Karakterisasi Ekonomi Pesisir Kabupaten Sidoarjo Berbasis ...

6
OPEN ACCES Vol. 11 No. 1: 13-18 Mei 2018 Peer-Reviewed AGRIKAN Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.11.1.13-18 Karakterisasi Ekonomi Pesisir Kabupaten Sidoarjo Berbasis Pengkayaan Keragaman Mangrove Titis Istiqomah 1 1 Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Brawijaya, Malang Info Artikel: Diterima : 10 Juli 2018 Disetujui : 26 Juli 2018 Dipublikasi : 31 Juli 2018 Artikel Penelitian Keyword: Karakterisasi, mangrove, pesisir Sidoarjo, industrialisasi Korespondensi: Titis Istiqomah Fakultas Ekonomi Universitas Nahdlatul Ulama, Sidoarjo Email: [email protected] Copyright© Mei 2018 AGRIKAN Abstrak. Pesisir Kabupaten Sidoarjo masih banyak ditumbuhi tanaman mangrove, keragamannya harus dipertahankan. Di sisi lain, upaya pemberdayaan wanita sebagai instrumen sumberdaya manusia sangat penting dalam pemanfaatan sekaligus pelestarian tanaman mangrove. Tujuan penelitian adalah untuk mengamati dan mendeskripsikan jenis tanaman mangrove yang banyak ditemukan di pesisir Kabupaten Sidoarjo; sekaligus menyusun bentuk pemanfaatan mangrove melalui program pemberdayaan wanita pesisir. Penelitian bersifat deskriptif, dimana peneliti menggunakan metode sederhana secara bertahap; dimulai dari survey terestris, melakukan pencatatan langsung, wawancara dengan pemangku kepentingan setempat, pemetaan hingga men-simulasi kepadatan beberapa jenis tanaman mangrove yang populasinya dianggap banyak sehingga layak untuk sumber ekonomi. Jangka waktu pengamatan dilakukan sejak tahun 2011 hingga 2015. Survey dilakukan secara periodik, sekali setiap 6 bulan. Wilayah yang diamati adalah kecamatan Sedati, Buduran, Sidoarjo Kota, Candi, Tanggulangin dan Porong, di Kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman yang paling banyak ditemukan adalah family rhizoporaceae, avicenniaceae, sonneratiaceae, excocariaceae, dan meliaceae (xylocarphus dan nypha). Semua jenis tanaman tersebut pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi; namun masih belum diwujudkan secara sungguh-sungguh. Terdapat kesalahan persepsi yang seringkali berakibat perilaku masyarakat dalam memanfaatkan mangrove justru menjadi destruktif dengan memanfaatkan kayunya. Padahal, industrialisasi tanaman mangrove tidak diutamakan untuk diambil kayunya melainkan daun, bunga, kulit, getah dan buah atau hipokotilnya. Selain itu, jenis mangrove lainnya yang tidak dominan harus dilakukan pengkayaan keragaman dengan tujuan sebagai sumber ekonomi baru. Terdapat pula potensi peningkatan pendapatan 3 - 5 juta rupiah per kepala keluarga per bulan yang belum tergarap melalui pengembangan pola kemitraan dengan industri makanan, minuman, kosmetika dan farmasi. I. PENDAHULUAN Pesisir Kabupaten Sidoarjo terbentuk dari tanah endapan sungai (delta) memiliki keragaman jenis tanaman mangrove yang sangat kaya dan ketersediaannya harus dipertahankan. Upaya mempertahankan kelestarian sekaligus pengkayaan jenis mangrove harus diimbangi dengan upaya pemanfaatannya sebagai tanaman industri, agar masyarakat pesisir dapat mengambil manfaat keberdayaan ekonomi sekaligus menjaga kelestariannya. Kawasan perairan laut Kabupaten Sidoarjo kaya akan potensi kekerangan. Jenis kerang laut di Kabupaten Sidoarjo merupakan kerang yang terbentuk secara komunal dalam endapan lumpur dasar perairan laut seperti kerang dara, kerang batik dan kerang bulu. Kerang-kerangan hampir tidak ditemukan di tepi pantai; karena garis pantai Kabupaten Sidoarjo dipenuhi oleh tanaman mangrove yang kerapatannya masih cukup tinggi. Hendy, et, all.; 2014 menyatakan bahwa jumlah tegakan tanaman berkayu yang mati pada kawasan pantai hutan mangrove dapat mengurangi jumlah ketersediaan kerang-kerangan. Degradasi dan berkurangnya tanaman mangrove akibat penggunaan lahan untuk budidaya di Sulawesi Selatan sebagaimana dilaporkan Malik, Abdul dkk., (2015) juga terjadi pada banyak tempat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh ketidak-tauan masyarakat dan membandingkannya dengan pendapatan yang dapat diperoleh dari budidaya dianggap lebih menjanjikan. Lebih lanjut Kustanti, Asihing dkk., (2011) menegaskan bahwa strategi mempertahankan ekosistem mangrove harus dilakukan dengan memberikan pendidikan bagi

Transcript of Karakterisasi Ekonomi Pesisir Kabupaten Sidoarjo Berbasis ...

OPEN ACCES

Vol. 11 No. 1: 13-18 Mei 2018

Peer-Reviewed

AGRIKAN

Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.11.1.13-18

Karakterisasi Ekonomi Pesisir Kabupaten Sidoarjo Berbasis Pengkayaan Keragaman Mangrove

Titis Istiqomah1

1 Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Brawijaya, Malang

Info Artikel:

Diterima : 10 Juli 2018

Disetujui : 26 Juli 2018

Dipublikasi : 31 Juli 2018

Artikel Penelitian

Keyword:

Karakterisasi, mangrove, pesisir Sidoarjo,

industrialisasi

Korespondensi:

Titis Istiqomah Fakultas Ekonomi Universitas Nahdlatul

Ulama, Sidoarjo

Email: [email protected]

Copyright© Mei 2018 AGRIKAN

Abstrak. Pesisir Kabupaten Sidoarjo masih banyak ditumbuhi tanaman mangrove,

keragamannya harus dipertahankan. Di sisi lain, upaya pemberdayaan wanita

sebagai instrumen sumberdaya manusia sangat penting dalam pemanfaatan

sekaligus pelestarian tanaman mangrove. Tujuan penelitian adalah untuk

mengamati dan mendeskripsikan jenis tanaman mangrove yang banyak ditemukan

di pesisir Kabupaten Sidoarjo; sekaligus menyusun bentuk pemanfaatan mangrove

melalui program pemberdayaan wanita pesisir. Penelitian bersifat deskriptif, dimana

peneliti menggunakan metode sederhana secara bertahap; dimulai dari survey

terestris, melakukan pencatatan langsung, wawancara dengan pemangku

kepentingan setempat, pemetaan hingga men-simulasi kepadatan beberapa jenis

tanaman mangrove yang populasinya dianggap banyak sehingga layak untuk

sumber ekonomi. Jangka waktu pengamatan dilakukan sejak tahun 2011 hingga

2015. Survey dilakukan secara periodik, sekali setiap 6 bulan. Wilayah yang diamati

adalah kecamatan Sedati, Buduran, Sidoarjo Kota, Candi, Tanggulangin dan

Porong, di Kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman

yang paling banyak ditemukan adalah family rhizoporaceae, avicenniaceae,

sonneratiaceae, excocariaceae, dan meliaceae (xylocarphus dan nypha). Semua jenis

tanaman tersebut pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi;

namun masih belum diwujudkan secara sungguh-sungguh. Terdapat kesalahan

persepsi yang seringkali berakibat perilaku masyarakat dalam memanfaatkan

mangrove justru menjadi destruktif dengan memanfaatkan kayunya. Padahal,

industrialisasi tanaman mangrove tidak diutamakan untuk diambil kayunya

melainkan daun, bunga, kulit, getah dan buah atau hipokotilnya. Selain itu, jenis

mangrove lainnya yang tidak dominan harus dilakukan pengkayaan keragaman

dengan tujuan sebagai sumber ekonomi baru. Terdapat pula potensi peningkatan

pendapatan 3 - 5 juta rupiah per kepala keluarga per bulan yang belum tergarap

melalui pengembangan pola kemitraan dengan industri makanan, minuman,

kosmetika dan farmasi.

I. PENDAHULUAN

Pesisir Kabupaten Sidoarjo terbentuk dari

tanah endapan sungai (delta) memiliki keragaman

jenis tanaman mangrove yang sangat kaya dan

ketersediaannya harus dipertahankan. Upaya

mempertahankan kelestarian sekaligus

pengkayaan jenis mangrove harus diimbangi

dengan upaya pemanfaatannya sebagai tanaman

industri, agar masyarakat pesisir dapat mengambil

manfaat keberdayaan ekonomi sekaligus menjaga

kelestariannya.

Kawasan perairan laut Kabupaten Sidoarjo

kaya akan potensi kekerangan. Jenis kerang laut di

Kabupaten Sidoarjo merupakan kerang yang

terbentuk secara komunal dalam endapan lumpur

dasar perairan laut seperti kerang dara, kerang

batik dan kerang bulu. Kerang-kerangan hampir

tidak ditemukan di tepi pantai; karena garis pantai

Kabupaten Sidoarjo dipenuhi oleh tanaman

mangrove yang kerapatannya masih cukup tinggi.

Hendy, et, all.; 2014 menyatakan bahwa jumlah

tegakan tanaman berkayu yang mati pada kawasan

pantai hutan mangrove dapat mengurangi jumlah

ketersediaan kerang-kerangan.

Degradasi dan berkurangnya tanaman

mangrove akibat penggunaan lahan untuk

budidaya di Sulawesi Selatan sebagaimana

dilaporkan Malik, Abdul dkk., (2015) juga terjadi

pada banyak tempat di Indonesia. Hal ini

disebabkan oleh ketidak-tauan masyarakat dan

membandingkannya dengan pendapatan yang

dapat diperoleh dari budidaya dianggap lebih

menjanjikan. Lebih lanjut Kustanti, Asihing dkk.,

(2011) menegaskan bahwa strategi

mempertahankan ekosistem mangrove harus

dilakukan dengan memberikan pendidikan bagi

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)

14

masyarakat pesisir tentang fungsi dan keuntungan

eksistensi mangrove, memberikan lapangan kerja,

penegakan hukum atas pembalakan kayu,

membangun jejaring skala luas, membangun ilmu

dan teknologi serta memberdayakan ekonominya.

Fakta empiris menunjukkan bahwa di

pesisir Kabupaten Sidoarjo masih ditemukan

konversi lahan yang ditumbuhi tanaman

mangrove diubah oleh masyarakat menjadi lahan

pertambakan untuk budidaya udang dan ikan.

Selain itu, upaya Pemerintah setempat untuk

memperhatikan pendidikan masyarakat pesisir,

penegakan hukum atas pembalakan, upaya

membuka lapangan kerja baru berbasis

pemanfaatan keragaman tanaman mangrove, dan

sebagainya belum dilakukan dan menyentuh

sendi keberdayaan masyarakat pesisir. Hal ini

mengakibatkan masyarakat pesisir tidak memiliki

ilmu pengetahuan dan akses untuk membangun

jejaring dengan dunia industri dalam pemanfaatan

tanaman mangrove di sekitarnya. Karakteristik

dan keragaman mangrove yang seharusnya dapat

memberikan manfaat bagi pemberdayaan

ekonomi, justru masih tidak dikenal oleh

masyarakat sehingga konversi lahan menjadi

tambak dianggap merupakan satu-satunya pilihan

yang menguntungkan.

Penelitian bertujuan mengamati dan

mendeskripsikan jenis tanaman mangrove yang

banyak ditemukan di pesisir Kabupaten Sidoarjo;

sekaligus menyusun bentuk pemanfaatan

mangrove melalui program pemberdayaan

masyarakat pesisir.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian bersifat deskriptif dengan

pendekatan survey secara terestris berkala. Peneliti

mengamati, menghitung secara acak dan membuat

perkiraan kepadatan populasi berbagai jenis

tanaman yang paling banyak dijumpai secara

langsung pada beberapa titik pengamatan;

selanjutnya mengkompilasikan hasil pengamatan

dengan peta udara wilayah pesisir Kabupaten

Sidoarjo.

Peneliti menggunakan metode sederhana

secara bertahap; dimulai dari survey terestris

setiap 6 bulan, melakukan pencatatan langsung

pada titik pengamatan dan sekitarnya, wawancara

dengan pemangku kepentingan setempat,

membuat pemetaan hingga mensimulasi

kepadatan beberapa jenis tanaman mangrove yang

populasinya dianggap banyak sehingga layak

untuk sumber ekonomi; apabila masyarakat

pesisir setempat diberdayakan dengan

mengajarkan cara pemanfaatannya. Hal ini sangat

penting mengingat keragaman dan ketersediaan

tanaman mangrove harus selalu terjaga, bahkan

meningkat kerapatannya dari tahun ke tahun.

Jangka waktu pengamatan dilakukan sejak

tahun 2012 hingga 2017. Total pengamatan dan

survey sebanyak 11 kali selama 5,5 tahun.

Survey dilakukan secara periodik, sekali

setiap 6 bulan pada bulan April dan Oktober

setiap tahunnya. Dasar ditentukan waktu survey

pada bulan April adalah merupakan akhir musim

penghujan; dimana peneliti menduga bahwa

jumlah dan jenis vegetasi yang ada pada bulan

tersebut berada pada tingkat pertumbuhan

maksimum. Penentuan waktu survey pada bulan

Oktober merupakan puncak musim kemarau;

dimana peneliti menduga bahwa jumlah dan

vegetasi yang ada berada tingkat cekaman

kekeringan tertinggi sehingga tanaman mangrove

yang ada benar-benar menunjukkan keragaman

jenis mangrove yang mempunyai daya tahan

tinggi.

Wilayah yang diamati adalah kecamatan

Sedati, Buduran, Sidoarjo Kota, Candi,

Tanggulangin dan Porong, di Kabupaten Sidoarjo.

Luas keseluruhan wilayah pengamatan lebih dari

1350 Hektar yang merupakan hamparan komunal

pertambakan tradisional, hutan mangrove dan

dusun di kawasan pesisir.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pesisir Kabupaten Sidoarjo ternyata masih

menyimpan keragaman jenis tanaman mangrove

yang cukup banyak dan berpotensi sebagai media

untuk pemberdayaan masyarakat pesisir dengan

cara memanfaatkan banyaknya tegakan tanaman

mangrove tersebut. Konsep bahwa konservasi

dapat dikembangkan bersamaan dengan kegiatan

industrialisasi seharusnya dapat dilaksanakan

dengan memberdayakan masyarakat pesisir;

terutama kaum wanitanya yang memiliki banyak

waktu luang di rumah untuk mengolah beberapa

bagian dari berbagai jenis tumbuhan mangrove

sebagai bahan baku makanan, minuman,

kosmetika dan obat-obatan.

Upaya untuk membangun jejaring dan akses

luas yang dapat menghubungkan masyarakat

pesisir dengan dunia industri harus segera

dilakukan untuk menyelamatkan dan sekaligus

memperbanyak vegetasi mangrove di pesisir

Kabupaten Sidoarjo.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis

tanaman yang paling banyak ditemukan adalah

family rhizoporaceae, avicenniaceae,

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)

15

sonneratiaceae, excocariaceae, dan meliaceae

(xylocarphus dan nypha) semuanya dapat

dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi. Tata cara

pemanfaatan dan pengolahan mangrove dari

berbagai family tersebut, pada dasarnya dapat

dilakukan secara sederhana dan disesuaikan

dengan kebutuhan industri; sehingga prosesnya

dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir yang

sekaligus dapat memberdayakan dan menciptakan

sumber ekonomi baru yang menjanjikan.

Selama kurun waktu 5 tahun (2011 s/d 2015)

terjadi perubahan terhadap jumlah populasi

berbagai jenis mangrove yang paling banyak

dijumpai di beberapa titik.

Tabel 1. Perubahan populasi family mangrove

Family Perubahan jumlah populasi

Tahun pengamatan 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017 2017

Rhizoporaceae 0 + 0 0 0 0 + + + + +

Avicenniaceae 0 0 + 0 0 + 0 0 0 + +

Excocariaceae 0 - 0 + + + 0 0 0 0 +

Sonneratiaceae 0 0 0 + 0 - - 0 + 0 0

Meliaceae 0 - - 0 + 0 0 0 0 0 +

Sumber: data primer hasil penelitian (2017)

Keterangan:

0 = kerapatan cenderung tetap

+ = kerapatan bertambah

Secara umum; petambak tradisional dan

masyarakat pesisir masih memiliki kepedulian

yang sangat kuat untuk mempertahankan bahkan

menambah jumlah tegakan mangrove. Penelitian

Soedrijanto dan Istiqomah (2016) melaporkan

bahwa petambak udang windu organik di

Kabupaten Sidoarjo yang telah berhasil

memperoleh sertifikat budidaya udang windu

sistem organik ISO 65/IFOAM dari Naturland

Jerman tahun 2003 dan sertifikasi dicabut oleh

Naturland akibat terjadinya luapan lumpur

Sidoarjo tahun 2006; masih menyisakan semangat

dan harapan besar di kalangan petambak untuk

berupaya keras mereklamasi lahan tambak

budidaya nya dan terus menerus berusaha

mengembalikan kesuburan dan nilai organik

lahan budidaya tambak udang di Kabupaten

Sidoarjo. Lebih lanjut Soedrijanto dan Istiqomah

(2016) juga menjelaskan bahwa kerapatan dan

keragaman mangrove merupakan salah satu syarat

yang harus dipenuhi dalam rangka

mempertahankan sertifikasi budidaya sistem

organik tersebut. Akan tetapi, cekaman

pencemaran yang terus menerus yang diperparah

oleh luapan lumpur yang mengandung senyawa

berminyak (fenolic) menjadi faktor penyebab

utama pulihnya kembali budidaya udang sistem

organik.

Sejalan dengan penelitian tersebut;

Soedrijanto, Huseini, Margono dan Suprayitno

(2013) juga menyatakan udang windu memiliki

perilaku hidup di perairan tambak sebagai udang

yang hidup dua dimensi; artinya: udang windu

hidup di tanah dasar perairan tambak yang mana

hel tersebut berbeda dengan perilaku hidup udang

vannamei yang hidup tiga dimensi, artinya: udang

vannamei lebih suka hidup melayang di perairan

dan membutuhkan kedalaman air yang cukup.

Fakta empiris menunjukkan bahwa tambak

tradisional di Kabupaten Sidoarjo yang digunakan

untuk melakukan budidaya udang windu dengan

sistim organik pada dasarnya memiliki kedalaman

air yang relatif rendah. Selain itu, budidaya

organik yang disusun sesuai dengan regulasi

sertifikasi ISO 65 milik petambak di Kabupaten

Sidoarjo mensyratkan ketersediaan tanaman

Avicenniaceae pada jarak tertentu sepanjang

pematang tambak, dan tanaman Rhizoporaceae

dengan kerapatan yang tinggi pada sempadan

sungai dan aliran air menuju ke tambak.

Berdasarkan upaya mandiri revitalisasi

kawasan pertambakan yang dilakukan oleh para

petambak tradisional dan eks petambak udang

organik tersebut diatas; maka ketersediaan

tegakan tanaman mangrove dari tahun ke tahun

terus terjaga meskipun di beberapa kawasan

terjadi alih fungsi lahan. Jenis mangrove yang saat

ini terus tumbuh dengan pesat adalah jenis

Rhizoporaceae di sempadan-sempadan sungai

serta jenis Avicenniaceae di pesisir yang dekat

dengan pantai dan menghadap ke laut.

Kedua jenis tanaman ini merupakan

tanaman perintis karena memiliki karakteristik

hypokotil (Rhizoporaceae) dan biji

(Avicenniaceae) yang mudah tumbuh di tanah

berair saat jatuh dari pohonnya. Pertumbuhan

alami kedua jenis family tersebut juga dipicu oleh

fungsi tanaman sebagai agensi hayati yang

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)

16

perakarannya mampu menyerap polutan, racun

dan bahan pencemar perairan lainnya di sepanjang

aliran sungai hingga muara pesisir Kabupaten

Sidoarjo.

Selain kedua jenis diatas; terdapat berbagai

tanaman mangrove yang berpotensi sebagai

tanaman industri seperti family Excocariaceae,

Nypha dan Sonneratiaceae. Semua jenis family

tanaman mangrove tersebut belum dimanfaatkan

secara sungguh-sungguh dalam skala industri

rumah tangga bermotif profit yang dapat

memberikan keberdayaan ekonomi maupun

kesejahteraan bagi masyarakat pesisir.

Teknik pengolahan yang aplikatif,

sederhana dan mampu menciptakan produk

makanan, minuman, pangan fungsional, bahan

dasar kosmetika maupun obat-obatan dengan

bahan baku berbasis mangrove tersebut belum

dikenal dengan baik oleh masyarakat untuk

dikembangkan ke skala industri. Padahal,

masyarakat pesisir sudah tau, terbiasa dan dapat

memanfaatkan bagian dari tanaman-tanaman

tersebut untuk tambahan lauk-pauk, bahan

makanan tambahan dan minuman untuk

dikonsumsi sendiri.

Terdapat kesalahan persepsi yang seringkali

berakibat perilaku masyarakat pesisir dalam

memanfaatkan mangrove menjadi destruktif.

Tanaman mangrove seharusnya tidak diutamakan

untuk diambil kayunya melainkan daun, bunga,

kulit, getah dan buahnya. Kebiasaan

memanfaatkan kayu mangrove pada dasarnya

merupakan kearifan yang turun temurun dari

nenek moyang masyarakat yang tinggal di pesisir

Kabupaten Sidoarjo. Kayu dari batang api-api

(Avicenniaceae) dikenal sangat bagus sebagai

kayu bakar, kayu asap dan arang bakau yang

mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Jenis mangrove lainnya yang tidak dominan

harus dilakukan pengkayaan keragaman dengan

tujuan sebagai sumber ekonomi baru. Pengkayaan

keragaman tersebut dapat dilakukan untuk semua

jenis mangrove dari berbagai family maupun

genera. Pemanfaatan yang salah tersebut di pesisir

Kabupaten Sidoarjo mengancam jenis tanaman

mangrove dari family Rhizoporaceae dan

Avicenniaceae yang harga kayu nya mahal sebagai

kayu bakar dan kayu asap untuk olahan pangan di

sentra-sentra UMKM pengolahan pangan.

Guna memperoleh manfaat yang luas dalam

pemanfaatan keragaman mangrove; maka perlu

membangun keterlibatan stake holder dari

kalangan industri lebih mendalam dengan para

wanita pesisir untuk menjaga keragaman dan

kepadatan populasi mangrove. Keterlibatan yang

lebih mendalam dapat diwujudkan dengan

mensosialisasikan manfaat mangrove,

mengajarkan, mendampingi, memberikan

penyertaan modal kerja dan menciptakan produk

berbasis magrove. Keterlibatan tersebut

memerlukan perencanaan yang matang dengan

melibatkan keterpaduan antara industri yang

berkepentingan, perguruan tinggi dan Pemerintah

setempat. Keterlibatan Pemerintah berupa

penganggaran, perencanaan dan penumbuhan

koneksitas antara perguruan tinggi sebagai

pendamping dengan industri sebagai

pengguna/pembeli produk olahan dasar berbasis

mangrove. Potensi peningkatan pendapatan 3 juta

rupiah per kepala keluarga per bulan.

Pengembangan pola kemitraan dengan industri

makanan, minuman, kosmetika dan farmasi.

Karakterisasi ekonomi bagi pemberdayaan

masyarakat pesisir Sidoarjo dapat mengacu pada

peta kawasan konservasi yang dirilis oleh

Soedrijanto (2012). Panjang pantai dan luasan

eksisting pesisir Sidoarjo sebagai kawasan salin

yang luas untuk pertambakan membutuhkan

dukungan eksistensi tegakan mangrove yang

cukup besar. Eksistensi mangrove akan membantu

dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Wujud-

wujud pemberdayaan adalah kegiatan nyata yang

dimotori oleh Pemerintah bersama perguruan

tinggi dan industri secara terintegrasi.

Sumber: Soedrijanto (2012)

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)

17

Mangkay, Steefraa; dkk., (2013) menegaskan

bahwa potensi ekosistem hutan mangrove

mencerminkan peran mangrove. Sejalan dengan

pernyataan tersebut; Soedrijanto (2012) juga

menegaskan bahwa kawasan pesisir Kabupaten

Sidoarjo sebagai kawasan yang mengalami

cekaman pencemaran terus menerus dan semakin

berat dari tahun ke tahun pada dasarnya juga

dapat mengambil manfaat dari tanaman mangrove

sebagai tanaman industri.

Dasar pemikiran logis yang dapat

dikembangkan dari kedua pernyataan diatas

adalah semakin berat dan tingginya pencemaran

sebenarnya dapat diimbangi dengan semakin

terbukanya peluang untuk memperkaya

karakteristik keragaman berbagai jenis tanaman

mangrove di pesisir Kabupaten Sidoarjo; sekaligus

memberdayakan masyarakatnya yang tinggal di

desa dan dusun pesisir untuk mampu

memanfaatkan tanaman mangrove tersebut

sebagai tanaman industri. Dengan demikian,

peran mangrove sebagai tanaman yang berperan

men-daur ulang polutan menjadi bahan baku

industri dapat dicapai, sekaligus meningkatkan

keberdayaan, kesejahteraan, keseimbangan dan

kelestarian sumberdaya alam pesisir.

Rehabilitasi mangrove di Sumatera, Jawa

dan Bali harus menyesuaikan jenis yang ditanam

dengan dengan karakteristik tanah yang ada

Munandar, dkk., (2014). Oleh karena itu, ragam

mangrove sebagai tanaman konservasi yang dapat

diberdayakan sekaligus sebagai tanaman industri

pada dasarnya memiliki karakteristik yang

berbeda-beda di setiap daerah sebagai bahan dasar

untuk makanan, minuman, kosmetika dan obat-

obatan.

Berdasarkan fakta tersebut, maka penguatan

peran masyarakat pesisir terutama kaum wanita

sebagai pengolah mangrove merupakan pilihan

strategis untuk pengkayaan keragaman ekosistem

pesisir.

IV. PENUTUP

1. Karakteristik mangrove di pesisir Kabupaten

Sidoarjo terdiri dari berbagai jenis yang

memiliki cukup keberagaman potensi untuk

dimanfaatkan sebagai sumber keberdayaan dan

kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat pesisir.

2. Berdasarkan pendalaman hasil wawancara

ditemukan bahwa masyarakat pesisir tidak

henti-hentinya secara mandiri terus berupaya

memperkaya keragaman mangrove sebagai

upaya mengembalikan kesuburan lahan

budidaya tambak. Masyarakat berkeinginan

kuat untuk meningkatkan penguatan perannya

sebagai pengelola dan pengolah hasil tanaman

mangrove sebagai bahan baku makanan,

minuman, kosmetik dan farmasi; namun belum

memperoleh dukungan dan pembinaan yang

serius dari Pemerintah maupun stake holder

lainnya. Upaya mandiri masyarakat ini

merupakan wujud strategis untuk memperkaya

keberagaman dan karakteristik mangrove di

pesisir Kabupaten Sidoarjo.

UCAPAN TERIMA-KASIH

Khoirudin (warga dusun Kepetingan), Iwan

Hamzah, SE. (Koperasi Mina Alam Lestari), H.M

Kosim (CV. Ali Ridho Grup – pemegang sertifikat

ISO 65 IFOAM dari Naturland-Jerman) atas

dedikasinya membuka wacana penting

pengembangan masyarakat pesisir Sidoarjo.

REFERENSI

Mangkay, Steefra D.; Nuddin Harahab; Bobby Polii and Soemarno, 2013. Economic Valuation of

Mangrove Forest Ecosystem in Tatapaan, South Minahasa Indonesia. IOSR Journal Of

Environmental Science, Toxicology And Food Technology (IOSR-JESTFT) e-ISSN: 2319-2402,p-

ISSN: 2319-2399. Volume 5, Issue 6 (Sep. - Oct. 2013), PP 51-57.

Kustanti, Asihing; Bramasto Nugroho; Dudung Darusman and Cecep Kusmana, 2012. Integrated

Management of Mangroves Ecosystem in Lampung Mangrove Center (LMC) East Lampung

Regency, Indonesia. Journal of Coastal Development. ISSN : 1410-5217 Volume 15, Number 2,

February 2012 :209- 216

Malik, Abdul; Rasmus Fensholt, and Ole Mertz, 2015. Economic Valuation of Mangroves for Comparison

with Commercial Aquaculture in South Sulawesi, Indonesia. Forest 2015, 6, 3028-3044;

doi:10.3390/f6093028. ISSN 1999-4907 www.mdpi.com/journal/forest.

Munandar; Sarno,; Rujito A. Suwignyo; Y. Okimoto, and A. Nose, 2014. Growth Evaluation of

Rehabilitated Mangroves in Indonesia with Special Emphals on Relationship with Soil and

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)

18

Hydrological Conditions. Journal of Agricultural Economics, Extension and Rural Development:

ISSN-2360-789X: vol. 1(8): pp 128-137.

Hendy, Ian W.; Laura Michie, and Ben W. Taylor, 2014. Habitat Creation and Biodiversity Maintenance in

Mangrove Forest: Teredinid Bivalves as Ecosystem Engineers. PeerJ. Institute of Marine

Sciences, The University of Portsmouth, UK.

Soedrijanto, Angky, 2012. Pemetaan Basis Data Spasial Pesisir Menuju Pengembangan Kawasan

Konservasi di Kabupaten Sidoarjo. Laporan Akhir Kajian Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Sidoarjo.

Soedrijanto, A., Huseini, M., Margono, S., dan Suprayitno, E., 2013. Performance Analysis of Black Tiger

Shrimp Farmer for Implementation of Traceability From Sea To Table. International Journal of

Aquaculture DOI: 10.5376/ija.2013.03.

Soedrijanto, A., Istiqomah, T., 2016. Organic Black Tiger Shrimp Farming System (ISO 65 IFOAM):

Strategy Through Open Spirit Reap Back to Nature. Journal of Aquaculture & Marine Biology

DOI: 10.15406/jamb.2016.04.00069