jurnaliskanan

14
Anak perempuan, usia 1 tahun, dibawa ke instalasi gawat darurat pada malam hari karena sesak nafas. Sejak seminggu yang lalu ia demam, batuk dan pilek. Sesak napas baru dialami untuk yang pertama kali. Saat diperiksa ia tampak pucat, bibirnya kebiruan. BB 9kg, TB 67cm. Vital sign suhu 37®C, respirasi 40 x/menit, nadi 80 x/menit. Terdapat pernapasan cuping hidung, terdengar nafas mengi dan nafas cepat. Pada auskultasi terdenger wheezing. Dokter mendiagnosis astma dan memutuskan untuk memberikan terapi salbutamol secara inhalasi menggunakan nebulizer. Setelah sesak nafas reda dokter meresepkan salbutamol dan aminophyllin untuk diminum secara teratur untuk mencegah kekambuhan asma. Orang tua pasien menanyakan kepada dokter, apakah pemberian obat tersebut efektif dan aman untuk anaknya ? Step I: Menentukan Problem Pasien Problem terapi Terapi apa yang tepat diberikan untuk pasien asma pada anak ? Apakah terapi albuterol dengan dosis terkontrol secara inhalasi dan spacer lebih baik daripada nebulizer ? Berapakah pemberian albuterol pada penyakit asma ? Step II : Analisis PICO Patient/ problem (P) : Anak perempuan 1 tahun dengan riwayat sesak nafas, disertai dengan demam, batuk dan pilek. Intervention (I) : Terapi albuterol menggunakan

description

pemilihan

Transcript of jurnaliskanan

Page 1: jurnaliskanan

Anak perempuan, usia 1 tahun, dibawa ke instalasi gawat darurat pada malam hari karena

sesak nafas. Sejak seminggu yang lalu ia demam, batuk dan pilek. Sesak napas baru dialami

untuk yang pertama kali. Saat diperiksa ia tampak pucat, bibirnya kebiruan. BB 9kg, TB 67cm.

Vital sign suhu 37®C, respirasi 40 x/menit, nadi 80 x/menit. Terdapat pernapasan cuping hidung,

terdengar nafas mengi dan nafas cepat. Pada auskultasi terdenger wheezing. Dokter

mendiagnosis astma dan memutuskan untuk memberikan terapi salbutamol secara inhalasi

menggunakan nebulizer. Setelah sesak nafas reda dokter meresepkan salbutamol dan

aminophyllin untuk diminum secara teratur untuk mencegah kekambuhan asma. Orang tua

pasien menanyakan kepada dokter, apakah pemberian obat tersebut efektif dan aman untuk

anaknya ?

Step I: Menentukan Problem Pasien

Problem terapi

Terapi apa yang tepat diberikan untuk pasien asma pada anak ?

Apakah terapi albuterol dengan dosis terkontrol secara inhalasi dan spacer lebih

baik daripada nebulizer ?

Berapakah pemberian albuterol pada penyakit asma ?

Step II : Analisis PICO

Patient/ problem (P) : Anak perempuan 1 tahun dengan riwayat sesak nafas,

disertai dengan demam, batuk dan pilek.

Intervention (I) : Terapi albuterol menggunakan inhalasi dan spacer

Comparation (C) : Terapi albuterol menggunakan nebulizer

Outcome (O) : Efektif?

Page 2: jurnaliskanan

Step III : Menyusun Good Clinical Answerable Question

Apakah terapi albuterol dengan dosis terkontrol secara inhalasi dan spacer lebih baik

daripada nebulizer ?

Step IV : Penelusuran Evidence

Melalui website : http//www. Search.EBSCOHOST.com

Kata kunci : Therapy asthma, comparison of therapy asthma

Artikel yang dipilih:

A Comparison of Albuterol Administered by Metered-Dose Inhaler and Spacer With

Albuterol by Nebulizer in Adults Presenting to an Urban Emergency Department With

Acute Asthma

Kenneth B. Newman, MD, FCCP, Scott Milne, MD, Cathy Hamilton, MPH and Kent Hall, MD

Background : Untuk menentukan efikasi inhaler albuterol oleh meteran-dosis (MDI) dan

spacer dibandingkan dengan nebulizer.

Methods : Pasien yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien dewasa dengan umur

>18 tahun dan telah disampaikan ke ED dari University of Cincinnati Medical Center dari

Oktober 1994 sampai April 1997 dengan eksaserbasi akut asma. Semua pasien dengan asma akut

yang dilihat oleh dokter di UGD selama periode ini termasuk dalam studi ini. Sebanyak 1.429

dari 2.342 kunjungan ED untuk asma akut dicatat dan dievaluasi secara statistik. Merokok bukan

kriteria pengecualian dalam penelitian ini. Dan dibagi menjadi 2 tahap. Dengan tahapan sebagai

berikut :

Page 3: jurnaliskanan

Tahap Pertama : Tahap penelitian (tahap 1), di mana semua pasien

menerima nebulized albuterol eksklusif, terdiri dari 913 kunjungan ED individu.

Tahap Kedua : Selama 18 bulan berikutnya dari studi (tahap 2)

Result : Sebagian besar pasien yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah ras Afrika-

Amerika (75,4%). Sebagian besar adalah perempuan (58,6%), dan rata-rata (± SD) usia peserta

adalah 35,5 ± 13,5 tahun. entri data dikumpulkan dan dikompilasi dari total 2.342 kunjungan ED.

Jumlah pasien yang unik terlihat pada kunjungan ini adalah 1.429. Tidak ada perbedaan yang

signifikan dalam karakteristik demografi antara pasien dalam fase 1 (nebulizer) dan mereka pada

fase 2 (MDI / space r). Terlihat di table 1

Table 1-Demographics and patient characteristics

Characteristics Phase 1 (n = 617) Phase 2 (n = 864) Combined (n = 1,481)

Age, yr

Mean ± SD 36.26 ± 13.77 35.07 ± 13.22 35.54 ± 13.45

Range 7–87 8–88 7–88

Sex, %

Male 41.0 41.3 41.2

female 59.0 58.7 58.8

Race, %

Asian 0.1 0.3 0.2

African American 76.6 75.4 75.8

White 23,2 23,9 23,6

Hispanie 0.1 0.5 0.3

Total ED visits 913 1429 2342

Page 4: jurnaliskanan

Obat gunakan pada saat presentasi ke ED tercantum dalam Tabel 2. Tidak ada perbedaan yang

signifikan antara dua periode. Secara keseluruhan, sekitar sepertiga dari pasien yang telah

menerima dihirup kortikosteroid sebelum kunjungan ED. Selama kunjungan ED, 61,7% pasien

pada fase 1 dan 60,6% dari pasien pada fase 2 perlakuan yang diterima dengan steroid sistemik.

Pada saat dikeluarkan dari rumah sakit, steroid oral diresepkan untuk 60,9% dari pasien pada

fase 1 dan 57,2% dari pasien pada fase 2. Terlihat di table 2

Table 2 - Prior Medications*

Medications Phase 1 Phase 2

β2-agonists 76,1 75,9

Inhaled corticosteroid 30,1 34,5

Theophyline 26,8 20,6

Prednisome 16 11,5

Ipratropium 4,9 3,5

Cromolyn 2,6 2,9

Pada Tabel 3, parameter klinis dan rumah sakit kunci untuk pasien yang dirawat selama tahap 1

dan 2 penelitian dirangkum. Ukuran status paru pasien di presentasi (misalnya, PEFR

premedikasi dan SaO2) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua kelompok

perlakuan, menunjukkan bahwa episode akut asma, secara umum, keparahan yang sama pada

kedua kelompok pasien. Terlihat di table 3

Page 5: jurnaliskanan

Table 3 - Clinical and Nonclinical Parameters for Phase 1 vs Phase 2*

Parameter Phase 1 Patients, No.

Phase 2 Patients, No. p Value†

premedication

PEFR, L/min

211.4 ± 105.7 768 220.4 ± 100.3 1,277 0.056

Postmedication PEFR, L/min

308.1 ± 114.2 617 342.0 ± 130.3 1,119 0.001‡

Change in PEFR

111.9 ± 86.8 614 126.8 ± 102.12 1119 0.002‡

Hospital admission rate, %

14.6 13.2 NS

Change in heart rate, beats/min

−4.8 493 −4.9 818 NS

Premedication Sao2

96.2 ± 3.6 804 96.2 ± 4.1 1,284 NS

Postmedication Sao2

96.1 ± 3.3 268 96.4 (± 2.8) 425 NS

Change in Sao2

1.4 ± 4.1 266 2.0 ± 4.1 425 0.043‡

Time in ED, min

175.0 ± 96.7 903 163.6 ± 100.5 1,418 0.007‡

Page 6: jurnaliskanan

ED charge, 1,163.50 ± 5,261.49

909 917.46 ± 2,083.45 1,135 NS

Total albuterol dose per patient, μg

6,700 ± 3,775 1,125 ± 612 0.001‡

Relapse rate,% 913 1,429

14-d 9.6 6.6 < 0.01‡

21-d 13.5 10.7 < 0.05‡

Conclusions : Studi besar dari 2.342 kunjungan ED berturut-turut untuk asma akut

menunjukkan bahwa penggunaan albuterol dengan MDI / spacer sama efektifnya dengan

memberikan albuterol oleh nebulizer.

Keywords : asthma; albuterol; nebulizer

Step V : Menjawab Pertanyaan dari Problem yang ditanyakan

Pasien yang menerima terapi oleh MDI / spacer dihabiskan, rata-rata, waktu 6,5% lebih rendah

di UGD daripada menjalani terapi nebulizer. Perbedaan yang sangat signifikan dan sangat besar

yang ditemukan antara kelompok dalam jumlah albuterol digunakan selama perawatan. (dari

efektifitas waktu maka menggunakan MDI / Spacer lebih baik). Rata-rata, lebih dari enam kali

albuterol banyak yang dispensasi dari nebulizers sebagai dari MDI / spacer ( Nebulizer lebih

efektif). Sedangkan biaya rata-rata DE dalam kelompok nebulizer lebih tinggi daripada

kelompok / spacer MDI (nebulizer lebih mahal).

Step VI: menentukan level of evidence

Hasil penelitian terapi dengan single RCT tanpa blinding : 1B

Page 7: jurnaliskanan

Step VII: Critical Apprasial

Worksheet therapy

Judul jurnal :

A Comparison of Albuterol Administered by Metered-Dose Inhaler and Spacer With

Albuterol by Nebulizer in Adults Presenting to an Urban Emergency Department With

Acute Asthma

Sumber :http//www. Search.EBSCOHOST.com October 18, 2001.\

1a. Apakah alokasi

pasien terhadap terapi/

perlakuan dilakukan

secara random?

Ya (√)

Tidak ()

Alokasi pasien dilakukan

secara random.

Pasien secara acak di

kelompokkan menjadi 2

Hal 2

1b. Apakah rendomisasi

dilakukan tersembunyi?

Ya (√)

Tidak ()

Alokasi pasien secara

tersembunyi.

Patients were randomly

selected into three groups

A, B

And C.

Sehingga dokter tidak

mengetahui pasien

termasuk kedalam

kelompok yang mana.

Page 8: jurnaliskanan

Hal 2

1c. Apakah antara

subyek penilitian dan

peneliti “blind”

terhadap terapi/

perlakuan yang

diberikan?

Ya ()

Tidak (√)

Karena pada penelitian

ini terapi yang di gunakan

pada setiap kelompok

menggunakan obat

dengan alat yang berbeda.

Hal 2

2a. Apakah semua

subyek yang ikut serta

dalam penelitian

diperhitungkan dalam

hasil / kesimpulan ?

(apakah

pengamanannya cukup

lengkap?)

Ya (√)

Tidak ()

Apakah jurnal ini penting ?

1. berapa besar efek terapi? Resiko dengan terapi kombinasi

X=98,9%

Resiko dengan terapi tunggal

Y=95,9%

Absolute risk reduction (ARR)

X-Y= 98,9-95,9=3%

Relative risk (RR)=Y/X

95,9/98,9=0,97

Page 9: jurnaliskanan

Relative resiko reduction (RRR)=(1-

Y/X)x100 atau ((x-y)/x )x 100%

1-0,97x100=3

Number need to treat (NNT)=1/ARR

1/0,03=33

2. Seberapa tepat estimasi efek terapi?

Step VIII : penerapan pada praktik

Dengan memperhatikan beberapa kriteria kesamaan kasus atau problem dan variable

individu pasien asma dapat disimpulkan bahwa hasil pencarian evidence ini dapat di terapkan

pada kasus asma.

Step IX : Evaluasi

Perlu dilakukan pencarian sumber lain supaya mendapatkan evidence yang lebih baik

terutama dalam hal tahun penerbitan, lokasi penelitian yang sama, kesamaan karakteristik

penderita dan keamanan hasil tindakan.

Kesan dan Pesan

Analisis kasus dengan pendekatan EBM yang dilakukan memiliki manfaat yang sangat

besar terhadap mahasiswa. Penelusuran ini dilakukan berdasarkan kasus pemicu yang di bagikan

tiap-tiap kelompok. Pencarian bukti ilmiah ini tentu sangat berguna hingga di klinisnya nanti.

Tetapi hal ini dibatasi dengan jurnal ilmiah yang harus membayar, sehingga terdapat

keterbatasan untuk memperoleh jurnal yang valid. Dengan adanya EBM, maka seorang dokter

tertentu dapat menentukan tindakan terapi man ayang lebih efektif dan paling baru untuk

pasiennya sehingga pengobatan untuk pasien pun lebih adekuat, sehingga prognosis untuk kasus

pasien pun mendekati baik. Namun dalam penelusuran jurnal EBM, kami memperoleh kesulitan

antara lain:

Page 10: jurnaliskanan

Sulitnya mencari jurnal yang benar-benar sesuai dengan kasus yang diberikan.

Kesulitan mencari jurnal yang berisi tindakan terapi yang saling membandingkan.

Sulitnya menentukan critical apratial bagian apakah penting jurnal yang dipilih.

Dengan demikian, dalam analisis melalui EBM ini tentu diperlukan kemahiran yang

ditentukan dari seringnya melakukan hal tersebut. Kesulitan lain, mungkin bahasa masih banyak

diperbaiki.

Page 11: jurnaliskanan

PENUGASAN EVIDENCE BASED MEDICINE

BLOK RESPIRASI

A COMPARISON OF ALBUTEROL ADMINISTERED BY METERED-DOSE INHALER

AND SPACER WITH ALBUTEROL BY NEBULIZER IN ADULTS PRESENTING TO

AN URBAN EMERGENCY DEPARTMENT WITH ACUTE ASTHMA