Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan...

66
Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas

Transcript of Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan...

Page 1: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

i

Kajian Pengembangan Alternatif

Lembaga Keuanganyang Memiliki Fungsi

Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan

Migas

Page 2: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

ii

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 3: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

iii

Kata Pengantar

KataPengantar

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan

hidayah Nya kepada kita, sehingga kajian “Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang

Memiliki Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas” untuk tahun 2014

dapat diselesaikan dengan baik.

Bank Indonesia melakukan kajian ini dalam rangka mengungkap potensi ekonomi masyarakat kurang

mampu dan alternatif pemberdayaannya dalam hal terdapat dana bantuan pada kelompok masyarakat

tersebut. Kajian mengambil studi kasus pada masyarakat di sekitar area migas Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa

Timur yang terkena dampak pengalihan lahan. Dari pengalihan lahan ini, perusahaan migas memberikan

dana pengganti yang berpotensi kontraproduktif bila tidak disertai pemberdayaan masyarakat. Untuk itu,

diperlukan kajian pemanfaatan dan pengelolaan dana bantuan untuk menciptakan dan meningkatkan

usaha yang produktif dan berkelanjutan bagi masyarakat sekitar.

Hasil kajian menunjukkan bahwa perlu adanya alternatif lembaga keuangan yang dapat mengakomodir

kebutuhan masyarakat kecil dalam memperoleh pembiayaan dan juga memiliki fungsi pemberdayaan

masyarakat antara lain membantu masyarakat dalam melakukan pemetaan potensi dan pengembangan

usaha. Berdasarkan hasil kajian, lembaga keuangan yang direkomendasikan adalah lembaga keuangan

yang berbentuk koperasi sekunder yang merupakan gabungan dari beberapa koperasi primer, dan memiliki

fungsi pemberdayaan masyarakat.

Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah

(Pemda) khususnya Pemda Jawa Timur, perusahaan yang memiliki program pemberdayaan masyarakat,

koperasi, akademisi, serta Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai referensi bentuk pengembangan lembaga

keuangan yang memiliki fungsi pemberdayaan. Dengan adanya referensi kajian ini diharapkan dapat

meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber pembiayaan formal sekaligus meningkatkan kegiatan

usaha masyarakat.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro dan Dewan Koperasi

Indonesia Kabupaten Bojonegoro, serta berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang

telah memberikan berbagai informasi untuk kelancaran penyusunan kajian ini.

Akhir kata, semoga Allah SWT memberkati semua niat baik kita dan memberikan jalan yang terbaik bagi

kita semua.

Jakarta, April 2015

Halim Alamsyah

Deputi Gubernur Bank Indonesia

Page 4: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

iv

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 5: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

v

Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam

Kira-kira tiga tahun yang lalu, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dr. Halim Alamsyah memberikan

paparan di depan forum terbatas di lingkungan akademisi ekonomi di Yogyakarta, tentang masalah

“financial inclusion” di sektor industri perbankan di Indonesia. Topik diskusi tersebut sesungguhnya

bukan merupakan issue baru di kalangan masyarakat maupun lembaga keuangan, namun baru disadari

pentingnya ketika dikaitkan dengan masalah kemiskinan dan kesenjangan tingkat pendapatan masyarakat.

Dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan, Bank Dunia mengembangkan pemikiran bahwa lembaga

keuangan perbankan merupakan lembaga yang paling efektif dalam pemberantasan kemiskinan antara

lain melalui program kredit lunak. Ragnar Nurkse (1907-1959), yang merupakan Ekonom Swedia sekaligus

penerima Nobel di bidang ekonomi juga menyatakan bahwa ketersediaan modal finansial berperan penting

bagi negara-negara miskin.

“Financial inclusion” dapat didefinisikan sebagai akses masyarakat, terutama masyarakat miskin terhadap

lembaga keuangan khususnya perbankan, serta keterjangkauan pelayanan perbankan terhadap masyarakat,

baik dalam bentuk pinjaman maupun mobilisasi dana. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan

bahwa masyarakat miskin umumnya masih mengalami hambatan dalam memperoleh akses perbankan.

Masyarakat miskin tidak terbiasa untuk menyimpan uang maupun aset lainnya seperti tanah, bangunan,

emas atau perak, yang dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman di bank. Keterbatasan simpanan

maupun aset tetap tersebut menyebabkan kredibilitas masyarakat miskin sebagai peminjam menjadi sangat

terbatas, sehingga masyarakat miskin sulit memperoleh kredit perbankan.

Di sisi lain, bank juga memiliki keterbatasan dalam menjangkau masyarakat agar dapat memanfaatkan

jasa keuangan perbankan khususnya pembiayaan/kredit. Bank pada dasarnya melakukan seleksi terhadap

calon debiturnya dengan penerapan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral), 5P

(Personality, Purpose, Prospect, Payment, Party), atau 3R (Return, Repayment, Risk Bearing Activity).

Prinsip kehati-hatian tersebut tidak boleh dilanggar, baik berdasarkan kepentingan investor pemilik dana

yang disimpan di bank, maupun atas ketentuan otoritas finansial yang melindungi industri perbankan. Hal

ini menyebabkan masyarakat miskin sulit mengakses kredit perbankan.

Menanggapi rendahnya akses masyarakat miskin terhadap lembaga keuangan tersebut, maka Energy

Center UP’45 memiliki gagasan untuk membentuk “Bank Sosial Islam”. Karakteristik “Bank Sosial Islam”

yaitu pertama, mengubah lembaga dari perusahaan yang berorientasi pada investor (investor oriented firm)

menjadi perusahaan yang berorientasi pada pengguna (user oriented firm) sebagaimana tampak dalam

lembaga keuangan koperasi; kedua, lembaga keuangan yang inklusif harus bertujuan untuk menciptakan

dampak sosial dan lingkungan hidup (social and environmental impact); serta ketiga, sumber dananya

harus bersifat sosial, seperti tabungan simpanan koperasi, Corporate Sosial Responsibility (CSR), anggaran

kesejahteraan sosial pemerintah, atau Zakat, Infaq, Sodaqah dan Wakaf Tunai (Cash Waqf).

Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam

Page 6: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

vi

Untuk dapat melihat dampak atau kebutuhan terhadap Bank Sosial Islam lebih jauh maka perlu dilakukan

kajian di suatu daerah/kabupaten. Berdasarkan hal tersebut, Bank Indonesia bekerja sama dengan Energy

Center UP’45 melakukan kajian yang bertujuan untuk menganalisis bentuk lembaga keuangan yang

diperlukan oleh masyarakat desa, yang mampu menciptakan usaha atau pengusaha baru, sekaligus mampu

membantu pemberantasan kemiskinan sebagai dampak sosial yang harus bisa diciptakan oleh lembaga

keuangan. Lokasi kajian yang dipilih yaitu daerah di sekitar area pengelolaan migas wilayah Blok Cepu,

Bojonegoro, Jawa Timur di mana terdapat masyarakat yang lahan pertaniannya akan diambil alih untuk

kegiatan migas dengan memperoleh dana pengganti. Berdasarkan hasil kajian tersebut, disimpulkan bahwa

lembaga keuangan yang tepat yaitu lembaga keuangan yang berbentuk koperasi sekunder. Koperasi

sekunder merupakan koperasi yang terdiri dari minimal 3 koperasi primer yang dapat berbentuk Koperasi

Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Jasa, Koperasi Produsen, Koperasi Konsumen, maupun Koperasi Pemasaran.

Jakarta, April 2015

Prof. Dr. M. Dawam Rahardjo

Rektor UP45 Yogyakarta

Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam

Page 7: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

vii

Ringkasan Eksekutif

Penelitian tentang Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki Fungsi Pemberdayaan

Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas Blok Cepu, Kab. Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, dilaksanakan

pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2014 meliputi 14 Desa di 5 Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro

di sekitar Proyek Migas Blok Cepu. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyiapkan konsep pemberdayaan

masyarakat agar memiliki usaha produktif dan layak dibiayai oleh lembaga keuangan; (2) Menyiapkan

konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif yang tepat untuk masyarakat disekitar area migas

yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community development); (3) Konsep pemberdayaan

masyarakat dan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif sebagaimana disebutkan pada butir 1

dan 2 di atas nantinya diharapkan dapat menjadi pegangan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat

dan pembentukan lembaga keuangan alternatif di daerah-daerah yang memiliki permasalahan yang

sejenis dengan daerah yang diteliti.

Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil

analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro secara ekonomi

belum ikut menikmati manfaat dari kekayaan yang ada di wilayahnya.

2. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro umumnya

masih kurang produktif dan mandiri, namun secara berkelompok mereka telah memiliki koperasi-

koperasi primer walaupun belum tumbuh sebagaimana yang diharapkan dengan alasan keterbatasan

permodalan.

3. Guna mendukung permodalan maka perlu dibentuk Lembaga Keuangan Mikro berupa Koperasi

Simpan Pinjam (KSP) Sekunder yang mewadahi koperasi-koperasi primer yang sudah ada dalam rangka

memfasilitasi penambahan modal melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan terutama yang

memiliki kegiatan produksi di Kabupaten Bojonegoro dengan program CSR-nya.

4. Lembaga keuangan yang terbentuk nantinya, selain mengelola simpan pinjam juga melakuan kegiatan

pemberdayaan bagi anggotanya. Adapun pola pemberdayaannya secara teknis dikerjasamakan

dengan stakeholders dan pole expert sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Sebagai contoh dalam

pemberdayaan bidang peternakan, dapat bekerja sama dengan kelompok peternak kambing Griyo

Rojo Koyo. Pemberdayaan bidang pertanian dengan Kelompok Tani Toga Sido Makmur dan lain-lain.

Pemberdayaan bidang Usaha dan Koperasi dengan Dinas Koperasi, Dekopin, LDP (Lembaga Diklat

Profesi) Koperasi, Perguruan Tinggi dan LSM sesuai kompetensinya.

Ringkasan Eksekutif

Page 8: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

viii

Ringkasan Eksekutif

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 9: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Daftar Isi

ix

Daftar Isi

Kata Pengantar ....................................................................................................................................... iii

Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam ................................................................................................. v

Ringkasan Eksekutif ................................................................................................................................ vii

Daftar Isi ................................................................................................................................................. ix

Daftar Tabel ............................................................................................................................................ xi

Daftar Gambar ...................................................................................................................................... xiii

Bab I Pendahuluan ................................................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................................................. 2

1.3. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................................... 2

1.4. Metodologi Penelitian ........................................................................................................... 5

BAB II Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro .......................................................................... 7

2.1. Potensi UMKM Non Pertanian ............................................................................................... 9

2.2. Sentra-Sentra Ekonomi ....................................................................................................... 11

2.3. Potensi Sumber Daya Alam ................................................................................................. 14

2.4. Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat Setempat ................................................................... 19

BAB III Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas ............................................................ 23

3.1. Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ....................................................................... 23

3.2. Modul Pelatihan untuk Penyiapan Individu atau Kelompok .................................................. 32

BAB IV Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif .................................................................. 33

4.1. Kriteria Lembaga Keuangan yang Sesuai dengan Kondisi Masyarakat di Sekitar Area

Migas ................................................................................................................................. 33

4.2. Rekomendasi Langkah-Langkah Pembentukan Lembaga Keuangan .................................... 39

4.3. Modul Pelatihan untuk SDM Lembaga Keuangan ................................................................ 41

4.4. Petunjuk Teknis (Juknis) Pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam Sekunder .............................. 43

BAB V Kendala dan Permasalahan ......................................................................................................... 45

5.1. Kendala terhadap Implementasi dengan Model PRA ............................................................ 45

5.2. Kendala Lembaga Keuangan ............................................................................................... 45

BAB VI Kesimpulan dan Saran ................................................................................................................ 47

6.1. Kesimpulan ........................................................................................................................ 47

6.2. Saran ................................................................................................................................. 47

Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 49

Daftar Website ...................................................................................................................................... 51

Page 10: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

x

Daftar Isi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 11: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Daftar Tabel

xi

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Wilayah Penelitian .................................................................................................................... 3

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk berdasar Jenis Kelamin ................................................................................. 7

Tabel 2.2. Jumlah Penduduk berdasar Kelompok Umur ............................................................................. 7

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk berdasar Lapangan Usaha ............................................................................ 8

Tabel 2.4. PDRB Sektor (Migas dan Non Migas) ......................................................................................... 8

Tabel 2.5. Jumlah UMKM Non Pertanian Kabupaten Bojonegoro ............................................................. 9

Tabel 2.6. Jumlah UMKM Non Pertanian di Empat Kecamatan Terpilih ................................................... 10

Tabel 2.7. Usaha Sektor Perdagangan .................................................................................................... 10

Tabel 2.8. Jumlah Industri Berdasarkan Klasifikasi Industri ....................................................................... 11

Tabel 2.9. Jumlah Tenaga Kerja berdasarkan Klasifikasi Industri ............................................................... 12

Tabel 2.10. Sentra Industri Berdasarkan Kecamatan ................................................................................ 12

Tabel 2.11. Potensi Unggulan Sektor Non Pertanian ................................................................................ 13

Tabel 2.12. Jumlah Izin Usaha Perdagangan ............................................................................................ 14

Tabel 2.13. Penggunaan Tanah di Bojonegoro 2011-2013 ...................................................................... 15

Tabel 2.14. Jenis Lahan Pertanian ........................................................................................................... 15

Tabel 2.15. Potensi Unggulan Sektor Pertanian ....................................................................................... 16

Tabel 2.16. Luasan Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ha) .................................................... 16

Tabel 2.17. Produksi Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ton) ................................................. 17

Tabel 2.18. Jumlah Ternak ..................................................................................................................... 17

Tabel 2.19. Populasi Ternak .................................................................................................................... 18

Tabel 2.20. Jumlah Produksi Ikan (ton) .................................................................................................... 18

Tabel 2.21. Penguasaan Hutan ............................................................................................................... 19

Tabel 2.22. Jumlah Tempat Ibadah ......................................................................................................... 19

Tabel 2.23. Jumlah Organisasi Karangtaruna .......................................................................................... 20

Tabel 2.24 Jenis Lahan yang Dibebaskan ................................................................................................ 21

Tabel 2.25. Manfaat yang Diterima Masyarakat ..................................................................................... 21

Tabel 2.26. Penggunaan Uang Ganti Rugi .............................................................................................. 21

Tabel 4.1. Jumlah Koperasi di Blok Cepu ................................................................................................. 35

Page 12: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

xii

Daftar Tabel

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 13: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Daftar Gambar

xiii

Daftar Gambar

Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................................................... 3

Gambar 2.1. Peranan Sektor Migas pada PDRB ......................................................................................... 9

Gambar 2.2. Proses Pengeringan Tembakau ........................................................................................... 11

Gambar 2.3. Penggunaan Tanah Bojonegoro 2013 ................................................................................ 15

Gambar 3.1. Skema Proses Pemberdayaan ............................................................................................. 29

Gambar 3.2. Fase Proses Pemberdayaan ................................................................................................. 32

Gambar 4.1. Sumber Pembiayaan Ekonomi Masyarakat .......................................................................... 36

Gambar 4.2. Kriteria Lembaga Keuangan yang Diharapkan Masyarakat .................................................. 36

Gambar 4.3. Skema Posisi Koperasi Sekunder ......................................................................................... 37

Gambar 4.4. Langkah Pembentukan KSP Sekunder ................................................................................ 39

Gambar 4.5. Koperasi Sekunder ............................................................................................................. 40

Gambar 4.6. Prosedur Pembentukan KSP Sekunder ................................................................................ 40

Page 14: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

xiv

Daftar Gambar

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 15: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Pendahuluan

1

Bab IPendahuluan

1.1. Latar Belakang

Kemudahan memperoleh akses keuangan merupakan salah satu persyaratan yang dapat membantu

pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam mengembangkan usahanya. Namun, fakta

di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak pelaku UMKM yang kesulitan dalam memperoleh

akses keuangan terutama kepada lembaga keuangan perbankan. Kesulitan memperoleh akses

keuangan disebabkan oleh 2 (dua) hal yaitu (1) dari sisi lembaga keuangan baik perbankan maupun

non bank dan (2) dari sisi individu masyarakat (pelaku UMKM) yang akan memanfaatkan jasa

lembaga keuangan terutama dalam bentuk pinjaman usaha.

Dari sisi lembaga keuangan, pelaku UMKM kesulitan memperoleh akses keuangan karena

lembaga keuangan umumnya menerapkan persyaratan yang ketat dalam memberikan pinjaman.

Persyaratan tersebut mencakup:

- Persyaratan kapasitas, ditunjukkan dengan catatan usaha yang sudah berjalan selama durasi

tertentu;

- Persyaratan jaminan, baik jaminan pokok, dan khususnya jaminan tambahan;

- Persyaratan penyertaan modal sendiri.

Lembaga keuangan, khususnya perbankan, menerapkan persyaratan yang ketat dan berhati-hati

mengingat dana yang disalurkan untuk kredit adalah dana yang berasal dari pihak ketiga

(deposan). Salah satu bentuk kehati-hatian bank dalam penyaluran kredit adalah penggunaan

kriteria 5C yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition dalam proses pengambilan

keputusan pemberian kredit.

Dari sisi individu masyarakat (pelaku UMKM), kesulitan dalam memperoleh akses keuangan karena

pelaku UMKM pada umumnya kesulitan untuk memenuhi persyaratan yang diberikan oleh lembaga

keuangan (bank) antara lain belum memiliki usaha yang berkesinambungan, belum memiliki

laporan keuangan yang standar, serta tidak memiliki agunan yang mencukupi.

Salah satu contoh kelompok masyarakat yang berpotensi mengalami kesulitan dalam memperoleh

akses keuangan adalah masyarakat di sekitar area pengelolaan industri strategis antara lain industri

minyak dan gas bumi (migas). Masyarakat di sekitar area pengelolaan migas tersebut merupakan

masyarakat yang diperkirakan akan terkena dampak negatif karena lahan mereka diambil alih

oleh perusahaan migas.

Industri migas merupakan usaha padat modal dan teknologi, sehingga penempatan SDM di industri

tersebut berbasis kompetensi. Harapan bahwa usaha tersebut menyerap tenaga kerja lokal sulit

dipenuhi karena kompetensi SDM lokal yang ada. Sehingga masyarakat yang tergusur oleh proyek

Page 16: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

2

Pendahuluan

Migas tersebut harus mencari alternatif lain untuk mendapatkan penghasilan (nafkah).

Walaupun pengambilalihan lahan dimaksud disertai dengan pemberian dana pengganti, namun

karena profesi masyarakat tersebut pada umumnya adalah petani, maka jika tidak dilakukan

pendampingan secara intensif diperkirakan tidak akan dapat memanfaatkan dana pengganti

lahan yang diperoleh untuk kegiatan produktif di luar sektor pertanian. Karena sudah tidak

memiliki lahan pertanian sebagai sumber penghasilan, maka masyarakat tersebut berpotensi akan

menghabiskan dana pengganti lahan untuk memenuhi kegiatan sehari-hari dan untuk membeli

barang konsumtif. Kondisi ini dikhawatirkan akan menciptakan masyarakat miskin baru di sekitar

area usaha migas.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penyiapan

masyarakat agar mampu memiliki usaha produktif yang dapat dibiayai oleh lembaga keuangan dan

penelitian mengenai lembaga keuangan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat

yang lahannya diambil alih untuk keperluan industri strategis, khususnya industri migas.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat agar memiliki usaha produktif dan layak dibiayai

oleh lembaga keuangan.

2. Menyiapkan konsep pembentukan Lembaga Keuangan alternatif yang tepat untuk

masyarakat disekitar area migas yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community

development). Lembaga keuangan tersebut dapat berupa pembentukan Lembaga Keuangan

baru atau pemberdayaan lembaga keuangan yang sudah ada (Koperasi, BMT, maupun kelompok).

3. Konsep pemberdayaan masyarakat dan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif

sebagaimana disebutkan pada butir 1 dan 2 di atas nantinya diharapkan dapat menjadi pegangan

dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan pembentukan lembaga keuangan alternatif di

daerah-daerah yang memiliki permasalahan yang sejenis dengan daerah yang diteliti.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

1.3.1. Responden Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada masyarakat pedesaan yang berada di 14 desa di 5 kecamatan yang ada

di sekitar area pengelolaan migas wilayah Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur. Penelitian difokuskan

kepada masyarakat yang lahan pertaniannya akan diambil alih untuk kegiatan migas dengan

memperoleh dana pengganti. Alasan pemilihan wilayah studi di Bojonegoro, mempertimbangkan

bahwa Blok Cepu merupakan salah satu blok migas terbesar saat ini, yang tentunya mempengaruhi

kondisi sosial ekonomi dalam skala yang signifikan. Studi ini juga bisa dianggap sebagai tindak

lanjut dari studi dan pemetaan sosial ekonomi yang sebelumnya telah dilaksanakan oleh Universitas

Proklamasi 45 di wilayah tersebut, dengan salah satu aspek pentingnya untuk didalami yaitu aspek

finansial dan integrasinya dengan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Sedangkan yang menjadi responden penelitian adalah:

Page 17: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Pendahuluan

3

a. Masyarakat pedesaan yang mewakili masing-masing sektor, strata ekonomi di sekitar

area kegiatan migas Blok Cepu, di Bojonegoro, Jawa Timur.

Unsur masyarakat yang menjadi reponden tersebar di 5 kecamatan dan 14 desa sebagai

berikut:

Tabel 1.1. Wilayah Penelitian

No Kecamatan Desa

1 Gayam Ringin TunggalKaturBonorejoMojodelik

2 Kalitidu Sumengko

3 Ngasem Bandungrejo

4 Purwosari PurwosariGaplukKaliomboKuniran

5 Tambakrejo TambakrejoKalisumberDologedeMalingmati

Jumlah 5 14

Peta lokasi penelitian tersaji dalam peta berikut ini:

Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitian

b. Perusahaan migas yang ada di Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur yang menggunakan lahan

tempat tinggal masyarakat pedesaan disekitarnya untuk kegiatan produksi, yaitu MCL, Exxon

Mobile, dan Pertamina;

c. Pemerintah daerah/dinas setempat (tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan) yang

membawahi daerah yang terkena dampak kegiatan migas;

d. Perhutani, asosiasi pengusaha dan petani umbi-umbian yang dinilai memiliki prospek

usaha yang cocok bagi masyarakat pedesaan dan kondisi wilayah Blok Cepu, Bojonegoro,

Jawa Timur;

e. Perbankan/lembaga keuangan di sekitar area migas.

Page 18: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

4

Pendahuluan

1.3.2. Tahapan Penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat agar memiliki usaha produktif dan layak

dibiayai oleh lembaga keuangan.

Tahapan:

1) Mengidentifikasi potensi ekonomi wilayah setempat yang meliputi:

potensi UMKM (potensi usaha, tabungan, keuangan)

sentra-sentra ekonomi (pasar, pertanian, perikanan, industri rumah tangga, dan lain-

lain)

potensi sumber daya alam (lahan, hutan, dan lain-lain)

2) Mengidentifikasi aspek sosial budaya masyarakat di sekitar area migas.

3) Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat di sekitar area migas mencakup:

Konsep pendampingan antara lain pendekatan/persiapan sosial, pembentukan dan

penguatan kelompok, pendampingan kelompok (anggota dan kelembagaan);

Konsep pengembangan usaha masyarakat di sekitar area migas beserta rantai nilai

(value chain) mulai dari produksi, pengolahan, distribusi/ pemasaran, dan keuangan;

Modul pelatihan untuk penyiapan individu atau kelompok masyarakat di sekitar area

migas agar layak memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan (aspek motivasi,

pengelolaan keuangan rumah tangga, manajemen usaha, laporan keuangan, legalitas,

dan lain-lain);

2. Menyiapkan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif yang tepat untuk masyarakat

di sekitar area migas yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community

development). Lembaga keuangan tersebut dapat berupa pembentukan lembaga keuangan

baru atau pemberdayaan lembaga keuangan yang sudah ada (koperasi, BMT, maupun

kelompok).

Tahapan:

1) Identifikasi persyaratan ataupun kriteria lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi

masyarakat di sekitar area migas (contoh: tidak mewajibkan agunan, persyaratan

administratif yang mudah, suku bunga rendah, proses permohonan kredit cepat, dan

lain-lain);

2) Penyusunan konsep lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi masyarakat di sekitar

area migas, termasuk sistem interaksi berbagai stakeholders terkait seperti Pemda,

perusahaan pelaksana kegiatan migas, lembaga keuangan lain, asuransi, calon sumber

dana dan penerima pembiayaan. (contoh: konsep pembiayaan oleh bank, koperasi,

BMT, dan LKM beserta pro/kons);

3) Pemilihan alternatif model lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi masyarakat

di sekitar area migas (seperti bank, koperasi, unit perantara layanan keuangan/UPLK,

dan lain-lain);

Page 19: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Pendahuluan

5

4) Identifikasi tugas dan tanggung jawab masing-masing stakeholders (Pemda, perusahaan

pelaksana kegiatan migas, lembaga keuangan, asuransi, calon sumber dana, dan

penerima keuangan) sehingga model lembaga keuangan yang dipilih dapat berjalan

dengan baik;

5) Rekomendasi langkah-langkah pembentukan lembaga keuangan yang juga memiliki

fungsi pemberdayaan masyarakat (community development), (struktur organisasi,

legalitas, dan lain-lain);

6) Penyusunan modul pelatihan untuk SDM lembaga keuangan (untuk memastikan bahwa

dana dapat diperoleh dan dikelola/ disalurkan secara profesional, meliputi pencairan,

penagihan, pengawasan, pembinaan, dan sebagainya);

7) Penyusunan petunjuk teknis (juknis) yang akan digunakan oleh lembaga keuangan

untuk penyiapan calon debitur dan pengelolaan/pendampingan debitur (pendekatan

budaya dan tradisi, konsep pelatihan dan penyuluhan, dan sebagainya).

1.3.3. Manfaat Penelitian

Hal yang penting dalam penelitian ini yaitu komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro

dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dengan kehadiran operasi

migas di daerahnya. Dengan adanya studi ini, diharapkan hubungan kerja antara pemerintah, pelaku

operasi migas, dan masyarakat Bojonegoro dapat berlangsung semakin efektif untuk mengelola

sumber daya lokal dengan dukungan finansial yang berasal dari operasi migas. Dengan adanya

studi ini, dana yang dialokasikan untuk kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat lokal dapat

berlangsung baik dan lestari (sustainable), dari tahun ke tahun akan semakin bertambah nilainya, dan

semakin mampu mendanai kegiatan ekonomi masyarakat yang juga semakin berkembang. Dengan

diperkuat oleh latar belakang beberapa studi sebelumnya, dan utamanya komitmen dan dorongan kuat

dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,

diharapkan outcome dari studi ini dapat didorong sampai tingkat pelaksanaan (implementable). Jika

di kemudian hari terbukti berhasil, akan lebih mudah untuk direplikasi di wilayah-wilayah operasi

migas lainnya. Manfaatnya secara nasional, tentunya menambah pendapatan rakyat, dan secara

tidak langsung mengamankan target produksi minyak nasional. Ini dapat terwujud dengan situasi

kondusif yang tercipta dari dukungan masyarakat sekitar, jika mereka benar-benar dapat merasakan

manfaat kehadiran operasi migas.

1.4. Metodologi Penelitian

1.4.1 Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari lapangan melalui kegiatan survei langsung kepada responden yang

ditetapkan, dengan instrumen kuesioner tertutup, kuesioner terbuka, wawancara dan FGD

(Focus Group Discussion).

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan

penelitian ini, dan data dokumentasi baik dari pemerintah, perusahaan, maupun lembaga

keuangan yang ada di lokasi penelitian.

Page 20: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

6

Pendahuluan

1.4.2 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif, kuantitatif dan kualitatif

antara lain analisis komparatif dan optimasi.

Page 21: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

7

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

Bab IIPotensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu,

Bojonegoro

Kabupaten Bojonegoro secara administratif adalah bagian dari Provinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan

Provinsi Jawa Tengah di sebelah barat. Kabupaten Bojonegoro memiliki luas sejumlah 230.706 ha, dengan

jumlah penduduk sebesar 1.176.386 jiwa merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Timur dengan jarak

± 110 km dari ibukota Provinsi Jawa Timur dan terletak pada posisi 6°59’ sampai dengan 7°37’ Lintang

Selatan dan 111°25’ sampai dengan 112°09’ Bujur Timur.

Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro memiliki 28 kecamatan dan 430 desa. Wilayah administratif di

sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tuban, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lamongan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang, serta sebelah

barat berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora (Jawa Tengah).

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk berdasar Jenis Kelamin

Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah

2000 582.118 583.283 1.165.401

2010 1.165.401 598.365 1.763.766

2013 729.989 720.900 1.450.889

Sumber: Bojonegoro dalam Angka 2014, diolah

Perkembangan penduduk Bojonegoro mengalami peningkatan 33,9% dalam kurun waktu 10 tahun. Ini

menunjukkan bahwa penduduk Bojonegoro mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Tabel 2.2. Jumlah Penduduk berdasar Kelompok Umur

No Kelompok Umur Jumlah Persentase

1 0 -16 th 324.447 22%

3 16 - 55 th 1.030.172 71%

3 > 55 th 96.270 7%

Jumlah 1.450.889 100%

Sumber: Bojonegoro dalam Angka 2014

Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Bojonegoro (71%) berada dalam usia produktif,

yaitu pada rentang usia 16 – 55 tahun.

Page 22: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

8

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk berdasar Lapangan Usaha

No Lapangan Usaha 2011 2012 2013

1 Pertanian 332.505 318.648 319.875

2 Pertambangan 15.180 19.090 19.425

3 Industri 46.252 55.337 58.421

4 Listrik 9.830 6.365 6.412

5 Bangunan 56.510 46.390 52.610

6 Perdagangan 132.576 124.216 129.415

7 Perhubungan 13.738 12.533 13.224

8 Keuangan 9.721 11.725 12.560

9 Jasa lainnya 115.880 137.589 139.883

Jumlah 732.192 731.893 751.825

Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014

Berdasarkan tabel 2.3. jumlah penduduk berdasarkan lapangan usaha industri, pertambangan dan

jasa mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai tahun 2013. Pertanian dan perdagangan sempat

mengalami penurunan pada tahun 2012 dan kembali meningkat tahun 2013. Data tersebut menunjukkan

bahwa masyarakat Bojonegoro mayoritas berusaha di bidang pertanian.

Tabel 2.4. PDRB Sektor (Migas dan Non Migas)

Sektor 2009 2010 2011 2012 2013

Primer (Agriculture)

1. Pertanian 6,98 5,61 3,05 4,52 2,94

2. Pertambangan dan Penggalian 24,63 28,14 15,59 1,61 0,98

Sekunder (Manufactur)

3. Industri Pengolahan 5,55 10,53 10,5 8,77 7,72

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5,85 4,72 6,73 6,09 7,01

5. Bangunan 8,3 10,76 11,36 9,38 11,76

Tersier (Service)

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,32 7,64 10,09 11,22 10,84

7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,96 4,17 6,48 8,98 9,61

8. Keuangan, persewaaan dan Jasa Perusahaan 4,81 5,41 9,13 8,98 9,48

9. Jasa-Jasa 4,3 3,87 4,94 5,59 6,48

PDRB dengan Migas 10,1 11,84 9,19 5,68 5,3

PDRB tanpa Migas 6,01 6,45 6,6 7,4 7,02

Sumber: Statistik Daerah Kab. Bojonegoro 2014

Sektor migas dan pertanian menempati posisi sebagai sektor primer yang merupakan penyumbang PDRB

terbesar di Bojonegoro. Sektor primer adalah sektor utama yang dominan memberi kontribusi pada PDRB.

Mengenai peranan sektor migas pada PDRB dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:

Page 23: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

9

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

Gambar 2.1. Peranan Sektor Migas pada PDRB

Peranan sektor migas pada PDRB cukup besar pada kurun 2009 sampai 2011 dan mengalami penurunan

pada 2012 dan 2013, ketika sektor lain di luar sektor migas mengalami pertumbuhan. Hal ini menunjukkan

bahwa sektor migas ternyata mampu mendorong pertumbuhan sektor lain di luar migas. Oleh karena itu

penelitian ini memilih Blok Cepu sebagai wilayah penelitian.

2.1. Potensi UMKM Non Pertanian

Data UMKM tahun 2013 Kabupaten Bojonegoro digambarkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.5. Jumlah UMKM Non Pertanian Kabupaten Bojonegoro

Sektor Jumlah (unit)

Pertambangan dan Penggalian 838

Industri Pengolahan 9.852

Konstruksi 525

Perdagangan, Hotel dan Restoran 50.293

Transportasi 3.655

Keuangan 303

Jasa-jasa 9.262

Jumlah 74.728

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013

Potensi UMKM non pertanian Kabupaten Bojonegoro cukup besar, secara keseluruhan terdapat 74.728

unit UMKM non pertanian. Sektor terbesar adalah perdangangan, hotel, dan restoran yang mencapai

50.293 unit UMKM. Diikuti oleh UMKM industri pengolahan dengan jumlah 9.825 unit dan UMKM

sektor jasa dengan jumlah 9.262 unit UMKM. Sedangkan yang paling kecil adalah UMKM pada sektor

keuangan dengan jumlah 303 unit UMKM.

UMKM non pertanian di lokasi penelitian ditunjukkan dalam tabel berikut ini:

Page 24: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

10

Tabel 2.6. Jumlah UMKM Non Pertanian di Empat Kecamatan Terpilih

SektorKecamatan

Tambakrejo Ngasem Kalitidu Purwosari

Pertambangan dan Penggalian 222 14 47 2

Industri Pengolahan 521 279 633 154

Konstruksi 13 31 17 1

Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.691 1.670 2.845 1.105

Transportasi 112 99 218 81

Keuangan 21 8 17 7

Jasa-jasa 368 287 545 158

Jumlah 3.876 2.388 4.322 1.508

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013

Kecamatan Kalitidu adalah kecamatan dengan jumlah UMKM non pertanian terbesar dengan jumlah

4.322 unit UMKM, diikuti oleh Kecamatan Tambakrejo dengan jumlah 3.876 unit UMKM, kemudian

Kecamatan Ngasem dengan jumlah 2.388 unit UMKM dan terakhir adalah Kecamatan Purwosari

dengan jumlah 1.508 unit UMKM.

Sama halnya di tingkat kabupaten, sektor UMKM yang mendominasi di tingkat kecamatan wilayah

penelitian adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Di Kecamatan Kalitidu tiga UMKM terbesar

adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah 2.845 unit UMKM, kemudian sektor

industri pengolahan dengan jumlah 633, dan sektor jasa dengan jumlah 545 unit UMKM. Potensi

yang sama juga ditemukan di Kecamatan Tambakrejo, yaitu dengan tiga UMKM terbesar adalah

sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah 2.691 unit UMKM, kemudian sektor industri

pengolahan dengan jumlah 521 unit, dan sektor jasa dengan jumlah 368 unit UMKM.

Untuk Kecamatan Ngasem jumlah UMKM terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran

dengan jumlah 1.670 unit UMKM, kemudian sektor jasa dengan jumlah 287 unit UMKM dan sektor

industri pengolahan dengan jumlah 279 unit. Hal yang sama juga ditemui di Kecamatan Purwosari,

di mana sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah memiliki jumlah terbesar 1.105 unit

UMKM, kemudian sektor jasa dengan jumlah 158 unit UMKM dan sektor industri pengolahan dengan

jumlah 154 unit UMKM.

Potensi sektor perdagangan di lokasi penelitian ditunjukkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.7. Usaha Sektor Perdagangan

No Kecamatan 2011 2012 2013

1 Tambakrejo 77 99 113

2 Ngasem 161 192 206

3 Kalitidu 469 508 544

4 Purwosari 105 122 140

5 Gayam - 15 57

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014

Page 25: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

11

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

Data tersebut menunjukkan bahwa di sekitar area Migas Blok Cepu, sektor perdagangan mengalami

pertumbuhan. Paling tinggi adalah di Kecamatan Kalitidu yang berada pada jalur lintas tengah,

sedangkan Kecamatan Tambakrejo yang paling kecil, karena masih didominasi sektor pertanian.

2.2. Sentra-Sentra Ekonomi

Sentra-sentra ekonomi Kabupaten Bojonegoro tersebar di hampir seluruh kecamatan yang ada.

Klasifikasi industri tersebut didominasi oleh industri mamin tembakau dengan jumlah 12.188 industri

di tahun 2012. Meskipun industri ini mendominasi, tetapi secara keseluruhan porsinya mengalami

penurunan jika dilihat perkembangannya dari tahun 2010. Industri selanjutnya yang memiliki porsi

besar adalah industri barang lainnya dengan jumlah 6.984 industri. Diikuti oleh industri barang dari

kayu dan hasil hutan dengan jumlah 1.461 industri di tahun 2012. Kedua industri terakhir mengalami

peningkatan dari sisi jumlah jika dibandingkan dengan jumlah dari tahun 2010 hingga 2012.

Tabel 2.8. Jumlah Industri Berdasarkan Klasifikasi Industri

Industri 2010 2011 2012

Mamin Tembakau 13.189 12.368 12.188

Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki 779 1.080 1.198

Barang dari Kayu dan Hasil Hutan 955 1.268 1.461

Kertas dan barang Cetakan 7 13 14

Pupuk Kimia, dan Barang dari Karet 72 72 74

Semen dan Barang Galian Bukan Logam 1.284 1.391 1.428

Alat Angkutan, Mesin, dan Logam Elektro 624 688 708

Barang Lainnya 6.417 6.823 6.984

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013

Gambar 2.2. Proses Pengeringan Tembakau

Sumber: Bojonegoro.go.id

Banyaknya jumlah industri berdasarkan klasifikasi di atas berdampak pada besaran jumlah tenaga kerja

yang berhasil diserap.

Page 26: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

12

Tabel 2.9. Jumlah Tenaga Kerja berdasarkan Klasifikasi Industri

Industri 2010 2011 2012

Mamin Tembakau 51.688 50.017 50.425

Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki 1.713 2.205 2.292

Barang dari Kayu dan Hasil Hutan 3.374 3.516 3.924

Kertas dan Barang Cetakan 22 35 41

Pupuk Kimia, dan Barang dari Karet 151 152 152

Semen dan Barang Galian Bukan Logam 4.422 4.957 5.089

Alat Angkutan, Mesin, dan Logam Elektro 1.159 1.232 1.262

Barang Lainnya 7.203 8.413 8.611

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013

Adapun urutan terbesar adalah industri mamin tembakau dengan 50.425 orang tenaga kerja. Industri

barang lainnya dengan jumlah tenaga kerja 8.611 orang dan selanjutnya adalah industri semen dan

galian bukan logam dengan jumlah tenaga kerja 5.089 orang. Ketiga sektor tersebut memiliki porsi

yang besar, mengingat industri-industri tersebut bersifat padat karya. Industri mamin tembakau

memang menyerap tenaga kerja terbesar meskipun jumlahnya berkurang jika dibandingkan tahun

2010, hal tersebut berbanding lurus dengan penurunan jumlah industrinya di tahun yang sama.

Sedangan untuk lokasi sentra industri berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.10. di bawah

ini. Sentra tersebut merupakan 3 kecamatan terbesar untuk masing-masing klasifikasi industri.

Tabel 2.10. Sentra Industri Berdasarkan Kecamatan

Industri Kecamatan

Mamin Tembakau Sugihwaras, Sumberejo, Sukosewu

Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Ngraho, Baureno, Kanor

Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Kasiman, Bojonegoro, Margomulyo

Kertas dan Barang Cetakan Bojonegoro, Kapas

Pupuk Kimia, dan Barang dari Karet Bojonegoro, Balen, Sumberejo

Semen dan Barang Galian Bukan Logam Kalitidu, Malo, Padangan

Alat Angkutan, Mesin, dan Logam Elektro Kapas, Sumberejo, Baureno

Barang Lainnya Baureno, Kedungadem, Kanor

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013

Sentra industri yang ada cukup beragam dan tersebar di seluruh wilayah Bojonegoro. Sedangkan

potensi unggulan di sektor non pertanian adalah sebagai berikut:

Page 27: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

13

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

Tabel 2.11. Potensi Unggulan Sektor Non Pertanian

Sektor Gayam Kalitidu Ngasem Purwosari Tambakrejo

Pertambangan dan Penggalian Pasir

Sirtu

Pasir

Industri Pengolahan Kerupuk

Penggilingan padi Penggilingan padiPengeringan dan pengolahan tembakau

Tikar pandan

Induatri batu bata Kerupuk Penggilingan padiAnyaman rotan dan bambu

Pengolahan sari buah Roti dan kue Roti dan kue

Industri pakaian Kerupuk

Kerupuk

Perdagangan

Padi dan Palawija

Perdagangan beras besar

Eceran padi dan palawija

Eceran beras Toko Kelontong

Eceran sayuran

Perdagangan pasar Ederan beras Eceran buahEceran padi dan palawija

Eceran beras Eceran buah Eceran sayuran Eceran sayuran Eceran pupuk

PKL pakaian Padi dan palawija Eceran buah

PKL sepatu Dept. store

Angkutan Ojek motor

Ojek motor Angkutan sewa Ojek motor Ojek motor

Angkutan sewa Ojek motorAngkutan penumbang tidak bermotor

Angkutan penumpang tidak bermotor

Angkutan umum penumbang

Angkutan sewa

Jasa

Warung makan

Warung makan Warung makan Reog Warung makan

Makanan keliling

Kedai makan Kedai makan Kedeai makan Reog

MI Swasta Hotel bintang satu Kesehatan tradisional MTS swasta

MTs Swasta MI swasta MI swasta

Dokter umum

Sumber: Hasil Kajian KPJU Unggulan Sektoral, Bank Indonesia, 2014

Unggulan sektor pertambangan dan penggalian pasir ada di Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan

Tambakrejo. Sedangkan sirtu (pasir batu) ada di Kecamatan Tambakrejo. Industri pengolahan yang ada

di Kecamatan Gayam adalah industri kerupuk. Di Kecamatan Kalitidu industri pengolahan unggulan

adalah penggilingan padi, industri batu bata, pengolahan sari buah, industri pakaian dan kerupuk.

Kecamatan Ngasem memiliki industri unggulan penggilingan padi dan kerupuk. Kecamatan Purwosari

dengan industri unggulan cukup beragam, antara lain pengeringan dan pengolahan tembakau,

penggilingan padi, roti dan kue, dan kerupuk. Sedangkan Kecamatan Tambakrejo memiliki industri

unggulan tikar pandan, anyaman rotan dan bambu, serta industri roti dan kue.

Unggulan sektor perdagangan di Kecamatan Gayam antara lain perdagangan padi dan palawija,

eceran sayuran, eceran beras, PKL pakaian dan PKL sepatu. Kecamatan Kalitidu dengan unggulan

perdagangan beras besar, perdagangan pasar, eceran buah, padi dan palawija, serta dept. store.

Kecamatan Ngasem dengan unggulan perdagangan eceran padi dan palawija, eceran beras, eceran

sayuran, dan eceran buah. Kecamatan Purwosari dengan unggulan perdagangan eceran beras, eceran

sayuran, dan eceran buah. Sedangkan Kecamatan Tambakrejo dengan unggulan perdagangan toko

kelontong, eceran padi dan palawija, dan eceran pupuk.

Page 28: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

14

Pertumbuhan usaha perdagangan berdasarkan data izin usaha perdagangan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.12. Jumlah Izin Usaha Perdagangan

No Kecamatan 2011 2012 2013

1 Tambakrejo 77 99 113

2 Ngasem 161 192 206

3 Kalitidu 469 508 544

4 Purwosari 105 122 140

5 Gayam - 15 57

Jumlah 2.823 2.948 3.073

Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014

Usaha perdagangan di sekitar area Blok Cepu mengalami perkembangan dari tahun ke tahun di semua

kecamatan yang ada. Dari 2.823 unit pada tahun 2011 meningkat menjadi 2.948 unit pada tahun

2012 dan 3.073 unit pada tahun 2013.

Unggulan pada sektor angkutan di Kecamatan Gayam adalah ojek motor. Kecamatan Kalitidu dengan

ojek motor dan angkutan sewa. Kecamatan Ngasem dengan angkutan sewa, ojek motor dan angkutan

umum penumpang. Kecamatan Purwosari dengan unggulan ojek motor dan angkutan penumpang

tidak bermotor. Kecamatan Tambakrejo dengan unggulan angkutan ojek motor, angkutan penumpang

tidak bermotor dan angkutan sewa.

Usaha jasa yang menjadi unggulan antara lain warung makan di semua kecamatan, kedai makan, dan

sekolah swasta. Sementara di Kecamatan Kalitudu berkembang sektor unggulan jasa hotel, karena

Kecamatan Kalitudu berada di jalan poros tengah sebagai jalur utama lintas Bojonegoro menuju Cepu

dan Ngawi.

2.3. Potensi Sumber Daya Alam

Tujuan pengelolaan sumber daya alam adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) yang

memiliki fungsi sebagai sumber devisa, pemenuhan kebutuhan manusia, pelestarian lingkungan,

pembangunan daerah atau masyarakat dan pemerataan (Reksohadiprodjo, 1998). Sumber daya alam

dan energi merupakan kekayaan alam yang memiliki fungsi sosial dan digunakan sebesar-besarnya

untuk kemakmuran rakyat (Daldjoeni, N. 1998). Potensi sumber daya alam di sekitar area Migas Cepu

meliputi pertanian, peternakan dan perikanan, akan diuraikan sebagai berikut:

a. Pertanian

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menggerakkan perekonomian Kabupaten

Bojonegoro. Dilihat dari luas tanah Kabupaten Bojonegoro sebanyak 230.706 ha, perincian

penggunaannya adalah sebagai berikut:

Page 29: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

15

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

Tabel 2.13. Penggunaan Tanah di Bojonegoro 2011-2013

No PenggunaanTahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013

Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %

1 Tanah sawah 82.085 35,58 82.085 35,58 76.848 33,31

2 Tanah kering 44.803 19,42 44.803 19,42 44.803 19,42

3 Hutan negara 92.628 40,15 92.628 40,15 92.628 40,15

4 Perkebunan 600 0,26 600 0,26 600 0,26

5 Lain-lain 10.589 4,59 10.589 4,59 15.826 6,86

Jumlah 230.706 100 230.706 4,59 230.706 6,86

Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014

Gambar 2.3. Penggunaan Tanah Bojonegoro 2013

Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa mayoritas tanah yang ada di Bojonegoro merupakan

hutan negara yang dikelola oleh Perhutani. Sedangkan perubahan penggunaan tanah terjadi pada

tanah sawah pada tahun 2013 yang beralih fungsi menjadi pemukiman ataupun penggunaan lainnya

non pertanian.

Luas tanah yang digunakan untuk sektor pertanian tergambar dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.14. Jenis Lahan Pertanian

No Kecamatan Luas sawah (ha) Luas ladang (ha)

1 Tambakrejo 3.305 4.405

2 Ngasem 4.6 5.284

3 Kalitidu 5.221 1.342

4 Purwosari 2.255 1.115

Jumlah 10.781 12.146

Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014

Sawah paling luas di Kecamatan Kalitidu disusul Kecamatan Tambakrejo dan Kecamatan Purwosari.

Sedangkan ladang paling luas di Kecamatan Ngasem dan Kecamatan Tambakrejo.

Mengenai potensi unggulan di sektor pertanian masing-masing kecamatan di sekitar area Migas tersaji

pada tabel berikut ini:

Page 30: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

16

Tabel 2.15. Potensi Unggulan Sektor Pertanian

SektorKecamatan

Gayam Kalitidu Ngasem Purwosari Tambakrejo

Tanaman Pangan

Tanaman padi Tanaman padi Tanaman padi Tanaman padi Tanaman jagung

Tanaman jagung Belimbing Tanaman jagung Tanaman jagung Tanam umbi-umbian

Kacang hijau Jambu bijiTanaman kacang hijau

Tanaman kacang hijau

Tanaman padi

Tanaman kedelai Tanaman jagungTanaman kacang tanah

Tanaman kedalai

Tanaman kacang tanah

Semangka

Perkebunan Tebu

Tembakau Buah-buahan tropis Buah-buahan tropis

Cabe Tebu Tebu

Tembakau Tembakau

Peternakan

Ayam buras Sapi potong Ayam buras Sapi potong Sapi potong

Sapi potong Ayam buras Sapi potong Ayam buras Ayam buras

Ayam Ras pedaging Kambing potong Kambing potong

Domba

Kambing potong

Perikanan Budidaya ikan air tawar di kolam

Budidaya ikan air tawar di kolam

Kehutanan Hutan jatiHutan jati Hutan jati

Bambu Mahoni

Sumber: Hasil Kajian KPJU Unggulan Sektoral, Bank Indonesia, 2014

Jenis komoditas tanaman pangan unggulan di semua kecamatan antara lain padi, jagung, kedelai,

kacang tanah, kacang kedelai, dan umbi-umbian. Ini juga sesuai dengan lapangan usaha masyarakat

yang mayoritas bergerak di sektor pertanian.

Dari sisi komoditas, padi adalah komoditas terbesar yang dihasilkan pertanian tanaman pangan.

Tabel 2.16. Luasan Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ha)

No KomoditasKecamatan

Tambakrejo Ngasem Kalitidu Purwosari

1 Padi 4.082 5.993 11.792 2.494

2 Jagung 4.376 1.037 514 2.028

3 Ubi kayu 770 447 35 10

4 Uji jalar 9 - - -

5 Kedelai 1.356 110 105 200

6 Kacang tanah 95 74 - 12

7 Kacang hijau - 590 131 241

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013

Dari data tersebut, padi masih mendominasi luasan panen komoditas pertanian tanaman pangan,

diikuti jagung dan kedelai.

Page 31: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

17

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

Tabel 2.17. Produksi Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ton)

No KomoditasKecamatan

Tambakrejo Ngasem Kalitidu Purwosari

1 Padi 21.982,56 25.070,84 58.462,09 13.551,32

2 Jagung 22.707,67 4.343,61 1.655,06 6.791,82

3 Ubi kayu 9.625,00 8.359,00 1.068,00 112,00

4 Uji jalar 81,00 - - -

5 Kedelai 2.042,15 157,30 99,27 283,16

6 Kacang tanah 95,00 33,44 - 15,22

7 Kacang hijau - 477,90 98,25 195,21

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013

Dari data tersebut, padi masih mendominasi produksi panen komoditas pertanian tanaman pangan,

diikuti jagung, ubi kayu dan kedelai.

b. Perkebunan

Jenis tanaman perkebunan sebagai unggulan yang berkembang di sekitar Blok Cepu adalah: tebu,

tembakau, dan buah tropis. Buah tropis yang paling potensial adalah pisang, mangga, jeruk, belimbing

dan sawo.

c. Peternakan

Berdasarkan jumlah jenis ternak, hanya babi yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Bojonegoro.

Sedangkan untuk jenis ternak lainnya relatif mengalami fluktuasi dalam hal jumlah. Kerbau adalah

jenis ternak yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat Bojonegoro, diikuti oleh sapi dan domba

diurutan selanjutnya.

Tabel 2.18. Jumlah Ternak

Jenis TernakTahun

2010 2011 2012

Sapi Perah 156 193 145

Sapi 512 975 578

Kerbau 1.208 966 1.191

Kuda 173 182 190

Kambing 105 115 120

Domba 752 812 444

Babi 7 - -

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013

Sektor peternakan sapi dan ayam buras merata di semua kecamatan, sedangkan domba dan kambing

potong ada di Kecamatan Kalitidu, Kecamatan Purwosari dan Kecamatan Tambakrejo. Populasi ternak

tahun 2013 berdasarkan data adalah sebagai berikut:

Page 32: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

18

Tabel 2.19. Populasi Ternak

No KecamatanJenis Ternak

Sapi Kerbau Kambing Domba

1 Tambakrejo 14.784 51 10.036 10.269

2 Ngasem 10.926 50 3.101 3.980

3 Kalitidu 7.171 - 1.674 3.125

4 Purwosari 6.218 55 1.345 5.561

Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014

Dari data tersebut terlihat bahwa sapi, kambing dan domba masih mendominasi jenis ternak yang

menjadi lapangan usaha masyarakat.

d. Perikanan

Potensi sumber daya perikanan memang tidak terlalu menonjol di Kabupaten Bojonegoro. Tetapi

secara keseluruhan memiliki peningkatan hasil produksi dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Sumber

produksi ikan dari budidaya kolam adalah yang paling banyak, diikuti dengan sumber penangkapan

perairan umum dan sawah tambak, dan yang menarik adalah mulai difungsikannya sawah padi sebagai

tempat budidaya ikan melalui metode mina padi.

Tabel 2.20. Jumlah Produksi Ikan (ton)

SumberTahun

2010 2011 2012

Penangkapan Perairan Umum 706,8 740,6 781,5

Kolam 638,5 1.053,6 1.607,7

Sawah Tambak 327,2 328,6 334,1

Mina Padi - 2 2,5

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013

Budidaya ikan air tawar terdapat di Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Purwosari. Jenis ikan yang

dibudidayakan antara lain nila, lele, patin dan gurami. Kendala umum yang ada adalah masalah

ketersediaan air yang tidak konstan sepanjang tahun, terutama pada musim kemarau.

e. Kehutanan

Sektor kehutanan dengan jenis tanaman jati merupakan unggulan di Kecamatan Ngasem, Kecamatan

Tambakrejo dan Kecamatan Purwosari. Sedangkan jenis mahoni merupakan unggulan di Kecamatan

Tambakrejo. Jenis lain adalah bambu yang ada di Kecamatan Purwosari. Mengenai luasan hutan yang

ada di lokasi sekitar area Migas, tersaji dalam tabel berikut ini:

Page 33: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

19

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

Tabel 2.21. Penguasaan Hutan

No Kecamatan Hutan rakyat (ha) Hutan negara (ha)

1 Tambakrejo 1.243 11.462

2 Ngasem 2.626 6.552

3 Kalitidu 1.150 210

4 Purwosari 1.083 -

Jumlah 6.102 18.224

Persentase 25,1% 74,9%

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014

Data tersebut menunjukkan bahwa 74,9% hutan yang ada merupakan hutan negara yang dikelola

oleh Perhutani, sedangkan sebanyak 25,1% merupakan hutan rakyat. Kecamatan Tambakrejo

dan Kecamatan Ngasem merupakan dua kecamatan yang memiliki jumlah hutan yang cukup luas

dibandingkan dengan Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Purwosari.

2.4. Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat Setempat

Aspek sosial budaya menyangkut pola kehidupan masyarakat dan perubahannya yang mempunyai arti

yang luas, yang dapat diartikan sebagai perubahan dalam arti positif maupun negatif sebagai dampak

dari adanya industri Migas. Arti perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur

masyarakat yang selalu berjalan sejajar dengan perubahan kebudayaan dan fungsi suatu sistem

sosial. Hal ini dinamakan perubahan sosial hubungan fungsional, karena tiap-tiap struktur mendapat

dukungan dari nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan (Jacobus Ranjabar, 2010).

Masyarakat sekitar Blok Cepu adalah masyarakat agraris, sehingga perkembangan tradisi sosial budaya

juga merupakan tradisi masyarakat agraris. Adat dan tradisi yang berkembang dipengaruhi oleh sistem

religi (kepercayaan) dan sistem ekonomi (mata pencaharian) yang merupakan unsur universal dari

kebudayaan (Koentjaraningrat, 1974).

Berdasarkan data yang ada, masyarakat sekitar Blok Cepu mayoritas beragama Islam. Berikut ini

disajikan jumlah masjid dan mushola yang ada di sekitar Blok Cepu adalah sebagai berikut:

Tabel 2.22. Jumlah Tempat Ibadah

No Kecamatan Mesjid Mushola

1 Tambakrejo 51 215

2 Ngasem 60 378

3 Kalitidu 67 384

4 Purwosari 22 144

Jumlah 200 1.121

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014

Hasil survei dan wawancara dari berbagai sumber di lapangan, diperoleh informasi bahwa masyarakat

di sekitar Blok Cepu masih memiliki tradisi kehidupan sosial budaya antara lain: sedekah bumi sebagai

wujud rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang dilakukan dengan mengumpulkan

hasil bumi dan disedekahkan. Tradisi lain adalah gotong royong, kerja bakti, dan rewang dalam

kegiatan hajatan, kematian dan kelahiran bayi (Wawancara, 2014). Selain itu, masyarakat sekitar Blok

Page 34: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

20

Cepu juga banyak memiliki kegiatan bersama yang terorganisasi, antara lain kegiatan PKK, Posyandu,

Dasawisma, arisan, pengajian, dan lain-lain yang banyak dilakukan oleh ibu-ibu dan remaja putri.

Selain itu juga berkembang kegiatan organisasi kemasyarakatan baik dalam bentuk pranata sosial

maupun organisasi yang berbadan hukum ataupun organisasi yang berafiliasi pada struktur organisasi

yang lebih tinggi, seperti kelompok kesenian, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi

pemuda (Karang Taruna), organisasi wanita, kelompok tani, kelompok ternak dan sebagainya.

Berdasarkan data yang ada, jumlah organisasi Karang Taruna disekitar Blok Cepu adalah sebagai

berikut:

Tabel 2.23. Jumlah Organisasi Karangtaruna

No Kecamatan Jumlah organisasi Jumlah anggota

1 Tambakrejo 18 1.165

2 Ngasem 17 919

3 Kalitidu 18 1.128

4 Purwosari 12 753

5 Gayam 12 698

Jumlah 77 4.663

Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014

Data tersebut mengisyaratkan adanya potensi dari para pemuda yang ada di sekiar Blok Cepu yang

terorganisir. Fakta tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar Blok Cepu memiliki modal sosial

untuk bekerja sama, bergotong royong dan berorganisasi. Dengan adanya proyek Migas, ternyata

tradisi gotong royong dan berorganisasi tidak berubah.

Namun berkaitan dengan adanya ganti rugi yang diterima masyarakat, maka ada perubahan perilaku

konsumtif masyarakat, dan konflik karena kecemburuan antara masyarakat yang menerima ganti

rugi dengan tetangganya yang tidak mendapat ganti rugi. Selain itu keinginan masyarakat untuk

bekerja di perusahaan Migas yang tidak kesampaian, menyebabkan adanya potensi konflik antara

masyarakat dengan perusahaan Migas. Bantuan dari perusahaan dalam bentuk bantuan langsung

kepada masyarakat menyebabkan terjadinya ketergantungan masyarakat terhadap perusahaan Migas.

Namun bantuan dari perusahaan Migas dalam bentuk pembangunan fasilitas umum (jalan, sekolah,

lapangan olah raga dan tempat ibadah) dan kegiatan pengembangan SDM (pelatihan siswa, bidan,

guru, dan pemuda) tidak menyebabkan ketergantungan pada masyarakat.

Di lokasi penelitian memang belum semua masyarakat yang terkena dampak Blok Cepu mendapat

ganti rugi. Masyarakat yang berada di Ring I (lokasi pengeboran) yaitu masyarakat yang ada di Banyu

Urip , Kecamatan Gayam, Sumur A, Sumur B, dan Sumur C di Kecamatan Tambakrejo telah mendapat

ganti rugi. Sedangkan yang ada di Ring II dan Ring III, masih dalam proses sosialisasi.

Kehadiran proyek Migas di Blok Cepu memberikan dampak langsung dan tidak langsung kepada

kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat. Hal ini terkait dengan pembebasan lahan yang

dilakukan oleh perusahaan. Jenis lahan milik masyarakat yang dibebaskan terdiri dari:

Page 35: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

21

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

Tabel 2.24 Jenis Lahan yang Dibebaskan

No Jenis lahan Frekuensi Persentase

1 Pekarangan 12 31,6%

2 Sawah/kebun 23 60,5%

3 Lainnya 3 7,9%

Jumlah 38 100%

Sumber: Data primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)

Jenis lahan yang dibebaskan 60,5 % adalah jenis sawah/kebun yang merupakan sumber mata

pencaharian utama masyarakat. Sehingga kehadiran proyek Migas Blok Cepu memberikan dampak

langsung pada mata pencaharian masyarakat yang kehilangan kepemilikan lahan garapan. Dalam

praktiknya walaupun telah dibebaskan, sepanjang belum digunakan oleh perusahaan, masyarakat

dapat memanfaatkan lahan tersebut.

Mengenai tanggapan masyarakat akan kehadiran proyek Migas, secara umum ditanggapi positif oleh

masyarakat. Sedangkan mengenai manfaat yang dirasakan masyarakat adalah:

Tabel 2.25. Manfaat yang Diterima Masyarakat

No Manfaat yang diterima masyarakat Frekuensi Persentase

1 Bekerja di perusahaan 2 5,26%

2 Uang ganti rugi 24 63,16%

3 Dapat memanfaatkan lahan 6 15,79%

4 Bantuan bagi masyarakat 4 10,53%

Jumlah 38 100%

Sumber: Data primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)

Pada survei yang dilakukan terhadap 38 responden penelitian, 14 orang (36,8%) telah mendapat ganti

rugi dan 24 orang (63,2%) belum mendapat ganti rugi. Pemanfaatan uang ganti rugi oleh warga

masyarakat yang telah menerima dan akan menerima ganti rugi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.26. Penggunaan Uang Ganti Rugi

No Penggunaan uang ganti rugi Frekuensi Persentase

1 Ditabung 6 15,79%

2 Konsumsi 1 2,63%

3 Modal usaha 3 7,89%

4 Beli lahan 5 13,16%

5 Beli lahan + ditabung 18 47,37%

6 Beli lahan + konsumsi 5 13,16%

Jumlah 38 100%

Sumber: Data primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)

Masyarakat di Kecamatan Tambakrejo yang telah menerima ganti rugi dan yang belum menerima

ganti rugi nampaknya belajar dari kesalahan sebagian masyarakat Kecamatan Gayam (yang terlebih

dahulu menerima ganti rugi) dalam menggunakan uang ganti rugi. Mereka yang hanya menggunakan

uang ganti rugi untuk konsumtif, ternyata dalam waktu singkat (beberapa bulan) kemudian menjadi

Page 36: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro

22

“orang miskin baru”. Sehingga masyarakat yang belakangan mendapat ganti rugi ternyata lebih bijak

menggunakan uang ganti ruginya untuk beli lahan dan ditabung.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka ada potensi positif dari masyarakat sekitar Blok Cepu untuk

mengembangkan potensi sosial yang ada menjadi potensi ekonomi. Tradisi gotong royong dalam

kegiatan sosial dapat ditingkatkan menjadi tradisi gotong royong dalam kegiatan ekonomi.

Data potensi tersebut di atas menunjukkan bahwa daerah di sekitar wilayah penelitian (area Migas

Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro) memiliki potensi yang cukup baik bagi masyarakat untuk

mengembangkan usaha. Adapun jenis usaha yang dinilai memiliki potensi untuk dikembangkan di

wilayah penelitian tersebut yaitu budidaya kambing dan sapi. Budidaya kambing dan sapi memiliki

peluang dan potensi pasar yang baik karena: (1) Permintaan akan daging kambing dan sapi (lokal,

domestik, ekspor) saat ini masih sangat tinggi khususnya karena cita rasa daging kambing dan sapi

sangat spesifik; (2) Ketersediaan pakan sangat memadai yang dapat diperoleh dari hasil pertanian

seperti jagung dan pelepah daun pisang.

Adapun potensi pengembangan yang lain adalah budidaya jahe sebagai alternatif tanaman selain padi,

karena jahe merupakan tanaman empon-empon sebagai tanaman tumpang sari pada lahan tegakan

(dibawah pepohonan) maupun pada lahan produktif. Berdasarkan data lapangan, daerah disekitar

area Migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro memiliki 2 (dua) bentuk lahan pertanian, yakni lahan

produktif yang selama ini ditanami padi atau jagung dan lahan tumpang sari pada lahan tegakan (di

bawah pepohonan) dalam hal ini pohon jati. Kedua-duanya dapat dijadikan lahan untuk budidaya

jahe, bahkan jahe juga dapat ditanam dengan media polybag atau karung. Selain itu, permintaan

untuk tanaman jahe juga cukup tinggi, terutama untuk tanaman jahe yang akan diolah dalam bentuk

obat-obatan kemasan.

Page 37: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

23

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

Bab IIIKonsep Pemberdayaan Masyarakat

di Sekitar Area Migas

3.1. Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pembangunan masyarakat adalah gerakan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh

masyarakat dengan partisipasi aktif dan apabila mungkin didasarkan atas inisiatif masyarakat. Akan

tetapi apabila inisiatif ini tidak datang maka diperlukan teknik-teknik untuk menumbuhkan dan

mendorongnya (Hatta, 1997).

Ahli sosiologi, Todaro mendefinisikan pembangunan sebagai proses multidimensi yang mencakup

perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga nasional

dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan penanggulangan kemiskinan.

Pengertian pembangunan masyarakat selama ini dipahami sebagai usaha untuk memajukan

kehidupan masyarakat dan warganya. Pembangunan masyarakat yang dilaksanakan akhir-akhir ini

melahirkan kesadaran baru yang lebih kuat dalam bentuk perhatian terhadap aspirasi masyarakat

dalam pembangunan (Arif Budiman, 2000).

Lebih lanjut Nasikun menekankan akan arti pembangunan yang berbasis pada masyarakat dengan istilah

people centered development yang kemudian dikenal dengan PBR (Pendekatan Berpusat pada Rakyat)

atau kemudian dikenal dengan istilah pemberdayaan masyarakat (Nasikun, 2001). Rakyat semestinya

menjadi fokus pemberdayaan dalam proses pembangunan (Nani Sudarsono, 2002). Pemberdayaan

masyarakat akan menempatkan masyarakat sebagai subyek. Paradigma ini mencerminkan konsep baru

pembangunan yaitu: “people centered, participatory, empowering and sustainable” (Kartasasmita,

1996). Sementara orientasi dari pemberdayaan tersebut bermuara pada kemandirian masyarakat

(Gunawan, 1999). Implementasinya juga harus memperhatikan kendala yang menjadi penghambat

aktualisasi pemberdayaan tersebut (Pranarka, 1996).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat dipahami bahwa fokus pembangunan adalah masyarakat

melalui proses pemberdayaan. Implementasinya juga harus memperhatikan kendala yang menjadi

penghambat aktualisasi pemberdayaan. Dengan demikian maka dalam proses pemberdayaan,

identifikasi kendala menjadi keharusan sebelum pemberdayaan dilakukan.

Partisipasi aktif menjadi keharusan dalam proses pemberdayaan tersebut. Akan tetapi apabila inisiatif ini

tidak datang maka diperlukan teknik-teknik untuk menumbuhkan dan mendorongnya. Pengembangan

masyarakat kawasan industri Migas oleh BUMN/S bersifat wajib sesuai ketentuan dalam Bab VIII

Pasal 40 Ayat 3, 4, 5 dan 6, dari Undang-Undang Migas No.22/2001 di mana ditegaskan bahwa:

Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi ikut

bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Sejalan dengan

otonomi daerah, disadari betul bahwa operasionalisasi tambang Migas dan termasuk pula tambang

Page 38: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

24

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

mineral lainnya tidak bisa dipisahkan dari lingkungan dan masyarakat sekitar lokasi tambang. Hal ini

menunjukkan bahwa Industri Migas memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan masyarakat

setempat.

Terkait dengan pemberdayaan masyarakat (Community Develompment/CD), BPMIGAS mengeluarkan

Pedoman Tata Kerja No: 017/PTK/III/2005 tentang Pengembangan Masyarakat. Pedoman tersebut

ditujukan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) dalam melaksanakan program CD

guna memperlancar kegiatan operasi di lapangan. Bidang program CD meliputi: Bidang Ekonomi,

Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Bidang Kesehatan, Bidang Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum,

dan Bidang Lingkungan. Pola pelaksanaan program dapat dilakukan oleh sendiri oleh Kontraktor

KKS melalui fungsi organisasi yang ada atau bermitra dengan pihak lain, seperti pemerintah daerah

setempat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, kelompok swadaya masyarakat dan/atau institusi

lainnya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, perusahaan migas memiliki landasan untuk aktif melakukan kegiatan

pemberdayaan masyarakat. Berkaitan dengan pengembangan LKM yang memiliki fungsi pemberdayaan,

Perusahaan Migas memiliki dasar hukum yang kuat, karena pemberdayaan yang diatur oleh BP MIGAS

juga mencakup pemberdayaan sektor ekonomi. Model pemberdayaan yang banyak diimplementasikan

untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adalah model Participatory Rural Appraisal atau PRA, yaitu

pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah

kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata.

Tujuan kegiatan PRA yang utama ialah untuk menghasilkan rancangan program yang memihak hasrat

dan keadaan masyarakat. Terlebih daripada itu, tujuan pendidikannya adalah untuk mengembangkan

kemampuan masyarakat dalam menganalisa keadaan mereka sendiri dan melakukan perencanaan

melalui kegiatan aksi. Beberapa hal prinsip yang ditekankan dalam PRA ialah:

1) Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat

Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti bahwa PRA

dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi pengetahuan tradisional

dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya sendiri. Prinsip ini merupakan

pembalikan dari metode pembelajaran konvensional yang bersifat mengajari masyarakat. Kenyataan

membuktikan bahwa dalam perkembangannya pengalaman dan pengetahuan tradisional

masyarakat tidak sempat mengejar perubahan yang terjadi, sementara itu pengetahuan modern

yang diperkenalkan orang luar tidak juga selalu memecahkan masalah. Oleh karenanya diperlukan

ajang dialog antara keduanya untuk melahirkan sesuatu program yang lebih baik. PRA bukanlah

suatu perangkat teknik tunggal yang telah selesai, sempurna, dan pasti benar. Akan tetapi,

metode ini selalu harus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Kesalahan

yang dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses pengembangan PRA. Bukan

kesempurnaan penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan sebaik-baiknya sesuai dengan

kemampuan yang ada dan mempelajari kekurangan yang terjadi agar berikutnya menjadi lebih

baik. Meski demikian, PRA bukan kegiatan coba-coba (trial and error) yang tanpa perhitungan kritis

untuk meminimalkan kesalahan.

Page 39: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

25

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

2) Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai perbedaan, dan informal

Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai individu yang

mempunyai masalah dan kepentingan sendiri. Oleh karenanya keterlibatan semua golongan

masyarakat adalah sangat penting. Golongan yang paling diperhatikan justru yang paling sedikit

memiliki akses dalam kehidupan sosial komunitasnya (miskin, perempuan, anak-anak, dan lain lain).

Masyarakat heterogen memiliki pandangan pribadi dan golongan yang berbeda. Oleh karenanya

semangat untuk saling menghargai perbedaan tersebut adalah penting artinya. Yang terpenting

adalah pengorganisasian masalah dan penyusunan prioritas masalah yang akan diputuskan sendiri

oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA dilaksanakan dalam suasana yang luwes, terbuka,

tidak memaksa, dan informal. Situasi santai tersebut akan mendorong tumbuhnya hubungan

akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota bukan sebagai tamu asing yang

harus disambut secara protokoler. Dengan demikian suasana kekeluargaan akan dapat mendorong

kegiatan PRA berjalan dengan baik.

3) Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku

Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaku,

guru, penyuluh, instruktur, dan lain-lain. Perlu bersikap rendah hati untuk belajar dari masyarakat dan

menempatkan masyarakat sebagai narasumber utama. Bahkan dalam penerapannya, masyarakat

dibiarkan mendominasi kegiatan. Secara ideal sebaiknya penentuan dan penggunaan teknik dan

materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya banyak ditentukan oleh masyarakat.

4) Konsep triangulasi

Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, dapat digunakan konsep

triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck).

Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (disiplin ilmu), sumber informasi

(latar belakang golongan masyarakat dan tempat), dan variasi teknik.

a) Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitu bersama masyarakat bisa

diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan proses belajar

yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan program.

b) Menggali berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data dan

informasi (terutama data sekunder) yang harus dikaji ulang dan diperiksa sumbernya dengan

menggunakan teknik lain.

c) Tim PRA yang multidisipliner, dengan maksud sudut pandang yang berbeda dari anggota

tim akan memberi gambaran yang lebih menyeluruh terhadap penggalian informasi dan

memberi pengamatan mendalam dari berbagai sisi.

5) Optimalisasi hasil

Pelaksanaan PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang terampil, dan partisipasi

masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil dengan pilihan yang

menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan. Oleh karenanya kuantitas dan akurasi informasi

Page 40: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

26

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan berskala besar namun biaya yang tersedia tidak

mencukupi.

6) Berorientasi praktis

Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan demikian

dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik

daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah.

7) Keberlanjutan program

Masalah dan kepentingan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat

itu sendiri. Karenanya, pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali kemudian selesai, namun

merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang mereka kembangkan dapat

dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari potensi masyarakat.

8) Mengutamakan yang terabaikan

Prinsip ini dimaksudkan agar masyarakat yang terabaikan dapat memperoleh kesempatan untuk

berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan pada

pihak atau golongan masyarakat yang terabaikan bukan berarti bahwa golongan masyarakat lainnya

(elite masyarakat) perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak diikutsertakan. Keberpihakan

ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan dan

lapisan yang ada di masyarakat, dengan mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya

dapat meningkat.

9) Pemberdayaan (penguatan) masyarakat

Kemampuan masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan,

penentuan kebijakan, penilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian

masyarakat memiliki akses (peluang dan kesempatan) serta memiliki kemampuan memberikan

keputusan dan memilih berbagai keadaan yang terjadi. Dengan demikian mereka dapat mengurangi

ketergantungan terhadap bantuan ‘orang luar’.

10) Santai dan informal

Penyelenggaraan kegiatan PRA bersifat luwes, tidak memaksa, dan informal sehingga antara orang

luar dan masyarakat setempat terjalin hubungan yang akrab, orang luar akan berproses masuk

sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian kedatangan orang luar tidak perlu disambut atau

dijamu secara adat oleh masyarakat dan tokohnya maupun oleh pemerintah setempat. Orang luar

yang masuk harus memperhatikan jadwal atau waktu kegiatan masyarakat, sehingga penerapan

PRA tidak mengganggu kegiatan rutin masyarakat.

11) Keterbukaan

PRA sebagai metode dan perangkat teknik pendekatan kepada masyarakat masih belum sempurna,

dan belum selesai. Berbagai teknik penerapannya di dalam praktik masih terus dikembangkan

dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karena itu berbagai

Page 41: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

27

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

pengalaman penerapan tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk

memperbaiki konsep dan pemikiran serta dalam merancang teknik-teknik baru sehingga sangat

berguna dalam memperkaya metode ini.

Prinsip dasar dari pemberdayaan masyarakat yang akan dikembangkan adalah mengharuskan adanya

partisipasi, nilai tambah dan kemandirian. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara penuh

sejak perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan sumber daya, evaluasi monitoring, pelaporan dan

keberlangsungan program. Nilai tambah dalam arti bahwa masyarakat yang terlibat dalam program

akan memiliki nilai tambah secara ekonomi, berupa peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Kemandirian dalam arti bahwa program yang dilaksanakan berorientasi pada kemandirian kelompok

maupun individu. Mentalitas (pola pikir) masyarakat diarahkan pada mental mandiri, artinya tidak

tergantung selamanya pada bantuan pihak lain.

Berdasarkan hasil riset, di sekitar Blok Cepu ternyata telah banyak program kegiatan pemberdayaan

yang telah dilakukan, antara lain:

1) Program Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

LMDH merupakan implementasi dari Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

yang dicanangkan oleh Perum Perhutani pada tahun 2001, dengan membuka kesempatan bagi

masyarakat desa hutan untuk terlibat aktif dalam pengelolaan hutan. Keterlibatan aktif ini dimulai

dari terjalinnya kerja sama pengelolaan hutan antara Perhutani dengan Lembaga Masyarakat

Desa Hutan (LMDH). Dalam sistem PHBM ini dilakukan proses pemberdayaan kepada masyarakat

desa hutan yang bertujuan untuk mencapai pengelolaan sumber daya hutan yang lestari dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan

hutan ini dapat dimaknai sebagai proses untuk berbagi peran, berbagi ruang dan waktu, serta

berbagi hasil. Dengan melibatkan masyarakat desa hutan dalam setiap tahapan pengelolaan hutan

mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi akan memberi makna yang dalam

bagi mereka. Motivasi dan tanggung jawab bersama dalam pengelolaan hutan akan muncul dari

proses-proses yang dilalui dalam pemberdayaan masyarakat.

Salah satu contoh LMDH yang berhasil adalah LMDH “Jati Bersemi” Desa Kalisumber, Kecamatan

Tambakrejo. Selain mendapat manfaat dari pengelolaan hutan bersama perhutani, kelompok ini

juga telah berhasil membentuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) berbadan hukum. KSP ini memberikan

pinjaman modal usaha bagi anggotanya untuk meningkatkan ekonomi.

2) Bantuan Penguatan modal koperasi dan pelatihan oleh Exxon Mobile

Bentuk program pemberdayaan masyarakat dari Exxon Mobile kepada masyarakat dilakukan secara

tidak langsung, yaitu melalui penyaluran bantuan modal kepada Koperasi Jasa Keuangan Syariah

Dompet Dhuafa (KJKS DD) dan penyaluran dana untuk pendampingan masyarakat khususnya

pembentukan koperasi pemuda melalui LSM Mercy Corp. Modal yang diberikan oleh Exxon Mobile

kepada KJKS DD sebesar Rp 900 juta rupiah. Menurut pengurus KJKS DD, pemberian penguatan

modal ini sangat bermanfaat bagi pengembangan ekonomi anggota koperasi. Penyalurannya

dilakukan pada anggota yang memiliki kegiatan ekonomi produktif. KJKS DD juga memberikan

bantuan pendampingan bagi anggota yang memerlukan dalam menjalankan usahanya.

Page 42: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

28

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

Di samping itu, kegiatan yang dilakukan oleh LSM Mercy Corp. adalah melakukan pelatihan dan

pendampingan bagi para pemuda untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif melalui wadah

koperasi. Saat ini LSM Mercy Corp. sedang merintis pembentukan 10 koperasi pemuda.

3) Bantuan modal koperasi dari Provinsi Jatim kepada Koperasi Wanita

Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara rutin memberikan bantuan penguatan modal bagi Koperasi

Wanita di setiap desa yang ada di Jawa Timur, termasuk Koperasi Wanita yang ada di sekitar Blok

Cepu. Besarnya dana yang diberikan sebanyak Rp 25 juta tiap tahun.

4) Pembinaan, bantuan modal dan penguatan SDM (pelatihan) oleh Dinas Koperasi

Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bojonegoro secara rutin memberikan pelatihan penguatan

SDM dan manajemen koperasi. Memang pelatihan ini tidak dikhususkan kepada koperasi di sekitar

Blok Cepu, tetapi ditujukan kepada seluruh koperasi di Bojonegoro. Salah satu koperasi yang telah

menerima pelatihan yaitu KSP “Jati Bersemi”. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro juga secara rutin

memberikan bantuan modal lunak kepada koperasi yang operasionalnya ditangani Dinas Koperasi

dan UKM. Modal ini ditujukan kepada Koperasi dan UKM yang membutuhkan penguatan modal

dengan persyaratan tertentu.

5) Pembinaan oleh Dekopin Bojonegoro

Kegiatan pemberdayaan lain yang telah dilakukan adalah pemberdayaan koperasi oleh Dekopin

Bojonegoro. Selain melakukan pelatihan, pembinaan, dan pengawasan, Dekopin juga secara rutin

melakukan penilaian kesehatan koperasi dan pemeringkatan koperasi. Kedua kegiatan ini sangat

bermanfaat bagi perkembangan koperasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses pemberdayaan masyarakat

yang telah berlangsung belum menunjukkan adanya kegiatan yang terintegrasi dan berkesinambungan.

Berbagai stakeholders yang melakukan pemberdayaan belum memiliki visi bersama mengenai

bagaimana masyaralat Blok Cepu akan diberdayakan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan integrasi

pola pemberdayaan dari berbagai stakeholders yang ada tersebut, dengan pendekatan PRA.

Pada proses integrasi ini, yang terpenting perlu dirumuskan adalah mengenai goal (tujuan) akhir dari

proses pemberdayaan. Pemberdayaan juga mensyaratkan adanya keberlangsungan program dalam

jangka waku yang lama. Jangan sampai program yang dilakukan hanya secara parsial dan temporal,

tetapi harus simultan dan longitudinal.

Dalam proses pemberdayaan masyarakat juga perlu melibatkan masyarakat secara aktif dan adanya

keterlibatan stakeholders (pemangku kepentingan). Masing-masing pihak dapat mengambil peran

sesuai dengan potensi dan orientasi dari lembaga masing-masing. Seperti pemerintah dapat mengambil

peran sebagai regulator, pembina, pengawas, dan pemberian modal stimulan. Perusahaan juga dapat

memberikan bantuan modal stimulan, biaya pelatihan dan pendampingan serta modal kerja.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat mengambil peran sebagai pendamping dalam proses

pemberdayaan, maupun sebagai fasilitator dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan. LSM juga dapat

Page 43: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

29

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

mengambil peran sebagai konsultan yang setiap saat dapat menjadi teman diskusi bagi masyarakat

dan kelompok masyarakat yang ada.

Konsep model pemberdayaan yang ditawarkan mensyaratkan adanya: orientasi yang jelas yaitu

peningkatan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, partisipasi aktif masyarakat, keterlibatan

stakeholders, dan proses yang berkelanjutan. Kosep pemberdayaan yang ditawarkan menggunakan

model pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal) dengan langkah sebagai berikut:

Langkah-1Seleksi masyarakat

Langkah-2Pengenalan Participatory Rural

Apparsial

Langkah-3Membangun visi bersama

Langkah-6Perumusan Aturan Main

(AD/ART)

Langkah-7Penataan administrasi lembaga (Badan Hukum, SOM dan SOP)

Langkah-4Identifikasi potensi dan penggunaan

sumber daya

Langkah-8Seleksi dan Pelatihan Pengelola

(Diklat, Studi Banding dan Magang)

Langkah-9Operasionalisasi Lembaga

Langkah-5Merumuskan Program Kegiatan

Ekonomi Produktif

Gambar 3.1. Skema Proses Pemberdayaan

Pada fase awal, proses pemberdayaan dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

Langkah-1 Seleksi Masyarakat

Kegiatan ini bertujuan untuk menyeleksi masyarakat sebagai perintis. Seleksi dilakukan secara

informal oleh fasilitator yang ditugaskan untuk itu. Kegiatan dilakukan dengan pendekatan,

dialog dan seleksi secara sosiologis. Jumlah warga masyarakat yang terpilih sekitar 10 sampai

20 orang yang nanti akan berperan sebagai perintis, pendiri lembaga, dan pengelola lembaga.

Kriteria yang digunakan adalah mau dan bersedia memberikan waktunya untuk terlibat dalam

kegiatan.

Page 44: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

30

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

Waktu: sekitar 2 minggu sampai 1 bulan.

Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai

penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.

Langkah-2 Pengenalan Participatory Rural Apparsial (PRA)

Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan metode PRA agar menjadi model yang akan

digunakan dalam kegiatan pemberdayaan selanjutnya.

Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogy (pendidikan untuk orang

dewasa dan bersifat informal).

Waktu: sekitar 1 sampai 3 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.

Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai

penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.

Langkah-3 Membangun Visi Bersama

Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.

Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan apa yang menjadi impian mereka sampai

merumuskannya dalam bentuk visi bersama.

Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, diselingi dengan outbound.

Waktu: sekitar 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.

Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai

penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.

Langkah-4 Identifikasi Potensi dan Penggunaan Sumber Daya

Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua potensi yang ada yang dapat dimanfaatkan

untuk mewujudkan visi.

Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, case study, dan praktik

langsung.

Waktu: sekitar 1 sampai 3 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.

Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai

penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.

Langkah-5 Merumuskan Program Kegiatan Ekonomi Produktif

Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.

Kegiatan ini bertujuan merumuskan kegiatan ekonomi berdasarkan visi dan potensi yang telah

diidentifikasi.

Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, analysis learning, dan case

study.

Waktu: sekitar 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.

Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai

penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.

Page 45: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

31

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

Langkah-6 Merumuskan Aturan Main

Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.

Kegiatan ini bertujuan merumuskan aturan main yang akan digunakan dalam mengelola

lembaga dalam bentuk Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) lembaga.

Aturan main yang dibuat sebagai acuan pengaturan tata kerja lembaga.

Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, diselingi dengan outbound.

Waktu: sekitar 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.

Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai

penyedia dana, pemerintah sebagai motivator dan katalisator.

Langkah-7 Penataan Administrasi Lembaga

Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengoperasionalkan secara teknis aturan main yang ada dalam

bentuk SOP (Standar Operasional Prosedur) dan SOM (Standar Operasional Manajemen).

Bentuk kegiatan adalah perumusan oleh team work.

Waktu: sekitar 1 bulan.

Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator dan konseptor,

perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.

Langkah-8 Seleksi dan Pelatihan Pengelola

Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.

Kegiatan ini bertujuan menyeleksi calon pengelola lembaga yang memiliki kapabilitas dan

integritas untuk mengelola lembaga.

Bentuk kegiatan adalah seleksi personal oleh team work, diklat, studi banding, dan magang.

Setelah personalia terpilih, dilakukan diklat (3 hari), studi banding (2 hari) dan magang (1

bulan).

Waktu: 5 minggu.

Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator dan evaluator,

perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.

Langkah-9 Operasionalisasi Lembaga

Kegiatan oleh pengelola lembaga.

Kegiatan ini bertujuan melaksanakan kegiatan lembaga sesuai dengan visi dan menggunakan

aturan main serta SOM dan SOP yang telah dibuat.

Page 46: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

32

Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas

Gambar 3.2. Fase Proses Pemberdayaan

Berkaitan dengan kesiapan masyarakat dan kesinambungan program, maka fase yang harus

dilewati meliputi: (1) fase awal; (2) fase paralihan; dan (3) Fase kemandirian.

1) Fase awal, merupakan fase pertama dengan uraian penjelasan seperti pada langkah-1 sampai

langkah-9, tersebut di atas. Fase ini merupakan kegiatan awal dalam proses pemberdayaan

ekonomi masyarakat. Kegiatan ini berlangsung 1 sampai 2 tahun, dengan orientasi menyiapkan

masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif secara bersama-sama. Pada fase ini,

pendampingan dilakukan secara penuh oleh fasilitator.

2) Fase peralihan, merupakan fase transisi antara fase awal dengan fase kemandirian. Fase ini

berlangsung sekitar 1 sampai 2 tahun setelah melalui fase awal. Keterlibatan fasilitator dalam

pendampingan mulai dikurangi, dan partisipasi masyarakat makin ditingkatkan dan dikuatkan.

3) Fase kemandirian, merupakan fase akhir sesuai dengan tujuan pemberdayaan, yaitu kemandirian

ekonomi masyarakat. Fase ini berlangsung sekitar 1 sampai 2 tahun setelah melalui fase

peralihan. Keterlibatan fasilitator dalam pendampingan makin dikurangi, dan lebih sebagai

mitra konsultasi. Partisipasi masyarakat makin ditingkatkan dan dikuatkan.

3.2. Modul Pelatihan untuk Penyiapan Individu atau Kelompok

Guna keperluan pelaksanaan pemberdayaan, maka dibuat modul-modul pelatihan untuk individu

maupun kelompok. Modul ini sebagai acuan dalam pelaksanaan pelatihan yang diselengarakan dalam

rangka proses pemberdayaan masyarakat. Modul pelatihan dimaksud terlampir.

Fase Awal(1 – 2 tahun)

Fase Peralihan(1 – 2 tahun)

Fase Kemandirian(1 – 2 tahun)

Page 47: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

33

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

Bab IVKonsep Pembentukan

Lembaga Keuangan Alternatif

4.1. Kriteria Lembaga Keuangan yang Sesuai dengan Kondisi Masyarakat di Sekitar Area

Migas

Kriteria lembaga keuangan yang dipilih, disesuaikan dengan konsep dan kondisi lapangan. Lembaga

keuangan sebagai instrumen ekonomi kerakyatan, menempatkan masyarakat sebagai subyek.

Sebagaimana dikemukakan oleh Dawam Rahardjo, bahwa ekonomi kerakyatan sebagai suatu

konsep strategi pembangunan dalam konteks Indonesia, intinya adalah pembangunan pedesaan

dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka

pemberantasan kemiskinan, melalui penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan rakyat

kecil dalam pengertian petit people atau wong cilik. Namun rakyat kecil ini bukan hanya sasaran atau

pelengkap penderita dalam pembangunan, melainkan juga pelaku ekonomi aktif.

Selain itu, menurut Kartasasmita (1996), konsep pembangunan ekonomi harus merepresentasikan dan

merangkum nilai-nilai sosial. Ini juga sejalan dengan konsepsi ekonomi dari Moh. Hatta dan prinsip dan

falsafah Lembaga Keuangan Mikro Grameen Bank yang diimplementasikan oleh Koperasi Abdi Kerta

Raharja Tangerang. Berkaitan dengan pilihan lembaga keuangan, tiga karakteristik dasar yang harus

dimiliki adalah:

1) Partisipasi

2) Ada nilai tambah

3) Kemandirian

Lembaga keuangan yang dibentuk harus memberikan akses yang luas bagi masyarakat untuk

berpartisipasi. Partisipasi dalam konteks ini melibatkan masyarakat sejak dini sejak dari ide pembentukan

lembaga, penyusunan tujuan dan visi lembaga dan pilihan bentuk lembaga. Masyarakat juga aktif

sejak proses pembentukan, pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan.

Sedangkan aspek adanya nilai tambah dalam arti, masyarakat yang memanfaatkan lembaga keuangan

tersebut harus mendapatkan nilai tambah secara ekonomi, khususnya peningkatan pendapatan.

Dalam hal ini, selain lembaga memberikan akses pada permodalan, juga membantu pendampingan

dalam proses produksi, akses pasar, dan pengembangan SDM dan manajemen. Lembaga tidak hanya

memberikan pinjaman modal, tetapi juga memberikan pendampingan. Sehingga masyarakat dapat

melakukan usaha dengan lebih produktif yang goal akhirnya adalah peningkatan pendapatan. Dengan

meningkatnya pendapatan maka masyarakat akan meningkat kesejahteraannya dan masyarakat akan

memiliki kemampuan untuk melakukan saving pada lembaga keuangan sebagai upaya penguatan

modal.

Page 48: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

34

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

Aspek kemandirian secara individu mengandung arti bahwa proses pemberian modal dan

pendampingan diorientasikan pada kemandirian masyarakat. Pemberian bantuan yang lebih bersifat

sebagai “hadiah” menimbulkan ketergantungan. Hal ini menjadikan masyarakat selalu berharap dan

kurang termotivasi untuk mengembangkan usaha produktif menuju kemandirian.

Berkaitan dengan potensi yang ada di sekitar Blok Cepu, di mana telah berdiri banyak koperasi, maka

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan pilihan bentuk lembaga keuangan yang akan didirikan.

Menurut Pasal 3, UU No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, LKM memiliki tujuan:

a) Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;

b) Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan

c) Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat

miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

Beberapa keunggulan LKM sangat penting dalam pengembangan usaha kecil di antaranya adalah:

1) Tumbuh dan berkembang di masyarakat serta melayani usaha mikro dan kecil (UKM);

2) Diterima sebagai sumber pembiayaan anggotanya (UKM);

3) Mandiri dan mengakar di masyarakat;

4) Jumlah cukup banyak dan penyebarannya meluas;

5) Berada dekat dengan masyarakat, dapat menjangkau (melayani) anggota dan masyarakat;

6) Memiliki prosedur dan persyaratan peminjaman dana yang dapat dipenuhi anggotanya (tanpa

agunan);

7) Membantu memecahkan masalah kebutuhan dana yang selama ini tidak bisa dijangkau oleh

kelompok miskin;

8) Mengurangi berkembangnya pelepas uang (money lenders);

9) Membantu menggerakkan usaha produktif masyarakat dan;

10) LKM dimiliki sendiri oleh masyarakat sehingga setiap surplus yang dihasilkan oleh LKM bukan

bank dapat kembali dinikmati oleh para nasabah sebagai pemilik.

Beberapa nilai dasar sebagai misi yang digunakan dalam mewujudkan lembaga keuangan mikro antara

lain:

1) Koperasi memiliki tujuan menyejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya yang mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan dengan berlandaskan pada azas

kekeluargaan (UU Koperasi No. 25 Th. 1992 Pasal 1 dan 3).

2) Prinsip dan falsafah Lembaga Keuangan Mikro Grameen Bank yang diimplementasikan oleh

Koperasi Abdi Kerta Raharja Tangerang membuktikan bahwa semakin miskin masyarakat,

semakin bankable (layak mendapat kredit), maksudnya bahwa teori yang selama ini ada

menyatakan bahwa yang bankable adalah mereka yang memiliki kemampuan secara finansial

dan memiliki agunan, sehingga hipotesis yang dikembangkan oleh Koperasi Abdi Kerta Raharja

Tangerang melawan arus teori yang selama ini dipakai oleh dunia perbankan pada khususnya

dan lembaga keuangan pada umumnya.

3) Teori saja tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tanpa tindakan yang nyata dan

berkelanjutan, artinya bahwa selama ini orang kecenderungannya hanya mampu berteori saja,

Page 49: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

35

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

namun pada kenyataannya kurang mampu melakukan tindakan nyata, sehingga yang digulirkan

selalu wacana bukan tindakan dan pada akhirnya kemiskinan tidak semakin terkurangi tetapi

justru semakin bertambah.

4) Pemberian bantuan pada orang miskin yang didasari pada belas kasihan dan juga cuma-cuma,

tidak akan membantu orang miskin tersebut untuk lepas dari kemiskinannya. Sebaliknya justru

akan menjerumuskan mereka ke dalam jurang kemiskinan.

5) Setiap pemberian bantuan pinjaman kepada orang miskin harus didasarkan pada keikhlasan

dan juga pendampingan yang terus menerus.

6) Kredit hanya sebagai entry point saja dari serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk penguatan

kepada orang miskin.

7) Kredit tanpa penerapan disiplin kredit bukan apa-apa tetapi sumbangan, dan bila sumbangan

dengan mengatasnamakan kredit tidak akan membantu orang miskin tetapi akan

menghancurkan mereka.

8) Pembiayaan permodalan merupakan salah satu alat perubahan sosial yang murah, cepat

dan efisien yang memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin mengembangkan

usahanya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraannya, memberi kesempatan mengasah

kewirusahaannya dan keterampilan ke arah peningkatan pendapatan dan taraf hidup, memberi

kesempatan menikmati segala hak asasi lain. Karena dengan kemampuan permodalan harus

memiliki keyakinan bahwa modal sendiri akan menjamin peningkatan pendapatannya, sehingga

dalam sistem ini, modal sebagai hak asasi terpenting bagi masyarakat miskin/mikro.

9) Disiplin harus dibangun sejak awal kegiatan dimulai.

10) Disiplin hanya bisa ditumbuhkan dengan proses yang panjang (tidak mendadak).

11) Dengan disiplin maka kegiatan sukses, dan sebagai bukti kinerja Koperasi didapatkan teori

baru: bahwa “ORANG MISKIN ADALAH PEMINJAM TERBAIK”.

Pengalaman dari Dompet Dhuafa dan Mercy Corp. dalam mengelola dana CSR Exxon Mobile yang

diberikan dalam bentuk penguatan modal, pelatihan dan pendampingan, membuktikan bahwa

ternyata masyarakat Blok Cepu dapat diberdayakan melalui penguatan modal ekonomi produktif

dalam wadah koperasi.

Berdasarkan hasil riset, jumlah koperasi yang ada di sekitar Blok Cepu adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Jumlah Koperasi di Blok Cepu

No Kecamatan Koperasi Primer Anggota Pengurus Rata-rata Volume usaha (Juta rupiah)

1 Tambakrejo 36 4.768 142 132.317

2 Ngasem 27 3.334 107 20.125

3 Kalitidu 43 5.589 120 36.452

4 Purwosari 23 3.975 96 43.501

5 Gayam 27 3.334 107 20.125

Jumlah 156 21.000 572 252.520

Sumber: Bojonegoro dalam Angka 2014

Data tersebut menunjukkan bahwa di sekitar Blok Cepu telah berdiri banyak koperasi dengan jumlah

anggota yang cukup besar, yang telah menjalankan usahanya. Potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai

instrumen pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Page 50: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

36

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

Mengenai perilaku masyarakat berkaitan dengan sumber pembiayaan kegiatan ekonominya,

berdasarkan hasil riset diperoleh fakta bahwa masyarakat menggunakan beberapa sumber pembiayaan,

sebagaimana digambarkan dalam grafik berikut ini:

Gambar 4.1. Sumber Pembiayaan Ekonomi Masyarakat

Sumber: Data Primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)

Data tersebut menunjukkan bahwa dalam hal pembiayaan ekonomi, masyarakat masih belum optimal

memanfaatkan lembaga keuangan yang ada (19% koperasi dan 21% bank). Dari 47% responden

yang menjawab lainnya, sebagian besar masih memanfaatkan jasa rentenir.

Mengenai karakteristik lembaga keuangan yang diinginkan masyarakat, berdasarkan hasil riset adalah

sebagai berikut:

Gambar 4.2. Kriteria Lembaga Keuangan yang Diharapkan Masyarakat

Sumber: Data Primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)

Masyarakat sekitar area Blok Cepu, menginginkan lembaga keuangan yang memberikan pelayanan:

(1) Tanpa agunan; (2) Syarat ringan; (3) Bunga/bagi hasil rendah; (4) Jemput bola; (5) Lokasi dekat;

dan (6) Prosedur mudah. Berkait dengan lembaga keuangan yang ada, 42,1% berpendapat bahwa

lembaga keuangan tersebut masih kurang memadai.

Berkaitan dengan potensi yang ada di sekitar Blok Cepu, di mana telah berdiri banyak koperasi

primer, baik koperasi simpan pinjam maupun koperasi lainnya, maka Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

Sekunder merupakan pilihan bentuk lembaga keuangan yang akan didirikan. Mengenai bentuk badan

hukum yang tepat sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan karakteristik lembaga adalah

Koperasi Simpan Pinjam Sekunder.

Page 51: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

37

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder ini dapat dibentuk oleh minimal 3 koperasi primer. KSP

Sekunder ini memenuhi syarat sebagai lembaga keuangan yang memberikan kesempatan seluas-

luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi, sesuai dengan nilai dasar koperasi yaitu gotong royong

dan kekeluargaan.

KSP Sekunder ini merupakan koperasi simpan pinjam yang akan memberikan penguatan modal bagi

koperasi primer (anggota koperasi sekunder) yang ada di sekitar Blok Cepu. Koperasi primer dapat

berasal dari berbagai bentuk koperasi primer yang berbeda, seperti Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi

Produksi, Koperasi Konsumsi, Koperasi Jasa dan Koparasi Pemasaran.

KSP Sekunder ini dalam praktik nantinya akan menyalurkan dana pihak ketiga (CSR dan lainnya) kepada

koperasi-koperasi primer yang menjadi anggotanya. Persyaratan keanggotaan koperasi sekunder ini

menggunakan parameter tertentu, antara lain:

1) Penilaian kesehatan minimal kategori sehat;

2) Pemeringkatan minimal berkualitas; dan

3) SDM pengelola telah memenuhi syarat kompetensi sesuai dengan SKKNI (Standar Kompetensi

Kerja Nasional Indonesia) minimal dengan skor 75.

Sedangkan mengenai bentuk izin usaha masih ada dua pilihan sebagai alernatif, yaitu Izin Usaha

Simpan Pinjam atau Izin Usaha Jasa Keuangan. Jika bentuk izin usahanya adalah Simpan Pinjam, maka

proses perizinan, pengawasan dan pembinaan akan dilakukan oleh Kementerian Koperasi melalui Dinas

Koperasi. Sedangkan jika bentuk izin usahanya adalah Jasa Keuangan maka perizinan, pengawasan

dan pembinaan akan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

KSP Sekunder yang dibentuk juga diorientasikan memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat. Skema

posisi lembaga koperasi sekunder tersebut adalah sebagai berikut:

KOPERASI SEKUNDER

KOPERASI PRIMER (SP, Jasa, Produsen,

Konsumen, Pemasaran)

PERUSAHAAN MIGAS (Exxon, Pertamina, dll)

Anggota Anggota Anggota

KOPERASI PRIMER (SP, Jasa, Produsen,

Konsumen, Pemasaran)

Anggota Anggota Anggota

KOPERASI PRIMER (SP, Jasa, Produsen,

Konsumen, Pemasaran)

Anggota Anggota Anggota

EXPERT POOL(LSM, PT, LDP, Poktan,

Poknak)

STAKEHOLDER(Pemerintah, Dekopin, dan

Stakeholder lain)

Kerjasama

Gambar 4.3. Skema Posisi Koperasi Sekunder

Page 52: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

38

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

Berdasarkan Skema 4.3. tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

Anggota KSP Sekunder adalah koperasi-koperasi primer dengan persyaratan tertentu yaitu: (1)

Penilaian kesehatan minimal kategori sehat; (2) Pemeringkatan minimal berkualitas; dan (3) SDM

pengelola telah memenuhi syarat kompetensi sesuai dengan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja

Nasional Indonesia) minimal dengan skor 75.

KSP Sekunder dibentuk oleh paling sedikit 3 koperasi primer.

Jenis koperasi primer yang membentuk KSP Sekunder, dapat dalam bentuk Koperasi Simpan

Pinjam (KSP), Koperasi Jasa, Koperasi Produsen, Koperasi Konsumen, maupun Koperasi Pemasaran.

Agar KSP Sekunder yang dibentuk kuat, tangguh, dan kredibel, maka koperasi primer yang

akan menjadi anggotanya perlu dilakukan pemeringkatan dari sisi kelembagaannya, penilaian

kesehatan dari sisi keuangannya, dan penilaian kopetensi dari sisi SDM pengelolanya. Proses

penilaian kesehatan, pemeringkatan dan penilaian kompetensi SDM tersebut dilakukan oleh

Dinas Koperasi bekerja sama dengan Dekopinda, dengan biaya berkisar Rp5 juta sampai Rp10

juta tiap koperasi. Pembiayaan dapat diambilkan dari dana CSR Perusahaan Migas.

Modal awal KSP Sekunder berasal dari Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib anggota. Selain

modal awal, Koperasi dapat menghimpun modal lain seperti modal pinjaman baik dari perbankan

maupun lembaga keuangan lainnya seperti Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Koperasi

juga dapat membangun kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang ada di Bojonegoro

seperti perusahaan migas dalam kaitan pemupukan modal berupa kerja sama modal penyertaan,

yang dananya dapat diambilkan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR). Dalam kaitan ini

karena CSR memiliki aturan khusus, sehingga penempatannya berupa modal penyertaan, yakni

modal yang pemiliknya punya hak untuk senantiasa terlibat dalam pengelolaannya, yakni berupa

pengawasan.

Masing-masing stakeholders memiliki tugas dan tanggung jawab dalam proses perintisan,

pembentukan dan operasionalisasi KSP Sekunder yang dibentuk. Tugas masing-masing

stakeholders tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pemerintah

Melakukan inisiasi pembentukan Koperasi Simpan Pinjam Sekunder, melakukan seleksi awal

koperasi primer dengan melakukan penilaian kesehatan, pemeringkatan, dan penilaian

kompetensi SDM pengelola, memberikan motivasi, asistensi pengawasan dan pembinaan

dalam proses pembentukan dan berjalannya lembaga.

2) Perusahaan Migas

Memberikan bantuan pembiayaan dalam proses seleksi awal koperasi primer yang akan

mendirikan koperasi sekunder. Setelah KSP Sekunder terbentuk, Perusahaan Migas juga

memberikan bantuan modal penyertaan bagi KSP Sekunder dan memberikan bantuan

pendanaan bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat.

3) Dekopin (Dewan Koperasi Indonesia)

Membantu Dinas Koperasi dalam proses seleksi koperasi primer, memberikan asistensi,

motivator, dan pendampingan dalam proses dan operasionalisasi koperasi sekunder.

4) Perguruan Tinggi

Sebagai salah satu komponen expert pool, memberikan bantuan tim perumus dan asistensi

serta fasilitator dalam proses pemberdayaan masyarakat.

Page 53: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

39

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

5) LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

Sebagai salah satu komponen expert pool, memberikan bantuan tim asistensi serta fasilitator

dalam proses pemberdayaan masyarakat.

6) Lembaga Diklat Profesi (LDP) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)

Sebagai salah satu komponen expert pool, memberikan bantuan tim fasilitator dalam proses

pelatihan pengelola dan proses pemberdayaan masyarakat.

Tugas expert pool adalah membantu Pengurus KSP Sekunder dalam pemberdayaan koperasi

primer secara kelembagaan maupun pemberdayaan anggota koperasi primer secara perorangan.

4.2. Rekomendasi Langkah-Langkah Pembentukan Lembaga Keuangan

Langkah pembentukan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder yang memiliki fungsi pemberdayaan di

Kabupaten Bojonegoro, adalah sebagai berikut:

Langkah-1Menyeleksi Koperasi Primer

Langkah-2Melakukan Penilaian Kesehatan dan

Pemeringkatan Koperasi terpilih

Langkah-3Koperasi Primer terpilih Melakukan

Pertemuan Pembentukan

Langkah-4Mengurus Legalitas dan Menyusun

Aturan Main

Gambar 4.4. Langkah Pembentukan KSP Sekunder

Langkah-1 Menyeleksi Koperasi Primer

• Tujuannya adalah mendapatkan koperasi primer yang sehat dan memiliki reputasi baik. Cara yang

dilakukan dengan mengambil sampel Koperasi Primer di 5 (lima) kecamatan terdampak kegiatan

industri migas Blok Cepu, masing-masing 3 (tiga) Koperasi Primer sehingga sampel seluruhnya

15 (lima belas) Koperasi Primer. Prosesnya melibatkan Dinas Koperasi, Dekopin dan expert pool

(perguruan tinggi dan LSM).

Langkah-2 Melakukan Penilaian Kesehatan dan Pemeringkatan Koperasi Terpilih

• Melakukan penilaian kesehatan, pemeringkatan, dan penilaian terhadap SDM pengelolanya

terhadap 15 (lima belas) Koperasi Primer tersebut. Penilaian dilakukan oleh Tim Seleksi dari Dinas

Koperasi dan Dekopinda. Lama waktu untuk melakukan ketiga kegiatan tersebut diperkirakan

45 hari kerja dengan asumsi setiap koperasi membutuhkan 3 hari kerja, dengan biaya dari

Page 54: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

40

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

Perusahaan Migas. Biaya yang dibutuhkan sekitar Rp5 juta sampai Rp10 juta per koperasi, untuk

proses penilaian kesehatan koperasi, pemeringkatan koperasi, dan penilaian kompetensi SDM

pengelola koperasi.

• Koperasi primer yang terpilih adalah koperasi primer yang memenuhi persyaratan: (1) penilaian

kesehatan minimal kategori sehat, (2) pemeringkatan minimal berkualitas dan (3) SDM pengelola

telah memenuhi syarat kompetensi sesuai dengan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional

Indonesia) minimal dengan skor 75.

Langkah-3 Koperasi Terpilih Melakukan Pertemuan Pembentukan

• Dari 15 (lima belas) koperasi primer tersebut yang hasilnya dinyatakan sehat, dengan peringkat

baik, serta SDM pengelolanya memiliki standar kompetensi, selanjutnya diarahkan untuk menjadi

pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder.

Gambar 4.5. Koperasi Sekunder

Langkah-4 Mengurus Legalitas dan Menyusun Aturan Main

• Legalitas sebagai koperasi sekunder diurus, dengan prosedur sebagai berikut:

Gambar 4.6. Prosedur Pembentukan KSP Sekunder

Page 55: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

41

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

• Selain itu juga disusun AD/ART, SOM, SOP dan perangkat organisasi yang lain. Selanjutnya

setiap koperasi primer yang akan masuk menjadi anggota maka senantiasa dilakukan penilaian

kesehatan koperasi, pemeringkatan koperasi, dan penilaian SDM pengelolanya.

4.3. Modul Pelatihan untuk SDM Lembaga Keuangan

Untuk mendukung pembentukan Lembaga Keuangan dalam bentuk KSP Sekunder, telah disusun

beberapa modul yang lengkap, yaitu: (1) Modul Prinsip-Prinsip Organisasi dan Manajemen Koperasi

Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS), (2) Modul Perencanaan Strategis Koperasi

Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS), (3) Modul Menganalisis Program Kerja dan

Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya Koperasi Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah

(KJK/KJKS), (4) Modul Melakukan Kontrak Pinjaman/Pembiayaan dan Pengikatan Agunan Koperasi Jasa

Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS). Ringkasan isi masing-masing modul tersebut

sebagai berikut:

a. Modul Prinsip-Prinsip Organisasi dan Manajemen Koperasi Jasa Keuangan/Koperasi Jasa

Keuangan Syariah (KJK/KJKS)

Prinsip-prinsip Manajemen merupakan faktor fundamental sebagai pedoman dalam mengelola

manajemen KJK/KJKS karena keberhasilan pengelolaan manajemen KJK/KJKS cermin bahwa KJK/

KJKS telah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan organisasi dengan benar dan sesuai dengan

nilai yang terkandung dalam prinsip-prinsip manajemen. Karena pengelolaan organisasi yang baik

harus selalu berpedoman pada kaidah prinsip-prinsip manajemen, salah satu tolok ukur keberhasilan

organisasi KJK/KJKS bisa dilihat dari penerapan prinsip-prinsip manajemen yang benar. Karena KJK/

KJKS merupakan lembaga keuangan yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Lembaga

Keuangan lainnya maka dibutuhkan pengelola yang memahami prinsip organisasi perkoperasian

yang handal agar dalam pengelolaan usahanya tidak menyimpang dari kaidah dan prinsip koperasi,

sehingga jangan sampai pengelolaan usaha koperasi keluar dari nilai yang terkandung dalam

pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan kedudukan koperasi sebagai bentuk asli badan usaha yang

dianggap paling sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.

Dalam pelaksanaannya telah terdapat berbagai peraturan yang mengatur dan mengembangkan KJK/

KJKS, dimulai dengan Undang-undang (UU) No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Peraturan

Pemerintah PP (PP) No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh

Koperasi, kemudian disusul dengan Kepmen Koperasi dan PKM No.194/KEP/M/IX/1998 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kesehatan Koperasi Jasa Keuangan dan Permen Koperasi dan UKM

No.19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh

Koperasi (diperbaiki dengan PermenKop dan UKM No.15 Tahun 2009) dan PP No. 33 Tahun 1998

tentang Modal Penyertaan.

Pengelolaan KJK/KJKS tidak hanya berpegang pada regulasi yang telah ada tetapi perlu dilengkapi

dengan Peraturan Khusus sebagai penunjang dalam mengelola KJK/KJKS agar dapat berjalan dengan

baik, karena KJK/KJKS merupakan badan usaha, tentunya tidak berbeda dengan badan usaha lainnya,

khususnya lembaga keuangan mikro, sama-sama mengelola aset likuid dan produknya bersifat

maya. Namun dari segi kepemilikan dan semangat kebersamaan dalam koperasi, maka penting

Page 56: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

42

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

bagi pengelola KJK/KJKS dalam melakukan pengelolaan usahanya senantiasa memperhatikan

prinsip-prinsip dasar koperasi. Karakteristik lembaga keuangan koperasi hanya sebatas melayani

anggota, calon anggota dan anggota koperasi lainnya.

b. Modul Perencanaan Strategis Koperasi Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah

(KJK/KJKS)

Perencanaan Strategis KJK/KJKS sangat diperlukan oleh lembaga keuangan baik perbankan

maupun non bank khususnya KJK/KJKS sebagai lembaga keuangan mikro. Perencanaan Strategis

berfungsi sebagai alat untuk mengukur keberhasilan dalam menjalankan visi dan misi yang sudah

dibuat dalam rangka mencapai tujuan KJK/KJKS dalam menilai kinerja lembaga yang berfungsi

sebagai lembaga intermediasi, yaitu dalam melaksanakan tugas pokoknya menghimpun, mengelola

dan menyalurkan dana dari, oleh dan untuk anggota dan calon anggota (masyarakat). Karena

keberhasilan dalam pengelolaan KJK/KJKS sangat tergantung pada cermat dan tepatnya dalam

menyusun perencanaan strategis sebagai cermin melihat kondisi keuangan minimal 5 (lima) tahun

ke depan.

Perencanaan Strategis KJK/KJKS harus mampu menjawab tantangan terutama dalam era bisnis

pascakrisis moneter yang terjadi di Indonesia di penghujung era 90-an yang telah terjadi perubahan

yang mendasar dalam usaha di bidang keuangan, yang meneguhkan pentingnya perubahan.

Kondisi saat itu dan dampaknya masih terasa hingga kini secara jelas mencerminkan perekonomian

Indonesia yang belum bangkit sepenuhnya, dan menggambarkan bahwa tak pelak lagi menyikapi

perubahan harus dengan langkah antisipatif. Kunci menghadapi masa depan yang pasti harus

dengan perencanaan yang strategis.

c. Modul Menganalisis Program Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya Koperasi

Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS)

Program Kerja (PK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya (RAPB) merupakan suatu rencana

yang disusun secara teliti dan sekaligus merupakan alat pengendalian dari pelaksanaan tersebut.

Rencana dan sasaran suatu Koperasi Jasa Keuangan (KJK/KJKS) telah tercermin secara formal dan

sistematis dalam PK dan RAPB. Jadi PK dan RAPB merupakan suatu pedoman dan standar yang

ditetapkan oleh KJK/KJKS untuk melaksanakan kegiatan usahanya dalam rangka mencapai tujuan

KJK/KJKS.

Menganalisis PK dan RAPB sangat penting dalam rangka memahami penerapan PK dan RAPB yang

dilakukan oleh KJK/KJKS dengan tujuan agar dapat mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas

KJK/KJKS dalam menjalankan program dan rencana yang telah ditetapkan dalam Rapat Anggota

sekaligus mengetahui apakah program sudah dilaksanakan sesuai rencananya dalam mengelola

usaha koperasi. Lebih jauh lagi, analisis PK dan RAPB merupakan upaya untuk mencegah terjadinya

kerugian/loss yang sangat besar di kemudian hari, karena dalam situasi dunia usaha yang penuh

dengan persaingan dibutuhkan PK dan RAPB yang cermat sebagai tolok ukur KJK/KJKS dalam

mencapai tujuan usahanya yang antara lain adalah bagaimana KJK/KJKS tetap memperoleh sisa

hasil usaha yang optimal untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Materi dalam

Page 57: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

43

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

modul ini disusun dengan maksud membantu para manager KJK/KJKS agar mampu menganalisis

PK dan RAPB sebagai alat melakukan evaluasi dan monitoring dalam mengelola usaha.

d. Modul Melakukan Kontrak Pinjaman/Pembiayaan dan Pengikatan Agunan Koperasi Jasa

Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS)

Setiap yang berhubungan dengan pinjam-meminjam harus dibuktikan secara otentik berupa surat

perjanjian kredit/pinjaman antara para pihak sehingga tahu hak dan kewajiban masing-masing

yang perlu diatur dalam Perjanjian Kontrak Pinjaman yang merupakan pemenuhan aspek yuridis

yang harus dipatuhi oleh para pihak sehingga apabila salah satu pihak tidak menepati kesepakatan

diperlukan adanya perjanjian kontrak pinjaman dan pengikatan agunan.

Karena aset KJK/KJKS sebagian besar tertanam dalam bentuk pinjaman atau outstanding kredit yang

pada hakikatnya mengandung risiko, maka untuk menjaga kehati-hatian KJK dalam menyalurkan

pinjamannya dari hal-hal yang tidak diinginkan, KJK/KJKS perlu melakukan perjanjian (kontrak)

pinjaman/pembiayaan dan pengikatan agunan. Dalam kaitan ini Sumber Daya Manusia (SDM)

pengelola KJK/KJKS dituntut untuk mampu dan kompeten serta memahami aspek hukumnya

dalam melakukan kontrak pinjaman/pembiayaan dan pengikatan agunan, agar pinjaman yang

telah disalurkan dapat ditarik kembali sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian kredit

dan pengikatan agunan. Dengan demikian, apabila pihak peminjam wanprestasi dapat dibuktikan

secara yuridis yang telah dituangkan dalam perjanjian kontrak pinjaman dan pengikatan agunan

dalam rangka menjaga dan mengembangkan agar KJK/KJKS dapat dipercaya oleh masyarakat.

Perjanjian pinjaman sangat penting dalam pengelolaan pinjaman, karena perjanjian pinjaman

memiliki fungsi-fungsi antara lain:

a) Perjanjian pinjaman memiliki fungsi sebagai perjanjian pokok yang merupakan sesuatu yang

menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya (accessoir) seperti

perjanjian pengikatan agunan.

b) Perjanjian pinjaman memiliki fungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan

kewajiban di antara KJK/KJKS dan peminjam.

c) Perjanjian pinjaman memiliki fungsi sebagai alat melakukan monitoring, pembinaan dan

pengawasan pinjaman.

Dengan mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu meningkatkan dan menguasai

pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melakukan kontrak pinjaman/pembiayaan dan

pengikatan agunan; sebagai salah satu pemenuhan aspek yuridisnya di sisi lain peserta harus

menguasai hukum acara perdata maupun pidana dalam rangka mengembangkan kompetensi kerja

individu antara lain khususnya melakukan kontrak pinjaman/pembiayaan dan pengikatan agunan.

4.4. Petunjuk Teknis (Juknis) Pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam Sekunder

Petunjuk teknis operasionalisasi lembaga adalah SOP dan SOM lembaga koperasi sekunder. Undang-

undang No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian disusun untuk mempertegas jati diri, kedudukan,

permodalan, dan pembinaan koperasi sehingga dapat lebih menjamin kehidupan koperasi sebagaimana

diamanatkan oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

Page 58: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

44

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif

No.9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, maka semakin

jelas bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan koperasi, kegiatan Usaha Simpan

Pinjam perlu ditumbuhkembangkan agar Koperasi Simpan Pinjam dan atau Unit Simpan Pinjam (USP)

pada koperasi dapat melaksanakan fungsinya untuk menghimpun Simpanan Koperasi dan Simpanan

Berjangka Koperasi, dan memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya serta koperasi lain

dan/atau anggotanya.

Persyaratan penting yang perlu dimiliki oleh KSP/USP Koperasi sebagai lembaga keuangan ialah harus

menjaga kredibilitas atau kepercayaan dari anggota pada khususnya dan/atau masyarakat luas pada

umumnya. Namun demikian untuk melaksanakan perannya sebagai lembaga keuangan, KSP dan Unit

Usaha Simpan Pinjam Koperasi masih dihadapkan pada berbagai kendala yang disebabkan oleh hal-hal

sebagai berikut:

1. Belum adanya kesamaan sistem dan prosedur dalam operasional manajemen kelembagaan,

manajemen usaha dan manajemen keuangan.

2. Belum adanya standar sistem dan prosedur dalam operasional manajemen kelembagaan,

manajemen usaha dan manajemen keuangan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, KSP/USP Koperasi perlu memiliki Pedoman Standar Operasional

Manajemen Usaha Simpan Pinjam. Diharapkan Pedoman Standar Operasional Manajemen tersebut

dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam pengelolaan usaha simpan pinjam oleh koperasi,

sehingga usaha simpan pinjam pada KSP/USP Koperasi dapat ditangani secara profesional.

Pedoman Standar Operasional Manajemen ini bertujuan untuk memberikan panduan bagi pengelola

KSP/USP Koperasi dalam menjalankan kegiatan operasional usaha simpan pinjam. Sasaran dari

penyusunan Pedoman Standar Operasional Manajemen ini adalah sebagai berikut:

1) Terwujudnya pengelolaan KSP/USP Koperasi yang sehat dan mantap melalui sistem pengelolaan

yang profesional sesuai dengan kewajiban usaha simpan pinjam.

2) Terwujudnya pengelolaan KSP/USP Koperasi yang efektif dan efisien.

3) Terciptanya pelayanan yang prima kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau

anggotanya.

Adapun ruang lingkup dari penyusunan modul Standar Operasional Manajemen adalah sebagai berikut:

1. Standar Operasional Manajemen ini merupakan panduan untuk mengoperasionalkan berbagai

kebijakan dan peraturan yang terkait dengan pengelolaan usaha simpan pinjam oleh KSP/USP

Koperasi, sedangkan standar prosedur pengelolaan operasional akan dituangkan dalam Standar

Operasional Prosedur (SOP).

2. Standar Operasional Manajemen ini secara garis besar dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yang terdiri

dari:

a. Standar Operasional Manajemen Kelembagaan KSP/USP Koperasi.

b. Standar Operasional Manajemen Usaha KSP/USP Koperasi.

c. Standar Operasional Manajemen Keuangan KSP/USP Koperasi.

Page 59: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

45

Kendala dan Permasalahan

Bab VKendala dan

Permasalahan

5.1. Kendala Terhadap Implementasi Model PRA

a. Sosiologis

Secara sosiologis masyarakat wilayah yang terkena dampak langsung area migas di Kabupaten

Bojonegoro secara umum tidak berbeda jauh dengan masyarakat di daerah lain, pemikiran-

pemikirannya masih sederhana, dan kecenderungannya masih memiliki sifat konsumtif, serta

kurang memiliki jiwa mandiri dan kemampuan wirausahanya juga masih rendah. Demikian juga

pada generasi mudanya. Menurut hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat termasuk

Camat Gayam, diketahui bahwa pemikiran para pemudanya sangat sederhana. Setamat SMA

mereka banyak yang tidak berminat melanjutkan kuliah, tapi hanya berharap dapat diterima kerja di

perusahaan minyak walau hanya sebagai security, office boy, atau cleaning service. Untuk itu perlu

dilakukan pembinaan terutama motivasi agar memiliki kemampuan dan semangat berwirausaha.

b. Pendampingan

PRA (Participatory Rural Appraisal) sebagai model harus diterapkan dengan tepat oleh fasilitator yang

memiliki kemampuan untuk itu. Penerapan yang keliru justru akan menyebabkan ketergantungan

masyarakat pada fasilitator yang mendampingi.

5.2. Kendala Lembaga Keuangan

a. Bentuk Program CSR

Bentuk CSR yang sekarang berjalan masih bersifat insidental tidak berkelanjutan atau bergulir,

sehingga kecenderungan masyarakat menganggap CSR hanya sebagai hadiah atau hibah dan

menjadi tidak produktif dan berkembang, sehingga kurang mendukung perekonomian masyarakat

juga cenderung stagnan dan tidak tumbuh. CSR yang dapat dikelola relatif baik adalah yang

dilakukan oleh Perhutani Padangan, itu pun karena dikelola langsung oleh Perhutani Padangan

yang sudah mencapai 1,5 miliar rupiah dengan sistem dana bergulir pada masyarakat binaan melalui

Lembaga Masyarakat Daerah Hutan (LMDH) di 36 Desa dengan model pinjaman. Ke depan model

ini akan menjadi tidak baik karena Perhutani bukan lembaga keuangan yang dapat memberikan

pinjaman kepada masyarakat. Untuk itu lembaga keuangan tetap perlu didirikan dalam rangka

memfasilitasi antara lembaga pemberi CSR dengan masyarakat binaan.

b. Regulasi

Aturan secara khusus tentang pengelolaan CSR belum lengkap, sehingga pengelolaan CSR

kecenderungannya berbeda-beda antar lembaga pemberi CSR. Bila pilot project pengelolaan CSR

Page 60: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

46

Kendala dan Permasalahan

di Kabupatan Bojonegoro akan dilakukan melalui Lembaga Keuangan Mikro ataupun Koperasi

Simpan Pinjam Sekunder, juga belum berarti sangat baik karena regulasi terhadap kedua lembaga

tersebut pun belum lengkap antara lain karena belum ada Lembaga Penjamin Simpanan bagi kedua

lembaga tersebut, sehingga masih rawan penyimpangan.

c. SDM

Dari hasil survei lapangan, terlihat bahwa masyarakat terdampak area migas rata-rata telah memiliki

koperasi primer terutama Koperasi Wanita (Kopwan), koperasi pemuda, dan koperasi lain, namun

pengelolaannya masih sederhana dan tradisional. SDM pengelola belum banyak yang profesional

dan kompeten, sehingga perlu pendampingan dan pembinaan yang intensif. Demikian juga

masyarakat tani dan peternak, juga masih sangat tradisional dan belum efisien dalam mengelola

usahanya, sehingga masih perlu pendampingan agar usaha yang dikelolanya lebih produktif, efisien

dan lebih berdayaguna (bernilai).

d. Permodalan

Koperasi-koperasi primer yang berjalan pada umumnya kurang tumbuh dengan cepat, dengan

alasan klasik yakni minimnya modal, sehingga perlu penambahan modal usaha guna meningkatkan

pertumbuhan usaha koperasi. Modal usaha yang ada saat ini umumya masih dari anggota melalui

simpanan pokok dan simpanan wajib. Modal dari luar umumnya bantuan dari pemerintah yang

jumlahnya masih sangat terbatas.

e. Pemberdayaan dan Pendampingan

Pengelolaan pinjaman pada masyarakat atau anggota koperasi umumnya tidak disertai dengan

pendampingan dan pembinaan, sehingga penggunaan dana pinjaman kurang terpantau dengan

baik, padahal kekuatan Lembaga Keuangan Mikro seperti Koperasi Simpan Pinjam adalah pada

pendampingan terhadap para anggotanya. Bila hal ini tidak dijalankan dengan baik maka LKM

menjadi tidak berbeda dengan bank umum.

Page 61: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

47

Kesimpulan dan Saran

Bab VIKesimpulan dan Saran

6.1. Kesimpulan

Berdasar hasil penelitian tentang Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki

Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas Blok Cepu, Kab. Bojonegoro, Provinsi

Jawa Timur, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro secara

ekonomi belum ikut menikmati manfaat dari kekayaan yang ada di wilayahnya.

2. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro umumnya

masih kurang produktif dan mandiri, namun secara berkelompok mereka telah memiliki koperasi-

koperasi primer walaupun belum tumbuh sebagaimana yang diharapkan dengan alasan keterbatasan

permodalan.

3. Guna mendukung permodalan maka perlu dibentuk Lembaga Keuangan Mikro berupa Koperasi

Simpan Pinjam (KSP) Sekunder yang mewadahi koperasi-koperasi primer yang sudah ada dalam

rangka memfasilitasi penambahan modal melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan

terutama yang memiliki kegiatan produksi di Kabupaten Bojonegoro dengan program CSR-nya.

4. Lembaga keuangan yang terbentuk nantinya, selain mengelola simpan pinjam juga melakukan

kegiatan pemberdayaan bagi anggotanya. Adapun pola pemberdayaannya secara teknis

dikerjasamakan dengan stakeholders dan expert pool sesuai dengan kapabilitas masing-masing.

Sebagai contoh dalam pemberdayaan bidang peternakan, dapat bekerja sama dengan kelompok

peternak kambing Griyo Rojo Koyo. Pemberdayaan bidang pertanian dengan Kelompok Tani Toga

Sido Makmur dan lain-lain. Pemberdayaan bidang Usaha dan Koperasi dengan Dinas Koperasi,

Dekopin, LDP (Lembaga Diklat Profesi) Koperasi, Perguruan Tinggi dan LSM sesuai kompetensinya.

6.2. Saran

Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Pemerintah Daerah melalui Dinas Koperasi perlu mengambil inisiatif untuk mengumpulkan

stakeholders, guna membicarakan masalah tindak lanjut pembentukan Koperasi Simpan Pinjam

(KSP) Sekunder. Stakeholder yang dilibatkan antara lain; Dekopin, Perguruan Tinggi, LSM,

Perusahaan Migas, Perhutani, dan lainnya yang terkait dengan pemberdayaan.

2. Perusahaan Migas di Blok Cepu, perlu memberikan bantuan dana dari CSR yang rutin dilakukan

untuk menginisiasi proses pembentukan KSP Sekunder. Dana awal ini akan digunakan untuk

melakukan seleksi terhadap 15 koperasi primer melalui (1) Pemeriksaan kesehatan koperasi; (2)

Pemeringkatan koperasi; dan (3) Penilaian kompetensi SDM pengelola, dengan budget sekitar Rp5

juta sampai Rp10 juta tiap koperasi. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut

adalah 1,5 bulan (45 hari).

Page 62: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

48

Kesimpulan dan Saran

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 63: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

49

Daftar Pustaka

Abdul Halim dan Farida, 2012, Dampak Sosial Ekonomi pertambangan Minyak dan gas Banyu Urip Kabupaten

Bojonegoro (Studi pada Masyarakat Desa Gayam Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro). Malang:

Jurusan Administrasi Publik Unibraw.

Arief Budiman, 2000, Aktor Demokrasi: Catatan tentang Gerakan Perlawanan di Indonesia. Jakarta: Yayasan

Obor.

Dawam Rahardjo, Ekonomi Kerakyatan, dari http://majalah.tempointeraktif.com, dinduh 11 Agustus 2014.

Herry Yulistyono dan Selamet Tri Wayono, Implementasi Program Gerdu Taskin terhadap Pemberdayaan

Lembaga Keuangan Mikro di Jawa Timur, Media Trend Vol. 7 No. 1 Maret 2012.

Jacobus Ranjabar, 2010, Perubahan Sosial Dalam Teori Makro, Pendekatan Realitas Sosial, Bandung: Alfabeta.

Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan Pembangunan dan Mentalitas, Jakarta: Gramedia.

Mohammad Nasiruddin, 2012, Gaya Hidup Konsumtif Masyarakat Desa di Lingkungan Industrialisasi (Studi

Kasus Perubahan Sosial dari Masyarakat Tradisional Menjadi Masyarakat Modern di Desa Bonorejo,

Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro), Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

Pranarka, A. M. W. & Moeljarto, V. 1996. Pemberdayaan (Empowerment). Jakarta: Centre for Strategic and

International Studies.

Nasikun. 2001. Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan. Diktat Kuliah. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi

UGM.

Reksohadiprodjo, Soekanto dan Pradono. 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi – Edisi Kedua.

Yogyakarta: BPFE.

San Afri Awang, 2008, Panduan Pemberdayaan LMDH, Yogyakarta: UGM

Sastramihardja, Hatta. 1987. Materi Pokok Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Penerbit Karunika.

Sudarsono, Nani. 2002. Pembangunan Berbasis Rakyat. Jakarta: Yayasan Melati Bhaki Pertiwi.

Suryadi. 1989. Pembangunan Masyarakat Desa Bandung: Penerbit Mandar Maju

Suryana, 2000, Ekonomi Pembanguanan Problematika dan Pendekatan, Jakarta: Salemba Empat.

Todaro, 1989, Economic Development, English: Longman Publishing Group.

UU No 1 Tahun 1013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

UU No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian

Daftar Pustaka

Page 64: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

50

Daftar Pustaka

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 65: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

51

Daftar Website

https://www.academia.edu/4803282/DAMPAK_SOSIAL_EKONOMI_PERTAMBANGAN_MINYAK_

DAN_GAS_BANYU_URIP_KABUPATEN_BOJONEGORO_Studi_Pada_Masyarakat_Desa_Gayam

Kecamatan_Gayam_Kabupaten_Bojonegoro_

http://www.bumn.go.id/perhutani/

http://pembangunandaerah.wordpress.com/2009/02/25/pengembangan-masyarakat-di-kawasan-

industri-migas/

Daftar Website

Page 66: Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang ... · Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda

52

Kesimpulan dan Saran

Halaman ini sengaja dikosongkan