Kaidah Fiqih Yang Benar

download Kaidah Fiqih Yang Benar

of 19

Transcript of Kaidah Fiqih Yang Benar

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Kaidah-kaidah fiqh adalah suatu kebutuhan bagi kita semua khususnya mahasiswa fakultas syariah. Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu Kaidah - Kaidah Fiqih. Maka dari itu, kami selaku penulis mencoba untuk menerangkan tentang kaidah-kaidah fiqh, mulai dari pengertian, sejarah, perkembangan dan beberapa urgensi dari kaidah-kaidah fiqh.

Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah yang menguasai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh, dan lebih arif di dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politin, budaya dan lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat.

Para fuqoha pada umumnya memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan kaidah fiqhi ialah hukum kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagiannya atau cabang-cabangnya. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa setiap qidah fiqhiyyah telah mengatur dan menghimpun beberapa banyak masalah fiqh dari berbagai bab dan juga diketahui bahwa para fuqoha telah benar-benar mengembalikan masalah-masalah hukum fiqh kepada kaidah-kaidahnya.B. Rumusan Masalah1. Apakah pengertian kaidah kaidah fiqih ?

2. Apa Perbedaan Kaidah-kaidah fikih dengan ilmu lainya ?3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Kaidah - Kaidah Fiqih ?4. Bagaimana Pembagian Kaidah - Kaidah Fiqh ?5. Apa Manfaat Kaida-Kaidah Fiqh ?6. Apa Urgensi Kaidah - Kaidah Fiqih ?7. Apa Kedudukan Kaidah - Kaidah Fiqih ?8. Apa Kitab - Kitab Kaidah Kaidah Fikih Tiap Madzhab Fiqih ?C. Tujuan1. Mengetahui pengertian kaidah kaidah fiqih 2. Mengetahui Perbedaan Kaidah-kaidah fikih dengan ilmu lainya 3. Agar bisa mengetahui Sejarah Perkembangan Kaidah - Kaidah Fiqih 4. Bisa mengetahui Pembagian Kaidah - Kaidah Fiqh 5. Untuk mengetahui Manfaat Kaida-Kaidah Fiqh 6. Mengetahui Urgensi Kaidah - Kaidah Fiqih 7. Agar bisa mengetahui Kedudukan Kaidah - Kaidah Fiqih 8. Mengetahui Kitab - Kitab Kaidah Kaidah Fikih Tiap Madzhab Fiqih BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian Kaidah FiqihSecara etimologi, arti qaidah adalah asas (dasar), yaitu yang menjadi dasar berdirinya sesuatu. Bisa juga diartikan dasar sesuatu dan fondasinya (pokoknya). (Al-Asfahani: 409, Az-Jaidy:171)Menurut istilah ahli ushul yang biasa dipakai oleh kebanyakan ulama, kaidah kiadah fiqih yaitu: hukum yang biasa berlaku yang bersesuaian dengan sebagian besar bagian-bagiannya

Menurut istilah atau terminologi, ulama ushul membuat beberapa definisi, sebagaimana ditulis dalam beberapa kitab di bawah ini:1 Dalam kitab At-Tarifat, yang artinya Ketentuan universal yang bersesuaian dengan bagian-bagiannya (juz-juznya).2 Dalam kitab Syarah Jamu al-Jawami, yang artinya Kete3 Dalam kitab At-Talwih ala at-Taudih, yang artinya Hukum universal (kulli) yang bersesuaian dengan bagiannya, dan bisa diketahui hukumnya.4 Dalam kitab Al-Ashbah wa An-nadzair, yang artinya Ketentuan universal yang bisa bersesuaian dengan bagian-bagiannya serta bisa di fahami hukumnya dari perkara tersebut.5 Dalam kitab Syarh Mukhtashor al-Raudah fi Ushul Fiqh, yang artinya Ketentuan universalyang bisa menemukan bagian-bagiannya melalui penalaran.

B. Perbedaan Kaidah-kaidah fikih dengan ilmu lainya1. Dhawabith Fiqiyah Dhabith al-fiqiyah memiliki ruang lingkup dan cakupan lebih sempit dari pada al-qawaid al-fiqiyah, dhabith ini ruang lingkupnya hanya betlaku dibidang fiqih jinayah, dan hanya berlaku bagi anak-anak yang belum dewasa, maksudnya apabila anak yang belum dewasa melakukan kejahatan dengan sengaja, maka hukumanya tidak sama dengan hukuman yang diancam kepada orang dewasa, kalau diberikan hukuman maka hukumannya hanya bersifat pendidikan. Sebab kejahatan yang dia lakukan dengan sengaja, harus dianggap suatu kesalahan oleh hakim bukan suatu kesengajaan.

Pada dasarnya qaidah semakna dengan dhabith (bentuk jamanya : dhawabith), namun pada prakteknya para ulama membedakan antara qawaid fiqhiyyah dengan dhwabith fiqhiyyah. Qawaid Fiqhiyyah mencakup berbagai cabang dan masalah dalam bab-bab fiqh yang berbeda- beda, seperti qaidah yang mencakup bab ibadah, jinayat, jihad, sumpah, dsb. Sementara dhawabith fiqhiyyah mencakup berbagai cabang dan masalah dalam satu bab fiqh saja. Contoh : (seorang wanita tidak boleh melakukan shaum sunnah kecuali seizin suaminya atau suaminya (dalam perjalanan ) As-Sayuthi berkata :...Karena sesungguhnya qaidah menghimpun cabang-cabang dari berbagai bab yang berbeda-beda, sedangkan dhabith menghimpun cabang-cabang dari satu bab saja. 2. Nadhariyah fiqiyah (theory) berasal dari secara bahasa/ etimologi: mengangan-angan sesuatu dengan mata (tamulus syai bi al ain), sedangkan adalah hasil dari apa yang di angan-angankan tersebut, seperti halnya mengangan-angankanya akal yang mengatakan bahwa alam adalah sesuatu yang baru. Akan tetapi sebagian ulama fuqaha kontemporer mengatakan: bahwa Nadhariyah amah muradif (sinonim, satu arti) dengan Qawaidh al Fiqhiyah, yang termasuk dalam golongan ini adalah Syekh Muhammad Abu Zahra sebagaimana yang di jelaskan dalam Usul Fiqh. Atau Nadhariyah Fiqhiyah juga bisa didefinisikan denganMaudhu-maudhu fiqih atau maudhu yang memuat masalah-masalah fiqhiyah atau qadhiyah fiqhiyah. Hakikatnya adalah rukun, syarat dan hukum yang menghubungkan fiqih, yang menghimpun satu maudhu yang bisa di gunakan sebagai hukum untuk semua unsur yang ada. Seperti: Nadhariyah milkiyah, nadhariyah aqad, nadhariyah itsbat dan yang lainya. Sebagai bentuk aplikasi dari contoh nadhariyah itsbat (penetapan) dalam an fiqih al jinai al islami (pidana islam) ini terdiri dari beberapa unsur, yaitu: hakikat itsbat (penetapan), syahadah (saksi), syarat-syarat saksi, mekanisme saksi, pembelaan, tanggung jawab saksi, ikrar (pengakuan), qarinah (bukti), khibrah (keahlian), malumat qadhi (informasi, data, fakta qadhi), kitabah (pencatatan), yamin (sumpah), qasamah, dan juga lian.Perbedaan yang mendasar antara keduanya (Qaidah fiqhiyah dan Nadhariyah fiqhiyah) adalah :1) Qaidah fiqhiyah Mengandung hukum fiqh di dalamnya , seperti qaidah qaidah ini mengandung hukum fiqih di setiap masalah yang berkaitan dengan maslah yakin dan syak dan ini berbeda dengan Nadhariyah fiqhiyah: dia tidak mengandung/ memuat hukum fiqih di dalamnya, seperti nadhariyat milk, fasakh, buthlan.2) Qaidah fiqhiyah tidak mengandung rukun dan syarat, lain halnya dengan nadhariyah fiqhiyah yang pasti lekat dengan rukun dan syarat.Di bawah ini contoh2 qawaid fiqhiyah yang berbeda furu (cabang), juz (bagian) dan juga atsar (pengaruhnya 3. Qawaid UshuliyyahOrang yang pertama kali membedakan antara Qaidah Usuliyah dan Qaidah Fiqhiyah adalah Imam Syihabuddin Al Qarafi, sebagaimana yang telah di singgung dalam muqaddimah Al Furuq sebagaimana berikut:Sesungguhnya syariat Muhammad yang mulia-semoga Allah senantiasa menambahkan keagungan dan kemulianya- memuat asal dan furu, sedangkan usulnya terbagi menjadi dua bagian:1) Usul fiqhBiasanya yang terdapat dalam usul fiqh adalah qawaid ahkam (qawaid hukum) yang bersumber dari lafaz-lafaz bahasa arab khassah (yang khusus) dan apa yang di pertentangkan terhadap lafadz-lafadz, baik nasakh, tarjih. Seperti: amar (perintah) menunjukan wajib, dan nahy (larangan) menunjukan haram.dan lain sebagainya.2) Qawaid fiqh kulliyahbanyak jumlahnya, di dalamnya tersimpan rahasia-rahasia syara dan hukumnya, setiap qaidah furu dalam syariah sangat banyak dan tak terhingga, dan semua pembahasan ini tidak di jelaskan dalam usul fiqh.

C. Sejarah Perkembangan Kaidah - Kaidah FiqihSejarah perkembangan dan penyusunan Kaidah - Kaidah Fiqih diklarifikasikan menjadi 3 fase, yaitu :1. Fase pertumbuhan dan pembentukanMasa pertumbuhan dan pembentukan berlangsung selama tiga abad lebih.Dari zaman kerasulan hingga abad ke-3 hijrah. Periode ini dari segi pase sejarahhukumi islam, dapat dibagi menjadi tiga zaman Nabi muhammad SAW, yang berlangsung selama 22 tahun lebih (610-632 H / 12 SH-10 H), dan zaman tabiin serta tabi tabiin yang berlangsung selama 250 tahun (724-974 M / 100-351 H). Tahun 351 H / 1974 M, dianggap sebagai zaman kejumudan, karena tidak ada lagi ulama pendiri maazhab. Ulama pendiri mazhab terakhir adalah Ibn Jarir al-Thabari (310 H / 734 M), yang mendirikan mazhab jaririyah.Dengan demikian, ketika fiqh telah mencapai puncak kejayaan, kaidah fiqh baru dibentuk dab ditumbuhkan. Ciri-ciri kaidah fiqh yuang dominan adalah Jawami al-Kalim (kalimat ringkas tapi cakupan maknnya sangat luas). Atas dasar ciri dominan tersebut, ulama menetapkan bahwa hadits yang mempunyai ciri-ciri tersebut dapat dijadikan kaidah fiqh. Oleh karena itulah periodesasi sejarah kaidah fiqih dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW.Sabda Nabi Muhammad SAW, yang jawami al-Kalim dapat ditinjau dari dua segi, yaitu : Segi sumber : Ia adalah hadits, oleh karena itu, ia menjadi dalil hukum islam yang tidak mengandung al-Mustasnayat Segi cakupan makna dan bentuk kalimat : Ia dikatakan sebagai kaidah fiqh karena kalimatnya ringkas, tapi cakupan maknanya luas.Beberapa sabda Nabi Muhammad SAW yang dianggap sebagai kaidah fiqh, yaitu :pajak itu disertai imbalan jaminanTidak boleh menyulitkan (orang lain) dan tidak boleh dipersulitkan (oleh orang lain) Demikian beberapa sabda Nabi Muhammad SAW, yang dianggap sebagai kaidah fiqh. Generasi berikutnya adalah generasi sahabat, sahabat berjasa dalam ilmu kaidah fiqh, karena turut serta membentuk kaidah fiqh. Para sahabat dapat membentuk kaidah fiqh karena dua keutamaan, yaitu mereka adalah murid Rasulullah SAW dan mereka tahu situasi yang menjadi turunnya wahyu dan terkadang wahyu turun berkenaan dengan mereka.Generasi berikutnya adalah tabiin dan tabi tabiin selama 250 tahun. Diantara ulama yang mengembangkan kaidah fiqh pada generasi tabiin adalah Abu Yusuf Yakub ibn Ibrahim (113-182), dengan karyanya yang terkenal kitab Al-Kharaj, kaidah-kaidah yang disusun adalah :Harta setiap yang meninggal yang tidak memiliki ahli waris diserahkan ke Bait al- mal Kaidah tersebut berkenaan dengan pembagian harta pusaka Baitul Mal sebagai salah satu lembaga ekonomi umat Islamdapat menerima harta peninggalan (tirkah atau mauruts), apbila yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris.Ulama berikutnya yang mengembangkan kaidah fiqh adalah Imam Asy-Syafii, yang hidup pada fase kedua abad kedua hijriah (150-204 H), salah satu kaidah yang dibentuknya, yaitu :Sesuatu yangh dibolehkan dalah keadaan terpaksa adalah tidak diperbolehkan ketika tidak terpaksaUlama berikutnya yaitu Imam Ahmad bin Hambal (W. 241 H), diantara kaidah yang dibangun oleh Imam Ahmad bin Hambal, yaitu Setiap yang dibolehkan untuk dijual, maka dibolehkan untuk dihibahkan dan digadaikan2. Fase perkembangan dan kodifikasiDalah sejarah hukum islam, abad IV H, dikenal sebagai zaman taqlid. Pada zaman ini, sebagian besar ulama melakukan tarjih (penguatan-penguatan) pendapat imam mazhabnya masing-masing. Usaha kodifikasi kaidah-kaidah fiqhiyah bertujuan agar kaidah-kaidah itu bisa berguna bagi perkembangan ilmu fiqh pada masa-masa berikutnya.Pada abad VIII H, dikenal sebagai zaman keemasan dalam kodifikasi kaidah fiqh, karena perkembangan kodifikasi kaidah fiqh begitu pesat. Buku-buku kaidah fiqh terpenting dan termasyhur abad ini adalah : Al-Asybah wa al-Nazhair, karya ibn wakil al-Syafii (W. 716 H) Kitab al-Qawaid, karya al-Maqarri al-maliki (W. 750 H) Al-Majmu al-Mudzhab fi Dhabh Qawaid al-Mazhab, karya al-Alai al-Syafii (W. 761 H) Al-Qawaid fi al-Fiqh, karya ibn rajab al-Hambali (W. 795 H)3. Fase kematangan dan penyempurnaan

Abad X H dianggap sebagai periode kesempurnaan kaidah fiqh, meskipun demikian tidak berarti tidak ada lagi perbaikan-perbaikan kaidah fiqh pada zaman sesudahnya. Salah satu kaidah yang disempurnakan di abad XIII H adalahseseorang tidak dibolehkan mengelola harta orang lain, kecuali ada izin dari pemiliknyaKaidah tersebut disempurnakan dengan mengubah kata-kata idznih menjadi idzn. Oleh karena itu kaidah fiqh tersebut adalah :seseorang tidak diperbolehkan mengelola harta orang lain tanpa izinD. Pembagian Kaidah - Kaidah FiqhCara membedakan sesuatu dapat dilakukan dibeberapa segi :1. Segi fungsiDari segi fungsi, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sentral dan marginal. Kaidah fiqh yang berperan sentral, karena kaidah tersebut memiliki cakupan-cakupan yang begitu luas. Kaidah ini dikenal sebagai al-Qawaid al-Kubra al-Asasiyyat, umpamanya :Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukumkaidah ini mempunyai beberapa turunan kaidah yang berperan marginal, diantaranya :Sesuatu yang dikenal secara kebiasaan seperti sesuatu yang telah ditentukan sebagai syaratSesuatu yang ditetapkan berdasarkan kebiasaan seperti ditetapkan dengan naskhDengan demikian, kaidah yang berfungsi marginal adalah kaidah yang cakupannya lebih atau bahkan sangat sempit sehingga tidak dihadapkan dengan furu

2. Segi mustasnayatDari sumber pengecualian, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : kaidah yang tidak memiliki pengecualian dan yang mempunyai pengecualian.Kaidah fiqh yang tidak punya pengecualian adalah sabda Nabi Muhammad SAW. Umpamanya adalah :Bukti dibebankan kepada penggugat dan sumpah dibebankan kepada tergugatKaidah fiqh lainnya adalah kaidah yang mempunyai pengecualian kaidah yang tergolong pada kelompok yang terutama diikhtilafkan oleh ulama.3. Segi kualitasDari segi kualitas, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu : Kaidah kunciKaidah kunci yang dimaksud adalah bahwa seluruh kaidah fiqh pada dasarnya, dapat dikembalikan kepada satu kaidah, yaitu :Menolak kerusakan (kejelekan) dan mendapatkan maslahatKaidah diatas merupakan kaidah kunci, karena pembentukan kaidah fiqh adalah upaya agar manusia terhindar dari kesulitan dan dengan sendirinya ia mendapatkan kemaslahatan. Kaidah asasiAdalah kaidah fiqh yang tingkat kesahihannya diakui oleh seluruh aliran hukum islam. Kaidah fiqh tersebut adalah :Perbuatan / perkara itu bergantung pada niatnyaKenyakinan tidak hilang dengan keraguanKesulitan mendatangkan kemudahanAdat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum Kaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunniKaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunni adalah majallah al-Ahkam al-Adliyyat, kaidah ini dibuat di abad XIX M, oleh lajnah fuqaha usmaniah.E. Manfaat Kaida-Kaidah FiqhManfaat dari kaidah Fiqh (Qawaidul Fiqh) adalah :1. Dengan kaidah-kidah fiqh kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh2. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih mudah menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi3. Dengan kaidah fiqh akan lebih arif dalam menerapkan materi-materi dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adapt yang berbeda4. Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh yang diciptakan oleh Ulama, pada dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan sebenarnya mengikuti al-Quran dan al-Sunnah, meskipun dengan cara yang tidak langsungMenurut Imam Ali al-Nadawi (1994)1. Mempermudah dalam menguasai materi hokum2. kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang banyak diperdebatkan3. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq) dan takhrij untuk memahami permasalahan-permasalahnan baru.4. mempermudah orang yang berbakar fiqh dalam mengikuti (memahami) bagian-bagian hokum dengan mengeluarkannya dari tema yang berbeda-beda serta meringkasnya dalam satu topic5. Meringkas persoalan-persoalan dalam satu ikatan menunjukkan bahwa hokum dibentuk untuk menegakkan maslahat yang saling berdekatan atau menegakkan maslahat yang lebih besar6. Pengetahuan tentang kaidah fiqh merupakan kemestian karena kaidah mempermudah cara memahami furu yang bermacam-macamF. Urgensi Kaidah - Kaidah FiqihKaidah fiqh dikatakan penting dilihat dari dua sudut :1. Dari sudut sumber, kaidah merupakan media bagi peminat fiqh Islam untuk memahami dan menguasai muqasid al-Syariat, karena dengan mendalami beberapa nashsh, ulama dapat menemukan persoalan esensial dalam satu persoalan2. Dari segi istinbath al-ahkam, kaidah fiqh mencakup beberapa persoalan yang sudah dan belum terjadi. Oleh karena itu, kaidah fiqh dapat dijadikan sebagai salah satu alat dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi yang belum ada ketentuan atau kepastian hukumnya.Abdul Wahab Khallaf dalam ushul fiqhnya bertkata bahwa hash-nash tasyrik telah mensyariatkan hokum terhadap berbagai macam undang-undang, baik mengenai perdata, pidana, ekonomi dan undang-undang dasar telh sempurna dengan adanya nash-nash yang menetapkan prinsip-prinsip umum dan qanun-qanun tasyrik yang kulli yang tidak terbatas suatu cabang undang-undang.

Karena cakupan dari lapangan fiqh begitu luas, maka perlu adanya kristalisasi berupa kaidah-kaidah kulli yang berfungsi sebagai klasifikasi masalah-masalah furu menjadi beberapa kelompok. Dengan berpegang pada kaidah-kaidah fiqhiyah, para mujtahid merasa lebih mudah dalam mengistinbathkan hukum bagi suatu masalah, yakni dengan menggolongkan masalah yang serupa di bawah lingkup satu kaidah.Selanjutnya Imam Abu Muhammad Izzuddin ibnu Abbas Salam menyimpulkan bahwa kaidah-kaidah fiqhiyah adalah sebagai suatu jlan untuk mendapatkan suatu kemaslahatan dan menolak kerusakan serta bagaimana menyikapi kedua hal tersebut. Sedangkan al-Qrafy dalam al-Furuqnya menulis bahwa seorang fiqh tidak akan besar pengaruhnya tanpa berpegang pada kaidah fiqhiyah, karena jika tidak berpegang paa kaidah itu maka hasil ijtihatnya banyak pertentangan dan berbeda antara furu-furu itu. Dengan berpegang pada kaidah fiqhiyah tentunya mudah menguasai furunya dan mudah dipahami oleh pengikutnya.G. Kedudukan Kaidah - Kaidah FiqihKaidah fiqh dibedakan menjadi dua, yaitu

1. Kaidah fiqh sebagai pelengkap, bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil setelah menggunakan dua dalil pokok, yaitu al-Quran dan sunnah. Kaidah fiqh yang dijadikan sebagai dalil pelengkap tidak ada ulama yang memperdebatkannya, artinya ulama sepakat tentang menjadikan kaidah fiqh sebagai dalil pelengkap.2. Kaidah fiqh sebagai dalil mandiri, bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil hukumyang berdiri sendiri, tanpa menggunakan dua dalil pokok. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan kaidah fiqh sebagai dalil hokum mandiri. Imam al-Haramayn al-Juwayni berpendapat bahwa kaidah fiqh boleh dijadikan dalil mandiri.Namun al_Hawani menolak pendapat Imam al-Haramayn al-juwayni. Menurutnya, menurut al-Hawani, berdalil hanya dengan kaidah fiqh tidak dibolehkan. Al-Hawani mengatakan bahwa setiap kaidah bersifat pada umumnya, aglabiyat, atau aktsariyat. Oleh karena itu, setiap kaidah mempunyai pengecualian-pengecualian. Karena memiliki pengecualian yang kita tidak mengetahui secara pasti pengecualian-pengecualian tersebut, kaidah fiqh tidak dijadikan sebagai dalil yang berdiri sendiri merupakan jalan keluar yang lebih bijak.Kedudukan kaidah fiqh dalam kontek studi fiqh adalah simpul sederhana dari masalah-masalah fiqhiyyat yang begitu banyak. Al-syaikh Ahmad ibnu al-Syaikh Muhammad al-Zarqa berpendapat sebagai berikut : kalau saja tidak ada kaidah fiqh ini, maka hukum fiqh yang bersifat furuiyyat akan tetap bercerai berai.Dalam kontek studi fiqh, al-Qurafi menjelaskan bahwa syarah mencakup dua hal : pertama, ushul; dan kedua, furu, Ushul terdiri atas dua bagian, yaitu ushul al-Fiqh yang didalamnya terdapat patokan-patokan yang bersifat kebahasaan; dan kaidah fiqhyang di dalamnya terdapat pembahasan mengenai rahasia-rahasia syariah dan kaidah-kaidah dari furu yang jumlahnya tidak terbatas.H. Kitab - Kitab Kaidah Kaidah Fikih Tiap Madzhab Fiqih

1. Kitab-kitab Kaidah Fikih Mazhab Hanafi Ushul al-Karkhi (260-340 H) yang lebih dikenal dengan Abu Hasan al-Karkhi yang di dalamnya memuat 37 kaidah fikih. Tasis al-Nazhar, karangan Abu Zaid al-Dabusi (w. 430 H). Di dalam kitab tersebut dicantumkan 86 kaidah fikih. Al-Asybah wa al-Nazhair, karangan Ibnu Nuzaim (w. 970 H). Nama lengkapnya Zain al-Din bin Ibrahim bin Muhammad, terkenal dengan nama Ibnu Nuzaim al-Hanafi al Mishri, terdapat 25 kaidah. Majami al-Haqaiq, karangan Abi said al-Khadimi seorang fakih mazhab Hanafi yang memuat 154 kaidah. Kaidah-kaidah fikihnya disusun berdasarkan abjad huruf Hijaiyah.2. Kitab-kitab Kaidah fikih Mazhab Maliki Ushul al-Futiya fi al-Fiqh ala Mazhab al-Imam Malik, karangan Ibnu Haris al-Husyni (w.361 H) meskipun dalam kitab ini lebih banyak dhabith daripada kaidah fikih. Al-Furuq, karangan al-Qurafi (w. 684 H), nama lengkapnya, Abu Abbas Ahmad bin Idris bin Abdurahman Syihabuddin al-Qurafi. Dalam kitab ini tercantum tidak kurang dari 548 kaidah, meskipun al-Qurafi mencampurkan antara kaidah, clhabith, bahkan bahasan fikih, misalnya, perbedaan antara khiyar Majelis dan khiyar syarat disebut kaidah. Al-Qawaid, karangan al-Maqari (w. 758 H) nama lengkapnya Muhammad bin Muhammad bin Ahmad, kitab ini memuat kurang lebih 100 kaidah. Idhah al-Masalik ila Qawaid al-Imam Malik, karangan al-Winsyarisi (w. 914 H), nama lengkapnya Ahmad bin Yahya bin Muhammad, kitab tersebut mengandung 118 kaidah 3. Kitab-kitab Kaidah Fikih Mazhab al-Syafii Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, karangan Izzuddin bin Abd al-Salam (577-660 H) yang digelari dengan Sultlian al-Ularna. Kitab ini mengembalikan seluruh kaidah kepada jalb al-mashalih wa dafu al-mafasid (meraih maslahat danmenolak mafsadah). Hukum mubah, sunnah dan wajib adalah maslahat sedangkan makruh dan haram hukumnya mafsadah. Al-Asybah wa al-Nazhair (w. 716 H), karangan Ibnu al-Wakil, nama lengkapnya Abdullah bin al-Murahili. Al-Majmu al-Mudzhabfi Qawaid al-Mazliab, karangan Abu Said al-Alai (w. 761 H), sering pula disebut Shalahuddin. Al-Mansurfi Tartib al-Qawaid al-Fiqhiyah atau al-Qawaid fi al Furu, karangan al-Zarkasyi (w. 794 H). Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Bahadur bin Abdullah Badrudin al-Mishri al-Zarkasyi. Kitab ini menghimpun sekitar 100 kaidah, yang dirinci dengan dhabith-nya. Kitab ini kemudian diberi syarah komentar) oleh Sirajuddin Al-Ibadi (947 H). Al-Asybah wa al-Nazhair, karangan Imam al-Sayuthi (w. 911 H). Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman bin Abi Bakar bin Muhammad, yang diberi gelar Jalaluddin dan terkenal dengan nama al-Sayuthiy al-Syafii. Dimulai dengan menjelaskan lima kaidah pokok, kemudian dijelaskan kaidah-kaidah fikih yang masih diikhtilafkan ulama yang terdiri dari 20 kaidah. Al-lstighna fi al-Farqi wa al-lstitsna, karangan Badrudin al-Bakri. Dalam kitab tersebut dijelaskan tentang kaidah dan dhabith-nya serta kekecualiannya, yaitu masalah fikih yang tidak termasuk di dalam kaidah atau dhabith tersebut. 4. Kitab-kitab Kaidah Fikih Mazhab Hanbali Al-Uddah fi Ushul Al-Fiqh, disusun oleh Abu Yala Al-Farra Al-Hanbali (380 H- 458 H). Raudah Al-Nazir wa Jannah Al-Munazir, disusun oleh Muwaffaq Al-Dien Ibnu Qudamah Al-Maqdisi (541 H 620 H). Al-Musawwadah fi Ushul Al-Fiqh, disusun oleh tiga orang ulama besar penganut mazhab Hanbali, yaitu Syeikh Al-Islam Majd Al-Dien Abu Barakat Al-Harrani, kemudian diteruskan dan ditambahkan oleh putranya Syihab Al-Dien Abu Abdul Halim (627 H 682 H) , dan diteruskan oleh cucunya Taqiy Al-Dien Ibnu Taimiyah (661 H- 728 H). Alam Al-Muwaqqiin an Rabb Al-Alamin, disusun oleh Imam Syams Al-Dien Abu Bakr yang terkenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jawziyah (691 H751 H).BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kaidah-kaidah fiqh ituterdiri dari banyak pengertian, karena kaidah itu bersifat menyeluruh yang meliputi bagian-bagiannya dalam arti bisa diterapkan kepada juziyatnya (bagian-bagiannya)2. Salah satu manfaat dari adanya kaidah fiqh, kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dam kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalahfiqh.3. Adapun kedudukan dari kaidah fiqh itu ada dua, yaitu : Sebagai pelengkap, bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil setelah menggunakan dua dalil pokok, yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Sebagai dalil mandiri, bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil hukum yang berdiri sendiri, tanpa menggunakan dua dalil pokok.B. SaranPenyusun makalah ini hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan buku referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami masalah Kaidah Kaidah Fiqih, agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih komplit, tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja. DAFTAR PUSTAKADjazuli, HA, 2006, Kaidah-kaidah fiqh, Jakarta : kencanaMujib, Abdul, 1978, Al-Qawaidul Fiqhiyah, Malang : Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan AmpelUsman, Muslih, 1999, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta : Rajawali PersArifin, Miftahul, Ushul Fiqh : Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam, Surabaya: Citra Media, 1997Bakry, Nazar, Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.http://theisol.blogspot.com/2013/06/qawaidul-fiqhiyah-kaidah-kaidah-fiqh.html di akses pada tanggal 22 Maret 2014 Jam 15.30 wib

http://robidarmawan.blogspot.com/2010/10/makalah-kaidah-fiqih.html di akses pada tanggal 23 Maret 2014 Jam 16.00 Wib

http://ilmuberkah.wordpress.com/2011/05/01/makalah-kaidah-kaidah-fiqh/ di akses pada tanggal 23 Maret 2014 jam 17.00 Wib

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji-pujian bagi Allah pemelihara sekalian alam. Tak lupa shalawat serta salam senangtiasa tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW atas keluarganya, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Puji syukur kita panjantkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, taufik, inayah serta hidayahnya kepada kita sehingga dapat menyelesaikan makalah ini:Kami juga berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi sahabat-sahabat dan mudah-mudahan dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan keberhasilan belajar pada masa yang akan datang.Tiada gading yang tak retak, tiada kesempurnaan kecuali hanya milik Allah semata. Dengan senang hati kami, penulis menanti kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini.Akhir kata, semoga rahmat Allah SWT dan berkah-Nya senangtiasa tercurahkan kepada kita semua.Amiin.DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISI iiBAB I PENDAHULUAN1A. Latar Belakang1B. Rumusan Masalah1C. Tujuan 2BAB II PEMBAHASAN3A. Pengertian kaidah kaidah fiqih 3B. Perbedaan Kaidah-kaidah fikih dengan ilmu lainya 4C. Sejarah Perkembangan Kaidah - Kaidah Fiqih 6D. Pembagian Kaidah - Kaidah Fiqh 9E. Manfaat Kaida-Kaidah Fiqh 10F. Urgensi Kaidah - Kaidah Fiqih 11G. Kedudukan Kaidah - Kaidah Fiqih 12H. Kitab - Kitab Kaidah Kaidah Fikih Tiap Madzhab Fiqih 13BAB III PENUTUP16A. Kesimpulan16B. Saran16DAFTAR PUSTAKA

Abd . Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah : Jakarta, Hal. 13

Mukhlis Usman, Kaidah-kaidah ushuliyah dan fiqhiyah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), cet. 3, hlm. 105

Nashr farid Muhammad Washil, Abdul Aziz, Qawaid Fiqiyah, (Jakarta: Amzah cet ke-2, 2009), hal 2-3

HYPERLINK "http://wildaznov11.blogspot.com/2010/01/qawaid-fiqhiyah.html" http://wildaznov11.blogspot.com/2010/01/qawaid-fiqhiyah.html (Online pada tgl 24/03/2014) di unduh jam 14.00 wib

Jaih Mubarok, Kaidah Fiqih, (jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002), h. 157

HYPERLINK "http://moenawar.multiply.com/journal/item/10" http://moenawar.multiply.com/journal/item/10

Prof. H. A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah praktis, Jakarta: Kencana, 2006. Cet 1. Halm 5.