K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

16
1 ALTERNATIF PROSES PENGOLAHAN Untuk menentukan sistem pengolahan yang akan diterapkan dalam perancangan Instalasi Pengolahan Air Limbah, terlebih dahulu dapat ditentukan beberapa alternatif sistem yang diperkirakan dapat memenuhi tujuan pengolahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian dilakukan pemilihan alternatif terbaik terhadap beberapa alternatif yang telah diajukan tersebut. Sistem pengolahan yang akan dilakukan terdiri dari beberapa tahapan meliputi : a. Pengolahan Tingkat Pertama (Preliminary dan Primary Treatment) b. Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment) c. Pengolahan Tingkat Ketiga (Tertiary Treatment) d. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment) Untuk memilih sistem pengolahan yang sesuai diantara tahapan pengolahan tersebut, pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan diantaranya adalah : a. Jenis Pencemar Paramater-parameter pada air buangan dapat menjadi sumber pencemar bila jumlahnya telah melebihi baku mutu yang telah ditentukan. Setiap jenis pencemar memiliki sifat fan karakteristik tersendiri. Oleh karena itu, sistem pengolahan yang akan digunakan tentunya harus sesuai dengan jenis pencemar yang akan disisihkan. b. Beban Pengolahan Dalam menentukan beban pengolahan, harus dipertimbangkan kualitas dan kuantitas influen air buangan. Selain itu juga perlu diketahui kualitas efluen yang ditetapkan. Dengan demikian, alternatif sistem pengolahan yang diajukan diperkirakan akan dapat memenuhi kualitas pengolaha yang diinginkan. c. Efisiensi Pengolahan Efisiensi pengolahan bergantung pada kemampuan unit-unit pengolahan dalam menyisihkan parameter pencemar berdasarkan baku mutu yang dipakai. Efisiensi pengolahan dari beberapa unit yang tersedia biasanya telah diketahu

description

susah

Transcript of K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

Page 1: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

1

ALTERNATIF PROSES PENGOLAHAN

Untuk menentukan sistem pengolahan yang akan diterapkan dalam

perancangan Instalasi Pengolahan Air Limbah, terlebih dahulu dapat ditentukan

beberapa alternatif sistem yang diperkirakan dapat memenuhi tujuan pengolahan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian dilakukan pemilihan alternatif

terbaik terhadap beberapa alternatif yang telah diajukan tersebut.

Sistem pengolahan yang akan dilakukan terdiri dari beberapa tahapan meliputi :

a. Pengolahan Tingkat Pertama (Preliminary dan Primary Treatment)

b. Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)

c. Pengolahan Tingkat Ketiga (Tertiary Treatment)

d. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)

Untuk memilih sistem pengolahan yang sesuai diantara tahapan

pengolahan tersebut, pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan

diantaranya adalah :

a. Jenis Pencemar

Paramater-parameter pada air buangan dapat menjadi sumber pencemar

bila jumlahnya telah melebihi baku mutu yang telah ditentukan. Setiap jenis

pencemar memiliki sifat fan karakteristik tersendiri. Oleh karena itu, sistem

pengolahan yang akan digunakan tentunya harus sesuai dengan jenis pencemar

yang akan disisihkan.

b. Beban Pengolahan

Dalam menentukan beban pengolahan, harus dipertimbangkan kualitas dan

kuantitas influen air buangan. Selain itu juga perlu diketahui kualitas efluen yang

ditetapkan. Dengan demikian, alternatif sistem pengolahan yang diajukan

diperkirakan akan dapat memenuhi kualitas pengolaha yang diinginkan.

c. Efisiensi Pengolahan

Efisiensi pengolahan bergantung pada kemampuan unit-unit pengolahan

dalam menyisihkan parameter pencemar berdasarkan baku mutu yang dipakai.

Efisiensi pengolahan dari beberapa unit yang tersedia biasanya telah diketahu

Page 2: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

2

melalu literatur yang didapat dari berbagai percobaan dan data-data dari unit

pengolahan yang telah ada sebelumnya.

d. Aspek Teknis

Berdasarkan aspek teknis, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah

topografi wilayah, ketersediaan lahan, kemudahan teknis pelaksanaan, dan

pengadaan material dalam pembangunan instalasi. Selain itu juga

dipertimbangkan segi operasionalnya, menyangkut ketersediaan tenaga ahli

peralatan, kemudahan dalam pengadaan barang-barang penunjang operasionalnya

dan juga pemeliharaan instalasi.

e. Aspek Ekonomi

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam aspek ekonomi adalah masalah

pembiayaan untuk konstruksi, operasional dan pemeliharaan. Aspek ini

merupakan dasar pertimbangan yang sangat penting sehingga sebaiknya

disesuaikan dengan kemampuan pendanaan sehingga pembiayaan menjadi efisien.

f. Aspek Lingkungan

Adanya pertimbangan terhadap pengaruh keberadaan instalasi pengolahan

air buangan yang direncanakan terhadap kenyamaan dan kesehatan penduduk di

sekitar lokasi. Oleh karena itu, pencemaran yang mungkin terjadi harus

diminimalisasi sekecil mungkin.

4.1. Pengolahan Tingkat Pertama (Preliminary dan Primary Treatment)

Pengolahan tingkat pertama dilakukan pengolahan secara fisis dengan

tujuan memisahkan benda-benda kasar, partikel-pertikel tersuspensi secara

gravitasi. Beberapa unit dalam preliminary dan primary treatment adalah bara

screen, grit chamber, communitor, grease trap, TAR dan prasedimentasi. Tujuan

dari preliminary treatment adalah usaha untuk melindungi alat-alat yang ada pada

instalasi pengolahan air limbah. Pada tahap ini dilakukan penyaringan,

penghancuran atau pemisahan air dari partikel-partikel yang dapat merusak alat-

alat pengolahan air limbah, seperti pasir, kayu, sampah, plastik, dan lain-lain

Sedangkan tujuan primary treatment ini adalah (Metcalf & Eddy, 1991) :

Page 3: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

3

Melindungi peralatan-peralatan instalasi dari kerusakan akibat benda-

benda atau materi-materi kasar yang masuk pada IPAL.

Mengurangi beban pengolahan pada tahap berikutnya.

4.1.1. Bar Screen

Bar screen adalah rangkaian kisi-kisi besi yang berguna untuk menyaring benda-

benda kasar/yang misalnya kertas, plastik, atau potongan kayu terapung untuk

menyisihkan atau menyaring material-material kasar yang dapat mengganggu jalannya

proses pengolahan air buangan. Digunakan untuk melindungi pompa, valve, perpipaan

dari kerusakan/clogging. Screen adalah sebuah alat yang memiliki lubang-lubang.

Umumnya memiliki ukuran yang seragam. Screening terdiri atas batang pararel,balok

atau kawat, kisi/jeruji, mata lobang, atau plat yang penuh lobang dan lobang tersebut

dapat berbentuk lingkaran atau persegi panjang.

Berdasarkan cara pembersihannya, screening dibagi dua yaitu manual

(bars screen) dan mekanis (drum dan barminutor). Cara pembersihan manual

digunakan bagi air buangan dengan volume sampah kasar relatif kecil, sementara

cara mekanis digunakan bagi air buangan dengan volume sampah kasar relatif

besar. Untuk air buangan domestik dalam tugas ini, digunakan cara manual, yaitu

dengan menggunakan bars screen.

Umumnya bar screen terbuat dari batangan besi/baja yang dipasang miring

ke suatu kerangka yang melintang saluran. Ditempatkan dengan kemiringan 30-

45 dari horisontal (Met Calf, 1979). Tebal batang biasanya 5-15mm dengan

jarak antar batang 25-50mm yang diatur sehingga tinja lolos. Bar screen dedesain

dengan perencanan pada aliran puncak (Qasim,1975) dan pembersihan dilakukan

manual.

4.1.2. Grit Chamber

Grit Chamber merupakan unit yang biasa digunakan dalam pengolahan limbah

domestik. Unit ini memiliki tujuan sebagai unit untuk menyisihkan butiran-butiran pasir

yang ada di dalam air limbah sehingga dapat melindung pompa dari kerusakan, mencegah

terjadinya efek clogging di dalam pipa, mencegah efek cementing pada dasar unit digester

dan bak sedimentasi I, serta mengurangi akumulasi materi inert di bak aerasi dan digester

sehingga mengurangi volume tangki (Qasim, 1985). Butir-butir pasir dalam air limbah

Page 4: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

4

dengan spesific gravity 1,5 – 2,7 yang masuk ke dalam instalasi dapat diendapkan secara

gravitasi. Pasir yang dimaksudkan adalah benda/material padat lainnya yang tidak

membusuk dan lebih berat daripada materi organik.

Jenis unit Grit Chamber yang dapat digunakan adalah :

Velocity-controlled grit chamber

Unit ini berupa bak panjang dan sempit dengan sistem pengontrolan kecepatan air

limbah yang masuk. Kecepatan air limbah yang masuk unit ini dipertahankan

pada kondisi yang memungkinkan terjadinya pengendapan butiran pasir, dan

melewatkan materi lain selain pasir.

Aerated grit chamber

Dalam unit ini, air limbah akan mengalami aliran spiral yang disebabkan oleh

udara kompresi yang dilepaskan melalui difuser. Udara yang dipompakan ke

dekat dasar bak dirancang pada kondisi masih memungkinkan butiran pasir

mengendap, sedangkan partikel organik lainnya akan terbawa bersama air limbah

4.1.3. Comminutor

Comminutor digunakan sebagai unit yang akan memotong-motong materi-

materi kasar yang lolos dari unit sebelumnya. Sehingga akan dihasilkan air limbah

yang seragam yang akan meringankan beban unit selanjutnya yakni Unit

Sedimentasi.

Comminutors biasanya digunakan pada bangunan pengolahan air buangan

skala kecil, kurang dari 0,2 m3/s (5 Mgal/d). Comminutors dipasang pada terusan

aliran air buangan untuk menyaring dan mencacah material yang berukuran 6

hingga 20 mm (0,25 – 0,77 in) tanpa menyisihkannya dari aliran. Comminutor

tipikal menggunakan sebuah stationary horizontal screen untuk menangkap

aliran, dan sebuah rotating atau oscillating arm yang memiliki cutting teeth yang

dilengkapi dengan penyaring. Cutting teeth dan shear bars dapat memotong

material kasar. Material kecil yang telah melalui proses penyaringan akan terbawa

hingga ke hilir aliran. Ikatan material akan terkumpul di bangunan akhir

pengolahan.

Page 5: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

5

Gambar 4.1 Comminutor

4.1.4. Grease Trap

Grease Trap / Penyaring Minyak adalah perangkat yang dirancang untuk

mencegat minyak sebelum memasuki sistem pembuangan air limbah. Alat ini

membantu untuk memisahkan minyak dari air, sehingga minyak / lemak tidak

menggumpal dan mengeras di pipa pembuangan. Lemak pada limbah cair terdiri

dalam berbagai bentuk material, seperti lemak, malam/lilin, fatic-acid, sabun,

mineral-oil, dan materi non volatile lainnya.

Lemak merupakan senyawa yang seharusnya dapat diuraikan oleh

mikroorganisme, namun untuk menaikkan efisiensi pengolahan limbah secara

biologis lemak dapat disisihkan dengan proses fisik terlebih dahulu mengingat

karakter fisik lemak memiliki berat jenis yang ringan. Prinsip pemisahan grease

trap ini memanfaatkan sifat natural lemak/minyak yang memiliki berat jenis yang

lebih ringan dari pada air, sehingga cenderung mengapung/berada di permukaan.

4.1.5. TAR (Tanki Aliran Rata-Rata)

Unit Tangki Aliran Rata – Rata (TAR) merupakan bagian dari primary

unit. Dalam tinjauan pustakan dijelaskan bahwa unit ini berfungsi untuk

mencegah adannya shock loadingflow maupun shock loading pollutants. Dalam

unit pengolahan air limbah secara keseluruhan, setiap unit akan didesain untuk

mengolah limbah dengan kadar debit dan kadar polutan pada tingkat tertentu.

Namun, terkadang dalam satu hari akan terjadi debit puncak yang mengandung

kadar polutan tinggi. Tidak konsistennya debit dan kadar polutan yang masuk

Page 6: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

6

dapat mengakibatkan menurunnya performa pengolahan. Oleh karena itu,

dibutuhkan unit tangki air rata – rata ini.

Dari data debit yang diberikan dapat dilihat bahwa debit yang masuk

beragam. Terjadi debit puncak pada pukul 17.00 – 18.00 sebesar 15.25 m3/jam.

Fluktuasi debit aliran air limbah yang masuk ke sistem pengolahan dapat dilihat

pada tabel di 4.15. Fluktuasi ini tentu akan mempengaruhi efisiensi pengolahan

pada unit – unit selanjutnya. Oleh karena itu, untuk menghindari shock loading,

kami memutuskan untuk menggunakan tangki ekualisasi rata – rata pada primary

unit kami. Sehingga air yang masuk ke unit pengolahan selanjutnya memiliki

debit dan kadar polutan yang seragam.

Karena fluktuasi debit air limbah domestik ini memiliki rentang cukup

besar dari debit aliran rata – rata per jamnya, maka diputuskan untuk

menggunakan tangki aliran rata – rata dengan model inline. Model inline ini dapat

meredam aliran debit yang terlalu berfluktuasi. Selain itu diharapkan selain

meredam fluktuasi debit, model ini dapat menyamaratakan pula polutan yang

masuk ke pengolahan selanjutnya. Karena semua debit air limbah masuk ke dalam

TAR. Berbeda dengan model offline yang hanya menampung kelebihan debit dari

debit aliran rata – rata.

Gambar 4.2 Skema Tangki Aliran Rata – Rata

4.1.6. Pra-Sedimentasi

Bak Pengendap Pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat yang

tersuspensi partikel tertentu, seperti padatan limbah kertas dan pulp atau domestik,

akan menggumpal pada saat partikel tersebut menuju dasar tangki sedimentasi,

sehingga mempengaruhi laju pengendapan. Ini dikenal dengan pengendapan

flocculant. Partikel seperti pasir, abu dan batubara tidak menggumpal, ini dikenal

dengan nama pengendapan discrete. Terdapat berbagai jenis tangki sedimentasi,

Page 7: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

7

tetapi pada umumnya padatan dikeluarkan dari dasar tangki secara mekanis.

Fungsi bak pengendap ini adalah mengurangi kandungan suspended solid dalam

air buangan (antara 50%-65%) dan menurunkan BOD (25%-40%) yang

berlangsung secara fisis tanpa pembubuh zat kimia. Lumpur endapan dialirkan ke

thickener sedang filtrat dialirkan ke pengolahan berikutnya.

Gambar 4.3 Pra-sedimentation tank

4.2. Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)

Pengolahan tingkat 2 yaitu menghilangkan polutan senyawa organik yang

terlarut dan menghilangkan suspended solid sebagai lanjutan dari unit pengolahan

tingkat pertama. Untuk limbah domestik yang sebagian besar adalah polutan

biodegradable, maka pengolahan yang terbaik adalah pengolahan biologis. Tiga

alternatif proses pengolahan yang diajukan adalah Kontak Stabilisasi, Rotating

Biiological Contactor (RBC) dan Aerated Lagoon.

4.2.1. Kontak Stabilisasi

Kontak stabilisasi merupakan modifikasi dari lumpur aktif konvensional

yang menerapkan karakteristik adsorpsi dari lumpur aktif. Air limbah influen yang

masuk dan lumpur aktif yang telah distabilisasi, diaerasi di tangki kontak selama

30 – 60 menit. Campuran air limbah dan sludge masuk ke cladifier dan sludge

Page 8: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

8

dipisahkan dari air limbah melalui proses sedimentasi. Sludge kemudian

dipompakan ke tangki stabilisasi dan siaerasi selama 3-6 jam hingga proses

oksidasi selesai. Sludge yang telah distabilisasi kemudian bercampur dengan air

limbah influen untuk siklus berikutnya.

Di kontak stabilisasi proses aerasi terjadi pada dua tahap di dua tangki :

1. Tangki kontak : solid dari air limbah influen diadsorbsi oleh biomassa

2. Tangki stabilisasi : solid yang sudah diendapkan di clarifier secara terpisah

akan distabilisasi sebelum bercampur dengan air limbah influen yang akan

masuk.

Pada proses Kontak Stabilisasi, dapat mengeliminasi penggunanan bak

sedimentasi pertama, serta waktu detensi pada tangki aerasi hanya berkisar 0,5

jam, sehingga volume tangki hanya berkisar 50% dari volume tanki pada proses

lumpur aktif konvensional (Randall, 1980). Perhitungan perbandingan volume

tangki pada proses Kontak Stabilisasi dengan proses lumpur aktif konvensional

dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Perbandingan volume tanki Lumpur aktif

Unit

Lumpur aktif

konvensional Kontak Stabilisasi

waktu detensi

(jam) Volume

waktu detensi

(jam) Volume

Primary settling 1,5 1,5Q - -

Aeration tank 6 6(1,5Q) 0,5 0,5(1,5Q)

Sludge stabilization - - 6 6(0,5Q)

Secondary settling 1,5 1,5Q 1,5 1,5Q

TOTAL 9 12Q 8 5,25Q

Keterangan : Debit influen = Q, Debit resirkulasi = 0,5Q

Sumber : Clifford W Randall, Biological Process Design for Wastewater Treatment, 1980.

Page 9: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

9

Tabel 4.2 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan dengan Kontak Stabilisasi

Alternatif Pengolahan Kelebihan Kekurangan

Kontak Stabilisasi Keseluruhan volume

tangki yang dibutuhkan

pada proses kontak

stabilisasi lebih kecil

daripada proses lumpur

aktif konvensional

(1/2–1/3 volume proses

lumpur aktif

konvensional)

(Ramalho, 1977).

Diperlukan studi pilot

scale untuk

mengetahui kelayakan

aplikasi proses ini

untuk air limbah yang

akan diolah, sebab

pada beberapa jenis

limbah, waktu sorpsi

tidak mencukupi.

Proses kontak

stabilisasi tahan

terhadap penambahan

debit pengolahan secara

tiba-tiba (shock

loading) dan kehadiran

zat toksik dalam air

limbah (Weston, 1961;

Mitchell, 1970).

Untuk jenis limbah dan

debit pengolahan yang

sama, beban organik

yang dapat diterima

proses ini lebih besar

daripada yang diterima

pada proses lumpur

aktif konvensional dan

juga efisiensinya lebih

tinggi (Boon, 1969).

Masalah bulking sludge

pada lumpur, tidak

ditemui di proses

kontak stabilisasi

(Jones, 1979).

Page 10: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

10

4.2.2. Rotating Biological Contactor (RBC)

RBC merupakan bagian dari fixed-film system yakni pengolahan secara

biologis yang didasarkan pada beban organik yang lebih kecil per massa padatan

biologis., waktu detensi yang lebih lama pada saat stage biologis, dan kontrol

yang lebih baik dari hubungan arus listrik yang pendek. Di dalam perencanaan

desain RBC hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah 1) tahapan dari unit RBC,

2) Kriteria pembebanan, 3) karakteristik effluent, dan 4) Syarat bak pengendapan.

Pentahapan dapat dilakukan dengan memberi sekat per bak atau menggunakan

susunan seri bak-bak. RBC shaft (batang) digunakan untuk mendukung dan

merotasikan media plastic. Panjang maksimum dari shaft adalah 8,23 m dengan

7,62 terisi oleh media.

Tabel 4.3 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan dengan RBC

Alternatif Pengolahan Kelebihan Kekurangan

RBC

(Sumber : Metcalf

Eddy 4th edition &

Qasim, 1986)

Waktu kontak yang

relative pendek karena

memiliki luas

permukaan aktif yang

besar.

Riskan terjadinya

kesalahan pada shaft

Dapat digunakan untuk

debit yang bervariasi

dengan range < 1 MGD

s.d 100 MGD

Kerusakan media,

karena paparan panas,

pelarut organik, radiasi

UV, desain media

pendukung yang tidak

cocok.

Lahan yang dibutuhkan

relatif kecil

Bearing failures

Tingkat efisiensi yang

dapat mencapai 95%

dengan menggunakan

beberapa stage

Masalah bau

Page 11: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

11

Tidak memerlukan

resirkulasi

Dapat terjadi clogging

Kuantitas lumpur lebih

kecil, sehingga biaya

pengolahan lumpur

lebih murah.

Beban organic yang

tinggi menyebabkan

terjadi kondisi septic

pada stage pertama,

sehingga diperlukan

penambahan aerasi

Kebutuhan energi

rendah

Sensitif terhadap

temperature

Stabilitas proses lebih

besar

Biaya konstruksi

tinggi, jika rusak, sulit

untuk mencari

penggantinya

Beban organik lebih

tinggi

Rentan penambahan

beban organic,

sehingga perlu bak

pengendapan yang

lebih besar/banyak

4.2.3. Aerated Lagoon

Aerated lagoon adalah cekungan/danau yang mana di dalamnya diolah

wastewater baik itu melalui aliran melalui dasar atau dengan daur ulang padatan.

Fungsi esensial dari proses ini adalah konversi limbah. Oksigen biasanya di-

supply dengan menggunakan aerator permukaan atau unit pendifusi air. Seperti

sistem suspended-growth yang lain, turbulensi dibuat dengan alat aerasi,

digunakan untuk menjaga konten di danau dalam suspensi.

Bergantung pada waktu detensi, effluent dari aerated lagoon mengandung

sekitar ⅓ sampai ½ nilai dari BOD yang masuk dalam bentuk jaringan sel. Semua

dari padatan in harus disisihkan dengan mengendap sebelum dilepaskan ke badan

air. Perbedaan nya dengan activated sludge adalah pada aerated lagoon tidak

kembali lagi ke lagoon.

Page 12: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

12

Tabel 4.4 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan dengan Aerated Lagoon

Alternatif Kelebihan Kekurangan

Aerated Lagoon

(Sumber : Barnhart,

1972 ;

Randall, 1980)

Mudah dalam operasi

dan pemeliharaan.

Kebutuhan lahan yang

besar.

Ekualisasi air limbah.

Kesulitan untuk

modifikasi proses.

Suatu kapasitas yang

tinggi dalam

pemborosan panas

bilamana dibutuhkan.

Konsentrasi padatan

tersuspensi effluen

tinggi.

Sensitifitas proses

terhadap variasi suhu

udara ambien

4.3. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)

Untuk tahap akhir dari pengolahan air limbah domestik ini dilakukan

pengolahan lumpur yang dihasilkan dari unit-unit pengolahan sebelumnya. Sludge

yang dihasikan IPAL terutama berasal dari bak sedimentasi pertama dan clarifier.

Sumber lainnya yaitu proses presipitasi, nitrifikasi, denitrifikasi, screening, dan

filtrasi jika IPAL memiliki fasilitas tersebut. Sludge yang dihasilkan akan

mengalami proses resirkulasi ke pengolahan tingkat kedua selama beberapa kali

sebelum dibuang menuju sluge treatment plant.

Pengolahan lumpur merupakan pengolahan untuk mengurangi kadar air

lumpur agar berwujud lebih padat dengan kadar air seminimal mungkin, sehingga

dapat diperlakukan sebagai buangan padat. Pengolahan lumpur yang ditawarkan

dalam alternatif pengolahan adalah dengan menggunakan gravity thickener dan

sludge drying bed.

Page 13: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

13

4.3.1. Gravity Thickener

Bentuk geometri pada gravity thickener hampir sama dengan bentuk

geometri yang dipergunakan pada clarifier. Solids yang masuk ke dalam thickener

akan terbagi dalam tiga zona yaitu zona clear water, zona sedimentasi, dan zona

thickening. Pada zona thickening terjadi sludge blanket dimana massa lumpur

tertekan oleh massa yang diatasnya yang akan terus bertambah.

Pada perencanaan ini digunakan gravity thickener karena unit ini cocok

untuk diterapkan pada instalasi berukuran kecil-sedang, dengan solid capture 85-

92 %. Supernatan dari gravity thickener diresirkulasikan ke tangki aerasi dalam

proses kontak stabilisasi sedangkan thickened sludge akan diolah pada sludge

drying bed.

4.3.1. Sludge Drying Bed

Sludge drying bed merupakan salah satu fasilitas pengeringan lumpur yang

cukup banyak digunakan. Pada pengoperasiannya, lumpur diletakkan di atas bed

dengan ketebalan lapisan lumpur (200 – 300) mm lalu dibiarkan mengering.

Sebagian air yang terkandung di dalam lumpur akan mengalir melalui pori – pori

bed dan sebagian lagi akan menguap. Untuk menampung air yang mengalir ke

bawah ini dibuat suatu sistem drainase lateral dengan menggunakan pipa berpori

(berlubang). Lumpur yang telah mengering pada bagian atas bed disisihkan dan

dapat dibuang ke landfill ataupun dapat juga digunakan sebagai penyubur tanah.

Pada perencanaan ini, digunakan sludge drying bed sebagai unit

dewatering karena unit ini cocok diterapkan untuk pengolahan lumpur dengan

kuantitas kecil apabila tersedia lahan yang cukup luas (Qasim, 1985). Keuntungan

penggunaan sludge drying bed adalah biaya investasi yang kecil, tidak

memerlukan perhatian khusus dalam pengoperasiannya dan konsentrasi solild

yang tinggi pada lumpurnya.

4.4. Konfigurasi Alternatif Pengolahan

Konfigurasi alternatif pengolahan pada tiga buah sistem yang diajukan

tersusun dari preliminary treatment, primary treatment, secondary treatment dan

sludge handling. Berikut merupakan gambar konfigurasi alternatif pengolahan

tersebut :

Page 14: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

14

4.4.1. Alternatif Pengolahan 1

Gambar 4.4 Konfigurasi Alternatif Pengolahan 1

4.4.2. Alternatif Pengolahan 2

Gambar 4.5 Konfigurasi Alternatif Pengolahan 2

4.4.3. Alternatif Pengolahan 3

Gambar 4.6 Konfigurasi Alternatif Pengolahan 3

Page 15: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

15

4.5. Penentuan Sistem Pengolahan Terpilih

Penentuan alternatif pengolahan yang akan digunakan dilakukan dengan

melakukan proses pembobotan pada aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan.

Metode pembobotan dilakukan dengan metode ranking, yaitu penyusunan setiap

parameter berdasarkan ranking yang ditentukan oleh pengambil keputusan.

Penentuan ranking bersifat subjektif sehingga sangat dipengaruhi oleh persepsi

pengambil keputusan.

Pembobotan dilakukan dengan menentukan alternatif yang mungkin

digunakan, yaitu Kontak stabilisasi, RBC, dan Aerated Lagoon. Setelah itu,

dilakukan perbandingan ranking dengan ranking 1 merupakan alternatif terbaik,

ranking 2 merupakan alternatif baik, dan ranking 3 merupakan alternatif cukup

baik. Setelah itu dilakukan penjumlahan dari ranking yang telah ditentukan.

Alternatif pengolahan yang dipilih merupakan pengolahan dengan total nilai

ranking paling kecil. Pembobotan ditunjukkan dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Pembobotan Pilihan Alternatif Pengolahan

Parameter Kontak Stabilisasi RBC Aerated Lagoon

Efisiensi Pengolahan 85-95 % 80-85 % 90 %

Kebutuhan Lahan 2 3 1

Operasi dan

Pemeliharaan 1 2 3

Biaya Operasional 1 2 3

Kebutuhan Energi 1 2 3

Tenaga Operasional

Memerlukan tenaga

kerja terlatih

Memerlukan

tenaga kerja

terlatih

Tidak

memerlukan

tenaga kerja

terlatih

Kemudahan dalam

Modifikasi dan

Pengembangan

3 2 1

Bau 3 2 1

Page 16: K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2

16

Estimasi Biaya 1 3 2

Total Nilai Ranking 12 16 14

Keterangan :

Skor 1 menunjukkan priotitas terbaik

Skor 2 menunjukkan prioritas baik

Skor 3 menunjukkan prioritas cukup baik

Berdasarkan perhitungan di atas, alternatif pengolahan yang memiliki total

nilai ranking terkecil adalah alternated pengolahan 1. Karena itu proses yang

dipilih sebagai alternatif pengolahan adalah proses dengan kontak stabilisasi

dengan diagram alir proses yang ditunjukkan dalam Gambar 4.4.