k3

18
PRINSIP-PRINSIP JESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PERKEBUNAN PRINSIP-PRINSIP JESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PERKEBUNAN Isu Keselamatan dan kesehatan kerja (selanjutnya disingkat K-3) merupakan masalah penting dalam dunia perburuhan. Selain sebagai hak dasar buruh, K-3 penting karena pihak yang berkaitan dengan masalah tersebut harus berusaha untuk mengurangi kemungkinan resiko dan bahaya dalam bekerja (aspek preventif), memungkinkan tercapainya pengobatan (aspek kuratif) dan pemulihan kesehatan (aspek rehabilitatif) bagi buruh khususnya mereka yang mengalami kecelakaan kerja. Hal ini tercapai apabila prinsip-prinsip berhubungan dengan hak dan kewajiban pemerintah, pengusaha dan pihak buruh diterapkan secara baik. Secara normatif menyangkut aspek regulasi dan pengawasan mempunyai kerangka perundang-undangan, kebijakan, peraturan- peraturan dan tugas-tugas operasional yang terdefenisikan secara jelas serta otoritas dan kompetensi kelembagaan pengawas yang bertujuan mendukung upaya-upaya pengusaha dan pekerja memperbaiki tingkat K-3. Managemen perusahaan perkebunan yang berusaha keras mematuhi semua hukum, peraturan dan kode etik yang relevan dengan K-3, mensosialisasikan, mengidentifikasi potensi bahaya dan pengaruhnya terhadap K-3 memastikan bahwa mereka berusaha mengurangi bahaya (resiko kerja), yang terimplementasikan dalam kebijakan penanggulangan K-3 yang tersistematisir dalam managemen perusahaan. Buruh harus bekerjasama erat dengan pengusaha dan otoritas pengawas regulasi mempromosikan keselamatan

Transcript of k3

PRINSIP-PRINSIP JESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PERKEBUNAN

PRINSIP-PRINSIP JESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PERKEBUNAN

Isu Keselamatan dan kesehatan kerja (selanjutnya disingkat K-3) merupakan masalah penting dalam dunia perburuhan. Selain sebagai hak dasar buruh, K-3 penting karena pihak yang berkaitan dengan masalah tersebut harus berusaha untuk mengurangi kemungkinan resiko dan bahaya dalam bekerja (aspek preventif), memungkinkan tercapainya pengobatan (aspek kuratif) dan pemulihan kesehatan (aspek rehabilitatif) bagi buruh khususnya mereka yang mengalami kecelakaan kerja.Hal ini tercapai apabila prinsip-prinsip berhubungan dengan hak dan kewajiban pemerintah, pengusaha dan pihak buruh diterapkan secara baik. Secara normatif menyangkut aspek regulasi dan pengawasan mempunyai kerangka perundang-undangan, kebijakan, peraturan-peraturan dan tugas-tugas operasional yang terdefenisikan secara jelas serta otoritas dan kompetensi kelembagaan pengawas yang bertujuan mendukung upaya-upaya pengusaha dan pekerja memperbaiki tingkat K-3.Managemen perusahaan perkebunan yang berusaha keras mematuhi semua hukum, peraturan dan kode etik yang relevan dengan K-3, mensosialisasikan, mengidentifikasi potensi bahaya dan pengaruhnya terhadap K-3 memastikan bahwa mereka berusaha mengurangi bahaya (resiko kerja), yang terimplementasikan dalam kebijakan penanggulangan K-3 yang tersistematisir dalam managemen perusahaan.Buruh harus bekerjasama erat dengan pengusaha dan otoritas pengawas regulasi mempromosikan keselamatan kerja. Para buruh/ pekerja melalui wakil mereka mempunyai hak dan tugas berperan serta dalam semua hal yang terkait dengan K-3, mencakup hak untuk memperoleh informasi yang tepat dan menyeluruh dari pengusaha tentang resiko, memperhatikan tindakan dan kelalaian mereka di tempat kerja, memelihara alat kerja dan pelindung kerja, melaporkan bila buruh percaya bahwa pelindung K-3 yang disediakan perusahaan tidak sesuai atau tidak cukup atau percaya bahwa pengusaha mereka gagal memenuhi ketentuan hukum, aturan dan prosedur kode praktek K-3 dan membawa masalah ke tingkat pengawas ketenagakerjaan atau badan lain yang berkompeten, serta pekerja mempunyai hak untuk pemeriksaan kesehatan tanpa dipungut biaya dan penanggulangan apabila oleh kondisi tertentu dalam kerja menyebabkan gangguan kesehatan dan atau kecelakaan kerja.Namun realitas tidak seperti yang diharapkan di atas. Kasus-kasus yang berkaitan dengan K3 masih tinggi. Secara nasional dilaporkan ada 38 orang per hari

meninggal dunia akibat kecelakan kerja. Sementera di Sumatera Utara 1 orang per hari meninggal dunia, 7 orang cacat dan 5 orang cacat total (Medan Bisnis, 12/2-2007).Data tersebut menunjukkan masalah K-3 sebagai isu perburuhan masih relevan dipersoalkan. Hal ini berarti bahwa sistem K-3 belum berjalan dengan baik. Pihak yang mempunyai otoritas atas aspek regulasi dan pengawasan belum menegakkan pengawasan dan sanksi tegas terhadap pengusaha yang tidak mematuhi aturan-aturan, code etik yang berkaitan dengan K-3. Pada hal amanat UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sudah mengatur syarat-syarat pelaksanaan K-3 berikut sanksi bagi perusahaan yang tidak melaksanakanya.Demikian juga pihak pengusaha belum melihat K3 sebagai budaya kerja beradap. Sikap sebagian perusahaan masih memiliki persepsi yang keliru tentang program K-3 yakni semata-mata dilihat dalam perspektif biaya yang membebani perusahaan. Pada hal mengeluarkan biaya untuk sosialisasi dan pembelian alat-alat kerja, pelindung kerja, pelatihan-pelatihan kerja meningkatkan keterampilan kerja dapat menekan angka kecelakaan kerja yang berakibat pada berkurangnya biaya untuk penanggulangan kecelakaan kerja.Bentuk Kecelakaan kerja PerkebunanBentuk kecelakaan kerja di perkebunan, khususnya perkebunan sawit dan karet adalah tertimpa pelepah dan buah, mata terkena kotoran dan tatal (getah) bagi buruh bagian panen dan pembersihan lahan.Terkena tetesan gromoxone, roun-dup dan terhirup racun pestisida, fungisida dan insektisida terutama pekerjaan yang berhubungan dengan penyemprotan. Bentuk kecelakaan kerja tersebut berdampak pada resiko cacad anggota tubuh seperti mata buta bagi pemanen buah sawit dan penderes karet, cacad kelahiran terutama bagi wanita penyemprot, bahkan menumui ajal ketika tertimpa tandan buah sawit (TBS). Umumnya penyebab kecelakaan kerja adalah tempat kerja yang tidak aman seperti lokasi yang tidak rata menyulitkan memanen, lokasi kerja bersemak tempat bersemainya binatang berbisa jalan licin dan berlobang terpeleset. Serta budaya kerja kurang beradap seperti alat pelindung kerja tidak cukup atau tidak memenuhi standart keselamatan kerja dan perilaku tidak mengindahkan kerja yang benar terutama akibat minimnya sosialisasi dan pelatihan kerja bagi buruh perkebunan.Dengan demikian di sektor perkebunan, potensi kecelakaan kerja cukup tinggi. Sayangnya masih kerap terjadi di lingkungan perkebunan yang tidak mengidentifikasi potensi resiko, penyebaran informasi yang cukup bagi buruh tentang resiko dan penanggulangan kecelakaan terutama penyediaan P3K dan pondok berlindung ketika cuaca buruk serta "pembiaran" buruh bekerja tanpa menggunakan peralatan perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Tidak ada antisipasi pencegahan keracunan dan perlindungan kesehatan buruh. Untuk mencegah kecelakaan kerja seharusnya pihak perkebunan memberikan pendidikan tentang bahaya, resiko dan dampak zat-zat kimia yang digunakan, melakukan pemerikasaan kesehatan buruh kepada dokter ahli, dan merotasi buruh yang bekerja di bagian yang berhubungan dengan bahan kimia yang berbahaya.Hal ini mengakibatkan banyak buruh kebun belum mengerti K-3 termasuk hak dan kewajiban perusahaan perkebunan, pemerintah baik dalam bentuk

pengetahuan dan kaitannya dengan operasi kerja mereka. Pada hal K-3 berfungsi untuk melindungi dan menjaga diri buruh tersebut agar terhindar dari kecelakaan kerja yang merugikan mereka. Pemberiaan alat kerja dan pelindung kerja yang tidak cukup dan tidak memenuhi standart keselamatan kerja. Sebagai contoh, kaca mata yang diberikan perusahaan tidak menutup keseluruhan permukaan mata, dan kalau digunakan mudah terkena embun menyebabkan penglihatan kabur.Akibatnya rata-rata buruh tidak menggunakan karena mengganggu proses kerja sementara target-target yang tinggi juga menjadi salah satu pertimbangan buruh untuk menggunakannya. Sementara upah rendah yang diterima buruh seringkali menjadi kendala menyebabkan mereka bekerja tidak memperdulikan aspek keselamatan kerja. Banyak buruh perkebunan bekerja tanpa memiliki alat kerja dan pelindung kerja yang memadai.Dari sisi ekonomi, buruh tidak mampu menyediakan alat dan pelindung kerja karena upah rendah, membeli makanan bergizi untuk mengganti sel-sel tubuh mereka yang keracunan karena upah yang mereka terima sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimum setiap hari. Oleh karena itu, buruh kebun akan bekerja sebanyak mungkin dengan melibatkan seluruh anggota keluarga hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan makan dengan kualitas yang memprihatinkan, sementara beban kerja memerlukan energi yang tinggi tidak sebanding dengan kualitas makanan yang dikonsumsi setiap hari. Itulah realitas kecelakaan kerja yang tinggi di perkebunan di tengah tumpukan dollar yang dihasilkan oleh buruh kita.

Tentang OHN

Perawat Okupasi adalah perawat yang bekerja untuk kesehatan pekerja. Dikenal

dengan Occupational Health Nursing (OHN) (Brown 1956, dalamStone, Mc

Guire, Eigsti, 2002). Kesehatan pekerja adalah aplikasi dari prinsip kesehatan

masyarakat dan medis, praktek keperawatan dan teknik untuk mencapai

conserving, promosi, dan restoring kesehatan dan efektifitas pekerja melalui

tempat kerjanya.

OHN merupakan sintesis dan aplikasi dari prinsip keperawatan, medis, kesehatan

lingkungan, toxikologi, epidemiologi, konsep keamanan (safety), hygiene

perusahan, ergonomik (hubungan pekerja dan lingkungannya) (Hitcock, Scubert

& Thomas, 1999)

Tujuan OHN adalah bekerja dengan manajemen untuk mengembangkan strategi

dan peningkatan kesehatan pekerja (Miller, 1989, Cookfair, 1996, dalam Hitcock,

Scubert & Thomas, 1999)

Peran OHN adalah independent, promosi kesehatan, deteksi penyakit, pelayanan

kesehatan (Roger, 1994, dalamStone, Mc Guire, Eigsti, 2002)

Menurut American Association of Occupational Health Nurses (1999, dalam

Stone, Mc Guire, Eigsti, 2002) praktek perawat kerja adalah praktek spesialis

pada pekerja yang memberikan pelayanan kesehatan dan keamanan bagi para

pekerja, populasi pekerja, dan communitas grup. Fokus praktek adalah upaya

promosi dan restorasi kesehatan, pencegahan penyakit dan kecelakaan, proteksi

dari kecelakaan kerja dan lingkungan. Perawat kerja mempunyai fungsi

independent dalam memberikan pelayanan kesehatan. Perawat kerja disebut juga

perawat industri.

Di USA pada tahun 1870 sampai 1910 terjadi peningkatan pekerja pada sector

industri sebanyak 400% (Morris 1976, dalamStone, Mc Guire, Eigsti (2002)

bahkan pada tahun 2002 terdapat lebih dari 130 juta pekerja di USA (National

Institute for Occupational Saftey and Health (NIOSHI))

Perawat kerja pertama di USA adalah Betty Moulder pada tahun 1888 bekerja

sebagai perawat di perusahan tambang minyak untuk merawat pekerja dan

keluarga pekerja. (Parker Conrad, 1988, Haag, Glazner, 1992, dalamStone, Mc

Guire, Eigsti, 1895) Ada Mayo Stewart bekerja sebagai perawat kerja di

perusahaan Vermont Marble. Stewart merawat pekerja dan keluarga pekerja.

Tahun 1913 Regitrasi pertama untuk perawart industri dilakukan di Boston.

Tahun 1920 The National Organizational for Health Nursing didirikan.

OHSAS 18001:2007 adalah suatu standar internasional untuk Sistem Manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Diterbitkan tahun 2007, menggantikan

OHSAS 18001:1999, dan dimaksudkan untuk mengelola aspek kesehatan dan

keselamatan kerja (K3) daripada keamanan produk.

OHSAS 18001 menyediakan kerangka bagi efektifitas manajemen K3 termasuk

kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang diterapkan pada

aktifitasaktifitas anda dan mengenali adanya bahaya-bahaya yang timbul.

Beberapa manfaat yang diperoleh dari OHSAS 18001:

1.      Kepuasan pelanggan – melalui pengiriman produk yang secara konsisten

memenuhi persyaratan pelanggan disertai perlindungan terhadap kesehatan dan

properti para pelanggan

2.   Mengurangi ongkos-ongkos operasional – dengan mengurangi kehilangan waktu

kerja karena kecelakaan dan penurunan kesehatan dan pengurangan ongkos-

ongkos berkenaan dengan biaya dan kompensasi hukum

3.    Meningkatkan hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan – dengan

perlindungan pada kesehatan dan properti karyawan, para pelanggan dan rekanan

4.      ersyaratan kepatuhan hukum – dengan pemahaman bagaimana persyaratan suatu

peraturan dan perundang-undangan tersebut mempunyai pengaruh tertentu pada

suatu organisasi dan para pelanggan anda

5.   Peningkatan terhadap pengendalian manajemen resiko – melalui pengenalan secara

jelas pada kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penerapan pada pengendalian

dan pengukuran.

6.  Tercapainya kepercayaan masyarakat terhadap bisnis yang dijalankan – dibuktikan

dengan adanya verifikasi pihak ketiga yang independen pada standar yang diakui

7.   Kemampuan untuk mendapatkan lebih banyak bisnis – khususnya spesifikasi

pengadaan yang memerlukan sertifikasi sebagai suatu persyaratan sebagai rekanan

Dalam meningkatkan produktifitas suatu industri tidak terlepas dari peran perawat

okupasi. Disini kita dapat melihat beberapa peran perawat dalam pelaksanaan

OHSAS, yaitu:

1.      Mengurangi tingkat kecelakaan dan penyakit akibat kerja

2.      Mengurangi kehilangan hari kerja

3.      Mengurangi cost (biaya kesehatan)

4.      Meningkatkan produktifitas