KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK...

86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA BIDANG PERPAJAKAN Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Anjar Lea Mukti Sabrina NIM. E0007008 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK...

Page 1: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN

ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI

NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

TINDAK PIDANA BIDANG PERPAJAKAN

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh :

Anjar Lea Mukti Sabrina

NIM. E0007008

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

Page 2: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN

ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI

NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

TINDAK PIDANA BIDANG PERPAJAKAN

Oleh :

Anjar Lea Mukti Sabrina

NIM. E0007008

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 17 Juni 2011

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Bambang Santoso, S.H., M.Hum Muhammad Rustamaji, S.H., M.H.

PENGESAHAN PENGUJI

Page 3: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN

ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI

NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

TINDAK PIDANA BIDANG PERPAJAKAN

Oleh :

Anjar Lea Mukti Sabrina

NIM. E0007008

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 12 Juli 2011

DEWAN PENGUJI

1. Kristiyadi, S.H., M.Hum : (.......................................)

Ketua

2. Bambang Santoso, S.H, M.Hum : (.......................................)

Sekretaris

3. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. : (.......................................)

Anggota

Mengetahui

Dekan,

Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum

NIP. 19570203 198503 2 001

PERNYATAAN

Page 4: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nama : Anjar Lea Mukti Sabrina

NIM : E0007008

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA APARAT

PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK

INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA BIDANG PERPAJAKAN adalah betul-

betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila

dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan

gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 17 Juni 2011

Yang membuat pernyataan

Anjar Lea Mukti Sabrina

NIM. E0007008

Page 5: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK

Anjar Lea Mukti Sabrina, E 0007008. 2011. KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA BIDANG PERPAJAKAN.Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan koordinasi antara Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penyidikan tindak pidana bidang perpajakan, dan upaya mewujudkan koordinasi yang sinergis antar institusi penegak hukum dalam penyidikan tindak pidana pajak.

Penelitian ini merupakan penelitian normatifbesifat preskriptif, mengenai pengaturan koordinasi antara Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penyidikan tindak pidana bidang perpajakan ditinjau dari KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Bahan hukum yang digunakan yaitu mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder.Prosedur pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Analisis yang dilaksanakan menggunakan teknik analisis dengan metode pendekatan perundang-undangan dengan pendekatan konsep. Dalam hal ini analisis dilakukan dengan mengklasifikasi pasal-pasal dari undang-undang dan hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan berdasarkan pendekatan penelitian guna mendapatkan jawaban atas rumusan masalah yang telah ditentukan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan,kesatu bahwaantara Penyidik POLRI dengan Penyidik PNS memiliki hubungan kerja meliputi pelaksanaan, koordinasi, pengawasan, pembinaan, pemberian petunjuk yang didasarkan pada sendi-sendi hubungan fungsionalyang secara tersurat dicantumkan dalam Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Pasal 14 ayat (1) huruf f serta disebutkan dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang melakukan penyidikan tindak pidana pajak harus berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik POLRI. Kedua, bahwadalam mewujudkan koordinasi yang sinergis antar institusi penegak hukum, khususnya pada pelaksanaan wewenang penyidikan antar institusi penyidik, maka perlu ditetapkan strategi penanggulangannya agar dapat terwujud kepastian hukum yang dilakukan melalui penetapan kebijakan, strategi dan upaya antara lain : POLRI melaksanakan penataan struktur dan personil pengemban fungsi Korwas PPNS pada Mabes POLRI sampai tingkat Polres dengan tujuan agar Penyidik POLRI dapat berperan sebagai koordinator dan pendukung fungsi dan peran PPNS dalam melakukan penyidikan yang berintegrasi guna mewujudkan penegakan hukum di Indonesia;Meningkatkan kualitas aparat penegak hukum dalam rangka terwujudnya aparat penegak hukum yang profesional;Meningkatkan koordinasi antar institusi penegak hukum guna terciptanya hubungan lintas instansi yang sinergis; dan Mengupayakan pembentukan dan/ atau perbaikan peraturan perundang-undangan terkait penegakan hukum guna mewujudkan kepastian hukum.

Kata kunci: Koordinasi, Penyidikan, Tindak Pidana Pajak

Page 6: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT

Anjar Lea Mukti Sabrina, E 0007008. 2011. THEORETICALSTUDYCOORDINATIONBETWEENINVESTIGATIONLAW ENFORCEMENT OFFICIALSPOLICE INVESTIGATORSREPUBLIC OF INDONESIATO THE CIVIL SERVANTCRIMEINVESTIGATIONINTHE FIELD OF TAXATION. Law Faculty of SebelasMaretUniversity.

This research has purpose to know the coordination arrangements between the Republic of Indonesia State Police Investigator (INP) with the Civil Servant (investigators) in the investigation of criminal offenses in taxation, and efforts to realize the synergistic coordination between law enforcement agencies in criminal tax investigations.

This is a normatif research with prescriptive characteristic,concerning the coordination arrangements between the Republic of Indonesia State Police Investigator (INP) with the Civil Servant (investigators) in the tax field investigation of criminal offenses in terms of the Criminal Procedure Code, Act No. 2 of 2002 on the Indonesian National Police, and Act No. 16 of 2009 concerning General Provisions and Tax Procedures. The law material used included primary and secondary law material. Procedure of collecting data used in this research was library study. The analysis was done using analytical techniques to approach legislation with the concept approach. In this case the analysis was done by classifying the articles of the law and the results will be presented in a descriptive way is by telling and describing based approach to research to get answers to the formulation of a problem that has been determined.

Based on the results of research and discussion of the resulting conclusion, that the unity between the Police Investigator Investigator civil servants working relationships include the implementation, coordination, supervision, coaching, giving directions based on the joints of a functional relationship as otherwise expressly provided in the Law of the Republic of Indonesia National Police no. 2 of 2002 Article 14 paragraph (1) f and is mentioned in Article 44 paragraph (1) of Act No. 16 of 2009 concerning General Provisions and Tax Procedures that the Civil Service in the Directorate General of Taxation is investigating tax crime should be under the coordination and supervision of Police Investigator. Second, that in realizing the synergistic coordination between law enforcement agencies, particularly on the implementation of inter-institutional investigation authority of investigators, it is necessary to set out a strategy to overcome in order to materialize the legal certainty which is done through the establishment of policies, strategies and efforts include: Police carry out the arrangement of the structure and personnel coordinator function bearers Supervisory Police investigators at the Police Headquarters until the police resort to the end that police investigators can act as a coordinator and support functions and the role of investigators in conducting investigations in order to realize the integration of law enforcement in Indonesia; Improving the quality of law enforcement officers in order to realize law enforcement officers professional; Improve coordination between law enforcement agencies to create an effective cross-agency relationship is synergistic, and promote the establishment and/ or improvement of legislation related to law enforcement in order to create legal certainty.

Key words: Coordination, Investigation, Crime Tax

Page 7: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S. Alam Nasyrah (94): 6)

Dunia ini sanggup untuk memenuhi kebutuhan manusia, namun tidak untuk

kerakusannya (Mahatma Gandhi).

Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang,

tahun depan anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui dan anda

tidak akan mengetahui masa depan jika anda menunggu-nunggu (William

Feather).

Hati nurani yang bersih tidak takut dakwaan atau fitnah (Penulis).

Page 8: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

¥ Allah SWT yang telah memberikan

kenikmatan tak terhingga sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

¥ Alm. Ayahanda tercinta yang telah tenang di

sisi-Nya, semoga mendapat tempat terbaik di

surga.

¥ Ibu tercinta yang senantiasa mendukung

kuliah, memberikan doa dan nasihat,

semangat, cinta dan kasih sayang serta kerja

keras yang tak ternilai harganya demi

mewujudkan cita-citaku menjadi seorang

Sarjana Hukum.

¥ Teman-temanku yang telah memberi warna

kehidupan selama penulis menyelesaikan

studi di institusi pendidikan.

¥ Almamater.

¥ Diriku sendiri.

Page 9: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’allaikum Wr. Wb

Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Dengan mengucapkan syukur kehadirat

Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum

(skripsi) yang berjudul “KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN

ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA

REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI

SIPIL DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA BIDANG

PERPAJAKAN”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum

(skripsi) ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan baik materiil maupun non

materiil yang diberikan oleh berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi

dukungan dan semangat untuk menyelesaikan penulisan hukum ini, yaitu kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dan

kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu hukum melalui

penulisan hukum.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara

yang telah membantu dalam penunjukkan dosen pembimbing skripsi.

3. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum selaku pembimbing skripsi dan

pembimbing Mootcourt Community (MCC)yang telah memberikan

bimbingan, masukan, arahan dan pengetahuan sehingga mempermudah

penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini serta memberi semangat

penulis untuk bisa lulus bulan September.

Page 10: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H selaku pembimbing seminar dan

pembimbing Mootcourt Community (MCC), KSP “Principium“, dan

FOSMI FH UNS yang juga telah banyak memberi saran untuk

pengembangan skripsi penulis, berbagi berbagai pengalaman selama

menjadi dosen dan telah membimbing, berdiskusi, memberi saran dan

arahan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum UNS.

5. Ibu Djuwityastuti S.H., M.Hselaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing, memberi saran dan arahan selama penulis kuliah di Fakultas

Hukum UNS.

6. Ibu Siti Warsini, S.H., M.H selaku pembimbing Kegiatan Magang

Mahasiswa (KMM) penulis di Kejaksaan Negeri Surakarta yang selalu

memberi perhatiandan bimbingan kepada peserta magang di Kejaksaan

Negeri Surakarta.

7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberi

dan membagikan ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga kepada

penulis yang dapat dijadikan bekal dalam penyelesaian skripsi ini serta

menghadapi persaingan di lingkungan masyarakat luas.

8. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah membantu dalam mengurus

prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul, pelaksanaan seminar

proposal sampai pendaftaran ujian skripsi.

9. Bapak Widiarso, S.H dan Ibu Sugiyarti, S.H selaku Pembimbing Mitra

Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) di Kejaksaan Negeri Surakarta yang

telah banyak membimbing penulis mengenai teknis penanganan perkara

pidana, Bapak Sugeng H, S.H., M.H selaku Kepala Kejaksaan Negeri

Surakarta yang telah menerima penulis sebagai peserta magang.

10. Teman-teman seperjuanganku di Mootcourt Community FH UNS mulai

dari Tim Prof. Sudarto II UNDIP 2010 dan Tim Djoko Soetomo VI UI

2010 angkatan 2006, 2007 dan 2008 terima kasih atas kebersamaan,

persahabatan dan kekeluargaan yang indah. Semoga menjadi pengalaman

berharga bagi kita semua.

Page 11: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11. Para pendahulu MCC FH UNS yang tidak dapat disebutkan satu per satu,

terima kasih untuk pelajaran berharga yang kalian berikan selama ini,

semoga penulis bisa segera menyusul kesuksesan yang sudah kalian raih.

12. Teman-teman seperjuanganku di Forum Silaturahmi Mahasiswa (FOSMI

FH UNS) dan Kelompok Study dan Penelitian (KSP ”Principium” FH

UNS) terima kasih atas kebersamaan, persahabatan dan kekeluargaan yang

indah. Semoga menjadi pengalaman berharga bagi kita semua.

13. Teman-temanku KMM di Kejaksaan Negeri Surakarta (Arif, Aris, Beni,

Bintang, Fathul, Pandu, Tri dan Yurisa) terima kasih atas kerja sama

kalian selama magang di Kejaksaan Negeri Surakarta.

14. Temen-temanseperjuangan angkatan 2007 FH UNS yang tidak bisa

disebutkan satu per satu, tanpa kalian kuliahku selama di FH UNS tidak

akan berwarna.

15. Untuk semua guru-guruku di MI Al-Falah Beran, Ngawi; SMP Negeri 5

Ngawi; dan SMA Negeri 1 Ngawi yang telah mengajar dan membagi

ilmunya dan mengantar penulis hingga memperoleh gelar sarjana, tanpa

mereka mungkin penulis tidak bisa meraih cita-cita.

16. Teman-temanku penghuni Wisma PutriKusumawati (KW’s Family) yang

selalu memberikan warna di tiap hariku. Para sesepuh KW: Mbak Lina,

Mbak Nani, Mbak Irma, Mbak Nunik, Mbak Wiwik, Mbak Yani, Mbak

Mut, Mbak Mega, Mbak Cyla, Mbak Wike, dll, terima kasih atas nasihat,

bimbingan dan kebersamaan kalian selama ini. Para penghuni setia KW:

Mbak Dhini, Vina, Lina, Anik, Atun, Uyi, Tyas, Wardha, Dewi, Aminah,

Niken, Afif dan Beta. Terima Kasih atas kebersamaan kalian selama ini.

17. Skripsi ini tidak hanya penulis dedikasikan kepada setiap orang yang telah

memberi inspirasi bagi penulis tetapi juga untuk seseorang yang akan

mengisi hidup penulis kelak dikemudian hari.

18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Page 12: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Demikian semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi khalayak

akademika civitas hukum serta berbagai pihak yang membutuhkannya. Penulis

juga sadar bahwa penulisan hukum ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan.

Kritik dan saran yang konstruktif sangat peneliti harapkan demi perbaikan di masa

yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surakarta, 17 Juni 2011

Penulis

Page 13: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI............................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN..............................................................................iv

ABSTRAK............................................................................................................. v

HALAMAN MOTTO.......................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................................... viii

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ix

DAFTAR ISI........................................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. ........ 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1

B. Perumusan Masalah.................................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian........................................................................................ 8

D. Manfaat Penelitian...................................................................................... 9

E. Metode Penelitian...................................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan Hukum................................................................... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 17

A. Kerangka Teori.......................................................................................... 17

1. Tinjauan Umum Tentang Penyidik..................................................... 17

a) Pengertian Penyidik...................................................................... 17

b) Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia................................. 17

c) Penyidik Pegawai Negeri Sipil..................................................... 18

2. Tinjauan Umum Tentang Penyidikan................................................. 20

a) Pengertian Penyidikan.................................................................. 20

b) Penyidikan Tindak Pidana Pajak.................................................. 23

3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Bidang Perpajakan............ 32

a) Pengertian Tindak Pidana Pajak................................................... 32

b) Penuntutan Tindak Pidana Pajak.................................................. 35

Page 14: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Kerangka Pemikiran.................................................................................. 38

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 40

A. Pengaturan Koordinasi Antara Penyidik Polisi Negara Republik

Indonesia (POLRI) Dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

Dalam Penyidikan Tindak PidanaBidang Perpajakan.............................40

B. Upaya Mewujudkan Koordinasi Yang Sinergis Antar Institusi

Penegak Hukum Dalam Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan..............57

BAB IV PENUTUP............................................................................................ 70

A. Simpulan.................................................................................................. 70

B. Saran........................................................................................................ 72

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan negara, baik di bidang kenegaraan maupun

di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya, pajak belum merupakan suatu

pungutan tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja

dalam memelihara kepentingan negara. Seperti menjaga keamanan negara,

menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai, dan lain sebagainya. Bagi

penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia

diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk

beberapa hari lamanya dalam satu tahun. Orang-orang yang memiliki status sosial

yang tinggi termasuk orang-orang yang kaya, dapat membebaskan diri dari

kewajiban melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum tadi dengan cara

membayar uang ganti rugi. Besarnya pembayaran ganti rugi ini ditetapkan sesuai

dengan jumlah uang yang diperlukan untuk membayar orang lain yang

menggantikan melakukan pekerjaan itu yang seharusnya dilakukan sendiri oleh

orang kaya yang memiliki status sosial yang tinggi dan orang kaya tadi (Rochmat

Soemitro, 1977: 1).

Melalui terbentuknya negara-negara nasional dan tercapainya pemisahan

antara rumah tangga negara dan rumah tangga pribadi raja pada akhir abad

pertengahan, pajak mendapat tempat yang lebih mantap di antara berbagai

pendapatan negara. Dengan bertambah luasnya tugas-tugas negara, maka dengan

sendirinya negara memerlukan biaya yang cukup besar. Sehubungan dengan itu,

maka pembayaran pajak yang tadinya bersifat sukarela berubah menjadi

pembayaran yang ditetapkan oleh negara dalam bentuk undang-undang dan dapat

dipaksakan (H. Bohari, 2004: 2).

Di dalam melaksanakan fungsi dan peranan pemerintah bagi tercapainya

tujuan bernegara sekaligus juga sebagai tujuan nasional Negara Kesatuan

Republik Indonesia, timbulnya hak dan kewajiban dalam bentuk uang maupun

yang dapat dinilai dengan uang merupakan konsekuensi logis yang tidak dapat

Page 16: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dihindari. Hak dan kewajiban yang tertuang di dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) sebagai perwujudan keuangan negara ini telah diatur

dengan jelas di dalam konstitusi Indonesia. Rangkaian kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan program-program

pembangunan nasional yang tercermin dari angka-angka pengeluaran negara

dalam APBN, memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit jumlahnya.

Usaha pembangunan yang memerlukanpembiayaan yang besar ini

menuntut pemerintah segera melakukan usaha-usahaintensifikasi dan

ekstensifikasi dalam rangka meningkatkan penerimaan negara sebagaikonsekuensi

dari kebijakan umum dan jangka panjang sejak tahun pertama

berjalannyaprogram-program pembangunan nasional. Pembangunan nasional

yang bertumpu padaasas kemandirian mengisyaratkan tumbuhnya kesadaran

nasional bahwa pembiayaanpembangunan mengharuskan sedapat mungkin dari

penerimaan yang berasal darisumber-sumber dalam negeri baik dari penerimaan

pajak (langsung dan tidak langsung)maupun penerimaan non-tax (bukan pajak).

Perekonomian dunia yang dilanda krisis, dan berlangsung berkepanjangan

telahmemberikan dampak yang tidak diinginkan terhadap perekonomian

Indonesia. Dalamusaha untuk memperkecil pengaruh yang ditimbulkan resesi

dunia pada masa-masa itu,terutama dalam penerimaan negara melalui APBN,

pemerintah mengambil berbagailangkah kebijakan untuk meningkatkan ketahanan

ekonomi nasional, sertamenciptakan landasan yang kuat guna berlangsungnya

kelancaran prosespembangunan. Salah satu kebijakan yang telah diambil adalah

melakukan penyesuaian terhadap perundang-undangan di bidang perpajakan.

Hukum mempunyai peranan penting sebagai pendukung fiskal ditinjau

dariadanya kemungkinan ketidaktaatan masyarakat dalam memenuhi kewajiban

fiskalnyaataupun kebocoran penerimaan negara, yang pada akhirnya berdampak

pada tidakterkumpulnya dana-dana tersebut.Usaha-usaha yang dilakukan oleh

pemerintah tersebut terdiri dari usaha yangmemakai hukum pidana maupun usaha

yang tidak memakai hukum pidana antara lainmelalui penyuluhan-penyuluhan,

perbaikan administrasi perpajakan dan lainsebagainya, termasuk peningkatan

Page 17: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

integritas aparat pelaksana undang-undang di bidang fiskal (Erly Suandy, 2002:

7).

Seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan meningkatnya

komunikasi dan interaksi antar individu menyebabkan potensi terjadinya beragam

permasalahan antar individu atau kelompok masyarakat. Permasalahan yang

sering muncul seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

adalah munculnya berbagai jenis kejahatan yang berbasis teknologi informasi

seperti, pencucian uang (money laundering), korupsi, cyber crime, tindak pidana

perpajakan,dll. Banyak pihak yang mengkritisi kinerja Polisi Negara Republik

Indonesia (POLRI) terkait pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya selaku

aparatur negara pengemban fungsi pemelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat. Hal ini muncul mengingat pada masa itu kinerja aparat polisi bagi

sebagian pihak dianggap kurang responsif dan tidak profesional, bahkan terkesan

militeristik, khususnya dalam mengatasi berbagai permasalahan hukum yang

dihadapi masyarakat.

Sudah terlampau lama POLRI berada dalam lingkungan

“pertanggungjawaban tumpang tindih” (overlapping responsibility) dalam alam

“dua doktrin” yang berbeda. Tidak jelas apakah bertanggungjawab sebagai

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia (ABRI/

TNI) sesuai dengan “Doktrin Pertahanan Keamanan” atau sebagai Polisi dalam

melaksanakan fungsi law enforcement sesuai dengan “Doktrin Ketertiban

Masyarakat” (public order). Akibat dari tumpang tindih tanggung jawab tersebut,

terjadi “upaya bercorak duplikasi” (a duplication of effort) (M. Yahya Harahap,

2002: 93).

Seiring dengan berpisahnya POLRI dari ABRI/ TNI pada tanggal 1 April

1999, agar polisi mampu menampilkan performa yang ideal sebagaimana harapan

masyarakat. Karena itu, polisi dari waktu ke waktu secara konsisten dan

konsekuen melakukan berbagai pembenahan di segala aspek menuju polisi yang

mandiri. Kemandirian kepolisiantersebut bukan dimaksudkan untuk menjadikan

polisi sebagai institusi yang tertutup dan berorientasi ego sektoral tanpa menjalin

relasi dengan institusi lain, namun dimaksudkan guna mendukung terwujudnya

Page 18: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab polisi sebagai abdi

negara yang bertugas dan bertanggung jawab dalam pemeliharaan keamanan dan

ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat (http://elisatris.wordpress.com/koordinasi-antar-

institusi-penegak-hukum/).

Perlunya polisi untuk secara konsisten dan konsekuen melakukan

pembenahan bertujuan agar polisi mampu menjaga eksistensinya di tengah

perubahan lingkungan yang begitu cepat, mengingat polisi dalam kenyataannya

senantiasa dihadapkan pada beragam tantangan yang semakin berat dan kompleks.

Sekalipun demikian, ditengah-tengah pembenahan yang dilakukan kepolisian

menuju performa yang profesional, bermoral, dan modern, tidak jarang polisi

harus berhadapan dengan kritikan dari masyarakat terkait performa dari anggota/

institusi yang dianggap belum sesuai dengan harapan masyarakat.

Upaya yang dilakukan pembuat undang-undang dalam mengantisipasi dan

menanggulangi kejahatan yang cenderung meningkat baik secara kuantitas

maupun kualitas adalah menyusun peraturan perundang-undangan yang

memberikan kewenangan pada institusi lain di luar POLRI untuk terlibat dalam

proses penyidikan. Harapannya, proses penyidikan dapat diperiksa dan

diselesaikan secara cepat, tepat dan bermuara pada terungkapnya suatu peristiwa

tindak pidana.

Adapun institusi sipil yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan

suatu kasus pidana adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).Dalam praktik

penegakan hukum, bukan hal aneh apabila aparat kepolisian harus berhadapan

dengan aparat penegak hukum lainnya dalam proses penyidikan suatu perkara

pidana. Misalnya, POLRI dengan Kejaksaan dalam menangani kasus

korupsi, POLRI dengan TNI Angkatan Laut dalam menangani kasus pidana di

wilayah perairan, serta POLRI dengan PPNS untuk penanganan kasus tindak

pidana khusus, seperti kasus Hak atas Kekayaan Intelektual, Kehutanan,

Kepabeanan, Pencucian Uang (money laundering), Korupsi, cyber crime,

Perpajakan dan sebagainya.

Page 19: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Munculnya PPNS sebagai institusi di luar POLRI untuk membantu tugas-

tugas kepolisian dalam melakukan penyidikan dengan tegas diatur dalam Pasal 6

ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-undang Nomor 2 tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dari kedua undang-undang

tersebut tampak jelas bahwa eksistensi PPNS dalam proses penyidikan ada pada

tataran pembantu, sehingga tidak dapat disangkal lagi kendali atas proses

penyidikan tetap ada pada aparat kepolisian, mengingat kedudukan institusi

POLRI sebagai Koordinator Pengawas (Korwas), sehingga menjadi hal yang

kontra produktif apabila muncul pandangan bahwa PPNS dapat berjalan sendiri

dalam melakukan penyidikan tanpa perlu koordinasi dengan penyidik utama yaitu

POLRI (http://elisatris.wordpress.com/kedudukan-ppns-dalam-penegakan-

hukum/).

Upaya mendudukan PPNS sebagai lembaga mandiri dalam melakukan

penyidikan suatu tindak pidana tampaknya bukan lagi sekedar wacana, namun

sudah mengarah pada upaya pelembagaan, akibatnya dalam praktik penegakan

hukum, tidak jarang muncul tumpang tindih kewenangan antara PPNS dan aparat

kepolisian.Saat ini banyak undang-undang tindak pidana khusus yang materinya

memberikan kewenangan kepada PPNS untuk melakukan penyidikan kasus tindak

pidana tertentu. Di dalam undang-undang tersebut, diatur prosedur penyidikan

oleh PPNS baik secara materiil maupun formil. Namun, ketentuan undang-undang

yang mengatur PPNS itu bertentangan dengan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-

undang No. 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dimana dalam proses pembentukan undang-undang itu terkesan mengabaikan

asas-asas harmonisasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 10 tahun

2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Salah satu contohnya adalah Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Undang-undang

ini mengatur prosedur penyidikan oleh PPNS Pajak yang bertentangan dengan

Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-undang No. 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang menempatkan POLRI hanya mempunyai

Page 20: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kewenangan koordinasi, tanpa bisa melakukan penyidikan langsung.Menurut

Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan berbunyi: “Penyidikan tindak pidana di bidang

perpajakan hanya dapat dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu di

lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai

penyidik tindak pidana di bidang perpajakan”. Dalam undang-undang ini,

kepolisian memang tidak bisa langsung menyidik perkara, melainkan harus

meminta bantuan PPNS pada Direktorat Jenderal Pajak. Polisi tidak mempunyai

kewenangan menyelidiki kasus pajak, polisi hanya bisa melakukan pengawasan

terhadap penyidikan yang dilakukan oleh PPNS. Kendala ini yang menjadikan

polisi seolah-olah tidak serius dan lambat dalam menuntaskan kasus mafia pajak

tersebut. Padahal, kendalanya ada pada harmonisasi undang-undang

(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d48233251e53/kabareskrim-

keluhkan-disharmoni-hukum-acara-).

Munculnya kesan bahwa anggota POLRI kurang profesional dalam

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, khususnya selaku aparat penegak

hukum sebenarnya tidak dapat dibebankan kepada anggota/ institusi POLRI

semata, namun dipengaruhi pula oleh faktor eksternal, di antaranya koordinasi

yang lemahdan kurang sinergis dengan instansi penegak hukum (penyidik)

lainnya. Sebagaimana diketahui berdasarkan sistem hukum nasional, di luar

POLRI banyak institusi yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan

atas suatu tindak pidana. Akibat lemahnya koordinasi antar institusi penegak

hukum menyebabkan munculnya tarik menarik kewenangan antara instansi

penegak hukum yang pada akhirnya bermuara pada melemahnya proses

penegakan hukum secara keseluruhan.

Pada dasarnya, alasan dikeluarkannya POLRI dalam menangani kasus

pajak secara langsung dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dahulu

karena adanya kekhawatiran terhadap sikap kepolisian yang kerap mengintervensi

perkara pajak dinilai berdampak negatif di dalam kasus perpajakan

(http://hukumonline.com/berita/baca/lt4d2cdd22f2133/kasus-gayus-tak-tuntas-

komisi-iii-salahkan-ppns-pajak). Sehingga dikhawatirkan POLRI tidak serius

Page 21: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menangani kasus perpajakan. Kondisi disharmonis antara aparat penyidik

POLRI dengan penyidik pada institusi lain, dapat dipastikan akan memunculkan

persepsi negatif terkait kinerja lembaga-lembaga tersebut yang pada akhirnya

akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum (termasuk aparat

penegak hukum). Padahal, peran aparatur penegak hukum dalam konteks

penegakan hukum menempati posisi yang sangat strategis dan menentukan

menuju terciptanya supremasi hukum.

Sekarang semakin disadari bahwa seiring dengan perkembangan jaman

dan tindak pidana yang semakin meningkat, maka akan lebih berbahaya lagi jika

POLRI tidak bisa masuk menangani kasus pajak tersebut. Kewenangan

penyidikan dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut lebih diberatkan kepada PPNS di

Direktorat Jenderal Pajak. Namun, setelah melihat kasus Gayus ini, tampaknya

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus berpikir ulang. Pasalnya, akibat

pembatasan-pembatasan itu, polisi berdalih kesulitan membongkar kasus mafia

pajak Gayus secara tuntas. Oleh karena itu, hendaknya diperlukan adanya revisi

undang-undangnantinyaakan memasukkan POLRI dan PPNS Direktorat Jenderal

Pajak bisa bersama-sama melakukan penyidikan secara langsung dalam

menangani kasus-kasus pajak

(http://hukumonline.com/berita/baca/lt4d2cdd22f2133/kasus-gayus-tak-tuntas-

komisi-iii-salahkan-ppns-pajak).

Oleh karena itu, memandang pentingnya terwujud koordinasi yang sinergis

antar aparat penegak hukum, khususnya dalam kerangka penegakan hukum,

sebagai salah satu wujud membangun kebersamaan/ kemitraan (partnership

building), maka perlu disusun strategi guna peningkatan koordinasi antar instansi

penegak hukum. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, penulis

tertarik untuk meneliti dan menuangkan dalam penelitian hukum dengan judul

“KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA APARAT

PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK

INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA BIDANG PERPAJAKAN”.

Page 22: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang tegas dapat menghindari pengumpulan bahan

hukum yang tidak diperlukan, sehingga penelitian akan lebih terarah pada tujuan

yang ingin dicapai. Perumusan masalah digunakan untuk mengetahui dan

menegaskan masalah-masalah apa yang hendak diteliti, yang dapat memudahkan

penulis dalam mengumpulkan, menyusun, dan menganalisa bahan hukum. Untuk

mempermudah dalam pembahasan permasalahan yang akan diteliti maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan koordinasi antara penyidik POLRI dengan PPNS

dalam penyidikan tindak pidana bidang perpajakan ?

2. Bagaimanakah upaya mewujudkan koordinasi yang sinergis antar institusi

penegak hukum dalampenyidikan tindak pidana pajak ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian diperlukan karena terkait erat dengan perumusan

masalah dari judul penelitian itu sendiri untuk memberikan arah yang tepat dalam

proses penelitian agar penelitian berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki.

Adapun tujuan obyektif dan subyektif yang hendak dicapai penulis adalah sebagai

berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pengaturan koordinasi antara penyidik POLRI dengan

PPNS dalam penyidikan tindak pidana bidang perpajakan; dan

b. Untuk mengetahui upaya yang dapat ditempuh guna mewujudkan

koordinasi yang sinergis antar institusi penegak hukum dalampenyidikan

tindak pidana pajak.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis di bidang Hukum

Acara Pidana khususnya mengenai koordinasi penyidikan antar aparat

penegak hukum penyidik Polisi Negara Republik Indonesia dengan

penyidik pegawai negeri sipil dalam penyidikan tindak pidana bidang

perpajakan; dan

Page 23: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana

dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penelitian hukum ini

akan bermanfaat bagi penulis maupun orang lain.Adapun manfaat yang dapat

diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang Hukum

Acara Pidana secara teoritis khususnya mengenai koordinasi penyidikan

antar aparat penegak hukum penyidik Polisi Negara Republik Indonesia

dengan penyidik pegawai negeri sipil dalam penyelesaian kasus pajak

yang dianggap menimbulkan tarik menarik kewenangan antar institusi

guna pengembangan ilmu pengetahuan; dan

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk mengetahui

lebih jauh mengenai prosedur penyidikan oleh PPNS Direktorat Jenderal

Pajak yang diatur dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dinilai bertentangan

dengan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-undang No. 22 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelesaian tindak

pidana pajak dalam bentuk konsep maupun teori hukumnya.

2. Manfaat Praktis

a. Menambah ilmu dan pengalaman penulis di bidang penelitian karya ilmiah

khususnya karya penelitian ilmu hukum;

b. Hasil penelitian dapat memberikan jawaban atas permasalahan-

permasalahan yang menjadi pokok pembahasan penelitian ini; dan

c. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini, bagi masyarakat pada

umumnya dan mahasiswa fakultas hukum khususnya dalam menyikapi

Page 24: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

prosedur penyidikan POLRI dan PPNS untuk penyelesaian kasus tindak

pidana pajak.

E. Metode Penelitian

Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 35). Penelitian hukum dilakukan

untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian

hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum.

Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan

masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 41).

Ada dua syarat yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian

dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan adalah peneliti harus terlebih dulu

memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin ilmunya

(Johnny Ibrahim, 2006: 26). Dalam penelitian hukum, konsep ilmu hukum dan

metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian memainkan peran yang

sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak

dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya (Johnny Ibrahim, 2006: 28).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut :

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari sudut penelitian hukum, maka pada penelitian ini penulis

menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif

memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal (doctrinal research)

yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (library based) yang

fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan

sekunder. Sehingga penelitian hukum menurut Johnny Ibrahim ialah suatu

prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan

hukum dari sisi normatifnya (Johnny Ibrahim, 2006: 57).

Page 25: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pendapat ini kemudian dipertegas oleh Sudikno Mertokusumo yang

menyatakan bahwa disiplin ilmiah dan cara kerja ilmu hukum normatif adalah

pada obyeknya, obyek tersebut adalah hukum yang terutama terdiri atas

kumpulan peraturan-peraturan hukum yang bercampur aduk merupakan

chaos: tidak terbilang banyaknya peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan setiap tahunnya. Dan ilmu hukum (normatif) tidak melihat hukum

sebagai suatu chaos atau mass of rules tetapi melihatnya sebagai suatu

structured whole of system (Johnny Ibrahim, 2006: 57).

Penulis memilih penelitian hukum yang normatif, karena sumber

penelitian yang digunakan adalah bahan hukum, yang terdiri dari bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder. Selain itu, sesuai dengan pendapat

Johnny Ibrahim, berkenaan dengan penelitian yang dilakukan penulis

mengenai koordinasi penyidikan antara aparat penegak hukum penyidik Polisi

Negara Republik Indonesia dengan penyidik pegawai negeri sipil dalam

penyidikan tindak pidana bidang perpajakan, sehingga dibutuhkan penalaran

dari aspek hukum normatif, yang merupakan ciri khas hukum normatif

(Johnny Ibrahim, 2006: 127). Jadi berdasarkan uraian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa jenis penelitian hukum normatif yang dipilih oleh penulis

sudah sesuai dengan obyek kajian atau isu hukum yang diangkat.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri.

Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, artinya sebagai

ilmu yang bersifat preskriptif ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-

konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 22).

Di dalam penelitian ini penulis memberikan preskriptif mengenai latar

belakang dan tujuan koordinasi penyidikan antara aparat penegak

hukumpenyidikPolisi Negara Republik Indonesia dengan penyidik pegawai

negeri sipil dalam penyidikan tindak pidana bidang perpajakan serta

implikasinya terhadap hukum di Indonesia.

Page 26: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Pendekatan Penelitian

Menurut Johnny Ibrahim, dalam penelitian hukum terdapat beberapa

pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (satute approach),

pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan analitis (analytical

approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan

historis (historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach)

dan pendekatan kasus (case approach) (Johnny Ibrahim, 2006: 300). Dari

ketujuh pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan dengan penelitian

hukum ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep.

a. Pendekatan Perundang-undangan

Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan

perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan

hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Untuk

itu penulis harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut :

1) Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada didalamnya

terkait antara satu dengan lain secara logis.

2) All-inclusive artinya bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup

mampu menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak

akan ada kekurangan hukum.

3) Sistematic, bahwa disamping bertautan antara satu dengan yang lain,

norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis.

Pendekatan perundang-undangan yakni Undang-undang Nomor 8

tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, Undang-undang Nomor 2 tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Undang-undang

Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

digunakan untuk mengkaji sinkronisasi antara berbagai aturan hukum yang

mengatur mengenai koordinasi penyidikan antara aparat penegak hukum

penyidik Polisi Negara Republik Indonesia dengan penyidik pegawai

Page 27: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

negeri sipil dalam penyidikan tindak pidana bidang perpajakan dalam

menyelesaikan kasus pajak, kemudian digunakan untuk mengkaji

penyelesaian kasus pajak yang terjadi di Indonesia.

b. Pendekatan Konsep

Konsep dalam pengertian yang relevan adalah unsur-unsur abstrak

yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam suatu bidang studi yang

kadang kala menunjuk pada hal-hal universal yang diabstrakkan dari hal-

hal yang particular. Salah satu fungsi logis dari konsep ialah

memunculkan objek-objek yang menarik perhatian dari sudut pandang

praktis dan sudut pengetahuan dalam pikiran dan atribut-atribut tertentu.

Berkat fungsi tersebut, konsep-konsep berhasil menggabungkan kata-kata

secara tepat dan menggunakannya dalam proses pikiran.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa

bahan hukum sekunder. Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter

Mahmud Marzuki, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak

mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum dalam

hal ini bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif,

artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-

undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah di dalam pembuatan

peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum

primer dalam penelitian ini adalah Undang-undang Nomor 8 tahun 1981

tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-

undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan, Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia, dan Undang-undang Nomor 16 tahun 2009

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Page 28: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2009:

141). Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari bahan hukum yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli

hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki

korelasi untuk mendukung penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Prosedur pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini

adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan bahan hukum dengan jalan

membaca peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi maupun

literatur-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas

berdasarkan bahan hukum sekunder. Dari bahan hukum tersebut kemudian

dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam

penelitian ini. Pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yaitu

menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006: 393).

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum dalam penelitian adalah menguraikan atau

memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan bahan yang diperoleh

kemudian diolah ke dalam pokok permasalahan yang diajukan. Penelitian ini

merupakan jenis penelitian normatif, maka dalam teknik analisis yang

digunakan penulis adalah metode interpretasi dan metode silogisme.

Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum

yang memberikan penjelasan mengenai undang-undang agar ruang lingkupnya

dapat diterapkan dengan suatu peristiwa tertentu. Dengan menggunakan

metode ini diharapkan mampu memecahkan permasalahan yang sedang

diteliti.

Dalam penelitian ini, penulis juga akan menggunakan metode silogisme

dengan teknik analisis deduksi. Metode deduksi adalah metode yang

berpangkal dari pengajuan premis mayor, kemudian diajukan premis minor

Page 29: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dari kedua premis ini kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter

Mahmud Marzuki, 2009: 47). Artinya bahwa melakukan pengolahan analisis

bahan dengan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat

umum terhadap permasalahan konkret yang diteliti.Premis mayor dalam

penelitian ini meliputi peraturan perundang-undangan, sedangkan premis

minor dalam penelitian ini meliputi koordinasi dan pengawasan penyidikan

antara Penyidik POLRI dan PPNS dalam penyidikan tindak pidana bidang

perpajakan.

F. Sistematika Penelitian Hukum

Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan

memberikan gambaran mengenai sistematika penelitian hukum yang sesuai

dengan aturan dalam penelitian hukum, maka penulis menjabarkannya dalam

bentuk sistematika penelitian hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-

tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan

pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun penulis menyusun

sistematika penelitian hukum sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang

masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang

digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini.

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori yang menjadi

landasan atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan

literatur-literatur yang berkaitan dengan penulisan hukum ini.

Kerangka teori tersebut meliputi tinjauan tentang teori Penyidik

dan Penyidikan serta tinjauan tentang Tindak Pidana Pajak.

Page 30: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bab III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil

yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah

yang diteliti, terdapat hal pokok permasalahan yang dibahas dalam

bab ini yaitu pengaturan koordinasi antara penyidik POLRI dengan

PPNS dalam penyidikan tindak pidana bidang perpajakan serta

upaya mewujudkan koordinasi yang sinergis antar institusi penegak

hukum dalampenyidikan tindak pidana perpajakan.

Bab IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang

dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses

meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada

para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA

Page 31: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Penyidik

a. Pengertian Penyidik

Menurut UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 1 ayat (1), “Penyidik

adalah pejabat POLRI atau pejabat pegawai negeri tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh undang-undang”.

Dari pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan orang yang

berhak bertugas sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun

kepangkatan, ditegaskan dalam Pasal 6 Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana yaitu :

1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI).

2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh undang-undang.

b. Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI)

Menurut PP No. 27 tahun 1983, Syarat dan kepangkatan pejabat

penyidik POLRI :

1) Pejabat Penyidik Penuh Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik penuh” harus memenuhi syarat kepangkatan dan pengangkatan, yaitu : a) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua

Polisi atau yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;

b) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Page 32: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Penyidik Pembantu Menurut Pasal 3 PP No. 27 tahun 1983, pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu”, yaitu : a) Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi atau

Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/ a);

b) Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing untuk mendapatkan hasil guna dan daya guna yang optimal di dalam proses penyidikan perkara tindak pidana, serta menghindari akibat hukum yang tidak diinginkan seperti misalnya tuntutan pra peradilan, ganti rugi dan rehabilitasi, atau bahkan sampai dibebaskannya terdakwa dari segala tuntutan dan tuduhan hukum sebagai akibat dari keteledoran dari penyidik, maka tiap Pejabat Polisi yang melaksanakan tugas penyidikan harus memegang teguh dan menjalankan semua asas-asas dalam penyidikan.

Demikian syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat polisi

menjadi pejabat penyidik. Dari bunyi ketentuan Pasal 2 ayat (2) PP No.

27 tahun 1983, sekalipun pada prinsipnya syarat kepangkatan penyidik

sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua, namun

mengingat kurangnya tenaga personel yang belum memadai terutama

di daerah-daerah atau di kantor sektor kepolisian, Peraturan

Pemerintah memperkenankan pejabat penyidik dipangku oleh seorang

anggota kepolisian yang “berpangkat bintara”. Kepangkatan yang

serupa ini memang tidak serasi jika ditinjau dari sudut keseimbangan

kepangkatan penuntut umum maupun hakim yang bertugas di

Pengadilan Negeri. Apalagi dari segi kemampuan pengetahuan hukum

seorang bintara kurang dapat dipertanggungjawabkan segi kemampuan

dan pengalaman. Itu sebabnya sering dijumpai penyidikan yang tidak

memadai dan tidak terarah.

c. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

Khusus pengangkatan pegawai negeri sipil di lingkungan

kepolisian menjadi pejabat penyidik pembantu, yang bersangkutan

Page 33: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

harus mempunyai keahlian atau kekhususan dalam bidang tertentu.

Tanpa syarat tersebut, tidak ada alasan atau urgensi untuk mengangkat

mereka menjadi pejabat penyidik pembantu. Syarat kepangkatan

penyidik pembantu lebih rendah dari pangkat jabatan penyidik.

Penyidik pembantu tidak harus terdiri dari anggota POLRI, tetapi bisa

diangkat dari kalangan pegawai sipil POLRI sesuai dengan keahlian

khusus yang mereka miliki dalam bidang tertentu. Misalnya, ahli kimia

atau ahli patologi. Kalau pegawai sipil POLRI yang demikian tidak

bisa diangkat menjadi penyidik pembantu mungkin akan menimbulkan

hambatan dalam pelaksanaan penyidikan. Sebab di kalangan anggota

POLRI sendiri, yang memiliki syarat kepangkatan dan keahlian

tertentu mungkin masih sangat langka.

Latar belakang urgensi pengangkatan pejabat penyidik pembantu

dalam buku Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP), dapat disimpulkan bahwa:

1) Disebabkan terbatasnya tenaga POLRI yang berpangkat tertentu

sebagai pejabat penyidik. Terutama daerah-daerah sektor

kepolisian di daerah terpencil masih banyak yang dipangku pejabat

kepolisian yang berpangkat bintara;

2) Oleh karena itu, seandainya syarat kepangkatan pejabat penyidik

sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua POLRI,

sedangkan yang berpangkat demikian belum mencukupi kebutuhan

yang diperlukan sesuai dengan banyaknya jumlah Sektor

Kepolisian. Hal seperti ini akan menimbulkan hambatan bagi

pelaksanaan fungsi penyidikan di daerah-daerah, sehingga besar

kemungkinan pelaksanaan fungsi penyidikan tidak berjalan di

daerah-daerah (M. Yahya Harahap, 2002: 112).

Menurut Pasal 44 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, “Penyidik pajak adalah

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat

Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk

Page 34: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum acara pidana

yang berlaku”.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1)

KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan

wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya wewenang penyidikan

yang dimiliki oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil hanya terbatas

sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam

ketentuan undang-undang pidana khusus yang telah menetapkan

sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal. Hal ini

sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7

ayat (2) KUHAP yang berbunyi, “Penyidik Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai

wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan

hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di

bawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI”.

2. Tinjauan Tentang Penyidikan

a. Pengertian Penyidikan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka

cetakan kedua 1989 halaman 837 dikemukakan, “Penyidikan adalah

serangkaian tindakan penyidikan yang diatur oleh undang-undang

untuk mencari dan mengumpulkan bukti pelaku tindak pidana. Asal

kata penyidikan adalah sidik yang berarti periksa; menyidik;

menyelidik; mengamat-amati” (Harun M. Husein. 1991: 1).

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang

KUHAP Pasal 1 ayat (2) menentukan, “Penyidikan adalah serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

dan guna menentukan tersangkanya”.

Page 35: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penyidikan sejajar dengan pengertian pengusutan yang berarti

pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk

oleh undang-undang, segera setelah mereka dengan jalan apapun

mendapat kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu

pelanggaran hukum. Penyidikan mencakup penyelidikan tindak pidana

atau pengaduan, memanggil, dan memeriksa saksi-saksi termasuk

merubah status penahanan tersangka, menggeledah, menyita,

memeriksa surat yang dalam keadaan tertentu dapat meminta

keterangan dari ahli, membuat resume hasil penyidikan dan

memberitahukan penyidikan kepada penuntut umum.

Sebelum dilakukan kegiatan penyidikan akan dilakukan

penyelidikan, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal

1 ayat (5) memberi pengertian penyelidikan sebagai serangkaian

tindakan penyelidik untuk mencari dan menentukan suatu peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau

tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini. Tugas utama dari penyelidik adalah penerimaan

laporan dan pengaturan serta menghentikan orang yang dicurigai untuk

dilakukan pemeriksaan.

Bermula dari pengertian penyelidikan sebagaimana tertulis pada

Pasal 1 ayat (5) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tersebut,

maka dapat dikatakan, “Penyelidikan adalah tindakan yang dilakukan

oleh pejabat penyelidik dalam rangka mempersiapkan suatu

penyelidikan terhadap suatu tindak pidana” (Harun M. Husein, 1991:

55).

Hal ini dilatarbelakangi bahwa tidak setiap peristiwa yang terjadi

dan diduga sebagai tindak pidana menampilkan bentuknya secara jelas

sebagai tindak pidana, maka sebelum melangkah lebih lanjut

melakukan penyidikan dengan konsekuensi menggunakan upaya

paksa, perlu ditentukan terlebih dahulu berdasarkan data atau

keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan bahwa peristiwa yang

Page 36: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terjadi tersebut benar merupakan suatu tindak pidana dan dapat

dilanjutkan dengan tindakan penyidikan. Oleh karena itu M. Yahya

Harahap dalam Harun M. Husein (1991: 55) mengatakan,

“Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan

penyidikan, akan tetapi penyelidikan bukanlah suatu tindakan atau

fungsi yang berdiri sendiri terpisah dari penyidikan”.

Yang dimaksud dengan penyelidik adalah setiap Pejabat Polisi

Negara Republik Indonesia, yaitu dari pangkat Bharada sampai dengan

Jenderal penuh. Semua tindakan yang dilakukan dalam rangka proses

penyidikan di atas dibuat secara tertulis yang untuk selanjutnya

diberkaskan dalam satu bendel berkas. Selanjutnya apabila penyidikan

dianggap sudah selesai barulah berkas perkara dikirimkan kepada

penuntut umum, berikut tersangka dan barang bukti. Jika oleh penuntut

umum dianggap telah cukup maka tugas dan wewenang penyidik telah

selesai, sedangkan jika menurut penuntut umum masih terdapat

kekurangan, maka penyidik harus melengkapi kekurangan tersebut.

Untuk meringankan beban penyidik, pada Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana juga telah diatur adanya penyidik pembantu,

yakni Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat

oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat

kepangkatan yang berlaku. Wewenang penyidik pembantu hampir

sama dengan penyidik pada umumnya, kecuali pada kewenangan

penahanan. Dalam hal penahanan, penyidik pembantu harus menunggu

terlebih dahulu pelimpahan wewenang dari penyidik. Dalam

pembuatan berita acara dan berkas perkara juga tidak langsung

diserahkan kepada Penuntut Umum, tetapi diserahkan kepada

penyidik, kecuali dalam perkara dengan acara pemeriksaan singkat.

Penyidikan membawa konsekuensi semakin profesionalnya aparat

penyidik dari Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan

departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi

masalah perpajakan yang diberi wewenang khusus untuk itu.

Page 37: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pemberian wewenang ini dengan tetap memperhatikan fungsi

koordinasi dengan penyidik dari Pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang fungsinya sebagai pemegang utama wewenang dalam

penyidikan tindak pidana.

b. Penyidikan Tindak Pidana Pajak

Menurut Pasal 44 Undang-undang No. 16 tahun 2009 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, “Penyidikan tindak

pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti,

yang dengan bukti itu akan dapat menunjukkan adanya tindak pidana

di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya”.

Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan

yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak pidana

perpajakan. Berdasarkan KEP - 02/PJ.7/1990, 24 Desember 1990,

“Bukti permulaan adalah keadaan dan/ atau bukti-bukti berupa

keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda yang dapat memberi

petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi yang

dilakukan oleh wajib pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada

negara”.

Seseorang dinyatakan telah melakukan tindak pidana pajak apabila

telah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh pemeriksa pajak dan

diperoleh bukti-bukti bahwa wajib pajak benar telah melakukan tindak

pidana sebagaimana dimaksud Pasal 38 dan Pasal 39 UU KUP.

Pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan untuk mencari,

mengumpulkan, dan mengolah data, dan atau keterangan lainnya untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan

lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. Kalau dalam KUHAP terdapat proses (istilah)

penyelidikan, maka dalam tindak pidana pajak tahap penyelidikan

sebagai awal untuk menentukan suatu peristiwa diduga sebagai tindak

Page 38: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pidana dapat disamakan dengan proses pemeriksaan yang mempunyai

tujuan sama yaitu mencari bukti permulaan.

Jika dari bukti permulaan ada indikasi ke arah tindak pidana, maka

langkah berikutnya adalah melakukan penyidikan. Setelah wajib pajak

diperiksa, misalnya dengan memeriksa buku-buku, catatan-catatan,

bukti pembukuan, dan dokumen pendukung lainnya diperoleh bukti

adanya tindak pidana di bidang perpajakan, maka tindakan selanjutnya

adalah melakukan penyidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan

yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan

bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang

perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

Proses penyidikan terhadap tindak pidana pajak dilakukan oleh

penyidik pajak yaitu Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai

penyidik dimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 16

tahun 2009tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang

diangkat oleh Menteri Kehakiman menjadi penyidik. Sekalipun PPNS

Pajak diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan, namun

dalam pelaksanaannya tetap berkoordinasi dengan pihak kepolisian

sebagai penyidik tunggal dengan tetap mengacu pada ketentuan yang

diatur dalam KUHAP.

Penyidik pajak yang melakukan penyidikan mempunyai wewenang

yang cukup besar sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 44 ayat (2)

Undang-undang Nomor 16 tahun 2009tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, Penyidik pajak yang melakukan penyidikan

mempunyai wewenang :

1) Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

2) Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran

Page 39: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

3) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

4) Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

5) Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

6) Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;

7) Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada angka 5;

8) Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

9) Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

10) Menghentikan penyidikan; 11) Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran

penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kegiatan Penyidikan, meliputi :

1) Penyidikan tindak pidana perpajakan dilaksanakan berdasarkan surat perintah penyidikan yang ditandatangani oleh Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) atau Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak;

2) Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat POLRI, sesuai dengan ketentuan yang diatur undang-undang hukum acara pidana yang berlaku;

3) Untuk menambah atau melengkapi petunjuk dan bukti permulaan yang sudah ada, penyidik pajak berwenang memanggil tersangka, saksi, atau saksi ahli melalui surat panggilan. Dalam hal yang dipanggil tidak ada di tempat maka surat panggilan diterimakan kepada keluarganya atau Ketua RT atau Ketua RW atau Kepala Desa atau orang lain yang dapat menjamin bahwa surat panggilan tersebut akan disampaikan kepada yang bersangkutan;

Page 40: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4) Apabila tersangka atau saksi atau saksi ahli tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang patut dan wajar atau menolak untuk menerima dan menandatangani surat panggilan, kepadanya diterbitkan dan disampaikan panggilan kedua. Apabila masih bersikap sama maka penyidik pajak dapat meminta bantuan POLRI untuk menghadirkan yang bersangkutan;

5) Sebelum penyidikan dimulai, penyidik pajak harus memberitahukan kepada tersangka hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum serta menjelaskan apa yang disangkakan kepadanya dengan jelas dan dalam bahasa yang dimengerti;

6) Apabila saksi diperkirakan tidak dapat hadir pada saat persidangan maka pemeriksaan terhadapnya dilakukan terlebih dahulu diambil sumpahnya oleh penyidik pajak;

7) Apabila tersangka atau saksi dikhawatirkan akan meninggalkan wilayah Indonesia maka penyidik pajak dapat segera meminta bantuan kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan pencekalan;

8) Penyidik pajak dapat melakukan penggeledahan, pemeriksaan tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, penyitaan, mengambil alih dan/ atau menyimpan barang-barang tertentu;

9) Dalam melakukan penyidikan, penyidik pajak harus memperhatikan asas hukum dan norma penyidikan yang berlaku (http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=153).

Asas-asas hukum yang berlaku dalam penyidikan termasuk :

1) Asas Praduga Tak Bersalah Adalah bahwa setiap orang yang disangka dituntut atau

dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

2) Asas Persamaan di Muka Hukum Adalah bahwa setiap orang mempunyai hak dan

kewajiban yang sama di muka hukum tanpa perbedaan. 3) Asas Hak Memperoleh Bantuan/ Penasehat Hukum

Adalah bahwa setiap tersangka perkara tindak pidana di bidang perpajakan wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya sejak dilakukan pemeriksaan

Page 41: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terhadapnya(http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=153).

Norma Penyidikan, meliputi :

1) Dalam melakukan tugasnya penyidik pajak harus berlandaskan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan hukum pidana yang berlaku;

2) Penyidik pajak sebagai penegak hukum wajib memelihara dan meningkatkan sikap terpuji sejalan dengan tugas, fungsi, wewenang serta tanggung jawabnya;

3) Penyidik pajak harus membawa tanda pengenal pajak dan surat perintah penyidikan pada saat melakukan penyidikan;

4) Penyidik dapat dibantu oleh peetugas pajak lain atas tanggung jawabnya berdasarkan izin tertulis dari atasannya;

5) Penyidikan dilaksanakan berdasarkan Laporan Bukti Permulaan dan Surat Perintah Penyidikan;

6) Penyidik pajak dalam setiap tindakannya harus membuat Laporan dan Berita Acara (http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=153).

Penyidikan pajak menjadi hal yang paling ditakuti oleh setiap

wajib pajak, apalagi wajib pajak yang tersangkut kasus-kasus

perpajakan. Langkah ini adalah bentuk penegakan hukum yang paling

keras dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Meskipun harus diakui

langkah-langkah hukum hingga tingkat penyidikan harus melalui

proses yang panjang, terutama mutu informasi atau data yang

menunjang harus benar-benar matang. Tidak bisa serta merta

menentukan penyidikan pada wajib pajak.

Beberapa langkah yang pada umumnya dilalui untuk mencapai

pada proses penyidikan, antara lain, pertama, diawali dengan adanya

informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP). Sumber awal ini

menjadi bahan bagi petugas pajak melalui proses pengolahan. Setelah

dilakukan pengolahan, hasil tersebut dinilai untuk menentukan langkah

atau tindak lanjut yang akan dilakukannya. Apabila hasil olahan IDLP

memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti maka hasil tersebut bisa

menjadi bukti permulaan.

Page 42: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kedua, bukti permulaan ini akan disertai dengan langkah BAP

(Berita Acara Permintaan Keterangan). Hasil berita acara permintaan

keterangan ini menjadi bahan pertimbangan bagi Direktorat Jenderal

Pajak menentukan keputusan penyidikan. Penyidikan akan dilakukan

bila terlihat adanya unsur pidana yang diperoleh dari proses berita

acara permintaan keterangan.

Namun, apabila dari bukti permulaan tidak menunjukkan adanya

tindak pidana yang dilakukan wajib pajak, maka secara otomatis kasus

tersebut akan ditutup. Begitu pula sebaliknya, apabila terbukti tindak

pidana maka tindakan ditingkatkan pada level penyidikan. Proses

penyidikan mengandung dua klausul yakni pertama, penyidikan yang

berakhir dengan diserahkannya hasil penyidikan ke pengadilan. Dan

kedua, hasil penyidikan tidak diproses di pengadilan, dengan catatan

wajib pajak yang disidik membayar denda setelah adanya persetujuan

dari Menteri Keuangan dan Jaksa Agung.

Dalam melaksanakan penyidikan, penyidik pajak dapat

menghentikan penyidikannya apabila :

1) Tidak terdapat cukup bukti; 2) Peristiwanya bukan merupakan tindak pidana di bidang

perpajakan; 3) Peristiwanya telah kadaluwarsa; 4) Tersangkanya meninggal dunia; 5) Dengan alasan untuk kepentingan penerimaan negara, atas

permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan dengan syarat : a) Wajib pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang

dibayar atau tidak seharusnya dikembalikan; b) Wajib pajak membayar sanksi administrasi berupa

denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau tidak seharusnya dikembalikan (Erly Suandy, 2003: 113).

Dalam hal penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

dihentikan kecuali karena peristiwanya telah daluwarsa, maka surat

ketetapan pajak tetap dapat diterbitkan. Tindak pidana di bidang

perpajakan itu sendiri daluwarsa (tidak dapat dituntut) setelah lampau

Page 43: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya

masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun

pajak yang bersangkutan.

Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menegaskan, jangka

waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut dimaksudkan guna memberikan

kepastian hukum bagi Wajib Pajak, Penuntut Umum, dan Hakim serta

untuk menyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-

dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak

yang terutang selama 10 (sepuluh) tahun.

Selain penyidik pajak, Menteri Keuangan dan Jaksa Agung dapat

menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atas

dasar untuk kepentingan penerimaan negara. Menurut Pasal 44B

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan menjelaskan mengenai, “Penghentian dimaksud

hanya dilakukan setelah wajib pajak melunasi utang pajak yang tidak

atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan,

ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali

jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak

seharusnya dikembalikan” (Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton,

2001: 69).

Pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak

dikembalikan dihitung sebesar:

1) Jumlah kerugian pada pendapatan negara yang tercantum dalam berkas perkara dalam hal penghentian penyidikan dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum; atau

2) Jumlah kerugian pada pendapatan negara yang dihitung oleh penyidik atau ahli yang dituangkan dalam laporan kemajuan dalam hal penghentian penyidikan dilakukan pada saat penyidikan masih berjalan (Muhammad Rustamaji, 2010: 8-9).

Page 44: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ketentuan tata cara penghentian penyidikan tindak pidana di

bidang perpajakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan

Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan

Negara, meliputi :

1) Untuk memperoleh penghentian penyidikan, Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Keuangan dengan memberikan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak; dan

2) Permohonan berikut tembusannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan pernyataan yang berisi pengakuan bersalah dan kesanggupan melunasi dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

Ketentuan mengenai tata cara penghentian penyidikan oleh Jaksa

Agung, meliputi :

1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan; dan

2) Penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali dari pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan (Muhammad Rustamaji, 2010: 8).

Proses permohonan penghentian penyidikan wajib pajak, meliputi :

1) Setelah menerima permohonan dari Wajib Pajak, Menteri Keuangan meminta kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penelitian dan memberikan pendapat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan;

2) Dalam rangka menindaklanjuti permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak meminta kepada Wajib Pajak untuk menyerahkan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account sebesar pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali

Page 45: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dari pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan;

3) Berdasarkan permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan hasil penelitian kepada Menteri Keuangan yang paling sedikit memuat: a) Nama Wajib Pajak; b) Nomor Pokok Wajib Pajak; c) Nama tersangka; d) Kedudukan/jabatan tersangka; e) Tahun pajak; f) Tindak pidana di bidang perpajakan yang disangkakan; g) Tahapan perkembangan penyidikan; h) Jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang

seharusnya tidak dikembalikan ; i) Jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account

sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan j) Pendapat Direktorat Jenderal Pajak (Muhammad

Rustamaji, 2010: 9).

Keputusan Menteri Keuangan atas permohonan penghentian

penyidikan, meliputi :

1) Dengan memperhatikan hasil penelitian, Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangannya dapat menyetujui atau menolak permohonan Wajib Pajak;

2) Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan mengajukan surat permintaan kepada Jaksa Agung untuk menghentikan penyidikan;

3) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan untuk menghentikan penyidikan yang meliputi: a) Pertimbangan untuk kepentingan penerimaan negara;

dan b) Kesanggupan Wajib Pajak melunasi pajak dan ditambah

sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP dengan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account.

4) Dalam hal Menteri Keuangan menolak permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak (Muhammad Rustamaji, 2010: 9)

Page 46: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Keputusan Jaksa Agung atas permohonan penghentian penyidikan,

meliputi :

1) Dalam hal Jaksa Agung menyetujui permintaan Menteri Keuangan untuk menghentikan penyidikan, Menteri Keuangan segera menyampaikan pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk memerintahkan Wajib Pajak agar mencairkan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account dengan menggunakan surat setoran pajak;

2) Setelah menerima surat setoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan segera menyampaikan pemberitahuan mengenai pelunasan tersebut kepada Jaksa Agung sebagai syarat penghentian penyidikan;

3) Berdasarkan pemberitahuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Jaksa Agung menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan Menteri Keuangan;

4) Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Penyidik melalui Menteri Keuangan;

5) Setelah menerima Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan, Penyidik menghentikan kegiatan penyidikan dan memberitahukan kepada tersangka atau keluarganya, dan kepada Penuntut Umum melalui Kepolisian selaku Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Muhammad Rustamaji, 2010: 9-10).

3. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Bidang Perpajakan

a. Pengertian Tindak Pidana Pajak

“Dalam kepustakaan hukum dapat disebutkan bahwa yang

dimaksud dengan tindak pidana (delict) adalah suatu perbuatan yang

pelakunya dapat dipidana. Apabila ketentuan yang dilanggar berkaitan

dengan undang-undang perpajakan, disebut dengan tindak pidana

pajak dan pelakunya dapat dikenakan hukum pidana” (Wirawan B.

Ilyas dan Richard Burton, 2001: 65).

Sedangkan pengertian tindak pidana pajak dalam Undang-undang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), ketentuan

pidana yang diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 membedakan adanya

Page 47: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sifat pidana yang bisa dilakukan yaitu sifat kealpaan dan sifat

kesengajaan. Pasal 38 UU KUP menyatakan, Setiap orang yang karena

kealpaannya :

1) Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; 2) Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak

benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pasal 39 UU KUP menyatakan dalam ayat (1), (2), dan (3) adalah

sebagai berikut :

1) Ayat (1), Setiap orang yang dengan sengaja :

a) Tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;

b) Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; c) Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan

yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; d) Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 29; e) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen

lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; f) Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak

memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau

g) Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

2) Ayat (2), “Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan

2 (dua) apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang

perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya

menjalani pidana penjara yang dijatuhkan”.

3) Ayat (3),

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa

Page 48: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh wajib pajak.

Pembagian sifat kealpaan dan kesengajaan dalam Undang-undang

Pajak pada prinsipnya sama dengan pembagian sifat pidana dalam

KUHP. Kalau kedua pasal di atas ditujukan kepada wajib pajak, maka

Pasal 41 UU KUP ditujukan kepada pejabat pajak (fiskus), yang

selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

1) Ayat (1), “Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi

kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

34, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun

dan denda paling banyak Rp. 4.000.000 (empat juta rupiah)”.

2) Ayat (2), “Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi

kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak

dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

34, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan

denda paling banyak Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah)”.

3) Ayat (3), “Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan (2) hanya dilakukan atas pengaduan

orang yang kerahasiaannya dilanggar.”

Dari ketiga Pasal di atas, nampak ada keseimbangan (keadilan)

dalam undang-undang pajak, karena siapapun orangnya baik wajib

pajak maupun fiskus tanpa terkecuali, apabila melanggar ketentuan

yang diatur dalam undang-undang pajak akan ditindak/ dipidana sesuai

dengan berat ringannya kesalahan yang dilakukan. Namun demikian,

perlu diingat bahwa terhadap pejabat yang akan dituntut pidana dapat

dilakukan sepanjang ada pengaduan dari orang yang merasa

Page 49: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kerahasiannya dilanggar, yang dalam ilmu hukum disebut delik aduan

(klachtdelik). Dengan kata lain, sekalipun pejabat melanggar ketentuan

Pasal 41 UU KUP bisa tidak dituntut seandainya wajib pajak yang

merasa kerahasiannya dilanggar tidak melakukan pengaduan kepada

pihak Kepolisian sebagai pihak penyidik.

Dalam Undang-undang Perpajakan diatur adanya 2 (dua) macam

sanksi yang dapat diterapkan kepada wajib pajak apabila wajib pajak

melanggar undang-undang pajak yaitu sanksi administrasi dan sanksi

pidana. Sumber hukum lain yang digunakan sebagai acuan dalam

praktik penegakan hukum pajak (law enforcement)di Indonesia adalah

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sekalipun KUHP mengatur

masalah tindak pidana secara umum, namun KUHP dapat diberlakukan

untuk tindak pidana pajak sepanjang undang-undang perpajakan tidak

mengatur secara tersendiri.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 103 KUHP yang menyatakan,

“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga

berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-

undangan yang lain diancam dengan pidana, kecuali jika undang-

undang ditentukan lain”. Sedangkan KUHAP dalam hukum acara

dalam rangka menegakkan hukum formal merupakan hukum acara

untuk menegakkan semua ketentuan pidana yang diatur termasuk

ketentuan pidana dalam undang-undang perpajakan.

b. Penuntutan Tindak Pidana Pajak

Pada dasarnya proses beracara dalam tindak pidana pajak sama

dengan perkara pidana pada umumnya sebagaimana diatur dalam

KUHAP yang dimulai dari proses penyidikan, penuntutan, dan putusan

hakim pengadilan negeri. Setelah proses penyidikan selesai dilakukan

oleh penyidik pajak, penyidik menyampaikan hasil penyidikannya

kepada penuntut umum (kejaksaan) sebagaimana diatur Pasal 44 ayat

Page 50: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(3) UU KUP. Setelah kejaksaan melimpahkan berkas perkara ke

Pengadilan, selanjutnya pengadilan melakukan pemeriksaan dan

memutuskan perkara yang disebut dengan penuntutan. Penuntutan

adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke

Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan

diputus oleh hakim di sidang pengadilan (Pasal 1 KUHAP).

Sebelum hakim mengeluarkan putusannya, hakim akan melakukan

pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang ada. Alat-alat bukti yang

dipakai hakim mengacu pada ketentuan Pasal 184 KUHAP yang

meliputi :

1) Keterangan saksi;

2) Keterangan ahli;

3) Surat;

4) Petunjuk;

5) Keterangan terdakwa.

Menurut Pasal 183 KUHAP, “Putusan yang akan dijatuhkan hakim

harus memenuhi 3 (tiga) hal sebelum hakim menjatuhkan putusan,

yaitu :

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 (dua) alat bukti yang sah;

2) Hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar

telah terjadi; dan

3) Bahwa terdakwa yang telah melakukan tindak pidana tersebut”.

Sekalipun putusan hakim tidak selamanya berupa penjatuhan

pidana, tahapan menunggu putusan hakim tentu merupakan saat yang

sangat penting bagi terdakwa karena nasib terdakwa akan ditentukan

berdasarkan putusan hakim tersebut. Pasal 1 ayat (11) KUHAP

menegaskan adanya 3 (tiga) jenis putusan hakim dalam perkara pidana,

yaitu :

1) Penjatuhan pidana (pemidanaan);

2) Putusan bebas (vrijspraak); dan

Page 51: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van

allerechtsver volging).

Jika hasil dari pemeriksaan sidang pengadilan hakim berpendapat

bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana, maka

hakim mengambil putusan menjatuhkan pidana dengan pidana penjara

atau kurungan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 38 dan Pasal 39

UU KUP. Sebaliknya, apabila hakim berpendapat bahwa dari hasil

pemeriksaan di sidang pengadilan, dakwaan yang dilakukan penuntut

umum kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

hakim, maka hakim akan menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak).

Artinya, berdasarkan penilaian hakim atas bukti-bukti yang diajukan

penuntut umum, hakim tidak mendapat keyakinan bahwa terdakwa

bersalah (Pasal 191 ayat (1) KUHAP). Sebaliknya, apabila hakim

berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

terbukti dalam sidang pengadilan tetapi perbuatan itu bukan

merupakan tindak pidana, maka hakim akan menjatuhkan putusan

lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 192 ayat (2) KUHAP)

(Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, 2001: 70)

Page 52: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Koordinasi Penyidikan

Ambiguitas Prosedur Penyidikan dalam UU KUP dengan UU KEPOLISIAN

POLRI PPNS

Proses Penyidikan Tindak Pidana Pajak

POLRI (UU No. 2 Tahun 2002)

PPNS Dirjen Pajak (UU No. 16 tahun 2009)

Hasil Penyidikan/ Solusi

1. Bagaimanakah pengaturan koordinasi antara penyidik POLRI

dengan PPNS dalam penyidikan tindak pidana bidang perpajakan ?

2. Bagaimanakah upaya mewujudkan koordinasi yang sinergis antar

institusi penegak hukum dalam penyidikan tindak pidana pajak ?

Page 53: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Keterangan :

Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 16 tahun

2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, undang-undang ini

mengatur prosedur penyidikan oleh PPNS Dirjen Pajak yang bertentangan

dengan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-undang No. 22 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia dimana POLRI hanya mempunyai

kewenangan koordinasi, tanpa bisa melakukan penyidikan langsung.

Dalam undang-undang ini, kepolisian memang tidak bisa langsung

menyidik perkara, melainkan harus meminta bantuan PPNS pada Direktorat

Jenderal Pajak. Polisi tidak mempunyai kewenangan menyelidiki kasus pajak,

polisi hanya bisa melakukan pengawasan terhadap penyidikan yang dilakukan

oleh PPNS. Kendala ini yang menjadikan polisi seolah-olah tidak serius dan

lambat dalam menuntaskan kasus mafia pajak Gayus Tambunan. Akibat

lemahnya koordinasi antar institusi penegak hukum menyebabkan munculnya

tarik menarik kewenangan antara instansi penegak hukum yang pada akhirnya

bermuara pada melemahnya proses penegakan hukum secara keseluruhan.

Seiring dengan perkembangan jaman dan tindak pidana yang semakin

meningkat, maka akan lebih berbahaya lagi jika POLRI tidak bisa masuk

menangani kasus pajak tersebut. Kewenangan penyidikan dalam Undang-

undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan tersebut lebih diberatkan kepada PPNS di Direktorat Jenderal

Pajak. Akibat pembatasan-pembatasan itu, polisi berdalih kesulitan

membongkar kasus mafia pajak secara tuntas.

Oleh karena itu, penulis memandang pentingnya terwujud koordinasi

yang sinergis antar aparat penegak hukum, khususnya dalam kerangka

penegakan hukum, sebagai salah satu wujud membangun kebersamaan/

kemitraan (partnership building), maka perlu disusun strategi guna

peningkatan koordinasi antar instansi penegak hukum antara penyidik POLRI

dengan PPNS Dirjen Pajak dalam penyidikan tindak pidana pajak.

Page 54: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Koordinasi Antara Penyidik Polisi Negara Republik

Indonesia (POLRI) Dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dalam

Penyidikan Tindak Pidana Bidang Perpajakan

Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur hubungan kerja

antara Penyidik POLRI dengan Penyidik PNS. Hubungan itu meliputi

pelaksanaan, koordinasi, pengawasan, pembinaan, pemberian petunjuk yang

didasarkan pada sendi-sendi hubungan fungsional. Menurut petunjuk teknis

No.Pol.Juknis/05/XI/1983 yang dimaksud hubungan kerja tersebut adalah

hubungan fungsional antara Penyidik POLRI dengan PPNS yang

dimaksudkan untuk mewujudkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di

dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan peranan POLRI dengan instansi lainnya

dalam rangka pelaksanaan penyidikan di bidang tindak pidana tertentu.

Kedudukan kedua penyidik ini saling berkaitan. Penyidik POLRI

memberitahukan petunjuk dan memberikan bantuan penyidikan yang

diperlukan, sedangkan PPNS yang menguasai tindakan operasionalnya atau

hal-hal lain yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut (Bambang

Sukarjono, 2008: 13).

Koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian

khusus, PPNS, dan Pengamanan Swakarsa merupakan salah satu tugas POLRI

yang secara tersurat dicantumkan dalam Undang-undang Kepolisian Negara

Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Pasal 14 ayat (1) huruf f. Koordinasi itu

diartikan sebagai suatu hubungan kerjasama, khususnya dalam bekerjasama

tugas-tugas penyidikan antara Penyidik POLRI dan PPNS dalam hal bidang

tertentu dan dalam rangka meningkatkan kemampuan itu sendiri. Sementara

pengawasan itu sendiri diartikan sebagai pengamatan atau pembinaan agar

pelaksanaan penyidikan dalam proses hukum itu tidak menyalahi ketentuan

perundang-undangan.

Page 55: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pembinaan atau bantuan yang diberikan POLRI kepada PPNS itu

diminta atau tidak diminta, POLRI wajib untuk melakukan itu karena menurut

KUHAP sendiri bahwa penyidik itu adalah POLRI. Keberadaan PPNS itu erat

kaitannya dengan perkembangan organ dan fungsi kepolisian dalam

masyarakat. Jadi, semula sebelum terbentuk negara, fungsi kepolisian diemban

oleh setiap warga negara. Saat ini fungsi kepolisian hanya merupakan salah

satu bagian dari fungsi pemerintahan negara. Keberadaan PPNS ini sebetulnya

merupakan satu fenomena dari perkembangan fungsi kepolisian secara

keseluruhan. Oleh karena itu, keberadaan PPNS ini juga harus dilihat dalam

keseluruhan fungsi kepolisian secara seutuhnya. PPNS sebagai bentuk

partisipasi masyarakat yang bisa memberdayakan masyarakat dalam

membangun kemitraan dengan POLRI. Kepolisian di dalam KUHAP

disebutkan sebagai koordinasi dan pengawas tapi bukan kepada instansinya,

namun kepada kegiatan penyidikannya.

Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa pengemban fungsi kepolisian

adalah POLRI yang dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri

sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. Polsus, PPNS, dan Pam

Swakarsa dalam melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Dalam

dimensi yuridik, fungsi kepolisian terdiri atas :

1. Fungsi Kepolisian Umum

Fungsi Kepolisian Umum berkaitan dengan kewenangan kepolisian

yang berdasarkan undang-undang dan/ atau peraturan perundang-

undangan meliputi semua lingkungan kuasa hukum (lingkungan kuasa

soal-soal, lingkungan kuasa orang, lingkungan kuasa tempat, dan

lingkungan kuasa waktu). Pengemban fungsi kepolisian umum sesuai UU

No. 2 Tahun 2002 adalah POLRI, sehingga tugas dan wewenangnya

dengan sendirinya akan mencakup keempat lingkungan kuasa soal tersebut

di atas.

Page 56: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Fungsi Kepolisian Khusus

Fungsi Kepolisian Khusus berkaitan dengan kewenangan kepolisian

yang oleh atau atas kuasa undang-undang secara khusus ditentukan untuk

satu lingkungan kuasa. Badan-badan pemerintahan yang oleh atau atas

kuasa undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi

kepolisian khusus di bidangnya masing-masing dinamakan alat-alat

kepolisian khusus.Kepolisian khusus sesuai dengan undang-undang yang

menjadi dasar hukumnya, berada dalam lingkungan instansi tertentu

seperti : Bea Cukai, Perpajakan, Imigrasi, Kehutanan, Pengawasan Obat

dan Makanan, Paten dan Hak Cipta. Di antara pejabat pengemban fungsi

kepolisian khusus, ada yang diberi kewenangan represif yustisial selaku

penyidik dan disebut Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Sistem Peradilan Pidana terkandung di dalamnya gerak sistemik dari

subsistem-subsistem pendukungnya yaitu, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan

dan Lembaga Koreksi (Lembaga Pemasyarakatan) yang secara keseluruhan

berusaha mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output) yang

menjadi tujuan Sistem Peradilan Pidana yang berwujud resosialisasi pelaku

tindak pidana (jangka pendek), pencegahan kejahatan (jangka menengah) dan

kesejahteraan sosial (jangka panjang).

Sistem peradilan pidana yang digariskan KUHAP merupakan “sistem

terpadu”. Sistem terpadu tersebut diletakkan di atas landasan prinsip

diferensiasi fungsional di antara aparat penegak hukum sesuai dengan tahap

proses kewenangan yang diberikan undang-undang kepada masing-masing

aparat. Pada pokoknya, sistem peradilan pidana didukung dan dilaksanakan

oleh empat fungsi utama, yaitu :

1. Fungsi Pembuatan Undang-undang (Law Making Function)

Fungsi ini dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan

Pemerintah atau badan lain berdasar delegated legislation yang diharapkan

hukum yang diatur dalam undang-undang “tidak kaku” (not rigid).

Sedapat mungkin “fleksibel” (flexible) yang bersifat cukup akomodatif

terhadap kondisi-kondisi perubahan sosial.

Page 57: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Fungsi Penegakan Hukum (Law Enforcement Function)

Tujuan obyektif fungsi ini ditinjau dari pendekatan “tata tertib sosial”

(social order) :

a. Penegakan Hukum Secara Aktual (the Actual Enforcement Law)

meliputi tindakan :

1) Penyelidikan dan Penyidikan (investigation);

2) Penangkapan (arrest) dan Penahanan (detention);

3) Persidangan Pengadilan (trial); dan

4) Pemidanaan (punishment) dan Pemenjaraan guna memperbaiki

tingkah laku individu terpidana (correcting the behaviour of

individual offender).

b. Efek Preventif(Preventive Effect)

Fungsi penegakan hukum diharapkan mencegah orang (anggota

masyarakat) melakukan tindak pidana.

3. Fungsi Pemeriksaan Persidangan Pengadilan (Function of Adjudication)

Fungsi pemeriksaan ini merupakan sub fungsi dari kerangka

penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Jaksa Penuntut Umum serta

pejabat pengadilan yang terkait. Melalui fungsi inilah ditentukan :

a. Kesalahan terdakwa (the determination of guilty); dan

b. Penjatuhan hukuman (the imposition of punishment).

4. Fungsi Memperbaiki Terpidana (the Function of Correction)

Fungsi ini meliputi aktivitas Lembaga Pemasyarakatan, Pelayanan

Sosial Terkait dan Lembaga Kesehatan Mental. Tujuan umum semua

lembaga-lembaga yang berhubungan dengan penghukuman dan

pemenjaraan terpidana, merehabilitasi pelaku pidana agar dapat kembali

menjalani kehidupan normal dan produktif (M. Yahya Harahap, 2002: 90-

91).

Penyidik POLRI bila dilihat dari sistem peradilan pidana merupakan

salah satu mata rantai dalam sistem tersebut. POLRI merupakan salah satu sub

sistem peradilan pidana yang terdiri dari Sub Sistem Kepolisian (dalam hal ini

Penyidik POLRI), Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.

Page 58: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Keempat Sub Sistem tersebut mempunyai peranan masing-masing yang satu

sama lain saling berkaitan. Dalam kerangka pemahaman sistem tersebut, maka

Kepolisian, Kejaksaan, Advokat, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan

merupakan unsur-unsur yang membangun sistem tersebut. Masing-masing

memang berdiri sendiri dan menjalankan pekerjaan yang berbeda-beda tetapi

semuanya tetap merupakan satu kesatuan.

Jika diperhatikan ketentuan Pasal 7 ayat (1) KUHAP terlebih jika

dihubungkan dengan beberapa bab dalam Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP), seperti Bab V (Penangkapan, Penahanan,

Penggeledahan, Penyitaan dan Pemeriksaan Surat) serta Bab XIV

(Penyidikan), ruang lingkup, wewenang dan kewajiban penyidik adalah sangat

luas. Ruang lingkup wewenang pejabat penyidik diatur dalam Pasal 7 Ayat (1)

KUHAP sebagai berikut :

a. Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti dan memeriksa tanda pengenal diri seseorang

tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

h. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan

pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan; dan

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungiawab.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang KUHAP serta Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) huruf f Undang -

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI, dalam melaksanakan

koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis PPNS, POLRI berkewajiban :

Page 59: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a. Mengawal PPNS dalam melakukan penyidikan terhadap Undang-

undang yang menjadi kewenangannya agar pelaksanaannya berjalan

secara profesional dan berkas hasil penyidikannya memenuhi syarat

formil dan meteriil, dimana Penyidik POLRI memberikan bantuan

penyidikan kepada PPNS sesuai Pasal 107 ayat (1) KUHAP, baik

bantuan teknis, taktis, upaya paksa maupun konsultasi/ petunjuk teknis

penyidikan;

b. Pemberian bantuan penyidikan dilaksanakan setelah pemberitahuan

dimulainya penyidikannya dan atas dasar tersebut PPNS dalam

memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum

melalui Penyidik POLRI (sesuai dengan Pasal 107 ayat (2) KUHAP),

demikian juga hasil penyidikannya diserahkan kepada Penuntut Umum

melalui Penyidik POLRI (sesuai dengan Pasal 107 ayat (3) KUHAP);

c. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan tentang teknis dan taktis

penyidikan terhadap calon PPNS dengan melakukan koordinasi dengan

instansi yang memiliki PPNS;

d. Meningkatkan kemampuan PPNS di bidang teknis dan taktis

penyidikan;

e. Memberikan dukungan tenaga pengajar kepada instansi yang

melaksanakan pelatihan/ penataran PPNS/ calon PPNS;

f. Memberikan rekomendasi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia (HAM) dalam rangka pengangkatan PPNS yang diusulkan

instansinya;

g. Memberikan lencana tanda kewenangan penyidik dan Kartu Tanda

PPNS (KTPPNS) setelah diangkat menjadi PPNS;

h. Melaksanakan pendataan terhadap PPNS dan mengikuti

perkembangan penugasannya bekerja sama dengan departemen/

instansi terkait;

i. Melaksanakan pendataan dan evaluasi kasus-kasus yang ditangani

PPNS.

Page 60: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Setelah memperhatikan ruang lingkup wewenang di atas, tidak dapat

disangkal lagi bahwa proses penyidikan sejatinya bukan proses yang

sederhana, karena itu tidak setiap institusi dapat melaksanakannya. Apalagi

hanya dilakukan oleh institusi yang tugas pokoknya sejatinya bukan sebagai

penyidik karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahan prosedural yang

berpotensi menyebabkan terlanggarnya hak asasi seseorang. Dilibatkannya

PPNS yang sejatinya merupakan bagian dari institusi eksekutif dalam proses

penyidikan tindak pidana lebih banyak dilatarbelakangi kondisi faktual di

lingkungan internal POLRI, dimana POLRI masih memiliki berbagai

kekurangan sumber daya, diantaranya :

1. Sumber Daya Manusia

Harus diakui bahwa sampai sekarang kondisi sumber daya manusia

POLRI masih menghadapi kendala, baik dari segi kuantitas maupun

kualitas. Belum seimbangnya ratio antara jumlah anggota POLRI dan

masyarakat berdampak pada minimnya personil POLRI yang memiliki

kualifikasi sebagai penyidik, sedangkan secara kuantitas, masih banyak

anggota POLRI yang belum memahami materi (substansi) kasus pidana

tertentu. Misalnya, pemahaman tentang kasus perpajakan. Oleh karena itu,

keterlibatan PPNS dalam penyidikan suatu tindak pidana tertentu sejatinya

merupakan upaya mengatasi kendala tersebut. Namun demikian, dalam

tataran taktis dan teknis penyidikan kendali tetap ada pada aparat POLRI

sebagai penyidik utama.

2. Sarana Prasarana

Dilihat pada kasus-kasus tertentu, institusi POLRI belum memiliki

sarana prasarana penyidikan yang relatif memadai dibandingkan dengan

PPNS. Misalnya untuk penindakan kasus perpajakan hingga sekarang,

sarana prasarana pendukung penyidikan yang dimiliki POLRI masih

belum memadai sehingga membutuhkan keterlibatan PPNS.

3. Anggaran

Sebagaimana diketahui bersama, anggaran yang dialokasikan khusus

untuk melakukan penyidikan suatu tindak pidana relatif kecil

Page 61: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dibandingkan kebutuhan riil, apalagi jika lokasi penyidikan saling

berjauhan dan melintasi batas wilayah. Karena itu, keterlibatan PPNS

dalam melakukan penyidikan diharapkan dapat meminimalisir kendala

anggaran.

Dengan memperhatikan pada beberapa kendala di atas, dapat

dijelaskan bahwa keterlibatan PPNS dalam tugas-tugas penyidikan tidak pada

tataran taktis dan teknis penyidikan karena sudah sejak awal instansi tersebut

dibentuk hanya untuk membantu aparat POLRI dalam melakukan penyidikan,

sehingga upaya melembagakan PPNS sebagai lembaga mandiri dalam

melakukan tugas penyidikan dikhawatirkan akan berdampak pada

tercederainya proses penegakan hukum. Oleh karena itu, agar pada saat

melaksanakan kewenangan melakukan penyidikan antara PPNS dan Penyidik

POLRI tidak terjadi tumpang tindih kewenangan, KUHAP telah mengatur

hubungan di antara masing-masing institusi sebagai berikut :

1. Penyidik Pegawai Negeri Sipil berkedudukan di bawah :

a. Koordinasi Penyidik POLRI; dan

b. Di bawah pengawasan Penyidik POLRI.

2. Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik POLRI memberikan petunjuk

kepada PPNS tertentu dan memberikan bantuan penyidikan yang

diperlukan (Pasal 107 ayat (1) KUHAP);

3. Penyidik PNS tertentu, harus melaporkan kepada Penyidik POLRI tentang

adanya suatu tindak pidana yang sedang disidik, jika dari penyidikan itu

oleh PPNS ditemukan bukti yang kuat untuk mengajukan tindak pidananya

kepada Penuntut Umum (Pasal 107 ayat (2) KUHAP);

4. Apabila PPNS telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikan

tersebut harus diserahkan kepada Penuntut Umum. Cara penyerahan hasil

penyidikan tersebut kepada Penuntut Umum dilakukan PPNS melalui

Penyidik POLRI (Pasal 107 ayat (3) KUHAP);

5. Apabila PPNS menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan kepada

Penyidik POLRI, penghentian penyidikan itu harus diberitahukan kepada

Penyidik POLRI dan Penuntut Umum (Pasal 109 ayat (3) KUHAP). Yang

Page 62: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perlu mendapat perhatian dalam hal penghentian penyidikan oleh PPNS

adalah meskipun pada saat pelaporan tindak pidana yang sedang

disidiknya, PPNS cukup memberitahukan atau melaporkan penyidikan itu

kepada Penyidik POLRI, tidak perlu diberitahukan kepada Penuntut

Umum. Namun, dalam hal penghentian penyidikan, disamping harus

memberitahukan penghentian tersebut kepada Penyidik POLRI, juga harus

memberitahukan penghentian penyidikan tersebut kepada Penuntut

Umum; dan

6. Hal lain yang dapat dijadikan sebagai alasan sehingga kewenangan PPNS

dalam melakukan penyidikan tidak dapat dipisahkan dari kedudukan

POLRI sebagai Koordinasi Pengawas (Korwas), PPNS dapat ditinjau dari

kerangka Sistem Peradilan Pidana.

Sebagaimana diketahui dalam kerangka Sistem Peradilan Pidana,

institusi utama yang menjadi pilar penopang berjalannya sistem tersebut

adalah kepolisian, kejaksaan dan kehakiman. Apabila PPNS yang sejatinya

merupakan sub ordinasi dari lembaga eksekutif diperkenankan untuk langsung

melakukan tugas-tugas penyidikan menggantikan kedudukan POLRI sebagai

penyidik, maka dikhawatirkan proses penegakan hukum nasional yang selama

ini dibangun atas landasan Sistem Peradilan Pidana akan tercederai mengingat

eksekutif tidak masuk dalam kerangka Sistem Peradilan Pidana. Oleh karena

itu, agar Sistem Peradilan Pidana tidak tercederai dengan masuknya PPNS

sebagai institusi penyidik, maka KUHAP dengan tegas menyatakan bahwa

PPNS tidak diperkenankan untuk secara langsung menyerahkan hasil

pemeriksaan kepada Jaksa Penuntut Umum tetapi kepada Penyidik POLRI.

Diberikannya kewenangan pada institusi lain untuk melakukan

penyidikan, di satu sisi akan memudahkan dalam pengungkapan suatu kasus

tindak pidana mengingat banyaknya kendala yang dihadapi oleh aparat

penyidik kepolisian dalam melaksanakan tugas penyidikan, seperti kendala

sumber daya manusia, sarana-prasarana, anggaran dan sebagainya, sehingga

keterlibatan institusi tersebut dalam tugas penyidikan dapat membantu proses

penegakan hukum. Namun di sisi lain, hal tersebut dapat menimbulkan

Page 63: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kondisi disharmonis yang memicu terjadinya tarik menarik kewenangan antar

institusi dan bermuara pada terhambatnya proses penegakan hukum. Beberapa

faktor penyebab yang menurut penulis menjadi pemicu munculnya kondisi

disharmonis, diantaranya :

1. Kemampuan aparat Penyidik POLRI masih belum memadai sebagaimana

yang diharapkan, baik secara kualitas (penguasaan teknis dan taktis

penyidikan) maupun kuantitas (ratio ketersediaan aparat penyidik dengan

kasus yang ditangani serta penyebaran jumlah penyidik). Selain itu,

kelemahan sumber daya manusia dapat pula muncul dari aspek cultural

yaitu sikap-sikap aparat penyidik yang arogan, tidak memiliki sifat

melayani, manipulatif, diskriminatif dan sebagainya;

2. Koordinasi lintas instansi belum berjalan secara sinergis. Pelaksanaan

koordinasi antara aparat penegak hukum POLRI dengan PPNS belum

berjalan dengan baik, sehingga di lapangan masih muncul tarik menarik

kewenangan untuk melakukan pernyidikan;

3. Perundang-undangan yang menjadi dasar hukum bagi penyidik dalam

menjalankan kewenangannya masih menyisakan beragam permasalahan,

seperti :

a. Adanya perundang-undangan yang bertentangan satu dengan yang

lain, baik dari aspek substansi maupun hierarkinya (ketentuan yang

statusnya di bawah bisa bertentangan/ mengalahkan ketentuan yang

lebih tinggi, misalnya: Peraturan Pemerintah (PP/ KEPPRES)

bertentangan dengan Undang-undang);

b. Masih banyak peraturan perundang-undangan yang berasal dari produk

zaman Belanda sehingga tidak mampu mengakomodir perkembangan

yang ada, namun eksistensinya tetap dipertahankan;

c. Masih ditemukan perundang-undangan yang mengamanatkan segera

dibentuknya peraturan pelaksana namun sampai sekarang belum

dibentuk;

d. Masih ada perundang-undangan yang substansinya tidak jelas sehingga

memunculkan multitafsir.

Page 64: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada dasarnya, wewenang PPNS bersumber pada ketentuan undang-

undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang

penyidikan pada salah satu pasalnya. Jadi, di samping Pejabat Penyidik

POLRI, undang-undang pidana khusus tersebut memberi wewenang kepada

Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk melakukan penyidikan.

Keberadaan PPNS ini juga memiliki landasan sosiologis, jika kita merujuk

pada semakin berkembangnya bentuk kejahatan dan pelanggaran sektoral,

perkembangan ini jelas membutuhkan penyidik spesifik yang memahami

benar seluk beluk peraturan perundang-undangan dan bentuk tindakan

kriminal dalam wilayah kerja yang spesifik. Hal mana yang akan sangat sulit

dilakukan jika banyaknya permasalahan sektoral ini diserahkan tunggal

kepada penyidik kepolisian dengan pola pendidikan kepenyidikan umum yang

mereka dapatkan.

Masalah sebenarnya lebih pada persoalan lemahnya koordinasi dan

peraturan perundang-undangan yang melangkahi KUHAP. Persoalan

koordinasi antara penyidik pejabat kepolisian dan PPNS telah diatur dalam

Pasal 107 KUHAP, dimana ditentukan bahwa dalam melaksanakan

penyidikan PPNS berada dalam koordinasi dan pengawasan penyidik

kepolisian, bahkan proses penyerahan berkas perkara penyidikan kepada

Penuntut Umum, berdasarkan Pasal 107 ayat (3) KUHAP ditentukan harus

melalui penyidik kepolisian.

M. Yahya Harahap mengatakan bahwa kedudukan dan wewenang

PPNS dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah koordinasi dan

pengawasan Penyidik POLRI, yaitu :

1. Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik POLRI memberikan petunjuk

kepada pegawai negeri sipil tertentu dan memberikan bantuan penyidikan

yang diperlukan (Pasal 107 Ayat (1) KUHAP);

2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu, harus melaporkan kepada

Penyidik POLRI tentang adanya suatu tindak pidana yang sedang

disidiknya, jika dari penyidikan ini oleh PPNS ada ditemukan bukti yang

Page 65: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kuat untuk mengajukan tindak pidananya kepada Penuntut Umum (Pasal

107 Ayat (2) KUHAP);

3. Apabila Penyidik Pegawai Negeri Sipil telah selesai melakukan

penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus diserahkan kepada Penuntut

Umum. Cara penyerahannya kepada Penuntut Umum dilakukan PPNS

melalui Penyidik POLRI (Pasal 107 Ayat (3) KUHAP);

4. Apabila Penyidik Pegawai Negeri Sipil menghentikan penyidikan yang

telah dilaporkan kepada Penyidik POLRI maka penghentian penyidikan itu

harus diberitahukan kepada Penyidik POLRI dan Penuntut Umum sesuai

dengan Pasal 109 Ayat (3) KUHAP (M. Yahya Harahap, 2002: 113 - 114).

Dengan demikian, pegawai negeri sipil yang melakukan penyidikan

tindak pidana pajak harus berada di bawah koordinasi dan pengawasan

Penyidik POLRI. Tindak pidana di bidang perpajakan menyangkut aspek yang

sering bersifat teknis sehingga memerlukan keahlian tertentu untuk melakukan

penyidikan yang sukar diharapkan dari para penyidik pejabat POLRI. Oleh

karena itu, diperlukan pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Direktorat

Jenderal Pajak yang mengadakan penyidikan di bidang perpajakan yang diberi

kewenangan khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam KUHAP

(Erly Suandy, 2002: 250).

Selain itu, disebutkan pula dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang

Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

yang berbunyi : “Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat

dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Direktorat

Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana

di bidang perpajakan”. Pemberian wewenang kepada PPNS di lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak sama sekali tidak mengurangi wewenang pejabat

Penyidik POLRI untuk melakukan penyidikan tindak pidana perpajakan.

Penyidik POLRI diminta atau tidak diminta memberi petunjuk dan

bantuan penyidikan kepada PPNS untuk melakukan penyidikan tindak pidana

pajak. Pemberian petunjuk dan bantuan tersebut antara lain meliputi hal-hal

teknis dan taktis penyidikan, penangkapan, penahanan, dan pemeriksaan

Page 66: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

laboratorium. Oleh karena itu, PPNS sejak awal memberitahukan tentang

penyidikan yang sedang dilakukan kepada Penyidik POLRI. Setelah itu, hasil

penyidikan berupa berkas perkara, tersangka dan barang bukti disampaikan

kepada Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI.

Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh Pejabat PPNS hanya

terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam

tindak pidana khusus tadi. Kewenangan Pejabat PPNS dalam bidang

perpajakan diatur dalam Pasal 44 Ayat (2) Undang-undang No. 16 Tahun

2009tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Penyidik pajak yang

melakukan penyidikan mempunyai wewenang :

1. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau

laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

2. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi

atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan

dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

4. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain

berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,

pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan

terhadap bahan bukti tersebut;

6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana di bidang perpajakan;

7. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan

atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa

identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud

pada angka 5;

8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang

perpajakan;

Page 67: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

10. Menghentikan penyidikan;

11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak

pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Kewenangan penyidik yang dimuat dalam Pasal 7 KUHAP, apabila

dibandingkan dengan Pasal 44 Ayat (2) Undang-undang Nomor 16 tahun

2009tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka Penyidik

Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak tidak mempunyai kewenangan

dalam hal :

1. Melakukan penangkapan dan penahanan;

2. Melakukan pemeriksaan dan surat;

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

4. Mendatangkan seorang ahli; serta

5. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungiawab (Tambah

Sembiring, 2006: 84).

Berdasarkan hasil pembahasan ini, penulis berpendapat bahwa seorang

Polisi yang mengatakan bahwa polisi terkesan kurang serius dan lamban

dalam menangani kasus pajak yang disebabkan karena adanya harmonisasi

undang-undang tersebut adalah salah. Karena ketentuan mengenai PPNS

sudah diatur dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil

tertentu yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik.

Pada dasarnya, wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat

penyidik pegawai negeri sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut

dengan tindak pidana yang diatur dalam ketentuan undang-undang pidana

khusus yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada

salah satu pasal. Hal ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan

dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang berbunyi, “Penyidik Pegawai Negeri

Sipil sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai

wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya

Page 68: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi

dan pengawasan penyidik POLRI”. Sehingga hal ini bukan menjadi alasan

seorang polisi tidak bisa melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pajak,

melainkan kedua instansi tersebut harus melaksanakan fungsi koordinasi

sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.Para pejabat pegawai negeri

sipil di bidang perpajakan tersebut melaksanakan tugasnya setelah

memperoleh pendidikan dan pelatihan dari POLRI.

Sebagai ilustrasi kasus perkara tindak pidana pajak yang ditangani oleh

PPNS adalah terkait dengan penanganan perkara mafia pajak yang melibatkan

Terdakwa Gayus Halomoan P. Tambunan, POLRI telah melakukan langkah-

langkah, yaitu sebagai berikut :

1. Membentuk Tim Khusus Penyidik Independen yang melakukan

penyidikan terhadap dugaan Tindak Pidana Korupsi (suap menyuap) dan

Tindak Pidana Pencucian Uang yang diduga dilakukan oleh Gayus

Tambunan. Dari hasil penyidikan yang telah dilakukan POLRI telah

menetapkan 8 (delapan) orang tersangka yaitu : GT; HH; LAM; AK; A

KUN; SJ; AR dan SS;

2. Dari rangkaian kegiatan penyidikan yang telah dilakukan, disimpulkan

terdapat 4 kelompok pelaku yang berperan mempengaruhi proses

penegakan hukum dari tahap penyidikan, penuntutan dan sidang

pengadilan sehingga terdakwa Gayus Tambunan divonis bebas oleh

Hakim Pengadilan Negeri Tangerang. Keempat kelompok pelaku tersebut

adalah sebagai berikut :

a. Kelompok I adalah : para pelaku dari dari orang-orang yang terkait

dengan perkara gayus Tambunan yaitu : GT; HH; AK; LAM; A KUN;

dan SJ;

b. Kelompok ke 2 adalah : para penyidik dan/ atau atasan penyidik yang

melakukan penyidikan perkara Gayus Tambunan;

c. Kelompok ke 3 adalah : para Jaksa Penuntut Umum yang melakukan

proses penelitian dan penuntutan perkara Gayus Tambunan;

Page 69: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Kelompok ke 4 adalah : para Hakim yang menyidangkan perkara

Gayus Tambunan;

3. Pengembangan penyidikan perkara yang mengarah pada dugaan

keterlibatan Jaksa Penuntut Umum dan Hakim yang menangani perkara

terdakwa Gayus Tambunan, POLRI telah melakukan koordinasi dengan

Jaksa Agung RI dan Ketua Mahkamah Agung RI untuk keperluan

pemeriksaan jaksa maupun Hakim untuk mengungkap kasus tersebut

secara tuntas. Tindak lanjut penyidikan akan diarahkan pada

pengembangan permasalahan dalam bidang perpajakan yang diduga

melibatkan oknum aparat Direktorat Jenderal Pajak.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Gayus H. Tambunan tentang

adanya dugaan terjadinya mafia kasus perpajakan, dapat disimpulkan 5 modus

operandi yang dilakukan oleh Gayus H. Tambunan dan atas jasanya tersebut

yang bersangkutan memperoleh komisi dari wajib pajak. Kelima modus

operandi tersebut sebagai berikut :

1. Modus ke-1 : pengaturan nilai pajak, dapat digambarkan sebagai berikut :

Pada modus operandi ini, wajib pajak dengan bantuan konsultan

pajak bekerja sama dengan petugas pemeriksa dari Dirjen Pajak

melakukan kesepakatan untuk menurunkan nilai pajak dengan mengatur

dokumen/ administrasi perpajakan sebagai dukungan atas hasil

pemeriksaan tersebut dengan memberikan fee kepada petugas pajak yang

melakukan penurunan nilai penghitungan pajak tersebut.

2. Modus ke-2 : penyelesaian keberatan wajib pajak pada tingkat Direktorat

Keberatan dan Banding, dapat digambarkan sebagai berikut :

Modus ini terjadi pada wajib pajak yang mengajukan keberatan

setelah menerima surat ketetapan pajak dari Dirjen Pajak yang diajukan ke

Direktorat Keberatan dan Banding Dirjen Pajak. Terdapat 2 kemungkinan

atas pengajuan keberatan tersebut yaitu :

a. Keberatan ditolak

Terhadap keberatan yang ditolak, maka wajib pajak mengajukan

banding ke pengadilan pajak dengan meminta bantuan pegawai pajak

Page 70: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

untuk mengurus sidang banding untuk melakukan kolusi dengan

Hakim di pengadilan banding agar putusan banding diterima sehingga

wajib pajak tidak diwajibkan membayar pajak (nol) atau nilai pajaknya

diturunkan/ lebih rendah dari nilai keberatan.

b. Keberatan diterima

Sedangkan keberatan yang diterima, maka kewajiban membayar

pajak tersebut diabaikan dengan melakukan rekayasa data-data

perpajakan.

Atas pengurusan terhadap keberatan ini, maka petugas pajak yang

mengurus akan memperoleh fee, walaupun telah merugikan pajak yang

harusnya masuk ke negara.

3. Modus ke-3 : penyelesaian keberatan wajib pajak pada tingkat pengadilan

banding, dapat digambarkan sebagai berikut :

Keberatan wajib pajak yang ditolak pada tingkat Direktorat

Keberatan dan Banding akan diajukan ke Pengadilan Pajak. Dalam proses

banding ini akan terdapat 3 komponen yang akan berinteraksi yaitu negara

yang diwakili oleh petugas pajak pada Dirjen Pajak, Hakim pengadilan

pajak yang sebagian besar adalah mantan pegawai pajak dan wajib pajak.

Gayus sering mewakili negara dalam sidang banding keberatan pajak

sehingga yang bersangkutan yang menyusun memori banding atas SKP

pajak yang disusunnya sendiri. Akibatnya dalam sidang tersebut, dengan

mudah wajib pajak dimenangkan sehingga tidak membayar pajak kepada

negara.

Atas perbuatan ini Gayus atau pegawai pajak yang commited dalam

modus ini (mewakili negara untuk memenangkan banding wajib pajak)

akan mendapatkan fee dari wajib pajak.

4. Modus ke-4 : konsultan pajak gelap, dapat digambarkan sebagai berikut :

Dalam modus operandi ini, pegawai pajak bertindak selaku

konsultan gelap wajib pajak yang menjadi obyek pemeriksaannya,

sehingga yang bersangkutan dapat mengatur SPT dan tidak melakukan

pemeriksaan atas SPT wajib pajak. Bilamana wajib pajak mengajukan

Page 71: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keberatan/ banding di pengadilan pajak maka pegawai pajak yang

merangkap sebagai konsultan tersebut akan mengatur dan mengurus

proses dalam sidang banding di Pengadilan Pajak.

5. Modus ke-5 : menahan surat ketetapan pajak, dapat digambarkan sebagai

berikut :

Petugas pajak yang melakukan pemeriksaan telah membuat

kesepakatan dengan wajib pajak untuk memberikan sejumlah uang sebagai

kompensasi atas nilai pajak yang diturunkan. Setelah ada pemberitahuan

nilai pajak dari Dirjen Pajak ternyata SKP wajib pajak tidak segera

diberikan karena deal yang telah disepakati belum diberikan. Wajib pajak

yang ditahan SKP nya ini kemudian meminta bantuan kepada pegawai

pajak (Gayus) untuk mengurus SKP yang ditahan tersebut dengan

menghubungi Maruli Manurung. Selanjutnya, Maruli Manurung

menghubungi Irjen Depku untuk melakukan pemeriksaan terhadap

penahanan SKP wajib pajak sehingga SKP tersebut dikeluarkan.

B. Upaya Mewujudkan Koordinasi Yang Sinergis Antar Institusi Penegak

Hukum Dalam Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan

Penyidik POLRI sebagai koordinasi dan pengawasan (Korwas) PPNS

mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memberikan bantuan penyidikan

yang didasarkan pada sendi-sendi hubungan fungsional. Korwas PPNS

tersebut perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas PPNS agar

pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS terhadap tindak pidana

tertentu, khususnya tindak pidana pajak yang menjadi dasar hukumnya dapat

berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Pada dasarnya, pelaksanaan tugas

koordinasi, pengawasan dan bantuan teknis kepada PPNS dapat

dilaksanakan dalam tiga bentuk kegiatan yaitu :

Page 72: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Hubungan Tata Cara Kerja Agar Terjalin Kerjasama yang Serasi

Hubungan tata cara pelaksanaan kooordinasi dan pengawasan

terhadap PPNS dilakukan dalam dua bidang, yaitu bidang pembinaan dan

bidang operasional.

a. Bidang Pembinaan

Meliputi hubungan kerja secara koordinatif fungsional dalam

rangka pelaksanaan koordinasi, pengawasan dan pembinaan

dilaksanakan langsung oleh Direktorat Reserse Cq. Sub Direktorat

Koordinator dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

pada kesatuan wilayahnya. Hubungan kerja ini dilaksanakan secara

horisontal fungsional dengan tidak menutup kemungkinan hubungan

yang bersifat diagonal antara POLRI (satuan reserse mulai dari Mabes

POLRI sampai dengan Polres) dan unsur PPNS dengan pengaturan

sebagai berikut :

1) Tingkat kantor kabupaten berhubungan langsung dengan unsur

PPNS pada Satuan Serse Kepolisian Resort;

2) Tingkat kecamatan langsung ke Kepala Kepolisian Sektor;

3) Tingkat Kanwil berhubungan dengan unsur Korwas PPNS pada

Satuan Serse Kepolisian Daerah atau Kepolisian Wilayah;

4) Tingkat Departemen berhubungan dengan Korwas PPNS pada

Direktorat Reserse Kepolisian Republik Indonesia.

Pelaksanaan hubungan kerja maupun koordinasi tidak harus

dilaksanakan sesuai tingkat hubungan kerja seperti di atas. Disesuaikan

dengan kondisi yang dihadapi oleh PPNS misalnya penyidikan yang

berhubungan dengan masalah nasional, bisa saja PPNS daerah bisa

langsung berkoordinasi serta dalam pengawasan Direktorat Reserse

Kepolisian Republik Indonesia Cq. Sub Direktorat Koordinator dan

Pengawasan PPNS.

Bidang pembinaan dalam rangka hubungan kerja yang koordinatif

dapat juga berupa pendidikan yang pada prinsipnya dilaksanakan oleh

Sub Direktorat Koordinator dan Pengawasan PPNS Direktorat Serse

Page 73: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(SubDit Korwas PPNS) dengan mekanisme pelaksanaannya yang

dapat diatur sebagai berikut :

1) Dilaksanakan oleh masing-masing Departemen di pusat maupun

daerah dengan koordinasi dan pengawasan dari Sub Direktorat

Koordinator dan Pengawasan PPNS (SubDit Korwas PPNS) dari

Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia;

2) Dilaksanakan oleh unsur Korwas pada setiap Kepolisian Daerah

dengan koordinasi dan pengawasan dari Sub Direktorat

Koordinator dan Pengawasan PPNS (SubDit Korwas PPNS);

3) Desentralisasi oleh Sub Direktorat Koordinator dan Pengawasan

PPNS untuk Penyidik PPNS (SubDit Korwas PPNS) dari seluruh

departemen, artinya pendidikan dapat dilaksanakan sendiri oleh

setiap Departemen dengan melakukan kerjasama dengan

Kepolisian Republik Indonesia.

Menurut pendapat penulis, seharusnya pendidikan PPNS

dilaksanakan secara menyeluruh dari tingkat kabupaten sampai pusat

yang dilakukan oleh setiap departemen yang berkoordinasi dengan

Kepolisian Republik Indonesia, sehingga daerah tidak perlu

mengadakan pendidikan sendiri.

b. Bidang Operasional

Dalam mekanisme pelaksanaan koordinasi dan pengawasan di

bidang operasional, pada hakekatnya merupakan implementasi pasal-

pasal dalam KUHAP yang menjadi dasar hukum. Bentuk mekanisme

koordinasi dan pengawasan PPNS dilaksanakan secara timbal balik

antara PPNS dengan Penyidik POLRI dalam rangka pelaksanaan

penyidikan. Secara kronologis, mekanisme koordinasi tersebut adalah

sebagai berikut :

1) Dalam hal PPNS melaksanakan penyidikan tindak pidana tertentu

yang termasuk lingkup bidang tugasnya, maka PPNS menerima

laporan/ pengaduan wajib memberitahukan hal itu kepada Penyidik

Page 74: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

POLRI (Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) untuk kemudian

diteruskan kepada Penuntut Umum;

2) Penyidik POLRI memberikan petunjuk-petunjuk baik diminta atau

tidak diminta berdasarkan tanggung jawabnya dan wajib

memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan;

3) Petunjuk yang diberikan meliputi petunjuk teknis, taktis dan

yuridis. Sedangkan bantuan penyidikan meliputi bantuan teknis,

bantuan taktis dalam upaya paksa/ penindakan apabila

wewenangnya tidak dimiliki PPNS;

4) Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh PPNS ditemukan bukti

yang kuat untuk diajukan ke Penuntut Umum, maka PPNS wajib

melapor hal itu kepada Penyidik POLRI tentang perkembangan

penyidikannya;

5) Dalam hal PPNS memerlukan bantuan untuk melakukan upaya

paksa/ penindakan yang wewenangnya tidak dimiliki

oleh PPNS yang bersangkutan, maka untuk tindakan tersebut

dimintakan bantuan kepada Penyidik POLRI;

6) Permintaan bantuan upaya paksa harus disertai laporan

perkembangan penyidikan dan alasan/ pertimbangan serta keadaan

untuk menentukan perlunya dilakukan upaya paksa;

7) Dalam hal penggeledahan dan penyitaan yang akan dilakukan oleh

PPNS, maka ijin penggeledahan dan penyitaan diatur sebagai

berikut :

a) Apabila undang-undang yang menjadi dasar hukumnya

memberikan wewenang penggeledahan, maka surat ijin

dialamatkan langsung kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan

tembusan kepada Penyidik POLRI;

b) Apabila undang-undang yang menjadi dasar hukumnya tidak

mengatur, maka surat permintaan ijin dimintakan kepada

Penyidik POLRI.

Page 75: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8) Atas permintaan tersebut, Penyidik POLRI dapat mengabulkan

atau menolaknya dan kemudian memberitahukan keputusan

tersebut kepada PPNS disertai pertimbangan serta alasan-

alasannya;

9) Dalam hal permintaan dikabulkan dan penindakan telah

dilaksanakan, maka tanggung jawab yuridis yang mungkin timbul

sebagai akibat penindakan tersebut menjadi tanggung jawab

bersama;

10) Apabila PPNS menghentikan penyidikan, wajib memberikan

laporan kepada Penyidik POLRI dan Penuntut Umum. Hal ini

dilakukan karena kurang cukup bukti untuk melakukan proses

penyidikan;

11) Apabila penyidikan tindak pidana telah selesai, maka PPNS segera

menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada Penuntut

Umum melalui Penyidik POLRI. Berkas perkara yang diserahkan

terdiri 3 (tiga) rangkap dengan rincian :

a) 1 (satu) berkas untuk Penyidik POLRI;

b) 2 (dua) berkas untuk Penuntut Umum.

Penyerahan ini dimaksudkan agar Penyidik POLRI dapat meneliti

kelengkapan berkas perkara berkaitan dengan petunjuk dan

bantuan yang telah diberikan kepada PPNS.

12) Apabila berkas perkara telah diterima oleh Penyidik POLRI, maka

tanggung jawab yuridis secara proporsional ada pada Penyidik

POLRI. Apabila PPNS menghentikan penyidikan, wajib

memberikan laporan kepada Penyidik POLRI dan Penuntut Umum.

Hal ini dilakukan karena kurang cukup bukti untuk melakukan

proses penyidikan.

2. Pembinaan Teknis

Pembinaan teknis terhadap PPNS dapat dilakukan melalui beberapa

cara seperti : pembentukan PPNS, pembinaan kemampuan PPNS,

dan pembinaan sistem laporan. Sebagai pembina teknis PPNS, Penyidik

Page 76: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

POLRI memberikan saran-saran tentang urgensi kebutuhan dan

keberadaan PPNS dari sesuatu departemen/ instansi serta mengajukan

saran tentang rencana formasi organik PPNS. Untuk mewujudkan rencana

tersebut, maka departemen/ instansi yang bersangkutan mengusulkan

pengangkatan PPNS kepada Menteri Kehakiman dengan tembusan kepada

Kapolri dan Jaksa Agung. Atas usulan pengangkatan PPNS tersebut

POLRI memberikan pertimbangan. Masalah pembinaan kemampuan

PPNS merupakan tanggung jawab Penyidik POLRI. Hal ini disebabkan

karena komponen penyidikan dalam sistem peradilan pidana sepenuhnya

dipertanggungjawabkan kepada POLRI.

Kegiatan pembinaan teknis ini dapat dilakukan melalui pendidikan di

bidang penyidikan, latihan-latihan penyegaran bagi PPNS yang telah

mengikuti pendidikan, melaksanakan coaching clinic, melayani

permintaan tenaga pengajar/ ceramah, penataran, rapat koordinasi secara

berkala antara Penyidik POLRI dan PPNS, mempersiapkan piranti lunak

perundang-undangan yang dibutuhkan PPNS, dan lain-lain. Dalam

pembinaan sistem laporan, PPNS wajib melaporkan data perkara pidana

yang ditanganinya kepada Penyidik POLRI secara berkala. Penyidik

POLRI melaksanakan sistem pengumpulan, pengolahan dan penyajian

data perkara-perkara yang ditangani PPNS serta membuat analisa dan

evaluasi untuk kepentingan kebijaksanaan pembinaan PPNS.

3. Bantuan Operasional Penyidikan

Bantuan operasional penyidikan terhadap PPNS wajib diberikan oleh

Penyidik POLRI terhadap PPNS baik diminta atau tidak diminta dalam

rangka koordinasi dan pengawasan PPNS dari sejak awal penyidikan

sampai dengan akhir penyidikan. Bantuan tersebut dapat diberikan dalam

tiga tahap proses penyidikan, yaitu sebagai berikut :

a. Pada Tahap Awal Penyidikan

Pada tahap ini, Penyidik POLRI melakukan penelitian dan

memberikan petunjuk yuridis kepada PPNS untuk menentukan apakah

kasus yang akan ditangani merupakan suatu tindak pidana atau bukan,

Page 77: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menentukan cara bertindak yang tepat dalam rangka

proses penyidikan, melakukan koordinasi dan penelitian terhadap

kelengkapan administrasi penyidikan dan memberikan bantuan upaya

paksa apabila diperlukan oleh PPNS yang bersangkutan.

b. Pada Tahap Pelaksanaan Penyidikan

Pada tahap ini, Penyidik POLRI mengikuti dan mengarahkan

perkembangan hasil penyidikan yang dilakukan oleh PPNS yang

bersangkutan. Penyidik POLRI juga dapat membantu pelaksanaan

upaya paksa dimana PPNS yang bersangkutan tidak mempunyai

wewenang untuk itu. Apabila ada gelar perkara Penyidik POLRI

mengikutinya untuk mencari upaya pemecahan masalah terhadap

kendala-kendala yang dihadapi PPNS selama proses penyidikan.

c. Pada Tahap Akhir Penyidikan

Pada tahap ini, Penyidik POLRI dapat mengadakan penelitian dan

memberikan petunjuk serta arahan yuridis terhadap berkas perkara

yang dibuat oleh PPNS dan membantu menyerahkan berkas perkara

tersebut ke Penuntut Umum (Bambang Sukarjono, 2008: 13-15).

Memperhatikan pada munculnya disharmonis dalam penegakan hukum,

khususnya pada pelaksanaan wewenang penyidikan antar institusi penyidik,

maka perlu ditetapkan strategi penanggulangannya agar dapat terwujud

kepastian hukum yang dilakukan melalui penetapan kebijakan, strategi dan

upaya, diantaranya yaitu :

1. Kebijakan

Dengan memperhatikan koordinasi penegakan hukum antar institusi di

Indonesia yang belum sesuai dengan harapan, maka perlu dirumuskan

kebijakan sebagai berikut : mewujudkan koordinasi yang sinergis antar

institusi penegak hukum melalui peningkatan sumber daya manusia,

perbaikan koordinasi antar institusi penegak hukum serta pembentukan

dan perbaikan perundang-undangan terkait dengan penegakan hukum

sebagai upaya membangun kemitraan (partnership building).

Page 78: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Langkah dan kebijakan dalam mengoptimalisasi pelaksanaan

koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis PPNS, secara rinci dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Bersamaan dengan rencana restrukturisasi organisasi, POLRI

melaksanakan penataan struktur dan personil pengemban fungsi

Korwas PPNS pada Mabes POLRI sampai tingkat Polres dengan

tujuan agar Penyidik POLRI dapat berperan sebagai koordinator dan

pendukung fungsi dan peran PPNS dalam melakukan penyidikan yang

berintegrasi guna mewujudkan penegakan hukum di Indonesia;

b. Penataan kembali juklak/ juknis tentang Korwas PPNS untuk

disesuaikan dalam bentuk Peraturan Kapolri dengan fungsi sebagai

berikut :

1) Peraturan Kapolri No. 25 Tahun 2007 tentang Koordinasi,

Pengawasan dan Pembinaan PPNS yang telah disahkan Kapolri

dan dicatat/ diundangkan pada Lembaran Negara yang disahkan

oleh Menteri Hukum dan HAM. Peraturan ini berfungsi sebagai

petunjuk pelaksanaan fungsi Reserse di bidang Korwas PPNS;

2) Di bidang operasional, Peraturan Kapolri No. 25 Tahun 2007 telah

dijabarkan dalam Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2010 tentang

Manajeman Penyidikan Bagi PPNS yang telah disahkan oleh

Kapolri dan dicatat/ diundangkan pada Lembaran Negara yang

disahkan Menteri Hukum dan HAM. Peraturan Kapolri ini berisi

petunjuk teknis lengkap yang disertai dengan lampiran/ format

administrasi penyidikannya dalam proses penyidikan yang

dilakukan oleh PPNS mulai dari perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan pengawasan/ pengendalian penyidikan beserta

pelaksanaan Korwasnya oleh Penyidik POLRI;

3) Dibidang Pembinaan, Peraturan Kapolri Nomor 25 Tahun 2007

telah dijabarkan dalam :

Page 79: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.

16 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembinaan Penyidik Pegawai

Negeri Sipil;

b) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.

18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan

Pelatihan Bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil oleh Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

c) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.

15 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda

Penyidik, Tanda Kewenangan dan Lencana Penyidik Pegawai

Negeri Sipil;

4) Keberadaan PPNS merupakan suatu hal mutlak yang diperlukan

berkaitan dengan perkembangan masyarakat yang menunjukkan

berkembangnya varian kasus hampir disemua domain Departemen

terkait. Suatu hal yang menjadi kendala manakala dihadapkan pada

kenyataan bahwa suatu peristiwa pidana pada umumnya

merupakan ranah concursus realis (suatu perbuatan melanggar

beberapa ketentuan pidana/ undang-undang). Dengan melihat hal

tersebut, maka menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat

dihindari keberadaan Penyidik POLRI selaku koordinator dalam

menjembatani keterbatasan undang-undang yang mengatur PPNS

yang terbatas pada undang-undang tersebut.

Di sisi lain, PPNS merupakan unsur badan eksekutif bila dikaitkan

dengan pembagian kewenangan dalam pemerintahan yang

membagi tiga bidang kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan

yudikatif. Maka badan eksekutif yang melakukan fungsi yudikatif

perlu dijembatani oleh suatu badan yang secara institusional diakui

bagian dari sub sistem yudikatif, dalam hal ini adalah POLRI. Oleh

karena itu, perlu kiranya Penyidik POLRI diberikan wadah dalam

setiap penyidikan yang dilakukan oleh PPNS.

Page 80: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Strategi

Berdasarkan landasan kebijakan di atas, dirumuskan beberapa strategi,

yaitu :

a. Meningkatkan kualitas aparat penegak hukum dalam rangka

terwujudnya aparat penegak hukum yang profesional;

b. Meningkatkan koordinasi antar institusi penegak hukum guna

terciptanya hubungan lintas institusi yang sinergis;

c. Mengupayakan pembentukan dan/ atau perbaikan peraturan

perundang-undangan terkait penegakan hukum guna mewujudkan

kepastian hukum.

3. Upaya

Dalam rangka mewujudkan strategi yang telah ditentukan, upaya yang

dapat dikembangkan, antara lain :

a. Strategi 1. Meningkatkan kualitas aparat penegak hukum dalam

rangka terwujudnya aparat penegak hukum yang professional,

diwujudkan melalui upaya :

1) Memberikan kesempatan pada aparat penegak hukum untuk

mengikuti pendidikan dan kejuruan;

2) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan antar sesama aparat

penyidik dalam kasus-kasus tertentu agar diperoleh persamaan

persepsi dalam penanganan kasus pidana;

3) Kerjasama dengan perguruan tinggi untuk memberikan pendidikan

dan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan aparat penyidik

terkait pelaksanaan tugas;

4) Mengembangkan sistem manajemen sumber daya manusia yang

transparan dan professional;

5) Menetapkan pedoman dan prosedur pembinaan anggota;

6) Pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum secara fair.

b. Strategi 2. Meningkatkan koordinasi antar institusi penegak hukum

guna terciptanya hubungan lintas instansi yang sinergis yang dilakukan

melalui upaya :

Page 81: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Melakukan pemetaan terhadap masalah-masalah yang timbul

terkait koordinasi lintas instansi;

2) Meningkatkan pembentukan lembaga kerjasama antar instansi

terkait;

3) Membentuk lembaga pengawas yang bertugas mengawasi

pelaksanaan tugas masing-masing institusi;

4) Melakukan integrasi dan sinkronisasi pelayanan masyarakat agar

mekanisme pelayanan dapat berjalan dengan sederhana, cepat dan

tidak tumpang tindih;

5) Masing-masing instansi bertemu secara periodik baik formal

maupun informal untuk membicarakan berbagai permasalahan

yang timbul terkait masalah koordinasi sekaligus menemukan

solusinya;

6) Peningkatan forum diskusi dan pertemuan antar aparat penegak

hukum yang bertujuan untuk memperoleh kesamaan pandang

dalam melaksanakan tugas penyidikan;

7) Menyusun Memorandum of Understanding (MoU) yang berisikan

kerjasama dan koordinasi lintas instansi terkait penegakan hukum.

c. Strategi 3. Mengupayakan pembentukan dan/ atau perbaikan peraturan

perundang-undangan terkait penegakan hukum guna mewujudkan

kepastian hukum. Diwujudkan melalui upaya :

1) Membentuk kelompok kerja khusus yang bertugas untuk

melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan

yang dianggap menjadi penyebab munculnya kondisi disharmonis

antar aparat penegak hukum;

2) Melakukan inventarisasi terhadap beberapa produk perundang-

undangan yang dianggap sebagai penyebab munculnya kondisi

disharmonis;

3) Menyusun pokok-pokok pikiran dan Naskah Akademik terkait

koordinasi antara aparat penegak hukum;

Page 82: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4) Melakukan konsultasi atau temu wicara dengan pakar hukum

pidana guna memperoleh masukan terkait kewenangan aparat

penegak hukum dalam melakukan penyidikan;

5) Mengadakan seminar, workshop atau pertemuan ilmiah lainnya

yang diselenggarakan baik secara mandiri maupun bekerjasama

dengan perguruan tinggi dengan topik koordinasi lintas instansi

dalam penyidikan kasus tindak pidana;

6) Melakukan studi banding ke negara-negara yang sudah memiliki

kerangka kerjasama dan koordinasi antar aparat penegak hukum

yang baik;

7) Mengkaji ulang berbagai perangkat hukum yang selama ini

menjadi sumber munculnya tumpang tindih kewenangan dalam

penegakan hukum antar aparat penegak hukum, menyusun pokok

pokok pikirannya, naskah akademiknya untuk kemudian disiapkan

draft amandemennya;

8) Mengusulkan pengubahan atau penggantian perundang-undangan

yang dipandang menghambat sinergitas antar instansi;

9) Melakukan judicial review ke Mahkamah Agung terkait adanya

undang-undang yang saling bertentangan;

10) Mengalokasikan/ meningkatkan anggaran untuk pengkajian

undang-undang.

Perlunya upaya harmonisasi dan sinkronisasi kewenangan penyidikan

antara POLRI sebagai penyidik dan PPNS Pajak dalam berbagai Rancangan

Undang-Undang, antara lain terkait dengan wewenang PPNS Direktorat Jenderal

Pajak dalam melakukan penyidikan tindak pidana pajak untuk mengurangi

munculnya kondisi disharmonis yang memicu terjadinya tarik menarik

kewenangan antar institusi yaitu antara PPNS Dirjen Pajak dengan aparat

kepolisian yang pada akhirnya bermuara pada melemahnya proses penegakan

hukum secara keseluruhan. Seiring dengan perkembangan jaman dan tindak

pidana yang semakin meningkat, maka akan lebih berbahaya lagi jika POLRI

tidak bisa masuk menangani kasus pajak tersebut guna meninindak-lanjuti

Page 83: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penyidikan yang akan diarahkan pada pengembangan permasalahan dalam bidang

perpajakan yang diduga melibatkan oknum aparat Direktorat Jenderal Pajak.

Page 84: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di dalam bab sebelumnya, maka

dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengaturan koordinasi penyidik POLRI dan penyidik PNS dapat dicermati

pada Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur hubungan kerja antara Penyidik

POLRI dengan Penyidik PNS. Hubungan itu meliputi pelaksanaan, koordinasi,

pengawasan, pembinaan, pemberian petunjuk yang didasarkan pada sendi-

sendi hubungan fungsional. Koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis

terhadap kepolisian khusus, PPNS, dan Pengamanan Swakarsa merupakan

salah satu tugas POLRI yang secara tersurat dicantumkan dalam Undang-

undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Pasal 14

ayat (1) huruf f. Selain itu, disebutkan pula dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-

undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan yang berbunyi : “Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

hanya dapat dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik

tindak pidana di bidang perpajakan”. Pemberian wewenang kepada PPNS di

lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sama sekali tidak mengurangi

wewenang pejabat Penyidik POLRI untuk melakukan penyidikan tindak

pidana perpajakan. Pegawai negeri sipil yang melakukan penyidikan tindak

pidana pajak harus berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik

POLRI. Oleh karena itu, diperlukan pejabat pegawai negeri sipil tertentu di

Direktorat Jenderal Pajak yang mengadakan penyidikan di bidang perpajakan

yang diberi kewenangan khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud

dalam KUHAP. Para pejabat pegawai negeri sipil di bidang perpajakan

tersebut melaksanakan tugasnya setelah memperoleh pendidikan dan pelatihan

dari POLRI.

Page 85: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Upaya mewujudkan koordinasi yang sinergis antar institusi penegak hukum,

khususnya pada pelaksanaan wewenang penyidikan antar institusi penyidik,

maka perlu ditetapkan strategi penanggulangannya agar dapat terwujud

kepastian hukum yang dilakukan melalui penetapan kebijakan, strategi dan

upaya, diantaranya yaitu :

a. Kebijakan

1) Bersamaan dengan rencana restrukturisasi organisasi, POLRI

melaksanakan penataan struktur dan personil pengemban fungsi

Korwas PPNS pada Mabes POLRI sampai tingkat Polres dengan

tujuan agar Penyidik POLRI dapat berperan sebagai koordinator dan

pendukung fungsi dan peran PPNS dalam melakukan penyidikan yang

berintegrasi guna mewujudkan penegakan hukum di Indonesia;

2) Penataan kembali juklak/ juknis tentang Korwas PPNS untuk

disesuaikan dalam bentuk Peraturan Kapolri.

b. Strategi

1) Meningkatkan kualitas aparat penegak hukum dalam rangka

terwujudnya aparat penegak hukum yang profesional;

2) Meningkatkan koordinasi antar institusi penegak hukum guna

terciptanya hubungan lintas institusi yang sinergis;

3) Mengupayakan pembentukan dan/ atau perbaikan peraturan

perundang-undangan terkait penegakan hukum guna mewujudkan

kepastian hukum.

c. Upaya

1) Meningkatkan kualitas aparat penegak hukum dalam rangka

terwujudnya aparat penegak hukum yang professional;

2) Meningkatkan koordinasi antar institusi penegak hukum guna

terciptanya hubungan lintas instansi yang sinergis;

3) Mengupayakan pembentukan dan/ atau perbaikan peraturan

perundang-undangan terkait penegakan hukum guna mewujudkan

kepastian hukum.

Page 86: KAJIAN TEORITIK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA …/Kajian...ANTARA APARAT PENEGAK HUKUM PENYIDIK POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Saran

1. Dalam pelaksanaan kerja sama penyidikan tindak pidana pajak, seharusnya

Penyidik memahami kedudukan serta wewenangnya dalam penyidikan

tersebut sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya, karena

penyidikan tindak pidana pajak adalah wewenang penuh dari Penyidik

Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak. Penyidik POLRI hanya

membantu dalam proses penyidikan seperti bantuan upaya paksa dalam

penyidikan serta menerima berkas perkara dari PPNS Dirjen Pajak untuk

kemudian diperiksa sebelum diserahkan kepada Penuntut Umum.

2. Upaya mengedepankan POLRI dalam kerangka penegakan hukum sebenarnya

mengandung konsekwensi kebijakan yang luas dan memiliki implikasi politis

yang tidak ringan. Menempatkan kedudukan POLRI sebagai pintu gerbang

proses dimulainya penegakan hukum tidak cukup hanya dengan adanya

pemisahan POLRI dari TNI. Yang lebih penting adalah pengembalian

wewenang yaitu mengembalikan seluruh kewenangan yang seharusnya berada

di tangan POLRI dan menghilangkan semua tugas/ fungsi yang semestinya

tidak diemban oleh POLRI. Konsekwensi dari pengembalian wewenang

tersebut adalah munculnya kebutuhan untuk memberdayakan POLRI di segala

bidang, sehingga POLRI mampu menangani segala jenis hambatan, tantangan,

ancaman dan gangguan yang dihadapi masyarakat, yang pada akhirnya akan

bermuara pada terwujudnya kepercayaan masyarakat terhadap penegakan

hukum. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan koordinasi dan

pengawasan antar institusi yang terkait dalam penegakan hukum, serta

sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan

melakukan penyidikan agar diperoleh pemahaman yang tepat terkait tugas dan

kewenangan masing-masing institusi. Melalui sosialisasi ini diharapkan dapat

mempersempit jurang pemisah di antara masing-masing institusi sekaligus

dapat mewujudkan institusi penyidik yang saling melengkapi.