Kanker 2010

67
ISSN: 0125-913 X I 177 / vol.37 no. 4 / Mei - Juni 2010 http.//www.kalbe.co.id/cdk PRAKTIS Terapi Cairan dan Darah HASIL PENELITIAN Pengaruh Ekstrak Daun Singkong (Manihot uttilisima) terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih yang Diinduksi Karsinogen Nitrosamin TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Mual Muntah yang Diinduksi Kemoterapi PROFIL Dr. Yow Pin, PHD, Setiap Penemuan Dapat Menolong Ribuan Pasien

description

Kanker 2010

Transcript of Kanker 2010

Page 1: Kanker 2010

ISSN: 0125-913 X I 177 / vol.37 no. 4 / Mei - Juni 2010 http.//www.kalbe.co.id/cdk

PRAKTISTerapi Cairan dan Darah

hasil penelitian Pengaruh Ekstrak Daun Singkong

(Manihot uttilisima) terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih yang Diinduksi Karsinogen Nitrosamin

tinjauan pustaka Penatalaksanaan Mual Muntah yang

Diinduksi Kemoterapi

profil Dr. Yow Pin, PHD,

Setiap Penemuan Dapat Menolong Ribuan Pasien

CDK ed_177 mei cover.indd 81 4/25/2010 6:57:47 PM

Page 2: Kanker 2010

245| MEI - JUNI 2010

Petunjuk untuk Penulis

CDK menerima naskah yang membahas berbagai aspek keseha-

tan, kedokteran dan farmasi, bisa berupa tinjauan kepusta-

kaan ataupun hasil penelitian di bidang-bidang tersebut, termasuk lapo-

ran kasus. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang

khusus untuk diterbitkan oleh CDK; bila pernah dibahas atau dibacakan

dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai

nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.

Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggu-

nakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa

Indonesia yang berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan

istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam ba-

hasa Indonesia.

Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya.

Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia

dan Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak ber-

bahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah berisi 2000 - 3000 kata

ditulis dengan program pengolah kata seperti MS Word, spasi ganda,

font Eurostile atau Times New Roman 10 pt.

Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lemba-

ga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/grafi k/ilustrasi yang

melengkapi naskah dibuat sejelas- jelasnya dan telah dimasukkan dalam

program MS Word.

Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya

dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index

Medicus dan/atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to

Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).

Contoh :

Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, 1.

London: William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.

Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-2.

organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic

physiology: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders,

1974 ; 457-72.

Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan fi lariasis di Indonesia. 3.

CDK. 1990; 64: 7-10.

Jika pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh

atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.

Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk softcopy / CD atau melalui

e-mail ke alamat :

Redaksi CDK

Jl. Letjen Suprapto Kav. 4

Cempaka Putih, Jakarta 10510

E-mail: [email protected]

Tlp: (021) 4208171. Fax: (021) 42873685

Mengingat saat ini CDK sudah dapat diakses lewat internet (online)

maka (para) penulis hendaknya menyadari bahwa makalah yang diter-

bitkan juga akan dapat lebih mudah dimanfaatkan oleh lingkungan yang

lebih luas.

Korespondensi selanjutnya akan dilakukan melalui e-mail; oleh kar-

ena itu untuk keperluan tersebut tentukan contact person lengkap den-

gan alamat e-mailnya.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapatmasing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandanganatau kebijakan instansi/lembaga tempat kerja si penulis.

EDITORIAL 246

ENGLISH SUMMARY 248

ARTIKEL

Penatalaksanaan Mual Muntah

yang Diinduksi Kemoterapi

M. Adi Firmansyah 249

Peranan Hipermetilasi DNA pada Kanker

Putri Y. Suyanto, Ahmad R. Utomo,

Ferry Sandra 254

Penggunaan DHEA pada Tatalaksana

Anti Penuaan

Monik Setijoso 259

Terapi Sulih DHEA

sebagai Metode Anti Penuaan

Sem Samuel Surja, Victor Nugroho Wijaya 264

Peranan Sel Punca Endometrium

dalam Patogenesis Endometriosis

Grace Valentine, Kanadi Sumapraja 269

Pengaruh Ekstrak Daun Singkong (Manihot uttilisima)

terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih

yang Diinduksi Karsinogen Nitrosamin

Cornelis Adimunca, Olwin Nainggolan 274

Pengaruh Pemberian Meniran

pada Hati Mencit yang Diberi CCl4

Siti Sundari Yuwono 278

BERITA TERKINI

Zotepine: Respon minggu pertama sebagai

prediktor perbaikan minggu ke-4 284

Endoskopi Dini untuk Perdarahan Ulkus Peptik 285

Vaksinasi Infl uenza Memberikan Perlindungan

Terhadap Infark Miokard 289

FDA Memberikan Peringatan Baru Mengenai

Interaksi Clopidogrel-Omeprazole 290

FDA Menyetujui Pemberian Rosuvastatin

pada Pasien dengan Kadar LDL Normal 291

SPARCLE: Atorvastatin Dosis Tinggi Pasca Stroke atau

TIA Mengurangi Kejadian Stroke dan Kardiovaskular 292

Pengobatan Alternatif Penderita Hepatitis C 293

Tips Menghindari Osteoporosis 294

Vitamin D Mencegah Penyakit Jantung dan Diabetes 295

Setelah Pemasangan DES, Tiga Antiplatelet Lebih Baik 297

Apakah Perluasan Indikasi Untuk Telmisartan

Merupakan Keputusan yang Tepat? 298

Efek Antimikroba Anestetik Lokal 299

Ekstrak Melon Membantu Mencegah Obesitas 300

Metformin Menurunkan Berat Badan

pada Remaja yang Obesitas 301

PRAKTIS 304

OPINI 310

PROFIL 312

INFO PRODUK 314

GERAI 317

ANTAR SEJAWAT 318

AGENDA 319

RPPIK 320

DAFTAR ISI

Dua Kasus Mutasi DNA pada Orang Indonesia 282

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 245CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 245 4/28/2010 9:29:12 PM4/28/2010 9:29:12 PM

Page 3: Kanker 2010

246 | MEI - JUNI 2010

EDITORIALBeberapa masalah mutasi gen, juga kaitannya dengan agen dari luar menjadi bahasan dalam edisi CDK ini; topik ini dilengkapi dengan artikel yang membahas hormon DHEA dalam kaitannya dengan kemungkinan penggunaannya dalam klinik.

Artikel lain yang menarik adalah penelitian pendahuluan manfaat beberapa komponen zat/obat ‘tradisional’ untuk melindungi sel-sel tubuh terhadap efek zat-zat karsinogen; penemuan ini bisa membuka jalan ke arah pemanfaatannya dalam klinik, sekaligus juga memberikan dukungan ilmiah bagi penggunaan obat tradisional yang sudah berjalan turun temurun.

Laporan kasus mengenai mutasi DNA yang ditemukan di Indonesia juga menarik untuk disimak.

Selamat membaca,

Redaksi

ISSN: 0125-913 X I 177 / vol.37 no. 4 / Mei - Juni 2010 http.//www.kalbe.co.id/cdk

PRAKTISTerapi Cairan dan Darah

HASIL PENELITIAN Pengaruh Ekstrak Daun Singkong

(Manihot uttilisima) terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih yang Diinduksi Karsinogen Nitrosamin

TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Mual Muntah yang

Diinduksi Kemoterapi

PROFIL Dr. Yow Pin, PHD,

Setiap Penemuan Dapat Menolong Ribuan Pasien

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 246CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 246 4/26/2010 8:34:11 PM4/26/2010 8:34:11 PM

Page 4: Kanker 2010

247| MEI - JUNI 2010

Redaksi KehormatanProf. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, MScD, PhDBagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

Prof. Dr. Abdul Muthalib, SpPD KHOMDivisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTIDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. Charles Surjadi, MPHPusat Penelitian Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta

Prof. DR. Dr. H. Azis Rani, SpPD, KGEHDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, KEMD, FACEDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

DR. Dr. Abidin Widjanarko, SpPD-KHOMFakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Kanker Dharmais, Jakarta

DR. Dr. med. Abraham Simatupang, MKesBagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta

Prof. Dr. Sarah S. Waraouw, SpA(K)Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado

Prof. DR. Dr. Rully M.A. Roesli, SpPD-KGHBagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP

Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Dr. Aucky Hinting, PhD, SpAndBagian Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

DR. Dr. Yoga Yuniadi, SpJPDepartemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI/Pusat Jantung Nasional

Harapan Kita, Jakarta

Prof. DR. Dra. Arini SetiawatiBagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Prof. Dr. Faisal Yunus, PhD, SpP(K)Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia/SMF Paru RS Persahabatan, Jakarta

Prof. DR. Dr. Rianto Setiabudy, SpFKBagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Dr. R.M. Nugroho Abikusno, MSc., DrPHFakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta

Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACSFakultas KedokteranUniversitas Udayana Denpasar, Bali

Prof. DR. Dr. Ignatius Riwanto, SpB(K)Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS Dr. Kariadi,

Semarang

Dr. Tony Setiabudhi, SpKJ, PhDUniversitas Trisakti/ Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia, Jakarta

Prof. DR. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAISub Dept. Alergi-Imunologi, Dept. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Dr. Prijo Sidipratomo, SpRad(K)Departemen Radiologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. Johan S. Masjhur, SpPD-KEMD, SpKNDepartemen Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/

RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Dr. Hendro Susilo, SpS(K)Dept. Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo,

Surabaya

Prof. DR. Dr. Darwin Karyadi, SpGKInstitut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat

Dr. Ike Sri Redjeki, SpAn KIC, M.KesBagian Anestesiologi & Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

ISSN: 0125-913 X

http://www.kalbe.co.id/cdk

Susunan Redaksi

Ketua PengarahDr. Boenjamin Setiawan, PhD

Pemimpin UmumDr. Erik Tapan

Ketua PenyuntingDr. Budi Riyanto W.

Manajer BisnisNofa, S.Si, Apt.

Dewan RedaksiProf. Dr. Sjahbanar Soebianto Zahir, MSc.

Dr. Michael Buyung NugrohoDr. Karta SadanaDr. Sujitno Fadli

Drs. Sie Djohan, Apt.Ferry Sandra, Ph.D.

Budhi H. Simon, Ph.D.

Tata UsahaDodi Sumarna

Alamat RedaksiGedung KALBEJl. Letjen. Suprapto Kav. 4Cempaka Putih, Jakarta 10510Tlp: 021-420 8171Fax: 021-4287 3685E-mail: [email protected]://twitter.com/CDKMagazine

Nomor Ijin151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976

Penerbit Kalbe FarmaPencetak Dian Rakyat

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 247CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 247 4/26/2010 8:34:12 PM4/26/2010 8:34:12 PM

Page 5: Kanker 2010

248 | MEI - JUNI 2010

ENGLISH SUMMARY

Role of DNA Hypermethylation in

CancerPutri Y. Suyanto, Ahmad R. Utomo,

Ferry Sandra

Cancer Division, Stem Cell and Cancer

Institute, Kalbe Pharmaceutical Company,

Indonesia

Recent studies on cancer-causing

genes have shown the importance of

promoter hypermethylation affecting

different tumor suppressor genes such

as cyclin dependent kinase inhibitor

2A (CDKN2A), E-cadherin (CDH1), hu-

man mismatch repair gene (MLH1),

and retinoblastoma1 (Rb1).

Promoter hypermethylation is one ex-

ample of epigenetic processes lead-

ing to repression of gene expression

without altering DNA sequence per

se and may serve as a promising bio-

markers in lieu of other classical im-

munohistochemical based markers

to stage the evolution of normal cells

into cancerous ones. A number of re-

search studies also show that some

hypermethylated genes also correlate

with aggressiveness and poor progno-

sis of different cancers.

There are several chemical agents act-

ing as nucleotide analogoues that have

demethylating activities such as 5-aza-

cytidine and 5-aza-2’-deoxycytidine.

These agents are proven to inhibit

the activity of DNA methyltransferase

(an enzyme responsible for promoter

methylation) and consequently to re-

activate gene expression that is initially

repressed due to methylation.

Key words: promoter hypermethyla-

tion, cancer, gene repression, tumor

supressor genes

CDK 2010; 37(4):254 - 8

DHEA in Anti-aging Management

Monik Setijoso

Nirmala Clinic, Pasar Jumat, South Jakarta,

Indonesia

Dehydroepiandrosterone (DHEA) is a

hormon synthesized primarily by the

zona reticularis of the adrenal cortex.

The level of DHEA in the body reaches

its peak during young adulthood. Be-

side its function as a precursor for sex

hormones, studies has shown various

benefi ts such as improvement in cog-

nitive function, increase in bone mass

density, decrease of cardiovascular

risks, weight loss, etc. Considering the

benefi ts, DHEA is believed to be use-

ful as a part of anti aging management.

DHEA is now widely distributed as an

over-the-counter supplement. Further

research is necessary to analyze long

term effects. Physician’s monitoring is

strongly recommended.

Keywords: DHEA, anti aging, supplement

CDK 2010; 37(4):259 - 263

DHEA Replacement Therapy for Anti Aging Sem Samuel Surja, Victor Nugroho

Wijaya

Student, Faculty of Medicine, Atmajaya

Catholic University, Jakarta, Indonesia

Dehydroepiandrosterone (DHEA)

and dehydroepiandrosterone sulfate

(DHEAS) are hormones naturally pro-

duced by human body. Level of DHEA

peaks after delivery and in 20-24 year

of age, and then decreased about

2-3% per year. Decreased level of the

hormones declines several body’s

functions. Many researches look into

the potential of maintaining the hor-

mone level as anti-aging method.

Many researches showed that DHEA

can improve testosterone and es-

tradiol level, improves Bone Mineral

Density (BMD) in certain bones and

lowers osteoclast’s activity. But other

researches showed that DHEA has no

effect on insulin, doesn’t improve mus-

cle mass and strength, and doesn’t in-

fl uence body composition.

DHEA replacement therapy has ben-

efi t in preventing aging by improving

bone quality. But, further long-term

researches is still needed.

Keywords: DHEA, DHEA replacement

therapy, anti-aging.

CDK 2010; 37(4):264 - 8

Role of Endometrial Stem Cell in the Pathogenesis of Endometriosis

Grace Valentine1, Kanadi Sumapraja2

1. Faculty of Medicine, University of Indone-

sia graduate

2.Immunoendocrinology and Reproduction

Subdept., Department of Obstetrics and

Gynecology, Faculty of Medicine, University

of Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital,

Jakarta, Indonesia

Endometriosis is characterized by the

presence and growth of endometrial

tissue (glands and stroma) outside the

uterus. Endometriosis is a benign gy-

necologic condition which can cause

a signifi cant morbidity and occur in

6-10% women. Although endometrio-

sis has been part of the clinical prac-

tice for almost a century, endometrio-

sis pathogenesis remains an enigma.

There are direct evidence for the ex-

istence of adult stem/progenitor cells

in human endometrium, which may

have important roles in endometrium

regeneration.

Recent studies suggest a new hypoth-

esis of endometriosis pathogenesis :

endometrial stem/progenitor cells are

inappropriately shed during menstru-

ation and reach the peritoneal cavity

where they adhere and establish en-

dometriotic implants.

More studies on the specifi c role of en-

dometrium stem cells are needed to

improve understanding on endometri-

osis pathogenesis. This fundamental

studies on endometrial stem/progeni-

tor cells will provide new insights into

the pathogenesis of endometriosis.

CDK 2010; 37(4):269 - 273

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 248CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 248 4/28/2010 9:29:24 PM4/28/2010 9:29:24 PM

Page 6: Kanker 2010

249| MEI - JUNI 2010

PENDAHULUANKemoterapi, seperti halnya de-ngan modalitas lain, mempunyai efek samping. Efek samping terjadi karena perubahan pada sel-sel normal. Ke-banyakan komplikasi dapat diantisi-pasi dan menurut beberapa ahli, be-berapa di antaranya dapat dicegah1. Kompikasi mielosupresi, mual mun-tah, stomatitis dan alopesia adalah beberapa komplikasi kemoterapi yang sering diobservasi. Mual dan muntah, stomatitis merupakan efek samping kemoterapi yang sering terjadi.2,3 Ber-kat perkembangan obat anti-emetik maka penatalaksanaan mual muntah yang diinduksi kemoterapi ini semakin maju.1

Muntah tidak hanya mempengar-uhi kualitas hidup, tetapi dapat me-nyebabkan penolakan pengobatan antineoplastik. Selain itu, muntah yang tidak terkendali dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan metab-olisme mencolok, dan pengurangan masukan zat makanan. Hal ini yang

menjadikan penatalaksanaan mual-muntah akibat kemoterapi harus ber-jalan efektif.

Mual dan muntah dapat terjadi secara terpisah namun kebanyakan gejala ini merupakan kesatuan dan diasumsikan terjadi dalam jalur neural yang sama.3

Muntah biasanya mengikuti perasaan mual namun tidak selalu. Muntah yang berkaitan dengan proses peninggian intrakranial misalnya, tidak diawali dengan mual dan biasanya muntah secara proyektil.4

Secara klinis, kadang-kadang sulit dibedakan antara muntah, refl uks gas-troesofageal (RGE), dan regurgitasi. Sesuai defi nisi, muntah merupakan proses dikeluarkannya isi lambung melalui mulut secara ekspulsif. Usaha mengeluarkan isi lambung akan terli-hat sebagai kontraksi otot perut. Se-dangkan RGE didefi nisikan sebagai kembalinya isi lambung ke dalam es-ofagus tanpa terlihat ada usaha dari penderita. Apabila bahan dari lam-

bung tersebut dikeluarkan melalui mulut maka keadaan ini disebut seba-gai regurgitasi.5

Mual Dan Muntah yang Diinduksi Oleh KemoterapiMual dan muntah yang diinduksi oleh kemoterapi (chemotherapy-induced nausea and vomiting atau CINV), se-cara potensial adalah kondisi yang paling berat dan sangat tidak menye-nangkan pasien. Dalam sebuah survei terhadap pasien kanker di Amerika Serikat pada tahun 1983, ditemukan bahwa mual-muntah akibat kemo-terapi merupakan pengalaman paling berat yang mereka rasakan selama menjalani terapi kanker.6

Mual dan muntah yang disebabkan obat-obat kemoterapi memerlukan penatalaksanaan yang sama efektifnya dengan mual muntah akibat lainnya. Dalam kepustakaan dikatakan hampir 70 - 80% pasien yang diberi kemote-rapi mengalami mual dan muntah. Ber-bagai faktor mempengaruhi insidens

Penatalaksanaan Mual Muntah yang Diinduksi Kemoterapi

M. Adi FirmansyahPPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/

RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

ABSTRAK Kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi dalam tatalaksana keganasan sering menimbulkan efek samping mual muntah. Mual muntah yang diinduksi kemoterapi (chemotherapy-induced-nausea and vomiting – CINV) merupakan pengalaman yang sangat tidak menyenangkan bagi pasien selama menjalani terapi kanker. Hal ini dapat menyebabkan penolakan pengobatan antineoplastik yang berpotensi menghambat penyembuhan selain dapat berdampak dehidrasi, ketidakseimbangan metabolisme yang mencolok, dan pengurangan asupan zat makanan. Hal inilah yang menjadi-kan penatalaksanaan mual-muntah akibat kemoterapi harus efektif. Pemberian terapi antiemetik didasarkan pada tipe mual muntah akibat kemoterapi itu sendiri, dan umumnya menggunakan golongan antagonis reseptor serotonin tipe-3 (5-HT3).Kata Kunci: mual muntah yang diinduksi kemoterapi, kualitas hidup pasien, antagonis reseptor serotonin tipe-3 (5-HT3).

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 249CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 249 4/26/2010 8:34:13 PM4/26/2010 8:34:13 PM

Page 7: Kanker 2010

250 | MEI - JUNI 2010

dan beratnya muntah karena kemo-terapi, termasuk jenis obat kemotera-pi, dosis, cara, dan jadual pemberian, dan variabel pasien (misalnya 10 sam-pai 40% pasien mengalami mual atau muntah dalam antisipasi kemoterapi mereka [anticipatory vomiting]).7

Muntah tidak hanya mempenga-ruhi kualitas hidup, tetapi dapat me-nyebabkan penolakan pengobatan antineoplastik. Selain itu, muntah yang tidak terkendali dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan me-tabolisme yang mencolok, dan pen-gurangan masukan zat makanan. Hal ini yang menjadikan penatalaksanaan mual-muntah akibat kemoterapi harus berjalan efektif.

Kemajuan signifi kan telah mendapat-kan obat-obat antiemetik yang efektif dan bertoleransi baik. Tetapi, pada survei terhadap pasien kanker pada tahun 1993 setelah generasi terbaru obat antiemetik yang efektif (golon-gan antagonis reseptor serotonin tipe-3) luas digunakan, mual-muntah masih menjadi salah satu efek samp-ing yang penting dalam penatalaksan-aan kemoterapi.6

Tujuan penatalakanaan CINV adalah untuk secara sempurna mencegah CINV itu sendiri. Dan penatalaksanaan yang baik, tentu saja berdasarkan atas pemahaman patofi siologi mual-mun-tah dan mekanisme obat kemoterapi dalam menginduksi mual-muntah.6

Tipe Mual-Muntah akibat Kemo-terapiSecara garis besar, didasarkan pada onsetnya, terdapat 3 (tiga) tipe mual-muntah yang diinduksi kemoterapi (CINV), yaitu 2,7:

1. CINV Akut (acute nausea and vomiting)

CINV akut didefi nisikan sebagai mual-muntah yang terjadi dalam 24 jam setelah pasien mendapat kemoterapi. Pada pasien yang tidak mendapat profi laksis, keadaan ini dapat terjadi

dalam satu sampai dua jam setelah kemoterapi, dengan insiden puncak rata-rata pada empat sampai enam jam pertama.

2. CINV Lambat (delayed nausea and vomiting)

CINV disebut onset lambat bila mual-muntah terjadi setelah 24 jam set-elah kemoterapi. Sering terjadi pada pemberian cisplatin dosis tinggi. Jika pasien tidak mendapat terapi profi lak-sis, biasanya keadaan ini terjadi sekitar 48 sampai 72 jam setelah kemoterapi diberikan, dan berkurang secara ber-tahap setelah 2 sampai 3 hari sesudah-nya. Meskipun dibandingkan dengan episode akut, kekerapan episode lam-bat ini lebih rendah, namun episode ini kurang dapat diatasi dengan baik oleh obat-obat antiemetik yang ada bila dibandingkan dengan episode akut. Episode ini, selain akibat pemberian terapi sisplatin, dapat juga oleh karbo-platin, siklofosfamid, dan antrasiklin.3

3. CINV Antisipasi (anticipatory nausea and vomiting)

Kondisi ini adalah sebuah kondisi re-spon pasien yang pernah mengalami mual-muntah selama siklus kemotera-pi sebelumnya. Pemberian antiemetik selama siklus awal kemoterapi me-nyebabkan kondisi ini tidak lagi men-jadi masalah signifi kan.

Tipe-tipe CINV ini mempengaruhi ren-cana penatalaksanaan selanjutnya.

OBAT KEMOTERAPITelah diketahui beberapa obat kemo-terapi yang spesifi k dapat mengin-duksi mual dan muntah pada pasien kanker. Berdasarkan potensinya da-lam menyebabkan mual dan muntah, obat-obat tersebut dibagi menjadi beberapa kategori yakni 2,7:

a. Potensial emetik kuat (high emetogenic potential)

Yang termasuk dalam kategori ini ada-lah sisplatin (dosis ≥ 50 mg/m2), met-kloretamin, streptozocin, dakarbazin, karmustin (dosis > 250 mg/m2), sik-

lofosfamid (dosis >1500 mg/m2) dan daktinomisin.

b. Potensial kuat-sedang (moder-ate-high emetogenic potential)

Yang termasuk dalam kategori ini adalah sisplatin (dosis < 50 mg/m2), sitarabin (dosis > 1000 mg/m2), dok-sorubisin (dosis ≥ 60 mg/m2), karmus-tin (dosis ≤ 250 mg/m2), siklofosfamid (dosis ≤ 1500 mg/m2), karboplatin, dan epirubisin (dosis ≥ 90 mg/m2).

3. Potensial sedang-lemah (low-moderate emetogenic potential)

Yang termasuk dalam kategori ini ada-lah topotekan, irinotekan, prokarba-zin, paklitaksel, tenoposid, mitomisin, fl orourasil (dosis < 1000 mg/m2) dan metotreksat (dosis 50 - 250 mg/m2)

4. Potensial lemah (low emetogen-ic potential)

Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah bleomisin, fl udarabin, hidrok-siurea, metotreksat (dosis ≤ 50 mg/m2), vinkristin, vinblastin, dan etoposid.

Patofi siologi Mual dan Muntah akibat KemoterapiDaerah yang berperan dalam proses mual dan muntah adalah pusat mun-tah yang terletak di formasio lentiku-lar lateral dari medula oblongata dan daerah pemicu kemoreseptor (CTZ) yang terletak di area postrema. Obat-obat kemoterapi (atau metabolitnya) dapat mengaktivasi langsung daerah pemicu kemoreseptor atau di pusat muntah. Beberapa reseptor di kedua daerah tersebut, termasuk dopamin tipe 2 (DA2) dan serotonin tipe 3 (5-HT3) berperan penting. Sering pula, warna dan bau obat-obat kemoterapi (dan bahkan rangsangan yang berhubun-gan dengan kemoterapi, seperti tanda di ruang pengobatan atau dokter atau perawat yang memberi terapi) da-pat mengaktivasi pusat muntah yang lebih tinggi di pusat otak dan memicu muntah. Obat-obat kemoterapi dapat pula bekerja secara perifer, dengan menyebabkan kerusakan sel di saluran pencernaan, dan melepaskan sero-

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 250CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 250 4/26/2010 8:34:13 PM4/26/2010 8:34:13 PM

Page 8: Kanker 2010

252 | MEI - JUNI 2010

tonin dari sel enterokromafi n mukosa usus halus. Serotonin yang dilepaskan akan mengaktifkan reseptor 5-HT3 pada saraf vagus dan serat aferen ner-vus splanknikus yang kemudian mem-bawa sinyal sensoris ke medula se-hingga terjadi respons muntah.2,6,7

Obat-obat Antimuntah untuk Mual-muntah akibat kemoterapi Mengingat rumitnya mekanisme yang terlibat dalam proses muntah, tidak mengherankan bila obat-obat antie-metik hadir dalam berbagai kelas dan rentang aktivitas. Tidak semua kelas obat antiemetik, efektif mengendali-kan mual dan muntah yang disebab-kan kemoterapi.

Kategori utama obat-obat yang di-gunakan untuk mengendalikan mual muntah akibat kemoterapi mencakup: 2,7

1. FenotiazinKelompok pertama obat-obat yang efektif sebagai obat antimuntah, feno-tiazin, misalnya proklorperazin, bek-erja menghambat reseptor dopamin. Obat kelompok ini efektif terhadap efek muntah ringan sampai sedang dari obat-obat kemoterapi. Walau-pun meningkatkan dosis memperbaiki aktivitas antiemetik, efek samping, termasuk hipotensi dan kegelisahan, merupakan hambatan. Efek samping lain yang sering timbul adalah gejala ekstrapiramidal dan sedasi.

2. Pengganti BenzamidSatu di antaranya, metoklopramid san-gat efektif pada dosis tinggi terhadap obat penyebab muntah yang kuat (mis-alnya sisplatin). Obat ini dapat mence-gah muntah pada 30 - 40% pasien dan mengurangi muntah pada sebagian besar pasien. Namun mengingat dosis efektifnya cukup tinggi, efek samping perlu diperhatikan, misalnya sedasi, diare, gejala ekstrapiramidal. Efek samping ini membatasi penggunaan dosis besar dan paling sering timbul pada pasien-pasien muda.

3. ButirofenonContoh kelompok ini adalah halo-peridol, droperidol, dan domperi-don; bekerja menghambat reseptor dopamin (antagonis D2). Butirofenon merupakan obat antimuntah dengan efektivitas sedang; dosis tinggi halo-peridol hampir sama efektif dengan metoklopramid dosis tinggi dalam mencegah muntah yang disebabkan sisplatin. Efek samping yang sering timbul adalah kram perut.

4. BenzodiazepinPotensi antimuntah lorazepam dan alprazolam rendah. Efeknya mungkin disebabkan dari efek sedasi, ansioli-tik, dan amnesiknya. Sifat-sifat ini yang mendasari penggunaan kelompok ini dalam mengobati muntah tipe antisi-patori.

5. KortikosteroidDeksametason dan metilprednisolon yang digunakan tunggal efektif untuk kemoterapi penyebab muntah yang ringan sampai sedang. Mekanisme efek antimuntahnya tidak diketahui pasti, tetapi diduga melibatkan peng-hambatan prostaglandin. Obat-obat ini dapat menyebabkan insomnia dan hiperglikemia pada pasien diabetes melitus.

6. KanabinoidDerivat mariyuana, termasuk dron-abinol dan nabilon, efektif terhadap kemoterapi penyebab muntah yang sedang. Namun, kelompok ini jarang menjadi obat antimuntah pilihan per-tama mengingat efek sampingnya yang serius, termasuk disforia, halusi-nasi, sedasi, vertigo, dan disorientasi. Meskipun memiliki sifat-sifat psikotro-pik, namun efek antimuntah kanabioid tidak melibatkan otak. Kanabinoid sin-tetik tidak memiliki aktivitas psikotro-pik, namun merupakan antimuntah.

7. Antagonis reseptor serotonin tipe 3 (5-HT

3)Antagonis spesifi k reseptor 5-HT3, ondansetron dan granisetron meng-

hambat reseptor 5-HT3 di perifer se-cara selektif (serat aferen viseral) dan di otak (zona pemicu kemoreseptor). Obat-obat ini dapat diberikan seba-gai obat tunggal sebelum kemoterapi (intravena atau per oral) dan efektif terhadap semua tingkatan terapi pe-nyebab muntah. Salah satu percobaan melaporkan kedua obat ini mencegah muntah pada 50-60% pasien yang diobati dengan sisplatin.6 Ondanse-tron juga disetujui untuk mencegah mual dan/atau muntah pasca operasi. Dalam sebuah penelitian uji klinik di Amerika Serikat, generasi terbaru go-longan ini, palonosetron 3,9, terbukti lebih efektif mengatasi dan mence-gah mual muntah akibat kemoterapi baik itu tipe akut maupun tipe lambat dibandingkan dengan ondansetron dan granisetron. Efek samping yang sering dijumpai dari obat-obat ini ada-lah nyeri kepala. Satu hal yang patut menjadi pertimbangan, obat golo-ngan ini sangat mahal.

8. Obat-obat kombinasiObat-obat antimuntah sering dikom-binasi dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan menurunkan toksisi-tas. Kortikosteroid, paling sering deksametason, meningkatkan aktivi-tas antimuntah bila diberikan bersama metoklopramid dosis tinggi, antago-nis reseptor 5-HT3, fenotiazin, butiro-fenon, golongan kanabinoid atau go-longan benzodiazepin. Antihistamin seperti difenhidramin sering diberikan dalam kobinasi dengan metoklopro-pamid dosis tinggi untuk mengurangi efek ekstrapiramidal, atau kortikoster-oid, untuk mengatasi diare yang dise-babkan oleh metoklopramid.

Secara garis besar, penatalaksanaan dalam mengatasi mual muntah akibat kemoterapi didasarkan juga pada tipe mual muntah itu sendiri (tabel 1,2 dan 3). Antiemetik diberikan sebagai pro-fi laksis, kira-kira 30 sampai 60 menit sebelum pemberian obat kemotera-pi.2

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 252CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 252 4/26/2010 8:34:13 PM4/26/2010 8:34:13 PM

Page 9: Kanker 2010

253| MEI - JUNI 2010

Tabel 1. Antiemetik pada Mual-muntah akibat Kemoterapi tipe Akut 2

Potensial emetogenik Antiemetik

Kuat / kuat–sedang Antagonis 5-HT3 + kortikosteroid

Sedang-lemah Antagonis 5-HT3 atau kortikosteroid atau antagonis dopamin atau tanpa profi laksis

Lemah Tidak perlu profi laksis

Tabel 2. Antiemetik pada Mual-muntah akibat Kemoterapi tipe Lambat 2

Potensial emetogenik Antiemetik

Kuat / kuat-sedang Kortikosteroid (+ antagonis 5-HT3 atau antagonis dopamin)

Sedang-lemah/ lemah Tidak perlu profi laksis

Tabel 3. Antiemetik pada Mual-muntah akibat Kemoterapi dalam Kondisi Khusus 2

Kondisi khusus Antiemetik

Kemoterapi > 1 hari Seperti terapi pada tipe akut pada hari-hari pemberian kemoterapi atau seperti tipe lambat, 1 sampai 2 hari setelah pemberian kemoterapi.

Mual muntah refrakter Tambahkan antagonis dopamin pada antagonis 5-HT3 dan kortikosteroid.

Mual muntah antisipatori

Lorazepam atau golongan benzodiazepin lainnya.

Kemoterapi dosis tinggi Kortikosteroid, antagonis 5-HT3 dan antagonis dopamin dalam dosis penuh secara intravena.

PENUTUPMual dan muntah merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien yang mendapat kemotera-pi, umumnya disebabkan oleh obat-obat kemoterapi yang digunakan. Kondisi ini dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi pasien kemoterapi. Mengingat mual muntah dapat menyebabkan dehidrasi dan gangguan asupan zat makanan, serta penolakan pasien terhadap pengoba-tan antineoplastik maka penatalaksa-naan mual-muntah akibat kemoterapi harus efektif. Secara garis besar, tata-laksana untuk mengatasi mual muntah akibat kemoterapi didasarkan pada tipe mual muntah itu. Meski kelas anti-muntah beragam, tidak semua efektif dalam mengendalikan mual dan mun-tah yang disebabkan oleh kemoterapi. Salah satu yang sering digunakan ada-lah dari golongan antagonis reseptor 5-HT3 misalnya ondansetron.. Obat-obat ini dapat diberikan sebagai obat tunggal sebelum kemoterapi (intrave-na atau per oral) dan efektif terhadap semua tingkatan terapi penyebab muntah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Makmun D. Pendekatan klinik mual dan muntah. In: Rani AA, Manan C, Djojoningrat D, Kolopaking MS, Makmun D, Abdullah M, et al., eds. Dispepsia: Sains dan

aplikasi klinik. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan; 2002. p. 71-9.

2. Gralla RJ, Osoba D, Kris MG. Recommendations for guidelines for the use of antiemetics: Evidence-based clinical practice guidelines. J Clin Oncol 1999; 17:

2971-2994.

3. Grote T, Hajdenberg J, Cartmell A. Palonosetron (PALO) plus aprepitant (APREP) and dexamethasone (DEX) for the prevention of chemotherapy-induced nausea

and vomiting (CINV) after emetogenic chemotherapy (CT). In: Proc. 40th Annual Meeting of the American Society of Clinical Oncology; 2004; New Orlands, LA;

2004.

4. Lindsay KW, Bone I, Callander R. Raised intracranial pressure. In: Neurology and Neurosurgery Illustrated. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 1997. p. 77.

5. Hegar B, Vandenplas Y. Gastroesophageal refl ux in infancy. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1999(14):13-9.

6. Hesketh PJ. Pathophysiology and prediction of chemotherapy-induced emesis. In: UpToDate; 2003.

7. Brezenoff H, Giuliano R, Mycek MJ. Drugs used to control nausea chemotherapy-induced emesis. In: Harvey RA, Champe PC, eds. Lippincott’s illustrated re-

views: pharmacology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott-Raven; 1997. p. 245-9.

8. Grunberg S, Vanden JB, Berry S. Prevention of delayed nausea and vomiting (D-CINV):carryover effect analysis of pooled data from 2 phase III studies of

palonosetron (PALO). In: Proc. 40th Annual Meeting of the American Society of Clinical Oncology; June 2004; New Orleans, LA; June 2004.

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 253CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 253 4/26/2010 8:34:13 PM4/26/2010 8:34:13 PM

Page 10: Kanker 2010

254 | MEI - JUNI 2010

PENDAHULUANKanker merupakan proses yang me-libatkan banyak faktor baik faktor ge-netik maupun faktor lingkungan yang multi-kompleks. Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker (proses transformasi) diakibatkan oleh peruba-han struktur/mutasi DNA, ekspresi/transkripsi mRNA, dan fungsi protein yang melibatkan beberapa gen. Gen – gen pencetus kanker sebagai faktor penting yang mengatur kondisi dalam tubuh secara internal mulai dipelajari mendalam. Kanker dapat dipicu oleh ekspresi onkogen (gen pendukung transformasi sel normal menjadi sel kanker), atau tidak aktifnya gen yang berperan sebagai penghalang atau penekan pertumbuhan kanker (tu-mor suppressor genes), serta kelainan pada gen yang berperan pada perbai-kan DNA (DNA repair genes)(1, 2).

METILASI DNA DAN EKSPRESI GENSejumlah penelitian mulai mempela-jari bahwa aktivasi dan inaktivasi gen yang berperan dalam kanker, salah sa-tunya akibat proses metilasi DNA pada gen tersebut. Metilasi sebagai proses

epigenetik tidak mengubah sekuens DNA bila dibandingkan dengan mu-tasi yang menyebabkan terjadinya pe-rubahan struktur DNA. Metilasi meru-pakan salah satu modifi kasi pada DNA dengan cara penambahan gugus metil pada posisi ke -5 dari basa sitosin oleh enzim DNA metiltransferase (DNMTs) dengan menggunakan donor dari S-adenosil M-metionin (SAM)(1). Proses ini umumnya terjadi pada Sitosin (C) dari CpG dinukleotida di daerah CpG island. CpG nukleotida adalah untaian pendek DNA yang banyak mengand-ung basa sitosin (C) dan basa guanin (G). Bila persentase CpG dinukleotida lebih dari atau sama dengan 55 % maka disebut sebagai CpG island. Metilasi pada CpG island terjadi se-lama fase embrionik dan akan dikon-trol secara teliti setelah memasuki fase pertumbuhan(3).

Ada kalanya, metilasi DNA juga ikut berperan dalam mutasi di suatu untaian DNA. Proses deaminasi menyebabkan sitosin berubah menjadi urasil (C � U). Perubahan atau mutasi pada DNA ini dapat diperbaiki oleh agen perbaikan

DNA. Pada kasus metilasi DNA, sitosin termetilasi (me5C) akan berubah men-jadi timin (me5C � T) dengan adanya deaminasi. Mesin – mesin untuk per-baikan DNA tidak dapat mengenali timin sehingga secara tidak langsung mutasi yang terjadi pada sekuen DNA tersebut tidak dapat diperbaiki(1).

Hambatan ekspresi gen akan terjadi bila metilasi terjadi di bagian promo-tor gen tersebut. Metilasi yang ter-jadi di daerah selain promotor tidak akan menghentikan transkripsi gen walaupun di daerah tersebut banyak mengandung CpG Island. Inaktivasi juga tidak terjadi secara langsung akibat metilasi melainkan karena adanya penempelan sejumlah protein di bagian promotor gen tersebut(4, 5). Pada sel yang normal, sebagian besar daerah di sekitar CpG islands dimeti-lasi sedangkan bagian CpG islands di bagian promotor gen tidak dimetilasi sehingga memungkinkan proses tran-skripsi tetap berjalan. Pada sel kanker terjadi hal yang sebaliknya, CpG is-lands pada promotor gen dimetilasi sehingga terjadi inaktivasi gen(1).

Peranan Hipermetilasi DNA pada KankerPutri Y. Suyanto, Ahmad R. Utomo, Ferry Sandra

Cancer Division, Stem Cell and Cancer Institute,

Kalbe Pharmaceutical Company, Jakarta, Indonesia

ABSTRAKStudi berkelanjutan mengenai sejumlah gen yang diduga menjadi inaktif pada kanker membawa pemahaman baru tentang konsep hipermetilasi yang terjadi pada promotor tumor suppressor genes seperti cyclin dependent kinase inhibitor 2A (CDKN2A), E-cadherin (CDH1), human mismatch repair gene (MLH1), dan retinoblastoma1 (Rb1). Meti-lasi merupakan salah satu proses epigenetik yang memungkinkan terjadinya perubahan ekspresi gen tanpa merubah sekuens DNA sehingga DNA termetilasi dapat digunakan sebagai penanda kondisi dan tahap dari kanker dengan gabungan pemeriksaan menggunakan teknik IHC. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hipermetilasi pada promo-tor tumor suppressor genes berkorelasi dengan aggresivitas dan buruknya prognosis dari sejumlah kanker. Sejumlah senyawa kimia agen demetilasi yang bekerja sebagai analogi nukleosida seperti 5-Azacytidine, 5-aza-2’-deoxycytidine, dan Zebularin terbukti mampu menghambat enzim DNMTs dan mengaktivasi kembali gen – gen yang inaktif karena hipermetilasi pada kanker.Kata-kata kunci : hipermetilasi, kanker, inaktivasi, tumor suppressor gene

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 254CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 254 4/26/2010 8:34:13 PM4/26/2010 8:34:13 PM

Page 11: Kanker 2010

255| MEI - JUNI 2010

Hipermetilasi promotor DNA dan Inaktivasi Tumor Suppressor Genes pada KankerMetilasi DNA pada tumor suppres-sor genes di sel normal dapat me-nyebabkan transformasi sel ke arah sifat malignant karena hilangnya sifat alami untuk kontrol pertumbuhan. Se-jumlah penelitian menunjukkan bahwa peningkatan mRNA dan biosintesis protein DNMT1 dan DNMT3B pada sejumlah tipe kanker berkorelasi de-ngan hipermetilasi CpG Island yang berlokasi pada bagian promotor dari beberapa tumor suppressor genes seperti cyclin dependent kinase inhibi-tor 2A (CDKN2A), E-cadherin (CDH1), human mismatch repair gene (MLH1), dan retinoblastoma1 (Rb1)(6). Over-ekspresi DNMT1 dan DNMT3B pada kanker payudara di manusia berkore-lasi dengan peningkatan aggresivitas dari kanker payudara (7). Mekanisme inaktivasi tumor suppressor genes yang dikenal dengan Knudson’s two-hit hypothesis menyatakan bahwa tidak berfungsinya tumor suppressor genes membutuhkan (1) fi rst hit de-ngan hilangnya fungsi gen tersebut di salah satu kopi kromosom melalui mutasi yang diturunkan (hereditary, or germline mutation), (2) second hit dengan hilangnya daerah kromosom di sel somatik yang mengandung kopi yang lain dari gen tersebut (Loss of Heterozygosity or LOH) (1, 3). Dengan ditemukannya proses metilasi di tu-mor suppressor gene, maka metilasi pun bisa menjadi faktor second hit. Dengan demikian, syarat Knudson Hy-pothesis terpenuhi dalam menginak-tivasi gen tersebut, ketika salah satu dari kopi kromosom sudah termutasi atau sudah mengalami LOH.

Ada dua dugaan mekanisme peng-hambatan transkripsi melalui metilasi pada promotor DNA(1, 7). Mekanisme pertama menyatakan bahwa metilasi DNA menghambat secara langsung melalui pengikatan faktor transkripsi seperti AP-2, c-Myc, E2F dan NFkB pada binding site dalam sekuen pro-motor. Pada mekanisme ini, CpG Is-land berada di dalam sekuen promo-tor. Mekanisme represi yang kedua menyatakan terjadi pengikatan pro-

tein spesifi k untuk metilasi DNA pada m5CpG dinukleotida. Metilasi DNA membutuhkan protein m5CpG-binding (MeCP) dan m5CpG-binding domain (MBD) yang akan menempel pada DNA termetilasi dan akan mencegah terjadinya transkripsi(7).

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hipermetilasi dan inaktivasi transkripsi ditemukan pada 33 % kasus kanker payudara, 60 % kanker prostat, 23 % sel karsinoma dari ginjal, dan 92 % cell line dari kanker kolon(8). Gen–gen yang mengalami hipermetilasi pada sejumlah kasus kanker dapat di-lihat pada tabel 1.(6, 9, 10).

Hipermetilasi DNA dan Deteksi Kanker Besarnya peranan metilasi pada proses gene silencing dari tumor suppressor genes di berbagai kasus kanker mem-bawa pada suatu pemikiran, bahwa terjadinya metilasi bisa digunakan un-tuk mendeteksi kanker. Metilasi DNA terjadi pada tahap awal dari pemben-tukan kanker dan terlihat di berbagai macam jaringan tumor. Metilasi DNA sendiri digolongkan stabil secara kimia dan relatif mudah didapat seba-gai penanda kanker(1). Sumber metilasi DNA dapat diperoleh dari serum yang mengandung banyak DNA di samp-ing dari hasil biopsi jaringan tumor. Sejumlah sampel biologi yang men-gandung DNA tumor seperti darah, cairan tubuh, semen, urin, dan tinja dari pasien dapat digunakan sebagai sampel untuk analisis(6).

Analisis yang dilakukan untuk kanker prostat, menunjukkan bahwa hiperme-tilasi 4 panel gen, GSTP1, RARβ, TIG1, APC ditemukan berkorelasi 100% den-gan kanker tersebut. Gabungan anali-sis 4 panel gen di atas dengan anali-sis histologi memberikan ketepatan 97% untuk deteksi kasus adenocarci-noma prostat jika dibandingkan den-gan analisis histologi saja yang hanya memberikan ketepatan 64% (6, 11).

Metilasi DNA yang diambil dari sekret vagina dapat digunakan untuk deteksi kanker endometrium(6). Deteksi 3 gen, DAPK1, RARβ, TWIST1 dari sampel

cervical neoplasia memberikan spesi-fi sitas hingga 95% bergantung pada tahapan tumornya (74% untuk kanker invasif, dan 52% untuk cervical intra-ephitelial neoplasia dan carcinoma in situ (6, 12).

Hipermetilasi dapat dijumpai pada ta-hap awal kasus kanker payudara tetapi tidak dijumpai pada tahap kanker payudara jinak dan pada payudara nor-mal. Gen DAPK, APC, dan RASSF1A ditemukan pada 94 % kasus tumor payudara dan 76 % berkorelasi dengan sampel dari DNA serum (6, 13, 14).

Kasus hipermetilasi berhubungan da-lam prognosis beberapa penyakit mi-salnya metilasi E-cadherin berhubun-gan dengan disease free survival (DFS) kanker lambung dan carcinoma lidah nodul positif (6, 15). Protein E-cadherin berperan dalam perlekatan sel epitel, hipermetilasi gen ini memacu pada pembentukan tumor dan resiko me-tastasis. Hipermetilasi gen ATM yang berperan untuk perbaikan DNA ber-korelasi dengan peningkatan radio-sensitivitas pada cell line tumor col-orectal (6).

AGEN DEMETILASI DNAInhibitor metilasi DNA dapat digo-longkan menjadi tiga golongan be-sar berdasarkan mekanisme kerjanya untuk menghambat enzim DNMT yaitu analogi nukleosida, analogi non nukleosida, dan antisense oligonuk-leosida. Analogi nukleosida misalnya 5-Azacytidine, 5-aza-2’-deoxycytidine, dan Zebularin, sedangkan analogi non nukleosida seperti Procainamine dan Procain(16). Golongan analogi nukleo-sida lebih dulu dikembangkan sehing-ga lebih banyak diteliti dibandingkan dengan golongan analogi non nukle-osida. Mekanisme kerja secara detail golongan analogi non nukleosida be-lum banyak diketahui pasti(17).

Agen demetilasi 5-Azacytidine dan 5-aza-2’-deoxycytidine dalam dosis rendah tidak menghambat prolif-erasi sel tetapi mampu menghambat DNMT. 5-Azacytidine dan 5-aza-2-’-deoxycytidine telah disetujui peng-gunaannya oleh FDA untuk pengo-

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 255CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 255 4/26/2010 8:34:14 PM4/26/2010 8:34:14 PM

Page 12: Kanker 2010

257| MEI - JUNI 2010

Tabel 1. Gen – gen yang umumnya termetilasi pada kanker di manusia dan peranannya dalam pembentukan tumor(6, 9, 10).

Gen Peranan dalam Pembentukan Tumor Jenis Tumor

APC Proliferasi sel, migrasi sel, reorganisasi sitoskeletal, stabilitas kromosom yang tidak terkontrol

Payudara

Paru - paru

Esophageal

BRCA1 Gangguan perbaikan DNA dan aktivasi transkripsi Payudara

Ovarium

CDKN2A/p16 Menghambat proliferasi sel Gastrointestinal

Kepala dan leher

Non-Hodgkin lymphoma

Paru - paru

DAPK1 Menghambat apoptosis Paru - paru

E-cadherin Meningkatkan proliferasi, invasi dan metastasis Payudara

Tiroid

Lambung

ER Resistensi untuk estrogen Payudara

Prostat

GSTP1 Hilangnya kemampuan detoksifi kasi metabolit dari bahan - bahan karsinogen

Prostat

Payudara

Renal

hMLH1 Gangguan perbaikan DNA dan mutasi gen Kolon

Lambung

Endometrium

Ovarium

MGMT Gangguan perbaikan DNA dan resistensi obat Paru - paru

Otak

p15 Proliferasi sel yang tidak terkendali Leukemia

Lymphoma

Sel karsinoma squamosa paru - paru

RASSF1A Hilangnya regulator negatif untuk kontrol proliferasi sel melalui fase G1-S Paru - paru

Ovarium

Ginjal

Nasofaring

Rb Kegagalan menghambat transkripsi gen - gen untuk replikasi DNA dan pembelahan sel

Retinoblastoma

VHL Gangguan stabilitas RNA melalui degradasi RNA yang berikatan protein Renal

Keterangan: APC, adenomatous polyposis coli; BRCA1, breast cancer 1; CDKN2A/p16, cyclin dependent kinase 2A; DAPK1, death associated protein kinase 1; ER,

estrogen receptor; GSTP1, glutathione S-transferase P1; hMLH1, Mut L homologue 1; MGMT, O-6 methylguanine-DNA methyltransferase; RASSF1A, Ras association

domain family member 1; Rb,retinoblastoma; VHL, von Hippel-Lindau.

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 257CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 257 4/26/2010 8:34:17 PM4/26/2010 8:34:17 PM

Page 13: Kanker 2010

258 | MEI - JUNI 2010

serta hanya mempengaruhi rata-rata 6 macam gen dari 13.300 gen yang terdemetilasi dibandingkan pada sel fi broblast normal(20).

DAFTAR PUSTAKA

1. Herman J, Baylin S. Gene silencing in cancer in

association with promoter hypermethylation.

N Engl J Med 2003;.349: 2042-2054.

2. Baylin S. DNA methylation and gene silencing

in cancer. Nat Clin Pract Oncol., 2005; 2: S4-

11,

3. Yang X, Yan L, Davidson N. DNA methylation

in breast cancer. Endocr Relat Cancer 2001; 8:

115-127,

4. Fiegl H, Millinger S, Goebel G, Muller-Holzner

E, Marth C, Laird PW, Widschwendter M.

Breast Cancer DNA Methylation Profi les in

Cancer Cells and Tumor Stroma: Association

with HER-2/neu Status in Primary Breast Can-

cer. Cancer Res. 2006; 66: 29-33,

5. Krueger KE, Srivastava S. Posttranslational

Protein Modifi cations: Current Implications for

Cancer Detection, Prevention, and Therapeu-

tics. Mol Cell Proteomics 2006;5: 1799-1810,

6. Paluszczak J, Baer-Dubowska W. Epigenetic

diagnostics of cancer--the application of DNA

methylation markers. J Appl Genet2006; 47:

365-375,

7. Luczak M, Jagodzinski P. The role of DNA

methylation in cancer development. Folia His-

tochem Cytobiol 2006; 44: 143-154,

8. Gilbert J, Gore S D, Herman JG, Carducci MA.

The Clinical Application of Targeting Cancer

through Histone Acetylation and Hypomethy-

lation. Clin Cancer Res 2004;10: 4589-4596.

9. Das PM, Singal R. DNA Methylation and Can-

cer. J Clin Oncol 2004; 22: 4632-4642,

10. Robertson K. DNA methylation, methyltrans-

ferases, and cancer. Oncogene 2001;20: 3139-

3155,

11. Tokumaru Y, Harden SV, Sun D.-I, Yamashita

K, Epstein JI, Sidransky D. Optimal Use of a

Panel of Methylation Markers with GSTP1 Hy-

permethylation in the Diagnosis of Prostate

Adenocarcinoma. Clin Cancer Res.2004;10:

5518-5522,

12. Feng Q, Balasubramanian A, Hawes SE, Toure

P, Sow PS, Dem A, Dembele B, Critchlow CW,

X, L, Lu H, McIntosh MW, Young AM, Kiviat

NB. Detection of Hypermethylated Genes in

Women with and Without Cervical Neoplasia.

J. Natl. Cancer Inst., 2005; 97: 273-282,

13. Dulaimi E, Hillinck J, de Caceres II, Al-Saleem

T, Cairns P. Tumor Suppressor Gene Promoter

Hypermethylation in Serum of Breast Cancer

Patients. Clin Cancer Res. 2004;10: 6189-6193

14. Hoque MO, Feng Q, Toure P, Dem A, Critch-

low CW, Hawes SE, Wood T, Jeronimo C,

Rosenbaum E, Stern J, Yu M, Trink B, Kiviat NB,

Sidransky D. Detection of Aberrant Methyla-

tion of Four Genes in Plasma DNA for the De-

tection of Breast Cancer. J Clin Oncol. 2006;24:

4262-4269,

15. Waki T, Tamura G, Tsuchiya T, Sato K, Nishi-

zuka S, Motoyama T. Promoter Methylation

Status of E-Cadherin, hMLH1, and p16 Genes

in Nonneoplastic Gastric Epithelia. Am J

Pathol.2002;161: 399-403.

16. Peedicayil J. Epigenetic therapy--a new devel-

opment in pharmacology. Indian J Med Res.,

2006;123: 17-24,

17. Issa J.-P. J. DNA Methylation as a Therapeu-

tic Target in Cancer. Clin Cancer Res. 2007;13:

1634-1637,

18. Dowell JE, Minna JD. Cancer Chemotherapy

Targeted at Reactivating the Expression of

Epigenetically Inactivated Genes. J Clin On-

col.2004; 22: 1353-1355,

19. Yoo CB, Cheng JC, Jones PA. Zebularine: a

new drug for epigenetic therapy. Biochem.

Soc. Trans.2004; 32: 910-912,

20. Cheng JC, Yoo CB, Weisenberger DJ, Chuang,

J, Wozniak C, Liang G, Marquez VE, Greer S.

Orntoft TF, Thykjaer T, Jones PA. Preferential

response of cancer cells to zebularine. Cancer

Cell 2004; 6: 151-158

batan neoplasma (myelodysplastic syndrome). Limitasi dari analog nukle-osida ini adalah memerlukan inkorpo-rasi DNA dan sintesis DNA aktif, jadi terbatas pada sel yang hipo-proliferasi (termasuk yang berpotensial sebagai cancer stem cell)(17), tidak stabil dalam bentuk larutan dan harus diberikan secara parenteral atau subkutan, serta berefek samping myelosupresi (1), atau menimbulkan efek hipometilasi pada beberapa gen pertumbuhan(18). Secara in vitro obat di atas terbukti mampu mengurangi aktivitas DNMT1, DN-MT3A dan DNMT3B pada konsentrasi mikromolar dan menginduksi deme-tilasi dari CDKN2A, RB1, MLH1, dan tumor suppressor gene lainnya pada sel kanker. 5-Azacytidine akan difos-forilasi oleh uridin-sitidin nukleotida kinase menjadi 5-Azacytidine difosfat yang dapat direduksi oleh ribonukle-otida reduktase menjadi 5-aza-deoxy-cytidine difosfat yang akan inkorporasi dengan DNA. 5-aza-deoxycytidine nukleosida dari DNA membentuk ika-tan kovalen dengan DNMT sehingga terjadi inaktivasi enzim ini. Perlakuan 5-aza-deoxycytidine pada HCT116 sel kanker kolon manusia menunjukkan adanya penurunan aktivitas DNMT1 sehingga menginduksi ekspresi MLH1 dan menyebabkan penghentian per-tumbuhan sel(7).

Zebularine merupakan alternatif ked-ua setelah 5-Azacytidine dan 5-aza-2’-deoxycytidine(19). Obat ini relatif lebih stabil dan memiliki waktu paruh kurang lebih 44 jam pada 37°C di PBS pada pH 1.0 dan kurang lebih 508 jam pada pH 7.0 sehingga memungkinkan untuk dibuat sediaan oral. Penelitian menunjukkan pemberian obat ini se-cara oral pada nude mice yang ditrans-plan dengan sel tumor manusia dapat menyebabkan demetilasi dan reakti-vasi gen p16. Zebularine juga memi-liki efek sitotoksik yang lebih rendah baik secara in vitro maupun in vivo. Pemberian Zebularine sebagai terapi lanjutan setelah 5-aza-deoxycytidine dapat mencegah terjadinya remeti-lasi DNA(19). Perlakuan Zebularine in vitro pada sel kanker T24, HCT-15, CFPAC-1, SW48, dan HT-29 menunjuk-kan adanya penurunan level DNMT,

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 258CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 258 4/26/2010 8:34:17 PM4/26/2010 8:34:17 PM

Page 14: Kanker 2010

259| MEI - JUNI 2010

PENDAHULUANDehydroandrosterone (DHEA) dan metabolit aktifnya, DHEA Sulfat (DHEAS) adalah hormon endogen yang sebagian besar disintesis dan diekskresikan oleh zona retikularis ko-rteks adrenal sebagai respon terhadap hormon adrenokortikotropik. Mekan-isme kerja dan peran klinis DHEA dan DHEAS sesungguhnya masih belum jelas. Data epidemiologis menunjuk-kan adanya hubungan antara kadar DHEA dan DHEAS dengan berkurang-nya frekuensi kanker, penyakit kardio-vaskular, peningkatan densitas tulang, terapi lupus, perbaikan fungsi kognitif, penurunan berat badan dan keuntung-an-keuntungan lainnya.1, 2

Tidak dapat dipungkiri bahwa DHEA adalah salah satu faktor yang paling penting dalam diagnosis penyakit-penyakit yang berhubungan dengan usia (Ronald Klatz, presiden American Academy of Anti-Aging Medicine). Penggunaan DHEA sebagai terapi anti penuaan menyebabkan DHEA sebagai suplemen tersebar luas di masyarakat. Banyak kegunaan terse-

but dapat dilihat pada percobaan he-wan, namun masih harus dibuktikan pada manusia.2, 3

SINTESIS DHEADHEA adalah hormon yang tertinggi kadarnya di dalam tubuh. Sintesis DHEA dan DHEAS pada wanita dapat dikatakan hampir terjadi seluruhnya di korteks adrenal, sedangkan pada laki-laki, testis mensekresi sekitar 5 % DHEAS dan 10-20 % DHEA. Jumlah sangat kecil disintesis di otak. Kadar DHEA dan DHEAS meningkat pesat

saat pubertas dan pada dewasa muda, korteks adrenal mensekresikan sekitar 4 mg DHEA setiap hari hingga menca-pai puncak pada usia 20-30 tahun, yaitu sebesar 200-300 mikrogram/dl darah untuk wanita dan 300-400 mikrogram/dl darah untuk pria. Kadar tersebut ke-mudian turun kurang lebih 2 % setiap tahun, dan pada dekade ke delapan atau ke sembilan, akan hanya tersisa 5-20% dari jumlah puncaknya. Peme-riksaan standar untuk mengevaluasi status DHEA adalah dengan meng-ukur DHEAS. 2, 3, 4

Penggunaan DHEA pada Tatalaksana Anti Penuaan

Monik SetijosoKlinik Nirmala, Pasar Jumat, Jakarta Selatan, Indonesia

ABSTRAKDehydroepiandrosterone (DHEA) adalah hormon yang sebagian besar disintesis oleh zona retikularis korteks adrenal. Kadar DHEA di dalam tubuh mencapai puncaknya pada usia dewasa muda. Selain fungsinya sebagai prekursor hormon seks, penelitian-penelitian menunjukkan bahwa DHEA dapat memberikan berbagai keuntungan lainnya seperti perbai-kan fungsi kognitif, peningkatan densitas tulang, penurunan risiko kardiovaskular, penurunan berat badan, dsb. Dengan beragam keuntungannya, DHEA dipercaya dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari tatalaksana anti penuaan. DHEA kini tersedia sebagai suplemen yang telah tersebar luas di masyarakat dan dapat dibeli bebas. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui efeknya, terutama pada penggunaan jangka panjang. Pengawasan oleh dokter sangat dianjurkan saat mengkonsumsi suplemen DHEA.

Kata kunci: DHEA, anti penuaan, suplemen

Gambar 1. Grafi k produksi DHEA. Produksi DHEA di dalam tubuh mencapai kadar puncak pada usia 20-30

tahun, kemudian menurun. Pada dekade ke-8 dan ke-9 hanya tersisa 5-20% dari kadar puncaknya. 5

10

400

350

300

250

200

150

100

50

0

20 30 40 50 60 70 80 90

PriaWanita

Usia (tahun)

mcg/100ml

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 259CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 259 4/26/2010 8:34:18 PM4/26/2010 8:34:18 PM

Page 15: Kanker 2010

260 | MEI - JUNI 2010

DHEA dapat dikonversi menjadi DHEAS dan sebaliknya oleh sulfohydrolase di jaringan perifer dan adrenal. 2

Sebenarnya pembentukan hormon adrenal dimulai dengan kolesterol yang membentuk pregnenolone. Pregnenolone kemudian diubah men-jadi DHEA. DHEA menjadi bahan mentah untuk membentuk hormon-hormon adrenal, termasuk hormon seks estrogen, progesteron, dan tes-tosteron. Sintesis DHEA dapat dilihat pada Gambar 2.

pembuluh-pembuluh darah mikro dan mengurangi faktor risiko penyakit kar-diovaskular, seperti agregasi trombosit dan iskemia. 2, 4

DHEA diduga berperan positif pada modulasi sistem imun. Studi klinis pada orang-orang lanjut usia menun-jukkan dosis oral 50 mg/hari mening-katkan kadar IGF-1 dan menyebabkan aktivasi sel T. Kadar serum interleu-kin-6 (suatu sitokin proinfl amasi yang terlibat dalam proses patogenesis osteoporosis, atherosklerosis, penya-

aktif, termasuk androstenedione, tes-tosteron, estron, estradiol dan estriol. Waktu paruh eliminasi DHEA adalah 15-38 menit, sedangkan waktu paruh DHEAS adalah 7-22 jam. Ekskresi oleh ginjal mencakup 51-73% dari eliminasi DHEAS dan metabolit-metabolitnya.2

Untuk memaksimalkan terapi, suple-men dikonsumsi 20-30 menit sebelum makan. Umumnya DHEA dikonsumsi di pagi hari sesuai dengan produksi ala-miahnya oleh korteks adrenal. DHEA akan meningkatkan metabolisme, se-

Gambar 2. Sintesis DHEA 2

Keterangan. aro = aromatase, DOC = deoxycorticosterone, HSD = hydrosteroid dehydrogenase, HSO = hydrosteroid axidoreductase, HSS = hydrosteroid sul-

fatase, KSR = ketosteroid reductase, R = reductase, SH = sulfohydrolase, P-S = pregnenolone sulfate, THDOC = tetrahydrodeoxycorticosterone, THP = tetrahydro-

progesterone

DHEA dan DHEAS berperan sebagai prekursor hormon androgen (50 %) pada pria dan estrogen pada wanita. Selain itu, beberapa mekanisme kerja DHEA dan DHEAS telah diajukan, antara lain sebagai inhibitor sinte-sis thromboxane A2, sebagai zat neu-rotropik dan inhibitor interleukin-6. 2-6

DHEA dengan dosis oral 100-300 mg/hari pada manusia menghasil-kan inhibisi sintesis thromboxane A2 dan meningkatkan kadar serum insulin-like growth factor (IGF-1). Efek tersebut mengarahkan kemungkinan bahwa DHEA dapat digunakan un-tuk memperbaiki sirkulasi darah di

kit Alzheimer, dan sebagainya) men-ingkat bermakna seiring dengan per-tambahan umur. Namun DHEA dan DHEAS dapat menghambat produksi interleukin-6. 2-6

DHEA mempunyai pengaruh yang sangat luas, akibatnya penurunan produksi DHEA akan sangat berpen-garuh terhadap semua sistem, semua organ dan semua jaringan di dalam tubuh. 2-6

FARMAKOKINETIKAbsorpsi DHEA secara oral sangat baik. DHEA dan DHEAS akan dikon-versi menjadi beberapa metabolit

hingga dapat meningkatkan zat-zat radikal bebas dalam tubuh. Penggu-naan anti-oksidan seperti alpha lipoic acid, vitamin E dan teh hijau dapat mensupresi radikal bebas tersebut. 4

Penggunaan DHEA dapat dibarengi dengan pregnenolone, yaitu prekursor DHEA. Dengan pemberian preg-nenolone, tubuh akan memproduksi lebih banyak DHEA. Diperlukan pe-mantauan ketat (setiap beberapa bulan) agar kadar DHEA dan preg-nenolone berada dalam jumlah yang diinginkan. Banyak hormon yang mempunyai negative feedback, seper-ti hormon kortisol dan hormon tiroid;

Cholesterol

P-450aro

SHDHEA

DHEAS

Pregnenolone Progesteron

MineralocorticoidGlucocorticoidTestosteroneAndrostenedione

Androsterone Estradiol

Cortisol DOCTHP

PSHSS

3β-HSD17β-HSD

THDOC

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 260CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 260 4/26/2010 8:34:18 PM4/26/2010 8:34:18 PM

Page 16: Kanker 2010

262 | MEI - JUNI 2010

tubuh akan mengurangi produksinya jika kadar di dalam tubuh sudah terlalu tinggi. Tidak demikian dengan DHEA. Pemberian DHEA dan pregnenolone tidak akan menyebabkan berkurang-nya produksi hormon-hormon terse-but oleh tubuh ataupun atrofi korteks adrenal. 3

Produk DHEA dibuat dari diosgenin, suatu ekstrak Mexican wild yam, dari famili Dioscorea, semacam tumbuhan talas. Di Jepang dikenal dengan sebu-tan taro. Ahli biokimia dapat meng-konversi diosgenin menjadi DHEA melalui serangkain teknik kimiawi. Banyak produk DHEA terbuat dari produk yam yang telah diolah menjadi kapsul, mengaku sebagai DHEA alam-i. Namun, belum dapat dibuktikan bah-wa tubuh manusia bisa mengubah dios-genin menjadi DHEA. Perubahan terse-but hanya terjadi di laboratorium. 3

Perlu diketahui bahwa suplemen DHEA di pasaran belum mendapatkan persetujuan dari Food and Drug Asso-ciation (FDA) Amerika Serikat karena produk tersebut dikategorikan seba-gai suplemen, bukan obat. 3

STUDI KLINISPenelitian menegaskan bahwa kadar DHEA rendah adalah tanda berbagai penyakit degeneratif, seperti penyakit Alzheimer, penyakit autoimun, kanker, chronic fatigue syndrome, diabetes, penyakit kardiovaskular, osteoporosis, obesitas, gangguan stres. Banyak pe-nelitian mendukung peran DHEA da-lam anti penuaan. 2, 4

Meskipun kadar DHEA menurun seiring dengan umur, tidak diketa-hui apakah suplemen hormon dapat membalikkan proses penuaan. Perco-baan-percobaan hewan mendapatkan bahwa binatang dengan suplemen DHEA mempunyai rentang usia yang lebih panjang. Namun sistem metabo-lisme manusia yang berbeda belum ten-tu akan menghasilkan hasil serupa. 2

PENINGKATAN KUALITAS HIDUP DAN FUNGSI KOGNITIFPenelitian pertama pada manusia den-gan kontrol plasebo dipublikasikan

pada tahun 1994 di Journal of Clini-cal Endocrinology and Metabolism. Penelitian itu mengevaluasi efek tera-peutik DHEA replacement therapy. Partisipan yang mengkonsumsi DHEA menjadi lebih berenergi, tidur lebih nyenyak dan mempunyai toleransi ter-hadap stres yang lebih besar daripada partisipan yang mengkonsumsi plase-bo. Para peneliti menyimpulkan bah-wa DHEA akan memperbaiki kualitas hidup dan akan menunda efek-efek tidak menyenangkan akibat penuaan, seperti lelah dan kelemahan otot. 3

Evans, Malouf, Huppert dan Van Niekerk mengumpulkan data dan menganalisis lima penelitian menfaat DHEA untuk gangguan fungsi kog-nitif pada lansia. Hasilnya menunjuk-kan tidak ada bukti cukup kuat untuk menyatakan bahwa DHEA sungguh bermanfaat untuk perbaikan fungsi kognitif. 7

DHEA memberikan proteksi terhadap efek peningkatan kadar hormon korti-sol saat stres. Saat tubuh mengalami stres, kelenjar adrenal akan menge-luarkan kortisol dalam jumlah besar yang justru dapat merusak jaringan tubuh dan mempercepat proses pen-uaan. Umumnya, mereka yang berusia di atas 40 tahun mempunyai pening-katan kortisol. Suplementasi DHEA dapat mengurangi efek kortisol dan meningkatkan toleransi terhadap stres. 4

PENINGKATAN SISTEM IMUNDHEA dapat meningkatkan produksi antibodi dan memaksimalkan fungsi limfosit sel T. Kemampuan DHEA meningkatkan sistem imun sangat berhubungan dengan potensinya un-tuk melawan proses penuaan. Imuni-tas yang meningkat akan juga men-ingkatkan proteksi terhadap oksidasi sehingga dapat memberikan proteksi terhadap penyakit degeneratif. Se-gala sesuatu yang dapat menguatkan sistem imun juga dapat memperpan-jang kehidupan. 4, 6

Salah satu peran DHEA yang signifi kan adalah meningkatkan produksi insulin-like growth factor-1 (IGF-1), molekul

menyerupai hormon yang sering digu-nakan untuk mengukur kadar human growth hormone. 3, 4, 6

PENYAKIT KARDIOVASKULARDosis DHEA oral 100-300mg/hari pada manusia menyebabkan inhibisi sintesis thromboxane A2, mengurangi plasma plasminogen activator inhibitor type 1. Efek-efek tersebut menunjukkan bah-wa DHEA dapat memperbaiki pere-daran darah dan mengurangi faktor risiko penyakit kardiovaskular, seperti agregasi platelet dan iskemia. 2, 3, 4, 6

Proses infl amasi kronik dikatakan berkaitan dengan penyakit-penyakit kardiovaskular, aterosklerosis dan Al-zheimer. Efek DHEA dan DHEAS da-pat menginhibisi produksi interleukin-6 yang terlibat dalam proses infl amasi. 2-6

PENINGKATAN DENSITAS TULANGPada percobaan Baulieu et al., 280 pria dan wanita sehat berusia 60 – 79 tahun diberi DHEA 50 mg/hari per oral selama 12 bulan. Sedikit peningkatan densitas tulang didapatkan pada kel-ompok wanita di atas 70 tahun, tapi tidak pada kelompok lainnya. 3

DHEA replacement therapy pada lan-sia selama dua tahun ingin menilai apakah suplementasi DHEA yang dikombinasi dengan vitamin D dan kalsium akan memperbaiki densitas tulang pada lansia. Hasilnya menun-jukkan suplementasi DHEA pada wan-ita (tidak pada pria) memperbaiki den-sitas tulang belakang jika dikombinasi dengan vitamin D dan kalsium. 8

EFEK FISIKPercobaan Morales et al. mengevalua-si efek DHEA 100mg/hari per oral pada 16 subyek berusia 50-65 tahun. Kadar DHEA, DHEAS, androstenedione, tes-tosterone dan dihydrotestosterone subyek tersebut pada batas minimum (atau bahkan di bawahnya) kadar dew-asa muda. Hasilnya, wanita mengalami peningkatan kadar androstenedione, testosterone dan dihydrotestosterone tiga sampai lima kali lipat. Sedangkan pada pria, hanya androstenedione yang mengalami peningkatan. Pada pria (tidak pada wanita), terjadi pen-

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 262CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 262 4/26/2010 8:34:20 PM4/26/2010 8:34:20 PM

Page 17: Kanker 2010

263| MEI - JUNI 2010

gurangan lemak tubuh sebanyak 6,1% dan terdapat peningkatan kekuatan sendi lutut dan tulang punggung. Tidak ditemukan perubahan basal metabolic rate, densitas tulang, kadar glukosa, kortisol ataupun lipid, baik pada pria maupun wanita. 3

Penelitian di Mayo Clinic menunjuk-kan bahwa suplementasi DHEA tidak memperbaiki komposisi tubuh, per-forma fi sik, ataupun kualitas hidup. Percobaan ini melibatkan 87 pria dan 57 wanita berusia 60 tahun yang mem-punyai kadar DHEA rendah selama dua tahun. Konsumsi suplemen DHEA menaikkan kadar DHEA ke kadar nor-mal, namun tidak mengubah massa otot maupun pengukuran lainnya. 9, 10

Masalah utama pada penelitian atau studi DHEA adalah bahwa hampir se-mua penelitian tersebut melibatkan partisipan dalam jumlah kecil. Peneli-tian dengan partisipan dalam jumlah yang lebih banyak dan dalam kurun waktu yang lebih panjang diperlukan untuk dapat mengevaluasi keamanan DHEA, terutama dalam jangka lama. 2,

9, 10

DOSISDosis individu sehat berusia lebih dari 40 tahun umumnya adalah 20-50 mg/hari untuk pria dan 10-30 mg/hari un-tuk wanita, per oral. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meningkatkan kadar DHEAS serum mencapai kadar pada dewasa muda 20-30 tahun, mem-berikan efek peningkatan densitas tu-lang pada wanita post menopasuse dan peningkatan rasa well-being, ser-ta meminimalkan efek samping yang mungkin terjadi. Replacement therapy biasanya diberikan di pagi hari. 2-4

Sebelum DHEA replacement therapy dimulai, kadar DHEA serum harus di-periksa terlebih dahulu, kemudian seb-ulan sekali setelah terapi dimulai. Jika kadar DHEA telah stabil dalam batas yang diinginkan, tes dapat dilakukan sekali setahun untuk menjaga agar ka-darnya masih dalam batas normal. 3

Sebagian besar percobaan meng-

gunakan dosis maksimal 300mg/hari. Tummala dan Svec menunjukkan bahwa peningkatan kadar DHEA dan DHEAS mencapai plateau pada dosis oral 300mg/hari. Dosis yang lebih be-sar tidak memberikan tambahan efek terapeutik. 11

EFEK SAMPINGEfek samping yang telah dilaporkan berupa peningkatan sebum di wajah, dermatitis acneiform dan hirsutisme pada wanita yang mengkonsumsi DHEA 25-200mg/hari. Kondisi terse-but akan hilang jika penggunaan DHEA dihentikan atau dikurangi do-sisnya. Efek jangka panjang belum diketahui. 2, 3

KONTRAINDIKASISuplementasi DHEA dikontraindikasi-kan pada pasien dengan riwayat kanker yang responsif terhadap hor-mon seks, seperti kanker payudara, kanker ovarium, kanker endometrium dan kanker prostat. Wanita dengan riwayat kanker yang sensitif terhadap estrogen atau pria dengan hipertrofi prostat jinak atau riwayat keluarga har-us hati-hati menggunakan suplemen DHEA dan mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang didapat. Jika re-placement therapy sangat diperlukan, pemantauan ketat DHEAS dan metab-olitnya harus dilakukan. Suplementasi DHEA harus dihindari selama kehami-lan dan menyusui. 2

Individu di bawah usia 35 tahun dan individu dengan kadar DHEA nor-mal tidak memerlukan suplementasi DHEA. Kadar normal yang dimaksud adalah kadar pada dewasa muda. 4

SIMPULANData klinis menunjukkan bahwa DHEA mempunyai peran dalam hormone replacement therapy pasien den-gan kadar DHEA dan DHEAS endo-gen rendah; tetapi tidak sedikit yang menunjukkan sebaliknya. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum cukup memadai untuk membuktikan apakah suplementasi DHEA dapat di-gunakan dalam tatalaksana anti penu-aan. Sebagai prekursor hormon seks

yang poten, DHEA diduga dapat se-cara bermakna mempertinggi risiko dan progresivitas kanker yang sensitif terhadap estrogen dan testosteron. Suplemen DHEA sebaiknya dikon-sumsi secara hati-hati di bawah pen-gawasan dokter.

DAFTAR PUSTAKA

1. Eustice R. Eustice C. What is DHEA? New York:

The New York Times 2006 [cited 2009 Jul 8].

Available from: http://www.arthritis.about.

com/.

2. Pepping J. DHEA: Dehydroepiandrosterone.

Am J of Health-System Pharmacy. 2000 Nov

[cited 2009 Jul 8]. Available from: http://www.

medscape.com/.

3. Smith JT. Renewal: The Anti Aging Revolution.

2nd ed. New York: St Martin’s Press. 1998: 426-

43

4. DHEA: Dehydroandrosterone, A Dietary Sup-

plement. New Spirit Naturals [updated 2009

Feb 27; cited 2009 Jul2]. Available from: http://

www.naturalways.com/.

5. Stewart PM. Aging and Fountain-of-Youth

Hormones. N Engl J Med. 2006 Oct; 355(16):

1724.

6. Klatz R, Goldman R. The Offi cial Anti Aging

Revolution. 4th ed. California: Basic Health

Publications; 2007: 87-102.

7. Grimley EJ, Huppert FA, Van Niekerk JK, Her-

bert J. Dehydroepiandrosterone (DHEA) sup-

plementation for cognitive function in healthy

elderly people. Freiburg: The Cochrane Col-

laboration; from 2008 [cited 2009 June 20].

Available from: http://www.cochrane.org/.

8. Weiss E. Et al. Dehydroepiandrosterone re-

placement therapy in older adults: 1- and 2- y

effects on bone. Am J of Clin Nutrition. 2009;

89: 1459-67

9. Stibich M. Does DHEA Slow Aging? New York:

The New York Times Comp; from 2008 [cited

2009 Jul 10]. Available from: http://www.about.

com/.

10. Sreekumaran K. et al. DHEA in Elderly Women

and DHEA or Testosterone in Elderly Men. N

Engl J Med. 2006; 355(16): 1647-59

11. Tummala S, Svec F. Correlation between the

Administered Dose of DHEA and Serum Lev-

els of DHEA and DHEAS in Human Volunteers:

analysis of published data. Clin Biochem. 1999;

32(5): 355-61

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 263CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 263 4/26/2010 8:34:21 PM4/26/2010 8:34:21 PM

Page 18: Kanker 2010

264 | MEI - JUNI 2010

PENDAHULUANLatar BelakangDewasa ini populasi lanjut usia makin bertambah. Penduduk lansia di In-donesia berjumlah 15,8 juta jiwa atau sekitar 7,25% dari seluruh penduduk Indonesia (2005).1 Umur harapan hidup (UHH) manusia pun makin meningkat, UHH manusia di Indonesia pada tahun 2006 adalah sekitar 69,4 tahun dan meningkat menjadi 70,6 tahun pada tahun 2009.4 Seiring bertambahnya usia, manusia mengalami penurunan fungsi normal organ dan sistem or-gan, dan beberapa penyakit dege-naratif seperti kanker, Alzheimer dan sebagainya makin sering ditemui.2,3

Walaupun UHH makin tinggi, jika tidak dibarengi dengan kualitas hidup yang tinggi pula, banyak orang pada

usia tuanya akan mengalami banyak penderitaan dan tidak lagi menikmati hidupnya.5

Sampai saat ini beragam metode anti penuaan telah dikembangkan, di antaranya memperbaiki gaya hidup, mencegah stres, membasmi polusi, sampai pengembangan berbagai macam suplemen anti penuaan. Salah satu metode yang sedang marak diteliti adalah terapi sulih hormon. Terapi sulih hormon bekerja mem-perbaiki fungsi tubuh yang menurun akibat penurunan produksi hormon saat penuaan. Tetapi penelitian DHEA terutama pada manusia belum ban-yak dilakukan. Manfaat DHEA dalam memperbaiki kualitas hidup pada usia tua pun masih dipertanyakan.

Sem Samuel Surja, Victor Nugroho WijayaMahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,

Jakarta, Indonesia

Terapi Sulih DHEA sebagai Metode Anti Penuaan

ABSTRAKDehidroepiandrosteron (DHEA) dan Dehidroepiandrosteron Sulfat (DHEAS) merupakan hormon yang sebenarnya diproduksi secara alami di tubuh manusia. Kadar DHEA dalam tubuh mencapai puncaknya pada saat lahir dan pada usia 20-24 tahun, kemudian menurun sebanyak 2-3% per tahun setelahnya. Berkurangnya hormon ini akan menyebabkan penurunan beberapa fungsi tubuh. Karena berpotensi besar sebagai salah satu metode anti penuaan, DHEA banyak dipelajari efektivitasnya pada manusia.

Karya tulis ini berbentuk tinjauan pustaka, bertujuan mempelajari manfaat terapi sulih DHEA. Pada beberapa penelitian, DHEA terbukti dapat meningkatkan kadar testosteron dan estradiol, meningkatkan Bone Mineral Density (BMD) be-berapa tulang tertentu dan mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklas. Namun, beberapa penelitian lain menunjukkan hasil berbeda, antara lain bahwa DHEA tidak berpengaruh terhadap hormon insulin, tidak dapat meningkatkan massa dan kekuatan otot, dan tidak mempengaruhi komposisi lemak tubuh. Kesimpulan kami, terapi sulih DHEA bermanfaat mencegah penuaan dalam meningkatkan kualitas tulang. Namun, masih perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan waktu penelitian yang cukup panjang.

Kata kunci: DHEA, terapi sulih DHEA, anti penuaan.

TujuanTujuan penulisan adalah untuk menge-tahui efek terapi sulih DHEA yang berkaitan dengan anti penuaan pada beberapa sistem organ manusia dan kelemahan-kelemahannya.

DHEA DHEA (dehidroepiandrosteron) meru-pakan steroid yang dibentuk di ko-rteks adrenal. DHEA dan bentuk sul-fatnya dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) merupakan prekursor andro-gen dan diproduksi di zona fasikulata dan retikularis korteks adrenal.6 Selain itu, ada indikasi DHEA juga disintesis di otak dan berperan dalam fungsi dan perkembangan otak.7 Metabolisme DHEA terangkum dalam gambar 1.

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 264CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 264 4/26/2010 8:34:21 PM4/26/2010 8:34:21 PM

Page 19: Kanker 2010

265| MEI - JUNI 2010

Androstarone

Androstenedione Testosterone

GlucocorticoidsMineralocorticoids

Progesterone

Cholesterol

Pregnenolone (P)17,20-Desmolase

Cortisol DOC

DHEA

DHEAS

HSS

HSSSHSH

P-S

5 α-R 5 α-R

5 α-R5 α-R

3α-HSD

3α-HSO

3α5α-THP3α5α-THP

P-450α

P-450α

Estradiol

17-KSR

17β-HSD

17β-HSD3β-HSD

3β-HSD

3β-HSD

THDOC

Gambar 1. Metabolisme DHEA8

Age (years)

DH

EA

S (n

mo

l/l)

10

4000

8000

FetalLife

Birth

020 30 40 50 60 70

DHEA dan DHEAS dapat mengalami interkonversi secara metabolik oleh enzim phosphoadenosine-phospho-sulfate-dependent sulfotransferase.9 Secara umum, saat usia 20-35 tahun, kadar DHEA dan DHEAS pada pria 10-20% lebih besar daripada wanita.2 Pada dewasa muda, sekresi DHEA ± 4 mg/hari, sedangkan sekresi DHEAS ± 25 mg/hari.3

Konsentrasi DHEAS mencapai puncak saat fetus, saat lahir konsentrasinya menurun cepat. Pada usia sekitar enam tahun, konsentrasi DHEAS meningkat kembali, disebut adrenarche, menca-pai puncaknya pada usia 20-30 tahun, kemudian akan turun seiring dengan bertambahnya usia.2,10 (Gambar 2).

Gambar 2. Variasi Konsentrasi DHEAS dalam Darah berdasarkan Pertambahan Usia11

DHEA berperan sebagai pro hormon steroid seks. DHEA mengimbangi efek glukokortikoid.12 Di samping itu, peran fi siologis DHEA dan DHEAS juga ter-gantung pada hasil transformasi DHEA dan DHEAS, yakni testosteron dan estradiol.13 DHEA juga berperan da-lam penghambatan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), jalur pentose shunt, ornithine decarboxylase, atau blokade K-channel dan juga beberapa sitokin. DHEA bersifat hipolipidemik, berhubungan dengan kadar koles-terol khususnya low-density lipopro-tein (LDL).12 Dalam hal imunitas tubuh, DHEA dapat meningkatkan produksi interleukin-2 (IL-2) dan fungsi efektor sel limfosit T; berarti DHEA berperan dalam regulasi fi siologis respon imun

tubuh.14 Selain itu, DHEA dan DHEAS memiliki fungsi penting mengatur neokorteks selama perkembangan otak. Dalam hal ini DHEA dan DHEAS terbukti memiliki fungsi neurotropik. 15

PenuaanPenuaan adalah proses berkurang-nya fungsi tubuh yang berhubungan dengan pertambahan usia makhluk hidup. Hal ini dihubungkan den-gan berkurangnya sintesis protein, berkurangnya massa tubuh bebas lemak (lean body mass) dan massa tulang, serta meningkatnya lemak tu-buh.16 Proses penuaan dapat disebab-kan oleh berbagai hal; beberapa di antaranya adalah perubahan hormon, pemendekan telomer, stress oksidatif, dan sebagainya.17

Penuaan berhubungan dengan me-kanisme selular dan berkaitan erat dengan fungsi jaringan. Perubahan jaringan yang berhubungan dengan proses penuaan paling jelas terlihat pada kekakuan progresif yang ber-pengaruh terhadap berbagai sistem tubuh, termasuk pembuluh darah, pernapasan, dan muskuloskeletal.

Penuaan meningkatkan otoantibodi dan kompleks imun (ikatan antibodi-antigen) dan menurunkan toleransi imun terhadap sel tubuh sendiri, yang selanjutnya dapat menurunkan efekti-fi tas sistem imun.

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 265CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 265 4/26/2010 8:34:21 PM4/26/2010 8:34:21 PM

Page 20: Kanker 2010

266 | MEI - JUNI 2010

Berkurangnya ovum pada wanita dan berkurangnya spermatogenesis pada pria juga merupakan efek penuaan.

Penurunan kecepatan pengosongan lambung, penurunan sekresi hormon lambung dan asam hidroklorid meru-pakan efek penuaan pada lambung.

Pada otot terjadi atrofi dan penurunan kontraktilitas yang berpengaruh pada gerak dan mobilitas. Sarkopenia dapat terjadi seiring dengan penuaan. Kulit juga mengalami atrofi dan berkerut.

Terjadi perubahan tubuh secara total termasuk penurunan tinggi badan, penurunan lingkar leher, paha, dan lengan, pelebaran panggul, peman-jangan hidung dan telinga. Beberapa perubahan tersebut adalah akibat atrofi jaringan dan penurunan massa tulang akibat osteoporosis dan os-teoarthritis.

Komposisi tubuh juga turut terpen-garuh oleh proses penuaan. Pada usia paruh baya dapat terjadi pertambah-an berat badan dan massa lemak yang diikuti dengan penurunan massa sel tubuh dan massa tubuh bebas lemak. Peningkatan lemak tubuh menyebab-kan massa air tubuh berkurang. Pen-ingkatan massa lemak tubuh dan dis-

tribusi lemak terpusat di abdomen berhubungan dengan non-insulin de-pendent diabetes mellitus (NIDDM) dan penyakit jantung.18

HUBUNGAN KADAR DHEA/DHEAS DENGAN PENUAANPenurunan kadar DHEAS plasma proposional dengan tingkat kepara-han penyakit pada pasien gagal jan-tung kronis.19 Kadar DHEA dan DHEAS rendah secara signifi kan pada pasien penyakit jantung.20

Kadar DHEA rendah pada pasien diabetes.21 Obesitas yang sering ber-hubungan dengan penuaan juga menyebabkan penurunan kadar DHEAS.22

Kadar DHEA pada pasien kanker pros-tat rendah secara signifi kan.20 Pada pasien laki- laki dengan kanker paru, kadar DHEAS rendah.23 Demikian pula, pada pasien kanker payudara, kadar DHEAS menurun.24

Penuaan juga ditandai dengan degra-dasi kemampuan sistem imunitas tu-buh. Hal ini sering berkaitan dengan meningkatnya insidensi infeksi bakteri maupun virus. Berkurangnya kadar DHEA berhubungan dengan pening-katan progresi infeksi Human Immu-

nodefi ciency Virus (HIV).25

PEMBAHASANRingkasan penelitian terapi sulih DHEA sebagai metode anti penuaan terangkum dalam tabel 1.

Efek Terapi Sulih DHEA terhadap Sistem Endokrin

Efek terhadap hormon seksTerdapat peningkatan testosteron dan estradiol pada pemberian 50 mg/hari DHEA dibanding plasebo.26

Efek terhadap hormon insulinSalah satu efek positif DHEA yang di-harapkan adalah efek terhadap hor-mon insulin karena penurunan kadar dan aksi insulin turut berpengaruh ter-hadap terjadinya diabetes mellitus.

Villareal & Holloszy (2004) menyatakan bahwa terapi sulih DHEA dapat mem-perbaiki aksi insulin secara signifi kan.27

Namun, Nair dkk (2006) menyatakan tidak ada efek signifi kan terapi sulih DHEA terhadap sensitivitas insulin.28 Basu dkk (2007) juga menyatakan terapi sulih hormon tidak memper-baiki aksi insulin.29 Perbedaan hasil tadi karena jangka waktu penelitian Villareal & Holloszky hanya enam bu-lan, sedangkan Nair dkk dan Basu dkk

Penulis Tahun Besar Sampel (orang)

Durasi Intervensi Hasil

Flynn dkk 1999 39 9 bulan DHEA 100 mg/hari atau plasebo

tidak ada perubahan komposisi tubuh dan parameter urinalisis

Baulieu dkk 2000 280 12 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo

peningkatan kadar testosteron dan estradiol, kualitas tulang, libido, dan status kulit

Percheron dkk 2003 280 12 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo

tidak ada efek positif pada kekuatan otot

Villareal & Holloszy 2004 54 6 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo

perbaikan aksi insulin dan penurunan kadar lemak perut

Jankowski dkk 2006 140 12 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo

perbaikan BMD tulang panggul pria dan wanita dan BMD tulang punggung wanita

Villareal & Holloszy 2006 51 10 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo

peningkatan massa otot dan kekuatan otot

Nair dkk 2006 144 2 tahun DHEA 75 mg/hari atau plasebo

tidak ada efek signifi kan pada komposisi tubuh, konsumsi oksigen, kekuatan otot, sensitivitas insulin, hasil bermakna pada pengukuran BMD

Basu dkk 2007 112 2 tahun DHEA 50 mg/hari, 75 mg/hari, atau plasebo

tidak mengubah IMT, lemak viseral, persentase lemak tubuh, atau massa tubuh bebas lemak pada lanjut usia, tidak memperbaiki aksi insulin dan tidak menambah sekresi insulin, tidak terbukti memperbaiki toleransi glukosa dan tidak mengubah pola metabolisme glukosa postprandial pada sampel pria dan wanita

Tabel 1. Ringkasan Randomised Controlled Trial mengenai Efek Terapi Sulih DHEA Sebagai Terapi Anti Penuaan

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 266CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 266 4/26/2010 8:34:21 PM4/26/2010 8:34:21 PM

Page 21: Kanker 2010

267| MEI - JUNI 2010

mencapai dua tahun. Oleh karena itu disimpulkan bahwa terapi sulih DHEA tidak berpengaruh terhadap hormon insulin.

Efek Terapi Sulih DHEA terhadap sistim muskuloskeletal

Efek terhadap kekuatan dan massa ototTidak ditemukan perubahan kekuatan genggaman tangan dan kekuatan otot lutut isokinetik pada kelompok DHEA dibandingkan dengan kelompok plasebo.30 Nair dkk (2006) juga tidak menemukan perubahan kekuatan otot ekstensor lutut pada konsumsi DHEA.28 Namun, Villareal dan Holloszy (2006) menyebutkan adanya pening-katan massa otot paha dan kekuatan otot lengan serta otot ekstensor lutut setelah empat bulan latihan pada kel-ompok yang mengonsumsi DHEA.31

Dari rangkuman di atas, dua penelitian konsisten bahwa terapi sulih DHEA tidak dapat meningkatkan massa mau-pun kekuatan otot manusia walaupun digunakan dalam jangka waktu dua ta-hun. Namun, terapi sulih DHEA mung-kin dapat membantu peningkatan massa dan kekuatan otot apabila dis-ertai dengan latihan rutin pada otot.

Efek terhadap bone mineral density (BMD)Baulieu dkk (2000) menunjukkan per-baikan BMD di beberapa bagian tu-lang seperti leher femur dan Ward’s triangle pada wanita dan radius pada pria; juga ditemukan penurunan re-sorpsi tulang akibat penurunan aktivi-tas osteoklas.26 Jankowsky dkk (2006) menunjukkan perbaikan BMD daerah panggul dan beberapa bagian femur (kecuali leher femur) pada pengkon-sumsi DHEA.32 Nair dkk (2006) menya-takan ada peningkatan BMD radius ul-tradistal pada wanita dan leher femur pada pria.28

Dari hasil tiga penelitian di atas, terapi sulih DHEA dapat memperbaiki atau meningkatkan BMD beberapa bagian tulang baik pada pria maupun pada wanita. Tulang-tulang yang menga-

lami perbaikan belum dapat diketahui secara spesifi k karena hasil penelitian yang bervariasi. Terdapat juga hasil terjadinya penurunan resorpsi tu-lang oleh osteoklas pada terapi sulih DHEA.

Efek Terapi Sulih DHEA terhadap komposisi tubuhEfek DHEA ditandai dengan peruba-han komposisi lemak tubuh. Flynn dkk (1999) tidak berhasil menemukan adanya perubahan pada komposisi lemak tubuh pada pemberian DHEA selama sembilan bulan.16 Villareal dan Holloszy (2004) menemukan hasil ber-beda, yakni penurunan komposisi le-mak abdomen yang bermakna pada enam bulan terapi sulih DHEA.27 Tetapi Basu dkk (2007) dengan jumlah sam-pel 114 orang dan jangka waktu yang cukup lama yaitu dua tahun, tidak me-nemukan perubahan komposisi lemak pada pemberian terapi sulih DHEA.29

Oleh karena itu, disimpulkan bahwa terapi sulih DHEA tidak mempengar-uhi komposisi lemak tubuh.

Efek samping terapi sulih DHEASampai saat ini, sebagian besar pene-litian tidak menemukan efek samping bermakna dalam aplikasi terapi sulih DHEA pada manusia.27,28,31 Efek samp-ing serius tidak bermakna yang pernah ditemukan adalah serangan iskemia transien dan infeksi saluran kemih32.

Keterbatasan data terapi sulih DHEAPenggunaan terapi sulih DHEA masih tergolong baru di dunia medis. Pada umumnya penelitian terapi sulih DHEA mempunyai jangka waktu pendek (≤ 2 tahun), menyebabkan efek jangka panjang terapi sulih DHEA sebagai anti penuaan tidak diketahui. Sampai saat ini belum didapatkan dosis terapi sulih DHEA yang akurat. Selain itu me-kanisme pasti mendasari efek terapi sulih DHEA sebagai anti penuaan masih belum diketahui.

SIMPULANSeiring bertambahnya usia, berba-gai fungsi tubuh manusia mengalami penurunan. Hal tersebut dicoba dice-

gah dengan berbagai metode mence-gah penuaan, contohnya terapi sulih hormon. Salah satu hormon yang telah banyak digunakan adalah dehidroe-piandrosteron (DHEA). DHEA sebe-narnya diproduksi secara alami oleh tubuh manusia, namun produksinya menurun seiring dengan bertambah-nya usia.

Penelitian telah dilakukan untuk men-cari manfaat terapi sulih DHEA seba-gai metode anti penuaan. Beberapa hasilnya kurang menggembirakan, antara lain bahwa DHEA tidak ber-pengaruh terhadap hormon insulin, tidak dapat meningkatkan massa dan kekuatan otot, dan tidak mempengar-uhi komposisi lemak tubuh. Namun, pada beberapa penelitian lain, DHEA terbukti dapat meningkatkan kadar testosteron dan estradiol serta men-ingkatkan bone mineral density (BMD) beberapa tulang tertentu dan mengu-rangi resorpsi tulang oleh osteoklas.

Di samping itu, penelitian-penelitian yang ada memiliki berbagai keter-batasan, antara lain tidak ada yang berjangka waktu lebih dari dua ta-hun; sehingga sulit mengetahui efek jangka panjang terapi sulih DHEA. Se-lain itu, belum ada dosis akurat serta penelitian efek samping. Yang cukup penting adalah belum diketahuinya mekanisme pasti yang mendasari efek anti penuaan terapi sulih DHEA. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut terutama dengan jangka waktu pene-litian yang cukup panjang (lebih dari dua tahun).

UCAPAN TERIMA KASIHKami berterima kasih kepada dr. Pop-py K. Sasmita, Sp.S, M.Kes, PA yang telah membimbing penulisan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Biro Pusat Statistik. Jumlah Penduduk menu-

rut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi,

dan Kabupaten/Kota, 2005 Number of Popu-

lation by Sex and Age Group [homepage

on the Internet]. c2008 [updated 2005; cited

2008 Jan 19]. Available from http://demografi .

bps.go.id/versi2/index.php?option=com_

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 267CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 267 4/26/2010 8:34:22 PM4/26/2010 8:34:22 PM

Page 22: Kanker 2010

268 | MEI - JUNI 2010

tabel&task=&Itemid=45&lang=en

2. Kamel NS, Gammack J, Cepeda O, Flaherty

JH. Antioxidants and hormones as antiaging

therapies: High hopes, disappointing results.

Cleve Clin J Med 2006;73(12):1049-58.

3. Leow MKS, Loh KC. Controversial endocrine

intervention for the aged. Singapore Med J

2006; 47(7):569-579.

4. Departemen Kesehatan. Menyongsong Lan-

jut Usia Tetap Sehat dan Berguna [homepage

on the Internet]. c2008 [updated 2007 Jun 28;

cited 2008 Jan 19]. Available from http://www.

depkes.go.id/index.php?option=news&task=

viewarticle&sid=2674

5. Buford TW, Willoughby DS. Impact of DHEA(S)

and cortisol on immune function in ag-

ing: a brief review. Appl Physiol Nutr Metab

2008;33:429-33.

6. Granner DK. The Diversity of the Endocrine

System. In: Murray RK, Granner DK, Mayes

PA, Rodwell VW (Eds). Harper’s Illustrated

Biochemistry 27th ed. Singapore: McGraw-Hill,

2006; p:448.

7. Maninger N, Wolkowitz OM, Reus VI, Epel

ES, Mellon SH. Neurobiological and neurop-

sychiatric effects of dehydroepiandrosterone

(DHEA) and DHEA sulfate (DHEAS). Front

Neuroendocrinol. [serial on the Internet]. (2009

,Jan), [cited January 11, 2009];30(1):65-91.

8. Synthesis of dehydroepiandrosterone

(DHEA), DHEA sulfate (DHEAS), and other

steroids. [image on the Internet]. c2000.

Available from: http://www.medscape.com/

viewarticle/406925_4.

9. Baulieu E. Dehydroepiandrosterone (DHEA): a

fountain of youth?. J Clin Endocrinology Me-

tab [serial on the Internet]. (1996, Sep), [cited

January 9, 2009]; 81(9): 3147-3151.

10. Auchus RJ, Rainey WE. Adrenarche: Physiol-

ogy, Biochemistry and Human Disease. Clin

Endocrinol [serial on the internet]. (2004,Mar),

[cited January 12,2009];60(3):288-296. Avail-

able from: http://www.medscape.com/

viewarticle/470730_1

11. Variation in circulating deydroepiandrosterone

sulphate (DHEA-S) concentrations throughout

human life. [image on the Internet]. c2004.

Available from: http://www.medscape.com/co

ntent/2004/00/47/07/470730/470730_fi g.html

12. Shealy C. A review of dehydroepiandrosterone

(DHEA). Integrative Physiological And Behav-

ioral Science: The Offi cial Journal Of The Pav-

lovian Society [serial on the Internet]. (1995,

Sep), [cited January 11, 2009]; 30(4): 308-313.

13. Buvat J. Androgen therapy with dehydroe-

piandrosterone. World J.Urol. [serial on the

Internet]. (2003, Nov 10), [cited January 11,

2009]; 21(5): 346-355.

14. Suzuki T, Suzuki N, Daynes R, Engleman E. De-

hydroepiandrosterone enhances IL2 produc-

tion and cytotoxic effector function of human

T cells. Clin. Immunol. and Immunopathol. [se-

rial on the Internet]. (1991, Nov), [cited January

11, 2009]; 61(2 Pt 1): 202-211.

15. Compagnone N, Mellon S. Dehydroepiandros-

terone: a potential signalling molecule for

neocortical organization during development.

Proc Natl Acad Sci USA [serial on the Internet].

(1998, Apr 14), [cited January 11, 2009]; 95(8):

4678-4683.

16. Flynn M, Weaver-Osterholtz D, Sharpe-Timms

K, Allen S, Krause G. Dehydroepiandrosterone

replacement in aging humans. J Clin Endo-

crinol. Metab [serial on the Internet]. (1999,

May), [cited January 10, 2009]; 84(5): 1527-

1533.

17. Caruso LB, Silliman RA. Geriatric Medicine

(Some Theories of Aging). In: Fauci AS, Braun-

wald E, Kasper DL et al, editors. Harrison’s

Principle of Internal Medicine 17th ed. New

York: McGraw-Hill, 2008; p.54, t.9-1.

18. McCance KL, Grey TC. Altered Cellular and

Tissue Biology. In: McCance KL, Huether SE,

eds. Pathophysiology: The Biologic Basic for

Disease in Adults and Children. 5th ed. St.

Louis: Mosby Inc, 2006; p.86.

19. Moriyama Y, Yasue H, Yoshimura M, Mizuno

Y, Nishiyama K, Tsunoda R, et al. The plasma

levels of dehydroepiandrosterone sulfate are

decreased in patients with chronic heart failure

in proportion to the severity. J Clin Endocrinol.

Metab [serial on the Internet]. (2000, May),

[cited January 11, 2009]; 85(5): 1834-1840.

20. Stahl F, Schnorr D, Pilz C, Dörner G. Dehy-

droepiandrosterone (DHEA) levels in patients

with prostatic cancer, heart diseases and un-

der surgery stress. Exp Clin Endocrinol [se-

rial on the internet]. (1992), [cited January

12,2009];99(2):68-70.

21. Buffi ngton C, Pourmotabbed G, Kitabchi A.

Case report: amelioration of insulin resistance

in diabetes with dehydroepiandrosterone.

AJMS [serial on the Internet]. (1993, Nov),

[cited January 11, 2009]; 306(5): 320-324.

22. Williams D, Boyden T, Pamenter R, Lohman T,

Going S. Relationship of body fat percentage

and fat distribution with dehydroepiandroster-

one sulfate in premenopausal females. J Clin

Endocrinol. Metab [serial on the Internet]. (1993,

July), [cited January 11, 2009]; 77(1): 80-85.

23. Bhatavdekar J, Patel D, Chikhlikar P, Mehta R,

Vora H, Karelia N, et al. Levels of circulating

peptide and steroid hormones in men with

lung cancer. Neoplasma [serial on the Inter-

net]. (1994), [cited January 11, 2009]; 41(2):

101-103.

24. Bhatavdekar J, Patel D, Shah N, Giri D, Vora

H, Karelia N, et al. Endocrine status in stage II

vs. advanced premenopausal and postmeno-

pausal breast cancer patients. Neoplasma [se-

rial on the Internet]. (1992), [cited January 11,

2009]; 39(1): 39-42.

25. Jacobson MA, Fusaro RE, Galmarini M, Lang

W. Decreased serum dehydroepiandrosterone

is associated with an increased progression

of human immunodefi ciency virus infection in

men with CD4 cell counts of 200-499. J Infect

Dis [serial on the internet]. (1991, Nov), [cited

January 12 , 2009];164(5):864-8.

26. Baulieu EE, Thomas G, Legrain, Lahlou N,

Roger M, Debuire B, et al. Dehydroepiandros-

terone (DHEA), DHEA sulfate, and aging: Con-

tribution of the DHEAge Study to a sociobio-

medical issue. Proc Natl Acad Sci U S A 2000;

97(8): 4279–84.

27. Villareal DT, Holloszy JO. Effect of DHEA on

abdominal fat and insulin action in elderly

women and men: a randomized controlled

trial. JAMA 2004; 292(18): 2243-8.

28. Nair KS, Rizza RA, O’Brien P, Dhatariya K, Short

KR, Nehra A, et al. DHEA in elderly women

and DHEA or testosterone in elderly men. N

Engl J Med 2006; 355(16): 1647-59.

29. Basu R, Dalla Man C, Campioni M, Basu A,

Nair KS, Jensen MD, et al. Two years of treat-

ment with dehydroepiandrosterone does not

improve insulin secretion, insulin action, or

postprandial glucose turnover in elderly men

or women. Diabetes 2007; 56(3): 753-66.

30. Percheron G, Hogrel JY, Denot-Ledunois S,

Fayet G, Forette F, Baulieu EE et al. Effect of

1-Year Oral Administration of Dehydroepi-

androsterone to 60- to 80-Year-Old Individuals

on Muscle Function and Cross-sectional Area.

Arch Intern Med. 2003; 163: 720-7.

31. Villareal DT, Holloszy JO. DHEA enhances

effects of weight training on muscle mass

and strength in elderly women and men.

Am J Physiol Endocrinol Metab 2006; 291(5):

E1003-8.

32. Jankowski CM, Gozansky WS, Schwartz RS,

Dahl DJ, Kittelson JM, Scott SM, et al. Effects

of dehydroepiandrosterone replacement ther-

apy on bone mineral density in older adults: a

randomized, controlled trial. J Clin Endocrinol

Metab 2006; 91(8): 2986-93.

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 268CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 268 4/26/2010 8:34:22 PM4/26/2010 8:34:22 PM

Page 23: Kanker 2010

269| MEI - JUNI 2010

LATAR BELAKANG

Endometriosis adalah kelainan di mana

jaringan endometrium dapat ditemu-

kan di luar kavum uteri. Endometrio-

sis diperkirakan merupakan kelainan

ginekologik yang terjadi pada sekitar

6-10% wanita. Kondisi endometriosis

dapat memicu masalah klinis serius

pada wanita karena dapat berhubun-

gan dengan kejadian nyeri panggul

kronik, dan infertilitas pada wanita usia

reproduksi.1

Sejak beberapa dekade terakhir te-

lah banyak penelitian dilakukan untuk

meningkatkan pemahaman menge-

nai penyebab penyakit ini. Salah satu

hipotesis yang sering digunakan untuk

menjelaskan terjadinya endometriosis

adalah teori patogenesis Sampson

(1929), yang dihubungkan dengan ke-

jadian menstruasi retrograd. Beberapa

teori lain juga telah diperkenalkan ter-

masuk teori metaplasia, teori penye-

baran limfogen atau hematogen serta

hasil temuan lain yang mencoba men-

ghubungkan kejadian endometriosis

dengan karakteristik jaringan endo-

metrium yang abnormal, faktor gene-

tik, perubahan lingkungan peritone-

um, penurunan fungsi imunitas, serta

peningkatan kemampuan angiogene-

sis.2 Dasar-dasar teori yang diajukan

tersebut sebenarnya ditujukan untuk

mencari penjelasan, mengapa jaring-

an endometrium memiliki tingkat

survival yang tinggi meski berada di

lingkungan di luar cavum uteri. Diper-

kirakan tingkat survival yang tinggi ini

disebabkan oleh karakteristik jaring-

an endometrium tersebut atau oleh

kondisi lingkungan sekitar yang san-

gat mendukung. Berbagai pemikiran

tersebut pada akhirnya memunculkan

dugaan adanya keterkaitan antara

mekanisme regenerasi jaringan endo-

metrium dengan tingkat kemampuan

survival jaringan endometrium di luar

cavum uteri.

Lapisan endometrium adalah salah

satu jaringan yang memiliki tingkat

regenerasi yang cukup baik. Hal ini

dibuktikan dengan selalu terbentuknya

lapisan endometrium baru pada siklus

haid berikutnya, meski sebelumnya

telah terjadi peluruhan lapisan endo-

metrium apabila tidak terjadi kehamil-

an. Lapisan endometrium yang luruh

pada saat haid berasal dari lapisan

fungsional. Oleh karena itu lapisan

basal cavum uteri diperkirakan memi-

liki fungsi yang cukup esensial untuk

proses regenerasi lapisan endome-

trium. Hal ini terbukti pada kasus Ash-

erman Syndrome, kerusakan lapisan

endometrium basal akibat tindakan

kuret berlebihan dapat mengakibat-

kan gangguan regenerasi jaringan en-

dometrium. Akibatnya pasien dapat

mengalami amenorea sekunder.

Akhir-akhir ini peran sel punca dalam

proses regenerasi jaringan pada um-

umnya telah banyak dibahas. Konsep

regenerasi sel endometrium yang di-

mediasi oleh sel punca endometrium

telah dipostulasikan sejak 35 tahun

yang lalu. Penulisan makalah ini ditu-

jukan untuk menelaah kemungkinan

adanya peran sel punca/ progenitor

endometrium dalam patogenesis en-

dometriosis.

Sel Punca

Sel punca adalah sel yang mampu

memperbaharui dirinya sendiri (self re-

newal) dan memiliki kemampuan dife-

rensiasi menjadi banyak tipe sel lain

di dalam tubuh. Sel punca berdasar-

kan asalnya dapat dibagi menjadi sel

punca embrionik, yang berarti be-

rasal dari jaringan embrionik dan sel

punca dewasa, yang berarti berasal

dari jaringan dewasa. Berdasarkan

kemampuan diferensiasi, sel punca

embrionik memiliki plastisitas lebih

tinggi dibandingkan dengan sel pun-

ca dewasa; berarti kemampuan dife-

rensiasi sel punca embrionik akan lebih

lebar dibandingkan dengan sel punca

dewasa.3,4 Kehadiran sel punca perlu

dibuktikan dengan teridentifi kasinya

fungsi sel punca, yaitu klonogenisitas,

kemampuan proliferasi, memperba-

harui dirinya sendiri (self-renewal) dan

diferensiasi.5 Klonogenisitas adalah

kemampuan sel tunggal untuk mengi-

nisiasi suatu koloni sel saat sel tung-

gal tersebut ditanamkan pada media

cloning densitas rendah atau melalui

dilusi terbatas. Cara ini digunakan un-

tuk melakukan karakterisasi sel punca

dewasa dan sel progenitornya serta

mencari petanda sel punca.6 Diferen-

siasi adalah perubahan fenotip sel aki-

bat aktivitas ekspresi gen. Sel punca

Peranan Sel Punca Endometrium dalam Patogenesis Endometriosis

Grace Valentine1, Kanadi Sumapraja2

1. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

2. Bagian Imunoendokrinologi Reproduksi, Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 269CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 269 4/28/2010 9:29:40 PM4/28/2010 9:29:40 PM

Page 24: Kanker 2010

271| MEI - JUNI 2010

TINJAUAN PUSTAKA

dewasa bersifat multipoten yang be-rarti sel punca dewasa hanya dapat berdiferensiasi menjadi komponen sel pada jaringan tempat sel punca dew-asa ini berada.7 Kemampuan pemba-ruan diri adalah kemampuan sel punca untuk memproduksi sel punca anak yang identik. Hal ini dapat dilakukan melalui pembelahan asimetris mau-pun pembelahan simetris. Pembelah-an asimetris artinya menghasilkan satu sel anak yang identik dan satu sel anak yang telah terdiferensiasi.5 Sementara itu pembelahan simetris akan meng-hasilkan 2 sel anak yang identik atau 2 sel progenitor transit amplifying (TA).

Sel progenitor atau tissue-specifi c stem cells hanya akan memiliki jalur diferensiasi tertentu saja dan hanya akan memiliki kemampuan pembaru-an diri yang terbatas. Sedangkan sel TA yang dihasilkan selanjutnya dari sel progenitor anak akan memiliki prop-erti yang terletak di antara sel punca dan sel yang telah berdiferensiasi; yaitu potensi proliferasi yang terbatas dan tidak mampu memperbarui diri. Selanjutnya sel TA akan melalui beber-apa tingkat pembelahan sel progresif sebagai bagian dari amplifi kasi selular dan kemudian mengalami diferensiasi terminal.8

yang sangat dinamis, karena menga-lami regenerasi secara siklik pada tiap siklus haid. Pada dasarnya secara rutin lapisan endometrium akan mengalami proses regenerasi, diferensiasi dan pe-luruhan pada masa reproduksi.10

Lapisan endometrium manusia da-pat dibagi menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan basalis (stratum basal) dan lapisan fungsional (stratum fungsional) (2/3 atas). Lapisan basalis tidak ikut luruh pada saat haid dan bertang-gung jawab dalam proses regenerasi lapisan fungsional pada siklus haid berikutnya. Proses proliferasi dan dife-

Niche sel punca adalah suatu lingkun-gan fi siologis yang spesifi k bagi sel punca (sel niche bersama dengan ma-triks ekstraselular) dan memiliki fungsi regulasi terhadap sel punca.8 Fungsi utama niche sel punca ini adalah untuk mendeteksi kebutuhan perbaikan dan penggantian jaringan, yang selanjut-nya akan mengeluarkan sinyal-sinyal terhadap sel punca setempat untuk mengadakan proliferasi dan diferen-siasi.9

Regenerasi lapisan endometriumLapisan endometrium merupakan salah satu jaringan di tubuh manusia

rensiasi lapisan fungsional dipicu oleh perubahan sekuensial hormon steroid selama siklus haid. Sebaliknya lapisan basalis hanya akan mengalami pro-liferasi minimal dan tidak sensitif ter-hadap perubahan hormonal selama siklus haid.

Adanya efek hormon steroid pada lapisan endometrium dibuktikan den-gan adanya ekspresi reseptor hormon steroid pada lapisan endometrium. Hormon estrogen berfungsi mengen-dalikan survival, viabilitas, dan efek mi-togenik melalui reseptor estrogen 1 (ESR1). Reseptor ESR1 merupakan re-septor estrogen yang cukup dominan ditemukan di lapisan endometrium. Sebaliknya reseptor estrogen 2 (ESR2) ternyata hanya sedikit diekspresikan di lapisan endometrium. Pengamatan selanjutnya menunjukkan bahwa ESR2 ternyata berfungsi memicu diferen-siasi sel epitel melalui mekanisme regulasi negatif terhadap respon yang terjadi melalui ESR1.11

Pada fase proliferasi di mana hormon estrogen cukup dominan, terda-pat aktivitas proliferasi endometrium yang cukup ekstensif sehingga ter-bentuklah lapisan fungsional. Namun saat mendekati ovulasi, tingkat pro-liferasi akan menurun secara gradual dan lapisan fungsional yang terbentuk akan mengalami diferensiasi di bawah pengaruh hormon progesteron yang merupakan hormon yang dominan pada fase sekresi. Pada fase sekresi, sel stroma akan mengalami reaksi

Gambar 1. Hirarki diferensiasi sel punca 7

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 271CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 271 4/26/2010 8:34:23 PM4/26/2010 8:34:23 PM

Page 25: Kanker 2010

272 | MEI - JUNI 2010

TINJAUAN PUSTAKA

desidualisasi untuk mengantisipasi ke-mungkinan datangnya embrio. Apabi-la tidak terjadi kehamilan, seiring de-ngan menurunnya kadar progesteron, maka lapisan endometrium yang telah mengalami diferensiasi tersebut akan mengalami apoptosis.12

Sel punca endometriumKonsep kemampuan regenerasi lapisan endometrium oleh sel punca yang terdapat pada lapisan basalis endometrium telah dipostulasikan sejak 35 tahun yang lalu.13,14 Meski de-mikian peran sel punca dalam proses regenerasi lapisan endometrium baru dapat dibuktikan beberapa tahun terakhir. Dalam suatu penelitian te-lah dibuktikan bahwa hasil kultur sel endometrium uterus ternyata mampu menghasilkan suatu koloni sel yang memiliki tingkat proliferasi tinggi. Ha-sil kultur tersebut diperkirakan meru-pakan suatu kelompok sel punca / sel progenitor. Hal ini membuktikan adanya stem cell niche pada lapisan endometrium.10Selanjutnya koloni sel hasil kultur tersebut ternyata terbukti pula memiliki kemampuan untuk ber-diferensiasi menjadi sel adiposit, sel otot polos, sel kondrosit dan sel os-teoblas. Kelompok sel-sel tersebut ternyata memiliki jumlah yang relatif sama sepanjang siklus haid. Temuan ini menunjukkan bahwa jumlah sel punca di endometrium tidak bergantung pada kadar hormon dalam siklus haid. Aktivitas kelompok sel tersebut dapat terlihat baik pada fase proliferasi mau-pun fase sekresi. Hal ini menunjukkan peranan sel punca yang penting pada proses regenerasi endometrium. Po-tensi proliferasi sel punca pada lapisan endometrium akan tetap dipertah-ankan meski tidak ada lagi pengaruh hormon pada siklus haid yang fi siolo-gis. Hal ini ditunjukkan dengan kem-balinya proliferasi endometrium pada wanita pasca menopause yang me-nerima terapi sulih hormon.15

Asal sel punca yang terdapat pada lapisan endometrium masih menjadi bahan pertanyaan. Penelitian Taylor HS menyimpulkan adanya kemungkinan bahwa sel punca endometrium berasal

dari migrasi sel punca sumsum tulang melalui aliran darah perifer.16 Namun penelitian yang lain juga menunjukkan mungkin sel punca tersebut memang berasal dari endometrium.10

Estrogen adalah hormon yang ber-peran cukup penting dalam proses proliferasi lapisan endometrium. Apakah hormon estrogen memiliki peran pada sel punca? Ekspresi resep-tor estrogen (Esr1) pada sel punca/ sel progenitor endometrium telah diteliti in vivo pada model tikus Label Retain-ing Cells (LRC). Ternyata Esr 1 hanya diekspresikan oleh sebagian kecil sel-sel epitel dan stroma lapisan endo-metrium. Hal ini menunjukkan bahwa peran estrogen dalam stimulasi prolif-erasi LRC epitel kemungkinan besar dilakukan melalui mekanisme tidak langsung, yaitu melalui sinyal parakrin yang dilepaskan oleh sel niche stroma subepitel yang mengandung Esr1.17,18 Pemikiran ini menunjukkan penting-nya peran sel niche stroma dalam mentransmisikan sinyal proliferasi ke-pada sel punca/ sel progenitor epitel. Faktor pertumbuhan yang diproduksi secara lokal diperkirakan berperan dalam regenerasi endometrium. Fak-tor pertumbuhan ini memediasi efek mitogenik estrogen dan efek difer-ensiasi progesteron melalui interaksi otokrin dan/ atau parakrin di antara sel epitel dan stroma.19 Belum diketahui bagaimana ekspresi reseptor estro-gen atau progesteron sel punca pada lapisan endometrium manusia.

Peranan sel punca/ progenitor endometrium dalam patogenesis endometriosisKejadian endometriosis diperkirakan berhubungan dengan kemampuan proliferasi endometrium yang ab-normal. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan proliferasi jaringan en-dometrium di luar kavum uteri yang berada di bawah pengaruh hormon siklus haid. Sel punca/ progenitor pada lapisan endometrium diper-kirakan memiliki peran dalam patofi si-ologi penyakit ini. Pemikiran tersebut didukung dengan adanya teori yang menyatakan bahwa bahwa fragmen

endometrium yang lepas pada saat menstruasi dan mengalami menstruasi retrograd selanjutnya dapat mencapai rongga peritoneum.2

Pada 6-10% wanita dengan endo-metriosis, mungkin terjadi pelepasan sel punca/ sel progenitor dari lapisan basal endometrium bersamaan den-gan fragmen endometrium yang be-rasal dari lapisan fungsional pada saat menstruasi. Selanjutnya sel-sel endometrium tersebut akan mencapai rongga peritoneum dan menempel pada lapisan peritoneum. Terdapat-nya sel punca pada lesi endometriosis di bawah pengaruh hormon siklus haid diperkirakan akan mendukung kesin-tasan lesi endometriosis tersebut. Lesi endometriosis yang didukung kehad-iran sel punca/ sel progenitor diper-kirakan dapat bertahan lama sedang-kan lesi yang hilang secara spontan mungkin berasal dari sel Transit Am-plifying (TA) yang matur.20

Penelitian terbaru juga menemukan bukti monoklonalitas pada tiap lesi endometriosis. Hasil temuan ini meng-indikasikan bahwa setiap fokus lesi en-dometriosis ternyata berasal dari satu sel progenitor.21 Temuan ini berarti mendukung konsep endometriosis berasal dari sel punca.

SIMPULANPenemuan sel punca/ progenitor en-dometrium melalui penelitian fung-sional beberapa tahun terakhir telah membuka jalan baru untuk menemu-kan patogenesis endometriosis yang terkait dengan peran sel punca. Peran sel punca/ progenitor dalam patogen-esis endometriosis diperkirakan dipicu oleh adanya suatu kejadian menstrua-si retrograd yang juga membawa sel punca pada lapisan basal ke dalam rongga abdomen. Untuk memahami peran sel punca endometrium dalam patogenesis endometriosis secara jelas masih membutuhkan penelitian dan telaah kritis lebih lanjut.

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 272CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 272 4/26/2010 8:34:23 PM4/26/2010 8:34:23 PM

Page 26: Kanker 2010

273| MEI - JUNI 2010

TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Giudice LC, Kao LC. Endometriosis. Lancet 2004; 364: 1789-99.

2. Sampson J. Peritoneal endometriosis due to menstrual dissemination of endometrial tissue into pelvic cavity. Am J Obstet Gynecol 1927; 14:422-425.

3. Bongso A, Richards M. History and perspective of stem cell research. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol 2004; 18: 827–842.

4. Shostak S . (Re)defi ning stem cells. Bioessays 2006; 28: 301–308.

5. Morrison SJ, Shah NM, Anderson DJ. Regulatory mechanisms in stem cell biology. Cell 1997; 88: 287–298.

6. Weissman IL. Stem cells: units of development, units of regeneration, and units in evolution. Cell 2000; 100: 157–168.

7. Pellegrini G, Golisano O, Paterna P, Lambiase A, Bonini S, Rama P, De Luca M . Location and clonal analysis of stem cells and their differentiated progeny in the

human ocular surface. J Cell Biol 1999; 145: 769–782.

8. Fuchs E, Segre JA. Stem cells: a new lease on life. Cell 2000; 100: 143–155.

9. Moore KA, Lemischka IR. Stem cells and their niches. Science 2006; 311: 1880–1885.

10. Chan RW, Schwab KE, Gargett CE. Clonogenicity of human endometrial epithelial and stromal cells. Biol Reprod 2004; 70: 1738–1750.

11. Cooke PS, Buchanan DL, Lubahn, DB, Cunha GR. Mechanism of estrogen action: lessons from the estrogen receptor-alpha knockout mouse. Biol. Reprod. 1998;

59: 470–475.

12. Brenner RM, Slayden OD, Rodgers WH., Critchley HO, Carroll R, Nie XJ, Mah K. Immunocytochemical assessment of mitotic activity with an antibody to phos-

phorylated histone H3 in the macaque and human endometrium. Hum. Reprod. 2003; 18: 1185–1193.

13. Prianishnikov VA. On the concept of stem cell and a model of functional–morphological structure of the endometrium. Contraception 1978; 18: 213–223

14. Padykula HA, Coles LG, McCracken JA, King NW Jr, Longcope C, Kaiserman-Abramof IR. A zonal pattern of cell proliferation and differentiation in the rhesus

endometrium during the estrogen surge. Biol Reprod 1984; 31: 1103–1118.

15. Schwab KE, Chan RW, Gargett CE. Putative stem cell activity of human endometrial epithelial and stromal cells during the menstrual cycle. Fertil Steril 2005; 84:

1124–1130.

16. Taylor HS. Endometrial cells derived from donor stem cells in bone marrow transplant recipients. JAMA 2004; 292: 81–85.

17. Cervello I., Martinez-Conejero JA, Horcajadas JA, Pellicer A, Simon C.Identifi cation,characterization and co-localization of label-retaining cell population in

mouse endometrium with typical undifferentiated markers. Hum. Reprod. 2007; 22: 45–51.

18. Cooke PS, Buchanan DL, Lubahn DB, Cunha GR. Mechanism of estrogen action: lessons from the estrogen receptor-alpha knockout mouse. Biol. Reprod. 1998;

59: 470–475.

19. Gargett CE, Schwab KE, Chan RW. Hormone and growth factor signaling in endometrial renewal: Role of stem/ progenitor cells. Mol. Cell. Endocrinol. 2008; 288:

22-29.

20. Gargett CE. Uterine stem cells: what is the evidence? Hum. Reprod. Update 2007; 13: 87–101.

21. Wu Y, Basir Z, Kajdacsy-Balla A, Strawn E, Macias V, Montgomery K, Guo SW. Resolution of clonal origins for endometriotic lesions using laser capture microdis-

section and the human androgen receptor (HUMARA) assay. Fertil. Steril 2003; 79 (suppl. 1): 710–717.

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 273CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 273 4/26/2010 8:34:24 PM4/26/2010 8:34:24 PM

Page 27: Kanker 2010

274 | MEI - JUNI 2010

HASIL PENELITIAN

PENDAHULUANDi Indonesia, insidens penyakit kanker diperkirakan 100 orang per 100.000 penduduk(1). Saat ini penyakit kanker telah digolongkan dalam penyebab kematian utama pada usia produk-tif. Proporsi kematian akibat penyakit kanker telah meningkat dari 4.8% pada tahun 1992(2) menjadi 10.6% pada ta-hun 1995(3). Untuk itu perlu dilakukan usaha-uasaha pencegahan terhadap penyakit tersebut.

Telah diketahui bahawa beberapa vita-min berpotensi sebagai penghambat terjadinya tumor/kanker. Salah satu di antaranya adalah vitamin A yang juga bersifat anti oksidan(4). Vitamin ini da-pat dijumpai dalam sayuran hijau, di-kenal sebagai betakaroten, misalnya daun singkong (ketela pohon) meng-andung 3300 μgram/100 gram (5). Satu molekul beta karoten akan menjadi dua molekul vitamin A di dalam tubuh (6).

Tujan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat ekstrak daun singkong terhadap pertumbu-han kanker pada tikus percoaan yang diinduksi nitrosamin.

METODA DAN CARA KERJARancangan PenelitianPenelitian ini dirancang mengguna-kan Rancangan Acak Lengkap Vari-able Independen adalah Ekstrak Daun Singkong (EDS) terdiri dari dosis per-lakuan

Kel 1: Kelompok tikus diberi maka-nan baku (MB)

Kel 2: Kelompok tikus diberi MB + DMN (Dimethyl Nitrosamine)

Kel 3: Kelompok tikus diberi MB + DMN + Beta karoten standard 600 mg/kgbb.

Kel 4: Kelompok tikus diberi MB + DMN + EDS 200 mg/kgbb.

Kel 5: Kelompok tikus diberi MB + DMN + EDS 400 mg/kgbb.

Kel 6: Kelompok tikus diberi MB + DMN + EDS 600 mg/kgbb.

Kel 7: Kelompok tikus diberi MB + DMN + EDS 800 mg/kgbb.

Kel 8: Kelompok tikus diberi MB + DMN + EDS 1000 mg/kgbb.

Variabel dependen terdiri dari: Be-rat badan, kadar bilirubin total, kadar SGPT kadar SGOT dan kadar kreati-nin serum.

Jumlah sampel :Ditentukan menurut rumus Federer: T (n-1) ≥ 15T = Jumlah perlakuann = Jumlah ulangan Dalam penelitian ini digunakan ulan-gan 5 ekor tiap dosis perlakuan. Jadi banyaknya tikus yang digunakan ada-lah 8 x 5 ekor = 40 ekor.

Ekstraksi Daun SingkongMetoda ekstraksi daun singkong ada-lah metoda maserasi. Daun singkong (tidak dikeringkan) dilumatkan hingga halus kemudian direndam dengan larutan petroleum ether + aseton (5:1). Perbandingannya 1 bagian daun sing-kong dan 3 bagian larutan petroleum ether + eseton . Perendaman selama 24 jam, sewaktu-waktu diaduk. Set-elah itu disaring; fi ltrat dimasukkan ke botol penampung sedangkan ampas direndam lagi seperti di atas. Filtrat selanjutnya dimasukkan ke kolom kro-matografi yang telah diisi dengan cam-puran alumina dan Na –Sulfat Anhidrat (1:1). Setetah fi ltrat di atas permukaan kolom tepat habis, tambahkan petro-leum ether di atas permukaan kolom tersebut. Cairan yang keluar dari ko-lom ditampung dan dimasukkan ke

Pengaruh Ekstrak Daun Singkong (Manihot uttilisima) terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih yang

Diinduksi Karsinogen Nitrosamin

Cornelis Adimunca, Olwin Nainggolan Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi,

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI

ABSTRAKPenelitian ekstrak daun singkong terhadap tikus putih bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak tersebut gang-guan fungsi hati dan ginjal pada tikus coba. Gangguan fungsi ditinjau dari parameter bilirubin, SGOT, SGPT yang merupakan fungsi hati serta kreatinin untuk fungsi ginjal. Hasil menunjukkan bahwa berat badan tikus coba yang diberi perlakuan dimetilnitrosamin, kemudian diberi ekstrak daun singkong dengan dosis 200, 400, 600, 800 dan 1000 mg/kgbb. tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p>0.05). Kadar bilirubin, SGOT dan SGPT di kelompok dosis 800 dan 1000 mg/kgbb. tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (p>0.05) sedangkan kadar kreatinin kelompok dosis 200, 400, 600, 800 dan 1000 mg/kgbb. tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p>0.05). Disimpulkan bahwa perlakuan dosis 800 dan 1000 mg/kgbb. ekstrak daun singkong menunjukkan ke-mampuan menghambat kerusakan sel hati.

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 274CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 274 4/26/2010 8:34:24 PM4/26/2010 8:34:24 PM

Page 28: Kanker 2010

276 | MEI - JUNI 2010

untuk memisahkan ekstrak dari pelarut petroleum ether. Selanjutnya disem-protkan gas N2 sehingga ekstrak be-bas dari sisa-sisa petroleum ether.

Perlakuan Tikus PercobaanSebanyak 40 ekor tikus jantan umur 3 bulan, rata-rata beratnya badan 97,65±12,78 gram, dibagi dalam 6 kelompok (sesuai dosis perlakuan) sehingga di setiap kelompok terda-pat 5 ekor tikus percobaan. Dimethyl Nitrosamin (DMN), beta karoten dan ekstrak daun singkong diberikan se-cara oral (dicekok) setiap hari. Lama pemberian bahan-bahan tersebut 12 minggu. Setelah 12 minggu dilakukan pengukuran variabel dependen.

Pengolahan DataJika data berdistribusi normal dan bervarian homogen maka dilaku-kan uji anova 1 arah dan dilanjutkan dengan uji berganda BNT. Jika data tidak normal dan atau tidak homogen maka data tersebut ditransformasi √x, atau √x + 0,5 (bila data terkecil, < 10). Jika data transformasi ternyata ber-distribusi normal dan varian homogen dilakukan uji anova 1 arah seperti di atas. Namun jika data transformasi tidak berdistrubusi normal dan atau ti-dak bervarian homogen, dilakukan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji berganda Daniel (7)

HASILData parameter berat badan, biliru-

bin, SGPT, SGOT dan kreatinin berdis-tribusi normal dan homogen. Uji ano-va terhadap parameter berat badan pada semua kelompok perlakuan ti-dak menunjukkan pengaruh bermakna (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan belum mempengaruhi be-rat badan secara bermakna; namun berat badan pada kelompok yang tidak diberi ekstrak daun singkong (kel 2) paling rendah yaitu 115,5±10,5 gram. Berat badan kelompok yang di-beri ekstrak daun singkong 1000 mg/kgbb. 156,5±15,7 gram dan kelompok betakaroten (kel 3) 162,5±13,0 gram. Grafi k berat badan pada tiap ke-lompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 1.

Uji anova terhadap parameter bilirubin menunjukkan pemberian ekstrak daun singkong mempengaruhi konsentrasi bilirubin serum (P<0.05). Pemberian ekstrak daun singkong (EDS) mulai dari 800, 1000 mg/kgbb. tidak meng-hasilkan perbedaan dengan kelompok kontrol (Kel 1) yang hanya diberi ma-kanan baku; juga bila dibandingkan terhadap kelompok yang diberi beta karoten (Kel 3). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian ekstrak daun singkong dosis 800 dan 1000 mg/kgbb. dapat menekan pen-ingkatan konsentrasi bilirubin yang merupakan efek negatif Di methyl Ni-trosamine (DMN). (gambar 2).

Uji anova terhadap parameter SGPT

menunjukkan bahwa ekstrak daun singkong (EDS) mempengaruhi kon-sentrasi SGPT (P<0.05). Pemberian ekstrak daun singkong (EDS) mulai dari 800, 1000 mg/kgbb. tidak meng-hasilkan perbedaan dengan kelompok kontrol (Kel 1) yang hanya diberi maka-nan baku dan yang diberi beta karoten (Kel 3). Sehingga ekstrak daun sing-kong (EDS) dosis 800 dan 1000 mg/kg BB juga mempunyai daya hambat ter-hadap peningkatan konsentrasi SGPT sebagai efek negatif Dimethyl Nitro-samine (DMN).

Uji anova terhadap parameter SGOT menunjukkan bahwa ekstrak daun sin-gkong (EDS) memberikan pengaruh terhadap konsentrasi SGOT (P<0.05). Pemberian ekstrak daun singkong (EDS) mulai dari 800, 1000 mg/kgbb. tidak menghasilkan perbedaan den-gan kelompok kontrol (Kel 1) yang hanya diberi makanan baku dan yang diberi beta karoten (Kel 3). Dosis ekstrak daun singkong (EDS) 800 dan 1000 mg/kg BB menunjukkan konsen-trasi SGOT yang paling rendah yaitu 59,16±3,08 μ/L dan 61,68±35,53 μ/L.

Uji anova terhadap parameter kreati-nin menunjukkan bahwa ekstrak daun singkong (EDS) tidak memberikan pengaruh bermakna (P>0.05). Kadar kreatinin paling rendah dijumpai di kelompok betakaroten (kel 3) yaitu 0,43±0,12 mg/dl disusul kelompok esktrak daun singkong (EDS) 800 mg/kgbb. sebesar 0,47±0,05 mg/dl.

Tabel 1. Hasil pengamatan berat badan, bilirubin, SGPT, SGOT dan kreatinin.

KELOMPOK PERLAKUAN Berat Badan (gram) Bilirubin (mg/dl) SGPT (µ/L) SGOT (µ/L) Kreatinin (mg/dl)

MB (Kel 1) 133.5±17.3 a 0.48±0.05 b 25.50±3.85 e 53.50±5.75 h 0.45±0.07 jMB + DMN (Kel 2) 115.5±10.5 a 1.17±0.11 c 76.43±6.45 f 122.32±5.69 i 0.53±0.10 jMB + DMN + β-car

std 600 mg/kg BB (Kel 3)

162.5±13.0 a 0.57±0.10 b 32.80±2.15 e 57.03±6.76 h 0.43±0.12 j

MB + DMN + EDS

200 mg/kg BB (Kel 4)

137.0±13.2 a 1.02±0.05 c 71.66±4.38 f 103.05±3.59 h 0.49±0.05 j

MB + DMN + EDS

400 mg/kg BB (Kel 5)

144.5±12.5 a 0.97±0.09 cd 69.35±5.25 f 82.32±5.50 i 0.50±0.10 j

MB + DMN + EDS

600 mg/kg BB (kel 6)

144.5±17.5 a 0.87±0.07 d 56.05±3.01 fg 78.85±4.45 i 0.51±0.09 j

MB + DMN + EDS

800 mg/kg BB (kel 7)

133.5±17.3 a 0.55±0.06 b 48.18±7.23 eg 59.16±3.08 h 0.47±0.05 j

MB + DMN + EDS

1000 mg/kg BB (Kel 8)

156.5±15.7 a 0.52±0.09 b 49.25±4.50 eg 61.68±5.53 h 0.49±0.08 j

Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p>0.05)

HASIL PENELITIAN

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 276CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 276 4/26/2010 8:34:25 PM4/26/2010 8:34:25 PM

Page 29: Kanker 2010

277| MEI - JUNI 2010

PEMBAHASANSenyawa nitrosamin terbentuk sebagai hasil reaksi nitrosasi antara nitrat/nitrit dan senyawa amin pada daging dan ikan (8). Pada tikus yang diberi dime-thyl nitrosamin dalam makanannya (50 mg/kgbb.), setelah 16 minggu hati ti-kus mengalami nekrosis dan setelah 40 minggu terdapat tumor hati (9). Salah satu faktor penghambat terbentuknya senyawa nitrosamin adalah vitamin A,C,E dan K (10). Pada penelitian ini terlihat bahwa ekstrak daun singkong yang diduga kuat mengandung se-nyawa karotenoid mampu mengham-bat kerusakan sel hati. Kadar bilirubin, GPT dan GOT serum pada kelompok 800 dan 1000 mg/kgbb. tidak berbeda bermakna (P>0.05) dibandingkan den-gan kelompok makanan baku (MB) dan kelompok beta karoten (MB + DMN + beta karoten). Beta karoten di-ubah menjadi vitamin A di usus; salah

DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan S. Masalah kanker di Indonesia,

dalam Kumpulan Naskah Seminar Nasional

Manajemen Kanker. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, Jakarta, 7-10 No-

vember 1988,.

2. Budiarso RL. Laporan sementara Survei Kese-

hatan Rumah Tangga 1992 pola kematian. Da-

lam S. Sumantri, Gotama IBI, Prapti IY. Loka-

karya Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

1992, Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan RI , hal 38

3. Sumantri S, Budiarso RL, Suhardi, Sarimawal,

Bachroen C, Survei Kesehatan Rumah Tangga

1995. Badan Penelitan dan Pengembangan

Kesehatan RI , 1997, hal 109

4. Goldstein M. Biokimia suatu pendekatan fung-

sional, Airlangga University Press, Surabaya,

1996. hal 944

5. Oey KN. Daftar analisis bahan makanan, Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas In-

donesia, Jakarta, 1992. hal 25

6. Muliawan M. Ikhtisar ringkasan vitamin dan

hormon terpenting, Penerbit Djambatan , Ja-

karta, 1983,hal 5.

7. Daniel WW. Statistik non parametrik terapan.

Penerbit Gramedia Jakarta, 1989, hal 272 -

280

8. Muchtadi D. Nitrosamin dalam hubungan

dengan penggunaan nitrit sebagai bahan

pengawet makanan, diajukan kepada seminar

bahan tambahan kimiawi , Jakarta.

9. Symington T, Carter RL. Scientifi c Foundations

of Oncology, W.Heinemann Medical Books

Ltd, London 1976. p 292.

10. Tannenbaun SR, Wisanok JS. Inhibition of nit-

rosamin formation by ascorbic acid, Ann Nat.

Acad Sci, 1987.

11. Bratawidjaja KG. Imunologi dasar, Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, hal 1. 1988.

12. Moriguchi, Warner SL, Watson RR, High di-

etary vitamin A (Retinyl Palmitate) and cellular

immune functions in mice. Immunology 1985;

56: 169-176

satu peranannya adalah pertahanan seluler yang meliputi sel fagosit, dan sel NK yang menghancurkan virus, sel neoplasma atau sel tumor (11). Vi-tamin A selain meningkatkan aktivitas fagositik juga meningkatkan aktivitas tumorisidal makrofag (12)

SIMPULANBerat badan kelompok tikus yang tidak diberi dibandingkan dengan yang diberi ekstrak daun singkong tidak berbeda bermakna (P>0.05).

Hal yang sama pada kadar kreatinin, sehingga dapat dikatakan bahwa or-gan ginjal masih aman.

Ekstrak daun singkong dosis 800 dan 1000 mg/kg BB menunjukkan kemam-puan menghambat kerusakan sel hati akibat Dimethyl Nitrosamine.

Gambar 1. Pengaruh ekstrak daun singkong terhadap berat badan (BB), kadar SGPT dan SGOT tikus putih

yang diinduksi karsinogen nitrosamin

Gambar 2. Pengaruh ekstrak daun singkong terhadap kadar bilirubin, dan kreatinin tikus putih yang diin-

duksi karsinogen nitrosamin.

Kel 1

Kel 1

350

300

250

200

150

100

50

1.8

1.6

1.4

1.2

1

0.8

0.6

0.4

0.2

0

0

Kel 2

Kel 2

Kel 3

Kel 3

Kel 4

Kel 4

Kel 5

Kel 5

Kel 6

Kel 6

Kel 7

Kel 7

Kel 8

Kel 8

SGOT

Kreatinin

SGPT

Bilirubin

BB

HASIL PENELITIAN

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 277CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 277 4/26/2010 8:34:25 PM4/26/2010 8:34:25 PM

Page 30: Kanker 2010

278 | MEI - JUNI 2010

PENDAHULUANMasyarakat telah lama menggunakan obat - obat tradisional untuk berba-gai penyakit, tetapi khasiatnya belum diketahui pasti sehingga perlu diteliti lebih lanjut.

Meniran (Phyllanthus niruri Linn) digu-nakan untuk penyakit hati; sehubungan dengan hal tersebut dilakukan peneli-tian apakah rebusan meniran dapat digunakan sebagai anti hepatotoksik melalui kemampuannya mempercepat regenerasi sel hati mencit yang rusak akibat karbon tetrakhlorida.

Hasil penelitian diharapkan sebagai tambahan data dan informasi bagi pe-nelitian selanjutnya, terutama berke-naan dengan upaya penyembuhan penyakit hati.

METODOLOGIHewan percobaan: mencit sejumlah 63 ekor dibagi menjadi 3 kelompok.

Bahan: Simplisia meniran (Phyllanthus niruri Linn). Karbontetrakhlorida dalam minyak jagung kadar 20% b/v.

Cara kerja: Pengenceran karbon tetrakhlorid: Campuran 2 ml karbontetrakhlorida (CCl4) dengan 8 ml minyak jagung diaduk homogen dengan magnetic stirrer.

Pembuatan rebusan meniran 20% b/v dan 40% b/v:Meniran dicuci bersih dan dikeringkan di sinar matahari sampai kering dan rapuh, kemudian dimasukkan ke da-lam oven dengan suhu 40°C selama 2 hari, lalu dihaluskan dengan Alpin Mill. Diambil 10 gram simplisia yang dip-eroleh, tambahkan 100 ml air suling, panaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu men-capai 90°C, sambil sekali-kali diaduk. Saring selagi masih panas memakai kain fl anel, tambahkan air panas secu-kupnya hingga diperoleh volume 100 ml. Selanjutnya fi ltrat yang diperoleh dipekatkan sehingga diperoleh kadar 20% b/v dan 40% b/v.

Pembuatan preparat dengan me-tode parafi n :Fiksasi: preparat dimasukkan dalam

larutan formalin 10%.

Dehidrasi: masukkan ke dalam etanol 70%, 80%, 90% dan 100% masing-mas-ing selama 45 menit.

Penjernihan: Xilen absolut selama 45 menit.Impregnasi: wax dioven 50-60 selama 30 menit 3x.Blok Parafi n: dibenamkan dalam parafi n cair dan simpan di tempat din-gin.Penyayatan: dengan mikrotom kete-balan 4-6 mikron, lalu tempatkan saya-tan pada suhu 40°C di atas penangas air.Penempelan: dengan perekat albumin dan gliserin (1:1).

Pewarnaan Haematoksilin EosinDilarutkan wax: dengan xilen absolut selama 5 menit; dilakukan 3 kali.Dehidrasi: Alkohol absolut selama 5 menit 3 x.Melarutkan alkohol: dengan air suling selama 1-2 menit dilakukan 3 kali.Pewarnaan: rendam selama 5-10 me-nit haematoksilin.

Pengaruh Pemberian Meniranpada Hati Mencit yang Diberi CCl4

Siti Sundari YuwonoLaboratorium Hewan Percobaan, Pusat Penelitian Pemberantasan Penyakit

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAKMeniran (Phyllanthus niruri Linn) sudah lazim dikenal dan digunakan untuk melancarkan sekresi urine. Tetapi penelitian efek farmakologinya terutama untuk khasiat antihepatotoksiknya belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data tambahan terhadap informasi tersebut.

Percobaan menggunakan 63 ekor mencit dibagi dalam 3 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 21 ekor. Semua mencit diberi karbon tetrakhlorida dengan dosis 1 ml/kg bb. oral, untuk menginduksi keadaan hepatotoksik. Kelompok 1 kel-ompok kontrol hanya mendapat perlakuan karbon tetrakhlorida. Setelah 24 jam pemberian karbon tetrakhlorida mencit kelompok II diberi rebusan meniran kadar 20% b/v oral dengan dosis 40 ml/kg bb./hari selama 7 hari, kelompok III diberi rebusan meniran kadar 40% b/v oral dengan dosis 40 ml/kg bb/hari selama 7 hari.

Hasil percobaan menunjukkan rebusan meniran kadar 40% b/v dengan dosis 40 ml/kg bb/hari memiliki efek anti hepa-totoksik yang bermakna.

HASIL PENELITIAN

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 278CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 278 4/26/2010 8:34:25 PM4/26/2010 8:34:25 PM

Page 31: Kanker 2010

279| MEI - JUNI 2010

Pencucian: dengan air mengalir se-lama 30 menit.Perendam: dalam air suling selama beberapa menit.Pewarnaan: rendam kaca obyek se-lama 30-60 menit dalam eosin.Dehidrasi: alkohol 100%, 90%, 80% dan 70% sesaat.Penjernihan: Xilen panas 3 x

Oleskan 1-2 tetes kanada balsem te-pat di atas preparat lalu tutup dengan kaca penutup, keringkan pada suhu kamar kemudian diperiksa dengan mikroskop.

PERCOBAANSejumlah 63 ekor mencit dibagi da-lam 3 kelompok, tiap kelompok 21 ekor. Semua mencit diberi karbon tet-rakhlorida dengan dosis 1 ml/kg bb. oral, untuk menginduksi keadaan he-patotoksik.

Kelompok 1 kelompok kontrol hanya mendapat perlakuan karbon tetra-khlorida. Setelah 24 jam pemberian karbon tetrakhlorida mencit kelompok II diberi rebusan meniran kadar 20% b/v oral dengan dosis 40 ml/kg bb./hari selama 7 hari, kelompok III diberi rebusan meniran kadar 40% b/v oral dengan dosis 40 ml/kg bb/hari selama 7 hari.

HASILDari foto mikroskopis sel hati men-cit kelompok 1 setelah pemberian CC14 dosis 1 ml/kg.bb terlihat sel hati mengalami penimbunan lemak mulai hari ke 2 sampai ke-7 setelah pem-berian CC14 (Gb.1-6) penimbunan le-mak berkurang mulai hari ke-5 sampai ke-8 setelah pemberian CC14 (Gb.4-7). Terdapat pula sel nekrosis (Gb.1-6) di sekitar vena sentralis menempati zona sentrilobuler.

Sel nekrosis tampak berwarna lebih kemerahan dan batas antar sel tidak jelas. Inti terlihat banyak lisis dan piknotis (inti sel mengecil dan kehita-man) sitoplasma bersifat lebih basa akibat kekurangan protein. Pada hari ke-8 sel mulai normal kembali dan ba-tas antar sel jelas (Gb.4-7) Pembend-

ungan terjadi karena mencit dibunuh dengan cara memutus sumsum bela-kang, sehingga aliran darah terputus secara tiba-tiba. Pembendungan ter-banyak terlihat pada gambar 3, 7, 10, 11, 15, 16, 20.

Adanya penimbunan lemak dapat dilihat di sitoplasma sel hati, lemak sitoplasma terlihat sebagai butiran lemak (rongga bulat jernih) cukup be-sar dan tidak berwarna. Daerah yang mulai terkena toksin adalah daerah periporta (daerah yang lebih dahulu dialiri darah dibandingkan oleh den-gan yang di tengah lobulus), sehingga penimbunan lemak akan mengikuti sirkulasi darah, bila darah sampai ke vena sentral biasanya sudah kehabisan oksigen dan zat-zat makanan, maka di daerah sentriboluber sel-selnya akan mati, sehingga terbentuk daerah nek-rosis sentriboluber.

Mekanisme terbentuknya sel nekro-sis dan yang mengalami penimbu-nan lemak setelah pemberian CC14 berkaitan erat dengan fungsi hati. CC14 (Gambar 22) membentuk suatu gugus radikal bebas yang mempen-garuhi lipid membran retikulum en-doplasma sehingga menyebabkan perubahan morfologi dari membran retikulum endoplasma. Enzim-enzim retikulum endoplasma akan kehilan-gan aktivitas katalitiknya. Tidak dapat mensintesis protein dan selanjutnya konjugazi lipid dengan protein (lipo-protein) tidak dapat dikeluarkan dari hati ke dalam darah.

Mekanisme terjadinya penimbunan lemak (degenerasi lemak). CC14 akan mengganggu sintesis lipoprotein hati karena interaksi antara metabolit CC14 berupa radikal bebas dan elemen lipidal retikulum endoplasma sebagai tempat sintesis protein. Akibatnya ter-jadi perubahan morfologi retikulum endoplasma, sehingga aktivitas enzim yang bertanggung jawab terhadap biotransformasi obat berkurang atau bahkan hilang. Mekanisme nekrosis dapat dilihat pada gambar 23, nek-rosis akibat interaksi antara radikal bebas hasil biotransformasi CC14 dan

asam lemak tidak jenuh penyusun membran sel membentuk peroksida organik yang tidak stabil. Peroksida ini selanjutnya akan mudah pecah men-jadi radikal bebas baru yang dapat memecah penyusunan membran sel selanjutnya.

Foto mikroskopis sel hati mencit kel-ompok II setelah pemberian rebusan meniran kadar 20% b/v dosis 40 ml/kg BB/hari, memperlihatkan sel hati mengalami penimbunan lemak mulai hari pertama sampai ke enam setelah pemberian rebusan meniran (Gambar 8-13), tetapi penimbunan lemak makin berkurang pada hari ke empat sampai ke tujuh setelah pemberian rebusan meniran. Terdapat pula sel nekrosis di sekitar vena sentral yang menempati zona sentrilobuler sampai hari ke lima setelah pemberian rebusan meniran (Gambar 8-12). Sel hati mulai normal, batas antara sel jelas pada hari ke lima sampai ke tujuh setelah pemberian re-busan meniran (Gambar 12-14).

Pada mencit kelompok III setelah pem-berian rebusan meniran kadar 40% b/v dosis 40 ml/kgbb./hari, terlihat sel hati mengalami sedikit penimbunan lemak pada hari pertama dan ke tiga setelah pemberian rebusan meniran (Gambar 15, 17). Luasnya nekrosis lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok II (Gambar 9, 10). Sel hati normal kembali dan batas antar sel jelas pada hari ke lima dan ke tujuh setelah pem-berian rebusan meniran (Gambar 11, 12).

Lama dan luasnya sel yang menga-lami penimbunan lemak dan nekrosis antara kelompok I yang diberi CC14 berbeda dengan kelompok II dan III yang diberi rebusan meniran kadar 20% b/v dan 40% b/v.

Diduga meniran dapat mencegah ter-jadinya peroksida asam lemak tidak jenuh penyusun membran sel. Padahal efek hepatotoksik CC14 dengan cara oksidasi asam lemak tidak jenuh peny-usun membran sel. Dengan demikian meniran mungkin dapat mencegah efek hepatotoksik CC14.

HASIL PENELITIAN

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 279CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 279 4/26/2010 8:34:25 PM4/26/2010 8:34:25 PM

Page 32: Kanker 2010

281| MEI - JUNI 2010

SIMPULANRebusan meniran kadar 40% b/v dengan dosis 40 ml/kgbb./hari, da-pat mempercepat regenerasi sel hati mencit yang rusak (hepatotoksik) aki-bat CC14 dosis 1 ml/kgbb.

SARANUntuk memperjelas efek antihepato-toksik meniran, perlu penelitian lebih lanjut dengan dosis lebih bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Materia Medika Indonesia, jilid II, 1976; 77-82

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pemanfaatan Tanaman Obat, 1980; 16 dan 68.

3. Disbrey BDJH. Rack. Histological Laboratory

Methods, ES Livingstone, Edinburgh and Lon-

don, 1970; 15-43, 93-106.

4. Gupta DR, Bahar A. Nirurin a New Prenylated

Flavanone Glycoside from Phyllanthus niruri, J.

Nat. Prod. 1984; 47 (6): 958-63.

5. Hapsiati. Kemampuan Regenerasi Sel Hati

Mencit dengan Pemberian Karbon Tetrak-

lorida. Tugas Sarjana Biologi, Jurusan Biologi,

Fakultas MIPA, IPB. 1990; 33-52.

6. Heyne K. Tumbuhan Berguna Indonesia. Ter-

jemahan Badan Litbang Kehutanan. Pener-

bit Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta 1987;

1138-40.

7. Jawahir. Isolasi dan Analisa Phyllanthin dan

Hypophyllanthin dari Phyllanthus niruri. Tugas

Sarjana Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,

UNPAD. 1987; 1-5, 10-12.

8. Ressang AA. Patologi chusus Veteriner. Pener-

bit Departemen Urusan Research Nasional Re-

publik Indonesia, Bogor. 1963; 59-91.

9. Satyanarayana P et al. New Seco and Hydroxy-

lignans from Phyllanthus niruri, J. Nat. Prod. 51

(1), 1998; 44-9.

10. Sidik. Tumbuhan yang Berkhasiat sebagai He-

patoprotektor. Simposium dan Diskusi Panel

Hepatitis: Penanggulangan serta Pemanfaatan

Tumbuhan Obat sebagai Hepatoprotektor. Ju-

rusan Farmasi, FMIPA, UNPAD 1988; 1-12.

11. Syamansundar KV et al. Antihepatotoxic Prin-

ciples of Phyllanthus niruri Herbs. J. Ethnop-

harmacol 1985; 14: 41-4.

12. Wahjoedi B. Data Toksisitas Akut Tanaman

Obat Indonesia. Medika 1987; 13 (10): 1004-7.

GB. 1-4 GB.5-8

GB.9-12 GB. 13-16

GB. 17-20

GB. 21

HASIL PENELITIAN

CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 281CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 281 4/26/2010 8:34:25 PM4/26/2010 8:34:25 PM

Page 33: Kanker 2010

282 | MEI - JUNI 2010

PENDAHULUAN

Analisis DNA merupakan penemuan

mutakhir bagi ilmu kedokteran foren-

sik, uji keayahan dan hubungan sau-

dara (sibling test) 6,7,8. DNA (deoxyri-

bonucleic acid) ditemukan di semua

sel tubuh. Pada saat pembuahan/

conception, masing-masing setengah

jumlah DNA ayah dan ibu bertemu

dan membentuk fertilized egg, yang

disebut zygote. Zygote mengandung

satu set lengkap molekul DNA, kombi-

nasi khas DNA dari kedua orang tuan-

ya. Zygote ini kemudian berkembang/

multiply menjadi embrio yang akan

menjadi bayi – anak - dewasa.

Setiap sel pembentuk tubuh men-gandung DNA yang sama, yakni separuh berasal dari ayah dan sep-aruh dari ibu. Ini merupakan dasar Uji keayahan/ paternity-testing. Sampel dapat diambil dari darah, apus mukosa mulut(buccal swab), akar rambut,janin (sel-sel janin da-lam cairan amnion) atau dari setiap sel bagian tubuh; juga bisa dari sperma pada kasus pemerkosaan.

Ada dua cara untuk menghitung ke-mungkinan keayahan/probability of paternity 8. 1. Nonexclusion probability method

2. Paternity Index method

Bila ibu seorang anak menuduh seorang laki-laki (L) tertentu se-bagai ayah biologis (PF) anaknya (A), maka tujuan tes uji keaya-han/ paternity test pada trio ibu (I), anak(A) , dan pria tersangka/putative father (PF) adalah men-guji kebenaran tuduhan tersebut.

Cara nonexclusion adalah mem-buktikan bahwa PF = L. Bila ha-sil tes tidak sesuai dengan hu-kum Mendel/ Mendelian laws of heredity, maka tuduhan tersebut adalah palsu. Bila hasil tes adalah inconclusive, maka PF mungkin atau tidak mungkin L; disimpulkan bahwa PF tidak dapat disingkirkan sebagai ayah biologis anak terse-but (nonexcluded from paternity) Setiap lokus genetik mempunyai kapasitas tertentu, tergantung dari polimorfi sme lokus.

PATERNITY INDEX (PI) DAN INCLU-

SION PROBABILITY.

Misal pada kasus L= ayah yang tidak diketahui, PF = ayah yang dituduh (diketahui). Bila genotip L=AA, maka kesimpulan akan lain sekali dibandingkan dengan jika PF=AA. Mengingat pria dengan genotip AA bukan hanya satu orang, melai-nkan ada beberapa, perlu dihitung kemungkinan dapat ditemukan-nya pria dengan genotip AA. Pada paternity testing dengan penen-tuan golongan darah ABO, kasus eksklusi (power of exclusion) hanya sekitar 30%, karena banyak sekali pria dengan golongan darah yang sama. Kedua sistem hasil eksklusi atau noneksklusi ini hanya ber-dasarkan hukum keturunan Mendel (Mendelian laws of heredity) dan tidak berdasarkan faktor-faktor lain seperti frekuensi gen.

Oleh karena itu lebih tepat menge-tahui rasio kemungkinan/ratio of probabilities yaitu besarnya kemun-gkinan bahwa gen-gen tersebut

dapat berasal dari pria tersangka/putative father (PF).

Bila ayah biologis disebut X, dan terdapat Y pria lain (misal 83) deng-an sifat gen yang sama dengan X maka:

Paternity index: X/Y adalah 83 to 1

Relative Chance of Paternity: X/(X+Y) 98,8%

Relative Chance of Non-Paternity: 100-RCP: 1,2%

Penting dibandingkan satu rasio kemungkinan pada uji keayahan dengan rasio kemungkinan yang lain.Perlu dilakukan pemeriksaan para-meter-parameter lain, hingga Pa-ternity index meningkat. Seperti di atas bila perbandingan adalah 83 : 1, berarti terdapat 83 orang yang mempunyai sifat gen yang sama dengan ayah biologis anak tersebut.

Terlihat bahwa angka PI dekat dengan angka RMNE. Jika angka PI lebih tinggi, berarti lebih akurat; sebaiknya probability of paternity

Dua Kasus Mutasi DNA pada Orang Indonesia

Sanarko Lukman Halim

Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA/ Laboratorium Klinik Utama Johar Jakarta, Indonesia

Probabiltyof

Paternity

AverageCombinedPaternityIndex (PI)

Average number of individuals

with the same genetic pattern

(random men not excluded)

RMNE

95% 20 1 out of 20

97% 35 1 out of 35

98% 50 1 out of 50

99% 100 1 out of 100

99.9% 1 000 1 out of 1 000

99.99% 10 000 1 out of 10 000

99.999% 100 000 1 out of 100 000

Dikutip dari Genetika DNA Laboraties, Inc, Cincinnati, Ohio

LAPORAN KASUS

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 282CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 282 4/28/2010 9:55:52 PM4/28/2010 9:55:52 PM

Page 34: Kanker 2010

283| MEI - JUNI 2010

sedikitnya 99.999%, karena pernah seorang tersangka pemerkosaan dengan hasil probability DNA pa-ternity test adalah 99.3%, tetapi setelah tes tambahan, ternyata ia bukan ayah biologis anak tersebut.

MUTASI: Mutasi terjadi jika saat pembelahan sel terdapat kesalahan mengkopi DNA. Mutasi adalah perubahan bahan keturunan (DNA atau RNA) suatu organisme. Mutasi dapat pula terjadi pada DNA atau RNA virus, meskipun tidak tergolong organ-isme.

Mutasi berperan penting pada fenomena biologis seperti antara lain:• evolusi• resistensi bakteri dan virus terha-

dap obat• kelainan herediter• keganasan• proses penuaan

Penyebab mutasi bisa mutasi alami dan mutasi karena ulah manusia : da-pat berupa pemeriksaan biomedis, penyinaran, bahan kimia, virus dan lain-lain. Jika pada uji keayahan ada satu atau dua lokus DNA yang tidak cocok antara ayah dan anak, apakah perlu pemeriksaan dan perhitungan statistik lanjutan.? Teori menyebutkan bahwa mutasi dapat terjadi pada lokus STR karena kesalahan/ slippage atau per-baikan replikasi defektif. Penyelidikan frekuensi mutasi pada setiap petanda DNA adalah dengan pengumpulan data uji keayahan pada trio , yaitu jika ada kepastian bahwa anak adalah anak biologisnya, namun ditemukan lokus STR yang tidak cocok. AABB Summary Report1 berdasarkan ribuan kasus menyebutkan perbedaan satu allele antara orang tua dengan ana-knya dianggap mungkin disebabkan mutasi. Kebanyakan mutasi STR terkait dengan penambahan atau hilangnya single repeat unit. Allele vWA dengan ulangan 14 (14 repeats), setelah mu-tasi menjadi 13 atau 15 pada generasi berikutnya .

Dilaporkan kasus mutasi pada tes paternity, pada orang Indonesia

KASUS 1

Tabel 1

Pada kasus ini terdapat satu mismatch, fragmen FGA tersangka ayah adalah 22, 26 sedangkan anak 24, 25. Jelas 24 berasal dari ibunya. Mismatch antara 26 dengan 25. Pada kasus ini calcula-ted Paternity Index adalah 38 383 362. Berarti 38 383 362 kali lebih tepat B ayah biologis S daripada seorang yang dipilih secara acak dari pendu-duk. Probability of Paternity adalah 99,999997%

KASUS 2

Tabel 2

Pada kasus ini terdapat satu mis-match, fragmen D3S1358 tersangka ayah adalah 15,16 sedangkan anak

15, 17. Jelas 15 berasal dari ibunya. Mismatch antara 17 dengan 16. Pada kasus ini Calculated Paternity Index adalah 11 145. Berarti 11 145 kali lebih tepat A ayah biologis R daripada seorang yang dipilih seca-ra acak dari penduduk. Probability of Paternity adalah 99,991%

SIMPULAN1. Hasil DNA Uji Keayahan/keibuan

(Paternity/Maternity test) diang-gap inklusif bila: Bahan gene-tik anak separuh cocok dengan bahan genetik ibu biologisnya, bahan genetik anak separuh cocok dengan bahan genetik ayah biologisnya.

2. Dilaporkan dua kasus uji keaya-han inklusif pada orang Indo-nesia dengan satu mutasi DNA pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Annual Report Summary for Paternity Testing

in 2004. Prepared by the Relationship Testing

Program Unit AABB

2. Xue ZY, Xue YC, Xue Z, Zhi, Mutations of 15

short tandem repeat loci in Chinese Popula-

tion. PubMed Oct 2005; 22(5): 507-9,

3. Halim SL. Uji Keayahan. ISSN: 0854-2988,

Meditek 2003; 11: (29)6-11,

4. Halim SL. Kasus Mutasi pada Uji Keayahan

(DNA Paternity Testing), ISSN: 0854-2988,

Meditek2005; 13: (34) 1-5,

5. Thompson MW et al. Genetics in Medicine.

5th ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991

6. Atmadja DS. Identifi kasi DNA paling akurat.

Harian Kompas 16 Nopember 2005, hal. 13.

7. Brinkman B, Carracedo A (ed). Progress in Fo-

rensic Genetics 9, Proc 19th International ISFG

Congress, Munster, 28 August- 11 September

2001, Elsevier ISBN: 0444507175

8. Li CC, Cakravarti A. An Expository Review of

Two Methods of Calculating the Paternity

Probability. Am. J. Hum. Genet. 1988;43: 197-

205,

LAPORAN KASUS

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 283CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 283 4/26/2010 8:44:53 PM4/26/2010 8:44:53 PM

Page 35: Kanker 2010

284 | MEI - JUNI 2010

Panduan penatalaksanaan seper-ti dari American Psychiatric Association’s Practice Guide-

line fo the Treatment of Patients with Schizophrenia, menganjurkan kepada para klinisi untuk sebaiknya menilai res-pon pemberian terapi minimal 3 – 4 minggu sebelum meningkatkan do-sis atau mengganti terapi. Identifi kasi pasien-pasien yang tidak memberi-kan respon terhadap antipsikotik akan mencegah penggunaan antipsikotik yang tidak efektif sehingga mencegah efek samping yang mungkin terjadi, menurunkan lama perawatan di rumah sakit, dan tentunya akan mengurangi biaya. Meta-analisis menunjukkan bahwa dampak klinis penggunaan antipsikotik pada minggu pertama bi-asanya lebih baik daripada 2 – 3 bulan selanjutnya.

Zotepine, salah satu antipsikotik atipikal, menujukkan dampak per-baikan gejala positif pada 2 minggu pertama dari pemberian zotepine ini dapat digunakan untuk memperkira-kan perbaikan gejala pada minggu selanjutnya.

Dalam studi ini dilibatkan 135 pasien skizofrenia akut (berdasarkan DSM-IV),

yang diberi terapi zotepine 150 mg/ hari selama empat minggu. Derajat perbaikan gejala psikopatologi dinilai setiap minggu dengan menggunakan BPRS (Brief Psychiatric Rating Scale) dan subklasnya untuk parameter gejala positif, negatif, maupun gejala-gejala yang umum terjadi. Defi nisi perbaikan ataupun respon klinis yang digunakan adalah jika terjadi perbaikan ataupun penurunan derajat gejala yang dinilai dari parameter yang dipakai (dalam hal ini BPRS) sebesar 20% pada min-ggu ke-4. Hasil perhitungan param-eter tersebut selanjutnya dianalisis statistik.

Dalam studi tersebut, 100 subyek dapat menyelesaikan penelitian dan memenuhi syarat untuk uji statistik, 35 drop out karena tidak kooperatif (13 pasien), 10 pasien mendapatkan halo-peridol ataupun dosis zotepin dinaik-kan, sedangkan 12 pasien mengun-durkan diri karena efek samping, di antaranya adalah: mengantuk, asthe-nia, dan pusing. Perbaikan BPRS pada minggu pertama secara bermakna lebih baik daripada minggu ke-2 (p < 0,001). Respon perbaikan BPRS pada minggu ke-4 terjadi pada sekitar 78%, sedangkan sisanya merupakan kelom-

pok yang tidak memberikan respon (non-responder). Perbaikan BPRS pada minggu pertama ini ternyata dapat dipakai sebagai prediktor per-baikan gejala pada minggu ke-4 dengan sensitivitas sebesar 77% dan spesifi sitas sebesar 77%, sedangkan perbaikan pada minggu ke-2 jika di-gunakan sebagai prediktor perbaikan gejala pada minggu ke-4 mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifi tas sebesar 91%.

Disimpulkan bahwa, perbaikan gejala-gejala positif yang terjadi pada min-ggu ke-2 pengobatan zotepine dapat digunakan untuk memperkirakan per-baikan gejala hasil pengobatan pada minggu ke-4. � (KTW)

REFERENSI:

Hua Lin C., Shiu Chou., Hsin Lin C., et al. Early

Prediction of Clinical Response in Schizophre-

nia Patients Recieving the Atypical Antipsychotic

Zotepine. J Clin Psychiatry 2007;68:1522-27.

Zotepine : Respon minggu pertama sebagai prediktor

perbaikan minggu ke-4

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 284CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 284 4/26/2010 8:44:53 PM4/26/2010 8:44:53 PM

Page 36: Kanker 2010

285| MEI - JUNI 2010

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pasien yang menjalani endoskopi dalam hari pertama

perdarahan ulkus peptikum ternyata lama perawatannya di rumah sakit dua hari lebih singkat serta lebih jarang membutuhkan bedah gastrointestinal dibandingkan dengan pasien yang ti-dak diendoskopi dalam hari pertama.1

Endoskopi membantu dokter mendi-agnosis dan menerapi perdarahan ul-

kus peptik, serta mengevaluasi gejala-gejala nyeri epigastrik persisten, mual, muntah, atau kesulitan menelan. En-doskopi merupakan metode terbaik untuk mendeteksi penyebab perdara-han saluran gastrointestinal bagian atas serta lebih akurat dibanding foto ronsen dalam mendeteksi infl amasi, ulkus, dan tumor esofagus, lambung, dan duodenum.1

Alasan endoskopi dini yaitu karena

endoskopi memberikan kemungkinan menghentikan perdarahan dan/atau menaksir risiko perdarahan ulang. Te-rapi endoskopi pada ulkus, baik yang masih perdarahan aktif maupun yang sudah berhenti namun berisiko tinggi berdarah kembali, dapat menurunkan morbiditas akibat perdarahan dan angka kebutuhan intervensi bedah. Selanjutnya, temuan endoskopi da-pat memprediksi pasien yang berisiko rendah perdarahan ulang, dengan

Endoskopi Dini untuk Perdarahan Ulkus Peptik

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 285CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 285 4/26/2010 8:44:53 PM4/26/2010 8:44:53 PM

Page 37: Kanker 2010

287| MEI - JUNI 2010

demikian dapat menghemat biaya te-rapi.1

PASIEN DAN METODESampel yang digunakan oleh Dr. Cooper dkk. dari University Hospitals Case Medical Center di Cleveland, Ohio meliputi 2.592 pasien perda-rahan ulkus, 414 pasien rawat jalan. Rata-rata umur pasien 78,4 tahun, 55% wanita, dan 87,7% kulit putih. Analisis statistik digunakan untuk menentu-kan faktor-faktor yang berhubungan dengan angka mortalitas 30 hari (30-day mortality), bedah gastrointestinal bagian atas, dan lama rawat inap. Se-mua sampel disusun berdasarkan fak-tor demografi , faktor komorbid (coex-isting atau penyakit tambahan), serta ada/tidaknya terapi rawat jalan.1-7

HASILKeseluruhan, 1.854 (71,5 persen) pas-ien menjalani endoskopi dini dan 738 (28,5 persen) dengan endoskopi ter-lambat (delayed endoscopy). Delayed endoscopy didefi nisikan sebagai en-doskopi yang dilakukan setelah satu hari pada pasien perdarahan ulkus peptik. Prosedur terapeutik untuk

DAFTAR PUSTAKA

1. Immediate treatment of peptic ulcer bleeding shows better patient outcomes. Posted On: August 17, 2009 - 8:10pm. American Society for Gastrointestinal

Endoscopy (http://www.sciencecodex.com/immediate_treatment_of_peptic_ulcer _bleeding_shows_better_patient_outcomes).

2. Bjorkman DJ. Early Endoscopy for Older Patients with Bleeding Peptic Ulcers. Journal Watch Gastroenterol October 16, 2009 (http://gastroenterology.jwatch.

org/cgi/content/full/ 2009/1016/4).

3. Cooper G et al. Use and impact of early endoscopy in elderly patients with peptic ulcer hemorrhage: a population-based analysis. Gastrointest Endosc 2009; 70:

229-35. http://www.medpagetoday.com/Gastroenterology/PepticUlcerDisease /15575

4. Endoscopy Within 1 Day of Peptic Ulcer Bleeding Provides Better Outcomes in Elders. American Society for Gastrointestinal Endoscopy. http://www.docguide.

com/news/content.nsf/News/852571020057CCF685257616006A4781?OpenDocument&id=48dde4a73e09a969852568880078c249).

5. Cooper GS, Kou TD, Wong RC. Use and impact of early endoscopy in elderly patients with peptic ulcer hemorrhage: a population-based analysis. Gastrointest

Endosc. 2009 Aug;70(2):229-35. Epub 2009 Mar 29. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19329112).

6. Cooper GS, Kou TD, Wong RCK. Use and impact of early endoscopy in elderly patients with peptic ulcer hemorrhage: a population-based analysis. Am. Soc.

Gastrointestinal Endoscopy. Elsevier Inc. Published online 31 March 2009 (http://www.giejournal.org/article/S0016-5107%2808%2902845-9/abstract).

7. Endoscopy within 24 hours shows better outcomes in elderly with peptic ulcer bleeding. 17 Agustus 2009 (http://www.scienceblog.com/cms/endoscopy-within-

24-hours-shows-better-outcomes-elderly-peptic-ulcer-bleeding-24149.html).

menghentikan perdarahan aktif atau mencegah rekurensi dilakukan selama endoskopi pada 590 (31,8 persen) pas-ien endoskopi dini dibandingkan den-gan 243 (32,9 persen) pasien delayed endoscopy.1

Endoskopi dini berhubungan dengan penurunan signifi kan kebutuhan bedah untuk mengontrol perdarahan mau-pun lama rawat inap. Prosedur bedah diperlukan pada 23 pasien endoskopi dini (1,2 persen), sementara pada pasien delayed endoscopy seban-yak 25 pasien (3,4 persen) (P<0,001). Rata-rata lama rawat inap adalah em-pat hari pada pasien endoskopi dini, dibandingkan dengan enam hari pada pasien delayed endoscopy.1-3 30-day mortalitynya 6,4%; lebih tinggi pada pasien yang lebih tua, pria, dan skor morbiditas lebih tinggi, namun tid-ak ada perbedaan signifi kan antara grup endoskopi dini dan delayed endoscopy.1,3

Pada pasien berusia 70-74 tahun, rasio multivarian untuk 30-day mortalitynya adalah 0,86 (95% CI 0.48 to 1.53), se-mentara untuk usia ≥ 85 tahun sebesar

2,07 (95% CI 1.26 to 3.43).3

Sebanyak 80,9% pasien rawat jalan menjalani endoskopi dini; mungkin dokter menggunakan prosedur ini untuk menentukan pasien yang bisa rawat jalan.3

Keterbatasan studi ini adalah bahwa data dikumpulkan untuk tujuan billing, bukan penelitian, sehingga dapat ter-jadi bias dalam akurasi pengkodean dan tidak didapatkan data yang detail, seperti tanda vital dan nilai laboratori-um. Studi ini juga terbatas pada usia di atas 65 tahun, sehingga masih belum pasti hasilnya pada pasien yang lebih muda.3 Studi ini juga masih terbatas pada pasien University Hospitals Case Medical Center di Cleveland, Ohio.4-5

Stefani Ranni ArdianRSU Santa Maria Cilacap

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 287CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 287 4/26/2010 8:44:55 PM4/26/2010 8:44:55 PM

Page 38: Kanker 2010

289| MEI - JUNI 2010

Vaksinasi infl uenza dapat mem-berikan perlindungan terhadap infark miokard pada pasien-

pasien dengan penyakit kardiovasku-lar. Pernyataan ini merupakan hasil sebuah tinjauan (review) yang dipub-likasikan dalam the Lancet.

Dr. Charlotte Warren-Gash dan rekan dari Center for Infectious Disease Epidemiology, Royal Free Hospital, London, Inggris melakukan tinjauan (review) terhadap 42 makalah yang berhubungan dengan 39 penelitian. Dua di antaranya merupakan peneli-tian ternama yang meneliti manfaat vaksinasi infl uenza pada pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular, yaitu FLUVACS (the Flu Vaccination Acute Coronary Syndromes) dan FLUCAD (FLU Vaccination in Secondary Preven-tion From Coronary Ischemic Events in Coronary Artery Disease).

Hasil tinjauan dr. Warren-Gash dan rekan menunjukkan bahwa infeksi pernafasan akut, terutama infl uenza, dapat memicu infark miokard akut. Para ahli memperkirakan bahwa me-kanisme yang menghubungkan fl u dengan infark miokard terletak pada efek peradangan dan prokoagulan yang disebabkan infeksi virus infl uen-za. Penelitian percobaan pada hewan dan percobaan ilmiah memperlihat-kan hubungan antara reaksi peradan-gan, remodeling koroner dengan plak atherosklerosis.

Berdasarkan hasil ini, dr. Warren-Gash menganjurkan pemberian vaksinasi bagi pasien-pasien penyakit jantung tersebut, bukan hanya untuk melind-ungi pasien dari infl uenza, namun dari serangan jantung.Dr. Warren-Gash menyimpulkan bahwa vaksinasi in-fl uenza perlu terutama pada pasien-pasien penyakit kardiovaskular.

Hasil tinjauan ini sesuai dengan guide-line AHA (American Heart Associa-tion) dan ACC (American College of Cardiology) yang merekomendasikan vaksinasi infl uenza sebagai pencega-han sekunder bagi pasien penyakit koroner dan penyakit atherosklerotik

vaskular lainnya, karena risiko komp-likasi karena infl uenza pada pasien-pasien ini meningkat

Dr. Harlan M. Krumholz, salah satu anggota senior dari tim penasihat AHA/ACC menganjurkan agar klinik kardiologi memiliki stok vaksin fl u dan memberikannya pada pasien-pasien yang akan memperoleh manfaat dari vaksin ini.

Penelitian lanjutan perlu dilakukan un-tuk menentukan apakah pemberian vaksin juga bermanfaat bagi pasien-pasien tanpa penyakit vaskular

SIMPULAN:o Vaksinasi untuk infl uenza dapat

memberikan perlindungan terha-dap infark miokard pada pasien-pasien penyakit kardiovaskular.

o Hasil tinjauan dr. Warren-Gash dan rekan sesuai dengan guideline AHA (American Heart Association) dan ACC (American College of Cardiology) yang merekomenda-sikan vaksinasi infl uenza sebagai pencegahan sekunder bagi pasi-en dengan penyakit koroner dan penyakit atherosklerotik vaskular lainnya, karena pasien-pasien ini

memiliki peningkatan risiko kom-plikasi karena infl uenza. � (YYA)

REFERENSI :

1. Davis MM, Taubert K, Benin AL, Brown DW,

Mensah GA, Baddour LM, et al. Infl uenza Vac-

cination as Secondary Prevention for Cardio-

vascular Disease. A Science Advisory From

the American Heart Association/ American

College of Cardiology. Circulation 2006; 114;

1549-53.

2. Medscape. Flu Vaccine May Protect Against

MI. [cited November 17, 2009]. Available from:

http://cme.medscape.com/viewarticle/709631

?src=mpnews&spon=2&uac=117092CG

3. Medscape. Offer Flu Vaccine in Your Cardi-

ology Practice. [cited November 17, 2009].

Available from: http://www.medscape.com/

viewarticle/548644

4. Smith SC, Allen J, Blair SN, Bonow RO, Brass

LM, Fonarow GC, et al. AHA/ACC Guidelines

for Secondary Prevention for Patients With

Coronary and Other Atherosclerotic Vascular

Disease: 2006 Update. J. Am. Coll. Cardiol.

2006; 47; 2130-9.

5. Warren-Gash C, Smeeth L, Hayward A. Infl u-

enza as a trigger for acute myocardial infarc-

tion or death from cardiovascular disease: a

systematic review. The Lancet Infectious Dis-

eases 2009: 9(10): 601-10. Abstract. [cited Nov

17, 2009]. Available from: http://linkinghub.

elsevier.com/retrieve/pii/S1473309909702336

Vaksinasi Infl uenza Memberikan Perlindungan Terhadap Infark Miokard

BERITA TERKINI

FA_CDKdominic ok.ai 4/26/2010 1:22:10 PM

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 289CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 289 4/26/2010 8:44:56 PM4/26/2010 8:44:56 PM

Page 39: Kanker 2010

290 | MEI - JUNI 2010

FDA (Food and Drug Administra-tion) menyampaikan peringatan terbaru mengenai clopidogrel

dengan omeprazole. FDA menya-takan bahwa data hasil penelitian ter-baru memperlihatkan bahwa pembe-rian clopidogrel bersamaan dengan omeprazole akan mengurangi efekti-fi tas clopidogrel. FDA juga menyata-kan bahwa pasien dengan risiko tinggi serangan jantung dan stroke yang diterapi dengan clopidogrel tidak akan memperoleh manfaat penuh dari clopidogrel bila diberikan bersamaan dengan omeprazole.

Peringatan terbaru FDA ini mengejut-kan para ahli di bidang kardiologi kar-ena hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan tidak memperlihatkan penu-runan efek clopidogrel setelah diberi-kan bersamaan dengan omeprazole. Dr. Peter Berger dari Geisinger Medical Center, Danville, Amerika Serikat men-gatakan bahwa penelitian-penelitian seperti CREDO, TRITON, PRINCIPLE, PLATO dan CURRENT tidak memper-lihatkan adanya interaksi antara clopi-dogrel dengan omeprazole. Penelitian COGENT, yang meneliti secara spesi-fi k hubungan antara clopidogrel den-gan PPI (Proton Pump Inhibitor), gagal memperlihatkan tanda-tanda sekecil apapun yang memperlihatkan adanya interaksi negatif antara clopidogrel dengan omeprazole.

Dr. Christopher Cannon dari Brigham and Women’s Hospital, Boston, Amer-ika Serikat berpendapat penelitian COGENT tidak memperlihatkan adan-ya efek samping klinik yang bermakna bila pasien diberi clopidogrel dengan omeprazole secara bersamaan. Efek samping kardiovaskular juga tidak ditemukan. Dr. Canon meragukan apakah FDA telah berkonsultasi sebe-lumnya dengan pihak-pihak terkait sebelum mengeluarkan pernyataan seperti ini, misalnya dengan TheAmerican Gastroenterological As-

sociation (AGA), the American Heart Association (AHA), atau the American College of Cardiology (ACC), dan ber-harap agar ketua organisasi-organisasi tersebut dapat bertemu untuk mem-bahas hal ini dan membuat rekomen-dasi terbaru, bahwa pasien-pasien dengan risiko tinggi perdarahan gas-trointestinal yang mendapatkan terapi aspirin dan clopidogrel perlu menda-patkan obat-obatan golongan PPI.

Menanggapi perbedaan pendapat yang terjadi, FDA sendiri mengatakan bahwa FDA sendiri telah meneliti pe-nelitian COGENT ini dan walau belum menyeluruh, FDA menyatakan pe-nelitian ini memiliki kelemahan pada rancangan penelitian dan follow-upnya. Selain itu, pernyataan FDA ini diperkuat oleh hasil penelitian baru lain yang meneliti jumlah metabo-lit aktif clopidogrel dalam darah dan pengaruh clopidogrel terhadap plate-let pada pasien-pasien yang diterapi dengan clopidogrel plus omeprazole, dibandingkan dengan mereka yang hanya menerima clopidogrel saja. Hasil penelitian baru ini memperli-hatkan penurunan kadar metabolit aktif sebesar 45% pada pasien-pasien yang menerima terapi clpidogrel plus omeprazole. Selain itu efek clopidogrel terhadap platelet berkurang 47% pada pasien-pasien yang menerima terapi clopidogrel dan omeprazole, baik bila diberikan langsung bersamaan, atau-pan bila diberikan dalam waktu terpi-sah (beda pemberian 12 jam).

Karena hasil penelitian baru inilah, FDA merekomendasikan peruba-han label clopidogrel dengan periga-tan baru, yaitu interaksinya dengan omeprazole dan obat-obat lain yang menghambat enzim CYP2C19. FDA merekomendasikan pasien-pasien yang diterapi dengan clopidogrel untuk berkonsultasi dengan dokter bila sedang atau direncanakan men-erima terapi omeprazole. Pasien yang

sedang diterapi clopidogrel dan me-merlukan obat-obat yang mengurangi asam lambung direkomendasikan un-tuk menggunakan antagonis H2 sep-erti ranitidine atau famotidine, karena FDA yakin bahwa obat-obat ini tidak berinteraksi dengan clopidogrel. Se-dangkan obat-obat yang tidak direko-mendasikan pemberiannya bersamaan dengan clopidogrel antara lain adalah seperti cimetidine, fl uconazole, keto-conazole, voriconazole, etravirine, fel-bamate, fl uoxetine, fl uvoxamine, dan ticlopidine.

Hingga kini, belum diketahui apakah clopidogrel juga berinteraksi dengan PPI lainnya, namun esomeprazole, yang merupakan komponen omepra-zole juga menghambat CYP2C19 dan juga tidak direkomendasikan pembe-riannya bersama dengan clopidogrel.

SIMPULAN:• FDA mengeluarkan rekomendasi

baru untuk tidak memberikan clopidogrel bersamaan dengan omeprazole. Rekomendasi ini di-dasarkan pada hasil penelitian terbaru yang menyatakan bahwa pemberian clopidorel bersamaan dengan omeprazole menurunkan jumlah metabolit aktif clopidogrel dan menurunakan efektifi tas clopi-dogrel. � (YYA)

REFERENSI:

1. Food and Drug Adminstration. Public-health

advisory: Updated safety information about a

drug interaction between clopidogrel bisulfate

(marketed as Plavix) and omeprazole (market-

ed as Prilosec and Prilosec OTC). November

17, 2009.

2. Medscape. Cardiologists Shocked by New

FDA Alert on Clopidogrel-PPI Interaction.

http://www.medscape.com/viewarticle/71252

4?src=mpnews&spon=2&uac=117092CGV

FDA Memberikan Peringatan Baru Mengenai Interaksi Clopidogrel-Omeprazole

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 290CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 290 4/26/2010 8:44:57 PM4/26/2010 8:44:57 PM

Page 40: Kanker 2010

291| MEI - JUNI 2010

FDA Amerika telah menyetujui pemberian rosuvastatin untuk mengurangi risiko stroke, infark

miokard dan prosedur revaskularisasi, pada pasien yang memiliki kadar ko-lesterol LDL (Low-Density Lipoprotein) normal dan tidak memiliki penyakit jantung koroner (PJK), namun memi-liki peningkatan risiko berdasarkan usia, kadar C-reactive protein (CRP) dan sekurang-kurangnya memiliki satu faktor risiko penyakit jantung.

Persetujuan ini didasarkan pada ra-pat komite penasihat obat-obatan endokrinologi dan metabolik FDA (the FDA’s Endocrinologic and Me-tabolic Drugs Advisory Committee) Desember 2009. Para panelis meng-anggap telah tersedia data yang cu-kup mengenai efektifi tas rosuvastatin dalam menurunkan risiko pada pasien pria ≥50 tahun dan wanita ≥60 tahun yang memiliki kadar kolesterol LDL puasa <130 mg/dL, hs-CRP ≥2,0 mg/dL, trigliserida <500 mg/dL, tanpa riwayat penyakit kardiovaskular, sere-

brovaskular maupun penyakit jantung koroner.

Keputusan FDA in didasarkan pada hasil penelitian Justifi cation for the Use of Statins in Primary Prevention: an Intervention Trial Evaluating Rosu-vastatin (JUPITER). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa rosuvastatin menurunkan kadar CRP sebesar 37%, kadar LDL sebesar 50%, infark miokard nonfatal 55%, stroke nonfatal sebesar 48%, rawat inap serta revaskularisasi 47% dan kematian karena semua se-bab 20%. Pemberian rosuvastatin da-lam penelitian ini ditoleransi dengan baik.

SIMPULAN:• FDA Amerika telah menyetujui

pemberian rosuvastatin untuk mengurangi risiko stroke, infark miokard dan prosedur revaskulari-sasi, pada pasien yang memiliki kadar kolesterol LDL (Low-Density Lipoprotein) normal dan tidak memiliki penyakit jantung ko-

roner (PJK), namun memiliki pen-ingkatan risiko berdasarkan usia, kadar C-reactive protein (CRP) dan sekurang-kurangnya memiliki satu faktor risiko penyakit jantung. � (YYA)

REFERENSI:

1. Kones R. The Jupiter study, CRP screening,

and aggressive statin therapy-implications for

the primary prevention of cardiovascular dis-

ease. Therapeutic Advances in Cardiovascular

Disease 2009; 3(4): 309-15. Abstract. [cited

2009 February 26]. Available from:

http://tak.sagepub.com/cgi/content/abstract

/3/4/309?maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RE

SULTFORMAT=&fulltext=rosuvastatin%2C+ju

piter&andorexactfulltext=and&searchid=1&FI

RSTINDEX=10&resourcetype=HWCIT

2. Medscape. FDA Expands Rosuvastatin Use to

People With Normal LDL. [cited 2009 February

26]. Available from:

http://www.medscape.com/viewarticle/71672

9?src=mpnews&spon=2&uac=117092CG

FDA Menyetujui Pemberian Rosuvastatin pada Pasien dengan Kadar LDL Normal.

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 291CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 291 4/26/2010 8:44:57 PM4/26/2010 8:44:57 PM

Page 41: Kanker 2010

292 | MEI - JUNI 2010

Obat-obat golongan statin dapat mengurangi kejadian stroke pada pasien-pasien

dengan risiko kardiovaskular. Namun apakah obat-obat golongan statin juga dapat mengurangi risiko strokepada pasien-pasien yang baru menga-lami stroke atau TIA (Tansient Ichemic Attack)?

Penelitian SPARCLE (The Stroke Pre-vention by Aggressive Reduction in Cholesterol Levels) yang dilakukan oleh para ahli yang tergabung dalam SPARCL Investigators, merupakan sebuah penelitian besar yang melibat-kan 4731 pasien stroke atau TIA dalam jangka waktu 1 hingga 6 bulan sebe-lum penelitian. Pasien-pasien dalam penelitian ini memiliki kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) 100 hing-ga 190 mg/dL (2.6 hingga 4.9 mmol/L) dan tidak memiliki penyakit jantung koroner. Pasien secara acak diberi terapi 80 mg atorvastatin sehari atau plasebo. Endpoin primer penelitian ini adalah kejadian stroke baru non-fatal atau stroke fatal.

Hasil penelitian SPARCL memperlihat-kan bahwa kadar kolesterol LDL rata-rata pasien selama penelitian lebih rendah pada kelompok atorvastatin daripada kelompok plasebo. Pasien yang menderita stroke fatal atau stroke non-fatal lebih sedikit pada kelompok atorvastatin. Kejadian stroke iskemik

lebih banyak pada kelompok plasebo, namun stroke hemoragik sedikit lebih banyak pada kelompok atorvastatin. Angka kejadian kematian antara ked-ua kelompok penelitian tidak berbeda bermakna (p=0,98)

Selain itu, angka kejadian efek sam-ping antara kedua kelompok pene-litian juga tidak berbeda bermakna. Walau demikian, peningkatan enzim hati lebih sering pada pasien-pasien yang diberi atorvastatin.

Para ahli penelitian SPARCL meny-impulkan bahwa pada pasien-pasien dengan stroke baru atau TIA, tanpa penyakit jantung koroner, pemberian atorvastatin 80 mg sehari mengurangi kejadian stroke dan kejadian kardio-vaskular secara keseluruhan, walau terjadi sedikit peningkatan kejadian stroke hemoragik.

SIMPULAN:Pada pasien-pasien stroke yang baru terjadi atau TIA, dan tanpa penyakit jantung koroner, pemberian atorvasta-tin 80 mg sehari mengurangi kejadian stroke dan kejadian kardiovaskular se-cara keseluruhan. � (YYA)

REFERENSI :

1. Kelly MA. Hemorrhagic Stroke in an Ator-

vastatin Stroke-Prevention Trial. Abstract.

[citied 2009 november 30]. Available from:

http://neurology.jwatch.org/cgi/content/

full/2008/1021/1

2. The Stroke Prevention by Aggressive Reduc-

tion in Cholesterol Levels Investigators. High-

Dose Atorvastatin after Stroke or Transient

Ischemic Attack. NEJM 2006; 6(355): 549-59.

Kelompok Atorvastatin 80 mg Kelompok plasebo Keterangan

Kadar kolesterol LDL rata-rata selama penelitian

73 mg/dL (1,9 mmol/L) 129 mg/dL (3,3 mmol/L)

Pasien yang menderita stroke fatal atau stroke non-fatal

265 pasien (11,2%) 311 pasien (13,1%)

Pengurangan risiko absolut dalam 5 tahun 2,2%.Adjusted hazard ratio 0,8495% CI (0,71-0,99, p=0,03)

Kejadian stroke iskemik dan hemoragik

274 stroke iskemik 55 stroke hemoragik

218 stroke iskemik33 stroke hemoragik

Pengurangan risiko absolut dalam 5 tahun adalah 3,5%, dengan HR 0,80; 95CI 0,69 hingga 0,92; p=0,002

Angka kejadian kematian

216 kematian 211 kematian P=0,98

Tabel 1. Perbandingan kadar LDL, stroke fatal dan non-fatal, stroke hemoragik stroke iskemik dan kejadian kematian, pada pasien-pasien yang diterapi dengan atorvastatin 80 mg dan plasebo.

SPARCLE: Atorvastatin Dosis Tinggi Pasca Stroke atau TIA Mengurangi Kejadian Stroke

dan Kardiovaskular

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 292CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 292 4/26/2010 8:44:59 PM4/26/2010 8:44:59 PM

Page 42: Kanker 2010

293| MEI - JUNI 2010

Hepatitis C merupakan penya-kit yang menurunkan kualitas hidup. Penyakit yang dipicu

oleh virus hepatitis C ini bisa me-nyebabkan peradangan hati; jika dibi-arkan akan memicu sirosis hati atau kanker hati. Untuk menanganinya, Anda bisa menggunakan pengoba-tan medis standar yang tersedia. Se-lain itu, Anda juga bisa menggunakan pengobatan pelengkap untuk mengu-rangi gejala dan meminimalkan efek samping obat.

Pengobatan alternatif hepatitis C ber-variasi, mulai dari obat herbal seperti milk thistle, akar licorice, ginseng, ti-mus, hingga terapi seperti pijat, chi-ropractic dan teknik relaksasi. Sekitar 40 persen pasien yang gagal dengan pengobatan medis konvensional, sep-erti dikutip situs webMD, telah men-coba terapi lain dan sebagian besar melaporkan mengalami pengurangan kelelahan, peningkatan kekebalan tubuh dan perbaikan fungsi saluran pencernaan.

BERIKUT BEBERAPA PENGOBATAN PELENGKAP YANG BISA MENJADI PILIHAN ANDA:

Milk thistle (Silybum marianum) meru-pakan obat herbal untuk hepatitis C yang paling dikenal dan paling banyak diteliti. Tanaman bunga dari keluarga Asteraceae ini diyakini berfungsi men-gurangi peradangan hati dan mem-punyai efek antivirus terhadap infeksi hepatitis C.

Sebuah studi kecil yang dipresentasi-kan pada konferensi European Asso-ciation for the Study of the Liver 2008 menunjukkan bahwa milk thistle bisa mengurangi kadar virus hepatitis C di tubuh pasien yang tidak merespon interferon. Meskipun bukti efektivitas tanaman ini masih sedikit, herbal ini dinyatakan sangat aman, dengan efek samping yang sangat sedikit.

Akar kering licorice (Glycyrrhiza gla-bra) mengandung komponen aktif. Beberapa studi menunjukkan bahwa herbal ini bisa mengurangi komplikasi

hepatitis C (termasuk kanker hati) dan memperbaiki fungsi hati. Akar licoricebisa dikonsumsi sendiri atau dipadu-kan dengan herbal lain. Dalam sebu-ah studi, pasien yang mengonsumsi kombinasi akar licorice, milk thistledan beberapa herbal lainnya men-galami perbaikan kadar enzim-enzim hati (penanda kerusakan hati dan pe-radangan).

Ekstrak timus diambil dari kelenjar timus sapi. Karena timus membantu mengatur fungsi sistem kekebalan, maka ekstrak timus diyakini mening-katkan kekebalan tubuh pasien hepa-titis C. Akan tetapi, belum cukup studi untuk mengkonfi rmasi teori ini.

Ginseng telah lama digunakan untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan beberapa bukti menunjukan bahwa herbal ini bisa membantu memperbai-ki fungsi hati. Akan tetapi, belum ada

studi spesifi k yang melihat manfaat ginseng pada pasien hepatitis C.

Lactoferrin merupakan protein yang ditemukan pada susu. Komponen ini juga terdapat pada air mata dan air ludah. Beberapa studi kecil telah me-nemukan bahwa saat dikonsumsi se-bagai suplemen diet, lactoferrin bisa menurunkan kadar virus hepatitis C dalam darah dan memperbaiki fungsi hati.

Pengobatan lain termasuk pijat, aku-punktur dan terapi relaksasi. Meskipun terapi ini belum diteliti melalui studi ilmiah, beberapa pasien melaporkan mengalami pengurangan rasa sakit. Selain itu, cara ini juga dinyatakan membantu mengurangi efek samping yang ditimbulkan pengobatan medis standar. � (NFA)

Pengobatan Alternatif Penderita Hepatitis C

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 293CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 293 4/26/2010 8:45:00 PM4/26/2010 8:45:00 PM

Page 43: Kanker 2010

294 | MEI - JUNI 2010

Osteoporosis atau salah satu penyakit karena berkurang-nya massa dan kepadatan

tulang. Akibat osteoporosis adalah tulang-tulang menjadi rapuh dan mu-dah patah akibat. Mengingat tulang merupakan rangka yang menunjang tubuh sehingga kita dapat beraktivi-tas; bila tulang rapuh, keropos dan mudah patah, akibatnya adalah rasa nyeri tulang, gangguan bergerak bah-kan menyebabkan kelumpuhan dan cacat permanen.

Berikut ini beberapa saran yang dapat Anda terapkan untuk menghindari os-teoporosis

KONSUMSI KALSIUMKalsium merupakan unsur pembentuk tulang dan gigi. Maka, agar kepada-tan tulang terus terjaga, penting untuk mengkonsumsi kalsium yang banyak terdapat dalam susu. Sayangnya, se-iring bertambahnya usia, kemampu-an untuk menyerap kalsium semakin berkurang. Maka, sebaiknya Anda membiasakan diri atau anak Anda un-tuk minum susu setiap hari sejak usia dini. Salah satu penyebab osteoporo-sis adalah kurangnya asupan kalsium pada usia muda.

Kaum muda sering berpikir tidak perlu lagi mengkonsumsi susu yang diang-gap sebagai makanan anak kecil. Atau mungkin karena berpikir tulang tidak dapat tumbuh lagi. Memang, pada

umumnya tulang berhenti tumbuh saat usia 16-18 tahun, tetapi bukan berarti kita tidak perlu lagi memperha-tikan kesehatan tulang.

Kalsium yang dibutuhkan tiap orang berbeda, bergantung pada berat badan dan aktivitas yang dijalankan. Pada ibu hamil dan menyusui, kalsium yang dibutuhkan lebih tinggi.

Tabel berikut menjelaskan jumlah kal-sium yang dibutuhkan berdasarkan usia.

Tabel 1. Kebutuhan Kalsium Berdasarkan

Usia

Usia Kebutuhan Kalsium

Kurang dari 1 tahun 210 - 270 mg1 tahun - 3 tahun 500 mg4 tahun - 8 tahun 800 mg9 tahun - 18 tahun 1300 mg19 tahun - 50 tahun 1000 mglebih dari 50 tahun 1200 mg

Catatan: Satu gelas susu mengandung sekitar 500 mg kalsium.

Kalsium tidak hanya terdapat pada susu; makanan lain seperti ikan teri, sup tulang, sayuran hijau seperti ba-yam dan kacang-kacangan jugameru-pakan sumber kalsium. Karena kalsium tidak dapat dihasilkan tubuh, penting untuk minum susu dan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium.

VITAMIN DAgar kalsium yang berasal dari susu dan makanan dapat diserap sem-purna, diperlukan vitamin D. Akan sangat disayangkan, bila kita banyak mengkonsumsi makanan yang meng-andung kalsium tetapi tidak dapat diserap sempurna, sehingga akhirnya tubuh mengambil kalsium yang ada pada tulang.

Untuk mendapatkan vitamin D sebe-narnya tidak sulit. Sinar matahari pagi (antara jam 06.00 sampai jam 09.00 pagi) dan sore (setelah jam 16.00) adalah salah satu sumber vitamin D. Dalam lapisan kulit tubuh kita terda-pat vitamin D non aktif yang diaktifkan oleh pancaran sinar matahari.

Selain dari sinar matahari, vitamin D juga dapat diperoleh dari makanan seperti ikan (misal: ikan salmon dan sarden), kuning telur, hati, susu, keju dan produk olahan susu lainnya.

OLAHRAGASelain konsumsi kalsium, penting un-tuk melakukan olahraga secara teratur agar dapat memperkuat tulang dan menambah kepadatan massa tulang. Sama seperti otot, tulang juga perlu dilatih agar dapat menciptakan tulang yang kuat.

Olahraga yang dapat dilakukan untuk melatih tulang adalah olahraga yang memberikan gaya tekan pada tulang, gaya renggang dan gaya pelintir. Gaya tersebut dapat merangsang pertum-buhan tulang sehingga tulang men-jadi sehat. Anda dapat mencobanya dengan bersepeda, joging, jalan kaki atau naik turun tangga.

Selain konsumsi kalsium, vitamin D dan berolahraga, akan lebih baik bila Anda menghentikan kebiasaan me-rokok. Rokok, kopi, alkohol, teh, dan cola dapat menghambat penyerapan kalsium. Sebaliknya, konsumsilah ma-kanan bergizi yang memenuhi 4 sehat 5 sempurna. � (NFA)

Tips Menghindari Osteoporosis

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 294CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 294 4/26/2010 8:45:03 PM4/26/2010 8:45:03 PM

Page 44: Kanker 2010

295| MEI - JUNI 2010

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa vitamin D berperan pent-ing dalam mencegah penyakit

dan menghindarkan orang lanjut usia dari risiko terjatuh.Selain itu,orang-orang dengan kadar vitamin D tinggi berisiko hampir lima puluh persen lebih rendah mengalami penyakit jan-tung atau diabetes. Orang-orang bisa meningkatkan kadar asupan vitamin D melalui diet dan paparan sinar ma-tahari, paling tidak 30 menit dua kali seminggu.

Tim peneliti dari Warwick Medical School menemukan bahwa orang-orang dengan kadar vitamin D tinggi dalam darah berisiko 43 persen lebih rendah mengalami penyakit kardio-vaskular, diabetes tipe2 dan sindrom metabolik. Hasil ini dipublikasikan di jurnal medis Maturitas seperti dikutip situs dailymail.com.. Selain itu, risiko diabetes tipe 2 berkurang sebanyak 55 persen dan risiko sindrom metabo-lik berkurang hingga setengahnya.

Salah satu peneliti, Dr Johanna Parker, menyatakan bahwa review tersebut

tidak menyertakan orang-orang yang menggunakan suplemen vitamin D.”Kami menganjurkan untuk men-gonsumsi diet sehat dengan dua atau tiga porsi ikan seminggu dan lima por-si buah dan sayuran.”

Sekitar 90 persen vitamin D berasal dari cahaya matahari. Jadi “Orang-orang sebaiknya terpapar sinar ma-tahari 30 menit dua kali seminggu. Ar-tinya, membiarkan wajah dan lengan terpapar tanpa menggunakan sun-screen.” Cara ini, menurut dia, akan memberikan vitamin D yang cukup untuk tubuh.

Cara kerja vitamin D belum sepenuh-nya dipahami. Vitamin ini memperlam-bat pertumbuhan sel-sel kanker dan meningkatkan fungsi pembuluh darah atau sistem kekebalan tubuh.

Vitamin D bisa ditemukan pada maka-nan seperti salmon, tuna dan oily fi shlainnya. Vitamin D juga seringkali di-tambahkan ke dalam susu. Suplemen vitamin D tersedia dalam dua bentuk, vitamin D2 dan D3. Peneliti meng-

anjurkan vitamin D3 karena lebih aktif dan efektif.

Di Inggris, Food Standards Agen-cy tidak menganjurkan dosis vitamin D harian yang spesifi k kecuali untuk orang-orang tertentu. Badan ini me-nyarankan konsumsi 10 mcg gram vi-tamin D sehari untuk orang lanjut usia, perempuan hamil, orang Asia , orang yang sangat sedikit terpapar sinar ma-tahari dan orang yang tidak makan da-ging atau ikan.

Institusi ini juga menyatakan bahwa suplemen harian sebanyak 25 mcg ti-dak akan membahayakan.

Konsumsi suplemen vitamin D berle-bih dalam jangka panjang, menurut peneliti, akan membuat tubuh me-nyerap terlalu banyak kalsium; hal ini justru akan memperlemah tulang dan kemungkinan merusak hati dan ginjal. � (NFA)

Vitamin D Mencegah Penyakit Jantung dan Diabetes

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 295CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 295 4/26/2010 8:45:08 PM4/26/2010 8:45:08 PM

Page 45: Kanker 2010

297| MEI - JUNI 2010

Pemberian tiga antiplatelet lebih efektif dibandingkan dengan terapi dua macam obat dalam

mengurangi kejadian iskemik setelah pemasangan drug-eluting stent (DES). Kesimpulan ini merupakan hasil pene-litian observasional DECREASE (Drug-Eluting stenting followed by Cilostazol treatment REduces Adverse Serious cardiac Events) yang dipublikasikan dalam jurnal the American Heart Jour-nal edisi bulan Februari 2010.

Dr. Seung-Jung Park dkk dari the Uni-versity of Ulsan College of Medicine di Seoul, Korea Selatan, menemukan bahwa bila diberikan secara bersama-an, cilosatazol memberikan efek tam-bahan pada obat antiplatelet aspirin dan clopidogrel dalam menghambat aktivasi platelet. Cilostazol adalah obat antiplatelet yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration(FDA) sebagai terapi klaudikasio inter-miten.

Beliau melakukan penelitian DECRE-ASE, yang bertujuan membandingkan efektifi tas dan keamanan jangka pan-jang terapi 3 antiplatelet (aspirin plus klopidogrel plus cilostazol) dengan terapi 2 antiplatelet (aspirin plus klopi-dogrel) setelah pemasangan DES. Dari 3099 pasien yang dilibatkan dalam pe-nelitian ini, 1443 pasien menerima tiga macam terapi antiplatelet (kelompok terapi 3 antiplatelet), yang terdiri dari: aspirin 200 mg sehari; clopidogrel 300 mg sebagai loading dose, dilanjutkan dengan 75 mg sehari; dan cilostazol dengan loading dose 200 mg, dilanju-tkan dengan 100 mg, dua kali sehari. Sedangkan kelompok lain (kelompok terapi 2 antiplatelet), menerima aspi-rin dan clopidogrel saja. Terapi aspirin diberikan tanpa batasan waktu, clopi-dogrel diberikan paling sedikit selama 6 bulan dan cilostazol diberikan paling sedikit selama 4 minggu. Follow-upberlangsung selama 12 bulan.

Hasil penelitian memperlihatkan bah-wa angka kejadian infark miokard, trombosis stent dan angka kematian lebih rendah di kelompok yang ditera-pi dengan 3 antiplatelet dibandingkan dengan kelompok terapi 2 antiplate-let. Setelah penyesuaian, angka keja-dian kematian tidak berbeda bermak-na, namun penurunan angka kejadian infark miokard dan trombosis stent se-cara bermakna lebih besar di kelom-pok terapi 3 antiplatelet dibandingkan dengan di kelompok terapi 2 anti-platelet. Angka kejadian perdarahan antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna.

Para peneliti menyimpulkan bahwa pemberian 3 antiplatelet setelah pe-masangan DES lebih efektif menu-runkan angka kejadian infark miokard dan trombosis pasca stent diband-ingkan dengan terapi 2 antiplatelet.Efek menguntungkan penambahan cilostazol ini diperkirakan terjadi kar-ena cilostazol memiliki efek terhadap pembuluh darah seperti pengham-batan pembentukan plak atheroma, efek vasodilatasi serta perbaikan profi l lemak.

SIMPULAN:• Dalam penelitian ini, pemberian

terapi 3 antiplatelet menurunkan angka kejadian infark miokard serta trombosis karena stent lebih

baik dibandingkan terapi 2 anti-platelet.

• Penambahan cilostazol pada pasien yang diterapi dengan aspi-rin plus klopidogrel memberikan efek tambahan dalam mengham-bat aktivasi platelet. � (YYA)

REFERENSI:

1. Lee SW, Park SW, Yun SC, Kim YH, Park DW,

Kim WJ, et al. Triple antiplatelet therapy re-

duces ischemic events after drug-eluting stent

implantation: Drug-Eluting stenting followed

by Cilostazol treatment REduces Adverse

Serious cardiac Events (DECREASE registry).

Am.Heart J 2010;159:284-91.

2. Medscape. Three Antiplatelet Drugs Better

Than Two After Coronary Stenting. Abstract.

[citied 2009 February 11]. Available from:

http://www.medscape.com/viewarticle/71660

8?src=mpnews&spon=2&uac=117092C G

Kelompok Terapi 3 antiplatelet

Kelompok Terapi 2 antiplatelet

NIlai P

Jumlah pasien yang mengalami infark miokard

5 15 P = 0,0097

Jumlah pasien yang mengalami trombosis stent 2 12 p = 0,0036

Jumlah pasien yang meninggal kematian 21 26 p = 0,4062

Efek samping perdarahan mayor 21 27 p = 0,9372

Efek samping perdarahan minor 76 82 p = 0,7504

Tabel 1. Perbandingan risiko kejadian vaskular dalam 12 bulan setelah pemasangan DES,

antara kelompok terapi 3 antiplatelet dengan kelompok terapi 2 antiplatelet.

Setelah Pemasangan DES, Tiga Antiplatelet Lebih Baik

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 297CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 297 4/26/2010 8:45:11 PM4/26/2010 8:45:11 PM

Page 46: Kanker 2010

298 | MEI - JUNI 2010

FDA telah menyetujui perlua-san indikasi untuk telmisartan, salah satu obat antihipertensi

golongan ARB (angiotensin-receptor blocker). Kini, telmisartan dapat diber-ikan sebagai terapi untuk mengurangi risiko infark miokard, stroke dan keja-dian kematian karena kardiovaskular pada pasien-pasien dengan usia 55 tahun atau lebih dengan risiko tinggi kejadian kardiovaskular, namun tidak dapat mentoleransi efek samping obat antihipertensi golongan ACEi (angiotensin converting enzyme).

Keputusan ini merupakan rekomen-dasi the Cardiovascular and Renal Drugs Advisory Committee, didasar-kan pada hasil penelitian ONTARGET (The ONgoing Telmisartan Alone and in combination with Ramipril Global Endpoint Trial), yang membandingkan efektifi tas telmisartan dengan ramipril pada pasien diabetes atau dengan risiko tinggi kejadian kardiovaskular.

Sebenarnya perluasan indikasi ini dipertanyakan, karena dalam peneli-tian-penelitian lain seperti PROFESS (Prevention Regimen for Effectively avoiding Second Strokes) dan TRAN-SCEND (The Telmisartan Randomised AssessmeNt Study in ACE iNtolerant

subjects with cardiovascular Disease), pemberian telmisartan tidak lebih baik dibandingkan dengan plasebo.

Penelitian PROFESS, yang merupakan penelitian multisenter yang melibat-kan 20332 pasien, memperlihatkan bahwa pemberian telmisartan 80 mg langsung setelah stroke iskemik dan dilanjutkan selama 2,5 tahun tidak le-bih baik dibandingkan dengan plase-bo dalam menurunkan angka kejadian stroke, kejadian kardiovaskular, mau-pun diabetes melitus. Dalam peneli-tian TRANCEND, 6000 pasien dengan penyakit kardiovaskular atau diabetes risiko tinggi diterapi secara acak den-gan telmisartan atau plasebo. Setelah follow-up selama 5 tahun, outcomeprimer yang merupakan gabungan kematian karena kardiovaskular, infark miokard, stroke atau rawat inap karena gagal jantung, tidak berbeda antara kelompok telmisartan dengan kelom-pok plasebo.

Walaupun FDA telah menyetujui per-luasan indikasi telmisartan untuk pasi-en dengan risiko tinggi kardiovaskular, perlu dilakukan tinjauan ulang mengin-gat penelitian-penelitian sebelumnya seperti PROFESS dan TRANSCEND, memperlihatkan bahwa telmisartan ti-

dak lebih baik dibandingkan plasebo dalam hal penurunan kejadian kardio-vaskular

SIMPULAN:• FDA menyetujui perluasan indika-

si untuk telmisartan untuk mengu-rangi risiko infark miokard, stroke dan kejadian kematian karena kar-diovaskular pada pasien-pasien dengan usia lebih dari 55 tahun atau lebih dengan risiko tinggi ke-jadian kardiovaskular, berdasarkan penelitian ONTARGET

• Walaupun demikian, perlu dilaku-kan peninjauan lebih lanjut karena dalam penelitian lain seperti PRO-FESS dan TRANSCEND, pembe-rian telmisartan tidak lebih baik dibandingkan dengan plasebo dalam menurunkan kejadian kar-diovaskular. � (YYA)

REFERENSI:

1. McIness GT. Telmisartan to Prevent Recur-

rent Stroke: The PRoFESS Study. Was the

Baby Thrown Out with the Bathwater? Stroke.

2009;40:1938. Abstract. [cited 2009 February

25]. Available from:

http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/

extract/40/5/1938

2. Medscape. Expanded Indication for Telmisar-

tan. Abstract. [cited 2009 February 25]. Avail-

able from:

http://www.medscape.com/viewarticle/71098

1?src=mpnews&spon=2&uac=117092CG

3. Journal Watch. Telmisartan Not Better Than

Placebo in ACE-Inhibitor-Intolerant Patients.

[cited 2009 February 25]. Available from:

http://firstwatch.jwatch.org/cgi/content/

fu l l /2008/903/2?maxtoshow=&HITS=1

0 &hits=10&RESULTFORMAT=&fullt

ext=telmisartan+not+better+than+placeb

o+ transcend&andorexactfulltext=and&

searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype

=HWCIT

4. Effects of the angiotensin-receptor blocker

telmisartan on cardiovascular events in high-

risk patients intolerant to angiotensin-convert-

ing enzyme inhibitors: a randomised controlled

trial. Lancet 2008; 372: 1174-83. Abstract. [cit-

ed 2009 February 25]. Available from: http://

www.thelancet.com/journals/lancet/article/

PIIS0140673608612428/abstract?isEOP=true

Apakah Perluasan Indikasi Untuk Telmisartan Merupakan Keputusan yang Tepat?

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 298CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 298 4/26/2010 8:45:12 PM4/26/2010 8:45:12 PM

Page 47: Kanker 2010

299| MEI - JUNI 2010

Sejumlah studi telah menunjukkan peran tambahan anestetik lokal sebagai antimikroba. Sebagai

tambahan terhadap sifat anestetiknya, obat anestetik lokal seperti bupiva-caine dan lidocaine telah menunjuk-kan efek bakteriostatik, bakterisidal, fungistatik dan fungisidal terhadap mikroorganisme dengan spektrum luas.

Suatu studi telah dilakukan Coghlan dkk untuk meneliti aktivitas antibak-teri berbagai anestetik lokal dan obat tambahan yang digunakan dalam in-fus epidural terhadap berbagai mik-roorganisme yang dikaitkan dengan abses epidural.

Dalam studi tersebut, kristal bupi-vacaine, ropivacaine, dan levobupiva-caine dilarutkan dan ditambahkan ke dalam agar Mueller-Hilton dalam kon-sentrasi 0,06%, 0,125%, 0,2%, 0,25%, 0,5% dan 1%. Fentanyl, adrenaline dan clonidine juga dicampur dengan agar dalam isolasi dan dalam kombinasi dengan anestetik lokal.

Hasilnya menunjukkan bahwa bupiva-caine mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, En-terococcus faecalis dan Eschericia colidengan MIC (kadar hambat minimal) antara 0,125% dan 0,25%, namun tidak menghambat Pseudomonas aerugino-sa. Levobupivacaine dan ropivacaine tidak menunjukkan aktivitas terhadap Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis dan Pseudomonas aerugi-nosa, sedangkan MIC terhadap E.coliadalah 0,5% untuk levobupivacaine dan 1% untuk ropivacaine.

Fentanyl, adrenaline, dan clonidine tidak mempunyai efek tambahan pada aktivitas antibakteri anestetik lokal.

Suatu studi literatur komprehensif menggunakan MEDLINE 1950 hingga saat ini, juga telah dilakukan untuk

studi in vitro dan in vivo yang meneliti aktivitas antimikroba berbagai anest-etik lokal terhadap bakteri dan jamur patogen.

Studi tersebut meneliti efek pengham-batan mikroba anestetik lokal dan efek kondisi suhu dan konsentrasi anestetik lokal. Penilaian outcome meliputi jum-lah koloni, AUC (area under the curve), dan perhitungan kurva waktu-bunuh, MIC (kadar hambat minimal), dan postantibiotic effect.

Hasilnya menunjukkan bahwa anest-etik lokal terbukti memiliki efek an-timikroba terhadap kuman patogen manusia dengan spektrum luas.

Anestetik lokal pada konsentrasi yang biasa digunakan dalam klinis (misalnya bupivacaine 0,125%-0,75% atau lido-caine 1%-3%) dapat menghambat per-tumbuhan sejumlah bakteri dan jamur dalam berbagai kondisi.

Anestetik lokal yang berbeda kapasi-tas antimikrobanya berbeda, sebagai contoh, bupivacaine dan lidocaine menghambat pertumbuhan mikroba lebih kuat secara bermakna dibanding dengan ropivacaine.

Konsentrasi yang lebih besar, paparan yang lebih lama, dan suhu yang lebih tinggi berkorelasi dengan peningka-tan hambatan pertumbuhan mikroba secara proporsional.

Beberapa studi menunjukkan me-kanisme kerja antimikroba anestetik lokal adalah mengganggu permea-bilitas membran sel mikroba yang me-nyebabkan kebocoran komponen se-luler dan selanjutnya mengakibatkan lisis sel mikroba.

Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa anestetik lokal tidak hanya ber-manfaat sebagai kontrol nyeri, tetapi juga memiliki aktivitas antimikroba.

Dalam kapasitas ini, anestetik lokal mungkin dapat dipertimbangkan se-bagai tambahan terhadap penggu-naan antimikroba tradisional dalam klinis maupun laboratorium.

Studi lainnya juga telah meneliti per-tumbuhan Staphylococcus epider-midis pada anestetik lokal lidocaine 0,5%, 1%, 2%, bupivacaine 0,125%, 0,255, 0,5%, dan mepivacaine 0,5%, 1%, 2% dibandingkan dengan laru-tan salin steril non-bakteriostatik.Hasilnya menunjukkan bahwa koloni S.epidermidis menurun pada ketiga anestetik yang menunjukkan bahwa ketiga anestetik lokal tersebut da-pat menghambat pertumbuhan S.epidermidis, dengan aktivitas anti-mikroba bupivacaine paling kuat, dii-kuti lidocaine dan kemudian mepiva-caine.

Efek antimikroba tersebut proporsion-al terhadap konsentrasi, konsentrasi yang lebih tinggi dan waktu paparan yang lebih lama menyebabkan penu-runan koloni bakteri yang lebih besar.

Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa bupivacaine, lidocaine dan mepivacaine dapat menghambat per-tumbuhan S.epidermidis.

Sebagai tambahan, sebaiknya hati-hati memberikan anestetik lokal sebe-lum prosedur diagnostik pengambilan spesimen biakan/kultur, karena aktivi-tas antimikroba anestetik lokal dapat menyebabkan hasil negatif palsu atau hasil kultur yang suboptimal. � (EKM)

REFERENSI

1. Coghlan MW, Davies MJ, Hoyt C, Joyce L,

Kilner R, Waters MJ. Anaesth Intensive Care

2009, 37(1): 66-9

2. Johnson SM, John BES, Dine AP. Local An-

esthetics as Antimicrobial Agents: A Review.

Surgical Infections. 2008, 9 (2): 205-213.

3. Xu H, Zhang L, Arita H, Hanaoka K. Antimi-

crobial activity of local anesthetics. Pain Re

2003;18(1):19-24.

Efek Antimikroba Anestetik Lokal

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 299CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 299 4/26/2010 8:45:13 PM4/26/2010 8:45:13 PM

Page 48: Kanker 2010

300 | MEI - JUNI 2010

Menurut WHO, obesitas dan kelebihan berat badan didefi nisikan sebagai kelain-

an atau kelebihan akumulasi lemak yang dapat mengganggu kesehatan. WHO mendefi nisikan kelebihan berat badan jika BMI (indeks massa tubuh) ≥ 25 dan obesitas jika BMI ≥ 30. Preva-lensi obesitas secara global menin-gkat baik di negara maju ataupun berkembang.

Studi telah menunjukkan bahwa su-plemen antioksidan dapat bermanfaat dalam terapi obesitas yang dikaitkan dengan kondisi stres oksidatif.

Oleh karena itu dilakukan studi pada hewan untuk meneliti apakah ekstrak melon dapat mencegah obesitas. Ek-strak melon merupakan sumber yang kaya antioksidan superoksida dis-mutase (SOD) yang merupakan anti-oksidan pertama yang dimobilisasi oleh sel untuk pertahanan dan diper-timbangkan lebih kuat dibanding an-tioksidan vitamin karena SOD men-gaktivasi tubuh untuk memproduksi antioksidan tubuh sendiri, termasuk katalase dan glutation peroksidase. Studi yang dipimpin oleh Jean-Max Rouanet dari University of Montpellier tersebut merupakan kerjasama antara para peneliti dari BioNov, University Hospital Guide Chauliac, Montpellier serta INRA, the University of Montpel-lier.

Dalam studi tersebut, hamster dibagi menjadi 5 kelompok: 1 kelompok mendapat diet standar, 1 kelompok lain mendapat diet tinggi lemak setiap hari sebagai kontrol, sedangkan 3 kel-ompok lainnya mendapat diet tinggi lemak plus esktrak melon 0,7 mg/hari, 2,8 mg/hari, atau 5,6 mg/hari.

Hasilnya menunjukkan bahwa setelah 84 hari, dosis ekstrak melon yang tertinggi dapat menurunkan trigli-seridemia sebesar 68%, menurunkan produksi anion superoksida hati sebe-sar 12%, menurunkan aktivitas oksi-dase sitokrom mitokondria sebesar 40%, menurunkan produk oksidasi lemak dan protein (masing-masing

sebesar 29% dan 35%) serta menu-runkan leptinemia sebesar 99%.

Ekstrak melon dengan dosis tertinggi juga meningkatkan adiponektinemia sebesar 29% (adinopeptin adalah suatu hormon protein yang dihasilkan oleh sel lemak yang berperan dalam metabolisme glukosa dan lemak), menyebabkan penurunan insulinemia sebesar 39%, penurunan resistensi insulin sebesar 41% serta penurunan lemak abdomen sebesar 25%.

Selain itu juga memicu penurunan lemak hati yang nyata (73%) serta mencegah steatohepatitis yang dise-babkan oleh diet tinggi lemak. Kombi-nasi diet tinggi lemak dengan ekstrak melon juga menurunkan berat badan hamster hingga sebesar 29% diband-ing dengan hamster yang hanya diberi diet tinggi lemak.

Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa konsumsi ekstrak melon jang-ka panjang dapat menjadi alternatif

baru untuk membantu mencegah atau mengurangi obesitas yang disebab-kan oleh diet tinggi lemak. � (EKM)

REFERENSI

1. Decorde K, Agne A, Lacan D, Ramos J, Fouret

G, Ventura E et al. Preventive Effect of a Melon

Extract Rich in Superoxide Scavenging Activ-

ity on Abdominal and Liver Fat and Adipokine

Imbalance in High-Fat-Fed Hamsters. J. Agric.

Food Chem., 2009, 57 (14), pp 6461–7.

2. Daniells S. Melon extract may help against

obesity: Study. http://www.nutraingredients-

usa.com/content/view/print/252668. 4/2/2010.

3. Melon extract prevents obesity. Nutrition Re-

search Newsletter, July, 2009

http://fi ndarticles.com/p/articles/mi_m0887/

is_7_28/ai_n32451323/.4/2/2010.

Ekstrak Melon Membantu Mencegah Obesitas

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 300CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 300 4/26/2010 8:45:14 PM4/26/2010 8:45:14 PM

Page 49: Kanker 2010

301| MEI - JUNI 2010

Obat diabetes metformin mungkin dapat membantu penderita obesitas usia rema-

ja untuk menurunkan berat badan da-lam kombinasi modifi kasi gaya hidup sehat. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian remaja obesitas non diabe-tik yang mendapatkan Metformin XR (extended release) disertai modifi kasi gaya hidup sehat yang lebih bermak-na menurunkan BMI dibandingkan dengan remaja obesitas yang hanya melakukan modifi kasi gaya hidup saja, hasil penelitian ini dipublikasi dalam Archives of pediatric and Adolescent Medicine Februari 2010.

Metformin merupakan obat hipog-likemik oral golongan biguanide yang menurunkan kadar gula darah dengan menurunkan produksi glukosa di hati, menurunkan absorpsi glukosa di usus dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan meningkatkan ambilan dan penggunaan glukosa di jaringan peri-fer, tanpa merangsang sekresi insulin

sehingga risiko hipoglikemia sangat jarang terjadi kecuali pada keadaan tertentu sepertu asupan kalori yang kurang dan aktivitas fi sik berat.

Obesitas pada anak di Amerika sendiri saat ini meningkat 3 kali dalam 50 tahun terakhir dan 31,9% anak Amerika saat ini dinyatakan memiliki berat badan berlebih dan obesitas; obesitas pada anak dan remaja saat erat berkaitan dengan risiko terjadinya diabetes tipe

2, hipertensi dan risiko gangguan kar-diovaskuler pada saat dewasa.

Uji klinik yang dilakukan bersifat multi-senter, acak dan buta ganda, melibat-kan 77 remaja obesitas yang menda-patkan metformin XR 2.000 mg/hari dan modifi kasi gaya hidup diband-ingkan modifi kasi gaya hidup tunggal dan plasebo selama 48 minggu dan dilanjutkan 48 minggu dengan follow up lanjutan tanpa terapi.

Gb.1. Hasil Penelitian

Metformin Menurunkan Berat Badan pada Remaja yang Obesitas

BERITA TERKINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 301CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 301 4/26/2010 8:45:15 PM4/26/2010 8:45:15 PM

Page 50: Kanker 2010

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 302CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 302 4/26/2010 8:45:15 PM4/26/2010 8:45:15 PM

Page 51: Kanker 2010

303| MEI - JUNI 2010

Hasil penelitian (Gambar 1) memper-lihatkan, remaja obesitas yang menda-patkan metformin XR dan modifi kasi gaya hidup mengalami penurunan BMI sebesar 0,9 dibandingkan pen-ingkatan BMI sebesar 0,2 di kelompok remaja obesitas yang mendapatkan plasebo dan modifi kasi gaya hidup. Perbedaan tersebut menetap dalam follow up 6 bulan setelah terapi met-formin dihentikan.

EFEK SAMPINGSelama periode minggu ke-4 hingga ke-52, kejadian tidak diinginkan yang terjadi ≥ 5 % pada salah satu kelom-pok (tabel 1).

Tidak didapatkan perbedaan ber-makna dari kejadian tidak diinginkan tersebut.

Salah satu peneliti yaitu Darrel M Wil-son dari divisi Endokrin dan Diabetes Anak dari Universitas Stanford me-nyimpulkan hasil penelitian tersebut mengindikasikan metformin berper-anan penting sebagai terapi obesitas pada remaja, mesikipun penelitian jangka panjang masih diperlukan un-tuk efek metformin terhadap risiko penyakit lain yang disebabkan oleh obesitas.

Review sistemik/ metaanalisis ter-hadap uji klinik metformin sebagai terapi pada pasien obesitas pada anak dan remaja sebelumnya pernah di-lakukan pada 5 uji klinik dengan krite-ria inklusi uji klinik harus bersifat acak, buta ganda, lama penelitian di atas 6 bulan pada subjek obesitas hiperinsu-linemia usia di bawah 19 tahun tanpa diabetes.

Didapatkan hasil sebagai berikut (ta-bel 2)

Hasil metaanalisis tersebut memper-lihatkan, pemberian metformin mem-berikan manfaat pada pasien obesitas, terapi selama 6 bulan efektif rata rata menurunkan BMI 1,42 kg/m2, hasil re-view juga memperlihatkan terdapat penurunan dari total kolesterol.

Tabel 2. Meta analisis Uji Klinik Metformin

Tabel 1. Kejadian Tidak Diinginkan yang terjadi ≥ 5 % pada salah satu kelompok

Metformin (%) Plasebo (%)

Nyeri kepala 12 (31) 8 (21)

Mual 9 (23) 3 (8)

Muntah 6 (15) 1 (3)

Infeksi saluran nafas atas 18 (46) 23 (61)

Keluhan muskuloskeletal 5 (3) 7 (18)

REFERENSI

1. D.M Wilson, et al. Metformin extended release treatment of adolescent obesity. Archives of pediatric

and Adolescent Medicine 2010;164:116-23.

2. M.H Park, et al. Metformin for obesity in children and adolescents: A systemic review. www.med-cape.com

Artati

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 303CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 303 4/26/2010 8:45:18 PM4/26/2010 8:45:18 PM

Page 52: Kanker 2010

304 | MEI - JUNI 2010

I. TERAPI CAIRAN

1. KOMPARTEMEN CAIRAN TUBUHTubuh orang dewasa terdiri dari: zat padat - 40 % berat ba-dan dan zat cair - 60 % berat badan; zat cair terdiri dari: cairan intraseluler - 40 % berat badan dan cairan ekstrase-luler - 20 % berat badan; sedangkan cairan ekstraseluler ter-diri dari : cairan intravaskuler - 5 % berat badan dan cairan interstisial - 15 % berat badan

Ada pula cairan limfe dan cairan transeluler yang termasuk cairan ekstraseluler. Cairan transeluler sekitar 1-3 % berat badan, meliputi sinovial, pleura, intraokuler dan lain-lain. Cairan intraseluler dan ekstraseluler dipisahkan oleh mem-bran semipermeabel.

Neonatus Bayi 3 bulanCairan Intraseluler 40 % 40 %Cairan Intraseluler• Plasma 5 % 5 %• Interstisial 35 % 25 %Jumlah cairan 80 % bb 70 % bb

Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh Na-trium dan protein plasma. Natrium paling banyak terdapat di cairan ekstraseluler, di cairan intravaskuler (plasma) dan interstisial kadarnya sekitar 140 mEq/L.

Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmo-sis melalui membran semipermeabel, yang terjadi apabila kadar total solute di kedua sisi membran berbeda. Air akan berdifusi melalui membran untuk menyamakan osmolalitas.Pergerakan air ini dilawan oleh tekanan osmotik koloid. Te-kanan osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat dipen-garuhi oleh albumin. Apabila kadar albumin rendah, maka tekanan onkotik rendah sehingga tekanan hidrostatik domi-nan mengakibatkan ekstravasasi dan terjadi edema.

Cairan ekstraseluler adalah tempat distribusi Na+, sedan-gkan cairan intravaskuler adalah tempat distribusi protein plasma dan koloid; juga tempat distribusi K+, PO4

– .

Elektrolit terpenting di dalam cairan intraseluler: K+ dan PO4

- dan di cairan ekstraseluler: Na+ dan Cl–

Kebutuhan air dan elektrolit perhari:Dewasa:• Air 30 – 35 ml/kg Setiap kenaikan suhu 1o C diberi tambahan 10-15 %• K+ 1 mEq/kg ( 60 mEq/hari atau 4,5 g )• Na+ 1-2 mEq/kg ( 100 mEq/hari atau 5,9 g )

Bayi dan Anak:• Air 0-10 kg: 4 ml/kg/jam ( 100 ml/g ) 10-20 kg: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg) > 20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500 ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)• K+ 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)• Na+ 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)

2. JENIS CAIRAN INTRAVENA1. Cairan Kristaloid• BM rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa glukosa• Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke

seluruh ruang ekstraseluler• Mengandung elektrolit: Ringer lactate, Ringer’s solution,

NaCl 0,9 %• Tidak mengandung elektrolit: Dekstrosa 5 %2. Cairan Koloid• BM tinggi ( > 8000 Dalton )• Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan

tetap tinggal di ruang intravaskuler• Termasuk golongan ini: Albumin, Plasma protein frac-

tion: Plasmanat, Produk darah : sel darah merah, Koloid sintetik: Dekstran, Hydroxyethyl starch

3. Cairan Khusus• Dipergunakan untuk indikasi khusus atau koreksi; misal:

NaCl 3 %, Sodium-bikarbonat, Mannitol, Natrium laktat hipertonik

Ada pula cairan kombinasi, misal: Ringer dan Dekstrosa 5 %; NaCl 0,45 % dan Dekstrosa 5 %.

Osmolaritas adalah konsentrasi osmolal suatu larutan bila dinyatakan sebagai osmol per liter larutan (osm/L).Osmolalitas adalah konsentrasi osmolal suatu larutan bila dinyatakan sebagai osmol per kilogram air (osm/kg).Tonisitas merupakan osmolalitas relatif suatu larutan.

Terapi Cairan dan Darah

Ery LeksanaSMF/Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif,

RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

PRAKTIS

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 304CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 304 4/26/2010 8:45:18 PM4/26/2010 8:45:18 PM

Page 53: Kanker 2010

305| MEI - JUNI 2010

Osmolaritas total setiap kompartemen adalah 280 – 300 mOsm/L.Larutan dikatakan isotonik, jika tonisitasnya sama dengan tonisitas serum darah yaitu 275 – 295 mOsm/kg.

Osmosis adalah bergeraknya molekul ( zat terlarut ) melalui membran semipermeabel dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi sampai kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh di seluruh kompar-temen sama. Membran semipermeabel dapat dilalui air ( pelarut ), tetapi tidak dapat dilalui zat terlarut.

Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan bergerak dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.Tekanan hidrostatik di dalam pembuluh darah akan mendorong air secara difusi masuk melalui pori-pori. Difusi tergantung kepada tekanan hidrostatik dan perbedaan konsentrasi.

Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggu-nakan mekanisme transpor pasif dan aktif.

Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi; me-kanisme transpor aktif membutuhkan energi berkaitan den-gan Na-K Pump yang membutuhkan energi ATP.

Kalium-Sodium pump adalah pompa yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium ke dalam sel. Bekerja un-tuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi:1. Cairan rumatan ( maintenance ).Bersifat hipotonis: konsentrasi partikel terlarut < konsentrasi cairan intraseluler (CIS); menyebabkan air berdifusi ke da-lam sel. Tonisitas < 270 mOsm/kg; misal: Dekstrosa 5 %, Dekstrosa 5 % dalam Salin 0,25 %

2. Cairan pengganti ( resusitasi, substitusi )Bersifat isotonis: konsentrasi partikel terlarut = CIS; no net water movement melalui membran sel semipermeabelTonisitas 275 – 295 mOsm/kg; misal : NaCl 0,9 %, Lactate Ringer’s, koloid

3. Cairan khususBersifat hipertonis: konsentrasi partikel terlarut > CIS; me-nyebabkan air keluar dari sel, menuju daerah dengan kon-sentrasi lebih tinggiTonisitas > 295 mOsm/kg; misal: NaCl 3 %, Mannitol, Sodi-um-bikarbonat, Natrium laktat hipertonik

3. TERAPI CAIRAN DURANTE OPERASISebelum operasi pasien akan dipuasakan selama 6 jam (de-wasa) atau 4 jam (bayi dan anak)

Zat yang hilang selama puasa, setiap jamnya :

• Air 60 ml • KH 2,6 g• Na + 1,8 mEq • Lemak 5,6 g• K + 2,4 mEq • Protein 6,4 g

Durante operasi diberi cairan:

• Pengganti puasa 2 ml/kg/jam• Pemeliharaan 2 ml/kg/jam• Stres operasi: Dewasa Anak Operasi kecil 4 ml/kg/jam 2 ml/kg/jam Operasi sedang 6 ml/kg/jam 4 ml/kg/jam Operasi besar 8 ml/kg/jam 6 ml/kg/jam

• Transfusi jika: pada dewasa perdarahan > 15 % EBV; pada bayi dan anak perdarahan > 10 % EBV. Jika menggunakan koloid, sesuai jumlah perdarahan; jika kristaloid, 3 x jumlah perdarahan

4. DEHIDRASIDerajat dehidrasi: Dewasa Bayi dan AnakDehidrasi ringan 4 % bb 5 % bbsedang 6 % bb 10 % bbberat 8 % bb 15 % bb

Tanda klinis dehidrasi : Ringan Sedang Berat

Defi sit 3-5 % 6-8 % ≥ 10 %

Hemodinamik takikardia takikardia takikardia

nadi lemah nadi sangat lemah nadi tak teraba

kolaps volume akral dingin

hipotensi ortostatik sianosis

Jaringan lidah kering lidah keriput atonia

turgor turun turgor kurang turgor buruk

Urin pekat jumlah kurang oliguria

SSP mengantuk apatis koma

Tindakan:1. Tentukan defi sit2. Atasi syok: cairan infus 20 ml/kg dalam ½ - 1 jam, dapat

diulangi3. Sisa defi sit:- 50 % dalam 8 jam pertama- 50 % dalam 16 jam berikutnyaCairan: Ringer Lactate (RL) atau NaCl 0,9 % (RL adalah cairan paling fi siologis untuk tubuh)

Jenis dehidrasi:1. Dehidrasi hipertonik:- kehilangan air lebih besar dari Na+

- kadar Na+ > 145 m.mol/L- osmolalitas serum > 295 m.Osm/L- terapi:

PRAKTIS

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 305CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 305 4/26/2010 8:45:18 PM4/26/2010 8:45:18 PM

Page 54: Kanker 2010

306 | MEI - JUNI 2010

• Dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,45 % atau 5 % Dextrose in half strength Ringer’s lactate atau

• fase I : 20 ml/kg NaCl 0,9 % atau RL fase II : Dekstrosa 5 % dalam NaCL 0,45 % diberikan ≥

48 jam agar tidak terjadi edema otak dan kematian

Kelebihan Na+ : ( X – 140 ) x BB x 0,6 = mgDefi sit cairan : {( X – 140) x BB x 0,6}:140 = LKecepatan koreksi maksimal 2 mEq/L/jam

2. Dehidrasi isotonik:- kehilangan air sama dengan Na+

- kadar Na+ 135 – 145 m.mol/L- osmolalitas serum 275 – 295 m.Osm/L- terapi: • NaCl 0,9 % atau Dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,225 %• 20 ml/kg NaCl 0,9 % atau RL

3. Dehidrasi hipotonik :- kehilangan air lebih kecil dari Na+

- kadar Na+ < 135 m.mol/L- osmolalitas serum < 275 mOsm/L- terapi: • NaCl 0,9 % disertai Dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,225 %

untuk the rest of fl uid defi cit atau • phase I: 20 ml/kg 0,9 % NaCl atau RL phase II: tambahkan defi sit natrium

Koreksi defi sit Na+ = ( Na+ yang diinginkan – Na+ aktual ) x 0,6 x BBKoreksi Na+ diberikan > 24 jam, agar tidak terjadi injuri susu-nan saraf pusat

Dehidrasi isotonik atau isonatremik adalah jenis dehidrasi yang paling sering terjadi (80 %).

5. RESUSITASI CAIRANTujuan resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki volume sirkulasi, agar tidak terjadi gangguan perfusi jaringan dan oksigenasi sel, sehingga dapat mencegah iskemi jaringan dan gagal organ.

Pemilihan jenis cairan harus atas dasar pertimbangan kom-partemen yang terganggu atau yang mengalami defi sit.Defi sit cairan jika tidak segera diresusitasi cairan akan me-nyebabkan syok dengan segala akibatnya.

Defi sit cairan intraselulerKadar natrium yang tinggi, menunjukkan defi sit cairan in-traseluler.

Larutan elektrolit hipotonis akan mengisi kompartemen intraseluler lebih banyak daripada kompartemen intra-vaskuler dan interstisial sehingga lebih tepat diberikan pada keadaan dehidrasi yang telah berlangsung lama. Konsen-trasi Na+ larutan ini lebih rendah daripada konsentrasi Na+

plasma. Glukosa ditambahkan untuk membuat agar larutan menjadi isotonik.

Di dalam tubuh, glukosa dari cairan infus akan cepat men-galami metabolisme menjadi air sehingga tekanan osmo-tiknya menjadi lebih rendah dari plasma.

Pada defi sit cairan intraseluler dapat diberi cairan hipotonis seperti D5W (5% Dextrose in water) atau cairan yang ban-yak mengandung K+, Mg++, HPO4

-.

Cairan hipotonis mempunyai osmolaritas lebih rendah dari serum ( kadar Na+ lebih rendah) sehingga pemberiannya akan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan akan “di-tarik” dari dalam pembuluh darah ke jaringan sekitar ( prin-sip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi ) sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju.

Resusitasi dinyatakan berhasil, apabila:• MAP (Mean Arterial Pressure) ≥ 65 mmHg• CVP (Central Venous Pressure) 8 – 12 mmHg• Urine output ≥ 0,5 ml/kg/jam• Central venous ( vena cava superior ) atau mixed venous

oxygen saturation ≥ 70 %• Status mental normal

Red blood cells excess ( hemokonsentrasi ).Kadar hematokrit ( Ht ) 50 % - 65 %, bahkan sampai 80 %.Keadaan ini dapat menyebabkan: trombosis, sludging dan restrictive circulation.Terapi: Albumin atau Kristaloid untuk menurunkan hema-tokrit maksimum 65 %.

II. TRANSFUSI

Tujuan transfusi adalah untuk memperbaiki sirkulasi volume darah dan oxygen carrying capacity.

Transfusi darah masih berperan penting pada penanganan syok hemoragik dan diperlukan bila kehilangan darah men-capai 25 % volume darah sirkulasi.Pada syok lain darah ber-guna mengembalikan curah jantung bila hematokrit rendah atau bila cairan gagal mempertahankan perfusi.

Kadar Hb 8 g% masih efektif untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan.Pada pasien kritis transfusi sel darah merah (red blood cells) diberikan bila Hb < 7 g%, kecuali terdapat: penyakit arteri koroner, perdarahan akut atau asidosis laktat.

Ambilan oksigen (oxygen uptake) adalah petunjuk lebih rasional saat diperlukannya transfusi daripada kadar hemo-globin. Ambilan oksigen akan menjadi fl ow dependent bila ekstraksi oksigen (oxygen extraction) tidak berubah sebagai respon terhadap aliran darah.

Keadaan fl ow dependent ini terutama terjadi pada penyakit

PRAKTIS

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 306CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 306 4/26/2010 8:45:18 PM4/26/2010 8:45:18 PM

Page 55: Kanker 2010

307| MEI - JUNI 2010

serius, sehingga lebih baik mempertahankan curah jantung untuk mempertahankan suplai oksigen ke jaringan.

Risiko transfusi:• Acute: overload, reaksi alergi, reaksi hemolitik, demam,

emboli udara.• Delayed: infeksi dan imunosupresi.

Transfusi dapat menggunakan whole blood atau packed red cells. Pada perdarahan akut harus diberikan whole blood.

Kriteria transfusi dengan packed red cells:• Hb < 8 g/dL• Hb 8 – 10 g/dL, normovolemik disertai tanda-tanda

gangguan miokardium, serebral dan respirasi• Perdarahan hebat: 10 ml/kg pada 1 jam pertama atau >

5 ml/kg pada 3 jam pertama

Untuk meningkatkan Hb, transfusi dengan:• Whole blood: ( Hbx – Hb pasien ) x BB x 6 = ml• Packed red cells: ( Hbx – Hb pasien ) x BB x 3 = ml

Volume darah adalah volume plasma ( 5 % BB ) ditambah eritrosit ( 2 % BB ), sehingga volume darah adalah 7 % berat badan.

Cara lain menghitung volume darah, berdasarkan estimated blood volume (EBV):• Neonatus 90 ml/kg• Bayi dan Anak 80 ml/kg• Dewasa 70 ml/kg

Gangguan koagulasi:• Prothrombin Time dan Partial Thromboplastin Time

memanjang, berikan Fresh Frozen Plasma: 10 ml/kg• ACT > 120 detik, berikan Protamine: 1 mg/kg• Trombositopenia, berikan Faktor trombosit• Fibrinogen < normal, berikan Kriopresipitat: 5 ml/kg

PerdarahanVariabel Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Sistolik (mmHg) > 110 > 100 > 90 < 90

Nadi (x/menit) < 100 > 100 > 120 > 140

Nafas (x/menit) 16 16-20 21-26 > 26

Mental anxious agitated confused lethargy

Kehilangan darah 750 ml 750-1500 ml 1500-2000 ml > 2000 ml

< 15 % 15-30% 30-40 % > 40 %

Maximal allowable blood loss: {( Ht – 30 ) : Ht } x EBV.DO2 = CO x CaO2 = 640 – 1400 ml/menit.CaO2 ( kandungan oksigen arterial ) berkaitan dengan satu-rasi oksigen arterial (SaO2) dan Hb.VO2 ( oxygen uptake = demand = consumption ) atau ambi-lan oksigen dapat digunakan untuk menilai oksigenasi jarin-gan yang adekuat.

VO2 meningkat setelah curah jantung meningkat, tetapi VO2 tidak akan meningkat setelah peningkatan hematokrit pasca transfusi darah. Ini menunjukkan bahwa ambilan oksi-gen ( VO2 ) lebih rasional dipakai sebagai petunjuk perlunya transfusi dibanding hemoglobin serum secara individual.

VO2 = CO x ( CaO2 – CvO2 ) x 10 = 180 – 280 ml/menit.

CaO2 = ( Hb x 1,37 x SaO2 ) + ( 0,003 x PaO2 )CvO2 = ( Hb x 1,37 x SvO2 ) + ( 0,003 x PvO2 )SaO2 = 93 – 98 %SvO2 = 65 – 75 %

Rasio ekstraksi oksigen ( O2 ER ) = VO2/DO2 x 100 O2 ER = 0,25 – 0,30

III. CAIRAN UNTUK RESUSITASI

Cairan untuk resusitasi umumnya bersifat isotonis atau ter-gantung kompartemen yang akan diresusitasi.

Golongan Kristaloid

1. Ringer’s LactateCairan paling fi siologis jika diperlukan volume besar.Banyak digunakan sebagai terapi cairan pengganti (resus-itasi atau replacement therapy), misalnya pada: syok hipov-olemik, diare, trauma dan luka bakar.

Laktat dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki keadaan, misal asidosis me-tabolik.Kalium dalam RL tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk kasus defi sit kalium. Tidak mengandung glukosa, sehingga sebagai cairan ruma-tan (maintenance) harus ditambah glukosa untuk mencegah ketosis.Pemberian maksimal 2000 ml per hari.

2. NaCl 0,9 % ( Normal saline )Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy ), terutama pada kasus:• kadar Na+ rendah• jika RL tidak cocok (alkalosis, retensi K+ )• cairan terpilih untuk trauma kepala• untuk mengencerkan eritosit sebelum transfusi

Mempunyai kekurangan:• tidak mengandung HCO3

• tidak mengandung K+

• kadar Na+ dan Cl– relatif tinggi, sehingga dapat terjadi asidosis hiperkloremia, asidosis dilusional, dan hiperna-tremia

Pemberian maksimal 1500 ml per hari

PRAKTIS

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 307CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 307 4/26/2010 8:45:18 PM4/26/2010 8:45:18 PM

Page 56: Kanker 2010

308 | MEI - JUNI 2010

3. Dekstrosa 5 %Dipergunakan sebagai cairan rumatan (maintenance) pada pasien dengan pembatasan asupan natrium atau sebagai cairan pengganti pada pure water defi cit.Penggunaan perioperatif:• berlangsungnya metabolisme• menyediakan kebutuhan air• mencegah hipoglikemi• mempertahankan protein yang ada; dibutuhkan mini-

mal 100 g karbohidrat untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh

• menurunkan kadar asam lemak bebas dan keton• mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200 g karbohid-

ratCairan infus mengandung dekstrosa, khususnya Dekstrosa 5 % tidak boleh diberikan pada pasien trauma kepala (neu-ro-trauma) karena dekstrosa dan air akan berpindah secara bebas ke dalam sel otak. Di dalam sel otak (intraseluler), dekstrosa akan dimetabolisir yang akan menyebabkan ede-ma otak.

Golongan Koloid

1. HES ( Hydroxyethyl Starch ) a. Pelarut NaCl 0,9 %: Wida HES, HES Steril b. Pelarut elektrolit berimbang: FIMAHES2. Gelatin3. Dekstran4. Albumin

Keuntungan HES: • menyumpal kebocoran ( sealing effect )• memiliki efek antiinfl amasi, dengan cara menghambat

produksi mediator infl amasi NF-Kappa β, sehingga da-pat digunakan pada kasus infl amasi ( sepsis )

Jumlah cairan yang diperlukan :

Δ PV = volume infus ( PV/dV ) (1)

Δ PV = perubahan PV yang diharapkan dV = volume distribusi cairan infus

Contoh:Penderita BB 50 kg perdarahan 2 L.1. Berapa jumlah D5W (5 % Dextrose in water) diperlu-

kan? Δ PV = 2 L PV = 5 % x 50 kg = 2,5 L dV = seluruh kompartemen = 60 % x 50 kg = 30 L 2 L = volume infus ( 2,5/30 ) 2 L = volume infus ( 1/12 ) � volume infus = 24 L Diperlukan: 24 L 5 % Dextrose in water.

2. Berapa jumlah NaCl 0,9 % diperlukan ? Δ PV = 2 L

PV = 5 % x 50 kg = 2,5 L dV = Na+ terbanyak pada kompartemen ekstraseluler = 20 % x 50 kg = 10 L 2 L = volume infus ( 2,5/10 ) 2 L = volume infus ( 1/4 ) � volume infus = 8 L Diperlukan: 8 L NaCl 0,9 %

3. Berapa jumlah koloid diperlukan ? Δ PV = 2 L PV = 5 % x 50 kg = 2,5 L dV = koloid tempatnya di plasma = Plasma = PV = 2,5 L

2 L = volume infus ( 2,5/2,5 ) � volume infus = 2,5 L Diperlukan koloid: 2,5 L.

Catatan• CVP dengan ventilator � N = 12 – 15 mmHg.• Terapi cairan akan mempengaruhi keseimbangan asam-

basa.

Kristaloid digunakan sebagai cairan dan kompensasi terh-adap insensible loss selama pembedahan.

NaCl 0,9 % isotonis dengan plasma, didistribusi terutama ke ekstraseluler; dapat menyebabkan asidosis metabolik hiper-kloremia, memperburuk splanchnic perfusion yang ditandai dengan penurunan urine outfl ow dan keluhan abdomen.

Istilah asidosis dilusional menunjukkan adanya ekspansi plasma yang menyebabkan reaksi dilusional dari bikarbonat plasma.

Menurut teori keseimbangan asam-basa Stewart, hiperk-loremia akan menurunkan strong ion difference ( SID ). SID dan PaCO2 merupakan independent variable, sedangkan konsentrasi ion hidrogen dan bikarbonat merupakan de-pendent variable.

Larutan Ringer Laktat banyak digunakan sebagai cairan pengganti.

Ringer Laktat tidak menambah asidosis, sebab jika sirku-lasi pulih kembali, produksi asam laktat akan berkurang. Di samping itu, sirkulasi yang membaik akan membawa tim-bunan asam laktat ke hati, yang melalui siklus Krebs akan dibuffer oleh bikarbonat menjadi asam karbonat yang dilepas melalui paru-paru.

Koloid banyak digunakan untuk mempertahankan volume darah sirkulasi.

Produk Hextend merupakan plasma volume expander yang mengandung 6 % hetastarch di dalam larutan elektrolit ber-imbang, laktat dan glukosa ( hetastarch 60g/L, natrium 143 mmol/L, klorida 124 mmol/L, kalsium 2,5 mmol/L, kalium 3

PRAKTIS

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 308CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 308 4/26/2010 8:45:18 PM4/26/2010 8:45:18 PM

Page 57: Kanker 2010

309| MEI - JUNI 2010

mmol/L, magnesium 0,45 mmol/L, glukosa 0,99 g/L, laktat 28 mmol/L ).

Syok hemoragik dapat menyebabkan hypercoagulable state yang berkaitan dengan komplikasi hemoragik dan trombotik pada periode pasca operasi.

Hextend dapat menurunkan aktivitas heparin dan anti-trombin II, sehingga terjadi percepatan inisiasi pembekuan darah.

Strategi untuk rehidrasi harus memperhitungkan: defi sit cairan, cairan rumatan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung.

Cara rehidrasi:1. Hitung derajat dehidrasi Jumlah cairan yang diberikan = derajat dehidrasi ( % ) x

BB x 1000 ml2. Hitung cairan rumatan. Bayi dan Anak: rumus 4,2,1 Dewasa: 40 ml/kg/24 jam atau rumus 4,2,13. Pemberian cairan (Guillot).• 6 jam I = ½ dari jumlah cairan yang diberikan + ¼ cairan

rumatan 18 jam II = ½ cairan yang diberikan + ¾ cairan rumatan• 8 jam I = ½ cairan yang harus diberikan + ½ cairan ruma-

tan 16 jam II = ½ cairan yang harus diberikan + ½ cairan

rumatan

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunatrio S. Resusitasi Cairan. Media Aesculapius FKUI: Jakarta, 2000 Agus-

tus.

2. Balk AR, Ely EW, Goyette RE. Sepsis Hand Book. Society of Critical Care

Medicine. 2nd ed. 2004

3. Giesecke AH, Egbert LD. Perioperative Fluid Therapy Crystalloid. Miller RD

(ed). Anaesthesia, 2nd ed., Churchill Livingstone: New York, Melbourne,

1986.

4. Surjiani-Karsono. Prinsip Dasar Resusitasi Cairan. PT Widatra Bhakti: 2005.

5. http: // koas kamar 13.wordpress.com/2007/11/09/terapi-cairan

6. Pedoman Cairan Infus. Edisi VI PT Otsuka Indonesia: 1996.

7. Fluid Replacement.http://en.wikipedia.org/wiki/fl uid replacement

8. Smith RM. Anesthesia for Infants and Children. Fluid therapy and

Blood replacement. 4th ed. The CV Mosby Company. St Louis, Toronto,

London,1980:566-67.

9. Arifi anto. Pemberian cairan intravena.

Available from URL http: //www.sehatgroup.web.id/guidelines/isi Guide

asp? Guide ID=6.

10. Hiponatremia dan hipernatremia.

h t tp : / / te rap ica i ran .wetpa in t .com/pagr/H iponat remia+dan+

Hipernatremia?t=anon.

11. Robert KB. Fluid defi cit.

http: www.elmhurst.edu/~chm/vc henbook/255fl uiddefi cit.html

12. Hartanto WW. Terapi Cairan Dan Elektrolit Perioperatif. Bag. Farmakologi

Klinik dan Terapeutik. FK Unpad 2007.

13. Huang LH, Anchala KR, Ellsbury DL, George CS. Dehydration: Treatment &

Medication. http://emedicine.medscape.com/article/906999-treatment

14. Yarboro Y, Janoff S. Dehydration.

http: //yourtotalhealth.ivillage.com/dehydration.html?pageNum=9

15. Mcllwaine JK, Corwin HL. Hypernatremia and Hyponatremia in Fink MP,

Abraham E, Vincent JL, Kochanek PA. Textbook of Critical Care, 5th ed.

Elsevier Saunders. Philadelphia, Pennsylvania, 2005: 63-65.

PRAKTIS

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 309CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 309 4/26/2010 8:45:18 PM4/26/2010 8:45:18 PM

Page 58: Kanker 2010

310 | MEI - JUNI 2010

Menurut statistik 50% pend-erita kanker di negara maju akan meninggal dunia kar-

ena perburukan penyakitnya, sedan-gkan di negara berkembang dinyata-kan akan mencapai 70% kasus. Karena penderita kanker yang tidak dapat dis-embuhkan akan memerlukan tindakan dan perawatan paliatif maka penan-ganan paliatif pada penderita kanker memerlukan perhatian yang besar terutama di negara berkembang.

Jika selama ini penanganan paliatif penderita kanker dilakukan dengan sekedarnya oleh dokter yang merawat, di masa depan penanganan tersebut harus dilakukan bersama secara tim yang terdiri dari dokter dan perawat yang mempunyai keahlian di bidang paliatif.

Penanganan Paliatif mencakup pen-gelolaan seoptimal mungkin seluruh aspek pasien kanker baik fi sik maupun kejiwaannya. Aspek khusus di bidang paliatif adalah dari segi penyakit dan dari segi keluhan akibat penyakitnya .

SEGI PENYAKITDari segi penanganan penyakitnya te-lah berkembang operasi ,radioterapi bahkan khemoterapi dengan tujuan paliatif . Operasi eksisi lesi metastatik pada paru maupun hepar bila tumor primernya terkontrol,terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup bahkan

memperbaiki survival . Radiasi atau khemoterapi pada kasus lanjut akan dapat menghentikan perdarahan, mengurangi obstruksi jalan nafas mau-pun obstruksi saluran cerna bahkan memperkecil lesi sehingga kualitas hidup penderita dapat diperbaiki .

SEGI KELUHAN1. Nyeri kankerNyeri kanker merupakan gejala yang paling sering menyertai penyakit kanker dan paling ditakuti penderita. Rasa nyeri dialami oleh 75% penderita kanker stadium lanjut , 25% penderita kanker stadium dini dan 30% pender-ita selama mendapatkan pengobatan. Rasa nyeri ini bisa demikian hebat seh-ingga mengganggu aktifi tas kesehar-ian pasien, menurunkan kualitas hidup penderita dan mengganggu secara psikologis. Para dokter harus sangat peka dalam menangani nyeri kanker ini; jangan mengabaikan keluhan ny-eri.

Nyeri kanker 70 % disebabkan oleh invasi kanker ke jaringan syaraf , membrana mukosa dan tulang serta obstruksi usus atau pembuluh darah karena penekanan massa tumor. Para-neoplastic syndrome dan ulkus deku-bitus juga mengakibatkan nyeri pada 10% penderita. Terapi kanker sendiri seperti operasi, radiasi, kemoterapi dan prosedur diagnostik yang invasif menyebabkan nyeri pada 29% pen-

derita, sedangkan 10% lainnya tidak berhubungan dengan kanker nya.

Hambatan terapi nyeri kanker a.l :1. Hambatan dari penderita seperti

takut adiksi opiat dan takut bahwa nyeri merupakan pertanda penya-kitnya makin parah, serta harapan berlebihan terhadap analgetik yang diberikan.

2. Hambatan dari dokternya karena kurang informasi tentang penan-ganan nyeri kanker, kurang tang-gap terhadap keluhan pasien, tidak mampu mendiagnosis pe-nyebab nyeri dan kekuatiran terh-adap risiko overdosis atau adiksi.

Kegagalan penanganan nyeri kanker dapat diakibatkan berbagai hal :• Salah menilai rasa nyeri pasien• Ketidak selarasan komunikasi dok-

ter-pasien• Dosis tidak tepat sehingga men-

gakibatkan rasa tidak nyaman dan bila kurang akan mengakibatkan pasien masih merasa nyeri

Dalam keadaan seperti ini harus di-lakukan penilaian kembali oleh dokter

Rasa nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai keadaan di luar nyeri kanker itu sendiri seperti rasa takut berlebi-han, keadaan sosiokultural, kurang-nya dukungan fi nansial dan suasana hati(mood) pasien. Hal ini harus men-

Penanganan Paliatif Penderita Kanker

Drajat R. SuardiKetua Pengurus Pusat Masyarakat Paliatif Indonesia,

Bagian Bedah Onkologi RS Hasan Sadikin/Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia

“Good physician treats the disease but great physician treats the patient that has the disease”

Sir William Osler

OPINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 310CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 310 4/26/2010 8:45:19 PM4/26/2010 8:45:19 PM

Page 59: Kanker 2010

311| MEI - JUNI 2010

jadi bahan pertimbangan bagi dokter yang merawat.

Terapi nyeri kanker selalu mengikuti WHO Stepladder Approach. Pada nyeri ringan dapat diberikan asetamin-ofen/parasetamol saja . Pada nyeri se-dang asetaminofen dapat digabung dengan short acting opiate sedan-gkan pada nyeri hebat diberikan long acting opiate.

Pada keadaan rasa nyeri demikian hebat sering dibutuhkan obat tamba-han seperti tranquilizer, infus analge-tik atau diberikan intratekal. Tindakan operatif misalnya untuk merusak gan-glion coeliacum pada keganasan gas-trointestinal yang inoperabel kadang diperlukan untuk menghilangkan rangsang nyeri secara permanen.

Beberapa hal yang sebaiknya dilaku-kan untuk mengatasi nyeri kanker :• Berikan dalam bentuk jadual tera-

tur 24 jam walau saat itu tak nyeri karena sekali terangsang, ambang nyeri di otak akan menurun seh-ingga rangsang nyeri berikutnya walaupun ringan akan terasa lebih nyeri

• Dosis sesuai dengan kebutuhan penderita; jangan kurang dan jan-gan lebih.

• Bila menggunakan opiat, berikan laksansia secara rutin

• Rasa mual merupakan salah satu efek samping yang tidak nyaman pada penggunaan opiat, harus diantisipasi.

• Gunakan obat lepas lambat bila mungkin

• Jangan lupa melatih keluar-ga pasien untuk menghadapi keadaan darurat

• Saat titrasi untuk mengetahui dosis yang tepat, observasi harus ketat

• Maksimalkan dosis suatu obat sebelum diganti obat lain

• Gunakan tabel ekuianalgesia jika mengganti obat agar obat peng-ganti setara dengan obat yang di-ganti.

• Jangan gunakan cara pemberian intramuskular dan rektal secara terus menerus

Nyeri kanker sering terjadi dan dapat diatasi dengan baik. Rasa nyeri ini da-pat mempengaruhi penderita secara emosional,spiritual dan fungsional. Dengan pengetahuan yang baik ten-tang nyeri kanker, rasa nyeri dapat dikelola dengan baik sehingga pen-derita terbebas dari rasa nyeri yang menyiksa.

2 . NutrisiNutrisi pada penderita kanker dapat sangat mempengaruhi kualitas hidup-nya. Sering penderita kanker menga-lami malnutrisi karena selain anoreksia juga karena sel kanker memproduksi cytokines yang sangat meningkatkan proses katabolisme; prosedur pengo-batan seperti kemoterapi dengan efek samping nausea kadang vomitus me-nambah berat anoreksia. Hal ini harus ditangani secara serius dan terencana karena bukan saja seluruh proses pen-gobatan dapat terganggu tetapi imu-nitas penderita pun menurun sehing-ga dapat mengalami proses infl amasi atau infeksi hebat bahkan oleh kuman komensal biasa.

Nutrisi yang baik akan mencegah ka-heksia dengan segala komplikasinya. Nutrisi sebaiknya ditangani oleh se-orang nutrisionis yang selain dapat memberikan kalori yang cukup tetapi juga rute pemberian nutrisi harus dipertimbangkan secara matang.

Masalah yang sering terlupakan ada-lah berpantang makan yang sering di nasihatkan oleh keluarga, kerabat bahkan para pemberi jasa pengoba-tan tradisional.

3. FatigueSeorang penderita kanker sering merasa lelah lahir maupun batin. Hal ini disebabkan oleh baik faktor fi sik, emosional maupun fi nansial disertai keputus - asaan karena penyakit yang tak mungkin sembuh.

Secara fi sik biasanya akibat asupan gizi yang kurang disertai klebutuhan enersi basal yang meningkat dan juga gangguan metabolism akibat produk sel kanker itu sendiri.

Perbaikan nutrisi, mengatasi gang-guan emosional akibat penyakit kro-nis dan pengobatan yang kompleks, dan juga pengobatan yang tepat akan membantu mengatasi masalah ini

Dalam penanganan penderita kank-er, keluarga pun perlu diperhatikan . Pemilihan kata dan cara memberikan informasi pada penderita dan kelu-arga tentang penyakit yang diderita merupakan aspek penting karena bila dilakukan dengan tidak tepat akan didapatkan reaksi yang berbanding terbalik dengan yang kita harapkan.

PENUTUPPenanganan kanker secara paliatif tidak kalah penting dibandingkan dengan penanganan kuratif . Penan-ganan paliatif harus dilakukan secara tim yang memang kompeten sehingga kualitas sisa hidup penderita kanker stadium lanjut dapat optimal sesuai dengan tujuan perawatan paliatif itu sendiri. Prinsip penanganan kanker secara paliatif harus difahami oleh se-tiap dokter .

Penenganan paliatif tidak menjanjikan perbaikan penyakit, tetapi pasti akan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Folley K, Abernathy A. Management of Cancer

Pain in Supportive Care on Quality of Life in

De Vita, Hellman and Rosenberg Principal and

practice of Oncology vol2. 8th ed. Lippincott

Williams and Wilkins 2008. pp. 2757 - 2787

2. Laviano A, Meguid RA, Meguid MM. Nutri-

tion Support. In: De Vita, Hellman, Rosenberg

Principal and Practice of Oncology vol2. 8th

ed. Lippincott Williams and Wilkins. 2008. pp.

2791 - 2803

3. Spiegel D, Riba MD. Psychological issues in

cancer. In De Vita, Hellman. Rosenberg. Prin-

cipal and Practice of Oncology vol2. 8th ed.

Lippincott Williams and Wilkins 2008. pp. 2817

- 2873

4. Strasser F, Bruera ED. Update on anorexia and

cachexia. Hematology/Oncology Clin. North

Am. June 2002; 16(3); 589 - 618

5. Turk DC, Monasch ES, Williams AD. Cancer

patient in pain. Hematology/Oncology Clin.

North Am. June 2002; 16(3); 511 - 526

OPINI

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 311CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 311 4/26/2010 8:45:19 PM4/26/2010 8:45:19 PM

Page 60: Kanker 2010

312 | MEI - JUNI 2010

Pasti semua orang ingin ting-gal atau bekerja di luar negeri; karena besar gajinya, enak sa-

rana kehidupannya, dan banyak lagi fasilitas yang menjanjikan. Begitu pula banyak orang Indonesia yang belajar (sekolah) di luar negeri, dengan alasan bagus dan berkualitas setelah lulus. Memang tidak salah jika seseorang ingin tinggal atau belajar di luar neg-eri dan itu mungkin sudah merupa-kan cita-citanya. Seperti halnya yang dialami oleh Dr. Yow Pin yang sudah tinggal di Amerika Serikat sekitar 30 tahun. Amerika adalah negara yang didambakan banyak orang.

Yow Pin lahir di Cirebon, 13 Juli 1960, sebagai anak ke tiga dari empat ber-saudara. Dia sendiri tak tahu mengapa cita-citamrn jadi dokter begitu kuat melekat pada dirinya sejak kecil. “Her-annya tidak ada profesi lain yang sem-pat menarik perhatian saya. Ini memb-ingungkan banyak orang termasuk ibu saya,” ujar Yow Pin.

Pada tahun 1963 ayahnya meninggal saat ia berumur 2 tahun dan ibunya harus bekerja keras untuk memb-esarkan 4 anak-anaknya. “Saya mem-punyai dua kakak laki dan satu adik perempuan. Orang tua saya bukan dokter dan tidak ada di keluarga atau famili kami yang dokter yang dapat menjadi teladan dan inspirasi. Namun demikian, seperti saya utarakan sebel-umnya saya mempunyai cita-cita yang

kuat untuk menjadi dokter sejak saya kecil,” tutur Yow Pin.

“Mungkin karena waktu kecil itu saya sering sakit dan ibu saya selalu mem-bawa saya ke dokter. Saya merasa ter-pesona akan profesi seorang dokter dengan ketrampilannya mendiagno-sis dan menyembuhkan pasien yang menderita berbagai penyakit.”

Seluruh langkah ditujukan untuk men-capai cita-citanya. Setelah SD, SMP, dan SMA Kristen di Cirebon, perten-gahan kelas II SMA ia pindah ke Jakar-ta. Niatnya satu: bisa mempersiapkan diri belajar bahasa Jerman di Goethe Institue. Dia ingin sekolah kedokteran di Jerman. “Setelah lulus SMA tahun 1979 saya berangkat ke Jerman untuk studi kedokteran di kota Berlin (Free University Berlin),” ujar Yow Pin.

Setelah tamat kuliah kedokteran pada tahun 1987, ia memutuskan untuk meneruskan S3nya. Kemudian pada tahun 1991 lulus dari S3 (PhD) dengan disertasi di bidang riset Biokimia dan Biologi Molekuler di Free University Berlin, dengan judul tesis “Biochemi-cal and immunochemical study of Calcium binding proteins, CBP 65/67, CBP 33 and CBP 35 in normal liver, he-patoma and other rat tissues” dengan mendapat nilai magna cum laude.

“Sebagai scientist saya mendapat ta-waran juga postdoctoral training di

Amerika di Carcinogenesis laboratory di Rhode Island Hospital/Brown Uni-versity pada tahun 1990,” tutur Yow Pin.

MENDIRIKAN PROTHERA BIOLOGICSSejak tahun 1993 ia diangkat menjadi Assistant Professor di Medical School of Brown University. Beberapa tahun kemudian di tahun 2002 ia mendapat kesempatan untuk mendirikan Pro-Thera Biologics ; hingga saat ini Yow Pin dengan istrinya masih tinggal di kota East Providence, Rhode Island.

Ketika ditanya, bagaimana mengatur waktunya dengan keluarga? Ia menga-takan, banyak sekali waktu yang tersita dalam pekerjaannya di riset dan da-lam memimpin ProThera. Sekurang-nya 12 sampai 14 jam bekerja setiap hari, ditambah lagi dengan peker-jaannya di berbagai tempat baik di dalam dan luar negeri. “Dalam riset di laboratorium kadang-kadang kita bisa lupa waktu. Tidak jarang saya pulang larut malam bahkan pagi hari dan han-ya tidur 3 sampai 4 jam saja. Memang pengaturan waktu untuk keluarga cu-kup sulit,” ujar Yow Pin.

Untunglah istrinya cukup mengerti pekerjaannya yang banyak menyita waktu dan pikiran. “Kami juga bersyu-kur kalau kami akhirnya sepakat untuk tidak mempunyai anak yang tentunya akan menuntut banyak sekali waktu

Profi l: Dr. Yow Pin, PhD

“Setiap Penemuan Dapat Menolong Ribuan Pasien”

PROFIL

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 312CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 312 4/26/2010 8:45:19 PM4/26/2010 8:45:19 PM

Page 61: Kanker 2010

313| MEI - JUNI 2010

dan perhatian,” tutur Yow Pin.

Dokter yang mempunyai hobby mem-

baca dan nonton ini juga pernah

mendapatkan penghargaan Amgen

Oncology Fellowship Award pada ta-

hun 1994 dan penghargaan Slater Bio-

medical Innovation Award pada tahun

2001.

Yow Pin juga banyak kegiatan di luar

penelitiannya seperti aktif menjadi

Member of German Biological Chem-

istry Association, Member of Ameri-

can Association For Cancer Research,

Member of American Association for

the Advancement of Science, Member

of Indonesian Association for Clinical

Chemistry, Member of New England

Chapter of American Liver Founda-

tion, dan Member of The Shock So-

ciety.

Ia juga aktif sebagai penulis (Original

Publication in Peer-Reviewed Jour-

nals), jumlah tulisannya 37 artikel, dan

pernah juga membuat buku HPLC

purifi cation of Antibodies. Book chap-

ter in “HPLC of Biological Macromol-

ecules”, serta sekitar 20 artikel yang

sudah dipresentasikan.

Ia juga pernah mengajar di berbagai

perguruan tinggi seperti di University

of Massachusetts, University of Za-

greb, Croatia, Free University Berlin,

Germany, Brown University, University

of Ljublana dan Brandeis University.

Yow Pin mengatakan, mungkin pen-

galaman yang menarik baginya ada-

lah saat ia memilih pekerjaan yang

disenangi; walaupun berat, ia da-

pat melakukannya dengan sukacita.

Meraih cita-cita tidaklah selalu mudah

dan lurus jalannya. Tetapi dengan per-

sistensi dan tidak mudah putus asa

akhirnya tercapai yang ia cita-citakan.

Mengenai cita-citanya dulu, awalnya

ia ingin menjadi dokter untuk meno-

long pasien sakit, tapi tak terduga

Yow Pin jatuh cinta dengan dunia riset

dan biokimia hingga memutuskan un-

tuk menjadi scientist di laboratorium.

Pada akhirnya ia pun harus mengam-

bil langkah berikutnya untuk menjadi

entrepreneur agar penemuan di labo-

ratorium bisa dinikmati banyak orang.

“Sering kita merencanakan sesuatu

tetapi kita tidak tahu apa yang akh-

irnya terjadi. Yang penting kita harus

sabar dan melakukan tugas kita den-

gan sepenuh hati dan dengan segala

kemampuan yang telah diberikan ke-

pada kita. Walaupun akhirnya karir

saya berbeda dengan apa yang saya

bayangkan dan dengan cita-cita sebe-

lumnya, saya merasa bersyukur untuk

pengalaman yang membawa saya ke

tempat ini. Saya selalu berpikir jika se-

bagai dokter saya hanya dapat meno-

long pasien satu demi satu. Tetapi

sebagai scientist yang bekerja di

laboratorium, penemuan ini mungkin

mempunyai potensi menolong ribuan

pasien sekaligus. Ini yang selalu mem-

berikan semangat, motivasi dan thrill

bagi saya,” ujar Yow Pin mengakhiri

wawancaranya. � (REDAKSI)

PROFIL

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 313CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 313 4/28/2010 9:56:07 PM4/28/2010 9:56:07 PM

Page 62: Kanker 2010

314 | MEI - JUNI 2010

Kekurangan nutrisi (undernutrition), penurunan berat badan dan kaheksia merupakan kondisi yang sering ter-jadi pada pasien kanker dan meru-pakan indikator prognosis buruk. Se-cara umum, insiden penurunan berat badan dilaporkan pada 30% - >80% pasien kanker, dengan penurunan be-rat badan yang parah (severe) terjadi pada sekitar 15% pasien.1

Secara umum, penyebab kaheksia ter-bagi dua :2

o Menurunnya asupan nutrisi dan malabsorpsi : misalnya karena anoreksia, gangguan psikologis, gangguan pengecapan, obstruk-si saluran cerna. rasa sakit, efek samping terapi (misal, mual-mun-tah yang dicetuskan kemoterapi, mukositis pasca radioterapi)

o Perubahan metabolik tubuh aki-bat sitokin pro-infl amasi (Gb.1)

Anoreksia – kaheksia pada pasien kanker merupakan faktor terbesar penentu kualitas hidup pasien; penu-runan berat badan mencakup 20 – 30% skor keseluruhan penilaian kuali-tas hidup pasien.3

Kondisi kaheksia merupakan pe-nyebab kematian ke dua tersering set-elah sepsis, yaitu sekitar 5 – 25%. Can-cer cachexia merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas. Harapan hidup pasien kanker secara langsung terkait dengan besarnya dan kecepatan penurunan berat badan.1

Nutrisi Formula Khusus bagi Pasien Kanker

Harvian Satya DharmaMedical Department, PT Kalbe Farma, Jakarta, Indonesia

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Nutrican®5

ZAT GIZIJumlah % AKG**

Per saji Per hari* Per saji Per hari*

Protein

Total BCAA

BCAA/protein (%)

19 g

4,01 g

57,00 g

12,03 g

21,10 %

31,7 % 95,0 %

Lemak total

DHA

EPA

Lemak jenuh

Kolesterol

Omega 3

Omega 6

Rasio ω 3 : ω6

7,00 g

0,49 g

0,29 g

1,30 g

0 g

0,95 g

1,27 g

21,00 g

1,47 g

0,87 g

3,90 g

2,85 g

3,81 g

1 : 1,27

11,3 %

7 %

33,9 %

21 %

Karbohidrat total (tanpa FOS)

Serat pangan

51 g

3 g

153 g

9 g

17 %

12 %

51 %

36 %

11 Vitamin dan 7 Mineral*3 kali saji per hari **Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2.000 kkal. Kebutuhan energi dapat berbeda tiap orang

Gb 1. Metabolisme tubuh pada kanker

INFO PRODUK

Adipose tissue

Tumour

Glucose

Skeletal muscle

Amino acids

Liver

Lactate

Fatty acid

LMF TNF-α

TNF-α PIF

APP

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 314CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 314 4/26/2010 8:45:21 PM4/26/2010 8:45:21 PM

Page 63: Kanker 2010

315| MEI - JUNI 2010

Dibandingkan pasien kanker yang tidak mengalami penurunan berat badan, pasien yang mengalami penu-runan berat badan menunjukkan:1

- prognosis yang lebih buruk- efek samping terapi yang lebih

nyata- efektifi tas terapi yang menurun- tingkat aktivitas lebih rendah- kualitas hidup menurun, dan- penurunan harapan hidup

Untuk mengatasi dampak kondisi ka-heksia, diperlukan intervensi nutrisi untuk :1

• Mencegah dan sebagai terapi ke-kurangan nutrisi (undernutrition)

• Meningkatkan efektifi tas terapi • Mengurangi efek samping terapi • Membantu kelancaran siklus terapi• Meningkatkan kualitas hidup pasi-

en

Nutrican® merupakan produk nutrisi baru Kalbe Farma dengan formula lengkap, dikembangkan khusus untuk mencukupi kebutuhan nutrisi pasien kanker (tabel 1). Nutrican® diindikasi-kan membantu mencegah penurunan

berat badan yang drastis (kaheksia) akibat penyakit kronis, salah satunya pada kanker.4

Nutrican® dengan kandungan en-ergi 330 kkal/saji (densitas energi 1,36 kkal/mL) merupakan nutrisi berenergi tinggi. Anjuran pemberiannya : 3 kali saji (1 sachet) per hari (mencukupi ke-butuhan energi 990 kkal) atau sesuai kebutuhan.1

Nutrican® hadir dalam bentuk serbuk dalam sachet (@ 245 gram) dengan rasa jeruk.

Nutrican® hadir dengan keunggulan:• Formula Tinggi Energi Tinggi Pro-

tein : mencukupi kebutuhan kalori, protein, dan nutrisi dalam volume yang lebih kecil.

• Mengandung asam amino rantai ganda / Branched Chain Amino Acid (BCAA) :

leucine, isoleucine, dan valine. BCAA membantu meningkatkan nafsu makan dan mengurangi kondisi katabolisme.6

• Omega 3 : EPA (Eicosapentaenoic

REFERENSI :

1. Arends J, Bodoky G, Bozzetti F, Fearon K, Muscaritoli M, Selga G et al.ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Non-surgical Oncology.Clin. Nutr.2006 ;25 :245-

59

2. Rivadeneira DE et al.Nutritional Support of the Cancer Patient. CA Cancer J Clin.1998;48(2):69-80

3. Laviano A et al.Therapy Insight: Cancer Anorexia-Cachexia Syndrome-When All You Can Eat is Yourself.Nature Clin. Pract. Oncology.2005.

4. BPOM RI.Persetujuan Pendaftaran Produk Pangan:Nutrican.2009

5. Data Internal R&D Kalbe Farma

6. CangianoC et al.Effects of Administraion of Oral Branched-chain Amino Acids on Anorexia and Caloric Intake in Cancer Patients.J. Nat. Cancer

Inst.1996;88(8):550-2

7. Tisdale MJ.Cachexia in Cancer Patients.Nature Rev. Cancer.2002;2:862-71

8. Howard. MD et al.Dietary Fructooligosaccharide, Xylooligosaccharide and Gum Arabic Have Variable Effects on Cecal and Colonic Microbiota and Epithelial

Cell Proliferation in Mice and Rats. J. Nutr.1995:2604-9

INFO PRODUK

Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid). Omega 3 (EPA dan DHA) diketahui dapat menekan produk-si sitokin proinfl amasi sehingga membantu mengurangi reaksi in-fl amasi sistemik dan membantu mengembalikan berat badan nor-mal jika diberikan bersamaan den-gan nutrisi tinggi energi – tinggi protein.1,7

• Mengandung Fe, Vitamin B12, Asam Folat dalam jumlah cukup

• Fruktooligosakarida (FOS) : FOS berperan sebagai prebiotik seba-gai substrat / makanan bagi mik-roorganisme di saluran cerna, se-hingga meningkatkan kesehatan saluran cerna.8

• Kaya Antioksidan• Mengandung 11 vitamin dan 7

mineral• Rendah laktosa : lebih mudah di-

toleransi pasien yang mengalami intoleransi laktosa. �

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 315CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 315 4/26/2010 8:45:21 PM4/26/2010 8:45:21 PM

Page 64: Kanker 2010

317| MEI - JUNI 2010

Vitamin dan Sport

GERAI

Booth Kalgen dan Innogene Kalbiotech mendapat

sambutan yang baik dalam acara Asian Oncology

Summit pada tanggal 9 - 11 April 2010 di Bali.

Hadir dalam acara tersebut Bpk. Johannes Setijono

selaku Presiden Komisaris PT. Kalbe Farma Tbk.,

Dr. Emilia Macias Amparo selaku Clinical Research

Manager CIM (Center of Immunology Molecular)

Cuba, Einard Blanco Garcia selaku Business

Development Manager CIM Cuba dan Ibu Rikrik

Ilyas selaku Direktur Innogene Kalbiotech dan

Kalgen. Center of Immuology Molecular adalah

produsen TheraCIM (nimotuzumab).

Seminar ASPI Scientifi c Meeting & Workshop on Stem Cell yang

diadakan di Surabaya pada tanggal 17 - 20 Maret 2010.

Kalbe Farma berpartisipasi pada acara 19th Annual Scientifi c Meeting of

Indonesia Heart Association (ASMIHA) di Hotel Ritz-Carlton Jakarta,

16-18 April 2010

Hadir dalam acara tersebut Bp. Herman Widjaja (Direktur), Bp. Michael Buyung

(Direktur Marketing) dan Ibu Liliana Susilowati (Marketing Manager)

PT. Kalbe Farma Tbk. divisi Critical Care and Nutrition bekerjasama dengan Bagian Bedah Digestif RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mengadakan Kursus Nutrisi PPDS Bedah RSCM pada tanggal 5-6 Maret 2010. Kursus nutrisi yang mengusung tajuk Surgical Nutrition in Practise ini diadakan untuk ke-3 kalinya dan masih mengundang antusiasme dari 27 peserta yang mengikuti 2 days-course tersebut. Pembicara-pembicara pada kursus nutrisi ini berasal dari Bagian Bedah Digestif dan Gizi Klinik RSUPN di antaranya adalah dr. Arnold Simanjuntak, SpB-KBD, dr. Benny Phillippi, SpB-KBD, dr. Toar JM Lalisang, SpB-KBD, dr. Ibrahim Basir, SpB-KBD, dr. Yarman Mazni, SpB-KBD dan dr. Johana Titus, M.S, SpGK.

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 317CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 317 4/29/2010 12:40:48 PM4/29/2010 12:40:48 PM

Page 65: Kanker 2010

318 | MEI - JUNI 2010

Ucapan Terima Kasih

Asalamualaikum Wr Wb. Saya mengucapkan terima kasih

banyak kepada redaksi CDK karena hadiah gimmicknya te-

lah saya terima sore ini...

Sukses terus untuk Majalah CDK dan Kalbe Farma :)

Dr. Ari Gunawan

T. Chik Bintang Desa Limpok Aceh Besar

Jawab: Redaksi ikut senang jika hadiah tersebut bisa ber-

guna; naskah sejawat kami tunggu untuk diterbitkan.

Saya sedang mencari patogenesis hipersensitvitas, di-

cari2 di teksbuk isinya standar, proses imunnya saja, pada-

hal manifes yang harus dicari banyak, bisa saya temukan di

mana ya? terima kasih sebelumnya

Berryl Causari Husein

Jawab: Sejawat hendaknya lebih spesifi k untuk bentuk klinis

apa; setelah itu cari melalui katakunci klinisnya dengan sub-

judul imunologi. Semoga berhasil

Saya bekerja di bidang K3 (Kesehatan dan Keselamatan

Kerja)...jadi, minta tolong CDK juga bisa memberikan artikel

tentang kedokteran kerja/ kesehatan kerja....BTK

Diana Ocha Wibowo

Jawab: Ada di CDK 136 tahun 2002, CDK 138 tahun 2003,

CDK 154 tahun 2007. Sejawat dapat mengaksesnya melalui

website www.kalbe.co.id/cdk

Andrologi

Kebetulan klinik saya menangani masalah andrologi, jadi

mohon kalau bisa di bantu mengenai artikel2 terbaru ten-

tang andrologi.

Terima kasih,

Faizal Arief Nurokhman

Plaza Cakra Kembang Lantai 2

Jl. Kaliurang KM. 5,5 No. 44

Depok – Sleman, Yogyakarta

Jawab: Ada di CDK 170 tahun 2009. Sejawat dapat menga-

ksesnya melalui website www.kalbe.co.id/cdk

Saya ingin memuat hasil tesis penelitian mengenai kese-

suaian berbagai sistem skoring TTGO.

Bagaimana syarat atau ketentuannya ?

Terima kasih

Susianna Rismanda

Jl Golf Timur VI/11. Arcamanik

Bandung – Jawa Barat

Jawab: Dapat dibaca di Petunjuk untuk Penulis yang ada di

halaman awal setiap edisi ; artikel sejawat kami tunggu.

Saya usul agar CDK didistribusikan lebih merata ke dok-

ter yang ada di perifer seperti saya yang bertugas di salah

satu puskesmas. Karena bagaimanapun ujung tombak prak-

tisi kedokteran ada di perifer.

Terima kasih,

Dr. I Gusti Ngurah Gede Putra *)

Jl. Giri Kesuma Br. Melinggih Payangan Gianyar Bali

Jawab: Terima kasih atas minat sejawat terhadap majalah

kami; untuk mendapatkannya sejawat bisa menghubungi

perwakilan Kalbe Farma terdekat dengan alamat: PT. Tri

Sapta Jaya, Jl. Cargo Indah Permai No. 165D, Denpasar.

ANTAR SEJAWAT

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 318CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 318 4/28/2010 10:03:17 PM4/28/2010 10:03:17 PM

Page 66: Kanker 2010

319| MEI - JUNI 2010

� MEI

International Symposium on Digestive Diseases (ISDD) 2010 & The 6th International Endoscopy Workshop

Tanggal: 05 - 08 May 2010Tempat: Hotel Borobudur, JakartaKalangan: Dokter spesialis, bedah digestif, GPSekretariat: PT. Multi Taruna Sejati (MTS) Event Management CompanyPhone: +62 21-83792121Fax: +62 21-83793131Contact Person: Ms. Intan T. Senduk

Simposium Nasional PERKAPI ke-3, Pameran Ilmiah dan Kongres Nasional PERKAPI ke-2 Ilmu Kedokteran Anti Penuaan dan Regeneratif

Tanggal: 15 – 16 Mei 2010Tempat: Hotel JW Marriot, JakartaKalangan: Dokter spesialis dan dokter umumSekretariat: Perhimpunan Kedokteran Anti Penuaan Indonesia (PERKAPI) Jl. Hanglekir Raya No. 11, Kebayoran Baru Jakarta SelatanPhone: 021-7244 790Fax: 021-721 0751Email: [email protected] Person: Franky, dr. Lilii dan James

Emergency in Daily Clinical Practice (EIDCP 2010) & 5th Symposium on Emergency

Tanggal: 14 - 16 May 2010Tempat: Hotel Borobudur JakartaKalangan: Intensivist, GPSekretariat: EIDCP3 & SOE5 sekretariat PDEI Jl Diponegoro No 71 Jakarta Pusat 10530Email: [email protected]: 021-31908033Fax: 021-31908033Contact Person: Erna / dr. Enno

The 10th JNHC & SH 2010

Tanggal: 21 - 23 May 2010Tempat: Hotel Borobudur, JakartaKalangan: Dokter umum, dokter spesialisSekretariat: Gedung YARNATI Lt 1 Ruang 103 Jl. Proklamasi no 44 JakartaEmail: [email protected]: 021-3149208Fax: 021-3155551URL: www.pernefri.org

Bandung Respiratory Forum 4th National Symposia

Tanggal: 28 - 30 May 2010Tempat: Aston Primera Pasteur BandungKalangan: Dokter umum, dokter spesialisSekretariat: PT. Blesslink Rema Jl. Sunda No. 50A, Bandung 40112 Jawa BaratEmail: [email protected]: +62 22-4262063Fax: +62 22-4262065URL: www.klikpdpi.com

� JUNI

6th JDW in conjunction with PIT XXI IKABDI 2010

Tanggal: 09 - 12 Jun 2010Tempat: Hotel Borobudur JakartaKalangan: Dokter bedah digestif, bedah umumSekretariat: SMF BEDAH FKUI/RSCM Jl. Salemba Raya no 71 Jakarta 10430Email: [email protected]: 021-31900938/ 314 8705Fax: 021-31900938/3148705Contact Person: Mery SiahaanURL: www.pharma-pro.com

WFNS_iCASS & & 15th Annual Meeting of Indonesian Neurosurgical Society (PERSPEBSI)

Tanggal: 17 - 19 Jun 2010Tempat: Discovery Kartika Plaza, Kuta, BaliKalangan: Dokter umum, dokter spesialisPhone: (021) 3149318 – 19 & (021) 2305835Fax: (021) 3153392

87th Canadian Paediatric Society Annual Conference

Tanggal: 22 - 26 Jun 2010Tempat: The Westin Bayshore, Vancouver, CanadaKalangan: PediatricianSekretariat: Canadian Pediatric SocietyPhone: 613-526-9397Fax: 613-526-3332URL: http://www.cps.ca/english/index.htm

The 5th Symposium of Nutri Indonesia

Tanggal: 25 - 26 Jun 2010Tempat: Hotel Borobudur, JakartaKalangan: Dokter umum, dokter spesialisSekretariat: Q CITRA Jl. Raya kalibata no. 5 Pancoran - Jakarta SelatanPhone: 021-7994377Fax: 021-8294923Email: [email protected]

KALENDER ACARA BULAN MEI - JUNI 2010

AGENDA

1. Informasi ini sesuai pada saat dicetak. Apabila ingin mengetahui lebih lanjut, silakan akses http://www.kalbe.co.id/calendar2. Apabila Anda merencanakan kegiatan ilmiah, beritanya dapat dikirim ke [email protected]

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 319CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 319 4/26/2010 8:45:30 PM4/26/2010 8:45:30 PM

Page 67: Kanker 2010

320 | MEI - JUNI 2010

Penatalaksanaan Mual Muntah yang Diinduksi Kemoterapi

M. Adi Firmansyah

1. Tindakan kemoterapi sering menimbulan efek samping mual – muntah.

2. Pemberian cisplatin sering menimbulkan efek samping mual muntah akut.

3. Vinkristin termasuk obat yang potensial emetik kuat.

4. Pusat mual muntah terletak di daerah area pos-trema di batang otak.

5. Reseptor penting dalam memicu refl eks mual mun-tah ialah reseptor 5-HT3.

6. Bau-bauan tertentu dapat merangsang muntah melalui aktivasi pusat saraf di area postrema.

7. Obat kemoterapi dapat merangsang muntah mela-lui mekanisme rangsang perifer di saluran cerna.

8. Fenotiazin dapat menghambat muntah melalui me-kanisme hambatan reseptor serotoinin.

9. Metoklopramid lebih efektif dibandingkan fenoti-azin untuk rangsang muntah akibat kemoterapi po-tensial emetik kuat.

10. Muntah tipe antisipatorik dapat diatasi dengan obat golongan benzodiazepin.

JAWABAN: 1.B 2.S 3.S 4.B 5.B 6.S 7.B 8.S 9.B 10.B

Penggunaan DHEA pada Tatalaksana Anti Penuaan

Monik Setijoso

1. DHEA (dehydroepiendrosterone) merupakan me-tabolit aktif dari DHEAS (dehydroepiendrosterone sulphate).

2. Otak juga diketahui mensintesis DHEA.

3. Kadar puncak DHEA didapatkan saat pubertas ( 14 – 17 tahun).

4. Bahan dasar hormon adrenal ialah kholesterol.

5. DHEA merupakan bahan dasar, baik untuk sintesis testosteron maupun estrogen.

6. DHEA juga berperan dalam sistim imun.

7. Sediaan DHEA diabsorbsi baik pada pemberian per oral.

8. Dosis DHEA sebaiknya diminum pada pagi hari.

9. Produksi DHEA tidak mengenal mekanisme nega-tive feedback.

10. Tubuh bisa mengkonversi diosgenin yang berasal dari tumbuhan menjadi DHEA.

JAWABAN: 1.S 2.B 3.S 4.B 5.B 6.B 7.B 8.S 9.B 10.S

RUANG PENYEGAR DAN PENAMBAH ILMU KEDOKTERANDapatkah sejawat menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

Jawablah B jika benar, S jika salah

RPPIK

CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 320CDK ed_177 mei ok2 DR (282-320).indd 320 4/26/2010 8:45:31 PM4/26/2010 8:45:31 PM