KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

18
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011 79 KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS BAWAH LAUT DI PERAIRAN SEBELAH UTARA PROVINSI BANTEN Oleh : B. Rachmat, C. Purwanto dan P. Raharjo Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung Diterima : 11-01-2011; Disetujui : 31-06-2011 SARI Keberadaan fasilitas infrastruktur pipa migas bawah laut di perairan utara Banten berkembang cukup pesat seiring dengan berkembangnya kegiatan industri yang berada di kawasan Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Mengingat kondisi lingkungan di sekitar perairan utara Banten cukup komplek, seperti adanya jalur sesar/patahan, seismisitas kegempaan yang cukup aktif, morfologi dasar laut yang tidak rata, keberadaan jaringan kabel bawah laut, kondisi hidrooseanografi yang cukup dinamis, kegiatan pelayaran yang sangat padat dan adanya kegiatan nelayan, menyebabkan potensi resiko untuk terjadinya kegagalan struktur pada jaringan pipa yang digelar di perairan utara Banten cukup besar. Potensi resiko lainnya adalah terkait dengan penggelaran pipa yang tidak sesuai dengan aturan standar dan aturan perundangan yang berlaku. Pipa-pipa ini perlu ditertibkan karena posisi pipa-pipa ini sangat rawan untuk terjadinya kegagalan struktur. Beberapa potensi kegagalan struktur pada pipa migas bawah laut di perairan ini yang mungkin terjadi diantaranya adalah pipa tertimpa jangkar kapal, terseret jangkar kapal, terjadi bentang bebas (freespan), kegagalan akibat lelah (patigue) terjadi pembengkokan (buckling) dan terjadi pergeseran posisi pipa baik lateral maupun vertikal. Oleh karena itu perlu dilakukannya pengawasan terhadap keberadaan pipa migas bawah laut ini yang sesuai dengan aturan standar dan aturan perundangan yang berlaku. Kata kunci : jaringan, pipa, infrastruktur, aturan, penggelaran ABSTRACT The existence of gas pipeline on the sea bottom in the waters north of Banten has been developped rapidly in the course of the development activities located in the Provinces of Banten, Jakarta and West Java. The environmental conditions in waters arround the northen Jakarta are quite complex, such as the presence of fault zone, active seismicity, the morphology of the seabed is not flat, existence of submarine cable network, hydro-oceanography dynamic, highly dense shipping activity and the presence of fishing activity. These will cause the high potential risk for the occurence of structural failure in the pipeline that was held in the waters north of Banten. Another potential risk is associated with the pipeline deployment that is not in accordance with standard rules and regulations. These pipes need to be organized the right position because they are very prone to the structural failure. Some of the potential failure of the structure on oil and gas pipelines under the sea that may occur include crushed pipe anchor, dragged anchors, free spans, failure due to fatique occurred by bending and shifting in the position of the pipes either laterally or

Transcript of KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

Page 1: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011

79

KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS BAWAH LAUT DI PERAIRAN SEBELAH UTARA PROVINSI BANTEN

Oleh :

B. Rachmat, C. Purwanto dan P. Raharjo

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung

Diterima : 11-01-2011; Disetujui : 31-06-2011

SARI

Keberadaan fasilitas infrastruktur pipa migas bawah laut di perairan utara Banten berkembangcukup pesat seiring dengan berkembangnya kegiatan industri yang berada di kawasan PropinsiBanten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Mengingat kondisi lingkungan di sekitar perairan utara Bantencukup komplek, seperti adanya jalur sesar/patahan, seismisitas kegempaan yang cukup aktif,morfologi dasar laut yang tidak rata, keberadaan jaringan kabel bawah laut, kondisi hidrooseanografiyang cukup dinamis, kegiatan pelayaran yang sangat padat dan adanya kegiatan nelayan,menyebabkan potensi resiko untuk terjadinya kegagalan struktur pada jaringan pipa yang digelar diperairan utara Banten cukup besar. Potensi resiko lainnya adalah terkait dengan penggelaran pipayang tidak sesuai dengan aturan standar dan aturan perundangan yang berlaku. Pipa-pipa ini perluditertibkan karena posisi pipa-pipa ini sangat rawan untuk terjadinya kegagalan struktur. Beberapapotensi kegagalan struktur pada pipa migas bawah laut di perairan ini yang mungkin terjadidiantaranya adalah pipa tertimpa jangkar kapal, terseret jangkar kapal, terjadi bentang bebas(freespan), kegagalan akibat lelah (patigue) terjadi pembengkokan (buckling) dan terjadi pergeseranposisi pipa baik lateral maupun vertikal. Oleh karena itu perlu dilakukannya pengawasan terhadapkeberadaan pipa migas bawah laut ini yang sesuai dengan aturan standar dan aturan perundanganyang berlaku.

Kata kunci : jaringan, pipa, infrastruktur, aturan, penggelaran

ABSTRACT

The existence of gas pipeline on the sea bottom in the waters north of Banten has been developpedrapidly in the course of the development activities located in the Provinces of Banten, Jakarta and WestJava. The environmental conditions in waters arround the northen Jakarta are quite complex, such asthe presence of fault zone, active seismicity, the morphology of the seabed is not flat, existence of submarinecable network, hydro-oceanography dynamic, highly dense shipping activity and the presence of fishingactivity. These will cause the high potential risk for the occurence of structural failure in the pipeline thatwas held in the waters north of Banten. Another potential risk is associated with the pipeline deploymentthat is not in accordance with standard rules and regulations. These pipes need to be organized the rightposition because they are very prone to the structural failure. Some of the potential failure of the structureon oil and gas pipelines under the sea that may occur include crushed pipe anchor, dragged anchors, freespans, failure due to fatique occurred by bending and shifting in the position of the pipes either laterally or

Page 2: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 9, No.2, Agustus 2011

80

vertically. Therefore it is necessary for controlling the existence of oil and gas pipelines under the sea inaccordance with standard rules and regulations.

Keywords: networks, pipelines, infrastructure, rules, deploying

PENDAHULUAN

Jaringan Pipa Migas di Perairan Utara Banten

Perkembangan keberadaan fasilitasinfrastruktur migas di perairan utara bantenberkembang cukup pesat, seiring denganberkembangnya berbagai kegiatan industri dikawasan Propinsi Banten, DKI Jakarta dan JawaBarat. Beberapa fasilitas infrastruktur migasyang terdapat di lokasi perairan ini adalahjaringan pipa transmisi minyak dan gas bawahlaut, sumur pemboran dan anjungan migas lepaspantai. Mengacu pada lampiran KeputusanMenteri ESDM No. 225 K/11/MEM/2010tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi danDistribusi Gas Bumi Nasional Tahun 2010 - 2025di wilayah perairan ini terdapat beberapa fasilitasjaringan pipa migas bawah laut seperti terlihatpada Gambar 1, yaitu :• Jaringan pipa transmisi gas antara Labuan

Maringgai – Muarabekasi. Jaringan pipatransmisi ini melewati perairan di sebelahtimur Sumatra Selatan dan perairan sebelahutara Banten. Panjang pipa yang melaluiperairan sepanjang kurang lebih 156 km,pipa transmisi ini digunakan untuk memasokkebutuhan bahan bakar gas untuk industriyang berada di sekitar Bekasi, Jakarta danJawa Barat.

• Jaringan pipa transmisi gas antara LabuanMaringgai – Bojonegara. Jaringan pipatransmisi terletak sejajar dengan jaringanpipa Labuan Maringgai – Muarabekasidengan panjang pipa yang melalui lautsepanjang kurang lebih 100 km, pipatransmisi ini digunakan untuk memasokkebutuhan bahan bakar gas untuk industriyang berada di kawasan Banten dan Jakarta.

• Rencana jaringan pipa transmisi gas SSWJ(South Sumatera – West Java), jaringan pipaini direncanakan digelar disebelah baratjaringan pipa Labuan Maringgai –Bojonegara dan dalam posisi sejajar denganjaringan pipa tersebut. Panjang pipatransmisi yang melalui laut direncanakansepanjang 69 km, pipa transmisi ini

direncanakan untuk memasok kebutuhanbahan bakar gas PLTGN Suralaya.

• Jaringan pipa hulu di sekitar lokasi lapanganmigas. Jaringan pipa hulu ini digelar di lokasipemboran migas lepas pantai berfungsiuntuk mengalirkan minyak/gas antaranjungan, dari anjungan ke kapal tanker dandari anjungan minyak dan gas lepas pantai kedaratan.

Permasalahan Jaringan Pipa Migas di Perairan Utara Banten

Beberapa permasalahan teknis padajaringan pipa bawah laut muncul terutamaterkait dengan kondisi alam dan buatan, sepertikondisi geologi yang berhubungan dengan jalurpipa yang memotong patahan/sesar, kondisikegempaan, morfologi dasar laut yang tidak rata(berundulasi), sebaran sedimen permukaandasar laut, keberadaan infrastruktur jaringankabel bawah laut di sekitar lokasi penggelaranpipa yang bersilangan dengan jalur pipa, kondisiarus dan gelombang yang cukup besar, kegiatanpelayaran, kegiatan nelayan dan penggelaranpipa yang tidak sesuai dengan ketentuanperundangan yang berlaku. Aspek-aspek iniakan berpengaruh secara langsung terhadapstabilitas pipa di dasar laut, terutama terhadapkemungkinan terjadinya bentang bebas padapipa (freespan) (Gambar 2 dan Foto 1), gerakanmendatar dan vertikal, kegagalan akibat lelah(patigue), dan pembengkokan pipa (buckling)(Gambar 3). Terganggunya stabilitas pipa didasar laut akan berpengaruh secara langsungataupun tidak langsung terhadap terjadinyakegagalan struktur pada jaringan pipa.

KONDISI LINGKUNGAN DI WILAYAH PERAIRAN UTARA BANTEN

Kondisi Geologi Regional Perairan Utara Banten

Wilayah perairan utara Banten jika dilihatdari struktur geologi yang berkembangtermasuk kedalam daerah rawan getaran tanahdan pergerakkan tanah. Kondisi inidiperlihatkan dengan banyaknya jalur sesar/patahan yang berarah relatif baratdaya –

Page 3: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011

81

Gambar 1. Peta fasilitas jaringan pipa migas bawah laut di wilayah perairan utara Banten(Lampiran Kepmen ESDM No. 225 K/11/MEM/2010 dan Rachmat dkk., 2010)

Foto 1. Persilangan antar pipa yang menjadi salah satu penyebab terjadinya freespa,(www.egypt.spe.org)

Page 4: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 9, No.2, Agustus 2011

82

Gambar 3. Pipa yang mengalami lateral buckling (Hariman, 2008)

Gambar 2. Kondisi dasar laut yang berundulasi menjadi salah satu penyebab pipa bawah lautmengalami freespan (Moxnes, 2005)

Page 5: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011

83

timurlaut dan berarah utara – selatan (Gambar4). Sebagian besar struktur sesarnya adalahsesar normal, sehingga di daerah ini termasukdaerah yang rawan terjadi penurunan mukatanah (subsidence). Dari Peta Pusat GempaBumi dan Arah Kompresi Maksimum PerairanSelat Sunda dan Sekitarnya yang disusun olehYudicara, dkk. (1999), di lokasi ini telahbeberapa kali terjadi gempa dengan magnitudoantara 5 – 6. Sedangkan dari Peta WilayahRawan Gempa Bumi di Indonesia (Gambar 5)yang diterbitkan oleh Direktorat Vulkanologidan Mitigasi Bencana Geologi Bandung tahun2004 di sekitar Sumatra Selatan dan Selat Sundatelah beberapa kali terjadi gempa besar, yaitutahun 1780, 1933, 1994 (di Sumatra Selatan) dantahun 1974, 1999 (di Selat Sunda).

Kemungkinan adanya getaran tanah danpergerakkan tanah baik secara lateral maupunvertikal di lokasi kajian didukung pula oleh datanilai Peak Ground Acceleration (PGA) yangdihitung berdasarkan periode ulang gempa 500tahun (SNI Gempa 03-1726-2002, BadanStandardisasi Nasional, 2002), dimana lokasiperairan utara Banten termasuk kedalamwilayah 3 dan 4 dengan nilai PGA antara 0.15g –0.2g (Gambar 6). Ini artinya di lokasi perairanutara Banten masih ada kemungkinan terjadinyapergerakkan tanah akibat gempa walaupunrelatif kecil.

Gambar 4. Kondisi geologi, morfologi dasar laut, sebaran sedimen permukaan dasar laut di wilayahperairan utara Banten (Rachmat dkk., 2010). Keterangan simbol sedimen pada gambardi atas gmS: pasir lumpuran kerikilan; (g)mS: pasir lumpuran sedikit kerikilan; sZ:lanau pasiran; (g)S: pasir sedikit kerikilan; (g)M: lumpur sedikit kerikilan; gS: pasirkerikilan; (g)sM: lumpur pasiran sedikit kerikilan.

Page 6: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 9, No.2, Agustus 2011

84

Gambar 5. Peta Wilayah Rawan Gempa Bumi di Indonesia (PVMBG, 2004)

Gambar 6. Wilayah gempa dengan percepatan puncak batuan dasardengan periode ulang 500 tahun (Berdasarkan SNI Gempa 03-1726-2002) wilayah Sumatra Selatan dan Jawa Barat (BadanStandardisasi Nasional, 2002)

Page 7: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011

85

Kondisi Morfologi Dasar Laut Dan Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut Di Perairan Utara Banten

Kedalaman laut di sekitar perairan utaraBanten berkisar antara kedalaman 5 m sampaikedalaman 120 m. Bentuk morfologi dasarlautnya juga memperlihatkan adanya variasi,yaitu morfologi landai, morfologi bergelombang,morfologi bergelombang-terjal dan curam.Perairan dengan morfologi landai terdapat diperairan sebelah timur Sumatra dan perairansebelah utara Banten. Di perairan sebelah timurSumatra kemiringan morfologi berarahbaratlaut-tenggara, sedangkan di perairansebelah utara Banten kemiringan morfologidasar lautnya berarah utara-selatan, kemiringankedua morfologi ini bertemu di kedalaman 60 –70 m, sehingga membentuk suatu alur bawahlaut yang memanjang ke arah baratdaya dan kearah timur-tenggara. Alur yang menuju arahbaratdaya bergabung dengan alur yang berada diSelat Sunda, sedangkan alur yang menuju timur-tenggara bergabung dengan alur yang menujuLaut Jawa. Perairan dengan morfologibergelombang (Gambar 7) terdapat di perairansebelah utara dan timur, yaitu perairan disekitarpulau-pulau karang dan Kepulauan Seribu.Sedangkan perairan di sekitar Selat Sundatermasuk kedalam perairan yang morfologinyaterjal dan curam. Gambar 8 memperlihatkangambaran morfologi dasar laut di sekitarperairan utara Banten.

Sebaran sedimen dasar laut di kedua zonaini rata-rata didominasi sedimen pasir lumpuransedikit kerikilan ((g)mS), lanau pasiran (sZ),pasir sedikit kerikilan ((g)S), lumpur sedikitkerikilan ((g)M) dan lumpur pasiran sedikitkerikilan (g)sM. Disisi lain perairan ini adalahmerupakan perairan transisi antara perairanLaut Jawa dan Samudra Hindia, oleh karena itukondisi arus, gelombang dan pasang surutberkembang cukup dinamis setiap bulannya.Data pasang surut dari hasil penelitian terdahuludi zona ini menunjukkan harga tunggang air saatpasang maksimum dan surut minimum adalahsekitar 1.06 m (Kurnio, dkk., 1989), kecepatanarus maksimum di Laut Jawa bagian barat adalahsekitar 1.1 knot (0.5 – 0.6 m/s) (Dishidros, 2008)dan tinggi gelombang maksimum 4,0 m (BMKG,2009).

METODOLOGIMetode yang digunakan dalam kajian ini

dimulai dengan proses pengumpulan datasekunder yang terdiri dari data jaringan pipamigas yang ada di wilayah perairan utara Banten,peta batimetri, peta jaringan kabel, peta sebaransedimen permukaan dasar laut, peta geologi danpeta seismisitas kegempaan di sekitar areajaringan pipa, peta jalur pelayaran dan datakondisi hidroosenografi. Selanjutnya data daninformasi tersebut diintegrasikan denganbantuan perangkat Sistem Informasi Geografis(GIS). Tujuan dari pengintegrasian data tersebutadalah untuk mendapatkan gambaran yang jelastentang kedudukan jaringan pipa bawah lautterhadap kondisi stabilitas tanah/batuan di dasarlaut dimana pipa itu digelar dan mengidentifikasibeberapa permasalahan pada pipa yang mungkintimbul terutama terkait dengan adanya bahayageologi, adanya perubahan morfologi dasar lautyang cukup signifikan, erosi oleh arus dangelombang, tertimpa jangkar kapal dan terkenadampak dari adanya infrastruktur kabel bawahlaut.

ANALISIS

Identifikasi Faktor Penyebab Kegagalan Struktur pada Pipa Migas di Perairan Utara Banten

Berdasarkan hasil integrasi dari data kondisigeologi regional, data kegempaan, databatimetri, data sebaran sedimen permukaandasar laut, data jaringan kabel bawah laut dengandata jaringan pipa migas di daerah perairan utaraBanten seperti terlihat pada Gambar 9, terlihathampir sebagian besar lokasi penggelaran pipamigas bawah laut terletak pada daerah sekitarjalur sesar/patahan. Disisi lain kondisi morfologidasar laut di perairan ini cukup berundulasiterutama di sekitar perairan Kepulauan Seribu,ditambah lagi beberapa jalur pipa salingbersilangan dengan jalur pipa lainnya danfasilitas jaringan kabel bawah laut yang tersebardi sekitar perairan ini.

Permasalahan lainnya adalah masalahaturan penggelaran pipa, dimana masih adajaringan pipa bawah laut yang digelar tidaksesuai dengan ketentuan perundangan yangberlaku. Penggelaran pipa migas bawah lauttelah diatur dalam Keputusan MenteriPertambangan dan Energi No. 300 K/38/M.pe/

Page 8: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 9, No.2, Agustus 2011

86

Gambar 7. Morfologi dasar laut bergelombang di perairan sebelah utara Banten (Kurnio dkk.,,1989)

Gambar 8. Gambaran 3-dimensi kondisi morfologi dasar laut di perairan utara Banten

Page 9: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011

87

1997 pasal 13 ayat 3, yang menyatakan pipa yangdigelar di kedalaman laut kurang dari 13 mposisinya harus terkubur sedalam 2 m ataulebih, sedangkan pipa yang digelar di perairanyang kedalaman lautnya lebih dari 13 m pipaboleh digelar di atas dasar laut (seabed) dengandilengkapi dengan sistem pemberat agar pipatidak bergeser atau berpindah tempat. Namunberdasarkan kondisi lapangan (hasil rekamanRemotely Operated Vehicle (ROV)) yang dilakukanPPPGL pada tahun 2006 ternyata ada pipa migasbawah laut di perairan utara Banten yang digelardi kedalaman kurang dari 13 m tidak dikubur danhanya digelar di atas dasar laut secara terbuka.Foto 2 memperlihatkan pipa milik ARCO/BP dikedalaman 9 – 11 m yang digelar secara terbukadi atas dasar laut. Sedangkan Foto 3memperlihatkan kondisi pipa hulu milik ARCO/

BP yang di gelar di dasar laut secara terbukapada kedalaman laut 36 – 37.5 m. Pipa-pipa inikemungkinan adalah pipa-pipa yang dipasangsebelum diberlakukannya Kepmen tersebut diatas, yaitu pipa yang dipasang antara tahun1970–1995.

Dari gambaran kondisi geologi tersebut diatas dan konsekuensi dari penggelaran pipa yanghanya digelar di atas dasar laut secara terbukadihubungkan dengan kondisi lingkungan disekitar perairan tersebut, maka ada beberapafaktor yang perlu diperhatikan, yaitu :• Kemungkinan terjadinya freespan

(bentangan bebas) terutama pada : 1) lokasisilang (crossing) antara jalur pipa transmisiLabuan Maringgai-Muarabekasi dengan jalurpipa hulu milik BP/ARCO dan lokasi silangdengan jaringan kabel bawah laut; 2) lokasi

Gambar 9. Peta integrasi fasilitas infrastruktur migas dengan kondisi geologi, morfologi dasarlaut, sebaran sedimen permukaan dasar laut dan jaringan kabel bawah laut di wilayahperairan utara Banten (Rachmat dkk., 2010). Keterangan simbol sedimen pada gambardi atas gmS: pasir lumpuran kerikilan; (g)mS: pasir lumpuran sedikit kerikilan; sZ:lanau pasiran; (g)S: pasir sedikit kerikilan; (g)M: lumpur sedikit kerikilan; gS: pasirkerikilan; (g)sM: lumpur pasiran sedikit kerikilan.

Page 10: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 9, No.2, Agustus 2011

88

silang antara jalur pipa transmisi LabuanMaringgai-Bojonegara dengan jalur pipa hulumilik BP/ARCO dan lokasi silang denganjaringan kabel bawah laut; 3) lokasi disekitarpulau-pulau karang yang dilalui oleh pipatransmisi Labuan Maringgai-Muarabekasi;4) lokasi di sekitar kepulauan seribu yangdilalui oleh pipa hulu milik ARCO/BP. Foto 4memperlihatkan salah satu kondisi pipa yangmengalami kondisi bentang bebas (freespan)pada pipa hulu milik British Petroleum (BP)di sekitar perairan utara Banten. Dari fototerlihat ruas pipa tersebut tidak tertumpupada bantalan/penyangga, sehingga pipatampak seperti terbantang bebas padakedalaman laut antara 40 – 42 m.

• Kemungkinan terjadinya penggerusan(scouring) material/sedimen di bawah pipadan pengangkatan pipa karena adanyaperubahan pola dan kecepatan arus laut,terutama di sekitar alur-alur dasar laut yangdilalui oleh jalur pipa. Scouring danpengangkatan pipa ini dalam waktu lamaakan menyebabkan terjadinya perubahanposisi pipa dari disain awalnya (lateralbuckling) dan terjadi bentang bebas(freespan).

• Kemungkinan terjadinya perubahankedudukan pada pipa-pipa yang memotongjalur sesar, karena kemungkinan adanyagetaran atau pergerakan tanah akanmenyebabkan terjadinya perubahankestabilan pipa di dasar laut.

• Pipa transmisi gas dan jaringan pipa hulurawan terkena jaring (terutama jaring trawl)dan jangkar dari nelayan yang melakukanaktifitas penangkapan ikan di sekitar pulau-pulau karang dan perairan Kepulauan Seribu.

• Adanya marine growth di sepanjang pipayang mempengaruhi ketahanan pipa (Foto 2,Foto 3, Foto 4 dan Foto 5). Dari foto tampaksekeliling pipa migas telah ditumbuhitumbuhan karang yang cukup tebal,sehingga pipanya hampir tidak terlihat.Kondisi ini akan menyebabkan pipa menjadirapuh dan rawan terjadi kebocoran.

• Tertimpa dan terseret jangkar kapal besaryang sedang berlabuh. Nelayan sering kaliberlabuh di lokasi dekat jalur pipa dengancara menurunkan jangkar. Kondisi ini sangatberbahaya karena apabila jangkar menimpa

pipa akan menyebabkan terjadinyakebocoran. Foto 6 memperlihatkan contohnelayan yang sedang berlabuh di lokasi dekatpipa migas. Dari faktor-faktor tersebut di atas, maka

kemungkinan pipa migas akan mengalamikegagalan struktur seperti patah atau kebocoransangat besar, seperti yang diperlihatkan padaFoto 5. Foto ini memperlihatkan kebocoran pipayang terjadi pada pipa hulu milik ARCO/BP dilokasi perairan sebelah utara Banten padakedalaman laut 34 – 35 m. Dari foto tersebutterlihat adanya buih/gelembung udara berwarnahitam yang keluar secara terus menerus,indikasi ini menunjukkan adanya semburanminyak yang keluar dari pipa bawah laut yangbocor.

Usulan Pengelolaan Infrastruktur Pipa Migas di Perairan Utara Banten

Berdasarkan hasil identifikasi terhadapinfrastruktur pipa migas di dasar laut perairanutara Banten dan mengacu pada PP No. 17Tahun 1974 pasal 23 dan pasal 24, KepmenPertambangan dan Energi No. 300K/38/M.pe/1997 pasal 13, pasal 19, pasal 21 dan pasal 27,dan Kepmenhub No. 94 Tahun 1999, maka dibawah ini diajukan beberapa usulan untukpengelolaan jaringan pipa migas di dasar laut,diantaranya adalah :1. Melakukan pemeriksaan secara periodik dan

berkala pada jaringan pipa transmisi,distribusi dan pipa hulu yang terdapat didasar laut, terutama pada lokasi-lokasi yangpotensial untuk terjadinya kegagalanstruktur pipa dengan menggunakanbeberapa metode geofisika, sepertiRemotely Operated Vehicle (ROV) (Foto 7),Side Scan Sonar (SSS) (Gambar 10),Multibeam Echosounder (Gambar 11), danGeomagnetik Laut (Gambar 12).

2. Melakukan pemeriksaan secara periodik danberkala pada jaringan pipa untuk mendeteksiadanya korosi, kebocoran pipa, pipa retakdan marine growth dengan menggunakanRemotely Operated Vehicle (ROV), sesuaidengan standar DNV RP-F101. Terutamapada jaringan pipa hulu yang umurnya sudahmencapai lebih dari 20 tahun.

3. Melakukan pemendaman pada pipa yangdigelar secara terbuka di dasar laut padakedalaman laut kurang dari 13 m.

Page 11: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011

89

Foto 2. Hasil rekaman ROV dari pipa hulu milik ARCO/BP yang digelar di kedalaman laut 9.6 – 10.8m di perairan sekitar utara Banten

Foto 3. Hasil rekaman ROV dari pipa hulu milik ARCO/BP yang digelar di kedalaman laut 36 – 37.5m di perairan sekitar utara Banten

Page 12: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 9, No.2, Agustus 2011

90

Foto 4. Posisi pipa yang digelar di atas dasar laut secara terbuka tampak dalamposisi terbentang bebas (freespan) di perairan sebelah utara Banten

Foto 5. Hasil rekaman ROV dari pipa hulu milik ARCO/BP yang mengalamikebocoran

Foto 6. Nelayan sedangberlabuh di dekatjaringan pipa migas(Rachmat dkk.,2010)

Page 13: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011

91

Foto 7. Penggunaan Remotely Operated Vehicle (ROV) pada inspeksi pipa migas(Edwards, 2007 )

Gambar 10. Penggunaan Side Scan Sonar pada inspeksi pipa migas (PGN, 2006 )

Page 14: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 9, No.2, Agustus 2011

92

Gambar 11. Penggunaan Multibeam Echosounder pada inspeksi pipa migas(www.geoplus.nl)

Gambar 12. Penggunaan Geomagnet Laut pada Inspeksi Pipa Migas (www.geoplus.nl)

Page 15: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011

93

Sedangkan pipa yang digelar secara terbukadi dasar laut pada kedalaman laut lebih dari13 m harus dilengkapi dengan pemberat, halini untuk menjaga kestabilan pipa di dasarlaut dan mencegah terjadinya kegagalanstruktur pada sistem perpipaan, sesuaidengan standar DNV-RP-E305 tahun 1988(Foto 8).

4. Memberi bangunan pendukung (concrete)pada pipa yang terindikasi mengalamikondisi bentang bebas (freespan), sesuaidengan standar DNV-RP-F105 (Gambar 13).

5. Melakukan penimbunan pada lokasipersilangan (crossing) antar pipa bawah lautatau dengan kabel bawah laut agar tidakterjadi kondisi freespan (Gambar 14).

6. Memberi buckle arrestor pada pipa yangmengalami buckling atau pemipihan ataupembengkokan sesuai dengan standar DNVOS F101-2000 untuk kondisi local bucklingdan DNV RP-F110 untuk kondisi globalbuckling.

7. Memberi rambu-rambu dan sarana bantunavigasi pelayaran pada jalur pipa yangdigelar di daerah alur pelayaran.

8. Memberi rambu-rambu dan tanda bahayanavigasi tambahan pada daerah penangkapanikan nelayan, sehubungan dengan banyaknyapipa yang digelar secara terbuka di dasar lautpada daerah penangkapan ikan.

9. Sehubungan dengan banyaknya potensi yangdapat menyebabkan terjadinya kegagalanstruktur pipa pada penggelaran pipa diwilayah perairan Indonesia, maka perludibuatkan aturan yang lebih teknis dan tegasdengan memasukan kondisi geologi dankondisi lainnya yang sedang berkembang dandiperkirakan berkembang di sekitar areapenggelaran pipa migas.

KESIMPULANPotensi resiko untuk terjadinya kegagalan

struktur pada jaringan pipa yang digelar diperairan utara Banten cukup besar, oleh karenaitu perlu dilakukannya pengawasan yang sesuaidengan aturan standar dan aturan perundanganyang berlaku.

Perlunya ditertibkan pipa-pipa yang digelartidak sesuai dengan aturan standar dan aturanperundangan yang berlaku, terutama padajaringan pipa hulu yang digelar sebelumditerbitkanya peraturan perundangan yangberlaku. Hal ini disebabkan posisi pipa yangdigelar tidak sesuai aturan sangat rawan untukterjadinya kegagalan struktur.

Kajian identifikasi pada jaringan pipa migasbawah laut yang sudah ada (existing) perludilakukan untuk mengantisipasi terhadap adanyakegagalan struktur pada jaringan pipa akibatkondisi alam dan buatan.

Foto 8. Penggelaran pipa di permukaan dasar laut yang dilengkapi dengan pemberat dancasing pipa (www.egypt.spe.org)

Page 16: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 9, No.2, Agustus 2011

94

Gambar 13. Pipa yang mengalami freespan ditumpu dengan bangunan pendukung(Moxnes, 2005)

Gambar 14. Penimbunan pipa di lokasi silang antar pipa bawah laut untukmenghindari terjadinya freespan (Moxnes, 2005)

Page 17: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 9, No.2, Agustus 2011

95

DAFTAR PUSTAKABadan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,

2009, Informasi Meteorologi Maritim,BMKG, Jakarta.

Dinas Hidrooseanografi TNI AL, 2008, DaftarArus Pasang Surut Kepulauan Indonesia,Dishidros TNI AL, Jakarta.

Edwards, G. R., 2007, Detection of Corrosion inOffshore Risers Using Guided UltrasonicWaves, OMAE, California, USA.

Hariman, 2008, Analisis Local BucklingBerdasarkan API RP 1111-1999 dan DNVOS F101-2000 (Studi Kasus: ExportPipeline West Seno), ITB, Bandung

Kurnio, H., dkk., 1988, Laporan PenyelidikanGeologi dan Geofisika di Perairan TelukBanten dan Sekitarnya, Jawa Barat,PPPGL, Bandung.

Moxnes, S., 2005, Deep Water TechnologyAchievement and Challenge, Hydro Oil &Energy, Deep Water Technology ExpertWorkshop, Norwegia.

PGN, 2006, South Sumatra-West Java GasPipeline Project Phase II Labuhan

Maringgai-Muarabekasi Offshore PipelineReroute Offshore Survey Services, Jakarta.

PVMBG, 2004, Peta Wilayah Rawan GempaBumi di Indonesia, Badan Geologi,Bandung.

Rachmat, B., dkk., 2010, Laporan IdentifikasiInfrastruktur Migas Dasar Laut danUsulan Pengelolaan Pipa Bawah Laut danAnjungan Migas Lepas Pantai, PPPGL,Bandung.

Standar Nasional Indonesia, (2002), Tata CaraPerencanaan Ketahanan GempauntukBangunan Gedung (SNI 03-1726-2002), Badan Standardisasi Nasional,Jakarta.

Yudicara, dkk., 1999, Peta Pusat Gempa Bumidan Arah Kompresi Maksimum PerairanSelat Sunda dan Sekitarnya, PPGL,Bandung.

www.egypt.spe.org

www.geoplus.nl

Page 18: KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS ...

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 9, No.2, Agustus 2011

96