kakak makalah

download kakak makalah

of 33

Transcript of kakak makalah

MAKALAH MALPRAKTEK Kebocoran Usus Akibat Operasi Myoma Uteri Disusun Guna Memenuhi Tugas Mid Semester II Mata Kuliah Etika Keperawatan PEMBIMBING: SITI LESTARI, MN

DISUSUN OLEH : Betti Sari Nastiti P 27220010 048 KEMENTRIAN KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA D3 KEPERAWATAN4 10 5 2 3 i

2011

LEMBAR PENGESAHAN Makalah dengan Judul Malpraktek : Usus Bocor akibat Operasi telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Pembimbing Jurusan DIII Kementrian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta pada :

Hari Tanggal Tempat

: : :

Surakarta, April 2011 Mengetahui, Pembimbing,

Siti Lestari, MN. NIP. 196805071990032001

ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN. DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .. B. Tujuan.... C. Manfaat.. BAB II KONSEPA. Pengertian Malpraktek... B. Unsur-unsur Malpraktek.. C. Penanganan Kasus Malpraktek.. D. Upaya Menghadapi Tuntutan Hukum... E. Pencegahan Tindakan Malpraktek

i

F. Malpraktek Ditinjau Segi Agama.G. Malpraktek Ditinjau Segi Hukum. H. Malpraktek Ditinjau dari Norma Masyarakat

I. Malpraktek Ditinjau dari Segi Etika Keperawatan... BAB III ARTIKEL Kasus I BAB IV PEMBAHASANA. Analisa Kasus . B. Pembahasan

BAB V PENUTUPA. Kesimpulan B. Saran ..

iii

DAFTAR PUSTAKA. Lampiran : -

BAB I PENDAHULUAN iv

A. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek. Akhir-akhir ini kasus malpraktek banyak terjadi. Tentunya hal ini tidak diharapkan oleh berbagai pihak terutama pasien yang menginginkan kesembuhannya dan tenaga medis yang ingin memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasiennya. Tindakan malpraktek ini tentunya merugikan berbagai pihak Bahkan dapat membahayakan nyawa pasien. Oleh karena itu disini penulis akan mengangkat tema mengenai malpraktek dalam pembuatan makalah . Penulis ingin mengetahui secara lebih mendalam mengenai apa itu malpraktek

2 B. Tujuan 1. Tujuan Umum 1

Untuk mengetahui masalah malpraktek yang telah terjadi di Indonesia dengan dilema etik. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengertian malpraktekb. Mengetahui Unsur-unsur Malpraktek c. Mengetahui bagaimana Penanganan Malpraktek

d. Mengetahui Upaya untuk menghadapi tuntutan hokum e. Mengetahui cara untuk mencegah kejadian malpraktek terjadi f. Mengetahui malpraktek ditinjau dari aspek agama g. Mengetahui malpraktek ditinjau dari aspek hokum h. Mengetahui malpraktek ditinjau dari aspek masyarakat i. Mengetahui malpraktek ditinjau dari aspek etika keperawatan

C. Manfaat Makalah malpraktek ini dibuat untuk meberikan informasi kepada para pembaca tentang kasus malpraktek dan bagaimana cara pencegahannya. Terutama bagi tenaga medis setidaknya kita dapat meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan kita mengenai tindakan keperawatan akgar tidak terjadi kasus malpraktek kembali.

BAB II KONSEP

A.

Pengertian Malpraktek berasal dari kata 'malpractice' dalam bahasa Inggris . Secara harfiah, 'mal' berarti 'salah', dan 'practice' berarti 'pelaksanaan' atau 'tindakan', sehingga malpraktek berarti 'pelaksanaan atau tindakan yang salah. Jadi, malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan kesehatan (Burhanuddin, 2010). Malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang

3

terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis) (Rakhmawan, 2009).

B. Unsur-unsur Malpraktek

Menurut Hubert W. Smith unsure-unsur tindakan malpraktek meliputi 4D, yaitu (a) duty, (b) adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas (dereliction), (c) penyimpangan akan mengakibatkan kerusakan (direct caution), (d) sang dokter akan menyebabkan kerusakan (damage). 1. Duty (kewajiban) Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini berarti bahwa harus ada hubungan hukum antara pasien dan dokter/rumah sakit. Dengan adanya hubungan hukum, maka implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokter/perawat rumah sakit itu harus sesuai dengan standar pelayanan medik agar pasien jangan sampai menderita cedera karenanya. Dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan: 1) Adanya indikasi medis 2) Bertindak secara hati-hati dan teliti

4

3) Bekerja sesuai standar profesi 4) Sudah ada informed consent. Keempat tindakan di atas adalah sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab IV tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, yang menyebutkan pada bagian kesatu pasal 36,37 dan 38 bahwa sorang dokter harus memiliki surat izin praktek, dan bagian kedua tentang pelaksanaan praktek yang diatur dalam pasal 39-43. Pada bagian ketiga menegaskan tentang pemberian pelayanan, dimana paragraf 1 membahas tentang standar pelayanan yang diatur dengan Peraturan Menteri. Standar Pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. Standar Profesi Kedokteran adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter atau dokter gigi untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Standar profesi yang dimaksud adalah yang tercantum dalam KODEKI Pasal 2 dimana Setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi, dimana tolak ukuran tertinggi adalah yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/ jenjang pelayanan kesehatan dan situasi setempat. Sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Sebelum memberikan persetujuan pasien harus diberi penjelasan yang lengkap akan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter. Di mana penjelasan itu mencakup sekurang-kurangnya : a. diagnosis dan tata cara tindakan medis b. tindakan medis yang dilakukan 5

c. alternative tindakan lain dan resikonya d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Yang harus ditekankan lagi oleh seorang dokter adalah ketika dia menjalankan praktik kedokteran wajib untuk membuat rekam medis, yang sudah diatur dalam undang-undang parktek kedokteran pasal 46. Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan dan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. 2. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) Apabila sudah ada kewajiban (duty), maka sang dokter atau perawat rumah sakit harus bertindak sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Jika seorang dokter melakukan penyimpangan dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter tersebut dapat dipersalahkan. Bukti adanya suatu penyimpangan dapat diberikan melalui saksi ahli, catatan-catatan pada rekam medik, kesaksian perawat dan bukti-bukti lainnya. Apabila kesalahan atau kelalaian itu sedemikian jelasnya, sehingga tidak diperlukan kesaksian ahli lagi, maka hakim dapat menerapkan doktrin Res ipsa Loquitur. Tolak ukur yang dipakai secara umum adalah sikap-tindak seorang dokter yang wajar dan setingkat didalam situasi dan keadaan yang sama. 3. Direct Causation (penyebab langsung) Penyebab langsung yang dimaksudkan dimana suatu tindakan langsung yang terjadi, yang mengakibatkan kecacatan pada pasien akibat kealpaan seorang dokter pada diagnosis dan perawatan terhadap pasien. Secara hukum harus dapat dibuktikan secara medis yang menjadi bukti penyebab langsung terjadinya malpraktik dalam kasus manapun. 6

Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktek medik, maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap-tindak tergugat (dokter) dengan kerugian (damage) yang menjadi diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan saja, belumlah cuklup untuk mengajukan tutunyutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat penyimpangan itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien. Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara edekuat, maka hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumannya. 4. Damage (kerugian) Damage yang dimaksud adalah cedera atau kerugian yang diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat dituntut gantikerugian. Istilah luka (injury) tidak saja dala bentuk fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti ini gangguan mental yang hebat (mental anguish). Juga apabila tejadi pelanggaran terhadap hak privasi orang lain. 8

7

C.

Penanganan Malpraktek Walaupun dalam KODEKI telah tercantum tindakan-tindakan yang selayaknya tidak dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya akan tetapi sanksi bila terjadi pelanggaran etik tidak dapat diterapkan dengan seksama. Dalam etik sebenarnya tidak ada batas-batas yang jelas antara boleh atau tidak boleh karena itu kadang-kadang sulit memberikan sanksinya.

Di negara-negara maju terdapat suatu dewan Medis yang bertugas melakukan pembinaan etik profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap etik kedokteran. Di Negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Oleh karena itu fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982 Departemen Kesehatan membentuk panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di pusat dan di tingkat provinsi. Tugas P3EK ialah menangani kasus-kasus malpraktek etik yang tidak dapat ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan serta usul-usul kepada pejabat yang berwenang. Jadi instansi pertama yang akan menangani kasus-kasus malpraktek etik ialah MKEK Cabang atau Wilayah. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK Propinsi dan jika P3EK Propinsi tidak mampu menanganinya maka kasu tersebut diteruskan ke P3EK Pusat. Begitu pula kasus-kasus malpraktek etik yang dilaporkan kepada polisi, diharapkan dapat diteruskan lebih dahulu ke MKEK Cabang atau Wilayah. Dengan demikian diharapkan bahwa semua kasus pelanggaran etik dapat diselesaikan secara tuntas. Tentulah jika sesuatu pelanggaran merupakan malpraktek hukum pidana atau perdata, maka kasusnya diteruskan kepada pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah bahwa oleh karena kurangnya pengetahuan pihak penegak hukum tentang ilmudan teknologi kedokteran menyebabkan dokter yang ditindak menerima hukuman yang dianggap tidak adil.(Hanafiah, 1999) D. Upaya menghadapi tuntutan hukum Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan. 10 8

Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan (Rakhmawan, 2009) : a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan. b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-

9

orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan. E. Upaya Pencegahan Malpraktek Terdapat pencegahan-pencegahan tertentu yang dapat dilakukan secara rutin sehingga tuduhan malpraktek dapat dielakkan, antara lain (Mubarak, 2009): 1. Mempekerjakan dan melatih asisten dengan arahan langsung sampai asisten tersebut dapat memenuhi standar kualifikasi yang ada. 2. Mengambil langkah hati-hati untuk menghilangkan faktor resiko di tempat praktik. 3. Memeriksa secara periodik peralatan yang tersedia di tempat praktik. 4. Menghindari dalam meletakkan literatur medis di tempat yang mudah diakses oleh pasien. Kesalahpahaman dapat mudah terjadi jika pasien membaca dan menyalah artikan literatur yang ada. 5. Menghindari menyebut diagnosis lewat telepon. 6. Jangan meresepkan obat tanpa memeriksa pasien terlebih dahulu. 7. Jangan memberikan resep obat lewat telepon. 8. Jangan menjamin keberhasilan pengobatan atau prosedur operasi yang ada. 9.Rahasiakanlah sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia. Jangan membocorkan informasi yang ada kepada siapapun. Rahasia ini hanya diketahui oleh dokter dan pasien. 10. Simpanlah rekam medis secara lengkap, jangan menghapus atau mengubah isi yang ada. 11. Jangan menggunakan singkatan-singakatan atau simbol-simbol tertentu di rekam medis. 10

12. Gunakan formulir persetujuan yang sah dan sesuai Docu-books adalah alat bantu yang penting dalam menyimpan surat persetujuan yang telah dibuat. 13. Jangan mengabaikan pasienmu. 14. Pada tiap kali pertemuan, gunakanlah bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien. Jangan pernah menduga jika pasien mengerti apa yang kita ucapkan. 15. Jalinlah empati untuk setiap masalah yang dialami pasien, dengan ini tata laksana akan menjadi komprehensif. 16. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis). 17.Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent. 18. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis. 19. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter. 20 Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya 21. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat 11 sekitarnya. F. Malpraktek Ditinjau dari Aspek Agama 13

1) Malpraktek Menurut Syariat IslamPerlu diketahui bahwa kesalahan dokter atau profesional lain di dunia kedokteran dan kesehatan- kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Misalnya, mengatakan bahwa pasien harus dioperasi, padahal tidak demikian. Jika kesalahan ini terbukti dan membahayakan pasien, dokter harus mempertanggungjawabkannya secara etika. Hukumannya bisa berupa ta'zr [2], ganti rugi, diyat, hingga qishash .

Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa digolongkan sebagai berikut (Burhanuddin, 2010): 1. Tidak Punya Keahlian (Jahil) Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya.,pendapat ini telah disinggung oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau: "Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, maka ia bertanggung-jawab" 2. Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhlafatul Ushl Al-'Ilmiyyah) Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran [5].. 3. Ketidaksengajaan (Khatha') Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki maksud di dalamnya. Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset 12 sehingga ada anggota tubuh pasien yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat 4. Sengaja Menimbulkan Bahaya (I'tid')

Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek yang paling buruk. Biasanya ini dilakukan karena factor kesengajaan.

2) Pembuktian Kasus Malpraktek Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Berikut ini macam-macam bukti yang diperlukan : 1. Pengakuan Pelaku Malpraktek (Iqrr ). Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih mengetahuinya. 2. Kesaksian (Syahdah). Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zr, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria. 3.Catatan Medis. Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedic, karena catatan tersebut dibuat agar bias menjadi referensi saat dibutuhkan

3) Bentuk Tanggung Jawab Malpraktek Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung jawab tersebut adalah sebagai berikut: 1. Qishash Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. 2. Dhamn (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat) Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut: a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya. b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah. c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak disengaja. d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat. 3. Ta'zr berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain. Ta'zr berlaku untuk dua bentuk malpraktek: a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya. 13

b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.

G. Malpraktek Ditinjau dari Aspek Hukum Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice (kurniawan, 2010). 1. Criminal malpractice Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni : a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan kesengajaan (negligence). Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP). Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien. Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. 2. Civil malpractice (intensional), kecerobohan (reklessness) atau tercela. kealpaan b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa 14

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain: a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan. b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya. c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna. d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya. 3. Administrative malpractice Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi. Apabila seorang dokter telah terbukti dan dinyatakan telah melakukan tindakan malpraktek maka dia akan dikenai sanksi hukum sesuai dengan UU 19 15

No. 23 1992 tentang kesehatan. Dan UU Praktek kedokteran dalam BAB X Ketentuan Pidana Pasal 75 ayat (1) yang berbunyi Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sehubungan dengan hasil keputusan Mahkama Konstitusi pasal tersebut telah mengalami revisi, dimana salah satu keputusan dari Mahkama Konstitusi adalah ketentuan ancaman pidana penjara kurungan badan yang tercantum dalam pasal 75, 76, 79, huruf a dan c dihapuskan. Namun mengenai sanksi pidana denda tetap diberlakukan. Ayat (2) berbunyi Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia Ayat (3) berbunyi Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja. Surat tanda registrasi yang dimaksud adalah melakukan praktik penjara kedokteran paling tanpa 3 memiliki (tiga) surat tanda registrasi denda paling bersyarat banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana lama tahun atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Selain pasal 75, masih ada beberapa pasal yang akan menjerat dokter apabila melakukan kesalahan yaitu diantaranya Pasal 76, 77, 78, dan 79. H. Malpraktek Menurut Masyarakat 16

Maraknya malpraktek di Indonesia membuat masyarakat berkurang rasa kepercayaannya pada pelayanan kesehatan di Indonesia.Yang lebih parah lagi, para tenaga kesehatan takut apabila para tenaga medis tidak berani melakukan tindakan medis lagi karena takut terjerat hukum. Lagi-lagi hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi yang baik antara tenaga medis dan pasien. Tidak jarang seorang tenaga medis tidak memberitahukan sebab dan akibat suatu tindakan medis. Pasien pun enggan berkomunikasi dengan tenaga medis mengenai penyakitnya. Oleh karena itu, Departemen Kesehatan perlu mengadakan penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana kinerja seorang tenaga medis. Sekarang ini tuntutan professional terhadap profesi ini makin tinggi. Berita yang menyudutkan serta tudingan bahwa dokter telah melakukan kesalahan dibidang medis bermunculan. Di Negara-negara maju yang lebih dulu mengenal istilah makpraktek medis ini ternyata tuntutan terhadap tenaga medis yang melakukan ketidaklayakan dalam praktek juga tidak surut. Biasanya yang menjadi sasaran terbesar adalah dokter spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), spesialis anestesi serta spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. I. Malpraktek Ditinjau dari Etika Keperawatan Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi

17

harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat. Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit. Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu. Malpraktek meliputi pelanggaran kontrak ( breach of contract), perbuatan yang disengaja (intentional tort), dan kelalaian (negligence). Kelalaian lebih mengarah pada ketidaksengajaan (culpa), sembrono dan kurang teliti. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, selama tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya.

BAB III ARTIKEL

Lubang sebesar bola tenis berada tepat di atas pusar Sisi Chalik. Tampak tersembul gumpalan usus. Berwarna merah, dan memekar saat dia buang air besar. Kotoran itu keluar bukan dari jalan lazim. Tapi dari liang di atas pusar. Setiap hari, lebih dari sekali, dia harus mengganti perban penutup ususnya. Kerepotan itu sudah dijalaninya sembilan tahun. "Mana ada orang menerima keadaan tak normal begini," kata perempuan 47 tahun ini kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat 27 Februari 2009. Sisi normal sejak lahir. Sampai petaka itu menimpanya 16 Mei 2000. Waktu itu, dokter di Rumah Sakit Budhi Jaya, Jalan Saharjo, Jakarta Selatan, menemukan myoma (tumor) dalam rahimnya. Dia lalu digiring ke meja operasi. Aksi bedah itu memang selesai. Tapi lima hari berselang, perutnya malah bengkak. Nafasnya sesak.

Dia lalu kembali ke meja operasi di rumah sakit sama. "Ternyata ditemukan kebocoran usus," ujar Sisi. Dia marah. Ditepisnya tawaran operasi gratis dari rumah sakit itu. Sejak itulah perutnya terus berlubang. Ususnya tampak menyembul. Perut bocor itu rupanya membuat hidupnya makin pelik. Dia dicerai suaminya, dan dijauhi kerabat. Dia bahkan tak diterima oleh keluarga besarnya lagi. "Karena itu, saya menggugat dokter," katanya. Hidupnya jadi nestapa. Tapi Sisi tetap tabah. 19 Dia lalu memulai perjuangannya menghadapi dunia medis. Langkah pertama, dia membawa kasus ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Tapi 18 Majelis rupanya punya penilaian berbeda. Dokter dan rumah sakit, kata putusan Majelis itu, tak melakukan kesalahan. Tuntutan Sisi pun kandas. Sisi kemudian mencoba cara lain. Dia menempuh peradilan konvensional. Mulanya, dia menggugat perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sisi minta ganti rugi Rp 3 miliar. "Saya butuh untuk operasi di RS Mount Elisabeth Singapore," katanya. Di meja hijau, kasus itu sempat menggantung sembilan tahun. Kuasa hukum RS Budhi Jaya, Iswahjudi Karim, mengatakan kliennya tak salah. "Justru dia tak mau menjalani operasi akhir untuk penyambungan usus," kata Iswahjudi. "Ingin disembuhkan tidak mau."

BAB IV PEMBAHASAN A.Analisa Kasus Pada kasus malpraktek tersebut menceritakan tentang seorang wanita yang bernama Sisi Chalik yang merupakan korban aksi malpraktek yang dilakukan oleh seorang dokter bedah. Dalam permasalahan ini korban malpraktek, Sisi adalah seorang ibu yang berusia 47 tahun. Dia menjadi korban malpraktek saat dirinya menjalani operasi myoma (tumor) dalam rahimnya di di Rumah Sakit Budhi Jaya, Jalan Saharjo, Jakarta Selatan. Ternyata operasi yang dijalaninya tersebut menimbulkan masalah baru. Lima hari setelah menjalani operasi, perutnya malah membengkak dan terjadi sesak nafas. Akhirnya terjadi kebocoran usus, ususnya menyembul. Sejak itulah perut Sisi terus berlubang.

A. Pembahasan Dalam permasalahan ini, factor penyebab Sisi menjadi korban malpraktek adalah kelalaian dokter bedah yang menangani operasinya. Sisi melakukan operasi setelah dirinya dinyatakan menderita myoma (tumor) rahim. Seminggu Setelah melakukan operasi, Dan dari kasus tersebut, factor pencetus terjadinya malpraktek ialah tenaga 21 kesehatan yang kurang keahlian ataupun kelalaian para tenaga medis. Dalam agama Islam malpraktek, merupakan suatu tindakan yang menyalahi etika dan membahayakan nyawa seorang pasien. Oleh karena itu apabila terjadi kasus malpraktek perlu dibuktikan kebenaranya agar kedua belah pihak baik dokter ataupun pasien tidak merasa terdzalimi dan20 juga tidak terjadi fitnah, Apabila tindakan malpraktek memeng benar terjadi, maka pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Malpraktek dalam hokum dibagi menjadi 3 bagian yaitu Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice. Dalam masyarakat banyaknya kasus malpraktek membuat berkurangnya kepercayaan masyarakat pada tenaga medis. Dalam etika keperawatan tindakan malpraktek merupakan tindakan yang telah menyalahi etika dan hak-hak pasien. Tindakan malpraktek telah membuat masyarakat berkurang rasa kepercayaannya terhadap tindakan yang dilakukan para tenaga medis. Hal ini tentu saja mendatangkan kekhawatiran bagi tenaga kesehatan, mereka takut apabila para tenaga medis tidak berani melakukan tindakan keperawatan lagi, karena takut terkena hukuman.

25

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Malpraktek merupakan kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari kasus diatas, merupakan jenis malpraktek.Unsur-unsur malpraktek ada empat yaitu duty (kewajiban), dereliction of duty (penyimpangan dari kewajiban), direct causation (penyebab langsung) dan damage (kerugian). Untuk menangani kasus malpraktek telah dibentuk dewan-dewan KODEKI, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK). Dari hasil pembahasan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa memang benar kasus malpraktek murni bukan seperti pembadahan ostomi. Pembedahan ostomi yaitu

Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feces (M. Bouwhuizen, 1991) Pembuatan lubang sementara atau permanan dari usus besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feces (Randy, 1987) Lubang yang dibuat melalui dinding abdomen ke kolon iliaka untuk mengeluarkan feces. Memang dalam kasus ini perut pasien berlubang dan ususnya keluar seperti pada operasi ostomi yang biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami divertikular, dan trauma pada usus. Ostomi biasanya dibuat melalui pembedahan dengan membuat lubang (stoma) melaui dinding abdomen dengan menggunakan segmen proksimal dari usus. Feses kemudian dikeluarkan melalui stoma. Dalam kasus ini pihak dokter atau pihak rumah sakit dinyatakan tidak bersalah oleh majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Namun dalam kasus ini pihak dokter atau pihak rumah sakit tidak menjelaskan pada pasien apakah ini merupakan ostomi buatan atau memang karena kesalahan prosedur pembedahan yang dilakukan oleh dokter bedah. Mereka hanya menyatakan bahwa telah terjadi kebocoran usus lima hari setelah operasi dilakukan. Dan pihak rumah sakit kemudian menawarkan operasi gratis untuk penyambungan usus Sisi. Hal ini tentu saja membuat Sisi geram dan ditepisnya tawaran operasi gratisnya itu. Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan. Dalam agama Islam malpraktek, merupakan suatu tindakan yang menyalahi etika dan membahayakan nyawa seorang pasien. Oleh karena itu apabila malpraktek memeng benar terjadi, maka pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut.

. Saran 1. Para tenaga kesehatan supaya mempertahankan dan meningkatkan kompetensi dalam menangani pasien dan bekerja secara professional 2. Bagi tenaga medis baru, apabila mempunyai kendala dalam menangani pasien sebaiknya segera lapor kepada para senior atau meminta penjelasan bagaimana cara menangani penyakit tersebut agar tidak terjadi kekeliruan prosedur tindakan keperawatan dan membahayakan pasien. 3. Bagi tenaga kesehatan sebaiknya bekerja sesuai dengan prosedur yang benar yang ada dalam Standar Operasional Prosedur 4.

23

DAFTAR PUSTAKA

Rakmawan,Agung.2009.MalpraktekdalamPelayananKesehatan.http://agungrakhmaw an.wordpress.com/2009/06/20/malpraktek-dalam-pelayanan-kesehatan/, diakses tanggal 31 Maret 2011, jam 11.00 Fery,Midwi.2009.MalpraktekditinjaudariSegiEtikadanHukum.http://midwiferyeducat or.wordpress.com/2009/12/09/malpraktek-ditinjau-dari-segi-etika-dan-hukum, (diakses tanggal 31 Maret 2011, jam 1100)/,diakses tanggal 31 Maret 2011 jam 11.30 http://assunah.1 bigtree.com/content/2836/slash/0.htmlSemogaAllah melindungi umatIslam daribmarabahayadan mel berbagai keburukan.com Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir.1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Jakarta : Penerbitan Buku Kedokteran EGC. Kurniawan,Erlangga.2010.TinjauanHukumAtasMalpraktekMedik.http://bsba.faceboo k.com/topic.php?uid=95182762229&topic=10458 diakses tanggal 31 Maret 2011 Burhanuddin,Anas.MalpraktekMenurutSyariatIslam.http://thakis.blogspot.com/2009/ 12/malpraktek-ditinjau-dari-segi-etika-dan html.,diakses tanggal 31 Maret 2011

Kebocoran Usus akibat Operasi VIVAnews - LUBANG sebesar bola tenis berada tepat di atas pusar Sisi Chalik. Tampak tersembul gumpalan usus. Berwarna merah, dan memekar saat dia buang air besar. Kotoran itu keluar bukan dari jalan lazim. Tapi dari liang di atas pusar. Setiap hari, lebih dari sekali, dia harus mengganti perban penutup ususnya. Kerepotan itu sudah dijalaninya sembilan tahun. "Mana ada orang menerima keadaan tak normal begini," kata perempuan 47 tahun ini kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat 27 Februari 2009. Sisi normal sejak lahir. Sampai petaka itu menimpanya 16 Mei 2000. Waktu itu, dokter di Rumah Sakit Budhi Jaya, Jalan Saharjo, Jakarta Selatan, menemukan myoma (tumor) dalam rahimnya. Dia lalu digiring ke meja operasi. Aksi bedah itu memang selesai. Tapi lima hari berselang, perutnya malah bengkak. Nafasnya sesak. Dia lalu kembali ke meja operasi di rumah sakit sama. "Ternyata ditemukan kebocoran usus," ujar Sisi. Dia marah. Ditepisnya tawaran operasi gratis dari rumah sakit itu. Sejak itulah perutnya terus berlubang. Ususnya tampak menyembul.

Perut bocor itu rupanya membuat hidupnya makin pelik. Dia dicerai suaminya, dan dijauhi kerabat. Dia bahkan tak diterima oleh keluarga besarnya lagi. "Karena itu, saya menggugat dokter," katanya. Hidupnya jadi nestapa. Tapi Sisi tetap tabah. Dia lalu memulai perjuangannya menghadapi dunia medis. Langkah pertama, dia membawa kasus ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Tapi Majelis rupanya punya penilaian berbeda. Dokter dan rumah sakit, kata putusan Majelis itu, tak melakukan kesalahan. Tuntutan Sisi pun kandas.

Sisi kemudian mencoba cara lain. Dia menempuh peradilan konvensional. Mulanya, dia menggugat perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sisi minta ganti rugi Rp 3 miliar. "Saya butuh untuk operasi di RS Mount Elisabeth Singapore," katanya. Di meja hijau, kasus itu sempat menggantung sembilan tahun. Kuasa hukum RS Budhi Jaya, Iswahjudi Karim, mengatakan kliennya tak salah. "Justru dia tak mau menjalani operasi akhir untuk penyambungan usus," kata Iswahjudi. "Ingin disembuhkan tidak mau." Pengadilan akan memutuskan kasus itu pada Senin 3 Maret 2009 ini. Sumber: VIVAnews