Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

12
 KAJ IAN TEKNIK KONSERVASI Pinus merkusii Strain Kerinci 1)  Oleh : Hendi Suhaendi 2)   AB STRAK Di Indonesia, Pinus yang tumbuh secara alami hanyalah Pinus merkusii dan terdapat di tiga tempat Sumatera yaitu Kerinci, Tapanuli, dan Aceh, dan oleh Lamb dan Cooling (1967) dinamakan strain, sedangkan Cooling (1968) menyebutnya sebagai provenansi, dan Armizon et al. (1995) menamakannya sebagai galur. P. merkusii strain Kerinci secara alami dapat dijumpai di wilayah kerja Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), khususnya pada dataran tinggi di Bukit Tapan, Pungut Mudik, Pungut Ilir, Pungut Tengah, Gunung Tebakar, dan tempat tumbuh alami lainnya yang belum diketahui secara pasti, dan jumlah individu pohon dalam populasinya sangat sedikit. Dalam bentuk hutan tanaman, strain Kerinci hampir belum pernah dibuat, baik oleh masyarakat/rakyat maupun instansi kehutanan, dan kondisi hutannya nampak sudah terancam keberadaannya karena permudaannya praktis sangat sedikit ditemukan. Tindakan konservasi, baik in-situ maupun ex-situ sangat diperlukan dan sifatnya mendesak. Kata kunci : Pinus merkusii strain Kerinci , permudaan alam, permudaan buatan, konservasi I. PENDAHULUAN  A. Lat ar B elak ang Di Indonesia, Pinus yang tumbuh secara alami hanyalah Pinus merkusii Jungh et De Vriese di tiga tempat Sumatera, yaitu di Aceh, Tapanuli, dan Kerinci, dan oleh Lamb dan Cooling (1967) dinamakan "strain"; sedangkan Cooling (1968) menyebutnya sebagai "provenansi". Untuk strain Kerinci , Armizon et al. (1995) menyebutnya sebagai "galur" Kerinci. P. merkusii strain Kerinci  secara alami dapat dijumpai di wilayah kerja Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dengan luas 1.375.934 hektar, yang memanjang hampir 350 km dengan lebar sekitar 50 km dari barat laut ke tenggara meliputi empat provinsi, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan (Kompas, 9 September 2005). Sebaran alam yang "sangat sedikit" didapatkan untuk strain Kerinci, sedangkan sebaran alam yang "sedikit" diperoleh untuk strain Tapanuli  dan sebaran alam yang "paling luas dan banyak" ditemukan untuk strain  Aceh. Dalam bentuk hutan tanaman, strain Kerinci  hampir belum pernah dibuat, baik oleh masyarakat/rakyat maupun instansi K ehutanan. Untuk strain Tapanuli , hutan tanaman dalam skala kecil pernah dibuat oleh masyarakat di Kecamatan Pangaribuan dan Kecamatan Sipahutar (keduanya masuk dalam Kabupaten Tapanuli Utara) dengan menggunakan bibit/anakan alam yang diambil secara cabutan, dan sekarang hampir habis karena pengusahaan oleh rakyat dialihkan 1  Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006. 2  Peneliti pada Kelti Silvikultur, Pusat Litbang Hutan dan Konserv asi Alam Bogor.

description

Pinus merkusii strain Kerinci

Transcript of Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

Page 1: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 1/12

 

KAJIAN TEKNIK KONSERVASI Pinus merkusii Strain Kerinci 1)

 

Oleh :

Hendi Suhaendi2)

 

ABSTRAK 

Di Indonesia, Pinus yang tumbuh secara alami hanyalah  Pinus merkusii dan terdapat di tiga tempat Sumatera yaitu Kerinci, Tapanuli, dan Aceh, dan oleh Lamb 

dan Cooling (1967) dinamakan strain , sedangkan Cooling (1968) menyebutnya sebagai provenansi, dan Armizon  et al. (1995) menamakannya sebagai galur. P.merkusii strain  Kerinci secara alami dapat dijumpai di wilayah kerja Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), khususnya pada dataran tinggi di Bukit Tapan,Pungut Mudik, Pungut Ilir, Pungut Tengah, Gunung Tebakar, dan tempat tumbuh alami lainnya yang belum diketahui secara pasti, dan jumlah individu pohon dalam populasinya sangat sedikit. Dalam bentuk hutan tanaman, strain  Kerinci hampir belum pernah dibuat, baik oleh masyarakat/rakyat maupun instansi kehutanan,dan kondisi hutannya nampak sudah terancam keberadaannya karena permudaannya praktis sangat sedikit ditemukan. Tindakan konservasi, baik  in-situ maupun ex-situ sangat diperlukan dan sifatnya mendesak.

Kata kunci :  Pinus merkusii strain Kerinci, permudaan alam, permudaan buatan,

konservasi I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, Pinus yang tumbuh secara alami hanyalah Pinus merkusii Junghet De Vriese di tiga tempat Sumatera, yaitu di Aceh, Tapanuli, dan Kerinci, danoleh Lamb dan Cooling (1967) dinamakan "strain"; sedangkan Cooling (1968)menyebutnya sebagai "provenansi". Untuk strain Kerinci , Armizon et al . (1995)menyebutnya sebagai "galur" Kerinci.

P. merkusii strain Kerinci secara alami dapat dijumpai di wilayah kerja TamanNasional Kerinci Seblat (TNKS) dengan luas 1.375.934 hektar, yang memanjanghampir 350 km dengan lebar sekitar 50 km dari barat laut ke tenggara meliputiempat provinsi, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan

(Kompas, 9 September 2005). Sebaran alam yang "sangat sedikit" didapatkanuntuk strain Kerinci , sedangkan sebaran alam yang "sedikit" diperoleh untuk strainTapanuli dan sebaran alam yang "paling luas dan banyak" ditemukan untuk strainAceh .

Dalam bentuk hutan tanaman, strain Kerinci hampir belum pernah dibuat, baikoleh masyarakat/rakyat maupun instansi Kehutanan. Untuk strain Tapanuli , hutantanaman dalam skala kecil pernah dibuat oleh masyarakat di KecamatanPangaribuan dan Kecamatan Sipahutar (keduanya masuk dalam KabupatenTapanuli Utara) dengan menggunakan bibit/anakan alam yang diambil secaracabutan, dan sekarang hampir habis karena pengusahaan oleh rakyat dialihkan

1Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya

Hutan. Padang, 20 September 2006.2

Peneliti pada Kelti Silvikultur, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor.

Page 2: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 2/12

 

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 

100

menjadi tanaman kopi (Suhaendi, 2005). Dalam bentuk hutan tanaman, strainAceh  terdapat paling luas dan banyak, serta sudah ditanam berbagai pihak, baikswasta maupun pemerintah hampir di seluruh Indonesia.

Melihat kondisi hutan tanaman P. merkusii  strain Kerinci , nampak sudahterancam keberadaannya karena permudaannya praktis sangat sedikit ditemukan.Oleh karena itu, konservasi P. merkusii  strain Kerinci  sangat diperlukan dansifatnya mendesak, dengan mengkaji permudaannya sebagai langkah awalmelakukan konservasi di luar tempat tumbuh alaminya atau konservasi ex-situ .

B. Tujuan dan Sasaran

Kajian ini bertujuan untuk menyediakan paket teknologi konservasi jenis P.merkusii  strain Kerinci . Sasaran kajian ini adalah menilai status permudaansebagai langkah awal konservasi jenis P. merkusii  strain Kerinci  berikut aspek-aspeknya yang terkait.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daerah Persebaran

P. merkusii  merupakan satu-satunya jenis konifer di daerah tropika yangdaerah persebarannya luas di Asia Tenggara, dari 95º30'-121º30' Bujur Timur dan22º Lintang Utara hingga 2º Lintang Selatan, meliputi Myanmar, Thailand, Kam-

boja, Laos, Vietnam, Kepulauan Hainan, Pulau Mindoro dan Luzon di Filipina,serta Sumatera di Indonesia (Cooling, 1968).Di Sumatera, populasi P. merkusii tumbuh secara alami pada tiga tempat yaitu

Aceh, Tapanuli, dan Kerinci. Populasi ini oleh Lamb dan Cooling (1967) dinamakan"strain"', sedangkan Cooling (1968) menyebutnya "provenansi" dan Armizon et al .(1995) menamakannya "galur". Daerah persebaran alami strain Kerinci  adalah"sangat sedikit", sedangkan daerah persebaran alami strain Tapanuli  adalah"sedikit" dan daerah persebaran alami strain Aceh  adalah "paling luas danbanyak".

Dalam bentuk tanaman, P. merkusii strain Kerinci hampir belum pernah dibuat,baik oleh instansi kehutanan maupun rakyat. Taman Nasional Kerinci Seblat(TNKS) pernah membuat tanaman strain Kerinci dalam rangka program GerakanReboisasi Lahan (Gerhan) dengan menggunakan 2.000 anakan alam yang diambilsecara cabutan di Bukit Tapan, Kecamatan Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, tapihampir semua tanaman tersebut mati (Dawliwanto, komunikasi pribadi). Untukstrain Tapanuli , pernah dibuat oleh rakyat dengan menggunakan anakan alamyang diambil secara cabutan di Kecamatan Pangaribuan dan KecamatanSipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, tapi sekarang masyarakat/ rakyat mengubahpemanfaatan strain Tapanuli menjadi pertanaman kopi (Suhaendi, 2005). Untukstrain Aceh , hutan tanaman telah dibuat di hampir seluruh provinsi di Indonesiakarena persebarannya paling luas dan benihnya sangat banyak dan mudahdiperoleh.

P. merkusii  strain Kerinci  diketemukan oleh Cordes (1867) dengan namadaerah "sigi" pada ketinggian 11.000 feet di atas permukaan laut (dpl.), dan palingrendah 3.000-4.000 feet dpl. Pada nama-nama daerah saat pengkajian diadakanpada bulan Agustus 2005 adalah "kayu kasigi" di Kecamatan Air Hangat Timuryang terdiri dari Desa Pungut Mudik, Desa Pungut Ilir, dan Desa Pungut Tengah;

Page 3: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 3/12

 

Kajian Teknik Konservasi Pinus merkusii Strain Kerinci (Hendi Suhaendi)

101

dan "kayu sigi" di Bukit Tapan, Koto Limau Sering, Kecamatan Sungai Penuh;yang semuanya termasuk dalam Kabupaten Kerinci.

Lamb dan Cooling (1967) serta Cooling (1968) menyatakan bahwa strainKerinci  diketemukan pada ketinggian 1.500-2.000 m dpl. Letak tempat tumbuhalami kurang diketahui secara jelas, tapi Radja (1971) dapat menemukannya diGunung Tebakar Pungut (2.197 m dpl.),  Gunung Patah Bukit Sangko (2.206 mdpl.), Bukit Kulit Manis, dan Bukit Sigi. Selanjutnya, Armizon et al . (1995)menyatakan bahwa strain Kerinci juga ditemukan pada ketinggian 1.010 m sampai

1.492 m dpl. di hutan hujan pengunungan Cagar Alam Bukit Tapan, kawasanTNKS.

B. Sifat-sifat Fenotipa

Perbedaan sifat-sifat fenotipa antara strain Tapanuli dan strain Aceh  berupabentuk batang, daun, sistem percabangan, ruas batang, kulit batang, kandungangetah, produksi getah, pembijian, dan kepekaan terhadap serangan Millionia basalis  telah dikaji oleh Van de Veer dan Goves (1953) serta Soerianegara danDjamhuri (1979).

Menurut Cordes (1867), sifat-sifat morfologi P. merkusii strain Kerinci adalah:berbatang lurus, percabangan sangat tinggi, daun jarum sebanyak dua buah(hampir sama dengan jenis Pinus sylvestris ), daun licin dan bagian dalamnya agakcekung dan kasar.

Armizon et al . (1995) mendapatkan perbedaan sifat-sifat morfologi antarastrain Kerinci dengan strain Aceh . Dibandingkan dengan strain Aceh , sifat-sifatstrain Kerinci adalah : bentuk batang umumnya lebih lurus dan lebih silindris, kulitbatang umumnya lebih tipis (1 cm) dengan warna lebih terang (putih keabu-abuan)dan alur yang lebih dangkal, sedangkan daunnya relatif lebih jarang, dan didugakerentanan terhadap kebakaran lebih rentan karena kulitnya yang lebih tipis.

Selanjutnya, Mukhtar dan Santoso (1987) menyebutkan bahwa strain Kerinci  secara morfologis memiliki banyak kesamaan dengan strain Tapanuli.

C. Sifat-sifat Genetika

Dengan memperhatikan hubungan linier aditif antara nilai-nilai fenotipa (p),genotipa (g), dan lingkungan (l) di mana p = g + l, karena P. merkusii itu menyer-buk silang (cross pollinated ) maka nilai genotipa yang memberikan kontribusi

kepada nilai fenotipa suatu sifat tertentu adalah heterozigot (heterozygote ).Dengan demikian, nilai genotipa dari suatu sifat tertentu juga terdiri dari macam-macam genotipa karena jenis ini menyerbuk bebas (open pollinated ).

Keragaman geografis diduga lebih kecil kemungkinan terjadinya di daerahdengan sebaran alami yang sempit dibandingkan dengan sebaran alami yang lebihluas pada Pinus sylvestris  (Wright, 1981), sedangkan pada Pinus clausa  keragaman geografis tersebut ditemukan cukup besar dalam daerah dengansebaran alami yang sempit (Harahap, 1984).

Dengan menggunakan pendekatan genetika molekuler melalui penanda(marker ) isoenzim, Munawar (2002) menunjukkan bahwa keragaman genetik hutanalam strain Kerinci  adalah yang paling kecil dibandingkan keragaman genetikhutan alam strain Tapanuli maupun strain Aceh.

Page 4: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 4/12

 

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 

102

D. Biologi Pembungaan

Berdasarkan perbedaan dalam strukturnya, pakar botani mengklasifikasikanstruktur reproduksi Pinus sebagai strobili dan bukan sebagai bunga. Tapi karenafungsinya sama yaitu untuk menghasilkan tanaman baru maka banyak pula pakarlainnya menggunakan istilah bunga sebagai strobili (Dorman, 1976).

Genus Pinus  adalah jenis pohon berumah satu (monocious ) yaitu produksistrobili jantan dan strobili betina terjadi pada satu pohon tetapi letaknya pada

bagian pohon yang terpisah (Dorman, 1976). Pada satu dahan dan ranting P.merkusii , strobili jantan terbentuk pada bagian yang lebih rendah daripada strobilibetina, dan pada umumnya terdapat di bagian tengah dan bawah tajuk; sedang-kan strobili betina terbentuk di bagian tajuk yang lebih atas. Pemisahan letakstrobili seperti ini cukup efektif untuk mencegah terjadinya silang dalam ( in- breeding ) karena tidak mungkin serbuksari dapat muncul di bagian atas tajukpenyerbukan untuk mengadakan penyerbukan sendiri (selfing ). Selfing  tidak lainadalah bentuk ekstrim dari inbreeding . Sifat-sifat biologi pembungaan P. merkusii  telah dikaji oleh Suhaendi (1988 b). Menurut Daranto (1983), pada P. merkusii  strobili betina terbentuk lebih dahulu daripada strobili jantan.

Penyerbukan P. merkusii dilakukan oleh angin atau anemogamy . Keadaan iniakan membantu terjadinya penyerbukan silang (outcrossing ) di antara pohon-pohon yang terpisah beberapa ratus meter jauhnya (Kingmuangkow, 1974).

Pada P. merkusii  terdapat adanya dikogami (dichogamy ), yaitu produksistrobili jantan dan strobili betina pada waktu yang berbeda dari pohon yang sama,di mana strobili betina diproduksi lebih dahulu daripada strobili jantan. Ini juga ber-arti adanya gejala ketidaksesuaian diri secara genetik (genetic self  incompatibility ),yang merupakan mekanisme efektif untuk mencegah terjadinya selfing/inbreeding  karena terjadinya protogini (protogyny ) yaitu strobili betina telah reseptif (matang)sebelum strobili jantan siap menumpahkan serbuksarinya.

P. merkusii adalah jenis pohon yang menyerbuk silang (outcrossing ), sehinggakemungkinan terjadinya penyerbukan sendiri (selfing ) adalah minimum. Ini beratipohon-pohon P. merkusii bukan merupakan inbreed karena genotipanya hetero-zigot, dan tentunya berasal dari induk-induk yang tidak berkerabat dalampopulasinya.

E. Konservasi dan Keragaman Genetik

Konservasi genetik dapat dilakukan secara in-situ dan ex-situ . Sasrosumartodan Suhaendi (1985) memberi batasan bahwa konservasi in-situ  adalahpelestarian kelompok plasma nutfah yang terdapat dalam suatu tempat tumbuhalami; sedangkan Sukotjo (1993) memberi batasan sebagai konservasi dariekosistem. Konservasi ex-situ diberi batasan sebagai pelestarian plasma nutfah diluar daerah sebaran alamnya (Sasrosumarto dan Suhaendi, 1985); sedangkanSukotjo (1993) memberi batasan sebagai konservasi dari komponen-komponenkeanekaragaman hayati di luar habitat alaminya.

Antara konservasi genetik in-situ  dan ex-situ  harus saling melengkapi, tapikarena terbatasnya dana dan persepsi yang dimiliki oleh otorita yang menanganimasing-masing jenis konservasi tersebut menyebabkan porsi perhatian dari kedua

 jenis konservasi tersebut dirasa kurang memadai (Sukotjo, 1993).

Page 5: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 5/12

 

Kajian Teknik Konservasi Pinus merkusii Strain Kerinci (Hendi Suhaendi)

103

Konservasi genetik in-situ yang paling umum adalah cagar alam dan tamannasional. Berdasarkan pengamatan di hutan pengunungan Cagar Alam BukitTapan, kawasan TNKS, Armizon et al . (1995) menyatakan bahwa eksistensi P.merkusii strain Kerinci di masa yang akan datang terancam karena sedikit sekalipermudaan yang terdapat di kawasan hutan tersebut.

Menurut Munawar (2002), populasi alam strain Kerinci sudah sangat kecildan terbagi-bagi dalam areal yang sempit. Sebagai akibatnya, angka koefisieninbreeding  menjadi tinggi yang menghasilkan keragaman genetik yang sangat

rendah, dan menyebabkan terjadinya erosi genetik yang tinggi pada populasi alamini.

Selanjutnya Munawar (2002) menyatakan bahwa populasi alam strain Kerinci  sudah dalam keadaan yang berbahaya dan mengalami ancaman kepunahan yangserius, sebab populasinya telah terpecah-pecah dalam areal yang sempit (kurangdari satu hektar) dengan jumlah pohon yang hanya sedikit. Tindakan konservasiin-situ  dan ex-situ  merupakan kegiatan yang sudah mendesak untuk dilaksana-kan, dan merupakan langkah yang efektif untuk mendukung program pemuliaanpohon di masa mendatang.

Suatu tinjauan tentang status konservasi ex-situ telah dikaji oleh Suhaendi et al . (1993). Selanjutnya, Suhaendi (1997) menjelaskan jenis-jenis konservasigenetik ex-situ , yaitu:1. Konservasi genetik dengan benih/bibit.

2. Konservasi genetik melalui metode penyimpanan pada suhu sangat rendah (-80º sampai -196ºC), atau disebut cryopreservasi .

3. Konservasi genetik dengan tepung (serbuk) sari.4. Konservasi genetik dengan kultur jaringan, termasuk konservasi DNA.

Yang paling banyak dilakukan untuk kepentingan praktis adalah konservasigenetik ex-situ melalui bibit cabutan yang berasal dari hutan alam, baik di CagarAlam Bukit Tapan maupun kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.

III. METODOLOGI A. Deskripsi Obyek Kajian

Ada dua kawasan dalam Taman Nasional Kerinci Seblat yang dijadikan obyekkajian, yaitu Bukit Tapan (Kecamatan Sungai Penuh) dan Pungut Mudik(Kecamatan Air Hangat Timur), Kabupaten Kerinci.

1. Bukit TapanKelompok hutan P. merkusii strain Kerinci di Bukit Tapan terdapat di sepan-

 jang jalan darat antara Sungai Penuh dan Tapan, terletak antara 101º 1' BujurTimur dan 2º9' Lintang Selatan. Nama Bukit Tapan dikenal pula dengan namaKoto Limau Sering.

Topografi lapangan berbukit berat dengan kelerengan antara 80% sampai85%, pada ketinggian 900 m dpl. P. merkusii strain Kerinci secara alami tumbuhpada tanah Podsolik Merah Kuning dan di tanah Podsol, Latosol dan Litosol. Iklimtermasuk tipe A dan B dengan curah hujan rata-rata tahunan 1.945-2.027 mm(Cooling, 1968).

Page 6: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 6/12

 

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 

104

Anakan alam strain Kerinci terdapat pada bekas longsoran yang terbuka danpada tebing-tebing yang bercadas, dengan nama daerah kayu sigi, sedangkankajian konservasinya diadakan pada Agustus 2005.

2. Pungut MudikKelompok hutan P. merkusii  strain Kerinci  di Desa Pungut Mudik menurut

masyarakat setempat paling banyak jumlah anakan alamnya, sedangkan di DesaPungut Ilir dan Desa Pungut Tengah jarang sekali ditemukan.

Desa Pungut Mudik terletak pada 101º26'-101º28' BT dan 1º59'-2º01' LSdengan ketinggian 700 m dpl. Topografi lapangan berbukit agak berat dengankelerengan 70 % - 75 %, dengan jenis tanah Podsolik Merah Kuning. Curah hujantahunan rata-rata 1.985 mm dan termasuk tipe iklim B menurut klasifikasi Schmidtdan Ferguson.

Anakan alam tidak terdapat pada tebing-tebing bercadas tapi dapat ditemukanpada tanah terbuka bekas longsoran, dengan nama daerah kayu kasigi. Padasaat kajian ini diadakan pada Agustus 2005, tidak ditemukan adanya anakan alamstrain Kerinci tersebut.

B. Metoda Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan langsung di lapangan dan melalui wawancaradengan berbagai instansi kehutanan di Provinsi Jambi dan masyarakat setempat.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi pengumpulan data/informasi, baik yangdipublikasikan maupun tidak dipublikasikan.Instansi kehutanan dan pemerintah daerah sebagai sumber data primer,

adalah:1. Dinas Kehutanan Provinsi Dati I Jambi, di Jambi.2. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci.3. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) di Jambi (dahulu bernama

Balai Reboisasi Lahan dan Konservasi Tanah atau BRLKT).4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Kerinci di

Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci.5. Kecamatan Sungai Penuh dan Kecamatan Air Hangat Timur, Kabupaten

Kerinci.Informasi yang diperlukan:

1. Keberadaan P. merkusii strain Kerinci .

2. Kondisi pohon dan permudaan alam P. merkusii strain Kerinci .3. Kondisi pohon dan permudaan buatan P. merkusii strain Kerinci .4. Biologi pembungaan P. merkusii strain Kerinci .5. Asosiasi pohon P. merkusii strain Kerinci dengan jenis pohon lain.

Data sekunder dilakukan melalui studi pustaka, mencakup:1. Buku teks.2. Skripsi tingkat Sarjana I, Sarjana II (Magister), dan Disertasi Doktor.3. Laporan Tahunan.4. Laporan Intern. 

Untuk tingkat anakan, dikumpulkan sebanyak mungkin anakan alam (wildling )yang mempunyai tinggi di bawah satu meter.

Page 7: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 7/12

 

Kajian Teknik Konservasi Pinus merkusii Strain Kerinci (Hendi Suhaendi)

105

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Eksplorasi dan Identifikasi

Salah satu kesempatan yang dalam Kongres Kehutanan Sedunia Kesepuluhyang diadakan di Paris pada tanggal 17-29 September 1991 adalah adanya tigaunsur yang saling terkait satu sama lainnya dalam program perbenihan pohonhutan yang terintegrasi, yaitu konservasi sumberdaya genetik (gene resource conservation ), pengadaan benih (seed procurement ), dan pemuliaan pohon (tree 

improvement ). Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam (P3H&KA) terlibat se-cara penuh dan aktif dalam kegiatan konservasi sumberdaya genetik, yang terdiridari kegiatan eksplorasi dan identifikasi sumberdaya genetik yang terancampunah, konservasi in-situ , konservasi ex-situ, dan pemanfaatan sumberdayagenetik.

Dari hasil wawancara dengan berbagai instansi kehutanan khususnya TNKSdan masyarakat sekitar, strain Kerinci memang terdapat secara alami di kawasanTNKS khususnya di Bukit Tapan dan Pungut Mudik.

Di Cagar Alam (CA) Bukit Tapan dan Pungut Mudik dalam kawasan TNKS,strain Kerinci tumbuh dalam kelompok-kelompok kecil di antara jenis-jenis pohonlainnya, yang berarti pula bahwa strain ini tidak terdapat dalam tegakan murnimelainkan tercampur dalam bentuk asosiasi dengan jenis-jenis pohon lainnya.

Keberadaan suatu tegakan pohon ditentukan oleh kondisi permudaannya.

Dalam kajian bulan Agustus 2005, di CA Bukit Tapan ditemukan 60 batang anakanalam strain Kerinci sedangkan di Pungut Mudik satu anakan pun tidak ditemukan.Anakan alam ditemukan letaknya jauh dari posisi pohon induknya, dan inidisebabkan karena penyerbukan genus Pinus  dilakukan dengan bantuan angin(anemogamy ). Dalam hal tidak ditemukannya anakan alam strain Kerinci  diPungut Mudik juga disebabkan biji yang jatuh ke lantai hutan sangat jarang karenaterbawa angin dan seandainya tumbuh pun tidak lama kemudian mati karenaadanya naungan berat sehingga cahaya langsung tidak diperoleh. Dan olehkarena itu, Suhaendi (2005) menyatakan bahwa cagar alam harus dibuka secaraterkendali untuk memungkinkan tumbuhnya permudaan alam.

Di samping kegiatan eksplorasi pohon strain Kerinci , juga diperlukan kegiatanidentifikasi untuk menentukan keragaman genetiknya. Keragaman genetik strainTapanuli  telah diidentifikasi melalui pendekatan genetika kuantitatif (Suhaendi,

1988a; 2000), sedangkan keragaman genetik strain Kerinci  telah diidentifikasimelalui pendekatan genetika molekuler dengan penanda isoenzim (Munawar,2002).

Menurut Wright (1981), keragaman geografis (provenansi) pada daerah sebar-an alami yang sempit adalah kecil. Pendapat ini sejalan dengan Munawar (2002)untuk P. merkusii strain Kerinci . Keragaman geografis monoterpen pada genusPinus dapat dijadikan penanda gen (gene marker ) karena komposisinya berbedasangat besar, baik antar jenis, antar asal benih maupun antar pohon dalam satuasal benih.

Harahap (1989) menyatakan terdapatnya kecenderungan kadar delta -3-carene menaik dari Aceh (strain Aceh 42,8 %) ke Kerinci (strain Kerinci 73,4 %)dan paling kecil di Tapanuli (strain Tapanuli 6,4 %).

Page 8: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 8/12

 

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 

106

Dengan pendekatan genetika molekuler melalui penanda isoenzim, Munawar(2002) dapat menentukan besarnya keragaman genetik strain Kerinci , strainTapanuli , dan strain Aceh dengan hasil sebagai berikut :1. Keragaman genetik hutan strain Kerinci  paling kecil dibandingkan strain

Tapanuli maupun strain Aceh .2. Populasi strain Kerinci sudah sangat kecil dan terbagi-bagi dalam areal yang

sempit sehingga dapat menyebabkan terjadinya erosi genetik yang tinggi. Inidapat dipandang sebagai tanda bahwa strain Kerinci  sudah berada dalam

bahaya dan mengalami ancaman kepunahan yang serius.

B. Konservasi in-situ  

Suatu tinjauan mengenai konservasi genetik in-situ dari sumberdaya hutan diIndonesia telah disusun oleh Suhaendi et al . (1993). Tujuan utama dari pemba-ngunan konservasi genetik in-situ adalah:1. Mempertahankan habitat asli dari flora dan fauna beserta ekosistemnya.2. Melindungi tempat tumbuh dan jenis-jenisnya dari setiap kerusakan.3. Sebagai laboratorium lapangan dan ekosistem alam untuk berbagai jenis

tumbuhan dan satwa liar termasuk keragaman genetiknya.4. Membantu manajemen hutan tropika berdasarkan prinsip kelestarian.5. Memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana dan hati-hati untuk

perkembangan kehutanan secara nasional.

Konservasi in-situ umumnya berbentuk cagar alam. Dalam kawasan hutan CABukit Tapan vegetasinya memiliki keragaman yang cukup tinggi dan susunanvegetasinya merupakan daerah ekoton, yaitu dari tipe vegetasi hutan tropikapegunungan dengan vegetasi hutan Dipterocarpaceae dataran tinggi. MenurutMukhtar dan Santoso (1987), beberapa famili yang umum terdapat di kawasan iniadalah Myrtaceae, Lauraceae, Fagaceae, Araucariaceae, dan Hammamelida-ceae. Tiga jenis pohon yang tumbuh secara alam dan dominan adalah P. merkusii  strain Kerinci, Agathis alba, dan Altingia excelsa.

Menurut Laumonier (1994), hutan CA Bukit Tapan merupakan vegetasi hutanpegunungan dengan jenis pohon yang umum dijumpai antara lain dari familiLauraceae, Fagaceae, Myrtaceae, Meliaceae, Pinaceae, Araucariaceae, danDipterocarpaceae pada ketinggian 800-1.400 m dpl.

Analisa vegetasi di kompleks hutan Bukit Terbakar (1.292 m dpl), Desa Pungut

Mudik, menunjukkan adanya susunan hutan yang terdiri dari P. merkusii  strainKerinci  dan 35 jenis pohon lainnya yang di antaranya adalah Altingia excelsa, Comonosperma auriculata , Eugenia  spp., Dipterocarpus gracilis, dan Shorea platyclados (Radja, 1971).

C. Konservasi ex-situ  

Dari empat macam teknologi konservasi genetik ex-situ  yang diuraikanSuhaendi (1997), untuk obyek kajian akan membahas konservasi genetik denganbenih/bibit.

Konservasi genetik ex-situ dengan benih P. merkusi strain Kerinci terkendalaoleh sulitnya mendapatkan benih. Martini dan Semedi dalam  Harahap (2000)melaporkan bahwa produksi benih P. merkusii  di dataran tinggi Jawa dapatmenghasilkan 20 benih per kerucut, sedangkan Munawar (2002) melaporkan

Page 9: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 9/12

 

Kajian Teknik Konservasi Pinus merkusii Strain Kerinci (Hendi Suhaendi)

107

bahwa pohon strain Kerinci di Pungut Mudik hanya menghasilkan 2-9 benih perkerucut. Demikian pula produksi buah per pohon untuk strain Kerinci dan strainTapanuli jauh lebih sedikit dibandingkan dengan strain Aceh asal Jawa.

Kenyataannya di lapangan, populasi alam P. merkusii strain Kerinci di Kerinci-Seblat jumlah individunya sudah sangat sedikit dengan kondisi pembuahan yangtidak bagus. Akibatnya, sudah beberapa tahun diadakan kegiatan eksplorasi benihP. merkusii  strain Kerinci  oleh Fakultas Kehutanan UGM tetapi hasilnya tidakpernah memuaskan, sehingga upaya untuk mengadakan konservasi ex-situ selalu

mengalami kesulitan.Siregar (2000) melaporkan bahwa keragaman genetik populasi alam strain

Kerinci  dan strain Tapanuli  jauh lebih kecil daripada strain Aceh . Juga telahdideteksi bahwa keragaman genetik populasi alam strain Kerinci sudah hilang.

Menurut petugas lapangan di Resort Bukit Tapan TNKS, cara untukmendapatkan anakan alam strain Kerinci dalam rangka konservasi ex-situ adalahdengan cara membersihkan semua tanaman pengganggu sehingga yangtertinggal hanyalah pohon-pohon besar dan kecil di sekitar pohon induk strainKerinci pada bulan Juni sampai Juli di mana strobili akan mekar bulan Juli danstrobili akan pecah pada bulan Juli sampai Agustus.

D. Pemanfaatan Sumberdaya Genetik

Dalam Kongres Kehutanan Sedunia Kesepuluh tahun 1991 di Paris telah

dinyatakan dengan tegas dan jelas tentang adanya tiga unsur yang saling terkaitantara konservasi sumberdaya genetik, pengadaan benih, dan pemuliaan pohon.Konservasi sumberdaya genetik adalah semua kegiatan yang dirancang untukmelindungi dan mempertahankan keragaman genetik untuk dimanfaatkan secaralestari.

Posisi konservasi sumberdaya genetik dengan kegiatan pemuliaan pohondapat dinyatakan pada Gambar 1.

Gambar1. Posisi konservasi sumberdaya genetik dengan kegiatan pemuliaan pohon

Keragaman genetik P. merkusii strain Kerinci merupakan populasi konserva-si(populasi dasar) yang menjadi bahan baku untuk kegiatan pemuliaan pohon.Dengan demikian, pemuliaan pohon harus selalu meningkatkan keragaman

Populasi Perbanyakan

Tinggi

Nilai Genetik

 

Rendah

Populasi Pemuliaan

Populasi Dasar (Populasi Konservasi)

Jumlah individu

Page 10: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 10/12

 

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 

108

genetik. Populasi konservasi merupakan sumber bahan baku untuk kegiatanpemuliaan pohon, karena itu jumlah individunya harus banyak dan beragam.

Di pihak lain, nilai genetik populasi konservasi selalu lebih kecil dibandingkanpopulasi pemuliaan dan akan lebih kecil lagi dalam populasi perbanyakan. Dalamhal populasi pemuliaan (contohnya kebun benih), gen-gen unggul sesuai tujuanpengusahaannya dikonsentrasikan pada sifat atau sifat-sifat tertentu saja. Dengandemikian wajar kalau nilai genetik dalam populasi konservasi jauh lebih rendahdaripada populasi pemuliaan. Namun perlu diingat bahwa populasi konservasi itu

merupakan bahan baku gen untuk berbagai tujuan pemanfaatan/ pengusahaan,dan juga merupakan bahan baku gen untuk diadakan perbaikan sifat (sifat-sifat)pohon.

Di muka telah dibahas bahwa keragaman genetik P. merkusii  strain Kerinci sudah sangat kecil, sehingga perlu diusahakan peningkatan keragamangenetiknya melalui kegiatan infusi genetik. Peningkatan keragaman genetik jugadapat dilakukan melalui hibridisasi terkendali untuk mendapatkan hibrid vigor , danmelalui kegiatan mutasi buatan dengan mutagen tertentu.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Belum pernah ada kajian yang mampu menentukan jumlah pohon P. merkusii  

strain Kerinci di TNKS dalam bentuk cagar alam untuk kepentingan eksplorasi.2. Permudaan alam strain Kerinci  dengan tinggi di bawah satu meter hanyaditemukan 60 anakan alam, bahkan tidak ditemukan sama sekali di PungutMudik.

3. Dalam kawasan TNKS, strain Kerinci  jarang sekali ditemukan dalam bentukberkelompok karena berasosiasi dengan jenis-jenis kayu daun lebar maupunkayu daun jarum lainnya.

4. Konservasi ex-situ dengan benih strain Kerinci terkendala sulitnya mendapat-kan benih karena produksinya sangat sedikit.

5. Konservasi ex-situ  dengan menggunakan bibit cabutan dari alam praktishampir belum pernah dilakukan, baik oleh masyarakat/rakyat maupunberbagai instansi kehutanan di Indonesia.

6. Sistem peremajaan strain Kerinci yang paling praktis adalah dengan mengum-pulkan bibit yang berasal dari semai liar (wildling ) yang dikumpulkan dari hutan

alam.7. Keragaman genetik strain Kerinci  dalam populasi alam adalah sangat kecil

sampai hampir tidak ada.8. Tiga unsur yang saling terkait dalam suatu program perbenihan pohon yang

terintegrasi adalah antara konservasi sumberdaya genetik, pengadaan benih,dan pemuliaan pohon.

9. Populasi hutan alam strain Kerinci merupakan populasi konservasi (populasidasar) yang merupakan bahan baku untuk kegiatan pemuliaan pohon di masa-masa mendatang.

Page 11: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 11/12

 

Kajian Teknik Konservasi Pinus merkusii Strain Kerinci (Hendi Suhaendi)

109

B. Saran

1. Perlu adanya keputusan dari pengambil kebijakan tentang pentingnyaeksplorasi pohon strain Kerinci dan strain Tapanuli dengan metode sensus diseluruh kawasan konservasi di Sumatera.

2. Perlu dilakukan pertemuan formal antar pengambil kebijakan lingkupDepartemen Kehutanan tentang wacana perlunya pembukaan tajuk untukmenstimulir pembungaan dan pembijian dalam cagar alam.

3. Untuk meningkatkan keragaman genetik strain Kerinci dan strain Tapanuli per-lu adanya kegiatan infusi genetik dari seluruh populasi alam yang ada, dan di-perluas dengan populasi land race yang sekarang tersebar di berbagai daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1991. Proceedings of the 10th

World Forestry Congress, Paris, 17-26September 1991, Vol. I-VI.

Armizon, C. Sukmana dan S. Manan. 1995. Okurasi Pinus merkusii Junghn et deVries Galur Kerinci Berdasarkan Ketinggian Tempat di Hutan PegununganCagar Alam Bukit Tapan, Kawasan Taman Nasional Kerinci-Seblat. RimbaIndonesia 30 (4): 2-9.

Cooling, E.N.G. 1968. Fast Growing Timber Trees of the Lowland Tropics No.4.Pinus merkusii . Department of Forestry, University of Oxford, Common-

wealth Forestry Institute, England.Cordes, J.A.H. 1867. Het Gescaht Pinus in Het Zuidelijk Hatt Rond. NatuurkTijdschr, Med. Indie 29: 130-135.

Danarto, S. 1983. Studi Fenologi Pembungaan, Pembuahan dan PenyerbukanTerkendali Pinus merkusii Jungh Et De Vriese di Sempolan, Jember. TesisSarjana, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.

Dorman, K.W. 1976. The Genetics and Breeding of Southern Pines. AgricultureHandbook No. 471. Forest Service USDA, Washington, D.C.

Harahap, R.M.S. 1984. Geographic Variation in Monoterpene Composition of Pinus clausa. Magister Thesis, University of Florida.

 _____. 1989. Variasi Komposisi Monoterpene Pinus merkusii  di Suma-tera.Buletin Penelitian Kehutanan 4(4): 79-86.

 _____. 2000. Uji Asal Benih Pinus Merkusii di Sumatera Utara. Dalam : ProsidingSeminar Nasional Status Silvikultur 1999. Wanagama I, 1-2 Desember

1999, p. 228-232.Kingmuangkow, S. 1974. Flowering and Seed Formation of Pinus merkusii  in

Northern Thailand. Dalam : Ann. Rept. Thai-Danish Pine Project 1969-1974:49-56, Chiangmai, Thailand.

Lamb, A.F.A. dan E.N.G. Cooling. 1967. Exploration, Utilization and Conservationof Low Altitude Tropical Pine Gene Resources. Department of Forestry,University of Oxford, Commonwealth Forestry Institute, England.

Laumonier, Y. 1994. The Vegetation and Tree Flora of Kerinci Seblat NationalPark, Sumatera. SEAMEO, BIOTROP. Tropical Biodiversity 2(1). Bogor.

Mukhtar, A.S. dan E. Santoso. 1987. Beberapa Aspek Ekologi Pinus merkusii  Galur Kerinci di Cagar Alam Bukit Tapan, Kerinci, Jambi. Buletin PenelitianHutan 489. Bogor.

Page 12: Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci

5/16/2018 Kajian Tekhnik Konservasi Pinus Merkussi strain Kerinci - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-tekhnik-konservasi-pinus-merkussi-strain-kerinci 12/12

 

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 

110

Munawar, A.A. 2002. Studi Keragaman Genetik Tusam (Pinus merkusii Jungh etDe Vriese) di Hutan Alam Tapanuli dan Kerinci dengan Analisis Isozim sertaImplementasinya dalam Konservasi. Tesis Program Pasca Sarjana, Univer-sitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Radja, M.M. 1971. Aspek-aspek Silvikultur Hutan Alam Pinus merkusii  strainKerinci . Tesis Sarjana, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Sasrosumarto, S. dan H. Suhaendi. 1985. Suatu Tinjauan Mengenai Program Pe-muliaan Jati (Tectona grandis L.f.) di Indonesia. Badan Litbang Kehutanan,

Jakarta. 26 pp.Soerianegara, I. dan E. Djamhuri. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan. Departemen

Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.Siregar, I.Z. 2000. Genetic Aspect of The Reproductive System of Pinus merkusii  

Jungh et de Vriese in Indonesia. Ph.D Dissertation of Gottingen, CullierVerlag, Gottingen.

Suhaendi, H. 1988a. Pendugaan Parameter-parameter Genetika-Ekologi dari Be-berapa Sifat Kuantitatif dalam Hutan Tanaman Pinus merkusii  strainTapanuli  dan strain Aceh . Disertasi Doktor, Fakultas Pasca Sarjana IPB,Bogor. 187 pp.

 _____. 1988b. Sifat-sifat Morfologi, Biologi Pembungaan dan Genetika dari Pinus merkusii Jungh et De Vriese. Jurnal Litbang Kehutanan 4(2): 21-25.

 _____., T. E. Komar, and Nurhasybi. 1993. In-Situ Conservation of Forest Genetic

Resources in Indonesia Co-Reviewer "State-of-the-Art Review", ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre, Thailand. 66 pp.

 _____. 1997. Metode-metode Konservasi Genetik : Kelebihan dan Keku-rangannya. Dalam  : Prosiding Diskusi Hasil-Hasil Penelitian, 20-21 Maret1997 : 49-59. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

 _____. 2000. Pola Pewarisan Genetik Sifat-sifat Kayu Pinus merkusii  strainTapanuli dan strain Aceh.  Dalam : Prosiding Diskusi Peningkatan KualitasKayu, 24 Februari 2000: 241-260. Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor.

 _____. 2005. Kajian konservasi Pinus merkusii strain Tapanuli di Sumatera. JurnalAnalisis Kebijakan Kehutanan 2(1): 45-57.

Sukotjo. 1993. Konservasi ex-situ dan in-situ  : Manfaat dan Harapan Masa De-pan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ekologi dan Silvikulturpada Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta, 10 Agustus 1993. 26 pp.

Thahar, H. Nasrul. 2005. Wisata : Tidak Hanya Satu Jalan Menuju KabupatenKerinci. Kompas, 9 Sptember 2005.Van de Veer, E.J.A. dan A. Govers. 1953. Reaction of Pinus merkusii  on

Defoliation. Comm. No. 38, Forest Research Institute, Bogor.Wright, J.W. 1981. The Role of Provenance Testing in Tree Improvement. In :

Advances in Forest Genetics. Ed. By P.K.Khosla. Ambika Pub, New Delhi:103-114.