JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK …... · adalah jahe, temulawak, ... kualitas masih...
Transcript of JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK …... · adalah jahe, temulawak, ... kualitas masih...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP)
PASCA PANEN RIMPANG TANAMAN OBAT
DENGAN METODE PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACT)
DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR
Skripsi
PUNGKY NOR KUSUMAWARDHANI
I 0308062
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP)
PASCA PANEN RIMPANG TANAMAN OBAT
DENGAN METODE PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACT)
DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
PUNGKY NOR KUSUMAWARDHANI
I 0308062
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
laporan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan laporan
skripsi ini yaitu :
1. Mama, Bapak, Mbak Yem, dan Mas Dewan yang selalu memberikan doa,
perhatian, dukungan, dan motivasi kepada penulis.
2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UNS.
3. Ibu Fakhrina Fahma STP, MT, selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahannya.
4. Bapak Wakhid Ahmad Jauhari, ST, MT, selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahannya.
5. Ibu Retno Wulan Damayanti, ST, MT selaku penguji yang telah memberikan
kritik dan saran terhadap penelitian ini.
6. Ibu Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT selaku pembimbing akademis dan
pembimbing kerja praktek yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta
selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran terhadap penelitian ini.
7. Bapak Suparman selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar
8. Bapak Sarwoko selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki 1, terima kasih
atas informasi dan data yang telah diberikan.
9. Teman-teman Gapoktan, Nia, Jingga, Nisa, Acil, Cintya, Rio, Sony, dan
Chacha, terima kasih atas kebersamaan dan perjuangan dalam mencari data.
10. Teman-teman TI’08 terimakasih atas persahabatan dan kekompakannya.
11. Kun Rizki Putranto terimakasih atas doa dan motivasi yang selalu diberikan.
12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas
segala bantuan dan pertolongan yang telah diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan banyak
memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, masukan dan
saran yang membangun untuk penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Surakarta, September 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Pungky Nor K, NIM : I0308062, PERANCANGAN STANDARD
OPERATING PROCEDURES (SOP) PASCA PANEN RIMPANG
TANAMAN OBAT DENGAN METODE PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACT)
DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR. Skripsi. Surakarta :
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret,
September 2012.
Klaster Biofarmaka Karanganyar berpotensi tinggi menjadi salah satu
sentra biofarmaka di Indonesia, sebab sektor pertanian tanaman obat memberikan
kontribusi sebesar 21% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB)
Kabupaten Karangayar. Saat ini terdapat sepuluh kelompok tani yang menjadi
anggota Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Komoditas utamanya
adalah jahe, temulawak, dan kunyit. Produktivitas klaster mencapai 1400 ton
dengan luas lahan sekitar 270 ha. Meskipun produktivitas klaster tinggi, dari segi
kualitas masih terdapat masalah dimana produk simplisia tidak lolos menjadi
bahan baku pabrikan di perusahaan jamu karena kadar airnya yang melebihi 10%.
Oleh karena itu, untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan oleh Klaster
Biofarmaka diperlukan sebuah sistem pengendalian kualitas secara kontinyu
melalui perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dalam kegiatan
pasca panen.
Continuous improvement merupakan salah satu cara untuk mengendalikan
proses yang sedang berlangsung agar terjadi peningkatan kualitas. Penerapan
continuous improvement dilakukan dalam empat tahap sesuai dengan siklus
Deming yaitu plan, do, check, dan act (PDCA). Tahapan PDCA dimulai dari
perencanaan perbaikan, pelaksanaan rencana perbaikan, pemeriksaan hasil
rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh yang berupa
standarisasi prosedur pasca panen dalam bentuk Standard Operating Procedure
(SOP) yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. SOP yang dirancang
terdiri dari keseluruhan tahapan pasca panen untuk produk simplisia dan serbuk.
Dari pelaksanaan continuous improvement didapatkan hasil bahwa yang
memerlukan tindak lanjut perbaikan adalah tahap pengemasan dan penyimpanan.
Setelah divalidasi keseluruhan SOP yang dirancang dapat diimplementasikan di
Klaster Biofarmaka, namun untuk mempertahankan kualitas produk tetap
memerlukan konsistensi dari pihak klaster untuk mau menjalankan prosedur pasca
panen sesuai dengan SOP.
Kata kunci: biofarmaka, continuous improvement, PDCA, SOP.
xviii + 101 halaman; 36 gambar; 32 tabel; 58 lampiran
Daftar pustaka : 19 (1995 - 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT
Pungky Nor K, NIM : I0308062, DESIGN OF STANDARD OPERATING
PROCEDURES (SOP) AFTER HARVEST FOR MEDICINE PLAN
RHIZOME USING PDCA METHOD (PLAN, DO, CHECK, ACT) IN
KARANGANYAR BIOFARMAKA CLUSTER. Skripsi. Surakarta :
Departement of Industrial Engineering Faculty of Engineering, Sebelas
Maret University, September 2012.
Karanganyar Biofarmaka Cluster has a great potention to be one of
biofarmaka centre in Indonesia, because of its agriculture sector of herbal
medicine provides 21% contibution toward Gross Regional Domestic Product
(PRDB) Karanganyar Regency. Nowadays, there are ten of farmer groups as a
member of Karanganyar Biofarmaka Cluster. Their primary comodity are ginger,
curcuma, and turmeric. Cluster productivity achieves 1400 tons in land width
about 270 ha. Though it has a high productivity, there is a problem in quality side
which dried slice rhizome products rejected to be a raw material in jamu
company because of their moisture content more than 10%. Therefore, for
assuring product quality, Biofarmaka Cluster needs a continuous quality control
system through continuous improvement toward activity of after harvest time.
Continuous improvement is one of way to control a current process in
order to improve quality. Implementation of continuous improvement done
appropriately using Deming cycle, that are plan, do, check, and act (PDCA).
PDCA stage starts from improvement planning, improvement implementation,
evaluation result, and corrective action toward result which is a standardization
of after harvest procedures in Standard Operating Procedure (SOP) that can be
implemented in Biofarmaka Cluster. SOP is designed from a whole after harvest
procedures for dried slice rhizome and powder products. Toward action of
continuous improvement result, packaging stage and storage stage need
corrective action of improvement. After validation process, SOP can be
implemented in Biofarmaka Cluster, but to attain product quality, it needs a
consistency to implement after harvest procedures appropriately with the written
SOP.
Keywords: biofarmaka, continuous improvement, PDCA, SOP.
xviii + 101 pages; 36 figures; 32 tables; 58 appendix
References : 19 (1995 - 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH............... iv
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..................... v
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
ABSTRAK................................................................................................... viii
ABSTRACT................................................................................................. ix
DAFTAR ISI................................................................................................ x
DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................. I-1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................... I-3
1.3 Tujuan ............................................................................... I-3
1.4 Manfaat ............................................................................. I-4
1.5 Batasan Masalah ............................................................... I-4
1.6 Asumsi .............................................................................. I-4
1.7 Sistematika Penulisan ....................................................... I-4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Klaster Biofarmaka Karanganyar ..................................... II-1
2.1.1 Gambaran Umum Klaster Biofarmaka .................. II-2
2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Klaster Biofarmaka ........... II-2
2.1.3 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka ................ II-2
2.1.4 Produktivitas Klaster Biofarmaka .......................... II-4
2.2 Rimpang Tanaman Obat ................................................... II-4
2.2.1 Kunyit......... . ........................................................ . II-4
2.2.2 Temulawak ........................................................... II-6
2.3 Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat ......................... II-7
2.3.1 Tujuan Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat .. II-8
2.3.2 Perlakuan Pasca Panen Tanaman Obat .................. II-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2.4 Pengertian Kualitas ........................................................... II-12
2.5 Fishbone Diagram ............................................................ II-13
2.6 Standard Operating Procedures (SOP)............................ II-14
2.6.1 Tahap-tahap Teknis Penyusunan SOP ................... II-15
2.6.2 Simbol-simbol SOP ............................................... II-17
2.7 Focussed Group Discussion (FGD) ................................. II-20
2.7.1 Anggota Tim dari FGD .......................................... II-20
2.7.2 Pertimbangan Melaksanakan FGD ........................ II-21
2.7.3 Manfaat FGD ......................................................... II-22
2.8 Continuous Improvement.................................................. II-22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahap Identifikasi Masalah............................................... III-2
3.1.1 Studi Lapangan ...................................................... III-2
3.1.2 Studi Pustaka......................................................... . III-2
3.1.3 Perumusan Masalah ............................................... III-3
3.1.4 Menentukan Tujuan dan Manfaat......................... . III-3
3.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data.................... III-3
3.2.1 Pengumpulan Data.................................................. III-3
3.2.2 Pengolahan Data..................................................... III-4
3.3 Tahap Analisis dan Intrepetasi Hasil................................ III-5
3.4 Tahap Kesimpulan dan Saran........................................... III-6
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data............................................................ IV-1
4.1.1 Prosedur Awal Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat
di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar ...... IV-1
4.1.2 Prosedur Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat dari
Kementrian Pertanian............................................... IV-4
4.1.3 Prosedur Pasca Panen Tanaman Obat dari Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) .............. IV-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
4.1.4 Standar Bahan Baku Simplisia di Perusahaan Jamu .IV-16
4.2 Pengolahan Data ............................................................... IV-16
4.2.1 Identifikasi Akar Masalah dengan Fishbone
Diagram ................................................................... IV-17
4.2.2 Perancangan Continuous Improvement pada Pasca
Panen Klaster Biofarmaka...................................... IV-22
4.3 Validasi Rancangan Dokumen Mutu............................... IV-52
BAB V ANALISIS
5.1 Analisis Prosedur Pasca Panen di Klaster Biofarmaka .... V-1
5.2 Analisis Permasalahan di Klaster Biofarmaka.................. V-5
5.3 Analisis Hasil Pelaksanaan Continuous Improvement di Klaster
Biofarmaka........................................................................ V-9
5.4 Analisis Standard Operating Procedures (SOP) Pasca
Panen................................................................................. V-12
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ...................................................................... VI-1
6.2 Saran................................................................................. VI-2
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. xvii
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Produktivitas Klaster Biofarmaka ......................................... II-4
Tabel 2.2 Parameter Kontrol Kualitas Tahapan Penyimpan Simplisia . II-11
Tabel 2.3 Dimensi Kualitas ................................................................... II-13
Tabel 2.4 Simbol Bagan Arus Penghubung Kegiatan ........................... II-15
Tabel 2.5 Simbol Bagan Arus Dasar ..................................................... II-15
Tabel 2.6 Simbol Bagan Arus Penyimpanan ....................................... II-16
Tabel 2.7 Simbol Bagan Arus Kegiatan Rinci dalam Proses ................ II-16
Tabel 2.8 Simbol Bagan Alur Arus ....................................................... II-17
Tabel 4.1 Perbedaan Prosedur Pasca Panen .......................................... IV-9
Tabel 4.2 Hasil FGD Prosedur Pasca Panen ......................................... IV-12
Tabel 4.3 Improvement Plan ................................................................. IV-23
Tabel 4.4 Rancangan Awal SOP Pasca Panen Rimpang ...................... IV-24
Tabel 4.5 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku
Rimpang ................................................................................ IV-30
Tabel 4.6 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi dan
Pencucian .............................................................................. IV-31
Tabel 4.7 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Perajangan ............... IV-32
Tabel 4.8 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengeringan ............. IV-33
Tabel 4.9 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi Kering ......... IV-34
Tabel 4.10 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan
Simplisia ............................................................................... IV-35
Tabel 4.11 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan
Simplisia ............................................................................... IV-36
Tabel 4.12 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku
Simplisia ............................................................................... IV-37
Tabel 4.13 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pembuatan Serbuk... IV-38
Tabel 4.14 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan Serbuk . IV-39
Tabel 4.15 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan Serbuk. IV-40
Tabel 4.16 Rancangan Monitoring Pasca Panen ..................................... IV-41
Tabel 4.17 Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengeringan Rimpang ............. IV-42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 4.18 Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengemasan Simplisia ............. IV-43
Tabel 4.19 Evaluasi Uji Coba Prosedur Penyimpanan Simplisia ........... IV-44
Tabel 4.20 Evaluasi Uji Coba Rancangan Awal SOP Pasca Panen ........ IV-45
Tabel 4.21 Dokumen SOP Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat ......... IV-47
Tabel 4.22 Dokumen Formulir Pencatatan Pasca Panen Rimpang Tanaman
Obat ....................................................................................... IV-48
Tabel 4.23 Rangkuman Proses PDCA Pasca Panen Rimpang Tanaman
Obat ....................................................................................... IV-49
Tabel 5.1 Validasi Dokumen SOP Pasca Panen Rimpang Tanaman
Obat ....................................................................................... V-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka ............................ II-2
Gambar 2.2 Tanaman Kunyit ................................................................. II-5
Gambar 2.3 Rimpang Kunyit ................................................................. II-6
Gambar 2.4 Tanaman Temulawak ......................................................... II-7
Gambar 2.5 Rimpang Temulawak ......................................................... II-7
Gambar 2.6 Simplisia Rimpang Temulawak ......................................... II-9
Gambar 2.7 Simplisia yang Dikemas ..................................................... II-10
Gambar 2.8 Simplisia dalam Gudang Penyimpanan ............................. II-11
Gambar 2.9 Fishbone Diagram ............................................................. II-14
Gambar 2.10 Tahapan Teknis Penyusunan SOP ..................................... II-18
Gambar 2.11 Siklus PDCA ...................................................................... II-25
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian ........................................................ III-1
Gambar 4.1 Proses Produksi Simplisia Rimpang .................................. IV-3
Gambar 4.2 Proses Produksi Serbuk ...................................................... IV-4
Gambar 4.3 Proses Produksi Simplisia Kunyit ...................................... IV-6
Gambar 4.4 Proses Produksi Simplisia .................................................. IV-8
Gambar 4.5 Proses Produksi Serbuk Berdasarkan FGD ........................ IV-14
Gambar 4.6 Proses Produksi Simplisia Berdasarkan FGD .................... IV-15
Gambar 4.7 Fishbone Diagram ............................................................. IV-17
Gambar 4.8 Fishbone Diagram Kategori Man ...................................... IV-17
Gambar 4.9 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Man ............................ IV-18
Gambar 4.10 Fishbone Diagram Kategori Method ................................. IV-18
Gambar 4.11 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Method ....................... IV-19
Gambar 4.12 Fishbone Diagram Kategori Material ............................... IV-19
Gambar 4.13 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Material ..................... IV-20
Gambar 4.14 Fishbone Diagram Kategori Environment ......................... IV-20
Gambar 4.15 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Environment .............. IV-21
Gambar 4.16 Fishbone Diagram Kategori Machine ............................... IV-21
Gambar 4.17 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Machine ..................... IV-22
Gambar 4.18 Tahapan Continuous Improvement Pasca Panen Rimpang. IV-52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Gambar 5.1 Perbedaan Ketebalan Rajangan Rimpang .......................... V-2
Gambar 5.2 Perbedaan Pengeringan Secara Manual ............................. V-3
Gambar 5.3 Simplisia dalam Kemasan di B2P2TO-OT dan Klaster
Biofarmaka ......................................................................... V-4
Gambar 5.4 Perbedaan Kondisi Gudang di B2P2TO-OT dan Klaster
Biofarmaka.......................................................................... V-7
Gambar 5.5 Simplisia Hasil Rajangan Mesin Perajang Rimpang ......... V-8
Gambar 5.6 Alat Pengecek Kadar Air Simplisia ................................... V-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari
penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang
dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang
digunakan, dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini banyak masyarakat yang beralih dari mengkonsumsi obat
kimia ke obat herbal yang berasal dari tanaman obat (biofarmaka) seiring dengan
munculnya tren back to nature. Deptan (2007) menyatakan bahwa perubahan pola
konsumsi dari obat kimia ke obat herbal dimungkinkan adanya tingkat kesadaran
masyarakat yang semakin tinggi untuk mengonsumsi obat berbasis bahan baku
alami dari tanaman obat. Tanaman obat juga mudah didapatkan dan
dibudidayakan. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tanaman obat yang
sangat besar. Terdapat 940 spesies tanaman yang berkhasiat sebagai tanaman obat
dimana 180 spesies diantaranya telah dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional
(Deptan, 2007). Dengan adanya keanekaragaman tersebut tentunya Indonesia
memiliki peluang untuk mengembangkan potensi industri biofarmaka dalam
negeri. Produk biofarmaka yang salah satunya berasal dari tumbuhan sangat
berpotensi untuk pengembangan Industri Obat Tradisonal (IOT) dan kosmetika
(Purnaningsih, 2008). Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, pemerintah telah
mengembangkan beberapa klaster biofarmaka. Di Jawa Tengah terdapat beberapa
klaster biofarmaka antara lain di Kabupaten Karanganyar, Wonogiri, dan
Semarang. Klaster-klaster inilah yang menjembatani para stakeholder terkait
antara para petani, pemerintah, perguruan tinggi, dan pengusaha IOT.
Klaster biofarmaka yang terdapat di Kabupaten Karanganyar merupakan
klaster biofarmaka yang berpotensi tinggi menjadi salah satu sentra biofarmaka di
Indonesia, sebab sektor pertanian tanaman obat memberikan kontribusi sebesar
21% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) Kabupaten Karangayar
(BPP Jateng, 2010). Saat ini terdapat sepuluh kelompok tani yang menjadi
anggota Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Kesepuluh kelompok tani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
tersebut berasal dari enam kecamatan yang berbeda. Komoditas utama klaster di
antaranya adalah jahe, temulawak, dan kunyit. Dalam satu kali panen dapat
dihasilkan 544 ton jahe dari lahan seluas 77 ha, 940 ton kunyit dari lahan seluas
94 ha, 365 ton temulawak dari lahan seluas 39 ha, dan masih banyak lagi jenis
tanaman obat lainnya. Meskipun Karanganyar dikenal sebagai daerah yang
berpotensi besar dalam produk biofarmaka, masih terdapat masalah yang
menghambat pengembangan biofarmaka terutama yang berkaitan dengan
kuantitas, kontinuitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Dari segi kualitas,
produk klaster tidak lolos standar untuk menjadi bahan baku pabrikan di
perusahaan jamu karena kadar airnya yang melebihi 10%. Masalah tersebut
muncul dikarenakan belum terdapat suatu sistem pengendalian kualitas dari hasil
pengolahan pasca panen biofarmaka. Untuk menjamin kualitas produk yang
dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka diperlukan sebuah sistem pengendalian
kualitas secara kontinyu melalui perbaikan berkesinambungan (continuous
improvement) dalam kegiatan pasca panen.
Penerapan continuous improvement dilakukan dalam empat tahap sesuai
dengan siklus Deming yaitu plan, do, check, dan act (PDCA). Titik awal dari
continuous improvement adalah menyadari adanya masalah dan kebutuhan akan
perbaikan (Purnomo, 2004). Tjiptono dan Diana (1996) menyatakan bahwa
continuous improvement tidak sekedar memecahkan masalah, tetapi juga
memperbaiki penyebab penyimpangan dari standar yang ditetapkan. Standar
kadar air simplisia yang baik adalah kurang dari 10%, oleh karena itu perlu
dilakukan perbaikan kualitas produk simplisia melalui metode PDCA sebagai
continuous improvement pada proses pasca panen. Gaspersz (2006) menyatakan
bahwa continuous improvement melalui siklus PDCA merupakan salah satu cara
untuk mengendalikan proses yang sedang berlangsung agar terjadi peningkatan
kualitas. Dengan menerapkan metode PDCA diharapkan kualitas simplisia dapat
memenuhi standar mutu pabrik, sebab dilakukan perbaikan secara terus-menerus
sejak dari prosesnya. Tahapan PDCA dimulai dari perencanaan perbaikan,
pelaksanaan rencana perbaikan, pemeriksaan hasil rencana, dan tindakan korektif
terhadap hasil yang diperoleh yang berupa standarisasi prosedur pasca panen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP) yang dapat
diimplementasikan di Klaster Biofarmaka.
Standard Operating Procedures (SOP) pada dasarnya adalah pedoman
yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu
organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan
tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-
orang di dalam organisasi berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten standar,
dan sistematis (Tambunan, 2011). Klaster belum memiliki prosedur operasional
standar yang dapat diaplikasikan dengan baik, sehingga para petani pun hanya
menjalankan prosedur budidaya dan pasca panen berdasarkan pengalaman. Hal ini
menyebabkan adanya variasi prosedur diantara para petani. Pengembangan dan
penggunaan SOP dapat meminimasi variasi output dan meningkatkan kualitas
melalui implementasi yang konsisten pada proses atau prosedur di dalam
organisasi (U.S. EPA, 2007). SOP yang dihasilkan di Klaster Biofarmaka dapat
digunakan sebagai SOP percontohan di kelompok-kelompok tani yang menjadi
anggota klaster. Dengan adanya SOP pasca panen, diharapkan klaster memiliki
sebuah pedoman untuk dapat mengimplementasikan proses pasca panen rimpang
tanaman obat yang baik, sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas,
aman dikonsumsi, dan dapat memenuhi standar penerimaan baik perusahaan jamu
maupun pasar.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang ada dapat
dirumuskan adalah bagaimana merancang Standard Operating Procedure (SOP)
pasca panen yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka Karanganyar
melalui metode plan, do, check, dan act (PDCA).
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan penyelesaian penyebab
permasalahan dari sisi kualitas yang dialami oleh Klaster Biofarmaka dan
menghasilkan SOP pasca panen melalui metode PDCA sebagai continuous
improvement di Klaster Biofarmaka Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
1.4 Manfaat
Dengan adanya penelitian tugas akhir ini diharapkan dapat memberi
manfaat sebagai berikut:
1. SOP pasca panen yang diimplementasikan dapat meningkatkan kualitas
produk Klaster Biofarmaka.
2. SOP pasca panen yang dihasilkan dapat menjadi SOP percontohan bagi
kelompok-kelompok tani anggota klaster.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah yang ada dalam laporan tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis rimpang yang menjadi kajian penelitian adalah temulawak dan kunyit.
2. Produk olahan rimpang yang dihasilkan dari kegiatan pasca panen berupa
simplisia dan serbuk.
3. Penelitian hanya membahas permasalahan di Klaster Biofarmaka dari segi
kualitas.
1.6 Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini adalah mesin dan
peralatan yang digunakan pada pengolahan pasca panen dalam keadaan baik.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan tugas akhir ini, diberikan uraian bab demi bab yang
berurutan untuk mempermudah pembahasan. Sistematikanya adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan urutan latar belakang mengenai pemilihan tema
yang diangkat, perumusan masalah yang diangkat, maksud dan tujuan
yang ingin dicapai dalam tugas akhir, manfaat penelitian, batasan
masalah, dan asumsi-asumsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tinjauan umum perusahaaan mulai dari sejarah berdirinya
klaster, visi dan misi, struktur organisasi, dan proses pasca panen yang
ada di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Pada bab ini juga
berisi tinjauan pustaka yaitu dasar-dasar teori yang dijadikan sebagai
acuan literatur sesuai dengan tema laporan tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses
pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan
tiap tahapnya diberi penjelasan.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini merupakan penyajian dan pengolahan data yang diperoleh dari
perusahaan tempat pengamatan sesuai dengan garis besar pengolahan
data pada bab IV.
BAB V ANALISIS
Bab ini menginterpretasikan hasil-hasil pengolahan data pada bab IV
yang berupa hasil analisis agar dapat dipahami maksud dari setiap hasil
yang diperoleh.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dan saran-b
saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang menjadi landasan teori
dalam penelitian tugas akhir.
2.1 Klaster Biofarmaka Karanganyar
Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang gambaran Klaster Biofarmaka
Kabupaten Karanganyar.
2.1.1 Gambaran Umum Klaster Biofarmaka Karanganyar
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu sentra tanaman biofarmaka
di Jawa Tengah, yang menyediakan bahan baku jamu tradisional yang jumlahnya
melimpah. Tanaman biofarmaka ini dapat tumbuh baik secara alami maupun
dibudidayakan oleh para petani baik perorangan maupun kelompok. Menurut data
dari Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan, Kabupaten Karanganyar
memiliki luas lahan tanaman obat-obatan sekitar 200 Ha (BPP Jateng, 2010). Oleh
karena itu, untuk mengoptimalkan potensi biofarmaka yang cukup besar
Pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk Klaster Biofarmaka pada bulan
Maret 2011. Klaster ini beranggotakan gabungan dari beberapa kelompok tani
biofarmaka di Kabupaten Karanganyar antara lain:
1. Kelompok Tani Sumber Rejeki I dari Kecamatan Jumantono.
2. Kelompok Tani Madu Asri II dari Kecamatan Ngargoyoso.
3. Kelompok Tani Kridotani dari Kecamatan Kerjo.
4. Kelompok Tani Aneka Karya Lestari dari Kecamatan Mojogedang.
5. Kelompok Tani Trisno Asih dari Kecamatan Jumapolo.
6. Kelompok Tani Sedyo Tekad dari Kecamatan Jatipuro.
7. Kelompok Tani Ngudi Mulyo dari Kecamatan Kerjo.
8. Kelompok Tani Tani Waras dari Kecamatan Jatipuro
9. Kelompok Tani Ngudi Makmur I dari Kecamatan Jumantono.
10. Kelompok Tani Kismo Mulyo dari Kecamatan Jumapolo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Klaster Biofarmaka
Visi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah mewujudkan
Kabupaten Karanganyar sebagai sentra biofarmaka di Indonesia.
Misi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai
berikut:
1. Peningkatan luas lahan, ketrampilan budi daya toga, dan kualitas produksi.
2. Kerjasama dengan pemerintah dan pelaku pasar serta pengembangan usaha
berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat.
Tujuan dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan jumlah produksi dan penghasilan petani.
2. Terbentuknya home industry biofarmaka berupa simplisia, tepung/serbuk, dan
jamu instan.
3. Meningkatkan kesejahteraan para anggota klaster dan masyarakat.
2.1.3 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka
Struktur organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka Sumber: Klaster Biofarmaka, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur
organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:
1. Ketua
a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster.
b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster.
c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi
dari hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan,
pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang
produktivitas klaster.
2. Wakil Ketua I dan II
Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di
klaster.
3. Sekretaris
Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan
laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan.
4. Wakil Sekretaris
Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang
dilaksanakan di klaster.
5. Bendahara
Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk
permodalan.
6. Produksi Usaha
Mengkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan
pasca panen.
7. Pengolahan dan Pemasaran
Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terait dengan
pemasaran.
8. Usaha
Membantu kelancaran kegiatan setiap unit usaha yang terdapat di klaster.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
2.1.4 Produktivitas Klaster Biofarmaka
Jumlah anggota Klaster Biofarmaka di Kabupaten Karanganyar adalah 400
petani biofarmaka. Berbagai komoditas yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Produktivitas Klaster Biofarmaka
No. Jenis Komoditas Luas (Ha) Jumlah Hasil Panen (Kg)
1. Jahe 77 544.000
2. Kunyit 94 940.000
3. Kencur 16 93.000
4. Temulawak 39 365.000
5. Lengkuas 31 287.000
6. Kunyit Mangga 5 45.000
7. Kunyit Putih 3 38.000
8. Bengle 5 30.000
9. Temu Ireng 5 30.000
10. Temu Kunci 3 18.000
Sumber: Klaster Biofarmaka, 2011
2.2 Rimpang Tanaman Obat
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal manfaat tanaman obat-obatan
seperti jahe, kunyit, kencur, dan temulawak yang digunakan sebagai obat herbal.
Tanaman tersebut merupakan jenis tanaman rimpang (suku Zingiberaceae) yang
digunakan dalam hampir semua obat-obatan herbal karena memiliki manfaat
untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit degeneratif, penurunan imunitas
dan vitalitas (Paramitasari, 2011).
2.2.1 Kunyit
Kunyit (Curcuma domestica) adalah tanaman obat jenis rimpang yang
mengandung senyawa kurkumin yang bersifat antioksidan,antitumor, antimikroba,
serta dapat menyembuhkan beberapa penyakit diantaranya sariawan, rematik,
tifus, diabetes mellitus, usus buntu, campak, menurunkan kadar lemak darah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
kolesterol, serta sebagai pembersih darah. Berikut adalah klasifikasi tanaman
kunyit:
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zungiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Val.
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batangnya
merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau
kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun kunyit merupakan
daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-
12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk
yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan
mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan Ujung dan
pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga
kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan (Tilaar, 2006).
Gambar 2.2 Tanaman Kunyit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
Gambar 2.3 Rimpang Kunyit
2.2.2 Temulawak
Temulawak (Curcuma xanthorizza Robx) adalah tanaman obat jenis
rimpang yang mengandung senyawa kurkumin dan minyak atsiri yang bersifat
antioksidan, antikolesterol, antimikroba, serta dapat digunakan sebagai obat
diantaranya obat jerawat, penambah nafsu makan, penurun kolesterol, anemia,
dan pencegah kanker. Berikut adalah klasifikasi tanaman temulawak:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Temulawak berbatang semu dengan tinggi hingga 1-2 m, berwarna hijau
atau coklat gelap. Akar rimpang temulawak terbentuk dengan sempurna dan
bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2-9 helai
dengan bentuk bundar memanjang, warna daun hijau atau coklat keunguan terang
sampai gelap, panjang daun 31-84 cm dan lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun
termasuk helaian 43-80 cm. Kelopak bunga temulawak berwarna putih berbulu,
panjang 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan
4-5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25 – 2 cm dan lebar 1 cm
(Tilaar, 2006).
Gambar 2.4 Tanaman Temulawak
Gambar 2.5 Rimpang Temulawak
2.3 Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat
Pengelolaan pasca panen merupakan suatu perlakuan yang diberikan
kepada hasil panen sehingga produk siap dikonsumsi (Katno, 2008). Kementrian
Pertanian (2011) menyebutkan pasca panen adalah tindakan yang dilakukan
setelah panen, mulai dari membersihkan hasil panen dari kotoran, tanah, dan
mikroorganisme yang tidak diinginkan melalui pencucian, sortasi, perajangan,
pengeringan, pengemasan, sampai dengan penyimpanan. Hasil dari pengelolaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
pasca panen ini adalah bahan baku obat tradisional yang berupa bagian
keseluruhan tanaman yang telah dikeringkan yang disebut simplisia.
2.3.1 Tujuan Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat
Tujuan pasca panen adalah untuk menghasilkan produk yang tahan
simpan, berkualitas dengan mempertahankan kandugan bahan aktif yang
memenuhi standar mutu secara konsisten (Kementrian Pertanian, 2011).
Widiyastuti (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan penanganan dan
pengelolaan saat pasca panen adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperoleh bahan baku yang memenuhi standar mutu.
b. Menghindari terbuangnya hasil panen secara percuma serta mengurangi
kerusakan hasil panen.
c. Agar semua hasil panen dapat dimanfaatkan sesuai harapan.
Dengan adanya penanganan dan pengelolaan pasca panen yang tepat
diharapkan dapat menjamin kualitas bahan baku obat tradisional (simplisia) baik
secara fisik maupun kimiawi.
23.2 Perlakuan Pasca Panen Tanaman Obat
Katno (2008) menyatakan bahwa terdapat delapan tahapan pasca panen
tanaman obat sebagai bahan baku pembuat simplisia, yaitu:
1. Pengumpulan bahan baku
Beberapa hal yang harus diperhatikan dari pengumpulan bahan baku tanaman
obat antara lain adalah bagian tanaman yang akan digunakan, umur tanaman,
dan waktu yang tepat saat panen. Pengumpulan dilakukan secara hati-hati agar
tidak merusak bahan dan tanaman induknya, selain itu bahan yang
dikumpulkan benar-benar dipilih sesuai kebutuhan.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengancara memisahkan kotoran
atau bahan asing lainnya yang ikut dalam pengumpulan, seperti tanah, kerikil,
gulma, dan bagian tanaman yang tidak diinginkan,
3. Pencucian
Tanah dan kotoran yang tidak dapat dihilangkan pada kegiatan sortasi dapat
dibersihkan pada tahap pencucian. Pencucian berfungsi untuk menurunkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
jumlah mikroba yang menyebabkan pembusukan dan membuat penampilan
bahan segar terlihat lebih menarik. Setelah dicuci bahan segar ditiriskan untuk
menghilangkan air yang ada di permukaan.
4. Perubahan bentuk
Beberapa jenis bahan baku simplisia mengalami perubahan bentuk misalnya
menjadi irisan atau potongan untuk memudahkan tahapan pasca panen
selanjutnya. Tidak semua jenis simplisia mengalami perubahan bentuk,
umumnya hanya terbatas pada simplisia rimpang, akar, umbi, batang, kayu,
dan kulit batang atau kulit akar.
Gambar 2.6 Simplisia Rimpang Temulawak
5. Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu upaya untuk menurunkan kadar air bahan
simplisia hingga tingkat yang diinginkan. Pengeringan juga bermanfaat untuk
mencegah timbulnya jamur dan bakteri. Pengeringan dapat dilakukan dengan
cara alami yang menggunakan sinar matahari langsung dan pengeringan
buatan dengan menggunkan oven.
6. Sortasi kering
Prinsip sortasi kering sama dengan sortasi basah, tetapi dilakkukan saat bahan
simplisia telah kering sebelum dikemas. Sortasi kering bertujuan untuk
memisahkan benda-benda asing dan pengotor lain yang masih ada, seperti
bagian yang tidak diinginkan, tanah, atau pasir.
7. Pengemasan
Pengemasan simplisia sangat berpengaruh terhadap mutu simplisia terkait
dengan pengangkutan dan penyimpanan. Pengemasan bertujuan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
melindungi simplisia saat pengangkutan, distribusi, dan penyimpanan dari
gangguan luar seperti suhu, kelembaban, sinar, pencemaran mikroba, serta
serangga. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi bahan pengemas yaitu:
a. Bersifat netral yang artinya tidak bereaksi dengan simplisia yang berakibat
terjadinya perubahan bau, rasa, kadar air, dan kandungan senyawa
kimianya.
b. Mampu mencegah terjadinya kerusakan mekanis.
c. Mampu mencegah terjadinya kerusakan fisiologis, misalnya karena
pengaruh sinar dan kelembaban.
Gambar 2.7 Simplisia yang Dikemas di B2P2TO-OT
8. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan upaya mempertahankan kualitas simplisia, baik
secara fisik maupun jenis dan kadar senyawa kimianya, sehingga tetap
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Beberapa persyaratan fisik yang
harus dipenuhi gudang penyimpanan yaitu:
a. Ventilasi udara yang cukup baik, agar sirkilasi udara tetap lancar.
b. Tingkat kelembaban rendah.
c. Tidak ada kebocoran.
d. Sinar matahari tidak dapat masuk secara langsung, sehingga tidak memicu
terjadinya penguapan dan kerusakan senyawa aktif yang terdapat dalam
simplisia.
e. Dapat mencegah masuknya serangga dan tikus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
Gambar 2.8 Simplisia dalam Gudang Penyimpanan B2P2TO-OT
Berikut parameter kontrol kualitas beberapa tahapan penyiapan simplisia
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Parameter Kontrol Kualitas Tahapan Penyimpan Simplisia
Tahapan Tujuan Proses Parameter Kontrol Kualitas
Sortasi Kebenaran bahan
Eliminasi bahan organik asing
Mikroskopis dan makroskopis
Prosentasi bahan organik asing
Pencucian Eliminasi cemaran fisik,
mikroba, dan pestisida
Angka cemaran mikroba dan
pestisida
Perubahan
bentuk
Aspek kepraktisan dan grading
serta memudahkan proses
berikutnya
Keseragaman bentuk dan
ukuran
Mudah dikeringkan dan
dikemas
Pengeringan Pencapaian kadar air < 10% Kadar air dan stabilitas
kandungan kimia
Pengemasan Mencegah kontaminasi dan
menjaga kestabilan tingkat
kekeringan bahan
Angka cemaran mikroba
Kadar air / susut pengeringan
Sumber : Katno, 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
2.4 Pengertian Kualitas
Pada dasarnya kualitas adalah derajat atau tingkatan dimana produk atau
jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen (Purnomo, 2004).
Tjiptono dan Diana (1996) menyebutkan beberapa definisi kualitas dari beberapa
ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Joseph Juran
“Kualitas adalah kesesuaian dengan penggunaan (fitness for use).” Pendekatan
Juran adalah orientasi yang memenuhi harapan pelanggan.
b. Deming
“Kualitas adalah pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan secara
terus-menerus.”
c. Crosby
“Kualitas adalah kesesuaian dengan persyaratan (meet the requirements).”
d. Feigenbaum
”Kualitas adalah gabungan seluruh karakteristik produk dan pelayanan yang
meliputi pemasaran, keteknikan, manufaktur, dan perawatan, di mana seluruh
produk dan pelayanan yang digunakan disesuaikan dengan harapan /
kebutuhan konsumen.”
Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah
produk (barang atau jasa) dapat dikatakan berkualitas apabila produk tersebut
memenuhi persyaratan yang dapat memberikan kepuasan terhadap ekspektasi
pelanggan.
Secara matematis kualitas dapat dihitung dari perbandingan antara
performance dan expectations.
Performance dapat diartikan apa yang dapat dilakukan sebuah produk terhadap
konsumen, sedangkan expectations berarti harapan konsumen terhadap produk
yang digunakan (Yang dan El-Haik, 2003). Terdapat sembilan dimensi kualitas
yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
Tabel 2.3 Dimensi Kualitas
Dimensi Arti dan Contoh
Performance Karakteristik utama produk, contohnya tingkat kecerahan
gambar.
Feature Karakteristik sekunder atau tambahan, contohnya remote
control.
Conformance Memenuhi spesifikasi atau standar industri.
Reliability Konsistensi waktu performansi produk, waktu rata-rata
sampai produk tersebut mengalami kegagalan fungsi.
Durability Berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan, termasuk
perbaikan.
Service Pemecahan masalah dan complain, mudah diperbaiki.
Response Hubungan saling bertatap muka, contohnya proses jual-beli.
Aesthetic Karakteristik sensorik, contohnya tampilan eksterior.
Reputation Performansi produk sebelumnya dan tidak dinyatakan secara
jelas, contohnya brand image dan pemberian ranking produk
oleh konsumen.
Sumber: Yang dan El-Haik, 2003
Untuk menghasilkan produk berkulaitas yang dapat memberikan kepuasan
terhadap ekspektasi pelanggan, perlu dilakukan pengendalian kualitas (quality
control) selama proses produksi. Gaspersz (2006) menyatakan pengendalian
kualitas melibatkan beberapa aktivitas berikut:
1. Mengevaluasi kinerja aktual (actual performance).
2. Membandingkan aktual dengan targer (sasaran).
3. Mengambil tindakan atas perbedaan antara aktual dan target (sasaran).
2.5 Fishbone Diagram
Bentuk diagram ini mirip dengan kerangka ikan sehingga disebut sebagai
fishbone diagram. Fishbone diagram terdiri dari garis dan simbol yang dirancang
untuk mewakili hubungan antara efek dan penyebabnya, sehingga disebut juga
sebagai cause and effect diagram. Selain itu diagram ini biasanya disebut diagram
Ishikawa, setelah Dr. Kaoru Ishikawa yang dianggap sebagai bapak QC Circles.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
Fishbone diagram adalah alat yang sangat efektif untuk menganalisis penyebab
terjadinya masalah.
Gambar 2.9 Fishbone Diagram
Sumber: Furuy et.al, 2003
Furuy et.al (2003) menyatakan bahwa terdapat empat langkah untuk
menganalisis penyebab masalah menggunakan fishbone diagram yaitu:
1. Tuliskan masalah di sisi kanan dan kotakkan masalah tersebut. Gambarlah
main arrow dari kiri ke kanan, dengan kepala panah menunjuk ke masalah.
2. Identifikasi semua kategori utama penyebab masalah, contohnya man,
machine, material, method, dan environment. Gunakan branch arrow untuk
menghubungkan kategori ke main arrow.
3. Gunakan twig arrow untuk menghubungkan penyebab utama yang
diidentifikasi pada langkah 2 sampai pada masing-masing branch arrow.
4. Identifikasi penyebab rinci dari setiap penyebab utama dan hubungkan
penyebab-penyebab tersebut ke twig arrow, dengan menggunakan twig arrow
yang lebih kecil.
2.6 Standard Operating Procedures (SOP)
Standard Operating Procedures (SOP) pada dasarnya adalah pedoman
yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu
organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan
tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-
orang di dalam organisasi berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten standar,
dan sistematis (Tambunan, 2011). Tujuan pembuatan SOP adalah untuk
menyederhanakan pekerjaan supaya berfokus pada inti agar lebih cepat dan tepat
(Ekotama, 2011). SOP secara teknis bermanfaat bagi sebuah organisasi atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
industri sebab SOP berperan sebagai alat pengendalian dalam penerapan
prosedur-prosedur yang dilakukan dalam organisasi. Tambunan (2011)
menyebutkan beberapa manfaat teknis SOP bagi organisasi antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Menjamin adanya standarisasi kebijakan, peraturan, baik yang dibuat intern
organisasi maupun dari ekstern, misalnya undang-undang, maupun yang
berupa aturan lainnya dari institusi seperti Bapepam, dan lain-lain.
2. Menjamin adanya standarisasi pelaksanaan setiap prosedur operasional
standar yang telah ditetapkan menjadi pedoman baku organisasi.
3. Menjamin adanya standarisasi untuk penggunaan dan distribusi formulir,
blanko, dan dokumen dalam prosedur operasional standar.
4. Menjamin adanya standarisasi sistem administrasi (termasuk kegiatan
penyimpanan arsip dan sistem dokumentasi).
5. Menjamin adanya standarisasi validasi dalam alur kegiatan yang telah
ditetapkan.
6. Menjamin adanya standarisasi pelaporan.
7. Menjamin adanya standarisasi kontrol.
8. Menjamin adanya standarisasi untuk pelaksanaan evaluasi dan penilaian
kegiatan organisasi.
9. Menjamin adanya standarisasi untuk pelayanan dan tanggapan kepada pihak
luar organisasi.
10. Menjamin adanya standarisasi untuk keterpaduan dan keterkaitan di antara
prosedur dengan prosedur operasional lainnya di dalam konteks dan kerangka
tujuan organisasi.
11. Menjamin adanya acuan yang formal bagi anggota organisasi untuk
menjalankan kewajiban di dalam prosedur operasional standar.
12. Menjamin adanya acuan yang formal untuk setiap perbaikan serta
pengembangan prosedur-prosedur operasional standar di masa datang.
2.6.1 Tahap-tahap Teknis Penyusunan SOP
Tambunan (2011) menyebutkan terdapat delapan tahap teknis penyusunan
SOP adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
1. Tahap Persiapan
Tahapan ini bertujuan untuk memahami kebutuhan penyusunan atau
pengembangan SOP serta menyusun alternatif tindakan yang harus dilakukan
oleh organisasi. Produk dari tahap ini adalah keputusan mengenai alternatif
tindakan yang akan dilakukan.
2. Tahap Pembentukan Organisasi Tim
Tahapan ini bertujuan untuk menetapkan tim atau organisasi tim yang
bertanggungjawab untuk melaksanakan alternatif tindakan yang telah dibuat
dalam tahap persiapan. Produk dari tahap ini adalah pedoman pembagian
tugas dan kontrol pekerjaan.
3. Tahap Perencanaan
Tahapan ini bertujuan menyusun serta menetapkan strategi, metodologi,
rencana, dan program kerja yang akan digunakan tim pelaksana penyusunan.
Produk dari tahap ini adalah pedoman perencanaan dan program kerja rinci.
4. Tahap Penyusunan
Tahapan ini bertujuan untuk melaksanakan penyusunan SOP sesuai
perencanaan yang telah ditetapkan. Produk dari tahap ini adalah draft
pedoman SOP.
5. Tahap Uji Coba
Tahapan ini bertujuan menerapkan SOP dalam bentuk uji coba draft pedoman
SOP yang telah dibuat dalam tahap penyusunan. Produk dari tahap ini adalah
laporan hasil uji coba yang digunakan untuk melakukan penyempurnaan draft
pedoman SOP.
6. Tahap Penyempurnaan
Tahapan ini bertujuan menyempurnakan pedoman SOP berdasarkan laporan
hasil uji coba yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Produk dari tahap
ini adalah pedoman SOP akhir yang digunakan sebagai pedoman standar
dalam organisasi.
7. Tahap Implementasi
Tahapan ini bertujuan untuk mengimplementasikan pedoman SOP akhir
secara menyeluruh dan standar dalam organisasi. Produk dari tahap ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
laporan implementasi yang akan menjadi dasar dalam melakukan tahapan
pemeliharaan dan audit.
8. Tahap Pemeliharaan dan Audit
Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari seluruh tahap-tahap teknis
penyusunan SOP dan bertujuan untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan
audit atas pelaksanaan penerapan SOP dalam organisasi selama periode
tertentu. Produk dari tahap ini adalah laporan perbaikan rutin dan laporan
kebutuhan perbaikan besar atas SOP.
Gambar 2.10 Tahapan Teknis Penyusunan SOP
Sumber : Tambunan, 2011
2.6.2 Simbol-simbol SOP
Berikut adalah simbol-simbol yang secara umum digunakan dalam
penyajian SOP:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
Tabel 2.4 Simbol Bagan Arus Penghubung Kegiatan
Gambar Keterangan
Penghubung Prosedur dalam Satu
Halaman (On - Page Connector)
Penghubung Prosedur Berbeda Halaman
(Off - Page Connector)
Sumber : Tambunan, 2011
Tabel 2.5 Simbol Bagan Arus Dasar
Gambar Keterangan
Persiapan (Preparation)
Proses (Process)
Keputusan (Decision)
Proses Utuh (Predefined Process)
Masukan Manual (Manual Input)
Pemisah Prosedur (Terminator)
Dokumen (Documents)
Proses Pengganti (Alternate Process)
Data (Data)
Kegiatan Manual (Manual Operation)
Kartu (Card)
Sumber : Tambunan, 2011
A
B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
Tabel 2.6 Simbol Bagan Arus Penyimpanan
Gambar Keterangan
Pita Tertanda (Punched Tape)
Data Tersimpan (Stored Data)
Disket Magnetik (Magnetic Disk)
Penyimpanan Intern (Internal Storage)
Penyimpanan Akses Langsung (Direct
Access Storage)
Penyimpanan Akses Berurutan
(Sequential Access Storage)
Sumber : Tambunan, 2011
Tabel 2.7 Simbol Bagan Arus Kegiatan Rinci dalam Proses
Gambar Keterangan
Tampilan (Display)
Penghubung (Collate)
Penggabungan (Merge)
Pemaduan (Summing Junction)
Sortir (Sort)
Tunda (Delay)
Penguraian (Extract)
Pilihan Langkah
Sumber : Tambunan, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
Tabel 2.8 Simbol Bagan Alur Arus
Gambar Keterangan
Alur/Garis Penghubung tanpa Tanda
Panah (berbagai arah)
Alur/Garis Penghubung dengan Tanda
Panah (berbagai arah)
Sumber : Tambunan, 2011
2.7 Focused Group Discussion (FGD)
FGD adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis
mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi
kelompok (Irwanto, 2006). FGD merupakan proses pengumpulan informasi yang
tidak melalui wawancara, tidak secara perorangan, dan bukan merupakan diskusi
bebas tanpa topik spesifik. FGD berbeda dengan wawancara kelompok, sebab
dalam FGD terdapat fasilitator/moderator yang memimpin jalannya diskusi
dengan mengemukakan suatu persoalan atau kasus sebagai bahan diskusi.
2.7.1 Anggota Tim dari FGD
Pembentukan tim merupakan langkah awal keberhasilan dalam FGD.
Irwanto (2006) menyatakan bahwa setiap FGD membutuhkan:
1. Moderator
Moderator merupakan orang yang memimpin atau memfasilitasi diskusi.
Dalam penelitian, seorang peneliti sering berfungsi sebagai moderator
sehingga proses penelitian dapat dikendalikan sepenuhnya.
2. Pencatat proses
Pencatat proses berfungsi merekam inti permasalahan yang didiskusikan dan
memberitahu moderator mengenai waktu, fokus diskusi, pertanyaan penelitian
yang belum terjawab, dan kesempatan untuk berbicara bagi peserta yang pasif.
3. Penghubung peserta
Penghubung peserta bertugas untuk mencari peserta FGD sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
4. Bloker
Bloker merupakan anggota tim yang bertugas untuk menjaga agar jalannya
FGD tidak terganggu.
5. Petugas logistik
Petugas logistik merupakan anggota tim yang membantu peneliti dengan
transportasi, memastikan adanya tempat untuk FGD, dan memastikan
terpenuhinya kebutuhan lain, seperti konsumsi dan alat-alat komunikasi.
2.7.2 Pertimbangan Melaksanakan FGD
Irwanto (2006) menyatakan setidaknya terdapat tiga alasan dilakukannya
FGD yaitu filosofis, metodologis, dan praktis.
1. Secara filosofis, seorang peneliti melakukan FGD sebab:
a. Pengetahuan yang diperoleh dalam menggunakan sumber informasi dari
berbagai latar belakang pengalaman tertentu dalam sebuah proses diskusi,
memberikan perspektif yang berbeda jika dibandingkan dengan
pengetahuan yang didapat dari proses komunikasi searah antara peneliti
dengan obyek yang diteliti.
b. Diskusi sebagai proses pertemuan antar pribadi yang merupakan sebuah
aksi dimana para peserta mengeluarkan buah pikiran dan berdebat atau
saling mengkonfirmasi pengalaman masing-masing, sehingga setelah
diskusi berakhir para peserta akan mengalami perubahan.
2. Secara metodologis, seorang peneliti melakukan FGD sebab:
a. Adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami
dengan metode survei atau wawancara individu sebab pendapat kelompok
merupakan hal yang penting.
b. Untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu yang relatif
singkat.
c. Sebagai metode yang dirasa cocok bagi permasalahan yang bersifat lokal
dan spesifik, oleh sebab itu FGD yang melibatkan masyarakat setempat
dipandang sebagai pendekatan yang paling sesuai.
3. Secara praktis, seorang peneliti melakukan FGD sebab penelitian yang bersifat
aksi membutuhkan perasaan memiliki dari masyarakat yang diteliti, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
saat peneliti memberikan rekomendasi aksi, dengan mudah masyarakat mau
menerima rekomendasi tersebut.
2.7.3 Manfaat FGD
Metode FGD termasuk metode kualitatif sehingga FGD berupaya
menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why. Suhaimi (1999) menyebutkan
beberapa manfaat FGD adalah sebagai berikut:
1. Interaksi kelompok, memungkinkan munculnya respons yang lebih kaya dan
pemikiran baru yang lebih berharga.
2. Dapat langsung mengamati diskusi dan mendapat insight mengenai perilaku,
sikap, bahasa, dan perasaan responden.
3. Biaya yang murah dan waktu yang cepat.
2.8 Continuous improvement
Fauzi (2008) menyatakan bahwa perbaikan berkesinambungan
(continuous improvement) adalah sebuah usaha untuk mencapai target yang
ditetapkan dari visi perusahaan dengan terus meningkatkan bisnis dan proses
produksi melalui siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action). Dalam siklus ini
dilakukan komparasi antara hasil yang dicapai melalui penetapan target dengan
hasil sebelumnya untuk mengambil tindakan-tindakan korektif yang diperlukan.
Plan-Do-Check-Act (PDCA) adalah siklus perbaikan berkesinambungan
yang dikembangkan oleh Walter Shewhart di Western Electric dan dipopulerkan
oleh Dr. W. Edwards Deming. Keempat fase plan, do, check dan act
menggabungkan perencanaan yang matang dengan melakukan uji coba dalam
skala kecil, dan menggunakan umpan balik untuk membakukan metode yang
paling efektif (Foster, 1995).
Foster (1995) menjelaskan bahwa tahapan plan melibatkan pengaturan
batasan, memutuskan data apa saja yang dibutuhkan, bagaimana data tersebut
akan dikumpulkan dan apa artinya. Tahapan ini memerlukan analisis dan
pemilihan perbaikan alternatif. Do berupa pelaksanaan perubahan yang telah
direncanakan. Pada tahapan check dilakukan penilaian hasil perubahan dan act
menempatkan alternatif yang paling efektif sebagai model standar operasi. Lalu,
siklus dimulai lagi dengan perbaikan set baru yang direncanakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
Gambar 2.11 Siklus PDCA
Sumber: Foster, 1995
Dari gambar di atas dapat diketahui masing-masing tahapan dalam siklus
PDCA. Tahapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Fase Plan, yang dilakukan pada tahap ini adalah
a. Mendifinisikan hal-hal yang dapat menjadi sebagai improvement
opportunity
b. Menunjukkan proses yang berlangsung saat ini.
c. Mengukur keefektifan proses yang berlangsung saat ini.
d. Merencanakan perubahan berupa alternatif perbaikan
2. Fase Do, yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan perubahan proses
dengan cara menjalankan proses baru yang memuat alternatif perbaikan.
3. Fase Check, yang dilakukan pada tahap ini adalah mengevaluasi hasil dari
perubahan proses yang dijalankan.
4. Fase Act, yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan reaksi terhadap
hasil yang didapat dari hasil proses yang memuat alternatif perbaikan.
Berikut adalah diagram alir dari konsep continuous improvement yang
telah diuraikan sebelumnya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
Define the Improvement Opportunity
Show the Current Process
Measure the Current Process
Special Cause? PSP
Plan the Change
Do it the New Way
Check the Result
Is Process
Capable?PSP
Act on the Result
STEP 1
STEP 2
STEP 3
STEP 4
STEP 5
STEP 6
STEP 7
Yes
No
Yes
No
PLAN
DO
CHECK
ACT
Gambar 2.11 Diagram Alir Continuous Improvement Sumber: Foster, 1995
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini akan membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan
dalam pembuatan laporan tugas akhir. Metodologi ini berisi langkah-langkah yang
dilakukan selama tugas akhir. Langkah-langkah tersebut disajikan pada gambar
3.1.
Mulai
Studi Lapangan Studi Pustaka
Perumusan Masalah
Penentuan Tujuan dan Manfaat
Tahap Identifikasi
Masalah
Pengumpulan Data:
1. Data primer yang berupa:
a. Wawancara dengan petani dan pengamatan langsung tentang prosedur
pasca panen rimpang tanaman obat.
b. Pengamatan prosedur pasca penen dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT).
c. Standar simplisia yang diterima oleh perusahaan jamu.
d. Focuss Group Discussion (FGD) untuk membuat rancangan awal SOP
2. Data sekunder berupa:
a. Prosedur pasca panen rimpang dari Kementrian Pertanian.
Pengolahan Data:
1. Identifikasi akar masalah menggunakan fishbone diagram.
2. Perancangan SOP Pasca Panen dengan metode PDCA:
Plan à menentukan improvement plan dan membuat rancangan awal SOP
pasca panen
Do à melakukan uji coba skala kecil
Checkà melakukan evaluasi uji coba terhadap rancangan awal SOP
Act àmelakukan perbaikan dan membakukan prosedur dalam bentuk
dokumen SOP pasca panen
Tahap
Pengumpulan
dan Pengolahan
Data
Analisis dan Intrepretasi HasilTahap Analisis
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Tahap Kesimpulan
dan Saran
SOP valid?
Tidak
Ya
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Secara umum metodologi penelitian yang dilakukan dibagi menjadi empat
tahapan, yaitu tahap identifikasi masalah, tahap pengumpulan dan pengolahan
data, tahap analisis, dan tahap kesimpulan dan saran.
3.1 Tahap Identifikasi Masalah
Pada tahap identifikasi masalah ini dilakukan studi lapangan, studi
pustaka, identifikasi latar belakang masalah, perumusan masalah, dan menentukan
tujuan serta manfaat penelitian.
3.1.1 Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dari bulan Maret 2012 di Klaster Biofarmaka
Kabupaten Karanganyar dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT). Tujuannya adalah untuk mempelajari
prosedur pasca panen rimpang tanaman obat yang dapat diimplementasikan di
Klaster Biofarmaka. Tahap ini menekankan pemahaman prosedur pembuatan
produk olahan rimpang yaitu simplisia dan serbuk yang dihasilkan oleh Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Dari studi lapangan ini dapat diidentifikasi
topik permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian, yaitu tentang
diperlukannya perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dalam
proses pasca panen rimpang tanaman obat yang ditunjang dengan adanya
standardisasi prosedur yang berupa Standard Operating Procedures (SOP).
3.1.2 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan berdasarkan permasalahan yang telah secara
bersamaan teridentifikasi pada tahap studi lapangan. Studi pustaka dilakukan
dengan membaca dan mempelajari pustaka yang relevan dengan permasalahan
yang ada sehingga dapat diberikan solusi pada permasalahan tersebut. Setelah
melihat permasalahan pada klaster yang berkaitan dengan continuous
improvement dan prosedur pasca panen rimpang tanaman obat, maka jenis
pustaka yang digunakan adalah buku dan jurnal yang membahas tentang Standard
Operating Procedure (SOP) dan continuous improvement.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
3.1.3 Perumusan Masalah
Pada tahap ini akan ditetapkan permasalahan yang akan dibahas untuk
dicari pemecahan masalahnya. Setelah melakukan pengamatan di Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT), dan perusahaan jamu maka
dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut. Perumusan
masalah tersebut adalah bagaimana merancang Standard Operating Procedure
(SOP) pasca panen yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka
Karanganyar melalui metode plan, do, check, dan act (PDCA).
3.1.4 Penentuan Tujuan dan Manfaat
Pada tahap ini ditentukan tujuan yang dicapai dan manfaat penelitian
dalam penulisan laporan. Tujuan dan manfaat penelitian dibuat berdasarkan pada
perumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya.
3.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data
Setelah mengidentifikasi masalah dilakukan pengumpulan data dan
pengolahan data yang didapatkan selama penelitian.
3.2.1 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam tugas akhir ini terbagi menjadi dua yaitu
data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,
diamati dan dicatat untuk pertama kalinya data yang diperoleh yaitu:
a. Wawancara dengan petani dan pengamatan langsung tentang prosedur
pasca panen rimpang tanaman obat dan identifikasi masalah di Klaster
Biofarmaka.
b. Wawancara dengan praktisi di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) dan pengamatan
langsung mengenai prosedur pasca panen rimpang tanaman obat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
c. Wawancara dengan praktisi di perusahaan jamu mengenai kriteria standar
bahan baku simplisia yang dapat diterima oleh perusahaan.
d. Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan bersama pengurus
klaster untuk mendapatkan rancangan awal prosedur pasca panen yang
dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil pengamatan sebelumnya
dan mempunyai kaitan dengan obyek yang akan diteliti. Data sekunder yang
diperoleh dalam penelitian bersumber pada:
a. Dokumen tertulis prosedur pasca panen rimpang dari Kementrian
Pertanian.
3.2.1 Pengolahan Data
Pada tahap pengolahan data ini data dikumpulkan, lalu diolah dengan
urutan sebagi berikut:
1. Mengidentifikasi akar masalah dengan fishbone diagram.
Identifikasi akar masalah dilakukan dengan observasi langsung dan
wawancara. Masalah yang sebelumnya muncul dari faktor man, method,
machine, material, dan environment di-breakdown menggunakan fishbone
diagram, sehingga muncul hubungan sebab akibat yang dapat diketahui
sebagai akar masalah penyebab tingginya kadar air simplisia.
2. Perancangan SOP pasca panen dengan metode PDCA.
Melakukan perancangan SOP dengan metode PDCA untuk mencapai
continuous improvement dengan menggunakan siklus Deming yang terdiri
dari empat tahap yaitu:
a. Plan
Pada tahap ini dilakukan rencana perbaikan yang terkait dengan
improvement opportunity yang didapatkan dari akar masalah sebelumnya
diidentifikasi dengan menggunakan fishbone diagram. Dari improvement
plan disusun rancangan awal/draft SOP pasca panen rimpang berdasarkan
hasil dari Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan bersama
pengurus klaster.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
b. Do
Pada tahap ini dilakukan uji coba prosedur pasca panen dalam skala kecil
untuk melihat apakah rancangan awal SOP yang telah dibuat dapat
diimplementasikan di Klaster Biofarmaka.
c. Check
Pada tahap ini dilakukan evaluasi evaluasi terhadap uji coba prosedur
pasca panen terhadap rancangan awal SOP pasca panen rimpang. Evaluasi
ini berfungsi sebagai konfirmasi antara rancangan awal SOP dengan
kondisi sebenarnya. Untuk melakukan evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan checklist dari kartu monitoring untuk menilai hasil uji coba
dengan rancangan awal SOP.
d. Act
Pada tahap ini merupakan tindak lanjut dari perbaikan yang telah
dilakukan berupa standarisasi prosedur. Pada tahap ini disusun dokumen
Standard Operating Procedures (SOP) pasca panen rimpang tanaman obat
untuk menyeragamkan prosedur pasca panen yang dilakukan di Klaster
Biofarmaka.
3. Validasi dokumen SOP yang dilakukan dengan cara memberikan kuesioner
kepada Ketua dan Seksi Usaha Klaster Biofarmaka untuk mengetahui apakah
rancangan dokumen SOP dapat dijalankan sesuai prosedur yang tertera, dapat
menjelaskan tanggung jawab dan wewenang dari personil yang bersangkutan.
Ketua dan Seksi Usaha akan memberikan saran dan perbaikan terhadap
masing-masing rancangan dokumen.
3.3 Tahap Analisis dan Intepretasi Hasil
Tahap ini menganalisis dan menginterprestasikan hasil dari pengolahan
data yang telah dibuat. Data-data penelitian yang telah diolah, kemudian dianalisis
dan dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan. Pada tahap ini dilakukan
analisis terhadap prosedur pasca panen dan continuous improvement di Klaster
Biofarmaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
3.4 Tahap Kesimpulan dan Saran
Pada tahap ini akan dilakuan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian.
Selain itu pada tahap ini akan diberikan rekomendasi sebagai saran implementasi
lebih lanjut untuk menyempurnakan proses produksi pengolahan rimpang
tanaman obat di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar agar produk yang
dihasilkan dapat diterima di pasaran dan memenuhi standar bahan baku di
perusahaan jamu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini berisi tentang pengumpulan dan pengolahan data yang
didapatkan penelitian tugas akhir. Dalam pengolahan data digunakan metode
PDCA sebagai continuous improvement dalam merancang Standard Operating
Procedures (SOP) pasca panen rimpang tanaman obat.
4.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
berupa prosedur awal pasca panen rimpang tanaman obat yang dilakukan di
Klaster Biofarmaka, prosedur pasca panen rimpang dari Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) tahun
2012, dan standar bahan baku simplisia di perusahaan jamu tahun 2012. Data
sekunder yang dikumpulkan antara lain yaitu SOP pasca panen rimpang tanaman
obat dari Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2011.
4.1.1 Prosedur Awal Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat di Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar
Prosedur pasca panen rimpang tanaman obat di klaster biofarmaka dibagi
menjadi 2, yaitu pembuatan produk simplisia dan serbuk/tepung. Untuk
pembuatan simplisia, bahan baku yang digunakan adalah rimpang kunyit dan
temulawak. Tahapan pembuatan produk simplisia yaitu:
1. Pengumpulan bahan baku
Bahan baku berupa rimpang segar diperoleh dari hasil panen, baik yang
berasal dari lahan milik klaster sendiri maupun dari kelompok tani yang
menjadi anggota klaster.
2. Penyortiran awal
Membersihkan rimpang dari tanah dengan cara dipukul-pukulkan dan akar-
akar yang masih menempel pada rimpang dibersihkan dengan menggunakan
pisau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
3. Pencucian
a. Rimpang dicuci bersih dari sisa-sisa tanah dengan menggunakan air yang
mengalir atau didalam bak.
b. Rimpang yang telah dicuci ditiriskan dengan cara dijemur sebentar.
4. Perajangan
Rimpang dirajang secara melintang dengan ketebalan minimal 4 mm secara
manual dengan menggunakan mesin perajang rimpang atau dengan
menggunakan alat manual perajang rimpang.
5. Pengeringan
a. Hasil irisan rimpang dikeringkan dengan cara dijemur di atas widig dengan
ketinggian minimal 50 cm dari tanah.
b. Pada tahap ini irisan rimpang ini dijemur sampai kering (minimal tiga
hari) dan tidak dibolak-balik.
c. Penjemuran dilakukan sampai kadar air + 10% atau dapat ditandai dengan
adanya bunyi ‘klik’ bila irisan rimpang kering dipatahkan.
d. Pada penjemuran hindari terkena embun/air yang dapat menyebabkan
jamur. Irisan rimpang yang sudah kering inilah yang disebut simplisia.
6. Pengemasan
Simplisia dimasukkan ke dalam plastik yang kedap air agar tidak berjamur.
7. Penyimpanan
Simplisia disimpan di dalam gudang yang bersih dan tidak boleh terkena sinar
matahari secara langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
Gambar 4.1 Proses Produksi Simplisia Rimpang
Klaster Biofarmaka juga menghasilkan produk serbuk/tepung yang berasal
dari penggilingan simplisa. Berikut adalah prosedur pembuatan serbuk:
1. Persiapan simplisia rimpang yang dibutuhkan
Bahan baku serbuk adalah simplisia yang hancur atau simplisia yang tidak
memenuhi standar bahan baku di perusahaan jamu. Untuk tahap persiapan
dilakukan:
a. Pemilihan simplisia yang belum berjamur dan tidak tercampur dengan
simplisia dari varietas lain misalnya untuk membuat serbuk temulawak,
dibutuhkan simplisia temulawak.
b. Menimbang berat simplisia, untuk menghasilkan 1 kg serbuk dibutuhkan 1
kg simplisia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
2. Penggilingan simplisia
Simplisia kemudian digiling atau dihaluskan dengan menggunakan mesin
pembuat serbuk.
3. Pengemasan
Serbuk yang sudah jadi kemudian dimasukkan pada plastik yang kedap udara.
4. Penyimpanan
Gudang penyimpanan serbuk harus memiliki kondisi yang baik yaitu tidak
lembab, sirkulasi udara baik, bersih, dan tidak terkena sinar matahari secara
langsung.
Gambar 4.2 Proses Produksi Serbuk
4.1.2 Prosedur Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat dari Kementrian
Pertanian
Prosedur pasca panen yang didapat dari Kementrian Pertanian Direktorat
Jenderal Holtikultura ini adalah Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan
simplisia kunyit. Berikut adalah prosedur kerjanya:
1. Penyortiran awal (basah)
a. Memilih rimpang yang besar, tua (umur 9-12 bulan), bagus tidak
busuk/rusak atau terkena bahan asing lainnya.
b. Membersihkan rimpang dari tanah dan kotoran lain yang masih menempel,
dengan cara dipukul perlahan-lahan.
c. Memotong daun-daun batang dan akar dengan menggunakan pisau.
d. Memisahkan bahan rimpang yang akan diproses/dikemas dalam bentuk
simplisia dan bahan rimpang segar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
2. Pencucian
a. Mencuci rimpang tanaman dengan cara menyikat perlahan-lahan dan
teratur di bawah air mengalir dan dibilas pada air tidak mengalir.
b. Meniriskan dalam keranjang plastik.
c. Menimbang bahan rimpang yang terseleksi.
3. Perajangan
a. Merajang rimpang dengan menggunakan alat mesin perajang atau secara
menual. Arah rajangan searah, tebalnya 5-7 mm atau sesuai dengan
keinginan pasar.
b. Tamping irisan rimpang ke dalam wadah.
4. Pengeringan
a. Menyiapkan alat/sarana pengeringan:
Saranan pengeringan yang dapat digunakan untuk pengeringan irisan
rimpang yaitu:
Cahaya matahari langsung yang ditutup dengan kain hitam
Alat pengering bertenaga sinar matahari (solar dryer); atau
Mesin pengering (tray dryer)
b. Meletakkan irisan pada alat pengering secara merata. Khusus untuk tray
dryer ketebalan tumpukan maksimal 5 cm.
c. Mengatur suhu pengeringan sebesar 50-60oC.
d. Mengangkat simplisia dari alat pengering setelah kadar air mencapai 8-
10%.
5. Penyortiran akhir (simplisia)
a. Memisahkan benda-benda asing dan pengotor lainnya yang masih
tertinggal.
b. Menimbang simplisia setelah penyortiran dilakukan untuk menghitung
rendemen hasil pemrosesan.
6. Pengemasan dan Pelabelan
a. Menyiapkan bahan pengemas.
b. Menimbang simplisia untuk setiap kemasan (bobot bersih)
c. Melakukan pengemasan dengan hati-hati agar pengemasan tidak hancur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
d. Menutup kemasan dengan rapat. Untuk kemasan plastik dapat
menggunakan seal.
e. Memberi label pada bagian kemasan.
7. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan di ruang/gedung yang bersih dengan sirkulasi udara
yang baik dan tidak lembab, suhu udara tidak melebihi 30oC, jauh dari bahan
lain penyebab kontaminasi dan bebas dari hama gudang.
Gambar 4.3 Proses Produksi Simplisia Kunyit Sumber: Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Holtikultura, 2011
4.1.3 Prosedur Pasca Panen Tanaman Obat dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT)
Prosedur pasca panen yang didapat dari B2P2TO-OT ini adalah Standard
Operating Procedure (SOP) pembuatan simplisia. Berikut adalah prosedur
kerjanya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
1. Pengumpulan bahan baku simplisia segar dari lahan budaya tanaman obat.
Untuk rimpang dicabut dan dibersihkan dari akar.
2. Sortasi basah untuk menghilangkan bagian tanaman lain atau benda asing.
Bahan segar dipisahkan dari kotoran yang terikut saat pengumpulan, seperti
tanah, kerikil, rumput gulma, dan bagian lain yang tidak diinginkan.
3. Pencucian rimpang untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal.
4. Penirisan bahan tanaman (rimpang) untuk memisahkan air dari bahan
simplisia selama pencucian.
5. Penimbangan bahan tanaman (rimpang) untuk mengetahui berat bahan
simplisia sebelum dikeringkan.
6. Perubahan bentuk dilakukan dengan pengirisan rimpang setebal 2-3 mm
dengan menggunakan mesin perajang.
7. Pengeringan dengan cara oven, sinar matahari langsung, diangin-anginkan
sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air kurang dari 10%.
8. Sortasi kering simplisia untuk menghilangkan bahan asing yang masih
tertinggal.
9. Penimbangan simplisia kering untuk menentukan berat kering.
10. Pengepakan dengan menggunakan bahan yang kedap udara berupa kantong
plastik, toples, dan kaleng.
11. Pelabelan meliputi nama tanaman atau bagian tanaman, tanggal pembuatan,
dan kadar air.
12. Penyimpanan dilakukan di dalam ruangan yang bersih dan tidak lembab
dengan suhu penyimpanan 20oC.
13. Pengamatan dilakukan setidaknya tiga bulan sekali untuk memeriksa kondisi
simplisia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
Gambar 4.4 Proses Produksi Simplisia Sumber: B2P2TO-OT, 2012
Setelah mengetahui SOP pasca panen dari B2P2TO-OT dan Kementrian Pertanian
dapat didentifikasi beberapa perbedaan prosedur di tiap tahapnya. Perbedaan
prosedur tersebut antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
Tabel 4.1 Perbedaan Prosedur Pasca Panen
Perbedaan
Prosedur
Klaster Biofarmaka B2P2TO-OT Kementrian
Pertanian
Pengumpulan
bahan baku
Bahan baku berupa
rimpang segar
diperoleh dari hasil
panen kelompok tani
yang menjadi anggota
klaster
Pengumpulan
rimpang segar dari
lahan budaya
tanaman obat,
rimpang dicabut dan
dibersihkan dari
akar.
Memilih rimpang yang
besar, tua (umur 9-12
bulan), bagus tidak
busuk/rusak atau
terkena bahan asing
lainnya.
Sortasi basah Rimpang dibersihkan
dari tanah dengan
cara dipukul-
pukulkan dan akar-
akar yang masih
menempel pada
rimpang dibersihkan
dengan menggunakan
pisau.
Rimpang segar
dipisahkan dari
kotoran yang terikut
saat pengumpulan,
seperti tanah, kerikil,
rumput gulma, dan
bagian lain yang
tidak diinginkan.
Rimpang
dibersihkan dari
tanah dan kotoran
lain yang masih
menempel, dengan
cara dipukul
perlahan-lahan.
Memotong daun-
daun batang dan akar
dengan
menggunakan pisau.
Memisahkan bahan
rimpang yang akan
diproses/dikemas
dalam bentuk
simplisia dan bahan
rimpang segar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
Pencucian Rimpang dicuci
dengan air mengalir
atau langsung
menggunakan bak
Rimpang yang telah
dicuci ditiriskan
dengan cara
dijemur sebentar.
Kulit rimpang tidak
dikupas
Rimpang dicuci
menggunakan bak
pencucian
bertingkat.
Penirisan rimpang
dengan cara
meletakkan
rimpang di atas
tempat penirisan
Kulit rimpang
dikupas
Mencuci rimpang
tanaman dengan cara
menyikat perlahan-
lahan dan teratur di
bawah air mengalir
dan dibilas pada air
tidak mengalir.
Meniriskan dalam
keranjang plastik
Perajangan Ketebalan rajangan
minimal 4 mm
Ketebalan rajangan
2-3 mm
Ketebalan rajangan 5-
7 mm
Penjemuran Menggunakan sinar
matahari langsung.
Pengeringan tidak
dibolak-balik dan
tidak ditumpuk
Menggunakan
oven pengering.
Pengeringan
dibolak-balik
Menggunakan sinar
matahari langsung
yang ditutup dengan
kain hitam.
Sortasi kering Simplisia yang
hancur dipisahkan
Sortasi untuk
menghilangkan
bahan asing yang
masih tertinggal
kemudian ditimbang
Memisahkan benda-
benda asing dan
pengotor lainnya yang
masih tertinggal
kemudian ditimbang
Pengemasan Simplisia
dimasukkan ke dalam
plastik kedap udara
sampai penuh.
Pengepakan dengan
menggunakan bahan
yang kedap udara
berupa kantong
plastik, toples, dan
kaleng dan diberi
silika setelah itu
diberi label.
Sebelum dilakukan
pengemasan simplisia
ditimbang terlebih
dahulu, kemudian
kemasan ditutup
menggunakan seal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
Penyimpanan Simplisia disimpan di
dalam gudang yang
bersih dan tidak
boleh terkena sinar
matahari secara
langsung
Penyimpanan
dilakukan di dalam
ruangan yang bersih
dan tidak lembab
dengan suhu
penyimpanan 20oC
dan dilakukan
pengamatan setiap 3
bulan sekali
Penyimpanan
dilakukan di
ruang/gedung yang
bersih dengan sirkulasi
udara yang baik dan
tidak lembab, suhu
udara tidak melebihi
30oC, jauh dari bahan
lain penyebab
kontaminasi dan bebas
dari hama gudang.
Setelah mengetahui perbedaan prosedur pembuatan simplisa yang ada di
klaster biofarmaka, B2P2TO-OT, dan Kementrian Pertanian maka dilakukan
Focussed Discussion Group (FGD) dengan pihak klaster dan kelompok tani untuk
mendapatkan SOP pasca panen yang dapat diimplementasikan di klaster. Berikut
adalah pelaksanaan teknis FGD:
Tanggal FGD : Senin, 30 April 2012
Waktu FGD : 11.45-13.00 WIB
Tempat FGD : Klaster Biofarmaka, Desa Sambirejo, Kecamatan Jumantono,
Kabupaten Karanganyar
Narasumber : 1. Bapak Suparman selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten
Karanganyar
2. Bapak Budi selaku perwakilan dari Kelompok Krido Tani
Mulyo Kecamatan Kerjo
3. Bapak Widodo selaku perwakilan dari Kelompok Ngudi
Makmur I Kecamatan Jumantono
4. Bapak Suratno selaku Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
Kecamatan Jumantono
5. Bapak Amat selaku tenaga kerja di Klaster Biofarmaka
Kabupaten Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
Moderator : Pungky Nor Kusumawardhani
Peserta FGD : 1. Nia Kartika Wuri
2. Martha Cintya
3. Sony Irwan Prabowo
4. Jingga Nuansa
Hasil FGD : disajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil FGD Prosedur Pasca Panen
Topik yang
dibahas
Hasil FGD
Pengumpulan
rimpang segar
Rimpang yang cukup umur panennya (8-10 bulan) dikumpulkan dari
hasil panen lahan petani tau lahan kelompok tani. Rimpang yang
dikumpulkan hanya rimpang yang baik (tidak busuk) dan belum
tumbuh tunas.
Tahap
penyortiran
basah
1. Membersihkan rimpang dari tanah, daun, dan akar
2. Kulit rimpang tidak dikupas
3. Memisahkan rimpang yang akan dibuat sebagai simplisia dengan
bahan rimpang segar.
Tahap
pencucian
rimpang
1. Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa
tanah yang masih menempel kemudian dibilas pada bak air.
2. Rimpang kemudian ditiriskan pada wadah yang bersih dan hindari
kontaminasi langsung dengan tanah atau lantai.
3. Menimbang rimpang untuk mengetahui berat rimpang basah
Tahap
pengirisan
rimpang
1. Rimpang diiris dengan ketebalan minimal 4 mm dengan
menggunakan alat manual perajang rimpang atau dengan
menggunakan mesin perajang rimpang.
2. Menampung irisan rimpang ke dalam tempat yang sudah disediakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
Tahap
pengeringan
rimpang
1. Rimpang dijemur menggunakan sinar matahari langsung.
2. Rimpang diletakkan di atas widig yang terletak 50 cm dari tanah
untuk menghindari kontaminasi tanah, asap, dan gangguan
binatang.
3. Rimpang yang diletakkan di atas widig tidak boleh ditumpuk.
4. Saat penjemuran rimpang tidak dibolak-balik ditutup kain hitam
agar lebih menyerap panas dan tidak mempengaruhi warna
rimpang.
5. Rimpang dijemur sampai kadar air 10% yang ditandai dengan
rimpang kering mudah dipatahkan dan terdengar bunyi ‘klik’
Tahap
penyortiran
akhir
1. Simplisia yang telah kering disortir berdasarkan hasil pengeringan
menjadi tiga grade yaitu grade A, B, dan C .
2. Menimbang simplisia kering untuk mengetahui perbandingan hasil
rimpang kering dengan rimpang basah.
Tahap
pengemasan
dan pelabelan
1. Menyiapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap
udara.
2. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan.
3. Memasukkan simplisia ke dalam kemasan
4. Memberi silika gel agar simplisia tetap kering dan tidak lembab.
5. Memberi label produk yang memuat informasi tentang nama
produk, kegunaan produk, tanggal kadaluarsa.
6. Menutup kemasan dengan menggunakan mesin press.
7. Bila akan dikirim simplisia dimasukkan ke dalam karung kemudian
dijahit.
Tahap
penyimpanan
1. Bahan simplisia disimpan ke dalam gudang yang bersih, tidak
lembab, dan tidak dicampur dengan bahan lain.
2. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan untuk memudahkan
barang pertama masuk dan pertama keluar (First In First Out).
3. Setiap bulan dilakukan pengamatan untuk mengecek kadar air. Bila
simplisia terlalu lama disimpan (> 6 bulan) maka simplisia dijemur
kembali untuk menjaga kadar air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
Tahap
persiapan
pembuatan
serbuk
1. Memilih simplisia yang belum berjamur dan tidak tercampur
dengan simplisia dari varietas lain.
2. Menimbang berat simplisia, untuk menghasilkan 1 kg serbuk
dibutuhkan 1 kg simplisia.
Tahap
pembuatan
serbuk
Simplisia yang hancur (grade C) dipilih untuk menjadi bahan baku
pembuatan serbuk. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan
mesin penggiling.
Tahap
pengemasan
dan pelabelan
serbuk
Pada tahap ini sama seperti pada tahapan pengemasan dan pelabelan
simplisia menggunakan plastik yang kedap udara.
Tahap
penyimpanan
serbuk
1. Bahan simplisia disimpan ke dalam gudang yang bersih, tidak
lembab, dan tidak dicampur dengan bahan lain.
2. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan untuk memudahkan
barang pertama masuk dan pertama keluar (First In First Out).
3. Setiap bulan dilakukan pengamatan untuk mengecek kadar air.
Berdasarkan tabel 4.2 maka diagram alir proses produksi serbuk adalah sebagai
berikut:
Gambar 4.5 Proses Produksi Serbuk Berdasarkan FGD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
Berdasarkan tabel 4.2 maka diagram alir proses produksi simplisia adalah sebagai
berikut:
Gambar 4.6 Proses Produksi Simplisia Berdasarkan FGD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
4.1.4 Standar Bahan Baku Simplisia di Perusahaan Jamu
Dari hasil pengamatan di perusahaan jamu, perusahaan memiliki
standarisasi tersendiri terkait penerimaan bahan baku simplisia yang ditetapkan
oleh tim quality control perusahaan. Standar tersebut yaitu:
1. Kebenaran Bahan
Bahan yang masuk dalam gudang bahan baku perusahaan jamu harus
diperiksa kebenarannya. Hal ini sangat penting dalam proses pengolahan
karena bahan-bahan dari industri ini yang sangat beragam dan memungkinkan
adanya kesalahan dalam penerimaan serta distribusi bahan baku dari supplier.
Untuk membuktikan kebenaran bahan, dapat dilakukan dengan pengujian
secara organoleptik (melihat kenampakan fisik bahan meliputi warna dan
aroma) dan juga melalui pengujian kimia.
2. Kadar Air Bahan
Bahan baku yang diterima oleh perusahaan jamu disimpan dalam gudang dan
harus dalam bentuk yang kering. Hal ini bertujuan untuk menjaga bahan baku
dari kerusakan karena bahan baku tidak langsung diolah. Oleh karena itu
bahan baku harus siap untuk disimpan dalam waktu yang lama. Hal ini sangat
mempengaruhi keadaan mikrobiologis bahan, maka perusahaan membuat
standarisasi simplisia kering yaitu dengan kadar air maksimal 10%.
3. Kebersihan Bahan
Bahan baku yang diterima dan diolah oleh perusahaan jamu harus dalam
keadaan bersih. Keadaan ini meliputi kebersihan bahan baku secara fisik
(tanah, debu, pasir) dan mikrobiologi (bebas dari bakteri patogen). Hal ini
sangat penting mengingat keberadaan kontaminan yang sangat berpengaruh
pada pengolahan selanjutnya.
4.2 Pengolahan Data
Pada pengolahan data dilakukan identifikasi akar masalah penyebab tidak
diterimanya produk simplisia klaster di perusahan jamu menggunakan fishbone
diagram dan setelah itu dilakukan perbaikan yang berupa continuous
improvement untuk menjamin kualitas produk Klaster Biofarmaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
4.2.1 Identifikasi Akar Masalah dengan Fish Bone Diagram
Dari hasil pengamatan langsung pada tanggal 26 Maret 2012 diketahui
bahwa produk klaster berupa simplisia tidak lolos untuk menjadi bahan baku obat
herbal di perusahaan jamu dikarenakan kadar air yang melebihi 10%. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu man, method, material, machine, dan
environment. Berikut adalah fish bone diagram untuk mengidentifikasi akar
penyebab permasalahan kadar air simplisia dari tiap-tiap faktor.
Kadar air simplisia > 10%
Method Environment
Material
Prosedur pasca panen
yang tidak seragam
Tidak terdapat SOP
pasca panen Penataan produk
tidak diatur
Tidak menerapkan
aturan FIFO
Proses pengeringan
yang tidak tepat
Tidak memakai
kain hitam
Kondisi gudang penyimpanan
yang kurang layak
Gudang tercampur dengan
bahan panen lain
Ventilasi kurang memadai
Tidak diberi silika
saat pengemasan
Tidak menggunakan
bahan pendukung
untuk menjaga kadar air
Kontrol pada pasca panen
yang tidak jelas
Tidak ada form kegiatan
pasca panen Tidak ada pencatatan
pasca panen
Ketebalan rajangan
rimpang yang
tidak seragam
Perajangan masih
manual
Machine
Rajangan rimpang
mudah hancur bila
memakai mesin
Pengecekan kadar air
masih manual
Tidak memiliki alat
pengecek kadar air
Man
Kurangnya kesadaran menjalankan
prosedur dengan benar
Kurangnya koordinasi antar
pengurus klaster
Gambar 4.7 Fish Bone Diagram
Penjelasan dari fish bone diagram pada Gambar 4.7 tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Masalah dari man
Berikut adalah fishbone diagram dari kategori man.
Kadar air simplisia > 10%
Man
Kuranganya koordinasi antar
pengurus klaster
Kurangnya kesadaran menjalankan
prosedur dengan benar
Gambar 4.8 Fishbone Diagram Kategori Man
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori man
terdapat penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan kadar air
simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori man dapat
dilihat pada gambar 4.9.
Kadar air
simplisia >
10%
Effect
Kurangnya kesadaran
menjalankan
prosedur dengan benar
Kurangnya
koordinasi antar
pengurus klaster
Primary cause Secondary cause
Gambar 4.9 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Man
Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori
material disebabkan oleh primary cause, dimana primary cause tersebut
disebabkan oleh secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi akar
masalah. Akar masalah pada kategori man ini adalah kurangnya koordinasi
antar pengurus klaster sehingga kesadaran untuk menjalankan prosedur pasca
panen dengan benar belum sepenuhnya terlaksana.
2. Masalah dari method
Berikut adalah fishbone diagram dari kategori method.
Kadar air simplisia > 10%
Method
Prosedur pasca panen
yang tidak seragamTidak terdapat SOP
pasca panenPenataan produk
tidak diatur
Tidak menerapkan
aturan FIFO
Proses pengeringan
yang tidak tepat Tidak memakai
kain hitam
Kontrol pada pasca panen
yang tidak jelasTidak ada form kegiatan
pasca panen Tidak ada pencatatan
pasca panen
Gambar 4.10 Fishbone Diagram Kategori Method
Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori method
terdapat empat penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan kadar air
simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori method dapat
dilihat pada gambar 4.11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
Kadar air
simplisia >
10%
Prosedur
pasca panen
yang tidak
seragam
Kontrol pada
pasca panen
yang tidak
jelas
Penataan
produk tidak
diatur
Proses
pengeringan
yang tidak
tepat
Tidak
terdapat SOP
Tidak ada
form kegiatan
pasca panen
Tidak
menerapkan
aturan FIFO
Tidak
memakai kain
hitam
Tidak ada
pencatatan
pasca panen
effect
Primary cause Secondary cause
Primary cause
Primary cause
Primary cause Secondary cause 2
Secondary cause
Secondary cause
Secondary cause 1
Gambar 4.11 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Method
Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori method
disebabkan oleh empat primary cause, dimana masing-masing primary cause
disebabkan oleh secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi akar
masalah. Akar masalah pada kategori method ini adalah ketiadaan SOP yang
menyebabkan prosedur pasca panen yang dilakukan tidak seragam, tidak ada
pencatatan selama proses pasca panen yang menyebabkan kontrol pada
prosedur pasca panen menjadi tidak jelas, tidak menerapkan prinsip First In
First Out (FIFO) dalam penyimpanan produk jadi, dan tidak menggunakan
kain hitam pada saat proses pengeringan.
3. Masalah dari material
Berikut adalah fishbone diagram dari kategori material
Kadar air simplisia > 10%
Material
Tidak diberi silika
saat pengemasan
Tidak menggunakan
bahan pendukung
untuk menjaga kadar air
Gambar 4.12 Fishbone Diagram Kategori Material
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori material
terdapat penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan kadar air
simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori material dapat
dilihat pada gambar 4.13.
Kadar air
simplisia >
10%
Effect
Tidak menggunakan
bahan pendukung
untuk menjaga kadar
air
Tidak diberi silika
saat pengemasan
Primary cause Secondary cause
Gambar 4.13 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Material
Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori
material disebabkan oleh primary cause, dimana primary cause tersebut
disebabkan oleh secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi akar
masalah. Akar masalah pada kategori material ini adalah tidak diberi silika
pada saat pengemasan dimana silika tersebut merupakan material pendukung
untuk mempertahankan kadar air.
4. Masalah dari environment
Berikut adalah fishbone diagram dari kategori environment
Kadar air simplisia > 10%
Environment
Kondisi gudang penyimpanan
yang kurang layak
Gudang tercampur dengan
bahan panen lain
Ventilasi kurang memadai
Gambar 4.14 Fishbone Diagram Kategori Environment
Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori
environment terdapat penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan
kadar air simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori
environment dapat dilihat pada gambar 4.15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
Kadar air
simplisia >
10%
Kondisi gudang
penyimpanan yang
kurang layak
Gudang tercampur
dengan bahan
panen lain
Effect Primary cause
Secondary cause
Secondary cause
Ventilasi kurang
memadai
Gambar 4.15 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Environment
Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori
environment disebabkan oleh primary cause, dimana primary cause tersenut
disebabkan oleh dua secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi
akar masalah. Akar masalah pada kategori environment ini adalah gudang yang
tercampur dengan bahan panen lain dan ventilasi gudang penyimpanan yang
kurang memadai yang menyebabkan terjadinya kondensasi udara sehingga
menaikkan kadar air simplisia yang disimpan.
5. Masalah dari machine
Berikut adalah fishbone diagram dari kategori machine
Kadar air simplisia > 10%
Machine
Ketebalan rajangan
rimpang yang
tidak seragam
Rajangan rimpang
mudah hancur bila
memakai mesin
Perajangan yang
masih manual
Pengecekan kadar air
masih manual
Tidak memiliki alat
pengecek kadar air
Gambar 4.16 Fishbone Diagram Kategori Machine
Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori machine
terdapat dua penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan kadar air
simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori machine dapat
dilihat pada gambar 4.17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
Kadar air
simplisia >
10%
Ketebalan rajangan
rimpang yang tidak
seragam
Effect
Primary cause
Primary cause
Pengecekan kadar
air masih manual
Perajangan yang
masih manual
Rajangan rimpang
mudah hancur bila
memakai mesin
Secondary cause Secondary cause
Tidak memiliki alat
pengecek kadar air
Secondary cause
Gambar 4.17 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Machine
Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori
machine disebabkan oleh dua primary cause, dimana primary cause tersenut
disebabkan oleh dua secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi
akar masalah. Akar masalah pada kategori machine ini adalah rajangan
rimpang yang mudah hancur bila memakai mesin perajang dan ketiadaan alat
pengecek kadar air.
4.2.2 Perancangan Continuous Improvement pada Pasca Panen Klaster
Biofarmaka
Setelah akar masalah kadar air simplisia melebihi 10% dari masing-
masing faktor diketahui dengan menggunakan metode 4M+1E dan fishbone
diagram maka, langkah selanjutnya adalah melakukan perbaikan
berkesinambungan (continuous improvement) untuk menjamin kualitas simplisia.
Siklus continuous improvement dipopulerkan oleh Dr. Edward Deming yang
terdiri dari empat tahap yaitu Plan, Do, Check, Act (PDCA) dimana merupakan
perencanaan yang dikuti tindakan, serta pemberian umpan balik untuk
membakukan metode yang paling efektif.
1. Plan
Dari identifikasi akar masalah menggunakan fishbone diagram, dapat diketahui
bahwa akar masalah pada penyebab tingginya kadar air simplisia terletak pada
prosedur pasca panen pada tahap perajangan pada kategori machine, pengeringan
pada kategori method, dan penyimpanan pada kategori method, material, serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
environmet. Akar masalah pada kategori tersebutlah yang memerlukan perbaikan
untuk menjamin kualitas simplisia. Untuk kategori man dan machine tidak
langsung dilakukan rencana perbaikan, sebab rancangan penelitian hanya
membatasi penyelesaian masalah dari faktor material method, dan environment.
Berikut adalah rencana perbaikan yang langsung dapat dilakukan didasarkan pada
kategori material method, dan environment.
Tabel 4.3 Improvement Plan
Kategori Tahap Pengeringan Tahap Penyimpanan
Material Pemberian silika pada saat
pengemasan.
Method Menggunakan kain hitam
pada tahap pengeringan.
Mencatat seluruh kegiatan
dalam proses pasca panen.
Mengevaluasi jalannya
prosedur pasca panen agar
sesuai dengan SOP.
Menerapkan prinsip FIFO.
Mencatat seluruh kegiatan
dalam proses pasca panen.
Mengevaluasi jalannya
prosedur pasca panen agar
sesuai dengan SOP.
Environment
Memisahkan produk jadi
(simplisia dan serbuk)
dengan bahan panen lain.
Pemberian tabir pada
ventilasi untuk menghindari
binatang pengerat dan
serangga.
Identifikasi improvement plan merupakan bagian dari tahap plan dalam
continuous improvement. Pada tahap ini dapat ditetapkan tujuan kegiatan pasca
panen rimpang tanaman obat adalah untuk menghasilkan produk yang sesuai
dengan standar pabrikan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pada dilakukan
penyusunan draft / rancangan awal SOP pasca panen beserta form kegiatan pasca
panen. Berikut adalah rancangan awal SOP pasca panen rimpang:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
Tabel 4.4 Rancangan Awal SOP Pasca Panen Rimpang
Tahapan
Pasca Panen
Prosedur Operasional
Tahap
pengumpulan
rimpang segar
1. Petugas menerima bahan baku rimpang yang dikumpulkan oleh
petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani; atau
2. Petugas menerima bahan baku rimpang dari hasil panen lahan
milik klaster.
3. Pilih rimpang yang cukup umur panennya (8-10 bulan) dan
dalam kondisi yang masih bagus (tidak busuk dan tidak tumbuh
tunas).
4. Mengisi form kegiatan pengumpulan bahan baku.
Tahap
penyortiran
basah
1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum proses
penyortiran
2. Bersihkan rimpang dari tanah dengan menggunakan cara
dipukul-pukulkan perlahan.
3. Bersihkan rimpang dari akar dengan menggunakan pisau serta
jangan mengupas kulit rimpang.
4. Memisahkan rimpang yang akan dibuat sebagai simplisia dengan
bahan rimpang segar.
5. Mengisi form kegiatan sortasi basah.
Tahap
pencucian
rimpang
1. Cuci rimpang dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa
tanah yang masih menempel kemudian bilas pada bak air.
2. Tiriskan rimpang dan hindari kontaminasi langsung dengan
tanah atau lantai.
3. Letakkan rimpang pada wadah yang bersih.
4. Timbang rimpang untuk mengetahui berat rimpang basah
5. Mencatat berat rimpang basah pada form kegiatan pencucian.
Tahap
perajangan
rimpang
1. Menggunakan alat manual perajang rimpang.
a. Siapkan alat perajang dan pastikan kebersihan pisau.
b. Setel pisau dengan ketebalan yang diinginkan
c. Pasang alat pengaman tangan yang terbuat dari karet ban.
d. Gosokkan rimpang pada alat perajang hingga melewati pisau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
e. Ambil hasil rajangan rimpang.
f. Mengisi form kegiatan perajangan rimpang
2. Menggunakan mesin perajang rimpang kunyit.
a. Siapkan mesin diesel, mesin perajang kunyit, dan bahan
rimpang yang akan dirajang.
b. Sambungkan stop kontak ke mesin diesel.
c. Siapkan kunyit segar pada wadah penampung.
d. Siapkan wadah untuk menampung rajangan kunyit di bawah
pisau pemotong.
e. Nyalakan tombol ‘on’ pada mesin.
f. Masukkan kunyit ke dalam corong pemasuk.
g. Tekan kunyit dengan menggunakan alat penekan yang
terdapat pada mesin.
h. Ambil hasil rajangan kunyit dari wadah.
i. Tekan tombol ‘off’ pada mesin kemudian lepaskan stop
kontak dari mesin diesel.
j. Mengisi form kegiatan perajangan rimpang
3. Menggunakan mesin perajang rimpang temulawak
a. Siapkan mesin diesel, mesin perajang temulawak, dan bahan
rimpang yang akan dirajang.
b. Sambungkan stop kontak ke mesin diesel.
c. Siapkan temulawak segar pada wadah penampung.
d. Siapkan wadah untuk menampung rajangan temulawak di
bawah pisau pemotong.
e. Nyalakan tombol ‘on’ pada mesin.
f. Masukkan temulawak ke dalam corong pemasuk.
g. Tekan temulawak dengan menggunakan alat penekan yang
terbuat dari kayu.
h. Ambil hasil rajangan temulawak dari wadah.
i. Tekan tombol ‘off’ pada mesin kemudian lepaskan stop
kontak dari mesin diesel.
j. Mengisi form kegiatan perajangan rimpang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
Tahap
pengeringan
rimpang
1. Siapkan widig yang terletak di atas anjang-anjang yang tingginya
50 cm dari tanah untuk menghindari kontaminasi tanah, asap,
dan gangguan binatang.
2. Letakkan rajangan rimpang di atas widig dan tidak boleh
ditumpuk.
3. Tutup rimpang dengan menggunakan kain hitam agar lebih
menyerap panas dan tidak mempengaruhi warna dan kandungan
zat aktif rimpang.
4. Jemur rimpang dengan menggunakan sinar matahari langsung.
5. Saat penjemuran rimpang tidak dibolak-balik.
6. Rimpang dijemur sampai kadar air 10% yang ditandai dengan
rimpang kering mudah dipatahkan dan terdengar bunyi ‘klik’.
7. Mengisi form kegiatan pengeringan rimpang.
Tahap
penyortiran
akhir
1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum proses
penyortiran
2. Sortir simplisia yang telah kering berdasarkan hasil pengeringan
menjadi tiga grade yaitu grade A, B, dan C.
a. Grade A apabila bentuk simplisia yang utuh dan berukuran
besar.
b. Grade B apabila bentuk simplisia yang utuh dan ukurannya
kecil.
c. Grade C apabila bentuk simplisia hancur.
3. Timbang simplisia untuk mengetahui perbandingan hasil
rimpang kering dengan rimpang basah. Untuk menghasilkan 1
kg simplisia diperlukan 7 kg rimpang basah.
4. Mengisi form kegiatan sortasi akhir
Tahap
pengemasan
dan pelabelan
1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum proses
pengemasan.
2. Siapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap udara.
3. Masukkan simplisia ke dalam kemasan.
4. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan.
5. Masukan silica gel ke dalam kemasan agar simplisia tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
kering dan tidak lembab.
6. Tutup kemasan dengan menggunakan mesin pres.
7. Beri label produk yang memuat informasi tentang simplisia,
seperti nomer kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, berat
simplisia.
8. Jika simplisia akan dikirim, masukkan simplisia yang sudah
dikemas ke dalam karung. Karung ditutup dengan cara dijahit
hingga rapat.
9. Mengisi form kegiatan pengemasan
Tahap
penyimpanan
1. Penyimpanan produk jadi:
a. Siapkan tempat yang digunakan untuk menyimpan produk
jadi.
b. Susun produk (simplisia) pada rak yang telah disiapkan
berdasarkan jenis simplisianya.
c. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan untuk memudahkan
barang pertama masuk dan pertama keluar (First In First
Out).
d. Simpan simplisia dalam gudang yang bersih, tidak lembab,
dan tidak dicampur dengan bahan lain.
e. Mengisi form kegiatan penyimpanan.
2. Pemeliharaan persediaan produk:
a. Jaga selalu kerapian penataan produk-produk di gudang.
b. Bersihkan kotoran/sampah yang terdapat di sekitar area
gudang dengan menggunakan alat kebersihan.
c. Bersihkan lantai gudang secara rutin.
d. Amankan gudang dari gangguan binatang pengerat dan
serangga dengan cara memantau kondisi gudang dan
memberi ram pada ventilasi gudang.
e. Lakukan pengamatan produk satu bulan sekali untuk
mengecek kadar air.
f. Sebelum dikirim jemur kembali simplisia untuk menjaga
kadar air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
Tahap
pengumpulan
bahan baku
serbuk
1. Memilih simplisia yang hancur (grade C) yang belum berjamur
dan tidak tercampur dengan simplisia dari varietas lain.
2. Menimbang berat simplisia, untuk menghasilkan 1 kg serbuk
dibutuhkan 1 kg simplisia.
3. Mengisi form kegiatan pengumpulan bahan baku serbuk.
Tahap
pembuatan
serbuk
1. Siapkan mesin diesel, mesin pembuat serbuk, dan bahan
simplisia yang akan digiling.
2. Sambungkan stop kontak ke mesin diesel.
3. Siapkan simplisia pada wadah penampung.
4. Siapkan wadah untuk menampung hasil serbuk.
5. Nyalakan tombol ‘on’ pada mesin.
6. Masukkan simplisia ke dalam corong pemasuk.
7. Ambil hasil serbuk dari wadah.
8. Tekan tombol ‘off’ pada mesin kemudian lepaskan stop kontak
dari mesin diesel.
Tahap
pengemasan
dan pelabelan
serbuk
1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum proses
pengemasan.
2. Siapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap udara.
3. Masukkan serbuk ke dalam kemasan.
4. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan.
5. Masukan silica gel ke dalam kemasan agar serbuk tetap kering
dan tidak lembab.
6. Tutup kemasan dengan menggunakan mesin pres.
7. Beri label produk yang memuat informasi tentang serbuk seperti
nomer kode, nama serbuk, tanggal penyimpanan, berat serbuk.
8. Jika serbuk akan dikirim, masukkan serbuk yang sudah dikemas
ke dalam karung. Karung ditutup dengan cara dijahit hingga
rapat.
9. Mengisi form kegiatan pengemasan
Tahap
penyimpanan
serbuk
1. Penyimpanan produk jadi:
a. Siapkan tempat yang digunakan untuk menyimpan produk
jadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-29
b. Susun produk (serbuk) pada rak yang telah disiapkan
berdasarkan jenis serbuknya.
c. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan untuk memudahkan
barang pertama masuk dan pertama keluar (First In First
Out).
d. Simpan serbuk dalam gudang yang bersih, tidak lembab, dan
tidak dicampur dengan bahan lain.
e. Mengisi form kegiatan penyimpanan.
2. Pemeliharaan persediaan produk:
a. Jaga selalu kerapian penataan produk-produk di gudang.
b. Bersihkan kotoran/sampah yang terdapat di sekitar area
gudang dengan menggunakan alat kebersihan.
c. Bersihkan lantai gudang secara rutin.
d. Amankan gudang dari gangguan binatang pengerat dan
serangga dengan cara memantau kondisi gudang dan
memberi ram pada ventilasi gudang.
e. Lakukan pengamatan produk satu bulan sekali untuk
mengecek kadar air.
Selain merancang prosedur awal pasca panen, juga dirancang formulir
pencatatan pasca panen yang berfungsi sebagai alat dokumentasi proses yang
berlangsung. Rancangan formulir pencatatan pasca panen ini dibuat untuk
masing-masing tahapan pembuatan simplisia dan serbuk. Untuk produk simplisia,
rancangan formulirnya antara lain adalah formulir pengumpulan bahan baku
rimpang segar, formulir pencatatan sortasi dan pencucian, formulir pencatatan
perajangan, formulir pencatatan pengeringan, formulir pengemasan, dan formulir
penyimpanan simplisia. Untuk produk serbuk, rancangan formulirnya antara lain
adalah formulir pengumpulan bahan baku serbuk, formulir pencatatan pembuatan
serbuk, formulir pengemasan serbuk, dan formulir penyimpanan serbuk.
Pengisian formulir dilakukan oleh petugas produksi yang menangani pasca panen
di bawah pengawasan seksi produksi Klaster Biofarmaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-30
Untuk produk simplisia, formulir awal yang digunakan adalah formulir
pengumpulan bahan baku. Tujuan formulir ini adalah untuk mengetahui asal-usul
bahan rimpang segar yang digunakan apakah berasal dari lingkungan sekitar
klaster (kelompok tani) atau dari lingkungan luar klaster. Yang perlu dicatat
dalam tahapan pengumpulan bahan baku adalah jenis rimpang, berat rimpang,
tanggal masuk, dan kelompok tani yang menyetor bahan baku ke klaster.
Berikut adalah rancangan formulir pencatatan yang dibuat:
Tabel 4.5 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku Rimpang
Formulir Pengumpulan Bahan Baku Rimpang Segar
No. Kelompok
tani
Jenis
rimpang
Berat
rimpang
Tanggal
masuk
Keterangan *)
*) bila bahan baku bukan berasal dari kelompok tani, tuliskan pada kolom keterangan
Setelah bahan baku dikumpulkan, maka langkah selanjutnya adalah sortasi
basah untuk memisahkan rimpang dari akar dan tanah selanjutnya rimpang dicuci
untuk menghilangkan kotoran yang melekat yang tidak dapat hilang saat sortasi,
setelah itu rimpang basah ditimbang. Oleh karena itu, kedua tahapan ini saling
berkaitan sehingga hanya dirancang satu formulir untuk memudahkan proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-31
pencatatan. Tujuan formulir ini adalah sebagai alat dokumentasi proses dan
mencatat data berat rimpang basah. Yang perlu dicatat dalam kegiatan sortasi
basah dan pencucian antara lain yaitu tanggal saat dilakukan proses sortasi dan
pencucian, lokasi sortasi dan pencucian, jenis rimpang, berat rimpang basah, dan
petugas yang melakukan kegiatan sortasi dan pencucian. Berikut adalah
rancangan formulir pencatatan sortasi dan pencucian yang dibuat:
Tabel 4.6 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi dan Pencucian
Formulir Sortasi dan Pencucian
No.
Tanggal
Jenis
rimpang
Lokasi Sortasi
dan Pencucian
Berat
Rimpang
Basah (kg)
Petugas
Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan maka langkah selanjutkan adalah
rimpang dirajang dengan ketebalan tertentu menggunakan alat manual perajang
rimpang atau mesin perajang rimpang. Oleh karena itu, dirancang formulir
pencatatan perajangan sebagai lat dokumentasi untuk mengatahui jenis rimpang
yang dirajang dan cara perajangannya. Yang perlu dicatat dalam kegiatan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-32
adalah tanggal dilakukannya kegiatan perajangan, jenis rimpang, berat rimpang
basah, cara perajangan rimpang apakah menggunakan mesin atau alat manual,
petugas yang melakukan kegiatan perajangan. Berikut adalah rancangan formulir
pencatatan perajangan yang dibuat:
Tabel 4.7 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Perajangan
Formulir Pencatatan Perajangan
Tanggal Jenis Rimpang Berat Rimpang
Basah (kg)
Cara Perajangan Petugas
Setelah rimpang dirajang maka langkah selanjutnya adalah pengeringan irisan
rimpang. Pengeringan ini menggunakan sinar matahari dan berlangsung selama 3-
4 hari sampai rimpang benar-benar kering dan mudah dipatahkan. Oleh karena itu,
diperlukan formulir pencatatan pengeringan untuk memudahkan penelusuran
berapa hari rimpang yang telah dikeringkan. Yang perlu dicatat dalam kegiatan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-33
adalah tanggal dilakukannya kegiatan pengeringan, jenis rimpang, berat rimpang
basah, lokasi pengeringan, lama pengeringan, petugas yang melakukan kegiatan
pengeringan, dan kolom keterangan untuk menambahkan catatan rimpang yang
telah kering sempurna. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan pengeringan
yang dibuat:
Tabel 4.8 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengeringan
Formulir Pencatatan Pengeringan
Tanggal
Jenis
Rimpang
Berat
Rimpang
Basah (kg)
Lokasi
Pengeringan
Lama
Pengeringan
Petugas
Keterangan *)
*) bila rimpang telah kering sempurna dan tidak memerlukan pengeringan lagi, tuliskan pada
kolom keterangan.
Setelah proses pengeringan maka langkah selanjutnya adalah sortasi
akhir. Pada tahapan ini simplisia yang telah kering akan dipisah berdasarkan
bentuknya. Bila bentuknya besar dan utuh maka simplisia ini digolongkan ke
dalam grade A dan B, sedangkan bila bentuknya kecil dan hancur digolongkan ke
dalam grade C. simplisia grade A dan B inilah yang akan dilanjutkan ke dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-34
proses berikutnya, sedangkan grade C akan menjadi bahan baku serbuk. Dalam
kegiatan sortasi ini juga dilakukan penimbangan untuk mengetahui perbandingan
rendemen berat antara rimpang basah dengan simplisia kering. Oleh karena itu,
diperlukan formulir pencatatan sortasi akhir/sortasi kering untuk mengetahui berat
akhir simplisia. Yang perlu dicatat dalam kegiatan ini adalah tanggal
dilakukannya kegiatan sortasi kering, simplisia, berat simplisia grade A dan B,
berat simplisia grade C, dan petugas yang melakukan kegiatan sortasi kering.
Berikut adalah rancangan formulir pencatatan sortasi kering yang dibuat:
Tabel 4.9 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi Kering
Formulir Pencatatan Sortasi Kering
No.
Tanggal
Jenis
Simplisia
Berat
simplisia
grade A dan B
Berat simplisia
grade C
Petugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-35
Setelah proses sortasi akhir maka langkah selanjutnya adalah pengemasan
simplisia. Pada tahap ini simplisia dikemas ke dalam bahan kemasan yang kedap
udara dan diberi label. Oleh karena itu diperlukan formulir pencatatan
pengemasan simplisia yang berfungsi sebagai alat dokumentasi proses. Yang
perlu dicatat dalam formulir ini antara lain adalah kode simplisia, jenis simplisia,
berat simplisia, tanggal dikemas, dan petugas yang melakukan kegiatan
pengemasan. Berikut adalah rancangan dari formulir pencatatan pengemasan
simplisia:
Tabel 4.10 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan Simplisia
Formulir Pengemasan Simplisia
No. Kode
Simplisia
Jenis
Simplisia
Berat
simplisia
Tanggal
dikemas
Petugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-36
Setelah simplisia dikemas dan diberi label maka langkah selanjutnya adalah
penyimpanan simplisia di dalam gudang yang telah disiapkan. Penyimpanan
simplisia dirancang dengan menerapkan konsep First In First Out (FIFO). Oleh
karena itu, perlu dirancang formulir pencatatan penyimpanan simplisia agar
konsep FIFO dapat diimplementasikan dengan baik. Yang perlu ada dalam
formulir pencatatan ini adalah kode simplisia, jenis simplisia, berat simplisia,
tanggal masuk gudang, dan petugas yang melakukan kegiatan penyimpanan.
Berikut adalah rancangan formulir pencatatan penyimpanan simplisia:
Tabel 4.11 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan Simplisia
Formulir Penyimpanan Simplisia
No. Kode
Simplisia
Jenis
Simplisia
Berat
simplisia (kg)
Tanggal Masuk
Gudang
Petugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-37
Selain simplisia, Klaster Biofarmaka juga memproduksi serbuk. Bahan baku
serbuk ini diperoleh dari hasil penyortiran kering simplisia grade C. Untuk
memudahkan dokumentasi proses pengumpulan bahan baku maka dirancang
formulir pencatatan pengumpulan bahan baku serbuk. Yang perlu dicatat dalam
formulir ini antara lain adalah jenis simplisia, berat simplisia, tanggal masuk
bahan baku, dan keterangan apabila bahan baku simplisia bukan berasal dari
klaster.
Tabel 4.12 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku Serbuk
Formulir Pengumpulan Bahan Baku Serbuk
No. Jenis
simplisia
Berat
simplisia
Tanggal
masuk
Keterangan *)
*) bila simplisia bukan berasal dari klaster tuliskan pada kolom keterangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-38
Setelah simplisia grade C dikumpulkan maka langkah selanjutkan adalah
membuat serbuk dengan cara menggiling simplisia menggunakan mesin pembuat
serbuk. Oleh karena itu, dirancang formulir pencatatan pembuatan serbuk sebagai
alat dokumentasi untuk mengatahui jenis simplisia yang dibuat serbuk. Yang
perlu dicatat dalam kegiatan ini adalah tanggal dilakukannya kegiatan pembuatan
serbuk, jenis simplisia, berat simplisia, dan petugas yang melakukan kegiatan
perajangan. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan pembuatan serbuk
yang dibuat:
Tabel 4.13 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pembuatan Serbuk
Formulir Pencatatan Pembuatan Serbuk
Tanggal Jenis simplisia Berat simplisia (kg) Petugas
Setelah proses pembuatan serbuk maka langkah selanjutnya adalah
pengemasan. Pada tahap ini serbuk dikemas ke dalam bahan kemasan yang
kedap udara dan diberi label. Oleh karena itu diperlukan formulir pencatatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-39
pengemasan serbuk yang berfungsi sebagai alat dokumentasi proses. Yang perlu
dicatat dalam formulir ini antara lain adalah kode serbuk, jenis serbuk, berat
serbuk, tanggal dikemas, dan petugas yang melakukan kegiatan pengemasan.
Berikut adalah rancangan dari formulir pencatatan pengemasan serbuk:
Tabel 4.14 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan Serbuk
Formulir Pencatatan Pengemasan Serbuk
No. Kode
Serbuk
Jenis
Serbuk
Berat
Serbuk
Tanggal
dikemas
Petugas
Setelah serbuk dikemas dan diberi label maka langkah selanjutnya adalah
penyimpanan serbuk di dalam gudang yang telah disiapkan. Penyimpanan serbuk
dirancang dengan menerapkan konsep First In First Out (FIFO). Oleh karena itu,
perlu dirancang formulir pencatatan penyimpanan simplisia agar konsep FIFO
dapat diimplementasikan dengan baik. Yang perlu ada dalam formulir pencatatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-40
ini adalah kode serbuk, jenis serbuk, berat serbuk, tanggal masuk gudang, dan
petugas yang melakukan kegiatan penyimpanan. Berikut adalah rancangan
formulir pencatatan penyimpanan serbuk:
Tabel 4.15 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan Serbuk
Formulir Penyimpanan Serbuk
No. Jenis
Serbuk
Berat serbuk Tanggal masuk Petugas
2. Do
Setelah tahap plan maka langkah berikutnya dalam continuous improvement
adalah tahap do. Dalam tahap ini dilakukan uji coba prosedur pasca panen dalam
skala kecil. Prosedur yang digunakan adalah rancangan awal prosedur pasca
panen yang sebelumnya disusun pada tahap plan. Pelaksanaan uji coba ini
dilaksanakan di Klaster Biofarmaka pada 30 April 2012 melibatkan Ketua dan
Wakil Ketua Klaster Biofarmaka, perwakilan dari kelompok tani, dan pekerja
bagian produksi di Klaster Biofarmaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-41
Dari hasil uji coba prosedur pasca panen, secara umum rancangan awal SOP
yang meliputi tahap pengumpulan bahan baku, pencucian, sortasi basah,
perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengemasan, dan penyimpanan dapat
diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. Pada uji coba ini terdapat beberapa hal
yang tidak dapat diimplementasikan dengan baik, antara lain:
a. Pada tahap pengemasan tetap tidak diberikan silica gel untuk menjaga kadar
air, sebab bahan tersebut tidak tersedia saat uji coba.
b. Pada tahap penyimpanan, hasil uji coba tidak sesuai dengan rancangan awal
SOP, sebab kondisi gudang yang masih tercampur dengan bahan lain.
Setelah dilakukan uji coba prosedur pasca panen, maka langkah selanjutnya
adalah tahap check yang memberikan evaluasi atau umpan balik sebelum prosedur
tersebut distandarisasikan.
3. Check
Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap uji coba prosedur pasca panen
terhadap rancangan awal SOP pasca panen rimpang. Evaluasi ini berfungsi
sebagai konfirmasi antara rancangan awal SOP dengan kondisi sebenarnya.
Untuk melakukan evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan kartu
monitoring dalam bentuk checklist untuk menilai hasil uji coba dengan rancangan
awal SOP. Berikut adalah rancangan kartu monitoring yang digunakan sebagai
alat untuk evaluasi tiap tahapan pasca panen:
Tabel 4.16 Rancangan Monitoring Pasca Panen
MONITORING PASCA PANEN KLASTER BIOFARMAKA
TAHAPAN KEGIATAN XXX
Tujuan Kegiatan :
Prosedur Tanda Periksa
1. Aaaa
2. Bbbb x
3. Cccc O
Keterangan
= prosedur dilakukan
x = prosedur tidak dilakukan
O = prosedur terlewati
Catatan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-42
Sebelum dilakukan evaluasi prosedur, dicantumkan tujuan pada tiap-tiap
tahapan pasca panen. Hal ini berfungsi agar output prosedur yang dijalankan dapat
mencapat tujuan yang diharapkan. Evaluasi prosedur dilakukan untuk memastikan
bahwa keseluruhan prosedur awal dapat dijalankan. Evaluasi ini dilakukan dengan
cara menggunakan checklist dalam bentuk kartu monitoring. Apabila terdapat
kesesuaian antara uji coba dengan rancangan awal SOP maka diberi tanda ().
Kartu monitoring ini diisi oleh petugas yang menjalankan prosedur yang
bersangkutan. Keseluruhan hasil evaluasi dapat dilihat pada lampiran. Berikut
adalah contoh hasil evaluasi dari tahapan pengeringan, pengemasan, dan
penyimpanan dalam uji coba:
Tabel 4.17 Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengeringan Rimpang
MONITORING PASCA PANEN KLASTER BIOFARMAKA
TAHAPAN PENGERINGAN
Tujuan : Menghasilkan simplisia yang kering sempurna dan mudah dipatahkan.
Prosedur Tanda Periksa
1. Siapkan widig yang terletak di atas anjang-anjang yang
tingginya 50 cm dari tanah
2. Letakkan rajangan rimpang di atas widig dan tidak ditumpuk.
3. Tutup rimpang dengan menggunakan kain hitam.
4. Jemur rimpang dengan menggunakan sinar matahari langsung.
5. Saat penjemuran rimpang tidak dibolak-balik.
6. Jemur rimpang sampai kadar air 10% yang ditandai dengan
rimpang kering yang mudah dipatahkan
7. Isi formulir pencatatan kegiatan pengeringan rimpang.
Keterangan
= prosedur dilakukan
x = prosedur tidak dilakukan
O = prosedur terlewati
Catatan :
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-43
Tabel 4.18 Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengemasan Simplisia
MONITORING PASCA PANEN KLASTER BIOFARMAKA
TAHAPAN PENGEMASAN DAN PELABELAN
Tujuan : Menghasilkan simplisia yang dikemas dan berlabel.
Prosedur Tanda Periksa
1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum
proses pengemasan.
O
2. Siapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap
udara.
3. Masukkan simplisia ke dalam kemasan.
4. Timbang berat bersih untuk setiap kemasan.
5. Masukkan silica gel ke dalam kemasan agar simplisia tetap
kering dan tidak lembab.
x
6. Tutup kemasan dengan menggunakan mesin pres.
7. Beri label produk yang memuat informasi tentang simplisia.
8. Apabila simplisia akan dikirim masukkan simplisia yang
sudah dikemas ke dalam karung, lalu dijahit
9. Isi formulir pencatatan kegiatan pengemasan.
Keterangan
= prosedur dilakukan
x = prosedur tidak dilakukan
O = prosedur terlewati
Catatan :
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP, namun
belum menambahkan silica gel ke dalam kemasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-44
Tabel 4.19 Evaluasi Uji Coba Prosedur Penyimpanan Simplisia
Tujuan : Menghasilkan simplisia dengan kadar air < 10% dengan penyimpanan
yang baik.
Prosedur Tanda Periksa
PENYIMPANAN PRODUK JADI
1. Siapkan tempat yang digunakan untuk menyimpan produk
jadi.
2. Susun simplisia sesuai jenisnya pada rak yang tdisiapkan.
3. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan (First In First Out).
4. Simpan simplisia dalam gudang yang bersih dan tidak
dicampur dengan bahan lain.
x
5. Isi formulir pencatatan kegiatan penyimpanan.
PEMELIHARAAN PERSEDIAAN PRODUK
1. Jaga kerapian penataan produk di gudang.
2. Bersihkan kotoran/sampah yang terdapat di sekitar area
gudang dengan menggunakan alat kebersihan.
3. Bersihkan lantai gudang secara rutin. O
4. Pantau kondisi gudang dan beri ram pada ventilasi gudang
untuk mencegah binatang pengerat dan serangga yang masuk.
x
5. Lakukan pengamatan produk satu bulan sekali untuk
mengecek kadar air.
6. Sebelum dikirim jemur kembali simplisia untuk menjaga
kadar air.
Keterangan
= prosedur dilakukan
x = prosedur tidak dilakukan
O = prosedur terlewati Catatan :
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP,
namun produk masih tercampur bahan lain.
Secara umum telah menerapkan rancangan awal SOP, namun kondisi gudang
belum aman dari binatang pengerat dan serangga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-45
Berikut adalah rekap evaluasi hasil uji coba rancangan awal SOP pasca panen
yang telah dilakukan:
Tabel 4.20 Evaluasi Uji Coba Rancangan Awal SOP Pasca Panen
Tahapan
Prosedur
Catatan
Pengumpulan
bahan baku
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan
awal SOP.
Sortasi basah Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan
awal SOP.
Pencucian
rimpang
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan
awal SOP.
Perajangan
rimpang
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan
awal SOP.
Pengeringan Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan
awal SOP.
Sortasi
kering
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan
awal SOP.
Pembuatan
serbuk
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan
awal SOP.
Pengemasan
simplisia dan
serbuk
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan
awal SOP, namun belum menambahkan silica gel ke dalam
kemasan.
Penyimpanan
simplisia dan
serbuk
Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan
awal SOP, namun produk masih tercampur bahan lain.
Secara umum telah menerapkan rancangan awal SOP, namun
kondisi gudang belum aman dari binatang pengerat dan
serangga
4. Act
Pada tahap act ini juga dibuat standardisasi prosedur dalam bentuk
dokumentasi prosedur berupa Standard Operating Procedures (SOP) pasca panen
rimpang tanaman obat. Apabila dari tahap check diketahui bahwa rancangan awal
prosedur pasca panen memerlukan perbaikan, maka perbaikan tersebut dicatat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-46
sebagai SOP baru dan bila rancangan awal prosedur tidak memerlukan perbaikan,
maka rancangan awal tersebut dipertahankan dalam SOP.
SOP yang dibuat berdasarkan dari prosedur pasca panen yang telah
diujicobakan. Dalam hasil uji coba terdapat dua produk yang merupakan hasil
pengolahan pasca panen yaitu simplisia dan serbuk. Oleh karena itu, untuk
membedakan dokumen prosedur antara prosedur pasca panen, pembuatan
simplisia, dan pembuatan serbuk maka diperlukan penomoran dokumen.
Penomoran dokumen yang dibuat adalah sebagai berikut:
KBF-SOP-01
KBF menyatakan Klaster Biofarmaka
SOP menyatakan Standard Operating Procedures
01 menyatakan prosedur pasca panen, 02 menyatakan
prosedur pembuatan simplisia, dan 03 menyatakan prosedur
pembuatan serbuk
Untuk memperoleh tahapan prosedur pasca panen yang mendetail dalam
pembuatan simplisia dan serbuk, maka dibuat dokumen prosedur pembuatan
simplisia dan serbuk sesuai dengan tahapan pasca panen. Tahapan ini meliputi
pengumpulan bahan baku, pencucian, sortasi basah, perajangan, pengeringan,
sortasi kering, pengemasan, dan penyimpanan. Oleh sebab itu, terdapat banyak
dokumen yang dihasilkan, sehingga memerlukan penomoran dokumen untuk
mempermudah melakukan penelusuran prosedur. Penomoran dokumen yang
dibuat adalah sebagai berikut:
KBF-SOP-SIM-01
KBF menyatakan Klaster Biofarmaka
SOP menyatakan Standard Operating Procedures
SIM menyatakan Simplisia, untuk serbuk yaitu SER
01 menyatakan Simplisia, untuk kode serbuk yaitu 02
Berikut adalah rangkuman dari dokumen SOP pasca panen rimpang tanaman obat
yang dibuat:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-47
Tabel 4.21 Dokumen SOP Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat
Nama
Dokumen
No.
Dokumen
Nama
Dokumen
No. Dokumen Nama Dokumen
Standard Operating
Procedures
KBF-SOP-
01
Standard
Operating
Procedures
KBF-
SOP-02
Standard
Operating
Procedures
Simplisia
KBF-SOP-SIM-01 Pengumpulan Bahan Baku
KBF-SOP-SIM-02 Sortasi Basah
KBF-SOP-SIM-03 Pencucian
KBF-SOP-SIM-04 Mesin Diesel
KBF-SOP-SIM-05 Perajangan
KBF-SOP-SIM-06 Pengeringan
KBF-SOP-SIM-07 Sortasi Kering
KBF-SOP-SIM-08 Pengemasan
KBF-SOP-SIM-09 Penyimpanan Simplisia
KBF-
SOP-03
Standard
Operating
Procedures
Serbuk
KBF-SOP-SER-01 Pengumpulan Bahan Baku
KBF-SOP-SER-02 Mesin Pembuat Serbuk
KBF-SOP-SER-03 Pengemasan
KBF-SOP-SER-04 Penyimpanan Serbuk
Selain dokumen SOP juga dirancang form pencatatan pasca panen. Form ini
berfungsi sebagai bukti dokumentasi dari suatu proses. Form pencatatan pasca
panen yang akan dirancang antara lain formulir pengumpulan bahan baku,
formulir pencatatan pencucian dan sortasi, formulir pencatatan pengeringan, dan
formulir pencatatan penyimpanan. Oleh sebab itu, terdapat banyak form yang
dihasilkan, sehingga memerlukan penomoran dokumen untuk mempermudah
melakukan penelusuran pencatatan prosedur pasca panen. Penomoran form
pencatatan pasca panen adalah sebagai berikut:
SIM-01-XXX
SIM menyatakan Simplisia, untuk serbuk yaitu SER
01 menyatakan nomor formulir
XXX menyatakan nama formulir dokumen
Berikut adalah rangkuman dari formulir pencatatan pasca panen rimpang tanaman
obat yang dibuat:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-48
Tabel 4.22 Dokumen Formulir Pencatatan Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat
No. Dokumen Nama Dokumen
SIM-01 Formulir Pengumpulan Bahan Baku
Rimpang
SIM-02 Formulir Pencatatan Sortasi dan Pencucian
SIM-03 Formulir Pencatatan Perajangan
SIM-04 Formulir Pencatatan Pengeringan
SIM-05 Formulir Pencatatan Sortasi Akhir
SIM-06 Formulir Pengemasan Simplisia
SIM-07 Formulir Penyimpanan Simplisia
SER-01 Formulir Pengumpulan Bahan Baku Serbuk
SER-02 Formulir Pencatatan Pembuatan Serbuk
SER-03 Formulir Pengemasan Serbuk
SER-04 Formulir Penyimpanan Serbuk
Keseluruhan dokumen SOP pasca panen dan formulir pencatatan pasca panen
dapat dilihat pada lampiran I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-49
CHECK ACTION
Penyebab Akar Masalah Tindakan Target Implementasi Hasil Evaluasi Tindakan Selanjutnya
Membuat SOP Pengumpulan
bahan baku
Memperoleh bahan baku rimpang dalam kondisi baik
yaitu umur panen 8-10 bulan dan belum tumbuh tunas
Bahan baku rimpang dikumpulkan dari
kelompok tani dan dalam kondisi baikO Mempertahankan SOP
Membuat SOP Sortasi basah
Rimpang yang akan digunakan bersih dari bahan asing
yang tidak diinginkan yang terbawa saat pengumpulan
dan dipilah sesuai kebutuhan
Rimpang yang akan digunakan bersih
dari bahan asing yang tidak diinginkanO Mempertahankan SOP
Membuat SOP PencucianRimpang yang akan digunakan bersih dari tanah dan
kotoran yang tidak dapat dihilangkan saat sortasi
Rimpang yang akan digunakan bersih
dari tanah dan kotoranO Mempertahankan SOP
Membuat SOP PerajanganHasil rajangan rimpang minimal 4mm untuk
mempercepat pengeringanHasil rajangan rimpang minimal 4 mm O Mempertahankan SOP
Membuat SOP Pengeringan Kadar air simplisia rimpang tidak melebihi 10% untuk
mencegah timbulnya jamur dan bakteri
Kadar air simplisia rimpang tidak
melebihi 10% yang ditandai dengan
simplisia yang mudah dipatahkan
O Mempertahankan SOP
Membuat SOP Sortasi kering
Mendapatkan simplisia yang berkualitas sesuai
bentuknya, apabila terdapat simplisia yang hancur
langsung dipakai sebagai bahan baku serbuk
Mendapatkan simplisia yang berkualitas
sesuai grade bentuknyaO Mempertahankan SOP
Membuat SOP PengemasanSimplisia dan serbuk dikemas dalam plastik kedap udara
untuk menjaga kualitas produk dan diberi label
Simplisia dan serbuk dikemas dalam
plastik kedap udara untuk menjaga
kualitas produk dan diberi label
O Mempertahankan SOP
Membuat SOP PenyimpananPenyimpanan dilakukan digudang dengan sirkulasi udara
yang baik dan tidak bercampur dengan bahan lain
Penyimpanan dilakukan digudang
dengan sirkulasi udara yang kurang baik
dan bercampur dengan bahan lain X
Mempertahankan SOP dan
menggunakan gudang
penyimpanan yang layak
Penataan produk
dalam gudang
tidak diatur
Tidak menerapkan
aturan FIFO
Menerapkan aturan FIFO
dengan mengatur tempat
penyimpanan dari sisi kanan
untuk memudahkan barang
pertama masuk dan pertama
keluar
Menerapkan aturan FIFO dalam penyimpanan produk
Tempat penyimpanan
diatur dari sisi kanan
untuk memudahkan
barang pertama masuk
dan pertama keluar
Tempat penyimpanan belum diatur
berdasarkan penerapan FIFOX Mempertahankan
penerapan FIFO
Keterangan: X = Tidak memenuhi target
O = Memenuhi target
Ka
da
r a
ir s
imp
lisia
mele
bih
i 1
0%
DOPLAN
Prosedur pasca
panen yang tidak
seragam
Tidak ada prosedur
pasca panen yang
baku (SOP)
Melakukan seluruh
tahapan proses pasca
panen berdasarkan hasil
rancangan awal SOP
Tabel 4.23 Rangkuman Proses PDCA Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-50
CHECK ACTION
Penyebab Akar Masalah Tindakan Target Implementasi Hasil Evaluasi Tindakan Selanjutnya
Membuat form Pengumpulan bahan bakuAdanya catatan kegiatan pengumpulan bahan baku untuk
mengetahui asal-usul rimpang
Kegiatan pengumpulan bahan baku
dicatat sesuai form
Tersedia catatan pengumpulan bahan
baku sehingga memudahkan kegiatan
penelusuran dan pemantauan
O Mempertahankan form
Membuat form Sortasi BasahAdanya catatan kegiatan sortasi basah sehingga
memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan
Kegiatan sortasi basah dicatat
sesuai form
Tersedia catatan kegiatan sortasi basah
sehingga memudahkan kegiatan
penelusuran dan pemantauan
O Mempertahankan form
Membuat form PencucianAdanya catatan kegiatan pencucian sehingga
memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan
Kegiatan pencucian dicatat sesuai
form
Tersedia catatan kegiatan pencucian
sehingga memudahkan kegiatan
penelusuran dan pemantauan
O Mempertahankan form
Membuat form PerajanganAdanya catatan kegiatan perajangan sehingga
memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan
Kegiatan perajangan dicatat sesuai
form
Tersedia catatan kegiatan perajangan
sehingga memudahkan kegiatan
penelusuran dan pemantauan
O Mempertahankan form
Membuat form PengeringanAdanya catatan kegiatan pengeringan sehingga
memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan
Kegiatan pengeringan dicatat
sesuai form
Tersedia catatan kegiatan pengeringan
sehingga memudahkan kegiatan
penelusuran dan pemantauan
O Mempertahankan form
Membuat form Sortasi KeringAdanya catatan kegiatan sortasi kering sehingga
memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan
Kegiatan sortasi kering dicatat
sesuai form
Tersedia catatan kegiatan sortasi kering
sehingga memudahkan kegiatan
penelusuran dan pemantauan
O Mempertahankan form
Membuat form PengemasanAdanya catatan kegiatan pengemasan sehingga
memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan
Kegiatan pengemasan dicatat
sesuai form
Tersedia catatan kegiatan pengemasan
sehingga memudahkan kegiatan
penelusuran dan pemantauan
O Mempertahankan form
Membuat form PenyimpananAdanya catatan kegiatan penyimpanan sehingga
memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan
Kegiatan penyimpanan dicatat
sesuai form
Tersedia catatan kegiatan penyimpanan
sehingga memudahkan kegiatan
penelusuran dan pemantauan
O Mempertahankan form
Keterangan: X = Tidak memenuhi target
O = Memenuhi target
Tidak ada
monitoring
kegiatan pasca
panen
Kontrol terhadap
kegiatan pasca
panen tidak jelas
Ka
da
r a
ir s
im
plisia
meleb
ih
i 1
0%
DOPLAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-51
Untuk mendukung implementasi SOP, diperlukan beberapa mekanisme
tindak lanjut perbaikan yang perlu dilakukan oleh Klaster Biofarmaka, antara lain
adalah:
a. Koordinasi antar pengurus dan anggota klaster untuk menjalankan SOP
dengan benar.
b. Mempertahankan penerapan FIFO.
c. Selalu menyiapkan kain hitam sebelum pengeringan.
d. Membersihkan gudang secara teratur.
e. Memisahkan bahan panen lain dengan produk jadi untuk mencegah
kontaminasi.
f. Memberi pelindung ventilasi untuk menjaga sirkulasi udara pada gudang dan
mencegah masuknya binatang pengeratdan serangga
g. Selalu menyiapkan silica gel sebelum pengemasan
h. Menggunakan mesin perajang yang ketebalan hasil rajangannya seragam dan
tidak hancur.
i. Selalu memastikan kadar air produk dalam kegiatan pengamatan pada tahap
penyimpanan.
Berikut adalah tahapan dari continuous improvement yang telah dilakukan:
Gambar 4.18 Tahapan Continuous Improvement Pasca Panen Rimpang
Mengevaluasi hasil uji coba
terhadap rancangan awal
SOP
Menyusun dokumen
SOP pasca panen dan
tindakan perbaikan
untuk menjaga
kualitas produk
1. Menyusun improvement plan
2. Menyusun rancangan awal SOP
dan formulir pencatatan pasca
panen
Melakukan uji coba
prosedur dalam
skala kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-52
4.3 Validasi Rancangan Standard Operating Procedures
Validasi rancangan dokumen SOP dilakukan dengan cara memberikan
kuesioner kepada Ketua dan Seksi Usaha Klaster Biofarmaka untuk mengetahui
apakah rancangan SOP dapat dijalankan dan dapat menjelaskan tanggung jawab
beserta wewenang dari personil yang bersangkutan. Ketua dan Seksi Usaha dipilih
menjadi responden sebab kedua jabatan tersebutlah yang bertanggungjawab
secara langsung terhadap kegiatan pasca panen dan pengolahan di Klaster
Biofarmaka.
Ketua dan Seksi Usaha akan memberikan saran dan perbaikan terhadap
masing-masing rancangan dokumen. Bentuk kuesioner validasi dapat dilihat pada
Lampiran II. Dari hasil validasi didapatkan hasil bahwa rancangan SOP telah
dapat dijalankan dan dapat menjelaskan tanggung jawab beserta wewenang
personil yang bersangkutan sehingga dapat menjadi prosedur pasca panen
terstandarisasi yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V
ANALISIS
Pada bab ini berisi analisis yang merupakan intrepetasi hasil dari tahap
pengolahan data sebelumnya. Pada tahap ini akan dilakukan analisis prosedur
awal pasca panen di Klaster Biofarmaka, analisis permasalahan di Klaster
Biofarmaka, analisis hasil pelaksanaan continuous improvement di Klaster
Biofarmaka, dan analisis standard operating procedures (SOP) pasca panen yang
dihasilkan.
5.1 Analisis Prosedur Pasca Panen di Klaster Biofarmaka
Dari prosedur pasca panen rimpang tanaman obat di Klaster Biofarmaka
dibagi menjadi dua jenis produk yaitu simplisia dan serbuk. Untuk membuat
simplisia bahan baku yang digunakan adalah rimpang segar, sedangkan untuk
membuat serbuk bahan bakunya berasal dari simplisia. Prosedur awal pasca panen
untuk membuat simplisia dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah,
pencucian, perajangan, pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Untuk
produk serbuk prosedur pembuatannya dimulai dari pengumpulan simplisia,
penggilingan, pengemasan, dan penyimpanan. Selain mengamati prosedur pasca
panen yang dijalankan di Klaster Biofarmaka, juga dilakukan pengamatan
prosedur pasca panen di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) dan Kementrian Pertanian Direktorat
Jenderal Hortikultura.
Dari ketiga sumber prosedur pasca panen, ditemukan perbedaan pada tiap
tahapannya. Untuk dapat mengetahui prosedur manakah yang lebih tepat untuk
diimplementasikan di Klaster Biofarmaka, maka dilakukan focus group discussion
(FGD) dengan para pengurus klaster. Dari hasil FGD tidak semua prosedur
pembuatan pasca panen yang dijalankan di B2P2TO-OT dapat diimplementasikan
di Klaster Biofarmaka, namun prosedur pasca panen di klaster lebih condong ke
prosedur yang berasal dari Kementrian Pertanian. Hal ini nampak pada prosedur
di tahapan pencucian, perajangan, dan pengeringan.
Pada tahap pencucian di B2P2TO-OT telah menggunakan teknologi
berupa bak pencucian bertingkat, kemudian rimpang ditiriskan di atas tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
penirisan yang dibantu dengan kipas angin bertenaga besar untuk meniriskan air,
setelah itu kulit rimpang dikupas untuk menjaga kehigienisan bahan yang
digunakan sebagai bahan obat di Klinik B2P2TO-OT. Di Klaster Biofarmaka
pencucian masih dilakukan secara manual dengan menggunakan air mengalir atau
di dalam bak, oleh sebab itu klaster lebih mengadaptasi prosedur pencucian dari
Kementrian Pertanian yang juga dilakukan secara manual. Prosedur di klaster,
kulit rimpang tidak dikupas sebab pengupasan kulit rimpang tersebut memerlukan
waktu yang lama dan tambahan biaya untuk tenaga kerja. Jadi prosedur pencucian
di Klaster Biofarmaka tetap dilakukan secara manual dengan cara dicuci di air
mengalir kemudian dibilas pada bak air, lalu rimpang ditiriskan pada wadah,
kemudian ditimbang untuk mengetahui berat rimpang basah.
Pada tahap perajangan prosedur awal di Klaster Biofaramaka ketebalan
rajangan 4 mm, di B2P2TO-OT ketebalan rajangan rimpang hanya sekitar 2-3
mm. Ketebalan rajangan rimpang dibuat tipis agar mempermudah pada tahap
pengeringan, sebab kondisi geografis tempat pengolahan pasca panen B2P2TO-
OT terletak di daerah pegunungan yang curah hujannya tinggi. Oleh sebab itu,
Klaster Biofarmaka lebih mengadaptasi prosedur perajangan dari Kementrian
Pertanian dimana ketebalan berkisar 5-7 mm. Jadi dari hasil FGD didapatkan
bahwa ketebalan rajangan tetap pada ketentuan awal minimal 4 mm, sebab apabila
rajangan terlalu tipis maka saat dikeringkan simplisia akan mudah hancur dan bila
terlalu tebal maka proses pengeringan akan berlangsung lebih lama. Pada gambar
5.1 dapat dilihat perbedaan ketebalan hasil rajangan di B2P2TO-OT dengan
Klaster Biofarmaka.
Gambar 5.1 Perbedaan Ketebalan Rajangan Rimpang
± 2-3 mm >4 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
Pada tahap pengeringan di B2P2TO-OT dapat menggunakan teknologi
oven pengering dan secara manual dengan sinar matahari. Di Klaster Biofarmaka
sebenarnya telah terdapat oven pengering, namun oven tersebut tidak digunakan
karena daya listriknya yang terlalu besar sehingga klaster masih menggunakan
metode pengeringan secara manual. Dari hasil FGD dapat diketahui bahwa
prosedur pengeringan manual di B2P2TO-OT tidak dapat diimplementasikan di
Klaster Biofarmaka. Prosedur pengeringan manual di B2P2TO-OT menggunakan
sinar matahari langsung dan rajangan rimpang dibolak-balik untuk mempercepat
pengeringan dan agar tidak jamuran sebab kondisi geografis B2P2TO-OT yang
curah hujannya tinggi. Namun bila dilakukan di Klaster Biofarmaka, rimpang
yang dibolak-balik akan mempengaruhi warna simplisia, sehingga menyebabkan
tidak sesuai dengan standar pabrikan. Oleh karena itu, berdasarkan hasil FGD
dipilih prosedur dari Kementrian Pertanian dimana proses pengeringan dilakukan
secara manual menggunakan sinar matahari langsung dan irisan rimpang yang
ditutup menggunakan kain hitam. Kain hitam ini berfungsi untuk menyerap panas
dan mempertahankan kandungan zat aktif rimpang agar tidak rusak oleh paparan
sinar matahari langsung. Rimpang dijemur sampai kering sempurna dengan kadar
air < 10% yang ditandai dengan rimpang yang mudah dipatahkan. Pada kadar air
< 10% maka jamur akan sulit berkembang pada simplisia. Pada gambar 5.2 dapat
dilihat perbedaan prosedur pengeringan manual yang dilakukan di B2P2TO-OT
dan Klaster Biofarmaka.
Gambar 5.2 Perbedaan Pengeringan Secara Manual
B2P2TO-OT Klaster Biofarmaka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
Beberapa tahapan prosedur pasca panen tidak hanya dipilih dari
Kementrian Pertanian, tetapi juga diadaptasi dari B2P2TO-OT seperti tahapan
pengemasan dan penyimpanan. Prosedur pengemasan di B2P2TO-OT dilakukan
dengan pengepakan yang menggunakan bajan kemasan yang kedap udara seperti
plastik, toples, dan kaleng dan diberi silica gel, setelah itu kemasan diberi label.
Berdasarkan hasil FGD dipilih kombinasi antara prosedur dari Kementrian
Pertanian dan B2P2TO-OT dimana dilakukan penimbangan berat bersih simplisia
untuk setiap kemasan dan diberi silica gel. Silica gel berfungsi untuk menjaga
kelembapan simplisia dalam kemasan agar kadar airnya stabil. Hal ini dilakukan
sebab kondisi tempat penyimpanan produk di Klaster Biofarmaka yang lembab
dan bercampur bahan panen lain, sehingga rawan terjadi peningkatan kadar air.
Langkah selanjutnya simplisia diberi label yang memuat informasi produk. Pada
gambar 5.3 dapat dilihat contoh produk dalam kemasan yang dihasilkan di
B2P2TO-OT dan Klaster Biofarmaka.
Gambar 5.3 Simplisia dalam Kemasan di B2P2TO-OT dan Klaster Biofarmaka
Selain tahap pengemasan, tahap penyimpanan juga mengkombinasikan
prosedur dari B2P2TO-OT dan Kementrian Pertanian. Prosedur penyimpanan di
B2P2TO-OT dilakukan di dalam ruangan yang bersih dan tidak lembab dengan
suhu penyimpanan 20oC, dilakukan penerapan konsep FIFO (First In First Out),
dan dilakukan pengamatan setiap tiga bulan sekali. Prosedur penyimpanan
berdasarkan Kementrian Pertanian dilakukan di ruangan yang bersih dengan
sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, jauh dari penyebab kontaminasi dan
bebas dari hama gudang. Berdasarkan hasil FGD dipilh kombinasi antara prosedur
dari Kementrian Pertanian dan B2P2TO-OT dimana simplisia disimpan ke dalam
gudang yang bersih, tidak lembab, tidak dicampur dengan bahan lain, dan
B2P2TO-OT Klaster Biofarmaka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
dilakukan pengamatan setiap bulan untuk mengecek kadar air. Selain itu
diterapkan konsep FIFO (First In First Out) dimana tempat penyimpanan juga
diatur dari sisi kanan untuk memudahkan produk yang pertama masuk dan keluar.
5.2 Analisis Permasalahan di Klaster Biofarmaka
Dari standar penerimaan bahan baku di perusahaan jamu yang meliputi
kebenaran bahan, kadar air bahan, dan kebersihan bahan, hanya standar kadar air
simplisia yang tidak dapat dipenuhi oleh Klaster Biofarmaka. Kadar air simplisia
dari klaster melebihi batas maksimum yaitu 10%. Dengan kadar air yang cukup
tinggi ini menyebabkan simplisia tidak tahan simpan dan mudah ditumbuhi oleh
jamur. Permasalahan tersebut muncul dari beberapa faktor seperti man, machine,
method, material, dan environment.
Pada faktor method, masalah tersebut muncul disebabkan adanya prosedur
pasca panen yang tidak seragam, kontrol pada pasca panen yang tidak jelas,
penataan produk dalam penyimpanan yang tidak diatur, dan proses pengeringan
yang tidak tepat. Penyebab utama masalah / primary cause yang berupa adanya
prosedur pasca panen yang tidak seragam disebabkan oleh ketiadaan SOP. Klaster
belum memiliki prosedur terdokumentasi yang mengatur agar proses pasca panen
berlangsung secara seragam dalam setiap prosesnya. Dalam siklus PDCA,
masalah tersebut diatasi dengan merancang SOP untuk menyeragamkan prosedur
pasca panen rimpang yang dilakukan, kemudian dilakukan uji coba SOP dan
evaluasi untuk mengetahui apakah SOP yang dirancang dapat diimplementasikan
dengan baik, sehingga dapat meminimalkan terjadinya masalah kadar air dari
primary cause prosedur pasca panen yang tidak seragam.
Untuk primary cause yang berupa kontrol pada pasca panen yang tidak
jelas disebabkan karena ketiadaan form kegiatan pasca panen, hal ini terjadi sebab
tidak ada pencatatan dalam setiap proses pasca panen. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan pencatatan dalam setiap tahapan pasca panen sebagai alat dokumentasi
proses yang sedang berlangsung. Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi
dengan merancang formulir pencatatan pasca panen sebagai alat dokumentasi
yang memudahkan penelusuran proses, sehingga dapat meminimalkan terjadinya
kesalahan yang mengakibatkan naiknya kadar air produk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
Untuk primary cause yang berupa penataan produk yang tidak diatur
disebabkan karena tidak menerapkan aturan FIFO (First In First Out). Klaster
tidak menerapkan FIFO dalam tahap penyimpanan produk di gudang, hal ini
mengakibatkan kenaikan kadar air simplisia sebab simplisia yang lebih awal
masuk gudang memiliki kemungkinan lebih lama berada di dalam gudang. Dalam
siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan menerapkan konsep FIFO dalam
prosedur penyimpanan produk jadi. Pada penerapan FIFO, penataan produk diatur
dari sisi sebelah kanan ke kiri yang menandai bahwa produk tersebut lebih dahulu
masuk gudang dari sebelah kanan. Dengan diterapkannya konsep FIFO maka
produk yang paling awal disimpan akan keluar gudang paling awal pula begitu
pula sebaliknya. Hal ini dapat meminimalkan terjadinya kenaikan kadar air pada
produk yang disimpan.
Untuk primary cause yang berupa proses pengeringan yang tidak tepat
dikarenakan pada prosedur awal pengeringan yang hanya menggunakan sinar
matahari langsung tanpa ditutup dengan kain hitam. Kain hitam ini berfungsi
untuk mempertahankan kandungan zat aktif rimpang agar tidak rusak oleh
paparan sinar matahari langsung dan menyerap panas agar simplisia kering
sempurna secara menyeluruh. Apabila terdapat simplisia yang belum kering
sempurna ikut terkemas maka akan mempengaruhi kadar air simplisia yang lain.
Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan penyediaan kain hitam
sebelum proses pengeringan dilakukan dan pelaksanaan SOP tahap pengeringan
yang selalu menggunkan kain hitam. Hal ini dapat meminimalkan terjadinya
kenaikan kadar air sebab simplisia dapat kering secara menyeluruh.
Pada faktor material, terdapat primary cause yang disebabkan oleh
ketiadaan material pendukung untuk mempertahankan kadar air simplisia dalam
kemasan. Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan penyediaan silica
gel sebelum proses pengemasan dilakukan dan pelaksanaan SOP tahap
pengemasan. Hal tersebut dapat meminimalkan terjadinya kenaikan kadar air
sebab pemberian silica gel pada setiap kemasan produk menjadikan simplisia
tetap kering dan tidak lembab sebagaimana yang dilakukan di B2P2TO-OT.
Pada faktor environment terdapat primary cause yang disebabkan oleh
kondisi gudang penyimpanan klaster kurang layak sebab gudang tercampur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-7
dengan bahan panen lain dan ventilasi gudang yang kurang memadai tanda
adanya pelindung. Hal tersebut mempengaruhi tingkat kelembapan gudang yang
dapat berakibat meningkatkan kadar air produk, serta memungkinkan terjadinya
kontaminasi dari binatang pengerat dan serangga yang dapat mempengaruhi
kualitas produk. Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan
membersihkan gudang dari bahan panen lain yang dapat mengundang binatang
pengerat dan memberi pelindung pada ventilasi untuk menjaga sirkulasi udara.
Hal ini dapat meminimalkan terjadinya kenaikan kadar air produk sebab sirkulasi
udara di gudang penyimpanan lancar dan kondisi gudang penyimpanan steril dari
bahan panen lain sebagaimana yang dilakukan di B2P2TO-OT. Pada gambar 5.4
dapat dilihat perbedaan gudang penyimpanan di B2P2TO-OT dan Klaster
Biofarmaka.
Gambar 5.4 Perbedaan Kondisi Gudang di B2P2TO-OT dan Klaster Biofarmaka
Pada faktor machine terdapat primary cause yang disebabkan oleh
ketebalan rajangan yang tidak seragam dan pengecekan kadar air yang masih
manual. Ketebalan rajangan yang tidak seragam tersebut disebabkan oleh
perajangan rimpang yang masih manual. Sebenarnya Klaster Biofarmaka telah
memiliki mesin perajang rimpang yang merupakan bantuan dari BPPT (Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi), namun hasil rajangan rimpang yang
dihasilkan mesin tersebut cenderung hancur karena ketebalannya yang hanya 2-3
mm. Hasil rajangan menggunakan mesin perajang rimpang tersebut menghasilkan
simplisia yang hancur seperti yang terlihat pada gambar 5.5, maka klaster akan
rugi sebab perusahaan jamu tidak akan menerima simplisia yang hancur. Oleh
karena itu, Klaster Biofarmaka memotong rimpang secara manual meskipun
ketebalannya yang tidak seragam. Ketidakseragaman hasil pemotongan inilah
B2P2TO-OT Klaster Biofarmaka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-8
yang mengakibatkan proses pengeringan yang tidak sama. Rimpang yang lebih
tebal memerlukan waktu pengeringan yang lebih lama. Oleh sebab itu, pada
penelitian selanjutnya perlu dirancang mesin perajang rimpang yang
menghasilkan rajangan dengan ketebalan 4-5 mm dan tidak hancur sesuai dengan
standar pabrikan.
Gambar 5.5 Simplisia Hasil Rajangan Mesin Perajang Rimpang
Untuk primary cause pengecekan kadar air yang masih manual disebabkan
karena Klaster Biofarmaka tidak memiliki alat pengecek kadar air (moisture
analyzer). Selama ini klaster hanya menggunakan metode pendugaan untuk
mengetahui kadar air. Bila setelah melalui proses pengeringan selama 4-5 hari
simplisia sangat mudah untuk dipatahkan, berarti simplisia tersebut telah kering
sempurna dengan kadar air kurang dari 10%. Metode tersebut tentunya tidak
akurat, sebab meskipun simplisia sangat mudah untuk dipatahkan tetap ada
kemungkinan bahwa kadar airnya masih melebihi 10%. Untuk mengetahui
keakurasian kadar air hanya dapat dilakukan dengan menggunakan moisture
analyzer, namun alat tersebut cukup mahal sehingga Klaster Biofarmaka tidak
sanggup untuk membelinya. Oleh sebab itu, pada penelitian selanjutnya dapat
dirancang alat pengecek kadar air yang harganya terjangkau untuk klaster. Pada
gambar 5.6 dapat dilihat alat pengecek kadar air yang digunakan di B2P2TO-OT.
Gambar 5.6 Alat Pengecek Kadar Air Simplisia di B2P2TO-OT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-9
Pada faktor man terdapat primary cause yang disebabkan oleh kurangnya
kesadaran dari pihak Klaster Biofarmaka untuk mau menjalankan prosedur pasca
panen dengan benar. Dari hasil uji coba SOP dapat diketahui bahwa sebenarnya
para pekerja di klaster telah memiliki skill dan pengetahuan pasca panen yang
baik, namun belum ada kesadaran yang cukup baik untuk menjalankan prosedur
yang ada dengan benar. Hal tersebut terjadi karena kurangnya koordinasi antara
pengurus klaster, sehingga komunikasi antar pengurus klaster tidak berjalan
dengan baik. Oleh sebab itu perlu adanya komitmen bersama dari seluruh
pengurus klaster untuk saling bekerjasama dalam mengembangkan Klaster
Biofarmaka, sehingga SOP yang telah dirancang dapat dijalankan dengan baik.
5.3 Analisis Hasil Pelaksanaan Continuous Improvement di Klaster
Biofarmaka
Setelah mengetahui permasalahan yang terjadi di Klaster Biofarmaka,
maka dilakukan perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) melalui
empat tahapan yaitu plan-do-check-act (PDCA). Pada tahapan ini diawali dengan
menempatkan rencana prosedur baru, melakukan uji coba terhadap prosedur baru,
mengevaluasi hasil dari prosedur yang telah dijalankan, dan membakukan metode
yang paling efektif dalam bentuk dokumen SOP.
Berdasarkan akar masalah yang terjadi dari faktor man, machine, method,
material, dan environment, maka pada tahapan plan dilakukan pemetaan tahapan-
tahapan pasca panen manakah yang memerlukan perbaikan atau disebut juga
sebagai improvement plan. Setelah dilakukan pemetaan improvement plan maka
pada tahap plan ini dibuat rancangan awal SOP pasca panen yang baru.
Rancangan awal SOP yang dibuat memuat prosedur-prosedur dengan melihat
adanya kebutuhan improvement dalam setiap tahapannya. Setelah dirancang SOP
awal, kemudian dirancang formulir pencatatan yang berfungsi sebagai alat
dokumentasi proses.
Tahap berikutnya dalam continuous improvement adalah uji coba dalam
skala kecil dari rancangan awal SOP yang sebelumnya telah dibuat. Tahap ini
disebut juga sebagai do stage. Uji coba ini meliputi keseluruhan dalam tahapn
pasca panen. Dari hasil uji coba secara umum rancangan SOP awal telah dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-10
diimplementasikan di Klaster Biofarmaka, sebab dalam rancangan awal SOP
tersebut telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan, namun pada hasil uji coba
ini terdapat beberapa hal yang tidak dapat diimplementasikan dengan baik yaitu
a. Pada tahap pengemasan tetap tidak diberikan silica gel untuk menjaga kadar
air, sebab bahan tersebut tidak tersedia saat uji coba. Para pengurus klaster
sebenarnya telah mengetahui kegunaan dari pemberian silica gel dalam
kemasan produk, namun rupanya belum ada kemauan dari pihak klaster untuk
menjalankan prosedur sesuai dengan SOPnya.
b. Pada tahap penyimpanan, hasil uji coba tidak sesuai dengan rancangan awal
SOP, sebab kondisi gudang yang masih tercampur dengan bahan lain. Para
pengurus klaster sebenarnya telah mengetahui akibat dari pencampuran
produk dengan bahan panen lain, namun rupanya belum ada kemauan dari
pihak klaster untuk menjalankan prosedur sesuai dengan SOPnya. Hal tersebut
terjadi sebab hanya tersedia satu gudang penyimpanan untuk menyimpan
seluruh hasil panen. Oleh sebab itu perlu adanya pemberian sekat antara bahan
panen lain dengan produk jadi untuk mencegah kontaminasi yang dapat
merusak kualitas produk.
Setelah dilakukan uji coba pada tahap do maka dilakukan evaluasi hasil
prosedur uji coba yang dijalankan. Dalam continuous improvement tahapan ini
disebut juga sebagai check. Evaluasi prosedur dilakukan dengan menggunakan
kartu monitoring. Kartu monitoring ini dirancang berisikan checklist dari prosedur
tiap-tiap tahapan pasca panen. Hal ini untuk menjaga bahwa prosedur yang
berjalan tetap terkontrol sesuai dengan SOP. Dari hasil evaluasi ini dapat
diketahui bahwa secara umum keseluruhan prosedur uji coba yang dijalankan
telah sesuai dengan rancangan SOP awal, kecuali pada tahap pengemasan dan
penyimpanan yang memang merupakan tahapan yang implementasinya tidak
sesuai dengan SOP yang dirancang.
Setelah dilakukan evaluasi prosedur pasca panen pada tahap check maka
langkah terakhir dalam continuous improvement adalah tahap act yang merupakan
tindak lanjut dari keseluruhan improvement. Pada tahap ini dibuat standardisasi
prosedur dalam bentuk dokumentasi prosedur yaitu Standard Operating
Procedures (SOP) pasca panen rimpang tanaman obat dan standardisasi form
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-11
kegiatan pencatatan pasca panen yang berfungsi sebagai alat dokumentasi proses.
Apabila dari tahap check diketahui bahwa rancangan awal prosedur pasca panen
memerlukan perbaikan, maka perbaikan tersebut dicatat sebagai SOP baru dan
bila rancangan awal prosedur tidak memerlukan perbaikan, maka rancangan awal
tersebut dipertahankan dalam SOP. Dalam tahap act ini selain dilakukan
dokumentasi terhadap SOP dan form kegiatan juga dilakukan beberapa tindakan
untuk menjaga konsistensi kualitas produk, seperti:
a. Mempertahankan penerapan FIFO.
b. Selalu menyiapkan kain hitam sebelum pengeringan.
c. Membersihkan gudang secara teratur.
d. Pemisahan bahan panen lain dengan produk jadi untuk mencegah kontaminasi.
e. Memberi pelindung ventilasi untuk menjaga sirkulasi udara pada gudang dan
mencegah masuknya binatang pengeratdan serangga.
f. Selalu menyiapkan silica gel sebelum pengemasan.
Beberapa tindak lanjut perbaikan pada continuous improvement pasca
panen rimpang seperti penerapan FIFO, penyediaan kain hitam dan silica gel,
memisahkan produk dengan bahan panen lain memerlukan konsistensi sikap dari
para pengurus dan pekerja Klaster Biofarmaka untuk mau menjalankan SOP
dengan benar. Oleh sebab itu pada penelitian selanjutnya, perlu dibuat sebuah
sistem kebijakan tertentu yang dapat mengatur agar seluruh sumber daya yang ada
di Klaster Biofarmaka mau menjalankan SOP secara keseluruhan. Pada tahap ini
perlu diteliti adanya komitmen bersama dari seluruh pihak Klaster Biofarmaka
untuk terus melakukan continuous improvement. Selain itu terdapat beberapa
tindak lanjut perbaikan yang menyangkut masalah kehigienisan baik dalam proses
maupun produk. Oleh sebab itu, dalam rancangan SOP yang dibuat pekerja harus
mencuci tangan terlebih dahulu dan menggunakan sarung tangan yang bersih
sebagaimana yang dilakukan di B2P2TO-OT. Selain itu terdapat beberapa tindak
lanjut perbaikan yang mengarah pada sanitasi ruangan seperti pembersihan
gudang secara teratur, pemisahan antara bahan panen lain dengan produk jadi
untuk mencegah kontaminasi, dan pemberian tabir pada ventilasi untuk menjaga
sirkulasi udara gudang dan mencegah masuknya binatang pengerat dan serangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-12
Oleh sebab itu pada penelitian selanjutnya perlu sebuah prosedur yang mengatur
sanitasi yang menyangkut proses pasca panen rimpang tanaman obat.
5.4 Analisis Standard Operating Procedures (SOP) Pasca Panen
Dari dokumen SOP yang telah dirancang dilakukan validasi untuk
mengetahui apakah rancangan SOP dapat dijalankan dan dapat menjelaskan
tanggung jawab beserta wewenang dari personil yang bersangkutan. Validasi
rancangan dokumen SOP dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada
Ketua dan Seksi Usaha Klaster Biofarmaka. Dari hasil validasi dapat diketahui
bahwa rancangan SOP secara umum dapat diimplementasikan dan dapat
menjelaskan tanggung jawab beserta wewenang personil yang bersangkutan.
Berikut adalah saran dan perbaikan untuk rancangan SOP pasca panen dari Ketua
dan Seksi Usaha Klaster Biofarmaka:
Tabel 5.1 Validasi Dokumen SOP Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat
Nomor dan Nama
Dokumen
Saran dan Perbaikan
KBF-SOP-01
SOP Pasca Panen
Rimpang
Saat sortasi basah tidak tercampur dengan
varietas lain.
Pencucian menggunakan air mengalir
KBF-SOP-SIM-02
Sortasi Basah
Bersihkan dari akar dan tanah (tanpa daun).
KBF-SOP-SIM-04
Mesin Diesel
Tambahkan kalimat:
Kembalikan chuck ke tempat semula
Putar starter ke kanan untuk menyalakan mesin.
KBF-SOP-SIM-06
Pengeringan
Widig diletakkan di atas anjang-anjang yang
letaknya 50 cm dari tanah
KBF-SOP-SIM-09
Penyimpanan
Setelah disimpan cukup lama maka simplisia
dijemur kembali
Dari hasil validasi maka dilakukan pembetulan terhadap dokumen SOP,
dokumen SOP yang telah valid inilah yang menjadi dokumen standar prosedur
pasca panen yang diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. Dari tahap act pada
continuous improvement dapat diketahui bahwa keseluruhan rancangan SOP
dipertahankan. Hal ini menandakan bahwa rancangan SOP tersebut telah dapat
diimplementasikan di Klaster Biofarmaka, hanya tergantung dari sumber daya
manusia di klaster untuk memiliki kemauan menjalankan prosedur secara seragam
berdasarkan SOP yang telah telah ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang menjawab semua tujuan yang
dicapai serta berisi saran bagi penelitian lanjutan yang akan memperbaruhi SOP di
Klaster Biofarmaka.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. SOP yang dibuat antara lain adalah standard operating procedures pasca
panen, standard operating procedures pembuatan simplisia, standard
operating procedures pembuatan serbuk, pengumpulan bahan baku, sortasi
basah, pencucian, mesin diesel, perajangan, pengeringan, sortasi kering,
pengemasan, penyimpanan simplisia, pengumpulan bahan baku, mesin
pembuat serbuk, pengemasan, dan penyimpanan serbuk.
2. Sebagai dokumentasi proses dibuat formulir pencatatan kegiatan pasca panen
antara lain adalah formulir pengumpulan bahan baku rimpang, formulir
pencatatan sortasi dan pencucian, formulir pencatatan perajangan, formulir
pencatatan pengeringan, formulir pencatatan sortasi akhir, formulir
pengemasan simplisia, formulir penyimpanan simplisia, formulir
pengumpulan bahan baku serbuk, formulir pencatatan pembuatan serbuk,
formulir pengemasan serbuk, dan formulir penyimpanan serbuk.
3. Berdasarkan siklus PDCA, hasil rancangan SOP dan formulir pencatatan
pasca panen dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka Karanganyar.
Untuk mendukung implementasi SOP sebagai continuous improvement
diperlukan tindak lanjut improvement untuk menjaga kualitas produk antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Mempertahankan penerapan FIFO.
b. Selalu menyiapkan kain hitam sebelum pengeringan.
c. Membersihkan gudang secara teratur.
d. Memisahkan bahan panen lain dengan produk jadi untuk mencegah
kontaminasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-2
e. Memberi pelindung ventilasi untuk menjaga sirkulasi udara pada gudang
dan mencegah masuknya binatang pengeratdan serangga.
f. Selalu menyiapkan silica gel sebelum pengemasan.
6.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya dalam
menjaga konsistensi kualitas produk simplisia dan serbuk adalah sebagai berikut:
1. Klaster Biofarmaka sebaiknya memiliki sebuah komitmen bersama yang
mengatur agar seluruh sumber daya manusia yang ada mau melaksanakan
prosedur pasca panen sesuai dengan SOP yang telah dibuat. Pada penelitian
selanjutnya perlu dibuat prosedur yang mengatur kebijakan organisasi seperti
reward dan punishment agar seluruh sumber daya mau melaksanakan SOP
dengan konsisten.
2. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya dirancang alat berupa mesin perajang
rimpang yang dapat mempercepat proses perajangan rimpang di Klaster
Biofarmaka dengan hasil ketebalan rajangan rimpang 4-5 mm dan tidak
hancur sesuai dengan standar pabrikan.
3. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya dirancang alat alat pengecek kadar air
(moisture analyzer) yang harganya terjangkau untuk Klaster Biofarmaka,
sehingga klaster dapat mengecek kadar air simplisa dengan lebih akurat.