K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM...

86
PERMOHONAN SITA MARITAL (MARITAL BESLAG) TERHADAP HARTA BERSAMA DI LUAR GUGATAN PERCERAIAN (Analisis Putusan Nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: WARDHATUL JANNAH NIM : 1110044100009 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M

Transcript of K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM...

Page 1: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

PERMOHONAN SITA MARITAL (MARITAL BESLAG) TERHADAP

HARTA BERSAMA DI LUAR GUGATAN PERCERAIAN

(Analisis Putusan Nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

WARDHATUL JANNAH

NIM : 1110044100009

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M

Page 2: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

r,

PERMOHONAN SITA MARITAL (MARITAL BESI.AqTERIIADAP

HARTA BERSAMA DI LUAR GUGATAN PERCERAIAN

(Analisis Putusan Nomor 549/Pdt G t2007 tp A.Jp)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah SatuPersyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.SV)

Oleh:

Wardhatul JannahNIM : I110044100009

KONSENTRASI PERADILAN AGAMAPROGRAM STIIDI HUKTIM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKTJM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

t435Ht20t4M;

i

t9720224t99803 I 003

Page 3: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul "PERMOHONAN SITA MARITAL (MAilITAL BESLAG)

TERHADAP HARTA BERSAMA DI LUAR GUGATAN PERCERAIAN (Analisis

Putusan Nomor 549lPdt.Gl2007lPA.JP)" telah diujikan dalam sidang munaqasah

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 MEI

2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

strata Satu (Sl) pada Program Studi Ahwal al Syakhshiyah (peradilan Agama).

Jakarta,12Mei2014

Mengesahkan,Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

,Ketua

Sekretaris

Pembimbing

Penguji I

Penguji II

PANITIA UJIAN MUNAQASAH

Drs. H.A. Basiq Dialil. SH. MANIP. I 9500306197603 1001

Dra.Hi.Rosdiana. MANrP. 1 9690 6102003 12200r

H.Kamarusdiana. S.Ag. MHNIP. 1 9720224t99803t003

Sri Hidayati. M.AeNIP. 1 97 1 02t 51997 032002

Dr. H.M Nurul Irfan. M.AeNrP. 197308082003 121001

. 196808121999031014

Page 4: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Ciputat, 01 April 2014

Wardhatul Jannah

Page 5: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

iv

1110044100009

ABSTRAK

Wardhatul Jannah. NIM 1110044100009. Permohonan Sita Marital

(Marital Beslag) Terhadap Harta Bersama di Luar Gugatan Perceraian

(Analisis Putusan Nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP). Konsentrasi Peradilan Agama

Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H / 2014 M. Ix + 75 halaman + 120

halaman lampiran.

Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital Beslag) Terhadap

Harta Bersama di Luar Gugatan Perceraian (Analisis Putusan Nomor

549/Pdt.G/2007/PA.JP) ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan

ketentuan yang berhubungan dengan putusan hakim dalam mengabulkan gugatan

harta bersama di luar gugatan perceraian. Metode pendekatan yang digunakan oleh

penulis dalam penelitian ini adalah metode Yuridis Empiris. Pendekatan yuridis

karena penelitian ini bertitik tolak dengan menggunakan kaedah hukum dan

peraturan yang terkait dengan harta bersama dan sita marital dalam gugatan harta

bersama di luar gugatan perceraian. Empiris karena pendekatan bertujuan

memperoleh data mengenai putusan hakim dalam mengabulkan gugatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang permohonan sita marital

yang diajukan terhadap harta bersama di luar gugatan perceraian yang dikabulkan

oleh Majelis Hakim melalui Putusan 549/Pdt.G/2007/PA.JP apakah sesuai dengan

hukum yang berlaku serta bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan

perkara ini.

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa

permohonan Sita Marital dapat diajukan di luar gugatan perceraian . Majelis hakim

berpendapat untuk mengabulkan permohonan Sita Marital itu berdasarkan Pasal 95

Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu apabila salah satu pihak dapat melakukan

perbuatan yang merugikan atau membahayakan harta bersama.

Kata Kunci : Permohonan Sita Marital,Di Luar Gugatan Perceraian,

HartaBersama.

Pembimbing : H. Kamarusdiana, S.Ag., MH

Daftar Pustaka : Tahun 1984 s.d Tahun 2010

Page 6: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

v

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini, Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar

Muhammad SAW, pembawa Syariahnya yang universal bagi semua umat manusia

dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Nizomudin dan Ibunda

Ernawati yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, dan doa tanpa

kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih

sayang-Nya kepada mereka.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis

temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan,

serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak

langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir

skripsi ini dapat terselesaikan.Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan

kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. H. J.M Muslimin, MA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

vi

2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A.,

selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program StudiAhwal al

SyakhshiyahFakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak H. Kamarusdiana, S.Ag, MH., selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program

studiAhwalus Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu

pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah

dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam

pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Ibu Dra. Hj. Rokhanah, S.H., M.H., selaku Ketua Pengadilan Agama Jakarta

Pusat dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi.

7. Ibu Dra. Hj. Erni Zurnilah, MH., selaku Hakim yang memutus perkara yang

telah penulis teliti dan telah senatiasa memberikan wejangan dan bimbingan

pada penulis selama penulis melakukan wawancara.

8. Bapak Ruslan, S.H., selaku Panitera Muda Hukum di Pengadilan Agama

Jakarta Pusat yang senantiasa membantu penulis selama mencari data dan

membimbing penulis.

Page 8: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

vii

9. Doa dan harapan penulis panjatkan kepada adinda Ahmad Rizki dan Ahmad

Azi Akbar yang senantiasa memberikan semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi.

10. Sahabat sahabat seperjuangan penulis : Nisa Oktafiani, Dede Umu Kulsum,

Defi Uswatun Hasanah, Restia Gustiana, Nurul Hikmah.

11. Teman-teman kajian Peradilan Agama : Arini Zidna, Eka Dita Martiana,

Erwin Hikmatiar, Irfan Zidni, Sopriyanto, M. Fauzan, Arif Rahman Hakim,

dan Rusdi Rizki Lubis. Dan Teman-teman Kosan : Rizky Amalia, Intan

Balqis Al Aydrus, Agnis Afryani, Riah Elsa Fitri, dan Trisni Asih.

12. Semua teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2010 yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang

berlipat ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka

dengan kebaikan yang berlipat ganda pula.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Ciputat, 01 April 2014

Penulis

Page 9: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv

ABSTRAK .......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Pembatasan & Perumusan Masalah ................................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 10

D. Metode Penelitian.............................................................................. 11

E. Review Studi Terdahulu .................................................................... 15

F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 16

BAB IITINJAUAN UMUM TENTANG HARTA BERSAMA

A. Pengertian Harta Bersama ................................................................. 18

B. Pengaturan Harta Bersama dalam Perkawinan ................................. 25

C. Ruang Lingkup Harta Bersama ......................................................... 28

D. Terbentuknya Harta Bersama ............................................................ 32

Page 10: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

ix

E. Pembagian Harta Bersama ................................................................ 34

BABIII SITA MARITAL (MARITAL BESLAAG) DI PENGADILAN AGAMA

DAN KEDUDUKAN SITA MARITAL TERHADAP HARTA

BERSAMA

A. Pengertian dan Tujuan Sita Marital .................................................. 38

B. Ruang Lingkup Penerapan Sita Marital ............................................ 44

C. Permohonan Sita Marital................................................................... 47

D. Tata Cara Pelaksanaan Penyelesaian Sita Marital ............................ 50

E. Akibat Hukum Sita Marital terhadap Harta Bersama ....................... 51

BAB IV ANALISIS PUTUSAN NOMOR 549/Pdt.G/2007/PA.JP TENTANG

PERMOHONAN SITA MARITAL (Marital Beslag) TERHADAP

HARTA BERSAMA DI LUAR GUGATAN PERCERAIAN

A. Permohonan Sita Marital (Marital Beslag) Terhadap Harta Bersama Di Luar

Gugatan Perceraian ................................................................................. 53

B. Analisis Pertimbangan & Dasar Putusan Hakim .................................... 62

C. Analisis Penulis ....................................................................................... 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 70

B. Saran-saran .............................................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 73

Page 11: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

x

LAMPIRAN

1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi

2. Surat Keterangan Permohonan Data/Wawancara

3. Surat Keterangan Telah Mengambil Data/Wawancara

4. Hasil Wawancara Skripsi

5. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP

Page 12: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam realita

kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat

ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan

masyarakat. Dalam rumah tangga berkumpul dua insan (suami-istri), mereka

saling berhubungan agar mendapat keturunan sebagai penerus generasi.

Insan-insan yang berada dalam rumah tangga itulah yang disebut dengan “

keluarga”.1 Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu bangsa, keluarga

yang dicita-citakan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah keluarga

sejahtera dan bahagia yang selalu mendapat ridha Allah swt.2

Tujuan dari perkawinan menurut agama Islam sendiri ialah untuk

memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang

harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan

kewajiban anggota keluarga; Sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir

dan batin karna terpenuhinya kebutuhan hidup lahir dan batinnya, sehingga

timbulah kebahagiaan yakni kasih sayang antar anggota keluarga.3

1Abdul Manan, Aneka MasalahHukumPerdata Islam di Indonesia, (Jakarta: KencanaPrenada

Media Group, 2006), h.1.

2Ibid.

3Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2010),h. 22.

Page 13: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

2

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 tentang

Perkawinan, Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), pengertian

perkawinan dan tujuannya dinyatakan dalam Pasal 2 dan 3. Di dalam Pasal 2,

Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat

kuat atau mitsaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah. Dan di dalam Pasal 3 disebutkan bahwa

perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah dan rahmah.4

Pada saat perkawinan terjadi, maka suami isteripun terikat dalam

sebuah keluarga. Seiring dengan hal tersebut maka munculah apa yang

dinamakan dengan harta kekayaan dalam keluarga (harta bersama).5

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

dalam Pasal 35 menyatakan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh

selama perkawinan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang

diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah

penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan

4Ibid., h. 10.

5Ibid.

Page 14: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

3

lain.Maka pada saat terjadinya perkawinan, berlakulah persatuan harta

kekayaan dalam perkawinan antara suami istri. Tidak menutup kemungkinan

harta kekayaan dalam perkawinan terdapat harta milik pribadi masing-masing

suami istri.

Sedangkan dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam (KHI) Pasal 85 disebutkan, adanya harta bersama dalam

perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-

masing suami dan istri. dan dalam Pasal 86 KHI disebutkan, pada dasarnya

tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri. Harta istri tetap

menjadi milik istri dan dikuasai sepenuhnya oleh istri, begitu juga

sebaliknya.6 Dalam Pasal 88 KHI disebutkan apabila terjadi perselisihan

antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu

diajukan kepada Pengadilan Agama.7

Islam tidak mengenal adanya percampuran harta bersama suami istri

akibat adanya perkawinan, tetapi mengenal adanya perkongsian antara suami

istri dalam bentuk syirkah.8 Karena suami istri bekerjasama dalam

memperoleh dan memanfaatkan harta kekayaan dalam perkawinan. Harta

6Abdul Manan. Aneka MasalahHukumPerdata Islam di Indonesia, h. 100.

7Ibid.

8Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta : UII Press, 2007, Cet.

Kesebelas ), h. 2.

Page 15: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

4

yang diperoleh bersama-sama suami istri dikelola dan dimanfaatkan bersama-

sama suami istri.

Harta bersama yang diperoleh pada saat perkawinan berlangsung jika

perkawinan tersebut putus, maka harta bersama dibagi antara suami istri.

Kecuali jika ada ketentuan lain pada perjanjian sebelum perkawinan terikat.

dengan putusnya perkawinan, maka akan menimbulkan akibat hukum yang

menjadi konsekuesi antara suami maupun istri. Akibat hukum yang

ditimbulkan salah satunya adalah pembagian harta bersama (harta gono-gini)

antara suami istri.9

Hukum harta bersama itu sendiri seringkali kurang mendapatkan

perhatian yang seksama dari para ahli hukum, terutama praktisi hukum yang

semestinya memperhatikan hal ini secara lebih serius, karena masalah harta

bersama merupakan masalah yang sangat besar pengaruhnya dalam

kehidupan suami istri apabila ia telah bercerai. dan dalam kitab fiqh klasik

dan kontemporerpun tidak ditemukan pembahasannya secara tegas masalah

pembagian harta bersama ini, hal ini mungkin disebabkan karena munculnya

harta bersama ini biasanya apabila sudah terjadi perceraian antara suami istri,

atau pada saat proses perceraian sedang berlangsung di Pengadilan Agama,

9Moch. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari

Segi Perkawinan Islam, (Jakarta : IND-HIIILCO, 1985), h. 212-213.

Page 16: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

5

sehingga timbul berbagai masalah hukum yang kadang-kadang dalam

penyelesaiannya menyimpang dari perundang-undangan yang berlaku.10

Pada umumnya perselisihan harta bersama ini baru muncul ketika

suami isteri akan memutuskan ikatan perkawinan (bercerai). dan dalam hal ini

apabila suami atau isteri menginginkan agar semua masalah yang berkaitan

dengan perceraian (salah satunya pembagian harta bersama) sekaligus tuntas.

Maka Pengadilan Agama memperbolehkan suami atau isteri tersebut untuk

menggabungkan tuntutan perceraian dengan tuntutan pembagian harta

bersama tersebut dalam satu surat gugatan.

Ditinjau dari segi berperkara, tata cara seperti ini paling efisien dan

tidak banyak membuang waktu, karena pada saat penggugat mengajukan

gugatan, sekaligus mencakup gugatan pokok (gugatan perceraian) dengan

gugatan pembagian harta bersama.

Di Pengadilan Agama sendiri penyelesaian perkara perceraian

bersamaan dengan gugatan harta bersama, sudah diterapkan dengan cara

gugat pembagian harta bersama sebagai gugat assesoir terhadap gugatan

perceraian. Cara assesoir-nya dapat ditetapkan dalam suatu acuan jika gugat

perceraian ditolak otomatis gugat pembagian harta bersamapun dinyatakan

tidak dapat diterima. Begitupun sebaliknya jika gugatan perceraian

dikabulkan sembari terbuka kemungkinan untuk mengabulkan pembagian

10

Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 103.

Page 17: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

6

harta bersama sepanjang barang-barang yang ada dapat dibuktikan sebagai

harta bersama.11

Adapun kebolehan menggabungkan gugatan perceraian dengan

pembagian harta bersama ini, berdasar pada pasal 86 ayat (1) Undang-undang

No. 7 Tahun 1989 yaitu : “Gugatan soal penguasaan anak , nafkah isteri dan

harta bersama suami isteri dapat mengajukan bersama-sama dengan

gugatan perceraian ataupun sesudah perceraian memperoleh kekuatan

hukum tetap”.

Berdasarkan pada pasal 86 ayat (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1989

tersebut, pada pasal ini memberi pilihan bagi penggugat, apakah dia ingin

menggabung gugatan perceraian dengan pembagian harta bersama, atau akan

menggugatnya tersendiri setelah perkara perceraian memperoleh kekuatan

hukum yang tetap. Dalam kebebasan memilih tata cara dimaksud, sudah

barang tentu lebih bermanfaat menggabung gugat perceraian dengan

pembagian harta bersama, karena sekaligus dapat diselesaikan kedua

permasalahan tersebut dengan tidak menghabiskan banyak waktu, tenaga dan

biaya. Sehingga suami isteri dapat lebih cepat menikmati harta bersama

tersebut.

Namun seiring dalam pelaksanaannya, terdapat sebuah perselisihan

mengenai permasalahan harta bersama yakni adanya pengajuan permohonan

11

M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2001, Cet. Pertama), h. 267.

Page 18: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

7

dalam perkara sita marital yang diajukan oleh istri sebagai Pemohon kepada

suaminya sebagai Termohon, yang masih dalam status perkawinan yang

terdapat di Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Permohonan ini diajukan oleh

istri kepada suami yang telah mengajukan permohonan talak terhadap istrinya

akan tetapi masih di proses dalam persidangan yang belum mencapai putusan.

Tindakan pengajuan permohonan sita marital ini dilakukan sebagai upaya

preventif terhadap keselamatan harta bersama karena Pemohon khawatir

Termohon melakukan tindakan yang dapat merugikan harta bersama yakni

pemborosan.

Di dalam HIR, R.Bg. dan Rv tidak ditemukan istilah sita marital

terhadap harta bersama.12

, tetapi dengan tujuan yang sama dengan sita

jaminan disebutkan dalam Pasal 215 ayat (1) KUH Perdata yaitu tidak

mengurangi keleluasaan istri untuk mengamankan haknya dengan

mempergunakan upaya-upaya seperti yang diatur dalam hukum perdata.

Sita marital (marital beslag) ialah sita yang diletakkan atas harta

perkawinan. Sita marital ini diatur dalam Pasal 78 huruf c Undang-undang

No. 7 Tahun 1989 jo. Pasal 24 PP No. 9 Tahun 1975 dan dalam Pasal 95

Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Sita marital ini mempunyai sumber hukum formil yaitu pada Pasal

215 KUH Perdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. HIR sendiri tidak

12

Chatib Rasyid dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek pada

Peradilan Agama, (Yogyakarta: UII Press, 2009), h. 99.

Page 19: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

8

mengenal adanya sita marital, dan di dalam praktek peradilan sekarang ini

sita marital tidak banyak dimanfaatkan.13

Dalam pengajuan permohonan sita marital di Peradilan Agama yakni

berdasarkan Pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 186 KUH

Perdata, istri sebagaiPemohon dapat mengajukan permohonan sita marital

kepada Pengadilan Agama terhadap harta bersama, sekalipun di luar adanya

permohonan gugatan cerai. Gunanya adalah untuk melindungi harta bersama

dari perbuatan salah satu pihak yang merugikan, seperti mabuk, judi, boros,

dan sebagainya. Permohonan sita marital ini tetap diajukan tanpa memutus

ikatan perkawinan, tapi harta bersama bisa dijamin pemeliharaannya.

Kemudian berangkat dari latar belakang tersebut di atas, penulis

tertarik untuk membahas masalah permohonan sita marital (sita harta

bersama) ini dan merumuskannya dalam sebuah karya tulis dalam bentuk

skripsi dengan judul “PERMOHONAN SITA MARITAL (MARITAL

BESLAG) TERHADAP HARTA BERSAMA DI LUAR GUGATAN

PERCERAIAN(Analisis PutusanNomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP)”.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari pembahasan latar belakang di atas, di dalam sengketa

mengenai pembagian harta bersama terdapatpermasalahan sita marital

13

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 2006), h.

92.

Page 20: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

9

(sita harta bersama) yang diajukan oleh istri sebagai Pemohon kepada

suami sebagai Termohon di luar gugatan perceraian.Terkait dengan

putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat No.

549/Pdt.G/2007/PA.JP menarik untuk diteliti,namun perlu adanya

pembatasanmasalah dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas atau

keluar dari pokok bahasan yakni Apakah dalam praktiknya sendiri

permohonan sita marital dapat dilakukan dengan secara mandiri atau

permohonan sita marital ini harus dilakukan secara bersamaan dengan

gugatan cerai.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini menilai tentang

pelaksanaan sita marital apakah sudah berjalan dengan peraturan

perundang-undangan karena di dalam HIR, R.Bg. dan Rv tidak ditemukan

istilah sita marital terhadap harta bersama akan tetapi permohonan sita

marital ini terdapat dalam Pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam jo

Pasal 186 KUH Perdata.

Di dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta

Pusat Nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP sendiri menggambarkan tentang

bagaimana proses berjalannya perkara permohonan sita marital yang

diajukan tidak bersamaan dengan gugatan perceraian dan pertimbangan

hakim dalam memutuskan perkara sita marital terhadap harta bersama.

dan untuk lebih jelasnya penulis merumuskannya sebagai berikut;

Page 21: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

10

1. Apakah pelaksanaan sita marital terhadap harta bersama yang diajukan

di luar perkara pokok (gugatan perceraian) sudah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan di Indonesia ?

2. Apakah yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta

Pusat dalam memutus perkara sita marital terhadap harta bersama

dalam putusan nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP ?

C. TujuandanManfaatPenelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai

berikut:

a. Mengetahui apakah pelaksanaan sita marital terhadap harta bersama

dalam praktiknya sendiri sudah berjalan sesuai peraturan perundang-

undangan.

b. Mengetahui pertimbangan hakim di Pengadilan Agama tersebut dalam

memberikan putusan mengenai sita marital terhadap harta bersama.

2. Manfaat Penelitian

Selain tujuan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Penelitian

ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat baik secara

teoritis maupun praktis, antara lain:

a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan

pengetahuan dan wawasan baru tentang problematika hukum Islam

khususnya tetang sita marital terhadap harta bersama di luar gugatan

Page 22: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

11

perceraian dan hasil penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi

terhadap perkara-perkara yang berkaitan dengan sita marital terhadap

harta bersama terutama bagi para hakim di Pegadilan Agama dalam

memecahkan masalah yang timbul akibat sita marital terhadap harta

bersama.

b. Secara praktis problematika yang ada saat ini, agar dapat memikirkan

bagaimana proses Pengadilan Agama dalam memutuskan sita marital

terhadap harta bersama. Dan diharapkan skripsi ini dalam manfaat

praktisnya dapat menjadi bahan rujukan bagi para hakim, mahasiswa

dan masyarakat yang ingin mengetahui permasalahan yang terkait

dengan sita marital terhadap harta bersama.

D. MetodePenelitian

1. Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan yuridis empiris. Metode pendekatan yuridis empiris

merupakan cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah

penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian

dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di

lapangan menyangkut permohonan perkara sita marital terhadap harta

bersama di luar gugatan perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Page 23: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

12

2. Jenis Penelitian

Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode

deskriptif analisis yakni menggambarkan dan memaparkan secara

sistematika tentang apa yang menjadi obyek penelitian dan kemudian

dilakukan analisis. Metode deskriptif analisis yang dilakukan melalui

pendekatan kualitatif, yakni menggambarkan berupa kata-kata, ungkapan,

norma atau aturan-aturan dari fenomena yang diteliti.14

Cara tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis

secara mendalam tentang “Permohonan Sita Marital (Marital Beslaag)

Terhadap Harta Bersama di luar gugatan perceraian (Analisis Putusan

Perkara Nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP).”

3. Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Adapun yang menjadi bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah

putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP

tentang sita marital terhadap harta bersama. Sehubungan dengan hal

tersebut maka yang menjadi respondennya adalah Majelis Hakim yang

memutus perkara tersebut.

14

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004),

h. 3.

Page 24: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

13

4. Metode Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan sebagai referensi untuk menunjang

keberhasilan penelitian yakni meliputi; Data Primer dan Data Sekunder.

Data primer adalah data- data yang

didapatlangsungdarilapanganyaknidengancaramencarifakta- fakta yang

ada di lapangantersebut, melakukanobservasi, mengumpulkan data-

data sertamelihatlangsungobjek yang akandijadikantopicskripsi.

Data sekunderadalah data yang diperolehdarilangsungdaribahan-

bahanpustaka.15

Data- data sekunderdalampenelitianiniberupa UU No. 1

Tahun 1974 tentangperkawinan, Inpres No 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam. serta artikel atau majalah-majalah yang ada

kaitannya dengan masalah sita marital terhadap harta bersama dan

bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti kamus hukum dan ensiklopedia.

b. Studi Lapangan

Adapun studi lapangan ini dilakukan dengan dua tekhnik berikut;

1. Studi dokumen dengan mempelajari berkas yang berbentuk putusan

Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP yang

15

Soerjono Soekanto , Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UIP, 1984), h. 52.

Page 25: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

14

telah berkekuatan hukum tetap tentang sita marital terhadap harta

bersama.

2. Wawancara yang dilakukan kepada hakim yang menyelesaikan

perkara tentang sita marital terhadap harta bersamadi Pengadilan

Agama Jakarta Pusat. Wawancara ini dilakukan dengan metode

Wawancara tak terstruktur (open – ended) yaitu wawancara dengan

pertanyaan yang bersifat terbuka dimana responden secara bebas

menjawab pertanyaan tersebut.16

Wawancara ini digunakan untuk

mengungkap perasaan- perasaan, dan pikiran dan alasan-alasan

tingkah lakunya, atau disebut juga “ Informasi emic “17

5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan maupun dari

penelitian lapangan akan diolah berdasarkan analisis normatif kualitatif.

Normatif karena peneliti bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai

norma hukum positif, sedangkan kualitatif yang dimaksud yaitu analisis

yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas dan informasi yang bersifat

monografis atau berwujud kasus-kasus (sehingga tidak dapat disusun ke

dalam suatu struktur klasifikatoris) dari responden. Memahami kebenaran

yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan kepada sejumlah

16

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya) h. 233.

17Ibid.

Page 26: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

15

responden baik secara lisan maupun secara tertulis selama dalam

melakukan penelitian.18

E. Studi Review Terdahulu

Sebelum masuk lebih jauh mengenai pembahasan ini. Penulis

menemukan ada beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat pembahasan

tentang harta bersama akan tetapi mempunyai sudut pandang yang berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, adapun penelitian tersebut

dintaranya:

1. Penyelesaian Gugatan Harta Bersama Pasca Perceraian di Pengadilan

Agama Jakarta Timur (Analisis Putusan Nomor

991/Pdt.G/2005/PA.JT), Jam’an Nurchotib Mansur, NIM

204044103495 tahun 2008. Dalam skripsi ini hanya menganalisis

putusan dan bagaimana proses pembagian harta bersama yang

dikumulasi dengan adanya gugatan perceraian. Perbedaannya dengan

skripsi ini adalah tentang permohonan sita marital terhadap harta

bersama di luar gugatan perceraian yang mana tujuannya adalah untuk

melindungi harta bersama tersebut yang tertuang dalam putusan

Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

2. Kedudukan Perjanjian Pembagian Harta Bersama (Analisis Putusan

Perkara Nomor 1540/Pdt.G/2010/PA.JT), Abdul Munir NIM

18

Koentjaraningrat, Metode- Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: 1997), h. 269.

Page 27: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

16

109044100051 tahun 2012. Dalam skripsi ini menganalisa kedudukan

perjanjian pembagian harta bersama yang telah dilakukan sebelum

adanya persidangan (di luar persidiangan) yang termuat dalam putusan

di Pengadilan Agama Jakarta Timur sedangkan perbedaannya dalam

skripsi ini adalah adanya pengajuan permohonan mengenai sita marital

terhadap harta bersama di dalam persidangan selanjutnya menganalisa

putusan dari Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012. Adapun sistematika

penulisannya adalah sebagai berikut :

Bab Pertama,Terdiri dari pendahuluan yang meliputi dari Latar Belakang

Masalah; Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah; Tujuan dan Manfaat

Penelitian; Metode Penelitian; Review Studi Terdahulu; dan Sistematika

Penulisan.

Bab Kedua, memuat tentang Tinjauan Umum Tentang Harta Bersama yang

terdiri dari Pengertian dan Dasar Hukum Harta Bersama dalam Perkawinan,

Ruang Lingkup Harta Bersama, Terbentuknya Harta Bersama dan Ketentuan

tentang Pembagian Harta Bersama.

Bab Ketiga, Pada Bab ini Penulis akan menguraikan tentang Sita Marital

(Marital Beslag) di Pengadilan Agama dan Kedudukan Sita Marital Terhadap

Page 28: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

17

Harta Bersama yang terdiri dari Pengertian dan Tujuan Sita Marital,Ruang

Lingkup Penerapan Sita Marital, Permohonan Sita Marital, Tata Cara

Pelaksanaan Penyelesaan Sita Marital, dan Akibat Hukum Sita Marital

terhadap Harta Bersama.

Bab Keempat,Analisis Putusan Perkara Nomor 549/Pdt.G/2007/PA. Tentang

Permohonan Sita Marital (Marital Beslag) terhadap Harta Bersama di Luar

Gugatan Perceraian. Yang terdiri dari Permohonan Sita Marital (Marital

Beslag) terhadap Harta Bersama di Luar Gugatan Perceraian, Analisis

Pertimbangan & Dasar Putusan Hakim, serta Analisis Penulis.

Bab Kelima,Merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang menjawab

permasalahan penelitian dan juga berisi saran-saran untuk pengembangan

penelitian berikutnya.

Page 29: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA BERSAMA

A. Pengertian Harta Bersama

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat mengenai pengertian

harta bersama yakni ialah harta yang diperoleh secara bersamaan di dalam

Perkawinan.1 Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan yang diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) bahwa harta bersama

adalah harta yang diperoleh selama istri diikat dalam suatu perkawinan.2 yang

mana akibat dari perkawinan tersebut ialah terjadinya penyatuan harta

kekayaan suami dan istri .

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 1 Huruf f

dirumuskan sebagai berikut : “Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah

adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami isteri

dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama,

tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.”

Menurut KUH Perdata Pasal 119 tentang harta bersama, harta bersama

itu diperoleh sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai

Pusataka, 1988), h. 299.

2 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana,

2008, Cet. Kedua ), h. 113.

Page 30: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

19

yang terjadi harta bersama menyeluruh antara suami isteri, sejauh tentang hal

itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.

Dari rumusan di atas, dapat diketahui bahwa harta bersama yang

dimaksud dalam KHI lebih memberikan kesempatan yang luas terhadap

pengertian harta yang menjadi harta bersama dalam perkawinan, karena tidak

harus harta itu dari hasil kerja suami atau hasil usaha bersama tetapi hasil usaha

isteri juga melebur menjadi harta bersama asalkan selama perkawinan

berlangsung.3

Harta bersama suami isteri atau yang biasa disebut dengan harta gono-

gini juga mengandung pengertian ialah harta yang di dapat setelah terjadinya

akad nikah. Dalam hukum Islam sendiri harta bersama suami isteri ini tidak

dikenal karena dalam hukum Islam tidak mengenal percampuran harta

kekayaan antara suami isteri akibat terjadinya perkawinan. Harta kekayaan

isteri tetap menjadi milik isteri dan dikuasai sepenuhnya oleh isteri, demikian

juga dengan harta kekayaan suami tetap menjadi milik suami dan dikuasai

sepenuhnya oleh suami.4

3 Hilma Hadi Kusumo, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung : Aditya Bakti,1999), h. 156.

4 A. Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta : Perpustakaan Fakultas Hukum

UII, 1996 Cet. Kedelapan) h. 29-30.

Page 31: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

20

Hal ini sejalan dengan firman Allah di dalam Q.S An Nisa’ (4) : 32

Artinya : ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah

kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.(Karena)

bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan

bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan

mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Menurut Sayuti Thalib, harta bersama adalah harta kekayaan yang

diperoleh selama perkawinan di luar hadiah dan warisan. Dengan kata lain

harta bersama itu ialah harta yang didapat atas usaha mereka (suami dan istri)

selama masa ikatan perkawinan.5

Pengertian tersebut sejalan dengan Bab VII tentang Harta Benda

dalam Perkawinan Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 yang secara lengkap

berbunyi sebagai berikut:

a. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda

bersama.

b. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang

diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah

penguasaan masing-masing si penerima para pihak tidak menentukan lain.

5 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta : UI Press, 1986 Cet. Kelima),

h.89.

Page 32: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

21

Di dalam harta bersama, suami ataupun istri dapat bertindak untuk

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu terkait dengan harta bersama

tersebut, hal itu tentunya atas persetujuan kedua belah pihak. Dinyatakan pula

bahwa suami atau istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan

perbuatan hukum mengenai harta bersama tersebut apabila perkawinan putus

karena perceraian, maka harta bersama tersebut diatur menurut hukum masing-

masing.

Abdul Kadir Muhammad, di dalam bukunya Hukum Harta Kekayaan

menyatakan bahwa: “Konsep harta bersama yang merupakan harta kekayaan

dapat ditinjau dari segi ekonomi dan dari segi hukum, walaupun kedua segi

tinjauan itu berbeda, keduanya ada hubungan satu sama lain. Tinjauan dari segi

ekonomi menitikberatkan pada nilai kegunaan, sebaliknya tinjauan dari segi

hukum menitikberatkan pada aturan hukum yang mengatur.”6

Di dalam al-Qur’an dan hadits tidak diatur tentang harta bersama

dalam perkawinan. harta kekayaan isteri tetap menjadi milik istri atau dikuasai

sepenuhnya olehnya demikian pula sebaliknya, harta suami tetap menjadi milik

suami dan dikuasai sepenuhnya, bahkan dalam kitab-kitab fiqh sekalipun tidak

ada yang membicarakan seolah-olah masalah harta bersama kosong dalam

pembahasan dalam hukum Islam.

6 Abdul kadir, Hukum Kekeluargaan Indonesia, ( Bandung: PT. Citra Atitya, 1994), h. 9.

Page 33: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

22

Hal tersebut juga diakui oleh Bustanul Arifin, di dalam bukunya

bahwa tidak diakui adanya harta bersama dalam pembahasan kitab-kitab fiqh

yang lama hal tersebut sesuai dengan pemahaman syari’at (fiqih) waktu kitab-

kitab fiqih tersebut ditulis dan sesuai dengan keadaan susunan masyarakat di

waktu itu.7 namun di Indonesia sendiri harta bersama dikenal melalui hukum

adatnya yang sampai sekarang ini masih hidup dan diterapkan, maka oleh

karena itu hal ini tidak mungkin untuk disingkirkan dari pengamatan lembaga

harta bersama karena lebih besar maslahatnya dari pada mudaratnya.

Ismuha berpendapat di dalam bukunya bahwa dapat diambil

kesimpulan perkongsian pada umumnya bukan saja sekedar boleh, melainkan

dari itu, disukai asalkan tidak ada unsur tipu daya.8

Pembahasan mengenai syirkah sebenarnya terdapat dalam kitab

dagang bukan dalam kitab nikah. Akan tetapi karena asal dari persoalan

syirkah adalah menangani pengaturan persyarikatan atau perkongsian dalam

perdagangan dan pemberian jasa, atau dengan kata lain cara menyatukan atau

penggabungan harta kekayaan seseorang dengan harta orang lain, maka

kemudian diterapkan pula pada masalah harta bersama suami/isteri dalam

membicarakan hukum perkawinan.

7 Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar Sejarah Hambatan dan

Prosfeknya, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), h. 122.

8 Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri Ditinjau dari Sudut Undang-Undang

Perkawinan Tahun 1974 dan Hukum Islam, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1986, Cetakan Pertama ), h.

283.

Page 34: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

23

Syirkah menurut bahasa adalah percampuran harta dengan harta lain

sehingga tidak dapat dibedakan lagi satu dengan yang lain.9 Sedangkan

menurut istilah hukum Islam syirkah ialah adanya hak dua orang atau lebih

terhadap sesuatu.

Dalam bab muamalah, dikenal dengan beberapa macam syirkah yang

diambil dari pendapat ulama madzhab, adalah sebagai berikut:

a. Syirkah ‘Inan (Perkongsian terbatas), yaitu bentuk penggabungan harta dan

usaha dengan pembagian keuntungan sesuatu dengan perjanjian. Para ulama

4 madzhab sepakat membolehkannya.

b. Syirkah Mufawadhah (Perkongsian tak terbatas), yaitu bentuk

penggabungan harta dan usaha dengan pembagian keuntungan disesuaikan

banyaknya modal. Bentuk syirkah ini dibolehkan oleh madzhab Hanafi,

Maliki dan Hambali, tetapi tidak dibolehkan oleh mazhab Syafi’i, karena

dalam syirkah ini mengandung ghurur (ketidaktentuan, ketidaktahuan, dan

penipuan).10

c. Syirkah Abdan (Perkongsian tenaga), yaitu syirkah dalam bidang pemberian

jasa atau melakukan pekerjaan dengan keuntungan dibagi sesuai perjanjian.

Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali membolehkannya tetapi Syafi’i

9 Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), h. 46.

10

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, h. 80.

Page 35: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

24

membatalkannya. Karena dalam syirkah ini tidak ada penggabungan harta

dan adanya ghurur.11

d. Syirkah Wujuh (Perkongsian kepercayaan), yaitu syirkah antara dua orang

atau lebih berdasarkan kepercayaan untuk membeli barang dengan cara

kredit dan menjualkannya untuk mendapatkan keuntungan. Hukumnya

boleh menurut para imam madzhab kecuali Syafi’i, alasan tidak boleh

karena tidak ada modal dalam syirkah ini.

e. Syirkah Mudharabah (Perkongsian orang yang memiliki modal dan yang

tidak), yaitu syirkah antara orang yang memiliki modal dengan yang tidak.

Orang yang memiliki modal untuk berdagang. Madzhab Maliki da Hambali

membolehkan syirkah ini, karena terdapat laba (keuntungan), tetapi mazhab

Syafi’i dan Hanafi tidak boleh karena bentuk ini tidak termasuk syirkah.12

Dari beberapa macam syirkah tersebut di atas, terdapat perbedaan

pendapat mengenai bentuk syirkah yang lebih mendekati kepada pengertian

harta bersama. Menurut Ahmad Rofiq, dalam konteks konvensional, beban

ekonomi keluarga adalah hasil pencaharian suami, sedangkan isteri sebagai

manajer yang mengatur ekonomi rumah tangga. Sehingga lebih tepat disebut

syirkah abdan, karena modal dari suami, isteri mempunyai andil jasa dan

tenaganya. Tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, isteri juga dapat

11

Ibid., h. 81.

12

Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri, h. 294-295.

Page 36: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

25

melakukan pekerjaan yang mendatangkan kekayaan, sehingga masing-masing

suami isteri mendatangkan modal dan dikelola bersama. Bentuk ini disebut

syirkah ‘inan.13

Menurut Ismail Muhammad Syah, pencaharian bersama suami isteri

lebih dekat kepada pengertian syirkah abdan dan syirkah mufawadhah.

Dikatakan syirkah abdan karena pada umumnya suami isteri dalam masyarakat

Indonesia sama-sama bekerja membanting tulang untuk mendapatkan nafkah

hidup keluarga. Hanya saja terkadang pekerjaan isteri lebih ringan dari

pekerjaan suami. Adapaun dikatakan syirkah mufawadhah karena memang

perkongsian suami isteri itu tidak terbatas. Apa saja yang mereka hasilkan

selama perkawinan termasuk harta bersama. Kecuali yang mereka terima

sebagai warisan atau sebagai pemberian khusus untuk salah seorang diantara

mereka berdua.14

B. Pengaturan Harta Bersama

Masalah harta bersama merupakan masalah Ijtihadiyah karena belum

ada pada saat madzhab-madzhab terbentuk. Berbagai sikap dalam menghadapi

tantangan ini telah dilontarkan. Satu pihak berpegang pada tradisi dan

penafsiran ulama mujtahid terdahulu, sedang pihak lain berpegang pada

penafsiran lama yang tidak cukup untuk menghadapi perubahan sosial yang

13 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000, Cet.

Ke-4 ), h.201.

14

Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri, h. 296.

Page 37: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

26

ada. Sehingga masalah harta bersama ini perlu dibahas dalam KHI agar umat

Islam di Indonesia mempunyai pedoman fiqh yang seragam dan telah menjadi

hukum positif yang wajib dipatuhi, dan juga perlu dibahas di dalam UU

Perkawinan No. 1 Tahun 1974 sehingga terjadi keseragaman dalam

memutuskan perkara di Pengadilan.

Pengadilan Agama dalam menetapkan putusan maupun fatwa tentang

harta bersama mengutip langsung ketentuan hukum yang ada dalam Al-Qur’an

karena tidak dikenal dalam referensi syafi’iyah. Lebih jauh lagi dalam

menetapkan porsi harta bersama untuk suami isteri digunakan kebiasaan yang

berlaku setempat, sehingga terdapat penetapan yang membagi dua harta

bersama di samping terdapat pula penetapan yang membagi dengan

perbandingan dua banding satu. Selain itu harta bersama seharusnya dibagi

sesuai dengan fungsi harta itu untuk suami atau untuk isteri.

Pada dasarnya, tidak ada percampuran harta kekayaan dalam

perkawinan antara suami dan istri (harta gono gini). Konsep harta gono-gini

awalnya berasal dari adat istiadat atau tradisi yang berkembang di Indonesia.

Konsep ini kemudian di dukung oleh hukum islam dan hukum positif yang

berlaku di negara kita. Sehingga, dapat dikatakan ada kemungkinan telah

terjadi suatu percampuran antara kekayaan suami dan kekayaan istri (alghele

gemenschap van goerderen) dalam perkawinan mereka. Percampuran harta

kekayaan (gono-gini) ini berlaku jika pasangan tersebut tidak menentukan hal

lain dalam perjanjian perkawinan.

Page 38: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

27

Dasar hukum tentang harta gono gini dapat ditelusuri melalui Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur tentang harta

kekayaan antara lain dalam pasal:

1. Pasal 35 ayat (1) disebutkan bahwa yang di maksud dengan harta gono gini

(harta bersama) adalah “harta benda yang diperoleh selama perkawinan”

artinya, harta kekayaan yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan

tidak disebut harta gono-gini.

2. Pasal 35 Ayat (2) menyebutkan harta bawaan dari masing-masing suami atau

istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau

warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak

tidak menentukan lain.

3. Pasal 36 ayat (1) menyebutkan harta bersama suami dan istri dapat bertindak

atas persetujuan kedua belah pihak.

4. Pasal 37 ayat (1) yaitu bilamana perkawinan putus karena perceraian maka

harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Pengaturan mengenai harta bersama juga terdapat di dalam KUH

Perdata pasal 119, disebutkan bahwa “ Sejak saat dilangsungkan perkawinan,

maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri,

sejauh tentang hal ini tidak diadakan ketentuan lain dalam perjanjian

perkawinan. harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh

ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri.”

Page 39: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

28

Dalam Kompilasi Hukum Islam juga terdapat pengaturan tentang

harta bersama ini, antara lain terdapat pada pasal :

1. Pasal 85 yang menyatakan harta bersama dalam perkawinan itu tidak

menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri.

2. Pasal 86 ayat (2), harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh

olehnya demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai

penuh olehnya.

3. Pasal 87 ayat (1), harta bawaan dari masing-masing suami dan istri yang

diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah

penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain

dalam perjanjian kawinnya.

4. Pasal 87 ayat (2), suami atau istri mempunyai hak sepenuhnya untuk

melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah

sodakah atau lainnya.

C. Ruang Lingkup Harta Bersama

Menurut hukum Islam, ruang lingkup harta bersama (syirkah) sebatas

pada penghasilan yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Demikian

juga dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa harta benda yang

diperoleh selama dalam perkawinan menjadi harta bersama. KHI juga

menegaskan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh baik sendiri-

sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung

Page 40: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

29

dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas

nama siapapun.

Dapat disimpulkan bahwa secara garis besarnya ruang lingkup harta

bersama terbatas pada penghasilan suami isteri selama masa perkawinan

berlangsung. Ini yang dipahami kebanyakan orang. Akan tetapi menurut Yahya

Harahap, dalam menentukan objek harta bersama dalam perkawinan tidaklah

sesederhana itu. Menurutnya berdasarkan pengembangan yuridiksi harta

bersama, maka harta perkawinan yang termasuk dalam harta bersama adalah

sebagai berikut15

:

1. Harta yang dibeli selama dalam ikatan perkawinan berlangsung

Setiap barang yang dibeli dalam suatu ikatan perkawinan secara

otomatis menurut hukum, harta tersebut menjadi objek harta bersama

suami-isteri, tanpa mempersoalkan siapa yang membeli, atas nama siapa,

terdaftar atas nama siapa dan harta tersebut kelak dimana.16

Hal tersebut

berdasarkan putusan Mahkamah Agung Tanggal 5 Mei 1971 No. 803

K/Sip/1970. Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa harta yang dibeli oleh

15

Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara Di Lingkungan Peradilan Agama,

(Bandung : CV. Mandar Maju, 2008). h. 314.

16

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan no 1 Tahun 1974,

(Yogyakarta : Liberti, 2004). h. 99.

Page 41: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

30

suami atau isteri di tempat yang jauh dari tempat mereka adalah termasuk

harta bersama suami isteri jika pembelian dilakukan selama perkawinan.17

Akan tetapi jika uang pembelian barang tersebut berasal dari harta

pribadi suami/istri, maka barang tersebut tidak menjadi objek harta bersama

melainkan menjadi milik pribadi. Hal ini dapat dilihat pada putusan MA

yang tertuang dalam putusan No. 151 K/Sip/1974, tanggal 16 Desember

1975.18

2. Harta yang Dibeli dan Dibangun Pasca Perceraian yang dibiayai dari

Harta Bersama

Dalam menentukan suatu barang termasuk objek harta bersama

dapat ditentukan dengan mengetahui asal usul uang biaya dalam pembelian

atau pembangunan barang yang bersangkutan, meskipun barang tersebut

dibeli dan dibangun sesudah terjadi perceraian. Praktek ini sesuai dengan

putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Mei 1970 No. 803 K/Sip/1970 yakni

apa saja yang dibeli, jika uang pembeliannya berasal dari harta bersama

maka dalam barang tersebut melekat harta bersama meskipun telah merubah

wujudnya.19

17

M. Yahya Harahap, Kedudukan dan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-

Undanga No. 7 Tahun 1989), (Jakarta : Pustaka Kartini, 1997, Cet. Ke- 3, ) h. 303.

18

Ibid.

19

Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara Di Lingkungan Peradilan Agama.

h. 316.

Page 42: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

31

3. Harta yang Dapat Dibuktikan Diperoleh Selama dalam Ikatan

Perkawinan

Apabila dalam sengketa mengenai harta bersama terdapat suatu

perbedaan pendapat mengenai suatu harta tersebut, apakah termasuk dalam

objek harta bersama ataupun bukan, maka dapat ditentukan oleh

kemampuan dan keberhasilan penggugat membuktikan bahwa harta-harta

yang digugat benar-benar diperoleh selama perkawinan berlangsung dan

uang pembeliannya tidak berasal dari uang pribadi.

Terkait dengan hal tersebut di atas, dalam sebuah Putusan

Mahkamah Agung tertanggal 30 Juli 1974 No. 8088 K/Sip/1974

menentukan bahwa masalah atas nama siapa harta itu terdaftar , bukanlah

faktor yang menggugurkan keabsahan suatu harta masuk yuridiksi harta

bersama, sepanjang yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa harta

tersebut diperoleh selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, dan

pembiayaannya berasal dari harta bersama. Bahkan bukan hanya harta yang

terdaftar atas nama isteri/suami yang menjadi yuridiksi harta bersama,

melainkan suatu harta yang terdaftar atas nama adik suami/isteri pun, tetap

menjadi yuridiksi harta bersama, asalkan hal tersebut dapat dibuktikan

bahwa itu diperoleh selama dalam ikatan perkawinan berlangsung.20

20

Ibid.

Page 43: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

32

4. Penghasilan Harta Bersama dan Harta Bawaan

Penghasilan yang berasal dari harta bersama menjadi yuridiksi

harta bersama. Ini adalah suatu hal yang logis adanya. Tetapi bukan hanya

barang yang berasal dari harta bersama saja yang menjadi yuridiksi harta

bersama, melainkan juga penghasilan dari harta pribadi suami atau isteri.

Sekalipun hak dan kepemilikan harta pribadi mutlak berada di bawah

kekuasaan pemiliknya, namun harta pribadi itu tidak lepas fungsinya dari

kepentingan keluarga. Barang pokoknya memang tidak boleh diganggu

gugat, tetapi hasil dari barang tersebut menjadi yuridiksi harta bersama.

Ketentuan ini berlaku sepanjang suami-isteri tidak menentukan lain dalam

perjanjian perkawinan.21

5. Segala Penghasilan Pribadi Suami Isteri

Segala hal yang menyangkut penghasilan pribadi suami isteri baik

dari keuntungan yang diperoleh dari perdagangan masing-masing ataupun

hasil perolehan masing-masing pribadi sebagai pegawai, menjadi yuridiksi

harta bersama suami isteri. Hal ini ditegaskan dalam Putusan Mahkamah

Agung Tanggal 11 Maret 1971 No. 454 K/Sip/1970. Penggabungan

penghasilan pribadi dengan sendirinya terjadi menurut hukum, sepanjang

suami isteri tidak menentukan hal lainnya dalam perjanjian perkawinan.22

21

Ibid. h. 318.

22 Ibid.

Page 44: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

33

D. Terbentuknya Harta Bersama

Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa

harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Artinya

terbentuknya harta bersama dalam perkawinan ialah sejak saat tanggal

terjadinya perkawinan sampai ikatan perkawinan tersebut bubar.23

Dengan

demikian, harta apapun yang diperoleh terhitung sejak saat dilangsungkan akad

nikah sampai saat pernikahan bubar, baik karena salah satu pihak meninggal

dunia atau karena perceraian, maka seluruh harta tersebut dengan sendirinya

menurut hukum menjadi harta bersama. Kecuali jika harta yang diperoleh

berupa warisan atau hibah oleh salah satu pihak. Harta tersebut tidak termasuk

di dalam harta bersama, tetapi termasuk dalam harta pribadi si penerima.

Menurut Sayuti Thalib, harta bersama terbentuk pada saat terjadinya

syirkah. Adapun syirkah dapat terjadi melalui cara-cara sebagai berikut :

1. Adanya perjanjian syirkah secara tertulis atau lisan yang diucapkan

sebelum atau sesudah terjadinya akad nikah.

2. Adanya peraturan yang telah ditentukan oleh undang-undang atau

peraturan perundang-undangan lain bahwa harta yang dimaksud

adalah harta bersama suami isteri.

3. Syirkah yang diperoleh atas usaha selama masa perkawinan, dimana

syirkah tersebut berjalan dengan sendirinya yang mana suami dan

23

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-Undang

No. 7 Tahun 1989), (Jakarta : Pustaka Kartini, 1997, Cet. Ke- 3 ), h. 299.

Page 45: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

34

isteri bersama-sama memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dalam

mencari dan membiayai kebutuhan hidup mereka.

Berdasarkan hal tersebut, untuk mengantisipasi terjadinya segala

persoalan yang akan menimpa rumah tangga pasangan suami isteri dikemudian

hari, upaya preventif perlu dilakukan oleh pasangan yang hendak menikah

untuk membuat perjanjian perkawinan secara tertulis mengenai harta bersama

dalam perkawinannya. Karena ada pendapat yang mengatakan bahwa dengan

akad nikah saja tidak cukup menjadi patokan terbentuknya harta bersama,

maka lebih baik harta bersama itu terbentuk pada saat dilakukan perjanjian

(syirkah) dalam perkawinan.

E. Pembagian Harta Bersama

Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam

pasal 35 menentukan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan

menjadi harta bersama dan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri

baik itu diperoleh dari hadiah atau warisan merupakan harta yang ada di bawah

penguasaan masing-masing sepanjang para pihak mennetukan lain.

Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan harta

bersama suami isteri, hanyalah meliputi harta-harta yang diperoleh suami isteri

sepanjang perkawinan saja artinya harta yang diperoleh selama tenggang

waktu, antara saat peresmian perkawinan, sampai perkawinan tersebut putus,

baik putusnya karena kematian salah seorang diantara mereka (cerai mati),

Page 46: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

35

maupun karena perceraian (cerai hidup). Dengan demikian harta yang telah

dipunyai pada saat dibawa masuk ke dalam perkawinan terletak di luar harta

bersama.24

Adanya pemisahan secara otomatis (demi hukum) antara harta pribadi

dengan harta bersama, tanpa disertai kewajiban untuk mengadakan pencatatan

pada saat perkawinan akan dilangsungkan (atau sebelumnya) dapat

menimbulkan banyak masalah di kemudian hari dalam segi asal usul harta atau

harta-harta tertentu pada waktu pembagian dan pemecahan baik karena

perceraian maupun kematian. Adalah sangat menguntungkan , kalau

dikemudian hari dalam peraturan pelaksanaan diadakan ketentuan yang

mewajibkan adanya pencatatan harta bawaan masing-masing suami isteri .

Persoalan mengenai pembagian harta bersama di dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sendiri terkait dengan pembagian harta bersama yang

disebabkan oleh perceraian, poligami dan kematian oleh karena itu dalam

penulisan ini hanya akan memberikan gambaran umum mengenai pembagian

harta bersama dalam ketentuan Kompilasi Hukum Islam. Adapun ketentuan

yang menyangkut pembagian harta bersama dalam sebagai berikut :

1. Pembagian dalam cerai hidup

Dalam ketentuan KHI pembagian harta bersama yang

disebabkan oleh cerai hidup telah diatur dalam pasal 96 dan 97. Secara

24

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-Undang

No. 7 Tahun 1989), h. 188-189.

Page 47: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

36

khusus, pasal 97 KHI mengatur tentang pembagian harta bersama dalam

cerai hidup yang rumusnya sebagai berikut, baik itu janda atau duda cerai

hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak

ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

2. Pembagian dalam cerai mati

Dalam pasal 96 KHI dijelaskan apabila terjadi cerai mati,

maka setengah dari harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih

lama. Hal itu dikarenakan hak untuk mewarisi antara suami isteri tercipta

bukanlah dari hubungan nasab melainkan hubungan yang tercipta karena

akibat dari suatu perkawinan.25

Pertimbangan rumusan pasal ini sama

dengan pembagian harta bersama dalam cerai hidup. Yakni akad nikah

menyerupai perkongsian muamalat, sehingga selama hidup berumah

tangga, antara suami isteri membangun perekonomian keluarga secara

bersama-sama. Oleh karena itu, masing-masing suami maupun isteri

berhak mendapat setengah bagian dalam pembagian harta bersama yang

dihasilkan selama perkawinanannya tersebut.

3. Pembagian dalam perkawinan poligami

Dalam pasal 94 ayat (1) dan (2) KHI dirumuskan mengenai

bentuk harta bersama dalam perkawinan poligami yang mempunyai isteri

lebih dari seorang, masing-masing terpisahkan dan berdiri sendiri dua

25

M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Isam, Cetakan Ke-2, Jakarta :

Amzah, 2013. h. 18.

Page 48: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

37

kepemilikan harta bersama dari perkawinan tersebut sebagaimana ayat (1)

dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua,ketiga

atau keempat.

Dapat disimpulkan bahwa dalam hukum Islam atau Qur’an tidak ada

memerintahkan dan tidak pula melarang harta bersama itu dipisahkan atau

dipersatukan. Jadi, dalam hal ini hukum Islam memberikan kesempatan kepada

masyarakat manusia itu sendiri untuk mengaturnya. Apakah peraturan itu akan

berlaku untuk seluruh masyarakat atau hanya sebagai perjanjian saja antara dua

orang bakal suami isteri sebelum diadakan perkawinan. tentu saja isi dan

maksud peraturan atau perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan Qur’an

dan Hadits.26

Masalah harta bersama ini merupakan masalah ijtihaiyah karena

belum ada pada saat madzhab-madzhab terbentuk. Berbagai sikap dalam

menghadapi tantangan ini dilontarkan. Satu pihak berpegang pada tradisi dan

penafsiran ulama mujtahid terdahulu , sedang pihak lain berpegang pada

penafsiran lama yang tidak cukup untuk menghadapi perubahan sosial yang

ada sehingga masalah harta bersama ini perlu dibahas di dalam KHI agar umat

Islam di Indonesia mempunyai pedoman fiqih yang seragam dan telah menjadi

hukum positif yang wajib dipatuhi, dan di dalam UU No. 1 Tahun 1974

tentang perkawinan sehingga terjadi keseragaman dalam memutuskan perkara

di Pengadilan.

26

Abdorraoef, Al- Qur’an dan Ilmu Hukum Sebuah Studi Perbandingan (Jakarta : Bulan

Bintang, 1986), h. 113

Page 49: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

38

BAB III

SITA MARITAL (MARITAL BESLAG) DI PENGADILAN AGAMA DAN

KEDUDUKAN SITA MARITAL TERHADAP HARTA BERSAMA

A. Pengertian dan Tujuan Sita Marital (Marital Beslag)

1. Pengertian Sita Marital (Marital Beslag)

Sita Marital atau Marital Beslag merupakan salah satu bentuk dari

sita jaminan (conservatoir beslaag) yang bersifat khusus, sita marital hanya

dapat ditetapkan terhadap harta perkawinan, yakni harta bersama apabila

diantara suami dan istri terjadi perceraian. Timbulnya hak mengajukan yaitu

apabila terjadi perkara perceraian berlangsung, maka para pihak berhak

mengajukan permohonan sita atas harta perkawinan dan sita yang demikian

disebut dengan Sita Marital.1

Arti sita marital (marital beslag) ialah sita yang diletakkan atas

harta bersama suami istri baik yang berada ditangan suami maupun yang

berada ditangan istri apabila terjadi sengketa perceraian, sita marital tidak

boleh dijalankan secara partia (sebagian-sebagian). Untuk menjaminnya

keutuhan harta bersama selama perkara perceraian masih dalam pemeriksaan

Pengadilan Agama, maka para pihak yang berperkara tersebut berhak untuk

mengajukan Permohonan Sita atau dalam lingkungan Peradilan Agama.

1 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata : Permasalahan dan Penerapan Conservatoir

Beslag (Sita Jaminan), (Jakarta : Pustaka, 1987, Cet. Ke- 1 ), h. 145.

Page 50: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

39

Adapun tujuan dari Sita Marital adalah untuk menjamin agar harta

perkawinan tetap utuh dan terpelihara sampai perkara mendapat putusan yang

berkekuatan hukum tetap.2

Penyitaan terhadap harta bersama, baik Penggugat atau Tergugat

(suami-istri), dilarang memindahkannya kepada pihak lain dalam segala

bentuk transaksi.3 Dan dengan adanya penyitaan tersebut, apabila terjadi

tindakan tergugat untuk mengasingkan atau mengalihkan atau mengoper

barang-barang yang disita adalah tidak sah, dan merupakan suatu tindakan

pidana.

Setiap sita mempunyai tujuan tertentu, dalam sita revindikasi

bermaksud menuntut pengembalian barang yang bersangkutan kepada

Penggugat sebagai pemilik, sedangkan sita jaminan (Conservatoir Beslag)

bertujuan menjadikan barang yang disita sebagai pemenuhan pembayaran

utang Tergugat.

Tujuan sita marital berbeda dengan yang disebutkan diatas bukan

untuk menjamin tagihan pembayaran kepada Penggugat (suami atau istri);

Juga bukan untuk menuntut penyerahan hak milik (revindikasi); Akan tetapi

tujuan utamanya untuk membekukan harta bersama suami istri melalui

penyitaan, agar tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses perkara

2 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta

: Kencana, 2006, Cet. Ke-4) h. 41.

3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1999, Cet.

Ke-2), h. 64.

Page 51: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

40

perceraian atau pembagian harta bersama berlangsung. dengan adanya

penyitaan terhadap harta bersama, baik Penggugat atau Tergugat (suami istri),

dilarang memindahkannya kepada pihak lain dalam segala bentuk transaksi.4

Adanya pembekuan harta bersama dibawah penyitaan, berfungsi

untuk mengamankan atau melindungi keberadaan dan keutuhan harta

bersama atas tindakan yang tidak bertanggung jawab dari Tergugat.

Sehubungan dengan itu titik berat penilaian yang harus dipertimbangkan

pengadilan atas permintaan sita marital adalah pengamanan atau perlindungan

atas keberadaan harta bersama. Penilaian ini jangan terlampau dititikberatkan

pada faktor dugaan atau persangkaan akan adanya upaya Tergugat untuk

menggelapkan barang tersebut, tetapi lebih diarahkan pada masalah

pengamanan dan perlindungan harta bersama.

2. Pengaturan Sita Marital

Sita Marital tidak terdapat di dalam HIR atau RBg melainkan

hanya dijumpai di dalam BW (Burgerlijk Wetboek) dan Rsv (Reglement op

de Burgerlijke Rechtsvordering), akan tetapi Sita Marital ini berlaku di

lingkungan Peradilan Umum sekarang ini.5

Pengaturan sita marital dapat ditemukan dalam beberapa peraturan

perundang-undangan, antara lain yang terdapat dalam :

4 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, , h. 164.

5 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,

2003, Cet. Ke 2), h. 208.

Page 52: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

41

a. Pasal 190 KUH Perdata yang berbunyi : Sementara perkara berjalan

dengan ijin Hakim, istri boleh mengadakan tindakan-tindakan untuk

menjaga agar harta kekayaan persatuan tidak habis atau diboroskan.6

Ketentuan tersebut dulunya berlaku bagi golongan Eropa dan

Tionghoa. Tetapi sejak UU No.1 tahun 1974 berlaku, Pasal 66 menegaskan

segala ketentuan KUH Perdata mengenai Perkawinan dinyatakan tidak

berlaku lagi. Namun demikian ketentuan Pasal 190 KUH Perdata tersebut,

dapat dijadikan bahan orientasi sebagai kedudukan dalam hukum adat tertulis.

b. Pasal 24 ayat (2) huruf c PP No. 9 Tahun 1975 Menurut pasal ini “Selama

berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau

tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin timbul,

pengadilan dapat mengijinkan dan menentukan hal-hal yang perlu untuk

menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama

suami istri“.

c. Pasal 78 huruf c UU No. 7 tahun 1989 jo. UU No 3 Tahun 2006. Bunyi

dalam pasal ini persis sama dengan Pasal 24 ayat (2) huruf c PP No. 9

Tahun 1975 atau dapat juga dikatakan bahwa isi dan ketentuannya

ditransfer dari pasal PP yang dimaksud.

6 R. Subekti, R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Bandung: Pradnya

Paramita, cet. 25), h. 60.

Page 53: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

42

Berdasarkan Pasal 78 huruf c, lingkungan peradilan agama pun

telah memiliki aturan positif lembaga sita marital. Bahkan sita marital

tersebut dalam lingkungan peradilan agama, tidak hanya diatur dalam Pasal

78 UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 , tetapi juga dalam Pasal

136 ayat (2) huruf b Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang sama bunyinya

dengan Pasal 24 Ayat (2) huruf c PP No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 78 huruf c

UU No. 7 tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 . Dengan demikian, landasan

penerapan sita marital dalam lingkungan peradilan agama telah diatur dalam

berbagai bentuk peraturan perundang-undangan.

d. Pasal 823 Rv yang berbunyi : Tindakan-tindakan yang boleh dilakukan

sehubungan dengan Pasal 190 KUH Perdata adalah penyegelan,

pencatatan harta kekayaan dan penilaian barang-barang, penyitaan

jaminan atas barang-barang bergerak bersama atau jaminan atas barang-

barang tetap bersama.

Pasal ini merupakan salah satu diantara beberapa pasal lainnya

yang mengatur tentang sita marital. Ketentuannya mulai dari Pasal 823-830

Rv. Maka dapat dilihat bahwa pengaturan sita marital dalam Rv sangat luas.

Sebaliknya dalam UU No.1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun1975 hanya terdiri

dalam satu (1) pasal. Sedangkan dalam HIR dan RBG sama sekali tidak

diatur mengenai sita marital.

Page 54: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

43

Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mengatur hal yang berkaitan

dengan sita marital, yaitu Pasal 95 Ayat (1) dan Ayat (2) yang menyatakan

bahwa ;

1) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 Ayat (2) Huruf (c),

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 Ayat (2),

suami atau istri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita

jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai,

apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan

membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk boros dan sebagainya.

2) Dalam Pasal 136 Ayat (2) Huruf (b) Kompilasi Hukum Islam juga

mengatur mengenai sita marital, bahwa : selama berlangsungnya gugatan

perceraian, atas permohonan penggugat dan tergugat Pengadilan Agama

dapat “Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya

barang-barang yang menjadi hak bersama suami-istri atau barang-

barang yang menjadi hak istri”.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya sita marital adalah

salah satu jenis sita jaminan (conservatoir beslag), oleh karena itu segala

ketentuan yang berlaku pada sita jaminan, berlaku sepenuhnya pada sita

marital. Mulai dari pengajuan permohonan, dan tata cara

pelaksanaannya.7

7 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h. 288.

Page 55: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

44

Ketentuan yang terdapat di dalam HIR (Herziene Inlandsch

Reglement), RBg (Rechtreglement Voor De Buitengwesten), B.Rv

(Reglement Op De Burgerlijke Rechvordering), dan sumber hukum acara

yang berlaku di Pengadilan Umum, kecuali hal-hal yang telah diatur

secara khususnya oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dapat digunakan pada sita marital

yang diajukan kepada Pengadilan Agama, sesuai Pasal 54 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

yang menyatakan bahwa ; “Hukum acara yang berlaku dalam Pengadilan

Agama adalah hukum acara perdata pada Pengadilan Umum, kecuali

yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini”.

B. Ruang Lingkup Penerapan Sita Marital

1. Pada Perkara Perceraian

Penerapan sita marital yang paling utama pada perkara perceraian.

Apabila terjadi perkara perceraian antara suami istri, maka hukum akan

memberi perlindungan kepada suami atau istri atas keselamatan keutuhan

harta bersama. Dengan cara meletakkan sita di atas seluruh harta bersama

untuk mencegah perpindahan harta bersama kepada pihak ketiga.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 190 maupun Pasal 125 KUH

Perdata, hak untuk mengajukan sita marital hanya diberikan kepada istri. Hal

itu sesuai dengan latar belakang yang digariskan Pasal 105 KUH Perdata

yang memberi kedudukan matriale macht (kepala persekutuan) kepada suami,

Page 56: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

45

dan sekaligus memberi hak dan wewenang kepada suami untuk mengurus

dan menguasai harta kekayaan bersama dan harta istri dalam perkawinan.

Berarti dalam praktiknya, penguasaan harta bersama berada di tangan suami.

Kalau begitu layak dan sejalan memberi hak kepada istri untuk meminta sita

marital agar suami tidak leluasa menghabiskan harta bersama selama proses

perkara masih berjalan.

2. Pada Perkara Pembagian Harta Bersama

Pada dasarnya persoalan sita harta bersama diperlukan apabila

terjadi perkara antara suami dan istri. Secara hukum perkara yang mungkin

timbul diantara suami istri yang erat kaitannya dengan harta bersama bukan

hanya pada perkara perceraian tetapi juga pada perkara pembagian harta

bersama. Seperti seorang suami yang mengajukan gugatan perceraian tanpa

dibarengi tuntutan pembagian harta bersama. Terhadap gugatan itu, istri

(selaku Tergugat) tidak mengajukan gugatan rekonvensi, menuntut

pembagian harta bersama, selanjutnya gugatan perceraian dikabulkan. Dalam

keadaan seperti itu apabila mantan suami atau istri ingin membagi harta

bersama hanya dapat dilakukan melalui gugatan tentang pembagian harta

bersama.

Dalam menjamin keutuhan dan keselamatan harta bersama selama

proses perkara berlangsung, hanya dengan cara meletakkan proses sita

marital diatasnya. Hal ini jika ditinjau dari segi penjaminan keberadaan harta

bersama dalam pembagian harta bersama, sangat urgen meletakkan sita

Page 57: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

46

marital selama proses pemeriksaan berlangsung. Oleh karena itu sangat

relevan menerapkan sita marital dalam perkara pembagian harta bersama.

3. Pada Perbuatan yang Membahayakan Harta Bersama

Sita marital yang dimaksudkan diatas diterapkan dalam perkara

pembagian harta bersama. Jadi penerapannya bertitik tolak dari adanya

perkara antara suami istri. Seolah-olah jika tidak terjadi perkara atau

pembagian harta bersama, sita marital tidak berfungsi dan tidak dapat

diterapkan dalam penegakkan hukum diantara suami istri. Hal ini benar jika

semata-mata merujuk kepada Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan PP No.

9 tahun 1975. Akan tetapi, jika berorientasi kepada ketentuan hukum yang

ada maka : sita marital dapat diterapkan penegakkannya diluar proses perkara

perceraian atau pembagian harta bersama; oleh karena itu dimungkinkan

menerapkannya di luar proses perkara, apabila terjadi tindakan yang

membahayakan keberadaan harta bersama.

Penerapan yang demikian dapat berorientasi kepada ketentuan Pasal

186 KUH Perdata. Menurut Pasal 186 KUH Perdata tersebut : selama

perkawinan berlangsung suami atau istri (aslinya hanya disebut istri), dapat

mengajukan permintaan sita marital terhadap Hakim; namun permintaan itu

harus berdasarkan alasan bahwa harta bersama berada dalam keadaan bahaya

karena :

Page 58: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

47

a. Adanya tindakan atau perbuatan dari suami atau istri yang nyata-nyata

memboroskan harta bersama serta dapat menimbulkan akibat bahaya

keruntuhan keluarga dan rumah tangga;

b. Tidak adanya ketertiban dalam mengelola dan mengurus harta bersama

yang dilakukan suami atau istri yang dapat membahayakan eksistensi dan

keutuhan harta bersama sebagaimana mestinya.

C. Permohonan Sita Marital (Marital Beslag)

1. Alasan Pengajuan Sita Marital

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa sita marital itu

merupakan salah satu jenis dari sita jaminan (conservatoir belslag) yang

bersifat khusus, oleh karena itu segala ketentuan yang berlaku pada sita

jaminan, berlaku sepenuhnya juga pada sita marital. Mulai dari pengajuan

permohonan dalam surat gugatan maupun yang diajukan secara terpisah dari

pokok perkaranya hingga dalam tata cara pelaksanaannya.8

Adapun yang dapat menjadi alasan untuk mengajukan sita marital

pun adalah sama dengan alasan pengajuan sita jaminan (conservatoir beslag)

yang mana hal tersebut diatur dala Pasal 227 Jo Pasal 197 HIR atau Pasal

261 Jo Pasal 206 Rbg. Alasan-alasan yang dimaksud adalah bahwa adanya

8 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan dan Acara Peradilan Agama, h. 288.

Page 59: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

48

persangkaan yang beralasan bahwa Tergugat akan menggelapkan barang-

barang sehingga hal itu akan merugikan Penggugat.9

Kemudian yang berwenang untuk menilai unsur persangkaan adalah

hakim, bukan Penggugat dan batas minimal yang dianggap bernilai untuk

mengesahkan alasan persangkaan adalah apabila ada fakta yang mendukung

persangkaan atau sekurang-kurangnya ada petunjuk-petunjuk yang

membenarkan persangkaan, dan fakta atau petunjuk tersebut dinilai harus

masuk akal.10

2. Tata Cara Pengajuan Sita Marital

a. Permohonan diajukan dalam surat gugatan

Mengenai tata cara pengajuan permohonan sita marital,

Penggugat mengajukan permohonan sita marital secara tertulis dalam surat

gugatan, sekalipun bersamaan dengan pengajuan gugatan pokok kepada

Pengadilan Agama. Pengajuan permohonan sita marital dalam bentuk ini,

tidak dipisahkan dengan dalil gugatan atau gugatan pokok, keduanya

bersatu dalam surat gugatan sekaligus jika permohonan sita marital

disatukan bersamaan dengan surat gugatan.11

9 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Permasalahan dan Penerapan Conservatoir

Beslag (Sita Jaminan), h. 36.

10

Ibid., h. 38.

11

Ibid., h. 24.

Page 60: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

49

Dalam perumusan dalil gugatan yang merupakan landasan dari

hal tersebut dapat diketahui layak atau tidaknya pengajuan permohonan

sita marital. Hal itu dikarenakan dari perumusan dalil gugat serta uraian

fakta dan peristiwa yang mendukung dalil gugat, maka permohonan sita

marital serta alasan kepentingan akan lebih tepat dan lebih mudah

dirumuskan permohonan sita serta alasan kepentingan penyitaan. di

samping perumusan permohonan sita marital di akhir posita gugat,

permohonan itu harus dipertegas lagi dalam petitum gugatan yang berisi

permintaan kepada pengadlan, supaya sita marital yang diletakkan atas

harta bersama dinyatakan sah dan berharga.12

b. Permohonan dapat diajukan secara terpisah dari pokok perkara

Adapun bentuk pengajuan sita marital yang kedua dilakukan

dalam bentuk “Tersendiri”, terpisah dari gugatan pokok perkara. Di

samping gugatan perkara, Penggugat mengajukan permohonan sita marital

dalam bentuk surat yang lain. Bahkan dimungkinkan dan dibolehkan

melakukan pengajuan permohonan sita marital tersendiri secara lisan,

meskipun bentuk permohonan sita marital secara lisan sering terjadi dalam

praktek, namun kelangkaan praktek itu bukan berarti melenyapkan hak

Penggugat untuk mengajukan permohonan sita marital secara lisan.13

12

Ibid., h. 25.

13

Ibid., h. 26.

Page 61: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

50

D. Tata Cara Pelaksanaan Penyelesaian Sita Marital

Menurut M. Yahya Harahap mengenai tata cara pelaksanaan

pelaksanaan sita marital sama dengan tata cara pelaksanaan sita eksekusi

(Eksekutorial Beslag) dengan demikian tata cara pelaksanaan Conservatoir

Beslag dengan sita eksekusi diatur dalam Pasal 197 Ayat 2 sampai Ayat 6 HIR

atau Pasal 209 RBg. 14

Yakni adalah sebagai berikut :

1. Pejabat yang berwenang untuk memerintahkan Conservatoir Beslag ialah

Ketua Majelis atas nama Majelis Hakim yang memeriksa perkara yang

bersangkutan dengan cara permohonan conservatoir beslag diperiksa

dalam persidangan insidentil dan diperiksa dan diputus mendahului

pokok perkara.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan insidentil dikeluarkan perintah kepada

Panitera atau Juru Sita untuk melaksanakannya dan perintah tersebut

dituangkan dalam bentuk “Surat Penetapan”.

3. Pelaksanaan Conservatoir Beslag dilakukan di tempat letak barang yang

dilaksanakan oleh Juru Sita dan dibantu oleh dua orang saksi.

4. Juru Sita membuat “Berita Acara” Conservatoir Beslag yang

mencantumkan secara rinci satu persatu barang yang diconsevatoir

beslag, jenis & ukuran barang, kemudian membuat berita acara

dihadapan tersita, apabila tersita tidak hadir maka berita acara

diberitahukan kepadanya. Berita acara sita ditandatangani oleh juru sita

14

Ibid.

Page 62: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

51

dan dua orang saksi. Pembuatan berita acara merupakan syarat formil

keabsahan conservatoir beslag.

5. Penjagaan conservatoir beslag diatur dalam Pasal 197 Ayat (9) HIR atau

Pasal 212 RBg yakni:

Penjagaan conservatoir beslag barang bergerak tetap di tangan tersita

ditinggalkan untuk disimpan pihak tersita atau dibawa ke tempat

penyimpanan yang patut.

Penjagaan barang conservatoir beslag, tidak boleh diserahkan kepada

pemohon sita.

E. Akibat Hukum Sita Marital Terhadap Harta Bersama

Sita marital merupakan salah satu jenis atau pengkhususan dari “Sita

Jaminan” (conservatoir beslag). Oleh karena itu, segala ketentuan yang berlaku

pada sita jaminan (conservatoir beslag) berlaku sepenuhnya pada sita marital.15

Terkait dengan pemeliharaan harta bersama untuk menjaga

keutuhannya dalam kasus sita marital harus diartikan meliputi seluruh harta

bersama. Tidak boleh diartikan hanya untuk sebagian atau harta tertentu saja,

jadi sita marital diletakkan meliputi seluruh harta bersama yang dimiliki oleh

kedua belah pihak yang berperkara. 16

15

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Permasalahan dan Penerapan Conservatoir

Beslag (Sita Jaminan), h. 94.

16

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan dan Acara Peradilan Agama, h. 284.

Page 63: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

52

Tujuan dari sita marital (sita harta bersama) itu sendiri antara lain

untuk membekukan harta bersama suami istri melalui penyitaan, agar tidak

berpindah kepada pihak ketiga selama proses perceraian/pembagian harta

bersama berlangsung. Sedangkan fungsi dari dimohonkannya sita marital

adalah untuk melindungi hak pemohon sita marital dengan menyimpan atau

membekukan barang yang disita agar jangan sampai jatuh di tangan pihak

ketiga.17

.

Kemudian apabila sita marital (marital beslag) mempunyai kekuatan

hukum mengikat, diatur dalam Pasal 199 Ayat 1 HIR atau Pasal 214 Ayat 1

RBg., yaitu terhitung dari jam dan hari berita acara sita diumumkan, dan sejak

saat itu dalam sita jaminan telah terkandung unsur akibat hukum. Yang mana

bentuk dari akibat hukumnya ialah berwujud “batal demi hukum”, yaitu

“larangan” berupa:

Memindahkan kepada pihak ketiga dengan kata lain dilarang untuk

menjual, menghibahkan, atau menukar barang yang menjadi sita marital.

Dilarang untuk membebankannya kepada pihak ketiga yakni dalam

bentuk agunan, hipotik, gadai, dan sewa.18

17

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia ,h. 92.

18

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Permasalahan dan Penerapan Conservatoir

Beslag (Sita Jaminan), h. 94.

Page 64: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

53

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 549/Pdt.G/2007/PA.JP TENTANG

PERMOHONAN SITA MARITAL (Marital Beslag) TERHADAP HARTA

BERSAMA DI LUAR GUGATAN PERCERAIAN

A. Permohonan Sita Marital (Marital Beslag) Terhadap Harta Bersama Di

Luar Gugatan Perceraian

1. Duduk Perkara

Dalam duduk perkara mengenai putusan Pengadilan Agama Jakarta

Pusat No. 549/Pdt.g/2007/PA.JP merupakan putusan kasus permohonan sita

marital yang diajukan oleh H Binti AK yang memberi kuasa berdasarkan

Surat Kuasa Khusus tertanggal 5 November 2007 kepada Dr. Todung Mulya

Lubis SH,LLM, Lelyana Santosa, SH., Arin Tjahjadi Muljana, SH., Cyndy

Panjaitan, SH., dan kawan-kawan yang mana masing-masing adalah advokat

pada Lubis, Santosa & Maulana Law Office, selanjutnya disebut sebagai

Pemohon/Istri yang mengajukan permohonan sita marital terhadap BT Bin

SH yang memberi Kuasa berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 7

Januari 2008 kepada Juan Felix Tempubolon, SH, MH, Devi Selvana, SH,

Wimboyono Seno Adji, SH,MH, Mundyah Titi Respati, SH dan kawan-

kawan, masing-masing advokat dari Kantor Hukum Juan Felix Tampubolon

& Partners dan Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum Prof. Oemar Seno

Adji, SH dan Rekan yang selanjutnya disebut sebagai Termohon/Suami.

Page 65: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

54

Pemohon dalam surat permohonannya tertanggal 2007 yang

didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor

549/Pdt.G/2007/PA.JP, telah mengajukan permohonan Sita Marital (Marital

Beslag) terhadapharta bersama yang diajukan kepada Termohon di luar

gugatan perceraian yang didasarkan pada Pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum

Islam (KHI) jo. Pasal 186 KUHPerdata.

Pemohon telah melangsungkan pernikahan yang sah menurut

hukum dengan Termohon selama 26 tahun yang dilangsungkan pada tanggal

24 Oktober 1981, dan hingga saat perkara permohonan sita marital ini

diajukan Pemohon dan Termohon masih terikat dalam suatu pernikahan yang

sah, dan telah dikarunia 3 (tiga) orang anak kandung, yakni : GS (Perempuan,

25 Tahun), BP (Laki-laki, 21 Tahun), BA (Laki-laki, 17 Tahun). Meskipun

Pemohon dan Termohon masih dalam terikat dalam perkawinan perlu

dilakukan tindakan prevensi terhadap keselamatan harta bersama karena

Pemohon khawatir Termohon melakukan perbuatan yang merugikan dan

membahayakan harta bersama berupa pemborosan karena Termohon

mempunyai hubungan gelap dengan wanita lain yang bernama MY, dan

hubungan gelap tersebut sampai ke taraf nikah sirry dan telah dikarunia anak

bersama SK. Ada persangkaan kuat bahwa Termohon telah memberikan

ataupun melakukan pemborosan terhadap harta bersama dengan wanita lain

tersebut bahkan sampai saat Pemohon mengajukan permohonan ini wanita

lain serta anaknya tersebut diduga telah menempati rumah yang termasuk di

Page 66: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

55

dalam harta bersama milik Pemohon dan Termohon, yang mana wanita lain

tersebut telah dibolehkan oleh Termohon untuk menikmati harta milik

Pemohon dan Termohon. dengan demikain Pemohon mengajukan

permohonan kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat untuk dapat

menetapkan sita marital atau meletakan sita terhadap harta bersama milik

Pemohon dan Termohon agar Termohon tidak melakukan transaksi jual-beli,

menggadaikan, menjaminkan, atau menerima sebagai jaminan atau transaksi-

transaksi lain yang bersifat mengalihkan kepemilikan terhadap harta-harta

bersama demi menghindari adanya tuntutan hukum berupa pidana maupun

penggelapan.

Berdasarkan alasan-alasan, dalil-dalil serta fakta-fakta hukum di

atas, Pemohon mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama Jakarta

Pusat untuk mengeluarkan penetapan yang isinya sebagai berikut :

1) Mengabulkan permohonan sita marital (maritale beslag) yang diajukan

oleh Pemohon;

2) Menetapkan bahwa harta-harta kekayaan yang telah diuraikan dalam

permohonan sita marital dinyatakan sebagai harta bersama;

3) Menyatakan sah permohonan sita marital (maritale beslag) yang

diajukan oleh Pemohon.

Ikatan perkawinan antara Pemohon dan Termohon masih dalam

proses perceraian. Termohon memasukkan permohonan izin thalaq ke

Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada tanggal 16 Januari 2005,

Page 67: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

56

permohonannya tersebut dikabulkan dan Pemohon mengajukan banding ke

Pengadilan Tinggi Agama, dan putusannya membatalkan izin thalak

Termohon. prosesnya masih berjalan dan masih berujung pada Mahkamah

Agung, Termohon masih bersikukuh untuk menceraikan Pemohon secara

legal formal.

Adapun harta bersama yang dimintakan untuk diletakkan sita

marital kepada Pengadilan Agama berupa barang tidak bergerak meliputi

beberapa bidang tanah; rumah, dan juga berupa barang bergerak meliputi

kapal; kendaraan mobil; rekening bank; dan saham-saham. Jumlah harta

bersama yang dimohonkan untuk ditetapkan sebagai harta bersama dan

diletakkan sita marital berjumlah 119 harta.

Dalam eksepsi jawaban kuasa hukum Termohon mengungkapkan

bahwa Pemohon pernah mengajukan sita marital yang sama dan serupa

dengan permohonan yang diajukan Pemohon saat ini, dalam permohona cerai

thalak yang diajukan pihak Termohon dengan nomor perkara

249/Pdt.G/2007/PA/JP. Pemohon mengajukan permohonan sita marital dalam

rekonpensinya pada tahap replik duplik, yang pada akhirnya ditolak oleh

Majelis Hakim untuk permohonan sita maritalnya. Permohonan cerai thalak

Termohon masih belum berkekuatan hukum tetap (in kracht), sehingga jika

Pemohon mengajukan permohonan sita marital yang terpisah sekalipun dapat

mengakibatkan putusan Pengadilan yang saling bertentangan satu sama lain.

Page 68: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

57

Kuasa Termohon juga menyatakan bahwa pengalihan atau

pembebanan harta bersama antara Termohon dan Pemohon tidak mungkin

dilakukan menurut hukum, pengalihan atau pembebanan atau segala sesuatu

yang bersangkutan dengan harta bersama harus dengan persetujuan kedua

belah pihak, sejak Termohon belum mengajukan permohonan cerai thalak

pun Termohon sudah mengemukakan kesediaan membagi harta bersama,

namun pembagian harta bersama baru bisa dilakukan setelah perkawinan

tersebut putus.

Dalam perkara Nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP ini juga dihadirkan

saksi ahli yang mendukung dalil Pemohon yakni diantaranya adalah Yahya

Harahap S.H; KH. Nazri Adlani, MA; dan Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki

SH.,MH. Menurut pendapat Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, SH., MH. Sita

marital dapat dilakukan dengan permohonan terpisah yang berdiri sendiri

selama perkawinan berlangsung di luar dari perkara pokok atau adanya

gugatan perceraian yang mana tujuan nya adalah untuk menyelamatkan harta

bersama bila ada indikasi adanya perbuatan yang dapat merugikan dan

membahayakan harta bersama. Permohonan sita marital yang diajukan oleh

Pemohon berdasarkan Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam (KHI) sudah tepat

dan benar. Pernyataan beliau pun dipertegas oleh pendapat M Yahya Harahap

Menurutnya pengajuan sita marital yang satu rumpun dengan sita jaminan

secara tersendiri dengan artian terlepas dari perkara cerai berdasarkan pasal

95 Kompilasi Hukum Islam diperbolehkan. Maksud dari Pasal 95 Kompilasi

Page 69: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

58

Hukum Islam (KHI) sendiri menurutnya sebagai upaya untuk menyelamatkan

harta bersama suami isteri supaya tidak berpindahtangan kepada pihak lain,

menjamin harta bersama agar tidak mengalami kehancuran guna menjamin

keselamatan obyek harta bersama.

Beliau juga berpendapat mengenai eksepsi jawaban Termohon

yang mengatakan akan ada pertentangan putusan Majelis Hakim terdahulu

dengan putusan Majelis Hakim perkara ini mengenai sita marital. Menurut

Yahya Harahap sendiri tidak akan terjadi pertentangan putusan Majelis

Hakim hal ini dikarenakan jika putusan cerainya dikabulkan tetap saja

putusan sita marital nya sah, begitu pula jika cerainya ditolak maka sita

maritalnya pun tetap sah sehingga antara putusan Majelis Hakim justru saling

menguatkan. Beliau juga mengemukakan bahwa diterima atau tidaknya

permohonan sita marital memang sangat tergantung pada pembuktian dan

bahwa meskipun sita marital jarang digunakan sekarang ini, bukan berarti

upaya hukum tersebut tidak boleh dilakukan.

Menurut pendapat Prof. Zulfa Djoko Basuki juga sita marital

merupakan sita khusus yang diterapkan terhadap harta bersama suami isteri

yang fungsinya melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa

perceraian di pengadilan berlangsung dengan menyimpan atau membekukan

barang-barang yang disita agar tidak jatuh ke tangan pihak ketiga.

Menurutnya, dengan adanya penyitaan terhadap harta bersama, baik suami

maupun isteri dilarang memindahkannya kepada pihak ketiga dalam bentuk

Page 70: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

59

apapun. Pendapat tersebut juga diperkuat dengan pendapat K.H Nazri, MA.

Bahwa walaupun tanpa dikaitkan dengan perkara perceraian pada Pasal 95

KHI membolehkan mengajukan sita terhadap harta bersama secara tersendiri

yang sifatnya untuk menyelamatkan harta bersama tersebut.

Lain halnya dengan pernyataan saksi ahli yang diajukan oleh

Termohon Bernadette M. WaluyoMenurutnya jika telah diajukan

permohonan cerai baik dalam bentuk permohonan thalak maupun dalam

bentuk gugatan cerai, sita jaminan atas harta bersama dari pasal 95 Ayat (1)

Kompilasi Hukum Islam tidak dapat diberlakukan. Selain itu saksi ahli lain

yang diajukan oleh Termohon pun mementahkan Kompilasi Hukum Islam

sebagai dasar hukum yang dapat digunakan oleh sistem hukum Indonesia. Hal

ini disampaikan oleh Abdul Djamali Menurutnya, Kompilasi Hukum Islam

hanya merupakan himpunan atau kumpulan ketentuan-ketentuan hukum

positif tertentu, digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam beracara di

Pengadilan Agama menjadi pelengkap dari dasar hukum positifnya, oleh

karena itu ketentuan-ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam tidak dapat

dijadikan dasar hukum yang berdiri sendiri dalam gugatan atau permohonan

yang disampaikan ke Pengadilan Agama.

2. Alasan Pengajuan Permohonan Sita Marital (Marital Beslag)

Alasan pokok pengajuan permohonan sita marital oleh Pemohon

setidaknya ada dua alasan pokok yakni adanya Qorinah (persangkaan kuat

Majelis Hakim) adanya hubungan antara Termohon tersendiri bahkan sudah

Page 71: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

60

sampai ke tingkat nikah sirriy antara Termohon dengan MY yang dengan nya

melahirkan seorang anak perempuan. Alasan kedua adanya keinginan

Termohon menceraikan Pemohon secara legal formal. Dari kedua alasan

pokok tersebut, Pemohon khawatir bahwasannya harta bersama antara

Pemohon dan Termohon tidak aman dan tidak bisa diselamatkan karena jatuh

kepada pihak ketiga yang mana akibatnya akan merugikan Pemohon dan

anak-anaknya dikemudian hari.

Bahkan Majelis Hakim sampai kepada tingkat muttawatir (tidak

dapat disangkal lagi) karena Termohon menunjukkan hubungannya dengan

istri sirrinya secara nyata di depan publik dan media massa telah memuat

berita tersebut tanpa ada penyangkalan sebagai klarifikasi dari Termohon.

Dengan demikian Majelis Hakim menetapkan adanya Qarinah berupa

persangkaan kuat atas fakta-fakta tingkah laku antara Termohon dan

Mayangsari.

Pemohon dapat membuktikan alasan untuk diajukan sita marital

atau yang disebut sita jaminan terhadap harta bersama, untuk itu Majelis

Hakim mengabulkan Permohonan Sita Maritalnya. Dalam Pasal 95 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) yang merupakan modifikasi dari Pasal 186 KUH

Perdata.1Salah satu dasar diajukannya permohonan sita marital adalah

perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta kekayaan perkawinan

1Wawancara dengan Hakim Anggota I Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Ibu Drs. Hj.

ErniZurnilah, MH. Tanggal 14 April 2014.

Page 72: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

61

seperti salah satu contohnya adanya pemborosan atau kelalaian lain dalam

menjaga harta kekayaan perkawinan.

Pemohon mengajukan sita marital didasari alasan adanya

kekhawatiran yang beralasan terhadap keamanan harta bersama, walaupun

ada ketentuan yang mengatur bahwa harta bersama tidak dapat

dipindahtangankan ke pihak lain tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak

hal ini tidak memberikan suatu jaminan harta bersama tidak berpindah

tangan. Untuk itu Pemohon ingin mengamankan harta bersamanya dengan

Termohon dijamin secara legal formal yaitu dengan meletakkan sita agar

Pemohon dan anak-anaknya tidak dirugikan.

Majelis Hakim menggunakan alat bukti persangkaan bahwa telah

terjadi perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama yang

mengacu pada Qorinah bahwa Termohon telah memiliki hubungan dengan

wanita lain bahkan sampai ke tingkat nikah sirriy. Tentunya terdapat

persangkaan Termohon dapat melakukan perbuatan yang membahayakan

harta bersama yang akibatnya akan merugikan Pemohon dan anak-anak dari

Pemohon dan Termohon.

Dengan demikian Majelis Hakim atas alat bukti persangkaannya

(qorinah) dapat membuktikan adanya perbuatan yang merugikan dan

membahayakan harta bersama, sehingga Pengadilan Agama sesuai dengan

Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat mengabulkan permohonan sita

yang dimohonkan oleh Pemohon.

Page 73: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

62

B. Analisis Pertimbangan & Dasar Putusan Hakim

1. Pertimbangan Majelis Hakim

Pemohon megajukan permohonan sita marital dengan dasar hukum

Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur mengenai sita

jaminan atas harta bersama, bukan sita marital. Ketentuan mengenai sita

marital diatur dalam Pasal 186 KUH Perdata yang suasana hukumnya masih

menganggap kedudukan isteri di bawah kuasa suami atas harta bersamanya,

dimana suasana hukum ini tidak sesuai lagi dengan kedudukan suami isteri

yang sama. Termohon mengemukakan dalam jawabannya sita marital hanya

berlaku bagi wanita yang tunduk pada KUH Perdata. Ada ketidakjelasan

antara permohonan sita marital dengan sita jaminan atas harta bersama.

Menurut pertimbangan Majelis Hakim penyebutan sita marital

dengan sita jaminan dalam harta bersama tidak jadi masalah. Baik sita marital

dalam Pasal 186 KUHPerdata maupun sita jaminan dalam Pasal 95

Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mana objeknya adalah harta bersama,

dengan demikian antara sita marital dengan sita jaminan dapat digolongkan

dalam satu jenis.2 Dan hal ini juga dibenarkan oleh pendapat M. Yahya

Harahap yang mana disebutkan bahwa sita jaminan yang langsung dikaitkan

dengan harta bersama suami isteri seperti yang dimaksud dalam Pasal 95

Kompilasi Hukum Islam (KHI) lazim disebut sebagai sita marital.

2Wawancara dengan Hakim Anggota I Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Ibu Drs. Hj.

ErniZurnilah, MH. Tanggal 14 April 2014.

Page 74: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

63

Majelis Hakim menimbang bahwa, Pemohon dalam perkara nomor

549/Pdt.G/2007/PA.JP hanya mendalilkan alasan permohonan Sita Marital

(marital beslag) semata-mata karena ada kekhawatiran yang beralasan

terhadap keamanan harta bersama dengan Termohon, agar harta bersama itu

terjamin secara legal formal, agar Pemohon tidak dirugikan dengan adanya

berita-berita media masa, dan pihak Termohon tidak membantah berita-berita

media massa itu, dan Majelis Hakim membenarkan kekhawatiran Pemohon

dijadikan alasan permohonan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) tersebut,

dan dinilai cukup beralasan.

Menurut pertimbangkan Majelis Hakim bahwa, dasar permohonan

Sita Marital (Marital Beslag) Pemohon kepada Termohon karena adanya

kekhawatiran Pemohon yang beralasan bahwa Termohon telah memiliki

hubungan tersendiri dengan seorang wanita lain yang bernama MY, bahkan

ada “Qorinah” Termohon telah melangsungkan pernikahan sirry dengan

perempuan tersebut, dan telah dikaruniai seorang anak yang bernama SK, dan

sebagai bukti alasan kekhawatiran Pemohon tersebut.

Majelis Hakim juga menimbang bahwa, alasan kedua Pemohon

mengajukan permohonan Sita Marital (marital beslag) ini adalah keinginan

Termohon untuk menceraikan Pemohon secara legal formal, dengan

mengajukan perkara izin thalak ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat dengan

Nomor : 249/Pdt.G/2007/PA.JP dan sudah dikabulkan oleh Pengadilan

Page 75: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

64

Agama Jakarta Pusat dan masih dalam proses banding sebagaimana telah

diuraikan di atas.

Dapat disimpulkan bahwa menurut Majelis Hakim setidak-tidaknya

ada dua alasan pokok permohonan sita marital ini, yaitu yang pertama adanya

“Qarinah” (persangkaan kuat Majelis Hakim) adanya hubungan antara

Termohon tersendiri bahkan sudah sampai ke tingkat nikah sirriy antara

Termohon dengan MY yang dengan nya melahirkan seorang anak

perempuan. Alasan kedua adanya keinginan Termohon menceraikan

Pemohon secara legal formal, sehingga kedua alasan tersebut mengakibatkan

Pemohon punya kekhawatiran yg beralasan terhadap keselamatan dan

keamanan harta bersama dengan Termohon, dan sangat khawatir hal itu akan

merugikan dirinya dan anak-anaknya dikemudian hari, dan Majelis Hakim

menerima alasan sita marital seperti itu, sehingga permohonan sita maritalnya

dapat dikabulkan.

2. Putusan Majelis Hakim

Dalam putusan Majelis Hakim dalam perkara Nomor

549/Pdt.G/2007/PA.JP mengenai pengajuan permohonan sita marital terhadap

harta bersama yang mana suami isteri tersebut masih terikat dalam

perkawinan yang sah berdasarkan pasal 95 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam

ini tidak berakibat kepada pembagian harta bersama di antara suami isteri itu,

namun berdasarkan pasal 95 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam pada keadaan

tertentu memang diperlukan izin dari Pengadilan Agama untuk melakukan

Page 76: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

65

perbuatan hukum terhadap harta bersama yang telah diletakkan sita itu,

karena dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 95 itu ialah untuk

menjamin keamanan harta bersama agar salah satu pihak tidak dapat

melaksanakan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama

itu.

Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim pada perkara No

549/Pdt.G/2007/PA.JP dalam pokok perkara nya Majelis Hakim memutuskan

mengabulkan permohonan Pemohon sebagian; menetapkan telah diletakkan

Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas harta bersama Pemohon (H Binti

AK) dengan Termohon (BT Bin S) yang mana dari 119 harta yang diajukan

Pemohon untuk diletakkan sita, Majelis Hakim hanya mengabulkan delapan

saja; menyatakan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) tersebut sah dan

berharga; menyatakan permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya

tidak dapat diterima (NO= Niet Onvantkelijke Verklaard) dan membebankan

kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara yang hingga kini sebesar

Rp. 12.898.000 (Dua belas juta delapan ratus sembilan puluh delapan ribu

rupiah).

C. Analisis Penulis

Menurut hemat penulis sita marital yang disebut di dalam Kompilasi

Hukum Islam sebagai (sita jaminan atas harta bersama) hanya diatur secara tegas

dalam Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sifat sita yang diatur dalam Pasal

Page 77: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

66

95 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak selalu bersifat assesoir, sehingga dalam

pengajuan nya dapat berdiri sendiri.

Tujuan dari adanya sita marital itu sendiri antara lain adalah untuk

membekukan harta bersama suami isteri melalui penyitaan, agar tidak berpindah

kepada pihak ketiga selama proses perceraian/pembagian harta bersama

berlangsung.3 Sedangkan fungsi dimohonkannya sita marital adalah untuk

melindungi, hak pemohon sita marital dengan menyimpan atau membekukan

barang yang disita agar jangan sampai jatuh di tangan pihak ketiga.4

Permohonan sita marital terhadap harta bersama yang diajukan ke

Pengadilan sendiri dapat dimintakan bersama-sama dengan gugatan perceraian

dan dapat pula permohonan sita marital terhadap harta bersama diajukan di luar

gugatan perceraian.5 Berdasarkan hukum acara yang berlaku pun, tidak ada

pengaturan khusus bahwa pengajuan sita harus selalu assesoir dengan gugatan

pokok.

Dalam praktik yang berlaku umum, permohonan sita selalu diajukan

dalam bentuk assesoir, namun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 95

mengatur secara khusus, yang mana pengajuan permohonan sita marital dapat

dilakukan secara berdiri sendiri di luar adanya permohonan gugatan cerai, karena

3 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Permasalahan dan Penerapan Conservatoir

Beslag (Sita Jaminan), h. 369.

4Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 92.

5Wawancara dengan Hakim Anggota I Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Ibu Drs. Hj.

ErniZurnilah, MH. Tanggal 14 April 2014.

Page 78: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

67

dalam hal ini tujuan pokok dari sita marital adalah menyelematkan keutuhan harta

bersama tanpa merusak ikatan perkawinan. Permohonan sita marital yang

diajukan berdasatkan Pasal 95 KHI, sifatnya jelas tidak assesoir karena tidak

tergantung apakah terjadi perceraian atau tidak. Sita tetap dapat dilaksanakan

karena tujuannya adalah untuk melindungi harta bersama saat perkawinan masih

berlangsung dan apabila sekalipun terjadi perceraian, harta tersebut tetap dapat

aman terbagi, karena pada saat perkawinan putus, maka baik suami ataupun istri

berhak atas seperdua dari harta bersama, berdasarkan Pasal 97 Kompilasi Hukum

Islam (KHI), kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Terkait dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat

pada perkara nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP dapat dilihat bahwa alasan pengajuan

Sita Marital terhadap harta bersama yang diajukan oleh Pemohon (Istri) kepada

Termohon (suami) cukup dengan adanya indikasi bahwa harta bersama tersebut

dapat hilang dan berpindah kepada pihak lain yang akan merugikan Pemohon dan

anak-anak Pemohon di kemudian hari, dan Majelis Hakim menerima alasan sita

marital (Marital Beslag), sehingga permohonan sita maritalnya (Marital Beslag)

dapat dikabulkan.

Jika ditinjau dari segi hukum Islam, tujuan dari adanya permohonan sita

marital terhadap harta bersama sesuai dengan tujuan maqashid syariah yang

ditegaskan oleh Abdul Wahab al-Khallaf yang mana sebagai alat bantu untuk

memahami redaksi al-Quran dan sunnah, menyelesaikan dalil-dalil yang

bertentangan, dan yang sangat penting adalah untuk menetapkan hukum terhadap

Page 79: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

68

kasus yang tidak tertampung dalam al-Quran dan sunnah secara kajian

kebahasaan.6 yakni menjaga dan memelihara harta (hifzul maal). Memelihara

harta dapat dibedakan menjadi tiga tingkat yakni: memelihara harta dalam tingkat

dharuriyah seperti syariat tentang tata cara kepemilikan harta dan larangan

mengambil harta orang dengan cara yang tidak syah, memelihara harta dalam

tingkat hajiyat yakni syariat tentang jual belitentang jual beli salam, dan

memelihara harta tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari pengecohan

dan penipuan.7

Berkaitan dengan kaidah ushul fiqh yakni metode penetapan hukum

melalui konsep sadd adz dzari’ah, bahwa dikabulkannya permohonan sita marital

terhadap harta bersama yang diajukan oleh istri sebagai pemohon kepada suami

sebagai termohon, dinilai sangat relevan. Hal itu dikarenakan permohonan sita

marital terhadap harta bersama merupakan salah satu cara untuk menghindari

berpindahnya harta bersama kepada pihak lain, dan agar terlindungi kepentingan

istri sebagai pemohondan anak-anak dari pemohon dan termohon dari itikad buruk

suami yakni dengan memindahkan harta bersama kepada pihak lain, sehingga

pada saat putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, gugatan tersebut tidak hampa

(illusoir). Serta sekaligus menghindari perbuatan yang dapat menimbulkan

kerusakan yakni jika tidak dilakukan sita marital terhadap harta bersama maka

akan menyebabkan harta bersama tersebut berpindah tangan kepada pihak lain.

6 Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta : Prenada Media, 2005), h. 237.

7Ibid. h, 131.

Page 80: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

69

Rasio dari penerapan sita marital terhadap harta bersama yang telah

dikemukakan di atas, bertujuan untuk melindungi eksistensi keutuhan harta

bersama dalam perkawinan secara keseluruhan. Sebab harta bersama adalah milik

bersama suami istri yang diperuntukkan untuk keperluan dan kesejahteraan

masing-masing dalam menjaga harmonisasi dan keutuhan rumah tangga. Selain

itu, untuk menjamin keutuhan dan keselamatan harta bersama selama proses

perkara perceraian / adanya tuntutan pembagian harta bersama.

Page 81: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan skripsi penulis yang berjudul permohonan sita

marital (marital beslag) di luar gugatan perceraian dengan menganalisis putusan

perkara nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Penulis dapat mengambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Permohonan sita marital terkait dengan putusan Pengadilan Agama Jakarta

Pusat dalam perkara nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP secara tersendiri artian di

luar dari gugatan perceraian telah sesuai dengan hukum yang berlaku di

Indonesia yakni berdasarkanPasal 215 ayat (1) KUH Perdata dan Pasal 95

serta 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) diperbolehkan.

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 95, permohonan sita

marital dapat diajukan secara terpisah dan berdiri sendiri di luar gugatan

perceraian, sehingga hal ini memungkinkan pengajuan gugatan atau

permohonan sita, baik dengan rekonpensi maupun pengajuan permohonan

sita marital yang berdiri sendiri.

2. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan perkara nomor

549/Pdt.G/2007/PA.JP adalah alasan pengajuan Sita Marital terhadap harta

bersama yang diajukan oleh Pemohon (Istri) kepada Termohon (suami)

adanya indikasi bahwa harta bersama tersebut dapat hilang dan berpindah

Page 82: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

71

kepada pihak lain yang akan merugikan Pemohon dan anak-anak Pemohon

dikemudian hari, dan Majelis Hakim menerima alasan Sita Marital (Marital

Beslag), sehingga Permohonan Sita Maritalnya (Marital Beslag) dapat

dikabulkan. Selain itu permohonan sita marital terhadap harta bersama sesuai

dengan tujuan maqashid syariah yakni dalam rangka menjaga dan

memelihara harta (hifzulmaal) dan berkaitan juga dengan kaidah ushul fiqh

yakni penetapan hokum melalui konsep saad adz dzari’ah, maka permohonan

sita marital terhadap harta bersama dinilai sangat relevan karna untuk

melindungi kepentingan istri sebagai pemohon dan anak-anak dari pemohon

dan termohon dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan yakni jika

tidak dilakukan sita marital terhadap harta bersama maka akan menyebabkan

harta bersama tersebut berpindah tangan kepada pihak lain.

B. Saran-Saran

Adapun bagian akhir dari skripsi ini, penulis memberikan saran-saran

yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait adalah sebagai berikut :

1. Kepada Pemerintah, Perlu adanya Peraturan Perundang-Undangan yang

mengatur secara tegas mengenai sita marital terhadap harta bersama. dan

adanya ketentuan Hukum Acara Perdata yang mengatur secara khusus

tentang masalah sita marital yang selama ini berpedoman pada Reglemen

Acara Perdata/ RV (Reglement Op De Rechtsvordering Staatsblad 187 No.

52 Jo. 1849 No. 63) yang masih dipergunakan di dalam praktek.

Page 83: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

72

2. Para hakim dalam memutus perkara yang terkait dengan sita marital harus

memperhatikan kepastian hukum, apakah dalam putusan sita marital yang

dikabulkan yang dinyatakan sah dan berharga/tidak, sebab apabila dinyatakan

sah dan berharga terhadap sita marital tersebut, maka akan ditingkatkan

menjadi sita eksekutorial, sedangkan sita marital hanya bersifat untuk

menyimpan atau membekukan harta bersama yang disengketakan.

3. Masyarakat, walaupun sita marital jarang dipergunakan dewasa ini bukan

berarti upaya hukum tidak boleh dipergunakan. dan dalam pengajuan

permohonan sita marital diterima atau tidaknya memang sangat tergantung

pada pembuktian yang mana harus diperhatikan oleh semua pihak. Dan

masyarakat hendaklah mengetahui tentang adanya sita marital dan regulasi

sengketa harta bersama.

Page 84: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

73

DAFTAR PUSTAKA

Abdorraoef. Al- Qur’an dan Ilmu Hukum Sebuah Studi Perbandingan. Jakarta :

Bulan Bintang, 1986.

Arifin, Bustanul. Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar Sejarah Hambatan

dan Prosfeknya. Jakarta : Gema Insani Press, 1996.

Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja RosdaKarya.

Ash Shiddieqy, Hasbi. Falsafah Hukum Islam. Jakarta : Bulan Bintang.

Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Cet. Kesebelas. Yogyakarta : UII

Press. 2007.

Basyir, Azhar A, Hukum Perkawinan Islam. Cet. Kedelapan. Yogyakarta :

Perpustakaan Fakultas Hukum UII, 1996.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :

Balai Pusataka, 1988.

Effendi M. Zein, Satria. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis

Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah. Jakarta : Prenada Media, 2004.

Fauzan, M. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah

Syari’ah di Indonesia. Jakarta : Kencana Prenada Media, 2005.

Gemala, Dewi. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia. Cet. Kedua.

Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006.

Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2010.

Page 85: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

74

Kusuma, Hilman Hadi. Hukum Perkawinan Adat. Bandung : Aditya Bakti,1999.

Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta

: Sinar Grafika, 2001.

............................. Hukum Acara Perdata : Permasalahan dan Penerapan

Conservatoir Beslag (Sita Jaminan). , Cet. Pertama. Jakarta : Pustaka, 1987.

Ismuha. Pencaharian Bersama Suami Isteri Ditinjau dari Sudut Undang-Undang

Perkawinan Tahun 1974 dan Hukum Islam. Cetakan Pertama. Jakarta : Bulan

Bintang, 1986,.

Kadir, Abdul. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Bandung: PT. Citra Atitya, 1994.

Koentjaraningrat. Metode- Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: 1997.

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group. 2006.

Manaf, Abdul. Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara Di Lingkungan Peradilan

Agama. Bandung : CV. Mandar Maju, 2008.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty,

2006.

Moleong, Lexy J.. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

2004.

M. Zein, Satria Effendi, Ushul Fiqh. Jakarta : Prenada Media, 2005.

Nurul Irfan, M. Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam. Cetakan Ke-2. Jakarta :

Amzah, 2013.

Page 86: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24963/1... · Skripsi yang berjudul Permohonan Sita Marital (Marital

75

Ramulyo, Moch Idris.Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 dari Segi Perkawinan Islam. Jakarta : IND-HIIILCO, 1985.

Rasyid, Chatib dan Syaifuddin. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek

pada Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press, 2009.

Rasyid, Roihan A.. Hukum Acara Peradilan Agama. Cet. Kedua. Jakarta : PT.

RajaGrafindo Persada, 2003.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Cetakan Keempat. Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, 2000.

R. Subekti, R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan Ke-25.

Bandung: Pradnya Paramita.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UIP, 1984.

Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan no 1 Tahun

1974. Yogyakarta : Liberti, 2004.

Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada. 2007.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan). Jakarta : Kencana. 2006.

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta : UI Press, 1986.

Wawancara dengan Hakim Anggota I Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP. Erni

Zurnilah.. Tanggal 14 April 2014.