analisis demografi hasil pendataan keluarga tahun 2013 provinsi ...
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
-
Upload
shella-jamilah -
Category
Documents
-
view
100 -
download
0
Transcript of KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
1
I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. D
Nama Responden : Sdr. F
Alamat lengkap : Ds. Karang Tengah RT1 RW4 Kembaran
Bentuk Keluarga : Extended family
Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Status L/
P
Usia Pendidikan Pekerjaan Ket
1 Ny. K Nenek P 60 SD Ibu Rumah
tangga
2. Tn. D KK (paman) L 45 SD Buruh Pasir
3 Ny. S Bibi P 27 3 SMA Karyawan
Pabrik
4 Nn.
Ku
Bibi P 18 SMP Karyawan
Pabrik
5 F Keponakan P 21 SMA Karyawan
Pabrik
Responden
6 L Keponakan,
anak Ny. S
P 2,5 - -
7 Tn. A Suami Ny. S L 28 SMP Supir
Kesimpulan :
Keluarga Sdr. F merupakan keluarga besar atau extended family.
2
II. STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
perempuan berusia 21 tahun yang menjalani pengobatan di Puskesmas 1
Sokaraja.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : F
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Karyawan Pabrik
Pendidikan : SMA
Penghasilan/bulan : ± Rp 750.000,00
Alamat : Desa Karang Tengah Rt 01 Rw 04
Kembaran
Tanggal periksa : 1 November 2012
A. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Panas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Onset : 4 hari yang lalu sebelum masuk
puskesmas
Kuantitas : semakin lama semakin memberat
Kualitas : Mengganggu aktivitas
Faktor memperberat : Jika beraktivitas
Yang memperingan : Obat-obatan dari dokter
Gejala penyerta : mual, nyeri ulu hati, kembung, lemas,
pusing, tidak nafsu makan
3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat mondok : disangkal
f. Riwayat alergi obat/makanan : telur
g. Riwayat pengobatan : pengobatan sakit gigi
h. Riwayat trauma : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Keluhan yang sama dengan anggota keluarga lain : disangkal
5. Riwayat Sosial dan Exposure
a. Community : Rumah pasien berada di daerah pemukiman yang
padat penduduk dengan jarak rumah yang satu
dengan rumah yang lainnya berdekatan. Pasien
tinggal tidak bersama dengan kedua orang tuanya,
melainkan dengan keluarga besarnya, yaitu nenek
dari bapak, paman dari bapak, kedua bibi dari bapak,
dan sepupunya.
b. Home : Rumah keluarga Sdr. F terdiri dari 5 ruangan. Terdiri
dari 3 kamar tidur berukuran 2 m x 2 m , 1 ruang
tamu, 1 ruang keluarga berukuran 4 m x 3 m, 1 dapur
berukuran 5 m x 2 m. Sumber air diambil dari sumur
yang terletak dibelakang rumah. Jarak septik tank
dengan sumber air ± 5 m. Tidak semua ruangan
terdapat ventilasi. Di ruang tamu terdapat 3 jendela ,
ruang keluarga terdapat 1 jendela, kamar tidur
terdapat 1 ventilasi, dan dapur tidak terdapat ventilasi
sehingga secara umum rumah ini belum dikatakan
sehat.
c. Hobby : Menonton tv
d. Occupational : Karyawan pabrik
4
e. Personal habit : Pasien memiliki kebiasaan makan makanan pedas dan
asam serta jajan di pinggir jalan dan memanjangkan
kuku.
f. Diet : Pasien suka makanan yang asam dan pedas
g. Drug : Obat dari dokter gigi
6. Riwayat Gizi :
Pasien dalam kesehariannya tinggal bersama keluarganya. Pasien
makan sebanyak 2-3 kali sehari. Terkadang makan hasil masakan nenek
atau membeli makan diluar. Menu makanan yang biasa dikonsumsi adalah
nasi, lauk pauk seperti tahu, tempe, telur dan sayur-sayuran.
7. Riwayat Psikologi :
Pasien termasuk orang agak pendiam. Pasien relatif lebih sering
menyimpan masalahnya sendiri. Namun, untuk mengantisipasinya, pasien
terkadang menceritakan masalah pribadinya teman dekatnya.
8. Riwayat Ekonomi :
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah ke bawah.
Pekerjaan nenek sebagai ibu rumah tangga, pekerjaan pamannya sebagai
buruh angkut pasir dan supir, pekerjaan bibinya sebagai karyawan pabrik
sama seperti pasien.
9. Riwayat Demografi :
Hubungan antara pasien dengan keluarganya dapat dikatakan
kurang harmonis. Hal tersebut dapat terlihat dari kurang tebukanya pasien
terhadap keluarganya.
10. Riwayat Sosial :
Penyakit yang diderita pasien dirasakan mengganggu aktivitas
karena pasien menjadi tidak bisa bekerja dan hanya ingin
berbaring/istirahat. Pasien kurang bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya.
11. Review of System :
a. Keluhan Utama : Pusing
b. Kulit : Warna kuning langsat
c. Kepala : Simetris, ukuran normal
5
d. Mata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis
(+/+), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-)
e. Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-),
discharge (-)
f. Telinga : Pendengaran jelas, keluar cairan (-)
g. Mulut : Bibir pucat (+), Sariawan (-), mulut
kering (+), thypoid tongue (+)
h. Tenggorokan : sakit menelan (-)
i. Pernafasan : sesak nafas (-), mengi (-), batuk (-)
j. Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-)
k. Sistem Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), kembung (+), nyeri
perut bagian atas (+), BAB (+) normal,
nafsu makan menurun (+)
l. Sistem Muskuloskeletal : lemas (+),
m. Sistem Genitourinaria : buang air kecil normal
n. Ekstremitas : Atas : bengkak (-), luka (-)
Bawah : bengkak (-), luka (-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak lemah, kesadaran compos mentis, dan status gizi baik.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 78 x/menit, regular
c. RR : 20 x /menit
d. Suhu : 37O C
3. Status gizi
a. BB : 40 kg
b. TB : 155 cm
c. IMT : 19,55 kg/m2
Kesan status gizi : baik
4. Kulit : sianosis (-), turgor kulit kembali cepat (< 1 detik),
6
ikterus (-)
5. Kepala : bentuk kepala normal, pusing (+)
6. Mata : edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-), air mata (-), mata cekung
(-/-)
7. Telinga : bentuk normal, sekret (-/-)
8. Hidung : napas cuping hidung (-), sekret (-/-)
9. Mulut : bibir pucat (+), mulut kering (+), thypoid tongue
(+)
10. Tenggorokan : hiperemis (-)
11. Leher : deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
12. Thoraks : bentuk simetris normal, benjolan (-), retraksi (-)
Cor
Inspeksi : bentuk dada normal simetris, benjolan (-), jejas (-),
lesi (-)
Auskultasi : bunyi jantung normal (S1>S2), bising (-), denyut
jantung reguler
Palpasi : nyeri tekan (-), thrill (-)
Perkusi : Batas atas kiri : SIC II LMC sinsitra
Batas atas kanan : SIC II LPS dextra
Batas bawah kiri : SIC V LMC sinistra
Batas bawah kanan : SIC IV LPS dextra
Pulmo :
Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan
dinamis, retraksi tidak ada, ketinggalan gerak
tidak ada
Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri,
ketinggalan gerak tidak ada
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar: vesikuler kanan dan kiri
Suara tambahan tidak didapatkan
13. Punggung : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
7
14. Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, simetris, venektasi tidak ada, sikatrik
tidak ada, tidak tampak massa.
Auskultasi : Terdengar suara bising usus normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, defans muskular
tidak ada, tidak teraba massa, ballotemen tidak
ada, buli-buli tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (+).
Perkusi : timpani, nyeri ketok costovertebra (-)
15. Genitalia : tidak dilakukan
16. Anorektal : tidak dilakukan
17. Ekstremitas :
Superior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
18. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi motorik :
K 5555 5555 T N N RF + + RP - -
5555 5555 N N + + - -
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Widal : S. typhi O 1/160
S. typhi H 1/160
Disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang:
Laboratorium (darah lengkap) seperti Hb, Leukosit, Trombosit; kultur darah
pada minggu pertama, feses pada minggu kedua, atau urin pada minggu
ketiga, pemeriksaan darah tepi tebal maupun tipis.
8
D. RESUME
Penderita F usia 21 tahun datang ke Puskesmas 1 Sokaraja dengan
keluhan panas sudah 4 hari sebelum masuk puskesmas dan disertai mual,
pusing, lemas, nyeri ulu hati, tidak nafsu makan, dan perut kembung. Awalnya
demam hanya gelemeng tetapi lama kelamaan semakin memberat dan
dirasakan terutama pada sore sampai malam hari. Sehari sebelum masuk
puskesmas, pasien pingsan sepulang dari kerja. Pasien merasakan keluhan
setelah mengkonsumsi makanan pedas. Pasien tinggal dalam satu rumah
bersama nenek, paman, kedua bibi, dan sepupunya. Diagnosis pasien adalah
demam tifoid. Kondisi psikologi keluarga kurang baik. Status ekonomi pasien
termasuk kelas menengah ke bawah. Pasien juga mempunyai kebiasaan makan
makanan pedas dan asam serta senang memanjangkan kuku. Rumah pasien
kurang memenuhi kriteria rumah sehat, seperti jarak septic tank dengan
sumber air minum hanya ± 5 m, ventilasi kurang, pencahayaan kurang.
E. DIAGNOSTIK HOLISTIK
1. Aspek Personal
Pasien mengeluh panas yang hilang timbul dan sudah berlangsung selama
4 hari.
Idea : pasien berpendapat bahwa penyakit yang dialaminya dapat
segera disembuhkan.
Concern : pasien mengaku merasa lemas dan pusing dan hanya
mampu berbaring/istirahat, sehingga tidak bisa beraktivitas
(produktivitas menurun).
Expectacy : pasien mempunyai harapan segera sembuh dari
penyakitnya.
Anxiety : Pasien takut akan kondisi kesehatannya. Kedaan ini sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari terutama dalam
pekerjannya di pabrik.
2. Aspek Klinis
Diagnosis : Suspek demam tifoid
9
Diff diagnosis : dengue fever, Infeki Saluran Kemih
Gejala klinis : demam, mual, perut sakit dan kembung, pusing, lemas,
nafsu makan menurun
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Kebiasaan pasien senang makan makanan yang pedas dan asam serta
jajan di pinggir jalan.
b. Kebiasaan pasien yang senang memanjangkan kuku menjadi tempat
berkembangnya mikroorganisme.
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Sumber air yang digunakan di rumah pasien berdekatan dengan septik
tank, yaitu ± 5 meter.
b. Pendidikan anggota keluarga lain tergolong rendah, yaitu SD dan SMP.
c. Alat memasak di rumah masih menggunakan tungku kayu bakar.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala fungsi Sdr. F
Berdasarkan kasus, skala fungsional Sdr. F adalah skala 2.
Skala
Fungsional
Akltivitas Menjalankan
Fungsi
Kemampuan dalam
menjalani kehidupan
untuk tidak
tergantung pada
orang lain
Skala 1 Mampu melakukan pekerjaan
seperti sebelum sakit (tidak
ada kesulitan)
Perawatan diri, bekerja
di dalam dan di luar
rumah (mandiri)
Skala 2 Mampu melakukan pekerjaan
ringan sehari-hari di dalam
dan di luar rumah (sedikit
kesulitan)
Mulai mengurangi
aktivitas kerja
(pekerjaan kantor)
10
Skala 3 Mampu melakuka perawatan
diri, tetapi mampu melakukan
pekerjaan ringan (beberapa
kesulitan)
Perawatan diri masih
bisa dilakukan, hanya
mampu melakukan
kerja ringan
Skala 4 Dalam keadaan tertentu,
masih mampu merawat diri,
namun sebagian besar
pekerjaan hanya duduk dan
berbaring (banyak kesulitan)
Tidak melakukan
aktivitas kerja,
tergantung pada
keluangan
Skala 5 Perwatan diri dilakukan orang
lain, tidak mampu berbuat
apa-apa, berbaring pasif
Tergantung pada
pelaku rawat
F. PENATALAKSANAAN
1. Personal Care
a. Initial Plan
Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium (darah lengkap) seperti
hemoglobin yang biasanya didapatkan hasil normal atau menurun jika
ada penyulit, leukosit biasanya leukopeni tetapi tidak menutup
kemungkinan normal atau bahkan meningkat, trombosit dapat noemal
atau menurun, LED meningkat, hitung jenis leukosit biasanya
didapatkan hasil neutropenia dengan limfositosis relatif, kultur
bakteriologis darah pada minggu pertama, feses pada minggu kedua,
dan urin pada minggu ketiga; kimia klinik seperti fungsi enzim hati
(AST dan ALT) dimana biasanya terjadi peningkatan, tes
immunoglobulin seperti PCR dan ELISA.
b. Medikamentosa
1) Infus RL 250 cc
2) Tiamfenikol 3x1
3) Paracetamol 3x1
4) Antacyd syrup 3x2 cth
11
c. Non-medikamentosa
1) Istirahat total
2) Konsumsi makanan rendah serat
3) Kurangi aktifitas fisik yang berat.
4) Diet bubur halus
5) Jaga higeinitas
6) Jaga daya tahan tubuh.
d. KIE (Konseling, Informasi, dan Edukasi)
1) Memberikan informasi mengenai penyakit demam tifoid, mulai
dari definisi, penyebab, faktor risiko, patofisiologi,
penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis.
2) Memberikan langkah-langkah dalam mencegah terjadinya demam
tifoid.
2. Family Care
a. Memberikan edukasi pada keluarga untuk ikut mendukung dalam
kontrol dan pengobatan pasien.
b. Adanya dukungan moral dari keluarga dalam pengendalian penyakit
pasien, terutama dukungan moral.
3. Local Community Care
Memberikan edukasi mengenai penyakit demam tifoid dan cara
mengatasi/mencegahnya kepada masyarakat sekitar.
G. FOLLOW UP
Kamis, 1 November 2012
S : panas, mual, nyeri ulu hati, perut kembung dan sakit, badan terasa
lemas, serta tidak nafsu makan
O : Keadaan umum tampak lemah, mata cekung (-), air mata (+), mulut
kering (+), tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik),
nyeri tekan epigastrium (+), lidah kotor (+)
VS : Tensi : 120/80 mmHg RR : 20 x/mnt, reguler
12
Nadi : 78 x/mnt Suhu : 37° C
A : Suspek Demam Tifoid
P : IVFD RL 20 tetes per menit
Tiamfenikol 500 mg 3x1
Paracetamol 500 mg 3x1
Antacyd syrup 3x2 cth
Jum’at, 2 November 2012
S : pusing, lemas, dan perut masih sakit, sudah tidak mual, sudah tidak
demam
O : Keadaan umum tampak lemah, mata cekung (-), air mata (+), mulut
kering, tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri
tekan epigastrium (+).
VS : Tensi : 100/70 mmHg RR : 16 x/mnt, reguler
Nadi : 88 x/mnt Suhu : 36° C
A : Suspek Demam Tifoid
P : Habiskan obat yang diberikan, hindari telat makan dan makanan yang
dapat memicu seperti makanan pedas dan asam, penderita dianjurkan
istirahat cukup.
Sabtu, 3 November 2012
S : pusing saat berjalan, lemas, sudah tidak mual, demam, dan sakit perut
O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut
kering, tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri
tekan epigastrium (+).
VS : Tensi : 100/90 mmHg RR : 16 x/mnt, reguler
Nadi : 74 x/mnt Suhu : 36° C
A : Suspek Demam Tifoid
P : Habiskan obat yang diberikan, hindari telat makan dan makanan yang
dapat memicu seperti makanan pedas dan asam, penderita dianjurkan
istirahat cukup.
13
Kesimpulan :
Dari follow up yang telah dilakukan pada 1 November 2012, 2 November
2012, dan 3 November 2012 dapat disimpulkan pasien mengalami
perkembangan ke arah yang lebih baik dan keluhan juga sudah berkurang.
H. FLOW SHEET
Nama : Sdr. F
Diagnosis : Suspek Demam Tifoid
Flow Sheet
No Tgl ProblemT
mmHg
N
x/1’
R
x/1’ Planning Target
1. 5
November
2012
Sakit
perut
dan
lemas
110/60 74x/m 20x/m 1. Tiamfenikol
500 mg 3x1
2. Paracetamol
500 mg 3x1
3. Antacyd syrup
3x2 cth
Rasa
mual
hilang
2 11
November
2012
Sudah
tidak
ada
keluhan
110/70 80x/m 20x/m - Sembuh
14
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari penderita (Sdr. F, 21 tahun), nenek (Ny. K,
60 tahun), paman dari bapak (Tn. D, 45 tahun), bibi dari bapak (Ny.S,
27 tahun), bibi dari bapak (Nn. Ku, 18 tahun), Sdr L yang merupakan
anak dari Ny. S (2,5 tahun), dan paman ipar suami dari Ny. S (Tn. A,
28 tahun). Keluarga termasuk keluarga besar (extended family) dimana
Tn. D sebagai kepala keluarga. Kedua orang tua Sdr. F tinggal di
Banjarnegara bersama adiknya. Sdr. F tinggal bersama neneknya sejak
selesai sekolah. Keluarga Sdr. F merupakan keluarga yang cukup
mengerti tentang kesehatan. Saat Sdr. F atau anggota keluarga
mengalami sakit, pasien langsung memeriksakan keadaannya ke dokter
atau ke Puskesmas.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dan keluarga secara umum terjalin cukup baik,
hanya saja kepribadian pasien yang tertutup dan pendiam sehingga jika
ada permasalahan jarang menceritakan kepada keluarganya, tetapi kepada
teman terdekatnya. Pasien dan anggota keluarga lainnya jarang bertemu
karena sibuk bekerja sampai malam, hanya pada hari minggu semuanya
dapat berkumpul.
3. Fungsi Sosial
Sdr. F kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena
kesibukannya dalam bekerja, Sdr. F jarang mengikuti perkumpulan dengan
tetangga atau berorganisasi di lingkungan sekitarnya.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan Tn. D yaitu sekitar Rp
500.000,00 sebulan. Penghasilan ini tidak stabil dan dirasa masih kurang
15
mencukupi untuk keperluan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, pasien berseta
anggota keluarga lainnya ikut membantu keuangan keluarga.. Biaya
pengobatan pasien dan keluarga di Puskesmas menggunakan biaya umum
karena tidak memiliki kartu Jamkesmas.
Kesimpulan :
Sdr. F merupakan seorang karyawan pabrik yang bekerja dari jam 7 pagi
sampai jam 7 malam setiap hari senin sampai sabtu. Sdr. F tinggal bersama
neneknya sejak 2 tahun terakhir, setelah lulus dari sekolah. Hubungan
kekeluargaan cukup baik tetapi Sdr. F kurang terbuka kepada keluarga jika
mempunyai masalah. Sdr. F berasal dari kalangan ekonomi menengah ke
bawah. Penghasilan kepala keluarga dirasakan masih kurang untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota
keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis
keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 =
baik.
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita selalu jarang
menceritakannya kepada keluarga. Jika penderita menghadapi suatu masalah
selalu menceritakan kepada teman dekatnya.
PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain, meskipun waktu kebersamaan dirasa
singkat. Namun, pada hari minggu keluarga semuanya berkumpul.
GROWTH
Pasien merasa bersyukur masih dapat mengurusi kebutuhan rumah
tangganya.
16
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan nenek, paman,
bibi, dan sepupunya berjalan dengan baik dan harmonis.
RESOLVE
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga
besar maupun dari saudara-saudara.
Nilai APGAR dari pasien
A.P.G.A.R Sdr.F Terhadap
Keluarga
Hampir
selalu
Kadang-
kadang
Hampir tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
Ö
P Saya puas dengan cara keluarga
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
Ö
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru
Ö
A Saya puas dengan cara keluarga
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll
Ö
R Saya puas dengan cara keluarga
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Ö
Total poin = 7
17
A.P.G.A.R Ny. K Terhadap
Keluarga
Hampir
selalu
Kadang-
kadang
Hampir tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
Ö
P Saya puas dengan cara keluarga
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
Ö
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru
Ö
A Saya puas dengan cara keluarga
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll
Ö
R Saya puas dengan cara keluarga
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Ö
Total Poin =9
A.P.G.A.R Tn. D Terhadap
Keluarga
Hampir
selalu
Kadang-
kadang
Hampir tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
Ö
P Saya puas dengan cara keluarga
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
Ö
G Saya puas dengan cara keluarga Ö
18
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll
Ö
R Saya puas dengan cara keluarga
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Ö
Total Poin= 6
A.P.G.A.R Ny. S Terhadap
Keluarga
Hampir
selalu
Kadang-
kadang
Hampir tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
Ö
P Saya puas dengan cara keluarga
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
Ö
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru
Ö
A Saya puas dengan cara keluarga
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll
Ö
19
R Saya puas dengan cara keluarga
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Ö
Total poin= 9
A.P.G.A.R Nn. Ku Terhadap
Keluarga
Hampir
selalu
Kadang-
kadang
Hampir tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
Ö
P Saya puas dengan cara keluarga
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
Ö
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru
Ö
A Saya puas dengan cara keluarga
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll
Ö
R Saya puas dengan cara keluarga
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Ö
Total poin= 7
A.P.G.A.R Tn. A Terhadap
Keluarga
Hampir
selalu
Kadang-
kadang
Hampir tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya bila saya
Ö
20
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
Ö
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru
Ö
A Saya puas dengan cara keluarga
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll
Ö
R Saya puas dengan cara keluarga
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Ö
Total poin= 6
A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (7+9+6+9+7+6)/6
= 7,3
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien sedang
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah
44, sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 7,3. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien dalam
keadaan sedang.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
Fungsi patologis dari keluarga Sdr. F dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
21
Nilai SCREEM dari keluarga pasien
SUMBER PATOLOGI KET
Social Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan
saudara, partisipasi mereka dalam kegiatan kemasyarakatan
kurang aktif.
+
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat
dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan.
-
Religion Pemahaman agama cukup. Penerapan ajaran juga baik, hal ini
dapat dilihat dari penderita dan keluarga yang rutin menjalankan
sholat lima waktu.
-
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong rendah, pendapatan hanya cukup
untuk memenuhi keburuhan primer kebutuhan sekunder masih
belum bisa terpenuhi.
+
Education Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Pendidikan dan
pengetahuan penderita kurang. Kemampuan untuk memperoleh
dan memiliki fasilitas pendidikan seperti buku dan koran terbatas.
+
Medical
Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan
pelayanan puskesmas dan tidak menggunakan kartu
Jamkesmas/ASKIN untuk berobat.
-
Keterangan :
a) Social (+) artinya keluarga Sdr. F belum berperan aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan.
b) Cultural (-) artinya keluarga Sdr. F masih aktif dalam pergaulan sehari-
hari. Keluarga Sdr. F masih menganut tradisi jawa, hal ini terbukti
keluarga Sdr. F masih menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan.
c) Religion (-) artinya keluarga Sdr. F sudah memiliki pemahaman agama
yang cukup, hal tersebut dapat dilihat dari pemeliharaan shalat 5
22
waktu.
d) Economic (+) artinya ekonomi keluarga pasien masih tergolong
rendah, namun untuk memenuhi kebutuhan primer sudah bisa
tercukupi.
e) Education (+) artinya keluarga Sdr. F kurang memiliki pengetahuan
yang cukup, khususnya mengenai permsalahan kesehatan dan
pentingnya pendidikan.
f) Medical (-) artinya dalam mencari pelayanan kesehatan pasien sudah
baik, yaitu dengan langsung mengunjungi Puskesmas terdekat, tidak
berobat ke dukun atau yang semisalnya.
Kesimpulan :
Dalam keluarga Sdr. F fungsi patologis yang positif adalah Fungsi Sosial,
Fungsi Ekonomi, dan Fungsi Edukasi.
D. GENOGRAM
Alamat : Karang Tengah RT/RW : 01/04
Kec : Kembaran
Kab : Banyumas
Prop : Jawa Tengah
Bentuk Keluarga : Extended Family
Tn D
Ny.S
Tn. A
Nn. Ku
23
Genogram Keluarga Sdr. F
Keterangan :
: Pasien
: Laki-laki
: Perempuan
: Tinggal dalam satu rumah
Sdr F21 tahun
Ny S27 tahun
Nn. Ku18 tahun
Tn. D45 tahun
Sdr L2,5 tahun
Tn A28 tahun
Ny. K60 tahun
24
E. POLA INTERAKSI KELUARGA
Pola Interaksi Keluarga Sdr. F
Sumber : Data Primer, 5 November 2012
Keterangan : hubungan baik
Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Sdr. F dinilai cukup
harmonis dan saling mendukung.
25
IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku
Pasien mulai menderita demam 4 hari sebelum masuk Puskesmas.
Saat ini, dikeluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama.
Pasien tinggal di daerah pedesaan dengan kepadatan penduduk yang padat.
Rumah pasien memiliki jamban sendiri hanya jarak antara septic tank
dengan sumber air berjarak ± 5 meter.
Pasien mempunyai kebiasaan makan makanan pedas dan asam,
serta senang memanjangkan kuku. Makanan yang dikonsumsi setiap
harinya terkadang membeli di depan tempat kerjanya yang berada di
pinggir jalan tanpa memperhatikan kebersihan makanan tersebut. Sebelum
demam, pasien mengkonsumsi makanan pedas.
Perilaku di dalam keluarga ini sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan pada anggota keluarga, terutama perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan. Keluarga ini menyadari arti penting kesehatan, namun
belum memiliki standar hidup sehat. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi pasien dan keluarga, serta pengetahuan yang ala kadarnya di bidang
kesehatan. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila
mereka sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis
pendapatan keluarga akan berkurang. Keluarga ini meyakini bahwa
sakitnya disebabkan oleh kebiasaan telat makan. Pasien juga memiliki sifat
tertutup dan cenderung menyimpan masalahnya sendiri atau bercerita
kepada temannya.
2. Faktor Non Perilaku
Dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga ekonomi bawah.
Kebutuhan ekonomi keluarga sehari-hari dipenuhi oleh Tn. D selaku
kepala keluarga yang bekerja sebagai buruh angkut pasir tetapi karena
dirasakan kurang maka anggota keluarga lain pun membantu untuk
26
memenuhi kebutuhan .
Rumah pasien berada di daerah pegunungan. Rumah yang dihuni
keluarga ini tidak termasuk rumah sehat dikarenakan sirkulasi udara
kurang yang menyebabkan udara di dalam rumah lembab. Jarak septic
tank dengan sumber air tidak memenuhi kriteria sehat, yaitu ± 5 meter.
Kemudian, dapur di rumah pasien menggunakan tungku kayu bakar tanpa
cerobong asap. Selain itu jarak antara rumah pasien dengan pelayanan
kesehatan terdekat cukup jauh. Waktu yang ditempuh untuk ke Puskesmas
sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Anggota keluarga dalam satu rumah termasuk pada pendidikan
rendah yaitu SD-SMP. Hal ini menyebabkan pengetahuan dan kesadaran
dari keluarga pasien mengenai kesehatan menjadi kurang. Orang tua
pasien tidak mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien dan apa
yang harus dilakukan pada saat pasien sakit.
Keluarga Sdr. F
Pengetahuan :
Keluarga kurang mengetahui penyakit penderita
Lingkungan:
Lingkungan rumah lembab, sumber air dekat dengan septic tank
Pelayanan Kesehatan:
Jika sakit berobat ke dokter dan puskesmas tetapi jarak pelayanan kesehatan dengan rumah cukup jauh
Komunikasi:Pasien adalah anak yang tertutup. Pasien jarang bercerita mengenai masalahnya kepada keluarga
Tindakan:Kebiasaan pasien yang senang memanjangkan kuku serta makan makanan pedas dan asam serta tidak memperhatikan kebersihan makanan tersebut
Sikap:Kesadaran pasien akan kesehatan kurang
27
Faktor Perilaku dan Non Perilaku
: Faktor Perilaku
: Faktor Non Perilaku
PEKARANGAN
sumurwc
Kamar 1
Kamar 2
Kamar 3
dapurTempat makan
Septic tank
Ruang keluarga+tv
Ruang tamu
28
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 7x5 m2. Rumah
pasien dekat dengan rumah tetangganya. Memiliki pekarangan rumah.
Rumah ini mempunyai 1 lantai dan terdiri dari ruang tamu, 3 kamar tidur,
1 kamar mandi, dapur tempat makan. Atap rumah memakai bambu dan
bagian dalam. Jendela rumah ditutup dengan kaca dan menggunakan
gorden.
2. Denah Rumah
Kolam ikan
PEKARANGAN
Rumah tidak memenuhi kriteria sehat
Rumah Sdr. F jauh dari tempat pelayanan kesehatanKeluarga Sdr. F kurang mengerti akan penyakit demam tifoid
Kebiasaan makan makanan pedas dan asam serta memanjangkan kuku
Sdr. F 21 tahun dengan suspek demam tifoid
Sdr. F cenderung pendiam dan tertutup
Ekonomi keluarga menengah ke bawah
29
V. DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA
A. Masalah medis :
Suspek Demam Tifoid
B. Masalah non medis :
1. Sdr. F dan keluarga kurang pengetahuan mengenai penyakit demam tifoid.
2. Kondisi rumah Sdr. F ventilasi dan sirkulasi, dapur masih menggunakan
tungku dan jarak sumber air dengan septic tank berdekatan yaitu ± 5 meter.
3. Pasien memiliki sifat cenderung pendiam dan menyimpan masalahnya
sendiri.
4. Masalah kehidupan terutama ekonomi rumah tangga (ekonomi menengah
ke bawah).
5. Rumah pasien jauh dari tempat pelayanan kesehatan.
6. Kebiasaan pasien yang senang dengan makanan pedas dan asa serta senang
memanjangkan kuku yang menjadi tempat berkembangbiaknya kuman.
C. Diagram Permasalahan Pasien
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor risiko yang ada dalam kehidupan pasien).
Diagram Permasalahan Pasien
30
D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul,
1996).
Matrikulasi Masalah
No. Daftar Masalah I T R Jumlah
IxTxR
P S SB Mn Mo Ma
1. Sdr. F dan keluarga kurang
pengetahuan mengenai
penyakit demam tifoid.
3 3 4 5 5 4 3 600
2. Rumah tidak memenuhi
kriteria sehat
4 4 4 3 2 1 3 216
3. Pasien memiliki sifat
cenderung pendiam dan
tertutup
2 2 3 2 3 3 2 116
4. Ekonomi rumah tangga
(ekonomi menengah ke
bawah).
2 2 3 3 3 4 3 210
5 Kebiasaan makan makanan
pedas dan asam serta
memanjangkan kuku
4 5 3 5 3 3 4 600
6 Rumah jauh dari tempat
pelayanan kesehatan
2 2 3 3 3 3 3 252
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
31
Mn: Man (tenaga yang tersedia)
Mo: Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
E. Prioritas Masalah
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga
Sdr. F adalah sebagai berikut :
a. Sdr. F dan keluarga kurang pengetahuan mengenai penyakit demam tifoid.
b. Kebiasaan makan makanan pedas dan asam serta memanjangkan kuku
c. Rumah jauh dari tempat pelayanan kesehatan
d. Rumah tidak memenuhi kriteria sehat
e. Ekonomi rumah tangga (ekonomi menengah ke bawah).
f. Pasien memiliki sifat cenderung pendiam dan tertutup
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah Sdr. F dan keluarga mempunyai
pengetahuan yang kurang mengenai penyakit demam tifoid.
F. Rencana Pembinaan Keluarga
1. Tujuan
Tujuan Umum
Setelah diberikan konseling diharapkan keluarga dan penderita lebih
memahami mengenai pengetahuan keluarga mengenai demam tifoid.
Tujuan Khusus :
Setelah diberikan konseling diharapkan keluarga dan penderita
dapat:
32
a. Mengetahui tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, kegunaan
dan efek samping obat, dan cara mencegah penyakit demam tifoid.
b. Mengetahui tentang pentingnya peran keluarga dalam perjalanan
penyakit demam tifoid dan cara pola hidup sehat.
c. Mengetahui cara perawatan pasien dengan penyakit demam tifoid.
Materi
Materi yang diberikan kepada pasien dan keluarga berupa pengetahuan
mengenai demam tifoid dalam bentuk diskusi dan edukasi mengenai
pengertian, penyebab, tanda dan gejala, kegunaan dan efek samping obat,
dan cara mencegah penyakit demam tifoid . Sasaran dari pembinaan ini
adalah pasien dan keluarganya.
2. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien pada tanggal 11 November
2012. Pembinaan dilakukan dengan cara diskusi dan memberikan edukasi
pada pasien dan keluarga, dalam suatu pembicaraan santai sehingga pesan
yang disampaikan dapat diterima.
3. Sasaran Individu
Sasaran dari pembinaan keluarga ini adalah pasien dan keluarganya.
4. Target Waktu
1. Hari : Minggu
2. Tanggal : 11 November 2012
3. Tempat : Desa Karang Tengah RT1 RW4 Kembaran
4. Waktu : 13:00 WIB
5. Cara Evaluasi
Evaluasi dengan melakukan sesi tanya jawab dengan pasien dan keluarga.
33
VI. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mikrobiologi Salmonella Typhi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi,
s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang
lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cenderung untuk menjadi lebih
berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain (Cleary, 2008).
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil,
tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Organisme salmonella tumbuh
secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan
spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan
sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit.
Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama
beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam
sampah, bahan makanan kering, dan bahan tinja (Cleary, 2008).
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen
O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas
sedangkan antigen H adalah protein labil panas (Rampengan dan Laurent,
1993).
1. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman.
Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap
pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer
(Rampengan dan Laurent, 1993).
2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S.
typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1
tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak
aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol atau
asam (Rampengan dan Laurent, 1993).
B. Patofisiologi Demam Tifoid
34
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat
masuknya Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp
masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi
daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya
hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung,
sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk ke dalam usus penderita.
Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di
dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk
menghasilkan lebih banyak Salmonella spp (Sudoyo dkk, 2006).
Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya
mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita.
Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau
secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu,
maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu
yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih
berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi
yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi
jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh
infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ
mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah,
terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan
sumsum tulang (Sudoyo dkk, 2006).
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis
superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama
disebabkan oleh sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia
sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk
kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang
berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar
dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang
jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus
bahkan dapat mencapai membran serosa (Sudoyo dkk, 2006).
35
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk
ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus.
Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan
penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam
tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai
dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam
tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi
menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan
usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada
serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun
perforasi (Sudoyo dkk, 2006).
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih
tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka
penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut (Sudoyo dkk, 2006).
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan
melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi
endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis
serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid (Sudoyo dkk,
2006).
C. Gejala Klinis Demam Tifoid
Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah
mortalitas (kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan
dengan dewasa. Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada
anak besar dengan gejala klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam
tifoid pada anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan
mempunyai gejala klinis ringan ataupun tanpa gejala (asimptomatik)
(Rampengan dan Laurent, 1993).
Masa inkubasi rata-rata bervariasi 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari
dan terlama 60 hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah
kuman yang ditelan, keadaan umum atau status gizi serta status imunologis
pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini bervariasi namun secara garis besar
dapat dikelompokan, antara lain (Rampengan dan Laurent, 1993):
36
- Demam satu minggu atau lebih;
- Gangguan pencernaan; dan gangguan kesadaran.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut
pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah,
demam tifoid, dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu
badan yang meningkat. Setelah minggu kedua maka gejala dan tanda klinis
makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa,
perut kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai
dengan yang berat (Rampengan dan Laurent, 1993; 1997).
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti
orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise
pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39-41◦C) serta dapat juga
bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid kongenital (Rampengan dan
Laurent, 1997).
Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan
tanda-tanda antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian
belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila
penyakit makin progresif akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih
prominem (Rampengan dan Laurent, 1993).
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal
minggu kedua. Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4 cm,
berwarna merah pucat, serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan
emboli kuman dimana di dalamnya mengandug kuman salmonella dan
terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan kadang-kadang daerah pantat
maupun bagian flexor lengan atas (Darmowandowo, 2002).
Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada
akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena
malaria. Pembesaran limpa pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih
lunak (Darmowandowo, 2002).
D. Penegakan Diagnosis Demam Tifoid
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis
yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan
37
Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,
imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau
perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit (Risky dan
Ismoedijanto, 2008).
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah
(leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.
Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.
LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat
Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia) (Risky dan
Ismoedijanto, 2008).
2. Urinalisis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi
penyulit (Risky dan Ismoedijanto, 2008).
3. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran
peradangan sampai hepatitis Akut (Risky dan Ismoedijanto, 2008).
4. Imunorologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibodi (di dalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau
paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular
dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis
seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera
diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu
antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin (Puspa dkk, 2005).
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat
disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi,
38
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi
anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil
negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1
minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit
imunologik lain (Puspa dkk, 2005).
Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O =
1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi
mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O
meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di atas maka
permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam
beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan
besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak
sebelumnya (Puspa dkk, 2005).
Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang
dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk
mendeteksi Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test)
hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid atau
Paratyphoid dinyatakan apabila lgM positif menandakan infeksi akut dan
jika lgG positif menandakan pernah kontak atau pernah terinfeksi atau
reinfeksi atau daerah endemik (Puspa dkk, 2005).
5. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan
Demam Typhoid atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif
maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya
jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid atau Paratifoid, karena
hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak
segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam
spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan
39
darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi
antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi (Risky dan Ismoedijanto,
2008).
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui
karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 -
7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari).
Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah,
kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin dan tinja
(Risky dan Ismoedijanto, 2008).
6. Biologi molekular
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak
dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang
kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji
ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit
(sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen
yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta
jaringan biopsi (Risky dan Ismoedijanto, 2008).
E. Diagnosis Banding
1. Dengue Fever
Dengue fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trobositopenia, dan diuresis
hemoragi (Sudoyo dkk, 2006).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari,
yang diikuti dengan fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien
sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan
jika mendapat pengobatan tidak adekuat (Sudoyo dkk, 2006).
F. Upaya Pencegahan Demam Tifoid
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum
dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan
higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat
menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan
40
pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang
masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi.
Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual
(keliling) minuman/makanan (Rampengan dan Laurent, 1993).
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah
vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi.
Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan
secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan,
vaksin tifoid hanya direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke
tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan
penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium (Rampengan dan Laurent,
1993).
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan
kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan
proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu
sebelum berpergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja.
Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang resiko tinggi
(Rampengan dan Laurent, 1993).
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada
anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara
terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-
kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada
vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-
orang yang masih memiliki resiko terjangkit (Rampengan dan Laurent, 1993).
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau
harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi
(per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi
dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan
dosis lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang
dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat
diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang
yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan
41
vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi,
diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang
menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan
dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid
selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan
perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak
boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik.
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan
problem serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang
menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem
serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang
diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang
per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau
pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin
tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau
sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau
ruam-ruam (jarang terjadi) (Rampengan dan Laurent, 1993).
G. Managemen Penatalaksanaan Demam Tifoid
1. Pengobatan kausal
a. kloramfenikol/ tiamfenikol 100 mg/ kgBB/ hari dibagi 3-4 dosis
selama 10 hari
b. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari aau
sulfameoksasol 40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari
c. amoksisilin 100mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 14-21
hari
d. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari
e. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari selama 10 hari
2. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi,
hipoglikemi
3. Pengobatan suportif : roboronsia
4. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan
lunak/ cair mudah dicerna tinggi kalori dan protein
42
5. Tirah baring bila perlu isolasi penderita
6. Pada kasus berat deksametason 1-3 mg/kgBB/ hari dengan antibiotik yang
sesuai
7. Transfusi darah sesuai keperluan (Sudoyo dkk, 2006).
43
VII. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aspek Personal
Pasien mengeluh panas yang hilang timbul dan sudah berlangsung selama
4 hari.
Idea : pasien berpendapat bahwa penyakit yang dialaminya dapat
segera disembuhkan.
Concern : pasien mengaku merasa lemas dan pusing dan hanya
mampu berbaring/istirahat, sehingga tidak bisa beraktivitas
(produktivitas menurun).
Expectacy : pasien mempunyai harapan segera sembuh dari penyakitnya.
Anxiety : Pasien takut akan kondisi kesehatannya. Kedaan ini sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari terutama dalam pekerjannya
di pabrik.
2. Aspek Klinis
Diagnosis : Demam tifoid
Diff diagnosis : dengue fever, Infeki Saluran Kemih
Gejala klinis : demam, mual, perut sakit dan kembung, pusing,
lemas, nafsu makan menurun
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Kebiasaan pasien senang makan makanan yang pedas dan asam serta
jajan di pinggir jalan.
b. Kebiasaan pasien yang senang memanjangkan kuku menjadi tempat
berkembangnya mikroorganisme.
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Sumber air yang digunakan di rumah pasien berdekatan dengan septik
tank, yaitu ± 5 meter.
b. Pendidikan anggota keluarga lain tergolong rendah, yaitu SD dan SMP.
c. Alat memasak di rumah masih menggunakan tungku kayu bakar.
44
B. Saran
1. Promotif : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit demam tifoid.
2. Preventif : meningkatkan higienitas makanan dan sanitasi lingkungan
sekitar
3. Kuratif : pasien minum obat dengan teratur.
4. Rehabilitatif : Penyesuaian aktivitas sehari-hari serta dukungan keluarga
dalam proses kesembuhan pasien.