KAJIAN LEGISLASI PERDAGANGAN DI BIDANG...

4
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI PERDAGANGAN DI BIDANG PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh : Hermanto Helena J. Purba Reni Kustiari PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

Transcript of KAJIAN LEGISLASI PERDAGANGAN DI BIDANG...

Page 1: KAJIAN LEGISLASI PERDAGANGAN DI BIDANG ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_HERMAN...pencapaian swasembada pangan (beras, jagung dan kedelai). Inpres Nomor 3 Tahun

LAPORAN AKHIRPENELITIAN TA 2012

KAJIAN LEGISLASI PERDAGANGAN DI BIDANGPERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

Oleh :Hermanto

Helena J. PurbaReni Kustiari

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN2012

Page 2: KAJIAN LEGISLASI PERDAGANGAN DI BIDANG ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_HERMAN...pencapaian swasembada pangan (beras, jagung dan kedelai). Inpres Nomor 3 Tahun

i

RINGKASAN EKSEKUTIF

Swasembada pangan merupakan salah satu dari empat target utama pembangunan pertanian periode 2010-2014. Program swasembada pangan ini mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa karena pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Pengalaman telah membuktikan bahwa gangguan pada ketahanan pangan seperti terjadinya krisis beras pada tahun 2008 yang ditandai oleh gejolak harga beras, telah memberikan pelajaran bahwa melindungi pasar dalam negeri dengan swasembada pangan yang efisien merupakan hal yang sangat penting.

Upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan dengan berbagai program masih terkendala oleh lahan pertanian (tinggi alih fungsi atau konversi lahan pertanian ke non pertanian), jaringan irigasi dan infrastruktur pendukung serta cuaca yang sering tidak menentu sebagai dampak dari perubahan iklim. Dari sisi perdagangan berbagai peraturan perundangan yang diimplementasikan, seperti pemberlakuan aturan berupa terbukanya pasar pangan untuk impor dengan dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea masuk atas impor sebagai upaya untuk menjaga stabilitas harga dan ketahanan pangan nasional. Namun, kebijakan ini belum mampu menstabilkan harga bahan pangan di dalam negeri, hal ini terlihat dari lonjakan harga berbagai komoditas pangan yang masih terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa dampak dari kebijakan yang diberlakukan seringkali tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, kajian legislasi perdagangan dibidang pertanian mendukung swasembada pangan perlu dilakukan agar regulasi yang diterapkan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi regulasi dan kebijakan swasembada pangan.

Tujuan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut : (1) Mengevaluasi konsistensi dan sinkronisasi peraturan perundangan di bidang perdagangan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan, (2) Mengevaluasi implementasi peraturan perundangan di bidang perdagangan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan, dan (3) Menganalisis dampak implementasi peraturan perundangan di bidang perdagangan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan. Provinsi Sumatera, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Lampung dan DKI Jakarta telah dipilih sebagai lokasi penelitian. Methode analisis yang digunakan adalah Regulatory Mapping (RegMAP) dan analisis kuantitatif diskriptif.

Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan pencapaian swasembada pangan terutama ditinjau dari aspek perdagangan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, Inpres No 3 Tahun 2012 tentang kebijakan pengadaan gabah/beras dan penyaluran beras, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi

Page 3: KAJIAN LEGISLASI PERDAGANGAN DI BIDANG ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_HERMAN...pencapaian swasembada pangan (beras, jagung dan kedelai). Inpres Nomor 3 Tahun

ii

Perdagangan Dunia) dikategorikan sebagai peraturan yang sangat bermasalah. Regulasi ini telah melahirkan sistem perdagangan bebas yang diusung oleh ideologi neoliberal. Undang-undang ini berisikan ketentuan mengikat bagi Pemerintah Indonesia untuk membentuk peraturan atau hukum ekonomi nasional kekonstruksi sistem ekonomi neoliberalisme. Hal ini secara tidak langsung memaksa pembentukan hukum ekonomi Indonesia mengabaikan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu, Undang-undang tersebut juga tidak konsisten dan sinkron dengan UUD 1945 (Pasal 33). Demikian pula Undang Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan tidak memiliki konsistensi dan singkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (kovenan internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya). Meskipun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 dikategorikan tidak bermasalah, namun legislasi tersebut kurang mendukung untuk pencapaian swasembada pangan (beras, jagung dan kedelai).

Inpres Nomor 3 Tahun 2012 dikategorikan sebagai peraturan yang cukup bermasalah. Selain tidak konsisten dan singkron dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, peraturan ini juga tidak memiliki perspektif petani sebagai produsen yang harus lebih diutamakan. Karena itu, kebijakan ini terbukti belum dapat mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor secara efektif. Bahkan kebijakan tersebut juga belum dapat mendorong peningkatan pendapatan keluarga petani secara signifikan. Selanjutnya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2009 juga di kategorikan sebagai peraturan yang bermasalah. Selain tidak konsisten dan singkron dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, peraturan ini juga melegalitaskan untuk melakukan impor beras, sementara ekspor beras tidak pernah dilakukan sejak peraturan tersebut dikeluarkan.

Selama ini beberapa legislasi dalam pencapaian swasembada pangan telah dibuat oleh Pemerintah Daerah. Di Sumatara Utara misalnya, terdapat 9 peraturan perundangan dalam bentuk Perda dan Pergub. Dari peraturan tersebut, nampaknya belum sepenuhnya terimplementasi di tingkat lapangan karena umumnya belum ditindaklajuti dengan Peraturan Bupati atau peraturan lainnya di masing-masing daerah sentra produksi pangan. Bahkan banyak petani masih belum tahu tentang Perda dan Pergub yang telah dikeluarkan tersebut. Demikian pula berbagai peraturan yang mengatur tentang perdagangan pangan di Provinsi Sumatera Utara belum tersedia. Saat ini komoditi pangan di Sumatera Utara sudah mulai tergantung pada impor. Impor beras yang berasal dari Vietnam dan Thailand hingga akhir Februari 2011 di Sumatera Utara tercatat sekitar 171 ribu ton. Demikian pula impor kedelai pada tahun 2011 mencapai 140.632 ton, sedangkan pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 124.615 ton atau naik 12,85%. Untuk impor jagung asal India mencapai 156.041 ton atau melonjak 285% dibanding tahun 2010 yang jumlahnya 40.522 ton. Umumnya petani mengeluhkan keberadaan pangan impor tersebut karena harga beras, jagung dan kedelai di tingkat petani menjadi rendah.

Berbeda halnya di Sulawesi Selatan, meskipun saat ini terus memacu penguatan pertanian pangan melalui berbagai program, seperti program overstock (surplus) beras 2 juta ton, program surplus jagung 1,5 juta ton dan program swasembada kedelai pada

Page 4: KAJIAN LEGISLASI PERDAGANGAN DI BIDANG ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_HERMAN...pencapaian swasembada pangan (beras, jagung dan kedelai). Inpres Nomor 3 Tahun

iii

tahun 2014, namun program tersebut belum dilengkapi dengan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan baik bentuk Perda maupun Pergub. Demikian pula berbagai peraturan yang mengatur tentang perdagangan pangan juga belum tersedia. Pada tahun 2012, direncanakan akan ada sebanyak 50.000 ton beras impor asal Thailand yang akan digudangkan di Kota Parepare. Rencana impor beras tersebut telah menimbulkan banyak pertanyaan oleh berbagai pihak karena setiap tahunnya provinsi Sulawesi Selatan mengalami surplus beras sekitar 1,42 juta ton. Selain itu, Sulawesi Selatan juga menerima kedelai impor dan jagung impor yang jumlahnya masing-masing mencapai 1.729,3 ton, dan 10 ton pada tahun 2011. Sementara, pada periode tahun 2004-2009, Sulawesi Selatan melakukan ekspor komoditi jagung ke beberapa negara tujuan, seperti Korea, Taiwan, Malaysia dan Philipina.

Nampaknya liberalisasi perdagangan tidak pernah memiliki dampak yang positif bagi pencapaian swasembada pangan (beras, jagung dan kedelai). Karena itu, sebaiknya Pemerintah menegosasikan ulang tentang keberlakuan sistem perdagangan bebas di Indonesia kepada Negara-negara anggota WTO dan sekaligus mengagendakan untuk merubah beberapa ketentuan WTO khususnya tentang pencapaian swasembada pangan dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional. Demikian pula dalam penerapan undang-undang pangan, pemerintah harus menjamin kesejahteraan masyarakat terutama terkait pemenuhan pangan yang merata keseluruh lapisan, dengan meningkatkan kemampuan produksi pangan dalam negeri. Untuk itu, diperlukan adanya pembagian peran dan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mencapai swasembada pangan tersebut. Selain itu, peraturan perundang-undangan, baik dalam bentuk Perda maupun Pergub yang mengatur tentang pencapaian swasembada pangan dan perdagangan pangan di daerah sangat diperlukan sehingga percepatan peningkatan efisiensi, produksi, produktivitas, serta mutu produk pangan dapat dilakukan secara optimal.