JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN...

89
Konflik dalam Muktammar Nahdlatul Ulama ke-33 (Studi Kasus atas Penerapan Sistem AHWA) Disusun Oleh: Abdul Hakim Syafi’i (1111111000007) JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Transcript of JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN...

Page 1: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

Konflik dalam Muktammar Nahdlatul Ulama ke-33

(Studi Kasus atas Penerapan Sistem AHWA)

Disusun Oleh:

Abdul Hakim Syafi’i (1111111000007)

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul :

Konflik dalam Muktammar Nahdlatul Ulama ke 33

(Studi Kasus Atas Penerapan Sistem AHWA)

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Januari 2017

Abdul Hakim Syafi‟i

Page 3: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Abdul Hakim Syafi‟i

NIM : 1111111000007

Program Studi : Sosiologi

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

Konflik dalam Muktammar Nahdlatul Ulama ke 33 (Studi Kasus atas

Penerapan Sistem AHWA)

Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 9 Januari 2017

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Saifuddin Asrori, M, M.Si

NIP: 19760918 200312 2 003 NIP. 19770119 200912 1 001

Page 4: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

Konflik dalam Muktammar Nahdlatul Ulama ke-33

(Studi Kasus atas Penerapan Sistem AHWA)

Oleh:

Abdul Hakim Syafi’i

1111111000007

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal. Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial

(S.Sos) pada Program Sosiologi.

Ketua Program Studi, Sekretaris Program Studi,

Dr. Cucu Nurhayati, M. Si Dr. Joharotul Jamilah, M.Si

NIP. 19760918 200312 2 003 NIP. 19680816 1997 03 2002

Penguji I, Penguji II,

M. Hasan Ansori, Ph. D Muhammad Ismail, M. Si

NIP. NIP. 196803081 99703 1002

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 01 Februari

2017.

Page 5: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

iv

ABSTRAKSI

Nama : A. Hakim Syafi‟i

Judul : Konflik dalam Muktammar Nahdlatul Ulama ke 33 (Studi Kasus atas

Penerapan Sistem AHWA)

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan

kualitatif melalui analisa destruktif dari hasil wawancara oleh narasumber utama

yang di anggap mengetahui soal masalah ini.

Landasan teori dalam skrispi ini adalah strukturalisme konflik. Teori

tersebut di gunakan untuk melihat bagaimana konflik itu terjadi dan bagaimana

menangani konflik tersebut yang terjadi pada muktamar NU ke 33 di jombang.

Dari hasil penelitian kualitatif melalui teori tersebut menunjukan bagaimana

NU bisa menyelesaikan konflik. Sudah satu tahun lebih muktamar NU selesai,

sehingga sisa-sisa euforia dan animonya masih amat terasa hingga saat ini.

Beragam wacana pasca muktamar selesai mulai muncul di permukaan, mulai dari

tidak dianggap sahnya hasil muktamar, sampai wacana soal membawa tuntutan

hasil muktamar ke ranah hukum. Tentu berita-berita seperti ini perlu diverifikasi

kembali keabsahannya, jangan sampai wacana yang bergulir dimanfaatkan pihak-

pihak tertentu untuk dijadikan counter opinion untuk menyerang substansi tema

muktamar kemarin, yakni “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban

Indonesia dan Dunia”. Bisa saja ricuhnya para muktamirin dan kegaduhan saat

muktamar berlangsung dijadikan titik balik reduksi atas legitimasi Islam nusantara

yang diperjuangkan oleh NU itu sendiri. Karena jika dilihat kesejarahannya NU

selalu bisa menyelesaikan konflik dan malah menjadikan konflik tersebut sebagai

sumber perubahan kearah kemajuan, seperti yang dikemukakan oleh Coser..

Peneliti melalui penelitian ini bermaksud memberikan sumbangan sebuah

karya yang dapat menjadi bahan refleksi bagi organisasi ini. Sebagai sebuah kerja

akademis penelitian ini berusaha semaksimal mungkin mengedepankan

obyektivitas. Namun begitu, peneliti mengakui dan sadar sepenuhnya, banyak

kekurangan, kelemahan dan keterbatasan dalam penelitian ini. Untuk itu, saran

dan kritik adalah sebuah keniscayaan untuk perbaikan. Semoga hasil penelitian ini

bermanfaat bagi studi sosiologi di Indonesia, khususnya bagi Nahdlatul Ulama.

Kata Kunci: Anatomi Konflik, Muktammar, Nahdlatul Ulama, Civil Society

Page 6: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan karunia, ilham serta inayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada Rasul Allah, junjungan Nabi

besar kita Muhammad SAW, orang yang paling dicintai Allah beserta sahabat dan

keluarganya, semoga kita bisa mendapat syafaat dihari akhir nanti. Amin ya

Robbal „alamin.

Rasa syukur, keberkahan dan kebahagian yang tidak terhingga dan tidak

ternilai bagi peneliti adalah dapat mempersembahkan yang terbaik kepada banyak

pihak yang telah mendukung dan memberikan dukungannya kepada peneliti baik

berupa doa, moril maupun materil. Dengan segala kerendahan hati, izinkan

peneliti untuk mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Zulkifli sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staff dan

jajarannya.

2. Dr. Cucu Nurhayati, sebagai Ketua Program Studi Sosiologi.

3. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si sebagai sekertaris Program Studi Sosiologi.

4. Bpk. Saifuddin Asrori, MA sebagai dosen pembimbing skripsi penulis

yang senantiasa selalu membantu dalam penulisan skripsi ini.

5. Bpk. Muhammad Ismail, M.Si dan Bpk. Muhammad Hasan Anshori,

Ph.D selaku dosen penguji skripsi.

6. Jajaran Dosen di Jurusan Sosiologi yang selalu memberikan ilmu yang

bermanfaat bagi penulis.

7. Kepada kedua orang tua penulis, yakni Ayahanda Drs. Wagiyo dan

Ibunda Katini yang berkat do‟a dan perjuangan beliau dalam berjuang

untuk pendidikan anaknya. “Untukmu yang terkasih skripsi ini

kupersembahkan .”

8. Kakak Penulis yakni Siti F.Munaqosah, yang sudah memberikan

support berupa dukungan moril. Terimakasih sudah menjadi kakak yang

ikhlas yang mengorbankan pendidikannya untuk adiknya , seharusnya

yang layak menjadi seorang sarjana adalah beliau karena terdapat nama

“Munaqosah” yang menjadi do‟a orang tua agar menjadi seorang

sarjana. Mohon maaf jika harus merampas do‟a orang tua dari sebuah

nama “Munaqosah”yang diberikan untukmu kakak tercinta.“ Salah satu

diantara kita harus ada yang jadi sarjana”. 9. Keluarga Besar di Solo dan Madiun “Lanjutkan Terus Sekolahmu Le,

orang seperti kita akan mati tanpa pendidikan”. 10. Para Sahabat senasib dan seperjuangan genk beskem biru dan kostan

yakni Ketum Sulton, Entis “Indomie”,dan Soghi Muhammad dan juga

Tim „rawa-rawa” genk kondangan yang banyak menemani penulis

dalam forum-forum diskusi : Ronald Adam, Khalid „Marxian‟, Anhari,

Iceng, Khairy, Roy, Hendra “Kancil”, Faisal dan seterusnya yang tidak

bisa disebukan satu persatu.”Puncak dari Intelektual adalah dapat

membantu Orang Lain”

Page 7: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

vi

11. Para Senior yang mengkader penulis: Bang Adriyansah”Aswaja”, Bang

Yasir Risay, Ketum Uki, Ketum Kaffah, Mas Majid, Bang Matin, Bang

Abie Messi, Bang Ebes, Bang Udin, Bang Button, Bang Purnomo dan

Mahasenior Mas Dino (Alumni PB PMII), Bang Carman (PB PMII),

Bang Hanz (PB PMII), Bang Iqbal (PB PMII), Mas Imron Rocka

Berontak”, Mas Afif Selaku Ketua Mabincab PMII Cab. Ciputat dan

senior- senior yang tidak dapat disebutkan satu persatu, “Terimakasih

atas arahan dan bimbingannya untuk penulis dalam gerakan dan

intelektual ” 12. Keluarga Besar PMII KOMFISIP, PMII Cabang Ciputat Periode 2015-

2016: Ketum Rafsan, Cibul, Ketum Wahid, Teves, Abee, Azka, Aji

Kiting, Ustad khudori, Ustad Kaula Fahmi dst. “ Ilmu dan Bakti

Kuberikan, Adil dan Makmur Kuperjuangkan, dari ciputat untuk

bangsa” 13. HMJ Sosiologi UIN Jakarta 2013-2014, BEM FISIP UIN Jakarta 2013-

2014, JMSJ 2014 (Jaringan Mahasiswa sosiologi Se-Jawa), BEM-NAS

2014-2017 (Badan Eksekutif Mahasiswa Nasional), BEM-PTAI 2015-

2017 (Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam Se-

Indonesia).” Jika kalian bukan mahasiswa UI,UGM dan ITB, maka

berorganisasilah, karena modal kita untuk menjadi pemimpin negri

ini adalah organisasi” 14. Cak Hery ( Ketum PB PMII 2005-2008 dan Wasekjend PBNU) yang

banyak membantu dalam memberikan data dan informasi mengenai

narasumber untuk keperluan skripsi. Dan juga Pak Syatiri (Ketua Perpus

PBNU) yang banyak membantu penulis untuk meminjam buku-buku

sebagai bahan skripsi.

15. Sahabat sekaligus keluarga selama kuliah di UIN Jakarta, semua teman-

teman di Prodi Sosiologi 2011

16. Kepada Keluarga HIKMAT (Himpunan Mahasiswa Alumni Tebuireng),

Keluarga Bunda Ririn Pondok Hijau Ciputat: Mas Putro, Mas Tio dan

Sahabat sependakian keluarga besar Solidaritas Pecinta Alam Bersatu

(SOLPATU) : Reza, Bang Derry, Mas Majid, Isworo, Gunawan, Fauzi,

Basit, Sikah, Sarah, Irma dst terimakasih telah menjadi keluarga selama

beberapa tahun terakhir yang tidak bisa di sebutkan satu persatu

17. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas

support yang diberikan baik berupa doa, moril maupun materil sehingga

peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini

Page 8: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

vii

Tanpa adanya mereka, mustahil penelitian ini bisa selesai. Semoga Allah

membalas kebaikan mereka. Penulis membuka ruang kritik yang seluas-luasnya

demi perbaikan sehingga mampu memperkaya khazanah keilmuan dalam Ilmu

Sosiologi.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, 9 Januari 2017

Abdul Hakim Syafi‟i

Page 9: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah .................................................................. 1

B. Pertanyaan Masalah .................................................................. 3

C. Tujuan dan manfaat Penelitian ................................................. 3

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 4

E. Kerangka Teori.......................................................................... 11

E.1. Strukturalisme Konflik...................................................... 11

F. Metodologi Penelitian ................................................................ 14

F.1. Pendekatan Penelitian........................................................14

F.2. Metode Pengumpulan Data................................................15

F.3. Strategi Pengambilan Sampel.............................................17

F.4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data...............................18

G. Sistematika Penulisan..................................................................19

BAB II SEJARAH KELAHIRAN NAHDLATUL ULAMA

A. Latar Belakang Kelahiran Nahdlatul Ulama ............................ 21

B. Bentuk dan Sistem Organisasi Nahdlatul Ulama ..................... 21

B.1. Sistem Permusyawaratan ..................................................21

C. Susunan PBNU Masa Khidmat 2015-2020...............................22

D. Konflik Internal Nahdlatul Ulama............................................. 27

D.1. Syuriah..............................................................................27

D.2. Tanfidziyah........................................... .......................... 30

Page 10: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

ix

E. Sistem Keorganisasian Nahdlatul Ulama..................................30

F. Tingkat Kepengurusan Nahdlatul Ulama...................................31

G. Perangkat Organisasi Nahdlatul Ulama.....................................32

H. Sistem Permusyawaratan dalam Nahdlatul Ulama....................35

I. Faktor Kharismatik dalam Kepemimpinan Nahdlatul Ulama....38

BAB III PETA KONFLIK DAN KEPENTINGAN DALAM ARENA

MUKTAMAR NU KE 33

A. Dinamika dalam Muktamar ke 33 di Jombang ...................... 40

B. Faktor-faktor yang menyebabkan Konflik antar Elite NU ..... 40

B.1. Kontroversi penerapan dan Mekanisme Sistem AHWA.41

B.2. Pembelahan Dukungan Terhadap Penerapan Sistem

AHWA.....................................................................................44

C. Forum Syuriah putuskan AHW................................................49

D. Pemilihan Rais A‟am dari Hasil Perolehan Suara AHWA.......52

D.1. Forum Tebuireng Menolak Hasil Muktamar....................53

E. Pemilihan Ketua Tanfidziyah....................................................54

E.1. Forum Lintas Pengurus Wilayah NU Meminta Muktamar

Ulang...............................................................................55

F. Implikasi Teoritik dari Dinamika Konflik pada Muktamar ke

33 di Jomabang........................................................................56

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 58

B. Saran ....................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... xii

Page 11: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.B.1 Dukungan Terhadap Sistem AHWA..................................................45

Tabel 1.C.1 Suara Setuju dan Menolak AHWA....................................................49

Tabel 2.D.1 Hasil Perolehan Suara Anggota AHWA........................................... 52

Page 12: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Wawancara dengan narasumber ..........................................xii

Lampiran 2: Foto Foto .............................................................................. xx

Page 13: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xii

DAFTAR SINGKATAN

AD/ART Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga

AHWA Ahlu Halli Wal Aqdi

IPNU Ikatan Pelajar Nahdlatu Ulama

IPPNU Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama

ISNU Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama

KH Kyai Haji

NU Nahdlatul Ulama

ORMAS Organisasi Masyarakat

PBNU Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

PCNU Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama

PWNU Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama

Page 14: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Penelitian Skripsi ini mencoba mengangkat konflik Nahdlatul Ulama (NU) pasca

muktammar ke 33 di Jombang Jawa Timur. Nahlatul Ulama, seperti yang dikatakan

bahwa sejak berdirinya adalah penganut ajaran Ahlussunah wal Jama’ah dan selalu

diperkuat melalui keputusan- keputusan muktammarnya (Anam, 1999:244). Dalam

Muktammar tersebut kandidat calon Ketua Umum (Tanfidziah) yakni: KH. Said Aqil

Siradj, KH. Solahuddin Wahhid, dan KH. As‟ad Said Ali.

Dalam ajang yang digelar setiap 5 tahun sekali itu, KH. Said Aqil Siradj terpilih

menjadi ketua umum PBNU (Tanfidziah) periode 2015-2020 dan KH. Mustofa Bisri

di daulat menjadi Rais Aam PBNU, akan tetapi beliau mengundurkan diri dan

digantikan oleh KH. Ma‟ruf Amin. Terpilihnya KH. Said Aqil Siradj kembali

memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak

menerima proses dan hasil muktamar itu, bahkan meminta diulang.(Liputan6.com, 09

Agustus 2015 19:05 WIB). KH. Solahuddin Wahid yang juga sebagai kandidat calon

Ketua Umum (Tanfidziah), mengadukan perkembangan konflik di dalam tubuh

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kepada KH. Muhammad Tholchah Hasan

Mutasyar PBNU, yang juga tokoh pendidikan dan pernah menjadi wakil rais Aam

PBNU serta menteri agama menggelar mediasi. KH. Solahuddin Wahid berharap

konflik di dalam tubuh NU agar bisa segera diselesaikan. Meski pihaknya bersama

Page 15: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

2

Forum Lintas Pengurus Wilayah NU menggugat PBNU ke pengadilan Negeri Jakarta

Pusat. KH. Solahudin Wahid datang ke rumah KH. Tholchah Hasan di Singosari,

Kabupaten Malang bersama 22 ulama dan forum lintas pimpinan wilayah NU. Para

ulama dari forum itu diantaranya KH. Tarmudzi Tohor dari Riau dan KH. Ahmadi

dari Papua Barat. Mereka datang untuk menyampaikan kejanggalan Muktammar NU.

KH. Solahuddin Wahid menilai Muktammar yang kembali menetapkan KH. Said

Aqil Siradj Sebagai Ketua Umum itu cacat hukum sehingga kaum Nahdliyin resah.

Keresahan inilah katanya disampaikan kepada KH. Tolchah Hasan. Kemudian KH.

Solahuddin Wahid menyerahkan buku putih tentang Muktammar Hitam yang di

susun oleh Forum Lintas Ulama NU. ( Bangsa Online.com. Minggu, 22 november

2015 22:00 WIB) Sementara dalam pernyataannya KH. Said Aqil Siradj sendiri

mepersilahkan bila ada pihak- pihak yang ingin menggugat hasil Muktammar NU ke

pengadilan. (Tempo.co, Selasa 25 agustus 2015 22:01 WIB).

Sebagai sebuah organisasi besar , NU sering kali digoncang oleh konflik internal.

Sumber konflik sangat beragam, dari masalah kepentingan peribadi hingga

kepentingan kelompok. Keragaman pendapat dan sikap ditubuh NU bukan saja

berimplikasi pada perbedaan dan pertentangan antar individu, melainkan juga

terjadinya pengelompokan- pengelompokan. Konflik Muktamar NU bukan kali ini

saja terjadi, hampir setiap perhelatan Muktamar diwarnai berbagai macam konflik,

salah satunya konflik yang cukup keras yakni pada Muktammar ke 27 di Situbondo

tahun 1984. Dimana melahirkan dua kubu yang bersebrangan yang sama kuat dan

sama- sama mempersiapkan strategi, teknik, taktik mengalahkan lawan di arena

Page 16: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

3

Muktammar. Ada Kubu ulama dipimpin oleh KH. As‟ad Syamsul Arifin, dikenal

juga sebagai kubu Situbondo, dan kubu sayap politik pendukung KH. Idham Chalid

(Ketua Umum PBNU), yang dikenal dengan kubu Cipete, Nama Cipete diambil dari

daerah kediaman Idham Chalid di Kompleks Pondok Pesantren Darul Ma‟arif,

Jakarta Selatan (Arif Mudatsir Mandan, 2010:18-19).

Oleh karena itu Peneliti ingin melihat bagaimana penanggulangan konflik NU

pasca Muktamar ke 33 yang di selenggarakan di Jombang, Jawa Timur dan ingin

mengetahui faktor- faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik dalam

Muktammar NU ke 33 itu.

B . Pertanyaan Masalah

1. Bagaimana penanganan konflik di NU pasca muktamar ke 33?

2. Apa saja mekanisme internal NU dalam penanggulangan konflik tersebut?

C . Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

1. Untuk menjelaskan bagaimana penanganan konflik yang terjadi pada

Struktural PBNU periode 2015- 2020 Pasca Muktammar ke 33 di Jombang,

Jawa Timur?

2. Mengeksplanasi faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik yang

terjadi pada struktural PBNU tersebut.

2. Manfaat

Page 17: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

4

1. Manfaat teoritis, penelitian ini bisa dijadikan bahan bacaan untuk melihat

konflik yang terjadi pada struktural PBNU periode 2015-2019 pasca

muktamar di Jombang, sehingga bisa di jadikan dasar rujukan bagi yang ingin

meneliti NU.

2. Manfaat praktis sebagai bahan bacaan hasil penelitian ini sekiranya

menambah wawasan pembaca.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian terkait Nahdlatul Ulama telah banyak dilakukan sebelumnya oleh

beberapa penelitian. Pertama, Disertasi yang disusun oleh Kang Young Soon (2002)

Program Pascasarjana Bidang Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Indonesia, dengan judul: “Antara Tradisi dan Konflik:

Kepolitikan Nahdlatul Ulama, 1984-1999”. Penelitian Soon bermaksud melihat

gambaran perpolitikan NU dari Muktamar ke-27 NU tahun 1984, yang telah

memutuskan kembali ke khittah ‟26 untuk tidak berpartisipasi secara praktis.

Kemudian menganalisis prakondisi perubahan dan konflik perpolitikan NU, terutama

melalui PKB dan berbagai partai pendukung lainnya, serta interaksi antara berbagai

kekuatan politik dalam suksesi kepemimpinan nasional.

Dengan kerangka patron-klien yang mencoba melihat hubungan antara kyai

dengan santri dalam budaya pesantren atau pemimpin NU dan simpatisan yang tetap

bersifat patron-klien, tetapi pertukaran yang terjadi tidak hanya berbentuk materi

yang ditegaskan dalam teori patron-klien. Nilai-nilai yang berlaku dalam kultur NU

ini yang mempengaruhi perpolitikan Nahdlatul Ulama yang tak jarang menimbulkan

Page 18: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

5

konflik struktural. Penelitian tersebut lebih memfokuskan pada budaya patron-klien

yang terjadi di NU dari 1984-1999 sebagai sumber konflik.

Kedua, Tesis yang disusun oleh Ali Martin (2003) Program Studi Kajian Stratejik

Ketahanan Nasional, Pascasarjana Universitas Indonesia yang berjudul “Gerakan

Politik Nahdlatul Ulama di Era Reformasi Pengaruhnya Terhadap Ketahanan

Nasional”. Tesis ini menyimpulkan bahwasanya relevansi tentang substansi dan

semangat khittah berkaitan dengan ketahanan nasional sangat diperlukan setidaknya

untuk dua maksud. Pertama, kalkulasi akumulasi dampak positif atau negatif dalam

pelaksanaannya. Masih relevan atau tidaknya dengan setting sosial terkini, sehingga

mendesak untuk merumuskan kembali khittah sesuai dengan tantangannya. Kedua,

urgensi dan relevansinya dengan perkembangan situasi sosial-politik negeri ini.

Mampukah untuk terus dilaksanakan sesuai dengan realitas politik kebangsaan.

Namun ternyata khittah selama ini telah memberikan lebih banyak manfaat dari pada

mudharatnya. Hal tersebut merupakan indikasi dan ketepatan khittah sebagai garis

perjuangan yang menempatkan NU sesuai dengan watak dasarnya sebagai organisasi

dakwah, sosial-keagamaan (jam’iyyah diniyah ijtima’iyyah). Penelitian tersebut lebih

terfokus pada implementasi semangat khittah dengan tantangan era reformasi. Dan

juga lebih melihat pengaruh dari dampak relevansi semangat khittah tersebut.

Ketiga, Tesis yang disusun oleh Akhmad Zaini (2004) Program Studi Ilmu

Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Pascasarjana Universitas Indonesia,

yang berjudul “NU dan Politik (Studi Tentang Konflik Politik di Internal NU, 1952-

2003)”. Tesis ini menjelaskan tentang Nahdlatul Ulama yang notaben anggotanya

Page 19: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

6

santri (pesantren) dengan kultur khas yakni budaya yang ketaatan kepada para kyai

yang merupakan elit-elit di struktural NU. Budaya tersebut terbangun di lingkungan

pesantren, di mana para kyai diposisikan sebagai patron yang memiliki kekuasaan

dan wewenang yang sangat tinggi. Budaya tersebut yang juga di ekspresikan di luar

pesantren khususnya dunia politik dan faktanya menciptakan konflik politik.

Dalam tesis tersebut tercatat bahwa frekuensi konflik dalam tubuh NU sangat

tinggi. Tercatat, ketika NU memutuskan keluar dari Masyumi pada 1952, konflik

politik seperti itu telah muncul. Iklim tersebut juga terjadi saat NU berfusi dengan

PPP (1973-1984), kembali ke khittah (1984), serta pasca pemerintahan Orde Baru

(1998-2003).

Kesimpulannya bahwa keterlibatan para kyai NU dalam kancah perpolitikan,

secara organisatoris mengalami fluktuatif. Di era penjajahan, secara organisatoris

menjadikan NU sebagai partai politik belum dilakukan. Di era ini, gerakan lebih

banyak dilakukan secara informal dan melalui jalur kultural. Keterlibatan NU dalam

politik formal, mulai dilakukan setelah Indonesia merdeka. Ketika NU terlibat

langsung dalam politik praktis dengan bermetamorfosa menjadi partai politik, yang

kemudian persoalan agama dan persoalan politik sering tercampur baur. Sebagai

organisasi yang berlatarbelakang keagamaan, para tokoh NU berusaha menjadikan

hukum agama (fiqih) sebagai standar moralitas. Sedangkan kyai NU sebagai

pemimpin kharismatik tetap diposisikan sebagai pemimpin kharismatik yang segala

fatwanya diikuti. Namun sebagai partai politik, para tokoh NU khususnya yang

langsung melakukan politik praktis, anggotanya selalu terdorong untuk mengejar

Page 20: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

7

kepentingan-kepentingan pribadi. Sehingga seringkali berbagai cara dilakukan untuk

mencapai kepentingannya sekalipun dengan menggunakan legitimasi agama. Konflik

inilah yang terjadi dalam persoalan politik dalam tubuh NU. Penelitian tersebut lebih

melihat proses terjunnya NU ke percaturan politik nasional. Faktor-faktor apa saja

yang melatarbelakangi NU untuk terjun ke politik praktis, dan apa dampaknya

terhadap NU itu sendiri.

Keempat, Tesis yang ditulis oleh Eneng Darol Affiah (2004) Pascasarjana

Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Sosiologi,

dengan judul: “Analisis Gender dan Pengaruhnya Terhadap Gerakan Perempuan

Islam Indonesia: Studi Kasus Pucuk Pimpinan Fatayat Nahdlatul Ulama”. Tesis ini

menjelaskan bagaimana perspektif gender diadopsi oleh organisasi perempuan Islam

dan memberikan pengaruh terhadap gerakan organisasi.

Setelah melewati berbagai proses di dalam organisasi seperti maraknya diskusi,

pendidikan dan pelatihan serta penerbitan buku yang mensosialisasikan gagasan

keadilan gender ke dalam berbagai komnitas Islam, maka proses demikian ternyata

memberikan efek terhadap organisasi perempuan (Fatayat Nahdlatul Ulama) dalam

hal paradigma yang mencoba mengikis pemikiran-pemikiran masyarakat khususnya

gerakan organisasi yang tadinya berbasis gender menjadi kesetaraan gender. Hal

demikian pun juga dilatarbelakangi oleh munculnya wacana Woman in Development

(WID) sehingga muncul berbagai respon dari berbagai kaum perempuan dengan

berbagai pendekatan, salah satunya pendekatan Gender and Development (GAD).

Pendekatan GAD ini menjadi titik penting oleh sejumlah LSM perempuan untuk

Page 21: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

8

melakukan counter culture dalam merespon nilai-nilai yang diberlakukan oleh

masyarakat dan Negara. Bentuk gerakannya pun bervariasi seperti membentuk

organisasi dengan ideologi kesetaraan gender dan juga gerakan-gerakan yang

melakukan penyadaran terhadap komunitas perempuan yang ada di akar-rumput.

Penelitian tersebut memfokuskan analisisnya pada proses adanya wacana gender

terhadap gerakan perempuan Fatayat NU. Dan bagaimana Fatayat NU mengadopsi

konsep kesetaraan gender.

Kelima, tesis yang disusun oleh Abdul Kholik (2004) Pascasarjana Jurusan

Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, yang

berjudul: “Dinamika Hubungan Muhammadiyah dengan NU Pasca Orde Baru (1998-

2003)”. Tesis ini menggambarkan adanya pola hubungan yang sifatnya saling

bersinergis. Namun hubungan tersebut juga tidak lantas terjadi begitu saja. Ada

dinamika dan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya hubungan antara

Muhammadiyah dan NU.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa setidaknya terdapat delapan bentuk hubungan

antara Muhammadiyah dengan NU dalam kurun waktu 1998-2003, yang meliputi

penyelenggaraan pengajian bersama Muhammadiyah-NU, upaya pengamanan Sidang

Umum MPR 1999, penyelenggaraan kegiatan tasyakuran kemerdekaan, kemitraan

dalam mengembangkan usaha kecil, safari dakwah Muhammadiyah-NU, membangun

gerakan moral, umrah bersama, dan gerakan anti korupsi. Dari kedelapan bidang

tersebut kiranya telah mencangkup aspek politik, ekonomi dan sosial.

Page 22: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

9

Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi hubungan antara Muhammadiyah

dan NU dalam kurun waktu 1998-2003 meliputi; adanya komitmen untuk

menyukseskan Sidang Umum MPR 1999, memperkuat tali ukhuwah islamiyah,

mengkikis perbedaan khilafiah, upaya merajut kembali komitmen berbangsa dan

bernegara di antara komponen bangsa, menumbuhkan sikap saling mendukung untuk

keutuhan NKRI, memberdayakan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan umat,

mencegah terjadinya konflik massa antara Muhammadiyah dengan NU, keprihatinan

atas terjadinya krisis dan konflik sosial dan keinginan untuk memerangi dan

memberantas korupsi yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara paling korup.

Dari pola hubungan tersebut ternyata mampu mendorong kedua organisasi besar

kearah pergulatan integrasi sosial antara keduanya. Dimana adanya perbedaan antara

kedua organisasi itu tidak dimaknai sebagai hal yang utama. Dan keduanya

memandang bahwa perbedaan hanya ganjalan kecil dalam persatuan, oleh karena itu

perbedaan tidak lagi menjadi bahan perdebatan antara kedua belah pihak. Penelitian

tersebut lebih melihat hubungan dan dinamika antara Muhammadiyah dengan NU.

Faktor apa saja yang melatar belakangi adanya hubungan antara Muhammadiyah

dengan NU. Dan bagaimana dinamikanya.

Keenam, Tesis yang disusun oleh Ahmad Wari (2009) Program Studi Kajian

Ketahanan Nasional, Pascasarjana Universitas Indonesia, yang berjudul “Analisis

Keputusan-Keputusan Nahdlatul Ulama Tentang Kepemimpinan Perempuan dan

Implementasinya Di Lingkungan Nahdlatul Ulama”. Tesis ini menyimpulkan

bahwasanya Nahdlatul Ulama dalam mengeluarkan keputusan terkait kepemimpnan

Page 23: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

10

perempuan secara umum belum sepenuhnya merefleksikan komitmen NU terhadap

kesetaraan jender khususnya keputusan NU tahun 1961 tentang pelarangan

perempuan menjadi kepala desa kecuali dalam keadaan darurat.

Kurangnya sosialisasi tentang keputusan-keputusan NU tentang kepemimpinan

perempuan ternyata tidak terinternalisasi dengan baik di kalangan NU khususnya

kaum perempuan karena kurangnya sosialisasi secara struktural melalui organisasi

maupun secara kultural melalui Kyai dan jaringan pesantren yang pada hakikatnya

keputusan-keputusan itu diperlukan untuk melegitumasi kiprah kepemimpinan

perempuan NU. Penelitian tersebut lebih melihat bagaimana kebijakan tentang

kepemimpinan perempuan yang dikeluarkan oleh NU yang nyatanya berpengaruh

terhadap proses implementasinya.

Ketujuh, tesis Laode Ida Dinamika Internal Nahdlatul Ulama (NU) setelah

kembali ke Khittah 1926 yang kemudian dijadikan buku dengan berjudul Anatomi

Konflik NU, elit Islam, dan Negara. Dalam tesis ini banyak menyorot dinamika

internal NU, baik sebagai akibat pergolakan yang terjadi dijajaran elit NU maupun

akibat interaksi dengan para elit Islam di luar NU, serta para aktor politik yang

berperan kuat pada tingkat negara.

Laode Ida dalam tesisnya memfokuskan pada konflik dalam transisi kembali

ke Khittah 1926. Ia menjelaskan bagaimana gagasan ini mengalami proses yang

panjang, berdasarkan introspeksi dari kalangan tokoh-tokoh NU sendiri, karena

kiprahnya sebelum itu bukan hanya telah mengabaikan tugas-tugas pengabdiannya

kepada masyarakat sesuai misi NU mengembangkan ajaran ahlu sunnah wal

Page 24: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

11

jama’ah, melainkan juga menimbulkan ketegangan dan konflik berkepanjangan pada

tingkat internal NU. Menurut Laode, dinamika pergolakan internal NU sejak

pemikiran kembali ke Khittah hingga penerapan implementasinya yang penuh dengan

tarik menarik penafsiran muncul sejak Muktamar ke-27. Kemudian menemukan

momentumnya pada Munas Alim Ulama pada tahun 1983 dan memuncak dengan

disahkannya pada Muktamar ke-27 di Situbondo.

Menurut Laode, dinamika dan konflik internal NU disebabkan oleh faktor internal

dan eksternal yang saling berinteraksi. Pertama, faktor pemikiran reformasi gerakan

generasi ketiga NU dibawah pengaruh kuat Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kedua,

pemikiran dan tindakan generasi ketiga yang cenderung merelatifkan peran Lembaga

Syuriah, merelatifkan peran tokoh sepuh yang sebelum kepemimpinan Gus Dur

dianggap sebagai tokoh-tokoh NU Kharismatik, dan dianggap menyimpang dari

tradisi NU selama ini. Ketiga, keberadaan Abdurrahman Wahid yang multi status,

banyak peran yang dilakoni oleh Gus Dur. Keempat, adanya kepemimpina

Abdurrahman Wahid yang mencoba mengembangkan pemikiran anti-tesis dari

kecenderungan „Negara kuat‟ (strong state) yang pada saat bersama berhadapan

dengan kepentingan politik arus atas.

Kesamaan dari ketujuh kajian pustaka tersebut terletak pada objek kajiannya yaitu

Nahdlatul Ulama. Tetapi skripsi ini lebih memfokuskan pada hubungan antar struktur

birokrasi dalam PBNU dari tahun 2010-2014.

E. Kerangka Teori

1. Strukturalisme Konflik

Page 25: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

12

Menurut Lewis Coser, terdapat dimensi positif (kontruktif) dari konflik, yakni

memperkuat struktur atau identitas sosial. Logika tersebut layaknya metafora Janus

Face Duverger bahwa suatu pemikiran. Proses tersebut adalah tindakan politik

niscaya menghasilkan persetujuan maupun penolakan di mana berbagai kubu yang

berseteru saling melakukan konsolidasi (penguatan diri).Coser (1956: 16-19).

Dalam membahas ahli teori (bangsa Amerika) yang lebih awal, menyatakan

pemahaman mereka tentang konflik sebagai kesadaran yang tercermin dalam

semangat pembaharuan masyarakat. Albion Small dan George E. Vincen sebagai

pengarang terkenal buku teks pertama sosiologi Amerika, misalnya mencerminkan

orientasi pembaharuan sosiologi ketika menulis, “ sosiologi dilahirkan dalam

semangat modern untuk memperbaiki masyarakat (dikutip dalam coser, 1956:17).

Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisa

konflik sosial, secara implisit melihatnya sebagai destruktif atau patologis bagi

kelompok sosial. Coser memilih menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang

secara potensial positif untuk membentuk serta mempertahankan struktur. Dia

melakukan hal ini dengan membangun diatas sosiologi klasik sosial, dan terutama

melalui kepercayaan pada ahli sosiologi Jerman yang terkenal yaitu George Simmel.

Teori konflik yang dikemukakan oleh Lewis Coser sering kali disebut teori

fungsionalisme konflik karena ia menekankan fungsi konflik bagi sistem sosial atau

masyarakat. Di dalam bukunya yang berjudul The Functions of Social Conflicts,

Lewis Coser memusatkan perhatiannya pada fungsi- fungsi dari konflik. Dari judul

Page 26: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

13

itu bisa dilihat bahwa uraian coser terhadap konflik bersifat fungsional dan terarah

kepada pengintegrasian teori konflik dan teori fungsionalisme struktural.

Salah satu hal yang membedakan Coser dari pendukung teori konflik lainnya

ialah bahwa ia menekankan pentingnnya konflik untuk mempertahankan keutuhan

kelompok. Padahal pendukung teori konflik lainnya memusatkan analisa mereka pada

konflik sebagai penyebab perubahan sosial. Lewis Coser menyebabkan beberapa

fungsi dari konflik, yakni:

1. Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok yang agak longgar. Dalam

masyarakat yang terancam disintegrasi, konflik dengan masyarakat lain bisa

menjadi kekuatan yang mempersatukan

2. Konflik dengan kelompok lain dapat menghasilkan solidaritas di dalam

kelompok tersebut dan solidaritas tersebut bisa menghantarkannya kepada

aliansi- aliansi dengan kelompok- kelompok lain.

3. Konflik juga bisa menyebabkan anggota- anggota masyarakat yang terisolir

menjadi berperan secara aktif.

4. Konflik juga bisa berfungsi untuk berkomunikasi. Sebelum terjadi konflik,

nggota- anggota masyarakat akan berkumpul dan merencanakan apa yang

akan dilakukan. Lewat tukar menukar pikiran itu mereka bisa mendapat

gambaran yang lebih jelas akan apa yang harus dibuat entah untuk

mengalahkan lawan ataupun untuk menciptakan perdamaian.

Secara teoritis fungsionalisme struktural dan teori konflik kelihatan bisa

diperdamaikan dengan menganalisa fungsi- fungsi dari konflik sebagai mana telah

Page 27: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

14

diuraikan tadi oleh Coser. Tetapi harus diakui dalam banyak hal, konflik juga

menghasilkan ketidak berfungsian, atau disfungsi.. Artinya , fungsi- fungsi yang

disebutkan oleh Coser itu tidak seberapa dibandingkan dengan ketidak stabilan atau

kehancuran yang disebabkan oleh konflik itu (Bernard Raho, 82-84)

Kemudian juga dalam sebuah organisasi akan menjadi efektif jika semua

fungsi dapat berjalan sesuai harapan organisasi. Konsep ini yang akan digunakan

dalam melakukan penelitian.

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis destruktif. Oleh

karenanya, Metode kualilatif dipandang merupakan pemilihan metode yang memadai

(adequate) karena dapat menangkap arti (meaning/understanding) dan memberikan

kualitas data yang mendalam (depth-understanding) atas suatu peristiwa, gejala,

fakta, kejadian realitas atau masalah tertentu. Sejalan dengan hal tersebut menurut

Strauss dan Corbin (2015) penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak bisa dicapai dengan prosedur-

prosedur statsistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran) (Strauss &

Corbin, 2015:4-5). Peneliti mencoba menggali secara mendalam sebuah data

informasi dilapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan cara

menangkap dan memahami makna dari jaringan yang ada dalam kejadian-kejadian

tertentu untuk dianalisa lebih mendalam.

Page 28: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

15

2. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Teknik wawancara merupakan bentuk komunikasi verbal atau percakapan yang

bertujuan untuk memperoleh informasi dari objek. Wawancara ini dilakukan oleh dua

pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan informan yang

memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. (Moleong, 1996:135)

Wawancara juga merupakan alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi

atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan

dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-

depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka dengan informan.. Wawancara juga

dilakukan dengan tidak terstruktur (unstructured interviews) dimana peneliti dan

informan melakukan interaksi dengan cair. Dan menggunakan wawancara terbuka

dengan informan (Moeloeng, 1996:137)

b. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dalam kualitatif bisa disebut juga sebagai penelitian observasi

partisipan. Konsep ini menggambarkan bahwa seorang peneliti harus obeservasi atau

berpartisipasi langsung dalam berbagai kegiatan-kegiatan objek penelitiannya.

Peneliti harus bertatap muka dan berinteraksi sosial dengan „real people‟ (dalam

penelitian ini NU) dalam „natural setting’. Dalam penelitian lapangan di mana

Page 29: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

16

seorang peneliti berbicara langsung dengan objek, ia harus bertemu juga dengan

orang-orang baru dan membangun pertemanan. (Neuman, 2007:276)

Observasi ialah bagian dalam pengumpulan data. Observasi berarti

mengumpulkan data langsung dari lapangan. Dalam tradisi pendekatan kualitatif, data

tidak akan diperoleh dibelakang meja, tetapi harus terjun langsung ke lapangan, ke

tetangga, ke organisasi, ke komunitas. Data yang diobservasi juga dapat berupa

catatan atas gambaran tentang sikap, kelakuan, perilaku, tindakan, keseluruhan

interaksi antar manusia. Data observasi juga dapat berupa interaksi dalam suatu

organisasi atau pengalaman para anggota dalam berorganisasi. Tujuan penelitian

lapangan ialah menjelaskan makna sosial dan memahami prespektif-perspektif dalam

social setting. (Neuman, 2007:278)

Teknik observasi dilakukan peneliti untuk mengambil data sekunder dalam

pelengkapan data. Observasi dilakukan pada tempat-tempat tertentu dan tanggal yang

telah disediakan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi juga merupakan suatu bentuk teknik pengumpulan data yang

diperoleh dari dokumen-dokumen, seperti: (1) surat memorandum dan pengumuman

resmi. (2) dokumen-dokumen administratif dan dokumen-dokumen intern lainnya. (3)

artikel-artikel yang muncul di media masa (Yin, 1996:103-104). Dokumentasi

digunakan untuk memverifikasi, mendukung dan menambah bukti, menambah

informasi dari sumber-sumber lain. (Yin, 1996:104)

Page 30: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

17

3. Strategi Pengambilan Sampel

Penentuan informan menggunakan strategi purposive sampling. Teknik purposive

sampling biasa digunakan pada sebuah kondisi ketika seorang peneliti menggunakan

justifikasi dalam memilih kasus dengan tujuan tertentu dalam pikirannya. Hal ini

sering digunakan dalam penelitian eksplorasi atau penelitian lapangan. Setidaknya

ada tiga situasi yang sesuai dalam teknik purposive sampling. Pertama, peneliti

menggunakannya pada kasus unik dan membutuhkan orang yang informatif. Kedua,

peneliti menggunakan teknik tersebut untuk memilih anggota yang sulit dijangkau,

populasinya terspesialisasi. Ketiga, ketika peneliti ingin mengetahui jenis fakta dari

sebuah kasus untuk investigasi yang dalam. Selanjutnya, pemilihan sampel secara

purposive pada sebuah penelitian harus berpedoman pada syarat-syarat yang harus

dipenuhi sesuai dengan kebutuhan data. (Neuman. 2007:142-143)

Dalam penelitian ini telah di tetapkan beberapa informan:

1. KH. Said Aqil Siradj, KH. As‟ad Said Ali, dan KH. Solahuddin Wahid

mereka di wawancarai karena ketiga tokoh tersebut terlibat kontestasi dalam

hal pencalonan Ketua Umum (Tanfidziah) yang baru di Muktammar ke 33.

2. KH. Hasyim Muzadi dan KH. Ma‟ruf Amin, mereka diwawancarai karena

kedunya adalah kandidat Rais Am PBNU.

Secara teknis organisasi, mereka merupakan orang yang paling kompeten

untuk dimintai keterangan. Selain itu dalam penelitian ini, mereka secara pribadi juga

menjadi Obyek penelitian. Sebab, dia termasuk orang yang terlibat konflik.

Page 31: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

18

4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya yaitu pengolahan dan Analisis

Data. Menyusun data berarti menggolongkan data ke dalam pola, tema, atau kategori.

Pada penelitina kualitatif, analisis data harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh

dalam lapangan segera harus dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis

(Muhadjir, 1998:104). Setidaknya ada beberapa teknik dalam pengolahan dan analisa

data.

a. Konseptualisasi

Dalam penelitian kualitatif, konseptualisasi ialah cara seorang peneliti untuk

memilah data mana yang „makes sense’ dan mana yang tidak. Seorang peneliti

memilah data kedalam bentuk kategori-kategori pada tema penelitian, konsep dan

bentuk-bentuk lain yang diperlukan. Peneliti juga bisa membangun konsep baru,

kemudian memformulasikannya dalam definisi-definisi konseptual, yang kemudian

menjelaskan menjelaskan hubungan antar konsep. (Neuman, 2007:330)

b. Analisa Data

Menurut Miles dan Huberman (1994) dalam menganalisa data dalam kualitatif

harus melewati beberapa tahap. Pertama, reducing data yaitu proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data

kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi ini terus

berkelanjutan selama penelitian ini berlangsung. Kedua, displaying data yang berarti

mengumpulkan informasi secara tersusun yang memberikan kemungkinan adanya

Page 32: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

19

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Ketiga, penarikan kesimpulan.

Langkah ini melibatkan “penggambaran makna dari data yang ditampilkan”. Peneliti

menarik makna yang relevan, kemudian mensistematiskan data berdasarkan jenis

analisis yang peneliti pilih. (Miles & Huberman dikutip oleh Marvasti, 2004:88-90)

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika pembahasan yang terdiri dari

empat bab, yang uraiannya terdiri dari berikut:

Bab pertama: berisikan tentang pernyataan penelitian, pertanyaan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan

sistematika pembahasan. Bab ini menjelaskan betapa pentingnya penelitian ini

dilakukan dan juga sebagai pijakan dan langkah awal untuk pembahasan selanjutnya.

Bab kedua: membahas tentang sejarah dan perkembangan PBNU Pembahasan

dalam bab ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika secara umum objek yang

dibahas dalam penelitian ini.

Bab ketiga: berisi deskripsi hasil dan temuan selama penelitian yang juga

sekaligus menjadi jawaban pertanyaan penelitian.

Bab keempat: yaitu bab akhir dari penelitian ini yang berisi kesimpulan dari

semua hasil dari temuan penelitian dan penutup yang juga mencangkup saran serta

masukan kepada pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tema penelitian ini.

Page 33: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

20

Dalam bagian ini juga harus mencangkup daftar pustakan dan lampiran-lampiran

hasil penelitian.

Page 34: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

21

BAB II

Sejarah Kelahiran Nahdlatul Ulama

A. Latar belakang kelahiran Nahdlatul Ulama

Berbagai buku telah membahas latar belakang lahirnya NU. Pada umumnya para

penulis barat maupun Indonesia dalam menulis sejarah NU, diwarnai dominasi kajian

modernis. Deliar Noer misalnya, menyebut NU sebagai benteng perlawanan terhadap

golongan pembaharu Islam. NU adalah perluasan dari komite hijaz yang merupakan

tandingan komite khilafah yang di dominasi kalangan modernis. Hanya sedikit buku yang

mewakili kalangan tradisionalis.

B. Bentuk dan Sistem Organisasi Nahdlatul Ulama

B. 1. Sistem Permusyawaratan

Muktamar diselenggarakan oleh Pengurus Besar setiap lima tahun sekali dan dihadiri

oleh pengurus besar, pengururs wilayah, pengurus cabang diseluruh Indonesia, dan dihadiri

juga oleh alim-ulama serta undangan dari tenaga ahli yang berkompeten. Muktamar

membahas persoalan-persoalan sosial dan agama, program pengembangan NU, laporan

pertanggung jawaban pengurus besar, menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga, serta memilih pengurus baru.

Sedangkan dapat diselenggarakan atas permintaan pengurus besar Syuriah

berdasarkan keputusan rapat Pengurus Besar lengkap atau rekomendasi Musyawarah

Nasional Alim Ulama untuk menyelesaikan masalah-masalah kepentingan umum secara

nasional atau membahas keberadaan Jam’iyah Nahdlatul Ulama yang tidak dapat diselesaikan

secara mekanisme musyawarah lain.(Pustaka Ma’arif NU, 2007:134).

Page 35: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

22

C. Susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2015-2020

Berikut ini susunan lengkap pengurus PBNU masa khidmat 2015-2020 yang terdiri

dari Mustasyar (Dewan Penasehat), Pengurus Harian Syuriyah, A’wan (Dewan Pakar), dan

Pengurus Harian Tanfidziyah:

MUSTASYAR

K.H. Maemun Zubair

Dr. K.H. Ahmad Mustofa Bisri

K.H. Nawawi Abdul Jalil

K.H. Abdul Muchit Muzadi

Prof. Dr. K.H. M. Tholhah Hasan

K.H. Dimyati Rois

K.H. Makhtum Hannan

K.H. Muhtadi Dimyathi

AGH Sanusi Baco

TGH Turmudzi Badruddin (NTB)

K.H. Zaenuddin Djazuli

K.H. Abdurrahman Musthafa (NTT)

K.H. M. Anwar Manshur

K.H. Habib Luthfi bin Yahya

K.H. Sya’roni Ahmadi

K.H. Ahmad Syatibi

K.H. Syukri Unus

Dr. H. M. Jusuf Kalla

Prof. Dr. Chotibul Umam

Page 36: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

23

Prof. Dr. Tengku H. Muslim Ibrahim

K.H. Hasbullah Badawi

K.H. Hasyim Wahid

K.H. Thohir Syarqawi Pinrang

K.H. Hamdan Kholid

K.H. Saifuddin Amsir

K.H. Zubair Muntashor

K.H. Ahmad Basyir

K.H. Ahmad Shodiq

K.H. Mahfud Ridwan

Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, MA

Prof. Dr. H. Machasin, MA

K.H. Adib Rofiuddin Izza

Habib Zein bin Smith

Dr. Ir. H. Awang Faroeq Ishaq

PENGURUS HARIAN SYURIYAH

Rais Aam : Dr. K.H. Ma’ruf Amin

Wakil Rais Aam : K.H. Miftahul Akhyar

Rais : K.H. Mas Subadar

Rais : K.H. Nurul Huda Djazuli

Rais : K.H. Masdar Farid Mas’udi, M.A.

Rais : K.H. Ahmad Ishomuddin, M.Ag.

Rais : K.H. AR Ibnu Ubaidillah Syatori

Rais : K.H. Dimyati Romli

Rais : K.H. Abdullah Kafabihi Mahrus

Rais : K.H. Khalilurrahman

Page 37: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

24

Rais : K.H. Syarifudin Abdul Ghani

Rais : K.H. Ali Akbar Marbun

Rais : K.H. Subhan Makmun

Rais : K.H. M. Mustofa Aqil Siroj

Rais : K.H. Cholil As’ad Samsul Arifin

Rais : K.H. Idris Hamid

Rais : K.H. Akhmad Said Asrori

Rais : K.H. Abdul Hakim

Rais : Dr. K.H. Zakki Mubarok

Rais : Prof. Dr. Maskuri Abdillah

Rais : K.H. Najib Abdul Qadir

Katib Aam : K.H. Yahya Cholil Staquf

Katib : K.H. Mujib Qulyubi

Katib : Drs. K.H. Shalahuddin al-Ayyubi, M.Si

Katib : Dr. K.H. Abdul Ghafur Maemun

Katib : K.H. Zulfa Mustahafa

Katib : Dr. H. Asrorun Niam Shaleh

Katib : K.H. Acep Adang Ruchiyat

Katib : K.H. Lukman Hakim Haris

Katib : K.H. Taufiqurrahman Yasin

Katib : K.H. Abdussalam Shohib

Katib : K.H. Zamzami Amin

Katib : Dr. H. Sa’dullah Affandy

A’WAN

Page 38: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

25

K.H. Abun Bunyamin Ruchiat

Drs. K.H. Cholid Mawardi

K.H. TK Bagindo M Letter

Prof. Dr. H. M. Ridlwan Lubis

K.H. Mukhtar Royani

K.H. Abdullah Syarwani, S.H.

K.H. Eep Nuruddin, M.Pdi.

Drs. K.H. Nuruddin Abdurrahman, S.H.

K.H. Ulinnuha Arwani

K.H. Abdul Aziz Khayr Afandi

H. Fauzi Nur

Dr. K.H. Hilmi Muhammadiyah, M.Si

K.H. Maulana Kamal Yusuf

K.H. Ahmad Bagja

KH. Muadz Thohir

K.H. Maimun Ali

H. Imam Mudzakir

H. Ahmad Ridlwan

Drs. H. Taher Hasan

Dra. Hj. Sinta Nuriyah, M.Hum

Dra. Hj. Mahfudhoh Ali Ubaid

Ny. Hj. Nafisah Sahal Mahfudh

Prof. Dr. Hj. Chuzaimah T. Yanggo

Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisi, M.A.

Prof. Dr. Hj. Ibtisyaroh, S.H., M.M.

Dr. Hj. Sri Mulyati

Page 39: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

26

PENGURUS HARIAN TANFIDZIYAH

Ketua Umum : Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A.

Wakil Ketua Umum : Drs. H. Slamet Effendy Yusuf, M.Si.

Ketua :

Drs. H. Saifullah Yusuf

Dr. H. Marsudi Syuhud

Prof. Dr. M. Nuh, DEA

Prof. Dr. Ir. Mochammad Maksum Machfoedz, M.Sc.

Drs. K.H. Abbas Muin, Lc

Drs. H. M. Imam Aziz

Drs. H. Farid Wajdi, M.Pd

Dr. H. Muh. Salim Al-Jufri, M.Sos.I

K.H. Hasib Wahab

Dr. H. Hanief Saha Ghafur

K.H. Abdul Manan Ghani

K.H. Aizzuddin Abdurrahman, S.H.

H. Nusron Wahid, S.E., M.SE

Dr. H. Eman Suryaman

Robikin Emhas, SH, M.H

Ir. H. M. Iqbal Sullam

H. M. Sulton Fatoni, M.Si.

Sekretaris Jenderal : Dr (HC). Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini

Wakil Sekretaris Jenderal :

H. Andi Najmi Fuaidi

dr. H. Syahrizal Syarif, MPH., Ph.D

Drs. H. Masduki Baidlowi

Page 40: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

27

Drs. H. Abdul Mun’im DZ

Ishfah Abidal Aziz, SHI

H. Imam Pituduh, SH., MH.

Ir. Suwadi D. Pranoto

H. Ulil A. Hadrawi, M.Hum

H. Muhammad Said Aqil

Sultonul Huda, M.Si.

Dr. Aqil Irham

Heri Haryanto Azzumi

Bendahara Umum : Dr.–Ing H. Bina Suhendra

Bendahara :

H. Abidin

H. Bayu Priawan Joko Sutono, S.E., M.BM

H. Raja Sapta Ervian, SH., M.Hum.

H. Nurhin

H. Hafidz Taftazani

Umarsyah HS

N.M. Dipo Nusantara Pua Upa

(“Hasil-hasil Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama,” Jakarta: Lembaga Ta’lif wan Nasyr PBNU,

2015)

D. Konflik Internal Nahdlatul Ulama

D.1. Syuriah

Kondisi didalam tubuh NU akan kualahan menghadapi gelombang- gelombang perubahan

dan pantulan konflik sehingga pada akhirnya timbullah konflik internal NU. Sebelum memasuki ke

dalam pembahasan dalam konflik internal timbul pertanyaan sampai seberapa jauh kondisi internal

Page 41: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

28

NU terjerat kedalam konflik intern itu? Bagian ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan

memfokuskan perhatian kepada tiga elemen kekuasaan NU yaitu Syuriah dan Tanfidziyah. Syuriah

merupakan pelembagaan peranan agama (dalam pengertian yang luas peranan non politik) dan

menumbukan kekuatan yang disebut ulama. Tanfidz dan menumbuhkan peran politisiziyah

merupakan pelembagaan peran politik (dan dalam pengertian yang sempit disebut peran pelaksana).

Struktur yang terbentuk dalam dari interaksi antara kedua elemen itulah yang sebenarnya

dimaksudkan dengan kondisi intern NU itu.( Mahrus Irsyam, 1984:83)

Guna memahami interaksi antara kedua elemen tersebut perlu dijelaskan terlebih dahulu

apakah bentuk organisasi NU itu sebenarnya. Di dalam statuten NU yang memperoleh pengesahan

dari pemerintah kolonial Belanda serta di dalam AD/ART yang diberlakukan sekarang ini secara pasti

dinyatakan bahwa bentuk dari organisasi NU adalah perkumpulan. Makna dari perkumpulan berkaitan

dengan ulama generasi pendiri diibaratkan sebagai pemilik atau pemegang saham terbesar dari

perkumpulan NU ini. Segala sikap dan tingkah laku ulama generasi pendiri itu oleh Ahmad Siddiq

digambarkan sebagai garis besar dan sikap perjuangan NU atau khittah Nahdliyyah. (Ahmad Siddiq,

1980:11). Ulama Generasi pendiri itu antara lain : KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahab, KH. Bisri

Syamsuri, KH. As’ad Syamsul Arifin, KH. Abdul Halim, KH. Maksum, KH. Cholil Thohir, KH.

Abdullah Ubaid, KHR. Alwi Abdul Azis, KH. Dahlan, KH. Moh. Dahlan, KH. Mahfud Siddiq, KH.

Ahmad Siddiq. Di antara ulama generasi pendiri itu KH. Hasyim Asy’ari memperoleh posisi puncak

seperti tercermin dari nama jabatannya dalam kepengurusan NU (Rois Akbar) dan gelar kehormatan

Hadratus Syeikh. Setelah KH. Hasyim Asy’ari meninggal dunia kedua gelar kehormatan tertinggi itu

tidak diberikan lagi kepada ulama manapun. (Mahrus Irsyam, 1984:84)

Kedudukan ulama yang nampaknya tinggi itu dilembagakan kedalam perkumpulan NU

dengan wadah yang diberi nama Syuriah. Disamping itu terdapat pula lembaga yang disebut

Tanfidziyah yang menghimpun para politisi. Dalam AD/ART dinyatakan Syuriah adalah badan

tertinggi di dalam NU untuk ke dalam, sedangkan Tanfidziyah bukanlah badan yang terpisah akan

tetapi dua badan yang menjadi satu dan merupakan pimpinan NU. Himpunan dari kedua badan itulah

yang secara populer dikenal sebagai PBNU. Kedua lembaga itu pun dibentuk di tingkat bawah,

Page 42: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

29

merupakan organ vertikal PBNU, yang langsung mengelola basis pesantren. Dengan demikian

pesantren dapat diintegrasikan dengan pimpinan pusat NU.

Syuriah memiliki kewenangan untuk memberikan landasan hukum agama Islam khususnya

hukum fiqih atau hukum syar’i terhadap langkah- langkah yang sudah atau akan ditempuh oleh

Tanfidziyah bahkan syuriah berhak membatalkan keputusan yang telah diambil Tanfidziyah.

Wewenang terakhir itu sering disebut Syuriah hak veto terhadap kebijaksanaan Tanfidziyah. Dengan

demikian para ulama yang duduk dalam Syuriah dinilai memiliki keahlian yang cukup tinggi di

bidang hukum agama, sedangkan politisi meskipun menguasai bidang tugasnya di hadapan hukum

islam para politisi harus taqlid terhadap Syuriah. Kepemimpinan Syuriah pada umumnya

dipersonifikasikan di dalam diri Rois Aam yang dinilai memiliki keahlian dalam ilmu fiqih yang

tertinggi diantara kalangan Ulama NU.

Penguasaan keahlian di bidang hukum syar’i, asal usul dari generasi pendiri, nampaknya

perlu dilengkapi pula dengan persyaratan mempunyai dan langsung memimpin pesantren. Dua Rais

Aam dari generasi pendiri , KH Abdul Wahab Chasbullah dan KH. Bisri Syamsuri, memiliki dan

memimpin pesantren yaitu tambak beras dan Denanyar.

Persyaratan lain yang tidak kalah pentingnya bagi seorang Rais Aam adalah sikapnya

terhadap jabatan itu ketika yang bersangkutan dipilih untuk memangku jabatan tersebut. Sewaktu KH.

Hasyim Asy’ari meninggal dunia sebenarnya dapat digantikan oleh wakilnya KH. Abdullah Fakih

dari gresik tetapi yang bersangkutan memang betul-betul tidak mengingin jabatan tersebut, akhirnya

terpilih KH. Abdul Wahab Chasbullah, namun pemimpin ini pun pada mulanya menolak, karena

pilihan tetap kepada KH. Abdul Wahab Chasbullah maka beliau menyanggupinya dengan persyaratan

agar jabatanitu tidak menggunakan sebutan Rais Akbar melainkan cukup dengan sebutan Rais Aam.

Persyaratan itu diterima oleh para ulama pemilihnya, dan mulailah berlaku sebutan Rais Aam sampai

sekarang ini. Begitu pula halnya dengan KH. Bisri Syamsuri dan KH. Ali Maksum. Penolakan itu

mempunyai arti bahwa, sang terpilih tidak mempunyai ambisi terhadap jabatan itu, memperlihatkan

kepada elemen- elemen kekuasaan NU bahwa seorang terpilih tentunya memiliki kelebihan dari yang

Page 43: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

30

lain sehingga pantas untuk dipatuhi dan persyaratan sebagai batas dari kemampuan seorang

pemimpin. Selain legitimasi formal calon Rais Aam yang terpilih biasanya memperkuat dirinya

melalui legitimasi yang diperolehnya dengan jalan istikharah. Setelah calon yang terpilih melakukan

istikaharah biasanya baru mau menerima jabatan tersebut.

Bila dilihat lebih lanjut pada akhirnya keterlibatan ulama Syuriah tidak semata- mata dalam

hubungannya dengan hukum syar’i saja melainkan juga keterlibatan dengan masalah- masalah politik.

Bagaimana suatu landasan hukum syar’i akan dapat diberikan tanpa ulama- ulama syuriah memahami

persoalan- persolan politikyang dimintakan hukumnya oleh para politisi Tanfidziyah. Dalam batas-

batas tertentu keterlibatan ulama itu bukanlah dalam arti ulama bertindak sebagai aktor- aktor politik

tetapi sebagai pengarah politik.

Keterlibatan ulama- ulama Syuriah dengan peran langsung di bidang hukum syar’i dan peran

tidak langsung dalam masalah- masalah politik, mempengaruhi orientsi Syuriah terutama Rais Aam

didalam menggerakkan kepemimpinan di NU. Kepemimpinan KH. Abdul Wahab Chasbullah,

misalnya mempunyai kecenderungan yang kuat untuk mengutamakan politik dari pada hukum syar’i

yang mengenal batas yang tegas antara yang hak dan bathil.

D.2. Tanfidziyah

Pada mulanya Tanfidziyah hanyalah “pekerja urusan perkumpulan” yang semata-mata

menangani masalah- masalah teknis administratif belaka. Baru pada masa Mahfud Siddiq menjadi

ketua Tanfidziyah peran teknis administratif itu mulai ditinggalkan memasuki peran organisatoris.

Peran baru itu memungkinkan Tanfidziyah untuk bergerak langsung ditengah-tengah masyarakat,

mengambil sisi yang lain dari peran yang telah dimasuki ulama. Untuk melaksanakan peranan

tersebut Tanfidziyah mempergunakan anak perkumpulan NU dalam bentuk pemuda dan kepanduan

yang diberi nama Anshor.

E. Sistem Keorganisasian Nahdlatul Ulama

Page 44: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

31

Selain tujuan dan pilihan ikhtiar yang dilakukan, sejak awal berdirinya Nahdlatul Ulama, telah

menetapkan pola organisasi yang menjadi ciri khasnya. Pol organisasi ini sampai sekarang belum

pernah mengalami perubahan. Akan tetapi Penambahan dan penyempurnaan selalu dilakukan sesuai

dengan kebutuhan dan ketentusn kemajuan jaman. Beberapa perubahan dan penyempurnaan itu

biasanya dilakukan sebagai hasil evaluasi yang dilakukan setiap lima tahun sekali dalam forum

muktamar. Materi perubahan dan penyempurnaan pada umumnya berkisar pada beberapa hal yang

bersifat penunjang, seperti perubahan status pada umumnya berkisar padsa beberapa hal yang bersifat

penunjang, seperti perubahan status badan otonom, lembaga dan lajnah yang menjadi perangkat

organisasi.

Pada dasarnya pola irganisasi yang telah disepakati Nahdlatul Ulama terpusat pada pola

hubungan kerja, lalu lintas wewenang dan tanggung jawab antara Syuriah dan Tanfidziyah mulai dari

pengurus besar, pengurus wilayah, pengurus cabang, pengurus majelis wakil cabang sampai pengurus

ranting. Pengurus Syuriah dalam berbagai tingkatan kepengurusan adalah perumus dan pengendali

perogram-perogram Nahdlatul Ulama.

Sementara pengurus Tanfidziyah adalah pelaksana dari seluruh program. Karena itu dalam

kepengurusan NU pengurus Syuriah merupakan pimpinan tertinggi yang semua petunjuk dan

pendapatnya mengikat seluruh jajaran kepengurusan sampai ketingkat yang paling bawah. Dalam

terminologi organisasi modernpola semacam ini disebut sebagai bentuk “organisasi lini”. Akan tetapi

jika dilihat dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) ketua Tanfidziyah yang karena jabatannya termasuk

anggota pleno Pengurus Syuriah, maka ketua Tanfidziyah dapat mengambil keputusan. Kemudian

jiak dilihat dari sisi pembagian tugas sesuai bidangnya, sehingga melahirkan badan otonom yang

diberi wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, Nahdlatul Ulama dapat disebut sebagai

“Organisasi Fungsional”.

F. Tingkat Kepengurusan Nahdlatul Ulama

Adapun tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama dan fungsinya terdiri atas:

Page 45: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

32

1. Mutasyar: yang bertugas menyelenggarakan pertemuan setiap kali dianggap perlu untuk

secara kolektif memberikan nasihat kepada prngurus NU menurut tingkatannya, dalam rangka

menjaga kemurnian Khittah Nahdliyyah Islahudzati (arbitrase).

2. Syuriah: Sebagai pimpinan tertinggi yang berfungsi sebagai pembina, pengendali, pengawas

dan penentu kebijaksanaan NU. Secara rinci tugas pokok Syuriah adalah :

a. Menentukan arah kebijakan NU dalam melakukan usaha dan tindakan untuk mencapai

tujuan organisasi.

b. Memberikan petunjuk bimbingan dan pembinaan, memahami, mengamalkan dan

mengembangkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Waljama’ah , baik dibidang

aqidah, syari’ah maupun tasawuf.

c. Mengendalikan, mengawasi dan memberi koreksi terhadap semua perangkat NU agar b

erjalan di atas ketentuan jamiyah dan agama islam.

d. Membimbing, mengarahkan dan mengawasi Badan Otonom, Lembaga dan Lajnah yang

langsung berada dibawah syuriah.

e. Jika keputusan suatu perangkat organisasi NU dinilai bertentangan dengan ajaran Islam

menurut faham Ahlussunah Waljama’ah, maka pengurus Syuriah yang berdasarkan

keputusan rapat dapat membatalkan keputusan atau langkah perangkat tersebut.

3. Tanfidziyah: Sebagai pelaksana tugas sehari-hari mempunyai kewajiban tugas-tugas sebagai

berikut:

a. Memimpin jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh

pengurus Syuriah.

b. Melaksanakan program-pogram jam’iyah NU.

c. Menyampaikan laporan secara periodik kepada pengurus Syuriah tentang pelaksanaan

tugasnya.

G. Perangkat Organisasi Nahdlatul Ulama

Untuk Melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi dalam rangka mencapai tujuan, selain

pengurus inti yang terdiri dari Mutasyar, Syuriah dan Tanfidziyah, telah dibentuk perangkat

Page 46: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

33

organisasi yang meliputi: Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom yang merupakan bagian dari kesatuan

organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama.

Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi

sebagai pelaksana kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lajnah

adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program NU yang memerlukan

penanganan khusus. Sedangkan Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang

berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan kelompok

masyarakat tertentu yang beranggotakan perseorangan.

Lembaga dapat dibentuk disemua tingkatan kepengurusan NU sesuai kebutuhan penanganan

program dan ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi. Ditingkat Pengurus Besar, lembaga-lembaga

yang ditetapkan dalam muktamar NU ke 30 di pondok pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur adalah:

1). Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

2). Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU)

3). Lembaga sosial Mabarrat Nahdlatul Ulama (LS Mabarrat NU)

4). Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)

5). Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2 NU)

6). Rabithah Ma’ahid Al-Islamiyah (RMI)

7). Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)

8). Haiah Ta’miril Masajid Indonesia (HTMI)

9. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam)

10). Lembaga Seni Budaya Nahdlatul Ulama (LSBNU)

11). Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja (LPTK)

Page 47: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

34

12). Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBHNU)

13). Lembaga Pencak Silat (LPS Pagar Nusa)

14). Jam’iyyatul Qurra’Wal Hufadz adalah

Lajnah dapat dibentuk ditingkat Pengurus Besar, Wilayah, Cabang dan Majelis Wakil Cabang

dan ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing- masing tingkat kepengurusan. Lajnah

yang dibentuk ditingkat Pengurus Besar pada Muktamar ke 30 adalah:

1). Lajnah Falaqiyah

2. Lajnah Ta’lif wan Nasyr

3). Lajnah Auqof Nahdlatul Ulama

4). Lajnah Zakat, Infaq dan Shadaqah

5). Lajnah Bahsul Masail Diniyah

Sedangkan Badan Otonom diberi hak mengatur rumah tangganya sendiri sesuai peraturan

dasar dan peraturan rumah tangga (AD/ART) masing-masing. Akan tetapi sebagian integral

organisatoris Nahdlatul Ulama, maka keberadaan Badan Otonom harus sesuai dengn NU baik aqidah,

asas, maupun tujuannya. Apabila ditemukan penyimpangan atau hal-hal yang bertentangan dengan

garis kebijaksanaan NU, pengurus NU dapat mengadakan perubahan-perubahan. Badan Ototom dapat

dibentuk di masing-masing tingkat kepengurusan. Adapun Badan Otonom yang ditetapkan

berdasarkan hasil muktamar ke 30 adalah :

1). Jam’iyah Ahli Thariqat An- Nahdliyah

2). Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU)

3). Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU)

4). Gerakan Pemuda Anshor (GP Anshor)

Page 48: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

35

5). Ikatan Putera Nahdlatul Ulama (IPNU)

6). Ikatan Puteri-puteri Nahdlatul Ulama (IPPNU)

7). Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)

H. Sistem Permusyawaratan dalam Nahdlatul Ulama

Prinsip musyawarah merupakan unsur essensial dalam Nahdlatul Ulama. Lembaga Syuriyah

pun terikat dengan prinsip musyawarah sehingga dominasi kepemimpinannya baru mengikat seluruh

jam’iyah (organisasi) jika sudah ditetapkan melalui musyawarah. Pendapat individu (seseorang) dari

pengurus Syuriyah belum merupakan kekuatan yang mengikat

Musyawarah dalam Nahdlatul Ulama dilakukan dengan maksud mencari kebenaran, bukan

mencari kekuatan berdasarkan wibawa atau jumlah suara terbanyak. Kalau sesuatu sudah diputuskan

berdasarkan musyawarah dan sesuai dengan norma agama, maka seluruh komponen organisasi terikat

dengan keputusan tersebut.

Dengan berpegang pada prinsip tersebut, seluruh hasil keputusan dalam NU baik yang

menyangkut perubahan struktur dan perangkat organisasi, kebijakan program maupun penetapan

kepengurusan, dan bahkan penetapan hukum atas persoalan, ditetapkan melalui proses musyawarah.

Dalam angaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama ditetapkan bahwa jenis dan tingkat

permusyawaratan meliputi: Permusyawaratan tingkat nasional, permusyawaratan tingkat daerah dan

permusyawaratan bagi perangkat organisasi Nahdlatul Ulama.

Mengenai jenis-jenis permusyawaratan dalam Nahdlatul Ulama dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1). Muktamar adalah instansi permusyawaratan tertinggi dalam Nahdlatul Ulama diselenggarakan

oleh pengurus besar NU setiap 5 tahun sekali. Dalam muktamar mebicarakan dan memutuskan masail

diniyah, pertanggung jawaban kebijaksanaan pengurus besar, program dasar NU untuk jangka waktu

Page 49: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

36

5 tahun, masalah- masalah yang bertalian dengan agama, umat dan maslahatil ammah, menetapkan

perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta memilih pengurus besar.

2). Koferensi Besar merupakan instansi permusyawaratan tertinggi setelah muktamar yang diadakan

oleh pengurus besar konferensi besar, dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurang-

kurangnya separuh dari jumlah wilayah yang sah. Agenda utama dalam konferensi besar adalah

membicarakan pelaksanaan keputusan- keputusan muktamar, mengkaji perkembangan organisasi

serta peranannya ditengah masyarakat, mebahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan.

Meskipun demikian, konferensi besar tidak dapat mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga, keputusan muktamar dan tidak memilih pengurus baru.

3). Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan dengan ketentuan:

- Diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalah kepentingan umum secara nasional atau

mengenai keberadaan jam’iyah Nahdlatul Ulama

- Menyelesaikan masalah-masalah dimaksud tidak dapat diselesaikan dalam permusyawaran lain,

danpermintaan pengurus besar lengkap dengan syuriyah atau atas rekomendasi Musyawarah Nasional

Alim Ulama.

4). Musyawarah Nasional Alim-Ulama adalah Musyawarah para ulama yang diselenggarakan oleh

Pengurus Besar Syuriyah, sekurang-kurangnya satu kali dalam 1 periode kepengurusan untuk

membicarakan masalah keagamaan.

5) Konferensi Wilayah adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat wilayah, Konferensi

ini diselenggarakan 5 tahun sekali atas undangan Pengurus Wilayah atau atas permintaan sekurang-

kurangnya separuh jumlah cabang yang ada di daerahnya.

6) Musyawarah Kerja Wilayah dapat dieselnggarakan oleh pengurus Wilayah sewaktu-waktu

dianggap perlu dan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 tahun.

Page 50: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

37

7). Konferensi Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat cabang. Konferensi ini

diadakan atas undangan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya setengah dari

jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting didaerahnya. Konferensi Cabang diadakan sekali dalam 5

tahun.

8). Rapat Kerja Cabang diadakan oleh pengurus cabang sewaktu-waktu dianggap perlu dan sekurang-

kurangnya 2 tahun sekali untuk mebicarakan pelaksanaan hasil keputusan Konferensi Cabang,

mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya ditengah masyarakat, membahas masalah

keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam rapat kerja cabang tidak diadakan acara pemilihan pengurus.

9). Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat Majelis

Wakil Cabang. Konferensi ini diadakan sekali dalam lima tahun atas undangan pengurus Majelis

Wakil Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya setengah dari jumlah ranting didaerahnya.

10). Rapat Kerja MWC diselenggarakan sewaktu-waktu dinggap perlu dan sekurang-kurangnya sekali

dalam dua setengah tahun.

11). Rapat Anggota adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat ranting yang

diselenggarakan setiap 5 tahun sekali, dihadiri oleh anggota-anggota Nahdlatul Ulama di derah

ranting, atas undangan pengurus ranting atau atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari

jumlah anggota NU diranting bersangkutan.

Sedangkan permusyawaratan untuk lingkungan lembaga dan Badan Otonom diatur dalam

ketentuan interen lembaga dan Badan Otonom yang bersangkutan dengan memenuhi ketentuan

sebagai berikut:

1) Permusyawaratan tertinggi Badan Otonom diselenggarakan sesudah Muktamar NU

berlangsung dan selambat-lambatnya 1 tahun setelah muktamar berakhir.

2) Permusyawaratan tertinggi Badan Otonom Merujuk kepada Anggaran Dasar, Anggaran

Rumah Tangga dan program-program NU.

Page 51: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

38

3) Segala hasil permusyawaratan dan kebijakan Lembaga, Lajnah dan BadaN Otonom

dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku jika bertentangan dengan keputusan Muktamar,

Musyawarah Nasional Alim-Ulama dan Konferensi Besar.

I . Faktor Kharisma dalam Kepemimpinan Nahdlatul Ulama

Bila mendefinisikan kharisma dari segi ketaklidan anggota jamiyah NU pada seorang kyai,

maka dapat dikatakan bahwa setiap kyai memiliki kharisma. Karena dalam suatu pondok pesantren,

selalu ada seorang kyai yang menjadi figur sentral yang secara relatif menjadi panutan seluruh santri

yang ada dipesantren, termasuk juga masyarakat yang ada dilingkungan desa atau sekitar lingkungan

desa pondik pesantren tersebut. Dengan demikian pengakuan pada tingkat komunitas spatial

merupakan cikal bakal dalam mengembangkan pengaruh selanjutnya. Semakin luas pengaruh seorang

ulama, semakin diperhitungkan oleh komunitasnya, dan juga masyarakat luas komunitas NU.

Walaupun begitu, pada tingkat pengaruh di NU, agaknya seorang ulama haruslah bertarung dengan

ulama-ulama yang lain. NU sebagai organisasi, meskipun tampak dengan struktur Pengurus Besar

(pusat), Pengurus Wilayah (Provinsi/ Daerah Tingkat I), Pengurus Cabang (Kabupaten Daerah

Tingkat II), Pengurus Majelis Wakil Cabang (Wilayah Kecamatan), dan Pengurus Ranting (Wilayah

Desa/ Kelurahan), namun pengaruh seorang ulama pengurus pusat tidaklah selalu mutlak berdasarkan

tingkatan kepengurusannya. Artinya otoritas pengurus yang level organisasinya lebih tinggi, tidaklah

selalu berjalan seiring dengan otoritasnya pada pengurus yang lebih rendah. Makannya tidak heran

kalau keputusan pengurus besar acap kali tak disetujui oleh para ulama yang duduk di level yang lebih

rendah, termasuk yang bukan sebagai pengurus atau hanya berkecimpung di pondok-pondok

pesantren. Bahkan tak jarang pula ulama yang menjadi pengurus pusat, misalnya, memohon restu

pada kyai- kyai di desa.

Memang ulama-ulama berpengaruh banyak menduduki posisi sebagai dilembaga Syuriah dan

Mutasyar (penasehat), namun tak semua mereka pun mampu melumpukan pengaruh ulama-ulama

pesantren yang tidak termasuk dalam struktur kepengurusan. Bukan berarti pula bahwa pengurus

Tanfidziyah lalu serta merta tunduk pada mekanisme organisasional yang diciptakan oleh majelis

Page 52: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

39

Syuriah. Disinilah sukarnya menemukan otoritas pengurus NU sebagai organisasi sosial keagamaan.

Sebab struktur organisasi bukan menggambarkan garis ketundukan atau otoritas berdasarkan

pengaruh kharismatik, melainkan harus dilihat secara fungsional untuk menjalankan roda organisasi

demi kepentingan misi gerakan dan massa NU. Kepemimpinan kolektif yang diterapkan dibawah

kendali kuat majelis syuriah, memang secara konseptual menjadi acuan kolektif pola pikir dan

tindakan pengurus Syuriah dan level organisasi yang lebih rendah termasuk seluruh warga NU.

Page 53: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

40

BAB III

KONFLIK DALAM ARENA MUKTAMAR KE 33 DI JOMBANG

A. Dinamika dalam Muktamar ke 33 di Jombang

Dinamika dan konflik internal NU disebabkan oleh faktor internal dan eksternal yang

saling berinteraksi. Muktamar adalah permusyawaratan tertinggi dalam organisasi NU yang

membahas sejumlah kebijakan–kebijakan strategis untuk dimusyawarahkan oleh warga

nahdliyyin. Berbagai konsep dikaji, diprogramkan, diputuskan dan dievaluasi atas langkah-

langkah dan perkembangan organisasi NU secara maksimal dan optimal. Forum muktamar

menjadi satu bentuk media demokrasi untuk mengambil keputusan-keputusan strategis yang

harus dijalankan oleh organisasi NU secara konsisten. Sejumlah forum dipersiapkan untuk

memfasilitasi perdebatan konsep dan pengkajian atas langkah strategis yang akan dijadikan

ketetapan muktamar. Perdebatan dan gesekan konsep yang terus berkembang semakin

menjadikan forum muktamar dipenuhi dengan dinamika konflik, agitasi, provokasi,

propaganda dan adu argumentasi antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya.

Bahkan tidak jarang konflik dan perdebatan itu tidak dapat dibendung, dan pada akhirnya

meluas sampai di luar arena muktamar dan akar rumput ( Laode Ida, 1995: 117-122).

B. Faktor-faktor yang menyebabkan Konflik antar Elite NU

Faktor-faktor yang menyebabkan konflik antar elit NU yang menjadikan dinamika

muktamar NU Jombang begitu keras dan memunculkan sentimen antar kelompok, antara

kubu Incumbent dan calon baru. Hal tersebut dipicu oleh beberapa faktor: pertama,

kontroversi penerapan dan mekanisme sistem AHWA dalam pemilihan Rais Amm. Landasan

filosofis AHWA adalah mengikuti tata cara suksesi zaman Khulafaurrasyidin dan sekaligus

mengulang sejarah penerapan AHWA saat muktamr di Situbondo yang berjalan dengan baik.

Namun gagasan itu kemudian ditentang oleh faksi Kiai Hasyim dan Solahuddin Wahid

karena dianggap sistem AHWA tidak tercantum secara eksplisit dalam AD/ART NU dan

Page 54: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

41

bukan produk keputusan Muktamar ke-32 NU di Makassar. Kedua, kontestasi perebutan

jabatan ketua umum PBNU. Para kandidat telah melakukan konsolidasi ke daerah-daerah

untuk menggalang dukungan PWNU dan PCNU sejak jauh-jauh hari sebelum Muktamar

dilaksanakan. Ada 5 (lima) kandidat, yakni KH Said Aqil Siroj, KH Salahuddin Wahid, KH

As'ad Said Ali, KH. Adnan, dan KH. Idrus Ramli. Namun sesuai dengan peta konflik ada tiga

kandidat yang berpotensi menang, yakni dari pihak incumbent adalah Kiai Said dan Kiai

As‘ad, sedangkan dari pihak penantang adalah Gus Solah yang satu paket dengan Kiai

Hasyim.

B.1. Kontroversi Penerapan dan Mekanisme Sistem AHWA

Dalam agenda suksesi kepemimpinan selalu menjadi daya tarik dalam setiap

Muktamar NU, tak terkecuali Muktamar ke-33 di Jombang. Meskipun sesungguhnya agenda

pokok Muktamar berupa persidangan yang begitu banyak namun agenda pemilihan

merupakan agenda yang paling menyedot perhatian banyak pihak, baik di kalangan internal

maupun eksternal NU.

Dalam konteks suksesi inilah sebelum Muktamar digelar—muncul wacana dan usulan

untuk menerapkan sistem pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU dengan mekanisme

AHWA (ahlul halli wal ‘aqdi). Secara terminologis, ahlul halli wal ‘aqdi adalah lembaga

perwakilan yang menampung dan menyalurkan aspirasi atau suara masyarakat. Para ulama

fiqih siyasah mendefinisikan ahlul halli wal ‘aqdi sebagai ‖Orang-orang yang berwenang

merumuskan dan menetapkan suatu kebijakan dalam pemerintahan yang didasarkan pada

prinsip musyawarah‖. (Iqbal, 2001:138). Dalam konteks NU, Ahlul Halli Wal‘Aqdi adalah

seorang atau sekelompok kiai sepuh yang alim dan tidak memiliki kepentingan duniawi untuk

memilih orang-orang yang akan menjadi pengurus. Dalam AD/ART Bab XIV tentang

Pemilihan dan Penetapan Pengurus pasal 40 ayat 1 (c) menjelaskan bahwa Kriteria ulama

yang dipilih menjadi Ahlu Halli Wal Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlussunnah

Page 55: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

42

wal Jama’ah an-Nahdliyah, bersikap adil, alim, memiliki integritas moral, tawadlu‘,

berpengaruh dan memiliki pengetahuan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan

muharrik serta wara‘ dan zuhud. (LTNPBNU, 2016:57)

Dalam sejarahnya, mekanisme Ahwa perna digunakan pada Muktamar ke-27 NU di

Situbondo Jawa Timur pada tahun 1984. Kala itu terjadi konflik yang keras antara kubu

politisi, yang dikenal dengan ―kelompok Cipete‖ dengan kubu ulama, yang dikenal dengan

―kelompok Situbondo‖. Para ulama ingin menyelamatkan NU agar tidak menjadi ―bulan-

bulanan politik‖ para elite yang pragmatis, sehingga harus memilih pemimpin yang dapat

mengemban mandat organisasi sesuai dengan Khittah 1926 sebagaimana yang telah

ditetapkan dalam Munas Alim Ulama setahun sebelumnya, dan dikukuhkan pada Muktamar

tersebut.(Anam, 1999:80)

Dalam Muktamar ke-32 di Makasar, gagasan ini kembali mencuat. Wacana ini

muncul sebagai respons atas konflik yang terjadi di kalangan elite PBNU kala itu. Beberapa

tahun belakangan sebelum muktamar Makassar digelar, terjadi polemik, perang dingin dan

bahkan konflik antara Rais Aam dan jajaran Syuriah dengan Ketua Umum dan jajaran

Tanfidziyah PBNU. Konflik tersebut sebenarnya kelanjutan dari konflik pada periode

sebelumnya. Para kiai sepuh menilai kiai Hasyim Muzadi terlalu politis dalam memimpin

NU. Setelah kalah dalam pemilihan presiden tahun 2004, pada pemilihan presiden tahun 2009

ia secara terang-terangan mengatasnamakan PBNU mendukung Jusuf Kalla menjadi

presiden.

Di samping itu, dalam berbagai kebijakannya kiai Hasyim seringkali mengambil

kebijakan tanpa berkomunikasi dengan Rais Aam atau pengurus Syuriah. Kiai Hasyim juga

mendapat perlawanan dari para aktivis muda NU. Namun begitu, ia masih mendapat

dukungan kuat dari mayoritas PWNU dan PCNU. Tampaknya, dukungan yang kuat inilah

yang mendorongnya untuk maju dalam pertarungan memperebutkan posisi Rais Aam melalui

Page 56: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

43

Muktamar Makassar. Gelagat majunya Kiai Hasyim menjadi calon Rais Aam inilah yang

membuat lawan-lawannya mendorong mekanisme AHWA dalam pemilihan pengurus PBNU.

Hampir sama dengan upaya untuk menghadang Idham Chalid dalam Muktamar Situbondo,

dalam Muktamar Makassar mekanisme ini menjadi salah satu alat untuk menghadang Kiai

Hasyim Muzadi. (Caswiyono, 2010:145)

Hal serupa terjadi lagi dalam Muktamar di Jombang, salah satu isu paling 'seksi' dan

menyita perhatian publik pada Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang adalah

soal AHWA. Ini metode dan sistem pemilihan yang disemangati prinsip musyawarah

mufakat. Yang terlibat di dalamnya adalah sejumlah kiai khos (kiai sepuh) NU. Yang dipilih

adalah Rais Aam, pemimpin tertinggi di ormas Islam ini.

Dari beberapa dokumen dan sumber, dalam konteks muktamar NU di Jombang

pembahasan metode AHWA ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2012. Wacana

menggunakan metode ini muncul karena banyaknya kekhawatiran dan munculnya

keprihatinan akibat pemilihan ketua NU selalu ditunggangi pihak eksternal jika menggunakan

pilihan langsung. Tak hanya di tingkat pusat dan tingkat wilayah, tapi juga di tingkat cabang.

Banyak sekali yang menunggangi pemilihan ketua NU hanya demi kepentingan-kepentingan

sesaat. Misalnya, calon yang akan maju dalam pilkada menunggangi pemilihan ketua NU di

daerah. Bahkan, yang lebih berbahaya lagi pelibatan politik uang dalam pemilihan ketua NU.

Kondisi inilah yang merusak moral di jajaran kepemimpinan NU.

Selanjutnya, dalam rapat pleno ke-2 PBNU di Wonosobo, 6-8 September 2013, Rais

Aam KH. Sahal Mahfudh memerintahkan kepada PBNU untuk segera memproses gagasan

AHWA dan membikin payung hukum metode ini untuk memilih seluruh jajaran pimpinan

dalam tubuh NU. Perintah Rais Aam itu dirumuskan dalam naskah akademis oleh tim khusus

yang dipimpin oleh KH Masdar Farid Mas‘udi. Tim ini melakukan penelitian mendalam yang

Page 57: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

44

mencakup landasan nilai-nilai keagamaan, dasar-dasar filosofis, acuan historis, hingga

pertimbangan-pertimbangan terkait dinamika sosial politik.

Naskah akademik tersebut dibahas dalam Munas dan Konferensi Besar pada 2-3

November 2014. Salah satu poin dari rumusan itu yakni sistem AHWA dalam pemilihan

kepemimpinan NU, tapi penerapannya dilaksanakan dengan cara bertahap untuk

mengidentifikasi hal-hal yang perlu disempurnakan di masa depan, dimulai dengan

pemilihan/penetapan Rais 'Aam dan rais-rais syuriah di semua tingkatan.

Sedangkan untuk Ketua Umum dan ketua-ketua tanfidziah masih dengan pemilihan

langsung. Kesepakatan itulah yang dijadikan dasar PBNU menggelar serangkaian

Musyawarah Alim Ulama ke-3 pada tanggal 14-15 Juni 2015. Munas alim ulama tersebut

menyepakati beberapa hal tentang definisi dan kriteria Rais Aam. Kemudian pada tanggal 8

Juli 2015 PBNU mengeluarkan surat edaran mengenai penerapan metode Ahlul Halli Wal

'Aqdi dalam Muktamar ke-33. Surat yang dikirim ke PWNU dan PCNU se-Indonesia.

(www.malangtimes.com)

Namun demikian, sistem AHWA yang digadang-gadang oleh panitia dan pengurus

PBNU untuk diterapkan dalam muktamar Jombang mendapat penolakan dari sebagian

PWNU, PCNU dan elit NU. Hal tersebut menjadikan elit NU dan muktamirin terbelah antara

pro dan kontra AHWA.

B.2. Pembelahan Dukungan Terhadap Penerapan Sistem Ahwa

Dalam muktamar NU Jombang, AHWA menjadi salah satu penyebab suara PWNU

dan PCNU terbelah dan juga penyebab pemicu konflik elit NU. Terjadi pembelahan antara

pendukung AHWA dan menolak Ahwa dengan alasan masing-masing. Abdul Fatah

menambahkan bahwa ada juga PWNU dan PCNU yang mendukung AHWA, namun konsep

musyawarah mufakat ini tidak dijalankan Muktamar kali ini melainkan untuk Muktamar yang

Page 58: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

45

akan datang. Meski begitu ia menegaskan bahwa perdebatan lebih kuat antara yang pro dan

kontra AHWA. (Wartaonline.co.id)

Pembelahan dukungan penerapan AHWA digambarkan dalam bagan berikut:

Tabel B.1

Dukungan terhadap Sistem penerapan AHWA

Kelompok yang pro AHWA adalah elit PBNU dan PWNU yang setuju sistem AHWA

diterapkan dalam muktamar Jombang dengan dasar telah ditetapkan pada Munas NU di

Jakarta tahun 2015. Mereka beralasan untuk mengembalikan jati diri Nahdlatul Ulama (NU)

dengan cara menutup pintu politik uang dan mencegah kemungkinan orang yang tidak

Pro AHWA:

Elit PBNU: KH. Ma‘ruf Amin,

PWNU: PWNU NTB, PWNU Jawa,

Timur, PWNU Jambi, dll.

Kontra AHWA

Elit PBNU: KH. Sholahuddin Wahid,

KH. Hasyim Muzadi

PWNU: PWNU Aceh, PWNU NTT,

PWNU Jawa Tengah, PWNU Sulawesi

Tengah, dll.

AHWA

Page 59: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

46

shahibul maqam dapat menduduki posisi Rais Aam. Dengan sistem AHWA pemilihan Rais

Aam dilakukan oleh 9 (sembilan) Kiai Khos (ulama sepuh) yang dipilih oleh muktamirin.

Kemudian sembilan kiai yang menjadi tim AHWA tersebut ditugasi memilih Rais Amm dan

Wakil Rais Aam Syuriah.

Sedangkan kelompok yang kontra AHWA adalah elit PBNU dan PWNU yang

menolak mekanisme AHWA diterapkan pada muktamar Jombang karena dianggap

bertentangan dengan AD/ART NU, pasal 41 poin a., yang menyatakan bahwa Rais Aam

dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan

suara dalam muktamar setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya. Sehingga

kelompok ini beranggapan mekanisme AHWA adalah bentuk ilegal karena tidak ada

landasan hukum dalam organisasi NU.

Pro dan kontra penerapan AHWA menjadi bahan pembicaraan utama para pengurus

PCNU dan PWNU di lokasi Muktamar, baik yang menolak maupun yang menerima. Rois

Syuriah PWNU Aceh, Nuruzzahri Yahya, yang akrab dipanggil Waled NU menyatakan

penolakan terhadap AHWA. Menurutnya, tidak ada sosialisasi ke PWNU dan ke PCNU

terkait perubahan sistem pemilihan dengan menggunakan AHWA. Selain itu yang dijadikan

pegangan organisasi adalah AD/ART NU yang menyatakan bahwa pemilihan dilakukan

secara langsung seperti yang sebelumnya dalam Muktamar Makassar.

PWNU Jawa Tengah membuat respon terhadap penerapan AHWA dengan

membuat edaran yang ditujukan kepada seluruh PCNU di Jawa Tengah dan ditembuskan ke

PBNU. Surat tersebut menyatakan, keberatan dan menolak untuk menyerahkan calon AHWA

pada saat pendaftaran peserta Muktamar. Surat juga menyatakan dasar hukum penerapan

AHWA tidak kuat karena tidak sesuai dengan AD/ART yang masih berlaku. Perubahan

AD/ART tidak bisa dilakukan selain melalui forum tertinggi NU yang mempunyai

kewenangan untuk itu, yakni Muktamar. (nasional.Sindonews.com)

Page 60: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

47

Hal serupa dikatakan Rois Syuriyah PWNU Sulteng, KH. Jamaluddin Maryajang,

bahwa sebanyak 29 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) sepakat menolak upaya

pemaksaan penerapan sistem AHWA untuk pemilihan Rois Aam PBNU dalam Muktamar ke-

33 NU di Jombang. Kesepakatan itu merupakan hasil pertemuan lintas wilayah dalam rangka

halal bihalal, yang diikuti 29 PWNU di Jakarta. (news.okezone.com)

Para elit NU juga terbelah dalam mendukung dan menolak Ahwa. Gus Solah yang

juga bakal calon Ketua Umum Tanfidzi yah PBNU menegaskan AHWA tidak bisa dijalankan

dalam muktamar kali ini karena belum disetujui oleh forum muktamar. Menurutnya, memang

ada Munas NU yang menyetujui diterapkannya sistem AHWA. Tapi berdasarkan AD/ART

PBNU, Munas tidak berhak membahas masalah AHWA. Yang berhak membahas AHWA

adalah Forum Konferensi Besar (Konbes). Kalaupun Konbes menyetujui diterapkan AHWA

juga tetap harus dimintakan persetujuan muktamar. Dia juga mempertanyakan, bagaimana

bisa sistem yang belum disetujui muktamar tapi sudah membatasi peserta muktamar.

Diantaranya agar menyetorkan 9 (sembilan) nama calon AHWA dari 39 (tiga sembilan) nama

saat registrasi muktamar,‖ (tribunnews:wawancara dengan Gus Solah)

Sedang elit NU yang setuju menyatakan bahwa dengan sistem AHWA akan

mengembalikan supremasi kiai. Misalnya Kiai Miftah Ahyar selaku Rais Syuriah PWNU

Jawa Timur beralasan bahwa salah satu tujuan Ahwa adalah untuk mengembalikan jati diri

Nahdlatul Ulama (NU) yang beberapa tahun ini mulai hilang. Karenanya, AHWA sangat

cocok dan harus diterapkan dalam menentukan pemimpin NU. Ia menuturkan:"NU sudah

cukup lama mengikuti aturan orang lain dalam menentukan kepemimpinan. Akibatnya,

adanya pergeseran jati diri di dalam tubuh NU sendiri." ( www.Jatimtimes.com)

KH. Ma‘ruf Amin menilai alasan muktamar menggunakan mekanisme AHWA

dikarenakan suasana peserta sudah beda. Sebelumnya pada saat Muktamar di Situbondo juga

pernah memakai mekanisme AHWA dikarenakan kondisinya mendesak (lil-hajah). Lebih

Page 61: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

48

lanjut ia menjelaskan dipergunakannya mekanisme AHWA adalah untuk menutup pintu

politik uang dan mencegah kemungkinan orang yang tidak shahibul maqam dapat menduduki

posisi Rais ‗am. Ma‘ruf Amin membuat pernyataan:―Dulu zaman Mbah Wahab dan Mbah

Bisri tidak pakai AHWA karena suasananya sangat kondusif. Perwakilan cabang-cabang

semua masih jernih, mereka tidak pernah melenceng. Kalau kondisi saat ini bukan sekedar

masuk kategori lil-hajah tapi lebih dari itu, yaitu lihajatin massah, karena ada kebutuhan

yang sangat mendesak.‖ (Majalah suara Muktamar Edisi 01 hal:20)

Pro dan kontra penerapan AHWA dalam muktamar Jombang merupakan bagian dari

konflik yang mengejawantahkan pertentangan ide dan pendapat. Selanjutnya dari kontroversi

AHWA ini dapat di analisis menggunakan teori fungsionalitas konflik Coser, bahwa konflik

dapat secara positif fungsional sejauh ia melawan struktur. Dalam hal ini konflik yang terjadi

di muktamar salah satunya dipicu oleh penerapan mekanisme AHWA dalam suksesi

kepemimpinan yang dipaksakan oleh panitia muktamar dan pihak incumbent. Mekanisme ini

kemudian dimanfatkan untuk mempertahankan kekuasaannya dan menghalangi kelompok

yang lain mendapatkan kekuasaan tersebut. Karena dengan sistem AHWA suara PWNU dan

PCNU yang sudah dikonsolidasi oleh pihak penantang tereduksi oleh sistem ini. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa penerapan mekanisme AHWA tidak semata-mata sebagai gagasan

pembenahan organisasi atau mekanisme ideal dalam suksesi kepemimpinan di NU, karena

dibalik itu digunakan pihak incumbent untuk hegemoni kekuasaanya. Pendukung AHWA

adalah mereka yang mendukung incumbent KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH Said

Aqil Siraj sebagai Rais Aam Syuriah dan Ketua Umum PBNU. Sementara PWNU, PCNU

dan elit NU yang menolak AHWA adalah pendukung KH. Hasyim Muzadi sebagai Rais Aam

Syuriah dan KH. Ir. Salahuddin Wahid (Gus Solah) sebagai Ketua Umum Tanfidziah PBNU.

Meski demikian, ada juga pihak yang tidak terlibat dalam dukungan pro dan kontra

penerapan AHWA. Misalnya Ketua PWNU Banten, H. Makmur Masyur, yang menyatakan

Page 62: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

49

bahwa tidak mempermasalahkan soal AHWA atau tidak, tetapi lebih kepada NU itu sendiri

ke depannya. Ia menuturkan: ―Saya datang ke Jombang bukan untuk memilih orang, kita

tidak menghendaki siapa orangnya. Yang kita harapkan mampu membawa NU agar memiliki

martabat, nasional maupun internasional‖. (hidayatullah.com)

Dari perdebatan pro dan kontra penerapan AHWA di Muktamar Jombang menghiasi

hampir semua media cetak baik nasional maupun daerah, media elektronik, dan tak lepas juga

media online yang setiap hari menyuguhkan perdebatan kedua belah pihak. Hal tersebut

karena elit NU dan muktamirin mencoba mempertahankan pendapat dan idennya di forum

muktamar. Sehingga terjadi berbagai kericuhan dalam forum-forum muktamar.

C. Forum Syuriah Putuskan AHWA

Pemungutan suara dilakukan ratusan Rais Syuriah PWNU dan PCNU serta sejumlah

ulama non-struktural. Materi voting adalah terkait pasal 19 mengenai sistem AHWA dalam

pemilihan rais aam PBNU dalam rancangan tata tertib persidangan muktamar. Ini adalah

salah satu pasal yang paling alot dan sempat memicu ketegangan. Pembahasan satu pasal ini

dipisahkan dari komisi organisasi, dan hanya dibahas oleh para Rais Syuriah seluruh

Indonesia di tempat terpisah.

Voting dilakukan secara terbuka sehingga peserta dapat dengan jelas mengetahui,

mana PC dan PWNU yang mendukung serta menolak sistem Ahwa, bahkan abstain. Berikut

data tabulasi suara Ahwa antara yang setuju dan tidak setuju:

Tabel C.1

Suaran Setuju dan Menolak AHWA

No Daerah Setuju Menolak

Page 63: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

50

1 Jawa Timur 18 19

2 Bangka Belitung 2 4

3 Nusa Tenggara Timur 5 16

4 DKI 7 0

5 Nusa Tenggara Barat 2 5

6 Maluku Utara 6 3

7 PCI 1 6

8 Jawa Barat 17 7

9 DIY 6 0

10 Jawa Tengah 21 4

11 Sulawesi Tenggara 4 11

12 Sulawesi Tengah 3 8

13 Sumatera Barat 5 11

14 Aceh 8 12

15 Sumatera Utara 20 5

16 Lampung 10 5

Page 64: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

51

17 Kalimantan Tengah 2 12

18 Kalimantan Barat 4 10

19 Bali 10 0

20 Maluku 10 1

21 Papua 30 0

22 Papua Barat 6 7

23 Sumatera Selatan 8 8

24 Bengkulu 6 9

25 Jambi 9 1

26 Gorontalo 3 4

27 Sulawesi Selatan 3 21

28 Sulawesi Barat 1 6

29 Sulawesi Utara 6 7

30 Riau 2 7

31 Kepulauan Riau 0 7

Total 252 235

Sumber: data dari http://www.muktamarnu.com

Page 65: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

52

Dengan demikian total yang setuju Ahwa berjumlah 252 suara, dan yang menolak

adalah 235 suara. Namun ada juga 9 suara yang tidak memberikan dukungan apakah

menerima atau menolak Ahwa. (www.muktamarnu.com)

D. Pemilihan Rais Aam dari Hasil Perolehan suara AHWA

Berdasarkan tata tertib Muktamar, anggota Ahlul Halli wal Aqdi adalah 9 (sembilan)

kiai yang mendapat suara terbanyak dari usulan PWNU, PCNU se-Indonesia serta PCINU.

Ada 9 (sembilan) Kiai yang mendapat suara terbanyak dan kemudian ditetapkan menjadi

anggota Ahlul Halli wal Aqdi yaitu:

Tabel D.1

Hasil Perolehan Suara Anggota AHWA

No Nama Suara

1 KH Mak‘ruf Amin Jakarta 313

2 KH Nawawi Abdul Jalil Pasuruan Jatim 302

3 TGH Turmudzi Badruddin NTB 298

4 KH Kholilul Rahman Martapura, Kalsel 273

5 KH Dimyati Rais Jateng 236

6 KH Ali Akbar Marbun Sumatra Utara 186

7 KH Makhtum Hannan Jabar 162

Page 66: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

53

8 KH Maemun Zubeir Jateng 159

9 KH Mas Subadar Pasuruan Jatim 135

Sumber: Laporan pelaksanaan Muktamar NU ke-33 NU

Setelah terpilih 9 (sembilang) anggota AHWA, kemudian mereka bermusyawarah untuk

memilih Rais Aam dan Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. (Panitia Nasional

Muktamar ke 33 PBNU, 2015 hal 307)

Sidang sembilan anggota AHWA akhirnya memutuskan KH Mustofa Bisri-KH

Makruf Amin sebagai Rais-Wakil Rais Aam PBNU 2015-2020. Gus Mus tetap dipilih

kendati berkali-kali menolak keputusan tersebut dan tidak hadir saat sidang. Keputusan

tersebut dibacakan dalam sidang Pleno III lanjutan .

Sidang AHWA memutuskan dan menetapkan Gus Mus sebagai Rais Aam PBNU.

―Sidang juga memutuskan KH Makruf Amin sebagai Wakil Rais Aam PBNU. Dan jika KH

Mustofa Bisri tetap menolak, maka sidang memutuskan KH Makruf Amin sebagai Rais Aam

P NU periode - .‖

Terkait ketidak puasan sebagian muktamirin dengan proses AHWA dan menyatakan

tidak menerima seluruh keputusan muktamar, Kiai Makruf mengaku akan melakukan

komunikasi menyelesaikan itu. ―Kami akan mengakomodir mereka, menjelaskannya dengan

melakukan silaturrahim ke semua pengurus NU yang ada di daerah-daerah.‖ Usai penetapan

Rais-Wakil Rais Aam .(wawancara KH. Ma‘ruf Amin).

D.1. Forum Tebuireng Menolak Hasil Muktamar

Pasca pleno memutuskan menggunakan mekanisme AHWA dalam pemilihan Syuriah

dan peserta muktamar pendukung Kiai Hasyim dan Gus Solah tidak diberi kesempatan dalam

memberikan usulan calon anggota AHWA, mereka meningalkan lokasi Muktamar di alun-

alun dan memilih berkumpul di Pondok Tebuireng. Isu yang beredar PWNU dan PCNU yang

Page 67: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

54

tidak setuju penerapan AHWA mengadakan muktamar tandingan di Tebuireng, hasilnya

mereka mengangkat KH. Sholahuddin Wahid sebagai Ketua Umum PBNU dan KH. Hasyim

Muzadi sebagai Rais Aam PBNU. Hal tersebut dilakukan karena mereka mengklaim bahwa

60 persen dari peserta ada di Tebuireng sehingga dalam aturan forum muktamar dianggap

quorum. Dari sumber yang ada di lokasi, forum Tebuireng dihadiri 401 peserta yang terdiri

dari 29 PWNU dan sejumlah cabang.

Namun demikian, KH. Hasyim Muzadi membantah kalau ada muktamar tandingan di

Tebuireng. Beliau malah mencegah para PWNU dan PCNU agar tidak membuat muktamar

tandingan karena malah akan menghancurkan nama NU dan akan sulit diperbaiki kalau itu

terjadi. ―Jangan membuat muktamar tandingan atau NU tandingan karena itu akan membelah

dan menghancurkan nama NU dan sulit diperbaiki‖. Begitu juga pernyataan KH. Salahuddin

Wahid berharap jangan sampai NU pecah di Tebuireng, yang mana merupakan tempat

pendiri NU tinggal dan bersemayam.

E. Pemilihan Ketua Tanfidziyah

Muktamar NU yang digelar di Jombang pada tanggal 1-5 Agustus menjadi ajang

persaingan yang sengit memperbutkan kepemimpinan NU yang baru. Di level tanfidziyah,

suasana persaingan untuk memperebutkan posisi Ketua Umum PBNU sudah terasa jauh

sebelum Muktamar digelar. Bursa kandidat sudah mulai diperbincangkan setahun sebelum

Muktamar, bahkan para kandidat sudah membentuk timsukses untuk menyiapkan

pemenangannya. Sekitar setengah tahun sebelum Muktamar mereka sudah mulai melakukan

konsolidasi ke daerah-daerah untuk menggalang dukungan PWNU dan PCNU.

Dari total suara yang mengikuti pemilihan calon Ketua Umum PBNU adalah 417

suara yang berasal dari pengurus tanfidziah tingkat wilayah dan cabang NU. Dalam

penghitungan suara tersebut, KH. Said Aqil Siradj mengungguli calon lainnya dengan

Page 68: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

55

mendapat 287 suara, disusul oleh KH. As‘ad Ali Said yang memperoleh 107 suara dan

KH.Salahuddin Wahid dengan 10 Suara, kemudian selanjutnya ada Hilmi Muhammadiyah

memperoleh 3 suara, Idrus Romli 1 suara, Mustofa Bisri 1 suara dan abstain 2 suara. Ada

juga nama-nama seperti A‘sad Said dengan suara, Ali Said suara dan Sa‘ad Ali suara.

Dengan hasil itu maka yang seharusnya maju keputaran kedua yakni, KH. Said Aqil

Siradj dan KH. As‘ad Said Ali, karena syarat untuk maju keputaran kedua adalah minimal

memperoleh suara 99. Ditengah forum KH. As‘ad Ali menyatakan mundur dari pencalonan

dan turut mendukung KH. Said Aqil Siradj menjadi Ketua Umum Tanfidziyah kembali,

dengan ini maka KH. Said Aqil Siradj terpilih secara aklamasi.

E.1. Forum Lintas Pengurus Wilayah NU Meminta Muktamar Ulang

Sejumlah pengurus wilayah Nahdlatul Ulama yang tergabung dalam Forum Lintas

Pengurus Wilayah NU menyatakan sikapnya menolak hasil Muktamar NU ke-33 yang

berlangsung di Jombang. Sejumlah alasan dikemukakan sebagai dasar penolakan. Forum

Lintas Pengurus Wilayah NU meminta muktamar ulang. Mereka juga akan menggugat hasil

muktamar ke pengadilan agar segera ada solusi hukum. Berikut tujuh poin sikap Forum

Lintas Pengurus Wilayah NU:

1. Menolak hasil muktamar ke-33 NU di Jombang karena sarat pelanggaran AD/ART dan

penuh rekayasa dan manipulasi.

2. Tidak mengakui kepengurusan PBNU hasil muktamar ke-33 dan menganggap kevakuman

pengurus hingga adanya muktamar ulang.

3. Meminta Kementerian Dalam Negeri tidak mengakui kepengurusan PBNU hasil muktamar

ke-33 karena cacat hukum.

4. Mengambil langkah hukum berupa gugatan "perbuatan melawan hukum" ke pengadilan

terkait pelaksaan muktamar lalu.

Page 69: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

56

5. Melaporkan secara pidana kepada penegak hukum segala bentuk kecurangan,

penyimpangan, dan manipulasi oleh panitia muktamar.

6. Menolak cara-cara premanisme, termasuk intimidasi dan ancaman pemecatan kepada

PWNU dan PCNU untuk menyelesaikan dinamika setelah muktamar.

7. Mengharapkan keluarga besar dan ulama NU untuk melihat persoalan secara jernih dan

utuh dengan tidak membiarkan NU dikelola oleh pihak yang memanfaatkan NU untuk

kepentingan pragmatis.

Sikap penolakan tersebut disampaikan oleh 14 Rais Syuriah PWNU dari Kalimantan

Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Banten, Riau, Nusa

Tenggara Barat, Sumatera Barat, dan Papua Barat. Makmur mengklaim sebanyak 29

pengurus wilayah NU dari daerah lainnya juga setuju dengan sikap ini. Sekitar 400 pengurus

cabang NU menyatakan hal sama. (Tempo.co)

F. Implikasi Teoritik dari Dinamika konflik pada Muktamar ke 33 di Jombang

Melihat konflik antara kubu Incumbent Said Aqil Siraj dan kubu Kiai Hasyim Muzadi

pada Muktamar ke 33 dijombang, terdapat korelasi dengan pendapat coser bawha konflik

dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan

pemeliharaan, yang mana konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau

lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas

kelompok dan melindunginya agar tidak lebur kedalam dunia sekelilingnya, yakni disini NU

kembali menemukan identitasnya bahwa seluruh fungsi positif konflik itu (keuntungan dari

situasi konflik yang memperkuat struktur) dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang

sedang mengalami konflik dengan out group. Oleh karena konflik kelompok-kelompok baru

dapat lahir dan mengembangkan identitasnya strukturalnya. Konflik yang berlangsung

dengan out groups dapat memperkuat identitas para anggota kelompok, kelompok disini

berarti bahwa warga Nahdliyin dapat memperkuat identitas in-group. Karena jika dilihat

Page 70: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

57

kesejarahannya NU selalu bisa menyelesaikan konflik dan malah menjadikan konflik tersebut

sebagai sumber perubahan kearah kemajuan.

Page 71: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

58

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan dan analisis yang telah dipaparkan dalam pembahasan

simpulan, atau temuan penelitian oleh penulis ialah bahwa mengenani hasil penelitian

skripsi ini, NU merupakan salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia bahkan di dunia

dengan anggotanya yang begitu banyak.

Di dalam NU terdapat kumpulan dengan banyak dimensi, bisa dilihat sebagai

jama’ah maupun jam’iyah, formal dan kultural, dan kalau dilihat dari komunitas sosialnya

terdapat kelompok-kelompok elit NU sebagai Kiai atau ulama, santri, birokrat, dan politisi.

Meskipun secara aspiratif keberadaan NU disatukan oleh faham Islam Ahlusunnah Wal

Jama’ah sebagai salah satu elemen pembentuk solidaritas, namun dalam perjalanan waktu di

tengan arus globalisasi dan moderninasi timbul elemen-elemen konflik yang berasal dari

internal maupun eksternal. Elemen-elemen konflik itu adalah soal perbedaan persepsi tentang

isu-isu sosial, keagamaan. Sehingga muncul perbedaan yang tak dapat dihindari ketika

berhadapan dengan kenyataan adanya perbedaan kepentingan antara berbagai kelompok elit

dalam muktamar NU ke 33 dijombang.Namun konflik dalam sebuah organisasi keagamaan

seperti NU ini sudah biasa sekali terjadi, apalagi dalam forum-forum Muktamar sebelumnya.

Sudah satu tahun lebih berlangsungnya muktamar NU , sehingga sisa-sisa euforia dan

animonya masih amat terasa hingga saat ini. Beragam wacana pasca muktamar selesai mulai

muncul di permukaan, mulai dari tidak dianggap sahnya hasil muktamar, sampai wacana soal

membawa tuntutan hasil muktamar ke ranah hukum. Tentu berita-berita seperti ini perlu

diverifikasi kembali keabsahannya, jangan sampai wacana yang bergulir dimanfaatkan pihak-

Page 72: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

59

pihak tertentu untuk dijadikan counter opinion untuk menyerang substansi tema muktamar

kali ini, yakni “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Bisa

saja ricuhnya para muktamirin dan kegaduhan saat muktamar berlangsung dijadikan titik

balik reduksi atas legitimasi Islam nusantara yang diperjuangkan oleh NU itu sendiri. Karena

jika dilihat kesejarahannya NU selalu bisa menyelesaikan konflik dan malah menjadikan

konflik tersebut sebagai sumber perubahan kearah kemajuan, seperti yang dikemukakan oleh

Coser.

Peneliti melalui penelitian ini bermaksud memberikan sumbangan sebuah karya yang

dapat menjadi bahan refleksi bagi organisasi keagamaan ini. Sebagai sebuah kerja akademis

penelitian ini berusaha semaksimal mungkin mengedepankan obyektivitas. Namun begitu,

peneliti mengakui dan sadar sepenuhnya, banyak kekurangan, kelemahan dan keterbatasan

dalam penelitian ini. Untuk itu, saran dan kritik adalah sebauh keniscayaan untuk perbaikan.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi studi politik Indonesia, khususnya bagi

Nahdlatul Ulama.

Saran

Dengan mengacu pada penelitian ini, peneliti menyarankan agar para peneliti

selanjutnya, dari para disiplin ilmu, khususnya Sosiologi agar dapat melakukan penelitian

lebih komprehensif tentang konflik yang terjadi di dalam tubuh Nahdlatul Ulama dalam

Muktamar, karena berdasarkan temuan penelitian hampir setiap perhelatan muktamar akan

terjadinya suatu konflik sudah pasti terjadi dan penanganannya pun sudah pasti berbeda.

Oleh karena itu secara khusus disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat

mengaplikasikan teori-teori sosiologi dalam kajian sosiologi organisasi secara lebih

mendalam, dengan harapan agar disiplin ilmu sosiologi dapat semakin berkembang dan lahir

Page 73: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

60

kajian-kajian yang dapat berkontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, masyarakat,

agama, bangsa dan negara.

Page 74: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

61

Daftar Pustaka

Anam, Choirul, 1999.”Konflik Elit PBNU Seputar Muktamar”Jakarta:Sinar Harapan,hal 80.

A.Strauss dan J.Corbin. 2007. Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures

and Techniques, terjemahan Muhammad Shodiq dan Imam Muttqien, Dasar-dasar

Penelitian Kualitatif: Tata langkah dan Teknik-teknik Teoritasi Data. Cet. II;

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Affifah, Eneng Darol. 2004. “Analisis Gender dan Pengaruhnya Terhadap Gerakan

Perempuan Islam Indonesia: Studi Kasus Pucuk Pimpinan Fatayat Nahdlatul Ulama”

Tesis. Pascasarjana Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Jurusan Sosiologi.

Abdul Azis, Aceng. dkk. “Islam Ahlussunah Waljama’ah di Indonesia: Sejarah, Pemikiran,

dan Dinamika Nahdlatul Ulama. Jakarta: Pustaka Ma’arif NU, 2007.

Anam, Choirul. 1985. Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Surakarta: Jatayu.

BangsaOnline.http://www.bangsaonline.com/berita/16128/terbitkan-buku-putih-tentang-

muktamar-hitam-22-pwnu-silaturahim-dengan-kh-tolhah-hasan, di akses pada tanggal

10 September 2016.

Buku Panduan Muktamar NU ke 33, PBNU,2015.

Coser, Lewis. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta. PT. Raja

Grafindo Persada.

Ida, Laode. 1995. “Dinamika Internal Nahdlatul Ulama setelah kembali ke Khittah 1926”.

Depok. Tesis. Pascasarjana Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Indonesia.

Page 75: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

62

Irsyam, Mahrus. “ Ulama dan Partai Politik”: Upaya Mengatasi Kritis” Yayasan Perkhidmatan,

Jakarta. 1984.

Iqbal, Muhammad,”Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam”, Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001, hal 138.

Kholik, Abdul. 2004.“Dinamika Hubungan Muhammadiyah dengan NU Pasca Orde Baru

(1998-2003)”. Tesis. Pascasarjana Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Indonesia.

Jatimtimes.com, 02 Agustus 2015.”http://www.hidayatullah.com/baca/102051/20150802/21052

8/kh/miftakhul-akhyar-kembalikan-martabat-nu-melalui-ahwa/”, diakses pada 13

Desember 2017.

Lexy J, Moleong. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung :Remaja Rosyadakarya.

Liputan6.com, 09 agustus 2015 19:05 WIB. http://news.liputan6.com/read/2289729/said-aqil-

semua-pihak-terima-hasil-muktamar-nu, diakses pada tanggal 10 September 2016.

LTNU-PBNU, “Hasil-hasil Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama ” Jakarta: Lembaga Ta’lif wan

Nasyr PBNU, 2015.

Majalah Suara Muktamar.”Pro-Kontra Mekanisme Ahlu Halli Wal Aqdi di Muktamar NU ke-

33.Edisi01hal.20.

Malang Times, Senin 03 Agustus 2015. http:malangtimes.com/baca/20150803/095444/inilah-

kronologis-munculnya-sistem-ahwa/info-iklan/, diakses pada 13 Desember 2016.

Mandan, Arief Mudatsir. Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid, Tanggung Jawab Politik NU

dalam Sejarah. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu (PIS), 2008.

Page 76: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

63

Martin, Ali. 2003.“Gerakan Politik Nahdlatul Ulama di Era Reformasi Pengaruhnya Terhadap

Ketahanan Nasional”. Tesis. Program Studi Kajian Stratejik Ketahanan Nasional.

Marvasti, Amir B. 2004. Qualitative Research in Sociology. London: Sage Publications.

Milles, Matthew B. dan A. Michhael Huberman. 2009. Analaisis data Kualitatif. Jakarta: UI-

Press.

Neuman W.L. 2007. Basic of Social research (Qualitative and Quantitativ Approach). Fifth

Edition, USA.

Noeng Muhadjir. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Okezone News, Minggu 26 Juli 2015,”http://news.okezone.com/read/2015/07/26/337/1185575/

Pwnu-sepakat-tolak-penerapan-ahwa-dalam-muktamar”, diakses pada 13 Desember 2017.

Panitia Nasional Muktamar PBNU, 2015”Laporan Pelaksanaan Muktamar NU ke-33”,Jakarta,

2015,hal 307.

Poloma, Margaret M. 1987.“Sosiologi Kontemporer (Contemporary Sosiological Theory).

Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Yasogama. Jakarta: Rajawali.

Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pusaka.

Siddiq,Ahmad. “Khittah Nahdliyah”, cetakan kedua, penerbit balai buku, Surabaya, Maret 1980, hal 11.

Sindonews.com, Kamis, 30 Juli 2015.http://nasional.sindonews.com/read/1027759/12/29-

pwnu-tolak-sistem-ahwa-1438256406”, diakses pada 13 Desember 2015.

Soon, Kang Young. 2002. “Antara Tradisi dan Konflik: Kepolitikan Nahdlatul Ulama, 1984-

1999”. Disertasi. Program Pascasarjana Bidang Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Page 77: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

64

Suyanto, B., & Sutinah. 2007. Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan.

Jakarta: Kencana.

Tempo.co, Selasa 25 Agustus 2015, 22:01 WIB. http://news.liputan6.com/read/2289729/said-

aqil-semua-pihak-terima-hasil-muktamar-nu, diakses pada tanggal 10 September 2016.

Tempo.co, 14 Agustus 2015,”https://m.tempo/read/news/2015/08/14/078691862/pengurus-

wilayah-tolak-hasil-muktamar-jombang”, diakses pada 13 Desember 2016.

Tribunnews.com, 1 Agustus 2015,”http://tribunnews.com/nasional/2015/08/01/gus-solah-

tolak-sistem-ahwa-di-muktamar-nu”, diakses pada 13 Desember 2016.

Wari, Ahmad. 2009.“Analisis Keputusan-Keputusan Nahdlatul Ulama Tentang Kepemimpinan

Perempuan dan Implementasinya Di Lingkungan Nahdlatul Ulama”. Tesis. Program

Studi Kajian Ketahanan Nasional, Pascasarjana Universitas Indonesia.

Warta Online, 3 Agustus 2015,”https://www.wartaonline.co,id/2015/08/inilah-penybab-

muktamar-kisruh/”, diakses pada 13 Desember 2016.

Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus Desain dan metode, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Zaini, Ahmad. 2004. “NU dan Politik (Studi Tentang Konflik Politik di Internal NU, 1952-

2003)”. Tesis. Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Pascasarjana Universitas Indonesia.

Page 78: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xiii

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran I

Transkip wawancara dengan narasumber

Pasca Sarjana UIN Jakarta, 25 Oktober 2015

Wawancara KH. As’ad Said Ali

Saya : Assalamualaikum pak kyai,

Kyai : Walaikumsallam.

Saya : Saya ingin menanyakan perihal keadaan yang terjadi pada muktammar di jombang,

ketika itu kan kyai mencalonkan sebagai kandidat ketum pbnu. Apa yang memotovasi kyai

untuk mencalonkan pada saat itu?

Kyai : Pada saat itu saya diminta oleh kyai sepuh untuk naik sebagai kandidat ketum pbnu.

Makannya saya naik.

Saya : Apakah pak kyai tidak takut terlibat konflik, karena pada saat itu kan suasana forum

sangat tidak kondusif sekali? Sampai-sampai ada anekdot “ muktamar Muhamadiyah teduh,

muktammar NU gaduh” karena pada saat itu pelaksanaan muktamar muhamadiyah hampir

berbarengan dengan muktamar NU.

Kyai : Karena saya diminta naik oleh kyai sepuh, makannya saya tidak takut. Justru itu

saya sebagai Alternatif. Karena kubu ini begini, dan kubu itu begitu dan saya dianggapnya

tidak ada resistensi. Meskipun saya dinilai bukanlah sebagai calon yang kuat untuk

menjadi ketum PBNU.

Saya: Dari mana saja pak kyai mendapat dukungan?

Kyai : Saya mendapat dukungan para ulama dari sejumlah daerah, misalnya dari

ulama Jateng sangat kuat, dari Sulawesi, Aceh, NTT dan daerah lain.

Page 79: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xiv

Saya : Dalam penghitungan suara, syarat untuk maju ke putaran kedua kan 99

suara, sedangkan pak kyai pada waktu itu memperoleh 107 suara, itu kan artinya pak

kyai berhak melangkah keputaran kedua. Lalu apa yang membuat pak kyai untuk

mundur dari bursa pencalonan ketua umum, sehingga Kyai Said terpilih menjadi

Ketua Umum?

Kyai : Saya memilih mundur, karena saya menganggap tugas saya sudah selesai

karena saya ini kan calon alternatif saja, dan juga secara ke ilmuan Pak Kyai Said

lebih luas ketimbang saya, makannya saya menyerahkan amanat yang berat ini untuk

beliau.

Saya : Bukankah itu artinya pak kyai, mengecewakan para ulama yang sudah

mendukung kyai?

Kyai : Tidak kok, justru keputusan saya sangat tepat untuk mengundurkan diri.

Karea kan kubu yang paling bersitegang bukan dari kalangan saya, tugas saya kan

meredam konflik saja. Setelah salah satu dari kubu yang bersitegang itu sudah ada

yang unggul, maka saya tidak melanjutkan kembali pemilihan. Saya menganggapnya

sudah selesai.

Saya : Tapi kan pak kyai, setelah itu masih saja terjadi konlik, karena ada pihak

yang menggugat hasil muktamar?

Kyai : iya, tapi itu sudah biasa. Karena memang setiap muktamar sudah pasti terjadi

konflik, nanti juga pada akhirnya selesai sendiri yang terpenting kan pada waktu itu,

pelaksanaan muktamar tidak sampai memakan waktu yang lama sehingga lewat batas

waktu yang sudah ditentukan, karena jika itu sampai terjadi maka akan banyak yang

dirugikan terutama panitia lokal.

Page 80: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xv

Saya : lalu, bagaimana pak kyai melihat keadaan NU saat ini, pasca muktamar yang panas

itu?

Kyai : Saya sih melihatnya sudah aman-aman saja dan kembali normal seperti biasa,

karena ada yang lebih parah dari muktamar kemarin, yang terdahulu sampai ada dua

kepengurusan pusat. Dan kali ini alhamdulillah tidak sampai terjadi seperti itu lagi, dan juga

diera bebasnya media sekarang ini, jangan sampai NU di pecah belah oleh pihak-pihak yang

memang tidak suka dengan NU. Karena saking banyak nya kabar dari kanan kiri yang

memberitakan peristiwa muktamar dengan tidak sesuai fakta yang terjadi.

Saya : Terimakasih sebelumnya pak kyai atas waktunya, sudah meluangkan waktunya

untuk dimintai wawancara.

Wawancara KH. Sholahuddin Wahid (Gus Solah)

Saya : Assalamualaikum Gus.

Gus Solah : Walaikumsallam

Saya : Ngapunten Gus, saya izin wawancara via WA. Saya mau bertanya perihal

Muktamar kemari yang di gelar di jombang. Apa yang membuat Gus Solah kemarin ingin

mencalonkan sebagai kandidat Ketua Umum PBNU?

Gus Solah : “Para kiai khos itu meminta saya untuk terjun melanjutkan perjuangan

kakek saya Hadratus Syekh Rais Akbar KH Hasyim Asyari selaku pendiri NU guna

mengoptimalkan upaya peranan Nahdlatul Ulama yang lebih baik ke depan. Makanya saya

sengaja berkeliling ke 15 dari sekitar 20-an provinsi se-Indonesia yang menjadi basis

nahdliyin, untuk menyampaikan gagasan visi dan misi NU ke depan.

Saya : Apa yang menjadi dorongan untuk panjenegan, sehingga ingin memimpin

NU?

Page 81: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xvi

Gus Solah : Saya mau menjadi calon ketua umum PBNU karena saya bersama para kiai

dan seluruh kekuatan NU ingin mengembalikan NU pada relnya dan membangun kembali

kejayaan Nahdlatul Ulama.

Saya : Dengan panjenengan mencalonkan diri sebagai ketua Umum, berarti ada

yang harus diperbaiki di dalam tubuh NU selama ini?

Gus Solah : untuk membesarkan NU kita harus menghilangkan mitos yang berkembang

selama ini, seolah-olah NU tak bisa diperbaiki. “Kita harus berani bermimpi untuk

memperbaiki NU dan mengembalikan kejayaan NU. Kita harus menghilangkan mitos seolah

NU tak bisa diperbaiki. Ini tidak benar,”

Saya : jadi ini yang menjadi dasar, panjenengan menacalonkan diri?

Gus Solah : Salah satunya iya.

Saya : Gus, biasanya kan yang sudah-sudah setiap perhelatan muktamar sudah

pasti akan terjadi konflik berkubu-kubu. Saya banyak membaca berita, terutama media online

bahwa panjenengan juga terlibat didalam konflik tersebut. Mohon maaf jika pertanyaan saya

ini tidak sopan.

Gus Solah : tidak papa, ini kan untuk kebutuhan akademis bukan sebagai bahan berita

yang tidak-tidak seperti, media-media yang tidak baik yang ingin memperovokasi internal

NU, yang bertebaran dimana- mana ketika muktammar kemarin. Yang namanya konflik

sudah pasti akan terjadi di muktamar, yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapi dan

menyelesaikan konflik dengan arif dan bijaksana, ya saya menganggap konflik kemarin

bagian dari dinamika yang sering terjadi dalam arena muktamar.

Saya : oh jadi gitu ya Gus, jadi pandangan Gus Solah terhadapat NU saat ini

bagaimana pasca muktammar yang kemarin ini?

Gus Solah ; Ya saya rasa sih sudah seharusnya NU tidak melulu sibuk terlibat konflik

internal sehingga melupakan bahwa NU besar dan luar biasa organisasi yang tidak hanya

bergerak di bidang keagamaan, tetapi juga bergerak pada bidang pendidikan, budaya, sosial,

Page 82: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xvii

ekonomi bahkan politik. Saya sering bertemu dengan tokoh dan orang-orang pintar dan

mereka mengaku sebagai orang NU, jadi NU ini punya banyak SDM yang bagus. Makannya

sangat terlalu kecil sekali peran NU jika hanya memikirkan konflik kepentingan saja, biarkan

saja yang sudah terjadbiarlah terjadi, saya berharap kedepannya NU dapat lebih baik lagi dari

hal bidang apa pun.

Saya : Terimakasih Gus atas kesediaannya sudah mau mebantu saya dalam proses

pengumpulan bahan-bahan skripsi saya untuk menapatkan informasi mengenai muktamar NU

kemarin.

Gus Sholah : iya sama- sama semoga hasil penelitiannya dapat bermanfaat.

Pesantren Ats- Tsaqofah, ciganjur 7 November 2016

Wawancara KH. Said Aqil Siradj

Saya : Assalamualaikum pak kyai

Kyai Said : walaikumsalam mas.

Saya : Yai mohon izin bertanya mengenai muktamar di jombang kemarin. Pak Yai

mengapa Yai kemarin mau mencalonkan kembali jadi ketua umum PBNU?

Kyai Said :“saya mengalir aja, dipercaya kembali memimpin saya siap, tidak juga

tidak apa-apa, di NU itu mengabdi. Saya pasrah ketentuan Allah, diberi kepercayaan

lagi saya siap, tidak juga tidak apa-apa.

Saya : kemudian perihal konflik yang terjadi di dalam muktamar kemarin,

apa yang dilakukan yai ketika itu yang juga sebagai incumbent ?

Kyai Said : Saya fokus terhadap beragam pekerjaan rumah hasil rekomendasi

Muktamar NU sebelumnya di Makassar selaku Ketua Umum PBNU yang belum selesai. Jadi

saya tidak ikut-ikutan ngurusin konflik.

Page 83: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xviii

Saya : Saya lihat dari media, ada kubu yang menggugat hasil muktammar,

bagaimana tanggapan yai?

Kyai Said : kalau misalkan ada yang menggugat, silahkan saja tetapi sesuai prosedur

hukum yang berlaku. Saya tidak pernah melarang siapa saja yang ingin menggugat hasil

muktamar kemarin. Sebab menurut saya konflik yang terjadi pada muktamar itu sudah biasa

terjadi. Orang-orang NU itu tidak pendendam, buktinya sekarang orang-orang yang ingin

menggugat sudah tidak kedengar lagi suaranya. Dan kabar-kabar yang mengatakan ingin ada

gugatan dengan hasil muktamar, sudah tidak ada lagi. Ini lah kelebihan orang NU, sekonflik-

konfliknya internal NU tidak sampai mengorbankan orang lain.

Saya : jadi sekarang ini, Konflik yang ada di NU pasca muktamar tidak ada lagi?

Kyai Said : Bukannya tidak ada lag konflik, tapi semuanya sudah saling mengerti

bahwa ada yang lebih penting selain hanya memikirkan konflik. Sekarang NU sedang Fokus

mengawal pemerintah, bukan lagi sibuk melihat konflik internal. Negara sekarang ini sedang

genting, maka tugas NU saat ini dari pusat sampai tingkat ranting bersama-sama mengawal

bangsa dan negara ini dari upaya kelompok- kelompok yang ingin memecah belah bangsa ini.

Saya : Terimaksih Yai atas waktunya yang diberikan.

Pesantren Al-Hikam, Depok 11 Desember 2016

Wawancara KH. Hasyim Muzadi

Saya : Assalamualaikum pak kyai.

Kyai Hasyim : Walaikumsallam.

Saya : Pak kyai saya mohon izin untuk wawancara, saya ingin bertanya mengenai

muktammar NU kemarin di jombang. Menurut pak kyai apa tanggapannya terhadap konflik

yang terjadi di muktamar kemarin?

Page 84: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xix

Kyai Hasyim : yah, kalo konflik-konflik di NU sih sudah biasa saja, NU ini kan warganya

banyak jadi wajar saja kalo ada konflik, tapi yang penting masih tetap satu keluarga. Seperti

layaknya anggota keluarga, antara kakak- adik, suami-istri kan sudah biasa terjadi.

Saya : saya melihat dalam berita pak kyai menolak hasil muktamar, karena ada

beberapa peraturan muktamar yang ditabrak?

Kyai Hasyim : Iya memang itu terjadi, salah satunya tidak memenuhi kourumnya ketika

pemilihan ketua Tanfidziyah yang menghasilkan Said Aqil Siradj sebagai pemenang.

Saya : lantas dengan kejadian itu, apakah pak kyai masih tetap tidak menerima

keputusan muktamar?

Kyai Hasyim : Kalau konsep yang ditawarkan muktamar mungkin saya bisa menerima,

namun kalau pemimpin yang dihasilkan muktamar saya menolak. Namun meskipun ada 29

Pengurus Wilayah Nahdlatu Ulama yang keluar dari muktamar di alun-alun jombang tapi

tidak benar kalau NU pecah , sebab tidak ada muktamar tandingan atau NU tandingan.

Saya : Itu sebabnya pak kyai tidak mau masuk dalam struktur NU, seperti

Mutasyar?

KH. Hasyim : iya salah satunya itu, tapi tidak benar juga kalo hanya itu dasaranya, saya

cuma melihat masih ada kyai sepuh yang lebih layak menjadi mutasyar, secara umur dan

keilmuwan yang lebih baik.

Saya : kemudian, pandangan pak kyai terhadap NU pasca muktamar saat ini apa?

Kyai Hasyim : Ya, saya sih menganggap sudah tidak ada lagi yang harus diributkan

kembali mengenai struktural. Saya mengingatkan kepada pengurus wilayah dan pengurus

cabang yang kecewa dengan panitia dan proses mutamar NU agar tidak menggelar muktamar

luar biasa atau pengurus NU tandingan.

Pesantren An-Nawawi Tanara, Serang 9 November 2016

Wawancara dengan KH. Ma’ruf Amin

Page 85: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xx

Saya : Assalamualaikum kyai

Kyai Ma’ruf : Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Saya : Pak kyai, skripsi saya ini kan membahas konflik pengurus besar NU pasca

muktamar, yang saya ingin tanyakan terlebih dahulu yakni proses pak kyai terpilih menjadi

Rais A’am PBNU?

Kyai Ma’ruf : Terpilihnya saya ini kan karena kerendahan akhlak dan hatinya Gus Mus

saja. Beliau yang meminta saya unutuk menggantikan beliau, setelah beliau dipilih oleh tim

AHWA dalam Muktamar di jombang kemarin.

Saya : Lalu jika membahas mengenai hasil keputusan muktamar kemarin yang

digugat oleh beberapa pengurus wilayah dan pengurus cabang, apa pandangan pak kyai

mengenai hal itu?

Kyai Ma’ruf : Mengenai konflik yang terjadi di dalam muktamar kemarin kan sudah

selesai,saya sudah melakukan komunikasi setelah muktamar selesai dan saya sudah

silaturahmi ke pengurus NU di daerah-daerah dengan mengakomodir mereka, justru banyak

pelajaran dari proses berjalannya Muktamar kemarin, yakni kembalinya Akhlak NU, yang

dapat dilihat dari sikap Gus Mus yang rendah hati dan tak punya ambisi kekuasaan. Jadi

tidak ada alasan lagi untuk membahas konflik kembali.

Saya : Pak Kyai saya ingin bertanya mengenai kondisi NU pasca Muktamar di

jombang kemarin?

Kyai Ma’ruf : ya, saya sudah mengintruksikan semua Pengurus NU dari ranting sampai

pusat untuk bersatu membangun umat, dan fokus NU saat ini adalah mengerjakan program-

program yang konkret untuk kemajuan dan kebesaran umat islam.

Page 86: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xxi

Lampiran II

Dokumentasi Visual

Sumber: Dokumentasi peneliti pada tanggal 25 oktober 2016

Page 87: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xxii

Sumber: Dokumentasi peneliti pada tanggal 7 November 2016

Page 88: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xxiii

Page 89: JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40930...memimpin NU memantik reaksi. Seorang kandidat calon ketua umum tidak menerima

xxiv

Sumber: Dokumentasi pribadi di kediaman ruman KH. Ma’ruf Amin, serang Banten

pada tanggal 9 November 2016

Sumber: Dokumentasi pribadi pada saat muktamar NU ke 33 di jombang