Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF...

20
BULETIN WWF Edisi Desember 2007 Hubungan Korporasi Suara Tesso Nilo l Edisi : Januari - Maret 2008

Transcript of Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF...

Page 1: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

BULETIN WWFEdisi Desember 2007Hubungan Korporasi

Suara Tesso Nilo

l Edisi : Januari - Maret 2008

Page 2: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

ssalamualaikum ww,

Pembaca sekalian,

Kami redaksi Buletin Tesso Nilo sangat berbahagia dapat menjumpai pembaca sekalian

di tahun 2008 ini. Tak terasa kita telah melalui tahun 2008 beberapa bulan, ada hal-hal yang

menggembirakan dan ada pula yang memprihatinkan di awal tahun ini seperti banjir yang

merendam beberapa kawasan di provinsi Riau. Kejadian yang selalu berulang kali ini seharusnya

menjadi peringatan bagi kita untuk lebih bersikap arif terhadap alam.

Masih ingat dengan istilah Flying Squad? Tekhnik mitigasi konflik manusia-gajah dengan

memberdayakan gajah-gajah latih untuk mengusir dan menggiring kembali gajah-gajah liar

yang masuk ke perkebunan atau pemukiman masyarakat ini merupakan pertama dan satu-

satunya diimplementasikan di Indonesia. Sungguh membanggakan bahwa tekhnik ini telah

diimplementasikan di Tesso Nilo sebagai kawasan yang diharapkan menjadi salah satu solusi

konflik manusia-gajah yang terjadi di Riau. Kehidupan sebagai anggota tim Flying Squad

memberikan nuansa baru bagi gajah-gajah latih itu dan mereka tumbuh semakin sehat. Gajah-

gajah betina Flying Squad pun menjadi daya tarik tersendiri bagi gajah-gajah liar yang ada di Tesso

Nilo, hal ini terbukti bahwa sepanjang tahun 2007 kedua gajah betina Flying Squad masing-masing

telah melahirkan anak-anak gajah yang lucu. Diyakini mereka hamil setelah dikawini gajah liar.

Kelahiran kedua anak gajah ini menyiratkan harapan akan lahirnya anak-anak gajah yang lain di

habitatnya di Tesso Nilo.

Dalam rangka syukuran satu tahun dan peresmian nama anak-anak gajah Flying Squad, Balai

Taman Nasional Tesso Nilo bekerjasama dengan WWF-Indonesia Program Riau melaksanakan

kegiatan syukuran di camp Flying Squad –Taman Nasional Tesso Nilo pada 1 Maret 2008. Kegiatan

tersebut juga dimaksud untuk lebih mensosialisasikan keberadaan tim pengusir gajah liar (Flying

Squad) yang diterapkan di Taman Nasional Tesso Nilo sebagai salah satu tekhnik mitigasi konflik

manusia-gajah. Pada kesempatan tersebut, Wakil Gubernur Riau, H. Wan Abu Bakar hadir untuk

meresmikan nama ”Tesso” kepada anak gajah Flying Squad yang lahir November tahun lalu.

Kegiatan ini menjadi salah satu sajian dalam edisi buletin kali ini.

Sementara itu, upaya pencegahan Tesso Nilo dari perambahan, illegal logging, dan kebakaran

hutan demi menjaga keutuhan kawasan yag memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia

harusnya menjadi perhatian bersama. Tanpa terasa sudah satu tahun tim patroli bersama Tesso

Nilo melaksanakan patroli pengamanan Tesso Nilo, sepanjang perjalanan itu, banyak hal yang

sudah dilakukan, banyak pula kendala yang ditemukan. Perlu komitmen bersama para pihak

berkepentingan baik daerah dan pusat untuk bersama-sama melakukan penyelamatan hutan

dataran rendah yang tersisa ini.

Hilangnya habitat harimau sumatera semakin memicu konflik manusia-harimau. Apa

hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah hal lain yang dapat pembaca dapatkan

pada edisi kali ini. Untuk mendapatkan gambaran pergerakan harimau yang telah dilepasliarkan

tahun lalu di hutan Senepis, tim survei WWF dan PKHS melakukan pelacakan keberadaan harimau

tersebut dengan menggunakan receiver radio telemetry. Siapa sangka? ternyata harimau pun

perlu memakai sinyal telekomunikasi, bagaimana caranya? Anda dapat menemukan jawabannya

dalam buletin ini.

Upaya pelestarian hutan Tesso Nilo telah menarik perhatian beberapa pihak, tidak ketinggalan

generasi muda seperti halnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia. Dalam rangkaian

acara seminar nasional, lokakarya dan kunjungan lapangan yang bertemakan “Supremasi Hukum

Dalam Pemberantasan Illegal Logging” yang ditaja oleh BEM se-Indonesia, panitia pelaksana

dalam hal ini BEM Universitas Riau melaksanakan kunjungan lapangan ke Tesso Nilo untuk melihat

potensi dan permasalahan kawasan hutan tersebut.

Semoga upaya-upaya konservasi bisa menjadi semangat kebersamaan dalam rangka

memberikan hal yang sangat berarti bagi alam demi kelangsungan hidup anak cucu kita.

Selamat membaca,

Wassalam

SuhandriActing Program Manager

DARI REDAKSI

DAFTAR ISI

l Peresmian Nama Tesso, Anak Gajah Flying Squad

l Deforestasi dan Degradasi Hutan di Riau

l Upaya Pencegahan Perambahan di Tesso Nilo

l Sidang Gugatan Tumpang Tindih Lahan di TNTN Terus Berlanjut

l Harimau pun Perlu Sinyal Telekomunikasi

l Ada Apa di Tesso Nilo?

l Rekomendasi Musyawarah & Lokakarya BEM Se-Indonesia Di Serahkan Kepada Ketua DPRD Riau di Pusat Operasional Tim Gajah Flying Squad

ASuSunan RedakSi

PenanggungjawabSuhandri

Redaksi

NursamsuSriMariati

DaniRahadianSyamsidar

M.YudiAgusrin

alamat Redaksi: PerkantoranGrandSudirmanB.1Jl.Dt.SetiaMaharaja-Pekanbaru

Telp/Fax:(0761)855006E-mail:[email protected]

Website:http://www.wwf.or.id/tessonilo

Suara Tesso Nilo

Page 3: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Kegiatan dibuka dengan sambutan dari Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo (BTNTN), Drh. Hayani suprahman MSc. Kepala BTNTN menyampaikan maksud dan tujuan dari kegiatan yang dilaksanakan bekerjasama dengan WWF adalah untuk mempromosikan Flying Squad (Tim Pengusir Gajah Liar) sebagai salah satu teknik untuk menangani konflik manusia-satwa liar di Taman Nasional Tesso Nilo. Kegiatan ini juga digunakan untuk meresmikan nama Tesso yang diberikan kepada gajah jantan Flying Squad yang lahir pada 16 November 2007 lalu sekaligus merayakan ulang tahun pertama Nella, anak gajah betina yang lahir pada Februari 2007.

Peresmian Nama “Tesso”, Anak Gajah Flying Squad

Nama Tesso telah resmi diberikan kepada bayi gajah

Flying Squad lewat suatu acara peresmian nama yang dilaksanakan tanggal 1 Maret 2008. Wakil Gubernur Riau yang juga pembina pada Tim Penanggulangan Konflik Manusia Satwa Liar Provinsi Riau meresmikan nama Tesso kepada seekor bayi gajah yang lahir bulan November lalu. Kegiatan ini sekaligus digunakan untuk selamatan satu tahun kelahiran anak gajah bernama Nella. Kini lengkap sudah, dua pasang anak gajah Flying Squad menyandang nama yang mengingatkan kita selalu pada Taman Nasional Tesso Nilo yaitu Tesso dan Nella.

Rasanya tidak berlebihan acara ini dilaksanakan karena di tengah-

tengah konflik manusia-satwa liar yang terus saja terjadi khususnya di Provinsi Riau, kelahiran anak-anak gajah ini menyiratkan harapan bagi upaya konservasi gajah. Pagi itu, sekitar jam sebelas, Wakil Gubernur Riau, H. Wan Abu Bakar tiba di Camp Flying Squad yang berada dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Empat ekor gajah Flying Squad telah bersiap-siap menyambut kedatangan Wakil Gubernur di gerbang camp. Ria, gajah betina Flying Squad kemudian maju membawa karangan bunga untuk kemudian mengalungkannya kepada Wakil Gubernur yang didampingi oleh Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Drh. Hayani Suprahman Msc sebagai tanda penyambutan.

Edisi Januari - Maret 2008Mitigasi Konflik Gajah - Manusia

Suara Tesso Nilo

Wakil Gubernur Riau, H. Wan Abu Bakar yang didampingi oleh Ka. BTNTN, Hayani Suprahman disambut dengan karangan bunga yang diberikan oleh salah seekor gajah Flying Squad

Page 4: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Flying Squad, Teknik Mitigasi Konflik Manusia-Gajah

Upaya penanganan konflik manusia-gajah dengan teknik Flying Squad (gajah latih yang diberdayakan untuk mengusir dan menggiring gajah liar kembali ke habitatnya) telah diimplementasikan di Taman Nasional Tesso Nilo sejak April 2004 kerjasama WWF dan Balai Besar KSDA Riau. Teknik ini terbukti efektif untuk mengurangi dampak konflik tersebut hingga 95 % di daerah operasinya dan sekitarnya dibandingkan dengan kondisi sebelum diimplementasikannya tim tersebut. Lewat kegiatan ini, Kepala BTNTN meminta kerjasama para pihak terkait untuk implementasi penanganan efektif konflik manusia-satwa liar di taman nasional

tersebut dan juga meminta dukungannya untuk upaya-upaya melindungi

taman nasional tersebut. Dibalik berbagai permasalahan yang

tengah dihadapi TNTN sebagai salah satu kawasan konservasi yang

masih terhitung muda, kehadiran dan kegiatan Tim Flying Squad

di taman nasional tersebut merupakan daya tarik sendiri bagi pengelolaan kawasan

tersebut. “Kegiatan

Edisi Januari - Maret 2008Mitigasi Konflik Gajah - Manusia

Suara Tesso Nilo

patroli rutin sekitar TNTN dengan gajah, belajar mengusir gajah liar merupakan kegiatan yang bisa ditemui di dalam TNTN,” terang Hayani.

Pada pidatonya, Wakil Gubernur Riau menyambut baik kelahiran dua ekor anak gajah Flying Squad tersebut. Sudah selayaknya kita berbagi ruang kepada satwa liar sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. Ia lebih jauh menyatakan bahwa hutan-hutan di Riau sebagai habitat satwa tersebut mengalami ancaman degradasi serius. Ini menjadi suatu tantangan bagi pemerintah untuk menanganinya. Konflik manusia-satwa liar di Riau merupakan salah satu dampak dari semakin menyempitnya habitat mereka oleh karena itu ia berharap bahwa Tim Penanggulangan K o n f l i k Manusia-Satwa Liar Provinsi R i a u yang baru saja dibentuk dapat

menjalankan tugasnya seperti yang diharapkan.

Pada sesi diskusi, beberapa peserta menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan perambahan di Tesso Nilo,

tumpang tindih perizinan di dalam taman, tidak

jelasnya batas taman nasional tersebut

di lapangan, dan lain-lain.

Menanggap i hal ini, Wakil

Gubernur R i a u

Page 5: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Mitigasi Konflik Gajah - Manusia

Suara Tesso Nilo

meminta pemegang otoritas Taman Nasional Tesso Nilo untuk lebih aktif menangani permasalahan yang dihadapi di lapangan. Wakil Gubernur berjanji akan mengkoordinasikan beberapa permasalahan tersebut dengan instansi terkait untuk mendapatkan jalan keluar.

Setelah selesai dengan diskusi yang berlangsung hampir satu jam tersebut, Wakil Gubernur Riau diundang untuk memberi makan Ria, induk Tesso

berupa tumpeng pakan gajah sebagai tanda peresmian nama Tesso. Wakil Gubernur memotong tumpeng pakan gajah yang dibawa oleh dua orang polisi hutan BTNTN memberikan potongan pertama kepada Ria. Lisa, induk Nella mendapat giliran berikutnya untuk diberi makan oleh Wakil Gubernur sebagai tanda selamatan atas ulang tahun pertama anaknya. Kemudian beberapa undangan bergantian memberikan makanan tumpeng pakan gajah (terbuat dari dedak, jagung, gula merah, mineral dan air) tersebut kepada keempat gajah Flying Squad. Makanan tambahan ini biasanya diberikan kepada gajah-gajah Flying Squad seminggu sekali, namun kali ini ada hal yang berbeda, pakan tersebut memang ditata berbentuk tumpeng. Dan yang teristimewa lagi, kali ini dilaksanakan secara khusus.

Sementara itu, Nella dan Tesso hilir mudik di dekat kaki induknya dan kadang-kadang mencoba menyusu dari induknya. Hal ini tentu saja menarik perhatian para undangan melihat tingkah laku dua anak gajah tersebut. Wakil Gubernur dan undangan lainnya begitu antusias mendengar penjelasan tentang kehidupan gajah-gajah Flying Squad di Taman Nasional Tesso Nilo. Seperti halnya cerita tentang Lisa dan Ria yang dikawini gajah liar, yang kemudian melahirkan Nella dan Tesso. Hari itu seolah-olah merupakan hari gajah karena gajah-gajah Flying Squad telah menarik perhatian para undangan. (Syamsidar)

Wakil Gubernur Riau dan rombongan mendengar penjelasan tentang aktifitas gajah Flying Squad

Wakil Gubernur Riau memberikan potongan tumpeng pakan gajah yang diberikan kepada Ria, salah seekor gajah betina Flying Squad sebagai pertanda simbolis peresmian nama bayi gajah Flying Squad

Wakil Gubernur Riau memotong tumpeng pakan gajah sebagai pertanda simbolis peresmian nama bayi gajah Flying Squad

Page 6: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

oleh WWF dari temuan di lapangan dan berbagai sumber seperti media di Riau, tahun 2004 terjadi 49 kasus konflik manusia-harimau, tahun 2005 tercatat 32 kasus, tahun 2006 tercatat 20 kali konflik, dan tahun 2007 terjadi 6 kali konflik.

Terlihat terjadi penurunan fre-kuensi konflik di Riau dari tahun 2004 hingga 2007. Apakah habi-tat mereka sudah jadi lebih baik dari tahun ke tahun? atau jumlah spesies langka ini yang semakin langka untuk dapat hidup bertahan di alam?

Deforestasi dan Degradasi Hutan di Riau

Deforestasi dan degradasi hutan di Riau dipicu oleh banyak hal di antaranya konversi dan pembalakan hutan, baik legal maupun illegal untuk membangun pemukiman, infrastruktur dan tujuan-tujuan lain-nya. Tetapi tidak ada tipe deforestasi yang setara dengan kecepatan dan akibat yang ditimbulkan oleh industri bubur kertas & kertas serta kelapa sawit. Dalam rentang waktu antara 1982 - 2007, kedua industri ini telah menggantikan sekitar 2 juta hektar hutan alam di Riau.

Pembukaan hutan di Riau secara besar-besaran dimulai dengan pem-

Harimau sumatera adalah satwa kharismatik yang sampai kini

masih menyimpan keanggunan tersendiri dan mengundang keka-guman. Sampai-sampai kekaguman tersebut membuat banyak orang untuk tertarik memilikinya baik utuh atau pun bagian-bagian tubuhnya. Memiliki bagian tubuh harimau diyakini oleh beberapa kelompok masyarakat memberikan kharis-ma tertentu selain untuk mening-katkan prestise bagi pemiliknya. Kepercayaan ini di satu sisi mem-buat satwa langka tersebut terus diburu guna memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat. Pada hal populasi satwa langka ini semakin sedikit saja. Akankah hari-mau sumatera menyusul nasib dua sub spesies harimau lainnya yang pernah hidup di Indonesia (harimau jawa dan bali), punah dan menjadi sejarah?

Tekanan terhadap harimau semakin diperparah oleh hilangnya habitat alami harimau, hutan-hutan yang dulu merupakan tempat mere-ka tinggal dimana mangsa alaminya cukup tersedia telah berubah fungsi menjadi perkebunan monokultur, pemukiman, dan lain sebagainya. Hutan dan pemukiman semakin tak berbatas, aktifitas manusia kian hari kian merangsek masuk jauh hingga hutan terkoyak-koyak. Dengan kon-disi ini, konflik manusia-satwa liar, tak terelakkan. Tak ayal lagi kita semakin sering mendengar harimau masuk kampung yang kemudian memakan korban jiwa, ternak atau merusak properti lainnya.

Menurut data yang dikumpulkan

Edisi Januari - Maret 2008Laporan Utama

Suara Tesso Nilo

Degradasi Hutan vs Keberlanjutan

Harimau Sumatera

bukaan untuk pembangunan perke-bunan sawit hingga akhirnya Riau ditutupi dengan lebih banyak konse-si kelapa sawit dibanding dengan propinsi lainnya di Indonesia. Lebih dari satu dekade yang lalu, indus-tri kelapa sawit melihat bangkit-nya sebuah pesaing serius di Riau: industri bubur kertas & kertas. Sejak 1990, deforestasi untuk pemba-ngunan hutan tanaman akasia sudah mampu mengejar deforestasi untuk pembangunan perkebunan sawit, namun akhirnya melampauinya pada tahun 2000, paling tidak di lanskap dimana WWF bekerja yaitu lans-kap Tesso Nilo–Bukit Tigapuluh dan Semenanjung Kampar (mencakup 55% dari luas Riau).

Dua kilang bubur kertas terbe-sar dunia, masing-masing dengan kapasitas tahunan mencapai lebih dari 2 juta ton, dioperasikan di Riau oleh Asia Pulp & Paper (APP) dan Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL). Secara bersama-sama, kedua perusahaan tersebut memproduksi lebih dari dua pertiga pulp Indonesia dan saat ini mungkin “memiliki” konsesi hingga mencapai sekitar 25% dari 8,3 juta hektar luas daratan utama Riau. Tidak ada propinsi lain di Indonesia yang mempunyai konsesi akasia

Taman Nasional Tesso NIlo

Page 7: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Laporan Utama

Suara Tesso Nilo

atau serat kayu yang sedemikian banyak.

Dimana saja terdapat kawasan hutan alam dibuka untuk memba-ngun tanaman akasia atau sawit, sebagian besar kayu dari hutan alam mengalir ke salah satu dari kedua pabrik raksasa itu. Meskipun pada kenyataannya perusahaan itu sudah bergerak di bidang bisnis ini selama bertahun-tahun, kedua pabrik terse-but masih terus saja bergantung pada sejumlah besar serat kayu yang sumber asalnya ilegal atau legal tetapi dengan membuka hutan alam pada skala besar dengan cara yang destruktif. WWF memperki-rakan sekitar 170.000 ha hutan alam sudah dibuka untuk memberi pasokan pada kedua pabrik pulp tersebut di tahun 2005 saja. Angka ini nilainya setara dengan 80% dari total deforestasi yang telah terde-teksi pada citra satelit sepanjang tahun 2004-2005.

Pada tahun 1996, banyak kejadi-an kebakaran terjadi di area-area hutan meskipun kebanyakan terjadi pada perbatasan blok hutan, semen-tara sangat sedikit api yang tercatat terjadi di dalamnya. Banyak area yang mengalami kebakaran hutan tidak berhutan lagi pada tahun-tahun berikutnya. Jelas terdapat hubungan antara kebakaran dan deforestasi, meskipun tidak dapat dipastikan apakah api terjadi akibat deforestasi pada awalnya ataukah api digunakan untuk membersihan lahan untuk ditanami setelah area tersebut ditebang.

Secara signifikan, lebih sedikit kebakaran terjadi pada tahun 2007. Hal ini mungkin terjadi karena dua faktor: 1.) Tahun 2007 merupa-kan tahun basah akibat pengaruh dari efek La Nina regional (hampir tidak ada kebakaran yang tercatat di dalam hutan yang rapat) dan/atau 2.) investigasi polisi di selu-ruh provinsi menghentikan seluruh penebangan habis hutan oleh HTI, sehingga mencegah pembukaan lahan untuk penanaman.

Antara tahun 1997 dan 2007, tercatat 72.435 kejadian kebakaran (titik api) terjadi di Riau. Hampir selu-ruh kebakaran terjadi pada musim kering utama. Di Riau, umumnya kondisi ini berlangsung sekitar 3 bulan dari Juni hingga Agustus. Pada episode El Nino, musim kering dapat terjadi sepanjang 4 bulan atau lebih. Pada tahun 1998, 2005 dan 2006 telah terjadi lebih dari 8.000 titik api. Tingginya jumlah kebakaran yang luar biasa ini terkait dengan kondisi kering panjang akibat dari kejadian El Nino yang terjadi pada

1997-1998 dan 2005-2006.Pada 2005, sensor MODIS men-

deteksi 19.396 titik api di Riau. Sekitar 79% dari seluruh titik api terjadi di lahan gambut. Kebakaran pada lahan gambut bertanggung jawab atas kabut di daerah per-batasan dan melepaskan sejumlah besar karbondioksida ke atmosfer. Lebih dari 11 tahun terakhir, 31% permukaan lahan di Riau terbakar sedikitnya sekali, 12% terbakar lebih dari satu kali. Kejadian kebakaran merupakan ancaman yang serius terhadap ekosistem hutan hujan:

Hutan rawa gambut yang dibuka menurunkan fungsi ekologinya sebagai kawasan yang dapat menyerap air dalam jumlah besar. Foto: Samsul Komar/WWF ID- Prog. Riau

Hutan rawa gambut rentan dengan kebakaran. Foto: Samsul Komar/WWF ID- Prog. Riau

Page 8: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Laporan Utama

Suara Tesso Nilo

semakin sering suatu area terkena kebakaran, semakin kecil kesem-patannya untuk berhasil mencapai regenerasi hutan dan semakin tinggi kemungkinannya untuk mengalami degradasi dari ekosistem hutan semula.

Sebagian deforestasi yang ter-jadi di Riau terkait dengan keba-karan pada beberapa tahun terakhir.Antara tahun 2004 dan 2006, sekitar 525.576 ha hutan menghilang, 28% dari luasan tersebut (144.845 ha) terkena kebakaran pada tahun 2005. Antara tahun 2005 dan 2007, sekitar 477.349 ha hutan menghilang dan 27% dari luasan ini (126.428 ha) terkena kebakaran. Sekitar 44% dari hutan yang terdeforestasi dirubah menjadi perkebunan. Sekitar 29% dari perkebunan baru ini tercatat mengalami kebakaran.

prioritas-prioritas jangka panjang. Tanpa adanya kawasan-kawasan ini, harimau Sumatera di Riau akan lenyap. Setelah tahun 2000, kon-versi hutan mulai berfokus pada lahan gambut Riau. Kanal-kanal yang panjang dan dalam memotong dan mengeringkan semua rawa-rawa pada lahan gambut. Pembangunan kanal yang kadang-kadang lebih dari kedalaman satu meter memberi akses bagi para pembalak, liar atau tidak, untuk dapat masuk menebang pepohonan dan menghanyutkan kayu-kayu tersebut. Gambut yang mengalami penipisan dan mengering menjadi sumber kebakaran nomor satu.

Populasi harimau menurun lebih cepat dibandingkan dengan habi-tat hutannya. Di tahun 1982, Riau

Harimau dapat dianggap “mampu bertahan” hanya di dalam habitat-habitat tersebut. Pada tahun 2007, ketersediaan habitat sudah mero-sot begitu banyak sehingga estimasi populasi harimau turun hingga 70% menjadi 192 ekor. Populasi hari-mau menurun lebih tajam daripada jumlah kawasan hutan yang hilang, hal ini mungkin disebabkan oleh fragmentasi habitat. Sampai dengan tahun 2007 habitat hutan telah ter-fragmentasi menjadi sembilan blok inti kecil, dan tidak satupun dari semua habitat tersebut dapat men-dukung lebih dari 50 ekor harimau.

Namun demikian, wilayah inti di bagian selatan dan barat Riau masih terhubungkan dengan hutan di propinsi tetangga. Kelangsungan hidup populasi-populasi ini juga

Harimau Sumatera yang terpantau oleh kamera jebak dalam suatu studi populasi&distribusi harimau di Tesso Nilo-Bukit Tigapuluh Lanskap kerjasama WWF-PHKA&Virginia Tech.

Salah satu harimau yang ditangkap karena berkonflik di Sinaboi- Rokan Hilir pada tahun 2007 lalu. Foto: WWF ID-Program Riau

Bagaimana Dengan Populasi Harimau?

Sebuah tim yang terdiri dari para peneliti harimau internasional mengklasifikasikan blok hutan Bukit Tigapuluh sebagai sebuah prioritas global kawasan konservasi harimau, sedangkan lahan gambut Kampar dan Kerumutan Riau dikategorikan penting secara regional, dan Tesso Nilo serta Rimbang Baling sebagai

memiliki 6.395.392 ha habitat inti dan habitat tambahan atau stepping stones, yang secara potensial masih dapat menghidupi 640 ekor harimau. Kontak hutan di tahun 1982 memas-tikan bahwa populasi harimau di Riau jarang sekali terpisah satu dari yang lain. Riau pada saat itu hanya memiliki tiga wilayah inti, dua dian-taranya mampu menampung 367 ekor harimau dan 241 ekor harimau.

kemudian ditentukan oleh luas habi-tat mereka di luar Riau. Dengan demikian masih ada harapan untuk mempertahankan satwa-satwa terancam punah ini dan habitat-nya bila kita mengambil langkah nyata untuk berbagi peran meles-tarikannya (dikutip dari laporan WWF: Deforestasi, Degradasi Hutan, Hilangnya Keanekaragaman Hayati dan Emisi CO2 di Riau, Sumatera, Indonesia, 2008)

Page 9: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

lokasi berbeda tengah melakukan pembersihan laha. Setelah diberikan penjelasan mengenai larangan membakar dan menggarap lahan di dalam kawasan, para pelaku pembakar lahan ini berjanji tidak melakukan kegiatan tersebut lagi.

Pada patroli kali ini, tim juga menemukan keberadaan satu organisasi yang mengorganisir jual beli lahan di kawasan hutan Tesso Nilo. Organisasi tersebut bahkan telah mendirikan kantor lapangannya di dalam kawasan hutan Tesso Nilo. Dari hasil pengumpulan data di lapangan ditemukan bahwa lembaga ini hadir dengan dalih pemberdayaan masyarakat demi keadilan. Salah satu program organisasi tersebut adalah akan membagikan lahan yang ada di sekitar hutan Tesso Nilo seluas ± 90.000 hektar. Lahan ini akan diperuntukkan bagi masyarakat di enam desa sekitar Tesso Nilo. Dari enam desa tersebut, diperkirakan ± 6.000 kepala keluarga (KK) akan mendapatkan lahan tersebut masing-masing 4 hektar. Dengan demikian lahan yang dibutuhkan seluas 24.000 hektar dan sisanya akan dikelola oleh organisasi tersebut. Organisasi tersebut telah memulai aktifitasnya dengan melakukan pemungutan dana dari calon peserta program tersebut. Calon peserta tidak hanya berasal dari sekitar Tesso Nilo tapi juga dari beberapa daerah di kabupaten lain.

Upaya Pencegahan Perambahan di Tesso NiloKekurangtahuan masyarakat terhadap batas hutan dan

konsekuensi dari aktifitas yang dilakukannya di dalam kawasan hutan bisa jadi menjadi salah satu penyebab perambahan, kebakaran hutan dan pembalakan liar di Tesso Nilo. Sebagai salah satu bentuk sosialisasi keberadaan hutan Tesso Nilo, tim patroli Tesso Nilo telah beberapa kali melakukan pemasangan papan informasi di dalam taman nasional dan usulan perluasannya. Diharapkan dengan keberadaan papan informasi tersebut, kegiatan illegal di dalam kawasan hutan dapat dicegah secara persuasif.

Sejak terbentuk Maret 2007, Tim Patroli Pencegahan dan Penanggulangan Perambahan, Illegal Logging dan Kebakaran Hutan dan Lahan di Tesso Nilo atau yang disebut Tim Patroli Tesso Nilo telah melakukan pemasangan 39 papan informasi di dalam Taman Nasional Tesso Nilo maupun usulan perluasannya. Keberadaan papan informasi ini tidak mulus begitu saja karena ada saja pihak-pihak tertentu yang mencoba merusak, mencabut dan menghilangkan papan informasi tersebut. Hasil tim patroli bersama Tesso Nilo yang dilaksanakan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan usulan perluasannya dari 18 - 21 Februari 2008 menemukan bahwa beberapa papan informasi yang telah dipasang sebelumnya dengan sengaja dirusak atau pun

Pemasangan papan informasi di sekitar Tesso Nilo. Foto: Alhamran/ WWF ID-Program Riau

Edisi Januari - Maret 2008Pemberantasan Kejahatan Kehutanan

Suara Tesso Nilo

Perlu dilakukan pencarian data dan bukti-bukti yang lebih mendalam terhadap keberadaan organisasi tersebut untuk menghindari bentuk-bentuk penipuan terorganisir yang seringkali mengorbankan masyarakat. Di lain pihak apa pun bentuk dan alasannya, pengusahaan kawasan hutan tanpa izin dari pemegang otoritas adalah kegiatan illegal.

Satu Tahun Tim Patroli Tesso NiloSesuai dengan petunjuk pelaksana kegiatan patroli

pengamanan Tesso Nilo yang telah disepakati, dalam

Tim Patroli tengah memeriksa papan infomasi yang dirusak. Foto: Alhamran/ WWF ID-Program Riau

dihilangkan oleh pihak tertentu. Menanggapi temuan ini, selain mengganti papan informasi yang rusak ataupun hilang, tim juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang ditemui di lapangan untuk menjaga papan informasi tersebut.

Pelaku yang tertangkap tangan tengah melakukan pembakaran untuk membuka lahan di kawasan taman nasional diberi peringatan untuk tidak melanjutkan kegiatannya. Pada kesempatan patroli di dalam taman nasional tim menemukan lima orang masyarakat di dua

Page 10: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Pemberantasan Kejahatan Kehutanan

Suara Tesso Nilo

�0

Undang-Undang 41 TAHUN 1999

TENTANG KEHUTANAN

Pasal 50(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana

perlindungan hutan.(2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan

kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.

(3) Setiap orang dilarang: a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki

kawasan hutan secara tidak sah; b. merambah kawasan hutan; c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan

dengan radius atau jarak sampai dengan: 1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; 2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan

sungai di daerah rawa; 3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; 4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang; 6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan

pasang terendah dari tepi pantai.d. membakar hutan; e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan

di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;

f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;

g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;

h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;

i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;

j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;

k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;

l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan

m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

5. Apabila permohonan disetujui, dilakukan penyelesaian “clear and clean”

melaksanakan kegiatannya tim melakukan langkah-langkah antara lain: melakukan pendataan kegiatan perambah atau illegal logging, memberikan penyuluhan dan sosialisasi status hukum perambahan kawasan hutan, peringatan lisan dan tulisan terhadap perambah, penebang illegal, dan melaporkan tindakan illegal yang ditemui di lapangan kepada pihak berwenang untuk dapat ditindak lanjuti sesuai peraturan yang berlaku.

Selama satu tahun berjalan tim telah melakukan beberapa kegiatan pencegahan kegiatan illegal dan pengamanan kawasan hutan di Tesso Nilo antara lain mendata titik-titik perambahan, pelaku, modus, dan informasi terkait lainnya, menyita beberapa alat bukti yang digunakan untuk melakukan kegiatan illegal seperti chainsaw,parang cangkul dan bahkan alat berat berupa ekskafator. Pada beberapa kasus yang ditemukan oleh tim di lapangan, kepada pelaku diberikan peringatan lisan dan tertulis untuk tidak melakukan kegiatan illegal di kawasan hutan tersebut.

Lebih jauh lagi hasil dari temuan tim patroli ada yang di proses lebih lanjut oleh pihak berwenang seperti halnya kasus pembakaran hutan yang terjadi pada Juli 2007. Pada salah satu titik kebakaran di kawasan usulan perluasan TNTN, tim patroli menangkap tangan seorang pelaku pembakar lahan. Barang bukti dan pelaku kemudian diamankan oleh pihak kepolisian resort Pelalawan. Setelah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Pelalawan, pelaku kemudian dijatuhi hukuman penjara selama 2,5 tahun.

Sepanjang satu tahun dilaksanakannya patroli oleh tim patroli Tesso Nilo banyak sudah data terkumpul dan kegiatan-kegiatan terkait yang dilaksanakan dalam upaya mencegah kerusakan lebih jauh hutan Tesso Nilo. Namun diperlukan kerjasama para pihak berkepentingan dan komitmen dari pihak berwenang untuk melaksanakan langkah lebih lanjut yang komprehensif dalam penyelesaian permasalahan di Tesso Nilo. Perambahan yang terjadi di kawasan Tesso Nilo merupakan ancaman terbesar terhadap keutuhan ekosistem hutan Tesso Nilo dan tentu saja dapat memicu konflik manusia-satwa liar terutama gajah.

Perluasan TNTN diharapkan dapat memberikan kejelasan status kawasan dan menjadi titik masuk upaya penyelesaian perambahan yang terjadi di dalam kawasan hutan Tesso Nilo.

Pemerintah provinsi Riau sangat mendukung perluasan Taman Nasional Tesso Nilo, tidak hanya rekomendasi, Tim Penanggulangan Perambahan Hutan dan Lahan di Tesso Nilo serta Perluasan pada Taman Nasional Tesso Nilo pun telah dibentuk pada Juli 2007 lalu lewat Surat Keputusan Gubernur Riau No:Kpts.271.a/VII/2007. Dukungan dan komitmen ini merupakan modal besar untuk terwujudnya perluasan TNTN dan perlindungan TNTN dan daerah perluasannya dari perambahan. Semoga perluasan TNTN dapat segera diwujudkan dan perambahan sebagai ancaman terbesar degradasi ekosistem hutan Tesso Nilo dapat ditangani dengan baik dan bijaksana.(Syamsidar dan Alhamran Ariawan)

Page 11: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Pemberantasan Kejahatan Kehutanan

Suara Tesso Nilo

��

Sidang Gugatan Tumpang Tindih Lahan di TNTN Terus Berlanjut

nya meninjau dua patok. Hasil sidang lapangan pertama ini adalah patok satu di lapangan termasuk dalam kawasan TNTN dibawah wilayah administrasi Kabupaten Pelalawan. Patok ini merupakan hasil survei bersa-ma pada tanggal 10 Mei 2007 antara Balai Taman Nasional Tesso Nilo (BTNTN) dengan Ketua dan Sekretaris Kelompok Tani Cendana Wangi yang akan mengambil alih Koperasi Mekar Sakti. Sementara itu patok 2 di lapangan berada diluar TNTN dibawah wilayah admi-nistrasi Kabupaten Indragiri Hulu. Patok 2 ini merupakan patok dari penggugat. Melihat temuan di lapangan ini, Hakim meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Inhu dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Medan untuk menen-tukan patok TNTN dan areal bersertifikat yang diakui oleh Penggugat di lapangan.

Sidang lapangan kedua dilak-sanakan pada 27 Maret 2008 dengan agenda melihat 2 patok batas lokasi objek sengketa (patok 3 dan 4). Hasilnya, dite-mukan patok 4 berada di dalam TNTN dan patok 3 berada diluar TNTN. Sidang lanjutan mende-ngarkan keterangan para saksi juga telah digelar setelah dua kali sidang lapangan ini. Kita berharap proses pengadilan ini dapat berjalan dengan seba-gaimana mestinya dan dapat menghasilkan putusan yang benar-benar akurat.

Proses sidang gugatan tum-pang tindih lahan di kawasan

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) oleh Koperasi Mekar Sakti terha-dap Balai Taman Nasional Tesso Nilo oleh Pengadilan Negeri Rengat- Kabupaten Indragiri Hulu tengah menuju babak akhir. Gugatan ini didaftarkan H. Djakfar Tambak atas nama Koperasi Mekar Sakti di kepani-teraan Pengadilan Negeri (PN) Rengat dengan Nomor 11/ Pdt.G/2007/PN.RGT yang meng-gugat Menteri Kehutanan RI cq Balai Taman Nasional Tesso Nilo untuk mengeluarkan tanah seluas 1.080 ha dari TNTN yang telah memiliki 515 Seritifikat Hak Milik (SHM) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Indragiri Hulu pada tanggal 20 September 2007.

Pihak Pengadilan telah meng-usulkan mediasi diantara dua pihak; Penggugat dan Tergugat namun tidak mencapai kesepak-atan. Pada 15 November 2007, Penggugat mengajukan usulan perdamaian dengan poin-poin mencakup antara lain; menun-tut ganti rugi berbentuk finansial kepada Tergugat atas kerugian yang ditimbulkan atas tinda-kan Tergugat di lapangan/tanah terperkara, untuk tidak melan-jutkan perkara bila perdamaian dapat dicapai, mengeluarkan lahan Penggugat yang memiliki SHM dari peta TNTN, Tergugat mengembalikan alat-alat yang disita. Usulan perdamaian ini ditolak oleh pihak Tergugat pada sidang yang dilakukan

pada 20 November 2007. Pihak BTNTN lewat kuasa hukumnya dari Kantor Bantuan Hukum Riau menyatakan bersedia ber-damai jika Penggugat keluar dari kawasan TNTN dan dengan demikian tidak akan menempuh jalur hukum Pidana.

Pihak Balai TNTN sebagai Tergugat juga telah menyam-paikan eksepsinya kepada pihak pengadilan bahwa perka-ra ini seharusnya tidak didaf-tarkan di Pengadilan Negeri Rengat dikarenakan objek yang disengketakan berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Pelalawan. Namun pihak penga-dilan menolak eksepsi Tergugat tersebut dengan mengeluarkan putusan sela yang menyatakan bahwa PN Rengat berwenang memeriksa dan mengadili perka-ra Aquo dan kemudian meme-rintahkan pihak Penggugat dan Tergugat untuk melanjutkan pemeriksaan mengenai pokok perkara.

Bukti-bukti telah dihadirkan dalam sidang gugatan terse-but untuk membuktikan per-masalahan tumpang tindih perizinan yang terjadi dalam kawasan TNTN. Bahkan sepan-jang Maret 2008 telah dilaku-kan dua kali sidang lapangan untuk melakukan pembuktian langsung mengenai lahan yang disengketakan oleh dua belah pihak.

Sidang lapangan pertama dilaksanakan pada 6 Maret 2008 dengan agenda meninjau lahan yang dipersengkatan khusus-

Page 12: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Konservasi Harimau Sumatera

Suara Tesso Nilo

��

daerah pelepasan tidak tercakup jaringan GSM. Beruntuk alat tersebut juga memancarkan gelombang radio.

Pemasangan alat pelacak elektronik tersebut pada Merdeka dilakukan oleh BBKSDA-Riau, WWF dan Yayasan Program Konservasi Harimau Sumatra (YPKHS). Alat tersebut dikalungkan pada leher harimau dewasa jantan itu, sesaat sebelum dilepasliarkan ke Kawasan Konservasi Harimau Sumatra (KKHS) Senepis, Kota Dumai, Riau. Data yang dikirimkan melalui Jaringan GSM lewat satelite collar diharapkan mampu memberikan keterangan perjalanan dan

Harimau pun Perlu Sinyal Telekomunikasi

Tim survei kerjasama WWF dan YPKHS (Yayasan Perlindungan dan Konservasi Harimau Sumatera)

membelah hutan Kawasan Konservasi Harimau Sumatera Senepis, menyusuri sungai Senepis Kecil dengan pompong (perahu motor), berjalan kaki menembus hutan rawa gambut, menerobos vegetasi khas gambut yang rapat bahkan memanjat pohon tertinggi yang mereka temui di dalam hutan tersebut. Tidak lupa sebuah receiver radio telemetry (radio penerima sinyal) selalu menyertai semua aktifitas mereka. Kegembiraan luar biasa terbersit dan

Harimau “merdeka” sesaat sebelum dilepasliarkan ke kawasan konservasi harimau sumatera/Senepis. Foto: WWF ID-Program Riau

menjadi pemicu semangat di tengah-tengah kepenatan yang melanda ketika receiver tersebut mendapatkan sinyal, walaupun sangat lemah. Apakah yang sedang mereka cari?

Pada 11 Agustus 2007 lalu, seekor harimau yang telah meresahkan masyarakat Dusun Teluk Palas, Desa Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir ditangkap oleh penduduk setempat. Lewat proses koordinasi dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau dan pemerintahan setempat akhirnya disepakati bahwa harimau ini dilepasliarkan ke Kawasan Konservasi Hutan Senepis di Dumai. Harimau itu kemudian ditranslokasi ke Dumai, dan setelah dipastikan cukup sehat dilepasliarkan di hutan Kawasan Konservasi Harimau Sumatera Senepis tepatnya pada tanggal 18 Agustus 2007. Karena proses pelepasliaran ini berkaitan dengan peringatan hari Kemerdekaan RI, harimau yang dilepasliarkan tersebut diberi nama Merdeka.

Sebelum dilepasliarkan, Merdeka dipasangi kalung pemantau (GPS Satelit Collar) alat navigasi atau komunikasi berbasis satelit yang secara berkala merekam data, koordinat, waktu dan data lainnya. Data-data tersebut sebetulnya dapat dikirim secara otomatis dalam bentuk SMS. Apa daya,

pola jelajah harimau “Merdeka” khususnya dan harimau yang ada di kawasan tersebut pada umumnya. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat memicu penelitian lebih lanjut tentang ekologi harimau sumatera khususnya yang hidup di KKHS Senepis. Namun setelah beberapa bulan pelepasan, alat GPS Collar tersebut belum mengirimkan sinyal.

Beberapa dugaan mengenai ketiadaan informasi tersebut antara lain adalah: GPS Collar yang berbasis GSM tersebut kehabisan baterai, namun ini dapat dibantahkan karena baterai kering pada alat tersebut mampu bertahan hingga dua tahun. Dugaan yang lain adalah alat ini berada di luar jangkauan jaringan GSM-TELKOMSEL yang memang digunakan sebagai akses pengirim data. Atau alat tersebut mengalami kerusakan fungsi fisik. Namun alat ini terbuat dari bahan yang dasarnya cukup kuat dan pengemasannya didisain khusus untuk mampu bertahan dari tekanan cuaca dan benda keras sehingga kemungkinan kerusakan fisik tersebut sangat jauh dari mungkin. Kawasan pelepasliaran ternyata tidak sepenuhnya tercakup oleh jaringan GSM-TELKOMSEL. Inilah kemungkinan penyebab mengapa alat tersebut tidak bekerja.

Tim survei tengah melacak sinyal lewat radio receiver.

Page 13: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Konservasi Harimau Sumatera

Suara Tesso Nilo

��

Target lokasi utama pemantauan adalah lokasi pelepasliaran yaitu Sungai Senepis Kecil dan daerah sekitarnya. Lokasi pelepasliaran tepatnya berada ± 500 meter ke hulu sungai dari muaranya. Pada saat air laut pasang sungai Senepis Kecil cukup lebar (10-12 meter). Namun pada saat surut, lebarnya hanya terlihat 2 hingga 3 meter saja. Dalam keadaan air laut surut, sungai ini tidak memungkinkan untuk disusuri lebih dari 100 meter dari pantai. Tidak terlihat ada tanda-tanda aktifitas manusia yang rutin di sekitar sungai ini, bahkan jejak satwa pun sangat sulit ditemui.

Untuk mencapai lokasi pemantauan di lapangan dengan

Mencari Sinyal Secara ManualKetiadaan informasi ini telah mendorong dilakukannya

pemantauan secara manual dengan terjun langsung ke daerah sekitar pelepasan dengan menggunakan receiver tersebut sebagai alat bantu untuk mencari sinyal yang kemungkinan dipancarkan dari Kalung GPS-GSM-Radio tersebut. Meskipun berada di luar jangkauan jaringan GSM, alat ini setiap saat masih memancarkan gelombang radio yang dapat diterima dari jarak radius 1-5 kilometer dengan alat yang disebut receiver radio telemetry. Dalam frekwensi yang sama, beberapa receiver dapat menerima sinyal dari sebuah transmitter. Hal ini masih memberi peluang bagi pengamat untuk tetap dapat mengetahui posisi harimau.

Pemantauan harimau Merdeka dengan Radio Tracking untuk periode pertama dilaksanakan pada tanggal 15 -19 Desember 2007 dengan kerjasama WWF dan YPKHS. Kegiatan ini juga dibantu oleh beberapa anggota Mapala Universitas Islam Riau yang secara khusus membantu teknis pemanjatan pohon. Pemantauan dilakukan dengan bantuan pengamat sebagai operator receiver. Berdasarkan sinyal yang diterima oleh antena receiver, arah gelombang dari transmitter dapat diukur sesuai arah antena penerima. Dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) sebagai alat bantu mengetahui posisi geografis, dan kompas bidik sebagai penunjuk arah, catatan pengamatan dapat dilukiskan di atas peta dengan garis imajiner.

menggunakan receiver radio telemetry tersebut diperlukan beberapa mode pergerakan mulai dari penggunaan perahu mesin (pompong), berjalan kaki hingga memanjat pohon tertinggi untuk mendapatkan jangkauan penerimaan antena yang lebih luas. Receiver radio telemetri memberikan indikasi tertangkapnya sinyal dari GPS-GSM-Radio Collar dalam bentuk bunyi dan gerak bar level pada screen radio.

Hari pertama pemantauan, tim tidak mendapatkan sinyal sama sekali pada receiver radio meskipun telah dilakukan berbagai upaya diantaranya memanjat pohon dengan ketinggian sekitar 15 meter. Memasuki hari kedua, sinyal mulai dapat diterima walau sangat lemah. Dihari ketiga setelah tim melakukan pemanjatan pohon setinggi 20 meter, sinyal teridentifikasi. Meski tidak konsisten dan tidak berlangsung lama (hanya beberapa detik), sinyal yang diterima di Sei Tengah Besar sebanyak dua kali di lokasi dan waktu yang berbeda telah mengindikasikan harimau Merdeka bergerak dari titik pertama di hari sebelumnya.

Pemantauan periode kedua dilaksanakan pada 22 Februari sampai 4 Maret dan masih menggunakan metode yang sama. Kawasan yang disurvei pada pemantauan kali ini jauh lebih luas dari kawasan pada pemantauan periode pertama. Sepanjang survei kedua ini, alat penerima tersebut mendeteksi sinyal dari radio collar yang terpasang di leher harimau Merdeka sebanyak empat kali walaupun sangat lemah. Begitu sinyal teridentifikasi pada receiver

Persiapan untuk melakukan pemanjatan untuk kegiatan pemantauan dari atas pohon.

Pemantauan dilakukan dari atas pohon.

Page 14: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Pemberantasan Kejahatan Kehutanan

Suara Tesso Nilo

��

tersebut, tim segera mendekat ke arah sinyal tersebut, namun sinyal tersebut ternyata menjauh.

Dengan metoda pemantauan yang sama, sinyal yang diterima pada dua tahap pemantauan telah menghasilkan estimasi posisi yang berbeda. Pada

tahap pertama, estimasi posisi harimau “Merdeka” berada di 8 hingga 13 km arah barat daya dari titik pelepasan. Sedangkan pada tahap kedua, posisi berada di 10 hingga 15 km arah selatan dari titik pelepasan. Estimasi jarak kedua

posisi tersebut adalah ±17 km. Meski dengan penerimaan yang masih tidak konsisten dan tidak berlangsung lama, variasi yang ditunjukkan, telah mengindikasikan adanya pergerakan harimau merdeka yang signifikan.

Meskipun tim belum sukses dalam mendeteksi lokasi harimau tersebut, secara tepat, dari dua kali survei yang telah dilakukan tim sangat penuh harapan bahwa sinyal yang terdeteksi menunjukkan bahwa kondisi harimau Merdeka sangat sehat. Keterbatasan jumlah alat penerima merupakan kendala pada survei ini karena ketika tim mencoba mendekati arah di mana sinyal terdeteksi diperlukan waktu cukup lama. Namun dengan terdeteksinya sinyal dari collar (kalung) pada harimau Merdeka telah membawa kebahagian tersendiri bagi tim survei. Semoga keberadaan harimau Merdeka dapat terdeteksi dengan baik dengan bantuan sistem telekomunikasi kita. (Syamsidar, Harry Kurniawan)

Tim harus membelah vegetasi khas rawa gambut di sepanjang sungai menuju lokasi survei

Sungai Senepis Kecil

Page 15: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suara Tesso Nilo

��

buhan tertinggi dibanding dengan hutan dataran rendah lainnya di dunia. Sementara itu penelitian LIPI tahun 2003 membuktikan kawasan ini memiliki 114 jenis burung, 3 jenis primata,15 jenis reptilia, 50 jenis ikan dan 82 jenis tumbuhan obat-obatan.

Kawasan hutan Tesso Nilo juga menyimpan potensi madu hutan yang dapat dikembangkan

Tesso Nilo adalah salah satu blok hutan dataran rendah yang masih tersisa di Pulau Sumatera

yang terletak dalam satu hamparan yang cukup luas di dalam bentang alam Riau daratan. Tesso Nilo merupakan habitat bagi gajah sumatera dan harimau sumatera. Hutan Tesso Nilo saat ini dengan luas keseluruhan ± 155.000 ha secara administratif berada dalam kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, dan Kampar. Sebagian kawasan ini dengan luas 38.576 ha ditunjuk menjadi Taman Nasional Tesso Nilo lewat Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004.

Nama hutan Tesso Nilo diambil dari dua nama sungai yang membelah blok hutan tersebut yaitu Tesso dan Nilo. Sungai-sungai ini bermuara ke Sungai Kampar dan menjadi daerah tangkapan air bagi sungai tersebut. Selain dua sungai ini, terdapat beberapa sungai kecil lainnya di antaranya Segati, Toro, Mamahan, Air Sawan dan Medang. Sungai-sungai ini juga menyimpan kekayaan berbagai jenis ikan air tawar yang telah lama menjadi salah satu sumber protein dan pendapatan bagi penduduk yang bermukim di sekitar hutan Tesso Nilo.

Potensi Hutan Tesso NiloPenelitian Andi Gilison dari Center for Biodiversity

Management pada tahun 2001 menemukan bahwa Te s s o Nilo memiliki 218 jenis tum-

buhan vascular dalam 200 m2. Ini merupa-

kan tingkat keaneka-ragaman

tum-

Menyusuri sungai Nilo, menikmati pepohonan sepanjang sungai diantaranya pohon sialang, pengamatan burung adalah beberapa kegiatan yang dapat Anda nikmati bila berkunjung ke TN Tesso Nilo. Foto:Syamsidar/ WWF ID-Program Riau

Tesso Nilo artinya apa ya? Diambil dari bahasa apa? Tesso Nilo terletak dimana sih?,demikianlah beberapa pertanyaan yang sering muncul bagi beberapa orang yang pertama kali

mendengar nama tersebut. Atau ada juga yang memberi komentar, nama Tesso Nilo unik ya.

Page 16: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

lingkungan. Sehingga tidak saja kearifan lokal yang terjaga namun juga dapat memberi nilai tambah bagi pengembangan eko wisata di sekitar Tesso Nilo.

Sebagian pohon sialang tersebar di hutan di ping-gir sungai, sungai Nilo misalnya. Jika Anda menyu-suri sungai Nilo dari Desa Lubuk Kembang Bunga maka di kiri dan kanan sungai tersebut, Anda dapat melihat pohon sialang yang mencolok diantara pepo-hon yang ada. Tinggi dan besar sehingga dari jauh sudah terlihat gagah, dan bertambah indah ketika kita melihat berpuluh-puluh sarang lebah bergela-

Pohon sialang dengan sarang-sarang madu yang siap dipanen. Foto: WWF ID-Program Riau

untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Potensi lebah liar (avis dorsata) yang menghasilkan madu banyak terdapat di dalam kawasan hutan Tesso Nilo dan di dalam hutan perladangan karet masyarakat di sekitarnya. Lebah liar ini bersarang pada pohon-pohon tertentu seperti jenis Kruing, Kempas, Ara, Kedundung Terap, Jelutung, Meranti Batu. Pohon yang disarangi lebah liar, oleh masyarakat dinamai pohon sialang

WWF Indonesia-Program Konservasi Riau ber-sama dengan masyarakat telah melakukan pen-dataan potensi pohon sialang. Di Kecamatan Logas Tanah Darat Kabupaten Kuantan Singingi, terdata 154 pohon dan di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan terdata 193 pohon. Potensi sarang lebah dalam setiap pohonnya berkisar 30-80 sarang. Sarang yang mengandung madu ini dapat dipanen tiga kali dalam setahun pada pohon yang sama .

Edisi Januari - Maret 2008Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suara Tesso Nilo

��

Melihat gajah mandi merupakan keasyikan tersendiri yang dapat dinikmati di Taman Nasional Tesso Nilo. Foto: WWF ID-Program Riau

Madu hutan merupakan salah satu nilai ekonomi hutan yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat yang hidup disekitar kawasan hutan Tesso Nilo secara turun temurun. Masyarakat telah lama memi-liki kearifan dan tradisi untuk perlindungan pohoh sialang. Kearifan tersebut juga mengatur kepemilikan pohon sialang yang ada di sekitar wilayah mereka. Untuk dapat menjadi sumber ekonomi alternatif yang berkelanjutan, potensi ini tentu saja harus digali lebih mendalam dan perlu dilakukan pengembangan proses produksi secara lestari agar dapat bersaing di pasar.

Menggali Potensi wisata di Tesso NiloTradisi pengambilan madu menyimpan kekuatan

tradisi &budaya yang unik yang seharusnya tetap dipertahankan. Kekuatan ini tentu juga dapat dikem-bangkan menjadi daya tarik wisata yang berbasi

Anda juga bisa mencoba ikut memandikan gajah-gajah Flying Squad bersama dengan para perawat gajahnya. Foto: Syamsuardi/ WWF ID-Program Riau

Anda dapat ikut berpatroli disekitar pemukiman dan pinggiran TN Tesso Nilo bersama dengan tim Flying Squad. Foto: Syamsuardi/ WWF ID-Program Riau

Page 17: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suara Tesso Nilo

��

kendaraan tersebut yang dilengkapi dengan pengeras suara atau bunyi-bunyian lainnya.

Patroli bersama tim Flying Squad akan menjadi pengalaman yang luar biasa. Dengan mengendarai gajah-gajah Flying Squad terlatih Anda akan dapat merasakan bagaimana berpatroli dari pinggir hutan yang berbatasan dengan pemukiman dan perke-bunan masyarakat hingga masuk ke dalam hutan. Terkadang tim Flying Squad harus mendaki atau menurun, masuk ke sela-sela vegetasi hutan yang rapat ataupun masuk ke rawa-rawa. Duduk di atas gajah, mengikuti gerakan langkah gajah yang tengah melaksanakan tugas patroli menjadi keunikan yang tak semua orang mendapatkannya. Terlebih lagi, bila dalam patroli berkesempatan bertemu dengan gajah liar, tentu menjadi pengalaman seumur hidup yang tak terlupakan.

Pada beberapa kesempatan, bagi Anda yang ingin punya pengalaman langsung mengusir gajah, Anda dapat ikut melakukan pengusiran pada malam hari juga. Pengusiran pada malam hari hanya dilakukan dengan berjalan kaki dan kendaraan bermotor. Bunyi dentuman meriam yang terbuat dari pipa paralon berisi karbit, berjalan di tengah malam di pinggir hutan atau perkebunan dengan penuh kewaspadaan untuk menjaga jarak dengan gajah liar menjadi sen-sasi yang mendebarkan.

AksesibilitasTaman Nasional Tesso Nilo dapat ditempuh dalam

waktu ±3 jam melalui jalan lintas timur dari Pekanbaru menuju Kecamatan Ukui-Kabupaten Pelalawan, pintu masuk utama taman nasional tersebut. Perjalanan dilanjutkan menuju Desa Lubuk Kembang Bunga, salah satu desa yang berbatasan langsung dengan taman nasional tersebut melewati perkebunan sawit dan pemukiman masyarakat. Untuk sampai ke batas taman nasional, memakan waktu ±30 menit.

Sebagai hutan dataran rendah, taman nasional ini relatif mudah diakses dari beberapa titik-titik pintu masuk antara lain, Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Lala-Desa Pontian Mekar (salah satu Desa yang juga berbatasan dengan Taman Nasional Tesso Nilo).

Keaneka ragaman hayati yang tersimpan di Taman Nasional Tesso Nilo dengan segala potensinya menan-ti untuk digali lebih mendalam untuk dapat dikem-bangkan menjadi suatu ekosistem yang memberikan keuntungan jangka panjang. Namun upaya perlind-ungannya dari keterancaman yang menggerogoti keutuhannya harus dimulai dari sekarang bila tidak ingin kekayaan tersebut hilang sia-sia. Dan ia menan-ti kearifan dan komitmen kita bersama.

yutan di cabang-cabangnya yang rindang. Selain itu Anda juga dapat menikmati beberapa jenis burung yang terbang rendah di sekitaran sungai Nilo seperti, raja udang dan rangkong.

Bila kita susuri sungai tersebut lebih jauh, pada musim air surut di beberapa tempat kita akan mendapati pondok-pondok sederhana beratap rumbia tanpa dinding di pinggiran sungai. Di pondok inilah, beberapa penduduk setempat melakukan pengasa-pan ikan hasil tangkapannya seperti baung dan selais dari sungai Nilo. Ikan-ikan asap (biasa disebut ikan salai) yang telah kering nantinya dibawa ke desa untuk dipasarkan.

Mendengar nama Tesso Nilo, bagi sebagian besar orang mengingatkannya pada spesies langka ber-badan bongsor, gajah sumatera. Tesso Nilo memang merupakan habitat gajah yang tersisa di Riau yang masih menyimpan jumlah populasi gajah lebih banyak dibanding populasi di habitat gajah lainnya.

Menurut data WWF & BKSDA Riau tahun 2003, gajah sumatera di provinsi Riau berjumlah antara 353-431 ekor. Populasi tersebut tersebar di 15 kan-tong gajah di Riau daratan yang mana beberapa dian-taranya secara ekologi tidak dapat dipertahankan lagi untuk habitat gajah. Alih fungsi lahan, pembalakan liar, kebakaran hutan, perambahan dan lain-lain telah menyebabkan semakin menyempitnya habitat gajah. Kondisi ini menyebabkan tingginya konflik manusia-gajah. Salah satu kantong populasi yang penting dan memiliki daya dukung sebagai habitat gajah adalah kawasan hutan Tesso Nilo. Sekitar 80-100 ekor gajah mendiami kawasan ini. Hutan Tesso Nilo telah diupay-akan dari tahun 1984 untuk dapat menjadi kawasan konservasi gajah.

Untuk melakukan uji coba penanganan konflik manusia-gajah, khususnya di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo, WWF bekerjasama dengan BBKSDA Riau sejak April 2004 menawarkan satu pendekatan pena-nganan konflik dengan menggunakan gajah-gajah ter-latih. Gajah-gajah latih tersebut diberdayakan untuk melakukan pengusiran atau penggiringan gajah liar untuk kembali ke habitatnya. Tim Flying Squad (tim pengusir gajah liar) yang terdiri dari 4 ekor gajah latih dan 8 orang perawatnya siap sedia melakukan penanganan gangguan gajah liar di daerah operasinya sehingga kerugian akibat konflik dapat diminimalkan.

Tim ini melakukan patroli rutin dengan gajah di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) untuk melihat tanda-tanda keberadaan gajah liar di sekitar pemukiman atau perkebunan masyarakat. Selain berpatroli dengan gajah, tim juga berpatroli dengan menggunakan sepeda motor dan mobil. Bila serangan gajah liar terjadi pada malam hari, pengusiran dilakukan dengan kendaraan-

Page 18: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Sore itu Ujang Bongkeng, demikian penduduk Desa Lubuk Kembang Bunga memanggil lelaki setengah

baya itu telah siap dengan segala perlengkapan untuk melakukan pemanenan madu. Jerigen tempat hasil madu, ember, obor /suluh yang terbuat dari kumpulan kulit kayu yang berserabut, kemudian diikat sepanjang 1 meter atau lebih (obor ini biasa disebut tunam oleh masyarakat) dan tali sudah siap di satu sudut ruangan rumahnya

Edisi Januari - Maret 2008Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suara Tesso Nilo

��

but. Sudah hampir sepertiga bagian dari pohon dengan ketinggian ±10 meter tersebut, telah ia ikat dengan rotan. Rotan-rotan tersebut nantinya menjadi tangga bagi pemanjat ketika melakukan pemanjatan untuk memanen madu sialang.

Sekitar pukul 9:30 malam pemanjat telah selesai memasang rotan sampai ke puncak pohon tertinggi. Pekerjaan jadi lebih cepat karena beberapa hari sebelum-nya, pak Ujang dan rombongannya yang biasanya terdiri dari anak dan kemenakannya telah memulai memasang rotan-rotan tersebut. Tangga-tangga rotan ini nantinya akan dapat digunakan untuk beberapa kali pemanenan berikutnya.

”Kita lihat mana yang siap panenlah nanti, tapi keli-hatannya sarang-sarang di ranting sebelah kiri dari pohon itu (sambil menunjuk salah satu pohon sialang tersebut) sudah masak;” kata pak Ujang ketika ditanya mana pohon yang akan dipanen malam itu. ” Kalau bisa dua-dua nya, ya kita panen tapi kalau belum bisa panen semua pal-ing nunggu satu minggu-an lagi, tapi tangga kan sudah kita pasang, jadi nanti tinggal manjat saja, kata nya lagi menambahkan.

Dua orang pemanjat kemudian bersiap-siap, mere-ka mulai mengenakan baju lengan panjang dan cel-ana panjang yang dikenakan berlapis dua. Kemudian diakhiri dengan memakai penutup kepala ”topi kupluk”. Wah ternyata pengamanan mereka hanya itu, pikir ku. Sementara itu dua orang anggota pak Ujang yang lain-nya membawa suluh mendekati pohon sialang, kemu-dian mereka mengitari pohon sialang tersebut sambil mendekatkan suluh tersebut ke bagian bawah pohon, seo-lah-olah tengah mencari sesuatu. Bang Nazar kemudian menjelaskan ketika ku tanya apa yang sedang mereka lakukan.”Itu artinya mereka melihat tanda-tanda di sekitar pohon, apakah pohon sudah siap dipanjat atau belum. Kemudian pak Ujang diikuti dua orang anggotanya tadi kembali mendekati pohon sialang dan pak Ujang mulai membacakan mantra-mantra. Mantra yang disampaikan

Obor untuk menyapu lebah dari sarang madu tengah dipersiapkan. Foto: Syamsuardi/ WWF ID-Program Riau

Anggota kelompok pemanjat madu sialang menyiapkan tali dari rotan yang akan menjadi tangga bagi pemanjat pohon sialang. Foto: Syamsuardi/ WWF ID-Program Riau

yang sederhana. Tidak lupa ia mengajak kami untuk ikut melihat langsung prosesi pemanjatan pohon sialang, dan tanpa ragu kami menyambut ajakan tersebut. Sungguh satu kesempatan yang jarang ditemui pikir ku dalam hati, sangat rugi untuk dilewatkan tentunya.

Sekitar pukul 8:30 malam kami berlima dan didam-pingi seorang warga Desa Lubuk Kembang Bunga ber-nama Nazaruddin yang juga merupakan anggota dari Kelompok Madu Sialang Ungkup tiba di pinggiran hutan tempat dimana Bapak Ujang dan rombongannya akan melakukan pemanjatan pohon sialang. Rupanya pak Ujang sungguh-sungguh mengundang kami untuk melihat prosesi pemanenan madu tersebut, buktinya dipinggir hutan ia telah memberikan tanda-tanda berupa ranting kayu agar kami mudah mengenali jalan masuk ke tempat yang dituju.

Tidak jauh berjalan, kami sudah dapat menemukan pak Ujang dan rombongannya di dalam kegelapan malam. Dengan diterangi oleh sebatang obor, saya melihat dua pohon sialang yang berdekatan, hanya berjarak lima meter antara satu dan lainnya. Ketika saya melihat ke salah satu pohon tersebut, dengan diterangi cahaya senter saya melihat seorang pemanjat tengah mengikatkan rotan ke batang pohon yang berdiameter ± 50 cm terse-

Tradisi Pengambilan Madu Sialang, Suatu Potensi Wisata di Tessonilo

Page 19: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

bertujuan untuk memohon keselamatan dalam proses pengambilan madu tersebut dan agar hasil panen madunya banyak. Diujung man-tranya pak Ujang bertanya sesuatu yang kemu-dian dijawab oleh dua orang anggotanya tadi. Sekali lagi aku bingung karena yang terdengar jelas oleh ku adalah jawaban kata ”ada” dari ke dua anggota pak Ujang. Bang Nazar kemudian menjelaskan bahwa setelah dibacakan mantra oleh pawangnya (dalam hal ini Pak Ujang) dia akan menepuk pohon tersebut untuk mengeta-hui apakah ada respon dari pohon sialang itu pertanda sarang madu dapat dipanen.

Setelah selesai prosesi pembacaan mantra, dua orang pemanjat tadi mendekati salah satu pohon sialang tersebut. Dengan diterangi oleh suluh tadi mereka melihat bayangan tubuh mereka yang terpantul ke batang pohon sialang. Menurut pengamatan ku mereka kemudian memfokuskan pada bayangan tangan dan kaki. Prosesi-prosesi diatas merupakan kegiatan meli-hat pelangkahan, apakah kegiatan pengambilan madu dapat dilaksanakan dan disini keahlian pawang membaca tanda-tanda tersebut menjadi acuan. Setelah itu barulah proses pemanjatan

tanah. Suara-suara itu tidak lain adalah suara-suara lebah yang terbang rendah mengi-kuti bara suluh yang jatuh. Ingin rasanya menghidupkan senter sekejap untuk dapat melihat ribuan lebah yang terbang rendah tersebut, tapi tentu saja niat itu diurungkan mengingat resik-onya.

Suara nyanyian yang cukup merdu, melantun dari mulut pawang yang menunggu di bawah, semula aku berpikir, nyanyian-nyanyian tersebut hanya untuk sekedar hiburan atau kegiatan iseng-isengnya pawang. Namun ternyata nyany-ian tersebut bermakna salah satunya untuk menyanjung atau menenangkan lebah agar tidak bersikap agresif.

Ember kemudian ditarik ke atas memakai seutas tali, tidak lama kemudian diturunkan dan telah berisi madu dan sarang lebah. Ember itu kemudian dibawa mendekati tem-pat penyaringan madu. Kami pun bergegas menuju tempat itu, dan segera berebut ingin mencoba mencicipi madu segar ”fresh from the tree” dan sarangnya. Hem......., manis-nya khas. Lars seorang teman bule yang ikut dalam rombongan kami, asal Swedia yang sudah lama bekerja di Singapura dengan bahasa Melayu nya yang terpatah-patah bilang ”enak”.

Sungguh suatu pengalaman yang menyenangkan dapat langsung melihat prosesi pengambilan madu sialang ini. Pak Ujang dan rombongannya harus melanjutkan kegiatannya, bisa jadi sampai larut malam, namun kami dengan berat hati harus menyam-paikan salam perpisahan. Lars dan temannya Carine menyam-paikan terimakasih kepada pak Ujang dan rombongan sudah dapat melihat prosesi yang unik dan menakjubkan tersebut, dan yang mung-kin hanya dapat disaksi-kannya sekali seumur hidup. (Syamsidar)

dimulai. Dengan membawa suluh tadi dua orang pemanjat tadi mulai memanjat pohon sialang tersebut. Sesampainya di puncak pohon terse-but, segala bentuk cahaya dari bawah tidak diperbolehkan lagi karena akan segera menyapu sarang-sarang lebah yang akan dipanen dengan suluh tersebut. Cahaya-cahaya kecil (bara kecil dari suluh) mulai berhamburan diatas pohon, menjadi pemandangan yang cukup indah dite-ngah kegelapan malam itu. Tidak lama kemudian suara mendengung semakin jelas terdengar dan sepertinya mereka semakin mendekat ke arah

Edisi Januari - Maret 2008Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suara Tesso Nilo

��

Pemimpin kelompok pemanjat madu sialang tengah membacakan mantra di pohon sialang selamat dalam proses pemanenan madu dan mendapatkan hasil yang banyak. Foto: Syamsuardi/ WWF ID-Program Riau

Page 20: Hubungan Korporasi Edisi Desember 2007 BULETIN WWF …awsassets.wwf.or.id/downloads/bulletin_wwfid_suara_tesso_01_03... · hubungan antara hilangnya habitat dengan konflik adalah

Edisi Januari - Maret 2008Pemberdayaan Masyarakat

Suara Tesso Nilo

�0

untuk menerima rekomendasi hasil pertemuan dari para delegasi BEM.

Kehadirian Ketua DPRD Riau di pusat operasi Flying Squad tersebut disambut oleh kalungan bunga yang diberikan oleh gajah Flying Squad yang bernama Lisa didampingi gajah-gajah Flying Squad lainnya. Gajah-gajah ter-latih ini pulalah yang bertugas untuk menyambut kehadiran delegasi BEM perguruan tinggi se Indonesia.

Bertempat di depan kantor opera-sional Flying Squad yang terletak Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan tepatnya dibatas kawasan TNTN, pada hari Sabtu, 15 Maret 2008 delegasi BEM se-Indonesia melakukan dialog secara ter-buka dengan Ketua DPRD Propinsi Riau akan hasil dan harapan peserta semi-nar dan lokakarya ini. Menurut Fajri, Ketua DPRD Riau Drh. Chaidir M.M. menyambut baik dan menyampaikan apresiasi atas apa yang telah dirumus-kan oleh delegasi BEM se-Indonesia ini dan beliau akan memasukannya kedalam agenda Musrenbang (musya-warah perencanaan pembangunan daerah) yang akan dilaksanakan pada akhir bulan Maret 2008.

Pada kesempatan tersebut juga Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo Drh. Hayani Suprahman M.Sc. selaku tuan rumah menyampaikan ten-tang kondisi terakhir kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang meliputi tantangan dan peluang pengelolaan TNTN. Juga fungsi dari tim mitigasi konflik gajah yang di operasikan pada kawasan TNTN yang disebut dengan Flying Squad.

“Kami mengharapkan agar anak-anak muda dapat tersadarkan untuk bersama-sama menjaga dan melestari-kan lingkungan, untuk dapat juga dira-sakan manfaatnya oleh generasi yang akan datang, dan bagi para delegasi diharapkan agar dapat menyampaikan pesan pelestarian lingkungan ini kepa-da instansi yang terkait di daerahnya masing-masing.” ungkap Fajri pada saat penutupan acara musyawarah dan lokakarya BEM se-Indonesia dengan sebuah harapan. (Dani Rahadian)

BEM SE-INDONESIA SERAHKAN REKOMENDASI MUSYAWARAH DAN LOKAKARYA KEPADA KETUA DPRD RIAU DI TESSO NILO

Perjalanan melewati jalan koridor yang membelah kawasan hutan

alam Tesso Nilo serta masih berba-han dasar tanah dikeraskan dari ujung kota Kerinci menuju kawasan Taman Nasional Tesso Nilo cukup melelahkan namun mengasyikan. Begitu pula yang dialami oleh sekitar 30 orang dele-gasi mahasiswa dari beberapa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) perguruan tinggi yang ada di tanah air. Dengan 2 buah bus milik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau, para delegasi BEM perguruan tinggi ini berangkat secara simultan menuju ke kawasan Hutan Tesso Nilo. Didampingi oleh Plt. Kepala Seksi Balai Taman Nasional Tesso Nilo Iskandar dan staff WWF Indonesia, rombongan menikma-ti pemandangan yang sangat unik dan berkaitan erat dengan apa yang telah mereka diskusikan selama beberapa hari mulai tanggal 12 sampai 15 Maret 2008.

Dalam rangkaian acara seminar nasional, lokakarya dan kunjungan lapangan yang bertemakan “Supremasi Hukum Dalam Pemberantasan Illegal Logging”, para peserta melakukan kajian dengan mengundang pemaka-lah baik yang berasal dari kalangan akademisi, pemerintah, kepolisian dan lembaga swadaya masyarakat. Dari 4 hari kegiatan, forum ini menghasil-kan rekomendasi yang nantinya akan di sampaikan kepada instansi-instansi yang terkait dengan permasalahan pemberantasan illegal logging.

“Pada akhir dari rangkaian acara musyawarah BEM ini, kami senga-ja mengajak peserta untuk melihat kondisi hutan yang ada di Propinsi Riau, seperti yang kita ketahui di Riau ada dua Taman Nasional, yaitu Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Nasional Tesso Nilo. Dimana kami mendapat informasi bahwa di dalam kawasan TN. Tesso Nilo masih terjadi perambahan” Ujar Fajri Presiden BEM Unri yang sekaligus menjadi ketua penyelenggara, di sela-sela perjalan-an menuju kawasan taman nasional, setelah mendapat penjelasan mengenai kondisi terakhir aktifitas perambahan

Riau berkenan menempuh perjalanan menuju kawasan Taman Nasional Tesso Nilo tepatnya di pusat operasi Flying Squad (Tim pengusir gajah liar yang terdiri dari gajah terlatih dan pera-watnya kerjasama WWF-BKSDA Riau) di dalam Taman Nasional Tesso Nilo

yang terjadi di kawasan taman nasional maupun perluasan taman nasional dari Plt. Kepala Seksi TNTN, Iskandar.

“Kita juga menginginkan agar selu-ruh delegasi BEM yang hadir pada kesempatan ini agar dapat menyam-paikan rekomendasi acara ini kepa-da Dewan Perwakilan Rakyat Daerah masing-masing pada saat mereka kem-bali ke daerahnya” lanjut Fajri.

Pada kesempatan tersebut peser-ta seminar dan lokakarya BEM se-Indonesia ini, mengundang Ketua Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Riau Drh. Chaidir, M.M. untuk menerima secara simbolis hasil rekomendasi seminar dan lokakarya yang telah dilaksanakan.

Didampingi oleh Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo Drh. Hayani Suprahman, M.Sc. serta sejumlah staff WWF Indonesia. Ketua DPRD Provinsi

Dialog terbuka peserta seminar & lokakarya BEM se Indonesia dengan ketua DPRD Riau. (Foto: Dani/WWF-Prog. Riau)

Pegalungan bunga oleh gajah Flying Squad kepada ketua DPRD Prop. Riau (Foto: Dani/WWF-Prog. Riau)