KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME...

22
KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Dosen: Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS Tugas Ujian Akhir Triwulan MANAJEMEN FINANSIAL Disusun oleh : Andi Yoshendy P056110743.40E PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Transcript of KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME...

Page 1: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Dosen:

Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS

Tugas Ujian Akhir Triwulan

MANAJEMEN FINANSIAL

Disusun oleh :

Andi Yoshendy P056110743.40E

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

i | H a l

Daftar Isi

Daftar Isi ................................................................................................................................................... i

Daftar Gambar ......................................................................................................................................... ii

Daftar Tabel ............................................................................................................................................ ii

Abstract ...................................................................................................................................................iii

BAB 1 Pendahuluan ............................................................................................................................ 1

1.1 Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 1

1.2 Struktur Penulisan .................................................................................................................... 2

BAB 2 Krisis Subprime di Amerika Serikat ........................................................................................... 3

2.1 Globalisasi Keuangan Global ................................................................................................... 3

2.2 Krisis Keuangan AS ................................................................................................................. 3

2.3 Kebangkrutan Lembaga Keuangan AS ..................................................................................... 5

2.4 Kaitan Krisis Subprime dengan Pasar Keuangan Global ........................................................... 6

BAB 3 Kajian efek krisis terhadap Ekonomi Global dan Indonesia ....................................................... 8

3.1 Dampak Krisis Finansial AS terhadap Perekonomian Global .................................................... 8

3.2 Dampak Krisis terhadap Sektor Finansial ............................................................................... 10

3.3 Dampak Krisis terhadap Sektor Riil ........................................................................................ 11

3.4 Dampak Krisis terhadap Asia Tenggara dan Indonesia ........................................................... 14

BAB 4 Kajian Situasi di Masa Depan ................................................................................................. 16

4.1 Pelajaran dari Krisis Global .................................................................................................... 16

4.2 Pemikiran Alternatif ................................................................................................................ 16

Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 18

Page 3: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

ii | H a l

Daftar Gambar

Gambar 1 Kronologi Krisis Ekonomi Global-------------------------------------------------------------------------------- 1

Gambar 2 Perkembangan KPR yang Bermasalah di AS --------------------------------------------------------------- 4

Gambar 3 Kronologis Krisis Subprime -------------------------------------------------------------------------------------- 5

Gambar 4 Spread LIBOR Rate dan T-Bills --------------------------------------------------------------------------------- 6

Gambar 5 Skema Dampak Krisis terhadap Perekonomian Global --------------------------------------------------- 8

Gambar 6 Keadaan Index Saham Regional ------------------------------------------------------------------------------- 9

Gambar 7 Perkembangan Nilai Tukar Regional ASEAN --------------------------------------------------------------- 9

Gambar 8 Indeks Saham Eropa, Jepang dan AS ----------------------------------------------------------------------- 11

Gambar 9 Pertumbuhan Ekonomi Dunia ---------------------------------------------------------------------------------- 12

Daftar Tabel

Tabel 1 Komparasi Dampak Krisis Global tahun 2008 dengan Krisis yang Pernah Terjadi ------------------ 12

Tabel 2 Komparasi Kebijakan Moneter dan Fiskal pada Krisis tahun 1998 dan 2008 ------------------------- 15

Page 4: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

iii | H a l

Abstract

This paper is a compilation of several literatures that explains about US sub-prime crisis and its effect

towards regional ASEAN and Indonesia. Sub-prime financial crisis is said to be the most severe financial

crisis after great depression on 1929. It is because the crisis started from the United States, the biggest

economy of the world and a country that has a very developed financial systems and economy. This

paper explains source of the crisis which was due to imprudent and uncontrolled instrument of financial

derivatives. Also it explains the transmission mechanism for crisis to spread towards economy in Europe

and remaining of world, including ASEAN and Indonesia. The impact on Indonesia economy is relatively

limited compared to other countries in ASEAN region. It was mainly due to factors such as relatively

strong domestic economy and low export ratio to GDP, that helps protect Indonesia from crisis’ exposure.

Also, appropriate monetary and fiscal policy was taken at that time, as a result from learning of East Asia

1998 crisis. In the end, this paper discusses some insight into Indonesian priorities and alternative

thought on financial system.

Keywords: economic crisis, Indonesia economy

Page 5: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

1 | H a l

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Tujuan Penulisan

Ekonomi dunia yang makin lama makin terintegrasi, meliputi liberalisasi di dalam pasar

keuangan, yang berupa hilangnya penghalang bagi perpindahan modal dan investasi. Leverage

keuangan semacam ini sangat berkembang, sehingga membuat perekonomian suatu negara ataupun

kawasan sangatlah rentan terhadap hal-hal yang memicu krisis finansial. Setelah mengalami

peningkatan ekonomi global yang cukup tinggi selama kurang lebih lima tahun, ekonomi dunia

mengalami hantaman krisis pada bulan September 2008. Pertumbuhan ekonomi dunia yang ada pada

level 5.2% pada tahun 2007, mengalami penurunan menjadi 3% pada tahun 2008 dan menurun terus

menjadi -1.3% pada tahun 2009. Krisis yang sering disebut sebagai “subprime crisis” ini ditengarai

sebagai krisis keuangan yang terburuk sejak Great Depression pada tahun 1930-an.

Gambar 1 Kronologi Krisis Ekonomi Global

Sumber: Sakti (2009)

Krisis keuangan ini berbeda dengan krisis finansial lain yang pernah terjadi pada beberapa

dekade belakangan ini bukan hanya karena luas dan dampaknya, tapi juga karena asal dari krisis ini.

Krisis yang bersifat global mempengaruhi hampir seluruh negara di dunia dan dampaknya sangat besar.

Pusat dari krisis ini bukanlah negara-negara yang kecil perekonomiannya, tapi adalah Amerika Serikat

yang merupakan perekonomian terbesar dan pusat perekonomian dunia, dan negara yang memiliki mata

uang yang paling dominan, yaitu US Dollar, serta memiliki sistem keuangan yang paling maju dan

canggih di seluruh dunia.

Page 6: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

2 | H a l

Salah satu kawasan yang terkena dampak dari krisis keuangan global ini adalah kawasan Asia

Pasifik dan secara khusus bagi Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian atau ringkasan

atas beberapa Paper yang telah dipublikasikan yang membahas tentang krisis keuangan global, dampak

bagi Indonesia, serta saran untuk mengantisipasi atau menghindari dampak krisis di masa yang akan

datang.

1.2 Struktur Penulisan

Masing-masing Paper mungkin tidak mencakup keseluruhan isi yang penulis sebutkan, tapi

penulis akan menyajikan materi yang relevan dari masing-masing Paper pada tulisan ini sehingga

memberikan gambaran utuh bagi tulisan ini.

Bagian selanjutnya akan membahas tentang penyebab krisis keuangan global di tahun 2007-

2008, dilanjutkan dengan pemaparan pengaruh dari krisis pada negara-negara kawasan Asia Tenggara.

Bagian selanjutnya secara khusus memberikan kajian atas dampak krisis bagi Indonesia sendiri, dan

diakhiri dengan saran-saran antisipasi dampak negatif dari krisis, terutama dari perspektif perekonomian

Indonesia.

Page 7: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

3 | H a l

BAB 2 Krisis Subprime di Amerika Serikat

2.1 Globalisasi Keuangan Global

Globalisasi adalah proses transformasi ekonomi dan struktural multidimensi, yang biasanya

terkait dengan meningkatnya arus modal, barang, jasa dan knowledge melintasi batas negara. Serta

timbulnya serangkaian struktur organisasi dan infrastrukutur untuk mengakomodasi transaksi dan

aktivitas ekonomi internasional tersebut.

Selanjutnya, globalisasi telah mendorong integrasi perekonomian antar negara melalui

liberalisasi perdagangan, deregulasi sektor keuangan dan arus Foreign Direct Investment (FDI) oleh

transnational corporation (TNC). Globalisasi membuka kesempatan dan peluang bagi negara dengan

pendapatan rendah dan menengah, melalui terbukanya akses ke pasar global, peningkatan arus FDI,

integrasi negara-negara ke dalam global value chain (GVC) atau global production network (GPN), serta

akselerasi transfer teknologi, baik teknologi proses dan produk.

Meningkatnya saling ketergantungan antar negara mendorong tingginya kerentanan terhadap

“kejutan” ekonomi global yang terjadi di luar kendali dari tiap-tiap negara. Negara berkembang beresiko

untuk “terkunci” di dalam siklus bisnis dan sektor keuangan. Peningkatan integrasi perekonomian negara

tidak disertai dengan mekanisme dan tata kelola (governance) institusi global yang bertugas untuk

mengantisipasi dan mengendalikan ketidak seimbangan, menangani kegagalan pasar, serta

mengkoordinasikan aliran barang, jasa dan modal internasional baik untuk FDI atau aliran investasi

portfolio.

2.2 Krisis Keuangan AS

Miranti (2009) memaparkan bahwa Bank of International Settlement (BIS) dalam laporan tahunan

tahun 2008 menyebutkan bahwa akar dari hampir seluruh krisis keuangan adalah pinjaman yang

berlebihan (excessive) dan diberikan tanpa kehati-hatian (prudent) dari bank. Untuk kasus Amerika

Serikat (AS), krisis dipicu oleh gagal bayarnya (default) atas pinjaman yang excessive dan imprudent

yang diberikan oleh, misalnya, Washington Mutual bagi banyak pembeli rumah (KPR) yang memiliki

resiko tinggi di AS.

Bank biasanya hanya mau memberi KPR kepada nasabah yang kemungkinan gagal bayar

utangnya kecil, karena keadaan ekonominya prima, atau mereka yang disebut prime customers. Karena

banyaknya bank yang memberi KPR ke nasabah prima, bunganya rendah, keuntungan bagi bank pun

kecil. Maka bank mulai memberi KPR kepada nasabah yang keadaan ekonominya tidak stabil atau

subprime customers. Risiko gagal bayar utangnya besar, tetapi bunga pinjamannya tinggi. Bank

Page 8: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

4 | H a l

biasanya tidak selalu membukukan KPR-nya. Di dunia finansial modern, bank dapat menggunakan KPR-

nya sebagai jaminan atas surat utang yang dijualnya ke investor.

Dalam kasus Washington Mutual, pinjaman perumahan ini lalu dibuatkan surat utang lalu dijual

ke institusi penjamin kredit (Fannie Mae dan Freedie Mac) untuk mendapatkan dana tambahan.

Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan dan dibuatkan satu instrumen

keuangan yang dinamakan Mortgage Backed Securities (MBS) dan dijual ke pasar saham Wall Street.

Wall Street selanjutnya melakukan re-package atas MBS ini ke dalam instrumen derivatif lainnya yang

dinamakan Collateralized Debt Obligation (CDO).

Melalui mekanisme ini, bank tidak menghadapi risiko penunggakan hutang lagi, karena telah

"menjual" hutang tersebut ke investor. Bank bisa mengambil keuntungan dari selisih antara jumlah KPR

yang diberikan ke debitor (misalnya US$1 juta) dan harga CDO yang dijual ke investor (misalnya

US$1.02 juta). Investor tentu menerima bunga dari CDO yang dibelinya (misalnya 5.0% per tahun). Pada

saat itu jumlah KPR di AS sekitar US$ 10 trilliun dan sekitar US$ 1.2 trilliun adalah KPR subprime (tidak

prima). Dari US$1,2 triliun KPR subprime, sekitar US$460 miliar telah dijual dalam bentuk CDO ke

investor di seluruh dunia.

Pada awal tahun 2004, suku bunga dollar AS atau sering disebut Fed Funds Target Rate (FFTR)

hanya 1%, sehingga pada debitor subprime masih mampu mencicil KPR. Krisis terjadi ketika bank

sentral AS menaikkan FFTR dari 1% pada Mei 2004 menjadi 5.25% pada Juni 2006. Akibatnya para

debitur subprime, yang pada umumnya memang berpenghasilan pas-pasan mulai mengalami gagal

bayar dan menunggak KPR-nya dalam skala yang besar (Gambar 2). Pada saat yang hampir

bersamaan, harga sektor properti AS juga jatuh. Akibatnya, lembaga keuangan penyalur KPR banyak

yang merugi, bahkan beberapa di antaranya gulung tikar.

Gambar 2 Perkembangan KPR yang Bermasalah di AS

Page 9: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

5 | H a l

Gagal bayar dan tindakan pengambilalihan meningkat tajam sejalan dengan berakhirnya periode

suku bunga tetap di awal pinjaman, sementara adjustable rate mortgage (ARM) menjadi lebih tinggi.

Kredit dengan ARM memberi kemudahan bagi debitur dengan memberlakukan suku bunga rendah untuk

satu periode waktu tertentu (initial grace period), yang diikuti dengan pemberlakuan suku bunga pasar

untuk periode berikutnya.

Suku bunga rendah dan derasnya aliran dana asing menciptakan situasi pasar kredit yang

kondusif beberapa tahun sebelum krisis. Tingkat kepemilikan rumah di AS tumbuh 69.2% pada tahun

2004 dibandingkan dengan tahun 1980. Kredit subprime memberi kontribusi besar pada peningkatan

pemilikan rumah dan besarnya permintaan di sektor properti. Antara tahun 1997 hingga 2006, harga rata-

rata rumah di AS melonjak hingga 124%. Gelembung (bubble) di sektor perumahan mulai terbentuk.

Tingginya permintaan akan rumah memicu harga rumah meningkat . Persyaratan kredit yang cukup

longgar dan ekspektasi bahwa harga rumah akan terus meningkat mendorong banyak debitur kategori

subprime untuk mengajukan kredit dengan ARM.

Gambar 3 Kronologis Krisis Subprime

Spekulasi di sektor properti memainkan peranan penting dalam terbentuknya bubble.

Bank/kreditur terus menawarkan pinjaman kepada debitur bahkan debitur yang masuk kategori risiko

tinggi, termasuk imigran ilegal. Gagal bayar di kelompok subprime pada pertengahan tahun 2007, yang

kemudian memicu pecahnya bubble di sektor properti.

2.3 Kebangkrutan Lembaga Keuangan AS

Permasalahan yang muncul dari kasus gagal bayarnya subprime mortgage menimbulkan

pertanyaan peran lembaga rating. Selama ini, CDO dan MBS berbasis subprime selalu mendapatkan

Page 10: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

6 | H a l

rating di atas investment grade. Rating ini diberikan karena memang lembaga-lembaga keuangan yang

mengeluarkan CDO dan MBS telah melakukan praktik manajemen resiko yang lazim seperti over

collateralization (memberi jaminan berlebihan saat berhutang), atau adanya jaminan jika kredit

mengalami default. Tingginya rating mendorong investor membeli sekuritas berbasis subprime sehingga

turut membiayai terjadinya bubble di sektor properti. Antara pertengahan 2007 sampai pertengahan 2008

lembaga rating menurunkan credit rating bagi MBS sehingga membuat harga saham perusahaan yang

memiliki banyak MBS jatuh.

Gagal bayar di sektor pinjaman subprime menyebabkan jatuhnya nilai aset MBS dan mendorong

bank investasi besar di AS mengalami kerugian besar. Pada September 2008 Lehman Brothers

menyatakan bangkrut, sementara Bear Sterns dan Merril Lynch diambil alih kepemilikannya oleh bank

lain. Kolapsnya 3 dari 5 bank investasi terbesar di AS, menambah ketidakstabilan di pasar keuangan

global. Dua bank investasi lainnya yaitu Morgan Stanley dan Goldman Sachs memilih beralih menjadi

bank komersial. Penurunan nilai aset MBS mendorong investor pemegang CDO mengalami kerugian

cukup besar. Perusahaan asuransi seperti American International Group (AIG) dan MBIA menghadapi

potensi kerugian yang cukup besar dari kepemilikan CDO. Bahkan AIG sampai harus mendapatkan dana

talangan dari pemerintah AS karena memiliki eksposur besar senilai US$ 440 milliar.

2.4 Kaitan Krisis Subprime dengan Pasar Keuangan Global

Produk MBS nilai pasarnya didasarkan pada pembayaran KPR dan harga rumah. Dengan

produk ini lembaga keuangan dan investor di seluruh dunia dapat berinvestasi di pasar properti AS.

Lembaga keuangan dan perbankan di seluruh dunia memiliki investasi cukup besar di produk ini.

Meluasnya penyebaran krisis berdampak pada terjadinya kesulitan likuiditas dan solvabilitas di pasar

keuangan global.

Gambar 4 Spread LIBOR Rate dan T-Bills

Ditambah lagi dengan meningkatnya tingkat ketidakpercayaan di kalangan pelaku pasar

keuangan karena belum jelasnya besar kerugian yang akan terjadi dan tingginya potensi gagal bayar

Page 11: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

7 | H a l

counterparty. Kondisi ketatnya likuiditas tercermin dari meningkatnya tingkat suku bunga London

Interbank Offered Rate (LIBOR) (Gambar 4).

Dilaporkan bahwa antara 1 Januari hingga 1 Oktober 2008 pemilik saham di perusahaan AS

telah menderita kerugian senilai US$ 8 triliun. Krisis yang melanda perbankan juga memicu terjadinya

credit crunch karena timbulnya krisis kepercayaan dari sikap prudent perbankan. Perbankan saling tidak

percaya untuk menyalurkan kredit seiring dengan tingginya kekhawatiran gagal bayar. Ketidakpercayaan

tersebut mendorong semakin ketatnya persyaratan kredit yang dikeluarkan oleh bank.

Pemaparan lebih lanjut atas dampak krisis finansial AS terhadap perekonomian global akan

disajikan pada bagian berikutnya.

Page 12: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

8 | H a l

BAB 3 Kajian efek krisis terhadap Ekonomi Global dan Indonesia

3.1 Dampak Krisis Finansial AS terhadap Perekonomian Global

Di bagian sebelumnya telah diterangkan bahwa krisis finansial AS terjadi karena gagal bayar dari

peminjam KPR subprime, yang berimbas pada efek derivatif yang terkait dengan pinjaman tersebut. Hal

ini menciptakan perilaku menghindar (risk aversion) karena krisis kepercayaan diantara pelaku pasar

finansial sehingga terjadi krisis likuiditas di pasar keuangan. Sehingga dampak ikutan krisis finansial

global dapat digambarkan seperti Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5 Skema Dampak Krisis terhadap Perekonomian Global

Kondisi krisis di AS selanjutnya membuat para konsumen di AS dan Eropa kehilangan daya beli.

Selain efek pada perekonomian individu, krisis ini juga berimbas pada kelesuan aktivitas bisnis di mana

para pelaku bisnis menghadapi pasar keuangan yang menjadi sulit bagi akses ke pembiayaan (karena

pasar sekarang makin meningkatkan tingkat risk aversion), baik bagi pembiayaan melalui perbankan atau

mendapat dana pihak ketiga melalu pasar modal. Aktivitas bisnis yang lesu berakibat pula bagi para

pekerja, berupa turunnya lapangan pekerjaan dan PHK, dan nantinya makin menurunkan daya beli

masyarakat.

Krisis di AS dan Eropa menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke negara-negara emerging market

yang sebagian besar ada di Asia. Transmisi krisis dari negara barat ke negara emerging market

diterangkan sebagai berikut (BI, 2009).

Page 13: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

9 | H a l

1. Jalur gangguan di pasar uang internasional

Situasi ketatnya likuiditas mengakibatkan sulitnya pendanaan termasuk yang menuju emerging

markets. Krisis kepercayaan dan risk aversion membuat pemodal berpindah dari asset yang

dipandang beresiko ke asset yang dianggap lebih aman (flight to quality). Bursa saham di Asia pasca

jatuhnya Lehman Brothers bulan September 2008 mengalami penurunan index yang sangat tajam

(Gambar 6).

Gambar 6 Keadaan Index Saham Regional

Gambar 7 Perkembangan Nilai Tukar Regional ASEAN

Dampak lainnya adalah tekanan depresiasi nilai tukar mata uang regional terhadap dolar AS yang

berkepanjangan (Gambar 7). Untuk menahan kemerosotan nilai tukar lebih besar lagi, maka

beberapa negara harus mengeluarkan cadangan devisanya untuk melakukan intervensi pada pasar

Page 14: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

10 | H a l

valas. Cadangan devisa yang semakin menipis dan defisit transaksi berjalan yang semakin melebar

pada gilirannya semakin meningkatkan risiko terjadinya gagal bayar (default). Beberapa negara

seperti Islandia, Afrika Selatan, Hungaria, Ukraina, Belarusia, dan Pakistan sampai harus meminta

bantuan finansial dari IMF.

Tapi secara umum, dapat dikatakan dampak dari krisis finansial ini ke emerging markets cukup

terbatas. Hal ini disebabkan karena rendahnya eksposur perekonomian emerging markets terhadap

aset yang terkait dengan subprime mortgage AS.

2. Jalur makroekonomi

Transmisi dampak melalui jalur makroekonomi merupakan dampak ikutan dan dapat berjalan melalui

beberapa jalur:

a. Perdagangan dan harga komoditas

Memiliki pengaruh besar jika negara-negara AS dan Eropa merupakan mitra dagang utama.

Kelesuan di negara-negara tersebut membuat anjloknya harga komoditas dan menurunnya

ekspor karena lemahnya permintaan global.

Firdaus (2010) melakukan kajian atas dampak krisis terhadap ekspor produk agrisbisnis

Indonesia. Krisis ekonomi global telah memberikan dampak yang signifikan bagi ekspor

produk agribisnis, yaitu pada periode 2008 – 2009 dan lalu meningkat kembali tahun 2009 –

2010.

b. Remittances

Lapangan kerja yang makin menurun, membuat pekerja migran tidak dapat memperoleh

akses ekonomi di negara barat, yang pada akhirnya menurunkan jumlah remittances yang

dikirimkan ke negara emerging markets.

c. Foreign Direct Investments (FDI)

Terjadi hambatan finansial, dimana perusahaan mengalami kesulitan untuk mendapatkan

akses likuiditas termasuk pembiayaan eksternal. Juga keadaan risk aversion menyebabkan

perusahaan sulit untuk melakukan ekspansi

d. Hibah

Dana bantuan dari negara maju yang biasanya berbentuk hibah akan turut mengalami

penurunan sejalan dengan melemahnya perekonomian negara maju.

3.2 Dampak Krisis terhadap Sektor Finansial

Di pasar keuangan, perdagangan bursa saham melemah seiring realisasi profit emiten yang

memburuk dan menurunnya kepercayaan terhadap counterparty. Indeks saham Dow Jones mencatat

rekor tertinggi pada Oktober 2007 di level 14,164 kemudian menurun tajam dengan level terendah

sebesar 7,552 pada November 2008 atau selama 13 bulan telah terjadi penurunan indeks sekitar 46%.

Page 15: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

11 | H a l

Kejatuhan yang sama segera menyebar hingga mencapai pasar saham di seluruh dunia. Di pertengahan

tahun 2008, tiga bursa saham utama dunia (AS, Kawasan Euro, Jepang) memasuki fase bearish

(Gambar 8).

Gambar 8 Indeks Saham Eropa, Jepang dan AS

Jika dibandingkan dengan krisis tahun 1998 di Asia, terjadinya gejolak pasar keuangan

mengakibatkan pelarian modal asing dari negara-negara berkembang yang signifikan. Gejolak keuangan

tersebut terutama sangat memukul pasar modal Asia. Pada September 1998, indeks harga saham Asia

merosot tajam, dari 348.38 pada Juli 1997 merosot menjadi 104.06 pada September 1998 atau turun

sekitar 70%. Demikian pula dengan indeks saham negara emerging market, dari 561 pada Juli 1997

menjadi 240.31 pada Agustus 1998 atau merosot sekitar 52%.

Namun, penurunan indeks saham di negara emerging market pada tahun tersebut masih relatif

rendah dibandingkan dengan krisis yang terjadi saat ini yaitu sekitar 66%, sementara penurunan indeks

harga saham di Asia sedikit lebih besar dibandingkan dengan krisis saat ini yaitu sekitar 67%.

3.3 Dampak Krisis terhadap Sektor Riil

Krisis keuangan global tahun 2008 juga berdampak pada perkembangan ekonomi dunia yang

tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun 2007 (Gambar ). Di AS, perekonomian terkontraksi pada

triwulan III-2008 dan semakin dalam pada triwulan IV-2008 sebagai imbas dari krisis perumahan yang

meluas menjadi krisis keuangan dan merambat ke sektor riil. Anjloknya harga rumah dan bursa saham,

serta melonjaknya pengangguran semakin menekan konsumsi domestik yang merupakan sektor utama

penggerak ekonomi AS. Tingkat pengangguran di AS pada Desember 2008 mencapai 7,1% yang

merupakan level tertingginya sejak tahun 1992. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dari 5,2%

pada tahun 2007 menjadi 3,4% di tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi negara maju mengalami

Page 16: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

12 | H a l

perlambatan yang cukup tajam. Aktivitas ekonomi negara maju mulai mengalami perlambatan sebagai

dampak meluasnya krisis keuangan ke sektor riil.

Gambar 9 Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Krisis keuangan yang terjadi tahun 2008 ini dinilai memiliki kesamaan dengan krisis tahun 1929,

yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran yang tinggi yang

berlangsung selama bertahun-tahun. Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam terutama

terjadi di AS, pertumbuhan ekonomi AS tahun 1929-1932 melambat sekitar 31% dibandingkan dengan

tahun 1929.

Sedangkan krisis tahun 1998 berdampak pada penurunan permintaan domestik di negara-negara

berkembang dan pada gilirannya menurunkan kinerja ekspor dan tingkat keyakinan konsumen dan

investor di negara-negara maju. Sebagai akibatnya, kelompok negara maju pada tahun 1998 mencatat

pertumbuhan ekonomi yang melambat. Krisis ekonomi yang hampir meluas ke seluruh wilayah dunia

mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia merosot tajam dari 3.5% pada tahun 1997 menjadi 2.6%

pada tahun 1998.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa krisis global yang terjadi khususnya pada sektor

finansial secara umum memberikan dampak terhadap perekonomian yang relatif sama dibandingkan

dengan krisis yang terjadi pada tahun 1929, namun dengan kedalaman, sebaran dan periode pemulihan

yang berbeda.

Tabel 1 Komparasi Dampak Krisis Global tahun 2008 dengan Krisis yang Pernah Terjadi

No Dampak Krisis ’97 dan ‘98 Great Depression (1929-

1932) Krisis tahun 2008

1 Pasar keuangan

beberapa Negara

mengalami gejolak.

Hal tsb akibat

berbagai faktor yg

Oktober 1998. indeks

harga saham di Asia

merosot sangat tajam.

Selama tahun 1997-1998

indeks Asia dan emerging

Pada tahun 1929. indeks harga

saham Dow Jones menurun

39%. Penurunan indeks Dow

Jones berlangsung s.d. tahun

1933. Upaya untuk

Indeks harga saham di AS. Eropa

dan Jepang dalam satu tahun

terakhir menurun masingmasing

sekitar 47%. 51.5% dan 55.6%.

Sementara indeks saham Negara

Page 17: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

13 | H a l

No Dampak Krisis ’97 dan ‘98 Great Depression (1929-

1932) Krisis tahun 2008

berdampak pd

merosotnya indeks

harga

saham,bangkrutnya

perusahaanyg

menyebabkan

pengurangan

karyawan.

market menurun

masingmasing sebesar

70% dan 52.7%.

Bangkrutnya perusahaan

menyebabkan tingkat

pengangguran yg tinggi

rata-rata sekitar 7% (AS).

menstabilkan sektor keuangan

berlangsung cukup lama.

antara lain blm terdapatnya

banking deposit insurance di

AS pada periode tersebut.

Bangkrutnya perusahaan

menyebabkan tingkat

pengangguran sangat tinggi (th

1929-1932. 10.000 bank

bangkrut).

Tingkat pengangguran AS: th

1930 meningkat dr 3.2%

menjadi 8.7%. th 1931

penggangguran kembali

meningkat menjadi 15.9%

mencapai puncaknya th 1933

sebesar 24.9%.

berkembang dan Asia menurun

sekitar 60%. Penurunan indeks

saham lebih tinggi dibandingkan

dengan Great Depression.

Bangkrutnya perusahaan

menyebabkan tingkat

pengangguran meningkat.

Tingkat pengangguran di AS pd

th 2008 meningkat hingga

mencapai sekitar 7.1% tertinggi

sejak 1992. namun dampak

krisis keuangan global ke Asia

relatif kecil tercermin sedikitnya

jumlah karyawan bank yang di

PHK.

2 Perlambatan

pertumbuhan

ekonomi dunia, sbg

dampak meluasnya

krisis keuangan,

menurunnya

kesejahteraan rumah

tangga dan kinerja

ekspor.

Perlambatan

pertumbuhan ekonomi

(1997-1998) di negara

berkembang dari 5%

menjadi 2.5%. negara

maju dari 3.5% menjadi

2.6% dan perlambatan

pertumbuhan ekonomi

dunia dari 4.0% menjadi

2.5% (sumber WEO.

Januari 2009).

Perlambatan pertumbuhan

ekonomi yg cukup tajam

terutama terjadi di AS.

pertumbuhan ekonomi AS

tahun 1929- 1932 melambat

31% dibandingkan dengan

tahun 1929.

Perlambatan pertumbuhan

ekonomi dari 2007-2008 di

negara berkembang dari 8.3%

menjadi 6.3%. negara maju dari

2.7% menjadi 1% dan

perlambatan pertumbuhan

ekonomi dunia dari 5.2%-3.4%

(sumber WEO. Januari 2009).

3 Menurunnya kinerja

neraca pembayaran.

Hal tsb a.l. akibat

perubahan harga

komoditas akibat

melambatnya

perekonomian dunia,

disamping itu gejolak

nilai tukar

menyebabkan

tergerusnya

cadangan devisa

Volume perdagangan

dunia menurun tajam

dari 10.3% menjadi 4.7%

(sumber: WEO Januari

2009).

Volume perdagangan dunia

menurun Volume perdagangan dunia

menurun dari 7.2% menjadi

4.1% (sumber: WEO Januari

2009).

4 Tekanan inflasi global

antara lain akibat

depresiasi nilai tukar

Laju Inflasi (1997-1998) di

negara berkembang dari

13.4% menjadi 12.8%.

negara maju dari 2.1%

menjadi 1.4% dan inflasi

dunia dari 6.1% menjadi

5.5%. negara berkembang

Asia: 4.99%-8.64%.

ASEAN; 5.26% meningkat

tajam menjadi 25.33%

(sumber: WEO. Januari

2009)

Menurunnya kesejahteraan

rumah tangga menyebabkan

daya beli yang menurun

berdampak pada deflasi di AS

sekitar tahun 1932.

Laju Inflasi (2007-2008) di

negara berkembang dari 6.4%

menjadi 9.2%. negara maju

dari2.1% menjadi 3.5% dan

inflasi dunia dari 4%- 6%.

(sumber WEO. Januari 2009)

Sumber: Bank Indonesia, 2009

Page 18: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

14 | H a l

Dilihat dari perlambatan pertumbuhan ekonomi, krisis yang terjadi saat ini berdampak lebih

meluas dibandingkan dengan krisis yang terjadi pada periode sebelumnya. Dampak terbesar dari krisis

terjadi di negara maju dan berimbas ke negara berkembang. Sementara perlambatan pertumbuhan

ekonomi yang terjadi pada tahun 1929 (terutama terjadi di AS, UK dan Jerman) memerlukan waktu

pemulihan yang cukup lama. Respons kebijakan yang relatif tepat dari sisi intensitas, timeliness dan

luasnya koordinasi diharapkan dapat meredam dampak lanjutan yang terlalu dalam. Dengan perbedaan-

perbedaan tersebut, kedalaman dampak yang ditimbulkan dan periode pemulihan krisis relatif berbeda,

apalagi dengan melihat faktor tingkat kemajuan teknologi informasi komunikasi (ICT) dan arus globalisasi

saat ini yang begitu tinggi.

3.4 Dampak Krisis terhadap Asia Tenggara dan Indonesia

Saw (2011) memaparkan bahwa Asia Tenggara terbebas dari awal krisis karena institusi

keuangan di kawasan ini tidak banyak memiliki instrumen keuangan yang bermasalah dibandingkan

dengan institusi keuangan di AS dan Eropa. Yang terasa adalah turun drastisnya tingkat permintaan dari

mitra perdagangan di negara-negara maju. Tiba-tiba saja perekonomian beberapa negara di kawasan

tumbuh dengan tingkat yang melambat, dan yang lain mengalami kontraksi dan permintaan global

menurun drastis. Banyak perusahaan yang harus bekerja keras untuk tetap survive, dan tingkat

pengangguran meningkat tajam.

Pada puncak resesi di tahun 2009, beberapa negara di kawasan mengalami tingkat pertumbuhan

negatif: Thailand (-2.2 persen), Kamboja (-2.0 persen), Malaysia (-1.7 persen), Singapura (-1.3 persen)

dan Brunei (-1.2 persen). Berlarut-larutnya kemelut politik di Thailand pada saat yang bersamaan,

ditambah dengan turunnya jumlah kedatangan wisatawan mancanegara, makin memperburuk resesi

yang terjadi di kawasan ini. Untuk negara kaya-minyak Brunei, kontraksi ekonomi terjadi sebagian besar

karena menurunnya hasil ekspor minyak bumi karena jatuhnya harga minyak mentah dunia. Ekonomi

pada lima negara lainnya pada tahun 2009 mulai mengalami ekspansi, tapi dalam kecepatan yang lebih

lambat daripada sebelumnya.

Hal yang sangat menguntungkan adalah bagi Indonesia di mana perekonomiannya ditopang oleh

permintaan dalam negeri, tetap melaju dengan pertumbuhan ekonomi 4.5 persen per-tahun. Demikian

juga dengan negara yang memiliki perekonomian tertutup seperti Myanmaar yang masih tumbuh 4.4.

persen per tahun dan Vietnam dengan 5.3 persen. Bagi Philipina karena berkurangnya remmitance dari

tenaga kerja migran, Philipina hanya membukukan pertumbuhan yang kecil yaitu 0.9 persen.

Respon segera yang dilakukan negara-negara Asia Tenggara adalah menjalankan stimulus fiskal

dan moneter yang ditujukan untuk mendorong permintaan dalam negeri dan mencari cara untuk

sesegera mungkin keluar dari krisis dan pemulihan. Beruntung negara di kawasan Asia Tenggara sudah

pernah mengalami krisis yang dahsyat sebelumnya, di tahun 1997 – 1998, dimana negara ASEAN

setelah krisis tadi melaksanakan reformasi ekonomi yang memberikan suatu mekanisme fiskal dan

Page 19: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

15 | H a l

moneter yang dapat menangkal pengaruh krisis global. Berbagai program stimulus yang dijalankan

terbukti cukup ampuh untuk mengantisipasi dan mencegah dampak buruk resesi bagi perekonomian

negara, dan membuat negara ASEAN dapat berkembang lebih baik pada tahun 2010 dan selanjutnya

dibandingkan dengan perkembangan sebelum krisis.

Untuk Indonesia sendiri, krisis ini bukanlah pertama kalinya, karena pada tahun 1998 Indonesia

sudah merasakan krisis yang secara langsung menghantam perekonomian nasional. Krisis tahun 2008

ini berbeda dari 10 tahun yang lalu dalam hal: sumber krisis (dari AS dan Eropa vs. masalah fundamental

dalam perekonomian Indonesia, kondisi sektor keuangan (kondisi sektor perbankan tahun 1998

sangatlah rentan dibanding sangat regulated pada tahun 2008 – lihat Tabel 2), kehati-hatian dari para

pelaku ekonomi untuk melakukan penjagaan atas asset mereka untuk menghindari eksposur yang besar,

serta yang terakhir adalah situasi politik (kepercayaan kepada Pemerintah tinggi vs. kepercayaan kepada

Pemerintah mencapai titik terendah pada krisi 1998).

Tabel 2 Komparasi Kebijakan Moneter dan Fiskal pada Krisis tahun 1998 dan 2008

Krisis tahun 1998 Krisis tahun 2008

Kebijakan moneter: sangat ketat. BI meningkatkan tingkat

suku bunga setinggi mungkin. Tingkat suku bunga deposito

mencapai 60 persen pada puncak periode krisis. Berkaitan

dengan likuiditas, Pemerintah menjalankan tight money

policy.

Kebijakan moneter: Suku bunga BI diturunkan 300 basis point

dari 9.5 persen menjadi 6.5 persen. Kebijakan likuiditas tidak

terlalu ketat.

Kebijakan fiskal: menganut kebijakan surplus budget, yang lalu

direvisi untuk membiarkan adanya defisit budget yang besar

Kebijakan moneter: Suku bunga BI diturunkan 300 basis point

dari 9.5 persen menjadi 6.5 persen. Kebijakan likuiditas tidak

terlalu ketat.

Penyehatan perbankan: peraturan kehati-hatian bank sangat

lemah. NPL mencapai 27 persen. LDR mencapai lebih dari 100

persen

Penyehatan perbankan: peraturan kehati-hatian bank sangat

ketat. NPL kurang dari 4 persen, LDR 77 persen dan CAR

sekitar 17 persen

Kebijakan perbankan: terjadi penutupan atas 16 bank

bermasalah, yang lalu menyulut rush

Kebijakan perbankan: penjaminan simpanan meningkat bagi

simpanan Rp 100 juta menjadi Rp 2 milliar per rekening

Kebijakan lebih fokus untuk reformasi struktural dengan

menjalankan liberalitasi ekonomi, menghilangkan monopoli

dan pemberian lisensi

Mengatur dengan membuka perdagangan bebas

Kebijakan nilai tukar: managed floating. Para pelaku pasar

tidak terbiasa dengan adanya perubahan resiko dari nilai tukar

dan tidak melaksanakan hedging

Kebijakan nilai tukar: flexible. Para pelaku pasar sudah

terbiasa dengan perubahan yang terjadi pada resiko nilai

tukar.

Sumber: Saw, 2010

Hal ini membuat dampak dari krisis subprime tahun 2008 ini tidak terlalu berakibat banyak bagi

Indonesia, dan dengan mudah dapat segera bangkit lagi. Indonesia memang terkena dampak dari krisis

terutama nilai ekspor ke negara Eropa dan AS yang menurun tajam. Tapi dampak krisis di Indonesia

terlihat terbatas jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan, termasuk Malaysia, Singapura dan

Thailand. Dua hal berpengaruh besar untuk menangkal efek negatif dari krisis di Indonesia, yaitu:

kebijakan BI dan Pemerintah yang tepat sasaran, serta nilai ekspor Indonesia yang relatif kecil

dibandingkan GDP.

Page 20: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

16 | H a l

BAB 4 Kajian Situasi di Masa Depan

4.1 Pelajaran dari Krisis Global

Basri dan Rahardja (2010) mengungkapkan bahwa salah satu pelajaran penting yang dapat

diambil dari krisis global adalah pentingnya bagi Indonesia untuk menjaga keseimbangan antara orientasi

ekspor dan ekonomi domestik. Peranan ekonomi domestik sangat penting untuk mengamankan

stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Krisis finansial global juga menggarisbawahi

perlunya suatu perekonomian untuk memiliki beberapa “struktur” perekonomian sendiri yang terlepas dari

struktur global, yang terbukti cukup ampuh untuk bertahan dari krisis. Harus ada upaya yang konsisten

dan terencana untuk mengembangkan dan mempertahankan tingkat yang aman dari “struktur” itu pada

perekonomian domestik, jika kita tidak ingin perekonomian Indonesia terlalu tergantung pada pelaku

pasar atau instrumen keuangan global, sehingga sangat rentan jika terjadi suatu guncangan atau krisis.

Pertanyaan berikutnya adalah apakah kebijakan menyeluruh yang mendorong ekspor dan

sekaligus mendukung penguatan ekonomi domestik? Patut menjadi perhatian adalah posisi geopolitik

Indonesia sebagai negara kepulauan. Banyak studi yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa karena

posisi negara kepulauan, membuat biaya logistik dan transportasi di Indonesia jauh lebih tinggi

dibandingkan transportasi di negara daratan. Hal ini tentu saja meningkatkan biaya produksi. Dan juga

effisiensi yang masih rendah, seperti penelitian oleh Ray (2008) yang menunjukkan biaya di pelabuhan

Tanjung Priok masih jauh lebih mahal dan lebih tidak effisien dibandingkan dengan pelabuhan

Chittagong, Port Klang atau Singapura. Dan juga produktivitas di pelabuhan Jakarta hanyalah setengah

dari produktivitas di Singapura atau Tanjung Pelepas (Malaysia).

Jadi yang perlu dibenahi adalah infrastruktur fisik, yang dapat membuka jalan bagi kemakmuran

bangsa. Baik di darat, antar pulau maupun udara. Selain itu juga “soft” infrastructure seperti

pembenahan birokrasi, kelancaran perijinan dan kemudahan investasi, kepastian peraturan dan hukum

dan menurunkan biaya melakukan bisnis merupakan keharusan untuk mempercepat roda perekonomian.

4.2 Pemikiran Alternatif

Krisis finansial global memperlihatkan bahwa fenomena kuatnya sistem keuangan valuta asing,

margin trading, transaksi produk derivatif (misalnya CDO dan MBS) membuat uang sudah kehilangan

fungsi utamanya sebagai alat tukar. Ketika uang menjadi komoditi, dalam waktu yang relatif singkat dan

tanpa kerja keras atau riil dapat memberikan keuntungan yang mungkin bisa tidak terhingga bagi pemilik

modal dan pelaku pasar valas. Keadaan ini menyebabkan semakin banyak spekulan yang dapat

mengatur pola distribusi uang beredar dan berpengaruh negatif terhadap kinerja ekonomi secara

keseluruhan. Pada saat seperti itu, sistem perekonomian Islam dapat menjadi alternatif pemecahan.

Page 21: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

17 | H a l

Menurut Soekarno (2010) uang dalam sistem moneter Islam secara tegas tidak boleh menjadi

komoditas. Uang sebagaimana fungsinya harus menjadi alat tukar. Fungsi uang sebagai alat tukar

secara luas dimaksudkan untuk menghapuskan ketidakadilan dan kezaliman dalam ekonomi tukar

menukar atau barter yang banyak mengandung riba. Nabi Muhammad SAW menyetujui uang sebagai

alat tukar dan tidak menganjurkan model ekonomi barter karena dapat mengarahkan pada munculnya

bentuk-bentuk kezaliman. Karena itulah, penegasan al-Quran dalam surat al-Muthaffifin – 83 : 1-3 dan al-

Isra -17 : 35 dapat bermakna bahwa standar nilai ukuran harus dijalankan tanpa adanya pengurangan

dan penambahan. Demikian pula, uang dapat merupakan faktor produksi yang mempunyai potensi untuk

berkembang dan menciptakan nilai lebih dengan cara diinvestasikan ke dalam praktek ekonomi sektor

riil.

Dalam pandangan Islam, uang memiliki flow concept, harus selalu berputar dalam perekonomian.

Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan

masyarakat, dan akan semakin baik perekonomian. Munculnya perkembangan instrument keuangan

syariah dengan skema keuangan investasi yng etis dan keuangan syariah di berbagai belahan dunia

seperti yang dilakukan oleh Citibank, StandardChartered, dan HSBC merupakan solusi atas

permasalahan kerentanan system moneter kapitalisme. Oleh karena itu model investasi dalam investasi

syariah sebenarnya bukanlan investasi dalam jangka pendek, melainkan dalam jangka panjang dengan

tujuan untuk mengoptimalkan sumber daya uang yang ada termasuk untuk kelanjutan usaha secara

mikro dan memberikan kemakmuran ekonomi secara makro.

Page 22: KAJIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN SUBPRIME …yoshendy40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/05/Paper-MF-Andi-Y... · Selanjutnya, institusi penjamin tadi mengumpulkan hak tanggungan

18 | H a l

Daftar Pustaka

Alcorta, Ludovico dan Frederick Nixson (2011), “The Global Financial Crisis and the Developing World:

Impact on and Implications for the Manufacturing Sector”, United Nations Industrial Development

Organization (UNIDO) Working Paper 06/2010

Bank Indonesia, Laporan Perekonomian tahun 2007,

http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Perekonomian+Indonesia/lpi_20

07.htm. Diakses tanggal 3 Mei 2012

Bank Indonesia, Laporan Perekonomian tahun 2008,

http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Perekonomian+Indonesia/lpi_20

08.htm . Diakses tanggal 3 Mei 2012

Basri, Muhammad Chatib dan Sjamsu Rahardja. (2010), “The Indonesian Economy amidst the Global

Crisis – Good Policy and Good Luck”, Asean Economic Bullettin Vol. 27, No. 1 (2010) pp 77 – 97

Firdaus, Muhammad. (2010) “How Severely did the Global Economic Crisis Affect Indonesian

Agribusiness Exports?” Paper dipublikasikan pada

web.ipb.ac.id/~fem/index.php/download.html?.. (diakses tanggal 2 Mei 2012)

Ray, David. (2008) “Indonesian Port Sector Reform and the 2008 Shipping Law”, Report for USAID,

SENADA Project , August 2008

Sakti, Ali. (2009), “Islamic Economic: Challenges and Opportunities of Monetary Authority in the Global

Financial Crisis” Paper disajikan pada Public Lecture Series diadakan oleh Centre of Islamic

Economics and Business, Faculty of Economics, University of Indonesia, Depok, Indonesia,

February 18, 2009

Saw, Swee-Hock (ed) (2011), “Managing Economic Crisis in Southeast Asia”. Kumpulan paper yang

disajikan pada Conference on Managing Economic Crisis in Southeast Asia, 29 Januari 2010 di

Singapura. Institute of Southeast Asian Studies

Soekarno, Winoto (2010). “Uang dan Kebijakan Moneter dalam Ekonomi Islam (Bercermin dari

Kerentanan Sistem Moneter Kapitalis). Paper dipublikasikan pada

research.amikom.ac.id/index.php/JM/article/download/663/256 (diakses tanggal 1 Mei 2012)