KARAKTER IBU DALAM NOVEL SIMBOK KARYA DEWI HELSPER...
Transcript of KARAKTER IBU DALAM NOVEL SIMBOK KARYA DEWI HELSPER...
KARAKTER IBU DALAM NOVEL SIMBOK KARYA DEWI
HELSPER DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
SASTRA DI SMA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
PURWIAN HARUMI
1112013000054
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISALAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
Purwian Harumi. NIM: 1112013000054. Skripsi “Karakter Ibu dalam Novel
Simbok Karya Dewi Helsper dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di
SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Novi
Diah Haryanti, M. Hum.
Penelitian ini bertujuan menganalisis karakter ibu dalam novel Simbok karya
Dewi Helsper dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra Indonesia di SMA.
Penelitian ini mengunakan metode deskriptif kualitatif. Untuk mengetahui karakter
tokoh ibu, penulis menggunakan beberapa teknik pelukisan tokoh.. Melalui teknik ini
dapat ditemukan bahwa tokoh ibu dalam novel Simbok karya Dewi Helsper ada tiga,
yaitu Simbok, Dewi, dan Ny. Sam. Ketiganya memiliki karakter yang berbeda.
Simbok dengan karakter yang penyayang, sabar, pekerja keras. Dewi seorang ibu
muda yang cantik, penyayang, namun berwatak keras, sedangkan Ny. Sam dengan
karakter yang penyayang dan merasa tidak rela jika anaknya mengalami kesusahan
dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Beberapa karakter dari tokoh ibu dapat
diimplikasikan dengan pembelajaran sastra di SMA dan menyelipkan nilai yang baik
dalam pendidikan karakter. Dalam pembelajaran ini, kompetensi yang harus dicapai
siswa adalah menganalisis isi novel baik lisan maupun tulis, dan menjelaskan unsur
intrinsik novel. Sehingga siswa dapat mengambil nilai dan moral yang terkandung
dalam novel dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci : karakter ibu, novel Simbok, Dewi Helsper
ii
ABSTRACK
Purwian Harumi. NIM: 1112013000054. “The Character of Mother in the Novel
Simbok by Dewi Helsper and Implication for Learning Literature in High School”.
Education majors Indonesian Languaage and Literature, Facultry of Tarbiyah and
Teaching. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. Advisor : Novi
Diah Haryanti, M.Hum.
This study aims to analyze the mother’s character in the novel Simbok by
Dewi Helsper and implication for learning literature in high school. This study
used descriptive qualitatif method. To find out the character or the mother’s
character, the author uses figure painting tekchniques. Though this technique it
can be found that there are three character in the novel namely, Simbok, Dewi,
Mrs. Sam. All three have different characters. Simbok with a loving, patient, and
hardworking character. Dewi ia a beautiful,loving, yet hard-nosed young mother,
while Mrs. Sam with a character who is merciful and feels unwilling if his child
experiences distress in household life. Some character from the mother’s character
can be implied with literary learning in high school and insert god grades in
character education. In this learning, competencies that must be achieved by
students are analyzing the contents of novels both oral and written, and explain
the intrinsic elements of novel. So students can take the values and morals
contained in the novel and apply them in everyday life.
Keywords : mother character, Simbok novel, Dewi Helsper.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt yang memberikan rahmat, karunia, syafat, dan
kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Karakter Tokoh Ibu dalam Novel Simbok karya Dewi Helsper dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”. Sholawat serta salam tidak lupa penulis
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita
keluar dari zaman jahiliyah.
Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar
sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisa skripsi ini, awalnya penulis merasa
kurang percaya diri dan pesismis dalam menganalisis novel ini. Namun, berkat,
dukungan dan doa dari banyak pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Dr. Sururin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang selalu mendorong mahasiswa untuk
menyelesaikan penulisan skripsinya.
3. Dr. Nuryani, M.A. selaku dosen Penasihat Akademik yang selalu memberi
saran dan masukan kepada mahasiswanya.
4. Novi Diah Haryanti, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
dengan tulus ikhlas, sabar meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran di
tengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan serta pengarahan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, terima kasih penulis
ucapkan, karena telah memberikan bekal dengan ilmu-ilmu yang
bermanfaat.
iv
6. Orang tua, Bapak Ngadiman dan Ibu Kasini tersayang yang yang selalu
memberikan dukungan, doa terbaiknya untuk penulis dan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini tidak akan sanggup
menggantikannya. Selalu menanyakan perkembangan skripsi sehingga
membuat penulis semangat untuk menyelesaikannya. Dengan
menyelesaikan skripsi ini penulis semakin mengerti perjuangan seorang
ibu. Serta adikku, Ridho Saputro yang telah memberikan banyak bantuan
kepada penulis.
7. Keluarga penulis, untuk suami tercinta terima kasih senantiasa
memberikan doa, semangat, motivasi, dorongan, pengertian, dan
bantuannya yang tak terhingga kepada penulis sehingga skripsi ini bisa
terselesaikan. Untuk ananda Kiki, terima kasih banyak “Nak” atas
pengertiannya bahwa ibunya sedang sibuk dengan skripsi.
8. Nenek, yang selalu memberikan doa terbaik untuk penulis.
9. Teman-teman PBSI angkatan 2012 khususnya kelas B, teman
seperjuangan dalam menyelesaikan penulisan skripsi yang selalu
memberikan semangat dalam suka dan duka, canda tawa dan kenangan
indah selama ini.
10. Teman-teman seperjuangan PPKT di SMPN 2 KOTA TANGERANG
SELATAN.
11. Keluarga di Ngawi, Jawa Timur yang selalu memberikan doa dan
dukungannya kepada penulis.
12. Keluarga di Lampung yang senantiasa memberikan doa dan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
13. Tetangga rasa saudara di Pamulang, Om Agi dan Tante Yolan, serta Om
Zakir dan Tante Silpi, yang senantiasa bersedia untuk direpotkan menjaga
Kiki.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis karena
telah memberikan bantuan kepada penulis.
v
Urutan nama-nama tersebut bukanlah merupakan peringkat priorotas.
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini, karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk penulis dan pihak yang
membutuhkan.
Tangerang Selatan, 27 April 2019
Purwian Harumi
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ....................................................................................................................i
ABSTRACK ................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ...............................................................................................iii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................6
C. Pembatasan Masalah ................................................................................6
D. Rumusan Masalah ....................................................................................6
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................7
F. Manfaat Penelitian ....................................................................................7
G. Metodologi Penelitian ...............................................................................7
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................................10
A. Psikologi Sastra .......................................................................................10
vii
B. Metode Karakterisasi Tokoh .................................................................11
C. Pengertian Karakter ...............................................................................13
D. Hakikat Ibu .............................................................................................15
E. Hakikat Novel ..........................................................................................18
1. Pengertian Novel ...............................................................................18
2. Jenis-jenis Novel ................................................................................20
F. Unsur Intrinsik Novel .............................................................................24
1. Tema ...................................................................................................24
2. Latar....................................................................................................25
3. Tokoh dan Penokohan ......................................................................26
4. Alur atau Plot ....................................................................................29
5. Sudut Pandang ..................................................................................31
6. Amanat ...............................................................................................32
7. Gaya Bahasa ......................................................................................33
G. Penelitian Relevan ..................................................................................33
BAB III BOIGRAFI, PEMIKIRAN, dan KARYA ..............................................36
A. Boigrafi Pengarang .................................................................................36
B. Pemikiran Dewi Helsper ........................................................................37
C. Gambaran Umum Karya .......................................................................38
D. Sinopsis Novel Simbok Karya Dewi Helsper.........................................40
BAB VI PEMBAHASAN .........................................................................................43
A. Analisisn Unsur Intrinsik .......................................................................43
1. Tema ...................................................................................................43
2. Latar ...................................................................................................44
3. Tokoh dan Penokohan ......................................................................50
4. Alur atau Plot ....................................................................................54
5. Sudut Pandang ..................................................................................58
viii
6. Amanat ...............................................................................................59
7. Gaya Bahasa ......................................................................................60
B. Karakter Ibu Dalam Novel Simbok Karya Dewi Helsper....................60
1. Simbok atau Ibu Tina .......................................................................61
2. Dewi ....................................................................................................65
3. Ny. Sam ..............................................................................................67
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra Di SMA............................69
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................72
A. Simpulan ..................................................................................................72
B. Saran ........................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................74
LAMPIRAN
LEMBAR UJI REFERENSI
RIWAYAT PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penelitian ini merupakan penelitian yang akan menganalisis
karakter ibu yang terdapat dalam sebuah novel. Penulis akan
menggunakan novel Simbok karya Dewi Helsper. Penulis memilih novel
ini karena dalam novel ini terdapat tiga sosok ibu yang dideskripsi
berbeda-beda oleh pengarangnya. Perbedaan karakter ini akan menjadi
tambahan pemahaman mengenai sosok seorang ibu.
Penulis memilih topik karaker ibu dalam penelitian ini karena ibu
mempunyai peranan yang penting dalam keluarga. Sosok ibu menjadi
penting dalam keluarga karena ibu dapat menjalankan beberapa peran
yang penting. Karakter ibu dapat mempengaruhi karakter dari anak-
anaknya.
Salah satu kenyataan yang tidak bisa diingkari dan sekaligus
menjadi ciri khas pada wanita adalah pada biofisik dan anatominya yang
memberikan peran dan fungsi yang khas, yaitu peran sebagai seorang ibu.
Wanita sebagi ibu mempunyai keunggulan fungsional yang menimbulkan
wibawa dan tanggung jawab pada dirinya. Wanita melahirkan,
membesarkan, memelihara, melindungi, dan mendidik anak menjadi
dewasa. Lingkungan yang paling menampilkan fungsi keibuan ini adalah
lingkungan keluarga. Apabila ayah lazim disebut sebagai kepala rumah
tangga maka ibu lebih dari itu. Ibu merupakan jiwanya dalam keluarga.
Kualitas keibuannya menentukan suasana kehidupan dalam keluarga. Ibu
seorang guru dan pendidik bagi anak-anaknya. Ibu berkewajiban
mengasuh, mendidik, dan mengarahkan anak-anaknya menjadi manusia
2
yang baik. Dengan demikian, pembinaan watak dan kualitas anak
dipengaruhi oleh peran ibu.
Penelitian tentang ibu tidak hanya dalam bidang sastra. Dalam
bidang-bidang yang lain penelitian tentang ibu banyak dilakukan. Bidang
lain yang meneliti tentang ibu adalah dalam bidang Sosiologi, dengan
judul Pembagian Peran Dalam Rumah Tangga Pada Pasangan Suami
Istri Jawa oleh Dyah Purbasari Kusumaning Putri dan Sri Lestari
mahasiswa Fakultas Psikologi, Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini
bertujuan mendeskripsikan pembagian antara suami dan istri dalam
masyarakat Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran suami istri
terbagi dalam tiga area, yaitu pengambilan keputusan, pengelolaan
keuangan, dan mengurus anak; proses pelaksanaan peran bersifat fleksibel,
ajaran rukun menjadi pedoman dalam hubungan pasangan suami istri
dalam keluarga Jawa. Penelitian tentang ibu lainnya dalam ilmu
komunikasi adalah milik Ruvira Arindita dari Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia, 2017. Representasi Ibu Ideal
Pada Media Soaial (Analisis Multimodality Pada Akun Instrgram
@Andienippekawa) dari penelitian ini dihasilkan bahwa representasi
seorang ibu yang ideal adalah ibu sebagai pengasuh utama buah hati. Foto-
foto yang terdapat dalam akun Instagram Andine menunjukkan keintiman
hubungan ibu dan anak, serta kegiatan ibu untuk memenuhi tanggang
jawabnya. Ibu yang baik adalah ibu yang selalu bersama dengan anaknya
sekaligus menghabiskan waktu berkualitas secara fisik dan psikologis
setiap harinya untuk memastikan anak berkembang dengan baik.
Pengarang novel Simbok adalah Dewi Helsper. Tidak banyak yang
mengetahui sosok penulis novel ini. Dewi Helsper merupakan seorang
wanita daerah asal Banyuwangi, Jawa Timur. Saat ini Dewi Helsper
tinggal di Thailand dan Belanda, sehingga eksistensinya dalam penulis
novel di Indonesia kurang familiar. Meskipun demikian, ia tidak
meninggalkan kegiatannya dalam menulis novel. Dalam kegiatannya kini
sebagai traveller ia dapat menghasilkan beberapa novel.
3
Dalam penelitian ini penulis akan meneliti tentang novel Simbok
karya Dewi Helsper. Novel ini merupakan novel yang ditulis Dewi
Helsper sebagai persembahannya kepada ibunya dan semua ibu yang ada.
Dalam novel ini menceritakan tentang kasih sayang seorang ibu kepada
keluarga anak laki-lakinya. Kasih seorang ibu yang berjuang membesarkan
anak laki-laknya hingga dia sukses dan memiliki keluarga yang bahagia.
Namun masalah datang pada saat ibu dan istrinya tinggal dalam satu
rumah. Masalah itu dari ketidakcocokan antara sikap ibu dan Sang
menantu. Sang menantu yang berlatar belakang seorang putri dari keluarga
berada tidak menyukai sikap ibu mertuanya yang masih tergolong
kampungan. Ibu yang memiliki ketrampilan membuat aneka kue
tradisional dan berjualan di depan rumah dinilai sangat memalukan
keluarga. Lingkungan rumah yang tergolong komplek perumahan kelas
menengah ke atas. Beragam konflik terjadi antara ketiganya. Sampai
dengan puncaknya Dewi (istri) bertengkar hebat dengan Yusuf (suami)
sehingga Dewi meninggalkan rumah dan kembali ke rumah orang tuanya.
Dibawanya sang anak. Chahca. Berbagai cara dilakukan Yusuf untuk
membujuk Dewi kembali ke rumah lagi, tinggal bersama ibu. Hingga
akhirnya Dewi mengirimkan ibu ke Panti Jompo Pasar Baru. Yusuf
menyusul dan membujuk ibu untuk kembali ke rumah namun ibu tidak
mau. Ibu lebih memilih tinggal di Panti Jompo dan lebih nyaman disana
karena tidak ada yang melarangnya berjualan kue-kue tradisional.
Novel ini dianggap penting dan patut untuk dijadikan sebagai
bahan penelitian dengan alasan novel Simbok karya Dewi Helsper adalah
cerita dalam novel ini menggambarkan permasalahn yang kompleks.
Setiap kejadian yang dialami oleh tokoh sebagian besar banyak dialami
orang dalam kehidupannya. Cerita yang manis dan sederhana membuat
pembacanya seperti mengalami kejadian yang terdapat dalam novel. Gaya
bahasa yang digunakan adalah bahasa yang santai dan sehari-hari
digunakan. Sehingga tidak sulit untuk memahami cerita pada novel ini.
Dalam novel ini memberikan pelajaran kepada kita tentang perjuangan
4
seorang ibu yang mengkasihi dan menghidupi dengan tulus ikhlas, hingga
sampai sang anak dewasa dan menjadi orang yang sukses kebahagian dan
keharmonisan keluarganya saja yang ia inginkan. Hal itu juga merupakan
kebahagiaan bagi Sang ibu.
Ulasan mengenai novel ini yang disampaikan oleh Sabella Arjana
Fasari dari Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Muhamadiyah Malang bahwa novel Simbok karya Dewi Helsper adalah
bentuk inspirasi dan pengorbanan seorang ibu yang tegar dalam menjalani
kehidupan. Pengarangnya berhasil dalam mencatatkan kenangan pada
masa lalu Simbok yang bekerja keras demi Yusuf agar cita-citanya
tercapai dan menuliskannya dengan gaya bahasa yang khas, sehingga
rangkaian ceritanya tersaji secara apik. Kisahnya sangat menginspirasi.
Terdapat kesan positif dan pelajaran yang berguna dalam kehidupan nyata.
Novel Simbok karya Dewi Helsper pernah diteliti sebelumnya oleh
Fitri Wulandari mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia STKIP PGRI Sumatra Barat, namun dengan kajian yang
beebeda. Dalam penelitiannya Fitri membahas mengenai nilai Karakter
yang terdapat dalam novel Simbok. Dalam penelitian ini penulis
membahas karakteristik tokoh ibu dalam novel Simbok karya Dewi
Helsper.
Novel merupakan media pembelajaran yang baik dalam melakukan
pembelajaran sastra di sekolah. Pembelajaran sastra erat kaitannya dengan
kegiatan membaca. Siswa di sekolah memiliki minat membaca novel yang
kurang. Sehingga guru dituntut untuk meningkatkan mina membaca siswa
dengan melakukan pembelajaran sastra.
Pembelajaran sastra di sekolah sudah mulai digalakkan oleh tenaga
pengajar terutama guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Belajar sastra
dimulai dari minat membaca siswa. Apabila siswa mempunyai minat
membaca yang baik maka kegiatan membaca sastra dapat dengan mudah
dimasukkan dalam kurikulum di sekolah. Karya sastra yang menjadi minat
siswa adalah karya sastra yang dengan cerita sederhana. Dengan begitu
5
akan lebih mudah untuk dipahami. Guru berusaha untuk menanamkan
sikap cinta sastra kepada siswanya. Dengan begitu maka siswa akan
terbiasa dengan sastra dan dapat menciptakan karya mereka sendiri
meskipun karya sastra yang sederhana.
Pendidik tidak hanya bertumpu untuk mengajarkan tentang teori
pembelajaran saja kepada siswanya. Pendidik juga harus memberikan
pengajaran tentang bagaimana sikap dan perilaku yang baik dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam karya sastra terdapat banyak pengajaran
yang dapat dipetik dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Agar
siswa dapat memahami suatu karya sastra perlu dilakukan analisis struktur
teks sastra. Sebagai contohnya dengan melakukan analisis tentang tokoh
dan penokohan dalam teks sastra. Dengan menganalisis tokoh dan
penokohan akan terlihat sikap, sifat dan tingkah lakunya dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah. Dengan adanya kegiatan
menganalisis tokoh dan penokohan akan memberikan pengajaran kepada
siswa untuk bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan bahwa
karya sastra sebagai contoh untuk bersikap dan bertingkah laku.
6
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah
yang ada, yaitu:
1. Kurangnya minat membaca siswa terhadap karya sastra terutama novel
sehingga siswa mengalami kesulitan dalam melakukan analisis unsur
intrinsik novel.
2. Siswa sulit untuk menentukan karakter ibu yang terdapat dalam novel
Simbok karya Dewi Helsper.
3. Guru dituntut untuk melakukan pendidikan karakter yang berkaitan
dengan karakter ibu dalam pembelajaran sastra di SMA.
C. PEMBATASAN MASALAH
Dalam melakukan penulisan agar terarah maka penulis membatasi
masalah sebagai berikut : yang menjadi objek penelitiannya adalah
menganalisis dan menentukan karakter ibu dalam novel Simbok karya
Dewi Helsper dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah
disesuaikan dengan kurikulum yang ada saat ini.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah
penulis membagi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana karakter tokoh ibu dalam novel Simbok karya Dewi
Helsper ?
2. Bagaimana implikasi karakter ibu dalam pembelajaran sastra di
sekolah ?
7
E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan karakter ibu dalam novel Simbok karya Dewi Helsper.
2. Menjelaskan pentingnya pembelajaran sastra di sekolah.
F. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
mencakup aspek teoritis dan praktis.
1. Manfaat teoretis, diharapkan dapat memperluas pengetahuan tentang
sastra Indonesia khususnya dalam melakukan analisis karakter tokoh
dalam novel yang dapat diterapkan dalam pembelajaran sastra
Indonesia di sekolah.
2. Manfaat praktis, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi
bahan acuan bagi peserta didik mengenai analisis karakter tokoh
dalam novel menggunakan berbagai teknik pelukisan tokoh. Selain itu
diharapkan juga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pendidik untuk
mengembangkan pembelajaran sastra di sekolah yang berkaitan
dengan unsur intrinsik dalam teks sastra.
G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Penelitian dengan metode kualitatif dimaksudkan sebagai
jenis penelitian yang temuan-temuan datanya tidak diperoleh melalui
prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.1 Metode penelitian
kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis,
1Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hlm. 4.
8
prinsip angka atau metode statistik.2 Dalam penelitian terhadap novel
Simbok karya Dewi Helsper penulis menggunakan metode kualitatif
deskriptif, artinya bahwa yang akan dianalisis dan hasil analisisnya
berbentuk deskripsi, tidak berbentuk perhitungan statistik berupa
angka-angka atau koefisien. Metode analisis ini digunakan untuk
melakukan analisis terhadap isi suatu dokumen atau teks. Dalam
penelitian ini yang menjadi dokumen penelitian adalah novel Simbok
karya Dewi Helsper. Pendekatan dalam penelitian yang digunakan oleh
penulis adalah pendekatan struktural. Mengkaji teks dan sastra secara
struktural adalah penting guna kepentingan teks dan sastra itu sendiri
sebagai sarana untuk memperoleh penglihatan yang tepat mengenai
eksistensi manusia. Pendekatan struktural mengkaji teks berdasarkan
unsur-unsur atau struktur itu sendiri dengan mekanisme
antarhubungannya.3
2. Sumber Data
Apabila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data
dapat menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber utama penelitian yang diproses
langsung dari sumber tanpa lewat perantara. Sumber data dalam
penelitian ini adalah novel Simbok karya Dewi Helsper terbitan
Grasindo, Jakarta, tahun 2016.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh
secara tidak langsung atau melalui perantara, namun masih
berdasarkan pada katagori konsep yang akan dibahas. Sumber data
sekunder dalam penelitian ini adalah artikel-artikel dari internet
2Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung,: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm.
150. 3 Maizar Karim, Menyelisik Sastra Melayu,(Yogyakarta: Histokultura, 2015), hlm. 70-71.
9
yang berkaitan dengan novel dan buku-buku tentang teks sastra
dan buku-buku tentang penokohan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan melakukan pembacaan dan penyimakan terhadap novel Simbok
karya Dewi Helsper secara teliti, cermat, dan terarah. Pada saat penulis
melakukan pembacaan novel, penulis juga mencatat informasi-
informasi yang dapat dijadikan data dalam melakukan analisis karakter
tokoh ibu dalam novel Simbok karya Dewi Helsper. Pembacaan
dilakukan secara berulang kali demi mendapatkan data yang lebih
maksimal.
4. Teknik Analisis Data
Adapun langkah-langkah yang digunakan penulis untuk
menganalisis data yang telah didapatkan adalah sebagai berikut :
a. Melakukan analisis novel Simbok karya Dewi Helsper dengan
menggunakan analisis struktural. Analisis struktural dilakukan
dengan membaca dan memahami kembali data yang sudah
didapatkan. Selanjutnya melakukan pengelompokkan terhadap
teks-teks yang terdapat dalam novel Simbok karya Dewi Helsper
yang mengandung unsur-unsur intrinsik sebuah novel yaitu : tema,
tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan
amanat yang terkandung dalam novel.
b. Menganalisis data dengan membaca dan memahami serta
mengelompokkan teks-teks yang mengandung bahasan tentang
penokohan untuk menentukan karakter tokoh ibu dalam novel
Simbok karya Dewi Helsper.
c. Mengimplikasikan karakter ibu novel Simbok karya Dewi Helsper
pada pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah dengan cara
menghubungkannya dengan materi pelajaran sastra di sekolah.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PSIKOLOGI SASTRA
Psikologi disebut sebagai ilmu jiwa yang berasal dari kata bahasa
Inggris psykology. Kata psykology merupakan dua akar kata yang
bersumber dari bahasa Greek (Yunani), yaitu psyche yang artinya jiwa
dan logos yang berarti ilmu.1 Pengertian psikologi yang sederhana ini
dapat dikembangkan menjadi sebuah pengertian yang cakupan
pembahasan lebih luas. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada
manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya
dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang,
barang, keadaan, dan kejadian yang ada di sekitar manusia.2
Menikmati dan mengapresiasi sebuah karya sastra mempunyai
kaitan yang erat dengan unsur pembangun sebuah novel salah satunya
dengan para tokoh dan penokohan yang terdapat di dalamnya. Para
tokoh dalam cerita fiksi ini menampilkan berbagai watak atau karakter
dan perilaku yang berkaitan dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis
atau konflik-konflik batin yang dialami pada manusia pada kehidupan
yang nyata. Maka, pengkajiannya dapat menggunakan penelitian
psikologi sastra.
Psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian.
Pertama studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi.
Kedua studi proses kreatif. Ketiga studi tipe dan hukum-hukum
1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 7. 2 Ibid., h. 10.
11
psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat mempelajari
dampak sastra pada pembaca atau psikologi pembaca.3
Sastra merupakan cerminan dari diri pribadi pengarang.
Keterkaitan antara karya dan pengarangnya mencerminkah tingkah laku
yang berhubungan secara psikologis. Pendapat Abrams dalam Minderop
mengenai hubungan antara kepribadian pengarang dan karya sastra
terdapat beberapa unsur yang perlu diketahui. Pertama, perlu mengamati
pengarangnya untuk menjelaskan karyanya. Telaah ini dilakukan
terhadap eksponen yang memisahkan kualitas khusus suatu karya sastra
melalui referensi kualitas nalar, kehidupan, dan lingkungan pengarang.
Kedua, memahami pengarang terlepas dari karyanya dengan mengamati
biografi pengarang untuk mengkontruksikan pengarang dari sisi
kehidupan dan menggunakan karyanya sebagai rekaman kehidupan dan
perwatakan. Ketiga, membaca karya sastra untuk menemukan cerminan
kepribadian pengarang.4
B. METODE KARAKTERISASI TOKOH
Dalam menyajikan dan menentukan karakter (watak) para tokoh,
pada umumnya pengarang menggunakan dua cara dalam karyanya.
1. Metode Langsung (Telling)
Metode ini mengandalkan pemaparan watak tokoh pada
eksposisi dan komentar langsung pengarang. Metode ini digunakan
oleh para penulis fiksi pada jaman dulu dengan metode ini
keikutsertaan pengarang dalam menyajikan karakter tokoh sangat
terasa, sehingga pembaca memahami dan menghayati karakter tokoh
berdasarkan pemaparan pengarangnya. Metode langsung ini terdiri
atas beberapa cara, yaitu :
3 Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta : PT Gramedia Pustak Utama,
1993), h. 90. 4 Albertine Minderop, Psikologi Sastra : Karya, Metode, Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 61.
12
a. Karakterisasi Menggunakan Nama Tokoh
Nama tokoh dalam suatu karya sastra kerap kali digunakan
untuk memberikan ide atau menumbuhkan gagasan,
memperjelas serta mempertajam perwatakan tokoh. Para tokoh
diberikan nama yang melukiskan karakter dan membedakan
dengan tokoh lain. Nama tokoh juga memiliki makna yang
memperjelas penampilan fisik. Penggunaan nama dapat pula
mengandung kiasan sastra atau histori dalam bentuk asosiasi.
b. Karakterisasi Melalui Penampilan Tokoh
Faktor penampilan para tokoh memegang peranan penting
sehubungan dengan telaah karakterisasi. Penampilan yang
dimaksud dapat berupa pakaian yang dikenakan atau ekspersi
wajah. Metode ini memberikan kebabasan kepada pengarang
untuk mengekspresikan persepsi dan sudut pandangnya. Secara
subjektif pengarang bebas menampilkan para tokoh yang dapat
memberikan gambaran watak tokoh.
c. Karakterisasi Melalui Penuturan Pengarang
Metode ini memberikan tempat yang luas dan bebas kepada
pengarang untuk menentukan kisahnya. Pengarang memegang
kendali terhada karakter tokoh. pengarang juga memegang
peranan dalam membentuk persepsi pembacanya.
2. Metode Tidak Langsung (Showing)
Metode ini memperlihatkan pengarang yang menempatkan diri
di luar kisah dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh
untuk menampilkan karakter mereka melalui dialog dan tindakan.
Pembaca dituntut untuk memahami dan menghayati karakter tokoh
melalui dialog dan tindakannya.5
5 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005), h. 6-22.
13
C. PENGERTIAN KARAKTER
Watak atau karakter berasal dari bahasa Yunani “charassein” yang
berarti barang atau alat untuk menggores, yang kemudian dipahami
sebagai stempel atau cap. Jadi, watak itu sebuah stempel atau cap sifat-
sifat yang melekat pada seseorang. Watak sebagai sifat seseorang yang
dibentuk, artinya watak seseorang dapat berubah kendati watak
mengandung bawaan (potensi internal), yang setiap orang dapat berbeda.
Namun watak amat dipengaruh oleh faktor eksternal, yaitu keluarga,
sekolah, masyarakat, lingkungan pergaulan, dan lain-lain.6 Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan
kebangsaan yang terwuud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
perbuatan, berdasarkan norma-norma agam, hukum, tata krama, budaya
dan adat istiadat, sehingga kita menganggap bahwa tingkah laku manusia
adalah pencerminan dari seluruh pribadinya, dan secara sepintas, itulah
watak manusia.7
Ahli pendidikan nilai, Darmiyati Zuchdi dalam Adisusilo,
memaknai watak atau karakter sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu
dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan
moral seseorang. Karakter menjadi identitas, menjadi ciri, menjadi sifat
yang tetap, yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. 8
Di pihak lain, karakter, dalam pandangan filosof kontemporer
seperti Michael Novak, adalah campuran atau perpaduan dari semua
kebaikan yang berasal dari tradisi keagamaan, cerita dan pendapat orang
baik yang sampai kepada kita melalui sejarah. Menurut Novak tak
seorang pun yang memiliki semua kebajikan itu, karena setiap orang
6 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai-Karakter : Konstruktivitas dan VCT Sebagai Inovasi
Pendekatan Pembelajaran Afektir. (Jakarta: Rajawali Pres, 2012), h. 76. 7 Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 239.
8 Sutarjo Adisusilo, op. cit., h 77.
14
memiliki kelemahan-kelemahan. Seseorang dengan karakter terpuji
dapat dibedakan dari yang lainnya.9
Karakter berarti tabiat atau kepribadian. Sebagai aspek
kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh
dari seseorang: mentalitas, sikap, dan perilaku. Karakter selalu berkaitan
dengan dimensi fisik dan psikis individu. Karakter bersifat kontekstual
dan kultural.10
Beberapa pendapat tentang pengertian oleh para ilmuwan Barat
yang kemudian dapat disimpulkan bahwa karakter adalah moralitas
kepada orang lain melalui tindakan. Sulit dipungkiri bahwa karakter
seseorang terpisah dari moralitasnya, baik atau buruknya karakter
tergambar dalam moralitas yang dimiliki. Begitu pula dengan kebenaran
yang merupakan perwujudan dari karakter. Sesuatu kebenaran tidak akan
terbangun dengan sendirinya tanpa melibatkan kehadiran karakter yang
menopang segala upaya untuk menegakkan suatu kebenaran. Moralitas
dan kebenaran yang telah terbentuk merupakan perwujudan dari
perbuatan baik yang mendatangkan segala kemaslahatan bagi
lingkungan. Kebaikan inilah yang mendorong suatu kekuatan dalam diri
seseorang untuk menegakkan suatu keadilan yang berperadaban.
Kebenaran, kebaikan dan kekuatan sikap yang ditunjukkan terhadap
lingkungan bagian yang menyatu dengan karakter.11
Karakter seseorang yang terpuji atau mulia akan menjadikan
mengangkat status derajat yang tinggi dan mulia bagi dirinya. Kemuliaan
seseorang terletak pada karakternya. Karakter begitu penting karena
dengan karakter yang baik membuat kita tahan, tabah menghadapi
cobaan, dan dapat menjalani hidup dengan sempurna.12
9 Ajat Sudrajat , “Mengapa Pendidikan Karakter”, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun I, No.1,
Oktober 2011. 10
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 8. 11
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter Landasan, Pilar, dan Implementasi, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016), h. 7-8. 12
Zubaedi. op. cit., h. 6.
15
D. HAKIKAT IBU
Kata ibu dalam al-Qur‟an disebut “umm” yang berasal dari akar kata
yang sama dengan ummat yang artinya “pemimpin” yang dituju atau
diteladani.13
Ibu adalah sebuah peran yang penting dan sudah
sepantasnya dipandang penting oleh setiap wanita. Peran ibu tidak akan
pernah tergantikan. Ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi setiap
anak dalam keluarga. Apakah Ia wanita karier atau bukan, ibu tetap
menjadi peran yang harus dijalani oleh semua wanita yang telah menjadi
ibu.14
Definisi “seorang ibu yang baik” juga banyak ditemui pada literatur
dalam studi-studi yang berhubungan dengan peran seorang ibu. Definisi
tentang seorang ibu yang baik, ibu yang baik adalah ibu yang selalu
memiliki waktu untuk bermain dengan anak-anak mereka, mengasuh dan
membimbing mereka dengan baik dan mendisiplinkan anak-anak
mereka. Mengorbankan dirinya demi kepentingan anak-anaknya dan
selalu memiliki pemikiran bahwa segala sesuatu yang dilakukannya baik
di lingkungan keluarga atau masyarakatnya adalah untuk kepentingan
anaknya.15
Citra ibu yang digambarkan oleh pengarang perempuan dipengaruhi
oleh pemikiran bahwa secara akal sehat menjadi ibu pastilah „alami‟.
Seorang perempuan yang menjadi ibu haruslah memiliki organ-organ
yang melekat secara permanen di tubuhnya seperti rahim, ovarium,
payudara, sehingga perempuan tersebut bisa hamil, melahirkan, dan
menyusui. Organ-organ biologis tersebut tidak dipunyai oleh laki-laki,
maka laki-laki tidak akan pernah menjadi ibu. Kalau menjadi ibu adalah
suatu hal yang alami, tidak demikian halnya dengan istilah”ibu” itu
13
Fithriyani Gade, “Ibu Sebagai Madrasah Dalam Pendidikan Anak”, Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA,
VOL. XIII .NO. 1, Agustus 2012, h. 31-40. 14
Ninik Handrini, Bidadari Itu Adalah Ibu, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2015), h. 10. 15
Yati Afiyanti, “Persepsi Menjadi Ibu yang Baik: Suatu Pengalaman Wanita Pedesaan Pertama
Kali Menjadi Seorang Ibu”, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 7, No, 2, September 2003,
h.54-60.
16
sendiri. Istilah “ibu” adalah istilah sosial; sebagai nama umi, mande,
emak, embok, meme, ama, mama, adalah frasa, kata dunia untuk ibu;
nama itu milik bahasa, sebuah konstruksi manusia. Pengalaman hampir
setiap manusia yang terikat dengan sosok ibu ditegakkan di seluruh
dunia oleh ideologi-ideologi mengenai peran perempuan sebagai ibu,
bahkan didukung oleh ajaran agama. Ajaran Katolik memiliki Perawan
Maria sebagai panutan, ibu yang mengorbankan dirinya. Di India
„keibuan‟ dimuliakan dan anak laki-laki memandang ibunya sebagai
dewi. Bagi sebagian besar perempuan ortodoks Yunani dan Rusia,
menjadi ibu adalah penebus dosa karena lahir sebagai perempuan.16
Dari novel-novel Indonesia karakter dan sosok perempuan selalu
dimunculkan dengan cerita dan problematikanya sesuai dengan golongan
sosial yang ada dalam realitas masyarakat. Dalam novel Indonesia
perempuan digolongkan menjadi tiga yaitu, perempuan golongan bawah,
perempuan golongan menengah, dan perempuan golongan atas.
Ketiganya mempunyai problematika yang berbeda-beda dalam novel.
Perempuan golongan bawah digambarkan sebagai perempuan yang
miskin, kurang berpendidikan, bekerja di sektor kasar atau rendah, bukan
dari golongan bangsawan atau priyayi. Dalam novel Indonesia dapat
digambarkan dalam tokoh Srintil dalam novel trilogi Ronggeng Dukuh
Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jentera Bianglala karya Ahmad
Tohari. Perempuan golongan menengah yaitu perempuan yang berasal
dari golongan priyayi, pendidikannya sudah menengah, tidak
kekurangan dari segi ekonomi. Perempuan dengan latar belakang seperti
ini digambarkan pada tokoh Sri dalam novel Pada Sebuah Kapal karya
NH. Dini. Golongan atas digambarkan sebagai perempuan yang sukses
dari segi lahir dan batin, kaya-raya, pendidikannya tinggi, mempunyai
kedudukan terhormat, berasal dari kalangan bangsawan atau ningrat.
Perempuan tersebut digambarkan dalam novel karya YB. Mangunwijaya
16
Yenni Hayati, “ Dunia Perempuan Dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia”, Jurnal Ilumanus
Vol. XI No. 1 Th. 2012.
17
Burung-Burung Manyar pada tokoh Dr. Larasati dan novel Romo Rahadi
pada tokoh dr. Rosi Padmakristi.
Perempuan-perempuan tersebut digambarkan sebagai perempuan
Jawa yang tabah, tidak mudah menyerah, dan tetap berusaha tetap ada
dan mempunyai peran dalam kehidupan meskipun didera cobaan demi
cobaan yang mendera.17
Karakter atau sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang ibu adalah
seorang ibu harus memiliki rasa kasih sayang. Sifat yang penyayang
selalu dilekatkan kepada seorang ibu. Rasa kasih sayang dapat berupa
keinginan untuk menjaga dan melindungi sang anak dari hal-hal yang
tidak baik.
Selain itu seorang ibu mempunyai sifat yang sabar. Sifat yang
melekat kepada ibu adalah sabar. Sabar yang dimilki ibu dapat dilihat
dari kesabaran ibu dalam mendidik anak, mengurus keluarga serta
rumah, dan sabar dalam menghadapi keadaan anak dan keluarga. Ibu
merupakan seorang yang bekerja keras. Mengurus pekerjaan rumah
tangga dapat digolongkan pekerjaan yang menguras waktu. Pekerjaan
yang dilakukan oleh ibu yaitu pekerjaan yang ringan sampai pekerjaan
yang berat. Kadang ada pula pekerjaan laki-laki yang dilakukan oleh
seorang perempuan. Saat sang suami telah meninggal dunia maka ibu
yang akan menggantikan peran sebagai tulang punggung keluarga.18
Ibu yang dalam artiannya adalah sebutan untuk perempuan yang
telah memiliki suami, maka ibu juga memiliki kedudukan yang sama
pentingnya dengan suaminya. Ibu adalah istri ayah. Ibu disebut ibu
rumah tangga. Tugas utama ibu rumah tangga adalah mengurus rumah
tangga dan keluarga. Bertanggung jawab atas kebersihan dan kerapian
rumah.
17
Esti Isnawati, “Karakter Perempuan Jawa Dalam Novel Indonesia Berwarna Lokal Jawa : Kajian
Perspektif Gender dan Tranformasi Budaya”, Jurnal Metasastra, VOL. 6, NO. 1. Juni 2013, h. 10-
21. 18
Ibnuasmara.com diakses pada 11Maret 2018 pukul 14:00 WIB.
18
Kedudukan ibu dalam keluarga adalah ibu itu sebagai pendamping
suami. Ibu yang harus menjaga harta benda yang terdapat dalam
rumahnya selama suami tidak ada di rumah. Pendidikan yang diterima
anak pertama kali adalah pendidikan dari ibu. Apabila ayah sudah tiada,
maka kedudukan ayah akan secara langsung akan digantikan oleh ibu.
Selain itu ibu juga tetap berperan sebagaimana kodrat seorang ibu.
Dalam masyarakat Jawa keberadaan ibu di dalam keluarga
mempunyai peranan yang penting yaitu ibu juga ikut mempunyai peran
dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Ayah yang menetukan
keputusan atas dasar perundingan dengan anggota keluarga (taren). Ibu
berperan dalam pengelolaan keuangan keluarga (montho-montho). Hal-
hal yang berkaitan dengan keuangan adalah urusan ibu. Ibu berperan
dalam pengasuhan anak. Pengasuhan anak merupakan tanggung jawab
seorang ibu karena ibu mempunyai banyak waktu untuk mengawasi dan
mendidik anak di rumah. Ibu sebagai pemberi tauladan atau contoh nyata
kepada anak-anaknya.19
Secara alami perempuan dianggap mempunyai sifat pengasuh.
Secara tradisional perempuan harus melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan rumah tangga, mengasuh, memasak, dan merawat.
Dalam kehidupannya perempuan mempunyai ketahanan mental yang
luar biasa. Harus merawat anak sekaligus memberikan pendidikan yang
terbaik untuk mereka dan juga mencari nafkah untuk menyambung
hidupnya.20
E. HAKIKAT NOVEL
1. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus. Kata novellus
dibentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa
19
Dyah Purbasari Kusumaning Putri dan Sri Lestari, “Pembagian Peran Dalam Rumah Tangga
Pada Pasangan Suami Istri Jawa”, Jurnal Humaniora, Vol. 16. No. 1. Februari 2015, h.72-85. 20
Yenni Hayati, “Representasi Ibu Dalam Sastra Anak Indonesia (Studi Kasus Terhadap Sastra
Anak Karya Anak Periode 2000-an)”, Jurnal Humanus, Vol. XIII. No.1. 2014.
19
Inggris. Dikatakan baru karena bentuk novel adalah bentuk karya
sastra yang datang kemudian dari bentuk sastra lainnya, yaitu puisi
dan drama.21
Adapula yang menyatakan lain tentang pandangannya
mengenai novel dan berupaya menjabarkan hakikat novel sebagai
berikut. Secara harfiah novel berarti sebuah barang baru yang kecil
dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”.
Kemudian novella dan novelle mengandung pengertian yang sama
dengan istilah bahasa Indonesia novellet (Inggris: novellete), yang
berati sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu
panjang, namun juga tidak terlalu pendek.22
Pendapat H.B. Jassin dalam buku Purba berpengertian bahwa
novel cerita mengenai salah satu episode dalam kehidupan manusia,
suatu kejadian yang luar biasa dalam kehidupan itu, sebuah krisis
yang memungkinkan terjadinya perubahan nasib pada manusia.
Pendapat lain R.J Ress, novel adalah sebuah cerita fiksi dalam
bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya
merupakan cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam
suatu plot yang cukup kompleks. 23
Novel adalah karangan dalam
bentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia
seperti yang dialami orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka
duka, kasih dan benci, tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya
Dari beberapa pendapat tentang definisi novel tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa pengertian novel adalah sebuah cerita fiksi
dalam bentuk prosa yang panjang umumnya berbentuk buku dengan
tokoh dan perilakunya merupakan gambaran dari kehidupan nyata
yang dirangkai dalam satu plot.
21
Endah Tri Priyatmi, Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi Kritik, (Jakarta:Bumi Aksara,
2010), h. 124. 22
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2010) , h. 9-10. 23
Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 63.
20
Dalam istilah novel tercakup pengertian roman, sebab roman
hanyalah istilah untuk novel untuk zaman sebelumperang dunia
kedua di Indonesia. Digunakannya istilah roman waktu itu adalah
wajar karena sastrawan Indonesia waktu itu pada umumnya
berorientasi ke Negeri Belanda, yang lazim menamakan bentuk ini
dengan roman. Istilah ini juga dipakai di Perancis dan Rusia, serta
sebagian negara-negara Eropa. Istilah novel dikenal di Indonesia
setelah kemerdekan, yakni setelah sastrawan Indonesia beralih
kepada bacaan-bacaan yang berbahasa Inggris.24
Jakob Sumardjo berpendapat dalam bukunya bahwa pengertian
roman dan novel itu sama saja. Istilah roman dikenal oleh bangsa
Indonesia dari masa sebelum perang dunia kedua, karena istilah itu
memang dipakai di Negeri Belanda dan Perancis, atau daratan Eropa
pada umumnya. Setelah perang dunia kedua masuk sastra berbahasa
Inggris ke Indonesia dan dipelajari oleh banyak sastrawan Indonesia.
Istilah Roman dalam bahasa Inggris dan bahasa Amerika adalah
novel. Maka istilah itu di Indonesia setelah kemerdekaan, dan istilah
roman semakin terdesak.25
Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas
problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.26
Novel juga merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan
naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut
novelis.27
2. Jenis-jenis Novel
Novel dilihat dari segi mutu dibedakan atas beberapa jenis
diantaranya :
a. Novel Populer
24
Atar Semi, Anatomi Sastra, (Bandung : Angkasa Raya, 2011), h. 32. 25
Jakob Sumardjo, Memahami Kesusastraan (Bandung : Alumni, 1984), h. 65-66. 26
E. Kosasih, Dasar-dasar Ketrampilan Bersastra, (Bandung : Yrama Widya, 2012), h. 60. 27
Nurgiyantoro, loc. cit.
21
Novel populer merupakan jenis sastra populer yang
menyuguhkan problema kehidupan yang berkisah pada cinta
asmara yang bertujuan menghibur. Novel jenis ini populer pada
masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di
kalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual
dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat
permukaan.
Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan
secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan.
Sebab jika demikian halnya, novel populer akan menjadi berat,
dan berubah menjadi novel serius dan boleh jadi akan
ditinggakan pembacanya. Biasanya novel populer bersifat
sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang
lain untuk membacanya lagi, biasanya cepat dilupakan orang,
apalagi muncul novel-novel baru yang lebih populer pada masa
sesudahnya.
Novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah
dinikmati karena ia memang semata-mata menyampaikan cerita.
Masalah yang diceritakanpun ringan-ringan, tetapi aktual dan
menarik. Kisah percintaan antara pria tampan dan wanita cantik
secara umum cukup menarik, mampu membuai pembaca remaja
yang sedang mengalami masa peka. Novel populer lebih
mengejar selera pembaca, komersil, ia tidak akan menceritakan
sesuatu yang bersifat serius hal itu akan berkurang jumlah
penggemarnya. Oleh karena itu, agar cerita mudah dipahami, plot
sengaja dibuat lancar dan sederhana. Perwatakan tokoh tidak
berkembang. Sebagaiman dikatakan oleh Sapardi Djoko
Damono, tokoh-tokoh adalah tokoh yang tidak berkembang
kejiwaanya dari awal hingga akhir cerita. Berbagai unsur seperti,
plot, tema, karakter, latar, dan lain-lain biasanya bersifat
stereotip, tidak mengutamakan adanya unsur-unsur pembaharuan.
22
Hal demikian memang mempermudah pembaca semata-mata
mencari hiburan belaka.28
b. Novel Serius/Literal
Novel literal adalah novel bermutu sastra, novel literal
menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara
serius. Disamping memberikan hiburan, novel serius juga
bertujuan memberikan pengalaman berjarga kepada pembaca,
atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan
merenungkan secara lebih bersungguh-sungguh tentang
permasalahan yang dikemukakan. Masalah percintaan banyak
juga diangkat dalam novel serius. Namun, ia bukan satu-satunya
masalah yang penting dan menarik untuk diungkap. Masalah
kehidupan amat komplek, bukan sekedar cinta asmara, melainkan
juga hubungan sosial, ketuhanan, maut, takut, cemas, dan bahkan
masalah cinta itupun dapat ditujukan terhadap berbagai hal,
misalnya cinta kepada orang tua, saudara, tanah air, dan lain-
lainya. Masalah percintaan (asmara) dalam karya fiksi memang
tampak penting terutama untuk memperlancar cerita. Namun,
barangkali masalah pokok yang ingin diungkapkan oleh
pengarang justru di luar dari masalah percintaan itu sendiri.
Jika dalam sastra serius cenderung merangsang pembaca
untuk menafsirkan atau menginterpretasikan karya sastra itu.
Selain itu merangsang untuk menafsirkan tidak lain karena sastra
serius itu mendorong pembaca yang baik untuk termenung.29
Novel serius biasanya berusaha mrngungkapkan sesuatu
yang baru dengan cara pengucapan yang baru pula. Singkatnya,
unsur keharmonisan diutamakan. Dalam novel serius tidak akan
terjadi sesuatu yang bersifat mengambil realitas kehidupan ini
sebagai model, kemudian menciptakan sebuah “dunia baru”
28
Ibid., h. 18-20. 29
Budi Darma, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta : Pusat Bahasa, 2004), h. 4.
23
lewat penampilan cerita dan tokoh-tokoh, situasi yang khusus.
Contoh novel serius adalah Belenggu (Armijn Pane), Pada
Sebuah Kapal (N. H. Dini).
c. Novel Absurd
Novel absurd merupakan sejenis fiksi yang ceritanya
menyimpang dari logika biasa, inrasional, realitas bercampur
angan-angan dan mimpi, dan surealisme. Tokoh-tokoh ceritanya
“anti tokoh” seperti orang mati bisa hidup kembali, mayat dapat
berbicara dan lain-lain. Contoh novel Ziarah ( Iwan Simatupang)
yang mengisahkan seorang dokter di daerah pedalaman Papua
yang menurut warga sekitar bahwa dokter itu bisa
menyembuhkan dan menghidupkan orang yang sudah mati.
d. Novel Horor
Novel horor (Gothic Fiction) merupakan cerita yang melukiskan
kejadian-kejadian yang bersifat horor, seperti drakula penghisap
darah, hantu-hantu gentayangan, kuburan keramat, dan berbagai
keajaiban supranatural yang berbaur dengan kekerasan,
kekejaman, kekecauan, dan kematian.30
Novel Simbok karya Dewi Helsper termasuk dalam katagori novel
populer. Kisahnya tentang kehidupan dalam rumah tangga dan keluarga
melainkan bukan tentang cinta asmara yang pada umumnya ada dalam novel
populer. Novel ini berkisah tentang kehidupan dalam menjalani rumah
tangga. Novel ini mudah untuk dinikmati karena ceritanya yang ringan
sehingga pembaca dapat merasa terhibur. Dengan masalah yang klasik dan
sepele namun menghadirkan cerita dengan alur yang menarik sehingga
pembaca dapat ikut merasakan bagaimana perasaan para tokoh. dapat
menjadi gambaran jika menghadapi masalah dalam kehidupan yang lebih
dewasa.
30
Widjojo dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung : UPI Press, 2006),
h. 41.
24
F. UNSUR INTRINSIK NOVEL
Prosa rekaan dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa
lama sering berwujud cerita rakyat, seperti cerita binatang, dongeng,
legenda, mitos, dan sage.
Bentuk prosa rekaan modern dibedakan atas roman, novel, novelet,
dan cerpen. Tidak adanya penelitian yang mendukung, perbedaan atau
beberapa bentuk tersebut lebih banyak didasarkan pada panjang pendeknya
dan luas-tidaknya masalah yang dipaparkan dalam prosa rekaan. Walaupun
tidak selalu benar ada juga yang dasar perbedaannya ditambahkan dengan
bahasa dari lukisannya.31
Setiap novel memiliki unsur-unsur yang membangun, unsur-unsur
tersebut terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Adanya pembagian
unsur-unsur tersebut bertujuan agar mempermudah dalam melakukan
pengkajian terhadap novel.
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara
langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur
intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.32
Unsur-unsur
intrinsik tersebut terdiri atas, sebagai berikut :
1. Tema
Tema adalah gagasan yang menjadi struktur isi cerita. Tema suatu
cerita menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah
kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.
Untuk mengetahui tema suatu cerita, diperlukan apresiasi menyeluruh
31
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta : Grasindo, 2008), h. 140. 32
Nurgiyantoro, op. cit., h. 23.
25
terhadap unsur karangan tersebut. Bisa saja temanya itu dititipkan pada
unsur penokohan, alur, ataupun pada latar.33
Menurut Aminuddin dalam Siswanto, seorang pengarang memahami
tema suatu cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses
kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila
mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media
pemaparan tema tersebut, menyiapkan makna yang dikandungnya serta
mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.34
Jadi tema tidak lain adalah suatu gagasan sentral yang menjadi dasar
suatu cerita. Dalam sebuah tema yang menjadi unsur gagasan sentral
yaitu topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang dicapai oleh
pengarang adalah topik tersebut.35
2. Latar
Setting diterjemahkan sebagai latar cerita. Aminuddin memberi
batasan setting sebagai latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa
tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi
psikologis.
Abrams mengemukakan latar cerita adalah tempat umum (general
locale), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat
(social circumtance) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat.36
Biasanya latar muncul pada semua bagian atau penggalan cerita dan
kebanyakan pembaca tidak terlalu menghiraukan latar ini, karena lebih
terpusat pada jalannya cerita, namun bila pembaca membaca untuk
33
E. Kosasih, op. cit., h. 61. 34
Siswanto. op. cit., h. 161. 35
Atar Semi, op. cit., h. 42. 36
Siswanto, op. cit., h. 149.
26
kedua kalinya barulah latar ini ikut menjadi bahan simakkan, dan mulai
dpertanyakan mengapa latar ini menjadi perhatian pengarang.37
3. Tokoh dan Penokohan
Menurut Aminuddin dalam Siswanto, “tokoh adalah pelaku yang
mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu
menjalin suatu cerita sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh
disebut penokohan.”38
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
perlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh dapat berupa
individu oleh pembaca atau memiliki sifat seperti yang dimiliki
pembaca. Tokoh dibagi menjadi dua jenis, yakni tokoh utama dan tokoh
tambahan. Terkait dengan tokoh adalah penokohan, yakni penyajian
watak tokoh dan penciptaan citra tokoh oleh pengarangnya. Dalam hal
ini tokoh bisa terdiri atas tokoh dasar dan tokoh bulat. Tokoh datar
adalah tokoh yang bersifat dua dimensional; tokoh jenis ini biasanya
sangat sederhana dan tidak banyak menampilkan perkembangan pribadi.
Sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki tempramen dan
motivasi yang kompleks; tokoh jenis ini biasanya memiliki
keistimewaan dan mampu memberikan kejutan kepada pembaca.39
Cara pengarang menggambarkan tokoh-tokoh itu mungkin dari
pengalamannya sendiri, berdasarkan observasi di lingkungan
masyarakatnya, mungkin pula dengan membaca karya-karya besar.
Banyak karya sastra yang merupakan hipogram dari karya-karya yang
mendahuluinya. Tetapi banyak yang merupakan rekaan pengalaman
37
Atar Semi, op. cit., h. 46. 38
Siswanto. op. cit., h. 142. 39
Esti Ismawati, Pengajaran Sastra, (Yogyakarta : Ombak, 2013), h. 70-71.
27
pribadi pengarangnya. Juga banyak yang merupakan reaksi terhadap
keadaan masyarakat sekitarnya.40
a. Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot
dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh
utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan
dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama,
secara langsung maupun tidak langsung.41
b. Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke
dalam tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau tokoh bulat.
Tokoh sederhana dalam bentuknya asli, adalah tokoh yang hanya
memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat atau watak yang
tertentu saja. Sifat dan tingkah laku tokoh sederhana bersifat
datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Tokoh
bulat, kompleks berbeda halnya dengan tokoh sederhana, adalah
tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi
kehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya. Ia dapat saja
memiliki watak tertentu yang dapa diformulasikan, namun ia pun
dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku yang bermacam-
macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.
Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih
menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di
samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia
juga sering memberikan kejutan.42
40
Herman J. Waluyo, Pengkajian Cerita Fiksi, (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1994).,
h. 51. 41
Nurgiyantoro, op. cit., h. 177. 42
Ibid., h. 182-183.
28
c. Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh
cerita dalam sebuah novel, tokoh dibedakan ke dalam tokoh statis
dan tokoh berkembang (devoloping character). Tokoh
berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan
perkembangan perwatakan yang sejalan dengan perkembangan
(dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara
aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial,
alam, maupun yang lain yang kesemuanya itu memengaruhi
sikap, watak, dan tingkah lakunya. Dalam penokohan yang
bersifat statis dikenal adanya tokoh hitam (dikonotasikan sebagai
tokoh jahat) dan putih (dikonotasikan sebagai tokoh baik).
Artinya, tokoh-tokoh tersebut sejak awal kemunculannya hingga
akhir cerita terus-menerus bersifat hitam atau putih. Tokoh hitam
adalah tokoh yang benar-benar hitam, tak pernah diungkapkan
unsur-unsur kebaikan dalam dirinya walau sebenarnya pasti ada.
Sebaliknya tokoh putih selalu baik dan tidak pernah berbuat
sesuatu yang tergolong baik walau pernah sekali-kali berbuat hal
demikian.43
Mengenai bagaimana cara menampilkan tokoh dalam cerita,
Mochtar Lubis yang dikutip dari Ismawati, melukiskan baberapa macam,
yakni (1) physical description, pengarang secara langsung melukiskan
fisik atau jasmani tokoh. (2) Portrayal of thought stream or of conscious
thought, pengarang melukiskan jalan pikiran tokoh ataupun yang melintas
dalam pikirannya. Dengan demikian pembaca akan dapat mengetahui
watak tokoh. (3) Reaction to events, pengarang melukiskan reaksi tokoh
terhadap peristiwa yang dialami. (4) Direct author analysis, pengarang
secara langsung menganalisis watak tokoh. (5) Description of
environment, pengarang melukiskan situasi sekitar tokoh. Dengan melihat
situasi sekitar tokoh akan mudah ditebak atau diperkirakan watak seorang
43
Ibid., h. 188-189.
29
tokoh. (6) Reaction of others to character, bagaimana pandangan atau
tanggapan tokoh bawahan terhadap tokoh utama. Dari tanggapan atau
pandangan tokoh bawahan ini pembaca dapat memperkirakan tokoh
utama. (7) Conversation of others about character, tokoh-tokoh bawahan
membicarakan keadaan tokoh utama. Dari pembicaraan mereka inilah
pembaca akan dapat menarik kesimpulan tentang watak tokoh utama.44
4. Alur atau Plot
Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tiap kejadian
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa satu disebabkan oleh
peristiwa lain atau peristiwa satu menyebabkan peristiwa lain. Plot
adalah peritiwa cerita yang mempunyai penekanan hubungan kausalitas.
Plot merupakan struktur peristiwa-peristiwa, urutan penyajian berbagai
peristiwa untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu.
Peristiwa cerita atau plot dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku
dan sikap-sikap tokoh utama cerita. Peristiwa, konflik, dan klimaks
merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah
plot cerita. Peristiwa adalah peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang
lain. Konflik adalah suatu yang tidak menyenangkan yang terjadi dan
dialami oleh tokoh-tokoh cerita, jika mereka bisa memilih, mereka tidak
akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya. Konflik adalah sesuatu
yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang
seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Klimaks adalah
saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi dan tidak dapat
dihindari kejadiannya.45
Alur adalah rangkaian peristiwa-perstiwa dalam sebuah cerita. Alur
merupakan tulang punggung dalam sebuah cerita.46
Jalinan-jalinan cerita
pada novel tersusun dalam tahapan-tahapan. Menurur Aminuddin dalam
44
Esti Ismawati, loc. cit. 45
Nurgiyantoro, op. cit., h.73. 46
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 21.
30
Siswanto, tahapan-tahapan peritiwa terdiri atas pengenalan, konflik,
komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.47
Untuk menjelaskan tahapan-tahapan alur ini, penulis menggunakan
pendapat dari Nurgiyantoro, tahapan–tahapan dalam alur dijelaskan
menjadi lima bagian, tahapan tersebut sebagai berikut:
a. Tahap Penyituasian
Tahap penyituasian yaitu tahap yang berisi pelukisan
pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan
tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain
yang terutama berfungsi untuk melandasi sampai cerita yang
dikasihkan pada tahap berikutnya.
b. Tahap Pemunculan Konflik
Tahap pemunculan konflik yaitu tahap yang memunculkan
masalah dan peristiwa yang menyulur terjadinya konflik. Tahap
ini merupakan tahap awal munculnya konflik. Dan konflik itu
sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi
konflik-konflik pada tahap berikutnya.
c. Tahap Peningkatan Konflik
Pada tahap ini konflik yang telah dimunculkan pada tahap
sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar
intensitasnya. Peristiwa yang dramatik menjadi inti cerita
semakin mencengkam dan menegangkan. Konflik-konflik yang
terjadi, internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-
pertentangan, benturan-benturan antarkepentingan, masalah,
tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari.
d. Tahap Klimaks
Tahap klimaks yaitu tahap dimana konflik dan atau
pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui, dan atau
ditimpalkan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas
47
Siswanto. op. cit., h. 199.
31
puncak. Pada tahap ini klimaks sebuah cerita akan dialami oleh
tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita
terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin
saja memilki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak ditafsirkan
demikian.
e. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian merupakan tahap dimana konflik yang
telah mencapai klimaks diberi penyelesaian. Konflik-konflik
yang lain, sub-subkonflik, atau konflik-konflik tambahan, juga
ada diberi jalan keluar. Sehingga tahap ini disebut sebagai tahap
akhir sebuah cerita.48
5. Sudut Pandang
Sudut pandang atau titik pandang adalah tempat sastrawan
memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang
tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.49
Dari sudut pandang ini, pengarang menampilkan tokoh dalam cerita
yang dipaparkannya. Dengan demikian segala sesuatu yang
dikemukakan oleh pengarang disalurkan melalui sudut pandang tokoh.
Selain itu dalam sudut pandang posisi pengarang juga ditentukan.
Ada banyak macam sudut pandang dalam karya sastra. Jenis sudut
pandang yang peneliti lakukan yaitu berdasarkan pemaparan
Nurgiyantoro, berikut adalah macam-macam sudut pandang:
a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “Diaan”
Sudut pandang persona ketiga “Dia” digunakan dalam
pengisahan cerita dengan gaya “dia”. Narator aatau pencerita
adalah seseorang yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan
menyebutkan nama tokoh disertai dengan kata ganti yang
digunakan. Jenis sudut pandang persona ketiga menurut
48
Nurgiyantoro, op. cit., h. 149-150. 49
Atar Semi, op. cit., h. 44.
32
Nurgiyantoro dalam Minderop (2005:97) terdiri atas: pertama,
“dia” mahatahu yaitu pencerita yang berada di luar cerita dan
melaporkan peristiwa yang menyangkut para tokoh dari sudut
pandang “ia” atau “dia”. Kedua “dia” terbatas yaitu pencerita
sebagai pengamat yang mengetahui segala sesuatu tentang
seorang tokoh saja baik tindakan atau batin tokoh tersebut.50
b. Sudut Pandang Persona: “Aku”
Pengisahan cerita mengunakan sudut pandang ini terletak pada
seorang narator yang ikut terlibat dalam cerita. Dalam sudut
pandang persona pertama “Aku” dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu “Aku” (tokoh utama) dan “Aku” (tokoh
tambahan).51
Sudut pandang persona pertama “aku” terdiri atas
“aku” tokoh utama yaitu pencerita yang ikut berperan sebagai
tokoh utama yang melaporkan cerita dengan kata ganti aku “aku”
dan menjadi pusat cerita. “aku” tokoh tambahan taitu pencerita
yang tidak ikut berperan dalam cerita, hadir sebagai tokoh
tambahan yang aktif sebagai pendengar atau penonton.52
c. Sudut Pandang Campuran
Penggunaan sudut pandang ini lebih dari satu teknik. Pengarang
dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lainya.
Semua itu tergantung pada kemauan pengarang untuk
menciptakan sebuah kreativitas dalam karyanya.53
6. Amanat
Amanat adalah pesan yang akan disampaikan melalui cerita.
Amanat baru dapat ditemukan setelah pembaca menyelesaikan seluruh
cerita yang dibacanya. Amanat biasanya merupakan nilai-nilai yang
50
Albertine Minderop, op. cit., h. 96-97. 51
Esti Ismawati, op. cit., h.73 52
Albertine Minderop, op. cit., h. 105. 53
Esti Ismawati, op. cit., h.73
33
dititipkan penulis cerita kepada pembacanya. Sekecil apapun nilai-nilai
dalam cerita pasti ada.54
7. Gaya bahasa
Menurut Gorys Keraf, gaya bahasa berdasarkan berdasarkan
makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang
dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada
penyimpangan. Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini
disebut sebagai trope atau figure of speech. Gaya bahasa ini terbagi
menjadi dua, yaitu gaya bahasa retoris, yang semata-mata merupakan
penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan
gaya bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh
khususnya dalam bidang makna.55
G. PENELITIAN RELEVAN
Penelitian relevan merupakan penelitian yang menjadi acuan atau
dasar untuk penelitian yang akan dibahas pada penelitian ini. Penelitian
relevan yang pertama adalah Thesis dengan Judul Nilai-Nilai Pendidikan
Karakter dalam Novel Simbok Karya Dewi Helsper yang dilakukan oleh
Wulandari Fitri, mahasiswi Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia STKIP PGRI Sumatra Barat tahun 2018. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh bagaimana orang harus bertindak dan bertingkah
laku serta bersosialisasi dengan sesama manusia, tuhan, dan alam. Tujuan
dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai
pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Simbok karya Dewi
Helsper. Jenis penelitiannya dalah kualitatif dengan metode analisis konten
analisis. Data yang digunakan berupa kutipan teks mengenai nilai-nilai
pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Simbok karya Dewi
54
Ismawati, loc. cit 55
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 2010), h. 129.
34
Helsper. Teknik yang digunakan dalam pengabsahan data adalah teknik
triangulasi data, dan yang bertindak sebagai validator adalah Bapak
Ahmad Zaini, S.Ag. hasil penelitian adalah nilai-nilai pendidikan karakter
yang terdapat dalam novel adalah patuh, taat terhadap perintah Allah,
mandiri, tanggung jawab, jujur, amanah, hormat, santun, dermawan,
percaya diri, kepemimpinan, rendah hati, dan toleransi. Persamaan antara
penelitian ini dengan penelitian Wulandari Fitri adalah objek penelitiannya
sama yaitu novel Simbok karya Dewi Helsper. Perbedaannya adalah
penelitian Wulandari Fitri hanya mencari nilai pendidikan karakter
sedangkan penelitian ini menganalisis karakter ibu dan mengaitkannya
dengan pembelajaran sastra di SMA.
Penelitian relevan yang kedua adalah Skripsi karya Peni Setiani,
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang, 2007 dengan judul Pengaruh Kepribadian
Tokoh Ibu Terhadap Nayla Dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana
kepribadian tokoh ibu dan Nayla dan bagaimana pengaruh kepribadian
tokoh Ibu terhadap Nayla. Tujuan dalam penelitian ini mendeskripsikan
kepribadian tokoh ibu dan Nayla serta pengaruh Ibu terhadap tokoh Nayla.
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra untuk
menganalisis tokoh Nayla. Analisisnya difokuskan pada tokoh Ibu dan
Nayla serta pengaruh tokoh Ibu terhadap Nayla. Hasil penelitian dapat
diketahui bahwa kepribadian tokoh ibu memiliki watak keras, mandiri,
memiliki rasa benci, berperilaku kasar, dan gaya hidup yang bebas.
Kepribadian tokoh Nayla memiliki perilaku kasar, berwatak keras,
berperilaku bebas, bertindak sesuka hati, dan hidup mandiri. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepribadian tokoh Ibu dan Nayla dalah berasal dari
dalam diri individu dan dari lingkungan. Pengaruh tokoh Ibu terhadap
Nayla terlihat dari kepribadian-kepribadian yang dimiliki Nayla seperti:
berwatak keras, mandiri, dan berperilaku keras.
35
Penelitian relevan yang ketiga adalah milik Marissa Maria Dewi
dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2008.
Skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Sosok Ibu Terhadap Pembentukan
Karakter Tokoh Tamura Dalam Novel Homuruse Chagakusei Karya
Tamura Hiroshi. Bahan dari penelitian ini adalah novel Homuresu
Chugakesui yang ditulis oleh Tamura Hiroshi. Novel ini menceritakan
pengalaman pribadi dari sang penulis. Teori yang dipakai dalam penelitian
ini adalah teori attachement atau teori kelekatan yang dikemukakan oleh
Bowlby dan Ainsworth. Simpulan dari penelitian ini adalah novel ini
menarik perhatian karena topik homeless yag diangkat oleh pengarangnya.
Dalam hal kedekatan dengan ibunya, kedekatan Tamura dengan ibunya
yang erat menghasilkan hal yang positif bagi Tamura. Hubungannya yang
erat dengan ibunya membuat Tamura memiliki karakter yang kuat dan
mandiri. Karaktenya yang positif inilah yang kemudian
membuatnyamempu melewati beratnya kehidupan di saat ia harus bettahan
hidup sendiri.
36
BAB III
BIOGRAFI, PEMIKIRAN DAN KARYA
A. BIOGRAFI PENGARANG
Sekilas tentang Dewi Helsper, ia merupakan seorang penulis yang
lahir di Jawa Timur tanggal 9 Maret 1981. Dewi berasal dari Banyuwangi.
Ayahnya Fatrah Abal merupakan seorang seniman, yaitu sebagai pencipta
lagu-lagu Banyuwangi. Sang ibu bernama Artati. Kedua orang tua Dewi
tingal di Kelurahan Bakungan, Glagah, Banyuwangi. 1
Pendidikan ia selesaikan selama di Banyuwangi. Dewi merupakan
tamatan SMP Negeri 2 Banyuwangi lulus pada tahun 1984. Tingkat SMA
dis sekolah di SMA Negeri 2 Banyuwangi jurusan Biologi yang lulus pada
tahun 1987.
Ia telah menikah dengan Henk Helsper dan mempunyai seorang
anak perempuan yang diberi nama Michella Allysa Patricia (Chacha).
Dewi Helsper, saat ini tinggal di Belanda dan Thailand. Selain sebagai
penulis novel Dewi Helsper juga merupakan guru spiritual , ia membantu
mereka yang memiliki permasalahan dalam hidup, memberi solusi pada
mereka yang sengaja mau datang padanya untuk konseling.
Karier Dewi selain dalam bidang novel adalah ia pernah bekerja di
bidang perfilman sebagai karyawan freelance, menulis skenario dalam
team work. Ia juga merupakan seorang artis yang pernah ikut bermain
sinetron. Saat ini ia masih aktif dalam kegiatan menulis namun di beberapa
tabloid yang berisi tentang travelling. Sekarang, ia berkeinginan untuk
travelling dari negara satu ke negara lain, kemudian menuangkannya
1 Dewi Helsper, www.facebook.com. Diakses pada 1 Maret 2019 pukul 20:00 WIB.
37
dalam tulisan. Dewi merasa, sayap dan pena sudah Tuhan berikan
kepadanya, supaya menjadi pencerahan dan pengetahuan bagi yang
membutuhkan. Bercanda dengan alam, tertawa bersama hujan, menari
dibawah desah ranting, berbicara kepada langit untuk menyapa semesta,
cara ia menekspresikan dirinya. Hidup hanya sementara, izinkan hati untuk
tidak senyap menyapa. Saat Tuhan memberikan waktu lama, ada tugas
yang sedang menanti.
Dewi Helsper kini aktif dalam beberapa media sosial. Dia banyak
membagikan perjalanannya dalam media soalnya., berikut media sosial
Dewi Helsper: email: [email protected],id, atau add FB: Dewi
Helsper, atau di akun Instagram:dewi_helsper, Youtobe: Dewi Helsper,
atau silahkan Follow Twitter:@dewi_helsper.2
Dalam akun Facebooknya Dewi tergolong aktif dalam
membagikan kisah perjalanannya dan kesehariannya selama di Belanda.
Banyak hal yang di bagikan dalam video berbagi di Facebook. Bahkan ia
tak ragu untuk membalas komentar teman-temannya dalam akun tersebut.
Dewi Helsper dalam keseharianya memanggil dirinya dengan
sebutan Suki. Itu merupakan panggilan akrabnya di akun media sosialnya.
Setiap perjalananan trevelling ia kirimkan dalam akun media sosialnya
untuk dapat dinikmati oleh para teman atau penggemarnya.
B. PEMIKIRAN DEWI HELSPER
Seorang pengarang dalam menghasilkan karya mereka mempunyai
pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalam karyanya. Pemikiran tersebut
mewakili kehadira pengarang dalam karyanya. Setiap pengarang
mempunyai pemikiran yang berbeda-beda. Hal ini yang membuat setiap
pengarang mempunyai ciri khusus .
2 Dewi Helsper, Simbok. (Jakarta : Grasindo, 2016), h. 177-178.
38
Pengarang novel Simbok adalah Dewi Helsper. Sebagai pengarang
Dewi Helsper mempunyai pemikiran bahwa dalam menulis novel itu perlu
dilakukan dengan hati. Suasana hati mempengaruhi keinginannya untuk
menulis. Selain itu masalah yang akan diceritakan perlu untuk dipahami
terlebih dahulu secara mendalam. Inspirasi dan suasana hati haru sejalan
untuk menghasilkan sebuah karya.
Untuk mendapat pemahaman yang dalam mengenai tema yang
akan ditulisnya, pengarang ini melakukan pendekatan secara langsung
terhadap objek yang akan dijadikan bahan dalam ceritanya. Berikut
pendapat pendapat pengarang, penulis mendaparkan data ini dari hasil
pesan pribadi penulis melalui media sosial:
“Penulis novel itu ya menulis dari hati. Biasanya harus
mood dulu. Kalau gak mood gak jalan. Misalnya aku
menulis tentang kamu. Aku harus tahu kamu dari usia kecil
sampe usia yang aku ceritakan. Bagaimana kegiatanmu?
Bagaimana karaktermu? Bagaimana orang tuamu? Sampai
aku mau ceritakan benang merahnya dimana?”
“Jadi menulis bukan hanya sekedar menulis. Misalnya nulis
tentang pelacur. Ya kita harus tau dulu siapa dia?
Bagaimana latar belakangnya? Apa yang menyebabkan dia
seperti itu? Terus kita ceritakan apa yang membuat dia
berubah.”
Jadi, menurut Dewi Helsper berdasarkan kutipan pesan di atas,
dalam menulis sebuah novel perlu melakukan pengamatan, penelitian,
pemahaman yang dalam tentang objek yang akan dijadikan tema cerita.
Pengarang melakukan pendekatan secara langsung terhadap objek
kajiannya. Novel merupakan karangan fiksi namun cerita yang terdapat di
dalamnya merupakan sebuah pengalaman nyata dari pengarang dan
kehidupan di sekitarnya.
C. GAMBARAN UMUM KARYA
Novel Simbok karya Dewi Helsper merupakan sebuah novel yang
ditulis oleh penulisnya untuk ia persembahkan kepada ibunya. Dalam
halaman akhir novel ini terdapat pernyataan yang menjelaskan
39
persembahan novel ini untuk ibunya. Jika dibaca secara mendalam novel
ini merupakan curahan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Menurut
Dewi Helsper ibu merupakan seorang wanita yang berhati malaikat,
berhati mulia, wanita yang tidak pernah mengeluh dalam mencurahkan
kasih sayang kepada anaknya. Ketulusannya tidak dapat diragukan lagi.
Ibu rela melakukan hal yang sulit demi kebahagiaan anaknya.
Dalam akun media sosialnya Dewi Helsper menuliskan bahwa
novel Simbok merupakan perwakilan dari perasaannya kepada negeri,
Indonesia. Diketahui bahwa kini Dewi Helsper telah menetap di Belanda.
Sehingga baginya negerinya merupakan ibunya. Ini juga merupakan bukti
cintanya kepada ibunya dan negerinya. Dewi Helsper mengungkap bahwa
novel Simbok merupakan sebuah karya yang sederhana namun ia
menulisnya dengan cara yang tidak sederhana. Terdapat banyak
pengalaman dan pelajaran hidup yang terdapat dalam cerita yang disajikan
dalam novel ini. Luapan emosi dan perasaan penulis yang menjadikan
novel ini ditulis dengan cara yang tidak sederhana.
Novel Simbok karya Dewi Helsper adalah bentuk inspirasi dan
pengorbanan seorang ibu yang tegar dalam menjalani kehidupannya yang
tidaklah mudah. Kisahnya sangat menispirasi dalam menjalani kehidupan
di dunia ini. Kita sebagai pembaca diajak untuk berpikir, merenung,
terharu mengenai jasa dan pengorbanan seorang ibu. Terdapat bagian
dalam cerita ini yang pembaca diajak bernyanyi karena terdapat di bagian
bab yang mengandung lirik lagu.
Terdapat kesan positif serta pelajaran yang berguna bagi kehidupan
nyata, yaitu ibu akan berkorban apa saja demi anaknya, agar anaknya
bahagia. Novel ini berakhir dengan kisah yang pilu dalam bentuk keharuan
yang terjadi saat perpisahan Yusuf dan Ibu Tina. Perpisahan antara ibu dan
anak yang rela ditempuh demi sang anak dapat memperoleh
kebahagiaannya dengan keluarganya. Novel Simbok ini juga cocok untuk
dibaca sekali duduk, terlebih lagi untuk kalangan dewasa dan khususnya
perempuan yang kelak akan menjadi ibu.
40
Inspirasi pengarang dalam menulis novel Simbok adalah fenomena
kehidupa rumah tangga yang sangat lazim atau banyak terjadi di
Indonesia. Selain itu ia juga mendapatkannya dari pengalaman-
pengalaman dari teman-temannya yang bercerita kepada pengarang.
Berdasarkan hal tersebut maka ditulislah novel Simbok ini.
Novel lain yang ditulis oleh Dewi Helsper adalah Daun yang
Berkisah, dalam novel ini menceritakan cinta, pengorbanan, dan
pengampunan. Sebagai tokoh utamanya adalah Arini. Ia telah bersuami
dan sang suami mempunyai gangguan pada kejiawaannya. Suaminya
mepunyai seorang perempuan lain. Kehidupan Arini penuh dengan cobaan
namun dengan sabar Ia menghadapinya.
Buku lainnya dari Dewi Helsper adalah kumpulan puisi dan cerita
pendek Secangkir Kopi. Selain penulis novel Dewi Helsper juga memiliki
beberapa puisi yang dibukukannya bersama denga kumpulan cerita
pendek.
D. SINOPSIS NOVEL SIMBOK KARYA DEWI HELSPER
Di kompleks Real Estate yang merupakan sebuah komplek
menengah keatas yang terdapat di tengah kota Jakarta. Setelah menjadi
Insinnyur kehidupan Yusuf menjadi lebih baik. Sekarang ia yang
memboyong ibunya untuk tinggal bersamanya.
Dari pernikahannya dengan Dewi Yusuf mempunyai seorang
anak perempuan yang diberi nama Chacha. Chacha sangat menyayangi
neneknya, tak jarang Chacha sering menemani dan membantu
neneknya dalam membuat kue ataupun saat melakukan pekerjaan
rumah lainnya. Simbok pun juga sangat menyayangi Chaca.
Pertikaian antara Dewi dan Simbok terjadi hampir setiap hari.
Dewi yang terus melarang Simbok untuk berjualan jajanan pasar,
sementara itu Simbok yang juga membutuhkan sebuah kegiatan dan
hanya itu keahlian yang dimiliki Simbok. Simbok menilai bahwa Dewi
merupakan menantu yang boros dan suka melarang. Sedangkan Dewi
41
merasa selalu salah yang ia lakukan kepada Simbok. Keduanya
memiliki pendapat yang sama-sama keras. Keduanya tidak dapat hidup
dengan rukun dalam satu rumah. Pertengakaran antara keduanya sering
membuat Dewi sakit hati dan merasa dipermalukan oleh tindakan
Simbok. Dewi memutuskan untuk meninggalkan rumah dan kembali
ke rumah orang tuanya dengan membawa serta Chacha.Yusuf merasa
bingung dalam menentukan sikap. Dua perempuan yang disayanginya
tidak dapat disatukan. Keduanya bagai air dan minyak. Yusuf sebagai
penengahnya hanya dapat memberikan nasehat kepada keduanya agar
dapat hidup rukun bersama-sama dalam satu rumah.
Yusuf harus pergi ke luar kota untuk kepentingan kerja.
Pertengakaran antara keduanya pun tak mencapai puncaknya.
Kesabaran Dewi sudah mencapai puncaknya. Dewi mengantarkan
Simbok ke Panti Jompo Pasar Baru.
Sepulangnya dari luar kota Yusuf tidak menemui Simbok di
rumah. Ia menanyakan keberadaan Simbok kepada Dewi. Dewi
mengatakan ada yang terjadi selama Yusuf pergi. Betapa marahnya
Yusuf mendengar penjelasan Dewi bahwa dia telah mengirimkan
Simbok ke Panti Jompo. Yusuf menampar Dewi dan menilai bahwa
Dewi telah berbuat kejam, karena tega mengirimkan ibu mertuanya ke
Panti Jompo. Tanpa sadar Yusuf menampar Dewi dan menyebabkan
Dewi mengangis. Dengan amarah yang memenuhi dadanya Yusuf
segera pergi untuk menjemput Simbok. Dewi tetap berusaha menahan
Yusuf untuk tidak pergi, hal itu tidak dihiraukan oleh Yusuf. Yusuf
meninggalkan Dewi di rumah kemudian memacu kendaraannya
dengan cepat menuju panti jompo. Sepanjang perjalanan hanya
bayangan Simbok yang ada dalam benaknya. Perjuangan Simbok
dalam membesarkan, mendidiknya, bekerja mencari uang agar Yusuf
tetap dapat sekolah.
Tiba di panti jompo Yusuf membujuk Simbok agar mau
kembali tinggal di rumahnya bersama Dewi dan Chacha. Simbok
42
menolak ajakan Yusuf karena ia merasa lebih kerasan tinggal di panti
jompo, tidak ada yang melarangnya berjualan kue, serta orang-orang di
panti jompo menyukai kue buatan Simbok. Simbok lebih memilih
tinggal di panti jompo agar Yusuf dan keluarganya dapat hidup dengan
harmonis. Simbok hanya meminta untuk sering dikunjungi jika
kangen. Betapa besar pengorbanan yang dilakukan Simbok demi
membahagiakan anaknya.
43
BAB IV
PEMBAHASAN
.
A. ANALISIS UNSUR INTRINSIK
1. Tema
Tema merupakan ide pokok atau gagasan pokok dalam
sebuah cerita. Setiap novel mempunyai tema yang berbeda-beda.
Dalam novel Simbok karya Dewi Helsper mengangkat tema keluarga,
sebuah hubungan antara manusia dalam ikatan keluarga. Cerita novel
ini adalah tentang kehidupan dalam keluarga antara ibu dan anak laki-
lakinya, antara ibu mertua dengan menantu perempuannya, serta antara
nenek dan cucunya. Ceritanya merupakan kisah dalam perbedaan
pemikiran antara ibu mertua dan menantu perempuan. Keduanya
sering terlibat dalam konflik, konflik batin dan konflik fisik dengan
disertai pertengakaran.
“Melihat aktivitas mertuanya, Dewi berusaha
menahan diri untuk tidak melarang, tetapi kakinya
bergerak-gerak gelisah seperti cacing kepanasan.
Berbanding terbalik dengan wanita tua sederhana yang
justru tenang-tenang saja seraya melenggang di depan
Dewi yang masih kalang-kabut. Dewi tetap tidak bisa
melarang merrtuanya meski ia berusaha menarik wadah-
wadah jajanan dari tangan mertuanya. Ibu Tina memang
sudah berumur, tetapi dengan gesit wanita itu menarik
kembali semua wadah sehingga kembali berpindah ke
tangannya lagi. Kedua mata Dewi sudah mulai berkaca-
kaca kehabisan akal dan hendak menangis. Kehabisan
akal, akhirnya ia kemudian berjalan mendahului
mertuanya dan mencegat langkah Ibu Tina.”1
1 Dewi Helsper, Simbok, (Jakarta : Grasindo, 2016), h. 19.
44
Permasalahan mengenai hubungan ibu mertua dan menantu
perempuan merupakan masalah klasik. Jika keduanya mempunyai
pemikiran yang berbeda sebenarnya merupakan hal yang wajar atau
lumrah. Setiap orang pastinya mempunyai pendapat yang tidak sama
dalam menanggapi masalah. Dalam cerita ini hubungan antara ibu
mertua dan menantu perempuan diceritakan tidak dapat akur.
Keduanya bagai air dan minyak yang sulit untuk disatukan. Keduanya
mempertahankan pendapat masing-masing. Dewi yang tempramen
menyebabkan ia seolah-olah merasa menjadi korban atas apa yang
dilakukan ibu mertuanya.
Membahas masalah korban dan pengorbanan ibulah yang
banyak melakukan pengorbanan. Pengorbanan Simbok kepada Yusuf
tidak dapat dihitung lagi. Hal sama mungkin akan dilakukan oleh
setiap ibu di dunia ini. Tema yang diangkat oleh pengarang merupakan
tema yang sederhana namun penyajiannya dalam bentuk cerita dapat
menyentuh hati pembaca dan membuat pembaca terharu. Membaca
novel ini seakan kita diingatkan akan pengorbanan ibu dalam usaha
membesarkan, mendidik, membimbing, dan menyekolahkan anak-
anaknya.
2. Latar
Latar merupakan unsur yang penting dalam sebuah novel. Latar
atau tempat terjadinya cerita ini mempengaruhi isi dalam novel.
Apabila latarnya tidak disertakan maka ceritanya akan menjadi cerita
yang rumpang. Latar dalam sebuah novel Simbok karya Dewi Helsper
terdiri atas latar waktu, latar tempat, dan latar suasana.
a. Latar waktu
Latar waktu menjelaskan waktu terjadinya cerita. Dalam
novel Simbok karya Dewi Helsper memiliki latar dengan kurun
waktu pada tahun 2000-an. Pada tahun-tahun tersebut kehidupan di
kota besar seperti Jakarta sudah mengalami banyak kemudahan.,
misalnya dengan membeli makanan kita dapat memesannya untuk
45
dikirimkan ke alamat yang dikehendaki. Pemilihan tahun ini
ditandai adanya kegiatan delivery pada pemesanan makanan.
“Iya dong, Chacha! Me-ma-lu-kan! Coba lihat, di
sini kan ngagak ada orang yang jualan cendol dan
jajanan pasar. Gengsi! Kalau mereka mau pasti
belinya pizza, burger....Tinggal pesen delivery,
duduk dan makan, Dewi menanggapi pertanyaan
anaknya dengan kesal.”2
Latar waktu dalam novel ini dijelaskan secara langsung
oleh pengarangnya, misalnya pagi hari, siang hari, sore hari, dan
malam hari. Pembaca tidak perlu menerka-nerka latar waktu yang
terdapat dalam cerita. Namun latar waktu yang banyak digunakan
oleh pengarang yaitu siang hari. Pada siang hari terjadi konflik
antara Dewi dan Simbok. Tujuan pengarang menggunakan latar
waktu siang hari karena konflik yang diangkat dalam novel ini
adalah antara Ibu dan menantu peempuannya, sehingga waktu yang
tepat adalah siang hari. Pada siang hari Yusuf sedang bekerja di
kantornya sehingga Dewi tidak perlu menahan emosinya apabila ia
marah atau kesal kepada simbok. Adapun hal lain yang
melatarbelakangi pengambilan latar waktu siang hari adalah waktu
yang tepat untuk berjualan adalah siang hari.
“Terdengar Yusuf menghela nafas panjang sebelum
ia menjawab. “Kalau untuk pulang sekarang aku
nggak bisa, siang ini ada meeting, Dewi, “ujarnya
meminta pengertian sang istri.” 3
Penggambaran latar waktu dilakukan dengan beberapa cara
yaitu, memggunakan penggambaran langsung yang dilakukan
pengarangnya, dengan dialog antar tokoh sehingga dapat diketahui
latar waktumya, serta dengan ilustrasi kegiatan yang biasa
dilakukan dalam waktu-waktu tertentu.
2 Ibid., h. 11.
3 Ibid., h. 8.
46
b. Latar Tempat
Latar tempat merupakan tempat atau lokasi terjadinya cerita
dalam novel. Dengan melakukan pembacaan dan pemahaman serta
analisis kepada novel maka kita dapat mengetahui latar tempat
dalam sebuah novel. Setelah penulis melakukan analisis kepada
novel Simbok karya Dewi Helsper maka dapat diketahui bahwa
latar tempanya secara umum adalah di kota besar yaitu Jakarta.
Secara khusus terdapat beberapa tempat yang menjadi latar tempat
terjadinya cerita atau konflik dalam novel ini, berikut
penjelasannya:
1) Latar tempat cerita dalam novel ini adalah di kota Jakarta,
tepatnya di rumah Yusuf yang terdapat di komples real estate.
Selain itu rumah Yusuf latar tempat lainnya adalah gedung
perkantoran, sekolah, serta kediaman keluarga Dewi yang
terletak di Jakarta pula.
2) Rumah Yusuf yang berada di kompleks Real Estate yang
terletak di pinggir kota Jakarta. Selain rumah Yusuf terdapat
pula rumah Ny, Harti dan Ny. Ike. Mereka adalah tetangga
Dewi dalam kompleks tersebut.
“Di sudut jantung kota Jakarta, di sebuah perumahan
real estate, di rumah minimal yang terkesan mewah,
seorang perempuan muda sedang resah memandangi
langit.”4
“Di dalam kompleks real estate rumah bercat cream
dan berarsitektur modern, tampak sebuah yang
bersih dan cukup mewah. Ada seperangkat meja-
kursi besar terbuat dari kayu jati yang didesain
modern, lengkap dengan sofanya. Di sana, di dalam
ruangan itu, Ny. Harti duduk pada sebuah kursi
panjang.”5
4 Ibid., h. 172.
5 Ibid., h. 40.
47
3) Di gedung perkantoran tempat kerja Yusuf dan Pak Rano. Pak
Rano merupakan atasan Yusuf di kantornya, sehingga Yusuf
dan Pak Rano sering berinteraksi dalam satu ruangan.
“Sementara di tempat lain, tampak bangunan
bertingkat enam dengan dinding-dinding kaca,
sebuah gedung perkantoran yang besar di jantung
Kota Jakarta. Terdengar dering telepon di sebuah
ruangan yang cukup lebar. Ada meja tiga perempat
biro agak merapat di dinding, pada bagian lain
tampak meja dan kursi tamu, rak besi yang dipenuhi
jajaran file dan sebuah meja gambarnya layaknya
dipergunakan arsitek bangunan.”6
“Dalam ruangan besar itu, di antara rak-rak besi
yang penuh buku-buku tebal dan tumpukan file, ...”7
4) Rumah orang tua Dewi atau keluarga Sam. Dalam rumah ini
ditinggali oleh kedua orang tua Dewi yaitu, Pak dan Ny. Sam.
Ketika Dewi sedang ada masalah dengan rumah tangganya
Dewi akan pulang ke rumah orang tuanya.
“Di tempat lain, sebuah rumah yang sangat mewah.
Di hadapan seorang lelaki tua dan wanita paruh
baya yang masih terlihat segar, Pak Sam dan
istrinya, Dewi menangis terisak-isak.”8
5) Di proyek, merupakan lapangan tempat Yusuf dan Pak Rano
bekerja. Yusuf merupakan seorang Insinyur maka dari itu
pekerjaannya selain di ruangan ia juga juga bekerja di lapangan
proyek untuk mengawasi pembangunan proyek yang sedang
dia kerjakan.
“Di bawah sebuah pohon di sekitar proyek, Yusuf
dan Pak Rano sedang terlibat pembicaraan serius.
Mereka berbincang-bincang sambil berdiri.”9
“Siang cukup terik, Pak Rano dan Yusuf dengan
pakaian lapangan berjalan di depan sebuah proyek
pembangunan gedung bertingkat yang belum jadi.
6 Ibid., h. 7.
7 Ibid., h. 15.
8 Ibid., h. 47.
9 Ibid., h. 58.
48
Mereka sedang mengawasi berlangsungnya proyek
tersebut.”10
6) Panti Jompo Pasar Baru. Di panti jompo inilah Dewi
mengirimkan ibu mertuanya setelah keduanya bertengkar
hebat, karena Ibu Tina kembali membuat jajanan pasar.
“Yusuf turun bergegas dan berjalan masuk ke arah
bangunan panti jompo tersebut. Seorang petugas
sempat menegurnya. Namun Yusuf tidak
menggubris si petugas. Yusuf terus berjalan,
menyusuri koridor dengan langkah yang cepat dan
terburu-buru, dimana kanan dan kirinya adalah
kamar-kamar penghuni panti. Yusuf menengok
pintu demi pintu dengan mata jelalatan.”11
7) Di sebuah pedesaan di Surabaya, ini merupakan lapangan
tempat kerja Yusuf dan Pak Rano. Di pedesaan ini keduanya
terlibat dalam pekerjaan untuk membangun jembatan yang
rusak.
“Pagi yang sejuk, sebuah pemandangan yang indah
di sebuah pedesaan, banyak pepohonan rindang.
Dari jarak pandang beberapa kilometer tampak
sebuah jembatan yang sedang rusak.”12
c. Latar Suasana
Latar suasana dalam novel Simbok karya Dewi Helsper terdiri
dari suasana secara umum keadaan kota Jakarta dengan banyaknya
penduduknya serta jumlah kendaraan yang banyak. Jalanan Jakarta
menjadi macet tak bergerak saat jam pulang kerja. Suasana
tersebut diceritakan langsung oleh pengarang.
“Seperti biasa jalanan Kota Jakarta si sore hari
begitu padat dan macet, pengendara mobil tampak
seperti semut yang merayap tak bergerak. Sementara
pengguna motor berusaha menyalip dari bahu-bahu
jalan, sangat tidak teratur. Sepertinya mereka
10
Ibid., h. 53. 11
Ibid., h. 163-164. 12
Ibid., h. 155.
49
mempunyai nyawa ganda. Mobil Fortuner hitam
milik Yusuf melaju perlahan mengikuti kemacetan
arus lalu lintas kota.”13
Suasana yang berbeda justru terlihat di kompleks real
estate. Perumahan kelas menengah ke atas tempat Yusuf dan
keluarganya tinggal. Suasananya sangat berbeda dengan suasana
jalanan kota Jakarta. Dalam perumahan ini suasanya tenang dan
sepi, ramai hanya pada sore hari ketika anak-anak bermain di
taman bermain di sekitar perumahan tersebut.
“Suasana jalanan yang begitu asri di sekitar . komples
real estate kelas menengah ke atas itu tampak
tenang.”14
“Suasana perumahan elite sore itu lumayan ramai.
Anak-anak kecil melintas dengan sepeda-sepeda
mereka. Taman bermain yang tertata apik juga
dipenuhi oleh anak-anak yang sedang bermain...”15
Secara keseluruhan suasana dalam cerita pada novel
Simbok karya Dewi Helsper ini adalah suasana tegang, dengan
penuh luapan emosi. Dewi dan Ibu Tina yang tidak pernah
memiliki satu pemahaman membuat keduanya sering terlibat
dalam pertengakaran. Dewi selalu marah kepada Ibu Tina karena
tingkah Ibu Tina yang dianggapnya memalukan. Ketengangan lain
juga terjadi saat Yusuf mengetahui bahwa ibunya dikirim ke panti
jompo oleh Dewi.
Suasana yang sepi namun penuh kegelisahan dilukiskan
pada saat Simbok berada di panti jompo namun keharuan juga
dapat kita rasakan saat kita mengetahui besar pengorbanan yang
dilakukan Ibu Tina demi kebahagiaan anaknya dan keluarganya.
“Sepasang mata tua, keriput, dan mulai renta. Ia
mengawasi tembok kamarnya yang sekarang
berbeda. Ia tidak bisa memejamkan mata. Malam
13
Ibid., h. 112. 14
Ibid., h. 2. 15
Ibid., h. 103.
50
yang gelisah untuk perempuan tua. Tangannya
mengelus pinggiran bingkai figura di atas meja kecil
di sudut kamarnya. Foto Yusuf, Dewi, dan Chacha.
“Simbok ingin melihat kalian bahagia. Maafkan
Simbok jika cara pikir Mbok terlalu sederhana.”
Novel Simbok karya Dewi Helsper menggunakan latar
tempat kota Jakarta utama adalah Jakarta, karena letak
rumah Yusuf, kantor, panti jompo. Latar tempat lainnya
adalah kota Surabaya, saat Yusuf dan Pak Rano sedang
mengerjakan perbaikan proyek di sebuah pedesaan di
Surabaya. Latar waktu yang mendasari cerita ini adalah
sekitar tahun 2000-an. Ditandai dengan kegiatan delivery
yang tengah berlangsung di Jakarta. Suasan dalam cerita ini
adalah menegangkan saat pertengakaran antara Simbok dan
Dewi serta pertengkaran Dewi dan Yusuf. Ada pula latar
suasana yang mengharukan terjadi saat di Panti Jompo Pasar
Baru. Suasana mengharukan saat Simbok yang memilih
tinggal di panti jompo daripada tinggal bersama keluarga
Yusuf.
3. Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan orang yang terlibat dalam cerita sedangkan
penokohannya merupakan watak atau karakter yang melekat pada
tokoh tersebut. Setiap tokoh dalam cerita mempunyai karakter yang
berbeda-beda. Penokohan ini untuk menunjang jalannya cerita dalam
novel. Mengikuti perkembangan alur ceritanya maka tokoh dalam
novel Simbok ini memiliki dua golongan tokoh yaitu, tokoh utama dan
tokoh tambahan. Tokoh utamnya merupakan tokoh-tokoh yang terlibat
konfliks secara langsung. Unruk tokoh tambahan, ditambahkan hanya
untuk memperpanjang jalannya cerita. Berikut pembagian tokohnya
beserta dengan penokohannya:
51
a. Tokoh Utama
1) Simbok atau Ibu Tina, merupakan sosok seorang ibu yang
sederhana dan pekerja keras. Pada saat masih di kampung
Simbok berjuang untuk menyekolahkan Yusuf hingga insinyur.
Simbok jugs orang yang penyayang. Dia rela berkorban demi
anaknya bahagia. Baginya janji adalah hutang yang harus
dibayar. Dapat dikatui karakter Ibu Tian seperti yang telah
disebutkan adalah dari pengarang yang menceritakan karakter
Ibu Tina pada bagian awal cerita. Adapula karakter yang dapat
diketahui dari ucapan tokoh itu sendiri atau ucapan tokoh lain.
“Mata Dewi menangkap sosok seorang wanita tua
dengan penampilan yang begitu sederhana dan
bersahaja. Ia sedang sibuk membuat kue jajanan ala
kampung. Gerakan wanita tua itu menunjukkan
betapa ia adalah seseorang yang terampil bekerja.
Wajahnya tampak bergairah dengan semangat yang
tinggi.”16
2) Dewi, merupakan istri dari Yusuf. Dewi anak semata wayang
dari keluarga yang berkecukupan. Sehingga kehidupannya
sebelum menikah dengan Yusuf dapat dikatakan cukup dan
mempunyai harga diri yang tergolong tinggi. Sifat Dewi
bertolak belakang dengan Simbok. Dalam dialog Simbok
dengan Dewi diketahui bahwa sifat Dewi adalah boros. Saat
semua perkakas di rumahnya masih bagus dia malah membeli
ember baru. Sebagai istri Dewi sebenarnya tunduk dengan
suaminya, namun dia mempunyai difat yang temparamen
sehinga mudah emosi terhadap hal-hal yang tidak ia sukai.
Pada saat Ibu Tina akan jualan di depan rumah Dewi marah
besar dan menurutnya itu adalah hal yang memalukan. Segera
dia mengadukannya kepada suaminya dengan kesal disertai
anacaman.
16
Ibid., h. 3.
52
“Kamu harus tau ya, Mas! Ibu bikin jajanan
kampung dan cendol. Dia mau jualan di depan
rumah. Apa kata tetangga nanti? Aku sudah
melarang, tapi Ibu gak peduli! Bikin malu saja!”
semprot Dewi terdengar begitu kesal.”17
“Mengeti apa? Oke, begini saja. Kalau Mas nggak
mau pulang, aku yang akan pergi !”18
Sebagai menantu Dewi berani bersikap kejam kepada Simbok
bahkan tega mengirimkannya ke panti jompo tanpa
sepengetahuan Yusuf.
3) Yusuf adalah anak semata wayang dari Ibu Tina. Sejak kecil
Yusuf sudah ditinggal oleh bapaknya. Dia hidup berdua dengan
ibunya dengan sangat sederhana. Yusuf dan Simbok sama-sam
bekerja keras untuk melanjutkan kehidupan serta sekolah
Yusuf bisa tamat Insinyur. Berkat usaha kerasnya kini Yusuf
dapat menukmati hasil dari usahanya. Dia mempunyai
pekerjaan yang baik, keluarga, dan harta yang dapat dikatakan
cukup. Sebagai ungkapan sayangnya ke Simbok, ia membawa
Simbok ke Jakarta untuk tinggal bersamanya dan keluarganya.
Yusuf sangat menyayangi Simbok, saat mengetahui Ibunya
telah dikirim ke panti jompo, perasaanya kacau balau.
Langsung ia menyusul untuk membujuk agar pulang ke ruamh
Yusuf lagi. Sepanjang perjalanan ke panti jompo hanya kerja
keras Simbok yang terlintas dalam pikirannya.
b. Tokoh tambahan
1) Chacha adalah anak Yusuf dan Dewi. Chacha merupakan cucu
yang rajin, dia suka membantu neneknya saat neneknya
berjualan jajan pasar dan cendol di depan rumah. Chacha juga
menyayangi neneknya. Saat nenknya masih sibuk menyetrika
baju, Chacha masih setia menemani walaupun sudah
mengantuk akhirnya ia tertidur di karpet dekat neneknya.
17
Ibid., h. 8. 18
Ibid., h. 9.
53
“Di rumah Yususf, terlihat sertikaan Ibu Tina sudah
berkurang. Chacha sudah tertidur pulas di atas lantai
yang berkarpet halus dan tebal. ..”19
2) Pak Rano adalah teman kerja Yusuf. Pak Rano banyak
memberikan saran dan nasehat kepada Yusuf terkait masalah
yang dihadapi Yusuf. Pak Rano dapat mengerti apabila Yusuf
sedang ada masalah dengan keluarganya. Keduanya kenal
dekat sehingga sudah saling memahami, bahkan Yusuf
menganggap Pak Rano sebagai sosok seorang bapak. Secara
fisik Pak Rano digambarkan berusia sekitar 59 tahun.
“Yusuf memang sudah lama mengenal Pak Rano.
Baginya, Pak Rano seperti sosok seoramg bapak.
Yusuf banyak belajar dari Pak Rano, selayaknya
seorang murid yang belajar kehidupan dari sang
guru. Yusuf merasa sangat beruntung bertemu
dengan Pak Rano, dari sosok pria itu jugalah, Yusuf
mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai
dengan gelar Insinyur yang dimilikinya.”20
3) Ny. Harti, tinggal di seberang rumah Dewi. Namun Dewi
sedikit tidak menyukai sifat Ny. Harti, terkesannya sombong
dan suka mengguncingkan orang. Ny. Harti menyukai kue
bikang buatan Ibu Tina.
“Dari rumah seberang muncul Ny. Harti, perempuan
muda seusia Dewi. Dandanannya menor dan nada
bicaranya genit.”21
4) Ny. Ike cenderung berteman dengan Dewi. Kadang mereka
pergi belanja bersama-sama. Namun Ny. Ike adalah orang tipe
orang mudah menyampaikan informasi. Hal-hal yang
didengarnya tentang Dewi akan disampaikan ke Dewi tanpa
memikirkan apakah hal itu dapat menyakiti temannya atau
tidak. Sehingga hal tersebut dapat menyakitkan perasaan Dewi.
19
Ibid., h. 49. 20
Ibid., h. 16. 21
Ibid., h. 23.
54
“Kan banyak juga teman-teman sini yang ikut arisan
itu Mbak. Eh di depan orang banyak itu Nyonya
Harti ngrasani Mbak Dewi...”22
5) Orang tua Dewi, Pak Sam adalah ayah Dewi. Pak Sam banyak
memberikan nasehat danwejangan kepada Dewi terkait dengan
masalah rumah tangga yang sedang dihadapinya. Sebagai
kepala keluarga Pak Sam memiliki sikap yang netral, dan tidak
melulu membela Dewi selaku naka semata wayangnya.
Nasehat juga diberikan kepada Yusuf, untuk lebih sabar
menghadapi Dewi.
“Begitu akad nikah dilangsungkan, yang bernama
Regina Anastasia Dewi binti Samuel sudah menjadi
tanggung jawab Insinyur Yusuf Sofyan. Papa akan
menegaskan di sini bahwa orang harus berani
memilih dan berani mennggung resiko akibat
pilihannya itu,” tegas Pak Sam.”23
Ny. Sam merupakan istri Pak Sam serta mama Dewi. Sebagai
ibu, Ny. Sam merasa iba dan kasihan kepada Dewi atas
masalah rumah tangga yang menimpanya.
Tokoh dalam novel ini terbagi menjadi 2 yaitu : tokoh utama dan
tokoh tambahan. Bertindak sebagai tokoh utama adalah Simbok, Dewi,
dan Yusuf, sedangkan tokoh tambahannya Chacha, Pak Rano, Orang
tua Dewi, Ny. Harti, Ny. Ike dan lain-lainnya.
4. Alur
Alur cerita dalam novel Simbok karya Dewi Helsper adalah
alur maju. Dalam setiap bab pada cerita ini adalah dengan latar waktu
yang maju dan peningkatan konflik yang teratur. Terdapat alur mundur
dalam cerita ini namun itu hanya sebatas ingatan yang sepintas lalu
dalam pikiran Yusuf. Saat Yusuf pergi untuk menyusul ibunya ke
panti jompo.dalam novel ini yang menerangkan bahwa alur yang
digunakan oleh pengarang adalah alur maju adalah adanya kata atau
22
Ibid., h. 105. 23
Ibid., h. 94.
55
kalimat yang menunjukkan urutan waktu, diantaranya keesokan
harinya, esok hari, siang harinya dan lain-lainnya.
a. Tahap penyituasiaan merupakan tahapan awal atau perkenalan.
Dalam tahap ini diperkenalkan awal konflik dan perkenalkan para
tokoh serta situasi dalam cerita tersebut. Di awal cerita
diperkenanlkan tokoh Dewi dan Simbok serta pemicu konflik
diantara keduanya. Di awal cerita terdapat pengantar cerita yang
mengkisahkan awal mula pertengkaran kecil antar Simbok dan
Dewi.
“Astaga! Ibu mau bikin apa?”
Ibu Tina terkejut dengan kedatangan menantunya
yang tiba-tiba dari arah belakang, wanita tua itu
berpaling menatap menantunya.
“Seperti yang kamu lihat sendiri,” ucap Ibu Tina
ringan sembari mengembangkan seulas senyum.
“Bikin kue?” Dewi semakin mendekat dan masih
tetap berwajah heran, tak mengerti.24
b. Tahap pemunculan konflik, dalam novel ini pemunculan konflik
terjadi saat Dewi mengadukan kepada Yusuf tentang Ibu yang
berjualan di depan rumah dan menganggap itu hal yang
memalukan. Dewi melakukan ancaman kepada Yusuf jika tidak
pulang maka Dewi akan meninggalkan rumah. Menurut Simbok
apa yang dilakukannya itu bukanlah hal yang salah karena Simbok
memang biasa berjualan dan sekarang suruh diam di rumah itu
membuatnya jenuh. Berlainan dengan Dewi, menurut Dewi hal
yang dilakukan Simbok adalah salah dan sangat memalukan.
Dengan ibu berjualan maka keluarga Yusuf akan menjadi bahan
pergunjingan tetangga Dewi dalam kompleks tersebut.
“Coba pikir, Mas! Apa aku salah kalau melarang
ibu jualan kue dan cendol? Katakan! Lihat saja
nanti! Apa kata tetangga bila aku membiarkan Ibu
yang setua itu harus berjualan makanan? Mereka
pasti mengira kita yang menyuruhnya. Mereka tentu
24
Ibid., h. 3.
56
menuduh kita sebagai anak yang tega membiarkan
ibunya mencari nafkah. Apa pantas anak tunggalnya
seorang Insinyur, sementara ibunya jualan jajanan
kampung begitu? Kita yang malu, „kan, Mas?”
Dewi menerocos mengungkapkan kekesalannya.”25
c. Tahap peningkatan konflik, konflik semakin meninggkat Dewi dan
Simbok memiliki pendapat yang berbeda. Hal tersebut membuat
apa saja yang Simbok lakukan akan bernilai salah di mata Dewi.
Begitupun dengan apa yang dilakukan Dewi untuk Simbok dewi
merasa selalu salah. Peningkatan konflik terjadi saat Dewi yang
memberikan Simbok ember baru dengan harapan dapat
memperbaiki hubungannya dengan Simbok dan membuat Simbok
senang, namun hal tersebut dikatakan suatu yang boros. Ember
dalam rumah tersebut masih bagus namun Dewi malah membeli
lagi. Sikap Simbok yang demikian itu membuat Dewi emosi dan
semakin kesal dengan sikap Simbok.
“Gusti Allah! Ember yang lama juga masih bagus
dan masih bisa dipakai. Kenapa kamu harus beli
lagi ? Hemat! Hemat, Dewi!” jaab Ibu Tina dengan
tatapan mata yang polos seraya memandangi ember
ember yang dipegang Dewi.
Ibu Tina berdecak heran melihat kelakuan
menantunya. Dewi tersentak kaget. Itu di luar
dugaannya semula, dan Dewi tampak mulai
tersinggung.
“Salah lagi! Begini salah, begitu salah! Punya
maksud baik, salah. Apalagi kalau buruk!” umpat
Dewi geram.”26
d. Tahap klimaks dalam cerita ini saat Dewi dan Simbok terlibat
dalam percekokkan hebat hingga Dewi menumpahkan santan
Simbok di lantai. Simbok yang merasa tidak terima dengan sikap
Dewi, mengatakan menantunya telah sinting dan yang dilakukan
Dewi telah melukai hati Simbok. Simbok menilai Dewi adalah
25
Ibid., h. 30. 26
Ibid., h. 67.
57
menantu yang sombong dan tidak tahu caranya berprihatin
menghadapi kehidupan. Mendengar ucapan ibu mertuanya Dewi
menangis meraung-raung dan sedih hatinya. Merasa telah disakiti
oleh ibu mertuanya Dewi mengemasi bajunya dan menenteng tas
besar kemudian pergi ke rumah orang tuanya. Setelah pertengkaran
hebat tersebut Dewi dan Simbok mendapatkan banyak nasehat dari
orang-orang terdekatnya. Ketegangan mulai mereda, keduanya
nampak makan bersama dan rukun. Simbok hanya membayar
hutang kepada Ny. Harti untuk membuatkan kue bikang. Hal itu
membuat amarah Dewi kembali memuncak, tak sanggup dengan
sikap ibu mertuanya maka Dewi mengambil keputusan untuk
mengantarkan ibu ke panti jompo. Keputusan Dewi membuat
Yusuf marah besar kepada Dewi. Dia menilai Dewi kejam dan
menamparnya.
“Dengan wajah merah padam, Dewi masuk ke
dapur. Sampai di tempat itu mata Dewi jelalatan
memperhatikan sekitar. Dewi tampak kaget
setengah mati, hampir pingsan rasanya melihat
pemandangan di depan matanya. Ia tidak habis pikir
dengan ulah mertuanya itu.
“Ya Allah, Ya Gustiii! Menantuku sudah sinting!
Simbok ndak relakan. Sungguh! Ini menyakiti hati
Simbok! Kamu sudah berani memusuhi orang tua!
Jangan begitu sikap kamu, Wi!” Ibu Tina berteriak
panik berlari ke sana kemari me;ihat santanya
tumpah di lantai.”27
e. Tahap penyelesaian dalam novel ini adalah Simbok yang lebih
memilih untuk tinggal di panti jompo daripada tinggal di rumah
Yusuf. Simbok merasa lebih nyaman di panti jompo daripada di
rumah Dewi. Simbok hanya meminta untuk dikunjungi saat
kangen dengan nak dan cucunya. Bagi Simbok kebahagiaan dan
keharmonisan keluarga anaknya merupakan yang utama.
27
Ibid., h. 108-109.
58
“Tempat ini sudah membuat Simbok merasa
nyaman, Nak. Simbok ini sudah tua, bukan semata-
mata mencari uang lagi. Perjuangan Simbok
mendidikmu, membesarkanmu dan sampai kamu
menjadi seseorang yang dipandang itu sudah
selesai. Kamu lihat mereka ini, mereka juga butuh
Mbok di sini, mereka sangat menyukai kue-kue
Simbok. Mereka menaggapi Simbok ini ada.
Simbok pun merasa ada artinya buat mereka, ini
lebih dari sekedar uang. Biarlah Simbok di sini...”
wajah yang penuh keriput itu tersenyum tulus.”28
5. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel ini adalah persona ketiga “Dia”.
Dalam novel ini pengarang bertindak sebagai pencerita dan narator.
Seakan-akan pengarang yang menceritakan semua kejadian yang
terjadi dalam novel ini. Pengarangnya serba tahu, karena pengarang
yang menceritakan tokoh yang terlibat dalam cerita, latar tempat,
waktu, serta suasana dalam cerita, dan setiap kejadian yang menjadi
rangkaian alur cerita.
“Sepasang mata tua, keriput dan mulai renta. Ia
mengawasi tembok kamarnya yang sekarang berbeda.
Ia tidak bisa memejamkan mata. Malam yang gelisah
untuk seorang perempuan tua. Tangannya mengelus
pinggiran bingkai pigura di atas meja kecil di sudut
kamarnya.”29
Pengarang yang mengetahui segala hal dalam novel ini.
Sehingga pengarang bertindak sebagai narator atau pencerita serba
tahu. Sudut pandang persona ketiga “Dia” ditandai dengan
mengunakan kata ganti orang ketiga “Ia”. Kata ganti “Ia” dalam
kutipan di atas adalh mengacu pada Simbok sebagai tokoh utama.
28
Ibid., h. 167-168. 29
Ibid., h. 173.
59
6. Amanat
Amanat merupakan pesan yang terkandung dalam novel.
Pengarang dapat memunculkan novel secara tersirat ataupun tersurat.
Dalam novel Simbok, Dewi Helsper menuangkan amanat secara
tersirat. Melalui novelnya, pengarang ingin menyampaikan pesan
betapa besarnya pengorbanan seorang ibu kepada anaknya. Ibu
merupakan sosok yang mempunyai hati yang sangat mulia. Menurut
pengarang ibu baginya adalah kasih sayang yang tidak akan pernah
hilang atau musnah. Amanat dalam novel ini adalah adalah ibu yang
rela melakukan apapun demi anaknya, bahkan ibu dalam novel ini rela
untuk berpisah dengan anaknya dan memilih tinggal di panti jompo
agar anaknya dapat menjalani rumah tangga yang harmonis dan
bahagia. Selain itu saat sang ayah yang telah meninggal ibu menjadi
tulang punggung keluarga dengan berjualan jajanan pasar dan es
cendol untuk membiayai sekolah Yusuf sampai dengan ia tamat
Insinyur.
“Kamu sudah punya keluarga sekarang. Membuat
keluargamu harmonis itu lebih penting daripada
memikirkan keberadaan Simbok di sisni. Percayalah,
itu adalah kebahagiaan Simbok jika kalian hidup
dengan damai.”30
Amanat lain yang terdapat dalam novel ini adalah setelah menjadi
orang yang sukses tidak boleh melupakan latar belakang dan asal
usulnya.
“Kacang meningalkan lanjaran...orang yang
kehilangan asal usulnya. Melupakan masa silamnya,
tempat dia tumbuh dan digembleng. Ini bukan soal
sederhana lagi, Le. Kata mendiang Bapakmu, ini sudah
soal filsafat hidup.”31
30
Ibid., h.167. 31
Ibid., h. 37.
60
7. Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis novel
Simbok adalah menggunakan bahasa yang santai atau bahasa yang
biasa digunakan untuk sehari-hari. Pengarang juga memasukkan unsur
latar belakang dari dirinya dalam novel. Telah diketahui dari biografi
bahwa pengarang merupakan seseorang yang berasal dari Jawa
khususnya Jawa Timur. Unsur identitas pengarang juga dimasukkan
dalam novel dengan menggunakan bahasa bahasa Jawa dalam novel
ini. Tokoh Simbok dan Yusuf dibuat berasal dari daerah Jawa,
sehingga memiliki bahasa ibu bahasa Jawa. Dalam dialognya Simbok
mengunakan bahasa Jawa diantaranya , lha wong, wong, mbok,
keblinger,kenes, ndak, ngelepat, cah bagus, waskita, dll. Dengan
bahasa yang santai dan biasa digunakan sehari-hari maka pembaca
dapat dengan mudah memahami maksud yang akan disampaikan
pengarang.
“Gusti Allah! Wong jualan kok dibilang malu. Kamu itu
mbok jangan keblinger toh! Ndak baik itu melarang-
larang mertua!”32
B. KARAKTER IBU DALAM NOVEL SIMBOK KARYA DEWI
HELSPER
Novel Simbok karya Dewi Helsper merupakan novel yang
mengkisahkan tentang perjuangan seorang ibu yang dibalut dengan konflik
antara ibu dan menantu perempuannya. Kehidupan antara ibu dan menantu
perempuan merupakan suatu hubungan yang dapat dikatakan sulit. Tokoh
ibu dan Dewi dilukiskan mempunyai sifat yang sama-sama keras,
mempunyai pendapat yang berbeda, serta latar belakang yang berbeda.
Dalam novel ini tidak hanya Simbok atau Ibu Tina yang
merupakan seorang ibu, terdapat tiga tokoh ibu dalam novel ini. Ketiganya
memiliki sifat yang berbeda-beda. Namun ada beberapa sifat yang sama
32
Ibid., h. 4.
61
yang dimiliki oleh ketiganya sebagai seorang ibu. Tokoh-tokoh tersebut
adalah Simbok atau Ibu Tina, Dewi, serta Ny. Sam.
Menganalisis karakter dari tokoh ibu yang terdapat dalam novel ini
akan membuat kita mengetahui seorang ibu dapat memiliki karakter yang
berbeda-beda. Pengarang mencoba memadukan beberapa karakter seorang
ibu dalam sebuah novel. Dalam novel ini sebenarnya tokoh ibu yang
utama adalah Simbok atau Ibu Tina. Namun, tokoh ibu lainnya dapat
menjadi pembanding dari tokoh ibu.
Berdasarkan teori ang digunakan oleh penulis, karakter ibu yaitu,
teladan atau panutan, mendidik anaknya, mengasuh, membimbing,
penyayang, sabar, bekerja keras, bertanggung jawab, mengueur rumah,
pengganti peran ayah, mengatur keuangan. Selanjutnya akan dibahas
secara lebih terperinci mengenai ketiga tokoh ibu tersebut:
1. Simbok atau Ibu Tina
Simbok atau Ibu Tina merupakan tokoh utama dalam novel Simbok
karya Dewi Helsper. Dalam menganalisis karakter Simbok penulis
menggunakan beberapa metode karakteristik tokoh. metode yang
pertama adalah metede langsung dengan penuturan pengarang. Dengan
metode ini dapat diketahui karakter Simbok sederhana, bersahaja,
terampil dalam bekerja, dan mempunyai semangat yang tinggi dalam
bekerja.
“Mata Dewi menangkap sosok seorang wanita tua dengan
penampilan yang beitu sederhana dan bersahaja. Ia sedang
sibuk membuat kue jajanan ala kampung. Gerakan wanita
tua itu menunjukkan betapa ia adalah seseorang yang
terampil bekerja. Wajahnya tampak bergairah dengan
semangat yang tinggi.”33
Simbok adalah orang yang sederhana. Simbok berlatar belakang
dari kampung. Kehidupan Simbok dan Yusuf di kampung pada masa
itu serba kekurangan atau miskin. Simbok hanya seorang penjual
jajanan pasar di pasar. Sampai dengan kehidupan Yusuf yang sekarang
33
Ibid., h. 3.
62
menjadi lebih baik Simbok tetap melakukan kehidupan yang
sederhana. Ia tetap mengajarkan kederhanaan kepada Yusuf dan
keluarganya.
Selain orang sederhana Simbok adalah sosok yang penyayang.
Seorang Ibu dan sifat yang penyayang merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Simbok menyayangi bukan hanya kepada anaknya
saja, melainkan menantunya yang berbeda pendapatpun ia juga
menyayanginya serta cucunya, ia juga sangat sayang kepadanya. Rasa
sayangnya yang besar tersebut membuat ia rela untuk berkorban demi
kebahagiaan Yusuf dan keluarganya.
“Dengan penuh kasih sayang, Ibu Tina mengelus rambut
cucunya sambil menggerakkan kepalanya, memberi
isyarat agar Chacha segera main keluar.”34
Simbok adalah wanita yang hebat dan pekerja keras. Dengan latar
belakang orang yang miskin, dari kampung Simbok dapat
menyekolahkan Yusuf sampai menjadi Insinyur. Semua itu Simbok
lakukan sendiri karena Bapak Yusuf meninggal saat Yusuf masih
kecil. Kehidupan yang keras Simbok jalani demi Yusuf. Simbok
berjuang mati-matian sendirian, karena Bapak tidak meninggalkan
apaun dan siapaun yang dapat membantu Simbok dan Yusuf. Setelah
Yusuf tamat Insinyur dan mendapatkan pekerjaan yang baik maka
tugas Simbok sudah selesai.
“Wajahnya tampak letih, penuh keringat. Namun tetap
memancarkan gairah bekerja yang luar biasa”35
Simbok merupakan orang yang bertanggung jawab. Janji yang
telah Simbok sepakati akan ditepatinya. Saat Simbok menerima
pesanan kue bikang dari Ny. Harti ia berusaha untuk menepatinya.
Saat Simbok mengerjakannya di rumah hal ini membuat menimbulkan
pertengakaran antara Dewi dan Simbok. Maka di hari yang berbeda
34
Ibid., h. 5. 35
Ibid., h. 44.
63
Simbok membuat kue bikang pesanan Ny. Harti di rumah Ny. Harti.
Balasan yang Simbok terima dari yang pekerjan ini adalah ia harus
dikirimkan ke panti jompo oleh Dewi.
Pada teori telah dijelaskan bahwa seorang ibu harus memiliki tiga
karakteristik, yaitu ibu itu harus penuh kasih sayang, sabar, dan pekerja
keras. Pengarang menggambarkan tokoh Simbok sebagai ibu yang
memenuhi kriteria tersebut.
“Jelek-jelek begini Simbok ini yang melahirkan suamimu,
yang mendidik, membesarkan, dan menyekolahkannya
sampai jadi Insinyur.”36
Simbok adalah seorang perempuan yang rela bekerja keras.
Kehidupan simbok di kampung semasa Yusuf kecil sudah harus
berjuang keras menjadi tulang punggung. Ayah Yusuf meninggal
dunia maka simbok yang mengantikan tugas ayahnya. Dua peran
sekaligus simbok lakukan demi Yusuf. Simbok harus bekerja keras
untuk mencari nafkah namun tetap harus dapat bersifat lembut dan
sabar untuk mendidik Yusuf. Seperti yang talah kita ketahui pendidik
yang utama dan pertama adalah seorang ibu. Banyak hal yang
diajarkan ibu kepada anaknya.
“Setelah Bapak saya meninggal Simbok terus saja bekerja
sebagai penjual jajanan yang harus berangkat seusai subuh
dan pulang dari pasar menjelang matahari terbenam. Simbok
harus mempertahankan hidupnya tanpa bantuan apa pun dan
dari siapa pun. Ibu saya adalah wanita yang tangguh yang
berani tampil dengan seluruh kesederhanaannya.” Mata
Yusuf menerawang seolah dia sedang berbicara pada dirinya
sendiri, sementara Pak Rano mendengarkan dengan
antusias.” 37
Simbok adalah seorang perempuan yang sabar. Kesabaran ini
tampak pada Simbok saat menghadapi Dewi yang memiliki perbedaan
pendapat dengannya. Saat Dewi melarang Simbok untuk berjualan
dengan alasan memalukan, Simbok dengan sabar dan santai hanya
36
Ibid., h. 68. 37
Ibid., h. 59.
64
menjawab bahwa bahan-bahan yang ia pakai untuk membuat cendol
dan jajanan pasar bukanlah barang curian, lantas kenapa harus malu.
Menghadapi sikap Dewi yang keras simbok hanya dengan santai dan
memberikan nasehat, bahwa hidup itu juga harus prihatin.
Ibu merupakan istri ayah sekaligus sebagai ibu rumah tangga.
Dalam keluarga ibu mempunyai tugas utama untuk mendidik anaknya
dan mengurus pekerjaan rumah. Ibu merupakan pendidik yang utama
dan pertama bagi anak-anaknya. Pendidikan yang dilakukan Simbok
adalah dalam wujud memberikan nasihat-nasihat kepada Yusuf, Dewi
ataupun Chacha. Simbok memberikan nasihat agar tidak lupa dengan
asal-usul, mengajari hidup hemat, dan tidak bergantung pada penilaian
tetangga.
“Yang menilai kita Gusti Allah, bukan tetangga! Kalau
kamu masih percaya sama Gusti Allah, mestinya kamu bisa
menerima nasihat Simbok. Bilang sama si Dewi itu, Gusti
Allah lebih waskita ketimbang para tetangga. Kamu harus
bisa ajari istrimu bersikap demikian.”38
Simbok memegang peran sebagai ibu rumah tangga. Dalam rumah
Yusuf Simbok juga melakukan peran tersebut. Simbok mengurus
Chacha saat Dewi pergi ke rumah orang tuanya. Sejak tinggal di rumah
Yusuf Simbok juga melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya,
seperti mencuci baju dan piring, memasak, menyetrika baju.
“...sementara Ibu Tina melanjutkan aktivitasnya lagi,
mencuci piring dan gelas.”39
“Berapa kali Mbok bilang, mesin itu ndak lebih bersih dari
cucian tangan Simbok. Lagi pula hemat dengan tangan,
ndak pakai listrik...”40
Simbok rela berkorban untuk kebahagiaan dan keharmonisan
keluarga Yusuf. Simbok rela menuruti keinginan Dewi untuk tinggal
di panti jompo dan rela berpisah dengan Yusuf dan keluarganya.
38
Ibid., h. 33. 39
Ibid., h. 38. 40
Ibid., h. 55.
65
“Pulanglah, Suf. Kamu bisa datang kapan saja kalian
mau. Bahagiakan istri dan anakmu! Maafkan Simbokmu
yang tidak bisa menempatkan diri. Simbok hanya mau
kalian rukun,”41
Jadi, dalam novel ini dapat diketahui bahwa karakter Simbok
adalah seorang ibu yang berpenampilan sederhana dan bersahaja,
Simbok menjalankan perannya untuk mengurus anak dan rumah,
membesarkan, mendidik, seorang ibu yang penyayang, bekerja keras,
bertanggung jawab serta rela berkorban.
2. Dewi
Tokoh ibu yang kedua adalah Dewi. Dewi adalah istri dari Yusuf.
Dewi menjadi seorang ibu karena telah melahirkan seorang anak
perempuan yang bernama Chacha. Dewi merupakan seorang ibu muda,
pengalammnya dalam menjadi ibu memang belum sebanyak yang
telah dimiliki Simbok.
Dewi digambarkan sebagai seorang ibu yang masih muda dengan
penampilan cantik. Hal ini diungkapkan langsung oleh pengarang
dalam awal cerita.
“Tak lama, taksi pun meluncur pergi setelah seorang
perempuan muda dan cantik turun menenteng tas berisi
belanjaan.”42
Sebagai seorang ibu Dewi juga memiliki tugas utama untuk mendidik
anaknya dan bertanggung jawab dalam pekerjaan mengurus rumah.
“Mama kan pernah bilang yang memalukan itu kalau kita
mencuri.”43
“Tergantung sama pembantu juga susah, Mam. Lagi pula,
kalau semua pekerjaan bisa aku tangani, buat apa
pembantu?”44
41
Ibid., h. 167. 42
Ibid., h. 2. 43
Ibid., h. 11.
66
Sosok Ibu dengan sifatnya yang penyayang nampak sudah tidak
terpisahkan. Meskipun Dewi memiliki sifat yang keras, namun dalam
menghadapi anaknya Ia menunjukkan sifat yang penyayang. Dewi
tidak ingin melihat anaknya sedih saat mengetahui Ia sedang menangis
dengan berbagai alasan Dewi membantahnya.
“Ah nggak, Sayang.... Mata Mama tadi kemasukan debu,
pedih sekali raanya,” Dewi buru-buru mengusap kedua
matanya, kemudian membalas pelukan anaknya.”45
Sebagai seorang ibu Dewi juga melakukan banyak pengorbanan
bagi keluaganya. Sebelum menikah Dewi yang mempunyai karier
bagus rela melepaskan kariernya demi keluarganya. Pengorbanan yang
Dewi lakukan untuk keluarganya.
“..”Aku pikir, aku sudah cukup memberikan
pengorbanan pada keluarga, Pa. Sejak hamil, aku
berhenti bekerja. Aku mengurus suami dan anak
tanpa berpikir lagi soal karier...”46
Menjadi ibu pasti akan dialami oleh semua wanita, itu merupakan
kodrat yang akan diterima oleh seorang perempuan. Menjadi ibu
diperlukan banyak pengorbanan, seorang ibu ikhlas mengorbannaya
apapun demi keluarganya.
Selain karakter-karakter Dewi yang telah disebutkan di atas, ada
pula sifat Dewi lainnya. Dewi memiliki sifat yang manja. Hal ini
karena Dewi merupakan putri tunggal dari keluarga yang termasuk
kaya. Semua keinginannya dapat dipenuhi oleh kedua orang tuanya.
“Badai dan Dewi, kedua anaknya yang sangat dimanja. Terutama si
bungsu Dewi yang setiap keinginannya harus selalu dipenuhi terutama
oleh Ny. Sam.”47
44
Ibid., h. 51. 45
Ibid., h. 87. 46
Ibid., h. 50 47
Ibid., h. 92.
67
Dewi juga memiliki sifat yang kurang terpuji. Sifat ini terlihat
ketika Dewi berhadapan dengan Simbok. Keduanya yang berbeda
pendapat makan Dewi menunjukkan sifat yang berbeda. Terhadap
Simbok Dewi berlaku sombong dan tega. Hal ini diketahui dari metode
analisis tidak langsung dengan cara dialog antartokoh. Sifat yang
sombong berasal dari dialog antara Dewi dan Simbok sedangkan sifat
tega berasal dari dialog antara Yusuf dan Dewi.
“Sombong kamu, Dewi! Kamu ndak tahu caranya prihatin!
Sok gengsi! Gusti Allah, hari ini Simbok baru sadar kalau
kamu ndak pantas jadi istri anakku. Ndak pantas!”48
“Setega itu kamu?! Kamu kejam! Bagaimana mungkin
kamu membuang orang setua itu ke panti jompo?!” ucap
Yusuf tidak percaya dengan tindakan istrinya.”49
Jadi, dalam novel ini tokoh ibu yang kedua adalah Dewi. Dewi
memiliki penampilan yang cantik dan masih muda, Dewi memiliki
karakter yang penyayang dan rela berkorban, tugas sebagai pendidik
dan mengurus pekerjaan di rumah juga dilaksanakannya meskipun
dengan bantuan Simbok. Ada beberapa karakter Dewi yang berbeda
dengan karakter tokoh ibu yang sebelumnya. Dewi memiliki karakter
yang manja, sombong, dan tega kepada ibu mertuanya.
3. Ny. Sam
Ny. Sam merupakan tokoh ibu yang ketiga dalam novel ini. Ny.
Sam adalah ibu dari Dewi. Menurut penuturan pengarang Ny. Sam
memiliki penampilan yang cantik meskipun Ia sudah tua.
“Wanita tua yang masih kelihatan cantik itu menatap
wajah Dewi.”50
Sebagai ibu, Ny. Sam juga mempunyai sifat menyayangi kepada
anaknya. Bukti rasa sayangnya adalah ia memanjakan anaknya. Ny.
Sam merasa tak rela apabila anaknya mengalami kesusahan dan
48
Ibid., h. 110. 49
Ibid., h. 162. 50
Ibid., h. 47.
68
merasakan kesedihan dalam menjalani kehidupan rumah tangganya.
Bukan hanya itu Ny. Sam selaku ibu, ia juga memberikan nasihat
kepada Dewi dalam menghadapi masalah dalam rumah tangganya. Ini
lah wujud kasih sayang Ny. Sam kepada Dewi.
“..”Daripada rumah tanggamu makin runyam, Dew,
bagaimana kalau kamu minta pada suamimu agar
memulangkan saja ibunya ke desa?”
Tidak banyak diceritakan tentang karakter dari Ny. Sam dalam
novel ini. Kedudukan Ny. Sam merupakan tokoh tambahan. Sehingga
keberadaan dalam novel tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap
cerita.
Ketiga tokoh ibu dalam novel ini mempunyai karakter yang
berbeda-beda. Namun ketiga tokoh ini juga memiliki persamaan.
Persamaannya adalah ketiganya memiliki rasa kasih sayang yang besar
kepada anak-anaknya. Selain itu adapula perbedaan sifat ibu yang
diperankan oleh ketiga tokoh tersebut. Simbok memiliki sifat yang lebih
kompleks jika dibandingkan dengan tokoh ibu lainnya. Dewi adalah
seorang ibu yang berwatak keras namun tetap dapat berlaku dan berkata
halus kepada putrinya. Sedangkan Ny. Sam ibu yang menjalankan
perannya sebagai ibu yang memberikan nasihat dan pengarahan kepada
anaknya, jika anaknya mengalami kesalahan. Ketiganya menjalankan
peran ibu yang berbeda karena latar belakang antara ketiganya juga
berbeda. Dalam mengurus anak, Simbok menjalani cara yang lebih berat
jika dibandingkan dengan Ny. Sam dan Dewi. Namun pada dasarnya
seorang perempuan yang telah menjadi ibu akan tetap sayang kepada
anaknya dengan apapun kondisi anaknya, ibu akan rela berkorban demi
anaknya, serta memberikan nasihat atau pendidikan yang baik untuk
anaknya.
69
C. IMPLIKASI DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA
DI SMA
Peranan pembelajaran sastra di SMA adalah untuk membantu
membantu peserta didik meningkatkan pengetahuannya tentang
kebudayaan lain atau baru yang berasal dari latar belakang tokoh yang
berbeda dalam cerita karya sastra. Sastra dapat memperluas wawasan dan
pengetahuan lainnya. dengan membaca sastra peserta didik mendapatkan
gambaran tentang kehidupan yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita.
Karya sastra dapat juga mengembangkan kepribadian bagi peserta didik
maupun pendidik. Pengajaran sastra khusunya novel dapat meningkatkan
pemahaman, pengetahuan dan pengalaman dengan melakukan kegiatan
membaca karya sastra. Dengan membaca sastra yang membahas
permasalahan manusia serta kehidupannya dapat menambahkan gambaran
dan pengalaman bagi pembacanya.
Pembelajaran sastra yang mengarah kepada analisis novel dapat
digunakan oleh pendidik sebagai sarana untuk membangun kreativitas
peserta didik dalam kegiatan apresiasi terhadap karya sastra. Kelebihan
yang dimiliki sebuah novel jika digunakan dalam pembelajaran sastra di
sekolah adalah cerita yang diangkat dalam novel adalah tentang manusia
dan kehidupannya atau kehidupan di sekitarnya sehingga mudah dipahami
oleh peserta didik. Dalam novel yang mengangkat tema tentang keluarga
padat dijadikan tambahan pengalaman untuk peserta didik maupun
pendidik.
Analisis yang dilakukan penulis terhadap karakter ibu dapat
diimplikasikan dalam pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah. Dengan
menerapkan karakter ibu yang terdapat dalam novel maka pendidik
khususnya pendidik perempuan selaku orang tua bagi peserta didik selama
di sekolah dapat memperlakukannya sebagaimana peran seorang ibu
kepada anaknya. Karakter ibu dapat direfleksikan kepada peran pendidik
di sekolah. Pendidik harus mempunyai rasa kasih sayang kepada para
70
peserta didik, sehingga dalam mendidik juga dilandasi rasa kasih sayang.
Karakter ibu lainnya adalah pekerja keras, untuk melakukan tugas
utamanya sebagai guru yang profesional maka diperlukan kerja keras
untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan melakukan evaluasi kepada peserta didik. Adapun karakter tokoh ibu
yang lainnya adalah sabar dan sederhana. Ini merupakan contoh sifat yang
baik yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran kepada peserta didik.
Karakter ibu yang telah didapatkan dari analisis novel ini dapat
digunakan oleh pendidik dalam melakukan pendidikan karakter kepada
peserta didik. Dalam pembelajaran pendidik menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma dalam kehidupan. Adapun karakter ibu dapat membantu
guru untuk mencapai tujuan pendidikan karakter yang telah dicantumkan
dalam RPP. Apabila pendidik tidak menanamkan pendidikan karakter
kepada peserta didik maka peserta didik yang dihasilkan akan mengalami
krisis moral dan berdampak negatif bagi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Dalam pengajaran sastra, pendidik juga harus melakukan
pengarahan untuk peserta didik dalam melakukan kegiatan apresiasi karya.
Peserta didik harus mengetahui dan memahami tentang teknik membaca
intensif. Teknik inilah yang akan digunakan agar peserta didik dapat
mengetahui secara detail analisis unsur intrinsik pada sebuah novel. Selain
teknik membaca peserta didik juga harus belajar untuk berpikir kritis
dalam membaca novel, sehingga dapat berargumen dalam menelaah karya
sastra.
Novel ini merupakan novel yang menceritakan kehidupan seorang
ibu dan anak menantunya sehingga untuk nilai yang terkandung di
dalamnya dapat dijadikan gambaran untuk kehidupan peserta didik setelah
ia dewasa. Pengalaman yang baru akan didapatkan peserta didik setelah
membaca novel ini. Dengan demikian kegiatan belajar mengajar akan
berjalan dengan menyenangkan bagi pendidk maupun peserta didik.
71
Melalui karakter dari tokoh-tokoh ibu dalam novel ini dapat
digunakan dalam melakukan pendidikan karakter bagi peserta didik.
Pendidik dapat menanamkan nilai-nilai yang baik dari seorang ibu. Nilai
tersebut kelak akan berguna bagi kehidupan peserta didik di masa yang
akan datang atau saat peserta didik tersebut menjadi dewasa.
72
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap novel
Simbok karya Dewi Helsper, maka dapat disimpulkan adalah sebagai berikut :
1. Novel ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural untuk
mengetahui unsur intrinsik novel. Analisis tokoh ibu menggunakan metode
karakterisasi langsung dan tidak langsung. Terdapat tiga tokoh ibu dalam
novel ini yaitu: Simbok, Dewi, Ny. Sam. Tokoh pertama, Simbok
mempunyai karakter yang sederhana, penyayang, pendidik, pekerja keras,
polos, rela berkorban, dan menggantikan peran Bapak Yusuf setelah
meninggal. Tokoh kedua, Dewi memiliki karakter yang penyayang,
pendidik, rela berkorban, namun manja, sombong dan tega terhadap ibu
mertuanya. Tokoh ketiga, Ny. Sam yang berpenampilan cantik meskipun
sudah tua dengan sifatnya yang penyayang dengan memanjakan anaknya
dan tidak rela apabila anaknya mengalami kesusahan.
2. Penelitian ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di kelas XII SMA. Dengan dalam aspek ketrampilan
membaca peserta didik dituntut untuk memahami isi dari sebuah karya
sastra khususnya novel. Dalam materi analisis isi novel maka indikator
yang harus dicapai adalah peserta didik mampu untuk memahami
pengertian novel beserta unsur intrinsiknya. Indikator lain yang harus
dicapai adalah peserta didik mampu untuk melakukan analisis pada novel
dan mnentukan unsur-unsur intrinsiknya. Kegiatan analisis unsur intrinsik
dalam novel ini dapat membantu peserta didik untuk menemukan nilai
yang terkandung dalam novel. Nilai-nilai tersebut akan berguna dalam
kehidupan peserta didik dewasa nanti.
73
73
3. Karakter yang dimiliki dari tokoh-tokoh ibu dalam novel Simbok karya
Dewi Helsper dapat digunakan bagi pendidik dalam melakukan
pendidikan karakter. Tugas seorang guru profesional bukan hanya untuk
menyampaikan materi namun juga melakukan pendidikan karakter yang
mengacu pada pendidikan nilai dan moral sesuai dengan tujuan
pendidikan. Dengan adanya pendidikan karakter diharapkan pendidik
dapat menhasilkan output berupa peserta didik yang memiliki prestasi dan
karakter yang baik.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian serta implikasi terhadap pembelajaran
sastra di sekolah, maka penulis menyarankan:
1. Guru memberikan materi dan penjelasan tentang unsur-unsur intrinsik
dalam novel untuk melakukan kegiatan apresiasi terhadap novel.
2. Melalui tokoh Simbok dapat diketahui bahwa kasih sayang seorang ibu
dan ketulusannya tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Perjuangan
seorang ibu rela melakukan apa saja demi anaknya.
3. Guru melakukan pendidikan karakter yang digabung dengan materi
pembelajaran, sehinggga siswa bukan hanya memenuhi kompetensi dasar
namun juga mempunyai bekal pendidik karakter yang baik.
74
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutardjo. Pembelajaran Nilai-Karakter: Konstruktivitasdan VCT Sebagai
Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Press. 2012.
Afiyanti, Yati, Persepsi Menjadi Ibu yang Baik: Suatu Pengalaman Wanita Pedesaan
Pertama Kali Menjadi Seorang Ibu, Jurnal Keperawatan Indonesia, 7, 2003.
Ahmadi, Abu. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.
Darma, Budi. Pengantar Teori Sastra, Jakarta : Pusat Bahasa. 2004.
Gade, Fitriyani, Ibu Sebagai Madrasah Dalam Pendidikan Anak, Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA, XIII , 2012.
Handrini, Ninik. Bidadari Itu Adalah Ibu. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
2015.
Hayati, Yenni, Dunia Perempuan Dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia, Jurnal
Ilumanus, XI, 2012.
________ Representasi Ibu Dalam Sastra Anak Indonesia (Studi Kasus Terhadap
Sastra Anak Karya Anak Periode 2000-an), Jurnal Humanus, XIII, 2014.
Helsper, Dewi. Simbok, Jakarta: Grasindo. 2016.
Ismawati, Esti. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak. 2013.
________ Karakter Perempuan Jawa Dalam Novel Indonesia Berwarna Lokal Jawa :
Kajian Perspektif Gender dan Tranformasi Budaya, Jurnal Metasastra, 6,
2013.
Karim, Maizar. Menyelisisk Sastra Melayu. Yogyakarta: Histokultural, 2015.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia, 2010.
Kosasih, E. Dasar-Dasar Ketrampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya. 2012.
Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 2005.
_________ Psikologi Sastra: Karya, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2001.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press. 2010.
75
Priyatmi, Endah Tri. Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi Kritik. Jakarta:
Bumi Aksara. 2010.
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010.
Putri, Dyah Purbasari Kusumaning dan Lestari, Sri, Pembagian Peran Dalam Rumah
Tangga Pada Pasangan Suami Istri Jawa, Jurnal Humaniora, 16, 2015.
Semi. Atar. Analogi Sastra. Bandung: Angkasa Raya. 2011.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008.
Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009.
Sudrajat, Ajat, Mengapa Pendidikan Karakter, Jurnal Pendidikan Karakter, 1, 2011
Sumardjo, Jakob. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni. 1984.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013.
Waluyo, Herman J. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Sebelas Maret University
Press. 1994.
Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. 1993.
Widjojo dan Hidayat, Endang. Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: UPI
Press. 2006.
Yaumi, Muhammad. Pendidikan Karakter Landasan, Pilar dan Implementasi.
Jakarta: Prenadamedia Group. 2016.
Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana. 2011.
Ibnu Asmara, 3 Sifat Dasar yang Dimiliki Seorang Ibu, diakses pada 11 Maret 2019
pukul 14:00 WIB dari https://ibnuasmara.com.
Dewi Helsper, Dewi Helsper (Agatha Dewi) diakses pada 1 Maret 2019 pukul 20:00
WIB dari www.facebook.DewiHelsper.com
RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
NAMA SEKOLAH : SMA Muhammadiyah 25 Pamulang
MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA
KELAS/ SEMESTER : XII/GANJIL
PROGRAM : IPS
MATERI POKOK : ANALISIS ISI NOVEL
ALOKASI WAKTU : 2 X 45 MENIT
A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong-
royong, kerja sama, toleransi, damai), santun, responsif, dan proaktif
sebagai bagiandari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menmpatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, peradaban, terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minat untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah kongkret dan
ranah abstrak terkait dengan perkembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan
mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar
1.3 Mensyukuri anugrah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan
menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar,
dan menyajikan informasi lisan dan tertulis melalui teks cerita fiksi
dalam novel.
C. Indikator
1. Mengungkapkan kembali langkah-langkah menganalisis teks cerita fiksi
dalam novel.
2. Menganalisis isi teks cerita fiksi dalam novel.
D. Materi Pembelajaran
1. Pengertian Novel
2. Jenis-jenis Novel
3. Unsur Intrinsik Novel
E. Tujuan Pembelajaran
1. Mensyukuri anugrah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia.
2. Menunjukkan perilaku santun kepada teman saat diskusi kelompok.
3. Menganalisis dan menentukan unsur intrinsik cerita fiksi dalam novel
Simbok karya Dewi Helsper.
4. Menemukan karakter dari tokoh ibu yang terdapat dalam novel Simbok
karya Dewi Helsper.
F. Metode Pembelajaran
1. Pendekatan Scientific
2. Model pembelajaran Berbasis Masalah
3. Metode Diskusi dan penugasan
4. Media pembelajaran : Laptop dan LCD
G. Sumber Belajar
1. Buku Bahasa Indonesia Kelas XII SMA/SMAK/MA Kementrian dan
Kebudayaan, Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun
2013.
2. Novel Simbok karya Dewi Helsper.
3. Buku referensi lain yang menunjang materi dalam menentukan karakter
tokoh ibu.
H. Langkah-Langkah Pembelajaran
1. Pendahuluan
a. Guru memulai langkah pembelajaran dengan meminta ketua kelas
untuk memimpin doa.
b. Guru mengucapkan salam.
c. Guru menanyakan kabar siswa.
d. Guru mengecek absensi kehadiran siswa.
e. Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengkuti proses
pembelajaran.
f. Guru memberikan motivasi belajar kepada siswa secara konstektual
dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
g. Guru menjelaskan cakupan materi yang akan dipelajari pada
pertemuan kali ini.
h. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam
proses pembelajaran.
i. Guru menyampaikan proses penilaian yang akan dilakukan.
2. Kegiatan Inti
a. Siswa diminta mengungkapkan gagasan tentang pengertian novel.
b. Guru menjelaskan pengertian novel.
c. Siswa mengungkapkan gagasan tentang jenis-jenis novel.
d. Guru menjelaskan jenis-jenis novel.
e. Siswa mengungkapkan gagasan tentang unsur intrinsik novel
f. Guru menjelaskan unsur-unsur intrinsik novel.
g. Guru menjelaskan cara menganalisis dan menentukan unsur intrinsik
novel.
h. Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok.
i. Setiap kelompok diberikan 1 novel Simbok karya Dewi Helsper untuk
dianalisis.
j. Guru menjelaskan tugas yang harus dikerjakan oleh siswa, yaitu
menganalisis dan menentukan karakter tokoh ibu
k. Siswa bekerja secara kelompok untuk menganalisis isi novel.
l. Guru mengawasi kerja kelompok siswa.
m. Setelah waktu yang ditentukan selesai, maka setiap kelompok
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas.
n. Kelompok lain diberikan kesempatan untuk menanggapinya.
3. Penutup
a. Guru bersam-sama dengan siswa menyimpulkan materi pembelajaran
yang telah dilakukan.
b. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan analisis novel
namun secara individual.
c. Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan yang
akan datang.
d. Guru menutup kegiatan belajar mengajar dengan mengucapkan salam.
I. Penilaian
Teknik penilaian yang digunakan adalah penilaian proses dengan pengamatan
dan kerja kelompok dan penilaian dengan penugasan.
Tangerang Selatan, 25 April 2019
Guru Mata Pelajaran
Purwian Harumi
(1112013000054)
MATERI : ANALISIS ISI NOVEL
A. Sinopsis Novel Simbok karya Dewi Helsper
Di kompleks Real Estate yang merupakan sebuah komplek menengah
keatas yang terdapat di tengah kota Jakarta. Setelah menjadi Insinnyur
kehidupan Yusuf menjadi lebih baik. Sekarang ia yang memboyong ibunya
untuk tinggal bersamanya.
Dari pernikahannya dengan Dewi Yusuf mempunyai seorang anak
perempuan yang diberi nama Chacha. Chacha sangat menyayangi neneknya,
tak jarang Chacha sering menemani dan membantu neneknya dalam membuat
kue ataupun saat melakukan pekerjaan rumah lainnya. Simbok pun juga
sangat menyayangi Chaca.
Pertikaian antara Dewi dan Simbok terjadi hampir setiap hari. Dewi
yang terus melarang Simbok untuk berjualan jajanan pasar, sementara itu
Simbok yang juga membutuhkan sebuah kegiatan dan hanya itu keahlian yang
dimiliki Simbok. Simbok menilai bahwa Dewi merupakan menantu yang
boros dan suka melarang. Sedangkan Dewi merasa selalu salah yang ia
lakukan kepada Simbok. Keduanya memiliki pendapat yang sama-sama keras.
Keduanya tidak dapat hidup dengan rukun dalam satu rumah. Pertengakaran
antara keduanya sering membuat Dewi sakit hati dan merasa dipermalukan
oleh tindakan Simbok. Dewi memutuskan untuk meninggalkan rumah dan
kembali ke rumah orang tuanya dengan membawa serta Chacha.Yusuf merasa
bingung dalam menentukan sikap. Dua perempuan yang disayanginya tidak
dapat disatukan. Keduanya bagai air dan minyak. Yusuf sebagai penengahnya
hanya dapat memberikan nasehat kepada keduanya agar dapat hidup rukun
bersama-sama dalam satu rumah.
Yusuf harus pergi ke luar kota untuk kepentingan kerja. Pertengakaran
antara keduanya pun tak mencapai puncaknya. Kesabaran Dewi sudah
mencapai puncaknya. Dewi mengantarkan Simbok ke Panti Jompo Pasar
Baru.
Sepulangnya dari luar kota Yusuf tidak menemui Simbok di rumah. Ia
menanyakan keberadaan Simbok kepada Dewi. Dewi mengatakan ada yang
terjadi selama Yusuf pergi. Betapa marahnya Yusuf mendengar penjelasan
Dewi bahwa dia telah mengirimkan Simbok ke Panti Jompo. Yusuf
menampar Dewi dan menilai bahwa Dewi telah berbuat kejam, karena tega
mengirimkan ibu mertuanya ke Panti Jompo. Tanpa sadar Yusuf menampar
Dewi dan menyebabkan Dewi mengangis. Dengan amarah yang memenuhi
dadanya Yusuf segera pergi untuk menjemput Simbok. Dewi tetap berusaha
menahan Yusuf untuk tidak pergi, hal itu tidak dihiraukan oleh Yusuf. Yusuf
meninggalkan Dewi di rumah kemudian memacu kendaraannya dengan cepat
menuju panti jompo. Sepanjang perjalanan hanya bayangan Simbok yang ada
dalam benaknya. Perjuangan Simbok dalam membesarkan, mendidiknya,
bekerja mencari uang agar Yusuf tetap dapat sekolah.
Tiba di panti jompo Yusuf membujuk Simbok agar mau kembali
tinggal di rumahnya bersama Dewi dan Chacha. Simbok menolak ajakan
Yusuf karena ia merasa lebih kerasan tinggal di panti jompo, tidak ada yang
melarangnya berjualan kue, serta orang-orang di panti jompo menyukai kue
buatan Simbok. Simbok lebih memilih tinggal di panti jompo agar Yusuf dan
keluarganya dapat hidup dengan harmonis. Simbok hanya meminta untuk
sering dikunjungi jika kangen. Betapa besar pengorbanan yang dilakukan
Simbok demi membahagiakan anaknya.
B. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus. Kata novellus dibentuk
dari kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Dikatakan
baru karena bentuk novel adalah bentuk karya sastra yang datang kemudian
dari bentuk sastra lainnya, yaitu puisi dan drama.
Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas
problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.1 Novel juga
merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam
bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis.
C. Jenis-Jenis Novel
1. Novel Populer
Novel populer merupakan jenis sastra populer yang menyuguhkan
problema kehidupan yang berkisah pada cinta asmara yang bertujuan
menghibur. Novel jenis ini populer pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan
masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai
pada tingkat permukaan.
Novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati
karena ia memang semata-mata menyampaikan cerita. Masalah yang
diceritakanpun ringan-ringan, tatapi aktual dan menarik. Kisah percintaan
antara pria tampan dan wanita cantik secara umum cukup menarik,
mampu membuai pembaca remaja yang sedang mengalami masa peka.
2. Novel Serius/Literal
Novel literal adalah novel bermutu sastra, novel literal menyajikan
persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius. Disamping
memberikan hiburan, novel serius juga bertujuan memberikan pengalaman
berharga kepada pembaca, atau paling tidak mengajak pembaca untuk
1 E. Kosasih, Dasar-dasar Ketrampilan Bersastra, (Bandung : Yrama Widya, 2012), h. 60.
meresapi dan merenungkan secara lebih bersungguh-sungguh tentang
permasalahan yang dikemukakan. Masalah percintaan banyak juga
diangkat dalam novel serius. Namun, ia bukan satu-satunya masalah yang
penting dan menarik untuk diungkap. Masalah kehidupan amat komplek,
bukan sekedar cinta asmara, melainkan juga hubungan sosial, ketuhanan,
maut, takut, cemas, dan bahkan masalah cinta itupun dapat ditujukan
terhadap berbagai hal, misalnya cinta kepada orang tua, saudara, tanah air,
dan lain-lainya. Masalah percintaan (asmara) dalam karya fiksi memang
tampak penting terutama untuk memperlancar cerita. Namun, barangkali
masalah pokok yang ingin diungkapkan oleh pengarang justru di luar dari
masalah percintaan itu sendiri.
3. Novel Picisan
Novel picisan isinya cenderung mengeksploitasi selera dengan
suguhan cerita yang mengisahkan cerita asmara yang menjurus ke
pornografi. Novel ini mempunyai ciri-ciri bertemakan cinta asmara yang
berselera rendah, ceritanya cenderung cabul, alurnya datar, jalan ceritanya
ringan, dan mudah diikuti pembaca, menggunakan bahasa yang aktual,
bertujuan komersil. Novel karya Motinggo Busye digolongkan dalam
novel picisan.
4. Novel Absurd
Novel absurd merupakan sejenis fiksi yang ceritanya menyimpang
dari logika biasa, inrasional, realitas bercampur angan-angan dan mimpi,
dan surealisme. Tokoh-tokoh ceritanya “anti tokoh” seperti orang mati
bisa hidup kembali, mayat dapat berbicara dan lain-lain. Contoh novel
Ziarah ( Iwan Simatupang) yang mengisahkan seorang dokter di daerah
pedalaman Papua yang menurut warga sekitar bahwa dokter itu bisa
menyembuhkan dan menghidupkan orang yang sudah mati.
5. Novel Horor
Novel horor (Gothic Fiction) merupakan cerita yang melukiskan
kejadian-kejadian yang bersifat horor, seperti drakula penghisap darah,
hantu-hantu gentayangan, kuburan keramat, dan berbagai keajaiban
supranatural yang berbaur dengan kekerasan, kekejaman, kekecauan, dan
kematian.
D. Unsur Intrinsik Novel
1. Tema
Tema adalah gagasan yang menjadi struktur isi cerita. Tema suatu
cerita menyangkut segal persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan,
kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk
mengetahui tema suatu cerita, diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap
unsur karangan tersebut. Bisa saja temanya itu dititipkan pada unsur
penokohan, alur, ataupun pada latar
2. Latar
Setting diterjemahkan sebagai latar cerita. Aminuddin memberi
batasan setting sebagai latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa
tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi
psikologis. Abrams mengemukakan latar cerita adalah tempat umum
(general locale), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan
masyarakat (social circumtance) dalam setiap episode atau bagian-bagian
tempat
3. Tokoh da Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
perlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh dapat berupa
individu oleh pembaca atau memiliki sifat seperti yang dimiliki pembaca.
Penokohan merupakan karakter tokoh. Untuk menyajikan dan
menentukan karakter tokoh maka dapat digunakan beberapa cara. Metode
pertama yang dapat dilakukan adalah metode langsung (telling)
pemaparan dilakukan secara langsung oleh pengarang, yang mencakup:
penggunaan nama tokoh, melalui penampilan tokoh, dan melalui tuturan
pengarang. Metode yang kedua adalah metode tidak langsung,
menggunakan metode dramatik yang mengabaikan pengaran, sehingga
para tokohnya menampilkan diri secara langsung melalui tingkah laku dan
dialonya.
4. Alur/Plot
Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tiap kejadian
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa satu disebabkan oleh peristiwa
lain atau peristiwa satu menyebabkan peristiwa lain. Tahapan dalam alur
ada lima yaitu : tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap
peningkatan konflik, tahap klimaks, tahap penyelesaian.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang atau titik pandang adalah tempat sastrawan
memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang
tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri. Ada tiga jenis
sudut pandang yang dapat digunakan dalam menganalisis novel, yaitu :
sudut pandang persona ketiga “Dia”, sudut pandang persona “Aku”, dan
sudut pandang campuran.
6. Amanat
Amanat adalah pesan yang akan disampaikan melalui cerita. Amanat
baru dapat ditemukansetelah pembaca menyelesaikan seluruh cerita yang
dibacanya. Amanat biasanya merupakan nilai-nilai yang dititipkan penulis
cerita kepada pembacanya. Sekecil apapun nilai-nilai dalam cerita pasti
ada.
7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua, yaitu gaya bahasa retoris, yang
semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk
mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan
penyimpangan yang lebih jauh khususnya dalam bidang makna.
RIWAYAT PENULIS
PURWIAN HARUMI, lahir di Ngawi, 15 Januari
1993. Menuntaskan pendidikan dasar di SDN
Ketanggung 1, Kecamatan Sine, Ngawi. Pendidikan
tingakt SMP ditempuh di SMPN 1 SINE, Ngawi.
Kemudian melanjutkan pendidikan jenjang menengah
atas di SMAN 1 SINE, Ngawi. Tamat SMA
melanjutkan pendidikan tinggi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan mengambil Program
Pendidikan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Anak pertama dari pasangan Bapak Ngadiman dan Ibu Kasini sejak kecil tinggal di
Desa Ketanggung, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Memiliki
seorang adik laki-laki Ridho Saputro yang kini sudah beranjak dewasa.
Meninggalkan keluarga di Ngawi dan menempuh pendidikan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, saya menjadi perantau. Tidak banyak terlibat dalam kegiatan
kemahasiswaan. Mendapatkan banyak pengalaman dalam mengajar saat menempuh
PPKT di SMPN 2 KOTA TANGSEL 2017 serta mendapatkan pengalaman dalam
drama saat terlibat dalam pagelaran drama PBSI tahun 2015.