Karakterisasi Ekonomi Pesisir Kabupaten Sidoarjo Berbasis ...
Transcript of Karakterisasi Ekonomi Pesisir Kabupaten Sidoarjo Berbasis ...
OPEN ACCES
Vol. 11 No. 1: 13-18 Mei 2018
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.11.1.13-18
Karakterisasi Ekonomi Pesisir Kabupaten Sidoarjo Berbasis Pengkayaan Keragaman Mangrove
Titis Istiqomah1
1 Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Brawijaya, Malang
Info Artikel:
Diterima : 10 Juli 2018
Disetujui : 26 Juli 2018
Dipublikasi : 31 Juli 2018
Artikel Penelitian
Keyword:
Karakterisasi, mangrove, pesisir Sidoarjo,
industrialisasi
Korespondensi:
Titis Istiqomah Fakultas Ekonomi Universitas Nahdlatul
Ulama, Sidoarjo
Email: [email protected]
Copyright© Mei 2018 AGRIKAN
Abstrak. Pesisir Kabupaten Sidoarjo masih banyak ditumbuhi tanaman mangrove,
keragamannya harus dipertahankan. Di sisi lain, upaya pemberdayaan wanita
sebagai instrumen sumberdaya manusia sangat penting dalam pemanfaatan
sekaligus pelestarian tanaman mangrove. Tujuan penelitian adalah untuk
mengamati dan mendeskripsikan jenis tanaman mangrove yang banyak ditemukan
di pesisir Kabupaten Sidoarjo; sekaligus menyusun bentuk pemanfaatan mangrove
melalui program pemberdayaan wanita pesisir. Penelitian bersifat deskriptif, dimana
peneliti menggunakan metode sederhana secara bertahap; dimulai dari survey
terestris, melakukan pencatatan langsung, wawancara dengan pemangku
kepentingan setempat, pemetaan hingga men-simulasi kepadatan beberapa jenis
tanaman mangrove yang populasinya dianggap banyak sehingga layak untuk
sumber ekonomi. Jangka waktu pengamatan dilakukan sejak tahun 2011 hingga
2015. Survey dilakukan secara periodik, sekali setiap 6 bulan. Wilayah yang diamati
adalah kecamatan Sedati, Buduran, Sidoarjo Kota, Candi, Tanggulangin dan
Porong, di Kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman
yang paling banyak ditemukan adalah family rhizoporaceae, avicenniaceae,
sonneratiaceae, excocariaceae, dan meliaceae (xylocarphus dan nypha). Semua jenis
tanaman tersebut pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi;
namun masih belum diwujudkan secara sungguh-sungguh. Terdapat kesalahan
persepsi yang seringkali berakibat perilaku masyarakat dalam memanfaatkan
mangrove justru menjadi destruktif dengan memanfaatkan kayunya. Padahal,
industrialisasi tanaman mangrove tidak diutamakan untuk diambil kayunya
melainkan daun, bunga, kulit, getah dan buah atau hipokotilnya. Selain itu, jenis
mangrove lainnya yang tidak dominan harus dilakukan pengkayaan keragaman
dengan tujuan sebagai sumber ekonomi baru. Terdapat pula potensi peningkatan
pendapatan 3 - 5 juta rupiah per kepala keluarga per bulan yang belum tergarap
melalui pengembangan pola kemitraan dengan industri makanan, minuman,
kosmetika dan farmasi.
I. PENDAHULUAN
Pesisir Kabupaten Sidoarjo terbentuk dari
tanah endapan sungai (delta) memiliki keragaman
jenis tanaman mangrove yang sangat kaya dan
ketersediaannya harus dipertahankan. Upaya
mempertahankan kelestarian sekaligus
pengkayaan jenis mangrove harus diimbangi
dengan upaya pemanfaatannya sebagai tanaman
industri, agar masyarakat pesisir dapat mengambil
manfaat keberdayaan ekonomi sekaligus menjaga
kelestariannya.
Kawasan perairan laut Kabupaten Sidoarjo
kaya akan potensi kekerangan. Jenis kerang laut di
Kabupaten Sidoarjo merupakan kerang yang
terbentuk secara komunal dalam endapan lumpur
dasar perairan laut seperti kerang dara, kerang
batik dan kerang bulu. Kerang-kerangan hampir
tidak ditemukan di tepi pantai; karena garis pantai
Kabupaten Sidoarjo dipenuhi oleh tanaman
mangrove yang kerapatannya masih cukup tinggi.
Hendy, et, all.; 2014 menyatakan bahwa jumlah
tegakan tanaman berkayu yang mati pada kawasan
pantai hutan mangrove dapat mengurangi jumlah
ketersediaan kerang-kerangan.
Degradasi dan berkurangnya tanaman
mangrove akibat penggunaan lahan untuk
budidaya di Sulawesi Selatan sebagaimana
dilaporkan Malik, Abdul dkk., (2015) juga terjadi
pada banyak tempat di Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh ketidak-tauan masyarakat dan
membandingkannya dengan pendapatan yang
dapat diperoleh dari budidaya dianggap lebih
menjanjikan. Lebih lanjut Kustanti, Asihing dkk.,
(2011) menegaskan bahwa strategi
mempertahankan ekosistem mangrove harus
dilakukan dengan memberikan pendidikan bagi
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
14
masyarakat pesisir tentang fungsi dan keuntungan
eksistensi mangrove, memberikan lapangan kerja,
penegakan hukum atas pembalakan kayu,
membangun jejaring skala luas, membangun ilmu
dan teknologi serta memberdayakan ekonominya.
Fakta empiris menunjukkan bahwa di
pesisir Kabupaten Sidoarjo masih ditemukan
konversi lahan yang ditumbuhi tanaman
mangrove diubah oleh masyarakat menjadi lahan
pertambakan untuk budidaya udang dan ikan.
Selain itu, upaya Pemerintah setempat untuk
memperhatikan pendidikan masyarakat pesisir,
penegakan hukum atas pembalakan, upaya
membuka lapangan kerja baru berbasis
pemanfaatan keragaman tanaman mangrove, dan
sebagainya belum dilakukan dan menyentuh
sendi keberdayaan masyarakat pesisir. Hal ini
mengakibatkan masyarakat pesisir tidak memiliki
ilmu pengetahuan dan akses untuk membangun
jejaring dengan dunia industri dalam pemanfaatan
tanaman mangrove di sekitarnya. Karakteristik
dan keragaman mangrove yang seharusnya dapat
memberikan manfaat bagi pemberdayaan
ekonomi, justru masih tidak dikenal oleh
masyarakat sehingga konversi lahan menjadi
tambak dianggap merupakan satu-satunya pilihan
yang menguntungkan.
Penelitian bertujuan mengamati dan
mendeskripsikan jenis tanaman mangrove yang
banyak ditemukan di pesisir Kabupaten Sidoarjo;
sekaligus menyusun bentuk pemanfaatan
mangrove melalui program pemberdayaan
masyarakat pesisir.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian bersifat deskriptif dengan
pendekatan survey secara terestris berkala. Peneliti
mengamati, menghitung secara acak dan membuat
perkiraan kepadatan populasi berbagai jenis
tanaman yang paling banyak dijumpai secara
langsung pada beberapa titik pengamatan;
selanjutnya mengkompilasikan hasil pengamatan
dengan peta udara wilayah pesisir Kabupaten
Sidoarjo.
Peneliti menggunakan metode sederhana
secara bertahap; dimulai dari survey terestris
setiap 6 bulan, melakukan pencatatan langsung
pada titik pengamatan dan sekitarnya, wawancara
dengan pemangku kepentingan setempat,
membuat pemetaan hingga mensimulasi
kepadatan beberapa jenis tanaman mangrove yang
populasinya dianggap banyak sehingga layak
untuk sumber ekonomi; apabila masyarakat
pesisir setempat diberdayakan dengan
mengajarkan cara pemanfaatannya. Hal ini sangat
penting mengingat keragaman dan ketersediaan
tanaman mangrove harus selalu terjaga, bahkan
meningkat kerapatannya dari tahun ke tahun.
Jangka waktu pengamatan dilakukan sejak
tahun 2012 hingga 2017. Total pengamatan dan
survey sebanyak 11 kali selama 5,5 tahun.
Survey dilakukan secara periodik, sekali
setiap 6 bulan pada bulan April dan Oktober
setiap tahunnya. Dasar ditentukan waktu survey
pada bulan April adalah merupakan akhir musim
penghujan; dimana peneliti menduga bahwa
jumlah dan jenis vegetasi yang ada pada bulan
tersebut berada pada tingkat pertumbuhan
maksimum. Penentuan waktu survey pada bulan
Oktober merupakan puncak musim kemarau;
dimana peneliti menduga bahwa jumlah dan
vegetasi yang ada berada tingkat cekaman
kekeringan tertinggi sehingga tanaman mangrove
yang ada benar-benar menunjukkan keragaman
jenis mangrove yang mempunyai daya tahan
tinggi.
Wilayah yang diamati adalah kecamatan
Sedati, Buduran, Sidoarjo Kota, Candi,
Tanggulangin dan Porong, di Kabupaten Sidoarjo.
Luas keseluruhan wilayah pengamatan lebih dari
1350 Hektar yang merupakan hamparan komunal
pertambakan tradisional, hutan mangrove dan
dusun di kawasan pesisir.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pesisir Kabupaten Sidoarjo ternyata masih
menyimpan keragaman jenis tanaman mangrove
yang cukup banyak dan berpotensi sebagai media
untuk pemberdayaan masyarakat pesisir dengan
cara memanfaatkan banyaknya tegakan tanaman
mangrove tersebut. Konsep bahwa konservasi
dapat dikembangkan bersamaan dengan kegiatan
industrialisasi seharusnya dapat dilaksanakan
dengan memberdayakan masyarakat pesisir;
terutama kaum wanitanya yang memiliki banyak
waktu luang di rumah untuk mengolah beberapa
bagian dari berbagai jenis tumbuhan mangrove
sebagai bahan baku makanan, minuman,
kosmetika dan obat-obatan.
Upaya untuk membangun jejaring dan akses
luas yang dapat menghubungkan masyarakat
pesisir dengan dunia industri harus segera
dilakukan untuk menyelamatkan dan sekaligus
memperbanyak vegetasi mangrove di pesisir
Kabupaten Sidoarjo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis
tanaman yang paling banyak ditemukan adalah
family rhizoporaceae, avicenniaceae,
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
15
sonneratiaceae, excocariaceae, dan meliaceae
(xylocarphus dan nypha) semuanya dapat
dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi. Tata cara
pemanfaatan dan pengolahan mangrove dari
berbagai family tersebut, pada dasarnya dapat
dilakukan secara sederhana dan disesuaikan
dengan kebutuhan industri; sehingga prosesnya
dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir yang
sekaligus dapat memberdayakan dan menciptakan
sumber ekonomi baru yang menjanjikan.
Selama kurun waktu 5 tahun (2011 s/d 2015)
terjadi perubahan terhadap jumlah populasi
berbagai jenis mangrove yang paling banyak
dijumpai di beberapa titik.
Tabel 1. Perubahan populasi family mangrove
Family Perubahan jumlah populasi
Tahun pengamatan 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017 2017
Rhizoporaceae 0 + 0 0 0 0 + + + + +
Avicenniaceae 0 0 + 0 0 + 0 0 0 + +
Excocariaceae 0 - 0 + + + 0 0 0 0 +
Sonneratiaceae 0 0 0 + 0 - - 0 + 0 0
Meliaceae 0 - - 0 + 0 0 0 0 0 +
Sumber: data primer hasil penelitian (2017)
Keterangan:
0 = kerapatan cenderung tetap
+ = kerapatan bertambah
Secara umum; petambak tradisional dan
masyarakat pesisir masih memiliki kepedulian
yang sangat kuat untuk mempertahankan bahkan
menambah jumlah tegakan mangrove. Penelitian
Soedrijanto dan Istiqomah (2016) melaporkan
bahwa petambak udang windu organik di
Kabupaten Sidoarjo yang telah berhasil
memperoleh sertifikat budidaya udang windu
sistem organik ISO 65/IFOAM dari Naturland
Jerman tahun 2003 dan sertifikasi dicabut oleh
Naturland akibat terjadinya luapan lumpur
Sidoarjo tahun 2006; masih menyisakan semangat
dan harapan besar di kalangan petambak untuk
berupaya keras mereklamasi lahan tambak
budidaya nya dan terus menerus berusaha
mengembalikan kesuburan dan nilai organik
lahan budidaya tambak udang di Kabupaten
Sidoarjo. Lebih lanjut Soedrijanto dan Istiqomah
(2016) juga menjelaskan bahwa kerapatan dan
keragaman mangrove merupakan salah satu syarat
yang harus dipenuhi dalam rangka
mempertahankan sertifikasi budidaya sistem
organik tersebut. Akan tetapi, cekaman
pencemaran yang terus menerus yang diperparah
oleh luapan lumpur yang mengandung senyawa
berminyak (fenolic) menjadi faktor penyebab
utama pulihnya kembali budidaya udang sistem
organik.
Sejalan dengan penelitian tersebut;
Soedrijanto, Huseini, Margono dan Suprayitno
(2013) juga menyatakan udang windu memiliki
perilaku hidup di perairan tambak sebagai udang
yang hidup dua dimensi; artinya: udang windu
hidup di tanah dasar perairan tambak yang mana
hel tersebut berbeda dengan perilaku hidup udang
vannamei yang hidup tiga dimensi, artinya: udang
vannamei lebih suka hidup melayang di perairan
dan membutuhkan kedalaman air yang cukup.
Fakta empiris menunjukkan bahwa tambak
tradisional di Kabupaten Sidoarjo yang digunakan
untuk melakukan budidaya udang windu dengan
sistim organik pada dasarnya memiliki kedalaman
air yang relatif rendah. Selain itu, budidaya
organik yang disusun sesuai dengan regulasi
sertifikasi ISO 65 milik petambak di Kabupaten
Sidoarjo mensyratkan ketersediaan tanaman
Avicenniaceae pada jarak tertentu sepanjang
pematang tambak, dan tanaman Rhizoporaceae
dengan kerapatan yang tinggi pada sempadan
sungai dan aliran air menuju ke tambak.
Berdasarkan upaya mandiri revitalisasi
kawasan pertambakan yang dilakukan oleh para
petambak tradisional dan eks petambak udang
organik tersebut diatas; maka ketersediaan
tegakan tanaman mangrove dari tahun ke tahun
terus terjaga meskipun di beberapa kawasan
terjadi alih fungsi lahan. Jenis mangrove yang saat
ini terus tumbuh dengan pesat adalah jenis
Rhizoporaceae di sempadan-sempadan sungai
serta jenis Avicenniaceae di pesisir yang dekat
dengan pantai dan menghadap ke laut.
Kedua jenis tanaman ini merupakan
tanaman perintis karena memiliki karakteristik
hypokotil (Rhizoporaceae) dan biji
(Avicenniaceae) yang mudah tumbuh di tanah
berair saat jatuh dari pohonnya. Pertumbuhan
alami kedua jenis family tersebut juga dipicu oleh
fungsi tanaman sebagai agensi hayati yang
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
16
perakarannya mampu menyerap polutan, racun
dan bahan pencemar perairan lainnya di sepanjang
aliran sungai hingga muara pesisir Kabupaten
Sidoarjo.
Selain kedua jenis diatas; terdapat berbagai
tanaman mangrove yang berpotensi sebagai
tanaman industri seperti family Excocariaceae,
Nypha dan Sonneratiaceae. Semua jenis family
tanaman mangrove tersebut belum dimanfaatkan
secara sungguh-sungguh dalam skala industri
rumah tangga bermotif profit yang dapat
memberikan keberdayaan ekonomi maupun
kesejahteraan bagi masyarakat pesisir.
Teknik pengolahan yang aplikatif,
sederhana dan mampu menciptakan produk
makanan, minuman, pangan fungsional, bahan
dasar kosmetika maupun obat-obatan dengan
bahan baku berbasis mangrove tersebut belum
dikenal dengan baik oleh masyarakat untuk
dikembangkan ke skala industri. Padahal,
masyarakat pesisir sudah tau, terbiasa dan dapat
memanfaatkan bagian dari tanaman-tanaman
tersebut untuk tambahan lauk-pauk, bahan
makanan tambahan dan minuman untuk
dikonsumsi sendiri.
Terdapat kesalahan persepsi yang seringkali
berakibat perilaku masyarakat pesisir dalam
memanfaatkan mangrove menjadi destruktif.
Tanaman mangrove seharusnya tidak diutamakan
untuk diambil kayunya melainkan daun, bunga,
kulit, getah dan buahnya. Kebiasaan
memanfaatkan kayu mangrove pada dasarnya
merupakan kearifan yang turun temurun dari
nenek moyang masyarakat yang tinggal di pesisir
Kabupaten Sidoarjo. Kayu dari batang api-api
(Avicenniaceae) dikenal sangat bagus sebagai
kayu bakar, kayu asap dan arang bakau yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Jenis mangrove lainnya yang tidak dominan
harus dilakukan pengkayaan keragaman dengan
tujuan sebagai sumber ekonomi baru. Pengkayaan
keragaman tersebut dapat dilakukan untuk semua
jenis mangrove dari berbagai family maupun
genera. Pemanfaatan yang salah tersebut di pesisir
Kabupaten Sidoarjo mengancam jenis tanaman
mangrove dari family Rhizoporaceae dan
Avicenniaceae yang harga kayu nya mahal sebagai
kayu bakar dan kayu asap untuk olahan pangan di
sentra-sentra UMKM pengolahan pangan.
Guna memperoleh manfaat yang luas dalam
pemanfaatan keragaman mangrove; maka perlu
membangun keterlibatan stake holder dari
kalangan industri lebih mendalam dengan para
wanita pesisir untuk menjaga keragaman dan
kepadatan populasi mangrove. Keterlibatan yang
lebih mendalam dapat diwujudkan dengan
mensosialisasikan manfaat mangrove,
mengajarkan, mendampingi, memberikan
penyertaan modal kerja dan menciptakan produk
berbasis magrove. Keterlibatan tersebut
memerlukan perencanaan yang matang dengan
melibatkan keterpaduan antara industri yang
berkepentingan, perguruan tinggi dan Pemerintah
setempat. Keterlibatan Pemerintah berupa
penganggaran, perencanaan dan penumbuhan
koneksitas antara perguruan tinggi sebagai
pendamping dengan industri sebagai
pengguna/pembeli produk olahan dasar berbasis
mangrove. Potensi peningkatan pendapatan 3 juta
rupiah per kepala keluarga per bulan.
Pengembangan pola kemitraan dengan industri
makanan, minuman, kosmetika dan farmasi.
Karakterisasi ekonomi bagi pemberdayaan
masyarakat pesisir Sidoarjo dapat mengacu pada
peta kawasan konservasi yang dirilis oleh
Soedrijanto (2012). Panjang pantai dan luasan
eksisting pesisir Sidoarjo sebagai kawasan salin
yang luas untuk pertambakan membutuhkan
dukungan eksistensi tegakan mangrove yang
cukup besar. Eksistensi mangrove akan membantu
dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Wujud-
wujud pemberdayaan adalah kegiatan nyata yang
dimotori oleh Pemerintah bersama perguruan
tinggi dan industri secara terintegrasi.
Sumber: Soedrijanto (2012)
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
17
Mangkay, Steefraa; dkk., (2013) menegaskan
bahwa potensi ekosistem hutan mangrove
mencerminkan peran mangrove. Sejalan dengan
pernyataan tersebut; Soedrijanto (2012) juga
menegaskan bahwa kawasan pesisir Kabupaten
Sidoarjo sebagai kawasan yang mengalami
cekaman pencemaran terus menerus dan semakin
berat dari tahun ke tahun pada dasarnya juga
dapat mengambil manfaat dari tanaman mangrove
sebagai tanaman industri.
Dasar pemikiran logis yang dapat
dikembangkan dari kedua pernyataan diatas
adalah semakin berat dan tingginya pencemaran
sebenarnya dapat diimbangi dengan semakin
terbukanya peluang untuk memperkaya
karakteristik keragaman berbagai jenis tanaman
mangrove di pesisir Kabupaten Sidoarjo; sekaligus
memberdayakan masyarakatnya yang tinggal di
desa dan dusun pesisir untuk mampu
memanfaatkan tanaman mangrove tersebut
sebagai tanaman industri. Dengan demikian,
peran mangrove sebagai tanaman yang berperan
men-daur ulang polutan menjadi bahan baku
industri dapat dicapai, sekaligus meningkatkan
keberdayaan, kesejahteraan, keseimbangan dan
kelestarian sumberdaya alam pesisir.
Rehabilitasi mangrove di Sumatera, Jawa
dan Bali harus menyesuaikan jenis yang ditanam
dengan dengan karakteristik tanah yang ada
Munandar, dkk., (2014). Oleh karena itu, ragam
mangrove sebagai tanaman konservasi yang dapat
diberdayakan sekaligus sebagai tanaman industri
pada dasarnya memiliki karakteristik yang
berbeda-beda di setiap daerah sebagai bahan dasar
untuk makanan, minuman, kosmetika dan obat-
obatan.
Berdasarkan fakta tersebut, maka penguatan
peran masyarakat pesisir terutama kaum wanita
sebagai pengolah mangrove merupakan pilihan
strategis untuk pengkayaan keragaman ekosistem
pesisir.
IV. PENUTUP
1. Karakteristik mangrove di pesisir Kabupaten
Sidoarjo terdiri dari berbagai jenis yang
memiliki cukup keberagaman potensi untuk
dimanfaatkan sebagai sumber keberdayaan dan
kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat pesisir.
2. Berdasarkan pendalaman hasil wawancara
ditemukan bahwa masyarakat pesisir tidak
henti-hentinya secara mandiri terus berupaya
memperkaya keragaman mangrove sebagai
upaya mengembalikan kesuburan lahan
budidaya tambak. Masyarakat berkeinginan
kuat untuk meningkatkan penguatan perannya
sebagai pengelola dan pengolah hasil tanaman
mangrove sebagai bahan baku makanan,
minuman, kosmetik dan farmasi; namun belum
memperoleh dukungan dan pembinaan yang
serius dari Pemerintah maupun stake holder
lainnya. Upaya mandiri masyarakat ini
merupakan wujud strategis untuk memperkaya
keberagaman dan karakteristik mangrove di
pesisir Kabupaten Sidoarjo.
UCAPAN TERIMA-KASIH
Khoirudin (warga dusun Kepetingan), Iwan
Hamzah, SE. (Koperasi Mina Alam Lestari), H.M
Kosim (CV. Ali Ridho Grup – pemegang sertifikat
ISO 65 IFOAM dari Naturland-Jerman) atas
dedikasinya membuka wacana penting
pengembangan masyarakat pesisir Sidoarjo.
REFERENSI
Mangkay, Steefra D.; Nuddin Harahab; Bobby Polii and Soemarno, 2013. Economic Valuation of
Mangrove Forest Ecosystem in Tatapaan, South Minahasa Indonesia. IOSR Journal Of
Environmental Science, Toxicology And Food Technology (IOSR-JESTFT) e-ISSN: 2319-2402,p-
ISSN: 2319-2399. Volume 5, Issue 6 (Sep. - Oct. 2013), PP 51-57.
Kustanti, Asihing; Bramasto Nugroho; Dudung Darusman and Cecep Kusmana, 2012. Integrated
Management of Mangroves Ecosystem in Lampung Mangrove Center (LMC) East Lampung
Regency, Indonesia. Journal of Coastal Development. ISSN : 1410-5217 Volume 15, Number 2,
February 2012 :209- 216
Malik, Abdul; Rasmus Fensholt, and Ole Mertz, 2015. Economic Valuation of Mangroves for Comparison
with Commercial Aquaculture in South Sulawesi, Indonesia. Forest 2015, 6, 3028-3044;
doi:10.3390/f6093028. ISSN 1999-4907 www.mdpi.com/journal/forest.
Munandar; Sarno,; Rujito A. Suwignyo; Y. Okimoto, and A. Nose, 2014. Growth Evaluation of
Rehabilitated Mangroves in Indonesia with Special Emphals on Relationship with Soil and
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
18
Hydrological Conditions. Journal of Agricultural Economics, Extension and Rural Development:
ISSN-2360-789X: vol. 1(8): pp 128-137.
Hendy, Ian W.; Laura Michie, and Ben W. Taylor, 2014. Habitat Creation and Biodiversity Maintenance in
Mangrove Forest: Teredinid Bivalves as Ecosystem Engineers. PeerJ. Institute of Marine
Sciences, The University of Portsmouth, UK.
Soedrijanto, Angky, 2012. Pemetaan Basis Data Spasial Pesisir Menuju Pengembangan Kawasan
Konservasi di Kabupaten Sidoarjo. Laporan Akhir Kajian Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Sidoarjo.
Soedrijanto, A., Huseini, M., Margono, S., dan Suprayitno, E., 2013. Performance Analysis of Black Tiger
Shrimp Farmer for Implementation of Traceability From Sea To Table. International Journal of
Aquaculture DOI: 10.5376/ija.2013.03.
Soedrijanto, A., Istiqomah, T., 2016. Organic Black Tiger Shrimp Farming System (ISO 65 IFOAM):
Strategy Through Open Spirit Reap Back to Nature. Journal of Aquaculture & Marine Biology
DOI: 10.15406/jamb.2016.04.00069