KARBON ORGANIK TANAH DAN EMISI KARBON DARI … · organik tanah, pertumbuhan tanaman padi, jumlah...

21
KARBON ORGANIK TANAH DAN EMISI KARBON DARI BUDIDAYA PADI DENGAN PUPUK ORGANIK BERBEDA WHENDI NUGRAHA SESARDI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of KARBON ORGANIK TANAH DAN EMISI KARBON DARI … · organik tanah, pertumbuhan tanaman padi, jumlah...

i

KARBON ORGANIK TANAH DAN EMISI KARBON DARI

BUDIDAYA PADI DENGAN PUPUK ORGANIK BERBEDA

WHENDI NUGRAHA SESARDI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

ii

ABSTRAK

WHENDI NUGRAHA SESARDI. Karbon Organik Tanah dan Emisi Karbon dari Budidaya Padi

dengan Pupuk Organik Berbeda. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan SULISTIJORINI.

Lahan persawahan Indonesia yang luasnya sekitar 10,9 juta hektar diduga memberi

kontribusi sekitar 1% dari total global metan. Penambahan bahan organik ke lahan sawah diduga

menjadi salah satu faktor peningkatan emisi gas rumah kaca dari persawahan. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui korelasi karbon organik tanah dengan emisi karbon dari budidaya

padi dengan pemberian rasio pupuk kompos yang berbeda. Rancangan Acak Lengkap digunakan

dengan 7 perlakuan dan 3 kali ulangan. Setiap perlakuan dilakukan pengamatan kandungan bahan

organik tanah, pertumbuhan tanaman padi, jumlah bakteri metanotrof dan heterotrof, dan aktivitas

emisi CH4 dan CO2. Penambahan rasio pupuk kompos meningkatkan bahan C-organik dan N-total

tanah seiring umur tanaman. Rasio 1:1 kompos dan tanah mengeluarkan emisi metan yang rendah.

Bahan organik yang meningkat menyebabkan emisi karbon yang meningkat juga. Emisi gas metan

juga terkait dengan keadaan tanah yang tergenang yang menguntungkan bagi bakteri metanogen.

Kata kunci: Metan, bakteri metanotrof, kompos, padi

ABSTRACT

WHENDI NUGRAHA SESARDI. Soil Organic Carbon and Carbon Emissions from Rice

Cultivation with Different Organic Fertilizer. Guided by IMAN RUSMANA and

SULISTIJORINI.

Indonesia rice fields covering an area of approximately 10.9 million acres is expected to

contribute about 1% of total global methane. The addition of organic matters into paddy fields is

thought to be one factor for increasing of green house gas emissions especially methane from rice

fields. The research was conducted to determine the correlation of soil organic carbon to carbon

emissions from rice cultivation. The experimental design used Randomized Complete with 7

treatments and 3 replications. The parameters observed in each treatment were soil organic matter

content, the growth of rice plants, bacterial counts of heterotrophs and metanotrophs, and the rate

of CH4 and CO2 emissions. The addition of compost increased the ratio of siol organic carbon and

nitrogen. Soil and compost ratio of 1:1 performed lower methane emissions. Increasing of soil

organic matter showed increasing of CH4 and CO2 emissions. Methane emissions are also

associated with waterlogged soil conditions that are favorable for the methanogenic bacteria.

Key words: Methane, methanotrophs bacteria, compos. paddy

iii

KARBON ORGANIK TANAH DAN EMISI KARBON DARI

BUDIDAYA PADI DENGAN PUPUK ORGANIK BERBEDA

WHENDI NUGRAHA SESARDI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

iv

Judul : Karbon Organik Tanah dan Emisi Karbon dari Budidaya Padi

dengan Pupuk Organik Berbeda

Nama : Whendi Nugraha Sesardi

NIM : G34080111

Menyetujui:

Mengetahui:

Ketua Departemen Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Sc)

NIP 196410021989031002

Tanggal Lulus:

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si)

NIP 196309201989032001

Pembimbing I,

(Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si)

NIP 196507201990021002

v

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah mengenai karbon organik tanah dan emisi karbon

dari pertanian padi dengan pupuk organik berbeda. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari

hingga Juni 2012 di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Kaca Departemen Biologi, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si. dan Ibu Dr.

Ir. Sulistijorini, M.Si. selaku pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan dalam

pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA sebagai penguji wakil Komisi Pendidikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Keluarga tercinta Ayah, Ibu, Kakak, kakek, nenek

(alm) dan Keluarga Besar atas do’a, dukungan, dan kasih sayang yang diberikan. Terima kasih

juga kepada, Kak Mafri, Issanto, Amar, Andri, Ai, Dita, Irene, Desi, Putri, Isna, Wathri, Qila,

Agus, Esa, Afnan, Anas, Shinta, pa Adi, teh wiwi, pa jaka, pa joni dan teman-teman seperjuangan

di Biologi 45 atas semua kebersamaan dan motivasi yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2012

Whendi Nugraha Sesardi

vi

RIWAYAT HIDUP

Whendi Nugraha Sesardi dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 23 Agustus 1990 dari

ayahanda Sucipta, S.p dan ibunda Sutinah. Penulis merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Cianjur dan lolos seleksi masuk IPB melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) pada Departemen Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staff divisi BioWorld Himpunan

Mahasiswa Biologi (Himabio) pada tahun 2009-2010, Ketua BioWorld Himpunan Mahasiswa

Biologi (Himabio) pada tahun 2010-2011 dan ketua pelaksana kepanitiaan Grand Biodiversity dan

Temu Alumni 2011 Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penulis merupakan asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar Tingkat Persiapan

Bersama IPB pada tahun 2011, dan Ilmu Lingkungan tahun 2012.

Pada tahun 2010, penulis melakukan Studi Lapang di Taman Wisata Alam Pangandaran

Ciamis, Jawa Barat dengan judul laporan Keragaman Kapang dan Khamir di Taman Wisata Alam

Pangandaran. Pada tahun 2011, penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di PT. Central Agromina

Unit Farm 1 Jati-Subang dari bulan Juli sampai bulan Agustus dengan judul laporan “Sistem

Biosecurity dalam Pemeliharaan Ternak Ayam Parents Stock di PT. Central Agromina Unit Farm

1 Jati - Subang ”.

vii

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ viii

PENDAHULUAN.................................................................................................................... 1

Latar Belakang .......................................................................................................... 1

Tujuan ........................................................................................................................ 1

BAHAN DAN METODE ........................................................................................................ 1

Waktu dan Tempat ..................................................................................................... 1

Bahan ......................................................................................................................... 1

Metode ....................................................................................................................... 1

HASIL ...................................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 5

SIMPULAN ............................................................................................................................. 8

SARAN .................................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 8

LAMPIRAN ............................................................................................................................. 10

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data parameter kimia tanah ................................................................................................... 4

2 Kandungan karbon organik dan N-total dari 7 perlakuan pupuk berbeda ............................ 4

3 Tinggi tanaman dan jumlah anakan padi dari 7 perlakuan pupuk berbeda............................ 4

4 Data parameter pertumbuhan padi sampai tanaman berbunga .............................................. 4

5 Jumlah bakteri metanotrof dan heterotrof pada tanah ........................................................... 5

6 Emisi gas CH4 dan CO2 dari pertanaman padi dengan 7 perlakuan pupuk berbeda .............. 5

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Media tumbuh bakteri ........................................................................................................... 11

2 Data paremeter kimia kompos ............................................................................................... 11

3 Persyaratan kompos dari sampah organik ............................................................................. 12

4 Kriteria penilaian hasil analisis tanah .................................................................................... 13

5 Deskripsi padi varietas ciherang............................................................................................ 13

PENDAHULUAN

Latar Belakang Metan (CH4) merupakan salah satu gas

yang berkontribusi terhadap pemanasan global.

Intergovernmental Panel of Climate Change

(2007), menyatakan bahwa kontribusi metan

terhadap pemanasan global menempati urutan

kedua setelah CFC. Kontribusi metan terhadap

pemanasan global lebih besar dibandingkan

dengan CO2, karena CH4 lebih efektif

menyerap radiasi pada panjang gelombang 4-

100 nm (irradiasi sinar infra merah)

dibandingkan dengan CO2 (Lelieveld et al.

1993; Hanson & Hanson 1996). Sebesar 43%

dari emisi metan ke atmosfer berasal dari lahan

basah, yakni 20% dari sawah dan sisanya

berasal dari lahan rawa (Wild 1995;

Notohadiprawiro 2006). Lahan persawahan

Indonesia yang luasnya sekitar 10,9 juta hektar

diduga memberi kontribusi sekitar 1% dari

total global metan (Setyanto 2006). Emisi

metan dari lingkungan akuatik seperti tanah

sawah pada dasarnya ditentukan oleh dua

proses mikrobial yang berbeda, yaitu produksi

metan dan konsumsi metan (Rudd dan Taylor

1980). Pada tanah sawah, metan diproduksi

sebagai hasil antara dan hasil akhir dari

berbagai proses mikrobial, seperti dekomposisi

anaerobik bahan organik oleh bakteri

metanogen. Sementara sebagian dari metan

yang diproduksi akan dioksidasikan oleh

bakteri metanotrof yang bersifat aerobik di

lapisan permukaan tanah dan di zona

perakaran. Bakteri metanotrof merupakan

bakteri yang memanfaatkan CH4 sebagai donor

elektron untuk menghasilkan energi dan

sebagai sumber karbonnya (Hanson & Hanson

1996).

Salah satu sumber utama emisi metan

adalah lahan sawah dengan peningkatan

konsentarasi gas metan di atmosfer sebesar 60

Kg CH4/tahun (IPCC 1996). Mossier et al.

(1991), melaporkan bahwa ada beberapa gas

yang dapat menimbulkan pemanasan global

seperti CH4 dan N2O yang dihasilkan dari

lahan sawah. Menurut Setyanto (2004), CH4

dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan

organik secara anaerobik pada lahan rawa dan

sawah. Lahan tersebut merupakan salah satu

sumber penyumbang gas CH4 yang cukup

signifikan, karena dengan kondisi tanah

tergenang sangat sesuai bagi bakteri

metanogen (Wihardjaka & Makarim 2001).

Selain itu, terdapat bakteri metanotrof yang

mampu mengubah metan menjadi CO2 melalui

oksidasi dengan menggunakan metan

monooksigenase (MMO) dan bakteri heterotrof

penghasil CO2 (Bowman 2006). Analisis lebih

lanjut mengindikasikan bahwa lahan pertanian

sendiri berkontribusi 13% dari total global

emisi GRK di tahun 2000, atau setara dengan

5.729 Mt (metric ton) CO2 (Rosegrant et al.

2008). Tanaman padi adalah sumber pelepas

gas metana dengan dugaan 25-170 Tg

CH4/tahun (Yagi and Minami 1990).

Penambahan bahan organik ke lahan sawah

menjadi salah satu faktor peningkatan emisi

gas rumah kaca dari persawahan. Menurut

Wihardjaka (2002) penambahan pupuk

kandang tidak nyata memberikan peningkatan

emisi karbon. Namun, Wihardjaka dan

Setyanto (2007) menambahkan bahwa

penambahan bahan organik berupa jerami ke

lahan sawah akan meningkatkan emisi gas

metan ke udara. Informasi mengenai aktivitas emisi gas

rumah kaca dari lahan persawahan berperan

penting dalam menurunkan emisi gas rumah

kaca melalui pemberian pupuk yang tepat.

Oleh karena itu kajian ilmiah tentang korelasi

antara karbon organik tanah dengan emisi

karbon dari lahan persawahan dengan pupuk

organik berbeda penting dilakukan. Hasil dan

informasi ini dapat mendukung dan

dimanfaatkan untuk mewujudkan lahan sawah

yang ramah lingkungan dengan mengetahui

taraf pemberian pupuk.

Tujuan

Mengetahui korelasi karbon organik tanah

dengan emisi karbon dari budidaya padi

dengan pupuk organik berbeda.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Januari sampai dengan bulan Juni 2012 di

Laboratorium Mikrobiologi dan rumah kaca

Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Bahan Tanah sawah, Media Nitrat Mineral Salts

(NMS), Media Nutrien Agar (NA) (Lampiran

1), gas CH4, gas CO2, dan padi varietas

Ciherang.

Metode

Penelitian dilakukan dengan menggunakan

rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4

faktor yaitu tanpa pemupukan (T); pupuk

organik (perendaman jerami) (O); kontrol

negatif pupuk anorganik (A) yaitu pupuk

majemuk N 0.9 gram/ember, P 0.45

gram/ember, dan K 0.6 gram/ember; dan dosis

pemupukan kompos. Faktor dosis pemupukan

kompos memiliki empat taraf perbandingan

2

antara kompos dan tanah, yaitu 1:4, 1:2, 3:4,

dan 1:1. Rasio perbandingan yang digunakan

adalah 2 kg kompos dan 6 kg tanah untuk

perlakuan 1:1, 1.5 kg kompos dan 6 kg tanah

untuk perlakuan 3:4, 1 kg kompos dan 6 kg

tanah untuk perlakuan 1:2, dan 0.5 kg kompos

dan 6 kg tanah untuk perlakuan 1:4. Perlakuan

dilakukan dalam 3 ulangan.

Persiapan pot dan tanaman padi. Tanah yang digunakan dimasukan ke

dalam pot (ember 10 kg), ditambahkan air, dan

diaduk sampai tercampur rata. Tanah

kemudian didiamkan selama 3 hari. Benih padi

jenis Ciherang disemai selama 21 hari.

Tanaman hasil semai kemudian ditanam di

dalam pot sampai masa awal pembungaan.

Setelah tanam, kondisi air dalam percobaan

diusahakan selalu tergenang. Kemudian selama

masa tanam beberapa parameter diamati.

Pengamatan pertama dilakukan sebelum

pemupukan pada 8 hari setelah tanam (HST).

Pemupukan dilakukan pada 9 (HST).

Kemudian pengamatan kedua dilakukan 9 hari

setelah pemupukan yaitu pada 17 HST,

selanjutnya pengamatan dilakukan 3 minggu

sekali secara berturut-turut. Parameter yang

diamati adalah :

Analisis karbon organik tanah.

Tanah percobaan diambil setiap embernya

sebanyak 100 gram menggunakan plastik tahan

panas. Sampel dalam plastik kemudian dikirim

ke Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor untuk dianalisis kandungan

karbon organik tanah dan nitrogen totalnya (N-

total). Karbon organik tanah dianalisis

menggunakan metode Walkey & Black

(AOAC 2000), sedangkan N-total

menggunakan metode Kjeldhal (AOAC 2005).

Parameter pertumbuhan tanaman.

Tinggi tanaman dan jumlah anakan diukur

setiap 3 minggu sekali sampai 73 HST. Pada

saat tanaman berbunga (79, 81, 83, 88, dan 91

HST), tanaman diukur bobot kering dan bobot

basah (tajuk dan akar), panjang akar, dan

waktu berbunga.

Penghitungan jumlah bakteri penghasil

karbon.

Bakteri penghasil karbon yang dihitung

populasinya adalah bakteri metanotrof dan

heterotrof asal sedimen tanah. Sebanyak 0.5

gram lumpur dari kultur tanaman padi

diencerkan secara serial dan ditumbuhkan pada

cawan berisi media tumbuh bakteri. Kultur

bakteri metanotrof ditumbuhkan pada medium

NMS diinkubasi selama 5-14 hari pada suhu

ruang (Hanson 1998). Sedangkan untuk bakteri

heterotrof menggunakan media NA dan

diinkubasi selama 2-3 hari. Pengenceran serial

yang dilakukan untuk bakteri metanotrof

hingga 10-1

-10-4

dan bakteri heterotrof hingga

10-6

-10-7

. Koloni yang tumbuh dihitung dan

dikonversi ke dalam sel/ml.

Pengukuran aktivitas emisi karbon tanah.

Rumpun tanaman padi disungkup

menggunakan pipa paralon tertutup bagian

atasnya. Bagian samping paralon dilubangi dan

disumbat karet untuk diambil gasnya

menggunakan syringe. Pengambilan udara

yang dihasilkan tanah dan tanaman dilakukan

sebanyak 10 ml dan dimasukan ke dalam

tabung vakum. Setelah sungkup diletakan dan

ditekan ke dalam tanah sebagian, dilakukan

pengambilan gas sebanyak 2 kali. Pertama (t0),

selanjutnya diambil setelah 9 jam (t9). Sampel

dalam tabung kedap udara kemudian dikirim

ke Laboratorium Gas Rumah Kaca, Balai

Penelitian Lingkungan Pertanian Pati untuk

diukur konsentrasi gas CH4 dan CO2 yang

dihasilkan. Untuk menghitung emisi gas CH4

dan CO2 digunakan rumus sebagai berikut

(IAEA 1993):

E : Emisi gas (mg/m2/jam)

dc/dt : Perbedaan konsentrasi gas per waktu

(ppm/jam)

Vch : Volume tabung (m3)

Ach : Luas tabung (m2)

mW : Berat molekul gas (g) mV : Tetapan volume molekul gas STP (Standard

Temperature Pressure) (22.41 liter)

T : Suhu rata-rata selama pengambilan sampel (0C)

273.2 : Tetapan suhu Kelvin

Hasil dan analisis data. Data dari pengamatan karbon organik

tanah, pertumbuhan tanaman, jumlah bakteri

metanotrof dan heterotrof, dan aktivitas emisi

karbon dianalisis menggunakan program SAS

untuk melihat perbedaan antar perlakuan

dalam tampilan ANOVA. Sedangkan untuk

melihat sejauh mana perbedaan antar

perlakuan digunakan uji Duncan Multiple

Range Test (DMRT) dengan taraf nyata (α) 5

%.

HASIL

Bahan Organik Tanah.

Contoh tanah yang digunakan pada

percobaan memiliki tekstur halus dengan kadar

debu 21.75%, 8.45% pasir, dan 69.80% liat,

sehingga termasuk kriteria tanah liat berdebu.

3

Sebelum pemupukan tanah memiliki

kandungan bahan organik C sebesar 2.39 %

dan N-total sebesar 0.2 %. Tanah yang

digunakan juga memiliki pH H2O 5.60, pH

KCl 4.90, dan unsur hara lain seperti terlihat

pada Tabel 1. Kompos yang digunakan sebagai

perlakuan memiliki kandungan C-organik

sebesar 29.15%, N 1.16%, dan memiliki unsur

mikro Fe yang tinggi yaitu sebesar 6,091.37

ppm (Lampiran 2). Berdasarkan nilai tersebut

kompos yang digunakan sudah memenuhi

syarat mutu kompos dari sampah organik atau

limbah organik (Lampiran 3) (BB Tanah

2006).

Jumlah kandungan bahan C-organik dari 7

macam perlakuan menunjukan perbedaan yang

nyata pada 17, 38, dan 59 HST. Kompos 1:1

memiliki rata-rata jumlah kandungan karbon

organik tertinggi sebanyak 6.89% pada HST

17. Sedangkan jumlah kandungan nitrogen

total tanah maksimum juga dicapai oleh

perlakuan K1:1 sebanyak 0.62% pada HST 17

(Tabel 2). Hasil analisis kandungan karbon

organik dan nitrogen total tanah menunjukan

kandungan yang lebih tinggi dimiliki oleh

perlakuan K1:1. Berdasarkan kriteria penilaian

hasil analisis tanah yang diterbitkan Balai

Penelitian Tanah Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian Departemen

Pertanian (2006) kandungan C-organik yang

dimiliki perlakuan K1:1 termasuk kriteria yang

sangat tinggi, karena memiliki nilai C-organik

lebih dari 5%. Sedangkan untuk kandungan N-

total termasuk kriteria tinggi, karena memiliki

nilai N-total antara 0.51-0.75% (Lampiran 4).

Pertumbuhan Tanaman Padi. Tinggi tanaman dan jumlah anakan dari 7

macam perlakuan menunjukan perbedaan yang

nyata pada 8, 38, 59 dan 73 HST berdasarkan

uji Duncan, kecuali pada tinggi tanaman 17

HST (P-value=0,073425) (Tabel 3).

Pertumbuhan maksimum dicapai perlakuan

Kompos 1:1 yang memiliki rata-rata tinggi

tanaman sebesar 106.7 cm. Anakan maksimum

dicapai pada saat usia tanaman 73 HST dengan

rata-rata jumlah anakan tertinggi 20.6 pada

perlakuan Kompos 1:1. Sedangkan untuk

kontrol tanpa pupuk (T) tidak memiliki anakan

sampai 73 HST. Ketika tanaman padi muncul

malai dan mulai berbunga, 1 dari 3 ulangan

tanaman yang berbunga terlebih dahulu dijaga

hingga malai berisi bulir (panen). Sedangkan 2

tanaman yang lain pada saat berbunga dicabut

untuk dilakukan pengamatan akhir.

Tabel 4 memperlihatkan hasil pengamatan

parameter pada akhir masa tanam. Rata-rata

tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh tanaman

K1:1 setinggi 106.5 cm, rata-rata panjang akar

terpanjang dimiliki oleh K1:2 sepanjang 47.85

cm, dan bobot basah dan kering terbesar

dimiliki oleh K1:1 masing-masing seberat

382.75 gram dan 79.25 gram. Dari hasil

pengamatan terakhir dapat dilihat bahwa

pertumbuhan terbaik dicapai oleh perlakuan

pupuk kompos. Hal ini terlihat dari waktu

berbunga yang lebih cepat, kadar air yang

tinggi, akar yang panjang, dan tajuk yang

tinggi. Secara umum, tinggi tanaman hasil

percobaan lebih rendah jika dibandingkan

dengan data tinggi tanaman varietas Ciherang

yaitu 107-115 cm (Lampiran 5) (BB Padi

2010).

Jumlah Bakteri Metanotrof dan Heterotrof.

Tabel 5 menyajikan pertambahan jumlah

bakteri metanotrof dan heterotrof yang

fluktuatif dari beberapa perlakuan pupuk yang

berbeda. Jumlah sel bakteri dari 7 macam

perlakuan tidak menunjukan perbedaan yang

nyata pada 8, 17, 38, dan 59 HST. Pemberian

perlakuan pupuk pada percobaan ini dapat

dikatakan tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap jumlah bakteri metanotrof dan

heterotrof. Meskipun demikian Kompos 3:4

memiliki rata-rata jumlah bakteri metanotrof

tertinggi sebanyak 726.67 x 102

sel/mg pada

17 HST. Kemudian jumlah bakteri heterotrof

tertinggi dicapai pada saat usia tanaman 38

HST dengan rata-rata jumlah bakteri tertinggi

93.87 x 106

sel/mg pada Kompos 3:4. Bakteri

metanotrof menunjukan penurunan jumlah

bakteri seiring dengan pertambahan umur

tanaman padi. Sedangkan bakteri cenderung

meningkat jumlahnya mendekati akhir fase

vegetatif.

Aktivitas Emisi Karbon.

Emisi gas karbon dari 7 perlakuan pupuk

yang berbeda menunjukan perbedaan yang

nyata pada 17 dan 59 HST. Berdasarkan Tabel

6 dapat dilihat bahwa emisi gas metan terbesar

diemisikan dari perlakuan K3:4 sebesar 143.42

µg/m2/jam pada HST 59. Sedangkan emisi gas

karbon dioksida terbesar diemisikan oleh K1:1

pada HST 59 sebesar 15.65 mg/m2/jam.

4

Tabel 1 Data parameter kimia tanah

N NH4OAc, pH 7 (me/100g)

HCl 25%

Bray 1

KB

(%)

N KCl (me/100g)

0,05 N HCl (ppm)

Ca Mg K Na KTK P (ppm) Al H Fe Cu Zn Mn

Hasil

analisa 4.5 1.1 0.2 0.7 17.3 45.9 4.7 37.9 tr 0.12 165.4 3.9 12.2 207.6

tr = tidak terukur

Tabel 2 Kandungan karbon organik dan N-total dari 7 perlakuan pupuk berbeda

Perlakuan*)

Hari Setelah Tanam

8 17 38 59

C-org (%)

T 2.39 a 2.02 c 2.23 d 2.39 b

A 2.39 a 2.26 c 2.36 d 2.34 b

O 2.39 a 2.08 c 1.96 d 2.26 b K1:4 2.39 a 3.80 b 3.00 cd 3.73 b

K1:2 2.39 a 4.79 b 4.15 bc 5.11 a

K3:4 2.39 a 6.36 a 5.61 ab 6.25 a K1:1 2.39 a 6.89 a 6.30 a 6.38 a

N-total (%)

T 0.2 a 0.19 c 0.19 c 0.24 b

A 0.2 a 0.20 c 0.22 c 0.24 b O 0.2 a 0.2 c 0.18 c 0.26 b

K1:4 0.2 a 0.34 b 0.25 c 0.32 b

K1:2 0.2 a 0.45 b 0.33 b 0.38 b K3:4 0.2 a 0.61 a 0.52 a 0.55 a

K1:1 0.2 a 0.62 a 0.56 a 0.58 a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada 0.05 *)Perlakuan pupuk berbeda; T: tanpa pupuk, A: pupuk anorganik, O: pupuk organik/jerami, K1:4 : rasio kompos 1 tanah 4,

K1:2 : rasio kompos 1 tanah 2, K3:4 : rasio kompos 3 tanah 4, K1:1 : rasio kompos 1 tanah 1.

Tabel 3 Tinggi tanaman dan jumlah anakan padi dari 7 perlakuan pupuk berbeda

Perlakuan*)

Hari Setelah Tanam

8 17 38 59 73

Tinggi tanaman (cm)

T 9.4 c 24.7 b 35.7 c 58.4 c 64.9 d

A 8.6 bc 24.3 b 48.9 bc 84.1 b 89.7 c O 11.1 bc 34.7 ab 63.5 ab 86.3 ab 89.8 bc

K1:4 12.9 b 31.1 ab 67.7 a 92.7 ab 94.6 abc K1:2 13.2 b 29.7 ab 64.7 a 95.0 ab 100.3 abc

K3:4 11.0 bc 34.1 ab 62.5 ab 98.5 ab 102.7 ab

K1:1 19.7 a 40.3 a 69.6 a 100.8 a 106.7 a

Jumlah anakan

T 0 0.0 b 0.0 c 0.0 d 0.0 d

A 0 0.0 b 2.0 bc 5.0 cd 6.3 cd

O 0 0.7 b 3.3 bc 5.0 cd 5.6 cd

K1:4 0 0.3 b 6.0 ab 10.0 bc 11.0 bc K1:2 0 0.0 b 4.3 bc 11.0 bc 12.3 bc

K3:4 0 0.7 b 6.7 ab 13.6 ab 16.6 ab

K1:1 0 2.0 a 10.6 a 18.6 a 20.6 a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada 0.05

*)Perlakuan pupuk berbeda; T: tanpa pupuk, A: pupuk anorganik, O: pupuk organik/jerami, K1:4 : rasio kompos 1 tanah 4,

K1:2 : rasio kompos 1 tanah 2, K3:4 : rasio kompos 3 tanah 4, K1:1 : rasio kompos 1 tanah 1.

Tabel 4 Data tanaman padi pada saat tanaman berbunga

Perlakuan*) Tinggi Tanaman

(cm)

Panjang Akar

(cm)

Bobot Basah

(gram)

Bobot Kering

(gram)

Umur Berbunga

(HST)

T 64.25 29 7 1 91

A 91.5 38.5 57.25 14.5 88

O 90.65 40 112.25 22.5 83

K1:4 97.1 47.2 219.25 46.5 81 K1:2 106.05 47.85 342 66.25 81

K3:4 104.55 37 355.75 69.75 83

K1:1 106.5 33.4 382.75 79.25 79

*)Perlakuan pupuk berbeda; T: tanpa pupuk, A: pupuk anorganik, O: pupuk organik/jerami, K1:4 : rasio kompos 1 tanah 4, K1:2 : rasio kompos 1 tanah 2, K3:4 : rasio kompos 3 tanah 4, K1:1 : rasio kompos 1 tanah 1.

5

Tabel 5 Jumlah bakteri metanotrof dan heterotrof pada tanah

Perlakuan*)

Hari Setelah Tanam

8 17 38 59

Metanotrof ( x 102 sel/mg tanah)

T 344.3 a 401.6 a 2.8 b 9.3 b

A 615.0 a 611.6 a 5.9 ab 34.0 a

O 155.0 a 140.0 a 18.9 a 20.7 ab K1:4 344.3 a 65.0 a 15.1 ab 13.9 ab

K1:2 344.3 a 230.0 a 7.7 ab 17.3 ab

K3:4 344.3 a 726.6 a 10.2 ab 22.3 ab K1:1 344.3 a 576.6 a 18.3 a 20.2 ab

Heterotrof ( x 106 sel/mg tanah)

T 21.5 a 11.5 a 28.9 a 20.3 a A 11.6 a 2.1 a 42.3 a 32.6 a

O 25.8 a 0.2 a 67.7 a 26.1 a

K1:4 21.5 a 9.7 a 62.1 a 47.1 a K1:2 21.5 a 9.3 a 93.8 a 26.1 a

K3:4 21.5 a 16.1 a 79.8 a 27.1 a

K1:1 21.5 a 2.0 a 78.9 a 23.6 a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada 0.05

*)Perlakuan pupuk berbeda; T: tanpa pupuk, A: pupuk anorganik, O: pupuk organik/jerami, K1:4 : rasio kompos 1 tanah 4,

K1:2 : rasio kompos 1 tanah 2, K3:4 : rasio kompos 3 tanah 4, K1:1 : rasio kompos 1 tanah 1.

Tabel 6 Laju emisi gas CH4 dan CO2 dari pertanaman padi dengan 7 perlakuan pupuk berbeda

Perlakuan*)

Hari Setelah Tanam

8 17 38 59

Fluks CH4 (µg/m2/jam)

T 5.48 a 4.42 b 11.94 b 19.99 d

A 9.17 a 4.42 b 11.61 b 14.51 d O 5.28 a 77.78 a 104.83 a 52.51 cd

K1:4 5.48 a 16.36 b 43.80 ab 92.69 abc

K1:2 5.48 a 31.86 ab 54.23 ab 124.62ab K3:4 5.48 a 82.27 a 67.82 ab 143.42 a

K1:1 5.48 a 80.88 a 44.13 ab 69.34 bcd

Fluks CO2 (mg/m2/jam)

T 0.35 a 0.27 b 0.64 c 0.78 c A 0.22 a 0.50 ab 0.89 bc 2.01 c

O 0.19 a 1.04 ab 2.05 abc 4.79 bc

K1:4 0.35 a 0.73 ab 2.92 ab 7.29 abc K1:2 0.35 a 1.03 ab 2.44 abc 12.97 ab

K3:4 0.35 a 1.50 ab 3.79 a 13.65 a

K1:1 0.35 a 1.90 a 4.04 a 15.65 a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada 0.05

*)Perlakuan pupuk berbeda; T: tanpa pupuk, A: pupuk anorganik, O: pupuk organik/jerami, K1:4 : rasio kompos 1 tanah 4,

K1:2 : rasio kompos 1 tanah 2, K3:4 : rasio kompos 3 tanah 4, K1:1 : rasio kompos 1 tanah 1.

PEMBAHASAN

Sawah adalah sebuah ekosistem yang di

dalamnya terdapat aktivitas berbagai kelompok

mikroorganisme yang mendiaminya. Kondisi

sawah yang tergenang memudahkan

terbentuknya GRK metan yang diproduksi oleh

kelompok arkea metanogen (Conrad 1991).

Indonesia dengan luas sawah lebih dari 9 juta

ha diduga memberi kontribusi besar terhadap

total emisi metan di atmosfer. Pada ekosistem

sawah irigasi, rejim air dan pembenah organik

merupakan determinan utama emisi gas

metana. Penggenangan lahan secara terus

menerus dan penambahan pupuk organik segar

menghasilkan emisi karbon tertinggi.

Bahan Organik Tanah.

Kompos tidak hanya menyediakan unsur

hara makro bagi tanaman, tetapi juga

meningkatkan unsur hara mikro (Lampiran 2).

Pemberian perlakuan kompos memberikan

perbedaan kandungan C-organik dan N-total

pada tanah (Tabel 2). Peningkatan penambahan

kompos menyebabkan penambahan bahan

organik tanah. Selain itu, tingkat penyerapan

dan kebutuhan terhadap karbon organik pada

setiap tanaman padi berbeda-beda, sehingga

nilai kadar karbon organik pada setiap dosis

mengalami perbedaan. Hilangnya bahan

karbon organik dan nitrogen tanah pada 38

HST (Tabel 2) dapat disebabkan oleh

penggunaan oleh tanaman, mikroba, atau pun

teremisikan ke udara. Menurut Fauzi (2008)

populasi mikroba yang tinggi memerlukan

bahan karbon organik dan nitrogen untuk

tumbuh dan berkembang biak. Bahan organik

dari kompos sangat berperan dalam proses

pertumbuhan tanaman, karena kompos tidak

hanya menambah unsur hara, tetapi juga

menjaga fisik tanah sehingga tanaman dapat

tumbuh dengan baik. Bahan organik

6

merupakan penyedia unsur-unsur N, P, dan S

untuk tanaman (Wiryaningtyas 2011). Hal ini

dapat terlihat pada hasil pertumbuhan tanaman

padi pada perlakuan kompos yang lebih baik

dari kontrol (Tabel 3 dan 4). Peningkatan

kandungan karbon organik dan N-total tanah

pada 59 HST (Tabel 2) sama halnya dengan

proses pembentukan lahan gambut. Lahan

gambut terbentuk karena pada kondisi alami

akumulasi bahan organik lebih besar dari laju

dekomposisinya sehingga terjadi penumpukan

bahan organik (Zhang et al. 2002). Seiring

bertambahnya umur tanaman banyak bahan-

bahan tanaman atau limbah organik seperti

anakan yang mati, jerami, sekam, daun-daun,

dan rumput-rumputan yang masuk ke dalam

tanah. Faktor-faktor yang menyebabkan

lambatnya laju dekomposisi sehingga terjadi

akumulasi bahan organik diantaranya adalah:

adanya bahan organik yang tidak mudah lapuk,

rendahnya konsentrasi oksigen karena dalam

kondisi tergenang air, temperatur rendah

(khusus pada daerah iklim temperate), tingkat

kemasaman rendah, dan terbatasnya unsur hara

(White et al. 2002).

Pertumbuhan Tanaman Padi.

Pemupukan menentukan pertumbuhan

tanaman padi. Parameter tinggi tajuk dan

jumlah anakan menunjukan pertumbuhan padi

yang meningkat seiring bertambahnya umur

tanaman, kecuali untuk perlakuan tanpa pupuk

yang tidak memiliki anakan. Pertumbuhan

maksimal diperoleh oleh perlakuan K1:1. Hal

ini karena kandungan kandungan bahan

organik yang menjadi sumber hara lebih

banyak dari perlakuan yang lain. Masukan hara

N, baik dari pupuk anorganik maupun bahan

organik, diperlukan tanaman padi pada lahan

sawah yang mempunyai tingkat kesuburan

fisik dan kimia yang rendah. Pemupukan N

dari dosis kompos yang berbeda

mempengaruhi masa vegetatif padi sehingga

berpengaruh terhadap jumlah anakan dan

memberikan pertumbuhan tinggi tanaman padi

yang lebih baik seiring umur tanaman

(Arnowo 1987).

Penambahan kompos dapat memperbaiki

porositas media tanam, sehingga penyerapan

air menjadi lebih baik. Hal ini dapat pula

menyebabkan bobot basah tajuk tanaman padi

meningkat. Peningkatan bobot basah tajuk

tanaman yang diberi unsur hara N dari kompos

menunjukkan bahwa tanaman mudah

menyerap unsur hara N yang terkandung dalam

kompos (Tabel 4). Unsur hara N tersebut

digunakan untuk memacu pertumbuhan

tanaman (Azis 2003). Chotimah (2004)

menyatakan bahwa akar dengan bobot basah

yang berat mengindikasikan, akar tersebut

dapat menyerap unsur hara dalam tanah

dengan baik, sehingga bobot tanaman secara

keseluruhan juga bertambah.

Jumlah Bakteri Metanotrof dan Heterotrof.

Pemberian kompos tidak hanya

mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi

tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan

populasi bakteri tanah. Pola pertumbuhan

populasi bakteri metanotrof cenderung

menurun jumlahnya seiring umur tanaman

(Tabel 5). Hal ini dapat dikarenakan rejim air

yang meningkat sehingga kondisi tanah

menjadi anaerob. Bahan organik yang tersedia

pun lebih banyak digunakan oleh tanaman atau

bakteri metanogen karena metanogen hidup

pada kondisi anaerob (Neue et al. 1994). Pada

fase awal vegetatif CH4 yang dihasilkan

cenderung masih rendah (Tabel 6) karena hasil

fotosintat banyak dimanfaatkan oleh tanaman

untuk pertumbuhan awal sehingga eksudat

akar yang dihasilkan lebih sedikit. Namun

bahan organik eksudat akar akan segera

meningkat mendekati akhir fase vegetatif.

Setyanto (2004) melaporkan bahwa pada fase

vegetatif tanaman padi terjadi peningkatan

eksudat akar yang dilepas ke rizhosfer seiring

umur tanaman sebagai hasil samping

metabolisme karbon oleh tanaman. Eksudat

akar merupakan senyawa organik yang

mengandung gula, asam amino, dan asam

organik lain sebagai penyusun bahan yang

segera tersedia bagi metanogen (Kimura et al.

1991). Sedangkan pengeringan lahan sawah

menyebabkan kondisi tanah bersifat aerob

sehingga mengakibatkan populasi bakteri

metanogen menurun. Pola populasi bakteri

heterotrof dan metanotrof sangat dipengaruhi

proses penggenangan tanah oleh air.

Ketika tanah mulai digenangi air, proses

dekomposisi aerobik bahan organik perlahan-

lahan mengurangi jumlah oksigen di dalam

tanah dan air. Kondisi anaerob kemudian

terbentuk. Lingkungan anaerob memungkinkan

terjadinya dekomposisi bahan organik secara

anaerob oleh metanogen. Populasi

mikroorganisme aerob (heterotrof dan

metanotrof) kemudian perlahan turun dan

digantikan oleh mikroorganisme fakultatif

anaerob (Tabel 5). Seiring berjalannya waktu,

mikroorganisme fakultatif anaerob digantikan

oleh mikroorganisme obligat anaerob. Menurut

Das & Adhya (2012), kondisi tergenang

diketahui menurunkan potensi redoks tanah,

meningkatkan mineralisasi karbon, dan

meningkatkan populasi metanogen. Penurunan

7

populasi bakteri metanotrof pada akhir masa

tanam dapat disebabkan oleh kondisi anaerob

akibat tanah yang tergenang, sehingga bakteri

metanogen lebih diuntungkan (Tabel 5).

Begitu pun untuk bakteri heterotrof, populasi

bakteri heterotrof cenderung menurun setelah

38 HST.

Aktivitas Emisi Karbon.

Aktivitas emisi metan dapat dilihat dari

nilai fluks CH4 seiring dengan pertumbuhan

tanaman (Tabel 6). Neue dan Scharpenseel

(1984) melaporkan bahwa kondisi optimum

pembentukan gas metan adalah pada suhu 30-

40oC, potensial redoks (Eh) tanah di bawah -

200 mV dengan pH 6,4-7,8. Tanah dengan

kondisi anaerob, sebagaimana halnya pada

tanah tergenang, membantu bakteri metanogen

berkembang pesat. Tingkat dan lama kondisi

anaerob menentukan besar emisi gas metan,

sedangkan kondisi tersebut ditentukan oleh

rejim air (Gambar 1).

Aktivitas emisi karbon juga dipengaruhi

oleh pemberian bahan organik ke dalam tanah.

Hal ini dapat dilihat dari hasil percobaan K3:4

yang memiliki kandungan bahan C-organik

sebesar 6.25% pada 59 HST (Tabel 2), seiring

dengan umur tanaman padi mengeluarkan

emisi karbon yang meningkat hingga 59 HST.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan pupuk organik (bahan organik)

pada tanah sawah meningkatkan produksi gas

metan (CH4). Pada tahun 1990, emisi metan

dari tanah sawah diperkirakan mencapai 20-

120 juta ton/tahun atau sekitar 12,5% dari

emisi metan global sebesar 470-650 juta

ton/tahun (Sudadi 2002). Bahan organik

menstimulasi produksi metan melalui suatu

rangkaian proses yang diakhiri dengan

pembentukan CO2 dan CH4. Jika dilihat dari

Tabel 3 dan Tabel 6 dapat terlihat keterkaitan

antara jumlah anakan dan emisi karbon.

Perlakuan K3:4 dan K1:1 memiliki rata-rata

jumlah anakan paling banyak dari semua

perlakuan (Tabel 3). Perlakuan K3:4 dan K1:1

juga mengemisikan karbon yang tinggi pada

akhir masa vegetatif padi, dimana K3:4

mengemisikan CH4 paling tinggi dan K1:1

mengemisikan CO2 paling tinggi. Beberapa

litelatur juga menyebutkan bahwa semakin

banyak jumlah anakan maka CH4 yang

diemisikan semakin tinggi. Hal itu disebabkan

banyaknya jumlah aerenkima yang berperan

sebagai cerobong keluarnya CH4 ke atmosfer

(Gambar 1). Namun pada perlakuan kompos

1:1 dengan tanah mengemisikan CH4 yang

lebih rendah dari perlakuan kompos yang lain

pada 59 HST (Tabel 6). Hal ini dapat

disebabkan oleh pemberian kompos yang lebih

banyak sehingga tanah lebih remah akibatnya

difusi oksigen lebih mudah dan potensial

redoks tanah (Eh) pun meningkat. Sedangkan

bakteri metanogen sebagai penghasil CH4

bekerja optimal pada nilai Eh kurang dari -150

mV (Setyanto 2004). Akibatnya bakteri

heterotrof meningkat jumlahnya dan CO2 pun

meningkat.

Gambar 1 Skema alur produksi CH4 di lahan sawah (IRRI 1998)

8

Pada lahan sawah tergenang,

metanogenesis diuntungkan oleh kondisi

anoksik, ketersediaan bahan organik dari akar,

sisa jerami, dan biomassa fotosintetik tanaman

air, pH tanah mendekati netral, suhu tanah

berkisar 20-30oC selama pertumbuhan tanaman

padi (Neue et al. 1994). Emisi gas CO2 yang

besar pada K1:1 di HST 59 terkait dengan

metabolisme bakteri heterotrof yang

diuntungkan oleh ketersediaan karbon organik

yang banyak di daerah rhizosfer dekat

tanaman, sehingga lebih sering berespirasi.

Upaya penurunan emisi metan secara biologis

dapat dilakukan dengan menggunakan

kelompok bakteri metanotrof yang dapat

memanfaatkan metan sebagai sumber karbon

dalam kondisi oksigenik.

SIMPULAN

Penambahan kompos memperbaiki

ketersediaan C-organik dan N-total tanah.

Tanah dengan rasio pemupukan kompos 1:1

menghasilkan emisi gas metan paling rendah

diantara perlakuan kompos yang lain.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

untuk mengetahui efektivitas pemberian pupuk

kompos di sawah terhadap emisi CH4, CO2 dan

N2O yang dikeluarkan dengan percobaan

dilakukan langsung di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] The Association of Official

Analytical Chemists. 2000. Official

Methods of Analysis of AOAC International

17th edition, Volume I, Agricultural

Chemicals, Contaminants, Drugs. Horwitz

William, editor. Maryland USA: AOAC

International.

[AOAC] The Association of Official

Analytical Chemists. 2005. Official

Methods of Analysis of AOAC International

18th

edition. Horwitz William, editor.

Maryland USA: AOAC International.

Arnowo H. 1987. Pengaruh Dosis N, Tinggi

Genangan dan Umur Bibit terhadap

Kualitas Produksi Padi Sawah Varietas

Cisadane [skripsi]. Jurusan Budidaya

Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Azis TDU. 2003. Tingkat efektivitas

pemanfaatan limbah cair mie instan sebagai

unsur hara tanaman [skripsi]. Bogor:

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

[BB Padi] Balai Penelitian Tanaman Padi

Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian Depertemen Pertanian. 2010.

Deskripsi Varietas Padi.Subang: Balai

Penelitian Tanaman Padi.

[BB Tanah] Balai Penelitian Tanah Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Departemen Pertanian. 2006. Petunjuk

Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,

Air, dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian

Tanah.

Bowman J. 2006.The Methanotrophs-the

Families Methylococcaceae and

Methylocystaceae. Di dalam: Dworkin M,

Falkow S, Rosenberg E, Schleifer KH,

Stackbrandt E, editor. The

Prokaryotes.Volume ke-5, Proteobacteria:

Alpha and Beta Subclasses. Ed ke-3. New

York: springer. hlm 266-289.

Chotimah RA. 2004. Pemanfaatan limbah

Lumpur (sludge) PT. Nestle Indonesia

sebagai sumber bahan organik untuk

campuran media tanaman pakchoi

(Brassica chinensis) [skripsi]. Departemen

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

Conrad R, Rothfus F. 1991. Methane oxidation

in the soil surface layer of aflooded rice

field and the effect of ammonium. Biol

Fertil Soil 12:28-32.

Das S, Adhya TK. 2012. Dynamics of

methanogenesis and methanotrophy in

tropical paddy soils as influenced by

elevated CO2 and temperature interaction.

Soil Biol Biochem 47: 36-45.

Fauzi A. 2008. Analisa Kadar Unsur Hara

Karbon Organik dan Nitrogen di dalam

Tanah Perkebunan Kelapa Sawit,

Bengkalis Riau. Medan: Universitas

Sumatera Utara.

Hanson RS. 1998. Ecology of Methylotrophic

Bacteria. Di dalam: Burlage RS, Atlas R,

Stahl, Geesey G, Dayler G, editor.

Techniques in Microbial Ecology.Oxford

Univ. press.137-162.

Hanson R, Hanson TE. 1996. Metanotrophic

bacteria. J Microbiol Rev 60 : 439-471.

[IAEA] International Atomatic Energy

Agency. 1993. Manual on Measurement of

9

Methane and Nitrous Oxide Emission from

Agricultural. Vienna : IAEA.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate

Change. 2007. The Physical Science Basis.

Cambridge: Cambridge University Press.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate

Change. 1996. Greenhouse Gas Inventory

Reference Manual (Revised) . Cambridge:

Cambridge University Press.

[IRRI] International Rice Research Institute.

1998. Methane Emission from Rice Fields.

Manila : IRRI

Kimura MD, H Murakami, H Wada. 1991.

CO2, H2, and CH4 production in rice

rhizosphere. Soil Sci. Plant Nutr 37:55-60

Lelieveld J, Crutzen PJ, Bruhl C. 1993.

Climate Effects of Atmospheric Methane.

Chemosphere 26: 739-768.

Mossier A, D. Schimel, D. Valentine, K.

Bronson, and W. Parton. 1991. Methane

and nitrous oxide fluxes in native, fertilized

and cultivated grassland. Nature 350: 330-

332.

Neue HU, HW Scharpenseel. 1984. Gaseous

product of the decomposition of organic

matter in submerged soils. p. 311-328 in

Organic Matter & Soil. International Rice

ResearchInstitute. LosBanos, Laguna,

Philippines.

Neue HU, Wassmann R, Lantin RS. 1994.

Mitigation option for methane emission

from rice fields. Di dalam: Peng S, Ingram

KT, Neue HU, Ziska LH, editor. Climate

Change and rice. Manila: IRRI. hlm 136-

144.

Notohadiprawiro T. 2006. Sawah dalam Tata

Guna Lahan.Yogyakarta: UGM Press.

Rosegrant MW, Mandy E, Gary Y, Ian Burton,

Saleemul Huq, Rowena V-S. 2008. Climate

Change and Agriculture Threats and

Opportunities. Eschborn: Deutsche

Gesellschaft für, Technische

Zusammenarbeit (GTZ) GmbH.

Rudd JWN, Taylor CD. 1980. Methane

cycling in aquatic environment. Adv Aq

Microbiol. 2:77-150.

Setyanto P. 2004. Mitigasi Gas Metana dari

Lahan Sawah. Di dalam Agus F,

Adimihardja A, Hardjowigeno S, Fagi AM,

Hartatik W, editor. Tanah Sawah dan

Teknologi Pengelolaannya. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat. Hlm 287-303.

Setyanto P. 2006. Varietas padi rendah emisi

gas rumah kaca.Warta Penelitian dan

Pengembangan Pertanian 28 (4) : 12-13.

Sudadi U. 2002. Produksi Padi dan

Pemanasan Global. Makalah Pengantar

Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana.

Institut Pertanian Bogor.

White DM, Garland DS, Dai X, Ping CL.

2002. Fingerprinting soil organic matter in

the Arctic to help predict CO2 flux. Journal

of Cold Regions Science and Technology.

35: 185-194.

Wihardjaka, A. 2002. Mengurangi Emisi Gas

Metana Sawah. http://www.

suaramerdeka.com/harian/0210/21/ragam1.

html. 9 November 2009.

Wihardjaka A, Setyanto P. 2007. Emisi dan

mitigasi gas rumah kaca dari lahan sawah

dan tadah hujan. Dalam A.M. Fagi E,

Pasandaran, dan U Kurnia, editor.

Pengelolaan Lingkungan Pertanian menuju

Mekanisme Pembangunan Bersih.

Balingtan.

Wihardjaka A, Makarim AK. 2001. Emisi gas

metan melalui beberapa varietas padi tanah

inceptisol yang disawahkan. J Penelitian

Pertanian Tanaman Pangan 20: 10-15.

Wild A. 1995.Soils and The environment: An

Introduction. Cambridge: Cambridge

University Press.

Wiryaningtyas sari. 2011. Pertumbuhan dan

oksidasi metan bakteri metanotrof pada

beberapa media [skripsi]. Jurusan Biologi,

FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Yagi, K, and K. Minami. 1990. Effect of

organic matter application on methane

emission from some Japanese paddy fields.

Soil Sci. Plant Nutr. 36:599-610.

Zhang Y et al. 2002. An integrated model of

soil, hydrology and vegetation for carbon

dynamics in wetland ecosystems. Global

Biogeochemical Cycles. 16: GB001838.

LAMPIRAN

11

Lampiran 1 Media tumbuh bakteri

Nitrate mineral salts medium (NMS) MgSO4 . 7H2O.............................1.0 g

CaCl2 . 6H2O.............................0.20 g

Chelated Iron Solution (see below).......2.0 ml

KNO.....................................1.0 g

3Trace Element Solution (see below).......0.5 ml

KH2PO4...................................0.272 g

NaHPO . 12HO...........................0.717 g

242Purified Agar (e.g., Oxoid L28).........12.5 g

Distilled deionized water................1.0 L

Adjust pH to 6.8. Autoclave at 121C for 15 minutes.

NA (agar nutrien) 100 ml

NB 0,8 gram

Aquades 100 ml

Agar 1,5 gram

Isolat bakteri metanotrof ditumbuhkan pada media agar Nitrate Mineral Salt (NMS) + 1 %

methanol.

Lampiran 2 Data paremeter kimia kompos

Sifat Kimia Kompos Hasil Analisa

(%)

C 29,15

N 1,16

P 0,65

K 0,68

Ca 0,73

Mg 0,2

(ppm)

Fe 6,091,37

Cu 0,77

Zn 74,97

Mn 852,31

12

Lampiran 3 Persyaratan kompos dari sampah organik

13

Lampiran 4 Kriteria penilaian hasil analisis tanah

Lampiran 5 Deskripsi padi varietas ciherang

• Nama Varietas : Ciherang

• Kelompok : Padi Sawah

• Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41–3-1

• Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131-3-1///IR64 ////IR64

• Golongan : Cere

• Umur Tanaman : 116-125 hari

• Bentuk Tanaman : Tegak

• Tinggi Tanaman : 107-115 cm

• Anakan Produktif : 14-17 batang

• Warna Kaki : Hijau

• Warna Batang : Hijau

• Warna Daun Telinga : Putih

• Warna Lidah Daun : -

• Warna Daun : Hijau

• Warna Muka Daun : Kasar pada sebelah bawah

• Posisi Daun : Tegak

• Daun Bendera : Tegak

• Bentuk Gabah : Panjang ramping

• Warna Gabah : Kuning bersih

• Kerontokan : Sedang

• Kerebahan : Sedang

• Tekstur Nasi : Pulen

• Kadar Amilosa : 23%

• Bobot 1000 Butir : 27-28 g

• Rata – Rata Produksi : 6 t/ha

• Potensi Hasil : 8,5 t/ha

• Ketahanan Terhadap Hama :-Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3-:

• Ketahanan Terhadap Penyakit : Tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV

• Anjuran : -Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m

dpl.

• Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang,., E. Sumadi dan Aan A. Daradjat-

• Dilepas Tahun : 2000