KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN …/Kajian-Atas...perpustakaan.uns.ac.id...
Transcript of KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN …/Kajian-Atas...perpustakaan.uns.ac.id...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN
SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN
PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Memperoleh
Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
ADVENT CHRISTIANSEN SATYAWAN
NIM. E0008271
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN
SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN
PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska
Oleh :
ADVENT CHRISTIANSEN SATYAWAN
E0008271
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2012
Pembimbing
Edy Herdyanto, S.H.,M.H.
NIP. 19570629 1985031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum
(Skripsi)
KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN
SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN
PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska
Oleh:
ADVENT CHRISTIANSEN SATYAWAN
NIM. E0008271
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan
Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari : Selasa
Tanggal : 24 Juli 2012
DEWAN PENGUJI
1. Kristiyadi, S.H., M.Hum.
(……………………….)
NIP. 1958 1225 198601 1 001
Ketua
2. Bambang Santoso, S.H., M.Hum.
(.……….……………….)
NIP. 1962 0209 198903 1 001
Sekretaris
3. Edy Herdyanto, S.H., M.H.
(………..……………….)
NIP. 1957 0629 198503 1 002
Anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Advent Christiansen Satyawan
NIM : E0008271
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
“KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN
SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN
PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska” adalah betul-betul
karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian
hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2012
yang membuat pernyataan,
Advent Christiansen S
NIM. E0008271
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku
mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera
dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang
penuh harapan”. (Yeremia 29:11)
Orang yang bersikap keras terhadap dirinya maka hidup akan bersikap lunak
kepadanya. Orang yang bersikap lembek terhadap dirinya, maka hidup akan
bersikap keras kepadanya! Janganlah bermalas-malasan kalau ingin hidup anda
bahagia!.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Sebuah karya yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:
Bapak dan Ibu tercinta, Drs. Pranowo NS, M.H.., dan Dra. Tugas Utami
Handayani, M.Pd, yang senantiasa memberikan semangat dan kasih sayangnya,
Mas Didit, Dek Yosafat dan Dek Farell yang penulis sayangi, serta kawan-kawan
sekalian yang turut membantu penulisan hukum (skripsi) ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Advent Christiansen Satyawan. E0008271. 2012. PERTIMBANGAN
HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM
DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska.
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan Hakim
yang menyatakan suatu perkara nebis in idem, serta apakah kriteria nebis in idem
yang digunakan hakim pada putusan praperadilan tersebut telah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif yang bersifat
deskriptif ini, membantu penulis untuk memberikan gambaran yang jelas
mengenai dasar pertimbangan yang digunakan Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta dalam memeriksa dan memutus perkara praperadilan nomor
05/Pid.Pra/2011/PN Ska. Sumber data primer diperoleh dari lokasi penelitian
yaitu Pengadilan Negeri Surakarta di Surakarta, dengan menganalisis putusan
nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska untuk mengkaji nebis in idem dalam perkara
praperadilan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diuraikan, Permohonan
praperadilan dinyatakan nebis in idem karena pada dasarnya Hakim praperadilan
menilai bahwa apa yang dimohonkan sebelumnya telah diperiksa dan telah
diputus dengan Putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011
dimana di dalam register perkara tersebut tidak ada catatan banding sehingga
putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu Hakim juga
menilai bahwa pada dasarnya perkara Permohonan Praperadilan Nomor :
05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik subyek
ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan sebelumnya, yaitu perkara
praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus pada tanggal 09
Mei 2011ra/2011/PN Ska, Suatu permohonan Praperadilan dapat dinyatakan Ne
bis in idem dalam hal telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya
yang memutus perkara yang sama, dengan pihak yang sama, pada waktu dan
tempat kejadian yang sama ( tempus dan locus delicti-nya sama ). Kriteria nebis in
idem yang digunakan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam putusan nomor
05/Pid.Pra/2011/PN Ska adalah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kata Kunci: Nebis In Idem, Pertimbangan Hakim, Putusan Praperadilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Advent Christiansen Satyawan. E0008271. 2012. The Judge’s rationale stating
that a case is Nebis in idem in Pretrial Verdict Number: 05/Pid.Pra/2011/PN
Ska. Faculty of Law of Sebelas Maret University Surakarta.
This research aims to find out what the Judge’s rationale is stating that a case is
nebis in idem, as well as whether or not the nebis in idem criteria the judge uses
in pretrial verdict has been consistent with the enacted law provision. This study
was a normative law research that was descriptive in nature. This normative law
research that was descriptive in nature helped the writer give a clear description
of the rationale the Surakarta First Instance Court’s Judge used in hearing and
sentencing the pretrial case Number: 05/Pid.Pra/2011/PN Ska. The source of
primary data was obtained from research site, namely the Surakarta First
Instance Court, by analyzing the verdict number 05/Pid.Pra/2011/PN Ska to study
nebis in idem in pretrial case.
Based on the result of research and discussion elaborated, the pretrial request
was stated nebis in idem because the pretrial Judge considered that what
requested previously had been heard and adjudicated with the Verdict Number:
04/Pid.Pra/2011/PN Ska on May 09, 2011 in which there was no appeal note
within the case register so that the verdict had had fixed legal power. In addition,
the judge also considered that basically the Pretrial Request case Number:
05/Pid.Pra/2011/PN Ska was basically identical, both its subject and object, with
the previous Pretrial case, namely pretrial case Number 04/Pid.Pra/2011/PN Ska
that had been adjudicated on May 2011ra/2011/PN Ska; A pretrial request could
be stated as Nebis in idem when there had been a previous verdict with fixed legal
power that had adjudicated the same case, with the same party, at the same
incidence time and place (the same tempus and locus delicti). The nebis in idem
criteria used by the Surakarta First Instance Court in verdict number
05/Pid.Pra/2011/PN Ska had been consistent with the prevailing law provision.
Keywords: Nebis in idem, Judge’s Rationale, Pretrial Verdict.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGATAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab oleh
karena kasih dan karuniaNya, penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “KAJIAN
ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU
PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN
NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska” ini dapat penulis selesaikan dengan baik.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk
bantuannya, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
UNS yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan penulisan hukum ini.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara dan
selaku Pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan bantuan, izin,
bimbingan, dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini hingga selesai.
3. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik
penulis atas segala bimbingan dan pengarahan selama penulis menempuh
perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan bekal ilmu hukum kepada penulis selama menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak, Ibu, kakak, dan adikku tercinta yang senantiasa memberikan semangat
dan kasih sayang kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
6. Keluarga besar UKM PMK FH. Terima kasih banyak karena sudah banyak
memberi masukan dan bantuan selama ini. Terima kasih juga untuk cinta,
kasih, serta segalanya yang telah diberikan.
7. Sahabat-sahabat penulis di kampus, Niko Estradiyanto, Alfinus Martyanto,
Dhora Gumilang Indiarsono, Gangga, Triyono, Umar Hanie P, Eli
Puspitasari, Dhina Christy Hapsari dan Septika Mega Dewanti. Bersama
kalian, penulis melewati masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta dengan suka dan duka. Penulis berharap, hubungan
kita tidak berakhir sampai disini, namun terus terjaga dengan baik.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuannya bagi penulis dalam menyusun penulisan hukum ini baik secara
moril maupun materiil.
Dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat memperbaiki semua kekurangan yang ada dalam
penulisan hukum ini. Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iv
HALAMAN MOTTO.................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................. . vi
ABSTRACT ................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 5
E. Metode Penelitian ................................................................ 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 11
A. Kerangka Teori ................................................................... 11
1. Tinjauan Umum Tentang Hakim dan
Kekuasaan Kehakiman .................................................. 11
1. Pengertian Hakim ............................... 11
2. Pengertian Kekuasaan Kehakiman ..... 11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3. Tugas, Kewajiban, dan Tanggung Jawab
Hakim ................................................. 12
2. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim ..................... 13
1. Arti Putusan ........................................ 13
2. Syarat-syarat Sahnya Putusan ............ 14
3. Pertimbangan Hakim dalam Putusan . 17
4. Isi Putusan Pengadilan ....................... 17
3. Tinjauan Umum Tentang Nebis In Idem ....................... 18
1. Pengertian Nebis In Idem ................... 18
4. Tinjauan Umum Tentang Praperadilan ......................... 20
1. Pengertian Praperadilan ..................... 20
2. Kewenangan Praperadilan .................. 22
3. Tata cara pengajuan Permohonan Praperadilan
............................................................. 26
4. Acara pemeriksaan Praperadilan ........ 28
B. Kerangka Pemikiran ........................................................... 31
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 33
1. Hasil Penelitian ................................................................... 33
A. Kasus Posisi .................................................................. 33
B. Alasan Praperadilan ..................................................... 34
C. Tanggapan Penuntut Umum .......................................... 39
D. Pertimbangan Hakim Praperadilan ............................... 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
E. Amar Putusan Hakim .................................................... 49
2. Pembahasan ......................................................................... 50
A. Dasar Pertimbangan Hakim pada putusan Praperadilan
Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan
nebis in idem ................................................................. 50
B. Kesesuaian kriteria nebis in idem yang digunakan
Hakim dalam putusan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska
dengan ketentuan hukum yang berlaku ........................ 56
BAB IV PENUTUP ................................................................................ 60
A. Simpulan ............................................................................ 60
B. Saran ............................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat ( 3 ), menegaskan negara
Indonesia adalah negara hukum. Dari keterangan tersebut dapat diartikan bahwa
negara Indonesia merupakan negara yang demokratis dan menjunjung tinggi
hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ( Prabandi Tri
Hapsari, 2007:1 ). Hukum itu sendiri mempunyai arti sebagai suatu norma atau
kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak
dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum
dimaksudkan untuk menciptakan keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Sebagai negara hukum, negara melalui alat negara penegak hukum dalam
menjalankan tugas dan kewenangan harus berdasarkan atas hukum atau dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam penegakan hukum di indonesia
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang terdiri dari Kepolisian yang
bertindak sebagai penyelidik dan penyidik, Kejaksaan sebagai penuntut umum
dan Pengadilan yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
Dalam menjalankan tugas penegakan hukum tersebut, tentunya penyidik
dan penuntut umum tidak akan lepas dari urusan penyalahgunaan wewenang yang
diberikan kepadanya. Oleh sebab itulah, Dalam rangka menegakkan keadilan dan
memberikan kepastian hukum, pembuat undang-undang menciptakan suatu
mekanisme atau sistem dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
tentang praperadilan yang merupakan suatu lembaga yang berwenang memeriksa
dan memutus sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan maupun tindakan
lain yang dilakukan penyidik atau penuntut umum. Diadakannya suatu lembaga
praperadilan seperti yang diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah untuk kepentingan pengawasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
terhadap perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa atas upaya paksa yang
dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum.
Kodifikasi hukum acara pidana merupakan karya agung Bangsa Indonesia
dalam pembangunan di bidang hukum nasional. Sejak berlakunya Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981, maka peraturan hukum
acara pidana di lingkungan peradilan umum di seluruh wilayah Republik
Indonesia telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut.
Berbeda dengan peraturan kolonial, Undang-Undang ini, atau lebih
dikenal dengan sebutan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah
menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabatnya, karena itu hukum
acara pidana dikuatkan pengaturannya agar memberikan suatu kenyataan akan
perlindungan terhadap hak asasi manusia. Sebagaimana termuat dalam Pasal 8
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman menjamin tersangka dan terdakwa dalam proses peradilan
pidana mendapatkan haknya dan tetap dianggap tidak bersalah sebelum
dinyatakan kesalahannya oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Praperadilan merupakan suatu lembaga baru yang sebelumnya tidak
dikenal dalam hukum acara pidana yang lama, yakni HIR sebagaimana termuat
dalam staatsblad Nomor 44 Tahun 1941. Lembaga tersebut diatur dalam Pasal 77
sampai dengan Pasal 83 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Dengan adanya praperadilan sebagai lembaga yang melindungi hak-hak
tersangka dan terdakwa atas tindakan yang dilakukan secara tidak sah, yaitu tidak
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang, maka tersangka
dan terdakwa atau keluarganya ataupun pihak ketiga yang berkepentingan dapat
meminta pemeriksaan dan putusan oleh Hakim tentang tidak sahnya tindakan-
tindakan atas dirinya tersebut.
Lembaga peradilan disebut baik, apabila prosesnya berlangsung secara
jujur, bersih, dan tidak memihak. Selain itu juga harus memenuhi prinsip-prinsip
yang sifatnya terbuka, korektif, rekorektif, serta menjunjung tinggi penghayatan,
pengamalan, dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban
setiap warga negara untuk menegakkan keadilan yang dalam hal ini tidak boleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
ditinggalkan oleh setiap warga negara dan setiap lembaga peradilan baik di daerah
maupun di pusat yang perlu terwujud salah satunya dalam dan dengan hukum
acara pidana.
Pengadilan Negeri Surakarta selama kurun waktu kurang lebih 20 (
duapuluh ) tahun, yaitu sejak diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana hingga sekarang telah dimanfaatkan masyarakat luas untuk mencari
keadilan atas tindakan melawan hukum dari aparat melalui lembaga praperadilan.
Namun demikian dari sekian perkara praperadilan hanya sedikit yang diputus dan
dikabulkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Surakarta. Berbagai faktor
mempengaruhi terhadap putusan yang diberikan Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta terhadap permintaan praperadilan tersebut.
Terlepas dari penyalahgunaan wewenang penyidik atau penuntut umum,
lembaga peradilan melalui pertimbangan Hakim dalam putusannya ternyata tidak
selalu mutlak mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh
pemohon walaupun terdapat penyalahgunaan wewenang dari penyidik atau
penuntut umum. Melalui putusannya dalam perkara praperadilan yang diajukan di
Pengadilan Negeri Surakarta, Majelis Hakim menolak permohonan praperadilan
yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi ( MAKI ) terkait kasus korupsi
APBD Solo tahun 2003 dengan termohon Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Polresta
Surakarta.
Dalam persidangan perkara praperadilan tersebut Majelis Hakim
memutuskan menolak permohonan praperadilan terkait kasus yang melibatkan 19
terdakwa mantan anggota DPRD Solo periode 1999-2004 karena permohonan
tersebut nebis in idem atau dengan kata lain sama dengan permohonan
sebelumnya. Permohonan praperadilan tersebut ditolak karena terdapat kesamaan
subyek dan obyeknya dengan perkara praperadilan sebelumnya, dimana dalam
sidang sebelumnya dengan termohon juga dari Kejaksaan Negeri ( Kejari ) dan
Kapolresta Solo. Majelis Hakim menolak permohonan praperadilan MAKI yang
sebelumnya dengan pertimbangan pemohon tidak bisa menunjukkan bukti secara
yuridis dan formal yang menerangkan penghentian penyidikan dalam kasus
APBD 2003 ( pemohon tidak memiliki kapasitas ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Berdasarkan uraian di atas, Penulis merasa tertarik untuk menjadikan
masalah nebis in idem dalam putusan praperadilan sebagai bahan penulisan
hukum. Melalui studi kasus terhadap praperadilan di Pengadilan Negeri Surakarta.
Adapun judul penulisan hukum ini adalah: ”KAJIAN ATAS
PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU PERKARA
NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR
05/Pid.Pra/2011/PN Ska”.
B. Rumusan Masalah
Agar hasil penelitian penulisan hukum ini mendapat hasil penelitian yang
baik, jelas, terarah, serta tepat mencapai sasaran yang diharapkan, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah dasar Pertimbangan Hakim pada putusan praperadilan Nomor
05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan nebis in idem?
2. Apakah kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim dalam putusan Nomor
05/Pid.Pra/2011/PN Ska telah sesuai dengan ketentuan Hukum yang berlaku?
C. Tujuan Penelitian
”Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan isu hukum yang
timbul” ( Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 41 ). Berdasarkan hal tersebut, maka
penelitan ini mempunyai tujuan obyektif dan subyektif, sehingga mampu mencari
pemecahan isu hukum terkait. Adapun tujuan yang hendak dicapai peneliti adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim pada putusan praperadilan
dinyatakan nebis in idem.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
b. Untuk mengetahui apakah kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim
dalam putusan praperadilan telah sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
2. Tujuan Subyektif
a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
b. Memperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis dalam
mengkaji masalah di bidang hukum acara pidana, khususnya mengenai
nebis in idem dalam putusan praperadilan.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan
bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain. Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara
Pidana pada khususnya, serta dapat dipakai sebagai acuan terhadap
penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur
dalam dunia kepustakaan tentang nebis in idem dalam putusan
praperadilan.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk lebih mengembangkan penalaran dan untuk mengetahui kemampuan
penyusun dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Memberi jawaban atas setiap permasalahan yang diteliti.
c. Memberikan pendalaman, pengetahuan, dan pengalaman yang baru kepada
penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji, sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
berguna bagi penulis maupun pembaca atau pada peneliti lain di kemudian
hari.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian akan sangat mempengaruhi perolehan data-data dalam
penelitian yang bersangkutan untuk selanjutnya dapat diolah dan dikembangkan
secara optimal sesuai dengan metode ilmiah demi tercapainya tujuan penelitian
yang dirumuskan. Menurut Piter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah
suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,
maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi ( Piter
Mahmud Marzuki, 2005:35 ). Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum
normatif atau doctrinal research. Terry Hutchinson mendefinisikan penelitian
hukum doktrinal sebagai berikut ( Jhonny Ibrahim, 2006:44 ): “Penelitian
dengan privides suatu eksposisi sistematis aturan yang mengatur sebuah
analisis kategori tertentu hubungan hukum antara aturan, menjelaskan bidang
kesulitan dan mungkin, memprediksi pembangunan masa depan”.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-
bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji dan ditarik
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu mengenai
alasan yang mendasari dasar pertimbangan Hakim pada putusan praperadilan
bisa dinyatakan nebis in idem dan apakah kriteria nebis in idem yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
digunakan Hakim dalam putusan praperadilan telah sesuai dengan ketentuan
Hukum yang berlaku.
2. Sifat Penelitian
Sifat dalam penelitian hukum adalah preskriptif dan terapan. Sebagai
ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-
nilai, keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-
norma hukum. Sedangkan sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan
standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan
aktivitas hukum ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:22 ). Sifat preskriptif dalam
penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari mengenai bagaimana kajian yang
digunakan dalam pertimbangan Hakim yang menyatakan suatu perkara nebis in
idem dalam putusan praperadilan, kemudian menelaah kajian tersebut
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan dengan hukum
acara pidana.
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Suatu
penelitian hukum memiliki beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut,
peneliti akan mendapatkan informasi dari beberapa aspek mengenai isu yang
sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan
di dalam penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang ( statute
approach ), pendekatan kasus ( case approach ), pendekatan historis (
historical approach ), pendekatan komparatif ( comparative approach ), dan
pendekatan konseptual ( conceptual approach ) ( Peter Mahmud Marzuki,
2005:93 ).
Berdasarkan dari penjelasan tersebut di atas, maka pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kasus ( case approach ).
4. Sumber Penelitian Hukum
Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-
sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan Hakim. Sedangkan bahan hukum
sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,
kamus-kamus hukum dan jurnal-jurnal hukum. ( Peter Mahmud Marzuki,
2005:141 ).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber hukum primer dan
sekunder. Tentunya sumber bahan hukum yang dimaksud berkaitan dan
menunjang diperolehnya jawaban atas permasalahan penelitian yang
diketengahkan penulis. Adapun bahan hukum primer dan sekunder tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Bahan hukum primer, meliputi:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
c. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
e. Putusan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska.
2. Bahan hukum sekunder meliputi:
a. Buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan;
b. Artikel-artikel baik media cetak maupun internet yang berkaitan dengan
permasalahan.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh
bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan
hukum. Di dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum yang
digunakan penulis adalah studi dokumen ( studi kepustakaan ). Studi dokumen
ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan
mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
arsip, dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan permasalahan
yang diteliti.
6. Teknik Analisa Bahan Hukum
Analisa bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam
mengklarifikasi, meguraikan data yang diperoleh kemudian melalui proses
pengolahan yang nantinya bahan hukum ini digunakan untuk menjawab
permasalahan yang diteliti. Teknik analisa dalam penelitian hukum ini adalah
teknik kualitatif. Mengkualitatifkan bahan hukum adalah fokus utama dalam
penelitian ini, dimana penelitian hukum ini berusaha untuk mengerti atau
memahami gejala yang diteliti untuk kemudian mengkaitkan atau
menghubungkan bahan-bahan yang diperoleh selama penelitian, yaitu apa yang
tertera di dalam bahan-bahan hukum yang relevan dan menjadi acuan dalam
penelitian hukum kepustakaan sebagaimana telah disinggung di atas.
Metode penalaran yang dipilih penulis dalam penelitian ini adalah
metode deduktif/ deduksi. Sedangkan yang dimaksud dengan metode deduksi
adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian
diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu
kesimpulan atau conclusion ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:47 ).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk lebih memudahkan penulisan hukum ini, maka penulis dalam
penelitiannya membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab dan dalam tiap-
tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan
pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan
hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab kedua ini membahas mengenai Kerangka Teoritis dan Kerangka
Pemikiran. Kerangka teoritis yang mendasari penulisan ini adalah
tinjauan umum mengenai hakim dan kekuasaan kehakiman, tinjauan
mengenai putusan hakim, pemahaman tentang nebis in idem, dan
pemahaman tentang praperadilan. Kerangka pemikiran berisi alur
pemikiran yang hendak ditempuh oleh penulis yang dituangkan dalam
bentuk skema/bagan.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis memaparkan pembahasan berdasarkan rumusan
masalah, yaitu alasan yang mendasari pertimbangan Hakim dalam
putusan praperadilan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan
nebis in idem dan apakah kriteria nebis in idem yang digunakan
Hakim dalam putusan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska telah sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini sebagai bagian akhir dari penulisan penelitian mengenai
kesimpulan dan saran sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari
apa saja yang telah didapatkan selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Hakim dan Kekuasaan Kehakiman
Aparat penegak hukum yang melaksanakan penegakan hukum adalah
kepolisian sebagai penyidik, Jaksa Penuntut Umum sebagai penuntut umum,
dan Hakim yang berwenang menentukan putusan terhadap suatu perkara
disandarkan pada intelektual, moral, dan integritas Hakim terhadap nilai-nilai
keadilan.
1. Pengertian Hakim
Pengertian Hakim terdapat dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang
menyebutkan bahwa Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Selain di dalam
KUHAP, pengertian Hakim juga terdapat dalam Pasal 31 undang-undang
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal
tersebut disebutkan bahwa Hakim adalah pejabat yang melakukan
kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.
2. Pengertian Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, seperti
yang dinyatakan dalam penjelasan Pasal 24 dan 25 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu bahwa “Kekuasaan
Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh
dan campur tangan kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan hal tersebut,
maka harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan
para Hakim”. Hal ini berarti bahwa kedudukan para Hakim harus dijamin
oleh undang-undang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim yang memimpin
jalannya persidangan harus aktif bertanya dan memberi kesempatan
kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasihat hukumnya untuk
bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada penuntut umum. Dengan
demikian diharapkan kebenaran materiil akan terungkap, dan hakimlah
yang bertanggung jawab atas segala yang diputuskannya.
Masalah kebebasan Hakim perlu dihubungkan dengan masalah
bagaimana Hakim dapat menemukan hukum berdasarkan keyakinannya
dalam menangani suatu perkara. Kebebasan Hakim dalam menemukan
hukum tidaklah berarti ia menciptakan hukum. Tetapi untuk menemukan
hukum, Hakim dapat bercermin pada yurisprudensi dan pendapat ahli
hukum terkenal yang biasa disebut dengan doktrin.
Hakim tidak memihak berarti juga bahwa Hakim itu tidak
menjalankan perintah dari pemerintah. Bahkan jika harus demikian,
menurut hukum Hakim dapat memutuskan untuk menghukum pemerintah,
misalnya tentang keharusan ganti kerugian yang tercantum dalam KUHAP
( Andi Hamzah, 2005: 99-101 ).
3. Tugas, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Hakim
Dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, tugas Hakim adalah
untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila melalui
perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga putusan yang
diambilnya mencerminkan rasa keadilan bagi bangsa dan masyarakat
Indonesia.
Untuk menegakkan hukum dan keadilan, seorang Hakim
mempunyai kewajiban-kewajiban atau tanggung jawab hukum. Kewajiban
Hakim sebagai salah satu organ lembaga peradilan tertuang dalam Bab II
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Hakim dalam menjalankan tugasnya memiliki tanggung jawab
profesi. Tanggung jawab tersebut dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
a. Tanggung jawab moral
Adalah tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan norma-
norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan profesi yang
bersangkutan ( Hakim ), baik bersifat pribadi maupun bersifat
kelembagaan bagi suatu lembaga yang merupakan wadah para Hakim
bersangkutan.
b. Tanggung jawab hukum
Adalah tanggung jawab yang menjadi beban Hakim untuk dapat
melaksanakan tugasnya dengan tidak melanggar rambu-rambu hukum.
c. Tanggung jawab teknis profesi
Adalah merupakan tuntutan bagi Hakim untuk melaksanakan
tugasnya secara profesional sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku
dalam bidang profesi yang bersangkutan, baik bersifat umum maupun
ketentuan khusus dalam lembaganya.
2. Tinjauan Umum Tentang Pertimbangan Putusan Hakim
1. Arti Putusan
Pengertian putusan menurut buku Peristilahan Hukum dan Praktik
yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI tahun 1985 adalah hasil atau
kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan
semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan. Ada pula
yang mengartikan putusan sebagai terjemahan dari kata vonis, yaitu hasil
akhir dari pemeriksaan perkara di sidang pengadilan ( Evi Hartanti,
2006:52 ). Sedangkan pada butir 11 Pasal 1 KUHAP , putusan pengadilan
didefinisikan sebagai: “Pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas dan lepas
daripada segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2. Syarat-syarat Sahnya Putusan
Di dalam Pasal 195 KUHAP merumuskan syarat-syarat sahnya
putusan sebagai berikut: “Semua putusan pengadilan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan pada sidang yang terbuka
untuk umum”. Dengan demikian untuk sahnya suatu putusan pengadilan
harus memenuhi syarat-syarat:
- Memuat hal-hal yang diwajibkan ( Pasal 197 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) )
- Diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum
Mengenai isi putusan, telah ditentukan secara rinci dan limitatif dalam
Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang rumusannya sebagai berikut:
Surat putusan memuat:
a. Kepala putusan praperadilan yang ditulis berbunyi:
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA”;
b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;
c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan
beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang
menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan
atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan
yang meringankan terdakwa;
g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis Hakim kecuali pada
perkara yang diperiksa oleh Hakim tunggal;
h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua
unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan
pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan
jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau
dibebaskan;
k. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama Hakim yang
memutus dan nama panitera.
Bentuk putusan pengadilan berupa:
1. Putusan bebas murni ( Vrij spraak )
Putusan bebas murni dijatuhkan apabila dakwaan penuntut umum tidak
terbukti sama sekali, karena tidak ada suatu perbuatan yang dilakukan
oleh terdakwa, ataupun perbuatan ada tetapi bukan merupakan tindak
pidana.
Dari segi yuridis putusan bebas adalah yang dinilai majelis hakim:
a. Tidak memenuhi asas pembuktian menurut Undang-Undang secara
negatif. Pembuktian di persidangan, tidak cukup membuktikan
kesalahan terdakwa.
b. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian. Dalam Pasal 183
KUHAP, untuk membuktikan kesalahan seorang terdakwa sekurang-
kurangnya dengan dua alat bukti yang sah. Disamping kesalahan
terdakwa terbukti, harus pula diikuti dengan keyakinan hakim akan
kebenaran kesalahan terdakwa.
2. Putusan pelepasan dari segala Tuntutan Hukum
Telah dirumuskan dalam Pasal 191 ayat ( 2 ), yang berbunyi: “Jika
pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak
pidana maka terdakwa dapat diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.
Kriteria pelepasan dari segala tuntutan hukum yaitu:
a. Yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan
b. Meskipun terbukti, Hakim berpendapat perbuatan yang didakwakan
tidak merupakan tindak pidana.
3. Putusan pemidanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Telah dirumuskan dalam Pasal 193 ayat ( 1 ) KUHAP yang bunyinya
sebagai berikut : “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana”.
4. Penetapan tidak berwenang mengadili
Jika Ketua Pengadilan Negeri berpendapat bahwa mengadili perkara
tersebut tidak termasuk wewenangnya. Seperti yang telah dirumuskan
dalam Pasal 84 KUHAP, yaitu:
a. Karena suatu tindak pidana dilakukan tidak dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
b. Sekalipun terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir,
diketemukan atau ditahan berada di wilayah Pengadilan Negeri
tersebut, tapi tindak pidana dilakukan di wilayah Pengadilan Negeri
lain, sedangkan saksi yang dipanggil lebih dekat dengan Pengadilan
Negeri tempat tindak pidana dilakukan.
5. Menyatakan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima
Berpedoman pada Pasal 156 ayat ( 1 ) KUHAP, putusan yang
menyatakan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima.
Terdakwa atau penasihat hukum berhak mengajukan keberatan agar
dakwaan tidak dapat diterima, setelah diberi kesempatan maka Hakim
mempertimbangkan keberatan tersebut untuk mengambil keputusan.
6. Menyatakan dakwaan batal demi hukum
Berdasar Pasal 143 ayat ( 3 ) yang berbunyi: “Surat dakwaan yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 2 ) huruf b,
maka akan batal demi hukum”.
Sedangkan berdasar rumusan Pasal 143 ayat ( 2 ) huruf b berbunyi:
“Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan. Maka dari itu surat dakwaan harus memenuhi syarat formil
dan materiil yang tercantum dalam Pasal 143 ayat ( 2 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3. Pertimbangan Hakim dalam Putusan
Untuk memberikan telaah pada pertimbangan Hakim dalam
berbagai putusannya akan dilihat pada dua kategori. Kategori yang
pertama akan dilihat dari segi pertimbangan Hakim yang bersifat yuridis
dan kedua adalah pertimbangan Hakim yang bersifat nonyuridis.
Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu:
a. Pertimbangan yang bersifat yuridis.
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan
Hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap
dalam persidangan dan oleh Undang-Undang ditetapkan sebagai hal
yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal yang dimaksudkan
adalah dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa dan saksi,
barang-barang bukti, Pasal-Pasal dalam peraturan hukum pidana, dan
sebagainya.
b. Pertimbangan yang bersifat non yuridis.
Pertimbangan yang tidak berdasarkan Undang-Undang atau
pertimbangan yang berdasarkan peraturan di luar Undang-Undang.
Pada pertimbangan ini keadaan-keadaan yang digolongkan sebagai
pertimbangan yang bersifat nonyuridis adalah latar belakang
dilakukannya tindak pidana, akibat-akibat yang ditimbulkan, kondisi
diri terdakwa, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan keluarga
terdakwa, serta faktor agama.
4. Isi putusan pengadilan
Dalam Pasal 197 KUHAP telah ditegaskan bahwa isi surat putusan,
yaitu:
- Segala putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar
putusan dan harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum yang tidak
tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
- Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta Hakim-Hakim
yang memutus dan panitera yang ikut bersidang.
- Penetapan-penetapan, ikhtiar-ikhtiar, rapat permusyawaratan dan berita-
berita acara tentang pemeriksaan sidang dan ditandatangani oleh ketua.
3. Tinjauan Tentang Nebis In Idem
1. Pengertian Nebis In Idem
Pasal 76 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) KUHP, BAB VIII, menyebutkan
pengertian Nebis In Idem adalah setiap perkara pidana hanya dapat
disidangkan, diadili, dan diputus satu kali saja atau dengan kata lain suatu
perkara pidana yang telah diputus oleh Hakim tidak dapat diperiksa dan
disidangkan kembali untuk yang kedua kalinya. Hal tersebut juga berkaitan
tentang: Gugurnya Hak Menuntut Hukuman dan Gugurnya Hukuman yang
menyatakan: ayat ( 1 ) Kecuali dalam putusan Hakim masih boleh diubah
lagi, maka orang tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran perbuatan yang
baginya telah diputuskan oleh Hakim Negara Indonesia, dengan putusan
yang tidak boleh diubah lagi. Yang dimaksudkan disini dengan Hakim
Negara Indonesia ialah juga Hakim dalam Negeri atau penduduk
Indonesianya berhak memerintah sendiri, demikian juga di Negeri yang
penduduknya Indonesia dibiarkan memakai ketentuan pidana sendiri (
Wirjono Prodjodikoro, 2003:49 ). Ayat ( 2 ) menyatakan: Jika putusan itu
berasal dari Hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana
itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:
1. Putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan
Hukum;
2. Putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah
diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena
daluwarsa.
Asas nebis in idem dalam juga terdapat di dalam Rancangan
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana ( RUU KUHP ) Tahun 2006 di dalam BAB IV tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gugurnya Kewenangan Penuntutan dan Pelaksanaan Pidana. Bagian kesatu
Pasal 147 yang berbunyi “Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua
kalinya dalam satu perkara yang sama, jika untuk perkara tersebut telah ada
putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Sedangkan
dalam Pasal 148 RUU KUHP Tahun 2006 berbunyi: “Apabila putusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 berasal dari Hakim luar negeri,
maka terhadap orang yang melakukan tindak pidana yang sama tidak boleh
diadakan penuntutan dalam hal:
a. Putusan yang menyatakan seorang bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum;
b. Telah selesai menjalani pidana, mendapatkan grasi yang membebaskan
terpidana dari kewajiban menjalani pidana, atau pidana tersebut
daluwarsa.
Berlakunya dasar hukum Nebis in idem digantungkan kepada hal, bahwa
terhadap seorang yang mengenai peristiwa tertentu diambil putusan oleh
Hakim dengan vonis yang tidak bisa diubah lagi, dimana putusan tersebut
berisikan:
a. Penjatuhan hukuman ( veroordering ). Dalam hal ini oleh Hakim
diputuskan bahwa terdakwa yang bersalah telah melakukan peristiwa
pidana yang dituduhkan kepadanya; atau
b. Pembebasan dari penuntutan hukuman ( onstlag van rechtsvervolging ).
Dalam hal ini Hakim memutuskan bahwa peristiwa yang dituduhkan
kepada terdakwa telah dibuktikan dengan cukup terang dan peristiwa
tersebut bukanlah suatu peristiwa pidana, atau terdakwa telah terbukti
tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya itu; atau
c. Putusan bebas ( vrijspraak ). Putusan ini berarti bahwa kesalahan
terdakwa atas peristiwa yang dituduhkan kepadanya tidak cukup bukti.
Apabila sudah ada putusan Hakim semacam itu, orang tidak dapat
dituntut lagi untuk kedua kalinya terhadap peristiwa itu juga, tetapi ini tidak
berarti bahwa vonis itu tidak dapat diperbaiki lagi. Hal tersebut dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
masih ada peraturan tentang banding oleh Hakim di Pengadilan Tinggi,
kasasi oleh Mahkamah Agung, faktor peningkatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan, kebahagiaan, dan keadilan.
Begitu pula terhadap suatu permohonan dapat dinyatakan Ne bis in
idem dalam hal telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya
yang memutus perkara yang sama, dengan pihak yang sama, pada waktu
dan tempat kejadian yang sama ( tempus dan locus delicti-nya sama ) dan
putusan tersebut telah memberikan putusan bebas ( vrijspraak ), lepas (
onstlag van alle rechtsvolging ) atau pemidanaan ( veroordeling ) terhadap
orang yang dituntut. Hal ini diterapkan demi menjaga kepastian bagi para
pencari keadilan dengan menghindari adanya putusan yang berbeda.
4. Tinjauan Tentang Praperadilan
1. Pengertian Praperadilan
Istilah praperadilan secara harafiah diambil dari kata Pre Trial,
walaupun fungsi dan tujuan Pre Trial adalah meneliti apakah ada dasar
hukum yang cukup untuk mengajukan penuntutan mengenai suatu perkara
tuduhan pidana di hadapan pengadilan, yang berbeda dengan maksud
praperadilan yang bertujuan untuk melindungi hak asasi terhadap
pelanggaran-pelanggaran syarat formil dan materiil yang dilakukan dalam
tingkat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam
undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 terutama Pasal-Pasal mengenai
penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan
mengenai bantuan hukum (http://www.artipraperadilan.blogspot.com).
Praperadilan dalam KUHAP ditempatkan dalam Bab X, Bagian Kesatu,
sebagai salah satu bagian ruang lingkup wewenang mengadili bagi
Pengadilan Negeri.
Secara umum, acara praperadilan diatur dalam Pasal 77 sampai Pasal
101 KUHAP, tetapi secara khusus yang mengatur tata caranya diatur dalam
Pasal 82 KUHAP. Berdasarkan Pasal ini, secara ringkas acara praperadilan
diuraikan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Setelah Pengadilan Negeri menerima pengajuan pemeriksaan
perkara praperadilan, maka dalam waktu tiga hari Hakim yang ditunjuk
sudah menetapkan hari persidangan. Persidangan pemeriksaan praperadilan
dipimpin oleh Hakim tunggal, di mana dalam persidangan itu Hakim
mendengar keterangan, baik dari tersangka atau pemohon maupun dari
pejabat yang berwenang. Dalam persidangan, Hakim dibantu oleh seorang
panitera. Pemeriksaan praperadilan harus dilakukan secara cepat dan dalam
waktu tujuh hari harus sudah dijatuhkan putusan. Hal ini berbeda dengan
perkara biasa yang tidak ditentukan batas waktu penyelesaiannya.
Permohonan praperadilan menjadi gugur jika perkara sudah mulai diperiksa
oleh pengadilan, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan praperadilan
belum selesai
Praperadilan tidak merupakan badan tersendiri, tetapi hanya suatu
wewenang saja dari pengadilan. Pengertian praperadilan secara tegas telah
tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang diatur
di dalam Bab I Tentang Ketentuan Umum pada pasal 1 butir ke 10, sebagai
berikut: “Praperadilan adalah wewenang dari Pengadilan Negeri untuk
memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini tentang:
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan ( Kecuali terhadap penyampingan perkara untuk
kepentingan umum oleh Jaksa Agung ( Pasal 77 KUHAP ) ).
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan ( Pasal 77 KUHAP ).
c. Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian. ( Pasal 82
ayat (1), ayat (3) KUHAP ).
d. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atau atas
penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang
berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orang
atau karena kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri ( Pasal 95 ayat (2)
KUHAP ).
e. Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atau penangkapan atau penahanan
tanpa alasan berdasarkan Undang-Undang atau kekeliruan mengenai
orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke
Pengadilan Negeri ( Pasal 97 ayat (3) KUHAP ).
2. Kewenangan Praperadilan
Berdasarkan Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 KUHAP serta Pasal 95
dan 97 KUHAP, maka wewenang yang diberikan Undang-Undang kepada
praperadilan dapat diperinci sebagai berikut:
a. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan dan
penahanan.
Seorang tersangka yang dikenakan tindakan penangkapan, penahanan,
penggeledahan atau penyitaan yang dilakukan penyidik kepadanya
dapat meminta kepada praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya
hal tersebut. Apakah penahanan bertentangan dengan Pasal 21 KUHAP
atau melampaui batas waktu yang ditentukan dalam Pasal 24 KUHAP,
bila terjadi maka tersangka dapat mengajukan pemeriksaan kepada
praperadilan
b. Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan.
Penghentian penyidikan dilakukan oleh pejabat penyidik serta
penghentian penuntutan dilakukan oleh penuntut umum. Baik penyidik
maupun penuntut umum berwenang menghentikan pemeriksaan
penyidikan atau penuntutan dengan alasan tertentu berdasar Undang-
Undang. Tapi apakah alasan penghentian tersebut sudah tepat dan benar
menurut ketentuan Undang-Undang ? Mungkin alasan penghentian
ditafsirkan secara tidak tepat, bisa juga penghentian sama sekali tidak
beralasan. Atau penghentian itu dilakukan untuk kepentingan pribadi
pejabat yang bersangkutan. Maka harus ada lembaga yang memeriksa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dan menilai sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan,
supaya tidak bertentangan dengan hukum dan kepentingan umum atau
untuk mengawasi penyalahgunaan wewenang.
c. Berwenang memeriksa Tuntutan Ganti Rugi
Pasal 95 KUHAP mengatur tuntutan ganti kerugian yang diajukan
tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya kepada praperadilan.
Tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka berdasar alasan:
- Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah.
- Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan
dengan ketentuan Hukum dan Undang-Undang.
- Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti
ditangkap, ditahan, atau diperiksa.
d. Memeriksa Permintaan Rehabilitasi.
Praperadilan berwenang memeriksa atau memutus permintaan
rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya, atau penasihat
hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang
ditentukan Undang-Undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan mengenai
orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke
sidang pengadilan.
e. Praperadilan Terhadap Penggeledahan dan Penyitaan yang Tidak Sah.
Penggeledahan:
Penggeledahan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Penggeledahan rumah
b. Penggeledahan badan
Dalam Pasal 1 butir 17 KUHAP, penggeledahan rumah adalah suatu
tindakan dari penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan
tempat tertutup lainnya untuk melakukan pemeriksaan dan atau
penyitaan dan atau penangkapan, sesuai dengan undang-undang.
Pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan badan adalah suatu tindakan
dari penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
tersangka, untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya
atau dibawanya serta untuk disita.
Tata cara penggeledahan
Pasal 33 KUHAP, harus:
a. Dengan izin ketua Pengadilan Negeri
b. Dengan perintah tertulis dari penyidik
c. Disertai dua orang saksi, apabila tersangka atau penghuninya
menyetujui
d. Disaksikan oleh kepala desa, atau ketua lingkungan dengan dua
orang saksi dalam hal tersangka atau penghuninya menolak atau
tidak hadir
e. Membuat berita acara yang tembusannya disampaikan kepada
pemilik atau penghuni rumah, dalam waktu dua hari setelah
penggeledahan dilakukan
Apabila penggeledahan bukan oleh penyidik sendiri, maka petugas
kepolisian yang melaksanakannya harus menunjukkan:
1. Surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat
2. Surat perintah dari penyidik
3. Membawa dua orang saksi warga lingkungan tersebut apabila
pemilik menyetujuinya.
4. Atau apabila tidak, maka harus dengan membawa kepala desa
dan dua orang saksi.
Dalam keadaan yang sangat perlu atau mendesak penyidik dapat
melakukan penggeledahan tanpa mendapat surat ijin terlebih dahulu
dari Ketua Pengadilan Negeri. Keadaan sangat perlu atau mendesak
adalah bilamana ditempat yang akan digeledah diduga keras terdapat
tersangka atau terdakwa yang dikhawatirkan segera melarikan diri atau
mengulangi tindak pidana, atau benda yang dapat disita dikhawatirkan
segera dimusnahkan atau dipindahkan, sedangkan surat ijin dari Ketua
Pengadilan Negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan
dalam waktu singkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Penggeledahan dilakukan meliputi:
1. Penggeledahan halaman dan rumah
2. Tempat lain dimana tersangka tinggal atau berdiam
3. Ditempat tindak pidana dilakukan atau ada bekasnya
4. Ditempat penginapan atau tempat lainnya
Penyidik tidak diperkenankan memasuki ruang atau tempat dimana
sedang berlangsung:
a. Sidang MPR, DPR, DPRD
b. Ibadah atau upacara keagamaan
c. Sidang pengadilan
Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik dapat memasuki
ruang tersebut. Penggeledahan rumah diluar daerah hukumnya,
penggeledahan itu harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri
dan Penyidik di daerah tersebut ( Pasal 36 KUHAP ).
Penyitaan:
Penyitaan menurut Pasal 1 ayat 16 KUHAP adalah:
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil
alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak
atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan
peradilan. Penyitaan dapat dilakukan oleh penyidik dan untuk itu
dia harus dilengkapi dengan surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri
setempat. Dalam keadaan mendesak, penyidik hanya dapat
melakukan penyitaan atas benda bergerak dan untuk itu wajib
segera melaporkannya kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat
guna memperoleh persetujuannya ( Pasal 38 KUHAP ).
Menurut Pasal 39 ayat ( 2 ) KUHAP, benda yang berada dalam
sitaan karena perkara atau karena pailit juga dapat disita untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan, dan untuk mengadili perkara
pidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Benda sitaan disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara. Yang bertanggung jawab adalah pejabat berwenang sesuai
tingkat pemeriksaan dalam tingkat peradilan. Benda sitaan dilarang
dipergunakan oleh siapapun juga ( Pasal 44 ayat (2) KUHAP ).
Selama Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara belum ada,
penyimpanan benda sitaan ditempatkan di Kantor Kepolisian RI, di
Kantor Kejaksaan Negeri, di Kantor Pengadilan Negeri atau di
Gedung Bank Pemerintah.
Dalam keadaan memaksa penyimpanan dapat di tempat lain atau
tetap tempat semula letak benda disita ( Pasal 44 ayat (2) KUHAP
).
Tetapi bila benda yang disita adalah benda yang lekas rusak atau
membahayakan sehingga tidak mungkin disimpan sampai ada
putusan pengadilan atau jika biaya penyimpanan terlalu mahal,
sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau terdakwa atau
kuasanya.
3. Tata Cara Pengajuan Permohonan Praperadilan
Tata cara pengajuan permohonan praperadilan diatur dalam Bab X,
bagian kesatu, mulai Pasal 83 KUHAP. Tetapi sebelumnya perlu dijelaskan
terlebih dahulu siapa yang berwenang mengajukan permohonan
praperadilan:
a. Yang berwenang mengajukan permohonan
1. Tersangka, keluarganya, atau kuasanya dengan alasan sah atau
tidaknya:
- Penangkapan
- Penahanan
- Penyitaan
- Penggeledahan
( Pasal 79 dan Pasal 83 ayat (3) huruf d KUHAP )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2. Penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan menurut
Pasal 80 KUHAP, dalam hal penghentian penyidikan penuntut
umum dan pihak ketiga berkepentingan berwenang mengajukan
pemeriksaan sah atau tidaknya penghentian penyidikan tersebut pada
praperadilan.
3. Penyidik atau pihak ketiga berkepentingan
Dalam hal terjadi penghentian penuntutan, maka penyidik dan pihak
ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan pemeriksaan terkait
sah atau tidaknya hal tersebut.
4. Tersangka, ahli warisnya, atau kuasanya
Berdasarkan Pasal 95 ayat (2) KUHAP tersangka, ahli warisnya,
atau penasihat hukumnya dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian
pada praperadilan atas alasan:
- Penangkapan atau penahanan yang tidak sah
- Penggeledahan atau penyitaan tanpa alasan yang sah
- Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan,
yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan.
5. Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan menurut ganti
rugi.
Berdasarkan Pasal 81 KUHAP, tersangka atau pihak ketiga yang
berkepentingan dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian pada
praperadilan atas alasan sahnya penghentian penuntutan.
b. Cara pengajuan permohonan praperadilan
Tentang cara pengajuan praperadilan ini tidak ada keharusan dalam
bentuk tertentu, dalam hal ini pemohon bebas merumuskan surat
permohonannya, asalkan dalam surat permohonan tersebut cukup
memberikan gambaran yang jelas tentang kejadian material yang menjadi
dasar permohonannya.
Tetapi secara garis besar ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam surat
permohonan, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
1. Keterangan lengkap dari pihak-pihak yang berperkara, yaitu tentang
nama, alamat, dan pekerjaan.
2. Dasar permohonan yang memuat uraian tentang kejadian dan uraian
tentang hukum, yaitu adanya hak dalam hubungan hukum yang
menjadi dasar yuridis dari permohonan itu.
3. Apa yang dimohon atau dituntut oleh pemohon supaya diputuskan
oleh Hakim.
Setelah permohonan pemeriksaan praperadilan diajukan kepada ketua
Pengadilan Negeri dan dicatat dalam register perkara praperadilan di
kepaniteraan Pengadilan Negeri, maka pada hari itu juga panitera atau
pejabat yang ditunjuk untuk itu menyampaikan permintaan itu kepada
Ketua Pengadilan Negeri atau wakil Ketua Pengadilan Negeri, yang
segera harus menunjuk Hakim Tunggal dan Paniteranya yang akan
memeriksa perkaranya. ( Pasal 78 ayat (2) KUHAP ).
4. Acara pemeriksaan Praperadilan
Mengenai acara pemeriksaan praperadilan, telah ditentukan dalam
Pasal 82 ayat (2) KUHAP sebagai berikut:
a. Dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan, Hakim yang
ditunjuk menetapkan hari sidang;
b. Dalam memeriksa dan memutuskan tentang sah atau tidaknya
penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian
penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau
rehabilitasi. Akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat
sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang
disita yang tidak termasuk alat pembuktian, Hakim mendengar
keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat
yang berwenang.
c. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya
tujuh hari Majelis Hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
d. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan
Negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan praperadilan
belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.
e. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup
kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada
tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan
permintaan baru.
Selanjutnya dalam putusan praperadilan harus dimuat dengan jelas dasar-
dasar dan alasan-alasannya. Selain itu isi putusan harus pula memuat hal-
hal seperti yang ditentukan oleh Pasal 82 ayat (3) KUHAP, yaitu:
a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada
tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan
tersangka.
b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan
atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap
tersangka wajib dilanjutkan.
c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, maka dalam putusan wajib dicantumkan jumlah
besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan
dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah
dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan
rehabilitasinya.
d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang
tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan
bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka
atau dari siapa benda itu disita.
Terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding (
Pasal 83 ayat (1) KUHAP ), tetapi khusus terhadap putusan
praperadilan yang berupa penetapan, maka atas permintaan penyidik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
atau penuntut umum dapat dimintakan putusan akhir pada Pengadilan
Tinggi ( Pasal 83 ayat (2) KUHAP ).
Banding atas putusan praperadilan terhadap penghentian
penuntutan, penyidik atau penuntut umum harus mengajukan banding
ke Pengadilan Tinggi dalam waktu 7 ( Tujuh ) hari setelah putusan
praperadilan. Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 3 ( Tiga ) hari
setelah menerima permohonan banding harus sudah mengirimkannya
ke Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi dalam tenggang waktu 3 (
Tiga ) hari setelah menerima berkas perkara dari Pengadilan Negeri
harus sudah menetapkan hari sidang dan dalam tenggang waktu 7 (
Tujuh ) hari terhitung tanggal sidang yang ditetapkan itu harus sudah
memberikan putusannya. Antara penetapan hari sidang dan tanggal
sidang tidak boleh melebihi 3 ( Tiga ) hari.
Terhadap putusan praperadilan juga tidak dapat dimintakan
kasasi, karena keharusan waktu yang cepat dari perkara praperadilan,
juga wewenang Pengadilan Negeri oleh praperadilan adalah tidak
memungkinkan dilakukan pemeriksaan kasasi atas putusan
praperadilan ( Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 227 K / Kr / 1982
). Permintaan kasasi terhadap putusan praperadilan tidak
dimungkinkan, dan dinyatakan tidak dapat diterima. Bahkan pendirian
itu sudah merupakan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung. Dengan
demikian, praktek peradilan harus semestinya menyesuaikan dengan
pendirian tersebut ( M. Yahya Harahap, 2001:541 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Penyidikan oleh
Penyidik atas dugaan
korupsi 19 anggota
dewan
Berkas penyidikan
dilimpahkan ke
Kejaksaan
Permohonan
praperadilan
ditolak lagi, karena
dalam
pertimbangannya
Hakim
menyatakan nebis
in idem
Permohonan
praperadilan atas
penghentian
penuntutan secara
tidak sah ditolak
Oleh Kejaksaan
kasus dihentikan
secara materiil,
tidak ada
kepastian, bahkan
tidak dikeluarkan
SP3
Diajukan permohonan
praperadilan kembali
oleh pemohon
Dasar pertimbangan
Hakim dalam putusan
praperadilan dinyatakan
nebis in idem
Kriteria nebis in idem
yang digunakan Hakim
dalam putusan
praperadilan menurut
Hukum yang berlaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Keterangan:
Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan alur pemikiran penulis dalam
mengangkat, menggambarkan, menelaah, dan menjabarkan serta menemukan
jawaban atas permasalahan hukum yaitu alasan yang mendasari pertimbangan
Hakim dalam menyatakan suatu perkara nebis in idem pada putusan praperadilan.
Melalui pertimbangan Hakim dalam putusannya, ternyata Hakim tidak
selalu mutlak mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh
pemohon walaupun terdapat penyalahgunaan wewenang dari penyidik atau
penuntut umum tentang penghentian penuntutan oleh Kejaksaan. Melalui
putusannya dalam perkara praperadilan yang diajukan di Pengadilan Negeri
Surakarta, Majelis Hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh
Masyarakat Anti Korupsi ( MAKI ) terkait kasus korupsi APBD Solo tahun 2003
dengan termohon Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Polresta Surakarta dikarenakan
subyek dan obyek permohonan praperadilan tersebut sama seperti yang diajukan
sebelumnya. Maka dari itu penulis berpendapat bahwa alasan pertimbangan
Hakim yang menyatakan suatu perkara nebis in idem dalam putusan praperadilan
perlu dikaji lebih dalam lagi dan apakah kriteria tersebut telah sesuai dengan
Ketentuan Hukum yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menyajikan data yang diperoleh selama
melakukan penelitian, data tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan dan
analisa kasus yang telah menjadi berkas perkara. Berkas perkara disini yang
dipelajari adalah berkas perkara yang telah diputus pada pengadilan tingkat
pertama di Pengadilan Negeri Surakarta. Kasus atau berkas perkara tersebut
diperoleh dengan cara pengambilan data dari dokumen putusan perkara
praperadilan yang tercatat di Pengadilan Negeri Surakarta.
Adapun kasus tersebut di atas dapat dipaparkan sebagai berikut, yaitu
putusan di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dalam
perkara praperadilan dengan termohon Kejaksaan Negeri ( Kejari ) dan Polresta
Surakarta. Untuk mengetahui lebih rinci dan mendalam tentang berkas perkara
tersebut, maka berikut ini penulis akan menguraikan hasil penelitian yang
diperoleh.
1. Hasil Penelitian
A. Kasus Posisi
Kasus permohonan Praperadilan yang diajukan oleh masyarakat anti
korupsi (MAKI) Solo bermula ketika 19 Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta
1999 – 2004 tersandung kasus korupsi dana APBD 2003, ketika itu dari pihak
penyidik selaku Kepolisian Resor Kota Surakarta telah melakukan penyidikan
atas dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003 terhadap Mantan Anggota DPRD
Kota Surakarta Periode 1999 – 2004 tersebut, dimana atas perkara a quo
berkasnya dipisah – pisah dan salah satu berkas tersebut atas nama Muhammad
Fajri dkk (19 (sembilan belas) tersangka). Setelah berkas penyidikan dilimpahkan
ke Kejaksaan Negeri Surakarta, oleh pihak Kejaksaan kasus dihentikan secara
materiil dan tidak ada kepastian bahkan tidak dikeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3). Karena dari pihak Kejaksaan telah menghentikan
Penyidikan yang tidak dibarengi oleh penerbitan Surat Perintah Penghentian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Penyidikan (SP3), maka dari sinilah muncul permohonan pemeriksaan
Praperadilan oleh Masyarakat Anti Korupsi Solo ( Pemohon ) terhadap pihak
Kejaksaan Negeri Surakarta ( Termohon ) dan Kepolisian Resor Kota Surakarta (
Turut Termohon ) atas dugaan telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan
secara tidak sah. Hal ini berarti telah terdapat penyalahgunaan wewenang dari
Penyidik atau Penuntut Umum tentang Penghentian Penyidikan atau Penghentian
Penuntutan oleh Kejaksaan.
Melalui putusannya dalam perkara Praperadilan yang diajukan di
Pengadilan Negeri Surakarta, ternyata Majelis Hakim menolak permohonan
praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi ( MAKI ) terkait kasus
korupsi APBD Solo tahun 2003 dengan Termohon Kejaksaan Negeri Surakarta
dan Polresta Surakarta ( Turut Termohon ) dikarenakan subyek dan obyek
permohonan praperadilan tersebut sama seperti yang diajukan sebelumnya.
Permohonan Praperadilan tersebut ditolak karena terdapat kesamaan subyek dan
obyeknya dengan perkara praperadilan sebelumnya, dimana dalam sidang
sebelumnya Majelis Hakim juga menolak permohonan Praperadilan oleh MAKI
dengan pertimbangan pemohon tidak bisa menunjukkan bukti secara yuridis dan
formal yang menerangkan Penghentian Penyidikan dalam kasus APBD 2003 (
Pemohon tidak memiliki kapasitas ).
B. Alasan Praperadilan
Adapun alasan diajukannya permohonan Praperadilan ini adalah:
Menimbang, bahwa Pemohon mengajukan Permohonan Praperadilan
tertanggal 23 Mei 2011 yang diterima dan didaftar di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Surakarta pada tanggal 23 Mei 2011 dengan Nomor Register :
05/Pid.Pra/2011/PN Ska, telah mengajukan Permohonan yang pada pokoknya
sebagai berikut :
1. Bahwa berdasarkan Anggaran Dasar dan atau Anggaran Rumah Tangga (
AD/ ART ) PEMOHON selaku Pelapor dan selaku Pihak Ketiga yang
berkepentingan terhadap penegakan hukum dan pemberantasan Korupsi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Kolusi, dan Nepotisme ( KKN ) di Indonesia, sehingga sah dan berdasar
hukum Pemohon mengajukan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan
dalam perkara a quo.
2. Bahwa berdasarkan Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN
Ska tertanggal 9 Mei 2011 dalam pertimbangannya, Putusan Hakim
Tunggal menyatakan Kejaksaan Negeri Surakarta ( TERMOHON ) telah
melakukan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara Yuridis Materiil
terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan
Anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004, dimana atas perkara
a quo berkasnya dipisah – pisah dan salah satu berkas tersebut atas nama
Muhammad Fajri dkk (19 (sembilan belas) tersangka)
3. Bahwa salah satu alasan Hakim menyatakan Termohon telah melakukan
tindakan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara Yuridis Materiil adalah
pemindahan dari Pidsus kepada Datun yang selanjutnya disertai tindakan
penagihan ganti rugi selaku Jaksa Pengacara Negara ( Perdata ).
4. Bahwa salah satu alasan Hakim menyatakan Termohon telah melakukan
tindakan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara Yuridis Materiil adalah
ketentuan UU Kejaksaan, Termohon semestinya melakukan pemeriksaan
tambahan dalam tingkat Penyidikan namun tidak melakukan hal tersebut.
5. Bahwa dengan demikian semestinya Termohon melakukan pemeriksaan
tambahan dan atau mengambil alih Penyidikan namun melakukan tindakan
lain ( Perdata ) sehingga Hakim menyatakan tahap Penyidikan telah
beralih dan menjadi tanggung jawab Termohon.
6. Bahwa serangkaian tindakan Termohon yang menyatakan perkara a quo
tidak cukup bukti dan bukan perbuatan pidana berupa dan atau melalui
petunjuk ( P19 ) kepada Turut Termohon dan pernyataan Termohon
melalui Media Massa adalah nyata – nyata sebagai alasan dan atau bentuk
telah terjadi PENGHENTIAN PENYIDIKAN.
7. Bahwa berdasar Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska
tertanggal 9 Mei 2011 dalam pertimbangannya, Putusan Hakim Tunggal
menyatakan Kejaksaan Negeri Surakarta ( TERMOHON ) telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
melakukan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara Yuridis Materiil,
namun demikian tindakan PENGHENTIAN PENYIDIKAN ini tidak
diikuti dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan ( SP 3 )
8. Bahwa tindakan TERMOHON melakukan PENGHENTIAN
PENYIDIKAN namun demikian tidak diikuti dengan penerbitan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan ( SP 3 ), maka dengan demikian harus
dinyatakan sebagai bentuk Penghentian yang tidak sah.
9. Bahwa berdasarkan Putusan Praperadilan Nomor 04/Pid.Pra/2011/PN Ska
tertanggal 9 Mei 2011 dalam Putusannya menyatakan tidak dapat diterima,
sehingga dapat dimungkinkan diajukan kembali permohonan Praperadilan
dalam perkara a quo.
10. Bahwa obyek Permohonan ini adalah Termohon dan Turut Termohon
sehingga berbeda dari Permohonan sebelumnya sehingga tidak berlaku
nebis in idem.
11. Bahwa dalam kurun waktu Tahun 2004 TURUT TERMOHON telah
melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003
terhadap Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004
dimana atas perkara a quo berkasnya dipisah – pisahkan dan salah satu
berkas tersebut atas nama Muhammad Fajri dkk ( 19 (sembilan belas)
tersangka ).
12. Bahwa Termohon telah menerima berkas perkara a quo dari Turut
Termohon, telah memberikan petunjuk ( P19 ) kepada Turut Termohon
yang berisi perkara a quo tidak cukup bukti dan merupakan perbuatan
pidana.
13. Bahwa setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, TURUT
TERMOHON pada tanggal 19 Februari 2007 telah mengirim surat dengan
perihal penyerahan berkas perkara hasil penyidikan kasus korupsi atas
nama Muhammad Fajri dkk 19 ( sembilan belas ) tersangka yang ditujukan
kepada TERMOHON selaku Jaksa Pengacara Negara yang pada intinya
menyampaikan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan dan
peraturan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
14. Bahwa pada tanggal 14 Maret 2011, TERMOHON melalui Media Massa
menyampaikan akan memanggil ke 19 (sembilan belas) Mantan Anggota
DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004 untuk mengembalikan uang
Negara sekitar Rp. 82.000.000,00 (delapan puluh dua juta rupiah).
TERMOHON juga menyebutkan Ke 19 (sembilan belas) Mantan Anggota
DPRD tersebut tidak dapat dijerat secara pidana karena tidak memenuhi
unsur perkara korupsi, sehingga berkas perkara yang dulu pidana diubah
menjadi perdata.
15. Bahwa selain daripada itu TERMOHON juga menyebutkan Ke 19
(sembilan belas) Mantan Anggota DPRD tersebut tidak dapat dijerat
secara pidana karena tidak memenuhi unsur perkara korupsi, sehingga
berkas perkara yang dulu pidana diubah menjadi perdata.
16. Bahwa namun demikian ternyata TERMOHON telah memanggil
Muhammad Fajri dkk untuk membayar uang pengganti dan menyatakan
atas atas berkasnya tidak terdapat unsur pidana. Sehingga tindakan dan
pernyataan TERMOHON tersebut juga termasuk sebagai bentuk
penghentian penyidikan dan menyatakan perkara tersebut sebagai perkara
perdata umum.
17. Bahwa berkas perkara telah diajukan kepada TERMOHON dan
ditindaklanjuti dengan tidak dikembalikan berkas untuk ditindaklanjuti
sebagai perkara pidana.
18. Bahwa namun demikian jelas dan nyata TERMOHON sebagai Jaksa
Pidana Khusus telah menyerahkan berkas perkara tersebut kepada Jaksa
Perdata umum, maka jelas dan nyata perkara pidana tersebut menjadi
perkara perdata.
19. Bahwa karenanya tindakan TERMOHON sebagaimana tersebut di atas,
jelas dan nyata merupakan bentuk penghentian penyidikan yang dilakukan,
sehingga oleh karenanya TERMOHON seharusnya memberhentikan
proses hukum selanjutnya sesuai dengan KUHAP.
20. Bahwa menurut KUHAP Pasal 109 ayat (2) : “Dalam hal penyidik
menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan
dihentikan dengan hukum, maka penyidik memberitahukan kepada
penuntut umum, tersangka atau keluarganya”.
21. Bahwa Turut Termohon dikarenakan telah menyerahkan sepenuhnya
berkas perkara atas petunjuk dan atau permintaan Termohon maka sudah
seharusnya beban dan tanggung jawab Turut Termohon telah selesai,
dengan demikian tidak berwenang menerima pengembalian berkas dari
Termohon atas dasar alasan KUHAP dan jangka waktu yang telah
dilampaui.
Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, mohon kiranya Pengadilan Negeri
Surakarta agar segera mengadakan sidang Praperadilan terhadap Termohon
sesuai dengan hak – hak Pemohon berdasarkan Pasal 109 jo. Pasal 78. Jo. Pasal
77 KUHAP, selanjutnya mohon putusan sebagai berikut :
PRIMAIR:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan Penyidikan perkara a quo telah beralih dan menjadi tanggung
jawab Termohon dari Turut Termohon;
3. Menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan tindakan
Penghentian Penyidikan yang tidak sah karena tidak diikuti dengan
penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3);
4. Memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap perkara tindak pidana atas nama
tersangka Muhammad Fajri dkk (19 (sembilan belas) tersangka) dalam
perkara a quo;
5. Memerintahkan Termohon untuk melimpahkan perkara a quo ke
Pengadilan Negeri Surakarta apabila dalam jangka waktu 60 (enampuluh)
hari Termohon tidak menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3) dalam perkara a quo;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
6. Memerintahkan kepada Turut Termohon untuk tidak menerima
pengembalian berkas perkara a quo dari Termohon;
SUBSIDAIR :
Apabila Pengadilan Negeri Surakarta berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil – adilnya.
C. Tanggapan Penuntut Umum
Menimbang, bahwa terhadap Permohonan yang diajukan oleh
Pemohon sebagaimana tersebut diatas, Termohon mengajukan Jawaban
secara tertulis pada tanggal 31 Mei 2011, yang pada pokoknya sebagai
berikut :
1. Alasan nomor 2, 6, 7, dan nomor 8, setelah kami rangkum pada pokoknya
menyebutkan bahwa berdasar Putusan Praperadilan Nomor
04/Pid.Pra/2011/PN Ska tertanggal 9 Mei 2011 dalam pertimbangannya,
Putusan Hakim tunggal menyatakan Kejaksaan Negeri Surakarta (
Termohon ) telah melakukan Penghentian Penyidikan Secara Yuridis
Materiil terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003
Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta periode 1999 – 2004 dimana atas
perkara a quo berkasnya dipisah – pisah dan salah satu berkas tersebut atas
nama Muhammad Fajri dkk ( 19 tersangka ), namun demikian tindakan
Penghentian Penyidikan secara Yuridis Materiil ini tidak diikuti dengan
penerbitan surat Perintah Penghentian Penyidikan ( SP 3), maka dengan
demikian harus dinyatakan sebagai bentuk Penghentian Penyidikan yang
tidak sah.
Bahwa Penghentian Penyidikan secara Yuridis Materiil sebagaimana
dimaksud oleh Pemohon dalam permohonan Praperadilan tersebut diatas
adalah tidak ada dasar hukumnya dan tidak dikenal dalam hukum acara
kita ( undang – undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang –
Undang Hukum Acara Pidana ) dan perkara dugaan tindak pidana korupsi
APBD 2003 atas nama Muhammad Fajri dkk ( 19 tersangka ) mantan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
anggota DPRD Kota Surakarta periode 1999 – 2004 tersebut ditangani
penyidik Kepolisian Wilayah Surakarta berdasarkan Surat Pemberitahuan
dimulainya Penyidikan No. Pol. : SPDP/20/X/2004/reskrim tertanggal 29
Oktober 2004. Oleh sebab itu, dalil Pemohon yang menyatakan Kejaksaan
Negeri Surakarta ( Termohon ) telah melakukan Penghentian Penyidikan
secara Yuridis Materiil terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi
APBD 2003 atas nama Muhammad Fajri dkk ( 19 tersangka ) mantan
anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004 adalah sangat tidak
mendasar dan haruslah ditolak.
2. Alasan nomor 3, 5, 13, 14, 16 dan nomor 18 setelah kami rangkum pada
pokoknya menyebutkan bahwa salah satu alasan Hakim Tunggal
menyatakan Termohon telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan.
Secara Yuridis Materiil adalah pemindahan dari Pidsus kepada Datun yang
selanjutnya disertai tindakan penagihan ganti rugi selaku Jaksa Pengacara
Negara ( Perdata ), sehingga Hakim menyatakan tahap Penyidikan telah
beralih menjadi tanggung jawab Termohon.
Bahwa tindakan Kejaksaan Negeri Surakarta ( Termohon ) dalam
melakukan upaya keperdataan dengan cara melakukan penagihan kepada
tersangka Muhammad Fajri dkk ( 19 tersangka ) mantan anggota DPRD
Kota Surakarta periode 1999 – 2004 adalah sesuai dengan tugas dan
kewenangan Kejaksaan selaku Jaksa Pengacara Negara sebagaimana
diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia dan juga mengacu kepada Pasal 32 UU No. 31 Tahun
1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Bahwa berdasarkan hasil penelitian terhadap berkas
perkara tersebut, Penuntut Umum belum menyatakan lengkap P.21 ( sesuai
dengan pasal 138 KUHAP ), sehingga sepanjang Penuntut Umum belum
menyatakan P.21 maka tanggungjawab perkara tersebut masih ditingkat
Penyidik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3. Alasan nomor 4, pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu alasan
Hakim menyatakan Termohon telah melakukan tindakan Penghentian
Penyidikan secara Yuridis Materiil adalah berdasar ketentuan UU
Kejaksaan, Termohon semestinya melakukan pemeriksaan tambahan
dalam tingkat penyidikan namun tidak melakukan hal tersebut.
Bahwa Termohon tidak sependapat dengan apa yang didalilkan oleh
Pemohon tersebut di atas, perlu Termohon tegaskan bahwa Pemeriksaan
Tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 30 huruf d dan e Undang –
Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI tersebut tidak dapat
dilakukan terhadap tersangka ( sebagaimana penjelasan Pasal 30 huruf e
Undang – Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI )
Menimbang, bahwa terhadap Permohonan yang diajukan oleh
Pemohon sebagaimana tersebut di atas, Turut Termohon mengajukan
Jawaban secara tertulis pada tanggal 1 Juni 2011, yang pada pokoknya
sebagai berikut :
Pada Eksepsi :
1. Bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon adalah NE
BIS IN IDEM (EXCEPTIO JUDICATAE/ GEWIJSDE ZAAK)
dikarenakan :
a. Apa yang dimohonkan oleh Pemohon sudah pernah diperkarakan/
dimohonkan atau sudah pernah diperiksa dalam sidang permohonan
Praperadilan tanggal 1 Mei 2011;
b. Sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dan putusan
tersebut bersifat positif, yaitu Putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN
Ska tanggal 9 Mei 2011;
c. Subyeknya sama, yaitu Kejaksaan Negeri Surakarta dan Kepolisian
Resor Surakarta;
d. Obyek atau pokok materinya sama, yaitu Penghentian Penyidikan
Tidak Sah terhadap tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan
Anggota DPRD Kota Surakarta periode Tahun 1999 – 2004 an.
Muhammad Fajri dkk ( 19 orang );
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
2. Bahwa permohonan Praperadilan mengandung cacat formal karena
permohonan tidak jelas (obscuur libel). Adapun faktanya antara posita
dan petitum permohonan tidak saling mendukung / bertentangan satu
sama lain. Dapat dibuktikan dari :
a. Petitum nomor 3 tidak benar karena kapasitas Termohon dalam
penyidikan kasus korupsi ini adalah selaku penuntut bukan sebagai
penyidik. Jadi termohon tidak diperintah untuk menghentikan
penyidikan, kecuali penyidikan diambil oleh Termohon;
b. Petitum nomor 3, 4, dan 5 saling bertentangan karena Pasal 82 ayat 3
huruf b KUHAP menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan
atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap
tersangka wajib dilanjutkan;
3. Bahwa permohonan Praperadilan mengandung cacat formal karena
permohonan tersebut premature ( masih tertunda ), adapun dasar
hukumnya adalah :
a. Bahwa Pasal 109 KUHAP menyatakan bahwa :
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak
pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik
memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya.”
b. Bahwa terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003
atas nama tersangka Muhammad Fajri dkk (19 tersangka)
sebagaimana dimaksud oleh Pemohon, penyidik Polresta Surakarta
belum pernah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3) untuk diberitahukan/ dikirim kepada penuntut umum
(Termohon), tersangka maupun keluarganya.
c. Oleh karena penyidik Polresta Surakarta belum pernah
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), maka
terbukti permohonan praperadilan tersebut masih premature
sehingga haruslah dinyatakan ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Pada pokok perkara :
1. Bahwa jawaban Turut Termohon pada Eksepsi mohon dimasukkan
sebagai dalil jawaban pada pokok perkara.
2. Bahwa pada prinsipnya Turut Termohon menolak seluruh dali – dalil
Pemohon kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya.
3. Bahwa sebelum Turut Termohon menanggapi dalil – dalil posita
permohonan, maka perkenankan Turut Termohon mengemukakan tugas
dan wewenang terkait dengan penyidikan atas dugaan tindak pidana
korupsi an. Muhammad Fajri dkk ( 19 (sembilan belas) tersangka )
sebagaimana yang dipersoalkan Pemohon :
a. Bahwa Sdr. Alif Basuki Cs mengirimkan surat perihal laporan
dugaan tindak pidana korupsi dana APBD Kota Surakarta Tahun
2003 pada pos belanja lain – lain DPRD Kota Surakarta dengan surat
nomor : 05/A/FPAKS/I/04 tanggal 19 Januari 2004 diajukan kepada
Kapolwil Surakarta, kemudian Polwil Surakarta membuat Laporan
Polisi No. Pol : LP/06/I/2004/Ops tanggal 19 Januari 2004;
b. Bahwa Polwil Surakarta telah melakukan penyidikan dengan Surat
Perintah No. Pol : SP.Sidik/03-A/I/2004 tanggal 20 Januari 2004 dan
hasil penyidikan dituangkan dalam berkas perkara :
1. No. Pol : BP/18A/XI/2004 tanggal 25 November 2004 an.
Tersangka Bambang Mudiarto Cs;
2. No. Pol : BP/18B/XII/2004 tanggal 16 Desember 2004 an.
Tersangka Darsono SE Cs;
3. No. Pol : BP/18C/XI/2004 tanggal 27 November 2004 an.
Tersangka Drs. H. Sumarlan Djatmiko;
4. No. Pol : BP/18D/II/2004 tanggal 25 Desember 2004 an.
Tersangka Gunawan M. Suud Cs;
5. No. Pol : BP/18E/II/2008 tanggal 29 Februari 2008 an. Tersangka
Heru S. Notonegoro, SH.MH Cs;
c. Bahwa berkas perkara No. Pol : 18A s/d 18E telah dinyatakan
sempurna (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum, sedangkan berkas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
perkara No. Pol : 18F dilimpahkan kepada Jaksa selaku Pengacara
Negara sesuai petunjuk P19 yang tertuang dalam surat Kejari
Surakarta Nomor : B-883/0.3.11/Ft.1/05/2005 tanggal 9 Mei 2005;
d. Bahwa berdasarkan surat No. Pol : B/79/II/2007/Reskrim tanggal 19
Februari 2007, berkas perkara hasil penyidikan telah dilimpahkan
kepada Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta;
e. Pelimpahan didasarkan pada ketentuan Pasal 32 Undang – Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
f. Bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan
terhadap tindak pidana korupsi diatur tersendiri dalam BAB IV
Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang – Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, dengan demikian pelimpahan perkara oleh Penyidik Polwil
Surakarta kepada Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta adalah
menurut hukum;
D. Pertimbangan Hakim Praperadilan
Menimbang, berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 10 Jo.
Pasal 77 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana (selanjutnya disebut dengan “KUHAP”), kompetensi Praperadilan
adalah memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, ganti
kerugian dan/ atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;
Menimbang, bahwa sebelum Hakim Praperadilan mempertimbangkan
materi Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon, terlebih dahulu Hakim
Praperadilan akan mempertimbangkan secara formal keterangan Ahli
MUHAMMAD RUSTAMAJI, SH, M.HUM; yang pada asasnya nilai
kekuatan pembuktian keterangan ahli adalah bersifat bebas (vrij
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
bewijskracht), atau tidak mengikat, sehingga Majelis Hakim bebas untuk
menilai dan tidak terikat pada keterangan Ahli tersebut;
I. DALAM EKSEPSI
Menimbang, bahwa sebelum Hakim Praperadilan
mempertimbangkan pokok perkara, Hakim Praperadilan akan
mempertimbangkan terlebih dahulu Eksepsi yang diajukan oleh Turut
Termohon, yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :
4. Bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon adalah NE
BIS IN IDEM (EXCEPTIO JUDICATAE/ GEWIJSDE ZAAK)
dikarenakan :
e. Apa yang dimohonkan oleh Pemohon sudah pernah diperkarakan/
dimohonkan atau sudah pernah diperiksa dalam sidang permohonan
Praperadilan tanggal 1 Mei 2011;
f. Sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dan putusan
tersebut bersifat positif, yaitu Putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN
Ska tanggal 9 Mei 2011;
g. Subyeknya sama, yaitu Kejaksaan Negeri Surakarta dan Kepolisian
Resor Surakarta;
h. Obyek atau pokok materinya sama, yaitu Penghentian Penyidikan
Tidak Sah terhadap tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan
Anggota DPRD Kota Surakarta periode Tahun 1999 – 2004 an.
Muhammad Fajri dkk ( 19 orang );
5. Bahwa permohonan Praperadilan mengandung cacat formal karena
permohonan tidak jelas (obscuur libel). Adapun faktanya antara posita
dan petitum permohonan tidak saling mendukung / bertentangan satu
sama lain. Dapat dibuktikan dari :
c. Petitum nomor 3 tidak benar karena kapasitas Termohon dalam
penyidikan kasus korupsi ini adalah selaku penuntut bukan sebagai
penyidik. Jadi termohon tidak diperintah untuk menghentikan
penyidikan, kecuali penyidikan diambil oleh Termohon;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
d. Petitum nomor 3, 4, dan 5 saling bertentangan karena Pasal 82 ayat 3
huruf b KUHAP menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan
atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap
tersangka wajib dilanjutkan;
6. Bahwa permohonan Praperadilan mengandung cacat formal karena
permohonan tersebut premature ( masih tertunda ), adapun dasar
hukumnya adalah :
a. Bahwa Pasal 109 KUHAP menyatakan bahwa :
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak
pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik
memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya.”
b. Bahwa terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003
atas nama tersangka Muhammad Fajri dkk (19 tersangka)
sebagaimana dimaksud oleh Pemohon, penyidik Polresta Surakarta
belum pernah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3) untuk diberitahukan/ dikirim kepada penuntut umum
(Termohon), tersangka maupun keluarganya.
c. Oleh karena penyidik Polresta Surakarta belum pernah
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), maka
terbukti permohonan praperadilan tersebut masih premature
sehingga haruslah dinyatakan ditolak.
Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi ad. 1 Hakim Praperadilan
akan membuktikan, apakah benar gugatan Praperadilan Nomor :
05/Pid.Pra/2011/PN Ska sama atau identik dengan perkara Praperadilan
Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang diputus pada tanggal 09 Mei 2011 :
Menimbang, bahwa dari bukti P -1 s/d P -6 dan bukti T – 1 s/d T –
5 serta bukti T.T – 1 s/d T.T – 3 yang ada kaitan dengan bantahan Turut
Termohon dan dipandang Relevant dengan eksepsi ad.1 dari Turut
Termohon adalah surat bukti yang bertanda P – 6 dan T.T – 3, sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
surat bukti lainnya tidak ada relevansinya oleh karena itu tidak perlu
dipertimbangkan;
Menimbang, bahwa surat bukti P – 1 dan T.T – 3 adalah Putusan
Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011
dimana di dalam register ini tidak ada catatan banding sehingga putusan
tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
Menimbang, bahwa bukti P – 1 dan T.T – 3 tersebut jika
dihubungkan atau dikaitkan dengan perkara Praperadilan Nomor :
05/Pid.Pra/2011/PN Ska yang terdaftar di Pengadilan Negeri Surakarta
tanggal 23 Mei 2011 dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bahwa Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon
sekarang ini baik subyek maupun obyeknya adalah sama atau identik
dengan perkara Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska, hanya komposisi para
pihaknya dirubah yang semula dalam perkara Praperadilan Nomor :
04/Pid.Pra/2011/PN Ska, PEMERINTAH NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA c.q. KEJAKSAAN AGUNG RI c.q.
KEJAKSAAN TINGGI JAWA TENGAH c.q. KEJAKSAAN NEGERI
SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Kepatihan, Kota Surakarta,
dahulu Termohon II sekarang menjadi Termohon I, sedangkan
PEMERINTAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA c.q.
KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH c.q. KEPOLISIAN RESOR
KOTA SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Adi Sucipto Kota
Surakarta, dahulu Termohon I sekarang menjadi Turut Termohon;
Menimbang bahwa mengenai obyeknya Hakim Praperadilan
berpendapat pada pokoknya juga sama atau identik yaitu permohonan
Pemohon agar menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan
tindakan Penghentian Penyidikan tidak sah karena tidak diikuti dengan
permohonan surat perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 ( dalam
perkara Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska );
Menimbang bahwa karena dalam perkara Permohonan
Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
sama atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara
Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus pada
tanggal 09 Mei 2011, maka haruslah dinyatakan Nebis In Idem;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas
eksepsi ad. 1 dari Turut Termohon cukup beralasan dan harus dikabulkan;
Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi ad. 2 Pemohon Praperadilan
mengandung cacat formal karena permohonan tidak jelas ( obscuur libel ).
Adapun faktanya antara posita dan petitum permohonan tidak saling
mendukung / bertentangan satu sama lain, Hakim Praperadilan
berpendapat bahwa eksepsi ad. 2 tersebut sudah menyentuh pokok perkara
maka akan dipertimbangkan bersama dengan pertimbangan pokok perkara
;
Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi ad. 3 yaitu Permohonan
Praperadilan cacat formal karena permohonan prematur. Hakim
Praperadilan akan mempertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa ternyata penyidikan atas dugaan tindak pidana
korupsi an. Muhammad Fajri dkk 19 ( sembilan belas ) tersangka
sebagaimana dimaksud oleh Pemohon, Turut Termohon sampai saat ini
belum pernah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan
( SP3 ) untuk dikirimkan kepada Jaksa Penuntut Umum, Tersangka atau
keluarganya, dan Turut Termohon juga belum pernah mengeluarkan Surat
Pemberitahuan Penghentian Penyidikan tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka
Eksepsi ad. 3 cukup beralasan dan karenanya haruslah dikabulkan;
II. DALAM POKOK PERKARA
Menimbang, bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan oleh
Pemohon pada pokoknya adalah mohon dinyatakan penyidikan perkara a
quo telah beralih dan menjadi tanggung jawab Termohon dan Turut
Termohon, dan menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan
tindakan Penghentian Penyidikan yang tidak sah karena tidak diikuti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan ( SP3 ),
serta memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan
Penghentian Penyidikan ( SP3 ) terhadap perkara tindak pidana atas nama
tersangka Muhammad Fajri dkk dalam perkara a quo, dan memerintahkan
Termohon untuk melimpahkan perkara a quo ke Pengadilan Negeri
Surakarta apabila dalam jangka waktu 60 ( enam puluh ) hari Termohon
tidak menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan dalam perkara a quo;
Menimbang, bahwa karena dalam perkara ini Eksepsi ad. 1 dan ad.
3 dari Turut Termohon dikabulkan, maka Hakim Praperadilan dalam
perkara ini tidak perlu lagi mempertimbangkan pokok perkaranya, dan
oleh karenanya permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon
haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 222
KUHAP pertimbangan biaya perkara hanya terhadap dalam Putusan
Bebas, Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum, dan Putusan
Pemidanaan, dan oleh karenanya dalam Putusan Praperadilan ini biaya
perkara ditetapkan nihil;
Memperhatikan ketentuan dalam Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, Pasal
109 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang – undangan yang
berkaitan dengan perkara ini;
E. Amar Putusan
DALAM EKSEPSI :
- Menyatakan Eksepsi Turut Termohon dapat diterima;
DALAM POKOK PERKARA :
- Menyatakan Permohonan Pemohon dalam Praperadilan ini tidak dapat
diterima;
- Menetapkan biaya perkara nihil;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
2. Pembahasan
A. Dasar Pertimbangan Hakim pada putusan praperadilan Nomor
05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan Nebis In Idem?
Praperadilan merupakan bagian dari Pengadilan Negeri yang
melakukan fungsi pengawasan terutama dalam hal dilakukan upaya paksa
terhadap tersangka oleh penyidik atau penuntut umum. Pengawasan yang
dimaksud adalah pengawasan bagaimana seorang aparat penegak hukum
melaksanakan wewenang yang ada padanya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang berlaku, sehingga aparat penegak hukum tidak
sewenang – wenang dalam menjalankan tugasnya.
Praperadilan tercantum dalam Kitab Undang – Undang Hukum Acara
Pidana yang diatur di dalam Bab I Tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1
butir ke 10, yang berbunyi : “Praperadilan adalah wewenang dari Pengadilan
Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam
Undang – Undang ini tentang :
a. Sah atau tidaknya penangkapan dan/ atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan tersangka/ penyidik/ penuntut umum
demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya, yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.
Praperadilan berdasarkan penjelasan di atas telah menguji dan menilai
tentang kebenaran dan ketetapan tindakan upaya paksa yang dilakukan
penyidik dan penuntut umum dalam hal menyangkut ketetapan penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan serta ganti kerugian dan
rehabilitasi. Dalam kaitannya dengan wewenang praperadilan untuk memeriksa
sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
penyidik maupun penuntut umum sendiri sebenarnya berwenang untuk
menghentikan pemeriksaan penyidikan atau penuntutan dengan alasan tertentu
berdasarkan Undang – Undang. Tapi apakah alasan penghentian tersebut sudah
tepat dan benar menurut ketentuan Undang – Undang? Mungkin alasan
penghentian ditafsirkan secara tidak tepat, bisa juga penghentian sama sekali
tidak beralasan. Atau penghentian itu dilakukan untuk kepentingan pribadi
pejabat yang bersangkutan. Maka harus ada lembaga yang memeriksa dan
menilai sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, supaya
tidak bertentangan dengan hukum dan kepentingan umum atau untuk
mengawasi penyalahgunaan wewenang.
Penyidikan berdasarkan Pasal 1 butir 2 KUHAP adalah : “Serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan cara yang diatur dalam undang – undang ini
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Penyidikan dilakukan oleh pejabat polisi negara Republik Indonesia
atau pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang –
undang untuk melakukan penyidikan. Pasal 109 ayat (1) KUHAP menerangkan
bahwa penyidik menyampaikan pemberitahuan kepada penuntut umum apabila
penyidik telah mulai melakukan tindakan penyidikan. Sebagaimana ditegaskan,
pemberitahuan penyidikan kepada penuntut umum dianggap sebagai kewajiban
yang harus dilakukan baik secara tertulis maupun secara lisan yang disusul
kemudian dengan tulisan. Kepentingan dari pemberitahuan tersebut berkaitan
dengan hak penuntut umum untuk mengajukan permintaan praperadilan untuk
memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan, disamping
diberikan juga hak mengajukan praperadilan ini kepada pihak ketiga yang
berkepentingan.
Ada beberapa alasan mengapa penyidik melakukan tindakan
penghentian penyidikan yang telah dimulainya, yang secara limitatif telah
diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yang terdiri dari :
a. Tidak terdapat cukup bukti, atau;
b. Peristiwa tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana, atau;
c. Penyidikan itu dihentikan demi hukum, misalnya nebis in idem,
tersangka meninggal dunia atau karena daluwarsa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Perihal penghentian penyidikan tersebut kemudian disampaikan kepada
penuntut umum disertai dengan alasan – alasan dan hasil dari pemeriksaan
yang telah dilakukan. Selain kepada penuntut umum, penyidik juga
memberitahukan perihal penghentian penyidikan kepada tersangka atau
keluarganya.
Penyidik merupakan pihak yang paling berwenang dalam tahap
penyidikan, karena mempunyai tugas yang sangat penting dalam proses
penegakan hukum sehingga dapat mempengaruhi jalan selanjutnya dari proses
penyelesaian suatu perkara pidana. Apakah suatu tindak pidana akan
dilanjutkan atau dihentikan penyidikannya sangat tergantung pada penyidik,
oleh karena itu sudah selayaknya bila ada pengawasan terhadap tindakan
mereka terutama dalam hal dihentikannya penyidikan.
Dalam permohonan Praperadilan terkait kasus yang diangkat dalam
penulisan skripsi ini, pemohon mengajukan alasan permohonan Praperadilan
kepada Pengadilan Negeri Surakarta karena terdapat dugaan kuat bahwa telah
terjadi tindakan Penghentian Penyidikan secara Yuridis Materill yang tidak sah
karena tidak diikuti dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3) yang dilakukan oleh Termohon selaku pihak Kejaksaan Negeri Surakarta
terhadap perkara tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan Anggota DPRD
Kota Surakarta Periode 1999 – 2004, dimana atas perkara a quo berkasnya
dipisah – pisah dan salah satu berkas tersebut atas nama tersangka Muhammad
Fajri dkk (19 (sembilan belas) tersangka). Alasan yang mendasari diajukannya
permohonan praperadilan ini karena terdapat tindakan dari Termohon
(Kejaksaan Negeri Surakarta) yang secara hukum telah melakukan tindakan
Penghentian Penyidikan yang tidak sah karena tidak diikuti dengan penerbitan
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Bahwa berdasarkan alasan permohonan praperadilan tersebut,
Termohon dan Turut Termohon selaku Kejaksaan Negeri Surakarta dan
Kepolisian Resor Kota Surakarta telah mengajukan jawaban termohon yang
pada intinya menolak dalil – dalil yang diajukan oleh pemohon. Alasan yang
menguatkan jawaban termohon serta turut termohon dan meyakinkan Hakim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dalam mempertimbangkan terhadap putusan praperadilan ini adalah Eksepsi
dari turut termohon yang pada intinya menyatakan bahwa permohonan
Praperadilan Nebis In Idem ( Ekceptio Rei Judicatae / Gewijsde Zaak ), karena
:
a. Apa yang dimohonkan sudah pernah diperkarakan / dimohonkan
yaitu permohonan praperadilan tertanggal 1 Mei 2011.
b. Telah ada Putusan yang berkekuatan hukum tetap dan putusannya
bersifat positif yaitu Putusan nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska
tanggal 9 Mei 2011.
c. Subyeknya sama yaitu Kejaksaan Negeri Surakarta dan Kepolisian
Resor Kota Surakarta.
d. Obyek / materi pokoknya sama yaitu penghentian penyidikan tidak
sah terhadap tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan Anggota
DPRD Kota Surakarta periode Tahun 1999 – 2004 an. Muhammad
Fajri dkk (19 (Sembilan belas) tersangka).
Bahwa selanjutnya terhadap Eksepsi dari Turut Termohon tersebut,
Hakim Praperadilan akan membuktikan Menimbang, bahwa terhadap
Eksepsi ad. 1 Hakim Praperadilan akan membuktikan, apakah benar
permohonan Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska sama atau
identik dengan perkara Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska
yang diputus pada tanggal 09 Mei 2011 :
Menimbang, bahwa dari bukti P -1 s/d P -6 dan bukti T – 1 s/d T –
5 serta bukti T.T – 1 s/d T.T – 3 yang ada kaitan dengan bantahan Turut
Termohon dan dipandang Relevant dengan eksepsi ad.1 dari Turut
Termohon adalah surat bukti yang bertanda P – 6 dan T.T – 3, sedangkan
surat bukti lainnya tidak ada relevansinya oleh karena itu tidak perlu
dipertimbangkan;
Menimbang, bahwa surat bukti P – 1 dan T.T – 3 adalah Putusan
Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011
dimana di dalam register ini tidak ada catatan banding sehingga putusan
tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Menimbang, bahwa bukti P – 1 dan T.T – 3 tersebut jika
dihubungkan atau dikaitkan dengan perkara Praperadilan Nomor :
05/Pid.Pra/2011/PN Ska yang terdaftar di Pengadilan Negeri Surakarta
tanggal 23 Mei 2011 dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bahwa Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon
sekarang ini baik subyek maupun obyeknya adalah sama atau identik
dengan perkara Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska, hanya komposisi para
pihaknya dirubah yang semula dalam perkara Praperadilan Nomor :
04/Pid.Pra/2011/PN Ska, PEMERINTAH NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA c.q. KEJAKSAAN AGUNG RI c.q.
KEJAKSAAN TINGGI JAWA TENGAH c.q. KEJAKSAAN NEGERI
SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Kepatihan, Kota Surakarta,
dahulu Termohon II sekarang menjadi Termohon I, sedangkan
PEMERINTAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA c.q.
KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH c.q. KEPOLISIAN RESOR
KOTA SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Adi Sucipto Kota
Surakarta, dahulu Termohon I sekarang menjadi Turut Termohon;
Menimbang bahwa mengenai obyeknya Hakim Praperadilan
berpendapat pada pokoknya juga sama atau identik yaitu permohonan
Pemohon agar menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan
tindakan Penghentian Penyidikan tidak sah karena tidak diikuti dengan
permohonan surat perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 ( dalam
perkara Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska );
Menimbang bahwa karena dalam perkara Permohonan
Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah
sama atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara
Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus pada
tanggal 09 Mei 2011, maka haruslah dinyatakan Nebis In Idem;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas
eksepsi ad. 1 dari Turut Termohon cukup beralasan dan harus dikabulkan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Penulis sependapat dengan pertimbangan Hakim Praperadilan
tersebut yang menyatakan suatu perkara Nebis In Idem terhadap perkara
Praperadilan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska, sebab sebelumnya perkara
tersebut telah disidangkan dan telah diputus dengan Putusan Praperadilan
Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011 dimana di dalam
register perkara tersebut tidak ada catatan banding sehingga putusan tersebut
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Suatu permohonan Praperadilan
dapat dinyatakan Ne bis in idem dalam hal telah ada putusan berkekuatan
hukum tetap sebelumnya yang memutus perkara yang sama, dengan pihak
yang sama, pada waktu dan tempat kejadian yang sama ( tempus dan locus
delicti-nya sama ) dan putusan tersebut telah memberikan putusan bebas (
vrijspraak ), lepas ( onstlag van alle rechtsvolging ) atau pemidanaan (
veroordeling ) terhadap orang yang dimohonkan. Hal ini diterapkan demi
menjaga kepastian bagi para pencari keadilan dengan menghindari adanya
putusan yang berbeda.
Menurut M Yahya Harahap dalam bukunya mengatakan bahwa unsur
Nebis In Idem baru dapat dianggap melekat pada suatu perkara dengan harus
terpenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 76 KUHP, yaitu :
1. Perkaranya telah diputus dan diadili dengan putusan positif.
Hal ini adalah syarat pertama terhadap suatu perkara telah diperiksa
materi perkaranya di sidang pengadilan, kemudian dari hasil
pemeriksaan tersebut Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan.
2. Putusan yang dijatuhkan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jadi agar dalam suatu perkara melekat Nebis In Idem, maka kedua syarat
tersebut harus terpenuhi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
B. Kesesuaian kriteria Nebis In Idem yang digunakan Hakim dalam
putusan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dengan ketentuan Hukum yang
berlaku?
1. Pengertian Nebis In Idem
Pengertian Nebis In Idem / Res Yudicata Pro Veritate Habetur
adalah suatu perkara yang sama, dengan pihak – pihak yang sama,
mengenai hal yang sama, tidak boleh diputus dua kali oleh Pengadilan
yang sama atau sama tingkatannya. Dalam Pasal 76 ayat ( 1 ) dan ( 2 )
KUHP, BAB VIII, pengertian Nebis In Idem adalah setiap perkara pidana
hanya dapat disidangkan, diadili, dan diputus satu kali saja atau dengan
kata lain suatu perkara pidana yang telah diputus oleh Hakim tidak dapat
diperiksa dan disidangkan kembali untuk yang kedua kalinya. Untuk lebih
memperjelas tentang pengertian Nebis In Idem, berikut penjelasan menurut
para ahli :
Menurut SR Sianturi, Nebis In Idem adalah non bis in idem atau tidak
melakukan pemeriksaan untuk kedua kalinya mengenai tindakan (feit)
yang sama. Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada
suatu saat nantinya harus ada akhir dari pemeriksaan / penuntutan dan
akhir dari berlakunya pegangan agar tidak lagi mengadakan
pemeriksaan / penuntutan terhadap pelaku yang sama dari suatu tindak
pidana yang sudah mendapatkan putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap.
Menurut I Wayan Parthiana, nebis in idem adalah bahwa orang yang
sudah diadili dan atau dijatuhi hukuman yang sudah memiliki kekuatan
hukum yang mengikat dan pasti oleh badan peradilan yang berwenang
atas suatu kejahatan atau tindak pidana yang dituduhkan kepadanya,
tidak boleh diadili dan atau dijatuhi putusan untuk kedua kalinya atau
lebih atas kejahatan atau tindak pidananya tersebut.
Maksud dari asas nebis in idem adalah bahwa seseorang tidak
boleh diadili dan atau dijatuhi putusan lebih dari satu kali atas suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
perbuatan yang dilakukan. Adapun dasar pertimbangan mengapa
seseorang tidak boleh diadili atau dijatuhi putusan lebih dari satu kali atas
satu perbuatan atau tindak pidana yang dilakukannya dikarenakan dia akan
sangat dirugikan dan terhadapnya tidak diberikan jaminan kepastian
hukum. Inti dari pada nebis in idem adalah suatu perkara pidana yang
sebelumnya telah pernah diputus oleh Hakim tidak boleh dilakukan
penuntutan dan persidangan kembali dengan perkara yang sama dan juga
dengan terdakwa / termohon yang sama. Dimana putusan sebelumnya
sudah tidak bisa diubah lagi serta telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap.
Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai
hukum positif yang berlaku di Negara Indonesia dalam ketentuan Pasal 76
KUHP secara tegas menyatakan terhadap diri terdakwa / termohon hanya
boleh diperbolehkan diperiksa sekali saja terhadap peristiwa pidana yang
dilakukan dan secara tegas Undang – Undang melarang terdakwa /
termohon untuk diperiksa dan disidangkan kembali untuk kedua kalinya
dengan peristiwa yang sama. Penerapan asas nebis in idem dalam perkara
praperadilan adalah mempunyai suatu tujuan tertentu. Adapun yang
merupakan suatu tujuan dari nebis in idem dalam perkara praperadilan
adalah :
1. Jangan sampai Pemerintah berulang – ulang membicarakan tentang
perkara praperadilan yang sama itu juga, sehingga dalam satu perkara
permohonan pemeriksaan praperadilan ada beberapa putusan – putusan
yang kemungkinan akan mengurangi kepercayaan rakyat terhadap
pemerintah.
2. Sekali orang / institusi sebagai terdakwa / termohon harus diberi
ketenangan hati janganlah orang dibiarkan terus – menerus dengan
perasaan terancam oleh bahaya permohonan pemeriksaan praperadilan
kembali dalam peristiwa yang sekali telah diputus.
Dengan demikian jelas bahwa tujuan penerapan asas nebis in idem
dalam perkara praperadilan maupun dalam perkara pidana adalah untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
memberikan perlindungan hukum terhadap diri termohon agar tidak dapat
dituntut dan disidangkan kembali dalam peristiwa dan perkara
praperadilan yang sama dan yang sebelumnya pernah diperiksa dan
diputus, serta untuk menghindari agar pemerintah tidak secara berulang –
ulang memeriksa perkara yang sudah diperiksa sebelumnya yang pada
akhirnya menimbulkan beberapa putusan yang berbeda – beda.
2. Kriteria Nebis In Idem yang digunakan Hakim praperadilan dengan
ketentuan Hukum yang berlaku.
Suatu perkara praperadilan yang disidangkan kembali baru dapat
dinyatakan sebagai perkara yang nebis in idem apabila telah memenuhi
syarat – syarat tertentu. Menurut M Yahya Harahap dalam bukunya
mengatakan bahwa unsur Nebis In Idem baru dapat dianggap melekat pada
suatu perkara dengan harus terpenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan
dalam Pasal 76 KUHP, yaitu :
a. Perkaranya telah diputus dan diadili dengan putusan positif.
Hal ini adalah syarat pertama terhadap suatu perkara telah diperiksa
materi perkaranya di sidang pengadilan, kemudian dari hasil
pemeriksaan tersebut Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan.
b. Putusan yang dijatuhkan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam perkara praperadilan ini, Hakim menggunakan kriteria nebis
in idem dalam putusan praperadilan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska
dengan menilai bahwa dalam perkara Permohonan Praperadilan Nomor :
05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik
subyek ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan sebelumnya, yaitu
perkara praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus
pada tanggal 09 Mei 2011ra/2011/PN Ska.
Bahwa selanjutnya, karena dalam perkara permohonan
praperadilan nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama
atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara praperadilan
nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus tanggal 09 Mei 2011
dan telah mempunyai kekuatan tetap, maka dengan pertimbangannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Hakim menyatakan nebis in idem. Adapun subyek dan obyeknya adalah :
Subyek : PEMERINTAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA c.q. KEJAKSAAN AGUNG RI c.q. KEJAKSAAN TINGGI
JAWA TENGAH c.q. KEJAKSAAN NEGERI SURAKARTA yang
berkedudukan di Jalan Kepatihan, Kota Surakarta, dahulu Termohon II
sekarang menjadi Termohon I, sedangkan PEMERINTAH NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA c.q. KEPOLISIAN DAERAH
JAWA TENGAH c.q. KEPOLISIAN RESOR KOTA SURAKARTA yang
berkedudukan di Jalan Adi Sucipto Kota Surakarta, dahulu Termohon I
sekarang menjadi Turut Termohon.
Obyek : menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan tindakan
Penghentian Penyidikan tidak sah karena tidak diikuti dengan permohonan
surat perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 ( dalam perkara Nomor :
04/Pid.Pra/2011/PN Ska ).
Bahwa atas dasar kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim
praperadilan dalam putusan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska, penulis
sependapat dengan hal tersebut. Karena menurut penulis kriteria nebis in
idem dalam putusan praperadilan tersebut telah sesuai dengan ketentuan
Hukum yang berlaku, yang dalam hal ini adalah menyangkut pada Pasal
76 KUHP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai dasar
pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang menyatakan suatu
perkara nebis in idem dalam putusan praperadilan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN
Ska, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Dasar pertimbangan Hakim pada putusan praperadilan nomor
05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan nebis in idem
Permohonan praperadilan dinyatakan nebis in idem karena pada dasarnya
Hakim praperadilan menilai bahwa apa yang dimohonkan sebelumnya
telah diperiksa dan telah diputus dengan Putusan Nomor :
04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011 dimana di dalam register
perkara tersebut tidak ada catatan banding sehingga putusan tersebut telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu Hakim juga menilai bahwa
pada dasarnya perkara Permohonan Praperadilan Nomor :
05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik
subyek ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan sebelumnya, yaitu
perkara praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus
pada tanggal 09 Mei 2011ra/2011/PN Ska.
Suatu permohonan Praperadilan dapat dinyatakan Ne bis in idem dalam hal
telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya yang memutus
perkara yang sama, dengan pihak yang sama, pada waktu dan tempat
kejadian yang sama ( tempus dan locus delicti-nya sama ).
2. Kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim dalam putusan nomor
05/Pid.Pra/2011/PN Ska adalah sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku
Dalam Pasal 76 KUHP, kriteria suatu perkara dinyatakan nebis in idem
adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
c. Perkaranya telah diputus dan diadili dengan putusan positif.
Hal ini adalah syarat pertama terhadap suatu perkara telah diperiksa
materi perkaranya di sidang pengadilan, kemudian dari hasil
pemeriksaan tersebut Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan.
d. Putusan yang dijatuhkan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam perkara praperadilan ini, Hakim menggunakan kriteria nebis
in idem dalam putusan praperadilan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska
dengan menilai bahwa dalam perkara Permohonan Praperadilan Nomor :
05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik
subyek ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan sebelumnya, yaitu
perkara praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus
pada tanggal 09 Mei 2011ra/2011/PN Ska.
B. Saran
Berdasar simpulan yang telah diuraikan, maka penulis menyarankan:
1. Para pencari keadilan yang akan mengajukan upaya hukum Praperadilan
hendaknya mempelajari dengan sungguh-sungguh terlebih dahulu
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di dalam KUHAP dan peraturan
perundangan yang berkaitan dengan hukum acara pidana. Itulah Hukum
positif, hukum yang berlaku saat ini dan yang menjadi acuan dalam
penegakan hukum.
2. Di sisi lain, para penegak hukum hendaknya lebih dapat memberikan
kepastian hukum dalam penyidikan perkara dan penuntutan perkara
pidana. Jika secara materiil penegak hukum telah menghentikan
penyidikan / penuntutan, maka secara formil harus dikeluarkan SP3,
kepastian hukum inilah yang dituntut oleh para pencari keadilan.