KANDUNGAN GULA PEREDUKSI PADA UBI KUNING DAN KADAR BILANGAN ASAM, BILANGAN PENYABUNAN, SERTA...
-
Upload
rizky-widyastari -
Category
Documents
-
view
76 -
download
0
description
Transcript of KANDUNGAN GULA PEREDUKSI PADA UBI KUNING DAN KADAR BILANGAN ASAM, BILANGAN PENYABUNAN, SERTA...
KANDUNGAN GULA PEREDUKSI PADA UBI KUNING
DAN KADAR BILANGAN ASAM, BILANGAN PENYABUNAN,
SERTA BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG
Disusun Oleh:
Deska Prayoga Fauzi Aditama (1112096000018)
Reza Falepi (1112096000028)
Rizky Widyastari (1112096000025)
Siska Seftiani (1112096000004)
Yesi Tristiyanti (1112096000016)
KIMIA 5-A
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014M/1436H
0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kebutuhan bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh
seluruh lapisan masyarakat Indonesia adalah minyak goreng (Amang et
al.,1996). Minyak goreng merupakan zat yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Minyak goreng juga berperan sebagai pemberi nilai
kalori paling besar diantara zat gizi lainnya serta dapat memberikan rasa
gurih, tekstur dan penampakan bahan pangan menjadi lebih menarik, serta
permukaan yang kering.
Selain itu minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan
panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng. Cara
penyiapan makanan dengan menggoreng telah digunakan diseluruh dunia
sejak berabad-abad dikarenakan menggoreng merupakan salah satu cara
memasak bahan pangan secara cepat dan prekyis. Sebagian kecil minyak
goring akan diserap oleh bahan pangan yang digoreng, sehingga kualitas
minyak goreng akan mempengaruhi cita rasa makanan yang digoreng.
Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan
bagian terbesar dari kelompok lipid. Secara umum, lemak diartikan sebagai
trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat.
Sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair.
Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas untuk membedakan minyak
dan lemak ini (Sudarmadji, 1989). Dalam proses pembentukannya,
trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan
tiga molekul asam-asam lemak yang membentuk satu molekul trigliserida dan
tiga molekul air (Sudarmadji, 1989).
Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lamb) merupakan salah satu komoditi
pertanian yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di lahan yang
1
kurang subur dan sebagai bahan olahan ataupun sebagai bahan baku industri.
Menurut sejarahnya, tanaman ubi jalar berasal dari Amerika Tengah tropis,
namun ada yang berpendapat lain yaitu dari Polinesia. Tanaman ubi jalar
masuk ke Indonesia diduga dibawa oleh para saudagar rempah-rempah
(Iriani, E dan Meinarti N, 1996).
Karbohidrat yang terdapat pada ubi jalar termasuk ubi jalar kuning
tergolong low glycemic index, artinya komoditas ini sangat cocok untuk
penderita diabetes. Sebagian besar ubi jalar kuning merupakan serat larut.
Yang dapat menyerap kelebihan lemak atau kolesterol darah, sehingga kadar
lemak dalam darah tetap aman dan terkendali. Selain mencegah sembelit,
oligosakarida memudahkan buang angina. Hanya pada orang yang sensitive
terhadap oligosakarida yang dapat mengakibatkan kembung.
Ubi jalar kuning memberikan kontribusi kalori yang tinggi pada menu
mkanan. Kandungan bahan kering rata-rata 30% dimana 75-90% merupakan
karbohidrat, lemak sekitar 0,4%. Pati ubi jalar kuning tersususn sepertiga
bagian amilosa dan dua pertiga bagian amilopektin. Selama dimasak,
sebagian besar pati berubah menjadi maltose, yang menimbulkan rasa manis.
Kandungan proteinnya 1,5-2,5%. Ubi jalar kuning merupakan vitamin C dan
vitamin B sedang, juga mengandung betakaroten yang tinggi dibandingkan
ubi jalar putih. Jika dikonsumsi mentah daya cerna protein ubi jalar kuning
relative rendah karena mengandung tripsin.
Kandungan gula pereduksi dapat ditentukan dengan cara
oksidiredultometri karena senyawa ini dapat mereduksi zat/senyawa lain.
Pada metode ini, gula pereduksi dari bahan pangan akan mereduksi Cu2+ dari
pereaksi Luff-Schoorl yang berlebih. Kelebihan pereaksi akan bereaksi
dengan KI membentuk I2 yang kemudian dapat dititrasi dengan Na2S2O3.
Banyaknya gula pereduksi ditunjukkan oleh selisih antara Cu2+ mula-mula
dikurangi yang bereaksi dengan KI. Jumlah Cu2+ mula-mula dapat diketahui
bila larutan Luff-Schoorl sudah ditambah KI dari perlakuan lainnya dititrasi
dengan Na2S2O3 (titrasi blanko).
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah kadar gula pereduksi yang terkandung dalam ubi kuning?
2. Bagaimanakah kualitas minyak goreng berdasarkan uji bilangan asam?
3. Bagaimanakah kualitas minyak goreng berdasarkan uji bilangan
penyabunan?
4. Bagaimanakah kualitas minyak goreng berdasarkan uji bilangan
peroksida?
1.3 Hipotesis
1. Berdasarkan literatur, kadar gula pereduksi pada ubi kuning adalah
0.11%.
2. Kualitas minyak goreng masih memenuhi standar SNI
3. Kualitas minyak goreng yang digunakan baik
4. Kualitas minyak goreng yang digunakan baik dan belum mengalami
oksidasi.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Menentukan kadar gula pereduksi pada ubi kuning.
2. Menentukan bilangan asam pada minyak goreng.
3. Menentukan bilangan penyabunan pada minyak goreng.
4. Menentukan kadar bilangan peroksida pada minyak goreng
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kadar gula pereduksi pada ubi jalar kuning serta pemanfaatannya dan
identifikasi kualitas minyak dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk
memperbaiki kualitas lemak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lamb) merupakan salah satu komoditi
pertanian yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di lahan yang
kurang subur dan sebagai bahan olahan ataupun sebagai bahan baku industri.
Menurut sejarahnya, tanaman ubi jalar berasal dari Amerika Tengah tropis,
namun ada yang berpendapat lain yaitu dari Polinesia. Tanaman ubi jalar
masuk ke Indonesia diduga dibawa oleh para saudagar rempah-rempah
(Iriani, E dan Meinarti N, 1996)
Gambar 1. Ubi Jalar Kuning
2.1.1 Taksonomi
Dalam budi daya dan usaha pertanian, ubi jalar tergolong
tanaman palawija. Tanaman ini membentuk umbi di dalam tanah. Umbi
itulah yang menjadi produk utamanya. Adapun kedudukan tanaman ubi
jalar dalam tatanama (sistematika) sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub-diivisio : Angiospermae (tumbuhan berbunga)
Kelas : Dicotyledoneae (berbiji belah atau berkeping dua)
Bangsa : Tubiflorae
Famili : Convolvulaceae (kangkung-kangkungan)
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas (L.) Lamb.
4
Famili Convolvulaceae yang sudah umum dibudidayakan selain
ubi jalar adalah kangkung air (Ipomoea aquatica) dan kangkung darat
(Ipomoea reptans). Tidak hanya itu, masih ada kangkung pagar atau
kangkung hutan (Ipomoea fistulosa), rincik bumi (Ipomoea quamoqlit),
dan Ipomoea triloba yang tumbuh liar.
2.1.2 Morfologi
Ubi jalar termasuk tanaman dikotiledon (biji berkeping dua).
Selama pertumbuhannya, tanaman semusim ini dapat berbunga,
berbuah, dan berbiji. Sosok pertumbuhannya terlihat seperti semak atau
menjalar bagai liana. Ciri tanaman ubi jalar yaitu sebagai berikut:
a. Batang tidak berkayu
b. Daun berbentuk jantung atau hati
c. Bunga berbentuk terompet
d. Berbuah kapsul dan berbiji pipih
e. Berakar serabut dan berakar lumbung
f. Umbi bervariasi
Tekstur utama ubi jalar dapat dibedakan setelah umbinya
dimasak, ada tiga tipe tekstur umbi, yaitu:
a. Daging umbi padat, kesat, dan bertekstur baik;
b. Daging umbi lunak, lembap dan lengket; serta
c. Daging umbi kasar, dan berserat.
Sebagian besar produksi ubi jalar ditujukan untuk tipe tekstur
pertama dengan sebagian besar kultivar berdagimg putih. Di samping
untuk pangan manusia, tipe tekstur umbi ubi jalar pertama juga banyak
digunakan untuk pakan ternak dan bahan baku produk industri.
Produksi ubi jalar tipe tekstur kedua terutama untuk pangan manusia.
Berdasarkan volumenya, produksi ubi jalar tipe kedua jumlahnya sangat
kecil. Produksi ubi jalar tipe tekstur ketiga umumnya digunakan untuk
pakan ternak, bahan baku industri pati, dan alkohol (Sarwono, 2005).
5
Berdasarkan warna umbi, ubi jalar dibedakan menjadi beberapa
golongan sebagai berikut
a. Ubi jalar putih yakni ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna
putih. Misalnya, varietas tembakur putih, varietas tembakur ungu,
varietas Taiwan dan varietas MLG 12659-20P.
b. Ubi jalar kuning, yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna kuning, kuning muda atau putih kekuningan.
Misalnya,varietas lapis 34, varietas South Queen 27, varietas
Kawagoya, varietas Cicah 16 dan varietas Tis 5125-27.
c. Ubi jalar orange yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna jingga hingga jingga muda. Misalnya, varietas Ciceh 32,
varietas mendut dan varietas Tis 3290-3.
d. Ubi jalar ungu yakni ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna
ungu hingga ungu muda (Juanda, Dede dan Bambang Cahyono,
2000).
Berdasarkan bentuk umbi, ubi jalar mempunyai 9 tipe umbi,
yaitu bulat (round), bulat elips (round elliptic), elip (elliptic), oval
dibawah (ovale), oval diatas (obote), bulat panjang ukuran kecil
(oblong), bulat panjang ukuran besar (long oblong), elip ukuran panjang
(long elip) dan panjang tak beraturan (long irregulaer). Berdasarkan
bentuk permukaan umbi, terdiri dari 4 tipe yaitu alligator like skin,
vein, horizontal contriction dan longitudinal grooves. Berdasarkan
warna kulit, terdiri dari 9 tipe, yaitu putih (white), krem (crem), kuning
(yellow), jingga (orange), jingga kecoklatan (brown orange), merah
muda (pink), merah tua (red), merah ungu (purple red), dan biru tua
(dark purple). Berdasarkan warna daging, terdiri dari 9 tipe yaitu
melingkar tipis dekat kulit (narrow ring), melingkar lebar dekat kulit
(board ring in cortex), noda menyebar dalam daging (scartered spots in
flesh), melingkar tipis dalam daging (narrow ring in flesh), melingkar
lebar dalam daging (broad ring in flesh), beberapa lingkaran dalam
daging (ring and other areas in flesh), bentuk membujur (in longitudinal
6
section), sebagian dari lingkaran penuh dalam daging (covering most of
the flesh),dan lingkaran penuh dalam daging (covering all flesh)
(Huaman, 1990 dalam Suismono, 2001).
Ubi jalar sebagai bahan baku pada pembuatan tepung,
mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari
jenis-jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Jenis-jenis ubi jalar
tersebut mempunyai perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna
daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat
pengolahan dan umur panen. Tepung ubi jalar dapat diproduksi dari
berbagai jenis ubi jalar dan akan menghasilkan mutu produk yang
beragam.
2.1.3 Kandungan Gizi
Ubi jalar merupakan tanaman yang sangat familiar bagi kita.
Mudah tumbuh, sehingga banyak ditemukan di pasar dengan harga
relative murah. Kita mengenal ada beberapa jenis ubi jalar. Jenis yang
paling umum adalah ubi jalar putih, merah, ungu, kuning atau orange.
Kelebihan ubi jalar yang signifikan adalah kandungan betakarotennya
tinggi. Dalam 100 gram ubi jalar putih terkandung 260 µg (869 SI) beta
karoten. Sedangkan kadar betakaroten dalam ubi jalar merah keunguan
sebesar 9000 µg (32.967 SI), pada ubi jalar kuning keorangean
mengandung 2.900 µg (9.657 SI) beta karoten. Makin kuat intensitas
warna ubi jalar, makin besar pula kandungan betakarotennya.
Diketahui, beta karoten merupakan bahan pembentuk vitamin A di
dalam tubuh (Reifa, 2005).
Ada beberapa kelebihan ubi jalar berdaging jingga dalam
kandungan zat gizi dibandingkan ubi jalar lainnya. Ubi jalar berdaging
jingga merupakan sumber vitamin C dan betakaroten (provitamin A)
yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan
ubi jalar berdaging kuning. Bahkan, ubi jalar berdaging putih tidak
mengandung vitamin tersebut atau sangat sedikit. Sementara kandungan
7
vitamin B ubi jalar berdaging jingga sedang (Sarwono, 2005). Nilai gizi
ubi jalar dibandingkan dengan beras, ubi kayu, dan jagung per 100 g
bahan tercantum komposisinya pada tabel di bawah ini :
Berdasarkan Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)
dalam Jamriyanti (2007) komposisi kimia ubi jalar terlihat seperti pada
tabel di bawah ini :
Ubi jalar mengandung beberapa jenis gula oligosakarida yang
dapat menyebabkan flatuensi, yaitu stakiosa, rafinosa dan verbaskosa.
Oligosakarida penyebab flatuensi ini tidak dapat dicerna oleh bakteri
karena adanya enzim galaktosidase, tetapi dicerna oleh bakteri pada
usus bagian bawah. Hal ini menyebabkan terbentuknya gas dalam usus
besar (Muchtadi, TR. dan Sugiyono, 1992). Sedangkan menurut
Onwueme (1978) ubi jalar merupakan sumber karbohidrat, mineral dan
vitamin. Setiap 100 gram ubi jalar mengandung air antara 50-81 gram,
pati 8-29 gram, protein 0,95-2,4 gram, karbohidrat sekitar 31,8 gram,
8
lemak 0,1-0,2 gram, gula reduksi 0,5-2,5%, serat 0,1 gram, kalsium 55
mg, zat besi 0,7 mg, fosfor 51 mg dan energi 135 kalori. Menurut
Damardjati, dkk (1993) vitamin A pada ubi jalar dalam bentuk
provitamin A mencapai 7000 SI/100 gram. Jumlah ini dua setengah kali
rata-rata kebutuhan manusia tiap hari.
2.2 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh
penduduk dunia,khususnya bagi penduduk Negara yang sedang berkembang .
Walaupun jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya
4 Kal (kkal) bila disbanding protein dan lemak, karbohidrat merupakan
sumber kalori yang murah.
Dalam tubuh manusia dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan
sebagian dari gliserol lemak. Tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari
bahan makanan yang dimakan sehari- hari, terutama bahan makanan yang
berasal dari tumbuh – tumbuhan.
Ada beberapa cara analisis yang digunakan untuk memperkirakan
kandungan karbohidrat dalam bahan makanan . Yang paling mudah adalah
dengan cara perhitungan kasar (aproximate analysis),yaitu suatu analisis
dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui
analisis tetapi melalui perhitungan sebagai berikut:
% karbohidrat = 100% - % ( protein + lemak + abu + air )
Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya
karbohidrat dalam suatu bahan yaitu dengan cara kimiawi, cara fisik, cara
enzimatik atau biokimia, dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang
termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan
pendahuluan yaitu hidrolisis terlebih dahulu, sehingga diperoleh
monosakarida. Untuk keperluan ini, maka bahan dihidrolisis dengan asam
atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu.( Winarno,1984)
Molekol karbohidrat terdiri atas atom – atom karbon,hidrogen dan
oksigen. Jumlah atom hidrogen dan oksigen merupakan perbandingan 2 : 1
9
seperti pada molekol air. Sebagai contoh molekol glukosa mempunyai rumus
kimia C6H12O6.
Glukosa adalah salah satu aldoheksosa yang sering disebut dekstrosa
karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kearah kanan. Di
alam, glukosa terdapat didalam buah – buahan dan madu lebah. Darah
manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang
tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah dapat
bertambah setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun 2 jam
setelah itu, jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula. Pada
orang yang menderita diabetes mellitus atau kencing manis, jumlah glukosa
darah lebih besar dari 130 mg per 100 ml darah.
Dalam alam, glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbondioksida dan
air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Proses ini disebut
fotosintesis dan glukosa yang terbentuk terus digunakan untuk pembentukan
amilum atau selulosa. Amilum terbentuk dari glukosa dengan jalan
penggabungan molekul – molekul glukosa yang membentuk rantai lurus
maupun bercabang dengan melepaskan air. (Poedjiadi, 2006).
Klasifikasi Karbohidrat:
1. Monosakarida : terdiri atas 3-6 atom C dan zat ini tidak dapat lagi
dihidrolisis oleh larutan asam dalam air menjadi karbohidrat yang lebih
sederhana. berikut macam-macam monosakarida : dengan ciri utamanya
memiliki jumlah atom C berbeda-beda : triosa (C3), tetrosa (C4), pentosa
(C5), heksosa (C6), heptosa (C7).
Triosa : Gliserosa, Gliseraldehid, Dihidroksi aseton
Tetrosa : threosa, Eritrosa, xylulosa
Pentosa : Lyxosa, Xilosa, Arabinosa, Ribosa, Ribulosa
Hexosa : Galaktosa, Glukosa, Mannosa, fruktosa
Heptosa : Sedoheptulosa
2. Disakarida : senyawanya terbentuk dari 2 molekul monosakarida yg sejenis
atau tidak. Disakarida dapat dihidrolisis oleh larutan asam dalam air
sehingga terurai menjadi 2 molekul monosakarida.
10
hidrolisis : terdiri dari 2 monosakarida al sukrosa : glukosa + fruktosa (C
1-2)maltosa : 2 glukosa (C 1-4) trehalosa 2 glukosa (C1-1) Laktosa :
glukosa + galaktosa (C1-4)
3. Oligosakarida : senyawa yang terdiri dari gabungan molekul2
monosakarida yang banyak gabungan dari 3 – 6 monosakarida,misalnya
maltotriosa
4. Polisakarida : senyawa yang terdiri dari gabungan molekul- molekul
monosakarida yang banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis
menjadi banyak molekul monosakarida. Polisakarida merupakan jenis
karbohidrat yang terdiri dari lebih 6 monosakarida dengan rantai
lurus/cabang.
2.3 Analisis Kadar Karbohidrat
Metode luff Schoorl adalah merupakan suatu metode atau cara
penentuan monosakarida dengan cara kimiawi. Pada penentuan metode ini,
yang ditentukan bukannya kuprooksida yang mengendap tapi dengan
menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula
reduksi ( titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi
(titrasi sampel). Penentuan titrasi dengan menggunakan Natiosulfat. Selisih
titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang
terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam
bahan / larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini
mula- mula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari
garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan
banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi dengan
menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup
maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari
biru menjadi putih, adalah menunjukkan bahwa titrasi sudah selesai.
Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula cara Luff dapat dituliskan
sebagai berikut :
11
R – COH + 2CuO → Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO → CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2 KI → Cu2I2
I2 + Na2S2O3 → Na2S4O6 + NaI
2.4 Lemak dan Minyak
Lemak, disebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya akan energi,
berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh.
Lemak yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari
makanan dan hasil produksi organ hati, yang bisa disimpan di dalam sel-sel
lemak sebagai cadangan energi. Fungsi lemak adalah sebagai sumber energi,
pelindung organ tubuh, pembentukan sel, sumber asam lemak esensial, alat
angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan
kelezatan, sebagai pelumas, dan memelihara suhu tubuh.
Minyak dan lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda-beda. Tetapi minyak dan lemak juga sering
ditambahkan secara sengaja ke dalam bahan makanan dengan berbagai tujuan.
Dalam Pengolahan bahan pangan minyak dan lemak berfungsi sebagai media
penghantar panas yang memiliki titik didih tinggi (sekitar 200˚C) maka
biasanya dipergunakan untuk menggoreng makanan, sehingga bahan yang
digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan bahan
menjadi kering.
Sebagian besar lemak dan minyak di alam terdiri atas 98-99%
trigliserida. Trigliserida adalah suatu ester gliserol. Dalam proses
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak yang membentuk satu molekul
trigliserida dan tiga molekul air (Sudarmadji, 1989).
12
2.4.1 Bilangan Asam
Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas
dalam minyak dan dinyatakan dengan mg basa per 1 gram minyak.
Bilangan asam juga merupakan parameter penting dalam penentuan
kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam lemak
bebas yang ada dalam minyak akibat terjadi reaksi hidrolisis pada
minyak terutama pada saat pengolahan. Asam lemak merupakan
struktur kerangka dasar untuk kebanyakan bahan lipid (Agoes, 2008).
Bentuk lemak dari hewan pada umumnya mengandung lemak
jenuh lebih banyak dari pada lemak tak jenuh dan umumnya berbentuk
fasa padat, misalnya : lemak sapi, berupa gliserol triasetat dengan
campuran gliserol oleo-palmito-stearat. Sedangkan lemak dari minyak
nabati (tumbuh-tumbuhan) mengandung asam lemak tak jenuh lebih
banyak dari pada lemak jenuh dan umumnya berbentuk fasa cair,
misalnya minyak jagung berupa gliserol trioleat dengan campuran
gliserol-oleo-palmoti-linolat, gliserol-dilinolo dan gliserol-trinoleat.
Kandungan asam lemak bebas dalam minyak yang bermutu
baik hanya terdapat dalam jumlah kecil, sebagian besar asam lemak
terikat dalam bentuk ester atau bentuk trigliserida (Keraten, 1986).
Minyak kelapa dapat mengalami perubahan aroma dan cita rasa selama
penyimpanan. Perubahan ini disertai dengan terbentuknya senyawa-
senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak (Ketaren, 1986;
Buckle, 1987).
2.4.2 Bilangan Penyabunan
Penyabunan adalah proses pemutusan lemak netral menjadi
gliserol dan asam lemak dengan adanya alkali. Bilangan penyabunan
merupakan jumlah basa yang diperlukan untuk menyabunkan sejumlah
lemak atau minyak, dinyatakan sebagai miligram KOH yang dibutuhan
untuk menyabunkan 1 gram sampel.
13
Penentuan angka penyabunan berbeda dengan penentuan kadar
lemak, sampel yang dipergunakan untuk penentuan angka penyabunan
adalah margarine. Penentuan bilangan penyabunan ini dapat
dipergunakan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak. Pengujian
sifat ini dipergunakan untuk membedakan lemak yang satu dengan yang
lainnya. Selain untuk mengetahui sifat fisik lemak atau minyak, angka
penyabunan juga dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul
minyak dan lemak secara kasar.
2.4.3 Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak
yang telah mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk
identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-
asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan
suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan
angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan
besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri.
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah
bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah
mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap
awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi
mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun
pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi
oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju
pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju
degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat
mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh
oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak
dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada
tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa
kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar
14
dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu
tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi.
Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi
minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu
dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida adalah larutan berair dari hidrogen peroksida (HOOH
atau H2O2), senyawa yang dijual sebagai disinfektan atau pemutih ringan.
Biasanya hidrogen peroksida yang dijual secara komersial adalah larutan
encer yang berisi sedikit stabilizer, dalam botol kaca atau polietilena untuk
menurunkan tingkat dekomposisi. 6% (w/v) hidrogen peroksida dapat
merusak kulit, menimbulkan bisul-bisul putih yang disebabkan oleh
gelembung oksigen.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini
hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas.
Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan
hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen
membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari
molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang
baru.
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan
flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida
lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan
mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan
indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2014. Lokasi
penelitian bertempat di Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat
refluks, hotplate, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur, labu ukur, pipet ukur,
corong, kertas saring, buret, statif, dan timbangan analitik.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah ubi jalar kuning, minyak goreng,
H2SO4 4N, alkohol 70%, Na2S2O3 0,1N, amilum 1%, larutan Luff-
Schoorl, KI 30%, KOH 0,5N dalam etanol, aquades, HCl 0,5N, NaOH
0,1N, kloroform, asam asetat glasial, kalium iodida padat jenuh, dan
indikator PP.
3.3 Metode Kerja
3.3.1 Ekstrasi Gula Pereduksi
Ubi jalar kuning ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian
dihancurkan dengan mortar. Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam
labu ekstraksi dan ditambahkan dengan 70 ml alkohol 70%. Dididihkan
suspense dalam labu ekstrasi selama 1 jam, kemudian disaring.
Ditepatkan volume filtrat dengan alkohol 70% hingga 100 ml. Lalu
larutan diatas merupakan larutan ekstrak gula.
16
3.3.2 Penetapan Kadar Gula Pereduksi
Sebanyak 25mL larutan Luff-Schoorl dimasukan ditambahkan
10ml larutan ekstrak gula kedalam labu erlenmeyer 250ml.
Ditambahkan air hingga volume 50ml. Campuran dipanaskan dengan
menggunakan pendingin tegak hingga mendidih dan diteruskan selama
10 menit lagi. Setelah selesai pemanasan, dinginkan campuran dengan
menggunakan es. Ditambahkan kedalam campuran 10ml larutan KI
30% dan 25ml H2SO4 4N. Diinkubasi selama 5 menit. Kemudian
dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N sampai warna kuning muda lalu
ditambahkan indicator amilum (1ml). Setelah itu dititrasi kembali
dengan Na2S2O3 0,1N sampai warna biru hilang. Dicatat volume titran
(V1 ml) dan lakukan titrasi blanko (sampai seperti untuk ekstrak gula
pereduksi tetapi tanpa oenambahan ekstrak. Catat volume untuk blanko
(V2ml). Dihitung kadar gula pereduksi dengan menggunakan rumus:
% gula pereduksi=(V 2−V 1 ) N (Na 2 S 2O 3 )× 158× 158
10.000× 100 %
3.3.3 Penentuan Bilangan Asam
Pertama-tama ditimbang 2,5 gram sampel yang akan diuji
kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml lalu
ditambahkan 15 ml alkohol 95 % dan 3 tetes indikator phenolptalein
1%. Lalu dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N sampai
timbul warna merah muda yang tetap. Diulangi penentuan ini sebanyak
2 kali. Dihitung bilangan asam dengan menggunakan rumus:
Bilanganasam=BE NaOH x N NaOH x V NaOHMassa Sampel
17
3.3.4 Penentuan Bilangan Penyabunan
Sebanyak 2,0 gram sampel minyak goreng dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 25 ml larutan
KOH 0,5 N dalam alkohol. Selanjutnya erlenmeyer tersebut
dihubungkan dengan pendingin tegak dan direfluks selama 1 jam.
Setelah itu erlenmeyer diangkat dan ditambahkan 3 tetes indikator
phenolptalein dan larutan dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N sampai
terjadi perubahan warna. Percobaan dilakukan dua kali. Kerjakan juga
penetapan blanko. Dihitung bilangan penyabunan dengan menggunakan
rumus:
Bilangan penyabunan=( v . blanko−v . sampel )× N . HCl ×56,1
Massa sampel
3.3.5 Penentuan Bilangan Peroksida
Dibuat campuran asam asetat glasial dan kloroform dengan
perbandingan 2 : 3 (campuran A). kemudian dilarutkan sebanyak 5gram
sampel dalam 30 ml campuran A. Ditambahkan sebanyak 2 gram
Kalium Iodida padat jenuh kedalam larutan. Larutan kemudian
diinkubasi elama 30 menit sambil sesekali diaduk. Kemudian larutan
ditambah indikator amilum sebanyak 3 tetes kemudian dititrasi dengan
larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N hingga warna kuning hilang. Dihitung
bilangan peroksida dengan menggunakan rumus:
Bilangan peroksida=(V blanko−V sampel ) x N x 0,008
gram sampelx 100 %
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penetapan Kadar Gula Pereduksi
Massa Sampel : 10 gram
Volume Na2 S2 O3(V 1) pada ekstrak gula pereduksi : 23.5 ml
Volume Na2 S2 O3(V 2) pada blanko : 23.9 ml
Pada percobaan ini, sampel yang digunakan berupa ubi kuning.
Sebelum digunakan, Ubi tersebut dihancurkan menggunakan mortar sampai
halus. Hal tersebut dilakukan untuk memperluas luas permukaan ubi kuning
yang nantinya akan diekstrak oleh alkohol 70%. Penggunaan alkohol tersebut
karena monosakarida dan oligosakarida larut dalam alkohol. Sehingga yang
terdapat didalam larutan Ekstrak gula nantinya adalah monosakarida atau gula
pereduksi dari ubi kuning dan senyawa lainnya diharapkan tidak ikut larut
oleh alkohol (dalam ekstrak gula).
Ekstrak gula pereduksi yang larut dalam alcohol, menjadi larutan
ekstrak gula, yang kemudian direaksikan dengan larutan Luff – Schrool dan
ditambah dengan aquades sampai volume total 50 ml. Larutan Luff – Schrool
tersebut mengandung kepekatan Cu2+¿ 0.2N dan Na2 CO3 2 M. ¿ Prinsip analisis dengan
larutan Luff – Schrool adalah reduksi Cu2+¿ ¿ menjadi Cu+¿¿oleh monosakarida
(gula pereduksi). Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari
garam logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Atau, titrasi
iodium bebas dalam larutan, dengan Na2 S2 O3. Dan, Natrium Sitrat bereaksi
membentuk CuO yang berada dalam suasana basa Na2CO3 seperti reaksi
berikut ini:
19
Gambar 2. Reaksi Pembentukan CuO
Pada dasarnya, prinsip metode analisa yang digunakan adalah
Iodometri, karena yang dianalisa adalah I 2 yang bebas untuk dijadikan dasar
penetapan kadar gula pereduksi. Kemudian larutan dipanaskan sampai
mendidih dan dibiarkan selama 10 menit dalam keadaan dipanaskan. Hal
tersebut dilakukan karena untuk mengoptimalkan proses pereduksian Cu2+¿ ¿
yang direduksi oleh monosakarida dalam larutan ekstrak gula. Monosakarida
akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff–Schrool menjadi Cu2O .
Kemudian, larutan tersebut didinginkan, untuk mengurangi jumlah
pembentukan gas Karbon Dioksida yang dihasilkan pada saat reaksi larutan
tersebut dengan H 2 SO4. Setelah didinginkan, larutan tersebut ditambahkan
KI 30% dan H 2 SO4 4 N. Endapan Cu2O bereaksi dengan asam kuat menjadi
CuSO4direaksikan dengan KI menjadi CuI2. CuI2 akan terurai langsung
menjadi salah satu produknya ialah I 2. Setelah penambahan larutan tersebut,
campuran disimpan selama 5 menit. Penyimpanan tersebut, dilakukan karena
untuk mengoptimalkan pembentukan I 2 yang nantinya akan dititrasi dengan
Na2 S2 O3 untuk menentukan kadar gula pereduksi. Pada penambahan larutan
KI, tidak terjadi perubahan warna, sedangkan pada penambahan H 2 SO4,
larutan akan berwarna coklat. Setelah disimpan selama 5 menit, campuran
tersebut dititrasi dengan Na2 S2 O3 sampai warna campuran berubah menjadi
warna kuning. Setelah terjadi perubahan warna menjadi kuning, campuran
tersebut, ditambahkan dengan larutan amilum 1% sebagai indicator.
Penambahan indicator tersebut, untuk memperjelas perubahan warna (tanda
selesai reaksi). Amilum dengan I 2 membentuk komplek berwarna biru tua.
Penambahan amilum ditambahkan pada saat mendekati titi akhir reaksi,
dimaksudkan agar amilum tidak membungkus I 2 sehingga sukar lepas
kembali, dan warna biru tua sukar lenyap serta titik akhir tidak akan tajam.
20
Setelah penambahan indicator I 2, campuran tersebut dititrasi sampai warna
biru tua tersebut hilang (putih). Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Gambar 3. Reaksi kimia proses penentuan kadar gula pereduksi
Untuk mengetahui kadar gula pereduksi pada sampel, ion Iodida
bebas akan dititrasi dengan Na2 S2 O3. Karena, banyaknya volume Na2 S2 O3
yang digunakan sebanding dengan banyaknya ion iodide bebas yang dianggap
sebagai kadar gula. Untuk penentuan kadar gula reduksi ditentukan dengan
perhitungan selisih dari titrasi blanko (sebelum direaksikan gula pereduksi)
dengan titrasi sampel (sesudah direaksikan dengan gula pereduksi).
Berdasarkan hasil penghitungan, kada gula pereduksi yang terkandung
didalam ubi kuning yaitu 0.474%. Sedangkan, berdasarkan literature, kadar
gula pereduksi pada ubi kuning, ialah 0.11%.
4.2 Penentuan Bilangan Asam
Bilangan asam merupakan salah satu parameter penting dalam
menentukan kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam
lemak bebas yang ada dalam minyak akibat hidrolisis, pemanasan, proses
fisika atau kimia dan reaksi enzimatis (Suastuti, 2009). Pada percobaan ini
pertam-tama sampel sebanyak 2,5 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100
ml kemudian ditambahkan alkohol 95% sebanyak 15 ml, penambahan alkohol
disini bertujuan untuk melarutkan sampel dalam kondisi pH yang netral
karena titrasi yang digunakan adalah titrasi asam basa sehingga tidak
menggangu pH dalam proses analisa tersebut dan penambahan alkohol disini
21
untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi
dengan basa alkali. Karena alkohol yang digunakan adalah untuk melarutkan
minyak, sehingga alkohol (etanol) yang digunakan konsentrasinya berada di
kisaran 95-96%, karena etanol 95 % merupakan pelarut lemak yang baik.
Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator phenolptalein 1 %, penambahan
indikator tersebut bertujuan untuk dapat mengetahui secara jelas perubahan
warna yang terjadi akibat proses titrasi yang dilakukan, kemudian setelah itu
dilakukan proses titrasi dengan larutan Natrium Hidroksia 0,1 N. Berdasarkan
hasil percobaan, bilangan asam yang didapat adalah 0,71 dengan dua kali
percobaan, apabila dibandingkan dengan standar mutu SNI-01-3741-2006
tentang standar mutu minyak goreng, kadar asam lemak bebas pada minyak
goreng maksimal adalah 0,8. Maka berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan
sampel yang digunakan memenuhi standar mutu SNI. Reaksi yang terjadi
pada percobaan ini adalah
Gambar 4. Reaksi penentuan bilangan asam
4.3 Penentuan Bilangan Penyabunan
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak goreng.
Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng yang masih baru.
Pertama-tama yaitu sampel minyak goreng sebanyak 2 gram dimasukkan ke
dalam erlenmeyer, kemudian ditambahan KOH 0,5N dalam alkohol. Apabila
sampel yang akan diuji disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam
alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul
KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Pelarut yang
dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah alkohol, penambahan alkohol
22
dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar dapat
membantu mempermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun.
Gambar 5. Reaksi Pembentukan Sabun dan Gliserol
Selanjutnya yaitu pemanasan menggunakan refluks selama 1 jam.
Pemanasan ini bertujuan untuk menghidrolisa dan mempersabunkan
minyak/lemak. Setelah itu erlenmeyer diangkat dan ditambahkan indikator
penolphtalein sebanyak 3 tetes sampai berwarna merah muda. Larutan alkali
yang tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi menggunakan
asam, yaitu HCl 0,5N sehingga jumlah alkali yang bereaksi dapat diketahui.
Proses titrasi harus dilakukan dengan cepat dan dalam keadaan panas agar
sisa-sisa etanol dalam KOH tidak menguap. Titrasi dilakukan sampai
berwarna putih keruh atau tepat sampai warna merah muda hilang. Volume
titrasi sampel ini adalah 4,8 ml. Selain menentukan volume titrasi sampel, juga
dilakukan penentuan volume blanko. Dimana blanko ini sama dengan sampel,
hanya saja pada blanko tidak digunakan sampel minyak. Volume titrasi blanko
yaitu 19 ml. Dari kedua data tersebut dapat dilakukan perhitungan bilangan
penyabunan, yaitu sebesar 195,25 ml/mg.
4.4. Penentuan Bilangan Peroksida
Volume titrasi blanko : 16 ml
Volume titrasi sampel : 0,4 ml
Bobot sampel : 5 gram
23
Kadar bilangan peroksida : 0,2469 %
Dalam penentuan angka peroksida digunakan sampel minyak
goreng. Sampel minyak goreng yang sudah ditimbang sebanyak 5 gram
dicampurkan dalam campuran asam asetat glasial dan koroform dengan
perbandingan 2 : 3. Fungsi dari pelarut tersebut adalah untuk melarutkan
iodin yang dilepaskan KI yang nantinya akan dititrasi dengan Na-Tiosulfat.
Asam asetat glasial sendiri juga berfungsi untuk memberikan kondisi PH
asam yang sesuai untuk reaksi KI dengan Tiosulfat, sedangkan kloroform
berfungsi sebagai pelarut lemak. Kedalam larutan kemudian ditambahkan KI
padat jenuh, penambahan bertujuan agar dapat bereaksi dengan peroksida
dimana I2 akan dilepas karena oksidasi dari peroksida, peroksida
mengoksidasi KI menjadi I2. Kemudian campuran diinkubasi dalam tempat
gelap yang tujuannya adalah membiarkan agar iodin yang terkandung dalam
campuran tidak bereaksi dengan udara dan cahaya.
Kemudian campuran ditambahkan indikator kanji sebanyak 3 tetes,
indikator amilum digunakan karena struktur pati dapat memerangkap I2. Saat
ditambahkan amilum, warna campuran berubah dari kuning menjadi
kecoklatan. Campuran kemudian dititrasi dengan Natriun Tiosulfat
0,1Nsampai warna kuning dalam larutan hilang dan menghasilkan campuran
yang bening. Natrium tiosulfat berfungsi sebagai reduktor yang akan bereaksi
dengan I2 bebas. Setelah itu dicatat volume titrasi Natrium tiosulfat dan
dihitung bilangan peroksida sampel.
Dari hasil pengamatan didapat kadar bilangan peroksida dalam
sampel sebesar 0,2496 mekv/Kg. Menurut SNI 3741:2013 batas maksimal
bilangan peroksida dalam minyak goreng adalah sebesar 1mekv/Kg. dengan
demikian dapat dikatakan bahwa minyak goreng sampel merupakan minyak
dengan kualitas yang baik dan belum mengalami oksidasi .
Faktor yang dapat mempenaruhi bilangan peroksida antara lain :
24
Jumlah pengulangan penggorengan: banyaknya pengulangan pengorengan
akan
mempengaruhi peningkatan bilangan peroksida pada minyak.
Suhu penggorengan: semakin tinggi suhu penggorengan yang digunakan
maka tingkat kerusakan minyak akan semakin besar sehingga akan
menyebabkan peningkata bilangan peroksida pada minyak.
Jumlah Oksigen: semakin tinggi oksigen maka tingkat oksidasi pada
minyak juga lebih besar sehingga akan menyebabkan peningkatan
bilangan peroksida.
Ketidakjenuhan asam lemak: semakin tidak jenuh minyak maka semakin
tinggi resiko teroksidasi sehingga akan mempengaruhi bilangan peroksida.
Adanya antioksidan: dengan adanya antioksidan pada minyak maka akan
mengurangi terjadinya kecepatan kerusakan akibat oksidasi lemak atau
lainnya sehingga bilangan peroksida rendah.
25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kadar gula pereduksi ubi kuning adalah 0.474%
2. Kandungan bilangan asam yang terdapat pada sampel minyak goreng
masih memenuhi standar SNI yaitu sebesar 0,71
3. Bilangan penyabunan minyak goreng adalah 195,25 ml/mg
4. Sampel minyak goreng merupakan minyak dengan kualitas yang baik dan
belum mengalami oksidasi, kadar peroksidanya yaitu sebesar 0,2469%
5.2 Saran
Agar proses penentuan bilangan asam, bilangan penyabunan, dan
bilangan peroksida dapat maksimal maka dianjurkan untuk menggunakan
sampel minyak goreng yang masih baru.
26
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia, Jakarta
Anonim.2008.Pengaruh Pemblansiran Irisan Buah Sukun (Artocarpus communis)
terhadap pencoklatan dan Kadar Pati. Skripsi.Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta : UI-Press
Slamet Sudarmadji, dkk. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Dan
Pertanian. Yogyakarta : Liberty
Sudarmadji, Slamet. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Liberti.
Sutikno. 2008. Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Kadar Gula Reduksi Pada
Sale Pisang. Skripsi.Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga.
27
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Kadar Gula Pereduksi
% gula pereduksi=(V 2−V 1 )× [ Na2 S2 O3 ]×158 × 10
10000×100 %
¿(23.9−23.5 )× [0.1 ] ×158 ×10
10000×100 %
¿0.474 %
2. Bilangan Asam
Bilangan asam ¿BE NaOH x N NaOH xV NaOH
Massa Sampel
¿
401
x 0,1 x 0,45
2,54
= 0,71
3. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan=( v . blanko−v . sampel )× N . HCl ×56,1
Massa sampel
¿(19−4,8 )× 0,5 ×56,1
2,04
¿195,25
4. Bilangan Peroksida
bilangan peroksida=(V blanlo−V sampel ) x N x0,008
gr sampelx100 %
¿(16−0,4 ) x0,1 x0,008
5x 100 %
28
= 0,2469 %
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 1. luff – school + KI + H 2 SO4
(blanko) setelah dititrasiGambar 2. Blanko + Amilum Setelah
dititrasi kembali
Gambar 3. luff – school + Ekstrak Gula + KI + H 2 SO4(sampel)
Gambar 4. Sampel yang telah dititrasi
29
Gambar 5. Sampel yang telah dititrasi kembali setelh pena,bahan Amilum
30