Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.id Volume 4 Nomor 2... · Jurnal Teknologi Minyak...

76

Transcript of Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.id Volume 4 Nomor 2... · Jurnal Teknologi Minyak...

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2013ISSN 0216-6410

Penanggung Jawab : Pemimpin Redaksi : Redaktur Pelaksana :Peer Review :

Ir. Bambang IsmantoDr. Ir. Ratnayu SitaresmiDr. Ir. Usman, M.Eng.Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Enhanced Oil Recovery) Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System) Prof. Dr. Ir. Doddy Abdassah (Teknik Reservoar) Dr. Ir. RS Trijana Kartoatmodjo (Teknik Produksi) Dr. Ir. Arsegianto (Ekonomi dan Regulasi Migas) Dr. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi) Dr. Ir. Sudjati Rachmat (Well Stimulation and Hydraulic Fracturing) Dr. Ir. Sudarmoyo (Penilaian Formasi)Dr. Ir. Aris Buntoro (Teknik Pemboran)

Senior Editor :

Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 R.1C Jln. Jendral Gatot Subroto Kav. 32-34

Jakarta 12950 – Indonesia. Tel/Fax: +62-21-5203057 website: http://www.iatmi.or.id email: [email protected]

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN 0216-6410) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakartadidukung oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB

KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSATNO: 003/SK/IATMI/II/2013

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah diterbitkan setiap kwartal yang menyajikan hasil penelitian dan kajian para professional yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dan sebagai media komunikasi anggota IATMI pada khususnya dan mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya.

Ir. Andry HalimIr. M. Taufik FathaddinIr. Junita Musu, M.Sc. Ir. Boni Swadesi Ir. Candra Sugama

Ir. Bambang Pudjianto (IATMI)Alief S. Syaifulloh, S.Kom. (Sekretariat IATMI) Abdul Manan, A.Md. (Sekretariat IATMI)

Sekretaris :Layout Design : Sirkulasi :

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2013ISSN 0216-6410

Penanggung Jawab : Pemimpin Redaksi : Redaktur Pelaksana :Peer Review :

Ir. Bambang IsmantoDr. Ir. Ratnayu SitaresmiDr. Ir. Usman, M.Eng.Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Enhanced Oil Recovery) Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System) Prof. Dr. Ir. Doddy Abdassah (Teknik Reservoar) Dr. Ir. RS Trijana Kartoatmodjo (Teknik Produksi) Dr. Ir. Arsegianto (Ekonomi dan Regulasi Migas) Dr. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi) Dr. Ir. Sudjati Rachmat (Well Stimulation and Hydraulic Fracturing) Dr. Ir. Sudarmoyo (Penilaian Formasi)Dr. Ir. Aris Buntoro (Teknik Pemboran)

Senior Editor :

Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 R.1C Jln. Jendral Gatot Subroto Kav. 32-34

Jakarta 12950 – Indonesia. Tel/Fax: +62-21-5203057 website: http://www.iatmi.or.id email: [email protected]

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN 0216-6410) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakartadidukung oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB

KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSATNO: 003/SK/IATMI/II/2013

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah diterbitkan setiap kwartal yang menyajikan hasil penelitian dan kajian para professional yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dan sebagai media komunikasi anggota IATMI pada khususnya dan mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya.

Ir. Andry HalimIr. M. Taufik FathaddinIr. Junita Musu, M.Sc. Ir. Boni Swadesi Ir. Candra Sugama

Ir. Bambang Pudjianto (IATMI)Alief S. Syaifulloh, S.Kom. (Sekretariat IATMI) Abdul Manan, A.Md. (Sekretariat IATMI)

Sekretaris :Layout Design : Sirkulasi :

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2013ISSN 0216-6410

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-DropSinggih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman .............................................................. 92 - 107

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain EksperimentalMuhammad Titis Redjoso, Tutuka Ariadji .............................................................................. 66 - 85

Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive MechanismRanov Fasallo ......................................................................................................................... 86 - 91

Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSDBastian Wismana, Adi Matondang ........................................................................................ 108 - 116

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanHeru Atmoko, Agus Priyantoro, Herry Suhartomo, R.Gunawan H.S ................................. 58 - 65

DAFTAR ISI

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2013ISSN 0216-6410

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-DropSinggih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman .............................................................. 92 - 107

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain EksperimentalMuhammad Titis Redjoso, Tutuka Ariadji .............................................................................. 66 - 85

Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive MechanismRanov Fasallo ......................................................................................................................... 86 - 91

Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSDBastian Wismana, Adi Matondang ........................................................................................ 108 - 116

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanHeru Atmoko, Agus Priyantoro, Herry Suhartomo, R.Gunawan H.S ................................. 58 - 65

DAFTAR ISI

JTMGB Edisi Agustus 2013Para Pembaca JTMGB yang budiman,

Dengan kesibukan kita masing-masing tak terasa waktu berjalan dengan cepat, bulan Agustus yang sangat barokah bagi bangsa Indonesia yang memperingati hari kemerdekaan RI yang ke 68 tahun dan melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan serta merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1434 H.

Bagi kaum muslimin/muslimat, kami atas nama Pengurus dan Segenap Anggota IATMI mengucapkan Selamat Idul Fitri I Syawal 1434 H, mohon maaf lahir dan bathin.

Melalui media ini, dengan senang hati kami bisa kembali menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan ilmiah yang tersaji dalam JTMGB Volume 4 nomor 2 Edisi Agustus 2013.

Pada JTMGB edisi ini, kita akan menyajikan 5 (lima) tulisan yang akan membahas persoalan-persoalan (parameter) yang sederhana tetapi memiliki implikasi signifikan terhadap hasilnya.

Tulisan yang menyangkut evaluasi di bidang penilaian formasi yaitu mengevaluasi pore type dan pore system untuk aplikasi rock typing pada batuan reservoar karbonat, sedangkan 2 (dua) tulisan di bidang reservoar adalah merancang persamaan baru untuk peramalan IPR satu fasa pada sumur horisontal dengan mempertimbangkan penurunan tekanan akibat gesekan dan Kuantifikasi ketidakpastian pengembangan lapangan secara terintegrasi surface dan subsurface dengan menggunakan desain eksperimental.

Tulisan di bidang produksi ada 2 (dua) tulisan yaitu mengatasi masalah water cut dan gas yang berlebih pada sumur ESP dengan menggunakan Variable Speed Drive (VSD) dan studi parameter interval perforasi pada reservoar gas dengan mekanisme pendorong air.

Selamat menikmati bacaan majalah ilmiah JTMGB edisi kali ini. !***

(Bambang Ismanto)

KATA PENGANTAR

JTMGB Edisi Agustus 2013Para Pembaca JTMGB yang budiman,

Dengan kesibukan kita masing-masing tak terasa waktu berjalan dengan cepat, bulan Agustus yang sangat barokah bagi bangsa Indonesia yang memperingati hari kemerdekaan RI yang ke 68 tahun dan melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan serta merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1434 H.

Bagi kaum muslimin/muslimat, kami atas nama Pengurus dan Segenap Anggota IATMI mengucapkan Selamat Idul Fitri I Syawal 1434 H, mohon maaf lahir dan bathin.

Melalui media ini, dengan senang hati kami bisa kembali menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan ilmiah yang tersaji dalam JTMGB Volume 4 nomor 2 Edisi Agustus 2013.

Pada JTMGB edisi ini, kita akan menyajikan 5 (lima) tulisan yang akan membahas persoalan-persoalan (parameter) yang sederhana tetapi memiliki implikasi signifikan terhadap hasilnya.

Tulisan yang menyangkut evaluasi di bidang penilaian formasi yaitu mengevaluasi pore type dan pore system untuk aplikasi rock typing pada batuan reservoar karbonat, sedangkan 2 (dua) tulisan di bidang reservoar adalah merancang persamaan baru untuk peramalan IPR satu fasa pada sumur horisontal dengan mempertimbangkan penurunan tekanan akibat gesekan dan Kuantifikasi ketidakpastian pengembangan lapangan secara terintegrasi surface dan subsurface dengan menggunakan desain eksperimental.

Tulisan di bidang produksi ada 2 (dua) tulisan yaitu mengatasi masalah water cut dan gas yang berlebih pada sumur ESP dengan menggunakan Variable Speed Drive (VSD) dan studi parameter interval perforasi pada reservoar gas dengan mekanisme pendorong air.

Selamat menikmati bacaan majalah ilmiah JTMGB edisi kali ini. !***

(Bambang Ismanto)

KATA PENGANTAR

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas BumiDate of issue: 2013-08-28ISSN 0216-6410

The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.

Tulisan ini menampilkan hubungan antara tipe pori batuan karbonat yang didefinisikan oleh Lucia dengan pore system yang mencerminkan besaran porositas dan leher pori serta konektifitasnya yang merupakan bagian dari proses diagenesa dan tektonik untuk diaplikasikan dalam pembuatan rock typing dari metoda Winland pada reservoir karbonat lapangan Sungai Lilin, Sumatera Selatan. Metodology yang digunakan dalam tulisan ini adalah integrasi antara data petrography/thin-section, data routine core analysis dan data special core analysis. Dari data percontoh yang digunakan yaitu pada Sumur Ramba-43, Ramba-53 dan Ramba-59, klasifikasi pore type dari Lucia yang dihasilkan dari studi ini tidak semuanya mempunyai hubungan porositas - permeabilitas yang baik untuk setiap kelasnya. Metoda Winland memperlihatkan korelasi yang jauh lebih baik dari hubungan porositas - permeabilitasnya dan dari metoda Winland tersebut kualitas reservoar karbonat dapat dibagi menjadi 3 (tiga) buah rock type/RT. Berdasarkan data empiris yang dihasilkan dari percontoh batuan sumur-sumur di lapangan Ramba tersebut kemudian diaplikasikan ke Lapangan Sungai Lilin melalui data log sumuran. Hasil pengamatan memperlihatkan konsistensinya terhadap ketiga rock type/RT yang telah didefinisikan sebelumnya terhadap data ulah produksi minyak pada lapangan Sungai Lilin tersebut.

Kata kunci : Lucia, Winland, pore type, rock type, pore throat size

Penurunan laju alir gas pada suatu lapangan gas merupakan permasalahan yang harus dihadapi dengan srategi pengembangan lapangan yang tepat. Reservoar potensial yang menjadi perhatian studi ini adalah reservoar A pada cekungan Natuna Barat. Perlu adanya pemodelan skenario pengembangan lapangan eksplorasi dan melakukan integrasi kedalam sistem produksi yang telah ada untuk mengetahui besarnya pengaruh penambahan produksi dari rencana pengembangan. Identifikasi faktor-faktor ketidakpastian menggunakan desain eksperimen dalam pengem-bangan lapangan menjadi faktor-faktor penentu keberhasilan rencana ini. Identifikasi ini perlu dikaji karena besarnya resiko dan biaya pada saat pengem-bangan eksplorasi. Kurangnya data PVT dan sedikitnya referensi sumur terdekat menjadikan penentuan kuantifikasi ketidakpastian ini penting untuk menentukan arah pengembangan. Pemodelan fasilitas produksi terintegrasi telah dibuat dengan prediksi produksi sumur pengembangan adalah 14,55 MMscf/day. Desain eksperimen full factorial digunakan untuk mengidentifikasi parameter signifikan, dimana disimpulkan banyaknya Gas dalam Reservoar (IGIP), besarnya Tekanan Separator, dan Ukuran Tubing komplesi sumur adalah faktor yang signifikan terhadap output produksi gas. Terdapat kenaikan sebesar 3,4% terhadap total akumulasi produksi jika asumsi IGIP adalah 40 BCF dibandingkan dengan IGIP sebesar 30 BCF dan terdapat penurunan sebesar 5,04% pada asumsi IGIP 20 BCF. Kenaikan tekanan separator sampai dengan 1000 psig menurunkan produksi kumulatif sebesar 3,6%. Sebaliknya, penurunan tekanan sampai dengan 400 psig akan menaikkan produksi sebesar 4,8%. Terdapat perbedan 2,1% antara penggunaaan diameter tubing dengan ukuran 1,33” dan 2,99”. Sedangkan pada penggunaan ukuran tubing dengan diameter 4,89” hanya terdapat penurunan sebesar 0,003%. Faktor lain seperti Condensate-Gas-Ratio dan Densitas Gas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap laju produksi. Hasil analisa keekonomian menunjukkan bahwa terdapat kenaikan Net Present Value (NPV) sebesar 5,67% jika asumsi IGIP dinaikkan dari base 30 BCF menjadi 40 BCF. Sebaliknya, penurunan IGIP menjadi 20 BCF juga mengurangi NPV sebesar

Heru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 58 - 65

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap)Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain EksperimentalJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 66 - 85

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas BumiDate of issue: 2013-08-28ISSN 0216-6410

The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.

Tulisan ini menampilkan hubungan antara tipe pori batuan karbonat yang didefinisikan oleh Lucia dengan pore system yang mencerminkan besaran porositas dan leher pori serta konektifitasnya yang merupakan bagian dari proses diagenesa dan tektonik untuk diaplikasikan dalam pembuatan rock typing dari metoda Winland pada reservoir karbonat lapangan Sungai Lilin, Sumatera Selatan. Metodology yang digunakan dalam tulisan ini adalah integrasi antara data petrography/thin-section, data routine core analysis dan data special core analysis. Dari data percontoh yang digunakan yaitu pada Sumur Ramba-43, Ramba-53 dan Ramba-59, klasifikasi pore type dari Lucia yang dihasilkan dari studi ini tidak semuanya mempunyai hubungan porositas - permeabilitas yang baik untuk setiap kelasnya. Metoda Winland memperlihatkan korelasi yang jauh lebih baik dari hubungan porositas - permeabilitasnya dan dari metoda Winland tersebut kualitas reservoar karbonat dapat dibagi menjadi 3 (tiga) buah rock type/RT. Berdasarkan data empiris yang dihasilkan dari percontoh batuan sumur-sumur di lapangan Ramba tersebut kemudian diaplikasikan ke Lapangan Sungai Lilin melalui data log sumuran. Hasil pengamatan memperlihatkan konsistensinya terhadap ketiga rock type/RT yang telah didefinisikan sebelumnya terhadap data ulah produksi minyak pada lapangan Sungai Lilin tersebut.

Kata kunci : Lucia, Winland, pore type, rock type, pore throat size

Penurunan laju alir gas pada suatu lapangan gas merupakan permasalahan yang harus dihadapi dengan srategi pengembangan lapangan yang tepat. Reservoar potensial yang menjadi perhatian studi ini adalah reservoar A pada cekungan Natuna Barat. Perlu adanya pemodelan skenario pengembangan lapangan eksplorasi dan melakukan integrasi kedalam sistem produksi yang telah ada untuk mengetahui besarnya pengaruh penambahan produksi dari rencana pengembangan. Identifikasi faktor-faktor ketidakpastian menggunakan desain eksperimen dalam pengem-bangan lapangan menjadi faktor-faktor penentu keberhasilan rencana ini. Identifikasi ini perlu dikaji karena besarnya resiko dan biaya pada saat pengem-bangan eksplorasi. Kurangnya data PVT dan sedikitnya referensi sumur terdekat menjadikan penentuan kuantifikasi ketidakpastian ini penting untuk menentukan arah pengembangan. Pemodelan fasilitas produksi terintegrasi telah dibuat dengan prediksi produksi sumur pengembangan adalah 14,55 MMscf/day. Desain eksperimen full factorial digunakan untuk mengidentifikasi parameter signifikan, dimana disimpulkan banyaknya Gas dalam Reservoar (IGIP), besarnya Tekanan Separator, dan Ukuran Tubing komplesi sumur adalah faktor yang signifikan terhadap output produksi gas. Terdapat kenaikan sebesar 3,4% terhadap total akumulasi produksi jika asumsi IGIP adalah 40 BCF dibandingkan dengan IGIP sebesar 30 BCF dan terdapat penurunan sebesar 5,04% pada asumsi IGIP 20 BCF. Kenaikan tekanan separator sampai dengan 1000 psig menurunkan produksi kumulatif sebesar 3,6%. Sebaliknya, penurunan tekanan sampai dengan 400 psig akan menaikkan produksi sebesar 4,8%. Terdapat perbedan 2,1% antara penggunaaan diameter tubing dengan ukuran 1,33” dan 2,99”. Sedangkan pada penggunaan ukuran tubing dengan diameter 4,89” hanya terdapat penurunan sebesar 0,003%. Faktor lain seperti Condensate-Gas-Ratio dan Densitas Gas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap laju produksi. Hasil analisa keekonomian menunjukkan bahwa terdapat kenaikan Net Present Value (NPV) sebesar 5,67% jika asumsi IGIP dinaikkan dari base 30 BCF menjadi 40 BCF. Sebaliknya, penurunan IGIP menjadi 20 BCF juga mengurangi NPV sebesar

Heru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 58 - 65

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap)Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain EksperimentalJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 66 - 85

jumlah yang sama. Ukuran tubing akan memberikan hasil pemasukan yang maksimum pada ukuran tubing 2,99”. Terdapat penurunan NPV sebesar 3,43% saat ukuran tubing diturunkan menjadi 1,33”. Diperbesarnya diameter tubing menurunkan pemasukkan sebesar 1,83%. Penurunan tekanan dari base produksi 790 psig ke 400 psig memberikan kenaikan pendapatan sebesar 3,63%, sedangkan kenaikan tekanan separator sampai 1000 psig memberikan penurunan kontribusi sebesar 6,74%. Cash flow pada akhir tahun pertama adalah positif $50.391.189 dengan NPV sebesar $247.557.835 pada akhir tahun ke 13, besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan. Nilai Benefit-to-Cost didapatkan sebesar 2,5. Nilai Expected Monetary Value (EMW) bernilai positif yang artinya proyek cukup layak untuk dilaksanakan.

Kata kunci: simulasi produksi, desain eksperimental, keekonomian

Ranov Fasallo (VICO Indonesia)Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive MechanismJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 86 - 91

Water production is one of the major technical, environmental, and economical problems associated with oil and gas production. One of the water production causes is coning. Water coning occurs when the well is produced at high gas/oil rate that draw the water from lower connected zone toward wellbore due to viscous forces overcoming the gravity forces. Several studies proposed to do some gas/oil production main-tenance under critical flow rate to have a non-water production. In fact, the oil rate that is suggested is too low while the proposed gas rate is still economic enough to produce.Is there any criterion for gas well economic limit? A simple calculation to determine critical gas flow rate in gas-water reservoirs is derived based on the vertical equilibrium production concept. The calculation is then utilized to find out the relationship between critical gas flow rate and interval perforation. Plot of them shows that there is always maximum critical gas flow rate for a specific perforation interval. In the other words, the optimum perforation interval is when the critical gas rate is maximal at the plot of those two parameters. As the result, an application is tailored to assistengineers to determine the optimum perforation length to be completed in a gas reservoir with bottom-water drive mechanism. The sensitivity to gas thickness, kv/kh, aquifer size, and reservoir pressure are performed by means of the calculation in the application. It is concluded that the most influential parameters on the phenomenon of water coning is the permeability and reservoir thickness.

Keywords: water coning, critical flow rate, perforation length, bottom-water drive mechanism reservoir

Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, (ITB)Fatkhur Rahman (PT. Chevron Pacific Indonesia)New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-DropJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 92 - 107

Advanced in drilling technology Oil industry’s attention have has focused oil industry’s attention onthe importance of horizontal-well as the results ofadvanced in drilling technology, because it gives more advantages. So that many horizontal-wells have been drilled around the world.9 High improvements in drilling technology allow to drill wells thousands of feet long. However, friction can possiblymight limit useful the advantages length of horizontal-well. In the cases of long wells or high production rates, the pressure drop need to be considered. Ignoring friction could lead to unrealistically higher Inflow Performance Relationship (IPR).7 Commonly, IPR is generated by neglecting friction.11 Therefore, IPR of horizontal-well IPR must be calculated by consideringneeds to consider the frictional pressure dropfriction. First, this study is conducted with analytical model (single-phase flow and homogenous reservoir). Resulted that frictional pressure drop vs IPR has non-linear relationship. From sensitivity analysis, new-dimen-sionless IPR is introduced by making a regression to all of the sensitivity results that then has beenbeing plotted in one graph. To know understand the potential impact of uncertain input variables on IPR result out-comes, spider diagrams evaluation in is then investi-gated. From this the study, we will know the variables with the greatest potential impact to ourthe IPR correlation result have been demonstrated. There are 6 six parameters that highly influence the IPR. TheAfter that, IPR correlation then is validated with numerical model (homogenous and heterogeneous). And because of The changing reservoir condition during the time of production, and then the IPR will changes too. Predicting Prediction of future IPR is frequently needed in most of oil fields. Finally, in this The study, will be introduc demonstrateded the future IPR correlation for one-phase Horizontal horizontal well with considering the frictional pressure drop with the ways to derive it..

Keywords : Horizontal well, Frictional pressure drop, One phase, IPR, Future IPR,

Bastian Wismana, Adi Matondang (PT. Energi Mega Persada Malacca Strait)Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSDJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 108 - 116

Electric Submersible Pump sebagai salah satu dari alat pengangkat buatan mempunyai beberapa keuntungan seperti rentang kapasitas yang cukup besar, fasilitas permukaan yang berdimensi relatif kecil, dan relatif baik untuk sumur-sumur yang sudah mengalami penurunan tekanan serta sumur yang memiliki dynamic liquid level yang cukup dalam. Namun demikian Electric Submersible Pump juga mempunyai beberapa kekurangan seperti tidak tahan terhadap kandungan gas yang tinggi, scale dan masalah kepasiran. Penelitian ini akan membahas aplikasi Variable Speed Drive (VSD) pada dua sumur dengan kasus yang berbeda Kenaikan Watercut yang drastis terjadi pada sumur Bastian-01, sehingga memerlukan langkah pengoptimalisasian yang cepat demi menjaga sumur tetap berproduksi. Penulis akan membahas bagaimana aplikasi VSD pada sumur ini untuk mengontrol kenaikan watercut yang drastis. Dengan pengoptimalisasian menggunakan VSD, diperoleh kenaikan NPV sebesar USD 1,2 Juta. Dalam paper ini penulis juga akan membahas tentang bagaimana mengatasi kekurangan ElectricSubmersible Pump terhadap produksi sumur yang memiliki kandungan gas terlarut cukup tinggi. Sumur Bastian-02 pada lapangan Bastian merupakan sumur tua dan berproduksi minyak dari lapisan zona produksi Transisi. Pada zona Transisi dari data DST menunjukkan bahwa zona tersebut memiliki kandungan GOR 906 scf/stb. Gas yang berlebih akan menurunkan efisiensipompa dan menimbulkan masalah yang dapat membuat pompa mati. Dengan menggunakan VSD, masalah gas berlebih tersebut dapat diatasi sehingga memberikan keuntungan NPV sebesar USD 9,8 Juta dalam satu tahun. Dari studi kasus yang akan dibahas oleh penulis, VSD mampu mengatasi masalah-masalah yang ada pada sumur ESP. Dengan mengatasi masalah tersebut akan membuat usia sumur meningkat sehingga mem-berikan dampak ekonomi yang cukup signifikan.

Kata kunci : Electric submersible pump, Variable speed drive, Net present value , Gas oil ratio.

jumlah yang sama. Ukuran tubing akan memberikan hasil pemasukan yang maksimum pada ukuran tubing 2,99”. Terdapat penurunan NPV sebesar 3,43% saat ukuran tubing diturunkan menjadi 1,33”. Diperbesarnya diameter tubing menurunkan pemasukkan sebesar 1,83%. Penurunan tekanan dari base produksi 790 psig ke 400 psig memberikan kenaikan pendapatan sebesar 3,63%, sedangkan kenaikan tekanan separator sampai 1000 psig memberikan penurunan kontribusi sebesar 6,74%. Cash flow pada akhir tahun pertama adalah positif $50.391.189 dengan NPV sebesar $247.557.835 pada akhir tahun ke 13, besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan. Nilai Benefit-to-Cost didapatkan sebesar 2,5. Nilai Expected Monetary Value (EMW) bernilai positif yang artinya proyek cukup layak untuk dilaksanakan.

Kata kunci: simulasi produksi, desain eksperimental, keekonomian

Ranov Fasallo (VICO Indonesia)Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive MechanismJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 86 - 91

Water production is one of the major technical, environmental, and economical problems associated with oil and gas production. One of the water production causes is coning. Water coning occurs when the well is produced at high gas/oil rate that draw the water from lower connected zone toward wellbore due to viscous forces overcoming the gravity forces. Several studies proposed to do some gas/oil production main-tenance under critical flow rate to have a non-water production. In fact, the oil rate that is suggested is too low while the proposed gas rate is still economic enough to produce.Is there any criterion for gas well economic limit? A simple calculation to determine critical gas flow rate in gas-water reservoirs is derived based on the vertical equilibrium production concept. The calculation is then utilized to find out the relationship between critical gas flow rate and interval perforation. Plot of them shows that there is always maximum critical gas flow rate for a specific perforation interval. In the other words, the optimum perforation interval is when the critical gas rate is maximal at the plot of those two parameters. As the result, an application is tailored to assistengineers to determine the optimum perforation length to be completed in a gas reservoir with bottom-water drive mechanism. The sensitivity to gas thickness, kv/kh, aquifer size, and reservoir pressure are performed by means of the calculation in the application. It is concluded that the most influential parameters on the phenomenon of water coning is the permeability and reservoir thickness.

Keywords: water coning, critical flow rate, perforation length, bottom-water drive mechanism reservoir

Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, (ITB)Fatkhur Rahman (PT. Chevron Pacific Indonesia)New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-DropJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 92 - 107

Advanced in drilling technology Oil industry’s attention have has focused oil industry’s attention onthe importance of horizontal-well as the results ofadvanced in drilling technology, because it gives more advantages. So that many horizontal-wells have been drilled around the world.9 High improvements in drilling technology allow to drill wells thousands of feet long. However, friction can possiblymight limit useful the advantages length of horizontal-well. In the cases of long wells or high production rates, the pressure drop need to be considered. Ignoring friction could lead to unrealistically higher Inflow Performance Relationship (IPR).7 Commonly, IPR is generated by neglecting friction.11 Therefore, IPR of horizontal-well IPR must be calculated by consideringneeds to consider the frictional pressure dropfriction. First, this study is conducted with analytical model (single-phase flow and homogenous reservoir). Resulted that frictional pressure drop vs IPR has non-linear relationship. From sensitivity analysis, new-dimen-sionless IPR is introduced by making a regression to all of the sensitivity results that then has beenbeing plotted in one graph. To know understand the potential impact of uncertain input variables on IPR result out-comes, spider diagrams evaluation in is then investi-gated. From this the study, we will know the variables with the greatest potential impact to ourthe IPR correlation result have been demonstrated. There are 6 six parameters that highly influence the IPR. TheAfter that, IPR correlation then is validated with numerical model (homogenous and heterogeneous). And because of The changing reservoir condition during the time of production, and then the IPR will changes too. Predicting Prediction of future IPR is frequently needed in most of oil fields. Finally, in this The study, will be introduc demonstrateded the future IPR correlation for one-phase Horizontal horizontal well with considering the frictional pressure drop with the ways to derive it..

Keywords : Horizontal well, Frictional pressure drop, One phase, IPR, Future IPR,

Bastian Wismana, Adi Matondang (PT. Energi Mega Persada Malacca Strait)Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSDJTMGB. Agustus 2013, Vol. 4 No. 2, p 108 - 116

Electric Submersible Pump sebagai salah satu dari alat pengangkat buatan mempunyai beberapa keuntungan seperti rentang kapasitas yang cukup besar, fasilitas permukaan yang berdimensi relatif kecil, dan relatif baik untuk sumur-sumur yang sudah mengalami penurunan tekanan serta sumur yang memiliki dynamic liquid level yang cukup dalam. Namun demikian Electric Submersible Pump juga mempunyai beberapa kekurangan seperti tidak tahan terhadap kandungan gas yang tinggi, scale dan masalah kepasiran. Penelitian ini akan membahas aplikasi Variable Speed Drive (VSD) pada dua sumur dengan kasus yang berbeda Kenaikan Watercut yang drastis terjadi pada sumur Bastian-01, sehingga memerlukan langkah pengoptimalisasian yang cepat demi menjaga sumur tetap berproduksi. Penulis akan membahas bagaimana aplikasi VSD pada sumur ini untuk mengontrol kenaikan watercut yang drastis. Dengan pengoptimalisasian menggunakan VSD, diperoleh kenaikan NPV sebesar USD 1,2 Juta. Dalam paper ini penulis juga akan membahas tentang bagaimana mengatasi kekurangan ElectricSubmersible Pump terhadap produksi sumur yang memiliki kandungan gas terlarut cukup tinggi. Sumur Bastian-02 pada lapangan Bastian merupakan sumur tua dan berproduksi minyak dari lapisan zona produksi Transisi. Pada zona Transisi dari data DST menunjukkan bahwa zona tersebut memiliki kandungan GOR 906 scf/stb. Gas yang berlebih akan menurunkan efisiensipompa dan menimbulkan masalah yang dapat membuat pompa mati. Dengan menggunakan VSD, masalah gas berlebih tersebut dapat diatasi sehingga memberikan keuntungan NPV sebesar USD 9,8 Juta dalam satu tahun. Dari studi kasus yang akan dibahas oleh penulis, VSD mampu mengatasi masalah-masalah yang ada pada sumur ESP. Dengan mengatasi masalah tersebut akan membuat usia sumur meningkat sehingga mem-berikan dampak ekonomi yang cukup signifikan.

Kata kunci : Electric submersible pump, Variable speed drive, Net present value , Gas oil ratio.

SARI

Tulisan ini menampilkan hubungan antara tipe pori batuan karbonat yang didefinisikan oleh Lucia dengan pore system yang mencerminkan besaran porositas dan leher pori serta konektifitasnya yang merupakan bagian dari proses diagenesa dan tektonik untuk diaplikasikan dalam pembuatan rock typing dari metoda Winland pada reservoir karbonat lapangan Sungai Lilin, Sumatera Selatan.Metodology yang digunakan dalam tulisan ini adalah integrasi antara data petrography/thin-section, data routine core analysis dan data special core analysis. Dari data percontoh yang digunakan yaitu pada Sumur Ramba-43, Ramba-53 dan Ramba-59, klasifikasi pore type dari Lucia yang dihasilkan dari studi ini tidak semuanya mempunyai hubungan porositas - permeabilitas yang baik untuk setiap kelasnya. Metoda Winland memperlihatkan korelasi yang jauh lebih baik dari hubungan porositas - permeabilitasnya dan dari metoda Winland tersebut kualitas reservoar karbonat dapat dibagi menjadi 3 (tiga) buah rock type/RT. Berdasarkan data empiris yang dihasilkan dari percontoh batuan sumur-sumur di lapangan Ramba tersebut kemudian diaplikasikan ke Lapangan Sungai Lilin melalui data log sumuran. Hasil pengamatan memperlihatkan konsistensinya terhadap ketiga rock type/RT yang telah didefinisikan sebelumnya terhadap data ulah produksi minyak pada lapangan Sungai Lilin tersebut.Kata kunci : Lucia, Winland, pore type, rock type, pore throat size

ABSTRACT

This paper shows the relationship between pore type of carbonate rocks which is defined by Lucia with pore systems that represent porosity and pore throat size, as well as their connectivity between diagenetic and tectonic processes. Winland method is applied to establish relationship and rock typing for the complex Baturaja carbonate reservoirs in Sungai Lilin field, South Sumatra.The methodology used in this paper is basically an integration between petrography/thin section, routine core analysis, and special core analysis data. Core data from Ramba-43, Ramba-53, and Ramba-59 wells indicates that pore type classification using Lucia approach is not workable for this carbonate reservoir due to bad porosity - permeability relationship for each rock class. It has however shown that Winland method can produce better correlation and finely divided the rocks’ quality into three (3) rock types (RTs) based on pore throat size. The empirical data results from the core samples of the three wells in Ramba field is then applied to Sungai Lilin Field throughout well log data. Observation over the application of the empirical results has resulted in consistency between the previously defined three RTs and the production profile of the field.Keywords : Lucia, Winland, pore type, rock type, pore throat size

Heru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)

R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)

Kepala Kelompok Evaluasi Formasi pada PPPTMGB “LEMIGAS”JL. Cileduk Raya Kav. 109, Cipulir Kebayoran Lama, Jakarta 12230

Telpon: 62-21 7394422 ; Fax : 62-21 7246150e-mail : [email protected]

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan

Sungai Lilin Sumatera SelatanEvaluation of Pore Type and System for Rock Typing Application

on Carbonate Reservoir Rocks in Sungai Lilin Field, South Sumatra

58

SARI

Tulisan ini menampilkan hubungan antara tipe pori batuan karbonat yang didefinisikan oleh Lucia dengan pore system yang mencerminkan besaran porositas dan leher pori serta konektifitasnya yang merupakan bagian dari proses diagenesa dan tektonik untuk diaplikasikan dalam pembuatan rock typing dari metoda Winland pada reservoir karbonat lapangan Sungai Lilin, Sumatera Selatan.Metodology yang digunakan dalam tulisan ini adalah integrasi antara data petrography/thin-section, data routine core analysis dan data special core analysis. Dari data percontoh yang digunakan yaitu pada Sumur Ramba-43, Ramba-53 dan Ramba-59, klasifikasi pore type dari Lucia yang dihasilkan dari studi ini tidak semuanya mempunyai hubungan porositas - permeabilitas yang baik untuk setiap kelasnya. Metoda Winland memperlihatkan korelasi yang jauh lebih baik dari hubungan porositas - permeabilitasnya dan dari metoda Winland tersebut kualitas reservoar karbonat dapat dibagi menjadi 3 (tiga) buah rock type/RT. Berdasarkan data empiris yang dihasilkan dari percontoh batuan sumur-sumur di lapangan Ramba tersebut kemudian diaplikasikan ke Lapangan Sungai Lilin melalui data log sumuran. Hasil pengamatan memperlihatkan konsistensinya terhadap ketiga rock type/RT yang telah didefinisikan sebelumnya terhadap data ulah produksi minyak pada lapangan Sungai Lilin tersebut.Kata kunci : Lucia, Winland, pore type, rock type, pore throat size

ABSTRACT

This paper shows the relationship between pore type of carbonate rocks which is defined by Lucia with pore systems that represent porosity and pore throat size, as well as their connectivity between diagenetic and tectonic processes. Winland method is applied to establish relationship and rock typing for the complex Baturaja carbonate reservoirs in Sungai Lilin field, South Sumatra.The methodology used in this paper is basically an integration between petrography/thin section, routine core analysis, and special core analysis data. Core data from Ramba-43, Ramba-53, and Ramba-59 wells indicates that pore type classification using Lucia approach is not workable for this carbonate reservoir due to bad porosity - permeability relationship for each rock class. It has however shown that Winland method can produce better correlation and finely divided the rocks’ quality into three (3) rock types (RTs) based on pore throat size. The empirical data results from the core samples of the three wells in Ramba field is then applied to Sungai Lilin Field throughout well log data. Observation over the application of the empirical results has resulted in consistency between the previously defined three RTs and the production profile of the field.Keywords : Lucia, Winland, pore type, rock type, pore throat size

Heru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)

R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)

Kepala Kelompok Evaluasi Formasi pada PPPTMGB “LEMIGAS”JL. Cileduk Raya Kav. 109, Cipulir Kebayoran Lama, Jakarta 12230

Telpon: 62-21 7394422 ; Fax : 62-21 7246150e-mail : [email protected]

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan

Sungai Lilin Sumatera SelatanEvaluation of Pore Type and System for Rock Typing Application

on Carbonate Reservoir Rocks in Sungai Lilin Field, South Sumatra

58

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanHeru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)

R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 58 - 6559 60

Pendahuluan

Tantangan utama dalam mengevaluasi reservoar karbonat adalah untuk mengetahui hubungan antara pore type dengan porositas dan permeabilitas. Pada reservoar karbonat sering kali memperlihatkan data yang kurang baik (scatter) antara porositas dan permeabilitas yang merupakan karakteristik keban-yakan batuan karbonat. Klasifikasi pore type pada batuan karbonat telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Lucia (1983, 1995 dan 1999). Lucia memperlihatkan adanya hubungan antara tekstur dan ukuran butir (rock fabric) terhadap porositas dan permeabilitas pada batuan karbonat. Kemudian Lucia membagi porositas menjadi dua katagori yaitu porositas interparticle dan porositas vuggy. Pada porositas interparticle dibagi lagi menjadi porositas yang didominasi oleh butiran (grain) dan didominasi oleh lumpur (mud) sedangkan porositas vuggy dibagi menjadi dua bagian juga yaitu porositas separate vug dan porositas touching vug. Winland (1970) telah mengembangkan hubungan antara ukuran leher pori (pore throat size) dengan porositas dan permeabilitas dari data MICP (mercury injection capillary pressure). Winland melakukan analisa regresi multiple untuk beberapa harga saturasi merkuri dari 30%, 40% dan 50% dari pore-pore throat system. Korelasi terbaik (coefficient R2) antara porositas dan permeabilitas adalah sama dengan ukuran leher pori pada saat merkuri mengisi pore volume batuan sebesar 35%. Pada persentasi 35% inilah kira-kira bentuk/ukuran kelas dari leher pori dimana pore network menjadi saling berhubungan, membentuk suatu jalur sehingga fluida bisa mengalir. Tulisan ini akan membandingkan klasifikasi pore type dari Lucia dan kualitas batuan dari klasi-fikasi ukuran leher pori dari Winland pada batuan karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera Selatan untuk membuat suatu hubungan yang baik antara porositas dan permeabilitas.

1. Data Percontoh dan Metoda

Lokasi studi berada pada Lapangan Sungai Lilin dan Ramba Pool-B yang terletak pada Cekungan Sumatera Selatan (Lihat Gambar-1). Setting tektonik lapangan Sungai Lilin berada di cekungan Sumatra Selatan sebagai bagian dari back-arc basin. Dibagian utara dibatasi oleh pegunungan Tigapuluh, dibagian barat melampar hingga bukit Barisan dan dibagian timur mencapai kepaparan Sunda. Cekungan ini

Gambar-1. Lokasi lapangan Sungai Lilin

dihasilkan dari tektonik fase extensional barat-timur pada jaman akhir pra tersier-awal tersier (Daly et al, 1987). Perkembangan pola struktur secara umum merupakan produk tiga fase tektonik messosoikum tengah, kapur awal dan plio-plistosene. Berkem-bangnya pola tinggian dan rendahan dicekungan ini banyak mengontrol berkembangnya pertumbuhan sekuen karbonat Baturaja yang umumnya berada pada daerah tinggian. Posisi stratigrafi karbonat Baturaja dapat dilihat pada Gambar-2.

Gambar-2. Kolom stratigrafi umum Cekungan Sumatera Selatan

Tiga (3) buah percontoh batuan karbonat formasi Baturaja dari Sumur Ramba-43, Ramba-53 dan Ramba-59 yang terdiri dari data jenis petrografi, xrd, routine core dan special core analysis digunakan dalam penelitian ini. Kedalaman interval percontoh untuk masing-masing sumur adalah sebagai berikut : Sumur Ramba-43 pada interval kedalaman 811,36 - 915,20 meter, Ramba-53 pada interval kedalaman 814,00 - 843,52 meter, sedangkan Sumur Ramba-59 pada interval kedalaman 809,10 - 837,40 meter. Sebanyak 56 buah plug sample dari ketiga buah sumur tersebut dilakukan analisa petrografi, SEM, XRD, routine core dan special core analysis. Routine core analysis dilakukan untuk mengetahui besaran porositas, permeabilitas serta deskripsi core. Metoda dari hukum gas Boyle dan Darcy digunakan untuk mengetahui besaran porositas dengan meng-gunakan gas helium dan nitrogen untuk besaran permeabilitas yang telah dikoreksi dengan Klinkenberg efek. Deskripsi core digunakan untuk melihat aspek makro seperti facies, tekstur, type pore dan natural fracture yang berukuran besar (macro fracture). Analisa Petrografi yang dilakukan pada 56 buah sayatan tipis (thin section) yang telah dipenuhi dengan blue-dyed epoxy resin ditujukan untuk melihat jenis pore type, pore system, komposisi tekstur, perkem-bangan diagenesa dan porositas visual. Analisa ini diarahkan untuk melihat aspek mikro yang meliputi komposisi tekstur, perkembangan diagenesa dan porositas secara visual. Analisa SEM seluruh sample dilekatkan pada metal berbentuk silinder dan dilakukan secara hati-hati tidak boleh tersentuh oleh tangan dan selanjutnya di-coating dengan emas atau palladium. Analisa ini diarahkan untuk melihat komposisi, ukuran dan bentuk kristal serta pola tumbuh dalam kaitanya dengan sistem pori. Pada analisa XRD, sample terlebih dahulu diha-luskan menjadi bubuk kemudian ditempatkan pada sample holder dan dipadatkan hingga menyatu dan tidak terurai. Analisa ini dimanfaatkan untuk melihat komposisi terutama untuk melihat kontribusi mineral dolomite dan impurities mineral lempung.

2. Klasifikasi Batuan Karbonat dari Lucia dan Kualitas Batuan Karbonat Winland Klasifikasi sistem porositas batuan karbonat secara luas telah digunakan oleh seorang ahli petrografi dan ahli geologi perminyakan. Dunham (1962), Choqutte dan Pray (1970), dan Embray dan Klovan (1970) mengatakan bahwa sistem porositas ini mempunyai hubungan yang erat dengan rock fabric dan pore

type berdasarkan hasil setting pengendapan dan evolusi diagenesa. Dunham (1962) dan Embray dan Klovan (1970) membagi facies karbonat menjadi empat kelompok yaitu, mud supported, grain supported, boundstone dan crystalline. Karakteristik mud supported akan mengambarkan karakter facies yang secara komposisi melimpah kandungan lumpur karbonatnya sehingga butiran terlihat mengambang dan dipisahkan menjadi mudstone dan wackestone. Sementara untuk grain supported menggambarkan tekstural secara kompo-sisional didominasi oleh butiran bioclast sehingga butiran bioclast satu dengan lainnya akan saling bersentuhan. Sedangkan untuk boundstone meng-gambarakan pertumbuhan tekstur dan kristalin memperlihatkan batuan secara tekstural tidak dapat didentifikasi akibat proses diagenesa. Klasisfikasi Dunham 1962 oleh Embry & Klovan dikembangkan lagi dimana untuk mud supported dan grain supported dengan ukuran butiran bioclast > 2 mm dan > 10 % dari total komposisi secara berurutan ditambahkan menjadi floatstone dan rudstone, sementara untuk boundstone dipisahkan menjadi baffelstone, bindstone dan framestone sesuai dengan karakteristik batuannya. Untuk lebih aplikatif dalam tulisan ini mengingat fokus penelitian adalah berkaitan reef build-up (Formasi Baturaja Lapangan Sungai Lilin) maka untuk penamaan batuan diap-likasikan klasifikasi dari Embray & Klovan (1970). Jerry Lucia (1983 & 1995) mengajukan klasifikasi mengenai pore type untuk reservoar batuan karbonat dibagi menjadi dua tipe, yaitu porositas interparticle dan porositas vuggy. Porositas interparticle adalah porositas yang dibangun disela-sela butiran bioclast atau kristal (seperti kristal dolomit atau kalsit), sedangkan porositas vuggy adalah sisanya semua tipe porositas selain porositas seperti yang telah disebutkan diatas (Lucia, 2007). Oleh Lucia porositas vuggy dibagi menjadi dua buah jenis yaitu separate vuggy dan touching vuggy (Gambar-3).

Gambar-3. Memperlihatkan Rock fabric. Kaitannya dengan kelas kualitas reservoar dan pore type yang dikemukakan oleh, Archie, 1952, Jerry Lucia (1983) dan Choqueete & Pray, 1970

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanHeru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)

R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 58 - 6559 60

Pendahuluan

Tantangan utama dalam mengevaluasi reservoar karbonat adalah untuk mengetahui hubungan antara pore type dengan porositas dan permeabilitas. Pada reservoar karbonat sering kali memperlihatkan data yang kurang baik (scatter) antara porositas dan permeabilitas yang merupakan karakteristik keban-yakan batuan karbonat. Klasifikasi pore type pada batuan karbonat telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Lucia (1983, 1995 dan 1999). Lucia memperlihatkan adanya hubungan antara tekstur dan ukuran butir (rock fabric) terhadap porositas dan permeabilitas pada batuan karbonat. Kemudian Lucia membagi porositas menjadi dua katagori yaitu porositas interparticle dan porositas vuggy. Pada porositas interparticle dibagi lagi menjadi porositas yang didominasi oleh butiran (grain) dan didominasi oleh lumpur (mud) sedangkan porositas vuggy dibagi menjadi dua bagian juga yaitu porositas separate vug dan porositas touching vug. Winland (1970) telah mengembangkan hubungan antara ukuran leher pori (pore throat size) dengan porositas dan permeabilitas dari data MICP (mercury injection capillary pressure). Winland melakukan analisa regresi multiple untuk beberapa harga saturasi merkuri dari 30%, 40% dan 50% dari pore-pore throat system. Korelasi terbaik (coefficient R2) antara porositas dan permeabilitas adalah sama dengan ukuran leher pori pada saat merkuri mengisi pore volume batuan sebesar 35%. Pada persentasi 35% inilah kira-kira bentuk/ukuran kelas dari leher pori dimana pore network menjadi saling berhubungan, membentuk suatu jalur sehingga fluida bisa mengalir. Tulisan ini akan membandingkan klasifikasi pore type dari Lucia dan kualitas batuan dari klasi-fikasi ukuran leher pori dari Winland pada batuan karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera Selatan untuk membuat suatu hubungan yang baik antara porositas dan permeabilitas.

1. Data Percontoh dan Metoda

Lokasi studi berada pada Lapangan Sungai Lilin dan Ramba Pool-B yang terletak pada Cekungan Sumatera Selatan (Lihat Gambar-1). Setting tektonik lapangan Sungai Lilin berada di cekungan Sumatra Selatan sebagai bagian dari back-arc basin. Dibagian utara dibatasi oleh pegunungan Tigapuluh, dibagian barat melampar hingga bukit Barisan dan dibagian timur mencapai kepaparan Sunda. Cekungan ini

Gambar-1. Lokasi lapangan Sungai Lilin

dihasilkan dari tektonik fase extensional barat-timur pada jaman akhir pra tersier-awal tersier (Daly et al, 1987). Perkembangan pola struktur secara umum merupakan produk tiga fase tektonik messosoikum tengah, kapur awal dan plio-plistosene. Berkem-bangnya pola tinggian dan rendahan dicekungan ini banyak mengontrol berkembangnya pertumbuhan sekuen karbonat Baturaja yang umumnya berada pada daerah tinggian. Posisi stratigrafi karbonat Baturaja dapat dilihat pada Gambar-2.

Gambar-2. Kolom stratigrafi umum Cekungan Sumatera Selatan

Tiga (3) buah percontoh batuan karbonat formasi Baturaja dari Sumur Ramba-43, Ramba-53 dan Ramba-59 yang terdiri dari data jenis petrografi, xrd, routine core dan special core analysis digunakan dalam penelitian ini. Kedalaman interval percontoh untuk masing-masing sumur adalah sebagai berikut : Sumur Ramba-43 pada interval kedalaman 811,36 - 915,20 meter, Ramba-53 pada interval kedalaman 814,00 - 843,52 meter, sedangkan Sumur Ramba-59 pada interval kedalaman 809,10 - 837,40 meter. Sebanyak 56 buah plug sample dari ketiga buah sumur tersebut dilakukan analisa petrografi, SEM, XRD, routine core dan special core analysis. Routine core analysis dilakukan untuk mengetahui besaran porositas, permeabilitas serta deskripsi core. Metoda dari hukum gas Boyle dan Darcy digunakan untuk mengetahui besaran porositas dengan meng-gunakan gas helium dan nitrogen untuk besaran permeabilitas yang telah dikoreksi dengan Klinkenberg efek. Deskripsi core digunakan untuk melihat aspek makro seperti facies, tekstur, type pore dan natural fracture yang berukuran besar (macro fracture). Analisa Petrografi yang dilakukan pada 56 buah sayatan tipis (thin section) yang telah dipenuhi dengan blue-dyed epoxy resin ditujukan untuk melihat jenis pore type, pore system, komposisi tekstur, perkem-bangan diagenesa dan porositas visual. Analisa ini diarahkan untuk melihat aspek mikro yang meliputi komposisi tekstur, perkembangan diagenesa dan porositas secara visual. Analisa SEM seluruh sample dilekatkan pada metal berbentuk silinder dan dilakukan secara hati-hati tidak boleh tersentuh oleh tangan dan selanjutnya di-coating dengan emas atau palladium. Analisa ini diarahkan untuk melihat komposisi, ukuran dan bentuk kristal serta pola tumbuh dalam kaitanya dengan sistem pori. Pada analisa XRD, sample terlebih dahulu diha-luskan menjadi bubuk kemudian ditempatkan pada sample holder dan dipadatkan hingga menyatu dan tidak terurai. Analisa ini dimanfaatkan untuk melihat komposisi terutama untuk melihat kontribusi mineral dolomite dan impurities mineral lempung.

2. Klasifikasi Batuan Karbonat dari Lucia dan Kualitas Batuan Karbonat Winland Klasifikasi sistem porositas batuan karbonat secara luas telah digunakan oleh seorang ahli petrografi dan ahli geologi perminyakan. Dunham (1962), Choqutte dan Pray (1970), dan Embray dan Klovan (1970) mengatakan bahwa sistem porositas ini mempunyai hubungan yang erat dengan rock fabric dan pore

type berdasarkan hasil setting pengendapan dan evolusi diagenesa. Dunham (1962) dan Embray dan Klovan (1970) membagi facies karbonat menjadi empat kelompok yaitu, mud supported, grain supported, boundstone dan crystalline. Karakteristik mud supported akan mengambarkan karakter facies yang secara komposisi melimpah kandungan lumpur karbonatnya sehingga butiran terlihat mengambang dan dipisahkan menjadi mudstone dan wackestone. Sementara untuk grain supported menggambarkan tekstural secara kompo-sisional didominasi oleh butiran bioclast sehingga butiran bioclast satu dengan lainnya akan saling bersentuhan. Sedangkan untuk boundstone meng-gambarakan pertumbuhan tekstur dan kristalin memperlihatkan batuan secara tekstural tidak dapat didentifikasi akibat proses diagenesa. Klasisfikasi Dunham 1962 oleh Embry & Klovan dikembangkan lagi dimana untuk mud supported dan grain supported dengan ukuran butiran bioclast > 2 mm dan > 10 % dari total komposisi secara berurutan ditambahkan menjadi floatstone dan rudstone, sementara untuk boundstone dipisahkan menjadi baffelstone, bindstone dan framestone sesuai dengan karakteristik batuannya. Untuk lebih aplikatif dalam tulisan ini mengingat fokus penelitian adalah berkaitan reef build-up (Formasi Baturaja Lapangan Sungai Lilin) maka untuk penamaan batuan diap-likasikan klasifikasi dari Embray & Klovan (1970). Jerry Lucia (1983 & 1995) mengajukan klasifikasi mengenai pore type untuk reservoar batuan karbonat dibagi menjadi dua tipe, yaitu porositas interparticle dan porositas vuggy. Porositas interparticle adalah porositas yang dibangun disela-sela butiran bioclast atau kristal (seperti kristal dolomit atau kalsit), sedangkan porositas vuggy adalah sisanya semua tipe porositas selain porositas seperti yang telah disebutkan diatas (Lucia, 2007). Oleh Lucia porositas vuggy dibagi menjadi dua buah jenis yaitu separate vuggy dan touching vuggy (Gambar-3).

Gambar-3. Memperlihatkan Rock fabric. Kaitannya dengan kelas kualitas reservoar dan pore type yang dikemukakan oleh, Archie, 1952, Jerry Lucia (1983) dan Choqueete & Pray, 1970

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanHeru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)

R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 58 - 6561 62

Pengertian separate vuggy adalah menggambarkan porositas satu dengan lainya tidak saling terkoneksi melalui matriks atau dapat diartikan saling terisolasi sedangkan untuk touching vuggy menggambarkan porositas satu dengan lainnya secara umum saling terkoneksi. Beberapa peneliti telah mengembangkan kualitas batuan reservoar yang menghubungkan dengan pori yang saling terkoneksi oleh leher pori (pore throat) salah satunya adalah Winland (1970). Dia meng-gunakan data tekanan kapiler dari merkuri (MICP) untuk membangun hubungan empiris antara porositas, permeabilitas dan ukuran leher pori pada batuan reservoir di lapangan Spindle, Colorado. Winland menguji 312 sample yang mempunyai perbedaan water-wet untuk mengevaluasi potensi sealing. Percobaan dari Winland mempelihatkan bahwa sistem pori yang efektif yang mendominasi aliran dalam batuan sesuai atau sama dengan kondisi saturasi merkuri 35%. Winland mengembangkan hubungan empiris antara porositas, permeabilitas udara dan ukuran leher pori sesuai dengan saturasi merkuri 35% dengan menggunakan sample batupasir dan karbonat hasilnya adalah sebagai berikut :

(1)

dimana :

K = Permeabilitas udara (mD)ᶲ = Porositas (%)R35 = Diameter ukuran leher pori pada saturasi merkuri 35% (micron)

Kemudian winland membagi kualitas batuan reservoar berdasarkan ukuran leher pori (pore throat size) menjadi 5 buah katagori yaitu: 1. Megapore ( > 10 µm) 2. Macropore ( 10 – 2 µm) 3. Mesopore (2 – 0.5 µm) 4. Micropore (0.5 – 0.1 µm) 5. Nanopore ( < 0.1 µm)

3. Facies dan Pore Type Lapangan Sungai Lilin Komposisi batuan karbonat di Lapangan Sungai Lilin secara umum disusun olek butiran bioclast, dan lumpur karbonat (lime mud). Butiran bioclast meliputi pecahan koral, intraclast, ganggang merah, foram besar, foram benthos, echinoderm, plntonik, moluska dan sebagian bioclast tidak teridentifikasi (rusak) akibat proses diagenesa. Lumpur karbonat

dan lempung teridentifikasi dalam jumlah yang bervariasi dan sebagian sudah mengalami neomor-phism menjadi mikrit. Lempung detrital umumnya berbentuk laminasi-laminasi yang umumnya ditemukan berasosiasi dengan facies yang kaya platy coral. Facies pengendapan (rock fabric) dari 56 sample yang dianalisis dapat dipisahkan menjadi mud sup-ported dan grain supported fabric. Kemudian berdasarkan kelimpahan kandungan bioclast yang ada penamaan batuannya dimodifikasi untuk lebih menegaskan kandungan komposisinya seperti coralline rudstone, intraclast rudstone, larger foram-coralline floatstone, bioclastic packstone, bioclastic wackstone dan seterusnya. Namun dalam aplikasinya untuk melihat hubungan antara facies (rock fabric) dengan pore type penamaan disederhanakan menjadi rudstone, floatstone, packstone dan wackestone. Adapun untuk mengetahui karakteristik facies wackestone, floatstone, packstone dan rudstone disajikan pada Gambar-4.

Gambar-4. Memperlihatkan rock fabric yang mewakili tipikal grain dominated dan mud dominated diamati dari foto mikrograph dari mikroskop polarisasi

Hasil dari kajian petrografi untuk analisa pore type pada sample-sample dari tiga buah sumur tersebut menunjukan adanya 6 buah jenis type pore yaitu, intragranular, frameworks, vuggy, moldic, intercrystalline dan fracture. Enam (6) buah jenis type pore tersebut kemudian disederhanakan kembali dan diambil yang paling dominan untuk dikelom-pokkan menjadi dua buah katagori menurut Lucia yaitu interparticle /intercrystalline dan vuggy. Untuk pore type vuggy dibagi menjadi dua bagian lagi yaitu separate vuggy dan touching vuggy. Gambar-5 memperlihatkan jenis-jenis pore type yang ada pada lapangan Sungai Lilin yaitu, pore type porositas separate vuggy (A), intercrystalline-fracture (interparticle porosity) (B), vuggy fracture (porositas touching vuggy) (C), vuggy-intercrystalline-fracture

(porositas interparticle fracture) (D), dan intercrys-talline (porositas interparticle) (E)

Gambar-5. Memperlihatkan masing-masing pore type yang diamati dari city scan dan microfotografi mikroskop polarisasi. Warna biru pada semua foto mikrograpfi memperlihatkan porositas visual.

4. Diskusi Lanjut Perkembangan kualitas reservoar pada batuan karbonat formasi Baturaja Sumatera Selatan inisecara jelas tidak sepenuhnya dikontrol oleh rock fabric (facies/tekstur) yang ada. Seperti terlihat pada hubungan porositas dan permeabili tas berdasarkan klasifikasi dari Embry dan Klovan (1970) pada Gambar-6. Pada batuan yang bertekstur didominasi oleh butiran bioclast (packestone dan rudstone) ternyata jika dimasukan kedalam klasifikasi batuan karbonat oleh Lucia tidak masuk secara otomatis kedalam kelas-1 dan hanya masuk kedalam kelas-2 bahkan kelas-3.

Gambar-6. Hubungan antara porositas-permeabilitas dan hubungannya terhadap rock fabric berdasarkan klasifikasi Lucia

Aspek diagenesa, adanya pengotor dari mineral lempung dan event tektonik merupakan faktor penting dalam penilaian kualitas reservoar karbonat ini. Pembentukan porositas (pore generation) dan pengerusakan porositas (pore destruction) dominan dikontrol oleh perkembangan diagenesa yang ada, mengingat sifat reservoar karbonat secara komposisi banyak didominasi oleh mineral-mineral kasit dan aragonit yang sifatnya tidak resistant terhadap lingkungan diagenesa tertentu, sehingga bila terjadi perubahan lingkungan diagenesa akan sangat sensitif. Terangkatanya bodi karbonat ke permukaan (vadose zone) menyebabkan berkembangnya pelarutan secara menyeluruh mencakup butiran dan mud (non selective dissolution), sehingga baik batuan yang secara tekstural grain dominated atau mud dominated akan bersama-sama mengalami pelarutan membentuk porositas sekunder. Contoh menarik adalah nilai porositas vuggy pada lapisan A0 dimana akibat proses karstifikasi dimana porositas vuggy berkembang sangat bagus padahal secara tekstural adalah mud dominated. Sementara pada lapisan A2 sample batuan secara tekstural adalah grain dominated akan tetapi dikarenakan berkembangnya sementasi kalsit secara intensif yang tumbuh mengisi ruang porositas (interparticle dan vuggy) terlihat sangat mengurangi ruang porositas dan merusak sistim pori yang ada, sehingga harga porositas dan permeabilitasnya menjadi sangat buruk yaitu 5% dan < 0,1 mD (Gambar-7).

Gambar-7. Foto A & B memperlihatkan rock fabric tipikal grain dominated yang mempunyai kualitas reservoar buruk akibat sementasi, sedangkan foto C & D adalah rock fabric tipikal mud dominated namun memiliki kualitasnya cukup bagus (warna biru pada foto adalah porositas visual).

Kehadiran detrital lempung berbentuk laminasi yang cukup signifikan terutama pada lapisan platy coral menyebabkan hampir seluruh sample dari interval ini mempunyai harga porositas dan

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanHeru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)

R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 58 - 6561 62

Pengertian separate vuggy adalah menggambarkan porositas satu dengan lainya tidak saling terkoneksi melalui matriks atau dapat diartikan saling terisolasi sedangkan untuk touching vuggy menggambarkan porositas satu dengan lainnya secara umum saling terkoneksi. Beberapa peneliti telah mengembangkan kualitas batuan reservoar yang menghubungkan dengan pori yang saling terkoneksi oleh leher pori (pore throat) salah satunya adalah Winland (1970). Dia meng-gunakan data tekanan kapiler dari merkuri (MICP) untuk membangun hubungan empiris antara porositas, permeabilitas dan ukuran leher pori pada batuan reservoir di lapangan Spindle, Colorado. Winland menguji 312 sample yang mempunyai perbedaan water-wet untuk mengevaluasi potensi sealing. Percobaan dari Winland mempelihatkan bahwa sistem pori yang efektif yang mendominasi aliran dalam batuan sesuai atau sama dengan kondisi saturasi merkuri 35%. Winland mengembangkan hubungan empiris antara porositas, permeabilitas udara dan ukuran leher pori sesuai dengan saturasi merkuri 35% dengan menggunakan sample batupasir dan karbonat hasilnya adalah sebagai berikut :

(1)

dimana :

K = Permeabilitas udara (mD)ᶲ = Porositas (%)R35 = Diameter ukuran leher pori pada saturasi merkuri 35% (micron)

Kemudian winland membagi kualitas batuan reservoar berdasarkan ukuran leher pori (pore throat size) menjadi 5 buah katagori yaitu: 1. Megapore ( > 10 µm) 2. Macropore ( 10 – 2 µm) 3. Mesopore (2 – 0.5 µm) 4. Micropore (0.5 – 0.1 µm) 5. Nanopore ( < 0.1 µm)

3. Facies dan Pore Type Lapangan Sungai Lilin Komposisi batuan karbonat di Lapangan Sungai Lilin secara umum disusun olek butiran bioclast, dan lumpur karbonat (lime mud). Butiran bioclast meliputi pecahan koral, intraclast, ganggang merah, foram besar, foram benthos, echinoderm, plntonik, moluska dan sebagian bioclast tidak teridentifikasi (rusak) akibat proses diagenesa. Lumpur karbonat

dan lempung teridentifikasi dalam jumlah yang bervariasi dan sebagian sudah mengalami neomor-phism menjadi mikrit. Lempung detrital umumnya berbentuk laminasi-laminasi yang umumnya ditemukan berasosiasi dengan facies yang kaya platy coral. Facies pengendapan (rock fabric) dari 56 sample yang dianalisis dapat dipisahkan menjadi mud sup-ported dan grain supported fabric. Kemudian berdasarkan kelimpahan kandungan bioclast yang ada penamaan batuannya dimodifikasi untuk lebih menegaskan kandungan komposisinya seperti coralline rudstone, intraclast rudstone, larger foram-coralline floatstone, bioclastic packstone, bioclastic wackstone dan seterusnya. Namun dalam aplikasinya untuk melihat hubungan antara facies (rock fabric) dengan pore type penamaan disederhanakan menjadi rudstone, floatstone, packstone dan wackestone. Adapun untuk mengetahui karakteristik facies wackestone, floatstone, packstone dan rudstone disajikan pada Gambar-4.

Gambar-4. Memperlihatkan rock fabric yang mewakili tipikal grain dominated dan mud dominated diamati dari foto mikrograph dari mikroskop polarisasi

Hasil dari kajian petrografi untuk analisa pore type pada sample-sample dari tiga buah sumur tersebut menunjukan adanya 6 buah jenis type pore yaitu, intragranular, frameworks, vuggy, moldic, intercrystalline dan fracture. Enam (6) buah jenis type pore tersebut kemudian disederhanakan kembali dan diambil yang paling dominan untuk dikelom-pokkan menjadi dua buah katagori menurut Lucia yaitu interparticle /intercrystalline dan vuggy. Untuk pore type vuggy dibagi menjadi dua bagian lagi yaitu separate vuggy dan touching vuggy. Gambar-5 memperlihatkan jenis-jenis pore type yang ada pada lapangan Sungai Lilin yaitu, pore type porositas separate vuggy (A), intercrystalline-fracture (interparticle porosity) (B), vuggy fracture (porositas touching vuggy) (C), vuggy-intercrystalline-fracture

(porositas interparticle fracture) (D), dan intercrys-talline (porositas interparticle) (E)

Gambar-5. Memperlihatkan masing-masing pore type yang diamati dari city scan dan microfotografi mikroskop polarisasi. Warna biru pada semua foto mikrograpfi memperlihatkan porositas visual.

4. Diskusi Lanjut Perkembangan kualitas reservoar pada batuan karbonat formasi Baturaja Sumatera Selatan inisecara jelas tidak sepenuhnya dikontrol oleh rock fabric (facies/tekstur) yang ada. Seperti terlihat pada hubungan porositas dan permeabili tas berdasarkan klasifikasi dari Embry dan Klovan (1970) pada Gambar-6. Pada batuan yang bertekstur didominasi oleh butiran bioclast (packestone dan rudstone) ternyata jika dimasukan kedalam klasifikasi batuan karbonat oleh Lucia tidak masuk secara otomatis kedalam kelas-1 dan hanya masuk kedalam kelas-2 bahkan kelas-3.

Gambar-6. Hubungan antara porositas-permeabilitas dan hubungannya terhadap rock fabric berdasarkan klasifikasi Lucia

Aspek diagenesa, adanya pengotor dari mineral lempung dan event tektonik merupakan faktor penting dalam penilaian kualitas reservoar karbonat ini. Pembentukan porositas (pore generation) dan pengerusakan porositas (pore destruction) dominan dikontrol oleh perkembangan diagenesa yang ada, mengingat sifat reservoar karbonat secara komposisi banyak didominasi oleh mineral-mineral kasit dan aragonit yang sifatnya tidak resistant terhadap lingkungan diagenesa tertentu, sehingga bila terjadi perubahan lingkungan diagenesa akan sangat sensitif. Terangkatanya bodi karbonat ke permukaan (vadose zone) menyebabkan berkembangnya pelarutan secara menyeluruh mencakup butiran dan mud (non selective dissolution), sehingga baik batuan yang secara tekstural grain dominated atau mud dominated akan bersama-sama mengalami pelarutan membentuk porositas sekunder. Contoh menarik adalah nilai porositas vuggy pada lapisan A0 dimana akibat proses karstifikasi dimana porositas vuggy berkembang sangat bagus padahal secara tekstural adalah mud dominated. Sementara pada lapisan A2 sample batuan secara tekstural adalah grain dominated akan tetapi dikarenakan berkembangnya sementasi kalsit secara intensif yang tumbuh mengisi ruang porositas (interparticle dan vuggy) terlihat sangat mengurangi ruang porositas dan merusak sistim pori yang ada, sehingga harga porositas dan permeabilitasnya menjadi sangat buruk yaitu 5% dan < 0,1 mD (Gambar-7).

Gambar-7. Foto A & B memperlihatkan rock fabric tipikal grain dominated yang mempunyai kualitas reservoar buruk akibat sementasi, sedangkan foto C & D adalah rock fabric tipikal mud dominated namun memiliki kualitasnya cukup bagus (warna biru pada foto adalah porositas visual).

Kehadiran detrital lempung berbentuk laminasi yang cukup signifikan terutama pada lapisan platy coral menyebabkan hampir seluruh sample dari interval ini mempunyai harga porositas dan

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanHeru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)

R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 58 - 6563 64

permeabilitas yang sangat rendah karena hadirnya pengotor lempung berpengaruh terhadap batuan karbonat menjadi sangat jenuh terhadap pelarutan, akibatnya walupun terangkat kepermukaan cukup lama tidak terjadi pelarutan (lihat Gambar-8)

Gambar-8. Memperlihatkan kehadiran laminasi lempung yang berada disela-sela platy koral, mengakibatkan batuan menjadi sangat jenuh sehingga batuan menjadi sangat ketat tidak mempunyai porositas visual

Aspek lain yang mempengaruhi perkembangan kualitas reservoar di Lapangan sungai Lilin adalah aspek tektonik, hadirnya fracture yang umumnya relatif dominan di bagian atas (Lapisan-A0 dan AI) memberi perkembangan yang positif terhadap peningkatan kualitas reservoar. Sebagian besar sample yang dianalisis masuk pada kualitas yang cukup baik dan secara umum banyak dikontrol oleh hadirnya rekah alami yang mampu menghubungkan antara porositas yang satu dengan lainnya. Hubungan porositas dan permeabilitas mulai terlihat adanya korelasi yang lebih baik setelah batuan karbonat tersebut diklasifikasi berdasarkan pore type-nya oleh Lucia (Gambar-9).

Gambar-9. Hubungan antara porositas-permeabilitas dan hubungannya terhadap pore type berdasarkan klasifikasi Lucia

Pada pore type porositas separate vuggy rata-rata terletak pada kelas-3 dan kelas-2 sedangkan pada pore type porositas touching vuggy terletak pada karbonat kelas-2 dan kelas-1. Kemudian pada pore type porositas interparticle masuk kedalam kelas-3 dan kelas-2 sedangkan pada pore type porositas interparticle-fracture mempunyai klasifikasi karbonat masuk dalam kelas-1. Pada pore type touching vuggy dan interparticle-fracture besarnya harga permeabilitas bisa menca-pai 300 mD sampai dengan 2000 mD ini disebabkan adanya fracture diantara vuggy (porosity vuggular). Awalnya type porositas in adalah vuggy yang tidak saling berhubungan (separate vuggy). Adanya akti-fitas tektonik menyebabkan porositas vuggy tersebut menjadi berhubungan (Lihat Gambar-5C dan 5D) keberadaannya di reservoar jenis porositas tersebut diatas pada lapangan Sungai Lilin umumnya pada Lapisan A0 dan A1. Pada pore type porositas separate vuggy (Gam-bar-5A) harga permeabilitas hanya kurang dari 5 mD, ini dikarenakan porositas fracture tidak berkembang secara intensif. Keberadaan direservoar porositas jenis ini dominan pada bagian bawah (zona A2 dan platform). Untuk pore type porositas interparticle/inter-crystalline (Gambar-5B dan 5E) harga porositas relatif besar (9 sampai 14%) tetapi mempunyai harga permeabilitas yang relatif rendah (< 1mD). Ini disebabkan karena ukuran crystal pembentuk batuan umumnya sangat halus (< 25 micron) dan distribusinya tidak merata disemua bagian. Korelasi hubungan antara pore type dari Lucia dan ukuran leher pori (pore throat size) dari metoda Winland dalam hubungan porositas dan permea-bilitas ditampilkan pada Gambar-10. Dari gambar tersebut terlihat adanya 3 buah jenis rock type (RT) berdasarkan ukuran leher pori yaitu rock type-1 mempunyai ukuran leher pori antara 2 µm – 10 µm, rock type-2 mempunyai ukuran leher pori antara 0,5 µm - 2 µm, dan rock type-3 mempunyai ukuran leher pori antara 0,1 µm – 0,5 µm. Pada pore type touching vuggy (vuggy-fracture dan vuggy-intercrystalline-fracture) yang merupakan katagori rock type-1 merupakan batuan karbonat yang mempunyai porositas relatif besar antara 10% - 30% yang sebagian besar merupakan porositas vuggy dan karena adanya aktifitas tektonik yang menyebabkan terjadinya fracture yang berfungsi sebagai penghubung antar porositas vuggy sehingga batuan tersebut mempunyai permeabilitas yang cukup baik yaitu antara 300 mD. Saturasi merkuri 35% (R35) dari Winland memperlihatkan ukuran

leher pori antara 2-10 atau masuk dalam katagori macropore. Pada Gambar-10 untuk pore type porositas touching vuggy memperlihatkan hubungan yang baik antara kapasitas penyimpan/stroge dan kapasitas alir/flow dan mempunyai kesesuaian dengan hubungan cross-plot porositas-permeabilitas - R35 dengan kata lain porositas membesar diikuti dengan membesarnya harga permeabilitas dan ukuran leher pori (R35).

Gambar-10. Hubungan porositas-permeabilitas dan Hubungannya terhadap pore type berdasarkan klasifikasi R35 Winland

Pada pore type porositas separate vuggy dan pore type interparticle menurut R35 Winland masuk kedalam katagori rock type-2 dan 3. Pada batuan karbonat jenis ini hanya mempunyai kapasitas penyimpan saja yang relatif besar (porositas, 8-27%) tetapi mempunyai kapasitas alir yang rendah (< 10 mD). Membesarnya porositas pada pore type jenis in i t idak d i iku t i o leh membesarnya hargapermeabilitas dan ukuran leher pori (R35). Persamaan R35 dar i Winland kemudian diaplikasikan kedalam data log sumuran (well log)dimana harga porositas log didapatkan dari metoda neutron-density sedangkan permeabilitas log didapatkan dari persamaan Timur. Sebelumnya dilakukan sensitivitas terhadap parameter yang digunakan untuk penentuan porositas dan permea-bilitas dari log tersebut berdasarkan data percontoh Sumur Ramba-43, 53, dan 59. Distribusi rock typing perkedalaman dari hasil pendekatan ini dapat dilihat pada Gambar-11 untuk contoh Sumur SLL-23 yang merupakan salah satu sumur penghasil minyak terbaik pada Lapangan Sungai Lilin.

Kesimpulan

Dari hasil studi ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

1. Pada reservoar karbonat Lapangan Sungai Lilin dilihat dari aspek rock fabric/tekstur tidak mencerminkan korelasi yang baik jika dibandingkan dengan klasifikasi batuan karbonat dari Lucia. Hal ini disebabkan oleh perkem- bangan kualitas reservoar justru banyak dikontrol oleh aspek diagenesa, ada tidaknya impuritis lempung, dan event tektonik yang membuat berkembangnya fracture (rekah alami). 2. Korelasi yang relatif baik antara pore type dengan kalsifikasi Lucia terlihat pada pore type porositas touching vuggy dimana porositas jenis ini masuk dalam katagori kelas-1 dan kelas-2 menurut Lucia, sebaliknya untuk pore type separate vuggy tidak adanya fracture menyebabkan hanya masuk pada kelas-2 dan kelas-3. 3. Metoda R35 Winland memberikan korelasi yang lebih baik untuk masing-masing pore type apabila dilihat dari ukuran leher pori (pore throat size). Pada porositas touching vuggy

Gambar-11. Penampang sumuran yang memperlihatkan 3 buah rock type pada Sumur SLL-14

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing Pada Batuan Reservoar Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera SelatanHeru Atmoko, Agus Priyantoro, dan Herry Suhartomo (PPPTMGB”LEMIGAS”)

R.Gunawan H.S (KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 58 - 6563 64

permeabilitas yang sangat rendah karena hadirnya pengotor lempung berpengaruh terhadap batuan karbonat menjadi sangat jenuh terhadap pelarutan, akibatnya walupun terangkat kepermukaan cukup lama tidak terjadi pelarutan (lihat Gambar-8)

Gambar-8. Memperlihatkan kehadiran laminasi lempung yang berada disela-sela platy koral, mengakibatkan batuan menjadi sangat jenuh sehingga batuan menjadi sangat ketat tidak mempunyai porositas visual

Aspek lain yang mempengaruhi perkembangan kualitas reservoar di Lapangan sungai Lilin adalah aspek tektonik, hadirnya fracture yang umumnya relatif dominan di bagian atas (Lapisan-A0 dan AI) memberi perkembangan yang positif terhadap peningkatan kualitas reservoar. Sebagian besar sample yang dianalisis masuk pada kualitas yang cukup baik dan secara umum banyak dikontrol oleh hadirnya rekah alami yang mampu menghubungkan antara porositas yang satu dengan lainnya. Hubungan porositas dan permeabilitas mulai terlihat adanya korelasi yang lebih baik setelah batuan karbonat tersebut diklasifikasi berdasarkan pore type-nya oleh Lucia (Gambar-9).

Gambar-9. Hubungan antara porositas-permeabilitas dan hubungannya terhadap pore type berdasarkan klasifikasi Lucia

Pada pore type porositas separate vuggy rata-rata terletak pada kelas-3 dan kelas-2 sedangkan pada pore type porositas touching vuggy terletak pada karbonat kelas-2 dan kelas-1. Kemudian pada pore type porositas interparticle masuk kedalam kelas-3 dan kelas-2 sedangkan pada pore type porositas interparticle-fracture mempunyai klasifikasi karbonat masuk dalam kelas-1. Pada pore type touching vuggy dan interparticle-fracture besarnya harga permeabilitas bisa menca-pai 300 mD sampai dengan 2000 mD ini disebabkan adanya fracture diantara vuggy (porosity vuggular). Awalnya type porositas in adalah vuggy yang tidak saling berhubungan (separate vuggy). Adanya akti-fitas tektonik menyebabkan porositas vuggy tersebut menjadi berhubungan (Lihat Gambar-5C dan 5D) keberadaannya di reservoar jenis porositas tersebut diatas pada lapangan Sungai Lilin umumnya pada Lapisan A0 dan A1. Pada pore type porositas separate vuggy (Gam-bar-5A) harga permeabilitas hanya kurang dari 5 mD, ini dikarenakan porositas fracture tidak berkembang secara intensif. Keberadaan direservoar porositas jenis ini dominan pada bagian bawah (zona A2 dan platform). Untuk pore type porositas interparticle/inter-crystalline (Gambar-5B dan 5E) harga porositas relatif besar (9 sampai 14%) tetapi mempunyai harga permeabilitas yang relatif rendah (< 1mD). Ini disebabkan karena ukuran crystal pembentuk batuan umumnya sangat halus (< 25 micron) dan distribusinya tidak merata disemua bagian. Korelasi hubungan antara pore type dari Lucia dan ukuran leher pori (pore throat size) dari metoda Winland dalam hubungan porositas dan permea-bilitas ditampilkan pada Gambar-10. Dari gambar tersebut terlihat adanya 3 buah jenis rock type (RT) berdasarkan ukuran leher pori yaitu rock type-1 mempunyai ukuran leher pori antara 2 µm – 10 µm, rock type-2 mempunyai ukuran leher pori antara 0,5 µm - 2 µm, dan rock type-3 mempunyai ukuran leher pori antara 0,1 µm – 0,5 µm. Pada pore type touching vuggy (vuggy-fracture dan vuggy-intercrystalline-fracture) yang merupakan katagori rock type-1 merupakan batuan karbonat yang mempunyai porositas relatif besar antara 10% - 30% yang sebagian besar merupakan porositas vuggy dan karena adanya aktifitas tektonik yang menyebabkan terjadinya fracture yang berfungsi sebagai penghubung antar porositas vuggy sehingga batuan tersebut mempunyai permeabilitas yang cukup baik yaitu antara 300 mD. Saturasi merkuri 35% (R35) dari Winland memperlihatkan ukuran

leher pori antara 2-10 atau masuk dalam katagori macropore. Pada Gambar-10 untuk pore type porositas touching vuggy memperlihatkan hubungan yang baik antara kapasitas penyimpan/stroge dan kapasitas alir/flow dan mempunyai kesesuaian dengan hubungan cross-plot porositas-permeabilitas - R35 dengan kata lain porositas membesar diikuti dengan membesarnya harga permeabilitas dan ukuran leher pori (R35).

Gambar-10. Hubungan porositas-permeabilitas dan Hubungannya terhadap pore type berdasarkan klasifikasi R35 Winland

Pada pore type porositas separate vuggy dan pore type interparticle menurut R35 Winland masuk kedalam katagori rock type-2 dan 3. Pada batuan karbonat jenis ini hanya mempunyai kapasitas penyimpan saja yang relatif besar (porositas, 8-27%) tetapi mempunyai kapasitas alir yang rendah (< 10 mD). Membesarnya porositas pada pore type jenis in i t idak d i iku t i o leh membesarnya hargapermeabilitas dan ukuran leher pori (R35). Persamaan R35 dar i Winland kemudian diaplikasikan kedalam data log sumuran (well log)dimana harga porositas log didapatkan dari metoda neutron-density sedangkan permeabilitas log didapatkan dari persamaan Timur. Sebelumnya dilakukan sensitivitas terhadap parameter yang digunakan untuk penentuan porositas dan permea-bilitas dari log tersebut berdasarkan data percontoh Sumur Ramba-43, 53, dan 59. Distribusi rock typing perkedalaman dari hasil pendekatan ini dapat dilihat pada Gambar-11 untuk contoh Sumur SLL-23 yang merupakan salah satu sumur penghasil minyak terbaik pada Lapangan Sungai Lilin.

Kesimpulan

Dari hasil studi ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

1. Pada reservoar karbonat Lapangan Sungai Lilin dilihat dari aspek rock fabric/tekstur tidak mencerminkan korelasi yang baik jika dibandingkan dengan klasifikasi batuan karbonat dari Lucia. Hal ini disebabkan oleh perkem- bangan kualitas reservoar justru banyak dikontrol oleh aspek diagenesa, ada tidaknya impuritis lempung, dan event tektonik yang membuat berkembangnya fracture (rekah alami). 2. Korelasi yang relatif baik antara pore type dengan kalsifikasi Lucia terlihat pada pore type porositas touching vuggy dimana porositas jenis ini masuk dalam katagori kelas-1 dan kelas-2 menurut Lucia, sebaliknya untuk pore type separate vuggy tidak adanya fracture menyebabkan hanya masuk pada kelas-2 dan kelas-3. 3. Metoda R35 Winland memberikan korelasi yang lebih baik untuk masing-masing pore type apabila dilihat dari ukuran leher pori (pore throat size). Pada porositas touching vuggy

Gambar-11. Penampang sumuran yang memperlihatkan 3 buah rock type pada Sumur SLL-14

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 58 - 6565

masuk kedalam rock type-1 dengan ukuran leher pori 2 - 10 µm, porositas separate vuggy dan interparticle masuk kedalam rock type-2 dan 3 dengan ukuran leher pori masing-masing adalah 0,5 - 2 µm dan 0,1 - 0,5 µm.

Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada management Lemigas dan KSO Geominergy Sungai Lilin Ltd atas dukungan dan pemakaian data dari Lapangan Sungai Lilin serta rekan-rekan yang ikut membantu dalam penyelesaian tulisan ini.

Daftar Pustaka

Bebout D, Davies G, Moore C.H, Scholle P.S, and Wardlow N.C.,1979. Geology of Carbonate Porosity; Part III Tthe Evaluation of Carbonate Porosity in a Diagenetic - Environment Framework, AAPG, Short Course, p.60-110.Burollet P.F., Boichard R., Lambert B., and Villain J.M. 1986. The Pater Noster Carbonate Platform. Proc. IPA, 15th ann conv. P. 155-169.Choquette, P.W. And Pray, L.C., 1970. Geological nomenclature and classification of porosity and sedimentology carbonate: bull. Am. Assoc. Pet. Geol. V. 54, p. 207-250.

De coster G. L., 1974. Geology of the central and south sumatera basin, IPA, p.77 -110.Ginjer D and Fielding K., 2005. the Petroleum Systems and Future Potential of The South Sumatera basin, ipa, 05-g-039, p.67 -89. Dunham, R.J., 1962. Classification of carbonate rocks according to depositional texture. In jam, w.e. Eds., me aapg, no.1, tulsa, okla., p. 108-121.Embry, A.F and Klovan, J.E., 1971. A late Devonian Reef Track on North Eastern Banks Island, Northwest Territories, v. 19, p. 730-781.Erik Flugel., 1978. micro facies analyses of limestone, springer-verlag, berlin heidelberg (original textbook). Translated by k. Kristenson and published in 1982.Lucia F J., 2007. Carbonate reservoir characterization an integrated approach, second edition, bureau of economic geology university station box x austin, texas 78713 usa. Lafage, S., 2008. An Alternative to The Winland R35 Method for Determining Carbonate Reservoir Quality, A Thesis, Submitted to the Office of Graduate Studies of Texas A & M University, USA., in Partial fulfilment of the requirement for degree of Master of Science

Sari

Penurunan laju alir gas pada suatu lapangan gas merupakan permasalahan yang harus dihadapi dengan srategi pengembangan lapangan yang tepat. Reservoar potensial yang menjadi perhatian studi ini adalah reservoarA pada cekungan Natuna Barat. Perlu adanya pemodelan skenario pengembangan lapangan eksplorasi danmelakukan integrasi kedalam sistem produksi yang telah ada untuk mengetahui besarnya pengaruh penambahan produksi dari rencana pengembangan. Identifikasi faktor-faktor ketidakpastian menggunakan desain eksperimen dalam pengembangan lapangan menjadi faktor-faktor penentu keberhasilan rencana ini. Identifikasi ini perludikaji karena besarnya resiko dan biaya pada saat pengembangan eksplorasi. Kurangnya data PVT dan sedikitnya referensi sumur terdekat menjadikan penentuan kuantifikasi ketidakpastian ini penting untuk menentukan arah pengembangan. Pemodelan fasilitas produksi terintegrasi telah dibuat dengan prediksi produksi sumur pengembangan adalah 14,55 MMscf/day. Desain eksperimen full factorial digunakan untuk mengidentifikasi parameter signifikan, dimana disimpulkan banyaknya Gas dalam Reservoar (IGIP), besarnya Tekanan Separator, dan Ukuran Tubing komplesi sumur adalah faktor yang signifikan terhadap output produksi gas. Terdapat kenaikan sebesar 3,4% terhadap total akumulasi produksi jika asumsi IGIP adalah 40 BCF dibandingkan dengan IGIP sebesar 30 BCF dan terdapat penurunan sebesar 5,04% pada asumsi IGIP 20 BCF. Kenaikan tekanan separator sampai dengan 1000 psig menurunkan produksi kumulatif sebesar 3,6%. Sebaliknya, penurunan tekanan sampai dengan 400 psig akan menaikkan produksi sebesar 4,8%. Terdapat perbedan 2,1% antara penggunaaan diameter tubing dengan ukuran 1,33” dan 2,99”. Sedangkan pada penggunaan ukuran tubing dengan diameter 4,89” hanya terdapat penurunan sebesar 0,003%. Faktor lain seperti Condensate-Gas-Ratio dan Densitas Gas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap laju produksi. Hasil analisa keekonomian menunjukkan bahwa terdapat kenaikan Net Present Value (NPV) sebesar 5,67% jika asumsi IGIP dinaikkan dari base 30 BCF menjadi 40 BCF. Sebaliknya, penurunan IGIP menjadi 20 BCF juga mengurangi NPV sebesar jumlah yang sama. Ukuran tubing akan memberikan hasil pemasukan yang maksimum pada ukuran tubing 2,99”. Terdapat penurunan NPV sebesar 3,43% saat ukuran tubing diturunkan menjadi 1,33”. Diperbesarnya diameter tubing menurunkan pemasukkan sebesar 1,83%. Penurunan tekanan dari base produksi 790 psig ke 400 psig memberikan kenaikan pendapatan sebesar 3,63%, sedangkan kenaikan tekanan separator sampai 1000 psig memberikan penurunan kontribusi sebesar 6,74%. Cash flow pada akhir tahun pertama adalah positif $50.391.189 dengan NPV sebesar $247.557.835 pada akhir tahun ke 13, besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan. Nilai Benefit-to-Cost didapatkan sebesar 2,5. Nilai Expected Monetary Value (EMW) bernilai positif yang artinya proyek cukup layak untuk dilaksanakan. Kata kunci: simulasi produksi, desain eksperimental, keekonomian

66

KUANTIFIKASI KETIDAKPASTIAN PENGEMBANGAN LAPANGAN SECARA TERINTEGRASI SURFACE DAN SUBSURFACE DENGAN

MENGGUNAKAN DESAIN EKSPERIMENTAL

Muhammad Titis Redjoso(Star Energy (Kakap) Ltd. Gd Wisma Barito Fl. 9A Jl Letjen S. Parman Kav. 62-63 Slipi Jakarta,

11410 Tlp: +62-21-5325828 ext 7921 Hp: +62 8128584456Tutuka Ariadji

(Teknik Perminyakan ITB), Jl. Ganesa No. 10 Bandung, 40132 Indonesia Tel: +62-22-2506282

QUANTIFICATION OF UNCERTAINTY FACTOR FOR INTEGRATED SUBSURFACE AND SURFACE FACILITY FIELD DEVELOPMENT

USING EXPERIMENTAL DESIGN

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 58 - 6565

masuk kedalam rock type-1 dengan ukuran leher pori 2 - 10 µm, porositas separate vuggy dan interparticle masuk kedalam rock type-2 dan 3 dengan ukuran leher pori masing-masing adalah 0,5 - 2 µm dan 0,1 - 0,5 µm.

Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada management Lemigas dan KSO Geominergy Sungai Lilin Ltd atas dukungan dan pemakaian data dari Lapangan Sungai Lilin serta rekan-rekan yang ikut membantu dalam penyelesaian tulisan ini.

Daftar Pustaka

Bebout D, Davies G, Moore C.H, Scholle P.S, and Wardlow N.C.,1979. Geology of Carbonate Porosity; Part III Tthe Evaluation of Carbonate Porosity in a Diagenetic - Environment Framework, AAPG, Short Course, p.60-110.Burollet P.F., Boichard R., Lambert B., and Villain J.M. 1986. The Pater Noster Carbonate Platform. Proc. IPA, 15th ann conv. P. 155-169.Choquette, P.W. And Pray, L.C., 1970. Geological nomenclature and classification of porosity and sedimentology carbonate: bull. Am. Assoc. Pet. Geol. V. 54, p. 207-250.

De coster G. L., 1974. Geology of the central and south sumatera basin, IPA, p.77 -110.Ginjer D and Fielding K., 2005. the Petroleum Systems and Future Potential of The South Sumatera basin, ipa, 05-g-039, p.67 -89. Dunham, R.J., 1962. Classification of carbonate rocks according to depositional texture. In jam, w.e. Eds., me aapg, no.1, tulsa, okla., p. 108-121.Embry, A.F and Klovan, J.E., 1971. A late Devonian Reef Track on North Eastern Banks Island, Northwest Territories, v. 19, p. 730-781.Erik Flugel., 1978. micro facies analyses of limestone, springer-verlag, berlin heidelberg (original textbook). Translated by k. Kristenson and published in 1982.Lucia F J., 2007. Carbonate reservoir characterization an integrated approach, second edition, bureau of economic geology university station box x austin, texas 78713 usa. Lafage, S., 2008. An Alternative to The Winland R35 Method for Determining Carbonate Reservoir Quality, A Thesis, Submitted to the Office of Graduate Studies of Texas A & M University, USA., in Partial fulfilment of the requirement for degree of Master of Science

Sari

Penurunan laju alir gas pada suatu lapangan gas merupakan permasalahan yang harus dihadapi dengan srategi pengembangan lapangan yang tepat. Reservoar potensial yang menjadi perhatian studi ini adalah reservoarA pada cekungan Natuna Barat. Perlu adanya pemodelan skenario pengembangan lapangan eksplorasi danmelakukan integrasi kedalam sistem produksi yang telah ada untuk mengetahui besarnya pengaruh penambahan produksi dari rencana pengembangan. Identifikasi faktor-faktor ketidakpastian menggunakan desain eksperimen dalam pengembangan lapangan menjadi faktor-faktor penentu keberhasilan rencana ini. Identifikasi ini perludikaji karena besarnya resiko dan biaya pada saat pengembangan eksplorasi. Kurangnya data PVT dan sedikitnya referensi sumur terdekat menjadikan penentuan kuantifikasi ketidakpastian ini penting untuk menentukan arah pengembangan. Pemodelan fasilitas produksi terintegrasi telah dibuat dengan prediksi produksi sumur pengembangan adalah 14,55 MMscf/day. Desain eksperimen full factorial digunakan untuk mengidentifikasi parameter signifikan, dimana disimpulkan banyaknya Gas dalam Reservoar (IGIP), besarnya Tekanan Separator, dan Ukuran Tubing komplesi sumur adalah faktor yang signifikan terhadap output produksi gas. Terdapat kenaikan sebesar 3,4% terhadap total akumulasi produksi jika asumsi IGIP adalah 40 BCF dibandingkan dengan IGIP sebesar 30 BCF dan terdapat penurunan sebesar 5,04% pada asumsi IGIP 20 BCF. Kenaikan tekanan separator sampai dengan 1000 psig menurunkan produksi kumulatif sebesar 3,6%. Sebaliknya, penurunan tekanan sampai dengan 400 psig akan menaikkan produksi sebesar 4,8%. Terdapat perbedan 2,1% antara penggunaaan diameter tubing dengan ukuran 1,33” dan 2,99”. Sedangkan pada penggunaan ukuran tubing dengan diameter 4,89” hanya terdapat penurunan sebesar 0,003%. Faktor lain seperti Condensate-Gas-Ratio dan Densitas Gas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap laju produksi. Hasil analisa keekonomian menunjukkan bahwa terdapat kenaikan Net Present Value (NPV) sebesar 5,67% jika asumsi IGIP dinaikkan dari base 30 BCF menjadi 40 BCF. Sebaliknya, penurunan IGIP menjadi 20 BCF juga mengurangi NPV sebesar jumlah yang sama. Ukuran tubing akan memberikan hasil pemasukan yang maksimum pada ukuran tubing 2,99”. Terdapat penurunan NPV sebesar 3,43% saat ukuran tubing diturunkan menjadi 1,33”. Diperbesarnya diameter tubing menurunkan pemasukkan sebesar 1,83%. Penurunan tekanan dari base produksi 790 psig ke 400 psig memberikan kenaikan pendapatan sebesar 3,63%, sedangkan kenaikan tekanan separator sampai 1000 psig memberikan penurunan kontribusi sebesar 6,74%. Cash flow pada akhir tahun pertama adalah positif $50.391.189 dengan NPV sebesar $247.557.835 pada akhir tahun ke 13, besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan. Nilai Benefit-to-Cost didapatkan sebesar 2,5. Nilai Expected Monetary Value (EMW) bernilai positif yang artinya proyek cukup layak untuk dilaksanakan. Kata kunci: simulasi produksi, desain eksperimental, keekonomian

66

KUANTIFIKASI KETIDAKPASTIAN PENGEMBANGAN LAPANGAN SECARA TERINTEGRASI SURFACE DAN SUBSURFACE DENGAN

MENGGUNAKAN DESAIN EKSPERIMENTAL

Muhammad Titis Redjoso(Star Energy (Kakap) Ltd. Gd Wisma Barito Fl. 9A Jl Letjen S. Parman Kav. 62-63 Slipi Jakarta,

11410 Tlp: +62-21-5325828 ext 7921 Hp: +62 8128584456Tutuka Ariadji

(Teknik Perminyakan ITB), Jl. Ganesa No. 10 Bandung, 40132 Indonesia Tel: +62-22-2506282

QUANTIFICATION OF UNCERTAINTY FACTOR FOR INTEGRATED SUBSURFACE AND SURFACE FACILITY FIELD DEVELOPMENT

USING EXPERIMENTAL DESIGN

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

67

QUANTIFICATION OF UNCERTAINTY FACTOR FOR INTEGRATED SUBSURFACE AND SURFACE FACILITY FIELD DEVELOPMENT USING EXPERIMENTAL DESIGN

Abstract

Gas field declining rate shall be managed by an accurate development strategy. This studi consider reservoir A in West Natuna Basin as its main concern. Field development modelling scenarios has been made integrated with the existing production model to determine the additional gas production rate. Uncertainty factor quan-tification such as recovery factor, reservoir properties, well performance and surface facility using experimental design was essential to this study. Uncertainty parameter shall be identified due to the high investment and riskin the exploration development. Lack of PVT data and limited information from other well made this quantification crucial to determine the aim and direction of field development. Production facility model predict that the development well will produced an average of 14.55 MMscf/day. Full factorial experimental design was used to determine the significant factor, where it found that Initial Gas In Place (IGIP), Separator Pressure, and Completion Tubing diameter were significant for the production gas output. There was an additional 3.4% of total gas accumulation if the IGIP asumption was raised to 40 BCF from initial 30 BCF. Gas accumulation was reduced 5.04% if the asumption lowered to 20 BCF. Changes in separator pressure from 790 psig to 400 psig will gain an additional 4.8% more of gas cummulation. Conversely, the gas produced will be reduced by 4.8% if the separator pressure raised to 1000 psig. There was 2.1% difference when using tubing diameter from 1.33” to 2.99, having the later was bigger. Using 4.89” diameter reduced the production rate to 0.003%. other factor such as Condensate-Gas-Ratio and gas density did not have significant impact to gas production. Economic analysis show that there was an NPV incease to 5.67% if IGIP assumption raise to 40 BCF. Reduced of IGIP to 20 BCF reduce NPV as much. Tubing size 2.99” gave maximum NPV, and NPV will reduced 3.43% if using bigger 1.33” tubing. Reduced of separator pressure rate from 790 to 400 psig gave additional NPV to 3.63%. In contrary, raised pressure to 1000 psig will reduced NPV to 6.74%. First year cash flow was positive $50,391,189 with NPV value $247,557,835 in the end of year 13th with minimum rate of return was eight months. Benefit-to-Cost ratio was 2.5. EMV value was positive which indicate the development is feasible. Keywords: Production simulation, experimental design, economic analysis

Latar Belakang

Penurunan laju produksi gas pada suatu lapangan gas merupakan permasalahan yang harus dihadapi dengan strategi pengembangan lapangan yang tepat. Studi mengenai integrasi sistem surface-subsurface dilaksanakan, dengan mempertimbangkan integrasi performa reservoar, sumur dan fasilitas produksi di permukaan, dimana didapat kesimpulan bahwa harus dilakukan perubahan skema terhadap sistem produksi dan penurunan tekanan pada sistem permukaan. Beberapa skenario rencana telah dikembangkan, dan diperlukan pertimbangan lebih lanjut mengenai ketersediaan sumber daya untuk kegiatan eksplorasi. Pilihan skenario kegiatan eksplorasi migas dicoba dipertimbangkan pada studi ini. Reservoar potensial yang menjadi perhatian studi ini adalah reservoar A pada cekungan Natuna Barat. Pertimbangan untuk melakukan pengeboran cukup menarik mengingat perkiraan cadangan adalah pada kisaran 30 BCF (Lemigas, 2010). Studi seismik telah dilakukan (Lemigas, 2011) sehingga penetapan titik pengeboran

dapat segera dilakukan. Perlu adanya pemodelan skenario pengembangan lapangan eksplorasi dan melakukan integrasi kedalam sistem produksi yang telah ada untuk mengetahui besarnya pengaruh penambahan produksi dari rencana eksplorasi. Besarnya faktor ketidakpastian dalam pengembangan lapangan seperti recovery factor, reservoar properties, well perfor-mance dan kesiapan surface facility menjadi faktor-faktor penentu keberhasilan. Ketidakpastian parameter pada pengembangan lapangan perlu dikaji karena menentukan besarnya resiko dan biaya pada saat pengembangan eksplorasi. Kurangnya data PVT dan sedikitnya referensi sumur terdekat menjadikan penentuan kuantifikasi ketidakpastian ini menjadi penting untuk mengetahui dan menentukan arah pengembangan. Studi ini menggunakan metode desain eksperimental untuk dapat mengidentifikasi variabel model yang signifikan dan mengukur kualitas pencocokan dan keakuratan prediksi model dari permasalahan yang dikaji, dan mendapatkan kuantifikasi hubungan antara input dan output.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 68

Rumusan Masalah

Permasalahan utama pada pengembangan lapangan dengan melibatkan aktivitas pengeboran adalah sulitnya melakukan justifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap reservoar yang akan diproduksi. Besarnya probabilitas kegagalan pengembangan lapangan eksplorasi menjadi bukti bahwa perhitungan yang cermat harus dilakukan sebelum memutuskan untuk melakukan investasi. Reservoar pada studi ini berada pada lapangan mature, akan tetapi reservoar tersebut memiliki karak-teristik seal yang sangat khas, dengan sifat reservoar yang berbeda-beda antara reservoar yang berdekatan karena adanya patahan-patahan. Dengan demikian data pendukung seperti karakteristik reservoar, jenis fluida dan kemampuan produksi menjadi sangat terbatas. Karena itu, pendekatan-pendekatan keteknikan harus dilakukan dengan presisi. Beberapa faktor yang diprediksi akan mempengaruhi produksi harus diidentifikasi dan dilakukan kuantifikasi, sehingga akan diketahui faktor mana sajakah yang secara signifikan akan mempengaruhi produksi. Selanjutnya per lu di lakukan per t imbangan keekonomian terhadap pengembangan tersebut, agar diketahui seberapa besar pengembalian terhadap investasi yang akan ditanamkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Membuat pemodelan hasil produksi sumur eksplorasi dan melakukan integrasi model tersebut kedalam model integrasi surface- subsurface yang telah ada. 2. Melakukan kuantifikasi parameter ketidakpastian, sehingga didapat kesimpulan parameter mana yang berpengaruh terhadap pengembangan. 3. Memperoleh hasil evaluasi keekonomian untuk skenario pengembangan eksplorasi ini.

Tinjauan Reservoar

Lapangan A merupakan Lapangan Migas yang terletak di Laut Natuna kepulauan Riau pada cekungan West Natuna yang cukup kompleks. Lapangan ini ditemukan pada tahun 1991 dengan ditemukannya sumur A-1X. Produksi pertama lapangan A dimulai tahun 1995 dengan tambahan 15 sumur pengembangan. Saat ini terdapat 12 sumur produksi pada lapangan A dan satu sumur pada lapangan A-South. Lokasi Lapangan ini ditunjukkan pada Gambar 1 dibawah.

Gambar 1 Lokasi lapangan A yang berada pada cekungan Natuna Barat (Lemigas 2010)

Sejarah awal cekungan Natuna Barat hampir sama dengan cekungan Sunda, dimana perpanjangan Eocene lama sampai Oligocene menciptakan sistem yang kompleks pada retakan cekungan. Dari jaman Miocene awal cekungan ini bergerak membentuk lipatan-lipatan karena adanya tekanan lateral-kanan. Hidrokarbon yang terakumulasi dalam struktur dibentuk oleh wrench dan proses kompresi. Akan tetapi, beberapa lokasi memiliki reservoar yang kering, sehingga sangat penting untuk mengetahui waktu pembentukan dan mekanisme struktur. Struktur geologi lapangan A diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur geologi lapangan A (Lemigas 2010)

Stratigrafi

Tertiary succession untuk cekungan Natuna Barat terdiri dari empat megasequence tectonostrati-graphic seperti syn-rift, post-rift, syn-inversion, dan post-invervion. Dibawah tertiary succession adalah basement cretaceous, yang terdiri dari amphibolites,

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

67

QUANTIFICATION OF UNCERTAINTY FACTOR FOR INTEGRATED SUBSURFACE AND SURFACE FACILITY FIELD DEVELOPMENT USING EXPERIMENTAL DESIGN

Abstract

Gas field declining rate shall be managed by an accurate development strategy. This studi consider reservoir A in West Natuna Basin as its main concern. Field development modelling scenarios has been made integrated with the existing production model to determine the additional gas production rate. Uncertainty factor quan-tification such as recovery factor, reservoir properties, well performance and surface facility using experimental design was essential to this study. Uncertainty parameter shall be identified due to the high investment and riskin the exploration development. Lack of PVT data and limited information from other well made this quantification crucial to determine the aim and direction of field development. Production facility model predict that the development well will produced an average of 14.55 MMscf/day. Full factorial experimental design was used to determine the significant factor, where it found that Initial Gas In Place (IGIP), Separator Pressure, and Completion Tubing diameter were significant for the production gas output. There was an additional 3.4% of total gas accumulation if the IGIP asumption was raised to 40 BCF from initial 30 BCF. Gas accumulation was reduced 5.04% if the asumption lowered to 20 BCF. Changes in separator pressure from 790 psig to 400 psig will gain an additional 4.8% more of gas cummulation. Conversely, the gas produced will be reduced by 4.8% if the separator pressure raised to 1000 psig. There was 2.1% difference when using tubing diameter from 1.33” to 2.99, having the later was bigger. Using 4.89” diameter reduced the production rate to 0.003%. other factor such as Condensate-Gas-Ratio and gas density did not have significant impact to gas production. Economic analysis show that there was an NPV incease to 5.67% if IGIP assumption raise to 40 BCF. Reduced of IGIP to 20 BCF reduce NPV as much. Tubing size 2.99” gave maximum NPV, and NPV will reduced 3.43% if using bigger 1.33” tubing. Reduced of separator pressure rate from 790 to 400 psig gave additional NPV to 3.63%. In contrary, raised pressure to 1000 psig will reduced NPV to 6.74%. First year cash flow was positive $50,391,189 with NPV value $247,557,835 in the end of year 13th with minimum rate of return was eight months. Benefit-to-Cost ratio was 2.5. EMV value was positive which indicate the development is feasible. Keywords: Production simulation, experimental design, economic analysis

Latar Belakang

Penurunan laju produksi gas pada suatu lapangan gas merupakan permasalahan yang harus dihadapi dengan strategi pengembangan lapangan yang tepat. Studi mengenai integrasi sistem surface-subsurface dilaksanakan, dengan mempertimbangkan integrasi performa reservoar, sumur dan fasilitas produksi di permukaan, dimana didapat kesimpulan bahwa harus dilakukan perubahan skema terhadap sistem produksi dan penurunan tekanan pada sistem permukaan. Beberapa skenario rencana telah dikembangkan, dan diperlukan pertimbangan lebih lanjut mengenai ketersediaan sumber daya untuk kegiatan eksplorasi. Pilihan skenario kegiatan eksplorasi migas dicoba dipertimbangkan pada studi ini. Reservoar potensial yang menjadi perhatian studi ini adalah reservoar A pada cekungan Natuna Barat. Pertimbangan untuk melakukan pengeboran cukup menarik mengingat perkiraan cadangan adalah pada kisaran 30 BCF (Lemigas, 2010). Studi seismik telah dilakukan (Lemigas, 2011) sehingga penetapan titik pengeboran

dapat segera dilakukan. Perlu adanya pemodelan skenario pengembangan lapangan eksplorasi dan melakukan integrasi kedalam sistem produksi yang telah ada untuk mengetahui besarnya pengaruh penambahan produksi dari rencana eksplorasi. Besarnya faktor ketidakpastian dalam pengembangan lapangan seperti recovery factor, reservoar properties, well perfor-mance dan kesiapan surface facility menjadi faktor-faktor penentu keberhasilan. Ketidakpastian parameter pada pengembangan lapangan perlu dikaji karena menentukan besarnya resiko dan biaya pada saat pengembangan eksplorasi. Kurangnya data PVT dan sedikitnya referensi sumur terdekat menjadikan penentuan kuantifikasi ketidakpastian ini menjadi penting untuk mengetahui dan menentukan arah pengembangan. Studi ini menggunakan metode desain eksperimental untuk dapat mengidentifikasi variabel model yang signifikan dan mengukur kualitas pencocokan dan keakuratan prediksi model dari permasalahan yang dikaji, dan mendapatkan kuantifikasi hubungan antara input dan output.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 68

Rumusan Masalah

Permasalahan utama pada pengembangan lapangan dengan melibatkan aktivitas pengeboran adalah sulitnya melakukan justifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap reservoar yang akan diproduksi. Besarnya probabilitas kegagalan pengembangan lapangan eksplorasi menjadi bukti bahwa perhitungan yang cermat harus dilakukan sebelum memutuskan untuk melakukan investasi. Reservoar pada studi ini berada pada lapangan mature, akan tetapi reservoar tersebut memiliki karak-teristik seal yang sangat khas, dengan sifat reservoar yang berbeda-beda antara reservoar yang berdekatan karena adanya patahan-patahan. Dengan demikian data pendukung seperti karakteristik reservoar, jenis fluida dan kemampuan produksi menjadi sangat terbatas. Karena itu, pendekatan-pendekatan keteknikan harus dilakukan dengan presisi. Beberapa faktor yang diprediksi akan mempengaruhi produksi harus diidentifikasi dan dilakukan kuantifikasi, sehingga akan diketahui faktor mana sajakah yang secara signifikan akan mempengaruhi produksi. Selanjutnya per lu di lakukan per t imbangan keekonomian terhadap pengembangan tersebut, agar diketahui seberapa besar pengembalian terhadap investasi yang akan ditanamkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Membuat pemodelan hasil produksi sumur eksplorasi dan melakukan integrasi model tersebut kedalam model integrasi surface- subsurface yang telah ada. 2. Melakukan kuantifikasi parameter ketidakpastian, sehingga didapat kesimpulan parameter mana yang berpengaruh terhadap pengembangan. 3. Memperoleh hasil evaluasi keekonomian untuk skenario pengembangan eksplorasi ini.

Tinjauan Reservoar

Lapangan A merupakan Lapangan Migas yang terletak di Laut Natuna kepulauan Riau pada cekungan West Natuna yang cukup kompleks. Lapangan ini ditemukan pada tahun 1991 dengan ditemukannya sumur A-1X. Produksi pertama lapangan A dimulai tahun 1995 dengan tambahan 15 sumur pengembangan. Saat ini terdapat 12 sumur produksi pada lapangan A dan satu sumur pada lapangan A-South. Lokasi Lapangan ini ditunjukkan pada Gambar 1 dibawah.

Gambar 1 Lokasi lapangan A yang berada pada cekungan Natuna Barat (Lemigas 2010)

Sejarah awal cekungan Natuna Barat hampir sama dengan cekungan Sunda, dimana perpanjangan Eocene lama sampai Oligocene menciptakan sistem yang kompleks pada retakan cekungan. Dari jaman Miocene awal cekungan ini bergerak membentuk lipatan-lipatan karena adanya tekanan lateral-kanan. Hidrokarbon yang terakumulasi dalam struktur dibentuk oleh wrench dan proses kompresi. Akan tetapi, beberapa lokasi memiliki reservoar yang kering, sehingga sangat penting untuk mengetahui waktu pembentukan dan mekanisme struktur. Struktur geologi lapangan A diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur geologi lapangan A (Lemigas 2010)

Stratigrafi

Tertiary succession untuk cekungan Natuna Barat terdiri dari empat megasequence tectonostrati-graphic seperti syn-rift, post-rift, syn-inversion, dan post-invervion. Dibawah tertiary succession adalah basement cretaceous, yang terdiri dari amphibolites,

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

69

dan batuan beku seperti quartz-diorite, granit, dan batuan metamorf yang terdiri dari chlorite dan gneiss. Sedimen awal dari cekungan Natuna Barat lebih tua daripada Oligocene Awal. Berdasarkan penanggalan dari intrusi diabase pada sedimen Basal, Formasi Lama berasal dari zaman Eocene Akhir sampai Oligocene Awal. Formasi Lama terdiri dari deposit fluvio-deltaic, fluvial dan alluvial sand-stone. Diatas Formasi Lama adalah Formasi Benua yang terdiri dari deposit shale lacustrine. Diatas lapisan Benua adalah lapisan sandstone dan shale dari formasi Gabus, terdiri dari medium grade sandstone, umumnya merupakan batuan tebal dan massif. Formasi Keras dari zaman Oligocene Tengah dan Akhir adalah shale dalam lacustrine. Keras shale secara bertahap tergantikan oleh interbedded sandstone dan shale dari formasi Upper Gabus. Lapisan sandstone dari Upper Gabus memiliki sifat fine grain, mirip seperti Lower Gabus. Batas Oligocene/Miocene berada dilapisan teratas formasi Gabus. Diatas Lower Gabus terdapat lapisan Barat dari zaman Miocene Awal. Terdapat pengaruh kondisi kelautan. Diatas formasi ini terdapat Formasi Arang dari zaman Miocene Tengah sampai Awal, berada pada lingkungan laut dangkal, dengan adanya fluktuasi lumpur-batubara dengan dominasi pasir. Formasi teratas adalah Formasi Muda, terdiri dari mudstone, shale, dan sand. Formasi ini terbentuk dari Moicene Akhir sampai saat ini. Stratigrafi cekugan Natuna Barat ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Stratigrafi cekungan Natuna Barat (Lemigas 2010).

Batuan Sumber (Source Rock)

Berdasarkan analisa pirolisis, dipercaya bahwa lapisan shale sari Formasi Barat adalah batuan sumber dari hidrokarbon pada blok X. Studi geokimia menunjukkan bahwa hidrokarbon berada seribu feet dari formasi Barat. Lebih detail, studi ini menyatakan bahwa Formasi Benua, Lama, Keras dan Barat memiliki potensial menjadi batuan sumber. Minyak X terbentuk dari kerogen tipe 1 yang berasal dari formasi Lama dan Keras. Titik akumulasi adalah pada kedalaman 9000 ft, pada 227o F. Batuan sumber pada Lower Gabus yang memiliki nilai TOC rendah-sedang, dan terjadi didalam mudstone, thin carboneceus sandstone, dan batubara.

Reservoar dan Seal

Batuan reservoar pada formasi Lama/Benua memliki porositas berkisar antara 7% dengan permeabilitas 0,1-2,3 md. Formasi Lower Gabus memiliki porositas rata-rata 22%, dan formasi Keras memiliki porositas 16-23%. Formasi Barat dan Arang memiliki batuan shale, sehingga efektif menjadi batuan seal/cap rock. Dorongan yang kuat pada tahap inversi menjadikan formasi ini adalah formasi Fault Seal.

Trap dan Migrasi

Karena depocenter pada cekungan Natuna Barat adalah lipatan tipe Sunda, trap yang paling mudah terjadi adalah anticline. Lapisan sandstone dari sedimen syn-rift dapat juga menjadi trap stratifraphic. Kemungkinan lainnya adalah kombinasi keduanya. Waktu hidrokarbon bermigrasi bertepatan pada saat inversi awal, yaitu pada zaman Oligocene. Arah migrasi terbagi menjadi dua kemungkinan. Pertama adalah migrasi dip/lateral, yaitu dari source rock menuju reservoar rock, dan yang lainnya adalah migrasi vertikal, yaitu migrasi dari source rock menuju reservoar melalui jalur patahan secara vertikal.

Akumulasi Hidrokarbon (Play)

Cekungan Natuna Barat terdiri dari tiga tipe akumulasi. Normal Play fault N-S series berkembang sepanjang utara dan formasi selatan Kakap. Beberapa hidrokarbon terperangkap dalam pay zone yang terpisah dan independen. Trap tergantung dari jenis fault, dengan top seal diberikan oleh regionel shale unit dan shale intra formasi. Prospek potensial cukup kecil untuk satuan akumulasi, akan tetapi

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 70

reserve komersial dapat mencapai 2 MMBBLS. Akumulasi ini cukup mature pada saat ini. Akumulasi syn-rift telah teridentifikasi pada bagian barat tengahdari Formasi Selatan Kakap. Hidrokarbon ditemui pada lapisan sandstone fluvio-deltaic dari formasi Upper Lama. Akumulasi Lipatan Sunda ditemukan pada Formasi North Kakap. Inversi struktural pada daerah ini mengakibatkan uplift dan erosi pada sealing regional.

Tinjauan Pengembangan-Infill Drilling

Lapangan A ditemukan pada tahun 1991, melalui peboran sumur eksplorasi A-1X dan diikuti oleh pemboran sumur A-2X dan A-3X. Zona produksi adalah formasi Lama yang terendapkan dalam ling-kungan deltaic-lacustrine. Kondisi geologi yang kompleks dengan sistem patahan ber-arah NW-SE, W-E dan umumnya bersifat sealing. Skematik diagram potong Lapangan A dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah.

Gambar 4 Skematik diagram potong reservoar A (Lemigas 2010)

Pengembangan lebih lanjut pada lapangan A adalah pengeboran pengembangan yang akan dilakukan pada reservoar A-South. Produksi pada reservoar A-South masih terbatas, dengan hanya terdapat satu sumur subsea dari sumur A-South. Gambar III.5 memperlihatkan lokasi-lokasi sumur produksi yang sudah ada. Sumur subsea A-2X dapat menjadi acuan produksi walaupun memiliki reservoar yang berbeda karena jaraknya yang cukup dekat dengan lokasi titik pengeboran yang direncanakan. Hasil log pada kedua sumur menunjukkan Gas-Oil-Contact berada pada kedalaman 7030 ft.

Metode Penelitian

Secara keseluruhan, studi pengembangan lapangan ini terbagi dalam tiga tahap, yaitu studi reservoar dan produksi, studi sensitivitas dengan desain eksperimental, dan perhitungan keekonomian. Detail dari tiap-tiap tahapan akan dijelaskan dengan diagram alir tersendiri.

1. Studi reservoar dan produksi Analisa sistem produksi dilakukan untuk melihat besarnya kontribusi dari pengembangan pengeboran eksplorasi terhadap kinerja produksi saat ini. Analisa sistem akan menggunakan simulasi pemodelan terintegrasi surface-subsurface, dimana dipergunakan data dan konfigurasi sampai saat ini sebagai kondisi dasar dan akan dilihat beberapa parameter yang mempengaruhi performa produksi. Beberapa asumsi diperlukan mengingat terbatasnya data yang tersedia untuk reservoar yang terkait.

2. Studi sensitivitas dengan desain eksperimental Parameter yang mempengarui produksi yang didapatkan dari tahap pertama akan diperlakukan sebagai input yang dapat mempengaruhi hasil produksi sebagai output. Penggunaan sistem desain eksperimental diharapkan mendapatkan hubungan antara input dengan output, sehingga ketidakpastian yang pada parameter input tersebut dapat diketahui, dan dapat dilakukan modifikasi terhadap parameter input agar didapatkan hasil output yang diharapkan.

3. Perhitungan Keekonomian Hasil kuantifikasi dari tahap dua akan dijadikan sebagai landasan untuk melakukan perhitungan ekonomi. Asumsi harga penjualan produksi, tinggi suku bunga dan sifat keekonomian lainnya akan didasarkan pada pertimbangan ekonomi yang telah ada pada lapangan tersebut. Diagram alir studi ini dapat ditemukan pada Gambar 5.

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

69

dan batuan beku seperti quartz-diorite, granit, dan batuan metamorf yang terdiri dari chlorite dan gneiss. Sedimen awal dari cekungan Natuna Barat lebih tua daripada Oligocene Awal. Berdasarkan penanggalan dari intrusi diabase pada sedimen Basal, Formasi Lama berasal dari zaman Eocene Akhir sampai Oligocene Awal. Formasi Lama terdiri dari deposit fluvio-deltaic, fluvial dan alluvial sand-stone. Diatas Formasi Lama adalah Formasi Benua yang terdiri dari deposit shale lacustrine. Diatas lapisan Benua adalah lapisan sandstone dan shale dari formasi Gabus, terdiri dari medium grade sandstone, umumnya merupakan batuan tebal dan massif. Formasi Keras dari zaman Oligocene Tengah dan Akhir adalah shale dalam lacustrine. Keras shale secara bertahap tergantikan oleh interbedded sandstone dan shale dari formasi Upper Gabus. Lapisan sandstone dari Upper Gabus memiliki sifat fine grain, mirip seperti Lower Gabus. Batas Oligocene/Miocene berada dilapisan teratas formasi Gabus. Diatas Lower Gabus terdapat lapisan Barat dari zaman Miocene Awal. Terdapat pengaruh kondisi kelautan. Diatas formasi ini terdapat Formasi Arang dari zaman Miocene Tengah sampai Awal, berada pada lingkungan laut dangkal, dengan adanya fluktuasi lumpur-batubara dengan dominasi pasir. Formasi teratas adalah Formasi Muda, terdiri dari mudstone, shale, dan sand. Formasi ini terbentuk dari Moicene Akhir sampai saat ini. Stratigrafi cekugan Natuna Barat ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Stratigrafi cekungan Natuna Barat (Lemigas 2010).

Batuan Sumber (Source Rock)

Berdasarkan analisa pirolisis, dipercaya bahwa lapisan shale sari Formasi Barat adalah batuan sumber dari hidrokarbon pada blok X. Studi geokimia menunjukkan bahwa hidrokarbon berada seribu feet dari formasi Barat. Lebih detail, studi ini menyatakan bahwa Formasi Benua, Lama, Keras dan Barat memiliki potensial menjadi batuan sumber. Minyak X terbentuk dari kerogen tipe 1 yang berasal dari formasi Lama dan Keras. Titik akumulasi adalah pada kedalaman 9000 ft, pada 227o F. Batuan sumber pada Lower Gabus yang memiliki nilai TOC rendah-sedang, dan terjadi didalam mudstone, thin carboneceus sandstone, dan batubara.

Reservoar dan Seal

Batuan reservoar pada formasi Lama/Benua memliki porositas berkisar antara 7% dengan permeabilitas 0,1-2,3 md. Formasi Lower Gabus memiliki porositas rata-rata 22%, dan formasi Keras memiliki porositas 16-23%. Formasi Barat dan Arang memiliki batuan shale, sehingga efektif menjadi batuan seal/cap rock. Dorongan yang kuat pada tahap inversi menjadikan formasi ini adalah formasi Fault Seal.

Trap dan Migrasi

Karena depocenter pada cekungan Natuna Barat adalah lipatan tipe Sunda, trap yang paling mudah terjadi adalah anticline. Lapisan sandstone dari sedimen syn-rift dapat juga menjadi trap stratifraphic. Kemungkinan lainnya adalah kombinasi keduanya. Waktu hidrokarbon bermigrasi bertepatan pada saat inversi awal, yaitu pada zaman Oligocene. Arah migrasi terbagi menjadi dua kemungkinan. Pertama adalah migrasi dip/lateral, yaitu dari source rock menuju reservoar rock, dan yang lainnya adalah migrasi vertikal, yaitu migrasi dari source rock menuju reservoar melalui jalur patahan secara vertikal.

Akumulasi Hidrokarbon (Play)

Cekungan Natuna Barat terdiri dari tiga tipe akumulasi. Normal Play fault N-S series berkembang sepanjang utara dan formasi selatan Kakap. Beberapa hidrokarbon terperangkap dalam pay zone yang terpisah dan independen. Trap tergantung dari jenis fault, dengan top seal diberikan oleh regionel shale unit dan shale intra formasi. Prospek potensial cukup kecil untuk satuan akumulasi, akan tetapi

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 70

reserve komersial dapat mencapai 2 MMBBLS. Akumulasi ini cukup mature pada saat ini. Akumulasi syn-rift telah teridentifikasi pada bagian barat tengahdari Formasi Selatan Kakap. Hidrokarbon ditemui pada lapisan sandstone fluvio-deltaic dari formasi Upper Lama. Akumulasi Lipatan Sunda ditemukan pada Formasi North Kakap. Inversi struktural pada daerah ini mengakibatkan uplift dan erosi pada sealing regional.

Tinjauan Pengembangan-Infill Drilling

Lapangan A ditemukan pada tahun 1991, melalui peboran sumur eksplorasi A-1X dan diikuti oleh pemboran sumur A-2X dan A-3X. Zona produksi adalah formasi Lama yang terendapkan dalam ling-kungan deltaic-lacustrine. Kondisi geologi yang kompleks dengan sistem patahan ber-arah NW-SE, W-E dan umumnya bersifat sealing. Skematik diagram potong Lapangan A dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah.

Gambar 4 Skematik diagram potong reservoar A (Lemigas 2010)

Pengembangan lebih lanjut pada lapangan A adalah pengeboran pengembangan yang akan dilakukan pada reservoar A-South. Produksi pada reservoar A-South masih terbatas, dengan hanya terdapat satu sumur subsea dari sumur A-South. Gambar III.5 memperlihatkan lokasi-lokasi sumur produksi yang sudah ada. Sumur subsea A-2X dapat menjadi acuan produksi walaupun memiliki reservoar yang berbeda karena jaraknya yang cukup dekat dengan lokasi titik pengeboran yang direncanakan. Hasil log pada kedua sumur menunjukkan Gas-Oil-Contact berada pada kedalaman 7030 ft.

Metode Penelitian

Secara keseluruhan, studi pengembangan lapangan ini terbagi dalam tiga tahap, yaitu studi reservoar dan produksi, studi sensitivitas dengan desain eksperimental, dan perhitungan keekonomian. Detail dari tiap-tiap tahapan akan dijelaskan dengan diagram alir tersendiri.

1. Studi reservoar dan produksi Analisa sistem produksi dilakukan untuk melihat besarnya kontribusi dari pengembangan pengeboran eksplorasi terhadap kinerja produksi saat ini. Analisa sistem akan menggunakan simulasi pemodelan terintegrasi surface-subsurface, dimana dipergunakan data dan konfigurasi sampai saat ini sebagai kondisi dasar dan akan dilihat beberapa parameter yang mempengaruhi performa produksi. Beberapa asumsi diperlukan mengingat terbatasnya data yang tersedia untuk reservoar yang terkait.

2. Studi sensitivitas dengan desain eksperimental Parameter yang mempengarui produksi yang didapatkan dari tahap pertama akan diperlakukan sebagai input yang dapat mempengaruhi hasil produksi sebagai output. Penggunaan sistem desain eksperimental diharapkan mendapatkan hubungan antara input dengan output, sehingga ketidakpastian yang pada parameter input tersebut dapat diketahui, dan dapat dilakukan modifikasi terhadap parameter input agar didapatkan hasil output yang diharapkan.

3. Perhitungan Keekonomian Hasil kuantifikasi dari tahap dua akan dijadikan sebagai landasan untuk melakukan perhitungan ekonomi. Asumsi harga penjualan produksi, tinggi suku bunga dan sifat keekonomian lainnya akan didasarkan pada pertimbangan ekonomi yang telah ada pada lapangan tersebut. Diagram alir studi ini dapat ditemukan pada Gambar 5.

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

71

Gambar 5 Diagram alir metodologi penelitian

Studi Reservoar Dan Produksi

Studi pemodelan reservoar dan produksi dibagi menjadi beberapa tahap:

1. Pengumpulan data: properti reservoar, Original Gas In Place (OGIP), data fasilitas produksi pada reservoar terkait,

2. Pembuatan model reservoar material balance. Model reservoar ini akan dihubungkan kedalam sistem produksi integrasi yang telah ada dari hasil studi sebelumnya.

3. Analisa kelakuan produksi sumur (vertical lift performance). Pemodelan ini menganalisa tekanan yang dihasilkan pada wellhead untuk memprediksi produksi dari pemodelan material balance.

Gambar 6 Diagram alir studi reservoar dan produksi

4. Integrasi-model sumur kedalam sistem fasilitas produksi surface-subsurface. Sistem akan melakukan simulasi produksi gas kumulatif dengan adanya tambahan sumur produksi, dan melakukan prediksi masa laju produksi sumur pengembangan dan lapangan gas tersebut secara keseluruhan.

Input-input yang diperlukan pada studi ini adalah data reservoar dan fasilitas produksi, sedangkan output yang dihasilkan adalah kumulatif produksi gas sampai pada akhir tahun produksi lapangan.

Diagram alir studi reservoar dan produksi dapat dilihat pada Gambar 6.

Studi Sensitivitas Dengan Desain Eksperimen

Hasil studi reservoar dan produksi akan menjadi parameter input dan output pada studi desain eksperimen. Output dari studi sensitivitas ini adalah untuk mendapatkan kuantifikasi parameter signifikan yang akan dipakai untuk melakukan studi ekonomi. Tahap-tahap studi desain eksperimen adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pendataan harga sensitivitas dari parameter input yang berpengaruh terhadap output kumulatif gas produksi sumur, 2. Melakukan input pada software desain eksperimen,

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 72

3. Analisa signifikansi parameter input terhadap output. 4. Mendapatkan persamaan produksi gas kumulatif dari hasil sensitivitas. Diagram alir studi desain eksperimen dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 8. Diagram alir analisa keekonomian

Perhitungan Keekonomian

Perhitungan keekonomian dilakukan berdasarkanlaju produksi dari hasil desain eksperimen untuk dibandingan dengan hasil keekonomian pada produksi normal sebagai base case Langkah-langkah pengkajian ekonomi adalah sebagai berikut: 1. Analisa asumsi nilai investasi yang dibutuhkan 2. Perhitungan besarnya penerimaan perusahaan menggunankan perhitungan Kontrak Kerja Migas.

3. Analisa investasi berdasarkan parameter kriteria ekonomi.

4. Perhitungan sensitivitas ekonomi.

Diagram alir studi ekonomi diperlihatkan pada Gambar 8.

Pemodelan Reservoar Dan Hasil Perhitungan

Bagian ini menjelaskan tentang asumsi-asumsi yang dipakai berkaitan dengan pembuatan pemodelan reservoar dan sistem produksi. Hasil dari pemodelan kemudian akan dijabarkan dengan grafik produksi. Output dari bab ini akan digunakan sebagai landasan perhitungan pada bab selanjutnya.

Tahap 1: Perhitungan Material balance

Prosedur perhitungan material balance meliputi beberapa tahap. Pertama adalah menentukan data-data yang menjadi input beserta asumsi yang diperlukan. Pengembangan Reservoar ini berupa reservoar dengan sistem yang terpisah dari sumur-sumur yang telah ada, sehingga asumsi yang digunakan dapat bervariasi. Karena itu, langkah selanjutnya adalah melakukan analisa geologi untuk memastikan bahwa asumsi yang digunakan tepat sesuai kondisi reservoar yang dimaksud.

Data Input dan Asumsi

Data input dan perhitungan dilakukan dengan mempertimbangkan data PVT dan SCAL (Special Core Analysis). Data produksi diabaikan karena diasumsikan tank sebagai reservoir yang belum diproduksi.

Gambar 7 Diagram alir studi sensitivitas dengan desain eksperimen

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

71

Gambar 5 Diagram alir metodologi penelitian

Studi Reservoar Dan Produksi

Studi pemodelan reservoar dan produksi dibagi menjadi beberapa tahap:

1. Pengumpulan data: properti reservoar, Original Gas In Place (OGIP), data fasilitas produksi pada reservoar terkait,

2. Pembuatan model reservoar material balance. Model reservoar ini akan dihubungkan kedalam sistem produksi integrasi yang telah ada dari hasil studi sebelumnya.

3. Analisa kelakuan produksi sumur (vertical lift performance). Pemodelan ini menganalisa tekanan yang dihasilkan pada wellhead untuk memprediksi produksi dari pemodelan material balance.

Gambar 6 Diagram alir studi reservoar dan produksi

4. Integrasi-model sumur kedalam sistem fasilitas produksi surface-subsurface. Sistem akan melakukan simulasi produksi gas kumulatif dengan adanya tambahan sumur produksi, dan melakukan prediksi masa laju produksi sumur pengembangan dan lapangan gas tersebut secara keseluruhan.

Input-input yang diperlukan pada studi ini adalah data reservoar dan fasilitas produksi, sedangkan output yang dihasilkan adalah kumulatif produksi gas sampai pada akhir tahun produksi lapangan.

Diagram alir studi reservoar dan produksi dapat dilihat pada Gambar 6.

Studi Sensitivitas Dengan Desain Eksperimen

Hasil studi reservoar dan produksi akan menjadi parameter input dan output pada studi desain eksperimen. Output dari studi sensitivitas ini adalah untuk mendapatkan kuantifikasi parameter signifikan yang akan dipakai untuk melakukan studi ekonomi. Tahap-tahap studi desain eksperimen adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pendataan harga sensitivitas dari parameter input yang berpengaruh terhadap output kumulatif gas produksi sumur, 2. Melakukan input pada software desain eksperimen,

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 72

3. Analisa signifikansi parameter input terhadap output. 4. Mendapatkan persamaan produksi gas kumulatif dari hasil sensitivitas. Diagram alir studi desain eksperimen dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 8. Diagram alir analisa keekonomian

Perhitungan Keekonomian

Perhitungan keekonomian dilakukan berdasarkanlaju produksi dari hasil desain eksperimen untuk dibandingan dengan hasil keekonomian pada produksi normal sebagai base case Langkah-langkah pengkajian ekonomi adalah sebagai berikut: 1. Analisa asumsi nilai investasi yang dibutuhkan 2. Perhitungan besarnya penerimaan perusahaan menggunankan perhitungan Kontrak Kerja Migas.

3. Analisa investasi berdasarkan parameter kriteria ekonomi.

4. Perhitungan sensitivitas ekonomi.

Diagram alir studi ekonomi diperlihatkan pada Gambar 8.

Pemodelan Reservoar Dan Hasil Perhitungan

Bagian ini menjelaskan tentang asumsi-asumsi yang dipakai berkaitan dengan pembuatan pemodelan reservoar dan sistem produksi. Hasil dari pemodelan kemudian akan dijabarkan dengan grafik produksi. Output dari bab ini akan digunakan sebagai landasan perhitungan pada bab selanjutnya.

Tahap 1: Perhitungan Material balance

Prosedur perhitungan material balance meliputi beberapa tahap. Pertama adalah menentukan data-data yang menjadi input beserta asumsi yang diperlukan. Pengembangan Reservoar ini berupa reservoar dengan sistem yang terpisah dari sumur-sumur yang telah ada, sehingga asumsi yang digunakan dapat bervariasi. Karena itu, langkah selanjutnya adalah melakukan analisa geologi untuk memastikan bahwa asumsi yang digunakan tepat sesuai kondisi reservoar yang dimaksud.

Data Input dan Asumsi

Data input dan perhitungan dilakukan dengan mempertimbangkan data PVT dan SCAL (Special Core Analysis). Data produksi diabaikan karena diasumsikan tank sebagai reservoir yang belum diproduksi.

Gambar 7 Diagram alir studi sensitivitas dengan desain eksperimen

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

73

Pertimbangan Geologi Reservoar diasumsikan terdiri menjadi dua tank, dengan pertimbangan masing-masing tank untuk sumur pengeboran yang berbeda-beda, untuk mempermudah perhitungan sensitivitas. Hal ini dipertimbangkan berdasarkan data geologi, dimana lapangan X merupakan reservoar dengan banyak patahan (fault), sehingga pertimbangan setiap sumur adalah reservoar yang tidak berhubungan. Lapangan A sendiri dibagi menjadi tiga bagian, A-Main, A-South, dan A-2X karena adanya fault sebagai pembatas antar reservoar. Reservoar yang akan disimulasikan akan mengambil asumsi data dari kedua sumur A-South dan A-2X karena keter-batasan data awal.

Data PVT Karena sifat reservoar yang tidak terhubung dengan reservoar produksi lainnya pada lapangan tersebut, Data PVT untuk reservoar ini bisa dika-takan sangat terbatas, sehingga PVT diasumsikan dari karakteristik reservoar gas terdekat. Reservoar dalam studi ini diasumsikan menggunakan data reservoar A-South. Tekanan reservoar diasumsikan sebesar 3198 psig karena diasumsikan tekanan awal produksi masih tinggi, dengan temperatur reservoar pada 237 oF. Densitas gas diasumsikan sebesar 0,89 sp. Gravity dengan API gravity kondesat pada 51 oAPI mempertimbangkan reservoar bersifat gas asosiasi. Fluida reservoar diasumsikan memiliki titik dewpoint pada 1500 psi, yang dapat tercapai pada masa akhir produksi.

Properti Reservoar

Properti reservoar menggunakan asumsi sama dengan properti reservoar A-South. Porositas rata-rata diasumsikan pada 0,14, dengan saturasi connate water adalah 0,49. Perkiraan gas reserve dari reservoar ini adalah 22-24 BCF, sehingga dengan asumsi recovery 80% didapat IGIP sebesar 30 BCF. Nilai ini akan akan dilakukan analisa sensitivitas, dengan menggunakan desain eksperimen. Permeabilitas relatif air diasumsikan pada 0,49, dan permeabilitas minyak dan gas diasumsikan masing-masing 0,2 dan 0,03. Awal produksi diperkirakan dimulai setelah 2013, sesuai jadwal penyelesaian proses pengeboran.

Data Produksi

Data produksi pada sumur terdekat akan diambil Gambar 9 Kurva Inflow Performance

sebagai perbandingan kinerja reservoar pada saat waktu produksi. Namun karena reservoar ini merupakan reservoar yang tidak memiliki hubungan dengan reservoar sebelumnya, pendekatan data produksi yang dimasukkan sebagai acuan perhitungan merupakan pendekatan sifat reservoar yang mirip dengan pengembangan reservoar ini, bukan semata karena pertimbangan jarak terdekat.

Tahap 2: Perhitungan Vertical Lift Performance

Hampir sama seperti perhitungan material balance, asumsi data yang digunakan berasal dari reservoar terdekat. Akan dilakukan pendekatan perhitungan parameter performa produksi berdasarkan data uji produksi dari sumur terdekat.

Data Input dan asumsi

Data awal sumur diasumsikan sama oleh data A-South. Penentuan VLP akan dilakukan dengan mempertimbangkan uji produksi sumur terdekat dengan metode backpressure untuk melihat titik potong produksi. Condensate-Gas-Ratio (CGR) diasumsikan dari data produksi rata-rata sebesar 21,3 STB/MMscf. Nilai ini akan dilakukan uji sensitivitas.

Inflow Performance

Data inflow performance didapatkan dari data reservoar dari perhitungan material balance. Reservoar model menggunakan asumsi model Forcheimer dengan pertimbangan koefisien darcy dan non-darcy dimana terdapat kemungkinan adanya kondisi turbulen. Dari hasil perhitungan didapatkan Absolut Open Flow (AOF) adalah 10,704 MMscf/day. Grafik Inflow ditunjukkan oleh Gambar 9.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 74

Tubing Performance

Pemilihan asumsi persamaan tubing performance didasarkan dari sifat reservoar pada studi ini yaitu gas asosiasi, asumsi sumur vertikal, dengan keadaan aliran turbulen. Dari hasil perbandingan antar persamaan di-dapatkan kurva performa yang hampir sama antara pendekatan ketiga korelasi Duns & Ros, Hagedorn Brown, dan Beggs & Brill. Hanya kurva Gray yang memiliki perbedaan walaupun tidak signifikan. Kurva perbandingan dapat dilihat pada Gambar 10, dimana pada surface didapat tekanan sebesar 1300 psig, hal ini akan menjadi acuan pada penetapan kurva performa tubing. Persamaan Hagedorn Brown digunakan seterusnya pada studi ini.

Gambar 11 Kurva laju produksi

Kurva tubing performance akan dipertemukan dengan kurva IPR untuk mendapatkan jumlah produksi yang akan didapatkan. Proses kesetimbangan produksi umumnya akan terjadi dekat dengan titik AOF, dengan penyesuaian akan adanya kemungkinan backpressure dari sumur lainnya. Atas pertimbangan ini, tekanan pada node permukaan untuk mencapai produksi optimal berada pada kisaran 1400 psig,sehingga menghasilkan perpotongan antara kedua kurva pada 9,29 MMscf/day sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11. Laju produksi ini merupakan laju optimum pada awal produksi dan kemudian akan menurun sesuai laju penurunan sumur. skenariopeningkatan produksi seperti gas lift atau EOR tidak dipertimbangkan karena studi ini hanya melihat besarnya potensi produksi alamiah dari sumur tersebut. Potensi produksi ini merupakan potensi untuk satu buah sumur, sehingga pada tahap integrasi terhadap proses produksi nilai laju alir akan lebih besar.

Tahap 3: Integrasi Surface Facility

Data Input dan Asumsi

Pada tahap ini, akan dilakukan integrasi pemodelan pada dua tahap terdahulu kedalam sistem fasilitas terintegrasi yang telah tersedia pada studi sebelumnya. Reservoar model dari analisa material balance dan analisa performa sumur dari pemodelan sumur akan digabungkan menjadi satu sistem produksi. Data perhitungan kemudian akan divalidasi berdasarkan hasil produksi terkini. Produksi terkini berasal dari beberapa reservoar; A-Main, A-South (Sumur A-2X), H, G dan F. Produksi dibagi menjadi dua separator, separator V5030 bertekanan rendah pada 365 psig untuk reservoar G, H dan F; dan separator V5040 bertekanan tinggi pada 790 psig untuk reservoar A-Main dan A-South. Walaupun dalam studi ini hanya melihat dari salah satu reservoar yaitu A-South, proses produksi dari sumur lain akan tetap masuk kedalam perhitungan karena output yang dilihat adalah besarnya delivery gas secara keseluruhan. Pemodelan pada studi ini di-integrasikan kedalam model A-South sesuai rencana perusahaan untuk mengintegrasikan produksi sumur baru dengan sumur A-2X dan A-South. Gambar 12 menggambarkan skema base case sistem produksi untuk seluruh lapangan, dimana proses produksi terbagi menjadi dua separator utama. Perhatian akan diutamakan kepada sistem reservoar A dengan separator V5040 karena sumur pengem-bangan akan comingle dengan A-South yang berujung pada separator tersebut.

Gambar 10 Perbandingan korelasi performa tubing

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

73

Pertimbangan Geologi Reservoar diasumsikan terdiri menjadi dua tank, dengan pertimbangan masing-masing tank untuk sumur pengeboran yang berbeda-beda, untuk mempermudah perhitungan sensitivitas. Hal ini dipertimbangkan berdasarkan data geologi, dimana lapangan X merupakan reservoar dengan banyak patahan (fault), sehingga pertimbangan setiap sumur adalah reservoar yang tidak berhubungan. Lapangan A sendiri dibagi menjadi tiga bagian, A-Main, A-South, dan A-2X karena adanya fault sebagai pembatas antar reservoar. Reservoar yang akan disimulasikan akan mengambil asumsi data dari kedua sumur A-South dan A-2X karena keter-batasan data awal.

Data PVT Karena sifat reservoar yang tidak terhubung dengan reservoar produksi lainnya pada lapangan tersebut, Data PVT untuk reservoar ini bisa dika-takan sangat terbatas, sehingga PVT diasumsikan dari karakteristik reservoar gas terdekat. Reservoar dalam studi ini diasumsikan menggunakan data reservoar A-South. Tekanan reservoar diasumsikan sebesar 3198 psig karena diasumsikan tekanan awal produksi masih tinggi, dengan temperatur reservoar pada 237 oF. Densitas gas diasumsikan sebesar 0,89 sp. Gravity dengan API gravity kondesat pada 51 oAPI mempertimbangkan reservoar bersifat gas asosiasi. Fluida reservoar diasumsikan memiliki titik dewpoint pada 1500 psi, yang dapat tercapai pada masa akhir produksi.

Properti Reservoar

Properti reservoar menggunakan asumsi sama dengan properti reservoar A-South. Porositas rata-rata diasumsikan pada 0,14, dengan saturasi connate water adalah 0,49. Perkiraan gas reserve dari reservoar ini adalah 22-24 BCF, sehingga dengan asumsi recovery 80% didapat IGIP sebesar 30 BCF. Nilai ini akan akan dilakukan analisa sensitivitas, dengan menggunakan desain eksperimen. Permeabilitas relatif air diasumsikan pada 0,49, dan permeabilitas minyak dan gas diasumsikan masing-masing 0,2 dan 0,03. Awal produksi diperkirakan dimulai setelah 2013, sesuai jadwal penyelesaian proses pengeboran.

Data Produksi

Data produksi pada sumur terdekat akan diambil Gambar 9 Kurva Inflow Performance

sebagai perbandingan kinerja reservoar pada saat waktu produksi. Namun karena reservoar ini merupakan reservoar yang tidak memiliki hubungan dengan reservoar sebelumnya, pendekatan data produksi yang dimasukkan sebagai acuan perhitungan merupakan pendekatan sifat reservoar yang mirip dengan pengembangan reservoar ini, bukan semata karena pertimbangan jarak terdekat.

Tahap 2: Perhitungan Vertical Lift Performance

Hampir sama seperti perhitungan material balance, asumsi data yang digunakan berasal dari reservoar terdekat. Akan dilakukan pendekatan perhitungan parameter performa produksi berdasarkan data uji produksi dari sumur terdekat.

Data Input dan asumsi

Data awal sumur diasumsikan sama oleh data A-South. Penentuan VLP akan dilakukan dengan mempertimbangkan uji produksi sumur terdekat dengan metode backpressure untuk melihat titik potong produksi. Condensate-Gas-Ratio (CGR) diasumsikan dari data produksi rata-rata sebesar 21,3 STB/MMscf. Nilai ini akan dilakukan uji sensitivitas.

Inflow Performance

Data inflow performance didapatkan dari data reservoar dari perhitungan material balance. Reservoar model menggunakan asumsi model Forcheimer dengan pertimbangan koefisien darcy dan non-darcy dimana terdapat kemungkinan adanya kondisi turbulen. Dari hasil perhitungan didapatkan Absolut Open Flow (AOF) adalah 10,704 MMscf/day. Grafik Inflow ditunjukkan oleh Gambar 9.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 74

Tubing Performance

Pemilihan asumsi persamaan tubing performance didasarkan dari sifat reservoar pada studi ini yaitu gas asosiasi, asumsi sumur vertikal, dengan keadaan aliran turbulen. Dari hasil perbandingan antar persamaan di-dapatkan kurva performa yang hampir sama antara pendekatan ketiga korelasi Duns & Ros, Hagedorn Brown, dan Beggs & Brill. Hanya kurva Gray yang memiliki perbedaan walaupun tidak signifikan. Kurva perbandingan dapat dilihat pada Gambar 10, dimana pada surface didapat tekanan sebesar 1300 psig, hal ini akan menjadi acuan pada penetapan kurva performa tubing. Persamaan Hagedorn Brown digunakan seterusnya pada studi ini.

Gambar 11 Kurva laju produksi

Kurva tubing performance akan dipertemukan dengan kurva IPR untuk mendapatkan jumlah produksi yang akan didapatkan. Proses kesetimbangan produksi umumnya akan terjadi dekat dengan titik AOF, dengan penyesuaian akan adanya kemungkinan backpressure dari sumur lainnya. Atas pertimbangan ini, tekanan pada node permukaan untuk mencapai produksi optimal berada pada kisaran 1400 psig,sehingga menghasilkan perpotongan antara kedua kurva pada 9,29 MMscf/day sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11. Laju produksi ini merupakan laju optimum pada awal produksi dan kemudian akan menurun sesuai laju penurunan sumur. skenariopeningkatan produksi seperti gas lift atau EOR tidak dipertimbangkan karena studi ini hanya melihat besarnya potensi produksi alamiah dari sumur tersebut. Potensi produksi ini merupakan potensi untuk satu buah sumur, sehingga pada tahap integrasi terhadap proses produksi nilai laju alir akan lebih besar.

Tahap 3: Integrasi Surface Facility

Data Input dan Asumsi

Pada tahap ini, akan dilakukan integrasi pemodelan pada dua tahap terdahulu kedalam sistem fasilitas terintegrasi yang telah tersedia pada studi sebelumnya. Reservoar model dari analisa material balance dan analisa performa sumur dari pemodelan sumur akan digabungkan menjadi satu sistem produksi. Data perhitungan kemudian akan divalidasi berdasarkan hasil produksi terkini. Produksi terkini berasal dari beberapa reservoar; A-Main, A-South (Sumur A-2X), H, G dan F. Produksi dibagi menjadi dua separator, separator V5030 bertekanan rendah pada 365 psig untuk reservoar G, H dan F; dan separator V5040 bertekanan tinggi pada 790 psig untuk reservoar A-Main dan A-South. Walaupun dalam studi ini hanya melihat dari salah satu reservoar yaitu A-South, proses produksi dari sumur lain akan tetap masuk kedalam perhitungan karena output yang dilihat adalah besarnya delivery gas secara keseluruhan. Pemodelan pada studi ini di-integrasikan kedalam model A-South sesuai rencana perusahaan untuk mengintegrasikan produksi sumur baru dengan sumur A-2X dan A-South. Gambar 12 menggambarkan skema base case sistem produksi untuk seluruh lapangan, dimana proses produksi terbagi menjadi dua separator utama. Perhatian akan diutamakan kepada sistem reservoar A dengan separator V5040 karena sumur pengem-bangan akan comingle dengan A-South yang berujung pada separator tersebut.

Gambar 10 Perbandingan korelasi performa tubing

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

75

Gambar 12 Skenario base

Gambar 13 Skenario dengan sumur pengembangan

Integrasi Sistem

Sistem reservoar pengembangan diintegrasikan melalui pipeline yang sudah tersedia pada sumur subsea A-2X, sehingga sistem produksi reservoar pengembangan akan terintegrasi kedalam sistem produksi A sesuai dengan skema pada Gambar 13.

Gambar 14 Produksi rata-rata sumur

Gambar 15 Gas recovery rate

Sistem reservoar yang baru diintegrasikan dengan A-2X menggunakan dua buah sumur pengembangan, dan pengamatan gas delivery akan dilihat dari penambahan produksi pada separator A. Hasil produksi kumulatif mulai dihitung pada tahun 2013 sesuai dengan recana penyelesaian proyek pengembangan. Hasil produksi terintegrasi memiliki perbedaan dengan hasil analisa korelasi tubing karena adanya pengaruh backpressure dari sumur comingle A-2X. Produksi rata-rata yang didapat adalah sebesar 8.1 MMscf/day. Hasil proyeksi kemampuan produksi menunjukkan bahwa sumur mampu bertahan hingga 10-15 tahun, sehingga peramalan masa produksi adalah sampai dengan tahun 2025 dimana pada tahun tersebut laju alir produksi sudah mencapai minimal. Gambar 14 menunjukkan proyeksi produksi gabungan kedua sumur pengembangan, dengan

produksi maksimal adalah sebesar 14,55 MMscf/day dan akan mengalami penurunan alami selama 13 tahun.

Laju recovery sumur pengembangan ini mencapai 65% pada akhir tahun ke-13 seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Ini artinya masih terdapat potensi karena perkiraan tingkat recovery gas dapat mencapai 85%. Perlu studi optimasi produksi produksi lebih lanjut untuk mencapai hal ini, diantaranya memper-timbangkan adanya pemasangan sistem gas lift.

Selanjutnya studi ini hanya mempertimbangkan besarnya kumulatif produksi gas yang dihasilkan sebagai parameter output. Paramater ini akan menjadi bahan pertimbangan analisa keekonomian dengan pertimbangan investasi yang akan dikeluarkan untuk mengembangkan sumur akan kembali dari hasil penjualan gas yang didapat. Sebelum pengem-bangan, akumulasi gas produksi tanpa adanya sumur tambahan dapat dilihat pada Gambar 16. Dari grafik dapat dilihat bahwa penurunan produksi akan tercapai pada tahun 2025.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 76

Dengan adanya penambahan sumur pengem-bangan, akumulasi produksi gas akan meningkat. Dapat dilihat pada Gambar 17 bahwa terdapat peningkatan akumulasi produksi gas yang cukup signifikan sehingga pada akhir tahun 2025 produksi gas masih akan terus berlanjut sampai kira-kira 3-4 tahun kemudian. Tentu saja harus dilakukan pengembangan lebih lanjut untuk menambah masa umur lapangan ini.

IGIP yang ada dilapangan pengembangan ini diperkirakan berkisar pada angka 30 BCF, dengan gas recovery sebesar 80-85%. Sensitivitas akan dilakukan dengan menggunakan angka 30 BCF sebagai nilai tengah, dan nilai atas dan bawah masing-masing adalah 40 dan 20 BCF. Sensitivitas pada parameter ini diperlukan untuk mempertimbangkan pengaruh dari kemungkinan jumlah gas terproduksi yang didapat. Reservoar ini diasumsikan pengaruh air yang minimal, sehingga parameter yang dipertimbangkan adalah Condensate-Gas-Ratio (CGR). CGR pada beberapa sumur terdekat didapat pada angka 21 STB/MMscf, yang berarti kondensat terproduksi masih cukup minimal. Ini. Angka lainnya dipilih pada angka 500 dan 5000 STB/MMscf dengan asumsi sumur akan menjadi terkontaminasi fluida kondensat pada masa akhir periode, artinya kondisi gas cap sudah terekspansi. Pertimbangan lainnya adalah besarnya kandungan hidrokarbon berat yang dapat mengurangi laju alir fluida, maka parameter lain yang dapat mempengaruhi inflow adalah densitas gas. Hasil analisa PVT lab untuk sumur terdekat berada pada angka rata-rata 0,72 sp. Gravity. Angka sensitivitas dipilih 0,62 dan 0,82 sp. Gravity dengan dasar kenaikan 10-20% dari nilai normal. Diameter tubing dipilih berdasarkan ketersediaan ukuran tubing dipasaran. pada umumnya ukuran tubing produksi terkecil adalah 1,33” dan terbesar adalah 4,89”, dan casing 2,99” dipilih sebagai nilai tengah. Tekanan separator V5040 pada fasilitas produksi beroperasi pada 790 psig. Sensitivitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat perubahan jika terjadi penurunan atau terdapat kenaikan tekanan operasi. Tekanan rendah dipilih pada 400 psig dengan pertimbangan operasi masih berjalan normal tanpa adanya plug atau backpressure terhadap sumur. tekanan tinggi dipilih pada 1000 psig.

Gambar 16 Produksi kumulatif lapangan tanpa pengembangan

Gambar 17 Produksi akumulatif lapangan dengan pengembangan sumur

Hasil Dan Perhitungan Desain Eksperimental

Bagian ini akan menjelaskan proses perhitungan sensitivitas parameter ketidakpastian berdasarkan output dari bab sebelumnya. Hasil analisa pada bab ini adalah berupa persamaan garis hubungan antar parameter, berikut juga tingkat signifikansi perameter ketidakpastian yang diamati.

Hasil Analisa Faktor Pengaruh Laju Produksi

Dari pertimbangan teoritis, dilakukan beberapa analisa terhadap perubahan tingkat pada parameter ketidakpastian yang mempengaruhi produksi, yang dijabarkan pada Tabel 1 dibawah. Nilai bawah, tengah dan tinggi disertakan pada parameter tersebut.

Tabel I Klasifikasi parameter ketidakpastian

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

75

Gambar 12 Skenario base

Gambar 13 Skenario dengan sumur pengembangan

Integrasi Sistem

Sistem reservoar pengembangan diintegrasikan melalui pipeline yang sudah tersedia pada sumur subsea A-2X, sehingga sistem produksi reservoar pengembangan akan terintegrasi kedalam sistem produksi A sesuai dengan skema pada Gambar 13.

Gambar 14 Produksi rata-rata sumur

Gambar 15 Gas recovery rate

Sistem reservoar yang baru diintegrasikan dengan A-2X menggunakan dua buah sumur pengembangan, dan pengamatan gas delivery akan dilihat dari penambahan produksi pada separator A. Hasil produksi kumulatif mulai dihitung pada tahun 2013 sesuai dengan recana penyelesaian proyek pengembangan. Hasil produksi terintegrasi memiliki perbedaan dengan hasil analisa korelasi tubing karena adanya pengaruh backpressure dari sumur comingle A-2X. Produksi rata-rata yang didapat adalah sebesar 8.1 MMscf/day. Hasil proyeksi kemampuan produksi menunjukkan bahwa sumur mampu bertahan hingga 10-15 tahun, sehingga peramalan masa produksi adalah sampai dengan tahun 2025 dimana pada tahun tersebut laju alir produksi sudah mencapai minimal. Gambar 14 menunjukkan proyeksi produksi gabungan kedua sumur pengembangan, dengan

produksi maksimal adalah sebesar 14,55 MMscf/day dan akan mengalami penurunan alami selama 13 tahun.

Laju recovery sumur pengembangan ini mencapai 65% pada akhir tahun ke-13 seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Ini artinya masih terdapat potensi karena perkiraan tingkat recovery gas dapat mencapai 85%. Perlu studi optimasi produksi produksi lebih lanjut untuk mencapai hal ini, diantaranya memper-timbangkan adanya pemasangan sistem gas lift.

Selanjutnya studi ini hanya mempertimbangkan besarnya kumulatif produksi gas yang dihasilkan sebagai parameter output. Paramater ini akan menjadi bahan pertimbangan analisa keekonomian dengan pertimbangan investasi yang akan dikeluarkan untuk mengembangkan sumur akan kembali dari hasil penjualan gas yang didapat. Sebelum pengem-bangan, akumulasi gas produksi tanpa adanya sumur tambahan dapat dilihat pada Gambar 16. Dari grafik dapat dilihat bahwa penurunan produksi akan tercapai pada tahun 2025.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 76

Dengan adanya penambahan sumur pengem-bangan, akumulasi produksi gas akan meningkat. Dapat dilihat pada Gambar 17 bahwa terdapat peningkatan akumulasi produksi gas yang cukup signifikan sehingga pada akhir tahun 2025 produksi gas masih akan terus berlanjut sampai kira-kira 3-4 tahun kemudian. Tentu saja harus dilakukan pengembangan lebih lanjut untuk menambah masa umur lapangan ini.

IGIP yang ada dilapangan pengembangan ini diperkirakan berkisar pada angka 30 BCF, dengan gas recovery sebesar 80-85%. Sensitivitas akan dilakukan dengan menggunakan angka 30 BCF sebagai nilai tengah, dan nilai atas dan bawah masing-masing adalah 40 dan 20 BCF. Sensitivitas pada parameter ini diperlukan untuk mempertimbangkan pengaruh dari kemungkinan jumlah gas terproduksi yang didapat. Reservoar ini diasumsikan pengaruh air yang minimal, sehingga parameter yang dipertimbangkan adalah Condensate-Gas-Ratio (CGR). CGR pada beberapa sumur terdekat didapat pada angka 21 STB/MMscf, yang berarti kondensat terproduksi masih cukup minimal. Ini. Angka lainnya dipilih pada angka 500 dan 5000 STB/MMscf dengan asumsi sumur akan menjadi terkontaminasi fluida kondensat pada masa akhir periode, artinya kondisi gas cap sudah terekspansi. Pertimbangan lainnya adalah besarnya kandungan hidrokarbon berat yang dapat mengurangi laju alir fluida, maka parameter lain yang dapat mempengaruhi inflow adalah densitas gas. Hasil analisa PVT lab untuk sumur terdekat berada pada angka rata-rata 0,72 sp. Gravity. Angka sensitivitas dipilih 0,62 dan 0,82 sp. Gravity dengan dasar kenaikan 10-20% dari nilai normal. Diameter tubing dipilih berdasarkan ketersediaan ukuran tubing dipasaran. pada umumnya ukuran tubing produksi terkecil adalah 1,33” dan terbesar adalah 4,89”, dan casing 2,99” dipilih sebagai nilai tengah. Tekanan separator V5040 pada fasilitas produksi beroperasi pada 790 psig. Sensitivitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat perubahan jika terjadi penurunan atau terdapat kenaikan tekanan operasi. Tekanan rendah dipilih pada 400 psig dengan pertimbangan operasi masih berjalan normal tanpa adanya plug atau backpressure terhadap sumur. tekanan tinggi dipilih pada 1000 psig.

Gambar 16 Produksi kumulatif lapangan tanpa pengembangan

Gambar 17 Produksi akumulatif lapangan dengan pengembangan sumur

Hasil Dan Perhitungan Desain Eksperimental

Bagian ini akan menjelaskan proses perhitungan sensitivitas parameter ketidakpastian berdasarkan output dari bab sebelumnya. Hasil analisa pada bab ini adalah berupa persamaan garis hubungan antar parameter, berikut juga tingkat signifikansi perameter ketidakpastian yang diamati.

Hasil Analisa Faktor Pengaruh Laju Produksi

Dari pertimbangan teoritis, dilakukan beberapa analisa terhadap perubahan tingkat pada parameter ketidakpastian yang mempengaruhi produksi, yang dijabarkan pada Tabel 1 dibawah. Nilai bawah, tengah dan tinggi disertakan pada parameter tersebut.

Tabel I Klasifikasi parameter ketidakpastian

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

77

Gambar 18 Pengaruh perubahan IGIP

Dengan menggunakan piranti lunak, dilakukan analisa untuk tiap parameter. Parameter yang memiliki pengaruh kecil tidak diikutsertakan dalam perhitungan desain eksperimental. Dari hasil perhitungan masing-masing parameter didapatkan adanya perubahan IGIP dan tekanan separator memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap gas produksi, seperti ditunjukkan pada Gambar 18 dan 19. Perubahan IGIP menjadi signifikan terutama pada saat mendekati akhir periode produksi. Dapat dilihat pada Gambar 18 terdapat kenaikan sebesar 3,4% terhadap total akumulasi produksi pada akhir tahun 2025 jika asumsi IGIP adalah 40 BCF dibandingkan dengan asumsi IGIP sebesar 30 BCF dan terdapat penurunan sebesar 5,04% pada asumsi IGIP 20 BCF. Produksi kumulatif (Ganbar 18) bukan IGIP

Gambar 19 Pengaruh perubahan tekanan separator

Gambar 20 Pengaruh perubahan ukuran tubing

Dengan adanya kenaikan tekanan separator sampai dengan 1000 psig, terdapat penurunan produksi kumulatif sebesar 3,6%. sebaliknya, penurunan tekanan sampai dengan 400 psig akan menaikkan produksi sampai dengan 4,08%. Perbedaan produksi antara pamater terendah dan tertinggi adalah sebesar 9141,624 MMscf, atau ada kenaikan sebesar 8,6% produksi. Gambar 19 memperlihatkan pengaruh perubahan tekanan separator tersebut.

Diameter tubing memiliki perbedaan yang lebih kecil daripada kedua parameter terdahulu. Dapat dilihat pada Gambar 20 bahwa terdapat perbedaan 2,1% antara penggunaaan diameter tubing dengan ukuran 1,33” dan 2,99”. Sedangkan pada peng-gunaan ukuran diameter 4,89” terdapat penurunan sebesar 4,015 MMscf atau hanya sebesar 0,003%.

Sedangkan adanya perubahan pada CGR pada fluida produksi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah gas produksi. Walaupun jumlah fluida kondensat meningkat, akan tetapi jumlah gas terproduksi relatif sama, karena itu parameter ini tidak digunakan dalam analisa desain eksperimental. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21 Pengaruh perubahan CGR

Hampir sama seperti pengaruh perubahan CGR, adanya perubahan dalam densitas gas t idak memiliki pengaruh terhadap total produksi gas, artinya komposisi gas berat dalam reservoar tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah produksi keseluruhan. Pengaruh densitas gas ditun-jukkan pada Gambar 22.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 78

Kuantifikasi Parameter terhadap Produksi Gas

Kuantifikasi tiga parameter diatas ditentukan menggunakan eksperimental design dengan menggunakan metode Full Factorial, dengan notasi 3k yang menyatakan jumlah parameter berpangkat dengan jumlah tingkat. Karena pada studi ini terdapat tiga faktor dan tiga tingkat, notasi yang dipakai adalah 33. Arti dari notasi ini adalah akan terdapat 27 kemungkinan dari ketiga faktor dan tingkat yang akan dilakukan kuantifikasi. Notasi dari tingkat parameter tersebut untuk rendah, sedang dan tinggi dinyatakan dalam -1, 0, dan 1. Kombinasi dari masing-masing parameter dan tingkat dan hasil output dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah.

Gambar 23 Normal Probablity Plot

Gambar 24 Pengaruh masing-masing parameter terhadap output

Dari hasil input diatas dilakukan perhitungan desain eksperimental dengan full factorial. Hasil validasi perhitungan Normal Probability Plot (NPP) diperlihatkan pada Gambar 23. Grafik normal probability plot pada Gambar 23 menunjukkan bahwa data yang dipakai dipopulasikan secara normal karena hampir seluruh data berada pada garis distribusi linier.

Gambar 22 Pengaruh perubahan gas gravity

Setelah melakukan pemeriksaan data untuk memeriksa kenormalan data, maka selanjutnya mengidentifikasi parameter yang paling berpengaruh terhadap kumulatif produksi gas dan mengidentifikasi parameter yang tingkat ketidakpastiannya tinggi. Dari Gambar 24 dapat dilihat bahwa IGIP memiliki pengaruh positif dengan inklinasi garis yang cukup signifikan, dimana semakin besar nilai gas in place maka gas produksi akan semakin banyak. Ukuran tubing juga memiliki pengaruh positif namun pada tingkat suatu nilai mengalami penurunan, artinya ukuran tubing memiliki batas maksimum terhadap pengaruh produksi. Tekanan separator yang semakin kecil salah satunya didapat dari pengubahan choke, yang berarti berkurangnya beban reservoar untuk mengalirkan fluida dari dasar sumur, sehingga produksi kumulatif meningkat.

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

77

Gambar 18 Pengaruh perubahan IGIP

Dengan menggunakan piranti lunak, dilakukan analisa untuk tiap parameter. Parameter yang memiliki pengaruh kecil tidak diikutsertakan dalam perhitungan desain eksperimental. Dari hasil perhitungan masing-masing parameter didapatkan adanya perubahan IGIP dan tekanan separator memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap gas produksi, seperti ditunjukkan pada Gambar 18 dan 19. Perubahan IGIP menjadi signifikan terutama pada saat mendekati akhir periode produksi. Dapat dilihat pada Gambar 18 terdapat kenaikan sebesar 3,4% terhadap total akumulasi produksi pada akhir tahun 2025 jika asumsi IGIP adalah 40 BCF dibandingkan dengan asumsi IGIP sebesar 30 BCF dan terdapat penurunan sebesar 5,04% pada asumsi IGIP 20 BCF. Produksi kumulatif (Ganbar 18) bukan IGIP

Gambar 19 Pengaruh perubahan tekanan separator

Gambar 20 Pengaruh perubahan ukuran tubing

Dengan adanya kenaikan tekanan separator sampai dengan 1000 psig, terdapat penurunan produksi kumulatif sebesar 3,6%. sebaliknya, penurunan tekanan sampai dengan 400 psig akan menaikkan produksi sampai dengan 4,08%. Perbedaan produksi antara pamater terendah dan tertinggi adalah sebesar 9141,624 MMscf, atau ada kenaikan sebesar 8,6% produksi. Gambar 19 memperlihatkan pengaruh perubahan tekanan separator tersebut.

Diameter tubing memiliki perbedaan yang lebih kecil daripada kedua parameter terdahulu. Dapat dilihat pada Gambar 20 bahwa terdapat perbedaan 2,1% antara penggunaaan diameter tubing dengan ukuran 1,33” dan 2,99”. Sedangkan pada peng-gunaan ukuran diameter 4,89” terdapat penurunan sebesar 4,015 MMscf atau hanya sebesar 0,003%.

Sedangkan adanya perubahan pada CGR pada fluida produksi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah gas produksi. Walaupun jumlah fluida kondensat meningkat, akan tetapi jumlah gas terproduksi relatif sama, karena itu parameter ini tidak digunakan dalam analisa desain eksperimental. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21 Pengaruh perubahan CGR

Hampir sama seperti pengaruh perubahan CGR, adanya perubahan dalam densitas gas t idak memiliki pengaruh terhadap total produksi gas, artinya komposisi gas berat dalam reservoar tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah produksi keseluruhan. Pengaruh densitas gas ditun-jukkan pada Gambar 22.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 78

Kuantifikasi Parameter terhadap Produksi Gas

Kuantifikasi tiga parameter diatas ditentukan menggunakan eksperimental design dengan menggunakan metode Full Factorial, dengan notasi 3k yang menyatakan jumlah parameter berpangkat dengan jumlah tingkat. Karena pada studi ini terdapat tiga faktor dan tiga tingkat, notasi yang dipakai adalah 33. Arti dari notasi ini adalah akan terdapat 27 kemungkinan dari ketiga faktor dan tingkat yang akan dilakukan kuantifikasi. Notasi dari tingkat parameter tersebut untuk rendah, sedang dan tinggi dinyatakan dalam -1, 0, dan 1. Kombinasi dari masing-masing parameter dan tingkat dan hasil output dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah.

Gambar 23 Normal Probablity Plot

Gambar 24 Pengaruh masing-masing parameter terhadap output

Dari hasil input diatas dilakukan perhitungan desain eksperimental dengan full factorial. Hasil validasi perhitungan Normal Probability Plot (NPP) diperlihatkan pada Gambar 23. Grafik normal probability plot pada Gambar 23 menunjukkan bahwa data yang dipakai dipopulasikan secara normal karena hampir seluruh data berada pada garis distribusi linier.

Gambar 22 Pengaruh perubahan gas gravity

Setelah melakukan pemeriksaan data untuk memeriksa kenormalan data, maka selanjutnya mengidentifikasi parameter yang paling berpengaruh terhadap kumulatif produksi gas dan mengidentifikasi parameter yang tingkat ketidakpastiannya tinggi. Dari Gambar 24 dapat dilihat bahwa IGIP memiliki pengaruh positif dengan inklinasi garis yang cukup signifikan, dimana semakin besar nilai gas in place maka gas produksi akan semakin banyak. Ukuran tubing juga memiliki pengaruh positif namun pada tingkat suatu nilai mengalami penurunan, artinya ukuran tubing memiliki batas maksimum terhadap pengaruh produksi. Tekanan separator yang semakin kecil salah satunya didapat dari pengubahan choke, yang berarti berkurangnya beban reservoar untuk mengalirkan fluida dari dasar sumur, sehingga produksi kumulatif meningkat.

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

79

Gambar 25 Interaksi antar parameter

Gambar 25 dibawah menunjukkan interaksi antar parameter yang diamati. Interaksi antara parameter IGIP dengan Diameter tubing memperlihatkan bahwa gas produksi kumulatif akan meningkat sejalan dengan penambahan nilai IGIP, akan tetapi berhenti pada suatu besaran diameter tubing. Seperti dijelaskan diatas, tubing memiliki batas maksimal liquid hold up sehingga pada suatu titik tubing tidak mampu mem-berikan tambahan fungsi terhadap produksi gas saat kapasitas tubing diperbesar.

Gambar 26 Pareto chart distribusi efek

Interaksi antara IGIP dengan tekanan separator menunjukkan hasil yang linier. Semakin kecil tekanan separator, semakin besar gas kumulatif yang didapat. Dikombinasikan dengan perubahan IGIP, gas kumulatif yang dihasilkan akan semakin besar sesuai dengan penambahan gas in place. Interaksi antara tekanan separator dan ukuran tubing memiliki hasil yang mirip antara interaksi IGIP dengan tekanan separator. Perbedaannya hanya, seperti jelaskan sebelumnya, pada batas maksimum nilai ukuran tubing. Untuk melihat parameter mana yang palingberpengaruh, digunakan pareto chart seperti pada Gambar 26. Garis batas kepercayaan (confident level) pada nilai 2,31 pada standardize effect menunjuk-kan bahwa parameter yang memiliki nilai lebih dari garis ini memiliki pengaruh yang signifikan. Semakin besar grafik yang didapat semakin besar pula pengaruh parameter tersebut terhadap hasil akhir. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa IGIPmemiliki pengaruh yang paling dominan terhadapgas terproduksi, disusul oleh tekanan separator. Ukuran tubing memiliki pengaruh yang jauh lebih kecil dibandingkan kedua parameter tersebut. Dari gambar dapat dilihat bahwa IGIP dan Tekanan Separator berada pada nilai masing-masing 16 dan 15, sedangkan ukuran tubing memiliki nilai 5. Hal ini berarti Tubing memiliki pengaruh tiga kali lebih tidak signifikan daripada kedua parameter lainnya.

Gambar 27 menunjukkan bahwa plot normal dari standardized effect, dimana parameter disebelah kanan garis normal memiliki pengaruh positif, sedangkan parameter pada sebelah kiri garis memiliki pengaruh negatif. Semakin jauh titik parameter dari nilai normal, semakin signifikan parameter tersebut. Ketiga parameter yang diamati memiliki pengaruh signifikan, dengan IGIP memiliki tingkat signifikansi yang paling tinggi, disusul dengan tekanan separator dan ukuran tubing. Tekanan separator memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap laju produksi. Artinya semakin kecil tekanan separator, semakin besar pula laju produksi gas yang didapat.

Gambar 27 Plot normal distribusi efek

Persamaan Tipe interaksi antar parameter untuk model 33 memiliki beberapa tingkat. Modelpertama adalah pemodelan linier tanpa mengindahkan hubungan antar faktor. Orde yang lebih tinggi mempertimbangkan interaksi antara dua faktor, dan orde ketiga mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor.

Dari hasil perhitungan minitab didapatkan persamaan garis untuk total produksi dijabarkan pada Tabel 3.

80JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85

Gambar 28 Validasi persamaan linier

Persamaan diatas dilakukan plot dengan hasil simulasi awal untuk melakukan validasi persamaan, yang dapat dilihat pada Gambar 28. Didapatkan kedua data membentuk persamaan linier dengan R2 0,963, sehingga disimpulkan persamaan diatas valid menggambarkan interaksi antar parameter input terhadap gas terproduksi.

Dengan melihat pada hasil interaksi tiga perameter pada Gambar 27, dimana hubungan antar parameter merupakan hubungan linier, maka pada studi kali ini akan dilakukan pendekatan linier orde satu. Selain itu, penggunaan orde linier akan mempermudah perhitungan keekonomian proyek. Persamaan diatas dilakukan perhitungan ulang dengan hanya mempertimbangkan ketiga parameter awal, sehingga persamaan akhir untuk memperoleh gas produksi adalah:

Produksi Gas = 104610 + [511,081*IGIP] + [915,732*Ukuran Tubing] + [-16,1208*Tekanan Separator]

Hasil Dan Perhitungan Keekonomian

Hasil perhitungan sensitivitas pada bab sebelumnya menjadi landasan perhitungan untuk bab ini. Pada bagian ini akan dijelaskan faktor keekonomian, dimana akan dilihat seberapa besar tingkat pengem-balian terhadap investasi yang telah dikeluarkan, termasuk seberapa besar resiko yang akan diterima terhadap investasi pengembangan tersebut. hasil akhir dari tahap ini adalah apakah pengembangan lapangan ini cukup feasible untuk dilaksanakan.

Data Input dan Asumsi

Perhitungan ekonomi pada studi ini melibatkan beberapa asumsi untuk menilai apakah proyek yang akan dilakukan dapat menghasilkan keuntungan secara finansial terhadap perusahaan. Asumsi investasi awal proyek didasarkan pada perhitungan kasar dibandingkan dengan proyek sebelumnya, sedangkan asumsi pendapatan yang akan diterima akan didasarkan pada nilai pendekatan aktual dari transaksi penjualan minyak dan gas yang telah berjalan saat ini. Perhitungan nilai sensitivitas dan penilaian keekonomian akan dilakukan untuk melihat apakah proyek ini menguntungkan dari sisi finansial.

Asumsi Nilai Investasi

Proyek pengembangan lapangan A-South merupakan aktivitas pengeboran pada lapangan yang sudah mature. Investasi yang dibutuhkan dimulai dari analisa awal studi, antara lain analisa geologi, analisa reservoar, analisa titik pengeboran, sampai dengan investasi pengeboran, workover, komplesi, sampai tie-in sumur kepada fasilitas produksi yang telah ada. Estimasi biaya pengeboran berdasarkan harga

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

79

Gambar 25 Interaksi antar parameter

Gambar 25 dibawah menunjukkan interaksi antar parameter yang diamati. Interaksi antara parameter IGIP dengan Diameter tubing memperlihatkan bahwa gas produksi kumulatif akan meningkat sejalan dengan penambahan nilai IGIP, akan tetapi berhenti pada suatu besaran diameter tubing. Seperti dijelaskan diatas, tubing memiliki batas maksimal liquid hold up sehingga pada suatu titik tubing tidak mampu mem-berikan tambahan fungsi terhadap produksi gas saat kapasitas tubing diperbesar.

Gambar 26 Pareto chart distribusi efek

Interaksi antara IGIP dengan tekanan separator menunjukkan hasil yang linier. Semakin kecil tekanan separator, semakin besar gas kumulatif yang didapat. Dikombinasikan dengan perubahan IGIP, gas kumulatif yang dihasilkan akan semakin besar sesuai dengan penambahan gas in place. Interaksi antara tekanan separator dan ukuran tubing memiliki hasil yang mirip antara interaksi IGIP dengan tekanan separator. Perbedaannya hanya, seperti jelaskan sebelumnya, pada batas maksimum nilai ukuran tubing. Untuk melihat parameter mana yang palingberpengaruh, digunakan pareto chart seperti pada Gambar 26. Garis batas kepercayaan (confident level) pada nilai 2,31 pada standardize effect menunjuk-kan bahwa parameter yang memiliki nilai lebih dari garis ini memiliki pengaruh yang signifikan. Semakin besar grafik yang didapat semakin besar pula pengaruh parameter tersebut terhadap hasil akhir. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa IGIPmemiliki pengaruh yang paling dominan terhadapgas terproduksi, disusul oleh tekanan separator. Ukuran tubing memiliki pengaruh yang jauh lebih kecil dibandingkan kedua parameter tersebut. Dari gambar dapat dilihat bahwa IGIP dan Tekanan Separator berada pada nilai masing-masing 16 dan 15, sedangkan ukuran tubing memiliki nilai 5. Hal ini berarti Tubing memiliki pengaruh tiga kali lebih tidak signifikan daripada kedua parameter lainnya.

Gambar 27 menunjukkan bahwa plot normal dari standardized effect, dimana parameter disebelah kanan garis normal memiliki pengaruh positif, sedangkan parameter pada sebelah kiri garis memiliki pengaruh negatif. Semakin jauh titik parameter dari nilai normal, semakin signifikan parameter tersebut. Ketiga parameter yang diamati memiliki pengaruh signifikan, dengan IGIP memiliki tingkat signifikansi yang paling tinggi, disusul dengan tekanan separator dan ukuran tubing. Tekanan separator memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap laju produksi. Artinya semakin kecil tekanan separator, semakin besar pula laju produksi gas yang didapat.

Gambar 27 Plot normal distribusi efek

Persamaan Tipe interaksi antar parameter untuk model 33 memiliki beberapa tingkat. Modelpertama adalah pemodelan linier tanpa mengindahkan hubungan antar faktor. Orde yang lebih tinggi mempertimbangkan interaksi antara dua faktor, dan orde ketiga mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor.

Dari hasil perhitungan minitab didapatkan persamaan garis untuk total produksi dijabarkan pada Tabel 3.

80JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85

Gambar 28 Validasi persamaan linier

Persamaan diatas dilakukan plot dengan hasil simulasi awal untuk melakukan validasi persamaan, yang dapat dilihat pada Gambar 28. Didapatkan kedua data membentuk persamaan linier dengan R2 0,963, sehingga disimpulkan persamaan diatas valid menggambarkan interaksi antar parameter input terhadap gas terproduksi.

Dengan melihat pada hasil interaksi tiga perameter pada Gambar 27, dimana hubungan antar parameter merupakan hubungan linier, maka pada studi kali ini akan dilakukan pendekatan linier orde satu. Selain itu, penggunaan orde linier akan mempermudah perhitungan keekonomian proyek. Persamaan diatas dilakukan perhitungan ulang dengan hanya mempertimbangkan ketiga parameter awal, sehingga persamaan akhir untuk memperoleh gas produksi adalah:

Produksi Gas = 104610 + [511,081*IGIP] + [915,732*Ukuran Tubing] + [-16,1208*Tekanan Separator]

Hasil Dan Perhitungan Keekonomian

Hasil perhitungan sensitivitas pada bab sebelumnya menjadi landasan perhitungan untuk bab ini. Pada bagian ini akan dijelaskan faktor keekonomian, dimana akan dilihat seberapa besar tingkat pengem-balian terhadap investasi yang telah dikeluarkan, termasuk seberapa besar resiko yang akan diterima terhadap investasi pengembangan tersebut. hasil akhir dari tahap ini adalah apakah pengembangan lapangan ini cukup feasible untuk dilaksanakan.

Data Input dan Asumsi

Perhitungan ekonomi pada studi ini melibatkan beberapa asumsi untuk menilai apakah proyek yang akan dilakukan dapat menghasilkan keuntungan secara finansial terhadap perusahaan. Asumsi investasi awal proyek didasarkan pada perhitungan kasar dibandingkan dengan proyek sebelumnya, sedangkan asumsi pendapatan yang akan diterima akan didasarkan pada nilai pendekatan aktual dari transaksi penjualan minyak dan gas yang telah berjalan saat ini. Perhitungan nilai sensitivitas dan penilaian keekonomian akan dilakukan untuk melihat apakah proyek ini menguntungkan dari sisi finansial.

Asumsi Nilai Investasi

Proyek pengembangan lapangan A-South merupakan aktivitas pengeboran pada lapangan yang sudah mature. Investasi yang dibutuhkan dimulai dari analisa awal studi, antara lain analisa geologi, analisa reservoar, analisa titik pengeboran, sampai dengan investasi pengeboran, workover, komplesi, sampai tie-in sumur kepada fasilitas produksi yang telah ada. Estimasi biaya pengeboran berdasarkan harga

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

81

pasar (rigzone, 2012) dapat mencapai US$18 juta untuk pengeboran lepas pantai menggunakan jack-up rig, termasuk didalamnya adalah biaya well services dan penyewaan kapal pendukung. Investasi biaya tie-in diperuntukkan untuk pemasangan pipa bawah laut, riser, sistem hidraulik, umbilikal dan fasilitas pendukung lainnya dapat mencapai US$15 juta, sehingga total investasi untuk sumur tersebut adalah sekitar US$33 juta. Biaya operasional juga diperhitungkan untuk melihat berapa tahun lama pengembalian proyek. Asumsi biaya operasional yang digunakan adalah sebesar $10 per barel minyak ekivalen.

Perhitungan Jumlah Pemasukan

Pemasukan pada proyek ini didapatkan dari hasil penjualan gas produksi. Asumsi harga penjualan yang dipakai adalah sebesar $20/MMbtu mengacu pada perkiraan harga pasar. Nilai ini akan dikon-versikan kedalam satuan volume MMscf yang merupakan parameter pengukuran pada simulasi sebelumnya. Proses perhitungan keekonomian akan mempertimbangkan sifat dari sistem kontrak kerja migas, yaitu sistem bagi hasil yang diterapkan melalui mekanisme cost recovery. Skema dari cost recovery ini berdasarkan skema lapangan gas, dengan sistem bagi hasil 30:70 untuk masing-masing kontraktor dan pemerintah. Terdapat depresiasi sebesar 10% dari nilai awal investasi, dengan MARR sebesar 15%. Analisa Keekonomian investasi proyek ini diperhitungkan selama masa aktif sumur, artinya perhitungan dibatasi sampai pada tahap dimana sumur tersebut masih berproduksi. Pada studi ini akan diambil asumsi masa produksi sebesar 13 tahun. Perhitungan Net Present Value (NPV) menggu-nakan sistem kontrak produksi migas, dengan hasil dengan menggunakan asumsi nilai tengah, yaitu dengan nilai IGIP 30 BCF, ukuran tubing 2,99”, dan tekanan separator 790 psig. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Cash flow pada akhir tahun pertama adalah positif $50.391.189,- dengan NPV sebesar $247.557.835,- pada akhir tahun ke 13, besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan. Nilai B/C didapatkan sebesar 2,5, yang artinya pemasukan yang didapat adalah lebih dari dua kali dari investasi yang dihasilkan. Besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan, yang artinya perusahaan sudah mendapatkan keuntungan setelah melewati tahun pertama, dengan asumsi pemasukan konstan tanpa gangguan seperti unplanned shutdown. Akan tetapi, dengan mempertimbangkan tingkat keberhasilan kegiatan pengeboran, dimana di Indonesia

Gambar 29 Sensitivitas 20%

pada khususnya rasio tingkat keberhasilan hanya mencapai maksimal 20%, maka pertimbangan kemungkinan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Expected Monetary Value (EMW). Dari hasil perhitungan didapat nilai EMW dengan memperhitungkan probabilitas pengeboran 20% adalah positif, yang artinya program pengeboran cukup layak untuk dilaksanakan. Sensitivitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat pengaruh terhadap NPV jika terdapat perubahan pada nilai investasi, pemasukkan, dan biaya operasi. Sensitivitas dibuat dengan perubahan sebesar 20% dan 40%, ditunjukkan pada Gambar 29 dan 30.

Dapat dilihat pada grafik dibawah bahwa hasil sensitivitas menunjukkan nilai yang hampir sama antara biaya operasi dan nilai investasi, sedangkan nilai pemasukan melonjak jauh pada sensitivitas 40%. Ini artinya nilai pemasukkan memberikan porsi yang besar terhadap NPV, sedangkan biaya operasi, dan nilai investasi memiliki pengaruh cukup kecil. Hal ini membuktikan bahwa besarnya nilai produksi sangat krusial terhadap pemasukan perusahaan. Selanjutnya akan dilihat pengaruh masing-masing parameter signifikan terhadap jumlah NPV yang

Gambar 30 Sensitivitas 40%

82JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85

didapat. Gambar 31 menunjukkan pengaruh parameter IGIP terhadap NPV. Terdapat kenaikan sebesar 5,47% jika asumsi IGIP dinaikkan dari base 30 BCF menjadi 40 BCF. Sebaliknya, penurunan IGIP menjadi 20 BCF juga mengurangi NPV dengan persentase kenaikan yang sama.

Gambar 33 Tekanan separator Vs NPV

Sedangkan untuk parameter tekanan separator seperti yang ditunjukkan pada Gambar 33, penurunan tekanan dari base produksi 790 psig ke 400 psig memberikan kenaikan pendapatan sebesar 3,63%. kenaikan tekanan separator sampai 1000 psig memberikan kontribusi penurunan sebesar 6,74%.

Gambar 31 IGIP Vs NPV

Dari Gambar 32 didapatkan bahwa ukuran tubing akan memberikan hasil pemasukan yang maksimum pada ukuran tubing 2,99”. Terdapat penurunan NPV sebesar 3,43% saat ukuran tubing diturunkan menjadi 1,33”. Diperbesarnya diameter tubing menurunkan pemasukkan sebesar 1,83%. Hal ini kemungkinan disebabkan akibat dari adanya kehilangan tenaga fluida akibat kemampuan liquid hold up tubing yang berkurang.

Gambar 32 Ukuran tubing Vs NPV

Kesimpulan

Kesimpulan studi ini adalah sebagai berikut:

1. Dari pemodelan yang telah dilakukan, didapat kan produksi rata-rata sumur pengembangan sebesar 14,55 MMscf/day untuk masing-masing sumur dengan prediksi masa produksi mulai dari 10 sampai dengan 15 tahun. 2. IGIP memil iki pengaruh yang pal ing dominan terhadap gas terproduksi, disusul oleh tekanan separator. Ukuran tubing memiliki pengaruh yang jauh lebih kecil dibandingkan kedua parameter tersebut. IGIP dan Tekanan Separator berada pada nilai standardized masing-masing 16 dan 15, sedangkan ukuran tubing memiliki nilai 5. Hal ini berarti Tubing memiliki pengaruh tiga kali lebih tidak signifikan daripada kedua parameter lainnya. Sedangkan Properties fluida CGR dan densitas gas memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap total produksi. 3. Perubahan IGIP menjadi signifikan terutama pada saat mendekati akhir periode produksi. Terdapat kenaikan sebesar 3,4% terhadap total akumulasi produksi pada akhir tahun 2025 jika asumsi IGIP adalah 40 BCF dibandingkan dengan asumsi IGIP sebesar 30 BCF dan terdapat penurunan sebesar 5,04% pada asumsi IGIP 20 BCF. 4. Dengan adanya kenaikan tekanan separator sampai dengan 1000 psig, terdapat penurunan produksi kumulatif sebesar 3,6%. Sebaliknya, penurunan tekanan sampai dengan 400 psig akan menaikkan produksi sampai dengan 4,8%. 5. Diameter tubing memiliki perbedaan yang lebih kecil daripada kedua parameter terdahulu. Terdapat perbedan 2,1% antara penggunaaan diameter tubing dengan ukuran 1,33” dan 2,99”.

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

81

pasar (rigzone, 2012) dapat mencapai US$18 juta untuk pengeboran lepas pantai menggunakan jack-up rig, termasuk didalamnya adalah biaya well services dan penyewaan kapal pendukung. Investasi biaya tie-in diperuntukkan untuk pemasangan pipa bawah laut, riser, sistem hidraulik, umbilikal dan fasilitas pendukung lainnya dapat mencapai US$15 juta, sehingga total investasi untuk sumur tersebut adalah sekitar US$33 juta. Biaya operasional juga diperhitungkan untuk melihat berapa tahun lama pengembalian proyek. Asumsi biaya operasional yang digunakan adalah sebesar $10 per barel minyak ekivalen.

Perhitungan Jumlah Pemasukan

Pemasukan pada proyek ini didapatkan dari hasil penjualan gas produksi. Asumsi harga penjualan yang dipakai adalah sebesar $20/MMbtu mengacu pada perkiraan harga pasar. Nilai ini akan dikon-versikan kedalam satuan volume MMscf yang merupakan parameter pengukuran pada simulasi sebelumnya. Proses perhitungan keekonomian akan mempertimbangkan sifat dari sistem kontrak kerja migas, yaitu sistem bagi hasil yang diterapkan melalui mekanisme cost recovery. Skema dari cost recovery ini berdasarkan skema lapangan gas, dengan sistem bagi hasil 30:70 untuk masing-masing kontraktor dan pemerintah. Terdapat depresiasi sebesar 10% dari nilai awal investasi, dengan MARR sebesar 15%. Analisa Keekonomian investasi proyek ini diperhitungkan selama masa aktif sumur, artinya perhitungan dibatasi sampai pada tahap dimana sumur tersebut masih berproduksi. Pada studi ini akan diambil asumsi masa produksi sebesar 13 tahun. Perhitungan Net Present Value (NPV) menggu-nakan sistem kontrak produksi migas, dengan hasil dengan menggunakan asumsi nilai tengah, yaitu dengan nilai IGIP 30 BCF, ukuran tubing 2,99”, dan tekanan separator 790 psig. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Cash flow pada akhir tahun pertama adalah positif $50.391.189,- dengan NPV sebesar $247.557.835,- pada akhir tahun ke 13, besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan. Nilai B/C didapatkan sebesar 2,5, yang artinya pemasukan yang didapat adalah lebih dari dua kali dari investasi yang dihasilkan. Besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan, yang artinya perusahaan sudah mendapatkan keuntungan setelah melewati tahun pertama, dengan asumsi pemasukan konstan tanpa gangguan seperti unplanned shutdown. Akan tetapi, dengan mempertimbangkan tingkat keberhasilan kegiatan pengeboran, dimana di Indonesia

Gambar 29 Sensitivitas 20%

pada khususnya rasio tingkat keberhasilan hanya mencapai maksimal 20%, maka pertimbangan kemungkinan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Expected Monetary Value (EMW). Dari hasil perhitungan didapat nilai EMW dengan memperhitungkan probabilitas pengeboran 20% adalah positif, yang artinya program pengeboran cukup layak untuk dilaksanakan. Sensitivitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat pengaruh terhadap NPV jika terdapat perubahan pada nilai investasi, pemasukkan, dan biaya operasi. Sensitivitas dibuat dengan perubahan sebesar 20% dan 40%, ditunjukkan pada Gambar 29 dan 30.

Dapat dilihat pada grafik dibawah bahwa hasil sensitivitas menunjukkan nilai yang hampir sama antara biaya operasi dan nilai investasi, sedangkan nilai pemasukan melonjak jauh pada sensitivitas 40%. Ini artinya nilai pemasukkan memberikan porsi yang besar terhadap NPV, sedangkan biaya operasi, dan nilai investasi memiliki pengaruh cukup kecil. Hal ini membuktikan bahwa besarnya nilai produksi sangat krusial terhadap pemasukan perusahaan. Selanjutnya akan dilihat pengaruh masing-masing parameter signifikan terhadap jumlah NPV yang

Gambar 30 Sensitivitas 40%

82JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85

didapat. Gambar 31 menunjukkan pengaruh parameter IGIP terhadap NPV. Terdapat kenaikan sebesar 5,47% jika asumsi IGIP dinaikkan dari base 30 BCF menjadi 40 BCF. Sebaliknya, penurunan IGIP menjadi 20 BCF juga mengurangi NPV dengan persentase kenaikan yang sama.

Gambar 33 Tekanan separator Vs NPV

Sedangkan untuk parameter tekanan separator seperti yang ditunjukkan pada Gambar 33, penurunan tekanan dari base produksi 790 psig ke 400 psig memberikan kenaikan pendapatan sebesar 3,63%. kenaikan tekanan separator sampai 1000 psig memberikan kontribusi penurunan sebesar 6,74%.

Gambar 31 IGIP Vs NPV

Dari Gambar 32 didapatkan bahwa ukuran tubing akan memberikan hasil pemasukan yang maksimum pada ukuran tubing 2,99”. Terdapat penurunan NPV sebesar 3,43% saat ukuran tubing diturunkan menjadi 1,33”. Diperbesarnya diameter tubing menurunkan pemasukkan sebesar 1,83%. Hal ini kemungkinan disebabkan akibat dari adanya kehilangan tenaga fluida akibat kemampuan liquid hold up tubing yang berkurang.

Gambar 32 Ukuran tubing Vs NPV

Kesimpulan

Kesimpulan studi ini adalah sebagai berikut:

1. Dari pemodelan yang telah dilakukan, didapat kan produksi rata-rata sumur pengembangan sebesar 14,55 MMscf/day untuk masing-masing sumur dengan prediksi masa produksi mulai dari 10 sampai dengan 15 tahun. 2. IGIP memil iki pengaruh yang pal ing dominan terhadap gas terproduksi, disusul oleh tekanan separator. Ukuran tubing memiliki pengaruh yang jauh lebih kecil dibandingkan kedua parameter tersebut. IGIP dan Tekanan Separator berada pada nilai standardized masing-masing 16 dan 15, sedangkan ukuran tubing memiliki nilai 5. Hal ini berarti Tubing memiliki pengaruh tiga kali lebih tidak signifikan daripada kedua parameter lainnya. Sedangkan Properties fluida CGR dan densitas gas memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap total produksi. 3. Perubahan IGIP menjadi signifikan terutama pada saat mendekati akhir periode produksi. Terdapat kenaikan sebesar 3,4% terhadap total akumulasi produksi pada akhir tahun 2025 jika asumsi IGIP adalah 40 BCF dibandingkan dengan asumsi IGIP sebesar 30 BCF dan terdapat penurunan sebesar 5,04% pada asumsi IGIP 20 BCF. 4. Dengan adanya kenaikan tekanan separator sampai dengan 1000 psig, terdapat penurunan produksi kumulatif sebesar 3,6%. Sebaliknya, penurunan tekanan sampai dengan 400 psig akan menaikkan produksi sampai dengan 4,8%. 5. Diameter tubing memiliki perbedaan yang lebih kecil daripada kedua parameter terdahulu. Terdapat perbedan 2,1% antara penggunaaan diameter tubing dengan ukuran 1,33” dan 2,99”.

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

83

Sedangkan pada penggunaan ukuran diameter 4,89” terdapat penurunan sebesar 4,015 MMscf atau hanya sebesar 0,003%. 6. Persamaan produksi gas berdasarkan analisa desain eksperimental adalah

7. Cash flow pada akhir tahun pertama adalah positif $50.391.189 dengan NPV sebesar $247.557.835 pada akhir tahun ke 13, besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan. Nilai B/C didapatkan sebesar 2,5. Nilai EMV bernilai positif. 8. Terdapat kenaikan sebesar 5,67% jika asumsi IGIP dinaikkan dari base 30 BCF menjadi 40 BCF. Sebaliknya, penurunan IGIP menjadi 20 BCF juga mengurangi NPV sebesar jumlah yang sama. 9. Ukuran tubing akan memberikan hasil pemasukan yang maksimum pada ukuran tubing 2,99”. Terdapat penurunan NPV sebesar 3,43% saat ukuran tubing diturunkan menjadi 1,33”. Diperbesarnya diameter tubing menurunkan pemasukkan sebesar 1,83%. 10. Penurunan tekanan dari base produksi 790 psig ke 400 psig memberikan kenaikan pendapatan sebesar 3,63%. Kenaikan tekanan separator sampai 1000 psig memberikan kenaikan kontribusi sebesar 6,74%.

Rekomendasi

1. Studi lebih lanjut perlu mempertimbangkan teknik pengeboran yang efektif untuk memperoleh IGIP yang maksimal. Pemilihan lokasi pengeboran yang tepat, teknik pengeboran yang cocok mempertimbangkan sifat geologi patahan reservoar, apakah diperlukan pengeboran multiple completion atau horizontal, sampai pada tahap komplesi tubing. 2. Fasilitas produksi perlu mempertimbangkan untuk melakukan modifikasi pada separator produksi untuk mendapatkan gas produksi yang lebih besar, antara lain menurunkan setting tekanan kerja separator, atau menurunkan choke dari masing-masing sumur untuk menurunkan tekanan nodal permukaan. 3. Pemil ihan tubing pada saat komplesi pengeboran diharapkan menggunakan ukuran tubing tidak lebih dari 2,99” sesuai dengan pertimbangan produksi dan keekonomian.

4. Dengan mempertimbangkan nilai EMV yang positif, pekerjaan pengembangan lapangan ini memiliki kemungkinan yang tinggi untuk memperoleh keuntungan, sehingga pengem- bangan lapangan cukup ayak untuk dilaksanakan.

Daftar Pustaka

Abdinni., 2011. Sylvan Ramadanel. Penentuan Ketidak-pastian Kuantitatif dan Kualitatif Parameter PVT Menggunakan Metode Design of Experimental & Multiple Linear Regression untuk Perhitungan IGIP dengan Material balance pada Lapangan X. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Ahmed., 2001. Tarek. Reservoir Engineering Handbook. United State of America : Gulf Professional Publishing.Amao., 2007. Abiodun Matthew. Mathematical Model for Darcy Forchheimer Flow with Applications to Well Performance Analysis. Texas : Texas Tech University.Anthony., 2003. Jiju. Design of Experiments for Engineers and Scientists, ElsevierBrown., 1977, 1998. Kermit E., Beggs, H. Dale, The Technology of Artificial Lift Methods. United State of America : PennWell Publishing Company. Dake, L.P. Fundamentals of Reservoir Engineering. Amsterdam : Elsevier Science B.V.Haans., 2009. Arie. Analisis Tingkat Ketidakpastian Parameter Geologi dan Reservoir pada Limestone Globigerina Sands di Lapangan Gas X Menggunakan Metode Desain eksperimental. Bandung : Institut Teknologi Bandung.Karamah., 2003. Eva F. Diktat Kuliah Ekonomi Teknik UI : Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia FTUI.Lea., 2008. James F., Nickens, Henry V., Wells, Mike R. Gas Well Deliquification. United State of America : Gulf Professional Publishing.Lemigas., 2011. Kakap Field Prospectivity Review Studi Final Report. Lemigas. Lemigas., 2010. Kakap Surface Facilities Optimization Studi. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Lemigas., 2009. Reservoir Characterization Studi of X Field West Natuna. Lemigas.Novrianti., 2011. Usulan Korelasi Penentuan Recovery Factor pada Akhir Periode Laju Alir Plateu Sumur Gas Bandung : Institut Teknologi Bandung.Partowidagdo, Widjajono., 2009. Migas dan Energi di Indonesia. Development Studies Foundation

Produksi Gas = 104610 + [511,081*IGIP] + [915,732*Ukuran Tubing] + [-16,1208*Tekanan Separator]

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 84

Permadi., Asep Kurnia, 2004. Diktat Teknik Reservoir. Teknik Perminyakan ITB.Petroleum Expert., 2004. IPM Tutorial, IPM 4.0. Petroleum Experts Limited.RigZone., 2012. Offshore Rig Day Rates. http://www.rigzone.com/data/dayrates. Diakses pada tahun.

Kuantifikasi Ketidakpastian Pengembangan Lapangan Secara Terintegrasi Surface dan Subsurface dengan Menggunakan Desain Eksperimental

Muhammad Titis Redjoso (Star Energy (Kakap) Ltd. and Tutuka Ariadji (Teknik Perminyakan ITB)

83

Sedangkan pada penggunaan ukuran diameter 4,89” terdapat penurunan sebesar 4,015 MMscf atau hanya sebesar 0,003%. 6. Persamaan produksi gas berdasarkan analisa desain eksperimental adalah

7. Cash flow pada akhir tahun pertama adalah positif $50.391.189 dengan NPV sebesar $247.557.835 pada akhir tahun ke 13, besarnya waktu pengembalian adalah delapan bulan. Nilai B/C didapatkan sebesar 2,5. Nilai EMV bernilai positif. 8. Terdapat kenaikan sebesar 5,67% jika asumsi IGIP dinaikkan dari base 30 BCF menjadi 40 BCF. Sebaliknya, penurunan IGIP menjadi 20 BCF juga mengurangi NPV sebesar jumlah yang sama. 9. Ukuran tubing akan memberikan hasil pemasukan yang maksimum pada ukuran tubing 2,99”. Terdapat penurunan NPV sebesar 3,43% saat ukuran tubing diturunkan menjadi 1,33”. Diperbesarnya diameter tubing menurunkan pemasukkan sebesar 1,83%. 10. Penurunan tekanan dari base produksi 790 psig ke 400 psig memberikan kenaikan pendapatan sebesar 3,63%. Kenaikan tekanan separator sampai 1000 psig memberikan kenaikan kontribusi sebesar 6,74%.

Rekomendasi

1. Studi lebih lanjut perlu mempertimbangkan teknik pengeboran yang efektif untuk memperoleh IGIP yang maksimal. Pemilihan lokasi pengeboran yang tepat, teknik pengeboran yang cocok mempertimbangkan sifat geologi patahan reservoar, apakah diperlukan pengeboran multiple completion atau horizontal, sampai pada tahap komplesi tubing. 2. Fasilitas produksi perlu mempertimbangkan untuk melakukan modifikasi pada separator produksi untuk mendapatkan gas produksi yang lebih besar, antara lain menurunkan setting tekanan kerja separator, atau menurunkan choke dari masing-masing sumur untuk menurunkan tekanan nodal permukaan. 3. Pemil ihan tubing pada saat komplesi pengeboran diharapkan menggunakan ukuran tubing tidak lebih dari 2,99” sesuai dengan pertimbangan produksi dan keekonomian.

4. Dengan mempertimbangkan nilai EMV yang positif, pekerjaan pengembangan lapangan ini memiliki kemungkinan yang tinggi untuk memperoleh keuntungan, sehingga pengem- bangan lapangan cukup ayak untuk dilaksanakan.

Daftar Pustaka

Abdinni., 2011. Sylvan Ramadanel. Penentuan Ketidak-pastian Kuantitatif dan Kualitatif Parameter PVT Menggunakan Metode Design of Experimental & Multiple Linear Regression untuk Perhitungan IGIP dengan Material balance pada Lapangan X. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Ahmed., 2001. Tarek. Reservoir Engineering Handbook. United State of America : Gulf Professional Publishing.Amao., 2007. Abiodun Matthew. Mathematical Model for Darcy Forchheimer Flow with Applications to Well Performance Analysis. Texas : Texas Tech University.Anthony., 2003. Jiju. Design of Experiments for Engineers and Scientists, ElsevierBrown., 1977, 1998. Kermit E., Beggs, H. Dale, The Technology of Artificial Lift Methods. United State of America : PennWell Publishing Company. Dake, L.P. Fundamentals of Reservoir Engineering. Amsterdam : Elsevier Science B.V.Haans., 2009. Arie. Analisis Tingkat Ketidakpastian Parameter Geologi dan Reservoir pada Limestone Globigerina Sands di Lapangan Gas X Menggunakan Metode Desain eksperimental. Bandung : Institut Teknologi Bandung.Karamah., 2003. Eva F. Diktat Kuliah Ekonomi Teknik UI : Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia FTUI.Lea., 2008. James F., Nickens, Henry V., Wells, Mike R. Gas Well Deliquification. United State of America : Gulf Professional Publishing.Lemigas., 2011. Kakap Field Prospectivity Review Studi Final Report. Lemigas. Lemigas., 2010. Kakap Surface Facilities Optimization Studi. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Lemigas., 2009. Reservoir Characterization Studi of X Field West Natuna. Lemigas.Novrianti., 2011. Usulan Korelasi Penentuan Recovery Factor pada Akhir Periode Laju Alir Plateu Sumur Gas Bandung : Institut Teknologi Bandung.Partowidagdo, Widjajono., 2009. Migas dan Energi di Indonesia. Development Studies Foundation

Produksi Gas = 104610 + [511,081*IGIP] + [915,732*Ukuran Tubing] + [-16,1208*Tekanan Separator]

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 85 84

Permadi., Asep Kurnia, 2004. Diktat Teknik Reservoir. Teknik Perminyakan ITB.Petroleum Expert., 2004. IPM Tutorial, IPM 4.0. Petroleum Experts Limited.RigZone., 2012. Offshore Rig Day Rates. http://www.rigzone.com/data/dayrates. Diakses pada tahun.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 8585

86

Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive Mechanism

Studi Parameter Interval Perforasi pada Reservoar Gas dengan Mekanisme Pendorong Air

Ranov FasalloVICO Indonesia, Wisma Mulia 48th – 49th Floors

Jl. Jend. Gatot Subroto No. 42,Jakarta 12710, IndonesiaPO BOX 2828, JKT 10028 Phone: +62215236686

Abstract

Water production is one of the major technical, environmental, and economical problems associated with oil and gas production. One of the water production causes is coning. Water coning occurs when the well is produced at high gas/oil rate that draw the water from lower connected zone toward wellbore due to viscous forces overcoming the gravity forces. Several studies proposed to do some gas/oil production maintenance under critical flow rate to have a non-water production. In fact, the oil rate that is suggested is too low while the proposed gas rate is still economic enough to produce.Is there any criterion for gas well economic limit?A simple calculation to determine critical gas flow rate in gas-water reservoirs is derived based on the vertical equilibrium production concept. The calculation is then utilized to find out the relationship between critical gas flow rate and interval perforation. Plot of them shows that there is always maximum critical gas flow rate for a specific perforation interval. In the other words, the optimum perforation interval is when the critical gas rate is maximal at the plot of those two parameters. As the result, an application is tailored to assist engineers to determine the optimum perforation length to be completed in a gas reservoir with bottom-water drive mechanism. The sensitivity to gas thickness, kv/kh, aquifer size, and reservoir pressure are performed by means of the calculation in the application. It is concluded that the most influential parameters on the phenomenon of water coning is the permeability and reservoir thickness.Keywords: water coning, critical flow rate, perforation length, bottom-water drive mechanism reservoir

Abstrak

Terproduksinya air adalah salah satu penyebab utama munculnya masalah teknis, lingkungan, dan ekonomi terkait dengan produksi gas dan minyak, Penyebab terproduksinya air ini adalah “coning”. “Water coning” terjadi ketika sumur diproduksikan pada laju alir gas/minyak yang tinggi sehingga menarik air dari zona yang lebih rendah menuju lubang sumur akibat dari gaya viskositas yang melebihi gaya gravitasi. Beberapa studi mengusulkan untuk menahan laju produksi tetap berada di bawah laju alir kritis. Faktanya, laju air minyak yang diusulkan terlalu rendah jika dibandingkan dengan laju alir gas yang masih dinilai ekonomis untuk diterapkan. Perhitungan sederhana untuk menentuka laju alir gas dalam reservoir gas-air diturunkan berdasarkan konsep produksi kesetimbangan vertikal (vertical equilibrium). Perhitungan ini kemudian digunakan untuk mengetahui hubungan antara laju alir gas kritis dan interval perforasi. Plot dari masing-masing data menunjukkan bahwa selalu ada laju alir gas kritis maksimum pada interval perforasi tertentu. Dengan kata lain, interval perforasi optimal adalah ketika laju alir kritis maksimal didapatkan di antara plot kedua parameter tersebut. Hasil dari studi ini adalah sebuah aplikasi yang dirancang untuk membantu menentukan interval perforasioptimal dalam reservoir dengan mekanisme pendorong air. Sensitivitas terhadap ketebalan zona gas, kv/kh,ukuran akuifer, dan tekanan reservoir dilakukan dengan menggunakan perhitungan dalam aplikasi tersebut. Dari sensitivitas ini didapati kesimpulan bahwa parameter yang paling berpengaruh terhadap fenomena “coning” ini adalah permeabilitas dan ketebalan reservoir.Kata kunci: water coning, laju alir kritis, interval perforasi, reservoir bermekanisme pendorong air

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 66 - 8585

86

Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive Mechanism

Studi Parameter Interval Perforasi pada Reservoar Gas dengan Mekanisme Pendorong Air

Ranov FasalloVICO Indonesia, Wisma Mulia 48th – 49th Floors

Jl. Jend. Gatot Subroto No. 42,Jakarta 12710, IndonesiaPO BOX 2828, JKT 10028 Phone: +62215236686

Abstract

Water production is one of the major technical, environmental, and economical problems associated with oil and gas production. One of the water production causes is coning. Water coning occurs when the well is produced at high gas/oil rate that draw the water from lower connected zone toward wellbore due to viscous forces overcoming the gravity forces. Several studies proposed to do some gas/oil production maintenance under critical flow rate to have a non-water production. In fact, the oil rate that is suggested is too low while the proposed gas rate is still economic enough to produce.Is there any criterion for gas well economic limit?A simple calculation to determine critical gas flow rate in gas-water reservoirs is derived based on the vertical equilibrium production concept. The calculation is then utilized to find out the relationship between critical gas flow rate and interval perforation. Plot of them shows that there is always maximum critical gas flow rate for a specific perforation interval. In the other words, the optimum perforation interval is when the critical gas rate is maximal at the plot of those two parameters. As the result, an application is tailored to assist engineers to determine the optimum perforation length to be completed in a gas reservoir with bottom-water drive mechanism. The sensitivity to gas thickness, kv/kh, aquifer size, and reservoir pressure are performed by means of the calculation in the application. It is concluded that the most influential parameters on the phenomenon of water coning is the permeability and reservoir thickness.Keywords: water coning, critical flow rate, perforation length, bottom-water drive mechanism reservoir

Abstrak

Terproduksinya air adalah salah satu penyebab utama munculnya masalah teknis, lingkungan, dan ekonomi terkait dengan produksi gas dan minyak, Penyebab terproduksinya air ini adalah “coning”. “Water coning” terjadi ketika sumur diproduksikan pada laju alir gas/minyak yang tinggi sehingga menarik air dari zona yang lebih rendah menuju lubang sumur akibat dari gaya viskositas yang melebihi gaya gravitasi. Beberapa studi mengusulkan untuk menahan laju produksi tetap berada di bawah laju alir kritis. Faktanya, laju air minyak yang diusulkan terlalu rendah jika dibandingkan dengan laju alir gas yang masih dinilai ekonomis untuk diterapkan. Perhitungan sederhana untuk menentuka laju alir gas dalam reservoir gas-air diturunkan berdasarkan konsep produksi kesetimbangan vertikal (vertical equilibrium). Perhitungan ini kemudian digunakan untuk mengetahui hubungan antara laju alir gas kritis dan interval perforasi. Plot dari masing-masing data menunjukkan bahwa selalu ada laju alir gas kritis maksimum pada interval perforasi tertentu. Dengan kata lain, interval perforasi optimal adalah ketika laju alir kritis maksimal didapatkan di antara plot kedua parameter tersebut. Hasil dari studi ini adalah sebuah aplikasi yang dirancang untuk membantu menentukan interval perforasioptimal dalam reservoir dengan mekanisme pendorong air. Sensitivitas terhadap ketebalan zona gas, kv/kh,ukuran akuifer, dan tekanan reservoir dilakukan dengan menggunakan perhitungan dalam aplikasi tersebut. Dari sensitivitas ini didapati kesimpulan bahwa parameter yang paling berpengaruh terhadap fenomena “coning” ini adalah permeabilitas dan ketebalan reservoir.Kata kunci: water coning, laju alir kritis, interval perforasi, reservoir bermekanisme pendorong air

Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive Mechanism

Ranov Fasallo (VICO Indonesia)87

Introduction

The presence of water in gas wells is never ex-pected because when the water is accumulated in-side the tubing or surface facilities, it will reduce the well productivity. In fact, the well will cease to flow if the gas phase is no longer giving enough energy to lift the water phase. In addition, the produced wa-ter is usually accompanied by other substances that could cause mechanical problems such as scaling, hydrate, corrosion, etc. If these problems occur, the production of a gas well become less economical. One of the main causes of water production is water coning. Water coning is a condition in which water moves from bottom of the reservoir vertically towards the bottom of the perforations and form a cone of water until water breakthrough occurs (wa-ter reached the perforations, see Figure 1). There are at least three things that cause water coning: 1. High drawdown pressure. 2. The distance between the perforations to gas/ oil-water-contact (hc) is too close. 3. There is no permeability barrier to the vertical flow.

Figure 1 water coning

Two parameters that determine the performance of reservoir and whether or not the water cone will occur are critical gas rate and water breakthrough time. This paper is only focused on maintaining the gas flow rate at which the water cone does not hap-pen (no water breakthrough). Determination of the critical flow rate on oil/gas reservoirs has been widely performed by many au-thors. Critical flow rate is defined as the maximum flow rate of oil/gas production in which the well is stable without any tendency of the water coning. Muskat dan Wykoff (1935) proposed a simple equation to estimate the critical flow rate in vertical wells. The same study was followed by Joshi (1991) dan Recham (2001) where they made correlations

to predict the critical flow rate and time of water breakthrough in vertical wells. Furthermore, Kuo dan Desbrisay (1983) made an empirical correlation based on the sensitivity of the parameters that affect the water coning in bottom-water drive reservoirs. Basically, those authors referred to the same calcu-lation as follows.

....………………… (1)

...........………………… (2)

..………… (3)

..………… (4)

The difference of each calculation is in deter-mining qDC where the oil critical rate suggested is too small to produce. By the same principle, the equation (1) is modified for gas-water reservoirs. The result shows attractive numbers of critical gas rate to be implemented. Analytical and numerical studies on the comparison of water coning in gas-water system with oil-water system has been carried out by Miguel (2003). This paper is intended to assist petroleum engi-neers in deciding the optimum perforation length in gas-water reservoirs. The idea is to plot perforation intervals (hp) in terms of the critical gas flow rate (qc) suggested at each perforation interval. Those plots indicate that there is always an optimum hp which gives a maximum number of qc.

Vertical Equilibrium

A well is producing in vertical equilibrium con-dition if drawdown pressure is smaller than the pressure gradient created due to density differenc-es between hydrocarbons and water at the contact zone. In other words, water coning will be formed if

This vertical equilibrium concept is utilized as the basic concept for critical rate calculation.

Gas Well Deliverability

Pseudo-steady state flow of a gas reservoir has been described by the famous Darcy equation

Skin (S) is comprised of several parameters

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 86 - 91 88

…………… (5)

......…………… (6)

......…………… (7)

Sd is the skin due to formation damage, such as mud filtrate invasion, blockage in the rock pores, particle migration, precipitation, relative permeabil-ity and wettability alteration, and mechanical dam-age. Sc+θ is the skin due to partial completion and well geometry (studied by Cinco-Ley et al). Sp is the skin caused by the effect of perforation (stud-ied by McLeod, Locke, and Karakas-Tariq). Last is the pseudo skin that is phase-related skin and rate-dependent skin. In this study, skin is only focused on Sc+θ where After Saidikowski (1979) estimated this skin by following equation.

Critical Gas Flow Rate Calculation

The vertical equilibrium concept is the basis of the critical flow rate determination. Pressure gradi-ent generated by the density difference between gas and water must be equal to the drawdown pressure created in the reservoir in one production period. The flowing bottomhole pressure is then obtained by subtracting reservoir pressure to the suggested drawdown pressure. Critical flow rate is calculated by inserting those pressure data and reservoir data into equation (3).

Below is the guideline of critical gas flow rate calculation utilized in this study. 1. Calculate drawdown pressure

2. Calculate allowable flowing bottomhole pressure

3. Calculate skin by using equation (5). 4. Calculate critical gas flow rate by using equation (3).

Assumptions used in those calculations are: • pseudo-steady state flow condition • laminar flow • radial flow direction • isotropic and isothermal • constant porosity • water breakthrough has not occurred yet • non-Darcy flow, skin due to formation damage and perforation geometry, and pseudo skin are negligible.

Perforation Interval and Critical Gas Flow Rate Relationships

Based on the calculations above, the author gen-erates critical gas flow rate by varying perforation intervals at different reservoirs. Plot of those two parameters are similar in every reservoirs (see Fig-ure 2) where there is always maximum critical gas flow rate for a specific perforation interval. Table 1 shows the properties of each reservoir shown in Figure 2. Optimum perforation interval can be de-termined from plotting perforation interval to criti-cal gas flow rate.

Figure 2 Critical gas flow rate and perforation intervalrelationship

Factors Affecting Critical Flow Rate and Interval Perforation

Kabir (1983) did a study on the performance of water coning on gas wells with bottom-water drives. He made a numerical simulator models for gas-wa-ter reservoir and concluded that the most influential parameters on the phenomenon of water coning is the permeability and reservoir thickness. Other vari-ables such as penetration ratio, horizontal to verti-cal permeability, well spacing, and the impermeable shale barrier have very little influence on ultimate recovery. Miguel (2003) continued to identify and evalu-ate the detail parameters, numerically and analyti-cally. Those parameters include vertical permeabil-ity, reservoir size, the effect of non-Darcy flow, and

Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive Mechanism

Ranov Fasallo (VICO Indonesia)87

Introduction

The presence of water in gas wells is never ex-pected because when the water is accumulated in-side the tubing or surface facilities, it will reduce the well productivity. In fact, the well will cease to flow if the gas phase is no longer giving enough energy to lift the water phase. In addition, the produced wa-ter is usually accompanied by other substances that could cause mechanical problems such as scaling, hydrate, corrosion, etc. If these problems occur, the production of a gas well become less economical. One of the main causes of water production is water coning. Water coning is a condition in which water moves from bottom of the reservoir vertically towards the bottom of the perforations and form a cone of water until water breakthrough occurs (wa-ter reached the perforations, see Figure 1). There are at least three things that cause water coning: 1. High drawdown pressure. 2. The distance between the perforations to gas/ oil-water-contact (hc) is too close. 3. There is no permeability barrier to the vertical flow.

Figure 1 water coning

Two parameters that determine the performance of reservoir and whether or not the water cone will occur are critical gas rate and water breakthrough time. This paper is only focused on maintaining the gas flow rate at which the water cone does not hap-pen (no water breakthrough). Determination of the critical flow rate on oil/gas reservoirs has been widely performed by many au-thors. Critical flow rate is defined as the maximum flow rate of oil/gas production in which the well is stable without any tendency of the water coning. Muskat dan Wykoff (1935) proposed a simple equation to estimate the critical flow rate in vertical wells. The same study was followed by Joshi (1991) dan Recham (2001) where they made correlations

to predict the critical flow rate and time of water breakthrough in vertical wells. Furthermore, Kuo dan Desbrisay (1983) made an empirical correlation based on the sensitivity of the parameters that affect the water coning in bottom-water drive reservoirs. Basically, those authors referred to the same calcu-lation as follows.

....………………… (1)

...........………………… (2)

..………… (3)

..………… (4)

The difference of each calculation is in deter-mining qDC where the oil critical rate suggested is too small to produce. By the same principle, the equation (1) is modified for gas-water reservoirs. The result shows attractive numbers of critical gas rate to be implemented. Analytical and numerical studies on the comparison of water coning in gas-water system with oil-water system has been carried out by Miguel (2003). This paper is intended to assist petroleum engi-neers in deciding the optimum perforation length in gas-water reservoirs. The idea is to plot perforation intervals (hp) in terms of the critical gas flow rate (qc) suggested at each perforation interval. Those plots indicate that there is always an optimum hp which gives a maximum number of qc.

Vertical Equilibrium

A well is producing in vertical equilibrium con-dition if drawdown pressure is smaller than the pressure gradient created due to density differenc-es between hydrocarbons and water at the contact zone. In other words, water coning will be formed if

This vertical equilibrium concept is utilized as the basic concept for critical rate calculation.

Gas Well Deliverability

Pseudo-steady state flow of a gas reservoir has been described by the famous Darcy equation

Skin (S) is comprised of several parameters

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 86 - 91 88

…………… (5)

......…………… (6)

......…………… (7)

Sd is the skin due to formation damage, such as mud filtrate invasion, blockage in the rock pores, particle migration, precipitation, relative permeabil-ity and wettability alteration, and mechanical dam-age. Sc+θ is the skin due to partial completion and well geometry (studied by Cinco-Ley et al). Sp is the skin caused by the effect of perforation (stud-ied by McLeod, Locke, and Karakas-Tariq). Last is the pseudo skin that is phase-related skin and rate-dependent skin. In this study, skin is only focused on Sc+θ where After Saidikowski (1979) estimated this skin by following equation.

Critical Gas Flow Rate Calculation

The vertical equilibrium concept is the basis of the critical flow rate determination. Pressure gradi-ent generated by the density difference between gas and water must be equal to the drawdown pressure created in the reservoir in one production period. The flowing bottomhole pressure is then obtained by subtracting reservoir pressure to the suggested drawdown pressure. Critical flow rate is calculated by inserting those pressure data and reservoir data into equation (3).

Below is the guideline of critical gas flow rate calculation utilized in this study. 1. Calculate drawdown pressure

2. Calculate allowable flowing bottomhole pressure

3. Calculate skin by using equation (5). 4. Calculate critical gas flow rate by using equation (3).

Assumptions used in those calculations are: • pseudo-steady state flow condition • laminar flow • radial flow direction • isotropic and isothermal • constant porosity • water breakthrough has not occurred yet • non-Darcy flow, skin due to formation damage and perforation geometry, and pseudo skin are negligible.

Perforation Interval and Critical Gas Flow Rate Relationships

Based on the calculations above, the author gen-erates critical gas flow rate by varying perforation intervals at different reservoirs. Plot of those two parameters are similar in every reservoirs (see Fig-ure 2) where there is always maximum critical gas flow rate for a specific perforation interval. Table 1 shows the properties of each reservoir shown in Figure 2. Optimum perforation interval can be de-termined from plotting perforation interval to criti-cal gas flow rate.

Figure 2 Critical gas flow rate and perforation intervalrelationship

Factors Affecting Critical Flow Rate and Interval Perforation

Kabir (1983) did a study on the performance of water coning on gas wells with bottom-water drives. He made a numerical simulator models for gas-wa-ter reservoir and concluded that the most influential parameters on the phenomenon of water coning is the permeability and reservoir thickness. Other vari-ables such as penetration ratio, horizontal to verti-cal permeability, well spacing, and the impermeable shale barrier have very little influence on ultimate recovery. Miguel (2003) continued to identify and evalu-ate the detail parameters, numerically and analyti-cally. Those parameters include vertical permeabil-ity, reservoir size, the effect of non-Darcy flow, and

Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive Mechanism

Ranov Fasallo (VICO Indonesia)89

perforation density. It was concluded that water coning is likely to happen in reservoir with high permeability, big aquifer, and perforated with low density. Meanwhile, non-Darcy flow has little effect on the water coning. This paper also tried to see the effect of some variables on the proposed interval perforation and critical gas flow rate.

kv/kh effect

As been reviewed by Kabir (1983), permeabil-ity has a very dominant effect on water coning. The higher reservoir permeability, the higher possibility of water coning to occur. The vertical permeability to horizontal permeability (kv/kh), however, has lit-tle impact to water coning.

To support Kabir, sensitivity of kv/kh of 0.1, 0.3, 0.5, 0.8, and 0.9 is used in the calculation. The graph (Figure 3) shows that critical gas flow rate is slightly higher in lower kv/kh reservoir. Meanwhile, there is no significant change in the proposed perfo-ration interval value.

Figure 3 Vertical permeability to horizontal permeability ratio effect on critical gas flow rate and perforation interval

aquifer size effect

Aquifer size is represented by the size of the aquifer reservoir radius, re, (assuming that the greater the radius of a gas reservoir, the greater its aquifer is). The calculation result in various re is plotted in Figure 4. From the graph, it can be concluded that the greater the aquifer, the smaller the proposed critical gas flow rate is. This means that on gas res-ervoir with big aquifer, drawdown pressure must be maintained by proposing smaller gas flow rate. But there is no significant effect in the proposed perfora-tion interval.

Figure 4 Aquifer size effect on critical gas flow rate and perforation interval

reservoir thickness effect Figure 5 clearly shows that the thicker reservoir, the higher critical gas flow rate and perforation interval.

Figure 5 Reservoir thickness on critical gas flow rate and perforation interva

reservoir pressure effect

Reservoir pressure has little influence in the de-termination of the optimum perforation interval (see Figure 6). One thing need to be put into considera-tion is that in gas reservoir with weak water drive, the pressure trends to decrease so that the critical gas flow rate needs to be maintained along with the declining reservoir pressure.

Figure 6 Reservoir effect on critical gas flow rate and perforation interval

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 86 - 91 90

Software Application

An application has been tailored to assist engineers to determine the optimum perforation length to be completed in a gas reservoir with bottom-water drive mechanism. It is an excel base application where users just need to input value of several parameters needed by the software. Those parameters are: 1. fluid properties water density : default for water density used for this calculation is 1 gr/cc or 8.34 ppg.

gas density : default for gas density used for this calculation is 0.1 gr/cc or 0.834 ppg.

gas viscosity : default for gas density is 0.017 cp.

2. reservoir properties gas thickness : thickness of gas bearing zone (top of reservoir to gas-water contact). Default unit is ft.

permeability : effective permeability at connade water saturation (mD).

reservoir pressure : average reservoir pres-sure in psi.

reservoir temperature : input should be in oR.

oR = (oC x 9/5) + 491.67 oR = oF + 459.67 oR = K x 9/5

gas compressibility factor : default is 0.84. reservoir radius : radius of reservoir encroach- ment in ft.

kV/kH : vertical permeability to horizontal permeability ratio. Default for kV/kH = 0.1.

3. wellbore data

wellbore radius : open hole well radius in ft.

The output will be value of optimum perforation interval and the critical gas flow rate along with the plot. Figure 7 shows the interface of the application.

Figure 7 Software interface to determine optimum perforation length and critical gas rate in gas-water reservoirs

Conclusion

1. The optimum perforation length is defined as the interval perforation where the critical gas rate is maximal. 2. The effect of aquifer size, kV/kH, effective permeability to gas, and reservoir pressure could be ignored in determining optimum perforation length. This means that the same optimum perforation length will be proposed at any given number of those parameters. 3. Higher critical gas rate could be obtained at reservoir with lower kV/kH, small aquifer, thick reservoir, and high reservoir pressure. 4. It is economically possible to produce gas-water system reservoirs at critical gas rate to have a stable water movement to avoid water coning.

Recommendation

• Need to observe the impact of this study to the real production performance and recovery factor.

Nomenclature = critical flow rate, STB/d or MMscfd = flowing bottomhole pressure (psi) = formation volume factor, bbl/STB = dimensionless critical rate = density (g/cc) = specific gravity = average reservoir pressure (psi) = flow rate (MMscfd) = viscosity (cP) = gas compressibility factor = reservoir temperature (oR) = effective permeability to gas (mD)ko = effective permeability to oil (mD)

Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive Mechanism

Ranov Fasallo (VICO Indonesia)89

perforation density. It was concluded that water coning is likely to happen in reservoir with high permeability, big aquifer, and perforated with low density. Meanwhile, non-Darcy flow has little effect on the water coning. This paper also tried to see the effect of some variables on the proposed interval perforation and critical gas flow rate.

kv/kh effect

As been reviewed by Kabir (1983), permeabil-ity has a very dominant effect on water coning. The higher reservoir permeability, the higher possibility of water coning to occur. The vertical permeability to horizontal permeability (kv/kh), however, has lit-tle impact to water coning.

To support Kabir, sensitivity of kv/kh of 0.1, 0.3, 0.5, 0.8, and 0.9 is used in the calculation. The graph (Figure 3) shows that critical gas flow rate is slightly higher in lower kv/kh reservoir. Meanwhile, there is no significant change in the proposed perfo-ration interval value.

Figure 3 Vertical permeability to horizontal permeability ratio effect on critical gas flow rate and perforation interval

aquifer size effect

Aquifer size is represented by the size of the aquifer reservoir radius, re, (assuming that the greater the radius of a gas reservoir, the greater its aquifer is). The calculation result in various re is plotted in Figure 4. From the graph, it can be concluded that the greater the aquifer, the smaller the proposed critical gas flow rate is. This means that on gas res-ervoir with big aquifer, drawdown pressure must be maintained by proposing smaller gas flow rate. But there is no significant effect in the proposed perfora-tion interval.

Figure 4 Aquifer size effect on critical gas flow rate and perforation interval

reservoir thickness effect Figure 5 clearly shows that the thicker reservoir, the higher critical gas flow rate and perforation interval.

Figure 5 Reservoir thickness on critical gas flow rate and perforation interva

reservoir pressure effect

Reservoir pressure has little influence in the de-termination of the optimum perforation interval (see Figure 6). One thing need to be put into considera-tion is that in gas reservoir with weak water drive, the pressure trends to decrease so that the critical gas flow rate needs to be maintained along with the declining reservoir pressure.

Figure 6 Reservoir effect on critical gas flow rate and perforation interval

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 86 - 91 90

Software Application

An application has been tailored to assist engineers to determine the optimum perforation length to be completed in a gas reservoir with bottom-water drive mechanism. It is an excel base application where users just need to input value of several parameters needed by the software. Those parameters are: 1. fluid properties water density : default for water density used for this calculation is 1 gr/cc or 8.34 ppg.

gas density : default for gas density used for this calculation is 0.1 gr/cc or 0.834 ppg.

gas viscosity : default for gas density is 0.017 cp.

2. reservoir properties gas thickness : thickness of gas bearing zone (top of reservoir to gas-water contact). Default unit is ft.

permeability : effective permeability at connade water saturation (mD).

reservoir pressure : average reservoir pres-sure in psi.

reservoir temperature : input should be in oR.

oR = (oC x 9/5) + 491.67 oR = oF + 459.67 oR = K x 9/5

gas compressibility factor : default is 0.84. reservoir radius : radius of reservoir encroach- ment in ft.

kV/kH : vertical permeability to horizontal permeability ratio. Default for kV/kH = 0.1.

3. wellbore data

wellbore radius : open hole well radius in ft.

The output will be value of optimum perforation interval and the critical gas flow rate along with the plot. Figure 7 shows the interface of the application.

Figure 7 Software interface to determine optimum perforation length and critical gas rate in gas-water reservoirs

Conclusion

1. The optimum perforation length is defined as the interval perforation where the critical gas rate is maximal. 2. The effect of aquifer size, kV/kH, effective permeability to gas, and reservoir pressure could be ignored in determining optimum perforation length. This means that the same optimum perforation length will be proposed at any given number of those parameters. 3. Higher critical gas rate could be obtained at reservoir with lower kV/kH, small aquifer, thick reservoir, and high reservoir pressure. 4. It is economically possible to produce gas-water system reservoirs at critical gas rate to have a stable water movement to avoid water coning.

Recommendation

• Need to observe the impact of this study to the real production performance and recovery factor.

Nomenclature = critical flow rate, STB/d or MMscfd = flowing bottomhole pressure (psi) = formation volume factor, bbl/STB = dimensionless critical rate = density (g/cc) = specific gravity = average reservoir pressure (psi) = flow rate (MMscfd) = viscosity (cP) = gas compressibility factor = reservoir temperature (oR) = effective permeability to gas (mD)ko = effective permeability to oil (mD)

= horizontal permeability (mD) = vertical permeability (mD) = reservoir thickness (ft) = perforation interval = wc – bottom perforation interval (ft) = reservoir radius (ft) = wellbore radius (ft) = total skin = skin due to formation damage = partial completion and geometry skin = perforation skin = pseudo skin Acknowledgements

Many thanks to VICO Indonesia management for the opportunity to complete the study and implement it to real cases. Special thanks are also dedicated to my parents, wife (Nindya Sekar Wiwitan), Obiges-to Ichwan, Musyoffi Yahya, Benedicta Nanda, Ari Wibowo, and Alfian Arianto for all of their supports to complete this paper.

References

Kabir, C.S., 1983. “Predicting Gas Well Performance Coning Water in Bottom-Water-Drive Reservoirs”, SPE 12068 paper.

91 Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive Mechanism

Ranov Fasallo (VICO Indonesia)

Permadi, Asep K., “Diktat Kuliah Teknik Reservoir II”, Departemen Teknik Perminyakan ITB, Bandung.Armenta, Miguel., 2003. “Mechanisms and Control of Water Inflow to Wells in Gas Reservoirs with Bottom Water Drive”, Craft & Hawkins Department of Petroleum Engineering.Izwardy, Saesarian., 2011. “Penentuan Laju Alir Kritis dan Laju Produksi Optimum Sumur Horizontal pada Reservoir Bermekanisme Pendorong Bottom Water Drive”, Departemen Teknik Perminyakan ITB, Bandung.Kartawidjaya, Ian A., 2008. “A Comprehensive Study to Increase Gas Flow Rate Through Rigless Reperforation”, Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia.Hoyland, Leif A., 1989. “Critical Rate for Water Coning : Correlation and Analytical Solution”, SPE Paper. Aminian, K. “Water Production Problems and Solutions-Part I”, Petroleum & Natural Gas Engineering Department, West Virginia.Salavatov, T.Sh., Al Sayed Ghareeb., 2009. “1.Predicting the Behavior of Water and Gas Coning in Horizontal Wells”, Azerbaijan State Oil Academy.

Abstract

Advanced in drilling technology Oil industry’s attention have has focused oil industry’s attention on the importance of horizontal-well as the results of advanced in drilling technology, because it gives more advantages. So that many horizontal-wells have been drilled around the world.9 High improvements in drilling technology allow to drill wells thousands of feet long. However, friction can possiblymight limit useful the advantages length of horizontal-well. In the cases of long wells or high production rates, the pressure drop need to be considered. Ignoring friction could lead to unrealistically higher Inflow Performance Relationship (IPR).7 Commonly, IPR is generated by neglecting friction.11 Therefore, IPR of horizontal-well IPR must be calculated by consideringneeds to consider the frictional pressure dropfriction. First, this study is conducted with analytical model (single-phase flow and homogenous reservoir). Resulted that frictional pressure drop vs IPR has non-linear relationship. From sensitivity analysis, new-dimensionless IPR is introduced by making a regression to all of the sensitivity results that then has beenbeing plotted in one graph. To know understand the potential impact of uncertain input variables on IPR result outcomes, spider diagrams evaluation in is then investigated. From this the study, we will know the variables with the greatest potential impact to ourthe IPR correlation result have been demonstrated. There are 6 six parameters that highly influence the IPR. TheAfter that, IPR correlation then is validated with numerical model (homogenous and heterogeneous). And because of The changing reservoir condition during the time of production, and then the IPR will changes too. Predicting Prediction of future IPR is frequently needed in most of oil fields. Finally, in thisThe study, will be introduc demonstrateded the future IPR correlation for one-phase Horizontal horizontal well with considering the frictional pressure drop with the ways to derive it..Keywords : Horizontal well, Frictional pressure drop, One phase, IPR, Future IPR,

Abstrak :

Industri minyak memberi perhatian khusus karena pada pentingnya sumur horizontal, sebagai hasil kemajuan teknologi pemboran, dan karena memberikan keuntungan lebih. Sehingga banyak sumur-horisontal telah dibor di seluruh dunia. Kemajuan pesat dalam teknologi pemboran memungkinkan untuk membor sumur horizontal ribuan meter. Namun, faktor gesekan mungkin akan membatasi keuntungan dari panjangnya sumur horisontal. Dalam kasus sumur horizontal yang panjang atau tingkat produksi yang tinggi, penurunan tekanan perlu dipertimbangkan. Mengabaikan faktor-gesekan bisa menyebabkan perkiraan Inflow Performance Relationship (IPR) terlalu tinggi. Umumnya, IPR dihasilkan dengan mengabaikan faktor-gesekan. IPR horisontal perlu mempertimbangkan penurunan tekanan karena gesekan. Pertama, penelitian ini dilakukan dengan model analitik (aliran fase tunggal dan reservoar homogen). Diperoleh hasil bahwa penurunan tekanan karena gesekan vs IPR memiliki hubungan non-linear. Dari analisis sensitivitas, IPR-tak-berdemensi diperkenalkan dengan membuat regresi untuk semua hasil sensitivitas kemudian diplot dalam satu grafik. Untuk memahami dampak potensial dari ketidakpastian masukan peubah pada hasil hasil IPR, dilakukan evaluasi menggunakan dia-gram laba-laba. Dari penelitian tersebut, peubah dengan potensi dampak terbesar terhadap hasil korelasi IPR telah dibuktikan. Terdapat enam parameter yang sangat mempengaruhi IPR. Korelasi IPR kemudian divalida-si dengan model numerik (homogen dan heterogen). Perubahan kondisi reservoar selama masa produksi dan

92

Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, (ITB)Fatkhur Rahman

(PT. Chevron Pacific Indonesia)

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

Persamaan Baru Untuk Peramalan IPR Satu Fasa Pada Sumur Horisontal Dengan Mempertimbangkan Penurunan Tekanan Akibat Gesekan

= horizontal permeability (mD) = vertical permeability (mD) = reservoir thickness (ft) = perforation interval = wc – bottom perforation interval (ft) = reservoir radius (ft) = wellbore radius (ft) = total skin = skin due to formation damage = partial completion and geometry skin = perforation skin = pseudo skin Acknowledgements

Many thanks to VICO Indonesia management for the opportunity to complete the study and implement it to real cases. Special thanks are also dedicated to my parents, wife (Nindya Sekar Wiwitan), Obiges-to Ichwan, Musyoffi Yahya, Benedicta Nanda, Ari Wibowo, and Alfian Arianto for all of their supports to complete this paper.

References

Kabir, C.S., 1983. “Predicting Gas Well Performance Coning Water in Bottom-Water-Drive Reservoirs”, SPE 12068 paper.

91 Parameter Study of Perforation Interval in Gas Reservoirs with Bottom-Water Drive Mechanism

Ranov Fasallo (VICO Indonesia)

Permadi, Asep K., “Diktat Kuliah Teknik Reservoir II”, Departemen Teknik Perminyakan ITB, Bandung.Armenta, Miguel., 2003. “Mechanisms and Control of Water Inflow to Wells in Gas Reservoirs with Bottom Water Drive”, Craft & Hawkins Department of Petroleum Engineering.Izwardy, Saesarian., 2011. “Penentuan Laju Alir Kritis dan Laju Produksi Optimum Sumur Horizontal pada Reservoir Bermekanisme Pendorong Bottom Water Drive”, Departemen Teknik Perminyakan ITB, Bandung.Kartawidjaya, Ian A., 2008. “A Comprehensive Study to Increase Gas Flow Rate Through Rigless Reperforation”, Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia.Hoyland, Leif A., 1989. “Critical Rate for Water Coning : Correlation and Analytical Solution”, SPE Paper. Aminian, K. “Water Production Problems and Solutions-Part I”, Petroleum & Natural Gas Engineering Department, West Virginia.Salavatov, T.Sh., Al Sayed Ghareeb., 2009. “1.Predicting the Behavior of Water and Gas Coning in Horizontal Wells”, Azerbaijan State Oil Academy.

Abstract

Advanced in drilling technology Oil industry’s attention have has focused oil industry’s attention on the importance of horizontal-well as the results of advanced in drilling technology, because it gives more advantages. So that many horizontal-wells have been drilled around the world.9 High improvements in drilling technology allow to drill wells thousands of feet long. However, friction can possiblymight limit useful the advantages length of horizontal-well. In the cases of long wells or high production rates, the pressure drop need to be considered. Ignoring friction could lead to unrealistically higher Inflow Performance Relationship (IPR).7 Commonly, IPR is generated by neglecting friction.11 Therefore, IPR of horizontal-well IPR must be calculated by consideringneeds to consider the frictional pressure dropfriction. First, this study is conducted with analytical model (single-phase flow and homogenous reservoir). Resulted that frictional pressure drop vs IPR has non-linear relationship. From sensitivity analysis, new-dimensionless IPR is introduced by making a regression to all of the sensitivity results that then has beenbeing plotted in one graph. To know understand the potential impact of uncertain input variables on IPR result outcomes, spider diagrams evaluation in is then investigated. From this the study, we will know the variables with the greatest potential impact to ourthe IPR correlation result have been demonstrated. There are 6 six parameters that highly influence the IPR. TheAfter that, IPR correlation then is validated with numerical model (homogenous and heterogeneous). And because of The changing reservoir condition during the time of production, and then the IPR will changes too. Predicting Prediction of future IPR is frequently needed in most of oil fields. Finally, in thisThe study, will be introduc demonstrateded the future IPR correlation for one-phase Horizontal horizontal well with considering the frictional pressure drop with the ways to derive it..Keywords : Horizontal well, Frictional pressure drop, One phase, IPR, Future IPR,

Abstrak :

Industri minyak memberi perhatian khusus karena pada pentingnya sumur horizontal, sebagai hasil kemajuan teknologi pemboran, dan karena memberikan keuntungan lebih. Sehingga banyak sumur-horisontal telah dibor di seluruh dunia. Kemajuan pesat dalam teknologi pemboran memungkinkan untuk membor sumur horizontal ribuan meter. Namun, faktor gesekan mungkin akan membatasi keuntungan dari panjangnya sumur horisontal. Dalam kasus sumur horizontal yang panjang atau tingkat produksi yang tinggi, penurunan tekanan perlu dipertimbangkan. Mengabaikan faktor-gesekan bisa menyebabkan perkiraan Inflow Performance Relationship (IPR) terlalu tinggi. Umumnya, IPR dihasilkan dengan mengabaikan faktor-gesekan. IPR horisontal perlu mempertimbangkan penurunan tekanan karena gesekan. Pertama, penelitian ini dilakukan dengan model analitik (aliran fase tunggal dan reservoar homogen). Diperoleh hasil bahwa penurunan tekanan karena gesekan vs IPR memiliki hubungan non-linear. Dari analisis sensitivitas, IPR-tak-berdemensi diperkenalkan dengan membuat regresi untuk semua hasil sensitivitas kemudian diplot dalam satu grafik. Untuk memahami dampak potensial dari ketidakpastian masukan peubah pada hasil hasil IPR, dilakukan evaluasi menggunakan dia-gram laba-laba. Dari penelitian tersebut, peubah dengan potensi dampak terbesar terhadap hasil korelasi IPR telah dibuktikan. Terdapat enam parameter yang sangat mempengaruhi IPR. Korelasi IPR kemudian divalida-si dengan model numerik (homogen dan heterogen). Perubahan kondisi reservoar selama masa produksi dan

92

Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, (ITB)Fatkhur Rahman

(PT. Chevron Pacific Indonesia)

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

Persamaan Baru Untuk Peramalan IPR Satu Fasa Pada Sumur Horisontal Dengan Mempertimbangkan Penurunan Tekanan Akibat Gesekan

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)93

PREFACE

Several studies3,5,15 to predict the effect of Frictional Pressure drop in single-phase IPR for Several studies3,5,15 to predict the effect of Frictional Pressure drop in single-phase IPR for horizontal well had been conducted. Archer et.al3 made an equation to calculate productivity error caused by friction, obtained from 5000 simulation runs. Equa-tion is less optimal because we havethe requirement to make regression from Productivity Error equa-tion which generated by regression too. Besides that, Archer study only considered about 4 four major variables to build the equation, where from the Spider diagrams evaluation, it must should be 6 six variables. And besides that, the future IPR pre-diction by considering frictional effect hadn’t been proposed.

This study presents different method to calcu-late the IPR of horizontal-well IPR by considering frictional pressure drop. Sensitivity analysis is then conducted for each parameter to study effect of the changing variables changing. From that also,The dimensionless IPR for of horizontal-wells by considering frictional pressure drop is introduced-demonstrated. This correlation is validated with numerical model. After dimensionless IPR correlation has been proposed, to know the IPR behavior in the future condition, anotherthe new-correlation to predict future IPR is also generated.

1. BACKGROUND THEORY

1.1 Babu and Odeh Model Well’s behavior can be described by its produc-tivity index (PI). PI can be predicted with the use of published formulas9,8,6. Those formulas can be applied only for single-phase flow; neglecting friction; and generated in steady-state condition. From PI, we can calculate rates to generate IPR.7

PI formula for pseudo-steady-state presented by Babu and Odeh2. Model rotates vertical well to represent horizontal-well, and uses shape factor to count drainage area change and partial penetration skin factor for partial penetrated well. Model (Fig.1)

IPR. Prediksi IPR masa depan diperlukan oleh sebagian besar ladang minyak. Studi ini menunjukkan korelasi IPR masa depan untuk satu fase sumur horizontal dengan mempertimbangkan penurunan tekanan-gesekan.Kata kunci: Sumur horisontal, Penurunan tekanan akibat gesekan, Satu fasa, IPR, IPR Masa Depan

can handle isotropic & anisotropic case and well can be in any positions.2,4 The PI formula is

Fig. 1 Geometries assumed by Babu and Odeh2

........…………. (1)

...................................…………. (2)

where CH is shape factor and sR is partial penetration factor, which the calculation is

For fully penetrated wellbore, sR is zero. For partially penetrated wellbore, sR depends on geometry & and anisotropy.4 The model assumed that thickness of formation (h) is generally much smaller than 2 two dimensions of drainage box. If this condition doesn’t apply, it’d it should be examined first if horizontal-well is suitable for the field or not. Equation (1) is very helpful when being used to examine effects of reservoir and well parameters on well performance.4,11

1.2 Single-Phase Pressure Drop In horizontal-well, some drawdown from toe to heel is essential to maintain fluid flow within wellbore. Consequently, the heel will be at lower pressure than the other tip.9

In cases long wells or high rates, pressure drop might be comparable with drawdown.7 If this happen, then drawdown along well length would change, and therefore, production along well length would

where dP represents pressure drop and dL represents incremental length. Furthermore, assuming gravity and acceleration terms are negligible in horizontal pipe and the flow is fully developed, the equation would reduce to

The important parameter in Equation (4) is di-mensionless friction factor f. friction factor depends upon flow regime, whether flow is laminar or tur-bulent. In turbulent flow, friction factor strongly depends upon pipe roughness. Laminar flow occurs when Reynolds number (Re) < 2300. Thus; for tur-bulent flow, Re > 4000; and for transition regime, 2300 < Re < 4000; whereRe = ρdv/µrepresent ratio of inertial & and viscous forces.1

1.3 Dikken Model Dikken7 introduced analytical model that can handle turbulent flow through wellbore. Model’s (Fig. 2) generated under assumption single-phase, pseudo-steady, homogenous reservoir, & and open hole.7

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 94

.......................…………. (3)

.............................…………. (6)

.............................…………. (7)

.......................…………. (8)

.........…………. (9)

.........…………. (10)

……. (11)

……. (12)

..............................................…………. (5)

also change. To calculate the changing rate, one will have to simultaneously solve pressure drop eq. with productivity equation.9

Assuming that horizontal wellbore can be rep-resented by horizontal pipe, equation for pressure drop in pipe can be written using laws of conserva-tion, mass, and energy as

Fig. 2 Geometries assumed by Dikken3

Three equations that connect flow through wellbore and reservoir are

Eq. (6) shows flow through reservoir in PI per unit length (Js) and drawdown along horizontal well-bore. PI can be calculated from Babu & Odeh for-mula4. Eq. (7) shows volume balance in wellbore. Eq. (8) shows relation pressure gradient & and flow rate along wellbore.

1.4 IPR Prediction Correlation to predict future IPR needs to be de-veloped to predict well’s productivity in the future. Standing firstly introduced this kind of correlation by modifying Vogel’s correlation. Eickmer com-bined correlation from Vogel & and Standing to generate the correlation (Eq. 10) by neglecting skin factor.

Sukarno also develop correlation for well producing from solution-gas drive reservoir by considering skin.

For API < 40,

For API > 40,

But those 2 two correlations just can be applied-valid for 2 two phase flow in vertical well.

2. METHOD

2.1 Analytical Model IPR is generated with analytical model. The assumptions are homogenous reservoir, pseudo-steady condition, single-phase flow in wellbore, wa-ter-drive mechanism, and reservoir pressure higher than bubble-point pressure. Base case is considered

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)93

PREFACE

Several studies3,5,15 to predict the effect of Frictional Pressure drop in single-phase IPR for Several studies3,5,15 to predict the effect of Frictional Pressure drop in single-phase IPR for horizontal well had been conducted. Archer et.al3 made an equation to calculate productivity error caused by friction, obtained from 5000 simulation runs. Equa-tion is less optimal because we havethe requirement to make regression from Productivity Error equa-tion which generated by regression too. Besides that, Archer study only considered about 4 four major variables to build the equation, where from the Spider diagrams evaluation, it must should be 6 six variables. And besides that, the future IPR pre-diction by considering frictional effect hadn’t been proposed.

This study presents different method to calcu-late the IPR of horizontal-well IPR by considering frictional pressure drop. Sensitivity analysis is then conducted for each parameter to study effect of the changing variables changing. From that also,The dimensionless IPR for of horizontal-wells by considering frictional pressure drop is introduced-demonstrated. This correlation is validated with numerical model. After dimensionless IPR correlation has been proposed, to know the IPR behavior in the future condition, anotherthe new-correlation to predict future IPR is also generated.

1. BACKGROUND THEORY

1.1 Babu and Odeh Model Well’s behavior can be described by its produc-tivity index (PI). PI can be predicted with the use of published formulas9,8,6. Those formulas can be applied only for single-phase flow; neglecting friction; and generated in steady-state condition. From PI, we can calculate rates to generate IPR.7

PI formula for pseudo-steady-state presented by Babu and Odeh2. Model rotates vertical well to represent horizontal-well, and uses shape factor to count drainage area change and partial penetration skin factor for partial penetrated well. Model (Fig.1)

IPR. Prediksi IPR masa depan diperlukan oleh sebagian besar ladang minyak. Studi ini menunjukkan korelasi IPR masa depan untuk satu fase sumur horizontal dengan mempertimbangkan penurunan tekanan-gesekan.Kata kunci: Sumur horisontal, Penurunan tekanan akibat gesekan, Satu fasa, IPR, IPR Masa Depan

can handle isotropic & anisotropic case and well can be in any positions.2,4 The PI formula is

Fig. 1 Geometries assumed by Babu and Odeh2

........…………. (1)

...................................…………. (2)

where CH is shape factor and sR is partial penetration factor, which the calculation is

For fully penetrated wellbore, sR is zero. For partially penetrated wellbore, sR depends on geometry & and anisotropy.4 The model assumed that thickness of formation (h) is generally much smaller than 2 two dimensions of drainage box. If this condition doesn’t apply, it’d it should be examined first if horizontal-well is suitable for the field or not. Equation (1) is very helpful when being used to examine effects of reservoir and well parameters on well performance.4,11

1.2 Single-Phase Pressure Drop In horizontal-well, some drawdown from toe to heel is essential to maintain fluid flow within wellbore. Consequently, the heel will be at lower pressure than the other tip.9

In cases long wells or high rates, pressure drop might be comparable with drawdown.7 If this happen, then drawdown along well length would change, and therefore, production along well length would

where dP represents pressure drop and dL represents incremental length. Furthermore, assuming gravity and acceleration terms are negligible in horizontal pipe and the flow is fully developed, the equation would reduce to

The important parameter in Equation (4) is di-mensionless friction factor f. friction factor depends upon flow regime, whether flow is laminar or tur-bulent. In turbulent flow, friction factor strongly depends upon pipe roughness. Laminar flow occurs when Reynolds number (Re) < 2300. Thus; for tur-bulent flow, Re > 4000; and for transition regime, 2300 < Re < 4000; whereRe = ρdv/µrepresent ratio of inertial & and viscous forces.1

1.3 Dikken Model Dikken7 introduced analytical model that can handle turbulent flow through wellbore. Model’s (Fig. 2) generated under assumption single-phase, pseudo-steady, homogenous reservoir, & and open hole.7

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 94

.......................…………. (3)

.............................…………. (6)

.............................…………. (7)

.......................…………. (8)

.........…………. (9)

.........…………. (10)

……. (11)

……. (12)

..............................................…………. (5)

also change. To calculate the changing rate, one will have to simultaneously solve pressure drop eq. with productivity equation.9

Assuming that horizontal wellbore can be rep-resented by horizontal pipe, equation for pressure drop in pipe can be written using laws of conserva-tion, mass, and energy as

Fig. 2 Geometries assumed by Dikken3

Three equations that connect flow through wellbore and reservoir are

Eq. (6) shows flow through reservoir in PI per unit length (Js) and drawdown along horizontal well-bore. PI can be calculated from Babu & Odeh for-mula4. Eq. (7) shows volume balance in wellbore. Eq. (8) shows relation pressure gradient & and flow rate along wellbore.

1.4 IPR Prediction Correlation to predict future IPR needs to be de-veloped to predict well’s productivity in the future. Standing firstly introduced this kind of correlation by modifying Vogel’s correlation. Eickmer com-bined correlation from Vogel & and Standing to generate the correlation (Eq. 10) by neglecting skin factor.

Sukarno also develop correlation for well producing from solution-gas drive reservoir by considering skin.

For API < 40,

For API > 40,

But those 2 two correlations just can be applied-valid for 2 two phase flow in vertical well.

2. METHOD

2.1 Analytical Model IPR is generated with analytical model. The assumptions are homogenous reservoir, pseudo-steady condition, single-phase flow in wellbore, wa-ter-drive mechanism, and reservoir pressure higher than bubble-point pressure. Base case is considered

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)95

with typical properties that are obtained from R. Kamkom and D. Zhu’s work11 (shown in Table 1).

Base case PI is calculated with Babu & Odeh for-mula4. After that, producing rates at certain draw-down are calculated to generate non-frictional IPR. Calculation procedure is shown in App. D. Calcula-tion processes and results can be seen in App. A. The PI is also used to generate frictional IPR (shown in App. G). For this case, oil rate is calculated with formula developed by Dikken7, that combine PI & and friction effect. Frictional IPR calculation results can be seen in App. A.

After base case generation, variations of govern-ing parameters are then investigated. The changing includes variations in fluid, reservoir, and well prop-erties. The value for sensitivity study is shown in Table 1. The calculation procedures are similar with base case condition. After that, effect of changing variable changing is studied by making constructing ‘spider diagrams’ for each parameter.

In sensitivity analysis, many IPR curves have been also constructed. Those IPR are then modified as dimensionless IPR and plotted in the same graph. The regression results new-dimensionless IPR cor-relation for horizontal-wells under influence of fric-tional pressure drop.

New IPR is validated with numerical model (ho-mogenous and heterogeneous reservoir). The model is run at certain Bottom Hole Pressure (BHP) from

0 to 2000 psi. The first producing rate, when pres-sure propagation reaches pseudo-steady-state con-dition, is then noted to generate IPR.

2.2 Numerical Model Another correlation to predict future IPR is also generated with simulation. Model is run with base case properties. After several years of simulation, Pressure Build-up (PBU) test is conducted to ana-lyze future reservoir pressure and Absolute Open Flow Potential (AOFP). This step is repeated for several production times. Dimensionless pressure and rate are plotted. Sensitivity analysis is then in-vestigated to generate correlation of future IPR pre-diction.

Numerical model of homogenous reservoir (Fig. 3) is built in PetrelTM with similar properties in Table 1, except drainage area. Reservoir dimension is 20000 ft x 15000 ft x 1000 ft. Model validation is shown in App. F. Horizontal-well is then placed (Fig. 4). Well properties are similar with Table 1. For base case condition, well position is in the mid-dle of X, Y, and Z axis. Besides that, to apply the frictional effect along the wellbore, well segmenta-tion in the horizontal section is applied in the Pet-relTM . Completion type is full perforated in the horizontal section, to reach the Babu Odeh and Dik-ken assumptions, that well condition is on uniform flux/ fully penetrated rate from the reservoir.

Fig. 3 Numerical model of homogenous reservoir

Fig. 4 Horizontal-well position

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 96

For heterogeneous reservoir case; : Based based on porosity distribution, permeability reservoir are varied with normal distributed random values too. Their distribution is shown at Figure 5-8

Fig. 5 Horizontal permeability distribution

Lateral section is represented by single columns of grid blocks. On the other hand, this study is also considering friction effect. Therefore, every grid blocks is completed by wellbore friction. This can be accommodated by PetrelTM itself.

Fig. 6 Horizontal permeability histogram

Fig. 7 Vertical permeability distribution

Fig. 8 Vertical permeability histogram

3. RESULT AND DISCUSSION

3.1 Analytical IPR From analytical study, finally we will have anthe equation (13) shows the relationship between fluid (oil) rate and pressure drawdown at certain position (x) along the wellbore notated with ∆P .

…. (13)

....................................…. (14)

....................................…. (15)

And from that equation, with several iteration to determine the value of q(w(Ld), finally we can build our base case IPR result. Frictional IPR has non-linear relationship; and located below non-frictional one as below:

Fig. 9 Base case IPR

In sensitivity analysis, IPR curves have been constructed (App. E). From sensitivity analysis, in general we got that effect of frictional-pressure-drop will descend the IPR curve, and decrease oil rate.

Fluid properties variation results1. Increasing oil viscosity (μ0) and oil FVF formation volume factor (Bo), will decrease oil rate and descend IPR curve.2 Increasing or decreasing oil API gravity, will not influence the oil rate.

Reservoir properties variation results1. Increasing reservoir width (a), will decrease oil rate and descend IPR curve.

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)95

with typical properties that are obtained from R. Kamkom and D. Zhu’s work11 (shown in Table 1).

Base case PI is calculated with Babu & Odeh for-mula4. After that, producing rates at certain draw-down are calculated to generate non-frictional IPR. Calculation procedure is shown in App. D. Calcula-tion processes and results can be seen in App. A. The PI is also used to generate frictional IPR (shown in App. G). For this case, oil rate is calculated with formula developed by Dikken7, that combine PI & and friction effect. Frictional IPR calculation results can be seen in App. A.

After base case generation, variations of govern-ing parameters are then investigated. The changing includes variations in fluid, reservoir, and well prop-erties. The value for sensitivity study is shown in Table 1. The calculation procedures are similar with base case condition. After that, effect of changing variable changing is studied by making constructing ‘spider diagrams’ for each parameter.

In sensitivity analysis, many IPR curves have been also constructed. Those IPR are then modified as dimensionless IPR and plotted in the same graph. The regression results new-dimensionless IPR cor-relation for horizontal-wells under influence of fric-tional pressure drop.

New IPR is validated with numerical model (ho-mogenous and heterogeneous reservoir). The model is run at certain Bottom Hole Pressure (BHP) from

0 to 2000 psi. The first producing rate, when pres-sure propagation reaches pseudo-steady-state con-dition, is then noted to generate IPR.

2.2 Numerical Model Another correlation to predict future IPR is also generated with simulation. Model is run with base case properties. After several years of simulation, Pressure Build-up (PBU) test is conducted to ana-lyze future reservoir pressure and Absolute Open Flow Potential (AOFP). This step is repeated for several production times. Dimensionless pressure and rate are plotted. Sensitivity analysis is then in-vestigated to generate correlation of future IPR pre-diction.

Numerical model of homogenous reservoir (Fig. 3) is built in PetrelTM with similar properties in Table 1, except drainage area. Reservoir dimension is 20000 ft x 15000 ft x 1000 ft. Model validation is shown in App. F. Horizontal-well is then placed (Fig. 4). Well properties are similar with Table 1. For base case condition, well position is in the mid-dle of X, Y, and Z axis. Besides that, to apply the frictional effect along the wellbore, well segmenta-tion in the horizontal section is applied in the Pet-relTM . Completion type is full perforated in the horizontal section, to reach the Babu Odeh and Dik-ken assumptions, that well condition is on uniform flux/ fully penetrated rate from the reservoir.

Fig. 3 Numerical model of homogenous reservoir

Fig. 4 Horizontal-well position

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 96

For heterogeneous reservoir case; : Based based on porosity distribution, permeability reservoir are varied with normal distributed random values too. Their distribution is shown at Figure 5-8

Fig. 5 Horizontal permeability distribution

Lateral section is represented by single columns of grid blocks. On the other hand, this study is also considering friction effect. Therefore, every grid blocks is completed by wellbore friction. This can be accommodated by PetrelTM itself.

Fig. 6 Horizontal permeability histogram

Fig. 7 Vertical permeability distribution

Fig. 8 Vertical permeability histogram

3. RESULT AND DISCUSSION

3.1 Analytical IPR From analytical study, finally we will have anthe equation (13) shows the relationship between fluid (oil) rate and pressure drawdown at certain position (x) along the wellbore notated with ∆P .

…. (13)

....................................…. (14)

....................................…. (15)

And from that equation, with several iteration to determine the value of q(w(Ld), finally we can build our base case IPR result. Frictional IPR has non-linear relationship; and located below non-frictional one as below:

Fig. 9 Base case IPR

In sensitivity analysis, IPR curves have been constructed (App. E). From sensitivity analysis, in general we got that effect of frictional-pressure-drop will descend the IPR curve, and decrease oil rate.

Fluid properties variation results1. Increasing oil viscosity (μ0) and oil FVF formation volume factor (Bo), will decrease oil rate and descend IPR curve.2 Increasing or decreasing oil API gravity, will not influence the oil rate.

Reservoir properties variation results1. Increasing reservoir width (a), will decrease oil rate and descend IPR curve.

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)97

2. Increasing reservoir length (b) and thickness (b,h) and also horizontal and vertical permeability (khh, and kvv), will increase oil rate and ascend IPR curve.

Well properties variation results1. Increasing lateral length (L) and Blasius roughness coefficient (α), will increase oil rate and ascend IPR curve.2. Increasing wellbore ID inside diameter and skin, will decrease oil rate and ascend IPR curve.

Then, from sensitivity analysis we know that there are effects on changing variable changing to IPR. To find out how validate our the result equa-tions results, we will study the effect of changing variable changing to the demonstrated IPR equa-tion that we will generate. We did this by mak-ing ‘spider diagrams’ for each respective variable. From that, we’ll we find outknow which variable will give greatest effect to IPR, by seeing the slope value from each curve. Spider diagram presents a snapshot of the potential impact of uncertain input variables on the study outcomes.

Fig. 10 Spider diagram for fluid properties

Fig. 11 Spider Diagram for reservoir properties

Those frictional IPR from sensitivity analysis are modified as dimensionless IPR and plotted in the same graph (Figure 13)

Fig. 12 Spider diagram for well properties

Figure 13 shows full line IPR curve for horizon-tal-well by considering friction. Regression results new-dimensionless non-linear IPR correlation for

Fig. 13 Dimensionless IPR

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 98

horizontal-wells under influence of single-phase frictional-pressure-drop. The correlation is

.....…. (16)

With assumptions: - Turbulence flow - One-phase - Pseudo-steady-state condition - Homogeneous reservoir - Uniform influx

3.2 Numerical IPR Validation Equation (13) is validated with numerical model of homogenous reservoir (Fig. 3). The model (Fig. 3) is built with similar properties in Table 1, except the drainage area. Reservoir dimension is 20000 ft x 15000 ft x 1000 ft. Horizontal-well had been com-pleted by frictional pressure drop. Frictional IPR is modified as dimensionless IPR, can be seen in Fig. 14. The trend is similar with Equation (16).

Eq. (16) is also validated with by numerical model of heterogeneous reservoir (Fig. 5). The used model is similar with previous case, with redistributed porosity and permeability. Horizontal-well has been completed by frictional pressure drop. Frictional IPR is modified as dimensionless IPR, can be seen in Figure 15. The trend is similar with Equation (13).

Fig. 14 Dimensionless IPR of homogenous case

And if we plot together from these 3 three results (from homogenous analytical, homogenous numerical and heterogeneous numerical approach), we will get the result as plotted in (Fig.16) below.

Fig. 15 Dimensionless IPR of heterogeneous case

Fig. 16 Comparison dimensionless IPR result

Numerical and analytical model give similar result. Therefore, new IPR (Equation 16) for hor-izontal-wells under influence of single-phase fric-tional-pressure-drop is valid for homogenous & het-erogeneous reservoir.

3.3 Future IPR Prediction Correlation to predict future IPR is also gener-ated with numerical model. The model (Fig. 3) is built with similar data in Table 1, except drainage area. Reservoir dimension is 20000 ft x 15000 ft x 1000 ft. This is used as base case model. Valida-tion indicates that reservoir pressure is 2001.75 psi. Simulation also results AOFP 67500 BOPD.

Base case model is then run with BHP 1200 psi, resulting initial rate 29790.6 BOPD. After 1 year, rates reach 16421.7 BOPD. PBU test is then con-ducted. Result and analysis are similar with model validation (App. F). From PBU, Pres is 1780.62 psi. Evaluation with Eq. 16 results AOFP of 45184.68 BOPD.

Base case model is re-run with similar BHP and initial rate. Simulation is stopped after 2 two years to conduct PBU test, resulting Pres of 1646.73 psi and AOFP of 42170.27 BOPD. This step is repeated for several production times. Detail of results can be seen in Table 3.

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)97

2. Increasing reservoir length (b) and thickness (b,h) and also horizontal and vertical permeability (khh, and kvv), will increase oil rate and ascend IPR curve.

Well properties variation results1. Increasing lateral length (L) and Blasius roughness coefficient (α), will increase oil rate and ascend IPR curve.2. Increasing wellbore ID inside diameter and skin, will decrease oil rate and ascend IPR curve.

Then, from sensitivity analysis we know that there are effects on changing variable changing to IPR. To find out how validate our the result equa-tions results, we will study the effect of changing variable changing to the demonstrated IPR equa-tion that we will generate. We did this by mak-ing ‘spider diagrams’ for each respective variable. From that, we’ll we find outknow which variable will give greatest effect to IPR, by seeing the slope value from each curve. Spider diagram presents a snapshot of the potential impact of uncertain input variables on the study outcomes.

Fig. 10 Spider diagram for fluid properties

Fig. 11 Spider Diagram for reservoir properties

Those frictional IPR from sensitivity analysis are modified as dimensionless IPR and plotted in the same graph (Figure 13)

Fig. 12 Spider diagram for well properties

Figure 13 shows full line IPR curve for horizon-tal-well by considering friction. Regression results new-dimensionless non-linear IPR correlation for

Fig. 13 Dimensionless IPR

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 98

horizontal-wells under influence of single-phase frictional-pressure-drop. The correlation is

.....…. (16)

With assumptions: - Turbulence flow - One-phase - Pseudo-steady-state condition - Homogeneous reservoir - Uniform influx

3.2 Numerical IPR Validation Equation (13) is validated with numerical model of homogenous reservoir (Fig. 3). The model (Fig. 3) is built with similar properties in Table 1, except the drainage area. Reservoir dimension is 20000 ft x 15000 ft x 1000 ft. Horizontal-well had been com-pleted by frictional pressure drop. Frictional IPR is modified as dimensionless IPR, can be seen in Fig. 14. The trend is similar with Equation (16).

Eq. (16) is also validated with by numerical model of heterogeneous reservoir (Fig. 5). The used model is similar with previous case, with redistributed porosity and permeability. Horizontal-well has been completed by frictional pressure drop. Frictional IPR is modified as dimensionless IPR, can be seen in Figure 15. The trend is similar with Equation (13).

Fig. 14 Dimensionless IPR of homogenous case

And if we plot together from these 3 three results (from homogenous analytical, homogenous numerical and heterogeneous numerical approach), we will get the result as plotted in (Fig.16) below.

Fig. 15 Dimensionless IPR of heterogeneous case

Fig. 16 Comparison dimensionless IPR result

Numerical and analytical model give similar result. Therefore, new IPR (Equation 16) for hor-izontal-wells under influence of single-phase fric-tional-pressure-drop is valid for homogenous & het-erogeneous reservoir.

3.3 Future IPR Prediction Correlation to predict future IPR is also gener-ated with numerical model. The model (Fig. 3) is built with similar data in Table 1, except drainage area. Reservoir dimension is 20000 ft x 15000 ft x 1000 ft. This is used as base case model. Valida-tion indicates that reservoir pressure is 2001.75 psi. Simulation also results AOFP 67500 BOPD.

Base case model is then run with BHP 1200 psi, resulting initial rate 29790.6 BOPD. After 1 year, rates reach 16421.7 BOPD. PBU test is then con-ducted. Result and analysis are similar with model validation (App. F). From PBU, Pres is 1780.62 psi. Evaluation with Eq. 16 results AOFP of 45184.68 BOPD.

Base case model is re-run with similar BHP and initial rate. Simulation is stopped after 2 two years to conduct PBU test, resulting Pres of 1646.73 psi and AOFP of 42170.27 BOPD. This step is repeated for several production times. Detail of results can be seen in Table 3.

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 10799 100

Table 3 Future IPR properties for base case

Dimensionless pressure (PresF/PresP) and di-mensionless rate (QomaxF/QomaxP) from future IPR simulation for base case of horizontal-well by considering friction can be seen in Figure 17.

Figure 17 Dimensionless pressure & rate of base case

Sensitivity analysis is investigated to get valid correlation to predict future IPR. Detail of sensitiv-ity analysis result shown in Table 4.

In base case model, wellbore ID is 4 inch, lateral length is 2000 ft, Kkvv is 10 md, and Kkhh is 1000 md. Position sensitivity can be seen in Figure 18.

Figure 18 Well position sensitivity

Result of sensitivity analysis of future IPR is also plotted at the same graph (Figure 19).

Each point in graph above represents the IPR curves at future reservoir conditions. Thus, the The graphs above is made from 57 IPR curves.

Regression results new-correlation for predict future IPR for horizontal-well by considering fric-tion. The correlation is

Figure 19 Regression of future IPR prediction

..........…. (7)

Equation (17)4 is used to re-predict future IPR for base case (Figure 20).

Figure 20 Future IPR by new-correlation for base case

CONCLUSION 1. Effect of friction in single-phase IPR correlations for horizontal-well is IPR has non-linear relationship; and is located below non-frictional one. 2. New-dimensionless IPR is not linear. The trend is polynomial second order. 3. Based on sensitivity analysis & and spider diagram, parameters that highly influence IPR are roughness factor (α), reservoir length (b), wellbore ID, oil viscosity, oil FVF, & and per meability. 4. New single-phase IPR correlation for horizontal- wells under influence of friction is valid for homogenous & heterogeneous reservoir. 5. New-correlation to predict Oneone-phase future IPR for horizontal-well by considering friction has been generated with combination of analytical method and numerical simulation.

Acknowledgement Because this study uses PetrelTM and EcrinTM. Therefore, author would thank to Schlumberger and Kappa. Besides that, wWe also acknowledge Mr Prof. essor DR Pudjo SukarnoSoekarno, as our advisor, for his assistance to finish complete this study.

Nomenclature = flux per length unit, STB/D-ft = rate from reservoir to well, STB/D = rate in well, STB/D = moody friction factor = oil density, lbm/ft3 = specific PI, STB/D-psi-ft = productivity-index, STB/D-psi = oil production rate, STB/D = horizontal permeability, md = vertical permeability, md = reservoir thickness, ft = pressure drop, psi = reservoir pressure, psi = flowing bottom hole pressure, psi = length of horizontal wellbore, ft = viscosity of oil, cp = wellbore radius, in = radius of drainage area, ft = oil FVF, bbl/STB = shape factor = partial penetration factor = skin pressure drop, psi = integration constant = skin factor = blasius Blasius roughness coefficient = eksponential = wellbore resistivity, cp/inch4

ReferencesAfandi, T., 2001. Pengaruh Kehilangan Tekanan dalam Sumur Horizontal terhadap Penentuan Panjang Sumur Optimum. Final Project in PE ITBAnklam, E.G. and Wiggins, M.L., 2005. A Review of Horizontal Wellbore Pressure Equations. SPE 94314Archer, A.R. et al., 2005. Correcting for Frictional Pressure Drop in Horizontal-Well IPR. SPEPF Feb.2005 21-25Babu, D.K. and Odeh, A.S., 1989. Productivity of a Horizontal Well. SPERE Nov. 1989 page 417-421Brekke, K., et.al., 1993. A New Modular Approach to Comprehensive Simulation of Horizontal Wells. SPE 26518Butler, R.M., 1994. Horizontal Wells for the Recovery of Oil, Gas, and Bitumen. Petroleum Monograph No. 2, Petroleum Society of CIMDikken, B.J., 1990. Pressure Drop in Horizontal Wells and Its Effect on Production Performance. JPT Nov. 1990Economides, M.J., et.al., 1991. Comprehensive

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 10799 100

Table 3 Future IPR properties for base case

Dimensionless pressure (PresF/PresP) and di-mensionless rate (QomaxF/QomaxP) from future IPR simulation for base case of horizontal-well by considering friction can be seen in Figure 17.

Figure 17 Dimensionless pressure & rate of base case

Sensitivity analysis is investigated to get valid correlation to predict future IPR. Detail of sensitiv-ity analysis result shown in Table 4.

In base case model, wellbore ID is 4 inch, lateral length is 2000 ft, Kkvv is 10 md, and Kkhh is 1000 md. Position sensitivity can be seen in Figure 18.

Figure 18 Well position sensitivity

Result of sensitivity analysis of future IPR is also plotted at the same graph (Figure 19).

Each point in graph above represents the IPR curves at future reservoir conditions. Thus, the The graphs above is made from 57 IPR curves.

Regression results new-correlation for predict future IPR for horizontal-well by considering fric-tion. The correlation is

Figure 19 Regression of future IPR prediction

..........…. (7)

Equation (17)4 is used to re-predict future IPR for base case (Figure 20).

Figure 20 Future IPR by new-correlation for base case

CONCLUSION 1. Effect of friction in single-phase IPR correlations for horizontal-well is IPR has non-linear relationship; and is located below non-frictional one. 2. New-dimensionless IPR is not linear. The trend is polynomial second order. 3. Based on sensitivity analysis & and spider diagram, parameters that highly influence IPR are roughness factor (α), reservoir length (b), wellbore ID, oil viscosity, oil FVF, & and per meability. 4. New single-phase IPR correlation for horizontal- wells under influence of friction is valid for homogenous & heterogeneous reservoir. 5. New-correlation to predict Oneone-phase future IPR for horizontal-well by considering friction has been generated with combination of analytical method and numerical simulation.

Acknowledgement Because this study uses PetrelTM and EcrinTM. Therefore, author would thank to Schlumberger and Kappa. Besides that, wWe also acknowledge Mr Prof. essor DR Pudjo SukarnoSoekarno, as our advisor, for his assistance to finish complete this study.

Nomenclature = flux per length unit, STB/D-ft = rate from reservoir to well, STB/D = rate in well, STB/D = moody friction factor = oil density, lbm/ft3 = specific PI, STB/D-psi-ft = productivity-index, STB/D-psi = oil production rate, STB/D = horizontal permeability, md = vertical permeability, md = reservoir thickness, ft = pressure drop, psi = reservoir pressure, psi = flowing bottom hole pressure, psi = length of horizontal wellbore, ft = viscosity of oil, cp = wellbore radius, in = radius of drainage area, ft = oil FVF, bbl/STB = shape factor = partial penetration factor = skin pressure drop, psi = integration constant = skin factor = blasius Blasius roughness coefficient = eksponential = wellbore resistivity, cp/inch4

ReferencesAfandi, T., 2001. Pengaruh Kehilangan Tekanan dalam Sumur Horizontal terhadap Penentuan Panjang Sumur Optimum. Final Project in PE ITBAnklam, E.G. and Wiggins, M.L., 2005. A Review of Horizontal Wellbore Pressure Equations. SPE 94314Archer, A.R. et al., 2005. Correcting for Frictional Pressure Drop in Horizontal-Well IPR. SPEPF Feb.2005 21-25Babu, D.K. and Odeh, A.S., 1989. Productivity of a Horizontal Well. SPERE Nov. 1989 page 417-421Brekke, K., et.al., 1993. A New Modular Approach to Comprehensive Simulation of Horizontal Wells. SPE 26518Butler, R.M., 1994. Horizontal Wells for the Recovery of Oil, Gas, and Bitumen. Petroleum Monograph No. 2, Petroleum Society of CIMDikken, B.J., 1990. Pressure Drop in Horizontal Wells and Its Effect on Production Performance. JPT Nov. 1990Economides, M.J., et.al., 1991. Comprehensive

Simulation of Horizontal Well Performance. SPEFE Dec 1991Joshi, S.D., 1988. Augmentation of Well Productivity with Slant and Horizontal Wells. JPT Jun 1988 page 729-739Joshi, S.D., 1991. Horizontal Well Technology. Tulsa: Penn Well BookKamkom, R. and Zhu, D., 2006. Generalized Horizontal Well Inflow Relationships for Liquid, Gas, or Two-Phase Flow. SPE 99712Ngheim, L., et.al., 1991. Seventh SPE Comparative Solution Project : Modeling of Horizontal Wells in Reservoir Simulation. SPE 21221

Novy, R.A., 1995. Pressure Drops in Horizontal Wells : When Can They be Ignored? SPERE Feb. 1995 page 29-35Penmatcha, V.R., et.al., 1999. Effects of Pressure Drop in Horizontal Wells and Optimum Well Length. SPE Journal Sept. 1999 page 215-223Stone, T.W., et.al., 1989. A Comprehensive Wellbore/ Reservoir Simulator. SPE 18419Vogel, J.V., 1968. IPR for Solution Gas Drive Wells. JPT January

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107101 102

c. Flow in well bore

Since fully penetrates, sR is 0, which leads PI

Appendix A : Base Case IPR

For pseudo-steady-state, I apply Babu & Odeh’s formula to calculate PI and obtain

.............…. (B.1)

.....................…. (B.2)

......…. (B.3)

..................................................…. (B.3)

.......…. (B.5)

..................…. (B.6)

......................................…. (B.7)

Generated IPR can be shown in Table A.1.

Appendix B : Derivation of Productivity Eq. in Horizontal-Well by Considering Pressure Drop

Solution for turbulent flowBasic equations that being used : a. Flow in reservoir

The used PI equation is Babu and Odeh equation (Eq. 6), pseudo-steady-state

b. Volume balance

(pressure-drop in wellbore only caused by friction flow with wellbore’s wall) Equation 6 can be write in form

We use combination of Eq. B.1 & B.2, & get

where: Js = Jh/L

The used frictional factor solution for turbulent flow in this report is Blasius equation that is

for 4000 < Re < 105, where 0 ≤ α ≤0.25, α = 0 for rough wall and α = 0.25 for soft.

From B.3, B.6, and B.8, we get

where

...................................…. (B.8)

.......…. (B.9)

Equation B.9 can be write in form

....................…. (B.10)

..…. (B.11)

Simulation of Horizontal Well Performance. SPEFE Dec 1991Joshi, S.D., 1988. Augmentation of Well Productivity with Slant and Horizontal Wells. JPT Jun 1988 page 729-739Joshi, S.D., 1991. Horizontal Well Technology. Tulsa: Penn Well BookKamkom, R. and Zhu, D., 2006. Generalized Horizontal Well Inflow Relationships for Liquid, Gas, or Two-Phase Flow. SPE 99712Ngheim, L., et.al., 1991. Seventh SPE Comparative Solution Project : Modeling of Horizontal Wells in Reservoir Simulation. SPE 21221

Novy, R.A., 1995. Pressure Drops in Horizontal Wells : When Can They be Ignored? SPERE Feb. 1995 page 29-35Penmatcha, V.R., et.al., 1999. Effects of Pressure Drop in Horizontal Wells and Optimum Well Length. SPE Journal Sept. 1999 page 215-223Stone, T.W., et.al., 1989. A Comprehensive Wellbore/ Reservoir Simulator. SPE 18419Vogel, J.V., 1968. IPR for Solution Gas Drive Wells. JPT January

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107101 102

c. Flow in well bore

Since fully penetrates, sR is 0, which leads PI

Appendix A : Base Case IPR

For pseudo-steady-state, I apply Babu & Odeh’s formula to calculate PI and obtain

.............…. (B.1)

.....................…. (B.2)

......…. (B.3)

..................................................…. (B.3)

.......…. (B.5)

..................…. (B.6)

......................................…. (B.7)

Generated IPR can be shown in Table A.1.

Appendix B : Derivation of Productivity Eq. in Horizontal-Well by Considering Pressure Drop

Solution for turbulent flowBasic equations that being used : a. Flow in reservoir

The used PI equation is Babu and Odeh equation (Eq. 6), pseudo-steady-state

b. Volume balance

(pressure-drop in wellbore only caused by friction flow with wellbore’s wall) Equation 6 can be write in form

We use combination of Eq. B.1 & B.2, & get

where: Js = Jh/L

The used frictional factor solution for turbulent flow in this report is Blasius equation that is

for 4000 < Re < 105, where 0 ≤ α ≤0.25, α = 0 for rough wall and α = 0.25 for soft.

From B.3, B.6, and B.8, we get

where

...................................…. (B.8)

.......…. (B.9)

Equation B.9 can be write in form

....................…. (B.10)

..…. (B.11)

.................…. (B.12)

................…. (B.13)

Both sides multiplied with qw(x)’ & integrated

...........................…. (B.14)

..................................…. (B.15)

.........................…. (B.16)

.........…. (B.17)

..................................…. (B.18)

where K’ = integration constantBoundary condition will simultaneous if only K’ = 0, beside dqw(x)/dx must be negative because flow rate should be decrease due to increasing of well-bore hole. So we only use the negative sign in right side. K’ = 0, so B.12 can be integrate

By input boundary condition

We make dimensionless variable,

So,

Equation B.10 can be write in form

We substitute eq. B.13 to B.15 and we have

From equation B.16,

..............................…. (B.19)

.................................…. (B.21)

....................…. (B.22)

... (B.20)

First and second differentiation from B.18 are

Finite well solution with boundary condition

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)103

Appendix C : Turbulent Flow Solution Solving with Runge-Kutta MethodRunge-Kutta method is way to solve ordinary differential equations system. Iteration method for Runge-Kutta Method generally can be written as follows :

For this case, we will use 4th order Runge-Kutta method in form

Solution for Turbulent FlowForm of solution for turbulent flow (from B.20),

Beside of that, we can using the other boundary condition in x = 0

to solve this, by using 4th order Runge-Kutta method with step dXd ≤ 10-5. The way to solve is by changing that 2nd order differential equation to two 1st order differential equation:

with boundary condition

...........…. (D.1)

.................................…. (D.2)

.................................…. (D.5)

Now we can solve with Runge-Kutta method with 2 initial conditions in Xd = 0 to find qwd in Xld. Forms of iteration Runge-Kutta method with 2 initial conditions become

Appendix D : Frictional IPR Calculation Procedure Below is calculation procedure in this study. Derivation is presented in App. B & C.1. Generate IPR with Babu & Odeh eq.

2. Calculate Js and Rwl

3. Determine Re with q = qo

........…. (D.7)

...................................…. (D.8)

..................…. (D.3)

If Re > 4000, (turbulent), go to the next step.

qtd = 1; qtd = qtd - 10-2. Use Range-Kutta to solve qtd’ until qtd’ < 10-3

4. Calculate Rwd, Ld, K

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 104

.................…. (B.12)

................…. (B.13)

Both sides multiplied with qw(x)’ & integrated

...........................…. (B.14)

..................................…. (B.15)

.........................…. (B.16)

.........…. (B.17)

..................................…. (B.18)

where K’ = integration constantBoundary condition will simultaneous if only K’ = 0, beside dqw(x)/dx must be negative because flow rate should be decrease due to increasing of well-bore hole. So we only use the negative sign in right side. K’ = 0, so B.12 can be integrate

By input boundary condition

We make dimensionless variable,

So,

Equation B.10 can be write in form

We substitute eq. B.13 to B.15 and we have

From equation B.16,

..............................…. (B.19)

.................................…. (B.21)

....................…. (B.22)

... (B.20)

First and second differentiation from B.18 are

Finite well solution with boundary condition

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)103

Appendix C : Turbulent Flow Solution Solving with Runge-Kutta MethodRunge-Kutta method is way to solve ordinary differential equations system. Iteration method for Runge-Kutta Method generally can be written as follows :

For this case, we will use 4th order Runge-Kutta method in form

Solution for Turbulent FlowForm of solution for turbulent flow (from B.20),

Beside of that, we can using the other boundary condition in x = 0

to solve this, by using 4th order Runge-Kutta method with step dXd ≤ 10-5. The way to solve is by changing that 2nd order differential equation to two 1st order differential equation:

with boundary condition

...........…. (D.1)

.................................…. (D.2)

.................................…. (D.5)

Now we can solve with Runge-Kutta method with 2 initial conditions in Xd = 0 to find qwd in Xld. Forms of iteration Runge-Kutta method with 2 initial conditions become

Appendix D : Frictional IPR Calculation Procedure Below is calculation procedure in this study. Derivation is presented in App. B & C.1. Generate IPR with Babu & Odeh eq.

2. Calculate Js and Rwl

3. Determine Re with q = qo

........…. (D.7)

...................................…. (D.8)

..................…. (D.3)

If Re > 4000, (turbulent), go to the next step.

qtd = 1; qtd = qtd - 10-2. Use Range-Kutta to solve qtd’ until qtd’ < 10-3

4. Calculate Rwd, Ld, K

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 104

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)105

Fig. E.1 Sensitivity oil viscosity

Fig. E.2 Sensitivity oil formation volume factor

Fig. E.3 Sensitivity reservoir width

Fig. E.4 Sensitivity reservoir length

Fig. E.6 Sensitivity horizontal permeability

Fig. E.5 Sensitivity reservoir thickness

...................................................…. (D.9)7.

8. Do step 4 until 9 for another BHP.

Appendix E : Sensitivity Analysis

Fig. E.7 Sensitivity vertical permeability

5. qtd = qtd - 10-3

6. Solve qtd’ until qtd’ < 10-4.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 106

49

Fig. E.11 Sensitivity lateral position in Z-axis

Fig. E.13 Sensitivity skin factor

Fig. E.12 Sensitivity lateral length

Fig. E.10 Sensitivity lateral position in Y-axis

Fig. E.9 Sensitivity wellbore ID

Fig. E.8 Sensitivity wellbore roughness

Appendix F : Validation of Numerical Model of Homogenous Reservoir

This model is validated by run simulation of PDD & PBU test. Test result is then inputted to and ana-lyzed by EcrinTM. Matching process can be seen in Figure F.1, F.2, and F.3.

Fig. F.1 History plot

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)105

Fig. E.1 Sensitivity oil viscosity

Fig. E.2 Sensitivity oil formation volume factor

Fig. E.3 Sensitivity reservoir width

Fig. E.4 Sensitivity reservoir length

Fig. E.6 Sensitivity horizontal permeability

Fig. E.5 Sensitivity reservoir thickness

...................................................…. (D.9)7.

8. Do step 4 until 9 for another BHP.

Appendix E : Sensitivity Analysis

Fig. E.7 Sensitivity vertical permeability

5. qtd = qtd - 10-3

6. Solve qtd’ until qtd’ < 10-4.

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013 : 92 - 107 106

49

Fig. E.11 Sensitivity lateral position in Z-axis

Fig. E.13 Sensitivity skin factor

Fig. E.12 Sensitivity lateral length

Fig. E.10 Sensitivity lateral position in Y-axis

Fig. E.9 Sensitivity wellbore ID

Fig. E.8 Sensitivity wellbore roughness

Appendix F : Validation of Numerical Model of Homogenous Reservoir

This model is validated by run simulation of PDD & PBU test. Test result is then inputted to and ana-lyzed by EcrinTM. Matching process can be seen in Figure F.1, F.2, and F.3.

Fig. F.1 History plot

Analysis results initial pressure 2001.75 psi and zero skin. Model was built with assigned initial pressure 2000 psi and zero skin. This means model is valid because value from well test similar with assigned value in PetrelTM.

Fig. F.3 Log-log plot

Fig. F.2 Semi-log plot

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)107

108

Bastian Wismana, Adi Matondang PT. Energi Mega Persada Malacca Strait, Bakrie Tower

Komp. Rasuna Epicentrum, Jl. HR Rasuna Said-Kuningan, Jakarta 12960No telp 081386385371

Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

Success Story: Handling Excessive Water and Gas in ESP Wells Using VSD

Abstrak Electric Submersible Pump sebagai salah satu dari alat pengangkat buatan mempunyai beberapa keuntungan seperti rentang kapasitas yang cukup besar, fasilitas permukaan yang berdimensi relatif kecil, dan relatif baik untuk sumur-sumur yang sudah mengalami penurunan tekanan serta sumur yang memiliki dynamic liquid level yang cukup dalam. Namun demikian Electric Submersible Pump juga mempunyai beberapa kekurangan seperti tidak tahan terhadap kandungan gas yang tinggi, scale dan masalah kepasiran . Penelitian ini akan membahas aplikasi Variable Speed Drive (VSD) pada dua sumur dengan kasus yang berbeda Kenaikan Watercut yang drastis terjadi pada sumur Bastian-01, sehingga memerlukan langkah pengop-timalisasian yang cepat demi menjaga sumur tetap berproduksi. Penulis akan membahas bagaimana aplikasi VSD pada sumur ini untuk mengontrol kenaikan watercut yang drastis. Dengan pengoptimalisasian menggunakan VSD, diperoleh kenaikan NPV sebesar USD 1,2 Juta. Dalam paper ini penulis juga akan membahas tentang bagaimana mengatasi kekurangan Electric Submersible Pump terhadap produksi sumur yang memiliki kandungan gas terlarut cukup tinggi. Sumur Bastian-02 pada lapangan Bastian merupakan sumur tua dan berproduksi minyak dari lapisan zona produksi Transisi. Pada zona Transisi dari data DST menunjukkan bahwa zona tersebut memiliki kandungan GOR 906 scf/stb. Gas yang berlebih akan menurunkan efisiensi pompa dan menimbulkan masalah yang dapat membuat pompa mati. Dengan menggunakan VSD, masalah gas berlebih tersebut dapat diatasi sehingga memberikan keuntungan NPV sebesar USD 9,8 Juta dalam satu tahun. Dari studi kasus yang akan dibahas oleh penulis, VSD mampu mengatasi masalah-masalah yang ada pada sumur ESP. Dengan mengatasi masalah tersebut akan membuat usia sumur meningkat sehingga memberikan dampak ekonomi yang cukup signifikan.Kata kunci : Electric submersible pump, Variable speed drive, Net present value , Gas oil ratio.

Abstract Electric Submersible Pump or as known as ESP has several benefit as artificial lift such as wide range capacity, relatively small dimension for surface supporting facilities, good for well that had been depleted and have deep dynamic liquid level. even though ESP has a lot of advantage, it also has several deficiency such as not stand against high gas contents, scale and sand problem. this study will examine Variable Speed Drive application to support ESP in two different well and different cases. The drastic increasing of water cut that occurred in Bastian-01 well need fast optimization to keep the well production. Author will talk about how to utilize VSD in this well to control sudden raise of water cut. With this optimization will give profit on NPV up to USD 1.2million. Beside the problem sated above, in this paper author will talk as well about how to handle lack of ESP in facing the well that has high soluble gas content. Bastian-02 well is mature well and produced oil from Transision zone. DST data showed that in this Transision zone give GOR value 906 scf/stb. the massive gas will drop the pump efficiency and give another problem that lead to pump off condition. with utilizing the VSD that excessive gas could be handled, thus give NPV profit USD 9.8 million in one year economic calculation. From those study case that will be discussed in this paper, VSD can handle problems that exist in ESP wells. With subdue those problems will affect prolong the well life and give significant effect on economic value.Keywords : Electric submersible pump, Variable speed drive, Net present value , Gas oil ratio

Analysis results initial pressure 2001.75 psi and zero skin. Model was built with assigned initial pressure 2000 psi and zero skin. This means model is valid because value from well test similar with assigned value in PetrelTM.

Fig. F.3 Log-log plot

Fig. F.2 Semi-log plot

New Correlation To Predict Future Single-Phase IPR For Horizontal Well By Considering Frictional-Pressure-Drop

(Singgih Suganda, Pudjo Sukarno, Fatkhur Rahman)107

108

Bastian Wismana, Adi Matondang PT. Energi Mega Persada Malacca Strait, Bakrie Tower

Komp. Rasuna Epicentrum, Jl. HR Rasuna Said-Kuningan, Jakarta 12960No telp 081386385371

Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

Success Story: Handling Excessive Water and Gas in ESP Wells Using VSD

Abstrak Electric Submersible Pump sebagai salah satu dari alat pengangkat buatan mempunyai beberapa keuntungan seperti rentang kapasitas yang cukup besar, fasilitas permukaan yang berdimensi relatif kecil, dan relatif baik untuk sumur-sumur yang sudah mengalami penurunan tekanan serta sumur yang memiliki dynamic liquid level yang cukup dalam. Namun demikian Electric Submersible Pump juga mempunyai beberapa kekurangan seperti tidak tahan terhadap kandungan gas yang tinggi, scale dan masalah kepasiran . Penelitian ini akan membahas aplikasi Variable Speed Drive (VSD) pada dua sumur dengan kasus yang berbeda Kenaikan Watercut yang drastis terjadi pada sumur Bastian-01, sehingga memerlukan langkah pengop-timalisasian yang cepat demi menjaga sumur tetap berproduksi. Penulis akan membahas bagaimana aplikasi VSD pada sumur ini untuk mengontrol kenaikan watercut yang drastis. Dengan pengoptimalisasian menggunakan VSD, diperoleh kenaikan NPV sebesar USD 1,2 Juta. Dalam paper ini penulis juga akan membahas tentang bagaimana mengatasi kekurangan Electric Submersible Pump terhadap produksi sumur yang memiliki kandungan gas terlarut cukup tinggi. Sumur Bastian-02 pada lapangan Bastian merupakan sumur tua dan berproduksi minyak dari lapisan zona produksi Transisi. Pada zona Transisi dari data DST menunjukkan bahwa zona tersebut memiliki kandungan GOR 906 scf/stb. Gas yang berlebih akan menurunkan efisiensi pompa dan menimbulkan masalah yang dapat membuat pompa mati. Dengan menggunakan VSD, masalah gas berlebih tersebut dapat diatasi sehingga memberikan keuntungan NPV sebesar USD 9,8 Juta dalam satu tahun. Dari studi kasus yang akan dibahas oleh penulis, VSD mampu mengatasi masalah-masalah yang ada pada sumur ESP. Dengan mengatasi masalah tersebut akan membuat usia sumur meningkat sehingga memberikan dampak ekonomi yang cukup signifikan.Kata kunci : Electric submersible pump, Variable speed drive, Net present value , Gas oil ratio.

Abstract Electric Submersible Pump or as known as ESP has several benefit as artificial lift such as wide range capacity, relatively small dimension for surface supporting facilities, good for well that had been depleted and have deep dynamic liquid level. even though ESP has a lot of advantage, it also has several deficiency such as not stand against high gas contents, scale and sand problem. this study will examine Variable Speed Drive application to support ESP in two different well and different cases. The drastic increasing of water cut that occurred in Bastian-01 well need fast optimization to keep the well production. Author will talk about how to utilize VSD in this well to control sudden raise of water cut. With this optimization will give profit on NPV up to USD 1.2million. Beside the problem sated above, in this paper author will talk as well about how to handle lack of ESP in facing the well that has high soluble gas content. Bastian-02 well is mature well and produced oil from Transision zone. DST data showed that in this Transision zone give GOR value 906 scf/stb. the massive gas will drop the pump efficiency and give another problem that lead to pump off condition. with utilizing the VSD that excessive gas could be handled, thus give NPV profit USD 9.8 million in one year economic calculation. From those study case that will be discussed in this paper, VSD can handle problems that exist in ESP wells. With subdue those problems will affect prolong the well life and give significant effect on economic value.Keywords : Electric submersible pump, Variable speed drive, Net present value , Gas oil ratio

1. PENDAHULUAN Electrical Submersible Pump (ESP) merupakan metode pengangkatan buatan yang paling banyak digunakan di industri perminyakan. Beberapa keuntungan dari penggunaan ESP adalah rentang kapasitas yang cukup besar, fasilitas permukaan yang berdimensi relatif kecil, dan relatif baik untuk sumur-sumur yang sudah mengalami penurunan tekanan serta sumur yang memiliki dynamic liquid level yang cukup dalam. Namun demikian ESP juga mempunyai beberapa kekurangan seperti tidak tahan terhadap kandungan gas yang tinggi, scale dan masalah kepasiran . Telah banyak dilakukan penelitian dan pengem-bangan dalam penggunaan ESP, salah satu pengem-bangan yang telah dilakukan adalah dalam peng-gunaan Variable Speed Drive (VSD). VSD dapat merubah kecepatan rotasi motor dengan mengubah frekuensi AC Power sebelum dikirim ke dalam per-alatan ESP dibawah permukaan. Penggunaan VSD memungkinkan kita untuk mengubah putaran pompa sehingga laju alir fluida dapat berubah-ubah. Dalam makalah ini akan menganalisa aplikasi VSD di dua sumur yang berbeda dengan kondisi yang berbeda pula. Sumur Bastian-01 mempunyai kasus terkait dengan pencegahan water coning dengan indikasi kenaikan water cut yang drastis sementara Sumur Bastian-02 mempunyai kasus terkait dengan produksi gas berlebih. Kedua sumur tersebut memiliki kedalaman sekitar 5000 ft, dan fasilitas pengangkat buatan yang tersedia adalah untuk ESP. Sumur Bastian-01 merupakan sumur tua yang merupakan sumur onshore. Sumur tersebut pertama berproduksi tahun 1998 dan ditutup pada 2007 karena kandungan air yang tinggi. Kemudian pada tahun 2009 dilakukan kerja ulang pindah lapisan dari Sihapas B-1 ke Sihapas A-3 pada tahun 2009. Zona produktif Sihapas A-3 pada sumur ini bertenaga pendorong air (strong water drive) dan memiliki tekanan reservoar (Pr) lebih besar dari Tekanan Bubble Point (Pb) dengan minyak 19,5 oAPI. Dengan pompa terpasang 258 stage dan motor 60HP. Zona Sihapas A-3 sebelumnya belum pernah dibuka pada sumur lain. Sumur Bastian-02 pada lapangan Bastian meru-pakan sumur tua berusia 20 tahun. Pada tahun 2009 dilakukan kerja ulang pindah lapisan dari Sihapas B-1 ke Lapisan Transisi. Lapisan Transisi ini juga belum pernah di produksikan sebelumnya di sumur sekitarnya. Data DST pada lapisan tersebut menunjukkan kandungan GOR sebesar 906 scf/stb, hal tersebut

dikarenakan lapisan produktif pada sumur ini memiliki tekanan reservoar (Pr) dibawah tekanan Bubble Point (Pb), sehingga cukup banyak gas yang ikut terproduksi. Pompa terpasang 191 stages dengan motor 60 hp. Selain membahas perihal manfaat VSD pada masalah teknis di kedua sumur tersebut, dalam paper ini penulis juga akan menganalisa dari sisi ekonomi. Sehingga dari beberapa pilihan teknis yang ada dapat dibandingkan dalam hal ekonominya.

2. LANDASAN TEORI

2.1. Productivity Index dan Inflow Performance Relationship Productivity Index (PI) adalah index yang digunakan untuk menyatakan kemampuan suatu sumur berproduksi pada kondisi tertentu secara kauntitatif. PI pada sumur Bastian-01 dianalisa dengan menggunakan data petrofisik karena belum dibuka sumur lain pada zona produksi yang lama dan belum dilakukan test produksi sehingga dihitung dengan menggunakan persamaan Darcy. Berikut persamaan-persamaan yang digunakan:

............................................ (1)

............................................ (4)

............................................ (5)

.................................... (6)

.. (7)

................................................. (2)

...... (3)

Rumus nomor 1, 2 dan 3 diatas mengacu buku referensi nomor 9.

IPR merupakan suatu nilai kualitatif yang digunakan untuk menyatakan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Kedua sumur yang dianalisa memiliki karakteristik yang berbeda dimana sumur Bastian-01 berada pada kondisi Undersaturated (Pr > Pb) sedangkan sumur Bastian-02 pada kondisi Saturated (Pr < Pb). Sehingga metode yang digunakan dalam perhitungan IPR dalam penelitian ini adalah Metode Vogel karena metode ini memperhatikan Tekanan Gelembung (Pb). Pada metode ini faktor skin tidak diperhitungkan. Persamaan yang digunakan pada kondisi Under-saturated (Pr > Pb) adalah sebagai berikut:

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 108 - 116109

Setelah ketiga komponen Rs, Bo dan Bg diketahui maka volume minyak, air dan gas dapat ditentukan. Total volume gas (gas bebas dan gas terlarut) dapat ditentukan dengan persamaan:

Total Volume Gas = BPD minyak x GOR

Jumlah gas yang masih terlarut pada Pump Intake dapat ditentukan dengan persamaan:

Gas Terlarut pada PIP = Rs x BPD minyak

Jumlah gas bebas sama dengan Total volume gas dikurangi dengan jumlah gas terlarut pada Pump Intake. Jumlah volume minyak (Vo) pada Pump Intake sama dengan hasil kali jumlah produksi minyak (BOPD) dengan faktor volume formasi minyak (Bo). Jumlah volume gas (Vg) pada Pump Intake sama dengan hasil kali jumlah produksi minyak (BOPD) dengan faktor volume formasi gas (Bg). Jumlah volume air (Vw) pada Pump Intake sama dengan hasil kali Water Cut aktual dengan laju produksi aktual. Jadi total volume fluida (Vt) dapat ditentukan dengan persamaan

.............. (8)

..... (9)

.............................. (10)

................... (11)

..... (12)

Sedangkan persamaan yang digunakan dalam perhi-tungan IPR pada sumur kondisi saturated (Pr < Pb):

Rumus nomor 4, 5, 6, 7 dan 8 mengacu pada buku referensi nomor 10.

2.2. Pump Intake Curve (Outflow Performance ESP) Untuk menentukan kurva intake pompa diasum-sikan tekanan kepala sumur dan ukuran tubing tetap. Pada sumur minyak yang memiliki kandungan gas cukup tinggi, diasumsikan gas terlarut dalam fluida dan ikut terpompa. Berikut langkah-langkah untuk membuat kurva intake pompa • Menentukan densitas cairan pada kondisi standar

• Menghitung Pump Discharge Pressure

• Menghitung Pump Intake Pressure h merupakan head/stage dari pump performance curve

• Menghitung Pwf

Rumus nomor 9, 10, 11 dan 12 mengacu pada referensi nomor 2.

2.3. Perhitungan Gas Bebas Dalam mendesain pompa ESP pada sumur yang memiliki GOR tinggi, salah satu faktor yang sulit diprediksi adalah jumlah gas bebas yang masuk ke-dalam intake pompa. Perhitungan volume gas yang masuk ke dalam pompa diperhitungakan dengan menggunakan korelasi Standing.

Kelarutan gas dalam minyak (Rs) yang masuk ke dalam pompa dihitung dengan persamaan :

Faktor Volume Formasi Minyak (Bo) dihitung dengan persamaan:

........................ (13)

...................................... (14)

................................................... (16)

......... (17)

....... (18)

.......................................... (19)

................................... (20)

........................................... (21)..................... (15)

Faktor Volume Formasi Gas (Bg) persamaan:

Prosentase gas bebas terhadap volume total fluida dapat dihitung dengan persamaan :

Jika volume gas pada Pump Intake > 10% ,maka diperlukan separator untuk memisahkan gas bebas dari fluida. Dengan asumsi downhole gas separator memiliki efisiensi 70% - 90% maka dapat dihitungvolume gas yang masuk ke dalam pompa yaitu sebesar 10% – 30% dari volume gas yang ada. Dengan menggunakan Downhole Gas Separator dibutuhkan suplai energi yang lebih besar karena alat ini membutuhkan suplai energi tersendiri diluar pompa dan motor.

Berikut beberapa persamaan untuk menentukan presentase gas bebas yang masuk kedalam pompa:

Volume gas bebas masuk pompa

110Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

(Bastian Wismana, Adi Matondang)

1. PENDAHULUAN Electrical Submersible Pump (ESP) merupakan metode pengangkatan buatan yang paling banyak digunakan di industri perminyakan. Beberapa keuntungan dari penggunaan ESP adalah rentang kapasitas yang cukup besar, fasilitas permukaan yang berdimensi relatif kecil, dan relatif baik untuk sumur-sumur yang sudah mengalami penurunan tekanan serta sumur yang memiliki dynamic liquid level yang cukup dalam. Namun demikian ESP juga mempunyai beberapa kekurangan seperti tidak tahan terhadap kandungan gas yang tinggi, scale dan masalah kepasiran . Telah banyak dilakukan penelitian dan pengem-bangan dalam penggunaan ESP, salah satu pengem-bangan yang telah dilakukan adalah dalam peng-gunaan Variable Speed Drive (VSD). VSD dapat merubah kecepatan rotasi motor dengan mengubah frekuensi AC Power sebelum dikirim ke dalam per-alatan ESP dibawah permukaan. Penggunaan VSD memungkinkan kita untuk mengubah putaran pompa sehingga laju alir fluida dapat berubah-ubah. Dalam makalah ini akan menganalisa aplikasi VSD di dua sumur yang berbeda dengan kondisi yang berbeda pula. Sumur Bastian-01 mempunyai kasus terkait dengan pencegahan water coning dengan indikasi kenaikan water cut yang drastis sementara Sumur Bastian-02 mempunyai kasus terkait dengan produksi gas berlebih. Kedua sumur tersebut memiliki kedalaman sekitar 5000 ft, dan fasilitas pengangkat buatan yang tersedia adalah untuk ESP. Sumur Bastian-01 merupakan sumur tua yang merupakan sumur onshore. Sumur tersebut pertama berproduksi tahun 1998 dan ditutup pada 2007 karena kandungan air yang tinggi. Kemudian pada tahun 2009 dilakukan kerja ulang pindah lapisan dari Sihapas B-1 ke Sihapas A-3 pada tahun 2009. Zona produktif Sihapas A-3 pada sumur ini bertenaga pendorong air (strong water drive) dan memiliki tekanan reservoar (Pr) lebih besar dari Tekanan Bubble Point (Pb) dengan minyak 19,5 oAPI. Dengan pompa terpasang 258 stage dan motor 60HP. Zona Sihapas A-3 sebelumnya belum pernah dibuka pada sumur lain. Sumur Bastian-02 pada lapangan Bastian meru-pakan sumur tua berusia 20 tahun. Pada tahun 2009 dilakukan kerja ulang pindah lapisan dari Sihapas B-1 ke Lapisan Transisi. Lapisan Transisi ini juga belum pernah di produksikan sebelumnya di sumur sekitarnya. Data DST pada lapisan tersebut menunjukkan kandungan GOR sebesar 906 scf/stb, hal tersebut

dikarenakan lapisan produktif pada sumur ini memiliki tekanan reservoar (Pr) dibawah tekanan Bubble Point (Pb), sehingga cukup banyak gas yang ikut terproduksi. Pompa terpasang 191 stages dengan motor 60 hp. Selain membahas perihal manfaat VSD pada masalah teknis di kedua sumur tersebut, dalam paper ini penulis juga akan menganalisa dari sisi ekonomi. Sehingga dari beberapa pilihan teknis yang ada dapat dibandingkan dalam hal ekonominya.

2. LANDASAN TEORI

2.1. Productivity Index dan Inflow Performance Relationship Productivity Index (PI) adalah index yang digunakan untuk menyatakan kemampuan suatu sumur berproduksi pada kondisi tertentu secara kauntitatif. PI pada sumur Bastian-01 dianalisa dengan menggunakan data petrofisik karena belum dibuka sumur lain pada zona produksi yang lama dan belum dilakukan test produksi sehingga dihitung dengan menggunakan persamaan Darcy. Berikut persamaan-persamaan yang digunakan:

............................................ (1)

............................................ (4)

............................................ (5)

.................................... (6)

.. (7)

................................................. (2)

...... (3)

Rumus nomor 1, 2 dan 3 diatas mengacu buku referensi nomor 9.

IPR merupakan suatu nilai kualitatif yang digunakan untuk menyatakan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Kedua sumur yang dianalisa memiliki karakteristik yang berbeda dimana sumur Bastian-01 berada pada kondisi Undersaturated (Pr > Pb) sedangkan sumur Bastian-02 pada kondisi Saturated (Pr < Pb). Sehingga metode yang digunakan dalam perhitungan IPR dalam penelitian ini adalah Metode Vogel karena metode ini memperhatikan Tekanan Gelembung (Pb). Pada metode ini faktor skin tidak diperhitungkan. Persamaan yang digunakan pada kondisi Under-saturated (Pr > Pb) adalah sebagai berikut:

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 108 - 116109

Setelah ketiga komponen Rs, Bo dan Bg diketahui maka volume minyak, air dan gas dapat ditentukan. Total volume gas (gas bebas dan gas terlarut) dapat ditentukan dengan persamaan:

Total Volume Gas = BPD minyak x GOR

Jumlah gas yang masih terlarut pada Pump Intake dapat ditentukan dengan persamaan:

Gas Terlarut pada PIP = Rs x BPD minyak

Jumlah gas bebas sama dengan Total volume gas dikurangi dengan jumlah gas terlarut pada Pump Intake. Jumlah volume minyak (Vo) pada Pump Intake sama dengan hasil kali jumlah produksi minyak (BOPD) dengan faktor volume formasi minyak (Bo). Jumlah volume gas (Vg) pada Pump Intake sama dengan hasil kali jumlah produksi minyak (BOPD) dengan faktor volume formasi gas (Bg). Jumlah volume air (Vw) pada Pump Intake sama dengan hasil kali Water Cut aktual dengan laju produksi aktual. Jadi total volume fluida (Vt) dapat ditentukan dengan persamaan

.............. (8)

..... (9)

.............................. (10)

................... (11)

..... (12)

Sedangkan persamaan yang digunakan dalam perhi-tungan IPR pada sumur kondisi saturated (Pr < Pb):

Rumus nomor 4, 5, 6, 7 dan 8 mengacu pada buku referensi nomor 10.

2.2. Pump Intake Curve (Outflow Performance ESP) Untuk menentukan kurva intake pompa diasum-sikan tekanan kepala sumur dan ukuran tubing tetap. Pada sumur minyak yang memiliki kandungan gas cukup tinggi, diasumsikan gas terlarut dalam fluida dan ikut terpompa. Berikut langkah-langkah untuk membuat kurva intake pompa • Menentukan densitas cairan pada kondisi standar

• Menghitung Pump Discharge Pressure

• Menghitung Pump Intake Pressure h merupakan head/stage dari pump performance curve

• Menghitung Pwf

Rumus nomor 9, 10, 11 dan 12 mengacu pada referensi nomor 2.

2.3. Perhitungan Gas Bebas Dalam mendesain pompa ESP pada sumur yang memiliki GOR tinggi, salah satu faktor yang sulit diprediksi adalah jumlah gas bebas yang masuk ke-dalam intake pompa. Perhitungan volume gas yang masuk ke dalam pompa diperhitungakan dengan menggunakan korelasi Standing.

Kelarutan gas dalam minyak (Rs) yang masuk ke dalam pompa dihitung dengan persamaan :

Faktor Volume Formasi Minyak (Bo) dihitung dengan persamaan:

........................ (13)

...................................... (14)

................................................... (16)

......... (17)

....... (18)

.......................................... (19)

................................... (20)

........................................... (21)..................... (15)

Faktor Volume Formasi Gas (Bg) persamaan:

Prosentase gas bebas terhadap volume total fluida dapat dihitung dengan persamaan :

Jika volume gas pada Pump Intake > 10% ,maka diperlukan separator untuk memisahkan gas bebas dari fluida. Dengan asumsi downhole gas separator memiliki efisiensi 70% - 90% maka dapat dihitungvolume gas yang masuk ke dalam pompa yaitu sebesar 10% – 30% dari volume gas yang ada. Dengan menggunakan Downhole Gas Separator dibutuhkan suplai energi yang lebih besar karena alat ini membutuhkan suplai energi tersendiri diluar pompa dan motor.

Berikut beberapa persamaan untuk menentukan presentase gas bebas yang masuk kedalam pompa:

Volume gas bebas masuk pompa

110Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

(Bastian Wismana, Adi Matondang)

Total volume fluida masuk pompa..................................... (22)

......................................... (24)

......................................... (25)

......................................... (26)

....... (23)

Prosentase gas bebas masuk ke dalam pompa

Dengan kandungan gas bebas terproduksi yang tinggi, apabila tidak dikontrol maka akan me-nyebabkan kerusakan pompa akibat kavitasi. Apabila gas yang cukup banyak ikut terproduksi pada sumur ESP, maka dapat menurunkan efisiensi pompa dan menimbulkan problem pada pompa. Salah satu cara untuk mengatasi jumlah gas bebas yang terproduksi dan masuk kedalam pompa adalah dengan men-gontrol rate produksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengaplikasikan VSD pada sumur ESP. VSD dapat merubah kecepatan rotasi motor dengan mengubah frekuensi AC Power sebelum dikirim ke dalam motor ESP dibawah permukaan. Peng-gunaan VSD memungkinkan pengoperasian pompa pada rentang frekuensi yang lebih luas. Dengan mengubah frekuensi akan mempengaruhi kinerja pompa, dan dapat memperbesar fleksibilitas pompa. Manfaat dari penggunaan VSD pada kasus ini juga akan ditinjau dari segi ekonomi.

2.4. Sensitifitas frekuensi dengan menggunakan VSD Variable Speed Drive atau dengan kata lain Variable Speed Controller dapat merubah kecepatan rotasi motor dengan mengubah frekuensi AC Power sebelum dikirim ke dalam peralatan ESP dibawah permukaan. Penggunaan VSD memungkinkan untuk mengope-rasikan pompa pada rentang frekuensi yang lebih luas. Dengan mengubah frekuensi akan mempeng-aruhi kinerja pompa, sehingga pada frekuensi yang lebih tinggi akan memberikan laju produksi yanglebih tinggi, begitu pula sebaliknya. Selain itu perubahan frekuensi juga akan mempengaruhi output horsepower dari motor. Dengan menaikkan frekuensi berarti motor akan bekerja lebih cepat dan mem-butuhkan suplai tenaga (horse power) yang lebih banyak. Berikut persamaan-persamaan dasar yang digunakan dalam melakukan sensitifiti frekuensi:

Rumus nomor 13 sampai 23 mengacu referensi nomor 5.

Rumus nomor 24, 23 dan 25 mengacu referensi no 5.

Langkah-langkah melakukan sensitifiti frekuensi dengan menggunakan VSD adalah sebagai berikut: 1. Melakukan evaluasi terhadap pompa terpasang dengan mmenganalisa PIP (Pump Intake Pressure), FOP (Fluid Over Pump), TDH (Total Dynamic Head) dan Efisiensi Pompa terpasang. 2. Menentukan laju produksi aktual dari pompa pada frekuensi 60 Hz sebagai patokan. 3. Dengan menggunakan dasar laju produksi pada langkah-3, menentukan laju produksi desain yang kita inginkan dan menghitung frekuensinya dengan persamaan 24 4. Setelah memperoleh harga frekuensi dari laju produski yang dianalisa, kemudian menentukan head per stage pompa dengan menggunakan persamaan 25 atau menggunakan kurva pompa pada berbagai harga frekuensi apabila tersedia. 5. Kemudian menentukan jumlah stage yang dibutuhkan pada laju produksi yang dianalisa. 6. Menentukan nilai horsepower per stage dengan persamaan 26 dan menentukan jumlah horse power yang dibutuhkan pompa. 7. Mengulang langkah-2 sampai langkah-6 pada setiap harga laju produksi yang dianalisa.

VSD memungkinkan pompa memiliki fleksibilitas untuk dapat disesuaikan dengan dengan kondisi aktual kemampuan sumur berproduksi di lapangan. Jika Productivity Index aktual ternyata lebih besar dari desain awal maka kita dapat menaikkan laju produksi desain pada ESP melaui VSD, begitu pula sebaliknya. Batasan dalam menaikkan desain produksi pompa dengan VSD adalah besarnya Horse Power yang disuplai oleh motor terpasang. Karena semakin besar laju produksi maka semakin besar pula Horse Power yang dibutuhkan. Sedangkan batasan dalam menurunkan desan produksi pompa adalah besarnya Total Dynamic Head pada frekuensi minimum. Karena jika desain laju produksi pompa diturunkan maka head per stage pompa juga akan turun sehingga mengakibatkan jumlah stage yang dibutuhkan untuk mencapai desain laju produksi akan bertambah. Maka pertambahan jumlah stage tersebut harus dapat terpenuhi oleh jumlah stage pompa terpasang. Melalui penggunaan VSD ini, kita dapat mengoptimalkan suatu pompa dan motor tertentu pada berbagai kondisi aplikasi. Salah satunya pada sumur minyak dengan watercut yang cukup tinggi. Dengan aplikasi VSD, maka laju produksi dapat dikontrol dengan mengatur frekuensi . Selain itu juga pada sumur minyak yang memiliki GOR yang cukup tinggi. Dengan melakukan sensitifiti

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 108 - 116111

frekuensi maka kita juga dapat mensensitiviti laju produksi sumur tersebut, dari hal tersebut kita dapat menentukan laju produksi optimum dimana jumlah gas yang terproduksi masuk ke dalam pompa tidak mengganggu kinerja pompa.

3. APLIKASI LAPANGAN

Sumur Bastian-01 merupakan sumur tua yang merupakan sumur onshore. Setelah sembilan tahun diproduksikan dan dianggap sudah tidak produktif maka ditutuplah zona produksi Sihapas B-1 pada kedalaman 6397 ft. Dua tahun kemudian dilakukan kerja ulang pindah lapisan ke zona Sihapas A-3 pada kedalaman 5135 ft. Karena pada awal dilakukan komplesi lapisan tersebut belum pernah dibuka di sumur lain, maka dilakukan analisa perhitungan Productivity Index melalui data Kro-Krw dan diper-oleh nilai PI sebesar 1,01 , dengan laju produksi desain awal adalah 685 BFPD pada 60 Hz. Diagram sumur dapat terlihat di Gambar 2 sedangkan data sumur terlihat di Tabel 1.

Gambar 2. Komplesi sumur Bastian-01

Awal berproduksinya lapisan Sihapas A-3 menunjukkan performa yang cukup baik dengan produksi minyak sebesar 677 BOPD dan watercut 1,16 %. Tetapi seiring diproduksikan, pada bulan ke tiga sampai bulan keenam sumur mengalami kenaikan watercut yang cukup drastis (Gambar 1). Oleh sebab itu laju produksi perlu dikontrol untuk menghambat kenaikan watercut yang drastis tersebut. Untuk melakukan kontrol terhadap rate ada dua pilihan, yaitu: 1. Melakukan Penggantian Pompa dengan melakukan well service (memerlukan Rig) 2. Menggunakan VSD.

Gambar 1. Profil produksi sumur Bastian-01

112Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

(Bastian Wismana, Adi Matondang)

Total volume fluida masuk pompa..................................... (22)

......................................... (24)

......................................... (25)

......................................... (26)

....... (23)

Prosentase gas bebas masuk ke dalam pompa

Dengan kandungan gas bebas terproduksi yang tinggi, apabila tidak dikontrol maka akan me-nyebabkan kerusakan pompa akibat kavitasi. Apabila gas yang cukup banyak ikut terproduksi pada sumur ESP, maka dapat menurunkan efisiensi pompa dan menimbulkan problem pada pompa. Salah satu cara untuk mengatasi jumlah gas bebas yang terproduksi dan masuk kedalam pompa adalah dengan men-gontrol rate produksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengaplikasikan VSD pada sumur ESP. VSD dapat merubah kecepatan rotasi motor dengan mengubah frekuensi AC Power sebelum dikirim ke dalam motor ESP dibawah permukaan. Peng-gunaan VSD memungkinkan pengoperasian pompa pada rentang frekuensi yang lebih luas. Dengan mengubah frekuensi akan mempengaruhi kinerja pompa, dan dapat memperbesar fleksibilitas pompa. Manfaat dari penggunaan VSD pada kasus ini juga akan ditinjau dari segi ekonomi.

2.4. Sensitifitas frekuensi dengan menggunakan VSD Variable Speed Drive atau dengan kata lain Variable Speed Controller dapat merubah kecepatan rotasi motor dengan mengubah frekuensi AC Power sebelum dikirim ke dalam peralatan ESP dibawah permukaan. Penggunaan VSD memungkinkan untuk mengope-rasikan pompa pada rentang frekuensi yang lebih luas. Dengan mengubah frekuensi akan mempeng-aruhi kinerja pompa, sehingga pada frekuensi yang lebih tinggi akan memberikan laju produksi yanglebih tinggi, begitu pula sebaliknya. Selain itu perubahan frekuensi juga akan mempengaruhi output horsepower dari motor. Dengan menaikkan frekuensi berarti motor akan bekerja lebih cepat dan mem-butuhkan suplai tenaga (horse power) yang lebih banyak. Berikut persamaan-persamaan dasar yang digunakan dalam melakukan sensitifiti frekuensi:

Rumus nomor 13 sampai 23 mengacu referensi nomor 5.

Rumus nomor 24, 23 dan 25 mengacu referensi no 5.

Langkah-langkah melakukan sensitifiti frekuensi dengan menggunakan VSD adalah sebagai berikut: 1. Melakukan evaluasi terhadap pompa terpasang dengan mmenganalisa PIP (Pump Intake Pressure), FOP (Fluid Over Pump), TDH (Total Dynamic Head) dan Efisiensi Pompa terpasang. 2. Menentukan laju produksi aktual dari pompa pada frekuensi 60 Hz sebagai patokan. 3. Dengan menggunakan dasar laju produksi pada langkah-3, menentukan laju produksi desain yang kita inginkan dan menghitung frekuensinya dengan persamaan 24 4. Setelah memperoleh harga frekuensi dari laju produski yang dianalisa, kemudian menentukan head per stage pompa dengan menggunakan persamaan 25 atau menggunakan kurva pompa pada berbagai harga frekuensi apabila tersedia. 5. Kemudian menentukan jumlah stage yang dibutuhkan pada laju produksi yang dianalisa. 6. Menentukan nilai horsepower per stage dengan persamaan 26 dan menentukan jumlah horse power yang dibutuhkan pompa. 7. Mengulang langkah-2 sampai langkah-6 pada setiap harga laju produksi yang dianalisa.

VSD memungkinkan pompa memiliki fleksibilitas untuk dapat disesuaikan dengan dengan kondisi aktual kemampuan sumur berproduksi di lapangan. Jika Productivity Index aktual ternyata lebih besar dari desain awal maka kita dapat menaikkan laju produksi desain pada ESP melaui VSD, begitu pula sebaliknya. Batasan dalam menaikkan desain produksi pompa dengan VSD adalah besarnya Horse Power yang disuplai oleh motor terpasang. Karena semakin besar laju produksi maka semakin besar pula Horse Power yang dibutuhkan. Sedangkan batasan dalam menurunkan desan produksi pompa adalah besarnya Total Dynamic Head pada frekuensi minimum. Karena jika desain laju produksi pompa diturunkan maka head per stage pompa juga akan turun sehingga mengakibatkan jumlah stage yang dibutuhkan untuk mencapai desain laju produksi akan bertambah. Maka pertambahan jumlah stage tersebut harus dapat terpenuhi oleh jumlah stage pompa terpasang. Melalui penggunaan VSD ini, kita dapat mengoptimalkan suatu pompa dan motor tertentu pada berbagai kondisi aplikasi. Salah satunya pada sumur minyak dengan watercut yang cukup tinggi. Dengan aplikasi VSD, maka laju produksi dapat dikontrol dengan mengatur frekuensi . Selain itu juga pada sumur minyak yang memiliki GOR yang cukup tinggi. Dengan melakukan sensitifiti

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 108 - 116111

frekuensi maka kita juga dapat mensensitiviti laju produksi sumur tersebut, dari hal tersebut kita dapat menentukan laju produksi optimum dimana jumlah gas yang terproduksi masuk ke dalam pompa tidak mengganggu kinerja pompa.

3. APLIKASI LAPANGAN

Sumur Bastian-01 merupakan sumur tua yang merupakan sumur onshore. Setelah sembilan tahun diproduksikan dan dianggap sudah tidak produktif maka ditutuplah zona produksi Sihapas B-1 pada kedalaman 6397 ft. Dua tahun kemudian dilakukan kerja ulang pindah lapisan ke zona Sihapas A-3 pada kedalaman 5135 ft. Karena pada awal dilakukan komplesi lapisan tersebut belum pernah dibuka di sumur lain, maka dilakukan analisa perhitungan Productivity Index melalui data Kro-Krw dan diper-oleh nilai PI sebesar 1,01 , dengan laju produksi desain awal adalah 685 BFPD pada 60 Hz. Diagram sumur dapat terlihat di Gambar 2 sedangkan data sumur terlihat di Tabel 1.

Gambar 2. Komplesi sumur Bastian-01

Awal berproduksinya lapisan Sihapas A-3 menunjukkan performa yang cukup baik dengan produksi minyak sebesar 677 BOPD dan watercut 1,16 %. Tetapi seiring diproduksikan, pada bulan ke tiga sampai bulan keenam sumur mengalami kenaikan watercut yang cukup drastis (Gambar 1). Oleh sebab itu laju produksi perlu dikontrol untuk menghambat kenaikan watercut yang drastis tersebut. Untuk melakukan kontrol terhadap rate ada dua pilihan, yaitu: 1. Melakukan Penggantian Pompa dengan melakukan well service (memerlukan Rig) 2. Menggunakan VSD.

Gambar 1. Profil produksi sumur Bastian-01

112Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

(Bastian Wismana, Adi Matondang)

Dengan melakukan sensitifiti frekuensi dari VSD, maka dapat dilakukan analisa untuk menu-runkan laju produksi sampai batas minimum (Tabel 3). Dari perhitungan didapat grafik (Gambar 3) yang menunjukkan sensitifiti batas minimum menurunkan laju produksi adalah 400 BFPD pada frekuensi 35 Hz. Dengan memperkecil laju produksi diharapkan mengurangi kenaikan watercut sehingga sumur dapat diproduksikan dalam waktu yang lebih lama dan dapat meningkatkan perolehan minyak kumulatif.

Tabel 3. Hasil sensitifiti frekuensi sumur Bastian-01

Gambar 3. Performa IPR dan VLP sumur Bastian-01

Sumur Bastian-02 pada lapangan Bastian, memi-liki desain pompa dengan laju produksi 650 BFPD pada frekuensi 60 Hz. Tetapi pada kenyataannya di awal produksi sumur tidak dapat diproduksikan karena terlalu banyak gas bebas yang terproduksi masuk kedalam pompa sehingga menimbulkan gas lock pada pompa. Oleh karena itu, laju produksi perlu dikontrol untuk mengurangi jumlah gas terproduksi yang menghambat kinerja pompa. Untuk mengatur laju produksi ada dua pilihan yaitu: 1. Melakukan Penggantian Pompa dengan melakukan well service (memerlukan Rig) 2. Menggunakan VSD.

Dengan melakukan sensitifiti frekuensi meng-gunakan VSD maka dapat dilakukan analisa untuk menurunkan laju produksi (Tabel 8) pada sumur Bastian-02. Perhitungan dilakukan untuk mempre-diksi jumlah gas bebas yang masuk kedalam intake pompa dari berbagai harga laju produksi (Tabel 9). Jika laju produksi dinaikkan maka Fluid Over Pump

akan turun, Pump Intake Pressure akan turun sehingga mengakibatkan kelarutan gas akan turun dan banyak gas bebas yang ikut terproduksi masuk kedalam pompa. Sebaliknya, jika laju produksi diturunkan maka Fluid Over Pump akan naik, Pump Intake Pressure akan naik dan mengakibatkan kelarutan gas akan naik sehingga gas bebas yang ikut ter-produksi masuk kedalam pompa berkurang. Oleh karena itu laju produksi perlu diturunkan untuk mengurangi gas bebas yang masuk kedalam pompa. Dengan menurunkan laju produksi desain maka secara teori head per stage pompa juga akan turun sehingga mengakibatkan jumlah stage yang dibutuhkan untuk mencapai laju produksi desain juga meningkat. Inilah batasan dalam menurunkan laju produksi dengan menggunakan VSD. Dari data analisa tersebut, laju produksi perlu diturunkan menjadi 500 BFPD dengan frekuensi 45 Hz untuk mengurangi jumlah gas bebas yang masuk kedalam pompa. Pada Gambar 8 menunjukkan sensitifiti frekuensi terhadap kurva IPR. Dari hasil survey tekanan pada berbagai frekuensi terlihat pada saat frekuensi akan dinaikkan ke 50 Hz, profil tekanan mulai tidak stabil yang mengindikasikan akan matinya ESP karena underload. Maka dari hasil survey tekanan (Gambar 9) terlihat bahwa frekuensi optimum ada di 45 Hz, yang dimana sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya. Dari survey tekanan tersebut terlihat ketidakstabilan pada saat frekuensi dinaikkan ke 50 Hz.

Gambar 8. Performa IPR dan VLP sumur Bastian-02

Tabel 8. Hasil sensitifiti frekuensi sumur Bastian-02

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 108 - 116113

Tabel 9. Perhitungan gas bebas sumur Bastian-02

Gambar 9. Hasil uji sumur pada sumur Bastian-02

Gambar 4. Hasil analisa watercut sumur Bastian-01

4. Analisa Ekonomi dan Teknis

Pada Sumur Bastian-01 dari optimasi laju alir produksi yang dilakukan, terlihat di Gambar 4 bahwa usia sumur dapat diperpanjang ditandai dengan kenaikan watercut yang dapat diperlambat, walaupun laju alir minyak perharinya turun. Dengan penurunan laju alir berarti memberi kesempatan lebih kepada minyak untuk mengalir dari formasi kedalam lubang sumur sehingga mengurangi efek terjadinya coning. Apabila sumur dibiarkan dengan laju alir sekitar 680 bfpd, maka usia sumur tersebut hanya 205 hari, karena setelah itu watercutnya diprediksi akan bernilai 100%. Sedangkan dengan pengontrolan laju alir produksi, sumur tersebut mampu diperpanjang usianya menjadi 403 hari. Hasil evaluasi teknis menunjukkan walaupun laju produksi minyak berkurang tapi dari sisi kumulatif produksi meningkat dengan perbedaan sampai dengan 14,889 bbl minyak.

Kemudian dievaluasi lagi pemilihan metode menurunkan laju alir dengan cara mengganti pompa terpasang yang harus mendatangkan Rig atau hanya menggunakan VSD. Keuntungan menggunakan VSD adalah: 1. Tidak perlu mendatangkan RIG untuk mengganti pompa, 2. Dapat melakukan optimasi dari berbagai macam tingkat laju alir produksi 3. Lebih mudah dan cepat untuk dilakukan

Dengan nilai Discount Rate 15% per tahun dan estimasi Operating Expenditure 15.792 USD per bulan dilakukan analisa keekonomian sumur. Biaya untuk mengganti pompa dengan mendatangkan Rig pada sumur Bastian-01 adalah USD 183K. Pemilihan metode ini terangkum pada Tabel 5 dimana terlihat bahwa nilai NPV tertinggi adalah menurunkan laju alir produksi menggunakan VSD. Hal ini juga terlihat pada Gambar 5 dimana NPV project menurunkan laju alir dengan VSD memberikan nilai NPV terbaik.

Tabel 5. Hasil analisa keekonomian sumur Bastian-01

Tabel 4. Hasil analisa perolehan minyak dan usia sumur pada sumur Bastian-01

114Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

(Bastian Wismana, Adi Matondang)

Dengan melakukan sensitifiti frekuensi dari VSD, maka dapat dilakukan analisa untuk menu-runkan laju produksi sampai batas minimum (Tabel 3). Dari perhitungan didapat grafik (Gambar 3) yang menunjukkan sensitifiti batas minimum menurunkan laju produksi adalah 400 BFPD pada frekuensi 35 Hz. Dengan memperkecil laju produksi diharapkan mengurangi kenaikan watercut sehingga sumur dapat diproduksikan dalam waktu yang lebih lama dan dapat meningkatkan perolehan minyak kumulatif.

Tabel 3. Hasil sensitifiti frekuensi sumur Bastian-01

Gambar 3. Performa IPR dan VLP sumur Bastian-01

Sumur Bastian-02 pada lapangan Bastian, memi-liki desain pompa dengan laju produksi 650 BFPD pada frekuensi 60 Hz. Tetapi pada kenyataannya di awal produksi sumur tidak dapat diproduksikan karena terlalu banyak gas bebas yang terproduksi masuk kedalam pompa sehingga menimbulkan gas lock pada pompa. Oleh karena itu, laju produksi perlu dikontrol untuk mengurangi jumlah gas terproduksi yang menghambat kinerja pompa. Untuk mengatur laju produksi ada dua pilihan yaitu: 1. Melakukan Penggantian Pompa dengan melakukan well service (memerlukan Rig) 2. Menggunakan VSD.

Dengan melakukan sensitifiti frekuensi meng-gunakan VSD maka dapat dilakukan analisa untuk menurunkan laju produksi (Tabel 8) pada sumur Bastian-02. Perhitungan dilakukan untuk mempre-diksi jumlah gas bebas yang masuk kedalam intake pompa dari berbagai harga laju produksi (Tabel 9). Jika laju produksi dinaikkan maka Fluid Over Pump

akan turun, Pump Intake Pressure akan turun sehingga mengakibatkan kelarutan gas akan turun dan banyak gas bebas yang ikut terproduksi masuk kedalam pompa. Sebaliknya, jika laju produksi diturunkan maka Fluid Over Pump akan naik, Pump Intake Pressure akan naik dan mengakibatkan kelarutan gas akan naik sehingga gas bebas yang ikut ter-produksi masuk kedalam pompa berkurang. Oleh karena itu laju produksi perlu diturunkan untuk mengurangi gas bebas yang masuk kedalam pompa. Dengan menurunkan laju produksi desain maka secara teori head per stage pompa juga akan turun sehingga mengakibatkan jumlah stage yang dibutuhkan untuk mencapai laju produksi desain juga meningkat. Inilah batasan dalam menurunkan laju produksi dengan menggunakan VSD. Dari data analisa tersebut, laju produksi perlu diturunkan menjadi 500 BFPD dengan frekuensi 45 Hz untuk mengurangi jumlah gas bebas yang masuk kedalam pompa. Pada Gambar 8 menunjukkan sensitifiti frekuensi terhadap kurva IPR. Dari hasil survey tekanan pada berbagai frekuensi terlihat pada saat frekuensi akan dinaikkan ke 50 Hz, profil tekanan mulai tidak stabil yang mengindikasikan akan matinya ESP karena underload. Maka dari hasil survey tekanan (Gambar 9) terlihat bahwa frekuensi optimum ada di 45 Hz, yang dimana sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya. Dari survey tekanan tersebut terlihat ketidakstabilan pada saat frekuensi dinaikkan ke 50 Hz.

Gambar 8. Performa IPR dan VLP sumur Bastian-02

Tabel 8. Hasil sensitifiti frekuensi sumur Bastian-02

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 108 - 116113

Tabel 9. Perhitungan gas bebas sumur Bastian-02

Gambar 9. Hasil uji sumur pada sumur Bastian-02

Gambar 4. Hasil analisa watercut sumur Bastian-01

4. Analisa Ekonomi dan Teknis

Pada Sumur Bastian-01 dari optimasi laju alir produksi yang dilakukan, terlihat di Gambar 4 bahwa usia sumur dapat diperpanjang ditandai dengan kenaikan watercut yang dapat diperlambat, walaupun laju alir minyak perharinya turun. Dengan penurunan laju alir berarti memberi kesempatan lebih kepada minyak untuk mengalir dari formasi kedalam lubang sumur sehingga mengurangi efek terjadinya coning. Apabila sumur dibiarkan dengan laju alir sekitar 680 bfpd, maka usia sumur tersebut hanya 205 hari, karena setelah itu watercutnya diprediksi akan bernilai 100%. Sedangkan dengan pengontrolan laju alir produksi, sumur tersebut mampu diperpanjang usianya menjadi 403 hari. Hasil evaluasi teknis menunjukkan walaupun laju produksi minyak berkurang tapi dari sisi kumulatif produksi meningkat dengan perbedaan sampai dengan 14,889 bbl minyak.

Kemudian dievaluasi lagi pemilihan metode menurunkan laju alir dengan cara mengganti pompa terpasang yang harus mendatangkan Rig atau hanya menggunakan VSD. Keuntungan menggunakan VSD adalah: 1. Tidak perlu mendatangkan RIG untuk mengganti pompa, 2. Dapat melakukan optimasi dari berbagai macam tingkat laju alir produksi 3. Lebih mudah dan cepat untuk dilakukan

Dengan nilai Discount Rate 15% per tahun dan estimasi Operating Expenditure 15.792 USD per bulan dilakukan analisa keekonomian sumur. Biaya untuk mengganti pompa dengan mendatangkan Rig pada sumur Bastian-01 adalah USD 183K. Pemilihan metode ini terangkum pada Tabel 5 dimana terlihat bahwa nilai NPV tertinggi adalah menurunkan laju alir produksi menggunakan VSD. Hal ini juga terlihat pada Gambar 5 dimana NPV project menurunkan laju alir dengan VSD memberikan nilai NPV terbaik.

Tabel 5. Hasil analisa keekonomian sumur Bastian-01

Tabel 4. Hasil analisa perolehan minyak dan usia sumur pada sumur Bastian-01

114Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

(Bastian Wismana, Adi Matondang)

Untuk kasus sumur Bastian-02 karena masalah Gas Lock, maka laju alir produksi harus diturunkan agar menjaga gas yang berlebih pada posisi intake pompa. Dari hasil perhitungan secara teori laju produksi desain dapat diturunkan sampai frekuensi 45 Hz. Gas separator yang digunakan pada sumur ini mampu menangani gas bebas sebesar 65% dari fluida. Pada laju produksi desain awal 650 BFPD, volume gas bebas diperkirakan mencapai 85%. Hal ini tidak dapat di tangani oleh Gas Separator, oleh karena itu laju produksi perlu diturunkan untuk menurunkan kandungan gas bebas yang masuk kedalam pompa. Setelah dilakukan analisa sensitifiti pada berbagai harga laju produksi maka dapat diketahui laju produksi desain yang optimum dimana gas bebasnya mampu ditangani oleh Gas Separator. Dari hasil analisa pada laju produksi 500 BFPD, persentase volume gas bebas yang masuk ke dalam pompa sebesar 60 %, sehingga dapat ditangani oleh gas separator (Tabel 9). Gas bebas memang memberi masalah kepada sistem ESP. Apabila gas bebas yang masuk ke dalam pompa terlalu banyak maka akan dapat mengakibatkan kavitasi dan gas lock. Apabila gas bebas masuk kedalam pompa maka gas tersebut akan mengganggu putaran impeler pompa. Hal ini dapat menurunkan efisiensi dan merusak pompa. Dalam sistem ESP untuk melindungi kerusakan pompa maka bila kondisi itu terjadi, akan menimbulkan kondisi underload dan mematikan pompa secara otomatis. Dengan nilai Discount Rate 15% per tahun dan estimasi Operating Expenditure 15.792 USD per bulan dilakukan analisa keekonomian sumur. Bi-aya untuk mengganti pompa dengan mendatangkan Rig pada sumur Bastian-02 adalah USD 228K, se-dangkan bila menggunakan VSD hanya USD 52K. Pemilihan metode ini terangkum pada Tabel 10 dimana terlihat bahwa nilai NPV tertinggi adalah menurunkan laju alir produksi menggunakan VSD.

5. KESIMPULAN

Variable Speed Drive (VSD) dapat memperluas rentang aplikasi pompa ESP sehingga memungkinkan untuk menyesuaikan laju alir desain ESP dengan kondisi aktual sumur. Pada kasus sumur ESP dengan kenaikan watercut drastis, VSD digunakan untuk mengontrol laju produksi sehingga dapat menang-gulangi kenaikan watercut tersebut sehingga mem-perpanjang usia sumur, meningkatkan perolehan minyak kumulatif, dan tentunya meningkatkan keuntungan secara NPV. Pada sumur ESP yang memproduksi gas cukup tinggi, VSD diaplikasikan untuk mengontrol laju alir produksi sehingga memberikan efek mengontrol gas bebas yang masuk kedalam pompa. Dari hasil analisa diperoleh laju produksi optimal pada 500 BFPD dengan menggunakan VSD pada frekuensi 45 Hz. Penting diperhatikan bahwa walaupun GOR pada hasil tes DST tinggi, tapi ternyata GVF dapat diturunkan dengan menaikkan tekanan pada intake pompa, sebagai efek dari menurunkan laju alir produksi. Batasan dalam menurunkan desain laju produksi melalui VSD adalah jumlah stage aktual pompa yang terpasang. Jika frekuensi pompa diturunkan melalui VSD maka laju produksi desain pompa juga akan turun diikuti turunnya head yang mampu diangkat setiap stage pompa sehingga akan mengakibatkan meningkatnya jumlah stage yang dibutuhkan pompa. Mengontrol laju produksi dengan menggunakan VSD sangat efektif karena mampu menjaga kinerja pompa tetap berada di dalam rentang efisiensi optimumnya. Dari sisi keekonomian panggunaan VSD sangat ekonomis dibandingkan dengan mengganti pompa terpasang. Hal ini disebabkan karena VSD dapat diaplikasikan dalam berbagai kondisi aplikasi sehingga sumur dapat terus diproduksi dan men-ingkatkan keuntungan dari perusahaan. VSD juga sangat bermanfaat untuk dua kasus dalam makalah ini yang dimana lapisan produksi masih baru dibuka dan data-data lapisan tersebut masih sedikit untuk mengasilkan desain ESP yang matang.

6. DAFTAR SIMBOL

B = Faktor volume formasiBHP = Break Horse PowerGf = Gradient FluidaGIP = Gas Intake PressureGLR = Gas Liquid RatioGVF = Gas Volume Fractionh = head

Gambar 5. Perbandingan NPV setiap skenario SumurBastian-01

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 108 - 116115

Kabs = Permeabilitas absolutK = PermeabilitasKr = Permeabilitas relatifNPV = Net Present ValueP = TekananPb = Tekanan gelembungPDP = Pump Dischrage PressurePI = Productivirty IndexPr = Tekanan reservoirPSD = Pump Setting DepthPwf = Tekanan alir dasar sumurPwh = Tekanan kepala sumurQob = Laju alir saat tekanan gelembungQomax = laju alir maksimalre = jari-jari reservoirRs = kelarutan gasrw = jari-jari sumurSG = Spesific gravityT = SuhuWC = WatercutZ = Faktor Kompresibilitas gasμ = Viscositasρgsc = Densitas gas pada kondisi standarρsc = Densitas cairan pada kondisi standar

Subcriptsg = Gaso = Minyakw = Air

7. DAFTAR PUSTAKABagci, A.S., Kece. M. dan Nava J., 2010. “Challenges of Using Electrical Submersible Pump in High Free Gas Aplications”. Spe Paper 131760 .Brown, K.E., 1984. “The Technology Of Artificial Lift Methods”.Collins, L. C., 1986. “A Graphical Method To Size Submersible Pumps for Variable Speed Application”. Paper SPE 15429.Divine,LD., 1979. “A Variable Speed Submersible Pumping System”. SPE Paper 8241. Lake, L.W., 2006. “Petroleum Engineering Hand book-Society of Petroleum Engineering”.Mitra, N.K. dkk., 2007. “Increased Oil Recovery From Mumbai High Through ESP Campaign. Paper SPE 18748.Nasser,A.E.A dkk., 2012. “Production Optimazion in QPC Fields”. Paper SPE 150667.Powers, M. L., 1987. “Effects of Speed Variation on the Performance and Longevity of Electric Submersible Pumps”. Paper SPE 14349.Rukmana, D., Kristanto. D., dan Aji, V.D.C., 2012. “Teknik Reservoir Teori dan Aplikasi”.Tarek, A., 2006. “Reservoir Engineering Handbook”.Waring Buney., 2000, “Electric Submersible Pump Basic”.Wilson,B.L., 1986. “Understanding the Basic of Electrical Submersible Pump Performance”. Paper SPE 14050.Wilson,B.L., 1985. “Electrical Submersible Pump Performance Using Variable Speed Drives”. Paper SPE 13805.

116Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

(Bastian Wismana, Adi Matondang)

Untuk kasus sumur Bastian-02 karena masalah Gas Lock, maka laju alir produksi harus diturunkan agar menjaga gas yang berlebih pada posisi intake pompa. Dari hasil perhitungan secara teori laju produksi desain dapat diturunkan sampai frekuensi 45 Hz. Gas separator yang digunakan pada sumur ini mampu menangani gas bebas sebesar 65% dari fluida. Pada laju produksi desain awal 650 BFPD, volume gas bebas diperkirakan mencapai 85%. Hal ini tidak dapat di tangani oleh Gas Separator, oleh karena itu laju produksi perlu diturunkan untuk menurunkan kandungan gas bebas yang masuk kedalam pompa. Setelah dilakukan analisa sensitifiti pada berbagai harga laju produksi maka dapat diketahui laju produksi desain yang optimum dimana gas bebasnya mampu ditangani oleh Gas Separator. Dari hasil analisa pada laju produksi 500 BFPD, persentase volume gas bebas yang masuk ke dalam pompa sebesar 60 %, sehingga dapat ditangani oleh gas separator (Tabel 9). Gas bebas memang memberi masalah kepada sistem ESP. Apabila gas bebas yang masuk ke dalam pompa terlalu banyak maka akan dapat mengakibatkan kavitasi dan gas lock. Apabila gas bebas masuk kedalam pompa maka gas tersebut akan mengganggu putaran impeler pompa. Hal ini dapat menurunkan efisiensi dan merusak pompa. Dalam sistem ESP untuk melindungi kerusakan pompa maka bila kondisi itu terjadi, akan menimbulkan kondisi underload dan mematikan pompa secara otomatis. Dengan nilai Discount Rate 15% per tahun dan estimasi Operating Expenditure 15.792 USD per bulan dilakukan analisa keekonomian sumur. Bi-aya untuk mengganti pompa dengan mendatangkan Rig pada sumur Bastian-02 adalah USD 228K, se-dangkan bila menggunakan VSD hanya USD 52K. Pemilihan metode ini terangkum pada Tabel 10 dimana terlihat bahwa nilai NPV tertinggi adalah menurunkan laju alir produksi menggunakan VSD.

5. KESIMPULAN

Variable Speed Drive (VSD) dapat memperluas rentang aplikasi pompa ESP sehingga memungkinkan untuk menyesuaikan laju alir desain ESP dengan kondisi aktual sumur. Pada kasus sumur ESP dengan kenaikan watercut drastis, VSD digunakan untuk mengontrol laju produksi sehingga dapat menang-gulangi kenaikan watercut tersebut sehingga mem-perpanjang usia sumur, meningkatkan perolehan minyak kumulatif, dan tentunya meningkatkan keuntungan secara NPV. Pada sumur ESP yang memproduksi gas cukup tinggi, VSD diaplikasikan untuk mengontrol laju alir produksi sehingga memberikan efek mengontrol gas bebas yang masuk kedalam pompa. Dari hasil analisa diperoleh laju produksi optimal pada 500 BFPD dengan menggunakan VSD pada frekuensi 45 Hz. Penting diperhatikan bahwa walaupun GOR pada hasil tes DST tinggi, tapi ternyata GVF dapat diturunkan dengan menaikkan tekanan pada intake pompa, sebagai efek dari menurunkan laju alir produksi. Batasan dalam menurunkan desain laju produksi melalui VSD adalah jumlah stage aktual pompa yang terpasang. Jika frekuensi pompa diturunkan melalui VSD maka laju produksi desain pompa juga akan turun diikuti turunnya head yang mampu diangkat setiap stage pompa sehingga akan mengakibatkan meningkatnya jumlah stage yang dibutuhkan pompa. Mengontrol laju produksi dengan menggunakan VSD sangat efektif karena mampu menjaga kinerja pompa tetap berada di dalam rentang efisiensi optimumnya. Dari sisi keekonomian panggunaan VSD sangat ekonomis dibandingkan dengan mengganti pompa terpasang. Hal ini disebabkan karena VSD dapat diaplikasikan dalam berbagai kondisi aplikasi sehingga sumur dapat terus diproduksi dan men-ingkatkan keuntungan dari perusahaan. VSD juga sangat bermanfaat untuk dua kasus dalam makalah ini yang dimana lapisan produksi masih baru dibuka dan data-data lapisan tersebut masih sedikit untuk mengasilkan desain ESP yang matang.

6. DAFTAR SIMBOL

B = Faktor volume formasiBHP = Break Horse PowerGf = Gradient FluidaGIP = Gas Intake PressureGLR = Gas Liquid RatioGVF = Gas Volume Fractionh = head

Gambar 5. Perbandingan NPV setiap skenario SumurBastian-01

JTMGB, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 108 - 116115

Kabs = Permeabilitas absolutK = PermeabilitasKr = Permeabilitas relatifNPV = Net Present ValueP = TekananPb = Tekanan gelembungPDP = Pump Dischrage PressurePI = Productivirty IndexPr = Tekanan reservoirPSD = Pump Setting DepthPwf = Tekanan alir dasar sumurPwh = Tekanan kepala sumurQob = Laju alir saat tekanan gelembungQomax = laju alir maksimalre = jari-jari reservoirRs = kelarutan gasrw = jari-jari sumurSG = Spesific gravityT = SuhuWC = WatercutZ = Faktor Kompresibilitas gasμ = Viscositasρgsc = Densitas gas pada kondisi standarρsc = Densitas cairan pada kondisi standar

Subcriptsg = Gaso = Minyakw = Air

7. DAFTAR PUSTAKABagci, A.S., Kece. M. dan Nava J., 2010. “Challenges of Using Electrical Submersible Pump in High Free Gas Aplications”. Spe Paper 131760 .Brown, K.E., 1984. “The Technology Of Artificial Lift Methods”.Collins, L. C., 1986. “A Graphical Method To Size Submersible Pumps for Variable Speed Application”. Paper SPE 15429.Divine,LD., 1979. “A Variable Speed Submersible Pumping System”. SPE Paper 8241. Lake, L.W., 2006. “Petroleum Engineering Hand book-Society of Petroleum Engineering”.Mitra, N.K. dkk., 2007. “Increased Oil Recovery From Mumbai High Through ESP Campaign. Paper SPE 18748.Nasser,A.E.A dkk., 2012. “Production Optimazion in QPC Fields”. Paper SPE 150667.Powers, M. L., 1987. “Effects of Speed Variation on the Performance and Longevity of Electric Submersible Pumps”. Paper SPE 14349.Rukmana, D., Kristanto. D., dan Aji, V.D.C., 2012. “Teknik Reservoir Teori dan Aplikasi”.Tarek, A., 2006. “Reservoir Engineering Handbook”.Waring Buney., 2000, “Electric Submersible Pump Basic”.Wilson,B.L., 1986. “Understanding the Basic of Electrical Submersible Pump Performance”. Paper SPE 14050.Wilson,B.L., 1985. “Electrical Submersible Pump Performance Using Variable Speed Drives”. Paper SPE 13805.

116Mengatasi Masalah Water Cut dan Gas yang Berlebih pada Sumur ESP dengan Menggunakan VSD

(Bastian Wismana, Adi Matondang)

Ucapan terima kasih kepada para Mitra Bestari yang telah mengevaluasi, mereview dan memberikan saran perbaikan tulisan-tulisan yang dimuat di majalah Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) edisi penerbitan Volume 4 Nomor 2 Agustus 2013.

1. Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno2. Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar3. Dr. Ir. Sudjati Rachmat4. Dr. Ir. Trijana Kartoatmodjo5. Dr. Ir. Bambang Widarsono

Ucapan Terima Kasih INDEKSAartificial neural network 13,14, 16, 19adaptive neuro fuzzy inference system 13, 14, 16, 19adaptive neuro fuzzy inference system 14analisis proximate 35artificial lift 49

Bback propagation 13, 14, 16, 19bottom-water drive mechanism reservoir 91

Ccore flow 1, 2, 3, 5, 6, 8, 11 CGI 1, 2, 4, 9, 10, 11CBM 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 44, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55critical flow rate 87, 88, 89, 91

Ddewatering 49, 50, 54design 49, 50, 52, 53, 54, 56desain eksperimental 67, 68, 72, 74, 77, 78, 79

EEOR 1, 2, 3, 11, 12Experimental Design 25, 26, 27, 29electricity 49, 51Electric submersible pump 111, 119

Ffuzzy mathematical 13, 14, 17, 18, 19, 22Fasilitas Permukaan 49, 50Frictional pressure drop 95, 97, 100, 102Future IPR 95, 96, 97, 100, 101, 102

GGenetic Algorithm 25, 26, 28, 30GMB 35, 49, 50Gas oil ratio 111

Hhydraulic fracturing performance 13, 14, 17, 18, 19Horizontal well 95, 96, 102, 103

IInjeksi Air 50IPR 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 105

KKelistrikan 50Keekonomian

Llog analysis models 35Lucia 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64

Mmodel modification 35model log analisis 35modifikasi model 35metering 49, 52

NNet present value 111

OOptimasi Produksi 25, 28Operational Problem 49, 52One phase 94

PPlan of Development 25, 26Production Optimization 26, 30produksi 49, 50production 49, 50, 51, 52, 53, 54Pengurasan 49, 50pengukuran 50Permasalahan operasi 50pengangkatan bantuan 50perancangan 50pore type 58, 59, 60, 61, 63, 64pore throat size 59, 61, 63, 64, perforation length 88, 91

Rrock type 58, 63, 64, 65

Sslim tube 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 11SWAG 1, 2, 4, 5, 9, 10, 11surface facilities 49simulasi produksi

WWinland 58, 59, 60, 61, 63, 64water coning 87, 88, 90, 91water injection 49, 55

Ucapan terima kasih kepada para Mitra Bestari yang telah mengevaluasi, mereview dan memberikan saran perbaikan tulisan-tulisan yang dimuat di majalah Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) edisi penerbitan Volume 4 Nomor 2 Agustus 2013.

1. Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno2. Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar3. Dr. Ir. Sudjati Rachmat4. Dr. Ir. Trijana Kartoatmodjo5. Dr. Ir. Bambang Widarsono

Ucapan Terima Kasih INDEKSAartificial neural network 13,14, 16, 19adaptive neuro fuzzy inference system 13, 14, 16, 19adaptive neuro fuzzy inference system 14analisis proximate 35artificial lift 49

Bback propagation 13, 14, 16, 19bottom-water drive mechanism reservoir 91

Ccore flow 1, 2, 3, 5, 6, 8, 11 CGI 1, 2, 4, 9, 10, 11CBM 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 44, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55critical flow rate 87, 88, 89, 91

Ddewatering 49, 50, 54design 49, 50, 52, 53, 54, 56desain eksperimental 67, 68, 72, 74, 77, 78, 79

EEOR 1, 2, 3, 11, 12Experimental Design 25, 26, 27, 29electricity 49, 51Electric submersible pump 111, 119

Ffuzzy mathematical 13, 14, 17, 18, 19, 22Fasilitas Permukaan 49, 50Frictional pressure drop 95, 97, 100, 102Future IPR 95, 96, 97, 100, 101, 102

GGenetic Algorithm 25, 26, 28, 30GMB 35, 49, 50Gas oil ratio 111

Hhydraulic fracturing performance 13, 14, 17, 18, 19Horizontal well 95, 96, 102, 103

IInjeksi Air 50IPR 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 105

KKelistrikan 50Keekonomian

Llog analysis models 35Lucia 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64

Mmodel modification 35model log analisis 35modifikasi model 35metering 49, 52

NNet present value 111

OOptimasi Produksi 25, 28Operational Problem 49, 52One phase 94

PPlan of Development 25, 26Production Optimization 26, 30produksi 49, 50production 49, 50, 51, 52, 53, 54Pengurasan 49, 50pengukuran 50Permasalahan operasi 50pengangkatan bantuan 50perancangan 50pore type 58, 59, 60, 61, 63, 64pore throat size 59, 61, 63, 64, perforation length 88, 91

Rrock type 58, 63, 64, 65

Sslim tube 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 11SWAG 1, 2, 4, 5, 9, 10, 11surface facilities 49simulasi produksi

WWinland 58, 59, 60, 61, 63, 64water coning 87, 88, 90, 91water injection 49, 55

Acuan. Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan:

JurnalHurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20.BukuAbramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications, Inc., New York.Bab dalam BukuCosta, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J. (eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317.AbstrakBarberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F., Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983. Magmatic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano, island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49.PetaSimandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.ProsidingMarhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the Evaluation of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8.Skripsi / Tesis / DisertasiMarhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound ed Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX.Informasi dari InternetCantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http:// www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26Jan 2006]SoftwareECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997.

Naskah sedapat mungkin dilengkapi dengan gambar/peta/grafik/foto. Pemuatan gambar/peta/grafik/foto selalu dinyatakan sebagai gambar dan file image yang bersangkutan agar dilampirkan secara terpisah dalam format image (*.jpg) dengan ukuran minimal A4 dan minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*,cdr), atau Autocad (*,dwg). Gambar dan tabel diletakkan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah. Gambar dan tabel dari publikasi sebelumnya dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dari penulisnya.

PENGIRIMANPenulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan dikembalikan untuk diperbaiki jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan kepada:

Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumid.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C

Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34Jakarta 12950 – Indonesia

Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corresponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh salah satu penulis dan atau seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis.

JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMIPEDOMAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

ISI DAN KRITERIA UMUM

Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik / tinjauan (review) tentang minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang diajukan pada majalah / jurnal lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan dikembalikan ke penulis oleh redaksi untuk diperbaiki.

FORMAT

Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul abstrak, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point.

Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut:

Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor telepon dan faks serta alamat e-mail jika ada.

Abstrak. Abstrak / abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab. Abstrak tulisan bahasa Indonesia paling banyak terdiri dari 250 kata, sedangkan tulisan dengan bahasa Inggris maksimal 200 kata. Kata kunci / keywords ditulis di bawah abstrak / abstract dan terdiri atas tiga hingga lima kata.

Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan.

Permasalahan. Bab ini menjelaskan permasalahan yang akan dilakukan penelitian ataupun kajian.

Metodologi. Berisi materi yang membahas metodologi yang dipergunakan dalam menyelesaikan permasalahan melalui penelitan atau kajian.

Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun gambar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat. Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan.

Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan.

Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Kesimpulan atau saran tidak boleh diberi penomoran.

Ucapan Terima Kasih. Bila diperlukan dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan.

JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMIPEDOMAN PENULISAN

Acuan. Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan:

JurnalHurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20.BukuAbramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications, Inc., New York.Bab dalam BukuCosta, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J. (eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317.AbstrakBarberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F., Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983. Magmatic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano, island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49.PetaSimandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.ProsidingMarhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the Evaluation of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8.Skripsi / Tesis / DisertasiMarhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound ed Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX.Informasi dari InternetCantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http:// www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26Jan 2006]SoftwareECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997.

Naskah sedapat mungkin dilengkapi dengan gambar/peta/grafik/foto. Pemuatan gambar/peta/grafik/foto selalu dinyatakan sebagai gambar dan file image yang bersangkutan agar dilampirkan secara terpisah dalam format image (*.jpg) dengan ukuran minimal A4 dan minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*,cdr), atau Autocad (*,dwg). Gambar dan tabel diletakkan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah. Gambar dan tabel dari publikasi sebelumnya dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dari penulisnya.

PENGIRIMANPenulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan dikembalikan untuk diperbaiki jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan kepada:

Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumid.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C

Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34Jakarta 12950 – Indonesia

Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corresponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh salah satu penulis dan atau seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis.

JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMIPEDOMAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

ISI DAN KRITERIA UMUM

Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik / tinjauan (review) tentang minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang diajukan pada majalah / jurnal lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan dikembalikan ke penulis oleh redaksi untuk diperbaiki.

FORMAT

Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul abstrak, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point.

Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut:

Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor telepon dan faks serta alamat e-mail jika ada.

Abstrak. Abstrak / abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab. Abstrak tulisan bahasa Indonesia paling banyak terdiri dari 250 kata, sedangkan tulisan dengan bahasa Inggris maksimal 200 kata. Kata kunci / keywords ditulis di bawah abstrak / abstract dan terdiri atas tiga hingga lima kata.

Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan.

Permasalahan. Bab ini menjelaskan permasalahan yang akan dilakukan penelitian ataupun kajian.

Metodologi. Berisi materi yang membahas metodologi yang dipergunakan dalam menyelesaikan permasalahan melalui penelitan atau kajian.

Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun gambar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat. Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan.

Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan.

Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Kesimpulan atau saran tidak boleh diberi penomoran.

Ucapan Terima Kasih. Bila diperlukan dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan.

JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMIPEDOMAN PENULISAN

Acuan. Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan:

JurnalHurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20.BukuAbramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications, Inc., New York.Bab dalam BukuCosta, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J. (eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317.AbstrakBarberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F., Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983. Magmatic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano, island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49.PetaSimandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.ProsidingMarhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the Evaluation of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8.Skripsi / Tesis / DisertasiMarhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound ed Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX.Informasi dari InternetCantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http:// www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26Jan 2006]SoftwareECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997.

Naskah sedapat mungkin dilengkapi dengan gambar/peta/grafik/foto. Pemuatan gambar/peta/grafik/foto selalu dinyatakan sebagai gambar dan file image yang bersangkutan agar dilampirkan secara terpisah dalam format image (*.jpg) dengan ukuran minimal A4 dan minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*,cdr), atau Autocad (*,dwg). Gambar dan tabel diletakkan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah. Gambar dan tabel dari publikasi sebelumnya dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dari penulisnya.

PENGIRIMANPenulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan dikembalikan untuk diperbaiki jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan kepada:

Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumid.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C

Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34Jakarta 12950 – Indonesia

Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corresponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh salah satu penulis dan atau seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis.

JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMIPEDOMAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

ISI DAN KRITERIA UMUM

Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik / tinjauan (review) tentang minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang diajukan pada majalah / jurnal lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan dikembalikan ke penulis oleh redaksi untuk diperbaiki.

FORMAT

Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul abstrak, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point.

Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut:

Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor telepon dan faks serta alamat e-mail jika ada.

Abstrak. Abstrak / abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab. Abstrak tulisan bahasa Indonesia paling banyak terdiri dari 250 kata, sedangkan tulisan dengan bahasa Inggris maksimal 200 kata. Kata kunci / keywords ditulis di bawah abstrak / abstract dan terdiri atas tiga hingga lima kata.

Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan.

Permasalahan. Bab ini menjelaskan permasalahan yang akan dilakukan penelitian ataupun kajian.

Metodologi. Berisi materi yang membahas metodologi yang dipergunakan dalam menyelesaikan permasalahan melalui penelitan atau kajian.

Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun gambar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat. Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan.

Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan.

Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Kesimpulan atau saran tidak boleh diberi penomoran.

Ucapan Terima Kasih. Bila diperlukan dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan.

JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMIPEDOMAN PENULISAN