kajian-sinergitas-kewenangan-dan-hubungan-kerja-antara-kl-dan ...
Transcript of kajian-sinergitas-kewenangan-dan-hubungan-kerja-antara-kl-dan ...
i
Kajian Sinergitas Kewenangan dan Hubungan Kerja Antara
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
Fokus :
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TOL LAUT
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA DEPUTI BIDANG KAJIAN KEBIJAKAN
PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 2015
ii
Kajian Sinergitas Kewenangan dan Hubungan Kerja Antara
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah Fokus :
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TOL LAUT
Penyusun:
Tim Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara
Kontributor Instansi: Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
Bappenas Kementerian Perhubungan
PT Pelindo I Bappeda Provinsi Sumatera Utara
Dinas Perhubungan Sumatera Utara PT Pelindo II
Bappeda Provinsi DKI Jakarta Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
PT Pelindo III Bappeda Provinsi Jawa Timur
Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur PT Pelindo IV
Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan
PT Pelindo II Cabang Pontianak Bappeda Provinsi Kalimantan Barat
Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat PT Pelindo II Cabang Cirebon
Bappeda Kota Cirebon Dinas Perhubungan Kota Cirebon
Bappeda Provinsi Kabupaten Cirebon Dinas Perhubungan Kabupaten Cirebon
PT Pelindo III Cabang Lembar Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dinas Perhubungan Provinsi Nusa Tenggara Barat
Diterbitkan oleh : Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara - Lembaga Administrasi Negara
Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat Telp. (021) 3868201-05, Fax. (021) 3868208
KAJIAN SINERGITAS KEWENANGAN DAN HUBUNGAN KERJA ANTARA KEMENTERIAN/
LEMBAGA DAN PEMERINTAH DAERAH, Fokus Implementasi Kebijakan Pembangunan Tol Laut. – Jakarta : PKSANHAN - LAN, 2015
144 hlm.
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Penguatan sektor kemaritiman merupakan salah satu sektor fokus kebijakan pemerintahan Jokowi – JK sebagaimana tertuang dalam nawacita. Konsep nawacita tersebut dipertegas lagi dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015 - 2019 (RPJMN 2015 - 2019) yang salah satu program turunannya adalah membangun ekonomi maritim. Salah satu arah kebijakan pembangunan kemaritiman dalam RPJMN 2015 - 2019 adalah melalui pengembangan Tol Laut untuk membangun konektivitas nasional.
Dalam implementasinya, kebijakan Tol Laut harus disinkronkan dengan kebijakan lainnya, lebih efektif untuk menekan biaya logistik. Selain itu, perlu adanya dukungan dari Pemerintah mengenai regulasi. Permasalahannya adalah regulasi Pemerintah yang ada sekarang tumpang tindih. Selain itu yang paling manggnggu adalah antar instansi Pemerintah dinilai masih saling egosentris, baik antara kementerian dengan kementerian/non kementerian maupun antara kementerian dengan pemerintahan daerah. Kesemuanya berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi yang jelas.
Agar pembangunan Tol Laut dimaksud dapat terlaksana sesuai target, diperlukan sinergi kewenangan dan hubungan kerja antar berbagai instansi pemerintah, baik antar Kementerian/Lembaga, antara Instansi Pusat dengan Daerah maupun antar Instansi Daerah. Sinergitas ini sangat terkait dengan implementasi kebijakan yang menjadi sumber lahirnya kewenangan sektoral dan menjadi dasar mekanisme kerja antar instansi.
Dari uraian yang telah dikemukakan, tampak bahwa keberhasilan implementasi kebijakan Tol Laut tidak hanya berada pada instansi yang telah ditunjuk dalam RPJMN 2015-2019, yaitu
- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sebagai koordinator perencanaan;
- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, sebagai koordinator pelaksanaan;
- Kementerian Perhubungan;
- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang diwakili oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo);
iv
- Pemerintahan Daerah, baik Provinsi maupun Kota/Kabupaten.
Dari hasil kajian terhadap elemen penunjang Tol Laut, ternyata perlu lebih banyak instansi lainnya yang harus dilibatkan secara intensif agar implementasi kebijakan Tol Laut dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Selain intansi di atas, instansi-instansi lain yang harus dilibatkan paling tidak adalah
- Kementerian Energi, Sumberdaya, dan Mineral
- PT PLN
- PT Pertamina
- Kementerian Hukum dan HAM
- PT Pelni
- Kementerian PU
- PT KAI
- PT ASDP
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang
- Kementerian Perindustrian
- Kementerian Pertanian,
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Kementerian Pariwisata
- Kementerian Dalam Negeri
- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
- Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi
- PT PAL
- Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Dalam rangka mensinergikan instansi yang terkait implementasi kebijakan Tol Laut, disampaikan beberapa rekomendasi terkait dipastikan ruang lingkup atau aspek yang disenergikan sinergi dan siapa yang harus mensinergikan.
Pertama, ruang lingkup aspek yang harus disinergikan dalam rangka implementasi Tol Laut meliputi aspek manajemen dan pengerahan sumber daya manusia. Dari aspek manajemen, hal-hal yang perlu disinergikan
v
adalah perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Sinergi perencanaan ini diperlukan agar dukungan implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut, sudah siap dan masuk dalam dokumen perencanaan semua instansi yang terkait. Sinergi pelaksanaan untuk memastikan bahwa setiap instansi sudah melaksanakan kegiatan yang merupakan bagian tugasnya masing-masing. Sedangkan sinergi pengendalian untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang disusun dan untuk mengetahui dengan segera permasalahan yang terjadi agar dapat diambil langkah-langkah mengatasi permasalahan tersebut dengan segera pula.
Dari aspek pengerahan sumber daya, diperlukan sinergi terkait regulasi, sinergi pengerahan sumber daya keuangan/anggaran, dan sinergi pengerahan atau pengelolaan sumber daya manusia/ aparaturnya. Sinergi regulasi pendukung diperlukan agar proses implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut tidak terhambat oleh regulasi-regulasi yang sifatnya sektoral semata. Sinergi regulasi akan menggantikan regulasi-regulasi sektoral tadi dalam hal aspek manajemen maupun pengerahan sumber daya untuk implementasi kebijakan pembagunan Tol Laut. Sinergi keuangan/anggaran diperlukan untuk memastikan bahwa anggaran yang dimiliki oleh setiap instansi yang terkait memang diperuntukan untuk mempersiapkan dan membangun elemen-elemen pendukung keberhasilan Tol Laut. Sinergi sumber daya manusia/aparatur pun perlu dilakukan agar pengembangan dan penyediaan sumber daya manusia/aparatur yang benar dilakukan oleh setiap instansi maupun secara terfokus pada pengembangan sumber daya manusia yang memahami dengan baik maksud dan tujuan implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut.
Kedua, pihak atau instansi yang sebaiknya melakukan peran untuk melakukan sinergi untuk setiap unsur dalam aspek manajemen dan pengerahan sumber daya adalah
- Bappenas, untuk melakukan sinergi perencanaan
- Kemenko Bidang Kemaritiman untuk melakukan sinergi pelaksanaan, pengendalian dan regulasi
- Kementerian keuangan untuk melakukan sinergi keuangan/ anggaran
- Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk melakukan sinergi pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia (Dikbud dan Ristek Dikti)
vi
Instansi-intansi tersebut melakukan sinergi implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut dari sisi mikro setiap aspek manajemen dan sumber daya.
Untuk sinergi secara makro, merujuk pada ruang lingkup tugas dan fungsinya, maka instansi yang bisa mewakili Presiden untuk melakukan sinergi secara makro implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut adalah Kantor Staf Kepresidenan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2015, Kantor Staf Kepresidenan mempunyai tugas menyelenggarakan pemberian dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis. Fungsi yang dijalankan Kantor Staf Kepresidenan adalah
a. pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden;
b. penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan;
c. percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional; dan d. pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program
prioritas nasional.
Ketiga, untuk memayungi upaya sinergitas yang dibangun, maka direkomendasikan pula pengaturan operasionalisasi kebijakan Tol Laut dalam format atau bentuk peraturan presiden, yakni penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Implementasi Kebijakan Pembangunan Tol Laut (disingkat Perpres Tol Laut). Perpres Tol Laut ini “lebih operasional” daripada Perpres No. 2 Tahun 2015, karena Perpres Tol Laut nantinya memuat aspek manajemen (perencanaan, pengorganisasian, operasionalisasi, dan pengendalian), aspek sumber daya (kebijakan operasional, penganggaran, dan sumber daya manusia yang harus dipersiapkan di tingkat K/L, BUMN, dan Pemda), serta penunjukkan instansi koordinator sinergi implementasi kebijakan pembangunan tol laut, baik mikro maupun makro.
vii
SAMBUTAN
KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Hasil kajian ini merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas Lembaga Administrasi Negara baik kepada pemerintah maupun kepada masyarakat. Kajian ini sangat penting ditengah-tengah era kita saat ini sedang adanya penilaian kinerja dari pemerintah terkait khususnya dengan program-program nawacita dari presiden. Oleh sebab itu, kegiatan kajian terkait implementasi kebijakan Tol Laut menjadi sangat menarik dan sangat penting karena kalau kita sadar salah satu dari nawacita yang dikeluarkan oleh presiden dan tercantum pada RPJMN yaitu penguatan sektor kemaritiman menuju Indonesia sebagai poros maritim.
Kalau kita melihat kepada sejarah dan kebutuhan saat ini, ini menjadi sangat penting. Negara kita adalah negara kepulauan dan juga negara maritim dimana laut jauh lebih besar dari daratan, sehingga kebijakan Tol Laut ini menjadi kebijakan yang sangat tepat menurut kami, karena kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan konektivitas darat saja dari posisi geografis RI. Kita harus mulai melihat konektivitas lain yang salah satunya kekuatan kita adalah laut. Kita melihat ini tidak bisa dilihat dari kebijakan saja, kelemahan kebijakan saat ini dari siklus kebijakan baik dari perencanaan maupun sampai implementasi memiliki banyak permasalahan, hal yang paling lemah adalah faktor implementasi, banyak sektor yang menangani kebijakan di Indonesia. Bahkan untuk laut ini identifikasi kita ada banyak instansi yang terlibat.
Kemudian aspek SDM ada masalah, bukan karena tidak professional tetapi kurang fokus karena kita hanya bangga bisa mengeluarkan kebijakan tetapi tidak fokus pada saat mengimplementasikan kebijakan tersebut. Aspek lain adalah bagaimana hubungan antara pusat dan daerah. Hubungan pusat daerah kalau kita bicara laut sepakat bahwa laut tidak dapat di kavling-kavling tetapi harus ada kejelasan tugas antara pusat dan daerah. Tidak akan bisa selesai kebijakan kalau hanya dari pusat saja.
Sehubungan dengan hal tersebut, saya menyambut baik dilakukannya Kajian Sinergitas Kewenangan dan Hubungan Kerja Antara Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah, dengan Fokus IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TOL LAUT ini. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintahan yang sedang berjalan untuk memastikan bahwa proses implementasi pembangunan Tol Laut yang
viii
dilakukan harus saling terkoordinasi satu sama lain dalam sebuah sistem manajemen dan sumber daya yang saling bersinergi.
Kami mengharapkan hasil kajian ini dapat tersampaikan sebagai masukan kepada pemerintah sebagai kontribusi nyata dari Lembaga Administrasi Negara.
Jakarta, Desember 2015
Kepala
Lembaga Administrasi Negara
Adi Suryanto
ix
KATA PENGANTAR
Kajian Sinergitas Kewenangan dan Hubungan Kerja Antara Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, dengan Fokus IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TOL LAUT ini merupakan salah satu kegiatan kajian di lingkungan Lembaga Administrasi Negara yang dilaksanakan oleh Deputi Bidang Kajian Kebijakan, melalui Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara.
Perlu dipahami bersama bahwa kewenangan dan hubungan kerja antar instansi merupakan yang penting dalam rangka mendukung keberlangsungan proses pembangunan nasional. Seiring perjalanan perkembangan negara kesatuan republik indonesia, kewenangan dan hubungan kerja antar instansi pun mengalami berbagai dinamika perkembangan yang berubah-ubah. Namun satu hal yang diakui dan disepakati baik oleh penyelenggara pembangunan adalah bahwa diperlukan sebuah sinergi kewenangan dan hubungan kerja antar instansi yang tidak dapat dipisahkan untuk menggerakan roda gigi pembangunan nasional.
Oleh sebab itu, kajian ini dilakukan untuk memberikan alternatif solusi atas pengakuan dan kesepakatan bahwa antara K/L dan Pemerintah daerah harus terjadi sinergi yang kokoh dalam implementasi pembangunan Tol Laut. Kajian dilakukan secara obyektif dengan memperhatikan pendapat dan pandangan dari intansi terkait. Pendapat dan pandangan tersebut dipadukan dengan pendapat dan pandangan pembanding dari berbagai pihak lainnya, seperti akademisi, pengamat, pengguna kebijakan dari pemerintahan daerah maupun pemrintahan pusat, serta dari instansi penetap kebijakan. Oleh sebab itu, hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan bayangan solusi berupa beberapa alternatif rekomendasi kebijakan untuk mewujudkan suatu sinergi kewenangan dan hubungan kerja dalam pembangunan nasional, antar kementerian/ lembaga, maupun antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para kontributor dan narasumber, berbagai instansi terkait, yang telah berkenan bekerja sama dalam berdiskusi dan memberikan data dan informasi yang diperlukan, serta menyumbangkan beberapa pemikiran dan gagasannya yang menjadi bahan utama dari bahan penyusunan kajian ini. Tanpa dukungan dan kerjasama yang baik tersebut, kajian ini tidak akan dapat diselesaikan
x
seperti saat ini.
Disadari bahwa banyak hal dalam hasil kajian ini yang masih belum komprehensif dan sempurna. Oleh sebab itu kritik dan saran yang berharga kami harapkan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan hasil karya selanjutnya.
Akhir kata, kami harapkan muatan substantif yang disampaikan dalam hasil kajian ini sesuai dengan tujuan, sasaran dan hasil yang ingin dicapai dari kegiatan ini. Semoga hasil kajian ini dapat memberi manfaat, baik bagi pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan maupun bagi para pembaca yang berminat terhadap muatan materi hasil kajian ini
.
Jakarta, Desember 2015
Deputi Bidang Kajian Kebijakan
Sri Hadiati W.K.
xi
DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif iii Sambutan Kepala Lembaga Administrasi Negara vii Kata Pengantar ix Daftar Isi xi BAB I PENDAHULUAN 1
A. Fokus Kajian 7 B. Tujuan Kajian 8 C. Sasaran Kajian 8 D. Metodologi Kajian 9 E. Sistematika Penulisan 14
BAB II SINERGITAS, KEWENANGAN, DAN HUBUNGAN KERJA SERTA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TOL LAUT
15
A. Sinergitas 16 B. Kewenangan 27 C. Hubungan Kerja Pusat dan Daerah 29 D. Kebijakan Pembangunan Tol Laut Dalam RPJMN
2015-2019
46 BAB III PEMETAAN INSTANSI TERKAIT DAN SINERGI YANG
DIPERLUKAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN TOL LAUT
27 A. Instansi Terkait Program Pembangunan Tol Laut
Menurut RPJMN 2015-2019
57 B. Instansi Terkait Program Pembangunan Tol Laut
Menurut Konsep Elemen Penunjang Tol Laut
84 C. Simpulan Instansi yang Terkait Berdasarkan Konsep
Elemen Penunjang Tol Laut
95 D. Model Sinergi Instansi Terkait Dalam Pembangunan
Tol Laut
97 BAB IV ANALISI TERHADAP PERMASALAHAN SINERGITAS
KEWENANGAN DAN HUBUNGAN KERJA DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TOL LAUT
103 A. Permasalahan Aspek Manajemen dan Sumber daya 103 B. Manajemen dan Sumber Daya 114
xii
BAB V PENUTUP 127 A. Kesimpulan 121 B. Rekomendasi 128
REFEERENSI 137 LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
1.1 Lokus Kajian dan Narasumber 10 3.1 Arah Kebijakan, Indikator dan Target serta Instansi
Terkait Dalam Pembangunan Kemaritiman Tahun 2015-2109
59 3.2 Elemen Penunjang Tol Laut dan Instansi yang Terkait 86
xiv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Rencana Konsep pengembangan Tol Laut 48 2.2 Peta Sabuk Penyeberangan Utara, Tengah dan Selatan 49 2.3 Peta Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus dan Rencana
Pembangunan Infrastruktur Pendukung
54 3.1 Ruang Lingkup Pembangunan Kemaritiman dan Instansi
Terkait
58 3.2 Elemen Penunjang Tol Laut Peti Kemas dan Tol Laut
Penumpang/Cruise
85 3.3 Contoh Jalur Pelayaran Berjadwal dan Rutin yang
Menghubungkan Pelabuhan Utama, Pelabuhan Pengumpul, dan Pelabuhan Pengumpan
88 3.4 Sketsa Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Daerah Sekitarnya 90 3.5 Peta Sebaran Kawasan Ekonomi yang Telah Ditetapkan 91 3.6 Peta Sebaran 14 Kawasan Industri Prioritas Wilayah Luar
Jawa 2015-2019
93 3.7 Peta Wilayah Wisata Bahari 94 3.8 Instansi Terkait Kebijakan Tol Laut dari Pendekatan
Elemen Penunjang Tol Laut
97 3.9 Aspek-aspek yang Harus Disinergikan Dalam
Implementasi Kebijakan Pembangunan Tol Laut
99 4.1 Ilustrasi Ketidakkonsistenan Perencanaan 104 4.2 Rencana Pembangunan Infrastruktur Pendukung Tol Laut
di Sumatera Utara
105 4.3 Tol Bali Mandara adalah Jalan Tol di Atas Laut, bukan
Konsep Tol Laut
107 4.4 KEK Sei Mangke Sumatera Utara 110 4.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu sektor yang menjadi prioritas dan ‘concern’ pemerintahan
Jokowi – JK adalah penguatan sektor kemaritiman sebagaimana tertuang
dalam nawacita. Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari bahasa
Sansekerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan), artinya
terdapat 9 (sembilan) cita-cita meliputi: 1) Menghadirkan kembali negara
untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada
seluruh warga negara; 2) Membuat Pemerintah selalu hadir dengan
membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan
terpercaya; 3) membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; 4) Memperkuat
kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; 5) Meningkatkan
kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; 6) meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia
lainnya; 7) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik; 8) melakukan revolusi karakter
bangsa; dan 9) memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi
sosial Indonesia.
Konsep nawacita tersebut dipertegas lagi dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015 - 2019 (RPJMN 2015 - 2019),
misi ketiga memperkuat politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat
jati diri sebagai negara maritim. Untuk menjalankan misi tersebut, salah
2
satu program turunannya adalah membangun ekonomi maritim.
Sedangkan arah kebijakan pembangunan kemaritiman dalam RPJMN 2015
- 2019 tersebut salah satunya adalah melalui pengembangan Tol Laut
untuk membangun konektivitas nasional. Tujuan konektivitas nasional
tidak lain adalah untuk mengurangi
transaction cost, mewujudkan sinergi
antara pusat pertumbuhan dan
mewujudkan akses pelayanan yang
merata. Konektivitas nasional terdiri dari:
1) konektivitas intra dan inter pusat
pertumbuhan, 2) konektivitas lokal untuk
pembangunan inklusif (akses dan kualitas
pelayanan dasar yang merata di seluruh
Indonesia, 3) konektivitas antar koridor
ekonomi (pulau), dan 4) konektivitas
internasional (gate perdagangan dan
wisatawan).
Substansi pembangunan Tol Laut
sesungguhnya bukan merupakan konsep
yang sama sekali baru, apalagi jika
dihubungkan dengan konektivitas nasional dan Pendulum Nusantara
sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 26 Tahun 2012 tentang
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI). Di dalam Perpres tersebut dijelaskan bahwa untuk mencapai
tujuan MP3EI dilakukan melalui beberapa strategi yaitu: 1)
Mengembangkan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi, 2)
…pengembangan Tol
Laut untuk
membangun
konektivitas nasional.
Tujuan konektivitas
nasional tidak lain
adalah untuk
mengurangi
transaction cost,
mewujudkan sinergi
antara pusat
pertumbuhan dan
mewujudkan akses
pelayanan yang
merata..
3
Memperkuat konektivitas nasional (locally integrated, internationally
connected), dan 3) Memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK Nasional.
Konsep Tol Laut yang dicanangkan Presiden Jokowi sebenarnya
kurang lebih sama dengan konsep Pendulum Nusantara. Jika Tol Laut
diartikan adanya kapal yang secara rutin
dan terjadwal melayari laut dari barat ke
timur dan dari timur ke barat, maka hal itu
senada dengan Pendulum Nusantara.
Dalam bahasa sederhana, Pendulum
Nusantara adalah sebuah sistem
transportasi barang dengan menggunakan
kapal ukuran besar (kapasitas 3000-4000
Teus1) yang melewati sebuah jalur laut
utama dari ujung barat hingga ujung timur
Indonesia secara rutin. Karena pola
gerakannya dari barat ke timur dan
kemudian berbalik timur ke barat (seperti
gerakan sebuah pendulum ketika digoyangkan).
Dengan adanya kapal besar yang rutin berlayar dari barat ke timur
dan sebaliknya tersebut diharapkan dapat terjadi transportasi barang yang
lebih murah dan efisien, dimana biaya angkutnya tidak hanya bergantung
pada satu trayek saja (misalnya: Tanjung Perak-Sorong), melainkan
seluruh trayek menjadi memiliki peranan. Dalam hal ini, akan terjadi
subsidi biaya dari trayek yang lebih ramai kepada trayek yang lebih sepi.
1 Teus atau TEU : Twenty foot Equivalent Unit yang merupakan satuan terkecil dalam ukuran peti
kemas. Peti kemas ukuran 20 feet bisa di sebut 1 box atau 1 teus. Peti kemas ukuran 40 feet bisa di sebut 2 box atau1 teus.
Pendulum Nusantara
adalah sebuah sistem
transportasi barang
dengan menggunakan
kapal ukuran besar
(kapasitas 3000-4000
Teus) yang melewati
sebuah jalur laut
utama dari ujung
barat hingga ujung
timur Indonesia secara
rutin
4
Selain Pendulum Nusantara, konsep Tol Laut juga sebangun dengan
konsep sistem logistik nasional (Silognas), yang bertujuan memperlancar
arus barang secara efektif dan efisien. Secara khusus, tujuan Silognas
adalah: 1) Menurunkan biaya logistik, memperlancar arus barang dan
meningkatkan pelayanan logistik sehingga meningkatkan daya saing
produk nasional di pasar global dan pasar domestik, 2) Menjamin
ketersediaan komoditas pokok dan strategis
di seluruh wilayah Indonesia dengan harga
yang terjangkau sehingga mendorong
pencapaian masyarakat adil dan makmur, dan
memperkokoh kedaulatan dan keutuhan
NKRI, dan 3) Mempersiapkan diri untuk
mencapai target integrasi logistik ASEAN pada
tahun 2013, integrasi pasar ASEAN pada
tahun 2015, dan integrasi pasar global pada
tahun 2020.
Implementasi Tol Laut, dengan
demikian harus disinkronkan dengan
kebijakan lainnya. Hal ini sebagaimana
dinyatakan Wakil Ketua Kamar Dagang dan
Industri (KADIN) Bidang Pemberdayaan
Daerah, Natsir Mansyur. Masih menurut Natsir, ketiga program tersebut
harus segera diharmonisasikan supaya lebih efektif untuk menekan biaya
logistik. Selain itu, perlu adanya dukungan dari Pemerintah mengenai
regulasi, karena selama ini regulasi Pemerintah tumpang tindih.
Pemerintah (pusat) dinilai masih egosentris, antara kementerian dengan
"Memang harus ada sesuatu yang menyambungkan satu pulau ke pulau lain. Namun masih perlu catatan, pertama penyamaan persepsi mulai dari penerapan Sistem Logistik Nasional (Silognas) sesuai dengan Perpres 2012. Kemudian mengenai Pendulum Nusantara” (Natsir Mansyur, Liputan 6 SCTV, 27 Agustus 2014).
5
kementerian/non kementerian berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya
koordinasi yang jelas.
Dalam kaitan koordinasi, pada era pemerintahan Jokowi telah
dibentuk Kementerian Koordinator (Kemenko) yang menangani
kemaritiman yaitu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
berdasarkan Perpres Nomor 10 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Sesuai Perpres No.
10 Tahun 2015, tugas dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman adalah menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan
di bidang Kemaritiman.2
Kementerian yang dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman meliputi: 1) Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral, 2) Kementerian Perhubungan, 3) Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 4) Kementerian Pariwisata, dan 5) Instansi lain yang dianggap
perlu. Instansi lain yang dianggap perlu adalah instansi pusat lainnya
seperti Kementerian Pekerjaan Umum terkait infrastruktur, Kepolisian
terkait keamanan yang menjadi wewenang polisi, BAKAMLA terkait
keamanan yang menjadi wewenang LPNK, dan sebagainya. Integrasi dan
sinergi program:
1. Sesmenko Maritim di dalam melaksanakan tugasnya juga
memerlukan upaya koordinasi dan sinkronisasi dengan kementerian
yang dikoordinasikan maupun dengan Pemda, dan upaya ini
dipersiapkan mulai dari tahap perencanaan, penetapan dan
2 Sebelum Perpres No. 10 Tahun 2015, telah diterbitkan Perpres No. 165 Tahun 2014 tentang
Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja. Pada pasal 18 disebutkan bahwa penataan organisasi kementerian dan lembaga pada tingkat eselon I ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
6
pelaksanaan kebijakan, hingga evaluasi dan pengendalian, sesuai
dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan oleh Menko;
2. Bekerjasama dengan Sekretariat Kantor Presiden dan Bappenas,
Sekretaris Kemenko perlu melakukan pengendalian program
pembangunan kemaritiman yang tertuang di dalam RPJMN 2015 –
2019 dapat mencapai target dan tepat waktu pelaksanaanya.
3. Koordinasi Program dan Anggaran Kemenko Maritim perlu lebih
disinergikan, tidak terbatas pada 4 Kementerian yang
dikoordinasikan, namun diperluas berdasarkan kebutuhan RPJMN
2015 – 2019.
4. Sinergi program dan anggaran dapat dilakukan dengan mencermati
kewenangan masing-masing K/L dan Pemda, yang kemudian
terimplementasi dalam praktik pemerintahan melalui
perumusan/pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan itu
sendiri.
Agar pembangunan Tol Laut dimaksud dapat terlaksana sesuai
target, diperlukan sinergi kewenangan dan hubungan kerja antar berbagai
instansi pemerintah, baik antar Kementerian/Lembaga, antara Instansi
Pusat dengan Daerah maupun antar Instansi Daerah. Sinergitas ini sangat
terkait dengan implementasi kebijakan yang menjadi sumber lahirnya
kewenangan sektoral dan menjadi dasar mekanisme kerja antar instansi.
Selain itu, keberhasilan pelaksanaan pembangunan Tol Laut juga
dikaitkan dengan kebijakan otonomi daerah sesuai UU No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah. Disini perlu diupayakan terwujudnya
hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
7
Pada dasarnya, upaya membangun hubungan pusat-daerah hanya
dapat dilakukan dengan dua cara: sentralisasi, dimana semua urusan,
tugas, fungsi dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan yang
pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi, atau desentralisasi,
dimana urusan, tugas, fungsi dan wewenang dilakukan seluas-luasnya oleh
pemerintah daerah.
Hubungan pusat-daerah semakin kompleks karena penggunaan asas
sentralisasi (6 urusan) dan asas desentralisasi (urusan pelayanan dasar
dan urusan non pelayanan dasar) secara bersamaan. Dalam konteks
negara kesatuan, seluruh urusan pemerintahan pada hakikatnya milik
Pemerintah dan karenanya tanggung jawab akhir berada di tangan
Pemerintah. Namun melalui pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas
pembantuan (medebewind) tersebut, tugas Pemerintah menjadi berkurang
di satu sisi dan di sisi lain pemerintah provinsi/kabupaten/kota menjadi
lebih berdaya.
Sebagai bagian dari pemerintahan nasional, kedudukan dan peran
pemerintah daerah sangat penting dalam memberikan kontribusi bagi
tercapainya keberhasilan pembangunan Tol Laut. Sinergitas hubungan
pusat-daerah dalam hal ini menjadi modal dasar, namun sekaligus menjadi
kendala dalam implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut.
A. Fokus Kajian
Fokus tema yang dibahas dalam kajian ini adalah implementasi
kebijakan pembangunan Tol Laut, sebagai upaya untuk menunjang
keberhasilan pembangunan ekonomi maritim yakni adanya kapal yang
secara rutin dan terjadwal melayari lautan dari barat ke timur Indonesia.
Dalam kajian ini terdapat beberapa sub fokus kajian meliputi:
8
1. Pemetaan instansi terkait dan sinergi yang diperlukan dalam
pembangunan Tol Laut.
2. Sinergi dan hubungan kerja di antara Kementerian/Lembaga, Pemda
dan BUMN dalam impelementasi pembangunan Tol Laut selama ini
(existing condition).
3. Upaya-upaya yang telah dan perlu ditempuh (rekomendasi) untuk
mewujudkan sinergi dan hubungan kerja berbagai pihak
(stakeholders) dalam pembangunan Tol Laut.
B. Tujuan Kajian
Kajian Sinergitas Kewenangan dan Hubungan Kerja antara
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dengan fokus pada
Implementasi Kebijakan Tol Laut ini bertujuan untuk :
1. Memetakan berbagai instansi terkait dan sinergi yang diperlukan
dalam implementasi pembangunan Tol Laut.
2. Memetakan dan menganalisis permasalahan sinergi dan hubungan
kerja dalam implementasi pembangunan Tol Laut yang terjadi
selama ini (existing condition).
3. Merumuskan alternatif kebijakan guna mewujudkan sinergi dan
hubungan kerja berbagai pihak (stakeholders) terkait dalam
pembangunan Tol Laut.
C. Sasaran
Sasaran kajian ini adalah tersusunnya rekomendasi kebijakan
bagaimana melakukan sinergitas kewenangan dan hubungan kerja
berbagai pihak (Kementerian/Lembaga, BUMN, swasta, dan Pemerintah
9
Daerah) khususnya dalam konteks implementasi kebijakan pembangunan
Tol Laut.
D. Metodologi Kajian
Studi kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan menguak
tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah, mengapa tindakan itu
dilakukan, dengan cara dan mekanisme apa dilakukan, untuk kepentingan
siapa, dan bagaimana hasil, akibat, dan dampaknya. Oleh sebab itu, metode
kajian kebijakan sesungguhnya tidak perlu terlalu terpaku pada metodologi
selama rekomendasinya dapat benar-benar memberikan jalan keluar yang
efektif karena penelitian kebijakan adalah penelitian mencari jalan keluar
dari masalah.
1. Metode Kajian
Metode kajian yang dipilih adalah kualitatif yang berlandaskan pada
filsafat post positivisme. Kajian deskriptif biasanya digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah (natural setting). Ciri utama
metode kualitatif, dimana peneliti (tim kajian) adalah sebagi instrumen
kunci.
2. Lokus dan Narasumber Kajian
Lokus kajian ini terdiri dari instansi pusat dan daerah, sebagaimana
terlihat pada tabel sebagai berikut:
10
Tabel 1.1 Lokus Kajian dan Narasumber
NO. LOKUS NARASUMBER
LINGKUP PEMERINTAH PUSAT 1. Kemenko Bidang Kemaritiman Menko Kemaritiman
Sesmenko Deputi Infrastruktur Deputi SDM
2. Kementerian Perhubungan Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut
3. Bappenas Direktur Transportasi, Subdit Transportasi Laut
4. PT. Pelindo II Direksi PT. Pelindo II (Jakarta)
PEMERINTAH DAERAH
1. Provinsi Jawa Timur Bappeda Dinas Perhubungan PT. Pelindo III FH Unair
2. Provinsi Sulawesi Selatan Bappeda Dinas Perhubungan PT. Pelindo IV FH Unhas
3. Provinsi Sumatera Utara Bappeda Dinas Perhubungan PT. Pelindo I FH USU
4. Provinsi Nusa Tenggara Barat Bappeda Dinas Perhubungan PT. Pelindo III Cabang Lembar
5. Provinsi Kalimantan Barat Bappeda Dinas Perhubungan PT. Pelindo II Cabang Pontianak
6. Kabupaten/Kota Cirebon Bappeda Dinas Perhubungan PT. Pelindo II Cabang Cirebon
Dari tabel di atas dapat dapat dijelaskan bahwa lokasi kajian
sinergitas dan hubungan kerja K/L dan Pemda (pembangunan Tol Laut)
terdiri dari dua level yakni level pemerintah pusat (meliputi Kemenko
Bidang Kemaritiman, Kementerian Perhubungan, Bappenas dan PT.
Pelindo II) dan level pemerintah daerah (meliputi Pemprov Jawa Timur,
11
NTB, Sulsel, Sumut, Kalbar, dan Pemkab/Pemko Cirebon-Jawa Barat).
Kemenko Bidang Kemaritiman dipilih karena sesuai dengan peraturan
perundangan Kemenko ini memiliki wewenang mengkoordinasikan
instansi lain yang ada di bawahnya. Pada saat audiensi dengan pihak
Kemenko Bidang Kemaritiman, tim kajian langsung berdialog dengan
Bapak Menteri (Dr. Indroyono Susilo) dan mendapatkan informasi arah
kebijakan kemenko terkait pelaksanaan pembangunan kemaritiman
khususnya Tol Laut. Pada kesempatan berbeda, tim juga berdiskusi dengan
Sesmenko dan salah satu Deputi di Kemenko Bidang Kemaritiman guna
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai arah kebijakan
pembangunan Tol Laut. Untuk memperkaya data lapangan, tim kajian pun
melakukan audiensi ke Kementerian Perhubungan dan ditemui oleh
Direktur Lalu Lintas Laut. Pada audiensi ke Bappenas, tim diterima oleh
staf Direktur Transportasi Bappenas. Audiensi dengan BUMN dilakukan
dengan direksi PT. Pelindo II yang berkedudukan di Tanjung Priok-Jakarta.
Sementara itu, pemilihan pemerintah daerah didasarkan pada
pertimbangan pemda yang memiliki pelabuhan, baik pelabuhan induk
(Pemprov Jawa Timur, Pemprov Sulawesi Selatan, dan Pemprov Sumatera
Utara) dan pelabuhan cabang (Pemprov Kalimantan Barat, Pemprov NTB,
dan Pemkab/Pemko Cirebon). Narasumber di pemerintah daerah
merupakan representasi pemda, dan perguruan tinggi lokal, sehingga
muncul Bappeda, Dinas Perhubungan, PT. Pelindo dan perusahaan swasta
yang peduli terhadap pembangunan Tol Laut.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memenuhi data dan informasi yang dibutuhkan, tim
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
12
a. FGD/Diskusi Terbatas
Pengumpulan data melalui FGD/diskusi terbatas dilakukan untuk
menjaring data secara cepat karena stakeholders dikumpulkan pada
satu tempat tertentu, baik di pusat maupun di daerah. Untuk FGD di
pusat dilaksanakan di kantor LAN, sedangkan FGD di daerah
dilakukan di kantor pemda maupun di kampus setempat.
b. Wawancara mendalam
Pengumpulan data melalui wawancara mendalam (indepth interview)
dilaksanakan apabila narasumber relatif sedikit sehingga lebih
memungkinkan untuk melakukan indepth interview.
c. Studi Dokumen
Pengumpulan data melalui studi dokumen dilaksanakan melalui
penelusuran terhadap buku teks, jurnal, laporan, dan dokumentasi
lain yang relevan. Beberapa data justru diperoleh melalui studi
dokumentasi, termasuk internet, karena merupakan data lama atau
data yang sulit diperoleh dari jurnal/laporan reguler.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data menggunakan analisis Brennan (2005). Data
yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis melalui tahapan
sebagai berikut:
a. Reading Data/Data Immersion (membaca data)
Membaca data hasil evaluasi, pertama-tama membaca isi (content)
datanya apakah tim telah mendapatkan data yang dimaksudkan
ataukah belum, lalu yang kedua mencatat kualitas datanya, apakah
13
data yang diperoleh telah memenuhi kecukupan, dangkal/mendalam.
Selanjutnya tim mengidentifikasi pola/tema, apakah tema-tema
terjadi pada semua atau sebagian besar data, keterhubungan antar
tema, respon bertolak belakang dan kesenjangan dalam pemahaman
sehingga membutuhkan eksplorasi lebih lanjut.
b. Coding data (mengkode data)
Melakukan pengkodean terhadap data-data yang telah dikumpulkan,
khususnya terkait data yang berasal dari wawancara mendalam.
Displaying data (menyajikan data). Langkah ini disebut
penyajian/display data, yaitu menangkap variasi kekayaan data dari
setiap tema. Evaluator perlu mencatat perbedaan data individu dan
kelompok. Selanjutnya memeriksa bukti-bukti data sebagai
pendukung sub tema.
c. Data reduction (memilah data)
Tahap berikutnya adalah memilih dan memilah-milah data (reduksi
data), yang dimulai dengan melihat keseluruhan data, membedakan
tema inti dan tema sekunder, memisah data esensial dan yang tidak
esensial.
d. Data interpretation (menafsirkan data)
Tahap terakhir adalah melakukan penafsiran data, yaitu
menghadirkan makna dari data-data yang tersedia. Dalam penelitian
kualitatif, makna sebuah realitas sosial tidaklah tunggal tetapi jamak.
14
E. Sistematika Penulisan Laporan
Penyusunan laporan kajian akan menggunakan sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Bab ini akan membahas fokus kajian, tujuan kajian,
sasaran kajian, metodologi kajian, dan sistematika penulisan
laporan.
Bab II Tinjauan Konsep Sinergitas, Kewenangan, Hubungan Kerja, dan
Kebijakan Pembangunan Tol Laut. Bab ini akan membahas
konsep sinergitas, kewenangan, hubungan kerja, dan kebijakan
pembangunan Tol Laut.
Bab III Pemetaan Instansi Terkait dan Sinergi yang Diperlukan dalam
Implementasi Kebijakan Pembangunan Tol Laut. Bab ini
membahas implementasi kebijakan dan permasalahannya di
tingkat pemerintahan pusat dan implementasi kebijakan dan
permasalahannya di tingkat pemerintahan daerah.
Bab IV Analisis Permasalahan dan Model Sinergitas, Kewenangan,
Hubungan Kerja, dan Kebijakan Pembangunan Tol Laut. Bab ini
akan membahas aspek manajemen dan aspek sumber daya.
Bab V Penutup. Bab ini memuat kesimpulan dan rekomendasi.
15
BAB II
SINERGITAS, KEWENANGAN, DAN HUBUNGAN KERJA
SERTA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TOL LAUT
Implementasi suatu kebijakan, akan melibatkan berbagai pihak atau
pemangku kepentingan (stakeholders), baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pihak yang terlibat secara langsung biasanya adalah pihak yang
menjadi aktor atau pelaksana utama dari kebijakan tersebut. Sedangkan
pihak yang terlibat tidak secara langsung, biasanya pihak yang
dukungannya diharapkan oleh aktor atau pelaksana utama dari kebijakan
tersebut.
Agar kebijakan tersebut dapat terlaksana atau terimplementasikan
dengan baik, diperlukan adanya koordinasi, kerjasama atau bahkan sinergi
di antara pihak tersebut. Koordinasi, kerjasama atau bahkan sinergi akan
mempunyai peran yang sangat penting, karena pada dasarnya pelaksanaan
sebuah kebijakan tidak dapat berdiri sendiri. Hal-hal utama yang harus
dikoordinasikan, dikerjasamakan atau bahkan disinergikan adalah
kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Dengan koordinasi,
kerjasama dan sinergi, maka kewenangan yang dimiliki masing-masing
pihak tersebut, dalam waktu yang bersamaan dapat diarahkan pada satu
fokus kebijakan yang sama, sehingga kebijakan tersebut dapat
terimplementasikan secara komprehensif.
16
A. Sinergitas
Secara bahasa, sinergi berasl dari bahasa Inggris “synergy” (tunggal)
atau “synergies” (jamak) yang berarti interaksi elemen yang bila
dikombinasikan menghasilkan efek total yang lebih besar daripada jumlah
dari unsur-unsur individu, kontribusi, daan lain-lain. Dalam konteks
fisiologi/ kedokteran, sinergi diamaknai tindakan koopertif dari dua atau
lebih otot, saraf, atau sejenisnya. Sedangkan dalam biokimia/farmakologi
diartikan sebagai tindakan kooperatif dari
dua atau lebih rangsangan atau obat.3
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) online, sinergi/si·ner·gi/sinérgi/n 1
kegiatan atau operasi gabungan; 2
sinergisme; bersinergi/ber·si·ner·gi/ v
melakukan kegiatan atau operasi gabungan:
sudah sampai waktunya bangsa Indonesia
mulai bekerja dan - secara positif yg
menguntungkan seluruh bangsa;
mengnyinergikan/ meng·nyi·ner·gi·kan/ v
menggiatkan: kita jangan terjebak dengan
cara pandang dikotomis yg mempertentangkan peran lelaki dan perempuan,
lebih baik - potensi-potensi mereka.4.
Menurut Deardorff dan Williams (2006) “Synergy is not something
that we can hold in our hand but the term implies a multiplier effect which
allows the energy of individual work or service to multiply exponentially
through joint, collaborative effort. Sinergi bukanlah sesuatu yang dapat kita
pegang oleh tangan kita tapi suatu istilah yang berarti melipatgandakan
3 (www.dictionary.reference.com).
4 (kbbi.web.id/sinergi)
“sinergi…suatu istilah yang berarti melipatgandakan pengaruh (multiplier effect) yang memungkinkan energi pekerjaan atau jasa individu berlipatganda secara eksponensial melalui usaha bersama” (Deardorff dan Williams, 2006)
17
pengaruh (multiplier effect) yang memungkinkan energi pekerjaan atau
jasa individu berlipat ganda secara eksponensial melalui usaha bersama.
Sinergi kelompok dideskripsikan sebagai tindakan yang berkembang dan
mengalir dari kelompok orang yang bekerja bersama secara sinkron satu
sama lain sehingga mereka dapat bergerak dan berfikir sebagai satu
kesatuan. Tindakan sinergi ini dilakukan dengan insting, positif,
memberdayakan, dan menggunakan sumberdaya kelompok secara
keseluruhan.
Adapun sinergitas sendiri merupakan
proses memadukan beberapa aktivitas
dalam rangka mencapai satu hasil yang
berlipat ganda. Sinergitas terkadang disebut
juga dengan istilah sinergisme. Untuk
menggambarkan kelipatan hasil dari
sinergitas, dapat digunakan pendekatan
matematik sebagai berikut: Jika masing-masing aktivitas secara terpisah
memberikan output masing-masing 1 hasil, sehingga secara total
menghasilkan 2 hasil, maka ketika Aktivitas I + Aktivitas II dilakukan
secara sinergi/terpadu maka dapat menghasilkan output > 2 hasil,
misalnya menjadi 3 hasil atau 4 hasil. Jadi Menurut Deardorff dan Williams
(2006) sinergi adalah sebuah proses dimana interaksi dari dua atau lebih
agen atau kekuatan akan menghasilkan pengaruh gabungan yang lebih
besar dibandingkan jumlah dari pengaruh mereka secara individual.
Dengan demikian, terdapat suatu sinergi apabila hasil dari gabungan
misalnya dua kekuatan akan menghasilkan persamaan matematik sebagai
berikut: 1 + 1 > 2.
…hasil Sinergi lebih
Besar daripada yang
didapatkan dari
sekedar sebuah
Kerjasama…
18
Keterpaduan dua aktivitas tersebut tidak selalu dikerjakan
bersamaan, tetapi sangat tergantung karakteristik dari masing-masing
aktivitas. Apabila dua aktivitas tersebut bersifat komplementer, maka
memang harus dilakukan bersamaan, karena keduanya saling mengisi.
Tetapi, apabila dua aktivitas tersebut bersifat substitusi, maka aktivitasnya
tidak harus bersamaan, tetapi dapat saling menggantikan, atau bergiliran.
Menurut Corning (1995) sinergi sesungguhnya ada dimana-mana di
sekitar kita termasuk di dalam diri kita. Sinergi merupakan hal yang tidak
dapat dihindari. Sebagai contoh, batu dapat digunakan untuk membuat
berbagai struktur seperti rumah, tembok, jalanan, dan sebagainya. Namun
demikian, tanpa adanya semen dan usaha manusia maka batu-batu
tadi hanya menjadi tumpukan batu belaka yang tidak banyak gunanya.
Contoh lain, mobil modern terdiri dari kira-kira 15.000 komponen yang
dirancang secara khusus dan dibuat dari 60 jenis bahan yang berbeda.
Akan tetapi, jika sebuah rodanya dicopot maka mobil ini menjadi
tidak dapat bergerak. Dua contoh di atas menunjukkan betapa pentingnya
sinergi. Tanpa ada sinergi dengan komponen yang lain maka komponen-
komponen yang ada tidak dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar
seperti yang diinginkan.
Contoh sinergi yang paling dekat dengan kita adalah diri kita sendiri.
Manusia merupakan gabungan dari berbagai organ tubuh seperti organ
pernapasan, organ pencernaan, organ gerak, organ-organ tubuh yang lain
dan terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah jiwa manusia. Manusia
dapat melakukan apa-apa yang dapat dilakukan sebagai manusia karena
adanya sinergi dari seluruh komponen jiwa dan raga manusia tersebut.
Sinergi dalam diri manusia merupakan bentuk sinergi internal.
19
Di samping itu, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat
hidup sendiri. Untuk dapat bertahan hidup maka manusia harus
berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Hubungan antar manusia
ini merupakan bentuk sinergi yang bersifat eksternal yang penting untuk
dapat menjamin keberlangsungan hidup manusia karena tidak ada satupun
manusia yang dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya sendirian saja.
Pada tingkatan organisasi maka sinergi sangat dibutuhkan oleh
suatu organisasi agar pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi tersebut
dapat berjalan dengan baik dan sempurna (well and excellent).
Sebagaimana manusia, sinergi yang dibutuhkan oleh suatu organisasi
adalah sinergi yang bersifat internal dan eksternal. Sinergi internal adalah
sinergi antara organ-organ yang ada di dalam organisasi tersebut yang
memungkinkan seluruh organ organisasi tersebut dapat bergerak seiring
dan sejalan. Sama seperti manusia, suatu organisasi tidak dapat hidup
sendiri. Suatu organisasi akan berinteraksi dengan lingkungan eksternal.
Sinergi dengan lingkungan eksternal ini sangat dibutuhkan oleh suatu
organisasi agar dapat mencapai tujuan dari organisasi tersebut.
Sering terdengar kata-kata Sinergi yang terlontar dengan sengaja
ataupun dengan tidak sengaja dalam momen-momen kelompok, seperti
Training and Motivation, Coaching and Counseling, Reinforcement bahkan
dalam sesi meeting. Pembicara yang mungkin sebagai Top Management di
wilayahnya atau mungkin seorang manajer dalam suatu departemen,
sering melontarkan kata “SINERGI” (Synergy). “Kita harus sinergi kalau
ingin mencapai target”, “Kalau tidak sinergi bagaimana kita
bisa achieve”. Itulah beberapa statement mengenai Sinergi yang terdengar
dalam meeting-meeting manajemen. Hebatnya Sinergi untuk
membentuk Kerjasama Kreatif dalam sebuah Organisasi Bisnis
20
terkadang masih menjadi wacana dan rencana, dan masih sulit masuk
dalam tahapan pelaksana.
Melalui Sinergi, kerjasama dari paradigma (pola pikir) yang berbeda
akan mewujudkan hasil lebih besar dan efektif sehubungan proses yang
dijalani menunjukkan tujuan yang sama dan kesepakatan demi hasil
positif. Contoh perumpamaan yang sering kita lihat dari konsep Sinergi
yakni:
1 + 1 = 3 –> Sinergi
1 + 1 = 1 ½ –> Kompromi
1 + 1 = < 1 –> Sinergi Negatif (Anergi)
Ber-Sinergi berarti saling menghargai perbedaan ide, pendapat dan
bersedia saling berbagi. Ber-Sinergi tidak mementingkan diri sendiri,
namun berpikir menang-menang dan tidak ada pihak yang dirugikan atau
merasa dirugikan. Ber-Sinergi bertujuan memadukan bagian-bagian
terpisah.
21
1. Membangun Sinergi
Sinergi adalah proses yang harus dilalui masing-masing pihak, yang
mana perlu waktu dan konsistensi. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk
membangun rasa saling percaya sehingga Sinergi terbangun sebagai
kerjasama kreatif diantaranya:
Berbuatlah kepada orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan
orang lain
Jangan menilai buruk terhadap pihak lain
Jangan memberikan janji yang anda tak yakin memenuhinya
Jangan mengecewakan harapan orang lain
Konsep ber-Sinergi diantaranya adalah berikut ini:
Ber-Orientasi pada hasil dan positif
Perspektif beragam mengganti atau melengkapi paradigma
Saling bekerjasama dan ber-tujuan sama serta adanya kesepakatan
Sangat efektif diusahakan dan merupakan suatu proses
22
Mewujudkan Sinergi adalah keberhasilan bersama yang terbina dari
kebiasaan. Mewujudkan Sinergi bukan berarti berkompromi di tengah,
melainkan mencari alternatif ketiga dan mencapai puncak. Sinergi adalah
perbedaan bukan persamaan. Sinergi akan membangun kerjasama-
kerjasama kreatif dengan cara menghormati perbedaan, membangun
kekuatan dan mengkompensasikan kelemahan.
Banyak perumpamaan Sinergi dalam suatu organisasi bisnis
khususnya, seperti berikut:
Tim Marketing dan Tim Promotion bergabung dalam suatu event New
Product Launch di sebuah Mall, yang mana dengan bergabungnya
mereka, anggota Tim Marketing dapat menjual product baru melalui
brosur dan leaflet yang disiapkan Tim Promotion. Hasilnya tentu lebih
maksimal dibandingkan berjalan sendiri-sendiri pada event yang
berbeda.
Contoh lainnya yang dapat dilihat dalam kehidupan sekitar kita
adalah Konsep Pujasera – Pusat Jajanan Serba Ada, dimana terdapat
banyak outlet makanan dan minuman berkumpul bersama, sehingga
pelanggan akan mempunyai alternatif pilihan makanan dan minuman
yang variatif. Hal ini otomatis meningkatkan omset masing-masing
outlet dibandingkan jika mereka berdiri terpisah pada tempat yang
berbeda pula.
Sinergi dapat menekan cost atau biaya operasional tanpa mengurangi
pendapatan operasional. Bahasa umum didunia bisnis adalah Sharing
Budget. Sinergi adalah proses, dan perlu waktu dalam membangunnya.
Sekali terbangun maka Sinergi akan mampu menghasilkan bentuk-bentuk
kerjasama kreatif dan inovatif.
23
2. Perbandingan dengan Koordinasi, Koorperasi
Definisi koordinasi menurut para beberapa tokoh, diantaranya
Menurut G.R. Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan
teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan
mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang
seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Sedangkan
menurut E.F.L. Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan
tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan
masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan
keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri.
Menurut Mc. Farland (Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah
suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok
secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di
dalam mencapai tujuan bersama.
Handoko (2003:195) mendefinisikan koordinasi (coordination)
sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada
satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional)
suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
James A.F Stoner dan Charles Wankel menyatakan “Coordination is
the process of integrating the objectives and activites of the separate units
(department or functional areas) of an organization in order to achieve
organizational goals efficiently”. “Koordinasi adalah proses
menyatupadukan tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan dari unit-unit
(bagian-bagian atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi yang
terpisah untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi secara efisien”
24
Ricky W. Griffin menyatakan “coordination is the process of linking the
activities of the farious department of the organization”. Koordinasi adalah
suatu proses menghubungkan kegiatan-kegiatan dari bermacam-macam
bagian organisasi”. David R. Hampton menatakan “For successful
performance, organizations require an integration of the contribution of
special units. For our purposes, this is what coordination means”. (Agar
pelaksanaan pekerjaan menjadi sukses maka organisasi memerlukan
penyatupaduan sumbangan dari unit-unit khusus. Untuk tujuan kita, ini
yang di maksud koordinasi).”.
Sondang P. Siagian, M.P.A, Ph.D . “Koordinasi adalah pengaturan tata
hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan
dalam usaha pencapaian tujuan bersama pula. Koordinasi adalah suatu
proses yang mengatur agar pembagian kerja dari berbagai orang atau
kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan yang terintegrasi
dengan cara seefesien mungkin”
Dr. Ateng Syafrudin, S.H, dalam bukunya pengaturan koordinasi
pemerintah di daerah,1976. “Koordinasi disini adalah suatu proses
rangkaian kegiatan menghubungi, bertujuan menyerasikan tiap langkah
dan kegiatan dalam organisasi agar tercapai gerak yang cepat untuk
mencapai sasaran dan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan”.
Staf Dosen Balai Pembinaan Administrasi Universitas Gadjah Mada,
dalam buku Ensiklopedia Administrasi (1977). “koordinasi adalah suatu
pengertian dimana terkandung aspek-aspek tidak terjadinya kekacauan,
percekcokan, kekembaran atau kekosongan kerja,sebagai akibat daripada
pekerjaan menghubung-hubungkan, menyatupadukan dan menyelaraskan
orang-orang dan pekerjaannya dalam suatu kerja sama yang diarahkan
kepada pencapaian tujuan tertentu.
25
Chung & Megginson (1981) berpendapat bahwa koordinasi dapat
didefinisikan sebagai sebuah proses memotivasi, memimpin, dan
mengomunikasikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.
Sutisna (1989) mendefinisikan koordinasi ialah proses
mempersatukan sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan, dan
sumber-sumber lain kearah tercapainya maksud-maksud yang telah
ditetapkan.
Jadi, koordinasi adalah proses mengintegrasikan (memadukan),
menyingkronisasikan, dan menyederhanakan pelaksanaan tugas yang
terpisah-pisah secara terus menerus untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efisien.
Sedangkan Kooperasi adalah kerja sama dua orang atau lebih. Istilah
koorperasi, gotong royong, team work, dan jaringan kerja adalah istilah
yang maknanya sama, yaitu adanya kerja sama antara dua orang atau lebih.
Kerja sama melalui sebuah tim lebih efektif daripada kerja secara
individual. Menurut West (2002), telah banyak riset membuktikan bahwa
kerja sama secara berkelompok mengarah pada efisiensi dan efektivitas
yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda dengan kerja yang dilaksanakan
oleh perorangan.
Setiap tim maupun individu sangat berhubungan erat dengan kerja
sama yang dibangun dengan kesadaran pencapaian prestasi dan kinerja.
Dalam kerja sama akan muncul berbagai penyelesaian yang secara individu
tidak terselesaikan. Keunggulan yang dapat diandalkan dalam kerja sama
pada kerja tim adalah munculnya berbagai penyelesaian secara sinergi dari
berbagai individu yang tergabung dalam kerja tim.
Kontribusi tiap-tiap individu dapat menjadi sebuah kekuatan yang
terintegrasi. Individu dikatakan bekerja sama jika upaya-upaya dari setiap
26
individu tersebut secara sistematis terintegrasi untuk mencapai tujuan
bersama. Dalam mencapai tujuan bersama, kerja sama memberikan
manfaat yang besar bagi kerja tim. Biasanya organisasi berbasis kerja tim
memiliki struktur yang ramping. Oleh sebab itu, organisasi akan bisa
merespons dengan cepat dan efektif lingkungan yang cepat berubah (West,
2002).
3. Sinergi dalam Konteks Organisasi
Sinergi adalah berkomitmen untuk membangun dan memastikan
hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang
harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan karya
yang bermanfaat. Sinergi menjadi mutlak bagi suatu Kementerian yang
memiliki bentuk organisasi heterogen (holding company) dimana antara
Unit Eselon I memiliki tugas dan fungsi serta karakteristik yang berbeda-
beda sehingga dibutuhkan kerjasama yang harmonis. Sinergi diwujudkan
dalam perilaku selalu berprasangka baik, saling percaya dan menghormati
serta mengedepankan musyawarah untuk menemukan dan melaksanakan
solusi yang terbaik.
Ciri-ciri perilaku Sinergi dalam konteks organisasi :
Memiliki sangka baik, saling percaya, dan menghormati
Berpikir dan bertindak positif;
Menghargai dan menerima masukan, pendapat, dan gagasan dari
orang lain;
Menjaga kebersamaan dan kesetaraan;
Menunjukkan komitmen terhadap keputusan bersama dan
implementasinya;
Senantiasa berorientasi pada kepentingan organisasi.
27
Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik
Mengidentifikasi permasalahan dengan jelas dan memberikan solusi
terbaik;
Mengutamakan koordinasi serta menjalin dan memelihara
kerjasama;
Proaktif untuk menemukan solusi melalui diskusi dan koordinasi
dengan seluruh stakeholders;
Senantiasa memberikan kontribusi terbaik dalam menyelesaikan
masalah;
Saling berbagi informasi dan data sesuai kewenangan.
B. Kewenangan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan wewenang adalah: 1) hak dan kekuasaan untuk
berindak; 2) kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan
melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain; dan 3) fungsi yang boleh
tidak dilaksanakan. Sementara kewenangan adalah: 1) hal berwenang; 2)
hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.5
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan kewenangan adalah: 1) Kekuasaan atau hak untuk bertindak; 2)
Kekuasaan membuat keputusan; 3) Kekuasaan untuk memerintah atau
melimpahkan tanggung jawab kepada pihak lain, dan secara lebih luas
dapat diartikan sebagai; dan 4) Kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan
sesuatu.
Hadjon (1994:7) mengatakan bahwa setiap tindakan pemerintahan
disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu
5 Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1272)
28
diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.
Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan
negara oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan
mandat adalah kewenangan yang berasal dari “pelimpahan”.
Indroharto (1993:90), bahwa wewenang diperoleh secara atribusi,
delegasi, dan mandate, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
Wewenang yang diperoleh secara “atribusi”, yaitu pemberian wewenang
pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang
pemerintah yang baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu
wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah
memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan
atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya
sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu
pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan
atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.
Selanjutnya, Atmosudirdjo (1981:29), berpendapat bahwa
wewenang dalam kaitannya dengan kewenangan adalah apa yang disebut
kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif
(diberi oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif/
Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-
orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan
(atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya
mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat
wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan
sesuatu tindak hukum publik”. Dengan demikian, wewenang merupakan
bagian dari kewenangan.
29
C. Hubungan Kerja Pusat dan Daerah
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah selalu menjadi
sorotan menarik untuk ditelaah. Setelah berdirinya Republik Indonesia dan
dibentuknya pemerintahan pusat dan daerah, tak selalu hubungan yang
terjalin penuh keharmonisan. Ada kalanya terjadi beberapa “perselisihan”.
Baik sejak zaman orde lama, orde baru, bahkan pada era reformasi ini.
Pada dasarnya, guna mencapai tujuan Negara yaitu kemakmuran
rakyat, perlu adanya hubungan harmonis dari berbagai pihak. Termasuk
pemerintah pusat dan daerah. Dengan adanya hubungan yang harmonis,
diharapkan terjalin kinerja yang sinergis sehingga pelayanan negara
terhadap rakyat dapat diwujudkan. Perbincangan tentang hubungan
pemerintahan antara pusat dan daerah senantiasa selalu menjadi
perdebatan panjang dinegara manapun didunia ini, baik pada negara-
negara yang telah maju apalagi bagi negara yang baru berkembang dan
sedang berusaha mencari bentuk dan bereksprimen tentang bentuk
hubungan yang serasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat
seperti Republik Indonesia ini.
Bentuk perdebatan tentang hubungan yang serasi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah tersebut selalu tidak lepas dari cara-cara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam berbagi wewenang dan
kekuasaan. Dalam literatur tentang pemerintahan, sebenarnya hanya
dikenal 2 (dua) cara yang menghubungkan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, yaitu cara pertama dikenal dengan istilah
“sentralisasi”, dimana segala urusan, tugas, fungsi dan wewenang
penyelenggaraan pemerintahan ada pada pemerintah pusat yang
pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi. Cara yang lain adalah
30
dengan “desentralisasi” yang berkonotasi sebaliknya yaitu pelimpahan
kewenangan dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi publik) dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Kekuasaan yang bersifat desentralisasi memiliki banyak manfaat,
baik dari segi ekonomi, sosial budaya, maupun politik dan keamanan.
Keuntungan dari segi ekonomi adalah pemerintahan daerah akan mudah
untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian
apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal
maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat.
Dari segi sosial budaya dengan diadakannya desentralisasi, akan
memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan
diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan
mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah
tersebut. Bahkan kebudayaan itu dapat dikembangkan dan diperkenalkan
kepada daerah lain yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah
tersebut.
Dari segi politik keamanan, dampak positif yang didapat melalui
desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada
di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari
pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif
dalam mengelola daerahnya.
Sebagai Negara berdaulat, Indonesia memiliki dasar hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah yang diatur dalam UUD 1945 Bab VI yang
terdiri dari Pasal 18, 18A dan 18B. Pengaturan dalam pasal-pasal tersebut
merupakan satu kesatuan pengaturan yang meliputi susunan
pemerintahan, pengakuan terhadap keanekaragaman dan keistimewaan
daerah, dan kerangka sistem otonomi. Berdasarkan konstruksi dalam UUD
31
1945 tersebut, maka untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam negara
kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan provinsi dibagi
lagi menjadi daerah-daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah propinsi,
kabupaten dan kota merupakan pemerintah daerah yang diberi
kewenangan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang
berdasarkan pada asas otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Walau demikian, sebenarnya kebijakan desentralisasi telah dibuat
sebelum kemerdekaan Indonesia itu sendiri. kebijakan desentralisasi
dimulai pada 1903 dengan diundangkannya Decentralisatie Wet 1903.
Sejak saat ini pemerintah pusat membentuk local government,
pemerintahan daerah, yang sebelumnya hanya ada pemerintahan pusat
dengan satuan pemerintahan hirarkis cabang pemerintah pusat pada
wilayah-wilayah negara. Pada masa pemerintahan bala tentara Jepang
pemerintahan daerah dibubarkan. Akan tetapi, Jepang menghidupkan
kembali dewan-dewan daerah menjelang kekalahannya (Hanif Nurkholis,
2011).
Pada masa reformasi sekarang ini, pola hubungan pemerintah pusat
dan daerah telah diatur lebih jauh dalam bingkai otonomi daerah
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
diperkuat oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yang kemudian
digantikan oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah. Dibuatnya undang-undang ini tidak lain adalah demi
menjaga keharmonisan antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang
serta meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan serta memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan
32
Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hubungan Pusat-Daerah dapat diartikan sebagai hubungan
kekuasaan pemerintah pusat dan daerah sebagai konsekuensi dianutnya
asas desentralisasi dalam pemerintahan negara. Dengan adanya kekuasaan
yang terdesentralisasi, diharapkan semua stakeholders yang terlibat dapat
bersinergi dan mendapatkan hak dan kewajiban sebagaimana seharusnya.
Secara umum hubungan antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Pusat mengatur hubungan antara Pusat dan Daerah,
yang dituangkan dalam peraturan perundangan yang bersifat
mengikat kedua belah pihak. Namun dalam pengaturan hubungan
tersebut haruslah memperhatikan aspirasi daerah sehingga tercipta
sinergi antara kepentingan pusat dan daerah.
2. Tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah adalah menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat. Karena dampak akhir dari
penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab
negara.
3. Peran pusat dalam kerangka otonomi daerah akan banyak bersifat
menentukan kebijakan makro, melakukan supervisi, monitoring,
evaluasi, kontrol dan pemberdayaan sehingga daerah dapat
menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah
akan lebih banyak bersifat pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam
melaksanakan otonominya, daerah berwenang membuat kebijakan
daerah, yang diambil dalam batas-batas otonomi yang diserahkan
33
kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundangan yang lebih tinggi.
Terdapat beberapa model hubungan pusat dan daerah. Menurut
Dennis Kavanagh, ada dua model hubungan kedudukan pemerintah daerah
terhadap pusat, yaitu
- Agency Model. Dalam model ini, Pemerintah Daerah semata-mata
dianggap sebagai pelaksana oleh pemerintah pusat, ciri pokoknya
menurut Dennis Kavanagh adalah “...central government has the
power to create or abolish local government bodies and their powers.
In this model, the national framework of a policy is estabilished
centrally and local authorities carry it out, with littlescope for
discreation or variation”
Dengan model wewenang yang dimiliki pemerintah daerah sangat
terbatas. Seluruh kebijakan ditetapkan oleh pemerintah pusat tanpa
perlu mengikut sertakan pemerintah daerah dalam perumusannya.
Pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan kebijakan pusat
dengan keleluasaan yang sangat kecil dan tanpa hak untuk berbeda.
Dengan mempergunakan model ini pemerintah pusat sewaktu-
waktu dapat memperluas dan mempersempit wewenang yang
dimiliki oleh daerah atau lebih jauh lagi dapat mencabut hak dan
kewajiban daerah dengan membubarkannya.
- Partnership Model. Berbeda dengan model pertama, maka model
kedua ini menekankan pada adanya kebebasan yang luas kepada
pemerintah daerah untuk melakukan “Local Choice”. Beberapa ciri
pokok model ini adalah : “…Local government has its own political
legitimacy, finance (from rates and service), Resources, and even legal
34
powers, and the balance of power between the center and locality
fluctuates according to the contexs, there is too much variation in local
services to sustain the agency model, even though local authorities are
clearly subordinate in the partnership”
Dalam model mitra ini pemerintah daerah tidak semata-mata
dipandang sebagai pelaksana melainkan oleh pemerintah pusat telah
dianggap sebagai partner atau sebagai mitra kerja yang memiliki
independensi bagi penentuan berbagai pilihan sendiri yang
walaupun pemerintah daerah tetap dalam posisi subordinatif
terhadap pemerintah pusat namun pemerintah daerah diakui
memiliki legitimasi politik tersendiri.
Pendapat lain adalah menurut Nimrod Raphaeli yng menyatakan
Sistem Hubungan Pusat dan Daerah tediri atas ;
- Comprehensive Local Government System : pemerintah pusat banyak
sekali menyerahkan urusan dan wewenangnya kepada pemerintah
daerah. Pemerintah Daerah memiliki kekuasaan yang besar.
- Partnership System : beberapa urusan yang jumlahnya cukup
memadai diserahkan oleh pusat kepada daerah, wewenang lain tetap
di pusat.
- Dual System : imbangan kekuasaan pusat dan daerah.
- Integrated Administrative System : Pusat mengatur secara langsung
daerah bersangkutan mengenai segala pelayanan teknis melalui
koordinatornya yang berada di daerah/wilayah.
35
Sedangkan menurut Clarke dan Stewart, model hubungan
kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dibagi menjadi 3 (tiga)
model yaitu Model Relatif, Model Agensi dan Model Interaksi.
- Model Relatif. Model ini memberikan kebebasan yang relatif besar
kepada pemerintah daerah dengan tetap menghormati eksistensi
pemerintah pusat serta tetap berpegang teguh pada urusan-urusan
pembantuan dalm konteks negara kesatuan.
- Model Agensi. Pada model ini pemerintah daerah tidak memiliki
kekuasaan yang cukup berarti sehingga keberadaannya hanya
terlihat sebagai agen pemerintah pusat yang bertugas untuk
menjalankan kebijakasanaan pemerintah pusatnya.
- Model Interaksi. Model ini merupakan suatu model di mana
keberadaan dan peran pemerintah daerah ditentukan oleh interaksi
yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah.
Lingkup hubungan pusat dan daerah antara lain meliputi hubungan
kewenangan, kelembagaan, keuangan, pelayanan publik, pembangunan
dan pengawasan.
a. Bidang Kewenangan
Dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting,
yakni pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara
hukum dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur
dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan. Oleh karena
itu, tidaklah mengherankan apabila penyelenggaraan desentralisasi
menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada
daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan pemerintahan yang
36
didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi
kompetensi pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi
kompetensi lembaga negara tertinggi dan/atau lembaga tinggi negara.
Secara teoritis, persebaran urusan pemerintahan kepada daerah
dapat dibedakan dalam 3 (tiga) ajaran rumah tangga yaitu formil, materiil,
dan riil, sebagai berikut.
1) Ajaran Formil
Di dalam ajaran rumah tangga formil (formele
huishoudingsleer), tidak ada perbedaan sifat urusan-urusan yang
diselenggarakan pemerintah pusat dan daerah otonom. Pada
prinsipnya urusan yang dapat dikerjakan oleh masyarakat hukum
yang satu juga dapat dilakukan oleh masyarakat yang lain. Bila
dilakukan pembagian tugas, hal itu semata-mata didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan praktis. Artinya,
pembagian itu tidak karena materi yang diatur berbeda sifatnya,
tetapi semata-mata karena keyakinan bahwa kepentingan-
kepentingan daerah itu dapat lebih baik dan lebih berhasil
diselenggarakan sendiri oleh setiap daerah daripada oleh pemerintah
pusat.
Urusan rumah tangga daerah tidak diperinci secara nominatif
di dalam undang-undang pembentukannya, tetapi ditemukan dalam
suatu rumusan umum. Rumusan umum hanya mengandung prinsip-
prinsipnya saja, sedangkan pengaturan lebih lanjut diserahkan
kepada prakarsa daerah yang bersangkutan. Walaupun keleluasaan
pemerintah daerah dalam sistem rumah tangga formil lebih besar,
tetapi ada pembatasan, yaitu :
37
1. pemerintah daerah hanya boleh mengatur urusan sepanjang
urusan itu tidak atau belum diatur dengan undang-undang atau
peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
2. Bila negara atau daerah yang lebih tinggi tingkatnya kemudian
mengatur sesuatu yang semula diatur oleh daerah yang lebih
rendah, peraturan daerah yang lebih rendah tersebut
dinyatakan tidak berlaku.
2) Ajaran Materiil
Dalam ajaran rumah tangga materiil (materiele
huishoudingsleer), antara pemerintah pusat dan daerah terdapat
pembagian tugas yang diperinci secara tegas di dalam peraturan
perundang-undangan. Kewenangan setiap daerah hanya meliputi
tugas-tugas yang ditentukan satu per satu secara nominatif.
Rasio dari pembagian tugas ini didasarkan kepada suatu
keyakinan bahwa ada perbedaan tugas yang azasi dalam
menjalankan pemerintahan dan memajukan kemakmuran serta
kesejahteraan masyarakat antara negara dan daerah otonom yang
lebih kecil. Daerah otonom sebagai masyarakat hukum yang lebih
kecil mempunyai urusan sendiri yang berbeda dari negara sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang lebih besar dan berada di atasnya.
Negara dan daerah otonom masing-masing mempunyai urusan
sendiri yang spesifik.
3) Ajaran Riil
Di dalam ajaran rumah tangga riil dianut kebijaksanaan bahwa
setiap undang-undang pembentukan daerah mencantumkan
38
beberapa urusan rumah tangga daerah yang dinyatakan sebagai
modal pangkal dengan disertai segala atributnya berupa
kewenangan, personil, alat perlengkapan, dan sumber pembiayaan.
Dengan modal pangkal itu, daerah yang bersangkutan mulai bekerja,
dengan catatan bahwa setiap saat urusan-urusan tersebut dapat
ditambah sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan daerah yang
bersangkutan.
Namun, dalam praktik hubungan Pusat-Daerah di bidang
kewenangan di Indonesia, permasalahan yang dihadapi adalah tidak
jelasnya pilihan yang dijatuhkan antara sentralisasi atau desentralisasi
yang lebih dominan agar supaya secara konsisten prinsip tersebut dapat
diterapkan. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya
yang menjadi landasan konstitusional bagi penyelenggaran pemerintahan
di daerah juga tidak memberikan petunjuk jelas azas mana yang dipilih.
b. Bidang Kelembagaan
Organisasi pada dasarnya adalah wadah sekaligus sistem kerjasama
orang-orang untuk mencapai tujuan. Pada organisasi pemerintah, kegiatan
yang dijalankan untuk mencapai tujuan didasarkan pada kewenangan yang
dimilikinya. Organisasi pemerintah daerah di Indonesia pada masa lalu
disusun dengan dasar perhitungan :
1) adanya kewenangan pangkal yang diberikan kepada daerah melalui
undang-undang pembentukan daerah otonom;
2) adanya tambahan penyerahan urusan berdasarkan pandangan
pemerintah pusat;
39
3) adanya pemberian dana/anggaran yang diikuti dengan pembentukan
organisasi untuk menjalankan urusan dan menggunakan dana.
Pembentukan organisasi pemerintah daerah untuk menjalankan
urusan/kewenangan didasarkan pada prinsip money follow function
(pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan
tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan). Bentuk dan
susunan organisasi pemerintah daerah didasarkan pada kewenangan
pemerintahan yang dimiliki daerah; karakteristik, potensi dan kebutuhan
daerah; kemampuan keuangan daerah; ketersediaan sumber daya
aparatur; pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan
pihak ketiga.
Dengan perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah yang
bersifat konkuren, maka dalam implementasi kelembagaan setidaknya
terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan pada masing-masing tingkatan
pemerintahan.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu
organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak
berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke
dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah
sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan
daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan,
jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah
dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan
yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena
40
itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing
daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Kriteria untuk menentukan jumlah besaran organisasi perangkat
daerah masing-masing pemerintah daerah ditentukan dengan variabel
jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah APBD, yang kemudian
ditetapkan pembobotan masing-masing variabel yaitu 40% (empat puluh
persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh lima persen)
untuk variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk
variabel jumlah APBD.
c. Bidang Keuangan
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus
mempunyai sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai
penyelenggaraan otonominya. Kapasitas keuangan pemerintah daerah
akan menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan
fungsi-fungsinya seperti melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat
(public service function), melaksanakan fungsi pembangunan (development
function) dan perlindungan masyarakat (protective function). Rendahnya
kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek negatif antara
lain rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan
mengundang campur tangan pusat atau bahkan dalam bentuk ekstrim
menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke
tingkat pemerintahan yang lebih atas ataupun kepada instansi vertikal
(unit dekonsentrasi).
Kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh ketersediaan sumber-
sumber pajak (tax objects) dan tingkat hasil (buoyancy) dari objek tersebut.
Tingkat hasil pajak ditentukan oleh sejauh mana sumber pajak (tax bases)
41
responsif terhadap kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi objek
pengeluaran, seperti inflasi, pertambahan penduduk dan pertumbuhan
ekonomi yang pada gilirannya akan berkorelasi dengan tingkat pelayanan
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di samping itu, sumber-sumber
pendapatan potensial yang dimiliki oleh daerah akan menentukan tingkat
kemampuan keuangannya. Setiap daerah mempunyai potensi pendapatan
yang berbeda karena perbedaan kondisi ekonomi,sumber daya alam,
besaran wilayah, tingkat pengangguran, dan besaran penduduk
Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas
Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber dari
Pendapatan Asli Daerah; Dana Perimbangan; dan Lain-lain Pendapatan.
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang
diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli
Daerah (PAD) bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil
pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD
yang sah (meliputi hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak
dipisahkan; jasa giro; pendapatan bunga; keuntungan selisih nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan komisi, potongan,
ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah).
42
2) Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
d. Pengawasan
Penyelenggaraan pemerintahan pada hakikatnya tidak terlepas dari
prinsip-prinsip manajemen modern, dimana fungsi-fungsi manajemen
senantiasa berjalan secara simultan dan proporsional dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi. Fungsi-fungsi organik manajemen yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi merupakan
sarana yang harus ada dan dilaksanakan oleh manajemen secara
profesional dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan organisasi secara
efektif dan efisien.
Pengawasan sebagai salah satu fungsi organik manajemen
merupakan proses kegiatan untuk memastikan dan menjamin bahwa
tujuan, sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana
dengan baik sesuai dengan rencana, kebijaksanaan, instruksi dan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Hakikat
pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya
penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan
kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas-
tugas organisasi.
Penyelenggaraan pemerintahan pada Negara Kesatuan Republik
Indonesia menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Penekanan pada aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, dan
partisipasi masyarakat serta memperhatikan potensi, kekhususan dan
43
keanekaragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sebagai wujud dari penekanan berbagai prinsip tersebut adalah
adanya peluang dan kesempatan yang luas bagi daerah otonom untuk
melaksanakan kewenangannya secara mandiri dan luas. Hubungan Pusat -
Daerah terkait bidang pengawasan diwujudkan dalam bentuk pembinaan
dan pengawasan.
1) Pembinaan
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau
gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk mewujudkan
tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka
pembinaan oleh pemerintah, menteri dan pimpinan lembaga
pemerintah non departemen melakukan pembinaan sesuai dengan
fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh
menteri dalam negeri untuk pembinaan dan pengawasan provinsi
serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan
kabupaten/kota. Pembinaan yang dilakukan oleh departemen dan
lembaga pemerintah non departemen terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah provinsi dilaporkan kepada presiden dengan
tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. Pembinaan oleh gubernur
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota
dilaporkan kepada presiden melalui menteri dalam negeri dengan
tembusan kepada departemen/Lembaga pemerintah non
departemen terkait.
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
dilaksanakan oleh pemerintah meliputi:
44
1. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan yang
dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional
atau provinsi.
2. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan
pemerintahan. Pemberian pedoman dan standar dalam
kaitan ini mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata
laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian, dan
pengawasan.
3. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi
pelaksanaan urusan pemerintahan. Pemberian bimbingan,
supervisi dan konsultasi dilaksanakan secara berkala
dan/atau sewaktu-waktu baik secara menyeluruh kepada
seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai
dengan kebutuhan.
4. Pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan
dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil
kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai
negeri sipil daerah, dan kepala desa.
Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan
evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilaksanakan secara
berkala ataupun sewaktu-waktu dengan memperhatikan susunan
pemerintahan.
2) Pengawasan
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
merupakan proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar
45
pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang
dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan penyelenggaraan
urusan pemerintahan terutama terhadap peraturan daerah dan
peraturan kepala daerah. Pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah meliputi:
1. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah.
Pengawasan ini dilaksanakan oleh aparat pengawas intern
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala
daerah.
Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah
dan peraturan daerah, pemerintah melakukan dengan 2 (dua) cara
sebagai berikut:
1. Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah, yaitu
terhadap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak
daerah, retribusi daerah, APBD,dan rencana umum tata ruang
sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi
oleh menteri dalam negeri untuk rancangan peraturan daerah
provinsi dan oleh gubernur terhadap rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan
tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna
yang optimal
2. Setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada menteri
dalam negeri untuk provinsi dan gubernur untuk kabupaten/kota
untuk memperoleh klarifikasi. Peraturan daerah yang
46
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang
lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai dengan mekanisme yang
berlaku.
Hubungan pusat daerah sejatinya adalah sebuah keniscayaan dari
dibentuknya pemerintahan sebuah Negara. Namun ironisnya Undang-
undang yang dijadikan acuan pengelolaan pusat dan daerah masih banyak
kerancuan. Tentunya dengan ini tidak baik adanya. Karena seharusnya
antara pemerintah pusat dan daerah memiliki porsi masing- masing baik
dari bidang kelembagaan, kewenangan, keuangan dan pengawasan.
D. Kebijakan Pembangunan Tol Laut Dalam RPJMN 2015-2019
Kebijakan pembangunan Tol Laut merupakan bagian sub agenda dari
agenda prioritas (Nawacita) untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar internasional. Sub
agenda prioritas tersebut adalah
membangun konektivitas nasional untuk
mencapai keseimbangan pembangunan.
Salah satu sasaran pada sub agenda
pembangunan konektivitas nasional untuk
mencapai keseimbangan pembangunan
yang ingin dicapai adalah Meningkatnya
kapasitas sarana dan prasarana
transportasi dan keterpaduan sistem
transportasi multimoda dan antarmoda
untuk mengurangi backlog maupun
bottleneck kapasitas prasarana transportasi
Tol Laut adalah penyelenggaraan angkutan laut secara tetap dan teratur yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan menggunakan kapal-kapal berukuran besar sehingga diperoleh manfaat ekonomisnya. (RPJMN 2015-2019)
47
dan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau sesuai dengan sistem
transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda, dengan
indikator :
a. Menurunnya waktu tempuh rata-rata per koridor (jam) untuk
koridor utama dari 2,6 jam per 100 km menjadi 2,2 jam per 100 km;
b. Meningkatnya kemantapan jalan nasional menjadi 98 persen, jalan
provinsi menjadi 75 persen, dan jalan kabupaten/kota menjadi 65
persen. Pada saat yang bersamaan dilaksanakan peningkatan
kapasitas jalan melalui pembangunan jalan baru sepanjang 2.650 km,
peningkatan kapasitas jalan 4.200 lajur-km, pembangunan jalan tol
sepanjang 1.000 km, serta perbaikan jalan (preservasi) sepanjang
45.592 km di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulwesi, Bali-Nusa
Tenggara, Maluku dan Papua;
c. Tercapainya persiapan pengembangan jaringan jalan (termasuk jalan
tol) sepanjang 6.000 km;
d. Meningkatnya jumlah penumpang yang diangkut maskapai
penerbangan nasional menjadi 162 juta penumpang/tahun dengan
membangun 15 (lima belas) bandara baru dan pengembangan dan
rehabilitasi yang lama tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua;
e. Pengembangan 9 (sembilan) bandara untuk pelayanan kargo udara,
serta pemutakhiran sistem pelayanan navigasi penerbangan;
f. Peningkatan On-time Performance Penerbangan menjadi 95%.
g. Moderenisasi sistem pelayanan navigasi penerbangan dan pelayaran.
h. Meningkatnya kapasitas 24 (duapuluh empat) pelabuhan untuk
mendukung Tol Laut yang terdiri 5 (lima) pelabuhan hub dan 19
(sembilan belas) pelabuhan feeder. Pelabuhan yang menjadi hub Tol
48
Laut terdiri dari Pelabuhan Belawan/Kuala Tanjung, Tanjung Priok,
Tanjung Perak, Makassar, dan Bitung. Pelabuhan yang menjadi feeder
Tol Laut terdiri dari Pelabuhan Malahayati, Batam, Jambi, Palembang,
Panjang, Teluk Bayur, Tanjung Emas, Pontianak, Banjarmasin,
Sampit, Balikpapan/Kariangau, Samarinda/Palaran, Tenau/ Kupang,
Pantoloan, Ternate, Kendari, Sorong, Ambon, dan Jayapura. Tol Laut
adalah penyelenggaraan angkutan laut secara tetap dan teratur yang
menghubungkan pelabuhan-pelabuhan hub disertai feeder dari
Sumatera hingga ke Papua dengan menggunakan kapal-kapal
berukuran besar sehingga diperoleh manfaat ekonomisnya;
Sumber : RPJMN 2015-2019, Buku II.
Gambar 2.1 Rencana Konsep Pengembangan Tol Laut
i. Pembangunan dan pengembangan 163 Pelabuhan non komersial
sebagai sub feeder Tol Laut.
j. Terbangunnya 50 kapal perintis dan terlayaninya 193 lintas
angkutan laut perintis;
49
k. Meningkatnya jumlah barang yang dapat diangkut oleh kereta api
menjadi 1,5 juta Teus/Tahun, pangsa muatan angkutan kereta api
minimal 5 persen untuk barang dan 7,5 persen untuk penumpang
melalui pembangunan jalur KA sepanjang 3.258 kilometer;
l. Terhubungkannya seluruh lintas penyeberangan sesuai konsep
Sabuk Utara, Sabuk Tengah, dan Sabuk Selatan serta poros-poros
penghubungnya melalui pengembangan dan pembangunan
pelabuhan penyeberangan di 65 lokasi dan pengadaan 50 unit kapal
penyeberangan terutama untuk lintas-lintas perintis; dan
Sumber : RPJMN 2015-2019, Buku II.
Gambar 2.2 Peta Pola Sabuk Penyeberangan Utara, Tengah dan
Selatan
m. Meningkatnya peran angkutan sungai dan danau sebagai komponen
yang terintegrasi dan saling melengkapi dengan moda transportasi
lainnya dalam mendukung aksesibilitas masyarakat terpencil dan
pedalaman di wilayah yang memiliki sungai-sungai yang dapat
50
dilayari melalui pengembangan dan pembangunan dermaga sungai
dan danau di 120 lokasi.
Lebih lanjut dikemukakan dalam RPJMN 2015-2019 bahwa konsep
pembangunan Tol Laut melanjutkan konsep yang telah ada, yaitu Sistem
logistik nasional telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden RI No.
26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas).
Untuk menunjang pengembangan sistem logistik nasional dibutuhkan
strategi perkuatan infrastruktur logistik, antara lain :
1. Penempatan transportasi laut sebagai tulang punggung sistem
logistik nasional melalui pengembangan 24 pelabuhan strategis
untuk mendukung Tol Laut yang ditunjang dengan fasilitas
pelabuhan yang memadai serta membangun short sea
shipping/coastal shipping pada jalur logistik nasional yang
diintegrasikan dengan moda kereta api dan jalan raya, terutama
untuk mengurangi beban (share) angkutan jalan Sumatera-Jawa
(Pelabuhan Paciran/Tanjung Perak, Pelabuhan Kendal/Tanjung
Penempatan transportasi laut sebagai tulang punggung sistem
logistik nasional melalui pengembangan 24 pelabuhan strategis
untuk mendukung Tol Laut yang ditunjang dengan fasilitas
pelabuhan yang memadai serta membangun short sea
shipping/coastal shipping pada jalur logistik nasional yang
diintegrasikan dengan moda kereta api dan jalan raya, terutama
untuk mengurangi beban (share) angkutan jalan Sumatera-Jawa
(Pelabuhan Paciran/Tanjung Perak, Pelabuhan Kendal/Tanjung
Emas dan Pelabuhan Marunda/Tanjung Priok di Pulau Jawa serta
Pelabuhan Panjang/Sumur di Pulau Sumatera).
51
2. Pengembangan dan pengendalian jaringan lalu lintas angkutan jalan
yang terintegrasi inter, intra dan antar moda dan pengembangan
wilayah yang meliputi simpul transportasi jalan, jaringan pelayanan
angkutan jalan yang efisien dan mampu mendukung pergerakan
penumpang dan barang.
3. Pembangunan sarana dan prasarana serta industri
transportasi,diantaranya:
a. Peningkatan kapasitas Bandara Soekarno-Hatta untuk
melayani 87 juta penumpang per-tahun.
b. Pengembangan pelabuhan hub internasional Kuala Tanjung
dan Bitung.
c. Penyelesaian jalur kereta api Trans Sumatera, pembangunan
kereta api Trans Kalimantan, Sulawesi dan Papua, serta
peningkatan kapasitas jalur eksisting menjadi jalur ganda di
Sumatera dan Jawa terutama di lintas selatan Jawa.
d. Pembangunan jalan tol Trans-Sumatera, Trans-Jawa, jalan tol
Samarinda-Balikpapan dan Jalan tol Manado-Bitung.
e. Pembangunan fasilitas dry port di Kawasan Pertumbungan
Ekonomi yang tinggi (Kendal dan Paciran).
4. Percepatan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan prioritas
konektivitas ASEAN dalam kerangka penguatan konektivitas
nasional dengan tetap mempertahankan ketahanan dan daya saing
perekonomian nasional.
5. Penyediaan armada transportasi nasional melalui pemberdayaan
industri transportasi dalam negeri yang meliputi pengembangan
pesawat udara (N-219), armada serta industri galangan kapal
nasional, lokomotif, kereta penumpang, KRL, serta bus.
52
6. Pembangunan Jalan High Grade Highway Sumatera, Pembangunan
Jalur Ro-Ro Dumai-Malaka, Ro-Ro Belawan-Penang, dan Ro-
Pemroses Bitung-Sangihe-General Santos, Pembangunan Pelabuhan
Kuala Tanjung dan pelabuhan Bitung;
7. Menghubungkan seluruh lintas penyeberangan, termasuk jalur
lintas Sabuk Utara, Tengah, dan Selatan serta poros penghubung,
terutama lintas utama penyeberangan Merak – Bakauheni.
8. Membangun terminal barang angkutan jalan dalam rangka
mendukung sistem logistik nasional
9. Meningkatnya jumlah penumpang yang diangkut maskapai
penerbangan nasional menjadi 162 juta/penumpang/tahun dengan
membangun 15 bandara baru di Kertajati, Letung, Tambelan,
Tebelian, Muara Teweh, Samarinda Baru,Maratua, Buntu Kunik,
Morowali, Miangas, Siau, Namniwel, Kabir Patar, Werur, Koroy Batu,
dan pengembangan dan rehabilitasi yang lama tersebar di Pulau
Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku
dan Papua.
10. Pengembangan 9 bandara untuk pelayanan kargo udara di
Kualanamu, Soekarno - Hatta, Juanda, Syamsuddin Noor, Sepinggan,
Hassanuddin, Samratulanggi, Frans Kaisepo, Sentani.
9-6
Pembangunan infrastruktur juga diarahkan pada proyek-proyek
strategis yang mendukung pengembangan kawasan industri, kawasan
ekonomi khusus, dan kawasan strategis lainnya. Untuk mendukung
pengembangan kawasan industri, dirumuskan kebijakan antara lain:
53
1. Pembangunan pelabuhan-pelabuhan strategis, antara lain: Pelabuhan
Kuala Tanjung, Tanjung Perak, Pontianak, Bitung, Makassar,
Banjarmasin, Kupang, Halmahera, dan pelabuhan lainnya.
2. Pembangunan Jalan Tol di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan
Sulawesi.
3. Pembangunan Jalan Lingkar Batulicin, Palu - Parigi, Lingkar Kupang,
Jalan Susumuk-Bintuni, dan jalan lingkar lainnya.
4. Pembangunan jalur kereta api antara Manado – Bitung, Sei Mangke -
Bandar Tinggi - Kuala Tanjung, Pasoso - Tanjung Priok, DDT
Elektrifikasi Manggarai - Bekasi - Cikarang, Lingkar Luar KeretaApi,
dan lainnya.
5. Pembangunan pembangkit listrik, antara lain: PLTU Kuala Tanjung,
Asahan 3, Pangkalan Susu, PLTU Palu, PLTA Poso, PLTMG Morowali,
PLTU NTT-2 Kupang, PLTU Ketapang (FTP2), PLTG/MG Pontianak
Peaker, PLTU Bengkayang, Parit Baru, PulauPisau, PLTA Konawe,
PLTA MH Morowali, Bantaeng dan PLTGU Tangguh.
6. Pengembangan bandara-bandara di sekitar kawasan industri
maupun kawasan ekonomi khusus dan kawasan strategis lainnya,
antara lain: Bandara Mutiara Palu, Eltari Kupang, Pengembangan,
Halu Oleo Kendari. Sam Ratulangi Manado Bandara Syamsuddin
Noor-Banjarmasin, dan bandara lainnya.
9-63
Wilayah Indonesia yang cukup luas, letak Indonesia yang cukup
strategis, serta kondisi geografis yang cukup unik dibandingkan dengan
negara-negara lainnya, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
besar jika dilihat dari sisi luas wilayah dan jumlah penduduk. Sebagai
54
negara kepulauan yang dibatasi lautan, menjadikan pembangunan
transportasi di Indonesia adalah suatu tantangan.
Sumber : RPJMN 2015-2019, Buku II.
Gambar 2.3 Peta Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus dan Rencana
Pembangunan Infrastruktur Pendukung
Tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana menyediakan
layanan transportasi yang murah, tepat waktu, dan mampu diakses oleh
semua kalangan. Tantangan inilah yang harus dijawab dalam rangka
55
melakukan upaya keseimbangan antara transportasi yang berorientasi
nasional dengan transportasi yang berorientasi lokal dan kewilayahan.
Oleh karena itu, strategi yang dibutuhkan untuk menjaga
keseimbangan transportasi nasional dengan transportasi yang berorientasi
lokal dan kewilayahan adalah sebagai berikut:
1. Mendorong skema pembiayaan jalan daerah melalui cost sharing
yang melibatkan kontribusi APBN dan APBD pada jalan-jalan
strategis di daerah dengan pola insentif, serta secara bertahap
melakukan penyiapan regulasi untuk dana preservasi jalan (road
preservation fund);
2. Penyediaan DAK bidang Transportasi yang lebih terintegrasi melalui
penyediaan sarana dan prasarana transportasi, seperti pembangunan
jalan provinsi, kabupaten/kota dan jalan non status yang
menghubungkan kawasan-kawasan strategis dan pusat-pusat
pertumbuhan di daerah, berikut fasilitas keselamatan dan keamanan
transportasi, serta sarana transportasi yang disesuaikan dengan
karakteristik daerah;
3. Menciptakan pembagian peran moda transportasi yang lebih
berimbang dengan mendorong pembangunan perkeretaapian dan
transportasi laut yang lebih progresif sehingga secara bertahap
terjadi perpindahan moda dari jalan ke moda kereta api serta moda
angkutan laut;
4. Membangun dan memperluas jaringan infrastruktur dan sistem
pelayanan transportasi nasional untuk memperkecil defisit dan
mempersempit kesenjangan transportasi antar wilayah yang
meliputi jalan, bandara, kereta api, pelabuhan laut dan
penyeberangan, dermaga sungai dan danau, kapal perintis, bus, bus
56
air dan kereta ekonomi di wilayah perdalaman, perbatasan, dan
pulau terluar;
5. Membuka rute baru, meningkatkan frekuensi pelayanan,
optimalisasi, dan integrasi penyelenggaran subsidi angkutan perintis
dan Public Service Obligation (PSO) diantara subsidi bus perintis,
angkutan laut, sungai, danau, penyeberangan, udara, dan
perkeretaapian;
6. Mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi di wilayah-
wilayah perbatasan dan wilayah-wilayah terluar;
7. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan bandara melalui
pembangunan dan pengembangan bandara terutama yang berada
pada pusat kegiatan nasional (ibukota propinsi), pusat kegaitan
wilayah dan wilayah yang mempunyai potensi ekonomi dan
pariwisata;
8. Meningkatkan kapasitas bandara di wilayah terpencil, pedalaman
dan rawan bencana dengan melakukan perpanjangan landasan serta
pembangunan terminal penumpang
9. Pengadaan pesawat dan kapal perintis.
57
BAB III
PEMETAAN INSTANSI TERKAIT DAN
SINERGI YANG DIPERLUKAN DALAM PROGRAM
PEMBANGUNAN TOL LAUT
Sebagaimana telah disampaikan dalam Bab sebelumnya, program
pembangunan Tol Laut merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk
membangun konektivitas nasional, yang merupakan bagian dari arah
kebijakan pembangunan kemaritiman dalam RPJMN 2015-2019. Mengenai
instansi yang terkait dalam program pembangunan Tol Laut, dapat ditinjau
dari pendekatan kebijakan RPJMN 2015-2019 atau dari pendekatan elemen
penunjang Tol Laut.
A. Instansi Terkait Program Pembangunan Tol Laut Menurut RPJM
2015-2019.
Secara umum, dalam RPJM 2015-2019 telah digambarkan instansi
yang terkait dalam konteks pembangunan kemaritiman, sebagaimana
diilustrasikan dalam gambar berikut.
58
Sumber : bahan paparan RPJMN 2015-2109, Bappenas (2015)
Gambar 3.1 Ruang Lingkup Pembangunan Kemaritiman dan Instansi
Terkait
Dalam gambar tersebut teridentifikasi instansi-instansi yang terkait
dalam 9 (sembilan) fokus pembangunan kemaritiman. Uraian dari setiap
fokus arah kebijakan pembangunan kemaritiman serta indikator yang ingin
dicapai serta instansi terkaitnya, dijelaskan secara lebih rinci dalam tabel
3.1.
59
Tabel 3.1 Arah Kebijakan, Indikator dan Target serta Instansi Terkait Dalam Pembangunan Kemaritiman Tahun 2015-2019
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEMARITIMAN
DALAM RPJMN 2015-2019
INDIKATOR DAN TARGET 2015-2019
INSTANSI TERKAIT
Penyelesaian batas dan batas landas kontinen di luar 200 mil laut, penamaan pulau2 dan pendaftaran
MEMPERKUAT JATIDIRI SEBAGAI NEGARA MARITIM • Penyelesaian pencatatan
deposit pulau2 kecil ke PBB = 17.466
• Penyelesaian batas maritim = 9 negara
KEMLU, BIG, KEMHAN
Pengaturan dan pengendalian ALKI KEMHUB-HUBLA, KEMHAN
Penguatan lembaga pengawasan laut
KEMHAN, KKP, POLRI,
Peningkatan koordinasi dalam penanganan pelanggaran & tindak pidana
PEMBERANTASAN TINDAKAN PERIKANAN LIAR • Peningkatan ketaatan pelaku
perikanan = 87%
KEMHAN, POLRI, KKP, KEMHUKHAM
Peningkatan pembangunan sistem transportasi multimoda
MEMBANGUN KONEKTIVITAS NASIONAL • Pengembangan pelabuhan
untuk menunjang Tol Laut = 24 pelabuhan
• Pengembangan Pelabuhan Penyeberangan = 270
• Pembangunan kapal perintis = 76 kapal
KEMHUB-HUBLA, KEMENBUMN, PEMDA
Penyeimbangan antara transportasi berorientasi nasional dan transportasi berorientasi lokal dan wilayah
KEMHUB
Percepatan pengembangan ekonomi kelautan
PENGEMBANGAN EKONOMI MARITIM DAN KELAUTAN • Produksi hasil perikanan = 40-
50 juta ton • Pengembangan pelabuhan
perikanan = 23 unit • Peningkatan luas kawasan
konservasi laut = 20 jt ha
KKP, KEMDUSTRI, KEMKOPUKM, KEMDAG, KEMPU, PEMDA, BI
Peningkatan dan mempertahankan kualitas, daya dukung dan kelestarian lingkungan laut
KLH, KKP, LIPI
Peningkatan wawasan dan budaya bahari serta penguatan SDM dan Iptek Kelautan
KEMDIKBUD, KKP, KEMRISTEK, LIPI
Peningkatan harkat dan taraf hidup nelayan dan masyarakat pesisir
PEMDA, KEMSOS, KEMDESDTTRANS,
Sumber : diolah dari bahan paparan RPJMN 2015-2109, Bappenas (2015)
60
Dari gambar dan tabel diatas, terlihat bahwa para pihak yang terkait
dalam rangka pembangunan maritim, khususnya pembangunan Tol Laut,
antara lain adalah sebagai berikut :
- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sebagai
koordinator perencanaan;
- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, sebagai koordinator
pelaksanaan;
- Kementerian Perhubungan;
- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang diwakili oleh
PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo);
- Pemerintahan Daerah, baik Provinsi maupun Kota/Kabupaten
Berikut tugas dan fungsi masing-masing pihak terkait, baik secara
umum maupun secara khusus dalam konteks program pembangunan Tol
Laut.
1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
a. Tugas dan Fungsi Kementerian Bappenas
Sesuai Perpres Nomor 66 Tahun 2015 tentang Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Bappenas menyelenggarakan
fungsi:
a. pengkajian, pengoordinasian, dan perumusan kebijakan di bidang
perencanaan pembangunan nasional, strategi pembangunan
61
nasional, arah kebijakan sektoral, lintas sektor, dan lintas wilayah,
kerangka ekonomi makro nasional dan regional, analisis investasi
proyek infrastruktur, kerangka regulasi, kelembagaan, dan
pendanaan, serta pemantauan, evaluasi dan pengendalian
pelaksanaan pembangunan nasional;
b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan perencanaan
dan penganggaran pembangunan nasional;
c. penyusunan rencana pembangunan nasional sebagai acuan
penetapan program dan kegiatan Kementerian/ Lembaga/Daerah;
d. penyusunan, pengoordinasian, dan pengendalian rencana
pembangunan nasional dalam rancangan anggaran pendapatan
belanja negara yang dilaksanakan bersama Kementerian
Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional;
e. penyusunan RAPBN bersama-sama dengan Kementerian
Keuangan;
f. pengoordinasian pelancaran dan percepatan pelaksanaan rencana
pembangunan nasional;
g. pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan rencana
pembangunan nasional;
h. pengoordinasian, fasilitasi, dan pelaksanaan pencarian sumber-
sumber pembiayaan dalam dan luar negeri, serta pengalokasian
dana untuk pembangunan bersama-sama instansi terkait;
i. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh
unsur organisasi di lingkungan BAPPENAS;
j. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan
BAPPENAS;
62
k. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawab BAPPENAS; dan
l. pelaksanaan pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan
BAPPENAS.
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, kegiatan-
kegiatan prioritas Kementerian PPN/Bappenas, meliputi :
a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Program Perencanaan
Pembangunan Nasional, yaitu
1) Penyusunan rencana pembangunan nasional dan pendanaan/
penganggarannya, baik antarwaktu, sektor, wilayah maupun antar
tingkat/fungsi pemerintahan.
2) Pemantauan terhadap pelaksanaan rencana pembangunan nasional.
3) Evaluasi atas pelaksanaan rencana pembangunan nasional, dan
kajian serta evaluasi kebijakan pembangunan sebagai masukan bagi
proses perencanaan berikutnya dan atau perumusan kebijakan
pembangunan.
4) Pengelolaan data dan informasi perencanaan pembangunan.
5) Koordinasi dalam melaksanakan perencanaan pembangunan
nasional.
b. Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung):
1) Peningkatan kapasitas instansi/unit perencanaan di pusat dan di
daerah.
2) Penyempurnaan ketatalaksanaan.
63
3) Peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur di Kementerian
PPN/Bappenas dan aparatur perencana di instansi tingkat pusat dan
daerah
4) Peningkatan fasilitas kerja, gedung, kantor, sarana dan prasarana
kerja lainnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur di
Kementerian PPN/Bappenas dan aparatur perencana di instansi
tingkat pusat dan daerah.
5) Pengawasan pelaksanaan kinerja dan anggaran Kementerian
PPN/Bappenas.
6) Peningkatan kualitas kehumasan dalam rangka membangun citra
positif lembaga (brand image building).
7) Peningkatan kualitas sistem data dan informasi perencanaan
pembangunan.
8) Pelaksanaan kegiatan pendukung lainnya.
9) Peningkatan intensitas kerjasama dengan perguruan tinggi dan
organisasi profesi di pusat dan di daerah.
Terkait dengan perhubungan laut, Bappenas memiliki Sub Direktorat
Transportasi Laut Bappenas. Tugas, Pokok dan Fungsi Direktorat
Transportasi Bappenas adalah melaksanakan pengkajian kebijakan dan
penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang
transportasi laut, serta melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan
pelaporan atas pelaksanaannya.
Pada pasal 364 yang berbunyi “Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363, Sub Direktorat Transportasi Laut
menyelenggarakan fungsi:
64
1. pengkajian dan penyiapan perumusan kebijakan di bidang
transportasi laut;
2. pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan
nasional di bidang transportasi laut;
3. penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang transportasi
laut;
4. penyusunan rencana pendanaan pembangunan di bidang
transportasi laut;
5. pelaksanaan inventarisasi dan analisis berbagai kebijakan dan
informasi yang berkaitan dengan penyiapan rencana pendanaan
pembangunan di bidang transportasi laut;
6. pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaan
rencana, kebijakan, dan program-program pembangunan di bidang
transportasi laut.
Dalam melakukan sinergitas dengan Pemda, setiap tahun Bappenas
ada musrenbang atau forum antar pelaku dalam menyusun rencana
pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah. Adapun tujuan
Musrenbang adalah:
(1) Menampung dan menetapkan kegiatan prioritas sesuai kebutuhan
masyarakat yang diperoleh dari musyawarah perencanaan yang
sesuai dengan tingkatan dibawahnya dan
(2) Menetapkan kegiatan yang dibiayai melalui APBD maupun sumber
pendanaan lainnya
65
b. Peran Bappenas dalam Konteks Tol Laut
Peran Bappenas adalah sebagai koordinator perencanaan kebijakan
pembangunan kemaritiman. Dengan demikian, dalam konteks program Tol
Laut, bappenas berperan sebagai koordinator perencanaan pembangunan
Tol Laut.
Merujuk kegiatan-kegiatan utamanya, maka dalam konteks program
pembangunan Tol Laut, Bappenas berperan dalam
1) Penyusunan rencana pembangunan Tol Laut dan pendanaan/
penganggarannya, baik antarwaktu, sektor, wilayah maupun antar
tingkat/fungsi pemerintahan.
2) Pemantauan terhadap pelaksanaan rencana pembangunan Tol Laut.
3) Evaluasi atas pelaksanaan rencana pembangunan Tol Laut, dan
kajian serta evaluasi kebijakan pembangunan Tol Laut sebagai
masukan bagi proses perencanaan dan/atau perumusan kebijakan
pembangunan Tol Laut berikutnya.
4) Pengelolaan data dan informasi perencanaan pembangunan Tol Laut.
5) Koordinasi dalam melaksanakan perencanaan pembangunan Tol
Laut.
Untuk sinergi dengan daerah, Bappenas punya UU No. 23 tahun 2014
tentang pemerintahan daerah dimana ada pembagian antara pemerintah
pusat dan daerah.
- Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk pelabuhan utama dan
pengumpul.
- Provinsi untuk pembangunan ijin pelabuhan pengumpan regional,
- Kabupaten/kota untuk pelabuhan pengumpan lokal.
66
2. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
a. Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Perpres No. 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukkan
Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014 –
2019, Pemerintah membentuk Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman (Kemenko Maritim). Sebagai kementerian baru, terlebih
dahulu perlu dipahami tugas dan fungsi dari Kemenko Maritim.
Sesuai Perpres No. 10 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman, Tugas Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman adalah menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan
di bidang Kemaritiman. Fungsi yang dilakukan Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman adalah
a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan
kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang
kemaritiman;
b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang
terkait dengan isu di bidang kemaritiman;
c. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman;
d. Sinkronisasi dan koordinasi kebijakan penguatan negara maritim,
dan pengelolaan sumber daya maritim;
e. Koordinasi kebijakan pembangunan sarana dan prasarana
kemaritiman;
f. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman;
67
g. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman; dan
h. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
Kementerian lembaga yang berada di bawah koordinasi Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman, adalah :
1. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Kementerian Perhubungan;
3. Kementerian Kelautan dan Perikanan;
4. Kementerian Pariwisata; dan
5. Instansi lain yang dianggap perlu.
Tata kerja antara Kemenko Maritim dengan Kementerian lainnya
adalah sebagai berikut
Dalam rapat koordinasi Sesmenko/Deputi melakukan koordinasi dan
sinkronisasi terhadap perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan
kebijakan dalam lingkungan urusan Kementerian yang
dikoordinasikan Kemenko Maritim, sesuai batasan/mandat yang
diberikan Menko Maritim;
Sesmenko Maritim/Deputi dapat melibatkan pimpinan lembaga di
luar bidang koordinasinya dalam rapat-rapat koordinasi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; dan
Pelaksanaan koordinasi oleh Sesmenko Maritim/Deputi dilakukan
secara berkala dan/atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
Sesmenko Maritim/para Deputi, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan pimpinan lembaga lainnya menindaklanjuti hasil rapat
68
koordinasi dan sinkronisasi sesuai dengan batasan mandat yang
diberikan Menko Maritim.
Dalam melaksanakan tugasnya, Kemenko Bidang Maritim juga
memerlukan upaya koordinasi dan sinkronisasi dengan kementerian yang
dikoordinasikan maupun dengan Pemda, dan upaya ini dipersiapkan mulai
dari tahap perencanaan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan, hingga
evaluasi dan pengendalian, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan
diberikan oleh Menko. Koordinasi yang dilakukan antara lain :
Bekerjasama dengan Sekretariat Kantor Presiden dan Bappenas,
Sekretaris Kemenko perlu melakukan pengendalian program
pembangunan kemaritiman yang tertuang di dalam RPJMN 2015 –
2019 dapat mencapai target dan tepat waktu pelaksanaanya.
Koordinasi Program dan Anggaran Kemenko Bidang Maritim perlu
lebih disinergikan, tidak terbatas pada 4 (empat) Kementerian yang
dikoordinasikan, namun diperluas berdasarkan kebutuhan RPJMN
2015 – 2019.
Sinergi program dan anggaran dapat dilakukan dengan mencermati
kewenangan masing-masing K/L dan Pemda, yang kemudian
terimplementasi dalam praktik pemerintahan melalui
perumusan/pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan itu
sendiri.
b. Peran Kemenko Bidang Maritim Dalam Konteks Program Tol Laut
Kemenko Bidang Maritim adalah sebagai koordinator pelaksanaan
kebijakan pembangunan kemaritiman. Dengan demikian, dalam konteks
69
program Tol Laut, Kemenko Bidang Maritim berperan sebagai koordinator
pelaksanaan pembangunan Tol Laut.
Merujuk fungsi Kemenko Bidang Maritim, maka dalam konteks
program pembangunan Tol Laut, Kemenko Bidang Maritim berperan dalam
1) Mengkoordinasikan dan mensinkronisasi perumusan, penetapan dan
pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan
program Tol Laut;
2) Mengendalikan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang
terkait dengan program Tol Laut;
3) Mensinkronisasikan dan mengkoordinasi kebijakan penguatan dan
pengelolaan sumber daya program Tol Laut;
4) Mengkoordinasi kebijakan pembangunan sarana dan prasarana
program Tol Laut.
3. Kementerian Perhubungan
a. Tugas dan Fungsi
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang perhubungan dalam pemerintahan
untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Fungsi yang dijalankan Kemenhub sebagai berikut :
a. perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penyelenggaraan
pelayanan, keselamatan, dan keamanan transportasi, serta
peningkatan aksesabilitas, konektivitas, dan kapasitas sarana dan
prasarana transportasi;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pelayanan,
keselamatan, dan keamanan transportasi, serta peningkatan operasi,
aksesabilitas, konektivitas sarana dan prasarana transportasi;
70
c. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan
penyelenggaraan pelayanan, keselamatan, dan keamanan
transportasi, serta peningkatan aksesabilitas, konektivitas, dan
kapasitas sarana dan prasarana transportasi di daerah;
d. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang transportasi;
e. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia transportasi;
f. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Perhubungan;
g. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan
Kementerian Perhubungan;
h. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Perhubungan; dan
i. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Perhubungan
Terkait perhubungan laut, pada Kementerian Perhubungan terdapat
terdapat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang perhubungan laut. Fungsi yang dilaksanakannya :
a. Perumusan kebijakan di bidang perhubungan laut;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perhubungan laut;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
perhubungan laut;
d. Pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
perhubungan laut; dan
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
71
b. Peran Kementerian Perhubungan Dalam Konteks Program Tol
Laut
Kementerian Perhubungan merupakan salah satu kementerian yang
dalam dokumen RPJMN 2015-2019 dilibatkan dalam program
pembangunan Tol Laut.
Merujuk fungsinya, maka dalam konteks program pembangunan Tol
Laut, Kemenhub berperan dalam :
a. perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penyelenggaraan
pelayanan, keselamatan, dan keamanan Tol Laut, serta peningkatan
aksesabilitas, konektivitas, dan kapasitas sarana dan prasarana Tol
Laut;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pelayanan,
keselamatan, dan keamanan Tol Laut, serta peningkatan operasi,
aksesabilitas, konektivitas sarana dan prasarana Tol Laut;
c. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan
penyelenggaraan pelayanan, keselamatan, dan keamanan Tol Laut,
serta peningkatan aksesabilitas, konektivitas, dan kapasitas sarana
dan prasarana Tol Laut di daerah;
d. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang Tol Laut;
e. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia Tol Laut;
4. PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo)
Saat ini terdapat 4 (empat) PT Pelindo, yaitu PT Pelindo I dengan
kantor pusat di Medan, PT Pelindo II dengan kantor pusat di Jakarta, PT
Pelindo III dengan kantor pusat di Surabaya, dan PT Pelindo IV dengan
kantor pusat di Makassar.
72
a. PT Pelindo I
Pelindo I dibentuk berdasarkan PP 56 Tahun 1991 tentang Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Umum (Perum) Pelabuhan I Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Maksud dan Tujuan PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) sesuai
Anggaran Dasar adalah melakukan usaha di bidang penyelenggaraan dan
pengusahaan jasa kepelabuhanan, serta optimalisasi pemanfaatan sumber
daya yang dimiliki Perusahaan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar
keuntungan guna meningkatkan Nilai Perusahaan dengan menerapkan
prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
Bidang usaha yang dijalankan oleh PT Pelindo I sesuai Anggaran
Dasar terakhir berdasarkan Akta Nomor 1 Tanggal 15 Agustus 2008
sebagai berikut
1. Penyediaan dan/atau jasa pelayanan kolam-kolam pelabuhan dan
perairan untuk lalu lintas dan tempat-tempat berlabuhnya kapal.
2. Penyediaan dan/atau jasa-jasa yang berhubungan dengan
pemanduan (pilotage) dan penundaan kapal.
3. Penyediaan dan/atau pelayanan dermaga dan fasilitas lain untuk
bertambat, bongkar muat peti kemas, curah cair, curah kering,
multi purpose, barang termasuk hewan (general cargo) dan fasilitas
naik turunnya penumpang dan/atau kendaraan.
4. Penyediaan jasa bongkar muat, peti kemas, curah cair, curah
kering (general cargo) dan kendaraan.
73
5. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah
cair, curah kering, multipurpose, penumpang, pelayaran rakyat dan
RO-RO.
6. Penyediaan dan/atau pelayanan gudang-gudang dan lapangan
penumpukan dan tangki/tempat penimbunan barang-barang,
angkutan bandar, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan.
7. Penyediaan dan/atau pelayanan tanah untuk berbagai bangunan
dan lapangan, industri dan gedung-gedung/bangunan yang
berhubungan dengan kepentingan kelancaran angkutan multi
moda.
8. Penyediaan dan/atau pelayanan listrik, air minum, dan instalasi
limbah serta pembuangan sampah.
9. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa pengisian bahan bakar
minyak untuk kapal dan kendaraan di lingkungan pelabuhan.
10. Penyediaan dan/atau pelayanan kegiatan konsolidasi dan
distribusi barang termasuk hewan.
11. Penyediaan dan pengelolaan jasa konsultasi, pendidikan dan
pelatihan yang berkaitan dengan kepelabuhan.
12. Pengusahaan dan penyelenggaraan Depo Peti Kemas dan
perbaikan, cleaning, fumigasi serta pelayanan logistik.
Namun demikian, sejauh ini kegiatan usaha berupa produk/jasa yang
dijalankan dalam menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhan dan
usaha lainnya yang menunjang pencapaian tujuan perusahaan,
berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 133 Tahun 2011
tanggal 2 Maret 2011 tentang Pemberian Izin Usaha kepada PT Pelabuhan
74
Indonesia I (Persero) sebagai Badan Usaha Pelabuhan yang dilaksanakan
meliputi penyediaan dan/atau pelayanan menegenai :
1. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat.
2. Penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar minyak dan
pelayanan air bersih.
3. Penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang
dan/atau kendaraan.
4. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan
kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas.
5. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang, tempat penimbunan
barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan.
6. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair,
curah kering, dan Ro-Ro.
7. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang.
8. Penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi
barang, dan/atau
9. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.
b. PT Pelindo II
Pelindo II dibentuk berdasarkan PP 57 Tahun 1991 tentang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan II Menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero).
Bidang usaha PT Pelindo II meliputi bebrapa kegiatan usaha utama
yaitu:
75
1. Pelayanan Kapal. Pelayanan kapal merupakan jasa kegiatan
operasional kapal mulai dari masuk hingga keluar pelabuhan.
Pelayanan kapal meliputi:
• Jasa Labuh
• Jasa Tambat
• Jasa Pandu
• Jasa Tunda
• Jasa Pelayanan Air
• Jasa Kepil
2. Pelayanan Barang. Pelayanan barang merupakan pelayanan bongkar
muat mulai dari kapal hingga penyerahan ke pemilik barang.
Pelayanan barang meliputi:
• Dermaga Umum
• Gudang Penumpukan
• Lapangan Penumpukan
• Dermaga Khusus
3. Pelayanan Rupa-Rupa. Pelayanan rupa-rupa merupakan jasa
pelayanan yang menunjang kegiatan yang ada di pelabuhan.
Pelayanan rupa-rupa meliputi:
• Jasa Pemeliharaan Alat-Alat Pelabuhan
• Jasa Penyewaan Tanah, Bangunan, Air, dan Listrik (TBAL)
• Jasa Fasilitas Rupa-Rupa Usaha
Selain berbagai usaha utama tersebut, Perseroan juga
mengembangkan kegiatan usaha lain yang dapat menunjang tercapainya
tujuan Perseroan dan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya
yang dimiliki Perseroan, meliputi jasa angkutan; jasa persewaan dan
76
perbaikan fasilitas dan peralatan; jasa perawatan kapal dan peralatan di
bidang kepelabuhanan; jasa pelayanan alih muat dari kapal ke kapal (ship
to ship transfer) termasuk jasa ikutan lainnya; properti di luar kegiatan
utama kepelabuhanan; kawasan industri; jasa konsultan dan surveyor
kepelabuhanan; jasa komunikasi dan informasi; jasa konstruksi
kepelabuhanan; jasa forwarding/ekspedisi; jasa kesehatan; tempat tunggu
kendaraan bermotor dan shuttle bus; jasa penyelaman (salvage); jasa tally;
jasa pas pelabuhan; serta jasa timbangan.
c. PT Pelindo III
Pelindo III dibentuk berdasarkan PP 58 Tahun 1991 tentang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan III Menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero).
Sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, maksud dan tujuan
Perseroan ini adalah melakukan usaha di bidang penyelenggaraan dan
pengusahaan jasa kepelabuhanan, serta optimalisasi pemanfaatan sumber
daya yang dimiliki Perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar
keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan
prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
Merujuk pada Anggaran Dasar Perseroan, bidang usaha Pelindo III
adalah menyediakan dan mengusahakan jasa kepelabuhanan untuk
menunjang kelancaran angkutan laut dalam rangka menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional, yaitu meliputi pengusahaan:
1. Kolam-kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas dan tempat
berlabuhnya kapal;
77
2. Jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan (pilotage) dan
penundaan kapal;
3. Dermaga dan fasilitas lain untuk bertambat, bongkar muat barang
termasuk hewan dan fasilitas naik turunnya penumpang;
4. Gudang-gudang dan tempat penimbunan barang-barang angkutan
Bandar, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
5. Tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan, industri dan
gedung-gedung.bangunan yang berhubungan dengan kepentingan
kelancaran angkutan laut;
6. Penyediaan listrik, bahan bakar minyak, air bersih dan instalasi
limbah pembuangan;
7. Jasa terminal, kegiatan konsolidasi dan distribusi barang termasuk
hewan;
8. Pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kepelabuhanan;
9. Jasa pelayanan kesehatan;
10. Jasa transportasi laut;
11. Jasa persewaan fasilitas dan peralatan di bidang pelabuhan;
12. Jasa perbaikan fasilitas dan peralatan pelabuhan;
13. Properti di daerah lingkungan pelabuhan;
14. Kawasan industri di daerah lingkungan pelabuhan;
15. Kawasan wisata di daerah lingkungan pelabuhan;
16. Depo petikemas;
17. Jasa konsultan di bidang kepelabuhanan;
18. Jasa komunikasi dan informasi di bidang kepelabuhanan;
19. Jasa konstruksi di bidang kepelabuhanan.
78
d. PT Pelindo IV
Pelindo IV dibentuk berdasarkan PP 59 Tahun 1991 tentang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan IV Menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero).
Merujuk pada Anggaran Dasar Perseroan, bidang usaha Pelindo IV
adalah menyediakan dan mengusahakan jasa kepelabuhanan untuk
menunjang kelancaran angkutan laut dalam rangka menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional, yaitu meliputi pengusahaan:
1. Penyediaan dan/atau jasa pelayanan kolam-kolam pelabuhan dan
perairan untuk lalu lintas dan tempat-tempat berlabuhnya kapal.
2. Penyediaan dan/atau jasa-jasa yang berhubungan dengan
pemanduan (pilotage) dan penundaan kapal.
3. Penyediaan dan/atau pelayanan dermaga dan fasilitas lain untuk
bertambat, bongkar muat peti kemas, curah cair, curah kering,
multi purpose, barang termasuk hewan (general cargo) dan fasilitas
naik turunnya penumpang dan/atau kendaraan.
4. Penyediaan jasa bongkar muat, peti kemas, curah cair, curah
kering (general cargo) dan kendaraan.
5. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah
cair, curah kering, multipurpose, penumpang, pelayaran rakyat dan
RO-RO.
6. Penyediaan dan/atau pelayanan gudang-gudang dan lapangan
penumpukan dan tangki/tempat penimbunan barang-barang,
angkutan bandar, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan.
7. Penyediaan dan/atau pelayanan tanah untuk berbagai bangunan
dan lapangan, industri dan gedung-gedung/bangunan yang
79
berhubungan dengan kepentingan kelancaran angkutan multi
moda.
8. Penyediaan dan/atau pelayanan listrik, air minum, dan instalasi
limbah serta pembuangan sampah.
9. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa pengisian bahan bakar
minyak untuk kapal dan kendaraan di lingkungan pelabuhan.
10. Penyediaan dan/atau pelayanan kegiatan konsolidasi dan
distribusi barang termasuk hewan.
11. Penyediaan dan pengelolaan jasa konsultasi, pendidikan dan
pelatihan yang berkaitan dengan kepelabuhan.
12. Pengusahaan dan penyelenggaraan Depo Peti Kemas dan
perbaikan, cleaning, fumigasi serta pelayanan logistik.
13. Pengusahaan kawasan pabean dan tempat penimbunan sementara.
e. Peran Pelindo Secara Umum Dalam Program Tol Laut
Merujuk tujuannya, maka dalam konteks program pembangunan Tol
Laut, secara umum seluruh PT Pelindo (I - IV) berperan dalam rangka
memberikan layanan :
a. kolam-kolam pelabuhan dan luas perairan untuk lalu lintas pelayaran
dan tempat berlabuh kapal Tol Laut;
b. jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan kapal-kapal
(pilotage) dan pemberian jasa penundaan kapal laut;
c. dermaga untuk bertambat, bongkar muat, barang dan hewan, serta
penyediaan fasilitas naik turunnya penumpang;
d. gudang-gudang dan tempat penimbunan barang-barang angkutan
bandar, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
80
e. tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan, sehubungan dengan
kepentingan kelancaran angkutan laut dan industri;
f. jaringan-jaringan jalan dan jembatan, saluran pembuangan air,
saluran listrik, saluran air minum, pemadam kebakaran dan lain-lain;
g. jasa terminal;
h. usaha lain yang dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan.
5. Pemerintah Daerah
Tinjuan mengenai peran pemerintah daerah dalam menunjang
Implementasi Tol Laut, dapat dilihat dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut diatur pembagian ruang lingkup
pelayaran untuk pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota.
a. Pemerintah Provinsi
Ruang lingkup kewenangan provinsi dalam pelayaran berdasarkan
UU No. 23 tahun 2014, meliputi :
a. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang
berdomisili dalam wilayah dan beroperasi pada lintas pelabuhan
antar-Daerah kabupaten/ kota dalam wilayah Daerah provinsi.
b. Penerbitan izin usaha angkutan laut pelayaran rakyat bagi orang
perorangan atau badan usaha yang berdomisili dan yang beroperasi
pada lintas pelabuhan antar-Daerah kabupaten/kota dalam Daerah
provinsi, pelabuhan antar-Daerah provinsi, dan pelabuhan
internasional.
81
c. Penerbitan izin trayek penyelenggaraan angkutan sungai dan danau
untuk kapal yang melayani trayek antar-Daerah kabupaten/kota
dalam Daerah provinsi yang bersangkutan.
d. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian
kapal antar-Daerah kabupaten/kota dalam Daerah provinsi yang
terletak pada jaringan jalan provinsi dan/atau jaringan jalur kereta
api provinsi.
e. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian
untuk kapal yang melayani penyeberangan lintas pelabuhan antar-
Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi.
f. Penerbitan izin usaha jasa terkait berupa bongkar muat barang, jasa
pengurusan transportasi, angkutan perairan pelabuhan, penyewaan
peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan
laut, tally mandiri, dan depo peti kemas.
g. Penetapan tarif angkutan penyeberangan penumpang kelas ekonomi
dan kendaraan beserta muatannya pada lintas penyeberangan antar-
Daerah kabupaten/kota dalam Daerah provinsi.
h. Penetapan rencana induk dan DLKR/DLKP pelabuhan pengumpan
regional.
i. Pembangunan, penerbitan izin pembangunan dan pengoperasian
pelabuhan pengumpan regional.
j. Pembangunan dan penerbitan izin pelabuhan sungai dan danau yang
melayani trayek lintas Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah
provinsi.
k. Penerbitan izin usaha badan usaha pelabuhan di pelabuhan
pengumpan regional.
82
l. Penerbitan izin pengembangan pelabuhan untuk pelabuhan
pengumpan regional
m. Penerbitan izin pengoperasian pelabuhan selama 24 jam untuk
pelabuhan pengumpan regional.
n. Penerbitan izin pekerjaan pengerukan di wilayah perairan pelabuhan
pengumpan regional.
o. Penerbitan izin reklamasi di wilayah perairan pelabuhan pengumpan
regional.
p. Penerbitan izin pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri
(TUKS) di dalam DLKR/DLKP pelabuhan pengumpan regional.
b. Pemerintah Kota/Kabupaten
Ruang lingkup kewenangan kabupaten dan kota dalam pelayaran
berdasarkan UU No. 23 tahun 2015, meliputi :
a. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili
dalam Daerah kabupaten/kota dan beroperasi pada lintas pelabuhan di
Daerah kabupaten/kota.
b. Penerbitan izin usaha angkutan laut pelayaran rakyat bagi orang
perorangan atau badan usaha yang berdomisili dan yang beroperasi
pada lintas pelabuhan dalam Daerah kabupaten/kota.
c. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau
sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia
atau badan usaha.
d. Penerbitan izin trayek penyelenggaraan angkutan sungai dan danau
untuk kapal yang melayani trayek dalam Daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
83
e. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan penyeberangan
sesuai dengan domisili badan usaha.
f. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian kapal
dalam Daerah kabupaten/kota yang terletak pada jaringan jalan
kabupaten/kota dan/atau jaringan jalur kereta api kabupaten/kota.
g. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian untuk
kapal yang melayani penyeberangan dalam Daerah kabupaten/kota.
h. Penerbitan izin usaha jasa terkait dengan perawatan dan perbaikan
kapal.
i. Penetapan tarif angkutan penyeberangan penumpang kelas ekonomi
dan kendaraan beserta muatannya pada lintas penyeberangan dalam
Daerah kabupaten/kota
j. Penetapan rencana induk dan DLKR/DLKP pelabuhan pengumpan
lokal.
k. Penetapan rencana induk dan DLKR/DLKP untuk pelabuhan sungai
dan danau.
l. Pembangunan, penerbitan izin pembangunan dan pengoperasian
pelabuhan pengumpan lokal.
m. Pembangunan dan penerbitan izin pembangunan dan pengoperasian
pelabuhan sungai dan danau.
n. Penerbitan izin usaha badan usaha pelabuhan di pelabuhan pengumpul
lokal.
o. Penerbitan izin pengembangan pelabuhan untuk pelabuhan
pengumpan lokal.
p. Penerbitan izin pengoperasian pelabuhan selama 24 jam untuk
pelabuhan pengumpan lokal.
84
q. Penerbitan izin pekerjaan pengerukan di wilayah perairan pelabuhan
pengumpan lokal.
r. Penerbitan izin reklamasi di wilayah perairan pelabuhan pengumpan
lokal.
s. Penerbitan izin pengelolaan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
(TUKS) di dalam DLKR/DLKP pelabuhan pengumpan lokal.
B. Instansi Terkait Program Pembangunan Tol Laut Menurut Konsep
Elemen Penunjang Tol Laut.
Dalam bahan paparan Tol Laut yang disampaikan Bappenas, terdapat
dua konsep pembangunan Tol Laut, yaitu Tol Laut angkutan barang atau
Tol Laut peti kemas, dan Tol Laut angkutan penumpang dan cruise. Elemen
penunjang kedua Tol Laut tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut.
Dalam gambar tersebut dijelaskan bahwa elemen pendukung Tol
Laut angkutan barang atau peti kemas, meliputi :
- Adanya pelabuhan yang handal;
- Adanya pelayaran rutin dan berjadwal;
- Adanya inland akses yang efektif;
- Adanya kelayakan kecukupan muatan di setiap destinasi atau tujuan;
dan
- Adanya dukungan shipping industry.
Sedangkan elemen pendukung tol angkutan penumpang dan cruise,
meliputi :
- Adanya layanan pelabuhan yang handal;
- Adanya pelayaran yang rutin dan berjadwal;
85
- Adanya integrated transport untuk penumpang;
- Adanya kelayakan komersial dan wista pada daerah tujuan; dan
- Adanya jasa pelayaran traveling dan leisure.
Sumber : diolah dari bahan paparan RPJMN 2015-2019
Gambar 3.2 Elemen Penunjang Tol Laut Peti Kemas dan Tol Laut
Penumpang/Cruise
Dari hasil pengumpulan data informasi dan diskusi yang dilakukan di
beberapa daerah, maka dapat diidentifikasi mengenai instansi yang terkait
PELABUHAN YANG HANDAL
(SPESIALISASI LAYANAN)
KELAYAKAN DESTINASI KECUKUPAN MUATAN –
KOMERSIAL DAN WISATA
BARAT – TIMUR - BARAT
INLAND AKSES YANG EFEKTIF DAN
INTEGRATED TRANSPORT
PELAYARAN RUTIN DAN
BERJADWAL
SHIPPING INDUSTRY
TOL LAUT PENUMPANG
DAN CRUISE
PELAYARAN : TRAVELING, LEISURE
TOL LAUT PETI
KEMAS
86
dan terlibat dari pendekatan elemen penunjang Tol Laut, sebagaimana
dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 3.2 Elemen Tol Laut dan Instansi yang Terkait
ELEMEN TOL LAUT INSTANSI TERKAIT
Pelabuhan Yang Handal (Spesialisasi Layanan)
PT PELINDO, KEMENHUB (HUBLA), PEMDA ESDM/PLN, KEMENKUMHAM,
Pelayaran Rutin dan Berjadwal PT PELNI, PEMDA KEMENHUB (HUBLA)
Inland Akses Yang Efektif dan Integrated Transport
PEMDA, KEMENPUPERA , PT KA, AGRARIA/TATA RUANG, KEMENHUB (KA),
Kelayakan Destinasi Kecukupan Muatan – Komersial Dan Wisata Barat – Timur (PP), Utara – Selatan (PP)
PEMDA, KEMENPERIN KEMENTAN, KKP, KEMENPAR, KEMENDAGRI, KEMENKOP UKM, KEMENDES PDTT,
Shipping Industry PT PAL, PEMDA, KEMENPERIN, KEMENRISTEK
Pelayaran : Traveling, Leisure KEMENPAR, PEMDA KEMENHUB (HUBLA)
Sumber : Diolah dari berbagai sumber, Tim LAN (2015)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan mengenai instansi yang
seharusnya terkait dalam pembangunan Tol Laut berdasarkan pendekatan
elemen penunjang Tol Laut, sebagaimana berikut ini.
1. Instansi Terkait Penyediaan Pelabuhan yang Handal (Spesialisasi
Layanan).
Mengenai penyediaan (spesialisasi layanan) pelabuhan yang handal
dapat dibagi berdasarkan 3 (tiga) kategori pelabuhan yang terintegasi
87
dalam jaringan Tol Laut, yaitu pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul dan
pelabuhan pengumpan.
Untuk layanan pelabuhan utama, instansi yang paling berperan atau
bertanggung jawab adalah PT Pelindo. Untuk pelabuhan pengumpul,
instansi yang paling berperan dalam pemberian pelayanannya adalah
Kementerian Perhubungan atau Pemerintah Daerah Provinsi. Sedangkan
tanggung jawab pengelolaan pelayanannya untuk pelabuhan pengumpan
berada di tangan Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Provinsi maupun
Pemerintah KotaKkabupaten.
Selain itu perlu dilibatkan pula PT PLN, PT Pertamina, dan
Kementerian ESDM terkait dengan penyediaan dukungan tenaga listrik,
bahan bakar minyak, dan air yang sangat diperlukan oleh pelabuhan dalam
pemberian layanan kepada kapal-kapal Tol Laut yang berlabuh. Demikian
pula layanan Kementerian Hukum dan HAM terkait layanan surat-surat
keimigrasian.
2. Instansi Terkait Penyediaan Pelayaran Rutin dan Berjadwal
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, penyediaan
layanan pelayaran yang rutin dan berjadwal, dapat dibagi berdasarkan 2
(dua) kategori layanan pelayaran yang terintegasi dalam konteks jaringan
Tol Laut, yaitu pelayaran atau angkutan laut dalam negeri dan angkutan
laut pelayaran rakyat.
Untuk layanan penyediaan pelayaran yang paling berperan adalah PT
Pelni untuk kategori pelayaran angkutan laut dalam negeri yang
menghubungkan pelabuhan-pelabuhan utama atau pelabuhan utama
dengan pelabuhan pengumpul. Disamping PT Pelni yang merupakan
BUMN, sebenarnya diharapkan pula perusahaan pelayaran swasta dapat
88
terlibat. Namun karena pertimbangan komersial, umumnya perusahaan
pelayaran swasta belum terlibat sepenuhnya.
Selain pelayaran yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan utama
atau pelabuhan utama dengan pelabuhan pengumpul, diperlukan pula
peran pelayaran milik PT ASDP, pemerintah daerah dan pelayaran rakyat.
Pelayaran milik PT ASDP, pemerintah daerah dan pelayaran rakyat ini
diharapkan menyediakan pelayaran rutin yang menghubungkan
pelabuhan-pelabuhan pengumpul, atau pelabuhan pengumpul dengan
pelabuhan pengumpan baik yang pengumpan regional maupun pengumpan
lokal.
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur.
Gambar 3.3 Contoh Jalur Pelayaran Berjadwal dan Rutin Yang
Menghubungkan Pelabuhan Utama, Pelabuhan Pengumpul dan
Pelabuhan Pengumpan
89
Dengan adanya pelayaran-pelayaran tersebut, maka seluruh
pelabuhan yang ada, baik pelabuhan utama (hub), pelabuhan pengumpal,
dan pelabuhan pengumpan regional maupun lokal, akan saling
terkonektivitas satu sama lain. Dari gambaran tersebut jelas perlunya
peran PT Pelni, Pemerintah Daerah, maupun pemilik pelayaran swasta
maupun rakyat dalam konteks implementasi Tol Laut.
3. Instansi Terkait Penyediaan Inland Akses Yang Efektif dan
Integrated Transport.
Inland akses dan integrated transport pelabuhan merupakan salah
satu elemen yang penting untuk menunjang keberhasilan Tol Laut. Peran
penting inland akses dan integrated transport adalah menyediakan jalur
pengangkutan barang dan penumpang untuk masuk dan keluar pelabuhan.
Umumnya inland akses dan integrated transport yang dimaksud adalah
jaringan jalan, jaringan rel kereta dan jaringan sungai.
Untuk jaringan jalan, intansi yang paling utama mempunyai peran
adalah kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat, dan
kementerian perhubungan terkait penyediaan prasarana dan sarana
transportasi darat. Untuk jaringan kereta api diperlukan peran serta
kementerian perhubungan terkait perkeretaapian serta PT KAI untuk
penyediaan prasarana dan sarananya. Sedangkan untuk angkutan sungai
diperlukan peran kementerian perhubungan darat dan PT ASDP untuk
prasarana dan sarananya. Tidak kalah penting adalah peran pemerintah
daerah setempat, karena pemerintah daerah lah yang paling memahami
situasi atau gambaran inland akses yang paling memungkinkan untuk
dibangun. Selain itu perlu pula dukungan kementerian agraria dan tata
90
ruang untuk melakukan penataan wilayah agar kawasan atau wilayah yang
dibangun menjadi tertib sesuai peruntukannya.
Sumber : RPJMN 2015-2019, Buku II.
Gambar 3.4 Sketsa Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Daerah
Sekitarnya
91
4. Instansi Terkait Penyediaan Kelayakan Destinasi: Kecukupan
Muatan – Komersial dan Wisata Barat – Timur (PP), Utara – Selatan
(PP)
Sebagaimana sering diutarakan, permasalahan kecukupan muatan
menjadi hal yang signifikan untuk menunjang keberlangsungan dan
keberlanjutan implementasi kebijakan Tol Laut. Untuk itu, perlu dilakukan
upaya yang serius untuk melakukan penyiapan kecukupan muatan,
sehingga akan mengurangi beban subsidi yang ditanggung pemerintah
untuk menghidupkan rute Tol Laut di beberapa kawasan Indonesia. Untuk
itu, pada kawasan-kawasan tersebut perlu diupayakan tersedianya
komoditas yang nantinya akan diangkut oleh kapal-kapal Tol Laut, baik
komoditas berupa hasil produksi maupun komoditas wisata.
Sumber : RPJMN 2015-2019, Buku II.
Gambar 3.5 Peta Sebaran Kawasan Ekonomi Yang Telah Ditetapkan
92
Agar tersedia komoditas produksi yang akan diangkut oleh kapal Tol
Laut, maka perlu dibangun sentra industri untuk menghasilkan barang atau
komoditas yang nantinya akan diangkut kapal Tol Laut untuk dijual di
kawasan lainnya. Pembangunan sentra industri ini membutuhkan peran
kementerian perindustrian, kementerian pertanian, kementerian kelautan
dan perikanan untuk mengembangkan kawasan industri, serta
kementerian pariwisata untuk mempromosikan potensi pariwisata daerah
agar dapat menarik wisatawan untuk datang ke daerah. Selain instansi
pusat, pembangunan sentra industri di kawasan juga membutuhkan peran
aktif dari pemerintah daerah untuk mengembangan sumber daya industri
lokal yang ada di daerahnya masing-masing, baik industri barang maupun
industri pariwisata.
Kementerian lain yang diharapkan dapat memberikan dukungan
adalah kementerian koperasi dan UKM, kementerian desa, PDT dan
Transmigrasi, serta kementerian dalam negeri untuk melakukan
pembinaan terhadap pemerintah dalam pengembangan kawasan.
5. Instansi Terkait Penyediaan Shipping Industry
Shipping industry merupakan elemen Tol Laut yang sifatnya
penunjang penyediaan dan perawatan kapal-kapal Tol Laut. Peran penting
shipping industry adalah memberikan jaminan teknis operasionalisasi
kapal-kapal Tol Laut.
Instansi yang diaharapkan memegang peran kunci dalam penyediaan
shipping industry adalah PT PAL di tingkat nasional dan pemerintah daerah
untuk mendukung shipping industry lokal. Disamping PT PAL dan
Pemerintah daerah, diperlukan keterlibatan dan dukungan Kementerian
Perindustrian dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
93
untuk memberikan dukungan peningkatan kualitas produk dan teknologi
industri perkapalan di Indonesia.
Sumber : RPJMN 2015-2019, Buku II.
Gambar 3.6 Peta Sebaran 14 Kawasan Industri Prioritas Wilayah Luar
Jawa 2015-2019
6. Instansi Terkait Penyediaan Layanan Pelayaran Traveling/ Leisure
Layanan pelayaran traveling/leisure merupakan elemen Tol Laut
yang sifat memanfaatkan potensi wisata untuk menarik wisatawan untuk
datang ke suatu daerah yang diharapkan dapat memberikan multiplier
effect terhadap industri lokal di daerah wisata tersebut. Potensi pelayaran
traveling/leisure ini perlu dimanfaatkan secara maksimal sebagai
kesempatan ajang promosi produk daerah. Hal ini perlu dilakukan karena
94
pengguna atau konsumen pelayaran traveling/leisure pada umumnya
adalah wisatawan dari luar negeri yang kemampuan ekonominya tinggi.
Sumber : Ditlala, Kementerian Perhubungan, 2015.
Gambar 3.7 Peta Wilayah Wisata Bahari
Instansi yang paling berperan untuk meningkatkan pelayaran
traveling/leisure adalah kementerian pariwisata dan pemerintah daerah
setempat. Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Daerah dapat memberi
kesempatan kemudahan kepada para jasa traveling/leisure agar mereka
dapat membawa wisatawan ke daerah-daerah di Indonesia.
95
C. Simpulan Instansi yang Terkait Berdasarkan Pendekatan
Pembangunan Elemen Penunjang Tol Laut
Dari uraian yang telah dikemukakan, tampak bahwa keberhasilan
implementasi kebijakan Tol Laut tidak hanya berada pada instansi yang
telah ditunjuk dalam RPJMN 2015-2019, yaitu
- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sebagai
koordinator perencanaan;
- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, sebagai koordinator
pelaksanaan;
- Kementerian Perhubungan;
- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang diwakili oleh
PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo);
- Pemerintahan Daerah, baik Provinsi maupun Kota/Kabupaten.
Dari hasil kajian terhadap elemen penunjang Tol Laut, ternyata perlu
lebih banyak instansi lainnya yang harus dilibatkan secara intensif agar
implementasi kebijakan Tol Laut dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
Instansi-instansi lainnya yang harus dilibatkan tersebut paling tidak adalah
- Kementerian Energi, Sumberdaya, dan Mineral
- PT PLN
- PT Pertamina
- Kementerian Hukum dan HAM
- PT Pelni
- Kementerian PU
- PT KAI
- PT ASDP
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang
96
- Kementerian Perindustrian
- Kementerian Pertanian,
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Kementerian Pariwisata
- Kementerian Dalam Negeri
- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
- Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi
- PT PAL
- Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
97
Sumber : Tim Kajian
Gambar 3.8 Instansi Terkait Kebijakan Tol Laut dari Berdasarkan
Konsep Elemen Penunjang Tol Laut
Permasalahannya kemudian adalah bagaimana melakukan
koordinasi atau bahkan sinergi agar semua instansi tersebut dapat fokus
menunjang implementasi kebijakan Tol Laut.
Pemda, Kementan,
KKP, Kemenperin,
Kemenkop UKM,
Kemendes,
Kemendagri,
Kemenpar
Kemenpar,
Pemda
PT PAL, Pemda,
Kemenperin,
Kemenristek,
Pemda, Kemen PU,
PT KAI, Kemenhub,
PT ASDP, Kemen
agraria
PT Pelni,
Pemda
Kemenhub, PT
Pelindo, Pemda,
Kemen ESDM, PT
PLN, PT
Pertamina,
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN TOL LAUT
98
D. MODEL SINERGI INSTANSI TERKAIT DALAM PEMBANGUNAN TOL
LAUT
Dalam rangka mensinergikan instansi yang terkait implementasi
kebijakan Tol Laut dapat terwujud, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu apa saja ruang lingkup atau aspek yang disenergikan
sinergi dan siapa yang harus mensinergikan.
1. Ruang Lingkup Aspek Sinergi
Ruang lingkup aspek yang harus disinergikan dalam rangka
implementasi Tol Laut meliputi aspek manajemen dan pengerahan sumber
daya manusia.
Dari aspek manajemen, hal-hal yang perlu disinergikan adalah
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Sinergi perencanaan ini
diperlukan agar dukungan implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut,
sudah siap dan masuk dalam dokumen perencanaan semua instansi yang
terkait. Sinergi pelaksanaan untuk memastikan bahwa setiap instansi
sudah melaksanakan kegiatan yang merupakan bagian tugasnya masing-
masing. Sedangkan sinergi pengendalian untuk memastikan bahwa
kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang disusun dan
untuk mengetahui dengan segera permasalahan yang terjadi agar dapat
diambil langkah-langkah mengatasi permasalahan tersebut dengan segera
pula.
99
Sumber : Tim Kajian, 2015.
Gambar 3.9 Aspek-aspek Yang harus Disinergikan dalam
Implementasi Kebijakan Pembangunan Tol Laut
Dari aspek pengerahan sumber daya, diperlukan sinergi terkait
regulasi, sinergi pengerahan sumber daya keuangan/anggaran, dan sinergi
pengerahan atau pengelolaan sumber daya manusia/ aparaturnya. Sinergi
regulasi pendukung diperlukan agar proses implementasi kebijakan
pembangunan Tol Laut tidak terhambat oleh regulasi-regulasi yang
sifatnya sektoral semata. Sinergi regulasi akan menggantikan regulasi-
100
regulasi sektoral tadi dalam hal aspek manajemen maupun pengerahan
sumber daya untuk implementasi kebijakan pembagunan Tol Laut. Sinergi
keuangan/anggaran diperlukan untuk memastikan bahwa anggaran yang
dimiliki oleh setiap instansi yang terkait memang diperuntukan untuk
mempersiapkan dan membangun elemen-elemen pendukung keberhasilan
Tol Laut. Sinergi sumber daya manusia/aparatur pun perlu dilakukan agar
pengembangan dan penyediaan sumber daya manusia/aparatur yang
benar dilakukan oleh setiap instansi maupun secara terfokus pada
pengembangan sumber daya manusia yang memahami dengan baik
maksud dan tujuan implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut.
Setelah memahami maksud dan tujuan sinergi pada aspek
manajemen dan sumber daya, maka pertanyaan selanjutnya adalah siapa
atau instansi mana yang paling memiliki peran dalam upaya mewujudkan
sinergi manajemen dan sumber daya dalam implementasi kebijakan
pembangunan Tol Laut.
2. Instansi yang Mensinergikan
Merujuk pada ruang lingkup sinergi yang diperlukan yaitu sinergi
aspek manajemen dan aspek sumber daya implementasi kebijakan
pembangunan Tol Laut, maka pihak atau instansi yang sebaiknya
melakukan peran untuk melakukan sinergi untuk setiap unsur dalam aspek
manajemen dan pengerahan sumber daya adalah
- Bappenas, untuk melakukan sinergi perencanaan
- Kemenko Bidang Kemaritiman untuk melakukan sinergi
pelaksanaan, pengendalian dan regulasi
- Kementerian keuangan untuk melakukan sinergi keuangan/
anggaran
101
- Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk
melakukan sinergi pembangunan dan pengembangan sumber daya
manusia (Dikbud dan Ristek Dikti)
Instansi-intansi tersebut melakukan sinergi implementasi kebijakan
pembangunan Tol Laut dari sisi mikro setiap aspek manajemen dan
sumber daya.
Sedangkan secara keseluruhan sebenarnya diperlukan sinergi
makro. Untuk sinergi secara makro, peran tersebut sebenarnya ada pada
Presiden. Namun dalam hal operasionalisasinya, Presiden dapat
memberikan wewenang untuk melakukan sinergi secara makro
implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut tersebut kepada instansi
yang ditunjuk.
Apabila merujuk pada ruang lingkup tugas dan fungsinya, maka
instansi yang bisa mewakili Presiden untuk melakukan sinergi secara
makro implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut adalah Kantor Staf
Kepresidenan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Presiden
No. 26 Tahun 2015, Kantor Staf Kepresidenan mempunyai tugas
menyelenggarakan pemberian dukungan kepada Presiden dan Wakil
Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas
nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis. Fungsi yang
dijalankan Kantor Staf Kepresidenan adalah
a. pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas
nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden;
b. penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-
program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami
hambatan;
102
c. percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional; dan
d. pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program
prioritas nasional.
Seluruh tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden tersebut, memberikan
cukup kewenangan bagi Kantor Staf Presiden untuk mengkoordinasikan
dan memimpin sinergi yang diperlukan untuk implementasi kebijakan
pembangunan Tol Laut.
103
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN SINERGITAS
KEWENANGAN DAN HUBUNGAN KERJA
DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
TOL LAUT
Permasalahan sinergitas kewenangan dan hubungan kerja dalam
rangka implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut meliputi aspek
pengelolaan (management) dan aspek sumber daya (resources). Aspek
manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan/pengendalian. Sedangkan aspek sumber daya meliputi
ketersediaan peraturan perundang-undangan, penganggaran, dan sumber
daya manusia (SDM). Setiap permasalahan diuraikan dan dibagian
selanjutnya diberikan usulan model sinergitas berdasarkan masukan
narasumber.
A. Permasalahan Aspek Manajemen dan Sumber Daya
1. Permasalahan Aspek Manajemen
Aspek pengelolaan pembangunan Tol Laut meliputi bagaimana
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bersama-sama atau pun
masing-masing menyusun dokumen perencanaan untuk mendukung
implementasi pembangunan Tol Laut.
a. Permasalahan dalam Perencanaan
Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya dapat dijelaskan bahwa
permasalahan utama yang terdapat dalam sub aspek perencanaan
104
yakni terjadinya inkonsistensi perencanaan dalam kebijakan
pembangunan Tol Laut. Yang dimaksud dengan inkonsistensi
perencanaan adalah bahwa beberapa kementerian/lembaga dan
pemerintah daerah sebenarnya telah memiliki dokumen
perencanaan baik perencanaan jangka panjang maupun jangka
menengah (di pusat tertuang Renstra K/L, sementara di daerah
tertuang dalam RPJPD/RPJMD), namun belum semua dokumen
perencanaan tersebut telah mengakomodir konsep Tol Laut.
Gambar 4.1 Ilustrasi Ketidakkonsistenan Perencanaan
Temuan-temuan (findings) di beberapa daerah menunjukkan bahwa
dokumen perencanaan beberapa daerah yang bersangkutan belum
menyesuaikan dengan RPJMN 2015-2019 terkait dengan
pembangunan Tol Laut. Akan tetapi, meskipun belum
mencantumkan program/kegiatan Tol Laut, berbagai pemerintah
daerah tersebut – seperti Provinsi NTB, Provinsi Kalimantan Barat,
Provinsi Sumatera Utara – pada dasarnya telah melaksanakan
105
program/kegiatan pembangunan Tol Laut (dengan nomenklatur
kegiatan yang berbeda).
Sumber : Bappeda Provinsi Sumatera Utara, 2015.
Gambar 4.2 Rencana Pembangunan Insfrastruktur Pendukung
Tol Laut di Sumatera Utara
Sebagai contoh, program pengembangan jaringan transportasi
umum di Provinsi Sumatera Utara dilakukan melalui strategi
sebagai berikut: 1) Mengembangkan sistem jaringan arteri primer
sebagai penghubung antar PKN dan antara PKN dan PKW/PKWP,
mengembangkan jalan kolektor primer sebagai penghubung antara
PKW/PKWP dengan PKL dan mengembangkan jaringan jalan bebas
hambatan sebagai penghubung PKN serta mengembangkan jaringan
kereta api yang berfungsi sebagai penghubung antara pusat-pusat
pertumbuhan, 2) Mengembangkan transportasi terpadu dalam
106
rangka mendukung pengembangan PKN, dan 3) Mengembangkan
tatanan pelabuhan dan kebandarudaraan untuk mendukung PKN
dan PKW/PKWP.
Kondisi semacam ini belum terjadi di lingkup pemerintah pusat,
yakni K/L yang masih menyusun dokumen perencanaan sesuai
penafsiran masing-masing terhadap pembangunan Tol Laut.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya
misalnya, masih menyiapkan konsep implementasi Tol Laut yang
komprehensif sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 2
Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019, sementara Kementerian
Perhubungan menjalankan perencanaan yang menempatkan
kementerian ini sebagai penanggung jawab di bidang perhubungan
dan pembangunan moda transportasi.
b. Permasalahan dalam Pengorganisasian
Aspek pengorganisasian pembangunan Tol Laut meliputi kejelasan
arah kebijakan, tersedianya lembaga yang bertugas
mengkoordinasikan mekanisme kerja, dan terwujudnya
pemahaman yang sama tentang Tol Laut. Problem pengorganisasian
pembangunan Tol Laut setidaknya meliputi tiga hal berikut:
persepsi dan pemahaman yang berbeda-beda di antara pemangku
kepentingan terkait pembangunan Tol Laut, belum berperannya
Kemenko Kemaritiman dan Sumber Daya secara optimal, dan belum
adanya kejelasan arah kebijakan pembangunan Tol Laut.
Dari penelitian lapangan yang telah dilakukan dan berbagai media
massa yang membahas Tol Laut dapat disampaikan bahwa sampai
107
saat ini masih terdapat kebingungan (confuse) mengenai istilah Tol
Laut dan pembangunan Tol Laut.
Tol Laut sering diartikan secara bebas sebagai jalan tol di atas laut.
Selanjutnya, ada pula yang menerjemahkan Tol Laut sebagai tol
yang menghubungkan kawasan/pusat industri dengan pelabuhan
laut, dan sebagainya. Pemahaman yang seperti ini membawa pula
kepada pemahaman yang keliru mengenai ruang lingkup dan
strategi pembangunan Tol Laut. Oleh karenanya, sangat tepat
kiranya apabila dokumen pembangunan Tol Laut sebagaimana
tersebut di atas kemudian disosialisasikan agar tidak menimbulkan
kesalahpahaman bahkan kebingungan seperti ini.
Gambar 4.3 Tol Bali Mandara adalah Jalan Tol diatas Laut,
bukan Konsep Tol Laut
Permasalahan lainnya adalah ketersediaan lembaga yang
mengkoordinasikan mekanisme kerja pembangunan Tol Laut,
sebenarnya lembaga ini sudah dibentuk, yakni Kemenko Bidang
Kemaritiman. Pada pasal 2 Perpres No. 10 Tahun 2015 disebutkan:
108
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mempunyai tugas
menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian
urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di
bidang Kemaritiman. Pembangunan Tol Laut merupakan salah satu
bagian dalam pelaksanaan pembangunan bidang kemaritiman.
Permasalahan pengorganisasian timbul karena sebagai kementerian
koordinator yang masih baru, kementerian ini belum sepenuhnya
mampu menjalankan fungsi koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian. Dari FGD dan wawancara mendalam dengan pejabat
Kemenko Bidang Kemaritiman diperoleh kesimpulan bahwa saat ini
sebenarnya Kemenko sedang mempersiapkan dokumen
pembangunan Tol Laut, bersama-sama dengan beberapa
kementerian di bawah koordinasi Kemenko Bidang Kemaritiman,
serta dengan Bappenas. Hal ini ternyata sesuai dengan data yang
diperoleh di daerah kajian baik pada saat FGD pengumpulan data
maupun pada waktu validasi hasil kajian, bahwa pemerintah pusat
dalam hal ini Kemenko Bidang Kemaritiman belum memberikan
“guidance” yang memadai mengenai pelaksanaan pembangunan Tol
Laut.
Permasalahan ketiga ketidakjelasan arah kebijakan pembangunan
Tol Laut. Arah kebijakan pembangunan Tol Laut seharusnya
menjadi tugas pemerintah pusat khususnya Kemenko Bidang
Kemaritiman untuk segera menyiapkan dokumen tersebut.
Selanjutnya, apabila sudah disusun arah kebijakan kemudian
mensosialisasikan arah kebijakan pembangunan Tol Laut kepada
stakeholders.
109
c. Permasalahan dalam Pelaksanaan
Permasalahan pelaksanaan pembangunan Tol Laut meliputi tidak
terkoordinirnya kegiatan pembangunan Tol Laut antara pusat dan
daerah, ketidakjelasan mekanisme hubungan kerja, dan belum
tersusun rencana aksi yang sama tentang operasionalisasi
pelaksanaan pembangunan Tol Laut.
Permasalahan pertama, tidak terkoordinirnya kegiatan
pembangunan Tol Laut dikarenakan belum dilakukannya perbaikan
dokumen perencanaan di daerah, selain dikarenakan ketidakjelasan
koordinasi sebagaimana dijelaskan pada bagian ‘pengkoordinasian’.
Akibatnya, masing-masing pemerintah daerah tidak terkoordinasi
dalam menjalankan kegiatan pembangunan termasuk
pembangunan Tol Laut.
Kedua, ketidakjelasan mekanisme hubungan kerja. Dari hasil kajian,
meskipun tidak tersedia arah kebijakan dan operasionalisasi
pembangunan Tol Laut ternyata pemerintah daerah telah
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dikategorikan Tol Laut.
Sebagai contoh, kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh
Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara meliputi: 1)
Pengembangan integrasi moda antara laut dan kereta api yang
menghubungkan KEK Sei Mangke ke Pelabuhan Kuala Tanjung
melalui dukungan pembebasan lahan oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara, 2) Usulan peningkatan status jalan Indrapura –
Kuala Tanjung, 3) Pengembangan susur jalan pantai timur (± 518
km), dan 4) Rencana pembangunan 9 akses jalan menuju Pelabuhan
Kuala Tanjung (± 103,73 km) merupakan bukti dukungan
pembangunan Tol Laut.
110
Gambar 4.4 Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke di Sumatera
Utara
Ketiga, belum tersusunnya rencana aksi yang sama tentang
operasionalisasi pelaksanaan pembangunan Tol Laut. Yang
dimaksudkan dengan operasionalisasi adalah penjabaran/
pengejawantahan konsep Tol Laut secara operasional sehingga
mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pemangku kepentingan.
Pada saat ini, konsep Tol Laut masih dianggap sebagai ‘makhluk
asing’ yang belum familiar bagi sebagian besar stakeholders,
terutama di beberapa pemerintah daerah.
d. Permasalahan dalam Pengawasan/Pengendalian
Permasalahan yang terjadi dalam hal pengawasan adalah
menyangkut institusi yang bertugas mengawasi perjalanan
pembangunan Tol Laut sesuai arahan Presiden. Dalam RPJMN 2015-
2019 disebutkan misalnya, kegiatan utama yang terkait
pengembangan Tol Laut, antara lain tersedianya 24 pelabuhan
111
pendukung Tol Laut, 65 pelabuhan penyeberangan sabuk tengah-
utara, pelayaran rakyat dan short sea shipping. Untuk 24 pelabuhan
pendukung Tol Laut, terdiri dari 5 pelabuhan hub dan 19 pelabuhan
feeder.
Terhadap pencapaian rencana ini, siapa yang seharusnya mengawal
dan mengawasi/mengendalikan? Secara normatif sebagaimana
diatur dalam Perpres No. 10 Tahun 2015, institusi yang bertugas
melakukan pengawasan/pengendalian terhadap implementasi
pembangunan Tol Laut ini adalah Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman. Persoalannya, institusi ini relatif masih baru dalam
struktur kabinet kerja, sehingga dalam beberapa hal memang belum
mampu melakukan pengawasan/pengendalian dengan optimal.
2. Permasalahan Sumber Daya
a. Permasalahan Peraturan Perundang-Undangan
Di dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan disebutkan bahwa jenis dan hirarki peraturan
perundang-undangan terdiri atas: UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah
Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Rencana
pembangunan Tol Laut tertuang dalam peraturan presiden
(Perpres) yakni Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
Kesenjangan yang terjadi pada aspek peraturan perundang-
undangan dalam konteks implementasi pembangunan nasional
112
adalah terlalu banyaknya produk perundangan tetapi tidak mampu
mempercepat proses penyelesaian kegiatan atau tahapan
pembangunan yang sangat diharapkan segera diselesaikan. Disisi
lain, tidak ada atau belum ada peraturan yang mengatur mengenai
hal yang bersangkutan. Sebagai contoh, pada saat pemerintah
daerah atau PT. Pelindo akan memperluas kawasan pelabuhan,
maka diperlukan sejumlah lahan untuk pembangunan sarana dan
prasarananya. Lokasi yang direncanakan untuk pembangunan
pelabuhan tersebut tidak dapat ‘serta merta’ dibangun sebelum
memperoleh ijin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)
dari kementerian terkait.
Disamping itu, di daerah pun diperlukan regulasi turunan dari
regulasi yang berada diatasnya untuk memperlancar dan
mendukung pembangunan Tol Laut yang sedang dan akan
dilaksanakan. Dalam hal ini peraturan-peraturan turunan seperti
Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah mungkin dapat di-
‘create’ sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi dan tidak menimbulkan beban ekonomi.
b. Permasalahan Anggaran
Masalah ‘budget’ masih menjadi persoalan umum yang membelit
setiap rencana program pembangunan, karena resources yang
tersedia memang sangat terbatas sedangkan program/kegiatan
yang harus dibiayai sangatlah banyak. Berdasarkan hasil penelitian,
secara umum terdapat dua masalah dalam penganggaran, pertama
tidak tersedianya anggaran dan kedua tidak tepatnya pengalokasian
anggaran. Pada persoalan pertama yakni tidak tersedia anggaran
113
biasanya terjadi karena program/kegiatan tersebut tidak
direncanakan sejak awal, sehingga anggaran pun tidak mungkin
disediakan pada tahun berjalan.
Adapun pada persoalan kedua biasanya disebabkan oleh adanya
‘pertarungan’ pada saat pengalokasian anggaran baik saat
pertarungan di parlemen (legislatif) maupun di lingkungan
pemerintah (eksekutif). Pada pertarungan di parlemen biasanya
terjadi perebutan alokasi anggaran oleh berbagai K/L yang sering
diwarnai dengan kompromi antara legislatif dan eksekutif.
Masalahnya, anggaran yang telah terdistribusi ke masing-masing
K/L terkadang tidak digunakan sesuai dengan peruntukkannya.
Terhadap masalah ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi
internal pemerintah/eksekutif, karena di dalam lingkup eksekutif
pun terjadi kompromi-kompromi apakah sebuah program/ kegiatan
dibiayai ataukah tidak.
c. Permasalahan SDM Aparatur
Keberhasilan pembangunan Tol Laut sangat ditentukan oleh SDM
Aparatur yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas.
Berdasarkan temuan lapangan, jumlah dan kualitas SDM Aparatur
yang terkait dengan pembangunan Tol Laut dinilai masih jauh dari
memadai. Sebagai contoh, jumlah SDM profesional baik di
pelabuhan maupun di lautan (kapal) masih sangat minim.
Selanjutnya secara kualitas, kompetensi SDM yang terkait
pembangunan Tol Laut pun masih memerlukan banyak upaya
peningkatan. Harus diakui, beberapa pengelola pelabuhan memang
telah mengantisipasi minimnya kualitas SDM Aparatur dengan
114
mengirimkan pegawai-pegawainya ke sekolah-sekolah terbaik di
dalam dan di luar negeri. Setelah selesai pendidikan, tenaga-tenaga
terdidik tersebut lalu menempati posisi-posisi strategis yang
dibutuhkan oleh organisasi. Pelabuhan-pelabuhan juga perlu
dilengkapi dengan teknologi informasi yang ditunjang oleh man
power yang handal dan dapat melakukan pertukaran data antar
pelabuhan yang terkait.
Sejauh ini, alumni-alumni tersebut dinilai memiliki kualifikasi yang
dipersyaratkan oleh perusahaan/organisasi. Namun ke depan,
kebutuhan SDM Aparatur tidak hanya untuk level menengah dan
tinggi tetapi yang tak kalah pentingnya adalah SDM level bawah
(lapangan). Seperti diketahui bersama, pembangunan Tol Laut
membutuhkan SDM Aparatur yang massif baik untuk melakukan
pekerjaan level menengah dan tinggi maupun level bawah
(lapangan).
B. Manajemen dan Sumber Daya
1. Sinergitas Manajemen
a. Sinergitas Perencanaan
Sinergi perencanaan pembangunan Tol Laut merupakan salah satu
prioritas utama dalam implementasi kebijakan pembangunan Tol
Laut. Mengapa prioritas? Karena seluruh pelaksanaan
program/kegiatan yang ideal selalu diawali dengan penyusunan
dokumen perencanaan yang baik/komprehensif. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, konsep Tol Laut ini melibatkan berbagai
pihak baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (sebagai
leading sector-nya), badan usaha milik negara (BUMN-Pelabuhan
115
Indonesia I-IV), dan kalangan swasta atau yang disebut dengan
private sector. Sebenarnya terdapat satu unsur lain yakni
kelompok masyarakat, yaitu mereka yang tergabung ke dalam
asosiasi atau para pemerhati yang peduli terhadap pembangunan
Tol Laut.
Terkait sinergitas dan hubungan kerja pada aspek perencanaan
pembangunan Tol Laut, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut (model):
Pertama, perencanaan Tol Laut disusun dengan mengambil hal-
hal yang ideal dari konsep Pendulum Nusantara6 dan Silognas7
yang sudah disusun terdahulu. Tentu, meski disusun pada era
pemerintahan sebelum Jokowi-JK, beberapa bagian dari kedua
konsep tersebut masih dapat dilanjutkan dan dilaksanakan.
Kedua, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Bappenas secara
bersama-sama memfinalisasi dokumen perencanaan Tol Laut
selama sisa waktu pemerintahan Jokowi-JK ataupun perencanaan
lima tahunan yang nantinya dapat digunakan oleh pemerintahan
selanjutnya.
Ketiga, dokumen perencanaan final kemudian dituangkan dalam
format peraturan perundang-undangan (Perpres) yang selanjutnya
didiseminasikan kepada seluruh K/L dan pemerintah daerah serta
stakeholders lainnya. Apabila dokumen perencanaan Tol Laut telah
6 Pendulum Nusantara ialah konsep sistem transportasi barang melaui lautan dengan menggunakan
kapal besar berkapasitas 3000-4000 TEUS yang melewati sebuah jalur utama dari Belawan (Medan,
Sumatera Utara) berlanjut ke Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Makassar dan
Sorong (Papua) dimana lima pelabuhan ini akan menjadi simpul penghubung regional ke daerah
daerah sekitarnya (loop) dengan menggunakan kapal yang lebih kecil.
7 Sistem Logistik nasional adalah suatu sistem yang bertujuan untuk memperlancar arus barang
secara efektif dan efisien (Perpres 26 Tahun 2012).
116
disosialisasikan kepada segenap pemangku kepentingan, maka
tidak ada alasan bagi K/L/D untuk tidak melaksanakan
pembangunan Tol Laut dimaksud.
b. Sinergitas Pengorganisasian
Permasalahan pengorganisasian sebagaimana disebutkan pada
uraian di atas memerlukan penanganan serius dari semua pihak,
terutama dari pemerintah pusat. Persoalan pertama terkait dengan
penyamaan persepsi dan pemahaman tentang definisi, ruang
lingkup dan strategi pencapaian pembangunan Tol Laut dapat
diawali atau hanya mungkin dapat dilakukan jika sudah tersusun
arah kebijakan yang jelas dari pemerintah pusat (permasalahan
ketiga). Dengan demikian, penyamaan persepsi dan pemahaman
tentang Tol Laut sebenarnya merupakan langkah akhir dari
pengkoordinasian.
Mekanisme koordinasi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut: 1) Rapat kerja antara segenap pamangku kepentingan,
baik pusat maupun daerah yang dilaksanakan di Kantor Kemenko
Bidang Kemaritiman dan atau di K/L lainnya, 2) Sosialisasi turun
ke lapangan (turba) yaitu dengan melakukan ‘roadshow’ ke
Pemerintah Provinsi, selanjutnya pemerintah provinsi
mengundang pemerintah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya
pada waktu berbeda, 3) Sosialisasi melalui media massa baik
media elektronik maupun media cetak nasional/lokal perihal
pembangunan Tol Laut.
117
c. Sinergitas Pelaksanaan
Upaya membangun sinergi kewenangan dan hubungan kerja dalam
pelaksanaan pembangunan Tol Laut diusulkan oleh berbagai
pihak, tetapi pada umumnya mereka menyampaikan agar
pembangunan Tol Laut dilakukan secara ‘gotong royong’ sesuai
kemampuan masing-masing. Sebagai contoh, untuk pengerukan
pelabuhan dilakukan oleh Kementerian Perhubungan (sesuai
peraturan perundang-undangan), untuk pembangunan jalan tol
dari kawasan industri ke pelabuhan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum (Bina Marga), pembangunan rel kereta api oleh
Kementerian Perhubungan, penataan kawasan sekitar pelabuhan
dan jalan darat (inland access) oleh pemerintah daerah,
penyediaan tanah untuk pembangunan dan perluasan pelabuhan
oleh pemerintah daerah, dan seterusnya. Setiap pemangku
kepentingan dapat memberikan kontribusinya dalam bentuk dan
jenisnya masing-masing
d. Sinergitas Pengendalian
Mencermati kondisi tersebut di atas, diperlukan kesamaan
persepsi terkait pihak-pihak yang berwenang melakukan
pengendalian. Secara normatif memang hanya Kemenko Bidang
Kemaritiman, namun secara teknis bisa saja Kemenko Bidang
Kemaritiman mendelegasikan kepada Kementerian sektoral yang
berada di bawahnya untuk melaksanakan sebagian tugas
pengendalian. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan pengembangan
infrastruktur pelabuhan, Kemenko Bidang Kemaritiman dapat
118
mendelegasikan fungsi pengendalian kepada Kementerian
Perhubungan dan Kementerian BUMN serta Kementerian
Pekerjaan Umum.
2. Sinergitas Sumber Daya
a. Sinergitas Peraturan Perundang-Undangan
Penyusunan Perda dan Perkada harus sinergi dengan peraturan-
peraturan tingkat di atasnya. Namun yang jelas, kebutuhan akan
regulasi turunan tersebut selalu ada di setiap daerah, sehingga
pemerintahan daerah diharapkan dapat memberikan respon positif
untuk mendukung hal dimaksud.
b. Sinergitas Penganggaran
Sinergitas dalam hal penganggaran sebenarnya telah dilaksanakan
dengan cukup baik selama ini, bahkan mungkin lebih baik dan lebih
‘advanced’ dibandingkan bidang-bidang lainnya. Namun demikian
sinergi dalam penganggaran yang perlu dikembangkan ke depan
adalah kebersamaan (gotong royong) untuk mengalokasikan
anggaran pada kegiatan yang sejalan. Sebagai contoh: setiap instansi
baik pemerintah pusat (Kementerian Keuangan), pemerintah
daerah (Dinas/Badan Pengelolaan Keuangan Daerah), maupun
BUMN (Pelindo) dimungkinkan melaksanakan kegiatan dengan
anggaran yang dimilikinya, namun kegiatan tersebut memiliki arah
yang sejalan sehingga pada akhirnya akan bertemu pada satu tujuan
akhir yang diidealkan.
119
c. Sinergitas SDM
Institusi perguruan tinggi (universitas dan sekolah tinggi)
diarahkan untuk melahirkan tenaga-tenaga yang mampu mengisi
kebutuhan SDM level menengah dan tinggi. Untuk itu, di
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi diharapkan
dapat membuka jurusan teknik perkapalan di perguruan tinggi
negeri (PNS) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) selektif.
Sementara itu, sekolah tinggi (yang merupakan perubahan dari
akademi) diharapkan dapat tumbuh semakin banyak dan
berkualitas sehingga dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang siap
bekerja sebagai tenaga ahli level menengah di bidang pelayaran dan
kepelabuhanan. Beberapa perguruan tinggi dapat saling
bekerjasama untuk menghasilkan lulusan terbaik dan akhirnya
dapat diserap oleh lapangan pekerjaan khususnya bidang pelayaran
dan kepelabuhanan.
Secara lebih masif, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu
membangun unit sekolah baru (USB) dan mengembangkan sekolah-
sekolah menengah kejuruan (SMK) bidang kepelayaran. Keberadaan
SMK sangat penting karena SMK akan menghasilkan ratusan ribu
alumni per tahun dengan berbagai jurusan yang diperlukan dalam
mengisi kebutuhan SDM pendukung Tol Laut.
120
121
BAB V
PENUTUP
Implementasi kebijakan pembangunan Tol Laut sebagai salah satu
milestone dalam membangun Indonesia menuju poros maritim dunia dapat
dikatakan masih berada pada titik awal dan titik ini sangat menentukan
berhasil-tidaknya cita-cita Indonesia menjadi poros maritim tersebut.
Upaya untuk mencapai tujuan mulia dimaksud telah dilakukan oleh
pemerintah Indonesia sejak pemerintahan SBY dan dilanjutkan pada
pemerintahan Jokowi saat ini. Tentu, berbagai permasalahan timbul dalam
pelaksanaan program/kegiatan baik permasalahan yang bersifat internal
maupun eksternal, namun demikian pemerintah pun telah berupaya
semaksimal mungkin untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
tersebut dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Upaya tindak
lanjut dan perbaikan masih tetap diperlukan di masa depan, agar
pemerintah mampu melaksanakan kebijakan pembangunan Tol Laut dan
selanjutnya dapat mencapai kehendak mewujudkan nawacita khususnya
cita pertama yaitu menghadirkan kembali negara untuk melindungi
segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara,
melalui pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional
yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu
yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai
negara maritim.
122
A. Kesimpulan
Pembangunan Tol Laut merupakan penjabaran dari visi, misi, dan
nawacita pemerintahan Jokowi-JK yang dituangkan dalam dokumen RPJMN
2015-2019 yakni mengembangkan ekonomi kelautan yang terintegrasi
antar sektor dan antarwilayah. Tol Laut didefinisikan sebagai konektivitas
laut yang efektif berupa adanya kapal yang melayari secara rutin dan
terjadwal dari barat sampai ke timur Indonesia. Konsep pembangunan Tol
Laut bukan merupakan konsep yang sama sekali baru karena pada waktu
sebelumnya telah diberlakukan konsep Pendulum Nusantara dan sistem
logistik nasional (silognas), sehingga konsep Tol Laut dapat dikatakan
sebagai lanjutan atau penyempurnaan dari konsep terdahulu.
Dalam perjalanannya, implementasi pembangunan Tol Laut
melibatkan berbagai pemangku kepentingan meliputi Pemerintah
(Kemenko Bidang Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Kementerian ESDM,
Bappenas, dan instansi lain yang terkait), BUMN (PT. Pelindo, PT. PELNI),
Swasta (perusahaan kapal penumpang, perusahaan kapal kargo), dan
pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Setiap instansi
tersebut memiliki tugas, fungsi, dan wewenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam mendukung implementasi
kebijakan pembangunan Tol Laut.
Sebagai contoh, menurut Perpres No. 10 Tahun 2015 tentang
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, pasal 2 disebutkan bahwa
tugas Kemenko Bidang Kemaritiman adalah menyelenggarakan koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam
penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman. Sedangkan
fungsinya (pasal 3) meliputi: a) koordinasi dan sinkronisasi perumusan,
123
penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait
dengan isu bidang kemaritiman, b) pengendalian pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman, c)
koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman, d) koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
penguatan negara maritim dan pengelolaan sumber daya maritim, e)
koordinasi kebijakan pembangunan sarana dan prasarana kemaritiman, f)
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, g) pengawasan atas
pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman, dan h) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
Dari kedua pasal tersebut jelas bahwa wewenang Kemenko Bidang
Kemaritiman adalah mengkoordinasikan kementerian/lembaga yang
berada di bawah koordinasinya untuk mendukung pencapaian tugas
Kemenko Bidang Kemaritiman sejak dari perencanaan sampai dengan
pengendalian. Selanjutnya, Kementerian/Lembaga yang berada di bawah
koordinasi Kemenko Bidang Kemaritiman, seperti Kementerian ESDM,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan,
Kementerian Pariwisata, dan kementerian/lembaga lainnya yang terkait,
seharusnya mengarahkan program dan kegiatan di instansinya untuk
mendukung pembangunan Tol Laut.
Beberapa kesimpulan kajian sinergitas dan hubungan kerja
pembangunan Tol Laut dapat diringkas sebagai berikut:
1. Kewenangan untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan Tol
Laut melekat di beberapa kementerian/lembaga, dengan Kemenko
Bidang Kemaritiman sebagai leading sector-nya. Hal ini selaras dengan
124
amanat Pasal 2 dan 3 Perpres No. 10 Tahun 2015 tentang Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman, sebagaimana disebutkan di atas.
Kementerian/lembaga lainnya memiliki kewenangan tertentu yang juga
mendukung implementasi pembangunan Tol Laut, namun harus diakui
belum terkoordinir dengan optimal. Kementerian Perhubungan
misalnya, pada awal periode pelaksanaan pembangunan Tol Laut
menyatakan bahwa kebijakan tersebut belum terinformasi dengan baik
sehingga tiap-tiap instansi bisa berbeda pendapat antara satu dengan
yang lain. Kewenangan yang dimiliki oleh setiap instansi belum
sepenuhnya diarahkan untuk memberi kontribusi pada pencapaian
tujuan pembangunan Tol Laut. Kondisi ini sebenarnya dapat dipahami
karena Kemenko Bidang Kemaritiman merupakan lembaga baru yang
dibentuk pada Kabinet Kerja, sehingga belum dapat menjalankan
perannya sebagai leading sector pelaksanaan pembangunan Tol Laut
secara optimal sebagaimana harapan. Namun, berbagai upaya sosialisasi
dan pemecahan masalah pembangunan Tol Laut yang telah dilakukan
oleh Kemenko Bidang Kemaritiman patut mendapatkan apresiasi.
Sebagai leading sector, Kemenko Bidang Kemaritiman berwenang
mengkoordinasikan pelaksanaan pembangunan Tol Laut. Persoalannya
memang terkait kedududukan organisasi kemenko itu sendiri dalam
ketatanegaraan negara Indonesia, dimana kemenko tidak memiliki
aparat di bawah/daerah sehingga sangat sering menemui kesulitan
dalam koordinasi.
Selanjutnya, siapa saja yang harus dikoordinasi oleh Kemenko
Bidang Kemaritiman? Jawabannya pelaksana/pelaku pembangunan Tol
Laut. Dalam hal ini pelaku pembangunan Tol Laut dapat dibedakan
menjadi dua yaitu pelaku utama dan pelaku pendukung. Sebagai contoh:
125
pelaku utama elemen Tol Laut terciptanya pelabuhan yang handal
(spesialisasi layanan) adalah PT. Pelindo, Kemenhub (Hubla), dan
Pemda, sedangkan pelaku pendukung adalah Kementerian ESDM c.q. PT.
PLN dan Kemenkumham. Untuk elemen Tol Laut terwujudnya pelayaran
rutin dan terjadwal, pelaku utama adalah PT. PELNI dan pelaku
pendukung Kemenhub (Hubla). Untuk elemen Tol Laut inland access
yang efektf dan integrated transport, pelaku utamanya meliputi Pemda,
Kemenpupera, dan PT KAI. Sedangkan pelaku pendukung inland access
dan integrated transport adalah Kementerian Agraria/Tata Ruang dan
Kemenhub (Hubla). Pada elemen laut kelayakan destinasi kecukupan
muatan – komersial dan wisata barat – timur dan utara selatan, pelaku
utama meliputi Pemda, Kementerian Perin, Kementan, KKP, dan
Kemenpar.
Adapun pelaku pendukung kelayakan destinasi kecukupan muatan
adalah Kemendagri, Kemenkop dan UKM, dan Kemendes PDTT. Untuk
shipping industry pelaku utamanya PT. PAL dan Pemda sedang pelaku
pendukungnya adalah Kemenperin dan Kemenristek dan Pendidikan
Tinggi. Terakhir, untuk elemen Tol Laut pelayaran (tavelling, leisure)
pelaku utama adalah Kemenpar dan Pemda sedangkan pelaku
pendukungnya Kemenhub (Hubla).
Selanjutnya, mengenai bidang yang dikoordinasi meliputi bidang
perencanaan (Menteri PPN/Kepala Bappenas), bidang penganggaran
(Kemenkeu c.q. Ditjen Anggaran), dan Bidang pengawasan/
pengendalian (Kemenko Kemaritiman).
2. Permasalahan sinergi dan hubungan kerja antar instansi dalam
pembangunan Tol Laut secara umum dapat dikelompokkan ke dalam
126
dua aspek yaitu aspek manajemen dan sumber daya. Dari aspek
manajemen, permasalahan sinergi dan hubungan kerja meliputi
permasalahan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengendalian.
Di dalam hal perencanaan, permasalahan yang ditemui adalah
masih terjadi inkonsistensi pada tataran pelaksanaan antara RPJP,
Nawacita, RPJMN sebagai perencanaan pembangunan target nasional
dengan RPJMD sebagai perencanaan pembangunan di daerah.
Permasalahan lainnya adalah belum terwujudnya kepatuhan di antara
K/L, Pemda, dan BUMN terhadap perencanaan terkait pembangunan Tol
Laut.
Dalam kaitan pengorganisasian, belum adanya arah kebijakan yang
jelas sebagai panduan bagi instansi pusat dan daerah dalam
mengimplementasikan kebijakan pembangunan Tol Laut merupakan
salah satu persoalan yang masih dijumpai selama ini. Selanjutnya,
kurang optimalnya peran lembaga/instansi yang secara khusus
berwenang mengkoordinasikan mekanisme kerja dan pelaksanaan
kewenangan instansi pusat dan daerah dalam mengimplementasikan
kebijakan pembangunan Tol Laut. Terakhir dalam hal koordinasi,
permasalahan yang dirasakan cukup berat adalah belum adanya
pemahaman yang seragam tentang definisi, ruang lingkup, dan strategi
pencapaian (Grand Design) pembangunan Tol Laut.
Dalam tataran pelaksanaan, permasalahan yang muncul meliputi
tidak terkoordinasinya program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah (pusat dan daerah) dalam mengimplementasikan
kebijakan Tol Laut. Bahkan hingga saat ini, di berbagai daerah, Tol Laut
diwujudkan dalam bermacam bentuk program dan kegiatan,
127
ketidakjelasan mekanisme hubungan kerja antar instansi dalam
mengimplementasikan kebijakan pembangunan Tol Laut, dan belum
adanya rencana aksi yang sama mengenai operasionalisasi pelaksanaan
kebijakan Tol Laut di antara K/L dan Daerah.
Adapun dalam hal pengawasan/pengendalian, belum optimalnya
peran instansi yang berwenang melakukan pengendalian pembangunan
Tol Laut. Hal ini sedikit banyak dapat dimaklumi karena instansi yang
bertanggung jawab masih relatif baru sehingga belum dapat
menjalankan tugasnya dengan maksimal.
Dari aspek sumber daya (resources), permasalahan-permasalahan
muncul pada kurang tersedianya peraturan perundangan operasional,
minimnya alokasi anggaran dan lemahnya kompetensi SDM pelayaran
dan kepelabuhanan.
Di dalam peraturan perundang-undangan, operasionalisasi teknis
dari RPJMN 2015-2019 hingga saat ini belum ditetapkan. Hal ini
menimbulkan kebingungan (confuse) bagi aparat pemerintah sebagai
penanggung jawab program dan kegiatan untuk mengimplemetasikan
kebijakan pembangunan Tol Laut. Berikutnya, program dan kegiatan
yang selama ini dilaksanakan masih mengacu kepada berbagai kebijakan
pemerintahan terdahulu yang mengangkat konsep Pendulum Nusantara
dan sistem logistik nasional (Silognas).
Dalam hal penganggaran, permasalahan yang dihadapi berupa
tidak tersedianya anggaran pembangunan Tol Laut secara memadai
dan/atau alokasi anggaran yang tidak tepat, K/L dan Pemda belum
sepenuhnya melaksanakan program/kegiatan pembangunan Tol Laut.
Dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM), permasalahan yang dihadapi
menyangkut belum terlaksananya program pengembangan kapasitas
128
dan kompetensi SDM yang sistematis dan terintegrasi yang dapat
membangun persepsi dan rencana aksi yang sama dalam
mengimplementasikan kebijakan pembangunan Tol Laut.
3. Beberapa upaya telah ditempuh baik oleh Pemerintah, BUMN, swasta
maupun pemerintah daerah dalam mewujudkan tujuan pembangunan
Tol Laut melalui sinergi dan hubungan kerja, walaupun masih dalam
kadar minimal. Di antara upaya yang telah dilakukan tersebut adalah
diseminasi kebijakan pembangunan Tol Laut oleh Kemenko Bidang
Kemaritiman di beberapa daerah, diskusi terbatas yang diinisiasi oleh
beberapa K/L (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Pekerjaan Umum, dll), penyesuaian dokumen perencanaan daerah agar
selaras dengan RPJMN 2015-2019 (oleh Bappenas), pembangunan
infrastruktur pelabuhan seperti perluasan Pelabuhan Tanjung Priok,
perluasan Pelabuhan Tanjung Perak, pembangunan Pelabuhan Kuala
Tanjung Medan (oleh PT. Pelindo), dan seterusnya.
Selain itu, untuk menunjang Tol Laut, Kementerian Perhubungan
telah merintis rute pelayaran rakyat dari dan ke wilayah terisolir,
sehingga bahan-bahan hasil bumi dapat didistribusikan ke wilayah lain.
Pelayaran ke pulau-pulau terpencil di Provinsi Sulawesi Selatan dengan
rute yang sebenarnya ‘kurang menguntungkan’ secara bisnis tetapi tetap
dilakukan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan dengan
maksud untuk membuka isolasi daerah. Hal senada juga dilaksanakan
oleh pemda lain seperti Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Sumatera
Utara.
129
B. Rekomendasi
Berdasarkan permasalahan yang telah dielaborasi dan dianalisis oleh
tim kajian, ke depan kiranya perlu dilakukan berbagai penyempurnaan
terkait pelaksanaan aspek manajemen maupun sumber daya dalam
mendukung pembangunan Tol Laut. Seluruh permasalahan yang telah
dielaborasi pada bagian sebelumnya, sebagian telah dilakukan upaya-
upaya perbaikan walaupun bersifat piece meal (sebagian). Oleh karena itu,
perlu dilakukan pemecahan yang lebih bersifat komprehensif, sehingga
seluruh bagian dari ruang lingkup permasalahan pembangunan Tol Laut
dapat diatasi, minimal dapat dieliminir.
Pemecahan masalah komprehensif yang paling banyak dikemukakan
oleh para narasumber adalah melalui pembentukan regulasi yang
mengatur tentang implementasi pembangunan Tol Laut. Oleh sebab itu,
sebelum masuk pada rekomendasi akhir, ada beberapa pertimbangan
mengenai pilihan format regulasi dan pilihan titelatur dan materi
Peraturan Presiden mengenai Kebijakan Tol Laut, yang sekiranya tepat
untuk implementasi kebijakan Tol Laut sebagai berikut.
Pertimbangan Format Regulasi Implementasi Kebijakan Tol Laut
Pertama, Tol Laut merupakan kebijakan pemerintahan yang bersifat
mandiri untuk mewujudkan salah satu cita dalam program pemerintahan
baru yang tertuang dalam Nawacita. Artinya, tidak ada delegasi perintah
dari Undang-Undang maupun regulasi lain untuk melaksanakan Tol Laut
tersebut.
Kedua, jika kebijakan Tol Laut akan diatur dalam Undang-Undang,
maka berdasarkan Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
130
Peraturan Perundang-undangan ditentukan bahwa materi muatan yang
harus diatur dengan Undang-Undang berisi:
1) pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2) perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-
Undang;
3) pengesahan perjanjian internasional tertentu;
4) tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi yang dilaksanakan
oleh DPR atau Presiden; dan/atau
5) pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Kelima hal tersebut dapat dirinci lagi ke dalam 38 delegasian yang
diberikan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Undang-
Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
dengan frasa “diatur dengan atau diatur dalam undang-undang.” Ke-38
delegasian ini yaitu perihal:
1) Pemilihan umum;
2) Syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden;
3) Tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden;
4) Penetapan keadaan bahaya;
5) Pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain kehormatan;
6) Kementerian negara;
7) Penyelenggaraan pemerintahan daerah;
8) Hubungan wewenang antara pusat dan daerah;
9) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya antara pusat dan daerah;
10) Daerah yang bersifat khusus atau istimewa;
131
11) Susunan DPR;
12) Hak anggota DPR;
13) Tata cara pembentukan undang-undang;
14) Syarat dan tata cara pemberhentian anggota DPR;
15) Susunan dan kedudukan DPRD;
16) Syarat dan tata cara pemberhentian anggota DPRD;
17) Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa;
18) Macam dan harga mata uang;
19) Keuangan negara;
20) Bank Sentral;
21) Badan Pemeriksa Keuangan;
22) Kekuasaan kehakiman;
23) Wewenang Mahkamah Agung;
24) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah
Agung;
25) Susunan, kedudukan, keaanggotaan Komisi Yudisial;
26) Mahkamah Konstitusi;
27) Syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim;
28) Warga negara dan penduduk;
29) Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan;
30) Pertahanan dan keamanan;
31) Perekonomian nasional;
32) Pengaturan cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak;
33) Pengaturan bumi dan air dan kekayaan alam;
34) Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional;
132
35) Pemeliharaan fakir miskin;
36) Pengembangan sistem jaminan sosial;
37) Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan;
38) Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.
Selain 38 hal di atas masih ada lagi beberapa hal yang juga perlu
diatur dengan Undang-Undang sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berdasarkan keinginan,
permintaan, dan kebutuhan institusi dan/atau masyarakat karena terkait
dengan hak dan kewajiban serta pembebanan kepada masyarakat yang
perlu pengaturan. Kebutuhan tersebut dan juga yang termasuk 38 hal tadi,
kemudian dituangkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) yang
disusun bersama antara DPR dan Pemerintah.
Ketiga, Jika kebijakan Tol Laut akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah, maka perlu memperhatikan materi muatan yang
dimungkinkan untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UUD Negara RI 1945 menentukan
bahwa Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana mestinya maka dapat dikatakan bahwa
fungsi Peraturan Pemerintah adalah menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya dan materi muatan Peraturan Pemerintah adalah
hal-hal yang menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Yang
dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya”
adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah
Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang
diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam
133
Undang-Undang yang bersangkutan. (Penjelasan Pasal 12 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011).
Pemahaman makna tersebut terkait dengan lingkup pengaturan yang
diamanatkan oleh Undang-Undang itu sendiri, artinya pendelegasian
materi tertentu yang diperintahkan oleh Undang-Undang pada Peraturan
Pemerintah tidak melebar atau meluas melampaui apa yang diperintahkan.
Konsep makna “sebagaimana mestinya” tersebut diilhami oleh pengalaman
sejarah yang menunjukkan bahwa banyak Peraturan Pemerintah keluar
dari lingkup yang diperintahkan atau malah Peraturan Pemerintah tertentu
lahir tanpa pendelegasian dengan maksud untuk memperluas kewenangan
pemerintah sebagai wujud kesewenang-wenangan.
Pada dasarnya materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi
muatan Undang-Undang, dalam arti bahwa Peraturan Pemerintah tersebut
laksana “truk gandeng” yang selalu mengikuti truk penggandengnya dalam
rangka melengkapi dan memperlancar pelaksanaan Undang-Undang.
Perbedaannya hanya terletak pada larangan pencantuman pidana dan
larangan-larangan lain yang sifatnya memberikan beban kepada
masyarakat sehubungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Yang paling
mudah dipahami adalah bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah
bersubstansi di sekitar tugas, fungsi, dan wewenang kepemerintahan yang
memang diperintahkan untuk melaksanakan Undang-Undang. Dengan
demikian ciri materi muatan Peraturan Pemerintah lebih kepada hal-hal
yang bersifat teknis administratif.
Keempat, jika kebijakan Tol Laut akan diatur dalam Peraturan
Presiden, maka perlu memperhatikan pengertian dan materi muatan yang
dimungkinkan untuk diatur dalam sebuah Peraturan Presiden. Peraturan
134
Presiden merupakan Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan
(Ketentuan Umum UU No. 12 Tahun 2011).
Terkait dengan materi muatan Peraturan Presiden, ditentukan
bahwa Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara sebagai atribusi dari
Pasal 4 ayat (1) UUD Negara RI 1945. Dapat dikatakan pula bahwa fungsi
Peraturan Presiden adalah Peraturan Presiden dibentuk untuk
menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau
Peraturan Pemerintah secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan
pembentukannya. (Penjelasan Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011).
Satu hal perbedaan mencolok antara Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Presiden adalah bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 13 UU No.
12 Tahun 2011, Peraturan Presiden bisa dibentuk tanpa pendelegasian.
Peraturan Presiden tanpa pendelegasian dikenal sebagai Peraturan
Presiden untuk menjalankan penyelenggaraan pemerintahan karena
kebutuhan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD Negara RI 1945. Dalam hal ini
Peraturan Presiden menjadi sebuah instrumen hukum kebijakan prerogatif
Presiden untuk melaksanakan kekuasaan eksekutif (executive power).
Atas penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Peraturan
Presiden merupakan format hukum yang paling tepat untuk menjalankan
kebijakan Tol Laut sebagai sebuah kebijakan mandiri dan merupakan
otoritas penuh dari Presiden dalam rangka menyelenggarakan urusan
pemerintahan (executive power).
135
Pertimbangan Titelatur dan Materi Peraturan Presiden mengenai
Kebijakan Tol Laut.
Pertama, secara materiil, kebijakan umum dan pokok mengenai Tol
Laut diatur dalam Nawacita dan dijabarkan dalam Perpres No. 2 Tahun
2015 tetang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2015 – 2019. Artinya Nawacita bisa dijadikan sebagai alasan pembentukan
Perpres mengenai Tol Laut yang dituangkan dalam bagian konsideran
Perpres dimaksud.
Menarik dicermati bahwa berdasarkan Pasal 4 Perpres No 2 Tahun
2015, bahwa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas diberikan tugas untuk mengevaluasi secara berkala atas
implementasi RPJMN ini. Untuk itu, perlu dikiranya disampaikan hasil
evaluasi dari Menteri PPN/Kepala Bappenas terkait dengan perkembangan
pencapaian (progress) pembangunan Tol Laut sebagai pijakan dalam
perumusan kebijakan pembangunan Tol Laut.
Kedua, Secara materiil, substansi Tol Laut sangat relevan dan terkait
erat dengan ruang lingkup tugas dan fungsi Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman sebagaimana tertuang dalam Perpres No.10 Tahun
2015. Artinya, tidak perlu disusun sebuah Perpres khusus untuk menunjuk
sebuah Kementerian sebagai leading sector pembangunan Tol Laut, karena
secara substansial sudah menjadi tugas Kemenko Bidang Kemaritiman.
Namun demikian, Perpres No. 10 Tahun 2015 merupakan sumber
kewenangan bagi Kemenko Bidang Maritim untuk menjalankan kebijakan
Tol Laut, sehingga patut menjadi salah satu dasar hukum pembentukan
Perpres mengenai Tol Laut (di bagian “dasar hukum” atau “mengingat”)..
136
Atas dasar uraian tersebut, maka pilihan titelatur yang dipandang
tepat adalah Peraturan Presiden tentang Pembangunan Tol Laut, yang
didalamnya mengatur definisi, ruang lingkup, tahapan sejak perencanaan
hingga pengawasan serta evaluasi, dan hubungan atau mekanisme kerja
antara Pemerintah Pusat serta Daerah untuk melaksanakan pembangunan
Tol Laut tersebut. Selain itu, dalam Perpres ini perlu ditegaskan bahwa
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sebagai kementerian yang
membidangi urusan kemaritiman menjadi koordinator dan leading sector
dalam pembangunan Tol Laut.
Berdasarkan analisis terhadap alternatif regulasi di atas, tim kajian
merekomendasikan pengaturan operasionalisasi kebijakan Tol Laut dalam
format atau bentuk peraturan presiden,
yakni penerbitan Peraturan Presiden
(Perpres) tentang Implementasi Kebijakan
Pembangunan Tol Laut (disingkat Perpres
Tol Laut). Perpres ini dimaksudkan untuk
menerjemahkan RPJMN 2015-2019, oleh
karenanya walaupun bentuknya Perpres
(yang notabene sama dengan Perpres
RPJMN) namun Perpres Tol Laut “lebih
operasional” daripada Perpres No. 2 Tahun
2015.
Perpres Tol Laut nantinya memuat aspek manajemen dan sumber
daya, dimana aspek manajemen memuat tentang perencanaan,
pengorganisasian, operasionalisasi, dan pengendalian implementasi
kebijakan pembangunan Tol Laut. Sedangkan aspek sumber daya mengatur
Tim kajian
merekomendasikan
pengaturan
operasionalisasi
kebijakan Tol Laut
dalam format atau
bentuk peraturan
presiden.
137
tentang kebijakan operasional, penganggaran, dan sumber daya manusia
(SDM) yang harus dipersiapkan di tingkat K/L, BUMN, dan Pemda.
Pengaturan aspek manajemen berdasarkan temuan-temuan
lapangan yang meliputi: perencanaan pembangunan pusat dan daerah
belum sepenuhnya terintegrasi, terutama terkait rencana aksi
pembangunan Tol Laut; maksud, arah kebijakan dan apa yang harus
dilakukan dalam implementasi Tol Laut belum tersampaikan secara jelas
(job description); dan adanya ketidakjelasan siapa yang melakukan quality
assurance (jaminan kualitas). Sedangkan pengaturan aspek sumber daya
berdasarkan temuan-temuan lapangan sebagai berikut: anggaran di K/L
dan Pemda tidak fokus untuk pembangunan elemen Tol Laut karena
banyak rencana pembangunan yang akan dilakukan; pengembangan
sumber daya manusia yang ada di daerah belum diarahkan dan
dimanfaakan secara optimal untuk mendukung implementasi
pembangunan Tol Laut; dan belum ada peraturan yang secara kuat
mendukung operasionalisasi pelaksanaan pembangunan Tol Laut.
138
139
REFERENSI
Bappeda Kabupaten Cirebon. 2015. Pembangunan Pengembangan
Pelabuhan Sebagai Penunjang Tol Laut. Bahan Diskusi. Bappeda
Kabupaten Cirebon, Cirebon.
Bappeda Kota Cirebon. 2015. Profil Kota Cirebon. Bahan Diskusi. Bappeda
Kota Cirebon, Cirebon.
Bappeda Provinsi Sumatera Utara. 2015. Pembangunan Sarana Dan
Prasarana Penunjang Tol Laut Di Provinsi Sumatera Utara. Bahan
Diskusi. Bappeda Provinsi Sumatera Utara, Medan.
Bappeda Provinsi DKI Jakarta. 2015. Pembangunan Sarana Dan Prasarana
Penunjang Tol Laut Di Provinsi Dki Jakarta. Bahan Diskusi. Bappeda
Provinsi DKI Jakarta, Jakarta.
Bappeda Provinsi Jawa Timur. 2015. Implementasi Kebijakan Pembangunan
Tol Laut. Bahan diskusi. Bappeda Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
Bappeda Provinsi Jawa Timur. 2015. Sinergitas Pembangunan Sarana Dan
Prasarana Infrastruktur Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah. bahan
diskusi. Bappeda Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
Bappeda Provinsi Kalimantan Barat. 2015. Sinergitas Kewenangan Dan
Hubungan Kerja Antara Dalam Konteks Pembangunan Tol Laut Di
Prov. Kalbar. Bahan Diskusi. Bappeda Provinsi Kalimantan Barat,
Pontianak.
Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2015. Kebijakan Pembangunan
Sarana Dan Prasarana Perhubungan Laut. Bahan diskusi. Bappeda
Provinsi Nusa Tenggara Barat, Mataram.
140
Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan. 2015. Kebijakan Pembangunan
Sulawesi Selatan Dalam Mendukung Implementasi Tol Laut. Bahan
Diskusi. Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.
Boediarto, Harry. 2015. Kesiapan Kementerian Perhubungan Dalam
Mendukung Implementasi Tol Laut. Kementerian Perhubungan,
Jakarta.
CNN Indonesia. 2014. Para Menteri Mulai Siapkan 'Tol Laut' Jokowi. Dalam
CNN News. Rabu, 29/10/2014
Diamar, Son. 2014. Son Diamar: Realisasikan Poros Maritim Dunia Perlu
Lima Pilar Negara Maritim. http://jurnalmaritim.com/2014/11/son-
diamar-realisasikan-poros-maritim-dunia-perlu-lima-pilar-negara-
maritim/
Dinas Perhubungan dan LLAJ Provinsi Jawa Timur. 2015. Sinergi
Implementasi Kebijakan Pembangunan Tol Laut Di Provinsi Jawa
Timur. Bahan diskusi. Dinas Perhubungan dan LLAJ Provinsi Jawa
Timur, Surabaya.
Dinas Perhubungan Kota Cirebon. 2015. Kebijakan Pengembangan
Transportasi Di Kota Cirebon. Dinas Perhubungan Kota Cirebon,
Cirebon.
Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. 2015. Sinergi Kewenangan Dan
Hubungan Kerja Antara Berbagai Instansi Pusat Dan Daerah Dalam
Pembangunan Sarana Dan Prasarana Penunjang Tol Laut. Bahan
diskusi. Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, Jakarta.
Dinas Perhubungan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2015. Sinergi
Kewenangan Dan Hubungan Kerja Antara Berbagai Instansi Pusat Dan
Daerah Dalam Pembangunan Sarana Dan Prasarana Penunjang Tol
141
Laut. Bahan diskusi. Dinas Perhubungan Provinsi Nusa Tenggara
Barat, Mataram.
Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara. 2015. Arah Pengembangan
Sektor Transportasi Di Prov. Sumatera Utara Dalam Mendukung Tol
Laut. Bahan Diskusi. Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara,
Medan.
Djalal, Hasyim. 2014. Negara Maritim dan/atau Negara Kepulauan. Artikel
dalam Harian Tempo, 7 November 2014.
Djalal, Hasyim. 2015. Menko Maritim Seharusnya Koordinir 9 Kementerian.
Artikel dalam Majalah Maritim Indonesia, Edisi 37. Tahun XIII.
Januari-Maret 2015.
Enceng. Model Hubungan pusat dan Daerah. http://www.ut.ac.id. Diakses
tanggal 27 april 2013.
Fanany, Abdul Rofid. 2015. Implementasi Tol Laut Pt Pelabuhan Indonesia Iii
(Persero). Pelabuhan Indonesia III, PT (Persero), Surabaya.
Fanany, Abdul Rofid. 2015. Pengembangan Pelabuhan Sebagai Perwujudan
Tol Laut Untuk Peningkatan Daya Saing Bangsa. Pelabuhan Indonesia
III, PT (Persero), Surabaya.
Herlambang, Andhika P. 2015. Pembangunan Kemaritiman di Jawa Timur.
Bahan diskusi. Bappeda Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
http://dictionary.reference.com/browse/synergy (9 Oktober 2015)
http://kbbi.web.id/sinergi (9 Oktober 2015)
http://sumasberbagi.blogspot.co.id/2014/01/sinergitas-alias-
sinergisme.html (9 oktober 2015)
Huda, Ni’matul. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah. Nusa Media; Bandung.
Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta.
142
Jatmiko, Bambang. 2015. Fokus Kajian dalam kontek Pembangunan Sarana
dan Prasarana Penunjang Tol Laut di Jawa Timur. Dinas Perhubungan
dan LLAJ Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
Nurcholis, Hanif (2011). Hubungan Pusat Daerah: Antara Efisiensi
Demokrasi dan Kearifan lokal. Makalah pada Seminar Nasional di
Universitas Jember 2011.
Pelabuhan Indonesia II Cabang Cirebon, PT (Persero). 2015. Rencana
Pengembangan Pelabuhan Cirebon. Bahan Diskusi. PT Pelabuhan
Indonesia II (Persero) Cabang Cirebon, Cirebon.
Pelabuhan Indonesia II, PT (Persero). 2015. Pendulum Nusantara. Bahan
Diskusi. Pelabuhan Indonesia II, PT (Persero), Jakarta.
Pelabuhan Indonesia IV, PT (Persero). 2015. Program Eksekusi Tol Laut
Pelindo 4. Bahan diskusi. Pelabuhan Indonesia IV, PT (Persero),
Makassar.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPMN 2015-2019.
Philipus M. Hadjon, 1994. Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam
Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih. Pidato Penerimaan jabatan
Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Airlangga, Surabaya.
Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Prasojo, Eko, dkk. 2006. Desentralisasi Dan Pemerintahan Daerah: Antara
Model Demokrasi Local Dan Efisiensi Struktural. Depok : Departemen
143
Ilmu administrasi Fakultas Ilmu Social dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia.
Prihartono, Bambang. 2015. Pengembangan Tol Laut Dalam RPJMN 2015-
2019 Dan Implementasi 2015. Bahan Diskusi. Bappenas, Jakarta.
Runtu, Anthony Sebastian. 2015. Sinergisitas Pembangunan Sarana Dan
Prasarana Penunjang Tol Laut. Bahan Diskusi. Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak.
Sesmenko Bidang Kemaritiman. 2015. Koordinasi Dan Sinergi Program
Kemenko Maritim. Bahan Diskusi. Kemenko Bidang Kemaritiman;
Jakarta.
Silahudin. 2013. Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah.
http://politik.kompasiana.com. Diakses pada tanggal 27 April 2013
Sindonews.com. 2014. RJ Lino: Tol Laut Tidak Bisa Berdiri Sendiri.
Sindonews. 10 Desember 2014
Sitepu, Ardhy Dinata. 2014 Ada Lima Versi, Konsep Tol Laut Jokowi
Membingungkan. Dalam SindoNews.com. Jum'at, 26 Desember 2014.
Sulthan, Masykur. 2015. Sinergitas Kewenangan Dan Hubungan Kerja
Antara Kementerian / Lembaga Dan Pemerintah Daerah Dalam
Pembangunan Sarana Dan Prasarana Penunjang Tol Laut. Bahan
diskusi. Dinas Perhubungan Komunikasi Dan Informatika Prov.
Sulawwsi Selatan, Makassar.
Sumbu, Telly. 2010. Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah
Daerah dalam Kerangka Pengelolaan Keuangan Negara dan Daerah.
Jurnal Hukum UII No. 4 Vol. 17 Oktober 2010: 567 – 588 (online).
(http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/8%20Telly%
20Sumbu.pdf diakses tanggal 27 april 2013).
144
Triyono, Agus. 2015. Tol Laut Jokowi Diklaim Telah Beroperasi. Dalam
Kompas.com. Kamis, 26 Maret 2015.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Pemerintahan daerah
145
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
KOORDINASI DAN SINERGI PROGRAM
KEMENKO MARITIM
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN RI
APRIL 2015
PENGANTAR
� Berdasarkan Perpres No. 121/P Tahun 2014 tentangPembentukkan Kementerian dan Pengangkatan MenteriKabinet Kerja Periode 2014 – 2019, Pemerintahmembentuk Kementerian Koordinator BidangKemaritiman (Kemenko Maritim);
� Sebagai kementerian baru, terlebih dahulu perlu dipahamitugas dan fungsi dari Kemenko Maritim;
TUGAS DAN FUNGSI KEMENKO MARITIM
Sesuai Perpres No. 10 Tahun 2015 tentang Organisasi KemenkoMaritim, Tugas dan Fungsi Kemenko Maritim:
TUGAS (Psl. 2):
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mempunyai tugasmenyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusankementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidangKemaritiman.
tugas dan fungsi…
FUNGSI (Psl. 3)
a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakanKementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman;
b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/ Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman;
c. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepadaseluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
d. Sinkronisasi dan koordinasi kebijakan penguatan negara maritim, dan pengelolaan sumberdaya maritim;
e. Koordinasi kebijakan pembangunan sarana dan prasarana kemaritiman;
f. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab KementerianKoordinator Bidang Kemaritiman;
g. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; dan
h. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
2
KEMENTERIAN YANG DIKOORDINASIKAN
KEMENKO KEMARITIMAN
1. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Kementerian Perhubungan;
3. Kementerian Kelautan dan Perikanan;
4. Kementerian Pariwisata; dan
5. Instansi lain yang dianggap perlu.
ORGANISASI KEMENKO MARITIMa. Sekretariat Kementerian Koordinator;
b. Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim;
c. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa;
d. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur;
e. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, danBudaya Maritim;
f. Staf Ahli Bidang Hukum Laut;
g. Staf Ahli Bidang Sosio-Antropologi Maritim;
h. Staf Ahli Bidang Ekonomi Maritim;
i. Staf Ahli Bidang Manajemen Konektivitas; dan
j. Inspektorat.
TATA KERJA
� Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi oleh Sesmenko Maritim dan/atau Deputi, dilakukanmelalui penerapan peta bisnis proses yang menggambarkan tata hubungan kerja yang efektifdan efisien baik antar Kementerian yang dikoordinasikannya maupun denganKementerian/Lembaga lain yang terkait;
� Selain melalui penerapan peta bisnis proses, pelaksanaan koordinasi dan sinkronsasidilakukan melalui;
a. Rapat koordinasi Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan/atauDeputi atau rapat koordinasi gabungan antar K/L terkait yang dikoordinasikan KemenkoMaritim
b. Rapat-rapat kelompok kerja yang dibentuk oleh Sesmenko Maritim dan/atau Deputisesuai kebutuhan
c. Forum-forum koordinasi yang sudah ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
d. Konsultasi langsung dengan Sesmenko Maritim dan/atau Deputi dan pimpinan lembagalain yang terkait.
tata kerja…..
� Dalam rapat koordinasi Sesmenko / Deputi melakukan koordinasi dan sinkronisasiterhadap perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan dalam lingkunganurusan Kementerian yang dikoordinasikan Kemenko Maritim, sesuai batasan / mandat yang diberikan Menko Maritim;
� Sesmenko Maritim / Deputi dapat melibatkan pimpinan lembaga di luar bidangkoordinasinya dalam rapat-rapat koordinasi Kementeri Koordinator BidangKemaritiman; dan
� Pelaksanaan koordinasi oleh Sesmenko Maritim / Deputi dilakukan secara berkaladan/atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
� Sesmenko Maritim / para Deputi, baik sendiri maupun bersama-sama denganpimpinan lembaga lainnya menindaklanjuti hasil rapat koordinasi dan sinkronisasisesuai dengan batasan mandat yang diberikan Menko Kemaritiman.
3
KOORDINASI PROGRAM DAN ANGGARAN DENGAN
PENDEKATAN MANAJEMEN DAN SUMBER DAYA
Sinergi
Kewenangan
dan Hubungan
Kerja terkait
Aspek
Manajemen
dan Sumber
Daya
PENDEKATAN /
ASPEK KEBIJAKAN
MANAJEMEN SUMBER DAYA
PERENCANAAN
PENGORGANISASIAN
PELAKSANAAN
PENGAWASAN/
PENGENDALIAN
PERATURAN PER-UU-AN
KEUANGAN/ANGGARAN
METODA
SDM/APARATUR
PERALATAN
INTEGRASI DAN SINERGI PROGRAM
� Sesmenko Maritim di dalam melaksanakan tugasnya juga memerlukan upaya koordinasi dansinkronisasi dengan kementerian yang dikoordinasikan maupun dengan Pemda, dan upaya inidipersiapkan mulai dari tahap perencanaan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan, hinggaevaluasi dan pengendalian, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan olehMenko;
� Bekerjasama dengan Sekretariat Kantor Presiden dan Bappenas, Sekretaris Kemenko perlumelakukan pengendalian program pembangunan kemaritiman yang tertuang di dalam RPJMN 2015 – 2019 dapat mencapai target dan tepat waktu pelaksanaanya.
� Koordinasi Program dan Anggaran Kemenko Maritim perlu lebih disinergikan, tidak terbataspada 4 Kementerian yang dikoordinasikan, namun diperluas berdasarkan kebutuhan RPJMN 2015 – 2019.
� Sinergi program dan anggaran dapat dilakukan dengan mencermati kewenangan masing-masing K/L dan Pemda, yang kemudian terimplementasi dalam praktik pemerintahan melaluiperumusan/pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan itu sendiri.
KERANGKA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 2015 – 2019
4
PEMBANGUNAN KEMARITIMAN
PEMBANGUNAN KARAKTER DAN POTENSI PARIWISATA KEDAULATAN ENERGI
5
TERIMA KASIH
WILAYAH TANGKAP DAN POTENSI PERIKANAN INDONESIARATIO ELEKTRIFIKASI DAN ENERGI
6
(1) Inspektorat Kemenko Maritim sebagai sub sistem pemerintahan, keberadaannya mempunyai andil besardalam terselenggaranya kepemerintahan yang baik dan bebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Good
Governance and Clean Government).
(2) Inspektorat Kemenko Maritim sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam melaksanakanfungsi pengawasan intern pemerintah harus mampu merespon secara signifikan berbagai macam permasalahandan perubahan yang terjadi, baik politik, ekonomi maupun sosial melalui suatu program dan kegiatan yang ditetapkan dalam suatu kebijakan pengawasan yang menyeluruh.
(3) Kemenko Maritim berkepentingan dengan terwujudnya system pengawasan yang memadai untuk menjamintercapainya tujuan dan pelaksanaan kegiatan secara efektif, efisien dan ekonomis.
(4) Tindak lanjut hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sangat diperlukan dalam rangkamemperbaiki manajemen pemerintah antara lain aspek ketatalaksaan dan Sumber Daya Manusia Aparatur, aspekkelembagaan serta dasar peniliaian kinerja pimpinan unit kerja, agar suatu temuan yang sama tidak terulangkembali.
(5) Semakin gencarnya tuntutan masyarakat terhadap kinerja institusi pengawas termasuk Inspektorat Jenderal, secara tidak langsung menuntut adanya peningkatan kinerja dari tim auditor dalam pelaksanaan pemeriksaan.
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
PENGEMBANGAN TOL LAUT
DALAM RPJMN 2015-2019
DAN IMPLEMENTASI 2015 Bambang Prihartono
Direktur Transportasi
Outline
Global Competitiveness Index I Logistic
Performance Index I Transportasi Laut
1
Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik
Nasional I Konsep Tol Laut I Menuju Negara
Poros Maritim
8
Kondisi
Transportasi Laut Nasional ….…(10)
Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama
2015
3
Implementasi Tol Laut …........…(87)
2
2
Globalization of Economy I Anatomy of Global
to Domestics Trade Relation Patterns I Global
to Domestics Trade Relations Patterns
Tantangan Global ………………..……(3)
Tol Laut dalam Mendukung
Indonesia Poros Maritim .......…(20)
6
Kondisi Pelayaran Rakyat I Pengembangan
Pelayaran Rakyat I Rencana Tindak Lanjut
Identifikasi 24 Pelabuhan
Pendukung Tol Laut …………….…(36)
24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut I
5 Pelabuhan Hub I 19 Pelabuhan Feeder I
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
Pelayaran Rakyat ………….………(62)
7
Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi
I Kondisi Penyeberangan akhir 2014 I 65 Lokasi
Pelab. Penyeberangan I 50 Lokasi Kapal
Penyeberangan
Pengembangan Pelabuhan
Penyeberangan Sebagai
Komplemen Tol Laut ..….……..…(71)
5
Tujuan & Dasar Hukum I Rencana
Pengembangan Short Sea Shipping
Short Sea Shipping ………………..(80)
4
1. TANTANGAN GLOBAL
q Globalization of Economy
q Anatomy of Global to Domestics Trade Relation Patterns
q Global to Domestics Trade Relations Patterns
Tantangan Global Globalization of Economy I Anatomy of Global to Domestics Trade Relation Patterns
I Global to Domestics Trade Relations Patterns
“Konektivitas menjadi
kunci dalam menjawab tantangan globalisasi ekonomi.
”
4
Destination
(Market)
Coy Y / di Indonesia
Kontraktor
Coy X (USA, EU, JPN, Others)
Negara Pemegang Merek Dagang Coy A / Negara
Pemasok (stock)
Coy B / Negara
Pemasok (stock)
Coy C / Negara
Pemasok (stock)
Coy E / di Indonesia
Foreign LSP / 3PL
Contract
(Production)
shipment order/contract
Coy F / di Mumbai, India
LSP / 3PL
Admin/Order
Processing
(PO, ship ord à Invoice
and shipment
instruction)
Destination
(Market)
Coy D / di
Indonesia
Pemasok Carrier
Shipment
of goods
shipment of raw materials
shipment of raw materials
shipment of raw materials
Contract
Goods
Information /Coordination
Contract
Contract
(Supply)
Coordination on shipment scheduling scheduling g
PERTANYAAN:
Kebijakan ekonomi apa yang
perlu kita ciptakan untuk
merebut peluang usaha dari
rantai pasok global tersebut? Source: Anggadinata, research funded by World Bank, 2009. 5
Tantangan Global Globalization of Economy I Anatomy of Global to Domestics Trade Relation Patterns
I Global to Domestics Trade Relations Patterns
Perush Y / Buyer Indonesia
Perush X / Seller,
Negara Pemasok
(USA, EU, JPN)
Perush B di
Negara Asia B
(inventory)
Perush C di
Negara Asia C
(inventory)
Perush A di
Negara Asia A
(inventory)
Source: Anggadinata, research funded by World Bank, 2009.
PERTANYAAN:
Kebijakan ekonomi apa yang
perlu kita ciptakan untuk
merebut peluang atas pola
perdagangan global tsb. ?
(inventory) (inventory) (inven(inventory)
NRI
NRI
NRI
“ Negara Tetangga berhasil
mengambil manfaat ekonomi atas kekurang cermatan kebijakan perindustrian &
perdagangan nasional RI ”
6
Tantangan Global Globalization of Economy I Anatomy of Global to Domestics Trade Relation Patterns
I Global to Domestics Trade Relations Patterns
1. RRT masih menjadi kunci penggerak utama perdagangan Timur-Barat
2. New Market secara kontinu bangkit sebagai akibat perbaikan permintaan dari Eropa dan USA
3. Rute utama melalui Selat Malaka
4. Transportasi dan Logistik harus dimasukkan dalam konteks rute perdagangan global.
Pilihan 1 jalan sutera: via jalur
perdagangan Selat Malaka, termasuk
Riau, Dumai, Belawan, Aceh, dan
Pontianak.
Pilihan 2 jalan sutera: via Selat
Sulawesi, melalui Bitung, Makasar,
Balikpapan, Samarinda, dan bisa
terhubung sampai ke Surabaya.
(Sumber: Wamen Perdagangan RI,
September 2014)
7
Tantangan Global Globalization of Economy I Anatomy of Global to Domestics Trade Relation Patterns
I Global to Domestics Trade Relations Patterns
8
Tantangan Global Globalization of Economy I Anatomy of Global to Domestics Trade Relation Patterns
I Global to Domestics Trade Relations Patterns
Manufacturing Beyond China
Pengembangan 42 pelabuhan prioritas di
ASEAN dimana 14 pelabuhan ada di
Indonesia.
Pembangunan jaringan Ro-Ro/ferry.
Konektivitas Laut dalam MPAC
9
Tantangan Global Globalization of Economy I Anatomy of Global to Domestics Trade Relation Patterns
I Global to Domestics Trade Relations Patterns
2. KONDISI TRANSPORTASI LAUT
NASIONAL
q Global Competitiveness Index
q Logistic Performance Index
q Transportasi Laut
Kondisi Transportasi Laut Nasional Global Competitiveness Index | Logistic Performance Index | Transportasi Laut
The Global Competitiveness Index World Economic Forum 2009-2013 (Infrastruktur)Sumber: World Economic Forum 2012-2014
2012-2013 2013-2014 2014-2015
Infrastruktur 82 25 61 110 98 72 20 76 112 95
Peringkat indeks konektivitas Indonesia di sektor transportasi laut tahun 2014 meningkat menjadi 77 dibandingkan tahun 2012 yang menduduki perigkat 104. Namun, peringkat tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan Thailand dan Malaysia.
11
Skor LPI Indonesia meningkat 0.14 dibandingkan tahun 2012, peringkat global naik dari 59 menjadi 53.
Tantangannya adalah implementasi program-program pemerintah di bidang logistik.
Infrastruktur menjadi kunci dalam perbaikan sistem rantai pasok.
12
Global Competitiveness Index | Logistic Performance Index | Transportasi Laut
Kondisi Transportasi Laut Nasional
13
Indeks konektivitas provinsi diukur dengan faktor kapal terdaftar, kapasitas
kontainer pembawa, ukuran max.vessels, jumlah kunjungan kapal, dan
pengiriman perusahaan terdaftar.
Berdasarkan indeks konektivitas transportasi laut , DKI Jakarta memiliki
konektivitas yang kuat di Indonesia. Nilai Indeksnya sangat jauh dibandingkan
dengan Kawasan Timur Indonesia. Dengan demikian diperlu pemerataan
pembangunan.
Sea Transport Connectivity Index
Global Competitiveness Index | Logistic Performance Index | Transportasi Laut
Kondisi Transportasi Laut Nasional
Kecelakaan Transportasi Laut
14
Global Competitiveness Index | Logistic Performance Index | Transportasi Laut
Kondisi Transportasi Laut Nasional
PENYEDIAAN KAPAL NEGARA KENAVIGASIAN
NO
JENIS KAPAL
JUMLAH TH
2012 TH
2013
1 Kapal Buoy Tender (kapal induk perambuan)
8 8
2 Kapal Aids Tender (Kapal Bantu Perambuan)
42 42
3 Kapal Inspection Boat (Kapal Pengamat Perambuan)
14 14
T O T A L 64 64
Sarana Prasarana Kenavigasian
15
Global Competitiveness Index | Logistic Performance Index | Transportasi Laut
Kondisi Transportasi Laut Nasional
Kecukupan Muatan Dari Timur
PERLU PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
TANTANGAN INDUSTRIALISASITANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANTANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGANGAN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN IN INDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSDUSTRITRIALIALIALISASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASSASIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
16
Global Competitiveness Index | Logistic Performance Index | Transportasi Laut
Kondisi Transportasi Laut Nasional
17
Wilayah Dalam
(Jawa)
High Attractiveness [Infras + SDM + Pasar
Besar + insentif + dll]
Wilayah Depan
(Non Jawa)
Low
Attractiveness
Investasi / Industri /
Produksi di Wil
Dalam (Jawa)
massive
Investasi Infras &
Industri / Produksi di
Wil Depan (Non
Jawa) rendah
Disparitas Ekonomi Antara
Wilayah Dalam & Depan
Perdagangan Antar Wilayah Tidak
Seimbang (Unbalanced Trade /
Freight / Cargo) à No Backhaul
Biaya Transportasi
Gudang, Handling,
& Asuransi jadi
mahal
Biaya Logistik
(Nasional) jadi
tinggi
Pungutan Tdk
Resmi
Ekonomi Biaya-
Tinggi
Pungutan Resmi
Pemda (Retribusi &
Pajak); Pem Pst
(Pajak)
Pembangunan dg
konsep “trickle down
effect” dan Jawa sbg
“growth center”
17171717171717
Solusi:
ü Bagi negara kepulauan yang luas spt
RI, maka jalan utk menurunkan Biaya
Logistik Nasional [menurunkan biaya
ekonomi / meningkatkan daya saing
produk nasional] adalah dgn cara
menyeimbangkan jumlah angkutan
kargo/komoditas antara Wilayah
Depan dan Wilayah Dalam, melalui
pembangunan Pusat-pusat
Pertumbuhan Ekonomi Baru [industri
baru + hilirisasi] di Wilayah Depan
secara progressif.
ü Skenario / Skema / Strategi perlakuan
kebijakan pembangunan di Wilayah
Depan HARUS beda & spesial ! Tdk
bisa disamakan spt di Wilayah Dalam.
“Not Business As Usual”
Biaya Pengiriman:
Jkt – Padang : Rp. 7,5 jt sd Rp. 8 Jt / Container 20 Feet;
Jkt – Shanghai : Rp. 4,5 Jt / Container 20 Feet.
Jkt – Jayapura : Rp. 25 Jt / Container 20 Feet.
Source: Anggadinata, Center for Logistics and Supply Chain Studies, ITB, 2011
PerdagangaPerdaganga
Load Factor – Barat ß à Timur :
Outbound : 70%; Inbound : 20%
Global Competitiveness Index | Logistic Performance Index | Transportasi Laut
Kondisi Transportasi Laut Nasional
International container flows
Modeling the global freight transportation system: A multi-level
modeling perspective 18
Global Competitiveness Index | Logistic Performance Index | Transportasi Laut
Kondisi Transportasi Laut Nasional
Proyeksi nilai kelautan mencapai 171 miliar dollar AS atau setara dengan 2046
triliun Rupiah (Kurs Rp.12.000 per Dollar AS) yang meliputi (Kadin, 2015) :
Perikanan sebesar 380 Triliun Rupiah
Wilayah Pesisir 670 Triliun Rupiah
Bioketnologi 480 Triliun Rupiah
Wisata Bahari 24 Triliun Rupiah
Minyak bumi 252 Triliun Rupiah
Transportasi laut 240 Triliun Rupiah
untuk meraih nilai besar tersebut diperlukan suatu program yaitu Poros
Maritim Dunia (PMD) yang bisa terwujud apabila ada Kebijakan dan Program
pendukung yang Tepat, Efektif dan Kompetitif.
19
Global Competitiveness Index | Logistic Performance Index | Transportasi Laut
Kondisi Transportasi Laut Nasional
q Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional
q Konsep Tol Laut
q Menuju Negara Poros Maritim
3. TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
21
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
22
Wilayah Depan
(Foreland)
Wilayah Dalam
(Hinterland)
Wilayah yg berpotensi
sbg Pusat Pertumbuhan
Ekonomi baru.
Hub Port Internasional
(Kuala Tanjung Sumut dan
Bitung Sulut.
Ocean going Pusat Pertumbuhan
Ekonomi eksisting.
Ocean going Ocean going
NKRI terdiri atas beribu pulau yang disatukan dengan laut dan
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan (Integrated
piece of Land, Sea and Air)
Wilayah Dalam merupakan teritori yang menjadi kedaulatan
penuh RI
Kegiatan Ekonomi, Transportasi dan
Perikanan Asing, dll Dilakukan di Wilayah
Depan RI
Kegiatan Ekonomi, Transportasi, dan
perikanan di Wilayah Dalam dikuasai oleh
Pemerintah RI
Kapal Asing Pada
Wilayah Depan
Inter Island
Transportation
Sumber: Prof,. Senator Nur Bahagia, 2012 23
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
Material/part
s suppliers
Country
N
Material/part
s suppliers
Country
B
Country A
Material/part
s suppliers
Logistics Center
Assembly /
Manufacturing Plant
Ocean going
International
Hub Port
Other National Ports
In other region of Indonesia
Country 1
Market
Country 2
Country X
Non
Resident
Inventory
Tra
nsh
ipm
en
t
Pa
rts sup
ply
Finish
ed
go
od
s
Republic of Indonesia
Legend :
International Industrial Zone
Non Resident Inventory
SME = Small and Medium Enterprise
Transfer
Industrial Estate
Local Supplies SME
Non
Resident Resident ent
Inventory Inventory tory tory
Inter-island
Domestic Market
Source: Anggadinata, Center of Logistics and Supply Chain Studies, ITB, 2010
Country AACount
Country Z
Material/part
s suppliers
24
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
“ Adalah konektivitas laut yang
efektif berupa adanya kapal
yang melayari secara rutin dan
terjadwal dari barat sampai ke
timur Indonesia
TOL LAUT ADALAH
25
”
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
ELEMEN TOL LAUT
TOL LAUT
PETIKEMAS
KECUKUPAN MUATAN BARAT – TIMUR TIMUR – BARAT
PELAYARAN RUTIN DAN BERJADWALINLAND AKSES
YANG EFEKTIF
PELABUHAN YANG HANDAL
SHIPPING INDUSTRY
26
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
27
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
SHIPPING INDUSTRY
28
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
29
PELABUHAN YANG HANDAL
KAPASITAS TERPASANG
PRODUKTIVITAS
EFEKTIF DOKUMENTASI
WATER ENTRANCE –
INLAND TRANSPORT
INSTITUSI PENDUKUNG
DATA DAN SISTEM INFORMASI
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
30
PELAYARAN RUTIN DAN BERJADWAL
RUTE
SIZE
WINDOW SYSTEM
INAPORT NET
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
31
DARAT SUNGAIPESISIR PIPA KERETA API
INLAND AKSES YANG EFEKTIF
TOL LAUT DALAM MENDUKUNG
INDONESIA POROS MARITIM DUNIA - 2045 Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Meuju Negara Poros Maritim
Pembangunan pelabuhan Internasional yang
berkapasitas besar dan modern untuk ekspor
berbagai komoditas dan berfungsi juga sebagai
International Seaport-Hub.
Peningkatan draft pelabuhan Hub min -12m.
Peningkatan draft pelabuhan feeder min -7m.
Peningkatan fasilitas pelabuhan utama (hub
dan feeder tol laut).
Penyediaan peralatan pelabuhan utama (hub
dan feeder tol laut).
Revitalisasi pelabuhan pelayaran rakyat di
Indonesia.
PELABUHAN
32
POROS MARITIM DUNIA Konsep Wilayah Depan dalam Sistem Logistik Nasional I Konsep Tol Laut
Menuju Negara Poros Maritim
Pengembangan transportasi laut sebagai tulang punggung lalu lintas barang keseluruh
pulau Indonesia dan ekspor/impor, harus bisa menjadi moda transportasi yang murah.
Minimnya pilihan moda transportasi di wilayah timur menghambat pertumbuhan ekonomi
dan industri, Tol laut mendesak untuk direalisasikan.
Minimnya armada angkutan laut, perlunya pembangunan/pengadaan kapal diatas 2.000
DWT.
Pengembangan jasa pelayanan transhipment barang-barang antar Negara dan Benua
melalui pengembangan kapal-kapal sub-Liner petikemas (ex: penugasan PELNI).
Pengembangan pelayaran rakyat untuk mendukung keperintisan serta memelihara budaya
bangsa.
Pembangunan infrastruktur transportasi darat (kereta api dan ASDP), infrastruktur jalan,
yang terhubung dengan pelabuhan untuk melayani “last mile” logistik.
TRANSPORTASI
LISTRIK Hingga tahun 2022 tenaga listrik yang
diperlukan Indonesia sebesar 385 Terrawatt,
yang digunakan baik untuk sarana/prasarana
transportasi (khususnya pelabuhan), industri,
serta permukiman.
Perlu percepatan pembangunan pembangkit
listrik beserta jaringan distribusi-nya. 33
Potensi industri kapal dan jasa perawatan kapal (Galangan Kapal)
sangat besar seiring dengan kebutuhan berbagai jenis dan ukuran
kapal dengan proyeksi mencapai 1000 unit per-tahun.
Kemampuan galangan saat ini baru mencapai 200-300 unit per-
tahun.
Jumlah Docking Kapal saat ini sekitar 250 unit yang terkonsentrasi
di Jawa dan Batam.
Diperlukan pembangunan Galangan baru yang berteknologi
canggih dan effisien di wilayah yang tersebar.
Diperlukan penyusunan payung hukum agar dapat dikembangkan
Galangan Kapal milik Pemerintah.
Dan diperlukannya insentif dan perhatian khusus dari pemerintah
(Kemenperin) kepada industri galangan kapal nasional.
Tingkat kecukupan Kapal Patroli perlu ditingkatkan dengan target
tahun 2019 mencapai 72,41% (telah tertuang dalam Renstra
Perhubungan)
Tingkat kecukupan Kapal Kenavigasian perlu ditingkatkan dengan
target tahun 2019 mencapai 92% (telah tertuang dalam Renstra
Perhubungan)
Peningkatan jumlah serta kualitas SDM sesuai kompetensi standar
keselamatan dan keamanan transportasi, khususnya SDM
Perhubungan Laut (khususnya awak kapal negara dan penjaga
menara suar). Target lulusan 5 tahun hingga 2019 dalam Renstra
perhubungan mencapai 1.347.641
INDUSTRI (GALANGAN KAPAL)
& JASA
34
Dukungan pembiayaan sangat penting untuk mewujudkan
Indonesia sebagai Poros maritim dunia untuk
memanfaatkan potensi maritim yang mencapai Rp. 2000
triliun.
Diperlukan PMN untuk pengembangan jasa pelayanan
transhipment nasional.
Juga diperlukannya PMN untuk meningkatkan
kemampuan BUMN Galangan Kapal.
Diperlukan pengembangan skema pembiayaan lainnya.
PEMBIAYAAN &
INVESTASI
Tingginya kebutuhan SDM Perhubungan laut, baik untuk
memenuhi kebutuhan perhubungan laut nasional maupun
asing memerlukan dukungan peningkatan kualitas serta
kapasitas Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, Politeknik Ilmu
Pelayaran, dsb.
Peningkatan jumlah LITBANG serta peningkatan lingkage
antara lembaga pendidikan dan penelitian dengan industri
transportasi, serta regulator untuk mendukung Indonesia
sebagai Poros Maritim dunia.
PENDIDIKAN &
LITBANG
35
q 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut
q 5 Pelabuhan Hub
q 19 Pelabuhan Feeder
q Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
4. IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN
PENDUKUNG TOL LAUT
IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN PENDUKUNG TOL LAUT 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
37
SKENARIO DASAR TOL LAUT
x
1. Sabuk Layanan Pel. Belawan
2. Sabuk Layanan Pel. Tanjung Priok
3. Sabuk Layanan Pel. Tanjung Perak
4. Sabuk Layanan Pel. Makassar
5. Sabuk Layanan Pel. Bitung
6. Sabuk Layanan Pel. Teluk Bintuni
= Alur Utama Tol Laut
= Sabuk Layanan Lokal
JENIS LAYANAN 1. Angkutan Penumpang è PT. PELNI dan Perintis ASDP
2. Angkutan Komoditi Pertanian (non-durable goods)
3. Angkutan Komoditi Bahan Baku/Mineral (durable goods)
4. Angkutan Barang Jadi (final goods) à Kargo dan Kontainer
SKSKSKSKENENENENENENENENENENENENENENENENENENENENENENENARARARARIOIOIOIOIO D DASASARAR T TOLOLOL L L LAUAUAUAUTTTT
IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN PENDUKUNG TOL LAUT 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
38
OPTIMASI LALULINTAS DI PELABUHAN UTAMA PORT Belawan Tj. Priok Tj. Perak Makassar Bitung Bintuni
Belawan 0 1535 2046 2662 3502 4214
2D11H 3D6H 4D6H 5D15H 6D18H
Tj. Priok 1535
0 713 1452 2543 3040
2D11H 1D3H 2D7H 4D2H 4D21H
Tj. Perak 2046 713
0 827 1946 3033
3D6H 1D3H 1D7H 3D3H 2D19H
Makassar 2662 1452 827
0 1284 2229
4D6H 2D7H 1D7H 2D1H 2D1H
Bitung 3502 2543 1946 1284
0 1507
5D15H 4D2H 3D3H 2D1H 1D9H
Bintuni 4214 3040 3033 2229 1507
0 6D18H 4D21H 2D19H 2D1H 1D9H
èJarak tempuh (Km)
èWaktu tempuh (Day, Hours) 1535
2D11H
1452
2D7H
1284
2D1H
2229
2D1H
2046
3D6H
Sumber: www.searates.com
Dasar Pertimbangan:
1. Waktu tempuh optimal 2 – 3 hari ke pelabuhan tujuan.
2. Potensi beban kargo mengikuti economic size di setiap
region.
Jalur Usulan:
1. Belawan à Tj. Priok à Makassar à Bitung
2. Belawan à Tj. Priok à Makassar à Teluk Bintuni
3. Belawan à Tj. Perak à Makassar à Bitung
4. Belawan à Tj. Perak à Makassar à Teluk Bintuni
Sumber: analisis internal
Hierarki Pelabuhan: 1. Tj. Priok dan Tj. Perak secara paralel menjadi
pengumpul utama arus barang dari dan ke wilayah
barat Indonesia.
2. Makassar berfungsi sebagai pengumpul dan hub
utama ke Indonesia Timur, dengan tujuan Bitung
dan Teluk Bintuni secara paralel.
3. Wilayah Barat Kalimantan dilayani Tj. Priok & Tj.
Perak; Wilayah Timur Kalimantan dilayani
Makassar.
IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN PENDUKUNG TOL LAUT 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
39
USULAN JALUR UTAMA TOL LAUT
Jalur Usulan (barat-timur dan sebaliknya): 1. Belawan à Tj. Priok à Makassar à Bitung
2. Belawan à Tj. Priok à Makassar à Teluk Bintuni
3. Belawan à Tj. Perak à Makassar à Bitung
4. Belawan à Tj. Perak à Makassar à Teluk Bintuni
Hub-Tengah
Peran Hub-Tengah:
a.Pengatur traffic
barat – timur
b.Transit bongkar-muat
Catatan:
Belawan, Tj. Priok dan Tj.
Perak secara paralel menjadi tujuan akhir arus
barang dari Timur ke Barat.
Bitung dan Teluk Bintuni secara paralel menjadi
tujuan akhir arus barang
dari Barat ke Timur.
IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN PENDUKUNG TOL LAUT 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
40
24 PELABUHAN STRATEGIS PENDUKUNG TOL LAUT
1. Pelabuhan Belawan / Kuala Tanjung
2. Tanjung Priok / Kali Baru
3. Tanjung Perak
4. Makassar
5. Bitung
41
IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN PENDUKUNG TOL LAUT 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
Sumber Dana
Arus Barang di Pelabuhan
Pada tahun 2013, angkutan antar pulau arus
muat (loading) barang sebesar 2,822,294 ton
dan arus bongkar (unloading) sebesar
7,881,554 ton. Rata-rata pertumbuhan arus
muat sebesar 78,44% dan arus bongkar
14,73%.
Pada tahun 2013, angkutan luar negeri arus
bongkar (loading) barang sebesar 8,625,452
ton dan arus bongkar (unloading) sebesar
3,123,243 ton. Rata-rata pertumbuhan arus
muat sebesar 66,93% dan arus bongkar
6,61%.
Kota Medan, Sumatera Utara
qDirencanakan pengembangan
Pelabuhan Belawan sebagai salah
satu Pelabuhan Hub dalam
pengembangan Tol Laut.
qDermaga 950 m, Draft -10 mLWS, CY
251.48543 m2, Alat (11 CC, 25 RTG, 2
MHC, 61 Head Truck, 7 Reach
Stacker, 3 Side Loader, 6 Forklift)
qRp. 6 Trilyun
qPembangunan terminal/dermaga
Phase I & II (2015-2018)
qPengadaan peralatan Phase I & II (CC,
RTG, Head Truck) pada tahun 2015-
2018
qIDB Loan USD 87,5 juta (reklamasi) &
BUMN
qKementerian Perhubungan dan
Pelindo I
Lokasi
Rencana
Deskripsi
Kondisi Eksisting
Pelaksana
BELAWAN
PORT
42
Nilai Proyek
KUALA TANJUNG
PORT
43
Kabupaten Batubara, Propinsi Sumatera Utara
Pelabuhan Belawan merupakan salah satu
Pelabuhan Hub dalam pengembangan Tol Laut,
yang terintegrasi dengan rencana
pengembangan Aerotropolis Kalanamu
qGroundbreaking pembangunan pelabuhan
ini dilakukan pada tgl 27 Januari 2015
qDermaga TPK 670 m Draft -14 mLWS
(penyelesaian oleh BP Batam), Dermaga
Multpurpose 1.300 m, Draft -6 s.d -13 mLWS
qRp. 18,4 Trilyun
qPerlu revisi RIP untuk pembangunan Pel.
Kuala Tanjung
qPembangunan Terminal Multi Purpose
(2015-2017)
qPembangunan Terminal Peti Kemas (2015-
2019)
qPengadaan peralatan Terminal Multi Purpose
(2 CC, 6 RTG, 14 Head Truck, 2 Loading Arm,
Pompa Un/Loading 450 Ton/jam) 2015-2017
qPengadaan peralatan Terminal Peti Kemas (S
TS Crane, RTG Crane, Tractor Trailer, Reach
Stacker, Straddle Crane) 2017-2019
qBUMN, KPS (BP Batam)
qKemenhub, Pelindo I
Lokasi
Rencana
Deskripsi
Kondisi
Eksisting
Nilai Proyek
Sumber Dana
Pelaksana
yang
Pada 2013, angkutan antar pulau arus muat
barang sebesar 1,488 jt ton dan arus bongkar
sebesar 3,015 jt ton. Rata-rata pertumbuhan arus
muat sebesar 1,91% dan arus bongkar 3,38%.
Pada 2013, angkutan luar negeri arus muat
barang sebesar 479 rb ton dan arus bongkar
sebesar 7,741 jt ton. Rata-rata pertumbuhan arus
ekspor sebesar -11,72% dan arus impor 26,21%.
Surabaya, Jawa Timur
q Dermaga Mirah: length 2 berth; draft -7 m LWS
q D.Jamrud Utara: length 500m; draft -9m LWS
q D.Jamrud Selatan: length 200m; draft -7m LWS
q Rp. 8,563 Trilyun
q Pengembangan Terminal Mirah 2015-2018 (Car Terminal,
Terminal Penumpang, Lap. Penumpukan RoRo, CY, Area
Dedicated Curah Cair)
q Pengadaan Peralatan di terminal Jamrud dan Nilam 2015-
2018 (HMC, Fender, CC)
q Pembangunan Terminal Teluk Lamong (2015-2019):
Pembangunan dermaga petikemas;
Pengembangan luas terminal dan lap. Penumpukan curah
kering internasional;
Pembangunan dermaga curah kering;
Pembangunan CY
Pembangunan dermaga multipurpose
Pengadaan peralatan (STS, Power plant, ASC, Combine
Terminal Tractor, Straddle carrier)
q Pembangunan Dermaga Berlian (2015-2018):
Pembangunan Container Yard (CY);
Pengadaan peralatan (Harbour Portal Crane dan RTG)
q Pembangunan Terminal Peti Kemas Surabaya (2015-2018)
Pengerukan kolam dermaga domestik dan internasional;
Pembangunan CY;
Pengadaan peralatan (CC, RTG, E-RTG).
q Pembangunan Pelindo Marine Service (PMS) 2015-2018:
Pengadaan Kapal Tunda dan Motor Pandu/RIB.
q Pembangunan Terminal/Dermaga JIIPE, Manyar (2014-2015)
q BUMN & Kerjasama PT AKR (pembangunan JIIPE Manyar)
q Kementerian Perhubungan dan Pelindo III
TANJUNG PERAK
PORT
44
Lokasi
Rencana
Kondisi
Eksisting
Nilai Proyek
qSumber Dana
Pelaksana
Nilai Proyek
Pada 2013, angkutan antar pulau arus muat barang sebesar 17,6 jt ton dan
arus bongkar sebesar 18,5 jt ton. Rata-rata pertumbuhan arus muat
sebesar 22,97% dan arus bongkar 5,67%.
Pada 2013, angkutan luar negeri arus bongkar barang sebesar 3,9 jt ton
dan arus bongkar sebesar 18,4 jt ton. Rata-rata pertumbuhan arus muat
sebesar -6,70% dan arus bongkar 12,19%.
DKI Jakarta
qRp. 6,108 Trilyun
qRencana pengembangan
Pelabuhan Tanjung Priok /
Kali Baru 2015-2019:
Pembangunan Dermaga
dan Fasilitas Terminal
2015-2017 (Container
Terminal 1-3, Produc
Terminal 1-2)
Pengerukan Alur dan
Kolam Pelabuhan dengan
draft 16m 2015-2017
Pengadaan Peralatan 2015-
2017 (RTG/RMG, Guay
Crane)
qBUMN dan Mitra
qKementerian Perhubungan
dan Pelindo II
Lokasi
Rencana
Sumber Dana
Pelaksana
TANJUNG PRIOK /
KALI BARU PORT
45
MAKASSAR
NEW PORT
Lokasi
Rencana
Nilai Proyek
Kota Bitung , Sulawesi Utara
Rp 346 Milyar
qRevisi Ijin Pengembangan Pelabuhan (2015)
qLanjutan pengembangan terminal/dermaga
(2015-2017)
qPembangunan lap. Penumpukan (2017-
2018)
qPengadaan peralatan (Wheel Loader,
Excavator, Reach Steaker, HMC, RTG, Chasis)
(2015-2016)
qPengadaan kapal tunda, kapal pandu (2016-
2018)
qBUMN
qKementerian Perhubungan dan PELINDO IV
ARUS BARANG
Pada 2013, angkutan antar pulau arus muat
(loading) barang sebesar 1,23 jt ton dan arus
bongkar (unloading) sebesar 1,59 jt ton. Rata-
rata pertumbuhan arus muat sebesar 7,92% dan
arus bongkar 19,65%.
Pada 2013, angkutan luar negeri arus muat
(loading) barang sebesar 192,2 ribu ton dan arus
bongkar (unloading) sebesar 1,14 jt ton. Rata-
rata pertumbuhan arus ekspor sebesar -14,07%
dan arus impor 10,54%. 46
Sumber Dana
Pelaksana
47
Lokasi
Rencana
Nilai Proyek
Kota Bitung , Sulawesi Utara
Rp 1,141 Triliun
qPembuatan jalur RTG (2015)
qPembangunan 3 dermaga petikemas
(2015-2017)
qReklamasi dan Penahanan Tanah (2015-
2016)
qPerkerasan lapangan penumpukan
(2016-2017)
qPembangunan trestle (2016)
qReklamasi dan Penahanan Tanah (2018-
2019)
qPerkerasan lapangan penumpukan
(2018-2020)
qPengadaan peralatan th.2015 (forklift,
head truck, chassis 40 feet, genset, RTG,
container crane)
qCampuran APBN / PMN dan BUMN
qKementerian Perhubungan dan
Pelindo IV
Pelabuhan Bitung sebagai Pelabuhan
Internasional Hub di kawasan Indonesia
Timur dan direncanakan sebagai pintu
gerbang lalu-lintas perdagangan
diwilayah Asia-Pasifik.
BITUNG
PORT
Sumber Dana
Pelaksana
1. Malahayati
2. Batu Ampar Batam
3. Teluk Bayur
4. Jambi
5. Palembang
6. Panjang
7. Tanjung Emas Semarang
8. Pontianak
9. Sampit
10. Banjarmasin
11. Kariangau Balikpapan
12. Palaran Samarinda
13. Pantoloan
14. Kendari
15. Tenau Kupang
16. Ternate
17. Ambon
18. Sorong
19. Jayapura
48
IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN PENDUKUNG TOL LAUT 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
Malahayati Terletak di Kabupaten Aceh Besar, 32.5 km dari Banda Aceh, NAD.
Status sebagai Pelabuhan Umum yang diusahakan, Terbuka untuk perdagangan luar negeri, Status Wajib pandu, Pelabuhan Kelas III.
Fasilitas saat ini:
Dermaga 380 m, Draft -5 s.d. -10 MLWS, Saking Yard 23.991 m2, CY 6.980 m2, Gudang 800 m2
Peralatan (6 Head Truck, 1 Reach Stacker, 1 MC, 10 Forklift)
Rencana pengembangan 2015-2016: Pengerukan Alur & Kolam Pengadaan peralatan (1 MHC, 2 Reach Stacker, 5 Head Truck)
Kebutuhan pendanaan Rp.1,565 Trilyun (Pelindo I dan KPS untuk pengerukan)
Batu Ampar, Batam
Terletak di Kota Batam, Kepulauan Riau
Fasilitas saat ini:
Dermaga TPK 670 m Draft -14 mLWS
(penyelesaian oleh BP Batam)
Dermaga Multpurpose 1.300 m Draft -6
s.d. -13 mLWS
Rencana pengembangan 2015-2017:
Pembangunan Terminal Petikemas
Pengadaanperalatan (2 MHC, 6 Reach
Stacker, 12 Head Truck)
Kebutuhan pendanaan Rp.1,2 Trilyun
(Pelindo I dan KPS dengan BP Batam) 49
Teluk Bayur
Terletak di Kota Padang, Sumatera Barat.
Berfungsi sebagai pintu gerbang antar pulau dan
eksport impor dari dan ke Sumatera Barat.
Saat ini pelabuhan Teluk Bayur telah dilengkapi
peralatan untuk menangani barang curah seperti
batu bara, semen, klinker, CPO serta komoditas
yang menggunakan petikemas.
Fasilitas saat ini:
Dermaga sepanjang 270 m
Gudang cfs seluas 3.000 m²
Lapangan penumpukan seluas 7,7 HA
Rencana pengembangan 2015-2017:
Pengerukan alur dan kolam pelabuhan
Pembangunan Gudang A dan Lapangan
Penumpukan Lini II
Pengadaan peralatan (Tangki CPO, excavator,
forklift, hooper, chassis, Hydraulic Reels, Head
Terminal Tractor))
Kebutuhan pendanaan Rp.161 Milyar (Pelindo II)
Jambi / Muara Sabak
Pelabuhan Jambi terletak di Talang Duku, di hilir Sungai Batanghari, Provinsi Jambi. Pelabuhan Jambi dilengkapi dengan dermaga apung, untuk mengatasi naik-turun permukaan air yang mencapai 8 m.
Fasilitas saat ini: Dermaga Multipurpose 100 x 18 m draft 4m Luas Kolam 173.700 m2 draft 3 s/d 6m Panjang x lebar Alur 21.298 x 100 m draft 5 s/d 8 m
Rencana pengembangan 2015-2018: Kebutuhan pengembangan akses darat ke pelabuhan Pengerukan alur dan kolam pelabuhan Pengembangan Dermaga dan Terminal
Kebutuhan pendanaan Rp.300 Milyar (Pelindo II) 50
Tanjung Carat / Palembang
Pelabuhan Palembang didukung oleh
hinterlandnya yang memiliki komoditi
pertanian, pertambangan dan industri.
Komoditi yang memiliki potensi
peningkatan signifikan dimasa mendatang
adalah CPO.
Rencana pengembangan 2015-2018:
Dermaga Peti Kemas
Dermaga Curah Cair
Jalan Akses
Konstruksi Breakwater dan Causeway
Reklamasi dan Perkerasan Lapangan
Bangunan (Kantor, Workshop, Gedung
Serba Guna, Masjid, Kantin, dll)
Kebutuhan pendanaan Rp.6,583 Trilyun
(Pelindo II)
Panjang, Lampung
Merupakan pelabuhan internasional yang terletak di Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung. Fasilitas saat ini:
Panjang x lebar Alur 10.000 x 14,97m draft 7 s/d 16m Luas Kolam 86.009 m2 Dermaga Multipurpose draft 10m Dermaga Petikemas draft 10m Dermaga Curah Kering draft 11m Gudang Lapangan Konvensional Lapangan Penumpukan Peti Kemas
Rencana pengembangan 2015-2016: Pengadaan Peralatan (Jib Crane, Chassis, Reach Stacker, Head Terminal Tractor)
Kebutuhan pendanaan Rp.123 Milyar (Pelindo II)
51
Tanjung Emas, Semarang
Terletak di Semarang, Jawa Tengah.
Fasilitas saat ini:
Pemecah Gelombang
Gudang dan Terminal seluas 3000 m²
Dermaga Nusantara
Dermaga Pelabuhan Dalam II
Dermaga Gd. VII
DUKS PLTU, DUKS Pertamina, DUKS
BEST, serta DUKS Sriboga.
Peralatan (Kapal Tunda, Kapal Pandu,
Kapal Kepil, CY, alat Bongkar)
Rencana pengembangan 2015-2019:
Pengerukan kolam pelabuhan
Terminal Kalibaru Barat:
Reklamasi
Pembangunan Dermaga Curah
Pembangunan Lap. Penumpukan
Pengadaan pompa polder
Pembangunan Lap. Penumpukan
Samudera
Pembanguan CY dan Dermaga
Terminal Petikemas
Konversi Dermaga Samudera menjadi
Dermaga Petikemas domestik
Pengadaan peralatan (Reception
Facility, Crane Darat, Crane Hooper,
Reach Steakerm CC, A-RTG)
Kebutuhan pendanaan Rp.1,170 Trilyun
(Pelindo III)
Pontianak
/Kijing
Terletak ditepi sungai Kapuas, Provinsi Kalimantan Barat. Fasilitas saat ini:
Terminal Petikemas Peralatan (CC dll)
Rencana pengembangan 2015-2018: Pengembangan Terminal Petikemas Pembangunan Terminal Curah Kering Pembangunan Terminal Curah Cair Pembangunan Term. Multi Purpose Pengadaan Peralatan (Container Crane, RTGC, Reach Stacker, Tractor, Trailer, Conveyor, Bucket Wheel, Bucket Loader, Bulldozer, Loading Arm)
Kebutuhan pendanaan 2,910 Trilyun (Pelindo II)
52
Sampit
Sampit sebagai ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur merupakan salah satu kota terpenting di Provinsi Kalimantan Tengah
Arus petikemas di Pelabuhan Sampit, realisasi di tahun 2014 adalah 43.002 boks dan 43.690 TEUs atau masing-masing naik 23% dan 22% dari tahun 2013. Rencana pengembangan 2015-2019:
Kebutuhan pengadaan peralatan Kebutuhan pengembangan terminal dan parkir Kebutuhan pengerukan alur Kebutuhan pengembangan jalan akses
Kebutuhan pendanaan Rp. 100 Milyar
Banjarmasin
Kota Pontianak, Kalimantan Barat
Fasilitas saat ini:
Terminal Petikemas Banjarmasin (TPKB)
Pelabuhan Trisakti yang termasuk 10
besar terminal petikemas di Indonesia.
Terminal General Cargo
Terminal Curah Kering
Terminal Penumpang
Rencana pengembangan 2015-2019:
Pengembangan 4 Dermaga, termasuk
Dermaga Martapura Baru dan Dermaga
PT TLMI
Pembangunan Dermaga Curah Kering
Pembangunan Dermaga 1 Berth
Pembangunan 3 lokasi CY
Pembangunan Lapangan Penumpukan
khusus mobil
Pengadaan peralatan (3 CC, 2 RTG, 1
Mobile Crane)
Kebutuhan pendanaan Rp. 624 Milyar
(Pelindo III dan KPS dengan PT TLMI) 53
Kariangau, Balikpapan
Merupakan pelabuhan peti kemas, curah cair,
curah kering yang berada di pelabuhan peti
kemas, curah cair, curah kering
Dikelola Pelindo IV dan Pemerintah Propinsi
Kalimantan Timur melalui PT Kaltim Kariangau
Terminal.
Pertumbuhan rata-rata petikemas di Pelabuhan
Balikpapan 10% per tahun
Fasilitas saat ini:
Max. size draft 13,06 m
Semayang pier: 489 m x 21 m
Kampung Baru pier: 66 m x 8 m
Tugs and barges -pier no.8: length 120 m
Peralatan 2 crane, 1 reach staker, 1 forklift,
1 head truck, 1 chassis trailer.
Rencana pengembangan 2015-2017 (menunggu
penetapan RIP):
Pembangunan terminal/dermaga
Pengadaan peralatan pelabuhan
Kebutuhan pendanaan Rp.461 milyar
(Pelindo IV)
Palaran,
Samarinda
Terdapat di Kota Samarinda, provinsi
Kalimantan Timur, Indonesia. Pelabuhan ini
berfungsi sebagai pintu gerbang
pengiriman logistik dari Kota Samarinda
dan Kawasan Hulu Mahakam ke Surabaya,
Jakarta dan sebaliknya.
Fasilitas saat ini:
Dermaga sepanjang 270 m
Gudang cfs seluas 3.000 m²
Lapangan penumpukan seluas 7,7 HA
Rencana pengembangan 2016-2018:
Pembangunan terminal/dermaga
pelabuhan
Pengadaan peralatan pelabuhan
Kebutuhan pendanaan Rp.497 trilyun
(kerjasama PT Samudera Indonesia)
54
Pantoloan
Pelabuhan Pantoloan berada di Jalan Trans-
Sulawesi, Kelurahan Pantoloan, Kecamatan
Tawaeli. merupakan pelabuhan utama di
Sulawesi Tengah.
Fasilitas saat ini:
Max draft 9,5 m
Pangkalan 1 pier: 250 m x 20 m
Pangkalan 2 pier: 120 m x 20 m
Peralatan 1 reach staker, 3 forklift, 1
top loader
Rencana pengembangan 2015-2019
(menunggu penetapan RIPN):
Lanjutan pemb. Sheetpile &
reklamasi
Pembangunan CY
Penambahan dermaga III
Pengadaan peralatan (CC, RTG, Head
Truck & Chassis)
Pengadaan kapal tunda dan kapal
pandu
Kebutuhan pendanaan Rp.349 milyar
(Pelindo IV & APBN)
Kendari
Terletak di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Fasilitas saat ini:
Max draft 9 m
Nusantara pier: 270 m x 16 m
Pertamina Jetty for Tankers: 120 m
Jetty pier for Cargo Vessel Length 110 m
Rencana pengembangan 2015-2019:
Lanjutan Pembangunan Causway
Lanjutan pembangunan 2 dermaga & Lap.
Penumpukan PK di Bungkutoko
Pembangunan trestle 2
Pematangan Lahan dan lapangan
penumpukan
Pembangunan kantor, workshop, CFS,
Gate dan reservoir
Pembangunan Power plan dan ME
Pengadaan peralatan (3 chasis)
Pengadaan 1 kapal tunda
Kebutuhan pendanaan Rp.690 milyar (Pelindo
IV & APBN)
55
Terletak di Pulau Ternate, Maluku Utara
Produktifitas bongkar muat peti kemas di
pelabuhan ini adalah 12 TEUs/jam (2012)
Fasilitas saat ini:
Draft 10 m
Ahmad Yani pier: 248 m x 12 m
Sheet Pile pier: 150 m x 6 m
Bastiong Pile pier: 30 m x 6 m
Sheet Pile pier: 50m x 6m
Fishing ships pier: 68 m x 8 m
Forklift 5 tons: 1 unit
Rencana pengembangan 2016-2018:
Replacement dermaga
Reklamasi & perkerasan lapangan
penumpukan dan penumpang
Pengadaan peralatan (head truck,
chasis, reach stacker, RTG)
Pengadaan kapal tunda
Kebutuhan pendanaan Rp.141 milyar
(Pelindo IV & APBN/PMN)
Tenau, Kupang Terletak di Kupang, Nusa Tenggara Timur
Realisasi Arus Arus Petikemas tahun 2014
sebesar 86.332 Boks dan 88.895 Teus atau masing-
masing tercapai 120% untuk satuan boks dan 121%
untuk satuan TEUs dari anggaran yang ditetapkan
sebesar 72.180 Box dan 73.257 TEUs seiring
bertambahnya operator pelayaran yang berkunjung ke
Pelabuhan Cabang Tenau (PT Temas Line dengan
pelabuhan muat makasar)
Rencana pengembangan 2015-2017:
Peningkatan struktur Dermaga
Pengembangan Lapangan Penumpukan
Pengembangan CY
Pembangunan Terminal Energi
Pengembangan Terminal Khusus Hewan dan
Lapangan Penumpukannya
Pengadaan peralatan (1 CC, 2 RTG)
Kebutuhan pendanaan Rp.79 Milyar (Pelindo III)
Ternate
56
Jayapura
Ambon Pelabuhan Ambon dikenal juga
sebagai Pelabuhab Yos Sudarso
merupakan pelabuhan tipe kelas-4
Fasilitas saat ini:
Dermaga Yos Sudarso: 576 m x 20 m, depth 7.5-10
m LWS
Dermaga Siwabessy: 73 m x 8 m, depth 6 m LWS
Dermaga Slamet Riadi: 300 m x 6 m, depth 1-6 m
Dermaga Bandanaira: 62 m x 6 m, depth 6-8 m LWS
Peralatan 2 Crane IHI, 1 tronton, 6 forklift
Rencana pengembangan 2015-2018 (menunggu
penetapan RIPN):
Lanjutan Reklamasi kolam dermaga V
Levelling dan perkerasan CY
Pengembangan dermaga VI
Lanjutan pengerukan dermaga
Pembangunan Jalur RTG
Reklamasi dan penahan tanah dermaga
Pembangunan dermaga dan pelabuhan petikemas
Pengadaan peralatan (Head truck, Chasis, rel CC, RTG)
Pengadaan kapal tunda
Kebutuhan pendanaan Rp. 344 milyar
(Pelindo IV & APBN/PMN)
Terletak sekitar 60 km dari Kota Jayapura, Provinsi
Papua. Merupakan pelabuhan kelas II yang
dioperasikan oleh PT. Pelindo IV
Fasilitas saat ini:
Draft 12 m, 30.000 DWT
Dermaga I & II: 132 m x 7 m
Dermaga III: 56 m x 5 m
Dermaga IV: 82 m x 9 m
Dermaga APO: 32 m x 5 m
Peralatan 1 Crane, 2 Forklift
Rencana pengembangan 2015-2018
(menunggu penetapan RIPN):
Pembangunan lapangan penumpukan / Container Yard (CY)
Pembangunan jalan akses dermaga petikemas
Pembangunan dermaga
Reklamasi bekangdam
Pengadaan peralatan (RTG, chasis)
Pengadaan kapal tunda dan kapal pandu
Kebutuhan pendanaan Rp. 453 milyar (Pelindo IV & APBN/PMN) 57
Diusulkan pelabuhan Arar sebagai pengganti
pelabuhan untuk export import karena lahan
Pelabuhan Kota Sorong sudah tidak bisa
dikembangkan lagi.
Fasilitas saat ini:
Max Draft 20 m
Dermaga Sorong: 340 m x 22 m, depth 6 m
Doom Island: 40 m x 8 m
Oil Jetty: length 50 m
Peralatan 1 truck loader crane, 1 mobile
crane, 2 forklift, 5 tronton
Rencana pengembangan 2015-2018 (menunggu
penetapan RIPN):
Pembangunan CY
Pembangunan dan pengembangan dermaga
Reklamasi dan penahan tanah
Pembangunan lapangan penumpukan/peti
kemas
Pengadaan perlengkapan (compressor, alat
pembuka baut ban reach stacker, chasis,
headtruck, container crane, RTG)
Pengadaan kapal tunda
Kebutuhan pendanaan Rp. 799 milyar
(Pelindo IV & APBN/PMN)
Sorong
LUAS TAMBAHAN
CY +10 Ha
KAPASITAS +
1.000.000 Teu s
DERMAGA
(600X30)M2
(DRAFT -10 S/D -15
MLWS)
58
59
IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN PENDUKUNG TOL LAUT 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan -1
No.Kebutuhan Infrastruktur
Pendukung Tol Laut
Kebutuhan
Pendanaan Keterangan(Rp. Milyar)
1 24 Pelabuhan Strategis 243.696Termasuk pengerukan, pengembangan terminal
kontainer, serta lahannya
2 Short Sea Shipping (Jawa) 7.500Kapal, Pelabuhan Sumur, Bojanegara, Kendal,
Paciran, Cirebon
3 Fasilitas kargo umum dan bulk 40.615 Sesuai Rencana Induk Pelabuhan Nasional
4 Pengembangan Pelabuhan non-komersil 148.100 1.481 pelabuhan
5Pengembangan Pelabuhan komersil
lainnya41.500 83 pelabuhan
6Percepatan sasaran pembangunan lama
yang tak tercapai50.000
Sesuai Renstra Dirjen Kelautan dan Rencana
Induk Pelabuhan Nasional
7Transportasi multimoda untuk mencapai
pelabuhan50.000
Jalan akses, kereta pelabuhan, kereta pesisir, dan
sistem multimoda. Sesuai Renstra Dirjen
Perhubungan Laut
8 Revitalisasi industri galangan kapal 10.80012 galangan kapal secara menyeluruh (tidak
ditentukan)
9 Kapal untuk 5 tahun ke depan 101.740Kapal container, barang perintis, bulk carrier, tug
& Barge, Tanker, dan Kapal rakyat
10 Kapal patroli 6.048 Kapal patrol dari Kelas IA s/d V
Total Kebutuhan Pendanaan 699.999 60
NO. PELABUHAN PELINDO ANGGARAN (MILLIAR RUPIAH)
2015 2016 2017 2018 2019 TOTAL
1. Belawan I 600 1.200 1.500 2.700 - 6.000
2. Malahayati I 549 1.015 - - - 1.565
3. Kuala Tanjung I 3.680 5.520 9.200 - - 18.400
4. Batam (Batu Ampar) I 240 360 600 - - 1.200
5. Tanjung Priok / Kalibaru II 1.309 2.181 2.618 - - 6.108
6. Pontianak / Kijing (Kalbar) II 291 582 727 1.309 - 2.910
7. Palembang / Tanjung Carat
(Sumsel) II
658 1.316 1.645 2.962 -
6.583
8. Jambi / Muara Sabak II - 100 100 100 - 300
9. Teluk Bayur II 44 82 35 - - 161
10. Panjang (Lampung) II 24 37 61 - - 123
IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN PENDUKUNG TOL LAUT 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan -2
Total Indikasi Kebutuhan Pembiayaan 24 Pelabuhan Strategis (diluar kebutuhan lahan) adalah sebesar
Rp. 66,805 Trilyun dengan rincian sbb:
61
NO. PELABUHAN PELINDO ANGGARAN (MILLIAR RUPIAH)
2015 2016 2017 2018 2019 TOTAL
11. Tanjung Perak III 3.024 1.273 1.638 2.141 487 8.563
12. Tanjung Emas III 320 138 287 234 191 1.170
13. Banjarmasin III 76 108 139 198 104 624
14. Tenau Kupang III 12 21 33 - 12 79
15. Samarinda dan TPK Palaran IV - 99 149 249 - 497
16. Balikpapan dan TP Kariangau IV 92 138 230 - - 461
17. Bitung (TPB) IV 150 166 132 249 444 1.141
18. Pantoloan IV 64 31 82 82 90 349
19. Kendari (Kendari New Port) IV 6 139 206 338 - 690
20. Makassar IV 132 131 36 46 - 346
21. Ternate IV 8 21 68 44 - 141
22. Ambon IV 135 53 112 44 - 344
23. Sorong IV 13 439 171 176 - 799
24. Jayapura IV 25 100 294 34
- 453
IDENTIFIKASI 24 PELABUHAN PENDUKUNG TOL LAUT 24 Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan -3
q Kondisi Pelayaran Rakyat
q Pengembangan Pelayaran Rakyat
q Rencana Tindak Lanjut
5. PELAYARAN RAKYAT
PELAYARAN RAKYAT Kondisi Pelayaran Rakyat Pengembangan Pelayaran Rakyat I Rencana Tindak Lanjut
63
FAKTA
1. Sejarah budaya dan
kerajaan di Nusantara.
2. Negara kepulauan terluas
(Laut terluas, Pulau
terbanyak pantai terpanjang
kedua di dunia).
3. SDA terkaya ke dua dunia di
darat dan di laut.
4. Lokasi strategis dlm sistem
industri dan perdagangan
antar bangsa.
ARAH KEBIJAKAN
1. SDM, Masyarakat, Budaya, IPTEK untuk
darat dan kelautan.
2. Ekonomi (HTI, agro, ternak, ikan, ESDM,
Pariwisata, Industri dan perdagangan
domestik, pusat global, dan maritim).
3. Tata ruang (kota-kota bandar dunia,
terintegrasi dlm sistem nasional, darat-laut).
4. Pertahanan yg kuat berbasis geografi sejati,
dan Keamanan di laut dlm satu institusi.
5. Sistem hukum nasional yang berbasis Negara
Kepulauan, seimbang darat dan kelautan.
Negara Kepulauan Nusantara Sebagai Basis Bagi Kebijakan Pembangunan
PELAYARAN RAKYAT Kondisi Pelayaran Rakyat Pengembangan Pelayaran Rakyat I Rencana Tindak Lanjut
64
7 Kebijakan Pembangunan Industri PelayaranMenuju Beyond Cabotage
7. “INDONESIA MARITIME INCORPORATED”
Perusahaan pelayaran rakyat pada
umumnya identik dengan kapal kayu
tradisional yang dioperasikan oleh pelaut
alami dengan manajemen sederhana (UU
17 /2008 tentang pelayaran pasal 15 ayat 1
dan 2).
Menurut PM 93/2013 tentang
penyelenggaraan angkutan laut, Pelayaran
Rakyat (PELRA) adalah kegiatan angkutan
laut yang menggunakan kapal:
Kapal Layar tradisional yang
sepenuhnya digerakkan oleh tenaga
angin
Kapal Layar Motor berukuran sampai
500 GT (gross tonnage) yang
digerakkan oleh tenaga angin sebagai
penggerak utama dan motor sebagai
tenaga penggerak bantu
Kapal motor dengan ukuran antar 7 GT
sampai 35 GT.
Pengadaan armada pelayaran terhambat oleh
sulitnya penyediaan kayu gelondongan sehingga
perlu dicarikan alternatif lain misalnya dengan
pengadopsian cara perancangan dan
pembangunan kapal kayu modern untuk
diterapkan kepada kapal armada pelayaran
rakyat.
Untuk menjamin keselamatan dan pelayanan
yang baik dari pelayaran rakyat, diperlukan
pembinaan dan pengawasan yang lebih
konsisten dan menyeluruh oleh pemerintah yang
bekerja sama dengan asosiasi atau koperasi yang
ada. Pemerintah juga diamanatkan untuk
mengembangkan PELRA dengan langkah-langkah
dalam PM 93/2013, yang termasuk didalamnya
berupa penyediaan pelabuhan yang memadai,
kemudahan pengembangan serta penyediaan
BBM bersubsidi.
PELAYARAN RAKYAT Kondisi Pelayaran Rakyat Pengembangan Pelayaran Rakyat I Rencana Tindak Lanjut
DEFINISI PERMASALAHAN
65 66
PELAYARAN RAKYAT Kondisi Pelayaran Rakyat Pengembangan Pelayaran Rakyat I Rencana Tindak Lanjut
1. Tegakkan “cabotage”, “terms of trade”
sebagai wujud dukungan pelayaran (kapal) Indonesia.
2. Dorong integrasi bisnis, “Indonesia maritime incorporated”.
3. Fiskal: zero tax, share modal, jaminan kredit dengan bunga rendah untuk pengadaan kapal, mewujudkan Lembaga Keuangan Maritim (bukan Bank konvensional).
4. Penataan ulang “sistem” dan “manajemen”
pelabuhan.
5. Dorong Industri galangan dan komponen kapal.
6. Siapkan SDM “shipping & ship building”
(linkage dengan sekolah kejuruan dan DIKTI) dan deregulasi diklat pelaut.
7. Berdayakan “pelayaran rakyat”.
1. Cabotage 100%, Share export
import 40% (beyond
cabotage).
2. Industri kapal: membangun
sebagian besar kapal
Indonesia dan sebagai pusat
service kapal dunia.
3. Pelayaran rakyat semakin
memiliki peranan penting
dalam sistem logistik nasional.
4. Sistem dan manajemen
pelabuhan berstandar
internasional.
5. Pusat diklat dan penyediaan
SDM shipping & ship building
terkemuka dunia.
STRATEGI KEBIJAKAN
67
PELAYARAN RAKYAT Kondisi Pelayaran Rakyat Pengembangan Pelayaran Rakyat I Rencana Tindak Lanjut
KEBIJAKAN AFIRMATIF RANCANGAN PERPRES PELRA
A. DUKUNGAN KEPASTIAN MUATAN
1. Share belanja APBN/APBD
2. Share komoditi BULOG dan Industri BUMN/BUMD
B. DUKUNGAN MODAL
1. Penyertaan/subsidi Pemerintah/Pemda
2. Fasilitas perbankan / Lembaga keuangan non-bank
C. DUKUNGAN KELAIKAN KAPAL
1. Bantuan Teknis desain, konstruksi, kelajuan
2. Prosedur pembangunan kapal
D. DUKUNGAN BAHAN BAKU DAN KOMPONEN KAPAL
1. Diberikan konsesi Hutan Tanaman Industri kayu kapal
2. Pengembangan industri komponen
E. PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PELABUHAN
1. Renovasi, Rehabilitasi, dan pembangunan Pelabuhan
2. Penyediaan segala sarana termasuk SPBU
F. PENGEMBANGAN KAPASITAS
1. Kelembagaan usaha
2. Beasiswa pendidikan dan Pelatihan SDM
68
PELAYARAN RAKYAT Kondisi Pelayaran Rakyat Pengembangan Pelayaran Rakyat I Rencana Tindak Lanjut
JALUR PENGEMBANGAN WISATA BAHARI
• Jalur I Sabang – Nias – Mentawai – Enggano – Krakatau - Pel.Ratu – Pangandaran – Jogya - Sendang biru - Bali
• Jalur II Sabang – Medan – Batam – Babel – Kep. Seribu – Karimunjawa - Surabaya - Bali
• Jalur III Batam – Babel – Bintan – Anambas– Natuna
• Jalur IV Bali – NTB – NTT – Wetar
• Jalur V Bali – Lombok – Takabonerate – Wakatobi – Banggai – Togean – Bunaken – Satal
• Jalur VI Makasar – Takabonerate - Wakatobi – Ambon – Banda – Kei – Tanimbar
• Jalur VII Manado – Ternate – Raja Ampat – Biak –Jayapura
• Jalur VIII Derawan – Bunaken – Satal
INPRES No. 5 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional
a) Menata kembali jaringan trayek angkutan laut
dengan memberikan insentif kepada kapal
dengan trayek tetap dan teratur. Dapat
ditambahkan juga untuk kapal dengan umur
dibawah 25 tahun;
b) Mempercepat ratifikasi konvensi internasional
tentang Piutang Maritim yang didahulukan dan
hipotik atas kapal (Maritime Liens and
Mortgages, 1993) dan menyelesaikan undang-
undang serta peraturan yang terkait;
c) Mempercepat ratifikasi konvensi Penahanan
Kapal (Arrest Ship) beserta undang-undang
dan peraturan terkait;
d) Memberikan dukungan untuk pengembangan
pelayaran rakyat (dan pelayaran lain) dalam
bentuk fasilitas pendanaan.
Tahun/
Satuan
2009 2010 2011 2012 2013
Unit 1,293 1,301 1,314 1,329 1,340
GRT 152,800 155,272 161,793 166,356 170,529
Perkembangan Pelayaran rakyat:
69
PELAYARAN RAKYAT Kondisi Pelayaran Rakyat Pengembangan Pelayaran Rakyat I Rencana Tindak Lanjut
Perlunya kebijakan afirmatif untuk menyelesaikan seluruh permasalah PELRA melalui penetapan
RAPERPRES tentang PELRA, yang mengatur:
Dukungan kepastian muatan PELRA
Dukungan modal PELRA
Dukungan kelaikan kapal PELRA
Dukungan bahan baku dan komponen kapal PELRA
Penyediaan sarana dan prasarana pelabuhan PELRA
Pengembangan kapasitas SDM PELRA
Perlunya ditindaklanjuti surat KEMENHUB ke BUMN tentang kewajiban untuk memberikan distribusi
produk BUMN tertentu menggunakan PELRA, terutama untuk distribusi pelayanan publik (obat-obatan,
buku BOS, dsb).
Perlunya percepatan perumusan Dana Alokasi Khusus (DAK) mendukung PELRA dan percepatan
penyusunan skema pembiayaan lainnya.
Diperlukannya konsesi hutan tanaman industri kayu kapal. Masih terdapat 22 juta hektar hutan yang
boleh dikonversi (bukan lindung). Setidaknya 100 ribu hektar boleh dikonversi menjadi bahan baku ulin.
Perlunya pengembangan teknologi untuk dapat menggunakan kayu secara efektif dan efisien , serta
aturan mengenai pengklasifikasian kapal kayu. Sehingga nantinya tercipta standar sparepart kayu
(fabrifikasi), sehingga akan terjadi efektifitas dan efisiensi pemanfaatan kayu.
Perlunya rebranding PELRA untuk meningkatkan perhatian dan kebanggaan erhadap PELRA sebagai
bagian dari realisasi Bangsa Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Perlunya perhatian khusus kepada sentra-sentra distriusi PELRA dan revitalisasi pelabuhan PELRA.
Perlu pemisahan pihak pengelola Pelabuhahan Rakyat seperti Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik dari
Badan Usaha Pelabuhan agar dikelola oleh Pemerintah untuk mendukung PELRA. 70
PELAYARAN RAKYAT Kondisi Pelayaran Rakyat Pengembangan Pelayaran Rakyat I Rencana Tindak Lanjut
6. PENGEMBANGAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
SABUK SELATAN-TENGAH-UTARA SEBAGAI
KOMPLEMEN TOL LAUT
q Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi
q Kondisi Penyeberangan akhir 2014
q Pembangunan 65 Lokasi Pelabuhan Penyeberangan
q Pembangunan 50 Lokasi Kapal Penyeberangan
PENGEMBANGAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
SEBAGAI KOMPLEMEN TOL LAUT
72
Berfungsi sbg jembatan yg menghubungkan jaringan jalan / jaringan jalur KA yg dipisahkan oleh perairan utk mengangkut penumpang & kendaraan serta isinya
Penetapan dilakukan dgn mempertimbangkan jaringan trayek angkutan laut shg mencapai optimalisasi keterpaduan angkutan antar & intramoda
Pelabuhan memiliki peran sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi
“Posisi ASDP di
multimoda sesuai
UU No. 17/2008
dan PP 20/2010:
1
2
3
Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi Kondisi Penyeberangan akhir 2014 65 Lokasi
Pelab. Penyeberangan 50 Lokasi Kapal Penyeberangan
PENGEMBANGAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
SEBAGAI KOMPLEMEN TOL LAUT
73
UDARALAUT
Peran & fungsi angkutan
penyeberangan (ferry transport):
1. Sebagai bagian dari subsistem
transportasi darat dalam
SISTRANAS
2. Mendukung pertumbuhan dan
pelayanan sektor lainnya
(promoting and servicing sector),
berfungsi multiplier effect
3. Mendukung pembangunan
daerah maupun pembangunan
nasional secara keseluruhan
“Seiring perkembangan, armada ferry
juga difungsikan untuk pengalihan moda
dari transportasi jalan melalui
pengembangan Coastal Shipping
Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi Kondisi Penyeberangan akhir 2014 65 Lokasi
Pelab. Penyeberangan 50 Lokasi Kapal Penyeberangan
PENGEMBANGAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
SEBAGAI KOMPLEMEN TOL LAUT
74
Konvensional/Klasik
Kepulauan
Sungai
Shortcut Ferry Coastal Ferry
KARAKTER PELAYANAN PENYEBERANGAN (konsep penyeberangan Vs karakeristik wilayah geografi)
Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi Kondisi Penyeberangan akhir 2014 65 Lokasi
Pelab. Penyeberangan 50 Lokasi Kapal Penyeberangan
PENGEMBANGAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
SEBAGAI KOMPLEMEN TOL LAUT Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi Kondisi Penyeberangan akhir 2014 65 Lokasi Pelab.
Penyeberangan 50 Lokasi Kapal Penyeberangan
75 Jml Pelab = 191
Jml Kapal = 270
Komersil = 205
Perintis = 72
Jenis
Lintasan
Jumlah
Lintasan
Komersil 42
Perintis 178
PENGEMBANGAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
SEBAGAI KOMPLEMEN TOL LAUT
76 76
Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi Kondisi Penyeberangan akhir 2014 65 Lokasi Pelab.
Penyeberangan 50 Lokasi Kapal Penyeberangan
77
Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi Kondisi Penyeberangan akhir 2014 65 Lokasi Pelab.
Penyeberangan 50 Lokasi Kapal Penyeberangan
PENGEMBANGAN DERMAGA FERRY YANG JUGA MENDUKUNG COASTAL SHIPPING P. JAWA antara lain PELABUHAN KENDAL
Terletak di Desa Wonorejo, Kecamatan Kaliwungu, Jawa Tengah Fasilitas saat ini:
Dermaga penyeberangan panjang 110m, lebar 14m Dermaga Ro-Ro panjang 8m, lebar 25 m Dermaga dapat disandari oleh kapal Ro-Ro dengan pintu haluan, buritan dan pintu samping; Breakwater sisi kiri ( barat ) sepanjang 1.250 m; Breakwater sisi kanan ( timur ) sepanjang 1.220 m; Kolam Pelabuhan dan alur pelayaran dengan kedalaman – 5 LWS; Kapasitas 5.000 GT; Sarana Bantu Navigasi Pelayaran berupa Rambu Suar Laut 2 buah (merah dan hijau) dan rambu suar darat.
Rencana pengembangan 2015-2019 :
Mengembangkan Kendal Kaliwungu sebagai SSS Car
Terminal Port;
Tahun 2016 direncanakan pengoperasian pelabuhan
niaga;
Pada 5 tahun kedepan diarahkan untuk menjadi
pelabuhan alternantif dari Tanjung Emas.
Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi Kondisi Penyeberangan akhir 2014 65 Lokasi Pelab.
Penyeberangan 50 Lokasi Kapal Penyeberangan
PENGEMBANGAN DERMAGA FERRY YANG JUGA MENDUKUNG COASTAL SHIPPING P. JAWA antara lain PELABUHAN PACIRAN
Terletak di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur
Fasilitas saat ini:
Dermaga penyeberangan panjang 135 m, draft 7,5
m LWS;
Kapasitas dermaga penyeberangan 6.000 GT;
Fasilitas Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
berupa Rambu Suar Laut 2 buah (merah dan hijau)
dan rambu suar darat.
Dermaga dapat disandari oleh kapal Ro-Ro dengan
pintu haluan, buritan dan pintu samping
Rencana pengembangan 2015-2019:
Dikembangkan untuk mendukung area industri
sekitar Pelabuhan Paciran;
Dikembangkan untuk pengembangan Short Sea
Shipping. 78
79
PENGEMBANGAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
SEBAGAI KOMPLEMEN TOL LAUT
79
Peran & Fungsi ASDP dalam Sistem Transportasi Kondisi Penyeberangan akhir 2014 65 Lokasi Pelab.
Penyeberangan 50 Lokasi Kapal Penyeberangan
q Dasar Hukum
q Rencana Pengembangan Short Sea Shipping
7. SHORT SEA SHIPPING
SHORT SEA SHIPPING Tujuan & Dasar Hukum Rencana Pengembangan Short Sea Shipping
81
Tujuan Short Sea
Shipping, antara
lain:
Alternatif distribusi logistik
Mengurangi kelebihan beban jalan
Menghemat biaya (pemeliharaan jalan, BBM)
Memperkecil jumlah kecelakaan
Mengurangi emisi gas buang
1
2
3
4
5
Coastal Shipping / Short Sea Shipping
Road Map
Pada
No. Rencana Aksi Indikator
Target
Waktu
Penanggung jawab dan
instasi terkait
3. Membangun konektivitas
lokal,antar pulau dan
nasional secara terintegrasi
Terwujudnya jalur dan operasi
pelayaran short sea shipping secara
terjadwal 2013-2015
Kemenhub, Kemen BUMN,
Bappenas,Kemendag,
Kemenperin, Kemen PU
Diberikannya insentif kepada pelaku
dan penyedia jasa logistik yang
bergerak dalam jalur Short Sea
Shipping 2012-2015
Kemenhub, Kemen BUMN,
Bappenas,Kemendag,
Kemenperin, Kemen PU
6. Meningkatkan aksesibilitas
angkutan barang di daerah
tertinggal dan/atauwilayah
terpencil dan daerah
padat/macet
Terselenggaranya kapal Ro-ro (SSS)
disepanjang pantai utara jawa dan
jalur lintas timur. Sumatera sebagai
alternatif Utama angkutan barang
untuk mengurangi beban jalan 2012-2015
Kemenhub, Kemen BUMN,
Bappenas,Kemendag,
Kemenperin, Kemen PU
SHORT SEA SHIPPING Tujuan & Dasar Hukum Rencana Pengembangan Short Sea Shipping
82
Dasar Hukum pelaksanaan Short Sea Shipping
83
SHORT SEA SHIPPING Tujuan & Dasar Hukum Rencana Pengembangan Short Sea Shipping
Mengintegrasikan “door-to-door services”
Armada kapal RoRo berkapasitas lebih dari 10.000 GT, dan meningkatkan load-factor lebih besar dari 60% pulang-pergi
Menggunakan Intermodal cargo Loading Unit (ILU) dengan dimensi standar sesuai dengan karakteristik komoditi yang dibawa untuk menyingkat waktu loading/unloading dan perpindahan moda
Pemberian subsidi BBM, dan insentif (ex: karena eksternal cost transportasi darat diabaikan, maka selayaknya insentif kebijakan ini sebagai mitigasi/shifting ke moda transportasi rendah karbon).
Insentif lain: Memberikan berthing tariff khusus untuk SSS Domestik. Memberikan suku bunga perbankan khusus untuk operator SSS, dll
“Sementara permasalahan dwelling time, double-handling dan integrasi multimoda masih dalam
proses penanganan, inisiasi SSS dapat dilakukan memanfaatkan armada RoRo dan dengan memperkuat pelabuhan RoRo Paciran dan Kendal.
1
2
3
“Cara yang
dapat dilakukan
untuk mereduksi
tarif SSS RoRo
agar dapat
bersaing dengan
transportasi
darat adalah
melalui: 4
5 84
SHORT SEA SHIPPING Tujuan & Dasar Hukum Rencana Pengembangan Short Sea Shipping
Coastal Shipping di Papua, Sulawesi dan
Kalimantan yang terintegrasi sebagai
Feeder Tol Laut.
Short Sea Shipping di Luar Pulau Jawa Short Sea Shipping Jawa -Sumatera
85
SHORT SEA SHIPPING Tujuan & Dasar Hukum Rencana Pengembangan Short Sea Shipping
1 Unit Kapal tipe 5000 GT
(semula direncanakan untuk melayani trayek Merak – Bakauheni)
1 (satu) unit KMP Ferindo 5:
Dimensi Kapal LOA 92,03
meter;
Draft kapal 5,2 meter;
Kapasitas kendaraan 130 unit
atau barang 2500 – 3000 ton;
Kecepatan rata-rata 10
knots
1 (satu) unit KMP Jatra III
DUKUNGAN ARMADA
86
SHORT SEA SHIPPING Tujuan & Dasar Hukum Rencana Pengembangan Short Sea Shipping
INSENTIF YANG DIBUTUHKAN
1. Kebijakan Pemerintah :
a) Subsidi untuk BBM kapal (equal treatment dengan angkutan jalan raya), Penurunan
biaya bunker (Biaya operasional kapal 60% untuk bahan bakar);
b) Penertiban angkutan barang truk yang melebihi beban jalan;
2. Penyusunan sistem dan prosedur yang dapat meminimalisasi antrian serta mekanisme
pembayaran yang terintegrasi antara pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan (satu kali
bayar). Diperlukan koordinasi antara operator Ro-Ro dan operator kedua pelabuhan (muat
dan tujuan).
3. Insentif fiskal yang dibutuhkan pelaku pelayaran untuk mendukung terwujudnya coastal
shipping/short sea shipping antara lain:
a) Bunga Bank – Interest Rate serendah mungkin, apabila dalam mata uang Rupiah tidak
lebih dari 10%. Selain biaya, Perbankan harus menyalurkan dana sebanyak mungkin;
b) PPN (0%), Biaya sewa kapal, BBM, Bongkar Muat, material kapal, dan spare parts;
c) Insentif pada galangan kapal;
d) Local Content, peningkatan penggunaan local content bila perlu dipaksakan untuk
memfasilitasi pendirian UKM untuk pembuatan suku cadang dan mesin kapal;
e) Bebas bea masuk untuk alat-alat yang terkait industri pelayaran.
8. IMPLEMENTASI KONSEP TOL LAUT
q Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama 2015
88
TOL LAUT DALAM RPJMN
2015-2019
65 PELABUHAN
PENYEBERANGAN SABUK SELATAN-TENGAH-UTARA
PELAYARAN
RAKYAT
SHORT SEA SHIPPING
JAWA DAN LUAR JAWA
24 PELABUHAN
PENDUKUNG
TOL LAUT
IMPLEMENTASI KONSEP TOL LAUT Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama 2015
SHIP CARGO
Perizinan Kesehatan kapal, Kelaikan
operasi, izin usaha,dll
SPPB (Import), PE (Export),
BKSP, Cargo Manifest.
Fasilitas Pelayanan
Pelabuhan
Tempat labuh, kolam
tambatan, sarana
pemanduan, dll
Alat bongkat muat, jalan akses,
suplai listrik, alat transportasi,
dll
SISTEM INFORMASI KARGO
89
IMPLEMENTASI KONSEP TOL LAUT Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama 2015
DUKUNGAN ARMADA
90
IMPLEMENTASI KONSEP TOL LAUT Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama 2015
Shipping Companies
Shipyard
Maritime Equipment
Suppliers
Maritime Service
2.866 PERUSAHAAN
51 PERUSAHAAN
1.894 PERUSAHAAN
250 PERUSAHAAN
91
IMPLEMENTASI KONSEP TOL LAUT
Status eksisting perusahaan pendukung implementasi Tol Laut:
Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama 2015
Penanaman Modal Negara untuk
Pengadaan Kapal
Penanaman Modal Negara untuk
Pengembangan Galangan Kapal
PT ASDP : Rp. 1 Trilyun
92
IMPLEMENTASI KONSEP TOL LAUT
PT PELNI : Rp. 500 Milyar
PT DOK Perkapalan Surabaya : Rp. 200 Milyar
PT DOK Kodja Bahari : Rp. 900 Milyar
PT Industri Kapal Indonesia : Rp. 200 Milyar
Penanaman Modal Negara untuk
Pengembangan Pelabuhan PT PELINDO IV : Rp. 2 Trilyun
Sebagai bagian dari percepatan implementasi Tol Laut, Pemerintah mengalokasikan
Penanaman Modal Negara (PMN) kepada BUMN pada RAPBNP TA 2015, seperti berikut
dibawah ini:
Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama 2015
Pembangunan
8 Kapal
Penyeberangan
Perintis Tahap I
= Rp. 90 M
1. Lintas Kupang – Pulau Ndao, NTT (500 GT)
= Rp.15 M
93
IMPLEMENTASI KONSEP TOL LAUT
Sebagai wujud pembangunan yang inklusif, Pemerintah memberikan subsidi di 135
lintas penyeberangan perintis Rp. 315 M, serta membangun kapal perintis yang
dilakukan menjadi 2 tahap di tahun anggaran 2015 dengan total investasi Rp. 208,1 M:
Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama 2015
5. Kapal Motor Sungai Mimika, Papua (200 GT)
= Rp.10 M
2. Lintas Saumlaki – Adaut - Letwurung,
Maluku (500 GT) = Rp.10 M
6. Lintas Paciran – Lamongan, JATIM (2.00
GT) = Rp.10 M
3. Lintas Tual – Air Nanang, Maluku (600 GT)
= Rp.15 M
7. Lintas Tiga Ras – Simanindo, SUMUT (300
GT) = Rp.10 M
4. Lintas Babang – Saketa, Maluku Utara (500
GT) = Rp.10 M
8. Lintas Pulau Laut Timur – Sebuku, KALSEL
(300 GT) = Rp.10 M
1. Lintas Amurang – Pananaru - Marore, SULUT
(750 GT) = Rp.32 M
4. Lintas Doro Kao – Subaim, Maluku Utara
(300 GT) = Rp.18,5 M
2. Kapal pembersih alur danau Tondano,
SULUT = Rp.4,5 M
5. Lintas Amolengo – Labuhan, SULTRA (500
GT) = Rp.24 M
3. Lintas Namlea – Waisala, Maluku (500 GT)
= Rp.24,6 M
6. Lintas Sumpit – Ciremai, KALBAR (150 GT) =
Rp.14,5 M
Pembangunan
6 Kapal
Penyeberangan
Perintis Tahap II
= Rp. 118,1 M
94
IMPLEMENTASI KONSEP TOL LAUT
Tol Laut untuk tahap awal telah dilayani kapal multi purpose antara lain dari PT PELNI (KM Ceremai, KM
Dempo, KM Dobonsolo), armada kapal nasional di Kawasan Papua dan Papua Barat yang telah terjadwal (ex:
Sorong-Waisai, Sorong-Bau Bau, Sorong-Manokwari, Manokwari Jayapura, dll), serta beberapa Liners
nasional.
Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama 2015
94
95
IMPLEMENTASI KONSEP TOL LAUT Progres Implementasi Tol Laut Triwulan Pertama 2015
BEBERAPA ARMADA YANG TELAH MELAYANI JALUR TOL LAUT
LAMPIRAN
q Rancangan Peraturan Presiden Tentang Pelayaran Rakyat
RAPERPRES PELRA
I. Kapal
II. Pelabuhan dan Pendaratan
III. Trayek
IV. Muatan Kapal
V. Penugasan Pemerintahan
VI. Keselamatan
VII. ABK
VIII. Pengelolaan Operasional
IX. Pengelolaan Usaha
X. Galangan Kapal
XI. Bahan Baku dan Komponen
XII. Pengembangan Teknologi
XIII. Asuransi
XIV. Modal Usaha
XV. Norma, Standar, Prosedur kriteria
XVI. Penegakan Hukum
XVII. Organisasi Perusahaan
1. Ukuran: maksimum 500 DWT
2. Bentuk mengikuti pola dasar tradisional dengan pembaruan
teknis konstruksi, mekanik, dan perlengkapan, sesuai kemajuan.
3. Bahan baku: sebagian besar dan tampilan dari kayu, dikombinasi
dengan bahan lain sesuai kebutuhan.
4. Jenis penggunaan: barang/orang, barang khusus, pariwisata
5. Standarisasi: konstruksi, kelajuan, layar, bahan bakar,
perlengkapan.
6. Pemerintah menetapkan prototipe kapal pelra, dengan rancang
bangun atas usul PELRA bersama puslitbang independen,
pemda, dan stakeholders lainnya.
7. Pemerintah mendaftarkan kapal pelra sebagai hak cipta, dan
warisan budaya dunia.
8. Pembangunan: berdasarkan gambar rancang bangun yang
disediakan/ditetapkan pemerintah.
9. Pemeliharaan: berkala.
10. Kelaikan.
RAPERPRES PELRA
1. Kelas Pelabuahan: nasional, daerah, dan lintas batas,
khusus, pariwisata.
2. Pembangunan pelabuhan: nasional dan lintas batas oleh
pemerintah, daerah oleh pemda, khusus dan pariwisata
oleh swasta.
3. Pengelolaan Pelabuhan: regulator pemerintah/pemda,
operator PELRA.
4. Pendaratan: lokasi ditetapkan/diizinkan oleh pemda,
dikelola oleh PELRA/swasta.
5. Mooring Buoys: ditetapkan/diizinkan pemda.
RAPERPRES PELRA
1. Trayek:
2. Liner: PELRA bersama pemerintah, pemda, dan
pengguna jasa mengembangkan sistem,
3. Tramper:
4. Izin Liner: Bupati/walikota sesuai dengan domisili
kapal, dilaporkan ke Gubernur dan Pusat.
5. Trayek khusus untuk pelayanan tidak
menguntungkan usaha dan atau atas penugasan
pemerintahan/pemda diberikan insentif
fiskal/dibiayai APBN/APBD.
RAPERPRES PELRA
1. Swasta besar berbasis agro, perikanan, dan
pertambangan: minimum 5 % dari angkutan dalam
negeri, wajib diangkut pelra.
2. BUMN/BUMD non Bulog: minimum 5 % angkutan
dalam negeri wajib diangkut Pelra.
3. BULOG: sebagian besar angkutan kebutuhan bahan
pokok di dalam provinsi wajib diangkut pelra.
4. Pengurangan pajak: untuk barang swasta yang diangkut
pelra.
RAPERPRES PELRA
1. Tugas: pertahanan, keamanan, sosial, budaya, ekonomi,
lingkungan hidup, dan bencana.
2. Penugasan: dari pemerintah, pemda provinsi,
kabupaten, kota.
3. Pelatihan untuk penugasan
4. Peralatan untuk penugasan
5. Dibiayai APBN/APBD
RAPERPRES PELRA
1. Dikelola Badan Usaha:
2. Dapat merupakan bagian dari usaha perdagangan skla kecil dan
menengah.
3. Dapat merupakan anak perusahaan swasta besar yang usaha utamanya
berbasis SDA (agro, tambang, ikan)
4. Dapat merupakan bagian dari usaha pariwisata.
5. Perusahaan angkutan pelayaran rakyat dapat memeiliki usaha galangan
kapal pelra.
6. Swasta besar, pemerintah, pemerintah daerah, dan BUMN/BUMD wajib
mengadakan perjanjian angkutan barang dengan pelra.
7. Pemerintah memberikan insentif fiskal kepada perusahaan besar yang
melakukan perjanjian angkutan jangka menengah/panjang.
8. Badan usaha Pelra wajib menjadi anggota PELRA.
RAPERPRES PELRA
1. Pemerintah/pemerintah daerah memberikan fasilitasi
perizinan, sarana dan prasarana, dan insentif untuk
pengembangan galangan kapal pelra.
2. Usaha galangan kapal dikelola oleh Badan
Usaha/Koperasi.
3. Badan usaha/koperasi pengembangan galangan kapal
wajib menjadi anggota asosiasi PELRA
RAPERPRES PELRA
1. Pemerintah membantu pengadaan bahan baku kayu
untuk pembangunan kapal pelra.
2. Pemerintah memberikan fasilitasi dan insentif untuk
untuk pengembangan usaha Hutan Tanaman Industri
(HTI) khusus untuk kayu bahan baku kapal pelra
3. Fasilitasi dan insentif untuk usaha HTI diprioritaskan
bagi asosiasi PELRA
4. Pengelolaan usaha HTI dilakukan oleh
perusahaan/perorangan yang memiliki kompetensi,
dipilih melalui proses seleksi
5. Pemerintah memberikan fasilitasi dan insentif untuk
pengembangan industri komponen kapal pelra
RAPERPRES PELRA
1. Kapal yang dioperasikan wajib diasuransikan
2. ABK , penumpang, muatan barang wajib diasuransikan
3. Perusahaan asuransi yang merupakan BUMN/BUMD
wajib menerima keikutsertaan kapal, orang, damn
muatan barang sebagaimana tersebut 1 dan 2 untuk
diasuransikan.
RAPERPRES PELRA
1. Pemerintah/pemerintah daerah dapat melakukan
penyertaan modal usaha pada perusahaan pelra untuk
pengadaan kapal pelra.
2. Pemerintah memberikan fasilitasi penjaminan dan
subsidi suku bunga untuk pinjaman pengadaan kapal
pelra.
3. Pemerintah mengembangkan Lembaga Keuangan Bukan
Bank untukn pendanaan usaha pelra.
RAPERPRES PELRA
1. Pemerintah mengakui keberadaan PELRA sebagai organisasi
yang mewadahi kegiatan bersama antar perusahaan
pelayaran rakyat.
2. Keanggotaan PELRA meliputi, namun tidak terbatas pada
perusahaan-perusahaan yang banyak di bidang:
a. Pengoperasian kapal
b. Galangan kapal
c. Industri komponen kapal
d. Bongkar muat
e. Expedisi, dan
f. Jasa keuangan
3. AD/ART, kepengurusan, dan kegiatan PELRA sepenuhnya
menjadi hak dan tanggung jawab para anggota PELRA.
RAPERPRES PELRA
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
TERIMA KASIH [email protected]
1
DISAMPAIKAN OLEH :
HARRY BOEDIARTO
DIREKTUR LALU LINTAS DAN ANGKUTAN LAUT
BOGOR, 30 APRIL 2015
KESIAPAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI
TOL LAUT
Visi :
Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan BerkepribadianBerlandaskan Gotong Royong.
Misi :1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim,dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskanNegara Hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri yang bebas-aktif dan memperkuat jati dirisebagai bangsa maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat danberbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan
2
Takdir Bangsa Indonesia
4
National BuildingTo build Indonesia becomes � A great nation, a powerful nation, a wealthy nation and a tranquil nation Nation can be powerful, only if it controls the ocean:“ To control the ocean, we must control sufficient fleet”PRESIDEN SOEKARNO (National Maritime Convention I –1963)
Armada Kapal
• Konektifitas• Mengurangi
Disparitas harga• Aksesibilitas• Media repeater
komunikasi di perairan
• Media penyampaian Informasi cuaca di perairan
• Pengawasan lingkungan Maritim
• dll
2
PERBANDINGAN LUAS AREAL
5
poros maritim dunia ?
RUTE PELAYARAN DUNIA
3
China
India
Russia
Australia
Indonesia
Japan
Sunda
Torres
Lombok
Tsugaru
MalaccaMakassar
Pacific Ocean
Indian Ocean
Equidistant Conic Projection
South Chi
na Sea
PELAYARAN DAN ALUR PELAYARAN STRATEGIS ASIA PASIFIK
4
Perbandingan Kondisi Geografi Dengan Negara Lain
13
NO NEGARAPERINGKAT
DUNIA
LUAS
WILAYAHDARATAN PERAIRAN
KM2 % KM2 % KM2
1 RUSIA 1 17,098,242 95.79 16,377,742 4.21 720,500
2 USA 3 9,826,675 93.24 9,162,392 6.76 664,283
3 CHINA 4 9,596,960 97.20 9,328,245 2.80 268,715
4 BRAZIL 5 9,014,077 99.03 8,926,640 0.97 87,437
5 AUSTRALIA 6 7,686,850 99 7,609,982 1.00 76,869
6 INDIA 7 3,287,590 90.44 2,973,296 9.56 314,294
7 INDONESIA* 15 5,180,053 37.11 1,922,570 62.89 3,257,483
8 JEPANG 61 377,835 99.18 374,744 0.82 3,091
9 FILIPINA 72 300,000 99.40 298,200 0.60 1,800.00
*berdasarkan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
Sumber: CIA: The World Factbook (2012)
Kontribusi PDB Indonesia
14
23,88 % 8,93 %
4,61 %
2,55%57,86 %
2,33 %
Sumber: BPS Indonesia (2014)
PDB Indonesia 2013:
2,770,345 Miliar IDR81,24%
18.76%
KETIMPANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR
WILAYAH
Note : Developed Area
Amanat
Presiden
Tol Laut
Poros
Maritim
Dunia
Kondisi
Geografis
Memanfaatkan lalu lintas
kapal melalui NKRI untuk
kesejahteraan bangsa
Perpindahan Orientasi
pembangunan dari
transportasi darat ke laut
Negara
Kepulauan
terbesar di dunia
Terdiri dari lebih
17.000 pulau
Terletak antara
dua benua (Asia &
Australia)
Tempat
perlintasan
transportasi laut
antara kawasan
industri (Asia
Timur) & pusat
energi (Timur
Tengah)
Terletak antara
Samudera Hindia
& Pasifik
2/3 wilayah
merupakan
perairan
Panjang pantai no
dua di dunia
setelah Canada
P
E
R
M
A
S
A
L
A
H
A
N
Jumlah penduduk no 5 di
dunia (250 jt jiwa)
Permukiman tersebar
dan tidak merata :
• Jawa : 57,5 %
• Sumatera 21,3 %
• Kalimantan : 5,8 %
• Maluku : 1,1 %
• Sulawesi : 7,3 %
• Papua : 1,5 %
• Lainnya : 5,5 %
Kepadatan
penduduk :
� Jawa : 58,8 %
� Sumatera : 21,0 %
� Kalimantan : 5,5 %
� Sulawesi : 2,2 %
� Pulau lainnya : 7,5
%
Ketimpangan
wilayah
Transportasi
tidak efisien
(mahal)
SOLUSI ?
Posisi
Geografis
PEMANFAATAN “LAUT” SEBAGAI
RUANG BAGI PELAYANAN
MASYARAKAT UNTUK
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
MARITIME
CLUSTER
5
Pelabuhan
Pengerukan
& Reklamasi
Offshore
(Industri Lepas
Pantai)
Industri
Penunjang
Maritim
Pertahanan
& KeamananPerikanan
Jasa-jasa
Terkait Maritim
Pembangunan
Kapal
Wisata
Bahari
Angkutan Laut
MARITIME
CLUSTER
� Industri &
Jasa Terkait
Pelabuhan
� Keseimbangan
Antarpulau
� Konstruksi di
Bidang Maritim
� Kontraktor
Maritim
� Pertambangan
& Migas
� Upstream
� Supply &
Services
� Logistik &
Transportasi
laut
� TNI AL
� Polair
� Pembangunan
yacht
� Jasa-jasa terkait dgn
Marina, Yacht &
Wisata
� Pembangunan
Kapal Baru
� Industri
Perikanan
� Teknologi
elektronik
� Teknologi Mesin
� Disparitas Harga
� Perawatan &
Perbaikan Kapal
� Perdagangan
� Teknologi
Informasi &
Komunikasi
� R & D
Mendapatkan barang yg tepat
pada waktu yg tepat dengan
jumlah yg tepat dengan biaya
yang terjangkau & memberikan
kontribusi profit bagi penyedia
jasa Logistik
MisiLogistik
Transportasi
Aman, Nyaman, Lancar, Selamat,
Terjangkau
Misi
Darat
Udara
Laut
Kereta Api
Integrasi
TERMINOLOGI LOGISTIK & TRANSPORTASI
Integrasi informasi transportasi,
inventory, pergudangan, reverse
logistics dan pemaketan
Pemindahan manusia dan barang
dari satu tempat ke tempat lain
dengan menggunakan kendaraan
yg digerakkan manusia atau
mesin
Simpul
Jaringan
Jaringan
Simpul
Simpul
Jaringan
Simpul
Jaringan
Informasi
Transportasi
Inventory
pergudangan
Reverse
Logistics
Pemaketan
Catatan :Prioritas penerapan kebijakan anggaran pembangunan yang ada saat ini (mulai dari 30 tahun yang lalu) perlu ditinjau kembali / evaluasi ulang
KegiatanTransportasiDi Perairan
KelaiklautanKapal
KeselamatanKapal
PengawakanKapal
ManajemenKeselamatanPengopearsianKapal danPencegahanpencemaran
Pemuatan
Status Hukum
Daerah PelayaranSemua lautan
Daerah PelayaranKawasan Indonesia
Daerah PelayaranLokal
Daerah PelayaranTerbatas
Daerah PelayaranPerairan Daratan
Daerah PelayaranPelabuhan
SertifikatKeselamatan Kapal
Daerah pelayaran
PerairanSelat
Teluk,Alur
ArealPelabuhan
AlurPelayaran
Di Laut
Di Sungai
SudahDitetapkan
BelumDitetapkan
ALKI
Tata CaraBerlalu lintas
± 2000Pelabuhan
TerminalKhusus
PelabuhanUmum
AlurPelayaran
ALKI
Pelum &Tersus
Dipetakan &DiinformasikanKe User
BelumDipetakan &DiinformasikanKe User
BelumDiatur
BelumDipetakan &DiinformasikanKe User
HampirSeluruhnyaBelumDipetakan
Skema PemisahLalu Lintas
RuteDua arah
Garis haluanYg dianjurkan
RuteAir dalam
Daerah yg harusdihindarkan
Daerah lalu lintasPedalaman
SistemRute
DaerahKewaspadaan
AlurPelayaranlainnya
PerairanWawasanNusantara
SudahDiatur
MekanismePengaturan,Pengawasan,Pengendalian
TatacaraBerlalulintasdiPerairan
InstitusiManaBerbuatApa
Pelabuhan
Alur Pelayaran(ALKI) & AlurPelayaran lain diLuar areal pelab.
Telekomunikasi/Otomatisasi
Visual/Manual/Konvensional
Visual/Manual/Konvensional
Telekomunikasi/Otomatisasi
Vessel TrafficSystem (VTS)
Tunda/Towing
DirectFinder
CCTV
SROP
AIS
RADAR
SBNP
Pandu/Pilotage
ProgramPembangunanInfrastrukturTelekomunikasiPelayaran untukPelayanan kapalDi Pelabuhan
ProgramPembangunanInfrastrukturTelekomunikasiPelayaran untukPelayanan kapalDi Alur-alurPelayaran
Peraturan &Standar Nasional& Internasional
Perairn Nusantara
Sebagian besarbelum ditata/ diatur secaraformal dan belumdi informasikanKe user dalambentuk petainformasi
Dpt menangkap objek
35-40 miles drgrs pantai
AIS
(Keterlamb
atan data
2-3 jam)
Realtime
satelite
6
Detection
by radarShip Security Alert
System (SSAS)
LRIT Satelite-AIS
Weather Forecast
Shipping
a shipping
Shipping
MARITIME CONTROL INDONESIA
Tempat Pelaporan
KONSEP ELECTRONIC FENCES
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Laut Territorial, 12 miles
Alor
Gate
Sumber : Harry Boediarto
CONTOH PENERAPAN PELAPORAN PERGERAKAN KAPAL
MELINTAS DAN DARI/KE SINGAPORE
CONTOH PERGERAKAN DAN PELAPORAN KAPAL DI DALAM PERAIRAN SINGAPORE
7
Note :
Batas teritorial Indonesia adl laut dengan batas 12
mil dr garis pantai terluar, sehingga tempat
pelaporan kedatangan/keberangkatan masuk/keluar
perairan Indonesia seharusnya berada di posisi batas
teritorial perairan Indonesia. Sehingga kita harus
menyiapkan peralatan TIK dan mekanisme pelaporan
tersebut
27
DAERAH TUJUAN WISATA BAHARI18 PELABUHAN SEBAGAI ENTRY DAN EXIT POINTS DI INDONESIA
UNTUK KAPAL-KAPAL WISATA(BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 79 TAHUN 2011)
8
MAKRO
� Kontribusi ke GDP
� Pertukaran uang asing
� Kontribusi penyerapan
tenaga kerja
8 %
Rp 240 T
13 juta
4 %
Rp 120 T
8,7 juta
MIKRO
Strategi Pembangunan Destinasi Pariwisata
a.l. Aksesibilitas
Pariwisata
Sarana (moda transportasi angkutan jalan,
sungai, danau dan penyeberangan, angkutan
laut dan kereta api)
Sistem Transportasi (Informasi rute &jadwal,
ICT, kemudahan reservasi moda)
� Kedatangan wisman
� Perjalanan wisatawan
lokal
� Indeks baru pariwisata
9 juta
250 juta
70
20 juta
275 juta
30
Prasarana (Pelabuhan laut, bandara, stasiun)
TAHUN 2014 TAHUN 2019
KONDISI PARIWISATA DAN TARGETSKEMATIS TEMPAT PELAPORAN KAPAL MASUK DAN KELUAR
AREA PELABUHAN
DLKP
DLKR
DERMAGA DERMAGA DERMAGA DERMAGA
Sumber : Harry Boediarto
TEMPAT PELAPORAN
DLKR
DLKP
CATATAN :
:
DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN
DAERAH LINGKUNGAN KERJA
:
:
• Pengembangan sistem informasi untuk pertukaran
data/dokumen antar pelabuhan domestik (revitalisasi
INAPORTNET), termasuk pengembangan manifest domestik.
• Meningkatkan layanan VTS (Vessel Traffic Services) dari tahap
monitoring pengawasan menjadi pemberian layanan informasi
dan bantuan pelayanan pelayaran kapal, serta
pengorganisasian lalu lintas kapal.
• Integrasi e-document pelayanan kapal dan barang dengan
National Single Window (e-document ekspor impor)
• Pembangunan infrastruktur Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) untuk pelayanan kapal dan barang di
transportasi laut dan logistik
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) UTK
PENERAPAN INAPORTNET, LAYANAN OLAH GERAK KAPAL DI PERAIRAN DAN
PELABUHAN, NATIONAL SINGLE WINDOW, MULTIMEDIA TRUNKING &
DISPATCHING, TRACKING AND TRACING CARGO
CONTOH PEMANFAATAN TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION
(LTE) 4G WIRELESS DIBANDINGKAN DENGAN WI-FI UTK
PELAYANAN DI PELABUHAN
9
CONTOH PENGGUNAAN TEKNOLOGI 4G UTK
MULTIMEDIA TRUNKING DI PELABUHAN
UU No. 17 / 2008 Tentang Pelayaran
Pasal 149 (1)
Setiap petikemas yg akan
digunakan sebagai bagian
dari alat angkut wajib
memenuhi persyaratan
kelaikan petikemas
Tata cara penanganan
penempatan dan penataan
petikemas serta pengaturan
balas harus memenuhi
persyaratan keselamatan
kapal
Cargo tracking kombinasi
dengan RFID, Sensor dan
GSM Satelite
Cargo tracking
menggunakan TIK
(Teknologi Informasi dan
Komunikasi), Cabotage ?
PENERAPAN TIK UNTUK KONTAINER
Pasal 149 (2)
JARINGAN ANGKUTAN PETIKEMAS NASIONAL
KE LUAR NEGERI
36
Sumber : Kajian Evaluasi dan Optimalisasi Trayek Angkutan Laut Peti Kemas Dalam Negeri, Ditjen Hubla-
Kemenhub 2013
10
Sumber : Kajian Evaluasi dan Optimalisasi Trayek Angkutan Laut Peti Kemas Dalam Negeri, Ditjen Hubla-
Kemenhub 2013
Batas-Batas NKRI
Garis PangkalBatas Laut Teritorial
Batas Zona Tambahan
Batas Landas Kontinen
Batas ZEE
Batas-Batas NKRI Dan ALKI
ALKI
Garis PangkalBatas Laut Teritorial
Batas Zona Tambahan
Batas Landas Kontinen
Batas ZEE
ALKI dan Rencana Electronic Fence
Rencana Electronic FenceALKI
11
Sebaran Pelabuhan Perintis
Plb. Perintis
Sebaran Pelabuhan Terbuka Perdagangan LN
Plb. Laut Plb. Pantai Plb. Khusus
Sebaran Pelabuhan untuk Mendukung CAIT
Plb. CAIT
Sebaran 24 Pelabuhan untuk Mendukung Tol Laut
Plb. HUB Plb. FEEDER
12
Sebaran Pelabuhan Tracking Kapal Penumpang
Perintis PELNI Lainnya
Tracking Kapal Barang
Barang
Tracking Kapal Penumpang & Barang
Perintis PELNI Lainnya Barang
13
UU No 7 Th
2014 ttg
Perdagangan
Perdagangan
antarpulau
Pemerintah
mengatur
kegiatan
antarpulau
untuk
integrasi
pasar dalam
negeri
Pengaturan
diarahkan
untuk
Pemerintah dan Pemda mengendalikan ketersediaan
barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting di
seluruh wilayah NKRI dalam jumlah yang memadai, mutu
yang baik dan harga yg terjangkau
Dalam rangka pengendalian ketersediaan, stabilitas harga
dan distribusi barang kebutuhan pokok dan barang
penting, pemerintah dapat menunjuk BUMN
Menjaga keseimbangan antardaerah yg surplus dan
daerah yg minus
Memperkecil kesenjangan harga antardaerah
Mengamankan distribusi barang yg dibatasi
perdagangannya
Mengembangkan pemasaran produk unggulan setiap
daerah
Menyediakan sarana dan prasarana antarpulau
Mencegah masuk dan beredarnya barang selundupan di
dalam negeri
Mencegah penyelundupan ke luar negeri
Meniadakan hambatan perdagangan antarpulau
Barang
kebutuhan
pokok beras,
gula, minyak
goreng,
mentega,
daging sapi,
daging ayam,
telur ayam,
susu, jagung,
kedelai dan
garam
beryodium
Barang penting
seperti pupuk,
semen, BBM
dan gas
Penjelasan
Psl 25 (1)
Psl
27
Psl
23
(1)
(2)
Rencana Implementasi Trayek Kapal Barang Perintis TA 2015 (APBN-P)
Soasiu
AVERAGE DATA ARUS PERGERAKAN PETIKEMAS DI PELABUHAN INDONESIA
NO TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN DEPO ASDEKI KETERANGAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
BICT , BELAWAN
DUMAI, RIAU
BATAM, KEPRI
TELUK BAYUR, SUMBAR
PALEMBANG, SULSEL
PANJANG, LAMPUNG
JICT , TANJUNG PRIOK
TPK KOJA, TANJUNG PRIOK
TO III , TANJUNG PRIOK
PONTIANAK, KALBAR
TPKS TG. EMAS, JATENG
TPS TANJUNG PERAK, JATIM
BANJARMASIN, KALSEL
KARIANGAU, KALTIM
MAKASSAR, SULSEL
BITUNG , SULUT
SORONG & JAYAPURA, PAPUA
TEUS
400.000
150.000
100.000
150.000
250.000
200.000
4.700.000
980.000
250.000
200.000
300.000
2.000.000
200.000
150.000
400.000
250.000
150.000
TEUS
160.000
0
0
0
120.000
110.000
1.450.000
370.000
100.000
0
200.000
1.300.000
0
0
150.000
0
0
OCEAN & DOM
OCEAN & DOM
OCEAN & DOM
NO ASDEKI
OCEAN & DOM
OCEAN
OCEAN
OCEAN
OCEAN
DOM
OCEAN
OCEAN
OCEAN & DOM
OCEAN & DOM
OCEAN & DOM
OCEAN & DOM
DOM
TOTAL 10.130.000 3.940.000
Sumber : ASDEKI
Container Yard
Gate-In
Gate-Out
Surveyor 1
Internet
Server
Empty Container
Ex-Import arrives to
DepoSurveyor 1, do
Check Outside
Physical Inspection,
input into system
Truck go to
Container Yard
Forklift Lift on
the container and
Stack into the CY
STAGE 1
PROCESSING is
COMPLETED
IT SUPPORTICT DEPO KONTAINER
14
Gate-In
Internet
Surveyor 2
Server
Surveyor 2, check
external & Internal
side, install the
seal, input into
system the status of
container - OUT
Head Truck and
Chassis arrives to
Depo
Head Truck and
Chassis load the
Container
STAGE 2
PROCESSING is
COMPLETED
SURVEY KONTAINER
BERBASIS IT
SERVICE AREA (CLEANING
& REPAIR)
KODEFIKASI KONTENER
Kode Negara
Kode Ukuran
Kode Tipe
1 = Kode Identifikasi2 = Kode Negara/ Ukuran/ Tipe3 = Tanda Operasional
Lokasi Penulisan Kodefikasi CONTOH PENERAPAN RADIO FREQUENCY IDENTIFICATION
(RFID) UNTUK KONTENER
15
INFORMATION MAKES TERMINAL / PORT MORE MODERN
Avr Indonesian Port
ICT MEMAINKAN PERAN YANG SEMAKIN
PENTING DALAM PENGEMBANGAN
TRANSPORTASI LAUT
2nd
Generation
Kebutuhan ICT:
- Analog Trunking
Kebutuhan ICT :- Analog Trunking- Paper-based dispatching- Analog Video Surveillance
Kebutuhan ICT :- Digital Trunking- TOS-based dispatching- Digital Video Surveillance- Port Logistics Management
Kebutuhan ICT :- Multi-Media Trunking- Multi-Media TOS-based dispatching- Intelligent Video Surveillance- Port Logistics Chain Management- Port Group Information
Management
Tiap GENERASI memiliki
Kebutuhan ICT secara
spesifik
Posisi rata-rata
pelabuhan di
Indonesia
SUMBER LNG DI INDONESIA DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENDUKUNG LALU
LINTAS KAPAL INTERNASIONAL YANG MELALUI PERAIRAN DI INDONESIA
CATATAN : LOKASI ARUN MENJADI SIMPUL PERTUMBUHAN KOTA LHOKSEUMAWE
LOKASI BONTANG MENJADI SIMPUL PERTUMBUHAN KOTA BONTANG
LOKASI SENORO, SENGKANG, TANGGUH DAN ABADI MENJADI ?
Natuna
SUMBER GAS DI NATUNA
16
SUMBER GAS DI MASELA BLOCK DAN ABADI GAS FIELD ABAGI GAS FIELD
PENGURANGAN KETIMPANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DENGAN
PEMBANGUNAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DAN MENINGKATKAN FUNGSI LOKASI
SUMBER LNG SEBAGAI PUSAT BUNKERING DI PERAIRAN INDONESIA
Keterangan : Developed Area
Pusat Pertumbuhan yang
sudah mulai tumbuh
Pusat Pertumbuhan yang perlu
didorong percepatan pembangunannya
ARUN
BONTANG
MASELA
TANGGUH
SENORO
NATUNA
SENGKANG
Sumber energi
Pelabuhan di kedua lokasi ini
sudah berperan :� PT. PIM (PUPUK ISKANDAR MUDA)
� PT. ACEH ASEAN FERTILIZER
� PT. KKA (KERTAS KRAFT ACEH)
� PT. AROMATIK
� PT. ARUN – ZONA INDUSTRI
� DAN LAIN-LAIN
A
R
U
N
� PT. BADAK NGL
� PT. PUPUK KALTIM (PT. PKT)
� PT. KALTIM PACIFIK AMONIA (KPA)
� PT. KALTIM METANOL INDONESIA (KMI)
� PT. KALTIM PARNA INDUSTRI (KPI)
� DAN LAIN-LAIN
CONTOH PUSAT PERTUMBUHAN YG SUDAH MULAI BERKEMBANG KARENA
KETERSEDIAAN LNG DAN BISA BERFUNGSI SEBAGAI TEMPAT BUNKERING LNG
B
O
N
T
A
N
G
BANGKITAN
DAN
TARIKAN
KAPAL
PENUMPANG
BARANG
17
BONTANG
ARUNPort and related
sector in APEC
region are now
faced with both
opportunities and
challenges in
pursuing efficient
and
environmentally
friendly cargo
transportation
and port
operation
Reducing traffic congestion
surrounding port terminals
Introducing environmental
friendly cargo handling
machines
Providing on shore power
supply to ship at berth
Introducing renewable
source of power to port
facilities
Providing green space as a
part of carbon sinks and
applying of carbon offset
scheme to port area
Developing carbon capture
& storage (CCS) technology
Introducing a planning
scheme for reducing GHG
emissions
Coastal shipping and
railway cargo
transportation are
environmental friendly
transportation mode.
Modal shift from trucks
to coastal shipping &
railway cargo
transportation is
possible way to reduce
total GHG emissions
from domestics services
Traffic congestion
surrounding port
terminal maybe a major
GHG emission source by
truck in traffic jam
Promoting modal shift from
trucks to coastal shipping
and railway cargo
transportation
A possible way to
promote modal
shift is to provide
incentives to cargo
owners such as
subsidies, tax, etc
Using information and
communication
technology (ICT.
Information regarding
arrival /departure of
vessels in port
terminal is available
to cargo owners and
logistics business
companies through
AIS (Automatic
Identification System)
so as to facilitate
distribution of goods
Sumber : APEC 32nd Transportation WG Meeting (Maritime Experts)
Final Report- Sharing Best Practices in Reducing Green House
Gas Emissions at Ports
BIAYA OPERASIONAL PERUSAHAAN PELAYARAN
Biaya
operasional
perusahaan
pelayaran
Biaya
Kepelabuha
nan
Pendapatan
Perusahaan
Kapal
Container
Kapal
Penumpang
50 -70 %
40 -60 %
20 %
10 %
Subsidi
Non
Subsidi
Rp 5.500/L
Rp
13.500/L
Konsumsi
BBM-Solar
Harga
Solar
(MFO)
S
O
L
U
S
I
Tren
akan
naik
Sumber : Perusahaan Pelayaran Container
& Penumpang
Harga
BBM
Harga
BBG
Solar/MFO
Solar/FO
LPG
CNG
LNG
Rp 5.500/Ltr
Rp 13.500/Ltr
Rp 10.400/Ltr
Subsidi
Non Subsidi
Kpl Penumpang
Kpl Rakyat
Kpl
Penyeberangan
Non Subsidi
Non Subsidi
Non Subsidi
Rp 4.000/Ltr
Rp 7.000/Ltr
Rp 3.100/Ltr
Rp 4.100/Ltr
Rp 3.100/Ltr
Rp 6.000/Ltr
Kebutuhan
ruang/tempat
penyimpanan
3x CNG
Kebutuhan
ruang/tempat
penyimpanan
8x LNG
Subsidi
Subsidi
Subsidi
ALTERNATIF PENGGUNA
AN BBG UNTUK
TRANSPORTASI LAUT
18
LNG yg digunakan
oleh kapal baru 5 %
dan meningkat terus
Ada 87.000 kapal yg
melakukan pelayanan
global tahun 2014
80 % perdagangan di
dunia diangkut oleh
angkutan laut
termasuk di Indonesia
IMO akan memperkenalkan
zona pengawasan emisi di
dunia mulai tahun depan s/d
2020
BBM yg merupakan solar (MFO)
mengandung residu minyak yg
ada 2.700 kali sulfur yg beracun
dibandingkan BBM untuk
kendaraan
Pengawas dari group Transport
& Environment mengatakan
bahwa polusi udara dari kapal
menyebabkan kematian 50.000
kasus di Eropa setiap tahun
Antwerp, pelabuhan kedua
terbesar di Eropa setelah
Amsterdam akan membangun
LNG facilities akhir tahun ini
Ratusan LNG bunkering dan
refueling sudah dibangun di
pelabuhan-pelabuhan di dunia
Penggunaan BBG yg tdk
mengandung bahan CO2
dapat mengurangi emisi
s/d 26 % pada tahun 2020
sesuai target
New ISO standard dan DNV
GL untuk LNG ship fuel
2013
Pemanfaatan bahan bekas
untuk angkutan laut sebesar 70
% untuk kapal kontener
Source : Stephen
Star, March 29
2014, Int’l Business
Times
Kecenderunganharga minyak
semakin meningkat
Sebagian besarperdagangan int’l pelayaran kapalmenggunakanbahan bakar
minyak & solar
Peraturan emisisulfur (SECA) di Amerika Utara
diterapkan akhir2015, di Baltik(Eropa) 2010,
dan di Asia Timur 2020
Kandungan sulfur dibatasi dari 1% menjadi 0,1%. Secara global
kandungan sulfur harus berkurang
0,5% pada th 2020
LNG membutuhkanruang tangki(volumetric)
yang lebih besardibandingkantempat untuk
BBM
Biaya lebihrendah dan
ramahlingkungan
Kandungan sulfur pada LNG 0,004%
Pemanfaatan LNG oleh armada
pelayaran Pemanfaatan“conventer kit” untuk duel fuel
solar & gas
Pembuatankapal baru ygmenggunakan
LNG
Kebutuhanpenyediaan
“small scale” bunkering
infrastructure
Kebutuhanprasarana dock yard/galangan
kapal
Kebutuhan klasuntuk
pemanfaatanLNG untuk kapal
IMO sedang mempersiapkan pedoman“Int’l Code of Safety for Ship Using
Gases or Other Low Flash Point Fuel (IGF Code) selesai akhir 2014
Th 2000 Passenger/Car Ferry “Glutra”
menggunakan gas engine
Th 2006 “Provalys” mrpktanker pertama
menggunakan LNG
Th 2013 akhir, sekitar 50 kapal menggunakan LNG
& 30 kapal …sedangtahap pembuatan
Th 2014, 48 kapal LNG sudah beroperasi dan 55 kapal sedang dibangun
Penggunaan LNG sbg alternatif
penggantikonventional“marine fuel”
Penyiapanpelabuhan untukbunkering LNG
PEMANFAATAN LNG UNTUK ARMADA
PELAYARAN DI DUNIA
CONTOH PEMANFAATAN TANKI LNG (ISO TANK) DI PELABUHAN YANG AKAN DIBERI
KODEFIKASI UNTUK PENGAWASAN & PENGENDALIAN UNTUK MENJAMIN KESELAMATAN
TRANSPORTASI LAUT
CONTOH PEMANFAATAN TANKI LNG DI TRUK YANG MASUK/KELUAR DARI DAN KE
PELABUHAN YANG DIBERI KODEFIKASI UNTUK MENJAMIN KESELAMATAN
TRANSPORTASI LAUT
19
KESIMPULAN DAN SARAN1. Logistik dan transportasi laut yg efisien dan efektif menjadi tuntutan masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan semua daerah di Indonesia.
2. Transportasi laut menjadi salah satu tulang punggung untuk mengurangi disparitas
harga bahan pokok dan bahan penting.
3. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Keberpihakan pengalokasian anggaran transportasi laut dan logistik lebih besar
daripada untuk moda transportasi lainnya;
b. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yg terintegrasi dengan
transportasi laut dan logistik (pemanfaatan telekomunikasi generasi ke-4/ 4G);
c. Pelabuhan harus dikembangkan sebagai pusat pelayanan logistik dan multimedia;
d. Penggunaan bahan bakar gas (BBG) berupa LNG yg bersih dan murah untuk
mendukung logistik dan transportasi laut serta sesuai dengan kondisi lingkungan
strategis dunia dan ketersedian LNG di dalam negeri;
e. Pengadaan sarana kapal sebanyak-banyaknya untuk mendukung distribusi barang
dari Pulau Jawa (sebagai pusat distribusi) ke pulau-pulau lain di Indonesia
terutama Indonesia Timur.
f. Pengembangan coastal shipping atau short sea shipping sebagai alternatif
ketergantungan distribusi barang terhadap angkutan jalan terutama di Pulau Jawa
serta pulau-pulau lain yang mengakibatkan biaya pemeliharaan jalan dan
kecelakaan di jalan raya sangat tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
4. Merubah cara berpikir (mindset) dalam kegiatan pembangunan transportasi yg selama
ini (30 tahun terakhir) hanya dititik beratkan pada pembangunan sektor jalan raya, dan
sarana transportasi laut (kapal) masih sangat kurang sehingga konektivitas tidak
terjadi/terhambat.
5. Menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa yang sekaligus berfungsi
sebagai lokasi bunker LNG agar terjadi pemerataan pembangunan sehingga disparitas
pertumbuhan perekonomian tidak terlalu besar juga untuk mendukung transportasi
yang efektif dan efisien. Dimana pusat-pusat pertumbuhan tersebut akan menjadi pusat
bangkitan dan tarikan transportasi laut (kapal, barang dan penumpang) sekaligus
berperan sebagai bunker kapal – kapal internasional yang melintas di perairan indonesia
yang artinya mendukung poros maritim yang dicanangkan oleh pemerintah.
6. Menumbuh kembangkan trayek keperintisan barang oleh Pemerintah dari pusat
distribusi (Pulau Jawa) ke daerah-daerah lain yang terpencil untuk mengurangi
disparitas harga antara pulau Jawa dan pulau - pulau lainnya yang akan
diimplementasikan Tahun Anggaran 2015 yang dananya sudah tercantum dalam APBN-P
TERIMA
KASIH
TERIMA
KASIH
SINERGI KEWENANGAN
PT PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) DAN HUBUNGAN KERJA ANTAR
INSTANSI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PROGRAM KEBIJAKAN TOL LAUT
November 2015
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 2 PELABUHAN INDONESIA I | 2
VISI PEMERINTAH
Sumber :
Kebijakan Pemerintah dan Pemda (RPJP/D, Visi, Misi, RPJM/D, RKP/D)
Dadang SOLIHIN, Senior Strategic Planner at National Development Planning Agency (BAPPENAS)
Visi Terwujudnya Indonesia Yag Berdaulat, Mandiri, Dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong
Misi : Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Maritim Yang Mandiri, Maju, dan Sejahtera
Nawa Cita : Pemerataan Pembangunan Antar Wilayah Terutama Desa, Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Perbatasan
Kedaulatan Maritim
RPJMN : Mengembangkan Ekonomi Kelautan Yang Terintegrasi Antar Sektor dan Antar Wilayah
Program Kerja Tol Laut
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 3 PELABUHAN INDONESIA I | 3
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN 2015-2019)
KONSEP PROGRAM TOL LAUT DALAM MENDUKUNG INDONESIA POROS MARITIM DUNIA
Sumber : Bambang Prihartono, RPJMN BAPENNAS PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 4 PELABUHAN INDONESIA I | 4
Pengertian :
Tol Laut Adalah
konektivitas laut yang
efektif berupa adanya
kapal
yang melayari secara rutin
dan terjadwal dari barat
sampai ke
timur Indonesia.
Sumber :BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PENGEMBANGAN TOL LAUT DALAM RPJMN 2015-2019
DAN IMPLEMENTASI 2015
PENGEMBANGAN 24 PELABUHAN SEBAGAI TOL LAUT
Tujuan : Membangun konektivitas
antara pulau-pulau guna
menurunkan biaya
trasportasi serta biaya
logistik
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 5 PELABUHAN INDONESIA I | 5
IMPLEMENTASI TOL LAUT
Sumber :BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PENGEMBANGAN TOL LAUT DALAM RPJMN 2015-2019
DAN IMPLEMENTASI 2015
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 6 PELABUHAN INDONESIA I | 6
INSTANSI TERKAIT
PEMBANGUNAN /
PENGEMBANGAN PELABUHAN
Pengembangan
Pelabuhan
Syahbandar
Otoritas Pelabuhan
PELINDO (BUP)
Bea Cukai
Direktur Jenderal
Perhubungan
Kementerian BUMN
Kementerian Perhubungan
Kementerian Lingkungan
Hidup
Pemerintah Provinsi
Pemerintah Kab/Kota
Kementerian & Lembaga : Regulator pemberi
Perizinan dan Kebijakan BUP-BUMN (Pelindo): Pelaksana,
Pengembang, dan Pengelola/Pengusahaan
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 7 PELABUHAN INDONESIA I | 7
SKEMA PEMBANGUNAN PELABUHAN SEBAGAI PELABUHAN TOL LAUT
Dasar :
UU No 17 Tahun 2008
PP No 61 Tahun 2009
PM No 51 Tahun 2015
Rencana Induk Pelabuhan Nasional
Rencana Induk Pelabuhan (RIP)
Rencana Pengembangan Pelabuhan
Pemenuhan Syarat-Syarat Pengembangan Pelabuhan
Memenuhi Syarat Perizinan sesuai
perundang-undangan dan peraturan yang berlaku
Penerbitan Izin Pengembangan
Pelaksanaan Pengembangan Oleh BUP
Pengelolaan/Pengusahaan Pelabuhan Oleh BUP
• Kementerian
Perhubungan
• Kementerian
BUMN
• Kementerian
Lingkungan Hidup
• Otoritas
Pelabuhan
• Kesyahbandaran
• Navigasi
• DitPelpeng
• Pemerintah
Provinsi
• Pemerintah Kota Sumber : PP NO 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 8 PELABUHAN INDONESIA I | 8
SKEMA PERIZINAN PEMBANGUNAN PELABUHAN DI INDONESIA
Pembangunan suatu pelabuhan harus berpedoman pada Rencana Induk Pelabuhan Nasional (“RIPN”)
sesuai PP NO 61 Tahun 2009
Penetapan/Perizinan awal yang harus diperoleh oleh Penyelenggara Pelabuhan :
Penetapan Lokasi Pelabuhan
Rencana Induk Pelabuhan
Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (Penetapan Batas-
batas Tanah dan Perairan Pelabuhan)
Izin Pembangunan Pelabuhan
Perizinan Terkait Fasilitas Pelabuhan
Jaminan Kelestarian Lingkungan
Jaminan Keamanan dan Ketertiban
Izin Mendirikan Bangunan (Untuk Lahan Pelabuhan di
daratan)
Izin Penggunaan Perairan (Untuk Lahan Pelabuhan di
Perairan)
Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi
Izin Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
Izin Pekerjaan Di Bawah Air
Sumber : PP NO 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
• Instansi Terkait : Pemda
• Kementerian Perhubungan
• Otoritas Pelabuhan
• Kementerian Lingkungan Hidup
• Instansi Terkait : Pemda
• Kementerian Perhubungan
• Otoritas Pelabuhan
• Kementerian Lingkungan Hidup
Instansi Terkait :
• Kementerian Perhubungan
• Otoritas Pelabuhan
Instansi Terkait :
• Kementerian Perhubungan
• Otoritas Pelabuhan
• Syahbandandar dan Navigasi
Instansi Terkait :
• Kementerian Lingkungan Hidup
Instansi Terkait :
• Otoritas Pelabuhan
• Syahbandandar dan Navigasi
Instansi Terkait :
• Otoritas Pelabuhan
• Syahbandandar dan Navigasi
Instansi Terkait :
• Otoritas Pelabuhan
Instansi Terkait :
• Otoritas Pelabuhan
• DitpElpeng
Instansi Terkait :
• Otoritas Pelabuhan
• Navigasi
Instansi Terkait :
• Syahbandar
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 9 PELABUHAN INDONESIA I | 9
SINERGI KEWENANGAN PROGRAM TOL LAUT
RPJMN 2015-2019
PROGRAM TOL
LAUT
PENGELOLAAN
24 PELABUHAN
BUP BUMN
PELINDO I S.D IV
KEMENTERIAN BUMN
Ko
ntr
ol T
erh
ada
p R
KA
P
INSTANSI (REGULATOR)
TERKAIT
• Pelindo I-IV Bertanggung Jawab atas Pengembangan 24 Pelabuhan
sesuai dengan target waktu.
• Kementerian BUMN memastikan bahwa program pengembangan
tercantum didalam RKAP.
• Pihak Instansi (Regulator) memastikan bahwa proses pengelolaan
dilakukan sesuai dengan undang-undang, peraturan yang berlaku
• Pihak Regulator mendukung pengembangan pelabuhan melalui
kecepatan terbitnya izin-izin. PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 10 PELABUHAN INDONESIA I | 10
SHOW CASE : PENGEMBANGAN KUALA TANJUNG
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 11 PELABUHAN INDONESIA I | 11
RENCANA PENGEMBANGAN KUALA TANJUNG
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 12 PELABUHAN INDONESIA I | 12
RENCANA PENGEMBANGAN KUALA TANJUNG
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 13 PELABUHAN INDONESIA I | 13
RENCANA PENGEMBANGAN KUALA TANJUNG
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 14 PELABUHAN INDONESIA I | 14
WILAYAH KERJA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO)
Malahayati Lhokseumawe
Belawan
Pekanbaru
Sibolga
G.Sitoli
TB Asahan
Dumai
TB.Karimun
Tj.Pinang
Tembilahan
S.Pakning
Kuala.Tanjung
Kuala Langsa
Meulaboh
Pkl.Susu
Bg. Siapi-Api
Bengkalis
Rengat
Slt.Panjang
Kuala Enok
Sumatera
Utara
Indonesia
Malaysia
Aceh
Sumatera Barat
Riau
Cabang Utama
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kawasan
Batam
Pulau Sambu
Tj. Uban
Sedang dilakukan pengembangan
PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) memiliki 16 cabang pelabuhan dan 11 pelabuhan kawasan yang
berada di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran tersibuk di dunia. Selain itu juga, pelabuhan yang
berada di wilayah kerja PT Pelindo I memiliki hinterland yang didominasi oleh komoditas ekspor seperti kelapa
sawit, karet, bahan tambang, plastik and bahan kimia, dst.
Sei Kolak Kijang
Kelas V
BICT/TPKDB
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 15 PELABUHAN INDONESIA I | 15
RENCANA INDUK PELABUHAN (RIP) YANG TELAH DISAHKAN DI WILAYAH KERJA PT. PELINDO I (PERSERO)
NO NAMA PELABUHAN NOMOR TANGGAL KETERANGAN
1 DUMAI KM 39 TAHUN 2006 8 September 2006 PT. Pelindo I (Persero) sedang mengajukan proses revisi kepada KSOP
Dumai, Surat Pelindo I No. PR.02/6/1/PI-15 tanggal 12 Oktober 2015
2 KUALA ENOK KM 51 TAHUN 2009 1 Juli 2009
OP Belawan pada tahun anggaran 2014 telah menyiapkan dan
mengirim draft Revisi RIP kepada KSOP untuk meminta rekomendasi
tentang kesesuaian RTRW
3 BATAM KM 77 TAHUN 2009 15 Desember 2009 -
4 KUALA TANJUNG PM 20 TAHUN 2012 3 April 2012 Proses revisi RIP, penyiapan dokumen final
5 BELAWAN PM 21 TAHUN 2012 13 April 2012 Proses revisi, telah dilaksanakan rapat pembahasan dengan Dirpelpeng
pada tanggal 3 Juni 2015 di Kementerian Perhubungan Jakarta
6 TANJUNG BALAI KARIMUN PM 17 TAHUN 2013 1 Maret 2013 -
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 16 PELABUHAN INDONESIA I | 16
RENCANA INDUK PELABUHAN (RIP) YANG DISIAPKAN OLEH OTORITAS PELABUHAN UTAMA BELAWAN
NO NAMA PELABUHAN TAHUN ANGGARAN* PROGRESS
1 GUNUNG SITOLI 2012 Telah dilakukan pembahasan dengan Pemko Gunung Sitoli tentang RTRW
2 SIBOLGA 2012 Telah dilakukan pembahasan dengan Dishub Prov. Sumut, Pemko Sibolga, Pemkab Tapteng
3 RENGAT 2013 Telah disampaikan draft RIP kepada KSOP untuk mendapatkan rekomendasi tentang kesesuaian
RTRW
4 PANGKALAN SUSU 2013 Telah disampaikan draft RIP kepada KSOP untuk mendapatkan rekomendasi tentang kesesuaian
RTRW
5 TANJUNG BALAI ASAHAN 2013 Telah dilakukan pembahasan dengan Pemko Tanjung Balai dan Kabupaten Asahan
6 BENGKALIS 2013 Telah dilakukan pembahasan dengan Pemkab Bengkalis
7 BAGAN SIAPI-API 2013 Telah disampaikan draft RIP kepada KSOP untuk mendapatkan rekomendasi tentang kesesuaian
RTRW
8 TEMBILAHAN 2014 Telah disampaikan draft RIP kepada KSOP untuk mendapatkan rekomendasi tentang kesesuaian
RTRW
9 SEI PAKNING 2014 Telah disampaikan draft RIP kepada KSOP untuk mendapatkan rekomendasi tentang kesesuaian
RTRW
10 TANJUNG PINANG 2014 Telah disampaikan draft RIP kepada KSOP untuk mendapatkan rekomendasi tentang kesesuaian
RTRW
11 PULAU SAMBU 2014 Telah disampaikan draft RIP kepada KSOP untuk mendapatkan rekomendasi tentang kesesuaian
RTRW
12 MALAHAYATI 2015 Penyusunan draft RIP oleh konsultan
13 LHOKSEUMAWE 2015 Penyusunan draft RIP oleh konsultan
14 KUALA LANGSA 2015 Penyusunan draft RIP oleh konsultan
15 SEI KOLAK KIJANG 2015 Penyusunan draft RIP oleh konsultan
16 PERAWANG (PEKANBARU) 2015 Penyusunan draft RIP oleh konsultan
Keterangan : *) Anggaran OP Belawan
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 17 PELABUHAN INDONESIA I | 17
TERIMA KASIH
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 18 PELABUHAN INDONESIA I | 18
KONDISI EKSISTING
PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 19 PELABUHAN INDONESIA I | 19
PELINDO SEBAGAI BADAN USAHA PELABUHAN
Mengelola/Mengusahakan Pelabuh
Mengembangkan Pelabuhan
Pelindo Sebagai Badan Usaha Pelabuhan BUMN yang
mengelola/mengusahakan pelabuhan memiliki kewajiban :
a. Menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan;
b. Memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan sesuai
dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. Menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada terminal dan
fasilitas pelabuhan yang dioperasikan;
d. Ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang
menyangkut angkutan di perairan;
e. Memelihara kelestarian lingkungan;
f. Memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan
g. Mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara
nasional maupun internasional
Sumber : PP NO 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan PEMBANGUNAN PELABUHAN INDONESIA I | 20 PELABUHAN INDONESIA I | 20
PENGEMBANGAN PELABUHAN PELINDO 1 DALAM PROGRAM TOL LAUT
Pengembangan 4 Cabang Palabuhan : 1. Pelabuhan Belawan
2. Pelabuhan Kuala Tanjung
3. Pelabuhan Dumai
4. Pelabuhan Malahayati
From serving to driving
Indonesia's growth
PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero)
Pendulum Nusantara
IPC PROFILE
The creation of our new logo symbolizes change, strength, optimism and agility.
It becomes a symbol of pride within the organization for everyone to stand behind
As we take the company forward
PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero)
4 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
7
Pelindo III 20 Branches
IPC 12 Branches
Pelindo I 16 Branches
Pelindo IV 22 Branches
1. Port of Tanjung Priok
2. Port of Sunda Kelapa
3. Port of Ciwandan, Banten
4. Port of Cirebon
5. Port of Panjang, Lampung
6. Port of Palembang
7. Port of Pulau Baai, Bengkulu
8. Port of Teluk Bayur, Padang
9. Port of Pangkal Balam
10. Port of Tanjung Pandan
11. Port of Talang Duku, Jambi
12. Port of Pontianak
IPC Branches IPC New Development Project
a. NEW PRIOK PORT (KALIBARU)
b. KIJING PORT
c. SORONG WEST PASIFIC HUB PORT
d. PORT OF BOJONEGARA
e. TANJUNG CARAT PORT
1
a
a
b c
ad
e
5
4
8
ddddddd3
aaaaaa1 2
ee6
9 10
11 bbbbbbbbbbb
12
Subsidiaries & Affiliation
Core businesses: Cargo
handling
Supporting businesses and
utilities Logistics and port services
Rukindo
PT RSP
PT EPI
PT PMLI
PT EDI
PPI
PT JAI
PT ILCS
JPPI
Dredging
Vessel services
throughout all IPC ports
New port
developer
Logistics ICT
Equipment maintenance
Hospital management
Energy supply within
the port
Education and
training center
E-business solutions
nationwide
15
16
13
14
Terminal Petikemas Indonesia
KSO TPK Koja
PT JICT
IKT
IPC Terminal Petikemas
International
container
Domestic container
Car/heavy eqp. handling
PT MTI / IPC Logistics
Pelabuhan Tg Priok
Focus on domestic
container and break
bulk
Logistics
3
4
5
6
1
2
9
10
11
7
8
12
International &
Domestic container
5 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
The Challenge Today
Indonesia an important link in global trade
1. Includes NE, SE, and S. Asia 2. Includes domestic Note: Container flows based on forecasts excluding empties and transshipment but including domestic for intra-regional trade; some trades excluded for display purposes; CAGR based on 2007-2015
Source: BCG analysis (2013)
Global container flows by main trades, 2015 (M TEUs)
CAGR : Rata Rata Pertumbuhan 2007-2015
7 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
Tremendous growth and potential to domestic trade
8 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
Fast growing, vibrant domestic trade routes
Note: Province to province origin-destination goods flow for all means of transportation (sea, air, land), CAGR 2006-2011 Source: OD Matrix - Ministry of Transportation 2006 and 2011
Inter-island trade has increased ~5x from 2006 to 2011
Some 90% of urban areas whose GDP is growing at more than 7 percent are outside Java
9 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
GDP development, 2010–30
SOURCE: 2010 Population Census, Indonesia’s Central Bureau of Statistics; McKinsey Global Institute analysis
1 Urban areas are aggregated areas consisting of cities (kota) and districts (kapupaten) rather than specific city jurisdictions.
Distribution Map of Economic Growth in Indonesia
Source : World Bank
10 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
High Logistict Cost to Send Goods between Islands
11 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
Source: Quotes from domestic logistic company, 2012 Source: McKinsey Study
Less expensive to ship box from Jakarta to Hamburg
(11.000 km) compare from Jakarta to Padang (1.000 km)
12 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
In addition, ASEAN 2015 vision creates a clear call to action, as it could dramatically
shift the role of domestic Indonesia liners and manufacturing
Indonesia Today and in 2030
13 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
Source : Mc Kinsey Global Institute
Reducing Domestic Logistic Cost through
Pendulum Nusantara
Pendulum Nusantara
Reducing logistics cost and boosting domestic trade
15 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
BELAWAN
JAKARTA
SURABAYA
MAKASSAR
SORONG
PELABUHAN YANG PERLU DIKEMBANGKAN: BELAWAN, JAKARTA, SURABAYA, MAKASSAR DAN SORONG
Domestic Trade Flows for Indonesia Container Traffic
Pendulum Nusantara
Development Scheme of Pendulum Nusantara’s Main and Sub Corridor
16 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
BELAWAN (NEW BELAWAN)
JAKARTA
SURABAYA
MAKASSAR
SORONG
Malahayati
New
KalBar Port
Pulau Baai
Tarakan
New Bali
Kendari
Kupang
ONG
Ambon Nabire Jayapura
Main Sea-Corridor
Sibolga Dumai
Lombok
Pantoloan
Marauke
Gorontalo
Ternate
Manokwari
Malahayati
SibolSibolgaga
Malah
gagagagagaga
AAN (NNNEEEWW B
Dumai
BBBEEELLLAAWWWWWWWAA
ayati
New
KalBar Port
NewNewNewNewNewNewNewNewNew
JAKART
PulauPulau BaaiBaaiBaaiBaaiBaaiBaaiBaaiBaaiBaaiBaaiBaaiBaaiBaai
TAA
KalBa
PantoloanPantoPantoPantoPantoloanloan
MAKASSAR
Kendari
Kupang
MMAAAKKKAAASSSSSSAAAR
KendaKendaKendaKendaKenda
SORRROOO
Ambon
talotalotalo
Ternate
SURABS
AAAA
New BaliLombo
AAAYYYAAA
Lombokkkkk
MMMMMM
BBBAAAAA
Kupang
KendaKendaKenda
te
ManokJayapJayap
Maraukekeke
loanPantoloan
Sumber: IPC (2012)
Loop Aceh
Loop Pantai Timur
Sumatera
Loop Babel and
West Kalimantan
Loop Pantai Barat
Sumatera
Loop East
Kalimantan
Loop West
Nusatenggara
Loop West
Sulawesi
Loop East
Nusatenggara
Loop North-East
Sulawesi and
North Maluku
Loop Maluku and
South-West Papua
Loop North Papua
Pendulum Nusantara
Domestic Container Volumes 2010
17 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
Sorong
Belawan
Makassar
Tanjung
Priok
Tanjung
Perak
MakMakMakMakMakMakMakMakass
Source: Study of David Wignall Associates, Rotschild & Drewry Maritime Advisors
Pendulum Nusantara
Domestic Container Volumes 2015
18 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
Source: Study of David Wignall Associates, Rotschild & Drewry Maritime Advisors
Sorong
Belawan
Makassar
Tanjung
Priok
Tanjung
Perak
Pendulum Nusantara
Domestic Container Volumes 2020
19 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
Source: Study of David Wignall Associates, Rotschild & Drewry Maritime Advisors
Sorong
Belawan
Makassar
Tanjung
Priok
Tanjung
Perak
MakMak
Pendulum Nusantara
Average shipping costs
20 | Energizing Trade. Energizing Indonesia
Singapore
Belawan
Sorong
Tanjung Priok Surabaya
JAKARTA
(TANJUNG PRIOK) TO
Prior to the
Pendulum Service
With the
Pendulum Service
SINGAPORE US $ 250 US $ 250
BELAWAN US $ 400 US $ 275
SURABAYA US $ 350 US $ 125
SORONG US $ 2000 US $ 375
Prior to the Pendulum Service
With the Pendulum Service
Source: Study of David Wignall Associates, Rotschild & Drewry Maritime Advisors
Pelabuhan Sorong &
35 Pelabuhan di Indonesia Timur
22 22 | ENERGIZINGTRADE ENERGIZINGINDONESIA
Pengembangan Sorong
1
PENGEMBANGAN PELABUHAN SEBAGAI PERWUJUDAN TOL LAUT UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING BANGSA
Oleh:
Abdul Rofid Fanany SE, CA, MSi
Executive Port Analyst - Corporate Strategis Planning Bureau
PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)
10 Juni 2015
Disajikan dalam Diskusi:
SINERGI KEWENANGAN DAN HUBUNGAN KERJA ANTARA BERBAGAI
INSTANSI PUSAT DAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN SARANA DAN
PRASARANA PENUNJANG TOL LAUT
HOT
ISSUE
� ASEAN ECONOMIC COMMUNITY in 2015� Liberaliasasi Arus Modal di ASEAN
� PEREKONOMIAN INDONESIA PADA TAHUN 2014 TUMBUH SEBESAR 5,02%� Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 10,19%
� Pelabuhan menjadi gerbang terdepandalam lalu lintas barang
� Performance pelabuhan akanberpengaruh terhadap harga barang
3
Tanjung Perak regional routes
Tanjung Perak international routes
Tanjung Perak key domestic routes (illustrative)TaiwanThe PhilippinesPort
Klang Singapore
Pelindo I16 branches
C
B A
Pelindo IV22 branches
Main Port
1st class
2nd class
3rd class
6. NUSA TENGGARA TIMUR :
TENAU/KUPANG, Kalabahi,
Waingapu, MAUMERE, Ende,
Ippi
5. NUSA TENGGARA BARAT :
LEMBAR, BIMA, BadasTG. PERAK, GRESIK,
Kalianget, Tg.WANGI,
Banyuwangi,
TG. TEMBAGA,
Pasuruan, Panarukan
4. EAST JAVA :
TG. EMAS,
TG.INTAN, Tegal
3. CENTRAL JAVA :
KUMAI, Pangkalan Bun, Sukamara, Bumiharjo;
SAMPIT, Kuala Pembuang, Samuda, Pagatan-
Mendawai, Bagendang; Pulang Pisau, Kuala Kapuas,
Bahaur
1. CENTRAL KALIMANTAN :BANJARMASIN, Basirih, KOTABARU, Pagatan,
Gunung Bt Besar, Batulicin, Satui, Stagen, Mekar Putih
2. SOUTH KALIMANTAN :
BENOA, CLK BAWANG
7. BALI :
WILAYAH KERJA PT PELABUHAN INDONESIA III (PERSERO)
17 CABANG, 43 PELABUHAN
Pelindo II12 branches
Sampit
Tanjung
Perak
TanjungEmas
Banjarmasin
TenauKupang
PELINDO III
Hub Port
Feeder portPeran Pelindo III dalam Tol Laut Indonesia: � 1 hub port (Tanjung Perak)� 4 feeder port (Tanjung Emas, Banjarmasin, Sampit danTenau Kupang)
TOL LAUT INDONESIAsebagai Inisiatif Poros Maritim
2
2014 LPI 2012 LPI 2010 LPI
Economy Rank Score % of highest
performanceRank Score % of highest
performanceRank Score % of highest
performance
Germany 1 4.12 100 4 4.03 97 1 4.11 100
Singapore 5 4.00 96.2 1 4.13 100 2 4.09 99.2
Malaysia 25 3.59 83.0 29 3.49 79.8 29 3.44 78.4
Thailand 35 3.43 77.8 38 3.16 69.6 35 3.29 73.6
Indonesia 53 3.08 66.7 59 2.94 62.2 75 2.76 56.5
Philipines 57 3.00 64.2 52 3.02 64.8 44 3.14 68.8
Indonesia’s
Improved LPI
ranking and score
2010-2014
RANK SCORE
20102012
2014
Logistic Performance IndexPELINDO III
Sumber: World Bank, 2014
LPI Component
�Kontribusi Sektor Kepelabuhanan Terhadap Logistic
Performance Index sebesar 19,66%.
�Untuk perbaikan LPI di sector water transportation dengan
meningkatkan PRODUKTIVITAS PELABUHAN
PELINDO III
Sumber: World Bank, 2014
UPGRADING INFRA DAN SUPRASTRUKTURClustering of service
Port Modernisation
Expansion
Human Capital EmpoweringInternational Post Graduate Program
Capacity Building
Afirmative Action
SOP & ICTImproving Operational Procedure
Full ICT Based Enterprises3
2
1PELINDO III
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI PELABUHAN UNTUK
MENINGKATKAN LOGISTIC PERFORMANCE INDEX
Global textYour text goes
here. Your text goes here. Your
text here. Place
your text here. Your text here.
Place your text
here. Your text goes here.
� Modernization of Port
Equipment peningkatan
kapasitas melalui
modernisasi alat B/M
� Renovation / upgrading of existing ports
� Land Acquisitions / land reclamation
� Enhanced channel
acess
The animation automatically begins.
� Reconfigurationspesialisasi jenis
pelayanan berdasarkan
dedicated area untuk
optimalisasi kinerja
UPGRADING INFRA & SUPRASTRUKTURsebuah bingkai inovasi dan dedikasi Pelindo III
Clustering of Service ExpansionPort Modernisation
3
GREATER SURABAYA METROPOLITAN PORT (GSMP)
1. PT Siam Maspion Terminal
2. PT Smelting Co3. PT Petro Kimia Gresik4. Pelabuhan Umum Gresik5. Pertamina Asphalt Gresik6. PLTU Gresik7. PT Semen Gresik8. PT Wilmar Nabati
Indonesia9. PT Sumber Mas Indah
Plywood10. Terminal Teluk Lamong11. Pelabuhan Tanjung Perak12. Dermaga Kapal Negara13. Terminal Socah14. Terminal Tanjung
Bulupandan15. PT Karya Indah Alam
Sejahtera16. Pelabuhan Manyar17. PT Petro Kimia Gresik
Terminal yang ada
Tahapan Konstruksi
Tahapan Perencanaan
Keterangan :
SHIP TYPE BEFORE AFTER
Dry Bulk Ship 15.000 DWT/D = 8,80 m
153 m (LOA)
50.000 DWT/D = 12,40 m
220 m (LOA)
Liquid Bulk Ship
(Tanker & LPG)
12.500 DWT/D = 8,50 m
139 m (LOA)
60.000 DWT/D = 12,70 m
220 m (LOA)
Container Ship 15.000 DWT/D = 8,80 m
150 m (LOA)/1400 TEU’S
40.000 DWT/D = 12,40 m
260 m (LOA) /3000 TEU’S
PELINDO III
ACCESS
CHANNELACCESS CHANNEL
Length : 25 mil laut
Width : 100 M
Depth : -9,50 M LWS
Number of SBN : 18 Buoys
Capacity : 27,000 moves/ year
SWAC DREDGING AREA (2014)
Width : 150 M
Depth : -13 M LWS
Outer Ch Vol. : 10,450,873 M3
Length : 19,048 M
Inner Ch Vol : 136,105 M3
Capacity : 56,000 moves/year
COST
USD
76 JT
ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA
(APBS)
GAS PIPE LINE
TRANSFERING
LOCATION
backback
1. Reconfigurasi Tata Ruang (Dedicated Area)
2. Penambahan Alat B/M (Container Crane) di Terminal Nilam
3. Penambahan Alat B/M (HMC) Di Terminal Jamrud
4. Pembangunan Terminal Penumpang Baru
REKONFIGURASI
TANJUNG PERAK PELINDO III
AREA TAMU PRASASTI PERESMIAN TOILET
ELEVATOR X-RAY SECURITY GARBARATA
CHECK IN COUNTER
GERBANG KEBERANGKATAN
Terminal Penumpang Gapura Surya Nusantara
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
KAPASITAS :
4.000 PENUMPANG
LUAS BANGUNAN :
13.273,2 M²
4
PELINDO III
Wharf, Building & M/E
Connecting Bridge
PT. VIRAMA KARYA & Assc.
PP – WIKA KSO
Reclamation &
CY
Supervision
Planning &
Design
PT. SARANA ANTAR NUSA PEREKAYASA
PT. ATRYA SWASCIPTA REKAYASA
Environmental
Study ST
SS
TS
AS
C
A. TOTAL : 38,86 Ha
B. CONTAINER CAPACITY
• Int. : 1 Mn TEU’s
• Dom. : 0,5 Mn TEU’s BBG Truck Straddle Carriers Automatic Terminal
Trailers
Gate In/Out
TELUK LAMONG TERMINAL
Phase IAREA PELABUHAN371 Ha
AREA INDUSTRI1.761 Ha
JAVA INTEGRATED INDUSTRIAL AND PORT ESTATE (JIIPE)
Trestle : 530m x 13m
Dermaga : 250m x 30m
Draft : -14m s.d. -16m
Beban : s.d. 100.000 DWT
Reklamasi : 70 Ha
Talud : 4.560m
Jalan : 1.060m
Jembatan : 430m x 14m
TAHAP I
TAHAP I
Area IndustriPembagian area :
• 70 % untuk zona industri
• 30 % untuk fasilitas umum,
kawasan terbuka hijau, dan
fasilitas lainnya.
Area dibebaskan : ± 1.400 Ha
Reklamasi : 400 Ha
Area Pelabuhan
Ex-Hause Training
264 Orang
In-House Training
3.063 Orang
HUMAN CAPITAL EMPOWERING
Realiasi Diklat Tahun 2014
3,113,63
4,15 4,14 4,24
2010 2011 2012 2013 2014
Survey Kepuasan Pegawai
• Rencana 28 Orang
S2 Luar Negeri (2015)
• Belanda, Swedia, UK : 30 Orang
S2 Luar Negeri (2014)
• Belanda, Swedia, UK : 20 Orang
S2 Luar Negeri (2013)
• Belgia : 9 Orang , Belanda : 1 Orang
S2 Luar Negeri (2012)
• Angkt. I : 19 Orang (April-Mei)
• Angkt. II : 18 Orang (okt-Nop)
Short Course (2013)
• Angkt. I/2010 Politeknik Pelayaran Semarang : 60 Orang
• Angkt. II/2013 Politeknik Pelayaran Surabaya : 60 Orang
Rekruitment Putera-Puteri Daerah
PELINDO III
Sentralisasi Pengelolaan
Master Data
1SIUK Cabang
SIUK Kompilasi
SIUK Cabang
SIUK Cabang
SIUK Cabang
SIUK Cabang
SIUK Cabang
SIUK Cabang
SIUK Cabang
SIUK Cabang
SIUK Cabang
SIUK Cabang
MasterData
SOP
Aplikasi
A
Aplikasi
BAplikasi
C
Sumber
Data
Tunggal
Pengelolaan Master
Data
Terstandardisasi
MDM
Pengembangan Knowledge
Management System2
Pengembangan Port
Community System (PCS)3
Penyempurnaan Business
Application4
Pengembangan sistem eGRC5
VTPMIS (Vessel Traffic and Port Management Information System) atau Automated
Identification System (AIS) di Pelabuhan
6
Port
Community
System
Full ICT Based Enterprises PELINDO III
Improving Operational Procedure&
5
PELINDO III
SIAP
MENYONGSONG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Terminal Teluk Lamong JIIPETerminal Penumpang
Gapura Surya Nusantara Revitalisasi APBS
f o r y o u r a t t e n t i o n
PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)
Jl. Perak Timur No. 610
Surabaya 60165 - Indonesia
Telp : (031) 3298631-37
Fax : (031) 3295204, 3295207
Email : [email protected]
Picture : container unloading in terminal petikemas surabaya
Proud to be
TH
E FIRST1st
PELINDO III
PENGEMBANGAN PELABUHAN BANJARMASINPELINDO III
88
Ha
145
Ha
505meterLength Total
TPKB Wharf
2014
924.258 TEU’s
463.680
2015 2016 2017 2018
603.249 691.643
CY Capacity
TEU’S
4 UNITCC
Container
Crane
6 UNITRTG
Rubber Tyred
Gabtry Crane
New
Equipment
UPGRADING INFRA & SUPRASTRUKTUR
back
Pelayanan Prima Pelabuhan Tenau Kupang
Pelayanan Pemanduan
dan PenundaanPelayanan Offshore Pelayanan Alat
Pelayanan B/M Terminal PenumpangPelayanan Satu Atap
PELINDO IIIUPGRADING INFRA & SUPRASTRUKTUR
back
6
11 UNITARTGRubber Tired
Gantry Crane
ENERGY CONSUMPTION
CABLE REEL ARTG FUEL CONSUMPTION
DIESEL POWERED RTG
Operational energy
cost / hour :
Assumption :
PELINDO III
MODERNIZATION OF PORT EQUIPMENT
TPKS
back
PENGEMBANGAN PELABUHAN SAMPIT
PELINDO IIIUPGRADING INFRA & SUPRASTRUKTUR
back
PELINDO III
OTHERS PORT DEVELOPMENT:Modernisasi Alat B/M
GRESIKGRESIK BATULICINBATULICIN LEMBARLEMBAR
4 Unit Fix
Crane
2 Unit Fix
Crane2 Unit Fix
Crane
SEMARANG
• Polder System
• 2 Unit Luffing
Crane
• 11 Unit RTG
• 5,4 Ha CY
• 2 Unit CC
SAMPIT
• 2 Unit CC
• 2 Unit RTG
BANJARMASIN
• Total
dermaga
TPKB 505 M
• 4 Unit CC
• 6 Unit RTG
back
GUEST AREA INAUGURATION INSCRIPTION TOILET
ELEVATOR X-RAY SECURITY CONNECTING BRIDGE
CHECK IN COUNTER
ARRIVAL GATE
Gapura Surya Nusantara Passenger Terminal
Port of Tanjung Perak Surabaya
CAPACITY :
4.000 PASSENGERS
AREA :
13.273,2 M²
PELINDO IIIUPGRADING INFRA & SUPRASTRUKTUR
back
7
PELINDO IIIUPGRADING INFRA & SUPRASTRUKTUR back
Gilimas Port as the expansion of Lembar Port
Container and Passanger Terminal
Container Terminal
Public Facilities
Support Area for Passanger Terminal
Passanger Terminal
Gilimas PortPELINDO III
Lembar port
Existing
Gilimas
New Port
back
Industrial Integrated areas
Phase II
(2017-2021)
Phase I
( 2016)
TANJUNG EMAS PROT DEVELOPMENT
TERMINAL KALIBARU BARAT
Phase I
( 2016)
� Development of WEST KALIBARU Terminal for Dry Bulk and Liquid Bulk� Development of Container Terminal
� Development of International Passanger Terminal
� Provide Consolidation Warehouse for export and import goods
� Provide Gas Based power supply (CNG)
� Basin and channel -12 M LWS
� Development of West and North
Breakwater� Development of PELRA Terminal
WE
ST
KA
LIB
AR
U T
ER
MIN
AL
DE
VE
LO
PM
EN
TP
LA
N
PELINDO IIIUPGRADING INFRA & SUPRASTRUKTUR
back
1
“PROGRAM EKSEKUSI TOL LAUT PELINDO 4”
MAKASSAR, 4 JUNI 2015
DISKUSI “ SINERGI KEWENANGAN DAN HUBUNGAN KERJA ANTARA
BERBAGAI INSTANSI PUSAT DAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN
SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG TOL LAUT”
WILAYAH KERJA
WILAYAH KERJA PT PELABUHAN INDONESIA IV (PERSERO SEGMEN USAHA
Pandu, Labuh, Tambat, Tunda, Air Kapal
JASA PELAYANAN KAPAL JASA PELAYANAN PENUMPANG
JASA PELAYANAN PETIKEMAS
JASA PELAYANAN LAINNYAJASA PELAYANAN BARANG
(NON PETIKEMAS)
Bongkar Muat, Tenaga Bongkar Muat, Pemanfaatan
Gudang, Lapangan Penumpukan, Dermaga, PMK
• Terminal Petikemas (Stevedoring, Cargodoring,
Receiving/Delivery)
• Terminal Konvensional (Stevedoring, Cargodoring,
Receiving/Delivery)
• Paket (FCL/LCL, Penumpukan, Gudang CFS)
Embarkasi dan Debarkasi Penumpang,
Restribusi dan Pas Pelabuhan, Terminal
Penumpang
Gantry Crane, Luffing Crane, Transtainer,
Mobil Crane, ReeachStacker, Top Loader,
Forklift, Chassis, Head Truck, Side Loader,
Tronton
JASA PELAYANAN ALAT
Kerjasama Usaha, Kerjasama Operasi,
Persewaan Gedung, Tanah, Listrik,
Bungker BBM dan Lain-lain
2
TOL LAUT
Adalah konektivitas laut yang
efektif berupa adanya kapal
yang melayari secara rutin dan
terjadwal dari barat sampai ke
timur Indonesia
TOL LAUT ADALAH
ELEMEN TOL LAUT
TOL LAUT
PETIKEMAS
KECUKUPAN MUATANBARAT – TIMURTIMUR – BARAT
PELAYARAN RUTIN DAN BERJADWALINLAND AKSES
YANG EFEKTIF
PELABUHAN YANG HANDAL
CHALLENGE OPPORTUNITYAND
IMBALANCE CARGO
SMALL SHIPS
HIGH COST INVESTMENT
SLOW YIELDING
HIGH TURN ROUND TIME
CONNECTIVITY NOT
EFFECTIVE & EFFICIENT
MP3EI
HIGH ECONOMIC
GROWTH
NATURAL RESOURCES
SUPPORT NATIONAL
BUDGET
CONVERTION FROM
CONVENTIONAL CARGO
TO CONTAINER
CHALLENGE AND OPPORTUNITY
3
RUTETOL LAUT
KONDISI SAAT INI
PELAYARAN PETIKEMAS
KECUKUPAN MUATAN DARI TIMUR
PERTUMBUHAN INDUSTRI INDONESIA
TANTANGAN INDUSTRIALISASI
: Pelabuhan PT Pelindo IV (Persero) : Pelabuhan Lainnya
1
TOL LAUT TEMPURAN MAS
4
: Pelabuhan PT Pelindo IV (Persero) : Pelabuhan Lainnya
1
TOL LAUT MERATUS
: Pelabuhan PT Pelindo IV (Persero) : Pelabuhan Lainnya
1
Beroperasi tmt. Tahun 2014
Weekly : 34Kapal
� CTP Honour
� CTP Innovation
� CTP Java
� CTP Delta
TOL LAUT CARAKA TIRTA PERKASA
: Pelabuhan PT Pelindo IV (Persero) : Pelabuhan Lainnya
1
Beroperasi tmt. 15 September 2014
Weekly : 3 Kapal
DIRECT CALL MAERKS LINEPERCEPATAN PENYEBARAN INDUSTRI
IDENTIFIKASI KOMODITI ANDALAN
CLUSTERING INDUSTRI
INCENTIVE
(KECUKUPAN MUATAN)
5
“Pusat Produksi dan
Pengolahan Hasil
Pertanian,
Perkebunan,
Perikanan, Migas dan
Pertambangan
Nasional”
“Pengembangan
Energi, Pangan,
Perikanan dan
Tambang Nasional”
“Pintu Gerbang
Pariwisata Nasional
dan Pendukung
Pangan Nasional”
“Pusat Produksi dan
Pengolahan Hasil
Tambang & Lumbung
Energi Nasional”
“Pendorong Industri
dan Jasa Nasional”
“Sentra Produksi dan
Pengolahan Hasil
Bumi dan Lumbung
Energi Nasional”
PELABUHAN YANG HANDAL
1. KAPASITAS TERPASANG
2. PRODUKTIVITAS
3. EFEKTIF DOKUMENTASI
4. WATER ENTRANCE – INLAND
TRANSPORT
5. INSTITUSI PENDUKUNG
KAPASITAS TERPASANG
LAHAN
PERIJINAN DAN KONSESI
PENDANAAN
DWELLING TIME
PRODUKTIVITAS
MODERNISASI ALAT
SISTEM DAN PROCESS
EFECTIVE TIME
PBM
TKBM
6
EFEKTIF DOKUMENTASI
ICT (INAPORTNET)
CUSTOM – IMMIGRATION - QUARANTINE
DARAT
SUNGAIPESISIR
PIPA KERETA API
WATER ENTRANCE – INLAND TRANSPORT
EFECTIVE INLAND TRANSPORT
SUNGAI
ALUR LAUT
TRUCKING
KERETA API
BARGE
INSTITUSI PENDUKUNG
PERBANKAN
KEAMANAN
INSURANCE
PELAYARAN RUTIN DAN BERJADWAL
RUTE :
SIZE
( 2015-2017 = 2.000 TEUS,
BERIKUTNYA > 3.000 TEUS)
WINDOW SYSTEM
INAPORT NET
Medan – Jakarta –Surabaya –Makassar
– Bitung dan Sorong
7
SESUDAH
SEBELUM
EKSEKUSI TOL LAUT
- PEMERINTAH
- BUMN
- PRIVATE DAN KOPERASI
TIGA TANGAN BESAR
POSITIONING HUB & FEEDER PORT
PROGRAM AKSI TOL LAUT DI
LINGKUNGAN PELINDO IV
HUB FEEDER
� MAKASSAR � KENDARI
� PANTOLOAN
� BALIKPAPAN
� SAMARINDA
� TARAKAN
� BITUNG � AMBON
� TERNATE
� GORONTALO
� SORONG � JAYAPURA
� MERAUKE
� MANOKWARI
� BIAK
� FAK-FAK
9 PELABUHAN PMN
KENDARI
BITUNGSORONG
TARAKAN
TERNATE
AMBON
JAYAPURAMANOKWARI
MERAUKE
SORONG (PENGEMBANGAN EKSISTING DAN
ARAR)
1
KENDARI NEW PORT
PENGEMBANGAN PELABUHAN TARAKAN
3
4
PENGEMBANGAN PELABUHAN AMBON
6PENGEMBANGAN PELABUHAN BITUNG
2
5
PENGEMBANGAN PELABUHAN TERNATE
7 PENGEMBANGAN PELABUHAN JAYAPURA
8 PENGEMBANGAN PELABUHAN MANOKWARI
PENGEMBANGAN PELABUHAN MERAUKE9
8
MANFAAT PROGRAM TOL LAUT
IMPACT PENAMBAHAN PMN KEPADA
PT. PELINDO IV
1. PERCEPATAN PENINGKATAN KAPASITAS TERPASANG PELABUHANa. PENINGKATAN LUAS DAN DAYA
TAMPUNGb. DAPAT MENGAKOMODASI KAPAL
LEBIH BESAR DRAFT -12 mLWS(3.000 TEUS) � -14,0 mLWS (5.000TEUS)
2. PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PELAYANANa. B/S/H (BOX SHIP HOUR) = 25
BOXES � 50 BOXESb. WAKTU SANDAR LEBIH CEPAT
MENJADI 50%
3. LEVERAGE PERUSAHAANa. PENINGKATAN PENDAPATAN DAN
LABA PERUSAHAANb. MAMPU MENGGENERATE
HUTANG LEBIH BESARc. KAPASITAS INVESTASI LEBIH
BESAR
IMPACT KEPADA STAKEHOLDER
1. MENINGKATKAN KECEPATAN PELAYANAN KEPADA PERUSAHAAN PELAYARAN DAN PEMILIK BARANG
2. PELAYANAN LEBIH LANCAR DAN CEPAT SERTA BISA MENAMPUNG TRAFFIC LEBIH BESAR
3. BISA MENDATANGKAN KAPAL LEBIH BESAR SEHINGGA FREIGHT (ONGKOS ANGKUT)LEBIH MURAH
4. BIAYA OPERASIONAL KAPAL DI PELABUHAN MENURUN
IMPACT KEPADA NEGARA
1. PENINGKATAN PENYEBARAN INDUSTRIDAN PERDAGANGAN DI INDONESIATIMUR
2. MEMBUKA PELUANG PELABUHAN-PELABUHAN DI TIMUR (BITUNG,MAKASSAR DAN SORONG) MENJADI HUB-PORT
3. MENGURANGI KEPADATAN TANJUNGPRIOK DAN TANJUNG PERAK
4. MENUNJANG PROGRAM KONEKTIVITASLAUT NASIONAL (TOL LAUT)
5. MENGURANGI LOGISTIC COST NATIONAL
6. MEMBUKA PELUANG LAPANGAN KERJA DIINDONESIA TIMUR (MENURUNKANKEMISKINAN)
7. MENINGKATKAN KESEJAHTERAANMASYARAKAT
8. MENINGKATKAN PEMASUKAN PAJAKNEGARA
9. MENJAGA DISPARITAS HARGA TIDAKTERLALU TINGGI ANTARA KAWASANTIMUR DAN BARAT (MENJAGA INFLASI)
10. MENJAGA KESATUAN NEGARA REPUBLIKINDONESIA
LEGACY
1. TANGIBLE
2. KINERJA 3. SDM & COMMUNITY
9
PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS
TERPASANG DAN PRODUKTIFITAS
NO URAIAN SATUAN 2015 2018 2025 2030
1 ARUS PETIKEMAS RIBU TEUS 560 800 1.500 2.500
2 KAPASITAS TERPASANG RIBU TEUS 700 1.200 2.200 4.200
3 LOKASI EKSISTING MNP MNP MNP
FASE I TAHAP I A, B,C FASE I & II
4 KEDALAMAN LWS -12 M -14 M -14 M -14 M
5 PANJANG DERMAGA M 850 1.120 1.800 2.800
6 KAPAL KAPASITAS TEUS 2.200 3.200 5.000 5.000
PELABUHAN MAKASSAR
GROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GRO
UND
SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
TAMBAHAN RENCANA AREA
INDUSTRI DAN DEPO PETIKEMAS
YANG TERKONEKSI DENGAN JALUR
KERETA API
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GRO
UND
SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)30
GROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x 32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROUN
D SLOT - 1 (6 x32 T
EU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x3 2 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GROU
ND SLOT - 1 (6x 32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GROU
ND SLOT - 1 (6x 32 TEU)
GRO
UND
SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 ( 6x32 TEU
)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x3 2 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 ( 6x32 TEU
)
GRO
UND
SLO
T - 1 ( 6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GROUN
D SLOT - 1 (6x32 T
EU)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GRO
UND
SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)
GR
OUN
D SLOT - 1 (6x32 TE
U)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT
- 1 (6x32 TEU)
GR
OUN
D SLO
T - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
GRO
UND
SLO
T - 1 (6x32 TEU)
GR
OUND
SLO
T - 1 (6x32 TEU
)GR
OUN
D S
LOT - 1 (6x32 TEU
)G
ROU
ND SLOT - 1 (6x32 TEU)
39
UTARA
270 90
180
TERMINAL PETIKEMAS
LUAS 46,00 HA
27760
30
TERMINAL PETIKEMASLUAS 100 HA
10 0
0350
3 30
320
BR
EAK
WA
TER
Gosong Panyoao
BR
EAK
WA
TER
ARAH PAREPARE
JALAN AKSES
JALAN LAYANG
IKI (Industri
Kapal Indonesia)
TERMINAL PELRA ( 11.5 HA)
DERMAGA KAPAL NEGARA
Gosong Boni
PULAU
KAYANGAN
TERMINAL CURAH CAIR ( 7.8 HA)
27500
50493
1236
NO URAIAN SATUAN 2014 2018 2025 2030
1 ARUS PETIKEMAS RIBU TEUS 75 100 160 225
2 KAPASITAS TERPASANG RIBU TEUS 100 500 500 500
3 LOKASI EKSISTING KNP KNP KNP
4 KEDALAMAN LWS -8 M -13 M -13 M -13 M
5 PANJANG DERMAGA M 270 570 570 670
6 KAPAL KAPASITAS TEUS 400 1.500 1.500 2.000
PENGEMBANGAN PELABUHAN KENDARI
INFRASTRUKTUR
1. PANJANG DERMAGA = 131,5 M
2. KEDALAMAN = -14,0 Mlws
3. TRESTEL = 74 M
4. LAPANGAN KONTAINER = 5 Ha
5. TAMBAHAN KAP. TERPASANG = 230.000 Teus
SUPRASTRUKTUR
1. CC = 1 Unit
2. RTG = 3 Unit
3. HEAD TRUCK + CHASSIS = 5 Unit
� TOTAL KAPASITAS TERPASANG SETELAH
REVITALISASI MENJADI 550.000 TEUs
� THROUGHPUT TAHUN 2014 SEBESAR
197.300 TEUs
PENGEMBANGAN PELABUHAN BITUNG
NO URAIAN SATUAN 2014 2018 2025 2030
1 ARUS PETIKEMAS RIBU TEUS 197 350 600 750
2 KAPASITAS TERPASANG RIBU TEUS 200 600 800 800
3 LOKASI EKSISTING REKLAMASI REKLAMASI REKLAMASI
4 KEDALAMAN LWS -13 M -14 M -14 M -14 M
5 PANJANG DERMAGA M 591 786 850 850
6 KAPAL KAPASITAS TEUS 750 1.000 1.200 2.000
INFRASTRUKTUR :
1. PANJANG DERMAGA = 250 M
2. KEDALAMAN = -15,0 mLWS
3. LAPANGAN KONTAINER = 2,1 Ha
4. TAMBAHAN KAPASITAS
TERPASANG = 80.000 Teus
SUPRASTRUKTUR :
1. CC = 1 Unit
2. RTG = 3 Unit
3. HEAD TRUCK + CHASSIS = 5 Unit
� TOTAL KAPASITAS TERPASANG SETELAH
REVITALISASI MENJADI 300.000 TEUs
� THROUGHPUT TAHUN 2014 SEBESAR
38.000 TEUs
PENGEMBANGAN PELABUHAN SORONG
NO URAIAN SATUAN 2014 2018 2025 2030
1 ARUS PETIKEMAS RIBU TEUS 38 125 250 400
2 KAPASITAS TERPASANG RIBU TEUS 65 300 500 600
3 LOKASI EKSISTING ARAR ARAR ARAR
4 KEDALAMAN LWS -10 M -15 M -15 M -15 M
5 PANJANG DERMAGA M 174 275 425 450
6 KAPAL KAPASITAS TEUS 400 700 1.200 2.000
10
PENGEMBANGAN PELABUHAN SORONG DI LOKASI ARAR
1. PENGOPERASIAN PELABUHAN ARAR OLEH PT PELINDO IV (PERSERO)
2. PERUNTUKAN PELABUHAN ARAR :
a. PELAYANAN TERMINAL CURAH KERING
b. PELAYANAN TERMINAL PETIKEMAS :
• MELAYANI KAPAL PETIKEMAS S.D. 3.200 TEUs (Draft -14 mLWS)
• CY KAPASITAS 500.000 TEUs PER TAHUN
• KEBUTUHAN LAHAN PENGEMBANGAN UNTUK OPERASIONAL PELABUHAN
50 HA
3. PENYIAPAN FASILITAS OLEH PT PELINDO IV (PERSERO) BERUPA DERMAGA MELALUI
KERJASAMA JANGKA PANGJANG DENGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
4. KEBUTUHAN LAHAN DARAT UNTUK FASILITAS LAPANGAN PENUMPUKAN PETIKEMAS
DAN LAIN-LAIN MELAUI KERJASAMA JANGKA PANJANG DENGAN PEMKAB SORONG
Sorong Eksisting
Sorong Arar
Lay Out Eksisting Rencana Pengembangan
RENCANA PELABUHAN JAYAPURA
INFRASTRUKTUR :
1. DERMAGA PENUMPANG = 100 M’
2. DERMAGA PETIKEMAS = 180 M’
3. KEDALAMAN = -15,0 mLWS
4. LAPANGAN KONTAINER = 2 HA
5. TAMBAHAN KAP. TERPASANG = 90.000 TEUs
SUPRASTRUKTUR :
1. KAPAL PANDU = 2 Unit
2. KAPAL TUNDA = 2 Unit
3. RTG = 3 Unit
� TOTAL KAPASITAS TERPASANG SETELAH
REVITALISASI MENJADI 200.000 TEUs
� THROUGHPUT TAHUN 2014 SEBESAR 81.000 TEUs
NO URAIAN SATUAN 2014 2018 2025 2030
1 ARUS PETIKEMAS RIBU TEUS 82 200 400 600
2 KAPASITAS TERPASANG RIBU TEUS 110 400 650 700
3 LOKASI EKSISTING REKLAMASI NEW TERMINALNEW
TERMINAL
4 KEDALAMAN LWS -13 M -13 M -13 M -13 M
5 PANJANG DERMAGA M 314 414 515 515
6 KAPAL KAPASITAS TEUS 400 1.000 1.500 1.500
PENGEMBANGAN PELABUHAN AMBON
INFRASTRUKTUR :1. RESTRENGHTENING DERMAGA = 200 M’
2. KEDALAMAN = -14,0 mLWS
3. LAPANGAN KONTAINER = 2,6 Ha
4. TAMBAHAN KAPASITAS TERPASANG = 110.000 TEUs
SUPRASTRUKTUR :
1. CC = 1 Unit
2. RTG = 2 Unit
3. HEAD TRUCK = 2 Unit
4. CHASSIS = 5 Unit
� TOTAL KAPASITAS TERPASANG SETELAH
REVITALISASI MENJADI 200.000 TEUs
� THROUGHPUT TAHUN 2014 SEBESAR 76.000
TEUs
NO URAIAN SATUAN 2014 2018 2025 2030
1 ARUS PETIKEMAS RIBU TEUS 88 150 250 400
2 KAPASITAS TERPASANG RIBU TEUS 100 250 500 550
3 LOKASI EKSISTING REKLAMASI REKLAMASI REKLAMASI
4 KEDALAMAN LWS -12 M -13 M -13 M -13 M
5 PANJANG DERMAGA M 633 690 750 750
6 KAPAL KAPASITAS TEUS 500 700 1.000 1.000
Terima Kasih
PROGRAM EKSEKUSI TOL LAUT
1
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)Dipresentasikan pada 30 Juni 2015
Wilayah Kerja Eksisting
EX. CV. Dwikarya
Sejahtera
L : 4.000 m2
PT. Cahaya
Ratu Berlian
L : 5.500 m2PT. Laut
Berkatindo
L : 4.731,96 m2
PT. Dok Kodja
Bahari
L : 6.462,5 m2
PT. Dok Kodja
Bahari
L : 52.164 m2
PT. Sawit Tunggal
Arta Raya
L : 5.775 m2
RUMAH SAKIT
PELABUHAN
PT. GARAM
PT. Yala Gita
Tama (YGT )
LANAL CIREBON
PT. VTP
PT. Temas
Utama Verm
PT. PELNI
Bank
Mandiri
BM
Bank
Mandiri
Klenteng
PT YGT
PT YGT
PT YGT
PT YGT
PT YGT
PT YGT
PT. Grage Marine
PT. Dok Bahari
Nusantara
L : 7.460 m2
RUMAH SAKIT PELABUHAN SELUAS ± 1,68 Ha
KANTOR DAN RUKOSELUAS ± 1,03 Ha
LAPAS CIREBONSELUAS ± 0,6 Ha
PERGUDANGAN DAN KANTORSELUAS ± 3,56 Ha
WILAYAH KERJA PELABUHAN SELUAS ± 47,5 Ha
Kedalaman Alur dan Kolam Trafik Kapal (UNIT & GT)
-
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
14.000.000
16.000.000
20102011
20122013
2014
2010 2011 2012 2013 2014
UNIT 2.143 2.225 2.189 2.096 2.156
GT 12.281.403 15.168.964 13.386.942 12.393.550 11.839.740
2
Arus Barang
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
4.000.000
4.500.000
5.000.000
2010 2011 2012 2013 2014
GEN CAR 41.159 55.708 25.141 9.299 34.387
BAG CARGO 215.772 264.029 144.709 120.829 136.877
CURAH CAIR 355.540 406.735 367.755 346.328 336.658
CURAH KERING 3.085.785 3.357.648 3.639.567 3.569.717 4.136.610
JUMLAH 3.698.256 4.084.120 4.177.172 4.046.173 4.644.532
TREND (%) 8,69 10,43 2,28 3,14 14,79
Proyeksi Arus Barang s/d 2017
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
2013 2014 2015 2016 2017
MULTIPURPOSE 186.000 170.000 155.000 142.000 130.000
CURAH CAIR 371.000 393.000 417.000 443.000 470.000
CURAH KERING 4.082.000 5.062.000 5.315.000 5.581.000 5.360.000
JUMLAH 4.639.000 5.625.000 5.887.000 6.166.000 6.460.000
TREND (%) 21,25 4,66 4,74 4,77
PROYEKSI FASILITAS DAN PERALATAN HINGGA TAHUN 2017
Fasilitas
Peralatan
MuatanDry Bulk Cargo
Liquid Cargo
General Cargo
� Perkuatan Dermaga� Perbaikan Appron� Perbaikan stockpile
Menyiapkan jalur pipa baru
� Perkuatan Dermaga� Perbaikan Appron� Perbaikan stockpile
� Penambahan dump truck
� Jib Crane/Luffing crane� Hopper� Conveyor
� Penambahan peralatan safety
� Penambahan pompa dan Heater
� Penambahan Forklift� Reach stacker� Head truck dan Chasis
Peluang Strategis – Strategic Location
Meningkatnya Kebutuhan batubara domestik dari 55 Ju ta menjadi 82 juta Ton di Tahun 20121
Meningkatnya Kebutuhan batubara di Jawa Barat dari 7.000 ton per hari menjadi 12.000 Ton per hari atau setara dengan 5.38 juta ton per tahun2
Penandatanganan Perjanjian Kerjasama ekspor tekstil antara industri di Jawa Barat dengan Negara Brasil yang mencapai US$150 JUTA/Bulan3
Peningkatan kapasitas produksi PT Indocement dari 1 5.65 juta ton per tahun menjadi 18 Juta ton per tahun4
Peningkatan ekspor meubel rotan di tahun 2012 dari US$200 juta per bulan menjadi US$220 juta per bulan 5
Rencana kerjasama investor Iran untuk kegiatan impo rt aspal cair sebesar 1 juta ton per tahun dalam kemasan jumbo bag6
ROB di Pelabuhan Semarang dan pengalihan muatan yan g di estimasi berjumlah 800 ribu ton yang meliputi gas, tepung dan pupuk7
Peningkatan produksi industri mebel rotan di Kabupa ten Cirebon per bulan dari 1.000 box per bulan menjadi 1.5008
Pengalihan MODA TRANSPORTASI ANGKUTAN DARAT KE ANGK UTAN LAUT untuk distribusi barang dari Jawa tengah, Jawa Barat, Jaw a Timur ke Banten dan Sumatera9
Sebagai FEEDER PORT dan tempat B/M Bahan Baku Indus tri, Muatan uncontainerized dan curah yang saat ini ditangani oleh Pelabuhan Tanjun g Priok dan Banten10
3
Peluang Strategis – Strategic Location
3 (Tiga) perusahaan pakan ternak dengan kapasitas p er perusahaan hingga 100.000 ton per bulan11
Pupuk Indonesia yang mempunyai kapasitas mencapai 5 0.000 ton per bulan12
Rencana Pembangunan PLTU di Kanci13
Lebih dari 20 perusahaan tekstil yang sebagian besa r hijrah dari Bandung ke Majalengka14
Import Garam dan pakan ternak yang saat ini melalui Ciwandan/Cigading dan Tanjung Priok15
Pembangunan industri baja dan kendaraan hybrid16
Import Ternak dari Australia serta pembangunan pete rnakan di wilayah Majalengka17
Industri pengepakan udang dan pengolahan hasil laut yang berskala besar18
Zoning Industri oleh pemkab Cirebon ke arah Cirebon -Tegal19
Peluang pasar dari pengalihan muatan dari Pelabuhan Cilacap, Pelabuhan Tanjung Emas ke Pelabuhan Cirebon20
Upah buruh yang murah dan kondisi yang stabil jika di banding Semarang, Bandung dan DKI Jakarta 21
Asumsi Pendapatan Terminal Baru
Asumsi Pendapatan Terminal Baru Dari Kegiatan Pakan Ternak
No Uraian Kapasitas Pabrik Volume Produksi Pertahun
1 PT. Charoen Pokphand 100.000 40% 480.000
2 PT. Japfa Comfeed 100.000 40% 480.000
3 PT. Patriot 60.000 40% 288.000
Asumsi Pendapatan Terminal Baru Dari Kegiatan Pupuk
No Uraian Kapasitas Pabrik Volume Produksi Pertahun
1 PT. Pupuk Indonesia 50.000 100% 600.000
Asumsi Pendapatan Terminal Baru Dari Kegiatan Bongkar Garam
No Uraian Kapasitas Pabrik Volume Produksi Pertahun
1 PT. Indofood (Garam) 30.000 100% 180.000
Rencana Pembuatan Alur semula -5.5mlws MENJADI -12mlws
CIREBON
BREBES
Gugusan
karang
Palung
Arah Arus Laut
Alur Eksisting
Alur Rencana – 12 MLws , jarak ±
36 KM / 18 Mil
DATA SURVEI ARUS DAN
GELOMBANG
Pelabuhan
Cirebon
Rencana Pengembangan Pelabuhan CirebonTAHAP I A
4
Rencana Pengembangan Pelabuhan CirebonTAHAP I & II
Rencana Pengembangan Pelabuhan Cirebon Tahap I A
Rencana Pengembangan Pelabuhan CirebonTAHAP I & II
Rencana Pengembangan Pelabuhan CirebonTAHAP I & II
5
Rencana Jalan Akses Usulan Jalan Akses Pelabuhan Cirebon
Rencana Pengembangan Pelabuhan CirebonTAHAP FINAL
Rencana Pengembangan Pelabuhan CirebonTAHAP FINAL
6
Trafik KapalWAJAH EKSISTING OLD CIREBON
TERIMA KASIH
BERSAMAKITA BISA
Spesifikasi KapalCONTAINER SHIP
7
Spesifikasi KapalDRY BULK SHIP
TYPE OF SHIP DWT (TON) BREADTH (M) LENGTH OVER ALL (LOA) (M)
DRAFT (M)
HANDY SIZE <40.000 25 169 9
HANDYMAX 40.000-60.000 31 190 11
PANAMAX 60.000-100.000 32.2 225 13
CAPESIZE >100.000 46 291 17
Stage of ship development
Stage of port development
INTRODUCTION
Container Ship Evolution
MV. Maersk DiademaCapacity 5000 TEUs
Maximum Ship
Capacity in
Tanjung Priok
NOW!
ECONOMICS OF OPERATIONS
IT’S ALL ABOUT EFFICIENCY
8
Energy efficiency = Cost reduction
2.0
0,18
0,067
0,026
Air (Large Cargo)
Road (Container)
Rail (Diesel)
Container Ship (3,500 TEU)
Energy used (kilowatts) to carry 1 ton of cargo 1km
Source: The Network for Transport & The Environment
Keterangan:
Fungsi biaya Angkutan
C1 = Jalan,
C2 = Kereta Api
C3 = Angkutan Laut
Sumber: THE GEOGRAPHY OF TRANSPORT
SYSTEMS
500 km 1.500 km
Perbandingan Antar Moda Transportasi
29 | ENERGIZINGTRADE ENERGIZINGINDONESIA