jurnal tendik desember 2007

85
i PENGANTAR REDAKSI Edisi keenam jurnal ini menampilkan tema peranan tenaga kependidikan di sekolah yang perlu dimainkan oleh tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan mutu pendidikan di sekolah merupakan salah satu kebijakan pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan daya saing, kemandirian dan martabat bangsa di kancah internasional. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sekolah yang bermutu cenderung dipimpin dan dibina oleh tenaga kependidikan yang bermutu pula. Sekolah bermutu tinggi berkat tenaga kependidikan telah berperan secara optimal dalam memajukan sekolahnya. Untuk mengoptimalkan peranan tenaga kependidikan di tingkat sekolah, Husaini Usman membahas faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kepala sekolah. Menurut seorang ahli kepemimpinan, Yukl, banyak faktor yang memengaruhi perilaku pemimpin di antaranya adalah kriteria sukses, sifat-sifat pemimpin, kekuasaan pemimpin, variabel situasional, dan variabel intervening. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan sumbangan konsep pemikiran untuk membina mutu kepemimpinan kepala sekolah melalui faktor-faktor yang mempengaruhi perilakunya. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepala sekolah tersebut diharapkan pengawas sekolah semakin efektif dan efisien dalam membina kepala sekolah yang menjadi pembinaannya. Berikutnya, Asep Suryana membahas peranan kepala sekolah dalam membantu guru mempersiapkan diri untuk sertifikasi. Sertifikasi guru merupakan alah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan profesionalisme. Sertifikasi adalah pagu yang sangat positif dalam upaya untuk semakin meningkatkan mutu sekolah. Dengan guru-guru yang telah bersertifikat diharapkan guru semakin profesional dalam mendidik dan mengajar sehingga mutu proses dan hasil pembelajaran turut meningkat. Untuk maksud tersebut, kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus memfasilitasi aktivitas kesiapan guru untuk disertifikasi yang mengarah kepada upaya peningkatan mutu sekolah. Keterampilan dalam kepemimpinan yang memadai akan memudahkan sekolah dalam mewujudkan tujuannya. Muara akhir dari kepemimpinan kepala sekolah dan dukungan stakeholders adalah meningkatnya mutu sekolah. Sekolah bermutu tinggi adalah harapan setiap orang. Pendekatan peranan-peranan manajemen lebih memfokuskan diri pada peranan-peranan kepala sekolah sebagai visioner, desainer, motivator, fasilitator, laison, informator, communicator, disssiminator, dan inovator.

description

jurnal tendik desember 2007

Transcript of jurnal tendik desember 2007

Page 1: jurnal tendik desember 2007

i

PENGANTAR REDAKSI

Edisi keenam jurnal ini menampilkan tema peranan tenaga kependidikan di sekolah yang perlu dimainkan oleh tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan mutu pendidikan di sekolah merupakan salah satu kebijakan pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan daya saing, kemandirian dan martabat bangsa di kancah internasional. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sekolah yang bermutu cenderung dipimpin dan dibina oleh tenaga kependidikan yang bermutu pula. Sekolah bermutu tinggi berkat tenaga kependidikan telah berperan secara optimal dalam memajukan sekolahnya. Untuk mengoptimalkan peranan tenaga kependidikan di tingkat sekolah, Husaini Usman membahas faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kepala sekolah. Menurut seorang ahli kepemimpinan, Yukl, banyak faktor yang memengaruhi perilaku pemimpin di antaranya adalah kriteria sukses, sifat-sifat pemimpin, kekuasaan pemimpin, variabel situasional, dan variabel intervening. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan sumbangan konsep pemikiran untuk membina mutu kepemimpinan kepala sekolah melalui faktor-faktor yang mempengaruhi perilakunya. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepala sekolah tersebut diharapkan pengawas sekolah semakin efektif dan efisien dalam membina kepala sekolah yang menjadi pembinaannya.

Berikutnya, Asep Suryana membahas peranan kepala sekolah dalam membantu guru mempersiapkan diri untuk sertifikasi. Sertifikasi guru merupakan alah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan profesionalisme. Sertifikasi adalah pagu yang sangat positif dalam upaya untuk semakin meningkatkan mutu sekolah. Dengan guru-guru yang telah bersertifikat diharapkan guru semakin profesional dalam mendidik dan mengajar sehingga mutu proses dan hasil pembelajaran turut meningkat. Untuk maksud tersebut, kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus memfasilitasi aktivitas kesiapan guru untuk disertifikasi yang mengarah kepada upaya peningkatan mutu sekolah. Keterampilan dalam kepemimpinan yang memadai akan memudahkan sekolah dalam mewujudkan tujuannya. Muara akhir dari kepemimpinan kepala sekolah dan dukungan stakeholders adalah meningkatnya mutu sekolah. Sekolah bermutu tinggi adalah harapan setiap orang. Pendekatan peranan-peranan manajemen lebih memfokuskan diri pada peranan-peranan kepala sekolah sebagai visioner, desainer, motivator, fasilitator, laison, informator, communicator, disssiminator, dan inovator.

Page 2: jurnal tendik desember 2007

ii

Selanjutnya, Zainun Misbah menulis artikel dengan judul professional development pengawas sekolah berdasarkan hasil penelitian. Pengawas sekolah dituntut untuk terus mengembangkan profesinya. Tugas dan fungsinya dalam supervisi sekolah menuntut pengawas sekolah memahami isu-isu terkini pendidikan. Tulisan ini membahas potensi pada diri pengawas sekolah berdasarkan hasil penelitian. Penelitian dilakukan dengan mengambil data dari pengawas sekolah di Indonesia dengan melibatkan pengawas pendidikan dasar dan menengah. Teknik pengumpulan data menggunakan angket. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penelitian belum memberikan model professional development yang efektif dan dapat dilaksanakan oleh pengawas sekolah dan belum menunjukkan motivasi pengawas sekolah dalam mengembangkan profesionalismenya.

Kemudian, Elin Rosalin membahas peranan kepala sekolah dalam pembaharuan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Menurut Elin Rosalin, salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan pada SMK adalah dengan pembaharuan yang dimulai pada tingkat sekolah. Kunci pembaharuan adalah kecepatan pembaharuan dalam berbagai aspek di tingkat sekolah. Kepala SMK harus mampu menciptakan pembaharuan dengan cepat sesuai tuntutan dunia industri sehingga lulusan yang sesuai kebutuhan stakeholder. Penulis mengadopsi teori relativitas dari Albert Einstein. Pembaharuan pada SMK tersebut perlu kecepatan yang sangat tinggi sehingga menghasilkan suatu model aktual yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah bidang pendidikan kejuruan. Model pembaharuan SMK memiliki sejumlah karakteristik. Model pembaharuan untuk pengembangan SMK meliputi beberapa proses utama. Peranan kepala sekolah dalam pembaharuan SMK adalah sebagai motivator, supporter, visoner, missioner, facilitator, pemberdayaan, pengguna, penyelaras, agen perubahan, penanggung jawab, inovator, kreator, dan adaptor.

Sri Marmoah menulis tentang peranan kepala sekolah dalam pengelolaan dan pengembangan Sekolah Menengah Atas. Peranan kepala sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang ada di negara kita menurut Sri Marmoah sangat penting dengan melakukan usaha-usaha untuk mengembangkan sekolah. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan melalui pengembangan pengelolaan pendidikan dan pengenalan model pembaharuan sekolah. Pengembangan pengelolaan pendidikan meliputi sejumlah hal. Terdapat beberapa karakteristik pembaharuan sekolah dan sejumlah peranan yang harus dimainkan kepala sekolah dalam mengelola dan mengembangkan sekolah. Peranan kepala sekolah dalam pengelolaan dan

Page 3: jurnal tendik desember 2007

iii

pengembangan Sekolah Menengah Atas antara lain adalah komunikasi yang terbuka, pengambilan keputusan, kebutuhan, dan keterpaduan.

Akhirnya, artikel ini ditutup dengan tulisan Wukir Ragil yang membahas tentang profesionalisme dan kode etik kepala sekolah/madrasah. Artikel ini ditulis berdasarkan kajian empiris dalam rangka meningkatkan kompetensi kepala seklah/madrasah. Peran kepala sekolah/madrasah dalam proses pembelajaran menurut Wukir Ragil sangat dominan. Kepala sekolah/madrasah harus profesional dan memiliki kompetensi yang selalu di up grade sehingga mampu merespons tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu untuk menghadapi persaingan. Di samping sikap profesional, perilaku kepala sekolah/madrasah juga sangat berperan yang akan tercermin pada pelaksanaan tugasnya. Sikap profesional akan bermanfaat bagi masyarakat apabila didukung etos kerja yang tinggi dan selalu menjunjung tinggi kode etik yang ditetapkan atas dasar kesepakatan dalam organisasi itu. Reformasi pendidikan di sekolah/madrasah tidak akan mencapai hasil optimal apabila semua pihak di sekolah/madrasah tidak memegang teguh kode etik yang telah disepakati bersama.

Semoga dengan terbitnya edisi ini, pandangan dan pengalaman yang dikemukakan dapat memberikan inspirasi bagi pemikiran-pemikiran yang lebih menggali hingga ke akar permasalahan. Akhirnya, kami sangat menantikan saran-saran dengan senang hati sebagai masukan untuk meningkatkan mutu jurnal ini ke forum kewacanaan nasional.

Redaksi

Page 4: jurnal tendik desember 2007
Page 5: jurnal tendik desember 2007

Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 2 No. 3 – Desember 2007

1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KEPALA SEKOLAH

Husaini Usman

Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak Peningkatan mutu pendidikan di sekolah merupakan salah satu kebijakan pendidikan nasional untuk meningkatkan daya saing, kemandirian dan martabat bangsa di kancah internasional. Menurut seorang ahli kepemimpinan, banyak faktor yang memengaruhi perilaku pemimpin di antaranya adalah kriteria sukses, sifat-sifat pemimpin, kekuasaan pemimpin, variabel situasional, dan variabel intervening. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan sumbangan konsep pemikiran dalam membina mutu kepemimpinan kepala sekolah melalui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepala sekolah.

Kata Kunci: kriteria sukses, sifat-sifat pemimpin, kekuasaan

pemimpin, komitmen pengikut, budaya sekolah.

PENDAHULUAN

Kebijakan pendidikan nasional kita saat ini adalah pemerataan pendidikan dan perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, manajemen pendidikan, akuntabilitas dan citra pendidikan. Mutu pendidikan perlu ditingkatkan guna meningkatkan daya saing, kemandirian, dan martabat bangsa di kancah internasional. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, orang kunci yang paling menentukan adalah kepala sekolah. Pengamatan empiris di lapangan menunjukkan bahwa hampir tidak ada sekolah yang tidak bermutu yang dipimpin oleh kepala sekolah yang bermutu. Artinya, hampir semua sekolah yang bermutu tinggi dipimpin oleh kepala sekolah yang bermutu tinggi pula. Secara teoritis, Hoy & Miskel (2005) menyatakan bahwa mutu sekolah ditentukan oleh mutu kepemimpinan kepala sekolahnya. Ahli manajemen Jepang, Deming, yang terkenal dengan PDCA-nya (Plan, Do, Check, and Action) menyatakan bahwa 85 persen masalah mutu produksi bukan ditentukan oleh bawahannya melainkan oleh manajernya (Burnham,1997). Sejalan dengan pendapat Deming tersebut, Juran menyatakan bahwa masalah rendahnya mutu 80 persen ditentukan oleh manajemennya, sedangkan sisanya yang 20 persen oleh faktor lainnya (Sallis, 2007).

Page 6: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

2

Manajemen sekolah dilakukan oleh kepala sekolah sehingga kepala sekolah berperan sebagai manajer. Tugas kepala sekolah sebagai manajer adalah memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal. Sebagai pemimpin banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemimpin seperti latar belakang pendidikan, sosial budaya, ekonomi, keluarga, usia, pengalaman kerja, dan sebagainya. Namun, dalam artikel ini faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemimpin (leader behavior) dibatasi pada faktor-faktor menurut Yukl (2002) yaitu: kriteria sukses, sifat-sifat pemimpin, kekuasaan pemimpin, variabel situasional, dan variabel intervening. Variabel situasional dalam organisasi dicontohkan oleh Yukl adalah budaya, sistem ganjaran, struktur organisasi, dan lain-lain. Dalam artikel ini variabel situasional dibatasi pada budaya sekolah. Variabel intervening dicontohkan Yukl adalah komitmen pengikut, keterampilan dan kemampuan menilai diri sendiri. Pada artikel ini dibatasi pada komitmen pengikut.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan sumbangan konsep pemikiran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepala sekolah sebagai pemimpin khususnya bagi pengawas sekolah dalam rangka melakukan pembinaan kepala sekolah secara efektif dan efisien. Khusus bagi kepala sekolah sebagai bahan pemikiran untuk mewujudkan sifat-sifat pemimpin sekolah yang efektif, menggunakan kekuasaan secara arif, memanfaatkan komitmen bawahannya, dan menciptakan budaya sekolah yang kondusif.

PEMBAHASAN

Yukl (2002) menggambarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pemimpin yang disebut olehnya sebagai Sebuah Kerangka Kerja Konseptual Terpadu (An Integrating Conceptual Frame Work) seperti yang tampak pada Gambar 1. Disebut terpadu karena semua variabel telah mengintegrasikan semua teori kepemimpinan sifat-sifat (traits leadership theory), perilaku, dan kontingensi. Sejalan dengan pendapat Yukl tersebut, Hughes, et al (2002) dan Hoy & Miskel (2005) menyatakan bahwa keefektifan (effectiveness) kepemimpinan adalah interaksi antara pemimpin, pengikut, dan situasional.

Page 7: jurnal tendik desember 2007

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepala Sekolah

3

Gambar 1: Sebuah Kerangka Kerja Konseptual Terpadu

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria sukses, sifat-sifat pemimpin, kekuasaan pemimpin, variabel situasi (komitmen pengikut), dan variabel intervening (budaya organisasi) berpengaruh terhadap perilaku kepala sekolah sebagai pemimpin.

Kriteria Sukses

Kriteria ialah ukuran yang menjadi standar penilaian untuk menetapkan sesuatu sudah memenuhi standar atau belum. Sedangkan sukses ialah berhasil;

Leader

traits

Leader

power

Situasional

variabel

Intervening

variable

Success

criteria

Leader

behavior

Page 8: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

4

beruntung (Anonim,2005). Jadi, kriteria sukses ialah standar yang menjadi dasar penilaian kesuksesan atau keberhasilan seseorang. Untuk menilai keberhasilan seorang kepala sekolah digunakan kriteria sukses atau standar kinerja yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya untuk dikerjakan (Werther & Davis,.1993). Adapun standar atau kriteria kinerja menurut Simamorang (2004) hendaknya berlandaskan pada persyaratan kerja.

Sesungguhnya, kurang adil dan bijak kalau kita akan menilai sukses seseorang bukan dari prestasi kerja atau kinerja sebagai hasil yang dikerjakan sehari-hari olehnya. Di dalam suatu organisasi termasuk organisasi sekolah, tentu saja hal-hal yang dikerjakan seseorang harus sesuai dengan uraian tugasnya (job description) masing-masing. Untuk menetapkan seorang kepala sekolah sudah sukses atau belum dalam memimpin sekolahnya diperlukan kriteria sukses atau yang sekarang sering disebut indikator kinerja. Karena kepala sekolah sudah mengetahui tentang apa saja yang akan dinilai melalui indikator kinerja untuk mengetahui kesuksesannya dalam memimpin sekolah, maka kepala sekolah akan berperilaku untuk memenuhi indikator kinerja tersebut. Jadi, kriteria sukses memengaruhi perilaku kepala sekolah sebagai pemimpin.

Menurut Reynold (1997) ada sembilan kriteria sukses seorang pemimpin yaitu:

1. Adopting a system wide perspectives. 2. Understanding the context of change. 3. Developing leadership perspectives and skill. 4. Creating a shared vision. 5. Developing strategic planning skills. 6. Defining new roles. 7. Enchancing the work environment. 8. Understanding group dynamics. 9. Clarifying acoountability.

1. Pengadopsian perspektif sistem yang luas (globalisasi). 2. Pemahaman konteks perubahan. 3. Pengembangan perspektif kepemimpinan dan ketrampilan. 4. Penciptaan visi bersama. 5. Pengembangan keterampilan perencanaan strategik. 6. Pendefinisian peran-peran baru.

Page 9: jurnal tendik desember 2007

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepala Sekolah

5

7. Perluasan lingkungan kerja. 8. Pemahaman dinamika-dinamika kelompok. 9. Penjelasan pertanggungjawaban. Berbeda dengan pendapat Reynold di atas, Manning & Curtis (2003)

menyatakan ada sepuluh kriteria untuk mengukur kesuksesan seorang pemimpin secara umum. Kesepuluh kriteria itu adalah: (1) visi, (2) kemampuan, (3) enthusiasm, (4) stabilitas, (5) penuh perhatian pada orang lain, (6) percaya diri, (7) kokoh, (8) vitalitas, (9) karisma, dan (10) integritas.

Visi ialah ke mana sekolah hendak dibawa atau mimpi yang ingin diwujudkan. Kemampuan ialah kesanggupan menerapkan pengetahuan, perasaan, dan keterampilan sehingga menghasilkan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Enthusiasm ialah komitmen yang memotivasi seseorang untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Stabilitas ialah kemampuan mengendalikan emosi dan bertindak konsisten. Penuh perhatian pada orang lain ialah memberikan pelayanan prima dan mengusahakan untuk memenuhi kesejahteraan anak buahnya. Percaya diri ialah memiliki kekuatan dari dalam diri untuk siap menerapkan kompetensi yang dimilikinya. Kokoh ialah keuletan dan kerja keras untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Vitalitas ialah kekuatan stamina atau tahan banting untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Karisma ialah daya tarik dan kewibawaan yang membuat orang lain mengagumi, mengikuti, dan mematuhinya. Integritas ialah berakhlak mulya seperti jujur, ikhlas, dan penuh tanggung jawab menyelesaikan dalam tugas pokok dan fungsi dengan sebaik-baiknya.

Berkenaan dengan kriteria sukses kepala sekolah, Sergiovanni (1991) menyatakan, ”Successful leadership and management within the principalship are directed toward the improvement of teaching and learning for students.” (Keberhasilan kepemimpinan dan manajemen ada pada kepala sekolah yang langsung mengarah pada peningkatan proses belajar dan mengajar bagi siswa-siswanya). Dari pendapat Sergiovanni ini dapat disimpulkan bahwa kriteria sukses ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran bagi siswa-siswanya. Jadi, sejak 17 tahun yang lalu, Sergiovanni lebih mementingkan proses pembelajaran daripada hasil pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu sekolah karena dengan proses yang bermutu diharapkan menghasilkan hasil pembelajaran yang bermutu pula. Bukan mutu hasil belajar yang semu, nilai yang dikatrol, nilai yang direkayasa penuh dengan berbagai kecurangan untuk menaikkan nilai hasil belajar siswa.

Page 10: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

6

Interstate School Leaders Licensure Concorsium (ISLLC) (2007) telah menghasilkan standar untuk menilai kepala sekolah yang sukses berdasarkan penelitian kepemimpinan kepala sekolah yang produktif. Secara umum standar berisikan dimensi pengetahuan, disposisi, dan kinerja yang dapat membantu kepemimpinan kepala sekolah lebih berkekuatan untuk meningkatkan produktivitas sekolah dan dampak pendidikan di sekolah. Untuk membuat standar sukses, ISLLC menggunakan prinsip-prinsip:

Standard should reflect the centrality of student learning Standard should acknowledge the changing role of the school leader. Standard should recognize the collaborative nature of school leadership. Standard should be high, upgrading the quality of the profession. Standard should inform performance-based system of assessment and evaluation school leaders. Standard should be predicated on the concept of access, opportunity, and empowerment for all members of the school community.

Standar harus mencerminkan terpusat pada pembelajaran siswa. Standar harus dapat merubah peran pemimpin pendidikan. Standar harus memperhatikan hakikat kolaboratif kepemimpinan sekolah. Standar harus tinggi, dapat meningkatkan mutu profesi. Standar harus mengenai penilaian sistem berbasis kinerja dan menilai kepala sekolah. Standar harus dapat meramalkan konsep akses, peluang, dan memberdayakan seluruh warga sekolah).

Saat ini, dengan adanya delapan standar nasional pendidikan yaitu standar: (1) isi, (2) proses, (3) kompetensi lulusan, (4) pendidik dan tenaga kependidikan, (5) sarana dan prasarana, (6) pengelolaan, (7) pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan; maka secara yuridis, ke delapan standar nasional pendidikan tersebut akan mempengaruhi perilaku kepala sekolah untuk memenuhi indikator-indikator (kriteria-kriteria) dari masing-masing delapan standar nasional pendidikan tersebut agar sekolah yang dipimpinnya mendapat akreditasi yang amat baik atau A.

Sifat-Sifat Pemimpin

Teori kepemimpinan terdiri atas empat pendekatan yaitu: (1) teori sifat-sifat (traits theory), (2) hubungan manusiawi (human relations), (3) perilaku (behaviour), (4) kontingensi dan situasional. Pendekatan sifat-sifat berpendapat bahwa pemimpin

Page 11: jurnal tendik desember 2007

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepala Sekolah

7

itu dilahirkan bukan diciptakan (leader are born, not built), artinya seseorang telah membawa bakat kepemimpinan sejak dilahirkan bukan didik atau dilatih. Pemimpin yang dilahirkan tanpa melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) sudah dapat menjadi pemimpin yang efektif. Pelatihan kepemimpinan hanya bermanfaat bagi mereka yang memang telah memiliki sifat-sifat kepemimpinan. Artinya, seseorang yang tidak memiliki sifat-sifat dan bakat kepemimpinan yang dibawa sejak lahir, tidak perlu dilatih kepemimpinan karena akan sia-sia saja.

Organisasi harus memiliki seorang pemimpin tertinggi di lingkungan organisasinya yang disebut leader. Di lingkungan sekolah disebut kepala sekolah (principal atau headmaster). Sukses atau gagalnya suatu sekolah antara lain sangatlah ditentukan oleh kehandalan kepemimpinan kepala sekolahnya seperti yang dinyatakan Hoy & Miskel (2005), “Indeed, leadership is often regarded as the single most important factor in the succes or failure of insitution,“

Definisi sifat menurut Yulk (2002) menunjukkan kepada sejumlah atribut individual. Manning & Curtis (2003) menyatakan bahwa teori sifat berfokus pada kualitas pemimpin, sedangkan teori perilaku berfokus pada tindakan kepemimpinan. Selanjutnya, Manning & Curtis menyatakan, ”The traits theory of leadership makes the assumtion that distictive physical and psychological characteristics account for leadership effectiveness.” (Teori sifat-sifat kepemimpinan membuat asumsi yang membedakan sejumlah karakteristik fisik dan psikis untuk keefektifan kepemimpinan). Hoy & Miskel (2005) menyatakan, “Frequently studied traits included physical characteristics (hight, weight), a host of personality factors, needs, values, energy and activity levels, task and interpersonal competence, intelegence, and charisma.” (sering kali penelitian sifat-sifat meliputi karakteristik fisik (tinggi, berat), sejumlah faktor kepribadian, kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai, energi dan level kegiatan, tugas dan kompetensi interpersonal, kecerdasan, dan karisma).

Dari berbagai pendapat tentang sifat-sifat pemimpin menurut para pakar manajemen di atas, ternyata banyak kesamaannya. Perbedaannya hanya terletak pada cara penyampaian istilahnya saja. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan sifat-sifat pemimpin ialah ciri khas yang menunjukkan kepada sejumlah atribut individual seorang pemimpin yang membedakan sifat-sifat pemimpin efektif dengan pemimpin yang tidak efektif.

Sifat-sifat pemimpin efektif menurut Kouzes & Posner (2002) ada 20 yaitu: (1) jujur, (2) memandang jauh ke depan, (3) memberikan inspirasi, (4) cakap, (5) berpikiran adil, (6) mau memberi dukungan, (7) berpikiran luas, (8) cerdas, (9)

Page 12: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

8

lugas, (10) dapat diandalkan, (11) berani, (12) mau bekerja sama, (13) mempunyai imajinasi, (14) peduli, (15) bertekad kuat, (16) dewasa, (17) ambisius, (18) setia, (19) dapat mengendalikan diri, dan (20) mandiri.

Keduapuluh sifat yang ditemukan oleh James M. Kouzes & Barry Z. Posner berdasarkan penelitiannya terhadap 20.000 pemimpin sebagai responden di empat benua. Penelitian tersebut dimulai awal tahun 1980-an dengan melakukan survey terhadap eksekutif bisnis dan pemerintah. Penelitian tersebut menggunakan sebuah pertanyaan “What value (personal traits or characteristics) do you look for and admire in your superiors?” (Apa nilai-nilai (ciri khas dan watak pribadi) yang anda cari dan anda kagumi pada atasan anda?”). Tetapi, menurut Kouzes & Posner dari ke-20 sifat-sifat pemimpin yang ditemukan, mayoritas responden memilih empat sifat teratas yaitu: (1) jujur, (2) memandang jauh ke depan, (3) memberikan inspirasi, dan (4) cakap.

Lunenburg & Orstein (2002) menyatakan bahwa sifat-sifat pemimpin yang efektif adalah: (1) adaptasi situasi, (2) cepat belajar dengan lingkungan sosial, (3) ambisus dan berorientasi hasil, (4) asertif, (5) kooperatif, (6) desisif, (7) dapat diandalkan, (8) dominan (hasrat mempengaruhi orang lain), (9) bertenaga kuat, (10) teguh, (11) percaya diri, (12) toleran terhadap stres, dan (13) ingin bertanggung jawab.

Berkenaan dengan sifat-sifat pemimpin yang efektif, Yulk (2002) menyatakan bahwa ada tujuh sifat-sifat pemimpin yang efektif yaitu: (1) energi kuat dan toleransi terhadap stres, (2) percaya diri, (3) internal locus of control, (4) kestabilan emosi dan kedewasaan, (5) integritas kepribadian, (6) motivasi kekuatan bersosialisasi, (7) orientasi pencapaian secara moderat, dan (7) sedikit kebutuhan berafiliasi. Pendapat Lunenburg & Orstein ternyata banyak kesamaannya dengan Yukl misalnya percaya diri, kooperatif hampir sama dengan motivasi yang kuat untuk bersosialisasi, toleran terhadap stress sama dengan kestabilan emosi dan kedewasaan.

Selanjutnya, Gibson, et al (2003) menyatakan bahwa sifat-sifat pemimpin yang efektif ada tiga yaitu: (1) kemampuan, (2) kepribadian, dan (3) motivasi. Manning & Curtis memberikan enam sifat-sifat pemimpin yang penting dalam mempengaruhi kepemimpinan efektif yaitu: (1) kebutuhan berprestasi, (2) kecerdasan, (3) pengambilan keputusan, (4) percaya diri, (5) inisiatif, dan (6) kemampuan pengawasan. Pendapat Yulk dan Manning & Kent Curtis di atas ternyata memiliki kesamaan misalnya percaya diri, internal locus of control sama dengan pengawasan, orientasi pencapaian secara moderat sama dengan kebutuhan berprestasi.

Page 13: jurnal tendik desember 2007

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepala Sekolah

9

Hoy & Miskel (2005) memberikan tiga sifat pemimpin yang efektif yaitu: (1) kepribadian, (2) motivasi, dan (3) keterampilan. Kepribadian terdiri atas: percaya diri, toleransi stres, kematangan emosional, dan integritas. Motivasi terdiri atas: tugas dan kebutuhan interpersonal, orientasi keberhasilan, kebutuhan berkuasa, dan harapan. Keterampilan meliputi: teknikal, interpersonal, dan konseptual. Selanjutnya, Hoy & Miskel (2005) memberikan indikator kepala sekolah efektif dalam bentuk tabel berikut ini.

Tabel Effectiveness Indicators for Educational Leaders. Personal Organizational Individual

Perceived reputation Goal attainment Satisfaction Self-assessment Performance

Dari tabel di atas, tampak bahwa kepemimpinan efektif seorang kepala sekolah dapat dinilai dari tiga dimensi yaitu personal, organisasional, dan individual. Penilaian personal dengan indikator yang meliputi reputasi yang diperoleh selama ini dan asesmen diri sendiri. Semakin baik reputasi seseorang, semakin efektif dia memimpin sekolahnya. Semakin tinggi nilai asesmen diri sendiri seseorang, semakin efektif dia memimpin sekolahnya. Penilaian organisasional dengan indikator yang meliputi pencapaian tujuan organisasi. Semakin tercapai tujuan organisasi sekolah, semakin efektif dia memimpin sekolahnya. Penilaian individual dengan indikator yang meliputi kepuasan dan kinerja. Semakin puas orang-orang di sekolah dan di luar sekolah, semakin efektif dia memimpin sekolahnya. Semakin tinggi nilai kinerja kepala sekolah, semakin efektif dia memimpin sekolahnya.

Berkenaan dengan kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, Interstate School Leaders Licensure Consortium (ISLLC) (2007) menyatakan, ”Effective school leaders are strong educators, anchoring their work on central issues of learning and teaching and school improvement.” (Kepala sekolah efektif ialah pendidik yang kuat, menanamkan isu utama dalam pekerjaan mereka yaitu proses belajar dan mengajar serta peningkatan sekolah). Berdasarkan berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa sejumlah sifat-sifat pemimpin banyak memiliki persamaan makna.

Kelemahan pendekatan sifat-sifat inin adalah sampai sekarang belum satupun penelitian yang menggunakan pendekatan ini berhasil secara memuaskan. Karena selalu saja terjadi sifat-sifat kepemimpinan yang ditemukan tumpang tindih bahkan kontradiktif. Sebagai contoh sifat-sifat pemimpin menurut Kouzes & Posner antara lain keluasan pandangan tumpang tindih dengan berpikiran luas. Selanjutnya. Dapat diandalkan tumpang tindih dengan 19 sifat-sifat kepemimpinan lainnya. Sebaliknya,

Page 14: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

10

sifat mau memberi dukungan kontradiktif dengan ambisius. Mau bekerjasama kontradiktif pula dengan mandiri.

Bagi Indonesia, sifat-sifat kepemimpinan yang dikemukakan dari Barat tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Sebab sejak dahulu kala sejak jaman Jawa kuno, kita telah mengenal sifat pemimpin Hasta Brata (delapan sifat) yaitu: (1) matahari padanan kejujuran dari Kouzes dan Posner. Selanjutnya, (2) samudra dan (3) air padanan keluasan pandangan, keluasan pikiran, (4) bintang padanan memberikan inspirasi, (5) bumi padanan dapat diandalkan, (6) bulan padanan punya ambisi, (7) api padanan bertekad bulat, dan (8) angin padanan mau bekerja sama.

Sifat-sifat pemimpinan lainnya yang diwariskan nenek moyang kita adalah sebagai pemimpin harus bersifat petani (balaka) sebagai padanan kejujuran dari sifat-sifat kepemimpinan Kouzes & Posner. Pemimpin harus bersifat pandito sebagai padanan keluasan pandangan dan keluasan berpikir. Pemimpin harus bersifat ambeg parama arta sebagai padanan kompetensi. Pemimpin harus bersifat ratu sebagai padanan keadilan.

Dikaitkan dengan kepemimpinan Pancasila yang dikembangkan Ki Hadjar Dewantoro, maka ing ngarso sung tulodo dapat disepadankan dengan bisa diandalkan dari sifat kepemimpinan Kouzes & Posner. Ing madyo mangun karso dapat disepadankan dengan mau bekerja sama. Tut wuri handayani dapat disepadankan dengan mau memberikan dorongan.

Kouzes & Posner Kouzes dan Posner telah lebih dulu mempublikasikan konsep-konsep sifat-sifat kepemimpinannya ke kancah internasional sehingga mereka lebih dikenal dunia ketimbang ahli-ahli manajemen kita. Ahli-ahli manajemen kita agaknya masih enggan meneliti, menulis ilmiah, dan mempublikasikannya minimal untuk konsumsi dalam negerilah dahulu sebelum go international. Akar permasalahnnya, bangsa kita belum berbudaya tulis, masih cenderung budaya bicara dan dengar karena publikasi tulisan ilmiah bukanlah sesuatu yang menjanjikan, masih banyak pembajakan, masih bebas memfotocopy, buku termasuk barang mewah yang sangat mahal harganya, daya beli dan daya baca masyarakat rendah. Di samping itu, mungkin juga karena masih rendahnya kemampuan berbahasa Inggris masih rendah sehingga masih sulit menulis buku kepemimpinan dalam bahasa Inggris dan di pasarkan di luar negeri.

Kelemahan dari pendekatan sifat ini adalah ternyata banyak sifat-sifat pemimpin yang efektif saling bertentangan. Misalnya pemimpin yang efektif harus tegas tetapi luwes, harus adil tetapi toleran, harus besar-tinggi tetapi Napoleon kecil dan tingginya termasuk rendah untuk ukuran orang Prancis yaitu 1,60 M, harus

Page 15: jurnal tendik desember 2007

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepala Sekolah

11

mampu bekerjasama tetapi mampu bersaing, dan sebagainya. Telah banyak orang tahu bahwa pemimpin-pemimpin atau tokoh-tokoh yang dilahirkan di antaranya adalah: Napoleon, Alexander the Great, Lincoln, Sukarno, Gandhi, Mao Tse Tung, Hitler, Churchill, dan Suharto.

Dalam berbagai hal, sifat-sifat mereka ternyata berbeda. Walaupun telah ditemukan sifat-sifat pemimpin yang efektif, namun tidak satupun yang berlaku secara mutlak. Sifat-sifat pemimpin itu ternyata tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi ada yang dapat dibentuk melalui pendidikan dan pelatihan. Meskipun pendekatan sifat ini memiliki kelemahan, ia telah berjasa bagi perkembangan teori kepemimpinan berikutnya. Jadi, sifat-sifat pemimpin mempengaruhi perilaku mereka karena perilaku terdiri atas sifat-sifat pemimpin. Sebagai contoh, seorang pemimpin memiliki sifat ingin berkuasa sangat kuat dan menganggap dirinya yang paling hebat dan benar akan cenderung berperilaku otoriter. Seorang pemimpin yang memiliki menghargai pendapat orang lain dan perbedaan akan cenderung berperilaku demokratis. Seorang pemimpin yang memiliki sifat percaya penuh dengan kemampuan dan kemauan bawahannya, akan cenderung berperilaku laizes faire.

Kekuasaan Pemimpin

Pelopor pertama yang menggunakan istilah kekuasaan adalah sosiolog kenamaan Weber. Dia merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Nord merumuskan kekuasaan ini sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran, energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya. Kekuasaan dipergunakan hanya jika tujuan-tujuan tersebut paling sedikit mengakibatkan perselisihan satu sama lain. Russel mengartikan kekuasaan sebagai suatu produksi dari akibat yang diinginkan. Bierstedt mengatakan bahwa kekuasaan itu kemampuan untuk mempergunakan kekuatan. Wrong membatasi kekuasaan hanya pada suatu kontrol atas orang lain yang berhasil. Dahl mengatakan bahwa jika orang A mempunyai kekuasaan atas orang B, maka orang A bisa meminta B untuk melaksanakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh B terhadap A. Rogers berusahan membuat jelas kekaburan istilah dengan merumuskan kekuasaan sebagai suatu potensi dari suatu pengaruh. Dengan demikian, kekuasaan adalah suatu sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan.

Page 16: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

12

Meskipun istilah kekuasaan (power) banyak digunakan dalam literatur manajemen, tetapi ada semacam kerancuan definisinya karena sering ada istilah seperti pengaruh (influence) dan wewenang (authority) .

Kekuasaan adalah daya. Beda kekuasaan dengan wewenang adalah kekuasaan merupakan kemampuan sedangkan wewenang merupakan hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik. Adapun otoritas (authority) dapat dirumuskan sebagai suatu tipe khusus dari kekuasaan yang secara asli melekat pada jabatan yang diduduki oleh pemimpin. Dengan demikian otoritas adalah kekuasaan yang disahkan (legitimatized) oleh suatu peranan formal seseorang dalam suatu organisasi.

Konsep kepemimpinan dan kekuasaan telah melahirkan minat yang hidup, diskusi dan kadang-kadang menimbulkan kekaburan sepanjang perkembangan pemikiran manajemen konsep kekuasaan (power) erat sekali hubungannya dengan konsep kepemimpinan. Seorang pemimpin hanya dapat melakukan kepemimpinannya apabila memiliki kekuasaan. Jika kepemimpinan adalah setiap upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi, maka kekuasaan lebih tepat sebagai potensi pemimpin untuk mempengaruhi. Kekuasaan merupakan sumberdaya yang memungkinkan pemimpin mendapatkan kepatuhan dari bawahannya.

Pengaruh kekuasaan dapat memberi manfaat dan dapat pula menimbulkan modhorat. Kekuasaan dipegang oleh pemimpin yang taqwa, jujur, adil, dan bijak akan mensejahterakan rakyatnya atau bawahannya. Sebaliknya, kekuasaan yang absolut cenderung berbuat korup kelak hanya akan menyengsarakan rakyatnya atau bawahannya. Dengan memberikan hubungan yang menyeluruh antara kepemimpinan dan kekuasaan dapat dirasakan bahwa para pemimpin seharusnya tidak hanya menilai perilakunya sendiri agar mereka dapat mengerti bagaimana mereka mempengaruhi orang lain, akan tetapi juga mereka harus meneliti posisi mereka dan cara menggunakan kekuasaan.

Penggunaan kekuasaan selalu mengakibatkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan menggangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Perubahan ini dirumuskan oleh Rogers sebagai pengaruh (influence). Dengan demikian ruang lingkup pengaruh biasanya lebih sempit dibandingkan dengan kekuasaan. Ia merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah orang atau kelompok lain dalam cara yang spesifik, misalnya dalam kekuasaan dan pelaksanaan kerjanya.

Sebagai kesimpulan dari rumusan tersebut maka pendapat Rongers tampaknya akan memberikan rumusan yang bermakna bagi kepemimpinan. Kepemimpinan

Page 17: jurnal tendik desember 2007

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepala Sekolah

13

seperti yang dirumuskan di depan ialah suatu proses untuk mempengaruhi aktivitas-aktivitas individu atau kelompok dalam usahanya untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Dengan demikian, secara sederhana kepemimpinan adalah setiap usaha untuk mempengaruhi, sementara itu kekuasaan dapat diartikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin tersebut. Ini merupakan suatu sumber yang memungkinkan seorang pemimpin mendapatkan hak untuk mengajak atau mempengaruhi orang-orang lain.

Upaya-upaya untuk memahami kekuasaan biasanya menyangkut perbedaan di antara berbagai jenis kekuasaan dalam organisasi. French dan Raven (1956) telah mengembangkan sebuah taksonomi untuk mengklasifikasikan berbagai jenis sumber-sumber kekuasaan.

Sumber-sumber kekuasaan menurut Taksonomi French dan Raven (1956) adalah sebagai berikut ini. (1) Reward power: Orang yang ditargetkan patuh agar dapat memperoleh imbalan yang diyakini dimiliki pemimpin. (2) Coercive power: Orang yang ditargetkan patuh agar dapat menghidnari hukuman yang diyakini dimiliki pemimpin. (3) Legitimate power: Orang yang ditargetkan patuh karena ia percaya bahwa pemimpin tersebut mempunyai hak untuk meminta dan orang yang ditargetkan mempunyai kewajiban untuk mematuhinya. (4) Expert power: Orang yang ditargetkan patuh karena ia percaya bahwa pemimpin mempunyai pengetahuan dan keterampilan mengenai cara-cara terbaik untuk melakukan sesuatu. (5) Referent power: Orang yang ditargetkan patuh karena ia mengagumi atau mengidentifikasikan dirinya dengan pemimpin tersebut dan ingin memperoleh penerimaan dari pemimpinnya. Hersey dan Goldsmith mengusulkan kekuasaan yang ketujuh yaitu kekuasaan hubungan (connection power).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat menjalankan kepemimpinannya. Namun hal itu tidak berarti bahwa lebih banyak kekuasaan, kepemimpinan akan selalu lebih baik. Jumlah kekuasaan yang diperlukan akan tergantung pada apa yang dibutuhkan pemimpin untuk mencapai sasaran dan bagaimana cekatan pemimpin tersebut menggunakan kekuasaan yang tersedia. Kebutuhan pemimpin akan kekuasaan yang kuat diekspresikan dengan menggunakan pengaruh untuk membangun organisasi dan membuatnya berhasil. Kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian pustaka di atas ialah kekuasaan ialah alat untuk mempengaruhi orang lain melalui paksaan, koneksi (kedekatan), imbalan, formal (legitimasi), referen, informasi, dan keahlian.

Page 18: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

14

Hersey, Blanchard, dan Natemeyer (Hersey & Blanchard,1995) menyatakan bahwa tampaknya ada hubungan yang jelas antara tingkat kematangan bawahan dengan sumber kekuasaan yang memiliki kemungkinan paling tinggi untuk menimbulkan kepatuhan pada orang-orang tersebut. Kepemimpinan situasional memandang kematangan sebagai kemampuan dan kemauan orang-orang atau kelompok untuk memikul tanggung jawab mengarahkan perilaku mereka sendiri dalam situasi tertentu. Dengan demikian perlu ditekankan kembali bahwa kematangan merupakan konsep yang berkaitan dengan tugas tertentu dan bergantung pada hal-hal yang ingin dicapai pemimpin. Ketika orang-orang bergerak dari tingkat kematangan rendah menuju ke tingkat yang lebih tinggi, maka kekuasaan juga meningkat dari yang terendah menuju yang tertinggi dengan urutan paksaan, koneksi, ganjaran, legitimasi,referen, informasi, dan keahlian. Tingkat kematangan, kekuasaan, dan gaya kepemimpinan mempunyai hubungan seperti yang dijelaskan oleh gambar berikut ini.

Mendelegasikan (delegating)

Gaya 4

Mengikutsertakan (participating)

Gaya 3

Menjajakan (selling) Gaya 2

Memberitahukan (telling) Gaya 1

Tinggi Sedang Rendah Matang tinggi

(M4) Matang sedang

(M3) Matang cukup

(M2) Matang Rendah

(M1) Keahlian Referen Ganjaran Paksaan

Informasi Legitimasi Koneksi Memperoleh pengaruh Memperoleh pengaruh dengan dengan kuasa pribadi kuasa posisi

Gambar 2. Hubungan kekuasaan, Kematangan dengan Gaya Kepemimpinan (Hersey & Blanchard,1995)

Pada Gambar 2 di atas, jelaslah bahwa kepala sekolah yang memiliki kekuasaan memengaruhi perilaku atau gaya kepemimpinannya. Sebagai contoh, jika kepala sekolah memiliki kekuasaan karena memiliki keahlian dengan bawahan memiliki tingkat kematangan yang tinggi, maka dia akan cenderung menggunakan gaya delegating.

Komitmen Pengikut

Boone dan Johnson (1980) dalam penelitiannya terhadap 801 menemukan aspek lima kunci komitmen yaitu sebagai berikut ini.

Page 19: jurnal tendik desember 2007

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepala Sekolah

15

(1) Komitmen terhadap organisasi, seorang pengikut (bawahan) secara positif menerapkan komitmen ini dalam tiga cara yaitu turut membantu membangun organisasi, mendukung manajemen yang lebih tinggi dan beroperasi dengan nilai-nilai dasar organisasi. Demikian ungkapan Hersey dan Blanchard (1993) dalam memberikan tiga teknik untuk meningkatkan komitmen terhadap organisasi yaitu membangun organisasi, setia kepada atasan-bawahan dan bekerja dengan nilai-nilai dasar yang dianut oleh organisasi.

(2) Komitmen terhadap diri sendiri Komitmen manajemen kedua difokuskan pada kepribadian pengikut. Pengikut

yang baik menampilkan sebuah kekuatan-kekuatan, kesan positif terhadap orang lain terutama atasannya dalam segala situasi. Pengikut yang baik tampak sebagai seseorang yang mengkombinasikan kekuatan dengan perasaan rendah hati. Komitmen terhadap diri sendiri dibagi dalam tiga aktivitas khusus yakni dengan menunjukkan otonomi, membangun diri sendiri sebagai pengikut dan menerima kritik-kritik yang membangun.

(3) Komitmen terhadap konsumen (pelanggan) sekolah Yang pertama dan mungkin paling penting dalam komitmen manajemen

adalah perhatian terhadap konsumen. Pengikut yang bagus berusaha untuk memberikan pelayanan prima yang bermanfaat terhadap kepuasan pelanggannya. Tidak soal pelanggan utama dari luar atau dari dalam sekolah, yang penting kunci dari komitmen ini adalah pelayanan prima kepada semua pelanggannya.

Pengikut yang baik membuat penting pelanggan dengan cara: (1) komunikasi yang jelas, membuat penting konsumen terhadap pekerja; (2) memperlakukan konsumen sebagai prioritas utama; dan (3) mencegah komentar yang merusak tentang orang-orang yang menggunakan produk atau pelayanan kelompok kerja mereka.

(4) Komitmen terhadap orang lain Fokus komitmen manajemen keempat adalah kerja tim dan keanggotaan grup

pribadi. Pengikut yang baik menunjukkan sebuah dedikasi terhadap orang-orang yang bekerja untuk mereka. Ini menunjukkan pengikut menggunakan dan menempatkan dirinya sebagai bawahan. Tiga aktivitas penting dari komitmen ini adalah memperlihatkan kepedulian positif dan penghargaan, memberikan umpan balik yang membangun dan mendorong ide-ide inovatif.

(5) Komitmen terhadap tugas. Komitmen manajemen kelima dikonsentrasikan pada tugas-tugas yang harus

dikerjakan. Pengikut sukses memberikan arti dan relevansi untuk

Page 20: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

16

menunjukkan tugas orang-orang. Mereka menyediakan fokus dan arah, jaminan sukses penyelesaian tugas-tugas. Daya tahan dari pengikut yang sempurna ditunjukkan melalui penampilan tinggi terus menerus dari pengaturan unit organisasi. Komitmen ini dicapai dengan mengambil fokus yang tepat, membuatnya sederhana, menjadikan tindakan sebagai orientasi dan membuat penting tugas.

Lima komiten digunakan secara konsisten merupakan kunci menuju manajemen yang efektif. Manajer adalah pusat lingkaran dari komitmen-komitmen. Pengikut yang baik mengambil sebuah perspektif pribadi dengan memperhatikan kelima komitmen di atas. Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan komitmen pengikut ialah keterpanggilan dan pengabdian pengikut untuk terlibat, terikat dan kebersamaan dengan dengan orang, pelanggan, organisasi, dan tugas.

Komitmen pengikut berpengaruh terhadap perilaku kepemimpinan kepala sekolah. Sebagai contoh, jika komitmen pengikut tinggi, maka digunakan perilaku atau gaya laizes faire. Jika komitmen pengikut sedang, maka digunakan pwerilaku demokratis. Jika kematangan pengikut rendah, maka digunakan perilaku otoriter.

Budaya Sekolah

Budaya dalam bahasa Inggrisnya adalah culture. Culture berasal dari bahasa Latin, colere yang artinya segala daya dan upaya manusia untuk merubah alam. Koentjaraningrat menyatakan bahwa budaya berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah, sebagai bentuk jamak budhi, yang artinya budi atau akal. Menurut Pai (1990), “In general terms, culture is most commonly viewed as that pattern of knowledge, skills, behaviors, attitudes and beliefs, as well as material artifacts, proceduced by human society and transmitted from one generation to another.”

Kenyataannya, sepanjang tahun 1952 saja menurut antropolog Kroeber dan Kluckhon telah terdapat 164 definisi budaya yang berbeda (Brown,1998). Budaya sekolah menurut Sergiovanni (1991) ialah nilai-nilai, lambang-lambang, kepercayaan-kepercayaan, dan komitmen yang disepakati oleh orang tua, siswa, guru, dan staf tata usaha untuk dipatuhi bersama. Menurut Brown (1998), “Organizational culture refers to the pattern of beliefs, values and learned ways of coping with experiences that have developed during the course of an organization’s history, and which tent to be manifested in its material arrangement and in behaviours of its members.(Budaya organisasi mengacu pada pembentukkan keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan cara-cara belajar berkaitan dengan

Page 21: jurnal tendik desember 2007

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepala Sekolah

17

pengalaman-pengalaman yang dikembangkan berdasarkan sejarah organisasi, dan cenderung ditunjukkan dalam pengaturan material dan perilaku-perilaku anggotanya). Budaya organisasi menurut Lunenburg & Orstein (2000), “The culture of an organization is all the beliefs, feelings, behaviors, and the symbols that are characteristic of an organization.” (Kultur sebuah organisasi ialah semua kepercayaan-kepercayaan, perasaaan-perasaan, perilaku-perilaku, dan simbul-simbul yang menjadi karakteristik sebuah organisasi). Budaya organisasi menurut Gibson, et al (2003), “Organizational culture is what the employee perceive and how this perception creates a pattern of beliefs, values, and expectations.” (Budaya organisasi ialah apa yang pegawai rasakan dan bagaimana menciptakan krasi suatu bentuk kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan harapan-harapan. Sedangkan budaya organisasi menurut Hoy & Miskel (2005), “Organizational culture is the set of shared orientations that holds a unit together and give it a distinctive identify. Culture can be examined in terms of shared assumptions, shared beliefs and values, and shared norms.” (Budaya organisasi ialah sekumpulan gabungan orientasi yang menjadi pegangan bersama dan yang memberikan perbedaan identitas dengan organisasi lainnya). Menurut Busher (2006), “A school’s culture is manifested through the relationship that are encouraged between students and teachers, as well as between students, by particular approaches to teaching and learning.” (Sebuah budaya yang dimiliki sekolah ialah hal-hal yang tampak melalui hubungan yang baik antara siswa dan guru, sebaik hubungan antar siswa, dengan pendekatan khusus untuk prose belajar mengajar). Ditambahkan pula oleh Busher (2006), The culture of school represents a nexus of particular values and belief, and sometimes described as its “ethos” or “atmosphere”. It focuses on what is constructed collectively by members of a group or institution, although some members of that group will be more influential in constructing than others. (Budaya sekolah mempresentasikan kekuatan nilai-nilai khusus dan keyakinan, dan suatu waktu ditunjukkan sebagai “semangat” atau “iklim” warga sekolah. Yang berfokus pada pembentukan kolektif oleh anggota atau lembaga, walaupun beberapa anggota di kelompok itu lebih berpengaruh membentuknya daripada anggota yang lainnya).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa semua yang diungkapkan para ahli hampir sama maksudnya, yang berbeda hanyalah dalam redaksional penyampaiannya saja. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka yang dimaksud dengan budaya sekolah ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan asumsi-asumsi yang disepakati warga sekolah untuk dipatuhi bersama. Karena budaya sekolah sebagai kesepakatan warga sekolah untuk mematuhinya, maka

Page 22: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

18

otomatis budaya sekolah berpengaruh terhadap perilaku kepala sekolah sebagai pemimpin.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kepala sekolah sebagai pemimpin. Namun dalam artikel ini dibatasi pada satu pendapat seorang ahli kepemimpinan (Yukl). Sebenarnya masih banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku kepala sekolah antara lain: latar belakang sosial, ekonomi, usia, pendidikan, masa kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepala sekolah sebagai pemimpin perlu diketahui oleh pengawas sekolah dalam melakukan pembinaan kepala sekolah.

Rekomendasi

Bagi pengambil kebijakan tenaga kependidikan, khususnya pengawas sekolah yang akan melakukan pembinaan kompetensi kepala sekolah dan mengajak kepala sekolah untuk berubah sebaiknya mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepala sekolah sebagai pemimpin sehingga pembinaan dan perubahan akan terlaksana secara lancar, efektif, dan efisien. Khusus bagi kepala sekolah sebagai bahan pemikiran untuk mewujudkan sifat-sifat pemimpin sekolah yang efektif, menggunakan kekuasaan secara arif, memanfaatkan komitmen bawahannya, dan menciptakan budaya sekolah yang kondusif.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Brown, A.D. 1998. Organizational Culture, Second Edition, London: Prentice Hall

Financial Times. Burnham, J.W. 1997. Managing Quality in Schools. London: Prentice-Hall. Busher, H. 2006. Understanding Educational Leadership People, Power, and

Culture. London: Open University Press.

Page 23: jurnal tendik desember 2007

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepala Sekolah

19

French, J.R.P & Raven, B.H. 1959. The Bases of social power. In D. Cartwright

(Editor). Studies of Social power. Ann Arbor, MI: nstitut for Social Research, pp, 150-167.

Gibson, J.l., Ivancevich, J.M., Donnelly, J.H., & Konopaske, R. 2003. Organizations

Behavior, Structure, Processes. 11th Edition. New York: McGraw-Hill Irwin.

Hersey, P. & Blanchard, P. 1995. Manaagement of Organizational Behavior

Utilizing Human Resources. 9th Edition. London: Prentice-Hall International Editions

Hughes, R.L., Ginnett, R.C., & Curphy, G.J. 2002. Leadership Enchancing The

Lessons Exprience (New York: McGraw Hill Irwin, 2002). Interstate School Leaders Licensure Consorsium (ISLLC). 2007. “Standars for

School Leaders”, The Jossey-Bass Reader on Educational Leadership. San Francisco: John Wiley & Sons, Inc.

Kouzes, J.M. & Posner, B.Z, 2002. The Leadership Challenge. San Francisco:

Jossey-Bass Publishers. Lunenburg, F.C. & Allan C. Orstein, A.C. 2002.Educational Admiistration Concepts

and Pratices. 4th Edition. London: Wadsworth, 2002, 120. Manning, G. & Curtis, K. 2003. The Art of Leadership. New York: McGraw-Hill-

Irwin. Pai, Y. 1990. Cultural Foundation of Education. London: Meril Publishing

Company. Sallis, E. 2007. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page

Educational Management Series. Sergiovanni, T.J. 1991. The Principalship A Reflective Practice Perspective, Second

Edition. London: Allyn and Bacon.

Page 24: jurnal tendik desember 2007

Husaini Usman

20

Simamorang, H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua,

Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN William B. Werther, W.B. & Davis, K. 1993. Human Resources and Personnel

Management, Fourth Edition, New York: McGraw Hill, Inc. Yukl, G. 2002. Leadership in Organizations. Upper Sadle River, New Jersey:

Prentice Hall.

Page 25: jurnal tendik desember 2007

Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 2 No. 3 – Desember 2007

21

PERANAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEMBANTU GURU MENYIAPKAN DIRI UNTUK SERTIFIKASI

Asep Suryana

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

Abstrak Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin memfasilitasi aktivitas sekolah yang mengarah kepada upaya peningkatan mutu sekolah. Keterampilan dalam kepemimpinan yang memadai akan memudahkan sekolah dalam mewujudkan tujuannya. Muara akhir dari kepemimpinan kepala sekolah dan dukungan stakeholders adalah meningkatnya mutu sekolah. Sekolah bermutu tinggi adalah harapan setiap orang. Pendekatan peranan-peranan manajemen lebih memfokuskan diri pada peranan-peranan kepala sekolah. Peranan manajer terdiri atas tiga kelompok. Sertifikasi adalah pagu yang sangat positif dalam upaya untuk semakin meningkatkan mutu sekolah. Kata Kunci: visioner, desainer, motivator, fasilitator, laison,

informator, communicator, disssiminator, inovator.

PENDAHULUAN

Fungsi kepemimpinan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen yang tidak bisa terpisahkan. Kepemimpinan tidak hanya sekedar memerintah, menghukum, dan menyuruh, akan tetapi juga lebih dari itu. Kepemimpinan adalah seni dalam memerankan seorang pemimpin yang dapat melaksanakan transformasi kebijakan menjadi sebuah bentuk operasional sehingga bentuk-bentuk perintah dan pengarahan dapat dimengerti dan dijalankan oleh bawahannya. Sebagai pemimpin, ia harus memiliki kemampuan melihat jauh ke depan (visioner) dan mampu mengkomunikasikan visi, misi atau strategi serta nilai-nilai kepada semua orang yang terlibat dan terkait dalam pencapaiannya.

Kepala sekolah akan berhasil dalam mengelola dan meningkatkan mutu sekolah yang dipimpinnya bila keterampilan-keterampilan itu harus melekat pada dirinya berupa: (1) keterampilan dalam kepemimpinan; (2) keterampilan dalam hubungan antara manusia; (3) keterampilan dalam kegiatan kelompok; (4) keterampilan dalam administrasi personil; dan (5) keterampilan dalam penilaian dan pengawasan (evaluasi). Dalam kerangka pengembangan mutu sekolah yang

Page 26: jurnal tendik desember 2007

Asep Suryana

22

pengelolaannya berbasis Total Quality Management (TQM), sangat jelas bahwa tipe kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dengan memberdayakan orang lain, berpenampilan unggul dan memiliki strategi yang tinggi dalam memenuhi kepuasan pelanggannya. Pelanggan sekolah terdiri atas pelanggan internal dan eksternal. Pelanggan internal sekolah meliputi siswa, guru, dan tenaga administrasi sekolah. Pelanggan eksternal sekolah meliputi: orang tua siswa, pengawas sekolah, aparat dinas pendidikan setempat, alumni, tokoh masyarakat, pengusaha, anggota profesi, dan pihak-pihak lainnya yang terkait. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala sekolah yang bermutu tidak hanya berketerampilan yang tinggi saja akan tetapi juga harus memiliki kriteria lainnya seperti visi, strategi dalam berupaya untuk memenuhi keinginan pelanggannya dengan baik. Hal ini sejalan dengan pemikiran dari Eva Balazs (1999):

Leadership in the TQM context is visionary in that is embraces empowerment, perpormance and strategy, means; • Have a vision of total quality management for his or her institution. • Have a clear commitment to the quality improvement process. • Communicate the quality message. • Ensure that customer needs are the centre of the institution’s policies

and practise. • Ensure that there are adequate channels for the voice of customers. • Lead staff development. • Be carefull not a blame others when problem arise – most problems are

the result of polycies of the institution and the failling of the staff. • Lead inovatian within the institution. • Ensure than organizational structures clearly define responsibilities and

provide the maximum delegation compatible whit accountability.

Kepala sekolah sebagai penanggung jawab kegiatan sekolah menjadi penentu utama dalam keberhasilan perubahan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah yang berhasil dalam pengelolaan sekolah adalah kepala sekolah yang mampu memberdayakan empat sumber utama yaitu; kekuasaan, pengetahuan dan keterampilan, informasi dan penghargaan. Kekuasaan kepala sekolah diarahkan kepada upaya untuk membangun komitmen dari seluruh warga sekolah ke arah pencapaian tujuan sekolah. Pengetahuan dan keterampilan dalam bentuk bagaimana masyarakat dan orang tua dilibatkan dalam sekolah, pelibatan yang terjadi dalam kemasan wadah, keterlibatan dalam wadah tersebut mengarahkan kepada bentuk-bentuk kegiatan yang mendukung segala program sekolah dan pencapaian tujuan

Page 27: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

23

sekolah. Kepala sekolah harus berperan sebagai penyedia dan pemberi informasi-informasi mutakhir baik informasi kebijakan maupun informasi kemutakhiran ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Kepala sekolah juga berperan memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang telah menunjukkan prestasi tinggi. Penghargaan tidak selalu harus dalam bentuk uang tetapi dapat berbentuk ucapan terima kasih, piagam, dan kemudahan-kemudahan lainnya seperti mengurus kenaikan pangkat, dan lain-lain.

Kepala sekolah yang efektif dalam pengelolaan sekolah ditandai dengan hal-hal berikut. (1) Peranan sebagai desainer, kepala sekolah membantu membangun pengambilan keputusan dalam tim yang terdiri dari seluruh stakeholders sekolah. Setiap keputusan yang diambil adalah hasil dari keterlibatan seluruh anggota sekolah dan stakeholders sekolah. (2) Peranan sebagai motivator, kepala sekolah bekerja untuk mengkomunikasikan kepercayaan, kesiapan untuk mengambil resiko, mengkomunikasikan sejumlah informasi dan memfasilitasi setiap partisipasi dalam proses pembelajaran. Mampu memberikan dorongan yang dapat menyebabkan guru-guru dapat bekerja secara mandiri menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar. Dorongan yang diberikan bisa berupa dorongan yang sifatnya interinsik maupun eksterinsik. (3) Peranan sebagai fasilitator, Kepala sekolah memfasilitasi setiap perkembangan anggota sekolah dan memperluas kegiatan sekolah. Memfasilitasi ke arah perubahan dan perbaikan sekolah dengan segenap kemampuan melalui tanggung jawab dan wewenangnya sebagai kepala sekolah. (4) Peranan sebagai liaison, kepala sekolah sebagai corong antara sekolah dengan masyarakatnya, sehingga sumber-sumber yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran dapat dibawa ke sekolah dengan mudah. Kepala sekolah sebagai liaison, ia juga berperan sebagai politisi dan sebagai pengelola hubungan sekolah dengan masyarakat. Sebagai politisi, ia harus mempelajari kerjasama dengan setiap orang baik di dalam maupun di luar sekolah yaitu orang-orang yang dapat memenuhi kepentingannya yaitu untuk mencapai tujuan sekolah, membangun jaringan kerja sama dan dukungan terhadap kepemimpinannya, beraliansi dan berkoalisi jika masih lemah, dan bila sudah kuat berani berkompetisi dalam rangka memenangkan sekolah sebagai yang paling unggul (Stoner & Freeman, 2000).

SERTIFIKASI GURU

Tanpa mengesampingkan arti penting dari pendidikan yang berlangsung di keluarga dan masyarakat, sekolah adalah ujung tombak dalam mengeliminasi distorsi-distorsi yang merasuk dan meracuni sikap, perilaku, adat, kebiasaan yang

Page 28: jurnal tendik desember 2007

Asep Suryana

24

tidak dikehendaki dalam diri peserta didik. Penyelematan, penertiban dan penataan serta penanaman kebiasaan-kebiasaan, peningkatan dan pengayaan pengetahuan, serta pengamanan dari dampak perkembangan ipteks dan percampuran budaya (protecting from technological and culture distortion) adalah tugas sekolah.

Sekolah dapat memerankan dirinya sampai pada tingkat yang paling luhur dalam percaturan kehidupan manusia sebagai lembaga pembaharu, lembaga pelestari, lembaga peningkatan kehidupan, sebagai lembaga penerus kehidupan yang baik bila komponen-komponen penyelenggaraan sekolah dengan tertib dilaksanakan dan didukung oleh kegiatan yang menyenangkan sebagai panggilan hidup dari para pendidiknya akan tercapai. Sungguh luar biasa bahwa sekolah adalah lembaga yang menjadi idaman setiap orang untuk masuk dan keluar sebagai orang yang memiliki ipteks yang tinggi, budi pekerti yang luhur, apresiasi yang tinggi terhadap perubahan-perubahan, moral dan nilai-nilai kehidupan yang mendasar sebagai bagian dari mahluk hidup yang diciptakan-Nya.

Upaya yang dapat dijalankan melalui berbagai kesempatan dan kemungkinan yang mendukung, seperti terus menerus memperbaiki kualitas guru-gurunya, meningkatkan unsur keterdukungan biaya penyelenggaraannya, menerapkan inovasi dalam penyelenggaraannya melalui penerapan model dan strategi inovatif, dan terakhir adalah proses memberikan kesempatan kepada semua lembaga pendidikan yang ada untuk memiliki kesempatan yang sama dalam peranannya melalui standarisasi yang dilaksanakan setahap demi tahap. Kegiatan awal ke arah standar yang sama adalah proses penelitian dan penilaian keadaan dan hasil-hasil yang dicapai yaitu proses akreditasi sekolah dan sertifikasi dalam ketenagaannya.

Profesionalisme ketenagaan dalam bidang pendidikan kian hari kian meningkat seiring dengan pembenahan-pembenahan variabel-variabel yang mendukungnya, seperti variabel kesejahteraan, dan variabel pengetahuan, variabel pendukung proses pembelajaran, dan lain-lain. Guru merupakan jabatan profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan jaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang bervariasi. Hal ini membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan paranan dan kompetensinya. Adapun kata profesional dalam kamus umum Bahasa Indonesia diartikan (1) bersangkutan dengan profesi, dan (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya (Depdikbud,1997). Sedangkan profesi (profession) dalam Oxford Dictionary (dalam Arikunto, 1993) diartikan “a vocation in which a professed knowledge of same departement of

Page 29: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

25

learning or science is used in it’s application to the affairs of others or in the practice of an art founded upon it”

Pembenahan-pembenahan ini harus terus dilakukan seiring dengan tuntutan terhadap mutu pendidikan, dalam peningkatan mutu pendidikan satu di antaranya harus didukung oleh tenaga pendidik yang profesionalismenya tinggi dan memiliki keterdukungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai. Program peningkatan mutu pendidik baik berupa proyek yang digulirkan oleh pemerintah melalui dinas pendidikan maupun oleh usaha mandiri yang dilakukan oleh pendidik itu sendiri adalah poin penting dalam penjaminan dan peningkatan mutu. Adapun untuk semakin meningkatkan keterjaminan mutu melalui peningkatan keterjaminan dari sisi ketenagaan program Sertifikasi adalah upaya yang sangat positif dan inovatif dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diharapkan dapat memberikan dorongan pada peningkatan martabat guru sebagai sebuah profesi, martabat dari sisi pengakuan atas profesi baik secara formal maupun pengakuan dari masyarakat sebagai pengguna jasa profesi. Martabat dari sisi keterdukungan perubahan sisi ekonomis karena ketercukupan materi yang meningkatkan kedudukan tidak hanya pada social level tapi juga economic level yang memberikan jaminan rasa aman sehingga dapat bekerja dan berkarya.

Optimistik dengan kesungguhan dalam penataan ketenagaan merupakan bekal bahwa pemenuhan kualifikasi ketenagaan guru dapat dipenuhi dengan peningkatan kualifikasi guru melalui berbagai program yang mengarah ke sana. Dengan demikian, tidak usah khawatir dan menganggap bahwa hanya euphoria semata bahwa guru memiliki asa dan harapan dengan keluarnya Undang-Undang Guru dan Dosen tersebut. Karena memang diimbangi dengan berbagai program dan proyek yang mengarahkan peningkatan kualifikasi guru.

PERANAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP PERSIAPAN GURU MENGIKUTI SERTIFIKASI

Menurut hemat penulis, ada empat sumber sebagai dasar pijakan dalam pengembangan tenaga kependidikan yang saya pahami dalam pengembangan tenaga kependidikan, yang harus menjadi acuan dalam proses pengembangannya, yaitu sebagai berikut. (1) Berdasarkan sumber filosofis, yang berarti bahwa pengembangan harus didasarkan pada etika dan norma kehidupan di Indonesia, etika dan norma yang dimaksudkan adalah nilai-nilai baik, adil, damai, kebersamaan, kerukunan, perlindungan, dan lain-lain. Dasar falsafah atau pandangan hidup atau

Page 30: jurnal tendik desember 2007

Asep Suryana

26

ide yang menjadi dasar cita-cita pada waktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan negara/pemerintah ke dalam suatu rancangan (draft) peraturan negara. (2) Berdasarkan sumber sosiologis, yang berarti bahwa pengembangan akan menggambarkan keterlibatan masyarakat dalam pembentukan dan pelaksanaan kegiatannya (aspirasi). (3) Berdasarkan sumber yuridis, yang berarti bahwa kegiatan pengembangan didasarkan kepada aspek legal dimana tata urutan peraturan perundangan selalu melihat bagaimana peraturan di atasnya dan hubungan-hubungannya diantaranya. Menggambarkan kewenangan yang jelas dari setiap pelaksana perundangan. (4) Berdasarkan sumber politis, yang berarti bahwa garis kebijaksanaan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijaksanaan-kebijaksanaan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan negara. Secara politis kegiatan pengembangan merupakan bagian dari kehidupan demokratis yang dapat dirasakan oleh setiap orang atau setiap profesi.

Peranan kepala sekolah dalam kerangka peningkatan profesionalisme guru, terutama kaitannya dalam upaya persiapan diri guru untuk mengikuti proses sertifikasi, dengan berlandaskan kepada sumber nilai tersebut selanjutnya peranan yang dapat dilakukannya adalah sebagi berikut:

Informator/communicator

Kepala sekolah berperan untuk menjadi informator bagi setiap guru-gurunya, menyampaikan segala informasi yang berkaitan dengan proses peningkatan profesional guru. Menjadi pusat informasi bagi guru tentang berbagai kebijakan yang digulirkan pemerintah. Mengelola berbagai informasi tentang kegiatan-kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun lembaga lain di luar pemerintahan.

Peranan kepala sekolah sebagai informator, ia harus mencari informasi di dalam dan di luar sekolah secara berkesinambungan agar tidak ketinggalan informasi. Informasi diperoleh antara lain melalui kontak-kontak dengan jaringan kerja, membaca buku dan hasil penelitian, membaca koran, dan memanfaatkan internet. Peranan kepala sekolah sebagai informator mengakibatkan ia sebagai orang yang paling banyak memiliki informasi terbaik dan bermanfaat dibandingkan dengan guru dan tenaga kependidikan lainnya. Sebagai informator, kepala sekolah dijadikan tempat bertanya oleh guru dan tenaga kependidikan lainnya, orang tua peserta didik, anggota komite sekolah, dewan sekolah, aparat pemerintah, dan masyarakat (Stoner & Freeman, 2000). Akhirnya, sebagai informator, ia mengelola sistem informasi sekolah, memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.

Page 31: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

27

Disseminator

Peranan kepala sekolah sebagai disseminator, ia mendistribusikan informasi-informasi penting kepada siswa, guru, dan tenaga administrasi sekolah, orang tua/wali siswa, anggota komite sekolah, dewan sekolah, aparatur pemerintah, dan masyarakat. Dalam beberapa kasus, kepala sekolah bertanggung jawab memberikan informasi-informasi penting yang dibutuhkan guru sehingga guru dan tenaga administrasi sekolah atau tenaga kependidikan lainnya dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara profesional (Stoner & Freeman, 2000).

Sesuai dengan fungsi dan perannya sebagai pimpinan di sekolah, kepala sekolah harus mendesiminasikan setiap hasil kegiatan yang diikutinya kepada guru-guru. Kaitannya dengan proses sertifikasi yang harus dilakukan oleh guru, segala informasi tentang kebijakan yang diperolehnya harus dapat sampai kepada guru dan terjadi proses perubahan yang berarti bagi guru dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti proses sertifikasi.

Motivator

Perubahan yang terjadi pada diri guru dapat diperoleh ketika kepala sekolah memberikan dorongan untuk berubah. Proses bimbingan yang intensif untuk mempersiapkan persyaratan-persyaratan dalam mengikuti sertifikasi dapat menjadi dorongan yang kuat. Transfaransi dalam memberikan kesempatan melalui proses pemilihan yang dilakukan secara fair play akan memberikan dorongan kepada guru untuk mempersiapkan diri secara maksimal.

Facilitator

Kepala sekolah harus memfasilitasi guru-gurunya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ke arah pengembangan profesi guru. Fasilitasi yang diberikan dapat berupa pemberian kesempatan kepada setiap guru untuk kreatif dan inovatif dalam pelaksanaan tugas pokoknya, serta kesempatan untuk mengikuti berbagai aktivitas keorganisasian juga pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan pemerintah maupun lembaga lainnya.

Innovator

Membimbing dan membina guru melalui pelbagai kegiatan yang inovatif dan bermanfaat bagi pengembangan profesi di level sekolah merupakan satu tuntutan bagi kepala sekolah. Ide-ide dan kegiatan-kegiatan pengembangan profesi yang baru

Page 32: jurnal tendik desember 2007

Asep Suryana

28

harus dicari dan dilakukan sehingga mempermudah guru dalam mempersiapkan diri untuk sertifikasi.

KEEFEKTIFAN PELAKSANAAN PERANAN KEPALA SEKOLAH

Keefektifan (effectiveness) pelaksanaan peranan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Adapun strategi yang dapat dilakukan antara lain seperti berikut ini.

Strategi Fasilitatif

Strategi fasilitatif adalah strategi pembaharuan dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan kegiatan. Kepala Sekolah memfasilitasi seluruh kemudahan yang dapat dilakukan oleh guru dengan menyediakan alat dan fasilitas lainnya yang memungkinkan orang dapat dengan mudah menyesuaikan dengan perubahan yang digulirkan. Kemudahan yang diberikan oleh Kepala Sekolah berupa fasilitas-fasilitas fisik maupun sistem. Bukan berarti tidak akan ada kendala yang menyusul karena bagaimanapun strategi ini harus didukung dengan hal-hal berikut: (1) guru mengenal dan paham masalah yang dihadapi organisasi, (2)guru sepakat tentang cara-cara pemecahan masalah, (3) kepala sekolah terbuka terhadap saran dan bantuan dari luar, dan (4) baik kepala sekolah maupun guru memiliki komitmen untuk berusaha sendiri memecahkan masalah Strategi Mendidik Kembali

Strategi mendidik kembali dimana asumsinya adalah manusia mahluk aktif dan selalu ingin memuaskan kebutuhannya, dan dia belajar kalau ia mau. Adapun langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut: (1) melibatkan guru sebagai bagian langsung dalam pembaharuan, (2) bekerja sama mengidentifikasi masalah, (3) menetapkan strategi dan mengadakan penilaian tentang hasil yang dicapai guru, (4) memperbaiki kemampuan sistem untuk memecahkan masalah, dan (5) mendorong pertumbuhan dan perkembangan dalam diri guru. Strategi Persuasif

Strategi persuasif dimana proses komunikasi dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai daya tarik bagi semua anggota sekolah (terutama guru). Asumsi yang dipergunakan adalah pembaharuan mempunyai aspek rasional, tingkat komitmen guru rendah, ketidaksadaran guru akan hubungan kebutuhan dan cara pemenuhan, guru mempunyai kemampuan untuk menerima dan melaksanakan pembinaan, guru

Page 33: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

29

mempunyai kemampuan untuk mengadakan perubahan tanpa menggunakan sumber yangg dimilikinya, guru dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan luasnya ruang lingkup pembaharuan dan waktu bukan kendala. Strategi Kekuatan

Strategi dimana guru mau menerima atas kekuatan/ kekuasaan yang dimiliki oleh kepala sekolah, dan penggunaan kekuasaan karena guru memiliki ketergantungannya pada struktur kekuasaan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Perubahan dalam peningkatan profesionalisme guru adalah tanggung jawab guru itu sendiri sebagai sebuah profesi yang profesional, akan tetapi dalam prosesnya sebagai anggota organisasi sekolah guru memerlukan bantuan dari kepala sekolah untuk memperoleh aspek-aspek legal yang harus menjadi bagian dalam pekerjaannya. Karena bagaimanapun sebagai pimpinan di sekolah, kepala sekolah berkewajiban untuk memfasilitasi guru terhadap setiap kebijakan dan perubahan. Untuk mendukung pelaksanaan peranan kepala sekolah sebagai dalam membantu guru mempersiapkan diri untuk serifikasi guru dalam prosesnya menuju profesi yang profesional, kepala sekolah akan berhasil dalam mengelola hal tersebut bila keempat keterampilan-keterampilan itu melekat dalam diri kepala sekolah. Adapun peranan baru dalam konteks penyiapan proses sertifikasi guru, kepala sekolah berperan sebagai visioner, desainer, motivator, fasilitator, laison, informator, communicator, dissiminator, dan inovator. Proses ini difasilitasi dengan pendekatan-pendekatan fasilitasi, persuasi, mendidik kembali dan kekuasaan formal maupun informal yang melekat pada jabatan kepala sekolah dan pimpinan organisasi sekolah.

Rekomendasi

Kepala sekolah sebaiknya memainkan peranan-peranan yang telah dimilikinya dengan sebaik-baiknya dalam rangka membantu guru menyiapkan dirinya untuk mengikuti sertifikasi guru di sekolah yang dipimpinnya.

Page 34: jurnal tendik desember 2007

Asep Suryana

30

DAFTAR RUJUKAN Abin Syamsudin Makmun. 1996. Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga

Kependidikan, Bandung: Program Pasca Sarjana IKIP Bandung. Bafadal, I. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi

Aksara. Clement T.R. 1991. Making hard decisions An Introduction to Decision Analysis,

Boston: Plus-Kent Publishing Company. Depdikbud. 1999. Panduan Manajemen Sekolah, Jakarta: Dirjen Dikdasmen

Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Fasli Djalal & Dedy Supriadi. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi

Daerah, Yogyakarta :Adicita Karya Nusa. Guskey, R.T. & Huberman M. 1995. Professional Development in Education ; New

Paradigms & Practices, New York : Teachers College. Hitt, A.M; Ireland, R.D; & Hoskisson, R.E. 1997. Manajemen Strategis ;

Menyongsong Era Persaingan dan Globalisasi, (Alih Bahasa Armand Hediyanto), Jakarta : Erlangga.

Murgatroyd, S; & Morgan, C. 1993. Total Quality Management and The School,

Buckingham Philadelphia : Open University Press. Muhammad Surya. 2002. Aspirasi Peningkatan Kemampuan Profesionalisme dan

Kesejahteraan Guru, dalam Jurnal Pendidikan Kebudayaan No.021 Tahun ke-5 Balitbang Dikbud.

Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah ; Teori, Model dan Aplikasi, Jakarta :

Grasindo. Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan ; Konsep, Strategi

dan Aplikasi, Jakarta : Grasindo.

Page 35: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

31

Salis, E. 1993. Total Quality management In The School, Buckingham Philadelphia : Open University Press.

Stoner, J.A.F. & Freeman, R.A. 2000. Management. Englewood Cliffs, New Jersey:

Prentice-Hall International Editions. Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Sebuah

Pendekatan baru dalam Pengelolaan Sekolah untuk PeningkatanMutu, http : // www . pendidikan . net / perkembangan / directori . html.

Uzer Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional, PT. Bandung: Remaja Rosda Karya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sitem

Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen

Page 36: jurnal tendik desember 2007

Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 2 No. 3 – Desember 2007

32

PROFESSIONAL DEVELOPMENT PENGAWAS SEKOLAH

Zainun Misbah

Direktorat Tenaga Kependidikan

Abstrak Pengawas sekolah dituntut untuk terus mengembangkan profesinya. Tugas dan fungsinya dalam supervisi sekolah menuntut pengawas sekolah memahami isu-isu terkini pendidikan. Tulisan ini membahas potensi pada diri pengawas sekolah berdasarkan hasil penelitian. Penelitian dilakukan dengan mengambil data dari pengawas sekolah di Indonesia dengan melibatkan pengawas pendidikan dasar dan menengah. Teknik pengumpulan data menggunakan angket. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penelitian belum memberikan model professional development yang efektif dan dapat dilaksanakan oleh pengawas sekolah dan belum menunjukkan motivasi pengawas sekolah dalam mengembangkan profesionalismenya.

Kata Kunci: professional development, pengawas sekolah

PENDAHULUAN

Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pendidikan memiliki peranan yang penting dalam pembangunan di tanah air. Investasi pada bidang pendidikan sepertinya menjadi hal yang terbaik dan paling efektif karena kontribusi dalam pembangunan bisa melebihi investasi fisik. Salah satu hal yang penting dalam perencanaan pengembangan nasional adalah memberikan penekanan pada pemberdayaan sumber daya manusia baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Unicef (2007) melaporkan bahwa selama dua puluh tahun belakangan Indonesia telah membuat kemajuan yang cukup signifikan dalam hal pendidikan. Namun demikian, berbagai masalah masih banyak dihadapi, di antaranya masalah mengenai sistem yang kurang efisien dan rendahnya mutu pendidikan. Tantangan juga muncul pada pendidikan dasar termasuk kualifikasi guru, metode mengajar yang efektif, manajemen sekolah, dan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan (Unicef, 2007). Oleh sebab itu, reformasi bidang pendidikan di Indonesia dimaksudkan untuk pembenahan dalam framework perluasan akses untuk memperoleh pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, peningkatan

Page 37: jurnal tendik desember 2007

Professional Development Pengawas Sekolah

33

mutu dan relevansi pendidikan, dan efisiensi dalam manajemen pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional mengembangkan dalam waktu yang sama menciptakan sistem kontrol mutu pendidikan melalui tiga program yang terintegrasi standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi (Depdiknas, 2003).

Pengawas sekolah memiliki peranan strategis dalam upaya peningkatan mutu dan akuntabilitas sekolah. Menyadari hal tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan peraturan-peraturan, kebijakan-kebijakan dan program-program dalam upaya pemberdayaan pengawas sekolah. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal kepengawasan sekolah diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan kualifikasi pengawas sekolah agar dapat lebih profesional dan bermartabat.

CONTINUOUS PROFESSIONAL DEVELOPMENT (CPD)

CPD atau Pengembangan Profesional Berkelanjutan (CPD) dalam konteks pendidikan lebih banyak dibahas menyangkut peningkatan profesionalisme guru. Karena pengawas sekolah juga merupakan tenaga profesional, tulisan ini menggunakan teori-teori yang diperoleh dari literatur tentang pengembangan profesional guru yang pastinya juga bisa diimplementasikan dalam pengembangan profesional pengawas sekolah. Seiring terus berkembangnya konteks dunia pendidikan mengharuskan pengawas sekolah untuk mengembangkan profesionalisme mereka karena tugas dan tanggung jawabnya menuntut interaksi dengan kepala sekolah dan guru. Mengingat dalam tugas dan fungsinya dalam memberikan advisory, pengawas sekolah harus senantiasa memperbarui pengetahuan tentang isu-isu pendidikan sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, sesuai dengan beban dan tanggung jawabnya.

Istilah continuing professional development dan life long learning sering digunakan secara menggantikan (Golding & Gray, 2006; Mukminin, 2006). Early & Bubb (2004) mendefinisikan continuous professional development sebagai “that might refer to any professional development activities engaged in by teachers which enhance their knowledge and skills and enable them to consider their attitudes and approaches to the education of children, with a view to improve the quality of the teaching and learning process”.

Dalam upaya pengembangan profesionalisme, belajar harus terus-menerus dilakukan guna meningkatkan profesinya. Pengawas sekolah hendaknya tidak berhenti mengembangkan kompetensinya setelah diangkat menjadi pengawas sekolah. Pendidikan adalah pembelajaran sepanjang hayat (life long learning) jika pengawas sekolah ingin meningkatkan mutu sekolah binaannya. Di lain pihak,

Page 38: jurnal tendik desember 2007

Zainun Misbah

34

pemerintah juga harus mempertimbangkan bagaimana pengawas sekolah meningkatkan motivasi, apa yang mereka perlukan untuk belajar, dan bagaimana pengembangan profesi dapat berjalan dengan baik.

Bekerja bukan hanya sekedar ingin mendapatkan penghasilan. Maslow dalam Hanson (2003) menyatakan bahwa motivasi manusia dalam mengerjakan sesuatu dapat dibagi menjadi lima kategori kebutuhan dasar: (1) fisik, (2) keamanan, (3) sosial, (4) penghargaan, dan (5) aktualisasi diri. Berdasarkan teori Maslow tersebut, aktualisasi diri memerlukan upaya pengembangan diri yang berkelanjutan dan perlu energi untuk berkreasi dan berinovasi. Dorongan untuk menjadi efektif, kreatif dan senang terhadap peranannya sebagai pengawas sekolah merupakan manifestasi terhadap kebutuhan aktualisasi diri. Kompetensi dan keahlian merupakan kebutuhan dasar untuk mendorong aktualisasi diri.

Kajian literatur yang telah dilakukan Mukminin (2005) mengenai professional development menggarisbawahi model pengembangan subidentitas karir menengah yang dikemukakan Hall (1986 dalam Rouhotie, 1995) bahwa ada tiga faktor yang memicu keterlibatan aktivitas pengembangan profesional yakni (1) pemicu dari organisasi, (2) pemicu dari peranan pekerjaan, dan (3) pemicu dari pribadi yang bersangkutan seperti dalam Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Faktor-faktor yang mendorong pengembangan profesionalisme Organizational Triggers (Organisasi)

Work Role Triggers (Peran Pekerjaan)

Personal Triggers (Pribadi)

1. Changes in technology Experiencing-enhancing work role

Personal life changes

2. External events Role models Dissatisfaction with status quo

3. Growth environment Developments relationships

Basic personality

4. Rewards for change New jobs

Flexibility, motivation for advancement, dominance

5. Stress on current performance

Independence uncertainty and tolerance for ambiguity and uncertainty

Sumber: Mukminin (2005) diadaptasi dari Factors Triggering Growth (Hall, 1986 dalam Ruohotie, 1995)

Page 39: jurnal tendik desember 2007

Professional Development Pengawas Sekolah

35

Dalam tabel faktor-faktor tersebut dapat mendorong perubahan dalam karir dan dapat menghasilkan penambahan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan.

Dubin (1997, dalam Ruohotie, 1995) sebagaimana dikutip oleh Mukminin (2005) menjelaskan bahwa motivasi ikut berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan profesionalisme biasanya tinggi bila individu yang bersangkutan meyakini bahwa: (1) partisipasi akan benar-benar meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi tugas-tugas saat ini dan tugas ke depan dengan lebih baik dari sebelumnya, (2) tingkat kompetensi profesional memengaruhi besarnya penghargaan dan produk yang dapat diperoleh, (3) perubahan tingkah laku menuju hasil yang diinginkan seperti meningkatnya pendapatan, promosi, persetujuan, peningkatan prestise dan pengakuan oleh atasan.

Cordingley et al (2003) dalam MacGhilchrist et al (2004) menyatakan bahwa professional development yang berhasil bagi guru, dan boleh jadi juga buat pengawas sekolah, dengan “greater confidence, enhanced self-efficacy beliefs, an increased enthusiasm for collaborative working and greater commitment to changing practice/increased willingness to try out new practices”.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan mengambil data dari pengawas sekolah di Indonesia dengan melibatkan pengawas sekolah dari pendidikan dasar dan menengah. Dari 100 kuesioner yang disebar diperoleh 91 jawaban yang dapat dianalisis. Instrumen kuesioner tersebut merupakan adaptasi dari penelitian yang dilakukan Ehren (2006) dan hasil wawancara dengan school inspector dari Belanda, mengenai professional development. Pengawas sekolah diminta berbagi persepsi mereka terhadap pekerjaannya dan training macam apa yang seharusnya diperoleh untuk meningkatkan profesionalisme mereka dengan menggunakan empat skala: tidak setuju, kurang setuju, agak setuju, dan setuju.

HASIL PENELITIAN

Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa seseorang yang profesional dalam pekerjaannya akan diiringi hasil yang lebih baik menyangkut tugasnya. Oleh karena itu, profesionalisme pengawas akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri dan sikap dalam memberikan bimbingan kepada sekolah untuk berkembang dan menghasilkan outcome yang lebih baik. Berdasarkan wawancara dengan school inspectors dari Belanda dapat disimpulkan bahwa: (1) mereka merasa cukup

Page 40: jurnal tendik desember 2007

Zainun Misbah

36

profesional karena mereka terpilih dan mampu memenuhi persyaratan dan proses yang diwajibkan, (2) mereka mendapatkan training intensif tentang supervisi dan inspeksi di kota Utrecht selama delapan minggu sebelum melaksanakan inspeksi dan memperoleh program mentoring untuk belajar bagaimana melaksanakan kunjungan sekolah (catatan: kunjungan ke sekolah pertama kali didampingi pengawas sekolah yang telah berpengalaman), (3) mereka senang mengikuti forum-forum ilmiah dalam lingkup pendidikan untuk meningkatkan profesionalismenya, dan (4) mereka senang terlibat dalam konferensi internasional (interview dengan Dutch school inspectors, 2007).

Keterangan di atas menunjukkan bahwa professional development membutuhkan continuous learning motivation. Hal ini sejalan dengan hasil studi Worthen & Mc.Neil (2001) mengenai survey nasional kepada para pakar pengawas dan menyimpulkan bahwa outcome paling penting dari supervisi yang efektif adalah professional development yakni membangun tingkat kepercayaan diri terhadap peran profesionalnya dan berorientasi terhadap belajar terus-menerus. Karenanya, pernyataan-pernyataan dalam kuesioner menyangkut professional development dianalisis dan item-item tersebut dikelompokkan dalam dua skala, orientasi belajar terus menerus dan kepercayaan diri.. Setelah mengadakan uji validitas dan reliabilitas menggunakan SPSS dan menghilangkan beberapa pernyataan hasilnya menunjukkan bahwa Cronbach alpha (α) untuk continuous learning orientation adalah moderate (α = 0,58) dan untuk confidence cukup tinggi (α = 0,80). Hal ini menunjukkan bahwa subscale terukur reliable, item-item tiap subscale konsisten dengan konsep di dalamnya dan menjelaskan maksud subscale.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara usia dan pengalaman kerja meskipun tidak cukup kuat pada pengawas sekolah di Indonesia. Tidak ada korelasi yang signifikan antara usia dan orientasi untuk terus belajar (r = -0,099) dan memiliki kepercayaan diri pada pekerjaan (r = -0,095). Tidak ada korelasi yang signifikan antara usia dan orientasi belajar terus-menerus (r = -0,099) dan memiliki kepercayaan diri dalam pekerjaannya (r = -0,093). Orientasi belajar terus-menerus tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap kepercayaan diri terhadap pekerjaan (r = 0,164). Hal ini menunjukkan bahwa pada pengawas sekolah di Indonesia tingkat orientasi belajar terus-menerus dan memiliki kepercayaan diri pada pekerjaan tidak bergantung pada usia dan pengalaman kerja.

Kajian yang dilakukan adalah berusaha untuk mengetahui bagaimana pengawas sekolah di Indonesia dapat mengembangkan profesionalisme dan

Page 41: jurnal tendik desember 2007

Professional Development Pengawas Sekolah

37

keahliannya. Descriptive test dilakukan dan data menunjukkan bahwa pengembangan profesionalisme pengawas sekolah memiliki potensi besar untuk terus dikembangkan karena pengawas sekolah di Indonesia senang membaca jurnal dan karya ilmiah secara teratur (M = 3,84, SD = 0,37), senang mencari informasi tentang pendidikan terkini (M = 3.96, SD = 0,21), senang mencari kesempatan untuk mengembangkan profesionalismenya (M = 3.89, SD = 0,31), senang mencoba hal-hal baru (M = 3.81, SD = 0,39) dan ingin mengetahui ilmu baru manajemen kelas ( M = 3.92 , SD = 0,31).

Dalam kenyataannya, pengawas sekolah di Indonesia hanya memiliki kesempatan yang relatif terbatas dalam mengembangkan profesionalisme nya. Akses terhadap jurnal dan karya ilmiah bermutu dan terkini tidaklah mudah didapat. Namun demikian, Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan saat ini semakin memberi perhatian kepada pengawas sekolah untuk mengembangkan profesionalisme mereka (Dittendik, 2006; http://www.tendik.org). Program tersebut di antaranya pelatihan karya tulis ilmiah, lomba penulisan best practices kepengawasan sekolah, penelitian tindakan sekolah, pemberian penghargaan bagi pengawas sekolah yang berprestasi dan berdedikasi, dan lain-lain. Mulai tahun 2006, Direktorat ini juga menyediakan block grants melalui proposal kompetitif untuk asosiasi pengawas sekolah di daerah untuk menyelenggarakan berbagai program pelatihan yang disusun yang bersangkutan agar lebih tepat sasaran. Karena terbatasnya dana yang tersedia, tidak semua proposal dapat didanai. Namun demikian, pengembangan pengawas sekolah di Indonesia masih ongoing process (http://www.tendik.org).

Professional development umumnya diasosiasikan dengan in-service trainings. Pengawas sekolah diminta menilai kebutuhan training yang mereka inginkan untuk meningkatkan kompetensi dan professional development mereka dan hasilnya adalah sebagaimana dalam Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini.

Tabel 2. Trainings yang Diperlukan Pengawas Sekolah

Jenis Training N Persentase

TS KS AS S Supervisi Kelas 91 1,10% 0% 3,30% 95,60% Legal Framework (peraturan-peraturan pemerintah)

91 2,20% 0% 9,90% 87,90%

Assessment dan Feedback 91 2,20% 0% 5,50% 92,30% Penulisan laporan visistasi sekolah 91 1,10% 0% 8,80% 90,10%

Page 42: jurnal tendik desember 2007

Zainun Misbah

38

Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah 91 1,10% 1,10% 7,70% 90,10% Kurikulum dan isu-isu pendidikan terkini

91 1,10% 0% 4,40% 94,50%

Pengembangan diri dan sosial 91 2,20% 0% 8,80% 89,00% *) TS = Tidak Setuju. KS = Kurang Setuju. AS = Agak Setuju. S = Setuju

Tabel 3. Statistik Deskriptif training yang diperlukan oleh pengawas

Training Mean

Std. Deviation N

Supervisi Kelas 3,93 0,359 91 Legal Framework (peraturan-peraturan pemerintah) 3,84 0,522 91 Assessment dan Feedback 3,88 0,491 91 Penulisan laporan visistasi sekolah 3,88 0,417 91 Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah 3,87 0,452 91 Kurikulum dan isu-isu pendidikan terkini 3,92 0,372 91 Pengembangan diri dan sosial 3,85 0,515 91

Dari Tabel 2 di atas dapat terlihat bahwa hampir seluruh pengawas sekolah berpendapat setuju (80-90%) bahwa mereka membutuhkan training pada seluruh bidang yang ditawarkan dalam kuesioner, dan kurang dari 20% menjawab tidak setuju. Training pada supervisi kelas (95,60% setuju) dan kurikulum dan isu-isu pendidikan terkini (94,50% setuju) menempati urutan teratas yang diinginkan oleh hampir keseluruhan pengawas sekolah. Karena pengawas sekolah ingin meningkatkan keahlian mereka dalam supervisi, sangatlah masuk akal kalau mereka menginginkan training tentang supervisi kelas. Terlebih mereka tidak mendapatkan program mentoring dan kebijakan yang ada mensyaratkan 75% supervisi akademis dan 25% supervisi manajemen. Pengawas sekolah juga menginginkan training tentang kurikulum karena mereka membutuhkan pemahaman yang lebih tentang kurikulum yang baru, yakni disempurnakannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (kurikulum 2004) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sehingga mereka perlu mendapat materi terkini untuk membantu sekolah memberikan bimbingan dalam implementasi kurikulum dimaksud. Dari Tabel 3 di atas, pengawas sekolah berpendapat bahwa mereka membutuhkan training yang berhubungan dengan supervisi kelas (M = 3,93), kebijakan-kebijakan pendidikan (M = 3,84), Assessment dan feedback (M = 3,88), penulisan laporan visitasi sekolah (M = 3,88), penelitian dan karya tulis ilmiah (M = 3,87), kurikulum dan isu-isu pendidikan terkini (M = 3,92) pengembangan kompetensi pribadi dan sosial (M = 3,85).

Page 43: jurnal tendik desember 2007

Professional Development Pengawas Sekolah

39

Selanjutnya, jelaslah bahwa pengawas sekolah di Indonesia memiliki potensi besar untuk diberdayakan. Orientasi belajar terus-menerus dari pengawas sekolah Indonesia yang tidak dipengaruhi usia dan lamanya pengalaman kerja harus direspon oleh para pengambil kebijakan mengingat sistem pendidikan di Indonesia, sebagaimana sistem pendidikan di Asia, masih terpengaruh sistem sentralistis sehingga perubahan akan lebih cepat direspons jika hal tersebut adalah kebijakan dari atasan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Penelitian ini berdasarkan persepsi pengawas sekolah di Indonesia. Penelitian ini belum memberikan model professional development yang efektif yang bisa dilaksanakan untuk pengawas sekolah di Indonesia dan juga belum menunjukkan motivasi pengawas sekolah di Indonesia dalam mengembangkan profesionalismenya.

Rekomendasi

Bagi peneliti, penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjawab persoalan-persoalan di atas dan kaitannya dengan peningkatan nilai siswa (student achievement). Diharapkan dengan adanya studi ini dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan dalam menentukan arah dan kebijakan pengembangan profesionalisme pengawas sekolah di Indonesia.

DAFTAR RUJUKAN Bjork, C. 2004. Decentralisation in Education, Institutional Culture and Teacher

Autonomy in Indonesia. International Review of Education, 50:245-262. Depdikbud. 1998. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Pemerintah No. 118

tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. [Ministry of Empowerment of the State Apparatus Decree No: 118 year 1996 about School Supervisor Functional Staff and its Credit Point]. Jakarta: Dikdasmen.

Page 44: jurnal tendik desember 2007

Zainun Misbah

40

Dittendik. 2006. Naskah Akademik Tentang Standar Pengawas Satuan Pendidikan : Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi. [Academic Paper on Standards of School Supervisors: Qualification, Competency and Certification]. Jakarta: Depdiknas.

Early, P. & Bubb, S. 2004. Leading and Managing Continuing Professional

Development Developing People, Developing Schools. London: Paul Chapman Publishing.

Ehren, M.C.M. 2006. Toezicht en Schoolverbetering [Supervision and School

Improvement]. Delft: Eburon. Golding, L. & Gray, I. (Ed.). 2006. Continuing Professional Development for

Clinical Psychologists: A Practical Handbook. Malden, Oxford, Victoria: Blackwell Publishing.

Hanson, E.M. 2003. Educational Administration and Organizational Behavior, fifth

Edition. Boston: Allyn and Bacon. Kristiansen, S. & Pratikno. 2006. Decentralising education in Indonesia,

International Journal of Educational Development, Vol. 26, pp 513-531. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan [School Based Curriculum]. Retrieved on

June, 28th 2007 from http://www.puskur.net MacGilchrist, B., Myers, K., & Reed, J. 2004. The Intelligent School, 2nd ed.

London: Sage Publications. Mukminin, A. 2005. Transformational School Leadership and Professional

Development. Unpublished Master Thesis. University of Groningen, The Netherlands.

Pengawas Sekolah [School Supervisor]. Retrieved on June, 15th 2007 from

http://www.tendik.org Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar

Nasional Pendidikan [Regulation Act No. 19/2005 on National Standards

Page 45: jurnal tendik desember 2007

Professional Development Pengawas Sekolah

41

of Education]. Retrieved on March 20th, 2007 from http://www.gtzsfdm.or.id/documents/laws_n_regs/regulations/2005/PP2005-19_StandarNationalPendidikan.pdf

The World Bank. 2007. Investing in Indonesia’s Education: Allocation, equity, and

efficiency of public expenditures. Unicef. 2007. Indonesia. Retrieved on July, 12th 2007 from

http://www.unicef.org/indonesia/education_2864.html. Worthen, V.E & Mc.Neil, B.W. 2001. What is effective supervision? A national

survey of supervision experts. Retrieved on May, 14th 2007 from http://www.eric.ed.gov/EricDocs/data/ericdocs2sql/content_storage_01/0000019b/80/19/20/57.pdf.

Page 46: jurnal tendik desember 2007

Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 2 No. 3 – Desember 2007

42

PERANAN KEPALA SEKOLAH DALAM PEMBAHARUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Elin Rosalin

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

Abstrak Salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan pada SMK adalah dengan pembaharuan yang dimulai pada tingkat sekolah. Kunci pembaharuan adalah kecepatan pembaharuan dalam berbagai aspek di tingkat sekolah. Kepala SMK harus mampu menciptakan pembaharuan dengan cepat sesuai tuntutan dunia industri sehingga lulusan yang sesuai kebutuhan stakeholder. Penulis mengadopsi teori relativitas. Pembaharuan pada SMK tersebut perlu kecepatan yang sangat tinggi sehingga menghasilkan suatu model aktual yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah bidang pendidikan kejuruan. Model pembaharuan SMK memiliki sejumlah karakteristik. Model pembaharuan untuk pengembangan SMK meliputi beberapa proses utama.

Kata Kunci: motivator, supporter, visoner, missioner, facilitator,

pemberdayaan, pengguna, penyelaras, agen perubahan, penanggung jawab, inovator, kreator, dan adaptor.

PENDAHULUAN

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa salah satu pilar kebijakan Departemen Pendidikan Nasional adalah perluasan akses untuk memperoleh pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan termasuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berangkat dari kebijakan tersebut, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan telah melakukan berbagai upaya peningkatan akses pendidikan untuk SMK antara lain adalah melalui pengembangan Unit Sekolah Baru (USB), pengembangan daya tampung SMK yang ada melalui program SMK Besar, serta pengembangan SMK di daerah terpencil dan daerah pemekaran melalui program SMK “Kecil”, SMK Kelas jauh di Pondok Pesantren, SMK Alih Fungsi, SMK Perbatasan, dan SMK Terpadu.

Page 47: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

43

Data yang dihimpun oleh Balitbang Depdiknas tahun 2005 menunjukkan bahwa populasi tamatan SMP 3,2 juta, sedangkan daya tampung SLTA baru mencapai 1,95 juta. Data tersebut harus dijawab dengan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan khususnya melalui SMK. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa daya tampung SLTA setiap tahun masih belum dapat menampung seluruh tamatan SMP. Di sisi lain, belum terpenuhinya kebutuhan sumber daya manusia yang kompeten pada berbagai sektor, juga mendorong segera dilakukannya peningkatan kualitas dan kuantitas SMK.

Sehubungan dengan peningkatan kualitas SMK tersebut, perlu dilakukan usaha-usaha nyata untuk menciptakan kemajuan. Kemajuan dunia pendidikan kejuruan khususnya SMK masih kurang jika dibandingkan dengan kemajuan dunia industri yang berkembangan dengan sangat pesat. Sebagai contoh, pada tingkat pendidikan menengah khususnya SMK, pada saat praktik, bahan praktik yang digunakan sudah ketinggalan jaman. Untuk bidang otomotif mobil atau motor yang digunakan teknologinya juga sudah ketinggalan jaman. Kondisi ini dapat mengakibatkan lulusan SMK kurang maksimal dalam bekerja di dunia industri karena perbedaan teknologi tersebut. Memang pada sekolah-sekolah kejuruan tertentu; fasilitas, bahan praktik, guru, dan infrastruktur sudah mulai distandarkan sesuai dengan standar internasional dengan munculnya SMKBI (Sekolah Menengah Kejuruan Berstandar Internasional). Selain itu, usaha-usaha pemerintah dalam mengembangkan SMK sudah dilakukan dengan adanya berbagai usaha, misalnya melalui Hibah dan Program SMKBI.

Untuk SMK, upaya pemerintah dalam mengembangkannya dapat dilihat dengan adanya beberapa proyek peninkatan mutu pendidikan yang salah satunya adalah dengan pembentukan SMKBI. Program ini menekankan pada pengembangan sarana, persiapan bahan pengajaran dan dukungan konsultan dalam hal pelaksanaan kurikulum, pengembangan buku teks, peningkatan sistem ujian, peningkatan pelayanan penataran guru, peningkatan pembinaan guru, peningkatan supervisi akademik, perawatan preventif, merancang kembali dan melaksanakan program laboratorium bahasa, serta mengembangkan model pengembangan dan pelaksanaan manajemen SMKBI.

Page 48: jurnal tendik desember 2007

Elin Rosalin

44

PEMBAHASAN

Karakteristik Pembaharuan SMK

Beberapa karakteristik yang mendasari pembaharuan SMK adalah sebagai berikut: Kecepatan Perubahan

Penulis sengaja mengadopsi teori relativitas dari Albert Einstein (1905), yaitu: E = MC2 yang mengatakan bahwa setiap masa (benda-benda) jika dilakukan perubahan dengan kecepatan tinggi, maka akan menghasilkan energi yang sangat besar. Dalam rumus tersebut kecepatan menjadi kunci utama, yaitu kecepatan cahaya (3 x 108 per detik) dan kecepatan tersebut masih dikuadratkan sehingga kecepatan yang dibutuhkan menjadi (9 x 1016 per detik). Konsep berpikir dalam teori tersebut sebenarnya dapat diimplementasikan dalam dunia pendidikan untuk menciptakan pembaharuan khususnya pada SMK. Pembaharuan pada SMK tersebut perlu kecepatan yang sangat tinggi sehingga menghasilkan suatu model aktual yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah bidang pendidikan kejuruan.

Proses perubahan dalam hal ini tidak hanya sekedar perubahan yang biasa dilakukan tanpa memperhatikan kecepatan dalam proses perubahannya. Perubahan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah perubahan dengan kecepatan tinggi sebagaimana teori relativitas Einstein. Tanpa adanya kecepatan yang tinggi perubahan yang dilakukan tidak akan membawa dampak yang besar bagi SMK sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal. Dalam kondisi perubahan yang biasa-biasa saja, lulusan SMK tetap akan tertinggal dengan kebutuhan dunia industri yang berkembang dengan pesat. Kecepatan dan Ketepatan dalam Pengambilan Keputusan Bersama

Dalam pengambilan keputusan harus melibatkan warga SMK sehingga dapat mengakomodir kebutuhannya. Dengan model pengambilan keputusan seperti ini, maka warga SMK merasa bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang terjadi akibat dilaksanakannya keputusan tersebut. Selain itu, warga sekolah merasa dihargai oleh Kepala SMK dengan memperhatikan pendapat mereka. Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa proses pengambilan keputusan model tersebut harus cepat dan tepat sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah pendidikan kejuruan khusus SMK.

Page 49: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

45

Akuntabilitas, transparansi, inovasi, dan kreativitas

Aktualisasi pendidikan nasional yang baru, mengisyaratkan bahwa tanggung jawab pendidikan tidak lagi dipikul hanya oleh pemerintah, tetapi juga dibebankan kepada masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah bersama-sama masyarakat bertanggung jawab pada segala hal yang berkaitan dengan pendidikan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kepedulian yang sama terhadap mutu dan keberhasilan pendidikan. Dalam paradigma baru ini, masyarakat yang selama ini pasif terhadap pendidikan, ditantang untuk lebih aktif bahkan proaktif sebagai penanggung jawab pendidikan. Tanggung jawab ini tidak hanya sekedar memberikan sumbangan untuk pembangunan gedung sekolah dan membayar uang sekolah, yang lebih penting masyarakat diharapkan turut serta menentukan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, termasuk di dalamnya turut bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pendidikan dan memikirkan kesejahteraan tenaga pendidik agar dapat memberikan pendidikan yang bermutu kepada peserta didik. Oleh karena itu, SMK perlu menyelenggarakan akuntabilitas publik sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada masyarakat. Transparansi harus diimplementasikan dalam pengembangan SMK sehingga semua warga sekolah tahu dan merasa bertanggung jawab atas segala aktivitas yang di selenggarakan SMK. Selain itu, iklim yang menciptakan inovasi baru dan munculnya kreativitas baru perlu diciptakan agar peserta didik, guru, dan warga sekolah yang lain sehingga mampu memberikan sumbangan inovasi dan kreativitas baru untuk pengembangan SMK.

Visi dan Misi

Visi dan misi menjadi rujukan dalam proses pembaharuan SMK agar pembaharuan tersebut sesuai dengan kebutuhan SMK dan mampu mengakomodir tuntutan stakeholder. Terkait dengan kondisi tersebut, maka Kepala SMK dalam merumuskan visi dan misi harus mempertimbangkan berbagai aspek, seperti: kebutuhan tenaga kerja, perkembangan teknologi informasi, masukkan dari warga sekolah, dan lain-lain.

Memperhatikan Kebutuhan Warga SMK

Kebutuhan warga SMK harus diperhatikan termasuk juga kesejahteraan guru dan tenaga administtasi sekolah. Apabila kesejahteraan guru terjamin, guru dapat memberi perhatian yang lebih kepada pengajaran. Guru didukung untuk meningkatkan kualifikasi ke tingkat S1 dan didorong untuk melanjutkan ke tingkat

Page 50: jurnal tendik desember 2007

Elin Rosalin

46

yang lebih tinggi. Dukungan dari Kepala SMK mengenai kenaikan pangkat bagi pegawai negeri dan kebutuhan pengembangan profesional dikomunikasikan kepada guru, bahwa hal tersebut penting demi tercapainya tujuan pendidikan SMK. SMK perlu menyediakan bantuan pengajaran langsung dengan mengalokasikan dana untuk bahan pengajaran, pengembangan perpustakaan dan mengizinkan guru untuk lebih kreatif didalam kelas. Kondisi ini secara langsung dapat mengakomodir kebututan siswa. SMK harus memperhatikan kebutuhan siswa dan orang tua. Kebutuhan siswa termasuk pula peningkatan pengajaran, memberikan waktu pengajaran tambahan, menambah kegiatan ekstra kurikuler, melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah mereka, serta mengembangkan program pelatihan keterampilan (ekstra kurikuler) untuk mempersiapkan ke dunia kerja. Kebutuhan komite dan warga masyarakat sekitar SMK juga harus diperhatikan sesuai dengan kapasitas masing-masing sehingga terjadi keterpaduan dan keserasian antara SMK, masyarakat, dan Komite. Secara makro semua sekolah yang melakukan pembaharuan yakin, bahwa sekolah perlu dijadikan tempat yang menyenangkan bagi para siswa sehingga merasa betah berada di sana. Dengan memberikan ketrampilan yang menarik dan peningkatan kegiatan ekstra, siswa akan lebih termotivasi untuk pergi ke sekolah. Salah satu hasilnya adalah apabila kebutuhan siswa diperhatikan, siswa dari kecamatan lain akan tertarik untuk bergabung.

Kebutuhan Teknologi Informasi

Tanenbaum (1999) mengatakan bahwa pengertian teknologi informasi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang perkembangannya sangat pesat. Teknologi informasi sebagai suatu ilmu pengetahuan sangat luas pokok bahasannya. Teknologi informasi merupakan ilmu pengetahuan yang mencakup berbagai hal seperti: sistem komputer hardware dan software, LAN (Local Area Network), MAN (Metropolitan Area Network), WAN (Wide Area Network), sistem informasi manajemen (SIM), sistem telekomunikasi dan lain-lain. Selain itu, SMK perlu bidang teknologi lain seperti otomotif, elektronika, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan arus informasi yang baik dalam SMK tersebut. Pentingnya informasi dalam suatu organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Singh A. (2005) bahwa Information system is to provide accurate and relevant information to users at the right time and at the appropriate level of detail. Berdasarkan pendapat Singh A tersebut dapat diketahui bahwa sistem informasi berfungsi untuk menyediakan informasi yang sesuai dan akurat kepada para pengguna pada saat yang tepat. Dengan demikian dapat

Page 51: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

47

disimpulkan bahwa kebutuhan TI dalam pembaharuan SMK merupakan suatu hal yang mutlak. Dengan adanya TI, SMK dapat dengan mudah mengakses perkembangan teknologi sehingga dalam proses belajar mengajar (PBM) selalu aktual.

Relevansi dengan Kebutuhan Dunia Industri

Banyak lulusan SMK yang kebingungan ketika masuk dalam dunia kerja karena berbagai aspek, seperti: teknologi yang berkembang dalam dunia kerja jauh lebih maju daripada teknologi yang diajarkan di SMK. Oleh karena itu, SMK perlu berusaha untuk melakukan relevansi dalam berbagai bidang agar lulusannya sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Kebutuhan industri ini harus diperhatikan setiap saat dengan memperhatikan perkembangan pasar kerja yang sesuai dengan lulusan SMK masing-masing.

Usulan Model Pembaharuan SMK

Pengembangkan model pembaharuan merupakan pekerjaan yang tidak mudah sebab pengembangan model ini memerlukan kajian dan analisis yang sistemik. Semua aspek diperhatikan agar menghasilkan model yang mendekati sempurna. Untuk membuat model yang sempurna hampir mustahil karena adanya perubahan, perkembangan, dan lain-lain. Dengan demikian, model harus terus dikembang dan dirubah sesuai dengan kebutuhan. Usulan model pembaharuan SMK ini diharapkan dapat memberikan suatu solusi untuk mengembangkan berbagai SMK di Indonesia. Model yang diusulkan ini adalah sistem kerja yang menekankan pada proses pembaharuan dengan memperhatikan unsur kecepatan sebagai kunci utama dan pengendalian dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Adapun model pembaharuan SMK yang dikembangkan seperti gambar di bawah ini.

Page 52: jurnal tendik desember 2007

Elin Rosalin

48

Gambar Model Pembaharuan SMK

Page 53: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

49

Peranan Kepala SMK Berdasarkan Usulan Model Pembaharuan SMK

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan beberapa peranan Kepala SMK sebagai berikut.

Motivator, dan Supporter

Kepala SMK merupakan motor pengerak dalam pembaharuan dengan, memperhatikan visi dan misi SMK, memberikan motivasi (motivator), memberikan dukungan (supporter), dan meningkatan peranan warga sekolah, mampu membaca perkembangan teknologi dan kebutuhan stakeholder, serta mengacu pada nilai-nilai agama dan budaya bangsa dalam proses pembaharuan untuk pengembangan SMK. Dalam Pengembangan Sekolah Model Kepala SMK harus mempunyai keinginan untuk memperbaharui sekolahnya dengan sangat cepat berdasarkan perkembangan teknologi, kebutuhan stakeholder, dan mendasarkan pada nilai-nilai agama dan budaya sekolah. Tujuan dari pembaharuan model ini adalah memperhatikan kebutuhan pembelajaran siswa sehingga relevan dengan kebutuhan stakeholder dan perkembangan teknologi. Kecepatan perubahan yang tinggi merupakan inti dari pembaharuan untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan khususnya pendidikan kejuruan dibandingkan dengan dunia industri. Kepala SMK memandu warga sekolah menuju pengembangan visi dan misi SMK. Melalui diskusi yang diadakan bagi guru dan orang tua siswa, tujuan tertentu telah teridentifikasi untuk tiap tahun pelajaran. Melalui berbagai alat komunikasi, kebutuhan guru dan siswa telah diketahui dan dimasukkan dalam rencana pengembangan. Sebagai pemimpin dalam pengajaran, Kepala SMK menetapkan peranan dari setiap warga sekolah (orang tua siswa, siswa, guru, dan staf). Standar kedisiplinan telah dibuat dan didiskusikan sehingga tiap orang mengetahui pentingnya menciptakan lingkungan belajar. Untuk membantu Kepala SMK, pihak-pihak lain telah diundang untuk memikul bersama tanggung jawab bagi keseluruhan pengembangan sekolah. Guru diberi keleluasaan untuk mengawasi yang lebih dalam proses pembelajaran, namun harus menunjukkan adanya peningkatan prestasi siswa. Gagasan-gagasan telah didiskusikan dengan kepala sekolah lalu diujicobakan. Program yang berhasil akan dilanjutkan, yang tidak berhasil akan dilakukan evaluasi untuk perbaikan program di masa depan. Pemberian kesempatan kepada guru untuk menguji gagasan-gagasan baru mendukung sejumlah pengembangan kritis. Guru dianggap sebagai orang yang profesional dan menganggap sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang dinamis dan tidak membosankan. Iklim yang seperti ini akan membuat guru merasa nyaman, dihargai dan diberdayakan dengan baik.

Page 54: jurnal tendik desember 2007

Elin Rosalin

50

Visioner dan Missioner

Peranan Kepala SMK sebagai visoner dan missioner dalam merumuskan visi dan misi sangat penting. Visi yang dibangun dalam tulisan ini adalah konsepsi visi keunggulan yang bersifat tegas mengandung tujuan, perilaku, kriteria kinerja yang dijadikan pedoman organisasi. Hal senada dengan pendapat Bryson (2000) yang merinci bahwa indikator visi keberhasilan harus meliputi (1) menekankan tujuan, perilaku, kriteria kinerja, aturan keputusan dan standar yang merupakan pelayanan publik dan bukan untuk pelayanan diri sendiri; (2) disebarkan secara luas dikalangan anggota organisasi dan stakeholder lainnya; (3) digunakan untuk menyebarluaskan keputusan dan tindakan organisasi yang penting dan minor. Visi keunggulan dan misi menjadi rujukan dalam proses pembaharuan SMK agar pembaharuan tersebut sesuai dengan kebutuhan SMK dan mampu mengakomodir tuntutan stakeholder. Terkait dengan kondisi tersebut, maka Kepala SMK harus mampu merumuskan visi keunggulan dan misi serta harus mempertimbangkan berbagai aspek, seperti: kebutuhan tenaga kerja, perkembangan teknologi informasi, masukkan dari warga sekolah, dan lain-lain.

Facilitator Guru

Guru merupakan ujung tombak dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu, semua pihak yang terkait dengan SMK khususnya kepala sekolah harus memberikan dukungan fasilitas kepada mereka dalam usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Ada tiga hal yang perlu difasilitasi, yaitu : kesejahteraan guru, pengembangan profesional dan bantuan dalam pengajaran. Untuk mendorong motivasi guru, semua itu perlu diperhatikan. Model pembaharuan mencatat adanya keterbukaan dalam komunikasi antara kepala sekolah dan para pemegang peranan lainnya. Melalui proses ini, kebutuhan guru dapat diketahui dan dukungan yang memadai diperlukan dari kepala sekolah dan para orang tua siswa. Pengalaman dari Pengembangan Sekolah Model memperjelas adanya beragam cara untuk membantu guru. Kesejahteraan guru dapat ditingkatkan melalui pemberian biaya transport, makan siang gratis, pemberian honor tambahan untuk kelebihan jam mengajar atau mengikuti pelatihan khusus. Kepala SMK mempunyai perhatian lebih dalam pengembangan profesional guru dengan mengkaji-ulang kriteria kenaikan pangkat pegawai negeri dan membantu guru dalam hal ini dan mendukung semua jenjang pelatihan. Semua SMK menitikberatkan pada peningkatan pendidikan guru, agar sekurang-kurangnya berpendidikan S1. Hal ketiga adalah memperhatikan penyediaan bahan baru untuk mata pelajaran yang diajarkan, tambahan sumber

Page 55: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

51

perpustakaan, peningkatan laboratorium bahasa, penyediaan bahan dan tempat praktik yang memadai sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan stakeholder, penyediaan laboratorium komputer yang sudah online dan perlengkapan audio-visual.

Facilitator Komite Sekolah

Kepala SMK harus memfasilitasi kebutuhan komite dalam proses pembaharuan untuk pengembangan SMK. Peranan komite jangan dianggap sebagai pengawas, tetapi sebagai rekan kerja yang saling bantu dalam mengatasi semua permasalahan yang berkembang di SMK.

Facilitator Kebutuhan Siswa

Tujuan utama sekolah secara umum termasuk SMK adalah memberikan pendidikan yang baik bagi peserta didik sesuai bidangnya masing-masing. Oleh karena itu pencapaian hasil belajar siswa merupakan perhatian utama dalam semua usaha pembaharuan untuk pengembangan sekolah. Kualitas lulusan SMK tergantung pada banyak faktor, diantaranya dukungan fasilitas Kepala SMK, kinerja guru, kualitas PBM, motivasi belajar, dukungan orang tua, lingkungan belajar, dan lain-lainnya. Kepala SMK harus mampu memfasilitasi pengelolaan sumber daya yang ada untuk menciptakan kualitas proses pembelajaran. Guru-guru harus mampu memotivasi menyelenggarakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Orang tua juga harus memberikan dukungan fasilitas belajar kepada putra dan putrinya dalam menyukseskan proses pembelajaran. Apabila seluruh warga sekolah mempunyai pandangan yang sama mengenai pentingnya fasilitas proses pembelajaran, kesinambungan dalam memberikan perhatian untuk keberhasilan siswa, maka hal ini akan menjadi kesan yang baik kepada siswa. Selain mempunyai pemahaman Kejuruan mengenai peranan pendidikan, metode pengajaran dan bahan pengajaran yang tepat dan efektif akan memperkuat prospek keberhasilan siswa. Rencana lainnya yang dapat memberikan motivasi adalah penambahan kegiatan ekstra kurikuler yang menarik bagi siswa. Hal ini dapat bervariasi, mulai dari kegiatan olahraga, pendidikan keagamaan, program pelatihan ketrampilan untuk persiapan kerja (komputer, Bahasa Inggris, elektronika, telekomunikasi, dan otomotif). Peran serta siswa dalam pengambilan-keputusan harus mendapat perhatian yang serius sehingga pendapat dan keberadaan siswa dalam SMK dihargai dan diakui. Peran tersebut dapat salurkan melalui mekanisme perwakilan siswa dalam OSIS. Siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi

Page 56: jurnal tendik desember 2007

Elin Rosalin

52

sendiri apa kebutuhan mereka yang dapat memberi sumbangan kepada pengembangan SMK. Beberapa usulan kegiatan, pelaksanaannya menjadi tangung jawab siswa. Masalah-masalah lain yang juga menjadi perhatian dari semua sekolah adalah kebutuhan akan adanya lingkungan yang aman bagi siswa dan guru untuk datang ke SMK.

Pemberdayaan Masyarakat

Kepala SMK harus mampu memberdayakan masyarakat di sekitarnya dengan maksimal dalam peningkatan mutu pendidikan. Masyarakat sekitar SMK dimaksud adalah orang tua siswa, kantor pendidikan dan pemerintah, industri-industri, serta pengusaha setempat. Dengan melibatkan masyarakat tersebut, maka SMK akan memperoleh sumber tambahan baik dalam hal dukungan pendidikan maupun sumber-sumber keuangan tambahan untuk pengembangan sekolah. Selain itu, SMK juga dapat masukkan lain berupa ide-ide baru yang penyelenggaraan PBM, praktik kerja lapangan bagi siswa di industri-industri, peningkatan motivasi belajar, kesempatan kerja bagi lulusan SMK, dan lain-lain. Hal-hal tersebut secara umum dapat meningkatkan kualitas SMK sehingga pembaharuan untuk pengembangan SMK dapat berjalan dengan lancar.

Pengguna Teknologi Informasi

Kepala SMK harus mampu membaca dan memprediksi kebutuhan teknologi informasi dalam pembaharuan SMK, karena hal itu merupakan suatu hal yang harus dipenuhi. Penyesuaian terhadap perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat harus terus dilakukan agar pengembangan SMK tidak terhambat. Dengan adanya teknologi informasi, SMK dapat dengan mudah mengakses perkembangan teknologi informasi sehingga dalam proses pembelajaran menjadi lancar, selalu aktual, dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks).

Penyelaras Relevansi dengan Kebutuhan Stakeholder

Kepala SMK harus mampu membaca kebutuhan stakeholder dan mampu menciptakan kualitas PBM dengan memperdayakan sumber daya yang ada untuk menghasilkan lulusan yang selaras relevan dengan kebutuhan stakeholder. Keselarasan relevansi lulusan dengan kebutuhan stakeholder ini sangat penting dilakukan agar lulusan SMK tidak mengalami kesulitan dalam bekerja di dunia industri yang secara fakta memiliki kemajuan teknologi yang begitu pesat.

Page 57: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

53

Agen Perubahanan

Kepala SMK sebagai agen perubahan harus cepat dalam melakukan perubahan dan tepat dalam pengambilan keputusan serta perlu melibatkan warga SMK sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan yang menjadi tanggung jawab bersama. Pengambilan keputusan secara bersama-sama akan memberikan beberapa keuntungan diantaranya keputusan tersebut lebih tepat sasaran karena sesuai kebutuhan warga sekolah dan adanya tanggung jawab bersama. Selain itu, warga sekolah merasa dihargai oleh Kepala SMK dengan memperhatikan pendapat mereka. Model pengambilan keputusan seperti ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah pendidikan kejuruan khusus SMK.

Transparansi, Penanunggyung jawab, Inovator, dan Kreator

Kepala SMK harus mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip transparansi dalam pengembangan SMK sehingga semua warga sekolah tahu dan merasa bertanggung jawab atas segala program kegiatan yang diselenggarakan SMK termasuk bidang keuangan. Selain itu, Kepala SMK perlu menyelenggarakan pertanggungjawaban (akuntabilitas) publik sebagai bentuk tanggung jawab sekolah kepada masyarakat. Kepala SMK perlu menciptakan iklim yang menumbuhkan inovasi baru dan munculnya kreativitas baru dikalangan peserta didik, guru, dan warga sekolah yang lain sehingga mampu memberikan sumbangan inovasi dan kreativitas baru untuk pengembangan SMK.

Adaptor dengan Nilai-Nilai Agama dan Budaya Bangsa Indonesia

Keseluruhan proses model pembaharuan SMK yang terdiri dari: kecepatan dalam menciptakan perubahan dan pengambilan keputusan bersama, akuntabilitas, transparansi, inovasi, kreativitas, visi dan misi sekolah, memperhatikan kebutuhan warga sekolah (guru, siswa, komite, dan masyarakat sekitar sekolah), memperhatikan kebutuhan teknologi informasi, dan relevansi dengan kebutuhan stakeholder (dunia industri) harus dikendalikan atau disesuaikan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa Indonesia (adaptor). Hal ini harus dilakukan agar hasil pembaharuan SMK tersebut tidak salah arah. Nilai-nilai agama dan budaya bangsa berfungsi sebagai pengendali pembaharuan SMK agar lulusan yang dihasilkan memiliki kemampuan yang bagus dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bernurani. Dengan demikian dapat disimpulkan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa dalam pembaharuan SMK akan mencetak lulusan yang

Page 58: jurnal tendik desember 2007

Elin Rosalin

54

pandai, agamis, dan bermoral tinggi. Apabila persyaratan kesesuaian dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa terpenuhi, maka proses pembaharuan SMK tersebut menuju tahap berikutnya, yaitu pembaharuan SMK yang diharapkan. Namun sebaliknya, jika dalam proses pembaharuan SMK tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa, maka proses pembaharuan SMK tersebut diulang dari depan sebagaimana terlihat dalam gambar di atas tadi.

Model ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: kecepatan dalam perubahan dan pengambilan keputusan bersama secara sistemik akan berlangsung mandiri karena ada kesadaran pada semua warga sekolah, SMK tidak hanya tergantung pada kepala sekolah semata karena semua pihak terlibat dalam setiap aktivitasnya, proses transparansi, akuntabilitas, inovasi, dan kreativitas bisa tercipta melalui kesadaran semua warga sekolah, visi dan misi menjadi acuan dalam pembaharuan sehingga terarah, relevansi terhadap kebutuhan stakeholder dan penyesuaian dengan perkembangan TI sangat diperhatikan dalam model ini, dan yang terakhir adanya kontrol dari keseluruhan proses pembaharuan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa Indonesia.

Berdasarkan penjelasan sebagaimana uraian di atas maka dapat dirangkum peranan Kepala SMK dalam usaha-usaha melakukan pembaharuan di SMK adalah sebagai: motivator dan supporter, visoner dan missioner, facilitator, pemberdayaan, pengguna teknologi informasi, penyelaras, agen perubahan, penanggung jawab, inovator, kreator, dan adaptor.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Model pembaharuan SMK memiliki karakteristik sebagai berikut: kecepatan dalam menciptakan perubahan dan pengambilan keputusan bersama, akuntabilitas, transparansi, inovasi, kreativitas, visi dan misi sekolah, memperhatikan kebutuhan warga sekolah, memperhatikan kebutuhan teknologi informasi, dan relevansi dengan kebutuhan stakeholder). Model pembaharuan untuk pengembangan SMK meliputi tiga proses utama. Untuk melakukan pembaharuan SMK diperlukan kehandalan kepala seklah memiankan peranan-peranannya.

Rekomendasi

Pengembangan model pembaharuan SMK dan sosialisasinya perlu dilakukan secara terus menerus agar warga SMK tergerak dan sadar untuk melakukan

Page 59: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

55

pembaharuan dalam rangka pengembangan SMK. Hal ini perlu secara terus-menerus dilakukan agar pendidikan menengah kejuruan dalam hal ini SMK dapat mengejar ketertinggalan dengan dunia industri. Usaha pengembangan model pembaharuan SMK dan sosialisasinya tersebut, secara langsung dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan mutu pendidikan menengah kejuruan.

Peran Kepala SMK dalam mewujudkan pembaharuan untuk pengembangan SMK sangat besar dan kompleks. Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme seleksi yang ketat dan transparan dalam pemilihan Kepala SMK. Seleksi tersebut didasarkan pada kejujuran, kemampuan, komitmen dan loyalitas terhadap lembaga, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja. Proses seleksi harus menganut prinsip-prinsip transparansi dan mengabaikan unsur-unsur kepentingan-kepentingan tertentu.

DAFTAR RUJUKAN Bryson, J.M. 2000. A Perspective On Planning And Crisis In The Public Sector,

Strategic Management Journal. Vol 3.

Balitbang Depdiknas. 2005. Data Populasi Tamatan SMP dan SMA. Balitbang Depdiknas. Jakarta.

Einstein A. 1905. Special Theory of Relativity. (online). Tersedia:

http://nobelprize.org/nobel_prizes/physics/laureates/1921/einstein-bio.html (4 Mei 2008).

Einstein A. 1916. General Theory of Relativity. (online). Tersedia:

http://nobelprize.org/nobel_prizes/physics/laureates/1921/einstein-nobel.html (4 Mei 2008).

Singh A. 2005. Telecommunications System & Internet Communications. Journal

Of Information Technology And Libraries. (online), Tersedia: http://proquest.umi.com/pqdweb (21 Mei 2005).

Tanenbaum. 1996. Computer Networks, AS. London: Prentise Hall. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Page 60: jurnal tendik desember 2007

Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 2 No. 3 – Desember 2007

56

PERANAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Sri Marmoah

Universitas Batanghari Jambi

Abstrak Peranan kepala sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang ada di negara kita sangat penting dengan melakukan usaha-usaha untuk mengembangkan sekolah. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan melalui pengembangan pengelolaan pendidikan dan pengenalan model pembaharuan sekolah. Pengembangan pengelolaan pendidikan meliputi sejumlah hal. Terdapat beberapa karakteristik pembaharuan sekolah dan sejumlah peranan yang harus dimainkan kepala sekolah dalam mengelola dan mengembangkan sekolah.

Kata Kunci: komunikasi yang terbuka, pengambilan keputusan,

kebutuhan, keterpaduan. PENDAHULUAN

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mencakup standar: (1) isi; (2) proses; (3) kompetensi lulusan; (4) pendidik dan tenaga kependidikan; (5) sarana dan prasarana; (6) pengelolaan; (7) pembiayaan; dan (8) standar penilaian pendidikan. Salah satu standar tenaga kependidikan adalah standar kepala sekolah/madrasah. Standar ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah.

Salah satu tenaga kependidikan yang memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan mutu sekolah adalah kepala sekolah yang bertugas sebagai pengelola dan pengembang sekolah dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Kepala sekolah memiliki peranan yang penting bagi pengembangan sekolah terkait dengan tugasnya tersebut. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan kepala sekolah harus terus dilakukan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Tugas kepala sekolah secara umum adalah bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan penyelenggaraan pendidikan baik ke dalam maupun ke luar yakni dengan

Page 61: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

57

melaksanakan kebijakan, peraturan-peaturan, dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga yang lebih tinggi (Tim Dosen AP UPI, 2007: 107).

Dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25/ Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang sekarang keduanya sudah direvisi serta perangkat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang berkaitan dengan revisi tersebut, memang telah membawa perubahan paradigma pengelolaan sistem pendidikan. Tentu ini akan berakibat terhadap perubahan struktural dalam pengelolaan pendidikan, dan berlaku juga pada penentuan stakeholder di dalamnya. Jika di masa lalu, stakeholder pendidikan itu sepenuhnya ada di tangan aparat pusat, maka di era otonomi pendidikan sekarang ini, peranan sebagai stakeholder itu akan tersebar kepada berbagai pihak yang berkepentingan.

Salah satu model pengelolaan yang kini digagas Departemen Pendidikan Nasional adalah apa yang disebut Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan salah satu model manajemen pendidikan yang berbasis pada otonomi atau kemandirian sekolah dan aparat daerah dalam menentukan arah, kebijakan, serta jalannya pendidikan di daerah masing-masing. Keberhasilan dalam pelaksanaan MBS sangat ditentukan oleh perwujudan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas sekolah di tingkat kabupaten/kota. Gagasan MBS sebenarnya dapat merupakan jawaban atas tantangan pendidikan kita ke depan, yaitu sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Tantangan ini cukup relevan dengan keadaan manajemen pendidikan kita sekarang, dimana manajemen pendidikan nasional secara keseluruhan masih bersifat sentralistis sehingga kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Manajemen pendidikan yang sentralistis tersebut telah menyebabkan terjadinya kebijakan yang seragam yang tidak dapat mengakomodasikan perbedaan keragaman/kepentingan daerah/sekolah/peserta didik, serta mematikan partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan. Di samping pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan pendidikan, MBS juga bertujuan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan semua stakeholder pendidikan di sekolah, sehingga tercipta sense of belonging (rasa

Page 62: jurnal tendik desember 2007

Sri Marmoah

58

memiliki) dari mereka. Dengan demikian, diharapkan partisipasi dari para stakeholder semakin besar dan mengakibatkan semakin besar pula rasa memiliki sehingga rasa tanggung jawab dan dedikasi juga akan meningkat.

Selain pengembangan manajemen pendidikan, pengenalan model pembaharuan sekolah perlu disosialisasikan dan implementasinya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing sehingga kemandirian sekolah dapat diwujudkan. Karakteristik pembaharuan sekolah terdiri dari: komunikasi yang terbuka, pengambilan keputusan bersama, memperhatikan kebutuhan guru, memperhatikan kebutuhan siswa, keterpaduan antara sekolah dan masyarakat. Model pembaharuan untuk pengembangan sekolah meliputi dua proses utama, yaitu: (1) keinginan kepala sekolah untuk meningkatkan intensitas komunikasi di antara para pemegang peran, dan (2) tanggung jawab pemegang peran dalam pengambilan keputusan dalam rangka pemecahan masalah (Umaedi,1999).

PEMBAHASAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN SMA

Fungsi Manajemen Pendidikan

Fungsi manajemen pendidikan meliputi: perencanaan sekolah, pelaksanaan program sekolah, pengelolaan sumber daya pendidikan, dan pengawasan.

Perencanaan Sekolah.

Perencanaan sekolah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam operasional sekolah. Perencanaan sekolah dalam hal ini meliputi: (1) mengidentifikasi aspirasi masyarakat dalam bidang pendidikan; (2) memberi masukan kebijakan pendidikan; (3) memberi pertimbangan kepada dinas pendidikan dalam membuat keputusan; (4) memberikan rekomendasi terhadap keputusan dinas pendidikan; dan (5) memberikan masukan untuk menyosialisasikan kebijakan dan program pendidikan di daerah.

Pelaksanaan Program Sekolah

Pelaksanaan program sekolah terdiri dari: (1) pengembangan kurikulum; (2) pengembangan proses pembelajaran; dan (3) penilaian. Pengembangan kurikulum dimulai dari perencanaan kurikulum sampai dengan penilaian kurikulum. Pengembangan proses pembelajaran dimulai dari perencanaan proses pembelajaran sampai dengan penilaian hasil belajar. Penilaian dimulai dari penilaian kinerja guru,

Page 63: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

59

penilaian kinerja tenaga administrasi sekolah, penilaian kinerja kepala sekolah, sampai penilaian kinerja lembaga.

Pengelolaan Sumberdaya Pendidikan

Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) terdiri atas: (1) peningkatan kualitas SDM, (2) pengembangan sarana dan prasarana, dan (3) pengelolaan anggaran. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan, workshop, dan studi lanjut. Pengembangan sarana dan prasarana dilakukan dengan pengajuan dana hibah, dana masyarakat, dan sumbangan dari berbagai pihak. Pengelolaan anggaran mengacu pada prinsip transparansi dan peraturan-peraturan yang berlaku.

Pengawasan

Bentuk pengawasan sekolah meliputi kegiatan: (1) pengontrolan perencanaan pendidikan di sekolah; (2) pemantauan pelaksanaan program sekolah; (3) pemantauan output pendidikan. Pengontrolan perencanaan pendidikan dilakukan dengan melihat ada tidaknya renstra sekolah. Pemantauan pelaksanaan program sekolah dilakukan dengan monitoring internal dan eksternal. Output pendidikan meliputi prestasi akademik dan nonakademik. Prestasi akademik berupa hasil belajar siswa di sekolah dan hasil ujian nasional. Prestasi nonakademik misalnya prestasi di bidang olah raga, kesenian, perilaku, dan kepribadian siswa. Pemantauan output pendidikan dilakukan dengan melihat hasil belajar sehari-hari di sekolah dan hasil ujian nasional.

Indikator Manajemen Pendidikan

Sampai saat ini masalah yang paling mendasar dalam sistem pendidikan nasional adalah efisiensi dalam manajemen pendidikan. Oleh karena itu, berbagai ukuran efisiensi dan optimasi dalam manajemen pendidikan perlu dipantau dan dievaluasi secara terus-menerus dan dalam waktu yang teratur. Beberapa indikator manajemen pendidikan yang dapat dipantau secara terus-menerus adalah: (1) kenaikan anggaran pendidikan (sekolah dan daerah otonom) yang diperoleh dari sumber-sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat termasuk sumber lain seperti dunia usaha; (2) kemampuan pengadaan sarana-prasarana pendidikan di sekolah yang diperoleh dari masyarakat; (3) kemampuan pengadaan sumberdaya manusia (guru dan tenaga kependidikan) yang diperoleh dari sumber masyarakat; (4) perubahan dalam tingkat efisiensi pendayagunaan tenaga guru di

Page 64: jurnal tendik desember 2007

Sri Marmoah

60

sekolah yang diukur dengan tingkat turn-over; (5) penurunan persentase mengulang kelas rata-rata pada suatu satuan pendidikan tertentu; (6) penurunan persentase putus sekolah rata-rata pada suatu satuan pendidikan; dan (7) peningkatan angka melanjutkan sekolah (transition rate) dari suatu sekolah ke sekolah pada jenjang pendidikan berikutnya.

Layanan Pendidikan

Mortensen & Schmuller (Prayitno,1994) mengatakan bahwa ada tiga bidang layanan pendidikan, yaitu: (1) administrasi dan supervisi, (2) pengajaran, dan (3) bimbingan dan konseling. Ketiga bidang tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya dalam mendukung proses pendidikan. Keberadaan ketiga bidang layanan tersebut sangat dibutuhkan di sekolah agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik dan proses perkembangan peserta didik dapat berjalan secara optimal.

Ketiga bidang layanan pendidikan sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut ini: (1) administrasi dan supervisi, yaitu bidang meliputi berbagai fungsi yang berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan kebijakan, serta bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan dan administrasi sekolah, seperti perencanaan, pembiayaan, pengadaan, pengembangan staf, sarana prasarana fisik, dan pengawasan; (2) pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran, yaitu penyampaian dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan berkomunikasi peserta didik; dan (3) bimbingan dan konseling, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu kepada pelayanan siswa secara individual agar masing-masing peserta didik dapat berkembang sesuai dengan bakat, potensi, minat-minatnya, dan tahap-tahap perkembangannya. Pelayanan bimbingan dan konseling dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pengajaran, seperti proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif apabila para siswa terbebas dari masalah-masalah yang dihadapinya. Pembebasan masalah-masalah siswa tersebut dilakukan melalui pelayanan bimbingan dan konseling.

Peranan kepala sekolah dalam pengelolaan Sekolah Menengah Atas (SMA) mengacu pada prinsip-prinsip manajemen pendidikan berdasarkan pendapat Douglass (1963) sebagai berikut: (1) memprioritaskan tujuan di atas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme kerja, (2) mengkoordinasikan wewenang dan tanggung jawab, (3) memberi tanggung jawab pada personil sekolah hendaknya sesuai dengan sifat-sifat dan kemampuannya, (4) mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia, dan (5) relativitas nilai-nilai.

Page 65: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

61

Pengembangan SMA dengan Model Pembaharuan Sekolah Selain pengelolaan sekolah dengan manajemen pendidikan, cara lain untuk

pengembangan sekolah adalah pengenalan model pembaharuan sekolah. Model pembaharuan sekolah perlu disosialisasikan dan implementasinya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing dalam hal ini SMA. Untuk mengetahui lebih jaug tentang model pembaharuan sekolah, maka perlu diketahui karakteristik-karakteristiknya. Adapun beberapa karakteristik yang mendasari pembaharuan sekolah adalah seperti berikut ini.

Komunikasi yang Lebih Terbuka

Secara umum, komunikasi di antara para pemegang peranan meningkat dari sebelumnya. Ada beberapa perbedaan tingkat keterbukaan dan cara pendekatan yang dikomunikasikan pada setiap sekolah. Pada beberapa sekolah, semua yang terlibat dan masalah-masalah disampaikan untuk menjadi perhatian para pemegang peran melalui rapat, diskusi informal dan surat (kepada orang tua siswa) atau melalui kegiatan sekolah biasa (misalnya pada upacara bendera setiap hari Senin). Pada sekolah lain frekuensi dan kesempatan untuk menerima umpan balik sangat kurang, walaupun pemegang peran merasa bahwa keadaan sekarang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan adanya komunikasi yang lebih terbuka (transparan), maka para pemegang peran akan merasa lebih positif mengenai sekolah. Hal ini dapat menciptakan dasar yang kuat untuk mendukung pengembangan sekolah melalui peran serta para pemegang peranan.

Pengambilan Keputusan Bersama

Secara umum, para pemegang peranan mengalami lebih banyak tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. Tingkat pengambilan keputusan yang harus diambil oleh para pemegang peranan berbeda antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Seluruh pemegang peranan mengalami peningkatan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan sebelumnya. Para pemegang peranan merasa lebih terlibat di dalam proses tersebut dan yakin bahwa kepala sekolah menghargai pendapat mereka. Hirarki pengambilan keputusan telah ditetapkan dan menunjukkan keputusan apa dan oleh siapa yang diperoleh bagi masing-masing pemegang peranan.

Page 66: jurnal tendik desember 2007

Sri Marmoah

62

Memperhatikan Kebutuhan Guru

Perhatian dan kemampuan sekolah terhadap hal ini dapat memberikan berbagai tingkatan motivasi pada guru. Kebutuhan guru termasuk juga kesejahteraan pribadi, pengembangan profesional dan bantuan dalam pengajaran. Apabila kesejahteraan guru terjamin, guru dapat memberi perhatian yang lebih kepada pengajaran. Guru didukung untuk meningkatkan kualifikasi ke tingkat S1 dan didorong untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Dukungan dari kepala sekolah mengenai kenaikan pangkat bagi pegawai negeri dan kebutuhan pengembangan profesional dikomunikasikan kepada guru, bahwa hal tersebut penting demi tercapainya tujuan pendidikan sekolah. Akhirnya beberapa sekolah menyediakan bantuan pengajaran langsung dengan mengalokasikan dana untuk bahan pengajaran, pengembangan perpustakaan dan mengizinkan guru untuk lebih kreatif di dalam kelas.

Memperhatikan Kebutuhan Siswa

Sekolah yang memperhatikan kebutuhan siswa lebih diterima oleh siswa, orang tua dan masyarakat. Kebutuhan siswa termasuk pula peningkatan pengajaran, memberikan waktu pengajaran tambahan untuk persiapan Ujian Nasional, menambah kegiatan ekstra kurikuler, melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah mereka, serta mengembangkan program pelatihan keterampilan (ekstra kurikuler) untuk mempersiapkan ke dunia kerja. Semua sekolah yang melakukan pembaharuan yakin, bahwa sekolah perlu dijadikan tempat yang menyenangkan bagi para siswa sehingga merasa betah berada di sana. Dengan memberikan ketrampilan yang menarik dan peningkatan kegiatan ekstra, siswa akan lebih termotivasi untuk pergi ke sekolah. Salah satu hasilnya adalah apabila kebutuhan siswa diperhatikan, siswa dari kecamatan lain akan tertarik untuk bergabung.

Keterpaduan Sekolah dan Masyarakat

Sekolah mempunyai peranan sosial yang penting dalam masyarakat. Yang termasuk masyarakat dalam konteks ini adalah orang tua siswa dan masyarakat setempat. BP3 adalah alat utama untuk saling bertemu bagi sekolah dan orang tua siswa. Biasanya rekomendasi kepala sekolah dikaji ulang dalam rapat BP3 (sekarang komite sekolah) dan anggotanya memutuskan rekomendasi mana yang akan didukung sebagai masalah utama yang perlu didanai. Rekomendasi kepala sekolah

Page 67: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

63

didasarkan pada perhatian tersebut, namun tercermin dalam pemikiran guru, siswa, orang tua siswa dan masyarakat. Perhatian pemegang peran telah dikomunikasikan secara formal melalui rapat (misalnya rapat guru) atau secara informal melalui diskusi perseorangan dengan kepala sekolah.

Usulan Model Pembaharuan untuk Pengembangan Sekolah

Mengembangkan model pembaharuan adalah tugas yang sulit karena proses pembaharuan adalah usaha yang multidimensional. Tidak ada satu model pun yang dapat menjelaskan dengan sempurna betapa rumitnya pengembangan sekolah. Yang akan diusulkan oleh para konsultan adalah kerangka kerja yang memberi pedoman pada proses pembaharuan seperti gambar di berikut ini.

Gambar Model Pembaharuan untuk Pengembangan Sekolah

(Sumber: http://schooldevelopment.net/changei.html)

Salah satu keuntungan dari model ini adalah apabila sekolah sudah mencapai tingkat-tingkat komunikasi terbuka yang optimal dan pengambilan keputusan bersama, sekolah dapat menjadi mandiri. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa kepala sekolah berfungsi sebagai koordinator pada fungsi sekolah yang berbeda. Masalah utama adalah arah pengembangan sekolah dan identifikasi sumber keuangan untuk membantu pengembangan sekolah yang dapat berjalan terus menerus dalam kegiatan kepala sekolah. Dalam sistem pendidikan di mana kepala sekolah secara periodik diganti, pendekatan ini membuat pengembangan sekolah dapat tetap dilanjutkan meskipun kepala sekolah yang baru, baru diperkenalkan dengan sekolahnya.

Page 68: jurnal tendik desember 2007

Sri Marmoah

64

Model ini merupakan tinjauan yang menyeluruh terhadap semua yang terlibat dalam proses pengembangan kondisi untuk pembaharuan di sekolah. Ketika Sekolah Menengah Umum berjalan menuju peningkatan mutu berbasis sekolah, hal ini menunjukkan kepada sekolah bahwa proses pengembangan akan tercapai.

Penjelasan Model Pengembangan Sekolah

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.

Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan pribadi yang menjadi inti dalam peningkatan dan pengembangan sekolah. Para Konsultan melihat bahwa dalam Pengembangan Sekolah Model kepala sekolah mempunyai keinginan untuk memperbaharui sekolah. Tujuannya adalah memperhatikan kebutuhan pembelajaran siswa. Hal ini merupakan inti dari berbagai usaha pengembangan. Kepala sekolah memandu pemegang peran menuju pengembangan visi dan misi sekolah. Melalui diskusi yang diadakan bagi guru dan orang tua siswa, tujuan tertentu telah teridentifikasi untuk tiap tahun pelajaran. Melalui berbagai alat komunikasi, kebutuhan guru dan siswa telah diketahui dan dimasukkan dalam rencana pengembangan. Sebagai pemimpin dalam pengajaran, kepala sekolah menetapkan peranan dari setiap pemegang peran (orang tua siswa, siswa, guru, dan staf). Standar kedisiplinan telah dibuat dan didiskusikan sehingga tiap orang mengetahui pentingnya menciptakan lingkungan belajar. Untuk membantu kepala sekolah, pihak-pihak lain telah diundang untuk memikul bersama tanggung jawab bagi keseluruhan pengembangan sekolah. Guru diberi keleluasaan untuk mengawasi yang lebih dalam proses pembelajaran, namun harus menunjukkan adanya peningkatan prestasi siswa. Gagasan-gagasan telah didiskusikan dengan kepala sekolah lalu diujicobakan. Program yang berhasil akan dilanjutkan, yang tidak berhasil akan dibatalkan. Pemberian kesempatan kepada guru untuk menguji gagasan-gagasan baru mendukung sejumlah pengembangan kritis. Guru dianggap sebagai orang yang profesional dan menganggap sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang dinamis dan tidak membosankan. Pada akhirnya, hal ini akan membuat guru merasa diberdayakan.

Kebutuhan Guru

Guru merupakan dasar bagi semua usaha pendidikan. Mendukung mereka dalam berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah sangat penting.

Page 69: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

65

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : kesejahteraan guru, pengembangan profesional dan bantuan dalam pengajaran. Untuk mendorong motivasi guru, semua itu perlu diperhatikan. Model pembaharuan mencatat adanya keterbukaan dalam komunikasi antara kepala sekolah dan para pemegang peran lainnya. Melalui proses ini, kebutuhan guru dapat diketahui dan dukungan yang memadai diperlukan dari kepala sekolah dan para orang tua siswa. Pengalaman dari Pengembangan Sekolah Model memperjelas adanya beragam cara untuk membantu guru. Kesejahteraan guru dapat ditingkatkan melalui pemberian biaya transport, makan siang gratis, pemberian honor tambahan untuk kelebihan jam mengajar atau mengikuti pelatihan khusus. Kepala sekolah mempunyai perhatian lebih dalam pengembangan profesional guru dengan mengkaji-ulang kriteria kenaikan pangkat pegawai negeri dan membantu guru dalam hal ini dan mendukung semua jenjang pelatihan. Semua sekolah menitikberatkan pada peningkatan pendidikan guru, agar sekurang-kurangnya berpendidikan S1. Hal ketiga adalah memperhatikan penyediaan bahan tambahan untuk mata pelajaran yang diajarkan, tambahan sumber perpustakaan, peningkatan laboratorium bahasa dan IPA, penyediaan laboratorium komputer dan perlengkapan audio-visual.

Kebutuhan Siswa

Tujuan utama sekolah adalah memberikan pendidikan yang baik bagi generasi muda Indonesia. Oleh karena itu pencapaian hasil belajar siswa merupakan perhatian utama dalam semua usaha pengembangan. Prestasi siswa tergantung pada banyak faktor. Salah satu yang sangat menentukan adalah motivasi belajar. Semua sekolah model menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini dapat tercapai melalui peranan yang jelas dari masing-masing pemegang peran termasuk siswa dan orang tua siswa. Siswa bertanggung jawab dalam belajar sedangkan yang lainnya membantu mereka. Guru dan kepala sekolah menaruh harapan yang tinggi terhadap masing-masing siswa. Apabila seluruh pemegang peran mempunyai pandangan yang sama mengenai pentingnya pembelajaran, keajegan dalam memberikan perhatian untuk keberhasilan siswa, hal itu merupakan pesan yang kuat kepada siswa. Selain mempunyai pemahaman umum mengenai peranan pendidikan, metode pengajaran dan bahan pengajaran yang tepat dan efektif akan memperkuat prospek keberhasilan siswa. Rencana lainnya yang dapat memberikan motivasi adalah penambahan kegiatan ekstra kurikuler yang menarik bagi siswa. Hal ini dapat bervariasi, mulai dari kegiatan olahraga, pendidikan keagamaan, program pelatihan ketrampilan untuk persiapan kerja (komputer, Bahasa Inggris, Pertanian dan botani).

Page 70: jurnal tendik desember 2007

Sri Marmoah

66

Peran serta siswa dalam pengambilan-keputusan merupakan sarana lain untuk memotivasi siswa. Beberapa kepala sekolah membentuk OSIS yang terdiri atas wakil-wakil dari setiap kelas untuk mendiskusikan kepada kepala sekolah apa yang menjadi perhatian siswa. Dalam hal ini siswa mengidentifikasi sendiri apa kebutuhan mereka yang dapat memberi sumbangan kepada pengembangan sekolah. Beberapa usulan kegiatan, pelaksanaannya menjadi tangung jawab siswa. Masalah-masalah lain yang juga menjadi perhatian dari semua sekolah adalah kebutuhan akan adanya lingkungan yang aman bagi siswa dan guru untuk datang ke sekolah. Semua sekolah menyatakan adanya kebutuhan akan adanya pagar yang dapat melindungi mereka dari hewan maupun orang yang tidak diinginkan serta mencegah siswa berkeliaran di luar. Dinding atau pagar yang mengelilingi lingkungan sekolah merupakan simbol yang menyatakan bahwa sekolah adalah tempat belajar bagi siswa. Hal ini merupakan masalah penting bagi semua sekolah. Satu hasil penting yang tersirat namun belum diteliti adalah bahwa sekolah-sekolah tersebut sebelumnya hanya menarik bagi siswa di Kecamatan yang bersangkutan. Tetapi sekarang ini, sekolah dapat menarik perhatian siswa dari Kecamatan atau daerah lain. Dengan memperhatikan minat pendidikan dan pribadi siswa, tampak bahwa sekolah menerima penghargaan dan perhatian masyarakat luas.

Keterpaduan Masyarakat

Orang tua siswa dan masyarakat setempat sering kali tidak dilihat sebagai aset yang berharga dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan melibatkan orang tua siswa, kantor pendidikan dan pemerintah, serta pengusaha setempat, sekolah memperoleh sumber tambahan baik dalam hal dukungan pendidikan maupun sumber-sumber keuangan tambahan untuk pengembangan sekolah. Terdapat variasi fungsi BP3, namun program yang paling efektif dapat memberikan pertanggungjawaban terhadap organisasi dalam memutuskan program mana yang akan didanai. Pada umumnya kepala sekolah menerima masukan dari para pemegang peran mengenai cara meningkatkan sekolah. Biasanya kepala sekolah dan guru ingin mendiskusikan masalah-masalah yang terkait dengan upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Gagasan-gagasan tersebut akan dirumuskan untuk menjadi program-program oleh kepala sekolah dan dipresentasikan kepada BP3 untuk disetujui. Berdasarkan dana yang tersedia (dan sumbangan khusus dari orang tua siswa dalam hal-hal tertentu), anggota BP3 memutuskan program mana yang akan dilaksanakan pada tahun tersebut. Selain para orang tua siswa, wakil masyarakat dapat pula berperan serta dalam rapat tersebut khususnya apabila

Page 71: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

67

bantuan mereka dibutuhkan untuk suatu proyek. Hal ini akan diikuti dengan pembentukan komite (yang beranggotakan para pemegang peran) yang akan mengawasi pelaksanaan program. Kepala sekolah berfungsi sebagai penasihat pada keseluruhan proyek ini. Motivasi orang tua siswa sangat tinggi ketika mereka diberi tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. Beberapa sekolah mencatat adanya kenaikan sumbangan dari orang tua siswa walaupun mengalami masa krisis ekonomi di tahun 1997-1998. Pada sekolah lain, BP3 setuju untuk menurunkan sumbangan bulanannya karena menurunnya pendapatan orang tua siswa selama masa tersebut. Ketika anggota BP3 diberi tanggung jawab untuk menyetujui dan memonitor pemanfaatan dana, mereka cenderung untuk memberi sumbangan yang lebih banyak setelah mengetahui bahwa dana tersebut dimanfaatkan secara langsung untuk membantu sekolah.

Berdasarkan model pembaharuan di atas, maka peranan kepala sekolah untuk mengembangkan SMA, yaitu: menciptakan komunikasi yang terbuka antar warga sekolah, proses pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama, memperhatikan kebutuhan guru, memperhatikan kebutuhan siswa, menciptakan keterpaduan antara sekolah dan masyarakat.

Pengembangan SMA dengan pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan dan sosialisasi serta implementasi model pembaharuan sekolah diharapkan dapat mengembangkan sekolah-sekolah khususnya SMA sehingga mutu pendidikan dapat diperbaiki. Implementasi pengembangan manajemen pendidikan dan sosialisasi serta implementasi model pembaharuan sekolah sedapat mungkin disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing SMA terkait. Hal ini harus diperhatikan sebab antara SMA yang satu dengan yang lain memiliki situasi dan kondisi yang berbeda sehingga memerlukan modifikasi dan penyesuaian model pembaharuan serta manajemen pendidikan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Peranan kepala sekolah dalam pengelolaan SMA mengacu pada prinsip-prinsip manajemen pendidikan memprioritaskan tujuan di atas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme kerja, mengkoordinasikan wewenang dan tanggung jawab, memberi tanggung jawab pada personil sekolah hendaknya sesuai dengan sifat-sifat dan kemampuannya, mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia, dan relativitas nilai-nilai. Peranan kepala sekolah dalam pengembangan SMA dengan pengenalan dan mengimplementasikan model pembaharuan SMA

Page 72: jurnal tendik desember 2007

Sri Marmoah

68

dengan cara disosialisasikan kepada warga sekolah dan dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi SMA masing-masing. Karakteristik pembaharuan sekolah terdiri dari: komunikasi yang terbuka, pengambilan keputusan bersama, memperhatikan kebutuhan guru, memperhatikan kebutuhan siswa, keterpaduan antara sekolah dan masyarakat. Model pembaharuan untuk pengembangan sekolah meliputi dua proses utama, yaitu keinginan kepala sekolah untuk meningkatkan intensitas komunikasi di antara para pemegang peran dan tanggung jawab pemegang peran dalam pengambilan keputusan dalam rangka pemecahan masalah.

Rekomendasi

Pengembangan SMA dengan cara pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan harus merujuk pada visi, misi, tujuan, dan sasaran SMA. Dengan merujuk pada rumusan visi, misi, tujuan, dan sasaran SMA tersebut, maka pengembangan SMA dapat terarah dengan baik.

Pengembangan SMA dengan pengenalan dan implementasi model pembaharuan sekolah harus terus dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan kita khususnya SMA. Selain itu, implementasi model pembaharuan tersebut perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi SMA masing-masing sehingga proses pembaharuannya dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2008. Model Pembaharuan Sekolah Menengah Umum: Pengalaman Di

Indonesia. (online). Tersedia: http://schooldevelopment.net/changei.html (1 Mei 2008).

Dasim B. 2003. Indikator Kinerja Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah .

(online). Tersedia: http://www.depdiknas.go.id/serba_serbi/dpks/Kinerja.htm (18 Maret 2006).

Douglass, H.R. 1963. Modern Administration Of Secondary, Boston: Ginn &

Company.

Page 73: jurnal tendik desember 2007

Peranan Kepala Sekolah

69

Lezotte, L.W. 1989. Effective Schools Research Model For Planned Change. Effective Schools Products, Limited. Michigan Okemos.(July 1989).

Lockheed, M.E. & Levin, H.M. .1990. Creating Effective Schools. Chapter 1 in

Effective schools in developing countries. H.M. Levinand M.E. Lockhead, Eds. Washington, DC: Falmer Press.

Prayitno dan Erman Anti. 1994. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Squires, D.A; Huitt, W.G; & Segars, J.K. 1990. Effective Schools And Classrooms:

A Research-Based Perspective. Virginia, Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Tim Dosen AP UPI. 2007. Pengelolaan Pendidikan. Bandung. Jurusan Administrasi

Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menegah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 25 tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Page 74: jurnal tendik desember 2007

Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 2 No. 3 – Desember 2007

70

PROFESIONALISME DAN KODE ETIK KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

(Kajian Empiris dalam rangka Meningkatkan Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah)

Wukir Ragil

Staf Ahli Mendiknas Bidang Hukum dan Sosial

Abstrak Peran kepala sekolah/madrasah dalam proses pembelajaran sangat dominan. Kepala sekolah/madrasah harus profesional dan memiliki kompetensi yang selalu di up grade sehingga mampu merespons tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu untuk menghadapi persaingan. Di samping sikap profesional, perilaku kepala sekolah/madrasah juga sangat berperan yang akan tercermin pada pelaksanaan tugasnya. Sikap profesional akan bermanfaat bagi masyarakat apabila didukung etos kerja yang tinggi dan selalu menjunjung tinggi kode etik yang ditetapkan atas dasar kesepakatan dalam organisasi itu. Reformasi pendidikan di sekolah/madrasah tidak akan mencapai hasil optimal apabila semua pihak di sekolah/madrasah tidak memegang teguh kode etik yang telah disepakati bersama.

Kata Kunci: profesionalisme kepala sekolah/madrasah, kompetensi

kepala sekolah/madrasah, kode etik pegawai. PENDAHULUAN

Secara umum, kualitas pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di bidang pendidikan sampai saat ini masih ”bergantung” pada sikap dan perilaku serta kesempurnaan para para pemangku kepentingan pendidikan dan aparatur negara kepada masyarakat. Tekad pemerintah dalam mencapai Good Goverment dan Good Governance juga masih didominasi oleh peran dan tingkat profesional para penyelenggara negara dan pemangku kepentingan pendidikan tersebut.

Khusus untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), reformasi terhadap pembinaan PNS untuk meningkatkan pelayanannya menurut penulis telah dimulai sejak diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 dan telah diperbarui dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok Pokok Kepegawaian yang antara lain mengatur pembinaan karir PNS yang dimulai sejak perencanaan, pembinaan, kesejahteraan hingga pensiun secara

Page 75: jurnal tendik desember 2007

Profesionalisme dan Kode Etik

71

transparan adil dan akuntabel. PNS dipandang sebagai salah satu unsur kepemerintahan yang baik dalam mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan PNS yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok Pokok Kepegawaian).

Lebih lanjut dalam pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok Pokok Kepegawaian menyatakan bahwa PNS sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Pengertian PNS seperti yang ditegaskan dalam pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok Pokok Kepegawaian bahwa setiap warganegara Republik Indonesia yang memenuhi syarat yang telah ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian ini, PNS mengandung beberapa unsur yaitu: (1) memenuhi syarat yang ditentukan, (2) diangkat oleh pejabat yang berwenang, (3) diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau jabatan lain, dan (4) digaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi PNS meliputi syarat administrasi antara lain: kualifikasi pendidikan yang sesuai, batas maksimal dan minimal usia yang dimiliki, syarat kesehatan, dan sebagainya maupun syarat teknis yang meliputi antara lain memiliki kompetensi, pengalaman dan kemampuan teknis sesuai dengan persyaratan dalam pekerjaannya nanti, serta lulus ujian/tes, baik ujian/tes yang bersifat umum maupun ujian/tes yang bersifat teknis. Di samping itu dalam penyelenggaraan pendidikan, peran masyarakat sangat besar dalam partisipasinya mencerdaskan kehidupan bangsa ini (Pasal 54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Keberhasilan dalam proses pembelajaran di sekolah sangat dipengaruhi oleh beberapa subsistem yaitu; peran kepala sekolah/madrasah, peserta didik, guru, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, ketentuan perundangan undangan/kebijakan bidang pendidikan, tenaga kependidikan lainnya, masyarakat, lingkungan, dan lain-lain. Kepala sekolah/madrasah mempunyai posisi yang sangat dominan dan menjadi sentral dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh

Page 76: jurnal tendik desember 2007

Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 2 No. 3 – Desember 2007

72

karena itu, untuk menjadi kepala sekolah/madrasah bukan hanya persyaratan yang bersifat administratif saja yang harus dipenuhi, akan tetapi calon kepala sekolah/madrasah harus memiliki kompetensi yang memadai, profesional, berjiwa pemimpin yang selalu menjunjung kode etik sekolah.

Bagi kepala sekolah/madrasahh yang berstatus PNS, telah ada acuan yang mengatur tentang kode etik yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang menegaskan bahwa PNS akan kuat, kompak dan bersatu, yang memiliki kepekaan, tanggap, kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat jika dilakukan pembinaan secara terus menerus dengan selalu patuh terhadap kode etik yang telah disepakatinya yang dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari harinya berpedoman pada etika bernegara, etika berorganisasi, etika bermasyarakat, etika terhadap diri sendiri,dan etika terhadap sesama PNS. Pedoman yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dapat diadopsi oleh sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan tujuan sekolah/madrasah itu sendiri.

PROFESIONAL KEPALA SEKOLAH/MADRASAH YANG DIHARAPKAN

Profesional diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen) dengan demikian dalam menjalankan sebagian fungsinya kepala sekola/madrasah diharapkan akan selalu memusatkan segala perhatian dan kemampuan secara optimal untuk meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Ketaatan dalam menjalankan segala peraturan perundang undangan dan kebijakan yang telah digariskan ini akan mendukung keberhasilannya dalam menjalankan tugasnya dengan penuh pengabdian, kesadaran,dan tanggung jawabnya. Pemenuhan persyaratan untuk menjadi kepala sekolah/madrasah baik yang bersifat syarat umum maupun syarat teknis, menjadi suatu keharusan bagi setiap pendidik agar mampu menjalankan tugasnya secara profesional, bertanggung jawab, bersih dari segala sifat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), netral, serta adil.

Sifat profesional akan sulit dipenuhi apabila tidak memiliki sikap sebagaimana disebutkan di atas. Kepala sekolah/madrasah yang juga merupakan seorang guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah, ia sebagai guru

Page 77: jurnal tendik desember 2007

Profesionalisme dan Kode Etik

73

harus sadar bahwa memasuki abad 20 paradigma pendidikan telah bergeser: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat (long-life learning); (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan (subject-based learning) ke belajar holistik berdasarkan masalah (problem-based learning); (3) hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif menjadi hubungan kemitraan; (4) orientasi pada guru (teacher-centered) menjadi orientasi pasa peserta didik (student-centered), fokus pengetahuan skolastik (akademik) ke pendidikan nilai; (5) kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer; (6) guru yang individual menjadi guru tim; dan (7) orientasi kompetisi ke orientasi kerjasama, (Guilbert 1987). Dengan demikian, pendidikan saat ini dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.

Jadi, sikap profesional untuk menghadapi tantangan dimaksud diharapkan setiap kepala sekolah harus: (1) mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan kompetensinya, (2) mampu menjalankan tugasnya secara transparan dan akuntabel, (3) mampu bersikap adil pada masyarakat dan peserta didik yang dilayani, (4) memiliki visi ke depan sesuai dengan tujuan sekolah/madrasah, (5) bertanggungjawab pada setiap keputusan yang diambilnya, (6) berani mengambil resiko untuk kelancaran tugasnya, (7) mau belajar pada setiap pengalaman dalam tugasnya, (8) mencari terobosan dalam pemecahan masalah pendidikan yang dihadapi, (9) proaktif, (10) mampu berinovasi, (11) peka pada setiap perubahan, (12) (13) bekerja sesuai dengan peraturan perundang undangan dan kebijakan pimpinan, (14) mengayomi, (15) memiliki jiwa pendidik dan seterusnya.

UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI

Secara sederhana kompetensi merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanaan keprofesionalannya. Jadi, kemampuan dasar itu harus selalu dijaga agar terus berkembang. Pada saat ini, kita tidak bisa menutup diri untuk tidak menerima segala perubahan yang terjadi di belahan dunia lain. Era kebebasan informasi menjadikan segala perubahan yang terjadi di negara lain dapat langsung diakses oleh masyarakat Indonesia, atau sebaliknya segala yang terjadi di negeri ini, pada saat ini pula sudah diketahui oleh masyarakat di lain negara. Dengan demikian,

Page 78: jurnal tendik desember 2007

Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 2 No. 3 – Desember 2007

74

kita akan ketinggalan apabila kita tidak peka terhadap segala perubahan. Dalam manejemen perubahan, organisasi yang tidak mau belajar dan tidak responsif terhadap segala perubahan akan selalu kalah dalam persaingan. Demikian pula dalam pembinaan sumberdaya manusia bidang pendidikan harus selalu dilakukan penyegaran dan peningkatan wawasan dan kemampuan melalui berbagai cara, antara lain: pendidikan dan pelatihan baik yang bersifat umum maupun teknis, workshop, menyertakan PNS dalam seminar, studi banding, dan program magang. Upaya itu semua adalah untuk mendukung profesionalannya.

Profesional diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertetu (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Oleh karena itu, diperlukan persyaratan tertentu yaitu: adanya pengakuan dari masyarakat dan pemerintah mengenai layanan yang dapat dilakukan karena keahlian atau kualifikasinya, adanya bidang ilmu yang menjadi landasan, adanya mekanisme kerja yang sistimatik, dan lain lain. Yang pada tingkat keprofesionalnya tersebut akan mendapat kompensasi yang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mencapai semua itu, pemangku kepentingan pendidikan dituntut memiliki keahlian dan kualifikasi dan norma/prosedur operasional standar (standart operational procedure) yang telah disepakati bersama dalam sekolah/madrasah itu.

KODE ETIK KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Kode etik merupakan seperangkat norma dan ketentuan mengenai etika yang

mengatur dalam bersikap, berperilaku, bertindak, berucap bagi setiap aparat penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya. Jadi bentuk dan mekanisme kode etik tersebut tergantung pada organisasi itu sendiri yang akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan organisasi tersebut. Untuk satuan pendidikan, bentuk dan mekanisme kode etik sekolah/madrasah yang mengandung nilai nilai kehidupan sekolah/madrasah berdasarkan pada kesepakatan bersama yang dibuat, dihayati, dipatuhi, dan dujunjung tinggi oleh aparat sekolah/madrasah. Hardiyanto (18-3-2008) memperluasnya sebagai Code Culture atau Corporate Culture yang merupakan:

a. The way we do things around here; b. A system of informal, unwritten rule; c. A system of shared values, beliefs, assumptions, that guide attitudes,

system, and practices in our organization; and

Page 79: jurnal tendik desember 2007

Profesionalisme dan Kode Etik

75

d. What the members of the organization perceive as being central, and distinctive about it.

Lebih lanjut Hardiyanto membedakannya dalam dua tingkatan yaitu tingkat batiniah dimana selalu mengacu pada nilai nilai yang telah disepakatai individu dalam kelompok. Pada tingkat ini nilai nilai yang disepakati tersebut cenderung dapat bertahan lama karena seluruh anggota secara tidak sadar terikat pada nilai nilai yang berlaku pada organisasi tersebut. Tingkat yang kedua adalah tingkat lahiriah dimana akan tercermin pada perilaku dan gaya organisasi yang akan membuat seluruh PNS secara otomatis mengikuti pola perilaku yang ada dalam organisiasi tersebut.

Dalam proses pembelajaran di sekolah adalah menjadi tanggung jawab seluruh pendidik dan tenaga kependidikan dalam sekolah itu untuk menjunjung tinggi kode etik pegawai tersebut. Secara makro, kode etik bertujuan untuk menegakkan norma etika dalam menjaga martabat, kehormatan, dan integritas sebagai penyelenggara negara dalam tugas, profesi, peran, dan wewenang secara bertanggung jawab yang meliputi: kejujuran, keadilan, ketepatan janji, ketaataturan, tanggung jawab, kewajaran dan kepatutan. Dengan demikian, setiap pelanggaran terhadap norma tersebut harus dijatuhkan sanksi kepada setiap pelanggarnya. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi moral maupun sanksi yang bersifat administratif.

KESIMPULAN

Perubahan kehidupan masyarakat khususnya dalam dunia pendidikan yang pesat dengan ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) harus direspons oleh setiap pendidik dan tenaga kependidikan, pemerintah, dan pemerintah daerah dalam menciptakan pelayanan dan kepemerintahan yang baik. Kepala sekolah/madrasah dituntut memiliki kemampuan untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik secara profesional. Kebebasan melakukan terobosan dan sifat responsif terhadap segala perubahan harus dilandasi sifat ikhlas, tanggung jawab, adil, netral, jujur, taat azas, wajar dan kepatutan, dan sesuai dengan peraturan perundang undangan. Kemampuan yang tinggi, wawasan yang luas, dan teknologi yang maju akan bermanfaat bagi dalam meningkatkan mutu pendidikan apabila para pelaku dapat mengimbanginya dengan sikap moral yang tinggi, dedikasi yang bertanggung jawab dan menjunjung tinggi kode etik yang telah menjadi kesepakatan bersama. Setiap pelangaran kode etik harus diberikan sanksi, demikian pula guru yang memiliki prestasi yang melebihi target harus diberi

Page 80: jurnal tendik desember 2007

Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 2 No. 3 – Desember 2007

76

penghargaan sehingga akan menjadikan motivasi semua subsistem dalam dunia pendidikan.

DAFTAR RUJUKAN

TAP MPR Nomor X Tahun 1998. tentang Pokok pokok reformasi Permbangunan; TAP MPR Nomor VI Tahun 2001. tentang Etika Kehidupan Berbangsa. TAP MPR Nomor VIII Tahun 2001. Rekomendasi dan arah kebijakan

pembnerantasan dan pencegahan KKN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok pokok

Kepegawaian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999. tentang Perubahan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan

Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil; Badan Administrasi Kepegawaian Negara.Jakarta. Guilbert, J.J. 1987. The Purpose of Teaching is to Facilitate Learning. Educational

Handbook for Health Personnel.

Page 81: jurnal tendik desember 2007

PETUNJUK BAGI PENULIS ARTIKEL 1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Tenaga Kependidikan meliputi hasil

pemikiran dan hasil penelitian di bidang tenaga kependidikan. Naskah diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi 1,5, dicetak pada kertas A4 maksimal 20 halaman, diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 2 eksemplar beserta disketnya atau dibuat dalam bentuk file dengan Microsoft Word (MS) dan dikirimkan ke alamat e-mail: [email protected]

2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika penulis empat orang atau lebih, yang dicantumkan cukup penulis utamanya saja, sedangkan penulis lainnya dicantumkan pada bagian bawah halaman pertama artikel.

3. Penulis disarankan menuliskan alamat e-mail dan nomor telepon atau handphone pada halaman terakhir artikel untuk memudahkan komunikasi.

4. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masing-masing bagian artikel, kecuali bagian pendahuluan disajikan tanpa judul bagian.

5. Judul artikel dicetak tebal dan huruf besar semua, di tengah-tengah dengan huruf Times New Roman, ukuran 14 pts.

6. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts dan dicetak tebal. Pada judul bagian tidak menggunakan sistem angka/nomor. Peringkat 1 (huruf besar semua, tebal, rata tepi kiri. Peringkat 2 (Hanya awal kata huruf besar, cetak tebal, rata tepi kiri. Peringkat 3 (Hanya awal kata huruf besar, cetak tebal, miring (italic) dan rata tepi kiri.

7. Sistematika artikel hasil pemikiran: judul, nama penulis (tanpa gelar), abstrak (maksimal 100 kata), kata kunci maksimal enam kata. Pendahuluan (tanpa judul) berisikan latar belakang, tujuan penulisan, dan ruang lingkup penulisan. Bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa subbagian). Penutup atau Kesimpulan. Daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk saja).

8. Sistematika artikel hasil penelitian: judul, nama penulis (tanpa gelar), abstrak (maksimal 100 kata) yang berisikan tujuan penelitian, metode penelitian, hasil penelitian, dan kata kunci maksimal enam kata. Pendahuluan (tanpa judul) berisikan latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian.

Page 82: jurnal tendik desember 2007

Metode penelitian. Hasil penelitian dan pembahasan. Kesimpulan dan saran. Daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk saja).

9. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis. Satu spasi. Buku Hughes, R.L., Ginnett, R.C. & Curphy, G.J. 2004. Leadership Enchancing the

Lessons of Experience.New York: McGraw-Hill Irwin. Buku dalam Kumpulan Artikel Leitwood, K.A. 2007. Transformation School Leadership in a Transactional

Policy World. Dalam M. Fullan (Editor), The Jossey-Bass Reader on Educational Leadership (hlm. 183-196).

Artikel dalam Jurnal Surya Dharma. 2006. Kepemimpinan Pengawas Sekolah: Mengembangkan

Budaya Tanggung Jawab dalam Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 1, No. 2, Agustus:1-13.

Artikel dalam Majalah Surya Dharma. 2007. Fatal Jika Tenaga Kependidikan Bermutu Rendah

dalam Forum Tenaga Kependidikan. Edisi 1, Vol. 1. April: 14-16. Artikel dalam Koran Bro. Februari, 2007. Mobil untuk Kepala Sekolah. Kompas, hlm 22. Artikel dalam Koran (tanpa nama pengarang) Kompas, 3 Mei 2005. Tajuk Rencana Pendidikan Sangat Penting untuk

Bangsa. Dokumen Resmi Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar

Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Buku Terjemahan Kouzes, J.M. & Posner, B.Z.1999. Tantangan kepemimpinan. Terjemahan

oleh Anton Adiwiyoto. 1999. Jakarta: Interaksara.

Page 83: jurnal tendik desember 2007

Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Laporan Penelitian Husaini Usman dan Darmono. 2007. Model Pendidikan Kecakapan Hidup

Berbasis Masyarakat Pedesaan sebagai Usaha Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Kulon Progo DIY. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahap II. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Internet (artikel dalam jurnal online) Surya Dharma & Husaini Usman. 2007. Kemitraan sinerjis Perguruan Tinggi,

Pemda, dan Masyarakat. Jurnal Ilmu Pendidikan. (Online), Jilid 16, No. 1, (http://www.malang.ac.id, diakses 8 Januari 2008).

10. Tata cara mengutip langsung kurang dari lima baris, kalimat dikutip sesuai

dengan aslinya diberi tanda petik di awal dan diakhir bagian yang dikutip. Tuliskan sumber dan tahunnya di awal atau diakhir kutipan. Contoh: Menurut Hunsaker (2001), ”Managers can be leaders, but leaders do not have to be manager.” atau Hunsaker (2001) menyatakan, ”Managers can be leaders, but leaders do not have to be manager.” atau ”Managers can be leaders, but leaders do not have to be manager.” (Hunsaker, 2001).

11. Tata cara mengutip langsung empat baris atau lebih, dibuat alinia baru, menjorok ke dalam lima ketukan, satu spasi, dan tanpa tanda petik. Tuliskan sumber dan tahunnya di awal atau diakhir kutipan. Contoh: Menurut Wiles & Bondi (2007), The role of supervisor has many dimensions or facets, and for this reason supervision often overlaps with administrative, curricular, and instructional functions. Because supervision is a general leadership role and a coordinating role among all school activities concerned with learning, such overlap is natural and should be perceived as an asset in a school setting. atau Wiles & Bondi (2007) menyatakan:

Page 84: jurnal tendik desember 2007

The role of supervisor has many dimensions or facets, and for this reason supervision often overlaps with administrative, curricular, and instructional functions. Because supervision is a general leadership role and a coordinating role among all school activities concerned with learning, such overlap is natural and should be perceived as an asset in a school setting. atau The role of supervisor has many dimensions or facets, and for this reason supervision often overlaps with administrative, curricular, and instructional functions. Because supervision is a general leadership role and a coordinating role among all school activities concerned with learning, such overlap is natural and should be perceived as an asset in a school setting (Wiles & Bondi, 2007).

12. Cara mengutip tidak langsung, kalimat yang dikutip langsung ditulis dalam kalimat penulis tanpa tanda petik. Tuliskan sumber dan tahunnya di awal atau diakhir kutipan. Contoh: Menurut Wiles & Bondi (2007), ada delapan kompetensi pengawas yaitu pengawas sebagai: (1) pengembang peserta didik, (2) pengembang kurikulum, (3) spesialis pembelajaran, (4) pekerja hubungan manusiawi, (5) pengembang personil sekolah, (6) administrator, (7) manajer perubahan, dan (8) evaluator. atau Wiles & Bondi (2007) menyatakan bahwa ada delapan kompetensi pengawas yaitu pengawas sebagai: (1) pengembang peserta didik, (2) pengembang kurikulum, (3) spesialis pembelajaran, (4) pekerja hubungan manusiawi, (5) pengembang personil sekolah, (6) administrator, (7) manajer perubahan, dan (8) evaluator. atau Ada delapan kompetensi pengawas yaitu pengawas sebagai: (1) pengembang peserta didik, (2) pengembang kurikulum, (3) spesialis pembelajaran, (4) pekerja hubungan manusiawi, (5) pengembang personil sekolah, (6) administrator, (7) manajer perubahan, dan (8) evaluator (Wiles & Bondi, 2007).

13. Semua artikel ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjuk. Penulis artikel diberi kesempatan untuk memperbaiki artikelnya atas dasar saran dari mitra bestari.

14. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.

Page 85: jurnal tendik desember 2007

15. Artikel yang tidak dimuat akan dikembalikan jika ada permintaan tertulis dari penulis.

16. Artikel yang dimuat, kepada penulis diberikan satu eksemplar dan penghargaan.

17. Semua kata asing diketik miring (italic)