K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2
-
Upload
kridiona-lofty-a -
Category
Documents
-
view
6 -
download
4
description
Transcript of K_02_-_Kel_3B_-_Tugas_2
1
ALTERNATIF PROSES PENGOLAHAN
Untuk menentukan sistem pengolahan yang akan diterapkan dalam
perancangan Instalasi Pengolahan Air Limbah, terlebih dahulu dapat ditentukan
beberapa alternatif sistem yang diperkirakan dapat memenuhi tujuan pengolahan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian dilakukan pemilihan alternatif
terbaik terhadap beberapa alternatif yang telah diajukan tersebut.
Sistem pengolahan yang akan dilakukan terdiri dari beberapa tahapan meliputi :
a. Pengolahan Tingkat Pertama (Preliminary dan Primary Treatment)
b. Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)
c. Pengolahan Tingkat Ketiga (Tertiary Treatment)
d. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Untuk memilih sistem pengolahan yang sesuai diantara tahapan
pengolahan tersebut, pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan
diantaranya adalah :
a. Jenis Pencemar
Paramater-parameter pada air buangan dapat menjadi sumber pencemar
bila jumlahnya telah melebihi baku mutu yang telah ditentukan. Setiap jenis
pencemar memiliki sifat fan karakteristik tersendiri. Oleh karena itu, sistem
pengolahan yang akan digunakan tentunya harus sesuai dengan jenis pencemar
yang akan disisihkan.
b. Beban Pengolahan
Dalam menentukan beban pengolahan, harus dipertimbangkan kualitas dan
kuantitas influen air buangan. Selain itu juga perlu diketahui kualitas efluen yang
ditetapkan. Dengan demikian, alternatif sistem pengolahan yang diajukan
diperkirakan akan dapat memenuhi kualitas pengolaha yang diinginkan.
c. Efisiensi Pengolahan
Efisiensi pengolahan bergantung pada kemampuan unit-unit pengolahan
dalam menyisihkan parameter pencemar berdasarkan baku mutu yang dipakai.
Efisiensi pengolahan dari beberapa unit yang tersedia biasanya telah diketahu
2
melalu literatur yang didapat dari berbagai percobaan dan data-data dari unit
pengolahan yang telah ada sebelumnya.
d. Aspek Teknis
Berdasarkan aspek teknis, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah
topografi wilayah, ketersediaan lahan, kemudahan teknis pelaksanaan, dan
pengadaan material dalam pembangunan instalasi. Selain itu juga
dipertimbangkan segi operasionalnya, menyangkut ketersediaan tenaga ahli
peralatan, kemudahan dalam pengadaan barang-barang penunjang operasionalnya
dan juga pemeliharaan instalasi.
e. Aspek Ekonomi
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam aspek ekonomi adalah masalah
pembiayaan untuk konstruksi, operasional dan pemeliharaan. Aspek ini
merupakan dasar pertimbangan yang sangat penting sehingga sebaiknya
disesuaikan dengan kemampuan pendanaan sehingga pembiayaan menjadi efisien.
f. Aspek Lingkungan
Adanya pertimbangan terhadap pengaruh keberadaan instalasi pengolahan
air buangan yang direncanakan terhadap kenyamaan dan kesehatan penduduk di
sekitar lokasi. Oleh karena itu, pencemaran yang mungkin terjadi harus
diminimalisasi sekecil mungkin.
4.1. Pengolahan Tingkat Pertama (Preliminary dan Primary Treatment)
Pengolahan tingkat pertama dilakukan pengolahan secara fisis dengan
tujuan memisahkan benda-benda kasar, partikel-pertikel tersuspensi secara
gravitasi. Beberapa unit dalam preliminary dan primary treatment adalah bara
screen, grit chamber, communitor, grease trap, TAR dan prasedimentasi. Tujuan
dari preliminary treatment adalah usaha untuk melindungi alat-alat yang ada pada
instalasi pengolahan air limbah. Pada tahap ini dilakukan penyaringan,
penghancuran atau pemisahan air dari partikel-partikel yang dapat merusak alat-
alat pengolahan air limbah, seperti pasir, kayu, sampah, plastik, dan lain-lain
Sedangkan tujuan primary treatment ini adalah (Metcalf & Eddy, 1991) :
3
Melindungi peralatan-peralatan instalasi dari kerusakan akibat benda-
benda atau materi-materi kasar yang masuk pada IPAL.
Mengurangi beban pengolahan pada tahap berikutnya.
4.1.1. Bar Screen
Bar screen adalah rangkaian kisi-kisi besi yang berguna untuk menyaring benda-
benda kasar/yang misalnya kertas, plastik, atau potongan kayu terapung untuk
menyisihkan atau menyaring material-material kasar yang dapat mengganggu jalannya
proses pengolahan air buangan. Digunakan untuk melindungi pompa, valve, perpipaan
dari kerusakan/clogging. Screen adalah sebuah alat yang memiliki lubang-lubang.
Umumnya memiliki ukuran yang seragam. Screening terdiri atas batang pararel,balok
atau kawat, kisi/jeruji, mata lobang, atau plat yang penuh lobang dan lobang tersebut
dapat berbentuk lingkaran atau persegi panjang.
Berdasarkan cara pembersihannya, screening dibagi dua yaitu manual
(bars screen) dan mekanis (drum dan barminutor). Cara pembersihan manual
digunakan bagi air buangan dengan volume sampah kasar relatif kecil, sementara
cara mekanis digunakan bagi air buangan dengan volume sampah kasar relatif
besar. Untuk air buangan domestik dalam tugas ini, digunakan cara manual, yaitu
dengan menggunakan bars screen.
Umumnya bar screen terbuat dari batangan besi/baja yang dipasang miring
ke suatu kerangka yang melintang saluran. Ditempatkan dengan kemiringan 30-
45 dari horisontal (Met Calf, 1979). Tebal batang biasanya 5-15mm dengan
jarak antar batang 25-50mm yang diatur sehingga tinja lolos. Bar screen dedesain
dengan perencanan pada aliran puncak (Qasim,1975) dan pembersihan dilakukan
manual.
4.1.2. Grit Chamber
Grit Chamber merupakan unit yang biasa digunakan dalam pengolahan limbah
domestik. Unit ini memiliki tujuan sebagai unit untuk menyisihkan butiran-butiran pasir
yang ada di dalam air limbah sehingga dapat melindung pompa dari kerusakan, mencegah
terjadinya efek clogging di dalam pipa, mencegah efek cementing pada dasar unit digester
dan bak sedimentasi I, serta mengurangi akumulasi materi inert di bak aerasi dan digester
sehingga mengurangi volume tangki (Qasim, 1985). Butir-butir pasir dalam air limbah
4
dengan spesific gravity 1,5 – 2,7 yang masuk ke dalam instalasi dapat diendapkan secara
gravitasi. Pasir yang dimaksudkan adalah benda/material padat lainnya yang tidak
membusuk dan lebih berat daripada materi organik.
Jenis unit Grit Chamber yang dapat digunakan adalah :
Velocity-controlled grit chamber
Unit ini berupa bak panjang dan sempit dengan sistem pengontrolan kecepatan air
limbah yang masuk. Kecepatan air limbah yang masuk unit ini dipertahankan
pada kondisi yang memungkinkan terjadinya pengendapan butiran pasir, dan
melewatkan materi lain selain pasir.
Aerated grit chamber
Dalam unit ini, air limbah akan mengalami aliran spiral yang disebabkan oleh
udara kompresi yang dilepaskan melalui difuser. Udara yang dipompakan ke
dekat dasar bak dirancang pada kondisi masih memungkinkan butiran pasir
mengendap, sedangkan partikel organik lainnya akan terbawa bersama air limbah
4.1.3. Comminutor
Comminutor digunakan sebagai unit yang akan memotong-motong materi-
materi kasar yang lolos dari unit sebelumnya. Sehingga akan dihasilkan air limbah
yang seragam yang akan meringankan beban unit selanjutnya yakni Unit
Sedimentasi.
Comminutors biasanya digunakan pada bangunan pengolahan air buangan
skala kecil, kurang dari 0,2 m3/s (5 Mgal/d). Comminutors dipasang pada terusan
aliran air buangan untuk menyaring dan mencacah material yang berukuran 6
hingga 20 mm (0,25 – 0,77 in) tanpa menyisihkannya dari aliran. Comminutor
tipikal menggunakan sebuah stationary horizontal screen untuk menangkap
aliran, dan sebuah rotating atau oscillating arm yang memiliki cutting teeth yang
dilengkapi dengan penyaring. Cutting teeth dan shear bars dapat memotong
material kasar. Material kecil yang telah melalui proses penyaringan akan terbawa
hingga ke hilir aliran. Ikatan material akan terkumpul di bangunan akhir
pengolahan.
5
Gambar 4.1 Comminutor
4.1.4. Grease Trap
Grease Trap / Penyaring Minyak adalah perangkat yang dirancang untuk
mencegat minyak sebelum memasuki sistem pembuangan air limbah. Alat ini
membantu untuk memisahkan minyak dari air, sehingga minyak / lemak tidak
menggumpal dan mengeras di pipa pembuangan. Lemak pada limbah cair terdiri
dalam berbagai bentuk material, seperti lemak, malam/lilin, fatic-acid, sabun,
mineral-oil, dan materi non volatile lainnya.
Lemak merupakan senyawa yang seharusnya dapat diuraikan oleh
mikroorganisme, namun untuk menaikkan efisiensi pengolahan limbah secara
biologis lemak dapat disisihkan dengan proses fisik terlebih dahulu mengingat
karakter fisik lemak memiliki berat jenis yang ringan. Prinsip pemisahan grease
trap ini memanfaatkan sifat natural lemak/minyak yang memiliki berat jenis yang
lebih ringan dari pada air, sehingga cenderung mengapung/berada di permukaan.
4.1.5. TAR (Tanki Aliran Rata-Rata)
Unit Tangki Aliran Rata – Rata (TAR) merupakan bagian dari primary
unit. Dalam tinjauan pustakan dijelaskan bahwa unit ini berfungsi untuk
mencegah adannya shock loadingflow maupun shock loading pollutants. Dalam
unit pengolahan air limbah secara keseluruhan, setiap unit akan didesain untuk
mengolah limbah dengan kadar debit dan kadar polutan pada tingkat tertentu.
Namun, terkadang dalam satu hari akan terjadi debit puncak yang mengandung
kadar polutan tinggi. Tidak konsistennya debit dan kadar polutan yang masuk
6
dapat mengakibatkan menurunnya performa pengolahan. Oleh karena itu,
dibutuhkan unit tangki air rata – rata ini.
Dari data debit yang diberikan dapat dilihat bahwa debit yang masuk
beragam. Terjadi debit puncak pada pukul 17.00 – 18.00 sebesar 15.25 m3/jam.
Fluktuasi debit aliran air limbah yang masuk ke sistem pengolahan dapat dilihat
pada tabel di 4.15. Fluktuasi ini tentu akan mempengaruhi efisiensi pengolahan
pada unit – unit selanjutnya. Oleh karena itu, untuk menghindari shock loading,
kami memutuskan untuk menggunakan tangki ekualisasi rata – rata pada primary
unit kami. Sehingga air yang masuk ke unit pengolahan selanjutnya memiliki
debit dan kadar polutan yang seragam.
Karena fluktuasi debit air limbah domestik ini memiliki rentang cukup
besar dari debit aliran rata – rata per jamnya, maka diputuskan untuk
menggunakan tangki aliran rata – rata dengan model inline. Model inline ini dapat
meredam aliran debit yang terlalu berfluktuasi. Selain itu diharapkan selain
meredam fluktuasi debit, model ini dapat menyamaratakan pula polutan yang
masuk ke pengolahan selanjutnya. Karena semua debit air limbah masuk ke dalam
TAR. Berbeda dengan model offline yang hanya menampung kelebihan debit dari
debit aliran rata – rata.
Gambar 4.2 Skema Tangki Aliran Rata – Rata
4.1.6. Pra-Sedimentasi
Bak Pengendap Pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat yang
tersuspensi partikel tertentu, seperti padatan limbah kertas dan pulp atau domestik,
akan menggumpal pada saat partikel tersebut menuju dasar tangki sedimentasi,
sehingga mempengaruhi laju pengendapan. Ini dikenal dengan pengendapan
flocculant. Partikel seperti pasir, abu dan batubara tidak menggumpal, ini dikenal
dengan nama pengendapan discrete. Terdapat berbagai jenis tangki sedimentasi,
7
tetapi pada umumnya padatan dikeluarkan dari dasar tangki secara mekanis.
Fungsi bak pengendap ini adalah mengurangi kandungan suspended solid dalam
air buangan (antara 50%-65%) dan menurunkan BOD (25%-40%) yang
berlangsung secara fisis tanpa pembubuh zat kimia. Lumpur endapan dialirkan ke
thickener sedang filtrat dialirkan ke pengolahan berikutnya.
Gambar 4.3 Pra-sedimentation tank
4.2. Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan tingkat 2 yaitu menghilangkan polutan senyawa organik yang
terlarut dan menghilangkan suspended solid sebagai lanjutan dari unit pengolahan
tingkat pertama. Untuk limbah domestik yang sebagian besar adalah polutan
biodegradable, maka pengolahan yang terbaik adalah pengolahan biologis. Tiga
alternatif proses pengolahan yang diajukan adalah Kontak Stabilisasi, Rotating
Biiological Contactor (RBC) dan Aerated Lagoon.
4.2.1. Kontak Stabilisasi
Kontak stabilisasi merupakan modifikasi dari lumpur aktif konvensional
yang menerapkan karakteristik adsorpsi dari lumpur aktif. Air limbah influen yang
masuk dan lumpur aktif yang telah distabilisasi, diaerasi di tangki kontak selama
30 – 60 menit. Campuran air limbah dan sludge masuk ke cladifier dan sludge
8
dipisahkan dari air limbah melalui proses sedimentasi. Sludge kemudian
dipompakan ke tangki stabilisasi dan siaerasi selama 3-6 jam hingga proses
oksidasi selesai. Sludge yang telah distabilisasi kemudian bercampur dengan air
limbah influen untuk siklus berikutnya.
Di kontak stabilisasi proses aerasi terjadi pada dua tahap di dua tangki :
1. Tangki kontak : solid dari air limbah influen diadsorbsi oleh biomassa
2. Tangki stabilisasi : solid yang sudah diendapkan di clarifier secara terpisah
akan distabilisasi sebelum bercampur dengan air limbah influen yang akan
masuk.
Pada proses Kontak Stabilisasi, dapat mengeliminasi penggunanan bak
sedimentasi pertama, serta waktu detensi pada tangki aerasi hanya berkisar 0,5
jam, sehingga volume tangki hanya berkisar 50% dari volume tanki pada proses
lumpur aktif konvensional (Randall, 1980). Perhitungan perbandingan volume
tangki pada proses Kontak Stabilisasi dengan proses lumpur aktif konvensional
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Perbandingan volume tanki Lumpur aktif
Unit
Lumpur aktif
konvensional Kontak Stabilisasi
waktu detensi
(jam) Volume
waktu detensi
(jam) Volume
Primary settling 1,5 1,5Q - -
Aeration tank 6 6(1,5Q) 0,5 0,5(1,5Q)
Sludge stabilization - - 6 6(0,5Q)
Secondary settling 1,5 1,5Q 1,5 1,5Q
TOTAL 9 12Q 8 5,25Q
Keterangan : Debit influen = Q, Debit resirkulasi = 0,5Q
Sumber : Clifford W Randall, Biological Process Design for Wastewater Treatment, 1980.
9
Tabel 4.2 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan dengan Kontak Stabilisasi
Alternatif Pengolahan Kelebihan Kekurangan
Kontak Stabilisasi Keseluruhan volume
tangki yang dibutuhkan
pada proses kontak
stabilisasi lebih kecil
daripada proses lumpur
aktif konvensional
(1/2–1/3 volume proses
lumpur aktif
konvensional)
(Ramalho, 1977).
Diperlukan studi pilot
scale untuk
mengetahui kelayakan
aplikasi proses ini
untuk air limbah yang
akan diolah, sebab
pada beberapa jenis
limbah, waktu sorpsi
tidak mencukupi.
Proses kontak
stabilisasi tahan
terhadap penambahan
debit pengolahan secara
tiba-tiba (shock
loading) dan kehadiran
zat toksik dalam air
limbah (Weston, 1961;
Mitchell, 1970).
Untuk jenis limbah dan
debit pengolahan yang
sama, beban organik
yang dapat diterima
proses ini lebih besar
daripada yang diterima
pada proses lumpur
aktif konvensional dan
juga efisiensinya lebih
tinggi (Boon, 1969).
Masalah bulking sludge
pada lumpur, tidak
ditemui di proses
kontak stabilisasi
(Jones, 1979).
10
4.2.2. Rotating Biological Contactor (RBC)
RBC merupakan bagian dari fixed-film system yakni pengolahan secara
biologis yang didasarkan pada beban organik yang lebih kecil per massa padatan
biologis., waktu detensi yang lebih lama pada saat stage biologis, dan kontrol
yang lebih baik dari hubungan arus listrik yang pendek. Di dalam perencanaan
desain RBC hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah 1) tahapan dari unit RBC,
2) Kriteria pembebanan, 3) karakteristik effluent, dan 4) Syarat bak pengendapan.
Pentahapan dapat dilakukan dengan memberi sekat per bak atau menggunakan
susunan seri bak-bak. RBC shaft (batang) digunakan untuk mendukung dan
merotasikan media plastic. Panjang maksimum dari shaft adalah 8,23 m dengan
7,62 terisi oleh media.
Tabel 4.3 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan dengan RBC
Alternatif Pengolahan Kelebihan Kekurangan
RBC
(Sumber : Metcalf
Eddy 4th edition &
Qasim, 1986)
Waktu kontak yang
relative pendek karena
memiliki luas
permukaan aktif yang
besar.
Riskan terjadinya
kesalahan pada shaft
Dapat digunakan untuk
debit yang bervariasi
dengan range < 1 MGD
s.d 100 MGD
Kerusakan media,
karena paparan panas,
pelarut organik, radiasi
UV, desain media
pendukung yang tidak
cocok.
Lahan yang dibutuhkan
relatif kecil
Bearing failures
Tingkat efisiensi yang
dapat mencapai 95%
dengan menggunakan
beberapa stage
Masalah bau
11
Tidak memerlukan
resirkulasi
Dapat terjadi clogging
Kuantitas lumpur lebih
kecil, sehingga biaya
pengolahan lumpur
lebih murah.
Beban organic yang
tinggi menyebabkan
terjadi kondisi septic
pada stage pertama,
sehingga diperlukan
penambahan aerasi
Kebutuhan energi
rendah
Sensitif terhadap
temperature
Stabilitas proses lebih
besar
Biaya konstruksi
tinggi, jika rusak, sulit
untuk mencari
penggantinya
Beban organik lebih
tinggi
Rentan penambahan
beban organic,
sehingga perlu bak
pengendapan yang
lebih besar/banyak
4.2.3. Aerated Lagoon
Aerated lagoon adalah cekungan/danau yang mana di dalamnya diolah
wastewater baik itu melalui aliran melalui dasar atau dengan daur ulang padatan.
Fungsi esensial dari proses ini adalah konversi limbah. Oksigen biasanya di-
supply dengan menggunakan aerator permukaan atau unit pendifusi air. Seperti
sistem suspended-growth yang lain, turbulensi dibuat dengan alat aerasi,
digunakan untuk menjaga konten di danau dalam suspensi.
Bergantung pada waktu detensi, effluent dari aerated lagoon mengandung
sekitar ⅓ sampai ½ nilai dari BOD yang masuk dalam bentuk jaringan sel. Semua
dari padatan in harus disisihkan dengan mengendap sebelum dilepaskan ke badan
air. Perbedaan nya dengan activated sludge adalah pada aerated lagoon tidak
kembali lagi ke lagoon.
12
Tabel 4.4 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan dengan Aerated Lagoon
Alternatif Kelebihan Kekurangan
Aerated Lagoon
(Sumber : Barnhart,
1972 ;
Randall, 1980)
Mudah dalam operasi
dan pemeliharaan.
Kebutuhan lahan yang
besar.
Ekualisasi air limbah.
Kesulitan untuk
modifikasi proses.
Suatu kapasitas yang
tinggi dalam
pemborosan panas
bilamana dibutuhkan.
Konsentrasi padatan
tersuspensi effluen
tinggi.
Sensitifitas proses
terhadap variasi suhu
udara ambien
4.3. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Untuk tahap akhir dari pengolahan air limbah domestik ini dilakukan
pengolahan lumpur yang dihasilkan dari unit-unit pengolahan sebelumnya. Sludge
yang dihasikan IPAL terutama berasal dari bak sedimentasi pertama dan clarifier.
Sumber lainnya yaitu proses presipitasi, nitrifikasi, denitrifikasi, screening, dan
filtrasi jika IPAL memiliki fasilitas tersebut. Sludge yang dihasilkan akan
mengalami proses resirkulasi ke pengolahan tingkat kedua selama beberapa kali
sebelum dibuang menuju sluge treatment plant.
Pengolahan lumpur merupakan pengolahan untuk mengurangi kadar air
lumpur agar berwujud lebih padat dengan kadar air seminimal mungkin, sehingga
dapat diperlakukan sebagai buangan padat. Pengolahan lumpur yang ditawarkan
dalam alternatif pengolahan adalah dengan menggunakan gravity thickener dan
sludge drying bed.
13
4.3.1. Gravity Thickener
Bentuk geometri pada gravity thickener hampir sama dengan bentuk
geometri yang dipergunakan pada clarifier. Solids yang masuk ke dalam thickener
akan terbagi dalam tiga zona yaitu zona clear water, zona sedimentasi, dan zona
thickening. Pada zona thickening terjadi sludge blanket dimana massa lumpur
tertekan oleh massa yang diatasnya yang akan terus bertambah.
Pada perencanaan ini digunakan gravity thickener karena unit ini cocok
untuk diterapkan pada instalasi berukuran kecil-sedang, dengan solid capture 85-
92 %. Supernatan dari gravity thickener diresirkulasikan ke tangki aerasi dalam
proses kontak stabilisasi sedangkan thickened sludge akan diolah pada sludge
drying bed.
4.3.1. Sludge Drying Bed
Sludge drying bed merupakan salah satu fasilitas pengeringan lumpur yang
cukup banyak digunakan. Pada pengoperasiannya, lumpur diletakkan di atas bed
dengan ketebalan lapisan lumpur (200 – 300) mm lalu dibiarkan mengering.
Sebagian air yang terkandung di dalam lumpur akan mengalir melalui pori – pori
bed dan sebagian lagi akan menguap. Untuk menampung air yang mengalir ke
bawah ini dibuat suatu sistem drainase lateral dengan menggunakan pipa berpori
(berlubang). Lumpur yang telah mengering pada bagian atas bed disisihkan dan
dapat dibuang ke landfill ataupun dapat juga digunakan sebagai penyubur tanah.
Pada perencanaan ini, digunakan sludge drying bed sebagai unit
dewatering karena unit ini cocok diterapkan untuk pengolahan lumpur dengan
kuantitas kecil apabila tersedia lahan yang cukup luas (Qasim, 1985). Keuntungan
penggunaan sludge drying bed adalah biaya investasi yang kecil, tidak
memerlukan perhatian khusus dalam pengoperasiannya dan konsentrasi solild
yang tinggi pada lumpurnya.
4.4. Konfigurasi Alternatif Pengolahan
Konfigurasi alternatif pengolahan pada tiga buah sistem yang diajukan
tersusun dari preliminary treatment, primary treatment, secondary treatment dan
sludge handling. Berikut merupakan gambar konfigurasi alternatif pengolahan
tersebut :
14
4.4.1. Alternatif Pengolahan 1
Gambar 4.4 Konfigurasi Alternatif Pengolahan 1
4.4.2. Alternatif Pengolahan 2
Gambar 4.5 Konfigurasi Alternatif Pengolahan 2
4.4.3. Alternatif Pengolahan 3
Gambar 4.6 Konfigurasi Alternatif Pengolahan 3
15
4.5. Penentuan Sistem Pengolahan Terpilih
Penentuan alternatif pengolahan yang akan digunakan dilakukan dengan
melakukan proses pembobotan pada aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan.
Metode pembobotan dilakukan dengan metode ranking, yaitu penyusunan setiap
parameter berdasarkan ranking yang ditentukan oleh pengambil keputusan.
Penentuan ranking bersifat subjektif sehingga sangat dipengaruhi oleh persepsi
pengambil keputusan.
Pembobotan dilakukan dengan menentukan alternatif yang mungkin
digunakan, yaitu Kontak stabilisasi, RBC, dan Aerated Lagoon. Setelah itu,
dilakukan perbandingan ranking dengan ranking 1 merupakan alternatif terbaik,
ranking 2 merupakan alternatif baik, dan ranking 3 merupakan alternatif cukup
baik. Setelah itu dilakukan penjumlahan dari ranking yang telah ditentukan.
Alternatif pengolahan yang dipilih merupakan pengolahan dengan total nilai
ranking paling kecil. Pembobotan ditunjukkan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Pembobotan Pilihan Alternatif Pengolahan
Parameter Kontak Stabilisasi RBC Aerated Lagoon
Efisiensi Pengolahan 85-95 % 80-85 % 90 %
Kebutuhan Lahan 2 3 1
Operasi dan
Pemeliharaan 1 2 3
Biaya Operasional 1 2 3
Kebutuhan Energi 1 2 3
Tenaga Operasional
Memerlukan tenaga
kerja terlatih
Memerlukan
tenaga kerja
terlatih
Tidak
memerlukan
tenaga kerja
terlatih
Kemudahan dalam
Modifikasi dan
Pengembangan
3 2 1
Bau 3 2 1
16
Estimasi Biaya 1 3 2
Total Nilai Ranking 12 16 14
Keterangan :
Skor 1 menunjukkan priotitas terbaik
Skor 2 menunjukkan prioritas baik
Skor 3 menunjukkan prioritas cukup baik
Berdasarkan perhitungan di atas, alternatif pengolahan yang memiliki total
nilai ranking terkecil adalah alternated pengolahan 1. Karena itu proses yang
dipilih sebagai alternatif pengolahan adalah proses dengan kontak stabilisasi
dengan diagram alir proses yang ditunjukkan dalam Gambar 4.4.