeksi
ini dapat terjadi karena injuri lokal dapat berkembang menjadi nekrosis dan nekrosis merupakan tempat
berkembangnya bakteri. Pada dewasa infeksi kronis pada saluran perkemihan, penggunaan obat
imunosupresi dan obat IV beresiko untuk menyebabkan infeksi tulang.
Manifestasi klinis yang muncul berupa febris pada 48 jam pertama. Infeksi pada umumnya
dimulai pada bagian metafisis tulang dimana pada bagian tersebut terdapat saluran yang memberi
nutrisi untuk tulang, pus dapat ditemukan pada permukaan tulang dan dapat mengganggu vaskularisasi
tulang dan menyebabkan iskemik tulang dan pada akhirnya dapat menimbulkan nekrosis tulang.
Manifestasi klinis yang lain berupa nyeri pada ektremitas yang terkena ketika digerakkan, keterbatasan
gerak, merah dan bengkak. Pemeriksaan X-ray menunjukkan elevasi periosteal osteoclastric. Terapi
dapat berupa identifikasi jenis bakteri melalui kultur, aspirasi dan stain gram kemudian ditentukan jenis
antibiotik yang dapat diberikan secara IV/Peroral, kadang diperlukan tinakan operasi untuk
mengeluarkan drainase.
Osteomyelitis Kronis
Penyebab dari infeksi tulang kronik adalah ketidakadekuatan terapi infeksi tulang akut. Terapi
yang dapat diakukan meliputi operasi dan pemberian antibiotik.
6. Osteonecrosis (Nekrosis avaskuler, Nekrosis aseptik, Nekrosis iskemik)
Osteonecrosis atau kematian segmen tulang adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh
gangguan dari suplai darah pada sumsum tulang, medula tulang, cortex. Osteonecrosis ini biasanya
terjadi pada femur bagian proksimal dan distal , humerus bagian proksimal.
Lokasi nekrosis tergantung letak pembuluh darah yang mengalami gangguan, namun cortex
tulang mempunyai vaskularisasi kolateral sehingga cortex tulang jarang mengalami nekrosis jika
dibandingkan dengan bagian tulang yang lain.
Berikut faktor-faktor penyebab osteonecrosis :
- Terganggunya mekanisme pembuluh darah : fraktur, penyakit Leeg calve, penyakit Blounts.
- Trombhosis dan emboli : penyakit sikle cell, gelembung nitrogen.
- Perlukaan pembuluh darah : vaskulitis, penyakit jaringan penyangga seperti SLE dan RA, terapi
radiasi, penyakit gautchers.
- Peningkatan tekanan intraseous : ostenekrosis yang diinduksi steroid.
7. Gangguan Penyatuan Tulang
· Delayed Union : kegagalan proses penyembuhan tulang dari waktu yang seharusnya (normalnya 6
bulan). Dapat disebabkan karena : imobilisasi yang tidak bagus, hematoma yang besar, infeksi pada
lokasi fraktur, kehilangan tulang yang besar dan sirkulasi tidak baik.
· Malunion : proses penyambungan yang salah bisa disebabkan karena reduksi yang tidak adekuat
dan pelurusan yang tidak tepat saat mobilisasi.
· Non Union : kegagalan tulang untuk sembuh yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan X-ray
dengan ditemukan pergeseran pada lokasi fraktur. Hal tersebut dapat menimbulkan nyeri. Faktor-faktor
penyebabnya meliputi : reduksi yang tidak adekuat, trauma berat, terpisahnya fragmen tulang,
tumbuhnya jaringan lunak antara fragmen tulang, infeksi, kehilangan tulang yang besar,sirkulasi yang
tidak baik, keganasan dan tidak diakukannya restriksi. Di USA NonUnion diterapi dengan teknik Llizarov,
teknik ini berupa fiksasi eksternal bagian yang patah, selain itu dapat dilakukan stimulasi listrik karena
listrik dianggap dapat merangsang penyembuhan tulang meskipun mekanismenya belum diketahui jelas
(Geier and Hesser : 1985).
Paling Banyak Akibat Fat Embolism Syndrome
Fraktur atau patah tulang bisa juga mengancam jiwa penderita. Sekitar 20 persen di antara risiko kematian akibat patah tulang itu disebabkan fat embolism syndrome (FES)/sindrom
embolisme lemak.
FES merupakan kompokasi pada fraktur. Menurut dr Erwien Isparnadi SpOT, kondisi itu disebabkan terurainya butiran lemak sebesar 10 mikrometer pada sumsum tulang. Butiran lemak itu lalu masuk
ke pembuluh dan ikut dalam sirkulasi darah. Kebanyakan FES terjadi pada tungkai kaki yang mengalami trauma. Sebab, produksi sumsum tulang di daerah tersebut sangat tinggi. “Tulang
dengan rongga terbesar adalah tungkai. Tak heran bila produksi sumsumnya juga tinggi. Padahal,
sumsum tulang mengandung 90 persen lemak,†jelasnya.�Staf medis fungsional ortopedi RSU Haji Surabaya itu menuturkan, yang paling rentan mengalami
komplikasi fraktur tersebut adalah mereka yang berada di kisaran usia 20-30 tahun. Sebab, pada
usia itu, produksi lemak di tulang meningkat. Biasanya, komplikasi tersebut terjadi dalam 72 jam
setelah trauma.Tandanya? Ada berbagai gejala klinis saat seseorang terkena komplikasi FES. Bila yang terserang
paru, penderita akan merasa sesak napas dan tubuhnya membiru. Bila lemak tulang mengalir ke
otak, gejala yang muncul adalah sakit kepala, delirium (setengah sadar), mengantuk, dan dapat
berlanjut ke koma. Bila jantung yang terserang, jantung akan berdetak cepat dan tekanan darah
menurun.
Bukan hanya paru, otak,dan jantung, gejala komplikasi FES juga bisa muncul di kulit. “Yakni,
multiple petenchial hemorrhages. Gejalanya, terjadi bintik merah pada kulit dada, ketiak, dan mata.
Selain itu, ada bintik merah pada bola mata,†terang Erwin.�Dalam kasus berat, besar kemungkinan terjadi acute respiratory distress syndrome (ARDS),
sindrom kelainan pernapasan akut. Kalau kasus tersebut terjadi, pasien bisa meninggal dalam
hitungan menit. Sebab, butiran lemak yang ikut dalam sirkulasi darah sudah mencapai otak dan
paru.
Saat diadakan pemeriksaan toraks (dada) dan laboratorium, FES juga memperlihatkan pertanda
khas FES. Dalam hasil foto toraks, ada gambaran snow storm atau badai salju pada paru. Biasanya,
foto paru menghasilkan warna hitam. Itu berarti ada udara di dalamnya.
“Pada penderita komplikasi FES, lemak tulang menyumbat gelembung paru sehingga tampak
jelas warna keputihan pada hasil foto,†jelas Erwien. Hasil laboratorium biasanya menunjukkan �kadar hemoglobin menurun karena terkontaminasi lemak tulang.