KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... ·...

37
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. Skripsi tentang Efektivitas Program Pemberdayaan KAT Penelitian Wildha Wardhani yang berjudul “ Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Bulungan ” tahun 2006, dilakukan dengan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan meneliti sejauhmana efektivitas dampak dari pelaksanaan program pemberdayaan KAT. Populasinya adalah seluruh pegawai Dinas Sosial Kabupaten Bulungan, dan sampelnya adalah Kepala Dinas Sosial, Kepala Bidang Tata Usaha, Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial, Kepala bidang Kesejahteraan Sosial dan Kepala Rehabilitasi Sosial. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa efektivitas dampak dari program pemberdayaan komunitas adat terpencil di Kabupaten Bulungan ini baik namun belum maksimal karena terbatasnya tenaga petugas. Hal ini sangat menggangu dalam proses berjalannya sebuah program. Dalam penelitiannya, Wildha memberikan saran kepada Dinas Sosial Kabupaten Bulungan untuk menambah jumlah tenaga kerja dalam bidang pemberdayaan masyarakat agar tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan tugas. Persamaan dan Perbedaan : Penelitian di atas dengan penelitian yang peneliti lakukan memiliki kesamaan yaitu tentang program KAT. Perbedaannya terletak pada fokus yang diambil dan lokasi penelitian, peneliti di atas mengambil fokus pada program

Transcript of KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... ·...

Page 1: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

1. Skripsi tentang Efektivitas Program Pemberdayaan KAT

Penelitian Wildha Wardhani yang berjudul “ Program Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Bulungan ” tahun 2006, dilakukan

dengan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan meneliti sejauhmana

efektivitas dampak dari pelaksanaan program pemberdayaan KAT. Populasinya

adalah seluruh pegawai Dinas Sosial Kabupaten Bulungan, dan sampelnya adalah

Kepala Dinas Sosial, Kepala Bidang Tata Usaha, Kepala Bidang Pemberdayaan

Sosial, Kepala bidang Kesejahteraan Sosial dan Kepala Rehabilitasi Sosial.

Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa efektivitas dampak dari program

pemberdayaan komunitas adat terpencil di Kabupaten Bulungan ini baik namun

belum maksimal karena terbatasnya tenaga petugas. Hal ini sangat menggangu

dalam proses berjalannya sebuah program.

Dalam penelitiannya, Wildha memberikan saran kepada Dinas Sosial

Kabupaten Bulungan untuk menambah jumlah tenaga kerja dalam bidang

pemberdayaan masyarakat agar tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan

tugas.

Persamaan dan Perbedaan :

Penelitian di atas dengan penelitian yang peneliti lakukan memiliki

kesamaan yaitu tentang program KAT. Perbedaannya terletak pada fokus yang

diambil dan lokasi penelitian, peneliti di atas mengambil fokus pada program

Page 2: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

10

pemberdayaan KAT dengan sumber data pihak Dinas Sosial Kabupaten Bulungan

sedangkan peneliti megambil fokus tentang pelaksanaan program KAT dan

respon sosial masyarakat terhadap pemberian paket rumah tinggal bagi KAT.

Namun, penelitian Wildha memberikan gambaran yang hampir sama dengan tema

penelitian yang peneliti lakukan, sehingga dapat menjadi referensi tentang

program KAT.

2. Skripsi tentang Pelaksanaan Usaha Ekonomi Produktif bagi KAT

Penelitian Rakhmani yang berjudul “ Penguatan Ekonomi Komunitas Adat

Terpencil (KAT) ” tahun 2009, dilakukan dengan metode penelitian kualitatif

dengan meneliti pelaksanaan usaha ekonomi produktif tiga kelompok usaha

bersama bagi KAT, faktor-faktor pendukung dan penghambat serta dampak

pelaksanaan program tersebut. Adapun informan untuk penelitian tersebut adalah

pejabat Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten

Hulu Sungai Selatan, Kepala Bidang Pembinaan dan Pemberdayaan Sosial Dinas

Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kepala

Desa Hamak Utara, para pendamping, Kelompok Pelaksana Usaha Bersama

(pelopor dan ketua), Kepala Kecamatan Telaga Langsat. Teknik pengumpulan

data menggunakan kajian kepustakaan dan dokumentasi, wawancara serta

observasi. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat ekonomi KAT desa Hamak

Utara sudah terkendali atau perekonomiannya produktif dengan adanya program

penguatan ekonomi tersebut. Dalam penelitian ini, Rakhmani memberikan saran

kepada para pendamping, pelopor dan ketua agar tetap mengontrol kegiatan

pelaksanaan usaha ekonomi agar tetap stabil dan tetap efektif, sehingga KAT yang

ada di desa Hamak Utara tidak akan mengalami penurunan.

Page 3: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

11

Persamaan dan Perbedaan :

Penelitian di atas dengan penelitian yang peneliti lakukan memiliki

kesamaan yaitu membahas tentang KAT. Perbedaannya terletak pada fokus

penelitian yang diambil dari masing-masing peneliti, peneliti di atas mengambil

fokus pada penguatan ekonomi KAT dengan sumber data pihak Dinas Sosial di

Kabupaten Hulu Sungai Selatan sedangkan peneliti mengambil fokus tentang

pelaksanaan program KAT dan respon sosial masyarakat terhadap pemberian

paket rumah tinggal bagi KAT. Namun, penelitian Rakhmani memberikan

gambaran yang hampir sama dengan tema penelitian yang peneliti lakukan,

sehingga dapat menjadi bahan referensi tentang program KAT.

3. Penelitian tentang Pemberdayaan Masyarakat Terpencil di Kawasan

Perbatasan Indonesia - Malaysia

Penelitian Drs. H. Bambang Ipujono Maskun, M.Si yang berjudul

“Pemberdayaan Masyarakat Terpencil di Kawasan Perbatasan Indonesia -

Malaysia (Kalimantan Timur – Sabah – Sarawak)” pada tahun 2006. Penelitian ini

fokus pada permasalahan sosial budaya dan ekonomi KAT yang tinggal di

kawasan perbatasan. Adapun permasalahan sosial budaya dan ekonomi yang ada

di kawasan perbatasan Indonesia dengan Malaysia adalah masih banyak daerah

perbatasan yang terisolasi karena kurangnya prasarana jalan yang memadai,

tingkat pendidikan masyarakat perbatasan masih sangat rendah (dominan tamat

SD) demikian pula tingkat keterlambatan masuk sekolah anak usia sekolah masih

cukup tinggi, ketergantungan pasar bagi masyarakat Kalimantan Timur terhadap

Malaysia masih sangat tinggi karena untuk memenuhi kebutuhan seperti sandang

pangan masih harus ke Malaysia, terbatasnya jenis dan lapangan pekerjaan di

Page 4: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

12

wilayah perbatasan, masih sering terjadinya pembalakan kayu secara illegal,

orientasi perkembangan masyarakat dan kebudayaan masih mengandalkan

Malaysia dan besarnya pengaruh serta intervensi Pemerintah Pusat/ Daerah

melalui kebijakan di atas meja terhadap kawasan perbatasan dalam berbagai

bidang kehidupan menyebabkan inisiatif masyarakat lokal kurang berkembang.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini Bambang memberikan rekomendasi sosial

kepada Pemerintah yang bermaksud untuk membangun kawasan perbatasan tidak

lagi sebagai halaman belakang tetapi sebagai beranda depan. Beberapa

rekomendasi yang diberikan oleh Bambang, antara lain perlu adanya penyelarasan

antara pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan, perlu dilakukan

pembangunan jaringan jalan terutama jalan antar desa dan jalan untuk menuju ke

kawasan pusat pertumbuhan atau jalan nasional trans Kalimantan, perlunya

adanya beberapa sekolah seperti SLTP dan SLTA, disamping itu Pemerintah juga

dapat membangun SD dengan sistem “tiga lokal” (kelas I, II dan III dibeberapa

dusun), pembangunan pasar tradisional sebagai sentra pemenuhan kebutuhan

masyarakat dan sentra penjualan hasil bumi pada beberapa titik di kawasan

perbatasan, untuk memperkuat nilai-nilai dan tradisi masyarakat asli (Dayak),

maka perlu dipertahankan model-model ketahan sosial dan pembangunan rumah

lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial diantara

mereka serta pembangunan institusi lokal (lembaga adat etnik Dayak atau lintas

adat). Lebih lengkap bisa dilihat pada bagan berikut:

Page 5: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

13

Bagan 2.1 Perbedaan Fokus Penelitian tentang KAT

KAT

Peneliti Bambang dalam (Program Pemberdayaa Masyarakat Terpencil di

Kawasan Perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan Timur – Sabah –

Sarawak tahun 2006) membahas tentang permasalahan sosial budaya dan

ekonomi KAT yang ada di kawasan perbatasan. Rekomendasi yang diberikan

Bambang kepada Pemerintah yaitu dengan membangun jalan, sekolah, pasar

tradisional, lembaga adat untuk menjaga ketahanan nasional adat Dayak di

Kalimantan Timur. Penelitian ini lebih pada pembangunan infrastuktur.

Penelitian ini difokuskan pada implementasi program pemberian paket

rumah tinggal dalam pemberdayaan pada KAT yang membahas tentang

respon sosial masyarakat terhadap pemberian paket rumah tinggal bagi

KAT di Dusun Sialing Kabupaten Tabalong.

Peneliti Rakhmani dalam (Penguatan Ekonomi Komunitas

Adat Terpencil (KAT) tahun 2009) membahas tentang

pelaksanaan usaha ekonomi produktif tiga kelompok usaha

bagi KAT di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Program

pemberdayaan masyarakat bagi KAT ini berbasis ekonomi

dengan usaha ekonomi produktif (UEP) yang dilaksanakan

oleh KAT. Kegiatan UEP adalah pemberian pupuk SP36

untuk pembekuan karet dan tanaman pangan dan

holtikultural.

Peneliti Wildha dalam (Program Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Kabupaten

Bulungan tahun 2006) membahas tentang efektivitas

pelaksanaan program pemberdayaan KAT. Adapun

program pemberdayaan KAT di bawah Kementerian

Sosial Republik Indonesia yang ada di Kabupaten

Bulungan, antara lain: PKH, PNPM, rumah tinggal,

usaha ekonomi produktif.

Page 6: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

14

B. Pemberdayaan Masyarakat

1. Konsep Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan (empowerment) mulai tampak ke permukaan

sekitar dekade 1970-an dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga

1990-an (akhir abad ke-20). Konsep pemberdayaan dapat dipandang sebagai

bagian atau sejiwa sedarah aliran yang muncul pada paruh abad ke-20 yang lebih

dikenal sebagai aliran post-modernisme. Menurut Mardikanto (2015: 49) secara

konspetual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat

dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan

masyarakat sebagai sebuah strategi, sekarang telah banyak diterima, bahkan telah

berkembang dalam literatur di dunia barat, dengan kata lain memberdayakan

adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Sedangkan menurut

Sumodiningrat (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk

memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka

miliki. Pemberdayaan ini masyarakat pasti memiliki perubahan-perubahan, baik

dalam sistem sosialnya, kehidupannya atau lainnya, sehingga teori yang relevan

dengan komunitas adat terpencil adalah teori tindakan sosial.

Pendapat dari beberapa sosiolog mengatakan bahwa perubahan-perubahan

sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan

keseimbangan masyarakat, seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur

geografis, biologis, ekonomis atau kebudayaan. Pemberdayaan menunjuk pada

kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga memiliki

kekuatan atau kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga

Page 7: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

15

memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat,

melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan bebas dari kesakitan;

menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat

meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang

mereka perlukan; berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-

keputusan yang mempengaruhi mereka. Pemberdayaan adalah serangkaian

kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam

masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Jika dilihat sebagai tujuan maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil

yang ingin dicapai oleh sebuah tindakan sosial, dari tindakan sosial ini ialah

masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Suharto, 2010:58-60) .

2. Prinsip – Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Mathews (dalam Mardikanto, 2015:105) menyatakan bahwa

prinsip adalah suatu pernyataan tentang kebijakan yang dijadikan pedoman dalam

pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Oleh karena

itu, prinsip akan berlaku umum, dapat diterima secara umum dan telah diyakini

kebenarannya dari berbagai pengamatan dalam kondisi yang beragam. Dengan

demikian prinsip dapat dijadikan sebagai landasan pokok yang benar bagi

pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bertolak dari pemahaman

pemberdayaan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka pemberdayaan

memiliki prinsip-prinsip, sebagai berikut:

a. Mengerjakan, artinya bahwa kegiatan pemberdayaan harus sebanyak mungkin

melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/ menerapkan sesuatu, karena

Page 8: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

16

melalui “mengerjakan” mereka akan mengalami proses belajar baik dengan

menggunakan pikiran, perasaan dan keterampilannya yang akan terus diingat

untuk jangan waktu yang lebih lama.

b. Akibat, artinya bahwa kegiatan pemberdayaan harus memberikan akibat atau

pengaruh yang baik atau bermanfaat, karena perasaan senang/ puas atau

kecewa akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar

atau pemberdayaan di masa mendatang.

c. Asosiasi, artinya kegiatan pemberdayaan harus dikaitkan dengan kegiatan

lainnya, sebab kegiatan orang cenderung untuk mengaitkan/ menghubungkan

kegiatannya dengan kegiatan atau peristiwa yang lainnya.

3. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Mengacu pada konsep-konsep di atas, maka tujuan pemberdayaan menurut

Mardikanto (2015:111) meliputi beragam upaya perbaikan, sebagai berikut :

a. Perbaikan pendidikan (better education) dalam arti bahwa pemberdayaan

harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang lebih baik. Perbaikan

pendidikan yang dilakukan melalui pemberdayaan, tidak terbatas pada

perbaikan materi, perbaikan metode, perbaikan yang menyangkut tempat dan

waktu, akan tetapi yang lebih penting adalah perbaikan pendidikan yang

mampu menumbuhkan semangat belajar seumur hidup.

b. Perbaikan aksesibilitas (better accessibility), dengan tumbuh dan

berkembangnya semangat belajar seumur hidup, diharapkan akan

memperbaiki aksesibilitasnya, utamanya tentang aksesibilitas dengan sumber

informasi/ inovasi, sumber pembiayaan, penyedia produk dan peralatan serta

lembaga pemasaran.

Page 9: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

17

c. Perbaikan tindakan (better action), dengan berbekal perbaikan pendidikan dan

perbaikan aksesibilitas dengan beragam sumberdaya yang lebih baik,

diharapkan akan terjadi tindakan-tindakan yang semakin lebih baik.

d. Perbaikan kelembagaan (better institution), diharapkan akan memperbaiki

kelembagaan, termasuk pengembangan jenjang kemintraan-usaha.

e. Perbaikan usaha (better business), mampu memperbaiki bisnis yang dilakukan

untuk mendapat keuntungan.

f. Perbaikan pendapatan (better income) dengan terjadinya perbaikan bisnis yang

dilakukan, diharapkan dapat memperbaiki pendapatan yang diperolehnya,

termasuk pendapatan keluarga dan masyarakat.

g. Perbaikan lingkungan (better environment), perbaikan pendapatan diharapkan

dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial) karena kerusakan lingkungan

seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas.

h. Perbaikan kehidupan (better living)

i. Perbaikan masyarakat (better community) keadaan kehidupan yang lebih baik

dan didukung oleh lingkungan, maka diharapkan akan terwujud kehidupan

masyarakat yang lebih baik pula.

4. Pemberdayaan sebagai Proses

Sebagai proses, pemberdayaan menurut Mardikanto (2015:61) adalah

serangkaian kegiatan untuk memperkuat dan mengoptimalkan keberdayaan

(dalam arti kemampuan dan keunggulan bersaing) kelompok lemah dalam

masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Sebagai proses, pemberdayaan merujuk pada kemampuan untuk berpartisipasi

memperoleh kesempatan dan mengakses sumberdaya dan layanan yang

Page 10: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

18

diperlukan guna memperbaiki mutu hidup baik individu, kelompok dan

masyarakat. Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat

adalah program yang disusun oleh masyarakat, menjawab kebutuhan dasar

masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin, perempuan, buta huruf dan

kelompok terabaikan lainnya, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap

nilai-nilai budaya setempat, memperhatikan dampak lingkungan, tidak

menciptakan ketergantungan berbagai pihak terkait serta berkelanjutan.

5. Perspektif Teori Tindakan Sosial

Tindakan manusia dianggap sebagai sebuah bentuk tindakan sosial

manakala tindakan itu ditujukan pada orang lain. Tindakan sosial menurut Weber

adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti

subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Ritzer, 2006).

Tindakan sosial adalah semua tindakan manusia yang berkaitan dengan

sejauhmana individu yang bertindak itu memberinya suatu makna subjektif bagi

dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Jika dari sudut waktu tindakan

sosial dapat dibedakan menjadi tindakan yang diarahkan untuk waktu sekarang,

masa lalu dan masa yang akan datang. Jika dari sudut sasaran tindakan sosial

dapat berupa seseorang individu atau sekumpulan orang. Suatu tindakan individu

yang diarahkan kepada benda mati tidak masuk dalam kategori tindakan sosial.

Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan sosial ketika tindakan tersebut

benar-benar diarahkan kepada orang lain atau individu lainnya. Kenyataan sosial

didasarkan pada definisi subjektif individu dan penilaiannya, Weber melihat

kenyataan sosial sebagai sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan

tindakan-tindakan sosial. Bagi Weber, dunia terwujud karena tindakan sosial.

Page 11: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

19

Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya

dan ditujukan untuk mencapai apa yang mereka inginkan atau kehendaki. Setelah

memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih

tindakan. Jadi, tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat

dalam pengambilan keputusan-keputusan subjektif tentang sarana dan cara untuk

mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuannya itu dibatasi

kemungkinan-kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-

norma, ide-ide dan nilai-nilai sosial (Ritzer, 2006 : 58). Adapun 5 ciri pokok

tindakan sosial menurut Max Weber, sebagai berikut:

a. Tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang

subjektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata.

b. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat

subjektif.

c. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang

sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-

diam.

d. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.

e. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang

lain itu (Ritzer, 2006:45).

Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya

mengenai tip-tipe tindakan sosial. Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara

tindakan rasional dan nonrasional. Singkatnya, tindakan rasional menurut Weber

berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu

dinyatakan. Adapun tipe-tipe tindakan sosial tersebut, sebagai berikut:

Page 12: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

20

a. Rasionalitas Instrumental (Zweck rationalitat)

Tingkat rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan dan

pilihan yang sadar, berhubungan dengan tujuan tindakan dan alat yang

dipergunakan untuk mencapainya. Individu dilihat sebagai memiliki macam-

macam tujuan yang mungkin diinginkannya dan atas-atas dasar suatu kriteria

menentukan satu pilihan di antara tujuan-tujuan yang saling bersaingan. Individu

tersebut menilai alat yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan

yang dipilih tersebut. Hal ini mencakup pengumpulan informasi, mencatat

kemungkinan-kemungkinan serta hambatan-hambatan yang terdapat dalam

lingkungan dan mencoba untuk meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang

mungkin dari beberapa alternatif tindakan itu.

b. Rasionalitas yang Berorientasi Nilai (Wert rationalitat)

Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai adalah bahwa alat-alat hanya

merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan-tujuannya

sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut

atau merupakan nilai-nilai akhir baginya. Nilai-nilai akhir bersifat nonrasional

dalam hal dimana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara objektif

mengenai tujuan-tujuan mana yang harus dipilih. Lebih lagi komitmen terhadap

nilai-nilai ini adalah sedemikian sehingga pertimbangan-pertimbangan rasional

mengenai kegunaan, efisensi dan sebagainya tidak relevan.

c. Tindakan Tradisional

Tindakan tradisional merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat

nonrasional. Jika individu tersebut memperlihatkan perilaku karena kebiasan,

tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan, perilaku seperti itu digolongkan

Page 13: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

21

sebagai tindakan tradisional. Individu itu akan membenarkan atau menjelaskan

tindakan itu, kalau diminta dengan hanya mengatakan bahwa dia selalu bertindak

dengan cara seperti itu atau perilaku seperti itu merupakan kebiasaan baginya.

Apabila kelompok-kelompok atau seluruh masyarakat didominasi oleh orientasi

ini, maka kebiasaan dan institusi mereka diabsahkan atau didukung oleh

kebiasaan atau tradisi yang sudah lama mapan sebagai kerangka acuannya, yang

diterima begitu saja tanpa persoalan.

d. Tindakan Afektif

Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa

refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Seseorang yang sedang

mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan, kekuatan atau

kegembiraan dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi,

berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Tindakan itu benar-benar tidak

rasional karena kurangnya pertimbangan logis, ideologis atau kriteria rasionalitas

lainnya (Johnson, 1986:220-221).

Weber mengakui bahwa tidak banyak tindakan, kalau ada yang seluruhnya

sesuai dengan salah satu tipe ideal ini. Misalnya, tindakan tradisional mungkin

mencerminkan suatu kepercayaan yang sadar akan nilai sakral tradisi-tradisi

dalam suatu masyarakat dan berarti bahwa tindakan itu mengandung rasionalitas

yang berorientasi pada nilai. Pola perilaku khusus yang sama mungkin bisa sesuai

dengan kategori-kategori tindakan sosial yang berbeda dengan situasi-situasi yang

berbeda, tergantung pada orientasi subjektif dari individu yang terlibat.

Page 14: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

22

C. Perumahan dan Permukiman Sosial KAT

1. Konsep Perumahan dan Permukiman Sosial

Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Kawasan

Permukiman, yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan gedung yang

berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,

cerminan harkat dan martabat penghuninya yang terkoordinasi dan terpadu.

Lingkungan serta desain tempat tinggal; dalam suatu komunitas dengan

ciri-ciri yang khas, melahirkan realitas objektif budaya (arsitektur dan masyarakat

dengan institusi, peranan dan identitasnya). Keberagaman suku dan faktor alam

yang mempengaruhi, menyebabkan Indonesia kaya akan budaya dan arsitektur

dengan bentukan karakter yang kuat, padu, fungsional serta harmoni dengan

lingkungannya. Akan tetapi adanya konsep keterkaitan antara manusia, alam dan

sang pencipta yang saling berhubungan, dari tiap-tiap suku merupakan suatu

benang merah yang menjadi dasar atau pedoman dalam pengembangan pola tata

ruang dan bangunan arsitektur suatu permukiman. Konsep-konsep pemikiran dari

beragamnya suku tentang kehidupan dan dihubungkan dengan berbagai aspek,

termasuk hubungan dengan pola tata ruang, secara garis besar dapat disimpulkan:

a. Manusia hidup di dunia tidak terlepas dari kehidupan kosmik dan manusia

harus tunduk kepada kekuatan yang mengaturnya.

b. Adanya proses timbal balik antar manusia dengan alam dan manusia

bergantung terhadap alam.

c. Adanya keselarasan, keharmonisan hubungan manusia, alam dan Tuhan yang

mengatur semua kejadian-kejadian di dunia.

Page 15: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

23

d. Penghargaan terhadap alam sebagai perwujudan pengabdian terhadap sang

pencipta.

2. Tipologi Perumahan dan Permukiman Sosial KAT

Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun

1999 Tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT)

dan keputusan Menteri Sosial RI Nomor 06/PegHUK/2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT), berdasarkan

lingkungan tempat tinggalnya, perumahan dan permukiman sosial KAT, dapat

dibagi menjadi empat kelompok, sebagai berikut:

a. Perumahan dan permukiman sosial KAT di daerah pegunungan atau dataran

tinggi. Kondisi perumahan dan permukiman sosial KAT di daerah tersebut,

dibagi menjadi tiga kategori:

1) KAT Kategori I: belum mengenal konsep rumah sehingga masih tinggal di

pohon-pohon atau gua, keberadaan tempat tinggal mereka masih sulit

dijangkau, bermukim dalam kelompok-kelompok kecil dan keberadaan

mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

2) KAT Kategori II : sudah mulai mengenal konsep rumah meskipun masih

dalam bentuk sangat sederhana (baik dalam bentuk maupun bahan yang

digunakan, misalnya dari ranting pohon, kulit kayu, rumbia atau alang-

alang), berbentuk rumah panggung atau menempel dengan tanah,

umumnya didirikan di tengah ladang atau sumber mata pencaharian

mereka dan rumah dibangun dalam kelompok kecil terpencar dan

berpindah-pindah mengikuti lahan yang subur.

Page 16: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

24

3) KAT Kategori III : sudah mengenal konsep rumah sebagai tempat tinggal

dan aktivitas sosial lainnya, berbentuk rumah panggung atau menempel

dengan tanah, bentuk dan bahan yang digunkan sudah lebih baik, rumah

dibangun dalam kelompok besar dan relatif dibangun jauh dari ladang

mereka.

b. Perumahan dan permukiman sosial KAT di daerah dataran rendah atau rawa.

Kondisi perumahan dan permukiman sosial KAT di daerah tersebut, dibagi

menjadi tiga kategori:

1) KAT Kategori I : belum mengenal konsep rumah, sehingga masih tinggal

di pohon atau di atas rawa-rawa, tempat tinggal sulit dijangkau, berbentuk

kelompok kecil dan keberadaan berpindah-pindah.

2) KAT Kategori II : sudah mulai mengenal konsep rumah meskipun masih

dalam bentuk yang sangat sederhana baik dalam bentuk maupun

bahannya, fungsi rumah hanya untuk tempat tidur atau tempat istirahat dan

berlindung dari binatang buas, umumnya berbentuk rumah panggung dan

dibangun oleh kelompok kecil, terpencar dan sulit dijangkau.

3) KAT Kategori III : sudah mengenal konsep rumah sebagai tempat tinggal

dan aktivitas keluarga, bermukim dalam kelompok yang relatif besar,

berlokasi di pinggir-pinggir rawa, berbentuk rumah panggung, jenis rumah

yang dibangun umumnya berbentuk rumah tunggal, kecuali pada KAT

suku dayak di Kalimantan berbentuk rumah panjang (rumah betang) yang

dihuni oleh beberapa kepala keluarga yang masih satu garis keturunan,

keberadaan permukiman mereka merupakan bagian dari administrasi

pemerintahan KAT.

Page 17: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

25

c. Perumahan dan permukiman sosial KAT di daerah pedalaman atau perbatasan.

Kondisi perumahan dan permukiman sosial KAT di daerah tersebut, dibagi

menjadi tiga kategori:

1) KAT Kategori I : umumnya belum mengenal konsep rumah sehingga

masih tinggal di pohon dengan ditutup ranting-ranting dalam kelompok

kecil, berlokasi di daerah pedalaman dan daerah perbatasan dengan negara

lain, seperti KAT di Papua berbatasan dengan Papua Nugini, KAT di

Kalimantan berbatasan dengan Malaysia, KAT di Riau berbatasan dengan

Singapura, sulit dijangkau dan berpindah-pindah (berkelana).

2) KAT Kategori II : pada umumnya sudah mengenal konsep rumah sebagai

tempat tinggal meskipun dalam bentuk yang masih sangat sederhana,

rumah dibangun secara tidak beraturan di kelompok kecil yang masih satu

keturunan dan dipimpin oleh satu kepala suku, model perumahan

berbentuk rumah panggung, keberadaan kelompok permukiman belum

terintegrasi ke dalam administrasi pemerintahan desa dan lembaga desa

lainnya.

3) KAT Kategori III : sudah mengenal konsep rumah sebagai tempat tinggal

dan aktivitas sosial lainnya yang sifatnya relatif menetap dengan model

rumah semi permanen dengan bahan bangunan kayu balok dan lantai

terbuat dari papan serta atap dari rumbia, bermukim dalam kelompok

relatif besar bahkan sudah ada komunitas lain yang tinggal bersama dan

permukiman yang berlokasi diperbatasan lebih banyak dipengaruhi oleh

komunitas yang berada di negara tetangga KAT bersangkutan.

Page 18: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

26

d. Perumahan dan permukiman sosial KAT di atas perahu atau pantai.

Kondisi perumahan dan permukiman sosial KAT di daerah tersebut, dibagi

menjadi tiga kategori:

1) KAT Kategori I : untuk KAT yang tinggal di atas perahu pada umumnya

memiliki kelompok-kelompok kecil dan hidup secara berpindah-pindah

disesuaikan dengan kalender musim yang berkaitan dengan sumber

kehidupan, model rumah yang dibangun di atas perahu yakni berbentuk

tenda dari bahan seadanya termasuk di dalamnya memuat binatang piaraan

dan peralatan rumah tangga.

2) KAT Kategori II : pada umunya sudah mengenal konsep rumah meskipun

sangat sederhana, berlokasi di pantai atau pulau-pulau kecil sehingga

keberadaannya sulit dijangkau, rumah berbentuk panggung yang dibangun

di atas air atau pinggir pantai yang menghadap ke laut.

3) KAT Kategori III : sudah mengenal konsep rumah sebagai tempat tinggal

dan aktivitas sosial lainnya, mereka membuat perkampungan dengan

kelompok relatif besar dan bentuk bangunan lebih permanen, model

perumahan memanjang di pinggir laut pasang surut berbentu panggung

terbuat dari kayu bulat, rumbia tetapi ada sebagian terbuat dari papan dan

seng, pembangunan rumah dilakukan secara swadaya dan sudah

terintegrasi ke dalam administrasi pemerintahan desa.

Selain berdasarkan tipologi sebagaimana disebutkan di atas, kondisi umum

perumahan dan permukiman sosial KAT dibagi pula berdasarkan orbitas dan mata

pencahariannya terdiri dari:

Page 19: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

27

a. Kelana (Ketagori I)

Kategori I memiliki ciri dengan kondisi kehidupan KAT yang masih

sederhana, belum mengenal teknologi dan penggunaan alat kerja masih sangat

sederhana yang didapat secara turun temurun, hidup terpencar dan dalam jumlah

yang sangat kecil, belum ada kontak (interaksi) dengan komunitas di luar serta

bentuk komunikasi yang hanya diketahui oleh etnis mereka sendiri.

b. Menetap Sementara (Kategori II)

Kategori II memiliki ciri kondisi kehidupan KAT yang sudah mulai

menetap dalam waktu tertentu (terbatas), sudah mengenal teknologi sederhana

yang di dapat dari luar, hidup masih terpencar dan dalam jumlah kecil serta sudah

mulai melakukan kontak dengan komunitas lainnya walaupun masih sangat

terbatas.

c. Menetap (Kategori III)

Kategori III memiliki ciri pola kehidupan KAT yang sudah menetap di

kawasan tertentu, sudah ada interaksi atau komunikasi dengan komunitas di luar

lingkungan KAT, sudah hidup berkelompok dalam jumlah yang relatif besar,

sudah mengenal teknologi yang sederhana yang berasal dari luar dan sudah

mengenal cara bercocok tanam dengan bibit yang dicari sendiri (Departemen

Sosial RI, 2004: 5-13).

D. Respon Sosial Masyarakat

Menurut paradigma definisi sosial Webber (dalam Ritzer, 2003 : 146)

tentang tindakan sosial, respon adalah tindakan yang penuh arti dari individu

sepanjang tindakan itu memiliki makna subjektif bagi dirinya dan diarahkan pada

orang lain. Tindakan sosial yang dimaksud dapat berupa tindakan yang bersifat

Page 20: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

28

membatin atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh dari

situasi atau dapat juga merupakan tindakan pengulangan dengan sengaja akibat

dari situasi serupa. Respon dibedakan menjadi opini (pendapat) dan sikap, dimana

pendapat atau opini adalah jawaban terbuka (overt) terhadap suatu persoalan

dinyatakan dengan kata-kata yang diucapkan atau ditulis. Sedangkan sikap

merupakan reaksi yang tertutup (convert) dan bersifat emosional, merupakan

tandensi untuk memberi reaksi positif atau negatif terhadap orang-orang, objek

atau situasi tertentu.

Masyarakat menurut Soemardjan (dalam Soekanto, 2006 : 22) adalah

orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka

mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap,

dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan. Jadi, kesimpulan dari respon

sosial masyarakat adalah tanggapan, atau rangsangan yang diberikan oleh

seseorang atau beberapa orang terhadap sebuah objek atau sebuah fenomena yang

terjadi.

E. Komunitas Adat Terpencil (KAT)

1. Konsep KAT

Menurut Chamber (1996 : 27), yang dimaksud komunitas adat terpencil

(KAT) adalah penanggulangan masalah kemiskinan yang merupakan bagian dari

upaya peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan keluarga miskin untuk

terciptanya kualitas mutu kesejahteraan sosialnya. Komunitas adat merupakan

komunitas-komunitas yang masih menggunakan pola-pola kehidupan tersendiri

yang didapatkan secara turun temurun dari nenek moyangnya. Komunitas adat

yang merupakan warisan nenek moyang ini menempati suatu wilayah tertentu dan

Page 21: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

29

sudah terbentuk jauh sebelumnya dari generasi ke generasi dan juga didalamnya

terdapat sistem kepemimpinan atau pimpinan tradisional.

Komunitas adat terpencil (KAT) adalah kelompok sosial budaya yang

bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan

pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik. Pada komunitas adat terpencil ini

terdapat pemberdayaan dan pengembangan masyarakat. Pemberdayaan komunitas

adat terpencil adalah proses pembelajaran sosial dengan menghargai inisiatif dan

kreativitas komunitas adat terpencil terhadap kebutuhan dan permasalahan yang

dihadapi sehingga masyarakat secara mandiri dapat mengaktualisasikan dirinya

dalam memenuhi kebutuhan dasar dan mampu memecahkan permasalahannya

(Departemen Sosial RI, 2004 : 7).

2. Sejarah Perkembangan KAT

Sebelum adanya Keputusan Presiden Nomor 111 tahun 1999 tentang

Pembinaan Komunitas Adat Terpencil (KAT), KAT semula disebut dengan istilah

Masyarakat Terasing, istilah ini oleh sebagian kalangan masyarakat dianggap

memiliki kesan kurang tepat seperti masyarakat terasing dianggap terisolasi

terkesan terbelakang, tertinggal dari kehidupan masyarakat yang sulit dijangkau

keberadaannya. Oleh karena itu, perlunya penyempurnaan meskipun sebagai

sasarannya masih tetap sama. Atas dasar tersebut istilah masyarakat terasing

dirubah menjadi komunitas adat terpencil (KAT). Berdasarkan Keputusan

Menteri Sosial Nomor 06/PEGHUK/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, pemberdayaan KAT ini bertujuan

untuk memberdayakan KAT dari segala aspek kehidupan yang pelaksanaannya

memperhatikan adat istiadat setempat (Departemen Sosial RI, 2003:1).

Page 22: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

30

3. Masyarakat Terasing dan Komunitas Adat Terpencil (KAT)

a. Masyarakat Terasing

Berdasarkan SK Menteri Sosial RI Nomor 5/1994, yang disebut

masyarakat terasing adalah kelompok-kelompok masyarakat yang bertempat

tinggal atau berkelana di tempat-tempat yang secara geografis terpencil terisolir

dan secara sosial budaya terasing atau masih terbelakang dibanding dengan

masyarakat bangsa Indonesia pada umumnya. Kondisi tersebut menyebabkan

terbatas atau tidak adanya akses pelayanan sosial yang diperoleh sehingga mereka

hidup dalam kondisi yang tertinggal. Kriteria dari masyarakat terasing, sebagai

berikut:

1) Memiliki kesamaan ciri fisik, sosial budaya dan tempat tinggal pada

daerah tertentu.

2) Bertempat tinggal pada daerah yang sulit dijangkau karena terpencil,

berpindah-pindah atau terpencar serta hidup dalam kelompok-kelompok

kecil.

3) Pada umumnya hidup sebagai peramu dan peladang, berburu, menangkap

ikan dan bercocok tanam secara tradisional dan berpindah-pindah.

4) Perilaku hidup sehat masih sangat rendah menyangkut kesehatan diri dan

kesehatan lingkungan.

5) Kondisi permukiman kurang layak huni dengan lingkungan yang tidak

teratur.

6) Sangat terikat pada sistem nilai budaya mereka sendiri sehingga bersifat

tertutup.

Page 23: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

31

7) Sistem sosial, ideologi dan teknologi yang mereka pergunakan masih

sangat sederhana dan cenderung bersifat statis tradisional.

8) Masih belum atau sangat sedikit terjangkau oleh pelayanan pembangunan.

b. Komunitas Adat Terpencil

Dalam Keputusan Presiden tersebut Komunitas Adat Terpencil (KAT)

adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau

belum terlibat dalam jaringan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik.

Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil (PKSKAT) bertujuan

untuk memberdayakan KAT dalam segala aspek kehiupan dan penghidupan agar

mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani dan sosial sehingga dapat

berperan aktif dalam pembangunan. Pelaksanaan dilakukan dengan

memperhatikan adat istiadat setempat. Dalam rangka pembinaan kesejahteraan

sosial KAT, Departemen Sosial RI, melakukan:

1) Identifikasi dan pemetaan komunitas adat terpencil (KAT)

2) Penyusunan dan penetapan rencana dan program pelaksanaan kesejahteraan

sosial KAT yang dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan

Pemerintah Daerah setempat dan instansi terkait.

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut

oleh Menteri Sosial. Pelaksanaan Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas

Adat Terpencil (PKSKAT) dilakukan dalam bidang, permukiman, administrasi

kependudukan, kehidupan beragama, pertanian, kesehatan, pendidikan.

Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud di atas dilakukan melalui kegiatan

penyuluhan, bimbingan, pelayanan dan bantuan. Agar pelaksanaan pembinaan

sesuai dengan rencana dan program PKSKAT yang ditetapkan, Menteri Sosial

Page 24: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

32

melakukan pemantauan, pengendalian umum, evaluasi dan koordinasi dengan

pemerintah daerah setempat dan instansi terkait (Departemen Sosial RI, 2003:3).

4. Kriteria Komunitas Adat Terpencil (KAT)

Adapun indikator atau kriteria komunitas adat terpencil yang ditentukan

oleh Departemen Sosial Republik Indonesia (2006: 7) sebagai berikut :

a. Berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup dan homogen.

Komunitas adat terpencil umumnya hidup dalam kelompok kecil dengan

tingkat komunikasi yang terbatas dengan pihak luar. Kelompok KAT umumnya

hidup dalam satu kesatuan yang sama dan bersifat tertutup.

b. Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan (bersifat informal dan

kental dengan norma adat).

Pranata sosial yang ada dan berkembang dalam KAT umunya bertumpu

pada hubungan kekerabatan dimana mereka sehari-hari masih didasarkan atas

hubungan ikatan tali darah dan perkawinan.

c. Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau.

Secara geografis KAT umumnya berada di daerah pedalaman, hutan,

pegunungan, perbukitan, laut, rawa, daerah pantai yang sulit dijangkau. Kesulitan

ini diperkuat oleh terbatasnya sarana dan prasarana transportasi.

d. Pada umunya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem.

Aktivitas kegiatan ekonomi warga KAT sehari-hari hanya sebatas

memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri (kebutuhan sehari-hari).

e. Peralatan dan teknologi yang sederhana.

Page 25: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

33

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam kegiatan pertanian, berburu

maupun kegiatan lainnya, KAT masih menggunakan peralatan sederhana yang

diwariskan secara turun temurun.

f. Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat

relatif tinggi.

Kehidupan KAT sangat menggantungkan pada kehidupan kesehariannya

baik fisik, mental dan spiritual pada lingkungan alam atau berorientasi dengan

kondisi alam.

g. Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik.

Akses yang sulit untuk menjangkau KAT baik dalam pelayanan sosial,

ekonomi maupun politik, hal ini disebabkan oleh geografis.

5. Kebijakan, Strategi dan Program Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil (KAT)

Kebijakan adalah ketentuan-ketentuan yang disepakati oleh pihak-pihak

terkait dan ditetapkan oleh yang berkewenangan untuk dijadikan pedoman,

pegangan atau petunjuk bagi setiap kegiatan agar tercapai kelancaran dan

keterpaduan dalam mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi. Kebijakan

teknis pemberdayaan KAT adalah pengembangan kemandirian KAT untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai aspek kehidupan dan

penghidupannya agar mampu menanggapi perubahan sosial budaya dan

lingkungan hidupnya. Arah kebijakan teknis tersebut, sebagai berikut :

a. Meningkatkan profesionalisme pelayanan sosial baik yang dilaksanakan

oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha terhadap KAT.

Page 26: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

34

b. Meningkatkan dan memeratakan pelayanan sosial yang lebih adil, dalam

arti bahwa setiap KAT berhak untuk memperoleh pelayanan sosial yang

sebaik-baiknya.

c. Memantapkan manajemen pelayanan sosial bagi KAT melalui

penyempurnaan terus menerus dalam perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta koordinaasi atau keterpaduan,

sehingga mencerminkan pengelolaan pelayanan sosial yang semakin

berkualitas dan akuntabilitas.

d. Meningkatkan dan memantapkan partisipasi sosial masyarakat dalam

pelayanan sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen

masyarakat atas dasar swadaya dan kesetiakawanan sosial sehingga

merupakan bentuk usaha-usaha kesejahteraan sosial yang melembaga dan

berkesinambungan.

Strategi permberdayaan KAT yaitu menciptakan kondisi lingkungan yang

mendukung komunitas adat terpencil untuk dapat mengembangkan keterampilan

dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sosial budaya, ekonomi

dan politik. Strategi pemberdayaan komunitas adat terpencil tersebut dilaksanakan

melalui beberapa pendekatan, sebagai berikut :

a. Pemberdayaan, yaitu untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya

serta pemberian kepercayaan dan peluang kepada masyarakat, dunia usaha

dan komunitas adat terpencil untuk mencegah dan mengatasi masalah

yang ada dilingkungannya.

b. Kemitraan, yaitu adanya kerjasama sesuai dengan program, yaitu

kepedulian, kesetaraan, kebersamaan, kolaborasi dari jaringan kerja yang

Page 27: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

35

menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak

yang bemitra dengan komunitas adat terpencil.

c. Partisipasi, yaitu adanya prakarsa dan peranan dari komunitas adat

terpencil dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan serta

melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosialnya.

d. Advokasi sosial, yaitu terhadap berbagai sumber daya yang dimiliki untuk

meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup komunitas adat

terpencil.

Dalam program pemberdayaan KAT adalah penataan perumahan,

permukiman, lingkungan, penataan administrasi kependudukan, kehidupan

beragama/ pembinaan mental spiritual, pertanian, kesehatan, pendidikan,

kesejahteraan sosial, zona kehidupan atau penyangga (Pedoman Umum

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, 2006 : 13-19) .

6. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil (KAT)

Landasan hukum pelaksanaan program pemberdayaan KAT dalam

pedoman umum pemberdayaan komunitas adat terpencil (2006 : 4) sebagai

berikut :

a. Undang- undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

b. Peraturan Pemerintah. Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Kesejahteraan Sosial

c. Peraturan Presiden RI Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan

Sosial terhadap KAT.

Page 28: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

36

d. Permensos No.09 Tahun 2012 tentang Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil.

7. Kategori KAT

Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 09 tahun

2012 tentang Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT), kategori KAT

dibagi menjadi tiga, yakni:

a. Kategori I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan

warga KAT yang pada umumnya hidup dengan cara berburu dan

meramu dari berbagai potensi sumber daya alam setempat, hidup

masih dalam kondisi yang sangat sederhana, berpencar dan berpindah

dalam jumlah tertentu, teknologi relatif masih sederhana,

menggunakan alat kerja yang terbatas, interaksi dengan dunia luar

relatif terbatas.

b. Kategori II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan

warga KAT yang pada umumnya hidup dengan cara peladang

berpindah yang menjadi wilayah orbitasinya dalam mempertahankan

hidup, teknologi yang digunakan relatif lebih bervariasi, dan sudah

mampu berinteraksi dengan dunia luar.

c. Kategori III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan

warga KAT yang pada umumnya hidup dengan cara bertani,

berkebun atau nelayan yang menetap di tempat tertentu, serta sudah

berinteraksi dengan dunia luar.

Page 29: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

37

8. Pendanaan dan Periode Waktu Pelaksanaan Pemberdayaan KAT

a. Pendanaan

Untuk program pemberdayaan KAT di Dusun Sialing, Desa Nawin,

Kecamatan Haruai, Kabupaten Tabalong ini merupakan program yang

diselenggarakan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia, sehingga anggaran

yang diperoleh untuk pemberian paket rumah tinggal berasal dari Kementerian

Sosial Republik Indonesia.

Untuk mendirikan rumah tinggal yang diberikan kepada KAT

menghabiskan dana Rp. 1.400.000.000 sampai Rp. 1.800.000.000 dari dana

APBD 2014 Kabupaten Tabalong. Sehingga untuk dana yang dihabiskan perunit

adalah Rp. 40.000.000. Pembuatan rumah tinggal bagi KAT ini akan berlangsung

sampai akhir tahun 2016 dan akan mulai ditempati oleh KAT pada awal tahun

2017.

b. Periode Waktu Pelaksanaan Pemberdayaan KAT

1) Periode waktu pelaksanaan pemberdayaan KAT, meliputi:

3 (tiga) tahun;

2 (dua) tahun; atau

1 (satu) tahun.

2) Periode waktu pelaksanaan pemberdayaan KAT 3 (tiga) tahun

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan periode waktu

pemberdayaan yang dilakukan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut pada

kategori I.

3) Periode waktu pelaksanaan pemberdayaan KAT 2 (dua) tahun

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan periode waktu

Page 30: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

38

pemberdayaan yang dilakukan selama 2 (dua) tahun berturut-turut pada

kategori II.

4) Periode waktu pelaksanaan pemberdayaan KAT 1 (satu) tahun

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan periode waktu

pemberdayaan yang dilakukan selama 1 (satu) tahun pada kategori III.

Untuk program pemberdayaan bagi KAT di Dusun Sialing ini di mulai

dari tahun 2014. Tahun 2014 merupakan tahapan perencanaan dan pelaksanaan

program pemberdayaan KAT di Dusun Sialing tersebut pada tahun 2016. Dari

tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan, warga Dusun Sialing

diberikan pemahaman dan pendampingan untuk dapat berdaya. Sehingga pada

saat rumah tinggal tersebut selesai dibangun dan telah diresmikan untuk siap di

huni oleh warga Dusun Sialing tidak merasa kerepotan dan tidak merasa bingung,

sebab telah mendapatkan pemahaman. Setelah rumah tinggal tersebut telah dihuni

oleh warga Dusun Sialing, pihak Dinas Sosial Kabupaten Tabalong yang bekerja

sama dengan pihak Kantor Desa Nawin dalam program pendampingan-

pendampingan kepada warga Dusun Sialing.

Page 31: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

39

9. Persebaran KAT di Indonesia

Data persebaran KAT di Indonesia pada tahun 2012. Untuk tahun 2012 ini

pemberdayaan KAT tersebar di 24 provinsi yang ada di Indonesia. Untuk lebih

lengkapnya, adapun data persebaran KAT sebagai berikut:

Tabel 2.1 Persebaran KAT pada tahun 2012 di Indonesia

NO PROVINSI LOKASI JUMLAH (KK)

1. Nangroe Aceh Darussalam

Ds. Lubok Pusaka, Kec. Langkahan, Kab. Aceh Utara 36 Ds. Buket Makmur, Kec. Julok, Kab. Aceh Timur 25 Ds. Aulie Bilie, Kec. Woyla Timur, Kab. Aceh Barat 15 Ds. Batee Meutodong, Kec. Panga, Kab. Aceh Jaya 15

2. Sumatera Utara Ds. Tuhawaebu, Kec. Idanagawo, Kab. Nias 2 35 Huta Partukkoan, Ds. Salaondolok, Kec. Ronggor Ni Huta, Kab. Samosir

60

Dusun III, Ds. Sihapas, Kec. Suka Bangun, Kab. Tapanuli Tengah

50

Ds. Tuhawaebu, Kec. Idanagawo, Kab. Nias 30 Ds. Pamongan, Kec. Pakkat, Kab. Humbang Hasundutan 50 Ds. Sionom Hudon Selatan, Kec. Parlilitan, Kab. Humbang Hasundutan

50

3. Sumatera Barat Dsn Buttuy, Ds. Madobag, Kec. Siberut Selatan, Kab. Kep. Mentawai

35

Dsn Ugay, Ds. Madobag, Kec. Siberut Selatan, Kab. Kep. Mentawai

15

Dsn. Boboakenen, Kec. Siberut Daya, Kab. Mentawai 77 Dsn. Bolotok, Kec. Siberut Daya , Kab. Mentawai 50

4. Sumatera Selatan Bukit Endap, Ds, Tanah Pilih, Kec. Sungai Are, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan

102

Karang Ali, Ds. Swarna Dwipa, Kec. Semendo Darat Tengah, Kab. Muara Enim

40

Muara Tiku, Kec. Karang Jaya, Kab. Musi Rawas 50 5. Riau Terusan Puyu-puyu, Ds. Kasang Padang, Kec. Bonai

Darussalam, Kab. Rokan Hulu 55

Kasang Salak, Ds. Bonai, Kec. Bonai, Kab. Rokan Hulu 55 6. Kepulauan Riau Pulau Senang, Pulau Gagah, Ds. Tamiang, Kec.

Senayang, Kab. Lingga 62

P. Kongki, Ds. Senayang, Kec Senayang, Kab. Lingga 12 P. Akad, Ds. Senayang, Kec Senayang, Kab. Lingga 23 P. Pongok, Ds. Senayang, Kec Senayang, Kab. Lingga 30

7. Jambi Sungai Putih, Ds. Mudo, Kec. Bangko, Kab. Merangin 34 Sungai Geger, Ds. Padang Kelapo, Kec Maro Sebo Ulu, Kab. Batanghari

55

Page 32: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

40

Sungai Sei Mensio, Ds. Lubuk Beodoro, Kec. Limun, Kab. Sarolangun

16

Sekamis, Ds. Kampung Tujuh, Kec. Cermin Nan Gadang Kab. Sarolangun

16

8. Banten Dsn. Cipinang, Cijaha, Namprak, Ds. Citeluk, Kec. Cibitung, Kab. Pandeglang

75

Dsn. Rancecet, Cegog, Madur, Ds. Rancapinang, Kec. Cimanggu, Kab. Pandeglang

50

9. Kalimantan Barat Dsn. Sekasih, Ds. Sekasih, Kec. Ketunggau Hulu, Kab. Sintang

39

Dsn.Senggoang, Ds.Tahu, Kec.Meranti Kab.Landak 81 Ds. Muhi Bersatu, Kec. Suti Semarang, Kab. Bengkayang 100 Ds. Sei Seria, Kec. Ketungau Hulu, Kab, Sintang 140

10. Kalimantan Tengah Teronoi, Ds. Tumbang Jojang, Kec. Seribu Riam, Kab. Murung Raya

55

Ds. Tb. Apat, Kec. Sungai Babuat, Kab. Murung Raya 68 Tumbang Saluang, Ds. Tumbang Salung, Kec. Bukit Santui , KTW Timur

50

11. Kalimantan Timur Ds.Pulau Keras, Kec.Sembakung Kab.Nunukan 77 Ds Tetaban & Bebanas, Kec. Sebuku, Kab. Nunukan 60 Ds. Merang & Mung, Kec. Nyuatan, Kab. Kutai Barat 60

12. Kalimantan Selatan Ds. Datar Ajab, Kec. Hantakan, Kab. Hulu Sungai Tengah 42 Ds. Binuang Santang, Kec. Halong, Kab. Balanga 35 Dsn. Wanan, Ds. Dambung Raya, Kec. Bintang Ara, Kab. Tabalong

72

Ds. Bumi Makmur, Kec. Bintong, Kab. Tabalong 42 Ds. Binuang Santang, Kec. Halong. Kab. Balangan 42

13. Sulawesi Selatan Ds. Lilikira Ao'gading, Kec. Balusu, Kab. Toraja Utara 47 Ds. Kayuadi, Kec. Takabonerate, Kab. Kep. Selayar 48 Ds. Kayuadi, Kec. Takabonerate, Kab. Selayar 55 Ds. Lilikira Ao'gading, Kec. Balusu, Kab. Toraja Utara 55 Ds. Mattiro Kaji, Kec. Liukang Tupa'biring, Kab. Pangkep

65

14. Sulawesi Utara Ds. Lahu, Kec. Gemeh, Kab. Kep. Talaud 62 Ds.Kahuku, Kec.Likupang, Kab.Minahasa Utara 84 Ds. Toppe, Kec Biaro, Kab. Kep. Sitaro 56

Ds. Kakorotan, Kec. Nanusa, Kab. Kepl. Talaud 40 Ds. Ganalo, Kec. Tampan Amma, Kab. Kepl. Talaud 65

15. Sulawesi Tengah Kampung Sea-sea, Ds. Osan, Kec. Bulagi, Kab. Banggai Kepulauan

65

Dusun III (Pompa), Ds.Ongulara, Kec.Banawa Selatan, Kab.Donggala

75

Dsn. Lado-lado, Ds. Ogoalas, Kec. Tinombo, Kab. Parigi Moutong

35

Ds. Bonemarawa, Kec. Rio Pakava, Kab. Donggala 90 Ds. Maleo Jaya, Kec. Batui Sleatan, Kab. Banggai 35 Dsn Simoi'e, Ds. Ogoalos, Kec. Tinombo, Kab. Parigi 65

Page 33: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

41

Moutong Mokoto, Ds. Opo, Kec. Bungku Utara, Kab. Morowali 40 Ds. Labuan Toposo, Kec. Labuan, Kab. Donggala 50

16. Sulawesi Tenggara Dsn. Laboran, Ds. Oempu, Kec. Tongkuno, Kab. Muna 53 Dsn Lantagi, Ds Bonelipu, Kec. Kulisusu, Kab. Buton Utara

55

Desa Bangun Jaya, Kec. Lainea, Kab. Konawe Selatan 65 17. Sulawesi Barat Ds. Kasuloang, Bambaira, Kec. Pasangkayu, Kab.

Mamuju Utara 32

Dsn. Kalibamba, Ds. Polewali, Kec. Bambalamuto, Kab. Mamuju Utara

19

Ds. Katimbang, Kec. Matangnga Kab. Polman 50 Ds. Pakava, Kec. Bambalamotu, Kab. Mamuju Utara 50

18. Gorontalo Ds. Hutamoputih Kec. Dengio Kab. Pohuwato 40 Ds. Molintugupo, Kec. Suwawa Selatan, Kab. Bone Bolango

55

Ds. Bulango Timur, Kec. Bulango, Kab. Bone Bolango 30 Ds. Hutamoputih Kec. Dengio Kab. Pohuwato 60 Ds.Dulukapa, Kec. Sumalata, Kab.Gorontalo Utara 40 Desa Rumbia Kec. Botumito, Kab. Boalemo 42 Desa Buhu, Kec. Tibawa, Kab. Gorontalo

19. Nusa Tenggara Timur Sekot-Lehot, Ds. Ndiwar, Kec. Lelak, Kab. Manggarai 30 Ds. Lodotodohowa, Kec. Lebatukan, Kab. Lembata 30 Ds.Fatu Suki, Kec.Amfoang Selatan, Kab.Kupang 60 Dsn. Tiga Wua Bunga, Ds. Tanah Werang, Kec. Solar Timur, Kab. Flores Timur

60

Labapu Alat, Ds. Kenari Bala, Kec. Alor Timur Laut, Kab. Alor

50

Sekot-Lehot, Ds. Ndiwar, Kec. Lelak, Kab. Manggarai 30 Ds. Lodotodohowa, Kec. Lebatukan, Kab. Lembata 30 Ds. Wae-wae, Kec. Bajawa Utara, Kab. Ngada 50 Ds. Tunbesi, Kec. Lo Kufeu, Kab. Belu 50 Ds. Tedamude, Kec. Aesesa, Kab. Nagekeo 50

20. Nusa Tenggara Barat Nanga Lidam, Ds. Olat Rawa, Kec. Mayo Hilir, Kab. Sumbawa

30

Dusun Kopo, Ds. Mungkin, Kec. Orang Telu, Kab. Sumbawa

105

Dsn. Jamu, Ds. Krida, Kec. Lunyuk, Kab. Sumbawa 48 Dsn. Bang Bako, Ds. Jotang Beru, Kec. Empang, Kab. Sumbawa

30

21. Maluku Bati Kelusi, Ds. Kian Darat, Kec.Seram Timur, Kab. Seram Bagian Timur

23

Bati Tabalen, Ds. Kian Darat, Kec. Seram Timur, Kab. Seram Bagian Timur

24

Dsn. Watimpuli, Ds. Lele, Kec. Walapo, Kab. Buru 50 Ds. Nuniari Gunung, Kec. Taniwel, Kab. SBB 50

22. Maluku Utara Ds. Pangeo, Kec. Morotai Jaya, Kab. Pulau Morotai 85

Page 34: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

42

(sumber : www.kemensos.go.id/ di akses 30 Oktober 2016, 19.45 WIB)

10. Kondisi Sosial dan Budaya KAT

Dilihat dari sistem teknologi dan peralatan, sebagian besar KAT baru

mengenal teknologi sederhana, baik untuk aktivitas nafkah (pertanian sawah,

perkebunan karet, ladang) maupun untuk aktivitas kerumah tanggaan seperti alat

memasak, alat penerangan. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa ibu

atau bahasa daerah, seperti KAT yang ada di Dusun Sialing, mereka

Ds. Lusuo, Kec. Morotai Utara, Kab. Pulau Morota 65 Ds.Gonga, Kec. Tobelo Timur, Kab. Halmahera Utara (TP Kabupaten

28

Ds. Kilo Kec. Taliabu Selatan Kab. Kep. Sula (TP Kabupaten

45

Ds. Tasye, Kec. Loloda, Kab. Halmahera Barat 80 Ds. Kilo, Kec. Taliabu Timur, Kab. Kep. Sula (TP Kabupaten)

53

Ds. Gela, Kec. Taliabu Utara, Kab. Kep. Sula (TP Kabupaten)

25

Ds. Gonga, Kec. Tobelo Timur, Kab. Halmahera Utara (TP Kabupaten)

50

Ds. Talaga Paca, Kec. Tobelo Selatan, Kab. Halmahera Utara

71

23. Papua Maniwo, Distrik Waipaga, Kab. Nabire 60 Kamp. Bua, Distrik Siriwo, Kab. Paniai (TP Kabupaten 45 Kamp. Basman, Rt. Tawar, Dist. Kaibar, Kab. Mappi (TP Kabupaten)

40

Kamp. Baygon, Distrik Sawaerma,Kab. Asmat 50 Kamp. Yotapuga, Distrik Kamu Timur, Kab. Dogiyai (TP

Kabupaten 60

Maibul, Distrik Suator, Kab. Asmat 60 Kp. Basman, Rt. Muu, Dist. Kaibar, Kab. Mappi (TP Kabupaten)

64

Serebu, Kamp. Siskotek, Distrik Kaureh, Kab. Jayapura 35 Piramat, Diistrik Fajit, Kab. Asmat 60

24. Papua Barat Kamp. Ayatan dan Suswa, Kec. Aipat Timur, Kab. Maybrat

72

Kamp. Yompa, Distrik Rasieli, Kab. Teluk Wondama (TP Kabupaten

36

Kamp. Suswa, Distrik Mare & Kp. Ayata, Distrik Aifat Timur, Kab. Maybrat

80

Kamp. Yomba, Dist. Rasiei, Kab. Teluk Wondama (TP Kabupaten)

45

Page 35: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

43

menggunakan bahasa adat yaitu bahasa Dayak tetapi mereka juga menggunakan

bahasa Banjar. Sistem dan organisasi kemasyarakatan terkait dengan adat istiadat

(hukum adat dan kebiasaan) yang sudah berlangsung sejak lama. Pada Suku

Dayak Dusun Sialing masih memegang erat aturan adat karena yang menjadi

panutannya adalah tokoh adat Dayak Daeh. Masyarakat Dusun Sialing memiliki

agama etnik yang telah diamalkan sejak zaman nenek moyang mereka, yaitu

agama Kaharingan. Akan tetapi, masyarakat Dusun Sialing saat ini sudah ada

yang beragam Kristen dan Islam.

F. Pemberdayaan Masyarakat bagi Komunitas Adat Terpencil dalam

Perspektif Ilmu Kesejahteraan Sosial

1. Konsep Kesejahteraan Sosial

Menurut Wilensky dan Lebeaux (dalam Pujileksono, 2015:15)

mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang terorganisir

daripada usaha-usaha pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial untuk

membantu individu-individu dan kelompok-kelompok dalam mencapai tingkat

hidup serta kesehatan yang memuaskan, sedangkan menurut Friedlander:

“social welfare is the organized system of social services and institutions, designed to aid individuals and group to attain satisfying standard of life and health (kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dan institusi dan pelayanan sosial yang dirancang untuk membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standard hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan)”.

Pengertian kesejahteraan sosial juga menunjuk pada segenap aktivitas

pengorganisasian dan pendistribusian pelayanan sosial bagi kelompok

masyarakat, terutama kelompok yang kurang beruntung, dengan demikian

kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda, meskipun

Page 36: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

44

substansinya tetap sama. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga

konsepsi, antara lain sebagai berikut:

a. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-

kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial.

b. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga

kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang

menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

c. Aktivitas, yakni suatu kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk

mencapai kondisi sejahtera (Suharto, 2010).

2. Pemberdayaan Masyarakat dan KAT

Dalam perspektif ilmu kesejahteraan sosial, KAT merupakan salah satu

jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial yang ada di Indonesia. KAT

merupakan kelompok orang atau masyarakat yang hidup dalam kesatuan kesatuan

sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil, dan masih sangat terikat pada

sumber daya alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang

dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya, sehingga memerlukan

pemberdayaan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu PMKS yang

memerlukan perhatian khusus oleh negara, ada beberapa alasan mendasar

mengapa pemberdayaan KAT menjadi penting yang dapat mempengaruhi proses

pembangunan, yaitu: secara kuantitas, populasi KAT yang belum tersentuh

pembangunan cukup tinggi, keberadaan KAT akan berkaitan dengan masalah

harkat dan martabat sebagai suatu bangsa dan isu Hak Asasi Manusia, KAT

belum menggambarkan pencapaian tujuan pembangunan nasional bagi bangsa dan

KAT akan berkaitan dengan masalah ketahanan nasional. Pemberdayaan

Page 37: KAJIAN PUSTAKA Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/44127/3/jiptummpp-gdl-selvianafe-47079... · 2019. 2. 8. · lamin (rumah panjang) yang secara sosial menjaga kerekatan sosial

45

masyarakat bagi KAT secara umum bertujuan untuk mengurangi angka

kemiskinan atau menanggulangi masalah kemiskinan secara terpadu. Akan tetapi,

tujuan lainnya adalah agar masyarakat yang termasuk dalam kategori KAT

tersebut dapat menghadapi permasalahan secara mandiri, dapat memenuhi

kebutuhan dasar dalam kehidupannya dan mampu berdaya dengan kreativitas

yang dimiliki.

3. Peran Pekerja Sosial bagi Komunitas Adat Terpencil

Menurut Parsons, Jorgensen dan Hernandez (dalam Suharto, 2010:97) ada

beberapa peran pekerja sosial dalam pembimbingan sosial. Berdasarkan konsep

pemberdayaan masyarakat dan konsep KAT, maka peran pekerja sosial yang

relevan dalam konteks pemberdayaan KAT ialah sebagai fasilitator, memfasilitasi

atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan

dan disepakati bersama. Sebagai fasilitator, pekerja sosial bertanggungjawab

membantu klien mampu menangani tekanan situsional atau transisional. Beberapa

acuan mengenai tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial, antara lain

sebagai berikut:

a. Mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan dalam

pelaksanaan kegiatan.

b. Mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dipecahkan.

c. Memfasilitasi penetapan tujuan.

d. Memberikan model atau contoh dan memfasilitasi pemecahan masalah

bersama: mendorong kegiatan kolektif.

e. Mendorong komunikasi dan relasi serta menghargai pengalaman dan

perbedaan-perbedaan.