Jurnal Pengaruh Puasa Sunnah Terhadap Pembentukan Karakter Pada Penganut Aliran Tarekat
-
Upload
destaputranto -
Category
Documents
-
view
36 -
download
5
description
Transcript of Jurnal Pengaruh Puasa Sunnah Terhadap Pembentukan Karakter Pada Penganut Aliran Tarekat
PENGARUH PUASA SUNNAH TERHADAP PEMBENTUKAN
KARAKTER PADA PENGANUT ALIRAN TAREKAT
Makalah Agama Islam
Disusun oleh :
Desta Dwi Putranto(8105112236)
Rilo Pambudi (8105112239)
Universitas Negeri Jakarta
Fakultas Ekonomi
Pendidikan Ekonomi Koperasi
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi umat-Nya.
Alhamdulilaah Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Agama Islam
dengan Judul “PENGARUH PUASA SUNNAH TERHADAP PEMBENTUKAN
KARAKTER PADA PENGANUT ALIRAN TAREKAT”, karena terbatasnya ilmu yang
dimiliki oleh penulis maka Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan
bimbingan yang telAh diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT. Amin
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
ABSTRAK............................................................................................. 1
PENDAHULUAN.................................................................................. 2
Pengertian Puasa Sunnah........................................................................ 3
Pengertian Pembentukan Karakter........................................................... 6
Pengertian Aliran Tarekat........................................................................ 7
Pengaruh Puasa Sunnah terhadap Pemebentukan Karakter pada Penganut
Aliran Tarekat....................................................................................... 8
Kesimpulan........................................................................................... 11
Saran.................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 12
ABSTRAK
Akhir-akhir ini banyak sekali kasus yang sangat meresahkan masyarakat. Beritaberita
yang disuguhkan baik oleh media cetak ataupun media elektronik tidak pernah lepas
membahas tentang berbagai kejadian seperti, kekerasan, kejahatan, kriminalitas,
ketidakadilan, pelecehan, pemerkosaan, pelanggaran hak, kerusuhan, bencana alam,
pengengguran, dan penggusuran. Kasus tersebut terjadi disebabkan ketidakmampuan dalam
mengontrol diri membuat manusia bertindak lebih agresif dan mementingkan diri sendiri.
Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi dalam dirinya Puasa
sebagai salah satu ibadah yang diperintahkan Allah memiliki hikmah membuat orang bisa
mengontrol dirinya sendiri.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh puasa sunnah terhadap
Pemebentukan Kepribadian . Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dapat
memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang ilmu psikologi, khususnya berkaitan dengan
puasa sunnah dan kemampuan kontrol diri dan bagi terapis dalam melihat pengaruh puasa
sunnah terhadap kemampuan kontrol diri.
Tariqah adalah khazanah kerohanian (esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu
pusaka keagamaan yang terpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum
muslimin serta memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembinaan mental
beragama masyarakat. Selama ini, merasa terbelenggu oleh berbagai kecendrungan
materialistis dan nihilisme moderen yang orientasinya mengacu kepada kemudahan,
kenyamanan dan fasilitas hidup yang menyenangkan serta dapat dinikmati dengan leluasa
yang pada kenyataanya tidak selalu mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan ummat.
Namun justru pada sebagian orang yang menganutnya menimbulkan ketenangan jiwa dan
kemampuan spritual bagi dirinya.
Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa puasa sunnah berpengaruh terhadap
peningkatan pembentukan kepribadian, sedangkan saran bagi peneliti yang hendak
melakukan penelitian dengan tema yang sama sebaiknya menambah metode pengumpulan
data dengan tema yang sama sebaiknya menambah metode pengumpulan data dengan metode
observasi, selain itu juga menambahkan kelompok kontrol dalam subyek penelitian.
PENDAHULUAN
Puasa merupakan salah satu dari rukun islam kita sebagai umat muslim wajib
menjalankan puasa Ramadhan saya menuliskan tema puasa ini agar kita lebih mengerti apa
puasa itu dan semoga kita menjadi penguasa diri kita sendiri dengan berpuasa. Kalau
berbicara harus kita kendalikan demikian juga dengan mata semuanya harus kita kendalikan
dengan baik. Mungkin kadang ada bertanya kenapa kita tetap sengsara, atau mengapa hidup
kita gelisah dan tidak tenang ? jawaban yang tepat adalah karena kita tidak dapat
mengendalikan diri kita sendiri. Rasulullah mensinyalir,umat islam akan banyak
melaksanakan puasa ,hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Bagaimana menurut ada
apakah ini benar? Kalau Rasulullah sudah mensinyalir demikian memang demikian
keadaannya karena semua yang dikatakan dan dilakukan Rasulullah semua itu benar adanya
dan tidak ada yang salah . Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan
mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran, yang di
dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan
pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya
dapat membentuk pola berpikirnya yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang
tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya
berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan
kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh
karena itu, pikiran harus mendapatkan perhatian serius.
Untuk mendekatkan diri pada tuhan maka harus menempuh jalan ikhtiar,salah satu
jalan ihtiar yaitu dengan mendalami lebih jauh ilmu tasawuf ,untuk mengetahui sesuatu maka
pasti ada ilmunya,banyak dikalangan orang awam awam yang kurang mengetahui tentang
ilmu mengenal tuhan (Tarekat). pengertian tentang tarekat yaitu,Tariqah adalah khazanah
kerohanian (esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu pusaka keagamaan yang
terpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum muslimin serta memiliki
peranan yang sangat penting dalam proses pembinaan mental beragama
masyarakat.Masuknya tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah
Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan dakwah.
Pengertian Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah menahan diri dari makan minum serta hal-hal yang
membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, bagi yang melaksanakannya
mendapat pahala dan bagi yang meninggalkannya tidak mendapat dosa.
Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda: “ Barang
siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam
hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”.
2. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Pada suatu hari ada seorng Arabdusun datang pada Rasulullah saw. dengan membawa kelinci
yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan pada beliau maka beliau saw.
hanya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar beliau saw. untuk menyantapnya,
sedangkan beliau sendiri tidak ikut makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut
makan, maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya
“aku sedang puasa tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih
setiap bulan”. “kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya
lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima
belas.
3. Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih puasa hari senin dan hari kamis. (H.R. Turmudzi)
4. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua
tahun, satu tahun yang tekah lalu dan satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)
5. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu
jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu.
6. Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as.
sembahyang yang paling di sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur
sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia
gunakan untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum‟at
atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum‟at, hal ini dibolehkan. Karena yang
dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum‟at yang telah direncanakan hanya pada hari
itu saja.
7. Puasa bulan Rajab, Sya‟ban dan pada bulan-bulan suci
Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau tidak
berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya
tidaklah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan
saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya‟ban.
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan, sosial dan kesehatan, di
antaranya:
Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan
kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai
diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini
merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta „ala :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ” (Al-Baqarah: 183)
Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat berlaku
disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih
sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah
membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari
sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di
perut.
Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, balk
dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong nafsu berbuat
kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan kelengahan.
Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan
berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan
dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir,
sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan
minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk
kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah
mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang
miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah.
Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta
rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada
orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya
mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan
menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan
mendorongnya untuk membantu mereka.
Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan
jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui
jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan, kekuatan
nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu „alaihi wasallam
menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga
beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan berpuasa ( Lihat kitab
Larhaa‟iful Ma‟aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).
Pengertian Pembentukan Karakter
Hakekat karakater ialah Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai
yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang
ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa karakter sama dengan
kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas
dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Sementara Winnie, memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia
menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak
jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk.
Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut
memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan
“personality”. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character)
apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
Sebagai basis acuan dalam merumuskan konsep pendidikan karakter dalam Islam ialah
QS. Rum (30): 30. Dari ayat ini dapat ditarik benang merah bahwa bawaan dasar (fitrah)
manusia dan proses pembentukan karakternya dapat dikelompokkan menjadi empat aliran
yaitu (1) fatalis-pasif (2) netral-pasif (3) positif-aktif dan (4) dualis-aktif. Pertama, yang
berpandangan fatalis-pasif, mempercayai bahwa setiap individu karakternya baik atau jahat
melalui ketetapan Allah secara asal, baik ketetapan semacam ini terjadi secara semuanya
atau sebagian saja. Faktor-faktor eksternal, termasuk pendidikan tidak begitu berpengaruh
karena setiap individu terikat dengan ketetapan yang telah ditentukan sebelumnya. Kedua,
pandangan netral-pasif yakni anak lahir dalam keadaan suci, utuh dan sempurna, suatu
keadaan kosong sebagaimana adanya, tanpa kesadaran akan iman atau kufur, berkarakter
positif atau berkarakter negatif dan bersifat pasif menghadapi diterminasi alam lingkungan
terutama lingkungan sosial dan pendidikan. Ketiga, pandangan positif-aktif yakni bawaan
dasar atau sifat manusia sejak lahir adalah berkarakter baik, kuat dan aktif, sedangkan
karakter lemah dan jahat bersifat aksidental. Artinya seseorang lahir sudah membawa
karakter yang baik dan positif. Karekter positif dan baik itu bersifat dinamis dan aktif
mempengaruhi lingkungan sekitar. Jika seseorang berkatakter negatif dan jelek, hal itu bukan
dari cetakan dari Tuhan, dan bukan pula bagian integral dari dirinya. Keempat, aliran dualis-
aktif, berpandangan bahwa manusia sejak awalnya membawa sifat ganda. Di satu sisi
cenderung kepada kebaikan (energi positif), dan di sisi lain cenderung kepada kejahatan
(energi negatif). Dua unsur pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh,
yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan karakter baik dan karakter jahat sebagai suatu
kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan untuk mengikuti Tuhan
berupa nilai-nilai etis religius dan kecenderungan mengikuti syetan berupa nilai-nilai a-moral
dan kesesatan.
Ada sepuluh pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universalitas Islam, yaitu:
1. Karakter cinta dan ikhlas terhadap Allah swt dan segenap ciptaan-Nya. Ibadah pada
hakikatnya segala sikap dan prilaku yang di ditujukan untuk mencari rido Allah, baik
itu ibadah personal maupun ibadah sosial.
2. Tanggung jawab dan kemandirian. Setiap orang bertanggungjawab terhadap apa yang
dikatakan dan dilakukan dalam tindakan manusiawi secara mandiri. Anugerah Tuhan
kepada manusia berupa potensi internal (akal, nafs, kalbu, dan fitrah yang dihidupi
oleh ruh), kesadaran dan kebebasan memilih untuk bertindak, menjadikan manusia
bertanggungjawab apa yang dikatakan dan dilakukan secara mandiri. Setiap kamu
adalah pemimpin dan bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Paling tidak
seseorang bertanggungjawab memimpin dirinya sendiri.
3. Kejujuran dan amanah. Menurut Mohammad Nuh (2010), diantara karakter yang
ingin kita bangun adalah karakter yang berkamampuan dan berkebiasaan memberikan
yang terbaik, giving the best, sebagai prestasi yang dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran.
Di samping itu apabila seseorang diberi amanah, maka ia harus mampu memikul dan
menunaikan amanah itu sesuai dengan hak-hak dan kewajiban yang melekat dalam
amanah itu.
4. Saling hormat menghormati dan berlaku santun dalam bersikap dan berkomunikasi.
Kebanyakan orang sukses justru ditentukan sejauh mana seseorang menghormati,
menghargai dan santun dalam berkomunikasi. Intelegensi hanya salah satu faktor saja
untuk menuju sukses.
5. Ta’awun (tolong menolong), adil (hidup seimbang) dan ihsan (berbuat lebih baik dan
terbaik) dan kerjasama dalam menciptakan tatanan dunia yang bermoral. Manusia
diciptakan dalam posisinya bersosial. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri,
tanpa bantuan orang lain. Bahkan telah matipun, harus dibantu orang lain, yang
dikenal dalam Islam fardu kifayah (kewajiban kolektif) untuk menyolatkan,
memandikan, mengkafani, dan menanamnya.
6. Percaya diri dan pekerja keras. Setiap muslim diperintahkan, jika seseorang selesai
melakukan suatu pekerjaaan, cepat bergegaslah untuk mengerjakan lainnya. Dalam
Alquran disebutkan: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (QS. Insyirah: 7-8). Demikian juga seseorang
di larang keras menggantungkan hidupnya pada orang lain, apalagi meminta-minta.
Tangan pemberi lebih baik daripada tangan peminta.
7. Kepemimpinan. Memimpin diri sendiri dan orang lain untuk menata dunia dalam
tatanan moral merupakan suatu keharusan dalam Islam.
8. Berprilaku baik dan rendah hati. Memperjuangkan kebenaran apabila dilakukan
dengan cara yang baik dan rendah hati jauh lebih bermakna dan lebih efektif, daripada
dilakukan dengan cara yang tidak baik dan arogan.
9. Keteladanan. Panji-panji Islam dapat ditegakkan apabila seseorang menempatkan
dirinya sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah) bagi masyarkat dan
keluarganya. Tidak akan dapat menciptakan tatanan dunia yang bermoral apabila
terutama para pemimpinnya belum dapat menjadikan diri mereka menjadi teladan
bagi yang dipimpinnya. Presiden menjadi teladan bagi rakyatnya. Orang tua menjadi
teladan bagi anak-anaknya. Guru menjadi teladan bagi murid-muridnya. Majikan
menjadi teladan bagi para pekerjanya. Supir menjadi teladan bagi penumpangnya.
Pimpinan media menjadi teladan bagi pembacanya dan seterusnya.
10. Toleransi (tasamuh), kedamaian, dan kesatuan. Manusia diciptakan dalam perbedaan.
Yang saudara sekandung dan kembarpun pasti berbeda, apalagi yang bukan saudara
dan bukan pula kembar. Seseorang tidak boleh bercita-cita untuk menyeragamkan
(uniform) setiap orang.
Pengertian Aliran Tarekat
Menurut salhsatu hadits nabi menyatakan :
و المسيب بن سعيذ عن رباح أبي عن كعتين من أكثز الفجز طلىع بعذ يصلي رجال رأي أن كىع فيها يكثز ر جىد الز والس
ذ أبا يا فقال فنهاه بني محم أيعذ الة عل للا بك ولكن ال قال الص يعذ نة بخالف للا الس
“Riwayat dari Abi Rabah, dari Sa‟id bin Musayyab, bahwa dia melihat seorang lelaki shalat
setelah terbit fajar, lebih banyak dari dua raka‟at, dia memperbanyak ruku‟ dan sujud, maka
Sa‟id bin Musayyab melarangnya, lalu orang itu bertanya: Wahai Abu Muhammad, apakah
Allah akan menyiksaku karena shalat? Sa‟id menjawab: “Tidak, tetapi Allah akan
menyiksamu karena (kamu) menyelisihi sunnah.”
Ini termasuk jawaban bagus dari Sa‟id bin Musayyab rahimahullah, yaitu senjata yang
kuat menghadapi pelaku bid‟ah, yang menganggap baik banyaknya bid‟ah, dengan nama
dzikir dan shalat, kemudian mereka mengingkari ahlis sunnah, dengan tuduhan tidak doyan
dzikir dan shalat. Padahal ahlis sunnah itu sebenarnya hanyalah mengingkari penyimpangan
mereka dari sunnah dalam dzikir, shalat, dan sebagainya.
Dari uraian di atas maka dapat di ambil sebuah pengertian tentang tarekat
yaitu,Tariqah adalah khazanah kerohanian (esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu
pusaka keagamaan yang terpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum
muslimin serta memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembinaan mental
beragama masyarakat. Selama ini, merasa terbelenggu oleh berbagai kecendrungan
materialistis dan nihilisme moderen yang orientasinya mengacu kepada kemudahan,
kenyamanan dan fasilitas hidup yang menyenangkan serta dapat dinikmati dengan leluasa
yang pada kenyataanya tidak selalu mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan ummat.
Namun justru pada sebagian orang yang menganutnya menimbulkan ketenangan jiwa dan
kemampuan spritual bagi dirinya.
Untuk menghindari adanya trauma pada sebagian masyarakat, dengan kondisi di atas
dan untuk mewujudkan sikap serta mental agamanya, maka dibutuhkan suatu pembinaan
khusus melalui penddikan yang khusus pula secara sistematis, terarah dan kontiniyu yang
lebih berorientasi pada kehidupan kerohanian yang dapat dijadikan pokok bagi mereka
(masyarakat) di dalam memandang segala persoalan-persoalan kehidupan.
Thariqat dapat dikatakan sebagai jalan menuju Tuhan. Dengan menekuni thariqat merupakan
suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta secara lebih sempurna, Artinya
dengan berthariqat seseorang akan melakukan ajaran-ajaran (syari'at islami dengan lebih
sempurna serta ajaran Allah dan Rasulnya). Hal ini sejalan dengan makna thariqat yang
berkembang dikalangan para ahli thariqat yaitu : "jalan atau petunjuk dalam melakukan suatu
ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan yang diceritakan beliau
dan para sahabatnva. serta para tabi'in, ulama, kyai-kyai secara bersambung hingga pada
masa sekarang ini".
Dari pengertian thariqat di atas dapat dipahami bila dengan berthariqat, maka
sesungguhnya syaria'at yang dikerjakan dapat berjalan di atas rel yang hiras tidak terpeleset,
tidak jatuh jurang kesesatan, sehingga dapat sampai ke tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu
Allah Swt. Thariqat sebagaimana yang lazim dikerjakan oleh para jama'ah mempunyai tujuan
yang sangat mulia bagi kehidupan. Baik di diunia maupun di akherat, dengan cara antara lain:
a) Dengan mengamalkan thariqat berarti mengadakan latihan jiwa (riadhoh) dan
berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat-sifat yang
tercela dan diisi dengan sifat-sifat yang terpuji dengan melalui perbaikan budi pekerti
dalam berbagai seginya.
b) Dengan bertariqat dapat mewujudkan rasa ingat kepada Allah Zat Yang Maha Besar
dan Maha Kuasa atas segalanya dengan melalui jalan mengamalkan wirid dan
dzikiran dan dibarengi dengan tafakkur yang secara teras-menerus
c) Dengan bertariqat akan timbul perasaan takut kepada Allah sehingga timbul pula
dalam diri seseorang itu suatu usaha untuk menghindarkan diri dari segala macam
pengaruh duniawi yang dapat menyebabkan lupa kepada Allah.
d) Jika thariqat dapat dilakukan dengan penuh ikhlas dan ketaatan kepada Allah, maka
akan tidak mustahil dapat dicapai suatu tingkat alam ma'rifat, sehingga dapat
diketahui pula segala rahasia dibalik tabir cahaya Allah dan Rasulnya secara terang
benderang.
Pengaruh Puasa Sunnah terhadap Pemebentukan Karakter pada Penganut Aliran
Tarekat.
Ibadah Puasa dapat membentuk kepribadian, dan puncak pembentukan kepribadian
adalah insan takwa. Inti takwa adalah menjaga diri agar tetap berada pada rambu-rambu
ajaran agama dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Dalam
puasa orang di didik bahwa keridhaan Allah itu lebih besar dari pada dunia seisinya. Menurut
pendapat Al- Ghozali, puasa memiliki tujuan agar manusia berakhlak dengan akhlak Allah
yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, yaitu contoh ketergantungan segala sesuatu kepada-
Nya, dan sebisa mungkin mencontoh para malaikat di dalam menahan hawa nafsu, karena
mereka adalah makhluk yang disucikan dari hawa nafsu.
Sebagai seorang muslim, kita hanya yakin bahwa jiwa sosial dan menahan diri dari
berbagai kepentingan dan keinginan adalah ciri dari manusia yang bertaqwa, dimana dalam
kontek kebangsaan, pengendalian diri sabagai pangkal tolak pengamalan pancasila. Dengan
demikian kita juga harus yakin bahwa puasa akan dapat menumbuhkan jiwa sosial dan
mental yang tangguh untuk mengendalikan diri dari berbagai kepentingan dan keinginan.
Kerangka berfikir inilah yang ingin penulis paparkan lebih luas dalam menganalisa pengaruh
puasa dalam membentuk karakter pengikut aliran tarekat.
Puasa Sebagai Wahana Pendidikan
Ibadah puasa lebih banyak menekankan kesadaran dan keyakinan pelakunya dalam
melaksanakan kewajiban dari Dzat Yang Maha menentukan corak dan warna kehidupan
manusia. Semua proses spekulatif dalam menjalankan ibadah puasa dari sudut simbolisme,
pada hakekatnya tidak terlepas dari kehidupan manusia. Artinya melakukan ibadah puasa
sebagai bentuk kepasrahan mutlak terhadap Allah Swt. Karena itu orang tidak perlu
mengetahui jawaban atas pertanyaan apa sebetulnya manfaat berpuasa, tetapi harus
membulatkan tekat untuk melakukan puasa. Menurut pendapat Abu Su‟ud; “puasa adalah
salah sebuah simbol kepasrahan diri, suatu sikap yang menunjukkan adanya pemahaman
yang tinggi terhadap sikap hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Ketika Allah kembali menerangkan hakekat puasa, adalah berpantang, tidak boleh
makan, tidak boleh minum tidak boleh berhubungan dengan suami- istri, selama waktu
menjalankan puasa, sekali lagi dalam kontek ini Allah menjelaskan dan mengharapkan
kepasrahan mutlak dengan menyatakan ;”La‟allakum tattaquun”( Al-Baqarah, 187). Bahwa
tiga macam sasaran bagi perubahan sikap yang dikehendaki oleh Allah dalam menjalankan
ibadah puasa itu perinciannya adalah:
Pertama; perubahan sikap yang bersifat kognitif, yaitu ketika menerima informasi
tentang seluk-beluk yang terkait dengan pelaksanaan ibadah puasa yang harus
dijalankan oleh setiap muslim.
Kedua; perubahan sikap yang bersifat afektif yaitu ketika manusia mengetahui
hakekat puasa adalah masa berpantang untuk mengendalikan dari dari berbagai
kepentingan dan keinginan yang dilarang dalam menjalankan puasa, masa ini adalah
merupakan periode penggemblengan jiwa sosial dan mental jihat keagamaan.
Ketiga; perubahan yang dikehendaki oleh Allah itu berupa sikap yang bersifat
kecenderungan untuk berbuat dengan melakukan puasa dibulan Ramadhan sebagai
bulan diturunkannya Al-Qur‟an.
Puasa merupakan pendidikan bagi keutamaan akhlaq dan memperkuat jiwa kebaikan dan
membiasakan manusia untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang rendah.
Puasa Sebagai Sarana Pengendalian Diri
Manusia dalam kehidupan memiliki berbagai keinginan dan kebutuhan yang senantiasa
berusaha untuk dipenuhinya, baik kebutuhan itu bersifat jasmani ataupun rohani. Pada
umumnya dengan berbagai cara manusia cenderung memperjuangkannya, dan bahkan
kadangkala manusia diterlantarkan oleh keinginannya sendiri untuk mewujudkan, sementara
itu kita akui dengan jujur bahwa apa yang terjadi keinginan atau nafsu manusia tidak
memiliki tolak ukur yang pasti, karena bila keinginan yang satu terpenuhi nafsu manusia akan
bergeser untuk mempengaruhi manusia agar menuju keinginan yang lain, dan bahkan banyak
manusia yang lelap hanya memperjuangkan apa yang menjadi keinginannya, sementara apa
yang diamanahkan oleh Allah terabaikan. Inilah kefatalan karena manusia kurang pandai
mengendalikan dirinya.
Dengan melakukan ibadah puasa setiap pribadi manusia dilatih untuk mengendalikan
diri berbagai keinginan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan cara ini manusia
tidak merasa tergantung dengan berbagai macam dan jenis kebutuhan yang selayaknya
dipenuhinya. Dapatlah kita bayangkan, bagaimana situasi puasa itu, seseorang yang
mempunyai makanan enak dan siap untuk dimakan, makanan itu halal dan penuh gizi serta
lezat rasanya. Namun pemiliknya sedang aktif menjalankan ibadah puasa, keadaan siang hari
yang panas dan perut benar-benar lapar, tenggorokan kering, suasana sepi, tak ada
seorangpun akan memberikan teguran seandainya saat itu kita lahap makanan. Demikian juga
tak satupun aturan duniawi yang dibuat manusia akan mengenainya, atau mengancamnya
dengan hukuman duniawi. Sekalipun demikian hamba Allah yang telah berniat diri berpuasa
dan meneguhkan niatnya mereka tetap berpusa, hingga saatnya berbuka.
Ibadah Puasa Membina Kedisiplinan
Sebagai mana dalam pembahasan yang sudah penulis paparkan, bahwa didalam ajaran
Islam ibadah puasa dilakukan untuk meninggikan kualitas manusia yang di dalam bahasa Al
qur‟an di sitir dengan sebutan Taqwa. Berdasarkan hal ini, maka puasa sangat berhubungan
erat, dengan pemberdayaan sumber daya manusia yang telah menjadi trend decade
komtemporer. Kalau kita berbicara mengenai kualitas manusia, maka cakrawalah
pandangnya menjadi sangat komplek dan mendalam, demikian juga apa bila dikaitkan
dengan kedisiplinan yang mempribadi pada diri seseorang. Namun demikian itu pun
merupakan kaitan yang cukup sederhana dan mudah untuk dinalar bagi yang mau berpikir
secara serius dan mendalam. Bahwa pelaksanaan ibadah puasa dapat memberikan pengaruh
terhadap pembinaan kedisiplinan orang yang menjalankannya. Demikian juga anak yang
masih dalam proses pembinaan kedisiplinan, sehingga pada diri manusia utamanya anak akan
tertanan kesadaran pada kedamaian, ketertiban keteraturan dan keaktifan dalam berbagai
proses dan aktifitas yang harus dijalaninya sesuai dengan aturan dan petunjuk yang harus
dipenuhi dan ditaati.
KESIMPULAN
Puasa sunnah adalah menahan diri dari makan minum serta hal-hal yang
membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, bagi yang melaksanakannya
mendapat pahala dan bagi yang meninggalkannya tidak mendapat dosa. Hakekat karakater
ialah, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi
pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Karakter sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri
seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Tarekat yaitu,Tariqah adalah khazanah kerohanian (esoterisme), dalam Islam dan
sebagai salah satu pusaka keagamaan yang terpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan
dan pikiran kaum muslimin serta memiliki peranan yang sangat penting dalam proses
pembinaan mental beragama masyarakat. Ibadah Puasa dapat membentuk kepribadian, dan
puncak pembentukan kepribadian adalah insan takwa. Inti takwa adalah menjaga diri agar
tetap berada pada rambu-rambu ajaran agama dengan melaksanakan segala perintah dan
menjauhi segala larangan. Dalam puasa orang di didik bahwa keridhaan Allah itu lebih besar
dari pada dunia seisinya.
SARAN
Saran yang diberikan dengan adanya pembahasan ini bisa meningkatkan motivasi
manusia untuk berpuasa sunnah dan bisa menerapkan nilai nilai puasa dalam kehidupan
sehari hari
DAFTAR PUSTAKA
http://koleksi-skripsi.blogspot.com/2008/07/teori-pembentukan-karakter.html
http://abiechuenk.wordpress.com/2012/01/17/pendidikan-dan-pembentukan-karakter/
http://gilan9-bismilllahirahmanirrahiim.blogspot.com/2009/06/makalah-
tarekat_09.html
http://maragustamsiregar.wordpress.com/2012/03/05/mengukir-manusia-berkarakter-
dalam-islam/
http://ekookdamezs.blogspot.com/2010/09/makalah-puasa.html
http://pakroli.blogspot.com/2011/08/puasa-membina-kepribadian-utama.html