Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi...

132
Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein Mie Instan Tersubtitusi Tepung Belalang Kayu (Melanoplus cinereus) SKRIPSI Ditujukan untuk menempuh gelar sarjana Pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Oleh : NURUL ASTHAMI NIM 115100100111040 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1

Transcript of Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi...

Page 1: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein Mie Instan

Tersubtitusi Tepung Belalang Kayu (Melanoplus cinereus)

SKRIPSI

Ditujukan untuk menempuh gelar sarjana

Pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Oleh :

NURUL ASTHAMI

NIM 115100100111040

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

1

Page 2: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

RIWAYAT HIDUP

Penulis ini memiliki nama lengkap Nurul Asthami, merupakan anak ke-2

dari 4 bersaudara pasangan Jadi dan Sumiyem yang dilahirkan di Sleman, 01

Agustus 1993. Penulis memiliki 1 kakak laki-laki dan 2 adik laki-laki dan

perempuan. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Bonavita Tangerang.

Penulis lulus pada tahun 2005, dan melanjutkan sekolah menengah pertama di

SMP Negri 1 Tangerang dari tahun 2005 sampai 2008. Penulis kemudian

melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negri 2 tangerang dan lulus pada

tahun 2001. Pada tahun 2011 penulis diterima sebaagai mahasiswa Fakultas

Teknologi Pertanian melalui jalur SNMPTN tulis pada jurusan Teknologi Hasil

Pertanian.

2

Page 3: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama Mahasiswa : Nurul Asthami

NIM : 115100100111040

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Judul Skripsi : Karakteristik Sifat Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Kualitas

Protein Mie Instan Tersubtitusi Belalang Kayu

(Melanoplus cinereus)

Menyatakan bahwa,

Skripsi dengan judul diatas merupaka karya asli penulis tersebut diatas.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia

dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Malang, 2015

Pembuat Pernyataan,

Nurul Asthami

NIM. 115100100111040

3

Page 4: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Nurul Asthami. 115100100111040. Karakteristik Sifat Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Kualitas Protein Mie Instan Tersubtitusi Belalang Kayu (Melanoplus cinereus). Pembimbing : Dr. Teti Estiasih, STP, MP dan Jaya Mahar Maligan, STP, MP.

RINGKASAN

Masalah gizi di Indonesia yang belum selesai teratasi secara menyeluruh adalah masalah gizi Kurang Energi Protein (KEP). Tercatat pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang masih 17,9%. Asupan gizi berbasis protein dijual dengan harga yang cukup mahal karena sumbernya masih terbatas pada susu sapi. Padahal diperlukan alternatif sumber protein tinggi yang murah dan terjangkau oleh semua lapisan masayarakat. Sementara belalang kayu dianggap sebagai hewan liar, hama, dan berpotensi menjadi wabah. Menurut penelitian Wang (2007) belalang mengandung protein sebanyak 654.2 g/kg, pada berat kering sehingga belalang dapat dijadikan sumber protein non-konvesional. Pemilihan mie instan sebagai produk karena tingkat konsumsi mie yang relatif tinggi dan kepraktisan dalam proses pembuatan.

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Tahap yang pertama adalah pembuatan mie instan belalang dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang melibatkan 1 faktor dengan 6 level (5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%) dengan 3 kali ulangan sehingga didapat 18 satuan percobaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan analisa ragam (ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey dengan taraf 5% menggunakan program minitab. Pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metaode Zenleny. Tahap kedua adalah uji lanjut mie belalang perlakuan terbaik berdasarkan parameter kimia, fisik, dan organolaptik. Penelitian tahap dua akan dilakukan dengan metode deskriptif untuk pengujian daya cerna protein secara in vitro dan nilai kimia protein sedangkan untuk penetuan nilai PER dan pemulihan berat badan secara in vivo digunakan metode Pretest – Postest Group Design.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan proporsi tepung belalang berpengaruh nyata terhadap kadar abu, lemak, protein, tingkat kecerahan, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, daya patah, daya putus, daya serap air, waktu rehidrasi, dan cooking loss. Untuk parameter organoleptik warna dan tekstur berpengaruh nyata namun aroma dan rasa tidak berpengaruh nyata. Perlakuan terbaik mie instan belalang adalah mie belalang dengan proporsi penambahan tepung belalang sebanyak 15% dan tepung terigu sebanyak 85%. Mie belalang perlakuan terbaik untuk parameter kimia memiliki rerata kadar air sebesar 5,85 % kadar abu sebesar 0.86% kadar lemak sebesar 19.90% dan kadar protein sebesar 13.55%. Sedangkan untuk parameter fisik memiliki rerata daya patah 1,45N daya putus 0,13N daya serap air 209,78%; waktu rehidrasi 3,41 menit; cooking loss 0,15%; dan kecerahan 39,91. Sedangkan untuk parameter organolaptik memiliki rerata kesukaan terhadap warna dengan skala 4,60 (suka); aroma dengan skala 4,00 (agak suka); tekstur dengan skala 4,50 (suka); dan rasa dengan skala 3,95 (agak suka). Penelitian tahap dua menunjukan Asam amino pembatas berdasarkan penentuan nilai kimia adalah asam amino treonin dengan nilai 9,19. Peningkatan berat badan kelompok tikus dengan pakan mie belalang adalah 24,25 gram dengan nilai PER sebesar 0,99. Kecernaan protein mie belalang secara in vitro diketahui sebesar 50,89%.

Kata Kunci: Mie Belalang, Protein, PER, In Vitro

4

Page 5: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Nurul Asthami. 115100100111040. Chemical, Pysical, Organolaptic, and Protein Quality Characteristic Instant Noodle Subtitution with Wood Grasshopper (Melanoplus cinereus). Pembimbing : Dr. Teti Estiasih, STP, MP dan Jaya Mahar Maligan, STP, MP.

SUMMARY

Ploblem of malnutrition in indonesian are still yet to be solved is Protein Energy Malnutrition (PEM). Record in 2010 the pravelency of malnutrition is still 17,9%. In other hand protein source to fullfil the nutrition is expensive, because the source of protein still limited in milk. Wood grasshoper Melanoplus cinereus) is an insect that most of people think that grasshoper is raptor, pest, and pottentialy become epidemic. According to Wang (2007) grasshopper contain 654,2 g/kg protein in dry basis. A high protein content in grasshoper can be used as non conventional protein source to solved PEM. Instant noodle is one popular product that have high level of consuption and easy to cook.

This research is conducted with two stage. The first stage is manufactured grasshopper noodle using Completly Randomized Design (CRD) with one factor, the factor is proportion of grasshoper flour consisting 6 level (5%, 10%, 15%, 20%, 25% and 30%) with 3 replications thus obtained 18 experiment units.The data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) followed by a further test which is Tukey metodh at 5% level to see the difference among the treatment. The selection of the best treatment will be analyzed by Zeleny Metodh. The best treatment based on parameter of chemical, pysic, and organolaptic will be conducted to second stage to knew protein digestibility and score of amino acid prepared using descriptive metodh whereas Protein Efficiency Ratio and weight recovered prepared using pretest-postest grup design.

The result study of proportion grasshoper flour ratio factor significant effect to the parameter of ash content, fat content, protein content, and intensity of brightness. But proportion grasshoper flour ratio factor not significant effect to the parameter of water content, power break, rehydration (water absorption) ,cooking time, and cooking loss. Parameters of organolaptic for colour and texture has significant effect but for aroma and taste has not significant difference. The best of grasshopper noodle based on three parameters is kind of instant noodle that treatment with grasshoper flour : wheat flour (15:85 ). The best treatment grasshoper noodle based on chemical characteristic showed 5,85% water content; 0,86% ash content; 19,90% fat content; 13,55% protein content; and 59,83% carbohydate content. Physical characteristic grasshoper noodle best treatment showed the breaking of power 1,45N; broken power 0,13N; water absorption 209,78; cooking time 3,41 minutes; cooking loss 1,15% and intensity of brightness 38,91. Organolaptic characteristic grasshoper noodle best treatment showed 4,60 (like) for color; 4,00 (seem like) for aroma; 4,5 (like) for tekstur; 3,95 (seem like) for taste. The second stage showed that score of amino acid of grasshoper noodle is 9,19 with treonin as a limited amino acid, the weight incresed 24,25 g for mouse grup that fed by grasshoper noodle. The value of PER of grasshoper noodle is 0,99. Protein digestibility using in vitro test for grasshopper noodle is 20,89%.

Keyword: Grasshopper Noodle, Protein, PER, In vitro

5

Page 6: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dam

Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan

baik. Salawat serta salam semoga tercurah pada jujungan Nabi besar

Muhammad SAW.

Selama melaksanakan penelitian hingga selesai, penulis mendapatkan

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT karena dengan rahmat dan ridhon-Nya penulis dapat

menyelesaikan laporan ini.

2. Ibu, Bapak, Kakak, serta Adik yang sudah memberikan dukungan dan

doa sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

3. Dr. Teti Estiasih, STP, MP selaku dosen pembimbing pertama dan Jaya

Mahar Maligan, STP, MP selaku dosen pembimbing kedua yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan arah, saran, dan nasihat selama

penyusunan laporan hingga terselesainya laporan ini.

4. Segenap laboran THP Mas agus, Mbak lulu, Mas Bekti, Mbak Fitri, dan

semua laboran untuk semua bantuan.

5. Teman-teman seperjuangan yang tangguh untuk Oliv dan Imma, yang

telah memberikan waktunya untuk membantu penyelesaian laporan ini.

6. Teman-teman THP 2011 Eni, Sinta, Atik, Anna, Ajeng, Dewi Bhayu,

Hanifah, Fitri, Pitrul, Angela, Izmi, dan Sona dan yang lainnya yang

membantu memberikan dukungan sehingga terselesainnya laporan ini.

7. Teman yang saya anggap sebagai keluarga di Bunga Merak untuk Nina,

Inez, Lita, Mbak Dina, Mbak Titi, Mbak Vicky, Mbak Shinta, Intan, Gita,

dan Vianti yang telah menemani selama perantauan di kota Malang.

8. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

6

Page 7: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu penulis menghendaki kritik dan saran yang bersifat membangun dari

pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr Wb

Malang, 2015

Penulis

7

Page 8: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN...................................................................................................... iSUMMARY......................................................................................................... iiKATA PENGANTAR.......................................................................................... iiiDAFTAR ISI ......................................................................................................vDAFTAR TABEL ...............................................................................................viDAFTAR GAMBAR............................................................................................viiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................viii

I PENDAHULIAN1.1 Latar Belakang.......................................................................................11.2 Tujuan Penelitian....................................................................................31.3 Manfaat Penelitian..................................................................................31.4 Hipotesis.................................................................................................3

II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Kurang Energi Protein............................................................................42.2 Protein....................................................................................................62.3 Kitin........................................................................................................142.4 Belalang Kayu........................................................................................172.5 Mie Instan...............................................................................................182.6 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Mie................................................23

III METODE PENELITIAN3.1 Waktu dan Tempat.................................................................................253.2 Alat dan Bahan.......................................................................................253.3 Metode Penelitian...................................................................................253.4 Pelaksanaan Penelitian..........................................................................273.5 Diagram Alir Penelitian...........................................................................32

IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Analisa Bahan Baku...............................................................................374.2 Analisa Mie Belalang Tahap I.................................................................404.3 Analisa Mie Belalang Tahap II................................................................71

V KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan.............................................................................................815.2 Saran......................................................................................................81

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................82

8

Page 9: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Nilai Biologi Berbagai Jenis Protein........................................................102.2 Rekomendasi Jumlah Asam Amino Menurut FAO 1973.........................122.3 Syarat Mutu Mie Instan...........................................................................193.1 Perlakuan Pada Masing-Masing Kelompok............................................263.2 Formulasi ransum Tikus /100g...............................................................273.3 Rekomendasi Nilai Asam Amino untuk Anak-Anak................................294.1 Kandungan Gizi Tepung Belalang..........................................................374.2 Karakteristik Pita Pada Spektrum FTIR Kitin..........................................394.3. Rerata Kadar Air Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................414.4 Rerata Kadar Ab Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................434.5 Rerata Kadar Lemak Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................454.6 Rerata Kadar Protein Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................474.7 Rerata Daya Patah Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................514.8 Rerata Daya Putus Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................534.9 Rerata Daya Serap Air Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................554.10 Rerata Waktu Rehidrasi Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................574.11 Rerata Cooking loss Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................594.12 Rerata Kecerahan (L*) Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................614.13 Rerata Kesukaan terhadap Warna sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................634.14 Rerata Kesukaan terhadap Aroma sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................644.15 Rerata Kesukaan terhadap Tekstur sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................664.16 Rerata Kesukaan terhadap Rasa sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................674.17 Rerata Kesukaan terhadap Rasa sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi

Tepung Belalang....................................................................................694.18 Zeleny Penentuan Perlakuan Terbaik.....................................................704.19 Komposisi Asam Amino Mie Belalang Kayu...........................................714.20 Nilai kimia Mie Belalang.........................................................................734.21 Rerata Pemulihan Berat Badan Tikus.....................................................744.22 Nilai PER untuk Tiap Perlakuan.............................................................774.33 Kecernaan Protein Mie Belalang dan Mie Instan Komersial...................78

9

Page 10: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Gejala Klinik yand Dialami Penderita a. Kwarsiorkor b. Marasmus.........52.2 Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.....................................82.3 Struktur Kitin...........................................................................................142.4 Proses Penghilangan Gugus Asetil pada Gugus Asetamida..................162.5 Belalang Kayu........................................................................................173.1 Proses Pembuatan Tepung Belalang.....................................................333.2 Proses Pembuatan Mie Instan Belalang.................................................343.3 Pengujian in vivo Mie Belalang Instan....................................................353.4 Pengujian Kecernaan Protein.................................................................364.1 Spektra IR Tepung Belalang...................................................................384.2 Grafik Rerata Kadar Air Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................404.3 Grafik Rerata Kadar Abu Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................424.4 Grafik Rerata Kadar Lemak Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................444.5 Grafik Rerata Kadar Protein Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................464.6 Grafik Rerata Kadar Karbohidrat Mie Belalang sebagai Pengaruh

terhadap Subtitusi Tepung Belalang.......................................................484.7 Grafik Rerata Kadar Kalori Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................494.8 Grafik Rerata Daya Patah Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................504.9 Grafik Rerata Daya Putus Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................524.10 Grafik Rerata Daya Serap Air Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................544.11 Grafik Rerata Waktu Rehidrasi Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................564.12 Grafik Rerata Cooking loss Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................584.13 Grafik Rerata Kecerahan (L*) Mie Belalang sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................604.14 Grafik Rerata Kesukaan terhadap Warna sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................624.15 Grafik Rerata Kesukaan terhadap Aroma sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................644.16 Grafik Rerata Kesukaan terhadap Tekstur sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................654.17 Grafik Rerata Kesukaan terhadap Rasa sebagai Pengaruh terhadap

Subtitusi Tepung Belalang......................................................................674.18 Grafik Rerata Kesukaan terhadap Mie Mentah sebagai Pengaruh

terhadap Subtitusi Tepung Belalang.......................................................684.19 Rerata Peningkatan Berat badan...........................................................75

10

Page 11: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar Judul Halaman

1.1 Karakterisasi Kitin dengan Spektrofotometer FTIR.................................891.2 Kadar Air (AOAC, 1995).........................................................................891.3 Kadar Abu (AOAC, 2000).......................................................................891.4 Kadar Lemak (AOAC, 2000)...................................................................901.5 Kadar Protein (AOAC,1995)...................................................................901.6 Kadar Karbohidrat (by difference)...........................................................911.7 Daya Patah.............................................................................................911.8 Daya Putus.............................................................................................911.9 Cooking Loss..........................................................................................911.10 Daya Serap Air.......................................................................................921.11 Waktu rehidrasi......................................................................................921.12 Warna color reader.................................................................................921.13 Kecernaan Protein..................................................................................921.14 Skor Asam Amino...................................................................................931.15 PER (Protein Eficiency Ratio).................................................................932.1 Data Kadar Air Mie Belalang..................................................................942.2 Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kadar Air Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang........................942.3 Data Kadar Abu mie Belalang................................................................952.4 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kadar Abu Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang........................952.5 Data kadar Lemak Mie Belalang.............................................................962.6 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kadar Lemak Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang........................962.7 Data Kadar Protein Mie Belalang...........................................................972.8 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kadar Air Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang........................972.9 Data Daya Patah Mie Belalang...............................................................982.10 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Daya Patah Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang........................982.11 Data Daya Putus Mie Belalang...............................................................992.12 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Daya Putus Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang........................992.13 Data Daya Serap Air............................................................................1002.14 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Daya Serap Air Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang.....................1002.15 Data Waktu Rehidrasi Mie Belalang....................................................1012.16 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Waktu Rehidrasi Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang.....................1012.17 Data Cooking Loss Mie belalang.........................................................1022.18 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey cooking loos Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang.....................1022.19 Data Kecerahan Mie Belalang.............................................................1032.20 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kecerahan Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang.....................1032.21 Data Kesukaan Warna Mie Belalang...................................................104

11

Page 12: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

2.22 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Warna Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang.....................105

2.23 Data Kesukaan Aroma Mie Belalang...................................................1062.24 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Aroma Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang.....................1072.25 Data Kesukaan Tekstur mie Belalang..................................................1082.26 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Tekstur Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang.....................1092.27 Data Kesukaan Rasa Matang Mie Belalang........................................1102.28 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Rasa Mie Belalang

Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang.....................1112.29 Data Kesukaan Rasa Matang Mie Belalang........................................1122.30 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Rasa Mentah Mie

Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang.......1132.31 Hasil Perhitungan Skor Kimia Asam Amino.........................................1142.32 Data Rata-Rata Peningkatan Berat Badan Tikus.................................1152.33 Data Konsumsi Pakan dan Nilai PER..................................................1152.34 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Peningkatan Berat Badan.........1162.35 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Protein Efficiency Ratio............1173.1 Form Penilaian Uji Organoleptik..........................................................1184.1 Dokumentasi Pembuatan Tepung Belalang........................................1194.2 Dokumentasi Pembuatan Mie Belalang...............................................1194.3 Dokumentasi Analisis Kimia Mie Belalang...........................................1204.4 Dokumentasi Analisis Fisik Mie Belalang............................................121

12

Page 13: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

BAB I LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang masih didominasi

oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah anemia besi, masalah

gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), dan masalah kurang vitamin A

(KVA) (PNPM, 2010). Diantara keempat masalah gizi tersebut, Menteri

Kesehatan RI menyatakan masalah KVA, GAKI, dan Anemia Gizi yang terjadi di

Indonesia sudah dapat dikendalikan. Namun, masalah gizi Kurang Energi Protein

(KEP) belum selesai teratasi secara menyeluruh. Kurang Energi Protein (KEP)

merupakan keadaan gizi kurang yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat

energi dan zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi

Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Sutriyanto, 2012). Tercatat pada tahun 2010

prevalensi gizi kurang masih 17,9% dan sebanyak 8 juta anak balita atau 35,6%

jumlah keseluruhan balita Indonesia mengalami gizi buruk kategori “stunting”

(tinggi badan lebih rendah dibanding balita normal) (Indra, 2013). Hal ini

menunjukkan belum optimalnya penanganan kasus gizi kurang di Indonesia.

Perbaikan gizi yang direncanakan Indonesia untuk jangka menengah tahun

2015 adalah menurunkan prevalensi anak balita yang menderita gizi kurang

sebanyak 15,5% dan menurunkan prevalensi anak balita pendek sebesar 23%.

Sedangkan, perbaikan gizi jangka panjang untuk tahun 2025 menurunkan anak

balita pendek sebesar 40% dan menurunkan anak balita kurus sebesar <5%

(Sugihantono, 2014).

Saat ini berbagai produk olahan yang mencukupi asupan gizi protein dijual

dengan harga yang cukup mahal karena sumbernya masih terbatas pada susu

sapi. Padahal, penderita gizi kurang ini didominasi oleh lapisan masyarakat

dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Oleh karena itu, diperlukan

alternatif sumber protein tinggi yang murah dan terjangkau oleh semua lapisan

masayarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, mengingat lebih dari 80%

kasus gizi kurang disebabkan karena faktor kemiskinan (Suyadi, 2009).

Di sisi lain, tingkat konsumsi mie instan di Indonesia semakin meningkat.

Data World Instan Noodles Association (2014) mencatat konsumsi mie instan di

Indonesia merupakan kedua terbesar dunia setelah Cina. Pada tahun 2013,

konsumsi mie instan di Indonesia sebesar 14,9 milliar kemasan (PKPP, 2012).

13

Page 14: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Pada tahun 2008 produksi mie Indonesia mencapai 1,6 juta ton, pada tahun

2013 produksinya telah mencapai 2,0 juta ton dan tahun 2014 mencapai 2,2 juta

ton (Amin, 2014).

Keberadaan mie instan di Indonesia mulai menjadi makanan pokok kedua

setelah beras. Selain praktis dan mudah penyajiannya, harga mie instan cukup

murah dan terjangkau. Akan sangat optimal apabila selera konsumsi mie instan

ini dimanfaatkan sebagai upaya penanggulangan gizi kurang.

Mie instan merupakan salah satu produk berbasis karbohidrat yang tinggi

kalori/energi. Kandungan kalori/energi dalam mie instan berkisar antara 320-360

kkal (Susanti, 2006). Tetapi, kandungan protein dalam mie instan masih rendah.

Kandungan protein dalam mie instan berkisar antara 7-8 gram per sajian yang

hanya memenuhi 14% AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal (Susanti,

2006).

Sementara belalang kayu dianggap sebagai hewan liar, hama, dan

biasanya dimanfaatkan sebagai makanan burung. Tetapi di beberapa daerah

yang kekurangan bahan pangan seperti Afrika dan sebagian Asia, belalang kayu

sudah dimanfaatkan sebagai bahan pangan karena kandungan nutrisinya yang

tinggi. Belalang juga dapat berpotensi menjadi wabah, karena ledakan

populasinya yang tinggi dan mengakibatkan kelaparan karena belalang

mengkonsumsi tanaman pangan. Madagaskar merupakan salah satu negara

yang pernah mengalami wabah belalang yang mengakibatkan 60% populasi

penduduknya mengalami keadaan gizi buruk (CNN, 2013). Menurut penelitian

Wang (2007) belalang mengandung protein sebanyak 654.2 g/kg, pada berat

kering. Belalang merupakan sumber protein non-konvesional atau sumber

protein yang belum banyak dikonsumsi oleh masyarakat sehingga perlu

penelitian lebih mendalam mengenai kualitas protein yang dikandung oleh

belalang. Kualitas protein yang baik dapat digunakan untuk membentuk dan

memperbaiki jaringan tubuh. Kualitas protein dapat diketahui dengan pengujian

secara in vivo dan in vitro.

Pemanfaatan belalang sebagai komposisi dari mie instan diduga dapat

meningkatkan kualitas dari produk mie instan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian untuk mengukur tingkat subtitusi tepung belalang kayu pada mie

instan yang menghasilkan respon terbaik dari sifat fisik, kimia, organoleptik

dengan mengukur kelengkapan asam amino yang terkandung, daya cerna

14

Page 15: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

protein secara in vitro, nilai PER dan pemulihan berat badan secara in vivo untuk

terapi diet penderita gizi kurang.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mentukan tingkat subtitusi tepung belalang kayu yang digunakan dalam

pembuatan mie instan yang menghasilkan respon sifat fisik, kimia, dan

organoleptik terbaik.

2. Menentukan nilai bio-assay, daya cerna protein secara in vitro, dan

kandungan asam amino pada produk mie instan perlakuan terbaik.

1.3 Manfaat Penelitian

Pemanfaatan belalang sebagai bahan baku pembuatan mie instan yang

dapat menghasilkan produk mie instan yang mengandung protein lebih tinggi

dibandingkan mie instan yang berada di pasaran sebagai alternatif untuk

mengatasi permasalahan Kurang Energi Protein.

1.4 Hipotesis

Diduga penambahan belalang akan mempengaruhi kandungan protein mie

instan secara kualitas dan kuantitas serta karakteristik fisik dari mie instan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

15

Page 16: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

1.1 Kurang Energi Protein

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang

disebabkan kerena rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan

sehari-hari atau disebabkan karena adanya gangguan penyakit sehingga tidak

dapat memenuhi angka kecukupan gizi (I.D. Nyoman, 2002). Menurut Jellife

(1966) dalam Supriasa, KEP juga dapat dikatakan istilah umum dari malnutrisi.

Kurang Energi Protein akan menimbulkan keadaan kwashiorkor dan marasmus

pada tahapan yang ekstrim, stunting pada tahapan kronik, dan wasted pada

tahapan ringan hingga sedang (Neumann, 2011).

Apabila makanan yang diperlukan tubuh tidak mencukupi maka

organisme akan beradaptasi dengan cara menurunkan tingkat pertumbuhan.

Pada keadaan tersebut organisme secara perlahan akan menurunkan berat

badan, sehingga berat badan merupakan indikator tingkatan malnutrisi pada

tahap ringan hingga sedang. Anak yang memiliki berat dibawah rata-rata usia

sebaya disebut dengan istilah wasted dan tingkatan wasted mengindikasikan

tahapan malnutrisi yang dialami seorang anak (Simkiss et al., 2006).

Penurunan tingkat pertumbuhan karena proses adaptasi juga

memengaruhi tinggi badan, apabila penurunan pertumbuhan mempengaruhi

tinggi maka seseorang akan berpostur pendek. Anak yang memiliki tinggi

dibawah rata-rata usia sebaya disebut dengan istilah stunting. Tinggi badan yang

berada dibawah rata-rata usia sebaya mengindikasikan bahwa kondisi malnutrisi

berlangsung lama (Simkiss et al., 2006).

Kekurangan protein banyak terjadi pada masyarakat sosial ekonomi

rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat akan menyebabkan

kwarshiorkor pada balita. Kwarsiorkor diambil dari bahasa Ghana, Afrika yang

artinya penyakit yang diperoleh anak pertama, bila anak kedua sedang ditunggu

kelahirannya. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan

kurang energi yang menyebabkan kondisi marasmus. Gabungan antara dua

jenis kekurangan ini sering disebut dengan kurang energi protein (Almatsier,

2003).

Kwashiorkor dan maramus dapat terjadi karena terjadi defisiensi nutrisi

yang ekstrim. Walaupun penyebab dari penyakit tersebut sama namun keduanya

merupakan penyakit yang berbeda. Kwashiorkor terjadi karena terjadi difisiensi

16

Page 17: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

protein namun asupan energi cukup sedangkan maramus terjadi karena

kekurangan energi, protein dan nurtisi lainnya (Neumann, 2011).

Gambar 2.1. Gejala Klinik yang Dialami Penderita (a) Kwashiorkor (b)Marasmus(Simkiss et al., 2006).

Kwarsiorkor lebih banyak terjadi pada usia dua hingga tiga tahun karena

terlambat menyapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama

asupan protein. Kwarsiorkor dapat terjadi pada konsumsi energi yang cukup atau

lebih. Penderita kwarsiorkor memiliki gejala seperti pertumbuhan terhambat, otot-

otot berkurang dan melemah, edema, dan gangguan psikomotor. Edema

terdapat pada perut dan tangan yang erat kaitannya dengan albumin yang ada

dalam serum (Almatsier, 2003). Selain itu gejala klinik yang biasa dialami oleh

penderita kwashiorkor adalah kegagalan pertumbuhan, lemak hati, kesulitan

berjalan, muka bulan karena efek edema, kehilangan nafsu makan, perubahan

kulit dan rambut (Belachew, 2001).

Marasmus berasal dari kata yunani yang berarti wasting/merusak. Marasmus

biasa terjadi pada bayi setahun pertama karena terlambat pemberiaan makanan

tambahan, formulasi pengganti ASI yang terlalu encer, atau infeksi terutama

gastroenteritis. Marasmus berpengaruh jangka panjang terhadap mental dan fisik

dan sukar untuk diperbaiki (Almatsier, 2003). Marasmus memiliki gejala klinik

seperti berkurangnya otot dan lemak yang didapat dari pengukuran lingkar

lengan, lipatan kulit daerah bisep, trisep, skapula dan umbikal. Selain itu gejala

lain seperti pertumbuhan berkurang atau terhenti, wajah berusai tua, bola mata

cekung, dan perubahan suasana hati (Belachew, 2001).

1.2 Protein

17

a b

Page 18: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Protein merupakan markomolekul yang tersusun dari asam amino. Asam

amino yang menyusun protein ada 20 macam. Protein terdapat dalam sistem

semua organisme baik yang berada pada tingkat rendah maupun organisme

tingkat tinggi. Analisis elementer protein menghasilkan unsur-unsur C, H, N, O

dan juga S (Katili, 2009).

Berdasarkan strukturnya protein dibagi menjadi empat kelas yaitu struktur

primer, struktur skunder, struktur tersier, dan struktur kuartener. Berdasarkan

kualitasnya protein dibagi menjadi tiga yaitu protein sempurna, protein kurang

sempurna dan protein tidak sempurna. Protein sempurna adalah protein yang

mengandung asam amino esensial yang lengkap dari jenis dan jumlahnya,

protein sempurna dapat digunakan untuk pertumbuhan dan mempertahankan

jaringan. Protein kurang sempurna adalah protein yang mengandung asam

amino esensial yang lengkap macamnya namun jumlahnya tidak mencukupi,

protein tidak sempurna dapat digunakan untuk mempertahankan jaringan namun

tidak cukup digunakan sebagai pertumbuhan. Protein tidak sempurna adalah

protein yang mengandung asam amino kurang lengkap dari jenis dan jumlahnya,

protein tidak sempurna tidak cukup digunakan untuk pertumbuhan dan

mempertahankan jaringan (Anonimus, 2009).

Protein berfungsi sebagai katalis enzimatik, semua reaksi kimia dalam sistem

biologi dikatalisator oleh sebuah makromolekul yang tersusun atas satu jenis

protein. Protein dapat berfungsi sebagai pengangkut dan penyimpan molekul

seperti oksigen dalam eritrosit oleh hemoglobin/miogoblin yang merupakan salah

satu dari jenis protein. Protein berperan dalam kordinasi gerak terutama jenis

protein yang berbentuk filamen. Protein fibrosa berfungsi sebagai penjaga

ketegangan kulit dan tulang. Protein kolagen merupakan salah satu komponen

pembentuk komponen tulang, kulit, tendon, tulang rawan, dan gigi. Protein juga

dapat berperan dalam sistem kekebalan/imunitas karena protein memiliki

kemampuan untuk dapat mengenali dan mengkombinasi dengan benda asing

seperti virus, bakteri, dan sel yang berasal dari organisme lain. Protein juga

dapat berfungsi sebagai respon sel saraf karena penghantar impuls saraf adalah

protein reseptor seperti rodopsin yang terdapat pada sel batang retina (Katili,

2009).

1.2.1 Asam Amino

18

Page 19: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, terbagi

dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino

esensial tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga perlu penambahan dalam

bentuk makanan, sedangkan asam amino non esensial dapat diproduksi dalam

tubuh. Asam amino bersifat larut dalam air namun tidak larut dalam pelarut

organik non polar (Winarno, 2008).

Jenis asam amino esensial adalah Arginin, Histidin, isoleusin, Leusin,

Metionin, Phenylalanin, Threonin, Tryptophan, Valin sedangkan jenis asam

amino non esensial adalah asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin,

prolin, tirosin, dan sistein (Winarno, 2008).

Secara umum asam amino memiliki peranan pokok dalam proses biologis

dalam tubuh diantaranya.

1. Sebagian jenis α-asam amino dan turunannya memiliki peranan sebagai

penyambung dalam reaksi. Asam amino jenis glisin, glutamat, γ-asam amino

butirat, serotin dan melatonin bertindak sebagai neurotransmiter atau zat

yang dilepaskan dari satu sel syaraf yang dapat mempengaruhi fungsi sel

saraf lainnya atau sel otot. Thyroxine merupakan hormon, yang memberi

sinyal untuk membentuk sel baru kemudian membantu menjaga fungsi dari

sel yang lain (McKey, 2009).

2. Asam amino merupakan prekusor dalam berbagai molekul kompleks yang

mengandung nitrogen. Contohnya nukleutida, asam nukleat, heme (zat besi

yang mengandung komponen organik yang dibutuhkan dalam proses

metabolisme), dan klorofil (pigmen yang berfungsi dalam proses fotosintesis)

(McKey, 2009).

3.Beberapa asam amino berperan dalam metabolit intermediet. Contohnya

arginin, sitrulin, ornithin yang merupakan komponen dari siklus urea (McKey,

2009).

Untuk dapat mengetahui kandungan asam amino yang berada pada bahan

pangan bisa menggunakan metode pemisahan menggunakan kromatografi.

Kromatografi adalah proses pemisahan dari campuran menjadi komponen-

komponen menggunakan fase diam dan fase gerak. Prinsip dari pemisahan

dapat berlangsung secara partisi atau adsorbsi. Fase diam bisa berupa padat

19

Page 20: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

atau cair sedangkan fase gerak bisa berupa cair atau gas. Apabila fase diam

berupa padatan maka prinsip pemisahannya adalah adsorpsi dan apabila fase

diam berupa cairan maka prinsip pemisahannya adalah partisi (Lavanya et al.,

2011).

Salah satu jenis kromatografi yang dapat digunakan untuk mengetahui

komponen asam amino adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT),

merupakan suatu metode kromatografi yang menggunakan padatan, cairan resin

penukar ion, atau polimer berpori sebagai fase diamnya sedangkan fase

geraknya berupa cairan yang melewat kolom pada tekanan tinggi (Sherii, 2008).

KCKT akan memisahkan senyawa yang terlarut dalam larutan senyawa dengan

meninjeksikannya pada kolom. Pemisahan terjadi karena campuran analit yang

diinjeksikan akan dialirkan oleh fase gerak cair bertekanan tinggi sehingga

mendorong analit melalui kolom yang berisi fase diam. Analit akan terpisah

karena perbedaan afinitas terhadap fase diam dan fase gerak (Jonathan et al.,

2008)

Gambar 2.2. Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Agilent, 2011)

Komponen utama alat yang dipakai dalam KCKT antara lain adalah

reservoir zat pelarut untuk fase mobil, pompa, injektor, kolom, detektor, dan

rekorder. Kolom merupakan komponen terpenting dalam KCKT karena didalam

kolom terjadi proses pemisahan dalam fase diam dan fase gerak yang dialirkan

dengan bantuan pompa (Lavanya et al., 2011).

1.2.2. Evaluasi Nilai Gizi Protein

Komposisi dari berbagai protein yang berbeda-beda yang akan berpengaruh

berbeda pada fungsi fisiologis pada tubuh manusia. Kualitas protein menjadi

penting diketahui ketika ingin mengambil manfaat dari protein yang dikonsumsi.

20

Page 21: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Kualitas protein dapat diketahui dari komponen asam amino, daya cerna, dan

bioavialabilitas dari asam amino (Hoffman and Falvo, 2004).

Protein yang dikonsumsi dari dalam bahan pangan akan mengalami proses

pencernaan yang akan menghasilkan unit-unit penyusunnya yaitu asam amino.

Asam amino kemudian diserap melalui usus halus kemudian diedarkan

keseluruh tubuh untuk pembentukan dan perbaikan jaringan yang rusak. Dari

sekitar 22 asam amino yang berada di alam, ada delapan macam (sepuluh

macam untuk bayi dan anak) jenis asam amino yang tidak dapat disintesis tubuh.

Berdasarkan kandungan asam amino esensialnya maka suatu bahan pangan

dapat dinilai apakah bernilai gizi tinggi atau gizi rendah. Suatu protein bernilai gizi

tinggi apabila mengandung asam amino esensial lengkap dan komposisinya

sesuai dengan kebutuhan tubuh (Astawan, 1992).

Evaluasi nilai gizi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara, secara garis

besar digolongkan menjadi dua macam yaitu metode secara in vitro dan metode

secara in vivo. Metode in vitro adalah cara yang digunakan untuk mengevaluasi

komposisi protein secara kimia, mikrobiologis, atau enzimatis, sedangkan

metode in vivo adalah cara yang digunakan untuk mengetahui komposisi protein

secara biologis menggunakan hewan percobaan termasuk manusia (Astawan,

1992).

Berikut adalah beberapa parameter yang dapat dihunakan untuk mengetahui

kualitas dari protein.

1. Jumlah Protein Kasar

Untuk mengetahui jumlah protein dalam bahan pangan biasanya

digunakan metode Kjedal, metode ini dilakukan dengan mengukur kadar N

total pada sampel. Hasil yang didapat kemudian dikalikan dengan faktor

pengkoreksi untuk mendapatkan kadar protein dalam bahan pangan.

Sebagian besar protein mengandung 16% nitrogen, oleh karena itu total N

biasanya dikalikan dengan 6,25 untuk mengetahui kadar protein kasar

(Hoffman and Falvo, 2004).

2. Nilai Biologi

Nilai biologi (NB) adalah jumlah nitrogen yang ditahan tubuh yang

dipergunakan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh yang berasal dari

jumlah nitrogen yang diabsorbsi. Pengukuran ini didasarkan pada asumsi

21

Page 22: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

bahwa nitrogen akan lebih banyak ditahan tubuh bila asam amino esensial

hadir dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan (Almatsier, 2003).

Nilai biologi adalah perhitungan untuk mengetahui kualitas protein

dengan cara menghitung nitrogen yang dibutuhkan untuk membentuk

jaringan dibagi dengan nitrogen yang diserap makanan. Hasilnya kemudian

dikalikan dengan 100 yang akan menunjukkan nilai sebagai presentasi dari

nitrogen yang dimanfaatkan oleh tubuh. Nilai biologi juga dapat menunjukkan

efisiensi tubuh dalam menyerap protein yang dikonsumsi. Bahan pangan

yang memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap akan

berbanding lurus dengan nilai biologi. Protein hewani memiliki nilai biologi

yang lebih tinggi dari protein nabati (Hoffman and Falvo, 2004).

Makanan yang memiliki NB 70 atau lebih dianggap mampu memberi

pertumbuhan bila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dengan diimbangi

konsumsi energi. Berikut adalah NB dari berbagai produk pangan.

Tabel 2.1. Nilai biologi berbagai jenis protein

Jenis Protein Nilai BiologiDagingKaseinTelurSusuProtein kedelaiGluten gandumProtein whey

8077

100917464

104Sumber : Hoffman and Falvo, 2004

3. Daya Cerna Protein

Daya cerna protein adalah salah satu faktor yang menentukan kualitas

protein karena menentukan ketersediaan asam amino secara biologis.

Protein hewani akan lebih mudah diserap tubuh dibandingkan protein nabati

karena enzim pencernaan akan lebih sulit mencerna protein nabati karena

kandungan selulosa dan zat kayu yang dimiliki tumbuh-tumbuhan ( KKM,

2005). Proses pemasakan juga berpengaruh pada kecernaan protein seperti

22

NB= Nitrogen ditahan = N makanan – (N urin – N feses) Nitrogen diabsorbsi N makanan – N feses

Page 23: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

pemanasan yang berlebihan. Penentuan daya cerna protein dapat dilakukan

secara in vivo ataupun in vitro (Muchtadi, 1993).

Penentuan daya cerna protein secara in vivo dinyatakan dengan

mengukur retensi dari penyerapan nitrogen. Nilai didapat dari perbandingan

jumlah N yang diserap dengan jumlah N yang dikonsumsi tanpa

memperhatikan nilai N yang ada dalam urin. Perhitungan daya cerna hanya

memperhatikan nitrogen yang ada dalam feses yang mencerminkan jumlah

protein yang dicerna oleh tubuh (Muchtadi, 1993). Perhitungan daya cerna

hampir sama dengan nilai biologi perbedaannya daya cerna mengukur

berapa banyak nitrogen yang dibuang, sedangkan nilai biologi mengukur

berapa banyak nitrogen yang dicerna (KKM, 2005).

Penentuan daya cerna protein secara in vitro diukur menggunakan

enzim-enzim pencernaan dan membuat kondisi yang mirip dengan yang

sesungguhnya terjadi dalam pencernaan tubuh manusia. Enzim protease

yang digunakan adalah enzim pepsin, pankreatin, tripsin, kimotripsin,

peptidase, atau menggunkan campuran beberapa macam enzim (multi

enzim). Nilai daya cerna protein juga dapat diamati dari terbentuknya asam

amino pada proses hidrolisis enzim-enzim protease pencernaan tersebut.

Enzim protease dalam sistem pencernaan akan menghidrolisis ikatan peptida

yang akan membebaskan ion-ion hidrogen sehingga menyebabkan

penurunan pH. Oleh karena itu penentuan daya cerna secara in vitro juga

dapat dianalisis berdasarkan penurunan pH (Muchtadi, 1993).

Daya cerna protein dapat dipengaruhi oleh faktor eksogenus dan faktor

endogenus. Faktor eksogenus adalah faktor yang disebabkan adanya

interaksi protein dengan polifenol, fitat, karbohidrat, lemak, dan protein

inhibitor. Faktor endogenus berkaitan dengan karakterisasi struktur protein

seperti struktur tersier, kuartener, ataupun struktur yang rusak karena adanya

pemanasan atau reduksi. Protein merupakan senyawa yang reaktif karena

beberapa jenis asam amino memiliki sisi aktif yang dapat berinteraksi dengan

komponen lain seperti gula pereduksi, polifenol, atau lemak. Asam amino

yang terikat dengan komponen lain dapat menurunkan daya cerna protein

karena senyawa gabungan tersebut lebih susah dicerna oleh enzim-enzim

pencernaan (Muchtadi, 1993).

23

Page 24: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

4. PER (Protein EfficiencyRatio )

PER adalah nilai yang menunjukkan efektivitas protein melalui

pengukuran pertumbuhan hewan coba. Teknik ini dilakukan pada tikus uji

kemudian mengukur berat badan dalam gram per konsumsi protein yang

dikonsumsi dalam gram. Kemudian nilai yang didapat dibandingkan dengan

standar kasein yaitu 2.7, apabila nilai yang dihasilkan menunjukan nilai lebih

dari 2.7 maka protein tersebut merupakan sumber protein yang baik. Nilai

PER dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hoffman and Falvo,

2004).

5. Nilai Kimia Protein

Nilai kimia protein didasari oleh nilai biologis protein yang dibatasi oleh

asam amino esensial yang terdapat didalamnya. Mitchaell dan Block (1946)

membandingkan masing-masing asam amino yang terkandung dalam bahan

dengan protein telur sebagai standar. Pada perkembangannya komposisi

asam amino telur memiliki kekurangan karena nilainya yang tidak selalu

sama dipengaruhi oleh banyak faktor, oleh sebab itu perhitungan nilai kimia

protein menggunakan referensi FAO (1973)

Tabel 2.2. Rekomendasi Jumlah Asam Amino Menurut FAO (1973).

Asam Amino Rekomendasi FAO mg/g ProteinThreonineMetionin+SisteinValinIsoleusinLeusinLisinTriptophan

40354540705510

Sumber: Muchtadi, 1993

Nilai kimia menunjukkan kualitas protein makanan. Untuk menghitung

nilai kimia protein, jumlah dari masing-masing asam amino esensial yang

berada pada makanan dibagi dengan jumlah ideal asam amino. Pada skor

kimia, kualitas protein ditentukan oleh asam amino esensial yang paling

24

PER = Penambahan berat badan (g) Jumlah protein yang dikonsumsi (g)

Page 25: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

kekurangan. Asam amino yang memiliki proporsi paling kecil ditentukan

sebagai nilai kimia (KKM, 2005).

Nilai kimia juga dapat disederhanakan menurut McLaughlan et al (1959)

hal ini didasarkan pada asam amino pembatas dalam sebagian bahan

pangan adalah lisin, metionin (metionin dan sistein), dan terkadang triptofan.

Oleh karena itu perhitungan hanya berdasarkan asam-asam amino tersebut.

Nilai kimia didasarkan pada skor asam amino yang terendah (Astawan et

al., .,1992)

6. PDCAAS

Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score atau PDCAAS adalah

sebuah metode untuk mengetahui kualitas protein dengan cara

membandingkan konsentrasi asam amino pembatas dalam bahan dengan

konsentrasi asam amino pembanding dengan jenis yang sama. Hasilnya

kemudian dikoreksi dengan daya cerna protein. Berikut perhitungan PDCAAS

(Hoffman and Falvo, 2004).

1.2.3 Kualitas Protein dan Kesehatan

Kualitas protein dapat digunakan untuk menentukan gambaran jangka

pendek dan jangka panjang terhadap kesehatan tubuh. Kualitas protein juga

dapat menunjukan kebutuhan fisiologi dan metabolik (FAO, 2013).

Kualitas protein akan memiliki dampak langsung terhadap respon

metabolik dan fisiologi yang akan berpengaruh pada penyerapan dan daya

cerna protein, kesimbangan nitrogen, pertumbuhan otot/tulang yang ideal,

pergantian jaringan, sekresi protein, imunitas, pertumbuhan dan

perkembangan, dan perbaikan jaringan (FAO, 2013).

Kualitas protein juga dapat berpengaruh secara tidak langsung yang

artinya protein memiliki kegunaan dimasa datang. Efek jangka pendek yang

25

PDCAAS (%) = mg asam amino pembatas per g x Daya Cerna Protein x 10 mg asam amino pembanding per g

Nilai Kimia = Konsentrasi AAE protein sample x 100Konsentrsasi AAE protein standar

Page 26: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

didapat apabila makanan memiliki kualitas protein yang baik akan

berpengaruh pada pertumbuhan dan perbaikan jaringan terutama masalah

wasting dan stunting, dapat berperan dalam sistem imun tubuh terhadap

prevalensi dan keparahan infeksi, membantu membentuk masa dan jaringan

otot terutama untuk para atlet, membantu performa mental, suasana hati, dan

waktu tidur, memberikan efek detoksifikasi terhadap bahan kimia (FAO,

2013).

Efek jangka panjang yang akan ditimbulkan ketika mengkonsumsi protein

dengan kualitas yang baik adalah memiliki kehidupan yang normal,

pertumbuhan yang linear. Ketika bertambahnya usia, konsumsi kualitas

protein yang baik dapat berperan dalam menjaga kehilangan berat badan,

masa otot, kekuatan tulang, dan sistem imun. Selain itu dapat mencegah

penyakit kronik, kanker, hipertensi, kerusakan akibat oksidasi, dan dapat

memperbaiki sistem tubuh (FAO, 2013).

1.3 Kitin

Kitin adalah salah satu jenis polisakarida yang paling banyak berada di

alam setelah selulosa. Kitin memiliki rumus kimia poli-(2-asetamida-2-dioksi- ß

-D-Glukosida) dengan ikatan ß -glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar

unitnya (Rinaudo, 2006). Struktur kimia kitin mirip dengan struktur kimia selulosa

yang membedakan hanya gugus yang terikat dengan atom C2. C2 pada selulosa

berikatan dengan OH, sedangkan pada kitin C2 berikatan dengan asetamida

(Dutta et al., 2004).

Gambar 2.3. Struktur kitin (Dutta et al., 2004)

Kitin merupakan salah satu bagian penyusun struktural dalam

eksoskeleton antropoda atau dinding sel kapang dan khamir. Meskipun

ketersediaan kitin banyak sumber komersial kitin didapat dari kepiting dan udang

26

Page 27: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

(Rinaudo, 2006). Berdasarkan sumbernya kitin terdiri dari tiga bentuk yaitu

bentuk α, ß, dan γ. α-kitin banyak ditemukan pada eksoskeleton hewan

crustacea, udang, dan kepiting. ß-kitin didapat dari ekstraksi tinta cumi-cumi. γ-

kitin berasal dari kapang dan khamir. Jenis α-kitin adalah jenis kiitn yang paling

banyak ditemukan, ß-kitin memiliki sifat yang reaktif dan mudah berubah menjadi

α-kitin pada perlakuan basa (Kumirska et al,. 2011).

Kitin berwarna putih, keras, tidak elastis, dan merupakan polisakarida

yang mengandung nitrogen. Kitin bersifat hidrofobik sehingga tidak larut air

namun larut dalam heksafloroisopropanol, heksafloroaseton, dan kloroalkohol.

Hidrolisis kitin menggunakan asam pada kondisi yang drastis akan menghasilkan

D-glukosamin (Dutta, 2004). Karena keberadaan gugus nitrogen pada kitin,

molekul kitin cenderung bergabung dengan makro molekul lain seperti asam

amino (tirosin) membentuk kompleks yang stabil (Taranathan dan Kittur, 2003).

Turunan kitin yang paling banyak digunakan adalah kitosan, yang terbentuk dari

proses deasitilisasi kitin pada kondisi basa/hidrolisis enzim. Kitosan memiliki sifat

yang lebih baik dibandingkan kitosan sehingga pemanfaatan kitosan lebih

banyak dilakukan.

1.3.1 Kitosan

Kitosan adalah produk deasitilasi kitin yang merupakan polimer panjang

glukosamin dengan berat molekul 2,5 x 10-5 Dalton dengan rumus kimia poli(2-

amino-2-deoksi-D-glukosa) dan rumus molekul [C6 H11 NO 4]n. Kitosan sedikit

larut dalam asam klorida dan larut baik dalam asam lemah seperti asam formiat

dan asam aseat. Kitosan memiliki massa molekul besar sehingga memiliki daya

absorbsi besar (Pebriani et al.,.,2012). Daya absorbsi yang besar menyebabkan

kitosan banyak digunakan sebagai agen penyerap logam berat, kitosan

modifikasi menjadi membran. Kitosan yang menyerap logam berat akan

mengalami pergesaran bilangan gelombang pada beberapa gugus fungsi

(Nugroho et al.,., 2011).

Penghilangan gugus asetil pada kitin akan membentuk kitosan.

Penghilangan gugus asetil menggunakan basa kuat konsentrasi tinggi untuk

memutus ikatan kovalen antara gugus asetil dengan dengan nitrogen pada

gugus asetamida kitin sehingga menjadi gugus amina ( - NH2). Proses

penghilangan gugus asetil ini disebut deasitilisasi (Azhar et al.,., 2010).

27

Page 28: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Gambar 2.4. Proses penghilangan gugus asetil pada gugus asetamida (Lee, 2004)

Kitosan memiliki gugus fungsi amina, gugus hidroksi primer, dan gugus

hidroksi skunder yang menyebabkan kitosan memiliki kereaktifan kimia yang

tinggi dibandingkan kitin. Gugus tersebut dapat berinteraksi dengan protein

sehingga pemanfaatan kitosan luas seperti dibidang kesehatan, pangan, ataupun

kosmetik. Kitosan juga dapat dimodifikasi secara fisik atau kimia yang akan

membuat kelarutan dalam air meningkat selain itu kitosan juga dapat bertindak

sebagai bioabsorben logam berat pada limbah perairan (Azhar et al., 2010)

1.3.2 Karakterisasi Kitin dan Kitosan

Karakterisasi kitin dan kitosan dapat diketahui menggunakan metode

Fourier Transform Infrared (FTIR). FTIR adalah suatu metode karakterisasi

gugus fungsi atau senyawa berdasarkan pada serapan radiasi inframerah oleh

atom yang mengalami vibrasi. Frekuensi setiap atom berbeda-beda, getaran

terjadi dalam spektrum elektromagnetik inframerah dengan panjang gelombang

4000-400 cm-1 (Azhar et al., 2010).

Karakterisasi kitin dan kitosan yang penting diketahui adalah Derajat

Deasetilisasi (DD). Derajat deasetilasi akan menentukan sifat fisik dan biologi

dari kitosan. Sifat fisik yang berpengaruh adalah kelarutan, viskositas,

bioderadasi, dam biokompatibel. Sedangkan sifat biologi yang berpengaruh

adalah sifat antimikroba, analgestik, antioksidan, dan hemostatis (Kumirska et

al., 2011).

Derajat deasitilasi dapat menentukan apakah sampel yang diuji

merupakan kitin/kitosan. Senyawa uji digolongkan kitosan apabila memiliki DD

sebesar 40-100% apabila memiliki nilai dibawah 40% maka senyawa tersebut

digolongkan kitin. Untuk dapat mengetahui nilai DD digunakan metode base-line

yaitu perbandingan nilai absorbansi pita serapan dari spektrum inframerah pada

bilangan gelombang 1655 cm-1 dan 3450 cm-1 . Absorbansi (A) dinyatakan

28

Page 29: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Gambar 2.5.Belalang (Marty, 2013)

dengan persamaan (1), sedangkan nilai DD dinyatakan sebagai persamaan (2)

(Azhar et al., 2010).

.......................(1)Dimana P0 = %transmitant pada base-line (serapan maksimum)P = % transmitant pada serapan maksimum.

.........(2)

Nilai A1655 sesuai untuk pita serapan 1655 cm-1 yang merupakan pita

serapan karbonil gugus N-asetil, sedangkan nilai A3450 sesuai untuk pita serapan

3450 cm-1 yang merupakan pita serapan gugus NH2 (Azhar et al., 2010).

1.4 Belalang Kayu

Belalang kayu (Melanoplus cinereus) merupakan salah satu dari berbagai

jenis serangga. Spesies ini termasuk dalam herbivora berwarna coklat yang

termasuk ordo Orthoptera. Berikut merupakan klasifikasi dari Belalang Kayu.

Filum : Arthropoda

Class : Insecta

Order : Orthoptera

Suborder : Caelifera

Family : Acrididae

Subfamily : Melanoplinae

Genus : Melanoplus

Species : cinereus

Belalang merupakan salah

satu makanan alternatif yang

29

A = log P0

P

%DD = 100 – [(A1655/A3450) x 115]

Page 30: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

dapat dikonsumsi karena ketersediaannya banyak dan sebagian besar belalang

dapat dikonsumsi. Delapan puluh jenis belalang dapat dikonsumsi secara aman.

Belalang biasa ditangkap pada pagi hari ketika suhu udara sejuk. Beberapa

negara di bagian afrika barat sering menjualnya di pasar tradisional sebagai

makanan ringan (Van Huise et al, 2013). Belalang dapat dijadikan salah satu

sumber makanan alternatif karena ketersediaannya yang banyak, bisa dijadikan

pangan primer dilihat dari pandangan ekologi. Belalang dapat dijual dan

disimpan setelah dikeringkan terlebih dahulu (Blaquez et al., 2012).

Belalang diketahui memiliki kandungan nutrisi yang tinggi menurut penelitian

Wang (2007) belalang mengandung protein sebanyak 654.2 g/kg, lemak 83.0

g/kg, dan kitin 87.3 g/kg pada berat kering. Kandungan asam amino belalang

terutama jenis asam amino lisin, metionin dan sistein memiliki kandungan yang

lebih tinggi dibandingkan ikan. Apabila dibandingkan dengan jenis serangga

lainnya belalang memiliki kandungan asam amino yang lengkap karena

dibeberapa jenis serangga memiliki defisiensi asam amino metionin, sistein, dan

lisin.

1.5 Mie Instan

Mie instan adalah sebuah produk yang dibuat dari tepung gandum ataupun

tepung beras sebagai bahan utamanya dengan atau tanpa penambahan bahan

lainnya. Karakterisasi didapat dari proses pregelatinisasi dan dehidrasi

menggunakan metode penggorengan ataupun metode lainnya (Codex, 2006).

Protein dalam tepung berpengaruh pada jenis dan kualitas produk akhir, mie

instan biasanya terbuat dari tepung dengan protein 7-9.5%. Tidak hanya kualitas

protein yang berpengaruh, namun asal dari protein juga dapat menentukan

kekuatan dari viskoelastis glutein yang akan menghasilkan produk yang kenyal.

Elastisitas dari mie berpengaruh pada proses pembuatan mie. Kandungan abu

bervariasi dari 0.40-0.54%. Kandungan lemak tergantung pada target pasar

mulai dari 12-20% (Owen, 2001).

Mie instan memiliki keunikan pada bentuk gelombangnya. Gelombang yang

ada pada produk mie instan memiliki fungsi untuk memaksimalkan proses

pengukusan yang kemudian digoreng sebagai helaian mie yang dipisahkan.

Proses penggorengan mie pada minyak yang panas akan membuat air dalam

mie menguap sehingga menghasilkan struktur yang berlubang-lubang pada

bagian dalam mie. Tekstur ini yang membuat mie mudah mengalami proses

30

Page 31: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

hidrasi dan pemasakan (Owen, 2001). Berikut adalah syarat mutu mie instan

menurut SNI.

Tabel 2.3. Syarat mutu mie instan menurut SNI (2009).

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan11.11.21.31.42344.14.255.1

KeadaanTeksturAromaRasaWarnaBenda asingKeutuhanKadar airProses penggorenganProses pengeringanKadar ProteinMi dari terigu

-----

%bb

%bb%bb

%bb

Normal/dapat diterimaNormal/dapat diterimaNormal/dapat diterimaNormal/dapat diterima

Tidak boleh adaMin, 90

Maks, 10,0Maks 14,5

Min, 8,05.267

Mi bukan dari teriguBilangan asamCemaran Logam

%bbMg KOH/g minyak

Min, 4,0Maks, 20

7.17.2899.1

9.29.39.4

Timbal (Pb)Raksa (Hg)Arsen (As)Cemaran mikrobaAngka lempengan totalE.coliSalmonelaKapang

mg/kgmg/kgmg/kg

koloni/g

APM/g

koloni/g

Maks, 20Maks, 0,05Maks, 0,5

Maks, 1.0 x 106

< 3Negatif per 25 gMaks, 1.0 x 106

Sumber: SNI 3751:2009 Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan

1.3.1 Bahan Pembuatan Mie Instan

Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mie

instan.

a. Tepung Terigu

Tepung terigu menurut SNI (2006) adalah tepung yang terbuat dari

endosperma biji gandum Triricum asditivum L. dan atau Triticum compactum

Host atau campuran keduanya dengan penambahan Fe, Zn, vitamin B1,

vitamin B2 dan asam folat sebagai fortifikasi.

Tepung terigu yang terbuat dari biji gandum memiliki keistimewaan

karena adanya kandungan gluten dalam bahan berdasarkan derajat

31

Page 32: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

kekerasan, biji gandum digolongkan menjadi tiga kelompok (Koeswara,

2009).

1. Gandum durum (keras) dengan kandungan gluten 12-13%

2. Gandum dengan kekerasan medium dengan kandungan gluten 9.5-10%

3. Gandum lunak dengan kandungan gluten 7.5-8%

Tepung terigu mengandung protein sebesar 7-22% yang terdiri dari jenis

protein albumin, globulin, gliadin, glutenin, dan gluten. Gluten terbentuk

apabila glutenin dan gliadin tercampur air. Gluten merupakan senyawa yang

dapat membentuk sifat kohesif dan viskoelastis sehingga dapat membentuk

tekstur elastis pada mie (Koeswara, 2009).

Selain kandungan protein tepung terigu juga memiliki kandungan

karbohidrat yang tinggi sekitar 70-75% yang berpengaruh pada produk akhir

mie. Pati terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin,

komposisi tepat antara kedua komponen tersebut dapat memengaruhi

kualitas dari mie dan mempercepat proses pengembangan pada temperatur

yang tendah (Yu, 2003).

b. Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah pati yang berasal dari ekstrak umbi ketela pohon

yang telah dikeringkan. Tepung tapioka dapat digunakan sebagai pengental,

bahan pengisi, dan pengikat pada berbagai jenis olahan makanan. Tepung

tapioka memiliki dua jenis, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka

kasar masih mengandung gumpalan dan butiran umbi kayu, sedangkan

tapioka halus merupakan hasil pengolahan lanjut tapioka kasar sehingga

tidak mengandung gumpalan umbi (Warintek, 2000).

Kualitas tepung tapioka dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

(Warintek, 2000).

1. Warna tepung, tepung yang baik memiliki warna putih bersih.

2. Kandungan Air, setelah diproses tepung harus dilakukan proses

pengeringan/penjemuran untuk mengurangi kadar air bahan.

3. Serat dan Kotoran, serat yang terdapat pada umbi harus sedikit untuk

menghasilkan tepung yang baik apabila umbi mengandung zat kayu

rendah kandungan patinya tinggi.

4. Tingkat Kekentalan, daya rekat dari tapioka yang dihasilkan harus tinggi

hal ini didapat apabila penggunaan air saat proses pengolahan sesuai.

32

Page 33: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tepung tapioka yang ditambahkan dalam adonan mie memiliki viskositas

yang tinggi, mudah mengembang, dan memiliki suhu gelatinisasi yang

rendah sehingga dapat menghasilkan kualitas mie menjadi lebih elastis dan

memiliki waktu rehidrasi yang cepat (Yu, 2003).

c. Air

Air berperan dalam proses pembetukan glutein dan interaksi antara

gluten dan karbohidrat yang akan melarutkan garam dan mengembang

sehingga didapat sifat kenyal. Penambahan air harus dalam proporsi yang

tepat yaitu 30-35% dari total adonan. Apabila air yang ditambahnkan telalu

banyak maka adonan akan terlalu lembek sehingga sulit dicetak, apabila air

yang ditambahkan kurang maka mie yang dihasilkan akan mudah patah

(Owen, 2001).

d. Garam

Garam berperan dalam pemberi rasa, memperkuat tekstur mie,

meningkatkan elastisitas, dan mengikat air. Selain itu garam dapat

menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga mengurangi

sifat lengket dan pengembangan secara berlebihan (Koeswara, 2009).

e. Telur

Telur memiliki dua bagian yaitu putih telur dan kuning telur. Putih telur

membantu menghasilkan lapisan tipis pada permukaan mie yang dapat

mencegah penyerapan minyak yang berlebih. Kuning telur berperan sebagai

pengemulsi yang baik dan dapat mempercepat hidrasi air untuk

mengembangkan adonan (Koeswara, 2009)

f. Garam Alkali

Garam alkali akan meningkatkan pH adonan hingga 9-11.5 pada keadaan

tersebut flavonoid yang biasanya tidak berwarna akan mengalami perubahan

menjadi lebih kuning. Kandungan garam alkali yang digunakan adalah

campuran sodium dan potasium karbonat atau sodium hidroksida (Widjaya,

2010).

33

Page 34: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

1.3.2 Proses Pembuata Mie Instan

Tahapan pembuatan mie adalah pencampuran bahan dalam cairan,

pencampuran dengan peremasan, pengepresan1, pengepresan 2,

pemotongan, pengukusan, pencetakan, pengeringan (Muehlenchemie,

2009).

a. Pencampuran (dalam cairan)

Larutan dipersiapkan untuk proses pencampuran dengan tepung terigu

menjadi adonan mie. Larutan ini terdiri dari garam dan garam alkali untuk

meningkatkan kualitas dan flavour dari mie instan (Muehlenchemie, 2009).

b. Pencampuran

Pada tahap ini tepung terigu dan bahan lain dicampurkan dan diaduk

selama 15-20 menit. Penggunaan air perlu diperhatikan pada takaran yang

sesuai pada temperatur 20-30oC untuk menghasilkan sifat adonan memiliki

viskositas dan elastisitas yang baik (Muehlenchemie, 2009).

c. Pengepresan 1

Pengepresan tahap satu bertujuan untuk meratakan adonan mie. Adonan

di masukan pada mesin pengepres sehingga menjadi lembaran. Kemudian

dua lembaran adonan di masukan kembali pada mesin pengepres hingga

menjadi satu lembaran. Hal ini akan memberikan lembaran mie yang kuat

dan konsisten (Muehlenchemie, 2009).

d. Pengepresan 2

Pengepresan tahap dua bertujuan untuk memipihkan lembaran dalam

empat tahapan. Setiap tahapan akan memipihkan lembaran hingga didapat

ketebalan yang diinginkan. Pada tahap ini glutein yang ada dalam kandungan

adonan akan terjalin sehingga menghasilkan mie yang fleksibel dan tekstur

yang elastis (Muehlenchemie, 2009).

e. Pemotongan

Lembaran yang terbentuk kemudian dipotong sesuai dengan jenis mie

yang akan dibuat. Mesin pemotong terdiri dari pisau yang berputar sehingga

34

Page 35: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

dapat memotong lembaran adonan. Untuk mendapatkan hasil bergelombang

diperlukan mesin lainnya dengan ban berjalan (Muehlenchemie, 2009).

f. Pengukusan

Proses pengukusan merupankan tahapan pendahuluan. Mie mentah di

kukus selama 1-5 menit pada suhu 100oC. Pada proses pengukusan akan

terjadi gelatinisasi pati yang akan meningkatkan daya cerna dan tekstur dari

mie (Muehlenchemie, 2009).

g. Pencetakan

Proses pencetakan dilakukan untuk membagi mie sesuai dengan porsi

yang ditentukan. Proses pencetakan menggunakan blok-blok dengan bentuk

persegi atau bulat sesuai dengan takaran saji. Apabila mie dijual dalam

bentuk lurus proses pencetakan tidak diperlukan (Muehlenchemie, 2009).

h. Pengeringan

Proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan

dan penggorengan. Pengeringan dilakukan menggunakan mesin pengering

diatas lembaran plat selama 30 menit pada suhu 80oC proses ini sering

disebut dengan gelatinisasi mie kering. Penggorengan dilakukan

menggunakan metode deep fried pada suhu 140-150oC selama 1-2 menit.

Proses ini akan mengurangi kadar air dar 30-40% menjadi 3-4%

(Muehlenchemie, 2009).

1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Mie Instan

Menurut Widjaya (2010) warna dan tekstur dari mie instan dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya tingkat penggilingan tepung, ukuran partikel

tepung, kandungan protein, dan penggunaan larutan alkali.

1.Proses penggilingan, tepung yang digiling cepat akan meningkatkan

kandungan PPO (polyphenol oxidase) yang akan menyebabkan

perubahan warna pada mie. Semakin tinggi kandungan PPO dalam

tepung menyebabkan semakin tinggi tingkat perubahan warna mie.

Namun peningkatan nilai PPO akan berpengaruh baik pada tekstur

mie, PPO akan meningkatkan kekompakan dan kekenyalan pada mie.

35

Page 36: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

2.Ukuran partikel dari tepung dapat mempengaruhi warna dari mie,

semakin halus ukuran partikel akan memberikan warna yang lebih

putih. Selain itu ukuran partikel yang halus dan seragam akan

memudahkan dalam penyerapan air yang membuat pati rusak

sehingga menghasilkan mie yang lembut namun kerusakan pati akan

mempengaruhi tingkat kecerahan warna mie karena pati tidak lagi

dapat memantukan cahaya.

3.Kandungan protein pada tepung mempengaruhi tingkat kecerahan,

peningkatan warna putih pada tepung atau mie akan menurunkan

kandungan protein. Protein juga memiliki pengaruh pada tekstur mie.

Selain jumlah protein dalam tepung kualitas protein yang dibutuhkan

sesuai dengan masing-masing tipe mie yang akan dibuat

4.Larutan alkali dapat mempengaruhi warna mie, garam alkali sebagai

komponen utama larutan alkali yang digunakan akan memunculkan

warna kuning dengan cara melepas komponen flavone atau pigmen

alami yang ada dalam tepung. Larutan alkali juga dapat memcegah

aktivitas enzim yanng menyebabkan perubahan warna menjadi gelap

dan meningkatkan pH, meningkatkan flavor dan tekstur.

BAB III METODE PENELITIAN

36

Page 37: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai bulan Desember 2014

di Laboratorium Pengolahan dan Biokimia Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Brawijaya, Laboratorium Nutrisi Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Brawijaya, dan Food Processing and Training Center (FPTC)

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan untuk pembuatan mie belalang adalah timbangan

digital, timbangan analitik, kompor, baskom, mixer, noodle maker, , ayakan 60

mesh, steamer, wajan, termometer. Sedangkan alat untuk analisis adalah

timbangan analitik, cawan perti, gelas beaker, gelas ukur, erlenmeyer, labu ukur,

tabung reaksi, porselen, kertas saring, oven, tanur, color reader, kompor listrik,

penangas air, perangkan soxhlet, dan perangkat kjeldahl.

3.2.2 Bahan

Bahan baku berupa tepung terigu protein tinggi, tepung tapioka, minyak

sayur, telur, garam dapur, Na2CO3 dan belalang yang didapat dari Kabupaten

Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahan kimia yang diperlukan

adalah pelarut petroleum eter, tablet kjedhal, indikator PP, indikator metil red,

aquades, NaOH, HCl, H2BO2, H2SO4, Comfeed PAR-S, terigu, maizena, sukrosa,

CMC, dan minyak jagung, dan tikus putih Rattus norvegicus stain wistar

berkelamin jantan dengan berat badan 100-150 gram umur 8 minggu.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Penelitian Tahap I

Penelitian dilaksanakan dua tahap, dimana tahap pertama dilaksanakan

dengan pembuatan tepung belalang dan pembuatan mie instan belalang. Tahap

kedua merupakan uji lanjut untuk perlakuan mie instan belalang terbaik secara in

vivo, in vitro, dan penetuan nilai kimia protein. Tahap pertama dilakukan

pembuatan mie instan belalang dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan menggunakan 1 faktor yang memiliki 6 level. Pengulangan dilakukan

sebanyak 3 kali sehingga didapat 18 kali percobaan.

Faktor I : Tingkat Subtitusi Tepung Belalang

37

Page 38: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

P1: Tingkat subtitusi 5% tepung belalang

P2: Tingkat subtitusi 10% tepung belalang

P3: Tingkat subtitusi 15% tepung belalang

P4: Tingkat subtitusi 20% tepung belalang

P5: Tingkat subtitusi 25% tepung belalang

P6: Tingkat subtitusi 30% tepung belalang

3.3.2 Penelitian Tahap II

Penelitian tahap dua akan dilakukan dengan metode deskriptif untuk

pengujian daya cerna protein secara in vitro dan nilai kimia protein sedangkan

untuk penetuan nilai PER dan pemulihan berat badan secara in vivo digunakan

metode Pretest – Postest Group Design yang memungkinkan peneliti mengukur

pengaruh perlakuan pada kelompok eksperimen dengan cara membandingkan

kelompok eksperimen kontrol. Perlakuan yang dilakukan adalah pemberian mie

instan belalang dan mie instan komersial, sedangkan hasil yang didapat adalah

nilai PER dan pemulihan berat badan. Rancangan penelitian digunakan dengan

Rancangan Acak Lengkap dengan dengan perlakuan masing-masing kelompok

sebagai berikut.

Tabel 3.1. Perlakuan Pada Masing-Masing KelompokPerlakuan I Perlakuan II Perlakuan III Perlakuan IVPemberian Diet Comfeed PAR-S selama 5 minggu (Selama Percobaan)

Pemberian diet KEP selama 2 minggu dan dilanjutkan pemberian diet Comfeed PAR-S selama 21 hari

Pemberian diet KEP selama 2 minggu dan dilanjutkan pemberian diet mie belalang selama 21 hari

Pemberian diet KEP selama 2 minggu dan dilanjutkan pemberian mie instan (Komersial) selama 21 hari

Tabel 3.2. Formulasi ransum tikus /100gDiet Standar Diet KEP* Mie Belalang**Comfeed PAR-S (67 g)Terigu (33g)

Sukrosa (50g)Maizena (35g)Selulosa (10g)

Tepung teriguTepung belalangTepung tapioka

38

Page 39: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Minyak Jagung (5g) Garam alkaliGaramKuning TelurAir

*Pundyani (2005) dalam Kholis dan Hadi (2010) **Perlakuan Terbaik

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Tepung Belalang

Pembuatan tepung belalang diawali dengan pencucian menggunakan air

panas kemudian bagian kaki dan sayapnya dihilangkan. Setelah itu dilakukan

proses penggorengan dengan suhu 180 oC hingga berwarna kecoklatan

kemudian sisa minyak hasil penggorengan ditiriskan menggunakan spiner.

Kemudian belalang yang telah digoreng dilakukan proses penggilingan

menggunakan hammer mill untuk memperkecil ukuran belalang hingga

menyerupai tepung. Tepung belalang kemudian diayak dengan ukuran 60

mesh untuk mendapatkan ukuran partikel yang homogen.

3.4.2 Analisis Tepung Belalang

Tepung belalang kemudian dilakukan analisis secara kimia dan

karakterisasi kitin.

1. Analisis kadar air metode AOAC, 1995 (Lampiran 1.2)

2. Analisis kadar abu metode AOAC, 2000 (Lampiran 1.3)

3. Analisis kadar lemak metode AOAC, 2000 (Lampiran 1.4)

4. Analisis kadar protein metode AOAC, 1995 (Lampiran 1.5)

5. Identifikasi kitin menggunakan metode FTIR (Lampiran1.1)

3.4.3 Pembuatan Mie Instan Belalang

Proses pembuatan mie instan dilakukan dengan proses pencampuran

tepung terigu dan tepung belalang dengan proporsi yang telah ditentukan

kemudian dilakukan penambahan tepung tapioka sebanyak 10%, telur, dan

garam dapur. Air alkali atau Na2SO4 ditambahkan dalam bentuk larutan yang

sebelumnya dilarutkan dalam air. Penambahan air dilakukan hingga

membentuk adonan yang kalis dan mudah untuk dicetak. Proses

pengadukan dilakukan selama 15 menit hingga membentuk adonan yang

mudah untuk dibentuk. Kemudian dilakukan proses pengepresan dengan

empat tahap, setiap tahapnya memiliki ketebalan yang semakin kecil hingga

39

Page 40: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

didapat lembaran mie dengan tebal 0,2 cm. Kemudian lembaran mie dicetak

sehingga didapat bentuk mie yang sesuai yaitu tebal 0,2 cm, lebar 0,1 cm.

Kemudian mie dikukus dengan suhu ± 95oC selama 15 menit setelah itu

didinginkan selama 60 menit. Setelah itu mie digoreng dengan suhu 150oC

hingga matang dan berwarna kecoklatan setelah digoreng mie ditiriskan dan

didinginkan kemudian didapat produk mie instan belalang.

3.4.4 Analisis Kimia Fisik Organoleptik

Analisis kimia mie instan meliputi:

1. Analisis kadar air metode AOAC, 1995 (Lampiran 1.2)

2. Analisis kadar abu metode AOAC, 1995 (Lampiran 1.3)

3. Analisis kadar lemak metode AOAC, 1995 (Lampiran 1.4)

4. Analisis kadar protein metode AOAC, 1995 (Lampiran 1.5)

5. Analisis kadar karbohidrat menggunakan metode by difference

Analisis fisik mie instan meliputi:

1. Daya patah metode Yuwono, 1998 (Lampiran 1.7)

2. Daya putus metode Yuwono, 1998 (Lampiran 1.8)

3. Daya serap air metode Yuwono, 1998 (Lampiran 1.10)

4. Waktu rehidrasi metode Putra, 2008 (Lampiran 1.11)

5. Cooking loss metode Seib et al., 2000 (Lampiran 1.9)

6. Kecerahan (L*) metode susanto, 1990 (Lampiran 1.12)

Analisis organoleptik menggunakan metode hedonic scale scoring.

Parameter yang diamati dalam uji hedonik meliputi.

1. Warna

2. Rasa

3. Aroma

4. Tekstur

3.4.5 Analisis Perlakuan Terbaik

Data yang diperoleh dari hasil analisis tahap satu kemudian dilanjutkan

dengan metode Multiple Attribute (Zeleny,1982) untuk mengetahui perlakuan

40

Page 41: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

terbaik. Perlakuan terbaik kemudian dilanjutkan dengan analisis kecernaan

protein secara in vitro, analisis protein secara in vivo, dan analisis profil asam

amino menggunakan HPLC.

3.4.6 Uji Lanjut Mie Instan Perlakuan Terbaik

Mie instan perlakuan terbaik kemudian dilanjutkan dengan analisis

sebagai berikut:

1. Penentuan Skor Kimia

Profil asam amino diperlukan untuk mengetahui skor kimia dari suatu

protein, untuk mengetahui profil asam amino suatu bahan digunakan metode

KCKT. Prinsip analisis asam amino menggunakan KCKT pertama dilakukan

hidrolisis protein menggunakan metode kjeldahl kemudian sama amino dari

protein dilepaskan melalui hidrolisis dengan HCl 6N. Hidrolisat dilarutkan

dengan buffer sodium sitrat dan masing-masing asam amino tersebut

dipisahkan dengan KCKT.

Skor kimia masing-masing asam amino esensial dihitung dengan

menggunakan rumus dibawah ini dengan perbandingan AAE dengan protein

standar yang direkomendasikan FAO (2007). Nilai kimia protein didapat dari

skor asam amino esensial dengan nilai yang paling rendah.

Tabel 3.3. Rekomendasi Nilai Asam Amino untuk Anak-Anak

Asam Amino Rekomendasi FAO mg/g ProteinHistidinIsoleusinLeusinLisinMetionin+SisteinFenilalanin+TirosinTreoninTriptofanValin

203266572752318.543

Sumber: FAO/WHO/UNU 2007

2. Daya Cerna Protein Secara In vitro

Pengujian protein dilakukan secara in vitro untuk mengetahui kecernaan

protein dalam saluran pencernaan. Prinsip dari pengukuran protein secara in

41

Nilai Kimia = Konsentrasi AAE protein sample x 100Konsentrsasi AAE protein standar

Page 42: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

vitro adalah menghitung daya cerna protein dengan mengukur hidrolisis

protein dibawah kondisi tertentu dengan menggunakan enzim digestif.

Sebanyak 200 mg sampel yang telah halus dilarutkan dengan 9 ml bufer

Walphole 0,2N dengan pH 2 dan 1 ml enzim pepsin 2%. Kemudian dilakukan

pengadukan hingga tercampur merata dan diinkubasikan pada suhu 37oC

selama 5 jam. Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm

selama 20 menit. Supernatan kemudian dipidahkan pada tabung sentrifuse

lainnya dan ditambahkan 5 ml TCA dengan konsentrasi 20%. Kemudian

diinkubasi pada suhu ruang selama 15 jam. Hasil inkubasi kemudian di

saring menggunakan kertas Whatman 41. Filtrat yang didapat dari proses

penyaringan kemudian dianalisis menggunakan metode mikro kjedal.

3. Analisis PER dan Pemulihan Berat Badan Secara In Vivo

Pengujian yang dilakukan meliputi aklimatisasi, pemberian diet KEP

hingga tikus dinyatakan malnutrisi, dan pemberian mie instan belalang

perlakuan terbaik dan mie instan komersial untuk mengatahui pemulihan

berat badan dan nilai PER. Penelitian ini dilakukan dengan tikus percobaan

dengan empat kelompok dimana satu kelompok merupakan kontrol negatif

dan tiga kelompok termasuk pada perlakuan. Masing-masing kelompok terdiri

dari empat ekor tikus sebagai pengulangan.

• Aklimatisasi, Peralatan seperti kandang, tempat makan, dan minum

dibersihkan kemudian tikus dikandangkan secara terpisah dimana setiap

kandang berisi dengan satu ekor tikus.

• Perlakuan diet KEP, sebanyak 12 ekor tikus wistar jantan (3 kelompok

perlakuan) diberikan pakan diet KEP dengan komposisi sukrosa, maizena,

selulosa, dan minyak jagung. Pemberikan pakan dilakukan secara adlibitum

selama dua minggu. Pemberian diet KEP diberhentikan ketika berat badan

tikus turun sekitar 25% dari berat awalnya, ketika berat tikus turun hingga

25% maka tikus dinyatakan KEP. Berat badan tikus ditimbang selama

perlakuan.

• Masa Perlakuan, Masa perlakuan dilakukan selama 21 hari. Selama masa

tersebut tiap-tiap kelompok diberikan pakan sesuai dengan perlakuan

dimana kelompok P1 dan P2 diberikan pakan comfeed PAR S, kelompok P3

diberikan pakan mie instan belalang, dan kelompok P4 diberikan pakan mie

42

Page 43: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Belalang Kayu

instan komersial. Penimbangan berat badan dan sisa pakan dilakukan setiap

hari untuk mengetahui pemulihan berat badan masing-masing kelompok dan

nilai PER (Protein Efficiency Ratio), yaitu peningkatan berat badan

(g)/asupan protein (g).

3.5 Diagram Alir Penelitian

3.5.1 Roadmap Penelitian

43

Page 44: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Belalang Kayu

Tepung Belalang

Analisis Kimia Karakteristik Kitin

Tahap I : Pembuatan Mie Instan Belalang

Analisis Kimia Analisis Fisik Analisis Organoleptik

Perlakuan Terbaik

Tahap II : Uji Lanjut Mie Instan Perlakuan Terbaik

Analisis In Vivo Analisis Skor KimiaAnalisis In Vitro

Hasil

3.5.2 Proses Pembuatan Tepung Belalang

Pencucian

44

Page 45: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tepung Belalang

Penggorengan (± 100oC)

Penirisan minyak sisa penggorengan

Penghalusan

Pengayakan 60 mesh

Gambar 3.1. Pembuatan Tepung Belalang (Modifikasi Maryati dan Widodo, 2007)

3.5.3 Proses Pembuatan Mie Instan Belalang

Pencampuran

45

Analisis: -Kadar Air-Kadar Abu -Kadar Protein -Kadar Lemak -identifikasi kitin menggunakan FTIR

Tepung terigu : Tepung belalang(95:5 90:10 85:15 80:20 75:25 70:30)

Garam Alkali 0.6% (b/b) Air 20% (b/b) Tapioka 10% (b/b) Kuning Telur 10% (b/b) Garam Dapur 1% (b/b)

Page 46: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Pengadukan ( 15 menit)

Pengepresan (tebal 0,1 mm)

Pencetakan mie (tebal 0,2 cm, lebar 0,1 cm)

Pengukusan (95oC, 15 menit)

Pendinginan (60 menit)

Penggorengan 180oC (4 menit)

Pendinginan (15 menit)

Gambar 3.2. Proses Pembuatan Mie Instan Belalang (Modifikasi Putra,2008)

3.5.4 Diagram Alir Pengujian In Vivo Mie Belalang Instan

46

16 ekor tikus Wistar Jantan

Pemberian pakan secara ad libitum dan aklimatisasi bagi tikus selama tujuh hari dan penimbangan berat badan tikus.

Mie Instan

Analisis: --Kecerahan (L*) -Cooking loss -Waktu Rehidrasi-Daya Serap Air-Daya patah-Daya Ulur-Kadar Air-Kadar Abu-Kadar Lemak-Kadar Protein-Organoleptik

Page 47: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Gambar 3.3. Pengujian In Vivo Mie Belalang Instan (Modifikasi Kholis dan Hadi, 2010)

3.5.4 Diagram Alir Pengujian Daya Cerna Protein In Vitro Mie Belalang Instan

47

12 Ekor tikus perlakuan KEP selama 14 hari

4 Ekor tikus perlakuan kontrol negatif

Tikus Kurang Energi Protein

Kelompok P1Tikus normal

dengan pakan Comfeed PAR-S

Kelompok P2Tikus KEP

dengan pakan Comfeed PAR-S

Kelompok P3Tikus KEP

dengan pakan mie belalang

instan

Kelompok P4Tikus KEP

dengan pakan mie instant komersial

Pemeliharaan selama 21 hari dengan penimbangan berat badan dan sisa pakan setiap hari.

Analisis Data

200 mg sampel9 ml buffer Walphole 0,2 N pH2

1 ml enzim pepsin 2%

Diaduk hingga tercampur merata

Page 48: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Gambar 3.3. Pengujian Kecernaan Protein (Tanaka, 1978)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Bahan Baku

A. Analisis Kimia

48

Diinkubasi suhu 37oC selama 5 jam

Supernatan

Diinkubasi suhu 37oC selama 15 jam

Pelet

Disaring menggunakan kertas whatman no 41

Filtrat

Dianalisis menggunakan metode Kjedal

Hasil

Disentrifugasi 3000rpm selama 20 menit

5 ml TCA 20%

Endapan

Page 49: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Analisis Kimia yang dilakukan untuk tepung belalang meliputi analisis

kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu. Berikut adalah tabel

komposisi zat gizi tepung belalang.

Tabel 4.1 Kandungan Gizi Tepung Belalang

KomposisiKadar %

Tepung belalang kayu (Melanoplus cinereus)1

Chinese Grasshopper(Arcida cinerea)2

Air 8,86 -Protein 33,11 65,49Lemak 18,70 8,30

Abu 4,94 3,51Kitin - 8,73

Keterangan :1.Data hasil peneltian2.Wang (2007)

Tepung belalang mengandung kadar air sebesar 8,86%, kadar protein

33,11%; kadar lemak 18,7%; dan kadar abu 4,94%. Jika dibandingkan

dengan belalang jenis Arcida cinerea kandungan protein dari belalang jenis

Melanoplus cinereus lebih kecil. Perbedaan kandungan protein dipengaruhi

oleh jenis belalang yang diteliti. Melanoplus cinereus merupakan serangga

herbivora yang berhabitat di pohon turi, ketela, dan jati (Ristek, 2013).

Sedangkan, Arcida cinerea merupkan jenis serangga yang banyak hidup di

lahan pertanian seperti sorgum, gandum, padi, dan kapas (Campbell, 2013).

Perbedaan habitat dari kedua jenis belalang menyebabkan perbedaan pakan

yang berpengaruh pada kandungan nutrisi belalang seperti protein ataupun

mineral.

Kandungan lemak dari tepung belalang sebesar 18,7% sedangkan

kandungan lemak belalang jenis Arcida cinerea adalah sebesar 8,3%

perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan jenis belalang dan proses

pengolahan. Proses pembuatan tepung belalang melewati tahapan

penggorengan, minyak yang digunakan untuk menggoreng akan

meningkatkan kandungan lemak pada tepung belalang sehingga kandungan

lemak dalam belalang menjadi lebih tinggi. Sedangkan Arcida cinerea yang

dianalisis, dikeringkan dengan metode pengovenan selama 72 jam sehingga

tidak ada penambahan lemak dari luar sehingga belalang memiliki

kandungan lemak yang rendah.

49

Page 50: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Kandungan abu dari tepung belalang Melanoplus cinereus dan Arcida

cinerea tidak berbeda jauh. Abu juga dapat menunjukan kandungan mineral

dalam bahan. Belalang mengandung komponen mineral seperti Kalium,

Natrium, Kalsium, Magnesium, Zink, Zat Besi, dan Fosfor (Ojewola and

Udom, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wang (2007) diketahui

bahwa belalang mengandung kitin. Kitin yang ada didalam tepung belalang

jenis Melanoplus cinereus akan dikarakterisasi menggunakan FTIR.

B. Identifikasi Kitin

Penelitian yang dilakukan Wang (2007) menunjukan bahwa belalang

jenis Arcida cinerea memiliki kandungan kitin sebesar 8,73%. Kandungan

kitin juga mungkin terdapat pada belalang jenis Melanoplus cinereus yang

diteliti karena serangga merupakan salah satu sumber dari kitin dan kitosan.

Kandungan kitin dalam bahan dapat mempengaruhi kecernaan, hal tersebut

terjadi karena kitin merupakan polisakarida N-acylated glucosamin yang

merupakan bagian dari protein kompleks sehingga enzim-enzim pencernaan

dalam saluran pencernaan bekerja secara terbatas. Oleh karena itu perlu

diketahui karakterisasi kitin pada belalang jenis Melanoplus cinereus

menggunakan metode FTIR. Berikut adalah hasil output dari FTIR untuk

sampel tepung belalang.

Gambar 4.1. Spektra IR Tepung Belalang

Tepung belalang dikarakterisasi untuk mengetahui gugus-gugus fungsi

sehingga dapat diketahui kandungan kitin secara kualitatif. Kitin merupakan

50

Page 51: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

senyawa kimia yang mengandung gugus amida dan gugus metil, dimana

gugus amida yang terkandung pada struktur kitin adalah –CN –CH C=O dan

–NH sedangkan gugus metil yang terkandung pada struktur kitin adalah –CH

dan CH3

Tabel 4.2 menunjukan karakteristik pita pada spektrum FTIR kitin.

Tabel 4.2. Karakteristik pita pada spektrum FTIR kitin

Bilangan Gelombang(cm-1)

Vibrasi

3344,34 Vibrasi ulur –OH2925,81 Vibrasi ulur simetri –CH3

2854,45 Vibrasi ulur –CH1745,46 Vibrasi ulur C=O dari amida I1650,95 Vibrasi ulur tekuk –NH dari amida II1375,15 Vibrasi dari deformasi simetri dari –CH3

1236,29 Vibrasi ulur –CN dari amida III

Berdasarkan Gambar 4.1 puncak serapan pada bilangan gelombang

3344,34 merupakan vibrasi ulur gugus –OH yang tumpang tindih dengan

gugus –NH. Kitin memiliki struktur kimia yang terdiri dari gugus amida dan

metil kedua gugus tersebut dapat menunjukan adanya kandungan kitin

dalam bahan. Serapan gugus amida pada FTIR adalah pada bilangan

gelombang 3300 untuk Amida A (–NH), bilangan gelombang 1600-1690

untuk amida I (C=O), bilangan gelombang 1480-1570 untuk amida II (–CN

dan –HN), dan bilangan gelombang 1229-1301 untuk amida III (–CN dan –

HN) (Sjahfirdi et al, 2012). Serapan gugus metil pada FTIR adalah pada

bilangan gelombang bilangan gelombang 2924 untuk vibrasi ulur –CH3

simetri, bilangan gelombang 2854 untuk vibrasi ulur –CN, dan bilangan

gelombang 1374 untuk vibrasi dari deformasi simetri –CH3 (Nugroho et

al.,2011).

4.2 Analisis Mie Belalang Tahap I

51

Page 52: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

4.2.1 Analisis Kimia

A. Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air

akan berpengaruh pada penampakan, tekstur, dan cita rasa. Bahan pangan

kering masih mengandung air walaupun dalam jumlah yang sedikit. Air dalam

bahan pangan dapat mempengaruhi acceptabillity, kesegaran, dan daya

tahan produk pangan (Winarno, 2004). Kandungan air dalam bahan pangan

dapat mempengaruhi kemerosotan mutu makanan secara kimia dan

mikrobiologi.

Gambar 4.2. Grafik Rerata Kadar Air Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata kadar air mie

belalang adalah 4,47-6,37%. Berdasarkan data penelitian, kadar air mie

belalang tidak menunjukan kecenderung peningkatan/penurunan dengan

meningkatnya proporsi tepung belalang. Penambahan proporsi tepung

belalang sebanyak 20% menghasilkan mie belalang dengan kandungan air

paling rendah yaitu sebesar 4,47% sedangkan penambahan proporsi tepung

belalang sebanyak 30% menghasilkan mie belalang dengan kandungan air

paling tinggi yaitu sebesar 6,37%.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.2) menunjukan bahwa penambahan

proporsi tepung belalang tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air mie

belalang. Rerata kadar air mie instan belalang disajikan pada Tabel 4.3.

52

5,20

6,06 5,84

4,47

6,006,37

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Kad

ar A

ir (

%)

Page 53: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Table 4.3 Rerata Kadar Air Mie Belalang Sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Tingkat Subtitusi % Air (bk) Tukey 5% Notasi5% 5,21 ± 1,34

2,04

a10 % 6,06 ± 2,68 a15 % 5,84 ± 0,75 a20 % 4,47 ± 0,70 a25 % 6,00 ± 3,01 a30 % 6,37 ± 2,44 a

Standar Mie (SNI) Max 10Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Penambahan tepung belalang tidak mempengaruhi kadar air mie

belalang, karena kadar air dipengaruhi oleh penambahan air pada masing-

masing adonan. Penambahan air pada adonan berbeda-beda dan dihentikan

ketika terbentuk adonan yang kalis, sehingga proporsi tepung belalang tidak

mempengaruhi kandungan air pada produk. Kandungan air yang rendah

pada produk menunjukan penambahan air sedikit untuk membentuk adonan

kalis.

Proses penggorengan akan menyebabkan kandungan air dalam bahan

pangan menurun. Hal ini terjadi karena, ketika bahan pangan ditempatkan

pada minyak panas temperatur permukaan bahan akan meningkat sehingga

menyebabkan air dalam bahan menguap. Penguapan air yang terjadi pada

bahan akan membentuk crust pada permukaan bahan (Fellow, 2000).

Produk mie instan yang dianjurkan SNI maksimal mengandung air

sebesar 10% apabila menggunakan proses penggorengan. Rerata hasil

analisis kandungan air mie belalang berkisar antara 4,477% hingga 6,378%

sehingga mie belalang telah memenuhi persyaratan Standar Nasional

Indonesia.

B. Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Komponen organik akan terbakar selama proses pembakaran sedangkan

komponen yang tak terbakar disebut abu. Kadar abu juga dikenal sebagai

unsur mineral. Unsur mineral yang banyak terdapat dalam tubuh adalah

natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang. Dalam tubuh,

53

Page 54: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

mineral akan bergabung dengan zat organik atau berbentuk ion-ion bebas

yang akan berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004).

Gambar 4.3. Grafik Rerata Kadar Abu Mie Belalang Sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata kadar abu dari

mie belalang adalah 0,65% - 1,27%. Berdasarkan data hasil analisis, kadar

abu cenderung meningkat dengan meningkatnya proporsi tepung belalang

walaupun pada penambahan tepung belalang sebanyak 10% dan 25% kadar

abu mengalami penurunan. Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak

10% menghasilkan mie belalang dengan kandungan abu paling rendah yaitu

sebesar 0,65% sedangkan penambahan proporsi tepung belalang sebanyak

30% menghasilkan mie belalang dengan kandungan abu paling tinggi yaitu

sebesar 1,27%.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.4) menunjukan penambahan proporsi

tepung belalang berpengaruh nyata terhadap kadar abu mie belalang. Rerata

kadar abu mie instan belalang disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Rerata Kadar Abu Mie Instan Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Tingkat Subtitusi % Abu (bk) Tukey 5% Notasi5% 0,71 ± 0,14 0,15 a

54

0,710,65

0,87

1,16 1,11

1,27

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Kad

ar A

bu

(%

)

Page 55: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

10 % 0,65 ± 0,21 ab15 % 0,87 ± 0,18 abc20 % 1,16 ± 0,03 bc25 % 1,11 ± 0,11 c30 % 1,27 ± 1,18 c

Standar Mie (SNI) 1-2 Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Berdasarkan hasil analisis penambahan tepung belalang menujukan

kecenderungan peningkatan pada kadar abu, kadar abu pada tepung

belalang sebesar 4,94% sehingga penambahan rasio tepung belalang pada

formulasi akan meningkatkan kadar abu pada produk mie. Penurunan pada

penambahan belalang sebesar 10% dan 25% disebabkan karena bentuk

tepung belalang yang tidak homogen sehingga pada proses pembuatan mie

atau analisis jumlah proporsi belalang berkurang secara tidak langsung

sehingga mengakibatkan kadar abu pada penambahan tepung belalang

sebanyak 10% dan 25% menurun.

Produk mie instan yang dianjurkan SNI maksimal mengandung abu

sebesar 1-2%. Rerata hasil analisis kandungan abu mie belalang berkisar

antara 0,65% hingga 1,27% sehingga mie belalang telah memenuhi

persyaratan Standar Nasional Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh

Fetriyuna et al (2011) menunjukan bahwa penambahan ikan teri pada

formulasi mie instan akan menghasilkan mie instan dengan kadar abu

sebesar 1-2%. Abu biasanya menunjukan kandungan mineral pada produk,

kandungan mineral tertinggi yang terkandung pada mie instan dengan

penambahan tepung ikan teri adalah kalsium.

C. Kadar Lemak

Lemak merupakan komponen makromolekul yang dibutuhkan tubuh

karena lemak merupakan salah satu sumber energi utama yang memiliki

kalori paling besar dalam 1 gram lemak mengandung energi sebesar 9 kkal.

Dalam pengolahan bahan pangan lemak ditambahkan sebagai media

penghantar panas, penambah kalori, perbaikan tekstur, dan penambah cita

rasa makanan (deMan, 2012).

55

Page 56: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Gambar 4.4. Grafik Rerata Kadar Lemak Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata kadar lemak

mie belalang adalah 18.52-25.35%. Berdasarkan data hasil analisis, kadar

lemak cenderung meningkat dengan meningkatnya proporsi tepung belalang.

Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 5% menghasilkan mie

belalang dengan kandungan lemak paling rendah yaitu sebesar 18.52%

sedangkan penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 30%

menghasilkan mie belalang dengan kandungan lemak paling tinggi yaitu

sebesar 25.35%.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.6) menunjukan penambahan proporsi

tepung belalang berpengaruh nyata terhadap kadar lemak mie belalang.

Rerata kadar lemak mie instan belalang disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Rerata Kadar Lemak Mie Instan Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Tingkat Subtitusi % Lemak (bk) Tukey 5% Notasi5% 18,51 ± 0,34 0,69 a

10 % 19,11 ± 0,97 a

56

18,51 19,11 19,9021,17

23,3625,35

0

5

10

15

20

25

30

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Kad

ar L

emak

(%

)

Page 57: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

15 % 19,90 ± 0,87 ab20 % 21,17 ± 0,93 b25 % 23,36 ± 0,18 c30 % 25,35 ± 0,30 d

Kontrol 21,19Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%2. Mie instan komersial yang beredar di pasar

Kandungan lemak pada mie instan komersial sebesar 21,17%.

Sedangkan lemak pada mie belalang bervariasi dengan kandungan lemak

tertinggi sebesar 25,35%. Kadar lemak cenderung meningkat dengan

meningkatnya proporsi tepung belalang. Kandungan lemak pada tepung

belalang sebesar 18,75% sehingga penambahan rasio belalang pada

formulasi akan meningkatkan kadar lemak pada mie belalang. Proses

penggorengan pada tahapan pembuatan tepung belalang dan mie instan

mempengaruh peningkatan kandungan lemak pada produk mie.

Penelitian yang dilakukan oleh Fetriyuna et al (2011) menunjukan

penambahan ikan teri pada formulasi mie instan akan menghasilkan mie

instan dengan kadar lemak sebesar 19,65-23,50 %. Proses penggorengan

akan menghilangkan kandungan air dalam bahan kemudian minyak yang

berperan sebagai media penghantar panas akan berpindah pada permukaan

bahan yang digoreng melalui proses absorbsi dan penyerapan (Estiasih dan

Ahmadi, 2009). Sehingga kandungan lemak dalam produk akan meningkat

apabila memasuki tahapan penggorengan.

D. Kadar Protein

Protein merupakan makromolekul yang tersusun dari asam amino.

Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh ketika keperluan energi

tubuh tidak dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein juga menjadi zat

pembangun karena protein merupakan komponen pembentuk jaringan baru

yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein juga bertugas untuk mengganti

jaringan-jaringan yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama protein

dalam tubuh adalah untuk membangun jaringan baru dan mempertahankan

jaringan yang telah ada (Winarno, 2004).

57

Page 58: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Gambar 4.5. Grafik Rerata Kadar Protein Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata kadar protein

mie belalang adalah 10.583-17.2%. Berdasarkan data hasil analisis, kadar

protein cenderung meningkat dengan meningkatnya proporsi tepung

belalang. Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 5% menghasilkan

mie belalang dengan kandungan protein paling rendah yaitu sebesar 10,58%

sedangkan penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 30%

menghasilkan mie belalang dengan kandungan protein paling tinggi yaitu

sebesar 17,20%.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.8) menunjukan penambahan proporsi

tepung belalang berpengaruh nyata terhadap kadar protein mie belalang.

Rerata kadar protein mie instan belalang disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Rerata Kadar Protein Mie Instan Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

58

10,58

12,3013,55 13,74

15,15

17,20

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Kad

arP

rote

in (

%)

Page 59: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tingkat Subtitusi % Protein (bk) Tukey 5% Notasi5% 10,58 ± 0,13

0,46

a10 % 12,30 ± 0,98 b15 % 13,55 ± 0,41 bc20 % 13,74 ± 0,19 c25 % 15,15 ± 0,02 d30 % 17,20 ± 0,32 e

Standar Mie (SNI) Min 8Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Penambahan tepung belalang menunjukan kecenderungan

peningkatan protein mie belalang, kandungan protein pada tepung belalang

sebesar 33,11% sehingga penambahan rasio belalang pada formulasi akan

meningkatkan kadar protein pada produk mie.

Produk mie instan yang dianjurkan SNI minimal mengandung protein

sebanyak 8% apabila menggunakan tepung terigu sebagai bahan dasar.

Rerata hasil analisis kandungan protein mie belalang berkisar antara 10,58%

hingga 17,20% sehingga mie belalang telah memenuhi syarat sesuai dengan

SNI. Produk mie instan yang berada dipasaran rata-rata mengandung 9 gram

protein dalam satu takaran saji atau mengandung protein sebanyak 10,58%.

Kandungan protein pada penambahan tepung belalang sebanyak 5% tidak

berbeda dengan kandungan protein pada mie instan komersial. Namun

penambahan tepung belalang sebanyak 10% hingga 30% menunjukan

kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan mie instan komersial.

Penelitian yang dilakukan oleh Fetriyuna et al (2011) menunjukan

penambahan ikan teri pada formulasi mie instan akan menghasilkan mie

instan dengan kadar protein sebesar 14,28-20,80 %. Lebih tinggi

dibandingkan penambahan tepung belalang. Hal tersebut terjadi karena

kandungan protein tepung ikan teri yang digunakan lebih tinggi yaitu 53,15%

dibandingkan dengan tepung belalang yaitu 33,11%.

E. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber kalori bagi sebagian masyarakat dunia.

Walaupun dalam 1 gram karbohidrat hanya menyediakan kalori sebanyak 4

kkal namun karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah dibandingkan

protein dan lemak. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam

menentukan karakteristik bahan makanan seperti rasa, tekstur, dan warna.

Sedangkan didalam tubuh karbohidrat mencegah timbulnya ketosis,

59

Page 60: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan

membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 2004).

Gambar 4.6. Grafik Rerata Kadar Karbohidrat Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata kadar

karbohidrat mie belalang menggunakan metode by difference adalah sebesar

49,79%-65,97%. Berdasarkan data yang didapat, penambahan proporsi

tepung belalang sebanyak 30% menghasilkan mie belalang dengan

kandungan karbohidrat paling rendah yaitu sebesar 49,79% sedangkan

penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 5% menghasilkan mie

belalang dengan kandungan karbohidrat paling tinggi yaitu sebesar 65,97%.

Penelitian yang dilakukan oleh Fetriyuna et al (2011) menunjukan

penambahan ikan teri pada formulasi mie instan akan menghasilkan mie

instan dengan kadar karbohdrat sebesar 50,11-60,30 %. Karbohidrat

merupakan gat gizi makro yang akan dicerna dan menghasilkan glukosa,

energi, ataupun serat makanan. Fungsi utama karbohidrat untuk

menyediakan energi (Hardinsyah et al., 2012).

Kalori merupakan satuan ukur yang menyatakan nilai energi. Kalori

berkaitan dengan konsumsi energi yang kita peroleh dari makanan atau

minuman. Kalori juga dapat berarti penggunaan energi pada aktivitas kerja.

Zat gizi utama penyusun makanan adalah karbohidrat, protein dan lemak.

60

65,9761,87 59,83 59,44

54,3649,79

0

10

20

30

40

50

60

70

Tingkat 5% Tingkat10%

Tingkat15%

Tingkat20%

Tingkat25%

Tingkat30%

Tingkat Subtitusi

Kad

ar K

arb

oh

idra

t (%

)

Page 61: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

472,62468,67

472,62

482,49

488,28

496,11

450

455

460

465

470

475

480

485

490

495

500

Tingkat5%

Tingkat10%

Tingkat15%

Tingkat20%

Tingkat25%

Tingkat30%

Tingkat Subtitusi

Kal

ori

(kk

al)

Ketiga zat gizi inilah yang mempengaruhi kandungan kalori makanan

(Anonim, 2013). Kandungan kalori mie instan belalang berdasarkan zat gizi

utama tersaji pada Grafik 4.7.

Gambar 4.7. Grafik Rerata Kadar Kalori Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Nilai kalori dihitung dari komposisi karbohidrat, lemak, dan protein.

Kandungan lemak yang tinggi menghasilkan kalori yang tinggi karena lemak

menyumbangkan 9 kkal untuk satu gram. Mie instan komersial yang ada

dipasaran memiliki kandungan kalori sebesar 330 kkal lebih rendah

dibandingkan dengan produk mie instan belalang yang berkisar antara

468,67 kkal – 496,11 kkal.

Menurut Hardinsyah et al., (2012) kebutuhan energi untuk anak-anak

usia 1-3 tahun adalah 1130 kkal setiap harinya. Konsumsi mie belalang

sebanyak 100 gram mampu memenuhi kebutuhan kalori tubuh sebesar

42,48%.

61

Page 62: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

0,85

0,6

1,45

0,35 0,3

00

0,5

1

1,5

2

2,5

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Day

a P

atah

(N

)

4.2.2 Karakteristik Fisik

A. Daya Patah

Daya patah adalah nilai gaya yang berhubungan dengan tekanan untuk

mematahkan produk. Daya patah mie merupakan salah satu parameter

ketahanan mie terhadap perlakuan mekanis (Yuwono, 1998). Daya patah

menunjukan sifat kerenyahan mie saat belum dimasak.

Gambar 4.8. Grafik Rerata Daya Patah Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata daya patah dari

mie instan belalang adalah 0,3N -1,45N . Berdasarkan data hasil analisis,

daya patah cenderung meningkat dengan meningkatnya penambahan

tepung belalang. Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 10%

menghasilkan mie belalang dengan daya patah paling rendah yaitu sebesar

0,5N sedangkan penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 5%

menghasilkan mie belalang dengan daya putus paling tinggi yaitu sebesar

1,9N.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.10) menunjukan penambahan

proporsi tepung belalang berpengaruh nyata terhadap kandungan daya

patah pada mie belalang. Rerata daya patah mie instan belalang disajikan

pada Tabel 4.7.

62

Page 63: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tabel 4.7. Rerata Daya Patah Mie Instan Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Tingkat Subtitusi Daya Patah Tukey 5% Notasi5% 0,85 ± 0,07

0,21

a10% 0,60 ± 0,14 ab15% 1,45 ± 0,49 ab20% 0,35 ± 0,07 b25% 0,30 ± 0 b30%* - -

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%2. * Produk tidak dapat dihitung menggunakan alat Tensile Strenght

Penambahan belalang sebanyak 15% menghasilkan produk mie

dengan daya patah paling tinggi hal ini disebabkan karena kandungan

protein yang terkandung dalam mie akan terdenaturasi apabila terkena

panas yang akan merubah produk menjadi rigid atau kaku sehingga daya

patah cenderung meningkat dengan penambahan tepung balalang (Carley

and Howath, 2008). Kandungan protein dalam tepung akan meningkatkan

daya patah karena protein dalam tepung akan menghasilkan struktur yang

kuat (Oh et al, 1983).

Proporsi tepung terigu yang yang digunakan semakin menurun

sehingga daya patah produk rendah. Tepung terigu merupakan salah satu

faktor yang berpengaruh pada daya patah produk. Tepung terigu memiliki

kandungan gluten yang terdiri dari protein glutenin dan gliadin yang apabila

bereaksi dengan air akan membentuk terbentuk ikatan disulfida dan ikatan

non kovalen yang akan memberikan kekuatan pada adonan. (Kuktaite,

2004). Penambahan proporsi tepung belalang yang tidak seragam

menyebabkan tekstur dari mie belalang dengan penambahan proporsi

belalang yang semakin tinggi menghasilkan tekstur yang putus-putus

sehingga nilai daya patah cenderung menurun.

Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 30% menghasilkan

mie dengan penampakan yang putus-putus sehingga tidak dapat dilakukan

analisis daya patah. Penambahan tepung belalang yang berukuran tidak

seragam menyulitkan proses pencetakan sehingga tidak dapat terbentuk

produk mie yang diharapkan.

63

Page 64: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

B. Daya Putus

Daya putus merupakan besar gaya tiap satuan luas penampang bahan

yang dibutuhkan untuk memutus suatu produk (Yuwono, 1998). Gaya yang

diberikan berbanding lurus dengan elastisitas produk mie atau semakin tinggi

gaya yang diberikan maka mie memiliki elastisitas yang tinggi.

Gambar 4.9. Grafik Rerata Daya Putus Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata daya putus dari

mie instan belalang adalah 0,07N - 0,17N. Berdasarkan data hasil analisis,

daya putus cenderung menurun dengan meningkatnya proporsi tepung

belalang. Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 20% dan 25%

menghasilkan mie belalang dengan daya putus paling rendah yaitu sebesar

0,07N sedangkan penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 5%

menghasilkan mie belalang dengan daya putus paling tinggi yaitu sebesar

0,17N.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.12) menunjukan penambahan

proporsi tepung belalang tidak berpengaruh nyata terhadap daya putus pada

mie belalang. Rerata daya putus mie instan belalang disajikan pada Tabel

4.8.

64

0,17

0,13 0,13

0,07 0,07

00

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Day

a P

utu

s (N

)

Page 65: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tabel 4.8. Rerata Daya Putus Mie Instan Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Proporsi Belalang Daya Putus (N) Tukey 5% Notasi5% 0,17 ± 0,05

1,22

a10 % 0,13 ± 0,11 a15 % 0,13 ± 0,05 a20 % 0,07 ± 0,05 a25 % 0,07 ± 0,05 a30 %* - -Kontrol 0,45

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%2. Mie instan komersial yang beredar di pasar3. * Produk tidak dapat dihitung menggunakan alat Tensile Strenght

Mie instan komersial memiliki daya putus sebesar 0,45N. Sedangkan

rerata hasil analisis daya putus mie belalang berkisar antara 0,07N hingga

0,17N jauh lebih kecil dibandingkan produk mie instan komersial.

Penambahan bahan lain seperti penambahan tepung tapioka, garam, dan

garam alkali belum mampu meningkatkan daya putus dari produk mie

belalang. Tepung tapioka ditambahkan untuk menurunkan suhu gelatinisasi

sehingga dapat menghasilkan kualitas mie menjadi lebih elastis (Yu, 2003).

Garam ditambahkan untuk memperkuat tekstur mie dan meningkatkan

fleksibilitas dan elastisitas mie sedangkan garam alkali yang ditambahkan

untuk mempercepat pengikatan gluten (Koeswara, 2009)

Zat aditif lain perlu ditambahkan pada formulasi mie untuk

meningkatkan daya putus produk. Zat aditif berperan sebagai bentuk

modifikasi untuk memperbaiki sifat bahan pangan sebelumnya. Pada produk

mie, zat aditif yang dapat ditambahkan untuk meningkatkan elastisitas

adonan adalah isolat protein kedelai, karboksilmetil selulosa, atau pati

termodifikasi karena bahan-bahan tersebut dapat digunakan sebagai

emulsifier, stabilisasi, dan membentuk tekstur mie yang kenyal dan elastis

(Witono et al., 2012).

Kandungan gluten berpengaruh pada daya putus mie, semakin rendah

kandungan gluten maka terjadi penurunan daya putus. Gluten yang terbentuk

dari protein prolamin dan glutenin akan membentuk adonan yang elastis

dengan penambahan air dan tekanan mekanis. Gluten juga mampu berikatan

dengan granula pati membentuk gel yang kuat sehingga daya putus dapat

meningkat (deMan, 2012).

65

Page 66: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Penambahan tepung belalang sebesar 30% menghasilkan produk mie

yang patah-patah sehingga tidak dapat dilakukan analisis daya putus.

Tepung belalang yang berukuran tidak seragam menyulitkan proses

pencetakan sehingga tidak dapat terbentuk produk mie yang diharapkan.

Peningkatan rasio tepung belalang pada formulasi mie menunjukan

kecenderungan penurunan daya putus produk mie, penurunan tersebut

diakibatkan karena kandungan gluten yang semakin rendah dan ukuran

partikel tepung belalang yang tidak homogen sehingga mengurangi

elastisitas produk mie.

C. Daya Serap Air

Daya serap air adalah kemampuan mie untuk menyerap air. Daya

serap air berhubungan dengan rasio pengembangan. Daya serap air yang

terlalu tinggi tidak diharapkan karena granula pati akan mudah pecah yang

menyebabkan mie menjadi lunak.

Gambar 4.10 Grafik Rerata Daya Serap Air sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata daya serap air

dari mie belalang adalah 209,37%-220,22%. Berdasarkan data hasil

analisis, daya serap air cenderung meningkat dengan meningkatnya proporsi

tepung belalang. Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 10%

menghasilkan mie belalang dengan daya serap air paling rendah yaitu

66

217,01 209,37 209,78 218,01 220,22 219,39

0

50

100

150

200

250

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Day

a S

erap

Air

(%

)

Page 67: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

sebesar 209,37% sedangkan penambahan proporsi tepung belalang

sebanyak 25% menghasilkan mie belalang dengan daya putus paling tinggi

yaitu sebesar 220,22%.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.14) menunjukan penambahan

proporsi tepung belalang tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air

pada mie belalang. Rerata daya serap air mie instan belalang disajikan pada

Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Rerata Daya Serap Air Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Proporsi Belalang

Daya Serap Air (%)

Tukey 5% Notasi

5% 217,01 ± 8,99

11,20

a10 % 209,37 ± 18,56 a15 % 209,78 ± 2,33 a20 % 218,01 ± 4,33 a25 % 220,22 ± 11,30 a30 % 219,39 ± 14,22 a

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Daya serap air dipengaruhi oleh kandungan pati, gluten, lemak, dan

protein. Semakin tinggi kandungan pati dalam bahan maka kemampuan

penyerapan air produk mie semakin besar karena granula pati mampu

membengkak dalam ukuran yang besar atau disebut peristiwa gelatinisasi,

setelah pati mengalami proses gelatinisasi kemudian dilakukan proses

pengeringan molekul pati tidak dapat kembali ke sifat awal namun pati masih

dapat menyerap air dalam jumlah besar (Winarno, 2004). Gluten

berpengaruh pada penyerapan air, semakin banyak kandungan gluten maka

penyerapan air akan semakin tinggi karena untuk terbentuk gluten diperlukan

air sehingga kemampuan mengikat air meningkat (deMan, 2012). Kandungan

protein dan lemak dapat menghambat daya serap air karena kedua bahan

tersebut akan membentuk ikatan kompleks terhadap pati. Selain itu

kandungan protein yang tinggi dalam bahan akan menurunkan daya serap

air terutama apabila protein mengalami denaturasi. Denaturasi protein

mengakibatkan pemutusan ikatan hidrogen pada struktur protein sehingga

kemampuan ikat airnya menurun (Pratama, 2014).

Berdasarkan hal tersebut, penambahan rasio tepung belalang

seharusnya akan menurunkan kemampuan daya serap air produk mie

67

Page 68: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

karena kandungan pati dan gluten dalam bahan menurun sedangkan

kandungan lemak dan protein meningkat. Perbedaan terjadi mungkin

disebabkan karena penambahan tepung belalang dalam formulasi

menyebabkan tekstur mie yang dihasilkan semakin patah-patah, hal ini

menyebabkan luas permukaan dari mie yang diuji lebih luas sehingga

penyerapan air menigkat.

D. Waktu Rehidrasi

Waktu rehidrasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan

titik putih dibagian tengah pada bagian untaian mie pada saat proses

pemasakan. Waktu rehidrasi merupakan parameter penting dalam mie instan

karena mie instan harus memiliki waktu yang singkat pada saat proses

pemasakan (Putra, 2008).

3,343,58

3,41 3,38 3,29 3,28

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Wak

tu R

ehid

rasi

(m

enit

)

Gambar 4.11. Rerata Waktu Rehidrasi sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata waktu rehidrasi

dari mie belalang adalah 3,28 – 3,58 menit. Berdasarkan data hasil analisis,

waktu rehidrasi cenderung menurun dengan meningkatnya penambahan

tepung belalang. Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 30%

menghasilkan mie belalang dengan waktu rehidrasi paling rendah yaitu

68

Page 69: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

sebesar 3,28 menit sedangkan penambahan proporsi tepung belalang

sebanyak 10% menghasilkan mie belalang dengan waktu rehidrasi paling

tinggi yaitu sebesar 3,58 menit.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.16) menunjukan penambahan

proporsi tepung belalang tidak berpengaruh nyata terhadap waktu rehidrasi

mie belalang. Rerata waktu rehidrasi mie instan belalang disajikan pada

Tabel 4.10

Tabel 4.10. Rerata Waktu Rehidrasi Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Tingkat SubtitusiWaktu Rehidrasi

(menit)Tukey 5% Notasi

5% 3,34 ± 0,04

0,18

a10 % 3,58 ± 0,38 a15 % 3,41 ± 0,12 a20 % 3,38 ± 0,07 a25 % 3,29 ± 0,10 a30 % 3,28 ± 0,11 a

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Mie instan merupakan produk pangan yang terbuat dari tepung terigu

yang siap dihindangkan dengan cara dimasak atau diseduh dengan air

mendidih paling lama 5 menit. Hasil penelitian menunjukan bahwa waktu

pemasakan semua perlakuan memerlukan waktu 3-4 menit dan tidak

melebihi waktu maksimal penyeduhan mie instan yaitu 5 menit.

Waktu rehidrasi berhubungan dengan penyerapan air, semakin tinggi

daya serap air maka waktu rehidrasi akan semakin cepat. Air yang diserap

kedalam produk mie akan membantu proses reaksi antara protein dan pati,

membentuk adonan yang porus, membentuknya CO2 sehingga mempercepat

waktu rehidrasi. Selain itu kandungan gluten yang tinggi dalam bahan akan

menyebabkan waktu rehidrasi lebih lama karena gandum memerlukan suhu

tinggi untuk tergelatinisasi (deMan, 2012).

69

Page 70: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

E. Cooking Loss

Cooking loss merupakan nilai yang diberikan pada banyaknya padatan

yang keluar kedalam air selama proses pemasakan. Hal ini terjadi karena

lepasnya pati kemudian tersuspensi pada larutan air sehingga

mengakibatkan air hasil rebusan mie menjadi keruh dan kental. Cooking loss

merupakan parameter mutu yang berkaitan dengan kualitas mie yang telah

dimasak. Cooking loss yang diharapkan adalah yang bernilai kecil karena

nilai cooking loss yang rendah menunjukkan bahwa tekstur mie homogen

(Putra, 2008).

0,120,15 0,15

0,180,2

0,26

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

0,45

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Pre

sen

tase

Co

oki

ng

Lo

ss (

%)

Gambar 4.12 Rerata Cooking loss Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata Cooking loss

dari mie belalang adalah 0,12 – 0,26%. Berdasarkan data yang didapat,

cooking loss cenderung meningkat dengan meningkatnya penambahan

tepung belalang. Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 5%

menghasilkan mie belalang dengan cooking loss paling rendah yaitu sebesar

0,12% sedangkan penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 30%

menghasilkan mie belalang dengan cooking loss paling tinggi yaitu sebesar

0,26%.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.18) menunjukan penambahan

proporsi tepung belalang tidak berpengaruh nyata terhadap cooking loss

70

Page 71: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

pada produk mie belalang. Rerata cooking loss mie instan belalang disajikan

pada Tabel 4.11

Tabel 4.11.Rerata Cooking Loss Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Tingkat Subtitusi Cooking loss (%) Tukey 5% Notasi5% 0,12 ± 0,004

0,07

a10 % 0,15 ± 0,02 a15 % 0,15 ± 0,08 a20 % 0,18 ± 0,01 a25 % 0,20 ± 0,04 a30 % 0,26 ± 0,16 a

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Cooking loss tertinggi terjadi pada penambahan tepung belalang

sebanyak 30%. Hal tersebut terjadi karena penurunan kadar gluten pada

bahan sehingga mengakibatkan ikatan antar komponen melemah. Selain itu

ukuran partikel tepung belalang yang tak seragam mengakibatkan cooking

loss juga tinggi karena adonan tidak tercampur secara homogen.

Cooking loss disebabkan karena lemahnya ikatan antar adonan

sehingga banyak komponen yang larut selama pemasakan, lemahnya ikatan

antar adonan disebabkan karena ukuran partikel yang tidak homogen

(Winarno, 2004). Tepung belalang yang digunakan sebagai bahan baku tidak

memilki tekstur sehalus tepung terigu sehingga pada proses pencampuran

bahan tidak terbentuk adonan yang homogen yang menyebabkan cooking

loss tinggi pada saat perebusan.

Kandungan amilosa berpengaruh pada cooking loss, semakin tinggi

kandungan amilosa menyebabkan amilosa terlepas pada saat terjadi

gelatinisasi karena pada saat gelatinisasi berlangsung struktur granula

terbuka besar dan menyebabkan komponen amilosa terlepas (Winarno,

2004). Kandungan gluten yang tinggi dapat mencegah terjadinya cooking

loss karena gluten dapat membentuk kompleks dengan pati sehingga

lepasnya amilosa dalam granula sedikit (Rosa, 2004).

F.Kecerahan (L*)

71

Page 72: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Warna merupakan salah satu parameter yang menentukan kesukaan

konsumen terhadap produk. Warna bukan merupakan zat/benda melainkan

melainkan suatu sensasi seseorang oleh karena adanya rangsangan dari

energi radiasi yang jatuh pada indra/retina mata. Pengukuran warna

menggunakan alat color reader, alat ini akan membedakan warna

berdasarkan nilai L* atau kecerahan nilai a* atau kemerahan dan nilai b* atau

kehijauan. Nilai L* memiliki nilai dari 0-100, dimana nilai 0 menunjukan warna

hitam dan nilai 100 menunjukan warna putih (Pomeranz and Meloand, 1994).

49,13

41,58 39,91 41,7339,16 39,36

0

10

20

30

40

50

60

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Nil

ai K

ecer

ahan

War

na

(L*)

Gambar 4.13. Grafik Rerata Nilai Kecerahan (L*) sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa rerata kecerahan dari

mie belalang adalah 39,16 – 49,13. Berdasarkan data hasil analisis,

kecerahan cenderung menurun dengan meningkatnya penambahan tepung

belalang. Penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 25%

menghasilkan mie belalang dengan kecerahan paling rendah yaitu sebesar

39,16 sedangkan penambahan proporsi tepung belalang sebanyak 5%

menghasilkan mie belalang dengan kecerahan paling tinggi yaitu sebesar

49,13.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.20) menunjukan bahwa penambahan

proporsi tepung belalang berpengaruh nyata terhadap kecerahan mie

belalang. Rerata intensitas kecerahan mie instan belalang disajikan pada

Tabel 4.12

72

Page 73: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tabel 4.12. Rerata Intensitas Kecerahan Pada Mie Instan Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Tingkat Subtitusi Kecerahan Tukey 5% Notasi5% 49,13 ± 2,10

2,88

a10 % 41,58 ± 2,26 ab15 % 39,91 ± 2,06 b20 % 41,73 ± 3,76 ab25 % 39,16 ± 1,50 b30 % 39,36 ± 4,42 b

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Berdasarkan hasil analisis penambahan tepung belalang menunjukan

kecenderungan penurunan tingkat kecerahan namun pada tingkat subtitusi

20% dan 30% terjadi peningkatan kecerahan. Penambahan rasio tepung

belalang pada formulasi adonan akan menyebabkan penurunan tingkat

kecerahan mie belalang dikarenakan tepung belalang yang ditambahkan

berwarna gelap (coklat). Sedangkan peningkatan kecerahan pada tingkat

subtitusi 20% dan 30% disebabkan karena pada proses pembuatan mie

dilakukan teknik penggorengan yang menyebabkan warna mie cenderung

menjadi gelap. Proses penggorengan dengan waktu yang tidak sama

memungkinkan perbedaan dari kecerahan produk mie belalang. Timbulnya

warna pada produk disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard.

Intensitas dari warna produk bergantung pada waktu dan suhu

penggorengan (Ernawati, 2011).

4.2.3 Analisis Organoleptik

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

pengindraan yang diartikan sebagai kesadaran atau pengenalan alat indra

terhadap sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra.

Pengindraan juga dapat berupa reaksi mental terhadap rangsangan yang

diterima indra, reaksi tersebut dapat berupa sikap menyukai/tidak menyukai atau

mendekati/menjauhi (UMS, 2013).

Salah satu pengujian organoleptik dapat menggunakan uji kesukaan/uji

hedonik. Uji hedonik sering digunakan untuk menilai secara organoleptik

terhadap komoditas yang sama atau produk pengembangan sehingga uji

hedonik sering digunakan untuk menilai produk akhir. Uji hedonik menggunakan

73

Page 74: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

skala berupa skala numerik sehingga dapat dianalisis secara statistika (UMS,

2013). Uji hedonik mie instan belalang dinilai dari skor 1 (sangat tidak suka)

sampai dengan 7 (sangat suka) oleh 20 orang panelis. Parameter yang diamati

dalam uji hedonik adalah warna, aroma, tekstur, rasa mie matang, dan rasa mie

kering.

A. Kesukaan Terhadap Warna

Warna merupakam indikator pertama yang berperan pada persepsi

konsumen karena warna merupakan faktor yang dapat langsung dilihat oleh

konsumen. Warna yang menarik dapat mempengaruhi selera konsumen dan

membangkitkan selera makan konsumen (Wahyuni, 2011).

5,25

3,90

4,60

4,003,65

3,20

0

1

2

3

4

5

6

7

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Nil

ai W

arn

a

Gambar 4.14. Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Warna sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Pada uji hedonik dilakukan uji kesukaan terhadap mie instan yang telah

dimasak. Rerata nilai kesukaan terhadap warna mie belalang antara 3 - 5

(agak tidak suka - suka). Penambahan proporsi belalang sebanyak 5%

menunjukkan kesukaan terhadap warna paling tinggi sedangkan

penambahan proporsi belalang sebanyak 30% menunjukkan kesukaan

terhadap warna paling rendah.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.22) menunjukan bahwa penambahan

proporsi tepung belalang berpengaruh nyata terhadap kesukaan warna mie

belalang. Rerata skor kesukaan warna mie instan belalang disajikan pada

Tabel 4.13

74

Page 75: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tabel 4.13.Rerata Skor Kesukaan Warna Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Proporsi Belalang Rerata Tukey 5% Keterangan5% 5,20 a

1,27

Suka10 % 3,90 bc Agak Suka15 % 4,60 ab Suka20 % 4,00 bc Agak Suka25 % 3,65 bc Suka30 % 3,20 c Agak Tidak Suka

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Tabel 4.12 menunjukan tingkat kesukaan panelis terhadap warna mie

belalang bervariasi. Penambahan proporsi belalang menurunkan tingkat

kesukaan warna karena produk mie yang dihasilkan cenderung berwarna

gelap. Produk yang berwarna gelap tidak disukai panelis karena tidak seperti

mie instan yang berada di pasar yang berwarna kuning cerah.

B.Kesukaan Terhadap Aroma

Aroma merupakan indikator yang dapat memberikan penilaian dengan

cepat tentang penerimaan produk apakah diterima atau ditolak. Aroma

meliputi berbagai sifat seperti harum, amis, apek, dan sebagainya. Aroma

atau bau sulit untuk diukur sehingga setiap orang memiliki pendapat yang

berbeda-beda terhadap kualitas aroma karena dipengaruhi oleh berbagai

faktor seperti perbedaan ambang batas pada berbagai aroma (Wahyuni,

2011).

75

Page 76: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

4,40 4,254,00

4,604,10 4,25

0

1

2

3

4

5

6

7

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Nil

ai A

rom

a

Gambar 4.15. Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Aroma sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Pada uji hedonik dilakukan uji kesukaan terhadap mie instan yang telah

dimasak. Rerata nilai kesukaan aroma terhadap mie belalang antara 4 – 5

(agak suka – suka). Penambahan proporsi belalang sebanyak 20%

menunjukkan kesukaan terhadap aroma paling tinggi sedangkan

penambahan proporsi belalang sebanyak 15% menunjukkan kesukaan

terhadap aroma paling rendah.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.24) menunjukan bahwa penambahan

proporsi tepung belalang tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan aroma

mie belalang. Rerata skor kesukaan warna mie instan belalang disajikan

pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14. Rerata Skor Kesukaan Aroma Mie Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Tingkat Subtitusi Rerata Tukey 5% Notasi5% 4,40 a

1,26

Agak Suka10 % 4,25 a Agak Suka15 % 4,00 a Agak Suka20 % 4,61 a Suka25 % 4,10 a Agak Suka30 % 4,25 a Agak Suka

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

76

Page 77: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tabel 4.13 menunjukan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mie

berada pada range yang sama. Penambahan proporsi belalang memberikan

aroma yang berbeda pada produk mie karena belalang memiliki aroma yang

khas. Aroma khas belalang ini tidak akrab dengan panelis sehingga panelis

agak menyukai aroma mie belalang. Mie instan komersial biasanya tidak

memiliki aroma yang kuat karena pada umumnya aroma mie instan berasal

dari bumbu yang ditambahkan bukan berasal dari mie instan itu sendiri.

C. Kesukaan Terhadap Tekstur

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang diamati dengan melihat dan

dirasakan pada saat dikunyah, ditelan, atau diraba menggunakan jari.

Tekstur dapat langsung terlihat dari penampilan fisik produk sehingga

berpengaruh pada penilaian diterima atau tidak produk tersebut. Tekstur juga

dapat berarti hasil pengamatan yang berupa sifat lunak, liat, keras, halus,

kasar, dan sebagainya (Wahyuni, 2011).

4,554,2

4,5

3,754

3,4

0

1

2

3

4

5

6

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Nil

ai T

ekst

ur

Gambar 4.16.Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Tekstur sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Pada uji hedonik dilakukan uji kesukaan terhadap tekstur mie instan yang

telah dimasak. Rerata nilai kesukaan aroma terhadap mie belalang antara 3

– 5 (agak tidak suka – suka). Penambahan proporsi belalang sebanyak 5%

menunjukkan kesukaan terhadap aroma paling tinggi sedangkan

penambahan proporsi belalang sebanyak 30% menunjukkan kesukaan

terhadap aroma paling rendah.

77

Page 78: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.26) menunjukan bahwa penambahan

proporsi tepung belalang berpengaruh nyata terhadap kesukaan aroma mie

belalang. Rerata skor kesukaan warna mie instan belalang disajikan pada

Tabel 4.15

Tabel 4.15. Rerata Skor Kesukaan Tekstur Mie Instan Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Proporsi Belalang Rerata Tukey 5% Keterangan5% 4,55 a

1,22

Suka10 % 4,20 ab Agak Suka15 % 4,50 ab Suka20 % 3,75 ab Agak Suka25 % 4,00 ab Agak Suka30 % 3,40 b Agak Tidak Suka

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Tabel 4.14 menunjukan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur mie

bervariatif. Penambahan proporsi belalang menghasilkan tekstur mie yang

tidak homogen, penambahan proporsi tepung belalang yang terlalu tinggi

menyebabkan penurunan kesukaan tekstur pada panelis. Tepung belalang

dalam adonan mie tidak dapat tercampur dengan sempurna dan ukuran

partikel dari tepung belalang yang tidak sesuai menyebabkan mie

menghasilkan tekstur yang berpasir.

D. Kesukaan Terhadap Rasa

Rasa tidak hanya dirasakan oleh indra perasa saja namun keempat indra

lainnya seperti pengelihatan, pendengaran, dan sentuhan yang akan

memberikan sensasi yang diwujudkan bersama dengan kelima indra

(Soekarto, 1985)

78

Page 79: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

4,05 3,95 3,953,65

4,053,7

0

1

2

3

4

5

6

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Nil

ai R

asa

Mat

ang

Gambar 4.17. Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Rasa sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Pada uji hedonik dilakukan uji kesukaan rasa terhadap mie instan yang

telah dimasak. Rerata nilai kesukaan rasa terhadap mie belalang sama yaitu

memiliki skor 4 (agak suka). Penambahan proporsi belalang sebanyak 10%

dan 25% menunjukkan kesukaan terhadap rasa paling tinggi sedangkan

penambahan proporsi belalang sebanyak 20% menunjukkan kesukaan

terhadap rasa paling rendah.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.28) menunjukan bahwa penambahan

proporsi tepung belalang berpengaruh nyata terhadap kesukaan aroma mie

belalang. Rerata skor kesukaan warna mie instan belalang disajikan pada

Tabel 4.16

Tabel 4.16. Rerata Skor Kesukaan Rasa Mie Instan Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Tingkat Subtitusi Rerata Tukey 5% Keterangan5% 4,05 a

1,37

Agak Suka10 % 3,95 a Agak Suka15 % 3,95 a Agak Suka20 % 3,75 a Agak Suka25 % 4,05 a Agak Suka30 % 3,70 a Agak Suka

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

79

Page 80: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Uji kesukaan rasa juga dilakukukan terhadap mie instan yang belum

dimasak atau dalam keadaan kering. Berikut adalah grafik rerata kesukaan

terhadap rasa untuk mie belalang mentah.

Gambar 4.18 Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Mie Mentah sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Pada uji kesukaan rasa terhadap mie instan yang belum dimasak. Rerata

nilai kesukaan rasa terhadap mie belalang antara 4 – 5 (agak suka – suka).

Penambahan proporsi belalang sebanyak 20% menunjukkan kesukaan

terhadap rasa paling tinggi sedangkan penambahan proporsi belalang

sebanyak 5% dan 10% menunjukkan kesukaan terhadap rasa paling rendah.

Analisis sidik ragam (Lampiran 2.30) menunjukan bahwa penambahan

proporsi tepung belalang tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan rasa

mie belalang. Rerata skor kesukaan rasa mie instan belalang disajikan pada

Tabel 4.17

80

4,45 4,454,7 4,95

4,554,8

0

1

2

3

4

5

6

7

5% 10% 15% 20% 25% 30%

Tingkat Subtitusi

Nil

ai R

asa

Page 81: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tabel 4.17. Rerata Skor Kesukaan Rasa Mie Instan Belalang sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

Proporsi Belalang Rerata Tukey 5% Keterangan5% 4,45 a

1,32

Agak Suka10 % 4,45 a Agak Suka15 % 4,7 a Suka20 % 4,95 a Suka25 % 4,55 a Suka30 % 4,8 a Suka

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Berdasarkan data kesukaan terhadap rasa mie yang dimasak memiliki

tingkat kesukaan yang lebih rendah dibandingkan mie yang belum dimasak.

Cita rasa bahan pangan yang digoreng rasanya lebih enak dibandingkan

dengan bahan pangan yang direbus. Produk yang digoreng memiliki rasa

yang enak, bau yang sedap, rasa dimulut yang enak, dan tekstur tertentu

yang diinginkan (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Proses penggorengan

bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari produk terutama karakteristik

warna, flavor, dan aroma. Hal tersebut dapat tercapai karena terjadi reaksi

mailard dan komponen lemak yang terserap dalam produk pangan (Fellow,

2000).

4.2.4 Perlakuan Terbaik

Penentuan perlakuan terbaik mie instan belalang dilakukan dengan

membandingkan nilai produk pada setiap perlakuannya. Perlakuan dengan

nilai terendah merupakan perlakuan terbaik berdasarkan parameter kimia

(kadar air, abu, lemak dan protein), fisik (daya patah, daya putus, daya serap

air, waktu rehidrasi, cooking loss, dan kecerahan), dan organoleptik

(kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa) menggunakan metode

Zeleny.

Perlakuan terbaik mie instan belalang adalah mie belalang dengan

proporsi penambahan tepung belalang sebanyak 15% dan tepung terigu

sebanyak 85%. Mie belalang perlakuan terbaik untuk parameter kimia

memiliki rerata kadar air sebesar 5,85 % kadar abu sebesar 0.86% kadar

lemak sebesar 19.90% dan kadar protein sebesar 13.55%. Sedangkan untuk

parameter fisik memiliki rerata daya patah 1,03 daya putus 0,133 daya serap

air 209,78%; waktu rehidrasi 3,41 menit; cooking loss 0,15%; dan kecerahan

81

Page 82: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

39,91. Sedangkan untuk parameter organoleptik memiliki rerata kesukaan

terhadap warna dengan skala 4,60; aroma dengan skala 4,00; tekstur dengan

skala 4,50; dan rasa dengan skala 3,95.

Tabel hasil penentuan perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 4. 17.

Tabel 4.18. Zeleny Penentuan Perlakuan Terbaik

4.3 Analisis Mie Belalang Tahap II

ParameterTingkat Subtitusi

5% 10% 15% 20% 25% 30%Kadar Air 5,219 6,061 5,850 4,446 5,999 6,379

Kadar Abu 0,701 0,65 0,869 1,161 1,113 1,272Kadar Lemak 18,515 19,113 19,900 21,178 23,367 25,350Kadar Protein 10,583 12,303 13,55 13,74 15,15 17,2Daya Patah 0,85 0,60 1,45 0,35 0,30 0,000Daya Putus 0,167 0,133 0,133 0,067 0,067 0,000

Daya Serap Air 217,013 209,373 209,783 218,017 220,22 219,367Waktu Rehidrasi 3,34 3,58 3,41 3,38 3,29 3,28

Cooking loss 0,1176 0,1489 0,1519 0,1845 0,2005 0,2615

Kecerahan (L*) 49,133 41,589 39,911 41,733 39,166 39,367

Kesukaan Warna 5,25 3,90 4,60 4,00 3,65 3,20Kesukaan Aroma 4,40 4,25 4,00 4,60 4,10 4,25

Kesukaan Tekstur 4,55 4,20 4,50 3,75 4,00 3,40Kesukaan Rasa 4,05 3,95 3,95 3,65 4,05 3,70

DK Kadar Air 0,851 0,733 0,760 1,000 0,741 0,696 DK Kadar Abu 0,915 1,000 0,747 0,559 0,573 0,511

DK Kadar Lemak 0,730 0,754 0,785 0,835 0,922 1,000 DK Kadar Protein 0,615 0,715 0,789 0,798 0,881 1,000 DK Daya Patah 1,000 0,263 0,524 0,631 0,663 0,000DK Daya Putus 1,000 0,796 0,796 0,401 0,401 0,000

DK Daya Serap Air 0,964 1,000 0,998 0,960 0,950 0,954 DK Waktu Rehidrasi 0,982 0,916 0, 961 0,970 0,996 1,000

DK Cooking loss 1,000 0,789 0,774 0,637 0,586 0,449 DK Kecerahan (L*) 1,000 0,846 0,812 0,849 0,797 0,801

DK Kesukaan Warna 1,000 1,742 0,876 0,761 0,695 0,609DK Kesukaan Aroma 0,956 0,923 0,869 1,000 0,891 0,923DK Kesukaan Tekstur 1,000 0,923 0,989 0,824 0,879 0,747DK Kesukaan Rasa 1,000 0,975 0,975 0,901 1,000 0,913

λ 0,071 0,071 0,071 0,071 0,071 0,071 L1 0,07028 0,18714 0,16593 0,20488 0,21583 0,31375 L2 0,00129 0,00485 0,00298 0,00515 0,00549 0,01482

L Max 0,07028 0,18714 0,16593 0,20488 0,21583 0,31375 Perlakuan Terbaik 0,14184 0,37912 0,33484 0,41492 0,43714 0,64232

82

Page 83: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

A. Skor Kimia Protein

Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, asam

amino dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu asam amino esensial dan

asam amino non esensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi tubuh

sehingga perlu penambahan dari luar dapat berbentuk makanan ataupun

suplemen sedangkan asam amino non esesnsial dapat diproduksi oleh tubuh.

Berdasarkan hasil analisis kandungan asam amino mie belalang dapat dilihat

pada Tabel berikut.

Tabel 4.19. Komposisi Asam Amino Mie Belalang Kayu

Asam amino mg/g(1 mg/g(2

Asam amino esensialIsoleusin 4,65 26,1Leusin 7,67 49,5Lisin 9,32 37,9Metionin 2,01 17,0Sistein Tidak terdeteksi 6,9Fenilalanin 5,27 20,6Tirosin 2,71 29,6Valin 5,74 31,4

Asam Amino non esensialTreonin 2,85 21,5Histidin 2,56 27,9Asam aspartiat 5,05 30,2Serin 4,30 23,3Asam glutamiat 35,55 63,9Prolin 16,09 36,2Glisin 4,32 34,2Alanin 5,37 57,5Arginin 4,31 34,2

Keterangan :1.Data hasil peneltian2.Wang (2007)

Dari data hasil penelitian diketahui kandungan asam amino mie instan

belalang sebanyak 16 jenis. Asam amino jenis sistein tidak terdeteksi pada

limit sebesar 48,42 ppm. Kandungan asam amino esensial tertinggi adalah

pada jenis asam amino lisin dengan kadar 9,32 mg/g. Lisin merupakan asam

amino yang tidak dapat disintesis tubuh sehingga asupan lisin didapat dari

konsumsi makanan atau supleman. Lisin berperan dalam memelihara energi,

membangun masa otot, dan memperbaiki jaringan. Lisin juga diperlukan saat

pembentukan antibodi, tulang, hormon, dan enzim (Presser, 2012).

83

Page 84: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Kandungan asam amino non esensial tertinggi adalah pada jenis asam

amino asam glutamat dengan kadar 35,55 mg/g. Glutamat merupakan

komponen protein yang banyak ditemukan pada makanan seperti daging,

sayur, unggas, atau susu. Glutamat memiliki dua bentuk, bentuk bebas dan

bentuk yang terikat dengan protein. Glutamat yang berada dalam bentuk

bebas yang dapat memingkatkan flavour makanan (IGIS, 2015).

Kandungan asam amino mie belalang apabila dibandingkan dengan

penelitian yang dilakukan Wang (2007) menunjukkan bahwa kandungan

asam amino mie belalang lebih kecil dibandingkan dengan belalang jenis

Arcida cinerea. Hal tersebut terjadi karena mie belalang mengalami beberapa

tahap pemanasan sehingga mempengaruhi kandungan asam amino mie

belalang. Proses pemanasan selama pembuatan mie mungkin menyebabkan

reaksi mailard yang akan mempengaruhi kandungan asam amino dalam mie

belalang karena asam amino akan bereaksi dengan senyawa karbonil

membentuk senyawa amadori.

Asam amino esensial tertinggi menurut penelitian yang dilakukan oleh

Wang (2007) adalah jenis asam amino leusin dengan kadar 49,5 mg/g,

sedangkan asam amino essensial terendah adalah jenis asam amino sistein

dengan kadar 6,9 mg/g. Asam amino non esensial tertinggi adalah jenis

asam amino asam glutamat dengan kandungan 63,9 mg/g. Hal ini sesuai

dengan kandungan asam amino mie belalang yang memiliki kandungan

asam glutamat yang juga tertinggi.

Kualitas protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang

terkandung dalam protein tersebut. Protein dinyatakan bermutu tinggi apabila

dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan

menyamai kebutuhan manusia. Salah satu cara pengujian kualitas protein

menggunakan perhitungan skor asam amino. Skor asam amino adalah

penentuan mutu protein dengan menentukan jumlah asam amino pembatas

dan membandingkannya dengan asam amino sejenis dalam campuran asam

amino atau dengan protein pembanding (Winarno, 2004).

Nilai kimia dari mie belalang perlakuan terbaik disajikan pada Tabel

4.20.

84

Page 85: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tabel 4.20. Nilai Kimia Mie Belalang

Asam AminoMie Belalang

(mg/g)1

Asam Amino Referensi (mg/g)2

Skor asam amino

Nilai Kimia

Isoleusin 4,65 32 14.539,19

(berdasarkan skor asam

amino terendah)

Leusin 7,67 66 11,62Lisin 9,32 57 16.35Metionin 2,01 273 -Sistein Tidak terdeteksi Fenilalanin 5,27 524 15.34Tirosin 2,71Valin 5,74 43 13,34Treonin 2,85 31 9,19Histidin 2,56 20 12,80Asam aspartat 5,05Serin 4,30Asam glutamat 35,55Prolin 16,09Glisin 4,32Alanin 5,37Arginin 4,31

Ketarangan :1) Hasil analisis mie belalang2) Rekomendasi FAO/WHO/UNU 2007 (6 bulan- 3 tahun)3) Rekomendasi untuk Metionin + Sistein4) Rekomendasi untuk Fenilalanin + Tirosin

Berdasarkan perhitungan nilai kimia diketahui bahwa asam amino

pembatas dari mie belalang adalah Threonin. Karena leusin memiliki nilai

kimia terendah, sedangkan untuk asam amino metionin tidak dapat dihitung

nilai kimia karena rekomendasi FAO diberikan untuk gabungan antara asam

amino metionin dan sistein.

Treonin merupakan asam amino pembatas dari mie belalang. Asam

amino pembatas merupakan asam amino terkecil yang ada dalam suatu

protein. Apabila asam amino pembatas merupakan asam amino non esensial

maka tubuh akan mensintesis asam amino sehingga proses sintesis protein

dapat terus berlangsung, namun apabila asam amino pembatas merupakan

asam amino esensial makan sintesis protein akan terhenti sebesar nilai asam

amino pembatas (Almatsier, 2003).

Hasil penelitian tidak mencukupi kandungan asam amino esensial yang

harus dipenuhi menurut rekomendasi FAO. Kandungan asam amino sistein

tidak ditemukan pada hasil analisis. Protein yang dikandung mie belalang

merupakan protein tidak komplet, karena protein tidak mengandung atau

85

Page 86: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial

(Almatsier, 2003).

B. Pegujian In Vivo

Pengujian in vivo dilakukan pada model tikus yang telah diberikan

perlakuan KEP. Hal ini ditunjukan untuk mengetahui pengaruh mie belalang

terhadap pemulihan berat badan tikus setelah KEP. Pengujian in vivo yang

diamati adalah nilai Protein Eficiency Ratio (PER) dari produk mie belalang.

Rerata pemulihan berat badan dan peningkatan berat badan disajikan

pada Tabel 4.20.

Tabel 4.20. Rerata Pemulihan Berat Badan Tikus

PerlakuanPeningkatan

Berat Badan (gram)Pemulihan

Berat Badan (%)Normal 18,50 ± 18,36a -

Comfeed PAR-s 17,00 ± 13,64 a 9,99

Mie Belalang 24,25 ± 4,11 a 13,57

Mie Instan Komersial 11,00 ± 5,03 a 6,21Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Pengujian in vivo kali ini bertujuan unutuk mengetahui efektivias mie

belalang untuk dapat meningkatkan berat badan dan mengembalikan berat

badan tikus sebelum dikondisikan KEP. Protein dengan kualitas yang baik

akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perbaikan jaringan terutama

masalah wasting dan stunting (FAO, 2013). Berdasarkan Tabel 4.20

pemberian ketiga pakan tidak menujukan beda nyata, namun pemberian

pakan mie belalang menunjukkan peningkatan berat badan paling tinggi

kemudian pemberian pakan comffed PAR-s dan yang terakhir adalah mie

instan komersial.

86

Page 87: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Gambar 4.18 Rerata Peningkatan Berat Badan

Mie instan komersial merupakan pangan tinggi karbohidrat namun

sedikit mengandungan komponen makro dan mikronutrien seperti protein,

mineral, dan vitamin hal tersebut mengakibatkan peningkatan berat badan

lamban terjadi. Comfeed PAR-s mengandung protein yang lebih tinggi

dibandingkan mie instan, selain itu rerata konsumsi pakan comfeed PAR-s

lebih tinggi dibandingkan mie belalang dan mie instan sehingga peningkatan

berat badan kelompok tikus comfeed PAR-s lebih tinggi dibandingkan mie

instan. Pemberian mie belalang pada diet menunjukkan peningkatan berat

badan yang paling tinggi. Hal tersebut terjadi karena mie belalang memiliki

kandungan protein yang cukup tinggi. Selain itu belalang memiliki

kandungaan vitamin seperti Thiamine, Riboflavin, Vitamin C dan Vitamin A

dan mineral seperti magnesium (Blasquez et al, 2012).

Komponen mikronutrien akan membantu proses pemulihan penderita

KEP karena komponen-komponen tersebut dapat mengembalikan bentuk

tubuh. Vitamin A dan seng akan membantu tubuh untuk membentuk sistem

imun dan diperlukan dalam struktur dan fungsi mukosa. Zat besi berperan

dalam meningkatkan kesadaran dan pertumbuhan. Mineral lainnya seperti

tembaga dan selenium berperan dalam pembentukan badan sel dan

regenerasi jaringan (Simkiss et al., 2006). Mikronutrien perlu ditambahkan

pada diet penderita KEP, karena kebanyakan penderita KEP juga mengalami

defisiensi komponen mikronutrien.

87

0

50

100

150

200

250

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Hari Perlakuan

Be

rat

Ba

da

n (

gra

m)

Normal Comfeed Par-S Mie Belalang Mie Instan

Page 88: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Kandungan asam amino berpengaruh pada metabolisme tubuh, ada

beberapa jenis asam amino yang berperan dalam pembentukan masa otot

yakni lisin, asam amino rantai bercabang, dan glutamin. Lisin merupakan

asam amino yang penting untuk masa pertumbuhan dan perkembangan

karena lisin berperan pada penyerapan kalsium yang akan meningkatkan

pertumbuhan tulang dan otot. Lisin juga mampu menyeimbangkan kadar

nitrogen dalam tubuh sehingga dapat membantu menjaga masa tubuh

(Presser, 2009).

Asam amino rantai bercapang yang berpengaruh pada pembentukan

otot diantaranya adalah leusin, isoleusin, dan valin. Leusin merupakan jenis

asam amino yang berperan dalam menjaga kadar darah tubuh, memperbaiki

jaringan pada kulit, tulang, dan otot. Isoleusin berperan dalam pemulihan otot

dan dapat membantu mencegah infeksi pada daerah yang luka. Valin juga

berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan otot dan membantu

menjaga keseimbangan nitrogen (Presser, 2009).

Glutamin merupakan jenis asam amino non esensial yang banyak

terdapat dalam tubuh, yang berperan dalam mencegah kehilangan masa otot

selain itu apabila tubuh kekurangan asupan energi glutamin juga dapat

memberikan energi tambahan (Presser, 2009).

Pemulihan berat badan adalah berapa besar tubuh dapat kembali pada

ukuran normal. Berdasarkan ketiga perlakuan rerata pemulihan berat badan

adalah 8,42% - 18,94%. Hal ini menunjukan bahwa pemberian ketiga pakan

belum mampu mengembalikan berat badan tikus pada kondisi awal sebelum

terjadi KEP. Pemulihan berat badan terjadi sempurna apabila mencapai 25%.

karena pada awal perlakuan tikus dikondisikan KEP dengan target

penurunan berat badan terjadi sebesar 25%. Hal tersebut terjadi karena

pemberian pakan selama perlakuan hanya dilangsungkan selama tiga

minggu sedangkan penanganan wasting sendiri memerlukan jangka waktu

yang lebih lama sehingga keadaan tubuh dapat kembali menjadi normal.

Berdasarkan data penelitian, kelompok tikus yang diberikan diet mie belalang

menunjukan pemulihan berat badan paling tinggi kemudian comfeed PAR-s,

dan terakhir adalah mie instan komersial.

Pengukuran lain yang dilihat saat pengujian in vivo adalah nilai PER,

PER merupakan nilai yang menunjukkan efektivitas protein yang diserap

untuk dapat meningkatkan berat badan.

88

Page 89: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Tabel 4.21. Nilai PER untuk tiap perlakuan

Perlakuan PERNormal 0,23±0,23 b

Comfeed PAR-s 0,28±0,22b

Mie Belalang 0,99±0,08 a

Mie Instan Komersial 0,59±0,26 ab

Keterangan:1. Rerata dengan notasi berbeda menunjukan beda nyata pada uji Tukey 5%

Berdasarkan Tabel 4.21 menunjukan nilai PER mie belalang berbeda

nyata dibandingkan dengan comfeed PAR-s namun tidak berbeda nyata

dengan mie instan komersial. Namun nilai PER mie belalang menunjukan

nilai paling tinggi yakni 0,99.

Konsumsi pakan kelompok tikus dengan diet comfeed PAR-s paling

tinggi dibandingkan dengan kelompok diet lainnya, namun kelompok tikus

dengan diet comfeed memiliki nilai PER yang paling rendah. Hal ini mungkin

disebabkan karena protein yang diserap oleh tubuh tidak digunakan untuk

pertumbuhan melainkan digunakan untuk metabolisme tubuh seperti sumber

energi atau perbaikan jaringan, sehingga pertumbuhan tikus lebih rendah

dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Protein yang bersumber dari protein hewani biasanya memiliki nilai

PER relatif tinggi seperti PER daging sapi 2,9 dan telur 3,8. Namun nilai PER

untuk mie belalang hanya 0,9983 hal ini disebabkan selama proses

perhitungan PER tikus berada pada kondisi kurang energi protein, keadaan

tersebut menyebabkan metabolisme tubuh tikus berbeda dengan tikus

normal. Protein yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan digunakan

untuk perbaikan jaringan sehingga proses pertumbuhan lamban terjadi

sehingga nilai PER untuk mie belalang rendah.

Nilai PER yang tinggi menunjukan protein mampu mendukung proses

pertumbuhan dengan cepat pada tikus. Pengukuran terhadap pertumbuhan

merupakan indikator metabolik yang memberikan penilaian akurat tentang

evaluasi kualitas protein. Protein yang memiliki kualitas yang baik akan

menghasilkan pertumbuhan yang maksimal pada tikus muda. Walaupun

metode ini bisa saja berbeda dengan manusia karena manusia

membutuhkan asam amino yang berbeda dibandingkan tikus. Nilai gizi

89

Page 90: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

protein juga dipengaruhi oleh komposisi asam amino dan daya cerna (Nurdin

dkk, 2005).

C. Pengujian Daya Cerna Protein Secara In Vitro

Pengujian yang dilakukan secara in vitro dilakukan untuk mengetahui

daya cerna protein yang terjadi didalam saluran pencernaan. Daya cerna

protein yang tinggi mengindikasikan bahwa protein dapat dengan mudah

dipecah menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan sehinga

mudah terserap tubuh. Berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui bahwa

kecernaan protein mie instan belalang adalah pada Tabel 4.22.

Tabel 4.22. Kecernaan Protein Mie Belalang dan Mie Instan Komersial

Kecernaan % Mie Belalang Mie Instan KomersialUlangan I 51,70 49,65Ulangan II 50,09 43,73Rata-rata 50,89 46,69

Berdasarkan data analisis diketahui bahwa daya cerna protein mie

belalang sebesar 50,89 % lebih tinggi dibandingkan mie instan komersial

sebesar 46,69%. Hal tersebut menunjukan bahwa kandungan protein

belalang memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan protein yang

terkandung dalam mie instan komersial.

Penelitian yang dilakukan oleh Murtini et al (2011) menunjukan daya

cerna tempe yang terbuat dari sorgum coklat memiliki nilai daya cerna

sebesar 79,13% dengan lama fermentasi selama 72 jam, sedangkan

penelitian yang dilakukan Elih (2006) menunjukan daging sapi memiliki nilai

daya cerna sebesar 79,03%. Proses pengolahan daging sapi mampu

meningkatkan daya cerna protein apabila diolah menjadi bakso dan sosis,

proses pengolahan juga mampu menurunkan daya cerna protein apabila

diolah menjadi produk abon, dendeng, dan daging panggang. Protein

digolongkan sebagai protein baik apabila memiliki daya cerna sama atau

lebih besar dari 80%.

Daya cerna protein dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

faktor eksogenus yaitu interaksi antara protein dengan polifenol, fitat,

karbohidrat, lemak, dan protease inhibitor. Daya cerna juga dipengaruhi oleh

faktor endogenus yang berkaitan dengan karakterisasi struktur protein, selain

itu proses pengolahan juga mampu mempengaruhi daya cerna protein

90

Page 91: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

karena protein merupakan senyawa reaktif yang mampu berikatan dengan

komponen lain sehingga penetrasi enzim pencernaan menjadi lebih sulit

(Kurniawan, 2012)

Kitin merupakan salah satu bahan yang dapat menghambat

penyerapan protein, tepung belalang diketahui memiliki kandungan kitin

berdasarkan karakterisasi menggunakan FTIR. Kandungan kitin belalang

berpengaruh pada kinerja enzim-enzim pencernaan. Kitin merupakan salah

satu komponen penyusun eksoskeleton serangga. Kitin biasanya terikat

protein secara kovalen ataupun non kovalen, kitin banyak ditemukan pada

bagian eksokutikula dan endokutikula pada lapisan eksoskeleton.

Eksoskeleton yang telah mengalami sclerotization akan menghasilkan

lapisan kitin yang terikat ada protein kompleks dan akan menghasilkan

struktur kang keras, rigid, dan tahan terhadap hidrolisis enzim (Muzzarelli,

2013)

Kitin merupakan polisakarida N-acytlated glucosamine yang merupakan

bagian dari protein kompleks dan mempunyai kecernaan yang rendah saat

dikonsumsi. Sifat kecernaan yang rendah akan membatasi kinerja enzim

pencernaan terhadap protein dan lemak sehingga berpengaruh pada

kinerjanya (Djunaidi dan Hardiani, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh

Palinggi dan Usman (2011) menyatakan bahwa pemberian tepung kepala

udang meningkatkan kandungan serat kasar (kitin) pada pakan ikan

beronang, kandungan serat kasar yang dimungkinkan kitin ini berpengaruh

pada kecernaan protein yang rendah sehingga pertumbuhan dari ikan

beronang rendah walaupun pakan memiliki kandungan protein yang tinggi.

Limbah udah baik kulit ataupun kepala masih mengalami perdebatan karena

aktivitas enzim pencernaan menjadi terbatas sehingga perlu dilakukan

peningkatan kualitas protein.

Peningkatan kualitas protein dapat dilakukan menggunakan proses

fermentasi, proses fermentasi akan menghasilkan enzim yang mampu

merombak bahan organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana

sehingga mampu meningkatkan daya cerna. Limbah kulit udang yang

difermentasi menggunakan Bacillus sp. dapat disubtitusikan sebanyak 5%

sehingga dapat meningkatkan berat-badan pada ayam broiler (Djunaidi et al.,

2009). Sedangkan fermentasi menggunakan Aspergilus oryzae mampu

91

Page 92: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

meningkatkan kecernaan protein sebesar 9% diakhir fermantasi (Djunaidi

dan Hardini, 2011).

Walaupun mie belalang mengandung kitin yang dapat menurunkan

tingkat kecernaan, berdasarkan hasil analisis mie belalang memiliki

kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mie instan komersial. Hal

ini disebabkan karena kualitas protein yang dikandung kedua bahan. Protein

hewani memiliki kualitas protein yang lebih baik dibandingkan dengan protein

nabati karena protein hewani biasanya mengandung asam amino esensial

yang lengkap. Hasil analisis asam amino menggunakan metode KCKT

menunjukan bahwa mie belalang mengandung asam amino yang cukup

lengkap. Apabila dibandingkan protein yang terkandung pada gandum yang

termasuk golongan serealia yang biasanya terbatas pada asam amino jenis

lisin. Kandungan asam amino lisin pada tepung terigu berkisar antara 2,17 –

2,35 g/100g (Tkchuk, 2015). Protein hewani merupakan sumber protein yang

baik walaupun memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi, namun

konsumsi protein hewani pada ibu hamil dapat melahirkan bayi dengan berat

yang normal dibandingkan dengan dengan ibu hamil yang sedikit

mengkonsumsi protein hewani. Konsumsi protein hewani juga

dapatmeningkatkan masa otot yang lebih baik dibandingkan dengan orang-

orang yang vegetarian. Konsumsi protein hewani juga dapat menyebabkan

sintesis protein dalam tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi

protein nabati (Hoffman and Falvo, 2004)

Proses pengolahan mie instan yang dilakukan dengan cara

pengukusan mengakibatkan pati mengalami proses gelatinisasi kemudian

pati yang telah tergelatinisasi akan mengalami proses pendinginan yang

menyebabkan pati akan mengalami reaksi retrogradasi. Retrogradasi adalah

proses mengkristal kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi sehingga

molekul amilosa berikatan kembali dan berikatan dengan amilopektin

membentuk jaringan yang berbentuk mikrokristal dan mengandap (Winarno,

2004). Retrogradasi yang terjadi karena proses pre-gelatinisasi akan

mengakibat pati berubah menjadi pati tahan cerna tipe 3. Pati tahan cerna ini

dapat menghambat proses degradasi oleh enzim pencernaan karena sifatnya

yang tahan terhadap enzim ataupun panas (Herawati, 2010).

Produk mie instan komersial biasanya menggunakan pati yang telah

termodifikasi atau menggunakan polisakarida lain seperti gum untuk

92

Page 93: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

memperbaiki karakteristik dari mie instan yang dihasilkan. Pati yang

mengalami proses modifikasi yang biasa digunakan untuk makanan instan

diperoleh dari reaksi kimia/fisik/enzimatis yang juga dapat menyebabkan pati

mengalami perubahan menjadi pati resisten yang sulit dicerna oleh enzim-

enzim pencernaan (Herawati, 2010). Sedangkan gum, biasanya digunakan

untuk penghambat pengkristalan, pengemulsi dan pencegah penyerapan

minyak yang berlebih. Gum yang digunakan merupakan jenis polisakarida

yang termasuk pada serat pangan yang tidak dapat tercerna oleh enzim-

enzim pencernaan (De Man, 2012). Kandungan polisakarida yang terdiri dari

berbagai jenis pada mie instan komersil dimungkinkan menghambat

pencernaan protein yang terkandung pada mie sehingga daya cerna dari mie

instan komersial lebih rendah dibandingkan dengan mie belalang.

93

Page 94: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Rasio antara tepung terigu dan tepung belalang kayu yang menghasilkan

respon sifat kimia, fisik, dan organoleptik terbaik adalah pada formulasi

tepung terigu sebesar 85% dan tepung belalang kayu sebesar 15%

2. Berikut adalah nilai parameter kimia, fisik, dan organoleptik untuk mie

belalang perlakuan terbaik:

a. Parameter kimia dengan kadar air sebesar 5,85 %; kadar abu

sebesar 0.869%; kadar lemak sebesar 19.9%; dan kadar protein

sebesar 13.55%.

b. Parameter fisik dengan daya patah 1,45N; daya putus 0,13N;

daya serap air 209,78%; waktu rehidrasi 3,41 menit; Cooking

Loss 0,15%; dan kecerahan 39,91.

c. Parameter organoleptik dengan rerata kesukaan terhadap warna

dengan skala 4,60; aroma dengan skala 4,00; tekstur dengan

skala 4,50; dan rasa dengan skala 3,95.

3. Asam amino pembatas berdasarkan penentuan nilai kimia adalah asam

amino treonin dengan nilai 9,19.

4. Peningkatan berat badan kelompok tikus dengan pakan mie belalang

adalah 24,25 gram dengan nilai PER sebesar 0,99.

5. Kecernaan protein mie belalang secara in vitro diketahui sebesar 50,89%

5.2 Saran

Perlu penelitian lanjut untuk menghasilkan tepung belalang dengan

ukuran yang seragam sehingga proses pembuatan mie terutama proses

pencetakan mie belalang menjadi lebih mudah dan proses pembuatan

tepung belalang dengan metode peneringan sehingga didapat produk

dengan kadar lemak yang lebih rendah.

Pengujian in vivo lebih lanjut terhadap mie instan belalang perlu dilakukan

untuk dapat menentukan penggunaan protein dalam metabolisme tubuh tikus

seperti daya cern, NPR, dan penggunaan kelompok tikus yang sesuai untuk

penggukuran PER.

94

Page 95: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Hasil analisis organoleptik menunjukan bahwa panelis menyukai mie

dalam bentuk kering karena memiliki rasa yang lebih gurih, sehingga

disarankan produk dijadikan makanan ringan.

95

Page 96: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

DAFTAR PUSTAKA

Aligent. 2011. Fundamentals of Liquid Cromatography (HPLC). Tanggal akses 20 Oktober 2014 <http://polymer.ustc.edu.cn/xwxx_20/201109/p0201109063097048536.pdf>

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia

Anonimus. 2009. Protein. diakses tanggal 13 Oktober 2014 < http://elisa.ugm.ac.id >

Anonim. 2013. APA ITU KALORI?. Tanggal akses 19 januari 2015 <http://kaloriku.com./blog/apa-itu-kalori/>

AOAC. 1995. Official Metodh of Analysis, 16th ed. AOAC International, Gaithersbug, Maryland.

Astawan, Made; Muchtadi, Dedy; Palupi, Nurhaeni Sri. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. IPB. Bogor

Azhar, Minda; Effendi, Jon; Syofyeni, Erda. 2010. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan KOH Terhadap Derajat Deasitilasi Kitin dari Limbah Kulit Udang. Padang

Belachew, Tefera. 2001. Protein Energy Malnutrition For the Ethiopian Health Center Team. Jima University

Blasquez, Julieta Ramos., Moreno, Jose Manuel Pino., Camacho, Victore Hugo Martinez. 2012. Could Grasshoppers Be a Nutritive Meal. Food and Nutrition Science, 2012, 3, 164-175

Campbell, Dana. 2013. Acrida cinerea. Encyclopedia of Life. Tanggal akses 18 Januari 2015 <http://eol.org>

Cawley, R.W; Howarth, D.T. 2004. The Wheat Industry. New Zeland Institute of Chemistry; New Zealand.

Codex. 2002. CODEX STAN 249-2006: CODEX STANDART FOR INSTANT NOODLE

De Mann, John.M. 2012. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB

Dutta, Pradip Kumar; Dutta, Joydeep: Tripathi, V.S. 2004. Chitin and Chitosan : Chemistry, Properties, and Aplications. Journal of Scientific and Industrial Research Vol 65 20-31

Djunaidi, Irfan H., Yuwanta, T., Supadmo., Nurcahyanto, M. 2009. Peforma dan Bobot Organ Pencernaan Ayam Boiler yang Diberi Pakan Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus sp. Media Peternakan : 212-219

Djunaidi, Irfan H. Dan Hardiani, Dini. 2011. Kandungan Nutrien dan Kecernaan Bahan Kering in-vitro Limbah Udang Hasil Fermentasi dengan Aspergillud oryzae. Jurnal Ilmu peternakan 20 (2):31-35

Ernawati. 2011. Pengembangan Produk Tahu Menjadi Tofu Chips (Kajian Jenis Bahan Baku, Suhu Penggorengan, dan Biaya Produksi). Prodi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Yudarta Pasuruan.

Estiasih, Teti., dan Ahmadi, Kgs. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara

96

Page 97: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

FAO. 2013. Dietary Protein Quality Evaluation in Human Nutrition. FAO: Rome

Fellow, P. 2000. Food Processing Technology. Cambridge England: Woodhead Publishing

Fetriyuna; Yenrina, Rina; Kasim, Anwar. 2011. Bioavability of Protein and Calcium in Instant Noodle with Anchovy Fish Powder Mixed. Univesity of Padjajaran.

Hardinsyah. Riyadi, Hadi. Napitupulu, Victor. 2012. Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat. Institut Pertanian Bogor

Herawati, Heny. 2010.Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna Sebagai Pangan Fungsional. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.

Hoffman, Jay R. and Falvo, Michael J. 2004. Protein -- Which is Best?. Jurnal of Sport Science and Medicine (2004)3, 118-130

IGIS.2015. Glutamate The Fact. International Glutamate Information Service. Tanggal akses 29 Desember 2014 <http:// www.glutamate.org>

Indra, Rahman. 2013. Tango perangi gizi buruk di nias. Tanggal akses 13 Oktober 2013. < female.kompas.com.>

Jhonatan, et al. 2008. GC-MS Screen for the Presence of Melamine, Ammeline, and Cyanuric Acid. Laboratory Information Bulletin (LIB) No.4432 Vol.24 U.S. Food and Drug Administration

Katili, Abubakar Sidik. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu Vol 2 No.5

Kholis, Nur dan Hadi, Fariz. 2010. Pengujian Bioassay Biskuit Balita yang Disuplementasi Konsentrat Protein Daun Kelor (Morinaga oleifera) pada Model Tikus Malnutrisi. Jurnal Teknologi Pertanian Vol 11 (3) 144 – 151

KKM. 2005. Recommended Nutrient Intakes for Malaysia. Kementrian Kesihatan:Malaysia.

Koeswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Mie. Tanggal akses 24 September 2014 < http://unimus.ac.id >

Kumirska, Jolanta; Weinhold, Mirko X; Thoming, Jorg; Stepnowski, Piotr. 2011 Biomedical Activity of Chitin/Chitosan Based Materials – Influence of Physicochemical Properties Apart from Molecular Weight and Degree of N-Acetylation. ISSN 2073 – 4360

Kuktaite, Ramune. 2004. Protein Quality in Wheat : Change in Protein Plymer Composition During Grain Development and Doughh Processing. Disertation. Swedish University

Kurniawan, Stella Kristanti. 2012. Skripsi: Daya Cerna Protein In Vitro Dua Puluh Minuman Bubuk Komersial Bernasis Kedelai. Institut Pertanian Bogor

Lavanya.G, Mubarak; SK,Vishali; Sujana, K; Rani, Pramela; Sundar, B.Syama. 2011. Protein Chromatography. Jurnal Biomed Sci and Res Vol 3(3) 424-438

Lee, D.W. 2004. Engineered Chitosan for Drug Detoxification Preparation, Characterization, and Drug Uptake Studies. Disertation. University of Florida

97

Page 98: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Maryati. Widodo, Eko. 2007. Training to Make Grasshopper Flour as High Protein Material Foods in Gunung Kidul. Universitas Negeri Yogyakarta

McKey, Trudy. McKey, James. 2009. BIOCHEMISTRY; The Molecular Basis of Life 4th Edition. USA: Oxford University Press

Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Studi Ilmu Pangan Program Pasca Sarjana. IPB

Muehlenchemie. 2009. Future of flour - A Compendium of Flour Improvment. Verlag Agrimedia

Muzzarelli, R.A.A. 2013. Chitin. Pergamond Press Ltd., Headington Hill Hall, Oxford OX3 0BW, England

Neumann, Charlotte G. 2006. Child Nutrition in Developing Countries. UCLA: Los Angeles

Nugroho, Agung., Nurhayati, Nanik Dwi., Utami, Budi. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Membran Kitosan untuk Aplikasi Sensor Deteksi Logam Berat. Vol. 6. No.2 123-136

Oh, N.H., D.A. Seib, C.W. Deyoe, and A.B.Ward. 1983. Measuring The Textural Characteristic of Cooked Noodles. Cereal Chem.

Ojewola, G.S., Udom, S.F. 2005. Chemical Evaluation of the Nutrition Composition of Some Unconventional Animal Protein Source. International Journal of Poultry Science 4 (10): 745-747.

Owen, G. 2001 Cereal Processing Technology Cambridge: Woodhead Publishing

Palupi, NS. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB

Pebriani, Harly; Rilda, Yetria; Zulhadjri. 2012. Modifikasi Komposisi Kitosan Pada Proses Sintesis Komposit TiO2 – Kitosan. Jurnal Kimia Unand Vol.1(1)

PKPP. Pengembangan Teknologi Mie Berbasis Jagung di Nusa Tenggara. Tanggal akses14 Oktober 2013. < Pkpp.ristek.go.id/index.php/penelitian/detail/495>

PNPM. 2010. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Gizi Buruk di PNPM. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan.

Pratama, Aji Permana., Nisa, Fitri Khoirun. 2014. Formulasi Mie Kering dengan Subtitusi Tepung Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) dan Penambahan Tepung Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L) Jurnal Pangan dan Argoindustri Vol. 2 No 4

Presser, Art. 2009. Amino Acid. Humington Collage of Health Sciences Putra, Sigit Nurdyansyah. 2008. Skripsi: Optimalisasi Formula dan Proses

Pembuatan Mi Jagung Dengan Metode Kalendering

Pomeranz, Y. 1988. Fungtional Properties of Food Components. New York: Academic Press

Rinaudo, Marguerite.2006. Chitin and Chitosan : Propoerties and Aplication. Elvisier. Progress in Polymer Science 31 603-632

Ristek. 2013. Kerupuk Belalang Ala Mahasiswa UNY. Tanggal akses 18 Januari 2015 < http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/13665/pdf>

98

Page 99: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Seib, PA.; X.Lianf.; F. Guan.; Y.T.Liang dan H.C Yang. 2000. Comparation of Asian noodle from Some Hard White and Hard Red Wheat Flours. Cereal Chemistry

Sherri, T. 2008. Determination of Melamine and Cyanuric Acid Residues in Infant Formula Using LC-MS/MS. Laboratory Information Bulletin (LIB) No.4432 Vol.24 U.S. Food and Drug Administration.

Simkiss, D., Edmord, K., Waterston, AJR., Bose, Anuradha. 2012. Protein – Energy Malnutrition. Dalam Mother and Child Mutrition In The Tropic and Subtropic. Oxford Jurnals

Sjahfirdi, Luthfirlada. Mayangsari. and Masikin, Mohammad,. 2012. Protein Identification Using Fourier Transform Infrared (FTIR). IJRRAS 10 (3) March

SNI. 2000. SNI 01-3551-2000: Mi Instan

SNI. 2009. SNI 3751:2009 : Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan

Sugihantono, Anung. 2014. Kebijakan Kementrian Kesehatan dalam Penurunan AKI, AKB, dan Prevalensi Gizi Buruk. Tanggal akses 15 Januari 2015 <http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2014/SDK/Mibangkes/RAKERKESDA2014/Dirjen_GKIA-Rakerkesda_Jateng2014.pdf>

Susanti, R. 2006. Analisis Ekuitas Merek Mie Instan di Kecamatan Bogor Barat. Bogor : IPB.

Sutriyanto, E. 2012. Tiga Masalah Gizi di Indonesia Bisa Teratasi. Tanggal akses 20 Oktober 2013. <http://tribunnews.com/kesehatan/2012/11/21/tiga-masalah-gizi-bisa-teratasi>

Suyadi, E. 2009. Kejadian KEP di Indonesia. UI. Jakarta.Soekarto, Soewarno T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bogor: Bhatara Karya

AksaraTharanathan, RN; Kittur, FS. 2003. Chitin – The Undisputed Biomolecule og

Great Potential. Crit Rev Food Sci Nutr. 2003;43(1):61-87Tkachuk, R. 2015. Amino Acid Composition of Wheat Flours.Tanggal akses 1

Maret 2015 <www.aaccnet.org/publications>UMS. 2013. Pengujian Organoleptik. Semarang: Universitas Muhamadiah

SemarangVan Huis, Arnold., Van Itterbeeck, Joost., Klunder, Harmke., Mertens, Esther.

2013. Edible insect : future prospects for food and fes security. FAO: Rome

Wahyuni, Rekna. 2011. Optimasi Pengolahan kembang Gula Jelly Campuran Kulit dan Daging Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) dan Prakiraan Biaya Produksi. Prodi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Yudarta Pasuruan.

Wang, dung., Shao, Wei zhai., Chuan, Xi Zhang., Zhang, Qiang., Chen, Hui. 2007. Nutrition Value of the Chinese Grasshopper Acrida cinerea (Tunberg) for broilers. Animal Feed Science and Technology

Warintek. 2000. Tepung Tapioka. LIPI: Jakarta

Widjaya, cecilia. 2010. The Impact of Ingredient Formulation and Processing Parameters on Colour and Texture of Instant Noodle. RMIT University

99

Page 100: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Winarno, FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Winarno, FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakara: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Witono, Juddy Retti. 2012. Optimasi Rasio Tepung Terigu, Tepung Pisang, dan Tepung Ubi Jalar, serta Konsentrasi Zat Aditif pada Pembuatan mie. Bandung: Universitas Katolik Parahayangan

Yu, li juan. 2003. Noodle Dough Rheology and Quality of Instant Fried Noodle. Thesis. McGill University

Yuwono, S.S. dan T. Susanto.1998. Pengujian Fisik Pangan FTP-UB Malang

Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. New York: McGrew-Hill Co

100

Page 101: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

LAMPIRAN 1

1.1. Karakterisasi Kitin dengan Spektrofotometer FTIR

Prosedur Kerja:

• Pembuatan pelet menggunakan KBr dengan mencampurkan 1mg sampel dan 10-100mg KBr

• Hancurkan sampel dan serbuk KBr hingga homogen

• Tekan menggunakan pompa hidrolik hingga terbentuk pelet

• Pelet kemudian dimasukkan kedalam FTIR

• Nilai spektrum IR akan terbaca pada komputer

1.2. Kadar Air (AOAC, 1995)

a. Persiapan Sampel

• Sampel padat disiapkan sebanyak 10 gram

• Sampel dihancurkan hingga homogen

b. Penentuan Kadar Air Sampel

• Atur suhu oven pada 105oC

• Siapkan cawan/botol timbang dan keringkan dalam oven minimal 1 jam pada suhu 105oC. Didinginkan selama 30 menit dalam desikator.

• Timbang botol timbang yang telah didinginkan tersebut

• Timbang sampel (W1) yang akan diuji sebanyak 3 gram dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

• Keringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3-5 jam (tergantung bahan), dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

• Kadar air dihitung (W2) sebagai persentase kehilangan berat sampel setelah pengeringan.

Perhitungan

%kadar air =W1-W2/W1 x 100%

1.3. Kadar Abu (AOAC, 2000)

Prosedur kerja:

• Cawan porselen dimasukkan kedalam tanur dan dipanaskan selama 1 jam

• Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W 1)

• Sampel ditimbang sebanyak 2 gram (W)

• Sampel dimasukkan kedalam cawan porselen dan dibakar/diarangkan diatas nyala pembakar selama 45 menit.

101

Page 102: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

• Kemudian dimasukkan kedalam tanur 600oC selama 4 jam hingga berwarna keputih-putihan.

• Didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat tetap (W 2)

Perhitungan

%kadar abu = (W2-W1 / W) x 100%

1.4. Kadar Lemak (AOAC, 2000)

Prosedur kerja:

• Labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 2 jam

• Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap (W1)

• Sebanyak 5 gram (W) sampel yang akan diuji dimasukkan kedalam selongsng kertas yang sebelumnya telah dikeringkan selama 1 jam.

• Labu lemak kemudian diisi dengan pelarut (dietil eter/petrolum eter) sebanyak 35ml

• Dilakukan ekstraksi selama 4-6 jam

• Labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam

• Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (W2)

Perhitungan:

%lemak = W2-W1/W Sampel x 100%

1.5. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Prosedur kerja:

• Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan kedalam lagu kjedal kemudian ditambahkan K2SO4 dan 0,6225 g CuSO4

• Sebanyak 15 ml H2SO4 pekat dan 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan kedalam labu

• Proses destruksi pada suhu 410 oC selama 2 jam atau hingga didapatkan larutan yang jernih

• Didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambahkan 50 – 75 ml akuades

• Disiapkan erlenmeyer berisi 25 ml larutan H3BO3 4 % yang mengandung indikator metilred 0,1 % sebagai penampung destilat.

• Labu Kjeldahl dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Ditambahkan 50 ml larutan alkali.

• Dilakukan destilasi dan destilat ditampung dalam erlenmeyer tersebut hingga volume destilat mencapai 150 ml (hasil destilat berwarna hijau).

102

Page 103: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

• Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N, dilakukan hingga warna berubah.

• Blanko dikerjakan seperti tahapn contoh.

Perhitungan:

%protein = 1,4 x N x (A-B) x 6,38 / C

Dimana A= ml HCl untuk titrasi sampel B = ml HCl untuk titrasi blangko

C= berat sampel yang digunakan

1.6. Kadar Karbohidrat (by difference)

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu berat

total produk dikurangi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.

Kadar karbohidrat = 100 – (Kadar air+Kadar abu+Kadar Protein+Kadar Lemak)

1.7. Daya Patah (Yuwono, 1998)

Prosedur kerja:

• Persiapan sampel

• Pemasangan pengait Tensile Strenght kemudian mie kering dijepit pada pengait

• Jalankan mesin hingga mie tertekan hingga patah

• Nilai daya patah terbaca pada komputer

1.8. Daya Putus (Yuwono, 1998)

Prosedur kerja:

• Persiapan sampel mie matang

• Pemasangan pengait Tensile Strenght kemudian mie kering dijepit pada pengait

• Jalankan mesin hingga mie tertarik hingga putus

• Nilai daya putus terbaca pada komputer

1.9. Cooking Loss (Seib, PA et al. 2000)

Prosedur kerja:

• Sampel mie ditimbang sebanyak 5 gram

• Direbus dalam 150 ml air hingga mencapai suhu optimum perebusan

• Air sisa rebusan mie ditempatkan dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya lalu dioven selama 5 jam

103

Page 104: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

• Didinginkan dalam desikator selama 30 menit

• Cawan kemudian ditimbang, Cooking loss dihitung sebagai perbandingan antara residu dan berat mie mentah

1.10. Daya Serap Air (Yuwono, 1998)

Prosedur Kerja:

• Timbang 5 gram mie hingga tergelatinisasi sempurna

• Timbang berat akhir mie masak

• Penyerapan air diukur berdasarkan perubahan sebelum dan sesudah pemasakan

Penyerapan Air = Berat sampel masak x 100%

Berat sampel mentah

1.11. Waktu Rehidrasi (Putra, 2008)

Prosedur kerja:

• Sampel mie ditimbang sebanyak 5 gram direbus dalam 150 ml air

• Waktu rehidrasi dicatat hingga tidak ada spot putih pada bagian tengah untaian mie

• Waktu rehidrasi adalah waktu yang dibutuhkan bahan untuk menyerap air hingga diperoleh tekstur yang homogen.

1.12. Warna Color Reader (Susanto, 1999)

• Pengukuran terhadap warna mie menggunakan Color reader.

• Color reader yang telah diaktifkan distandarisasi.

• Kemudian ujung lensa ditempelkan pada sampel yang akan diuji.

• Pengukuran dilakukan sebanyak n kali pada daerah yang berbeda kemudian dirata-rata.

1.13. Kecernaan Protein (Tanaka, 1978)

• Timbang sampel kurang lebih menganudng zat padat sebanyak 200 mg dalam Erlenmeyer

• Tambahkan 9 ml larutan buffer Walphole 0,2N pH 2 dan 1 ml enzim pepsen 2% (@mg dalam 100 ml buffer Walphole) digojog hingga tercampur baik.

• Sampel diinkubasi pada pemanas air suuhu 37oC selama 5 jam.

• Sampel yang telah diinkubasi kemudian disentrifugasi pada Fc = 0,011 rN2/g, (dengan N=3000 rpm), selama 20 menit.

104

Page 105: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

• Supernatan yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse yang lain dan kedalamnya dimasukkan 5 ml larutan asam tricholoroasetat (TCA) 20% untuk mengendapkan protein yang masih ada. Dibiarkan selama 15 jam pada suhu ruang.

• Larutan disaring dengan kertas saring whatman no.41. filtrat yang diperoleh dianalisis menggunakan metode mikro kjedahl

• .Nilai daya cerna protein dihitung sebagai:

Nilai cerna = mg N dalam filtrat x 100%

mg N dalam bahan

1.14. Skor Asam Amino

• Asam amino esensial yang telah diketahui menggunakan metode KCKT dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Nilai Kimia = Konsentrasi AAE protein sample x 100 Konsentrsasi AAE protein standar

• Dengan menggunakan protein standar sesuai FAO/WHO/UNU 2007 sebagai berikut :

Asam Amino Rekomendasi FAO mg/g ProteinHistidinIsoleusinLeusinLisinMetionin+SisteinFenilalanin+TirosinTreoninTriptofanValin

203266572752318.543

1.15 PER (Protein Eficiency Ratio)

• PER adalah nilai yang menunjukkan efektivitas protein melalui pengukuran pertumbuhan hewan coba. Teknik ini dilakukan pada tikus uji kemudian mengukur berat badan dalam gram per konsumsi protein yang dikonsumsi dalam gram. Nilai PER dihitung sebagai berikut:

PER = Penambahan berat badan (g) Jumlah protein yang dikonsumsi (g)

105

Page 106: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

LAMPIRAN 2

Lampiran 2.1. Data Kadar Air Mie Belalang

Kadar Air (%) P1 P2 P3 P4 P5 P6Ulangan I 3,6641 8,3347 5,6783 3,864 6,5693 6,1758Ulangan II 5,9748 3,098 6,6775 4,328 2,74 8,9229Ulangan III 6,017 6,7504 5,1933 5,2395 8,6904 4,0381Rata-rata 5,218633 6,061033 5,8497 4,477167 5,9999 6,378933

Lampiran 2.2. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kadar Air Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang One-way ANOVA: air versus perlakuan

Source DF SS MS F Pper-laku-an 5 7,27 1,45 0,35 0,875Error 12 50,36 4,20Total 17 57,63

S = 2,049 R-Sq = 12,61% R-Sq(adj) = 0,00%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev +---------+---------+---------+---------p1 3 5,219 1,346 (------------*------------)p2 3 6,061 2,686 (------------*------------)p3 3 5,850 0,757 (------------*------------)p4 3 4,477 0,700 (-----------*------------)p5 3 6,000 3,016 (------------*------------)p6 3 6,379 2,449 (------------*------------) +---------+---------+---------+--------- 2,0 4,0 6,0 8,0

Pooled StDev = 2,049

Grouping Information Using Tukey Method

per-laku-an N Mean Groupingp6 3 6,379 Ap2 3 6,061 Ap5 3 6,000 Ap3 3 5,850 Ap1 3 5,219 Ap4 3 4,477 A

Means that do not share a letter are significantly different.

106

Page 107: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.3. Data Kadar Abu Mie Belalang

Kadar Abu (%) P1 P2 P3 P4 P5 P6Ulangan I 0,802 0,423 1,0638 1,123 1,008 1,428Ulangan II 0,789 0,681 0,8435 1,198 1,220 1,319Ulangan III 0,538 0,844 0,7007 1,161 1,174 1,068

Rata-rata 0,701 0,650 0,869 1,161 1,113 1,272

Lampiran 2.4. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kadar Abu Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang One-way ANOVA: abu versus perlakuan

Source DF SS MS F Pperlakuan 5 1,0041 0,2008 8,11 0,001Error 12 0,2971 0,0248Total 17 1,3013

S = 0,1574 R-Sq = 77,17% R-Sq(adj) = 67,65%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev -----+---------+---------+---------+----p1 3 0,7103 0,1489 (------*-----)p2 3 0,6500 0,2123 (------*-----)p3 3 0,8693 0,1829 (------*------)p4 3 1,1613 0,0372 (------*-----)p5 3 1,1343 0,1115 (------*-----)p6 3 1,2720 0,1846 (-----*------) -----+---------+---------+---------+---- 0,60 0,90 1,20 1,50

Pooled StDev = 0,1574

Grouping Information Using Tukey Method

perlakuan N Mean Groupingp6 3 1,2720 Ap4 3 1,1613 Ap5 3 1,1343 A Bp3 3 0,8693 A B Cp1 3 0,7103 B Cp2 3 0,6500 C

Means that do not share a letter are significantly different.

107

Page 108: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.5. Data Kadar Lemak Mie Belalang

Kadar Lemak (%) P1 P2 P3 P4 P5 P6Ulangan I 18,17 20,20 19,61 20,09 23,38 25,39Ulangan II 18,50 18,80 20,88 21,71 23,17 25,03Ulangan III 18,86 18,32 19,20 21,72 23,53 25,62Rata-rata 18,51 19,11 19,90 21,17 23,36 25,35

Lampiran 2.6. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Turey Kadar Lemak Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: lemak versus perlakuan

Source DF SS MS F Pperlakuan 5 105,509 21,102 44,49 0,000Error 12 5,692 0,474Total 17 111,201

S = 0,6887 R-Sq = 94,88% R-Sq(adj) = 92,75%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev ---------+---------+---------+---------+p1 3 18,515 0,341 (--*---)p2 3 19,114 0,979 (--*---)p3 3 19,900 0,876 (---*--)p4 3 21,179 0,939 (---*--)p5 3 23,368 0,182 (--*---)p6 3 25,351 0,300 (--*---) ---------+---------+---------+---------+ 20,0 22,5 25,0 27,5

Pooled StDev = 0,689

Grouping Information Using Tukey Method

perlakuan N Mean Groupingp6 3 25,3508 Ap5 3 23,3676 Bp4 3 21,1787 Cp3 3 19,9001 C Dp2 3 19,1135 Dp1 3 18,5153 D

Means that do not share a letter are significantly different.

108

Page 109: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.7. Data Kadar Protein Mie Belalang

Kadar Protein (%) P1 P2 P3 P4 P5 P6Ulangan I 10,72 11,32 13,99 13,55 15,18 16,88Ulangan II 10,45 13,29 13,16 13,93 15,13 17,52Ulangan III 10,58 12,30 13,50 13,74 15,15 17,20Rata-rata 10,583 12,303 13,55 13,74 15,15 17,20

Lampiran 2.8. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Turey Kadar Protein Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: protein versus perlakuan

Source DF SS MS F Pper-lakuan 5 78,097 15,619 72,00 0,000Error 12 2,603 0,217Total 17 80,701

S = 0,4658 R-Sq = 96,77% R-Sq(adj) = 95,43%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev +---------+---------+---------+---------p1 3 10,583 0,135 (--*--)p2 3 12,303 0,985 (--*-)p3 3 13,550 0,417 (--*--)p4 3 13,740 0,190 (--*--)p5 3 15,153 0,025 (--*--)p6 3 17,200 0,320 (--*--) +---------+---------+---------+--------- 10,0 12,0 14,0 16,0

Pooled StDev = 0,466

Grouping Information Using Tukey Method

per-lakuan N Mean Groupingp6 3 17,2000 Ap5 3 15,1533 Bp4 3 13,7400 Cp3 3 13,5500 C Dp2 3 12,3033 Dp1 3 10,5833 E

Means that do not share a letter are significantly different.

109

Page 110: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.9. Data Daya Patah Mie Belalang

Daya Patah (N) P1 P2 P3 P4 P5 P6Ulangan I 0,9 0,7 1,1 0,3 0,3 0Ulangan II 0,8 0,5 1,8 0,4 0,3 0rata-rata 0,85 0,60 1,45 0,35 0,3 0

Lampiran 2.10. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Daya Patah Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: daya patah1 versus ke-lompok

Source DF SS MS F Pke-lompok 5 2,5942 0,5188 11,32 0,005Error 6 0,2750 0,0458Total 11 2,8692

S = 0,2141 R-Sq = 90,42% R-Sq(adj) = 82,43%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev ------+---------+---------+---------+---p1 2 0,8500 0,0707 (-----*-----)p2 2 0,6000 0,1414 (-----*-----)p3 2 1,4500 0,4950 (-----*-----)p4 2 0,3500 0,0707 (-----*-----)p5 2 0,3000 0,0000 (-----*-----)p6 2 0,0000 0,0000 (-----*-----) ------+---------+---------+---------+--- 0,00 0,60 1,20 1,80

Pooled StDev = 0,2141

Grouping Information Using Tukey Method

ke-lompok N Mean Groupingp3 2 1,4500 Ap1 2 0,8500 A Bp2 2 0,6000 A Bp4 2 0,3500 Bp5 2 0,3000 Bp6 2 0,0000 B

Means that do not share a letter are significantly different.

Tukey 95% Simultaneous Confidence IntervalsAll Pairwise Comparisons among Levels of ke-lompok

110

Page 111: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.11. Data Daya Putus Mie Belalang

Daya putus (N) P1 P2 P3 P4 P5 P6Ulangan I 0,1 0,2 0,2 0,1 0,1 0Ulangan II 0,2 0 0,1 0 0,1 0Ulangan III 0,2 0,2 0,1 0,1 0 0Rata-rata 0,167 0,133 0,133 0,067 0,067 0

Lampiran 2.12. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Daya Putus Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: daya putus versus kelompok

Source DF SS MS F Pkelompok 5 0,05611 0,01122 2,52 0,088Error 12 0,05333 0,00444Total 17 0,10944

S = 0,06667 R-Sq = 51,27% R-Sq(adj) = 30,96%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev --------+---------+---------+---------+-P1 3 0,16667 0,05774 (--------*-------)P2 3 0,13333 0,11547 (-------*--------)P3 3 0,13333 0,05774 (-------*--------)P4 3 0,06667 0,05774 (--------*-------)P5 3 0,06667 0,05774 (--------*-------)P6 3 0,00000 0,00000 (-------*-------) --------+---------+---------+---------+- 0,00 0,10 0,20 0,30

Pooled StDev = 0,06667

Grouping Information Using Tukey Method

kelompok N Mean GroupingP1 3 0,16667 AP3 3 0,13333 AP2 3 0,13333 AP5 3 0,06667 AP4 3 0,06667 AP6 3 0,00000 A

Means that do not share a letter are significantly different.

111

Page 112: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.13. Data Daya Serap Air Mie Belalang

Daya serap air (%) P1 P2 P3 P4 P5 P6Ulangan I 215,53 189,31 212,21 219,83 207,56 222,87Ulangan II 208,86 212,87 209,57 213,07 223,81 231,51Ulangan III 226,65 225,94 207,57 221,15 229,29 203,72Rata-rata 217,01 209,37 209,78 218,01 220,22 219,36

Lampiran 2.14. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Turkey Daya Serap Air Mie Belalang Sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: daya serap air versus kelompok

Source DF SS MS F Pkelompok 5 348 70 0,54 0,746Error 12 1559 130Total 17 1907

S = 11,40 R-Sq = 18,24% R-Sq(adj) = 0,00%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev -----+---------+---------+---------+----P1 3 217,01 8,99 (-------------*-------------)P2 3 209,37 18,56 (-------------*--------------)P3 3 209,78 2,33 (--------------*-------------)P4 3 218,02 4,33 (-------------*-------------)P5 3 220,22 11,30 (-------------*--------------)P6 3 219,37 14,22 (-------------*--------------) -----+---------+---------+---------+---- 200 210 220 230

Pooled StDev = 11,40

Grouping Information Using Tukey Method

kelompok N Mean GroupingP5 3 220,22 AP6 3 219,37 AP4 3 218,02 AP1 3 217,01 AP3 3 209,78 AP2 3 209,37 A

Means that do not share a letter are significantly different.

112

Page 113: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.15. Data Waktu Rehidrasi Mie Belalang

Waktu rehidrasi (menit)

P1 P2 P3 P4 P5 P6

Ulangan I 3,29 3,29 3,26 3,30 3,31 3,41Ulangan II 3,36 4,02 3,46 3,39 3,39 3,18Ulangan III 3,36 3,42 3,50 3,44 3,18 3,26Rata-rata 3,34 3,58 3,41 3,38 3,29 3,28

Lampiran 2.16. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Waktu Rehidrasi Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: cooking time versus perlakuan

Source DF SS MS F Pper.la.ku.an 5 0,1744 0,0349 1,05 0,434Error 12 0,3994 0,0333Total 17 0,5738

S = 0,1824 R-Sq = 30,39% R-Sq(adj) = 1,39%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev -------+---------+---------+---------+--1 3 3,3367 0,0404 (-----------*----------)2 3 3,5767 0,3894 (-----------*----------)3 3 3,4067 0,1286 (----------*-----------)4 3 3,3767 0,0709 (-----------*----------)5 3 3,2933 0,1060 (-----------*----------)6 3 3,2833 0,1168 (----------*-----------) -------+---------+---------+---------+-- 3,20 3,40 3,60 3,80

Pooled StDev = 0,1824

Grouping Information Using Tukey Method

per.la.ku.an N Mean Grouping2 3 3,5767 A3 3 3,4067 A4 3 3,3767 A1 3 3,3367 A5 3 3,2933 A6 3 3,2833 A

Means that do not share a letter are significantly different.

113

Page 114: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.17. Data Cooking Loss Mie Belalang

Cooking loss (%) P1 P2 P3 P4 P5 P6Ulangan I 0,1132 0,1412 0,1507 0,1983 0,1855 0,1580Ulangan II 0,1215 0,1316 0,2332 0,1834 0,2481 1,1732Ulangan III 0,1181 0,1740 0,0719 0,1718 0,1679 1,4534Rata-rata 0,1176 0,1489 0,1519 0,1845 0,2005 0,2615

Lampiran 2.18. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Cooking Loss Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: cooking loss versus perlakuan.

Source DF SS MS F Pperlakuan. 5 0,03809 0,00762 1,25 0,347Error 12 0,07328 0,00611Total 17 0,11137

S = 0,07814 R-Sq = 34,20% R-Sq(adj) = 6,79%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev --------+---------+---------+---------+-1 3 0,11760 0,00417 (---------*---------)2 3 0,14893 0,02223 (---------*---------)3 3 0,15193 0,08066 (---------*---------)4 3 0,18450 0,01328 (--------*---------)5 3 0,20050 0,04215 (---------*---------)6 3 0,26153 0,16634 (---------*---------) --------+---------+---------+---------+- 0,10 0,20 0,30 0,40

Pooled StDev = 0,07814

Grouping Information Using Tukey Method

perlakuan. N Mean Grouping6 3 0,26153 A5 3 0,20050 A4 3 0,18450 A3 3 0,15193 A2 3 0,14893 A1 3 0,11760 A

Means that do not share a letter are significantly different.

114

Page 115: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.19. Data Kecerahan Mie Belalang

Kecerahan (L*) P1 P2 P3 P4 P5 P6Ulangan I 51,533 42,033 41,966 38,433 38,433 37,633Ulangan II 48,266 43,600 37,833 46,000 38,166 36,066Ulangan III 47,600 39,133 39,933 40,333 40,900 44,400Rata-rata 49,133 41,589 39,911 41,733 39,166 39,367

Lampiran 2.20. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kecerahan Mie Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: warna versus perlakuan

Source DF SS MS F Pperlakuan 5 210,75 42,15 5,07 0,010Error 12 99,83 8,32Total 17 310,58

S = 2,884 R-Sq = 67,86% R-Sq(adj) = 54,46%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev ---------+---------+---------+---------+p1 3 49,133 2,105 (------*-------)p2 3 41,589 2,266 (------*------)p3 3 39,911 2,067 (------*------)p4 3 41,733 3,767 (------*-------)p5 3 39,167 1,507 (------*-------)p6 3 39,367 4,429 (-------*------) ---------+---------+---------+---------+ 40,0 45,0 50,0 55,0

Pooled StDev = 2,884

Grouping Information Using Tukey Method

perlakuan N Mean Groupingp1 3 49,133 Ap4 3 41,733 A Bp2 3 41,589 A Bp3 3 39,911 Bp6 3 39,367 Bp5 3 39,167 B

Means that do not share a letter are significantly different.

115

Page 116: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.21. Data Kesukaan Warna Mie Belalang

PanelisTingkat Subtitusi

5% 10% 15% 20% 25% 30%Yatik 6 3 4 3 4 2Eneke Risty 5 3 4 3 2 2Gumilang P 5 2 2 2 5 2Eka Shinta 5 4 4 3 3 2Noor Hasyati 4 3 3 2 2 2Ika Nur 4 4 5 2 3 4Fadhlurrahman 4 3 3 5 5 4Ayu Nur Aida 5 5 5 5 5 5Nurliana F 6 6 7 6 6 6Christian Tri W 7 6 6 5 4 4Hanifa R 4 4 5 5 4 2Erva Alvionita 5 3 4 3 3 2Helmy Aditya 5 4 5 4 4 4Kristi W 7 5 7 3 2 2Maria Pesona 7 4 4 6 4 4Fairuz B 6 5 6 4 2 2M. Wahyu Agung 2 2 3 5 3 4Eni Suryani 6 4 4 4 3 3Adnan Fariz 6 3 4 5 3 4Angela F 6 5 7 5 6 4TOTAL 105 78 92 80 73 64RATA-RATA 5,25 3,9 4,6 4 3,65 3,2 4,1

116

Page 117: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.22. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Warna Belalang Sebagai Pengaruh Terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: warna versus perlakuan

Source DF SS MS F Pperlakuan 5 52,70 10,54 6,46 0,000Error 114 186,10 1,63Total 119 238,80

S = 1,278 R-Sq = 22,07% R-Sq(adj) = 18,65%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev -------+---------+---------+---------+--p1 20 5,250 1,251 (------*------)p2 20 3,900 1,165 (------*------)p3 20 4,600 1,429 (------*-------)p4 20 4,000 1,298 (------*------)p5 20 3,650 1,268 (------*------)p6 20 3,200 1,240 (------*------) -------+---------+---------+---------+-- 3,20 4,00 4,80 5,60

Pooled StDev = 1,278

Grouping Information Using Tukey Method

perlakuan N Mean Groupingp1 20 5,250 Ap3 20 4,600 A Bp4 20 4,000 B Cp2 20 3,900 B Cp5 20 3,650 B Cp6 20 3,200 C

117

Page 118: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.23. Data Kesukaan Aroma Mie Belalang

PanelisTingkat Subtitusi

5% 10% 15% 20% 25% 30%Yatik 5 3 3 4 5 4Eneke Risty 3 4 3 5 3 2Gumilang P 5 5 5 5 2 2Eka Shinta 4 4 4 2 2 3Noor Hasyati 4 3 4 3 3 4Ika Nur 5 3 4 1 2 4Fadhlurrahman 4 4 3 4 4 6Ayu Nur Aida 4 4 4 4 4 3Nurliana F 6 7 6 6 7 5Christian Tri W 6 4 3 6 6 7Hanifa R 4 3 5 4 5 4Erva Alvionita 4 4 5 5 4 3Helmy Aditya 5 5 5 5 5 5Kristi W 4 7 4 7 6 4Maria Pesona 4 3 4 7 7 6Fairuz B 3 5 4 5 2 3M. Wahyu Agung 3 4 3 4 3 5Eni Suryani 5 4 3 5 3 4Adnan Fariz 4 4 4 5 4 5Angela F 6 5 4 5 5 6TOTAL 88 85 80 92 82 85RATA-RATA 4,4 4,25 4 4,6 4,1 4,25 4,267

118

Page 119: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.24. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Aroma Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: aroma versus perlakuan

Source DF SS MS F Pperlakuan 5 4,57 0,91 0,57 0,723Error 114 182,90 1,60Total 119 187,47

S = 1,267 R-Sq = 2,44% R-Sq(adj) = 0,00%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev -+---------+---------+---------+--------P1 20 4,400 0,940 (----------*----------)P2 20 4,250 1,164 (----------*----------)P3 20 4,000 0,858 (----------*----------)P4 20 4,600 1,465 (----------*----------)P5 20 4,100 1,619 (----------*----------)P6 20 4,250 1,372 (----------*----------) -+---------+---------+---------+-------- 3,50 4,00 4,50 5,00

Pooled StDev = 1,267

Grouping Information Using Tukey Method

perlakuan N Mean GroupingP4 20 4,600 AP1 20 4,400 AP6 20 4,250 AP2 20 4,250 AP5 20 4,100 AP3 20 4,000 A

Means that do not share a letter are significantly different.

119

Page 120: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.25. Data Kesukaan Tekstur Mie Belalang

PanelisTingkat Subtitusi

5% 10% 15% 20% 25% 30%Yatik 5 2 4 2 2 2Eneke Risty 4 4 4 4 4 4Gumilang P 5 3 4 3 4 3Eka Shinta 4 5 6 6 6 3Noor Hasyati 5 5 4 6 4 2Ika Nur 6 3 4 3 5 5Fadhlurrahman 5 5 5 3 3 3Ayu Nur Aida 4 3 5 3 5 3Nurliana F 5 6 5 5 6 5Christian Tri W 5 4 4 6 6 7Hanifa R 5 3 5 5 3 4Erva Alvionita 3 4 3 2 3 3Helmy Aditya 3 4 4 4 3 5Kristi W 5 5 3 3 3 4Maria Pesona 5 5 7 4 6 2Fairuz B 5 5 6 4 4 4M. Wahyu Agung 5 5 4 3 6 4Eni Suryani 2 5 4 2 1 2Adnan Fariz 5 4 4 4 4 2Angela F 5 4 5 3 2 1TOTAL 91 84 90 75 80 68RATA-RATA 4,55 4,2 4,5 3,75 4 3,4 4,067

120

Page 121: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.26. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Tekstur Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: tekstur versus perlakuan

Source DF SS MS F Pperlakuan 5 19,77 3,95 2,66 0,026Error 114 169,70 1,49Total 119 189,47

S = 1,220 R-Sq = 10,43% R-Sq(adj) = 6,50%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev --+---------+---------+---------+-------P1 20 4,550 0,945 (--------*--------)P2 20 4,200 1,005 (--------*--------)P3 20 4,500 1,000 (--------*--------)P4 20 3,750 1,293 (--------*---------)P5 20 4,000 1,522 (--------*--------)P6 20 3,400 1,429 (--------*--------) --+---------+---------+---------+------- 3,00 3,60 4,20 4,80

Pooled StDev = 1,220

Grouping Information Using Tukey Method

perlakuan N Mean GroupingP1 20 4,550 AP3 20 4,500 A BP2 20 4,200 A BP5 20 4,000 A BP4 20 3,750 A BP6 20 3,400 B

Means that do not share a letter are significantly different.

121

Page 122: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.27. Data Kesukaan Rasa Matang Mie Belalang

PanelisTingkat Subtitusi

5% 10% 15% 20% 25% 30%Yatik 3 2 5 2 2 2Eneke Risty 3 4 4 4 4 4Gumilang P 3 3 3 3 5 3Eka Shinta 6 4 3 6 5 5Noor Hasyati 6 4 5 2 2 1Ika Nur 3 3 4 3 4 4Fadhlurrahman 5 6 5 3 3 3Ayu Nur Aida 4 4 5 3 5 3Nurliana F 6 6 6 5 7 7Christian Tri W 4 3 3 6 7 7Hanifa R 3 4 3 5 4 4Erva Alvionita 4 2 4 4 4 3Helmy Aditya 3 3 2 5 6 4Kristi W 5 5 5 4 2 3Maria Pesona 5 6 5 6 6 6Fairuz B 4 4 4 2 3 2M. Wahyu Agung 3 5 3 3 3 5Eni Suryani 2 4 4 2 2 3Adnan Fariz 5 4 4 3 4 3Angela F 4 3 2 2 3 2TOTAL 81 79 79 73 81 74RATA-RATA 4,05 3,95 3,95 3,65 4,05 3,7 3,891667

122

Page 123: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.28. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Rasa Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: rasa versus perlakuan

Source DF SS MS F Pperlakuan 5 3,04 0,61 0,32 0,898Error 114 214,55 1,88Total 119 217,59

S = 1,372 R-Sq = 1,40% R-Sq(adj) = 0,00%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev ---------+---------+---------+---------+P1 20 4,050 1,191 (-----------*-----------)P2 20 3,950 1,191 (-----------*-----------)P3 20 3,950 1,099 (-----------*-----------)P4 20 3,650 1,424 (-----------*-----------)P5 20 4,050 1,605 (-----------*-----------)P6 20 3,700 1,625 (-----------*-----------) ---------+---------+---------+---------+ 3,50 4,00 4,50 5,00

Pooled StDev = 1,372

Grouping Information Using Tukey Method

perlakuan N Mean GroupingP5 20 4,050 AP1 20 4,050 AP3 20 3,950 AP2 20 3,950 AP6 20 3,700 AP4 20 3,650 A

123

Page 124: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.29. Data Kesukaan Rasa Matang Mie Belalang

PanelisTingkat Subtitusi

5% 10% 15% 20% 25% 30%Yatik 5 5 5 3 3 5Eneke Risty 4 3 4 4 4 4Gumilang P 4 5 4 6 6 5Eka Shinta 6 4 5 6 7 7Noor Hasyati 5 7 3 5 5 7Ika Nur 3 4 5 2 5 5Fadhlurrahman 6 7 7 3 4 6Ayu Nur Aida 3 3 5 4 5 4Nurliana F 4 5 7 6 6 7Christian Tri W 5 3 5 5 7 7Hanifa R 5 3 6 5 3 3Erva Alvionita 4 4 4 6 4 5Helmy Aditya 2 5 3 5 3 5Kristi W 5 4 3 6 2 4Maria Pesona 5 6 5 7 7 5Fairuz B 5 3 4 4 2 3M. Wahyu Agung 5 5 4 6 3 5Eni Suryani 4 5 6 5 6 2Adnan Fariz 4 5 4 4 5 4Angela F 5 3 5 7 4 3TOTAL 89 89 94 99 91 96 4,65RATA-RATA 4,45 4,45 4,7 4,95 4,55 4,8

124

Page 125: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.30. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Kesukaan Rasa (mentah) Belalang Sebagai Pengaruh terhadap Subtitusi Tepung Belalang

One-way ANOVA: rasa kering versus perlakuan

Source DF SS MS F Pperlakuan 5 4,10 0,82 0,46 0,802Error 114 201,20 1,76Total 119 205,30

S = 1,329 R-Sq = 2,00% R-Sq(adj) = 0,00%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev ---+---------+---------+---------+------P1 20 4,450 0,999 (-----------*-----------)P2 20 4,450 1,276 (-----------*-----------)P3 20 4,700 1,174 (-----------*-----------)P4 20 4,950 1,356 (-----------*-----------)P5 20 4,550 1,605 (-----------*-----------)P6 20 4,800 1,473 (-----------*-----------) ---+---------+---------+---------+------ 4,00 4,50 5,00 5,50

Pooled StDev = 1,329

Grouping Information Using Tukey Method

perlakuan N Mean GroupingP4 20 4,950 AP6 20 4,800 AP3 20 4,700 AP5 20 4,550 AP2 20 4,450 AP1 20 4,450 A

Means that do not share a letter are significantly different.

125

Page 126: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.31. Hasil Perhitungan Skor Kimia Asam Amino

• Isoleusin = AAE protein sample x 100

AAE protein standart

= 4, 45 x 100 = 14,53

32

• Leusin = AAE protein sample x 100

AAE protein standart

= 7, 67 x 100 = 11,62

66

• Lisin = AAE protein sample x 100

AAE protein standart

= 9,32 x 100 = 16,35

57

• Fenilalanin + Tirosin = AAE protein sample x 100

AAE protein standart

= 7, 98 x 100 = 15,34

54

• Treonin = AAE protein sample x 100

AAE protein standart

= 2, 85 x 100 = 9,19

31

• Histidin = AAE protein sample x 100

AAE protein standart

= 2,56 x 100 = 12,80

20

• Valin = AAE protein sample x 100

AAE protein standart

= 5,74 x 100 = 13,34

43

126

Page 127: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.32. Data Rata-Rata Peningkatan Berat Badan Tikus

Hari/Perlakuan NormalComfeed Par-

sMie Belalang Mie Instan

0 195,25 144,5 129,25 141,51 195,25 144,75 132,25 141,752 197,25 147,25 132,25 141,753 196,75 151,5 132,25 142,254 202 151,75 132,75 129,55 204,25 151,5 151,5 1476 201 151,5 151,5 149,257 206 153 144,5 150,758 205,5 151 144,5 1509 210 161 144,25 151,5

10 211,25 156,25 146 151,7511 212,25 156,75 148,25 151,2512 219,5 153,75 149,5 150,2513 221 151,5 148,5 148,7514 227,5 150,25 145,5 146,7515 230,25 147,25 149,75 15116 230,75 148 152,25 15117 224,25 148,25 150,75 152,2518 220,75 219,25 216,25 213,7519 219,25 149,75 152,5 153,3520 216,25 158,75 152,75 151,7521 213,75 161,5 153,5 152,5

Lampiran 2.33. Data Konsumsi Pakan dan Nilai PER

PerlakuanPeningkatan BB

Rata-Rata

KonsumsiPakan

KonsumsiProtein

BB/hari PER rata-rata

P1T1 -1 18,5 20 3,8 -0,04762 -0,01253 0,23183P1T2 7 20 3,8 0,333333 0,087719P1T3 37 20 3,8 1,761905 0,463659P1T4 31 20 3,8 1,47619 0,388471P2T1 1 17 15 2,85 0,047619 0,016708 0,284043P2T2 19 15 2,85 0,904762 0,31746P2T3 14 15 2,85 0,666667 0,233918P2T4 34 15 2,85 1,619048 0,568087P3T1 25 24,25 10,36 1,2432 1,190476 0,95759 0,998381P3T2 29 10,52 1,2624 1,380952 1,09391P3T3 24 9,1 1,092 1,142857 1,046572P3T4 19 8,42 1,0104 0,904762 0,895449P4T1 12 11 8,2 0,86756 0,571429 0,658662 0,598695P4T2 4 8,57 0,906706 0,190476 0,210075P4T3 16 9,16 0,969128 0,761905 0,786176P4T4 12 7,3 0,77234 0,571429 0,739867

127

Page 128: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.34. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Peningkatan Berat Badan

One-way ANOVA: Peningkatan BB versus C1

Source DF SS MS F PC1 3 356 119 0,84 0,498Error 12 1696 141Total 15 2051

S = 11,89 R-Sq = 17,34% R-Sq(adj) = 0,00%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel N Mean StDev --+---------+---------+---------+-------comfed PAR-s 4 17,00 13,64 (------------*------------)mie belalang 4 24,25 4,11 (------------*------------)mie instan 4 11,00 5,03 (------------*------------)normal 4 18,50 18,36 (------------*-----------) --+---------+---------+---------+------- 0 10 20 30

Pooled StDev = 11,89

Grouping Information Using Tukey Method

C1 N Mean Groupingmie belalang 4 24,25 Anormal 4 18,50 Acomfed PAR-s 4 17,00 Amie instan 4 11,00 A

Means that do not share a letter are significantly different.

128

Page 129: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 2.35. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Tukey Protein Eficiency Ratio

One-way ANOVA: PER versus C1

Source DF SS MS F PC1 3 1,4939 0,4980 10,91 0,001Error 12 0,5479 0,0457Total 15 2,0419

S = 0,2137 R-Sq = 73,16% R-Sq(adj) = 66,46%

Level N Mean StDevcomfed PAR-s 4 0,2840 0,2279mie belalang 4 0,9984 0,0889mie instan 4 0,5987 0,2644normal 4 0,2318 0,2300

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDevLevel +---------+---------+---------+---------comfed PAR-s (------*------)mie belalang (------*-----)mie instan (------*------)normal (------*-----) +---------+---------+---------+--------- 0,00 0,35 0,70 1,05

Pooled StDev = 0,2137

Grouping Information Using Tukey Method

C1 N Mean Groupingmie belalang 4 0,9984 Amie instan 4 0,5987 A Bcomfed PAR-s 4 0,2840 Bnormal 4 0,2318 B

Means that do not share a letter are significantly different.

129

Page 130: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Uji Kesukaan

Nama……………………………………..Tanggal…………………………………..

Petunjuk: 1. Dihadapan anda terdapat enam cup mie yaitu cup nomor ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ). Anda diminta untuk mencicipi dan merasakan satu persatu. 2. Sebelum melanjutkan pada mie yang berikutnya, Anda diminta untuk meminum air putih yang telah disediakan. Tunggu sekitar 1 menit setelah meminum air putih sebelum melanjutkan mencicipi dan merasakan mie yang berikutnya.3. Sekarang anda diminta untuk mencicipi dan merasakan mie yang berikutnya.4. Berikan penilaian Anda untuk masing-masing karakteristik dari mie dihadapan Anda.

Karakteristik WarnaAromaTekstur

Rasa (Basah)

Rasa (Kering)

Cara Penilaian:7 Amat Suka 3 Agak Tidak Suka6 Sangat Suka 2 Tidak Suka5 Suka 1 Sangat Tidak Suka4 Agak Suka

5. Terima kasih atas bantuan dan waktu yang telah Anda sediakan.

Komentar................................................................................................................................

LAMPIRAN 3Lampiran 3.1. Form Penilaian Uji Organolaptik

130

Page 131: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

LAMPIRAN 4

Lampiran 4.1. Dokumentasi Pembuatan Tepung Belalang

Lampiran 4.2 Dokumentasi Pembuatan Mie Belalang

Lampiran 4.3 Dokumentasi Analisis Kimia Mie Belalang

131

Page 132: Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi ...repository.ub.ac.id/150606/1/051502939_-_Nurul_A.pdf · Karakteristik Kimia, Fisik, Organoleptik, dan Nilai Gizi Protein

Lampiran 4.4 Dokumentasi Analisis Fisik Mie Belalang

132