KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki...

80
Vol. 2 No. 3 Triwulanan Juli-September 2016 (terbit November 2016) ISSN 2460-4909 e-ISSN 2460-5980 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2016

Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki...

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Vol. 2 No. 3 Triwulanan

Juli-September 2016 (terbit November 2016)

ISSN 2460-4909 e-ISSN 2460-5980

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI PAPUA NOVEMBER

2016

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Dasar Hukum Bank Indonesia

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung

jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

~UUD 1945 Pasal 23 D~

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.

~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~

Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan

Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam Undang-Undang ini.

~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 2~

Visi Bank Indonesia

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui

penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan

nilai tukar yang stabil

Misi Bank Indonesia

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan

moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta

mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung

alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan

dan stabilitas perekonomian nasional

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem

keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan

nasional

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang

menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan

tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas

yang diamanatkan UU

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Papua pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan

November. Sebelum dipublikasikan, materi Kajian dari berbagai

provinsi telah terlebih dahulu dikompilasi melalui mekanisme kerja

internal Bank Indonesia untuk dijadikan bahan pertimbangan

dalam mengambil kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta

pengawasan perbankan dan sistem keuangan secara

makroprudensial. Publikasi ini berfungsi sebagai media untuk

menyampaikan penjelasan kepada para pemangku kepentingan

dan publik di daerah mengenai perkembangan kondisi terkini,

prospek perekonomian, serta isu yang berkembang dan perlu

dicermati.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua

Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 9

Jayapura 99111

T +62 967 534 581

F +62 967 535 201

Salinan elektronis publikasi ini dapat diunduh melalui situs

www.bi.go.id.

Untuk mendapatkan salinan elektronis publikasi ini pada

kesempatan pertama, silahkan mengirimkan surel ke

serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan.

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Dewan Redaksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Penanggung Jawab : Joko Supratikto

(Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua)

Pemimpin Redaksi : Fauzan

(Deputi Kepala Perwakilan/Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan)

Mitra Bestari : Evy Marya Deswita Siburian

(Peneliti Ekonomi Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)

Ratu Miana Ulfani

(Analis Ekonomi/ Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)

Andree Breitner Makahinda

(Analis Ekonomi/ Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)

Penyunting : Arya Jodilistyo

(Analis Ekonomi/Manajer Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)

Penulis : Arya Jodilistyo

(Analis Ekonomi/Manajer Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)

Enggar Estiko Handoko

(Analis Ekonomi/ Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)

Kontributor : Yudi Prasetiyo

(Analis/ Manajer Unit Statistik Survei dan Liaison)

Yon Widiyono

(Analis/ Manajer Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan)

Ferdinand Maluenseng

(Kepala Unit Layanan Nasabah, Kliring, serta Perizinan dan Pengawasan

Sistem Pembayaran)

Jaffry Agust Waluyan

(Kasir Senior Unit Operasional Kas)

Oman Hardiman

(Kasir Senior Unit Distribusi Uang)

Mifta Adi Nugraha

(Analis/ Unit Statistik Survei dan Liaison)

Dedy Swares Sinaga

(Pelaksana/ Unit Sumber Daya)

Sekretaris : Sari Wulandari

(Pelaksana Yunior/Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan)

Hartati Br. Nainggolan

(Pelaksana Yunior/Unit Statistik Survei dan Liaison)

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

i

Kata Pengantar

Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas rahmat dan berkat-Nya,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua November 2016 ini dapat terbit

tepat waktu. Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, kajian yang meliputi

analisis makroekonomi daerah, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan

keuangan daerah menjadi penting terutama bagi pemerintah, dunia usaha, dan kalangan

akademisi, maupun masyarakat luas.

Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu melalui Kata

Pengantar ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu terbitnya Kajian ini. Semoga kerja sama yang telah terjalin baik tersebut tetap

dapat terpelihara di masa mendatang. Akhirnya, besar harapan kami agar Kajian pada

triwulan II 2016 bermanfaat bagi semua pihak dalam memahami kondisi perekonomian

Papua.

Jayapura, 25 November 2016

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI PAPUA,

Joko Supratikto

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

ii

Daftar

Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................... i

Daftar Isi......................................................................................................................... ii

Daftar Tabel .................................................................................................................. iv

Daftar Grafik .................................................................................................................. v

Tabel Indikator Makro Ekonomi Provinsi Papua ............................................................ viii

Ringkasan Eksekutif....................................................................................................... xi

1 PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH ........................................................... 1

1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan .................................................................. 1

1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha .............................................. 8

2 KEUANGAN PEMERINTAH ....................................................................................... 14

2.1 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua ............................................................... 14

2.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua .............................................................. 15

2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua ................................................. 16

2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua ........................................................ 17

Boks 1 DAMPAK PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PEREKONOMIAN

PAPUA ......................................................................................................................... 19

3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 21

3.1 Inflasi Umum .......................................................................................................... 21

3.2 Komponen Inflasi ................................................................................................... 22

3.3 Kelompok Komoditas ............................................................................................. 26

3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah .................................................................. 27

Boks 2 INISIASI KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM UPAYA PENGENDALIAN INFLASI

PAPUA ......................................................................................................................... 30

4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH ........................................................................... 34

4.1.Ketahanan Sektor Korporasi ................................................................................... 34

4.1.1. Kondisi Sektor Korporasi .................................................................................... 34

4.1.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga ...................................................................... 40

4.1.3 Akses Keuangan UMKM ..................................................................................... 46

5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ... 48

5.1 Sistem Pembayaran ................................................................................................ 48

5.2 Pengelolaan Uang Rupiah ...................................................................................... 49

6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ............................................................. 51

6.1 Ketenagakerjaan .................................................................................................... 51

Vol. II No. 3 Triwulanan

Juli-September 2016 (terbit November 2016)

ISSN 2460-4909 e-ISSN 2460-5980

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

iii

6.2 Kesejahteraan ........................................................................................................ 53

7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ......................................................................... 55

7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................. 55

7.2 Prospek Inflasi ........................................................................................................ 56

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

iv

Daftar

Tabel

Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan (%) .......................................................... 1

Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (%,yoy).......................................................... 2

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ................................... 7

Tabel 1.5 Perkembangan Sektor Lainnya ..................................................................... 12

Tabel 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen .............................. 22

Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile foods Berdasarkan

Subkelompok ........................................................................................... 24

Tabel 3.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok ............................... 26

Tabel 3.4 Daftar TPID yang telah terbentuk di Papua .................................................. 28

Tabel 4.1 Komposisi Tabungan terhadap Pengeluaran ................................................ 41

Tabel 4.2 Komposisi DSR terhadap Pengeluaran.......................................................... 42

Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama ........................ 51

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

v

Daftar

Grafik

Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen dan Penghasilan Saat ini ......... 2

Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua ....................... 3

Grafik 1.3 Perkembangan Impor Barang Konsumsi di Provinsi Papua ............................ 3

Grafik 1.4 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi di Provinsi Papua ...................... 3

Grafik 1.5 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal Pemerintah Provinsi Papua ................. 3

Grafik 1.6 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan Investasi di Provinsi Papua ..................... 4

Grafik 1.7 Impor Barang Modal .................................................................................... 4

Grafik 1.8 Perkembangan Ekspor .................................................................................. 6

Grafik 1.9 Pangsa Ekspor Triwulan III 2016 ................................................................... 6

Grafik 1.10 Impor Provinsi Papua .................................................................................. 6

Grafik 1.11 Pangsa Impor Triwulan III 2016 ................................................................... 7

Grafik 1.12 Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ............ 8

Grafik 1.13 Produksi Tanaman Pangan yang Dominan di Provinsi Papua ....................... 8

Grafik 1.14 Kredit Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ..................................... 8

Grafik 1.15 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas ................................................... 9

Grafik 1.16 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas .................................................. 9

Grafik 1.17 Penjualan Semen di Provinsi Papua ........................................................... 10

Grafik 1.18 Kredit Sektor Konstruksi di Papua ............................................................. 11

Grafik 1.19 Pendaftaran Kendaraan Baru .................................................................... 11

Grafik 1.20 Pembelian Durable Goods ........................................................................ 11

Grafik 1.21 Perkembangan Realisasi Total Belanja Pemerintah Provinsi Papua ............. 12

Grafik 2.1 Perkembangan Pagu APBN di Lingkup Provinsi Papua ................................ 14

Grafik 2.2 Distribusi APBN menurut Kementerian/Lembaga Negara Penerima Terbesar di

Lingkup Provinsi Papua ................................................................................................. 14

Grafik 2.3 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua .................................................... 14

Grafik 2.4 Distribusi Pagu Belanja Pegawai menurut Kementerian/Lembaga Negara

Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua ............................................................... 15

Grafik 2.5 Distribusi Pagu Belanja Modal menurut Kementerian/Lembaga Negara

Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua ............................................................... 15

Grafik 2.6 Perkembangan Pagu Pendapatan Pemdaprov Papua Menurut Jenis ........... 15

Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemdaprov Papua ............................. 15

Grafik 2.8 Perkembangan Realisasi PAD Pemdaprov Papua ......................................... 16

Grafik 2.9 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Pemdaprov Papua .................. 16

Grafik 2.10 Perkembangan Realisasi Lain-lain Pendapatan Pemdaprov Papua ............. 16

Grafik 2.11 Perkembangan Pagu Belanja Pemdaprov Papua Menurut Jenis ................. 17

Grafik 2.12 Perkembangan Realisasi Belanja Pemdaprov Papua .................................. 17

Grafik B1.1 Persentase Pangsa Penundaan DAU terhadap Pagu .................................. 19

Grafik B1.2 Dampak Penundaan ................................................................................. 20

Grafik B1.3 Realisasi Penyerapan ................................................................................. 20

Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan ................................................................... 21

Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan .................................................................... 21

Grafik 3.3 Event Analysis Inflasi ................................................................................... 21

Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Bulanan Menurut Daerah ......................................... 22

Grafik 3.5 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan ....................................................... 23

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

vi

Grafik 3.6 Disagregasi Inflasi Bulanan Komponen Core inflation ................................. 23

Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi Konsumen ....................................................................... 23

Grafik 3.8 ............................................................. 24

Grafik B2.1 Wilayah Pemasok Utama Komoditas Papua .............................................. 30

Gambar B2.2 Foto Bersama TPID Provinsi Papua dan TPID Provinsi Sulawesi Selatan .. 31

Gambar B2.2 TPID Provinsi Papua berkunjung di Sentra Produksi Cabai di Maros ...... 31

Gambar B2.3 TPID Provinsi Papua masuk ke lokasi usaha pemotongan ayam potong 33

Grafik 4.1 Realisasi Kegiatan Usaha ............................................................................. 34

Grafik 4.2 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison......................................................... 35

Grafik 4.3 Indikator Kinerja Harga Jual dan Margin ..................................................... 35

Grafik 4.4 Indikator Biaya ............................................................................................ 35

Grafik 4.5 Indikator Kondisi Keuangan Korporasi ........................................................ 36

Grafik 4.6 % Likuiditas Korporasi per Sektor ............................................................... 36

Grafik 4.7 % Rentabilitas Korporasi per Sektor ........................................................... 36

Grafik 4.8 Indikator Kinerja Perbankan Sektor Korporasi ............................................. 37

Grafik 4.9 Pangsa Kredit Korporasi per Sektor ............................................................. 37

Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor (yoy) ........................................ 37

Grafik 4.11 NPL Kredit Korporasi per Sektor ................................................................ 38

Grafik 4.12 Pangsa Kredit Korporasi per Penggunaan ................................................. 38

Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit Penggunaan Korporasi ............................................. 38

Grafik 4.14 Pangsa dan Pertumbuhan DPK Korporasi ................................................. 39

Grafik 4.15 Harga Komoditas Tembaga ...................................................................... 39

Grafik 4.16 Harga Komoditas Emas ............................................................................. 39

Grafik 4.17 Hasil Survei Konsumen (SK) ...................................................................... 40

Grafik 4.18 Kondisi Ekonomi Saat ini .......................................................................... 40

Grafik 4.19 Alokasi Penggunaan Penghasilan .............................................................. 41

Grafik 4.20 Pangsa Responden berdasarkan Nilai Tabungan ....................................... 41

Grafik 4.21 Kepatuhan Rumah Tangga dalam Melakukan Pembayaran Cicilan ........... 42

Grafik 4.22 Rasio Pendapatan per Bulan untuk Kebutuhan Rumah Tangga ............... 42

Grafik 4.23 Indikator Kinerja Perbankan Rumah Tangga ............................................. 43

Grafik 4.24 Pangsa Kredit Rumah Tangga ................................................................... 43

Grafik 4.25 Pangsa Komponen Kredit Rumah Tangga ................................................. 43

Grafik 4.26 Pertumbuhan Komponen Kredit Rumah Tangga....................................... 43

Grafik 4.27 NPL Kredit Rumah Tangga ........................................................................ 44

Grafik 4.28 Pangsa DPK Rumah Tangga ...................................................................... 44

Grafik 4.29 Pangsa Komponen DPK Rumah Tangga ................................................... 44

Grafik 4.30 Pertumbuhan Komponen DPK Rumah Tangga ......................................... 44

Grafik 4.31 Ekspektasi Masyarakat .............................................................................. 45

Grafik 4.32 Pertumbuhan Kredit UMKM ..................................................................... 46

Grafik 4.33 NPL Kredit UMKM .................................................................................... 46

Grafik 4.34 Jumlah Rekening Kredit UMKM ................................................................ 46

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI .................................................................. 48

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi BI-RTGS ............................................................... 48

Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal melalui KPw BI Provinsi Papua ...................................... 49

Grafik 5.4 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di KPw BI Provinsi Papua .................... 49

Grafik 6.1 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama .................... 51

Grafik 6.2 Pertumbuhan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ............. 51

Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama ......................... 52

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

vii

Grafik 6.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja .................................... 52

Grafik 6.5 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan ..................... 52

Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani ............................................................... 52

Grafik 6.7 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional .......................................... 53

Grafik 6.8 Jumlah Penduduk Miskin ............................................................................ 53

Grafik 6.9 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan ....... 53

Grafik 6.10 Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi Papua .................................. 54

Grafik 7.1 Ekspektasi Konsumen ................................................................................. 55

Grafik 7.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Inflasi .......................................................... 56

Grafik 7.3 Perkiraan Curah Hujan ................................................................................ 57

Grafik 7.4 Kuadran Inflasi ............................................................................................ 57

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

viii

Tabel Indikator Makro Ekonomi

Provinsi Papua

A. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

2012 2013Total Total Total Total I II III

Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) 1,72 8,55 3,81 7,97 (1,18) (5,91) 20,65

Menurut Penggunaan

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,47 6,23 7,10 6,11 5,56 6,54 6,17

Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,87 7,25 12,29 5,87 8,23 5,55 5,39

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 7,43 8,73 8,98 5,14 2,61 5,31 0,92

Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,82 6,56 7,78 7,11 6,75 6,78 5,37

Perubahan Inventori (111,10) 90,61 (182,91) (172,26) 89,81 5,11 84,62

Ekspor Luar Negeri (28,40) 32,38 (46,83) 38,88 (2,27) (39,56) (3,05)

Impor Luar Negeri (8,69) (41,20) 105,27 (20,08) (3,97) 32,57 (13,14)

Net Ekspor Antar Daerah (57,51) 367,41 (152,80) (103,17) (268,47) (49,88) (209,56)

Menurut Kategori Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,18 6,04 5,79 6,73 4,13 5,17 0,03

Pertambangan dan Penggalian (6,41) 9,00 (2,67) 7,77 (11,65) (22,18) 42,25

Industri Pengolahan 1,93 2,13 8,72 3,77 7,18 1,31 5,07

Pengadaan Listrik, Gas 10,45 7,45 6,24 (4,15) 25,43 13,61 8,58

Pengadaan Air 4,63 6,53 6,25 3,99 3,70 3,77 2,59

Konstruksi 13,99 11,79 8,56 10,70 4,06 6,33 10,69

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,84 9,36 7,30 8,25 2,32 6,66 9,26

Transportasi dan Pergudangan 8,74 8,15 10,26 9,53 4,03 7,28 8,23

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,86 11,67 12,57 7,52 4,71 7,70 6,03

Informasi dan Komunikasi 10,23 12,79 6,63 5,19 5,43 1,57 2,16

Jasa Keuangan 7,85 13,89 7,26 2,63 3,53 16,22 (0,18)

Real Estate 10,01 11,67 8,09 5,86 7,31 7,19 8,30

Jasa Perusahaan 6,52 5,88 9,65 3,97 5,80 6,20 5,42

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,36 2,80 15,96 11,03 13,51 10,44 8,51

Jasa Pendidikan 9,62 9,75 8,15 7,24 6,30 11,45 10,26

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,76 9,29 9,36 8,36 5,91 11,80 10,35

Jasa lainnya 9,11 10,42 8,55 7,04 5,19 6,86 5,04

Inflasi Nasional (% yoy) 4,30 8,38 8,36 3,35 4,45 3,45 3,07

Inflasi Papua (% yoy) 4,52 8,27 9,12 3,57 3,76 5,23 4,72

Kota

Jayapura 4,52 8,27 7,98 2,79 3,81 5,24 4,21

Merauke - - 12,31 5,76 3,62 5,19 6,14

Disagregasi Komponen

Inflasi Inti (Core Inflation ) 4,35 6,61 5,10 3,64 4,49 4,47 5,70

Harga Pangan Bergejolak (Volatile Food ) 7,46 6,59 12,14 3,26 0,66 3,58 11,60

Harga Yang Diatur Pemerintah (Administered Prices ) 1,00 18,23 18,24 3,27 6,81 10,99 11,60

Kelompok Komoditas

Bahan Makanan 8,26 7,12 11,56 4,34 4,78 8,36 6,84

Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 4,02 8,18 8,78 5,26 4,62 4,35 6,74

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 3,28 9,18 7,44 3,16 2,53 1,67 2,80

Sandang 2,48 4,07 4,02 3,91 2,43 3,14 3,05

Kesehatan 0,57 3,80 4,47 5,93 4,19 3,29 3,06

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4,96 3,73 3,91 3,29 2,63 2,62 0,78

Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 2,29 11,97 11,43 0,50 4,20 8,66 5,73

Indikator2014 2015 2016

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

ix

B. Perbankan

I II III IV I II III IV I II III

Total Asset (Rp miliar) 35.419 42.916 49.479 41.929 43.569 50.098 55.188 44.833 47.139 52.589 53.135

DPK (Rp miliar) 28.756 32.371 35.851 34.119 32.819 35.880 39.017 35.418 35.919 39.108 39.199

Giro (Rp miliar) 9.728 12.452 13.948 12.383 9.972 12.566 14.867 9.475 12.015 13.781 13.246

Tabungan (Rp miliar) 12.524 12.238 12.606 13.378 13.929 13.557 14.002 18.587 15.705 16.309 16.538

Deposito (Rp miliar) 6.504 7.681 9.297 8.359 8.918 9.758 10.148 7.356 8.200 9.018 9.415

Penyaluran Kredit oleh Kantor Bank di Papua (Rp miliar) 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282

Lokasi Proyek di Prov. Papua 17.470 18.352 18.950 19.484 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695 22.199

Lokasi Proyek Luar Prov. Papua 564 708 751 833 798 868 909 977 930 1.017

Penyaluran Kredit di Provinsi Papua (Rp miliar) 18.737 19.677 20.281 20.879 20.860 22.021 22.364 22.891 22.432 23.705 23.935

Oleh Kantor Bank di Prov. Papua 17.470 18.352 18.950 19.484 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695 22.199

Oleh Kantor Bank Luar Prov. Papua 1.268 1.325 1.331 1.395 1.487 1.704 1.836 1.934 1.921 2.010 1.737

Kredit Penggunaan (Rp miliar) 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282

Modal Kerja 6.997 7.660 8.332 7.666 7.435 8.048 9.316 9.388 8.822 9.480 8.952

Investasi 2.766 2.911 2.863 3.314 3.285 3.472 2.172 2.389 2.352 2.535 3.344

Konsumsi 8.271 8.488 8.506 9.337 9.451 9.665 9.949 10.158 10.268 10.697 10.985

Kredit Sektoral (Rp miliar) 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 604 670 700 711 733 923 434 695 696 718 691

2. Pertambangan dan Penggalian 46 55 78 49 54 56 5 43 61 59 41

3. Industri Pengolahan 376 357 340 327 315 306 161 327 316 333 334

4. Pengadaan Listrik dan Gas 31 33 44 49 36 43 22 34 33 34 35

5. Pengadaan Air 2 4 7 5 3 6 2 6 5 5 8

6. Konstruksi 1.327 1.516 1.923 1.526 1.295 1.558 1.175 1.635 1.156 1.534 1.687

7. Perdagangan Besar dan Eceran 4.430 4.723 4.887 5.156 5.252 5.599 6.901 6.135 6.122 6.487 6.571

8. Transportasi dan Pergudangan 457 544 570 596 602 586 466 576 589 615 646

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 637 667 686 675 660 681 365 671 672 694 706

10. Informasi dan Komunikasi 10 10 18 18 18 18 7 9 9 9 9

11. Perantara Keuangan 105 160 96 135 128 124 60 105 94 84 77

12. Real Estate dan Usaha Persewaan 225 175 176 171 184 186 140 210 232 275 282

13. Jasa Perusahaan 223 203 201 222 217 224 220 212 172 171 183

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 3 6 4 111 37 2 1 66 17 1 38

15. Jasa Pendidikan 32 18 29 14 12 16 10 14 12 10 11

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 31 30 32 31 30 36 29 37 33 38 38

17. Sektor Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 9.498 9.889 9.910 10.522 10.594 10.821 11.438 11.159 11.221 11.645 11.926

Kredit UMKM 7.528 8.178 8.401 8.815 8.780 9.100 6.904 9.209 8.051 8.558 8.481

Kredit Rumah Tangga 5.147 5.532 5.585 8.717 8.828 8.907 6.413 9.200 9.496 9.984 10.297

KPR/KPA 1.264 1.245 1.275 1.365 1.346 1.410 1.529 1.578 1.641 1.817 1.922

Kredit Ruko/Rukan 284 364 317 335 349 369 374 394 391 383 382

KKB 57 61 59 54 51 50 56 58 56 58 59

Multiguna 2.893 3.152 3.210 6.236 6.363 6.364 3.729 6.406 6.641 6.939 7.081

Lainnya 650 709 724 727 718 714 725 764 767 787 853

Non Performing Loan (Rp miliar) 361 593 638 795 896 1.004 1.288 1.104 1.142 1.260 1.283

NPL Ratio (%) 2,00 3,11 3,24 3,91 4,44 4,74 6,01 5,03 5,33 5,55 5,51

LDR 62,71 58,88 54,95 59,55 61,46 59,04 54,95 61,93 59,69 58,08 59,39

Suku Bunga Simpanan Tertimbang (% per tahun)

Kantor Bank di Provinsi Papua 3,03 2,99 3,19 3,03 3,37 3,30 4 3 3,31 3,16 3

Nasional 4,42 4,59 4,78 4,75 4,77 4,46 4 4 4,21 3,93 4

Suku Bunga Kredit Tertimbang (% per tahun)

Kantor Bank di Provinsi Papua 12,60 12,70 12,75 12,74 12,73 12,80 13 13 12,76 12,65 13

Nasional 11,22 11,42 11,52 11,58 11,53 11,54 11 12 11,48 11,24 11

Jumlah Kantor Bank

Jumlah Bank

Papua 23 23 23 23 23 23 25 25 26 26 26

Nasional 1.756 1.753 1.753 1.762 1.762 1.762 1.762 1.762 1.756 1.753 1.747

Jumlah Kantor Bank

Papua 273 273 273 287 287 287 289 289 319 329 329

Nasional 23.421 23.769 24.241 24.843 25.036 25.266 25.420 25.420 38.945 38.885 38.836

Jumlah Rekening (dalam ribu)

Rekening Dana Pihak Ketiga

Papua 1.630 1.591 1.633 1.692 1.653 1.671 1.707 1.795 1.835 1.898 2.008

Nasional 156.905 156.263 160.367 165.182 161.807 164.919 168.600 173.969 178.087 183.459 194.287

Rekening Kredit

Papua 182 186 190 193 195 197 197 202 204 206 204

Nasional 39.012 39.410 39.934 40.414 40.578 40.673 40.731 41.150 41.440 41.454 41.290

2014 2015 2016Provinsi Papua

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

x

C. Sistem Pembayaran

I II III IV I II III IV I II III

Pengelolaan Uang (Kartal) Rupiah

Inflow (Rp miliar) 2.853,48 1.224,47 1.497,83 1.468,08 2.646,47 909,17 1.497,86 856,08 2.417,19 813,30 1.566,39

Outflow (Rp miliar) 893,21 1.870,83 2.515,98 6.238,60 855,28 1.852,00 2.714,44 5.439,51 513,24 2.994,58 2.015,18

Pemusnahan UTLE (Rp miliar) 395,49 200,57 332,06 260,02 408,07 301,30 262,63 193,13 536,68 249,40 141,96

Kliring

Total

Nominal (Rp juta) 1.169.841 1.071.287 1.126.530 1.449.761 1.123.097 1.202.372 1.553.207 3.127.063 4.027 4.526 3.406

Volume (lembar) 28.209 28.350 27.911 34.352 40.587 44.596 47.682 58.025 72.732 84.341 78.073

1. Kliring Kredit

Nominal (Rp juta) 70.116 73.113 73.382 184.197 306.530 219.173 461.277 1.527.788 2.701 3.293 2.102

Volume (lembar) 3.785 3.578 3.690 7.304 19.445 14.488 23.576 31.749 47.396 59.053 53.400

2. Kliring Debit

Nominal (Rp juta) 1.099.725 998.174 1.053.148 1.265.564 816.567 983.198 1.091.930 1.902.934 1.364 1.259 1.303

Volume (lembar) 24.424 24.772 24.221 27.048 21.142 30.108 24.106 26.735 25.749 25.776 24.673

2.1 Kliring Debit Penyerahan

Nominal (Rp juta) 1.143.978 1.051.820 1.085.299 1.328.203 1.052.941 1.139.485 1.123.330 1.599.275 1.326 1.233 1.340

Volume (lembar) 25.004 25.392 24.927 27.727 24.708 32.500 24.720 26.276 25.336 25.288 25.069

2.2 Kliring Debit Pengembalian

Nominal (Rp juta) 44.253 53.646 32.151 62.639 236.375 156.287 31.400 303.658 37.959 25 36

Volume (lembar) 580 620 706 679 3.566 2.392 614 459 413 488 396

20162014 2015Indikator Sistem Pembayaran

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

xi

Ringkasan

Eksekutif

Setelah mengalami kontraksi dalam dua triwulan terakhir, pertumbuhan

ekonomi Papua pada triwulan III 2016 tumbuh signifikan sebesar 20,65% (yoy).

Pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,02%

(yoy). Pertumbuhan yang sangat tinggi ini disebabkan oleh kinerja sektor pertambangan

yang tumbuh signifikan mencapai 42,25% (yoy). Tingkat pertumbuhan perekonomian

tersebut melebihi asesmen pada kajian triwulan lalu. Berdasarkan sisi penggunaan,

sumber utama pertumbuhan ekonomi Papua triwulan laporan adalah kinerja ekspor netto

yang tumbuh 168,55% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Papua triwulan selanjutnya

diperkirakan tumbuh positif seiring dengan akselerasi kinerja komponen Konsumsi dan

Ekspor.

Selanjutnya, Perkembangan kinerja keuangan Pemerintah Pusat di lingkup

Provinsi Papua pada triwulan III 2016 menunjukkan perkembangan yang positif

dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara kinerja APBD Pemerintah

Daerah Provinsi (Pemdaprov) Papua pada triwulan laporan sedikit lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2015. Pagu APBD 2016 mengalami kenaikan dibanding 2015,

sementara pagu APBN 2016 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, inflasi di Provinsi Papua pada triwulan III 2016 sebesar 4,72%

(yoy), mengalami penurunan dari triwulan lalu yang sebesar 5,23% (yoy).

Penurunan inflasi ini disebabkan oleh komponen volatile food dan administered prices

yang semakin terkendali. Sementara inflasi pada komponen inti (core inflation)

mengalami peningkatan. Ke depan, inflasi di Papua diperkirakan terjaga sesuai target

nasional yaitu sebesar 4±1%.

Secara umum, stabilitas sistem keuangan di Papua masih relatif terjaga. Dari sisi

korporasi, asesmen menilai bahwa kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan III 2016

relatif mengalami perbaikan sejalan dengan kondisi perekonomian yang kembali tumbuh

positif. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan liaison yang dilakukan oleh Bank

Indonesia memperkuat kondisi tersebut. Sementara dari sisi Rumah Tangga, kinerja sektor

Rumah Tangga pada triwulan III 2016 masih terjaga dengan positif, tercermin dari kondisi

dan risiko keuangan di sektor Rumah Tangga yang relatif terjaga. Sementara itu

penyaluran kredit UMKM, pada triwulan III 2016 tumbuh positif, namun dengan risiko

kredit yang juga semakin tinggi.

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

xii

Perkembangan transaksi Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada

triwulan III 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara

volume dan nominal. Transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan

triwulan lalu. Sementara itu, dalam pengelolaan uang rupiah, selama triwulan III 2016

terjadi net-outlow sebesar Rp449 miliar yang dipengaruhi tingginya kebutuhan uang

tunai di masyarakat.

Dari sisi tenaga kerja dan kesejahteraan, meskipun perekonomian Papua

mengalami pertumbuhan posotif yang signifikan pada triwulan III 2016, namun

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat meningkat pada triwulan berjalan.

Hal tersebut ditunjukkan dengan naiknya TPT dari 2,97% pada Februari 2016 menjadi

3,35% pada Agustus 2016. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih

mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan II 2016 (96,17). Nilai tersebut

mengindikasikan kenaikan indeks pendapatan petani belum dapat mengimbangi

kenaikan indeks biaya yang harus dibayar. Sejalan dengan TPT yang mengalami

kenaikan, angka kemiskinan di Papua mempunyai tren kenaikan dalam dua

tahun terakhir.

Asesmen Bank Indonesia pada periode laporan memproyeksikan pertumbuhan

ekonomi Papua pada triwulan I 2017 relatif moderat dan berada dikisaran 9,3%-

9,7% (yoy) dengan kecenderungan bias bawah. Meskipun produksi tambang

diasumsikan kembali normal pasca kerusakan mesin produksi yang terjadi di pelaku

tambang dominan di Papua pada semester I 2016, namun izin ekspor yang akan berakhir

pada Januari 2017 berpotensi mempengaruhi kinerja pertambangan. Dengan kondisi

tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Papua untuk keseluruhan 2017 diperkirakan

berada dikisaran 6,1%-6,5% (yoy) dengan kecenderungan bias atas.

Dari sisi harga agregat, asesmen pada memperkirakan inflasi pada triwulan I

2017 akan berada pada interval 4,6 5,1% (yoy) dengan kecenderungan bias

atas. Kebijakan BBM satu harga diperkirakan dapat menjadi peredam tekanan inflasi ke

depan. Sementara itu di sisi lain, penyesuaian tarif cukai rokok, UMP dan kondisi cuaca

menjadi beberapa faktor yang berpotensi memicu kenaikan harga. Dengan kondisi

tersebut, maka inflasi untuk keseluruhan 2017 berada pada interval 4,0%-4,5% (yoy).

Realisasi inflasi akan lebih rendah jika Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat

menjalankan peran secara optimal dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

1

1 PERKEMBANGAN MAKRO

EKONOMI DAERAH

etelah mengalami kontraksi dalam dua triwulan terakhir, pertumbuhan ekonomi

Papua pada triwulan III 2016 tumbuh signifikan sebesar 20,65% (yoy).

Pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai

5,02% (yoy). Pertumbuhan yang sangat tinggi ini disebabkan oleh kinerja sektor

pertambangan yang tumbuh signifikan mencapai 42,25% (yoy). Tingkat pertumbuhan

perekonomian tersebut melebihi asesmen pada kajian triwulan lalu. Berdasarkan sisi

penggunaan, sumber utama pertumbuhan ekonomi Papua triwulan laporan adalah

kinerja ekspor netto yang tumbuh 168,55% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Papua triwulan

selanjutnya diperkirakan tumbuh positif seiring dengan akselerasi kinerja komponen

Konsumsi dan Ekspor.

1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan

Berdasarkan penggunaan, komponen utama

penyebab pertumbu han perekonomian

Papua yang naik signifikan pada triwulan III

2016 terutama disebabkan oleh kinerja

Ekspor Netto yang tumbuh sangat tinggi

mencapai 168,55% (yoy). Komponen ini

mempunyai share yang tinggi dalam struktur

ekonomi Papua yang mencapai 21,63%.

Sementara itu komponen Konsumsi yang

mempunyai share paling besar terhadap

total ekonomi Papua (54,14%) tumbuh

melambat dari triwulan sebelumnya, yaitu

sebesar 4,55% (yoy) pada triwulan laporan,

yang juga diikuti pertumbuhan komponen

Investasi yang tumbuh sebesar 5,14% (yoy),

sedikit melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perlambatan ini didorong oleh

S

sumber: BPS, diolah

Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan (%)

2013 2015

Komponen Pengeluaran Total Total Total I II III

Konsumsi 60,64 62,98 61,71 67,91 64,59 54,14

Konsumsi Rumah Tangga 40,27 41,54 40,82 45,87 43,56 36,74

Konsumsi Pemerintah 18,86 19,80 19,28 20,22 19,33 15,96

Konsumsi LNPRT 1,52 1,64 1,61 1,83 1,70 1,44

Investasi 26,47 27,13 27,17 30,09 29,59 24,23

Ekspor Netto 12,89 9,89 11,12 2,00 5,82 21,63

2014 2016

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 2

Konsumsi Pemerintah yang hanya tumbuh

0,92% (yoy).

Konsumsi

Komponen Konsumsi pada triwulan III 2016

tumbuh positif sebesar 4,55% (yoy), lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tumbuh 6,15% (yoy). Perlambatan

tersebut tersebut disebabkan oleh

perlambatan Konsumsi Pemerintah yang

hanya tumbuh 0,92% (yoy). Sementara itu

Konsumsi Rumah Tangga juga melambat

menjadi 6,17% (yoy), sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang tumbuh 6,54% (yoy). Sementara itu,

kinerja Konsumsi LNPRT pada triwulan

laporan tumbuh stabil sebesar 5,39% (yoy),

sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya (5,55%, yoy).

Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga

melambat di triwulan laporan

diidentifikasikan bahwa setidaknya terdapat

dua faktor yang mengkonfirmasi

pertumbuhan tersebut, yaitu tingkat

keyakinan konsumen dan tingkat

penghasilan. Walaupun tingkat keyakinan

konsumen dan tingkat penghasilan saat ini

yang ditangkap oleh hasil Survei Konsumen

yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada

bulan Juli dan Agustus 2016 sempat

menurun, namun pada bulan September

2016 optimisme mayoritas responden akan

kondisi dan perkembangan ekonomi yang

terjadi signifikan meningkat. Hal ini yang

mendorong tingkat konsumsi masyarakat

meningkat, terutama dengan adanya Hari

Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen dan Penghasilan Saat ini

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015 2016

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Penghasilan Saat Ini

Garis 100

Optimistis

Pesimistis

sumber: Survei Konsumen

sumber: BPS, diolah

Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (%,yoy)

2013 2014 2015 2016

Komponen Pengeluaran Total Total Total I II III

Konsumsi 4,41 7,81 5,80 4,73 6,15 4,55

Konsumsi Rumah Tangga 2,41 7,10 6,11 5,56 6,54 6,17

Konsumsi Pemerintah 8,73 8,98 5,14 2,61 5,31 0,92

Konsumsi LNPRT 7,25 12,29 5,87 8,23 5,55 5,39

Investasi 6,90 6,41 8,11 6,36 6,75 5,14

Ekspor Netto 20,50 -20,37 21,44 -75,18 -67,14 168,55

P D R B 6,91 3,81 7,97 -1,18 -5,91 20,65

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 3

Raya Idul Fitri dan long weekend yang terjadi

di awal September 2016.

Temuan tersebut sejalan dengan rilis Badan

Pusat Statistik (BPS) mengenai tendensi

konsumen di Provinsi Papua. Indeks Tendensi

Konsumen (ITK) triwulan III 2016 mengalami

kenaikan yang mengindikasikan konsumen

lebih optimis terhadap perekonomian. Dari

sisi pendapatan, konsumen cenderung

merasa penghasilan yang diperolehnya stabil

dari periode lalu. Sementara sebagian

responden pada triwulan ini menganggap

bahwa pengaruh inflasi terhadap konsumsi

lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Kedua faktor diatas yang mendorong

konsumsi rumah tangga walaupun

melambat namun pada periode laporan

masih tumbuh 6,17% (yoy).

Indikator lain yang dapat menggambarkan

pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi

adalah nilai impor barang-barang konsumsi

rumah tangga. Data impor produk kategori

ini menunjukkan bahwa pada triwulan III

2016 impor barang konsumsi rumah

tanggga berkurang sebesar 18,47% (yoy).

Hal ini dapat dibaca bahwa peningkatan

konsumsi rumah tangga sebagian besar

berasal dari konsumsi barang domestik.

Data prompt indicator makro ekonomi

lainnya adalah data penyaluran kredit

dimana penyaluran kredit Konsumsi

menunjukkan pertumbuhan stabil dari

triwulan sebelumnya, yaitu dari 7,39% (yoy)

menjadi 7,21% (yoy) pada triwulan laporan.

Sementara itu perlambatan komponen

Konsumsi Pemerintah yang hanya tumbuh

sebesar 0,92% (yoy) terkonfirmasi dengan

data pertumbuhan penyerapan Belanja

Pemerintah Selain Belanja Modal APBD

Provinsi Papua di triwulan III 2016 yang

hanya naik sebesar 1,3% (yoy). Angka ini

lebih rendah bila dibandingkan dengan

pertumbuhan pada periode yang sama

Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

ITKPendapatan RTPengaruh Inflasi thdp. KonsumsiGaris 100

sumber: BPS

Grafik 1.3 Perkembangan Impor Barang Konsumsi di Provinsi Papua

-100

100

300

500

700

900

(01)

01

03

05

07

09

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Nilai Impor Konsumsi Pertumbuhan [sk. kanan]

juta USD % yoy

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

Grafik 1.4 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi di Provinsi Papua

0

5

10

15

20

25

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit KonsumsiPertumbuhan [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: Laporan Bank

Grafik 1.5 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal Pemerintah Provinsi Papua

-30

-10

10

30

50

70

90

110

130

150

(2.000)

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Total Belanja Selain Belanja Modal Pertumbuhan [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: DJPK dan BPKAD Prov. Papua

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 4

tahun sebelumnya yang tumbuh 6,9% (yoy).

Rendahnya pertumbuhan Konsumsi

Pemerintah pada triwulan laporan

disebabkan karena pemotongan APBD yang

berdampak pada kinerja penyerapan

anggaran. Penjelasan lebih lanjut atas hal

tersebut akan dibahas pada bab selanjutnya.

Asesmen Bank Indonesia menunjukkan

bahwa komponen Konsumsi pada triwulan

berikutkan diperkirakan akan tumbuh lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya,

terutama didorong oleh konsumsi rumah

tangga dan pemerintah. Terdapatnya Hari

Raya Natal dan tahun baru diperkirakan akan

meningkatkan konsumsi rumah tangga.

Sementara itu, walaupun pertumbuhan

triwulan ini rendah, program-program kerja

pemerintah diperkirakan akan direalisasikan

pada triwulan IV 2016 untuk mengejar

penyerapan anggaran di akhir tahun.

1.1.2 Investasi

Nilai komponen Investasi Papua di triwulan III

2016 tercatat sebesar 5,14% (yoy), sedikit

lebih rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 6,75% (yoy).

Sejalan dengan pertumbuhan komponen

Investasi yang melambat, impor barang

modal pada triwulan III 2016 terkontraksi

15,87% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,19%

(yoy).

Sementara

perbankan di Papua pada triwulan III 2016

meningkat dibandingkan periode yang sama

tahun lalu. Penyaluran kredit konsumsi

tumbuh 1,23% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya (-0,70%,

yoy).

Grafik 1.6 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan Investasi di Provinsi Papua

-5

0

5

10

15

20

25

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit Modal Kerja dan InvestasiPertumbuhan [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: Laporan Bank

Grafik 1.7 Impor Barang Modal

-100

0

100

200

300

400

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Nilai Impor Barang Modal Pertumbuhan [sk. kanan]

USD juta

% yoy

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 5

Asesmen melihat bahwa kinerja investasi di

Papua tidak terlepas dari pengaruh dominasi

dan ketergantungan perekonomian Papua

yang tinggi terhadap sektor Pertambangan

dan Penggalian. Ketergantungan atas sektor

Pertambangan dan Penggalian yang tinggi

menyebabkan investasi juga ditentukan oleh

prospek jangka panjang sektor tersebut.

Oleh karena itu, meski pada sektor-sektor

lain aktif melakukan investasi, fluktuasi

investasi agregat di Papua tetap ditentukan

oleh kinerja sektor Penggalian dan

Pertambangan.

Terkait dengan kondisi tersebut, asesmen

menduga pertumbuhan investasi pada

triwulan ini sejalan dengan investasi yang

dilakukan oleh salah satu perusahaan

tambang utama di Papua dimana triwulan ini

tidak terdapat penambahan investasi besar.

Tumbuh tingginya sektor pertambangan

pada triwulan laporan disebabkan telah

selesainya perbaikan mesin produksi. Namun

pertumbuhan ini tidak meningkatkan

investasi jangka panjang secara signifikan.

Sementara itu, adanya kesepakatan antara

Pemerintah dengan perusahaan tambang

utama di Papua dalam hal keberlanjutan

usaha jangka panjang diperkirakan akan

semakin meningkatkan aktivitas investasi

pada periode mendatang. Sebagaimana

disebutkan dalam rilis perusahaan tersebut,

pemerintah dan induk perusahaan telah

menjalin komunikasi intensif terkait

keberadaan jangka panjang kegiatan

operasionalnya. Pada Oktober 2015 lalu

Pemerintah dan perusahaan pertambangan

utama di Papua sepakat untuk meneruskan

pembangunan pertambangan bawah tanah

di Kabupaten Mimika yang akan menyerap

investasi jangka panjang mencapai USD18

milyar. Namun realisasi investasi akan

ditentukan dengan proses perpanjangan

kontrak resmi jangka panjang.

Kinerja komponen Investasi di Papua

diperkirakan tetap tumbuh positif pada

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 6

triwulan berikutnya dengan angka year-on-

year (yoy) yang lebih tinggi. Hal ini

disebabkan akan berakhirnya tambang

terbuka dan dimulainya proses pemindahan

dari tambang terbuka ke tambang tertutup

yang membutuhkan investasi besar di tahun

2017.

1.1.3 Ekspor Netto

Komponen Ekspor Netto Papua pada

triwulan III 2016 tumbuh tinggi sebesar

168,55% (yoy). Tumbuhnya tingginya

Ekspor Netto ini merupakan dampak dari

perbaikan kinerja Pertambangan dan

Penggalian yang tumbuh tinggi di triwulan

laporan. Tumbuh positifnya Ekspor Netto

juga disebabkan oleh terkontraksinya ekspor

di triwulan laporan.

Kinerja Ekspor Luar Negeri Papua pada

triwulan III 2016 masih terkontraksi 3,05%

(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya

terkontraksi cukup dalam sebesar 39,25%

(yoy). Kinerja ekspor yang terkontraksi telah

terjadi dalam lima triwulan terakhir. Namun

demikian, secara triwulanan, kinerja ekspor

Papua pada triwulan ini tumbuh 83,9%

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja

komponen ini sangat erat kaitannya dengan

ekspor yang dilakukan oleh pelaku tambang

utama di Papua. Pada triwulan laporan, nilai

ekspor Papua tercatat meningkat sebesar

3,2% (yoy).

Sebagian besar ekspor Papua adalah

komoditas pertambangan, yaitu bijih

tembaga dan emas, pada triwulan laporan

sebagian besar disalurkan ke negara India

(35%), Tiongkok (24%), dan Jepang (16%).

Di sisi lain, komponen Impor Luar Negeri

yang pada triwulan sebelumnya tumbuh

32,62% (yoy), pada triwulan III 2016

terkontraksi 13,14% (yoy). Pergerakan

tersebut konsisten dengan pergerakan nilai

impor menurut data Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai yang juga terkontraksi sebesar

18,9% (yoy) pada triwulan laporan.

Grafik 1.8 Perkembangan Ekspor

-120

-70

-20

30

80

130

180

-800

-600

-400

-200

0

200

400

600

800

1.000

1.200

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Nilai ekspor nonmigas Nilai ekspor pertambangan

Pertumbuhan ekspor tambang [sk. kanan]

USD juta % yoy

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

Grafik 1.9 Pangsa Ekspor Triwulan III 2016

2%12%

35%

16%

23%

12%

Lain-lain

Filipina

India

Jepang

RRT

Arab Saudi

Korea Selatan

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

Grafik 1.10 Impor Provinsi Papua

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

800

-25

25

75

125

175

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Impor NonmigasImpor Barang Modal dan AntaraPertumbuhan Nonmigas [sk. kanan]

USD juta % yoy

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 7

Perlu diketahui bahwa komponen impor

barang modal dan barang antara memiliki

porsi besar dalam struktur impor Provinsi

Papua, yaitu mencapai 98%. Kelompok

barang tersebut sebagian besar terkait

dengan kegiatan operasional dan investasi di

sektor pertambangan. Oleh karena itu,

fluktuasi Impor Luar Negeri juga ditentukan

oleh kinerja pelaku usaha pertambangan.

Dilihat dari negara asal, impor Papua pada

triwulan III 2016 didominasi oleh negara

Australia (39,95%) dan Amerika Serikat

(22,63%).

Terkait perdagangan antardaerah, pada

triwulan laporan Papua mencatatkan posisi

ekspor neto sebesar Rp 2,73 triliun . Sebagai

informasi, perdagangan keluar daerah Papua

sebagian besar juga ditopang oleh sektor

tambang sehingga fluktuasi perdagangan

antara daerah sangat dipengaruhi oleh

kinerja sektor pertambangan.

Pada triwulan IV 2016, secara year-on-year

komponen Ekspor Luar Negeri diperkirakan

akan mengalami peningkatan signifikan

dibandingkan triwulan laporan. Hal ini

disebabkan pelaku tambang utama di Papua

diperkirakan akan menggenjot ekspor untuk

memenuhi kuota ekspor yang tersisa karena

izin ekspor akan selesai pada awal Januari

2017 dan izin perpanjangan ekspor belum

dapat dipastikan. Secara keseluruhan,

komponen Net Ekspor diperkirakan lebih

tinggi dibandingkan triwulan yang sama

tahun lalu.

Grafik 1.11 Pangsa Impor Triwulan III 2016

39,95%

4,83%22,63%

10,16%

18,09%

Australia

Swedia

Amerika Serikat

Singapura

Jepang

Lainnyasumber: Ditjen Bea dan Cukai

sumber: BPS, diolah

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha

2012 2013 2014 2015

Total Total Total Total I II IIIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,18 6,04 5,79 6,73 4,13 5,17 0,03

Pertambangan dan Penggalian (6,41) 9,00 (2,67) 7,77 (11,65) (22,18) 42,25

Konstruksi 13,99 11,79 8,56 10,70 4,06 6,33 10,69

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,84 9,36 7,30 8,25 2,32 6,66 9,26

Transportasi dan Pergudangan 8,74 8,15 10,26 9,53 4,03 7,28 8,23

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,36 2,80 15,96 11,03 13,51 10,44 8,51

Kategori Lapangan Usaha Lainnya 8,12 9,84 8,19 5,53 5,92 6,75 5,60

Produk Domestik Regional Bruto 1,72 8,55 3,81 7,97 (1,18) (5,91) 20,65

Kategori Lapangan Usaha2016

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 8

1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha

Berdasarkan kategori lapangan usaha,

pertumbuhan tertinggi pada triwulan

laporan dicatat Pertambangan

dan Penggalian sangat tinggi

sebesar 42,25% (yoy). Selanjutnya,

pertumbuhan triwulan III 2016 juga

didorong oleh akselerasi pertumbuhan pada

dan Eceran, dan Reparasi Mobil Sepeda

-masing sebesar 10,69% (yoy)

dan 9,26% (yoy).

1.2.1 Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan

Kinerja lapangan usaha kategori ini pada

triwulan III 2016 relatif stabil dibandingkan

triwulan yang sama tahun lalu, yaitu sebesar

0,03% (yoy). Pertumbuhan ini melambat

dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang

tumbuh 3,75%(yoy). Data produksi tanaman

pangan 2015 menunjukkan bahwa produksi

padi, jagung dan kedelai mengalami

penurunan, termasuk penurunan dalam luas

lahan yang dipanen. Penurunan terjadi

karena pengaruh El Nino pada 2015.

Pertumbuhan yang relatif rendah di sektor

terlihat dari pertumbuhan kredit di sektor

pertanian pada triwulan III 2016 yang

mengalami kontraksi 20,1% (yoy). Pengaruh

dari kontraksi kredit di sektor pertanian

disebabkan oleh outlook usaha pertanian

yang masih dibayangi sentimen negatif

karena efek lanjutan El Nino sehingga

menyebabkan perkiraan risiko yang cukup

besar bagi perbankan. Meskipun tantangan

anomali cuaca masih tetap ada di triwulan IV

2016, tetapi optimisme terhadap perbaikan

kinerja sektor pertanian masih tetap terbuka

apabila langkah antisipasi lebih awal dapat

dilakukan dengan tepat.

Bank Indonesia memperkirakan sektor ini

akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan

Grafik 1.13 Produksi Tanaman Pangan yang Dominan di Provinsi Papua

0

2

4

6

8

10

12

14

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

2012 2013 2014 2015

Luas Panen Padi

Luas Panen Ubi Jalar

Produktivitas Padi [sk. kanan]

Produktivitas Ubi Jalar [sk. kanan]

ha ton/ha

sumber: BPS

Grafik 1.12 Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha

-10

-5

0

5

10

15

20

25

(8.000)

(3.000)

2.000

7.000

12.000

17.000

22.000

27.000

32.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Lainnya Adm. Pemerintahan dan Jaminan Sosial

Transportasi dan Pergudangan Perdagangan dan Reparasi

Konstruksi Pertambangan dan Penggalian

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertumbuhan Ekonomi [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: BPS

Grafik 1.14 Kredit Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

0

200

400

600

800

1000

1200

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit Sektor Pertanian

Pertumbuhan [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: Laporan Bank

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 9

triwulan sebelumnya (yoy). Faktor penyebab

pertumbuhan yang terakselerasi adalah telah

hilangnya efek El Nino dan masuknya musim

tanam pada triwulan berjalan.

1.2.2 Pertambangan dan

Penggalian

Sebagai kategori dominan dalam struktur

ekonomi Papua, fluktuasi sektor ini menjadi

faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi

Papua secara keseluruhan. Setelah pada dua

triwulan sebelumnya terkontraksi cukup

dalam, yaitu sebesar 9,51% dan 20,71%

(yoy), pada triwulan laporan kinerja sektor ini

naik secara signifikan dengan tumbuh

sebesar 42,25% (yoy).

Pertumbuhan sektor ini sejalan dengan

kinerja produksi perusahaan tambang utama

di Papua yang pada triwulan III 2016

produksi tembaga tumbuh 67,19% (yoy)

dan produksi emas tumbuh 10,66% (yoy).

Tingginya pertumbuhan sektor

triwulan ini dikarenakan telah selesainya

perbaikan terhadap mesin produksi pelaku

tambang terbesar di Papua sehingga dapat

berproduksi secara maksimal. Pelaku

tambang juga akan memaksimalkan kuota

ekspor yang telah didapatkan untuk

mendorong produksi dengan kapasitas

penuh.

Walaupun pada triwulan ini tumbuh tinggi,

namun dalam jangka menengah kinerja

sektor ini diperkirakan masih akan tertahan.

Hasil asesmen Bank Indonesia

menyimpulkan terdapat setidaknya 3 faktor

yang menahan kinerja Pertambangan dan

Penggalian tersebut. Ketiga faktor dimaksud

adalah kondisi pasar komoditas

internasional, prospek tembaga dan emas

dalam jangka panjang, serta regulasi

domestik. Secara eksternal, pasar komoditas

tembaga dan emas berada dalam kondisi

yang kurang baik, tercermin dari harga

kedua komoditas tersebut yang masih

Grafik 1.15 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas

-100

-50

0

50

100

150

200

-240

-140

-40

60

160

260

360

460

560

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Produksi Konsentrat Tembaga (Cu)Produksi Konsentrat Emas (Au)Pertumbuhan Tembaga [sk. kanan]Pertumbuhan Emas [sk. kanan]

Cu: juta poundAu: ribu ounce

% yoy

sumber: FCX Quarterly Reports

Grafik 1.16 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

400

-150

-50

50

150

250

350

450

550

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Penjualan Konsentrat Tembaga (Cu)Penjualan Konsentrat Emas (Au)Pertumbuhan Cu [sk. kanan]Pertumbuhan Au [sk. kanan]

Cu: juta poundAu: ribu ounce

% yoy

sumber: FCX Quarterly Reports

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 10

berada pada level bawah. Permintaan dari

negara utama konsumen komoditas tersebut

relatif lemah. Pertumbuhan ekonomi

Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang sering

menjadi indikator utama permintaan

tembaga dunia juga masih mengindikasikan

sinyal pelemahan.

Kendati demikian, dalam jangka panjang

asemen memperkirakan sektor ini akan

meningkat kinerjanya. Bertambahnya

kapasitas produksi dengan beroperasinya

tambang bawah tanah membuat

perusahaan tetap akan meningkatkan

produksinya. Sebagaimana rilis resmi

perusahaan triwulan III 2016, target

penjualan perusahaan pada tahun 2016

meningkat hampir dua kali lipat

dibandingkan penjualan tahun 2015.

Tracking yang dilakukan oleh Bank Indonesia

memperkirakan bahwa pada triwulan IV

2016 secara perhitungan year on year sektor

ini akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan

triwulan laporan. Hal ini disebabkan pelaku

tambang utama di Papua akan

memaksimalkan kuota ekspor yang berakhir

pada 11 Januari 2017 sehingga akan

menggenjot produksi. Selain itu berdasarkan

rilis resmi perusahaan tambang utama

tersebut, pada triwulan IV 2016 dan 2017

diperkirakan perusahaan akan mendapatkan

kualitas konsentrat tembaga yang lebih baik

yang berharga lebih tinggi dibandingkan

sebelumnya.

1.2.3 Konstruksi

Kinerja kategori Konstruksi telah

terakselerasi dari 6,33% (yoy) pada triwulan

lalu menjadi 10,69% (yoy) pada triwulan III

2016. Akselerasi pertumbuhan pada sektor

konstruksi ini mengindikasikan bahwa

realisasi proyek-proyek pemerintah dan

proyek swasta pada triwulan laporan

semakin meningkat. Pertumbuhan sektor

konstruksi pada triwulan selanjutnya 2016

diperkirakan juga akan meningkat seiring

dengan dimulainya proyek-proyek Grafik 1.17 Penjualan Semen di Provinsi Papua

-50

-30

-10

10

30

50

70

90

(100)

(50)

-

50

100

150

200

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Penjualan SemenPertumbuhan [sk. kanan]

sumber: Asosiasi Semen Indonesia

ribu sak %, yoy

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 11

pembangunan infrastruktur di Papua,

terutama proyek jalan Trans Papua,

perbaikan Bandara dan Pelabuhan, serta

proyek-proyek infrastruktur pendukung PON

2020. Berlanjutnya proses pembangunan

infrastruktur dan sarana pendukung jangka

panjang pertambangan juga diperkirakan

akan berkontribusi positif atas pertumbuhan

Konstruksi di Papua.

Tingginya pertumbuhan sektor konstruksi

juga terkonfirmasi dengan data penyaluran

kredit konstruksi triwulan laporan yang

tumbuh tinggi sebesar 47,98% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang hanya 0,46% (yoy).

Asesmen Bank Indonesia memperkirakan

sektor Konstruksi akan terakselerasi lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya,

seiring dengan pembayaran proyek-proyek

pemerintah yang hampir selesai dan masih

berlanjutnya pembangunan yang dilakukan

oleh swasta di Papua.

1.2.4 Perdagangan Besar dan

Eceran, Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor

Nilai tambah yang dihasilkan oleh kategori

pada triwulan

laporan mencapai 9,26% (yoy), tumbuh

signifikan dibandingkan triwulan lalu yang

tumbuh 6,76% (yoy). Walaupun hasil Survei

Konsumen yang dilakukan oleh Bank

Indonesia menunjukkan tren pembelian

durable goods menurun pada triwulan III

2016, namun data pendaftaran kendaraan

baru pada triwulan laporan menunjukkan

sebaliknya. Pertumbuhan pendaftaran

kendaraan baru baik roda empat maupun

roda dua pada triwulan laporan tercatat

meningkat dibandingkan triwulan lalu,

namun tetap tumbuh positif. Apabila pada

triwulan II 2016 pertumbuhan kendaraan

roda 2 dan roda 4 tumbuh hanya 7,2% (yoy),

pada triwulan laporan pendaftaran

Grafik 1.18 Kredit Sektor Konstruksi di Papua

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

-2.000

-1.500

-1.000

-500

0

500

1.000

1.500

2.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit KonstruksiPertumbuhan [sk. kanan]

sumber: Laporan Bank

Rp miliar % yoy

Grafik 1.19 Pendaftaran Kendaraan Baru

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

-15.000

-10.000

-5.000

0

5.000

10.000

15.000

III IV I II III IV I II III

2015 2016

Jumlah Kendaraan BaruPertumbuhan [sk. kanan]

%, yoyunit

sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Papua

Grafik 1.20 Pembelian Durable Goods

0

20

40

60

80

100

120

140

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9

2014 2015 2016

Pembelian Durable Goods

Garis 100

Optimistis

Pesimistis

sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 12

kendaraan baru tumbuh sebesar 14,2%

dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dalam triwulan selanjutnya, pertumbuhan

sektor ini diperkirakan akan melambat

walaupun terdapat event Hari Raya Natal

dan tahun baru. Perlambatan lebih

disebabkan karena tingginya pertumbuhan

pada triwulan IV 2015.

1.2.5 Administrasi Pemerintahan

,Pertahanan, dan Jaminan Sosial

Wajib

S

Pertahanan, dan Jaminan Sosial pada

triwulan laporan menunjukkan kinerja

perlambatan dengan angka sebesar 7,63%

(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang 12,33% (yoy).

Berdasarkan data realisasi belanja Pemda

provinsi, dapat dilihat bahwa secara

tahunan, tingkat pertumbuhan realisasi

triwulan III 2016 terkontraksi 1,77%

dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dalam dua tahun terakhir realisasi total

belanja pemerintah Provinsi Papua

menunjukkan perkembangan yang positif.

Asesmen Bank Indonesia memperkirakan

sektor ini akan tumbuh lebih tinggi

dibandingkan triwulan laporan, sejalan

dengan penggenjotan kinerja penyerapan

anggaran di lingkungan pemerintah daerah

di Papua.

Grafik 1.21 Perkembangan Realisasi Total Belanja Pemerintah Provinsi Papua

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

(3.000)

(1.000)

1.000

3.000

5.000

7.000

9.000

11.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Total Belanja PemdaprovPertumbuhan [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: DJPK dan BPKAD Provinsi Papua

Tabel 1.5 Perkembangan Sektor Lainnya

sumber: BPS (diolah)

Kategori Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015

Total Total Total Total Total I II IIIIndustri Pengolahan 5,32 1,93 2,13 8,72 3,77 7,18 1,31 5,07

Pengadaan Listrik, Gas 6,34 10,45 7,45 6,24 (4,15) 25,43 13,61 8,58

Pengadaan Air 3,29 4,63 6,53 6,25 3,99 3,70 3,77 2,59

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9,15 7,86 11,67 12,57 7,52 4,71 7,70 6,03

Informasi dan Komunikasi 10,66 10,23 12,79 6,63 5,19 5,43 1,57 2,16

Jasa Keuangan 10,83 7,85 13,89 7,26 2,63 3,53 16,22 (0,18)

Real Estate 13,10 10,01 11,67 8,09 5,86 7,31 7,19 8,30

Jasa Perusahaan 14,29 6,52 5,88 9,65 3,97 5,80 6,20 5,42

Jasa Pendidikan 10,64 9,62 9,75 8,15 7,24 6,30 11,45 10,26

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 12,29 8,76 9,29 9,36 8,36 5,91 11,80 10,35

Jasa lainnya 12,02 9,11 10,42 8,55 7,04 5,19 6,86 5,04

Total Lapangan Usaha Lainnya 10,61 8,12 9,84 8,19 5,53 5,92 6,75 5,60

2016

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 13

1.2.6 Kategori Lainnya

Pertumbuhan kategori - kategori lainnya

pada triwulan laporan secara umum

mengalami perlambatan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Namun

beberapa sektor seperti

mengalami

akselerasi pertumbuhan dibandingkan

triwulan sebelumnya.

Perlu mendapat perhatian bahwa kategori

jasa keuangan yang pada triwulan lalu

tumbuh 16,22% (yoy), pada triwulan

laporan terkontraksi sebesar 0,18% (yoy).

Pembahasan lebih lanjut atas kinerja

kategori ini dapat dilihat pada Bab 4 Kajian

ini.

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 14

2 KEUANGAN

PEMERINTAH

erkembangan kinerja keuangan Pemerintah Pusat di lingkup Provinsi Papua pada

triwulan III 2016 menunjukkan perkembangan yang positif dibandingkan periode

yang sama tahun lalu. Sementara kinerja APBD Pemerantah Daerah Provinsi

(Pemdaprov) Papua pada triwulan laporan sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III

2015. Pagu APBD 2016 mengalami kenaikan dibanding 2015, sementara pagu APBN

2016 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

2.1 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua

Pagu APBN di lingkup pemerintahan Provinsi

Papua pada 2016 mengalami penurunan

11,1% dibandingkan dengan 2015. Secara

alokasi, Belanja Modal mengalami

penurunan 25,1% dari Rp8,36 triliun di

2015 menjadi Rp6,27 triliun pada 2016.

Untuk Belanja Barang, terjadi peningkatan

anggaran dari Rp3,46 triliun pada 2015

menjadi Rp3,74 triliun pada 2016, naik

7,9%. Sementara itu, untuk meningkatkan

kesejahteraan aparatur, Belanja Pegawai

meningkat 6,5% (yoy) dari Rp3,22 triliun

menjadi 3,42 triliun pada tahun ini.

Apabila diuraikan menurut Kementerian dan

Lembaga Negara, Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)

mendapatkan pagu terbesar (39,92%) dari

seluruh alokasi APBN di lingkup Provinsi

Papua. Hal ini sejalan dengan alokasi belanja

modal khusus terkait infrastruktur yang

menjadi kewenangan Pemerintah (pusat)

yang juga memperoleh porsi besar dalam

pembangunan infrastruktur di Papua.

Kementerian yang juga memperoleh alokasi

signifikan adalah Kementerian Perhubungan

(15,47%), Kementerian Pertahanan

(11,46%), dan Kepolisian RI (8,92%).

Tingginya anggaran yang dialokasikan untuk

Kementerian Perhubungan karena terdapat

berbagai proyek pembangunan infrastruktur

perhubungan (bandara, pelabuhan) di Papua

P

Grafik 2.1 Perkembangan Pagu APBN di Lingkup

Provinsi Papua

3.216 3.424

3.464 3.739

8.362 6.264

209

34

Pagu 2015 Pagu 2016

Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos

Rp miliar

sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan

Grafik 2.2 Distribusi APBN menurut

Kementerian/Lembaga Negara Penerima Terbesar

di Lingkup Provinsi Papua

39,92%

15,47%

11,46%

8,92%

24,23%

Kemen. PUPR Kemen. Perhubungan Kemen. Pertahanan Kepolisian RI Lainnya

sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan

Grafik 2.3 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi

Papua

2.320 2.493

1.320 1.812

2.752

3.181

70

8

2015-09 2016-09Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos

Rp miliar

sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 15

yang menjadi kewenangan Pemerintah

Pusat.

Realisasi APBN pada triwulan III 2016 di

lingkup pemerintahan Provinsi Papua

meningkat signifikan dibandingkan periode

yang sama tahun lalu. Bila pada triwulan III

2015 penyerapannya baru mencapai 42,4%,

pada triwulan ini penyerapan APBN lebih

baik yaitu sebesar 55,3%. Hal ini sejalan

dengan pertumbuhan sektor pemerintahan

dalam komponen PDRB. Yang perlu menjadi

perhatian bahwa walaupun penyerapan

anggaran pada triwulan III 2016 ini lebih baik

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, namun masih terdapat 44,7%

anggaran harus diserap di triwulan IV 2016.

Penyerapan Belanja Modal pada triwulan III

2016 sebesar 50,8%, meningkat signifikan

dibandingkan triwulan II 2015 yang hanya

32,9%. Kenaikan penyerapan Belanja Modal

ini mengindikasikan bahwa kemajuan

pembangunan proyek-proyek infrastruktur

yang didanai oleh APBN sudah berjalan.

Berdasarkan alokasi, Kementerian PUPR dan

Kementerian Perhubungan adalah penerima

alokasi terbesar untuk jenis belanja ini.

Sementara itu, realisasi Belanja Barang

sampai triwulan III 2016 mencapai 48,5%,

lebih tinggi dari periode yang sama tahun

lalu (38,1%). Sedangkan Belanja Pegawai

yang merupakan pengeluaran rutin untuk

pembayaran gaji pegawai pada triwulan II

2016 mencapai 72,8% dari pagu, stabil

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya yang sebesar 72,1%. Distribusi

anggaran Belanja Pegawai di lingkup Provinsi

Papua paling besar dialokasikan untuk

Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI,

sesuai dengan banyaknya jumlah aparatur di

kedua lembaga tersebut.

2.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua

Dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya, kinerja realisasi APBD

Grafik 2.4 Distribusi Pagu Belanja Pegawai

menurut Kementerian/Lembaga Negara

Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua

46,15%

22,51%

6,98%

4,59%

19,77%

Kemen Pertahanan Kepolisian RI Kemen AgamaKemen Perhubungan Lainnya

sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan

Grafik 2.5 Distribusi Pagu Belanja Modal

menurut Kementerian/Lembaga Negara

Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua

72,17%

19,72%

1,54%

Kemen PUPR Kemen Perhubungan Lainnya

sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan

Grafik 2.6 Perkembangan Pagu Pendapatan

Pemdaprov Papua Menurut Jenis

882 1.161

3.457 3.962

7.648 7.955

Pagu 2015 Pagu 2016

PAD Dana Perimbangan Lain-lain Penda yang Sah

Rp miliar

sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Pendapatan

Pemdaprov Papua

76

2.1

51

2.6

04

.84

8

7.1

22

.11

1

60

9.4

75

2.1

78

.63

3

5.4

26

.36

3

1.1

61

.34

3

3.9

61

.89

0

7.9

55

.28

6

52

8.0

12

2.8

72

.60

2

5.5

11

.90

2

PAD Dana Perimbangan Lain-lain Penda yang Sah

2015 Pagu 2015 Realisasi Tw. II

2016 Pagu 2016 Realisasi Tw. II

sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

Rp miliar

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 16

Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov)

Papua pada triwulan III 2016 mengalami

penurunan, khususnya dari sisi pendapatan.

Sementara, di sisi pengeluaran sedikit

menurun dibandingkan periode yang sama

tahun lalu.

2.2.1 Realisasi Pendapatan

Pemerintah Provinsi Papua

Pagu pendapatan APBD Pemdaprov Papua

2016 mencapai Rp 13,08 Triliun. Sumber

terbesar berasal dari Lain-lain Pendapatan

Daerah yang Sah

Khusus. Pagu anggaran Dana Otonomi

Khusus pada 2016 mencapai Rp 5,4 Triliun

atau 43,3% dari total pendapatan APBD

Provinsi Papua.

Realisasi pendapatan Pemdaprov Papua

pada triwulan III 2016 mencapai 68,1% dari

target, lebih rendah dibandingkan periode

yang sama tahun lalu yang mencapai

78,3%. Hal ini dikarenakan kenaikan

signifikan dari pagu APBD.

Realisasi pos Lain-lain Pendapatan Daerah

mencapai Rp2,26 triliun pada triwulan ini

(32,2% dari pagu). Sementara pos sumber

pendapatan dari Dana Perimbangan,

realisasi mencapai 2,12 triliun atau mencapai

49,3% dari pagu. Dari pos Pendapatan Asli

Daerah (PAD), realisasi triwulan ini mencapai

443 miliar (40,4% dari pagu) .

Untuk komponen PAD, penyumbang

terbesarnya adalah Pajak Daerah. Porsi pos-

pos lainnya relatif tidak signifikan

dibandingkan dengan Pajak Daerah. Dari

total Rp443,9 miliar PAD yang terkumpul

sampai triwulan II 2016 ini, Rp 224,0 miliar

disumbangkan oleh Pajak Daerah.

Sementara itu, pada realisasi Dana

Perimbangan, pos Dana Alokasi Umum

(DAU) adalah yang terbesar. Dari total

realisasi dana perimbangan triwulan I 2016

(Rp2,12 triliun), sekitar 67,3% merupakan

komponen DAU (Rp1,43 triliun).

Grafik 2.8 Perkembangan Realisasi PAD

Pemdaprov Papua

65

9

60

16

14

7

40

1

32

16

15

8

87

9

83

53

14

6

33

9

40

53

97

Pajak Retribusi Hasil yang Dipisahkan Lain-lain PAD

2015 Pagu

2015 Realisasi Tw. III

Rp miliar

sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

Grafik 2.9 Perkembangan Realisasi Dana

Perimbangan Pemdaprov Papua

71

9

2.2

78

46

0

50

3

1.7

08

25

3

93

4

2.5

02

52

561

0

2.0

85

17

7

DBH DAU DAK

2015 Pagu

2015 Realisasi Tw. III

2016 Pagu

2016 Realisasi Tw. III

sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

Rp miliar

Grafik 2.10 Perkembangan Realisasi Lain-lain

Pendapatan Pemdaprov Papua

45

7

4.9

40

2.2

50

42

8

3.7

05

1.6

88

56

0

5.3

95

1.9

88

56

0

4.0

46

90

0

Dana Peny. dan BOS Dana Otsus Dana Tambahan Infr.

2015 Pagu2015 Realisasi Tw. III2016 Pagu2016 Realisasi Tw. III

Rp miliar

sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 17

2.2.2 Realisasi Belanja

Pemerintah Provinsi Papua

Pagu belanja Pemdaprov Papua mencapai

Rp12,9 triliun. Secara nominal, anggaran

belanja Pemdaprov Papua mengalami

penurunan 2,4% dari anggaran belanja

Belanja

Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/

/Pemerintah Kampung dan Partai Politik

yang mencapai 34,8%. Sementara pos

Belanja Barang dan Jasa mencapai 21,2%

dari Pagu.

Sejalan dengan sisi pendapatan, penyerapan

anggaran belanja APBD Pemdaprov Papua

pada triwulan laporan juga lebih rendah

dibandingkan realisasi belanja triwulan III

2015. Sampai triwulan III 2016, total

realisasi anggaran belanja Pemdaprov

sebesar 49,1%, lebih rendah dibandingkan

realisasi triwulan III 2015 yang sebesar

51,1%.

Dilihat dari pos pengeluaran, realiasi pos

Belanja Modal menurun dari 31,2% (Rp990

miliar) pada triwulan III 2015 menjadi 27,3%

(Rp806) miliar di triwulan laporan.

Rendahnya persentase penyerapan pos

Belanja Modal ini perlu mendapat perhatian

karena pemerintah harus bekerja keras

untuk menyerap 72,7% anggaran pos ini

pada triwulan IV 2016. Walaupun demikian,

berdasarkan pola historis realisasi pos ini

seringkali rendah sampai triwulan III karena

pembangunan proyek-proyek pemerintah

biasanya baru selesai dan memasuki masa

pembayaran pada triwulan IV.

Penyerapan anggaran yang masih rendah

lain adalah

Pada triwulan III 2016, pos ini baru terserap

33,0%, lebih rendah dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya yang

mencapai 35,9%.

Grafik 2.11 Perkembangan Pagu Belanja

Pemdaprov Papua Menurut Jenis

1.221 1.344100 154

2.730 2.890

3.169 2.954

6.049 6.272

2015 2016

Belanja Lainnya

Belanja Modal

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Pegawai

sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

Grafik 2.12 Perkembangan Realisasi Belanja

Pemdaprov Papua

1.2

21

10

0

2.7

30

3.1

69

6.0

49

63

1

73

97

9

99

0

4.1

12

1.3

44

15

4

2.8

90

2.9

54

6.2

72

72

5

79

95

4

80

6

4.1

15

Pegawai Bantuan Sosial Barang & Jasa Modal Lainnya

2015 Pagu2015 Realisasi Tw. III2016 Pagu2016 Realisasi Tw. III

sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

Rp miliar

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 18

Di sisi lain, realisasi

Keuangan kepada Kabupaten/ Pemerintah

Kampung dan Partai Politik pada triwulan

laporan telah mencapai 66,8% dari pagu

atau sebesar Rp3,16 triliun. Kenaikan ini

sejalan dengan komitmen pemdaprov

Papua yang lebih mempercayakan proses

pembangunan di daerah kepada pemda

kabupaten/kota sehingga sebagian besar

dana pembangunan yang berasal dari dana

otsus ditransfer ke kabupaten/ kota.

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 19

Boks 1 DAMPAK PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP

PEREKONOMIAN PAPUA

Pada 16 Agustus 2016, pemerintah pusat

melalui Kementerian Keuangan menetapkan

peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor

125/PMK.07/2016 tentang Penundaan

Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum

(DAU) Tahun Anggaran 2016. Terdapat tiga

kriteria yang digunakan dalam penentuan

daerah, yaitu (1) kapasitas fiskal, (2)

kebutuhan belanja, dan (3) prediksi posisi

saldo kas daerah pada akhir 2016. Peraturan

tersebut dikenakan di 169 daerah yang

terdiri dari 26 provinsi dan 143

kota/kabupaten, dimana di Papua terdapat 4

kabupaten yang terkena penundaan

pencairan DAU tersebut, yaitu Kab.

Merauke, Kab. Mimika, Kab. Pegunungan

Bintang dan Kab. Boven Digoel.

Pangsa nilai penundaan DAU dari keempat

kabupaten tersebut secara total tercatat

sebesar 15% dari total pagu DAU 2016 di

kabupaten tersebut. Sementara itu,

dibandingkan dengan pagu belanja 2016,

pangsa penundaan DAU di keempat

kabupaten tersebut mencapai 6,7%.

Berdasarkan beberapa informasi anekdotal

yang diperoleh, terdapat beberapa hal yang

berpotensi menjadi dampak penundaan

penyaluran DAU di daerah, yaitu (1)

rasionalisasi/penghematan belanja

pemerintah daerah, (2) penggunaan Sisa

Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) untuk

memenuhi kebutuhan biaya di daerah, dan

(3) optimalisasi sumber-sumber pendapatan

lain yang dimiliki dan menjadi kewenangan

oleh daerah.

Lebih lanjut, penghematan belanja

pemerintah pada akhirnya berpotensi

mempengaruhi perekonomian, terutama

Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov.

Papua, diolah

Grafik B1.1 Persentase Pangsa Penundaan DAU

terhadap Pagu

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 20

melalui komponen konsumsi pemerintah

dari sisi permintaan. Hasil asesmen Bank

Indonesia menunjukkan bahwa dampak

penundaan penyaluran DAU berpotensi

memberikan pengaruh

negatif/menyebabkan penurunan

perekonomian, namun tidak signifikan.

Dengan menggunakan asumsi pangsa

penundaan DAU sebesar 15% terhadap

pagu DAU dan melakukan konversi APBD

keempat kabupaten ke dalam PDRB Provinsi,

maka diperoleh hasil bahwa penundaan

DAU tersebut hanya memberikan pengaruh

sebesar 0,05% dalam perekonomian Papua.

Relatif kecilnya pengaruh penundaan DAU

tersebut juga terlihat dari pola realisasi

belanja pemerintah yang tidak mengalami

perubahan signifikan dibandingkan tahun

anggaran sebelumnya.

Grafik B1.2 Dampak Penundaan

Grafik B1.3 Realisasi Penyerapan

Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov.

Papua, diolah

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 21

3 PERKEMBANGAN INFLASI

DAERAH

nflasi di Provinsi Papua1 pada triwulan III 2016 sebesar 4,72% (yoy), mengalami

penurunan dari triwulan lalu yang sebesar 5,23% (yoy). Penurunan inflasi ini

disebabkan oleh komponen volatile food dan administered prices yang semakin

terkendali. Sementara inflasi pada komponen inti (core inflation) mengalami peningkatan.

Ke depan, inflasi di Papua diperkirakan terjaga sesuai target nasional yaitu sebesar 4±1%.

3.1 Inflasi Umum

Kenaikan tingkat harga agregat (inflasi) di

Provinsi Papua pada triwulan III 2016

semakin terkendali atau melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi di

Papua pada triwulan III 2016 sebesar 4,72%

(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II

2016 yang sebesar 5,23% (yoy), namun lebih

tinggi dari inflasi nasional yang sebesar

3,07% (yoy). Tingginya inflasi Papua pada

triwulan laporan disebabkan oleh tingginya

permintaan (demand pull) terhadap bahan

makanan kelompok bergejolak (volatile food)

dan komoditas harga diatur pemerintah

(administered prices). Hal yang perlu

diperhatikan adalah semakin tingginya gap

antara inflasi Papua dan inflasi nasional

dalam 2 triwulan terakhir.

Bila dilihat secara bulanan, pada bulan Juli

2016 terjadi deflasi yang cukup dalam yaitu

sebesar 0,84%. Hal ini terjadi karena inflasi

yang signifikan pada bulan Juni (1,61%,

mtm) disumbang oleh tarif angkutan udara

kembali ke harga normal di bulan Juli 2016

sehingga menyebabkan deflasi. Selanjutnya,

inflasi bulanan di bulan Agustus cukup

rendah yaitu sebesar 0,05%. Pada bulan

September, inflasi Papua kembali naik ke

level menengah yaitu sebesar 0,48% (mtm)

yang disebabkan oleh adanya libur panjang

dan Hari Raya Idul Adha di awal bulan

September yang menyebabkan kenaikan

signifikan pada komponen tarif angkutan

udara.

I

1Inflasi Papua dihitung dengan menggunakan metode rerata tertimbang berdasarkan bobot kota dari inflasi

Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kota Jayapura (0,45) dan Kabupaten Merauke (0,16).

Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Papua

Nasional

sumber: BPS, diolah

Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012

2013 2014

2015 2016

Rerata 2011-2016

% mtm

sumber: BPS, diolah

Grafik 3.3 Event Analysis Inflasi

-1

-1

0

1

1

2

2

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015 2016

yoymtm [skala kanan]

BBMs turun

BBMs naik

sumber: BPS, diolah

Ramadhan

Pasca-Lebaran

% % Natal Ramadhan

Pasca-Lebaran

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 22

Pada triwulan III 2016, kompilasi rilis Inflasi

BPS di dua kota IHK di Papua (Kota Jayapura

dan Merauke) menunjukkan bahwa pada

bulan Juli 2016 Kota Jayapura mengalami

deflasi yang dalam sebesar 1,10%(mtm).

Sementara Merauke pada bulan yang sama

juga mengalami deflasi 0,09%(mtm), tidak

sedalam Kota Jayapura. Sementara di bulan

Agustus 2016, Merauke mengalami inflasi

bulanan yang cukup tinggi yaitu 0,69%

(mtm), berbanding terbalik dengan Kota

Jayapura yang justru mengalami deflasi

0,18% (mtm). Pada bulan September 2016,

Kota Jayapura tercatat mengalami inflasi

sebesar 0,55% (mtm) dan Merauke inflasi

0,27% (mtm).

Hal yang perlu mendapat perhatian bahwa

pergerakan inflasi daerah di kedua kota

tersebut seringkali berbeda secara arah.

Kondisi tersebut mengkonfirmasi adanya

kesenjangan struktur ekonomi dan tata

niaga dalam wilayah Provinsi Papua.

Asesmen Bank Indonesia menyimpulkan

bahwa minimnya infrastruktur konektivitas

antardaerah di Papua menjadi faktor utama

penyebab masalah disparitas ini.

3.2 Komponen Inflasi

Sejalan dengan ekspektasi inflasi masyarakat yang cenderung naik, tekanan komponen

inti (core inflation) mengalami kenaikan pada triwulan III 2016 yang mencapai 4,00 %

(yoy), naik cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya (3,24%, yoy). Komponen

volatile food terlihat masih berada pada tingkat inflasi yang tinggi, yaitu dari 8,49% (yoy)

pada triwulan sebelumnya menjadi 8,13% (yoy) pada triwulan III 2016. Sementara

komponen harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices) mengalami

penurunan dari 8,07% (yoy) triwulan lalu, menjadi 5,76% (yoy) pada triwulan III 2016.

Tingginya inflasi pada kelompok volatile food dan administered prices memicu inflasi

Papua mencapai level 4,72% (yoy).

Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Bulanan

Menurut Daerah

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015 2016

Papua Jayapura Meraukesumber: BPS

%, mtm

Tabel 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen

sumber: BPS, diolah

III IV I II III IV I II III

Core Inflation 4,67 5,10 5,39 5,72 4,60 3,64 3,24 3,24 4,00

Volatile Food 2,82 12,14 5,95 10,45 12,02 3,26 4,98 8,49 8,13

Administered Prices 7,16 18,24 12,82 14,49 9,78 3,27 4,59 8,07 5,76

Headline Inflation 4,51 9,12 6,85 8,20 7,07 3,57 3,76 5,23 4,72

20162015Disagregasi Komponen

2014

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

23

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Jika diuraikan berdasarkan kategori

komoditas pangan dan nonpangan,

komponen inflasi inti baik pangan dan

nonpangan bulan Agustus dan September

2016 berada pada level cukup tinggi (

0,42% dan 0,73%, mtm). Tingginya inflasi

yang terjadi pada komoditas pangan yang

mencapai 1,00% (mtm) pada bulan Agustus

2016 dan 2,55% pada September 2016

mengakibatnya inflasi inti tercatat pada level

4,00% (yoy) di triwulan laporan, lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

hanya 3,24% (yoy).

Dari sisi ekspektasi, inflasi yang diantisipasi

masyarakat sebagaimana yang ditunjukkan

oleh Survei Konsumen Bank Indonesia

menunjukkan tren kenaikan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Dengan demikian,

tekanan inflasi inti ke depannya diperkirakan

masih menguat.

Asesmen Bank Indonesia memperkirakan

pada triwulan IV 2016 tekanan inflasi inti

berada pada level moderat dengan

kecenderungan bias atas. Adanya Hari Raya

Natal dan Tahun Baru pada triwulan berjalan

menjadikan tekanan inflasi inti diperkirakan

menguat namun tetap dalam range yang

diantisipasi. Namun perlu diwaspadai adanya

imported inflation dari kawasan Jawa bila

ada komoditas bahan pokok yang

mengalami kenaikan dari Jawa, terutama

menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Grafik 3.5 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015 2016

Core Inflation

Volatile Food

Administered Pricessumber: BPS, diolah

% mtm

Grafik 3.6 Disagregasi Inflasi Bulanan

Komponen Core inflation

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015 2016

Core

Core Pangan

Core Nonpangan

sumber: BPS, diolah

% mtm

Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi Konsumen

80

100

120

140

160

180

200

3 6 9 12 3 6

2015 2016

Ekspektasi Inflasi 3 Bulan YAD

Ekspektasi Inflasi 6 Bulan YAD

Ekspektasi Inflasi 12 Bulan YADsumber: Survei Konsumen

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 24

Hal ini mengingat hampir semua kebutuhan

barang pokok Papua didatangkan dari luar

Papua.

Dari komponen administered prices,

kenaikan inflasi yang signifikan pada

triwulan ini disumbang oleh harga tiket

angkutan udara. Walaupun komponen ini

mengalami deflasi yang sangat dalam pada

bulan Juli 2016 sebagai dampak rebound

setelah bulan sebelumnya naik signifikan,

namun naiknya harga tiket angkutan udara

pada awal September 2016 seiring dengan

adanya long weekend dan Hari Raya Idul

Adha memicu inflasi administered prices ke

level 1,56% (mtm) pada bulan September

2016. Secara tahunan, inflasi administered

prices triwulan III 2016 mencapai 5,76%.

Masih seperti triwulan II dan III 2016 dimana

adminstered price menjadi salah satu

penyumbang utama inflasi di Papua, pada

triwulan selanjutnya komponen

administered prices diperkirakan juga masih

akan mempunyai andil besar dalam inflasi

Papua, terutama pada bulan Desember 2016

seiring dengan Hari Raya Natal dan tahun

baru.

Sementara itu, kelompok volatile food pada

bulan Juli September 2016 berturut-turut

mengalami deflasi yaitu sebesar 0,38%

(mtm), -1,01% (mtm) dan -0,99% (mtm).

Grafik 3.8

7,63

-6,19

2,90

10,62

24,49

-12,39

4,34

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015 2016

sumber: BPS, diolah

% mtm

Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile foods Berdasarkan Subkelompok

sumber: BPS, diolah

Komponen-Subkelompok

Inflasi

September

2015

Inflasi

Juni

2016

Inflasi

September

2016

Rerata

periode

Sep-15

Sep-16

Deviasi

Standar

Sep-15

Sep-16

Koefisien

Variasi

(%)

Volatile Food 2,35 0,81 (0,99) 0,67 1,76 264

Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 0,49 1,56 (0,07) 0,31 0,58 188

Daging dan Hasil-hasilnya 3,16 0,22 (0,52) 0,21 2,24 1.070

Ikan Segar (1,37) 1,95 (1,53) 1,05 3,23 307

Ikan Diawetkan 0,89 (0,17) (1,85) 0,96 3,50 366

Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 0,10 2,03 (0,88) 0,22 1,84 836

Sayur-sayuran 5,86 (1,92) (1,02) 0,11 4,96 4.341

Kacang-kacangan 0,26 0,25 0,57 0,52 0,76 147

Buah-buahan 5,24 4,95 1,96 0,61 3,48 568

Bumbu-bumbuan 16,67 (2,99) (3,57) 4,02 13,75 342

Lemak dan Minyak 2,83 0,59 (0,72) 0,11 1,25 1.131

Bahan Makanan Lainnya 4,52 1,43 - 0,31 1,72 559

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 25

Walaupun secara bulanan mengalami

deflasi, kelompok volatile food pada triwulan

III 2016 masih mengalami inflasi yang cukup

tinggi secara tahunan (8,13%, yoy).

Tingginya inflasi tahunan kelompok volatile

food namun terjadi deflasi secara bulanan

dalam tiga bulan terakhir mengindikasikan

bahwa harga-harga barang di kelompok ini

secara tahunan naik lebih tinggi

dibandingkan harga-harga tahun lalu.

Secara bulanan, nilainya lebih tinggi

Komoditas yang berfluktuasi paling tinggi1

-

-

Informasi mengenai volatile food tersebut

dapat dijadikan pertimbangan untuk

kebijakan pengendalian inflasi dalam rangka

menjaga keterjangkauan barang dan jasa di

daerah, sebagaimana yang diamanatkan

oleh Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor

027/1696/SJ Tahun 2013. Dengan informasi

tersebut, opsi kebijakan pengendalian harga

dapat difokuskan pada komoditas dari

subkelompok komoditas yang mempunyai

andil besar bagi inflasi.

Memasuki awal triwulan IV, tekanan inflasi

di Papua mengalami penurunan menjadi

4,40%(yoy). Salah satu faktor yang menjadi

penahan laju inflasi bulan Oktober 2016

adalah penurunan tarif angkutan udara, ikan

mujair dan cakalang, serta beberapa jenis

bumbu-bumbuan seperti bawang merah

dan bawang putih. Penurunan tarif

angkutan

Diperkirakan tekanan inflasi kelompok

komoditas volatile dan core di triwulan IV

2016 meningkat pada level moderat dengan

kemungkinan bias atas. Tingginya

permintaan menjelang Hari Raya Natal dan

Tahun Baru diperkirakan akan mendorong

harga-harga barang volatile food naik. Yang

perlu mendapat perhatian adalah tarif

2 Fluktuasi tertinggi dilihat dari nilai koefisien variasi

antara nilai deviasi standar dan reratanya.

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 26

angkutan udara yang diduga akan kembali

menjadi penyumbang inflasi terbesar pada

triwulan IV 2016.

3.3 Kelompok Komoditas

Dekomposisi atas kelompok komoditas

penyusunnya menunjukkan bahwa

pergerakan inflasi Papua pada triwulan

laporan disumbangan paling tinggi oleh

kelompok komoditas

nspor, Komunikasi, dan Jasa

. Sebagai informasi bahwa

kelompok menyumbang

bobot 26% dalam perhitungan inflasi

sehingga sedikit pergerakan harga dalam

kelompok tersebut menyebabkan fluktuasi

terhadap inflasi Papua.

Meningkatnya inflasi kelompok komoditas

yang masih tinggi pada triwulan ini, yaitu

sebesar 5,73% (yoy) disumbang oleh

kenaikan pada tiket angkutan udara.

Kelompok komoditas ini menyumbang

bobot 20% dalam perhitungan inflasi.

Pada triwulan III 2016, kenaikan harga

komposit komoditas Bahan Makanan

menurun dibandingkan triwulan lalu, yaitu

sebesar 6,84% (yoy) dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 8,36% (yoy).

Walaupun terlihat tinggi, namun angka

tersebut masih lebih rendah dibandingkan

rata-rata inflasi komoditas Bahan Makanan

dalam 2 tahun terakhir.

sumber: BPS

Tabel 3.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok

I II III IV I II III IV I II III

Bahan Makanan 14,12 9,02 3,52 11,56 6,27 10,48 11,67 4,34 4,78 8,36 6,84

Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 9,25 8,86 10,15 8,78 8,63 8,74 6,30 5,26 4,62 4,35 6,74

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 8,25 7,26 5,82 7,44 7,06 7,59 5,12 3,16 2,53 1,67 2,80

Sandang 4,63 4,95 3,88 4,02 4,37 4,73 3,21 3,91 2,43 3,14 3,05

Kesehatan 5,56 4,88 2,86 4,47 6,73 7,67 7,46 5,93 4,19 3,29 3,06

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,25 3,22 2,23 3,91 4,58 4,57 4,75 3,29 2,63 2,62 0,78

Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 8,93 6,32 1,78 11,43 7,29 8,48 6,20 0,50 4,20 8,66 5,73

UMUM 9,58 7,40 4,51 9,12 6,85 8,20 7,07 3,57 3,76 5,23 4,72

2016Kelompok Komoditas

2014 2015

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 27

harganya lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya. Kenaikan inflasi sub kelompok

ini yang pertama kali bila dilihat dalam lima

triwulan terakhir yang mempunyai tren

menurun.

Sementara itu untuk harga gabungan

kenaikan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perubahan indeksnya secara

tahunan naik dari 1,67% (yoy) menjadi

2,80% (yoy). Secara historis kelompok ini

merupakan indikator atas kebijakan

Pemerintah yang mengevaluasi harga BBM

bersubsidi setiap 3 bulan sekaligus respon

pertama atas kebijakan tersebut. Respon

terbesar lainnya apabila terjadi perubahan

harga BBM biasanya terjadi pada

subkelompok transportasi.

mengalami sedikit penurunan pada triwulan

ini menjadi 3,05% (yoy), lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang

sebesar 3,14% (yoy).

3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah

Secara umum, perkembangan harga barang

dan jasa di Provinsi Papua relatif terjaga pada

level rendah, walaupun dalam bulan terakhir

inflasi naik signifikan sebagaimana siklus

tahunan menjelang lebaran. Namun

berdasarkan proyeksi Bank Indonesia, inflasi

Papua sampai akhir 2016 dapat terjaga

dengan target inflasi nasional sebesar

4%±1%. Untuk menjaga inflasi pada level

yang diharapkan, maka diperlukan

peningkatan koordinasi pengendalian inflasi.

Salah satu cara meningkatkan dan

mengoptimalkan peran pemerintah dalam

menjaga inflasi daerah yaitu melalui Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 28

Sebagai informasi, hingga saat ini sudah

terbentuk 13 (tiga belas) Tim Pengendalian

Inflasi Daerah (TPID) di Papua, antara lain

TPID Pemerintah Provinsi Papua, TPID Kota

Jayapura, TPID Kabupaten Merauke, TPID

Kabupaten Nabire dan Kabupaten

Jayawijaya, TPID Kabupaten Jayapura, TPID

Kabupaten Digoyai, TPID Kabupaten Biak,

TPID Kabupaten Supriori, dan TPID

Kabupaten Intan Jaya serta TPID yang baru

terbentuk pada triwulan III 2016 yaitu TPID

Kabupaten Keerom, TPID Kabupaten Boven

Digoel, dan TPID Kabupaten Mimika.

Sementara di 17 kabupaten lainnya di Papua

belum terbentuk TPID.

Dengan melihat pentingnya koordinasi

dalam pengendalian inflasi, pemerintah

pusat menginstruksikan kepada seluruh

Kepala Daerah (Gubernur, Walikota, dan

Bupati) di wilayah Indonesia yang belum

memiliki TPID agar segera membentuk TPID.

Hal ini mengacu pada arahan Presiden dalam

Rakornas TPID VII pada Agustus 2016 dan

Instruksi Menteri Dalam Negeri No.

027/1696/SJ tanggal 2 April 2013 tentang

Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di

Daerah serta Instruksi Menteri Dalam Negeri

No.500/6414/SJ tanggal 19 September 2013

perihal Rencana Aksi Tindak Lanjut Paket

Kebijakan Stabilisasi dan Pertumbuhan

Ekonomi.

Berkenaan dengan hal tersebut, Bank

Indonesia akan berupaya semaksimal

mungkin untuk mengawal dan menginisiasi

pembentukan TPID di seluruh wilayah Papua.

Namun demikian, agar upaya tersebut dapat

terlaksana dengan baik, diperlukan

dukungan dari seluruh pengampu kebijakan,

khususnya Kepala Daerah untuk dapat

mempercepat dan memfasilitasi

pembentukan TPID di seluruh

kabupaten/kota di Papua sehingga harapan

untuk mencapai inflasi Papua yang

terkendali dapat terwujud dan pada akhirnya

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

masyarakat Papua.

1 Provinsi Papua

2 Kota Jayapura

3 Kabupaten Merauke

4 Kabupaten Jayawijaya

5 Kabupaten Nabire

6 Kabupaten Jayapura

7 Kabupaten Dogiyai

8 Kabupaten Biak Numfor

9 Kabupaten Supiori

10 Kabupaten Intan Jaya

11 Kabupaten Keerom

12 Kabupaten Boven Digoel

13 Kabupaten Mimika

No Provinsi/Kabupaten/Kota

Tabel 3.4 Daftar TPID yang telah

terbentuk di Papua

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 29

Selain melalui pembentukan TPID di seluruh

kabupaten/kota, upaya pengendalian inflasi

yang dapat dilakukan diantaranya (1)

percepatan realisasi kerjasama antar daerah

untuk memenuhi kebutuhan komoditas

strategis masyarakat Papua, (2)

mengoptimalkan peran BUMD dalam

pengendalian inflasi, khususnya dalam

melakukan kerjasama dengan daerah lain,

dan (3) percepatan pembangunan

infrastruktur pendukung pertanian dan

distribusi dalam upaya mengantisipasi

perubahan musim.

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 30

Boks 2 INISIASI KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM UPAYA PENGENDALIAN

INFLASI PAPUA

Inflasi yang terkendali dan stabil merupakan

salah satu prasyarat pertumbuhan ekonomi

yang berkesinambungan. Inflasi yang tinggi

dan tidak stabil memberikan dampak negatif

kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Pertama, inflasi yang tinggi akan

menyebabkan pendapatan riil masyarakat

akan terus turun sehingga standar hidup dari

masyarakat turun. Kedua, inflasi yang tidak

stabil akan menciptakan ketidakpastian

(uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam

mengambil keputusan. Pengalaman empiris

menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil

akan menyulitkan keputusan masyarakat

dalam melakukan konsumsi, investasi dan

produksi, yang pada akhirnya akan

menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan kondisi tersebut, untuk

mencapai inflasi yang rendah dan stabil,

maka diperlukan kerjasama dan koordinasi

lintas instansi bahkan lintas daerah dalam

pengendalian inflasi. Diharapkan dengan

adanya harmonisasi dan sinkronisasi

kebijakan tersebut, maka kesejahteraan

masyarakat dapat tercapai.

Berbagai data dan analisis menunjukkan

bahwa Provinsi Papua cenderung mengalami

fluktuasi inflasi dan memiliki level harga

komoditas yang relatif tinggi dibandingkan

dengan daerah lain di Indonesia. Kondisi

tersebut salah satunya disebabkan oleh

distribusi barang yang kurang optimal. Selain

itu, fakta bahwa Papua merupakan daerah

defisit produksi semakin memperberat

tekanan harga dan menyebabkan tingginya

ketergantungan terhadap daerah lain. Inflasi

Papua pada 2015 relatif terkendali di level

3,57% (yoy) yang terutama disebabkan oleh

pengaruh base effect dan bukan perbaikan

fundamental perekonomian karena inflasi

Grafik B2.1 Wilayah Pemasok Utama Komoditas Papua

Sumber: Riset Perdagangan Antar Wilayah di Papua (Bank

Indonesia : 2016)

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

31

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

secara bulanan masih relatif tinggi,

mencapai 1,82% (mtm) pada Desember

2015. Sementara, pada September 2016,

inflasi bulanan di Papua tercatat sebesar

0,48% (mtm), atau secara kumulatif (year to

date) mencapai 1,88%. Cabai merah

memberikan sumbangan inflasi yang

dominan pada September 2016, dengan

tingkat inflasi bulanan mencapai 28,14%

(mtm).

Hasil rapat TPID Provinsi Papua menyepakati

bahwa salah satu upaya jangka pendek yang

dapat dilakukan untuk mengurangi

tingginya level harga dan meredam fluktuasi

inflasi adalah melalui pola kerjasama antar

daerah, dimana berdasarkan data Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Provinsi

Papua dan hasil riset Bank Indonesia Provinsi

Papua dapat diketahui bahwa mayoritas

komoditas yang masuk ke Papua berasal dari

Surabaya dan Makassar. Hasil penelitian

Bank Indonesia Provinsi Papua juga

menangkap bahwa lebih dari 45%

pedagang di Papua melakukan transaksi

jual-beli dengan Pedagang Besar. Hanya

kisaran 14% yang melakukan transaksi

langsung dengan Produsen. Kondisi ini

berpotensi menyebabkan harga menjadi

lebih tinggi karena berdasarkan penelitian

Bank Indonesia sebelumnya, margin harga

tertinggi berada di tingkat Pedagang Besar.

Melihat pentingnya hal tersebut dan

mengacu pada informasi yang telah

diperoleh, maka TPID Provinsi Papua pada

tanggal 17-21 Oktober 2016 yang lalu

melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi

Selatan (Sulsel) dan Jawa Timur (Jatim) untuk

menginisiasi kerjasama antar daerah dan

memangkas jalur distribusi perdagangan.

Dalam kunjungan ke Sulawesi Selatan, TPID

Provinsi Papua disambut oleh TPID Provinsi

Sulawesi Selatan. Dari kunjungan tersebut

diketahui bahwa pasokan komoditas

bawang merah, cabai rawit, cabai merah,

daging ayam ras dan telur ayam ras di Sulsel

mayoritas mengalami surplus sehingga

Gambar B2.2 TPID Provinsi Papua berkunjung di

Sentra Produksi Cabai di Maros

Gambar B2.2 Foto Bersama TPID Provinsi Papua

dan TPID Provinsi Sulawesi Selatan

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

32

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

dapat menyuplai daerah lain termasuk

Papua.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov.

Sulsel memiliki program misi dagang yang

mempertemukan pelaku usaha dengan

produsen antar provinsi yang saat ini telah

mencapai wilayah Maluku, namun belum

dilakukan untuk wilayah Papua. Program

misi dagang tersebut salah satunya

bertujuan untuk mengantisipasi dan

mediasi gagal bayar/gagal serap atas

komoditas yang diperdagangkan.

Dalam pertemuan disepakati bahwa

pelaksanaan kerjasama antar daerah dapat

dilandasi dengan MoU selama dibutuhkan

yang diawali oleh MoU antar pemerintah

yang kemudian mengerucut kepada

kesepakatan antar pelaku usaha dengan

produsen.

Selanjutnya, dalam kunjungan kerja di Jawa

Timur, rombongan diterima oleh TPID

Provinsi Jawa Timur. Dalam pertemuan

tersebut didapati bahwa Dinperindag Prov.

Jatim 2 tahun yang lalu telah melakukan

kunjungan ke Jayapura untuk menyerahkan

draft kerjasama, namun hingga saat ini

Dinperindag Prov. Papua belum melakukan

tindak lanjut atas draft kerjasama tersebut.

Dinperindag Prov. Jatim mengharapkan draft

kerjasama tersebut dapat segera

ditindaklanjuti agar barang yang

dikerjasamakan ke Papua terjaga pasokan

dan harganya. Selain itu, komoditas yang

terkirim dari Papua bukan barang mentah,

melainkan minimal barang setengah jadi,

sehingga pertumbuhan ekonomi serta

manfaat terbesar dari kerjasama tersebut

justru akan dirasakan oleh masyarakat

Papua.

TPID Provinsi Jawa Timur menjelaskan bahwa

bukti empiris menunjukkan bahwa dengan

pembentukan BUMD, maka perekonomian

relatif lebih optimal dan terakselerasi secara

lebih cepat. Thailand adalah salah satu

negara yang mengoperasikan BUMD dalam

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

33

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

perekonomiannya, dimana petani fokus

pada produksi dan BUMD berperan dan

fokus pada pemasaran. Terkait hal tersebut,

BUMD Puspa Agro lebih banyak bekerja

sama langsung dan mendorong peningkatan

skala usaha produsen.

Melihat pentingnya peranan BUMD,

disarankan agar Papua dapat

membentuk/mengoperasikan kembali

BUMD dalam pelaksanaan kerjasama antar

daerah. Dalam diskusi juga disampaikan

bahwa pembentukan BUMD akan

menimbulkan resistensi dari pelaku usaha,

namun untuk mengurangi resistensi tersebut

maka salah satu solusi yang di-sharing-kan

adalah dengan mengambil pangsa pasar

secara bertahap dengan besaran maksimal

30%.

Dalam kunjungan tersebut, TPID Provinsi

Papua juga berkunjung ke sentra produksi di

kedua provinsi tersebut. Di Sulawesi Selatan,

TPID Provinsi Papua berkunjung ke sentra

produksi cabai di Maros dan sentra

peternakan ayam potong di Maros. Ketika

berkunjung di Jawa Timur, TPID Provinsi

Papua berkunjung ke pelaku usaha ayam

potong di Jombang.

Gambar B2.3 TPID Provinsi Papua masuk ke lokasi

usaha pemotongan ayam potong di Jombang

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

34

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

4 STABILITAS KEUANGAN

DAERAH

ecara umum, stabilitas sistem keuangan di Papua masih relatif terjaga. Dari sisi

korporasi, asesmen menilai bahwa kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan

III 2016 relatif mengalami perbaikan sejalan dengan kondisi perekonomian yang

kembali tumbuh positif. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan liaison2 yang

dilakukan oleh Bank Indonesia memperkuat kondisi tersebut. Sementara dari sisi Rumah

Tangga, kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan III 2016 masih terjaga dengan positif,

tercermin dari kondisi dan risiko keuangan di sektor Rumah Tangga yang relatif terjaga.

Sementara itu penyaluran kredit UMKM, pada triwulan III 2016 tumbuh positif, namun

dengan risiko kredit yang juga semakin tinggi.

4.1.Ketahanan Sektor Korporasi

4.1.1. Kondisi Sektor Korporasi

Sejalan dengan kondisi perekonomian yang

mengalami kenaikan yang signifikan, kinerja

sektor korporasi di Papua juga mengalami

perbaikan (rebound). Hal tersebut tercermin

dari hasil SKDU yang dilakukan oleh Bank

Indonesia, dimana Saldo Bersih Tertimbang

(SBT)3 realisasi kegiatan usaha pada triwulan

III 2016 berada di level 5,33%, lebih tinggi

dari triwulan sebelumnya yang mencapai

level 0,19%. Secara lebih mendalam, hasil

liaison yang dilakukan Bank Indonesia

kepada sejumlah pelaku usaha dominan di

Papua menunjukkan bahwa kinerja

beberapa komponen perusahaan masih

terjaga positif, seperti penjualan domestik

dan investasi. Sementara di sisi lain,

2 Kegiatan Liaison adalah kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung/tidak langsung kepada pelaku usaha/institusi lainnya mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan cara yang sitematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan dan likert scale.

3 Metode saldo bersih dihitung berdasarkan selisih antara persentase jumlah responden yang

persentase jumlah responden yang memberikan waban

. Timbangan/bobot yang digunakan dalam

dihitung berdasarkan share masing-masing sektor/subsektor terhadap total sektor PDB.

S

Sumber : SKDU, diolah

Grafik 4.1 Realisasi Kegiatan Usaha

-5

0

5

10

15

20

-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016PDRB Realisasi Kegiatan Usaha (sb. Kanan)

% yoy % SBT

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

35

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

komponen biaya cenderung mengalami

kenaikan sehingga memicu tingginya harga

jual.

Penjualan Domestik dan Investasi

Dari sisi penjualan domestik, likert scale di

triwulan III 2016 berada di level positif dan

tercatat mencapai 0,14, namun lebih rendah

dari triwulan II 2016 yang mencapai 0,91.

Kondisi tersebut sejalan berlalunya even

musiman hari raya keagamaan yang

berlangsung di akhir triwulan II dan awal

triwulan III 2016.

Sementara itu, hasil likert scale komponen

investasi pada triwulan III 2016 masih berada

di level positif sebesar 1,00. Meskipun

demikian, angka tersebut lebih rendah

dibanding triwulan sebelumnya yang

mencapai 1,27. Hal tersebut disebabkan

oleh mayoritas realisasi investasi telah

dilakukan contact liaison pada triwulan

sebelumnya.

Biaya dan Harga Jual

Dari sisi biaya, hasil liaison menunjukkan

bahwa komponen biaya bahan baku dan

biaya energi mengalami kenaikan pada

triwulan III 2016. Kondisi tersebut sejalan

dengan kenaikan tarif listrik yang terjadi

pada Juni 2016 dan Juli 2016. Sementara,

tingkat upah pada triwulan laporan relatif

lebih rendah dari triwulan sebelumnya pasca

pencairan tunjangan hari raya pada akhir

triwulan II 2016. Meskipun demikian,

komponen upah tercatat masih berada di

level yang lebih tinggi dibanding komponen

bahan baku dan energi. Kecenderungan

tingginya komponen biaya membuat contact

liaison tidak melakukan koreksi harga jual

yang signifikan pada triwulan III 2016.

Sumber : Liaison, diolah

Grafik 4.2 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison

Sumber : Liaison, diolah

Grafik 4.3 Indikator Kinerja Harga Jual dan Margin

Sumber : Liaison, diolah

Grafik 4.4 Indikator Biaya

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

PenjualanDomestik

Ekspor utilisasi Investasi HargaJual

Margin JumlahTenagaKerja

TingkatUpah

QI 2015 - QIII 2016

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

I II III IV I II III

2015 2016

LS

Harga Jual Margin Per Unit Output

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

I II III IV I II III

2015 2016

LS Biaya Bahan Baku Tingkat Upah Biaya Energi

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

36

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Kondisi keuangan

Hasil SKDU menunjukkan bahwa kondisi

keuangan korporasi pada triwulan III 2016

secara umum menunjukkan peningkatan

dibanding triwulan II 2016.

Akses kredit, aspek likuiditas4 dan

rentabilitas5 pada triwulan laporan relatif

mengalami perbaikan dibanding triwulan

sebelumnya. Tercatat nilai SBT pada masing-

masing komponen di triwulan laporan

mencapai 11,8; 42,9; dan 40,0. Secara lebih

mendalam dapat diketahui bahwa pada

triwulan III 2016, 63% korporasi di sektor

angkutan menyatakan kenaikan likuiditas

yang diikuti oleh korporasi di sektor jasa

(56%), perdagangan (46%) dan hotel

(43%). Kondisi tersebut relatif sejalan

dengan peningkatan kinerja ketiga sektor

tersebut pada saat pelaksanaan even

lebaran. Sementara, dari sisi rentabilitas,

63% korporasi di sektor Listrik, Gas dan Air

(LGA) dan 54% korporasi sektor

Perdagangan menyatakan mengalami

kenaikan rentabilitas pada triwulan III 2016.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa

mayoritas korporasi, khususnya pada kedua

sektor tersebut, relatif efisiensi dalam

memanfaatkan asset yang dimiliki.

4 Likuiditas adalah posisi uang atau kas perusahaan yang mencerminkan kemampuan untuk memenuhi kewajiban tepat pada waktunya. 5 Rentabilitas adalah kemampuan dari suatu perusahaan dalam menghasilkan laba melalui pemanfaatan aset/modal.

Sumber : SKDU, diolah

Grafik 4.5 Indikator Kondisi Keuangan Korporasi

Sumber : Liaison, diolah

Grafik 4.6 % Likuiditas Korporasi per Sektor

Sumber : SKDU, diolah

Grafik 4.7 % Rentabilitas Korporasi per Sektor

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II III

2015 2016

Akses Kredit Likuiditas keuangan perusahaan Rentabilitas keuangan perusahaan

% SBT

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil

IV I II III

2015 2016

LGA Bangunan Perdagangan Hotel Angkutan Jasa

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil

IV I II III

2015 2016 2016 2016

LGA Bangunan Perdagangan Hotel Angkutan Jasa

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

37

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Eksposure Perbankan dalam Korporasi

Kinerja perbankan di sektor Korporasi Papua

pada triwulan III 2016 cenderung mengalami

perlambatan. Kondisi tersebut tercermin dari

beberapa indikator kinerja utama di sektor

Korporasi, dimana kredit secara signifikan

mengalami perlambatan, demikian juga

halnya dengan Dana Pihak Ketiga (DPK)

korporasi. Di sisi lain, NPL mengalami

penurunan, namun masih berada di level

yang relatif tinggi diatas ketentuan batas

atas Bank Indonesia (5%).

Dari sisi kredit, pangsa kredit korporasi di

Papua pada triwulan III 2016 mencapai 18%

dari total kredit. Meskipun relatif rendah,

namun dinamika kinerja kredit korporasi

berpotensi memberikan pengaruh dalam

kebijakan perusahaan yang berkaitan kondisi

keuangan perusahaan, seperti investasi dan

perluasan usaha. Selanjutnya hal tersebut

dapat memberikan dampak pada

perekonomian Papua secara luas, terutama

dari sisi penyerapan tenaga kerja dan

penghasilan masyarakat.

Tercatat mayoritas kredit korporasi

disalurkan ke sektor Perdagangan dan sektor

Konstruksi, masing-masing mencapai

25,87% dan 26,83%. Pada triwulan III 2016,

penyaluran kredit korporasi pada sektor

Perdagangan mengalami kontraksi sebesar

34,67% (yoy), lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang mencapai 34,13% (yoy).

Selain sektor Perdagangan, penurunan

pertumbuhan kredit juga terjadi pada sektor

Jasa Masyarakat yang terkontraksi sebesar

31,84% (yoy). Sementara di sisi lain, sejalan

dengan pelaksanaan berbagai proyek

pembangunan, kredit korporasi di sektor

Konstruksi mengalami pertumbuhan sebesar

30,02% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan

triwulan II 2016 yang mencapai 8,98% (yoy).

Peningkatan penyaluran kredit juga terjadi di

sektor Pertanian dan Transportasi, masing-

masing tumbuh sebesar 46,14% dan

54,97% (yoy).

Sumber : LBU, diolah

Grafik 4.8 Indikator Kinerja Perbankan Sektor Korporasi

Sumber : LBU, diolah

Grafik 4.9 Pangsa Kredit Korporasi per Sektor

Sumber : LBU, diolah

Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor

(yoy)

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

I II III IV I II III

2015 2016

DPK (yoy) Kredit (yoy) NPL (sb.kanan)

yoy NPL

17.46% 16.12% 15.04% 14.24%

26.98%21.33% 24.39% 26.83%

23.97%26.87%

26.66% 25.87%

6.93% 6.87% 5.89% 5.98%

10.81% 11.95% 10.28% 8.92%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

II 2015 I 2016 II 2016 III 2016

Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

I II III IV I II III

2015 2016

Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

38

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Dari sisi kualitas penyaluran kredit, terlihat

bahwa Non Performing Loans (NPL) di sektor

Perdagangan masih relatif terjaga di level

2,78%. Terjaganya kualitas kredit juga

terlihat pada sektor Jasa Masyarakat, dimana

NPL pada triwulan laporan tercatat mencapai

4,94%, cenderung mengalami kenaikan

sejak awal tahun dan sedikit di bawah

ketentuan Bank Indonesia (5%). Di sisi lain,

NPL korporasi di sektor Konstruksi, meskipun

mengalami penurunan pada triwulan

laporan, namun masih berada di level yang

tinggi mencapai 17,39%. Kondisi serupa

juga terlihat pada sektor Pertanian dan

Transportasi, dimana tingkat NPL masing-

masing sektor tersebut pada triwulan

laporan mencapai 25,75% dan 26,84%.

Melihat realisasi NPL di sektor korporasi

tersebut, asesmen menilai bahwa realisasi

penyaluran kredit yang terjadi di sektor

korporasi lebih disebabkan pengaruh siklus

musiman seperti puasa dan lebaran, masa

tanam dan pelaksanaan proyek

pembangunan.

Dari sisi penggunaan, tercatat 66,44% kredit

korporasi disalurkan untuk modal kerja dan

29,44% untuk investasi. Sementara,

penggunaan kredit untuk konsumsi hanya

sebesar 4,12%. Dalam perkembangannya,

pertumbuhan kredit korporasi untuk modal

kerja pada triwulan III 2016 mengalami

kontraksi sebesar 11,28% (yoy), lebih

rendah dari pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang mencapai 29,33% (yoy).

Kualitas kredit modal kerja korporasi pada

triwulan laporan relatif mengalami

perbaikan meski masih kurang optimal,

tercermin dari tingkat NPL modal kerja yang

mencapai 15,81% lebih rendah dari periode

sebelumnya yang mencapai 17,79%.

Sementara di sisi lain, kredit investasi sektor

korporasi pada triwulan III 2016 tumbuh

signifikan sebesar 57,67% (yoy), lebih tinggi

dari triwulan II 2016 yang mengalami

kontraksi sebesar 10,07% (yoy). Seiring

peningkatan penyaluran kredit investasi,

kualitas penyaluran kredit investasi relatif

Sumber : LBU, diolah

Grafik 4.11 NPL Kredit Korporasi per Sektor

Sumber : LBU, diolah

Grafik 4.12 Pangsa Kredit Korporasi per Penggunaan

Sumber :LBU, diolah

Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit Penggunaan Korporasi

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy

II 2015 I 2016 II 2016 III 2016

69.44%74.79% 74.47%

66.44%

29.97% 23.22% 22.35%29.44%

0.59% 1.99% 3.18% 4.12%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

II 2015 I 2016 II 2016 III 2016

Modal Kerja Investasi Konsumsi

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

I II III IV I II III

2015 2016

g Modal Kerja (sb.kanan) g Investasi (sb.kanan) NPL Modal Kerja NPL Investasi

yoy

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

39

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

memburuk yang tercermin pada kenaikan

tingkat NPL investasi dari 1,90% pada

triwulan II 2016 menjadi 6,78% pada

triwulan III 2016.

Dari sisi DPK, seluruh komponen mengalami

penurunan kinerja terutama pada

komponen giro. Pada triwulan III 2016

tercatat pertumbuhan giro kembali

mengalami kontraksi sebesar 5,27% (yoy),

meskipun tidak sedalam kontraksi triwulan

sebelumnya yang mencapai 6,59% (yoy).

Komponen deposito mengalami kontraksi

sebesar 6,39% (yoy). Sementara, komponen

tabungan masih tumbuh sebesar 35,44%

(yoy), namun relatif melambat jika

dibandingkan pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang mencapai 75,48% (yoy).

Sumber Kerentanan

Melihat perkembangan kinerja korporasi dan

kondisi terkini, asesmen menilai setidaknya

terdapat dua faktor yang berpotensi

mempengaruhi kerentanan sektor

Korporasi, yaitu realisasi penyerapan

anggaran belanja pemerintah yang belum

optimal, khususnya yang terkait pelaksanaan

pembangunan proyek dan harga komoditas

utama pertambangan yang cenderung

mengalami perlambatan.

Berdasarkan asesmen yang dilakukan dalam

bab II, terlihat bahwa realisasi penyerapan

anggaran belanja pemerintah relatif belum

optimal. Kondisi tersebut diperkuat oleh

hasil liaison, dimana contact liaison

menyatakan bahwa terdapat beberapa hasil

lelang yang anggarannya belum diproses.

Hal tersebut menyebabkan perusahaan

pemenang lelang harus mencari sumber

pendanaan lain untuk membiayai pekerjaan

proyek yang salah satunya adalah melalui

kredit perbankan. Kenaikan kredit

Konstruksi dan kredit investasi memperkuat

kondisi tersebut.

Dari sisi komoditas utama, harga produk

pertambangan di pasar global belum

menunjukkan perbaikan yang signifikan.

Sumber : LBU, diolah

Grafik 4.14 Pangsa dan Pertumbuhan DPK Korporasi

Sumber : World Bank, diolah

Grafik 4.15 Harga Komoditas Tembaga

Sumber: World Bank, diolah

Grafik 4.16 Harga Komoditas Emas

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Giro (sb.kanan) Tabungan (sb.kanan) Deposito (sb.kanan)

g Giro g Tabungan g Deposito

yoy Pangsa

-30%

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

4200

4300

4400

4500

4600

4700

4800

4900

5000

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2016

Tembaga g Tembaga

USD/metric ton yoy

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2016

Emas g Emas

USD/troy oz yoy

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

40

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Mengingat besarnya dominasi pangsa sektor

Tambang dalam perekonomian Papua yang

mencapai kisaran 40%, maka

perkembangan harga komoditas berpotensi

memberikan pengaruh dalam perekonomian

Papua. Tercatat harga tembaga di akhir

triwulan III 2016 masih mengalami kontraksi

sebesar 20,42% (yoy), lebih dalam posisi

akhir triwulan II 2016 yang juga mengalami

kontraksi sebesar 20,42% (yoy). Sementara

harga emas pada akhir triwulan III 2016

mengalami perlambatan sebesar 8,03%

(yoy) relatif lebih tinggi dari triwulan II 2016

yang mencapai 8,03% (yoy). Batas ijin

eksport komoditas tambang yang berakhir

pada Januari 2017 diperkirakan berpotensi

memberikan pengaruh dalam kinerja sector

tambang meskipun produksi tambang pada

triwulan III 2016 kembali normal pasca

perbaikan mesin produksi salah satu

perusahaan tambang dominan di Papua.

4.1.2 Ketahanan

Sektor Rumah Tangga

Kondisi Sektor RT

Kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan

III 2016 masih terjaga dengan positif

meskipun cenderung melambat. Kondisi

tersebut tercermin dari pertumbuhan

ekonomi Papua dari sisi Penggunaan,

dimana komponen konsumsi swasta pada

triwulan laporan tumbuh sebesar 6,17%

(yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya

yang mencapai 6,54% (yoy) (lihat Bab I).

Kondisi tersebut diperkuat oleh hasil Survei

Konsumen (SK), dimana indeks keyakinan

konsumen (IKK) dan indeks kondisi ekonomi

saat ini (IEK) mengalami penurunan namun

masih berada di level optimis (indeks > 100).

Tercatat kedua indeks tersebut pada

triwulan laporan masing-masing mencapai

level 115,2 dan 105,7. Secara lebih

mendalam, dapat diketahui bahwa indeks

penghasilan menjadi komponen penopang

optimisme masyarakat, seiring masih

tingginya angka indeks pada triwulan III

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 4.17 Hasil Survei Konsumen (SK)

Sumber: Survei Konsumen, diolah

Grafik 4.18 Kondisi Ekonomi Saat ini

100

105

110

115

120

125

130

135

I II III IV I II III

2015 2016

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ( IKK )

INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI ( IKE )

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III

2015 2016

Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Ketersediaan lapangan kerja

Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama

Optimis

Pesimis

Indeks

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

41

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

2016 yang berada di level 142,3, jauh lebih

tinggi dibandingkan batas optimisme (100).

Namun demikian, indeks ketersediaan

lapangan kerja dan konsumsi barang tahan

lama berada di level pesimis dan cenderung

turun, masing-masing mencapai 83,1 dan

91,6.

Dari sisi pengeluaran, hasil SK menunjukkan

bahwa tingkat konsumsi masyarakat relatif

mengalami kenaikan. Secara lebih

mendalam dapat diketahui bahwa dalam

satu tahun terakhir tidak terjadi perubahan

struktur alokasi penggunaan penghasilan

yang signifikan. Alokasi penghasilan untuk

konsumsi masih mendominasi dengan

pangsa lebih dari 50%, kemudian 20% dari

penghasilan tersebut dialokasikan untuk

tabungan dan sisanya digunakan untuk

pembayaran cicilan pinjaman. Kondisi

tersebut mengindikasikan bahwa daya beli

dan tingkat konsumsi rumah tangga di

Papua masih relatif terjaga.

Kondisi keuangan

Optimisme penghasilan rumah tangga

memberikan pengaruh positif dalam

pengelolaan keuangan, dimana pada

triwulan III 2016 tercatat 43,8% responden

SK memiliki tabungan senilai satu bulan

pendapatan. Selain itu, 40% responden

memiliki nilai tabungan sebesar 3 hingga 6

bulan pendapatan. Lebih lanjut, apabila

dibandingkan dengan nilai pengeluaran,

40% dari responden memiliki tabungan.

Angka persentase terbesar berada pada

responden dengan tingkat pengeluaran

rendah (Rp1-2 juta), dimana 20,7% dari

responden mengalokasikan 0-10% dari

pengeluarannya untuk tabungan.

Sementara untuk responden dengan tingkat

pengeluaran menengah (Rp2,1-4 juta),

persentase nilai tabungan relatif tersebar

mulai dari di bawah 10% hingga di atas

30%. Pada responden dengan pengeluaran

tinggi (di atas Rp4,1 juta), tercatat 2,7%

responden mengalokasikan nilai tabungan di

bawah 10% dari pengeluaran. Pada

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 4.19 Alokasi Penggunaan Penghasilan

Sumber: Survei Konsumen, diolah

Grafik 4.20 Pangsa Responden berdasarkan Nilai

Tabungan

Tabel 4.1 Komposisi Tabungan terhadap Pengeluaran

Sumber: Survei Konsumen, diolah

145

150

155

160

165

170

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III

2015 2016

Tabungan Cicilan pinjaman Konsumsi Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu (sb.kanan)

Pangsa Indeks

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II

2015 2016

Sd 1 bln pendapatan 1 - 3 bln pendapatan 3 - 6 bln pendapatan

6 - 12 bln pendapatan > 1 tahun pendapatan

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30% Tidak Bisa

Menabung

Rp1 - 2 jt 20.7% 3.3% 2.7% 9.3% 0.0%

Rp2,1 - 3 jt 13.3% 11.3% 10.7% 6.7% 0.0%

Rp3,1 - 4 jt 3.3% 2.7% 5.3% 4.7% 0.0%

Rp4,1 - 5 jt 2.7% 0.0% 1.3% 0.0% 0.0%

>Rp5 jt 0.0% 0.7% 0.0% 1.3% 0.0%

Total 40.0% 18.0% 20.0% 22.0% 0.0%

III-2016

Pengeluaran/

bln

Tabungan

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

42

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

kelompok ini secara total tercatat 2,6%

responden dengan alokasi nilai tabungan di

atas 20% dari pengeluaran.

Kondisi tersebut juga didukung oleh

kepatuhan rumah tangga dalam melakukan

pembayaran cicilan, dimana 67% responden

tidak pernah terlambat memenuhi

kewajiban pembayaran cicilan.

Dilihat dari perilaku berutang, tercatat 82%

dari responden memiliki debt to service ratio

(DSR)6 di bawah 10%. Berdasarkan tingkat

pengerluarannya, persentase DSR pada

responden dengan tingkat pengeluaran

rendah (Rp1-2 juta) mayoritas (32%) di

bawah 10% dari pengeluaran. Demikian

juga halnya dengan responden pengeluaran

menengah (Rp2,1-4 juta) dan pengeluaran

tinggi (di atas Rp4,1 juta), yang secara total,

tercatat 49% dari responden yang memiliki

DSR di bawah 10%. Sementara terdapat 6%

dari total responden yang memiliki DSR di

atas 20% dari pengeluaran, dimana

mayoritas berada pada kelompok

pengeluaran menengah. Dari kondisi

tersebut, asesmen menilai bahwa kondisi

keuangan rumah tangga secara umum

masih relatif baik.

Kondisi tersebut juga diperkuat dari rasio

pendapatan per bulan untuk kebutuhan

rumah tangga dan cicilan, yang merupakan

proxy DSR, dimana pada akhir triwulan III

2016 (posisi September 2016) masih berada

di level yang relatif baik dengan angka

indeks mencapai 131. Angka tersebut

mengindikasikan bahwa jumlah pendapatan

masih jauh lebih besar dibandingkan

konsumsi rutin dan kewajiban RT untuk

membayar hutang.

6 DSR adalah rasio Antara kewajiban pembayaran

hutang (bunga dan cicilan) terhadap pendapatan. Jika DSR semakin besar, maka beban hutang semakin tinggi.

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 4.21 Kepatuhan Rumah Tangga dalam Melakukan

Pembayaran Cicilan

Tabel 4.2 Komposisi DSR terhadap Pengeluaran

Sumber: Survei Konsumen, diolah

Sumber: Survei Konsumen, diolah

Grafik 4.22 Rasio Pendapatan per Bulan untuk

Kebutuhan Rumah Tangga dan Cicilan

Tidak Pernah67%

Kadang-kadang

9%

Sering24%

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

Rp1 - 2 jt 32.0% 3.3% 0.7% 0.0%

Rp2,1 - 3 jt 34.0% 5.3% 2.7% 0.0%

Rp3,1 - 4 jt 11.3% 3.3% 1.3% 0.0%

Rp4,1 - 5 jt 4.0% 0.0% 0.0% 0.0%

>Rp5 jt 0.7% 0.0% 0.7% 0.7%

Total 82.0% 12.0% 5.3% 0.7%

Pengeluaran/

bln

III-2016

Debt Service Ratio (DSR)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags Sep OktNovDes Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags Sep

2015 2016

Indeks

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

43

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Eksposure Perbankan dalam Rumah

Tangga

Sejalan dengan kondisi keuangan rumah

tangga, perkembangan indikator perbankan

untuk rumah tangga, khususnya kredit,

menunjukkan kondisi yang relatif positif.

Tercatat penyaluran kredit perbankan pada

sektor rumah tangga pada triwulan III 2016

mengalami kenaikan sebesar 5,32% (yoy),

lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang

mencapai 2,96% (yoy). Kualitas kredit juga

relatif masih terjaga pada level 3,65%,

berada di bawah batas ketentuan Bank

Indonesia sebesar 5%. Sementara DPK

mengalami perlambatan, dimana

pertumbuhannya pada triwulan ini mencapai

11,44% (yoy), lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang mencapai 17,63% (yoy).

Secara lebih mendalam terlihat bahwa

penyaluran kredit di Papua didominasi sektor

rumah tangga, tercermin dari pangsa kredit

perseorangan yang mencapai 75,71%.

Mayoritas kredit rumah tangga dialokasikan

pada kredit multiguna (63,98%) dan KPR

(19,22%), dimana pada triwulan III 2016,

kredit multiguna tumbuh mencapai 69,12%

(yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2016 yang

mencapai 1,08% (yoy). Sementara KPR

tumbuh 13,44% (yoy), lebih rendah dari

triwulan sebelumnya (15,81%, yoy). Kondisi

tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan

relaksasi Loan to Value (LTV) dan Financing

to Value (FTV)7 untuk pembiayaan properti,

sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan

Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016

tanggal 29 Agustus 2016, relatif belum

berdampak di Papua. sebagai informasi,

kebijakan tersebut mengatur jumlah uang

muka (down payment) yang harus

dibayarkan oleh nasabah untuk pembelian

rumah turun menjadi rata-rata 15 % dari

semula 20% sesuai dengan tipe dan jenis

7 Rasio Loan to Value dan Financing to Value adalah

angka rasio antara nilai Kredit/Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian Kredit /Pembiayaan berdasarkan harga penilaian terakhir.

Sumber : LBU, diolah

Grafik 4.23 Indikator Kinerja Perbankan Rumah Tangga

Sumber: LBU, diolah

Grafik 4.24 Pangsa Kredit Rumah Tangga

Sumber: LBU, diolah

Grafik 4.25 Pangsa Komponen Kredit Rumah Tangga

Sumber: LBU, diolah

Grafik 4.26 Pertumbuhan Komponen Kredit Rumah

Tangga

0%

1%

2%

3%

4%

5%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

20%

I II III IV I II III

2015 2016

DPK Kredit NPL (sb.kanan)

yoy NPL

Perseorangan75.71%

Non Perseorangan

24.29%

18.06% 18.82% 19.22%

65.14% 64.83% 63.98%

14.94% 14.44% 14.84%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I 2016 II 2016 III 2016

KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

I II III IV I II III

2015 2016

RT. Total KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya

yoy

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

44

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

rumah yang diambil. Pertumbuhan yang

signifikan juga terjadi pada kredit

perlengkapan yang mencapai 191,53%

(yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang mencapai 31,14% (yoy).

Kualitas penyaluran kredit di sektor rumah

tangga secara umum terjaga dengan baik,

tercermin dari tingkat NPL seluruh

komponen kredit rumah tangga yang berada

dibawah batas ketentuan Bank Indonesia

(5%). Namun demikian, tingkat NPL di KPR

perlu mendapat perhatian karena berada

jauh lebih tinggi dibanding komponen

lainnya. Tercatat NPL KPR pada triwulan III

2016 mencapai 3,71%, lebih tinggi dari

triwulan sebelumnya yang mencapai 3,27%.

Di sisi penghimpunan dana, DPK perbankan

di Papua didominasi oleh sektor rumah

tangga, tercermin dari pangsa DPK

perseorangan yang mencapai 59,73%.

Berdasarkan komponennya, sektor rumah

tangga cenderung menempatkan dananya

dalam bentuk tabungan dan deposito

dengan pangsa mencapai 92,72% dan

59,51%. Dari kedua komponen DPK yang

dominan tersebut, pertumbuhan yang positif

terutama terlihat pada deposito yang

mencapai 2,29% (yoy) di triwulan III 2016,

lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang

mengalami kontraksi sebesar 0,72% (yoy).

Sementara di sisi lain, tabungan dan giro

pada triwulan ini tumbuh sebesar 17,23%

(yoy) dan 0,96% (yoy), mengalami

perlambatan dibanding triwulan sebelumnya

sebesar yang tumbuh 23,29% dan 38,40%

(yoy). Asesmen menilai bahwa sektor rumah

tangga cenderung memilih layanan

perbankan yang relatif likuid, seiring

peningkatan konsumsi selama pelaksanaan

lebaran.

Sumber : LBU, diolah

Grafik 4.27 NPL Kredit Rumah Tangga

Sumber: LBU, diolah

Grafik 4.28 Pangsa DPK Rumah Tangga

Sumber: LBU, diolah

Grafik 4.29 Pangsa Komponen DPK Rumah Tangga

Sumber: LBU, diolah

Grafik 4.30 Pertumbuhan Komponen DPK Rumah

Tangga

-0.5%

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

4.0%

I II III IV I II III

2015 2016

RT. Total KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya

Perseorangan59.73%

Non Perseorangan

40.27%

17.63% 18.34% 18.69%

94.08% 94.54% 92.72%

69.53%65.27%

59.51%

82.37% 81.66% 81.31%

5.92% 5.46% 7.28%

30.47%34.73%

40.49%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I 2016 II 2016 III 2016 I 2016 II 2016 III 2016 I 2016 II 2016 III 2016

Giro Tabungan Deposito

Perseorangan Non Perseorangan

0%

1%

2%

3%

4%

5%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

20%

I II III IV I II III

2015 2016

DPK Kredit NPL (sb.kanan)

yoy NPL

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

45

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Sumber Kerentanan

Meskipun secara umum kinerja sektor RT

masih positif, namun asesmen menilai

setidaknya terdapat dua faktor yang

berpotensi mempengaruhi kerentanan

sektor RT, yaitu tingginya NPL di kredit

kepemilikan rumah (KPR) dan ekspektasi

masyarakat terhadap kondisi perekonomian

ke depan.

Meskipun pertumbuhan KPR di Papua pada

triwulan III 2016 mengalami perlambatan

dan belum menunjukkan adanya pengaruh

dari ketentuan baru yang mengatur jumlah

uang muka (down payment) pembelian

rumah, namun ke depan perlu diwaspadai

potensi kenaikan NPL dari sisi KPR,

mengingat saat ini tingkat NPL KPR berada di

atas jenis kredit lainnya.

Dari sisi ekspektasi, hasil Survei Konsumen

(SK) Bank Indonesia menunjukkan bahwa

persepsi masyarakat terhadap ketersediaan

lapangan kerja mengalami penurunan.

Kondisi tersebut berpotensi memberikan

pengaruh terhadap pendapatan dan

kemampuan masyarakat dalam memenuhi

kewajiban finansial. Namun demikian, secara

umum indeks Penghasilan dan indeks

Kegiatan Usaha ke depan relatif meningkat

dan diharapkan dapat menjadi buffer dan

penopang perekonomian rumah tangga.

Sumber: Survei Konsumen, diolah

Grafik 4.31 Ekspektasi Masyarakat

90

100

110

120

130

140

150

160

Jan FebMar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan FebMar Apr Mei Jun Jul Ags Sep

2015 2016INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK ) Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Ketersediaan lapangan kerja Indeks Kegiatan Usaha

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

46

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

4.1.3 Akses Keuangan UMKM

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

merupakan salah satu pilar pendukung

pembangunan yang menyerap tenaga kerja

dalam jumlah cukup banyak. UMKM telah

membuktikan diri sebagai kelompok pelaku

usaha yang tahan terhadap krisis ekonomi

sehingga perlu terus ditingkatkan

perkembangannya. Untuk meningkatkan

kinerja usaha, UMKM sangat membutuhkan

dukungan pembiayaan dari perbankan

maupun lembaga pembiayaan lainnya.

Pertumbuhan kredit perbankan diharapkan

dapat terus ditingkatkan.

Penyaluran kredit kepada sektor UMKM di

Papua secara nilai total mayoritas

didistribusikan kepada kelompok usaha

Menengah. Total posisi penyaluran kepada

UMKM oleh perbankan di Papua pada

triwulan laporan mencapai Rp8,5 triliun.

Dibandingkan triwulan III 2015,

pertumbuhan kredit UMKM triwulan laporan

mengalami pertumbuhan sebesar 15,56%.

Risiko kredit UMKM pada triwulan III 2016

belum mengalami perbaikan, tercermin dari

NPL yang naik. NPL UMKM berada di kisaran

6,1% dari total kredit yang disalurkan, lebih

tinggi dibandingkan batas aman yang

ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Hal

yang perlu mendapat perhatian adalah

tingginya NPL kredit UMKM di sektor

Konstruksi yang mencapai 12%.

Berdasarkan jumlah rekening, penyaluran

kredit UMKM yang ditujukan untuk modal

kerja lebih banyak dibandingkan untuk

investasi. Total rekening kredit UMKM pada

triwulan III 2016 mencapai 82ribu rekening.

Bank Indonesia dan pemerintah terus

mendorong meningkatnya penyaluran kredit

kepada UMKM. Dalam rangka mendorong

penyaluran kredit produktif khususnya

kepada UMKM, Bank Indonesia telah

mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia

No.14/22/PBI/2012 yang mengharuskan

perbankan untuk menyalurkan minimal 20%

Grafik 4.32 Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 4.33 NPL Kredit UMKM

Grafik 4.34 Jumlah Rekening Kredit UMKM

0

2

4

6

8

10

12

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Modal Kerja

Investasi

NPL Modal Kerja (sisi kanan)

NPL Investasi (sisi kanan)

Rp miliar %

sumber: Laporan Bank

0

2

4

6

8

10

12

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Modal Kerja

Investasi

NPL Modal Kerja (sisi kanan)

NPL Investasi (sisi kanan)

Rp miliar %

sumber: Laporan Bank

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Rekening Kredit Modal KerjaRekening Kredit Investasig Rekening Kredit Modal Kerja (sisi kanan)g Rekening Kredit Investasi (sisi kanan)

Rp miliar %, yoy

sumber: Laporan Bank

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

47

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

dari total kreditnya ke sektor UMKM di

tahun 2018. Tahapan implementasi

ketentuan tersebut telah dimulai sejak tahun

2013 dimana Bank wajib memenuhi target

penyaluran kredit kepada UMKM

sebagaimana yang tertuang dalam Rencana

Bisnis masing-masing bank. Secara total,

perbankan di Papua telah melebihi batas

minimal penyaluran kredit UMKM yang pada

triwulan laporan telah mencapai 36%.

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

48

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

RUPIAH erkembangan transaksi Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada

triwulan III 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara volume

dan nominal. Transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-

RTGS) pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan triwulan lalu. Sementara

itu, dalam pengelolaan uang rupiah, selama triwulan III 2016 terjadi net-outlow sebesar

Rp449 miliar yang dipengaruhi tingginya kebutuhan uang tunai di masyarakat.

5.1 Sistem Pembayaran

Dengan telah diimplementasikan Sistem

Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Generasi II8, perkembangan transaksi non

tunai di Papua cenderung naik. Seiring

peningkatan kualitas layanan pada SKNBI

Generasi II, masyarakat terlihat lebih memilih

menggunakan transaksi non tunai melalui

SKNBI. Pada triwulan III 2016, terjadi

penurunan baik secara volume maupun nilai

transaksi yang dilakukan melalui SKNBI

dengan nilai yang ditransaksikan melalui

SKNBI mencapai Rp3,41 triliun dengan

volume 78.073 warkat. Jumlah tersebut

mengalami penurunan dibanding triwulan

sebelumnya yang mencatatkan nilai sebesar

Rp4,53 triliun dengan volume 84.341

warkat.

Sementara untuk transaksi yang dilakukan

melalui Bank Indonesia Real Time Gross

Settlemen (BI-RTGS) Generasi II9 di Papua

pada triwulan III 2016 mengalami kenaikan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah

nilai yang ditransaksikan melalui BI-RTGS

selama triwulan laporan mencapai Rp1,14

triliun, meningkat dibandingkan triwulan

8 SKNBI Generasi II merupakan penyempurnaan dari

SKNBI, terutama pada hal keamanan, kecepatan, fitur layanan, perlindungan konsumen, dan biaya transaksi yang murah. 9 Dalam RTGS Generasi II terdapat peningkatan efisiensi, kapasitas, kecepatan, dan dapat melayani multy currency.

P

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI Sumber : Bank Indonesia

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Nominal

Volume (sisi kanan)

Rp juta lembar warkat

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi BI-RTGS

Sumber : Bank Indonesia

-

100

200

300

400

500

600

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

2016

Nominal

(Rp…

Rp miliar lembar warkat

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

49

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

sebelumnya yang sebesar Rp 1,09 triliun.

Volume transaksi yang terjadi di triwulan III

2016 sebanyak 1.349 transaksi.

Dibandingkan dengan SKNBI, jumlah

transaksi RTGS lebih sedikit namun dengan

nominal transaksi rata-rata yang jauh lebih

tinggi.

Peningkatan transaksi yang dilakukan

melalui BI-RTGS selain dikarenakan

meningkatnya perekonomian dan

kebutuhan pembayaran melalui non tunai,

juga disebabkan kebijakan Bank Indonesia

yang telah menurunkan batas minimal dari

sebelumnya Rp500 juta keatas menjadi

Rp100 juta keatas. Dengan demikian,

masyarakat lebih dapat memilih jenis

layanan pengiriman uang antarbank sesuai

dengan kebutuhan.

5.2 Pengelolaan Uang Rupiah

Aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan

Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Papua

menunjukkan posisi net outflow pada

triwulan III 2016 sebesar Rp449 miliar. Hal

tersebut sejalan dengan pola historis pada

periode laporan. Posisi net outflow tersebut

menggambarkan keluarnya uang dari sistem

perbankan pada triwulan III 2016. Pola

seperti ini merupakan siklus tahunan dimana

pada triwulan III lebih banyak uang yang

keluar dari sistem perbankan daripada uang

yang masuk. Hal ini dikarenakan

peningkatan peredaran uang di masyarakat

yang tinggi, terutama yang dipakai untuk

pembayaran proyek pemerintah dan

bantuan-bantuan sosial ke masyarakat.

Sementara itu, jumlah Uang Tidak Layak

Edar (UTLE) yang dimusnahkan di KPw BI

Provinsi Papua pada triwulan laporan sebesar

Rp141,9 miliar, menurun 45,9%

dibandingkan triwulan yang sama pada

tahun lalu yang mencapai Rp262,6 miliar.

(yoy). Hal ini selain disebabkan sedikitnya

UTLE yang masuk ke KPw BI Provinsi Papua.

Pemusnahan UTLE tersebut merupakan

bagian dari upaya Bank Indonesia untuk

Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal melalui

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua

Sumber : KPw BI Prov Papua

(8.000)

(6.000)

(4.000)

(2.000)

-

2.000

4.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Outflow

Inflow

Netflow

Rp miliar

Grafik 5.4 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Pemusnahan UTLERp miliar

Sumber : KPw BI Prov Papua

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

50

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

memenuhi kebutuhan uang layak edar di

seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia. UTLE tersebut berasal dari

setoran perbankan serta langkah proaktif

Kantor Perwakilan Bank Indonesia dalam

melakukan kas keliling layanan penukaran

rupiah. Kegiatan kas keliling yang dilakukan

oleh KPw BI Provinsi Papua terdiri dari kas

keliling yang rutin diadakan 2 kali seminggu

di 4 tempat di Kota Jayapura, serta kas

keliling yang dilakukan di hampir seluruh

kabupaten di Provinsi Papua. Kegiatan kas

keliling juga mencapai daerah terpencil dan

daerah yang batasan langsung dengan

negara tetangga.

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

51

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

6 KETENAGAKERJAAN DAN

KESEJAHTERAAN

eskipun perekonomian Papua mengalami pertumbuhan posotif yang signifikan

pada triwulan III 2016, namun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat

meningkat pada triwulan berjalan. Hal tersebut ditunjukkan dengan naiknya

TPT dari 2,97% pada Februari 2016 menjadi 3,35% pada Agustus 2016. Sementara itu,

Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan II

2016 (96,17). Nilai tersebut mengindikasikan kenaikan indeks pendapatan petani belum

dapat mengimbangi kenaikan indeks biaya yang harus dibayar. Sejalan dengan TPT yang

mengalami kenaikan, angka kemiskinan di Papua mempunyai tren kenaikan dalam dua

tahun terakhir.

6.1 Ketenagakerjaan

Tidak terdapat perubahan signifikan secara

komposisi penyerapan tenaga kerja, pada

triwulan III 2016. Mayoritas penduduk Papua

nian, Perkebunan,

(65,8%). Kemudian, sebagian besar lainnya

di bidang pemerintahan.

Dalam satu tahun terakhir, Penyerapan

Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan

Sementara penyerapan tenaga kerja di

sosial, dan

mengalami peningkatan dibandingkan

periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan

terjadinya peralihan pekerjaan dari sektor

M

Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama

sumber: BPS, diolah

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags

Penduduk Usia 15+ (ribu orang) 2.057 2.073 2.097 2.129 2.157 2.189 2.213 2.245

Angkatan Kerja (ribu orang) 1.645 1.610 1.689 1.675 1.710 1.742 1.743 1.722

Bekerja (ribu orang) 1.598 1.560 1.630 1.617 1.646 1.672 1.691 1.664

Penganggur (ribu orang) 47 51 59 58 64 69 52 58

Bukan Angkatan Kerja (ribu Orang) 412 462 408 454 447 447 470 523

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 79,98 77,70 80,54 78,67 79,26 79,57 78,77 74,13

Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2,86 3,15 3,48 3,44 3,72 3,99 2,97 3,35

201620152013 2014Uraian

Grafik 6.1 Penduduk yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

Feb Agu Feb Agu Feb Agu

2014 2015 2016

LainnyaJasa kemasyarakatan, sosial dan peroranganPerdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasiIndustriPertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan

ribu orang

sumber: BPS, diolah

Grafik 6.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (yoy)

-100

-50

0

50

100

150

200

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

Feb Agu Feb Agu Feb Agu

2014 2015 2016

Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan

Perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi

Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan

Lainnya

Industri [skala kanan]

sumber: BPS, diolah

% %

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

52

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Secara umum, kinerja pertumbuhan

penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor

pekerjaan utama membaik pada triwulan III

2016, Pertanian, Perkebunan,

.

Penyerapan tenaga kerja pada sektor

tersebut mengalami penurunan 11,4%(yoy).

Penurunan di sektor ini dapat diartikan

adanya tenaga kerja di yang pindah ke

sektor lain, atau dapat mengindikasikan

adanya pengurangan tenaga kerja.

Selanjutnya, dari sisi pengangguran, secara

nasional tingkat pengangguran terbuka di

Papua masih relatif rendah (Papua 3,35%,

sementara Nasional 5,61%). Angka ini

sedikit meningkat dibandingkan periode

sebelumnya yang hanya 2,97%. Walaupun

demikian, 78,4% penduduk yang bekerja

hanya bekerja di sektor informal. Apabila

dirinci kembali, dari 78,4% penduduk yang

bekerja di sektor informal tersebut, 32,0%

merupakan Pekerja Keluarga / Tak Dibayar.

Selain itu, 39,0% dari tenaga kerja yang

bekerja bukanlah pekerja penuh waktu

(tidak full time workers).

Perkembangan yang perlu dicermati adalah

bahwa tingkat pengangguran angkatan

kerja yang berpendidikan sekolah menengah

kejuruan meningkat signifikan pada periode

ini. Pada periode sebelumnya tingkat

pengangguran angkatan kerja yang

berpendidikan sekolah menengah kejuruan

hanya 9,93% dan meningkat menjadi

16,41% pada periode laporan. Hal ini dapat

menjadi inidikasi dua hal, yaitu keahlian

lulusan SMK yang tidak sesuai dengan

kebutuhan tenaga kerja di Papua, atau

menurunnya pertumbuhan ekonomi pada

semester I 2016 telah berdampak pada

penyerapan tenaga kerja utamanya dari

lulusan SMK. Perkembangan lain yang perlu

diperhatikan juga adalah kenaikan tingkat

pengangguran angkatan kerja yang

berpendidikan diploma, dari sebelumnya

Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan Utama

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

Feb Agu Feb Agu Feb Agu

2014 2015 2016

Informal

Formal

ribu orang

sumber: BPS, diolah

Grafik 6.4 Penduduk yang Bekerja Menurut

Jumlah Jam Kerja

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

Feb Agu Feb Agu Feb Agu

2014 2015 2016

Penuh WaktuTidak Penuh Waktu

ribu orang

sumber: BPS, diolah

Grafik 6.5 Tingkat Pengangguran Terbuka

Menurut Tingkat Pendidikan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Feb Agu Feb Agu Feb Agu

2014 2015 2016

SD ke Bawah Sekolah Menengah PertamaSekolah Menengah Atas Sekolah Menengah KejuruanDiploma I/II/III UniversitasTPT Papua

%

sumber: BPS, diolah

Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani

80

85

90

95

100

105

110

115

7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2014 2015 2016

NTP Papua

NTP Tanaman Pangan

NTP Perikanan Tangkap

Nilai 100

sumber: BPS, diolah

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

53

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

2,69% menjadi 7,04% pada triwulan III

2016. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

perlambatan laju pertumbuhan ekonomi

mempersulit angkatan kerja memperoleh

pekerjaan.

6.2 Kesejahteraan

Sebesar 65,8% tenaga kerja di Papua

bekerja di sektor

Kehutanan, Perburuan dan P . Oleh

karena itu, perkembangan dari kinerja

lapangan usaha kategori ini memiliki

keterkaitan yang sangat erat dengan

kesejahteraan masyarakat Papua.

BPS merilis Nilai Tukar Petani (NTP) yang

dirilis setiap bulan dan dapat menjadi

indikator bagi tingkat kesejahteraan petani

dan nelayan. NTP disusun dengan

membandingkan sisi pendapatan dan sisi

pengeluaran petani. Jika pendapatan petani

tumbuh lebih tinggi dari pengeluarannya,

maka nilai NTP akan meningkat. Ringkasnya,

seiring semakin tinggi NTP maka semakin

sejahtera petani.

Publikasi terakhir tercatat menunjukkan

bahwa tingkat NTP Papua terlihat

mengalami penurunan bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Pelemahan

laporan menjadikan kesejahteraan para

petani menurun. NTP triwulan III 2016 turun

menjadi 96,17 pada triwulan dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 97,13. Data yang

ada masih menunjukkan bahwa petani

mengalami defisit. Artinya, jika

dibandingkan dengan tahun acuan (2012),

maka terlihat bahwa tingkat kesejahteraan

petani di Papua cenderung lebih buruk.

Dibandingkan dengan nasional, NTP Papua

secara persisten masih lebih rendah dari NTP

Nasional.

Terkait dengan tingkat kemiskinan, rilis BPS

dalam dua tahun terakhir menunjukkan

kecenderungan adanya kenaikan penduduk

miskin. Angka kemiskinan pada rilis BPS

Grafik 6.8 Jumlah Penduduk Miskin

25

26

27

28

29

30

31

32

800

820

840

860

880

900

920

940

960

980

Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar

2013 2014 2015 2016

Jumlah Penduduk Miskin

Persentase Penduduk Miskin [skala kanan]

sumber: BPS, diolah

ribu jiwa %

Grafik 6.7 Perbandingan NTP Papua dengan

NTP Nasional

92

94

96

98

100

102

104

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015 2016

NTP NasionalNTP PapuaNilai 100

sumber: BPS, diolah

Grafik 6.9 Perkembangan Indeks Kedalaman dan

Indeks Keparahan Kemiskinan

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

0123456789

10

Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar

2013 2014 2015 2016

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) [skala kanan]

sumber: BPS , diolah

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

54

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

bulan Maret 2016 menunjukkan 28,54%

penduduk Papua masih dibawah garis

kemiskinan, jauh diatas angka kemiskinan

nasional yang sebesar 10,83%. Angka ini

sedikit meningkat dibandingkan rilis BPS

bulan September yang sebesar 28,4.

Kesenjangan antara pengeluaran rata-rata

penduduk miskin dengan Garis Kemiskinan

(GK) yang ditunjukkan oleh Indeks

Kedalaman Kemiskinan (P1) juga meningkat.

Sementara itu, ketimpangan kesejahtaraan

di antara kelompok penduduk miskin (P2)

mengalami penurunan.

Grafik 6.10 Perkembangan Garis Kemiskinan

di Provinsi Papua

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar

2013 2014 2015 2016

GK Nonmakanan

GK Makanan

sumber: BPS , diolah

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

55

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

7 PROSPEK

PEREKONOMIAN DAERAH

sesmen Bank Indonesia pada periode laporan memproyeksikan pertumbuhan

ekonomi Papua pada triwulan I 2017 berada dikisaran 9,3%-9,7% (yoy) dengan

kecenderungan bias bawah. Meskipun produksi tambang diasumsikan kembali

normal pasca kerusakan mesin produksi yang terjadi di pelaku tambang dominan di Papua

pada semester I 2016, namun izin ekspor yang akan berakhir pada Januari 2017

berpotensi mempengaruhi kinerja pertambangan. Dengan kondisi tersebut, maka

pertumbuhan ekonomi Papua untuk keseluruhan 2017 diperkirakan berada dikisaran

6,1%-6,5% (yoy) dengan kecenderungan bias atas.

Dari sisi harga agregat, asesmen pada memperkirakan inflasi pada triwulan I 2017 akan

berada pada interval 4,6 5,1% (yoy) dengan kecenderungan bias atas. Kebijakan BBM

satu harga diperkirakan dapat menjadi peredam tekanan inflasi ke depan. Sementara itu

di sisi lain, penyesuaian tarif cukai rokok, UMP dan kondisi cuaca menjadi beberapa faktor

yang berpotensi memicu kenaikan harga. Dengan kondisi tersebut, maka inflasi untuk

keseluruhan 2017 berada pada interval 4,0%-4,5% (yoy). Realisasi inflasi akan lebih

rendah jika Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat menjalankan peran secara

optimal dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.

7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Dari sisi lapangan usaha, kategori

pertambangan akan kembali menjadi mesin

utama pertumbuhan ekonomi Papua di

triwulan I 2017. Asesmen memperkirakan

terdapat dua faktor utama yang

mempengaruhi kinerja pertambangan yaitu

proses produksi yang kembali normal dan

izin ekspor. Hal tersebut tercermin dari

tingkat pertumbuhan sektor tambang pada

triwulan III 2016 yang mencapai 42,25%

(yoy).

Dari sisi penggunaan, kinerja komponen

Konsumsi pada triwulan I 2017 diperkirakan

masih terjaga positif yang terutama ditopang

oleh konsumsi Rumah Tangga. Hasil Survei

Konsumen BI memperkuat tendensi

tersebut, dimana indeks ekspektasi

konsumen dan perkiraan pengeluaran dalam

jangka pendek berada di level yang relatif

tinggi. Dari sisi konsumsi pemerintah,

penundaan pencairan DAU yang secara total

mencapai Rp519,8 miliar diperkirakan tidak

memberikan pengaruh signifikan dalam

A

Grafik 7.1 Ekspektasi Konsumen

100

110

120

130

140

150

160

170

Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

Dec Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

2015 2016

INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK )

Perkiraan pengeluaran 3 bln mendatang dibandingkan saat ini

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

56 56

56

Triwulan I 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

penyerapan belanja pemerintah dan

perekonomian secara keseluruhan. (lihat

boks bab II). Namun demikian, sesuai

dengan polanya, realisasi pembangunan

proyek pada triwulan I 2017 diperkirakan

belum optimal. Konsumi pemerintah untuk

keseluruhan 2017 diperkirakan relatif tinggi

seiring persiapan PON, pilkada dan

kelanjutan pelaksanaan berbagai proyek

strategis.

Dengan melihat kondisi tersebut, asesmen

memprediksi kinerja perekonomian Papua

pada triwulan I 2017 akan berada pada

rentang 9,3%-9,8% (yoy) dengan

kecenderungan bias bawah.

Untuk keseluruhan tahun 2017, kinerja

perekonomian Papua diperkirakan akan

dipengaruhi oleh izin ekspor pertambangan,

dimana sesuai Peraturan Menteri ESDM

nomor 1/2014 batas waktu izin ekspor

bahan mentah (raw material) berlaku hingga

awal Januari 2017. Apabila tidak terdapat

kendala berarti dalam proses perizinan

ekspor dan pengaruh kendala produksi

relatif minimal, maka target produksi

pertambangan pada keseluruhan 2017

dapat tercapai. Tercatat target produksi

salah satu pelaku usaha tambang dominan

di Papua untuk 2017 sebesar 1,45 miliar

pound untuk tembaga dan 2,75 juta ounce

untuk emas. Kondisi tersebut membuat

perekonomian Papua untuk keseluruhan

2017 diperkirakan mencapai kisaran 6,1%-

6,5% (yoy).

7.2 Prospek Inflasi

Dari sisi perkembangan harga, inflasi Papua

dalam jangka pendek di triwulan I 2017

diperkirakan masih relatif terkendali pada

rentang 4,6 5,1% (yoy) dengan

kecenderungan bias bawah.

Beberapa faktor yang menjadi pemicu inflasi

(up side risk) terutama berasal dari

ekspektasi masyarakat khususnya dalam

menghadapi siklus musiman Tahun Baru dan

Grafik 7.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Inflasi

100

110

120

130

140

150

160

170

180

Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

Dec Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

2015 2016

Perubahan harga sec.umum 3 bln mendatang dibandingkan saat ini

Perkiraan pengeluaran 3 bln mendatang dibandingkan saat ini

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

57 57

57

Triwulan I 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

kondisi cuaca yang mempengaruhi produksi

dan distribusi bahan pangan. Hasil Survei

Konsumen BI memperkuat tendensi

terjadinya peningkatan tekanan inflasi,

dimana ekspektasi masyarakat terhadap

inflasi dan pengeluaran dalam jangka

pendek mengalami kenaikan. Selain itu,

anomali cuaca juga masih perlu diwaspadai.

Berdasarkan informasi BMKG, pada awal

2017, curah hujan di wilayah Papua

diperkirakan cukup tinggi dan berpotensi

memberikan pengaruh pada tinggi

gelombang laut dan kondisi penerbangan

yang selanjutnya berdampak pada

kelancaran distribusi komoditas ke Papua.

Sementara di wilayah sentra produksi

(wilayah jawa) curah hujan relatif normal,

sehingga produksi komoditas berpotensi

untuk terjaga. Selain itu, penyesuaian tarif

Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah

Minimum Kabupaten/Kota (UMK) serta tarif

cukai rokok juga berpotensi menambah

tekanan inflasi di awal tahun 2017.

Di sisi lain, kebijakan BBM satu harga yang

telah ditetapkan berpotensi menjadi salah

satu faktor peredam (down side risk) inflasi

di Papua. Kebijakan tersebut akan semakin

kuat pengaruhnya apabila jumlah

infrastruktur distribusi BBM di Papua

memadai. Sebagai informasi, di Kabupaten

Sarmi, salah satu kabupaten terdekat dari

ibukota provinsi yang dapat ditempuh

dengan transportasi darat, hanya memiliki 1

unit Agen Premium Minyak dan Solar

(APMS) dan tidak terdapat SPBU. Kondisi

tersebut menyebabkan waktu dan jumlah

pelayanan distribusi BBM kepada masyarakat

relatif terbatas. Berdasarkan data BPH Migas,

jumlah total penyalur BBM di Papua pada

2016 hanya sebanyak 146 penyalur,

sehingga apabila dibandingkan dengan luas

wilayah yang mencapai 319 ribu km2, jumlah

tersebut masih sangat kurang memadai.

Dengan mempertimbangkan kondisi

tersebut dan mengasumsikan bahwa

pergerakan harga komponen volatile foods

Sumber: BMKG

Grafik 7.3 Perkiraan Curah Hujan

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

58 58

58

Triwulan I 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

masih berada di level yang moderat maka

inflasi Papua selama 2017 diperkirakan

berada direntang 4,0 4,5% (yoy) dengan

kecenderungan bias bawah.

Dalam upaya menjaga stabilitas inflasi, Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi

Papua berinisiasi untuk melakukan

kerjasama antar daerah dengan Jawa timur

dan Sulawesi Selatan. Selanjutnya agar

upaya tersebut dapat memberikan pengaruh

dan berdampak positif dalam

perekonomian, maka diperlukan komitmen

dari seluruh elemen dan instansi terkait

untuk melakukan tidaklanjut dari inisiasi

tersebut. Selain itu, prioritas pengendalian

inflasi juga perlu dilakukan terutama pada

komoditas yang memiliki sumbangan inflasi

dominan di Papua. Berdasarkan hasil

asesmen menunjukkan bahwa sejak Januari

2016 hingga Oktober 2016, komoditas

bawang merah telah 6 kali menjadi

penyumbang inflasi tertinggi, demikian juga

dengan ikan ekor kuning dan cabai rawit

yang memiliki rata-rata sumbangan inflasi

tertinggi.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 7.4 Kuadran Inflasi

Bawang Merah

Ekor Kuning

Tarif Listrik

Angkutan Udara

Nasi dengan Lauk

Cabai Merah

Cabai Rawit

Sewa Rumah

0.0

0.4

0.8

0 6 12

Frekuensi Inflasi dalam 1 tahun (kali)

Rat

a-r

ata

Sum

ban

gan

Infl

asi (

%, m

tm)

HIGH

LOWHIGH

Komoditas Lain

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

LAMPIRAN

TABEL-TABEL

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

60

Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Regional Provinsi Papua

TABEL I. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI PAPUA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2010

(dalam miliar rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTOMENURUT PENGGUNAAN Total Total I II III IV Total I II III Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 47.326,6 50.742,6 12.922,9 13.099,7 13.525,2 14.043,1 53.590,8 13.641,7 13.956,8 14.359,5

Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1.777,2 1.997,2 502,1 515,7 535,0 559,8 2.112,7 543,4 544,3 563,8

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 22.059,1 23.862,1 6.131,9 5.915,9 6.206,7 7.382,2 25.305,2 6.013,2 6.193,0 6.239,0

Pembentukan Modal Tetap Bruto 30.661,0 33.014,5 8.436,7 8.670,0 8.976,7 9.343,2 35.530,2 9.023,7 9.290,6 9.517,7

Perubahan Inventori 221,4 (183,5) (39,2) (49,6) (50,1) 17,6 132,6 (74,5) 188,8 (46,8)

Ekspor Luar Negeri 32.143,1 17.091,2 3.680,8 7.056,3 8.004,5 4.866,8 23.736,8 3.597,3 4.265,1 7.884,8

Impor Luar Negeri 5.451,8 11.190,9 1.886,6 2.070,9 2.490,2 2.430,3 8.943,3 1.874,4 2.745,4 2.162,9

Net Ekspor Antardaerah (12.308,0) 4.883,8 646,7 (534,4) (2.913,1) 943,2 (193,9) (1.127,8) 344,8 2.732,8

MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHA

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13.661,8 14.453,2 3.622,4 3.793,3 3.869,2 4.104,2 15.425,2 3.771,9 3.989,2 3.906,5

Pertambangan dan Penggalian 50.313,5 48.219,3 12.178,1 13.792,8 12.294,5 13.817,1 53.506,3 10.478,5 11.682,0 18.234,6

Industri Pengolahan 2.299,7 2.500,1 628,8 663,3 641,8 660,5 2.594,4 673,9 672,0 674,4

Pengadaan Listrik, Gas 38,3 40,3 9,1 10,4 9,9 10,5 38,9 10,8 11,3 10,8

Pengadaan Air 65,3 69,4 17,6 17,8 18,3 18,5 72,2 18,3 18,5 18,8

Konstruksi 11.790,6 12.857,2 3.300,4 3.454,3 3.569,3 3.843,9 14.169,4 3.450,0 3.698,4 3.909,7

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.031,5 9.690,7 2.528,9 2.560,6 2.611,3 2.789,5 10.490,3 2.587,7 2.731,2 2.853,2

Transportasi dan Pergudangan 4.544,0 5.010,3 1.306,1 1.334,9 1.376,3 1.470,4 5.487,7 1.358,8 1.432,1 1.489,5

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 733,1 825,3 210,4 214,3 223,4 239,2 887,3 220,3 230,8 236,8

Informasi dan Komunikasi 4.269,7 4.553,0 1.111,3 1.195,6 1.208,0 1.274,4 4.789,3 1.171,7 1.214,4 1.234,1

Jasa Keuangan 1.734,7 1.862,8 475,9 415,6 500,5 494,6 1.901,5 497,1 486,4 507,3

Real Estate 2.718,6 2.938,7 747,6 772,7 776,2 814,3 3.110,8 802,3 828,2 840,6

Jasa Perusahaan 1.300,9 1.426,4 342,1 366,6 380,9 393,4 1.483,0 361,9 389,3 401,5

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8.744,1 10.140,1 2.481,7 2.560,2 2.802,0 3.137,4 11.258,7 2.819,7 3.051,3 3.119,2

Jasa Pendidikan 2.337,1 2.527,7 640,3 653,4 677,7 739,3 2.710,8 680,7 728,3 747,3

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.668,8 1.825,0 470,0 471,1 493,7 542,7 1.977,6 497,8 526,7 544,8

Jasa lainnya 1.176,9 1.277,5 324,5 325,6 341,7 375,7 1.367,5 341,3 347,9 358,9

TOTAL 116.428,6 120.217,0 30.395,3 32.602,7 31.794,7 34.725,4 131.270,9 29.742,8 32.038,0 39.088,0

2013 2014 2015 2016

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

61

Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Regional Provinsi Papua

TABEL II. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI PAPUA ATAS DASAR HARGA BERLAKU

(dalam miliar rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTOMENURUT PENGGUNAAN Total Total I II III IV Total I II III Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 57.324,0 65.488,3 17.152,2 17.489,1 18.152,4 19.098,9 71.892,6 18.881,5 19.739,6 20.427,4

Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.162,4 2.592,8 685,9 709,9 738,2 773,9 2.907,8 755,5 773,1 801,9

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 26.106,0 30.559,3 7.626,5 7.909,3 8.408,2 10.239,5 34.183,6 8.359,8 8.687,1 8.852,5

Pembentukan Modal Tetap Bruto 36.270,8 41.554,0 10.971,3 11.374,9 11.883,3 12.574,1 46.803,5 12.215,7 12.630,3 12.970,7

Perubahan Inventori 335,8 (378,2) (80,7) 386,9 (56,7) 40,9 290,3 (179,5) 469,7 (120,4)

Ekspor Luar Negeri 30.253,2 19.619,1 4.714,5 8.935,7 9.273,0 5.053,6 27.976,7 4.302,6 5.333,9 8.933,5

Impor Luar Negeri 6.744,4 14.019,6 2.476,5 2.631,2 3.163,1 3.095,8 11.366,6 2.318,4 3.496,3 2.833,8

Net Ekspor Antardaerah (25.935,8) (11.876,3) (3.880,6) (5.533,7) (7.552,2) (3.595,5) (20.562,0) (4.460,8) (2.997,1) (827,7)

MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHAPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 15.595,4 17.385,2 4.751,4 4.974,2 5.101,4 5.523,0 20.350,0 5.115,7 5.531,5 5.431,9

Pertambangan dan Penggalian 45.170,1 46.139,6 11.056,8 13.913,7 11.891,1 12.724,2 49.585,8 11.087,4 12.807,3 19.103,5

Industri Pengolahan 2.589,4 3.007,0 783,1 834,6 819,2 865,4 3.302,4 893,9 895,4 901,0

Pengadaan Listrik, Gas 31,9 40,1 13,2 10,5 10,6 18,5 52,7 18,9 18,9 19,3

Pengadaan Air 71,8 80,3 20,9 21,1 22,0 22,4 86,3 22,1 22,5 23,0

Konstruksi 13.173,9 16.786,5 4.701,0 4.776,0 4.997,1 5.617,3 20.091,4 5.131,3 5.520,8 5.851,8

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.766,5 11.297,3 3.166,1 3.251,9 3.389,9 3.767,2 13.575,2 3.552,5 3.820,1 3.996,6

Transportasi dan Pergudangan 5.808,8 6.747,5 1.833,3 1.893,5 1.989,0 2.202,7 7.918,4 2.040,7 2.195,4 2.243,6

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 876,2 1.064,0 283,5 293,2 311,9 344,2 1.232,9 317,5 333,5 345,7

Informasi dan Komunikasi 4.359,7 5.005,2 1.279,9 1.412,9 1.460,9 1.588,9 5.742,6 1.476,3 1.530,6 1.590,1

Jasa Keuangan 2.090,2 2.347,2 624,6 549,6 677,5 660,6 2.512,3 668,9 658,3 692,8

Real Estate 3.159,8 3.548,5 956,3 1.001,0 1.018,4 1.106,8 4.082,5 1.116,8 1.153,2 1.172,8

Jasa Perusahaan 1.434,9 1.617,8 396,3 429,9 455,8 489,7 1.771,7 459,7 494,6 510,4

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.095,5 12.269,2 3.226,9 3.616,6 3.772,0 4.189,0 14.804,5 3.830,8 4.235,1 4.333,3

Jasa Pendidikan 2.423,7 2.661,4 683,9 714,9 749,3 828,7 2.976,7 763,5 816,9 844,6

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.849,3 2.118,4 563,9 573,7 616,3 691,2 2.445,1 643,4 680,9 704,5

Jasa lainnya 1.275,1 1.424,2 371,4 373,6 400,7 449,6 1.595,3 416,9 425,2 439,0

TOTAL 119.772,0 133.539,4 34.712,6 38.640,9 37.683,0 41.089,5 152.126,0 37.556,5 41.140,4 48.204,2

2013 2014 2015 2016

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

62

Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Regional Provinsi Papua

TABEL III. IMPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA

Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

IMPOR

Nilai Impor Nonmigas (juta USD) 55,6 160,4 103,7 58,4 179,3 184,8 199,0 163,0 115,1 122,3 177,5 174,11 121,5 164,5 143,9

Nilai Impor Konsumsi 1,5 3,5 2,3 0,9 8,9 7,6 5,4 3,8 2,8 3,9 4,2 7,0 3,2 3,9 3,4

Nilai Impor Bahan Baku dan Penolong 49,6 117,5 85,4 44,7 121,3 145,2 152,7 131,7 89,6 97,0 142,8 127,3 94,5 130,9 111,1

Nilai Impor Barang Modal 4,6 39,6 16,1 13,4 49,8 32,5 41,6 28,0 23,2 21,8 30,9 40,5 24,3 30,4 30,0

Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 10,9 23,1 19,3 10,8 35,9 22,9 23,8 29,2 13,4 22,3 17,2 65,2 17,6 28,0 18,7

Volume Impor Konsumsi 0,1 0,3 0,3 0,0 0,7 0,7 0,5 0,5 0,3 0,6 0,4 0,5 0,5 0,6 0,5

Volume Impor Bahan Baku dan Penolong 10,7 18,9 17,7 7,9 28,2 19,4 20,9 27,0 11,2 19,9 15,0 62,3 15,9 25,5 16,7

Volume Impor Barang Modal 0,2 3,9 1,4 2,9 7,3 2,9 2,5 1,9 2,0 1,9 1,9 2,5 1,3 2,1 1,6

Negara Asal Impor (juta USD) 55,6 160,4 103,7 58,4 179,3 184,8 199,0 163,0 115,1 122,3 177,5 174,1 121,5 164,5 143,9

Malaysia - - 0,1 0,0 0,2 0,3 2,5 0,6 8,4 0,4 0,3 1,1 1,4 0,6 0,6

Singapura 9,7 35,5 20,0 12,3 42,0 19,4 9,6 13,2 6,6 18,4 20,3 11,8 10,2 11,5 14,6

Jepang 4,1 4,9 13,3 4,3 9,2 13,9 13,4 10,8 4,1 3,7 4,8 7,6 7,3 6,8 6,2

RRT 0,1 0,3 0,9 5,5 4,0 3,0 3,8 2,7 2,0 1,7 1,4 1,8 2,0 2,9 1,6

Australia 36,6 56,0 49,5 26,5 65,0 72,3 81,8 65,5 44,9 43,8 56,0 80,0 42,3 78,0 57,5

Amerika Serikat 4,8 61,5 19,2 9,2 41,2 54,9 50,3 42,3 27,4 35,1 38,9 50,3 38,7 37,9 32,6

Swedia - - - - 2,0 3,9 13,2 13,3 13,5 7,8 44,7 6,5 4,9 6,6 7,0

Finlandia - - - 0,0 9,6 5,4 3,7 4,0 2,0 3,3 1,3 1,1 2,9 1,9 3,1

20162015

RINCIAN

2013 2014

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

63

Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Regional Provinsi Papua

TABEL IV. EKSPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA

Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

EKSPOR

Nilai Ekspor (juta USD) 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15 293,8 376,7 635,5

KPBC Jayapura 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,3 0,3 0,1 0,1 0,0 0,5 0,1 0,1 0,3

KPBC Merauke 23,4 25,6 18,3 22,2 26,7 24,7 23,7 25,8 18,4 19,6 11,7 13,48 10,8 12,5 10,3

KPBC Amamapare 486,2 467,2 672,6 973,7 102,8 1,5 731,6 535,8 318,4 575,7 595,6 345,07 271,7 352,3 613,4

KPBC Biak - 7,6 5,2 8,8 9,2 10,7 10,5 9,8 16,9 18,5 13,2 6,11 11,4 11,8 11,6

KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - - -

Volume Ekspor (ribu ton) 265,0 273,8 373,1 445,6 88,2 46,1 301,1 272,6 204,6 335,4 370,8 246,3 232,9 277,9 382,4

KPBC Jayapura 0,1 0,1 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0,22 0,0 0,0 0,1

KPBC Merauke 48,2 33,5 45,2 20,4 33,0 30,2 28,6 30,8 19,2 20,9 12,8 15,07 12,5 15,4 13,2

KPBC Amamapare 216,8 229,4 320,3 413,8 41,1 0,1 259,4 227,2 165,0 291,7 337,6 220,98 199,4 241,0 351,0

KPBC Biak - 10,7 7,6 11,4 14,0 15,8 12,9 14,4 20,4 22,7 20,3 10,03 21,0 21,4 18,1

KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - - -

Total Komoditas (juta USD) 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15 293,8 376,7 635,5

Kayu Olahan 18,3 26,0 19,1 23,9 26,4 26,3 27,3 29,0 35,3 38,2 24,9 19,59 22,1 24,4 21,9

Bijih Tembaga 486,2 467,2 672,2 973,7 102,6 - 730,7 534,4 318,3 575,5 594,1 343,85 271,7 352,3 613,4

Negara Tujuan Ekspor (juta USD) 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,2 293,8 376,7 635,5

Amerika Serikat - - - - - - 3,2 - 7,1 7,2 0,0 - - 0,0 3,9

Kayu Olahan - - - - - - 3,2 - 7,1 7,2 - - - - 3,9

Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - - -

Filipina 94,6 - 80,3 39,0 19,8 0,1 - - - 45,8 68,3 69,2 60,6 68,8 76,0

Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - - -

Bijih Tembaga 94,6 - 80,3 39,0 19,8 - - - - 45,8 68,3 69,2 60,6 68,8 76,0

India 212,0 - 191,0 351,6 - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5 25,9 48,9 221,6

Kayu Olahan - - - 0,1 - - - - - - - - - - -

Bijih Tembaga 212,0 - 191,0 351,4 - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5 25,9 48,9 221,6

Jepang 87,2 173,2 148,8 273,2 - 0,7 73,8 195,8 33,7 154,3 154,5 60,6 56,1 103,3 102,0

Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - - -

Bijih Tembaga 87,2 173,2 148,8 273,2 - - 72,4 195,3 33,7 154,3 154,5 60,6 56,1 103,3 102,0

RRT 5,1 86,4 193,9 132,7 29,4 8,4 145,0 171,7 88,2 105,5 67,9 49,2 43,7 88,5 144,2

Kayu Olahan - - 1,3 - - - - - - - - - - - -

Bijih Tembaga - 79,3 188,2 126,8 19,9 - 139,6 164,3 88,2 105,5 67,9 49,2 43,7 88,5 144,2

Arab Saudi 13,1 21,9 13,2 17,3 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6 7,8 8,9 6,1

Kayu Olahan 13,1 21,9 13,2 17,3 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6 7,8 8,9 6,1

Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - - -

Korea Selatan 23,4 90,9 63,9 83,1 4,6 1,8 47,9 25,8 - 65,5 25,0 18,8 32,5 49,1 73,4

Kayu Olahan 1,4 - - 0,8 4,6 1,8 - - - 2,2 5,7 1,58 1,2 6,5 3,8

Bijih Tembaga 21,9 90,9 63,9 82,4 - - 47,9 25,8 - 63,4 19,3 17,26 31,2 42,7 69,5

20162015

RINCIAN

2013 2014

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya

64

Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Regional Provinsi Papua

TABEL V. PENYALURAN KREDIT PERBANKAN NASIONAL (LOKASI PROYEK DI PROVINSI PAPUA)

Sumber: Laporan Bank Umum

I II III IV I II III IV I II III IV I II 7 8 III

Menurut Penggunaan

Modal Kerja 6.025 6.396 6.615 6.786 7.258 7.890 8.433 7.705 7.550 8.178 9.350 9.512 8.822 9.480 9.231 9.438 8.952

Investasi 2.296 2.852 2.868 3.170 3.037 3.186 3.200 3.620 3.625 3.922 2.813 3.018 2.352 2.535 2.530 2.520 3.344

Konsumsi 6.966 7.395 8.020 8.365 8.443 8.601 8.648 9.555 9.685 9.921 10.201 10.361 10.268 10.697 10.696 10.850 10.985

Menurut Sektor Lapangan Usaha

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 237 457 505 739 736 792 828 842 887 1.082 865 1.134 696 718 716 696 691

2. Pertambangan dan Penggalian 106 90 102 86 70 79 92 72 79 81 30 43 61 59 57 42 41

3. Industri Pengolahan 377 488 546 506 374 364 335 318 308 296 153 352 316 333 319 334 334

4. Pengadaan Listrik dan Gas 45 51 34 36 33 35 45 51 38 46 25 36 33 34 32 32 35

5. Pengadaan Air 1 - - - 2 4 7 5 3 6 2 6 5 5 7 6 8

6. Konstruksi 1.092 1.201 1.302 1.260 1.316 1.502 1.858 1.454 1.265 1.527 1.140 1.561 1.156 1.534 1.530 1.535 1.687

7. Perdagangan Besar dan Eceran 3.457 4.075 4.122 4.215 4.383 4.618 4.766 4.959 5.035 5.358 6.550 5.820 6.122 6.487 6.273 6.376 6.571

8. Transportasi dan Pergudangan 342 409 434 470 520 611 649 669 671 651 522 641 589 615 611 632 646

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 573 642 643 647 647 677 695 688 678 708 398 703 672 694 689 679 706

10. Informasi dan Komunikasi 16 16 16 16 19 17 18 18 18 18 1 2 9 9 9 9 9

11. Perantara Keuangan 452 340 357 390 376 487 460 496 542 695 608 727 94 84 81 77 77

12. Real Estate dan Usaha Persewaan 186 183 179 194 244 179 177 181 187 189 145 208 232 275 283 287 282

13. Jasa Perusahaan 157 277 246 247 234 214 199 221 230 224 221 211 172 171 172 183 183

14. Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1 1 3 3 3 6 4 111 37 2 1 66 17 1 1 51 38

15. Jasa Pendidikan 24 28 33 31 32 17 30 15 13 17 11 15 12 10 9 13 11

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16 18 24 24 31 30 32 30 29 35 30 36 33 38 33 36 38

17. Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 8.206 8.366 8.959 9.458 9.718 10.044 10.086 10.749 10.840 11.086 11.660 11.329 11.221 11.645 11.633 11.821 11.926

TOTAL 15.288 16.643 17.503 18.321 18.737 19.677 20.281 20.879 20.860 22.021 22.364 22.891 21.441 22.712 22.456 22.808 23.282

20162015URAIAN

2013 2014