kasus ckb

37
CEDERA KEPALA Pendahuluan Cedera kranioserebral sering di sebut cedera kepala merupakan suatu kedaruratan neurologik yang perlu mendapat penanganan/penatalaksaan yang cepat, tepat dan cermat. Cedera kranioserebral merupakan masalah kedaruratan neurologi yang sering ditemukan dan umumnya terjadi pada pria atau wanita, dengan penyebab utama kecelakaan lalu lintas (KLL) maupun jatuh dari ketinggian.Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15 – 44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki- laki dibandingkan dengan perempuan.cedera kepala lebih sering terjadi pada usia muda yang sedang produktif dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi hingga mengakibatkan kerugian karena kehilangan sumber daya menusia, kehilangan pekerjaan dan produktifitas dan menimbulkan beban financial bagi penderita dan keluarganya. Cedera pada kepala dan otak dapat berupa luka pada kulit kepala, fraktur pada tulang tengkorak, robekan pada selaput otak, kerusakan pada pembuluh darah baik intra maupun ekstra serebral dan kerusakan jaringan otaknya sendiri. Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan

Transcript of kasus ckb

Page 1: kasus ckb

CEDERA KEPALA

Pendahuluan

Cedera kranioserebral sering di sebut cedera kepala merupakan suatu kedaruratan

neurologik yang perlu mendapat penanganan/penatalaksaan yang cepat, tepat dan cermat.

Cedera kranioserebral merupakan masalah kedaruratan neurologi yang sering ditemukan

dan umumnya terjadi pada pria atau wanita, dengan penyebab utama kecelakaan lalu

lintas (KLL) maupun jatuh dari ketinggian.Distribusi kasus cedera kepala terutama

melibatkan kelompok usia produktif antara 15 – 44 tahun dan lebih didominasi oleh

kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan.cedera kepala lebih sering terjadi pada

usia muda yang sedang produktif dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi hingga

mengakibatkan kerugian karena kehilangan sumber daya menusia, kehilangan pekerjaan

dan produktifitas dan menimbulkan beban financial bagi penderita dan keluarganya.

Cedera pada kepala dan otak dapat berupa luka pada kulit kepala, fraktur pada tulang

tengkorak, robekan pada selaput otak, kerusakan pada pembuluh darah baik intra maupun

ekstra serebral dan kerusakan jaringan otaknya sendiri.

Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat, kejadian

cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas,

10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita

menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut. Di negara

berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak

frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat.

Klasifikasi cedera kepala

Cedera kepala diklasifikasikan dari berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi

klasifikasi yaitu berdasarkan:

Mekanisme

Beratnya

Morfologi

Page 2: kasus ckb

1. Mekanisme cedera kepala

Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera

kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil

motor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru

atau tusukan. Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk

cedera tembus atau tumpul.

2. Beratnya cedera

Skala koma glassgow (SKG) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan

neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera

kepala.juga dalam menilai tingkat kesadaran penderita akibat berbagai penyebab lain.

Koma didefinisikan bila penderita tidak mampu melaksanakan perintah, tidak dapat

mengeluarkan suara, tidak dapat membuka mata, nilai SKG tersebut minimal

3.sebenarnya istilah koma tidak dapat dinyatakan dengan tepat apabila memakai SKG.

Namun sebanyak 90 % penderita dengan nilai SKG sama atau kurang dari 8 adalah dalam

keadaan koma, dan tidak satupun dengan nilai SKG di atas 9 dalam keadaan koma.

Berat ringannya cedera kranioserebral dapat di bagi berdasarkan patofosiologi, lokalisasi

dan gambaran klinis (SKG).

A. Klasifikasi patofisiologi cedera kranioserebral

1. komosio serebri : pada keadaan ini tidak ada jaringan otak yang rusak tapi hanya

kehilangan fungsi otak sesaat, berupa pingsan kurang dari 10 menit atau amnesia

pasca trauma.

2. kontusio serebri : kerusakan jaringan otak dengan defisit neurologis yang timbul

setara dengan kerusakan jaringan otak tersebut, pingsan > 10 menit.

3. laserasi otak : kerusakan otak yang luas dan jaringan otak robek yang umumnya

disertai fraktur tengkorak terbuka.

B. klasifikasi lokalisasi cedera kranioserebral

1. lesi difus : kerusakan akibat proses trauma akselerasi/deselerasi yang merusak

sebagian besar akson susunan saraf pusat akibat regangan.

Page 3: kasus ckb

2. lesi kerusakan vaskuler otak : disebabkan oleh lesi sekunder iskemik terutama

akibat hipoperfusi dan hipoksia yang dapat terjadi pada waktu selama perjalanan

ke rumah sakit atau selama perawatan.

3. lesi fokal :

a. kontusio dan laserasi otak : disebut kontusio bila pia subarachnoid masih

utuh dan jika robek disebut laserasi.

b. Hematom intrakranial : perdarahan intrakranial dapat terjadi ekstradural

atau epidural di mana pembuluh darah meningea atau cabang-cabangnya

pecah. Perdarahan intradural dapat berupa subarachnoid, intraserebral atau

intraserebelar.

C. klasifikasi berdasarkan derajat kesadaran cedera kranioserebral.

Tabel I

Berdasarkan derajat kesadaran cedera kepala

Kategori SKG Gambaran klinis

Ringan 13 – 15 Pingsan <10 menit, komplikasi / defisit neurologis (-)

Sedang 9 – 12 Pingsan >10 menit s/d <6 jam, komplikasi / defisit neurologis (+)

Berat 3 - 8 Pingsan >6 jam, komplikasi /defisit neurologis (+)

Tabel II

GLASGOW COMA SCALE

Jenis pemeriksaan Nilai

Respon buka mata (E)

Spontan 4

Terhadap suara 3

Terhadap nyeri 2

Tidak ada 1

Respon motorik terbaik (M)

Ikut perintah 6

Melokalisir nyeri 5

Flexi normal (menarik anggota yang dirangsang) 4

Flexi abnormal (dekortikasi) 3

Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2

Page 4: kasus ckb

Tidak ada 1

Respon verbal (V)

Berorientasi baik 5

Berbicara mengacau (bingung) 4

Kata-kata tidak teratur 3

Suara tidak jelas 2

Tidak ada 1

3. Morfologi cedera

CT- scan secara dramatis merubah klasifikasi cedera kepala dan penatalaksaannya.

Penderita cedera kepala yang mengalami perburukan yang cepat, baik neurologis maupun

hemodinamik dapat saja di operasi tanpa CT scan, namun mayoritas penderita akan

memerlukan CT Scan sebelum tindakan operatif. CC Scan yang berturut-turut sangatlah

penting karena penderita cedera kepala sering mengalami perubahan morfologis dalam

waktu beberapa jam, hari, minggu. Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas

fraktur kranium dan lesi intrakranial.

Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera kepala, yaitu:

1. Cedera kepala primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan

kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya

menimbulkan lesi permanen. Kerusakan dapat lokal dan difus. Yang local berupa

kontusio maupun laserasi ditempat benturan dan bisa di seberangnya.kerusakan

difus berupa kerusakan aksonal difus ( DAI) atau kerusakan mikrovaskular

difus.Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil,

sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang

optimal.

2. cedera kepala sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan (on going

process) sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan

Page 5: kasus ckb

fenomena metabolic.Proses berkelanjutan tersebut sebenarnya merupakan proses

alamiah. Tetapi, bila ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi dan tidak ada

upaya untuk mencegah atau menghentikan proses tersebut maka cedera akan terus

berkembang dan berakhir pada kematian jaringan yang cukup luas. Pada tingkat

organ, ini akan berakhir dengan kematian/kegagalan organ. Cedera kepala

sekunder disebabkan oleh keadaan-keadaan yang merupakan beban metabolik

tambahan pada jaringan otak yang sudah mengalami cedera (neuron-neuron yang

belum mati tetapi mengalami cedera). Beban ekstra ini bisa karena penyebab

sistemik maupun intrakranial. Berbeda dengan cedera kepala primer, banyak yang

bisa kita lakukan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya cedera otak

sekunder.Penyebab cedera otak sekunder di antaranya :

Penyebab sistemik: hipotensi, hipoksemia, hipo/hiperkapnea, hipertermia,

dan hiponatremia.

Penyebab intrakranial: tekanan intrakranial meningkat, hematoma, edema,

pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi.

Penatalaksaan cedera kepala

Penanganan awal cedera kepala pada dasarnya mempunyai tujuan:

(1) Memantau sedini mungkin dan mencegah cedera otak sekunder

(2) Memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu

penyembuhan sel-sel otak yang sakit.

Cedera kepala ringan ( GCS 13 – 15 )

Lakukan pemeriksaan fisik umum, perawatan luka, buat foto kepala, istirahat baring

dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien, di sertai terapi simptomatis.

Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan adanya hematom

intrakranial misalnya ada riwayat lucid interval, sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran

menurun, gejala-gejala laterasisasi (pupil anisokor, reflex patologis +), jika diperlukan

buat CT Scan. Penderita tidak perlu dirawat jika :

Page 6: kasus ckb

1. Orientasi waktu dan tempat masih baik

2. Tidak ada gejala fokal neurologis.

3. Tidak sakit kepala ataupun muntah-muntah.

4. Tidak ada fraktur tulang kepala.

5. Ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah.

6. Tempat tinggal tidak jauh dari puskesmas

Cedera kepala sedang ( GCS 9 – 12)

pasien dalam keadaan ini mungkin mengalami gangguan kardiopulmonal, jika ada

gangguan tersebut maka :

a. segera lakukan resusitasi jantung paru (RJP) yaitu : bersihkan jalan nafas, perbaiki

pernafasan dan sirkulasi.

b. Periksa kesadaran, pupil, ganguan fokal neurologis, cedera organ lain, jika ada

jejas di leher pasang fiksasi leher.

c. Foto kepala, bila perlu foto organ tubuh lain yang mencurigakan.

d. CT Scan jika di duga adanya hematom intrakranial.

e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil dan defisit neurologis.

Cedera kepala berat ( GCS 3 – 8)

Penderita dengan cedera kepala cedera kepala berat tidak mampu melakukan

perintah-perintah sederhana walaupun status kardiopulmunalnya telah di stabilisasi.

A. primary survey dan resusitasi

cedera otak sering di perburuk akibat cedera sekunder. Dalam suatu penelitian

terhadap 100 orang yang berurutan dengan cedera kepala berat yang dilakukan

evaluasi pada saat tiba di UGD di peroleh data 30 % penderita dengan hipoksemia, 13

% dengan hipotensi, dan 12 % dengan anemia.penderita cedera kepala berat dengan

hipotensi mempunyai mortalitas 2 x lebih banyak daripada penderita tanpa hipotensi.

Adanya hipoksia pada penderita yang disertai dengan hipotensi akan menyebabkan

Page 7: kasus ckb

mortalitas mencapai 75 %. Oleh karena itu tindakan stabilisasi kardiopulmoner pada

penderita cedera kepala berat harus dilaksanakan secepatnya.

B. secondary survey

Penderita dengan cedera kepala sering disertai cedera multipel. Dalam satu penelitian

penderita cedera kepala, lebih dari 50 % di sertai cedera sistemik mayor yang

memerlukan bantuan konsultasi dokter ahli lain.

C. pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis langsung di lakukan segera setelah status kardiovaskular

penderita stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan GCS dan reflex cahaya

pupil. Gerakan bola mata (Doll eye phenomena, reflex okulokardiak), tes kalori

(reflex okulovestibuler dan reflex kornea).

Pada penderita koma, respon motorik dapat di peroleh dengan memijat kuku atau

papila mamae. Bila penderita menunjukkan respon motorik yang bervariasi maka

yang di nilai adalah respon motorik terbaik, karena merupakan indikator prognosis

yang paling tepat.

namun untuk dapat mengikuti perkembangan penderita sebaiknya di catat respon

yang terbaik dan terburuknya. Dengan perkataan lain respon motorik extremitas

kanan dan kiri harus di catat dengan terpisah. Pemeriksaan serial harus terus di

lakukan karena respon penderita akan bervariasi menurut jalannya waktu. Hal ini juga

merupakan masukan yang baik bagi pemeriksa akan kestabilan penderita sehingga

dapat dideteksi adanya suatu perburukan sedini mungkin. Sebagai tambahan penilaian

GCS, dicatat pula respon reaksi pupilnya.

Pemeriksaan yang teliti tentang respon reaksi cahaya pupil dan ukuran diameter pupil

sangatlah penting dilakukan pada tahap awal pemeriksaan penderita dengan cedera

kepala berat. Tanda awal suatu herniasi lobus temporalis adalah dilatasi ringan pupil

atau reaksi cahaya pupil yang melambat.

Page 8: kasus ckb

D. pemeriksaan radiologi

Buat foto kepala dan leher, foto anggota tubuh yang lain tergantung indikasi. CT Scan

otak di buat jika ada fraktur kepala atau klinis di duga ada hematom intrakranial.

E. Medikamentosa

Penatalaksanaan tekanan intrakranial meninggi dilakukan sejak awal yaitu:

1. menjaga suhu tubuh tetap normal (<37,5°C) dapat diberikan kombinasi

asetaminofen, selimut dingin, lavage air es.

2. tinggikan kepala 30 °, aksis tubuh netral.

3. hiperventilasi ringan pertahankan Pa CO2±35 mmHg

4. jaga euvolemia

5. jaga CPP > 70 mmHg

6. profilaktis antikonvulsan, minimal sampai minggu pertama setelah cedera kepala,

misalnya pada cedera kepala dengan resiko kejang tinggi seperti impresi fraktur,

hematom intrakranial di berikan phenitoin dengan dosis 18 mg/Kg bb, bolus IV

atau oral.

Jika usaha tersebut diatas belum berhasil lakukan terapi primer yaitu:

1. drainase cairan cerebrospinal

2. terapi sedativa ( narkotik dan karbamazepim)

3. terapi blokade neuromuskular

lakukan terapi sekunder bila terapi primer belum berhasil yaitu:

1. bolus manitol, berikan 0.25 g/KgBB, pemberian manitol per hari maksimal 200

gram.

Page 9: kasus ckb

2. naikkan CPP

lakukan terapi tersier jika usaha terapi sekunder tidak berhasil yaitu: terapi supresif

metabolik dengan pemberian barbiturat dosis tinggi atau propofol.

Terapi cairan pada saat awal cedera kepala dibatasi untuk mencegah bertambahnya

edema serebri, kecuali jika ada tanda-tanda syok hemoragik. Jumlah cairan di berikan

1500 – 2000 mL/hari berikan cairan kristaloid seperti NaCL 0.9 % atau ringer laktat,

jangan berikan cairan yang mengandung glukosa oleh karena hiperglikemia dapat

menambah edema serebri, keseimbangan cairan tercapai jika tekanan darah stabil

normal, denyut jantung normal dan volume urine normal >30 mL/jam.

Kebutuhan energi pada cedera kepala meningkat rata-rata 40 % protein diberikan 1.5-

2 g/Kgbb/hari,lipid 10-40% dari kebutuhan kalori perhari, Zinc 12 mg/hari kadar gula

dipertahankan < 200 mg/hari.

Adanya selang waktu antara terjadinya trauma dengan timbulnya kerusakan jaringan.

Dapat diberikan neuroprotektan misalnya sitikolin dengan dosis 1 – 1.5 gram/hari IV.

PRESENTASI KASUS

Identitas pasienDiagnosis : Cedera kepala berat

Page 10: kasus ckb

Nama : Tn. B

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 51 tahun

Pekerjaan : Supir

Pendidikan : STM

Agama : Islam

Alamat : Kemayoran

Masuk tanggal : 6 November 2010

Keluar tanggal :

Anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis)

Keluhan utama : Penurunan kesadaran

Keluhan tambahan :

Riwayat perjalanan penyakit :

± 2 jam SMRS pasien sedang mengendarai sepeda motor di sekitar Pancoran tiba-tiba ada

pengendara motor lain memotong jalan, pasien mengerem mendadak dan terjatuh. Kepala

bagian kiri terbentur tiang listrik dengan keadaan memakai helm full face. Pasien

langsung hilang kesadaran, muntah (-), keluar darah dari telinga kiri. Lalu langsung

dibawa ke rumah sakit. Saat ini sudah perawatan hari ke 7.

Riwayat penyakit dahulu :

Jantung disangkal, hipertensi disangkal, diabetes melllitus disangkal.

Makan, minum , kebiasaan :

Kedudukan dalam keluarga :

Kepala keluarga

Lingkungan tempat tinggal :

Lokasi padat penghuni

Pemeriksaan fisik

Page 11: kasus ckb

Status generalis

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : Apatis

Tekanan darah : 120/70 mmhg

Nadi : 68 X/menit

Suhu : 36,7ºC

RR : 20 X/menit

Umur klinis : 50 - an

Bentuk badan : Atletikus

Gizi : cukup

Stigmata : -

Kulit : sawo matang

Kuku : tidak sianosis

KBG : tidak teraba

Turgor : baik

Status regional

Kepala : Tidak ada kelainan

Kalvarium : Tidak ada kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : bentuk biasa, lapang +/+, sekret -/-

Mulut : tidak ada kelainan

Telinga : lapang +/+, Telinga kiri terdapat sisa darah yang mengering

Leher : jejas (-)

Toraks : pergerakan dinding dada simetris kanan = kiri, retraksi –

Paru-paru : bunyi nafas dasar vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung : bunyi jantung I& II murni, gallop -, murmur –

Abdomen : datar, lemas, BU +5 x/m

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Vesica urinaria : tidak ada kelainan

Genitalia externa : tidak dilakukan

Page 12: kasus ckb

Extremitas : krusta pada genu dextra

Pemeriksaan neurologis

GCS E3V3M6 = 12

Rangsang meningeal

Kaku kuduk : -

Brudzinki I : -

Brudzinki II : -/-

laseque : <70° /<70º

kernig : +/+

Saraf kranial

N.I : Tidak dilakukan

N.II : funduskopi tidak dilakukan

N.III, IV,VI : Sikap bola mata: simetris

ptosis -/-

strabismus -/-

exophtalmus -/-

endophtalmus -/-

diplopia -/-

deviasi konjugae -/-

pergerakan bola mata:

lateral kanan :Tidak dilakukan

lateral kiri : Tidak dilakukan

atas : Tidak dilakukan

bawah : Tidak dilakukan

berputar : Tidak dilakukan

pupil:

bulat

Page 13: kasus ckb

isokor , 3mm/3mm

reflex cahaya langsung +/+

reflex cahaya tidak langsung +/+

reflex akomodasi +/+

N.V : motorik :

Tidak dilakukan

sensorik :

Tidak dilakukan

reflex :

reflex kornea +/+

reflex maseter +

N.VII : Wajah simetris

Lagoftalmus : Tidak ada

kembung pipi:Tidak dilakukan

Menyeringai : baik

angkat alis : Tidak dilakukan

kerut dahi : Tidak dilakukan

Rasa kecap : Tidak dilakukan

Chovstek : +

N.VIII : test gesek jari: Tidak dilakukan

test berbisik : Tidak dilakukan

nistagmus : –

N.IX, X : Arkus faring : simetris

Palatum mole : intak

Disfoni : tidak ada

Rinolali : tidak ada

Disfagi : Tidak dilakukan

Batuk : Tidak dilakukan

Page 14: kasus ckb

Menelan : Tidak dilakukan

Mengejan : Tidak dilakukan

Refleks faring : +

Refleks okulokardiak : +

Refleks sinuskarotikus : +

N. XI : Tidak dilakukan

N.XII : Sikap lidah dalam mulut : simetris

julur lidah : Tidak dilakukan

Gerakan lidah: Tidak dilakukan

Tremor : –

Fasikulasi : –

Tenaga otot lidah : Tidak dilakukan

Motorik

Derajat kekuatan otot : 5555 5555

5555 5555

Tonus otot : normotoni

Trofi otot : eutrofi

Gerakan spontan abnormal : tetani –

Kejang –

Tremor –

Khorea –

Atetosis –

Balismus –

Diskinesia –

Miokonik -

Test koordinasi

Statis : duduk : Tidak dilakukan

Page 15: kasus ckb

berdiri : Tidak dilakukan

Romberg : Tidak dilakukan

Dinamis : Telunjuk Hidung : Tidak dilakukan

Jari-jari : Tidak dilakukan

Tremor intensi : Tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

Dismetri : Tidak dilakukan

Bicara / disartri : Tidak dilakukan

Menulis : Tidak dilakukan

Reflex

Fisiologis

Biseps : Tidak dilakukan

Triseps : Tidak dilakukan

KPR : ++ / ++

APR : ++ / ++

Kulit :

Telapak kaki : +/+

Kulit perut : +

Kremaster : tidak di lakukan

Anus interna : tidak di lakukan

Anus externa : tidak di lakukan

Patologis

Babbinski : -/-

Chaddock : -/-

Oppenheim : -/-

Gordon : -/-

Schaeffer : -/-

Sensibilitas

Exteroseptif

Page 16: kasus ckb

Rasa raba : tidak di lakukan

Rasa nyeri : tidak di lakukan

Propioseptif

Rasa sikap : tidak di lakukan

Rasa getar : tidak di lakukan

Vegetatif

Miksi : Terpasang kateter

Defekasi : tidak ada kelainan

Salivasi : tidak ada kelainan

Sekresi keringat: tidak ada kelainan

Fungsi luhur

Memori : tidak di lakukan

Bahasa : tidak di lakukan

Afek dan emosi: tidak di lakukan

Kognitif : tidak di lakukan

Visuospatial : tidak di lakukan

Resume

Page 17: kasus ckb

Pasien seorang laki- laki berusia 50an tahun datang ke RS Tebet dengan keluhan utama

penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas,muntah (-), keluar darah

dari telinga kiri.

Pemeriksaan fisik

Status generalis

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : apatis E3V3M6

Tekanan darah : 120/70 mmhg

Nadi : 68 X/menit

Suhu : 36,7ºC

RR : 20 X/menit

Status regional

Telinga : lapang +/+, Telinga kiri terdapat sisa darah yang mengering

Pemeriksaan neurologis

GCS : E3V3M6

Rangsang meningeal : laseque : <70° /<70º

Saraf kranialis : defisit neurologis –

Motorik : 5555 5555

5555 5555

reflex fisiologis : +/+

reflex patologis : -/-

otonom : baik

Diagnosa

Page 18: kasus ckb

Klinis

Cedera kepala sedang

Topis

Subgaleal

Etiologis

Kontusio serebri, fraktur os temporal sinistra

Therapy

IVFD : RL I + 6 amp. Decynone / 24 jam

Mannitol 20% 1x 125cc

Triofusin E 1000 I/ 24 jam

Aminovel 600

Medikamentosa : Morcef 3x1 amp

Transamin 3x1 amp

Vit. K 3x1 amp

Neulin inj. 2x500

Pantozol inj. 2x1 Fl

N 5000 inj. 1x1 amp

Diazepam k/p

Serenace k/p

Lipantyl 1x60mg

Tanvit 3x3 gtt

Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium darah lengkap

2. Foto thorax

3. Foto CT scan kepala

Prognosis

Page 19: kasus ckb

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Follow – up :

06 November 2010 (PH I)

S : -

O : Status generalis

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : soporo koma

Tekanan darah : 118/64 mmhg

Nadi : 96 X/menit

Suhu : 36,3ºC

RR : 18 X/menit

Telinga : darah (+) pada telinga kiri

NGT : Stress ulcer

A. : Cedera Kepala berat

Perdarahan telinga kiri

Stress ulcer

P. : Konsul ke bagian penyakit dalam, THT dan bedah saraf

: IVFD : RL I + 6 amp. Decynone/ 24 jam

manitol 4x125cc

Triofusin E 1000 I

Triofusin 1600 I

Aminovel 600 I

mm/ : Ceftriaxon inj1x2gr (skin test)

Page 20: kasus ckb

Dexa inj 4x1amp

Ranitidine 2x1amp

Transamine 3x1amp

Neulin 2x500

Hasil laboratorium darah lengkap

LED : - mm/jam

Leukosit : 11.400 /ul* (3.800~11.000)

Hitung jenis : 1/4/1/52/38/6

Eritrosit : 5.550.000 /ul

Hemoglobin : 15.5 g/dl

Hematokrit : 47,3 %

MCV : 85,4 %

MCH : 27,9%

MCHC : 32,7%

Trombosit : 117.000 /ul* (150.000~440.000)

GDS : 110 mg/dl

BUN : 11,65 mg/dl

Kreatinin : 0,84 mg/dl

SGOT / SGPT : 30 U/L / 29 U/L

Na/K/Cl : 140,7/ 3,57/ 107,4 mmol/L

Page 21: kasus ckb

Hasil CT scan kepala

Terlihat multipel hematoma di frontal lobe dan temporal lobe kiri. Juga terlihat

cairan di sinus ethmoid kanan-kiri kemungkinan hematosinus. Tampak pula

fraktur os temporal kiri dan edema serebri. Brainstem dan serebelum normal.

Kesan : kontusio serebri

Konsul

Saran dari dr. Nuzuwar SpTHT : telinga yang berdarah dipasang tampon dengan kassa

steril.

07 November 2010

S : -

O : Keadaan umum : tampak sakit berat

Page 22: kasus ckb

Kesadaran : soporo koma

Tekanan darah : 135/74 mmhg

Nadi : 82 X/menit

Suhu : 36,3ºC

RR : 20 X/menit

A : Cedera Kepala berat

Fraktur os temporal kiri

Hematosinus dengan perdarahan dari telinga kiri

Stress ulcer

P :IVFD : RL I + 6 amp. Decynone/ 24 jam

manitol 4x125cc

Triofusin E 1000 I

Triofusin 1600 I

Aminovel 600 I

mm/ : Morcef 3x1gr

( Ceftriaxon inj1x2gr (skin test) – Stop )

Dexa inj 4x1amp

( Ranitidine 2x1amp – stop )

Transamine 3x1amp

Vit K 3x1amp

Neulin 2x500

Panrozol 2x1fl

Konsul

Saran dari Prof. WH Sibuea SpPD : terapi PMZ – Pantozol 2x1amp

Dr Ananda SpBS : Keadaan pasien soporo komatous dengan CT scan kesan kontussio

serebri- terapi konservatif.

Page 23: kasus ckb

08 November 2010

S : -

O : Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : soporo koma

Tekanan darah : 130/80 mmhg

Nadi : 85 X/menit

Suhu : afebris

RR : 20 X/menit

A : Cedera Kepala berat

Fraktur os temporal kiri

Hematosinus dengan perdarahan dari telinga kiri

Stress ulcer

P : : IVFD : RL I + 6 amp. Decynone/ 24 jam

manitol 4x125cc

Triofusin E 1000 I

Triofusin 1600 I

Aminovel 600 I

mm/ :Morcef 3x1gr

Dexa inj 4x1amp

Transamine 3x1amp

Vit K 3x1amp

Neulin 2x500

Pantozol 2x1fl

Diazepam iv k/p

Konsul

Saran dari dr. Nuzuwar SpTHT : Terapi tambahkan Tarivid gtt 3x3 telinga kiri

Page 24: kasus ckb

10 November 2010

S : -

O : Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : apatis

Tekanan darah : 120/60 mmhg

Nadi : 63 X/menit

Suhu : 36,80 C

RR : 20 X/menit

A : Cedera Kepala sedang

Fraktur os temporal kiri

Pasca stress ulcer – Aff NGT

P : IVFD : RL I + 6 amp. Decynone/ 24 jam

manitol 3x125cc

Triofusin E 1000 I

Triofusin 1600 I

Aminovel 600 I

mm/ : Morcef 3x1gr

Transamine 3x1amp

Vit K 3x1amp

Neulin 2x500

Pantozol 2x1fl

Tarivid 3x3 gtt

Diazepam k/p

Hasil laboratorium darah lengkap

LED : 22 mm/jam* (<15)

Leukosit : 16.300/ul* (3.800~11.000)

Hitung jenis : 1/0/0/85/7/7* (0~1/2~4/3~5/50~70/25~40/2~8)

Eritrosit : 5.220.000 /ul

Hemoglobin : 14,9 g/dl

Page 25: kasus ckb

Hematokrit : 44,4 %

MCV : 85,0 %

MCH : 28,5 %

MCHC : 33,5 %

Trombosit : 71.600 /ul* (150.000~440.000)

GD puasa : 95 mg/dl

Reduksi : Negatif

Albumin : 3,37 mg/dl* (3,80~5,40)

Cholesterol total : 194 mg/dl

Trigliserida : 254 mg/dl* (70~140)

HDL : 41 mg/dl

LDL : 102,1 mg/dl

UL : DBN

Instruksi

Dr Tumpal SpS : acc diet cair

Terapi tambah Lipanthyl S. 160mg 1x1 tab

12 November 2010

S : -

O : Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : apatis

Tekanan darah : 132/70 mmhg

Nadi : 70 X/menit

Suhu : afebris

RR : 20 X/menit

A : Cedera Kepala sedang

Fraktur os temporal kiri

Dislipidemia

P : IVFD : RL I + 6 amp. Decynone/ 24 jam

manitol 3x125cc

Triofusin E 1000 I

Page 26: kasus ckb

Triofusin 1600 I

Aminovel 600 I

mm/ : Morcef 3x1gr

Transamine 3x1amp

Vit K 3x1amp

Neulin 2x500

Pantozol 2x1fl

Tarivid 3x3 gtt

Lipanthyl S. 1x60ug

Diazepam k/p

Instruksi

Dr Tumpal SpS : Hemodinamika baik, boleh pindah ruangan + serenase 2x1tab k/p

CT scan ulang 2 hari lagi

ANALISA KASUS

Page 27: kasus ckb

Diagnosis cedera kepala berat di tegakkan atas alloanamnesis di dapatkan bahwa pasien

mengalami kecelakaan motor dan terbentur di daerah kepala, kemudian pasien pingsan,

disertai dengan keluar darah dari telinga kiri. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan

kesadaran soporokoma dengan GCS E1V1M4, pada pemeriksaan telinga kiri didapatkan

adanya perdarahan menunjukkan adanya fraktur di sekitar os temporal atau basis cranii.

Saat pasien masuk dalam ruang perawatan pasien telah terpasang infuse ringer laktat, ,

telah di lakukan foto thorax dan CT scan kepala.

Pemberian infuse ringer laktat di sini sudah tepat, Karena RL merupakan cairan kristaloid

yang tidak mengandung glukosa oleh karena hiperglikemia dapat menyebabkan edema

serebri.

Pemberian OMZ (Pantozol) 2 x 1 fl di gunakan untuk mencegah strees ulcer yang dapat

menyebabkan perdarahan.

Pemberian manitol 25% bertujuan untuk mengurangi terjadinya edema serebri

bermanfaat baik dalam mengendalikan kenaikan tekanan intracranial maupun

memperbaiki hasil terapi penderita dengan cedera kepala berat.

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: kasus ckb

1. Abdulbar Hamid. Penatalaksanaan non bedah pada cedera kepala :

paper bagian saraf FKUI/RSUPN. Jakarta. 2000

2. American college of surgeon. Trauma kapitis : dalam buku advanced

trauma life support. Ikatan ahli bedah Indonesia

(penerjemah).1997 :195 -227

3. Budi Ryanto. W.cermin dunia kedokteran. penatalaksaan fase akut

cedera kepala. Bogor 1992

4. Wim de jong., Sjamsuhidajat. R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi revisi,

penerbit EGC, Jakarta 1997: 1170-1171

5. asra alfauzi. Penanganan cedera kepal di puskesmas. Ilmu Bedah Saraf

FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

6. Yuda Turana, Jofizal Jannis. Perdarahan Intrakranial Akibat Cedera

Kranioserebral di RSCM. Bagian Neurologi FKUI / RSUPN Cipto

Mangunkusumo. Jakarta. 2000

7. Mardjono. M, farmakologi dan terapi. Edisi 4. bagian farmakologi

fakultas kedokteran universitas indonesia,jakarta 2001

8. adelina yasmar alfa. Pendekatan diagnostik cedera kranio serebral.

SMF. Ilmu penyakit saraf FKUP – RSHS Bandung, Mei 2000

9. lyna. Soertidewi. N. K. Epidemiologi dan patofisiologi cedera kranio

serebral. Bagian neurologi RSCM. Jakatra, Mei 2000