KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN PEMANFAATAN...

55
KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG MORAWA SUMATERA UTARA MELISA FITRI HUTABALIAN P07525015070 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN KEPERAWATAN GIGI 2018

Transcript of KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN PEMANFAATAN...

  • i

    KARYA TULIS ILMIAH

    GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA

    PENDERITA TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG

    MORAWA SUMATERA UTARA

    MELISA FITRI HUTABALIAN P07525015070

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN KEPERAWATAN GIGI

    2018

  • KARYA TULIS ILMIAH

    GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA

    PENDERITA TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG

    MORAWA SUMATERA UTARA

    Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III

    MELISA FITRI HUTABALIAN P07525015070

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN KEPERAWATAN GIGI

    2018

  • i

    LEMBAR PERSETUJUAN

    Judul KTI : GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN

    MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG MORAWA SUMATERA UTARA

    NAMA : MELISA FITRI HUTABALIAN NIM : P07525015070

    Telah Diterima Dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji Medan, 04 Juli 2018 Menyetujui, Dosen Pembimbing DR. drg. Ngena Ria M.Kes NIP 196704101991032003 Plt. Ketua Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan drg. Adriana Hamsar, M.Kes

    NIP 196810091998032001

  • i

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul KTI : GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG MORAWA SUMATERA UTARA

    NAMA : MELISA FITRI HUTABALIAN NIM : P07525015070

    Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diuji Pada Sidang Akhir Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes RI Medan

    2018

    Penguji I Penguji II Intan Aritonang, S.SiT, M.Kes DR. drg. Ngena Ria, M.Kes NIP 196903211989032002 NIP 196704101991032003

    Ketua Penguji Sri Junita Nainggolan, S.SiT, M.Si NIP 197606191995032001 Plt. Ketua Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan drg. Adriana Hamsar, M.Kes NIP 196810091998032001

  • i

    PERNYATAAN

    GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA

    TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG MORAWA

    SUMATERA UTARA

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat

    karya yang pernah diajukan untuk suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang

    pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis

    atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah

    ini dan disebut dalam daftar pustaka.

    Medan, 04 Juli 2018

    Melisa Fitri Hutabalian P07525015070

  • i

    MEDAN HEALTH POLYTECHNICS OF MINISTRY OF HEALTH

    DENTAL HYGIENE DEPARTMENT SCIENTIFIC PAPER, 04 July 2018

    Melisa Fitri Hutabalian The Description of Audio Aids Utilization towards the Hygiene of Teeth and Mouth among the Blind at Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara vii + 32 pages, 6 tables, 8 attachments

    Abstract Counseling is an activity to provide information and knowledge about how to maintain oral hygiene to people with visual impairment by utilization of audio aids, a media tool where the message content is received through the sense of hearing about how to brush teeth properly and correctly. The research was a descriptive study with survey method that aimed to obtain a description the description of audio aids utilization towards the hygiene of teeth and mouth among the blind at Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara.The samples of the research were 30 blind people. Based on the results before the counselling, the average Debris Index was 27 (90%) in the poor category, 3 (10%) in medium category and no one in good category. The average Debris Index after the counselling was 19 people(63, 3%) months of moderate extension, bad category 6 people (20%) and good category 4 people (16,7%). The results showed that the average of Debris Index before counseling was 2.37 and after the counseling decreased to 1.38. The counselling utilizing the audio aids was proven effective to train the skills of the people with visual impairment, especially to practice good and proper tooth brushing. Keywords: Counseling, Audio Media, Dental Hygiene and Mouth, Blind People Reference: 18 (1970 - 2013)

  • ii

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN JURUSAN KEPERAWATAN GIGI KTI, 04 Juli 2018 Melisa Fitri Hutabalian Gambaran Pemanfaatan Penyuluhan Dengan Media Audio Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara vii + 32 halaman, 6 tabel, 8 lampiran

    Abstrak Penyuluhan merupakan kegiatan memberi informasi dan pengetahuan tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut kepada penderita tunanetra dengan media audio suatu alat media yang isi pesannya hanya dapat diterima melalui indera pendengaran tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar. Jenis penelitian deskriptif dengan metode survey yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan penyuluhan dengan media audio terhadap kebersihan gigi dan mulut pada penderita tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA). Sampel penelitian adalah sampel minimal yang berjumlah 30 orang penderita tunanetra dengan kriteria memiliki gigi indeks. Berdasarkan hasil penelitianrata-rata Debris Indeks sebelum penyuluhan dengan kategori buruk sebanyak 27 orang (90%) dan kategori sedang 3 orang (10%) dan tidak ada dengan kategori baik dan rata-rata Debris Indeks sesudah penyuluhan dengankategori sedang sebanyak 19 orang (63,3%), kategori buruk 6 orang (20%) dan kategori baik 4 orang (16,7%). Hasil penelitian Debris Indeks rata-rata sebelum penyuluhan adalah 2,37 dan Debris Indeks setelah penyuluhan mengalami penurunan menjadi 1,38. Penyuluhan dengan media audio terbukti efektif untuk melatih kegiatan pengembangan keterampilan penderita tunanetra, khususnya melatih cara menyikat gigi yang baik dan benar. Kata Kunci : Penyuluhan, Media Audio, Kebersihan Gigi dan Mulut, Tunanetra Daftar Bacaan : 18 (1970 – 2013)

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah

    melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    Karya Tulis Ilmiah ini dengan Judul: Gambaran Pemanfaatan Penyuluhan

    Dengan Media Audio Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut pada Penderita

    Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung

    Morawa Sumatera Utara.

    Karya Tulis Ilmiah ini disusun dan dibuat sebagai persyaratan dalam

    menyelesaikan pendidikan Diploma III di Poltekkes Kemenkes Medan untuk

    mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan Gigi.

    Dalam kesempatan ini penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan

    dan saran serta masukan yang sangat berpengaruh dari berbagai pihak, maka

    dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada:

    1. Ibu drg. Adriana Hamsar, M.Kes selaku Plt Ketua Jurusan Keperawatan Gigi

    Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan.

    2. Ibu DR. drg. Ngena Ria, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah

    meluangkan waktu, tenaga dan ilmunya dalam memberikan bimbingan arahan

    serta motivasi, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan tepat waktu.

    3. Ibu Sri Junita Nainggolan, S.SiT, M.Si selaku Dosen Ketua Penguji I yang

    telah memberikan kritik dan saran serta arahan kepada penulis dalam

    menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

    4. Ibu Intan Aritonang, S.SiT, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah

    memberikan kritik dan saran serta arahan kepada penulis demi

    menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

    5. Terima kasih kepada Pihak Pengelola Yayasan Pendidikan Tunanetra

    Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara untuk izin lokasi

    penelitian.

    6. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Jurusan Keperawatan Gigiyang telah

    memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan

    di Jurusan Keperawatan Gigi.

  • iv

    7. Teristimewa kepada orang tua tercinta Ir. Amri Hutabalian dan Rosmida br

    Siboro yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan kasih sayang

    serta senantiasa memberikan dorongan moral maupun material sehingga

    penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Imiah ini.

    8. Terima kasih jugakepada kakak saya Marshinta Hutabalian, abang saya

    Robinsar Hutabalian, adik saya Eva Hutabalian dan Victor yang telah

    memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

    9. Kepada teman-teman saya mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi yang telah

    memberikan motivasi serta saran dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

    Akhirnya dalam kesempatan ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa

    Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penulisan

    maupun bahasanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

    bersifat membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

    Medan, Juli 2018

    Penulis

    Melisa Fitri Hutabalian

  • v

    DAFTAR ISI

    ABSTRACT ...................................................................................................... i

    ABSTRAK ....................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ..................................................................................................... v

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

    2. Rumusan Masalah ............................................................................... 3

    3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3

    C.1 Tujuan Umum ......................................................................... 3

    C.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 3

    D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5

    1. Penyuluhan ...................................................................................... 5

    A.1 Pengertian Penyuluhan............................................................. 5

    A.1.1 Tujuan Penyuluhan ........................................................... 6

    A.1.2 Metode Penyuluhan .......................................................... 6

    A.2 Media Penyuluhan .................................................................... 7

    A.2.1 Pengertian Media .............................................................. 7

    A.2.2 Media Audio....................................................................... 9

    A.2.3 Cassette Tape Recorder ................................................... 9

    A.2.4 CD atau DVD .................................................................... 10

    B. Pendidikan Kesehatan Gigi ............................................................. 10

    B.1 Definisi Kesehatan Gigi ............................................................... 10

    B.2 Kebersihan Gigi dan Mulut .......................................................... 10

    B.2.1 Definisi ...................................................................................... 10

    B.2.2 Indikator Kebersihan Gigi dan Mulut ........................................ 11

    B.2.3 Debris ....................................................................................... 11

  • vi

    B.2.4 Kalkulus .................................................................................... 13

    C. Anak Berkebutuhan Khusus .............................................................. 14

    C.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ..................................... 14

    C.2 Tunanetra .................................................................................... 15

    C.3 Karakteristik Tunanetra ............................................................... 18

    C.4 Penyebab Tunanetra................................................................... 19

    D. Kerangka Konsep .............................................................................. 20

    E. Definisi Operasional ........................................................................... 20

    BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 21

    1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian ................................... 21

    2. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 21

    B.1 Lokasi Penelitian ....................................................................... 21

    B.2 Waktu Penelitian ....................................................................... 21

    C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 21

    C.1 Populasi .................................................................................... 21

    C.2 Sampel ...................................................................................... 21

    D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................ 22

    D.1 Jenis Pengumpulan Data.......................................................... 22

    D.2 Cara Pengumpulan Data .......................................................... 22

    E. Pengolahan Data dan Analisa Data ................................................ 23

    E.1 Pengolahan Data ...................................................................... 23

    E.2 Analisa Data .............................................................................. 24

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 25

    1. Hasil Penelitian ................................................................................ 25

    2. Pembahasan .................................................................................... 26

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 31

    1. Simpulan ............................................................... 31

    2. Saran ............................................................................................... 31

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 32

    LAMPIRAN

  • vii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Debris................................................................ 12

    Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Kalkulus ............................................................ 13

    Tabel 2.3 Tingkat Kebersihan Gigi Mulut Secara Klinis dalam Kaitannya

    dengan OHI-S ............................................................................... 13

    Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Debris Indeks Sebelum Pemanfaatan

    Penyuluhan Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetra di

    Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)

    Tanjung Morawa Sumatera Utara ................................................. 25

    Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Debris Indeks Sesudah Pemanfaatan

    Penyuluhan Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetradi

    Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)

    Tanjung Morawa Sumatera Utara ................................................. 25

    Tabel 4.3 Debris Indeks Rata-Rata Sebelum Dan Sesudah Pemanfaatan

    Penyuluhan Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetradi

    Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)

    Tanjung Morawa Sumatera Utara ................................................. 26

  • viii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian

    Lampiran 2. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian

    Lampiran 3. Format Pemeriksaan

    Lampiran 4. Etical Clearen

    Lampiran 5. Master Tabel

    Lampiran 6. Daftar Konsultasi

    Lampiran 7. Jadwal Penelitian

    Lampiran 8. Biodata Penulis

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kesehatan adalah keadaan dimana seseorang tidak merasa sakit baik

    dilihat dari segi fisik dan klinis, dan keadaan organ-organ didalam tubuh normal

    atau tidak ada gangguan dari fungsi tubuh (Notoatmodjo, 2006). Kesehatan tidak

    hanya dipandang secara umum, kesehatan gigi dan mulut juga akan

    memberikan pengaruh terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan (Malik,

    2008).

    Menurut Undang-Undang Nomor 36 pasal 1 ayat 1 Tahun 2009 tentang

    kesehatan menjelaskan bahwa, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara

    fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap organ untuk

    hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan hak asasi

    manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai

    dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan

    Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

    Kebersihan gigi dan mulut yang baik dapat diwujudkan melalui perilaku

    yang baik dan benar terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

    Pengetahuan merupakan faktor yang membentuk perilaku seseorang,

    pengetahuan yang kurang membentuk perilaku dan sikap yang terhadap

    pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Semakin banyak pancaindera yang

    dilibatkan dalam menerima sesuatu, semakin kompleks pengetahuan yang

    didapat masing-masing pancaindera. Proses pendidikan seseorang dengan

    menggunakan indera penglihatan mencapai 82%, pendengaran 11%, peraba

    3,5%, perasa 2,5% dan penciuman 1% sehingga penglihatan merupakan indera

    paling penting dalam menerima pengetahuan. Berdasarkan hasil Riset

    Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi nasional masalah gigi

    dan mulut adalah 25,9% di Sumatera Utara prevalensi masalah gigi dan mulut

    sebanyak 19,4%.

  • 2

    Pemerintah menjamin bahwa anak penyandang cacat dapat memperoleh

    pendidikan, pelatihan, pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan rehabilitasi,

    persiapan untuk bekerja dan peluang. Selain itu menurut pasal 15 UU No. 20

    tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak Berkebutuhan

    Khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003

    memberikan batasan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi

    peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti pembelajaran

    karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan

    dan bakat yang istimewa.

    Seseorang yang mengalami gangguan penglihatan dalam bidang

    pendidikan luar biasa disebut tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja mereka

    yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas

    dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama

    belajar. Keterbatasan tersebut menjadi salah satu hambatan penyadang

    tunanetra untuk memperoleh pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut

    yang nantinya akan menentukan sikap dan tindakan dalam menjaga kebersihan

    rongga mulut. Maka dari itu didalam dunia pendidikan anak yang tergolong

    tunanetra tidak bisa diberikan pembelajaran seperti anak normal pada umumnya.

    Diperlukan suatu terobosan metode pembelajaran yang sesuai dengan

    karakteristik anak tunanetra. Salah satu metode pembelajaran yang sesuai

    dengan karakteristik anak tunanetra adalah pembelajaran praktek bantu media

    audio.

    Media audio adalah suatu alat media yang isi pesannya hanya dapat

    diterima melalui indera pendengaran saja. Menurut, Sudjana dan Rivai (2003)

    media audio untuk pengajaran adalah bahan yang mengandung pesan dalam

    bentuk auditif (piringan suara), yang dapat merangsang pikiran, perasaan,

    perhatian dan kemauan siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar.

    Menurut, Sadiman (2005) media untuk menyampaikan pesan yang akan

    disampaikan dalam bentuk lambang-lambang auditif, baik verbal maupun non

    verbal.

    Berdasarkan hasil survei awaldengan kepala sekolah di Yayasan

    Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) menyatakan pada Yayasan

    tersebut belum pernah dilakukan penyuluhan tentang kebersihan gigi dan

  • 3

    mulutsehingga banyak ditemukan penderita tunanetra yang belum mengerti

    tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut.

    Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

    penelitian lebih lanjut tentang Pemanfaatan Penyuluhan Dengan Media Audio

    Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Penderita Tunanetra di Yayasan

    Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang menjadi rumusan masalah adalah

    Bagaimana Pemanfaatan Penyuluhan Dengan Media Audio Terhadap

    Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan

    Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) TanjungMorawa Sumatera Utara.

    C. Tujuan Penelitian

    C.1 Tujuan Umum

    Penelitian bertujuan untuk mengetahui PemanfaatanPenyuluhan Dengan

    Media Audio untuk Meningkatan Kebersihan Gigi dan Mulut Penderita Tunanetra

    di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa

    Sumatera Utara.

    C.2 Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui kebersihan gigi dan mulut pada penderita tunanetra

    sebelum penyuluhan dengan media audio.

    2. Untuk mengetahui kebersihan gigi dan mulut pada penderita tunanetra

    setelah penyuluhan dengan media audio.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Bagi Penderita Tunanetra

    Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kualitas kebersihan gigi dan mulut

    dan untuk memenuhi hak mereka dalam mendapatkan pelayanan dan

    fasilitas kesehatan yang sama dengan orang lain.

    2. Bagi Instansi Kesehatan dan Pendidikan

    Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kerjasama dalam hal kegiatan

    promosi kesehatan gigi dan mulut.

  • 4

    3. Bagi Jurusan Keperawatan Gigi

    Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi

    mahasiswa/i Jurusan Keperawatan Gigi.

    4. Bagi Penulis

    Hasil penelitian ini dapat mengetahui perbedaan kebersihan gigi dan mulut

    dengan penyuluhan menggunakan media audio pada penderita tunanetra.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Penyuluhan

    A.1 Pengertian Penyuluhan

    Pengertian penyuluhan dalam arti etimologis, adalah usaha memberikan

    keterangan, penjelasan, petunjuk, bimbingan, tuntunan, jalan dan arah yang

    harus ditempuh oleh setiap orang sehingga dapat memecahkan masalah yang

    dihadapinya dan meningkatkan kualitas hidupnya (Mardikanto, 1982). Pengertian

    penyuluhan secara umum merupakan suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem

    dan proses perubahan pada individu dan masyarakat agar dengan terwujudnya

    perubahan tersebut harapan yang sesuai dengan pola atau rencana dapat

    tercapai.

    Penyuluhan Kesehatan adalah suatu kegiatan pendidikan kesehatan

    yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan

    keyakinan. Dengan demikian, masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti

    tetapi juga mau dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan

    (Azwar,1983, dalam Machfoedz.,dkk, 2009).

    Penyuluhan merupakan bagian dari program kesehatan, sehingga harus

    mengacu pada program kesehatan yang berjalan. Penyusunan perencanaan

    program penyuluhan harus diperhatikan bahwa perencanaan yang dibuat sesuai

    dengan kebutuhan sasaran, mudah diterima, bersifat praktis, dapat dilaksanakan

    sesuai dengan situasi setempat, dan sesuai dengan program yang ditunjang.

    Penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya mengubah perilaku

    sasaran agar berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif (pengetahuan dan

    pemahaman sasaran).

    Effendy (1998) menyatakan bahwa penyuluhan kesehatan adalah

    kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,

    menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan

    mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada

    hubungannya dengan kesehatan.

    Penyuluhan juga merupakan suatu kegiatan mendidik sesuatu kepada

    masyarakat, memberi pengetahuan, informasi-informasi, dan kemampuan-

    kemampuan agar dapat membentuk sikap dan berperilaku hidup menurut apa

  • 6

    yang seharusnya. Hakekatnya penyuluhan merupakan suatu kegiatan nonformal

    dalam rangka mengubah masyarakat menuju keadaan yang lebih baik seperti

    yang dicita-citakan.

    A.1.1 Tujuan Penyuluhan

    Menurut Maulana (2013), penyuluhan kesehatan bertujuan untuk

    mengubah perilaku kurang sehat menjadi sehat. Perilaku baru yang terbentuk,

    seperti bahasan sebelumnya, biasanya hanya terbatas pada pemahaman

    sasaran (aspek kognitif), sedangkan perubahan sikap dan tingkah laku

    merupakan tujuan tidak langsung.

    Tujuan penyuluhan adalah mengubah perilaku masyarakat ke arah

    perilaku sehat sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal,

    untuk mewujudkannya, perubahan perilaku yang diharapkan setelah menerima

    pendidikan tidak dapat terjadi sekaligus. Oleh karena itu, pencapaian target

    penyuluhan dibagi menjadi tujuan jangka pendek yaitu tercapainya perubahan

    pengetahuan, tujuan jangka menengah hasil yang diharapkan adalah adanya

    peningkatan pengertian, sikap, dan keterampilan yang akan mengubah perilaku

    ke arah perilaku sehat, dan tujuan jangka panjang adalah dapat menjalankan

    perilaku sehat dalam kehidupan sehari-harinya.

    Menurut World Organization Health (1954) tujuan penyuluhan kesehatan

    adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dalam bidang

    kesehatan. (Effendy, 1998 cit Anonima, 2008) tujuan penyuluhan kesehatan

    adalah :

    - Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam

    membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta

    berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

    - Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan

    masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan

    sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

    A.1.2 Metode Penyuluhan

    Metode (pendekatan) biasanya digunakan untuk menggugah kesadaran

    masyarakat terhadap suatu inovasi awareness dan belum begitu diharapkan

    untuk sampai pada perubahan perilaku. Pada umumnya, metode (pendekatan)

  • 7

    ini tidak langsung dan cocok untuk mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan

    yang ditujukan kepada masyarakat dimana sasaran metode (pendekatan)

    bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin,

    pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya maka

    pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian

    rupa sehingga dapat ditangkap oleh sasaran.

    Notoatmodjo (2005), metode penyuluhan sebagai berikut :

    - Metode Ceramah adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan

    suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sehinnga

    memperoleh informasi.

    - Metode Diskusi Kelompok adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah

    dipersiapkan tentang suatu topik pembicaraan dengan seorang pemimpin

    diskusi yang telah ditunjuk.

    - Metode Panel adalah pembicaraan yang telah direncanakan didepan

    pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan tiga orang atau

    lebih panelis dengan seorang pemimpin.

    - Metode Curah Pendapat adalah suatu bentuk pemecahan masalah dimana

    mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh

    peserta dan evaluasi atas pendapat tersebut.

    - Metode Demonstrasi adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide

    dan prosedur tentang suatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk

    memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tundakan dengan

    menggunakan alat peraga.

    A.2 Media Penyuluhan

    A.2.1 Pengertian Media

    Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

    medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Sehingga media

    pendidikan dapat didefinisikan sebagai alat-alat yang digunakan oleh pendidik

    dalam menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran. Dalam pengertian ini

    media dipandang sebagai komponen yang ada dalam lingkungan siswa baik

    lingkungan fisik, sosial, dan psikososial yang dapat menimbulkan minat siswa

    untuk belajar.

  • 8

    Berdasarkan pengertian ini tersirat bahwa pendidikan kesehatan adalah

    proses komunikasi yang terjadi dari pengirim pesan kepada penerima pesan.

    Pesan yang disampaikan tersebut dapat dilakukan melalui suatu saluran tertentu

    atau dengan menggunakan pengantar (Gagne,1970,dalam Sadiman, dkk, 2003).

    Sebagai suatu sarana untuk menimbulkan minat/ rangsangan dalam

    belajar (Notoatmodjo, 1997) mengungkapkan bahwa media disusun berdasarkan

    prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu dapat diterima

    atau ditangkap melalui pancaindera. Dimana semakin banyak indera yang

    digunakan untuk menerima sesuatu semakin banyak dan semakin jelas pula

    pengertian/ pengetahuan yang diperoleh.

    Menurut pendapat beberapa para ahli, pengelompokkan/klasifikasi media

    pada dasarnya dilakukan menurut kesamaan ciri atau karakteristiknya atau

    tergantung dari sudut mana melihatnya :

    - Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam :

    1. Media audio

    2. Mediavisual

    3. Media audio visual

    - Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat dibagi ke dalam :

    1. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio.

    2. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu

    seperti film dan video.

    - Dilihat dari teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam :

    1. Media yang diproyesikan seperti film slide, film stripe, transparansi,

    komputer dan sebagainya. Jenis media ini memerlukan alat proyeksi

    khusus seperti film proyektor untuk memproyeksikan flim slide.

    2. Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, radio dan lain

    sebagainya dan berbagai bentuk media grafis lainnya.

    - Media juga dapat dikelompokkan menurut indera yang digunakan :

    1. Media visual/media pandang yaitu media yang memberikan stimulasi

    terhadap indera penglihatan.

    2. Media audio/media dengar yaitu media yang memberikan stimulasi terhadap

    indera pendengaran.

    3. Media audio visual/media pandang dengar yaitu media yang memberikan

    stimulasi terhadap indera penglihatan dan pendengaran.

  • 9

    A.2.2 Media Audio

    Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) audio merupakan

    alat peraga yang bersifat dapat didengar. (Daryanto, 2010) audio berasal dari

    kata audible, yang artinya suaranya dapat diperdengarkan secara wajar oleh

    telinga manusia. Bahan ajar audio merupakan salah satu jenis bahan ajar

    noncetak yang di dalamnya mengandung sistem yang menggunakan sinyal

    audio secara langsung, yang dapat dimainkan atau diperdengarkan oleh pendidik

    kepada peserta didiknya guna membantu mereka dalam menguasai kompetensi

    tertentu (Andi Prastowo, 2011).

    Menurut (Arief S. Sadiman, dkk., 2009), media audio adalah media yang

    menyampaikan pesan yang akan disampaikan dalam bentuk lambang-lambang

    auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata atau bahasa lisan) maupun non verbal.

    Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media audio adalah salah satu

    bentuk perantara atau pengantar noncetak yang dapat digunakan untuk

    menyampaikan pesan dari pendidik kepada peserta didik dengan cara dimainkan

    atau diperdengarkan secara langsung sehingga peserta didik mampu menguasai

    kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

    A.2.3 Cassette Tape Recorder

    Perekam kaset audio ini adalah yang paling popular dalam masyarakat.

    Untuk berbagai keperluan maka dibuat pita kaset dalam beberapa kualitas, yaitu

    dari yang paling rendah, normal dan metal.

    Kelebihan cassette tape recorder antara lain :

    - Memiliki fungsi ganda yang efektif,

    - Cepat dan praktis,

    - Dapat diputar berulang tanpa mempengaruhi suara

    - Digunakan sewaktu-waktu,

    - Mudah diperbanyak/ direproduksi

    - Mudah menggunakan

    Kelemahan cassette tape recorder antara lain :

    - Rekaman hanya memberikan konsumsi suara saja

    - Komunikasi hanya satu arah saha,

    - Pita kaset suara memiliki kekuatan terbatas,

    - Tidak memiliki jangkauan yang luas.

  • 10

    A.2.4 CD (Compact Disc) dan DVD (Digital Compact Disc)

    CD atau Compact Disc dan juga DVD atau Digital Compact Disc adalah

    suatu media penyimpanan file audio yang dibuat untuk mengecilkan sistem

    penyimpanannya agar lebih efektif. Selain itu, keduanya memiliki kemampuan

    menyimpan file yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kaset.

    Kualitas suara yang dihasilkan juga lebih bagus. Kualitas suara akan

    menurun atau bahkan hilang jika permukaan disc tergores, kotor, berjamur atau

    mengalami kerusakan lainnya. Alat yang diperlukan untuk memutar CD player

    atau DVD player.

    B. Pendidikan Kesehatan Gigi

    B.1 Definisi Kesehatan Gigi dan Mulut

    Menurut Herijulianti (2002), kesehatan gigi dan mulut adalah salah satu

    aspek dari kesehatan secara keseluruhan, dimana status kesehatan gigi

    merupakan hasil dari interaksi antara kondisi fisik, mental dan sosial.

    Berpendapat bahwa pendidikan kesehatan gigi adalah semua aktifitas membantu

    menghasilkan penghargaan masyarakat akan kesehatan gigi dan memberikan

    pengertian tentang cara-cara bagaimana memelihara kesehatan gigi dan mulut.

    Jadi dengan adanya pendidikan kesehatan gigi dan mulut ini diharapkan

    bertambah baik.

    B.2 Kebersihan Gigi dan Mulut

    B.2.1 Definisi

    Kebersihan gigi dan mulut (oral hygiene) merupakan suatu pemeliharaan

    kebersihan dan hygiene struktur gigi dan mulut melalui sikat gigi, stimulasi

    jaringan, pemijatan gusi, hidroterapi, dan prosedur lain yang berfungsi untuk

    mempertahankan gigi dankesehatan mulut (Dorlan, 2002).

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut yaitu adanya

    penumpukkan sisa-sisa makanan, plak, kalkulus, material alba dan stain pada

    permukaan gigi geligi (Caranza, 2002).

  • 11

    B.2.2 Indikator Kebersihan Gigi dan Mulut

    Indikator yang biasa digunakan mengukur tingkat kebersihan mulut

    seseorang adalah menggunakan indeks Oral Hygiene Index Simflified (OHI-S)

    dari Grenee and Vermillion (Manson dan Eley, 1993).

    Pemeriksaan OHI-S (Oral Hygiene Index Simflified) adalah pemeriksaan

    gigi dan mulut dengan menjumlahkan Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI).

    Debris Index (DI) adalah nilai dari endapan lunak yang terjadi karena adanya

    sisa makanan yang melekat pada gigi penentu. Calculus Index (CI) adalah

    score/nilai dari endapan keras/karang gigi terjadi karena debris yang mengalami

    pengapuran yang melekat pada gigi penentu.

    B.2.3 Debris

    Debris Indeks adalah nilai dari endapan lunak yang menempel pada

    permukaan gigi tertentu. Debris dapat dihilangkan dengan cara menyikat gigi.

    Aliran saliva, aksi mekanis dari lidah, pipi, dan bibir serta susunan gigi dan

    rahang akan mempengaruhi kecepatan pembersihan sisa makanan.

    Untuk menilai kebersihan gigi dan mulut seseorang yang akan dilihat

    adalah adanya debris pada permukaan gigi. Pemeriksaan klinis yang dilakukan

    untuk memudahkan penilaian. Pemeriksaan debris dilakukan pada gigi tertentu

    dari gigi tersebut, yaitu :

    Untuk rahang atas yang diperiksa :

    a. Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal

    b. Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial

    c. Gigi M1 atas pada permukaan bukal

    Untuk rahang bawah yang diperiksa :

    a. Gigi M1 kiri bawah pada permukaan lingual

    b. Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial

    c. Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual

    Pelaksanaan pemeriksaan untuk penilaian debris indeks :

    1. Sebelum kita menilai debris, pertama-tama permukaan gigi yang akan diukur

    dibagi dengan garis-garis khayalan menjadi 3 bagian yang sama luasnya.

    Bagian A1 = 1/3 permukaan gigi bagian servikal

    Bagian A2 = 1/3 permukaan gigi bagian tengah

    Bagian A3 = 1/3 permukaan gigi bagian incisal

  • 12

    2. Penilaian Debris Indeks

    1. Untuk pemeriksaan, kita menggunakan alat sonde atau periodontal

    explorer. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan debris pada 1/3 permukaan

    incisal/oklusal gigi.

    2. Bila pada daerah 1/3 incisal/oklusal tidak ada debris yang terbawa sonde

    pemeriksaan dilanjutkan pada bagian 1/3 tengah. Jika ada debris yang

    terbawa oleh sonde dibagian ini nilai untuk gigi tersebut adalah 2.

    3. Jika pada pemeriksaan didaerah 1/3 tengah tidak ada debris yang terbawa

    sonde pemeriksaan dilanjutkan ke 1/3 bagian servikal.

    4. Jika ada debris yang terbawa sonde dibagian ini, penilaian untuk gigi

    tersebut adalah 1.

    5. Jika ada pemeriksaan didaerah 1/3 servikal tidak ada debris yang terbawa

    sonde (bersih), penilaian untuk gigi tersebut adalah 0.

    Tabel 2.1

    Kriteria Penilaian Debris

    Kode Kriteria

    0 Tidak ada debris/stain

    1 Debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau

    adanya stain ekstrinsik tanpa debris pada daerah tersebut.

    2 Debris lunak menutupi lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3

    permukaan gigi.

    3 Debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi.

    Rumus Debris Indeks

    Kriteria penilaian debris indeks adalah sebagai berikut :

    1. Baik (good) apabila nilai berada diantara 0-0,6

    2. Sedang (fair) apabila nilai berada diantara 0,7-1,8

    3. Buruk (poor) apabila nilai berada diantara 1,9-3,0

    Debris Indeks =

  • 13

    B.2.4 Kalkulus

    Kalkulus adalah deposit keras yang terjadi akibat pengendapan garam-

    garam anorganik yang komponen utamanya kalsium karbohidrat dan kalsium

    fosfat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme dan sel-sel epitel

    diakumulasi.

    Tabel 2.2

    Kriteria Penilaian Kalkulus

    Kode Kriteria

    0 Tidak ada kalkulus

    1 Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan

    gigi yang terkena.

    2

    Kalkulus supragingiva menutupi lebih subgingiva dari 1/3 tapi

    tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi yang terkena adanya

    kalkulus subgingiva berupa titik disekeliling leher gigi.

    3

    Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

    yang terkena adanya kalkulus subgingiva berupa pita yang tidak

    terputus disekeliling leher gigi.

    Tabel 2.3

    Tingkat Kebersihan Mulut Secara Klinis dalam Kaitannya dengan OHI-S

    Nilai Kriteria

    0-1,2 Baik

    1,3-3,0 Sedang

    3,1-6,0 Buruk

  • 14

    C. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

    C.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

    Kecacatan didefinisikan sebagai situasi individu yang mempunyai

    hambatan baik secara fisik ataupun mental dalam hal partisipasi penuh pada

    aktivitas normal kelompok seusianya termasuk keikutsertaan dalam kegiatan

    sosial, rekreasi, dan pendidikan (Koch dan Poulsen, 2001).

    Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami

    kelainan/penyimpangan (mental-intelektual sosial, emosional) dalam proses

    pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya

    sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang memiliki

    kekurangan fisik termasuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus. Hal ini

    karena kekurangan fisik yang dimiliki seseorang yang menghambat interaksinya

    dengan lingkungan.

    Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act Amandements)

    yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun 2004 secara

    umum, klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus adalah :

    1. Anak dengan Gangguan Fisik :

    a. Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi

    (blind/lowvision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan

    sehari-hari seperti orang awas.

    b. Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya

    pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara

    verbal.

    c. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap

    pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).

    2. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku :

    a. Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri

    dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

    b. Tunawicara, yaitu anak dengan gangguan komunikasi atau anak yang

    mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran

    bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi

    bahasa, atau fungsi bahasa.

  • 15

    c. Hiperaktif, secara psikologis adalah gangguan tingkah laku yang tidak

    normal, disebabkan difungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu

    mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.

    3. Anak dengan GangguanIntelektual :

    a. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan

    keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh di bawah rata-rata

    sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi

    maupun sosial.

    b. Anak lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi

    intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita

    (biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).

    c. Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan

    kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan

    (intelegensi) di atas anak-anak normal, sehingga untuk mewujudkan

    potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan

    khusus.

    d. Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh

    adanya gangguan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan gangguan

    dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.

    e. Indigo, adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus

    yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.

    C.2 Tunanetra

    Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan pada seseorang yang

    mengalami gangguan penglihatan. Tunanetra merupakan salah satu klasifikasi

    bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus dengan ciri adanya hambatan pada

    indera penglihatan. Jumlah penderita tunanetra berdasarkan survei nasional

    tahun 1993-1996 di Indonesia mencapai 1,5%.

    Penderita tunanetra secara potensi kecerdasan bisa jadi sama dengan

    orang normal. Namun, karena keterbatasan yang dimiliki menjadikannya tidak

    mampu mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki olehnya. Anggapan

    masyarakat umum terhadap tunanetra biasanya lebih mengarah pada orang buta

    atau tidak bisa melihat sama sekali.

  • 16

    Ada beberapa kriteria yang memungkinkan seseorang dianggap

    tunanetra, antara lain ketajaman penglihatan yang kurang, yakni ketika

    seseorang tidak bisa melihat gerakan tangan pada kurang dari satu meter. Selain

    itu, menurut Heward & Orlinsky (1988) bidang penglihatannya tidak lebih luas

    dari 20o .

    Adapun menurut Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan

    Khusus Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

    penderita tunanetra diklasifikasikan berdasarkan empat hal sebagai berikut :

    a. Klasifikasi Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatan

    1. Tunanetra dengan klasifikasi buta total (blind)

    Penderita tunanetra blind atau buta total merupakan penderita tunanetra yang

    sama sekali tidak memliki persepsi visual. Untuk mengenali bentuk benda,

    mereka hanya mengandalkan dari persepsi cahaya. Secara medis biasanya

    individu ini disebut mempunyai virus (ketajaman penglihatan). Media yang

    bisa digunakan untuk membantu penderita tunanetra jenis ini adalah bacaan

    dengan huruf Braille.

    2. Tunanetra dengan klasifikasi setengah berat (partially sighted)

    Penderita tunanetra ini memiliki kemampuan melihat hanya sebagian. Untuk

    membantu penglihatan, biasanya digunakan alat bantu seperti kaca

    pembesar, atau ketika membaca menggunakan tulisan yang huruf-hurufnya

    bercetak tebal.

    3. Tunanetra dengan klasifikasi ringan (low vision)

    Penderita tunanetra ringan biasanya masih dapat mengikuti program-program

    pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan

    fungsi penglihatan. Jarak yang bisa dilihat oleh penderita low vision untuk

    sampai dapat melihat cahaya adalah sekitar 6 meter. Selain itu, mereka juga

    masih mempunyai kemampuan melihat lambaian tangan yang berjarak 60

    meter.

    Ciri-ciri penderita low vision menurut (Kosasih, 2012) antara lain yaitu :

    4. Memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah melakukan pengobatan,

    misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standar (kacamata atau lensa),

    5. Mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima

    persepsi cahaya.

  • 17

    b. Kasifikasi Berdasarkan Waktu Terjadinya Tunanetra

    - Tunanetra sebelum dan sejak lahir

    Tunanetra yang dialami semenjak dalam kandungan sehingga anak tidak

    memiliki pengalaman penglihatan sama sekali. Hal ini biasanya disebabkan

    kondisi ibu selama kehamilan yang tidak dijaga. Misalnya, kurangnya asupan

    makanan bergizi selama hamil.

    - Tunanetra pada usia kecil atau setelah lahir

    Tunanetra jenis ini menyimpan kesan visual dalam pikirannya, tetapi masih

    belum kuat dan mudah terlupakan. Pengalaman-pengalaman visual yang

    dialami masih sangat sedikit.

    - Tunanetra pada usia sekolah atau usia remaja

    Penderita tunanetra ini sudah memiliki pengalaman penglihatan sebelumnya

    yang tersimpan dalam pengalaman visual di dalam otak. Hal ini tentunya

    sangat drastis mengubah kehidupan penderita. Sebab, kesan visual yang

    dimiliki sudah terlanjur tertanam lekat di otak.

    - Tunanetra pada usia dewasa

    Jika seseorang baru menderita tunanetra di usia dewasa umumnya proses

    penyesuaian diri yang dilakukan akan lebih mudah. Hal ini karena mereka

    sudah dapat membangun kesadaran diri untuk perkembangannya sendiri.

    - Tunanetra usia lanjut

    Seseorang yang mengalami ketunanetraan saat memasuki usia lanjut akan

    lebih sulit melakukan latihan-latihan penyesuaian diri. Hal ini karena fisik dan

    mental tidak lagi kuat seperti ketika masih berusia muda.

    c. Klasifikasi Berdasarkan Pemeriksaan Klinis

    - Tunanetra yang ketajaman penglihatannya kurang dari 20/200 dan atau

    memiliki bidang penglihatan kurang dari 200.

    - Tunanerta yang memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan

    20/200, yang mana masih dapat diperbaiki lagi fungsinya.

    d. Klasifikasi Berdasarkan Kelainan pada Mata

    - Myopia merupakan gangguan penglihatan jarak dekat. Penderita gangguan ini

    mengalami gangguan, yakni bayangan pada mata tidak fokus dan jatuh di

  • 18

    belakang retina. Penderita myopia harus menggunakan kacamata dengan

    lensa negatif untuk membantu penglihatan.

    - Hyperopia merupakan gangguan penglihatan jarak jauh. Berbeda dengan

    myopia, hyperopia justru memiliki bayangan yang jatuh di depan retina.

    Kacamata yang digunakan adalah kacamata koreksi dengan lensa negatif.

    - Astigmatisme merupakan gangguan penglihatan, yakni penglihatan menjadi

    kabur akibat adanya sesuatu yang tidak beres pada bola mata. Kacamata

    yang digunakan untuk membantu penglihatan adalaha lensa silindris.

    C.3 Karakteristik Tunanetra

    1. Memiliki rasa curiga yang berlebihan pada orang lain.

    Penglihatan yang terbatas membuat peyandang tunanetra kurang mampu

    untuk berorientasi dengan lingkungannya. Sebagai dampak dari hal tersebut,

    kemampuan bergerak dan mobilitas mereka menjadi rendah sehingga membuat

    peyandang tunanetra kurang bisa memahami perasaan orang lain dan mudah

    curiga.

    2. Mudah tersinggung.

    Oleh karena merasa diri mereka tidak sempurna, penglihatan yang kabur

    sampai blind membuat peyandang tunanetra sangat sensitif perasannya dan

    mudah tersinggung untuk hal-hal kecil. Senda gurau bisa diartikan lain oleh

    mereka apabila terlalu berlebih dan dirasa menyinggung kelemahannya.

    3. Sangat tergantung kepada orang lain.

    Kesulitan mobilitas dan aktivitas membuat peyandang tunanetra sangat

    tergantung kepada orang lain, terutama orangtua dan keluarga mereka.

    Ketergantungan ini kadangkala justru dipicu oleh kekhawatiran yang berlebihan

    dari orangtua akan keselamatan anak apabila melakukan aktivitasnya sendiri.

    4. Blindism

    Merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh peyandang tunanetra

    tanpa mereka sadari. Gerakannya bisa berupa gelengan kepala, anggukan

    kepala, atau menggoyangkan tubuh.

    5. Perasaan rendah diri.

    Kelemahan penglihatan membawa perasaan lebih rendah dari orang lain

    yang normal. Inilah yang membuat peyandang tunanetra menjadi rendah diri dan

    merasa selalu diabaikan orang lain.

  • 19

    6. Posisi tangan ke depan dan badan agak membungkuk.

    Posisi tangan ke depan dan badan agak membungkuk sering kali dilakukan

    oleh penderita tunanetra. Hal demikian dimaksudkan untuk melindungi tubuh

    mereka dari sentuhan tubuh orang lain atau terantuk benda yang tajam. Hal

    ini dilakukan pada saat penderita tunanetra berjalan sendiri.

    7. Fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek.

    Kaitannya erat dengan lamunan yang kemudian berkembang menjadi fantasi.

    8. Kritis/suka bertanya.

    Rasa ingin tahu yang benar tidak diimbangi oleh kuatnya penglihatan

    sehingga penderita tunanetra banyak bertanya tentang berbagai hal kepada

    orang lain di sekitarnya.

    C.4 Penyebab Tunanetra

    1. Faktor keturunan/genetis, adanya ayah/ibu dan generasi sebelumnya yang

    mengalami tunanetra.

    2. Faktor penyakit saat di dalam kandungan, misalnya penyakit yang diderita ibu

    seperti TBC, rubella/cacar, toxoplasma, dan tumor yang mengganggu janin.

    3. Kurangnya nutrisi saat ibu sedang hamil, terutama kekurangan vitamin A.

    4. Faktor gangguan pada saat persalinan, seperti persalinan yang bermasalah.

    Faktor ini bisa menyebabkan gangguan pada saraf mata. Kelahiran prematur

    juga bisa memberikan dampak buruk pada kesehatan mata yang disebut

    dengan retinopathy of prematurity, hal ini disebabkan perbedaan kadar

    oksigen saat berada dalam inkubator dan setelah keluar.

    5. Faktor penyakit tertentu, misalnya xeropthalmia (kekurangan vitamin A),

    trachoma (akibat virus), katarak, glaukoma, diabetes, dan macular

    degeneration (bagian tengah retina yang memburuk).

  • 20

    D. Kerangka Konsep

    Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan hubungan antara

    konsep-konsep atau variabel-variabel lain dari masalah yang ingin diteliti (diamat)

    melalui penelitian yang dilakukan. Variabel sendiri mengandung pengertian

    ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan

    yang dimiliki oleh kelompok lain.

    Berdasarkan hubungan atau perannya, variabel dibedakan menjadi :

    1. Variabel Independen (Variabel bebas) yaitu yang sifatnya mempengaruhi

    sebab terpengaruh.

    2. Variabel Dependen (Variabel terikat) yaitu variabel yang sifatnya tergantung

    dan terpengaruh (Notoatmodjo, 2010).

    Variabel Independen Variabel Dependen

    E. Definisi Operasional

    Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini peneliti

    menentukan definisi operasional sebagai berikut :

    1. Penyuluhan merupakan kegiatan memberi informasi dan pengetahuan

    tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut kepada penderita tunanetra.

    2. Media audio adalah suatu alat media yang isi pesannya hanya dapat diterima

    melalui indera pendengaran tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar.

    3. Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang

    mengalami gangguan atau hambatan dalam indera penglihatannya.

    Penyuluhan Dengan Media

    Audio

    Debris Indeks (DI) :

    1. Baik

    2. Sedang

    3. Buruk

  • 21

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    1. Jenis Penelitian dan Racangan Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

    metode suvey yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan

    penyuluhan dengan media audio terhadap kebersihan gigi dan mulut pada

    penderita tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA).

    2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    B.1 Lokasi Penelitian

    Penelitian dilakukan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera

    (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara.

    B.2 Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2018 sampai dengan bulan Juli

    2018.

    3. Populasi dan Sampel Penelitian

    C.1 Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita tunanetra di

    Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa

    Sumatera Utara yang berjumlah ±180 orang.

    C.2 Sampel

    Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

    jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul, 2013). Teknik

    pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Purposive Sampling. Purposive

    Sampling adalah pengambilan sampel yang berdasarkan suatu pertimbangan

    tertentu seperti sifat-sifat, populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui

    sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

    Sampel dalam penelitian ini adalah sampel minimal yang berjumlah 30

    orang penderita tunanetra dengan kriteria memiliki gigi indeks.

  • 22

    4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

    D.1 Jenis Pengumpulan Data

    Jenis data yang digunakan adalah :

    1. Data Primer

    Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil

    pemeriksaan debris indeks sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan dengan

    menggunakan media audio.

    2. Data Sekunder

    Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak yayasan pendidikan

    tunanetra mengenai identitas penderita tunanetra.

    D.2 Cara Pengumpulan Data

    Prosedur Penelitian

    Persiapan alat terdiri dari :

    - Kertas format pemeriksaan

    - Alat diagnostik (kaca mulut, sonde, pinset, excavator)

    - Nierbekken

    - Gelas Kumur

    - Masker

    - Handschoon

    Bahan terdiri dari :

    - Disclosing solution

    - Pasta Gigi danSikat Gigi

    - Media Audio (CD atau DVD)

    Tahap Pelaksanaan :

    a. Sebelum melakukan pemeriksaan, terlebih dahulu menjelaskan maksud dan

    tujuan peneliti datang ke Yayasan Pendidikan Tunanetra (YAPENTRA)

    Tanjung Morawa Sumatera Utara.

    b. Mengumpulkan seluruh penderita tunanetra yang menjadi sampel dengan

    bantuan pihak yayasan pendidikan tunanetra.

    c. Setelah itu melakukan pemeriksaan debris sebelum dilakukan kegiatan

    penyuluhan dengan media audio.

  • 23

    d. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat diagnostik dan peralatan

    lainnya yang dibutuhkan dalam melakukan pemeriksaan.

    e. Hari berikutnya dilakukan pemeriksaan debris setelah dilakukan penyuluhan.

    f. Seluruh lembar pemeriksaan yang telah dicatat,dikumpulkan dan dihitung

    agar menghindari kekurangan data serta mempermudah proses pengolahan

    data tersebut.

    g. Menghitung hasil dari debris indeks sebelum dilakukan penyuluhan dan

    setelah dilakukan penyuluhan pada penderita tunanetra yang menjadi objek

    penelitian.

    h. Kemudian semua data-data tersebut dimasukkan ke dalam tabel distribusi

    frekuensi.

    3. Pengolahan Data dan Analisa Data

    E.1 Pengolahan Data

    Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan

    mengumpulkan hasil pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut yang telah di

    peroleh. Dimana secara garis besar pengolahan data meliputi 3 langkah, yaitu :

    1. Editing (Memeriksa)

    Proses editing dilakukan dengan memeriksakan debris indeks sebelum dan

    sesudah diberikan penyuluhan, dengan tujuan agar data yang masuk dapat

    diolah secara benar sehingga pengolahan data memberi hasil yang dapat

    menjelaskan masalah yang diteliti, kemudian data dikelompokkan dengan

    menggunakan aspek pengukuran.

    2. Coding (Pengkodean)

    Memberi tanda atau kode apabila terdapat pertanyaan-pertanyaan yang

    disajikan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah waktu mengadakan

    tabulasi data dan analisa data.

    3. Tabulating (Tabulasi Data)

    Pekerjaan tabulasi data dilakukan, jika semua masalah editing dan coding

    sudah selesai. Artinya tidak ada lagi permasalahan yang timbul dalam editing.

    Sehingga data tinggal dibuatkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

  • 24

    E.2 Analisa Data

    a. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan dicatat di formulir pemeriksaan yang

    telah disiapkan oleh peneliti.

    b. Selanjutnya seluruh penderita tunanetra yang menjadi sampel diintruksikan

    untuk melakukan sikat gigi sesuai penyuluhan yang telah dilakukan.

    c. Setelah itu dilakukan pemeriksaan kembali setelah dilakukan penyuluhan

    dengan menggunakan alat diagnostik dan peralatan lainnya yang dibutuhkan.

    d. Kemudian semua data-data tersebut dimasukkan ke dalam tabel distribusi

    frekuensi.

  • 25

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Hasil Penelitian

    Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian yang telah dilakukan

    terhadap 30 anak Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra

    Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara. Pengumpulan data

    dilakukan dengan penyuluhan dengan media audio dan melakukan pemeriksaan

    secara langsung pada anak yang menjadi sampel. Setelah seluruh data

    terkumpul, maka dilakukan analisis data dengan membuat tabel distribusi

    frekuensi sebagai berikut :

    Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Debris Indeks Sebelum Pemanfaatan Penyuluhan Dengan

    Media Audio pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara

    Kategori Sampel

    (n) Persentase

    (%)

    Baik 0 0

    Sedang 3 10

    Buruk 27 90

    Jumlah 30 100

    Berdasarkan dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa 30 anak penderita

    tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra diperoleh rata-rata Debris Indeks

    sebelum penyuluhan dengan kategori buruk sebanyak 27 orang (90%), kategori

    sedang sebanyak 3 orang (10%) dan tidak ada dengan kategori baik.

    Tabel 4.2

    Distribusi Frekuensi Debris Indeks Sesudah PemanfaatanPenyuluhan Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra

    Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara

    Kategori Sampel

    (n) Persentase

    (%)

    Baik 5 16,7

    Sedang 19 63,3

    Buruk 6 20

    Jumlah 30 100

  • 26

    Berdasarkan dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa 30 anak penderita

    tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra diperoleh rata-rata Debris Indeks

    sesudah penyuluhan dengankategori sedang sebanyak 19 orang

    (63,3%),kategori buruk sebanyak 6 orang (20%) dan kategori baik sebanyak 5

    orang (16,7%).

    Tabel 4.3 Debris Indeks Rata-Rata Sebelum Dan Sesudah PemanfaatanPenyuluhan

    Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara

    Debris Indeks Rata-Rata

    Sebelum Penyuluhan 2,37

    Sesudah Penyuluhan 1,38

    Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa Debris Indeks rata-rata sebelum

    penyuluhan adalah 2,37 dan Debris Indeks setelah penyuluhan mengalami

    penurunan menjadi 1,38.

    2. Pembahasan

    Menurut Notoatmodjo (2006), kesehatan adalah keadaan dimana

    seseorang tidak merasa sakit baik dilihat dari segi fisik dan klinis, dan keadaan

    organ-organ didalam tubuh normal atau tidak ada gangguan dari fungsi tubuh.

    Kesehatan tidak hanya dipandang secara umum, kesehatan gigi dan mulut juga

    akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan

    (Malik, 2008).

    Kebersihan gigi dan mulut yang baik dapat diwujudkan melalui perilaku

    yang baik dan benar terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

    Pengetahuan merupakan faktor yang membentuk perilaku seseorang,

    pengetahuan yang kurang membentuk perilaku dan sikap yang keliru terhadap

    pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Semakin banyak pancaindera yang

    dilibatkan dalam menerima sesuatu, semakin kompleks pengetahuan yang

    didapat masing-masing pancaindera. Proses pendidikan seseorang dengan

    menggunakan indera penglihatan mencapai 82%, pendengaran 11%, peraba

    3,5%, perasa 2,5% dan penciuman 1% sehingga penglihatan merupakan indera

    paling penting dalam menerima pengetahuan.

  • 27

    Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan pada seseorang yang

    mengalami gangguan penglihatan. Tunanetra merupakan salah satu klasifikasi

    bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus dengan ciri adanya hambatan pada

    indera penglihatan. Jumlah penderita tunanetra berdasarkan survei nasional

    tahun 1993-1996 di Indonesia mencapai 1,5%. Pengertian tunanetra tidak saja

    bagi individu yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat

    tetapi terbatas dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-

    hari terutama belajar.

    Penderita tunanetra secara potensi kecerdasan bisa sama dengan orang

    normal. Namun, karena keterbatasan yang dimiliki menjadikannya tidak mampu

    mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Keterbatasan tersebut menjadi

    salah satu hambatan penderita tunanetra untuk memperoleh pengetahuan

    tentang kesehatan gigi dan mulut yang nantinya akan menentukan sikap dan

    tindakan dalam menjaga kebersihan rongga mulut. Anggapan masyarakat umum

    terhadap tunanetra biasanya lebih mengarah pada orang buta atau tidak bisa

    melihat sama sekali.

    Ada beberapa karakteristik yang memungkinkan seseorang dianggap

    tunanetra antara lain ketajaman penglihatan yang kurang, yakni ketika seseorang

    tidak bisa melihat gerakan tangan pada kurang dari satu meter, bidang

    penglihatannya tidak lebih luas dari 20o, memiliki rasa curiga yang berlebihan

    pada orang lain, mudah tersinggung, sangat tergantung kepada orang lain,

    blindism (merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh penderita tunanetra

    tanpa mereka sadari), memilki perasaan rendah diri, posisi tangan ke depan dan

    badan agak membungkuk, fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek, dan

    kritis/suka bertanya.

    Beberapa faktor penyebab seseorang dapat mengalami gangguan

    penglihatan (tunanetra) antara lain: faktor keturunan/ genetis, faktor penyakit

    saat di dalam kandungan (misalnya penyakit yang diderita ibu seperti TBC,

    rubella/ cacar) yang mengganggu janin, kurangnya nutrisi saat ibu sedang hamil

    (kekurangan vitamin A), faktor gangguan pada saat persalinan (seperti

    persalinan yang bermasalah yang bisa menyebabkan gangguan pada saraf

    mata), dan faktor penyakit tertentu (misalnya catarac, glaukoma, diabetes dan

    marcular degeneration). Menurut Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan

    Layanan Khusus Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan

  • 28

    Kebudayaan, penderita tunanetra diklasifikasikan berdasarkan empat hal yaitu

    klasifikasi berdasarkan kemampuan daya penglihatan, klasifikasi berdasarkan

    waktu terjadinya tunanetra, klasifikasi berdasarkan pemeriksaan klinis dan

    klasifikasi berdasarkan kelainan pada mata.

    Berdasarkan survei dan penelitian awal yang telah dilakukan di Yayasan

    Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) menyatakan pada Yayasan

    tersebut belum pernah dilakukan penyuluhan tentang kebersihan gigi dan mulut,

    sehingga ditemukan pada 30 anak penderita tunanetra yang belum mengerti

    tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut dan memiliki tingkat kebersihan

    gigi dan mulut (Debris Indeks) dengan kategori buruk.

    Menurut Herijulianti (2002),DebrisIndeks adalah nilai dari endapan lunak

    yang menempel pada permukaan gigi. Debris dapat dihilangkan dengan cara

    menyikat gigi. Aliran saliva, aksi mekanis dari lidah, pipi, dan bibir serta susunan

    gigi dan rahang akan mempengaruhi kecepatan pembersihan sisa makanan.

    Debris apabila tidak dibersihkan, lama kelamaan akan mengeras dan akan

    menjadi karang gigi atau kalkulus yang melekat erat pada permukaan gigi

    terutama pada permukaan gigi yang kasar dan tidak rata.

    Pengertian penyuluhan dalam arti etimologis, adalah usaha memberikan

    keterangan, penjelasan, petunjuk, bimbingan, tuntunan, jalan dan arah yang

    harus ditempuh oleh setiap orang sehingga dapat memecahkan masalah yang

    dihadapinya dan meningkatkan kualitas hidupnya (Mardikanto, 1982). Pengertian

    penyuluhan secara umum merupakan suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem

    dan proses perubahan pada individu dan masyarakat agar dengan terwujudnya

    perubahan tersebut harapan yang sesuai dengan pola atau rencana dapat

    tercapai.

    Menurut Maulana (2013), penyuluhan kesehatan bertujuan untuk

    mengubah perilaku kurang sehat menjadi sehat. Perilaku baru yang terbentuk,

    biasanya hanya terbatas pada pemahaman sasaran (aspek kognitif), sedangkan

    perubahan sikap dan tingkah laku merupakan tujuan tidak langsung.

    Menurut Arief (2009) didalam dunia pendidikan anak penderita tunanetra

    tidak bisa diberikan pembelajaran seperti anak normal pada umunya. Diperlukan

    suatu terobosan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak

    tunanetra. Salah satu media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik

    anak penderita tunanetra adalah media audio yang lebih mengandalkan

  • 29

    pendengaran daripada penglihatan. Media audio adalah media yang

    menyampaikan pesan yang akan disampaikan dalam bentuk lambang-lambang

    auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata atau bahasa lisan) maupun non verbal.

    Penggunaan media audio (CD atau Compact Disc) dan juga (DVD atau Digital

    Compact Disc) adalah suatu media penyimpanan file audio yang dibuat untuk

    mengecilkan sistem penyimpanannya agar lebih efektif.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 30 orang anak Penderita

    Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung

    Morawa Sumatera Utara, sebelum penyuluhan dengan media audio, Debris

    Indeks rata-rata kategori buruk (2,37) dan setelah penyuluhan dengan media

    audio, Debris Indeks rata-rata menjadi kategori sedang (1,38).Setelah dilakukan

    penyuluhan terjadi penurunan Debris Indeks pada anak penderita tunanetra.

    Anak penderita tunanetra lebih mengaktifkan indera pendengaran selama

    penyuluhan dan tidak membosankan karena media audio tersebut sudah di

    lengkapi dengan musik dan efek suara yang dapat memberikan pengalaman

    langsung bagi anak penderita tunanetra.

    Menurut Heinich, dkk (2002) kelebihan media audio untuk anak penderita

    tunanetra adalah suasana dan perilaku saat proses belajar anak penderita

    tunanetra dapat dipengaruhi melalui penggunaan musik dan efek suara, media

    audio dapat mengembangkan daya imajinasi anak penderita tunanetra

    dikarenakan dalam media audio hanya menggunakan suara saja tanpa ada

    gambar sehingga merangsang daya imajinasi anak, dapat merangsang

    partisipasi aktif pendengar dan mudah digunakan dan fleksibel. Anak penderita

    tunanetra dapat juga mengalami kesulitan untuk mengeluarkan/ memasang

    pasta gigi pada sikat gigi. Bila terjadi hal demikian dapat diajarkan dengan cara

    mendampingi secara langsung anak penderita tunanetra.

    Fungsi media audio adalah untuk melatih segala kegiatan pengembangan

    keterampilan terutama yang berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan

    pendengaran. Yang dapat dicapai dengan media audio ialah berupa: pemusatan

    perhatian dan mempertahankan perhatian, mengikuti pengarahan, melatih daya

    analisis, menentukan arti dan konteks (Arsyad, 2003). Selain itu pemahaman

    anak penderita tunanetra suatu materi jauh lebih baik menggunakan media audio

    berupa rekaman, karena kata-kata yang didengar jauh lebih jelas sehingga lebih

  • 30

    mudah untuk dimengerti dan diingat. Sesuai dengan karakteristik anak tunanetra

    adalah fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek.

    Kebersihan gigi dan mulut yang baik akan membuat gigi dan jaringan

    sekitarnya sehat. Seperti bagian tubuh yang lain, maka gigi dan jaringan

    penyangganya mudah terkena penyakit, agar gigi dan jaringan penyangganya

    tahan terhadap penyakit maka harus menjaga kebersihan gigi dan mulut.

  • 31

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    1. Simpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

    1. Rata-rata Debris Indeks sebelum penyuluhan dengan kategori buruk

    sebanyak 27 orang (90%), kategori sedang 3 orang (10%) dan tidak ada

    dengan kategori baik.

    2. Rata-rata Debris Indeks sesudah penyuluhan dengankategori sedang

    sebanyak 19 orang (63,3%),kategori buruk 6 orang (20%) dan kategori

    baik 4 orang (16,7%).

    3. Debris Indeks rata-rata sebelum penyuluhan adalah 2,37 dan Debris

    Indeks setelah penyuluhan mengalami penurunan menjadi 1,38.

    4. Penyuluhan dengan media audio terbukti efektif untuk melatih kegiatan

    pengembangan keterampilan penderita tunanetra, khususnya melatih

    cara menyikat gigi yang baik dan benar.

    5. Saran

    1. Diharapkan kepada Kepala Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera

    (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara untuk bekerja sama

    dengan pihak puskesmas setempat atau tenaga kesehatan lainnya untuk

    memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut secara berkala

    sehingga pengetahuan anak penderita tunanetra meningkat dalam

    memelihara kebersihan gigi dan mulut.

    2. Diharapkan kepada anak penderita tunanetra di Yayasan Pendidikan

    Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) untuk lebih meningkatkan kebersihan

    gigi dan mulut sesuai anjuran yang diberikan.

  • 32

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahmad, R. dan Nana Sudjana., 2009.Media Pengajaran.Bandung: SinarBaruAlgensindo

    Anonim(2008). Penyuluhan Kesehatan, Avaible at:

    http://creassoft.wordpress.com/2008/05/01/penyuluhan-kesehatan/[Accessed 19 November 2009]

    ArsyaddanAzhar, 2003. Metode Pembelajaran, Jakarta PT Raja Grafindo Persada

    Daryanto, 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media

    Effendy, N., 1998. Dasar-dasarKeperawatanKesehatanMasyarakat.Edisi 2. Jakarta: EGC

    Gagne.R., 1970.Principles of Intructional Design New.Avaible at:

    http://mahardikadindaunity.blogspot.com/2014/03/makalah-media-audio-untuk-pembelajaran.html.

    Herijulianti Eliza, dkk, 2002. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC

    Individual with Disabilities Education Act Amandement (IDEA).http://www.ed.gov/policy/speed/guid/idea/idea2004.html.

    Kartadinata, Sunaryo. (1992). Karakteristik dan Kebutuhan Anak-anak yang Memiliki Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa serta Kemungkinan Pengembangan Model Program Pendidikannya. Laporan Hasil Peneliti. Bandung: LP IKIP

    Kosasih. E dkk. 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya

    Machfoedz, Ircham, dkk, (2005), Pendidikan kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan, Fitramaya, Jogyakarta

    Maulana, H.D.J., 2007. Promosi Kesehatan, Jakarta: EGC

    Mardikanto dan Sutarni. 1982. Pengantar Penyuluhan Pertanian dalam Teori dan Praktek. Hapsara. Surakarta

    Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta: PT Rineka Cipta

    RISKESDAS, 2013. http://dinkes. Bantenprov. 02 Maret 2016. GO. Id/upload/article doc/hasil.RISKESDAS 2013

    Sadiman, P., Media Pembelajaran, diaksesmelalui http://mp-bahri.blogspot.com/

    Widjajantin, Anastasia, (1996). Pendidikan Luar Biasa-Tunanetra. Jakarta: Depdikbud RI

    WHO (2008). Integrated Chronic Disease Prevention and Control.www.who.int.

    http://creassoft.wordpress.com/2008/05/01/penyuluhan-kesehatan/http://creassoft.wordpress.com/2008/05/01/penyuluhan-kesehatan/http://mahardikadindaunity.blogspot.com/2014/03/makalah-media-audio-untuk-pembelajaran.htmlhttp://mahardikadindaunity.blogspot.com/2014/03/makalah-media-audio-untuk-pembelajaran.htmlhttp://dinkes/http://www.who.int/

  • 33

    Lampiran 1

  • 34

    Lampiran 2

  • 35

    Lampiran 3

    FORMAT PEMERIKSAAN

    GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO

    TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA

    TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA

    (YAPENTRA) JL. MEDAN KM 21,5 TANJUNG MORAWA SUMATERA UTARA

    1. Identitas Pasien

    NAMA :

    UMUR :

    JENIS KELAMIN :

    ALAMAT :

    TANGGAL :

    2. Pemeriksaan Objektif

    1. Sebelum Penyuluhan Dengan Media Audio

    Debris Indeks

    DI=

    Kategori =

    2. Setelah Penyuluhan Dengan Media Audio

    Debris Indeks

    DI=

    Kategori =

  • 36

    Lampiran 4

  • 37

    Lampiran 5

    Master Tabel

    No KodeRespon

    den

    DI SebelumPeny

    uluhan Kriteria

    DI SesudahPenyul

    uhan Kriteria

    01 A1 2,1 Buruk 1,5 Sedang

    02 A2 1,6 Sedang 1 Sedang

    03 A3 3 Buruk 2 Buruk

    04 A4 2,6 Buruk 1,3 Sedang

    05 A5 2,6 Buruk 0,6 Baik

    06 A6 2,5 Buruk 1,3 Sedang

    07 A7 2,5 Buruk 2 Buruk

    08 A8 3 Buruk 1,3 Sedang

    09 A9 2,8 Buruk 0,6 Baik

    10 A10 2,1 Buruk 1,3 Sedang

    11 A11 2 Buruk 1,3 Sedang

    12 A12 2 Buruk 2 Buruk

    13 A13 3 Buruk 1,3 Sedang

    14 A14 3 Buruk 0,6 Baik

    15 A15 2,1 Buruk 2 Buruk

    16 A16 2,1 Buruk 1,3 Sedang

    17 A17 2 Buruk 2,3 Buruk

    18 A18 3 Buruk 2,6 Buruk

    19 A19 2 Buruk 1,3 Sedang

    20 A20 2,3 Buruk 1,3 Sedang

    21 A21 2,1 Buruk 1,3 Sedang

    22 A22 2,5 Buruk 1,8 Sedang

    23 A23 2,3 Buruk 1,3 Sedang

    24 A24 2,6 Buruk 0,6 Baik

    25 A25 1,3 Sedang 1,3 Sedang

    26 A26 2,5 Buruk 1,5 Sedang

    27 A27 2,6 Buruk 1,3 Sedang

    28 A28 1,5 Sedang 0,5 Baik

    29 A29 2,6 Buruk 1,3 Sedang

    30 A30 3 Buruk 1,6 Sedang

    Jumlah 71,3 Buruk

    41,4 Sedang

    Rata-Rata 2,37 1,38

  • 38

    Lampiran 6

  • 39

  • 40

  • 41

    Lampiran 7

    JADWAL PENELITIAN

    NO Uraian Kegiatan

    Bulan

    Februari Maret April Mei Juni Juli

    1 Pengajuan Judul

    2 Persiapan Proposal

    3 Persiapan Izin Lokasi

    4 Pengumpulan Data

    5 Pengolahan Data

    6 Analisa Data

    7 Mengajukan Hasil Peneliitian

    8 Seminar Hasil Penelitian

    9 Penggandaan Laporan Penelitian

  • 42

    Lampiran 8

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    1. Biodata Pribadi

    Nama : Melisa Fitri Hutabalian

    Tempat/ tanggal lahir : Medan, 22 Februari 1997

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Agama : Katolik

    Anak ke : 3 (tiga)

    Jumlah Saudara : 5 (lima)

    Nama Ayah : Ir. Amri Hutabalian

    Nama Ibu : Rosmida br Siboro

    Alamat : Jl. Sei Ular Baru No. 40 A

    No. Hp : 082273032549

    2. Riwayat Pendidikan

    Tahun 2002 – 2003 : TK Santo Thomas 2 Medan

    Tahun 2003 – 2009 : SD Santo Thomas 6 Medan

    Tahun 2009 – 2012 : SMP Santo Thomas 3 Medan

    Tahun 2012 – 2015 : SMA Santo Thomas 3 Medan

    Tahun 2015 – 2018 :Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan

    Kemenkes RI Medan