Kajian Biopori

94
KAJIAN TEKNIS PEMBUATAN LUBANG BAROKAH (BIOPORI) PADA LAHAN DI KAWASAN KECAMATAN WONOSALAM LAPORAN AKHIR KERJASAMA ANTARA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN JOMBANG DENGAN PUSAT PENGKAJIAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS (P4) FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS DARUL ‘ULUM JOMBANG TAHUN 2011

Transcript of Kajian Biopori

Page 1: Kajian Biopori

KAJIAN TEKNIS PEMBUATAN LUBANG BAROKAH (BIOPORI) PADA LAHAN DI KAWASAN

KECAMATAN WONOSALAM

LAPORAN AKHIR

KERJASAMA ANTARA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN JOMBANG

DENGAN

PUSAT PENGKAJIAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS (P4)

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS DARUL ‘ULUM JOMBANG

TAHUN 2011

Page 2: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam ii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat hidayah dan perkenan-Nya-lah, sehingga penyusunan buku

Laporan Akhir Kegiatan “Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah

(Biopori) pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam” dapat

diselesaikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Kabupaten

Jombang, khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)

Kabupaten Jombang yang telah berkenan memberikan kepercayaan kepada kami

untuk ikut berperan dan berkiprah dalam penelitian ini, serta kepada semua pihak

yang telah mendukung terselesaikannya penyusunan laporan hasil penelitian ini.

Kami juga mohon maaf bila dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat

kekurangan.

Akhirnya, semoga apa yang dihasilkan dari penelitian ini dapat

bermanfaat dan menjadi bahan yang berguna dalam penyusunan rencana program

pembangunan di Kabupaten Jombang.

Jombang, Nopember 2011

Team Penyusun

Page 3: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam iii

DAFTAR ISI

Judul

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………...

i

KATA PENGANTAR ………………………………………………....

ii

DAFTAR ISI ………………………………………………...................

iii

DAFTAR TABEL ………………………………………………...........

v

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………......

vi

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………......

viii

I. PENDAHULUAN ……………………………………………......... 1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1.2 Tujuan …………………………………………………………. 1.3 Sasaran ………………………………………………………… 1.4 Ruang Lingkup ………………………………………………...

1 1 3 3 4

II. GAMBARAN UMUM WILAYAH ……………………………….. 2.1 Biogeofisik …………………………………………………….. 2.2 Demografi ……………………………………………………... 2.3 Kondisi dan Potensi Ekonomi …………………………………. 2.3.1 Pertumbuhan PDRB …………………………………….. 2.3.2 Pertumbuhan Ekonomi …………………………………...

5 5

13 15 15 18

III. Tinjauan Pustaka …………………………………………………... 3.1 Definisi Lubang Resapan Biopori ……………………….…….. 3.2 Implikasi Aplikasi Lubang Resapan Biopori ………………….. 3.3 Fungsi Biopori …………………………………………….…… 3.4 Lubang Barokah ………………………………………………..

3.5 Kadar Air Tanah ……………………………………………….. 3.6 Infiltrasi ………………………………………………………... 3.7 Bobot Isi Tanah ………………………………………………... 3.8 Permeabilitas Tanah …………………………………………… 3.9 Nitrogen Tanah ………………………………………………… 3.10 Bahan Organik Tanah ………………………………………… 3.11 Laju Resapan Air ke Dalam Tanah …………………………...

21 21 25 28 30 32 33 36 38 42 43 44

Page 4: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam iv

IV. METODOLOGI …………………………………………………… 4.1 Metode Pengambilan Sampel …………………………………. 4.2 Perancangan Lokasi ………………………………………….... 4.3 Teknis Pembuatan Lubang Resapan Biopori ………………….. 4.4 Teknis Pembuatan Lubang Barokah …………….……………. 4.5 Variabel Pengamatan ………………………………………….. 4.6 Pengukuran ……………………………………………………..

47 47 48 49 50 52 53

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ………………. 5.1 Hasil Pengamatan ………………………………………………

5.1.1 Karakteristik Sifat Kimia Tanah Daerah Penelitian …….. 5.1.2 Karakteristik Sifat Fisik Tanah …………………………. 5.1.3 Infiltrasi Tanah ………………………………………….. 5.1.4 Simpanan Air Tanah …………………………………….. 5.1.5 Kadar Air Aktual ………………………………………

5.2 Pembahasan …………………………………………………….

59 59 59 61 62 66 69 73

VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………………………..

6.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 6.2 Rekomendasi …………………………………………………...

77 77 78

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….

82

LAMPIRAN …………………………………………………………… 84

Page 5: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam v

DAFTAR TABEL

NO Judul

Halaman

1 Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2007 s.d 2011 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Kabupaten Jombang …………………………………………….

18

2 Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Ressapan dan Pertambahan Luas Permukaan Resapan ………………………...

26

3 Variabel Pengamatan ……………………………………………

52

4 Karakteristik Sifat Kimia Daerah Penelitian …………………… 59

5 Nilai Bobot Isi Tanah (g.cm-3) pada 3 Desa Wilayah Penelitian 61

6 Kadar Air Tersedia dan KA Aktual di Daerah Penelitian …..

67

7 Kadar Air Aktual pada Masing-masing Kedalaman di 3 Desa Wilayah Penelitian ……………………………………………...

69

8 Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Metode LubangBarokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) di Beberapa Desa Kecamatan Wonosalam ………………………..

70

Page 6: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam vi

DAFTAR GAMBAR

NO Judul

Halaman

1 PDRB Kabupaten Jombang Tahun 2007-2011 ………………..

17

2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jombang dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2010 ………………………………………..

20

3 Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) …………...

23

4 Penampang Lubang Resapan Biopori …………………………..

26

5 Skema Fungsi Lubang Resapan Biopori (LRB) ……………….

30

6 Peta Kecamatan Wonosalam ……………………………………

48

7 Sketsa Penampang Lubang Resapan Biopori …………………...

49

8 Cara Pembuatan LRB …………………………………………...

50

9 Contoh Lubang Biopori di Daerah Penelitian …………….......... 50

10 Contoh Lubang Barokah di Daerah Penelitian ………………….

51

11 Contoh Pengambilan Sampel untuk Pengukuran Bobot Isi Tanah ……………………………………………………………

55

12 Karakteristik Kimia Tanah di Awal Sebelum Penerapan Teknik Biopori dan di Akhir Penerapan Teknik Biopori ……………….

60

13 Nilai Bobot Isi Tanah di Awal dan Akhir Penelitian dengan Teknik LRB (Lubang Resapan Biopori) dan LB (Lubang Barokah) ………………………………………………………

62

14 Infiltrasi ( cm jam-1) pada Metode Lubang Barokah ……………

63

15 Infiltrasi ( cm jam-1) pada Metode Lubang Resapan Biopori …...

64

16 Pengaruh Metode Teknik Biopori terhadap Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke-3 ……………………………………………….

65

17 Besarnya Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke-3 dengan Teknik LRB dan LB …………………………………………………….

66

Page 7: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam vii

18 Kemampuan Tanah Menyimpan Air dengan Teknik Lubang

Barokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) ……………

68

19 Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Teknik LB dan LRB di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau) …………………………………

70

20 Perbandingan Kadar Air Aktual Tanah di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau) pada Teknik LB dan LRB ………………………………………

71

21 Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Barokah ……………..

72

22 Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Resapan Biopori …….

72

Page 8: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam viii

DAFTAR LAMPIRAN

NO Judul

Halaman

1 Klasifikasi Laju Infiltrasi ………………………………………..

84

2 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah …………………………...

85

3 Kriteria Kandungan Bahan Organik Tanah …………………….

86

Page 9: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 1

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Kabupaten Jombang secara geografis terletak pada koordinat 112o 20’

01” dan 112o 30’ 01” Bujur Timur dan antara 07o 20’ 01” dan 07o 45’ 01”

Lintang Selatan dengan luas wilayah 1.159,50 km2. Ibukota Kabupaten Jombang

terletak pada ketinggian ± 44 m.d.p.l. dan secara administratif terdiri dari 21

kecamatan, 4 kelurahan, 302 desa dan 1.258 dusun. Kabupaten Jombang

berpotensi sebagai wilayah agraris dengan topografi landai, berbukit hingga

bergunung-gunung, khususnya wilayah Kabupaten Jombang di bagian Selatan,

yakni Kecamatan Wonosalam. Wilayah ini memiliki kondisi topografi dengan

kemiringan rata-rata 40%.

Secara hidrologis, wilayah Kabupaten Jombang sangat dipengaruhi oleh

sungai besar yang melintasi sebagian besar wilayah Kabupaten Jombang yaitu

Sungai Brantas dan Sungai Konto. Sampai saat ini secara umum kebutuhan air

bersih maupun air irigasi masih dapat terpenuhi dengan baik, kecuali pada

sebagian kecil wilayah di bagian Utara Sungai Brantas, yang sering mengalami

kesulitan air, utamanya pada musim kemarau. Kabupaten Jombang merupakan

daerah dengan tingkat curah hujan relatif tinggi ( 1.750 – 2.500 mm tahun-1). Pada

daerah dengan tingkat curah hujan dan tingkat kemiringan lahan yang cukup

tinggi, kurangnya kemampuan tanah untuk menyimpan air menyebabkan banjir

di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Air yang tidak mampu

meresap ke dalam tanah, tidak bisa menjadi simpanan air tanah yang dapat

Page 10: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 2

dimanfaatkan ketika musim kemarau tiba. Kondisi tersebut menggambarkan telah

terjadinya penurunan daya dukung lingkungan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan bentuk pencegahan

sekaligus penanganan lingkungan yang dapat dilakukan dengan mudah oleh

masyarakat. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan

teknologi-teknologi yang telah ada seperti Lubang Resapan Biopori (LRB).

Teknologi ini mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya dukung

lingkungan, tentunya jika dilaksanakan sesuai prosedur. Lubang resapan biopori

akan efektif bila diterapkan pada tanah yang memiliki kedalam air tanah >1 meter

sehingga tidak berpotensi mencemari lingkungan. Untuk mengaplikasikan

teknologi ini diperlukan partisipasi masyarakat, dukungan pemerintah dan

stakeholder lainya.

Terkait pelestarian lingkungan beberapa kegiatan telah dilakukan oleh

pemerintah kabupaten dan masyarakat Jombang. Diantaranya aksi penanaman

serentak Indonesia, gerakan perempuan tanam dan pelihara pohon, pencanangan

hari menanam pohon Indonesia dan bulan menanam nasional, satu orang satu

pohon (One Man One Tree) dan gerakan pembuatan lubang-lubang barokah

(biopori). Lubang barokah adalah lubang dengan kedalaman 1 meter serta luas 1 x

1 meter, yang dibuat disebuah petak perkebunan atau tanah tegalan seluas satu

hektar dengan jumlah minimal 20 lubang. Lubang barokah adalah teknologi lama

yaitu yang disebut rorak. Fungsi lubang barokah antara lain untuk menyelamatkan

lingkungan hutan dari ancaman bencana alam.

Page 11: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 3

Pembuatan lubang barokah di lahan Kecamatan Wonosalam, diharapkan

dapat mengurangi bencana alam, karena selama ini ketika turun hujan secara

berkepanjangan seringkali menyebabkan bencana kerusakan di perkebunan milik

petani. Untuk itu konservasi lahan menjadi kebutuhan yang sangat mendesak

mengingat pertanian adalah mata pencaharian mayoritas warga. Untuk

menanggulangi terjadinya bahaya banjir dan tanah longsor, perlu adanya

normalisasi alur sungai, karena ada yang dangkal sejajar dengan pemukiman

warga.

1.2. Tujuan

Penyusunan Kajian Teknik Kelayakan dan Pembuatan Lubang Barokah

(Biopori) pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam ini bertujuan untuk :

a. Menyusun kajian mengenai manfaat lubang biopori (lubang barokah) guna

meminimalkan resiko banjir dan resiko kekeringan air, khususnya pada lahan

di Kecamatan Wonosalam.

b. Memberikan wacana kepada masyarakat, khususnya masyarakat Kecamatan

Wonosalam mengenai peningkatan kualitas tanah melalui teknologi lubang

biopori (lubang barokah) tersebut.

1.3. Sasaran

a. Tersedianya bahan kajian mengenai manfaat lubang biopori (lubang barokah),

khususnya bagi masyarakat di Kecamatan Wonosalam.

Page 12: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 4

b. Tersedianya bahan kajian untuk memberikan rekomendasi sistem biopori

yang sesuai bagi lahan di kawasan Kecamatan Wonosalam.

1.4. Ruang Lingkup

Penyusunan Kajian Teknis Kelayakan dan Pembuatan Lubang Barokah

(Biopori) pada lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam memerlukan beberapa

kegiatan, yakni :

a. Identifikasi permasalahan mengenai kondisi air dan tanah di lahan Kecamatan

Wonosalam;

b. Identifikasi kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan lubang barokah di lahan

di kawasan Kecamatan Wonosalam;

c. Survey kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan lubang barokah dengan

beberapa teknik yang dianggap sesuai berdasarkan hasil identifikasi;

d. Penentuan teknik lubang barokah yang sesuai untuk lahan di kawasan

Kecamatan Wonosalam, dilanjutkan dengan uji coba.

Page 13: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 5

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1 . Biogeofisik

Kabupaten Jombang terletak antara 70 20’ 48,60” dan 70 46’ 41,26”

Lintang Selatan serta antara 1120 03’ 46,57” dan 1120 27’ 21,26” Bujur Timur.

Luas wilayah Kabupaten Jombang 1.159,50 km2, terdiri dari 21 Kecamatan dan

302 desa serta 4 kelurahan. Kabupaten Jombang berbatasan dengan wilayah

administratif kabupaten lain, yaitu:

Sebelah Utara : Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bojonegoro

Sebelah Timur : Kabupaten Mojokerto

Sebelah Selatan : Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang

Sebelah Barat : Kabupaten Nganjuk

Dengan demikian, secara geografis dapat dilihat bahwa Kabupaten

Jombang berada pada posisi yang sangat strategis, yaitu tepat berada pada

persimpangan jalur lintas Selatan pulau Jawa (Madiun – Surabaya) dan Malang –

Tuban.

Berdasarkan ciri fisik tanah yang ada di Kabupaten Jombang dapat dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Kabupaten Jombang bagian utara adalah bagian dari pegunungan kapur yang

memiliki tanah relatif kurang subur, sebagian besar mempunyai fisiografi yang

mendatar dan sebagian lagi berbuki-bukit tetapi tidak terlalu tajam, yang

terletak di sebelah Utara sungai Brantas;

Page 14: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 6

b. Kabupaten Jombang bagian tengah di bagian Selatan sungai Brantas sebagian

besar merupakan tanah pertanian yang subur dengan sungai-sungai dan daerah

irigasi yang tersebar dan cocok untuk pertanian;

c. Kabupaten Jombang bagian Selatan merupakan daerah pegunungan yang

dimanfaatkan untuk daerah perkebunan.

Secara topografis, wilayah Kabupaten Jombang mayoritas didominasi oleh

wilayah dataran rendah dan hanya sebagian kecil yang berada pada daerah

perbukitan kapur yaitu wilayah yang berada di wilayah Utara Sungai Brantas serta

daerah pegunungan yang berada di wilayah Kecamatan Wonosalam.

Selain itu sebagian besar wilayah di Kabupaten Jombang juga memiliki

tingkat kelerengan antara 0% – 5% dan sebagian kecil memiliki kelerengan

antara 5% – >40%. Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kecamatan Perak,

Kecamatan Gudo, Kecamatan Diwek, Kecamatan Ngoro, Kecamatan Jogoroto,

Kecamatan Peterongan, Kecamatan Megaluh, Kecamatan Tembelang, Kecamatan

Kesamben dan Kecamatan Ploso memiliki tingkat kelerengan antara 0% – 2%.

Kecamatan Mojowarno dan Kecamatan Jombang memiliki tingkat

kelerengan 0% – 5 %, Kecamatan Kabuh memiliki tingkat kelerengan 0% – 40%.

Kecamatan Bareng, Kecamatan Mojoagung dan Kecamatan Plandaan merupakan

kecamatan yang mempunyai tingkat kelerengan yang bervariasi dari datar hingga

terjal antara 0% – >40 %. Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Kudu dan

Kecamatan Ngusikan merupakan wilayah yang berada pada kategori

bergelombang hingga terjal.

Page 15: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 7

Di sisi lain wilayah Kabupaten Jombang juga memiliki dan dilintasi oleh

beberapa aliran sungai, diantaranya yaitu Sungai Brantas, Sungai Konto, Sungai

Jarak, Sungai Pakel, Sungai Gunting, dan lain-lain. Selain itu di Kabupaten

Jombang juga terdapat beberapa waduk serta embung diantaranya adalah Waduk

Kepuhrejo, Waduk Grogol, Waduk Sidowayah, dan Waduk Brumbung.

Secara geologis, wilayah Kabupaten Jombang didominasi oleh struktur

geologi Alluvium (± 48,33 %), hasil gunung api kwarter tua (± 22,08 %), dan

hasil gunung api kwarter muda (± 14,65 %). Sedangkan jenis tanah di wilayah

Kabupaten Jombang didominasi oleh Regosol Coklat Keabuan, Latosol Coklat

Kemerahan dan Alluvial Kelabu. Untuk wilayah Kecamatan Wonosalam jenis

tanahnya adalah latosol coklat kemerahan. Kondisi ini tidak terlepas dari

keberadaan wilayah Kabupaten Jombang yang berada di kawasan Daerah Aliran

Sungai (DAS) Brantas.

Kabupaten Jombang memiliki iklim tropis, dengan suhu rata-rata 20°C –

34°C. Menurut klasifikasi Schmidt–Ferguson, Kabupaten Jombang termasuk tipe

B (basah). Curah hujan rata-rata per tahun adalah 1.800 mm. Berdasarkan

peluang curah hujan tahunan, wilayah Kabupaten Jombang tergolong beriklim

sedang sampai basah. Di bagian Tenggara dan Timur, curah hujan sedikit lebih

besar. Sedangkan berdasarkan klasifikasi Oldeman yang mendasarkan pada

jumlah bulan basah dan kering, maka Kabupaten Jombang termasuk ke dalam tipe

D4. Khusus untuk Kecamatan Wonosalam termasuk ke dalam tipe C3 yang

Page 16: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 8

mempunyai iklim sedang dengan bulan basah 5–6 bulan dan bulan kering 5–6

bulan (BPTP Jatim, 2001).

Kondisi topografi Kabupaten Jombang sebagian besar merupakan dataran

dan sebagian kecil merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Ketinggian

wilayah Kabupaten Jombang berada pada kisaran 0 sampai 1.500 meter di atas

permukaan laut, yaitu ± 90 % dari luas wilayah berada pada ketinggian 0 – 500

meter di atas permukaan laut dan ± 10 % berada pada ketinggian lebih dari 500

meter di atas permukaan laut.

Kecamatan Wonosalam adalah salah satu kecamatan secara topografi

berupa daerah pegunungan, dengan rata-rata kemiringan 40%. Luas wilayah

Kecamatan Wonosalam adalah 121,63 km2. Berdasarkan letak ketinggian,

Kecamatan Wonosalam terbagi atas : ketinggian < 500 meter (63,65 km2),

ketinggian 500 – 700 meter (51 km2), dan ketinggian > 700 meter (7,22 km2).

Sedangkan berdasarkan kemiringan tanah terbagai atas : kemiringan 2 – 5 %

(4,421 km2), kemiringan 15 – 40 % (1,35 km2), dan kemiringan > 40 % (125

km2).

Kondisi-kondisi biogeofisik, sangat berpengaruh pada kegiatan penduduk

di dalam memanfaatkan lahan yang ada. Dengan kondisi sebagaimana tersebut di

atas, maka penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Jombang didominasi oleh

sawah, pekarangan, tegalan atau kebun, dan hutan.

Penggunaan lahan di Kabupaten Jombang meliputi kawasan lindung dan

kawasan budidaya. Kawasan budidaya Kabupaten Jombang seluas 64.714 Ha

Page 17: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 9

adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya

manusia, dan sumberdaya buatan.

Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan

sumberdaya buatan. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, jenis kawasan

lindung di wilayah Kabupaten Jombang seluas 1.887,01 Ha meliputi kawasan

hutan lindung dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan

bawahannya yang meliputi: kawasan resapan air serta kawasan perlindungan

setempat yang meliputi: sempadan sungai, kawasan sekitar waduk, mata air, dan

ruang terbuka hijau.

Pada kawasan budidaya pertanian, penggunaan lahan di Kabupaten

Jombang secara umum terdiri atas 2 bagian besar, yaitu lahan sawah dan lahan

tegalan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang,

penggunaan lahan terbesar adalah untuk kegiatan budidaya pertanian yaitu

mencapai 43,21% dari luas wilayah Kabupaten Jombang. Berdasarkan luas lahan

sawah yang ada, jika dilihat dari jenis pengairannya maka 92.04% berpengairan

teknis, 4.08 % sawah tadah hujan, 2.70 % sawah ½ teknis, dan 1.19 % sawah

non teknis.

Kecamatan penyumbang produksi padi terbesar tahun 2009 adalah

Kecamatan Mojowarno dengan total produksi 37.569 ton dan luas panen bersih

sebesar 6.268 Ha. Sedang Kecamatan Gudo memiliki produktivitas paling tinggi

Page 18: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 10

yaitu 63,57 kw/Ha dengan luas panen sebesar 4.224 Ha. Hampir semua kecamatan

di Kabupaten Jombang memiliki luas panen padi sawah meskipun terdapat dua

Kecamatan yang relatif kecil luas panennya, yaitu Kecamatan Wonosalam (1.158

Ha) dan Kecamatan Ngusikan (1.080 Ha).

Kawasan perkebunan yang ada di Kabupaten Jombang dikembangkan

berdasarkan potensi yang ada di wilayah masing-masing berdasarkan prospek

ekonomi yang dimiliki. Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan untuk

meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan, dengan

mengembangkan kawasan industri masyarakat perkebunan yang selanjutnya

disebut Kimbun. Berdasarkan komoditasnya, pengembangan perkebunan dibagi

dalam dua kelompok yakni perkebunan tanaman tahunan seperti cengkeh, kopi,

coklat, karet, dan perkebunan tanaman semusim antara lain berupa tebu, panili,

dan tembakau.

Lokasi pengembangan kawasan perkebunan tanaman tahunan meliputi :

Kecamatan Bareng, Kecamatan Wonosalam, dan Kecamatan Mojowarno.

Sedangkan lokasi pengembangan kawasan perkebunan tanaman semusim meliputi

Kecamatan Ploso, Kecamatan Kabuh, Kecamatan Kudu, Kecamatan Ngusikan,

Kecamatan Plandaan, Kecamatan Gudo, Kecamatan Jogoroto, Kecamatan

Mojoagung, Kecamatan Kesamben, Kecamatan Sumobito, Kecamatan

Tembelang, Kecamatan Diwek, Kecamatan Perak, Kecamatan Mojowarno, dan

Kecamatan Peterongan.

Page 19: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 11

Sementara itu di Kabupaten Jombang juga terdapat kawasan rawan

bencana berupa gempa tektonik terjadi akibat adanya patahan Ploso yang

walaupun sudah lama tidak aktif, namun perlu diwaspadai. Yakni berada di

wilayah Kecamatan Plandaan, Kecamatan Kabuh, Kecamatan Ngusikan,

sebagian Kecamatan Megaluh dan Kecamatan Bandarkedungmulyo. Juga

terdapat kawasan rawan bencana berupa gerakan tanah/tanah longsor/erosi adalah

Kecamatan Bareng, Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Mojoagung, Kecamatan

Ngusikan dan Kecamatan Plandaan. Beberapa bagian wilayah di kecamatan

tersebut mempunyai kelerengan diatas 40% dengan luas sekitar 7.753,6 Ha.

Diluar itu secara historis, di Kabupaten Jombang terdapat kawasan rawan

bencana banjir atau genangan yaitu :

1) Kecamatan Plandaan, meliputi Desa Plandaan, Tondowulan, Sumberjo,

Jipurapah, Pojoklitih, Bangsri, Gebangbunder dan Kampungbaru;

2) Kecamatan Ngusikan, meliputi Desa Kedungbogo, Ketapangkuning, dan

Keboan yang berasal dari luapan sungai Marmoyo;

3) Kecamatan Kudu, meliputi Desa Katemas, Sidokaton, Bakalanrayung, Made,

Kepuhrejo, Sumberteguh dan Kudubanjar yang berasal dari luapan sungai.

Marmoyo dan menimbulkan tanah longsor;

4) Kecamatan Ploso, meliputi Desa Ploso, Rejoagung, Jatigedong,

Gedongombo, Losari, Pagertanjung, Bawangan, dan Tanggungkramat akibat

luapan sungai Marmoyo dan sungai Brantas

Page 20: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 12

5) Kecamatan Kesamben, meliputi Desa Pojokrejo, Jombok, Carangrejo,

Watudakon, Kedungmlati, Podoroto, Jombatan, Kedungbetik, dan

Pojokkulon;

6) Kecamatan Tembelang, meliputi Desa Kalikejambon, Kedunglosari,

Kedungotok, Mojokrapak, Pesantren, Tembelang, Sentul dan Gabusbanaran

serta pernah terjadi angin puyuh/puting beliung;

7) Kecamatan Megaluh, meliputi Desa Balongsari, Sumbersari, Ngogri dan

Sidomulyo;

8) Kecamatan Peterongan, meliputi Desa Ngrandulor, Bongkot, Tengaran,

Sumberagung, Dukuhklopo, Kebontemu, Morosunggingan, Tugusumberjo,

dan Peterongan;

9) Kecamatan Jombang, meliputi Desa Jombang, Sumberjo, Banjardowo,

Plosogeneng, Pulolor dan Dapurkejambon;

10) Kecamatan Bandar Kedungmulyo, meliputi Desa Karangdagangan, Tinggar,

Banjarsari, Gondangmanis, dan Barongsawahan;

11) Kecamatan Sumobito, meliputi Desa Brudu, Badas, Nglele, Sebani,

Segodorejo, Kedungpapar, Sumobito, Budug, Kendalsari, Talunkidul, dan

Madiopuro;

12) Kecamatan Mojoagung, meliputi Desa Kademangan, Mancilan, Miagan,

Betek, Karobelah, Mojotrisno, Janti, Gambiran, dan Kedunglumpang,

13) Kecamatan Gudo, meliputi Desa Gudo, Pucangro, Bugasur Kedaleman,

Plumbon Gambang, Godong, dan Krembangan;

Page 21: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 13

14) Kecamatan Jogoroto, meliputi Desa Jogoroto, Ngumpul, Jarakkulon, Sawiji,

dan Mayangan;

15) Kecamatan Mojowarno, meliputi Desa Karanglo, Gondek, Mojojejer,

Selorejo, Catakgayam, dan Grobogan.

16) Kecamatan Diwek di Desa Keras.

2.2 . Demografi

Berdasarkan hasil laporan Sensus Penduduk 2010, penduduk Kabupaten

Jombang berjumlah 1.201.557 jiwa, terdiri dari 1.190.139 jiwa penduduk

bertempat tinggal tetap dan 57 jiwa penduduk bertempat tinggal tidak tetap. Dari

total penduduk tersebut, 49,70% diantaranya atau sebanyak 597.219 jiwa laki-laki

sedangkan selebihnya yaitu 50,30% atau sebanyak 604.338 jiwa perempuan.

Penyebaran penduduk Kabupaten Jombang Tahun 2010 cukup merata di

wilayah kecamatan. Sebaran penduduk terbanyak yaitu 11,41% penduduk tinggal

di Kecamatan Jombang sebagai pusat pemerintahan. Sebaran terbanyak kedua

sebesar 8,43% berada di Kecamatan Diwek, dan berikutnya adalah Kecamatan

Mojowarno sebesar 7,12%. Tiga kecamatan dengan distribusi penduduk terendah

yaitu Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Kudu, dan Kecamatan Ngusikan

masing-masing dengan persentase sebesar 2,55% ; 2,33% ; dan 1,73%.

Rasio jenis kelamin Kabupaten Jombang adalah 99, artinya setiap 100

penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Sex rasio terbesar terdapat

di Kecamatan Wonosalam dan Kecamatan Diwek yaitu sebesar 102. Pada urutan

Page 22: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 14

berikutnya di Kecamatan Mojowarno dan Kecamatan Jogoroto sebesar 101, dan

pada urutan terkecil berada pada Kecamatan Kabuh dan Kecamatan Jombang

dengan sex rasio sebesar 96.

Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk menurut hasil Sensus

Penduduk 2000 yang sebesar 1.126.930, maka terdapat penambahan jumlah

penduduk sebanyak 74.627 jiwa. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan penduduk

selama 10 tahun terakhir rata-rata sebesar 0,64% per tahun. Kecamatan dengan

laju pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Jogoroto dengan laju

pertumbuhan penduduk sebesar 1,19%, pada urutan berikutnya adalah Kecamatan

Jombang sebesar 0,95% dan pada urutan ketiga berada di Kecamatan Peterongan

sebesar 0,89%. Kecamatan dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk terendah

yaitu Kecamatan Plandaan yaitu sebesar 0,15% dan berikutnya Kecamatan Kudu

sebesar 0,25%.

Dengan luas wilayah sebesar 1.159,50 km2, maka kepadatan penduduk

Kabupaten Jombang adalah sebanyak 1.036 jiwa/km2. Kecamatan Jombang

merupakan kecamatan tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu sebesar 3.766

jiwa/km2, selanjutnya Kecamatan Jogoroto dengan tingkat kepadatan 2.216

jiwa/km2 dan Kecamatan Peterongan dengan tingkat kepadatan mencapai 2.161

jiwa/km2. Sementara kepadatan terendah berada di Kecamatan Wonosalam

dengan tingkat kepadatan sebesar 252 jiwa/km2 (Anonim, 2000b).

Page 23: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 15

2.3 . Kondisi dan Potensi Ekonomi

2.3.1. Pertumbuhan PDRB

Dalam rentang waktu 4 (empat) tahun terakhir perkembangan PDRB

Kabupaten Jombang baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan

menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan

semakin meningkatnya nilai tambah barang dan jasa yang diindikasikan dengan

pesatnya peningkatan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dari sebesar

Rp. 9.736.387.320.000,- pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp.

11.290.800.530.000,- pada tahun 2008, pada tahun 2009 sebesar Rp.

12.451.498.620.000,- dan diproyeksikan meningkat menjadi 14.140.014.420.000,-

pada tahun 2010. Capaian PDRB ADHB proyeksi tahun 2010 ini sudah

melampaui angka yang ditargetkan dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD

Tahun Anggaran 2010 yakni sebesar 13.600.000.000.000,-.

Selain itu struktur perekonomian wilayah Kabupaten Jombang juga

semakin kokoh yang diindikasikan dengan semakin meningkatnya PDRB Atas

Dasar Harga Konstan (ADHK) yaitu dari sebesar Rp. 5.353.300.630.000,- pada

tahun 2007, menjadi sebesar Rp. 5.673.483.590.000,- pada tahun 2008,

meningkat menjadi sebesar Rp. 5.972.301.990.000,- pada tahun 2009, dan pada

tahun 2010 diproyeksikan meningkat menjadi sebesar Rp. 6.355.126.550.000,-.

Angka proyeksi capaian PDRB ADHK tahun 2010 sedikit di atas angka yang

ditargetkan dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD Tahun Anggaran 2010

yakni sebesar 6.277.000.000.000,- (Anonim, 2000c). Adapun kecenderungan

Page 24: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 16

peningkatan PDRB sejak tahun 2007 hingga 2010 adalah sebagaimana terlihat

pada Gambar 1.

Jika ditinjau dari perkembangan kontribusi sektor penyangga PDRB

Kabupaten Jombang pada kurun waktu tahun 2007 sampai dengan 2010, dari sisi

nilai menunjukan peningkatan pada semua sektor termasuk untuk empat sektor

penyangga utama, yakni pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa.

Namun bila dilihat dari persentase kontribusi untuk masing-masing sektor terlihat

pelambatan pertumbuhan yang terjadi pada dua sektor penyangga utama yakni

pada pertanian dan industri pengolahan yang disebabkan oleh anomali iklim yang

terjadi secara nasional.

Page 25: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 17

Sumber data: BPS Kabupaten Jombang (diolah)

Gambar 1. PDRB Kabupaten Jombang Tahun 2007-2011

Diharapkan ke depan sektor-sektor pendorong PDRB ini bisa lebih dipacu

pertumbuhannya terutama pada empat sektor penyangga utama, termasuk dua

sektor yang diprediksikan akan menjadi mesin-mesin pertumbuhan ekonomi baru

di Kabupaten Jombang yaitu sektor Angkutan dan Komunikasi serta sektor

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.

Perkembangan kontirbusi sektor dalam PDRB tahun 2007 sampai dengan

2011 sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 di bawah ini :

Page 26: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 18

Tabel 1. Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2007 s.d 2011 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Kabupaten Jombang

2007 2008 2009 2010 2011

NO Sektor Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk

1 Pertanian 0,05% 0,05% -1,78% -1,92% -1,32% -1,32% 1,04% -2,76% -0,67% -1,32%

2 Pertambangan& Penggalian -2,43% -2,43% -2,73% -2,38% -1,17% -0,83% -1,41% -2,53% -1,29% -1,43%

3 Industri Pengolahan -0,37% -0,37% -1,90% -1,64% -1,05% -1,98% -1,51% -0,53% -0,74% -1,06%

4 Listrik,Gas&Air bersih -5,37% -5,37% -4,62% -0,99% -5,50% -2,10% -8,74% 2,80 -2,98% -0,87%

5 Konstruksi -3,87% -3,87% 12,80% -3,70% -3,00% -2,90% 3,11 -0,51% 1,90% -2,51%

6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 1,24% 1,24% -1,70% 2,52% 1,01% 1,66% 1,65 2,93 -0,26% 1,51%

7 Pengangkutan & Komunikasi -2,64% -2,64% -4,13% 2,41% 3,26% 3,52% -7,14% -0,71% 0,05% 1,52%

8 Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan 0,22% 0,22% -0,19% 0,54% 1,07% -0,24% -9,87% -0,50% 0,26% 0,38%

9 Jasa-jasa -1,04% -1,04% 13,61% 0,06% 1,59% 0,43% -0,18% 0,00% 3,21% 0,08%

Sumber data: BPS Kabupaten Jombang (diolah)

2.3.2. Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jombang dalam

empat tahun terakhir berada pada rentang masa-masa pemulihan ekonomi setelah

sempat mengalami stagnasi, artinya kondisi perekonomian di Kabupaten Jombang

saat ini tetap menunjukkan tren pertumbuhan yang positif walaupun terjadi

penurunan tingkat pertumbuhan. Mulai tahun 2007 sampai dengan 2009 tingkat

pertumbuhan ekonomi terus mengalami penurunan, yakni 6,07% pada tahun 2007

turun menjadi 5,98% tahun 2008, turun lagi menjadi sebesar 5,27% tahun 2009.

Sedangkan pada tahun 2010 dari angka sementara yang dirilis, terjadi kenaikan

yang cukup signifikan diprediksi mencapai 6,41%. Kondisi ini tentunya cukup

menggembirakan dan menandakan bahwa perkembangan perekonomian di

wilayah Kabupaten Jombang sudah mulai kembali pada jalur yang sesuai dengan

Page 27: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 19

harapan. Namun demikian masih diperlukan upaya-upaya yang lebih baik di

dalam upaya percepatan pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Jombang.

Capaian pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 ini sudah melampaui target yang

tercantum di dalam dokumen Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun 2010

yaitu sebesar 6% (Anonim, 2000b).

Meskipun selama empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Jombang cenderung tidak stabil bahkan cenderung melambat, secara

umum kondisi perekonomian makro Kabupaten Jombang mulai menunjukan

perkembangan yang cukup baik, apalagi jika merujuk pada pertumbuhan yang

cukup tinggi selama tahun 2010. Pada tahun 2010, berdasarkan angka sementara

hasil perhitungan PDRB, tahun 2010 tersebut seluruh sektor lapangan usaha

mampu mencatat peningkatan laju pertumbuhan, tetapi beberapa sektor lapangan

usaha lainnya mengalami sedikit pelambatan.

Selanjutnya kecenderungan laju pertumbuhan ekonomi sejak 2007–2010

adalah sebagaimana pada Gambar 2 di bawah ini :

Page 28: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 20

Sumber data: BPS (diolah)

Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jombang dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2010

6,28

5,9

5,01

6,67

6,07 5,98

5,27

6,41

4

5

6

7

2007 2008 2009 2010

Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jombang

Page 29: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 21

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Lubang Resapan Biopori

Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat

secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman

sekitar 100 cm atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal,

tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah

organik. Sampah berfungsi menghidupkan mikroorganisme tanah, seperti cacing

tanah. Cacing ini nantinya bertugas membentuk pori-pori atau terowongan dalam

tanah (biopori).

Biopori secara harfiah merupakan lubang-lubang (pori-pori makro) di

dalam tanah yang dibuat oleh jasad biologi tanah. Lubang cacing tanah, lubang

tikus, lubang marmut, lubang anjing prairi, lubang semut, rayap, dan lain-lain,

termasuk lubang bekas akar yang mati dan membusuk, merupakan contoh-contoh

dari biopori di dalam tanah. Biopori dalam tanah ini sangat optimal

keberadaannya di daerah yang tidak terganggu seperti pada lahan hutan dan kebun

campuran. Pada lahan pertanian intensif dan di kawasan pemukiman, biopori

sangat sedikit dijumpai, karena kehidupan jasad biologi tanah tersebut terganggu

oleh berbagai aktivitas manusia, juga oleh pengaruh limbah dan aplikasi pestisida,

sehingga tanah menjadi sangat padat. Keberadaan biopori yang banyak, akan

mempertinggi daya serap tanah terhadap air, karena air akan lebih mudah masuk

ke dalam tubuh (profil) tanah.

Page 30: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 22

Lubang biopori yang dibuat sedalam 1 meter dengan diameter lubang

sekitar 0,10 meter maka dapat menampung air sebanyak 0,03 m3 (30 liter). Bila

jarak antar biopori tersebut 2 x 2 meter maka akan terdapat sebanyak 2.500

lubang biopori per hektar yang berarti dapat menampung tambahan air sebanyak

75 m3 atau setara dengan 75.000 liter air per hektar. Ini belum termasuk

banyaknya air yang dijerap oleh serasah organik yang dimasukkan ke dalam

biopori tersebut yang dapat menyerap air 2 kali lebih besar dari bobot bahan

organiknya. Serasah organik yang dapat ditampung oleh lubang biopori sedalam 1

meter dengan diameter 0,10 meter tersebut sebanyak 2,0 – 3,2 kg bahan segar.

Dalam waktu sekitar 21 hari, bahan organik segar dalam lubang biopori ini dapat

menjadi kompos. Kompos ini dapat pula dipanen untuk pupuk (yang kemudian

disebut dengan ”Kombipor” atau kompos biopori). Teknik kombipor ini efektif

pula dalam penanggulangan sampah organik (sampah basah) pada skala

(penanggulangan) sampah rumah tangga. Selain itu, air yang masuk ke dalam

lubang biopori tersebut dapat dengan mudah bergerak di dalam profil tanah

(perkolasi) masuk ke dalam air bawah tanah (ground water).

Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi yang berpotensi

meningkatkan daya dukung lingkungan. Menurut Brata dan Nelistya (2008),

lubang resapan biopori merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar

10 cm yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah,

yaitu sekitar 100 cm dari permukaan air tanah. LRB dapat meningkatkan

kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori

Page 31: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 23

yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang.

Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari

terjadinya aliran air di permukaan tanah (Gambar 3).

Gambar 3. Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB)

Pembuatan LRB pada setiap jenis penggunaan tanah dapat

mempermudah pemanfaatan sampah organik dengan memasukkannya ke dalam

tanah. Dengan demikian, setiap pengguna lahan dapat memfungsikan tanahnya

masing-masing sebagai penyimpan karbon (carbon sink) untuk mengurangi emisi

karbon ke atmosfir. Karbon yang tersimpan di dalam tanah berbentuk humus dan

biomassa dalam tubuh aneka ragam biota tanah, selain tidak diemisikan juga juga

sangat penting untuk memelihara kesuburan tanah yang dapat meningkatkan

pertumbuhan dan produksi tanaman sebagai pengguna/penyerap karbon di

atmosfir (Brata dan Nelistya, 2008).

Page 32: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 24

Penambahan sampah organik pada LRB bertujuan untuk merangsang

terbentuknya biopori. Biopori yang terbentuk akan membantu meningkatkan laju

peresapan air.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia /Nomor : P.

32/MENHUT-II/2009/Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik

Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS), disebutkan

bahwa untuk setiap 100 m2 lahan idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat

sebanyak 30 titik dengan jarak antara 0,5 – 1,0 meter. Dengan kedalaman 1 meter

dan diameter 0,10 meter setiap lubang bisa menampung 7,8 liter sampah (Gambar

4). Sampah dapur dapat menjadi kompos dalam jangka waktu 15 – 30 hari,

sementara sampah kebun berupa daun dan ranting bisa menjadi kompos dalam

waktu 2 – 3 bulan.

Namun, secara spesifik jumlah Lubang Resapan Biopori yang sesuai pada

suatu wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula,

dihitung dengan persamaan :

vLIn *

Keterangan :

n : Jumlah Lubang Resapan Biopori I : Intensitas hujan terbesar dalam 10 tahun (mm/detik) L : Luas bidang kedap air (m2) v : Laju rembesan air rata-rata per lubang (m3/detik)

Page 33: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 25

Sebagai contoh, untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan

lebat), dengan laju peresapan air per lubang 3 liter/menit (180 liter /jam) pada 100

m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100)/180 = 28 lubang

3.2. Implikasi Aplikasi Lubang Resapan Biopori

Pembuatan lubang resapan biopori akan meningkatkan kemampuan

lingkungan dalam menopang kehidupan di atasnya. Menurut Brata dan

Purwakusuma (2008), bahwa teknologi lubang resapan biopori (LRB),

dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk

mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup

air, udara, dan sumber makanan (bahan organik). Sistem peresapan berbasis

biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yang dapat

memberikan banyak manfaat, antara lain : (1) meningkatkan laju peresapan air

dan cadangan air tanah, (2) memudahkan pemanfaatan sampah organik menjadi

kompos, (3) meningkatkan peranan aktivitas biodiversitas tanah dan akar

tanaman, (4) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti

penyakit demam berdarah dan malaria.

Page 34: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 26

Gambar 4. Penampang Lubang Resapan Biopori

Adapun manfaat utama dari LRB adalah kemampuannya meningkatkan

peresapan air hujan ke dalam tanah. Kemampuan LRB dalam meresapkan air

dipengaruhi oleh diameter lubang yang dibuat. Hubungan diameter lubang

dengan beban resapan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Resapan dan Pertambahan Luas Permukaan Resapan

Diameter

lubang (cm)

Mulut Lubang (cm2)

Luas Dinding

(m2)

Pertambahan luas (kali)

Volume (liter)

Beban Resapan (liter/m2)

10 79 0.3143 40 7,857 25 40 1257 1,2571 11 125.714 100 60 2829 1.8857 7 282.857 150 80 5029 2.5143 5 502.857 200

100 7857 3,1429 4 785.714 250 Sumber : Brata dan Nelistya, 2008.

Page 35: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 27

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa LRB berdiameter 10 cm dengan

kedalaman 100 cm hanya menggunakan permukaan horizontal 79 cm2

menghasilkan permukaan vertikal seluas dinding lubang 0,314 m2, berarti

memperluas 40 kali yang dapat meresapkan air. Volume air yang masuk

tertampung maksimum 7,9 liter akan dapat meresap ke segala arah melalui

dinding lubang, akan menimbulkan beban resapan maksimal 25 liter/m2.

Perluasan permukaan resapan akan menurun dan beban resapan akan meningkat

dengan peningkatan diameter lubang. Sebagai contoh, bila diameter lubang 100

cm mendekati diameter sumur, perluasan permukaan yang diperoleh hanya 4 kali

dengan beban resapan mengakibatkan penurunan laju peresapan air karena terlalu

lebarnya zona jenuh air di sekeliling dinding lubang, apalagi bila sebagian

permukaan resapan dikedapkan sebagai penguat dinding (Brata dan Nelistya,

2008).

Selain mampu meresapkan air LRB juga dapat mengomposkan sampah

organik. Menurut Putra (2010), bahwa jumlah sampah organik yang dibutuhkan

untuk mengisi LRB dengan kedalaman 100 cm dan diameter 10 cm adalah 7,2–

7,9 kg selama kurun waktu 8 minggu. Artinya dalam sehari setiap LRB mampu

menampung 0,13 kg sampah. Dengan asumsi produksi sampah per kapita sebesar

0,8 kg dan 60 % nya adalah sampah organik setiap individu akan menghasilkan

0,48 kg dan LRB yang dibutuhkan adalah 3,7 LRB.

Agar LRB dapat berfungsi secara optimum diperlukan jumlah yang

ideal. Menurut Brata dan Nelistya (2008), bahwa jumlah LRB ideal ditentukan

Page 36: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 28

dengan mengalikan luas bidang kedap dengan intensitas hujan dan dibagi laju

peresapan air per lubang. Bidang kedap dengan luas 100 m2 dengan intensitas

hujan 50 mm/jam dan laju peresapan air per lubang 3 liter/menit membutuhkan 28

LRB. Dengan asumsi bahwa bidang kedap tersebut adalah rumah dan ditempati

10 orang dan dibuat LRB sesuai dengan jumlah ideal, tentu 75,67 % sampah

organik dapat tertampung kedalam LRB.

3.3. Fungsi Biopori

a. Mengatasi banjir karena meningkatkan daya resapan air. Air hujan tidak harus

dari talang atau saluran air yang masih bersih, akan tetapi air yang bercampur

tanahpun dapat di masukkan.

b. Mengatasi sampah karena dapat mengubah sampah organik menjadi kompos.

Sampah rumah tangga (yang organik) dapat dimasukkan ke dalam lubang

biopori, sehingga mengurangi penumpukan sampah rumah tangga.

c. Mengurangi emisi dari kegiatan mengkompos sampah organik. Sampah

organik yang telah dimasukkan ke dalam lubang resapan ini, dapat diambil

setelah 1 – 2 bulan, dapat dijadikan pupuk hijau (kompos). Kemudian kompos

yang telah diambil, lubang dapat digunakan lagi untuk membuang sampah

organik.

d. Menyuburkan tanah . Sampah dedaunan, dari pada dibakar, akan lebih bagus

dimasukkan dalam lubang ini, sehingga sampah daun akan busuk dan dapat

Page 37: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 29

menyuburkan tanah. Lubang akan lebih baik lagi bila dibuat di sekitar pohon

buah, pohon peneduh, akan membantu menyuburkan tanaman.

e. Mengatasi masalah timbulnya genangan air penyebab demam berdarah dan

malaria. Biasanya di tanah lapang, seperti halaman rumah, lapangan bola atau

fasilitas olahraga yang masih belum di semen, ada bebarapa tempat yang air

sulit meresap. Biopori dapat dibuat di tempat tersebut dan membantu

meresapkan air ke dalam tanah. Kehadiran lubang resapan biopori secara

langsung akan menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom

atau dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm

dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3.140

cm 2 atau hampir 1/3 m 2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk

lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan

78,5 cm 2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm,

luas bidang resapannya menjadi 3.218 cm2.

f. Terhindar berbagai jenis penyakit. Tumpukan sampah yang dibuang terbuka

dan telah membusuk, akan mengundang berbagai penyakit dan penyebarnya

seperti lalat. Bila sampah rumah tangga seperti sisa makan, sayuran atau

dedaunan lain dimasukkan ke dalam lubang yang tertutup, akan mengurangi

atau mencegah penyakit (Gambar 5).

Page 38: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 30

Gambar 5. Skema Fungsi Lubang Resapan Biopori (LRB)

3.4. Lubang Barokah

Lubang barokah yaitu lubang dengan kedalaman 1 meter serta luas 1 x 1

meter, yang dibuat disebuah petak perkebunan atau tanah tegalan seluas satu

hektar dengan jumlah minimal 20 lubang. Ini teknologi lama yaitu rorak yang

kemudian dikembangkan. Pembuatan lubang barokah dapat memberikan banyak

manfaat. Manfaat itu diantaranya untuk menampung bahan organik yang ada di

sekitar kebun atau tegal, seperti daun kering dan limbah pertanian lainnya. Hal ini

berarti memberi ruang hidup untuk mikroba dalam tanah dan jika terjadi proses

dekomposisi pada bahan organik yang ada nantinya juga dapat berguna bagi usaha

pertanian.

Page 39: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 31

Teknologi lubang barokah memiliki keunggulan, yaitu dapat

menampung resapan air hujan dalam jumlah yang cukup besar. Sebagaimana

diketahui, aliran air tanah yang tidak terserap dapat mengakibatkan erosi

termasuk pengangkutan tanah yang menyebabkan longsor. Tentunya dilihat dari

sisi konservasi lahan juga bisa mengendalikan agar tidak terjadi banjir.

Pembuatan lubang barokah yang merupakan upaya konservasi air adalah

untuk menampung air dan meresapkannya ke dalam tanah serta dimaksudkan

untuk mengurangi aliran air permukaan dan menampung sedimen akibat proses

erosi.

Lokasi pembuatan lubang barokah adalah :

a. Daerah/lokasi yang aliran air permukaan dan tingkat sedimentasinya tinggi

b. Lahan pertanian, pekarangan, perkebunan, hutan dan tepi jalan.

Tujuan pembuatan lubang barokah adalah :

a. Mengurangi aliran air permukaan

b. Meningkatkan proses pengendapan sedimen agar tidak terbawa aliran air

permukaan

c. Dapat digunakan sebagai rumah kompos

d. Meningkatnya air tanah

Pemeliharaan lubang barokah :

a. Memindahkan endapan pada lubang barokah ke bidang olah atau tanaman

disekitar sebagai pupuk.

b. Memindahkan lubang barokah pada sisi yang lain atau bagian sisi tanaman.

Page 40: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 32

c. Sebagai cadangan pupuk organik.

Cara pembuatan lubang barokah :

a. Lubang barokah dibuat di antara tanaman pokok (tanaman semusim/tanaman

tahunan/ tanaman keras).

b. Lubang barokah dapat berupa lubang biasa (dangkal/dalam) atau berupa

saluran buntu. Saluran memanjang yang tidak dihubungkan dengan saluran

lain atau saluran pembuangan air.

c. Ukuran lubang barokah disesuaikan dengan, antara lain curah hujan, jenis

tanah dan keperluannya. Misal : 100 x 100 x 100 cm ; 100 x 60 x 40 cm ; atau

80 x 40 x 40 cm.

d. Lubang barokah dibuat dalam 1 ha ± 20 titik. Juga berfungsi sebagai area

resapan.

3.5. Kadar Air Tanah

Sebagian air yang diperlukan oleh tumbuhan berasal dari tanah (disebut air

tanah). Air ini harus tersedia pada saat tumbuhan memerlukannya. Air merupakan

bagian penyusunan tubuh tumbuhan.

Air tanah berfungsi sebagai pelarut unsur hara dalam tanah. Reaksi-reaksi

kimia dalam tanah hanya berlangsung bila terdapat air. Pelepasan unsur-unsur

hara dari mineral primer terutama juga karena pengaruh air, sebaliknya

kemampuan air menghanyutkan unsur-unsur dapat pula dimanfaatkan untuk

mencuci garam-garam beracun yang berlebihan dalam tanah.

Page 41: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 33

Dengan adanya vegetasi atau tanaman pada suatu lahan akan dapat

meningkatkan kadar air kapasitas lapang dan kadar air maksimum, hal ini

disebabkan oleh pemberian mulsa hasil pangkasan yang menjadi bahan organik,

yang diketahui bahwa bahan organik dapat mengikat air sampai enam kali

beratnya sendiri sehingga kemampuan infiltrasi pun tinggi.

Cara biasa menyatakan jumlah air yang terdapat dalam tanah adalah dalam

persen terhadap tanah kering. Kadar air juga dapat dinyatakan dalam persen

volume, yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai

keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi

tumbuhan pada volume tanah tertentu (Hakim, ddk, 1986).

3.6. Infiltrasi

Infiltrasi adalah aliran masuknya air kedalam tanah sebagai akbiat gaya

kapiler (gerakan air kearah vertikal). Setelah tanah lapisan atas jenuh, kelebihan

air tersebut mengalir ke tempat yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi

bumi yang dikenal sebagai proses perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk

kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Ketika air hujan jatuh pada

permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik permukaan, sebagian atau

seluruh air hujan tersebut akan masuk ke dalam tanah melalui pori-pori

permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan gaya

gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya

gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah (Asdak, 2002).

Page 42: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 34

Kemampuan sistem lahan dalam meretensi air hujan sangat tergantung

kepada karakteristik sistem tajuk dan perakaran tipe vegetasi penutupnya. Sistem

tata guna lahan dengan vegetasi penutup bertipe pohon yang disertai dengan

adanya tumbuhan penutup tanah adalah sistem lahan yang mempunyai

kemampuan meretensi air hujan lebih baik dari pada sistem lahan tingkat

semai/semak. Dengan demikian vegetasi tingkat pohon mempunyai fungsi yang

lebih baik untuk meningkatkan kapasitas infiltrasi dan menyimpan air (Suharto,

2006)

Pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah yang terbuka

menghancurkan dan mendisfersikan agregat tanah yang menyebabkan

penyumbatan pori tanah di permukaan. Hal ini akan menurunkan laju infiltrasi.

Penurunan infiltrasi dapat juga terjadi karena pengalihan lahan, salah olah, dan

pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat. Laju infiltrasi yang tinggi

tidak hanya meningkatkan jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk

pertumbuhan tanaman, tetapi juga mengurangi banjir dan erosi yang diaktifkan

oleh run off.

Menurut Suryatmojo (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi laju

infiltrasi antara lain :

a) Karakteristik permukaan lahan

Karakteristik permukaan lahan yang mempengaruhi proses infiltrasi adalah

kepadatan tanah (curah hujan, debu dan liat yang terbawa aliran vertikal,

kandungan liat, lalu lintas hewan). Sifat dan jenis tanaman penutup tanah

Page 43: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 35

mengurangi efek curah hujan, akar tumbuhan akan menyebabkan struktur

tanah gembur, dan diatas permukaan tanah dapat mengurangi laju aliran.

b) Transmisi lapisan tanah

Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah.

Lapisan tanah dibedakan menjadi empat horizon, yaitu :

Horizon A, yang teratas sebagai bahan organic tanah

Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan

permeabilitas sangat meneguhkan laju infiltrasi

Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan

bahan induk

Horizon D, merupakan bahan in duk (beb rock)

Laju infiltrasi umumnya tergantung dari horizon A dan B, karena kapasitas

infiltrasi C tidak akan terpenuhi oleh laju infiltrasi, sedangkan D tidak

tertembus air, sehingga sifat transmisi lapisan tanah dikelompokkan menjadi

dua fenomena, yaitu :

Jika kapasitas perkolasi lebih besar dari pada kapasitas infiltrasi, maka

lapisan di bawah lapisan permukaan tidak akan jenuh dan laju infiltrasi

ditentukan oleh infiltrasi

Jika kapasitas perkolasi lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka

lapisan bawah akan jenuh air dan laju infiltrasi ditentukan oleh infiltrasi

ditentukan oleh laju perkolasi

Page 44: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 36

c) Pengatusan dari kapasitas penampungan

Pengatusan kapasitas penampungan porositas tanah akan menentukan

kapasitas penampungan untuk air infiltrasi, juga menahan aliran permukaan.

semakin besar porositas maka kapasitas menampung air infiltrasi semakin

besar. Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas

lapang, dimana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat ditahan oleh

partikel tanah terhadap gaya tarik bumi.

3.7. Bobot Isi Tanah

Tanah adalah campuran butir-butir dari berbagai ukuran dan bahwa ada

hubungan yang erat antara penyebaran besar butir dan sifat tanah. Para ahli

menyatakan berat tanah dalam istilah kerapatan butir-butir yang menyusun tanah.

Biasanya ditetapkan sebagai massa atau berat satuan solum tanah padat dan

disebut kerapatan butir. Dalam sistem metrik kerapatan butir biasanya dinyatakan

dengan istilah gram per sentimeter kubik. Jadi, satu sentimeter kubik tanah padat

beratnya 2,6 gram kerapatan butir ialah 2,6 gram per sentimeter kubik.

Meskipun terdapat kisaran besar dalam kisaran kerapatan mineral tanah,

gambaran untuk kebanyakan tanah mineral biasanya bervariasi antara batas yang

sempit yaitu antara 2,60 sampai 2,75 gram per sentimeter kubik. (Anonim, 2010b)

Nilai berat suatu tanah digunakan secara luas. Ini diperlukan untuk

konversi prosentase air dalam berat ke kandungan air volume untuk menghitung

porositas jika berat jenis partikelnya diketahui dan untuk memperkirakan berat

Page 45: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 37

dari volume tanah yang sangat besar. Nilai berat suatu tanah berbeda-beda

tergantung kondisi struktur tanahnya, terutama dikaitkan dengan pemadatan. Oleh

karena itu, berat isi sering digunakan sebagai ukuran struktur tanah.

Berat jenis partikel dari suatu tanah memperlihatkan kerapatan dari

partikel secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan sebagai perbandingan massa

total dari partikel padatan dengan total volume dan tidak termasuk ruang pori

diantara partikel (termasuk berat air dan udara). Besarnya berat jenis partikel

bahan organik umumnya berkisar antara 1,3 sampai 1,5 gram persentimeter kubik.

Berat tanah dapat diukur dengan metode silinder, clod, boring, dan

radioaktif (sinar gamma). Metode silinder sangat mudah dan sederhana seta

praktis untuk tanah- tanah yang tidak bersifat mengembang mengerut. Tetapi

sebaliknya pada tanah yang bersifat mengembang mengerut digunakan metode

clod. Sedangkan metode boring dan radioaktif biasanya digunakan secara

langsung dilapangan.

Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979), definisi berat isi tanah

adalah berat tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan

volume tanah, dinyatakandalam g/cm3 (g/cc). Nilai berat isi tanah sangat

bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan

bahan organik, tekstur tanah, kedalaman tanah,jenis fauna tanah, dan kadar air

tanah (Agus et al. 2006 dalam Anonim, 2010b).

Bobot isi tanah (bulk density) adalah ukuran pengepakan atau kompresi

partikel-partikel tanah (pasir, debu, dan liat). Bobot isi tanah bervariasi

Page 46: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 38

bergantung pada kerekatan partikel-partikel tanah itu. Bobot isi tanah dapat

digunakan untuk menunjukkan nilai batas tanah dalam membatasi kemampuan

akar untuk menembus (penetrasi) tanah, dan untuk pertumbuhan akar tersebut

(Pearson et al., 1995 dalam Anonim, 2010b).

Berat isi merupakan suatu sifat tanah yang menggambarkan taraf

kemampatan tanah. Tanah dengan kemampatan tinggi dapat mempersulit

perkembangan perakaran tanaman, pori makro terbatas dan penetrasi air

terhambat (Darmawijaya, 1997).

Berat isi tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering

ditetapkan karena berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik

tanah lainnya, seperti retensi air (pF), ruang pori total (RPT), coefficient of linier

extensibility (COLE), dan kadar air tanah. Data sifat-sifat fisik tanah tersebut

diperlukan dalam perhitungan penambahan kebutuhan air, pupuk, kapur, dan

pembenah tanah pada satuan luas tanah sampai kedalaman tertentu. Berat isi tanah

juga erat kaitannya dengan tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman

menembus tanah.

3.8. Permeabilitas Tanah

Semua jenis tanah bersifat lolos air (permeable) dimana air bebas

mengalir melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) yang ada di antara butiran-

butiran tanah. Tekanan pori diukur relatif terhadap tekanan atmosfer dan

permukaan lapisan tanah yang tekanannya sama dengan tekanan atmosfer

Page 47: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 39

dinamakan muka air tanah atau permukaan freasik, di bawah muka air tanah.

Tanah diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada

rongga-rongga udara.

Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan

air. Struktur dan tekstur serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam

menaikkan laju permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi

menaikkan laju infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan laju air larian.

Tinggi muka air tanah berubah-ubah sesuai dengan keadaan iklim tetapi

dapat juga berubah karena pengaruh dari adanya kegiatan konstruksi. Di tempat

itu dapat juga terjadi muka air tanah dangkal, di atas muka air tanah biasa,

sedangkan kondisi dapat terjadi bila tanah dengan permeabilitas tinggi di

permukaan atasnya dibatasi oleh lapisan muka air tanah setempat, tetapi

berdasarkan tinggi muka air tanah pada suatu tempat lain yang lapisan atasnya

tidak dibatasi oleh lapisan rapat air.

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori

yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur

tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran

pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah

berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang

lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka

pori. Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar

Page 48: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 40

dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung

yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured).

Permeabilitas ini merupakan suatu ukuran kemudahan aliran melalui suatu

media poreus. Secara kuantitatif permeabilitas diberi batasan dengan koefisien

permeabilitas. Permeabilitas intrinsik suatu akifer bergantung pada porositas

efektif batuan dan bahan tak terkonsolidasi, dan ruang bebas yang diciptakan oleh

patahan dan larutan. Porositas efektif ditentukan oleh distribusi ukuran butiran,

bentuk dan kekasaran masing-masing partikel dan susunan gabungannya, tetapi

karena sifat-sifat ini jarang seragam, konduktivitas hidrolik suatu akifer yang

berkembang dibatasi oleh permeabilitas lapisan-lapisan atau masing-maisng zone,

dan mungkin bervariasi cukup besar tergantung pada arah gerakan air.

Permeabilitas tanah memiliki lapisan atas dan bawah. Lapisan atas

berkisar antara lambat sampai agak cepat (0,20 – 9,46 cm jam-1), sedangkan di

lapisan bawah tergolong agak lambat sampai sedang (1,10 – 3,62 cm jam-1)

(N.Suharta dan B. H Prasetyo, 2008)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas, adalah :

a) Tekstur tanah.

Tekstur sangat mempengaruhi permeabilitas tanah. Hal ini dikarenakan

permeabilitas itu adalah melewati tekstur tanah. Misalnya tanah yang

bertekstur pasir akan mudah melewatkan air dalam tanah

Page 49: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 41

b) Struktur tanah.

Semakin banyak ruang antar struktur, maka semakin cepat juga permeabilitas

dalam tanah tersebut. Misalnya tanah yang berstruktur lempeng akan sulit di

tembus oleh air daru pada berstruktur remah

c) Porositas

Porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang biasanya diisi air atau

udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah, semakin

besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah

tersebut

d) Viskositas

Viskositas sama juga dengan kekentalan air, semakin kental air tersebut, maka

semakin sulit juga air untuk menembuas tanah tersebut

e) Gravitasi

Gaya gravitasi atau gaya tarik bumi juga sangat menentukan permeabilitas

tanah, karena permeabilitas adalah gaya yang masuk ke tanah menrut gaya

gravitasi

f) Drainase

Apabila permeabilitas tanah baik, maka waktu dalam pergerakan air akan

semakin cepat, begitu pula sebaliknya. Penyerapan yang dilakukan tanah akan

semakin cepat apabila drainase tanah itu baik

Page 50: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 42

g) Erosi

Pengikisan juga dipengaruhi oleh permeabilitas, semakin baik permeabilitas

dalam tanah, maka erosi akan minimum

h) Evaporasi

Evaporasi akan semakin maksimal jika permeabilitas tanah tersebut baik

3.9. Nitrogen Tanah

Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial yang sangat diperlukan

untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dengan kuantitas

terbanyak dibandingkan dengan unsur lain yang didapatkan dari tanah (Krisna

2002). Atmosfer mengandung nitrogen dalam jumlah yang besar, kira-kira 80%

dari udara terdiri atas nitrogen. Pembentukan nitrogen di alam dalam bentuk

terikat, yang disebut fiksasi nitrogen. Hal ini terjadi di dalam tanah, terutama oleh

bakteri. Jenis bakteri pengikat nitrogen yang paling efisien bersifat simbiotik

(Nasoetion 1996).

Fraksi nitrogen yang terdapat dalam tanah yang umum adalah N-organik.

Sub-fraksi dari N-organik terdiri atas asam amino dan humin N. Persen

konsentrasi dan distribusi dari sub-fraksi dari N-organik selalu bervariasi,

bergantung pada faktor tanah, komponen yang ditambahkan, proses pengairan,

intensitas pengolahan dan komponen mikrobiologi tanah. Fraksi N-tanah yang

lain adalah fraksi N-anorganik yang disusun atas N-NH4+, N-NO3

-, N-NO2- dan

N2 (Krisna 2002). Kehilangan nitrogen pada tanah pertanian dapat terjadi melalui

Page 51: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 43

denitrifikasi, volatilisasi amonia, dan pencucian (kehilangan NO3-). Pencucian

nitrat merupakan masalah pencemaran yang potensial terjadi pada air permukaan

dan air bawah tanah yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan

manusia (Bohn et al. 1979).

3.10. Bahan Organik Tanah

Tanah tersusun dari : (a) bahan padatan, (b) air, dan (c) udara. Bahan

padatan tersebut dapat berupa: (a) bahan mineral, dan (b) bahan organik. Bahan

mineral terdiri dari partikel pasir, debu dan liat. Ketiga partikel ini menyusun

tekstur tanah. Bahan organik dari tanah mineral berkisar 5% dari bobot total

tanah. Meskipun kandungan bahan organik tanah mineral sedikit (+5%) tetapi

memegang peranan penting dalam menentukan Kesuburan Tanah.

Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik

kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa

humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi

dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada

didalamnya (Abdul Madjid, 2007).

Bahan organik memiliki peranan sangat penting di dalam tanah. Bahan

organik tanah juga merupakan salah satu indikator kesehatan tanah. Tanah yang

sehat memiliki kandungan bahan organik tinggi, sekitar 5%. Sedangkan tanah

yang tidak sehat memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Kesehatan

tanah penting untuk menyamin produktivitas pertanian.

Page 52: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 44

Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena

memiliki beberapa peranan kunci di tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik

tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a) Fungsi biologi : menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk

organisme (termasuk mikroba) tanah menyediakan energi untuk proses-proses

biologi tanahmemberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tana

b) Fungsi kimia : merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah penting untuk

daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah menyimpan cadangan hara

penting, khususnya N dan K

c) Fungsi fisika : mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah untuk

meningkatkan stabilitas struktur tanah meningkatkan kemampuan tanah dalam

menyimpan air perubahahan moderate terhadap suhu tanah

Fungsi-fungsi bahan organik tanah ini saling berkaitan satu dengan yang

lain. Sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas

mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik,

meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah.

3.11. Laju Resapan Air ke dalam Tanah

Secara umum peresapan air merupakan proses masuknya air hujan ke

dalam tanah sebagai akibat adanya gaya kapiler dan gaya gravitasi dengan cara

infiltrasi maupun perkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam. Infiltrasi

merupakan cara air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori

Page 53: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 45

tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler

atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah

hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

Dengan pengaruh gaya gravitasi air hujan akan masuk ke dalam tanah

melalui pori-pori tanah dan gaya kapiler akan mengalirkan air tersebut ke atas ke

bawah dan ke arah horizontal. Sedangkan laju peresapan air adalah kecepatan

masuknya air hujan ke dalam tanah selama hujan berlangsung karena faktor alam

maupun berkat adanya campur tangan manusia.

Laju peresapan air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : tekstur tanah,

bahan organik tanah, kepadatan tanah, jenis dan jumlah vegetasi (Asdak, 2004).

Tekstur tanah adalah perbandingan antara fraksi pasir, debu dan liat dinyatakan

dalam persen. Semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, maka akan semakin

besar ruang pori yang terdapat di antara partikel-partikel tanah tersebut, sehingga

akan memperlancar pergerakan air di dalam tanah (Hakim et al, 1986). Menurut

Hanafiah (2005) tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah

yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir,

debu dan liat.

Hakim et.al., (1986) mengemukakan bahwa kepadatan tanah yang

dimanifestasikan dengan bobot isi tanah adalah perbandingan antara berat

persatuan volume penyusun tanah dalam keadaan kering oven dengan volume

tanah (dinyatakan dalam gram/cm3 ). Hanafiah (2005) juga menyatakan bahwa

bobot isi tanah adalah berat tanah yang dikering ovenkan per satuan volume.

Page 54: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 46

Tanah liat yang bertekstur halus umumnya memiliki kerapatan isi antara 1,0 – 1,3

g/cm3 , sedangkan yang bertekstur kasar antara 1,3 – 1,8 g/cm3 . Nilai bobot isi

tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel tanah, tanah liat yang

bertekstur halus mempunyai kerapatan isi lebih kecil dibanding tanah yang tanah

bertekstur kasar dan semakin tinggi nilai kerapatan isi tanah maka laju resapan air

juga akan semakin besar. Upaya meningkatkan peresapan air ke dalam tanah

dewasa ini sudah sangat mendesak untuk dilakukan, terutama di daerah perkotaan

di mana kebutuhan dan pemanfaatan air bersih yang bersumber dari air bawah

tanah sangat tinggi karena selain kualitasnya lebih baik biayanya juga relatif lebih

murah.

Page 55: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 47

BAB IV METODOLOGI

4.1. Metode Pengambilan Sampel

Kajian teknis Kelayakan dan Pembuatan Implikasi dari Aplikasi Lubang

Resapan Biopori dan Sumur Resapan akan dilakukan di Kecamatan Wonosalam.

Wilayah ini memiliki topografi bergunung-gunung dengan kemiringan rata-rata

lebih dari 40% sehingga berpotensi mengalami banjir di musim hujan dan

kekeringan di musim kemarau, jika tanahnya tidak memiliki kemampuan yang

cukup tinggi untuk menyimpan air. Kecamatan Wonosalam, merupakan salah

satu diantara 7 kecamatan yang rawan banjir, dan juga berpotensi terjadinya tanah

longsor. Sebab, hutan yang ada di kawasan tersebut mulai gundul, sehingga

ketika hujan cukup deras maka tanah di perbukitan tak mampu lagi menahan air

Kecamatan Wonosalam terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah 12.163

ha (Gambar 6). Struktur litologi daerah ini tersusun atas batuan volkanik, berupa

breksi volkanik dan di beberapa tempat dijumpai andesit dengan warna segar abu-

abu cerah, warna lapuk agak kehitaman.

Dari 9 desa diambil tiga (3) desa sebagai desa percontohan pemanfaatan

Lubang Resapan Biopori (LRB), yaitu Desa Wonosalam, Desa Panglungan, dan

desa Carangwulung. Tiap-tiap desa diambil sampel 10 KK, dan setiap KK terdiri

dari sepuluh (10) titik LRB disekitar rumah dan dua (2) titik Lubang Barokah

disekitar kebun rumah. Lokasi yang diambil adalah dengan tetap memperhatikan

perbedaan kemiringan lahan yang cukup signifikan.

Page 56: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 48

Gambar 6. Peta Kecamatan Wonosalam

4.2. Perancangan Lokasi

Dalam perancangan pembuatan biopori, agar kinetik kerja biopori lebih

maksimal perlu tempat-tempat yang khusus dan tepat. Jika menempatkan biopori

ditempat yang tepat, maka biopori tersebut akan lebih leluasa dalam segi

kinerjanya dan hasilnya pun akan lebih maksimal. Oleh karena itu, perlu

perhatikan secara cermat untuk memilih lokasi pemasangan biopori. Tempat yang

dapat dibuat /dipasang lubang biopori resapan air adalah :

a. Pada alas saluran air hujan di sekitar rumah (pekarangan).

b. Di sekeliling pohon.

c. Pada tanah kosong antar tanaman / batas tanaman.

Page 57: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 49

4.3. Teknis Pembuatan Lubang Resapan Biopori

a. Gali lubang bentuk silinder (misalnya dengan bor tanah/linggis/bambu),

diameter 10 cm dengan kedalaman 100 cm ;

Gambar 7. Sketsa Penampang Lubang Resapan Biopori

b. Jarak antara lubang yang satu dengan yang lain 50-100 cm . Mulut lubang

diperkuat dengan paralon dengan diameter 10 cm dengan panjang 20 cm;

c. Lubang diisi dengan sampah organik seperti daun, sampah dapur, ranting

pohon, sampah makanan dapur non kimia, dan sebagainya. Sampah dalam

lubang akan menyusut sehingga perlu diisi kembali dan di akhir musim

kemarau dapat dikuras sebagai pupuk kompos alami

(Gambar 7 dan 8).

Page 58: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 50

Gambar 8. Cara Pembuatan LRB

d. Mulut lubang ditutup dengan kawat kasa (Gambar 9).

Gambar 9. Contoh Lubang Biopori di Daerah Penelitian

4.3 . Teknis Pembuatan Lubang Barokah

a. Lubang barokah dibuat di antara tanaman pokok (tanaman

semusim/tahunan/tanaman keras)

Page 59: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 51

b. Lubang barokah berupa lubang biasa (dangkal/dalam) atau berupa saluran

buntu, yaitu saluran memanjang yang tidak dihubungkan dengan saluran lain

atau saluran pembuangan air.

c. Ukuran lubang barokah disesuaikan dengan, antara lain curah hujan, jenis

tanah dan keperluannya. Misal : 100 x 100 x 100 cm ; 100 x 60 x 40 cm ; atau

80 x 40 x 40 cm .

Gambar 10. Contoh Lubang Barokah di Daerah Penelitian

d. Lubang diisi dengan sampah organik seperti daun, sampah dapur, ranting

pohon, sampah makanan dapur non kimia, dan sebagainya. Sampah dalam

lubang akan menyusut sehingga perlu diisi kembali dan di akhir musim

kemarau dapat dikuras sebagai pupuk kompos alami

(Gambar 10.)

Page 60: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 52

4.5. Variabel Pengamatan

Pengamatan dan pengambilan data dilakukan untuk mengkaji apakah

pembuatan Lubang Resapan Biopori memberikan manfaat yang cukup signifikan

bagi lingkungan, khususnya dalam perbaikan kemampuan tanah menyimpan air.

Dalam penelitian ini variabel yang diamati, sebagai berikut :

1) Pengukuran debit run off dan kecepatan infiltrasi air tanah pada wilayah

dengan penerapan LRB/Lubang Barokah dan tanpa LRB/ Lubang Barokah.

2) Pengukuran BI (Bobot Isi) tanah pada kedalaman 0 – 80 cm

3) Pengukuran KA (kadar air) tanah sebelum dan sesudah penerapan LRB/

Lubang Barokah.

4) Mengambil sampel tanah untuk mengetahui koefisien permeabilitas tanah

tersebut.

Tabel 3. Variabel Pengamatan

No Variabel Metode Waktu Pengamatan

1. Kadar Air (KA) Tanah Gravimetri Tiap dua minggu

2. Infiltrasi Tanah Ring

Infiltrometer

Awal, Tengah, dan Akhir

Penelitian

3. Bobot Isi (BI) Tanah Ring sample Awal dan Akhir Penelitian

4. Permeabilitas Tanah pF Awal dan Akhir Penelitian

5. Nitrogen Tanah Kjedahl Awal dan Akhir Penelitian

6. Bahan Organik (BO)

Tanah

Walkley & Black Awal dan Akhir Penelitian

Page 61: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 53

4.6. Pengukuran

a) Kadar Air Tanah Kering Udara

Tanah dimasukkan kedalam cawan sebanya 10 gram, kemudian di oven pada

suhu 1050C selama 24 jam. Tanah tersebut ditimbang beratnya. Dihitung kadar

airnya dengan rumus :

Keterangan : KK = Kadar Air (%) BB = Berat tanah sebelum di oven (gr) BK = Berat tanah sesudah di oven (gr)

b) Infiltrasi Tanah

Diletakkan salah satu cincin dan pastikan penampang cincin pada level datar.

Dipasang piringan tutup di atas cincin dan pastikan tepat di pusat cincin. Pukul

tutup cincin dengan martil sampai kedalaman tertentu sehingga dapat

mencegah kebocoran air ke luar cincin. Diletakkan cincin silinder lainnya

secara tepat pada pusat yang sama dengan cincin pertama.

Dipasang jarum berujung runcing sebagai penanda muka air yang dapat

dilihat. Dilakukan pengukuran perubahan tinggi muka air, pasang mistar di

dinding dalam cincin. Dituangkan air ke dalam cincin sampai muka air persis

di ujung mistar. Dijaga tinggi muka air pada kedua cincin agar tetap sama

untuk menghindari aliran antar cincin.

Penghitungan laju infiltrasi berdasarkan tinggi muka air mengikuti langkah-

langkah berikut :

Page 62: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 54

Catat posisi waktu pada saat mulai pengukuran pada t = 0

Ukur perubahan tinggi muka air pada ruang antar cincin tiap selang waktu.

Setelah perubahan tinggi muka air dicatat, tambahkan air sampai mencapai

penanda tinggi muka air.

Selang waktu ditentukan, yaitu tiap 1 menit pada 10 menit pertama, tiap 2

menit pada menit ke 10 sampai dengan menit ke 20, tiap 5 menit sampai

menit ke 60, selanjutnya tiap 10 menit sampai diperoleh laju yang relative

konstan.

Dihitung besarnya laju infiltrasi (f) dari data perubahan tinggi muka air tiap

selang waktu pengukuran dengan rumus :

Keterangan : f = laju infiltrasi (cm/jam) hc = perubahan tinggi muka air tiap selang waktu (cm) t = selang waktu pengukuran (menit)

c) Bobot Isi (BI) Tanah

Dipilih lokasi yang akan diambil sampel tanahnya kemudian dibersihkan.

Untuk mengambil sampel tanah yang tidak terganggu digunakan dua buah

ring sample. Ring Sample yang pertama diletakkan diatas permukaan tanah

kemudian ditekan masuk kedalam tanah, kemudian ditekan sampai batas

permukaan tanah. Tanah sekitar ring dikorek dengan menggunakan parang

sampai kedalaman ± 15 cm. Diusahakan tidak terlalu dekat dengan ring agar

tanah utuh terambil. Ring diangkat secara perlahan, kemudian persambungan

Page 63: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 55

ring atas dengan ring bawah dipotong dengan menggunakan parang. Ring

yang paling bawah diberi label sesuai dengan lokasi penelitian kemudian

dimasukkan ke dalam plastik dan diikat. Untuk mengetahui bobot isi tanah

dapat digunakan rumus :

Contoh pengambilan sampel tanah tidak terganggu disajikan pada Gambar 11

dengan menggunakan ring sample dan parang untuk meratakan sampel tanah

yang diambil

Gambar 11. Contoh Pengambilan Sampel untuk Pengukuran Bobot Isi Tanah

d) Permeabilitas Tanah

Pengukuran permeabilitas adalah menentukan konduktifitas air maupun udara

yang ada di dalam tanah. Langkah yang pertama kali dilakukan adalah

menyediakan tanah yang sudah ada di dalam ring yang sudah dijenuhkan.

Page 64: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 56

Kemudian ring yang sudah ada tanahnya itu disambung dengan pipa paralon

yang disediakan. Sebelumnya di ukur terlebih dahulu panjang pipa paralon dan

diameter ring. Lalu pipa tersebut yang telah disambung dengan ring di

masukkan ke dalam alat permeabilitas dan dimasukkan air secukupnya

kedalam atas pipa paralon sampai air tersebut tumpah ke corong alat

permeabilitas. Kemudain air mengalir Lalu air itu di kumpulkan di tabung

selama 1 menit. Lalu di hitung volume air terkumpul, dan KHJ (Konduktivitas

hidrolik jenuh) yang telah diamati.

e) Nitrogen Tanah

Timbang 0,5 gr contoh tanah ukuran < 0,5 mm, masukan ke dalam tabung

digest. Tambahkan 1 gr campuran selen dan 3 ml asam sulfat pekat,

didestruksi hingga suhu 350oC (3 – 4 jam). Destruksi selesai bila keluar uap

putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam).

Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air

bebas ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen, biarkan semalam agar

partikel mengendap. Ekstrak digunakan untuk pengukuran N dengan cara

destilasi

Cara pengukuran N :

Pindahkan secara kualitatif seluruh ekstrak contoh ke dalam labu didih

(gunakan air bebas ion dan labu semprot). Tambahkan sedikit serbuk batu

didih dan aquades hingga setengah volume labu.

Page 65: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 57

Disiapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer yang

berisi 10 ml asam borat 1% yang ditambah 3 tetes indikator Conway

(berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi.

Dengan gelas ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu

didih yang berisi contoh dan secepatnya ditutup.

Didestilasi hingga volume penampung mencapai 50 – 75 ml (berwarna

hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah muda.

Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb).

Perhitungan :

Kadar nitrogen (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100 mg contoh-1 x fk

= (Vc - Vb) x N x 14 x 100 500-1 x fk

= (Vc - Vb) x N x 2,8 x fk

Keterangan : Vc, Vb = ml titar contoh dan blanko N = normalitas larutan baku H2SO4 14 = bobot setara nitrogen 100 = konversi ke % fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

f) Bahan Organik (BO) Tanah

Ditimbang 0,5 gr tanah dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml.

Ditambahkan 5 ml K2CrO7 1 N (dengan menggunakan pipet tetes) lalu

digoncang dengan tangan. Ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat dan digoncang 3 –

4 menit, selanjutnya didiamkan selama 30 menit. Ditambahkan 100 ml air

suling dan 5 ml H3PO4 85% dan 2,5 ml NaF 4%. Kemudian ditambahkan 5

Page 66: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 58

tetes diphenylamine, diguncang, maka akan timbul larutan bewarna biru tua

kehijauan kotor. Dititrasi dengan Fe(NH4)2 0,5 N dari buret hingga warna

menjadi hijau terang. Dilakukan prosedur seperti diatas tetapi sampel tanpa

tanah, untuk mendapatkan volume titrasi Fe(NH4)2 (SO4) 20,5 N untuk

mendapatkan blanko. Dihitung C-organik dengan menggunakan rumus :

C-organik = 5 (1- t/s).0,78

Keterangan : t = titrasi s = blanko Dihitung bahan organik dengan menggunakan rumus :

BO = C-organik x 1,724

Page 67: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 59

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan

5.1. 1. Karakteristik Sifat Kimia Tanah Daerah Penelitian

Berikut ini disajikan data karakteristik kimia tanah di 3 desa wilayah

penelitian, Wonosalam, Carang Wulung, dan Panglungan. Data diambil pada 2

lokasi yang berbeda yaitu, di pekarangan untuk teknik LRB (Lubang Resapan

Biopori) dan di kebun untuk teknik LB (Lubang Barokah).

Tabel 4. Karakteristik Sifat Kimia Daerah Penelitian

C-org (%) N-total(%) C/N BO (%) Desa Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

Wonosalam 1,02 1,14 0,11 0,12 9,37 9,50 1,77 1,97 Carang Wulung 1,22 0,72 0,12 0,10 10,17 7,20 2,11 1,14

LRB

Panglungan 1,07 1,27 0,12 0,12 8,92 9,40 1,86 2,14 Wonosalam 1,42 1,32 0,15 0,15 9,47 10,58 2,45 2,30

Carang Wulung 1,17 0,67 0,14 0,07 8,36 9,57 2,02 0,83

LB

Panglungan 1,72 1,50 0,18 0,18 9,56 8,33 2,97 2,97

Hasil pengamatan awal sebelum penerapan teknologi LRB pada Tabel 4

menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki karakteristik kimia yang kurang

baik, yang ditunjukkan oleh nilai C-organik dan N-total yang tergolong rendah.

Tingkat kesuburan atau ketersediaan hara juga kurang baik yang berarti ada

kendala penyediaan hara. Hal ini ditunjukkan oleh nilai C/N rasio yang cukup

rendah ( < 12). Nilai C/N pada kisaran tersebut di atas berarti bahwa dekomposisi

Page 68: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 60

bahan organik berlangsung sedang karena bahan organik sebagai sumber energi

mikroorganisme cukup tersedia.

Gambar 12. Karakteristik Kimia Tanah di Awal Sebelum Penerapan

Teknik Biopori dan di Akhir Penerapan Teknik Biopori

Pada saat akhir penerapan teknik lubang biopori dan lubang barokah

(Gambar 12) di musim kemarau, karakteristik kimia tanah justru menunjukkan

penurunan nilai di hampir semua variabel. Hal ini terjadi karena proses

dekomposisi yang berlangsung cepat akibat perubahan musim. Meskipun

demikian, penurunan tersebut tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata di

antara kedua musim tersebut (taraf siginifikansi 5%). Hal ini berarti bahwa

karakteristik kimia tanah relatif stabil baik di musim penghujan maupun di musim

kemarau, dan memperlihatkan bahwa penerapan teknologi biopori memberikan

dampak positif bagi perbaikan karakteristik kimia tanah.

Page 69: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 61

Perbedaan yang nyata terlihat adalah adanya perbedaan yang signifikan

diantara jenis teknik lubang biopori yang diterapkan. Teknik lubang barokah

(LB) memberikan karakteristik kimia yang lebih baik dibandingkan teknik lubang

resapan biopori (LRB). Hal ini dihubungkan dengan meningkatnya ketersediaan

bahan organik akibat pemberian bahan organik melalui lubang biopori.

5.1.2. Karakteristik Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah dapat dilihat dari berbagai macam variabel, antara lain

bobot isi tanah, infiltrasi, dan kadar air tanah. Data pengamatan bobot isi tanah

dan kadar air tanah dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7.

Tabel 5. Nilai Bobot Isi Tanah ( g.cm-3) pada 3 Desa Wilayah Penelitian

Bobot Isi Tanah ( g cm-3) Metode

Pengamatan

Ke- Wonosalam Carangwulung Panglungan

I 1,10 1,31 1,32 Lubang Barokah II 1,04 0,96 0,90

I 1,07 1,41 1,46 Lubang Resapan Biopori II 0,96 1,22 0,78

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal penelitian (minggu ke-1)

nilai bobot isi tanah baik pada metode lubang barokah maupun lubang resapan

biopori berkisar 1 (satu). Nilai ini menunjukkan bahwa tanah di daerah penelitian

memiliki struktur yang baik.

Page 70: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 62

Gambar 13. Nilai Bobot Isi Tanah di Awal dan Akhir Penelitian dengan Teknik LRB (Lubang Resapan Biopori) dan LB (Lubang Barokah)

Penerapan teknik biopori, baik lubang barokah maupun lubang resapan

biopori ternyata mampu memperbaiki nilai bobot isi tanah. Hal ini ditunjukkan

dengan menurunnya nilai bobot isi tanah, baik pada metode LB maupun LRB

(Gambar 13). Penurunan nilai bobot isi tanah menunjukkan bahwa adanya

pemasukan bahan organik melalui lubang biopori dapat memperbaiki struktur

fisik tanah sehingga tanah menjadi lebih remah dan gembur. Menurunnya nilai

bobot isi tanah selanjutnya akan memperbaiki porositas tanah tanah sehingga

diharapkan kapasitas penyimpanan air di dalam tanah akan meningkat

5.1.3. Infiltrasi Tanah

Infiltrasi tanah merupakan variabel yang sangat erat hubungannya dengan

kemampuan tanah menyimpan air. Meningkatnya infiltrasi tanah diharapkan

Page 71: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 63

dapat menekan aliran permukaan sehingga kapasitas tanah menyimpan air juga

meningkat.

Infiltrasi tanah di wilayah penelitian tergolong sedang. Nilai infiltrasi

tanah meningkat dengan waktu yang menunjukkan bahwa penerapan teknik

biopori memberikan hasil yang cukup signifikan.

Gambar 14. Infiltrasi ( cm jam-1) pada Metode Lubang Barokah

Infiltrasi tanah pada wilayah penelitian dengan kedua metode dapat dilihat

pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. Penerapan metode LB ternyata

memberikan pengaruh positif pada peningkatan infiltrasi, yang ditunjukkan oleh

peningkatan infiltrasi berkisar mulai 68,19% (Wonosalam), 117,01%

(Carangwulung) hingga 168% (Panglungan) pada akhir pengamatan ke-3 (3

bulan setelah penerapan teknik biopori). Peningkatan infiltrasi yang cukup besar

pada metode LB ini sesuai dengan menurunnya nilai bobot isi tanah. Semakin

Page 72: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 64

rendah bobot isi tanah berarti porositas tanah meningkat, sehingga semakin

banyak air yang mengalir melalui kolom tanah menuju akuifer tanah (Gambar 14).

Gambar 15. Infiltrasi ( cm jam-1) pada Metode Lubang Resapan Biopori

Hasil pengamatan pada metode LRB (Gambar 15) juga menunjukkan

hasil yang sama, yakni adanya peningkatan infiltrasi pada pengamatan ke-3,

berkisar mulai 59,10% (Wonosalam), 66,03% (Carangwulung), bahkan 208 %

(Panglungan). Hal ini dimungkinkan karena walaupun ukuran LRB lebih kecil

dibanding LB namun karena jumlahnya lebih banyak maka pengaruh yang

diperoleh hampir sama dengan metode LB yang ukurannya lebih besar.

Pembuatan lubang biopori menyebabkan luas permukaan tanah untuk melalukan

air menjadi meningkat sehingga pergerakan air di dalam tanah meningkat.

Page 73: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 65

Gambar 16. Pengaruh Metode Teknik Biopori terhadap Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke-3

Besar infiltrasi akibat penerapan metode biopori dapat dilihat pada

Gambar 16. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa metode biopori yang

diterapkan tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap infiltrasi. Perbedaan

nilai infiltrasi tersebut tidak berbeda nyata yang ditunjukkan oleh besarnya error

bar. Nilai infiltrasi tertinggi dijumpai di desa Panglungan (40,52 dan 35,81 cm

jam-1 masing-masing untuk metode LB dan LRB). Perbedaan yang signifikan

justru dijumpai pada besarnya infiltrasi antar desa dengan metode yang sama. Hal

ini mungkin dipengaruhi oleh macam bahan organik yang dimasukkan kedalam

lubang, baik lubang barokah maupun lubang biopori. Masing-masing bahan

organik memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memiliki pengaruh yang

juga tidak sama.

Page 74: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 66

Gambar 17. Besarnya Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke-3 dengan Teknik LRB dan LB

Pengaruh penerapan macam metode teknik biopori terhadap peningkatan

infiltrasi dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa

tidak ada perbedaan antara kedua metode tersebut ( ditunjukkan oleh besarnya

eror bar) pada semua desa wilayah penelitian. Hal ini berarti teknik biopori

apapun yang diterapkan akan memberikan efek positif terhadap peningkatan

infiltrasi. Meningkatnya infiltrasi akan meningkatkan serapan air tanah sehingga

resiko limpasan permukaan menjadi lebih kecil.

5.1. 4. Simpanan Air Tanah

Nilai simpanan air tanah dapat dilihat dari nilai kadar air tersedia di dalam

tanah. Nilai kadar air tersedia dan kadar air aktual di awal pengamatan sebelum

penerapan teknik lubang resapan biopori seperti terlihat pada Tabel 6,

memperlihatkan bahwa kadar air tersedia tergolong rendah. Hal ini bisa terjadi

Page 75: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 67

karena ketersediaan bahan organik yang rendah sehingga kemampuan tanah untuk

menyimpan air juga rendah. Ketersediaan bahan organik akan membantu

pembentukan pori tanah, khususnya pori pemegang air sehingga infiltrasi akan

meningkat.

Tabel 6. Kadar Air Tersedia dan KA Aktual Awal di Daerah Penelitian

Kadar Air (KA) KA Tersedia KA Aktual pF 2,5 pF 4,2 % volume g g-1

Metode

Desa Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

Wonosalam 0,43 0,32 0,30 0,19 13,00 13,44 0,42 0,41 CarangWulung 0,41 0,45 0,31 0,35 10,00 10,32 0,43 0,49

Lubang Barokah

Panglungan 0,42 0,40 0,32 0,30 10,00 10,19 0,45 0,45 Wonosalam 0,37 0,37 0,31 0,30 6,00 6,52 0,32 0,36

CarangWulung 0,28 0,44 0,21 0,38 6,50 6,35 0,41 0,42 Lubang Resapan Biopori Panglungan 0,41 0,41 0,34 0,34 7,50 7,24 0,41 0,43

Upaya peningkatan kadar bahan organik tanah dapat dilakukan melalui

berbagai macam cara antara lain melalui masukan bahan organik pada lubang

resapan biopori. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan kadar air di musim

kemarau, dimana penerapan teknik biopori ternyata memberi efek positif bagi

penyediaan air. Hasil pengamatan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa simpanan

air tanah di musim kemarau ternyata tidak berbeda nyata dengan simpanan air

tanah di musim hujan, bahkan lebih besar. Keadaan ini menunjukkan bahwa

upaya perbaikan karakteristik tanah melalui penerapan teknik biopori, baik LRB

maupun LB mampu meningkatkan simpanan air tanah sehingga di masa datang

diharapkan tidak akan terjadi kekeringan.

Page 76: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 68

Gambar 18. Kemampuan Tanah Menyimpan Air dengan Teknik Lubang Barokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB)

Gambar 18 memperlihatkan bahwa penerapan teknik lubang resapan

biopori dan lubang barokah menyebabkan kemampuan tanah untuk menyimpan

air meningkat. Hal ini terlihat dari besarnya KA aktual di musim kemarau yang

justru lebih besar dibanding musim penghujan. Hal ini menunjukkan

meningkatnya simpanan air tanah di musim kemarau.

Metode penerapan biopori ternyata memberikan hasil yang berbeda

terhadap tingkat penyediaan air. Metode LRB menunjukkan ketersediaan air yang

lebih rendah dibandingkan metode LB. Hal ini dihubungkan dengan jumlah

bahan organik yang dimasukkan ke dalam lubang. Semakin banyak bahan

organik, maka peluang pembentukan pori tanah semakin besar. Bahan organik

merupakan sumber energi utama bagi cacing tanah, faktor pembentukan pori

makro. Semakin banyak bahan organik, maka cacing tanah akan semakin aktif

Page 77: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 69

sehingga pori makro yang terbentuk juga semakin banyak. Dengan demikian

pada akhirnya kemampuan tanah menyimpan air juga meningkat lebih besar.

5.1.5. Kadar Air Aktual

Hasil yang sama juga ditunjukkan dari hasil pengamatan kadar air aktual

pada berbagai kedalaman, dimana metode LB menunjukkan nilai kadar air yang

lebih tinggi dibandingkan metode LRB. Selain itu kadar air aktual tanah pada

berbagai kedalaman menunjukkan bahwa kadar air tanah meningkat dengan

meningkatnya kedalaman tanah (Tabel 7). Hal ini dihubungkan dengan adanya

evaporasi tanah yang lebih besar pada permukaan tanah.

Tabel 7. Kadar Air Aktual pada Masing-masing Kedalaman di 3 Desa Wilayah Penelitian

Kedalaman (cm) Kedalaman (cm)

0-20 20-40 Metode Desa Awal I II III Awal I II III

Wonosalam 0,42 0,44 0,49 0,39 0,48 0,40 0,37 0,34 Carangwulung 0,43 0,50 0,43 0,49 0,47 0,49 0,51 0,51 LB Panglungan 0,45 0,47 0,46 0,46 0,42 0,47 0,55 0,30 Wonosalam 0,32 0,37 0,31 0,34 0,36 0,42 0,38 0,38 Carangwulung 0,41 0,48 0,41 0,44 0,43 0,46 0,46 0,41 LRB Panglungan 0,41 0,46 0,44 0,34 0,45 0,45 0,43 0,34

Secara umum, kadar air tanah pada metode LB lebih besar dibanding LRB.

Hal ini dijumpai di tiga (3) desa wilayah pengamatan (Tabel 8). Hal ini didukung

oleh ketersediaan bahan organik yang lebih besar pada metode LB (Gambar 12).

Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang berperan penting di

dalam penyimpanan air tanah dikarenakan kemampuannya di dalam memegang

Page 78: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 70

air. Namun demikian kemampuan bahan organik memegang air juga ditentukan

oleh macam bahan organik yang ada.

Tabel 8. Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Metode Lubang Barokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) di Beberapa Desa Kecamatan Wonosalam.

Metode Desa Awal I II III

Wonosalam 0,45 0,42 0,43 0,37 Carangwulung 0,45 0,50 0,47 0,50 LB

Panglungan 0,43 0,47 0,50 0,38 Wonosalam 0,34 0,40 0,34 0,36

Carangwulung 0,42 0,47 0,43 0,42 LRB Panglungan 0,43 0,45 0,43 0,34

Gambar 19. Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Teknik LB dan LRB di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau)

Penerapan teknik biopori memberikan pengaruh positif terhadap simpanan

air tanah. Kapasitas penyimpanan air tanah ternyata tidak jauh berbeda antara

musim hujan (awal pengamatan) dan musim kemarau ( akhir pengamatan), seperti

Page 79: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 71

terlihat pada Gambar 19. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kemampuan

perbaikan penyimpanan air tanah akibat penerapan metode biopori.

Secara umum, teknik lubang barokah (LB) memiliki simpanan air tanah

lebih besar dibandingkan metode LRB, meskipun perbedaannya tidak nyata

(ditunjukkan oleh error bar, Gambar 20). Berarti teknik apapun yang diterapkan

akan memiliki kontribusi yang sama di dalam meningkatkan simpanan air tanah.

Gambar 20. Perbandingan Kadar Air Aktual Tanah di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau) pada Teknik LB dan LRB

Pola penyimpanan air tanah (Gambar 21 dan 22) pada berbagai

kedalaman memperlihatkan bahwa penerapan teknik biopori menyebabkan

peningkatan simpanan air tanah (yang ditunjukkan oleh meningkatnya kadar air

aktual tanah). Namun setelah beberapa saat kadar air tanah kembali menurun

karena berkurangnya masukan air (curah hujan) pada musim kemarau. Meskipun

demikian, penurunan kadar air tanah yang terjadi tidaklah besar melainkan

mendekati kadar air aktual awal pada musim hujan.

Page 80: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 72

Gambar 21. Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Barokah

Gambar 22. Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Resapan Biopori

Page 81: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 73

5.2. Pembahasan

Hasil pengamatan ternyata menunjukkan bahwa penerapan teknik biopori,

baik teknik lubang resapan biopori maupun lubang barokah memberikan pengaruh

positif bagi perbaikan karakteristik tanah, baik fisik maupun kimia tanah.

Perbaikan sifat kimia tanah ditunjukkan oleh meningkatnya ketersediaan hara ( N

dan BO) dalam tanah. Sedangkan perbaikan sifat fisik ditunjukkan oleh

menurunnya bobot isi tanah. Perbaikan bobot isi tanah berperan penting dalam

perbaikan porositas tanah sehingga dengan demikian diharapkan akan terjadi

peningkatan simpanan air tanah terutama di musim kemarau.

Hasil yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa kedua macam

teknik biopori efeknya positif bagi peningkatan simpanan air tanah. Namun

demikian di lapangan pemilihan teknik mana yang akan diterapkan tergantung

kepada kondisi dan karakteristik lahan. Pada lahan datar tidak menjadi masalah

teknik mana yang akan diterapkan. Faktor pembatas hanyalah kondisi lapangan.

Pada lahan pekarangan teknik lubang resapan biopori lebih tepat untuk

diterapkan, karena tidak memakan tempat. Sebaliknya pada lahan pertanian ada

beberapa hal penting yang harus diperhatikan, terutama kemiringan lahan.

Hal yang tersebut di atas sesuai dengan pendapat Harianja (2011) yang

menyebutkan bahwa teknik biopori merupakan salah satu teknik pemanenan air

yang tepat untuk diaplikasikan di lahan miring. Secara teknis sistem biopori

dibuat dengan membuat saluran peresapan biopori (SPB) dan lubang resapan

biopori (LRB). Saluran dan lubang dalam sistem peresapan biopori digunakan

Page 82: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 74

sebagai simpanan depresi untuk menampung dan meresapkan air melalui lubang-

lubang biopori alami yang dibuat dengan bantuan biodiversitas tanah. Di samping

itu, saluran ini akan mengurangi air limpasan serta mencegah pencemaran sungai

akibat pupuk yang terbawa air. Sistem peresapan biopori merupakan teknologi

pemanenan air yang dikembangkan di daerah kering ( Brata, 2001).

Di lapangan, penerapan teknik sistem peresapan dengan teknik biopori

harus memperhatikan beberapa aspek penting, terutama kemiringan tanah. Pada

lahan datar lubang resapan biopori dapat dibuat pada tempat-tempat yang

merupakan lokasi dimana air tergenang.

Pada lahan berlereng dengan kemiringan berkisar 15% penerapan teknik

lubang resapan biopori dibuat sesuai dengan garis kontur. Selain itu sistem ini

dapat juga dikombinasikan dengan sistem konservasi lainnya. Secara sederhana

teknik ini diterapkan dengan membuat guludan (tanggul) melintang kontur tanah.

Tanggul dibuat tiap dua meter. Di depan tanggul diletakkan serasah, bisa berupa

jerami atau pun sisa panen lain. Air hujan yang jatuh ke lahan tersebut tertahan

oleh tanggul dan terserap oleh tanah secara optimal. Air yang tertahan dalam

tanah ini bisa dimanfaatkan oleh tanaman saat musim kering tiba. Sementara

serasah berfungsi sebagai media bagi berkembangnya makhluk hidup dalam

tanah, menambah bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik tanah. Jika

lahan tersebut sudah tergolong kedap air sehingga sulit menyerap air lebih banyak

lagi, maka untuk meningkatkan keefisienan penyimpanan air, pada saluran gulud

Page 83: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 75

di bawah serasah tersebut dibuat lubang biopori dengan bor, dengan kedalaman

satu meter dan diameter 10 cm.

Secara sederhana penerapan teknik biopori di lahan miring (± 15%) adalah

sebagai berikut :

1. Pembuatan teras gulud dengan saluran menurut kontur lebar 20 cm x

dalam 15 cm, interval 200 cm.

2. Pada lokasi yang lebih kedap, maka dilakukan modifikasi teras gulud

dengan membuat lubang resapan biopori dengan diameter 8 cm sedalam

100 cm, interval 100 cm di dasar saluran, serta menambahkan bahan

organik ke dalam saluran

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengaplikasian teras gulud

mampu menekan aliran permukaan dan erosi, walaupun masih terjadi aliran keluar

(Hutasoit, 2005). Penambahan lubang resapan biopori dapat menekan aliran

permukan dengan cara meningkatkan infiltrasi sampai beberapa musim tanam.

Alur yang diberi lubang resapan biopori dapat meningkatkan infiltrasi yang lebih

besar serta dapat menurunkan laju evaporasi dari sekitarnya..

Dengan cara yang sama, pada lokasi dengan kemiringan yang lebih curam,

penerapan teknik biopori dapat dikombinasikan dengan penggunaan kombinasi

antar mulsa dengan rorak (mulsa vertikal/slotch). Di dasar rorak dibuat lubang

resapan biopori dengan jarak 1 m, sehingga penyimpanan air berlangsung lebih

efektif.

Page 84: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 76

Ukuran rorak harus disesuaikan dengan keadaan lahan dengan lebar 0,40

– 0,60 m dan dalam 0,3 – 0,50 m. Jarak antar rorak ditentukan oleh kemiringan

lahan atau berkisar antara 3 – 5 m. Rorak ini merupakan tempat meletakkan sisa

hasil panen atau rumput hasil penyiangan dan sekaligus berfungsi untuk

menampung air aliran permukaan. Menurut Noeralam (2002), bahwa rorak yang

dikombinasikan dengan mulsa tersebut tergolong cara pemanenan air yang efektif,

salah satunya dicerminkan oleh kemampuannya dalam mempertahankan lengas

tanah. Menurut Fairbourn dan Gardner (1972) dalam Noeralam (2002), bahwa

alur yang diberi mulsa vertikal meningkatkan infiltrasi lebih besar dari pada alur

tanpa mulsa, mulsa vertikal juga bisa mengurangi laju evaporasi. Dilaporkan juga

bahwa mulsa vertikal dapat menghemat air 41% lebih besar dibanding tanpa

mulsa. Kombinasi mulsa vertikal dengan teras gulud juga sangat efektif menekan

laju aliran permukaan (67 – 82%) (Brata, 1995a; Brata 1995b).

Page 85: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 77

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

Dari uraian hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan hal-

hal sebagai berikut :

a. Penerapan teknik biopori, baik teknik lubang resapan biopori (LRB) maupun

lubang barokah (LB) memberikan pengaruh positif bagi perbaikan

karakteristik tanah, baik fisik maupun kimia tanah. Perbaikan sifat kimia

tanah ditunjukkan oleh meningkatnya ketersediaan hara (kadar N tanah dan

bahan organik) dalam tanah. Sedangkan perbaikan sifat fisik ditunjukkan

oleh menurunnya bobot isi tanah. Perbaikan bobot isi tanah berperan penting

dalam perbaikan porositas tanah

b. Teknik biopori baik teknik lubang resapan biopori (LRB) maupun teknik

lubang barokah (LB) terbukti merupakan teknik yang tepat dalam

meningkatkan resapan air (infiltrasi). Penerapan metode LB ternyata

memberikan pengaruh positif pada peningkatan infiltrasi tanah, yang

ditunjukkan oleh peningkatan infiltrasi hingga 168% pada pengamatan ke-3.

Sedangkan pada metode LRB terjadi peningkatan infiltrasi sebesar 208 %.

c. Penerapan teknik biopori ternyata memberi efek positif bagi penyediaan air

(mampu meningkatkan simpanan air tanah). Hal ini ditunjukkan oleh hasil

pengamatan indikator kadar air tersedia dan kadar air aktual yang

menunjukkan bahwa simpanan air tanah di musim kemarau ternyata tidak

Page 86: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 78

berbeda nyata dengan simpanan air tanah di musim hujan, bahkan lebih besar.

Hal ini mengindikasikan terjadinya perbaikan kemampuan penyimpanan air

tanah akibat penerapan metode biopori. Secara umum, metode LB memiliki

simpanan air tanah lebih besar dibandingkan metode LRB.

6.2. Rekomendasi

Berdasarkan analisa terhadap uraian hasil pengamatan dan pembahasan

kajian teknis pembuatan lubang barokah (biopori) pada lahan di Kecamatan

Wonosalam secara umum dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik biopori,

baik teknik lubang resapan biopori (LRB) maupun lubang barokah (LB) sangat

bermanfaat bagi perbaikan lahan baik pada aspek karakteristik sifat fisik dan sifat

kimia tanah, infiltrasi tanah maupun penyediaan dan simpanan air tanah. Untuk itu

direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :

a. Hendaknya Pemerintah Kabupaten Jombang melakukan upaya sosialisasi dan

edukasi kepada masyarakat terkait dengan pembuatan lubang resapan biopori

(LRB) maupun lubang barokah (LB) bagi perbaikan lahan baik pada aspek

karakteristik sifat fisik dan sifat kimia tanah, infiltrasi tanah maupun

penyediaan dan simpanan air tanah. Hal ini utamanya ditujukan pada kawasan

yang secara historis merupakan wilayah banjir atau genangan yang ada di

Kabupaten Jombang yakni 15 kecamatan dan meliputi 106 desa/kelurahan.

b. Upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat pembuatan

lubang resapan biopori (LRB) maupun lubang barokah (LB) juga penting

dilakukan kepada masyarakat yang tinggal di wilayah yang potensial

Page 87: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 79

mengalami masalah kekeringan/kekurangan air bersih dan problem kerusakan

kualitas tanah lahan pertanian, seperti pada masyarakat yang tinggal di

wilayah utara Sungai Brantas. Hal ini terkait kemampuan metode LRB dan LB

dalam memperbaiki karakteristik sifat fisik dan sifat kimia tanah serta

meningkatkan kemampuan tanah untuk menyediakan dan menyimpan air.

c. Pemilihan teknik biopori yang akan diterapkan sangat tergantung kepada

kondisi dan karakteristik lahan. Pada lahan datar tidak menjadi masalah

teknik mana yang akan dipilih (LRB atau LB) . Pada lahan pekarangan teknik

lubang resapan biopori (LRB) lebih tepat untuk diterapkan, karena tidak

memakan tempat begitu pula pada lahan datar lubang resapan biopori dapat

dibuat pada tempat-tempat yang merupakan lokasi dimana air tergenang.

d. Pada lahan miring, teknik biopori tergantung pada kemiringan lahan, dan

sebaiknya dikombinasikan dengan penggunaan teknik konservasi lainnya,

seperti gulud dan rorak.

1) Lahan dengan kemiringan ± 15% ; LRB dibuat sesuai garis kontur.

Jika dikombinasikan dengan sistem konservasi lainnya, teknik ini (biopori)

diterapkan dengan membuat guludan (tanggul) melintang kontur tanah.

Tanggul dibuat tiap 2 meter. Di depan tanggul diletakkan serasah, bisa

berupa jerami atau pun sisa panen lain. LRB diletakkan pada saluran gulud

di bawah seresah. Secara teknis hal ini dilakukan dengan cara :

a) Pembuatan teras gulud dengan saluran menurut kontur lebar 20 cm x

dalam 15 cm, interval 200 cm

Page 88: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 80

b) Pada lokasi yang lebih kedap, maka dilakukan modifikasi teras gulud

dengan membuat lubang resapan biopori dengan diameter 8 cm

sedalam 100 cm, interval 100 cm di dasar saluran, serta menambahkan

bahan organik ke dalam saluran

2) Lahan dengan kemiringan yang lebih curam; teknik biopori

dikombinasikan dengan penggunaan kombinasi antar mulsa dengan rorak

(mulsa vertikal/slotch). LRB dibuat di dasar rorak dengan jarak 1 m.

Ukuran rorak disesuaikan dengan keadaan lahan dengan lebar 0,40 –

0,60 m dan kedalaman 0,3 – 0,50 m. Jarak antar rorak ditentukan oleh

kemiringan lahan atau berkisar antara 3 – 5 m. Rorak merupakan tempat

meletakkan sisa hasil panen atau rumput hasil penyiangan dan sekaligus

berfungsi untuk menampung air aliran permukaan.

e. Di lahan pertanian yang miring, lubang barokah (LB) dapat dibuat di

beberapa tempat dengan dikombinasikan secara bersama-sama dengan teknik

LRB dan teknik konservasi lainnya. Lubang barokah bisa berfungsi sebagai

tempat meletakkan sisa hasil panen atau rumput.

f. Mengingat semakin meningkatnya potensi kerusakan lingkungan baik yang

diakibatkan oleh dampak global warming maupun yang secara langsung

disebabkan oleh perilaku oknum warga masyarakat Kabupaten Jombang yang

diindikasikan oleh semakin bertambahnya wilayah rawan bencana dan

intensitas kejadian bencana alam, maka sangat penting untuk segera

dirumuskan peraturan daerah atau sejenisnya yang mengatur tentang

Page 89: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 81

konservasi lingkungan dan kewajiban menjaga kelestarian bagi seluruh warga

masyarakat Kabupaten Jombang.

g. Guna mengantisipasi kerusakan lingkungan serta penyempurnaan perencanaan

program pembangunan yang terkait dengan konservasi dan kelestarian

lingkungan hidup, Pemerintah Kabupaten Jombang perlu segera melakukan

kajian yang terkait dengan potensi penurunan kualitas lingkungan hidup,

potensi bencana alam serta alternatif pencegahannya.

Page 90: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 82

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2010a. Berat Isi Tanah Dan Berat Jenis Tanah (http://Blognye

Adekoer.wordpress.com, diakses 24 Oktober 2011). …………, 2010b. Kabupaten Jombang Dalam AngkaTahun 2010, Badan Pusat

Statistik Kabupaten Jombang, Jombang. …………, 2010c. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Jombang Tahun

2009. BAPPEDA Jombang. Jombang Abdul Madjid. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, Univ. Sriwijaya

(http://finalsense.com, diakses 24 Oktober 2011) Asdak C, 2002, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada

Universty Press, Yogyakarta Biopori, TIM IPB. 2007. Biopori Teknologi Tepat Guna Ramah Lingkungan-Alat

dan Pemesanan Alat. (Online). (http://biopori.com, diakses 31 Desember 2010).

Brata, K. R. 1995a. Efektivitas Mulsa Vertikal sebagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian Lahan Kering di Latosol Darmaga. J. Il. Pert. Indon. 5 (1) : 13 –19.

Brata, K. R. 1995b. Peningkatan Efektivitas Mulsa Vertikal sebagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian Lahan Kering dengan Pemanfaatan Bantuan Cacing Tanah. J. Il. Pert. Indon. 5 (2): 69 – 75.

Brata, K.R. 2001. Teknik Mulsa Vertikal pada Teras Gulud. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian .IPB. Bogor.

Brata RK. dan Nelistya A. 2008. Lubang Resapan Biopori. Jakarta: Penebar

Swadaya. Brata. RK. dan Purwakusuma W. 2008. Teknologi peresapan air tepat guna untuk

perbaikan kualitas lingkungan perkotaan. Bogor . Darmawijaya, M. Isa. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press. Hakim, ddk, 1986, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Universitas Lampung, Lampung

Page 91: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 83

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Harianja, A.H. 2011. Aplikasi Sistem Peresapan Biopori untuk Mencegah Aliran

Permukaan dan Erosi serta Peningkatan Produksi Tanaman pada Tanah Latosol Darmaga. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan . IPB. Bogor.

Hardjowigeno, S. 1989. Ilmu Tanah. PT Medyatama Sarana Persada. Jakarta Hutasoit, H.R. M. 2005. Efektifitas Sistem Microcatchment dalam Menekan

Aliran Permukaan dan Erosi serta Peranannya Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Musim Kemarau. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan . IPB. Bogor

Lembaga Penelitian Tanah. 1972. Penuntun Analisa Fisika Tanah. Lembaga

Penelitian Tanah. Bogor Noeralam, A. 2002. Teknik Pemanenan Air yang Efektif dalam Pengelolaan

Tanah pada Usaha Tani Lahan Kering. Disertasi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan . IPB. Bogor

Putra RS. 2010. Pengaruh Lubang Resapan Biopori Terhadap Kandungan Nitrat

Air Suharto, E. 2006. Kapasitas Simpan Air Tanah pada Sistem Tata Guna Lahan LPP

Tahura Raja Lelo, Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, Vol 8 No. 1. Hlm 44-49 ISSN 1441-0067, Bengkulu

Suriadi, A dan Nazam M. 2005. Penilaian Kualitas Tanah Berdasarkan

Kandungan Bahan Organik (Kasus di Kabupaten Bima). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. (www.ntb.litbang.deptan.go.id/ 2005/sp/penilaian.doc.diakses 14 Maret 2009)

Page 92: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegitan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 84

LAMPIRAN

Lampiran 1. Klasifikasi Laju Infiltrasi

Kriteria Laju Infiltrasi (cm.jam-1)

Sangat Cepat > 25,4

Cepat 12,7 – 25,4

Agak Cepat 6,3 – 12,7

Sedang 2,0 – 6,3

Agak Lambat 0,5 – 2,0

Lambat 0,1 – 0,5

Sangat Lambat < 0,1

Sumber : Uhland and O’Neal (1951).

Page 93: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegitan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 85

Lampiran 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Sifat Tanah Kriteria

C-Organik (%) Nitrogen (%) C/N

Sangat Rendah < 1,00 < 0,10 < 5,0

Rendah 1,00 – 2,00 0,10 – 0,20 5,0 – 7,9

Sedang 2,01 – 3,00 0,21 – 0,50 8,0 – 12,0

Tinggi 3,01 – 5,00 0,51 – 0,75 12,1 – 17,0

Sangat Tinggi > 5,00 > 0,75 > 17,0

Sumber : Hardjowigeno, S (1995).

Page 94: Kajian Biopori

Laporan Akhir Kegitan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 86

Lampiran 3. Kriteria Kandungan Bahan Organik Tanah

Kriteria Kandungan Bahan Organik

(BO)

Sangat Rendah < 1 %

Rendah 1,0 – 2,0 %

Sedang 2,0 – 3,0 %

Tinggi 3,0 – 5,0 %

Sangat Tinggi > 5,0 %

Sumber : Suriadi dan Nazam (2005).