Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan...

23
Page[1] Policy Review Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan Dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) Di Jawa Timur Indonesia Policy Review ditujukan kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan Dirjen Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Pusat Promosi Kesehatan Ringkasan Eksekutif Pedoman kebijakan Permenkes Nomer 2556/Menkes/Per/XII/2011 tentang penyaluran dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang telah beberapa kali mengalami revisi selama proses implementasinya sejak pertamakali diluncurkan pada tahun 2010 oleh kementerian kesehatan Indonesia. Penyaluran dana BOK kepada Pemerintah Daerah sebagai salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah untuk pembangunan kesehatan masyarakat dalam meningkatkan upaya kesehatan promotif dan preventif guna percepatan tercapainya MDG‟S Bidang Kesehatan. Tujuan kajian untuk memberikan informasi evaluasi kebijakan BOK dalam pencapaian program kesehatan ibu dan anak. Lokasi penelitian di 3 kabupaten kota di Jawa timur yaitu kabupaten Sampang, Gresik dan Sidoarjo. Metode kajian adalah kajian data sekunder profil kesehatan kabupaten tahun 2009- 2011 dan data primer focus group discussion (FGD) dengan mengundang pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten dan beberapa puskesmas serta staf pengelola BOK dari pemda. Hasil kajian selama kebijakan BOK diluncurkan mulai tahun 2010 sampai tahun 2011 terlihat bahwa masih lambannya penurunan angka kematian ibu dan bayi dan makin meningkatnya kasus gizi kurang dari hasil review data profil 3 kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten Sidoarjo. Kurang komitmen Pemerintah daerah

description

Data pencapaian kesehatan ibu dan anak cakupan KN1-KN4 naik pada tahun 2010, namun kemudian turun kembali pada tahun 2011. Penerima manfaat dana BOK lebih banyak pada provider kesehatan, belum menyentuh secara langsung pada masyarakat.

Transcript of Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan...

Page 1: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 ]

Policy Review

Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan

Dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5)

Di Jawa Timur Indonesia

Policy Review ditujukan kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan

Dirjen Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Pusat Promosi Kesehatan

Ringkasan Eksekutif

Pedoman kebijakan Permenkes Nomer

2556/Menkes/Per/XII/2011 tentang penyaluran

dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang

telah beberapa kali mengalami revisi selama

proses implementasinya sejak pertamakali

diluncurkan pada tahun 2010 oleh kementerian

kesehatan Indonesia. Penyaluran dana BOK

kepada Pemerintah Daerah sebagai salah satu

bentuk tanggung jawab pemerintah untuk

pembangunan kesehatan masyarakat dalam

meningkatkan upaya kesehatan promotif dan

preventif guna percepatan tercapainya MDG‟S

Bidang Kesehatan. Tujuan kajian untuk

memberikan informasi evaluasi kebijakan BOK

dalam pencapaian program kesehatan ibu dan

anak. Lokasi penelitian di 3 kabupaten kota di

Jawa timur yaitu kabupaten Sampang, Gresik dan

Sidoarjo. Metode kajian adalah kajian data

sekunder profil kesehatan kabupaten tahun 2009-

2011 dan data primer focus group discussion

(FGD) dengan mengundang pelaksana teknis

dinas kesehatan kabupaten dan beberapa

puskesmas serta staf pengelola BOK dari pemda.

Hasil kajian selama kebijakan BOK

diluncurkan mulai tahun 2010 sampai tahun 2011

terlihat bahwa masih lambannya penurunan angka

kematian ibu dan bayi dan makin meningkatnya

kasus gizi kurang dari hasil review data profil 3

kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten

Sidoarjo. Kurang komitmen Pemerintah daerah

Page 2: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 2 ]

Data pencapaian

kesehatan ibu dan anak

cakupan KN1-KN4 naik

pada tahun 2010, namun

kemudian turun kembali

pada tahun 2011.

Penerima manfaat dana

BOK lebih banyak pada

provider kesehatan,

belum menyentuh secara

langsung pada

masyarakat.

dalam menyusun strategi prioritas program

kesehatan ibu dan anak dalam bentuk menyusun

rencana inovasi aksi daerah.

Lemahnya pengawasan, kontrol

pertanggung jawaban kegiatan

preventif promotif BOK terutama

pada puskesmas yang lokasinya jauh

dari pusat pemerintahan kabupaten.

Pertanggungjawaban kurang

tepat sasaran, mengingat data

pencapaian kesehatan ibu dan anak

cakupan KN1-KN4 naik pada tahun

2010, namun kemudian turun

kembali pada tahun 2011. Penerima

manfaat dana BOK lebih banyak

pada provider kesehatan, belum

menyentuh secara langsung pada

masyarakat.

Pemerintah daerah,

stakeholder di tingkat Provinsi maupun

Kabupaten/Kota diharapkan memiliki komitmen

untuk terus memperkuat sistem kesehatan daerah

dengan mengacu pada Sistem Kesehatan Nasional

tahun 2012. Komitmen dalam penyusunan

program kesehatan ibu dan anak dengan gerakan

inovatif, memberdayakan masyarakat setempat

dengan peningkatan knowledge tentang

pentingnya

menjaga kesehatan ibu dan anak dan sosialisasi

peningkatan kunjungan neonatal pada petugas

kesehatan.

Pemerintah kabupaten, kota

diharapkan komitmennya dalam

meningkatkan alokasi anggaran

kesehatan yang langsung dirasakan

manfaatnya untuk masyarakat

melalui peningkatan kegiatan

preventif, promotif kesehatan ibu

dan anak. Petugas kesehatan lebih

banyak melakukan kegiatan

preventif, promotif dengan

melakukan upaya penyuluhan

tentang pentingnya kesehatan ibu

dan anak dalam wilayah desa yang

menjadi tanggung kasus.

Peningkatan pemberian kewenangan

lebih pada tenaga kesehatan yang

sudah terlatih pada daerah dengan kriteria khusus

dimana ketidaktersediaan tenaga kesehatan yang

berkompeten. Pemberdayaan masyarakat menjadi

ujung tombak dalam prioritas perencanaan

kesehatan di kabupaten kota dan propinsi

mengingat pemberdayaan masyarakat menjadi sub

sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional.

Pendahuluan Upaya peningkatan pelayanan kesehatan

masyarakat selain diarahkan untuk mencapai

target Tujuan Pembangunan Milenium atau

Millennium Development Goals (MDGs), juga

harus diarahkan pada pembudayaan pola hidup

sehat bagi masyarakat melalui upaya promotif,

preventif, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam

hal ini, dukungan jajaran Tim Penggerak

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (Tim

Penggerak PKK) di Kabupaten/Kota merupakan

faktor penting dalam mewujudkan budaya hidup

sehat bagi masyarakat. Demikian halnya dengan

perspektif dalam penyelenggaraan tugas

pemerintahan, urusan pemerintahan di bidang

kesehatan merupakan urusan bersama (concurrent

function) antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, sehingga setiap Pemerintah

Daerah diwajibkan untuk meningkatkan

pemerataan dan aksesibilitas pelayanan

kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Melalui pengembangan kegiatan dan

penyediaan dukungan anggaran yang memadai,

yang dalam pelaksanaannya berpedoman pada

ketentuan mengenai Standar Pelayanan

Minimal (SPM) di bidang pelayanan kesehatan.

Page 3: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 3 ]

Berbagai upaya telah dan akan terus ditingkatkan

baik oleh pemerintah daerah maupun

pemerintah agar peran dan fungsi Puskesmas

sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar

semakin meningkat. Dukungan pemerintah

bertambah lagi dengan diluncurkannya

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)

bagi Puskesmas sebagai kegiatan

inovatif di samping kegiatan lainnya

seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas) dan Jaminan Persalinan

(Jampersal). Penyaluran dana BOK

merupakan salah satu bentuk tanggung

jawab pemerintah dalam pembangunan

kesehatan bagi masyarakat di

pedesaan/kelurahan khususnya dalam

meningkatkan upaya kesehatan promotif

dan preventif guna tercapainya target

Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Bidang Kesehatan. Sebagai tolok ukur

urusan kewenangan wajib bidang

kesehatan yang telah dilimpahkan

oleh pemerintah kepada pemerintah

daerah. Puskesmas sebagai salah satu

pelaksana pelayanan bidang kesehatan

juga mengemban amanat untuk

mencapai target tersebut sehingga

masyarakat akan mendapat pelayanan

kesehatan yang semakin merata, berkualitas dan

berkeadilan. Dana BOK bukan merupakan dana

utama dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di

kab./kota. Beberapa issu public bergulir bahwa

ada kebijakan tingkat regional, beberapa

Pemerintah daerah mengurangi alokasi

pembiayaan promotif kesehatan ke alokasi di luar

sektor kesehatan. Padahal pemerintah pusat

mengharapkan pemda tidak mengurangi

anggaran yang sudah dialokasikan untuk

operasional Puskesmas. Pada

kenyataannya beberapa daerah

mengurangi dana operasional

Puskesmas karena asumsi telah

terbiayai oleh dana BOK.

Namun demikian, masih

terdapat berbagai masalah yang

dihadapi oleh Puskesmas dan

jaringannya dalam upaya

meningkatkan status kesehatan

masyarakat di wilayah kerjanya,

antara lain adalah keterbatasan

biaya operasional untuk

pelayanan kesehatan.

Beberapa pemerintah daerah

mampu mencukupi kebutuhan

biaya operasional kesehatan

Puskesmas di daerahnya. Di saat

yang sama, tidak sedikit pula

pemerintah daerah yang masih

sangat terbatas dalam hal alokasi

untuk biaya operasional

Puskesmadi daerahnya. Sementara itu, masih

terjadi disparitas antar berbagai determinan

sosial di masyarakat yang meliputi perbedaan

antar wilayah, antar pendidikan masyarakat,

antar sosial ekonomi masyarakat dan

determinan sosial lainnya.

Isu menarik mengenai

ekuitas pelayanan

kesehatan antara

daerah miskin dan

kaya, pedesaan dan

perkotaan.

Pemanfaatan BOK

pada prinsipnya uang

itu fokus ditujukan utk

" akselesarasi

pencapaian MDGs",

terutama 1(gizi),4(akb)

dan 5(aki).Sebetulnya

pemanfaatannya

terserah kabupaten

kota.

Page 4: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 4 ]

Metode

Ke

ran

gk

a K

on

sep

ImplementasiBOK

AkseptabilitasKebijakanSPM,MDG’S

KapasitasManajerial

Ketepatan Program dan

SasaranMDG’S

FaktorKontekstual

• Kemiskinan• Kondisi Geografi• Peran Keluarga

1.St

atus

KIA

di L

okas

i Stu

di2.

Tren

d, K

esen

jang

an C

apai

an

Prog

ram

KIA

di

3.H

asil

Pend

ataa

n Sa

sara

n

•Kepemim

pinan•Ketersediaan Fasyankes•Ketersediaan SD

K –5M

•Fungsi Manajem

en –PO

AC

•Turunan Poicy : Perda, Perbup, Perwali•Sosialisasi •Fasilitasi Penyelenggaraan Program/ Kegiatan

Gambar 1 Kerangka Konsep

Jenis kajian:Eksploratif, dengan perspektif studi

literarur, data sekunder profil, dokumen

penyerapan anggaran BOK th 2009,2010, 2011

dan review hasil penelitian BOK.

Cara Kerja Kajian :Wawancara mendalam

pada pengelola program kesehatan ibu dan anak,

bendahara BOK tingkat kabupaten, kota antara

lain: ka sub bid program dinkes, kepala

puskemas di kab.Gresik, sidoarjo dan

kab.sampang. Pertemuan rapat Kerja, Workshop

yang dihadiri oleh: ka bid program dan ka sub

bid dinas kesehatan kabupaten dan peneliti.

Variabel : akseptabilitas kebijakan,

konstektual, daan kapasitas manajerial akan

ditanyakan secara mendalam pada para decisions

makers tingkat kabupaten. Sedangkan variable

ketepatan program sasaran MDG‟s dan faktor

konstekstual:geografis dan kemiskinan dari

laporan profil kesehatan kabupaten, kota. Untuk

variable penyerapan anggaran BOK diperoleh

dari rekapitulasi penyerapan anggaran BOK

tribulan dan tahunan.

Analisis kajian: Review hasil penelitian

BOK terdahulu, studi literatur capaian kesehaan

ibu dan anak pada data profil th 2009,2010 dan

2011 serta data penyerapan dana BOK . Kajian

hasil wawancara mendalam, pengembangan

konsep dilakukan dengan analisis content guna

menghasilkan out put policy paper.

Beberapa komponen prosedur

metodologi dalam melaksanakan analisis suatu

kebijakan dalam suatu sistem. Komponen yang

dimaksud dalam prosedur metodologi analisis

kebijakan tersebut adalah perumusan masalah,

peramalan, rekomendasi, pemantauan dan

evaluasi. Melakukan analisis kebijakan berarti

menggunakan kelima prosedur metodologi

tersebut dalam proses kajiannya dengan metode

sence making.

Page 5: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 5 ]

Penyaluran Dana BOK pada

setiap kabupaten , kota pada

tahun 2013 ini masuk melalui

DAU, maka akan dikenai

undang undang RI Nomor 32

tahun 2004 tentang

kewenangan pemerintahan

daerah. Konsekuensi dari

kebijakan BOK ini , maka

Dikhawatirkan setelah masuk

DAU, jatah anggaran untuk

dinkes akan berkurang,

karena ada substitusi

anggaran dari pusat”.

Hasil dan Pembahasan Analisis Konten

Hasil analisis konten ini berdasarkan hasil Focus Group Discussion/FGD: Faktor pengaruh (determinan),

prioritas, affordability dan health system building blocks.

Tanggapan Dinkes Kota Surabaya

“Untuk tahun depan, BOK tidak lagi masuk

kedalam dana Tugas Perbantuan/TP. Tapi

masuk di dalam Dana alokasi Umum /DAU.

Dikhawatirkan setelah masuk

DAU, jatah anggaran untuk

dinas kesehatan akan berkurang,

karena ada substitusi anggaran

dari pusat”.

Rencana Pelaksana Kegiatan

atau “RPK sudah disusun

setahun sekali, boleh mengubah,

tapi akan memperlama proses.

Karena akan mengubah

pengajuan ke KPPN. Jadi

kegiatan harus sesuai dengan

RPK. Kembali lagi ke SDM

yang ada di Puskesmas karena

banyak yang mempunyai tugas

rangkap.Pertanggung jawaban

BOK terlalu panjang birokrasi

yang merepotkan. Yang

bertanggung jawab terhadap

dana bukan bendahara, tapi

PPTK (Petugas Pelaksana

Teknis Kegiatan). Perjalanan

dinas lebih dari 5 kilo, transport

80 ribu, kalo kurang dari 5 KM, dapat 25

ribu”.

Di Kota Surabaya, pos KLB dari BOK ada

anggarannya, meskipun itu belum tentu

terserap. Kalau di Kab lain, pos KLB tidak ada,

pos KLB dianggarkan dari APBD, yg lebih

longgar dalam melakukan perubahan.

Tanggapan Kabupaten Sidoarjo

Di Sidoarjo, sudah menyusun POA dan RPK

bulanan untuk satu tahun. Bila ada perubahan

RPK, akan memperlama proses pengajuan

keuangan(butuh waktu yang lebih lama), yang

akan berefek ke seluruh rangkaian kegiatan dan

berimbas pada penyerapan anggaran.

Di Sidoarjo ada perbup yang mengatur bahwa

transport dari Puskesmas ke desa

wilayah kerja sebesar 25 ribu.

Kabupaten Sidoarjo anggaran

BOK tahun 2012 ini disamakan.

Gresik pembagian dana BOK

berdasarkan jumlah penduduk,-

jumlah unjungan, tipe puskesmas.

BOK bisa untuk transport kader

posyandu, kader posyandu usila.

Sidoarjo per posyandu dapat 25

ribu, di gresik kader per orang

10 ribu. APBD : ada dana 50

ribu per posyandu (1670

posyandu) untuk kegiatan

posyandu, tidak melihat

berapapun jumlah balita yang

ada. Refresing kader bisa diambil

dari BOK, untuk transport dan

konsumsi. Di Gresik terdapat

6994 kader, honor berasal dari

APBD , transport bisa dari BOK,

25 ribu. Dari APBD honor kader

posyandu 30 ribu per bulan.

Banyak kader yang merangkap hingga

menangani 3 posyandu. Jumlah posyandu 904

dengan kader 200 an kader.

Tanggapan Kabupaten Gresik

Besaran alokasi dana BOK untuk setiap

puskesmas berdasarkan jumlah kunjungan,

jumlah penduduk dan tipe puskesmas.

“untuk pengadaan pemberian makanan

tambahan /PMT, kalau bisa diadakan di dinas

kesehatan, agar seluruh Puskesmas dapat PMT,

karena bila diadakan di level PKM, masing-

Page 6: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 6 ]

masing PKM ada yang menganggarkan dan ada

yg tidak.

PMT di sda sebesar 1,4 M (APBD), PMT di

gresik 585 jt (APBD). Sda BOK 2,2 M (1,950 M

untuk PKM, 300 jt untuk dinas). Gresik BOK 2,7

M (untuk PKM 2,4 M, 300 jt untuk manajemen

dinas). APBD untuk preventif dan promotif

kabupaten Gresik : 54 jt untuk promkes”.

Tanggapan Kabupaten Sampang

APBD untuk kegiatan preventif dan promotif

dikabupaten sampang meliputi : PMT

penyuluhan, honor, kegiatan promkes - 299 juta.

Pencegahan penyakit dan penyehatan

lingkungan 200 jt. Imunisasi 92 juta. Dana BOK

melalui TP (tugas Pembantuan) sebenarnya

tidak tepat, karena BOK turun tiap tahun. Bila

dimasukkan dalam DAK, juga kurang tepat

karena DAK untuk kegiatan yang “emergency”.

Jadi untuk tahun depan akan ditempelkan di

DAU. Dasar dari pembagian dana BOK

bermacam-macam dasar.

Madura : luas wilayah, jml penduduk, realisasi

penyerapan thn lalu, jumlah nakes (medis dan

paramedic). Di sampang, transport petugas

kesehatan dari puskesmas ke desa 15 ribu.

Untuk menjadi wacana bila CSR (Corporate

Social Responsibility) bisa membiayai BOK,

untuk daerah terdampak. Hal ini berlaku untuk

daerah dengan industri yang banyak. CSR

diberikan oleh perusahaan pada dinas, selain

juga diberikan pada masyarakat

langsung.contoh pada DBHCT (Dana Bagi

Hasil Cukai Tembakau).

Kebijakan Penyaluran dana BOK dari

sisi konten dalam pertanggungan jawaban

keuangan harus mengacu pada POA dan RPK

bulanan yang telah dibuat dalam satu tahun,

namun pada proses pelaksanaanya terkadang ada

permasalahan yang berbeda dalam setiap bulan,

dimana RPK yang diajukan setiap bulan harus

mengacu RPK tahunan. Apabila ada perubahan

RPK bulanan maka proses pengurusannya lebih

lama. Penyaluran Dana BOK pada setiap

kabupaten , kota pada tahun 2013 ini masuk

melalui DAU, maka akan dikenai undang

undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah. Konsekuensi dari

kebijakan BOK ini, maka Dikhawatirkan setelah

masuk DAU, jatah anggaran untuk dinkes akan

berkurang, karena ada substitusi anggaran dari

pusat”. Pemerintah daerah mempunyai

kewenangan untuk mengelola dan mengurus

daerahnya . Berdasarkan UU No 32 Tahun

2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Mengacu pada

definisi normatif dalam UU No 32 Tahun 2004,

maka unsur otonomi daerah adalah : Hak,

Wewenang. dan . Kewajiban Daerah Otonom.

Ketiga hal tersebut dimaksudkan untuk

mengatur dan mengurus sendiri, urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Didalam UU NO 32 Tahun 2004

yang dimaksud hak dalam konteks otonomi

daerah adalah hak-hak daerah yang dijabarkan

pada Pasal 21 Dalam menyelenggarakan

otonomi, daerah mempunyai hak: 1. Mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.

2. Memilih pimpinan daerah. 3. Mengelola

aparatur daerah. 4. Mengelola kekayaan daerah.

5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.

6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya lainnya

yang berada di daerah. 7. Mendapatkan sumber-

sumber pendapatan lain yang sah. 8.

Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

Page 7: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 7 ]

Perlu memberikan contoh

konkrit dalam buku petunjuk teknis

BOK peruntukannya sehingga

petugas kesehatan di lapangan

tidak ada keraguan dalam

pertanggung jawaban

keuangannya.Sehingga dapat lebih

mudah merencanakan kegiatan

preventif dan promotif ini. Contoh

Imunisasi TTibu hamil dan

imunisasi anti Diphteri seperti

propinsi Jawa Timur, maka upaya

jemput bola petugas imunisasi ke

masyarakat dapat memanfatkan

dana BOK ini.

Berkaitan dengan wewenang dalam

konteks otonomi daerah, maka daerah otonom,

yaitu kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang

berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat (Pasal 1 angka 6

UU No 32 Tahun 2004)

berhak mengurus urusan

pemerintahanya, urusan

pemerintahan yang tertulis

pada Pasal 12 UU No 32

Tahun 2004 memberikan

panduan, yaitu: (1) Urusan

pemerintahan yang

diserahkan kepada daerah

disertai dengan sumber

pendanaan, pengalihan

sarana dan prasarana, serta

kepegawaian sesuai dengan

urusan yang

didesentralisasikan. (2)

Urusan pemerintahan yang

dilimpahkan kepada

Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai

dengan urusan yang didekonsentrasikan.

Penyaluran dan BOK setiap puskesmas

di kabupaten kota berdasarkan jumlah

penduduk, jumlah kunjungan dan tipe

puskesmas, dipertimbangkan untuk menambah

variabel penting lainnya seperti besarnya

permasalahan kesehatan ibu dan anak dan

geografis yang sulit. Pemanfaatan dana BOK di

kabupaten kota, diprioritaskan pada upaya

preventif dan promotif kesehatan ibu dan anak

yang memang menjadi penyumbang terbesar

dalam angka kematian ibu dan bayi suatu

daerah, termasuk pula penyakit menular yang

dapat mempengaruhi kesehatan maternalnya.

Biaya transportasi petugas kesehatan dalam

upaya preventif dan promotif kesehatan ibu

dan anak dari kecamatan ke desa besaran Rp

25.000 per orang hal ini tentunya disesuaikan

dengan peraturan daerah dan kelayakan

geografis. Kegiatan kunjungan neonatal 1-1V

petugas kesehatan dalam pemeriksaan ibu hamil

ke rumah dalam upaya jemput bola bagi ibu

hamil yang tidak mau ke puskesmas karena

medan yang sulit dapat

memanfaatkan dana BOK

sebagai pengganti transport.

Termasuk pula kunjungan

Nifas bagi ibu bersalin dapat

memakai dana BOK ini. Dana

BOK dapat pula dipakai

untuk pemberian makanan

tambahan atau PMT anak

balita dan ibu hamil dalam

setiap kunjungan posyandu.

Besaran nilai rupiah untuk

PMT tergantung kebutuhan

dan harga satuan makanan

setempat. Pemberian PMT

yang bervariasi dengan

kandungan Gizi perlu menjadi

pertimbangan utama. Alokasi

besaran PMT untuk setiap

puskesmas dengan

mempertimbangkan besarnya permasalahan

status gizi balita di setiap daerah.

Demikian pula untuk Imunisasi,

terutama daerah endemis Diphteri seperti

propinsi Jawa Timur, maka upaya jemput bola

petugas imunisasi ke masyarakat dapat

memanfatkan dana BOK ini. Imunisasi TT untuk

ibu hamil, dan pra hamil. Dalam buku petunjuk

teknis penyaluran dana BOK perlu memberikan

contoh konkrit peruntukannya sehingga petugas

kersehatan di lapangan tidak ada keraguan

dalam pertanggung jawaban keuangannya

sehingga dapat lebih mudah merencanakan

kegiatan preventif dan promotif ini.

Memobilisasi sumber daya yang ada di

setiap daerah perlu dikembangkan sebagai upaya

pemberdayaan masyarakat setempat, baik

masyrakat secara individu, mauoun kelompok.

Page 8: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 8 ]

Potensi daerah dalam dana bagi hasil Cukai

Rokok dapat pula menjadi salah satu CSR,

namun tentunya harus mempertimbangkan

banyak hal terutama dalam era bebas rokok,

mungkinkah hal ini dilakukan?. Potensi daerah

dalam menggerakkaan pembangunan kesehatan

di wilayahnya dapat pula dikembangkan,

terutama bila terdapat industri kecil maupun

besar.

Review Issu Publik

Anggaran kesehatan

Indonesia relatif sangat kecil

yakni hanya 1,7 persen dari total

belanja pemerintah, baik melalui

APBN maupun APBD (Propinsi

dan Kabupaten Kota). Padahal

UU No 36 tahun 2009 tentang

kesehatan mengatur besaran

anggaran kesehatan pusat adalah

5 persen dari APBN di luar gaji,

sedangkan APBD Propinsi dan

Kab/Kota 10 persen di luar gaji,

dengan peruntukannya 2/3 untuk

pelayanan publik. Meski terlihat

kecil, justru ditemukan masih ada

sisa anggaran yang tidak terserap di kementerian

kesehatan. Kenyataan tersebut mengundang

pertanyaan: apakah anggaran kesehatan sudah

cukup atau masih kurang?

Suatu kebijakan pembiayaan kesehatan

yang efektif dan efesien, apabila jumlahnya

mencukupi untuk menyelenggarakan pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan dengan penyebaran

dana sesuai kebutuhan serta pemanfaatan yang

diatur secara seksama sehingga tidak terjadi

peningkatan biaya yang berlebihan. Dengan

demikian, aspek ekonomi dan sosial dari

kebijakan pembiayaan kesehatan dapat berdaya

guna dan berhasil guna bagi seluruh masyarakat

yang membutuhkannya.

Isu besar lain saat ini juga adalah

masalah adekuasi dan sustainabilitas dari

pembiayaan kesehatan di Indonesia, khususnya

pembiayaan pemerintah. Diskusi tentang

“apakah anggaran saat ini cukup? Atau kurang?,

menjadi perdebatan yang hangat. Jika melihat

kebutuhan dana program dari pemerintah yang

digulirkan melalui APBN (Pusat) dan atau

APBD (Propinsi dan Kabupaten

Kota), maka bisa dikatakan bahwa

anggaran kesehatan Indonesia

relatif sangat kecil (hanya 1.7%

dari total belanja pemerintah).

Tetapi isu menarik berikutnya

adalah adanya sisa anggaran yang

tidak terserap di kementrian

kesehatan. Data pasti belum

terkumpul, namun kejadian sudah

terlihat bertahun-tahun.

Isu sustainablitas yang

muncul adalah masalah Bantuan

Operasional Kesehatan (BOK)

yang menjadi input system

kesehatan sebagai dana bantuan

program, dimana istilah “bantuan”

menimbulkan pertanyaan tentang sustainabilitas

dari program tersebut. Ada perkembangan

menarik bahwa BOK ini pada tahun 2013 akan

menjadi Dana Tugas Pembantuan (TP) untuk

kesehatan melalui PKM, ini juga menjadi

perhatian penting karena dalam perundangan,

TP dan Dekonsentrasi ini sifatnya hanya dana

pelimpahan wewenang pusat ke propinsi dan

nanti selanjutnya akan dialihkan ke Dana

Alokasi Khusus (DAK).

Muncul pertanyaan penting, kenapa

tidak langsung dari BOK ke DAK?

(www.kebijakankesehatanindonesia.net/compon

ent/content/article/337-kebijakan-pembiayaan-

kesehatan.html,2012).

Isu sustainablitas yang

muncul adalah masalah

Bantuan Operasional

Kesehatan (BOK) yang

menjadi input sistem

kesehatan sebagai dana

bantuan program, dimana

istilah “bantuan”

menimbulkan pertanyaan

tentang sustainabilitas dari

program tersebut.

Page 9: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 9 ]

Proses pencairan dana BOK berdasarkan

perencanaan TOP setiap bulan, merupakan

kendala klasik yang semestinya dapat dipayungi

dengan peraturan keuangan yang lebih fleksibel

dari sisi pertanggung jawaban dengan

menciptakan sistem pengawasan melekat yang

terpadu dengan memanfaatkan potensi

masyarakat setempat sehingga upaya

kemandirian masyarakat dapat lebih tercapai.

Sistem pertanggung jawaban anggaran BOK

dapat dibuat lebih sederhana

dengan menyerahkan

sepenuhnya sistem

pertanggung jawaban

keuangan/administrasi

daerah dengan SK bupati

setempat sehingga

pertanggungjawaban

keuangan praktis diserahkan

sepenuhnya pada daerah

dengan peruntukkan rambu-

rambu untuk upaya promotif

dan preventif kesehatan . Dari

hasil penelitian dari UGM th

2007 menyatakan bahwa

dengan sistem administrasi

yang dapat memangkas

system birokrasi, diharapkan

dapat tercapai efektifitas dan

efisiensi anggaran. Bukankah system keuangan

yang akuntabel di bangun agar tercapai

efisiensi dan efektifitas keuangan Negara untuk

pembangunan kesehatan manusia seutuhnya.

Diperlukan upaya inovatif yang cerdas

dalam mengelola dana BOK untk upaya

prefentif, dan promotif di puskesmas mengingat

bahwa pada beberapa kabupaten, kota dengan

adanya dana BOK yang turun dari pemerintah

pusat, maka di daerah pengucuran dana biaya

operasional puskesmas untuk beberapa kegiatan

yang sifatnya preventif, promotif alokasi untuk

ini dikurangi dan dialihkan pada sektor lain.

Sebagai contoh kegiatan keshatan lingkungan

pusskesmas yang pada tahun sebelumnya target

cakupan 6 kunjungan, maka dengan menurunnya

jumlah alokasi anggaran kesling di BOP yang

tersedia 2 kunjungan, puskesmas tetap

melaksanakan 6 kunjungan dengan dana

tetap….suatu sikap yg perlu diacungi jempol…

Kegiatan Posyandu yang merupakan kegiatan

masyarakat secara langsung dan sifatnya regular

dengan jumlah posyandu yang sudah tetap,

mestinya dalam struktur anggaran penyuluhan

sudah dapat dibuatkan SK kegiatan selama

rentang waktu setahun

sehingga dalam kegiatan

posyandu tidak perlu terjadi

menunggu TOP , RPK yang

dibuat setiap bulan. Hal ini

yang dapat menyebabkan

terhambatnya kegiatan

posyandu. Oleh Karenanya

kegiatan posyandu selama

setahun sudah ada dalam

Rencana Pelaksanaan Kegiatan

/RKP yang dibuat tahunan.

Sehingga diharapkan tidak

terjadi lagi hambatan dalam

pelaksanaan posyandu.

Untuk pertanggung jawaban

pelaksanaan kegiatan posyandu

agar tidak ribet/merepotkan

perlu dibuat sppd yang simple

sesuai peraturan keuangan yang berlaku dan

untuk monev kegiatan ini sebaiknya melibatkan

masyarakat dengan tandatangan kepala desa

setempat dengan daftar nama dan jumlah

sasaran. Tidak ada alokasi anggaran Uang

lembur dalam struktur dana BOK, karena uang

lembur di puskesmas ada dalam struktur alokasi

anggaran di BOP. Peraturan anggaran tidak

boleh ada alokasi anggaran yang sama pada

kegiatan yg sama, karena struktur administrasi

secara keseluruhan dikelola administrasi

puskesmas.

Isu menarik lain adalah mengenai

ekuitas pelayanan kesehatan antara daerah

miskin dan kaya, pedesaan dan perkotaan.

Sistem pertanggung jawaban

anggaran BOK dapat dibuat lebih

sederhana dengan menyerahkan

sepenuhnya sistem pertanggung

jawaban keuangan/administrasi

daerah dengan SK bupati

setempat sehingga

pertanggungjawaban keuangan

praktis diserahkan sepenuhnya

pada daerah dengan peruntukkan

rambu-rambu untuk upaya

promotif dan preventif kesehatan

Page 10: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 0 ]

Di kabupaten Sampang

AKI terjadi peningkatan

sejak tahun 2010 hingga

tahun 2011. Sedangkan di

kabupaten Sidoarjo, terjadi

penurunan AKI, namun di

kabupaten Gresik terjadi

peningkatan pada tahun

2010 dan kembali turun

sedikit pada tahun 2011.

Disinyalir bahwa kebijakan Jamkesmas /

Jamkesda atau Jampersal hanya akan

menguntungkan masyarakat perkotaan di daerah

yang relatif kaya seperti Jawa dan Sumatera

mengingat ketersediaan pelayanan kesehatan di

daerah tersebut relatif lebih merata.

Di samping permasalahan mengenai

pembiayaan kesehatan kuratif di atas, juga

terdapat masalah pembiayaan kesehatan di

aspek promotif dan preventif. Saat ini bergulir

wacana akan adanya pengalihan sebagian hasil

cukai rokok untuk promosi dan prevensi di

bidang kesehatan. Namun di sisi lain, pasal “anti

rokok” di UU Kesehatan yang

baru malah “ menghilang ”.

Selain itu, banyak ahli kesehatan

masyarakat saat ini juga

memandang seolah ada dikotomi

antara kuratif dan preventif /

promotif; dengan menyebutkan

bahwa pemerintah sekarang

terlalu cenderung membiayai

kuratif dan mengabaikan

pembiayaan preventif dan

promotif.

Bantuan Operasional

Kesehatan (BOK) diluncurkan

pada tahun 2010 untuk puskesmas

dan jaringannya. Selama berjalan dua tahun,

BOK diragukan efektifitasnya dan

keberlanjutannya karena menggunakan istilah

“bantuan”. Bisa jadi pada masa datang, dana

BOK sebagai dana Tugas Pembantuan (TP)

untuk kesehatan dialihkan ke Dana Alokasi

Khusus (DAK). Dana Tugas Pembantuan (TP)

biasanya bersifat dana pelimpahan wewenang

pusat ke propinsi untuk didistribusikan pada

level pemerintahan lebih rendah. Kalau

demikian, mengapa dana BOK tidak langsung

menjadi DAK? Apakah ada motif lain dibalik

peluncuran skema dana BOK agar lebih popular

seperti halnya dana BOS untuk sektor

pendidikan?

Pemanfaatan BOK pada prinsipnya uang

itu fokus ditujukan utk " Akselesarasi

pencapaian MDGs", terutama 1(gizi),4(akb) dan

5(aki). Sebetulnya pemanfaatannya terserah

kabupaten kota. Pelaksanaan harus dituangkan

dalam JUKNIS BOK, yang pemberlakuannya

dengan SK Menkes. Hal ini dimaksudkan agar

ada dasar hukum yang kuat, untuk

pelaksanaanya karena harus di jamin

akuntabilitasnya. Dengan Juknis BOK,

dimaksudkan agar kegiatannya jelas, terinci dan

terukur, sebagai dasar pelaksanaan monev yang

dilakukan empat kali setahun. BOK masuk

dalam evaluasi UKP4 yang secara

berkala dilaporkan kepada

Presiden melalui Ketua UKP4 (P

Kuntoro). Menurut sumber di

kementerian kesehatan tahun 2012

bahwa sebenarnya Kementrian

kesehatan dalam penyusunan

Juknis, sudah melibatkan

Kadinkes Prov,Kab/Kota,Ka

Puskesmas, Irjen dan BPKP, juga

telah dilakukan supervisi dengan

turun ke 21 Provinsi utk evaluasi

kegiatan th 2010-2011, sebagai

dasar perbaikan Juknis 2012, agar

dana tersebut tepat sasaran sesuai

tujuan awal diluncurkannya BOK.

Beberapa hasil evaluasi BOK 2010-2011 oleh

Prof Ascobat Gani, ditemukan adanya disparitas

kemampuan Kepala Puskesmas dan Kadinkes

Kab/Kota, menjadi kendala utama, karena

kurang bisa jabarkan(memanfaatkan) BOK

sesuai dengan tujuan.

Mereka cenderung menggunakan uang

yang gampang pertanggung jawabannya, tetapi

kurang berpengaruh langsung tehadap tujuan

program. Masalahnya lainnya adalah BPK tidak

mau kompromi waktu evaluasi, sehingga bila

tidak hati-hati upaya Kemenkes yang sudah

keluar dari predikat DISCLAIMER menjadi

Wajar Dengan Pengecualian(WDP), belum

sampai Wajar Tanpa Pengecualian(WTP).

Page 11: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 1 ]

Beberapa hasil penelitian DHA yang

dilakukan oleh Nugraheni, WP dkk tahun 2012

dari Pusat humaniora kebijakan kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat (masih dalam

laporan, belum publikasi ) yang dilakukan di

propinsi Maluku Utara ternyata penerima

manfaat dari biaya kesehatan di daerah 70 %

diterima oleh tenaga kesehatan, hal ini menarik

semestinya penerima manfaat dari biaya

kesehatan adalah masyarakat, mengingat dalam

Sistem Kesehatan Nasional salah satu sub sistem

adalah pemberdayaan masyarakat. Dana BOK

dimaksudkan sebagai upaya percepatan

dalam pencapaian MDG‟s bidang kesehatan

khususnya dalam upaya preventif, promotif yang

semestinya biaya ini untuk dapat mendongkrak

peningkatan knowledge masyarakat, jadi

penerima manfaat terbesar adalah masyarakat.

CONTINUM OF CARE CAPAIAN MDG’S KESEHATAN IBU DAN ANAK SEBELUM DAN

SETELAH KEBIJAKAN DANA BOK

Kementerian kesehatan mentargetkan pada

tahun 2015 pencapaian MDG‟S untuk tujuan

Goal 1 (Target 1C) Memberantas kemiskinan

dan kelaparan; Goal 4 (Target 4A) Menurunkan

Angka Kematian anak; Goal 5 (Target 5A)

Meningkatkan kesehatan ibu; Goal 6 (Target

6A&6B) Mengendalikan HIV dan AIDS; GoalL

6 (Target 6C) Mengendalikan Penyakit TB;

Goal 7 (Target 7C) Menjamin Kelestarian

Lingkungan Hidup. Pada analisis kajian policy

paper ini kami membatasi hanya pada kesehatan

ibu dan anak (target 4 dan 5).

Sebagai hasil analisis konteks maka perlu

mengetahui Continum of care perkembangan

pencapaian cakupan MDG‟S sebelum dan

setelah adanya kebijakan penyaluran dana BOK

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Gambar grafik 2.Trend Kunjungan Ibu Hamil

(Ki) di kabupaten Sampang, Gresik dan

kabupaten Sidoarjo propinsi Jawa Timur

Berdasarkan gambar grafik di atas tampaknya untuk kunjungan K1 kabupaten Sampang ada peningkatan

setelah kebijakan dana BOK, namun untuk kabuaten Sidoarjo tidak ada peningkatan malah sedikit

menurun, demikian pula kabupaten Gresik kunjungan K1 malah terjadi penurunan yang cukup tajam pada

tahun-2011.

Page 12: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 2 ]

Gambar grafik 3.Trend Kunjungan Ibu Hamil

di Kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten

Sidoarjo propinsi Jawa Timur

Terlihat bahwa ada kecenderungan peningkatan

kunjungan ibu hamil (K4) ke tenaga kesehatan

setelah adanya kebijakan dana BOK di

kabupaten Sampang dan Gresik, kabupaten

Sidoarjo terjadi penurunan sedikit pada tahun

2011, namun masih di atas cakupan pada tahun

2009.

Gambar grafik 4.Trend Angka Kematian Ibu di

kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten

Sidoarjo propinsi Jawa Timur

Terlihat bahwa Di kabupaten Sampang AKI

terjadi peningkatan sejak tahun 2010 hingga

tahun 2011. Sedangkan di kabupaten Sidoarjo,

terjadi penurunan AKI, namun pada kabupaten

Gresik terjadi peningkatan pada tahun 2010 dan

kembali turun sedikit pada tahun 2011.

Gambar grafik 5.Trend Kunjungan Nifas di

kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten

Sidoarjo propinsi Jawa Timur

Pada gambar grafik di atas terlihat bahwa di

kabupaten Sampang dan Gresik terjadi tren

peningkatan kunjungan nifas setelah adanya

kebijakan dana BOK, namun pada kabupaten

sidoarjo pada tahun 2010 terjadi peningkatan

dan menurun kembali pada tahun 2011.

Gambar grafik 6.Trend Persalinan oleh

Nakes di kabupaten Sampang, Gresik dan

kabupaten Sidoarjo propinsi Jawa Timur

Terlihat bahwa di 3 kabupaten Sampang, Gresik

dan Sisoarjo terjadi tren peningkatan pesalinan

oleh tenaga kesehatan setelah adanya kebijakan

dana BOK yang diturunkan pada setiap

puskesmas.

Page 13: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 3 ]

KESEHATAN ANAK

Gambar grafik 7.Trend Angka Kematian Bayi

(AKB) di kabupaten Sampang, Gresik dan

kabupaten Sidoarjo propinsi Jawa Timur

Pada gambar grafik di atas tampak bahwa di

kabupaten sampang pada tahun 2010 terjadi

peningkatan angka kematian, naum menurun

dengan sagat tajam pada tahun 2011, sedangkan

kabupaten Sidoarjo angka kematian bayi pada

tahun 2010 menurun sedikit dan kemudian pada

tahun 2011 angka kematian bayi menurun sangat

tajam yaitu apada angka 2,49 per 1000

kelahiran. Di kabupaten Gresik angka kematian

Bayi pada tahun 2010 menurun cukup tajam

namun pada tahun 2011 naik kembali menjadi

7,5 per 1000 kelahiran.

Gambar grafik 8.Trend Jumlah kematian Bayi

di kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten

Sidoarjo propinsi Jawa Timur

Gambar grafik di atas angka kematian bayi

menurut jumlah kasus, terihat bahwa angka

kematian bayi meningkat pada tahun 2010

dengan 176 kasus dan menurun sedikit pada

tahun 2011 yaitu 125 bayi meninggal, sedangkan

di kabupaten Sidoarjo angka kematian bayi

menurun perlahan pada tahun 2010 dan tahun

2011. Angka kematian bayi di kabupaten Gresik

menurun pada tahun 2010 namun meningkat dua

kali kembali pada tahun 2011.

Gambar grafik 9.Trend Balita Gizi buruk di

kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten

Sidoarjo propinsi Jawa Timur

Dari gambar grafik di atas tampak bahwa tren

Balita Gizi buruk di kabupaten Sampang dan

Sidoarjo meningkat pada tahun 2010, dan tahun

2011. Di Kabupaten Gresik tren Balita gizi

buruk menurun pada tahun 2010, dan tahun

2011.

Page 14: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 4 ]

Analisis Kontekstual

Pencapaian MDG’S Kesehatan Ibu dan Anak

Masih lambannya penurunan angka

kematian ibu dan bayi dan makin meningkatnya

kasus gizi kurang dari hasil review data profil

dari ke 3 kabupaten di jawa timur, yaitu

Kab,gresik, Sidoarjo dan kabupaten sampan.

Diperlukan suatu gerakan inovatif dengan

memberdayakan masyarakat setempat dalam

pemantauan dan penimbangan gizi bagi Balita,

oleh kader kesehatan dengan

fasilitasi dana BOK. Dengan

pemberdayaan masyarakat

gerakan sehat untuk semua akan

menjadi suatu nilai tersendiri di

mata masyarakat bahwa

kesehatan sangat berarti bagi

masyarakat.

Jumlah petugas

kesehatan masih sangat terbatas

dengan wilayah kecamatan

yang luas dan beberapa

puskesmas dengan geografis

yang sulit, tanpa ada sarana

transportasi umum, maka

pemberdayaan masyarakat

secara langsung merupakan

suatu keniscayaan di harapkan

lebih mempercepat pencapaian

MDG‟S. Disamping bahwa

dengan pemberdayaan

masyarakat akan menimbulkan

suatu nilai rasa memiliki

program kesehatan. Masyarakat akan merasa

membutuhkan pengetahuan, ketrampilan tentang

upaya preventif kesehatan ibu dan anak yang

seharusnya mereka lakukan. Permasalahan

kesehatan bukan semata mata permasalahan

petugas kesehatan, jika masyarakat peduli

terhadap kesehatan bahwa permasalahan

kesehatan adalah masalah masyarakat , maka

akan timbul suatu kebutuhan bahwa

permasalahan kesehatan adalah tanggung jawab

masyarakat itu sendiri. Dari hasil analisis lanjut

Riskesdas 2010 oleh Niniek L Pratiwi dkk pada

tahun 2012 dikatakan bahwa Umur kehamilan

saat ANC pertama kali didominasi pertama

pada kelompok umur 3 bulan pertama di

perkotaan 82,5%, di pedesaan 67,4%. Terlihat

bahwa pemeriksaan ANC pertamakali prevalensi

terbesar pemeriksaan kehamilan pada umur

kehamilan 3 bulan pertama

kehamilan. Di pedesaan

pemeriksaan ANC pertamakali

pada umur kehamilan 4-6 bulan

14,7% dibandingkan ibu hamil

di perkotaan yang care terhadap

kehamilannya, bahkan yang

menjawab tidak tahu umur

kehamilan saat ANC pertamakali

pun di pedesaan 10,7%.

Pengetahuan dan

perilaku masyarakat tentang

tanda bahaya kehamilan

diperlukan suatu fasilitasi upaya

promotif pada masyarakat baik

melalui pendidikan formal

maupun non formal. Dengan

bekal pengetahuan reproduksi

remaja yang seharusnya masuk

dalam kurikulum anak sekolah

menengah ke atas. Pada tahun

2008 cakupan persalinan oleh

tenaga kesehatan di Indonesia

sudah mencapai 80,68%, sehingga masih ada

pertolongan persalinan yang dilakukan oleh

dukun bayi dengan cara tradisional. Namun dari

hasil analisis data Riskesdas tahun 2010

dikatakan bahwa pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan rerata angka nasional

menunjukaan persalinan oleh tenaga kesehatan

78, 7%, persalinan oleh dukun bayi 17,7% .

padahal untuk memecahkan masalah tersebut

Kementerian Kesehatan RI telah diluncurkan

Masih lambannya penurunan

angka kematian ibu dan bayi

dan makin meningkatnya

kasus gizi kurang dari hasil

review data profil dari ke 3

kabupaten di jawa timur, yaitu

Kab,gresik, Sidoarjo dan

kabupaten Sampang.

Diperlukan gerakan inovatif

dengan memberdayakan

masyarakat setempat dalam

pemantauan dan

penimbangan gizi bagi Balita

oleh kader kesehatan secara

erkesinambungan dengan

fasilitasi dana BOK.

Page 15: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 5 ]

Dengan kebijakan dana BOK

terjadi peningkatan penemuan

kasus ibu hamil Risti yang

sudah ditangani oleh petugas

kesehatan diharapkan akan

menjadi suatu budaya bagi

petugas kesehatan dalam

melaksanakan kunjungan

rumah dengan menjemput

bola ke masyarakat, toh dana

transport ke masyarakat sudah

tersedia, mau alasan apalagi.

Program Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker

yang telah terbukti mampu meningkatkan secara

signifikan cakupan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan

dan Buku KIA sebagai informasi

dan pencatatan keluarga yang

mampu meningkatkan

pengetahuan tentang kesehatan

ibu,bayi, dan balita. Dari hasil

analisis lanjut Riskesdas 2010

oleh Niniek L Pratiwi dkk

mengatakan bahwa ibu hamil

yang memiliki buku KIA di

pedesaan 30,3% yang

diperlihatkan dan yang mengaku

punya namun tidak

memperlihatkan 48,3%

sedangkan yang tidak memiliki

21,4%. Menurut Sri Hermiyanti

menjelaskan dengan tercatatnya ibu hamil secara

tepat dan akurat serta dipantau secara intensif

oleh tenaga kesehatan dan kader di wilayah

tersebut, maka setiap kehamilan sampai

persalinan dan nifas diharapkan dapat berjalan

dengan aman dan selamat

(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press

-release/790-ibu-selamat-bayi-sehat-suami-

siaga.html,2012) .

Penemuan kasus ibu hamil Risti yang

sudah ditangani oleh petugas kesehatan yang

meningkat dengan adanya kebijakan dana BOK

diharapkan akan menjadi suatu budaya bagi

petugas kesehatan dalam melaksanakan tugas

pokoknya yaitu menjemput bola ke masyarakat,

toh dana transport ke masyarakat sudah tersedia,

mau alasan apalagi. Kejadian kematian ibu dan

bayi yang terbanyak terjadi pada saat persalinan,

pasca persalinan, dan hari-hari pertama

kehidupan bayi masih menjadi tragedi yang

terus terjadi di negeri ini. Untuk menurunkan

Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir

diperlukan upaya dan inovasi baru, tidak bisa

dengan cara-cara biasa. Upaya untuk

menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru

lahir harus melalui jalan yang terjal. Terlebih

kala itu dikaitkan dengan target Millenium

Development Goals (MDGs)

2015, yakni menurunkan angka

kematian ibu (AKI) menjadi 102

per 100.000 kelahiran hidup,

dan angka kematian bayi (AKB)

menjadi 23 per 100.000

kelahiran hidup yang harus

dicapai. Waktu yang tersisa

hanya tinggal tiga tahun ini,

tidak akan cukup untuk

mencapai sasaran itu tanpa

upaya-upaya yang luar

biasa(Direktorat Bina Kesehatan

Anak, 2012) .

Menurut hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2001, penyebab

langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi

pada saat persalinan dan segera setelah

persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu

juga makin tinggi akibat adanya faktor

keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak

langsung kematian ibu. Ada tiga risiko

keterlambatan, yaitu terlambat mengambil

keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat

mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di

fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan

terlambat memperoleh pelayanan yang memadai

oleh tenaga kesehatan. Sedangkan pada bayi,

dua pertiga kematian terjadi pada masa neonatal

(28 hari pertama kehidupan). Penyebabnya

terbanyak adalah bayi berat lahir rendah dan

prematuritas, asfiksia (kegagalan bernapas

spontan) dan infeksi.

Berbagai upaya memang telah dilakukan

untuk menurunkan kematian ibu, bayi baru lahir,

bayi dan balita. Antara lain melalui penempatan

bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan

masyarakat dengan menggunakan Buku

Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan

Program Perencanaan Persalinan dan

Page 16: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 6 ]

Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan

fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal

Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas

perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal

Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah

sakit.

Dapat dikatakan bahwa semua

Pemerintah Daerah Provinsi memiliki komitmen

untuk mendukung pencapaian Millineum

Developmen Goals termasuk percepatan

penurunan kematian ibu dan kematian bayi baru

lahir dengan menyusun Rencana Aksi Daerah

disamping terobosan lainnya. Berikut beberapa

contoh komitmen yang ada; Provinsi Nusa

Tenggara Barat telah mencanangkan Program

AKINO (Angka Kematian Ibu dan Bayi Nol)

dengan meningkatkan akses dan kualitas

pelayanan KIA hingga ke tingkat desa. Provinsi

Nusa Tenggara Timur dengan Program Revolusi

KIA dengan tekad mendorong semua persalinan

berlangsung di fasilitas kesehatan yang memadai

(puskesmas). Pemda DI Yogyakarta

berkomitment meningkatkan kualitas pelayanan

dan penguatan sistem rujukan, serta

penggerakan semua lintas sektor dalam

percepatan pencapaian target MDGs oleh Pemda

Provinsi Sumatera Barat.

Upaya terobosan yang paling mutakhir

adalah program Jampersal (Jaminan Persalinan)

yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal

ini diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin

dan nifas serta bayi baru lahir yang belum

memiliki jaminan kesehatan atau asuransi

kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya

ditentukan oleh ketersediaan pelayanan

kesehatan namun juga kemudahan masyarakat

menjangkau pelayanan kesehatan disamping

pola pencarian pertolongan kesehatan dari

masyarakat, sehingga dukungan dari lintas

sektor dalam hal kemudahan transportasi serta

pemberdayaan masyarakat menjadi sangat

penting.

Melalui program ini, pada tahun 2012

Pemerintah menjamin pembiayaan persalinan

sekitar 2,5 juta ibu hamil agar mereka

mendapatkan layanan persalinan oleh tenaga

kesehatan dan bayi yang dilahirkan sampai

dengan masa neonatal di fasilitas kesehatan.

Program yang punya slogan Ibu Selamat, Bayi

Lahir Sehat ini diharapkan memberikan

kontribusi besar dalam upaya percepatan

penurunan angka kematian ibu dan bayi baru

lahir. Lalu bagaimana dengan kecenderungan

angka kematian ibu sejauh ini, terutama setelah

berbagai upaya dilakukan? Kalau mengacu pada

hasil Survey Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI)

yang dilakukan selama kurun waktu 1994-2007,

AKI memang terus menunjukkan tren menurun.

Hasil SDKI 2007 menunjukkan AKI sebesar 228

per 100.000. Namun, melihat tren penurunan

AKI yang berlangsung lambat, dikhawatirkan

sasaran MDG 5a tidak akan tecapai. Demikian

juga dengan sasaran MDG 4, perlu upaya lebih

rasional dan inovatif agar penurunan AKI dan

AKB melebihi tren yang ada sekarang. Jangan

mengharapkan suatu perubahan bila kita hanya

melakukan sesuatu yang biasa dilakukan.

Upaya-upaya inovasi yang memiliki daya ungkit

yang tinggi harus segera diprioritaskan.

Page 17: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 7 ]

Kesimpulan

Kurangnya komitmen Pemerintah Daerah untuk

mendukung pencapaian Millineum Developmen

Goals termasuk percepatan penurunan kematian

ibu dan kematian bayi baru lahir dengan

mengurangi anggaran dana BOP kabupaten kota

untuk upaya preventif, promotif

dengan pertimbangan sudah ada

dana BOK. Terlihat bahwa ada

beberapa kasus dari data profil

kesehatan kabupaten padatahun

2010 angka kematian bayi

menurun, namun pada tahun 2011

naik kembali ke posisi tahun 2009.

Kurangnya menyusun Rencana

Aksi Daerah disamping ,

monitoring dari propinsi ke

kabupaten, kurangnya pemantauan

dan monitoring dari dinas

kesehatan ke camatan yang perlu

dilakukan disamping pedampingan

dan pembinaan yang harus

dilakuka secara rutin dan berkala

setiap bulan ke puskesmas yang

tidak hanya pencatatan tanpa

memberikan nilai makna di balik

angka. Jadi sifat supervisi

seharusnya lebih ditekankan pada

bimbingan teknis. Dana BOK

dimaksudkan untuk upaya preventif, promotif

petugas kesehatan yang ada di puskesmas,

namun dana BOK juga dapat dipakai untuk

masyarakat yang ditunjuk sebagai kader

kesehatan dalam upaya jemput bola ke

masyarakat baik kader yang melakukan

penimbangan atau penemuan kasus ibu hamil

Risti. Sehingga pemanfaatan penyaluran dana

BOK dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

Proses pencairan dana BOK berdasarkan

RPK setiap bulan, merupakan kendala klasik

yang semestinya dapat dipayungi dengan

peraturan keuangan yang lebih fleksibel dari sisi

pertanggung jawaban. Dengan menciptakan

sistem pengawasan melekat yang terpadu

dengan memanfaatkan potensi masyarakat

setempat sehingga upaya kemandirian

masyarakat dapat lebih tercapai. Sistem

penyerapan anggaran keuangan

BOK dapat dibuat lebih sederhana

dengan menyerahkan sepenuhnya

sistem pertanggung jawaban

keuangan / administrasi daerah

dengan SK bupati setempat

sehingga pertanggungjawaban

keuangan praktis diserahkan

sepenuhnya pada daerah dengan

peruntukkan rambu-rambu untuk

upaya promotif dan preventif

kesehatan . Dari hasil penelitian

dari UGM th 2007 menyatakan

bahwa dengan sistem administrasi

yang dapat memangkas sistem

birokrasi, diharapkan dapat

tercapai efektifitas dan efisiensi

anggaran. Bukankah system

keuangan yang akuntabel di

bangun agar tercapai efisiensi dan

efektifitas keuangan Negara untuk

pembangunan kesehatan manusia

seutuhnya.

Masih lambannya penurunan angka

kematian ibu dan bayi dan makin meningkatnya

kasus gizi kurang dari hasil review data profil

dari ke 3 kabupaten di jawa timur, yaitu

Kab,gresik, Sidoarjo dan kabupaten sampang

perlu suatu gerakan inovatif dengan

memberdayakan masyarakat setempat dalam

pemantauan dan penimbangan gizi bagi Balita,

pemantauan pemeriksaan kunjungan neonatal ke

fasilitas kesehatan. Dengan pemberdayaan

masyarakat gerakan sehat untuk semua akan

menjadi suatu nilai tersendiri di mata

masyarakat bahwa kesehatan merupakan

Sistem penyerapan

anggaran keuangan BOK

dapat dibuat lebih

sederhana dengan

menyerahkan sepenuhnya

sistem pertanggung

jawaban

keuangan/administrasi

daerah dengan SK bupati

setempat sehingga

pertanggungjawaban

keuangan praktis

diserahkan sepenuhnya

pada daerah dengan

peruntukkan rambu-rambu

untuk upaya promotif dan

preventif kesehatan .

Page 18: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 8 ]

kebutuhaan bagi masyarakat. Kepala Puskesmas

kurang dapat mengelola dana BOK secara lebih

efisien dan akuntabel, mengingat dari beberapa

data sekunder data pencapaian kesehatan ibu dan

anak cakupan KN1-KN4 naik pada tahun 2010,

namun kemudian turun kembali pada tahun

2011, sehingga perlu pendampingan dan

pembinaan kembali terutama pada

puskesmas yang jauh dari pusat

kabupaten, kota. Jumlah petugas

kesehatan masih sangat terbatas

dengan wilayah kecamatan yang luas

dan geografis yang tidak

memungkinkan, maka pemberdayaan

masyarakat secara langsung di

harapkan lebih mempercepat

pencapaian MDG‟S. Disamping

bahwa dengan pemberdayaan

masyarakat akan menimbulkan suatu

nilai rasa memiliki program

kesehatan. Masyarakat akan merasa

membutuhkan pengetahuan,

ketrampilan tentang upaya preventif

kesehatan ibu dan anak yang

seharusnya mereka lakukan.

Permasalahan kesehatan bukan

semata mata permasalahan petugas

kesehatan, jika masyarakat di ajak

bahwa permasalahan kesehatan

adalah masalah masyarakat , maka

akan timbul suatu kebutuhan bahwa

permasalahan kesehatan adalah

tanggung jawab masyarakat itu

sendiri. Dari hasil analisis lanjut

Riskesdas 2010 oleh Niniek L Pratiwi dkk

pada tahun 2012 dikatakan bahwa Umur

kehamilan saat ANC pertama kali didominasi

pertama pada kelompok umur 3 bulan pertama

di perkotaan 82,5%, di pedesaan 67,4%. Terlihat

bahwa pemeriksaan ANC pertamakali prevalensi

terbesar pemeriksaan kehamilan pada umur

kehamilan 3 bulan pertama kehamilan. Di

pedesaan pemeriksaan ANC pertamakali pada

umur kehamilan 4-6 bulan 14,7% dibandingkan

ibu hamil di perkotaan yang care terhadap

kehamilannya, bahkan yang menjawab tidak

tahu umur kehamilan saat ANC pertamakali pun

di pedesaan 10,7%.

Program yang dapat mengungkit

turunnya angka kematian ibu bersalin, bayi

lahir sehat ini diharapkan memberikan

kontribusi besar dalam upaya

percepatan penurunan angka

kematian ibu dan bayi baru lahir.

Berdasarkan hasil Survey Dasar

Kesehatan Indonesia (SDKI) yang

dilakukan selama kurun waktu

1994-2007,

AKI memang terus menunjukkan

tren menurun. Hasil SDKI 2007

menunjukkan AKI sebesar 228 per

100.000. Namun, melihat tren

penurunan AKI yang berlangsung

lambat, dikhawatirkan sasaran

MDG 5a tidak akan tercapai.

Sasaran MDG‟s diharapkan pada

tahun 2015 udah harus tercapai, kini

teggang waktu itu tinggal 2 tahun

lagi.

Berdasarkan kesehatan

secara global pemerintah Indonesia

telah menjalin beberapa kerja sama

dengan masyarakat internasional

dengan prinsip kerja sama

kemitraan, untuk mendukung upaya

percepatan penurunan Angka

Kematian Ibu dan Bayi. Kerja sama

dengan berbagai development

partners dalam bidang kesehatan ibu dan anak

telah berlangsung lama, beberapa kemitraan

tersebut adalah :1) AIP MNH (Australia

Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal

Health), bekerja sama dengan Pemerintah

Australia di 14 Kabupaten di Provinsi NTT sejak

2008, bertujuan menurunkan angka kematian ibu

dan bayi melalui Revolusi Kesehatan Ibu dan

Anak;2) GAVI (Global Alliance for Vaccine &

Immunization) bekerja beberapa kabupaten di 5

Kepala Puskesmas

kurang dapat

mengelola dana BOK

secara lebih efisien

dan akuntabel,

mengingat beberapa

data sekunder data

pencapaian kesehatan

ibu dan anak

cakupan KN1-KN4

naik pada tahun 2010,

namun kemudian

turun kembali pada

tahun 2011, sehingga

perlu pendampingan

dan pembinaan

kembali terutama

pada puskesmas yang

jauh dari pusat

kabupaten, kota.

Page 19: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 1 9 ]

provinsi (Banten, Jabar, Sulsel, Papua Barat dan

Papua), bertujuan meningkatkan cakupan

imunisasi dan KIA melalui berbagai kegiatan

peningkatan partisipasi kader dan masyarakat,

memperkuat manajemen puskesmas dan

kabupaten/kota; 3) MCHIP (Maternal & Child

Integrated Program) bekerjasama dengan

USAID di 3 kabupaten (Bireuen, Aceh, Serang-

Banten dan Kab.Kutai Timur- Kalimantan

Timur);4) Pengembangan buku KIA oleh JICA

walaupun kerjasama project telah berakhir

namun buku KIA telah diterapan di seluruh

Indonesia;5) UNICEF melalui beberapa

kabupaten di wilayah kerjanya seperti ACEH,

Jawa Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa

Tenggara Timur (kerjasama dengan Child Fund)

serta Papua meningkatkan pemberdayaan

keluarga dan masyarakat terkait kesehatan ibu

dan anak dan peningkatan kualitas pelayanan

anak melalui manajemen terpadu balita sakit

(MTBS). 6) Tidak terkecuali WHO

memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan ibu dan anak baik dalam dukungan

penyusunan standar pelayanan maupun capasity

building. Namun diharapkan kemitraan ini

jangan sampai malah menjadi “selesai proyek

selesai sudah program inovasi” tanpa suatu

kesinambungan program, yang mestinya

menjadi “lesson learn” untuk upaya percepatan

pencapaian MDG‟s untuk program dengan

anggaran dari pemerintah daerah maupun

APBN.

Pada tahun 2012 Kementerian

Kesehatan RI meluncurkan program EMAS

(Expanding Maternal and Neonatal Survival,

bekerja sama dengan USAID dengan kurun

waktu 2012 – 2016, yang diluncurkan 26 Januari

2012 sebagai salah satu bentuk kerjasama

Pemerintah Indonesia dengan USAID dalam

rangka percepatan penurunan kematian ibu dan

bayi baru lahir di 6 provinsi terpilih yaitu

Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat,

Banten, Jawa Tengah dan JawaTimur yang

menyumbangkan kurang lebih 50 persen dari

kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dalam

program ini Kementerian Kesehatan RI

bekerjasama dengan JHPIEGO, serta mitra-mitra

lainnya seperti Save the Children, Research

Triangle Internasional, Muhammadiyah dan

Rumah Sakit Budi Kemuliaan. Upaya yang akan

dilaksanakan adalah dengan peningkatan

kualitas pelayanan emergensi obstetri dan

neonatal dengan cara memastikan intervensi

medis prioritas yang mempunyai dampak besar

pada penurunan kematian dan tata kelola klinis

(clinical governance) diterapkan di RS dan

Puskesmas. Upaya lain dalam program EMAS

ini dengan memperkuat sistem rujukan yang

efisien dan efektif mulai dari fasilitas pelayanan

kesehatan dasar di Puskesmas sampai ke RS

rujukan di tingkat kabupaten/kota.

Masyarakat pun dilibatkan dalam

menjamin akuntabilitas dan kualitas fasilitas

kesehatan ini. Untuk itu, program ini juga akan

mengembangkan mekanisme umpan balik dari

masyarakat ke pemerintah daerah menggunakan

teknologi informasi seperti media sosial dan

SMS gateway, dan memperkuat forum

masyarakat agar dapat menuntut pelayanan yang

lebih efektif dan efisien melalui maklumat

pelayanan (service charter) dan Citizen Report

Card.

Page 20: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 2 0 ]

Pemerintah pusat dan

daerah serta developmen

partner berupaya

mengembangkan upaya

inovatif yang memiliki daya

ungkit tinggi dalam upaya

percepatan penurunan

kematian ibu dan bayi baru

lahir. Fokus pada

penyebab utama kematian,

pada daerah prioritas baik

daerah yang memiliki

kasus kematian tinggi pada

ibu dan bayi baru lahir

serta pada daerah yang

sulit akses pelayanan tidak

berarti melupakan lainnya.

Rekomendasi

Pemerintah daerah, baik itu di tingkat

Provinsi maupun Kabupaten/Kota juga

diharapkan memiliki komitmen untuk terus

memperkuat sistem kesehatan daerah dengan

mengacu pada sistem kesehatan nasional tahun

2012. Pemerintah kabupaten , kota diharapkan

komitmennya dalam meningkatkan alokasi

anggaran kesehatan yang langsung dirasakan

manfaatnya untuk masyarakat melalui

peningkatan kegiatan preventif,

promotif kesehatan ibu dan anak.

Petugas kesehatan lebih banyak

melakukan kegiatan preventif,

promotif dengan melakukan

upaya penyuluhan tentang

pentingnya kesehatan ibu dan

anak dalam wilayah desa yang

menjadi tanggung jawabnya.

Peningkatan upaya prevenmtif,

dan promotif akan dirasakan

secara langsung melalui transfer

of knowledge pada masyarakat

yang membutuhkan informasi ini.

Puskesmas sebagai pusat

kesehatan masyarakat harus lebih

banyak pada kegiatan preventif

dan promotif. Perlu diciptakan

suatu sitem pengawasan melekat

dalam pertanggungjawaban

kegiatan preventif dan promotif

petugas kesehatan di puskesmas

agar lebih tepat sasaran. Setiap kegiatan

preventif, promotif , sasaran yang harus dicapai

adalah sasaran baru, dan sasaran lama, sehingga

semakin luas informasi kesehatan ibu dan anak

yang sampai pada masyarakat. Puskesmas

hanya fokus pada kegiatan preventif dan

promotif. Puskesmas rawat inap perlu diganti

nama menjadi Pusat pelayanan klinik dasar yang

melayani pelayanan pengobatan dasar dan

pelayanan Poned. Hal ini akan lebih tepat sesuai

fungsi dan kebutuhan masyarakat. Pemikiran ini

berdampak pada penempatan tenaga kesehatan.

Puskesmas lebih banyak tenaga sarjana

kesehatan masyarakat yang membidangi upaya

promosi kesehatan, tenaga Gizi masyarakat,

sanitasi lingkungan, bidan desa dan

epidemiologis lapangan. Sedangkan petugas

kesehatan yang di Pusat Pelayanan klinik dasar

lebih banyak tenaga medis, dokter, dokter gigi

dan paramedis perawat, dan bidan

senior yang cukup berpengalaman

dalam melayani persalinan

normal. Pemikiran ini diharapkan

dapat mempercepat pencapaian

MDG‟S di Indonesia.

Dukungan pemerintah

daerah diharapkan juga diimbangi

dengan dukungan pemerintah

kabupaten / kota dalam

implementasi upaya penurunan

kematian ibu dan bayi. Alokasi

anggaran diharapkan dapat

memberikan manfaat terbesar

untuk masyarakat dengan prioritas

upaya preventif dan promotif yang

akan memberikan dampak jangka

pendek dengan meningkatnya

knowledge masyarakat,

pemahaman masyarakat akan

program kesehatan yang ada di

puskesmas maupun UKBM,

dampak jangka panjang dengan akan

meningkatkan peran serta masyarakat pada

upaya menuju kemandirian masyarakat pada

upaya kesehatan perorangan maupun kelompok.

Keberhasilan percepatan penurunan

kematian ibu dan bayi baru lahir tidak hanya

ditentukan oleh ketersediaan pelayanan

kesehatan namun juga kemudahan masyarakat

menjangkau pelayanan kesehatan disamping

pola pencarian pertolongan kesehatan dari

Page 21: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 2 1 ]

masyarakat. Perbaikan infrastruktur yang akan

menunjang akses kepada pelayanan kesehatan

seperti transportasi, ketersediaan listrik,

ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta

pendidikan dan pemberdayaan masyarakat

utamanya terkait kesehatan ibu dan anak yang

menjadi tanggung jawab sektor lain memiliki

peran sangat besar.

Pemberdayaan Masyarakat melalui

dukungan organisasi profesi tidak kalah

pentingnya adanya deklarasi yang mereka

canangkan pada tahun 2009, organisasi profesi

ini adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan

Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perkumpulan

Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan

Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Ahli

Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dan

Perkumpulan Perinatologi Indonesia

(PERINASIA). Organisasi profesi berkomitmen

meningkatkan profesionalisme anggotanya

untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi ibu

dan anak. Pada tahun yang sama sekumpulan

LSM dan organisasi masyarakat madani

bergabung dalam Gerakan Kesehatan Ibu dan

Anak juga mendukung pencapaian MDGs 2015

melalui advokasi dan pemberdayaan masyarakat.

Pemerintah juga menjalin kerja sama dengan

berbagai Fakultas Kedokteran dan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Negeri pada November

2011 menandatangani deklarasi Semarang agar

dengan pendekatan Tri Darma Perguruan

Tinggi: pendidikan, penelitian dan pengabdian

masyarakat, perguruan tinggi dapat memberikan

sumbangsihnya dalam pengembangan,

implementasi dan monitoring serta evaluasi dari

setiap kebijakan kesehatan, khususnya dalam

pencapaian MDGs di tingkat nasional dan di

tingkat daerah.

Dukungan development partners, upaya

menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru

lahir harus melalui jalan yang terjal. Terlebih

kala itu dikaitkan dengan target Millenium

Development Goals (MDGs) 2015 waktu yang

tersisa hanya tinggal dua tahun ini, sehingga

diperlukan upaya-upaya yang luar biasa.

Pemerintah pusat dan daerah serta development

partner berupaya mengembangkan upaya

inovatif yang memiliki daya ungkit tinggi dalam

upaya percepatan penurunan kematian ibu dan

bayi baru lahir. Fokus pada penyebab utama

kematian, pada daerah prioritas baik daerah yang

memiliki kasus kematian tinggi pada ibu dan

bayi baru lahir serta pada daerah yang sulit akses

pelayanan tidak berarti melupakan lainnya.

Upaya inovatif tersebut antara lain;

penggunaan technologi terkini pada transfer of

knowledge maupun pendampingan/ inisiasi pada

masyarakat dalam memberi pengetahuan risiko

tinggi kehamilan dan ketrampilan serta

pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan

„SMS‟, metode pendampingan pada capasity

building, kepercayaan pada kader kesehatan

baik dalam hal management program maupun

peningkatan kualitas pelayanan kader kesehatan

dalam merujuk kasus. Peningkatan pemberian

kewenangan lebih pada tenaga kesehatan yang

sudah terlatih pada daerah dengan kriteria

khusus dimana ketidaktersediaan tenaga

kesehatan yang berkompeten. Pemberdayaan

masyarakat menjadi ujung tombak dalam

prioritas perencanaan kesehatan di kabupaten

kota dan propinsi mengingat pemberdayaan

masyarakat menjadi sub sistem dalam Sistem

Kesehatan Nasional.

Tekad dan tujuan Kementerian

Kesehatan untuk mencapai Masyarakat Sehat

yang Mandiri dan Berkeadilan dapat diraih

dengan dukungan berbagai pihak, demi

kesejahteraan masyarakat umumnya dan

kesehatan ibu dan anak khususnya. Tak ada

harapan yang tak dapat diraih dengan karya

nyata melalui kerja keras dan kerja cerdas

khususnya petugas kesehatan di tingkat

puskesmas untuk menjemput bola melakukan

upaya preventif, promotif di bidang kesehatan

ibu dan anak dengan melakukan pemberdayaan

pada masyarakat secara langsung dengan

Page 22: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 2 2 ]

peningkatan pengetahuan tanda tanda kehamilan

risiko tinggi, pendekatan social budaya pada

masyarakat agar tercipta suatu system nilai

perilaku sehat menjadi kebutuhan masyarakat,

bukan hanya kebutuhan petugas kesehatan.

Daftar Pustaka

Badan Litbangkes, Studi Operasional Banytuan Operasional Kesehatan Terhadap Kinerja Puskesmas

Dalam Mencapai Target MDG’s, Tahun 2010

Badan Pusat Statistik RI., Macro Internasional, USAID., 2007. Laporan Survey Demografi Kesehatan

Indonesia Tahun 2007, Badan Pusat Statistik RI., Jakarta.

Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (second edition)(terjemahan). Jogjakarta,

Gadjah Mada University Press

Dasuki Djaswadi, 2001. Kematian maternal dan perinatal:masalah, tantangan dan upaya pemecahan.

Dalam buku Reorientasi kebijakan kependudukan, Pusat Penelitian dan Kependudukan Universitas

Gadjah mada Yogyakarta, P 91-104

Corcoran Nova, 2008. Theories and Models in Communiting Health messages, in book Communiting

Health strategies for Health promotionFirst published, reprinted 2008, ISBN 978-1-4129 24023,

Sage Publication Asia pacific Pte Ltd 33 Pekin street far East Square Singapore P 5-31

Corcoran Nova, and Sue Corcoran 2008. Social and Psychological factors in communication, in book

Communiting Health strategies for Health promotionFirst published, reprinted 2008, ISBN 978-1-

4129 24023, Sage Publication Asia pacific Pte Ltd 33 Pekin street far East Square Singapore P 32-

52

Barbara Goodfellow and Calvin Moorley 2008. Reaching unreachable groups and Crossing Cultural

barriers in Communicating Health Promotion, in book Communiting Health strategies for Health

promotionFirst published, reprinted 2008, ISBN 978-1-4129 24023, Sage Publication Asia pacific

Pte Ltd 33 Pekin street far East Square Singapore P 53-72

Gordon, Ian, Janet Lewis and Ke Young dalam Hill, Michael (eds). 1993. The Policy Process, A Reader.

New York; Harvester Wheatsheaf

Gulliford, Martin, Jose Figueroa-Munoz, Myfanwy Morgan, David Hughes, Barry Gibson1, Roger

Beech2, Meryl Hudson, 2002. What does `access to health care‟ mean? Journal of Health Services

Research and Policy, Volume 7 No. 3 July 2002

Kementerian Kesehatan RI., 2011a. Bagaimana Pendanaan Jampersal? Mediakom edisi 29/April 2011

Kementerian Kesehatan RI., 2011b. Jampersal Solusi Persalinan. Mediakom edisi 29/April 2011.

Page 23: Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5) di Jawa Timur Indonesia

P a g e [ 2 3 ]

Penyusun :

Niniek Lely Pratiwi

Agus Suprapto Agung Dwi Laksono Betty Roosihermiatie

Rukmini Gurendro Putro

Ristrini Wahyu Dwi Astuti

Oktarina Mugeni Sugiharto

Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176 Telp. Kepala (031) 3522952, Opr. (031) 3528748

Fax. (031) 3528749, (031) 3555901