Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul Des 2015 ISSN ... · PDF fileDiagnosa Tiga Indera...

206
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294 i

Transcript of Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul Des 2015 ISSN ... · PDF fileDiagnosa Tiga Indera...

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

i

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

ii

JURNAL PENDIDIKAN MIPA

SUSUNAN REDAKSI

Pelindung dan Penasehat

Drs. H. Sudirman Ismail, M.Si. Ketua STKIP Taman Siswa Bima

Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Pelaksana Harian STKIP Taman Siswa Bima

Penganggung Jawab

Syarifuddin, S.Pd., M.Pd. Ketua LPPM STKIP Taman Siswa Bima

Ketua Penyunting

Mariamah, M.Pd.

Sekretaris Penyunting

Asriyadin, M.Pd.

Penyunting Pelaksana

Syarifuddin.S.Si, M.Pd.

Yus’iran, M.Pd.

Muliana, M.Pd.

Muliansani, M.Kom

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)

Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. Universitas Negeri Malang

Prof. Dr. Agil Alidrus, M.Pd. Universitas Mataram

Dr. Amran Amir, M.Pd. STKIP Bima

Dr. Syahruddin, M.Si.

Bendahara

Nanang Diana, M.Pd.

Alamat Redaksi

Redaksi Jurnal Pendidikan MIPA

LPPM STKIP Taman Siswa Bima

Jln. Lintas Bima – Tente Palibelo. Tlp (0374) 42891

Email: [email protected]

Jurnal Pendidikan MIPA STKIP Taman Siswa Bima, terbit 2 kali setahun dengan

edisi Januari – Juni dan Juli - Desember. Sebagai media informasi, pemikiran dan

hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan Matematika dan ilmu

Pengetahuan Alam.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

iii

JURNAL PENDIDIKAN MIPA

Volume 5 no 2, Juli - Desember 2015

ISSN : 2088-0294

DAFTAR ISI

Pengembangan Buku Ajar Mata Kuliah Teori Bilangan pada

Mahasiswa Semester III Jurusan Pendidikan Matematika STKIP

Taman Siswa Bima Tahun Akademik 2014/2015

Mariamah & Nanang Diana

1 – 12

Efektivitas Penggunaan Media pembelajaran E-learning pada

Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap Hasil

Belajar Siswa kelas x SMK Negeri 2 Makassar.

Hardiansyah

13 – 21

Studi Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp) di

SMK Negeri 5 Makassar

Muliana

22 – 32

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Elektronika Siswa

SMK 2 Kota Bima

Nur Fitrianingsih

33 – 46

Meningkatkan Kemandirian dan Motivasi Belajar Mahasiswa

Melalui Metode Pemberian Tugas Berbantuan Internet Matakuliah

Strategi Belajar Mengajar

Syarifuddin & Mikrayanti

47 - 58

Optimalisasi Solusi Interaktif Penyembuhan Islami Berdasarkan

Diagnosa Tiga Indera Dengan Strategi Forward Chaining

Menggunakan Algoritma Fuzzy

Ita Fitriati

59 - 71

Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD-PS dengan Tipe

Jigsaw-PS ditinjau dari Motivasi Belajar, Kemampuan

Interpersonal dan Prestasi Belajar Matematika

Muhammad Yusuf

72 – 89

Penerapan Metode Drill dengan Teknik Evaluasi Olimpiade

Matematika untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar

Matematika Siswa pada Kelas VII SMPN I Bolo

Adi Apriadi Adiansha

90–102

Optimasi Model Pembelajaran Berbasis E-Learning dengan

Dropbox dalam Proses Kegiatan Belajar Mengajar

Muliansani

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

iv

Penerapan pendekatan pengulangan auditori kemampuan berpikir

(pakb) untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa

Arif Rahman

Peningkatan Motivasi dan Aktivitas Belajar Biologi Siswa melalui

Problem Based Laerning (PBL) dengan Metode Eksplorasi pada

Materi Pokok Keanekaragaman Hayati untuk Siswa Kelas X di

SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2009/2010

Sri Lastuti

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tgt (Team Games

Tournamen) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada

Pokok Bahasan Bentuk Pangkat Siswa Kelas X3 Man 3 Bima

Tahun Pelajaran 2013/2014

Syarifuddin & Dirman

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

untuk Meningkatkan Penguasaan Materi Bilangan Pecahan Siswa

Kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima Tahun Pelajaran 2013/2014

H. Gunawan & Agung wirawan

Penerapan Model Accelerated Learning untuk Meningkatkan

Motivasi Belajar Siswa Kelas X4 SMAN 3 Kota Bima Tahun

Pelajaran 2012/2013

Haryono & Susyantri

103 - 113

Pengaruh Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments

(TGT) terhadap Hasil Belajar IPA Fisika pada Siswa Kelas IX SMP

Negeri 14 Kota Bima Tahun Pelajaran 2015/2016

Endang Susilawati & Ema Susanti

Efektifitas Moving Class dalam Peningkatan Prestasi Belajar Fisika

Asriyadin

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis

Questioning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas

XI IPA SMA Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014

Yus’iran & Baris V R

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Materi Pokok Kalor

Dengan Pendekatan Ctl (Contextual Teaching And Learning) Pada

Siswa Kelas Vii4 Smp Negeri 1 Kota Bima Tahun Pelajaran

2014/2015

Lis Herlina

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

1

PENGEMBANGAN BUKU AJAR MATA KULIAH TEORI BILANGAN PADA

MAHASISWA SEMESTER III JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

STKIP TAMAN SISWA BIMATAHUN AKADEMIK 2014/2015

Mariamah & Nanang Diana

Dosen STKIP Taman Siswa Bima

[email protected]

Abstrak

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan bahan

ajar berupa buku ajar mata kuliah teori bilang yang valid, untuk mahasiswa jurusan

pendidikan matematika di STKIP Taman Siswa Bima.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Development research).

Penelitian ini difokuskan pada pengembangan bahan ajar teori bilangan untuk

meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. langkah-langkah yang seharusnya ditempuh

dalam penelitian pengembangan (research and development) meliputi: (1) studi

pendahuluan, (2) perencanaan, (3) pengembangan model hipotetik, (4) penelaahan

model hipotetik, (5) revisi, (6) uji coba terbatas, (7) revisi hasil uji coba, (8) uji coba

lebih luas, (9) revisi model akhir, dan (10) diseminasi dan sosialisasi. Instrumen untuk

Mengukur Kevalidan antara lain Lembar validasi penyajian materi 2) Lembar Validasi

bahasa 3) Lembar validasi kesuaian materi dengan kurikulum. Instrumen untuk

Mengukur Kepraktisan :1) Angket Penilaian teman sejawat, 2) Angket Respons

mahasiswa. Analisis data untuk mengrtahui tingkat kevalidan dan kepratisan

menggunakan kategori syaifuddin Azwar.

Hasil penelitin ini untuk aspek kemenarikan berkategori tinggi dan indikator

kejelasan, kesesuaian, dan ketepatan berkategori sangat tinggi. Dapat disimpulkan

berdasarkan tinjauan dan penilaian ahli materi teori bilangan dan mahasiswa (melalui

uji coba kelompok kecil, uji coba kelompok besar) bahwa pengembangan buku ajar

teori bilangan pada mahasiswa jurusan pendidikan matematika di STKIP Taman Siswa

Bima layak digunakan sebagai sumber belajar menurut respon dosen dan mahasiswa

dalam proses pembelajaran.

Kata kunci: buku ajar, teori bilangan

PENDAHULUAN

Teori bilangan merupakan mata kuliah yang membahas tentang sifat-sifat

bilangan bulat serta relasi didalamnya, PBB, KPK, bilangan prima, modulo, keterbagian

dan kekongruenan. Materi-materi yang dibahas dalam teori bilangan ini merupakan

materi yang sangat dibutuhkan untuk mata kuliah lain dan sangat besar penerapannya

dalam kehidupan sehari-hari.

Buku mata kuliah teori bilangan tersebar diberbagai literatur seperti buku teks

karangan Indonesia, buku teks karangan asing, makalah, dan sumber elekstronik seperti

dalam internet sehingga dari berbaigai sumber ini dapat saling melengkapi. Hal ini juga

mengakibatkan mahasiswa kesulitan untuk mengumpulkan buku perkuliahan. Meskipun

semua sumber tersebut saling melengkapi, namun seorang mahasiswa tidak mungkin

memiliki atau memperoleh seluruh materi tersebut. Kondisi seperti ini menyebabkan

mahasiswa menjadi sangat tergantung kepada dosen, sehingga proses pembelajaran di

kelas menjadi kurang efektif. Dosen menjadi satu-satunya sumber belajar, mahasiswa

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

2

cen-derung hanya mendengarkan, akibatnya terlalu banyak waktu yang tersita oleh

dosen untuk menjelaskan materi, sehingga kesempatan untuk membimbing mahasiswa

dalam proses pembelajaran hampir tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, materi-

materi tersebut perlu dihimpun oleh dosen pengampu mata kuliah untuk menjadi bahan

ajar, kesemua hal di atas berdasarkan pengamatn peneliti saat mengajar pada mata

kuliah teori bilangan. Dengan demikian, mahasiswa akan mempunyai sebuah pegangan

pokok bahan ajar yang dapat digunakan untuk belajar secara mandiri,sementara sumber-

sumber lain dapat digunakan untuk pengayaan.

Buku ajar yang akan dikembangkan ini akan berbeda dengan buku-buku yang lain

seperti urian contoh yang dijabarkan secara sederhana, skope materi tidak terlalu

meluas, hanya dibatasi pada lima bab yang terdiri dari materi bilangan bulat, induksi

matematika, keterbagian, kongruensi dan bab terahir tentang FPB dan KPK. Materi

yang ditentukan ini berdasarkan hasil analisis kemampuan mahasiswa. Selain buku yang

dikembangkan ini, bagi mahasiswa yang berinisisatif mencarai sumber lain, tidak

dibatasi dan dapat menggunakan buku-buku lain sebagai referensi belajar.

Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang

Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran

yang mensyaratkan bagi pendidik salah satunya adalah dosen untuk mengembangkan

perangkat pembelajaran. Pendidik diharapkan mampu mengembangkan materi

pembelajaran dengan buku ajar sebagai salah satu sumber belajar yang merupakan

elemen dalam RPP. Buku ajar merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan

pendidikan. Dengan adanya buku ajar dosen akan lebih mudah dalam melaksanakan

pembelajaran dan mahasiswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar (Depdiknas,

2007)

Menurut Badan Standar Nasional (BSNP) tahun 2006 bahwa buku ajar yang baik

tentunya memiliki syarat antara lain: kesesuain isi dengan kurikukum, keterbacaa,

penyajian materi dan kemudahan untuk dipahami oleh mahasiswa.

Buku ajar merupakan salah bentuk media instruksional yang dapat digunakan

dalam proses pembelajaran. Kemp dan Dayton mengidentifikasi manfaat penggunaan

media instruksional dalam proses pembelajaran, yaitu: (1) Penyampaian materi

perkuliahan dapat diseragamkan, (2) Proses instruksional menjadi lebih menarik, (3)

Proses belajar mahasiswa menjadi lebih interaktif, (4) Jumlah waktu belajar-mengajar

dapat dikurangi, (5) Kualitas belajar mahasiswa dapat ditingkatkan, (6) Proses belajar

dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, (7) Sikap positif mahasiswa terhadap buku

belajar maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan, dan (8) Peran

dosen dapat berubah ke arah yang lebih positif (Trisnaningsih, 2007:3).

Dari uraian di atas, tentunya sangat diperlukan untuk mengembangkan buku ajar

agar nantinya mempermudah mahasiswa dalam proses pembelajaran, harapan agar

pemahaman mahasiswa dapat ditingkatkan.

Buku ajar merupakan buku atau materi pembelajaran yang disusun secara

sistematis yang digunakan Guru dan siswa dalam KBM (Depdiknad, 2008: 3). Buku

dapat dijadikan pegangan pembelajaran yang digunakan untuk menyajikan materi

(Rusyana dalam Suharyadi, dkk, 2003: 2).

Menurut National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center

for Competency Based Training(Danu Aji Nugraha, dkk, 2013: 1), bahan ajar adalah

segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/ instruktur dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Lebih lanjut disebutkan bahwa buku ajar berfungsi sebagai: 1) Pedoman bagi

Pengajar yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran,

sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. 2)

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

3

Pedoman bagi Siswa atau mahasiswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam

proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya

dipelajari/dikuasainya. 3) Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.

Sebuah buku ajar paling tidak mencakup antara lain : 1) Petunjuk belajar

(Petunjuk siswa/guru), 2) Kompetensi yang akan dicapai, 3) Content atau isi materi

pembelajaran, 4) Informasi pendukung, 5) Latihan-latihan, 6) Petunjuk kerja, dapat

berupa Lembar Kerja (LK), 7) Evaluasi, 8) Respon atau balikan terhadap hasil

evaluasi(Depdiknas, 2008: 5).

Menurut BSN (Suharyadi, dkk, 2003: 2) bahwa buku ajar yang baik harus

memenuhi kriteria penilaian yang meliputi aspek kesesuaian isi dengan kurikulum,

penyajian materi, aspek keterbacaan, dan aspek kemudahan.

Saleh Haji (2011: 2) menyatakan bahwa kualitas bahan ajar yang terdiri atas 3

bagian, yaitu kualitas dari aspek materi, kualitas dari aspek penyajian, dan kualitas dari

aspek keterbacaan.Buku ajar disusun dengan tujuan: a) Menyediakan buku ajar yang

sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa,

yakni buku ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial

mahasiswa, b) Membantu mahasiswa dalam memperoleh alternatif buku ajar di samping

buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh. c) Memudahkan pengajar dalam

melaksanakan pembelajaran.

Ada sejumlah manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang pengajar

mengembangkan buku ajar sendiri, yakni antara lain; pertama, diperoleh buku ajar yang

sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar mahasiswa, kedua, tidak

lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh, ketiga, buku ajar

menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi,

keempat, menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman pengajar dalam menulis

buku ajar, kelima, buku ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang

efektif antara pengajar/Guru dengan mahasiswa karena mahasiswa akan merasa lebih

percaya kepada gurunya.

Di samping itu, guru juga dapat memperoleh manfaat lain, misalnya tulisan

tersebut dapat diajukan untuk menambah angka kredit ataupun dikumpulkan menjadi

buku dan diterbitkan.Dengan tersedianya buku ajar yang bervariasi, maka

mahasiswaakan mendapatkan manfaat yaitu, kegiatan pembelajaran menjadi lebih

menarik. mahasiswaakan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara

mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru. mahasiswa juga

akan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus

dikuasainya.

Mila Anggela, dkk (2013: 2) Buku ajar sangat bermanfaat digunakan dalam

pembelajaran, adapun manfaat buku ajar antara lain: 1) Dapat mempercepat

pembahasan bahan kajian. 2)Siswa dapat mempelajari bahan kajian yang akan diajarkan

lebih awal. 3)Dalam buku ajar dapat juga disisipkan latihanlatihan yang harus

dikerjakan siswa yang berorientasi masalah kontekstual. 4) Soal dapat dibuat

berdasarkan buku ajar sehingga penilaiannya lebih fair sesuai kemampuan siswa.

5)Dengan adanya buku ajar, teori yang disampaikan guru yang belum dapat dipahami di

kelas, siswa dapat mempelajari kembali dari buku ajar tersebut. 6)Dengan adanya buku

ajar, jika ada tugas yang harus dikerjakan di rumah siswa sudah memiliki salah satu

referensi untuk mengerjakannya

Pengembangan buku ajar hendaklah memperhatikan prinsisp-prinsip

pembelajaran. Di antara prinsip pembelajaran tersebut adalah: 1) Mulai dari yang

mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak,

Mahasiswaakan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila penjelasan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

4

dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di

lingkungan mereka. Misalnya untuk menjelaskan konsep pasar, maka mulailah

mahasiswa diajak untuk berbicara tentang pasar yang terdapat di tempat mereka tinggal.

Setelah itu, kita bisa membawa mereka untuk berbicara tentang berbagai jenis pasar

lainnya. 2) Pengulangan akan memperkuat pemahaman. Dalam pembelajaran,

pengulangan sangat diperlukan agar mahasiswa lebih memahami suatu konsep. Dalam

prinsip ini kita sering mendengar pepatah yang mengatakan bahwa 5 x 2 lebih baik

daripada 2 x 5. Artinya, walaupun maksudnya sama, sesuatu informasi yang diulang-

ulang, akan lebih berbekas pada ingatan. Namun pengulangan dalam penulisan buku

belajar harus disajikan secara tepat dan bervariasi sehingga tidak membosankan. c)

Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman Mahasiswa, d)

Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar.

Seorang mahasiswayang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam

belajar. Untuk itu, maka salah satu tugas guru/pengajar dalam melaksanakan

pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi) agar mahasiswa mau belajar.

Banyak cara untuk memberikan motivasi, antara lain dengan memberikan pujian,

memberikan harapan, menjelas tujuan dan manfaat, memberi contoh, ataupun

menceritakan sesuatu yang membuat siswa senang belajar, dll. d) Mencapai tujuan

ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian

tertentu.Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan. Untuk

mencapai suatu standard kompetensi yang tinggi, perlu dibuatkan tujuan-tujuan antara.

Ibarat anak tangga, semakin lebar anak tangga semakin sulit kita melangkah, namun

juga anak tangga yang terlalu kecil terlampau mudah melewatinya. Untuk itu, maka

pengajar perlu menyusun anak tangga tujuan pembelajaran secara pas, sesuai dengan

karakteristik mahasiswa. Dalam buku ajar, anak tangga tersebut dirumuskan dalam

bentuk indikator-indikator kompetensi. e) Mengetahui hasil yang telah dicapai akan

mendorong mahasiswa untuk terus mencapai tujuan. Ibarat menempuh perjalanan jauh,

untuk mencapai kota yang dituju, sepanjang perjalanan kita akan melewati kota-kota

lain. Kita akan senang apabila pemandu perjalanan kita memberitahukan setiap kota

yang dilewati, sehingga kita menjadi tahu sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi

kita akan berjalan. Demikian pula dalam proses pembelajaran, guru ibarat pemandu

perjalanan. Pemandu perjalanan yang baik, akan memberitahukan kota tujuan akhir

yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, kota-kota apa saja yang akan dilewati,

dan memberitahukan pula sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi perjalanan.

Dengan demikian, semua peserta dapat mencapai kota tujuan dengan selamat. Dalam

pembelajaran, setiap anak akan mencapai tujuan tersebut dengan kecepatannya sendiri,

namun mereka semua akan sampai kepada tujuan meskipun dengan waktu yang

berbeda-beda. Inilah sebagian dari prinsip belajar tuntas.

METODE PENELITIAN

Model PengembanganPenelitian ini merupakan penelitian pengembangan

(Development research). Menurut Borg dan Gall (1983: 772), penelitian pengembangan

adalahsuatu proses yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk-

produkyang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. Penelitianpengembangan

menurut Gay (1981: 10) bukan untuk menguji teori tetapimengembangkan secara efektif

produk yang digunakan di sekolah. Selanjutnya menurut (Borg and Gall, 2003: 271)

langkah-langkah yang seharusnya ditempuh dalam penelitian pengembangan (research

and development) meliputi: (1) studi pendahuluan, (2) perencanaan, (3) pengembangan

prodak, (4) validasi ahli, (5) revisi, (6) uji coba terbatas, (7) revisi hasil uji coba, (8) uji

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

5

coba lebih luas, (9) revisi model akhir, dan (10) diseminasi dan sosialisasi. Namun

Model penelitian dan pengembangan Borg dan Gall ini penerapannya dalam

pengembangan buku ajar teri bilangan pada mahasiswa semester III di STKIP Taman

Siswa Bima dilaksanakan sampai pada tahap diseminasi dan implementasi produk.

Instrumen untuk mengukur kejelasan, kesesuaian, kemenarikan dan ketepatan isi

buku digunakan instrumen yang berupa angket. Angket diberikan kepada ahli materi

dan mahasiswa. Analisis hasil angket dari uji kevalidan ahli dan angket hasil uji coba

prodak, akan dianalisis menggunakan kategori menurut Syaifuddin Azwar berikit ini.

Tabel 01. Kriteria kevalidan buku teori bilangan Interval Kriteria

Mi+1,5Si <X ≤Mi+3Si Sangat Tinggi

Mi+0,5Si <X ≤Mi+1,5Si Tingggi

Mi-0,5Si <X ≤Mi+0,5Si Sedang

Mi-1,5Si <X ≤Mi-0,5Si Rendah

Mi-3Si ≤X ≤Mi-1,5Si Sangat Rendah

Keterangan:

X = Total skor

Rata-rata ideal (Mi)

Standar Deviasi ideal (Si). Dimana:

Mi = (skor terendah + skor tertinggi)/2

Si = (skor tertinggi – skor terendah)/6

HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan pengumpulan data mengenai pengembangan buku ajar teori

bilangan, akan disajikan data evaluasi teman sejawat, hasil uji coba kelompok kecil dan

hasil uji coba kelompok besar yang dilakukan disemester V dan VII jurusan matematika

tahun akademik 2015/2016 dengan alasan bahwa mahasiswa disemester tersebut sudah

mengampu mata kuliah teori bilangan.

Perolehan data uji coba kelayakan buku ajar teori bilangan, peneliti menggunakan

metode pengumpulan data berupa instrumen dalam bentukangket. Untuk evaluasi teman

sejawat diberikan angket, untuk uji coba pada kelompok kecil diberikan kepada 2 orang

mahasiswa, dan uji coba kelompok besar diberikan kepada 5 orang mahasiswa.Pada

pengembangan buku ajar teori bilangan ini, teknik yang digunakan untuk mengolah data

hasil penelitian dari evaluasi teman sejawat, dan mahasiswa adalah teknik berdasarkan

kategori menurut Syaifudin Azwar

1. Rancangan Produk Hasil Tinjauan teman sejawat/Ahli Berdasarkan hasil tinjauan teman sejawat, maka rancangan buku yang dibuat,

direvisi dan dikonsultasikan pada teman sejawat yang kemudian digunakan sebagai

dasar untuk memperbaiki kualitas produk pengembangan, sebelum memasuki tahap

uji coba kelompok kecil.

a. Data Hasil Evaluasi teman sejawat

Adapun variabel yang menjadi aspek pengamatan terhadap buku teori

bilangan, menurut evaluasi teman sejawat disajikan dalam tabel 02 berikut:

Tabel 02 Data Hasil Evaluasi teman sejawat Ahli Indikator No Angket Skor Total X

I

Kejelasan 1, 8, & 13 4 4 4 - - 12 4

Kesesuaian 2,4,6,7,9 3 3 4 4 4 18 3,6

Kemenarikan 3,10,12,17 3 4 4 3 - 14 3,5

Ketepatan 5,11,14,15,16 4 3,8 4 3 4 18,8 3,75

II

Kejelasan 1, 8, & 13 4 3 4 - - 11 3,6

Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 3 3 3 17 3,4

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

6

Kemenarikan 3,10,12,17 3 3 3 3 - 12 3

Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3 3 3 3 3 3

b. Data Hasil Uji Coba Kelompok Kecil

Data uji coba kelompok kecil diberikan kepada 2 orang mahasiswa jurusan

matematika. Adapun data yang diperoleh dari hasil uji coba tersebut dapat dilihat

dalam tabel berikut ini:

Tabel 03. Data Hasil uji coba kelompok kecil Mahasiswa Indikator No angket Skor Total X

I

Kejelasan 1, 8, & 13 4 3,6 3,4 11 3,7

Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 3 3 3,2 17,2 3,4

Kemenarikan 3,10,12,17 3 3,2 3,6 3 12,8 3,1

Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3,6 3,2 4 4 17,8 3,56

II

Kejelasan 1, 8, & 13 4 3,8 3,4 11,2 3,73

Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 4 3 3,4 18,4 3,68

Kemenarikan 3,10,12,17 3 3 3,8 3 12,8 3,2

Ketepatan 5,11,14,15,16 3 4 3 3 4 17 3,4

c. Data Hasil Uji Coba Produk pada kelompok besar

Data uji coba kelompok besar diberikan kepada lima orang mahasiswa. Data

tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel. 04. Hasil uji coba kelompok besar Mahasiswa INDIKATOR No angket Skor Total X

I

Kejelasan 1, 8, & 13 2 3,2 3,4 8,6 2,8

Kesesuaian 2,4,6,7,9 3 3 3 3 3,6 15,5 3,12

Kemenarikan 3,10,12,17 3 3,6 3,6 3 13,5 3,4

Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3,6 3,2 3 3 15,8 3,16

II

Kejelasan 1, 8, & 13 2 4 2,6 8,6 2,8

Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 4 4 3 19 3,8

Kemenarikan 3,10,12,17 2 3 3,6 3 11,6 2,9

Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3,6 3 4 4 17,6 3,52

III

Kejelasan 1, 8, & 13 4 4 3,4 11,4 3,8

Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 4 4 4 20 4

Kemenarikan 3,10,12,17 3 3 3 3 12 3

Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3,6 3 4 3 16,6 3,32

IV Kejelasan 1, 8, & 13 1 3,2 3 7,2 2,4

Kesesuaian 2,4,6,7,9 3 3 3 3 3,4 15,4 3,08

Kemenarikan 3,10,12,17 3 3 3 3 12 3

Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3 3 3 4 16 3,2

IV Kejelasan 1, 8, & 13 3 3 3 9 3

Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 4 4 3 19 3,8

Kemenarikan 3,10,12,17 4 4 4 4 16 4

Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3 3 3 3 15 3

Analisis Data

Berdasarkan tabel penyajian data, maka dalam bagian ini dapat diuraikan

análisis data, yang diperoleh dari teman sejawat (uji coba kelompok kecil, uji coba

kelompok besar).

1. Analisis Data Hasil Evaluasi Ahli Berikut ini análisis data yang dilakukan berdasarkan data hasil evaluasi dari

teman sejawat, dari aspek-aspek tersebut dapat dideskripsikan pada tabel berikut:

Tabel. 05. Hasil analisis evaluasi ahli Ahli INDIKATOR Interval Kategori

I

Kejelasan 3,25 < 4 ≤ 4 Sangat tinggi

Kesesuaian 3,25 < 3,6 ≤ 4 Sangat tinggi

Kemenarikan 3,25 < 3,5 ≤ 4 Sangat tinggi

Ketepatan 3,25 < 3,75≤ 4 Sangat tinggi

Kejelasan 3,25 < 3,6 ≤ 4 Sangat tinggi

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

7

II Kesesuaian 3,25 < 3,4 ≤ 4 Sangat tinggi

Kemenarikan 3,25 < 3 ≤ 4 Sangat tinggi

Ketepatan 3,25 < 3≤ 4 Sangat tinggi

Berdasarkan tabel di atas bahwa hasil analisis ahli diperoleh data dari empat

indikator yakni kejelasan, kesesuaian, kemenarikan, dan ketepatan isi buku diperoleh

kategori sangat tinggi kevalidannya.

2. Analisis Data Hasil Uji Coba Kelompok Kecil

Berikut ini análisis data yang dilakukan berdasarkan data hasil evaluasi dari

mahasiswa pada uji kelompok kecil, dari aspek-aspek tersebut dapat dideskripsikan

pada tabel 06 persentase análisis data uji kelompok kecil.

Tabel. 06. Hasil analisis uji coba kelompok kecil Mahasiswa INDIKATOR Interval Kategori

I

Kejelasan 3,25 < 3,7 ≤ 4 Sangat tinggi

Kesesuaian 3,25 < 3,4 ≤ 4 Sangat tinggi

Kemenarikan 2,75< 3,1 ≤ 3,25 Tinggi

Ketepatan 3,25 < 3,56≤ 4 Sangat tinggi

II

Kejelasan 3,25 < 3,73 ≤ 4 Sangat tinggi

Kesesuaian 3,25 < 3,65 ≤ 4 Sangat tinggi

Kemenarikan 2,75 < 3,2 ≤ 3,25 Tinggi

Ketepatan 3,25 < 3,4 ≤ 4 Sangat tinggi

Dari hasil uji coba kelompok kecil, untuk indikator kemenarikan tampilan

berkategori tinggi dan indikator lainnya berkategori sangat tinggi

3. Analisis Data Hasil Uji Coba Kelompok besar

Hasil analisis data uji coba skala besar yang diberikan kepada 5 orang

mahasiswa dapat dilihat pada tabel 07 berikut ini:

Tabel. 07. Hasil analisis uji coba kelompok besar Mahasiswa INDIKATOR Interval Kategori

I

Kejelasan 2,75< 2,86 ≤ 3,25 Tinggi

Kesesuaian 3,25 < 3,12 ≤ 4 Sangat tinggi

Kemenarikan 3,25 < 3,38 ≤ 4 Sangat tinggi

Ketepatan 3,25 < 3,16≤ 4 Sangat tinggi

II

Kejelasan 2,75 < 3,8 ≤ 3,25 Tinggi

Kesesuaian 3,25 < 3,8 ≤ 4 Sangat tinggi

Kemenarikan 2,75 < 2,9 ≤ 3,25 Tinggi

Ketepatan 3,25 < 3,52 ≤ 4 Sangat tinggi

III Kejelasan 3,25 < 3,8 ≤ 4 Sangat Tinggi

Kesesuaian 3,25 < 4 ≤ 4 Sangat tinggi

Kemenarikan 2,75 < 3 ≤ 3,25 Tinggi

Ketepatan 3,25 < 3,32 ≤ 4 Sangat tinggi

IV Kejelasan 2,25< 2,4 ≤ 2,75 Sedang

Kesesuaian 2,75 < 3,08 ≤ 3,25 Tinggi

Kemenarikan 2,75 < 3 ≤ 3,25 Tinggi

Ketepatan 2,75 < 3,2 ≤ 3,25 Tinggi

V Kejelasan 2,75 < 3,8 ≤ 3,25 tinggi

Kesesuaian 3,25 < 3,32 ≤ 4 Sangat tinggi

Kemenarikan 3,25 < 4 ≤ 4 Sangat tinggi

Ketepatan 2,75 < 3 ≤ 3,25 Tinggi

Dari hasil uji coba kelompok besar di atas, terlihat masih banyak kekurangan-

kekurangan terutaman pada kejelasan dan kemenarikan tampilan kover buku,

penulisan angka-angka dan warna gambar pada kover. Penampilan contoh soal.

Revisi Produk

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari hasil analisis para ahli, ada

beberapa bagian produk yang perlu direvisi. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan

buku ajar teori bilangan. Berikut akan diuraikan revisi tahap I dan revisi tahap II

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

8

1. Revisi tahap I

Revisi tahap ini dilakukan setelah mendapatkan masukan dan saran dari teman

sejawat. Data yang diperoleh digunakan sebagai dasar dalam melakukan revisi pada

tahap selanjutnya yaitu uji coba kelompok kecil.

Adapaun saran dan masukan dari ahli/teman sejawat yang sebagai berikut:

a) Kover buku terlalu ramai dan angka-angka yang terlalu besar tampilannya.

b) Warna dasar kover buku jangan senada dengan warna angka, sehingga

tampilannya tampak jelas.

c) Penyelesaian soal lebih diperhatikan lagi

d) Tata tulis diperhatikan kembali

e) Lengkapi daftar pustaka

Masukan mahasiswa dari hasil uji coba kelompok kecil antara lain:

a) Tampilan kover belum bagus dan usahakan menggunakan warna yang terang

b) Warna dasar kover buku jangan senada dengan warna angka, sehingga

tampilannya tampak jelas

c) Contoh soal pada bab II kurang jelas

2. Revisi Tahap II

Pada tahap kedua, adapun bagian yang direvisi berdasarkan masukan dari uji

coba kelompok besar yaitu melengkapi halaman untuk bagian daftar isi dan lengkapi

daftar pustaka

PEMBAHASAN

Penelitian ini berawal dari permasalahan dan analisis kebutuhan, yang dilakukan

pada mahasiswa jurusan pendidikan matematika di STKIP Taman Siswa Bima melalui

observasi yang kemudian melakukan pengkajian. Selanjutnya peneliti merencanakan

dan menetapkan tujuan yang dilanjutkan dengan membuat produk awal. Penelitian yang

dilakukan setelah direvisi perlu dikaji atas dasar evaluasi dua ahli dan uji coba lapangan

skala kecil dan uji coba lapangan skala besar. Berdasarkan data dari evaluasi ahli materi

teori bilangan terdapat beberapa revisi terhadap produk yang dikembangkan, antara lain:

1) Kover buku terlalu ramai dan angka-angka yang terlalu besar tampilannya, 2) Warna

dasar kover buku jangan senada dengan warna angka, sehingga tampilannya tampak

jelas, 3) Penyelesaian soal lebih diperhatikan lagi, 4) Tata tulis diperhatikan kembali, 5)

Lengkapi daftar pustaka.

Hasil uji coba kelompok kecil, terdapat beberapa masukan antara lain: 1)

Tampilan kover belum bagus dan usahakan menggunakan warna yang terang, 2) Warna

dasar kover buku jangan senada dengan warna angka, sehingga tampilannya tampak

jelas, 3) Contoh soal pada bab II kurang jelas. Sedangkan hasil uji coba kelompok besar,

terdapat masukan antara lain: sesuaikan halaman buku dengan daftar isi dan lengkpi

daftar pustaka.

Setelah melakukan revisi sesuai dengan ketentuan di atas, masih terdapat beberapa

kelemahan pada produk yang dikembangkan antara lain:

1. Memerlukan adanya evaluasi dan uji coba pada subyek yang lebih besar atau luas.

2. Memerlukan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas produk yang dikembangkan.

Produk ini selain memiliki kelemahan seperti tersebut di atas, akan tetapi produk ini

juga memiliki beberapa kelebihan:

1. Produk ini telah melalui tinjauan dua ahli, sehingga banyak masukan untuk

perbaikan produk untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Produk ini dapat digunakan oleh mahasiswa dan dosen pengampu teori bilangan.

Untuk mahasiswa dapat dijadikan sebagai sumber belajar tambahan untuk

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

9

mempermudah dalam pemahaman materi teori bilangan. Untuk dosen pendidikan

matematika, diharapkan dapat digunakan menjadi referensi tambahan sebagai acuan

dalam proses perkuliahan.

PENUTUP

Setelah dilakukan penelitian dan diperoleh hasilnya, maka dapat disimpulkan

berdasarkan tinjauan dan penilaian ahli materi teori bilangan dan mahasiswa (melalui

uji coba kelompok kecil, uji coba kelompok besar) bahwa pengembangan buku ajar

teori bilangan pada mahasiswa jurusan pendidikan matematika di STKIP Taman Siswa

Bima layak digunakan sebagai sumber belajar menurut respon guru dan siswa dalam

proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

BSN. (2006). Pandauan Penyususnan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang

Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Depdiknas

Danu Aji Nugraha, dkk. (2013).Pengembangan Bahan Ajar Reaksi Redoks Bervisi Sets,

Berorientasi Konstruktivistik. Journal of Innovative Science Education. Program

Pasca Sarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Indonesia. Diunggah pada tanggal 21 Oktober 2015 dari

file:///C:/Users/mariamah/Downloads/1289-2486-2-PB.pdf

Depdiknas . (2007). Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor

41, tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah.

Direktorat ManajemenPendidikan Dasar dan Menegah. 2008. Panduan Pengembangan

Bahan Ajar. Tut Wuri Handayani

Borg, WR dan Gall, MD. 1983. Educational Research: An Introduction Fourth Edition.

New York: Longman.

Ghufron Nur. (2012). Gaya Belajar Kajian Teoritik. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution. 1982. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Mila Anggela, dkk. (2013). Pengembangan Buku Ajar Bermuatan Nilai-Nilai Karakter

Pada Materi Usaha Dan Momentum Untuk Pembelajaran Fisika Siswa Kelas XI

SMA. Diunggah pada tanggal 21 Oktober 2015 dari

http://fisika.fmipa.unp.ac.id/wp-content/uploads/2014/12/File4.pdf

Nurkencana. 1987. Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Jakarta:CV.Citra Pesona.

Russefendi,ET. 1997. Pengajaran Matematika Modern. CV.Tarsito.

Rusyana, dkk. 2013. Pengembangan buku ajar berbasis kontekstual pada materi asam

basa. Jurnal Riset dan praktek pendidikan Kimia Vol.1 No.1 tahun 2013.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

10

Sadam Thaibin, Eny Enawaty dan Ira Lestari. Pengembangan Buku Ajar Ipa Smp

Dilengkapi Dengan Media Permainan Ular Tangga Chemistry (UTACHI).

Diunggah pada tanggal 21 Oktober dari

file:///C:/Users/mariamah/Documents/pengembangan%20buku%20ular%20tangg

a.pdf.

Saleh Haji. 2011. Model Bahan Ajar Matematika Smp Berbasis Realistic Mathematics

Education Untuk Mengembangkan Kemahiran Matematika. Jurnal Exacta, Vol.

IX No. 1 Juni 2011 . ISSN 1412-3617 Diunggah pada tanggal 21 Oktober 2015

dari http://repository.unib.ac.id/526/1/07.%20Saleh%20Haji%20Hal.%2045-

50.pdf

Sukarman Hery. 1993. Teori Bilangan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Trisnawati.2007. Pengembangan Bahan Ajar Untuk Meningkatkan Pemahaman Materi

Mata Kuliah Demografi Teknik. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 4 Nomor

2. Diunggah pada tanggal 12 Oktober 2014 di

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0

CCIQFjAA&url=http%3A%2F%2Fjournal.uny.ac.id%2Findex.php%2Fjep%2Far

ticle%2Fdownload%2F607%2F464&ei=UUhIVKjgDMeKuwSM5oCoCw&usg=

AFQjCNEUZmuDEOoL7LTKO_a-_88N_FKXDg&bvm=bv.77880786,d.c2E

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

11

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN

E-LEARNING PADA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI

DAN KOMUNIKASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK

NEGERI 2 MAKASSAR

Hardiansyah

Dosen STKIP Taman Siswa Bima

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan : (1) untuk mengetahui efektivitas penggunaan media

pembelajaran E-learningpada pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap

hasil belajar siswa Kelas X SMK Negeri 2 Makassar, (2) untuk mengetahui seberapa

besarkah pengaruh efektifitaspenggunaan E-learninguntuk meningkatkan hasil belajar

siswa pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap hasil belajar siswa Kelas

X SMK Negeri 2 Makassar. (3) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruh efektifitas penggunaan media E-learning terhadap hasil belajar siswa

Kelas X SMK Negeri 2 Makassar pada pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Model Penelitian yang digunakan ini adalah penelitian eksperimen dengan sampel

penelitiannya adalah Program Studi Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan SMK

Negeri 2 Makassar. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest

control dan eksperimen. Uji beda dilakukan untuk mengukur perbedaan efektivitas

media pembelajaran E-Learning kelompok eksperimen dan media pembelajaran

kelompokkontrol berdasarkan hasil belajarnya. Hasil penelitian menemukan bahwa: (1)

Efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning lebih tinggi daripada

menggunakan media pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji

hipotesis posttest pada hasil belajar sehingga ‘Efektivitas penggunaan media

pembelajaran E-Learning lebih tinggi daripada penggunaan media pembelajaran

konvensional dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMK Negeri 2 Makassar

pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. (2) Perhitungan nilai gain

ternormalisasi antara kelas eksperimen tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. (3)

Faktor-faktor yang mempengaruh efektifitas penggunaan media E-learning meliputi

instrumental, materi pelajaran, minat siswa dalam menggunakan media pembelajaran E-

Learning, fasilitaslaboratorium komputer dan koneksi internet, kemampuan guru

memanfaatkan teknologi informasi dan faktor motivasi siswa.

Kata kunci : media pembelajaran, E-Learning, kontrol, hasil belajar.

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi saat ini, khususnya pada komputer dan internet telah

mengubah paradigma masyarakat dalam mencari dan mendapatkan informasi, yang

tidak lagi terbatas pada informasi surat kabar, audio visual dan elektronik, tetapi juga

sumber-sumber informasi lainnya yang salah satu diantaranya melalui jaringan internet.

Salah satu bidang yang mendapatkan dampak yang cukup berarti dengan perkembangan

teknologi ini adalah bidang pendidikan, dimana pada dasarnya pendidikan merupakan

suatu proses komunikasi dan informasi dari pendidik kepada peserta didik yang berisi

informasi-informasi pendidikan, yang memiliki unsur-unsur pendidik sebagai sumber

informasi. Media sebagai sarana penyajian ide, gagasan dan materi pendidikan serta

peserta didik itu sendiri, kemudian dinyatakan pula bahwa beberapa bagian unsur ini

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

12

mendapatkan sentuhan media teknologi informasi, sehingga mencetuskan lahirnya ide

tentang e-learning.

Usaha untuk meningkatkan prestasi siswa dapat dilakukan denganmedia

pembelajaran yang disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan disampaikanoleh para

pendidik. Efektivitas suatu media akan tercapai bila penggunaannya disesuaikan dengan

karakteristik sasaran. Oleh karena itu, pada saat memilih media, selain memperhatikan

tujuan yang akan dicapai, juga harus mengetahui secara tepat, siapayang menjadi

sasaran. Apabila pemilihan media hanya didasarkan pada satu sisi saja tujuan atau

sasaran, besar kemungkinan fungsi media menjadi kurang efektif.

Teknologi baru terutama dalam bidang TIK memiliki peran yang semakin

penting dalam pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat

membawa kita kepada situasi belajar dimana E-learning with effort akan dapat

digantikan dengan learning with fun. Apalagi dalam pembelajaran orang dewasa,

learning with effort menjadi hal yang cukup menyulitkan untuk dilaksanakan karena

berbagai faktor pembatas seperti usia, kemampuan daya tangkap, kemauan berusaha,

dan lain-lain. Jadi proses pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak

membosankan menjadi pilihan para fasilitator. Jika situasi belajar seperti ini tidak

tercipta, paling tidak multimediadapat membuat pembelajaran lebih efektif.

Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis

mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan di cari jawabannya

melalui kegiatan penelitian

1. Bagaimana efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning pada pelajaran

Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap hasil belajar siswa Kelas X SMK

Negeri 2 Makassar?

2. Seberapa besarkah pengaruh efektifitaspenggunaan E-lerning untuk meningkatkan

hasil belajar siswa pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap hasil

belajar siswa Kelas X SMK Negeri 2 Makassar?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruh efektifitas penggunaan media E-learning

terhadap hasil belajar siswa Kelas X SMK Negeri 2 Makassar pada pelajaran

Teknologi Informasi dan Komunikasi?

METODE PENELITIAN

Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah Eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan dengan

memberikan perlakuan (treatment) tertentu terhadap subjek penelitian yang

bersangkutan dengan menggunakan desain eksperimen Pretest- Posttest Control

Group Design. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan penggunaan media

pembelajaran E-Learning dan pada kelompok kontrol diberikan perlakuan yang

diberlakukan di sekolah (Media ceramah oleh guru). Rancangan penentuan sampel

ini menggunakan teknik Random Sampling, dimana terdapat kelas X SMK Negeri 2

Makassar, kelas dengan jumlah 60 siswa.

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini berlokasi di SMKN 2 Makassar. Penilitian ini berlangsung pada

bulan Januari sampai Mei Tahun 2015.

Subjek Penelitian

Subjek Penelitian adalah siswa SMKN 2 Makassar kelas X Teknik Komputer

Jaringan (TKJ) sebanyak 60 siswa.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

13

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua analisis, yaitu teknik

analisis statistik deskriptif dan teknik analisis inferensial parametrik. Analisis statistik

deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan respon dan

hasil belajar yang telah terkumpul dari hasil penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pada uraian bab ini akan dipaparkan tentang hasil uji coba instrumen, hasil

penelitian, analisis data dan pembahasan. Data yang diolah adalah hasil dari tes kognitif

(pretest dan posttest). Penelitian dilakukan terhadap dua kelas, yaitu kelompok

eksperimen dengan jumlah siswa 30 orang diberikan perlakuan dengan media

pembelajaran E-Learning, sedangkan pada kelompok kontrol sebagai kelompok

pembanding dengan jumlah siswa 30 orang diberikan perlakuan dengan media

pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran E-Learning sehingga jumlah

sampel penelitian di SMK Negeri 2 Makassar berjumlah 60 orang siswa.

1. Deskripsi efektivitas penggunaan media E-learning

Berdasarkan analisis data keefektivitas, maka dibutuhkan upaya pengembangan

media pembelajaran E-learningyang dapat mendukung proses pembelajaran pada

keahlian Teknik Komputer dan Jaringan Program Studi Komputer dan Jaringan SMK

2 Negeri Makassar. Media E-learningtersebut diharapkan mampu mendukung proses

pembelajaran pada kompetensi keahlian Teknik Komputer dan Jaringan. Salah satu

media pembelajaran E-learningyang dapat dikembangkan untuk kebutuhan tersebut

adalah E-learning.

Data hasil penelitian yang digunakan adalah berbentuk skor pretest, skor

posttest, dan skor gain. Skor gain diperoleh dari selisih antara skor pretest dan skor

posttest baik siswa yang belajar dengan menggunakan media pembelajaran E-

Learning maupun siswa yang belajar menggunakan media pembelajaran eksperiment

dan control.

a. Analisis Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa terhadap pembelajaran pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa. dapat dilihat pada Tabel.

Tabel Hasil Analisis StatistikDeskriptif Hasil Belajar Siswa

Statistik Nilai

Pretes Kelas eksperimen Pretes Kelas kontrol

Subjek 30 30 30 30

Rata-rata 62.1 85 56.76667 83.9

Median 62 86.5 58 86.5

Modus 61 87 58 87

Standar Deviasi 1.777 6.938 3.783 4.607

Varians 3.157 48.133 14.312 21.223

Rentang 6 30 15 14

Nilai Terendah 59 78 46 76

Nilai Tertinggi 65 100 61 90

Berdasarkan terlihat bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran

Instalasi Sistem Operasi berbeda antara kelas eksperimen yang menggunakan

media pembelajaran E-elearning pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu

85,10 dan 83,90. Median untuk kelas eksperimen adalah 86 dan untuk kelas

kontrol adalah 86. Modus untuk kelas eksperimen adalah 87 dan pada kelas

kontrol 87. Sedangkan varians untuk kelas eksperimen adalah 48,133 dan untuk

kelas kontrol adalah 21,223. Nilai terendah untuk kelas eksperimen adalah 78 dan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

14

nilai tertinggi 100 dengan rentang 30. Sedangkan kelas kontrol, hasil belajar siswa

dengan nilai terendah 76 dan nilai tertinggi 90 dengan rentang 14.

Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa media pembelajaran E-elearning

kelas eksperimen dan kelas kontrol

NILAI KATEGORI EKSPERIMEN KONTROL

FREKUENSI % FREKUENSI %

81 - 100 Sangat Tinggi 19 80 17 70

61 - 80 Tinggi 11 20 13 30

41 - 60 Cukup 0 0 12

21 - 40 Rendah 0 0 4

0 -20 Sangat Rendah 0 0 0 0

Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan data distribusi frekuensi nilai hasil belajar siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol dapat digambarkan pada Diagram

Diagram Nilai Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 6 terlihat bahwa hasil belajar siswa Pada

kelas eksperimen persentasi berada pada kategori sangat tinggi adalah 80% dan

kategori tinggi adalah 30%. Pada kelas eksperimen tidak ditemukan adanya siswa

memiliki nilai cukup.

b. Uji Hipotesis efektivitas media E-learning

Uji t yang disajikan pada Lampiran 11 halaman 106, diperoleh t hitung

sebesar 5,955. Dengan melihat tabel distribusi t, diperolah t tabel dengan df (n-2)

atau 60-2 = 58 dengan pengujian 2 sisi (signifikansi = 0.025) hasil yang diperoleh

untuk t tabel adalah 2,005. Maka dapat disimpulkan bahwa t hitung> t tabel dan µ1 ≠

µ2berarti H1 diterima, artinya bahwa Efektivitas penggunaan media pembelajaran

E-Learning efektif dibandingkan dengan menggunakan media pembelajaran

konvesional.

2. Analisis pengaruh efektivitas penggunaanE-learning untuk meningkatkan hasil

belajar

Soal hasil belajar siswadiberikan di akhir rangkaian pembelajaran, untuk

mengetahui pengetahuan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang diberi

perlakuan berupa penerapan media pembelajaran E-Learning. Berikut disajikan

analisis statistik deskriptif skor pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan

perhitungan menggunakan program SPSS 20.0.

Nilai gain didapat dari selisih nilai posttest dan nilai pretest. Karena hasil

belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah pembelajaran, maka hasil

belajar yang dimaksud yaitu adanya peningkatan yang dialami siswa. Untuk

01020304050607080

Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah SangatRendah

81 - 100 61 - 80 41 - 60 21 - 40 0 -20

1911

0 0 0

80

20

0 0 0

17 13 124 0

70

30

0

EKSPERIMEN FREKUENSI EKSPERIMEN % KONTROL FREKUENSI KONTROL %

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

15

mengetahui efektivitas penggunaan media E-elearnigpada kelas eksperimen dan

penggunaan media pembelajaran konvensional pada kelas kontrol digunakan

perhitungan gain. Hasil dari perhitungan gain ternormalisasi (g) pada kelas

eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada tabel.

Tabel Hasil Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol Kelompok pretest postest G g Kriteria

eksperimen 65 100 35 1.00000 Tinggi

kontrol 61 90 29 0.74359 Rendah

Berdasarkan data nilai pretest dan pretest pada kelas eksperimen dan kotrol,

diperoleh nilai gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 1.000 dapat dikatakan

sedang dan kelas kontrol sebesar 0.743. Nilai tersebut diinterpretasikan ke dalam

kriterium nilai <g>, diperoleh efektivitas media pembelajaran E-Learning di kelas

eksperiment tergolong tinggi.

Gambar. Nilai gain kelas eksperimen dan kelas kontrol

Jika dibandingkan nilai gain antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol,

dapat disimpulkan bahwa efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning di

kelas eksperimen dan kelas kontrol tinggi di bandingkan menggunakan media

pembelajaran konvensional.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penggunaan E-learning terhadap

hasil belajar

Metode yang efektif memungkinkan siswa untuk mengalami kemajuan pada

tingkat kecepatanyang berbeda, materi yang berbeda, dan bahkan berpartisipasi

dalam aktivitas yang berbeda. Pembelajar perlu mengetahui apakah pemikirannya

berada jalur yang benar atau tidak guru dapat memberikan umpan balik pada koreksi

paper, pesan elektronik dari komputer. Kita cenderung lebih suka mengingat dan

proses pembelajaran sampai saat ini. Aturan-aturan dari pendidik dan pebelajar telah

berubah karena dipengaruhi media dan teknologi yang digunakan di dalam kelas.

Perubahan ini sangat esensial, karena sebagai penuntun dalam proses pembelajaran,

pendidik (guru) berhak menguji media dan teknologi dalam konteks belajar dan itu

berdampak pada hasil belajar siswa.

Aturan-aturan dari pendidik dan pebelajar telah berubah karena dipengaruhi

media dan teknologi yang digunakan di dalam kelas. Perubahan ini sangat esensial,

karena sebagai penuntun dalam proses pembelajaran, pendidik (guru) berhak

menguji media dan teknologidalam konteks belajar dan itu berdampak pada hasil

belajar siswa.

1. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.

Pertama,hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, dan

eksperimen0

20

40

60

80

100

eksperimen

kontrol

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

16

lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan

sekolah, buku panduan, silabus, dan lain sebagainya.

2. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya

disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode

mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.

3. Faktor Minat siswa dalam menggunakan media pembelajaran E-Learning yaitu

siswa kecenderungan tidak memperhatikan dan mengenang beberapa mata

pelajaran lewat media pembelajaran E-Learning.

4. Fasilitas laboratorium komputer dan koneksi internet salah satu faktor

pengaruhnya perkembangan media pembelajaran E-Learning karna faktor

pendukung penerapan pembelajaran ini harus memadai, agar efektivitas

pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

5. Faktor kemampuan guru memanfaatkan teknologi informasi, disain media

pembelajaran E-Learning dan keaktifan siswa memanfaatkan teknologi informasi

pada siswa kelas X SMK Negeri 2 Makassar telah cukup memadai, namun yang

perlu diperhatikan adalah keterbatasan bandwidh yang masih disoroti oleh

responden belum mendukung kecepatan akses data pembelajaran yang

dibutuhkan, kemampuan guru belum sepenuhnya mendapat dukungan positif dari

responden, dan disain model pembelajaran E-Learning masih relatif perlu

pengembangan, hal ini dapat dipahami karena masih banyak guru yang

memberikan matari secara konvensional.

6. Faktor Motivasi siswa adapun paraAhli motivasi telah menyatakan bahwa

perilaku individu dapat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor yang disebut

sebagai faktor motivasi intrinsik dan faktor motivasi ekstrinsik. Individu akan

menerima sebuah sistem informasi apabila dalam penggunaannya, sistem tersebut

menarik bagi individu tersebut.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Hasil analisis data penelitian yang dibuktikan melalui analisis uji statistik dengan

bantuan software SPSS 20.0 menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa kelas kontrol

dan kelas eksperimen adalah sama (homogen). Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata

hasil pretest kedua kelas dan dibuktikan dengan uji t untuk melihat persamaan dua rata-

rata. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara

kelas eksperimen dan kontrol. Hal ini wajar karena kedua kelas tersebut belum

mendapatkan perlakuan dan materi belajar. Setelah proses pembelajaran dilaksanakan

dengan memberi perlakuan dengan media pembelajaran E-Learning pada kelas

eksperimen dan perlakuan dengan media pembelajaran konvensional pada kelas kontrol,

menunjukkan bahwa hasil belajar akhir kedua kelompok mengalami perbedaan.

Perbedaan hasil belajar ditunjukkan oleh nilai rata-rata kelas eksperimen 85 sedangkan

pada kelas kontrol 83. Dari nilai rata-rata posttest terlihat bahwa hasil belajar kelas

eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada setiap pertemuan, di kelas

eksperimen siswa dituntut untuk dapat berperan lebih aktif dalam memperoleh

kesempatan membangun sendiri pengetahuannya sehingga memperoleh pemahaman

yang mendalam serta dalam proses pembelajarannya lebih bervariatif seperti meng-

upload, men-download maupun mendemonstrasikan hasil praktik belajarnya.

Peningkatan hasil belajar yang diraih oleh kelas eksperimen dikarenakan adanya

suasana belajar di kelas yang lebih kondusif, aktif dan minat serta antusias siswa sangat

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

17

terlihat dibandingkan pada kelas kontrol, terutama pada hal distribusi materi

pembelajaran yang tidak terpusat hanya pada guru.

Budaya belajar yang dikembangkan di kelas eksperimen adalah keaktifan siswa

dalam membangun sendiri keingintahuannya, membangun karakter keinginan

membantu teman yang kesulitan, serta pemanfaatan waktu yang bisa optimal di kelas

karena kegiatan sudah terstruktur. Pada E-Learning terdapat kegiatan terstruktur untuk

setiap pertemuan, sehingga siswa mampu memanajemen waktu belajar di kelas yang

harapannya sejalan dengan mengoptimalkan fasilitas yang ada. Dengan demikian,

keaktifan siswa dalam membangun sendiri pengetahuannya diharapkan dapat membantu

siswa untuk lebih lama mengingat dan memahami materi pelajaran. Hasil belajar siswa

yang meningkat, kelebihan-kelebihan lain yang mendukung E-Learning efektif

ditunjukkan dari beberapa indikator dalam proses pembelajaran, antara lain

meningkatnya keaktifan siswa, baik dalam hal bertanya maupun mempresentasikan

tugas yang telah diselesaikannya. Kelebihan lainnya adalah tugas siswa menjadi lebih

variatif dan kreatif karena siswa memiliki sumber belajar yang luas sehingga memiliki

referensi materi lebih banyak dibandingkan dengan siswa pada kelas kontrol yang tidak

menggunakan media E-Learning. Keunggulan siswa yang menggunakan E-Learning

adalah memiliki kemampuan lebih dalam berinteraksi dengan internet dan

penggunaannya, misal paham tentang cara meng-upload tugas serta mengetahui link-

link belajar untuk meningkatkan kreativitas dalam mengerjakan tugas.

Pelaksanaan pembelajaran pada kelompok eksperimen pada awalnya mengalami

sedikit hambatan. Pembelajaran yang baru bagi guru dan siswa memerlukan waktu

untuk penyesuaian. Tetapi hambatan-hambatan yang terjadi perlahan dapat dikurangi

karena partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Aktifitas di dalam kelas yang

bervariatif dapat menambah semangat, motivasi, karakter berbagi, membantu dalam

memecahkan masalah dan dapat menciptakan lingkungan belajar positif, sehingga

pembelajaran menjadi lebih interaktif dan efektif. Seluruh uraian di atas menunjukkan

bahwa secara umum pembelajaran TIK dengan menggunakan media pembelajaran E-

Learning memberikan pengaruh yang berarti dan efektif dalam meningkatkan hasil

belajar siswa kelas X SMK Negeri 2 Makassar.

Proses pembelajaran sebenarnya didominasi oleh kegiatan manajemen informasi.

Ada tiga komponen utama dalam informasi, yaitu pemakai, akses dan informasi. Dalam

proses pembelajaran sebagai pemakai adalah siswa, sebagai informasi adalah materi

pembelajaran yang berasal dari buku, basis data komputer, basis pengetahuan atau

sumber informasi lainnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada kelas X Teknik Komputer Jaringan pada SMK

Negeri 2 Makassar tentang efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning

pada pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap hasil belajar siswa Kelas

X SMK Negeri 2 Makassar maka disimpulkan bahwa:

1. Efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning lebih tinggi daripada

menggunakan media pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji

hipotesis posttest pada hasil belajarsehingga ‘Efektivitas penggunaan media

pembelajaran E-Learning lebih tinggi daripada penggunaan media pembelajaran

konvensional dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMK Negeri 2

Makassar pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.

2. Perhitungan nilai gain ternormalisasi antara kelas eksperimen tinggidibandingkan

dengan kelas kontrol.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

18

3. Faktor-faktor yang mempengaruh efektifitas penggunaan media E-learning

meliputi instrumental, materi pelajaran, minat siswa dalam menggunakan media

pembelajaran E-Learning, fasilitaslaboratorium komputer dan koneksi internet,

kemampuan guru memanfaatkan teknologi informasi dan faktor motivasi siswa.

DAFTAR ISI

Ade Suyitno. 2012. Facebook Sebagai Media Kreatif E-Learning Untuk Distance [On-

Line]. Tersedia : http:www.asep-hs.web.ugm.ac.id.

Agus Marsidi. 2007. Pendidikan Luar Biasa Profesi Keguruan. Jakarta : Dikti.

Allen, Mary J. & Yen, Wendy M. 2001. Introduction to Measurement Theory.

Ariesto Hadi Sutopo. 2003. Multimedia Interaktif Dengan Flash. Yogyakarta :

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka

Cipta.

Arsyad, A. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Asep Herman Suyanto. 2005. Mengenal E-Learning. Universitas Gadjah Mada.

Azhar Arsyad. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Azwar, S. 2012. Reliabilitas dan Validits Edisi 2. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Bambang, H. 2012. Sistem Operasi Edisi Kelima. Bandung: Informatika.

Dagun, S. D. 1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian &

Kebudayaan.

Darmawang, 2008. StrategiPembelajaran KejuruanMakassar: Badan Penerbit UNM.

Direktori File UPI, 2010 Prinsip Didaktif Modern (file pdf). http://file.upi.edu.Diakses

tanggal 17 Februari 2014.

Djamarah, S.B & A.Zin 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

England : Waveland Pr Inc.

Fathurohman 2011, jurnal Pengaruh Pengembangan Model Pembelajaran E-Learning

Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Semarang.

Gotcha, 2011. Pengertian Macromedia Flash. http://edodoemungkin.blogspot.com.

Diakses Tanggal 05 September 2014.

Hadis, 2008. Psikologi dalam pendidikan. Bandung : alfabeta

Haling, A. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

19

Hamalik, O. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Latahang, 2010. Langkah-Langkah Penelitian R & D. http://myfortuner.wordpress.com.

Diakses Tanggal 05 September 2014.

Learning di Era Global. Makalah dipresentasikan di BPU DINAMIK7 UPI.

Nur, M. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS Unesa. Tim

Sertifikasi Unesa. 2010. Modul Pembelajaran Inovatif. Surabaya: PLPG Unesa.

Permendiknas No. 41 Tahun 2007. Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah. File Pdf.http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com. Diakses Tanggal

15 Februari 2014.

Poluan, (2014) Evaluasi Implementasi Sistem E-Learning Menggunakan Model

Evaluasi Hot Fit Studi Kasus Universitas Sam Ratulangi. E-journal Teknik

Informatika, Volume 4, No. 2 (2014), ISSN : 2301-8364

Purwanto, Y. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : kencana Prenada Media Group

Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali pres

Slameto.2010 Belajar dan faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta

Sudjana, N. 1997. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Sudjana,dkk. 2005. Teknologi Pengajaran.Bandung: Sinar Baru

Ulfia Rahmi. 2013.Video Model Tutorial Dalam Pembelajaran Berbasis Komputer.

http://www.youtube.com. Diakses Tanggal 03 Maret 2013.

Uno. 2011. Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara

UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. File pdf. http://www.usu.ac.id/sisdiknas. Diakses

Tanggal 15 Februari 2014.

Walter Dick, Lou Carey and James O. Carey. 2001. The Systematic Design of

Instruction. Fifth Edition. New York: Longman.

Widada, HR. 2010. Mudah Membuat Media Pembelajaran (Multimedia Interaktif:

untuk Guru Profesional. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

20

STUDI PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

(KTSP) DI SMK NEGERI 5 MAKASSAR

Muliana

Dosen Program Studi Pendidikan Fisika STKIP Taman Siswa Bima

email : [email protected]

A B S T R A K

Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis-sentralistis,

sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan yang sangat

tergantung pada kebutuhan birokrasi yang mempunyai jalur sangat panjang dan kadang-

kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat

sehingga sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk

mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan

sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar persentase pencapaian

tiap-tiap aspek penelitian yang telah ditetapkan berupa aspek kurikulum, aspek

penerapan kurikulum, aspek proses belajar mengajar, aspek tenaga pendidik dan

kependidikan, aspek manajemen, dan aspek penilaian. Populasi penelitian adalah Guru

SMK Negeri 5 Makassar. Berdasarkan tabel penentuan jumlah populasi teknik

pengambilan sampel ditentukan berdasarkan tabel krecjie) yang menyatakan dalam

melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan pada kesalahan 5 % jadi sampel yang

diperoleh menunjukkan kepercayaan 95 % terhadap populasi. Sehingga dari jumlah

populasi 133 orang diambil sampel 98 orang. Instrumen yang digunakan adalah

dokumentasi dan lembar observasi.

Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa studi pelaksanaan KTSP yang

menyangkut Aspek kurikulum berada dalam kategori cukup baik, aspek penerapan

kurikulum berada dalam kategori baik, aspek proses belajar mengajar berada dalam

kategori cukup baik, aspek tenaga pendidik dan kependidikan berada dalam kategori

baik, aspek manajemen berada dalam kategori baik, dan aspek penilaian berada dalam

kategori baik. Berdasarkan hasil tiap-tiap aspek tersebut maka tingkat pencapain Studi

Pelaksanaan KTSP secara umum di SMK Negeri 5 Makassar sudah baik/sesuai.

Kata Kunci : Studi Pelaksanaan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

PENDAHULUAN

Era reformasi telah berlangsung sejak tahun 1998 memberikan keterlibatan

langsung maupun tidak langsung dalam sektor pendidikan. Tampak bahwa sumber-

sumber belajar di luar sekolah lebih banyak mewarnai perilaku peserta didik, karena itu

pelaku pendidikan perlu melakukan perubahan mendasar baik pada proses maupun

output pendidikan. Untuk mencapai tujuan yang baik harus dipandu dengan kurikulum

yang baik, adaptik, dan mampu menghasilkan output yang siap menghadapi tantangan

internal dan eksternal globalisasi.

Dalam dunia modern, khususnya dalam rangka persaingan global yang semakin

ketat diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, oleh karena itu pendidikan

merupakan aset yang dominan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang

berkualitas.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

21

Pembangunan pendidikan nasional harus mengalami dinamika baik menyangkut

kurikulum, format materi, sarana dan prasarana, maupun sistem dengan penyempurnaan

yang continue. Sementara itu penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara

birokratis-sentralistis, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara

pendidikan sangat tergantung pada kebutuhan birokrasi yang mempunyai jalur sangat

panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi

sekolah setempat.

Menghadapi persoalan-persoalan tersebut di atas, perlu dilakukan penataan

terhadap sistem pendidikan, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta

relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Opini yang berkembang

dalam dunia pendidikan saat ini berkenan dengan peningkatan mutu pendidikan baik

pada lingkup pendidikan dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Salah satu yang

masih hangat adalah dengan diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Sukmadinata dikutip oleh Joko Susilo (2007) mengemukakan bahwa kurikulum

mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum

mengarahkan segala bentuk aktifitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan

pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan

pendidikan yaitu pembentukan manusia yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa

memegang peranan penting dalam sistem pendidikan.

Dasar perlunya perubahan kurikulum menurut Muhadi dikutip Joko Susilo (2006)

bahwa saat terjadi perkembangan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat

berbangsa dan bernegara yang perlu segera ditanggapi dan dipertimbangkan dalam

penyusunan kurikulum baru pada setiap jenjang dan satuan pendidikan.

KTSP merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk

menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, dan efisien

pendidikan agar dapat memodifikasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin

kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, industri, dan pemerintah dalam upaya

membentuk pribadi peserta didik.

Dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di SMK Negeri

5 Makassar memberikan peluang bagi kepala sekolah, guru dan peserta didik untuk

melakukan invasi dan improvisasi di sekolah dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan di SMK Negeri 5 Makassar.

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu adanya perbaikan dalam penerapan

kurikulum yang cukup menarik bagi penulis untuk melaksanakan suatu penelitian secara

ilmiah dalam suatu penulisan yang berjudul “Studi Pelaksanaan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Pembelajaran Di SMK Negeri 5 Makassar”.

1. Pengertian Kurikulum

Istilah “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-

pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini.

Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “curriculum”, artinya jarak yang

harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah

jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk

memperoleh ijazah.

Adapun definisi kurikulum versi Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pada Bab 1 pasal 1,

pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana, dan pengaturan mengenai tujuan,

isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Hamalik (2006) memberikan beberapa tafsiran kurikulum dalam tiga hal, yaitu:

a. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

22

b. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran

c. Kurikulum sebagai pengalaman belajar.

Kurikulum merupakan suatu sistem. Oleh karena itu, kurikulum dibagi dari

beberapa komponen yang saling kerja sama untuk mencapai tujuan. Komponen

kurikulum yaitu sebagai berikut :

a. Tujuan.

b. Materi/pengalaman

c. Organisasi

d. Evaluasi

Disamping memiliki peranan, kurikulum juga mengemban berbagai fungsi

tertentu. Ansyar dan Nurtain dikutip oleh Abdul Haling (2007) mengemukakan

fungsi kurikulum yaitu:

(a) Fungsi preventif

(b) Fungsi kolektif

(c) Fungsi konstruktif

2. Sejarah singkat KTSP

Sejak Repelita 1, kebijakan pemerintah dalam meningkatkan mutu,

relevansinya, dan efisiensinya sistem pendidikan dilakukan dengan penyempurnaan

kurikulum yang pertama kali digunakan kurikulum 1950, kemudian diganti dengan

kurikulum 1958.

Sementara itu, kurikulum 1964 disusun, mulai dilaksanakan tahun 1965.

kurikulum ini terus digunakan hingga 1968 sampai tersusunnya kurikulum 1968.

pemberlakuan kurikulum 1968 bagi SMP, SMA, SMEA, SKKP, dan SKKA pada

tahun 1969. Sedangkan kurikulum untuk sekolah menengah ekonomi pertama

(sekarang sudah diintegrasikan dengan SNIPS) dan SPG pada tahun 1970. pada

1965-1968 ditandai dengan pendekatan pengorganisasian materi pelajaran yang

berada.

3. Prinsip-prinsip KTSP

Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sedikitnya harus

memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.

a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan kondisi peserta

didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya..

b. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapatkan pelayanan

yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi,

tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan

keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ketuhanan,

keindividuan, kesusilaan, dan moral.

c. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi strategi dan

multimedia sumber belajar dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan

lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

d. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima belajar

e. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan

lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan,

dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang

pendidikan.

f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan

budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan

seluruh bahan kajian secara optimal.

g. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik

yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

23

Tut Wuri Handayani, Ing Madia Mangun Karsa, Ing Ngarsa Sung Tulado

(dibelakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan

prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).

4. Prinsip KTSP dalam Pendidikan

Sesuai dengan prinsip diversifikasi dan desentralisasi pendidikan, maka

pengembangan kurikulum digunakan prinsip dasar kesatuan dalam kebijakan dan

keberagaman dalam pelaksanaan. Prinsip kesatuan dalam kebijakan yaitu dalam

mencapai tujuan pendidikan perlu ditetapkan standar kompetensi mata pelajaran

yang harus dicapai siswa secara nasional, pada setiap jenjang pendidikan.

5. Pengertian Satuan Pendidikan

Menurut ketentuan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003 pada Bab VI Pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas

pendidikan formal, pendidikan non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi

dan memperkaya. Sedang dalam Pasal 14 disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

6. Karakteristik KTSP

KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks

desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan kekuasaan

baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat

membawa dampak terhadap peningkatan efesiensi dan efektivitas kinerja sekolah,

khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan

satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan

sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian.

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Menurut Arikunto

(2002), bahwa dalam penelitian deskriptif tidak diperlukan administrasi dan

pengontrolan terhadap perlakuan, jadi penelitian deskriptif hanya bertujuan untuk

mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa, kejadian atau fenomena yang akan

diteliti.

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 5 Makassar, yakni pada tenaga

pengajar (guru) SMK Negeri 5 Makassar. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung

selama satu bulan, yaitu dimulai pada bulan November sampai Desember

Populasi merupakan suatu kumpulan atau kelompok individu yang berwujud

manusia, hewan, tumbuhan dan benda merupakan suatu kejadian yang kesemuanya

terdapat dalam suatu ketentuan yang dijadikan sebagai suatu sasaran perhatian dalam

penelitian, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah guru SMK

Negeri 5 Makassar, dengan jumlah 133 orang.

Adapun cara pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan teknik Random

sampling. Berdasarkan tabel penentuan jumlah populasi teknik pengambilan sampel

ditentukan berdasarkan tabel Krecjie dikutip oleh Sugiyono (2007) yang

menyatakan dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan pada kesalahan

5 %. Jadi sampel yang diperoleh menunjukkan kepercayaan 95 % terhadap populasi.

berdasarkan hal tersebut di atas guru yang menjadi sampel dari jumlah populasi

adalah 98 orang.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

24

%100xN

FP

Pada penelitian ini variabel yang dikaji adalah variabel tunggal yaitu

“Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Pembelajaran di SMK

Negeri 5 Makassar”.

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif kualitatif,

yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang diteliti secara kualitatif,

dengan demikian desain penelitian harus disusun sedemikian rupa, yang meliputi

pembahasan seputar objek yang diteliti dengan membatasi diri pada ruang lingkup

atau variabel yang diteliti, untuk memberikan arah dalam pencapaian tujuan

pendidikan.

Definisi operasional variabel perlu dirumuskan terlebih dahulu sebagai langkah

untuk menghindari kemungkinan terjadinya interpretasi yang berbeda terhadap

masalah yang akan diteliti, yaitu: KTSP adalah satuan rancangan kurikulum untuk

memberikan kemampuan peserta didik yang mencangkup pengetahuan, keterampilan

dan prilaku dengan memiliki berbagai kompetensi sebagai penguasaan terhadap

suatu tugas, keterampilan sikap dan apresiasi sehingga dapat melanjutkan pendidikan

atau bekerja dimasyarakat.

Teknik pengumpulan data merupakan tahap yang sangat menentukan dalam

suatu proses penelitian, untuk mendapatkan hasil yang baik. Oleh karena itu teknik

pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah dokumentasi dan lembar

observasi.

1. Dokumentasi.

2. Lembar Observasi

Pengolahan data hasil penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif.

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data dari masing-

masing responden berupa rata-rata, standar deviasi (simpangan baku), kategori

variabel dan persentase. Kemudian analisis statistik deskriptif dilakukan dengan

menggunakan program SPSS 12for windows.

Statistik deskriptif juga meliputi persentase, rata-rata dan standar deviasi.

a. Rumus persentase

Dimana :

P = Persentase

F = Frekuensi keterlaksanaan

N = Jumlah sampel

b. Rumus rata-rata

N

xX

Dimana :

X = Rata-rata

Σx = Jumlah skor X

N = Jumlah sampel

c. Rumus standar deviasi

N

N

xx

SD

2

2

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

25

Dimana :

SD = Standar deviasi

X = Skor nilai

N = Jumlah sampel

P = 100xN

n

Keterangan : P = persentase

n = Nilai yang diperoleh

N = Jumlah seluruh nilai

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini disajikan hasil analisis statistik deskriptif untuk memberikan

gambaran umum tentang studi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) di SMK Negeri 5 Makassar. Hasil analisis deskriptif juga digunakan untuk

mendeskriptifkan data dari masing-masing kelompok berupa rata-rata (mean), standar

deviasi atau simpangan baku, kategori variabel, dan persentase.

1. Hasil analisis statistik deskriptif

a. Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Kurikulum.

Berdasarkan hasil penelitian pada lampiran 2, diperoleh data : Mean sebesar

6,16; Median sebesar 6,29; Standar Deviasi 0,97; nilai terendah yang diperoleh

adalah 2.00 dan nilai tertinggi adalah 7.00. Tabel dan histogram perolehan nilai

responden dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1

Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek

Kurikulum, sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek

Kurikulum

Kategori Kelas Interval Frekuensi

Absolut

Persentase Relaif

(%)

Persentase

Kumulatif (%)

Baik 6,16 – 7,61 42 42,86 42,86

Cukup Baik 4,70 – 6,16 53 54,08 96,94

Tidak Baik < 4,70 3 3,06 100

Jumlah 98 100

Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa aspek kurikulum menunjukkan 53

orang (54,08 %) guru termasuk dalam kategori cukup baik, 42 orang (42,86 %)

guru berada dalam kategori baik dan 3 orang (3,06 %) guru berada dalam kategori

tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya tingkat pencapaian aspek

kurikulum berada pada kategori cukup baik. Selanjutnya dari data di atas dapat

digambrkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :

Gambar 1 Histogram Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Kurikulum

42,86

54,08

3,06

0

10

20

30

40

50

60

1

Baik Cukup Baik Tidak Baik

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

26

b. PelaksanaanKTSP yang menyangkut Aspek Penerapan Kurikulum. Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2, diperoleh data : Mean

sebesar 2,33; Median sebesar 2,44; Standar Deviasi 0,83; nilai terendah yang

diperoleh adalah 0,00 dan nilai tertinggi adalah 3,00. Tabel dan Histogram

perolehan nilai responden dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek

Penerapan Kurikulum adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek

Penerapan Kurikulum

Kategori Kelas Interval Frekuensi

Absolut

Persentase

Relaif (%)

Persentase

Kumulatif (%)

Baik 2,33 – 3,58 50 51,02 51,02

Cukup Baik 1,09 – 2,33 35 35.71 86,73

Tidak Baik < 1,09 13 13,27 100

Jumlah 98 100

Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa aspek penerapan kurikulum

menunjukkan 50 orang (51,02 %) guru termasuk dalam kategori baik, 35 orang

(35,71 %) guru berada dalam kategori cukup baik, dan 13 orang (13,27 %) guru

berada dalam kategori tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya tingkat

pencapaian aspek penerapan kurikulum berada pada kategori baik. Selanjutnya

dari data di atas dapat digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :

Gambar 2 Histogram Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Penerapan

Kurikulum

c. Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Proses Belajar Mengajar. Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2, diperoleh data : Mean

sebesar 8.10; Median sebesar 8.17; Standar Deviasi 8.17; nilai terendah yang

diperoleh adalah 5.00 dan nilai tertinggi adalah 9.00. Tabel dan histogram

perolehan nilai responden dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 3.

Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek

Proses Belajar Mengajaradalah sebagai berikut:

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Proses

Belajar Mengajar

Kategori Kelas Interval Frekuensi

Absolut

Persentase

Relaif (%)

Persentase

Kumulatif (%)

Baik 8,10 – 9,35 33 33,67 33,67

Cukup Baik 6,86 – 8,10 63 64,29 97,96

Tidak Baik < 6,86 2 2,04 100

Jumlah 98 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek Proses Belajar Mengajar

(PBM) menunjukkan 33 orang (33,67 %) guru termasuk dalam kategori baik, 63

orang (64,29 %) guru berada dalam kategori cukup baik, dan 2 orang (2,04 %)

guru berada dalam kategori tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya

51,02

35,71

13,27

0

10

20

30

40

50

60

1

Baik Cukup Baik Tidak Baik

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

27

tingkat pencapaian aspek Proses Belajar Mengajar (PBM) berada pada kategori

baik. Selanjutnya dari data di atas dapat digambarkan dalam bentuk histogram

sebagai berikut :

Gambar 3 Histogram Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Proses Belajar

Mengajar

d. Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Tenaga Pendidik dan

Kependidikan

Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2, diperoleh data : Mean

sebesar 8,89; Median sebesar 9,46; Standar Deviasi 1,74; nilai terendah yang

diperoleh adalah 4 dan nilai tertinggi adalah 11. Tabel dan Histogram perolehan

nilai responden dapat dilihat pada tabel 4 gambar 4.

Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek

Tenaga Pendidik dan Kependidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 4. DistribusiFrekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Tenaga

Pendidik dan Kependidikan

Kategori Kelas Interval Frekuensi

Absolut

Persentase

Relaif (%)

Persentase

Kumulatif (%)

Baik 8,89 – 11,5 69 70,40 70,40

Cukup Baik 6,28 – 8,89 13 13,27 92,67

Tidak Baik < 6,28 16 16,33 100

Jumlah 98 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek tenaga pendidik dan

kependidikan menunjukkan 69 orang (70,40 %) guru termasuk dalam kategori

baik, 13 orang (13,27 %) guru berada dalam kategori cukup baik, dan 16 orang

(16,33 %) guru berada dalam kategori tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada

umumnya tingkat pencapaian aspek tenaga pendidik dan kependidikan berada

pada kategori baik. Selanjutnya dari data di atas dapat digambarkan dalam bentuk

histogram sebagai berikut

Gambar 4 Histogram Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Tenaga

Pendidik dan Kependidikan

e. Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Manajemen

Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2 , diperoleh data : Mean

sebesar 7,45; Median sebesar 7,84; Standar Deviasi 1,69; nilai terendah yang

33,67

64,29

2,04

0

10

20

30

40

50

60

70

1

Baik Cukup Baik Tidak Baik

70,4

13,2716,33

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1

Baik Cukup Baik Tidak Baik

Kategori

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

28

diperoleh adalah 3 dan nilai tertinggi adalah 9. Tabel dan histogram perolehan

nilai responden dapat dilihat pada Tabel 5 dan gambar 5.

Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek

Manajemen adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek

Manajemen

Kategori Kelas Interval Frekuensi

Absolut

Persentase

Relaif (%)

Persentase

Kumulatif (%)

Baik 7,45– 9,99 52 53,06 53,06

Cukup Baik 4,83– 7,45 40 40,82 93,88

Tidak Baik < 4,83 6 6,12 100

Jumlah 98 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek manajemen menunjukkan

52 orang (53,66 %) guru termasuk dalam kategori baik, 40 orang (40,82 %) guru

berada dalam kategori cukup baik, dan 6 orang (6,12 %) guru berada dalam

kategori tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya tingkat pencapaian

aspek manajemen berada pada kategori baik. Selanjutnya dari data di atas dapat

digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :

Gambar 5Histogram Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Manajemen

f. Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Penilaian

Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2 , diperoleh data : Mean

sebesar 3,66; Median sebesar 3,66; Standar Deviasi 0,48; nilai terendah yang

diperoleh adalah 3 dan nilai tertinggi adalah 4. Tabel dan Histogram perolehan

nilai responden dapat dilihat pada Tabel 6 Gambar 6.

Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek

Penilaian adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek

Penilaian

Kategori Kelas Interval Frekuensi

Absolut

Persentase

Relaif (%)

Persentase

Kumulatif (%)

Baik 3,66– 4,38 65 66,33 66,33

Cukup Baik 2,94– 3,66 33 33,67 100

Jumlah 98 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek penilaian menunjukkan 65

orang (66,33 %) guru termasuk dalam kategori baik, 33 orang (33,67 %) guru

berada dalam kategori cukup baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya tingkat

pencapaian aspek penilaian berada pada kategori baik. Selanjutnya dari data di

atas dapat digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :

53,06

40,82

6,12

0

10

20

30

40

50

60

1

Baik Cukup Baik Tidak Baik

Kategori

Kategori

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

29

Gambar 6 Histogram Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Penilaian

PEMBAHASAN

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bentuk operasional

pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah,

yang akan memberikan kekuasaan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama

ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efesiensi dan

efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain, bagaimana sekolah dan satuan

pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber

belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, manajemen, serta sistem penilaian.

Berdasarkan hasil penelitian yang menyangkut aspek kurikulum, aspek penerapan

kurikulum, aspek tenaga pendidik dan kependidikan, aspek manajemen dan aspek

penilaian pada dasarnya berada pada kategori baik dan tidak ada yang berada pada

kategori sangat baik. Ini menunjukan bahwa studi penerapan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) di SMK Negeri Makassar sudah baik/ sesuai, sekalipun ada

sebagian guru yang kurang memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Oleh karena itu, untuk mencapai keenam aspek di atas pada kategori sangat baik, maka

pimpinan sekolah senantiasa meningkatkan kemampuan guru dalam hal pengembangan

dan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), antara lain dengan cara

; melaksanakan penataran, seminar, dan sosialisasi lanjutan mengenai Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu sendiri serta mengupayakan peningkatan

tunjangan kesejahteraan guru, agar lebih termotivasi dalam kegiatan pembelajaran, serta

menyusun skala prioritas program yang akan dilaksanakan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan

sebagai berikut:

Hasil pembahasan penelitian secara simultan mengenai studi implementasi

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMK Negeri 5 Makassar yang

tercermin melalui 6 aspek KTSP yaitu; Kurikulum, Penerapan kurikulum, proses belajar

mengajar, tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen, dan penilaian, dapat

dikatakan bahwa secara umum tingkat pencapaian implementasi KTSP di SMK Negeri

66,33

33,67

0

10

20

30

40

50

60

70

1

Baik Cukup Baik

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

30

5 Makassar sudah baik/sesuai. Hal ini berdasarkan pada persentase yang dicapai untuk

keseluruhan aspek KTSP.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2005. Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, Bandung : Sinar Baru.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:

Rineka Cipta.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.Bungin,

Burhan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta : Rajagrafindo Persada.Haling,

Abdul. 2007. Belajar dan pembelajaran, Makassar : Badan Penerbit Universitas Negeri

Makassar.

Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara.

Joko Susilo, Muhammad. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Manajemen

Pelaksanaan Dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya), Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Kunandar. 2007. Guru Profesional (Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi

Guru), Jakarta : Grafindo.

Mulyasa, E.. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan Praktis),

Bandung : Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Dasar Pemahaman Dan Pengembangan), Jakarta :

Bumi Aksara.

Siahaan, Amiruddin. Dkk. 2006. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Ciputat:

Quantum Teaching.

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta

Sudjana, Nana 2007. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta

Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka

Cipta.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006

Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006

Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

31

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIKETERAMPILAN

ELEKTRONIKASISWA SMK 2 KOTA BIMA

Nur Fitrianingsih

Dosen STKIP Taman Siswa Bima

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap: (1) pengaruh motivasi belajar,pembelajaran

praktik, dan fasilitas praktik terhadap keterampilan elektronika; (2) pengaruh

pembelajaran praktik elektronika, dan fasilitas praktik terhadap motivasi belajar; dan (3)

pengaruh pembelajaran praktik elektronika dan fasilitas praktik terhadap keterampilan

praktik melalui motivasi belajar siswa SMK 2 Kota Bima. Penelitian ini merupakan

penelitian ex-post facto bersifat korelasional. Populasi penelitian ini adalah seluruh

siswa SMK 2 Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Audio Video. Pengambilan

sampel menggunakan simple randomsampling dengan jumlah sampel sebanyak 40

siswa. Pengumpulan data menggunakan angket dengan model skala likert 4 sikap.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis regresi linear

sederhana, dan analisis jalur pada taraf signifikansi 5%.Hasil analisis menunjukkan

bahwa tingkat motivasi belajar siswa berada pada kategori sangat tinggi = 30%;

kategori tinggi = 37,5%; kategori rendah = 22,5%; dan kategori sangat rendah = 10%;

pembelajaran praktik elektronika pada kategori sangat baik = 45%; kategori baik =

22,5%; kategori cukup baik = 20%; dan kategori tidak baik = 12,5%; fasilitas praktik

berada pada kategori sangat baik = 22,5%; kategori baik = 27,5%; kategori cukup baik

= 30%; dan kategori tidak baik = 20%; keterampilan elektronika berada pada kategori

sangat menguasai = 27,5%; kategori menguasai = 35%; kategori cukup menguasai =

25%; kategori tidak menguasai = 12,5%. Hasil analisis regresi linear sederhana

menunjukkan: (1) terdapat pengaruh yang signifikan dan positif motivasi belajar

terhadap keterampilan elektronika dengan koefisien korelasi sebesar 0,934 dengan nilai

thitung = 16,103 dan sumbangan efektif 87,2%; terdapat pengaruh yang signifikan dan

positif pembelajaran praktik elektronika terhadap keterampilan elektronika dengan

koefisien korelasi sebesar 0,894 dengan nilai thitung = 12,333 dan sumbangan efektif

89,4%; dan terdapat pengaruh yang signifikan dan positif fasilitas praktik terhadap

keterampilan elektronika dengan koefisien korelasi sebesar 0.903 dengan nilai thitung =

12,921 dan sumbangan efektif 81,5%; (2) terdapat pengaruh yang signifikan dan positif

pembelajaran praktik elektronika terhadap motivasi belajar dengan koefisien korelasi

sebesar 0,906 dengan nilai thitung = 13,175 dan sumbangan efektif 82%; terdapat

pengaruh yang signifikan dan positif fasilitas praktik terhadap motivasi belajar dengan

koefisien korelasi sebesar 0,911 dengan nilai thitung = 13,620 dan sumbangan efektif

83%; (3) Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan

positif pembelajaran praktik elektronika terhadap keterampilan elektronika melalui

motivasi belajar dengan total pengaruh = 0,404 dengan nilai thitung = 3,603 dan

pengaruh tidak langsung sebesar = 0,242 dengan nilai thitung = 2,412; terdapat

pengaruh yang signifikan dan positif fasilitas praktik terhadap keterampilan elektronika

melalui motivasi belajar dengan total pengaruh = 0,490 dengan nilai thitung = 4,086 dan

pengaruh tidak langsung sebesar = 0,278 dengan nilai thitung = 2,575.

Kata Kunci : Keterampilan Elektronika

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

32

PENDAHULUAN

Pendidikan dalam arti luas berkaitan dengan upaya untuk mengembangkanaspek

kehidupan seseorang baik berupa pandangan hidup, sikap hidup, danketerampilan

hidup. Karena pendidikan merupakan bagian integral pembangunanyang diarahkan

untuk mengembangkan sumber daya manusia menjadi berkualitas,yaitu sumber daya

manusia yang mampu menjawab tuntutan kompetensi dalampenerapan keterampilan

hidup (life skills) yang sangat dibutuhkan oleh bangsaIndonesia yang saat ini terus

membangun dalam segala sektor pembangunankhususnya sektor Industri.

Sebagai negara yang berkembang yang sedang membangun, Indonesiatentunya

sangat membutuhkan tersedianya tenaga kerja yang terampil diberbagaibidang keahlian.

Salah satu wujud usaha pemerintah dalam bidang pendidikanyaitu dengan membuat

kebijakan dengan mendirikan beberapa sekolah kejuruan teknik, yang lulusannya

dipersiapkan untuk menjadi tenaga kerja terampil dan siap pakai yang sesuai dengan

perkembangan teknologi dan perubahan pasarkerja. Dengan demikian secara signifikan

diharapkan dapat memperbaiki atau mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.

Kondisi yang nampak saat ini adalah banyaknya lulusan pendidikan formal yang

belum dapat memenuhi kriteria tuntutan lapangan kerja yang tersedia, apalagi

menciptakan lapangan kerja baru sebagai bentuk penerapan keterampilan tentang ilmu

pengetahuan yang diperoleh di lembaga pendidikan. SMK sebagai salah satu lembaga

yang menyiapkan calon tenaga kerja menengah dalam bidang tertentu harus mampu

menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan dibidang masing-masing dan

meningkatkan kualitasnya. Untuk itu, selayaknya jika pendidikan SMK lebih

dikembangkan sehingga lulusan memiliki keterampilan yang siap pakai dan mampu

menguasai kompetensi sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia industri.

Mutu kualitas lulusan SMK tidak terlepas dari banyaknya faktor yang

mempengaruhinya, baik faktor instrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik

mendorong siswa senang melakukan sesuatu dengan kesadarannya. Faktor ekstrinsik

yang dikarenakan orang berbuat karena dipengaruhi oleh orang lain. Faktor ekstrinsik

ini dapat berubah menjadi faktor instrinsik bila menyadari pentingnya belajar, dan

disinilah peran guru sebagai fasilitator.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara guru dan siswa

yang cukup dominan. Proses interaksi antara guru dan siswa tidak semata-mata hanya

tergantung cara atau metode yang dipakai, tetapi komponen-komponen lain juga

mempengaruhi keberhasilan dalam interaksi belajar mengajar. Komponen-komponen

tersebut, antara lain: guru, siswa, metode, alat/teknologi, sarana dan tujuan (Sardiman,

2004: 173).

Keberhasilan seorang siswa dalam belajar dapat dilihat dari prestasi belajar siswa

yang bersangkutan. Seperti kita ketahui prestasi tiap-tiap individu dipengaruhi oleh

banyak faktor, baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun yang berasal dari luar

diri siswa. Menurut Anni (2004:14) Prestasi belajar dipengaruhi oleh kondisi internal

dan eksternal dalam proses pembelajaran. Kondisi internal mencakup kondisi fisik,

kondisi psikis dan kondisi social sedangkan kondisi eksternal mencakup lingkungan

yang ada pada proses belajar dan pembelajaran.

Pembelajaran di SMK yang berbasis pada kompetensi siswa, sehingga siswa

memiliki kompetensi sesuai dengan bidang keahliannya, dengan demikian lulusan dari

SMK tersebut akan menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang mampu menjawab

tantangan perkembangan zaman. Kompetensi merupakan kemampuan dasar yang dapat

dilakukan oleh para siswa pada tahap pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Kemampuan dasar ini akan dijadikan sebagai landasan melakukan proses pembelajaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

33

dan penilaian siswa. Kompetensi merupakan target, sasaran, standar dalam

menyampaikan materi pelajaran pada siswa yang mana penekanannya adalah

tercapainya tujuan pembelajaran sebagaimana yang diinginkan.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan mengarahkan pembelajaran berbasis

kompetensi (competency based training) untuk dapat menguasai sikap (attitude), ilmu

pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skills) agar dapat bekerja sesuai dengan

profesinya seperti yang dituntut oleh suatu kompetensi. Pembelajaran pada siswa

ditekankan pada pembekalan kompetensi yang mencakup aspek sikap, pengetahuan,

keterampilan, dan tata nilai secara tuntas dan utuh, serta pencapaian kompetensi yang

harus dikuasai.

Berkaitan dengan usaha peningkatan kompetensi, Hamzah B. Uno, Herminarto

Sofyan, dan Sutarjo Atmowidjoyo (2004: 134) menyatakan bahwa ada lima

karakteristik kompetensi yaitu: motif, sifat, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Oleh

karena itu SMK harus mampu mendesain proses pembelajaran yang berkualitas yaitu

memotivasi siswa untuk belajar, karena belajar merupakan cara memperoleh kecakapan,

keterampilan, dan sikap. Sementara itu belajar menurut Gagne (Dimyati & Mudjiono,

2006: 10) merupakan kegiatan yang kompleks, di mana setelah belajar tidak hanya

memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai, akan tetapi siswa harus mampu

beradaptasi dengan lingkungan dan mengembangkan pemikirannya karena belajar

merupakan proses kognitif.

Motivasi belajar siswa merupakan aspek yang amat penting dalam proses

pembelajaran, karena sumber daya manusia yang berkualitas harus memiliki motivasi

yang kuat dalam menyongsong laju perkembangan zaman. Berkaitan dengan hal

tersebut Hamzah B. Uno (2008: 27) memaparkan beberapa peranan penting dari

motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antara lain dalam (a) menentukan hal-hal

yang dapat dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak

dicapai, (c) menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan

ketekunan belajar. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat tercipta apabila

memperoleh pendidikan yang berkualitas.

Komponen yang terkait dengan kualitas pendidikan terdapat dalam buku

manajemen sekolah yang dikutip Falah Yunus (Joko Sriyanto, 2007: 100) adalah: (1)

siswa/mahasiswa: kesiapan dan motivasi belajarnya; (2) guru/dosen: kemampuan

profesionalan, moral kerja (kemampuan personal), dan kerjasamanya (kemampuan

sosial); (3) kurikulum: relevansi konten dan operasionalisasi proses belajarnya; (4)

sarana dan prasarana: kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses

pembelajaran; dan (5) masyarakat (orang tua dan pengguna lulusan): partisipasinya

dalam pengembangan program-program pendidikan dan pelatihan.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya Program Studi Teknik

Elektronika Audio Video, sebagai bagian dari pendidikan menengah kejuruan yang

bertujuan menyiapkan lulusan untuk memasuki dunia kerja dan mampu

mengembangkan sikap profesional baik di dunia usaha maupun dalam dunia industri

yang secara langsung menjadi pengguna lulusan di bidang Teknik Elektronika Audio

Video khususnya teknisi bidang elektronika.

Proses pembelajaran memerlukan fasilitas praktik yang memadai dan sesuai bagi

penguasaan kompetensi keterampilan elektronika yang dibutuhkan. Fasilitas belajar

merupakan salah satu faktor eksternal untuk mendukung prestasi belajar maupun

keterampilan siswa di sekolah. Fasilitas belajar sangat penting dalam proses

pembelajaran untuk mendukung kegiatan pengajaran dan juga dapat menimbulkan

perhatian serta motivasi dari siswa sehingga mempermudah penyampaian materi

pembelajaran.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

34

Kegiatan belajar mengajar memerlukan adanya fasilitas agar kegiatan tersebut

berjalan dengan lancar dan teratur. Fasilitas dalam kegiatan belajar mengajar tersebut

antara lain berupa ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, media penyampaian materi

dan lain sebagainya. Karena fasilitas belajar merupakan sarana dan prasarana praktik

sebagai alat pelajaran yang menunjang berlangsungnya pembelajaran praktik akan

menentukan hasil pembelajaran.

SMK 2 Kota Bima merupakan salah satu SMK Negeri menawarkan beberapa

Bidang Keahlian di antaranya: Bidang Keahlian Teknik Otomotif, Bidang Keahlian

Teknik Elektronika, dan Bidang Keahlian Teknik Bangunan, dan Bidang Keahlian

Komputer dan Jaringan. SMK 2 Kota Bima diharapkan mampu menghasilkan produk

lulusan yang berkualitas dan profesional sebagai tenaga kerja trampil ditingkat

menengah.

Khusus untuk bidang keahlian elektronika siswa diarahkan untuk mampu

menguasai dasar-dasar kompetensi kejuruan berupa: memahami sifat dasar sinyal audio,

melakukan instalasi sound system, memahami prinsip pembuatan master, membuat

rekaman audio di studio, memperbaiki radio penerima, memperbaiki compact cassete

recorder, memperbaiki CD player, menjelaskan dasar-dasar sinyal video, memperbaiki

sistem penerima televisi, memperbaiki alat reproduksi sinyal audio video compact

cassete, memperbaiki alat reproduksi sinyal audiovideo CD, melakukan konversi

cassette ke CD, melakukan install home theater, melakukan install video game,

mempersiapkan pembuatan dokumentasi video, membuat dokumentasi video,

melakukan install sistem audio video CCTV, dan melakukan instalasi peralatan audio

video.

Berdasarkan data dari Kepala TU SMK 2 Kota Bima pada tahun 2009 sekitar 10%

siswa jurusan Teknik Elektronika SMK 2 Kota Bima tidak lulus UAN, dan sekitar 2%

terserap oleh dunia industri dan dunia usaha, serta sekitar 50% menunggu pekerjaan. Di

samping itu, masih banyaknya siswa lulusan jurusan teknik Elektronika yang tidak

mampu menciptakan lapangan kerja baru yang sesuai dengan bidang keahlian yang

dimiliki dan yang terserap pada dunia industri elektronika dan dunia usaha masih sangat

rendah, hal ini disebabkan karena masih rendahnya kualitas pengetahuan keterampilan

siswa lulusan pada SMK 2 Kota Bima.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari motivasi belajar

(X1),pembelajaran praktik elektronika (X2), dan fasilitas praktik (X3),

sedangkanvariabel terikatnya adalah keterampilan elektronika (Y). Keterkaitan

antaravariabel bebas dan variabel terikat dapat digambarkan pada paradigma

penelitianberikut:

Keterangan:

X1 = Motivasi belajar

X2 = Pembelajaran praktik elektronika

X

3

X

2

X

1

Y

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

35

X3 = Fasilitas praktik

Y = Keterampilan Elektronika

1. Motivasi adalah dorongan dasar yang timbul dari dalam diri seseorang untuk

mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu,

motivasi dapat pula dikatakan sebagai dorongan untuk menyelesaikan kesukaran

yang dihadapinya dan berusaha melebihi orang lain, dan bila hal tersebut tercapai

maka akan meningkatkan kepercayaan pada dirinya. Motivasi terdiri atas

indikator internal dan eksternal, yang mana indikator internal ini terdiri atas

kelelahan, kesiapan, dan psikologi, sedangkan indikator eksternal terdiri atas

keluarga, sekolah, dan masyarakat.

2. Pembelajaran adalah suatu rangkaian kejadian yang sengaja dirancang untuk

mempengaruhi peserta didik, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung

dengan mudah. Pembelajaran keterampilan merupakan hasil belajar dari

pengalaman-pengalaman yang diperoleh peserta didik dalam bentuk kemampuan-

kemampuan tertentu. Pembelajaran elektronika memberikan kemampuan bagi

peserta didik untuk menguasai materi dan mampu membuat benda elektronika

sesuai dengan kebutuhan diri, masyarakat, bangsa, dan negara. Pembelajaran

elektronika meliputi indikator menyusun programpembelajaran, dan proses

pembelajaran.

3. Fasilitas adalah alat atau sarana yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan

praktek elektronika untuk memperlancar tercapaianya suatu tujuan. Fasilitas

merupakan sesuatu yang memudahkan tercapainya suatu tujuan dalam praktik

elektronika. Fasilitas meliputi indikator ruang praktik, pengelolaan peralatan dan

bahan, penggunaan bahan dan peralatan, dan pedoman praktik.

4. Keterampilan elektronika, yaitu kecakapan untuk mengerjakan suatu pekerjaan

yang didasarkan pada teori-teori yang telah dimiliki. Keterampilan praktik

dibangun dari pengetahuan teori yang menggerakkan aspek kognitif dan afektif,

kemudian diujicobakan dengan mengadakan latihan-latihan, sehingga pada

akhirnya terbentuk keterampilan praktik. Keterampilan elektronika meliputi

indikator persiapan kerja, proses kerja, hasil kerja, sikap kerja, waktu

penyelesaian.

B. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua macam pengumpulan data yaitu angketyang

diisi oleh siswa, observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti. Angketdigunakan

untuk mendapatkan data variabel motivasi belajar, pembelajaranelektronika, fasilitas.

Observasi digunakan untuk mendapatkan data variable keterampilan elektronika.

Untuk mendapatkan data tentang variabel yang diselidiki dalam penelitianini,

digunakan seperangkat instrumen yang berbentuk angket. Konsep yangmendasari

digunakannya instrumen adalah indikator variabel yang diturunkan dariteori untuk

masing-masing variabel. Dari indikator tersebut, dijabarkan menjadikisi-kisi

instrumen sehingga menghasilkan beberapa butir pernyataan.

1. Skala Pengukuran

a. Skala Pengukuran Motivasi Belajar terhadap Keterampilanelektronika

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

penelitianmodel likert. Teknik ini digunakan pada situasi dimana pertanyaan

ataupernyataan tentang sesuatu masalah harus dijawab pada sederetan

pilihan.Untuk penskoran dapat dilakukan dengan empat pilihan jawaban

sebagaiberikut: sangat setuju (SS), setuju (S), kurang setuju (KS), tidak setuju

(TS),hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya jawaban netral.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

36

Berdasarkandari data yang diperoleh, maka akan dilakukan kategori cek, untuk

penilaianatau penskorannya dilakukan dengan melalui kuesioner.

b. Skala Pengukuran Pembelajaran Praktik Elektronika terhadap

Keterampilan Elektronika

Pengukuran pembelajaran praktik elektronika terhadap keterampilan

elektronika juga digunakan skala penelitian likert. Teknik ini digunakan

padasituasi dimana pertanyaan atau pernyataan tentang sesuatu masalah

harusdijawab pada sederetan pilihan. Untuk penskorannya dapat dilakukan

samadengan kuesioner dengan empat pilihan jawaban sebagai berikut: selalu

(Sl),sering (Sr), jarang (Jr), dan tidak pernah (Tp).

c. Pengukuran Kelengkapan Fasilitas Praktik terhadap Keterampilan

Elektronika

Pengukuran Fasilitas terhadap keterampilan elektronika digunakanskala

penelitian likert. Teknik ini digunakan pada situasi dimana pernyataantentang

suatu masalah harus dijawab pada sederetan pilihan. Untukpenskorannya dapat

dilakukan dengan empat pilihan jawaban sebagai berikut:sangat setuju (SS),

setuju (S), kurang setuju (KS), dan tidak setuju (TS).Berdasarkan dari data

yang diperoleh, maka akan dilakukan kategori cek,untuk penilaian atau

penskorannya dilakukan dengan melalui kuesioner.

d. Pengukuran Keterampilan Elektronika

Keterampilan elektronika siswa dapat diketahui dengan

menggunakanteknik observasi berdasarkan nilai yang dicapai dalam

pelaksanaan praktikelektronika yang indikatornya meliputi: (1) persiapan

pekerjaan, (2) prosespekerjaan, (3) hasil kerja, (4) sikap kerja, (5) dan waktu

penyelesaian.

2. Pengembangan Instrumen

Kualitas hasil penelitian ditentukan oleh kualitas data yang diolah

menjadiinformasi baik dengan statistik maupun secara kualitatif dan kualitas

datadipengaruhi oleh kualitas instrumen yang di gunakan untuk mengumpul data.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dikemukakan instrumen dari

masingmasingvariabel, yaitu:

a. Instrumen Motivasi Belajar Siswa

Untuk menjaring data tentang motivasi belajar siswa digunakankuesioner

yang berbentuk penyataan dengan empat macam alternatif jawabanyaitu sangat

sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju denganbobot masing-

masing 4, 3, 2, dan 1 untuk penyataan yang berbentuk positifdan untuk

penyataan negatif dengan bobot 1, 2, 3, dan 4.Instrumen motivasi ini

berdasarkan variabel yang terdiri dari duaindikator yaitu faktor intrinsik dan

ekstrinsik dengan jumlah item untukvariabel motivasi ini sebanyak 30 item.

b. Instrumen Pembelajaran

Untuk menjaring data tentang pembelajaran keterampilan elektronika

digunakan kuesioner yang berbentuk pernyataan dengan empat

macamalternatif jawaban yaitu selalu, sering, jarang, dan tidak pernah

denganpemberian bobot masing-masing 4, 3, 2, dan 1 untuk pernyataan positif.

c. Instrumen Fasilitas Praktik

Untuk menjaring data tentang fasilitas praktik keterampilan

elektronikadigunakan kuesioner yang berbentuk pernyataan dengan empat

macamjawaban yaitu sangat setuju, setuju, kurang sejutu, dan tidak setuju

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

37

denganbobot masing-masing 4, 3, 2, dan 1 untuk penyataan positif, dan

sebaliknyauntuk pernyataan negatif diberi bobot 1, 2, 3, dan 4.

d. Instrumen Keterampilan Elektronika

Untuk menjaring data tentang keterampilan elektronika digunakan

observasi keterampilan. Kriteria nilai observasi keterampilan elektronikasiswa

adalah sangat menguasai, menguasai, kurang menguasai, cukup menguasai,

dengan bobot masing masing 1, 2, 3 dan 4. Pengembanganinstrumen ini terdiri

atas indikator persiapan kerja, proses, hasil kerja, sikapkerja, dan waktu

penyelesaian dengan jumlah item untuk variable keterampilan sebanyak 16

item.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan

metode observasi, dan angket. Metode observasi digunakan untuk melaksanakan

pengamatan terhadap keterampilan elektronika yang dilakukan oleh siswa. Pada

metode angket dalam bentuknya yang langsung mendasarkan diri pada laporan

tentang diri sendiri atau pada pengetahuan dan keyakinan pribadi responden

(Sutrisno Hadi, 2004: 178). Dalam hal ini pendapat subjek mengenai motivasi belajar

praktik, pembelajaran praktik elektronika, dan fasilitas praktik yang digunakan dalam

pelaksanaan praktik keterampilan elektronika.

Dalam melakukan pengumpulan data peneliti dibantu oleh instruktur atau guru

pembimbing yang ada di sekolah tersebut. Kegiatan yang dilakukan dalam

pengumpulan data adalah menjelaskan kepada siswa tentang cara pengisian angket

serta tujuan dilakukan penelitian ini. Kemudian membagikan angket untuk diisi oleh

siswa dan mengumpulkannya untuk dianalisis data yang diperoleh dari angket

tersebut.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian

1. Deskripsi Variabel Penelitian

a. Motivasi Belajar

Berdasarkan hasil analisis diperoleh data untuk variabel motivasi belajar

memiliki rentang skor antara 27 sampai 64. Perolehan skor pada lampiran

tersebut menunjukkan bahwa variabel motivasi memiliki nilai rata-rata sebesar

46,63; simpangan baku sebesar 9,873; median sebesar 48,50; dan modus

sebesar 49.Distribusi frekuensi motivasi belajarsiswa disajikan pada Tabel

berikut :

Distribusi Frekuensi Skor Nilai Variabel Motivasi Belajar Siswa Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase

Sangat Tinggi > 51 12 30,0

Tinggi 42,51 – 51,00 15 37,5

Rendah 34,01 – 42,50 9 22,5

Sangat Rendah < 34,01 4 10,0

Total 40 100

Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui 30% siswa SMK 2 Kota

Bima kelas XII jurusan Teknik Elektronika memiliki motivasi belajar siswa

pada kategori sangat tinggi; 37,5% dalam kategori tinggi; 22,5% dalam

ketegori rendah dan 10% dalam kategori sangat rendah. Hal ini menunjukkan

bahwa motivasi belajar siswa SMK 2 kota kelas XII jurusan Teknik

Elektronika termasuk dalam kategori tinggi yang ditunjukkan oleh persentasi

terbesar skor tersebut.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

38

b. Pembelajaran Praktik Elektronika

Berdasarkan hasil analisis diperoleh data untuk variabel pembelajaran

praktik elektronika memiliki rentang skor antara 25 sampai 62. Perolehan skor

pada lampiran tersebut menunjukkan bahwa variabel pembelajaran praktik

elektronika memiliki nilai rata-rata sebesar 45,65; simpangan baku sebesar

9,852; median sebesar 46,50; dan modus sebesar 39. Distribusi frekuensi dan

histogram perolehan skor variabel pembelajaran praktik elektronika tersebut

dapat disajikan pada Tabel berikut :

Distribusi Frekuensi Skor Variabel Pembelajaran Praktik Elektronika Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase

Sangat Baik > 48 18 45,0

Baik 40,01 – 48,00 9 22,5

Cukup Baik 32,01 – 40,00 8 20,0

Tidak Baik < 32,01 5 12,5

Total 40 100

Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui 45% siswa berpendapat

bahwa pembelajaran praktik elektronika pada SMK 2 Kota Bima kelas XII

jurusan Teknik Elektronika pada kategori sangat baik; 22,5% dalam kategori

baik; 20% dalam kategori cukup baik; dan 12,5% dalam kategori tidak baik.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran praktik elektronika siswa SMK 2

kota kelas XII jurusan Teknik Elektronika termasuk dalam kategori sangat

tinggi yang ditunjukkan oleh persentasi terbesar skor tersebut.

c. Fasilitas Praktik

Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh data untuk variabel fasilitas

praktik memiliki rentang skor ntara 28 sampai 64. Perolehan skor pada

lampiran tersebut menunjukkan bahwa variable fasilitas praktik memiliki nilai

rata-rata sebesar 45,33; simpangan baku sebesar 9,712; median sebesar 45,50;

dan modus sebesar 40. Distribusi frekuensi dan histogram perolehan skor

variabel fasilitas praktik tersebut dapat disajikan pada Tabel berikut :

Distribusi Frekuensi Skor Variabel Fasilitas praktik

Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase

Sangat Baik > 54 9 22,5

Baik 45,01 – 54,00 11 27,5

Cukup Baik 36,01 – 45,00 12 30,0

Tidak Baik < 36,01 8 20,0

Total 40 100

Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui 22,5% siswa kelas XII

berpendapat bahwa fasilitas praktik SMK 2 Kota Bima jurusan Teknik

Elektronika pada kategori sangat baik; 27,5% dalam kategori baik; 30% dalam

kategori cukup baik; dan 20% dalam kategori tidak baik. Hal ini menunjukkan

bahwa fasilitas praktik SMK 2 Kota Bima jurusan Teknik Elektronika

termasuk dalam kategori cukup baik yang ditunjukkan oleh persentasi terbesar

skor tersebut.

d. Keterampilan Elektronika

Berdasarkan hasil analisis diperoleh data untuk variabel keterampilan

elektronika memiliki rentang skor antara 26 sampai 60. Perolehan skor pada

lampiran tersebut menunjukkan bahwa variabel keterampilan elektronika

memiliki nilai rata-rata sebesar 43,18; simpangan baku sebesar 9,246; median

sebesar 45,5; dan modus sebesar 44. Distribusi frekuensi dan histogram

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

39

perolehan skor variabel keterampilan elektronika tersebut dapat disajikan pada

Tabel berikut :

Distribusi Frekuensi Skor Variabel Keterampilan Elektronika Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase

Sangat Menguasai > 48 11 27,5

Menguasai 40,01 – 48,01 14 35,0

Cukup Menguasai 32,01 – 40,00 10 25,0

Tidak Menguasai < 32,01 5 12,5

Total 40 100

Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui 27,5% siswa SMK 2 Kota

Bima kelas XII jurusan Teknik Elektronika pada kategori sangat menguasai

keterampilan elektronika; 35% dalam kategori menguasai keterampilan

elektronika; 25% dalam kategori cukup menguasai keterampilan elektronika;

dan 12,5% dalam kategori tidak menguasai keterampilan elektronika. Hal ini

menunjukkan bahwa siswa SMK 2 Kota Bima kelas XII jurusan Teknik

Elektronika termasuk dalam kategori menguasai keterampilan elektronika yang

ditunjukkan oleh persentasi terbesar skor tersebut.

e. Motivasi Belajar Siswa dan Keterampilan Elektronika

Tingkat motivasi belajar siswa jika dihubungkan dengan keterampilan

elektronika siswa SMK 2 Kota Bima kelas XII jurusan Teknik Elektronika

dapat dideskripsikan dengan tabulasi silang (crosstabs). Analisis. Adapun hasil

perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel berikut :

Tabulasi Silang Motivasi Belajar Siswa dan Keterampilan Elektronika Siswa

SMK 2 Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Keterampilan Elektronika

Total Sangat

Menguasai

Menguasai Cukup

Menguasai

Tidak

Menguasai

Motivasi

Belajar

Siswa

Sangat

Tinggi

10

25%

2

5%

0

0%

0

0%

12

30%

Tinggi 1

2,5%

10

25%

4

10%

0

0%

15

37,5%

Rendah 0

0%

2

5%

6

15%

1

2.5%

9

22,5%

Sangat

Rendah

0

0%

0

0%

0

0%

4

0%

4

10%

Total 11

27,5%

14

35%

10

25%

5

12,5%

40

100%

Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang

memiliki motivasi belajar dengan kategori sangat tinggi sebanyak 12 siswa;

kategori tinggi 15 siswa; kategori rendah sebanyak 9 siswa; dan kategori sangat

rendah 4 siswa. Dari 12 siswa yang memiliki motivasi belajar sangat tinggi;

terdapat 10 siswa (25%) sangat menguasai keterampilan elektronika; dan 2

siswa (5%) menguasai keterampilan elektronika. Siswa yang memiliki motivasi

belajar tinggi berjumlah 15 siswa; di mana terdapat 1 siswa (2.5%) yang sangat

menguasai keterampilan elektronika; 10 siswa (25%) yang menguasai

keterampilan elektronika; dan 4 siswa (10%) yang cukup menguasai

keterampilan elektronika. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah

berjumlah 9 siswa; di mana terdapat 2 siswa (5%) yang menguasai

keterampilan elektronika; dan 6 siswa (15%) yang cukup menguasai

keterampilan elektronika; dan 1 siswa (2.5%) yang tidak menguasai

keterampilan elektronika. Siswa yang memiliki motivasi belajar sangat rendah

berjumlah 4 siswa, di mana terdapat 4 siswa (10%) yang tidak

menguasaiketerampilan elektronika.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

40

f. Pembelajaran Praktik Elektronika dan Keterampilan Elektronika

Adapun hasil perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel

di bawah ini sebagai berikut:

Tabulasi Silang Pembelajaran Praktik Elektronika dan Keterampilan

Elektronika Siswa SMK 2 Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Keterampilan Elektronika

Total Sangat

Menguasai

Menguasai Cukup

Menguasai

Tidak

Menguasai

Pembelajaran

Praktik

Elektronika

Sangat

Tinggi

11

27.5%

6

15%

1

2.5%

0

0%

18

45%

Baik 0

5%

5

12.5%

4

10%

0

0%

9

22.5%

Cukup

Baik

0

0%

3

7.5%

6

15%

1

2.5%

8

20%

Tidak

Baik

0

0%

0

0%

1

2.5%

4

0%

5

12.5%

Total 11

27,5%

14

35%

10

25%

5

12,5%

40

100%

Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang

berpendapat pembelajaran praktik elektronika dengan kategori sangat baik

sebanyak 18 siswa; kategori baik 9 siswa; kategori cukup baik sebanyak 8

siswa; dan kategori tidak baik sebanyak 5 siswa. Dari 18 siswa yang

menyatakan pembelajaran praktik elektronika sangat baik; terdapat 11

siswa(27,5%) yang sangat menguasai keterampilan elektronika; 6 siswa (15%)

yang menguasai keterampilan elektronika; dan 1 siswa (2,5%) yang

cukupmenguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan

pembelajaran praktik elektronika baik berjumlah 9 siswa; di mana terdapat 5

siswa (12,5%) yang menguasai keterampilan elektronika; 4 siswa (10%) yang

cukup menguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan

pembelajaran praktik elektronika cukup baik berjumlah 8 siswa; di mana

terdapat 3 siswa (7,5%) yang menguasai keterampilan elektronika; dan 4 siswa

(10%) yang cukup menguasai keterampilan elektronika; dan 1 siswa (2,5%)

yang tidakmenguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan

pembelajaran praktik elektronika tidak baik berjumlah 5 siswa; di mana

terdapat 1 siswa (2,5%) yang cukup menguasai keterampilan elektronika; dan 4

siswa (10%) yang tidak menguasai keterampilan elektronika.

g. Pembelajaran Praktik Elektronika dan Motivasi Belajar Siswa

Adapun hasil perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel

di bawah ini sebagai berikut :

Tabulasi Silang Pembelajaran Praktik Elektronika dan Motivasi Belajar Siswa

SMK 2 Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Motivasi Siswa

Total Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Pembelajaran

Praktik

Elektronika

Sangat

Tinggi

11

27.5%

7

17.5%

0

0%

0

0%

18

45%

Baik 1

2,5%

5

12.5%

3

7,5%

0

0%

9

22.5%

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

41

Cukup

Baik

0

0%

3

7.5%

4

10%

1

2.5%

8

20%

Tidak

Baik

0

0%

0

0%

2

5%

3

7.5%

5

12.5%

Total 12

30%

15

37,5%

9

22,5%

4

10%

40

100%

Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang

berpendapat pembelajaran praktik elektronika dengan kategori sangat baik

sebanyak 18 siswa; kategori baik 9 siswa; kategori cukup baik sebanyak 8

siswa; dan kategori tidak baik sebanyak 5 siswa. Dari 18 siswa yang

menyatakan pembelajaran praktik elektronika sangat baik; terdapat 11 siswa

(27,5%) memiliki motivasi sangat tinggi; 7 siswa (17,5%) memiliki motivasi

tinggi. Siswa yang menyatakan pembelajaran praktik elektronika

baikberjumlah 9 siswa; di mana terdapat 1 siswa (2.5%) yang memiliki

motivasi sangat tinggi; 5 siswa (10%) yang memiliki motivasi tinggi; dan 3

siswa (7,5%) memiliki motivasi rendah. Siswa yang menyatakan pembelajaran

praktik elektronika cukup baik berjumlah 8 siswa; di mana terdapat 3 siswa

(7,5%) yang memiliki motivasi tinggi; 4 siswa (10%) yang memiliki motivasi

rendah, dan 1 siswa (2,5%) yang memiliki motivasi sangat rendah. Siswa yang

menyatakan pembelajaran praktik elektronika tidak baik berjumlah 5 siswa;

dimana terdapat 2 siswa (5%) yang memiliki motivasi rendah; 3 siswa

(7,5%)yang memiliki motivasi sangat rendah.

h. Fasilitas Praktik dan Keterampilan Elektronika

Adapun hasil perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel

di bawah ini sebagai berikut:

Tabulasi Silang Fasilitas Praktik dan Keterampilan Elektronika Siswa SMK 2

Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Keterampilan Elektronika

Total Sangat

Menguasai

Menguasai Cukup

Menguasai

Tidak

Menguasai

Fasilitas

Praktik

Sangat

Tinggi

9

22,5%

0

0%

0

0%

0

0%

9

22,5%

Baik 2

5%

7

17,5%

2

5%

0

0%

11

27,5%

Cukup

Baik

0

0%

7

17,5%

5

12,5%

0

0%

12

30%

Tidak

Baik

0

0%

0

0%

3

7,5%

5

12,5%

8

20%

Total 11

27,5%

14

35%

10

25%

5

12,5%

40

100%

Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang

berpendapat fasilitas praktik dengan kategori sangat baik sebanyak 9 siswa;

kategori baik 11 siswa; kategori cukup baik sebanyak 12 siswa; dan kategori

tidak baik 8 siswa. Dari 9 siswa yang menyatakan fasilitas praktik sangat baik;

terdapat 9 siswa (22,5%) sangat menguasai keterampilan elektronika. Siswa

yang menyatakan fasilitas praktik baik berjumlah 11 siswa; di mana terdapat 2

siswa (5%) yang sangat menguasai keterampilan elektronika; dan 7 siswa

(17,5%) yang menguasai keterampilan elektronika; dan 2 siswa (5%)yang

cukup menguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan fasilitas

praktik cukup baik berjumlah 12 siswa; di mana terdapat 7 siswa (17,5%) yang

menguasai keterampilan elektronika; dan 5 siswa (17,5%) yang cukup

menguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan fasilitas praktik

tidak baik berjumlah 8 siswa; di mana 3 siswa (7,5%) yang cukup menguasai

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

42

keterampilan elektronika; dan 5 siswa (12,5%) yang tidak menguasai

keterampilan elektronika.

i. Fasilitas Praktik dan Motivasi Belajar Siswa

Adapun hasil perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel

dibawah ini sebagai berikut:

Tabulasi Silang Fasilitas Praktik dan Motivasi Siswa SMK 2 Kota Bima

Jurusan Teknik Elektronika Motivasi siswa

Total Sangat

Tinggi

Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Fasilitas

Praktik

Sangat

Tinggi

9

22,5%

0

0%

0

0%

0

0%

9

22,5%

Baik 3

7,5%

7

17,5%

1

2,5%

0

0%

11

27,5%

Cukup

Baik

0

0%

8

20%

4

10%

0

0%

12

30%

Tidak

Baik

0

0%

0

0%

4

10%

4

10%

8

20%

Total 12

30%

15

37,5%

9

22,5%

4

10%

40

100%

Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang berpendapat

tentang fasilitas praktik dengan kategori sangat baik sebanyak 9 siswa; kategori baik

11 siswa; kategori cukup baik sebanyak 12 siswa; dan kategori tidak baik sebanyak 8

siswa. Dari 9 siswa yang menyatakan fasilitas praktik sangat baik, terdapat 9 siswa

(22,5%) memiliki motivasi sangat tinggi. Siswa yang menyatakan fasilitas praktik

baik berjumlah 11 siswa; di mana terdapat 3 siswa (7,5%) yang memiliki motivasi

sangat tinggi; 7 siswa(17,5%) yang memiliki motivasi tinggi; dan 1 siswa (2,5%)

yang memiliki motivasi rendah. Siswa yang menyatakan fasilitas praktik cukup baik

berjumlah 12 siswa; di mana terdapat 8 siswa (20%) yang memiliki motivasi tinggi;

dan 4 siswa (10%) yang memiliki motivasi rendah. Siswa yang menyatakan fasilitas

praktik tidak baik berjumlah 8 siswa; di mana terdapat 4 siswa (7,5%) yang memiliki

motivasi rendah; dan 4 siswa (10%) yangmemiliki motivasi sangat rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat motivasi belajar

siswaterhadap keterampilan elektronika siswa SMK 2 Kota Bima.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat pembelajaran

praktikelektronika terhadap motivasi belajar siswa SMK 2 Kota Bima.

3. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat fasilitas praktikterhadap

motivasi belajar siswa SMK 2 Kota Bima.

4. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat pembelajaran

praktikelektronika siswa terhadap keterampilan elektronika siswa SMK 2 Kota

Bima.

5. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat fasilitas praktikelektronika

siswa terhadap keterampilan elektronika siswa SMK 2 Kota Bima.

6. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat pembelajaran

praktikelektronika siswa terhadap keterampilan elektronika melalui motivasi belajar

siswa SMK 2 Kota Bima.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

43

7. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat fasilitas praktik siswaterhadap

keterampilan elektronika melalui motivasi belajar siswa SMK 2 KotaBima.

DAFTAR PUSTAKA

Alderman, M. Kay. (2004). Motivation for achievement: possibilities for teachingand

learning. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Anni, Catharina Tri, dkk. (2004). Psikologi belajar. Semarang: UPT Unnes Press.

Aunurrahman. (2009). Belajar dan pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Bambang Widiyanto. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajarwarga

program kejar paket B setara SMP di Kabupaten Donggala. Tesis Magister, tidak

diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Basuki Wibawa. (2005). Pendidikan teknologi dan kejuruan manajemen

danimplementasinya di era otonomi. Surabaya: Kertajaya Duta Media.

Bps. (2009). Tingkat penggangguran terbuka. Diambil tanggal 18 Mei 2009,

darihttp://www.bps.go.id/sector/employ/table4.shtml.

Cunningham, I., Dawes, G., & Bennett, B. (2004). The handbook of work

basedlearning. Burlington: Gower Publishing Limited.

Depdiknas. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 40 Tahun

2008,Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah

MenengahKejuruan/Madrasah Aliyah kejuruan (SMK/MAK). Jakarta.

_________. (2009). Lembar penilaian praktik kejuruan. Jakarta.

_________. (2004). Pedoman pembelajaran tuntas. Jakarta.

_________. (2004). Pedoman pengembangan instrumen dan penilaian

ranahpsikomotor. Jakarta.

_________. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2003, Tentang

SistemPendidikan Nasional.

_________. (1999). Panduan umum keterampilan. Diambil tanggal 28 Oktober2009,

dari

http://downloads.ziddu.com/downloadfile/7327170/1.panduanumumketerampilan.

doc.html.

Dimyati, & Mudjiono. (2006). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT RinekaCipta.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

44

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN MOTIVASI BELAJAR

MAHASISWA MELALUI METODE PEMBERIAN TUGAS BERBANTUAN

INTERNET MATAKULIAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Syarifuddin & Mikrayanti

STKIP Taman Siswa Bima

[email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan Kemandirian dan motivasi belajar

mahasiswa melalui Metode Pemberian Tugas Berbantuan Internet Matakuliah Strategi

Belajar Mengajar di prodi pendidikan matematika STKIP Taman Siswa Bima. Jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK), mulai dari

perencaan, pelaksaaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Penelitian yang

dilaksanakan sebanyak dua siklus. Adapun instrumen yang digunakan adalah angket

kemandirian belajar sebanyak 27 item pernytaan dan angket motivasi belajar sebanyak

25 item pernyataan. Kemudian untuk mengetahui hasil belajar digunakan instrumen tes.

Penggunaan metode pemberian tugas terintegrasi dan berbantuan internet meningkatkan

kemandirian belajar mahasiswa pada mata kuliah Strategi Belajar Mengajar di program

studi pendidikan matematika semester ganjil tahun akademik 2014/2015. Ini ditunjukan

dari hasil penelitian yaitu siklus I sebanyak 90,625 % dan kemudian pada siklus II

mencapai 100 %. Kemudian penggunaan metode tersebut meningkatkan motivasi

belajar mahasiswa. Ini ditunjukan dari hasil penelitian yaitu pada siklus I dan siklus II

yang mencapai 100 %. Hasil Kemandirian dan motivasi belajar yang baik tersebut

memberikan pengaruh posotif terhadap hasil belajar. Hal ini ditunjukan oleh ketuntasan

yang dicapai oleh mahasiswa adalah 94,6 % yang memperoleh nilai minimal B.

Kata Kunci: Kemandirian, Motivasi, Berbantuan Internet, Strategi Belajar Mengajar

PENDAHULUAN

Pendidikan Tinggi adalah kelanjutan pendidikan menengah yang diselengarakan

untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki

kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan

dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian (Depdikbud,

2000).

Kehidupan seorang mahasiswa baru membawa kepada dua keadaan yang sangat

berbeda. Di satu sisi bisa menikmati kebebasan yang lebih besar dibandingkan ketika

masih di SMA, di sisi lain dituntut untuk dapat bersikap secara mandiri selama

menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Kemandirian dan Motivasi menjadi sangat

penting berkaitan dengan perbedaan sistem belajar yang diterapkan di SMA dan di

perguruan tinggi. Di SMA, siswa lebih cenderung sebagai penerima bahan-bahan

pelajaran dari guru, sebaliknya di perguruan tinggi, mahasiswa diharapkan lebih

bersikap aktif dalam pengembangan materi kuliah yang diberikan dosen.

Akhir-akhir ini mudah dijumpai kerumunan orang-orang (dan kebanyakan orang

tua) di sekitar tempat anak-anak atau mahasiswa belajar. Kegiatan mereka adalah

menunggu untuk menjemput anak-anak mereka yang pulang sekolah, mengikuti

bimbingan belajar (tes) atau perkuliahan di kampus. Hal ini sangat berbeda dengan

keadaan tahun 1970-1980an, dimana para siswa ataupun mahasiswa ke sekolah atau ke

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

45

kampus bersama-sama dengan teman-temannya, untuk mengikuti kegiatan serupa.

Fenomena seperti di atas, menimbulkan berbagai pertanyaan: apakah orang tua sekarang

memiliki banyak waktu luang? Apakah perhatian (rasa sayang) orang tua terhadap anak

meningkat? Apakah rasa keamanan anak terancam? Apakah si anak kurang mandiri?.

Fenomena-fenomena yang terjadi di kelas jaman sekarang dengan keadaan tahun

seperti di atas juga ada yang menarik untuk diperhatikan, dimana guru atau dosen tidak

lagi ditakuti. Dulu siswa atau mahasiswa mencari buku teks ke berbagai pasar loak

(buku-buku sisa), sekarang buku disediakan pemerintah, sekolah, atau orang tua; para

siswa/ mahasiswa membentuk kelompok-kelompok belajar di satu desa atau wilayah

tertentu, sekarang siswa banyak belajar sendiri di rumah atau mengkuti bimbingan

belajar di lembaga-lembaga bimbingan belajar. Sekarang jarang dijumpai adanya

kelompok-kelompok belajar, kecuali “pendidikan kelompok belajar masyarakat”

(PKBM) yang namanya memang kelompok belajar, karena kegiatan belajarnya yang

dominan memang hanya waktu itu saja. Untuk menghadapi ujian/ulangan,

siswa/mahasiswa selain mempelajari materi yang sudah dipelajari, juga berusaha

mencari tahu tentang materi/topik yang akan diujikan dengan berbagai upaya, kalau

sekarang yang lebih dicari siswa atau mahasiswa bukan materi/topik akan diujikan,

tetapi butir-butir soalnya (materi atau topiknya sudah diberitahukan).

Dalam pembelajaran/perkuliahan sekarang ini, apa yang akan dicapai, dipelajari,

ditugaskan, sumber yang akan dipakai, dan materi yang akan diujikan, serta

cara/pedoman penilaian sudah diberitahukan, namun hal itu belum banyak

ditindaklanjuti oleh pembelajar (siswa/mahasiswa). Dari paparan berbagai fenomena di

atas, nampaknya perlu dilakukan kajian terhadapnya, sehingga diperoleh manfaat untuk

pengefektifan pembelajaran.

Nova Fahradina, dkk (2014: 56) menguraikan secara umum, ada beberapa alasan

yang berkaitan dengan pentingnya kemandirian belajar bagi siswa seperti, pentingnya

kemandirian belajar bagi siswa dalam proses pembelajaran matematika karena tuntutan

kurikulum agar siswa dapat menghadapi persoalan di dalam kelas maupun di luar kelas

yang semakin kompleks dan mengurangi ketergantungan siswa dengan orang lain dalam

kehidupan seharihari. Indikator kemandirian belajar siswa menurut Sumarmo (2003)

meliputi, inisiatif belajar, mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan target atau

tujuan belajar; memonitor; mengatur dan mengontrol belajar; memandang kesulitan

sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih dan

menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar serta self efficacy

(konsep diri).

Alimuddin (2009: 1) motivasi dikatakan sebagai sesuatu yang kompleks, karena

motivasi akan menyebabkan terjadinya perubahan energi yang ada pada diri manusia,

sehingga akan berpengaruh terhadap gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk

kemudian bertindak atau atau bersikap terhadap sesuatu. Motivasi melakukan sesuatu

didorong oleh adanya tujuan atau keinginan yang kuat dari dalam diri seseorang. Belajar

merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah

dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang

memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan

belajar. Hasil belajar siswa akan optimal kalau ada motivasi yang tepat.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan terhadap

mahasiswa program studi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima pada

semester genap tahun akademik 2013/2014 menunjukan bahwa 90 % mahasiswa tidak

memiliki fasilitas penunjang leptop. Hal ini menyebabkan mahasiswa-mahasiswa

tersebut malas mengerjakan tugas dan cenderung mengikuti dan bahkan ada yang

memfotokopi tugas temannya dengan cara menutupi nama dan kemudian ditulis ulang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

46

namanya. Disamping hal tersebut di atas, masih banyak mahasiswa bermain HP dan

melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak penting lainnya pada saat kegiatan belajar

mengajar, misalnya minta ijin ke belakang yang sangat sering dan bergantian. Hal ini

menyebabkan terganggunya kegiatan belajar mengajar karena mahasiswa meminta ijin.

Kemudian, data menunjukan bahwa 91,5 % mahasiswa program studi pendidikan

matematika memiliki orang tua/wali yang berprofesi sebagai petani. Sehingga rata-rata

4 – 6 orang mahasiswa setiap hari tidak masuk kuliah dengan alasan bantu orang tua di

sawah dan secara tidak sengaja seolah-olah mereka bergantian tidak hadir dengan alasan

yang sama. Ini menunjukan bahwa rendahnya motivasi mahasiswa mengikuti

perkuliahan.

Berikut data Indeks Prestasi Sementara mahasiswa program studi pendidikan

matematika semester IV tahun akademik 2013/2014:

Tabel 1. Indeks Prestasi Sementara

IPS Frekuensi Porsentase

% >2,75

> 3,5 4 10,81 56,76

> 3,0 8 21,62

> 2,75 9 24,32

> 2,0 14 37,84 43,24

> 0 2 5,41

37

Kenyataan tersebut di atas menjadi tantangan bagi para praktisi di bidang

pendidikan untuk melakukan inovasi-inovasi pembelajaran yang mampu

mengembangkan kemandirian dan motivasi mahasiswa. Dosen sebagai salah satu

bagian dari lembaga pendidikan tinggi mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan

mutu lulusan perguruan tinggi yang siap bersaing, melalui peningkatan mutu proses dan

hasil belajar. Peningkatan mutu proses dan hasil belajar ini dapat dilakukan dengan

berbagai cara, antara lain dengan melakukan inovasi metode pembelajaran/perkuliahan.

Berdasarkan hasil dari pembelajaran baik dari sisi kognitif maupun non kognitif

yang belum memuaskan, dan tuntutan mutu lulusan perguruan tinggi yang mampu

bersaing, maka perlu dilakukan inovasi-inovasi pembelajaran yang mampu menggali

potensi mahasiwsa secara komprehensif. Salah satu metode pembelajaran yang dapat

memberikan bekal untuk memiliki kompetensi seperti diatas adalah metode pemberian

tugas terintegrasi. Sesuai dengan materi dalam perkuliahan Strategi Belajar Mengajar,

maka tugas yang diberikan adalah membaca, menuliskannya dan mempresentasikannya

dalam sebuah diskusi. Tulisan dituangkan tidak sepotong-sepotong, tetapi dalam bentuk

karya tulis hasil integrasi dari apa yang dibaca. Untuk memperkaya sumber bacaan,

tugas tidak hanya berdasarkan buku teks, tetapi juga dari informasi yang dapat diakses

lewat internet. Hal ini juga untuk meningkatkan kemampuan komputer mahasiswa,

khususnya untuk melatih mahasiswa memanfaatkan internet sebagai sumber belajar

serta mengkondisikan mahasiwa agar terbiasa menggunakan teknologi informasi.

Melalui metode pembelajaran ini diharapkan akan meningkatkan kemandirian dan

motivasi mahasiswa dalam belajar matematika, serta melatih mahasiswa memahami

bacaan, menulis dan berani mengemukakan gagasan secara lisan di depan forum,

menghargai pendapat orang lain, dan berfikir kritis, yang merupakan kompetensi yang

sangat diperlukan agar mereka mampu bersaing di percaturan global. Namun demikian

dari metode ini diharapkan hasil belajar mahasiswa juga meningkat. Bertolak dari

kenyataan-kenyataan yang telah dikemukakan, maka dengan diterapkan metode

pemberian tugas terintegrasi dan berbantuan internet diharapan akan meningkatkan

kemandirian dan motivasi belajar mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

47

1. Metode Pembelajaran Berbantuan Internet

Media pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam proses

pembelajaran. Dewasa ini komputer sebagai media pembelajaran mempunyai

peranan yang sangat penting. Pembelajaran yang menggunakan komputer ini dikenal

dengan Computer Assisted Learning atau Computer Based Learning. Jadi dalam

pembelajarannya dosen atau guru menggunakan komputer sebagai alat bantu.

Mengingat perkembangan teknologi informasi dewasa ini begitu pesat, maka

penggunaan komputer yang dilengkapi dengan fasilitas internet, dan menjadikan

internet sebagai sumber informasi telah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan,

termasuk dalam dunia pendidikan. Banyak sumber di internet yang dapat digunakan

oleh guru matematika ataupun meminta siswa untuk menggunakannya. Misalnya ada

website yang menyediakan informasi tentang kehidupan para ahli matematika dan

karyanya. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Bitter (1989), Liao (1992), dan

Niemiec and Walberg (1992) menunjukkan bahwa pemberdayaan teknologi dalam

pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dengan demikian penggunaan internet sebagai sumber belajar diharapkan

dapat memperkaya informasi dan meningkatkan motivasi mahasiswa. Dalam

kaitannya dengan mata kuliah Strategi Belajar Mengajar, metode Pembelajaran

Berbantuan Internet dimaksudkan sebagai metode yang memenfaatkan internet untuk

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan materi Strategi Belajar Mengajar.

2. Kemandirian Belajar

Seringkali orang mengasumsikan bahwa mandiri dalam belajar berarti

mahasiswa bekerja sendiri. Broadly et al. (1996) dalam Mynard et al. (2004)

mengatakan bahwa belajar sendiri tidak secara otomatis mengembangkan

kemandirian belajar mahasiswa. Dalam belajar mandiri mahasiswa/peserta didik

boleh bertanya, berdiskusi, atau minta penjelasan dari orang lain. Menurut Knowless,

1975 (Anung H, 2004) mahasiswa/peserta didik yang belajar mandiri tidak boleh

menggantungkan diri dari bantuan, pengawasan, dan arahan orang lain termasuk

guru/instrukturnya, secara terus menerus. Mahasiswa/peserta didik harus mempunyai

kreativitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada

bimbingan yang diperolehnya.

Ada beberapa istilah tentang kemandirian belajar: learner autonomy,

independent learning, lifelong learning, learning to learn, thinking skills (Sinclair

(2001) dalam Mynard et al. (2004)). Semua istilah tersebut menyatakan konsep

bahwa pembelajar (mahasiswa) terlibat dalam proses pembelajaran mereka sendiri.

Dalam hal ini mahasiswa mempunyai tanggung jawab terhadap proses berpikir dan

belajar mereka, dan tidak hanya menggantungkan pada guru saja.

Kemandirian belajar akan terbentuk dari proses belajar mandiri. Kozma,

Williams, (1978) dan Sekarwinahyu (1997) dalam Anung H (2004) mendefinisikan

belajar mandiri sebagai usaha individu mahasiswa/peserta didik yang bersifat

otonomis untuk mencapai kompetensi akademis tertentu. Keterampilan mencapai

kemampuan akademis secara otonom ini bila sudah menjadi milik mahasiswa/peserta

didik dapat diterapkan dalam berbagai situasi, bukan hanya terbatas pada masalah

belajar saja, tetapi dapat juga diterapkan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

Dalam menghadapi masalah, mahasiswa/peserta didik tidak akan tergantung pada

bantuan orang lain.

Kemandirian belajar diindikasikan oleh pembelajar yang mandiri. Pembelajar

yang mandiri (independent learners) mampu mengembangkan nilai, sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang

bertanggungjawab dan mengambil tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

48

pembelajaran. Pembelajaran mandiri (independent learning) diperkaya/didorong

dengan penciptaan kesempatan-kesempatan dan pengalaman yang memperkuat

motivasi, rasa ingin tahu, kepercayaan diri, kepercayaan atas diri sendiri dan konsep

diri yang positif yang didasarkan atas pemahaman mahasiswa dari minatnya dan

suatu nilai pembelajaran untuk kepentingan dirinya.(Kesten,1987).

Menurut Kesten (1987) pembelajar yang mandiri mempunyai ciri-ciri:

a. Pembelajar yang mempunyai motivasi sendiri dalam belajar.

b. Pembelajar yang mempunyai minat dan strategi belajar untuk mencari pemaknaan

dan penyelesaian.

c. Pembelajar yang dapat belajar secara efektif di luar kelas.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar mahasiswa antara

lain. (Kesten,1987):

a. Bagimana dosen menciptakan lingkungan yang mendukung kemandirian belajar

mahasiswa.

b. Kesempatan untuk membimbing mahasiswa untuk aktif dan mandiri,

c. Mengenal faktor-faktor yang menaikkan motivasi, menciptakan bahwa pengajaran

revolve (mengenalkan) bahwa yang dipelajari merupakan kebutuhan di

lingkungan sehari-hari dari mahasiswa,

d. Memandang mahasiswa sebagai partner dalam proses pembelajaran, menciptakan

lingkungan agar mahasiswa dapat menerapkan belajar secara mandiri.

3. Motivasi belajar

Ada banyak pengertian motivasi yang diberikan oleh para ahli dari berbagai

macam sudut, namun intinya sama, yakni sebagai pendorong yang mengubah energi

dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitasnyata dalam mencapai tujuan tertentu.

Mc.Donald dalam Syaiful bahri Djamarah (2002, 114) mendefinisikan motivasi

sebagai suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan

timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar,

motivasi sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan,

karena seseorang tidak akan melakukan aktivitas belajar tanpa motivasi belajar.

Pengertian lain dari motivasi disampaikan Winkel (1987:96) yang

mengatakan bahwa motivasi adalah daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai

prestasi belajar setinggi mungkin demi penghargaan pada diri sendiri. Siswa yang

memiliki motivasi yang tinggi mempunyai harapan yang besar untuk sukses dan

melakukan usaha keras terhadap pencapaian tujuan yang diinginkan. Hal ini sesuai

dengan pengertian motivasi dari Sumadi Suryabrata (1990: 70) bahwa motivasi

adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan

aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Motivasi berprestasi yang ada pada diri siswa akan memberikan energi

tambahan dalam belajar sehingga hasil yang dicapai tinggi. Ciri-ciri siswa yang

mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi yang baik, menurut Winkel (1987: 97)

adalah sebagai berikut : (1) kecenderungan mengerjakan tugas-tugas belajar yang

menantang, (2) keinginan kuat untuk belajar dan berusaha sendiri (3) orientasi pada

masa depan (4) pemilihan teman atas dasar kemampuan teman itu (5) keuletan dalam

belajar walau menghadapi tantangan. Menurut Sri Esti W.D. (1989: 161), siswa yang

mempunyai motivasi berprestasi akan melakukan tugas lebih baik dan apabila

mengalami kegagalan akan menghubungkan kegagalannya karena kurang berusaha,

sehingga ia akan berusaha lebih giat lagi dalam belajar.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

49

METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas melalui proses

pengkajian dengan beberapa siklus. Setiap siklus terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:

perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Dalam penelitian ini direncanakan

proses pengkajian dengan dua siklus.

Pada pertemuan awal siklus (2-3 minggu) dosen melaksanakan pembelajaran di

kelas sesuai dengan rencana kegiatan belajar mengajar, yakni pembelajaran dengan

metode ekspositori dengan beberapa penayangan power point menggunakan LCD.

Dilanjutkan dengan pemberian tugas, yang meliputi pengkajian topik-topik yang ada di

buku wajib, termasuk mengerjakan beberapa soal latihan di akhir bab, mencari sumber

selain dari buku teks, khususnya dari internet dan mempelajarinya, menuangkan

kembali apa yang dipelajari dalam tulisan, dan menyampaikan hasil kajiannya, serta

diskusi/tanya jawab. Tulisan dituangkan tidak sepotong-sepotong, tetapi dalam bentuk

karya tulis hasil integrasi dari apa yang dibaca. Tugas diberikan secara kelompok untuk

dipresentasikan di depan kelas. Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan

Matematika STKIP Taman Siswa Bima pada semester ganjil tahun akademik

2014/2015. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan

Matematika STKIP Taman Siswa Bima yang menempuh matakuliah Strategi Belajar

Mengajar semester ganjil tahun akademik 2014/2015, yang semuanya berjumlah 38

orang. Obyek penelitian meliputi seluruh proses pembelajaran.

Prosedur Penelitian

1. Perencanaan

Kegiatan pada tahap ini meliputi:

a. Penyusunan desain pemberian tugas terintegrasi dan berbasis internet yang

mencakup banyaknya tugas, serta identifikasi topik-topik yang akan ditugaskan

kepada mahasiswa.

b. Penjelasan kepada mahasiswa tentang silabus mata kuliah, yang mencakup:

kompetensi yang diharapkan, materi pokok untuk mencapai kompetensi, model

atau metode pembelajaran, dan sistem evaluasi, serta sumber belajar yang akan

diterapkan dalam perkuliahan.

c. Pembentukan kelompok kecil terdiri atas 3-5 orang.

2. Tindakan

Tindakan berupa penugasan kepada mahasiswa untuk membuat karya tulis

terintegrasi yang diambil dari berbagai sumber, khususnya dari internet. Pada proses

ini dosen membagi topik-topik yang akan ditugaskan sebagai tugas kelompok kepada

mahasiwa. Kegiatan selanjutnya adalah presentasi dan diskusi mengenai tugas

kelompok (dipresentasikan oleh salah satu anggota kelompok. Mahasiswa di luar

kelompok diminta untuk memberikan tanggapan, yang berupa pertanyaan, komentar,

atau masukan/saran. Dosen berfungsi sebagai fasilitator. Selama kegiatan diskusi,

dosen juga melakukan penilaian kemampuan presentasi, mengemukakan gagasan,

komunikasi (presentasi, menanggapi/menjawab pertanyaan), mengajukan

pertanyaan, tanggapan, komentar, atau masukan/ saran). Dosen juga melakukan

evaluasi terhadap karya tulis mahasiswa.

3. Observasi

Selama kegiatan pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas

mahasiwa selama pembelajaran, khususnya pada saat diskusi dan keterlaksanaan

tindakan serta hambatan-hambatan yang ditemui. Untuk mengetahui pencapaian

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

50

tujuan yang direncanakan yaitu peningkatan kemandirian dan motivasi belajar

mahasiswa.

4. Refleksi

Pada akhir siklus dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran

berdasarkan hasil observasi, angket, dan ujian sisipan. Hal-hal yang menjadi

perhatian pada tahap refleksi ini adalah penilaian terhadap keterlaksanaan tindakan,

hambatan-hamabatan yang muncul, serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapai,

yang meliputi aspek-aspek aktivitas mahasiswa, kemandirian dan motivasi belajar

mahasiswa. Perencanaan untuk tindakan berikutnya disusun berdasarkan hasil

refleksi.

Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data penelitian digunakan tiga jenis instrumen penelitian dan

sumber belajar. Instrumen yang dimaksud adalah : (1) Angket kemandirian mahasiswa,

(2) Angket motivasi belajar mahasiswa, (3) Ujian tertulis dan tugas terintegrasi.

Analisis Data

Data penelitian diperolah dari hasil observasi yang dilakukan selama

pembelajaran berlangsung, angket dan tes. Analisis data yang digunakan adalah

kuantitatif dan kualitatif. Teknik kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan

keterlaksanaan rencana tindakan, menggambarkan hambatan-hambatan yang muncul

dalam pelaksanaan pembelajaran dan mendeskripsikan aktivitas/partisipasi mahasiswa

dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk

mendeskripsikan tentang efektivitas dari pembelajaran yang meliputi kemandirian dan

motivasi belajar mahasiswa. Untuk menentukan kemandirian dan motivasi belajar

mahasiswa ditentukan dari skor angket kemandirian, motivasi. Peningkatan kualitas

pembelajaran ditentukan berdasarkan pencapaian pada aspek-aspek keaktifan

mahasiswa, hasil belajar dan kemandirian dan motivasi belajar mahasiswa.

1. Analisis data kemandirian belajar dan motivasi mahasiswa

Tabel 2. Pedoman konversi kemandirian dan motivasi dengan skala 1-5 Interval Nilai Kategori

Mi + 1,5 SDi < 𝑀𝑜 ≤ 𝑀𝑖 + 3 𝑆𝐷𝑖 3,75 < 𝑀𝑜 ≤ 5 Sangat baik

Mi + 0,5 SDi < 𝑀𝑜 ≤ 𝑀𝑖 + 1,5 𝑆𝐷𝑖 3, < 𝑀𝑜 ≤ 3,75 Baik

Mi − 0,5 SDi < 𝑀𝑜 ≤ 𝑀𝑖 + 0,5 𝑆𝐷𝑖 2 < 𝑀𝑜 ≤ 3 Cukup baik

Mi − 1,5 SDi < 𝑀𝑜 ≤ 𝑀𝑖 + 0,5 𝑆𝐷𝑖 1,25 < 𝑀𝑜 ≤ 2 Kurang baik

Mi − 3 SDi ≤ Mo ≤ Mi − 1,5 SDi 0 ≤ Mo ≤ 1,25 Sangat kurang

2. Analisis data hasil belajar

Data hasil belajar merupakan nilai akhir yang diperoleh mahasiswa setelah

Ujian Akhir Semester. Data tersebut kemudian di cari porsentase nilai mahasiswa

yang memperoleh nilai A, B, C, D, dan E.

Tabel 3. Interval Nilai Mahasiswa Interval nilai Huruf Angka/bobot

80 - 100 A 4

65 - 79 B 3

45 - 64 C 2

25 - 44 D 1

0 - 24 E 0

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dari tanggal 11 September

2014 sampai dengan tanggal 18 Desember 2014, pada mahasiswa semester V (lima)

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

51

semester ganjil tahun akademik 2014/2015, maka berikut di uraikan beberapa data hasil

penelitian.

1. Deskripsi data Kemandirian Belajar

Adapun pengukuran angket kemandirian belajar yang semula direncanakan

terhadap 38 orang mahasiswa, tetapi 6 orang mahasiswa tidak hadir maka dilakukan

pada 32 orang mahasiswa pada akhir siklus I. Sehingga pada siklus II, data yang

diambil adalah data dari 32 orang mahasiswa yang hadir pada siklus I. Diperoleh

untuk kemandirian belajar siklus I adalah 2,52. Rata-rata ini menunjukan bahwa skor

kemandirian siklus I masih kurang baik. Sedangkan nilai rata-rata kemandirian

belajar siklus II adalah 3,93. Skor ini menunjukan bahwa kemandirian pada siklus II

sudah mengalami peningkatan yaitu berkategori baik. Jika dibandingkan dari siklus I

ke siklus II, ini menunjukan adanya peningkatan kemandirian belajar mahasiswa.

2. Deskripsi data Motivasi Belajar

Demikian halnya pengukuran angket Motivasi belajar yang semula

direncanakan terhadap 38 orang mahasiswa, tetapi 6 orang mahasiswa tidak hadir

maka dilakukan pada 32 orang mahasiswa pada akhir siklus I. Sehingga pada siklus

II, data yang diampbil adalah data dari 32 orang mahasiswa yang hadir pada siklus I.

Berikut diuraikan data hasil pengukuran angket motivasi belajar. Diperolehan data

tentang motivasi belajar mahasiswa. Perolehan skor motivasi pada siklus I adalah

3,09 dan skor tersebut berada pada kategori cukup baik. Kemudian skor motivasi

belajar pada siklus II adalah 4,23 dan skor tersebut berada pada kategori baik. Antara

siklus I dan siklus II menunjukan adanya peningkatan.

3. Deskripsi data Hasil Belajar

Data Hasil belajar yang dimaksud adalah nilai akhir mahasiswa yang diperoleh

selama berlangsung perkuliahan. Adapun yang mejadi komponen penilaian adalah

kehadiran, sikap (afektif), keterampilan (psikomotor), tugas mandiri (TM), tugss

kelompok (TK), ujian tengah semester (UTS), dan ujian akhir semester (UAS).

Jumlah mahasiswa yang mengikuti ujian akhir semester adalah sebanyak 37 orang

mahasiswa. Berikut jumlah dan porsentase perolehan nilai mahasiswa:

Tabel 4. Jumlah dan porsentase perolehan nilai mahasiswa No Nilai Skala Jumlah Porsentase

1 A 80 - 100 6 16,2 %

2 B 65 - 79 29 78,4 %

3 C 45 - 64 2 5,41 %

4 D 25 - 44 0 0 %

5 E 0 - 24 0 0 %

Jumlah 37 100 %

Tabel 5 di atas menunjukan bahwa mahasiswa yang memperoleh nilai dibawah

B hanya 2 orang (5,41 %), sedangkan mahasiswa yang memperoleh nilai minimal B

adalah, 6 orang mahasiswa yang mendapat nilai A dan 29 orang mahasiswa yang

memperoleh nilai B, sehingga jumlahnya adalah 35 orang, maka porsentase dari

jumlah tersebut adalah 94,6 %. Dari perolehan tersebut berarti hasil belajar

mahasiswa sangat baik.

Kemandirian belajar mahasiswa siklus I dan siklus II sudah menunjukan

pencapaian pada kategori Cukup Baik. Pencapaian tersebut dapat di lihat pada tabel 5

dan tabel 6 berikut ini:

Tabel 5. Porsentase Kemandirian siklus I Tabel 6. Porsentase Kemandirian siklus II Siklus I Siklus II

Kategori Jumlah Persentase Kategori Jumlah Persentase

Sangat baik 0 0 % Sangat baik 31 96,875 %

Baik 3 9,375 % Baik 1 3,125 %

Cukup baik 26 81,25 % Cukup baik 0 0 %

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

52

Kurang baik 3 9,375 % Kurang baik 0 0 %

Sangat kurang 0 0 % Sangat kurang 0 0 %

Jumlah 100 % Jumlah 100 %

Berdasarkan tebel di atas bahwa mahasiswa yang bisa mandiri dalam belajar

pada siklus I sebanyak 90,625 % dan kemudian pada siklus II mencapai 100 %. Ini

menunjukan adanya peningkatan dari sikulus I ke siklus II.

Data ini dapat diuraikan bahwa seseorang yang sedang menjalankan kegiatan

belajar mandiri lebih ditandai dan ditentukan oleh yang mendorongnya belajar.

Bukan oleh kemapuan fisik kegiatan belajarnya. Pembelajar dapat sedang belajar

sendirian, belajar kelompok atau sedang dalam kegiatan belajar di kelas. Apabila

motif yang mendorong kegiatan belajar adalah motif untuk menguasai suatu

kompetensi yang diinginkan maka pembelajar sedang menjalankan belajar mandiri.

Belajar mandiri jenis ini disebut sebagai Self-motivated Learning. Belajar mandiri

lebih ditentukan oleh motif belajar yang timbul di dalam diri pembelajar, maka

pendidik dalam menyelenggarakan pembelajarannya dituntut untuk dapat

menumbuhkan niat atau motif belajar dalam diri pembelajar. Oleh karena itu

pendidik harus sungguh-sungguh menguasai bidang studinya. Selain itu mereka

harus menguasai berbagai tehnik mengajar untuk menarik pembelajar terhadap

materi pelajarannya dan selanjutnya tertarik untuk mempelajarinya sendiri lebih jauh.

Berbagai tehnik belajar juga perlu dikuasai oleh pendidik untuk diajarkan atau

dilatihkan kepada pembelajar agar mampu melakukan kegiatan belajar lebih jauh

tanpa bantuan sepenuhnya oleh pendidik.

Motivasi belajar mahasiswa siklus I dan siklus II sudah menunjukan

pencapaian pada kategori Cukup Baik. Pencapaian tersebut dapat di lihat pada tabel 7

dan tabel 8 berikut ini:

Tabel 7. Porsentase Motivasi Siklus I Tabel 8. Posentse motivasi Siklus II Sklus I Siklus II

Kategori Jumlah Porsentase Kategori Jumlah Porsentase

Sangat baik 3 9,375 % Sangat baik 32 100 %

Baik 18 56,25 % Baik 0 0 %

Cukup baik 11 34,375 % Cukup baik 0 0 %

Kurang baik 0 0 % Kurang baik 0 0 %

Sangat kurang 0 0 % Sangat kurang 0 0 %

100 % 100 %

Pencapaian motivasi ini menunjukan adanya peningkatan yang signifikan dari

siklus I ke siklus II. Hal ini menunjukan bahwa motivasi belajar mahasiswa dalam

belajar sangat baik.

Motivasi belajar merupakan komponen pertama konsep belajar mandiri dan

merupakan prasyarat bagi berjalannya belajar mandiri. Motivasi belajar tersebut

merupakan kekuatan pendorong dan pengarah perbuatan belajar. Pendorong dalam

arti pemberi kekuatan yang memungkinkan kegiatan belajar dijalankan. Pengarah

dalam arti pemberi tuntunan kepada perbuatan belajar ke arah tujuan yang telah

ditetapkan.

Motivasi belajar dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri untuk menguasai suatu

kompetensi guna mengatasi masalah. Motivasi intrinsik ada dalam kegiatan-kegiatan

tanpa paksaan atau tanpa ‘imingiming‘. Faktor pendorong motivasi intrinsik yang

utama adalah emosi, rasa senang, dan minat. Motivasi intrinsik juga menyebabkan

perbuatan lebih konsisten, lebih serius, lebih kreatif, dan ‘time on task’ lebih lama,

sehingga lebih besar kemungkinan diperoleh hasil perbuatan belajar yang lebih baik.

Motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar diri untuk menguasai suatu kompetensi

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

53

guna mengatasi masalah. Jadi seseorang melakukan suatu tindakan karena

termotivasi oleh suatu hal di luar dirinya. Misalnya, seseorang menyelesaikan studi

untuk mendapatkan ijazah, seseorang bekerja untuk memperoleh penghasilan, atau

seorang anak mengerjakan PR agar tidak dimarahi gurunya.

Salah satu metode untuk mengembangkan motivasi belajar adalah model ‘time

continuum’. Menurut model ini ada 6 faktor yang berpengaruh terhadap motivasi

belajar, yaitu:

1. Sikap (attitude): merupakan kecenderungan untuk merespon kebutuhan belajar,

yang didasarkan pada pemahaman pembelajar tentang untung-rugi melakukan

perbuatan yang sedang dipertimbangkan untuk dilakukan.

2. Kebutuhan (need): kekuatan dari dalam diri yang mendorong pembelajar untuk

berbuat menuju ke arah tujuan yang ditetapkan.

3. Rangsangan (stimulation): perasaan bahwa kemampuan yang diperolehnya dari

belajar mulai dirasakan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menguasai

lingkungan, merangsang untuk terus belajar.

4. Emosi (affect): perasaan yang timbul sewaktu menjalankan kegiatan belajar.

5. Kompetensi (competence): kemampuan tertentu untuk menguasai lingkungan.

6. Penguatan (reinforcement): hasil belajar yang baik merupakan penguatan untuk

melakukan kegiatan belajar yang lebih lanjut.

Melihat hasil penelitian tersebut di atas yang menunjukan peningkatan

kemandirian dan motivasi belajar, sehingga hal tersebut memberikan dampak positif

pada hasil belajar. Hal ini terlihat pada hasil belajar yang diperoleh yaitu 94,6 %.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Penggunaan metode pemberian tugas terintegrasi dan berbantuan internet

meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa pada mata kuliah Strategi Belajar

Mengajar di program studi pendidikan matematika semester ganjil tahun akademik

2014/2015. Ini ditunjukan dari hasil penelitian yaitu siklus I sebanyak 90,625 % dan

kemudian pada siklus II mencapai 100 %.

2. Penggunaan metode pemberian tugas terintegrasi dan berbantuan internet

meningkatkan motivasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Strategi Belajar

Mengajar di program studi pendidikan matematika semester ganjil tahun akademik

2014/2015. Ini ditunjukan dari hasil penelitian yaitu pada siklus I dan siklus II yang

mencapai 100 %.

3. Hasil Kemandirian dan motivasi belajar tersebut memberikan pengaruh posotif

terhadap hasil belajar. Hal ini ditunjukan oleh ketuntasan yang dicapai oleh

mahasiswa adalah 94,6 % yang memperoleh nilai minimal B.

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin S Miru (2009). Hubungan Antara Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar

Mata Diklat Instalasi Listrik Siswa SMK Negeri 3 Makassar. Jurnal MEDTEK.

(Volume 1, Nomor 1, April 2009).

Anung Haryono. (2004). Belajar Mandiri: Konsep dan Penerapannya dalam System

Pendidikan dan Pelatihan Terbuka/Jarak Jauh.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

54

Depdikbud. (2000). Silabus Berbasis Kemampuan Dasar Siswa SMU Kelas I Semester

1 dan 2. Yogyakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum dan PPPG

Matematika.

Kesten, (1987), Independent Learning. http://www.sasked.gov.sk.ca/docs/policy

/cels/el7.html, 03/04/2004.

Kurikulum Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima.

Mynard J, Sorflaten R. (2004). Independent Learning in Your Classroom.

Jomynard.tripod.com/ilyourclass.htm.

NN (2006). Peningkatan kemandirian dan hasil belajar mahasiswa pada pembelajaran

matematika ekonomi melalui model pembelajaran online. Pembelajaran online

jenis web enhanced terbukti meningkatkan kemandirian belajar.

Nova Fahradina, dkk (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan

Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan Menggunakan Model Investigasi

Kelompok. Jurnal Didaktik Matematika (ISSN: 2355-4185).

Sri Esti W.D. (1989). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.

Sumadi Suryabrata.(1990). Psikologi Pendidikan . Jakarta Rajawali.

Sumarmo, U. (2003). Makalah Pembelajaran Matematika untuk Mendukung

Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : UPI

Syaiful B.D. dan Aswan Z. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta

Tri Sunarsih (2009).Hubungan antara motivasi belajar, kemandirian belajar dan

bimbingan akademik terhadap prestasi belajar mahasiswa di STIKES A. Yani

Yogyakarta: Yogyakarta.

Winkel W.S..(1987). Psikologi Pendidikandan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

55

OPTIMALISASI SOLUSI INTERAKTIF PENYEMBUHAN ISLAMI

BERDASARKAN DIAGNOSA TIGA INDERA DENGAN STRATEGI

FORWARD CHAINING MENGGUNAKAN ALGORITMA FUZZY

Ita Fitriati

STKIP Taman Siswa Bima

[email protected]

Abstrak

Sistem pakar merupakan sistem yang mempekerjakan pengetahuan manusia yang

ditangkap komputer untuk memecahkan suatu masalah yang biasanya membutuhkan

keahlian manusia.

Aplikasi ini menggunakan gabungan dua metode antara Forward Chaining dan

Metode Fuzzy. Metode Forward Chaining digunakan untuk menentukan rule

berdasarkan gejala kasus, sedangkan metode Fuzzy dipilih karena kemampuannya yang

memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat sehingga mampu mengetahui cara

memetakan permasalahan yang ambigu.

Hasil uji konsultasi dari sistem ini mampu menampilkan nama jenis penyakit

sebagai nilai hasil dari pemecahan masalah, serta mampu memberikan solusi

penyembuhan dari tiap-tiap penyakit.

Pada kasus yang diujikan pada satu orang pasien dengan memasukkan 7 gejala

menunjukan bahwa terdapat satu penyakit yang memiliki nilai kemungkinan paling

tinggi yaitu penyakit Jantung dengan 47,54%. Pengujian aplikasi yang dilakukan oleh

dua dokter pada 10 orang pasien didapatkan bahwa watu pemeriksaan dapat dipercepat

dengan rata-rata selisih waktu 82.22%.

Kata Kunci :Diagnosa, Forward Chaining, Algoritma Fuzzy

PENDAHULUAN

Berbagai macam metode penyembuhan Islami kini menjadi pilihan bagi pasien,

diantaranya adalah Bekam(Al-Hijamah) yaitu proses mengeluarkan darah kotor yang

tidak diperlukan oleh tubuh penyebab dari munculnya penyakit [15] [16]. Kemudian

metode lainnya adalah dengan mengkonsumsi beberapa obat herbal [9] yang berasal

dari tumbuh-tumbuhan alami yang mengandung khasiat untuk penyembuhan.

Kebanyakan di rumah sakit atau klinik-klinik herbal yang diminati oleh

masyarakat selalu dipenuhi oleh banyak pasien, seiring dengan banyaknya jenis

penyakit yang bermunculan dengan banyaknya jenis obat-obatan yang mengakibatkan

selalu terjadinya keterlambatan dalam pengambilan keputusan dalam menentukan jenis-

jenis obat serta urutan pengobatan untuk pasien sebagai solusinya, sehingga dianggap

perlu untuk merancang sebuah Klinik Penyembuhan Islami.

Pada beberapa klinik yang kami pilih untuk dijadikan lokasi penelitian

menunjukan bahwa klinik tersebut masih bersifat manual (belum komputerisasi) dan

belum ada suatu metode yang digunakan untuk menarik kesimpulan.

Selama ini tindakan yang diberikan kepada pasien hanya berdasar pada perkiraan

dokter untuk menarik kesimpulan atas semua kemungkinan penyakit yang diderita oleh

pasien. Semakin banyak gejala yang ditimbulkan maka semakin banyak pula muncul

prediksi-prediksi penyakit. Karena banyaknya prediksi pernyakit yang berbeda-beda

maka akan semakin banyak pula solusi penyembuhan yang dilakukan.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

56

Gambar 1. Alur kerja pengambilan keputusan (sebelumnya)

Dari gambar1 tampak bahwa seseorang yang memiliki 6 keluhan, memungkinkan

akan menyimpulkan 4 macam penyakit dan juga 4 model solusi penyembuhan, hal yang

membuat dokter bingung adalah menentukan bobot dari hasil penyimpulan penyakit

tersebut, sehingga sulit untuk memberikan solusi yang tepat pada pasien.

Beberapa yang dapat disimpulkan bahwa:

1. Setelah pasien melakukan konsultasi, dokter sulit menentukan bobot nilai penyakit

pada masing-masing pasien sehingga mengakibatkan penyamarataan pemberian

solusi pada masing-masing gejala.

2. Rata-rata dalam pengambilan keputusan tiap satu orang pasien adalah berlangsung

selama 30-60 menit.

3. Tidak ada tampilan hasil yang berikan oleh dokter untuk meyakinkan pasien.

1. Strategi Forward Chaining

Forward chaining [5],[6],[10],[11],[12],[14]adalah strategi penarikan

kesimpulan yang dimulai dari sejumlah fakta-fakta yang telah diketahui, untuk

mendapatkan suatu fakta baru dengan memakai rule-rule yang memiliki premis yang

cocok dengan fakta dan terus dilanjutkan sampai mendapatkan tujuan atau sampai

tidak ada rules yang punya premis yang cocok atau sampai mendapatkan fakta. [7]

Langkah dalam Algoritma Forward Chaining adalah: [17] Mengumpulkan

semua data informasi yang berkaitan dengan penelitian, diataranya data tentang jenis

penyakit, data gejala penyakit pada tiga indera dan data Langkah-langkah

penyembuhan pada masing-masing penyakit.

Tabel1. Jenis Penyakit Kode Jenis Penyakit

P1 Anemia

P2 Diabetes

P3 Ginjal

P4 Hipertensi

P5 Hipertiroid

P6 Kelebihan Toxin

P7 Kurang Keseimbangan

P8 Kolesterol tinggi

P9 Masalah Jantung

P10 Masalah Rahim

P11 Penyakit Kuning

P12 Rematik

P13 Sembelit

P14 Sifilis

P15 Sinusitis

P16 Stroke

P17 Maag

P18 Asam Urat

Gejala1

Gejala2

Gejala4

Gejala3

Penyakit1

Penyakit2

Penyakit3

Penyakit4

Gejala5

Gejala6

Solusi Penyembuhan A

Solusi Penyembuhan B

Solusi Penyembuhan C

Solusi Penyembuhan D

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

57

Data jenis penyakit ini adalah data yang diambil berdasarkan pengalaman

penyakit yang biasa disimpulkan dari hasil diagnosa lewat tiga indera, diantaranya

telapak tangan, lidah, dan mata. Lokasi penelitian bertempat di klinik Herbal &

Bekam Islamic Healt Care Center, dan ditunjang dari data peneletian pada Rumah

Bersalin dan Balai Pengobatan Wihdatul Ummah (RBBP) Bagian Poli Bekam,

Makassar. Waktu Pengambilan data berlangsung selama 7 bulan terhitung sejak

Januari 2013.

Tabel 2. Gejala pada Telapak Tangan Kode Gejala pada telapak tangan

T1 Kuku dan Telapak tangan terlihat sangat pucat

T2 Pembengkakan Tangan (pergelangan tangan) dibarengi dengan rasa gatal.

T3 Keringat berlebihan pada telapak tangan

T4 Pada bagian tapak tangan bagian ujung jari-jari terlihat berwarna lebih merah dari tapak

tangan.

T5 Kuku bergelombang

T6 Jari tengah abnormal (sebelah kiri bengkok ke kanan,sebelah kanan bengkok ke kiri)

T7 Ibu Jari Bengkok

T8 Jari Kelingking meruncing

T9 Telapak: terlihat garis2 berwarna lebih gelap

T10 Jari telunjuk Bengkok atau melengkung.

T11 Terlihat warna biru pada bagian paling bawah telapak tangan yang terletak dibawah

jempol.

T12 Pembengkakan pada pangkal Jari

T13 Penciutan pada pangkal Jari

T14 Ada kerutan Memanjang dari buku jari hingga buku jari kedua

T15 Ruas ujung jari-jari bengkok kedalam,

Tabel 3. Gejala pada Lidah Kode Gejala pada lidah

L1 Lidah Pucat

L2 Lidah tampak besar dan Tebal

L3 Lidah Kering

L4 Lidah Berparit

L5 Selaput lidah tebal, kuning bercampur hitam

L6 Pinggirnya tidak rata seolah-olah bekas tergigit.

L7 Lidah nampak agak melebar.

L8 Ujung lidah berwarna merah terang

L9 Selaput tebal ditengah Lidah

L10 Lidah berwarna kebiruan

L11 Lidah kaku tidak dapat dikeluarkan dari mulut

Tabel 4. Gejala pada Mata Kode Gejala pada mata

M1 Bentuk mata yang cenderung lebih cekung

M2 Kantung mata bagian dalam bawah akan tampak warna

merah agak keputihan

M3 Mata sering merasa perih dan berkunang-kunang

M4 Lensa mata cembung dan penglihatan kabur

M5 Katarak pada usia dini (dibawah usia 61 tahun).

M6 Kelopak mata menurun (bukan karena Usia).

M7 Bengkak disekeliling mata

M8 Timbul seperti cahaya cincin di sekitar kornea mata.

M9 Lingkaran putih disekeliling kornea pada usia muda.

M10 Bagian mata yang putih berubah jadi kuning.

M11 Mata merah dengan nyeri hebat.

M12 Ukuran pupil berbeda.

M13 Pendarahan pada retina

M14 Benjolan kecil terhadap kelopak mata

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

58

Data penyakit dan gejala yang ditampilkan ini bukanlah keseluruhan dari

semua data jenis penyakit dan gejala yang pernah ada, data ini merupakan data

sebagian besar yang didapatkan pada pasien-pasien yang pernah melakukan

konsultasi pada klinik tempat lokasi penelitian.

Gambar 2. Sample Dependency Diagram Penyakit

2. Perhitungan Certainty Factor

Certainty Factor (CF) [14] dari sebuah rule didapat dengan cara menghitung

probabilitas kemunculan fakta - fakta (premise values) pada semua rule yang

memiliki set hipotesa.

Dalam suatu pengukuran yang tidak pasti, dibutuhkan suatu certainty factor

yang menyatakan tingkat keyakinan sang pakar dalam suatu pernyataan [2]. CF

dinilai dengan angka dalam rentang 0 (tidak pasti) sampai 1 (pasti). Tabel kondisi

dan nilai CF dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 4. Tabel Kondisi dan Nilai CF Uncertain Term /Kondisi Tidak Pasti CF

Unknown / Tidak pasti 0 - 0.2

Maybe / Kemungkinan 0.4

Probably / Kemungkinan besar 0.6

Almost certainly / Hampir pasti 0.8

Definitely / Pasti 1.0

Untuk mendapatkan nilai CF ini adalah didapat dari hasil mewawancarai

dokter pakar. Penulis memberikan suatu nilai kondisi selanjutnya pakar yang akan

menentukan nilai bobot pada tiap tipa gejala yang telah diketahui berdasarkan

pengalaman dari penyakit dan gejala pasien-pasien sebelumnya.

Selanjutnya data tersebut dikelompokkan kedalam dependency diagram.

Gambar 3. Dependency Diagram Penyakit dengan nilai CF

T1

M

3

L1

P1

P4

L5

P9

P1

6

P8 T3

P5

T6

L8

0.8 T1

M3

L1

P1

P4

L5

P9

P16

P8 T3

P5

T6

L8

0.6

0.8

0.7

0.2

0.4

0.2

0.2

0.8

0.9

0.8

0.5

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

59

3. Fuzzy Expert Sistem

Suatu sistem pakar [3],[4],[5],[8],[13] yang menggunakan perhitungan fuzzy

dalam mengolah knowledge untuk menghasilkan premis dan konklusi, sehingga

menghasilkan informasi yang memiliki keakuratan kepada user.

Jenis Penyakit =jumlah CF tiap penyakit

Total Gejala x 100%

Pengujian kasus terhadap satu orang pasien mengeluhkan beberapa gejala,

diantaranya seperti terlihat pada tabel 5.

Tabel5. Keluhan Pasien Kode Gejala pada pasien

T3 Keringat berlebihan pada telapak tangan

T5 Kuku bergelombang

T6 Jari tengah abnormal (sebelah kiri bengkok ke kanan,sebelah kanan bengkok ke kiri)

L8 Ujung lidah berwarna merah terang

L9 Selaput tebal ditengah Lidah

M8 Timbul seperti cahaya cincin di sekitar kornea mata.

M9 Lingkaran putih disekeliling kornea pada usia muda.

Dari beberapa gejala yang telah disebutkan diatas maka disimpulkan bahwa

ada 5 jenis penyakit yang berkemungkinan dihasilkan, seperti terlihat pada tabel 6.

Tabel6. Penyakit Pasien Kode Prediksi penyakit pada pasien

P4 Hipertensi

P5 Hipertiroid

P8 Kolesterol Tinggi

P9 Masalah Jantung

P16 Stroke

Dari tabel tersebut maka dapat dilihat pada dependency diagram berikut:

Gambar 4. Diagram Konsultasi Pasien

Diagram Pemeriksaan Pasientersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk

fuzzy set untuk masing-masing penyakit sebagai berikut :

P4 = {0.2/L9}

P5 = {0.8/T3}

P8 = {0.4/L9 , 0.2/L8 , 0.8/M8 , 0.6/M9}

P9 = {0.9/T3 , 0.8/T5 , 0.8/T6 , 0.4/L9}

P16 = {0.2/L9}

T3

T5

T6

P9

0.9

P5

0.8

L9

P16

P4

P8

M8

M9

L8

0.8

0.8

0.4 0.2

0.2

0.4

0.2

0.8

0.6

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

60

Berdasarkan banyak gejala yang dimasukkan maka nilai total CF Gejala adalah

Total CF Gejala = 0.9 + 0.8 + 0.8 + 0.8 + 0.4 + 0.2 + 0.2 + 0.4 + 0.2 + 0.8 + 0.6

= 6.1

Selanjutnya adalah menghitung nilai persentasi pada masing-masing penyakit

yang telah diketahui.

Contoh perhitungan Persentase P9 (Masalah Jantung)

Jenis Penyakit =jumlah CF tiap penyakit

Total Gejala x 100%

P9 (Masalah Jantung) = 0.9 + 0.8 + 0.8 + 0.4

6.1 x 100%

P9 (Masalah Jantung) =2.9

6.1𝑥 100%

P9 (Masalah Jantung) = 47.54 % Tabel 7. Hasil diagnose Penyakit Pasien

Kode Jenis Penyakit Persentasi

P4 Hipertensi 3.28 %

P5 Hipertiroid 13.11 %

P8 Kolesterol Tinggi 32.79 %

P9 Masalah Jantung 47.54 %

P16 Stroke 3.28 %

Dari kasus ini tampak bahwa diagnosa penyakit yang dihasilkan adalah

berkemungkinan ada 5 jenis penyakit diantaranya: Hipertensi, Hipertiroid, Kolesterol

tinggi, Maslaha Jantung, dan Stroke. Dan dihasilkan satu jenis penyakit yang

nilainya lebih dominan adalah ada pada penyakit Jantung dengan 47,54 % dari

seluruh gejala yang diinput.

Dengan hasil tersebut maka selanjutnya akan diberikan solusi penyembuhan

berdasarkan penyakit yang memiliki presentase terbesar.

Rekayasa Perangkat Lunak

Gambar 6. Use Case Perancangan Sistem

Hipertensi3%

Hipertiroid13%

Koletrerol Tinggi33%

Masalah Jantung

48%

Stroke3%

Gambar5.Hasil Konsultasi

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

61

Pada perancangan sistem yang dibuat ada 3 aktor yang memiliki fungsi kerja

masing-masing.

a. Dokter Pakar, bertindak sebagai dokter pakar yang menginput semua data nama

penyakit, jenis penyakit, gejala penyakit, langkah pengobatan, serta memberikan

nilai bobot Certainty Factor pada masing-masing gejala.

b. Dokter, memilih data-data yang ada pada sistem ehingga dengan ini bisa

dilakukan perhitungan untuk mendapatkan satu hasil pada seorang pasien.

c. Sistem, sebagai tempat menampung semua informasi data dan tempat pengolahan

data sehingga menghasilkan suatu hasil dari proses algoritma Forward chaining

dan Fuzzy Logic.

Gambar 7. Diagram Activity

Alur kerja yang diawali oleh Dokter Pakar yang menginput data identitas

dokter, berupa: nama lengkap dokter, alamat, email, dan Password. Kemudian

Dokter Pakar memasukan semua data sebagai knowledge base. Dokter melakukan

konsultasi terhadap sistem berdasarkan keluhan pasien. Sistem mengolah data

inputan konsultasi dengan menggunakan strategi Forward Chaining dan

Algoritma Fuzzy sehingga mampu memberikan hasil dalam bentuk persentasi

jenis penyakit.

Gambar 8. Class Diagram Sistem

SISTEMSISTEMPAKAR

Pilihan

Registrasi Login

Pilihan

RegistrasiLogin

Penyakit

Simpan Data

Gejala Pengobatan

Gejala Penyakit Konsultasi Penyakit

Forware Chaining

Fuzzy

Jenis Penyakit Dan Pengobatan

Pakar

Nama

User

Password

Login()

Penyakit

Kd Penyakit

Nama Penyakit

Jenis

Ket

Gejala

Kd Gejala

Gejala/nama

Pancaindra

Tsakit

Kd.Gejala **

Kd.Penyakit **

Persentasi

Ket

Pasien

Kd.Pasien *

Nama

Password

Tlp

Penyakit1

per1

Penyakit2

per2

Penyakit3

Per3

Tgl_awal

Tgl_berikut

Ketkonsul

Kd.Pasien **

Kd.gejala **

Pencarian penyakit()

Penentuan Penyakit()

Pengobatan

Kd.Penyakit *

pengobatan

foto

Keterangan

Langka2

Pengobatan()

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

62

Sistem ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP [1]

dengan bantuan mySQL dengan Apache Server.

4. Uji Aplikasi

Pengujian aplikasi ini dilakukan pada beberapa lokasi klinik yang

memungkinkan untuk mendapatkan pasien. Pasien dipilih dari yang berumur 15

tahun sampai dengan 75 tahun.

Data yang dimasukkan hanya berupa keluhan yang sesuai pada objek

penelitian, yaitu mengambil data keluhan pada 3 indera. Waktu ditentukan dari

pemeriksaan diagonsa hingga ditentukan kesimpulan untuk solusi penyembuhan.

Tabel8. Pengujian Optimalisasi Akurasi Diagnosa

No (pasien) Keluhan

Akurasi Hasil

Manual Sistem Menurut

Pakar

Sistem Menurut

Dokter

1 T3,

T5,

T6,

L8,

L9

M8,

M9

P9 = 6

P8 = 3

P6 = 1

P5 = 1

P4 = 1

P16 = 1

P9 = 46,67 %

P8 = 22,657%

P6 = 13,33 %

P5 = 12 %

P4 = 2,67%

P16 = 2,67 %

P9 = 50 %

P8 = 10%

P5 = 10%

P6 = 22,5%

P4 = 5 %

P16 = 2,5 %

2 T12, T15, M14 P18 = 3 P18 = 100% P18 = 100%

3 T7, T8, P10 = 2 P10 = 100% P10 = 100%

4 T11,

L9,

M3

P1= 1

P6 =1

P4= 2

P15= 1

P8 = 1

P9 = 1

P16 = 1

P1= 24,39 %

P6 =24,39 %

P4= 17,07%

P15= 12,2%

P8 = 12.2%

P9 = 4.88 %

P16 = 4,88 %

P1= 34,78%

P6 =17,39 %

P4= 26,09%

P15= 4,35%

P8 = 4,35%

P9 = 8,7 %

P16 = 4,35%

5 T11,

L9,

P8 = 1

P15 = 1

P8 = 1

P9 = 1

P4 = 1

P16 = 1

P8 = 38,46%

P15 = 19,23%

P8 = 19,23%

P9 = 7,69%

P4 = 7,69%

P16 = 7,69 %

P8 = 42,86%

P15 = 9 .09%

P8 = 9.09%

P9 = 18,18%

P4 = 18,18%

P16 = 9,09%

6 T6,

T11,

L9,

M3

P1 = 1

P6 = 1

P9 = 2

P4 = 2

P15 = 1

P8 = 1

P16 = 1

P1 = 21.74%

P6 = 21.74%

P9 = 15,22%

P4 = 15,22%

P15 = 10.87%

P8 = 10,87%

P16 = 4,35%

P1 = 33,33%

P6 = 16,67%

P9 = 12,5%

P4 = 25%

P15 = 4,17%

P8 = 4,17%

P16 = 4,17%

7 T4,

L9,

M9,

M10

P8 = 3

P6 = 1

P11= 1

P9 = 1

P4 = 1

P16 = 1

P8 = 46,94%

P6 = 20,41%

P11= 20,41%

P9 = 4,08%

P4 = 4,08%

P16 = 4,08%

P8 = 13,64%

P6 = 18,18%

P11=45,45%

P9 = 9,09%

P4 = 9,09%

P16 = 4,55%

8 T12, T15, M14 P18 = 3 P18 = 100% P18 = 100%

9 T12, T15, M14 P18 = 3 P18 = 100% P18 = 100%

10 L4,

L5

P6 = 2

P8 = 1

P9= 1

P4 = 1

P3 = 1

P16 = 1

P6 = 60,61%

P8 = 15,15%

P9= 6,06%

P4 = 6,06%

P3 = 6,06%

P16 = 6,06%

P6 = 42,86%

P8 = 7,14%

P9= 14,29%

P4 = 14,29%

P3 = 14,29%

P16 = 7,14%

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

63

Pada pemeriksaan Manual menunjukan akurasi penyakit yang diurut

berdasarkan banyaknya quantity gejala, karena setiap gejala menunjukan nilai bobot

satu. Sedangkan pada pemeriksaan Sistem akurasi diurut berdasarkan kemungkinan

penyakit yang memiliki persentasi yang paling besar. Sistem Menurut pakar adalah

pemriksaan dengan mengambil nilai CF dari pakar, sedangkan Sistem menurut

Dokter adalah pemeriksaan dengan mengambil nilai CF dari Dokter umum.

Pada pemeriksaan 10 orang pasien yang dilakukan oleh dua orang dokter maka

dapat dilihat bahwa menggunakan sistem aplikasi ini mampu memudahkan dokter

untuk memberikan akurasi jawaban, yang sebelumnya pemeriksaan manual

diprediksi berdasarkan gejala yang paling banyak memungkinkan diagnosa penyakit.

Tabel9. Pengujian Optimalisasi Waktu Diagnosa No

(pasien)

Waktu Diagnosa (menit)

Manual Sistem Selisih

1 60 10 50 (83%)

2 20 3 17 (85%)

3 10 2 8 (80%)

4 15 3 12 (80%)

5 14 3 11 (78%)

6 18 3 15 (83%)

7 30 4 26 (86%)

8 20 3 17 (85%)

9 17 3 14 (82%)

10 10 2 8 (80%)

Pada pengujian manual dan Sistem terlihat perbedaan selisih waktu, rata-rata

selisih waktu pada tiap konsultasi per satu orang pasien adalah 82.2 %.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana yang telah diuraikan dapat

disimpulkan bahwa:

1. Menggunakan beberapa metode Forward Chaining dan algoritma fuzzy sistem ini

meungkinkan dapat memberikan hasil kesimpulan yang lebih cepat dan lebih

akurat.

2. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pakar ini mampu membantu

dokter dalam memberikan diagnosa hasil penyakit.

3. Rata-rata selisih waktu pada tiap konsultasi per satu orang pasien adalah 82.2 %.

Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, maka disarankan kepada peneliti

selanjutnya untuk menggunakan aplikasi ini sebagai bahan acuan untuk

mengembangkan dan membangun aplikasi untuk informasi klinis dengan

menggunakan metode dan algoritma yang lebih baik. Selanjutnya diharapkan mampu

mengembangkan sistem dengan memadukannya dengan alat-alat pendeteksi pada

tiap-tiap indera (mata, telapak tangan, dan lidah) sehingga siapapun bisa mengerti

dan paham dalam penggunaannya dan mampu mendeteksi sendiri penyakit yang

diderita.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir, 2008, Dasar Pemrograman Web Dinamis menggunakan PHP, Penerbit

ANDI : Yogyakarta.

Anita Desiani and Muhammad Arhami, 2006, Konsep Kecerdasan Buatan, Penerbit

ANDI : Yogyakarta.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

64

Armadyah Amborowati, Membangun Sistem Untuk Membantu Diagnosa Penyakit

Dalam Pada Manusia Dengan Solusi Penggunaan Herbal Sebagai Obat,

Yogyakarta.

Buckland, Mat. 2005. Programming game AI. Los Rios Boulevard Plano, Wordware

Publishing : Texas.

Budhi, Gregorius S. dan Rolly Intan. Proposal Penerapan Probabilitas Penggunaan

Fakta Guna Menentukan Certainty Factor Sebuah Rule Pada Rule Base Expert

System. Prosiding Sem Nas The Application of Technology Toward a Better Life

2005 buku 6. , Desember 2005.

Budi Santosa, 2007, Data Mining Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis

Teori dan Aplikasi, Graha Ilmu : Yogyakarta.

Budi Santosa, 2007, Data Mining Terapan dengan MATLAB, Graha Ilmu : Yogyakarta.

Durkin, John. 1994. Expert Systems Design andDevelopment. Prentice Hall.

FX Lanjar P, 2010, Sembuh Total denga Obat Herbal, Madhara Pustaka : Yogyakarta.

Gregorius S. Budhi, Alexander Setiawan, and Henry Octaviano, Prototipe Sistem Pakar

Untuk Mendeteksi Penyakit Umum Menggunakan Gabungan MetodeFuzzy Dan

Non-Fuzzy, Surabaya.

Ian Sommerville, 2003, Software Enggineering, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Roger S. Pressman, Ph.D, 2002, Rekayasa Perangkat Lunak, Penerbit ANDI,

Yogyakarta.

Sri Kusumadewi, Penentuan Tingkat Resiko Penyakit Menggunakan TsukamotoFuzzy

Inference System, Yogyakarta.

Sutojo T, Edy Mulyanto, 2011, Kecerdasan Buatan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.

Syihaab Al-Badrii Yaasiin, 2011, Bekam Sunnah Nabi dan Mukjizat Medis, Al-Qowam

: Solo.

Wadda’ A. Umar, 2012, Sembuh dengan Satu Titik, Al-Qowam : Solo.

Yunanto Wawan, 2007, Algoritma Backward Chaining pada Rule-Based Expert

System.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

65

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD-PS DENGAN

TIPE JIGSAW-PS DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR, KEMAMPUAN

INTERPERSONAL DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

Muhammad Yusuf

Guru SMA Negeri 1 Monta Kecamatan Monta Kabupaten Bima NTB

Email: [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: 1) mengetahui keefektifan

pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui problem solving (STAD-PS) dan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw melalui problem solving (Jigsaw-PS) masing-masing

ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi belajar siswa dan

2) membandingkan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dengan tipe Jigsaw-

PSditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi belajar siswa.

Penelitian ini termasuk penelitian experimen semu dengan subjek penelitian

siswa kelas X SMA Negeri 1 Monta, dengan sampel sebanyak 2 kelas, yaitu kelas X E

sebanyak 32 orang sebagai kelompok STAD-PS dan kelas X F sebanyak 32 orang

sebagai kelompok Jigsaw-PS. Alat ukur penelitian berupa soal tes dan kuesioner yang

sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Teknik analisis yang digunakan adalah uji

keefektifan menggunakan one sample t-test dan uji beda menggunakan uji two group

Manova dan uji lanjut menggunakan independent samples test.

Hasil uji keefektifan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS

dan tipe Jigsaw-PS masing-masing efektif ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan

interpersonal dan prestasi belajar siswa. Sedangkan hasil uji beda pada kelompok STAD-

PS dan kelompokJigsaw-PSmenunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada skor

pretestt dan hasil uji beda kelompok STAD-PS dan kelompok Jigsaw-PS menunjukkan

terdapat perbedaan yang signifikan pada skor posttest. Kemudian hasil uji lanjut

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS sama-

sama unggul ditinjau dari motivasi belajar dan prestasi belajar, sedangkan pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw-PS lebih unggul dibandingkan dengan tipe STAD-PS ditinjau dari

kemampuan interpersonal.

Kata kunci: STAD-PS, Jigsaw-PS, motivasi belajar, kemampuan interpersonal,

prestasi belajar

PENDAHULUAN

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal

1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

menumbuhkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada Bab IV Pasal 19

ayat (1) tentang Standar Proses menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap

satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan,

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

66

menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,

minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Dengan adanya rumusan rumusan standar proses pembelajaran matematika,

sekolah-sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas terus berupaya

untuk meningkatkan kualitas proses pembelajarannya. Kualitas pembelajaran dapat

diukur dengan berbagai macam aspek, di antaranya sejauh mana meningkatnya

motivasi belajar siswa, tumbuhnya kemampuan interaksi antar siswa, dan

meningkatnya prestasi belajar siswa.

Motivasi belajar dalam penelitian ini adalah motivasi instrinsik yang berkaitan

dengan keuletan (Wheeler, 2005: 44), ketekunan (Hook & Vass, 2001:65 dan Wheeler,

2005: 44), kemandirian (Schunk, Pintrich, & Meece, 2010:236), optimisme (Wheeler,

2005: 44), konsistensi (Ormrod, 2003: 368), kesenangan (Santrock, 2011: 441), minat

(Brophy, 2004: 4), inisiatif (Danielson, 2002: 25), dan komitmen (Cohen & Swerdlik,

2005: 550) siswa, baik dalam menghadapi tugas-tugas mandiri pembelajaran

matematika, menghadapi tugas atau latihan di kelas, dan menghadapi ulangan.

Selanjutnya, aspek kemampuan interaksi antar siswa dalam arti kemampuan

interpersonal siswa (interpersonal skills) yaitu kemampuan siswa yang berkaitan

dengan aspek-aspek antara lain toleran dengan keberagaman (Hayes, 2002 dan Gillies,

2007: 41), kerja sama (Koenig, 2011: 2 dan Barron & Barron, 2009: 4), empati

terhadap orang lain (Koenig, 2011: 2) dan Sufiana, 2012: 517), komunikasi yang baik

(Barron & Barron, 2009: 4), mendengarkan secara aktif (Gillies, 2007: 41),

memotivasi diri dan orang lain (Barron & Barron, 2009: 4), bertanggung jawab

(Gillies, 2007: 41), dan menyelesaikan masalah/konflik (Barron & Barron, 2009: 4 dan

Gillies, 2007: 41), sehingga dapat memperoleh hasil terbaik dan mencapai tujuan

dalam pembelajaran matematika. Sedangkan aspek prestasi belajar berkaitan dengan

skor yang dicapai siswa dalam bentuk tes pada aspek kognitif setelah mengikuti

kegiatan pembelajaran. Tes prestasi belajar dapat digunakan untuk mengukur

keberhasilan siswa dalam suatu mata pelajaran tertentu atau topik pelajaran tertentu

(Muijs & Reynolds, 2005: 232) dan hasil tes prestasi belajar dapat digunakan untuk

mengukur keefektifan pembelajaran (Ebel & Frisbie, 1991: 19).

Ketiga aspek yang disebutkan di atas menjadi bagian penting yang perlu

diperhatikan karena dapat menjadi bagian dari indikator efektif dan tidaknya suatu

pembelajaran. Hal ini seperti diungkapkan oleh Kyriacou (2009: 9) bahwa di antara

kriteria efektifnya suatu pembelajaran antara lain ditandai dengan adanya peningkatan

motivasi, peningkatan pengembangan sosial, serta peningkatan pengetahuan dan

keterampilan. Ketiga aspek tersebut diharapkan tumbuh dan meningkat pada diri siswa

mengikuti pembelajaran matematika, yakni pembelajaran yang dirancang dengan

menggunakan model-model pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik topik

pelajaran dan karakteristik siswa.

Kenyataan di lapangan khususnya dalam pembelajaran matematika, efektivitas

pembelajaran dilihat dari aspek motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan

prestasi belajar siswa masih perlu mendapat perhatian. Beberapa hasil temuan di kelas

di antaranya: salah satu metode pembelajaran yang digunakan oleh guru mata

pelajaran matematika di kelas X saat mengajar di kelas adalah terkadang menggunakan

metode diskusi, tetapi yang sering dilakukan adalah metode ceramah, kemudian

dilanjutkan dengan mencatat dan latihan soal-soal yang sudah disediakan. Metode yang

dilakukan oleh guru tersebut terdapat beberapa kelebihan seperti: topik pelajaran dapat

diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, siswa

mempunyai catatan yang dapat digunakan untuk belajar sendiri, tidak ada

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

67

ketergantungan antar siswa, guru memberikan waktu untuk siswa bertanya secara

langsung dan guru menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh siswa, kemudian guru

akan memberikan nilai khusus bagi siswa yang aktif. Tetapi menurut Williams &

Williams (2010: 11) menganggap belum mencerminkan penggunaan metode yang tepat

dalam pembelajaran atau belum memaksimalkan penggunaan metode pembelajaran.

Di sisi lain, penggunaan metode ceramah disertai mencatat dan dilanjutkan

dengan latihan terlihat masih berlangsung satu arah, karena kegiatan pembelajaran

terpusat pada guru. Di antara hal yang dilakukan oleh guru adalah menjelaskan topik

pelajaran sedangkan siswa mendengarkan, mencatat, dan selanjutnya mengerjakan

soal-soal latihan yang sudah disiapkan oleh guru atau dari buku pelajaran. Dengan

metode tersebut, siswa yang belum memahami dengan baik topik tersebut kurang

terdeteksi dengan baik oleh guru. Keadaan lain terpantau, siswa kurang diberi

kesempatan untuk bertanya dan berinteraksi, dan ketika diberi kesempatan untuk

bertanya hanya sedikit siswa yang melakukannya. Hal ini terjadi disebabkan siswa

takut atau bingung mengenai apa yang mau ditanyakan. Selain itu, siswa kurang

terlatih dalam mengembangkan ide-idenya dalam menyelesaikan masalah. Persoalan-

persoalan sebagaimana tersebut di atas menurut penulis perlu menjadi perhatian oleh

guru, jika dibiarkan diduga akan mempengaruhi efektivitas pembelajaran matematika.

Padahal efektivitas pembelajaran tersebut diharapkan dapat menumbuhkan motivasi

belajar siswa, mengembangkan kemampuan interpersonal siswa, dan meningkatnya

prestasi belajar siswa.

Memperhatikan permasalahan tersebut diperlukan adanya terobosan model

pembelajaran yang dianggap mampu meningkatkan motivasi belajar, mengembangkan

kemampuan interpersonal, dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal tersebut hanya

dapat dilakukan oleh guru-guru yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang

kreatif dan menyenangkan bagi siswa. Untuk itu, guru perlu melakukan berbagai cara

dalam rangka membangkitkan motivasi belajar, mengembangkan kemampuan

interpersonal, dan meningkatkan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran yang

kreatif dan menyenangkan. Seorang guru tidak cukup hanya mengandalkan kesadaran

dari diri siswa itu sendiri dengan bertujuan untuk membantu siswa dalam pencapaian

tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Akan tetapi, untuk menumbuhkan dan

meningkatkan motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar

matematika siswa perlu ada model pembelajaran yang dipilih sebagai salah satu

alternatif.

Model pembelajaran yang dapat dipilih sebagai alternatif dalam penelitian ini

yang diduga mampu menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar, kemampuan

interpersonal, dan prestasi belajar matematika siswa adalah pembelajaran kooperatif.

Menurut Killen (2009: 216) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang

efektif untuk membantu pencapaian siswa dalam arti luas baik secara akademis

maupun sosial, termasuk pencapaian prestasi, peningkatan keyakinan diri,

meningkatkan hubungan yang baik siswa dengan siswa lain, peningkatan kemampuan

mengatur waktu dan sikap positif terhadap sekolah. Pembelajaran kooperatif

merupakan pembelajaran yang dirancang dengan sejumlah siswa sebagai anggota

kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam penyelesaiaan tugas

kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling kerja sama dan saling

membantu untuk memahami topik pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar

dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai topik

pelajaran.

Beberapa penelitian mengungkap keuntungan dari penggunaan pembelajaran

kooperatif di kelas. APA (Killen, 2006: 216) menegaskan bahwa pembelajaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

68

kooperatif juga mampu meningkatkan motivasi dan prestasi. Kemudian Nebesniak

(2007: 7) dan Booysen & Grosser (2008: 377) mengungkapkan bahwa pembelajaran

koperatif juga mampu mengembangkan keterampilan sosial. Hal senada juga

disampaikan oleh Whicker, et al. (Johnsen, 2009: 7) bahwa pembelajaran kooperatif

mampu menciptakan hubungan sosial yang positif antar siswa. Selanjutnya, Johnsen

(2009: 17) dan Effandi, Lu, & Yusoff (2010: 275) menyimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif juga mampu meningkatkan prestasi siswa.

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dihadapkan dengan tugas-tugas yang

harus diselesaikan secara berkelompok. Salah satu pendekatan yang dapat dipadukan

dengan pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran problem solving.

Gillies (2007: 1) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif telah berhasil digunakan

untuk meningkatkan prestasi membaca dan menulis antara siswa sekolah menengah

pertama, serta meningkatkan pemahaman di sekolah menengah atas kelas sains, dan

pemecahan masalah dalam matematika. Selanjutnya, menurut Bell (1978: 311) bahwa

problem solving dapat membantu siswa belajar tentang fakta matematika,

keterampilan, konsep, dan prinsip-prinsip dengan menggambarkan aplikasi dari objek

matematika dan saling keterkaitan antara objek yang lain. Lebih lanjut Bell (1978: 311)

mengemukakan bahwa matematika dan problem solving tidak dapat dipisahkan karena

problem solving adalah proses yang paling mendasar dalam matematika dan (NCTM,

2000: 341) menyatakan bahwa problem solving adalah inti dari matematika.

Selanjutnya menurut Holmes (NCTM, 2000: 341) bahwa sukses problem solving

berarti sukses pada matematika sebagai isi dan strategi dalam penyelesaian masalah.

Cai & Lester (2010: 4) menyimpulkan bahwa kesuksesan siswa dalam problem solving

berkaitan dengan kemampuan penyelesaian masalah sehingga perlu diberikan program

problem solving dalam pembelajaran matematika. Pernyataan-pernyataan tesebut

memandu guru agar mampu merancang sebuah pendekatan yang menuntun siswa

untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan atau pendekatan pembelajaran

problem solving dalam pembelajaran matematika.

Pendekatan pembelajaran problem solving dalam penelitian ini adalah

pembelajaran tentang problem solving. Pembalajaran problem solving yang dimaksud

adalah pembelajaran secara umum, di mana siswa belajar matematika melalui konteks,

masalah, situasi, dan model riil. Dalam penyelesaikan permasalahan matematika siswa

menggunakan melalui tahapan-tahapan penyelesaian yang telah ditentukan, yaitu

memahami masalah, merancang penyelesaian, membuat model, melakukan

perhitungan berdasarkan rancangan penyelesaian, kemudian menyimpulkan.

Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam tipe, tipe-tipe

pembelajaran kooperatif tersebut antara lain Student Teams Achievement Divisions

(STAD), Jigsaw, Group Invertigation, Structural Approach. Tipe pembelajaran

kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Student Teams-Achievement

Divisions (STAD) dan tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe Jigsaw

masing-masing melalui problem solving (STAD-PS dan Jigsaw-PS) diduga cocok

untuk meningkatkan motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar

karena dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan prestasi

belajar siswa, motivasi, dan meningkatkan hubungan antar anggota grup dari berbagai

macam kultur dan tipe Jigsaw cocok untuk problem solving (menyelesaikan

permasalahan) pada macam-macam topik pelajaran dan kelas yang dinamis (Cohen,

Brody, & Shevin, 2004: 87).

Berdasarkan uraian di atas, matematika dan problem solving tidak dapat

dipisahkan, pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui problem solving (STAD-PS)

dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw melalui problem solving (Jigsaw-PS) diduga

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

69

mampu mengkondisikan siswa untuk sukses bersama dan bekerja bersama dalam

menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika. Oleh karena itu, pembelajaran

kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS diharapkan efektif bisa menjadi alternatif

untuk meningkatkan motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar

siswa.

Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS, selain siswa mempunyai

kemampuan kerja sama tim dalam kelompok untuk menyelesaikan permasalahan

matematika yang diberikan, tanpa ada persaingan, mereka juga dituntut harus mampu

memahami materi secara keseluruhan. Dengan cara tersebut, siswa dapat terlibat secara

proaktif dalam pembelajaran dan siswa akan terlatih menemukan keterkaitan konsep-

konsep pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Selanjutnya, melalui pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw-PS, selain siswa mempunyai kemampuan kerja sama tim dalam

kelompok, mereka juga dituntut untuk memahami spesialisasi tugas/suatu materi yang

berbeda-beda dalam memecahkan suatu permasalahan dengan berdiskusi dalam

kelompok ahli dan dituntut harus mampu memahami materi secara keseluruhan serta

menyampaikan suatu materi/permasalahan hasil diskusi kelompok ahli pada teman-

teman anggota kelompok asalnya. Dengan cara tersebut, siswa dapat terlibat secara

proaktif dalam pembelajaran dan akan terlatih menemukan konsep-konsep pengetahuan

bermakna dalam ingatan.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, pembelajaran kooperatif tipe STAD-

PS dan tipe Jigsaw-PS dipilih sebagai alternatif model pembelajaran. Menurut Arends

(2001: 327), secara umum tipe STAD dan tipe Jigsaw mempunyai kesamaan dilihat

dari tujuan kognitif, tujuan sosial, struktur kelompok, pemilihan topik pelajaran,

asesmen, dan rekognisi. Oleh karena demikian, kedua model pembelajaran tersebut

perlu dikaji perbandingannya jika digunakan dalam pembelajaran matematika pada

topik trigonometri ditinjau dari aspek beberapa aspek antara lain motivasi belajar,

kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar matematika siswa. Sehingga dalam hal

ini penulis meneliti “perbandingan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS

dengan tipe Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan

prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA”.

Mengacu pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat

diidentifikasi beberapa permasalah sebagai berikut: (1) guru menerapkan metode

ekspositori tanpa banyak memperhatikan kemungkinan penerapan metode lain, (2)

pembelajaran masih terpusat pada guru sehingga kurang menumbuhkan motivasi

belajar dan kemampuan interpersonal siswa, (3) motivasi siswa dalam pembelajaran

matematika masih rendah, (4) kemampuan interpersonal siswa dalam pembelajaran

matematika masih rendah, (5) prestasi belajar siswa untuk topik trigonometri masih

rendah, dan (6) siswa masih sulit menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan

pemecahan masalah untuk topik trigonometri.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keefektifan pembelajaran kooperatif tipe

STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS masing-masing ditinjau dari motivasi belajar,

kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar dan membandingkan keefektifan

pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS

ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar

matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Monta.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun praktis. Secara

teoretis, hasil penelitian ini dapat membantu menambah khasanah ilmu pengetahuan

yang terkait dengan model pembelajaran matematika. Secara praktis, hasil penelitian

ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan khususnya bagi guru matematika di

SMA dalam mencari alternatif model pembelajaran untuk menciptakan situasi yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

70

kondusif dalam proses pembelajaran khususnya topik trigonometri, sehingga dapat

meningkatkan mutu pendidikan khususnya pendidikan matematika. Di samping itu

juga, dapat digunakan sebagai landasan bagi praktisi pendidikan dalam

mengembangkan model pembelajaran matematika yang menarik.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Adapun desain penelitian

menggunakan nonequivalent group with pretest and posttest. Kedua kelas eksperimen

tersebut diberikan pretest dan posttest dengan angket yang sama dan soal-soal tes yang

setara.

Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Monta yang

berlokasi di Jl. Lintas Parado Tangga Monta Kabupaten Bima. Penelitian ini

dilaksanakan pada semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 dimulai sejak tanggal 16

Februari 2015 sampai dengan tanggal 3 April 2015.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Monta

tahun pelajaran 2014/2015. Populasi terdiri dari tujuh kelas dengan asumsi kelas-kelas

tersebut homogen. Sesuai dengan rencana penelitian, dari tujuh kelas yang ada diambil

dua kelas secara acak (dengan cara diundi) sebagai sampel dan terpilih kelas XE dan

XF. Selanjutnya, dua kelas yang terpilih tersebut dilakukan pengundian untuk

menentukan kelas perlakuan. Hasil pengundian adalah kelas XE dengan jumlah siswa

32 siswa terpilih pertama sebagai kelas perlakuan menggunakan pembelajaran

kooperatiftipe STAD-PS dan kelas XF dengan jumlah siswa 32 siswa terpilih kedua

sebagai kelas perlakuan menggunakan pembelajaran kooperatiftipe Jigsaw-PS.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Instrumen non tes dan

instrumen tes. Instrumen non tes dalam penelitian ini terdiri dari angket motivasi belajar

dan angket kemampuan interpersonal masing-masing terdiri dari 30 item pernyataan.

Sedangkan instrumen tes berupa tes tertulis sebanyak 5 soal. Gambaran hasil pretest dan

posttest kelas STAD-PS dan Jigsaw-PS dipaparkan dalam bentuk statistik deskriptif

berupa rata-rata, nilai maksimum ideal, nilai minimum ideal, nilai tertinggi, nilai terendah

dan standar deviasi.

Data Hasil Penelitian

Tabel 1. Deskripsi Data Motivasi Belajar

Deskripsi Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS

Sebelum Setelah Sebelum Setelah

Rata-Rata 98,69 112,38 99,97 112,59

Nilai maksimum ideal 150 150 150 150

Nilai minimum ideal 30 30 30 30

Nilai maksimum 120 131 120 133

Nilai minimum 84 97 75 90

Standar deviasi 10,26 9,62 10,64 10,01

Tabel 2. Deskripsi Data Kemampuan Interpersonal

Deskripsi Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS

Sebelum Setelah Sebelum Setelah

Rata-Rata 107,16 120,59 108,28 127,06

Nilai maksimum ideal 150 150 150 150

Nilai minimum ideal 30 30 30 30

Nilai maksimum 128 143 128 145

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

71

Nilai minimum 88 103 79 96

Standar deviasi 11,52 11,57 12,29 10,81

Tabel 3. Deskripsi Data Tes Prestasi Belajar

Deskripsi Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS

Sebelum Setelah Sebelum Setelah

Rata-Rata 20,90 74,08 20,51 77,66

Nilai maksimum ideal 100 100 100 100

Nilai minimum ideal 0 0 0 0

Nilai maksimum 35,00 86,25 36,25 90,00

Nilai minimum 5,00 57,50 5,00 60,00

Standar deviasi 7,67 7,66 8,33 8,02

Ketuntasan 0,00% 84,38% 0,00% 81,25%

Teknis Analisis Data

Uji Asumsi

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji one sample t-

test dan uji two-group MANOVA. Analisis data menggunakan uji one sample t-test

untuk mengetahui efektif tidaknya pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe

Jigsaw-PS pada masing-masing variabel motivasi belajar, kemampuan interpersonal,

dan prestasi belajar. Sedangkan analisis data menggunakan uji two-group MANOVA

untuk menguji perbedaan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS

dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi

belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar. Data yang dianalisis diperoleh

dari skor angket motivasi belajar, skor angket kemampuan interpersonal, dan skor hasil

tes prestasi belajar setelah perlakuan. Asumsi yang harus dipenuhi sebelum melakukan

analisis dengan uji one sample t-tes dan uji two-group MANOVA adalah asumsi

normalitas dan homogenitas.

1) Uji Noralitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui populasi penelitian berdistribusi

normal atau tidak. Hal in penting karena jawaban siswa sebagai subjek penelitian

dapat diproyeksikan sebagai jawaban yang mewakili seluruh populasi, apabila

ternyata data tidak berdistribusi normal, maka pada kelompok data tersebut tidak

dapat dilakukan uji hipotesis dengan statistik parametrik. Uji normalitas

menggunakan uji prasyarat multivariate dan univariate. Untuk menguji normal

univariat menggunakanuji Kolmonogorov-Smirnov, dengan kriteria jika nilai

signifikansinya lebih besar dari 0,05, maka data tersebut berdistribusi normal.

Sedangkan untuk memeriksa pemenuhan asumsi kenormalan multivariate adalah

dengan menggunakan kriteria2 . Kriteria yang harus dipenuhi adalah jika sekitar

50% dari sampel terletak pada 2

id <2

)(5.0 p . Dalam penelitian ini pengujian normalitas

dilakukan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal

jika signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05. Hasil uji normalitas univariate dan

multivariate untuk data sebelum dan setelah perlakuan disajikan masing-masing

dalam tabel berikut.

Tabel 4. Hasil uji normalitas univariate.

Variabel Kelompok

Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan

Kolmogorov-

Smirnov Sig.

Kolmogorov-

Smirnov Sig.

Motivasi STAD-PS 0,152 0,059 0.124 0,200

Jigsaw-PS 0,09 0,200 0.087 0,200

KIP STAD-PS 0,154 0,053 0.136 0,142

Jigsaw-PS 0,088 0,200 0.08 0,200

Prestasi STAD-PS 0,083 0,200 0.141 0,107

Jigsaw-PS 0,089 0,200 0.102 0,200

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

72

Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-smirnov dengan program SPSS pada Tabel

4, diperoleh signifikansi semua variabel pada dua kelompok perlakuan menunjukkan

masing-masing lebih dari 0,05. pada dua kelas perlakuan. Hal ini menunjukkan data

berdistribusi normal univariat, karena memiliki taraf signifikansi lebih besar dari

0.05.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Multivariat

Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS

Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan

Nilai Di2 ≤ χ2 tabel = 2,366

50% 50% 50% 53,13%

Normal Normal Normal Normal

Berdasarkan Tabel 5, sebelum perlakuan dan setelah perlakuan menunjukkan

bahwa untuk kelompok STAD-PS terdapat 50% nilai 2

id < .366,22

)3(5.0 Sedangkan

pada kelompok Jigsaw-PS, terdapat 50% sebelum perlakuan dan 53,13% setelah

perlakuan dengan nilai 2

id < .366,22

)3(5.0 Dengan masing-masing persentase

50%, maka dapat disimpulkan bahwa data berasal dari data yang berdistribusi normal

atau dengan kata lain asumsi kenormalan pada masing-masing kelompok STAD-PS

dan kelompok Jigsaw-PS sebelum perlakuan terpenuhi. Hal ini menunjukkan data

berdistribusi normal multivariat, karena memiliki nilai 2

id <2

)3(5.0 lebih besar atau

sama dengan 50%.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah antara data kedua

kelompok eksperimen varians homogen. Untuk menguji homogenitas masing-masing

variabel terikat menggunakan Levene Test. Kriteria yang harus dipenuhi adalah, jika

angka signifikansi yang dihasilkan masing-masing lebih besar dari 0,05, maka

matriks varians-kovarians pada variabel terikat tersebut adalah homogen. Sedangkan

uji homogenitas secara bersama-sama menggunakan Uji Box’s M. Kriterianya, jika

angka signifikansi yang dihasilkan masing-masing lebih besar dari 0,05, maka data

tersebut berdistribusi secara homogen.

Tabel 6. Hasil uji homogenitas varians

Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan

Sig. Ket. Sig. Ket.

Motivasi 0,962 Homogen 0,922 Homogen

KIP 0,844 Homogen 0,347 Homogen

Prestasi 0,715 Homogen 0,512 Homogen

Hasil uji Levene yang ditunjukkan Tabel 6 bahwa untuk masing-masing

variabel dependen menunjukkan signifikansi masing-masing lebih dari 0,05. Artinya,

baik motivasi belajar, kemampuan interpersonal (KIP), maupun prestasi belajar

sebelum maupun setelah perlakuan memenuhi syarat homogenitas varians. Hasil

perhitungan menggunakan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 4.5 dan Lampiran 4.6.

Tabel 7. Hasil uji homogenitas varians-kovarians Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan

Box’M 4,252 Box’M 2,674

Signifikansi 0,673 Signifikansi 0,865

Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa populasi data sebelum dan setelah perlakuan

dari ketiga skala tersebut memenuhi syarat homogenitas varians-kovarians matriks

karena nilai probabilitasnya masing-masing lebih dari 0,05 yaitu 0,673 dan 0,865

Hasil output SPSS selengkapnya pada Lampiran 4.5 dan Lampiran 4.6.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

73

Uji Hipotesis

Analisis yang pertama adalah menguji perbedaan awal antara kelompok

STAD-PS dan kelompok Jigsaw-PS. Pengujiannya menggunakan two group Manova.

Setelah tahapan-tahapan di atas dilakukan terhadap hasil pretest maupun posttest dan

memenuhi kriteria normalitas dan homogenitas. Untuk hasil pretest dan hasil posttest

dilakukan uji perbedaan rata-rata dua kelompok ekeperimen sebelum perlakuan. Uji

perbedaan rata-rata dua kelompok eksperimen menggunakan uji two-group MANOVA

dengan rumus statistik T2 Hotelling.

1) Uji Keefektifan Pembelajaran Kooperatiftipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS

Untuk menganalisis keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS menggunakan uji one sample t-test. Teknik

analisis ini digunakan untuk menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-

PS dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau dari masing-masing

variabel motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar. Tahapan-

tahapan yang selanjutnya dilakukan dalam uji keefektifan dua model pembelajaran

tersebut adalah menjawab rumusan-rumusan masalah dan melakukan pengujian

hipotesis. Untuk rumusan masalah menggunakan daftar pertanyaan, sedangkan untuk

pengujian hipotesis menggunakan uji pihak kanan. Uji pihak kanan menggunakan

rata-rata skor paling tinggi atau tidak lebih besar dari skor yang ditentukan

sebelumnya. Untuk angket motivasi belajar dan angket kemampuan interpersonal,

kriteria efektifnya model pembelajaran yang digunakan masing-masing minimal 100

atau berdasarkan skor lebih dari 100 jika rata-rata hasil pengukuran lebih dari 100,

dan untuk tes prestasi menggunakan skor KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu

70.

Untuk menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe

Jigsaw-PS masing-masing terhadap motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan

prestasi belajar, menggunakan statistik uji one smple t test, pada tingkat signifikansi,

= 5% atau 0,05 dengan kriteria pengujian, H0 ditolak jika thitung> ttabel dengan nilai

signifikansi < 0,05 atau H0 diterima jika thitung ≤ ttabel.

Tabel 8 Hasil Uji Keefektifan STAD-PS dan Jigsaw-PS

Variabel Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS

thitung Signifikansi thitung Signifikansi

Motivasi Belajar 7,279 0,000 7,120 0,000

Kemampuan Interpersonal 5,178 0,000 8,92 0,000

Prestasi Belajar 3,014 0,000 5,402 0,000

Hasil uji t menggunakan teknik one sample t test terhadap skor posttest pada

kelompok STAD-PS pada variabel motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan

prestasi belajar diperoleh thitung masing-masing 7,279 (p = 0,000), 5,178 (p = 0,000),

dan 3,014 (p = 0,000). Nilai t pada kelompok STAD-PS maupun kelompok Jigsaw-

PS ternyata dibawah 0,05 berarti pada kelompok STAD-PS maupun Jigsaw-PS

masing masing efektif terhadap motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan

prestasi belajar.

2) Uji Perbedaan Keefektifan Pembelajaran Kooperatiftipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-

PS

Setelah melakukan analisis dengan uji one sample t-test, analisis dilanjutkan

dengan two-group MANOVA. Teknik analisis ini digunakan untuk membandingkan

keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dengan pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi

belajar secara simultan. Untuk data yang analisis menggunakan uji two-group

MANOVA diperoleh dari skor pretest dan skor posttest angket motivasi belajar,

kemampuan interpersonal siswa, dan tes prestasi belajar setelah perlakuan. Untuk

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

74

menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS

masing-masing terhadap motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi

belajar, menggunakan statistik statistik uji T2 Hotelling. Adapun Kriteria

pengujiannya adalah H0 ditolak jika Fhitung ≥ F(dk1, dk2,α) dengan dk1 = p, dk2 = N-p-1 =

n1+n2-p-1, dimana p = banyaknya variabel terikat dan N= jumlah subyek dari dua

kelompok eksperimen. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% atau = 0,05.

Jika Fhitung< Ftabel berarti H0 diterima. Kriteria pengujiannya berdasarkan output SPSS

adalah dengan melihat tabel Multivariate test, jika harga F untuk Hotelling Trace

memiliki signifikansi < 0,05, maka H01 ditolak. Sebaliknya jika signifikansi F > 0,05,

maka H11 diterima. Jika H0 diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan keefektifan antara pembelajarankooperatiftipe STAD-PS dengan tipe

Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi

belajar. Sebaliknya, jika H0 ditolak, maka dapat disimpulkan ada perbedaan

keefektifan antara pembelajarankooperatiftipe STAD-PS dengan tipe Jigsaw-PS

ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar.

Tabel 9 Hasil Uji Perbedaan Keefektifan STAD-PS dan Jigsaw-PS Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan

F Signifikansi F Signifikansi

0,111 0,953 3,410 0,023

Hasil penelitian menunjukkan ada skor pretest pada kelompok STAD-PS dan

kelompok Jigsaw-PS diperoleh Fhitung = 0,111 dengan p = 0,953 (> 0,05) yang

menunjukkan bahwa rata-rata skor pretest kelompok STAD-PS tidak berbeda

secara signifikan dengan rata-rata skor pretest kelompok Jigsaw-PS. Berdasarkan hal

tersebut kelompok STAD-PS dan Jigsaw-PS pada skor pretest dapat dikatakan

memiliki kemampuan awal yang sama.

Selanjutnya hasil perhitungan setelah perlakuan diperoleh Fhitung = 3,410

signifikansi 0,023 < 0,05. Karena signifikansi F < 0,05, maka H0 ditolak, artinya

terdapat perbedaan rata-rata skor kelompok STAD-PS dan kelompok Jigsaw-PS

ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar.

Uji Lanjut Univariat

Berdasarkan uji multivariat setelah perlakuan, hasilnya menunjukan adanya

perbedaan keefektifan antara pembelajarankooperatif tipe STAD-PS dan

pembelajarankooperatiftipe Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan

interpersonal, dan prestasi belajar siswa. Selanjutnya dilakukan uji lanjut, yakni dengan

uji univariat menggunakan uji t one sample independent. Uji univariat menggunakan

bantuan SPSS 16.00 for Windows.

Tabel 10. Hasil Uji Lanjut Univariat Variabel thitung Signifikansi

Motivasi belajar -0,089 0,929

Kemampuan interpersonal -2,310 0,024

Prestasi belajar -1,823 0,073

Berdasarkan Tabel 10, diperoleh:

a) Nilai thitung untuk variabel motivasi belajar adalah -0,089, berdasarkan kriteria thitung =

|-0,089| < ttabel = 2,297 dan signifikansi 0,903 > 0,025, maka H02 diterima. Karena

H02 terima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara

pembelajarankooperatiftipe STAD-PS dibandingkan dengan pembelajaran

kooperatiftipe Jigsaw-PS.

b) Nilai thitung untuk variabel kemampuan interpersonal adalah -2,310 dan nilai

signifikansi 0,024 < 0,025. Berdasarkan kriteria pengujian thitung = |-2,310| > ttabel =

2,297 berarti H03 ditolak. Karena H03 ditolak, maka kesimpulannya adalah terdapat

perbedaan antara pembelajarankooperatiftipe STAD-PS dibandingkan pembelajaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

75

kooperatiftipe Jigsaw-PS ditinjau dari kemampuan interpersonal. Karena nilai thitung

negatif, maka disimpulkan bahwa pembelajaran pembelajaran kooperatiftipe Jigsaw-

PS lebih unggul dibandingkan dengan pembelajarankooperatiftipe STAD-PS.

c) Nilai thitung untuk prestasi belajar adalah -1,823 dan nilai signifikansi adalah 0,073.

Jika dikaitkan dengan kriteria pengujian thitung =|-1,823| < ttabel = 2,297, dan angka

signifikansi 0,073 > 0,025 maka H04 diterima. Jadi disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan antara pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dibandingkan dengan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau dari prestasi belajar siswa.

PEMBAHASAN

Pembelajaran matematika pada khususnya di Indonesia secara paradigmatik telah

mengacu pada pembelajaran yang berorentasi pada siswa (student centered).

Pembelajaran ini mensyaratkan adanya kerja sama antara guru dan siswa yang bersifat

dinamis dan konstruktivisme. Sehingga pemerintah dalam hal ini Kementrian

Pendidikan Nasional dan Kebudayaan (Kemendikbud) berharap banyak akan adanya

perubahan paradigma pembelajaran yang tidak hanya menyentuh aspek kognitif siswa.

Pamerintah berharap siswa terkondisikan pada pembelajaran yang mengarah pada

karakter problem solver. Tidak hanya itu, pembelajaran di sekolah merupakan

pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan berarti juga

suasana pembelajaran yang tidak berada dalam suasana pembelajaran yang mencekam

dan memotivasi bagi siswa. lnilah urgensi pemilihan pendekatan pembelajaran yang

mampu menghadirkan karakter tersebut. Selanjutnya peneliti akan mengungkap

temuan-temuan yang bersifat deskriptif dan statistik berkenaan penerapan pembelajaran

kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS terhadap motivasi belajar, kemampuan

interpersonal, dan prestasi belajar.

Analisis dari hasil penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis statistik.

Analisis deskripsi lebih bersifat penyelidikan data berbasis pada penggambaran data

yang nampak secara kasat mata. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa data

motivasi belajar sebelum perlakuan dari kelompok STAD-PS dan kelompok Jigsaw-PS

berada pada kriteria sedang, sehingga nilai standar yang digunakan pada uji keefektifan

motivasi belajar menggunakan 100 karena rata-rata skor dari kedua kelompok perlakuan

masih berada di bawah nilai minimal dari kriteria tinggi. Hal ini memberi pembenaran

terhadap informasi awal yang diperoleh penulis bahwa motivasi siswa kelas X terhadap

pembelajaran matematika relatif rendah. Setelah diberi perlakuan, kedua kelompok

mengalami peningkatan skor yang signifikan yakni berada pada kategori tinggi.

Peningkatan skor motivasi disebabkan beberapa hal, di antaranya dalam pembelajaran

STAD-PS dan Jigsaw-PS, guru memberi tantangan kepada siswa secara individu

maupun kelompok untuk menyelesaikan permasalahan matematika yang dibuat dalam

soal-soal cerita yang dikaitkan dengan terapan ilmu lain, sifatnya menantang dan

membuat siswa penasaran untuk menyelesaikannya, dan disertakan adanya

penghargaan pada kelompok yang memiliki skor tertinggi.

Berkaitan dengan kemampuan interpersonal siswa, berdasarkan Tabel 2 diperoleh

informasi bahwa kedua kelompok perlakuan menunjukkan rata-rata skor kemampuan

interpersonal mengalami peningkatan yang signifikan yaitu masing-masing 13,43 dan

6,47. Sebelum perlakuan, penyebaran data kelompok Jigsaw-PS lebih tinggi dari

kelompok STAD-PS, sedangkan setelah perlakuan penyebaran data kelompok STAD-PS

lebih tinggi dari kelompok Jigsaw-PS. Hal ini dikarenakan interaksi kedua kelompok

perlakuan berbeda, diskusi kelompok STAD-PS hanya terjadi dalam kelompok itu saja,

sedangkan kelompok Jigsaw-PS terjadi dalam kelompok ahli dan kelompok asal.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

76

Walaupun demikian, kedua kelompok mengalami peningkatan rata-rata skor yang

signifikan pada aspek kemampuan interpersonal.

Selanjutnya, Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaaan pembelajaran kooperatif

tipe STAD-PS dan Jigsaw-PS terjadi peningkatan skor prestasi belajar yang signifikan.

Ketuntasan dari kedua kelas memenuhi indeks keefektifan yang dikemukakan oleh

(Kemp, 1994: 289) yaitu ketuntasan klasikal kedua kelompok mencapai 84,38% untuk

kelompok STAD-PS dan 81,25% untuk kelompok Jigsaw-PS. Walau ketuntasan

kelompok STAD-PS lebih tinggi tetapi rata-rata skor kelompok Jigsaw-PS lebih tinggi

dan rentang skornya lebih besar dibandingkan dengan kelompok STAD-PS.

Selanjutnya, analisis statistik dilakukan untuk menguji hipotesis-hipotesis

penelitian yaitu menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe

Jigsaw-PS pada masing-masing ditinjau dari aspek motivasi belajar, kemampuan

interpersonal, dan prestasi belajar, kemudian menguji perbedaan keefektifan

pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS ditinjau dari aspek motivasi

belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar secara simultan, dan selanjutnya

menguji perbandingan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe

Jigsaw-PS ditinjau dari aspek motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi

belajar secara parsial.

Pembahasan hasil pengujian hipotesis, dijelaskan sebagai berikut.

1. Keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS.

Untuk menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe

Jigsaw-PS masing-masing ditinjau dari aspek motivasi belajar, kemampuan

interpersonal, dan prestasi belajar didasarkan pada kriteria yang ditentukan.

menggunakan uji t one sample . Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh thitung lebih

besar dari ttabel sehingga disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS

dan tipe Jigsaw-PS keduanya efektifdigunakan dalam pembelajaran matematika

terkait dengan aspek motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar.

Hal ini terjadi disebabkan semua siswa diberikan kesempatan yang sama untuk

mengemukakan pendapat, berinteraksi secara baik dengan siswa yang lain, memiliki

tanggung jawab bersama maupun individu untuk melakukan memajukan kelompok,

mendapatkan penghargaan, dan menyelesaikan permasalahan secara bersama.

Gillies (2007: 1) menjelaskan, “cooperative learning has been used

successfully to promote, reading, and writing achievement among middle school

students, understanding in high school science classes, and problem mathematics.”

Artinya, pembelajaran kooperatiftelah berhasil digunakanuntuk meningkatkan

prestasi membacadan menulisantarasiswa sekolah menengah pertama, serta

meningkatkan pemahamandi sekolah menengahatas kelas sains, dan pemecahan

masalahdalam matematika.Cohen, Brody, & Shevin (2004: 87) secara khusus

menyampaikan bahwa “Jigsaw was also suitable for problem solving on such topics

as diversity and classroom dynamics. Artinya, Jigsaw cocok untuk problem solving

(menyelesaikan permasalahan) pada macam-macam topik pelajaran dan kelas yang

dinamis. Selanjutnya Cohen, Brody, & Shevin (2004: 87) mengungkapkan bahwa

pembelajaran kooperatif STAD mampu meningkatkan prestasi belajar siswa,

motivasi, dan meningkatkan hubungan antar anggota grup dari berbagai macam

kultur.

2. Perbandingan Keefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD-PS Dibandingkan dan

Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw-PS.

Berdasarkan hasil uji statistik two group MANOVA diperoleh bahwa terdapat

perbedaan mean antara kelompok pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau dari aspek motivasi belajar,

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

77

kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar, artinya terdapat perbedaan

keefektifan antara pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dengan pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau aspek motivasi belajar, kemampuan interpersonal,

dan prestasi belajar.

Hasil analisis lebih lanjut diperoleh bahwa secara signifikan terdapat perbedaan

mean antara kelompok pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw-PS dari masing-masing aspek motivasi belajar, kemampuan

interpersonal, dan prestasi belajar. Artinya terdapat perbedaan keefektifan antara

pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS

ditinjau dari aspek motivasi belajar, aspek kemampuan interpersonal, maupun aspek

prestasi belajar.

Kedua model pembelajaran tersebut, masing-masing memiliki kelebihan

tersendiri, STAD-PS dalam proses pembelajaran matematika dimana siswa

berpartisipasi aktif melalui diskusi dengan anggota kelompoknya dalam

menyelesaikan soal-soal yang memerlukan tahapan-tahapan penyelesaian masalah,

diberi penghargaan, sehingga siswa menjadi senang dan terpacu untuk belajar, dan

menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan Jigsaw-PS dalam proses

pembelajaran matematika, dimana siswa berpartisipasi aktif melalui diskusi dengan

anggota-anggota kelompok ahli kemudian dilanjutkan dengan kelompok asalnya

dalam menyelesaikan soal-soal yang memerlukan tahapan-tahapan penyelesaian

masalah, kemudian diberikan penghargaan aagar siswa lebih terpacu lagi untuk

belajar. Menurut Arends (2001: 327) antara tipe STAD dan tipe Jigsaw secara umum

mempunyai kesamaan dilihat dari tujuan kognitif, tujuan sosial, struktur kelompok,

pemilihan topik pelajaran, asesmen, dan rekognisi.

Untuk mengetahui penyebab perbedaan dalam kedua kelompok tersebut

dilakukan uji lanjut. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui model pembelajaran

mana yang lebih efektif ditinjau dari masing-masing aspek yaitu aspek motivasi

belajar, aspek kemampuan interpersonal, maupun aspek prestasi belajar. Hasil

analisis menunjukkan bahwa ditinjau dari motivasi belajar dan prestasi belajar, tidak

ada perbedaan antara pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dibandingkan dengan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas

belajar siswa dalam kelas meningkat sejak pertemuan pertama sampai terakhir, siswa

semakin banyak yang berani berbicara dan mengajukan pendapat di depan umum,

proses belajar yang diperoleh dalam kelompok mudah diingat kembali karena

merupakan hasil berfikir dan bekerja sama, prestasi belajar lebih bermakna karena

siswa belajar memecahkan persoalannya melalui diskusi dalam kelompok, siswa

yang tadinya cemas bisa tumbuh motivasi belajar secara bertahap dan bisa belajar

secara aktif, siswa yang lemah atau kurang menguasai pelajaran terbantukan oleh

siswa yang pandai. Sedangkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS lebih unggul

jika dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS ditinjau dari

kemampuan interpersonal, disebabkan di kelompok Jigsaw-PS tingkat interaksi dan

saling ketergantungan antar siswa sangat tinggi, siswa secara bersama-sama

mendalami subtopik dan mendiskusikan penyelesaian permasalahan dalam kelompok

ahli, kemudian siswa kembali ke kelompok asal dengan menjelaskan pada anggota

kelompok asal lain secara bergantian subtopik berdasarkan keahlian masing-masing.

Hal ini memunculkan kepedulian dan hubungan antar siswa terjalin dengan baik,

mereka membangun dan memelihara persahabatannya, dan menumbuhkan perasaan

saling mendukung dan berkomunikasi secara baik satu sama lain. Hal ini didukung

oleh Tabel 15 bahwa setelah perlakuan, terkait aspek kemampuan interpersonal,

siswa yang mencapai kriteria sangat baik untuk kelompok Jigsaw-PS lebihtinggi

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

78

21,87% dibandingkan kelompok STAD-PS. Sedangkan di kelompok STAD-PS,

interaksi antar siswa dalam diskusi untuk membahas permasalahan yang diberikan

tidak maksimal, karena siswa terbiasa tergantung pada guru apabila menemui

kesulitan.

Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan

motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar matematika siswa,

guru dapat melakukan inovasi pembelajaran dengan menerapkan model

pembelajaran yang mampu menghasilkan siswa yang memiliki motivasi belajar yang

tinggi, kemampuan interpersonal yang baik, serta prestasi belajar dalam memecahkan

masalah-masalah matematika. Model pembelajaran yang direkomendasikan dalam

hal ini adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui problem solving (STAD-

PS) dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw melalui problem solving (Jigsaw-PS).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1)

pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS masing-masing efektif

ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi belajar siswa; 2)

terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-

PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi belajar siswa;

3)pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS sama-sama unggul

ditinjau dari motivasi belajar dan prestasi belajar; dan 4) pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw-PS lebih unggul dibandingkan dengan tipe STAD-PS ditinjau dari kemampuan

interpersonal.

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. (2001). Learning to teach. (5th ed.). Boston: McGraw-Hill Companies. Inc.

Barron, M. & Barron, A.R. (2009). Project management areas of expertise. Diambil

pada 1 Maret 2015 dari http://cnx.org/content/m31888/1.2/

Bell, F.H. (1978). Teaching and learning mathematics (In secondary school). New

York: Wm. C. Browm Company Publisher.

Booysen, M.J., & Grosser, M.M. (2008). “Enhancing social skills through cooperative

learning”. The Journal Transdisiplinary Resesarch in Southern Africa. Vol. 4, No.

2, pp. 377-399.

Cai, J. & Lester, F. (April 2010). Why is teaching with problem solving important to

student learning. National Council of Teachers of Mathematics, 1-6.

Cohen. E.G, Brody. CM., & Shevin. M.S. (Eds.).(2004). Teaching cooperative learning:

The Challenge for Teacher Education. New York: STATE UNIVERSITY OF

NEW YORK PRESS.

Depdiknas. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2003, tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Depdiknas. (2005). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 19, Tahun 2005,

tentang Standar Nasional Pendidikan.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

79

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22, Tahun 2006,

tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Depdiknas. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41, Tahun 2007,

tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Diknas. (2007). Kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran matematika. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

Ebel, R.L. & Fresbie, D.A. (1991). Essential of educational measurement (6th Ed). New

Jersey: Prentice Hall.

Effandi Zakaria, Lu Chung Chin & Yusoff Daud. (2010). “The effects of cooperative

learning on students’ mathematics achievement and attitude towards

mathematics”. Journal of Social sciences, 6 (2): 272-275.

Frei, S. (2008). Teaching mathematics today. New York: Shell Education

Hayes, J. (2002). Interpersonal skills at work. New York: Taylor & Francis Group

Johnsen, S. (2009). Improving achievement and attitude through cooperative learning in

math class. Action research projects. Uniersity of Nebraska.

Kemp, J.E., Morrison, G.R., Ross, S.M. (1994). Designing Effective Instruction. New

York: Macmillan College Publishing Company, Inc.

Killen, R. (2009). Effective teaching strategies: lessons from research and practice (5th

ed.). South Melbourne: Cengage Learning Australia.

Kyriacou, C. (2009). Effective teaching in schools (3rd ed). London: Stanley Thornes.

Muijs, D. & Reynolds, D. (2005). Effective teaching evidence and practice. (2nd ed).

London: Sage Publication.

NCTM. (2000). Principles and standardas for school. Reston: The National Council of

Theacher of Mathematics, Inc.

Nebesniak, A. (2007). Using cooperative learning to promote a problem solving

classroom. Universitas of Nebraska-Lincoln: Depertment of Teaching, Learning,

and Teacher Education.

Sufiana Khatoon Malik & Qurat ul Ain. (2012). “Prospective teachers’ awareness about

interpersonal skills- a comparative study”. Interdisciplinary Journal of

Contemporary Research in Business. Vol 3, No. 11, Page 514-522.

Williams, K.C. & Williams, C.C. (2010). Five key ingredients for improving student

motivation. Research in Higher Education Journal. Diambil pada tanggal 12

Maret 2015 dari http://www.aabri.com/manuscripts/11834.pdf

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

80

PENERAPAN METODE DRILL DENGAN TEKNIK EVALUASI OLIMPIADE

MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL

BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA KELAS VII SMPN I BOLO

Adi Apriadi Adiansha

Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research)

yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII-A

SMPN I Bolo dengan jumlah siswa 24 orang yang terdiri dari 5 orang siswa laki-laki

dan 19 orang siswa perempuan. Tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi, dan refleksi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

matematika melalui metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade matematika pada

materi bilangan bulat siswa kelas VII A SMPN I Bolo. Prosedur pengumpulan data

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) Data tentang aktivitas belajar siswa dan

aktivitas guru, (2) Data hasil belajar matematika dikumpulkan dengan memberikan tes

pada setiap akhir siklus. Ketuntasan belajar ≥ 85%, aktivitas siswa dan guru minimal

berkategori aktif merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui peningkatan

yang terjadi.

Hasil penelitian didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; porsentase ketuntasan

belajarnya sebesar 66,67% dan aktivitas siswa pada siklus I sebesar 2,28 yang tergolong

pada kategori kurang aktif. Lalu terjadi peningkatan pada siklus II yaitu menjadi 4 dan

berkategori aktif. Sedangkan aktivitas guru pada siklus I mencapai 2,5 yang tergolong

pada kategori cukup bagus. Dan terjadi peningkatan pada siklus II menjadi 3,5 yang

berkategori bagus. Porsentase ketuntasan belajarnya sebesar 95,83%. Hasil tersebut

menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian yang ditetapkan, sehingga dapat

disimpulkan bahwa penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade

matematika dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan

bulat kelas VII A SMPN I Bolo tahun pelajaran 2013/2014.

Kata Kunci: Metode drill, aktivitas belajar siswa dan hasil Belajar Siswa.

PENDAHULUAN

Salah satu arah kebijakan program pembangunan pendidikan nasional dalam

bidang pendidikan adalah pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sedini

mungkin, secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai usaha proaktif dan

reaktif oleh seluruh komponen Bangsa agar generasi muda yang berkembang secara

optimal. Misi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem dan iklim pendidikan

nasional yang demokratis dan bermutu, guna memperteguh akhlah muliah, kreatif,

inovatif, cerdas, sehat, disiplin serta menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,

(Wiworo, 2004:1).

Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa tergantung pada mutu pendidikan.

Berbagai strategi, peningkatan mutu diarahkan untuk meningkatkan mutu siswa dalam

penguasaan ilmu pengetahuan terutama dalam pembelajaran matematika, karna

matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi moderen untuk

dipelajari oleh siswa, dan mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

81

memajukan daya pikir manusia. Menurut Winataputra (2005:1.17) mata pelajaran

matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan

menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat

membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Matematika membekali siswa untuk mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, serta kemampuan berkerja sama.

Menurut Sudjono (2003:346) bahwa tujuan dalam pembelajaran matematika

adalah agar siswa memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antara konsep algoritma secara luas, akurat, efisien, dan tepat

dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah melalui kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,

tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki

sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin

tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya

diri dalam pemecahan masalah.

Lingkungan sekolah merupakan salah satu tempat untuk kegiatan proses belajar

mengajar salah satunya dalam pembelajaran matematika melaui proses belajar mengajar

yang baik. Proses belajar mengajar merupakan salah satu proses yang mengandung

serangkaian kegiatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung

secara edukatif. Dalam pembelajaran tersebut guru diharapkan untuk lebih kreatif dan

profesional dalam memilih metode dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada kelas VIIA SMPN I Bolo,

diperoleh hasil bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa sangat rendah sekali dan

dikategorikan masih rendah. Hal ini dilihat dari hasil tes ujian semester tahun pelajaran

2012/2013 belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan oleh

sekolah adalah nilai 65, dari 25 orang siswa. Yang mencapai kriteriar ketuntasan

minimum itu hanya 19 siswa dan sisanya 6 orang yang belum mencapai kriteria

ketuntasan minimum. Apabila diprosentasikan yang mencapai kriteria ketuntasan

minimum tersebut adalah 76%, dan yang tidak mencapai kriteria ketuntasan minimum

itu adalah 24%. Ini berarti ketuntasan belajar siswa masih kurang dalam proses

pembelajaran.

Kurangnya aktivitas dan hasil belajar siswa dikarenakan pada saat proses belajar

berlangsung, peneliti mengamati proses belajar mengajar yang dilakukan guru

matematika mulai dari awal sampai dengan selesai pembelajaran. Dimana peneliti

mengamati pembelajaran tersebut, guru sangat aktif dalam kegiatan belajar mengajar

dan siswa hanya mendengarkan materi apa yang disampaikan guru, hal ini membuat

siswa terasa bosan. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa belajar matematika

dikarenakan selama proses belajar berlangsung guru hanya menggunakan metode yang

berpusat pada guru saja yang aktif yaitu metode ceramah dan tanya jawab saja sehigga

siswa pasif dan tidak bergairah/bersemangat dalam menerima pembelajaran tersebut.

Maka untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan sebuah metode sebagai alat untuk

pelaksanaan dalam kegiatan belajar mengajar secara efektif yaitu metode drill.

Menurut pendapatnya Roestiyah bahwa metode drill merupakan Suatu teknik

yang dapat diartikan sebagai suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-

kegiatan latihan, siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari

apa yang telah dipelajari. Sedangkan metode drill yang dikemukakan oleh Zuhairini

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

82

adalah Suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dengan jalan melatih anak-anak

terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan.

Penerapan metode drill ini dilakukan dengan cara mengajar kelompok agar anak

didik berkerja sama dan memecahkan masalah di dalam mengerjakan latihan yang

diberikan guru. Dalam penerapan metode drill ini teknik yang dilakukan sangatlah

menarik, dimana disetiap kelompoknya akan dipilih ketua kelompok untuk membantu

guru di dalam mengarahkan anggotanya untuk disiplin dan bertanggung jawab dalam

kelompoknya di dalam kegiatan pembelajaran. Setiap anggota kelompok masing-

masing akan mendapatkan bentuk soal dari guru dan dikerjakan di papan tulis secara

bersamaan dengan bentuk soal latihan yang berbeda sehingga ketiga anggota kelompok

yang berbeda akan bersaing, berkompetisi/bertanding didalam mengerjakan soal yang

diberikan. Kemudian jawaban yang dikerjakan siswa akan diberikan skor atau nilai oleh

guru dalam bentuk penilaian kelompok. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar siswa di kelas VII A SMPN I Bolo tahun pelajaran 2013/2014.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik mengangkat judul penelitian

yaitu “Penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade matematika untuk

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan bulat kelas VII A

SMPN I Bolo tahun pelajaran 2013/2014”.

METODOLOGI

Peneleitian ini menggunakanpenelitian tindakan kelas (Classroom Action

Research).Secara garis besar pelaksanaan tindakan ini dilakukan dengan dua siklus

yang setiap siklus meliputi empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi, dan refleksi. Penelitian ini berlangsung di kelas VII A SMPN I Bolo Tahun

Pelajaran 2103/2014. Pelaksanaan tindakan dimulai pada semestar I yaitu pada tanggal

14 Agustus 2013 sampai dengan 13 September 2013. Jumlah siswa yang terlibat dalam

penelitian ini sebanyak 24 orang siswa, dimana untuk yang laki-lakinya 5 orang dan

yang perempuannya 19 orang siswa.

Jenis penelitian ini dilakukan dengan dua siklus dengan rancangan penelitian

tindakan melalui empat tahapan diantaranya perencanaan, pelaksanaan, observasi dan

refleksi. Posedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data hasil tes evaluasi

belajar siswa setiap akhir siklus dan data hasil observasi aktivitas siswa dan guru. Hasil

tes evaluasi belajar siswa menggunakan soal-soal olimpiade matematika baik soal

olimpiade tingkat sekolah, tingkat kabupaten/kota maupun tingkat nasional baik soal

dalam bentuk pilihan ganda maupun dalam soal dalam bentuk esay.

Teknik analisa data dalam penelitian ini untuk mengukut pengamatan terhadap

aktivitas siiswa dan pengamatan terhadap aktivitas guru serta data hasil tes evaluasi

belajar siswa dapat dilihat sebagai berikut:

1. Analisis Pengamatan Aktivitas Siswa

Setiap indikator siswa pada penelitian ini secara penskorannya berdasarkan

aturan berikut:

Skor 5 : diberikan jika semua deskriptor nampak

Skor 4 : diberikan jika 3 deskriptor nampak

Skor 3 : diberikan jika 2 deskriptor nampak

Skor 2 : diberikan jika 1 deskriptor nampak

Skor 1 : diberikan jika tidak ada deskriptor nampak

Untuk menilai kategori aktivitas siswa, ditentukan terlebih dahulu Mean ideal

dan Standar Devisiasi Ideal (SDI). Cara menentukan MI dan SDI adalah sebagai

berikut:

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

83

a. 𝑀𝐼 =1

2 𝑥 (𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙)

𝑆𝐷𝐼 =1

3 𝑥 𝑀𝐼

b. Menentukan aktivitas siswa

Berdasarkan skor standar, maka kriteria untuk menentukan aktivitas belajar

siswa dijabarkan pada tabel berikut ini.

Tabel Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Interval Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ As Sangat aktif

MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI Aktif

MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI Cukup Aktif

MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI Kurang Aktif

As < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang Aktif

Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran, maka data hasil

observasi yang berupa skor diolah dengan rumus:

𝐴𝑠 =∑ 𝑥

𝑖

Keterangan:

𝐴𝑠 : Aktivitas belajar Siswa

∑𝑥 : Jumlah skor masing-masing indikator

𝑖 : Banyak indikator

2. Analisis Pengamatan Aktivitas Guru

Pengamatan aktivitas guru dilakukan secara langsung dalam proses

pembelajaran. Adapun indikator untuk setiap aktivitas guru yang dianalisa dengan

kriteria penilaian sebagai berikut:

Skor 4 : diberikan jika semua deskriptor nampak

Skor 3 : diberikan jika 2 deskriptor nampak

Skor 2 : diberikan jika 1 deskriptor nampak

Skor 1 : diberikan jika tidak ada deskriptor nampak

Untuk menilai kategori aktivitas guru, ditentukan terlebih dahulu Mean ideal

dan Standar Devisiasi Ideal (SDI). Cara menentukan MI dan SDI adalah sebagai

berikut:

a. 𝑀𝐼 =1

2 𝑥 (𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙)

𝑆𝐷𝐼 =1

3 𝑥 𝑀𝐼

b. Menentukan aktivitas guru

Berdasarkan skor standar, maka kriteriar untuk menentukan aktivitas guru

dijabarkan pada tabel berikut ini:

Tabel Pedoman Penilaian Aktivitas Guru. Interval Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ Ag Bagus Sekali

MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI Bagus

MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI Cukup Bagus

MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI Kurang Bagus

Ag < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang Bagus

Berdasarkan skor yang diperoleh, maka dapat dianalisi dengan rumus

sebagai berikut:

𝐴𝑔 =∑ 𝑥

𝑖

Keterangannya:

𝐴𝑔 : Aktivitas guru

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

84

∑𝑥 : Jumlah skor masing-masing indicator

𝑖 : Banyak indikator

3. Analisis Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa maka digunakan rumus

sebagai berikut:

𝑀 =∑ 𝑥

𝑛

Dimana:

𝑀 = Rata-rata (Mean)

∑𝑥 = Jumlah skor yang diperoleh masing-masing siswa

𝑛 = Banyaknya siswa

Hasil belajar dikatakan meningkat apabila terdapat peningkatan rata-rata skor

sebelumnya. Indikator keberhasilan tindakan kelas adalah tercapainya ketuntasan

belajar dengan rumus:

𝐾𝐾 =𝑥

𝑧 𝑥 100%

Keterangan:

𝐾𝐾 = Ketuntasan Klasikal

𝑋 = Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 70.

𝑍 = Jumlah siswa yang mengikuti tes

Indikator pencapaian keberhasilan di dalam penelitian ini dikatakan berhasil

apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Aktivitas belajar siswa dikatakan mencapai indikator keberhasilan jika memenuhi

kriterial kategori aktif dan sangat aktif.

2. Aktivitas guru dikatakan mencapai indikator keberhasilan jika memenuhi kriterial

kategori bagus dan sangat bagus.

3. Hasil belajar siswa yang dikatakan berhasil dalam penelitian ini yaitu dengan

mencapai nilai ≥ 85%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Pelaksanaan pada siklus I ini dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya

diantaranya tahap perencanaan, pelaksanaan, hasil evaluasi siklus I, hasil pengamatan

aktivitas belajar siswa dan hasil aktivitas guru. Siklus I dilakukan dengan 3 kali

pertemuan diantaranya 2 siklus dilakukan kegiatan belajar mengajar dan 1 siklus

dilakukan tes evaluasi hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dan hasil pengamatan

aktivitas siswa dan aktivitas guru dapat dilihat pada uraian dibawah ini:

Data Hasil Belajar Siswa

Jumlah skor yang diperoleh siswa (∑x) = 1500

Banyaknya siswa (n) = 24

Maka nilai rata-ratanya (M) adalah

𝑀 =∑ 𝑥

𝑛=

1500

24= 62,5

Sehingga dalam indikator keberhasilan tindakan kelas adalah sebagai berikut:

Diketahui,

(Z) Jumlah siswa yang memperoleh nilai dari ≥ 70 adalah 16

(X) Jumlah Siswa yang mengikuti tes adalah 24

𝐾𝐾 =𝑋

𝑍𝑥100% =

16

24𝑥100% = 66,67%

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

85

Sehingga dapat dilihat,

a. Jumlah siswa yang tuntas adalah 16 orang

b. Jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 8 orang

c. Jumlah siswa yang mengikuti tes adalah 24

d. Ketuntasannya adalah 66,67%.

Berdasarkan indikator ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥ 85%, maka pada hasil

evaluasi siklus I belum mencapai standar ketuntasan hasil belajar siswa yang baik, hal

ini disebabkan karena masih ada siswa yang masih mendapat nilai 60 ke bawah.

Sehingga sebelum melanjutkan pembelajaran ke siklus selanjutnya dilakukan upaya

perbaikan dan penyempurnaan terlebih dahulu dengan melakukan diskusi dan

bimbingan siswa secara khusus dan individual.

Hasil Pengamatan

Proses pengamatan didalam penelitian ini dilakukan oleh pengamat dimana

pengamatan dilakukan oleh guru bidang studi yang mengajar matematika, dari hasil

pengamatan tersebut terdapat hasil antara lain:

1. Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Belajar Siswa Siklus I

Tabel Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Siswa Siklus I No Aktivitas yang dinilai Skor

1 Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 3

2 Interaksi siswa dengan guru 2

3 Kerjasama antar kelompok 3

4 Interaksi siswa dengan siswa 3

5 Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok 2

6 Aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran 1

7 Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar 2

Jumlah skor 16

Banyak indikator 7

Rata-rata keseluruhan 2,28

Kategori Kurang aktif

1,5 ≤ 2,28 < 2,5

Hasil yang didapat dalam MI dan SDI, pada siklus I adalah MI = 3 dan SDI =

1, maka hasil yang dihitung oleh peneliti tentang hasil aktivitas belajar siswa dapat

lihat pada table di bawah ini:

Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Siswa. Interval Nilai Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ As Aktif Sekali

MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ As < 4,5 Aktif

MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ As < 3,5 Cukup Aktif

MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ As < 2,5 Kurang Aktif

As < MI – 1,5 SDI As < 1,5 Sangat Kurang Aktif

Berdasarkan dari tabel di atas, maka dapat dilihat dengan menggunakan rumus

aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut:

Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas belajar siswa adalah:

Jumlah Skor = 16

Banyak Indikator = 7

Maka, untuk menentukan nilai dari aktivitas guru adalah:

𝐴𝑠 =∑ 𝑥

𝑖=

16

7= 2,28

Berdasarkan hasil dari nilai aktivitas siswa di atas, maka dapat di simpulkan

bahwa nilai aktivitas belajar siswa dapat dikategorikan cukup aktif dengan nilai rata-

ratanya adalah 2,28 sehingga belum mencapai indikator keberhasilan seperti apa

yang diharapkan pada indikator keberhasilan.

2. Pengamatan terhadap Aktivitas Guru Siklus I

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

86

Tabel Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Siklus I No Aktivitas yang dinilai Skor

1 Mempersiapkan siswa 3

2 Memberian appersepsi kepada siswa 3

3 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar 2

4 Menyampaikan materi pada siswa 3

5 Penggunaan penerapan metode drill dengan teknik olimpiade

matematika

4

6 Pengaturan waktu dalam kegiatan berlangsung 1

7 Pendampingan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung 3

8 Membimbing siswa dalam belajar 3

9 Kemampuan menciptakan suasana kelas yang kondusif 2

10 Bersama-sama siswa membuat kesimpulan 1

Jumlah skor 25

Banyak indikator 10

Rata-rata Keseluruhan 2,5

Kategori

Cukup Bagus

2,085 ≤ 2,5 <

2,915

Hasil yang didapat dalam MI dan SDI, pada siklus I adalah MI = 2,5 dan SDI =

0,83, maka hasil yang dihitung oleh peneliti tentang hasil aktivitas guru dapat lihat

pada table di bawah ini:

Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Guru Interval Nilai Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ Ag 3,7 ≤ Ag Bagus Sekali

MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI 2,9 ≤ Ag < 3,7 Bagus

MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI 2,1 ≤ Ag < 2,9 Cukup Bagus

MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI 1,3 ≤ Ag < 2,1 Kurang Bagus

Ag < MI – 1,5 SDI Ag < 1,3 Sangat Kurang Bagus

Berdasarkan dari tabel di atas, maka dapat dilihat dengan menggunakan rumus

aktivitas guru adalah sebagai berikut:

Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas guru adalah:

Jumlah Skor = 25

Banyak Indikator = 10

Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas guru adalah:

𝐴𝑔 =∑ 𝑥

𝑖=

25

10= 2,5

Berdasarkan hasil dari nilai aktivitas guru di atas, maka dapat di simpulkan

bahwa nilai aktivitas guru dapat dikategorikan cukup bagus dengan nilai rata-ratanya

yang di dapat pada siklus I adalah 2,5 sehingga belum mencapai indikator

keberhasilan seperti apa yang diharapkan pada indikator keberhasilan.

Refleksi

Berdasarkan hasil evaluasinya menunjukkan belum mencapai hasil yang

memuaskan, dapat dilihat dari ketuntasan hasil belajar matematika siswa hanya

mencapai 66,67% dari standar ketuntasan >85%, maka perlu dilakukan perbaikan

terhadap kendala-kendala yang terjadi pada siklus I dan akan dilanjutkan ke siklus II.

Siklus II

Pelaksanaan pada siklus II ini dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya

diantaranya tahap perencanaan, pelaksanaan, hasil evaluasi siklus II, hasil pengamatan

aktivitas belajar siswa dan hasil aktivitas guru. Siklus II dilakukan dengan 3 kali

pertemuan diantaranya 2 siklus dilakukan kegiatan belajar mengajar dan 1 siklus

dilakukan tes evaluasi hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dan hasil pengamatan

aktivitas siswa dan aktivitas guru dapat dilihat pada uraian dibawah ini:

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

87

Data Hasil Belajar Siswa

Jumlah skor yang diperoleh siswa (∑x) = 1820

Banyaknya siswa (n) = 24

Maka nilai rata-ratanya (M) adalah

𝑀 =∑ 𝑥

𝑛=

1820

24= 75,83

Sehingga dalam indikator keberhasilan tindakan kelas adalah sebagai berikut:

Diketahui,

(Z) Jumlah siswa yang memperoleh nilai dari ≥ 70 adalah 23

(X) Jumlah Siswa yang mengikuti tes adalah 24

𝐾𝐾 =𝑋

𝑍𝑥100% =

23

24𝑥100% = 95,83%

Sehingga dapat dilihat,

a. Jumlah siswa yang tuntas adalah 23 orang

b. Jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 1 orang

c. Jumlah siswa yang mengikuti tes adalah 24

d. Ketuntasannya adalah 95,83%.

Berdasarkan indikator ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥ 85%, yaitu 95,83%,

maka pada hasil evaluasi siklus II sudah mencapai standar ketuntasan hasil belajar siswa

yang baik. Sehingga dalam penelitian tindakan kelas ini tidak perlu melanjutkan lagi

pada siklus berikutnya, karna pada siklus II di ini berhasil mencapai nilai ketuntasan

yang baik.

Hasil Pengamatan

Proses pengamatan didalam penelitian ini dilakukan oleh pengamat dimana

pengamatan dilakukan oleh guru bidang studi yang mengajar matematika, dari hasil

pengamatan tersebut terdapat hasil antara lain:

1. Pengamatan Terhadap Aktivitas Belajar Siswa Siklus II

Tabel Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Siswa Siklus II No Aktivitas yang dinilai Skor

1 Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 4

2 Interaksi siswa dengan guru 4

3 Kerjasama antar kelompok 4

4 Interaksi siswa dengan siswa 4

5 Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok 4

6 Aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran 4

7 Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar 4

Jumlah skor 28

Banyak indikator 7

Rata-rata keseluruhan 4

Kategori Aktif

3,5 ≤ 4 < 4,5

Hasil yang didapat dalam MI dan SDI, pada siklus I adalah MI = 3 dan SDI =

1, maka hasil yang dihitung oleh peneliti tentang hasil aktivitas belajar siswa dapat

lihat pada table di bawah ini:

Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Siswa. Interval Nilai Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ As Aktif Sekali

MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ As < 4,5 Aktif

MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ As < 3,5 Cukup Aktif

MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ As < 2,5 Kurang Aktif

As < MI – 1,5 SDI As < 1,5 Sangat Kurang Aktif

Berdasarkan dari tabel di atas, dapat dilihat dengan menggunakan rumus

aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut:

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

88

Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas belajar siswa adalah:

Jumlah Skor = 28

Banyak Indikator = 7

Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas siswa adalah:

𝐴𝑠 =∑ 𝑥

𝑖=

28

7= 4

Berdasarkan hasil dari nilai aktivitas siswa di atas, maka dapat di simpulkan

bahwa nilai aktivitas belajar siswa dapat dikategorikan aktif dengan nilai rata-ratanya

adalah 4 sehingga sudah mencapai indikator keberhasilan seperti apa yang

diharapkan pada indikator keberhasilan.

2. Pengamatan Terhadap Aktivitas Guru Siklus II

Tabel Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Siklus II No Aktivitas yang dinilai Skor

1 Mempersiapkan siswa 4

2 Memberian appersepsi kepada siswa 3

3 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar 3

4 Menyampaikan materi pada siswa 4

5 Penggunaan Metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade

matematika

4

6 Pengaturan waktu dalam kegiatan berlangsung 4

7 Pendampingan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung 3

8 Membimbing siswa dalam belajar 4

9 Kemampuan menciptakan suasana kelas yang kondusif 3

10 Bersama-sama siswa membuat kesimpulan 3

Jumlah skor 35

Banyak indikator 10

Rata-rata Keseluruhan 3,5

Kategori Bagus

2,915 ≤ 3,5 < 3,745

Hasil yang didapat dalam MI dan SDI, pada siklus I adalah MI = 2,5 dan SDI =

0,83, maka hasil yang dihitung oleh peneliti tentang hasil aktivitas guru dapat lihat

pada table di bawah ini:

Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Guru. Interval Nilai Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ Ag 3,7 ≤ Ag Bagus Sekali

MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI 2,9 ≤ Ag < 3,7 Bagus

MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI 2,1 ≤ Ag < 2,9 Cukup Bagus

MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI 1,3 ≤ Ag < 2,1 Kurang Bagus

Ag < MI – 1,5 SDI Ag < 1,3 Sangat Kurang Bagus

Berdasarkan dari tabel di atas, maka dapat dilihat dengan menggunakan rumus

aktivitas guru adalah sebagai berikut:

Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas guru adalah:

Jumlah Skor = 35

Banyak Indikator = 10

Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas guru adalah:

𝐴𝑔 =∑ 𝑥

𝑖=

35

10= 3,5

Berdasarkan hasil dari nilai aktivitas guru di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa nilai aktivitas guru dapat dikategorikan bagus dengan nilai rata-ratanya yang

didapat pada siklus II adalah 3,5 sehingga sudah mencapai indikator keberhasilan

seperti apa yang diharapkan pada indikator keberhasilan.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

89

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan prosedur Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) yang telah ditetapkan sebelumya dengan diawali pada perencanaan pelaksanaan,

pelaksanaan tindakan, Pengamatan, dan refleksi.

Penelitian tindakan kelas ini juga dilakukan dalam dua siklus dengan

menggunakan penerapan metode drill dengan teknik olimpiade matematika pada materi

bilangan bulat, operasi hitung bilangan bulat dan operasi hitung campuran pada

bilangan bulat. Materi bilangan bulat yang disampaikan yaitu siklus I tentang materi

pengertian dan perhitungan dengan menggunakan garis bilangan bilangan bulat dan

operasi hitung bilangan bulat, sedangkan siklus II yaitu pada materi operasi hitung

campuran pada bilangan bulat. Berdasarkan hasil analisis tindakan dan hasil evaluasi

pada siklus I diketahui bahwa ketuntasan belajar belum mencapai seperti yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh hasil evaluasinya yaitu persentase ketuntasan adalah

95,83%sehingga sebelum melakukan pembelajaran ke siklus berikutnya dilakukan

upaya perbaikan dan penyempurnaan terlebih dahulu dengan melakukan diskusi dan

membimbing siswa yang mendapat nilai kurang dari 60 dengan bimbingan secara

khusus atau individual. Adapaun hasilnya adalah dengan lebih termotivasi dan

antusiasnya siswa dalam bertanya baik kepada temannya maupun kepada guru. Dan

juga dapat terlihat pada saat siswa-siswa mengerjakan soal latihan setelah berdiskusi

dan memberikan bimbingan. Tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki

kekurangan yang ada pada siklus I yaitu guru sebelum memulai masuk ke materi,

diberikan terlebih dahulu pertanyaan atau pengaitan materi yang akan dipelajari dengan

materi sebelumnya dan kaitanya dalam kehidupan sehari-hari. Berusaha mengarahkan

siswa untuk mengerjakan tugas rumah agar dikumpulkan pada pertemuan berikutnya,

agar mereka ada persiapan dari rumah. Mengontrol dan mengawasi siswa dalam

mengerjakan LKS. Contoh soal sebaiknya diberikan contoh-contoh yang berkaitan

dalam kehidupan sehari-hari. Penyampaian materi harus menyesuaikan dengan daya

serap siswa.

Setelah dilakukan tindakan pada siklus II yang mengacu pada perbaikan tindakan

dari siklus I diperoleh hasil yang lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil evaluasi akhir

siklus dimana persentase ketuntasan klasikal adalah 95,83%. Hal ini berarti tindakan

pada siklus II sudah mencapai standar ketuntasan klasikal 85%. Dengan demikian tidak

perlu untuk melakukan pada siklus selanjutnya.

Dari proses tindakan dan hasil yang diperoleh dari siklus I dan siklus II,

menunjukkan hasil yang baik. Berarti penerapan metode drill dengan teknik olimpiade

matematikadapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika khususnya pada

penelitian ini adalah pada materi bilangan bulat ataupun dengan materi-materi lainnya.

Setelah melakukan penelitian tersebut, peneliti melihat suasana kelas lebih hidup

karena partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar sangat aktif. Berbagi ide terlihat

saat siswa berdiskusi menyelesaikan soal-soal dalam LKS. Ide-ide yang dikeluarkan

siswa termasuk dalam penyelesaian jawaban soal yang diberikan.

Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan metode drill

dengan teknik evaluasi olimpiade matematikadapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar matematika siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-A SMPN I Bolo Tahun

Pelajaran 2013/2014.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

90

KESIMPILAN

1. Penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade ini dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-A tahun

pelajaran 2013/2014 yaitu pada siklus I dengan nilai prosentase ketuntasan klasikal

adalah 66,67% sehingga naik 29,16% menjadi 95,83% pada siklus II. Dimana

porsentase pada siklus II sudah mencapai kriteria yang ditetapkan yakni 95,83% >

85%.

2. Penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade ini dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-A tahun

pelajaran 2013/2014 yaitu pada peningkatan aktivitas siswa pada siklus I, aktivitas

siswa hanya mencapai kategori cukup aktif dengan nilai rata-rata yang diperoleh

adalah 2,28 sehingga rata-ratanya naik 1,72 menjadi nilai rata-ratanya pada siklus II

adalah 4 dan dikategorikan Aktif.

3. Penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade ini dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-A tahun

pelajaran 2013/2014 yaitu pada peningkatan aktivitas guru pada siklus I, aktivitas

guru hanya mencapai kategori cukup bagus dengan nilai rata-rata yang diperoleh

adalah 2,5 sehingga rata-ratanya naik 1,0 menjadi nilai rata-ratanya pada siklus II

adalah 3,5 dan dikategorikan Aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, Taman. (2008). Pembelajaran Aktif. Yokyakarta: Genta Pres.

Hamalik. (1999). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajagrafindo Persada:

Jakarta.

Nuharini, Dewi dan Wahyuni, Tri. (2008). Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk

SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: CV. Usaha Makmur.

Rahmawati, Sigit Miftah. (2009). Studi Kooperatif Tingkat Kemampuan Daya Serap

Siswa Dalam pembelajaran Matematika dengan Metode NHT dan Metode Drill

Pada siswa Kelas VIII SMPN I Klaten.

Rahmi. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Melalui

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads together) Pada

Pokok Bahasan Bangun Datar Siswa Kelas VII-4 SMPN I Parado tahun

Pelajaran 2012/2013.Bima:STKIP taman Siswa Bima.

Saputra. R. Ridwan Hasan. (2002). Startegi Sukses Olimpiade Matematika SD Tingkat

Nasional. Pdf.

Sardiman. (1967). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru dan

Calon Guru. Rajawali: Jakarta

Simangunsong, Wilson dan Sukono. (2006). Matematika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

91

Sholahudin, (2010). http://sholahuddin.edublogs.org/2010/06/17/metode-drill-dan-

pembelajaran-matematika-1/. Di akses pada tanggal 17-06-2013.

Sudjana, Nana. (2008). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda

Karya

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Alfabeta, cv.

Sulistyayarini. (2011). Penerapan Metode Pembelajaran Metode Drill (Latihan) Untuk

meningkatkan Kemampuan Menggambar Bentuk benda Alam Mata Pelajaran

Seni Budaya Pada Siswa Kelas VII D SMPN II Cawas Klaten Tahun Pelajaran

2012/2013.

Suparman dan Sukanto. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit

Universitas Terbuka.

Syafrudin. (2007). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Time Games

Tournament) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SDN Pali

Sila Kecamatan Bolo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2010/2011. Bima: STKIP

Taman Siswa Bima.

Usman, Ahmad. (2008). Mari Belajar Meneliti. Yokyakarta: Genta Pres.

Winataputra, S. Udin. Dkk. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit

Uniersitas Terbuka.

Wiworo. (2004). Olimpiade Sains Nasional Matematika SMP. Yokyakarta: PPPG

Matematika.

Wiworo. (2004). Olimpiade Matematika dan IPA Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

Yokyakarta: PPPG Matematika.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

92

OPTIMASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING DENGAN

DROPBOX DALAM PROSES KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

Muliansani

Prodi Pendidikan Teknologi Informasi

STKIP Taman Siswa Bima

Email : [email protected]

Abstrak

Model pembelajaran yang paling umum adalah model konvensional atau tatap

muka antara tenaga pengajar dengan peserta didik. Dengan kemajuan teknologi,

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) telah banyak berubah baik dari proses maupun hasil

dari KBM. Pemanfaatan kemajuan teknologi dibidang elektronik dan informasi

membuat proses penyampaian informasi menjadi lebih mudah. Banyak metode yang

penyampaian informasi yang telah dikembangakan oleh developer aplikasi software

seperti mail, media sosial dan lainnya. Dari banyaknya model aplikasi yang ada, penulis

mencoba untuk menggunakan app dropbox. Sebuah aplikasi direktori penyimpanan file

yang dapat di share untuk user yang tergabung sebagai komunitas atau group dalam satu

akun. Kelebihan dari app dropbox dengan aplikasi lain yang sejenis adalah feature yang

dimilikinya yaitu pengaturan hak akses untuk user yang tergabung dalam group. Dari

hasil analisis penerapan metode yang dilakukan, menujukan bahwa model pembelajaran

e-learning dengan dropbox lebih baik dari penerapan dengan aplikasi lain seperti mail

dan media sosial lainnya dalam KBM.

Kata Kunci : Dropbox, Mail, Direktori, KBM, Konvensional

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah mempelajari ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan

sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi dibawah bimbingan

orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak (Dewey, John 1944). Setiap

peristiwa yang memiliki efek terhadap cara orang berpikir, merasa, atau bertindak dapat

dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah,

sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi, dan magang.

Kemajuan dan perkembangan teknologi saat ini telah memberian pembaharuan

dalam dunia pendidikan, terutama dibidang teknologi informasi. kemajuan teknologi

informasi tidak terlepas dari kemajuan teknologi perangkat elektronik yang dapat

menjadi media untuk menyampaian informasi dalam bentuk digital. Kemajuan

teknologi jaringan komunikasi yang juga sangat mempengaruhi perkembangan

kehidupan manusia, khususnya jaringan internet.

Proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang terjadi dalam dunia pendidikan

formal telah banyak yang menggunakan jaringan internet sebagai media penyampaian

informasi.

Internet

Internet (interconnection-networking) adalah seluruh jaringan komputer yang

saling terhubung menggunakan standar sistem global Transmission Control

Protocol/Internet Protocol Suite (TCP/IP) sebagai protokol pertukaran paket

(packetswitching communicationprotocol) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

93

dunia.Rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet. Cara menghubungkan

rangkaian dengan kaidah ini dinamakan internetworking (antar jaringan).

Jumlah pengguna Internet yang besar dan semakin berkembang, telah

mewujudkan budaya Internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu,

dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google,

pengguna di seluruh dunia mempunyai akses Internet yang mudah atas bermacam-

macam informasi. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan

penyebaran(decentralization) / pengetahuan (knowledge) informasi dan data secara

ekstrem.

Perkembangan Internet juga telah memengaruhi perkembangan ekonomi.

Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap

muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan

sering dilakukan melalui Internet. Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama e-

commerce.

Internet juga semakin banyak digunakan di tempat umum. Beberapa tempat umum

yang menyediakan layanan Internet termasuk perpustakaan, dan Internet cafe/warnet

(juga disebut Cyber Cafe). Terdapat juga tempat awam yang menyediakan pusat akses

Internet, seperti Internet Kiosk, Public access Terminal, dan Telepon web.Terdapat juga

toko-toko yang menyediakan akses wi-fi, seperti Wifi-cafe. Pengguna hanya perlu

membawa laptop (notebook), atau PDA, yang mempunyai kemampuan wifi untuk

mendapatkan akses Internet.

Dalam perkembangan dunia pendidikan, model pembelajaran yang menggunakan

teknologi informasi yang menggunakan perangakat elektronik disebut dengan e-

learning.

E-learning

Dalam dunia pendidikan, telah dikenal sistem pembelajaran elektronik atau e-

pembelajaran (Inggris: Electronic learning disingkat E-learning) dapat didefinisikan

sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan berupa

website yang dapat diakses dimana saja (Purbo, Onno W. 2002).

Jaya Kumar C. Koran (2002) menyatakan e-learning sebagai sembarang

pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN,

atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.

Dong (2002) e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui

perangkatelektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan

kebutuhannya. Glossary(2001) e-learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan

aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan

komputer,maupun komputer standalone.

Rosenberg (2001)menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan

teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan Darin E. Hartley (Hartley, 2001) e-learning

merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan

ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan

komputer lain.

E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi

informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak

perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari seorang

guru secara langsung dalam satu tempat yang sama, namun dapat berinteraksi melalui

media elektronik yang dapat menghubungkan kedua pihak dalam posisi yang tidak sama

atau jauh baik secara real time maupun tidak. E-learning juga dapat mempersingkat

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

94

jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus

dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program pendidikan.

E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media

elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal

misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang

telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait

(pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat

interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau

pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan yang

memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.E-learning bisa

juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui

sarana mailinglist, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang

ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada

masyarakat luas.

Sebagaimana yang disebutkan diatas, e-learning telah mempersingkat waktu

pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis. E-learning mempermudah

interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi, peserta didik dengan

dosen/guru/instruktur maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi

informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang,

dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan

penguasaannya terhadap materi pembelajaran.

Dalam e-learning, faktor kehadiran guru atau pengajar otomatis menjadi

berkurang atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan karena yang mengambil peran guru

adalah komputer dan panduan-panduan elektronik yang dirancang oleh “contents

writer”, designer e-learning dan pemrogram komputer.Slogan yang selalu diangkat

dalam penerapan e-learning, yaitu “Content is King, Conversation is Queen”. Sudah

sepantasnya bagi Penggiat e-learning, untuk selalu berusaha menyajikan konten yang

bisa diterima dengan baik, bisa diakses dengan mudah, dan bisa diiikuti dengan

menyenangkan.

Dalam dunia e-learning, SDM merupakan faktor yang sangat vital dalam

implementasi e-learning. Mengapa demikian? Karena e-learning muncul justru untuk

meningkatkan kualitas SDM, baik itu di perusahaan, instansi, institusi/dunia pendidikan,

maupun di dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu SDM yang ada perlu

dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sebelum e-learning dijalankan.

SDM suatu perusahaan/institusi harus mempunyai pola pikir yang menyatakan

bahwa e-learning menjadi kebutuhan perusahaan/institusi untuk mencapai visi dan misi

perusahaan/institusi itu sendiri, sehingga e-learning harus dilakukan. Cara pandang ini

tentunya membawa konsekuensi dan menuntut adanya perubahan, diantaranya adalah

perubahan budaya kerja di perusahaan/institusi tersebut. Dalam hal ini manajemen SDM

sebagai pengelola SDM yang ada tentunya akan membuat kebijakan-kebijakan yang

sesuai dengan kebutuhan untuk menjalankan e-learning di perusahaan/institusi tersebut.

Tujuan e-learning adalah untuk meningkatkan daya serap dari para peserta didik

atas materi yang diajarkan, meningkatkan partisipasi aktif dari para peserta didik,

meningkatkan kemampuan belajar mandiri, dan meningkatkan kualitas materi

pembelajaran. Diharapkan dapat merangsang pertumbuhan inovasi baru para mahasiswa

sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di

dalam kelas (Classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan /

optional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi) (Siahaan, 2002).

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

95

a. Suplemen

Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta

didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan

materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban

/ keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik.

Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan

memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.

b. Komplemen (Tambahan)

Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelangkap) apabila

materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melangkapi materi pembelajaran

yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai Komplemen berarti

materi pembelajaran elektronik diprogramkan utnuk menjadi materi reinforcement

(pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai

enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai /

memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka

(fastleaners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran

elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya

agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap

materi pelajaran yang disajikan guru didalam kelas. Dikatakan sebagai

program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami

kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di

kelas (Slowlearners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan

materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang

untuk mereka.

c. Pengganti (Substitusi)

Beberapa perguruan tinggi di Negara-negara maju memberikan

beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada

para mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara

fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas

lain sehari-hari mahasiswa.

Salah satu media elektronik yang sering digunakan untuk saling bertukar

informasi di internet adalah e-mail.

Mail

Surat elektronik (akronim: ratel, ratron, surel, atau surat-e) atau pos elektronik

(akronim: pos-el.) atau imel (bahasa Inggris: email) adalah sarana kirim mengirim surat

melalui jalur jaringan komputer (misalnya Internet).

Gambar 1. Proses E-Mail

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

96

Untuk mengirim surat elektronik kita memerlukan suatu program mail-client.

Surat elektronik yang kita kirim akan melalui beberapa poin sebelum sampai di tujuan.

Mulai dari surat elektronik dikirim → Internet → POP3 server penyedia e-mail

penerima → e-mail client (di komputer si penerima) → surat elektronik dibaca si

penerima. Setelah surat elektronik meninggalkan POP3 Server maka itu akan melalui

banyak server-server lainnya. Tidak tertutup kemungkinan surat elektronik yang kita

kirim disadap orang lain. Maka dari itu bila surat elektronik yang kita kirim

mengandung isi yang sensitif sebaiknya kita melakukan tindakan pencegahan, dengan

mengacak (enkrip) data dalam surat elektronik tersebut (contohnya menggunakan PGP,

sertifikat digital, dan lain-lain)

Setiap informasi digital yang tersimpan baik dalam PC atau internet haruslah

memiliki ruang direktori layaknya data hardcopy yang tersimpan dalam lemari arsip.

Pengarsipan tersebut biasanya disebut sebagai direktori. Direktori adalah koleksi

rujukan yang memuat nama-nama atau organisasi yang disusun secara sistematis,

biasanya menurut abjad atau golongan, dilengkapi dengan alamat, kegiatan dan data

lain.

Sebuah direktori adalah komponen dari sistem berkas yang mengandung satu

berkas atau lebih atau satu direktori lainnya atau lebih, yang disebut dengan

subdirektori. Batasan jumlah berkas atau subdirektori yang dapat ditampung dalam

sebuah direktori tergantung dari sistem berkas yang digunakan, meskipun sebagian

sistem berkas tidak membatasinya (batasan tersebut disebabkan ukuran media

penyimpanan di mana direktori berada).

Sebuah direktori yang mengandung satu direktori atau lebih disebut sebagai

parent directory dari direktori-direktori tersebut, dan setiap direktori yang dikandung di

dalam direktori disebut sebagai child directory. Struktur direktori seperti ini lazim

disebut sebagai struktur hierarkis direktori, atau sering juga disebut sebagai pohon

direktori.

Perkembangan e-mail dan sosial media yang terus naik membuat interaksi

komunikasi antara individu dan kelompok semakin mudah dan efisien. Namun dari

perkembangan teknologi komunikasi saat ini, dirasa perlu adanya pemanfaatan

kemajuan dari perkembangan perangamat lunak yang dapat memberikan nilai lebih

untuk proses dan kegiatan KBM. Salah satu aplikasi yang memiliki nilai lebih untuk

proses dan kegiatan KBM adalah app Dropbox

Dropbox

Dropbox adalah layanan penyedia data berbasis web yang dioperasikan oleh

Dropbox, Inc. Dropbox menggunakan sistem penyimpanan berjaringan yang

memungkinkan pengguna untuk menyimpan dan berbagi data serta berkas dengan

pengguna lain di internet menggunakan sinkronisasi data. (Dewey, John 1944).

Dropbox menyediakan layanan baik gratis ataupun berbayar, masing-masing

dengan keuntungan yang bervariasi. Koran, Jaya Kumar C. (2002)pada tahun 2011

Dropbox meluncurkan "Dropbox for Teams", sebuah layanan dari Dropbox yang

dikhususkan untuk kelompok bisnis atau kelompok lainnya yang membutuhkan layanan

untuk mengendalikan administrasi, tagihan yang terpusat, dan lain sebagainya.

Bila dibandingkan dengan layanan serupa lainnya, Dropbox menawarkan jumlah

pengguna yang relatif besar, dengan penggunaan sistem operasi yang bervariasi, baik

untuk perangkat mobile ataupun desktop. Terdapat berbagai versi untuk berbagai sistem

operasi, termasuk untuk Microsoft Windows, Mac OS X, dan Linux (resmi atau tidak

resmi). Dan tersedia juga berbagai versi untuk perangkat mobile, diantaranya Android,

Windows Phone 7, iPhone, iPad, WebOS, dan Blackberry, dan klien yang berbasis web.

Dropbox menggunakan model finansial Freemium, dan layanan gratisnya menyediakan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

97

2 GB penyimpanan online gratis. Para pengguna yang menyarankan Dropbox ke orang

lain bisa meningkatkan kapasitas penyimpanan hingga 8 GB. Ying, Jon (February 5,

2009). Kompetitor utama dari Dropbox antara lain, Box.net, FilesAnywhere, CloudMe,

CrashPlan, Egnyte, iCloud, Mozy, SpiderOak, SugarSync, TitanFile, Ubuntu One,

Windows Live SkyDrive, Wuala dan ZumoDrive.

Baik server atau desktop client Dropbox, keduanya ditulis dengan Python.(PyCon

2011). Dropbox juga menggunakan transfer SSL untuk sinkronisasi dan menyimpan

data lewat enkripsi AES-256(Drager, Dave 2010). Klien Dropbox memungkinkan para

pengguna untuk meletakkan data apapun menjadi sebuah berkas, yang kemudian dapat

dihubungkan dengan layanan internet Dropbox dan ke komputer dan perangkat yang

dimiliki pengguna-pengguna lainnya, yang juga memiliki klien Dropbox. Pengguna

juga bisa mengunggah data secara manual lewat web browser. Dropbox dapat menjadi

alternatif dari sneakernet (transportasi fisik lewat media yang dapat dipindahkan), dan

bentuk tradisional lainnya dari transfer data, seperti FTP atau lampiran e-mail.

Dari uraian yang telah dilakukan, pemanfaatan dropbox sebagai direktori

penyimpanan digital untuk KBM akan digunakan dalam penelitian ini untuk membantu

memberikan nilai lebih dalam dunia pendidikan.

METODE PENELITIAN

Seperti yang telah dijelaskan bahwa dropbox merupakan direktori yang tersimpan

di internet. Sehingga apabila terjadi sesuatu dengan PC kita, file kita yang tersimpan

dalam dropbox akan baik-baik saja. Sama halnya dengan e-mail yang juga berfungsi

untuk menyimpan, mengirim dan menerima file. Namun konsep direktori dalam e-mail

tidak dapat di share untuk digunakan secara bersama-sama.

Gambar 2. Proses Elektronik Mail

Dalam penelitian ini, penerapan aplikasi drobox adalah sebagai direktori

penyimpanan bahan ajar yang untuk proses pembelajaran. Dokumen atau file yang

terdapat dalam dropbox merupakan data yang di upload untuk di share dengan anggota

yang tergabung. Dosen atau Guru sebagai tenaga pengajar bertindak sebagai admin

yang memiliki hak akses dari pengelolaan akun dropbox yang dibuat. Peserta didik

dimasukan sebagai peserta atau anggota. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Konteks

Dalam direktori dropbox file bahan ajar dibuat dalam direktori tersendiri.

Direktori dapat dibuat dengan subdirektori yang memuat bahan ajar untuk setiap

Dropbox Tenaga Pengajar

Peserta didik

Peserta didik

Peserta didik

EMAIL 1 EMAIL 2 USER 1 USER 2

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

98

pertemuan. Direktori lain dibuat untuk tugas-tugas yang akan diberikan untuk peserta

didik dengan subdirektori per tugas seperti pada Gambar 4.

Direktori : /Bahan Ajar/

Subdirektori : Pertemuan 1

Pertemuan 2

Pertemuan 3

Pertemuan n

Gambar 4. Direktori Bahan Ajar

Untuk direktori bahan ajar, hak akses atas pengelolaannya dikuasai sepenuhnya

oleh admin atau yang bertindak sebagai tenaga pengajar sekaligus sebagai pemiliki

akun. Hal ini untuk menghindari perubahan data oleh pihak lain. Begitupun juga dengan

direktori tugas untuk peserta didik diatur sama dengan direktori bahan ajar. Untuk hasil

tugas yang ditelah dibuat oleh peserta didik dibuatkan direktori lain yang memiliki

aturan akses berbeda yaitu peserta hanya dapat meng-upload data atau file tugas ke

dalam direktori tanpa dapat melihat atau mengubah data dan file yang telah ada dalam

direktori tersebut. Untuk pengaturannya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaturan Hak Akses

Kategori hak akses terhadap file yang terdapat dalam direktori bagi pengguna

digolongkan menjadi dua jenis yaitu sender dan receiver. sender adalah pengguna yang

melakukan pengiriman data ke dalam direktori, sedangkan receiveradalah pengguna

yang dapat menerima file dalam direktori. Admin atau tenaga pengajar dalam dropbox

dapat berperan sebagai sender dan receiver. Sedangkan untuk peserta didik dapat

menjadi sebagai sender dan receiveratausalah satunya tergantung dari pengaturan yang

dilakukan oleh admin.

Pola yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode

pembelajaran jarak jauh.Tenaga pengajar dalam hal ini dapat berinteraksi dengan

peserta didik dalam pemberian materi dan tugas namun tidak perlu berada ditempat

yang sama atau satu lokasi dengan peserta didik. Untuk melaksanakan pembelajaran

menggunakan metode e-learning dengan dropbox setiap pengguna wajib memiliki akses

internet.

Dropbox

Bahan Ajar

Tugas

Hasil Tugas

Tenaga Pengajar Peserta didik

send

receive

r

send

receive

r

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

99

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari rancangan model pembelajaran berbasis e-learning dengan app dropbox

menunjukan hasil yang lebih baik untuk diterapkan dari pada model pembelajaran

dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dan e-learning dengan email.

Hasil penelitian dari model pembelajaran yang diterapkan dengan konvensional

dan e-learning yang bersumber dari kajian teori dan analisis subyektif dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Hasil perbandingan antara model pembelajaran e-learning (dropbox dan e-

mail) dan konvensional (tatap muka langsung) No Indikator Dropbox Email Konvensional

1 Waktu Memberikan fleksibilitas

dalam memilih waktu.

Memberikan fleksibilitas

dalam memilih waktu.

Tidak Fleksibel

2 Tempat Menjangkau wilayah

geografis yang lebih luas

Menjangkau wilayah

geografis yang lebih luas

Proses KBM harus

pada lokasi yang

sama

3 Biaya Menghemat biaya

pendidikan secara

keseluruhan (perjalanan,

infrastruktur, peralatan,

buku-buku)

Menghemat biaya

pendidikan secara

keseluruhan (perjalanan,

infrastruktur, peralatan,

buku-buku)

Membutuhkan biaya

lebihdalam proses

KBM (perjalanan,

infrastruktur,

peralatan, buku-buku)

4 Akses Hak Akses dapat dibatasi

sehingga lebih baik dalam

pengelolaannya

Tidak memiliki pengaturan

hak akses

Tidak ada

5 Kemudahan Direktori yang terdapat

dalamnya user friendlydan

dapat diatur

Direktori tidak sebatas

pesan masuk dan keluar

dan tidak dapt diatur

Wajib Pertemuan

Tatap Muka

6 Interaksi Peningkatan interaksi

mahasiswa dengan

sesamanya dan dengan

dosen

Peningkatan interaksi

mahasiswa dengan

sesamanya dan dengan

dosen

Interaksi hanya pada

saat tatap muka

7 Bahan Ajar Guru atau dosen akan lebih

mudah melakukan

pembaruan materi maupun

model pengajaran

Guru atau dosen tidak

terlalu mudah melakukan

pembaruan materi maupun

model pengajaran

Bahan ajar terpusat

pada penyampai

materi

8 Kemandirian

Belajar

Melatih peserta didik lebih

mandiri dalam

mendapatkan ilmu

pengetahuan

Melatih peserta didik lebih

mandiri dalam

mendapatkan ilmu

pengetahuan

Kurang memberikan

kemandirian dalam

mencari ilmu

KESIMPULAN

Dari tabel perbandingan dengan menggunakan beberapa indikator untuk menilai

antara model pembelajaran berbasis e-learning dengan konvensional memperlihatkan

bahwa app dropbox dapat memberikan nilai lebih dari penggunaannya untuk proses

kegiatan KBM.

Dari berbagai kelebihan yang dapat diperoleh dalam melaksanakan sistem

pembelajaran berbasis e-learning, namun masih ada kekurangannya terutama dari sisi

interaksi sosial. Kurangnya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar dapat memberi

dampak pada kemampuan peserta didik dalam sehingga cenderung mengabaikan aspek

akademik dan kearah pelatihan daripada pendidikan, dan siswa yang tidak mempunyai

motivasi belajar yang tinggi cenderung akan gagal.

Dengan demikian perlu adanya kombinasi yang seimbang dari model

pembelajaran berbasis e-learning dengan model konvensional atau tatap muka secara

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

100

langsung, agar pencapaian yang ingin dicapai dalam proses KBM dapat memberikan

hasil yang optimal baik dari sisi wawasan keilmuannya dan kemampuan soft skill atau

entrepreneurshipyang dapat menjadi bekal yang kuat untuk kualitas kemandirian

peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Barret, Victoria (2011). "Dropbox: The Inside Story Of Tech's Hottest Startup". Forbes.

Dewey, John (1944). Democracy and Education. The Free Press. pp. 1–4. ISBN 0-684-

83631-9.

Drew Houston & Arash Ferdows (2007). About Dropbox. Dropbox.Inc.

Drager, Dave (2010). DropBox : Review, Invites, and 7 Questions with the Founder.

MakeUseOf.com.

Koran, Jaya Kumar C. (2002). Aplikasi E-Learning dalam Pengajaran dan

Pembelajaran di Sekolah Malaysia. Malaysia

Kincaid, Jason (2009). Dropbox Acquires The Domain Everyone Thought It Had:

Dropbox.com. TechCrunch.

Levy, Ari (2011). Dropbox Partners With Softbank, Sony Ericsson for Growth in Asia,

Europe. Bloomberg.

Lacy, Sarah (2011). Dropbox Raising Massive Round at a $5B-Plus Valuation.

TechCrunch.

Purbo, Onno W. (2002). Teknologi e-learning Berbasis PHP dan MySQL

PyCon (2011). How Dropbox Did It and How Python Helped"Where are my files

stored?". Dropbox FAQ. Dropbox, Inc.

Ryan Paul (2010). How Dropbox ended my search for seamless sync on Linux. Ars

Technica

RFC 5321 (2010)– Simple Mail Transfer Protocol. Network Working Group.

Scott Dunn (2010). Dropbox File Sync Service. PC World.

Tam, Pui-Wing (2010). Philosophy Helps Start-Ups Move Faster. Wall Street Journal.

Ying, Jon (2009). Meet The Team! (Part 1). The Dropbox Blog. Dropbox, Inc..

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

101

PENERAPAN PENDEKATAN PENGULANGAN AUDITORI KEMAMPUAN

BERPIKIR (PAKB) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI

BELAJAR SISWA

Arif Rahman

Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Taman Siswa Bima

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan

Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk menigkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram

tahun pelajaran 2012/2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang

dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas

siswa pada siklus I adalah 10,49 dengan kategori kurang aktif, sedangkan hasil analisis

prestasi belajar siswa diperoleh nilai rata-rata kelas 62,87 dengan ketuntasan klasikal

56,25%. Dari hasil yang diperoleh pada siklus I dapat dikatakan bahwa penelitian ini

belum mencapai indikator kerja, sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II.

Tindakan yang dilakukan pada sklus II adalah perbaikan dari kekurangan-kekurangan

pada siklus I. Setelah dilakukan perbaikan diperoleh skor rata-rata aktivitas siswa 16,35

dengan kategori sangat aktif, sedangan hasil analisis prestasi belajar siswa diperoleh

nilai rata-rata kelas 76,8 dengan ketuntasan klasikal 87,5%. Berdasarkan hasil yang

diperoleh dari siklus I dan II, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan

Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) dapat meningkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram

tahun pelajaran 2012/2013.

Kata kunci: Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir, Aktivitas, dan Prestasi.

PENDAHULUAN

Matematika memiliki karakteristik sebagai suatu cabang ilmu yang objek

kajiannya bersifat abstrak serta berkaitan dengan pola berpikir. Matematika bukan

hanya sekumpulan rumus atau kegiatan berhitung, melainkan matematika juga

merupakan suatu ilmu yang memiliki objek kajian berupa ide-ide, gagasan-gagasan

serta konsep yang abstrak serta memuat proses yang terstruktur dan logis dengan

menggunakan istilah-istilah dan simbol-simbol khusus. Dengan karakteristik seperti ini,

suatu konsep matematika harus dikenalkan kepada siswa melalui serangkaian proses

berpikir, dan bukan dikenalkan sebagai suatu produk jadi.

Berdasarkan hasil observasi awal pada tanggal 5 sampai dengan 7 Desember 2012

di SMAN 8 Mataram terdapat beberapa permasalahan yang peneliti temukan,

diantaranya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar masih rendah, seperti

bertanya, mengajukan pendapat ataupun berdiskusi dengan temannya tentang pelajaran

yang sedang dipelajari. Sebagian besar siswa menganggap mata pelajaran matematika

adalah pelajaran yang sulit sehingga mereka cenderung merasa pesimis sebelum belajar.

Lain daripada itu, peran guru sangat dominan dan siswa kurang dilibatkan dalam

kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa lebih banyak pasif dalam menerima materi

yang disampaikan, siswa hanya duduk, mendengarkan, mencatat, dan menghafal rumus

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

102

tanpa melakukan aktivitas pembelajaran yang aktif. Permasalahan-permasalahan ini

mengakibatkan rendahnya prestasi belajar matematika di SMAN 8 Mataram.

Hal ini dapat dilihat dari data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X tahun

pelajaran 2012/2013 dan Presentase ketuntasan belajar siswa kelas X-3 SMAN 8

Mataram tahun pelajaran 2011/2012. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel 1 dan tabel 2

berikut.

Tabel 1. Data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X SMAN 8 Mataram tahun

pelajaran 2012/2013 No. Kelas Jumlah Siswa Nilai Rata- rata Ketuntasan Klasikal

1. X-1 29 65,92 79%

2. X-2 32 62,18 63%

3. X-3 32 59,83 56%

(Sumber : Data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X SMAN 8 Mataram tahun

pelajaran 2012/2013)

Tabel 2. Presentase ketuntasan belajar siswa kelas X-3 tahun pelajaran 2011/2012 No. Materi Pokok Nilai Rata- rata KKM

1. Logika Matematika 56,70 65

2. Trigonometri 64,33 65

3. Ruang Dimensi Tiga 65,92 65

(Sumber : Arsip guru matematika kelas X-3)

Dari tabel 1. menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika yang dicapai siswa

kelas X-3 masih rendah. Oleh karena itu, pembelajaran matematika di kelas X-3 perlu

diperbaiki guna meningkatkan motivasi, aktivitas, pemahaman dan prestasi belajar

siswa. Pada tabel 2. terlihat bahwa nilai rata-rata siswa kelas X-3 pada materi logika

matematika masih rendah dan berada di bawah KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah

yaitu 65. Sehingga perlu dilakukan penelitian di kelas X-3 pada materi logika

matematika untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

Penggunaan pendekatan pembelajaran yang tidak melibatkan siswa secara penuh

dalam kegiatan belajar mengajar sangat mempengaruhi aktivitas dan prestasi belajar

siswa kelas X-3 SMAN 8 Mataram. Menurut Slameto (2010) pendekatan yang

diterapkan guru mempengaruhi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang kurang

baik akan mempengaruhi cara belajar siswa yang tidak baik pula. Oleh karena itu, perlu

diterapkan pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang siswa agar aktif dalam

pembelajaran dengan memanfaatkan semua indra yang dimiliki, sehingga prestasi

belajar siswa meningkat.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang siswa agar aktif

dalam proses pembelajaran adalah pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan

Berpikir (PAKB). Pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB)

merupakan salah satu pendekatan konstruktivis yang menekankan pada proses berpikir

siswa, kenyamanan siswa, serta teraktualisasinya potensi-potensi pikiran siswa dalam

proses pembelajaran. Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir merupakan

komponen dari pendekatan pembelajaran tersebut. Auditori yang bermakna bahwa

belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,

argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi, Kemampuan Berpikir yang

bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on),

belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui

bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi,

memecahkan masalah, dan menerapkan, dan Pengulangan bermakna pendalaman,

perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

Sebagai pendekatan pembelajaran kontruktivistik, Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB) menempatkan siswa sebagai pusat perhatian utama

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

103

dalam kegiatan pembelajaran melalui tahapan-tahapannya, siswa diberikan kesempatan

secara aktif dan terus menerus membangun sendiri pengetahuannya secara personal

maupun sosial sehingga terjadi perubahan konsep menjadi lebih rinci dan lengkap.

Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya, yaitu: Ni Wayan

Switrayni (2011) yang berjudul “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Pengulangan

Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi

Belajar Matematika Siswa pada Materi Peluang Di Kelas XI-AK1 SMKN 1 Mataram

Tahun Pelajaran 2010/2011”. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pendekatan

pembelajaran Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) dapat meningkatkan

aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa pada materi peluang di kelas XI-AK1

SMKN 1 Mataram tahun pelajaran 2010/2011. Dwi Trisnawati (2012) yang berjudul

“Pengaruh Pendekatan Pembelajaran AIR (Auditori Intellectually Repetition) pada

materi pokok Lingkaran terhadap Prestasi Belajar Siswa Tahun Pelajaran 2011/2012”.

Penelitian ini menunjukkan bahwa Pembelajaran AIR (Auditori Intellectually

Repetition) berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 18

Mataram Tahun Pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan

Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk menigkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram

Tahun Pelajaran 2012/2013

METODE PENELITIAN

Adapun jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian

tindakan kelas adalah suatu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh

guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain

(kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan

tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau

meningkatkan mutu (kualitas) proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan

(treatment) tertentu dalam suatu siklus (Kusnandar, 2010: 45).

Penelitian ini dirancang dan dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus penelitian

tindakan kelas terdiri dari masing-masing 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan

tindakan, pengamatan dan refleksi. Adapun rancangan tersebut dapat dilihat pada

gambar 1. berikut:

Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Modifikasi (Arikunto, 2008: 16)

Dari gambar 1, dapat dijelaskan bahwa pada setiap siklus ada empat tahapan yaitu

perencanaan, pelaksanaan, dibarengi dengan mengamati aktivitas siswa dan guru dalam

proses belajar mengajar, dan refleksi. Setelah diterapkan apa yang telah direncanakan

Perencanaan

SIKLUS I Pelaksanaan Refleksi

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi Pelaksanaan SIKLUS II

Pengamatan

Siklus Selanjutnya LAPORAN

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

104

dalam tiga kali pertemuan, akan dilakukan evaluasi dan merefleksi hasil evaluasi

sebagai dasar untuk melanjutkan penelitian ke siklus selanjutnya apabila hasilnya tidak

mencapai indikator kerja. Dan sebaliknya, apabila hasil refleksi mencapai indikator

kerja maka dilanjutkan ke pembuatan laporan.

Instrumen penelitian terdiri atas tes prestasi belajar siswa pada materi logika

matematika, lembar observasi, dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini

adalah siswa kelas X-3 semester II di SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2012/2013.

Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, lembar observasi, dan metode

tes. Data aktivitas belajar siswa dan guru diambil pada saat tindakan kelas dengan

menggunakan lembar observasi. Data prestasi belajar siswa diambil dengan

memberikan tes evaluasi pada setiap akhir siklus.

Untuk menentukan kategori aktivitas belajar siswa setiap siklus menggunakan

kriteria seperti pada tabel berikut.

Tabel 3. Kriteria untuk menentukan kategori aktivitas belajar siswa Interval Interval Skor Kategori

Mi + 1,5 SDi < A Mi + 3,0 SDi

Mi + 0,0 SDi < A Mi + 1,5 SDi

Mi - 1,5 SDi < A Mi + 0,0 SDi

Mi - 3,0 SDi < A Mi - 1,5 SDi

16,25 < A 20,00

12,50 < A 16,25

8,75 < A 12,50

5,00 A 8,75

Sangat aktif

Aktif

Kurang aktif

Tidak aktif

Nurkencana (1990: 89)

Keterangan: A = skor aktivitas belajar siswa

Untuk menghitung skor rata-rata hasil tes tiap siklus, dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.

n

x

x

n

i

i 1

Keterangan:

x = rata-rata nilai siswa

n = banyaknya siswa yang hadir

xi = skor yang diperoleh siswa ke-i, i = 1, 2 ,3.... n

Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara klasikal dianalisis dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.

KB = P

N 100 %

Keterangan:

KB = Persentase Ketuntasan Belajar

P = Banyaknya siswa yang memperoleh nilai ≥ 65

N = Banyaknya siswa yang mengikuti tes

Ketuntasan belajar secara individu dikatakan tuntas apabila siswa memperoleh nilai ≥

65.

Dalam penelitian ini, indikator keberhasilan yang hendak dicapai meliputi: (1)

Kriteria dari aktivitas belajar siswa minimal berkategori aktif dan mengalami

peningkatan nilai rata-rata skor untuk setiap siklusnya. (2) Prestasi belajar siswa

dikatakan meningkat apabila nilai rata-rata siswa ≥ 65 dan siswa tuntas secara klasikal

atau minimal 85% dari seluruh siswa memperoleh skor ≥ 65.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

105

HASIL PENELITIAN

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas

pembelajaran matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram pada materi logika

matematika. Penelitian ini terdiri dari dua siklus, dimulai dari tanggal 25 Februari

sampai dengan 25 Maret 2013. Objek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 SMAN 8

Mataram tahun pelajaran 2012/2013 yakni sebanyak 32 siswa yang terdiri dari 16

siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Dalam penelitian ini diterapkan pendekatan

Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) pada materi logika matematika

sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas

X-3 SMAN 8 Mataram. Adapun rincian pelaksanaan dan hasil setiap siklus diuraikan

sebagai berikut.

1. Siklus I

Penerapan pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB)

pada siklus I dilaksanakan dalam 3 pertemuan. Materi yang dibahas pada siklus I

meliputi:

a. Pernyataan dan Ingkaran Pernyataan

b. Disjungsi dan Konjungsi

c. Implikasi dan Biimplikasi

Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus I terdiri dari:

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini terdapat beberapa persiapan yang dilakukan sebelum

melaksanakan kegiatan siklus I sebagai berikut.

1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berorientasi pada

pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB)

2) Menyiapkan skenario pembelajaran

3) Menyiapkan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan guru

4) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS)

5) Menyiapkan kisi-kisi soal evaluasi siklus I

6) Menyiapkan soal-soal evaluasi siklus I

7) Menyiapkan pedoman penskoran evaluasi siklus I

b. Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan kelas pada siklus I sebanyak empat kali pertemuan.

Pertemuan 1 dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2013, pertemuan 2

dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2013, pertemuan 3 pada tanggal 2 Maret 2013,

dan pertemuan 4 pada tanggal 9 Maret 2013 untuk evaluasi. Adapun pada awal

pembelajaran guru mensosialisasikan tentang model pembelajaran pengulangan

auditori kemampuan berpikir, membagikan siswa ke dalam kelompok yang

beranggotakan 5-6 orang, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan memotivasi

siswa dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari. Aktivitas siswa dalam

proses pembelajaran masih kurang aktif, karena masih banyak siswa yang belum

bisa bekerja sama dengan anggota kelompoknya dan belum bisa membuat

kesimpulan yang benar dari hasil diskusinya, interaksi siswa dengan siswa masih

kurang, dimana siswa masih malu untuk bertanya kepada kelompok lain yang

mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Selain itu, beberapa siswa juga

kurang memperhatikan temannya yang menyampaikan hasil diskusi

kelompoknya. Namun, ada beberapa siswa yang dengan sungguh-sungguh

melakukan diskusi bersama kelompoknya. Setelah menyelesaikan LKS, guru

meminta perwakilan kelompok untuk menjelaskan hasil diskusi kelompok,

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

106

sedangkan siswa yang lain memberi tanggapan. Hal ini ditunjukkan oleh siswa

pada pembahasan LKS siklus I pertemuan 3 pada soal nomor 2.b.

Salah seorang siswi (Mia Audina) menanggapi dan berbeda pendapat

dengan apa yang dipresentasikan oleh kelompok 3 yang menyatakan bahwa nilai

kebenaran dari biimplikasi “6 habis dibagi 3 jika dan hanya jika 6 bilangan ganjil”

adalah bernilai benar. Sedangkan Mia Audina berpendapat bahwa nilai kebenaran

dari biimplikasi tersebut adalah bernilai salah. Sehingga dalam hal ini guru

mengklarifikasi bahwa jawaban yang benar adalah bernilai salah, karena

berdasarkan tabel kebenaran biimplikasi jika p bernilai benar dan q bernilai salah

maka p biimplikasi q bernilai salah. Setelah selesai diskusi guru dan siswa

membuat kesimpulan dan memberi kesempatan pada siswa untuk mencatat

jawaban yang benar.

Di akhir pertemuan guru memberi tugas dan menginformasikan materi

untuk pertemuan selanjutnya. Pada akhir pertemuan siklus I, guru meminta siswa

untuk mempelajari materi yang telah diajarkan karena pertemuan selanjutnya akan

diadakan evaluasi siklus I selama 2 jam pelajaran (2x45 menit) pada tanggal 9

Maret 2013.

c. Tahap Observasi

1) Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Ringkasan hasil observasi aktivitas siswa siklus I dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 4. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I No

. Indikator

Skor Indikator

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3

1 Kesiapan siswa menerima materi pelajaran 2 2,33 2,66

2 Kegiatan Auditori dalam pembelajaran 1,66 2 2,33

3 Kegiatan Kemampuan Berpikir dalam

pembelajaran

1,75 2,25 2,5

4 Kegiatan Pengulangan dalam pembelajaran 2 2,33 2,66

5 Partisipasi siswa dalam menutup pembelajaran 1,5 1,5 2

Jumlah skor seluruh indikator 8,91 10,41 12,15

Kategori aktivitas Kurang

Aktif

Kurang

Aktif

Kurang

Aktif

Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa, diperoleh bahwa skor

aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan

2 dan pertemuan 2 ke pertemuan 3. Pada pertemuan 1 skor aktivitas belajar

siswa 8,91 dan berkategori kurang aktif, pada pertemuan 2 skor aktivitas

belajar siswa 10,41 dan berkategori kurang aktif, sedangkan pertemuan 3 skor

aktivitas belajar siswa 12,15 tetapi masih berkategori kurang aktif. Sehingga

perlu dilakukan perbaikan untuk mencapai indikator aktivitas belajar siswa.

2) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Ringkasan hasil observasi aktivitas guru siklus I dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 5. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I

No Indikator Penilaian

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3

1 Kesiapan dalam pembelajaran Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

2 Membimbing siswa dalam kegiatan

Auditori pada saat pembelajaran Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

3 Membimbing siswa dalam kegiatan

Kemampuan Berpikir pada saat

pembelajaran

Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

4 Membimbing siswa dalam kegiatan Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

107

Pengulangan pada saat pembelajaran

5 Menutup pembelajaran Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

Berdasarkan lembar observasi aktivitas guru pada siklus I, komentar

observer sebagai berikut:

a) Guru masih menunggu siswa yang telat masuk kelas untuk memulai

pembelajaran

b) Guru kurang/ belum merata memberikan bimbingan kepada kelompok yang

mengalami kesulitan selama diskusi

c) Guru kurang memperhatikan siswa yang ribut dan berdiskusi dengan

kelompok lain.

d. Tahap Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2013. Evaluasi ini dilakukan

untuk memperoleh data prestasi belajar siswa pada siklus I dengan cara pemberian

tes yang berbentuk essay sebanyak 5 butir soal yang dilaksanakan selama 2 jam

pelajaran (2x45 menit). Adapun hasil evaluasi pada siklus I adalah sebagai

berikut.

Tabel 6. Hasil evaluasi siklus I Nilai terendah 39

Nilai tertinggi 88

Nilai rata-rata 62,87

Jumlah siswa yang ikut tes 32

Jumlah siswa yang tuntas 18

Persentasi ketuntasan 56,25%

Pada Tabel 6. terlihat bahwa nilai rata-rata pada siklus I adalah 62,87

dengan nilai tertinggi 88 dan nilai terendah 39. Banyak siswa yang memperoleh

nilai 65 adalah 18 orang (56,25%) dari 32 siswa. Sedangkan yang memperoleh

nilai < 65 ada 14 orang. Berdasarkan data tersebut, rata-rata nilai siswa diperoleh

yaitu < 65, dengan demikian dikatakan bahwa belum mencapai indikator kerja

yang telah ditetapkan yaitu rata-rata nilai siswa harus 65 dan persentase

ketuntasan belajar 85% . Untuk itu, maka penelitian dilanjutkan ke siklus

berikutnya yaitu ke siklus II.

e. Tahap Refleksi

Dari hasil yang diperoleh pada siklus I, aktivitas siswa masih berkategori

kurang aktif dan nilai rata-rata 62,87 dengan ketuntasan klasikal 56,25% sehingga

belum mencapai indikator kerja yang ditetapkan. Oleh karena itu, penelitian ini

akan dilanjutkan ke siklus II. Namun, pada dasarnya pembelajaran pada siklus I

ini sudah berjalan dengan baik hal ini dapat dilihat dari skor aktivitas siswa yang

mengalami peningkat tiap pertemuan dan pelaksanaan pembelajaran oleh guru

berkategori sangat baik. Walaupun demikian peneliti memandang perlu untuk

melakukan penyempurnaan-penyempurnaan agar hasil yang diperoleh lebih baik

lagi. Adapun langkah-langkah perbaikan yang dilakukan adalah sebagai sebagai

berikut:

1) Guru menghimbau siswa agar masuk kelas tepat waktu.

2) Guru lebih memancing siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menanggapi

pertanyaan dari siswa lain.

3) Guru tidak lagi menunggu siswa yang telat masuk kelas.

4) Guru mempedomani alokasi waktu yang sudah ditetapkan pada Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran.

5) Guru tidak terburu-buru dalam menutup pembelajaran.

6) Guru memberikan bimbingan secara lebih merata kepada setiap kelompok

yang mengalami kesulitan selama diskusi.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

108

7) Guru memberikan penguatan pada setiap hasil diskusi.

2. Siklus II

Kegiatan pembelajaran pada siklus II ini hampir sama dengan siklus I hanya

saja pada siklus II ini dilakukan penyempurnaan terhadap hal-hal yang dirasa belum

maksimal pada pelaksanaan tindakan siklus I. Pembelajaran pada siklus II ini

dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dimana tiap pertemuan masing-masing

mempunyai alokasi 2x45 menit. Materi yang dibahas pada siklus II meliputi:

a. Konvers, Invers, Kontraposisi, dan Ingkaran pernyataan majemuk

b. Pernyataan Majemuk

c. Penarikan Kesimpulan

Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II terdiri dari:

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini terdapat beberapa persiapan yang dilakukan sebelum

melaksanakan kegiatan siklus II sebagai berikut:

1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berorientasi pada

pendekatan pembelajaran Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB)

2) Menyiapkan skenario pembelajaran

3) Menyiapkan lembar observasi aktivitas siswa dan guru

4) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS)

5) Menyiapkan kisi-kisi soal evaluasi siklus II

6) Menyiapkan soal- soal evaluasi siklus II

7) Menyiapkan pedoman penskoran evaluasi siklus II

b. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan kelas pada siklus II sebanyak empat kali pertemuan.

Pertemuan 1 dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2013, pertemuan 2 dilaksanakan

pada tanggal 18 Maret 2013, pertemuan 3 pada tanggal 23 Maret 2013, dan

pertemuan 4 pada tanggal 25 Maret 2013 untuk evaluasi. Aktivitas siswa pada

siklus II mengalami peningkatan. Hal ini tidak terlepas dari upaya yang telah

dilakukan oleh guru dalam memotivasi dan memberikan pengertian kepada siswa

agar bersikap tenang serta tertib dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran

dalam kelas.

Dalam kegiatan Auditori, aktivitas siswa sudah sangat baik, karena siswa

selalu memperhatikan arahan yang diberikan oleh guru. Saat kelompok lain

mempresentasikan hasil diskusinya, siswa berani memberikan tanggapan dan

pertanyaan terhadap materi yang belum dipahami. Hal ini ditunjukkan oleh siswa

pada pembahasan LKS siklus II pertemuan 2 pada soal nomor 3. Salah seorang

siswa (M. Rizqi) menanggapi dan berbeda pendapat dengan apa yang

dipresentasikan oleh kelompok 5 yang menyatakan bahwa ingkaran dari “semua

manusia akan mati” adalah semua manusia tidak akan mati dan bernilai salah.

Sedangkan M. Rizqi berpendapat bahwa ingkarannya adalah beberapa manusia

akan mati dan bernilai salah. Sehingga dalam hal ini guru mengklarifikasi bahwa

kedua jawaban itu sama-sama benar. Dalam kegiatan Kemampuan Berpikir

(Intelektual), siswa berkonsentrasi mengerjakan LKS dengan melakukan diskusi

dalam kelompoknya masing-masing. Dalam kegiatan Pengulangan, siswa

mengerjakan soal latihan. Pada saat guru menawarkan pada siswa untuk

menuliskan jawaban di papan tulis, siswa maju tanpa ditunjuk oleh guru. Sebelum

menuliskan jawaban di papan tulis, siswa melakukan konsultasi kepada guru

terlebih dahulu. Hal ini mereka lakukan agar mereka percaya diri dalam

menyampaikan jawaban di depan teman-teman yang lain. Selain itu, jawaban

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

109

yang diberikan akan dibahas secara bersama-sama. Guru memberikan

penghargaan kepada siswa yang dapat menyelesaikan soal dengan baik.

Pada akhir pertemuan guru membimbing siswa dalam memberikan

kesimpulan dan meminta siswa untuk mempelajari materi yang telah diajarkan

karena pada pertemuan selanjutnya akan diadakan evaluasi siklus II selama 2 jam

pelajaran (2x45 menit) pada hari senin, tanggal 25 Maret 2013, pukul 13.00 Wita.

Siswa tampak bersemangat dalam merespon permintaan guru.

c. Tahap Observasi

1) Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Ringkasan hasil observasi aktivitas siswa siklus II dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 7. Ringkasan Hasil Observasi

No. Indikator Skor Indikator

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3

1 Kesiapan siswa menerima materi pelajaran 3 3,33 3,66

2 Kegiatan Auditori dalam pembelajaran 3 3 3,33

3 Kegiatan Kemampuan Berpikir dalam

pembelajaran

3,25 3,5 4

4 Kegiatan Pengulangan dalam pembelajaran 3 3,33 3,66

5 Partisipasi siswa dalam menutup pembelajaran 2,5 3 3,5

Jumlah skor seluruh indikator 14,75 16,16 18,15

Kategori aktivitas Aktif Aktif Sangat Aktif

Aktivitas Siswa Siklus II

Dari tabel 7. menunjukkan bahwa skor aktivitas siswa mengalami

peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan pertemuan pada siklus

sebelumnya. Pada siklus II pertemuan 1 skor aktivitas belajar siswa 14,75 dan

berkategori aktif, pada pertemuan 2 skor aktivitas belajar siswa 16,16

berkategori aktif, dan pertemuan 3 skor aktivitas belajar siswa 18,15 dan

berkategori sangat aktif. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada siklus II

aktivitas belajar siswa sudah mencapai indikator kerja yang ditetapkan dalam

penelitian ini.

2) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Ringkasan hasil observasi aktivitas guru siklus II dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 8. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II

No Indikator Penilaian

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3

1 Kesiapan dalam pembelajaran Sangat

Baik

Sangat

Baik

Sangat

Baik

2 Membimbing siswa dalam kegiatan

Auditori pada saat pembelajaran

Sangat

Baik

Sangat

Baik

Sangat

Baik

3 Membimbing siswa dalam kegiatan

Kemampuan Berpikir pada saat

pembelajaran

Sangat

Baik

Sangat

Baik

Sangat

Baik

4 Membimbing siswa dalam kegiatan

Pengulangan pada saat pembelajaran

Sangat

Baik

Sangat

Baik

Sangat

Baik

5 Menutup pembelajaran Sangat

Baik

Sangat

Baik

Sangat

Baik

Berdasarkan lembar observasi aktivitas guru pada siklus II, komentar

observer sebagai berikut:

a) Guru kurang memperhatikan waktu yang diberikan kepada siswa untuk

menyalin jawaban yang benar

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

110

b) Guru sudah melaksanakan pembelajaran dengan baik

c) Guru telah melaksanakan pembelajaran sesuai deskriptor dengan sangat

baik

d. Tahap Evaluasi

Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui prestasi belajar siswa pada siklus

II. Adapun hasil evaluasi pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Hasil evaluasi siklus II Nilai terendah 41

Nilai tertinggi 100

Nilai rata-rata 76,8

Jumlah siswa yang ikut tes 32

Jumlah siswa yang tuntas 28

Persentasi ketuntasan 87,5%

Pada Tabel 9. terlihat bahwa nilai rata-rata pada siklus II adalah 76,8

dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 41. Banyak siswa yang memperoleh

nilai 65 adalah 28 orang (87,5%) dari 32 siswa yang hadir pada saat evaluasi

siklus II. Sedangkan yang memperoleh nilai < 65 ada 4 orang. Berdasarkan

kriteria indikator kerja yang telah ditetapkan diperoleh yaitu nilai rata-rata siswa >

65 dan ketuntasan klasikal 85%. Dengan demikian penelitian ini sudah

mencapai indikator kerja yang telah ditetapkan, sehingga penelitian dihentikan

dan dilanjutkan ke pembuatan laporan.

e. Tahap Refleksi

Pada akhir siklus II, indikator kerja dari penelitian telah tercapai. Dari

hasil yang diperoleh pada siklus II, aktivitas siswa berkategori sangat aktif dengan

skor 18,15, nilai rata-rata hasil evaluasi 76,8 dan ketuntasan belajar secara klasikal

87,5%. Hasil ini telah mencapai indikator kerja yang ditetapkan. Oleh karena itu,

penelitian ini dihentikan hingga siklus II.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada materi logika matematika

dengan menerapkan pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir

(PAKB). Adapun ringkasan hasil penelitian sebagai berikut.

Tabel 10. Ringkasan Hasil Penelitian

Siklus Pert.

Ke-

Nilai rata-

rata

Ketuntasan

Klasikal

Aktivitas Belajar

Skor Aktivitas Kategori

I

1

62,87 56,25%

8,91 Kurang Aktif

2 10,41 Kurang Aktif

3 12,15 Kurang Aktif

II

1

76,8 87,5%

14,75 Aktif

2 16,16 Aktif

3 18,15 Sangat Aktif

Berdasarkan Tabel 10. terlihat bahwa pada siklus I pertemuan 1 skor

aktivitas belajar siswa adalah 8,91 berkategori kurang aktif, pertemuan 2 aktivitas

belajar siswa adalah 10,41 berkategori kurang aktif dan pada pertemuan 3 skor

aktivitas belajar siswa adalah 12,15 yaitu masih berkategori kurang aktif. Pada

siklus II pertemuan 1 tampak bahwa terjadi peningkatan skor aktivitas siswa

menjadi 14,75 berkategori aktif. Begitu pula pada pertemuan 2, skor aktivitas

siswa terus meningkat sampai akhirnya mencapai kategori sangat aktif pada

pertemuan 3. Data tersebut menunjukkan bahwa penerapan pendekatan PAKB

dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

111

PEMBAHASAN

Penerapan pendekatan PAKB tidak dapat langsung meningkatkan aktivitas belajar

siswa pada siklus I, hal ini disebabkan karena siswa masih beradaptasi dengan

pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran yang biasa mereka hadapi sebelumnya.

Bersamaan dengan hal tersebut, kesiapan siswa dalam memulai pembelajaran masih

rendah. Sebagian besar siswa terlambat masuk kelas. Selain itu, pada setiap tahap

pembelajaran hanya siswa yang pintar saja yang terlihat aktif. Hal ini diatasi guru

dengan terus memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa terlibat secara aktif dalam

pembelajaran sehingga pada pertemuan selanjutnya aktivitas siswa dapat meningkat.

Pembelajaran pada materi logika matematika dengan menggunakan pendekatan

PAKB memberikan kesempatan kepada siswa untuk memaksimalkan semua alat indra

yang dimiliki dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dilibatkan secara aktif.

Dengan demikian kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa sehingga siswa lebih

memahami tentang apa yang dikerjakan dan konsep yang ditemukan akan lebih lama

melekat di otak siswa. Hal ini berkaitan erat dengan prinsip Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB) yang menempatkan siswa sebagai pusat perhatian utama

dalam kegiatan pembelajaran melalui tahapan-tahapannya, siswa diberikan kesempatan

secara aktif dan terus menerus membangun sendiri pengetahuannya secara personal

maupun sosial sehingga terjadi perubahan konsep menjadi lebih rinci dan lengkap.

Dalam membangun sendiri pengetahuannya dapat dilakukan melalui proses penemuan

dan pemecahan masalah.

Selain aktivitas siswa menjadi meningkat, prestasi belajar siswa juga mengalami

peningkatan. Berdasarklan hasil penelitian, tampak bahwa prestasi belajar siswa

mengalami peningkatan tiap siklus. Pada siklus I, rata-rata nilai siswa 62,87 dengan

ketuntasan belajar secara klasikal 56,25%. Selanjutnya pada siklus II rata-rata nilai

siswa meningkat menjadi 76,8 dengan ketuntasan klasikal 87,5%. Data tersebut

menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa terus mengalami peningkatan dan pada

siklus II indikator kerja dalam penelitian ini tercapai, sehingga penelitian dihentikan dan

dilanjutkan ke pembuatan laporan sebagai hasil penelitian. Berdasarkan data hasil

penelitian, maka penerapan pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir

(PAKB) dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi logika

matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2012/2013.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa

“penerapan pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) dapat

meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di

kelas X-3 SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2012/2013”. Dengan data aktivitas siswa

pada siklus I diperoleh rata-rata skor 10,49 dan berkategori kurang aktif, pada siklus II

diperoleh rata-rata skor 16,35 dengan kategori sangat aktif. Sedangkan Prestasi belajar

siswa pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal 56,25% dengan nilai rata-rata kelas

62,87, pada siklus II diperoleh ketuntasan klasikal 87,5% dengan nilai rata-rata kelas

76,8.

DAFTAR PUSTAKA

Dwi Trisnawati. 2012. Pengaruh pendekatan pembelajaran AIR (Auditory Intellectually

Repetition) pada materi pokok lingkaran terhadap prestasi belajar siswa kelas

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

112

VIII SMP Negeri 18 Mataram Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi tidak

diterbitkan. Mataram : FPMIPA IKIP Mataram.

Ni Wayan Switrayni. 2011. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Pengulangan

Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk Meningkatkan Aktivitas dan

Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Materi Peluang di Kelas XI-AK1 SMKN

1 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi tidak diterbitkan. Mataram: FKIP

UNRAM.

Kusnandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan

Profesi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nurkencana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharsimi Arikunto, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

113

PENINGKATAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR BIOLOGI SISWA

MELALUI PROBLEM BASED LAERNING (PBL) DENGAN METODE

EKSPLORASI PADA MATERI POKOK KEANEKARAGAMAN HAYATI

UNTUK SISWA KELAS X DI SMA N 1 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2009/2010

Oleh

Sri Lastuti

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkat motivasi dan aktivitas belajar Biologi

siswa melalui Problem Based learning (PBL) dengan metode Eksplorasi pada materi

keanekaragaman hayati di SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classrom Action Research)

yang mengambil subyek penelitian siswa kelas XE di SMA N 1 Godean Sleman

Yogyakarta dengan jumlah 28 peserta didik. Setiap siklusnya diterapkan perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, refleksi serta perencanaan tindak lanjut. Pada

setiap siklus mengacu pada pendekatan Problem Based learning (PBL) dengan metode

Eksplorasi. Siklus dihentikan apabila indikator keberhasilan sudah tercapai. Data

penelitian ini meliputi hasil pengamatan pada siswa tentang motivasi belajar,

pengamatan pada siswa tentang aktivitas belajar, hasil tes awal dan akhir. Instrumen

penelitian yang digunakan selama pengambilan data adalah lembar observasi aktivitas

siswa, lembar observasi motivasi belajar siswa, LKS, wawancara pada guru dan siswa

secara informal, serta tes akhir siswa.

Hasil penelitian tindakan kelas menunjukkan bahwa pendekatan Problem Based

Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas

belajar biologi siswa khususnya pada materi keanekaragaman hayati. Peningkatan

motivasi dan aktivitas belajar biologi siswa mencapai hingga 90%. Peningkatan

aktivitas yang dimaksud yaitu siswa yang semula sangat pasif, sering berbuat gaduh,

malas, kurang memperhatikan penjelasan guru, sering ngobrol yang tidak semestinya,

ngantukan, sering kuluar masuk kelas berubah menjadi aktivitas yang positif yang

meningkatkan prestasi belajar. Disamping perubahan terhadap motivasi dan aktivitas

belajar siswa, juga terjadi perubahan pada hasil belajar siswa, yaitu pada siklus I

pencapaian nilai rata-rata siswa sebesar 84 ketika dilanjutkan pada siklus II pencapaian

rata-rata meningkat menjadi 95.

Key Word: Problem Based learning (PBL), Eksplorasi, Motivasi, Aktivitas,

PENDAHULUAN

Guru merupakan komponen dalam belajar mengajar yang berinteraksi langsung

dengan siswa. Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam terciptanya proses

pembelajaran yang dapat mengantarkan siswa ketujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Permasalahan yang terjadi adalah guru cenderung menyajikan media

pembelajaran yang ada di buku atau dimedia lain yang dapat diakses dengan mudah

sementara disekitar siswa terdapat berjuta- juta obyek Biologi yang struktur dan

fungsinya sama dengan obyek- obyek yang ditunjukan dalam media tersebut, akan

tetapi pendidik dalam hal ini guru tidak menyadari bahwa dengan adanya pendekatan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

114

semacam itu justru akan semakin menunjukkan citra Biologi sebagai ilmu hafalan

sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran yang demikian

tidak bertahan lama. Hal tersebut diperkuat dengan kelemahan dari metode

konvensional menurut Wardoyo (2004:1) adalah “apabila guru kurang pintar dalam

memotifasi dan menarik perhatian siswa, serta kurang pandai dalam mengamati aktifitas

belajar siswa di kelas, maka siswa akan menjadi pasif karena siswa hanya sebagai

penerima informasi yang tentu saja akan sangat membosankan”.

Pandangan tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan dalam belajar terlihat dari

siswa yang berprestasi. Keberhasilan siswa dalam meraih prestasi belajar tidak terlepas

dari pendekatan yang digunakan oleh guru yang mampu memberi motivasi dan dapat

menciptakan iklim belajar yang harmonis, kondusif, menyenangkan dan mampu

memberi semangat belajar kepada siswa.

Rendahnya prestasi belajar dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor internal

maupun eksternal siswa itu sendiri. Faktor internal antara lain minat siswa, bakat,

motivasi dan intelegensi sedangkan faktor eksternal antara lain metode belajar, fasilitas,

media, proses belajar baik di sekolah maupun luar sekolah. Seseorang akan berhasil

dalam belajar kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Motivasi sebagai

suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam suatu kegiatan

nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas

pendidikan dapat ditempuh melalui penggunaan strategi belajar yang mampu

mengembangkan cara belajar siswa aktif. Penggunaaan strategi belajar dimaksudkan

untuk dapat meningkatkan motivasi belajar siswa khususnya dalam pembelajaran

Biologi. Dengan demikian guru harus menguasai berbagai bentuk metode mengajar dan

menggunakan metode yang sesuai untuk setiap materi yang akan diajarkannya.

Berdasarkan berbagai permasalahan akan kurangnya motivasi belajar siswa pada

mata pelajaran Biologi khususnya pada materi pokok keanekaragaman hayati maka

penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar Biologi

siswa SMA N 1 Godean Depok Sleman Yogyakarta dengan menggunkan pendekatan

Problem Based Learning (PBL) dengan metode eksplorasi.

SMA N 1 Godean merupakan sekolah dimana peneliti melakuakna KKN-PPL.

Secara geografis SMA N 1 Godean terletak di Jl. Godean Km 8,5 Sidokarto, Godean,

Sleman, Yogyakarta. Sekolah ini berada di wilayah yang cukup strategis dikelilingi oleh

sawah yang berpotensi terhadap kelimpahan obyek Biologi dan mudah dijangkau siswa

karena terdapat jalan raya yang dilewati oleh angkutan umum sekitar 100 meter. Hal itu

merupakan potensi fisik yang sangat menunjang proses pembelajaran. Sekolah ini

dikelilingi oleh sawah yang mempunyai potensi yang melimpah untuk obyek Biologi

sehingga pendekatan Biologi dapat dilakukan lebih ke obyek. Dengan demikian potensi

fisik tersebut dapat dimanaatkan secara maksimal.

Siswa-siswi SMA N 1 Godean mempunyai potensi yang sangat tinggi namun

potensi tersebut kurang terasah dengan baik dikarenakan rendahnya motivasi belajar.

Hal tersebut juga didukung dengan berdasarkan pengalaman peneliti ketika melakukan

praktek KKN-PPL disekolah tersebut. Permasalahan tersebut juga didukung dengan

hasil wawancara yang dilakukan dengan ibu Sarjillah, SPd salah satu guru pengampu

mata pelajaran biologi SMA N 1 Godean menuturkan bahawa “siswa cenderung hanya

menerima apa yang telah disampaikan guru namun rasa ingin tahu dan kemauan untuk

mencari informasi disumber lain masih sangat kurang atau rendah”. Pada kesempatan

lain, Ibu Sarjillah juga menuturkan bahwa “siswa mempunyai potensi yang sangat tinggi

namun motivasi belajar mereka sangat kurang”. Hasil observasi pra penelitian yang

didampingi oleh guru pengampu mata pelajaran biologi juga diperoleh hasil

kemampuan awal siswa terkait materi yang hendak akan dilakukan penelitian.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

115

pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kempuan siswa sebelum

digunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan Metode Eksplorasi.

Berikut rekapitulasi nilai sebelum tindakan. Adapun rekapitulasi nilai pencapaian siswa

disajikan pada tabel dan gambar berikut.

Tabel 1. Kategorisasi Nilai Sebelum Tindakan (pra-penelitian) Nilai Rata-Rata Jumlah Persentse (%)

A = 85 – 100 0 0 %

B = 75 – 84 1 3.57 %

C = 60 – 74 1 3.57 %

D = 40 – 59 1 3.57 %

E = 00 – 39 25 89,2 %

Jumlah 28 100 %

Gambar 1.1 persentase nilai perolehan siswa sebelum tindakan

Data tersebut memperlihatkan bahwa keseluruhan siswa masih memperoleh nilai

E, dan hanya 1 siswa yang memperoleh nilai B,C,D.

Observasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Godean menggunakan metode

ceramah dan menggunakan papan tulis sebagaimana yang biasa dilakukan oleh guru

pengampu Biologi. Berdasarkan observasi tersebut diperoleh juga data sebagai berikut:

1. Kondisi siswa ketika mengikuti proses pembelajaran pada umumnya masih bersifat

pasif.

2. Pada saat penyampaian materi, siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang

dilakukan oleh guru.

3. Suasana kelas ramai

4. Guru terlalu asyik dengan dirinya sendiri, ada siswa yang ramai namun guru tetap

saja meneruskan penjelasan materi.

5. Siswa terlihat malu-malu mengemukakan pendapat walaupun sudah diberikan

kesempatan oleh guru maupun ditunjuk secara langsung.

Kondisi pembelajaran yang ditemukan ketika proses observasi berlangsung

menandakan bahwa siswa kurang termotivasi dan mempunyai aktivitas yang kurang

aktif dalam proses pembelajaran biologi. Fenomena tersebut dipengaruhi oleh

bebebrapa faktor, salah satunya kurang adanya strategi pembelajaran yang tepat hingga

kurang melibatkan siswa sebagai subyek pembelajaran. Jika hal ini dibiarkan secara

terus menerus maka dikhawatirkan siswa akan kurang termotivasi yang akan

menurunkan hasil belajar setiap kompetensi. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut,

maka sangat perlu dilakukan peningkatan motivasi dan aktifitas belajar siswa untuk

meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan

suatu pendekatan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa di SMA N 1 Goden

salah satunya yaitu dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL)

dengan metode Eksplorasi.

Problem Based Learning (PBL) merupakan proses pembelajaran yang titik awal

pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan dari masalah ini siswa

dirangsang untuk mempelajari obyek biologi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman

yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

116

ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan

kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL.

Problem Based learning (PBL) dengan Metode Eksplorasi memberi peluang

kepada peserta didik untuk memperdalam pemahamannya terhadap suatu materi ajar.

Kegiatan belajar mengajar di kelas akan memberikan landasan baru bagi subjek didik

untuk lebih kreatif dalam menghadapi permasalaha- permasalahan yang beredar

dilingkungan sekitar. Beberapa ahli media pembelajaran mengemukakan slogan dalam

proses belajar mengajar yaitu : “ If I hear I forget, If I see I remember, If I do I

understand and I know ” yang artinya bila saya dengar saya lupa, bila saya lihat saya

ingat, bila saya lakukan saya mengerti dan mengetahui. (Latuhera, 1998:105)

Agar siswa dapat menerima dan menguasai Biologi dengan baik khususnya dalam

pelaksanaan pembelajaran tentunya tidak tergantung pada guru semata, tetapi juga

diperlukan adanya keinginan dan dorongan dari diri siswa sendiri bukan karena

paksaan. Sebagaimana dinyatakan oleh Dasma (2008: ) dalam hasil penelitiannya

bahwa,”Terdapat kontribusi kegiatan praktikum dengan prestasi belajar Biologi

siswa.”Sementara itu motivasi dalam dunia pendidikan dapat dilakukan oleh guru, guru

harus mengambil keputusan tentang apa yang harus diajarkan, bagaimana menyajikan

pelajaran, menentukan cara pengajaran agar siswa mengikuti apa yang menjadi harapan.

Disamping itu diharapkan siswa dapat lebih peka terhadap permaalahan-

permasalahanyang ada di lingkungan sekitar.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara

kolaboratif dan partisipatif. Artinya penelitian ini dilakukan sendiri tetapi bekerja sama

dengan guru Biologi kelas X SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta. Secara partisipatif

bersama- sama dengan mitra peneliti akan melaksanakan penelitian ini langkah demi

langkah. (Rochiati Wiriatmaja, 2006:83).

Alasan dilakukanya penelitian tindakan kelas antara lain: 1) Penelitian ini

dilakukan pada sekelompok orang tertentu dan dalam hal ini sebuah kelas, 2) Penelitian

ini dilakukan dalam situasi yang rutin, maksudnya penelitian ini tidak merubah waktu

khusus dan jadwal di SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta yang sudah ada, 3) Materi

yang disampaikan spesifik, artinya materi satu kompetensi sudah cukup mewakili, 4)

Penelitian ini menuntut dilakukanya pencermatan secara terus menerus dan disini

memerlukan observer seperti yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK).

Penelitian ini di lakasanakan di SMA N 1 Godean yang terletak di daerah Godean

Sleman Yogyakarta pada bulan Januari- Maret 2010. Subjek penelitian ini adalah siswa

kelas XE SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta yang berjumlah 28 orang. Penerapan

penelitian dalam pokok bahasan keanakaragaman hayati.

Penelitian ini menggunakan model Spiral Kemmis dan Tanggart yang

dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robin Mc Tanggart yang dikutib oleh Sukardi

(2004:214) yang sekurang- kurangnya terdiri dari dua siklus dan masing-masing

mengunakan empat komponen tindakan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan

refleksi dalam suatu spiral yang saling terkait.

1. Siklus I

a. Rencana tindakan

1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang materi

keanekaragaman hayati pada sub materi pokok kanekaragaman tingkat jenis

yang akan diajarkan dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL)

dengan metode Explorasi. RPP disusun oleh peneliti dengan pertimbangan dari

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

117

dosen dan guru yang bersangkutan. RPP ini berguna sebagai pedoman guru

dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.

2) Menyusun dan mempersiapkan lembar observasi mengenai Motivasi dan

aktivitas belajar Biologi siswa.

3) Menyusun pedoman wawancara. Pedoman wawancara dipergunakan agar

pertanyaan yang diajukan kepada guru maupun peserta didik lebih terstruktur.

Wawancara digunakan agar mengetahuii perkembangan motivasi dan aktivitas

belajar biologi siswa yang dilakukan secara informal.

4) Menyediakan sarana dan media pembelajaran yang akan digunakan dalam

setiap pembelajaran, yaitu lembar kerja siswa (LKS) tentang keanekaragaman

hayati khususnya pada materi pokok keanekaragaman tingkat jenis dan tingkat

ekosistem.

5) Mempersiapkan soal tes untuk siswa yaitu tes yang akan diberikan pada awal

pembelajaran dan tes yang akan diberikan pada akhir siklus. Soal tes disusun

oleh peneliti dengan pertimbangan guru yang bersangkutan.

b. Pelaksanaan tindakan

Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan panduan perencanaan yang

telah dibuat dan dalam pelaksanaanya bersifat fleksibel dan terbuka terhadap

perubahan- perubahan. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru mengajar

siswa dengan menggunakan RPP yang telah dibuat sedangkan penelitian yang

dibantu oleh dua orang pengamat mengamati motivasi dan aktivitas belajar

Biologi siswa pada saat proses pembelajaran siswa di kelas.

c. Observasi

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran di kelas berlangsung

dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Observasi dilakuakan

untuk melihat secara langsung bagaimana kenampakan motivasi dan aktivitas

belajar biologi siswa pada saaat proses pembeljaran berlangsung. Setelah itu juga

dilakukan wawancara dan memberikan angket terbuka pada siswa

d. Refleksi

Daftar yang diperoleh pada lembar observasi dianalisis, kemudian dilakukan

refleksi. Pelaksanaan refleksi berupa diskusi antara peneliti dan guru pengampu

mata pelajaran Biologi di sekolah yang bersangkutan. Diskusi tersebut bertujuan

untuk melakukan evaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan yaitu dengan

melakukan acara penilaian terhadap proses pembelajaran yang terjadi, masalah

yang muncul, dan segala hal yang berkaitan dengan tindakan yang dilakuakan.

Setelah itu mencari jalan keluar (solusi) terhadap masalah- masalah yang akan

timbul agar dapat dilakuakn rencana perbaikan pada siklus II/ siklus berikutnya.

2. Siklus II

a. Persiapan tindakan

Persiapan yang dilakukan pada siklus II ini memperhatikan refleksi pada

pada siklus I. Persiapan pada siklus II meliputi:

1) Refisi RPP yang telah dibuat pada siklus I

2) Mempersiapkan lembar observasi

3) Mempersiapkan pedoman wawancara. (wawancara secara informal)

4) Mempersiapkan sarana dan media pembelajaran tentang keanekaragaman

hayati.

5) Mempersiapkan soal tes.

b. Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan siklus II pada intinya sama seperti pada siklus I yaitu guru

mengajar siswa dengan menggunakan RPP tentang keanekaragaman hayati yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

118

telah dibuat. Pada siklus II anggota pada setiap kelompok masih sama pada siklus

I.

c. Observasi

observasi dilakukan oleh peneliti dibantu oleh pengamat lain dengan

pengamat observasi. Lembar observasi yang digunakan sama seperti lembar

observasi pada siklus I. Setelah dilakukan wawancara dan pemberian angket

terbuka siswa seperti pada siklus I.

d. Refleksi.

Refleksi ada siklus II digunakan untuk membedakan hasil siklus I dengan

siklus II apakah ada peningkatan partisipasi dan hasil belajar siswa atau tidak. Jika

belum terdapat peningkatan, maka siklus dapat diulang kembali.

Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas XE SMA N 1 Godean Sleman

Yogyakarta. Dipilihnya kelas XE karena dasar- dasar materi keanekaragaman

hayati berada pada semester II kelas XE sehingga penerapan konsep

keanekaragaman hayati dapat ditanamkansejak dini.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pelaksanaan penelitaian tindakan ini dilakukan selama dua siklus. Setiap siklus

pembelajaran materi keanekaragaman hayati menggunakan Pendekatan Problem Based

Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi. Setiap siklus terdapat kegiatan yang

meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi serta refleksi

dengan langkah- langkah sebagai berikut:

Siklus I

Tahap Perencanaan Siklus I

Tahap perencanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a) Bersama-sama membuat jadwal tindakan.jandwal tindakan ditentukan atas

kesepakatan antara jurusan dan peneliti. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian

disesuaikan dengan jadwal pembelajaran keanekaragaman hayati di SMA Negeri I

Godean agar tidak mengganggu mata pelajaran yang lain. Jadwal pelaksanaan pada

siklus I diuraikan dalam tabel 2 berikut:

Tabel 2. Jadwal tindakan siklus I Pert Hari /tanggal Jam pemb. Pokok bahasan/ kegiatan

1 Senin/ 18 Januari

2010

VII-VIII

12.15-13.45

Menjelaskan tentang keanekaragaman jenis, eksplorasi

tentang keanekaragaman jenis tumbuhan yang berada

di taman depan laboratorium Biologi SMA N I

Godean, mengerjakan LKS dan diskusi.

2 Selasa/ 19 Januari

2010

I-II

07.15-08.45

Presentasi hasil diskusi dan eksplorasi dan tes individu

pokok bahasan keanekaragaman jenis.

b) Membuat RPP.

c) Membuat skenario pembelajaran tindakan dan ukuran keberhasilan dari suatu

tindakan pada setiap siklusnya.

d) Mempersiapkan tempat (lokasi eksplorasi), alat dan bahan yang akan digunakan

untuk pelajaran keanekaragaman mahluk hidu pada tingkat jenis.

e) Membuat lembar evaluasi siswa. Peneliti dan guru melakukan evaluasi hasil belajar

tentang materi pokok keanekaragaman tingkat jenis baik cara mengajar guru dan

semua hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan tindakan siklus I.

Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pada siklus pertama dilaksanakan dua kali pertemuan dengan satu pokok

pembahasan yaitu keanekaragaman mahluk hidup pada tingkat jenis. Selama

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

119

pelaksanaan tindakan, peneliti bertindak sebagai fasilitator dan 4 (empat) orang

observer temasuk guru melaksanakan observasi, pengamat, dan refleksi tentang yang

telah diamati pada saat proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan poin- poin yang

telah dimuat dalm lembar observasi baik tentang aktivitas maupun motivasi siswa.

Pada pertemuaan pertama sebelum membuka pelajaran peneliti membagikan

atribut sebagai identitas pada siswa yang bertujuan agar observer dapat mengamati dan

memberikan penilaian terhadap aktivitas siswa. Guru memberikan petunjuk serta

pengarahan kepada siswa tentang tatacara siswa dalam bekerja kelompok dan berdiskusi

dalam melakukan eksplorasi serta mengerjakan LKS. Agar siswa tertarik dengan model

pembelajaran yang akan dilaksanakan maka guru menyampaikan makna dari penerapan

Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi. selanjutnya

guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum

dipahami mengenai model pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Guru membagi siswa kedalam 5 (lima) kelompok besar. 1 (satu) kelompok terdiri

dari lima sampai enam orang. Pembagian peserta kelompok berdasarkan potensi

akademik siswa yang berprestasi sangat bagus, bagus, sedang dan kurang bagus hal ini

dengan mengacu pada prestasi hasil belajar siswa pada materi pembelajaran biologi

sebelumnya. Kemudian siswa langsung menempatkan posisis duduknya sesuai dengan

kelompok yang telah dibagikan. Masing- masing kelompok bertanggung jawab untuk

memecahkan permasalahan dan berkewajiban menjelaskan kepada teman dalam

kelompok agar semuanya paham. Dengan bimbingan guru, siswa melakukan eksplorasi

di lingukangan sekitar sekolah, siswa melakukan diskusi pada pertemuan berikutnya

siswa melakukan presentasi hasil diskusi yang telah dilakukan. dan diakhir pertemuan

guru menutup pelajaran dengan merangkum materi pelajaran yang telah dilakukan.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal- hal yangbelum

dipahami yang dijelaskan kelompok penyaji dan yang disampaikan oleh guru. Adapun

pelaksanaan pembelajaran pada materi keanekaragaman hayati pada tingkat jenis

disajikan pada lampiran 1 halaman 122.

Hasil Observasi Siklus I

Selama pelaksanaan tindakan berlangsung, dilakukan pengamatan dan pencatatan

oleh observer dengan menggunakan lembar observasi dan catatan pendukung.

Berdasarkan hasil pengamatan dari observer maka diperoleh hasil seperti yang terlihat

pada gambar berikut.

Gambar 1.2. Aktivitas siswa siklus I

Keterangan:

1. Jika siswa malas, kurang bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh dalam proses

pembelajaran berlangsung (Keaktifan kurang)

2. jika siswa rajin, bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi (keaktifan sedang)

3. Jika siswa Selalu menyampaikan gagasan, Rajin, disiplin dan selalu terlibat dalam

semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan baik).

Selain pengamatan tentang aktivitas, Pengamatan juga dilakukan terhadap

motivasi siswa. Pengamatan terhadap motivasi siswa dilakukan dengan mengacu pada

10.72% 3.50%

35.70%

67.86%53.60%

28.57%

3 2 1

Pertemuan I Pertemuan II

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

120

instrumen motivasi yang telah disediakan oleh peneliti sebelumnya. Adapun hasil

observasi terkait motivasi siswa disajikan pada gambar 1.2 berikut.

Tabel 3. Motivasi siswa pada siklus I NO. Motivasi Siswa Pertemuan ke-1 (90 menit) Pertemuan ke-2 (45 menit)

1. I 96,43% 96,43%

2. II 96,43% 96,43%

3. III 53,56 % 17, 85 %

4. IV 57,15% 32,14%

Keterangan:

I = Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan penjelasan dari guru:

pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa tidak

mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh.

II = Kemauan : siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin

keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak ribut dengan bahan

pembicaraan yang tidak semestinya

III = Rasa ingin tahu: siswa bertanya, menjawab, memperhatikan,

menggunakan alat indra.

IV = Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab

(merespon) pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan

yang disampaikan oleh teman, mengerjakan tugas, mencatat apa yang

telah disampaikan oleh guru, ikut

Selanjutnya pada pertemuan ke II pada tanggal 19 Januari 2010 dilakukan

evaluasi yang dikerjakan secara individu untuk melihat tingkat penguasaan siswa

terhadap materi yang dipelajari. Evaluasi yang digunakan pada siklus I terdiri dari 5 soal

esai, dengan hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4. Kategorisasi nilai Posttest siswa tindakan siklus I . Nilai rata-rata Jumlah Persentse (%)

A = 85 – 100 19 68 %

B = 75 – 84 2 7 %

C = 60 - 74 7 25 %

D = 40 – 59 0 0 %

E = 00 – 39 0 0 %

JUMLAH 28 100 %

Gambar 3. Persentase Nilai Posttest Siswa Tindakan Siklus I

Refleksi

Berdasarkan keseluruhan tindakan siklus I yang meliputi perencanaan dan

pelaksanaan tindakan serta hasil observasi yang dilakukan selam tindakan siklus I dapat

dilakukan tindakan hasil refleksi. Guru dan observer melakukan hasil pelaksanaan

tindakan. Adapun permasalahan- permasalahan yang dihadapi dan perlu dicari

penyelesaianya antara lain:

a) Presentasi hasil pengamatan tidak perlu dilakukan oleh seluruh kelompok, namun

beberapa kelompok saja yang mewakili untuk lebih mengefesiensi waktu.

0%

5000%

10000%

A = 85 – 100B = 75 – 84C = 60 - 74D = 40 – 59E = 00 – 39

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

121

b) Cocat untuk siswa dilakukan pembagian ulang pada setiap pertemuan untuk

mengantisipasi siswa yang lupa, sehingga mempermudah kerja observerr untuk

mengamati aktivitas siswa.

c) Presentasi yang dilakukan oleh siswa hendaknya menggunakan media seperti LCD

atau OHP untuk mempermudah peserta kelompok lain mengoreksi atau memahami.

d) 80% siswa sudah aktif jadi perlu dipertahankan.

Siklus II

Rervisi

Berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus I, maka dilakukan revisi pada

rancangan tindakan siklus II. Pelaksanaan tindakan siklus II merupakan kelanjutan dari

siklus I yang sebenarnya dinyatakan sudah mencapai standar yang diharapkan. Namun

dikarenakan pembagian waktu presentasi peserta didik yang kurang efisien yang

mengakibatkan peserta didik tidak menggunakan media untuk memperagakan

presentasi yang disampaikan maka perlu dilakukan pengaturan waktu agar presentasi

peserta didik lebih efisien. Dalam penelitian ini dilakukan siklus yang kedua dengan

alasan untuk lebih meyakinhan hasil yang diperoleh pada siklus I sekaligus revisi untuk

pembagian waktu presentasi masing-masing kelompok. Dengan demikian perlu

melanjutkan pada siklus yang berikutnya. Hasil refleksi pada tindakan siklus I sudah

diperoleh secara optimal hanya saja perlu dilakukan persiapan yang lebih baik yang

dilakukan oleh pengajar agar hasil dapat lebih optimal. Adapun hasil revisi pada siklus I

adalah sebagai berikut: Presentasi hasil pengamatan memakan waktu yang cukup lama

jadi tidak perlu dilakukan oleh seluruh kelompok, namun beberapa kelompok saja yang

mewakili untuk lebih mengefesiensi waktu. Dilakukan pembagian ulang tanda pengenal

peserta didik pada setiap pertemuan untuk mengantisipasi siswa yang lupa, sehingga

mempermudah kerja observer untuk mengamati aktivitas siswa. Presentasi yang

dilakukan oleh siswa hendaknya menggunakan media seperti LCD atau OHP karena

pada siklus I media tersebut tidak dipersiapkan oleh pengajar. untuk mempermudah

peserta kelompok lain mengoreksi atau memahami. 80% siswa sudah aktif jadi perlu

dipertahankan. Guru menentukan hipotesis tindakan yang akan dilakuakn pada siklus II.

Tindakan yang dilakukan oleh guru pada siklus ke II adalah sebagai berikut:

a. Guru menginformasihkan kepada siswa untuk selalu mengenakan atribut yang

diberikan oleh peneliti untuk mrmpermudah dalam pengamatan aktivitas siswa.

b. Guru menjelaskan kepada siswa terkait pembagian waktu untuk diskusi, ekplorasi

dilapangan untuk mengungkap permasalahan- permasalahan obyek yang diamati dan

waktu untuk presentasi data hasil pengamatan dilapangan.

c. guru lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk pro aktif.

Rencana Tindakan Siklus II

Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini merupakan kelanjutan pada siklus I yang

dinyatakan sudah mencapai standar yang telah ditetapkan. Adapun tahap perencanaan

tindakan yang dilakukan guru dan observer adalah sebagai berikut:

1) membuat Jadwal kegiatan pada siklus II diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 5. Jadwal kegatan siklus II Pertemuan Hari /tanggal Jam pelajaran Pokok bahasan/ kegiatan

1 Senin/ 25

Januari 2010

VII-VIII

12.15-13.45

Menjelaskan tentang keanekaragaman

ekosistem, eksplorasi tentang keanekaragaman

ekosistem tumbuhan yang berada di taman

depan laboratorium Biologi SMA N I Godean,

mengerjakan LKS dan diskusi.

2 Selasa/ 26

Januari 2010

I-II

07.15-08.45

Presentasi hasil diskusi dan eksplorasi dan tes

individu pokok bahasan keanekaragaman jenis.

2) Membuat RPP

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

122

3) Membuat scenario pembelajaran tindakan dan ukuran keberhasilan dari suatu

tindakan pada setiap siklusnya.

4) Mempersiapkan tempat (lokasi eksplorasi), alat dan bahan yang akan digunakan

untuk pelajaran keanekaragaman mahluk hidu pada tingkat Ekosistem.

5) Membuat lembar evaluasi siswa. Peneliti dan guru melakukan evaluasi hasil belajar

tentang materi pokok keanekaragaman tingkat ekosistem baik cara mengajar guru

dan semua hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan tindakan siklus II.

Pelaksanaan Tindakan Siklus II

Pada pertemuan siklus II guru memulai kegiatan dengan menyarankan siswa

untuk memakai tanda pengenal dan dilanjutkan dengan melakukan apersepsi. Apersepsi

dilakukanuntuk menarik minat dan perhatian siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan singkat kepada siswa tentang

materi yang pernah diajarkan sebelumnya, karena materi pada siklus II masih terkait

dengan materi pada siklus I. Pada pertemuan ini siswa langsung bergabung dengan

kelompoknya tampa menunggu perintah dari guru. Selanjutnya guru membagikan LKS

ke setiap kelompok dan sekaligus meminta siswa untuk mempersiapkans egala yang

dibutuhkan dilapangan untuk eksplorasi.

Guru menjelaskan poin- poin yang harus dikerjakan pada LKS. guru menanyakan

kembali apakah siswa sudah paham dan bisa melanjutkan ke langkah berikutya. Pada

kegiatan inti, siswa dengan didampingi guru langsung terjun ke lingkungan sekitar

sekolah yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mengamati keanekaragaman

ekosistem. Jumlah kelompok yang dibentuk adalah sebanyak 5 kelompok dengan

anggot kelompok 4-5 orang. Setelah siswa memperoleh data seperti instruksi yang

terdapat dalam LKS siswa melakukan diskusi dengan kelompoknya untuk membahas

data yang telah diperoleh dan untuk di sajikan pada pertemuan berikutnya. Eberapa

siswa menanyakan terkait data yang telah diperoleh.kemudian guru menjelaskan dengan

rinci permasalahan yang diajukan oleh siswa. Setelah kegiatan diskusi berlangsung guru

menutup pelajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa untk lebih giat dalam

mengerjakan tugasnya yang akan dipresentasikan pada pertemuan berikutnya. Adapun

pelaksanaan siklus dua dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 133.

Hasil Observasi siklus II

Pengamatan terhadap aktivitas siswa

Masing- masing aktivitas belajar siswa pada siklus II disajikan dalam bentuk tabel

sebagai berikut:

Tabel 6. Aktivitas siswa siklus II

Aktivitas Siswa pada pertemuan ke: Pertemuan ke-I Pertemuan ke-II

3 2 1 3 2 1

Jumlah 17 11 0 10 18 0

Persentase 60.71% 39.29% 0% 35.71% 64.29% 0%

Keterangan :

1. Jika siswa malas, kurang bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh

dalam proses pembelajaran berlangsung (Keaktifan kurang)

2. Jika siswa rajin, bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi ( keaktifan

sedang)

3. Jika siswa selalu menyampaikan gagasan, rajin, disiplin dan selalu terlibat dalam

semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan baik).

Pengamatan terhadap motivasi siswa

Adapun pengamatan terhadap motivasi siswa pada siklus ke dua disajikan pada

tabel berkut.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

123

Tabel 7. Motivasi siswa pada siklus II NO. MOTIVASI

SISWA

SIKLUS I

Pertemuan ke-1 (90 menit)

SIKLUS I

Pertemuan ke-2(45 menit)

1. I 100% 100%

2. II 96,43% 100%

3. III 57, 14 % 50 %

4. IV 60,71% 64,28%

Keterangan:

I = Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan penjelasan dari guru:

pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa tidak

mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh.

II = Kemauan : siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin

keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak ribut dengan bahan

pembicaraan yang tidak semestinya

III = Rasa ingin tahu: siswa bertanya, menjawab, memperhatikan,

menggunakan alat indra.

IV = Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab

(merespon) pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan

yang disampaikan oleh teman, mengerjakan tugas, mencatat apa yang

telah disampaikan oleh guru.

Pengamatan terhadap hasil belajar siswa

Pada pertemuan ke II pada tanggal 26 Januari 2010 dilakukan evaluasi yang

dikerjakan secara individu untuk melihat tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang

dipelajari. Evaluasi yang digunakan pada siklus I terdiri dari 5 soal esai, dengan hasil

belajar siswa pada siklus I dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 8 Kategori nilai Setelah tindakan Nilai Rata-Rata Jumlah Persentse (%)

A = 85 – 100 22 79 %

B = 75 – 84 6 21 %

C = 60 - 74 0 0 %

D = 40 – 59 0 0 %

E = 00 – 39 0 0 %

Jumlah Keseluruhan 28 100 %

Gambar 4. Nilai setelah tindakan

Berdasarkan yang dilakukan pada siklus I pada pertemuan yang kedua, ternyata

sudah mencapai standar yang ditentukan oleh sekolah untuk pembelajaran tuntas.

Berdasarkan jumlah siswa sebanyak 28 siswa kelas XE semuanya telah mengikuti

Posttest akhir pada materi keanekaragaman ekosistem dari data kuis individu diperoleh

data sebagai berikut:79 % yang mendapat nilai nilai A, 21 % yang mendapat nilai nilai

B, 0% yang mendapat nilai nilai C, 0% yang mendapat nilai nilai D dan 0% yang

mendapat nilai nilai E

0%

50%

100%

A = 85 – 100

B = 75 – 84

C = 60- 74

D = 40 –59

E = 00 – 39

Persentase penilaian setelah tindakan siklus II

persentasepenilaian setelahtindakan siklus II

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

124

Berdasarkan data diatas ternyata siswa yang memperoleh nilai A dan B 100%.

Hasil ini sudah sesuai dengan pembelajaran tuntas yang menyaratkan banyaknya siswa

yang mendapat nilai A dan B minimal 85%.

Refleksi

Berdasarkan keseluruhan tindakan siklus II yang meliputi perencanaan dan

pelaksanaan tindakan serta hasil observasi yang dilakukan selam tindakan siklus II

dapat dilakukan hasil refleksi. Dari hasil refleksi pada siklus II bahwa proses

pembelajaran materi keanekaragaman hayati menunjukan hasil yang sangat baik dan

optimal. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya perhatian siswa terhadap

materi keanekaragaman tingkat ekosistem yang disampaikan. aktivitas dan motivasi

siswa pada siklus II sudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari keberanian siswa dalam

bertanya kepada guru maupun siswa inter dan antar kelompok dalm diskusi. Secara

keseluruhan motivasi dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus II

ini terlihat secarah utuh. Semua siswa saling berkompetisi menunjukan keberanian

mereka dalam merespon pelajaran yang diberikan. Indikator yang yang dijadikan

sebagai variabel aktivitas dan motivasi siswa dalam pembelajaran dapat lebih

dikembangkan. Hasil tes yang dilaksanakan pada akhir siklus II, telah mencapai standar

yang telah ditetapkan yaitu peserta didik mendapat nilai A dan B minimal sebasar 85%.

Analisis data

1. Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi

dalam meningkatkan motivasi siswa.

Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode

Eksplorasi dalam meningkatkan motivasi siswa cukup bagus. Dapat dilihat bahwa

peningkatan motivasi siswa pada siklus I dan siklus II. Untuk lebih lengkapnyadapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9. Peningkatan motivasi siswa dari siklus I ke siklus II. NO. MOTIVASI

SISWA

SIKLUS

Ia (90 menit)

SIKLUS

Ib (45 menit)

SIKLUS

IIa (90 menit)

SIKLUS IIb Ib

(45 menit)

1. I 96,43% 96,43% 100% 100%

2. II 96,43% 96,43% 96,43% 100%

3. III 53, 56 % 17, 85 % 57, 14 % 50 %

4. IV 57,15% 32,14% 60,71% 64,28%

Keterangan:

Ia = siklus pertama untuk pertemuan ke-1

Ib = siklus pertama untuk pertemuan ke-2

IIa = siklus kedua untuk pertemuan ke-1

Iib = siklus kedua untuk pertemuan ke-2

I = Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan penjelasan dari guru:

pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa tidak

mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh.

II = Kemauan : siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin

keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak ribut dengan bahan

pembicaraan yang tidak semestinya

III = Rasa ingin tahu: siswa bertanya, menjawab, memperhatikan,

menggunakan alat indra.

IV = Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab

(merespon) pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan

yang disampaikan oleh teman, mengerjakan tugas, mencatat apa yang

telah disampaikan oleh guru, ikut

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa peningkatan keseriusan siswa (fokus)

dalam memperhatikan penjelasan dari guru: pandangan siswa tertuju pada guru, siswa

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

125

tidak melamun, siswa tidak mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh. dari siklus I ke

siklus II sebesar 3.57%, untuk peningkatan Kemauan : siswa masuk kelas tepat waktu,

siswa tidak sering ijin keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak ribut dengan bahan

pembicaraan yang tidak semestinya sebesar 2 %, untuk rasa ingin tahu: siswa bertanya,

menjawab, memperhatikan, menggunakan alat indra sebesar 16.37% dan keaktivan

siswa: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab (merespon) pertanyaan

yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan yang disampaikan oleh teman,

mengerjakan tugas, mencatat apa yang telah disampaikan oleh guru, ikut sebesar

17.85%.

2. Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi

dalam meningkatkan aktivitas belajar biologi siswa.

Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode

Eksplorasi dalam meningkatkan aktivitas belajar biologi siswa cukup bagus. Dapat

dilihat bahwa peningkatan aktivitas belajar biologi siswa pada siklus I dan siklus II.

Adapun untuk lebih jelasnya dapat deilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Peningkatan aktivitas belajar biologi siswa pada siklus I, dan II NO. AKTIVITAS

SISWA

SIKLUS

Ia (90 menit)

SIKLUS

Ib (45 menit)

SIKLUS

IIa (90 menit)

SIKLUS IIb Ib

(45 menit)

1. I 10.72% 3.5% 0% 0%

2. II 35.70% 67.86% 39.29% 64.29%

3. III 53.60% 28.57% 60.71% 35.71%

Keterangan:

Ia = siklus pertama untuk pertemuan ke-1

Ib = siklus pertama untuk pertemuan ke-2

IIa = siklus kedua untuk pertemuan ke-1

Iib = siklus kedua untuk pertemuan ke-2

I = Jika siswa malas, kurang bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh

dalam proses pembelajaran berlangsung (Keaktifan kurang)

II = jika siswa rajin, bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi (

keaktifan sedang)

III = Jika siswa Selalu menyampaikan gagasan, Rajin, disiplin dan selalu

terlibat dalam semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan

baik).

Berdasarkan tabel 10 tersebut menunjukkan bahwa siswa yang malas, kurang

bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh dalam proses pembelajaran berlangsung

(Keaktifan kurang) pada siklus I dan II berkurang sampai 14.22%. siswa rajin,

bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi ( keaktifan sedang) meningkat sampai

0.1 % dan siswa Selalu menyampaikan gagasan, Rajin, disiplin dan selalu terlibat dalam

semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan baik) meningkat sebesar 7,11%.

3. Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi

dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa berpengaruh juga terhadap hasil

belajar siswa. Dari siklus I dan II terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Hasil

tes yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran siklus II, ternyata telah mencapai

standar yang telah ditetapkan. Ketuntasan yang merupakan target sekolah dan daerah

untuk mata pelajaran biologi adalah ketika 85% siswa telah lulus dengan batas

minimal nilai 75. Berikut disajikan peningkatan prestasi hasil belajar siswa dari

siklus I dan II.

Tabel 11. Hasil belajar siswa dari siklus I dan II KRITERIA SIKLUS I SIKLUS II

A = 85 - 100 19 22

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

126

B = 75 - 84 2 6

C = 60 - 74 7 0

D = 40 -59 0 0

E = 39 - 00 0 0

Jumlah siswa yang belajar tuntas 21 28

Nilai rata-rata 84 95

Persentase belajar tuntas 75% 100%

Jumlah keseluruhan siswa 28 Siswa 28 Siswa

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa ketuntasan belajar matapelajaran

biologi materi pokok keanekaragaman hayati pada mahluk hidup dengan

menggunakan Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode

Eksplorasi siswa kelas XE SMA Negeri 1 Godean Sleman Yogyakarta pada masing-

masing siklus dapat dilihat sebagai berikut:

Siklus I = Jumlah Siswa Belajar Dengan Tuntas x 100%

Jumlah Seluruh Siswa

= 21 100%

28

= 75%

Siklus II = Jumlah Siswa Belajar Dengan Tuntas x 100%

Jumlah Seluruh Siswa

= 28 100%

28

= 100%

Berdasarkan tabel 17 di atas juga diketahui besar peningkatan nilai rata-

rata setiap siklus mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti

pada tabel dibawah ini.

Tabel 12. Peningkatan hasil belajar siswa siklus 1 dan II Kriteria Siklus I Siklus II

Nilai rata-rata hasil belajar siswa 84 95

Peningkatan rata- rata 11

Persentase peningkatan 25%

PEMBAHASAN

Adapun aktivitas belajar biologi siswa pada siklus I yang diamati yaitu pada

pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 45 menit 53.60% menunjukan siswa

Selalu menyampaikan gagasan, Rajin, disiplin dan selalu terlibat dalam semua kegiatan

dalam diskusi kelompok (keaktifan baik). 35.70% menunjukan siswa rajin,

bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi ( keaktifan sedang) dan 10.72%

menunjukan siswa malas, kurang bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh dalam

proses pembelajaran berlangsung (Keaktifan kurang). Pertemuan berikutnya yang

beralokasi waktu 1 x 45 jam siswa yang malas berkurang dari 10.72% menjadi 3.5%.

Catatan yang berikan oleh observer disebutkan antara lain: dalam pembagian tugas LKS

yang diberikan oleh guru, antara anggota kelompok sudah nampak adanya saling diskusi

inter dan antar kelompok, sehingga seluruh siswa terlihat melakukan kerja kelompok

dan berdiskusi dalam kelompoknya masing- masing. Siswa mengutamakan kepentingan

kelompok dan dengan penuh percaya diri untuk memberitahukan dan mengajarkan ke

teman satu kelompok mereka. Dari pengamatan terhadap hasil kerjasama siswa siklus I

sudah nampak adanya kerjasama yang baik.dengan demikian pengamatan terhadap

aktivitas sudah menunjukan perubahan yang berarti pada siklus I.

Pada siklus ke II terjadi peningkatan aktivitas belajar biologi siswa yaitu pada

pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 45 menit meningkat sebesar 7.11% dari

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

127

35.60 menjadi 60.71% menunjukan siswa Selalu menyampaikan gagasan, Rajin,

disiplin dan selalu terlibat dalam semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan

baik). 39.29% menunjukan siswa rajin, bersemangat aktif selalu mengikuti setiap

diskusi ( keaktifan sedang) dan 0% menunjukan siswa malas, kurang bersemangat

dalam belajar dan acuh takacuh dalam proses pembelajaran berlangsung (Keaktifan

kurang). Namun disini nampak pada pertemuan berikutnya yang beralokasi waktu 1 x

45 jam siswa yang malas tetap 0%. catatan yang berikan oleh observer disebutkan

antara lain: dalam pembagian tugas LKS yang diberikan oleh guru, antara anggota

kelompok sudah semakin nampak adanya diskusi inter dan antar kelompok, sehingga

seluruh siswa terlihat melakukan kerja kelompok dan berdiskusi dalam kelompoknya

masing- masing. Siswa mengutamakan kepentingan kelompok dan dengan penuh

percaya diri untuk memberitahukan dan mengajarkan ke teman satu kelompok mereka.

Dari pengamatan terhadap hasil kerjasama siswa siklus II semakin nampak adanya

kerjasama yang baik. dengan demikian pengamatan terhadap aktivitas sudah

menunjukan adanya peningkatan pada siklus II jika dibandingkan dengan hasil

pengamatan yang diperoleh pada siklus I.

Tidak hanya aktivitas belajar siswa yang mengalami peningkatan dengan

menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode eksplorasi,

namun motivasi belajar biologi siswa pun mengalami peningkatan. Pada pertemuan

pertama yang dilakukan padatanggal 18 Januari 2010 dengan alokasi waktu sebanyak 2

x 45 menit, diperoleh bahwa 96,43% siswa Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan

penjelasan dari guru: pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa

tidak mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh. 96,43% Kemauan : siswa masuk

kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak

ribut dengan bahan pembicaraan yang tidak semestinya. 53, 56 % Rasa ingin tahu:

siswa bertanya, menjawab, memperhatikan, menggunakan alat indra. Dan 57,15%

Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab (merespon)

pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan yang disampaikan oleh teman,

mengerjakan tugas, mencatat apa yang telah disampaikan oleh guru, ikut serta dalam

diskusi, mengerjakan soal dipapan tulis, menyimpulkan pelajaran diakhir pertemuan.

Pada pertemuan kedua pada tanggal 19 Januari 2010 dengan aloksi waktu 1 x 45

menit. Data yang diperoleh nampak bahwa 96,43% siswa Siswa serius (fokus) dalam

memperhatikan penjelasan dari guru: pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak

melamun, siswa tidak mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh. 96,43% Kemauan :

siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin keluar masuk ruangan,

suasana kelas tidak ribut dengan bahan pembicaraan yang tidak semestinya. 17, 85 %

Rasa ingin tahu: siswa bertanya, menjawab, memperhatikan, menggunakan alat indra.

Dan 32,14% Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab

(merespon) pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan yang disampaikan

oleh teman, mengerjakan tugas, mencatat apa yang telah disampaikan oleh guru, ikut

serta dalam diskusi, mengerjakan soal dipapan tulis, menyimpulkan pelajaran diakhir

pertemuan. Dari data yang telah diperoleh, pada akhir siklus observer dan peneliti

melakukan diskusi dan evaluasi. Diskusi tersebut memperoleh hasil bahwa motivasi

siswa terlihat sangat baik dan penelitian dikatakan sudah berhasil. Namun dikarenakan

dalam penelitian tindakan kelas siklus yang dilakukan adalah minimal dua kali maka

disarankan untuk melakukan 1 siklus lagi.

Pada siklus kedua terjadi peningkatan motivasi belajar siswa sebesar 0.57%. dari

96,43% menjadi 100% siswa Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan penjelasan dari

guru: pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa tidak mengantuk

dan suasana belajar tidak gaduh. Begitupun halnya dalam kemauan siswa. Kemauan :

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

128

siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin keluar masuk ruangan,

suasana kelas tidak ribut dengan bahan pembicaraan yang tidak semestinya mengalami

peningkatan sebesar 0.57%. dari 96,43% menjadi 100%.

Adapun hasil belajar siswa pada I terdapat 21 siswa dari 28 siswa yang

dikategorikan belajar tuntas sehingga persentasenya 75%. Berdasarkan hasil tersebut,

maka tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran belum tercapai. Pada siklus II

terdapat 28 siswa dari 28 siswa yang dikategorikan mendapat nilai lulus dan persentase

kelulusan mencapai 100%. Ketuntasan belajar pada siklu II minimal 85%. Berdasarkan

hal tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran biologi materi

pokok keanekaraman hayati dengan menggunkan pendekatan Problem Based Learning

(PBL) telah tercapai.

Berdasarkan tabel 21 diatas dapat diketahui peningkatan nilai rata-rata hasil

belajar siswa pada siklus I ke siklus II yaitu sebesar 25%. Pada peningkatan rata-rata

nilai siswa selalu pengalami peningkatan.hal ini disebabkan karena siswa sudah aktif

mengikuti proses pembelajaran berlangsung. Sudah tidak ditemukan siswa yang

berprilaku negatif seperti mengobrol, mengantuk, ngelamun, dan mengganggu temanya.

Selain itu siswa aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh

temannya. Siswa terlihat aktif dalam mengerjkan KLS dan mengamati obyek- obyek

biologi dilapangan, serta tugas rumah yang diberikan selalu diselesaikan secara tepat

waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Subali. (1999). Penelitian pencapaian hasil belajar biologi. Yogyakarta:

Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Fmipa Universitas Negeri Yogyakarta.

Elida Prayitno. (1989). Motivasi dalam belajar. Jakarta: Depdik Bud. Dirjen Dikti.

Genta Mardhika Wijaya. http://karya ilmiah. um.ac.id/model PBL/article. html. diakses

pada tanggal 30 september 2009 pukul 19.00.

Hamzah B Uno. (2006). Teori motivasi dan pengukuranya. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Ibrahim. (2000). Pengajaran berdasarkan masala.surabaya: Unesa University Press.

Ida Bgus Putu Aryana. (2004). Pengembangan perangkat pembelajaran yang

berdasarkan masalah yang dipadu dengan strategi kooperatif. Malang: UNM

Nana Sudjana.2005. Penilai hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT Remaja

rosdakarya.

Neil a cambell.2002. Biologi edisi kelima jilid III. Jakarta : Erlangga

Ni Made Suci. http:// id . model problem based learning untuk meningkatkan partisipasi.

di akses pada tanggal 30 september 2009

Sardiman. (1986). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: CV Rajawali

Soedjiran Resosoedarmo, Kuswata Kartawinata, Aprilani Soegiarto.1985. pengantar

ekologi. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana Ikip Yogyakarta

Suharsimi arikunto, .2008. Penelitian tindakan kelas: Jakarta. Bumi aksara.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

129

Surahman. (1998). Pengembangan bahan ajar. Yogyakarta: Ikip Yogyakarta. Tim

GBS.2007.kamus lengkap Biologi. Jakarta: GBS Jakarta

Tisno Hdisubroto.1989. ekologi dasra. Jakarta: departemen pendididkan dan

kebudayaan direktorat jenderal pendididkan tinggi proyek pengembangan

lembaga pendidikan tenaga kependidikan.

Wianti Aisyah, Yola Desnera, Rizki Amelia. 2008. Pembelajaran melalui metode PBL

(Problem Based Learning) dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

Bandung: Universitas Padjajaran

Zuriah, Nurul. 2001. Penelitian tindakan kelas (Action Research) dalam bidang

pendidikan (Ed. Revisi). Malang: Universitas Negeri Malang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

130

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM

GAMES TOURNAMEN) DALAM MENINGKATKAN

PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN

BENTUK PANGKAT SISWA KELAS X3 MAN 3 BIMA

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

SYARIFUDDIN & DIRMAN

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research)

yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X3 MAN

3 Bima dengan jumlah siswa 34 orang yang terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 19

orang siswa perempuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi

belajar matematika melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team

Games Tournament) pada materi bentuk pangkat Kelas X3 MAN 3 Bima Tahun

Pelajaran 2013/2014.

Pada penelitian ini dilakukan empat tahap proses pembelajaran diantaranya tahap

perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi dan dilakukan dengan dua

siklus. Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) Data

prestasi belajar matematika dikumpulkan dengan memberikan tes evaluasi pada setiap

akhir siklus, (2) Data tentang aktivitas belajar siswa dan guru. Ketuntasan belajar ≥

85%, aktivitas siswa yang akan dicapai minimal berkategori aktif dan aktivitas guru

kategori minimal bagus.

Hasil penelitian didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; persentase ketuntasan

belajarnya sebesar 70,58% dengan nilai rata-rata yang didapat siswa sebesar 69,91 dan

aktivitas siswa pada siklus I sebesar 2,28 yang tergolong pada kategori kurang aktif.

Lalu terjadi peningkatan pada siklus II yaitu menjadi 4 dan berkategori aktif, Sedangkan

aktivitas guru pada siklus I mencapai 2,5 yang tergolong pada kategori cukup bagus dan

terjadi peningkatan pada siklus II menjadi 3,5 yang berkategori bagus. Persentase

ketuntasan belajarnya sebesar 97,05% dengan nilai rata-rata yang didapat siswa sebesar

78,82. Sehingga selisi kenaikan dari siklus I ke siklus II untuk nilai rata-ratanya sebesar

8,24 sedangkan untuk porsentase ketuntasan belajar siswanya adalah sebesar 26,47%.

Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian yang ditetapkan.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournamen) Dapat Meningkatkan Prestasi Belajar

Siswa Pada Pokok Bahasa Bentuk Pangkat Siswa Kelas X3 MAN 3 Bima Tahun

Pelajaran 2013/2014.

Kata Kunci: Penerapan Kooperatif Tipe TGT, Prestasi Belajar Siswa.

PENDAHULUAN

Peningkatan hasil belajar akan tercapai apabila terjadi pembelajaran yang

bermakna, yakni pembelajan yang mampu melibatkan secara aktif siswa baik fisik,

mental intelektual dan emosional. Hal ini tergantung pada kemampuan guru dalam

mengajar. Guru akan memiliki kompetensi mengajar, jika guru paling tidak memiliki

pemahaman dan penerapan secara taktis berbagai metode maupun model pembelajaran

serta hubungannya dengan belajar di samping kemampuan-kemampuan lain yang

menunjang.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

131

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi matematika yang

mengajar pada kelas X MAN 3 Bima, bahwa rata-rata hasil belajar siswa dikategorikan

masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes ujian semester tahun pelajaran

2012/2013 belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) di MAN 3 Bima

adalah 65, dimana siswa yang mencapai KKM hanya siswa 17 orang dari 38 orang

siswa. Kenyataan tersebut tidak dapan dipungkiri bahwa salah satu faktor penyebab

menurunya hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh metode atau model pembelajaran

yang digunakan.

Peneliti melakukan penelitian di kelas X MAN 3 Bima dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan hasil penelitian dari siklus ke siklus

makin meningkat. Nilai rata-rata yang didapat pada siklus I adalah 61,91 sedangkan

pada siklus II nilai rata-ratanya adalah 78,82. Jadi, penelitian dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Segala (2003: 11) berpendapat bahwa ‘‘Team games tournament (TGT) adalah

metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas seluruh

siswa tampa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya

dan mengandung unsur permaina dan reinforcement.

Sedangkan menurut Purwanto (2000: 22) bahwa pembelajaran kooperatif team

games tournament (TGT) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan

di bentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4-5 siswa yang

heterogen, baik prestasi akademik, jenis, ras ataupun etnis. Dalam team games

tournament (TGT) digunakan turnamen akademik dimana siswa berkopotensi sebagai

wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi

serupa pada waktu lalu.

Berdasarkan pada kedua pendapat tersebut di atas, maka dapat peneliti simpulkan

bahwa pembelajaran kooperatif tipe Team games tournamen (TGT) adalah

pembelajaran yang dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok, siswa dalam satu

kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang untuk memahami

konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe Team games

tournamen (TGT) adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil

dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah, siswa bekerja

sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman

sebayangnya, memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan

baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi nara sumber bagi teman yang lain.

Lie (2007: 44) menjelaskan team games tounament (TGT) adalah salah satu tipe

atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas

seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor

sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.

Aktifitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam model pembelajaran

kooperatif tipe Team Games tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar

lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan

kerlibatan belajar.

Menurut Slavin (2005:84) mengatakan ada 5 (lima) komponen utama dalam

model pembelajaran kooperatif tipe team games tournament (TGT) adalah: 1) Penyajian

kelas, 2) Kelompok (team), Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa

yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin ras atau etnik.

Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya

dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik

dan optimal pada saat game. 3) Game, Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang

dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

132

belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang bernomor.

Siswa memiliki kartu bernomor dan coba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan

nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini

yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan. 4) Tournamen, Biasanya

tournamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan

presentasi kelas dan kelompok sudah menyerjakan lembar kerja. Turnamen pertama

guru membagi siswa beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertiggi prestasinya di

kelompokan pada meja 1, tiga siswa selanjutnya pada meja 2 dan selanjutnya. 5) Team

recognize (penghargaan kelompok), Guru mengumumkan kelompok yang menang,

masing masing team akan mendapat sertifikat atau hadia apabila rata-rata skor

memenuhi kriteria yang ditemukan. Team mendapat julukan “Super team” jika rata rata

skor 50 atau lebih, “Great Team” apabila rata rata mencapai 50-55 dan “Goot Team”

apabila rata-ratanya 40-5

Langkah -Langkah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team

Games Tournament (TGT). Dalam implementasinya secara teknis teknis Dimiati (2009:

88) mengatakan bahwa ada beberapa langkah utama dalam penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe team games tournament (TGT) adalah:

1) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang

memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda.

2) Guru memberikan soal tes kepada setiap kelompok.

3) Siswa bekerja soal bersama-sama dengan anggota kelompoknya.

4) Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang

diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan

jawaban atau menjelaskannya, sebelum menyajukan pertanyaan tersebut kepada

guru.

Prestasi belajar adalah kalimat yang terdiri dari dua kata yakni “prestasi dan

belajar” antara kata “prestasi dan belajar” mempunyai arti yang berbeda. Prestasi adalah

kemampuan nyata yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang

mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar individu dalam belajar” (Sardiman

A.M, 2001: 46).

Sedangkan belajar menurut Gage (Yamin, 2012: 98) adalah sebagai suatu proses

dimana organism berubah prilakunya diakibatkan pengalaman. Setelah menelusuri

uraian di atas maka dapat dipahami mengenai makna kata “prestasi dan belajar”.

Prestasi pada dasarnya hasil yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan

belajar yang berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap dan tingkah laku untuk

mengatasi atau memecahkan kesulitan yang dihadapi.

Kalau perubahan tingkah laku adalah tujuan yang akan dicapai dari aktifitas

belajar, maka perubahan tingkah laku itulah salah satu indikator yang dijadikan

pedoman untuk kemajuan yang diperoleh itu tidak saja berupa ilmu pengetahuan tapi

juga berupa kecakapan atau keterampilan. Semuanya bisa diperoleh dibidang suatu mata

pelajaran tertentu. Kemudian untuk mengetahui penguasaan setiap siswa terhadap

matapelajaran tertentu itu dilaksanakanlah evaluasi. Dan evaluasi itulah akan dapat

diketahui kemajuan siswa

Uraian singkat ini peneliti dapat merumuskan definisi prestasi belajar sebagai

berikut yaitu “prestasi belajar adalah hasil usaha atau kegiatan yang telah dicapai dalam

perubahan tingkah laku yang sebelumnya belum pernah diperoleh individu setelah

melakukan kegiatan belajar. Jadi pada intinya bahwa orang yang belajar, tidak sama

benar keadaannya dengan sebelum mereka melakukan perbuatan belajar.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

133

METODOLOGI

Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action

Research). Penelitian tindakan (action research) adalah cara suatu kelompok atau

seseorang dalam mengorganisasikan suatu kondisi sehingga mereka dapat mempelajari

pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses orang lain

(Sukardi, 2004:210). Penelitian tindakan pada umumnya sangat cocok untuk

meningkatkan kualitas subyek yang hendak diteliti. Oleh karena subyek di dalam

penelitian ini adalah berupa kelas, dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan

proses pembelajaran secara berkesinambungan, maka jenis penelitian ini lebih dikenal

dengan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Secara garis besar

pelaksanaan tindakan ini dilakukan minimal dua siklus yang setiap siklus meliputi

empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah 34 orang siswa kelas X3

MAN 3 Bima Tahun Pelajaran 2013/2014. Dimana siswa yang laki-lakinya adalah 15

orang dan untuk siswa perempuanya adalah 19 orang.

Tahapan penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, tindakan,

observasi, dan refleksi. Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 2 bulan dengan

efektifitas penelitian dilapangan selama 1 bulan. Tahap-tahap penelitian ini akan

dilaksanakan dalam beberapa siklus.

Prosedur yang digunakan untuk mengumpulakan data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Pemberian test evaluasi atau ulangan dalam bentuk esay dengan jumlah soal yang

diberikan adalah 3 soal pada siswa setiap akhir siklus untuk memperoleh data dan

hasil belajar siswa.

2. Mengamati proses pembelajarn dengan mengisi lembar observasi untuk memperoleh

data tentang situasi pembelajaran.

3. Memberikan lembar kerja siswa guna untuk mengetahui kemampuan siswa dalam

memahami materi yang diajarkan

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Analisis peningkatan prestasi belajar

Untuk mengukur peningkatan prestasi belajar siswa maka digunakan rumus

sebagai berikut:

𝑀 =∑ 𝑥

𝑛

Dimana:

M = Rata-rata (Mean) Prestasi Belajar Siswa

X = Skor yang diperoleh masing-masing siswa

n = Banyaknya siswa

(Sugiyono, dalam Syafruddin, 2011: 28)

Hasil belajar dikatakan meningkat apabila terdapat peningkatan rata-rata skor

sebelumnya. Indikator keberhasilan tindakan kelas adalah tercapainya ketuntasan

belajar dengan rumus:

𝐾𝐾 =𝑥

𝑧 𝑥 100%

Keterangan:

KK = Ketuntasan Klasikal

X = jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 65.

Z = jumlah siswa yang mengikuti tes

(Sugiyono, dalam Syafruddin, 2011: 28)

2. Analisi pengamatan aktivitas siswa dan guru

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

134

Setiap indikator siswa pada penelitian ini secara penskorannya berdasarkan

aturan berikut:

Skor 5 : diberikan jika semua deskriptor nampak

Skor 4 : diberikan jika 3 deskriptor nampak

Skor 3 : diberikan jika 2 deskriptor nampak

Skor 2 : diberikan jika 1 deskriptor nampak

Skor 1 : diberikan jika tidak ada deskriptor Nampak

Untuk menilai kategori aktivitas, ditentukan terlebih dahulu Mean ideal dan

Standar Devisiasi Ideal (SDI). Cara menentukan MI dan SDI adalah sebagai berikut

𝑀𝐼 =1

2 𝑥 (𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙) = 3

𝑆𝐷𝐼 =1

3 𝑥 𝑀𝐼 = 1

Berdasarkan skor standar, maka kriteria untuk menentukan aktivitas belajar

siswa pada siklus I dan siklus II dijabarkan pada tabel berikut ini.

Tabel 01. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Siklus I Interval Nilai Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ 2,28 Sangat Aktif

MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ 2,28 < 4,5 Aktif

MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ 2,28 < 3,5 Cukup Aktif

MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ 2,28 < 2,5 Kurang Aktif

As < MI – 1,5 SDI 2,28 < 1,5 Sangan Kurang Aktif

Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah pencapaian

prestasi belajar siswa dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Prestasi belajar siswa yang dicapai dalam penelitian ini mencapai KKM adalah 65

dengan nilai ketuntasan klasikal ≥ 85 %

2. Aktivitas belajar siswa makin meningkat dilihat dari nilai yang di dapat di siklus

dikategorikan sangat aktif dan aktif.

3. Aktivitas guru makin meningkat dilihat dari nilai yang di dapat di siklus

dikategorikan sangat bagus dan bagus.

HASIL PENELITIAN

SIKLUS I

Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai rata-rata

siswa kelas X3 MAN 3 Bima tahun pelajaran 2013/2014 pada siklus I adalah 61,91.

Selanjutnya untuk tingkat keberhasilan belajar siswa, dalam penelitian tindakan

kelas dinyatakan berhasil apabila tercapainya ketuntasan belajar. Sedangkan untuk

ketuntasan belajar (ketuntasan belajar klasikal) dinyatakan tuntas apabila siswa

mendapatkan nilai lebih dari 60 dari 34 siswa kelas X3 MAN 3 Bima adalah 85%.

Berdasarkan hasil tes awal pada siklus I (Lihat lampiran 13), maka dapat dihitung

tingkat ketuntasan belajar dengan menggunakan rumus:

𝐾𝐾 =𝑋

𝑍𝑥100%

Jumlah siswa yang tuntas adalah 24 orang

Jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 10 orang

Jumlah siswa yang mengikuti tes adalah 34

Ketuntasannya adalah 70,58%.

Berdasarkan hasil perhitungan bahwa aktivitas siswa dalam kategori kurang aktif

dengan nilai rata-rata prestasi belajar siswa pada siklus I adalah sebesar 2,28. Sehingga

belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Aktivitas guru dalam

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

135

proses pembelajaran siklus I dalam kategori cukup bagus dengan nilai rata-rata aktivitas

guru pada siklus I adalah sebesar 2,5.

SIKLUS II

Berdasarkan perhitungan maka dapat diketahui bahwa nilai rata-rata siswa kelas

X3 MAN 3 Bima tahun pelajaran 2013/2014 pada siklus II adalah 78,82. Jika

dibandingakan dengan nilai rata-rata siklus I adalah 61,91 maka terjadi peningkatan

nilai rata-ratanya adalah 16,91 pada siklus II. Jika mengacu pada indikator keberhasilan

dari nilai rata-rata yang telah ditetapkan maka dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata

kelas yang diperoleh pada pelaksaan tes siklus II memenuhi kriteria dari nilai rata-rata

kelas, dimana nilai rata-rata kelas berdasarkan perhitungan yaitu sebesar 78,82.

Sedangkan untuk ketuntasan belajar dinyatakan tuntas apabila siswa mendapatkan

nilai lebih dari 60 dari 34 siswa kelas X3 MAN 3 Bima adalah 85%. Berdasarkan hasil

tes awal pada siklus II (Jumlah siswa yang tuntas adalah 33 orang.

Jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 1 orang.

Jumlah siswa yang mengikuti tes adalah 34.

Ketuntasannya adalah 70,58%.

Berdasarkan hasil perhitungan bahwa aktivitas siswa dalam kategori aktif dengan

nilai rata-rata prestasi belajar siswa pada siklus II adalah sebesar 4. Sehingga sudah

mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Aktivitas guru dalam proses

pembelajaran siklus II dalam kategori bagus dengan nilai rata-rata aktivitas guru pada

siklus II adalah sebesar 4, sehingga sudah memenuhi indikator keberhasilan seperti apa

yang diharapkan pada indikator keberhasilan

PEMBAHASAN

Peningkatan hasil belajar akan tercapai apabila terjadi pembelajaran yang

bermakna, yakni pembelajaran yang mampu melibatkan secara aktif siswa baik fisik,

mental intelektual dan emosional. Hal ini tergantung kemampuan guru mengajar. Guru

akan memiliki kompetensi kemampuan mengajar, jika guru paling tidak memiliki

pemahaman dan penerapan secara taktis berbagai metode maupun model pembelajaran

serta hubungan dengan belajar disamping kemampuan-kemampuan lain yang

menunjang. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa adalah model pembelajaran kooperatif tioe TGT (Team Games Tournament).

Menurut Purwanto (2000: 22) bahwa pembelajaran kooperatif team games tournament

(TGT) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan di bentuk

kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen, baik

prestasi akademik, jenis, ras ataupun etnis. Dalam team games tournament (TGT)

digunakan turnamen akademik dimana siswa berkopotensi sebagai wakil dari timnya

melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu

lalu.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT sudah di terapkan pada kelas X3 MAN 3

Bima sehingga mampu membawa perubahan peningkatan prestasi belajar siswa maupun

pada aktivitas siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan yaitu:

Pada siklus I indikator keberhasilan masih belum tuntas, hal ini dapat dilihat

dengan nilai rata-rata kelas pada pelaksanaan tes awal pada siklus I dalam penerapan

pembelajaran kooperatif tipe TGT sebesar 61,91 dengan ketuntasan klasikalnya adalah

70,58%. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa pada pelaksanaan tes awal pada

siklus I jumlah siswa yang memperoleh skor ≥ 60 adalah 23 ssiwa atau 70,58%.

Pada siklus II indikator keberhasilan sudah tuntas, hal ini dapat di lihat bahwa

nilai rata-rata yang diperoleh siswa untuk bahan materi yang sama adalah sebesar 72,87

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

136

dan dapat diprosentasekan menjadi 97,05% sehingga prosentasi kenaikan dari siklus I

adalah 26.47%. dari hasil pelaksanaan pada siklus II jumlah siswa yang memperoleh

skor ≥ 60 adalah 33 siswa atau 97,05%. Jika dibandingkan dengan siklus I terjadi

peningkatan sebesar 26,47% atau 10 siswa dari siswa yang tidak tuntas 24 ssiwa

sehingga menjadi 33 ssiwa yang tuntas. Hal itu sesuai dengan teori Purwanto (2000: 22)

bahwa pembelajaran kooperatif team games tournament (TGT) merupakan salah satu

model pembelajaran kooperatif dengan di bentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas

yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis, ras ataupun

etnis.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat ditarik kesimpulannya bahwa

pnerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

pada materi bentuk pangkat siswa kelas X3 MAN 3 Bima dimana jumlah peningkatan

dari siklus I sampai dengan siklus II adalah sebesar 26,47%. Begitupun tingkat

ketuntasan belajar yang dicapai lebih dari 85% jumlah siswa yang mengikuti tes.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan

pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa pada materi bentuk pangkat sisw kelas X3 MAN 3 Bima. Pada

siklus I nilai rata-rata adalah 69,91 dan ketuntasan klasikal sebesar 70,58% sehingga

pada siklus II meningkat menjadi 78,82 dan ketuntasan klasikal 97,05%, tingkat

kenaikan rata-rata adalah 8,24 atau diprosentasekan sebesar 26,47%.

DAFTAR PUSTAKA

Ahadiyah, N., 2006. Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model TGT.

Yokyakarta: Andi Offset.

Babudin., Suhendar, Cecep., Saepulloh, M, U. 2006. Belajar Efektif Matematika.

Jakarta Timur: PT Intimedia Ciptanusantara.

Dimiyati. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif. Semarang: UNNES

Firdaus, Taman, M.Pd. 2009. Pembelajaran aktif. Yokyakarta: Publising

Hudoyo, Anni. 2004. Metode Pembelajaran yang Berhasil. Bandung: Rosdakarya.

http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/13/metode team-games-tournamen-tgt. (di akses

diinternet pada tanggal Minggu, 25 Maret 2012)

Lie, Annita. 2007. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Grasindo

Lungdren dan Suryadin. 2006. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasaan

Komunikasi Antara Peserta Didik. Yokyakarta. Penerbit pustaka Pelajar.

Purwanto, Ngalim, M. 2000. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran).

Jakarta: Proyek peningkatan mutu SLTP

Slavin, R.E. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

137

Sagala. 2003. Teori Pembelajaran. Jakarta: Grasindo

Slameto. 2010. Belajar dan factor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka

Cipta

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta :

Bumi Aksara.

Syafrudin. 2007. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Time Games

Tournament) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SDN Pali

Sila Kecamatan Bolo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2010/2011. Bima: STKIP

Taman Siswa Bima.

Wirodikromo, Sartono. 2006. Matematika Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

138

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

(PMR) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN MATERI BILANGAN

PECAHAN SISWA KELAS VIID SMP NEGERI 8 KOTA BIMA

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

H. GUNAWAN & AGUNG WIRAWAN

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research)

yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIID SMP

Negeri 8 Kota Bima dengan jumlah siswa 22 orang yang terdiri dari 12 orang siswa

laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan materi bilangan

pecahan yang berorentasi pada hasil belajar matematika melalui pendekatan

pembelajaran matematika realistik pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan

pecahan siswa kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima. Prosedur pengumpulan data yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) Data tentang aktivitas belajar siswa dan

aktivitas guru dikumpulkan dengan lembar observasi dan dokumentasi. (2) Data hasil

belajar matematika dikumpulkan dengan memberikan tes pada setiap akhir siklus.

Ketuntasan belajar ≥ 85%, aktivitas siswa dan guru minimal berkategori aktif

merupakan indicator yang digunakan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.

Hasil penelitian didapat adalah sebagai berikut: Siklus I, persentase ketuntasan

belajarnya sebesar 50%, meningkat menjadi 95,45% pada siklus II. Dan aktivitas siswa

pada siklus I hanya memperoleh nilai rata-rata adalah 2,29 dengan kategori kurang aktif,

kemudian pada siklus II mengalami peningkatan yaitu nilai rata-rata yang diperoleh

adalah 4,43 dengan kategori aktif. Sedangkan aktivitas guru pada siklus I hanya

memperoleh nilai rata-rata adalah 2,5 dengan kategori cukup bagus, kemudian pada

siklus II mengalami peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh adalah 3,6 dengan

kategori bagus. Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian yang

ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran

matematika realistik dapat meningkatkan penguasaan materi bilangan pecahan yang

berorentasi pada peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIID SMP Negeri 8

Kota Bima tahun pelajaran 2013/2014.

Kata Kunci: pendekatan pembelajaran matematika realistik, penguasaan materi

bilangan pecahan

PENDAHULUAN

Pembelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting

dalam meningkatkan kemampuan intelektual siswa. Dengan belajar matematika, maka

siswa dapat berpikir kritis dan terampil berhitung serta memiliki kemampuan

mengaplikasikan konsep dasar matematika pada pelajaran lain maupun pada

matematika itu sendiri dan dalam kehidupan sehari-hari.

Mengingat pentingnya matematika, siswa yang merupakan tunas dan harapan

bangsa sudah semestinya sejak dini dilatih untuk mengetahui dan menyukai

matematika. Namun pada kenyataannya, sekarang ini tidak sedikit siswa yang kurang

berminat terhadap bidang studi matematika. Dalam benak mereka matematika adalah

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

139

mata pelajaran yang sulit dan membosankan, bahkan matematika dianggap sebagai

monsternya mata pelajaran. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil belajar matematika

hampir pada semua jenjang pendidikan.

Realita yang terjadi pada SMP Negeri 8 Kota Bima Berdasarkan observasi awal

yang dilakukan oleh peneliti dikelas VII didapat informasi bahwa kemampuan siswa

dalam menyelesaikan soal-soal matematika masih sangat rendah, bahkan kelihatannya

siswa merasa takut dan malu bertanya tentang materi yang belum diketahui pada saat

pelajaran matematika. Hal ini mungkin dikarenakan penyajian materi matematika masih

bersifat monoton dan membosankan serta kurangnya kerja sama siswa dalam

memecahkan soal-soal yang diberikan oleh guru, sehingga siswa kurang tertarik untuk

belajar matematika. Peneliti mengamati seperti pada tabel nilai rata-rata siswa SMP

Negeri 8 Kota Bima.

Tabel 01 Nilai rata-rata semua kelas VII Tahun Kelas KKM Nilai Rata-Rata

2013 VIIA 65 70

VIIB 65 75

VIIC 65 70

VIID 65 55,30

VIIE 65 65

Sumber Data : SMP Negeri 8 Kota Bima, Tahun 2012/2013.

Dari tabel yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa di kelas VIID lebih besar

nilai KKM dari pada nilai rata-rata, hal ini dikarenakan penyajian materi matematika

masih bersifat monoton dan membosankan serta kurangnya kerja sama siswa dalam

memecahkan soal-soal yang diberikan oleh guru, sehingga siswa kurang tertarik untuk

belajar matematika. Dalam situasi seperti ini siswa merasa bosan karena kurangnya

dinamika inovasi, kekreatifan dan siswa belum dilibatkan secara aktif sehingga siswa

sulit untuk mengembangkan atau meningkatkan pembelajaran agar benar-benar

berkualitas. Akibatnya hasil belajar matematika siswa rata-rata 55,30 berdasarkan nilai

ujian semester tahun 2012/2013. Untuk itu diperlukan solusi agar seluruh siswa merasa

menjadi bagian dalam proses belajar mengajar. Mengingat pentingnya matematika

untuk pendidikan, maka perlu dicari jalan penyelesaian yaitu suatu cara mengelola

proses belajar mengajar matematika yang dapat dicerna dengan baik oleh siswa

berdasarkan pengalaman sehari-hari.

Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi

pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan

matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathematics) adalah

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) yang dikenal juga dengan istilah

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam

pendidikan matematika. Teori Realistic Mathematics Education pertama kali

dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970 oleh Institut Freudental dan menunjukkan

hasil yang baik, berdasarkan hasil TIMSS tahun 2000 (Ariyanti, 2008:45).

Menurut Freudental, aktivitas pokok yang dilakukan dalam PMR meliputi:

menemukan masalah-masalah/soal-soal kontekstual (looking for problems),

memecahkan masalah (solving problems), dan mengorganisir bahan ajar (organizing a

subject matter) (Ariyanti, 2008:52). Masalah kontekstual dalam hal ini dapat berupa

realitas-realitas yang perlu diorganisir secara matematis dan dapat juga berupa ide-ide

matematika yang perlu diorganisir dalam konteks yang lebih luas dan

mengimplikasikannya.

Dengan pendekatan matematika realistik (PMR) tersebut, siswa tidak harus

dibawa ke dunia nyata, tetapi berhubungan dengan masalah yang nyata ada dalam

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

140

pikiran siswa. Jadi siswa diajak berpikir bagaimana menyelesaikan masalah yang

mungkin atau sering dialami siswa dalam kesehariannya. Pada pendekatan ini seorang

guru hanya berperan sebagai fasilitator, moderator atau evaluator, sementara siswa

berpikir, mengkomunikasikan dan melatih suasana demokrasi dengan menghargai

pendapat orang lain. Dan implementasi pembelajaran matematika maka yang pertama

harus dilakukan adalah penyusunan perangkat pembelajaran. Kerangka pembelajaran

tersebut disusun mengacu pada karakteristik matematika realistik.

Matematika Realistik (MR) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika

sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai

titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber

munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.

Selanjutnya siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika

untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain.

Zulkardi (2001:34), mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik sebagai

berikut: PMR adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi

siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan

berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat

menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan

pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik

individual maupun kelompok. Dua pandangan penting Freudenthal (Hartono) tentang

PMR adalah: 1) Mathematics as human activity, sehingga siswa harus diberi

kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam

matematika. 2) Mathematics must be connected to reality, sehingga matematika harus

dekat terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari

Pembelajaran Matematika Realistik mencermikan pandangan matematika tertentu

mengenai bagaimana anak belajar matematika dan bagaimana matematika harus

diajarkan. PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut: Siswa memiliki

seperangkat alternatif ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar, selanjutnya

siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya

sendiri, pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi

penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan.

Disamping itu, konsepsi tentang guru adalah: guru hanyalah sebagai fasilitator belajar,

guru harus mampu melakukan pengajaran yang interaktif, guru harus memberikan

kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya

dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoaalan riil, dan guru tidak

terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan

kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun sosial. (Hartono).

Prinsip PMR adalah menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi

dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Treeffers (Sidharta, 2004:56): 1)

Menggunakan konteks dunia nyata. Dalam PMR pembelajaran dimulai dengan masalah

kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman

sebelumnya secara langsung. 2) Menggunakan model-model (matematisasi). Istilah

model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh

siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan

bagi siswa dari situasi riil ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke

matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan

masalah. 3) Menggunakan produksi dan konstruksi. Streefland (Sudharta, 2004:59)

menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk

melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.

Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

141

merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu

untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal. 4) Menggunakan interaktif.

Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam PMR. Secara

eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju,

tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari

bentuk-bentuk informal siswa. 5) Menggunakan Keterkaitan (intertwinment). Dalam

PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial jika dalam pembelajaran kita

mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada

pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan

pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar atau geometri

tetapi juga bidang lain.

Penerapan kelima prinsip tersebut dalam penelitian ini akan dilihat pada aktivitas

yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Penerapan masing-masing prinsip oleh guru

dalam pembelajaran sebagai berikut. Prinsip pertama, akan dilihat apakah guru

memulai pelajaran dengan memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari dan memberi

soal-soal pemecahan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan siswa. Prinsip kedua,

apakah guru menggunakan alat peraga yang membantu siswa menemukan rumus dan

membimbing siswa menggunakannya. Prinsip ketiga, apakah guru memberi waktu

kepada siswa untuk membuat pemodelan sendiri dalam mencari penyelesaian formal.

Prinsip keempat, apakah guru memberi pertanyaan lisan ketika kegiatan belajar

mengajar berlangsung dan memberi penjelasan tentang materi dan penemuan siswa.

Prinsip kelima, apakah guru memberi pertanyaan yang berkaitan dengan materi lain

dalam mata pelajaran matematika atau materi mata pelajaran lain.

Dengan mencermati prinsip pembelajaran PMR, pengertian PMR dibatasi

penentuan masalah kontekstual dan lingkungan yang pernah dialami siswa dalam

kehidupan sehari-hari agar siswa mudah memahami pelajaran matematika sehingga

mudah mencapai tujuan.

Berdasar prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik maka

langkah-langkah dalam pembelajaran kosep dasar matematika yang mengacu pada

PMR adalah sebagai berikut:

a. Langkah Pertama: Memahami Masalah Kontekstual.

Pada tahap ini guru memberikan masalah kontekstual (masalah dalam

kehidupan sehari-hari) dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

Langkah ini mengacu pada prinsip-prinsip kedua serta karakteristik pertama PMR,

yaitu Didactical phenomenology dan penggunaan konteks dalam eksplorasi

fenomologis sebagai starting point dalam pembelajaran.

b. Langkah Kedua: Menjelaskan Masalah Kontekstual.

Setelah siswa memahami masalah kontekstual yang diberikan guru, pada

langkah ini siswa diberi kesempatan untuk mendiskripsikan masalah kontekstual

tersebut kemudian mengembangkan atau menciptakan suatu strategi untuk

menyelesaikan masalah, dalam bentuk matematika informal (dapat berupa diagram,

gambar, simbol dan lainnya) atau juga matematika formal seperti konsep-konsep

yang telah mereka pelajari sebelumnya.

c. Langkah Ketiga: Menyelesaikan Masalah Kontekstual.

Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara

individual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang

telah disediakan. Siswa mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri. Cara

pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dalam proses

memecahkan masalah, sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berfikir

menemukan atau mengkostruksi pengetahuan untuk dirinya.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

142

Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya

(scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan. Pada tahap ini,

dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat dimunculkan adalah

guided reinvention and progressive mathematizing dan self-developed models.

Sedangkan karakteristik dari PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik

kedua yaitu penggunaan model untuk mengkontruksi konsep, serta karakteristik

keempat yaitu mengenai adanya interaksi antara siswa dan guru, jika memang benar-

benar diperlukan.

d. Langkah Keempat: Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban.

Pada tahap ini guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk

membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Diskusi

ini adalah wahana bagi kelompok siswa untuk mendiskusikan jawaban masing-

masing. Dari diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati siswa.

Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban

yang mereka sepakati dalam diskusi kelas dan mendorong siswa yang lain untuk

mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul di depan kelas.

Langkah ini akan melatih siswa untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka

miliki dan berinteraksi antar siswa maupun dengan guru sebagai pembimbing untuk

mengoptimalkan pembelajaran.

b. Langkah Kelima: Menyimpulkan.

Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau

prosedur pemecahan masalah yang telah dibangun bersama. Karakteristik dari

pendidikan matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik

keempat, yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.

METODOLOGI

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian

tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru atau peneliti didalam kelas,

dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga hasil belajar siswa menjadi

meningkat (Depdiknas, 2004).

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Kota Bima Jalan Pemuda Kelurahan

Penatoi Kecamatan Mpunda Kota Bima. Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu

dari bulan 21 Oktober sampai 20 Nopember 2013. Subjek penelitian ini adalah siswa

kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima Tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 22 orang

siswa yang terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan.

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Arikunto,

2002). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitutes hasil belajar, Tes adalah

serentetan pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan

pengetahuan intelegensi, kemampuan bakat yang dimiliki oleh atau kelompok

(Arikunto, 2002). Data hasil belajar siswa diperoleh dengan cara memberikan tes

evaluasi. Tes dilakukan pada saat akhir pelaksanaan tindakan dengan jumlah 5 (lima)

butir soal yang berupa esay. Siswa diberikan tes hasil belajar yang dikerjakan secara

individu dengan tujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa pada setiap

pelaksanaan tindakan.

Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan, yaitu PTK (penelitian tindakan

kelas). Dalam penelitian ini menggunakan PTK berupa Siklus Spiral Model Kemmis

dan Mc Taggart. Alasan peneliti menggunkan model ini, karena secara keseluruhan

mempunyai empat tahapan dalam PTK tersebut membentuk suatu siklus PTK yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

143

digambarkan dalam bentuk spiral. Pada hakekatnya langkah-langkah PTK model

Kemmis dan Taggart berupa siklus dengan setiap siklus terdiri dari empat komponen

yaitu perencanaan, pelaksanaan (tindakan), pengamatan (observasi), dan refleksi yang

dipandang sebagai satu siklus. Banyaknya siklus dalam PTK tergantung dari

permasalahan-permasalahan yang perlu dipecahkan. Pada umumnya terjadi lebih dari

satu siklus. Rancangan penelitian adalah suatu cara untuk mengetahui jawaban dari

rumusan masalah. Rancangan penelitian ditentukan oleh gejala yang akan diteliti,

apakah data tersebut dimanipulasi secara sengaja atau khusus untuk diselidiki, ataukah

ada secara wajar (Arikunto, 2002).

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Analisis peningkatan prestasi belajar

a. Menentukan Nilai Rata-Rata

M = N

x

Keterangan:

M = Mean (Nilai rata-ratanya)

x

= Jumlah nilai total yang diperoleh dari hasil penjumlahan nilai setiap

individu

N = Banyak peserta (individu) (Djamarah, 2005:127)

b. Menentukan ketuntasan klasikal

Kk = Z

Xx 100 %

Keterangan :

Kk : Ketuntasan klasikal

X : Jumlah siswa yang memperoleh skor ≥ 65

Z : Jumlah siswa keseluruhan

Ketentuan pencapaian ketuntasan dalam melaksanakan penelitian tindakan

kelas apabila ketuntasan klasikal mencapai atau lebih dari 85% jumlah siswa

keseluruhan.

2. Analisi pengamatan aktivitas siswa dan guru

Setiap indikator siswa dan guru pada penelitian ini secara penskorannya

berdasarkan aturan menurut Nurkencana dalam Rahmi, 2012:56. Sebagai berikut:

Skor 5 : Diberikan jika semua descriptor nampak.

Skor 4 : Diberikan jika 3 deskriptor nampak.

Skor 3 : Diberikan jika 2 deskriptor nampak.

Skor 2 : Diberikan jika 1 deskriptor nampak.

Skor 1 : Diberikan jika tidak ada deskriptor nampak.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

144

Untuk menilai kategori aktivitas siswa, ditentukan terlebih dahulu Mean ideal

(MI) dan Standar Devisiasi Ideal (SDI). Cara menentukan MI dan SDI adalah sebagai

berikut:

a. 𝑀𝐼 =1

2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑆𝑘𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙)

𝑆𝐷𝐼 =1

3𝑥𝑀𝐼

b. Menentukan aktivitas siswa dan guru

Berdasarkan skor standar, maka kriteria untuk menentukan aktivitas belajar

siswa dan guru dijabarkan pada table berikut ini.

Tabel 02 Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa dan guru Interval Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ As Sangat aktif

MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI Aktif

MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI Cukup Aktif

MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI Kurang Aktif

As < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang Aktif

Sumber Data: Nurkencana dalam Rahmi, 2012:56.

Keterangan:

MI = Mean Ideal

SDI = Skor Devisiasi Ideal

As = Aktivitas Siswa dan guru

Untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran, maka data

hasil observasi yang berupa skor diolah dengan rumus:

𝐴 =∑ 𝑥

𝑖

Keterangan:

A : Aktivitas

x : skor masing-masing indikator

i : banyak indikator.

Indikator keberhasilan dalam modelpembelajaran materi bilangan pecahan

berdasarkan model pembelajaran matematika realistik (PMR) dapat dikatakan

berhasil atau dikatakan tuntas belajar apabila Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

yang harus dipenuhi oleh seorang siswa adalah 65. Jika seorang siswa memperoleh

𝑁 ≥ 65 maka siswa yang bersangkutan mencapai ketuntasan individu. Jika minimal

85% siswa mencapai skor minimal 65, maka ketuntasan klasikal telah tercapai

(KKM ditentukan oleh pihak sekolah bersangkutan). Sedangkan untuk Aktifitas

Siswa dikatakan berhasil apabila dapat dikategorikan aktif sesuai dengan pedoman

konversi penilaiannya dan untuk aktifitas guru di katakana berhasil apabila

dikategorikan cukup bagus.

HASIL PENELITIAN

SIKLUS I

Berdasarkan hasil observasi tentang aktivitas siswa selama proses belajar

berlangsung, kategori aktivitas siswa dalam pelaksanaan silkus I tergolong kurang aktif.

Sedangkan hasil observasi aktivitas guru selama proses belajar berlangsung tergolong

cukup bagus.

Proses observasi dilaksanakan oleh guru bidang studi matematika selaku

pengamat selama berlangsung proses belajar mengajar dengan mengisi lembar observasi

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

145

yang telah disiapkan oleh peneliti. Ringkasan data hasil observasi dapat dilihat berikut

ini:

1) Observasi terhadap Aktivitas Belajar Siswa Siklus I

Tabel 03. Hasil Observasi terhadap Aktivitas Siswa Siklus I No Aktivitas yang dinilai Skor

1 Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 3

2 Interaksi siswa dengan guru 2

3 Kerjasama antar kelompok 3

4 Interaksi siswa dengan siswa 3

5 Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok 2

6 Aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran 1

7 Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar 2

Jumlah skor 16

Banyak Item 7

Rata-rata keseluruhan 2,29

Kategori Kurang Aktif

1,5 ≤ 2,29 < 2,5

Dari hasil tabel diatas, Observasi terhadap Aktivitas Siswa Siklus I. Maka

untuk menentukan kategori ketuntasan dapat di lihat dengan menggunakan rumus

Mean Idealnya adalah:

𝑀𝐼 =1

2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑖𝑛)

𝑀𝐼 =1

2𝑥(5 + 1)

𝑀𝐼 =1

2𝑥(6) = 3

Selanjutnya untuk SDI (Standar Devisiasi Ideal) adalah:

𝑆𝐷𝐼 =1

3𝑥𝑀𝐼 =

1

3𝑥3 = 1

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka kriterial untuk menentukan

aktivitas Siswa dapat dijabarkan pada tabel halaman berikut.

Tabel 04. Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Siswa. Interval Nilai Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ As Aktif Sekali

MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ As < 4,5 Aktif

MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ As < 3,5 Cukup Aktif

MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ As < 2,5 Kurang Aktif

As < MI – 1,5 SDI As < 1,5 Sangat Kurang Aktif

Berdasarkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas belajar siswa

adalah sebagai berikut:

Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas belajar siswa adalah:

Jumlah Skor = 16

Banyak Item = 7

Maka, untuk menentukan niali dari Aktivitas Siswa adalah:

𝐴𝑠 =∑ 𝑥

𝑖=

16

7= 2,29

Sehingga pada Aktivitas Siswa pada siklus I ini dapat dinyatakan atau di

kategorikan Kurang Aktif.

2) Observasi terhadap Aktivitas Guru Siklus I

Tabel 05. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I No Aktivitas yang dinilai Skor

1 Mempersiapkan siswa 3

2 Memberian appersepsi kepada siswa 3

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

146

3 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar 2

4 Menyampaikan materi pada siswa 3

5 Penggunaan pendekatan pembelajaran matematika realistik 4

6 Pengaturan waktu dalam kegiatan berlangsung 2

7 Pendampingan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung 2

8 Membimbing siswa dalam belajar 3

9 Kemampuan menciptakan suasana kelas yang kondusif 2

10 Bersama-sama siswa membuat kesimpulan 1

Jumlah skor 25

Banyak Item 10

Rata-rata Keseluruhan 2,5

Kategori Cukup Bagus

21 ≤ 2,5 < 2,9

Dari hasil tabel Observasi terhadap Aktivitas Guru Siklus I, Maka untuk

menentukan kategori ketuntasan dapat di lihat dengan menggunakan rumus Mean

Idealnya adalah

𝑀𝐼 =1

2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑖𝑛)

𝑀𝐼 =1

2𝑥(4 + 1)

𝑀𝐼 =1

2𝑥(5) = 2,5

Selanjutnya untuk SDI (Standar Devisiasi Ideal) adalah:

𝑆𝐷𝐼 =1

3𝑥𝑀𝐼 =

1

3𝑥2,5 = 0,833

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka kriteria untuk menentukan

aktivitas guru dapat dijabarkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 06. Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Guru. Interval Nilai Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ Ag 3,7 ≤ Ag Bagus Sekali

MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI 2,9 ≤ Ag < 3,7 Bagus

MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI 2,1 ≤ Ag < 2,9 Cukup Bagus

MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI 1,3 ≤ Ag < 2,1 Kurang Bagus

Ag < MI – 1,5 SDI Ag < 1,3 Sangat Kurang Bagus

Berdasarkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas guru adalah sebagai

berikut:

Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas guru adalah:

Jumlah Skor = 25

Banyak Item = 10

Maka, untuk menentukan niali dari Aktivitas Guru adalah:

𝐴𝑔 =∑ 𝑥

𝑖=

25

10= 2,5

Berdasarkan dari tabel di, atas dapat dilihat bahwa aktivitas guru dapat

dikategorikan Cukup Bagus, berarti memenuhi kriteria yang diharapkan.

3). Evaluasi

Berdasarkan hasil evaluasi siklus I yang telah dilaksanakan pada hari kamis

tanggal 24 Oktober 2013, diperoleh data seperti pada tabel halaman berikut.

Tabel 07. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIID SMP Negeri 8 Kota

BimaSiklus I. No Indikator Jumlah

1 Jumlah Siswa kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima 22

2 Jumlah skor yang diperoleh siswa 1395

3 Yang tuntas 11

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

147

4 Yang tidak tuntas 11

5 Prosentase ketuntasan 50%

6 Nilai rata-rata 63,41

SIKLUS II

1. Hasil observasi terhadap aktifitas belajar siswa siklus II dapat dilihat pada tabel

halaman berikut.

Tabel 08. Hasil Observasi terhadap Aktivitas Siswa Siklus II No Aktivitas yang dinilai Skor

1 Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 4

2 Interaksi siswa dengan guru 3

3 Kerjasama antar kelompok 5

4 Interaksi siswa dengan siswa 5

5 Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok 5

6 Aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran 5

7 Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar 4

Jumlah skor 31

Banyak Item 7

Rata-rata keseluruhan 4,43

Kategori Aktif

3,5 ≤ 4,43 < 4,5

Dari hasil tabel Observasi terhadap Aktivitas Siswa Siklus II, Maka untuk

menentukan kategori ketuntasan dapat di lihat dengan menggunakan rumus Mean

Idealnya adalah:

𝑀𝐼 =1

2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑖𝑛)

𝑀𝐼 =1

2𝑥(5 + 1)

𝑀𝐼 =1

2𝑥(6) = 3

Selanjutnya untuk SDI (Standar Devisiasi Ideal) adalah:

𝑆𝐷𝐼 =1

3𝑥𝑀𝐼 =

1

3𝑥3 = 1

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka kriterial untuk menentukan

aktivitas Siswa dapat dijabarkan pada tabel berikut :

Tabel 09. Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Siswa. Interval Nilai Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ As Aktif Sekali

MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ As < 4,5 Aktif

MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ As < 3,5 Cukup Aktif

MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ As < 2,5 Kurang Aktif

As < MI – 1,5 SDI As < 1,5 Sangat Kurang Aktif

Berdasarkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas belajar siswa

adalah sebagai berikut:

Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas belajar siswa adalah:

Jumlah Skor = 31

Banyak Item = 7

Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas Siswa adalah:

𝐴𝑠 =∑ 𝑥

𝑖=

31

7= 4,43

Sehingga pada aktivitas siswa pada siklus II ini dapat dinyatakan atau di

kategorikan Aktif.

2. Observasi terhadap Aktivitas Guru Siklus II

Tabel 10. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

148

No Aktivitas yang dinilai Skor

1 Mempersiapkan siswa 4

2 Memberian appersepsi kepada siswa 4

3 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar 3

4 Menyampaikan materi pada siswa 4

5 Penggunaan pendekatan pembelajaran matematika realistik 4

6 Pengaturan waktu dalam kegiatan berlangsung 4

7 Pendampingan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung 3

8 Membimbing siswa dalam belajar 4

9 Kemampuan menciptakan suasana kelas yang kondusif 3

10 Bersama-sama siswa membuat kesimpulan 3

Jumlah Skor 36

Banyak Item 10

Rata-rata Keseluruhan 3,6

Kategori Bagus

2,9 ≤ 3,6 < 3,7

Dari hasil tabel Observasi terhadap Aktivitas Guru Siklus II, Maka untuk

menentukan kategori ketuntasan dapat di lihat dengan menggunakan rumus Mean

Idealnya adalah

𝑀𝐼 =1

2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑖𝑛)

𝑀𝐼 =1

2𝑥(4 + 1)

𝑀𝐼 =1

2𝑥(5) = 2,5

Selanjutnya untuk SDI (Standar Devisiasi Ideal) adalah:

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka kriterial untuk menentukan

aktivitas guru dapat dijabarkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 11. Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Guru. Interval Nilai Kategori

MI + 1,5 SDI ≤ Ag 3,7 ≤ Ag Bagus Sekali

MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI 2,9 ≤ Ag < 3,7 Bagus

MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI 2,1 ≤ Ag < 2,9 Cukup Bagus

MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI 1,3 ≤ Ag < 2,1 Kurang Bagus

Ag < MI – 1,5 SDI Ag < 1,3 Sangat Kurang Bagus

Berdasarkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas guru adalah sebagai

berikut:

Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas guru adalah:

Jumlah Skor = 36

Banyak Item = 10

Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas guru adalah:

𝐴𝑔 =∑ 𝑥

𝑖=

36

10= 3,6

Berdasarkan dari tabel di, atas dapat dilihat bahwa aktivitas guru dapat

dikategorikan Bagus, berarti memenuhi kriteria yang diharapkan.

3. Evaluasi

Berdasarkan hasil evaluasi siklus II yang telah dilaksanakan pada hari kamis

tanggal 31 Oktober 2013, diperoleh data seperti pada tabel halaman berikut.

Tabel 12. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima

Siklus II. No Indikator Jumlah

1 Jumlah Siswa kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima 22

2 Jumlah skor yang diperoleh siswa 1760

3 Yang tuntas 21

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

149

4 Yang tidak tuntas 1

5 Prosentase ketuntasan 95,45%

6 Nilai rata-rata 80

PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus dengan menggunakan

pendekatan pembelajaran matematika realistik pada materi bilangan pecahan. Materi

bilangan pecahan yang disampaikan yaitu siklus I tentang materi penjumlahan dan

pengurangan, sedangkan siklus II sama dengan materi siklus I. Berdasarkan hasil

analisis tindakan dan hasil evaluasi pada siklus I diketahui bahwa ketuntasan belajar

belum mencapai seperti yang diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh hasil evaluasinya

yaitu persentase ketuntasannya adalah 50%, sehingga sebelum melakukan pembelajaran

ke siklus berikutnya dilakukan upaya perbaikan dan penyempurnaan terlebih dahulu

dengan melakukan diskusi dan membimbing siswa yang mendapat nilai kurang dari 65

dengan bimbingan secara khusus atau individual. Adapaun hasilnya adalah dengan lebih

termotivasi dan antusiasnya siswa dalam bertanya baik kepada temannya maupun

kepada guru. Dan juga dapat terlihat pada saat siswa-siswa mengerjakan soal latihan

setelah berdiskusi dan memberikan bimbingan.

Tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada

siklus I yaitu guru sebelum memulai masuk ke materi, diberikan terlebih dahulu

pertanyaan atau pengaitan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya dan

kaitanya dalam kehidupan sehari-hari. Berusaha mengarahkan siswa untuk mengerjakan

tugas rumah agar dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, agar mereka ada persiapan

dari rumah. Mengontrol dan mengawasi siswa dalam mengerjakan LKS. Contoh soal

diberikan yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Penyampaian materi harus

menyesuaikan dengan daya serap siswa.

Setelah dilakukan tindakan pada siklus II yang mengacu pada perbaikan tindakan

dari siklus I diperoleh hasil yang lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil evaluasi akhir

siklus dimana persentase ketuntasan klasikal adalah 95,45%. Hal ini berarti tindakan

pada siklus II sudah mencapai standar ketuntasan klasikal 85%. Dengan demikian tidak

perlu untuk melakukan pada siklus selanjutnya.

Dari proses tindakan dan hasil yang diperoleh dari siklus I ke siklus II,

menunjukkan peningkatan hasil yang baik. Hal ini didukung oleh suasana kelas lebih

hidup karena partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar sangat aktif. Berbagi ide

terlihat saat siswa berdiskusi menyelesaikan soal-soal dalam LKS. Ide-ide yang

dikeluarkan siswa termasuk dalam penyelesaian jawaban soal yang diberikan.Sehingga

dalam penelitian ini dapat dibuktikan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran

matematika realistik dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi bilangan

pecahan yang berorientasi pada peningkatan hasil belajar matematika kelas VIID SMP

Negeri 8 Kota Bima Tahun 2013/2014.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulannya

sebagai berikut:

1. Penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan

penguasan siswa terhadap materi bilangan pecahan. Hal ini didukung hasil belajar

matematika siswa kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima Tahun pelajaran 2013/2014

dari siklus I 50% meningkat menjadi 95,45% pada siklus II. Dengan demikian pada

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

150

penelitian ini, sudah mencapai angka prosentase ketuntasan klasikal yang ditetapkan

yaitu 95,45% > 85%.

2. Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal ini

didukung oleh data penelitian yaitu, pada siklus I siswa hanya memperoleh nilai rata-

rata 2,29 dengan kategori kurang aktif, kemudian pada siklus II mengalami

peningkatan yaitu nilai rata-rata yang diperoleh adalah 4,43 dengan kategori aktif.

3. Aktivitas guru mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal ini didukung

oleh data penelitian yaitu, pada siklus I siswa hanya memperoleh nilai rata-rata 2,5

dengan kategori cukup bagus kemudian pada siklus II mengalami peningkatan yaitu

nilai rata-rata yang diperoleh adalah 3,6 dengan kategori bagus.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (1999). Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka

Cipta.

Arikunto, Suharsimi.(2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :

PT Asdi Mahasatya.

Arikunto, Suharsimi.(2006). DasarDasar Evaluasi Pendidikan(Edisi Revisi). Jakarta :

Bumi Aksara.

Djamarah, S.B. (2005). Guru danAnak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:

Rineka Cipta.

Depdiknas. (2004). Materi Pelatihan Terintegrasi Mata Pelajaran Sains. Jakarta :

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Muliyardi. (2002). Penggunaan Komik dalam Pembelajaran Matematika di SD. Jurnal

Matematika atau Pembelajarannya, Tahun VIII, Edisi Khusus, Juli 2002

Sadiman, dkk. (2009). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan.

Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.

Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka

cipta.

Subagyo. (2006). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sudharta, Arief. (2004). Pembelajaran Koperatif. Modul

Sugiyono. (2009). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI

Internet :

Abbas, Nurhayati. (2000). Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

dalam Pembelajaran Matematika di SMU, http://www.depdiknas.go.id.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

151

Ariyanti.(2008). Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika,

http://ariyanti.freehostia.com.

Zainurie. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik (PMR),

http://zainurie.wordpress.com

Hasil Penelitian :

Diyah. (2007). Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Pada

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa kelas VII SMPN 41

Semarang tahun pelajaran 2006/ 2007 (Skripsi). Malang: Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.

Nurhayati, Ai Nani. (2009). Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Dalam

Penanaman Konsep Perkalian Dan Pembagian Bilangan Bulat kelas IV SD

Negeri Cipanas Kec. Tanjung kerta Kab. Sumedang tahun pelajaran 2008/2009

(Skripsi). Malang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Negeri Malang

Zulkardi. (2001). Realistic Matematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran,

dan Taman Belajar di Internet. Makalah pada seminar sehari RME di Jurusan

Pendidikan Matematika UPI Bandung pada tanggal 4 April 2001.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

152

PENERAPAN MODEL ACCELERATED LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X4

SMAN 3 KOTA BIMA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

HARYONO & SUSYANTRI

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang direncanakan

dalam beberapa siklus, dan pada penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua siklus.

Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas X4 SMAN 3 Kota Bima tahun pelajaran

2012/2013 dengan jumlah siswa 34 orang yang terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan

19 orang siswa perempuan. Tiap siklus terdiri dari empat rangkaian kegiatan yaitu

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan evaluasi.

Adapun yang melatar belakangi penelitian ini, yaitu perlunya menerapkan suatu

model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Model yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu accelerated learnig. Sehingga tujuan dari

penelitian ini yaitu untuk meningkatkan motivasi belajar siswa melalui penerapan

accelerated learnig. Tekhnik analisa data yang digunakan ada dua yaitu analisa

kualitatif dan kuantitatif, analisa kualitatif digunakan untuk mendeskripsi data dan

analisa kuantitatif untuk mengukur motivasi belajar siswa, tekhnik pengumpulan data

yaitu dengan menggunakan angke motivasi belajar siswa.

Hasil penelitian yang didapat adalah motivasi belajar siswa sebelum accelerated

learning diterapkan yaitu 3,086 atau 77,16% dan terjadi peneurunan motivasi belajar

siswa sebesar 0,2855% pada siklus I. Setelah dilakukan perbaikan maka motivasi

belajar siswa meningkat sebesar 1,78% dimana motivasi belajar siswa pada siklus II

yaitu 3,1577 atau 78,94%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan accelerated

learning dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X4 SMAN 3 Kota Bima tahun

pelajaran 2012/2013.

Kata Kunci : accelerated learning, motivasi belajar

PENDAHULUAN

Matematika sendiri dapat ditemui pada pembelajaran matematika SD, SMP,

SMA, hingga perguruan tinggi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Soejadi

matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan dijenjang persekolahan yaitu

Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama, dan Sekolah Menengah yang sesuai dengan

kuriulum. (Zuhriatun, 2012:1). Pembelajaran matematika SMA tidak sama dengan

pembelajaran matematika SD maupun SMP karena dalam pembahasannya telah

mengalami pengembangan materi, oleh karenya pada tingkat SMA anak didik sudah

seharusnya memiliki kemampuan dasar matematika yang tinggi sehingga mampu

mengolah dan mewujudkan proses belajar yang baik, namun berbeda halnya jika anak

didik justru memiliki tingkat kemampuan dasar matematika yang kurang, sebagaimana

permasalahan yang ditemui oleh penulis saat melakukan praktek pengalaman lapangan

(PPL2) di SMAN 3 Kota Bima dimana penulis menemukan banyaknya siswa yang

kesulitan dalam mengolah informasi yang diberikan sehingga secara langsung dapat

memberi pengaruhi pada motivasi belajar anak didik selama proses pembelajaran, hal

ini terlihat selama proses belajar anak didik kurang aktif, tidak maksimal, kurang

kreatif, tidak berani mencoba, tidak banyak bertanya, tidak merasa nyaman, dan tidak

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

153

merasa senang selama proses pembelajaran secara tidak langsung semua ini akan

berpengaruh pada hasil belajar matematika siswa, hal ini sesuai dengan data hasil

evaluasi belajar siswa, dimana hampir seluruh siswa tidak memenuhi standar KKM

yaitu 6,5 untuk mata pelajaran matematika. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis

berpikir perlunya menerapkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan

motivasi belajar anak didik sehingga anak didik lebih mampu dalam memaksimalkan

potensi yang dimiliki, anak didik juga memiliki rasa percaya diri, antusias dalam

pembelajaran, memiliki tujuan dan cita-cita belajar, sehingga pembelajaran dapat lebih

menyenangkan, efektif, dan cepat.

Adapun model yang dimaksud oleh peneliti yaitu model Accelerated teaching.

Dimana menurut Rose dan Nicholl model acceletarated teaching merupakan suatu

model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan menyenangkan,

efektif, dan cepat (Hobri, 2009:148). Adapun keunggulan dari metode ini menurut Rose

dan Nichol yaitu metode ini dapat mengarahkan siswa belajar secara alamiah dengan

menggunakan tekhnik-tekhnik belajar yang cocok dengan karakter dirirnya (Hobri,

2009:147), metode ini juga mampu membuat siswa merasakan bahwa mata pelajaran

akan menjadi hidup dan penting ketika mereka dapat menyaksikan dan

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Hobri, 2009: 150).

Menurut Rose dan Nicholl model accelerated learning adalah suatu model

mengajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara alamiah dengan menggunakan

tekhnik-tekhnik belajar yang cocok dengan karakter dirinya sehingga mereka akan

merasakan bahwa belajar itu menyenangkan, efektif, dan cepat (Hobri, 2009:147).

Berikut ini beberapa langkah menurut Rose dan Nicholl yang dapat dilkukan untuk

menjadikan belajar itu menyenangkan dan berhasil, antara lain :

a. Menciptakan lingkungan tanpa stres (relaks). Lingkungan yang aman untuk

melakukan kesalahan, namun harapan untuk sukses tinggi.

b. Menjamin bahwa subyek pelajaran adalah relevan. Melihat manfaat dan pentingnya

subyek pelajaran.

c. Menajamin bahwa belajar secara emosional adalah positif

d. Melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan

(Hobri, 2009 : 148)

Dalam penerapan accelerated teaching terdapat enam langkah dasar yang

disingkat dengan M-A-S-T-E-R (Motivating your mind, Acquiring the information,

Searching the meaning, Triggering the memory, Exhibiting what you know, Reflecting).

a. Motivating your mind (memotivasi pikiran)

Menurut Koeswara dkk Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang

menggerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termaksud perilaku belajar (Hobri,

2009: 149).

Cara-cara untuk memotivasi pikiran siswa:

1) Menciptakan linkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan

2) Melihat relevansi atau kesesuaian

3) Kekuatan sugesti

b. Acquiring the information (Memperoleh Informasi)

Seoarang guru dalam menyampaikan informasi harus dapat menyesuaikannya

dengan gaya belajar anak, sebagaimana tiga gaya belajar yang diidentifikasi oleh

prof. Ken dan Rita Dunn yaitu :

1) Visual (belajar melalui melihat sesuatu)

2) Auditori (belajar melalui mendengar sesuatu)

3) Kinestik (belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung) (Hobri.

2009:151)

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

154

c. Searching the meaning (Menyelidiki makna)

Penyelidikan makna bertujuan untuk menghidupkan informasi, menjadikannya

mudah diingat, mengubahnya dari pengetahuan permukaan menjadi pemahaman

yang mendalam, mengaitkan yang baru dengan yang sudah diketahui dan menjadikan

semua dapat digunakan dan bermakna bagi siswa.

d. Triggering the memory (Memicu ingatan)

Memicu ingatan dapat dilakukan dengan mengulang materi pembelajaran.

e. Exhibiting what you know (Memamerkan apa yang anda ketahui)

Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana materi yang disampaikan dapat

dikuasai oleh siswa.

f. Reflecting (Merefleksikan)

Refleksi adalah berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau gambaran

terhadap kegiatan dan pengetahuan yang baru saja diterima. Refleksi dapat

membantu siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya

dengan pengetahuan yang baru

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model accelerated learning adalah

suatu model pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara menyeluruh dengan

gaya belajar yang sesuai dan mampu memperoleh pemahaman yang mendalam melaui

pola interaksi langsung dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat belajar dengan

motivasi yang tinggi..

Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang bertingkah laku.

Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu

yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya, oleh karena itu perbuatan seseorang yang

didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang

mendasarinya” (Winataputra & Rosita, 1997:102)

MenurutMc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang

ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya

tujuan (Sardiman, 2011 : 73).

Ada dua jenis motivasi:

a. Motivasi Intrinsik

Adalah motivasi yang tercakup didalam dalam situasi belajar dan memenuhi

kebutuhan dan tujuan siswa. Motivasi instrinsik datang dari diri anak sendiri,

motivasi ini sering disebut motivasi murni. Untuk membangun motivasi intrinsik ada

beberapa dapat dilakukan dengan strategi berikut :

1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa

2) Memeberikan kebebasan pada siswa untuk memperluas materi pelajaran sebatas

yang pokok.

3) Memberi banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan

memanfaatkan sumber belajar disekolah.

4) Sesekali memberi penghargaan pada siswa atas pekerjaannya.

5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.

b. Motivasi Ekstrinsik

Adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar.

Ada beberapa strategi untuk membimbing siswa yang termotivasi secara

ekstrinsikdalam proses belajar mengajar :

1) Memperkenalakan tujuan pengajaran sehingga siswa mengetahui dengan jelas apa

yang harus ia capai dalam proses belajar itu.

2) Memonitor kemajuan dan memberikan penguatan pada siswa lebih dari pada

siswa yang memiliki motivasi intrinsik.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

155

3) Menilai setiap tugas siswa dan memberikan komentar secara tertulis atas tugas-

tugas yang berbentuk tulisan

Didalam bukunya, Winataputra dan Rosita mengungkapkan bahwa ada tiga

fungsi motivasi sebagai berikut :

a) Mendorong timbulnya kelakuan atas suatu perbuatan, seperti timbulnya dorongan

untuk belajar.

b) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan ke

pencapaian tujuan yang diinginkan.

c) Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya besar kecilnya motivasi akan

menentukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan

dorongan yang tumbuh dari dalam diri siswa yang harus dapat ditingkatkan oleh

seorang guru sebagai upaya untuk membentuk karakter belajar siswa aktif dalam

konteks pembelajaran model accelerated teaching.

METODOLOGI

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu penelitian

tindakan kelas (PTK). Suharsimi dkk (2006:3) Arikunto menyimpulkan bahwa

penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar

berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas

secara bersama. Dalam Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas penelitian

tindakan kelas adalah penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki

pembelajaran di kelas. Penelitian ini merupakan salah satu upaya guru atau praktisi

dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan atau

meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa

kelas X4 SMAN 3 Kota Bima tahun pelajaran 2012-2013, sebanyak 34 orang yang

terdiri dari 15 orang siswa laki-laki, dan 19 orang siswa perempuan.

Menurut Sugiono, dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat

penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen harus

“divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya

terjun kelapangan. Validasi yang dimaksud yaitu validasi peneliti sebagai instrumen

meliputi validasi terhadap pemahan metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan

terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian baik

scara akdemik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri,

melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan

teori, dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki

lapangan (Sugiono, 2011:305). Sugiono dalam bukunya menyimpulkan bahwa dalam

penelitian kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka

yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri, tetapi setelah masalahnya yang akan

dpielajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen (Sugiono, 2011 : 307).

Ada beberapa jenis instrumen yang biasa digunakan dalam penelitian baik dalam

tekhnik pengumpulan data maupun pengukurannya, yaitu wawancara, angket atau

kuesioner, observasi, studi dokumenter, dan tes. Dalam Penelitian ini, instrumen yang

digunakan penulis adalah angket. Sukmadinata (2012:219) “angket atau kuesioner

(questionnaire) merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak

langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau

alat pengumpul datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan

yang harus dijawab atau direspon oleh responden”. Angket atau kuesioner

(questionnaire) digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa. Suhardjono

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

156

mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) terdiri atas rangkaian empat

kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada

setiap siklus, yaitu (a) perencanaan, (b) tindakan, (c) pengamatan, (d) refleksi.

Suharsimi dkk (2006:74).

Tekhnik analisa data yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Penelitian kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian melalui tiga

tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan hasil analisis, sedangkan

penelitian kuantitatif digunakan untuk menganalisis data motivasi belajar siswa.

Penelitian kuantitatif menggunakan statistik, ada dua macam statistik untuk analisis data

penelitian yaitu analisis deskriptif dan statistik infersial (Sugiono, 2011:207). Untuk

menganalisa data penelitian yang dilakukan pada populasi (tanpa diambil sampelnya)

digunakan statistik deskriptif (Sugiono, 2011:208), dan dalam penelitian ini tekhnik

analisa data yang digunakan penulis adalah statistik deskriptif. “Termasuk dalam

statistik deskriptif antara lain penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran,

pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi sentral),

perhitungan desil, persentil, sedangkan untuk mencari kuatnya hubungan antara variabel

melaui analisis korelasi” (Sugiono, 2011:208).

Secara rinci tekhnik analisa data kuantitatif yang digunakan sebagai berikut :

Data motivasi belajar siswa

Data motivasi belajar siswa yang diperoleh dari data angket atau kuesioner

(questionnaire) diasajikan dalam bentuk tabel, diagram yang di olah atau dihitung

berdasarkan rumus berikut:

Rata-rata motivasi belajar siswa perorang

Msp = ∑ 𝑥

𝑖

Keterangan

Ms : Tingkat motivasi belajar siswa

𝑥 : Skor masing – masing pernyataan perorang

𝑖 : banyaknya pernyataan

Rata-rata motivasi belajar siswa peindikator

Msi = ∑ 𝑥

𝑛

Keterangan

Ms : Tingkat motivasi belajar siswa

𝑥 : Skor masing – masing pernyataan perindikator

𝑛 : banyakny siswa

Rata-rata motivasi belajar siswa keseluruhan

Ms = ∑ 𝑥

𝑖.𝑛

Ms : Tingkat motivasi belajar siswa

𝑥 : Skor keseluruhan masing – masing pernyataan

𝑖 : banyaknya pernyataan

𝑛 : banyakny siswa

Persentasi motivasi belajar siswa keseluruhan

Persentasi motivasi belajar siswa dianalisis dengan rumus persentil berikut

% Ms = Ms

4 × 100%

Skor tiap indikator diberikan berdasarkan ketentuan berikut :

Untuk pernyataan positif :

4 : Sangat setuju, diberi skor 4

3 : Setuju, diberi skor 3

2 : Kurang setuju, diberi skor 2

Untuk pernyataan negatif :

4 : Sangat setuju, diberi skor 1

3 : Setuju, diberi skor 2

2 : Kurang setuju, diberi skor 3

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

157

1 : Tidak setuju, diberi skor 1 1 : Tidak setuju, diberi skor 4

Peningkatan prestasi belajar siswa diperoleh dari perbedaan atau selisih tingkat

motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah siklus

Sebagaimana tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan

model accelerated teaching dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X4 SMAN

3 Kota Bima tahun pelajaran 2012/2013, sehingga indikator keberhasilan penelitian ini

yaitu adanya peningkatan motivasi belajar siswa sesudah pembelajaran.

HASIL PENELITIAN

SIKLUS I

Pada tahap silklus I siswa yang hadir sebanyak 30 orang dengan data motivasi belajar

sebagai berikut :

1) Motivasi belajar siswa perorang Ms = ∑ 𝑥

𝑖 , secara keseluruhan hasil motivasi belajar

siswa perorangan siklus I dapat dilihat pada lampiran hasil analisa data angket silkus

I.

2) Motivasi belajar siswa perindikator Ms = ∑ 𝑥

𝑛 , secara keseluruhan hasil motivasi

belajar siswa perindikator siklus I dapat dilihat pada lampiran hasil analisa data

angket silkus I.

3) Motivasi belajar siswa keseluruhan diolah dengan rumus berikut

Ms = ∑ 𝑥

𝑖.𝑛

Ms = 2214

24.30

Ms = 2214

720

Ms = 3,075

% Ms = 3,075

4 × 100%

= 0,76875 × 100%

= 76,875%

SUKLUS II

Pada tahap silklus II siswa yang hadir sebanyak 28 orang dengan data motivasi

belajar sebagai berikut :

1) Motivasi belajar siswa perorang Ms = ∑ 𝑥

𝑖 , secara keseluruhan hasil motivasi belajar

siswa perorangan siklus II dapat dilihat pada lampiran hasil analisa data angket

silkus II.

2) Motivasi belajar siswa perindikator Ms = ∑ 𝑥

𝑛 , secara keseluruhan hasil motivasi

belajar siswa perindikator siklus II dapat dilihat pada lampiran hasil analisa data

angket silkus II.

3) Motivasi belajar siswa keseluruhan diolah dengan rumus berikut

Ms = ∑ 𝑥

𝑖.𝑛

Ms = 2122

24.28

Ms = 2122

528

Ms = 3,1577

% Ms = 3,1577

4 × 100%

= 0,789 × 100%

= 78,94%

Ms : Motivasi Belajar Siswa

∑ 𝑥 : Jumlah Skor Keseluruhan

𝑖 : Jumlah Indikator

𝑛 : Jumlah Siswa yang

mengisi angket

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

158

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tabel rata-rata motivasi belajar siswa siklus

I (dapat dilihat pada lampiran 11 dan 13) terlihat 13 orang siswa motivasi belajarnya

menurun selama siklus I dibanding dengan prasiklus, dan pada tahap ini penulis kurang

menerapkan accelerated learning secara menyeluruh yaitu kurang memotivasi pikiran

siswa, kurang menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi siswa dan tidak

menuliskan materi pembelajaran secara sistematis sebagai hal utama dalam accelerated

learning, hal lain yang tidak dapat di hindari oleh penulis yaitu minimnya waktu yang

digunakan dalam membahas materi, sehingga siswa sulit menelaah materi secara jauh.

Dari permasalahan yang ditemui selama siklus I yaitu melalui pengamatan dan

analisa hasil pengamatan baik berupa lembar observasi guru (dapat dilihat pada

lampiran 6) maupum data angket motivasi belajar siswa siklus I (dapat dilihat pada

lampiran 11), penulis melakukan berbagai perbaikan pembelajaran, khususnya

penyempurnaan penerapan accelerated learning, antara lain memotivasi pikiran siswa

diawal pembelajaran, menuliskan pembelajaran secara sistematis, menciptakan suasana

belajar yang nyaman serta menyenangkan bagi siswa, disamping memperhatikan

tanggapan siswa selama proses pembelajaran.

Setelah melakukan perbaikan pembelajaran, atau penulis telah melakukan

penyempurnaan penerapapan accelerated learning, barulah penulis dapat mengamati

dan membuat penyimpulan hasil analisis serta menjawab rumusan masalah yang telah

dirangkum pada bab sebelumnya yaitu apakah penerapan accelerated learning dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X4 SMAN 3 Kota Bima tahun pelajaran

2012-2013.

Perbaikan atau data hasil pengamatan siklus II berupa lembar observasi guru dan

data angket motivasi belajar siswa siklus II dapat dilihat pada lampiran 7, 12, dan 13.

Dari data lembar observasi guru siklus II, terlihat bahwa peneliti telah menerapakan

dengan baik penelitiannya, atau dapat dikatakan accelerated learning telah diterapkan

secara baik dan menyeluruh, dan dari hasil pembelajaran tersebut terjadi peningkatan

rata-rata motivasi belajar siswa secara menyeluruh (dapat dilihat pada lampiran 12 dan

13), hanya saja masih ditemukan 8 orang siswa yang motivasi belajarnya belum

meningkat, akan tetapi dari 8 orang tersebut 6 orang siswa mengalami peningkatan

motivasi belajar dari siklus I meskipun tidak melebihi prasiklus. Sehingga dapat dibuat

simpulan analisis setelah accelerated learning diterapkan dengan baik dan menyeluruh,

terjadi peningkatan rata-rata motivasi belajar siswa meskipun beberapa siswa ( 8 orang

siswa) tidak mengalami peningkatan motivasi belajar.

Secara keseluruhan data motivasi belajar siswa kelas X4 SMAN 3 Kota Bima

setelah atau sebelum diterapkan accelerated learning dirangkum sebagai berikut :

1. Motivasi belajar siswa prasiklus 3,086 atau 77,16%

2. Motivasi belajar siswa Siklus I 3,075 atau 76,875% atau dengan kata lain menurun

0,2855% (sebanyak 13 orang siswa)

3. Motivasi belajar siswa 3,1577 atau 78,94% atau dengan kata lain mengalami

peningkatan 1,78% (hanya saja terdapat 8 orang siswa belum meningkat)

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

Penerapan accelerated learning dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X4

SMAN 3 Kota Bima tahun pelajaran 2012/2013 sebesar 1,78%, hal ini dibuktikan

melalui data yang diperoleh pada tahap prasiklus (sebelum penerapan acccelerated

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

159

learning) siswa memiliki motivasi belajar 3,086 atau 77,16%. Pada tahap siklus I

motivasi belajar siswa 3,075 atau 76,875%, pada tahap ini motivasi belajar siswa

menurun 0,011 atau 0,2855%. Pada tahap siklus II, penulis telah melakukan beberapa

perbaikan, sehingga terlihat peningkatan motivasi belajar siswa yaitu 0,0717 atau

1,78% dari tahap prasiklus atau dengan kata lain motivasi belajar siswa pada tahap

siklus II naik 1,78%., dimana motivasi belajar siswa pada siklus II 3,1577 atau 78,94%.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan & Ahmadi, Iif, Khoiru. 2010 Proses Pembelajaran Kreatif dan Inofatif

dalam Kelas. Jakarta : Prestasi Pustakaraya

Anonimous. 2012. Pengertian Matematika, (Online),

(http://www.sarjanaku.com/2011/06/pengertian-matematika.html, diakses 12

April 2013)

Arif, M Saikhul. 2011. Pengertian Metode Pembelajaran, (online),

(http://matahati99.blogspot.com/2013/02/pengertian-metode-pembelajaran.html,

diakses 12 April 2013)

Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar.Jakarta : Rineka Cipta

Faryanti. 2010. Pengaruh Kemampuan Numerik Terhadap Prestasi Belajar pada Mata

Pelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMPN 2 Woha. STKIP Taman Siswa

Bima

Hobri. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jember: Center for Society Studies

(CSS)

Nisa, Zuhriatun. 2012. Upaya Peningkatan Prestasi BelajarSiswa Kelas II SDN 72 Kota

Bima pada Materi Bangun Datar melalui penerapan Pendidikan Matematika

Realistik Indonesia (PMRI) Tahun Pelajaran 2011/2012. STKIP Taman Siswa

Bima

Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : RajaGrafindo

Persada

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D). Bandung : Alfabeta

Suharsimi, Arikunto. Suhardjono. & Supardi. 2006. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta :

Bumi Aksara.

Sukmadinata, Nana, Syaodih. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Suranto, Sukidin & Basrowi. 2008. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Insan

Cendekia

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

160

Tauhid. 2010. Analisis kesalahan Dalam Menyelesaikan Operasi hitung Bentuk Aljabar

pada Siswa Kelas VII SMPN 3 Bolo Tahun Pelajaran 2009/2010. STKIP Taman

Siswa Bima

Winataputra, udin S. & Rosita, Tita. 1997 Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :

Depdikbud.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

161

PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS

(TGT) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA FISIKA PADA SISWA KELAS IX

SMP NEGERI 14 KOTA BIMA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI

Endang Susilawati & Ema Susanti

.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh tipe Teams Games

Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar IPA Fisika pada siswa kelas IX SMPN 14

Kota Bima Tahun Pelajaran 2015/2016.

Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen. Pengambilan sampel dalam

penelitian ditentukan dengan teknik Cluster Random Sampling (pengambilan sampel

berkelompok secara acak). Populasi dari penelitian adalah kelas IX SMP Negeri 14

Kota Bima, dan sampelnya adalah 34 orang siswa dari kelas IXA sebagai kelas

eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan tipe Teams Games Tournaments

(TGT) dan 34 orang siswa dari kelas IXB sebagai kelas kontrol yang diberikan

perlakuan dengan metode diskusi. Bentuk instrumen penelitian menggunakan soal

pilahan ganda dengan uji validitas dan uji reliabelitas. Metode pengujian hipotesis yang

digunakan adalah separated varians (perbandingan) uji-t.

Hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata siswa pada kelas eksperimen 56,858 lebih

baik daripada siswa pada kelas kontrol 50,812. Selain itu dari uji yang dilakukan tanpak

bahwa nilai thitung = 1,99, sedangkan ttabel = 1,671. Karena thitung > ttabel maka H0

ditolak dan Ha diterima . Sehingga ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh model

kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar IPA Fisika

siswa kelas IX SMPN 14 Kota Bima Tahun Pelajaran 2015/2016.

Kata Kunci: Tipe Teams Games Tournaments (TGT), metode diskusi, hasil belajar.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Apalagi

pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut dukungan dari

berbagai faktor, salah satunya adalah faktor pendidikan, yaitu pendidikan yang

berkualitas dan bermutu. Untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan bermutu

perlu dilakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan dalam segala aspek yang

mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Aspek-aspek tersebut meliputi kurikulum,

serana dan prasaranan, guru, siswa, dan strategi pengajaran serta dengan didukung oleh

media yang digunakan. Lebih dari itu, banyak pakar yang mengatakan bahwa sebaik

apapun materi pelajaran yang dipersiapkan tanpa diiringi dengan model pembelajaran

yang tepat pembelajaran tidak akan mendatangkan hasil yang maksimal (Rahmatiah,

2011 : 2).

Kebanyakan saat ini dalam kegiatan belajar mengajar guru hanya menggunakan

metode diskusi. Mereka tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan tersebut bias

memendam atau menghilangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa. Metode

diskusi tersebut dirasakan kurang relevan apabila diterapkan dalam kondisi seperti

sekarang ini, meskipun salah satu metode tersebut masih ada yang relevan apabila

diterapkan untuk materi yang bersifat teoritis (Rahmatiah, 2011: 2).

Berdasarkan hasil pengamatan di SMPN 14 Kota Bima bulan september 2014

ditemukan beberapa kendala antara lain : pada saat proses pembelajaran berlangsung

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

162

masih ada siswa yang keluar masuk, mengantuk, sengaja tidak membawa alat tulis, dan

pada jam terakhir ada yang bolos. Dari masalah yang telah dipaparkan tersebut dapat

disimpulkan yaitu, kurangnya motivasi dari guru dan siswa dan pada akhirnya hasil

belajar siswa menurun.

SMPN 14 Kota Bima merupakan salah satu intitusi pendidikan yang mengajarkan

IPA Fisika sebagai salah satu pelajaran yang diajarkan. Pembelajaran IPA Fisika yang

berlangsung di SMPN 14 Kota Bima sudah baik hanya saja masih perlu penekanan pada

hal-hal tertuntu seperti aktivitas siswa belum maksimal, motivasi belajar siswa masih

perlu ditingkatkan lagi dan penggunaan media yang sesuai dengan materi diajarkan

khususnya media cetak yang merupakan media sangat menunjang dalam kegiatan

belajar mengajar.

Materi Listrik Statis merupakan salah satu bab yang diajarkan pada pelajaran

IPA Fisika SMPN 14 Kota Bima. Hasil belajar siswa dalam mempelajari materi ini

sudah cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan lagi agar hasil yang didapatkan lebih

maksimal.

Tipe Teams Games Tournaments (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang

beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan. Model kooperatif

tipe Teams Games Tournaments (TGT) memiliki banyak kesamaan dengan STAD,

tetapi menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan.

Hubungan tipe Teams Games Tournaments (TGT) dengan hasil belajar yaitu

memberikan peluang siswa untuk lebih aktif saat proses pembelajaran berlangsung,

karena mereka biasa belajar sambil bermain (Slavin, 2009: 163).

Slavin (2009: 45) melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh

pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara implisit

mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran tipe Teams Games

Tournaments (TGT), sebagai berikut:

a. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan tipe Teams Games Tournaments

(TGT) memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial

mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.

b. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung

dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.

c. Tipe Teams Games Tournaments (TGT) meningkatkan harga diri sosial pada siswa

tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.

d. Tipe Teams Games Tournaments (TGT) meningkatkan kekooperatifan terhadap yang

lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit).

e. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu

yang lebih banyak.

f. Tipe Teams Games Tournaments (TGT) meningkatkan kehadiran siswa di sekolah

pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors

atau perlakuan lain.

Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran tipe Teams

Games Tournaments ( TGT) adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai

individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk

mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.

1. Kelebihan Pembelajaran tipe Teams Games Tournaments (TGT)

Tipe Teams Games Tournaments (TGT) ini mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan dari pembelajaran tipe Teams Games Tournaments (TGT)

antara lain:

a) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

163

b) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu

c) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam

d) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa

e) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain

f) Motivasi belajar lebih tinggi

g) Hasil belajar lebih baik

h) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

(Slameto, 2010: 54).

2. Kelemahan tipe Teams Games Tournaments (TGT)

Kelemahan dari pembelajaran tipe Teams Games Tournaments (TGT) antara

lain:

a. Bagi Guru

Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen

dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak

sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu

yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu

yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai

kelas secara menyeluruh.

b) Bagi Siswa

Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit

memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.Untuk mengatasi kelemahan ini,

tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan

akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa

yang lain (Slameto, 2010: 55).

3. Sintaks tipe Teams Games Tournaments (TGT)

Ada 5 komponen utama dalam model kooperatif tipe Teams Games

Tournaments (TGT) yang secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :

Langkah 1 : Presentasi di Kelas

Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa dengan

ceramah, diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada karakteristik materi

yang sedang disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang bersangkutan.

Pada kesempatan ini guru harus memberitahu siswa agar cermat mengikuti proses

pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat

untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor kuis yang akan diperoleh

sangat menentukan skor tim mereka.

Langkah 2 : Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok)

Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6

orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi

kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar mengkaji

materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan

akademiknya kurang sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis.

Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar sesama

anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban antar siswa.

Langkah 3 : Tahap Permainan (Games Tournaments)

Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan. Materinya terdiri dari

sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru

pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa setelah

memperoleh informasi secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya. Dalam

permainan ini, posisi meja turnamen diatur sebagai berikut (Sumber: Slavin, 2009:

166).

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

164

Untuk menyatakan suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil,

setiap guru memilki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun,

untuk mengamalkan persepsi sebaiknya kita berpedoman, antara lain bahwa “ suatu

proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila

tujuan intruksional khusus (TIK)-nya dapat tercapai” ( Djamarah, 2010: 105).

Hasil belajar adalah kemampuan yang di miliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses

pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil beljar dapat memberikan informasi

kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya

melalui kegiatan. Selanjutnya dari inrormasi tersebut guru dapat menyusun dan

membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan maupun

individu (Muhibbin Syah, 2009: 198).

Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut

terjadi teruma berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran

dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa hasil

belajar merupakan perubahan tingkat laku sebagai akibat dari proses belajar.

Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan

pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasil belajar

sebagai perubahan tingkat laku yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah efektif

dan rana psikomotorik. Hasil belajar yang akan dievaluasi meliputi tiga aspek

METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi eksperimen. Quasi eksperimen

merupakan pengembangan dari true eksperimental design. Desain ini mempunyai

kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variable-variabel luar

yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2010: 77).Desain penelitian

adalah Nonequivalent Control Group Design. Desain ini hamper sama dengan pretest-

posttest control group design, Dalam pe

nelitian ini akan diberikan perlakuan yaitu untuk kelas eksperimen menggunakan

model koopertif tipe teams games tournaments (TGT) (P1) dan model pembelajaran

diskusi (P2). Desain penelitian dapat ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 02. Desain penelitian Kelas Prestest Perlakuan Postest

Kelas eksperimen O1 P1 O2

Kelas Kontrol O1 P2 O2

Keterangan :

O1 : Prestest (tes awal)

O2 : Postest (tes akhir)

P1 : Perlakuan dengan model pembejaran kooperatif (Teams Games Tournaments).

P2 : Perlakuan dengan model pembelajaran non kooperatif (diskusi). (Sugiyono, 2009:

83).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas SMPN

14 Kota Bima tahun pelajaran 2015/2016 yang tersebar dalam empat (4) kelas yang

berjumlah 131 siswa.

Tabel 03. Jumlah populasi No Kelas Jumlah Siswa

1 IXA 34 orang

2 IXB 34 orang

3 IXC 33 orang

4 IXD 30 orang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

165

Jumlah 131 orang

Teknik penarikan sampel adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya

sampai sesuai dengan ukuran populasi yang akan dijadikan sumber data dengan

memperhatikan sifat dan penyebaran populasi. Teknik pengambilan yang digunakan

adalah Cluster Random Sampling, yaitu untuk menentukan sampel bila objek yang akan

diteliti sangat luas dengan memilih secara acak dari populasi yang telah ditetapkan

dengan diambil dua kelas untuk dijadikan kelompok kelas eksperimen I dan kelompok

kelas eksperimen II. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah kelas IXA sebagai kelas

eksperimen dan kelas IXB sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa untuk setiap

kelasnya sebagai berikut:

Tabel 04. Jumlah Sampel No Kelas Jumlah

1 IXA 34 Orang

2 IXB 34 Orang

Jumlah 68 Orang

Instrumen penelitian adalah alat/fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti

lebih cermat, lengkap dan sistematik sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006:

160). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes hasil belajar.

Untuk keperluan pengumpulan data dikembangkangkan instrumen penelitian yaitu

Instrumen hasil belajar IPA fisika. Pengukuran hasil belajar dilakukan dengan

menggunakan instrument buatan sendiri oleh peneliti.. Bentuk tes yang digunakan

dalam penelitian ini adalah soal tes berbentuk pilihan ganda dan setiap Instrumen yang

digunakan untuk mengambil data dalam setiap penelitian harus diuji validitas alat

ukurnya. Sebelum instrumen digunakan, maka terlebih dahulu diuji coba atau kalibrasi

supaya mendapatkan instrumen yang memenuhi syarat validitas dan reliabilitasnya

1. Uji validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan dan kesahihan

suatu instrument. Uji validitas ini di lakukan pada siswa kelas IXA sampai dengan

IXB SMPN 14 Kota Bima yang berjumlah 48 siswa.

Validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang

dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Analisis validitas

dilakukan dengan menggunakan persamaan korelasi r product moment dengan angka

kasar (Arikunto, 2002: 187).

𝑟𝑥𝑦=𝑁.∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋)(∑ 𝑌)

√{(𝑁.∑ 𝑋2)−(∑ 𝑋)2}{(𝑁.∑ 𝑌2)−(∑ 𝑌)2}..........................................(3.1)

Keterangan:

rxy = Koofisien korelasi antara variabel variabel X dan variabel Y

N = Jumlah siswa

∑X = Jumlah nilai variabel X

∑Y = Jumlah nilai variabel Y

∑XY = Jumlah nilai perkalian variabel X dan variabel Y

(∑X)2 = Jumlah nilai variabel X di kuadradkan

(∑Y)2 = Jumlah nilai variabel Y di kuadradkan

∑X2 = Jumlah kuadrat nilai variabel X

∑Y2 = Jumlah kuadrat nilai variabel

Nilai rxy akan di konsultasikan dengan tabel r product moment dengan taraf

kepercayaan 95% dengan alasan penulis bersedia menanggung resiko sebesar 5%

dalam taraf keberartiran. Jadi kemungkinan yang tejadi yaitu:

a. Jika rxy > rtabel maka soal tersebut dikatakan valid

b. Jika rxy < rtabel maka sola tersebut dikatakan tidak valid

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

166

2. Uji Reliabilitas

Analisis Releabilitas suatu test dan atau alat ukur lainnya, pada hakekatnya

menguji keajengan pertanyaan test. Untuk mencari reliabel soal digunakan rumus

Sperman Brown (Arikunto, 2002: 189) yaitu:

𝑟11= 2𝑥𝑟

11 12 2

1+𝑟12

..........................................................................................(3.2)

Keterangan:

r11 = Koefisien realibilatas insrumen seluruh test

r1/21/2 = Menyatakan releabilitas separuh test

Nilai r11 akan dikonsultasikan dengan tabel r product moment.

Jadi kemungkinan yang terjadi yaitu:

a. Jika r11 > rtabel maka soal tersebut dikatakan reliabel.

b. Jika r11> rtabel maka soal tersebut dikatakan tidak reliabel.

Teknik Analisis Data

a) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari

gejala yang diselidiki terdistribusi normal atau tidak, rumus yang digunakan

(Riduwan, 2010).

e

eok

i f

ff2

1

2

................................ ........ ....................................... (3.3)

Keterangan:

𝑥2 = Chi kuadrat

fo = Frekuensi hasil pengamatan

fh = Frekuensi hasil harapan

Kriteria hipotesis terdistribusi normal jika x2hitung < x2

tabel

b) Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk membuktikan kedua sampel homogen data

dapat dicari dengan rumus uji-F, yaitu:

F = 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙............................................................................(3.4)

Varians adalah rata-rata hitung deviasi kuadrat setiap data terhadap rata-rata

hitungannya. Dengan kriteria pengujian jika Fhitung ≥ Ftabel berarti tidak homogen dan

jika Fhitung≤ Ftabel berarti homogen pada taraf signifikan 5%.

b) Uji Hipotesis

Untuk menghitung pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif

tipe Teams Games Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar fisika pada siswa

dilakukan uji-t dengan rumus:

Menguji hipotesis perbedaan tipe Teams Games Tournaments (TGT) maka

dapat digunakan uji- t (separated varians) perbandingan. Adapun rumus yang

digunakan adalah.

𝑡 = �̅�1 − �̅�2

√𝑆1

2

𝑛1+

𝑆22

𝑛2

Keterangan : �̅�1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen

�̅�2 = Nilai rata-rata kelas kontrol

𝑆12 = Varians kelas eksperimen

𝑆22 = Varians kelas kontrol

𝑛1 = Jumlah sampel kelas eksperimen

𝑛1 = Jumlah sampel kelas kontrol

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

167

Adapun kriteria hipotesis yaitu sebagai berikut:

1. Jika t-hitung > t-tabel, Ha diterima dan Ho ditolak (ada pengaruh tipe Teams Games

Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar siswa kelas IX SMP Negeri 14 Kota

Bima tahun pelajaran 2014/2015.

2. Jika t-hitung < t-tabel, Ha ditolak dan Ho diterima (tidak ada pengaruh tipe Teams

Games Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar siswa kelas IX SMP Negeri 14

Kota Bima tahun pelajaran 2014/2015.

HASIL PENELITIAN

1. Uji Homogenitas

Uji homogenitas data pre test yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Fisher, kriteria pengujian ini digunakan yaitu kedua kelompok sampel dinyatakan

homogen apabila Fhit < Ftab, karena Fhit = 1,029 < Ftab 18,5 maka dikatakan bahwa

kedua data tersebut homogen. Untuk lebih jelasnya peneliti sajikan tabel perhitungan

uji homogenitas dibawah ini.

Tabel 05. Pengujian Homogenitas Nilai Varians Sampel Jenis Variabel

Kelas Ekperimen Kelas Kontrol

S 1,029 14,26

N 34 34

Untuk lebih lengkapnya data analisis pengujian homogenitas pre test kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol .

2. Uji Normalitas

a. Uji Normalitas Nilai Pre Test Kelompok Eksperimen

Uji normalitas dilakukan dengan mengunakan uji Chi-Kuadrat. Dari hasil

pengujian pada kelompok eksperimen didapat harga Chi-Kuadrat hitung

(X2hit)= 5,61 harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga Chi

Kuadrat (X2tab), Dk = k – 1 = 6 – 1 = 5. Bila dk 5 dan taraf kesalahan 5% α =

0,05 maka didapat X2tab = 11.070, karena X2

-hit = 4,65 ≤ X2-tab = 11,070, maka

data Distribusi Normal.

Tabel 06. Pengujian Normalitas Kelompok Eksperimen Data Eksperimen

N 34

X2hit 4,65

X2tab 11.070

Kesimpulan Distribusi Normal

b. Uji Normalitas Pre Test Kelas Kontrol

Data hasil pengujian pre test pada kelompok kontrol didapat harga Chi-

Kuadrat hitung (X2hit)= 2,82 harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan

harga Chi Kuadrat (X2tab), Dk = k – 1 = 6 – 1 = 5. Bila dk 5 dan taraf

kesalahan 5% α = 0,05 maka didapat X2tab = 11.070, karena X2

-hit = 2,82 ≤

X2-tab = 11,070, maka data Distribusi Normal. Untuk lebih jelasnya peneliti

menyajikan dalam bentuk tabel uji normalitas dibawah ini.

Tabel 07. Pengujian Normalitas Pre Test Kelompok kontrol Data Eksperimen

N 34

X2hit 2,82

X2tab 11.070

Kesimpulan Distribusi Normal

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

168

c. Uji Normalitas Siswa Kelompok Eksperimen

Uji normalitas dilakukan dengan mengunakan uji Chi-Kuadrat. Dari hasil

pengujian siswa didapat harga Chi-Kuadrat hitung (X2hit) = 9,3 bila Dk = k – 1

= 6 – 1 = 5. Bila dk 5 dan taraf kesalahan 5% α = 0,05 maka didapat X2tab =

11.070, karena X2-hit = 9,3 ≤ X2-

tab = 11,070, maka data Distribusi Normal.

Untuk lebih jelasnya peneliti menyajikan dalam bentuk tabel uji normalitas

dibawah ini.

Tabel 08. Pengujian Normalitas Siswa Kelompok Eksperimen Data Eksperimen

N 34

X2hit 9,3

X2tab 11.070

Kesimpulan Distribusi Normal

d. Uji Normalitas Siswa Kelompok Kontrol

Uji normalitas dilakukan dengan mengunakan uji Chi-Kuadrat. Dari hasil

pengujian siswa didapat harga Chi-Kuadrat hitung (X2hit)= 5,45 harga tersebut

selanjutnya dibandingkan dengan harga Chi Kuadrat (X2tab), Dk = k – 1 = 6 –

1 = 5. Bila dk 5 dan taraf kesalahan 5% α = 0,05 maka didapat X2tab = 11.070,

karena X2-hit = 5,45 ≤ X2-

tab = 11,070, maka data Distribusi Normal. Untuk

lebih jelasnya peneliti menyajikan dalam bentuk tabel uji normalitas dibawah

ini.

Tabel 09 Pengujian Normalitas Siswa Kelompok Kontrol Data Eksperimen

N 34

X2hit 5,45

X2tab 11.070

Kesimpulan Distribusi Normal

3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini mengunakan uji t (separated

varian), model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran

kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) sebagai kelas eksperimen,

metode konvesional sebagai kelompok kelas kontrol tampa diberikan perlakuan

dengan mengunakan metode diskusi. Sebelum dilakukan uji t terlebih dahulu

menghitung nilai standar deviasi siswa kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai standar deviasi untuk

tipe Teams Games Tournaments (TGT) siswa kelompok eksperimen 9,3 dan

metode diskusi siswa kelompok kontrol 5,45. Untuk lebih jelas peneliti sajikan

data selengkapnya dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 10. Pengujian Hipotesis Hasil Belajar Kelompok Hasil Belajar Siswa Standar Deviasi thitung ttabel Taraf Signifikan

Eksperimen 9,3 53,18 1,99 1,671 0,05

Kontrol 5,45 50,93

Untuk lebih lengkapnya data analisis pengujian uji t (saparated varian) tipe

Teams Games Tournaments (TGT) kelompok eksperimen dan metode diskusi

kelompok kontrol.

Setelah mendapatkan nilai standar deviasi, kemudian menghitung nilai thitung

dengan mengunakan uji t (separated varian), dimana diperoleh nilai thitung adalah

1,99 sedangkan nilai ttabel adalah 1,671 dengan dk = (𝑛1+𝑛2-2) = (34+34-2) = 66

dan taraf signifikan 5 %. Karena nilai thitung > nilai ttabel maka dapat disimpulkan

bahwa Ho ditolak dan Ha diterima berarti ada pengaruh tipe Teams Games

Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa kelas IX pada SMPN 14 Kota

Bima tahun pelajaran 2014/2015.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

169

Dari uji di atas tanpak bahwa nilai t hitung = 1,99 sedangkan ttabel = 1,671 .

Karena thitung < ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh tipe Teams Games Tournaments (TGT)

terhadap hasil belajar siswa kelas IX SMPN 14 Kota Bima Tahun Pelajaran

2015/2016.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dalam analisis data diperoleh nilai thitung ˃ ttabel pada

taraf signifikan 5% ini menunjukkan ada perbedaan hasil belajar yang dicapai antara

kedua kelompok. Nilai thitung yang diperoleh sebesar (1,99) lebih besar dari nilai ttabel

(1,671) maka Ha diterima dan Ho ditolak sehingga hasil penelitian ini sangat signifikan.

Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) adalah jenis

pembelajaran kooperatif, dimana siswa setelah belajar dalam kelompok diadakan

Tournaments akademik, dalam Tournaments tersebut, siswa akan berkompetisi sebagai

wakil-wakil dari kelompok mereka dengan anggota dari kelompok lain yang

berkemampuan sama. Nilai yang diperoleh dari Tournaments akan menjadi nilai dari

masing-masing kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) adalah salah satu

pembelajaran kooperatif dimana siswa setelah belajar dalam kelompok diadakan

Tournament akademik, dalam tournament tersebut, siswa akan berkompetisi sebagai

wakil-wakil dari kelompok mereka dengan anggota dari kelompok lain yang

berkemampuan sama. Nilai yang diperoleh dari Tournament akan menjadi nilai dari

masing-masing kelompok. Hal ini didukung oleh pendapat Slavin bahwa penghargaan

tim dan tanggung jawab individual sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar.

Di dalam proses belajar mengajar Fisika pada preses belajar mengajar sebaiknya

menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT) karena dengan menggunakan tipe

Teams Games Tournaments (TGT) pada penelitian ini mampu mencapai hasil belajar

yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai yang dicapai pada kedua kelompok

pada tabel data hasil belajar. Kelompok eksperimen (tipe Teams Games Tournaments)

nilai rata-ratanya sebesar. Tercapainya hasil belajar tersebut karena dari eksperimen

yang dilakukan pada siswa yang menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT)

tampak aktif dan tekun dalam mengerjakan tugas.

Dengan melihat hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan manfaat belajar

menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT) yaitu:

1. Dengan belajar menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT) dapat

mempertinggi hasil belajar baik.

2. Dengan belajar menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT), setiap siswa

lebih sanggup melihat kekurangan-kekurangannya terhadap suatu materi pelajaran

tertentu, sehingga dengan bantuan kelompok game siswa dapat menutup kekurangan-

kekurangan tersebut.

3. Dengan belajar menggunkan tipe Teams Games Tournaments (TGT), materi

pelajaran yang dianggap rumit akan dapat dikuasai dengan baik karena banyak siswa

yang ikut memecahkannya.

Berdasarka apa yang dikemukakan di atas, penggunaan tipe Teams Games

Tournaments (TGT) pada penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa,

meningkatkan motivasi belajar dan setiap siswa lebih sanggup melihat kekurangan-

kekurangannya pada materi pelajaran tertentu, sehingga mendorong aktivitas siswa

dalam belajar.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

170

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh tipe Teams

Games Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar IPA Fisika siswa pada kelas IX

SMPN 14 Kota BimaTahun 2015/2016.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

________2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Desstiya, A. 2012. Pengaruh metode TGT munggunakan media animasi dan kartu

dengan memperhatikan kemampuan memori dan gaya belajar siswa pada kelas

XI di Muhammadiyah 1 Sukarta. Jurnal Inkuiri Volume 01 Nomor 03. Diakses

melalui http:// jurnal.pasca.uns.ac.ad.id. Pada tanggal 11 Mei 2015.

Djamarah, S. B. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Muhibbin, S. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Rahmatiah. 2011. Upaya peningkatan kualitas pembelajaran Fisika dengan

menerapkan Starategi Elaborasi(Review, self-Quest clarification) dan pengajuan

masalah dengan menggunakan bantuan modul Berilustrasi Gambar pada kelas

VIIIA SMPN 1 Bolo. Skripsi. STKIP Taman Siswa Bima

Riduwan. 2009. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.

Jakarta: Rajawali Pers.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka

Cipta.

Slavin, R. E. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa

Media

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :

Alfabeta.

Sukmawan, A. 2013. Penerapan Model Pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap

hasil belajar materi menggiring Bola pada permainan sepak Bola (Studi pada

siswa kelas X SMA Tanwir Surabaya). Jurnal Pendidikan Olahraga dan

kesehatan volume 01 nomor 03.Diakses melalui

https://www.google.com/search?q=9&ie=utf-8&oe=utf-

8#q=jurnal+pendidikan+nasional+pembelajaran+kooperatif pada tanggal 11 Mei

2015.

Supriyadi. 2008. Kurikulum Sains dalam Proses Pembelajaran Sains. Yogyakarta:

CV.Andi Offset.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

171

Winatapura, U. S. 1992. Strategi Belajar IPA. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud.

Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi.

Bandung: Pakar Raya.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

172

EFEKTIFITAS MOVING CLASS DALAM PENINGKATAN

PRESTASI BELAJAR FISIKA

ASRIYADIN

Dosen Prodi Pendidikan Fisika STKIP Taman Siswa Bima

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efektivitas moving class dalam

peningkatan prestasi belajar fisika. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen

(experimental research) dengan bentuk posttest-only control design. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA PIRI 1 Yogyakarta tahun pelajaran

2010/2011, yang terdiri dari kelas X.A dan kelas X.B sebanyak 60 siswa. Oleh karna

penelitian ini memerlukan dua kelas, yaitu sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol,

maka seluruhnya diambil sebagai sampel. Jadi penelitian ini merupakan penelitian

populasi. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu dengan

menggunakan metode tes dengan instrument lembar tes. Analisis data dalam penelitian

ini menggunakan SPSS seri 19 dengan alat uji yang digunakan: uji normalitas dengan

kolmogorov-smirnov, uji homogenitas dengan Lavene statistik, dan uji independent

sampel test. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara kelas yang diterapkan moving class dengan kelas yang tidak

diterapkan moving class.

Kata kunci : Moving class, Prestasi belajar.

PENDAHULUAN

Mata pelajaran fisika merupakan pelajaran yang paling dianggap sulit (Kompas,

2009). Banyak faktor yang menyebabkannya, ini tidak terlepas dari faktor siswa, guru,

bahan pelajaran dan metode mengajar yang digunakan oleh guru. Usaha peningkatan

kualitas pendidikan fisika merupakan tantangan bagi setip guru fisika untuk selalu

memperbaiki dan meningkatkan profesionalismenya sesuai tuntunan jaman.

Guru memiliki peran yang amat penting, terutama sebagai pelaku perubahan

melalui proses pembelajaran. Oleh karena itu, agar dapat berperan dengan efektif dan

profesional, guru harus memiliki beberapa persyaratan, antara lain keterampilan

mengajar, berpengetahuan, memiliki sikap profesionalisme, menciptakan dan

menggunakan media, memilih metode mengajar yang sesuai, memanfaatkan teknologi,

mengembangkan kurikulum, dan bisa memberikan contoh dan teladan yang baik

(Baedhowi, 2008, 3).

Dalam proses belajar mengajar, siswa tidak hanya menjadi pendengar dan

mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Meskipun dalam hal ini siswa dapat

dikatakan melakukan aktivitas, akan tetapi masih pada tataran kegiatan pasif. Mengingat

pentingnya pengajaran fisika, maka pengembangan proses belajar mengajar perlu

dikembangkan pada situasi yang kondusif yang dapat memberikan kesempatan seluas-

luasnya bagi siswa untuk dapat terlibat dalam proses belajar mengajar secara aktif.

Untuk dapat melibatkan dan mengaktifkan siswa maka diperlukan metode pengajaran

yang sesuai.

Sesuai dengan karakteristik fisika yaitu mempelajari gejala alam, tentunya akan

lebih tepat bila siswa tidak hanya sekedar menghafal fakta-fakta atau konsep-konsep

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

173

tentang gejala alam, melainkan dengan cara siswa mengamati, menyelidiki, untuk

menemukan konsep-konsep tersebut. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut tugas

guru tidak hanya memberikan pengetahuan atau informasi tetapi menyiapkan situasi

yang tepat membawa siswa untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen serta

menemukan konsep sendiri. Dengan demikian, guru perlu menyiapkan suatu kondisi

yang nantinya dapat melibatkan siswa secara aktif dan mampu mengembangkan

keterampilan-keterampilan pemikirannya.

Pada umumnya seorang siswa dalam proses pembelajaran akan dilakukan

pada suatu kelas dari pagi sampai siang secara rutin. Setiap pergantian jam

pelajaran, seorang siswa menunggu guru yang akan mengajarnya dengan masih

tetap berada di ruangan tersebut. Seringkali ada siswa yang merasa bosan dengan

suasana kelasnya kemudian ada yang keluar baik ke kamar kecil ataupun sekedar

keluar ruangan agar sedikit mengurangi kebosanannya. Oleh karena itu, untuk

menciptakan suatu lingkungan belajar yang baru, akan diadakan penerapkan sistem

pembelajaran dengan cara kelas bergerak (moving class). Dengan cara ini diharapkan

siswa akan lebih bersemangat dalam belajar karena seorang siswa akan berpindah

ruangan kelas dengan cara mendatangi ruangan yang khusus untuk belajar pada mata

pelajaran tertentu. Setiap guru mata pelajaran mempunyai ruangan tersendiri dan siswa

yang akan mengikuti pelajarannya akan mendatangi ruangannya.

Penerapan moving class diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi siswa

seperti motivasi belajar dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa di

sekolah. Adanya aktivitas yang meningkat ini diharapkan akan merubah cara belajar

siswa dari belajar pasif menjadi cara belajar aktif, sehingga dapat lebih mudah

menguasai atau menyerap materi-materi yang diajarkan oleh guru di sekolah, atau

dengan kata lain dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi.

Dalam sistem moving class, guru bidang studi memiliki kelas tersendiri. Hal

tersebut memberi keuntungan bagi guru bidang studi untuk menata kelas,

mengondisikan kelas sesuai tujuan pembelajaran, dan menyediakan media sesuai

kebutuhan pembelajaran. Pada sistem moving class, aroma tiap mata pelajaran akan

berbeda tercium oleh siswa. Suasana ruangan kelas yang lain berbeda dengan suasana

ruangan fisika yang diterapkan melalui moving class sehingga siswa tidak merasa jenuh

dalam menghadapi pelajaran.

Moving class yaitu sistem dimana muridnya pindah kelas dari satu pelajaran ke

kelas pelajaran lainnya (Marina, 2007, 4). Pada umumnya, moving class adalah salah

satu pola pengelolaan kelas bercirikan siswa yang mendatangi kelas bidang studi. Setiap

jam pelajaran berganti maka siswa akan meninggalkan kelas, kemudian memasuki kelas

selanjutnya berdasarkan mata pelajaran yang dijadwalkan.

Konsep moving class mengacu pada pembelajaran kelas yang berpusat pada siswa

untuk memberikan lingkungan yang dinamis sesuai dengan bidang yang dipelajarinya.

Penerapan moving class, dimana pada saat subjek mata pelajaran berganti maka siswa

akan meninggalkan kelas menuju kelas lain sesuai mata pelajaran yang dijadwalkan,

jadi siswa yang mendatangi pendamping, bukan sebaliknya. Keunggulan sistem ini

adalah para siswa lebih punya waktu untuk bergerak, sehingga selalu segar untuk

menerima pelajaran. Sementara para pendamping dapat menyiapkan materi terlebih

dahulu. Kemampuan belajar setiap anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan

lingkungan. Siswa-siswa akan tumbuh dengan baik jika mereka dilibatkan secara

alamiah dalam proses belajar yang didukung lingkungan dan dirancang secara cermat

dengan menggunakan konsep yang jelas.

Sistem moving class atau kelas berpindah identik dengan pengelolaan kelas,

dimana pengelolaan kelas tersebut terdapat suatu metode untuk mencapai tujuan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

174

tertentu. Usman (1996:10) tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan

menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar

agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan

kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi

yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk

memperoleh hasil yang diharapkan. Guru perlu diberi kewenangan penuh untuk

mengelola kelas sesuai karakteristik mata pelajaran masing-masing. Pengelolaan kelas

ini harus bersifat dinamis, artinya guru harus mampu menyerap perkembangan model-

model pembelajaran yang mutakhir untuk diaplikasikan di ruang-ruang kelas yang telah

menjadi tanggung jawab pengelolaannya tersebut guna memberikan pelayanan yang

optimal kepada para siswa.

Sistem moving class diadakan dengan tujuan memberikan suasana belajar yang

menyenagkan dan menghasilkan anak yang kreatif juga mandiri. Selain itu, moving

class diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang lebih nyaman dan kondusif

karena selain didukung fasilitas belajar yang memadai juga didukung oleh kesiapan

guru dalam menyampaikan materi pelajaran.

Wiyarsih (2008). Dengan sistem Moving Class, siswa akan belajar bervariasi dari

satu kelas ke kelas lain sesuai dengan bidang studi yang dipelajarinya. Adapun tujuan

penerapan moving class:

1. Memfasilitasi siswa yang memiliki beraneka macam gaya belajar baik visual,

auditori, dan khususnya kinestetik untuk mengembangkan dirinya.

2. Menyediakan sumber belajar, alat peraga, dan sarana belajar yang sesuai dengan

karakter bidang studi.

3. Melatih kemandirian, kerjasama, dan kepedulian sosial siswa. Karena dalam moving

class mereka akan bertemu dengan siswa lain bahkan dari jenjang yang berbeda

setiap ada perpindahan kelas atau pergantian mata pelajaran.

4. Merangsang seluruh aspek perkembangan dan kecerdasan siswa (multiple

intelegent).

Berdasarkan tujuan dari moving class yaitu untuk menyediakan lingkungan belajar

yang kondusif (sesuai dengan karakter bidang studi) bagi siswa sehingga mampu

mendukung siswa untuk belajar, dapat disimpulkan bahwa konsep moving class

sebenarnya bersumber dari konsep belajar situated learning.

“Situated cognition is both the physical and social contexts in which an activity

takes place are an integral part of the learning that occurs within these contexts. A

relationship exists between the knowledge in the mind of an individual and the

situations in which it is used. “Theories of situated cognition, which focus explicitly on

this relationship, assume that knowledge is inseparable from the contexts and activities

within which it develops (Borko & Putnam as cited in Imel 2000).”

Konsep belajar situated learning yang dikembangkan dalam konsep moving class

merupakan suatu konsep yang bertumpu pada pengelolaan dengan sedemikian rupa

sehingga siswa mendapatkan suatu lingkungan kelas yang sesuai dengan konteks mata

pelajaran yang diajarkan. Contohnya adalah seorang guru fisika mengatur ruang

kelasnya sedemikian rupa dengan perelengkapan praktikum fisika dan perlengkapan

belajar lain yang mendukung pelajaran yang fisika yang diajarkan.

Prestasi belajar adalah hasil usaha yang dicapai siswa dalam belajar pada jangka

waktu tertentu. Prestasi belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti hasil ulangan atau

ujian, dan maksud ulangan tersebut adalah untuk memperoleh suatu indeks dalam

menentukan berhasil tidaknya siswa dalam belajar.

Bloom mengartikan prestasi belajar sebagai hasil belajar yang meliputi tiga aspek

yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif berisi hal-hal yang menyangkut

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

175

aspek intelektual (pengetahuan), aspek afektif mengenai aspek nilai dan sikap,

sedangkan psikomotorik menyangkut aspek ketrampilan. Dengan demikian, prestasi

belajar dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan aktual yang diukurberupa

penguasaan pengetahuan sikap dan keterampilan sebagai hasil dari proses belajar

mengajar siswa (Saefudin Anwar, 1987, 58).

Zaenal Arifin (1988:3) Prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat

jenis tertentu dapat memberikan kepuasan tertentu pada manusia, khususnya manusia

yang berada dibangku sekolah, karena prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi,

antara lain:

1. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah

dikuasai anak didik.

2. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Hal ini didasarkan

asumsi bahwa para ahli psikologi menyebut sebagai tendensi keingintahuan dan

merupakan kebutuhan umum pada manusia.

3. Prestasi belajar dijadikan indikator, daya serap, indikator intern dan ekstern, dan

sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

Muhibin Syah (2006:132). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar, antara lain:

1. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan

rohani siswa.

2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa

yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan

pembelajaran materi-materi pelajaran

Berdasarkan paparan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan menerapkan sistem moving class untuk meningkatkan prestasi belajar siswa

SMA PIRI 1 Yogtakarta pada pokok bahasan suhu dan kalor.

METODE PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah SMA PIRI 1 Yogyakarta dengan sampel ada 46

orang (22 orang eksperimen, dan 24 orang kontrol). Kelompok eksperimen diberikan

treatment moving class dan kelompok kontrol diberikan pembelajaran konvesional.

Jenis penelitian yang digunakan adalah true eskperimen dengan desain posttest-only

control design. Sebagai gambaran, penulis sajikan bentuk desain penelitian yang

digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. posttest-only control design (Sugiyono, 2006, 85)

Keterangan:

R = Kelompok yang dipilih secara rondom

X = Treatment sistem moving class

O1 = Posstest kelompok eksperimen

O2 = Posstest kelompok kontrol

Untuk memperoleh data pada penelitian ini, digunakan lembar tes berupa soal

pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban. Data yang telah diperoleh akan

R X O1

R - O2

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

176

dilakukan uji ststistik dengan menggunakan SPSS versi 19. Uji statistik yang digunakan

yaitu uji normalitas dengan kolmogorov-smirnov, uji homogenitas dengan Lavene

statistik, dan uji independent sampel test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemaparan data banyaknya sampel, skor rata-rata dan standar deviasi yang

diperoleh dalam penelitian ini.

Tabel 1. Rata-rata dan Standar Deviasi Data Tes Prestasi Belajar Siswa

Kemampuan Data Statistik Pembelajaran

Moving Class Konvesional

Prestasi Belajar

N Sampel 22 24

Rata-Rata 13,9091 11,7083

Standar Deviasi 2,40850 2,56191

Berdasarkan tabel diatas, jumlah sampel pada kelas eksperimen sebanyak 22

orang dengan nilai rata-rata 13,9091 serta standar deviasinya adalah 2,40850.

Sedangkan jumlah sampel pada kelas kontrol sebanyak 24 orang dengan nilai rata-rata

11,7083 serta standar deviasinya adalah 2,56191.

Uji normalitas yang digunakan untuk mengetahui apakah data yang ada dari

masing-masing variabel merupakan suatu data yang berdistribusi normal atau tidak.

Tabel 2. Uji Normalitas Data Kolmogorov-Smirnov

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Eksperimen 0,126 22 0,200*

Kontrol 0,151 24 0,164

Berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov maka diketahui nilai signifikan pada kelas

eksperimen adalah 0,200 > 0,05 artinya bahwa data tersebut berdistribusi normal.

Sedangkan pada kelas kontrol diketahui nilai signifikannya adalah 0,164 > 0,05 artinya

bahwa data tersebut berdistribusi normal.

Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil

dari populasi berasal darivarians yang sama atau tidak.

Tabel 3. Uji Homogenitas Varians Levene Levene Statistic df1 df2 Sig.

0,335 1 44 0,565

Tabel di atas menunjukkan hasil uji homogenitas dengan metode Levene's Test.

Nilai signifikan sebesar 0,565 > 0,05 yang berarti terdapat kesamaan varians antar

kelompok atau yang berarti homogen.

Dalam menguji perbedaan kemampuan atau prestasi belajar fisika siswa antara

kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen dilakukan dengan uji hipotesis melalui

independent samples t-test.

Tabel 4. Uji Hipotesis (independent samples t-test) t-test for Equality of Means

t df sig

Prestasi

Belajar

Equal variances assumed 2.995 44 0,004

Equal variances not assumed 3,003 43.967 0,004

Dari hasil analisis yang ditampilkan pada tabel 4, diperoleh nilai signifikan 0,004

< 0,05 hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan atau prestasi belajar

fisika antara kelas control dengan kelas eksperimen.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

177

KESIMPULAN

Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas yang diterapkan moving class

dengan kelas yang tidak diterapkan moving class.

DAFTAR PUSTAKA

Baedhowi, 2008. Khazanah Pendidikan: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. l., No. 1.

Kompas, 2009. Fisika Dinilai Sebagai Mata Pelajaran Tersulit. Dari

http://edukasi.kompas.com/read/2009/04/17/22374082/Fisika.Dinilai.Sebagai.Mata.Pela

jaran.Tersulit. (Diambil tanggal 12 april 2009)

Marina, 2007. Folder Education Highlight: SMA Al Azhar, Volume 02 - Issue 02.

Muhibin Syah, 2006. Psikologi pendidikan dan pendekatan baru. PT Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Saefudin Anwar, 1987. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi

Belajar. Liberty, Yogyakarta.

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung

Susan Imel, 2000. Contextual learning in adult education. ERIC Clearinghouse on

Adult, Career, and Vocational. Practice Application Brief No.12

Uzer Usman, 1996. Menjadi Guru Profesional. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Wiyarsih, 2008. Moving Class. Dari http://wiyarsih.staff.ugm.ac.id/wp/?p=9 (Diambil

tanggal 22 april 2010).

Zaenal Arifin, 1988. Evaluasi Intruksional. Remaja Karya, Bandung.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

178

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Questioning dalam

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja

Tahun Pelajaran 2013/2014

YUS’IRAN1 & BARIS V R 1Dosen Prodi Pendidikan Fisika STKIP Taman Siswa Bima

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research)

yang terdiri dari dua siklus. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar

fisika siswa melalui pembelajaran dengan penerapan pendekatan pembelajaran

kontekstual berbasis questioning. Subjek penelitian ini adalah kelas XI IPA SMA

Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa 18 orang. Tiap siklus

terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi.

Penelitian ini berujuan untuk mengetahui penerapan pendekatan pembelajaran

kontekstual berbasis quetioning dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas XI

IPA SMA Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penellitian ini adalah: (a). Data

tentang kegiatan belajar mengajar dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi.

(b). Hasil belajar siswa dikumpulkan dengan memberikan tes pada tiap akhir siklus.

Lembar observasi dan tes hasil belajar adalah alat untuk melihat kemampuan dan

aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung data di analisis dengan

menggunakan analisis ketuntasan belajar dan analisis deskriptif prosentase untuk

mengetahui penguasaan konsep. Ketentuan belajar ≥ 85% merupakan indikator yang

digunakan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.

Data yang telah terkumpul di analisis secara kualitatif, tejadi peningkatan kualitas

kegiatan yaitu perubahan sikap siswa yang ditandai dengan (a). Meningkatnya frekuensi

kehadiran siswa. (b). Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. (c). Semakin

banyaknya siswa yang memperhatikan penjelasan dari guru. (d). Semakin benyaknya

siswa yang mengajukan pertanyaan dan mengejarkan lembar evaluasi dengan benar

serta siswa yang menanggapi jawaban siswa lainya. (e). Semakin berkurangnya siswa

yang meminta bimbingan dan penjelasan ulang tentang suatu konsep pembelajaran.

Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: ketuntasan belajar siswa pada

siklus I adalah 55,55%, nilai rata-rata siswa kelas XI IPA adalah 59,44 dan KKM adalah

60. sedangkan ketuntasan belajar siswa pada siklus II adalah 88,88% nilai rata-rata

siswa kelas XI IPA adalah 76,94 dan KKM adalah 60. Hasil tersebut menunjukan sudah

tercapainya indikator penelitian yang ditetapkan, berarti dapat disimpulkan bahwa

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Questioning dapat

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja Tahun

Pelajara 2103/2014.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis

Questioning

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

179

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu komponen yang penting dalam pembentukan

dan pengembangan sumber daya dalam menghadapi kemajuan zaman. Pendidikan

memegang peranan penting dalam mempersiapkankan sumber daya manusia pada

masa yang akan datang. Pendidikan merupakan rangakaian komunikasi antar

manusia, sehingga dapat bertumbuh dan ber kembang sebagai manusia yanag utuh.

Proses pembelajaran yang terjadi di lingkungan sekolah (pendidikan formal)

melibatkan berbagai komponen, yaitu: tujuan, bahan, pendekatan serta alat penilaian.

Jika salah satu komponen tidak ada, maka proses pembelajaran kurang berhasil

(Chauhan dalam Nasrun, 2012: 19).

SMA Negeri 3 Woja merupakan salah satu sekolah yang ada dikabupaten

Dompu. Tentunya sekolah tersebut tidak terlepas dari masalah kualitas siswa dan

peserta didik. Salah satunya terkait pembelajaran fisika. Sebagian besar siswa

menganggap mata pelajaran fisika sangat sulit. Selain itu dalam proses pembelajaran

siswa cenderung lebih banyak bermain dari pada memperhatikan penjelasan dari

guru sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari

kurang antusiasnya siswa dalam mengeluarkan pendapat dan ide-ide, terlebih lagi

dalam memberikan tanggapan dalam proses pembelajaran dan umpan balik. Selain

itu, faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah kurangnya

pemahaman siswa terhadap konsep materi yang diajarkan oleh guru mata pelajaran

dan penggunaan pendekatan pembelajaran yang cenderung tidak menoton pada

proses pembelajaran sehingga banyak siswa yang tidak memperhatikan apa yang

dijelaskan oleh guru. Menurut guru mata pelajaran Fisika kelas XI IPA disekolah

tersebut hanya beberapa siswa kelas XI IPA motivasi belajar fisikanya yang aktif

karena tidak adanya dorongan yang mengubah semangat belajar fisika dalam diri

siswa, hal ini juga disebabkan kurangnya inisiatif siswa untuk menanyakan konsep-

konsep fisika belum dipahami kepada gurunya. Siswa cenderung bersifat pasif

dalam proses pembelajaran fisika karena kurangnya persiapan siswa dalam memulai

proses pembelajaran, ini terlihat dari kurangnya minat siswa untuk mengerjakan soal-

soal dan tugas rumah yang diberikan oleh gurunya. Selain itu, selama proses

pembelajaran berlangsung guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran

konvensional yang menempatkan siswa sebagai obyek belajar yang hanya bertugas

mendengar, mencatat dan menghafal materi pelajaran yang cenderung siswa tidak

begitu aktif. Cara belajar seperti ini seharusnya tidak digunakan lagi oleh guru, guru

harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang dapat menghidupkan gairah

belajar siswa, memotivasi dan menuntun siswa untuk bertanya, mengamati,

melakukan eksperimen, menemukan fakta atau konsep-konsep dan memberikan

kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan

dalam kehidupannya serta guru dapat mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa.

2. Kajian Pustaka

a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan

suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam

kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih

bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam

bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

180

guru ke siswa, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran

pembelajaran kontekstual yaitu: kontruktivisme (Constrtuctivisme), menemukan

(Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community),

pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic

Assessment)” (Johnson dalam Jamal Ma’mur Asmani, 2013: 52).

1. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual.

(Rusman, 2012: 193) karakteristik pembelajaran kontekstual sebagai berikut:

Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran

yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan

nyata atau pembelajaran dalam lingkungan alamiah.

Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan

tugas-tugas yang bermakna.

Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna

kepada siswa.

Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi dan saling

mengoreksi antar teman.

Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan kebersamaan,

kerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara

mendalam.

Pembelajaran secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerja sama.

Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.

2. Komponen Pembelajaran Kontekstual.

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh

komponem utama yang harus diterapkan dalam pembelajaranya, yaitu

kontsruktivisme, questioning (bertanya), Inquiry (menyelidiki, menemukan),

masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik. Pada penelitian

ini peneliti lebih menekankan pada questioning (bertanya). Komponen ini

merupakan strategi dalam pembelajaran Kontekstual. Bertanya dalam

pembelajaran kontekstual dipandang sebagai upaya guru untuk bisa mendorong

siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh

informasi, serta mengetahui perkembangan dan pola pikir siswa. Kemudian

pada sisi lain menyatakan bahwa pengetahuan seseorang selalu bermula dari

bertanya (Jamal Ma’mur Asmani, 2013: 55)

b. Hasil Belajar

Hasil belajar fisika adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah

menjalani proses pembelajaran fisika dengan pendekatan Questioning yang

dicapai dalam bentuk perubahan pengetahuan dan pemahaman terhadap ilmu yang

dipelajari dan ditunjukan dengan nilai untuk mencapai tingkat pendidikan yang

telah ditetapkan.

Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Faktor Individual (Internal)

Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang timbul dari

dalam diri siswa atau individu yang meliputi :

Faktor Jasmani

Umumnya keadaan badan sakit atau cacat, sehat atau normal, siswa

yang sehat atau normal tidak akan dapat sama prestasinya dengan siswa

yang sakit atau cacat.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

181

Faktor Rohani

Meliputi intelegensi, bakat, minat, motifasi belajar, ingatan dan

sebagainya. Siswa yang intelegensinya tinggi tidak akan sama prestasi

belajarnya dengan anak yang intelegensinya rendah.

2. Faktor Sosial (Eksternal)

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang brasal dari luar

individu yaitu faktor lingkungan keluarga, liingkungan sekolah dan lingkungan

masyarakat.

Lingkungan Keluarga.

Faktor ini dapat berupa cara orang tua mendidik anak, hubungan

keluarga yang kurang harmonis sehingga sering terjadi perseliisihan, dan

juga faktor ekonomi keluarga yang kurang memadai. Jika ekonomi keluarga

kurang, kebutuhhan hidup dan perlengkapan belajar tidak dapat dipenuhi

dengan baik. Faktor ini juga dapat menghambat prestasi belajar siswa.

Lingkungan Sekolah.

Faktor sekolah terdiri dari faktor pendekatan pembelajaran.

pendekatan yang dipakai guru kurang variatif, sehingga kurang menarik dan

membosankan siswa serta hubungan murid dengan guru yang kurang dekat,

hal ini juga dapat mengganggu hasil belajar. Faktor sarana sekolah yaitu

gedung, ruangan, meja, kursi dan buku-buku yang kurang memadai juga

dapat mengganggu hasil belajar.

Lingkungan Masyarakat

Faktor ini meliputi media massa, diantaranya acara televisi, radio dan

majalah dapat mengganggu waktu belajar. Faktor teman gaul yang kurang

baik, teman yang merokok, memakai obat-obat tropika dan terlalu banyak

bermain merupakan yang palinng banyak merusak prestasi belajar dan

perilaku siswa

c. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : “Untuk

Mengetahui apakah penggunaan pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis

Questioning dapat Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA

Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014

METODE

1. Rancangan penelitian

Penellitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus, prosedur ini dilaksanakan

dengan harapan dapat memberikan gambaran analisis data akurat sesuai dengan

perubahan yang ingin dicapai. Perolehan data dari setiap siklus dijadikan sebagai

dasar untuk melakukan tindakan pada siklus berikutnya, pelaksanaan dari masing-

masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/pengamatan

dan refleksi seperti pada gambar berikut ini.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

182

Gambar 1. Skema Model Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2008: 16)

2. Instrumen

Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yang disesuaikan dengan sifat

data yang di ambil yaitu:

a) Lembar Observasi Aktifitas Belajar Siswa

Lembar observasi aktifitas belajar siswa adalah suatu lembaran kegiatan

siswa dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

b) Lembar Observasi Aktifitas Guru

Lembar observasi aktifitas guru adalah suatu lembaran kegiatan guru saat

mengajar di dalam kelas.

c) Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar kerja siswa adalah suatu lembaran yang bertujuan untuk menguji

kemampuan berpikir siswa.

d) Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar adalah salah satu cara yang dilakukan oleh guru untuk

mengetahui kemampuan siswa selama proses pembelajaran.

3. Sumber data

Sumber data penelitian ini adalah hasil belajar fisika siswa dalam kelas XI IPA

SMA Negeri 3 Woja tahun pelajaran 2013/2014 dengan menggunakan pendekatan

pembelajaran kontekstual berbasis questioning pada proses pembelajaran.

4. Teknik pengumpulan data

Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah:

a) Data ketuntasan hasil belajar diperoleh dengan cara memberikan tes evaluasi pada

siswa setiap akhir siklus.

b) Data aktivitas siswa dan guru diperoleh dari lembar observasi

5. Teknik analisis data

a. Tes Hasil Belajar

Untuk mengetahui berapa jauh ketuntasan belajar siswa digunakan kriteria

senagai berikut:

1. Nilai rata-rata kelas, menggunakan rumus:

N

XR (Depdiknas, 2003: 30)

Keterangan:

R = nilai rata-rata kelas

X = jumlah nilai yang diperoleh

N = Jumlah siswa yang ikut tes

2. Ketuntasan Belajar Siswa Individu (KBSI), menggunakan rumus:

(Depdiknas, 2003: 30)

Perencanaan

SIKLUS I

Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS II

Pengamatan

Pelaksanaan

Refleksi

Pelaksanaan Refleksi

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

183

3. Ketuntasan Belajar Siswa Klasikal (KBSK), dihitung dengan menggunakn

rumus:

b. Aktivitas belajar siswa

Kegiatan observasi dilakukan untuk aktivitas siswa dan guru, instrumen

yang digunakan untuk mengumpulkan data observasi yang berisikan deskriptif

dari indikator aktivitas siswa dan guru yang sudah dimodifikasi dan di amati

selama proses pembelajara.

Mengenai hasil observasi siswa akan dianalisa dengan rumus sebagai

berikut:

i

XAs ( Depdiknas, 2012: 30)

As = skor rata-rata aktivitas siswa

X = skor masing-masing indikator

i = banyaknya indikator

MI = ½ (Skor tertinggi + skor terendah)

SDI = 1/6 (Skor tertinggi - skor terendah)

Keterangan:

A = Nilai Aktivitas Belajar Siswa

MI = Mean Ideal (Rata-rata ideal)

SDI = Standar Deviasi Ideal (Simpangan Baku Ideal)

c. Aktisitas guru

MI = ½ (Skor tertinggi + skor terendah)

SDI = 1/6 (Skor tertinggi - skor terendah)

Keterangan:

A = Nilai Aktivitas Guru

MI = Mean Ideal (Rata-rata ideal)

SDI = Standar Deviasi Ideal (Simpangan Baku Ideal)

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus yang pada tiap siklusnya terjadi dua kali

pertemuan dengan objek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja

Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian dimulai pada tanggal 12 Mei sampai pada

tanggal 28 Mei 2014, dimana hasil penelitian pada tiap siklusnya adalah sebagai

berikut:

1. Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini dilaksanakan sosialisai pengajaran dengan

menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis questioning, membuat

lembar observasi dan soal evaluasi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan siklus I yaitu melaksanakan kegiatan belajar mengajar

yang dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu pada tanggal 12 Mei 2014

selama 2 x 45 menit, pertemuan selanjutnya pada tanggal 14 Mei 2014 selama 2 x

45 menit dan dilanjutkan dengan evaluasi. Tahap pelaksanaan tindakan dilakukan

sesuai dengan skenario pembelajaran yang dibuat. Setelah siswa diberikan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

184

kesempatan untuk bertanya dan siswa yang lain menjawab pertanyaan dari siswa

itu yang diberikan oleh peneliti yanng bertindak sebagai guru dan mengerjakan

LKS.

c. Observasi dan evaluasi

1. Observasi

Berdasarkan tes hasil belajar bahwa hasil penelitian yang diperoleh pada

sklus I masih belum mencapai yang diharapkan. Adapun kekurangan-

kekurangan aktifitas belajar siswa dan guru pada siklus I antara lain:

a. Kurang antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran.

b. Keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan, merespon dan

mengajukan pertanyaan dari guru masih kurang.

c. Siswa yang berkemampuan tinggi kurang mau bekerjasama dengan teman

yang berkemampuan rendah

d. Kurang mengecek kesiapan siswa untuk belajar, kurang menyampaikan

manfaat pembelajaran, kurang melaksanakan pembelajaran sesuai skenario

pembelajran, tidak memberikan penguatan kepada siswa dan kurang

mengendalikan kondisi yang dapat mengganggu pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi tentang aktifitas belajar siswa dan guru

selama proses belajar yang berlangsung seperti yang termuat dan terlampir

diperoleh bahwa kategori aktifitas belajar siswa dan guru dalam pembelajaran

siklus I masih tergolong cukup aktif. Namun di sisi lain antara siswa dan guru

memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat menunjang lancarnya proses

pembelajaran yaitu yaitu guru sudah bisa menyajikan pembelajaran kontekstual

berbasis questioning dan siswa bisa menerima cara penyajian pembelajaran ini

dengan baik walaupun masih ada yang kurang antusias dalam menerimanya.

2. Evaluasi:

Berdasarkan tes hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel: 1. Data tes hasil belajar siklus I No Indikator Nilai

1

2

3

4

5

6

Nilai tertinggi

Nilai terendah

Nilai rat-rata

Jumlah siswa yang tuntas

Jumlah siswa yang tidak tuntas

Porsentase ketuntasan

85,00

45,00

59,44

10,00

8,00

55,55%

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang

mengikuti evaluasi sebanyak 18 orang siswa berarti semua siswa mengikuti tes

hasil belajar. Hasil belajar siklus I menunjukkan bahwa presentase siswa yang

telah tuntas belajar adalah 55,55% kurang dari 85%, nilai rata-rata siswa kelas

XI IPA adalah 59,44 dan KKM adalah 60. Karena ketuntasan klasikal tercapai

apabila banyaknya siswa yang tuntas ≥ 85%, maka pada siklus ini belum

memenuhi ketuntasan klasikal. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa

terdapat 8 orang siswa yang kurang bisa menyerap materi pada pokok

pembahasan yang telah dijelaskan guru, sehingga dilakukan upaya perbaikan

perbaikan terlebih dahulu dengan melakukan wawancara kepada siswa yang

nilainya di atas 60 dan memberikan bimbingan kepada siswa yang nilainya

dibawah 60.

Adapun rincian data distribusi frekuensi hasil belajar siswa siklus I dapat

di lihat pada tabel dibawah ini:

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

185

Tabel: 2. Tabel data distribusi frekuensi hasil belajar siswa siklus I Skor Nilai Frekuensi Porsentase (%) Keterangan

< 60 8 44,44 Rendah

60 - 74 8 44,44 Cukup

74 - 89 2 11,11 Tinggi

≥ 90 - - Sangat Tinggi

Jumlah 18 100

Berdasrkan tabel di atas bahwa hasil belajar siswa yang mendapatkan

nilai < 60 sebanyak 8 orang siswa berada pada kategori rendah (44,44%), siswa

yang mendapatka nilai antara 60 – 74 sebanyak 8 orang dengan kategori cukup

(44,44%), dan siswa yang mendapat nilai 74 – 89 sebanyak 2 orang dengan

kategori tinggi (11,11%).

d. Refleksi

Refleksi dilakukan pada akhir siklus. Pada tahap ini peneliti bersama

observer mengkaji pelaksanaan dan hasil yang diperoleh dalam pembelajaran

tindakan siklus I sebagai acuan dalam siklus ini adalah hasil observasi dan

evaluasi. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta

menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan pada siklus berikutnya.

Pada siklus selanjutnya peneliti merefleksi tindakan siklus I pertemuan

pertama dimana guru kurang mengecek kesiapan siswa, kurang menyampaikan

manfaat pembelajaran, kurang memberikan kesempatan kepada siswa yang lain

menjawab pertanyaan serta guru kurang mampu dalam penguasaan kelas.

2. Sikllus II

a. Perencanaan

Dalam perencanaan dilakukan kegiatan membuat skenario pembelajaran,

lembar observasi baik lembar observasi aktifitas belajar siswa maupun lembar

observasi aktifitas guru.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pada siklus II tindakan yang dilakukan sebenarnya hampir sama dengan

siklus I yaitu melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan skenario

pembelajaran siklus II yang telah dibuat sesuai dengan perubahan berupa

perbaikan-perbaikan dari siklus sebelumnya, yaitu: guru kurang mengecek

kesiapan siswa, kurang menyampaikan manfaat pembelajaran, kurang

memberikan kesempatan kepada siswa yang lain menjawab pertanyaan serta guru

kurang mampu dalam penguasaan kelas. Dilakukan pada tanggal 21 Mei 2014 selama

2 x 45 menit, dan pada tanggal 26 Mei 2014 selama 2 x 45 menit dilanjutkan dengan

evaluasi.

c. Observasi dan evaluasi

1) Observasi

Berdasarkan hasil observasi, proses kegiatan belajar mengajar telah

berjalan dengan baik meskipun demikian masih juga terdapat kekurangan-

kekurangan seperti masih adanya siswa yang masih kurang mencatat hal-hal

yang dianggap penting dalam kegiatan pembelajaran. Data tentang observasi

aktifitas belajar siswa dan guru tergolong baik.

2) Evaluasi

Berdasarkan tes hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja

diperoleh data sebagai berikut:

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

186

Tabel: 3. Data tes hasil belajar pada siklus II No Indikator Nilai

1

2

3

4

5

6

Nilai tertinggi

Nilai terendah

Nilai rat-rata

Jumlah siswa yang tuntas

Jumlah siswa yang tidak tuntas

Porsentase ketuntasan

100,00

55,00

76,94

16,00

2,00

88,88%

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahuai bahwa jumlah siswa yang

mengikuti tes hasil belajar sebanyak 18 orang yang berarti semua siswa

mengikuti tes evaluasi. Hasil belajar siklus II menunjukan bahwa porsentase

siswa yang telah tuntas belajar adalah 88,88% lebih dari 85%. Karena

ketuntasan klasikal tercapai apabila banyaknya siswa yang tuntas lebih besar

dari 85% dan nilai rata-rata siswa kelas XI IPA adalah 76,94 dan KKM adalah

60, maka pada siklus ini tercapai ketuntasan klasikal. Hasil penelitian ini juga

menunjukan bahwa terdapat 2 siswa yang kurang mampu menyerap materi

pada pokok pembahasan yang telah dijelaskan oleh guru, sehingga dilakukan

upaya perbaikan terlebih dahulu dengan melakukan wawancara kepada siswa

yang mendapat nilai di atas 60 dan memberikan bimbingan secara individual

atau secara khusus kepada siswa yang mendapat nilai dibawah 60.

Adapun rincian data distribusi frekuensi hasil belajar siswa siklus II

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel: 4. Tabel data distribusi frekuensi hasil belajar siswa siklus II Skor Nilai Frekuensi Presentase (%) Keterangan

< 60 2 11,11 Rendah

60 - 74 3 16,66 Cukup

74 – 89 10 55,55 Tinggi

≥ 90 3 16,66 Sangat Tinggi

Jumlah 18 100

Berdasarkan tabel di atas bahwa hasil belajar siswa yang mendapatkan

nilai < 60 sebanyak 2 orang siswa berada pada kategori rendah (11,11%), siswa

yang mendapat nilai 60 – 74 sebanyak 3 orang dengan kategori cukup

(16,66%), siswa yang mendapatkan nilai antara 74 – 89 sebanyak 10 orang

dengan kategori tinggi (55,55%), dan siswa yang memperoleh nilai 90

sebanyak 3 orang dengan kategori sangat tinggi (16,66%).

d. Refleksi

Refleksi dilakukan pada akhir siklus. Pada tahap ini peneliti bersama

observer mengkaji pelaksanaan dan hasil yang diperoleh dalam pembelajaran

tindakan siklus II. Hasil kajian ini terlihat bahwa selama proses belajar

berlangsung siswa dan guru terlihat aktif walau masih ada siswa yang tidak mau

mencatat hal-hal yang dianggap penting dalam kegiatan pembelajaran yang

sedang berlangsung. Namun diharapkan kepada peneliti agar lebih ditingkatkan

penguasaan kelas dan lebih banyak mencari trik-trik agar siswa lebih antusias lagi

dalam menerima mata pelajaran.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I yaitu dari tanggal 12 Mei dan tanggal

14 Mei 2014 bahwa observasi proses belajar mengajar menunjukkan kekurangan-

kekurangan antara lain keaktifan siswa masih kurang dalam pembelajaran di kelas, dan

kurang antusias siswa dalam proses belajar mengajar yang diperoleh tidak maksimal.

Hasil belajar ketuntasan belajar klasikal sebesar 55,55% menunjukan belum tercapainya

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

187

ketuntasan klasikal dan refleksi dari tindakan data observasi siklus I mengisyaratkan

perbaikan tindakan selanjutnya antara lain bahwa peranan dalam mengorganisasikan,

membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar, dan aktifitas-aktifitas belajar

siswa perlu dioptimalkan, guru harus berupaya meningkatkan keterlibatan siswa dengan

melakukan bimbingan-bimbingan yang lebih akurat serta membangkitkan respon siswa

dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas siklus I belum mampu memenuhi indikator

keberhasilan penelitian yang ditetapkan sehingga sebelum peneliti melanjutkan ke

siklus berikutnya, perlu adanya perbaikan dan penyempurnaan pada siklus II. Dengan

mengacu pengalaman siklus I maka dilaksanakan tindakan untuk siklus ke II yaitu dari

tanggal 21 Mei dan tanggal 26 Mei 2014. Proses pembelajaran pada sikllus II terlaksana

lebih baik dari pada sebelumnya. Hasil evaluasi siklus ke II sudah dicapai ketuntasan

klasikal yaitu 88,88%, namun hasil observasi proses pembelajaran masih ada

kekurangan dan kelemahan, sehingga lebih maksimal dalam membimbing siswa yang

membutuhkan bimbingan dan arahan yang bersifat membangun.

Berdasarkan hasil analisis data pada tiap-tiap siklus, terlihat bahwa dari siklus I ke

siklus II mengalami peningkatan. Pada sisklus I menunjukan persentase ketuntasan

belajar sebesar 55,55% ini berarti ketuntasan belajar siswa belum tercapai sesuai dengan

ketuntasan belajar menurut standar yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dengan menerapkan

pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis questioning, sehingga tingkat penerapan

terhadap materi belum optimal.

Belajar adalaah kegiatan yang kompleks dan terdiri tiga komponen penting yaitu:

kondisi eksternal, internal, dan hasil belajar. Sehingga belajar merupakan interaksi

keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan stimulus dan lingkunganya, proses

kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar yang berupa informasi ferbal,

keterampilan intelek, kemampuan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Belum tuntasnya

pada siklus ini disebabkan karena kurang antusiasnya dalam menerima materi dan

keaktifan dalam belajar masih kurang efesien dalam proses pembelajaran. Pada siklus II

guru meningkatkan keterlibatan siswa dan membangkitkan respon siswa dalam proses

pembelajaran. Dari hasil analisis data diperoleh bahwa ketuntasan belajar mengalami

peningkatan dengan porsentase 88,88%. Ini menunjukkan peningkatan hasil belajar

sebesar 33,33%. Dengan penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis

questioning pada materi termodinamika dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas

XI IPA SMA Negeri 3 Woja, menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual

berbasis questioning, ternyata suasana kelas lebih hidup dengan partisipasi siswa yang

aktif dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukanya yang akhirnya membuat siswa

lebih bersemangat mengikuti pelajaran, sehingga pembelajaran semakin lebih baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa penerapan pendekatan

pembelajaran kontekstual berbasis questioning dapat meningkatakan hasil belajar fisika

siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat

dilihat dari porsentase ketuntasan yang diperoleh Pada siklus I sebesar 55,55%, nilai

rata-rata siswa kelas XI IPA adalah 59,44 dan pada siklus II sebesar 88,88% nilai rata-

rata siswa kelas XI IPA adalah 76,94 dan KKM adalah 60. Hasil ini menunjukkan

peningkatan hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukan bahwa peran guru sangat efektif karena masing-masing siswa aktif

bertanya dalam kegiatan pembelajaran.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

188

DAFTAR PUSTAKA

Muslich, Mansyur. KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.

Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008

Riyanto,yatim.2009. Pradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Kencana prenada Media

Group

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2006

Sagala,syaiful.2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung. : PT.Alfabeta

Bandung

Slameto,2010. Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka

Cipta

Sugijono, dkk. Fisika SLTP. Pt wangsa jatra lestari.1994

Syah, Muhibin. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos. Wacana Ilmu. 2002

Winkel, W S. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia Media Sarana Indonesia. 1996

Zuriyati, Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Matematika Materi Pokok Himpunan Pada Siswa Kelas VIII B MTSN 1

Mataram Tahun Pelajaran. 2010

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

189

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA MATERI POKOK

KALOR DENGAN PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning)

PADA SISWA KELAS VII4 SMP NEGERI 1 KOTA BIMA TAHUN

PELAJARAN 2014/2015

Lis Herlina

Guru Fisika SMP Negeri 1 Kota Bima

Email: [email protected]

ABSTRAK

Dari hasil observasi awal di SMP Negeri 1 Kota Bima diperoleh data sebagai

beikut: (1) Fisika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar

siswa sehingga membuat siswa kurang berminat terhadap mata pelajaran Fisika. hal ini

terlihat pada rendahnya nilai rata-rata ulangan harian materi pokok sebelumnya. (2)

Sistim pengajaran yang masih cenderung bersifat tradisional yaitu dengan menekankan

pada hafalan-hafalan sehingga cenderung siswa lebih cepat bosan dan mudah lupa. (3)

Siswa jarang praktek di laboratorium karena keterbatasan waktu, mengejar materi, dan

sarana prasarana yang kurang memadai seperti: banyaknya alat yang rusak dan jumlah

alat yang sedikit, sehingga peralatan di laboratorium jarang dimanfaatkan. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa kelas VII4 SMP Negeri 1 Kota

Bima pada materi pokok Kalor tahun pelajaran 2014/2015 melalui model pembelajaran

CTL (Contextual Teaching and Learning).

Peneitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kota Bima pada siswa kelas VII4

yang terdiri dari 25 orang siswa tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian tindakan kelas ini

dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan di mana

setiap siklus terdiri dari 5 (lima) tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi, evaluasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara

lain: sumber data, jenis data dan cara pengambilan data. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu: data aktivitas belajar siswa, data aktivitas guru

dan data hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar

siswa. Hal ini dapat dilihat dari perolehan skor rata-rata siswa pada siklus I sebesar

67,80 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 64% dan skor rata-rata siswa pada siklus

II sebesar 85 dengan ketuntasan belajar 100%. Selain itu juga terjadi peningkatan

aktivitas motivasi siswa, hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh melalui lembar

observasi yaitu sebesar 3,2 pada siklus I yang tergolong cukup aktif dan sebesar 3,6

pada siklus II yang tergolong aktif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Fisika

dengan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat

meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa materi pokok Kalor pada kelas VII4 SMP

Negeri 1 Kota Bima Tahun Pelajaran 2014/2015 . Berdasarkan hasil penelitian ini

disarankan agar diadakan penelitian lebih lanjut dan model pembelajaran CTL ini dapat

dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi guru dalam upaya meningkatkan hasil

belajar siswa.

Kata Kunci : Hasil Belajar Fisika Dan Pendekatan CTL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

190

PENDAHULUAN

Fisika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya

pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi dan komunikasi sangat

membutuhhkan peran fisika. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi dimasa

depan diperlukan penguasaan fisika yang kuat sejak dini.

Menanggapi hal tersebut pemerintah sudah banyak berupaya untuk membenahi

proses pembelajaran seperti penataran guru-guru fisika, membentuk musyawarah guru

bidang studi, bantuan alat-alat laboratorium, dan juga melakukan penyusunan

kurikulum baru pada setiap jenjang dan sistem pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan

akan dapat berhasil apabila semua unsur dalam sistem tersebut berjalan seiring dan

seirama menuju tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dengan demikian pembelajaran

fisika harus bertumpu pada dua hal yaitu optimalisasi interaksi semua unsur

pembelajaran dan optimalisasi keterlibatan seluruh siswa dalam pembelajaran.

Pendidikan fisika diarahkan untuk “mencari tahu” tentang alam secara sistematis

yaitu dengan “berbuat” karena fisika bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

proses penemuan. Oleh karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan

pembelajaran fisika adalah memadukan antara pengalaman proses fisika dan

pemahaman produk fisika. Fisika merupakan bagian dari sains yang merupakan hasil

kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir tentang

alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah.

Dari hasil observasi awal di SMP Negeri 1 Kota Bima diperoleh data sebagai

beikut: (1) Fisika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar

siswa sehingga membuat siswa kurang berminat terhadap mata pelajaran Fisika. hal ini

terlihat pada rendahnya nilai rata-rata ulangan harian yaitu 51,05 pada materi pokok

sebelumnya. (2) Sistim pengajaran yang masih cenderung bersifat tradisional yaitu

dengan menekankan pada hafalan-hafalan sehingga cenderung siswa lebih cepat bosan

dan mudah lupa. (3) Siswa jarang praktek di laboratorium karena keterbatasan waktu,

mengejar materi, dan sarana prasarana yang kurang memadai seperti: banyaknya alat

yang rusak dan jumlah alat yang sedikit, sehingga peralatan di laboratorium jarang

dimanfaatkan.

Permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan hasil belajar fisika kurang

maksimal yang berdampak tidak tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal maupun

individu. Untuk memanimalisasi dan mengantisipasi permasalahan tersebut diperlukan

sebuah strategi pembelajaran lain yang lebih memberdayakan siswa dan sesuai dengan

kurikulum yang berlaku saat ini yaitu Contextual Teaching and Learning. Sebuah

strategi yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta, rumus-rumus tetapi sebuah

strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka.

Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning memiliki tujuh komponen

utama yang harus diterapkan dalam pembelajarannya, yaitu; konstruktivisme

(Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar

(Learning Community), pemodelan (Modeling) refleksi (reflecting), dan penilaian

sebenarnya (Autentic Assessment) (Depdiknas, 2003: 10). Oleh sebab itu proses

pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning.

Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis mengadakan penelitian tindakan

kelas tentang upaya peningkatan hasil belajar siswa pada materi pokok Suhu dengan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

191

model pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada siswa kelas VII4 SMP

Negeri 1 Kota Bima tahun pelajaran 2014/2015.

Dalam hal ini peneliti membatasi masalah pada hal-hal sebagai berikut:

1. Siswa menganggap mata pelajaran Fisika merupakan mata pelajaran yang sulit

khususnya pada materi pokok suhu.

2. Sistem Pengajaran yang dimaksud adalah metode pembelajaran yang diterapkan oleh

guru-guru di SMP Negeri 1 Kota Bima.

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar

siswa pada materi pokok suhu melalui model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) siswa kelas VII4 SMP Negeri 1 Kota Bima tahun pelajaran 2014/2015.

Hasil Belajar

Hasil belajar itu dapat berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat

diklasifikasikan ke dalam aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek

kognitif mencangkup kemampuan berpikir, termasuk kemampuan memahami,

menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Aspek afektif

mencangkup watak prilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Aspek

Psikomotorik mencangkup imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.

Hasil belajar atau prestasi belajar dalam proses belajar mengajar tergantung pada

berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar. Faktor-faktor tersebut dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a). Faktor internal meliputi: (1) Kondisi fisiologi, (2) Faktor psikologi, yang meliputi

antara lain: kecerdasan, bakat, minat, motivasi, dan perhatian.

b). Faktor eksternal meliputi: (1) Faktor lingkungan meliputi: lingkungan alam dan

lingkungan sosial. (2) Faktor instrumental, yaitu faktor yang penggunaannya

dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor instrumental ini meliputi:

kurikulum, sarana prasarana, dan guru.

Untuk memperoleh hasil belajar yang baik perlu pemahaman terhadap prinsip-

prinsip atau asas-asas belajar yang dapat mengarahkan kepada cara belajar yang efisien.

Menurut Oemar Hamalik prinsip-prinsip belajar tersebut meliputi: a) Belajar yang

paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni (motivasi instrinsik)

dan bersumber dari dalam diri sendiri. b) Belajar harus bertujuan, terarah dan jelas bagi

siswa. c) Belajar memerlukan bimbingan. d) Belajar memerlukan latihan dan ulangan

agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasai. e) Belajar harus disertai keinginan dan

kemauan yang kuat untuk mencapai hasil atau tujuan. f) Belajar dianggap berhasil

apabila siswa telah sanggup mentransferkan atau menerapkan ke dalam bidang praktek

sehari-hari.

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Lerning

Model pembelajaran Contextual Teaching and Lerning merupakan konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga

dan masyarakat. Dengan konsep itu hasil pembelajaran berlangsung alamiah dalam

bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke

siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.

Dalam kegiatan belajar mengajar guru membantu siswa mencapai tujuan, guru

lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi, tugas guru

bagaikan sebuah tim yang bekerja bersama-sama untuk menemukan yang baru bagi

siswa, sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru.

Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan

sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal, kelas masih berfokus pada guru

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

192

sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi

belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan

siswa, sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta

tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak

mereka sendiri. Siswa dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang

berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Manusia mempunyai kecenderungan

untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan

untuk belajar dengan cepat hal-hal baru dalam hal ini strategi belajar sangatlah penting

kemudian guru membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui

dan juga memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada

siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa

untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

Belajar harus berpusat bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru

mereka, strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya, umpan balik amat

penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assesment) yang benar.

Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok penting.

a. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Sungkowo,

2003: 1).

b. Tujuh Komponen Contextual Teaching and Learning

Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning memiliki tujuh

komponen utama yang harus diterapkan dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen

tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (Contructivism)

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan

baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.

2. Inkuiri (Inquiry)

Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan

penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah

sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan

sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah

mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang

pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang

harus dipahaminya.

3. Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu,

sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam

berpikir.Dalam proses pembelajaran melalui model pembelajaran Contextual

Teaching and Learning, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan

tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Masyarakat belajar dalam Contextual Teaching and Learning

menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang

lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok

belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

193

5. Pemodelan (Modeling)

Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu

sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas

dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap

memiliki kemampuan. Modeling merupakan komponen yang cukup penting

dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning, sebab melalui modeling

siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis abstrak yang dapat

memungkinkan terjadinya verbalisme.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang

dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa

pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar

itu akan dimasukkan dalam kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi

bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.

7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)

Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan

informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini

diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah

pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan

baik intelektual maupun mental siswa. (Wina Sanjaya, 2006: 264-269).

c. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Dalam Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan

Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning merupakan suatu

konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan

masyarakat. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan

siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan

keterampilan akademik mereka dalam berbagai tatanan kehidupan baik di sekolah

maupun di luar sekolah. Selain itu siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah

yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk simulasi, dan

masalah yang memang ada di dunia nyata. Dengan pendekatan kontekstual siswa

belajar diawali dengan pengetahuan, pengalaman, dan konteks keseharian yang

mereka miliki yang dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas,

dan selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan

keseharian mereka (Nurhadi, 2003: 7).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memuat segala sesuatu pengetahuan

yang perlu disampaikan kepada siswa dan mendorong siswa mengembangkannya,

menerapkannya, menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan

demikian, model pembelajaran Contextual Teaching and Learning sesuai dengan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan karena melalui pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual siswa akan dibawa tidak hanya masuk ke kawasan

pengetahuan, tetapi juga sampai pada penerapan pengetahuannya. Selain itu dengan

pendekatan kontekstual siswa dibantu menguasai kompetensi yang dipersyaratkan

dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

d. Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Dalam

Pembelajaran Fisika Pada Materi Pokok Suhu

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran

yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

194

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapakannya dalam

kehidupan mereka.

Konsep model pembelajaran Contextual Teaching and Learning dalam kelas

langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan pemikiran bahwa

anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Melaksanakan sejauh mungkin

kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa

dengan bertanya. 4) Menyiptakan ”masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-

kelompok). 5) Menghadirkan ”model” sebagai contoh pembelajaran. 6) Melakukan

refleksi diakhir pertemuan. 7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan

berbagai cara.

Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran materi pokok suhu

adalah mendeskripsikan peran suhu dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu

benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2008: 97).

Diharapkan kompetensi dasar tersebut dapat tercapai sehingga harapan siswa dapat

menghubungkan dan menerapkan materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari

dapat berhasil sehingga bermanfaat dalam kehidupan siswa dikemudian hari.

Pendekatan kontekstual sangat tepat digunakan dalam pembelajaran ini karena selain

pendekatan konsep dan pendekatan keterampilan proses juga pendekatan ini

melibatkan siswa aktif dan mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata.

Proses pembelajaran dengan model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning yang melibatkan siswa secara aktif diharapkan dapat memberi kesempatan

kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuan mereka sehingga hasil pembelajaran

menjadi lebih bermakna bagi siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas

merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi

oleh guru di lapangan (Ahmad Usman, 2008: 217). Pada Penelitian Tindakan Kelas ini

penelitiannya dilakukan secara sistematis terhadap berbagai aksi atau tindakan yang

dilakukan oleh guru atau peneliti, mulai dari perencanaan sampai dengan penilaian

terhadap tindakan nyata di kelas yang berupa kegiatan belajar mengajar untuk

memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.

Tempat penelitian ini adalah di SMP Negeri 1 Kota Bima pada kelas VII4 yang

berjumlah 25 orang siswa tahun pelajaran 2014/2015.Waktu Penelitian ini dilaksanakan

pada semester II tahun pelajaran 2014/2015.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII4 SMP Negeri 1 Kota Bima

semester II tahun pelajaran 2014/2015.?

Prosedur Tindakan

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri

dari 5 (lima) tahapan kegiatan yaitu:

1. Perencanaan

a. Menyusun rencana pembelajaran (RP).

b. Membuat lembar evaluasi berupa tes tertulis untuk mengetahui kemampuan siswa

dalam memahami materi yang akan di ajarkan.

c. Membuat lembar observasi untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses belajar

mengajar dengan diterapkannya model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

195

d. Membuat lembar observasi untuk mengetahui aktivitas guru dalam mengajar

dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning.

2. Pelaksanaan Tindakan

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan rencana

pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan.

3. Observasi

Selama pelaksanaan tindakan kelas diadakan observasi. Dalam observasi ini

akan diamati aktivitas-aktivitas siswa dan guru yang nampak selama proses

pembelajaran. Semua aktivitas siswa dan guru dicatat dalam lembar observasi yang

telah disiapkan.

4. Evaluasi

Setelah pokok bahasan selesai perlu diadakan evaluasi (uji kompetensi) untuk

mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa dalam memahami pokok bahasan yang

telah diajarkan.

5. Refleksi

Menganalisa dan mengulas data meliputi hasil tes tertulis (evaluasi), hasil

observasi untuk melihat apakah pembelajaran yang dilakukan dapat meningkatkan

hasil belajar siswa, terutama pada pembelajaran materi pokok suhu. Dari refleksi

pada siklus I, terlihat adanya kekurang sempurnaan maka dilakukan perbaikan-

perbaikan pelaksanaan pembelajaran siklus I pada siklus berikutnya.

Instrumen Penelitian

Sehubungan dengan penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah lembar

observasi dan tes hasil belajar untuk tiap siklus. Lembar observasi untuk mengamati

kegiatan siswa dan guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, sedangkan

instrumen tes hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar siswa pada tiap siklus.

Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII4 dan guru fisika SMP

Negeri 1 Kota Bima. Jenis data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data

kuantitatif yang terdiri dari:

a. Data kondisi awal siswa.

b. Data hasil belajar siswa.

Cara pengambilan data yang dilakukan peneliti pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Data tentang kondisi awal siswa diambil dari nilai pretes.

b. Data hasil belajar siswa diperoleh dari pemberian evaluasi (tes tertulis) pada setiap

akhir siklus.

Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa digunakan kriteria ketuntasan

individu ≥ 65 dan kriteria ketuntasan klasik ≥ 85.

a. Untuk mengetahui nilai hasil belajar siswa digunakan rumus:

Nilai Siswa = soalseluruhjumlah

benarjawabanjumlahx 100

Slameto, 2001: 189

b. Untuk mencari nilai rata-rata siswa menggunakan rumus:

N

XX

Subino, 1987: 80

Keterangan:

X = Nilai rata-rata

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

196

X = Jumlah nilai

N = Jumlah peserta tes

c. Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa digunakan rumus:

KB = N

n

Nurkancana (1990: 110)

Keterangan:

KB = Ketuntasan Belajar

n = Jumlah siswa yang mendapat nilai minimal 65

N = Jumlah siswa yang mengikuti tes

Ketuntasan belajar tercapai jika ≥ 85% siswa memperoleh skor minimal 65

yang akan terlihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus.

d. Data Aktivitas Guru

Penilaian terhadap aktivitas guru dilakukan secara langsung selama proses

belajar mengajar. Adapun indikator untuk setiap aktivitas guru dianalisis dengan

kriteria penilaian sebagai berikut:

BS (Baik sekali) : Jika semua (3) deskriptor yang nampak

B (Baik) : jika 2 deskriptor yang nampak

C (Cukup) : jika 1 deskriptor yang nampak

K (Kurang) : jika tidak ada deskriptor yang nampak

Berdasarkan skor yang diperoleh, maka dapat dianalisis dengan rumus sebagai

berikut:

Ag = i

x

Keterangan:

Ag = aktivitas guru

x = skor masing-masing indikator

i = banyaknya indikator

e. Data Prestasi Belajar Siswa.

Untuk mengetahui perestasi belajar siswa, hasil tes belajar dianalisis dengan

menentukan skor rata-rata hasil tes. Analisis untuk mengetahui hasil tes belajar,

dirumuskan sebagai berikut:

M = n

xi

Keterangan :

M = mean (rata-rata)

x i = skor yang diperoleh masing-masing siswa

n = banyaknya siswa

Prerstasi belajar siswa dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan rata-

rata skor dari rata-rata skor sebelumnya. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah

tercapainya ketuntasan belajar, dengan rumus sebagai berikut :

KB = N

P . 100 %

Keterangan :

KB = Ketuntasan belajar

P = Banyaknya siswa yang memperoleh nilai minimal 65.

N = Banyaknya siswa

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

197

Ketuntasan belajar tercapai jika 85% siswa memperoleh skor minimal 65

yang akan terlihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan pada tanggal 24 April sampai 24 Mei

2015. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat aktivitas dan hasil belajar fisika

pokok bahasan Kalor pada siswa kelas VII4 SMP Negeri 1 Kota Bima dengan

diterapkannya model pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Penelitian ini

dilaksanakan dalam dua siklus. Dari hasil penelitian diperoleh data kuantitatif yang

memberikan gambaran tentang ketuntasan dan hasil belajar siswa baik secara individu

maupun klasik.

Tabel 4.1. Data Hasil Belajar Siswa Siklus Rata-rata Skor Ketuntasan (%) Tuntas

I 67,80 64% Tidak

II 85 100% Ya

Berdasarkan tabel 4.1 di atas terlihat bahwa ketuntasan hasil belajar siswa pada

siklus I dengan rata-rata skor nilai yaitu 67,80 berada pada ketuntasan 64% dan

dikatakan tindak tuntas. Dengan melihat hasil tersebut maka pelaksanaan penelitian

pada siklus II telah mencapai kriteria ketuntasan yaitu 100%.

Berdasarkan data pada tabel 4.1 di atas, maka dapat digambarkan dalam grafik

sebagai berikut:

Tabel 4.2. Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan II

Siklus Pertemuan Banyak Siswa Banyak Item Skor Total

Rata-rata Kategori

I I 25 7 560

3,2 Cukup

Tinggi II 25 7 565

II I 25 7 630

3,6 Tinggi II 25 7 636

Tabel 4.3. Refleksi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I

Kekurangan Rencana perbaikan

1. Antusias siswa dalam mengikuti

pelajaran kurang.

2. Komunikasi dan kerja sama

siswa dalam kelompok masih

kurang

3. Pada saat siswa

mempersentasikan hasil diskusi

masih di dominasi oleh satu atau

dua orang yang berani bicara

saja sedangkan yang lain hanya

diam.

4. Kurangnya keberanian siswa

untuk bertanya atau

menyampaikan ide.

5. Siswa yang berkemampuan

rendah enggan bertanya yang

berkemampun tinggi.

1. Guru memilih contoh kehidupan nyata untuk

menjelaskan.

2. Guru menentukan tutor sebaya untuk tiap-

tiap kelompok agar mau membantu atau

mengajari temannya yang belum bisa .

3. Guru menjelaskan dan memberikan petunjuk

kepada siswa bahwa kelompok yang

dikatakan berhasil adalah kelompok yang

apabila tiap anggotanya mengerti dan bisa

menjawab soal yang diberikan.

4. Guru membimbing siswa dengan cara

memberikan pertanyaan-pertanyaan supaya

siswa ada inisiatif untuk menanyakan

permasalahan-permasalahan yang belum di

mengerti.

5. Guru memotivasi siswa dengan cara

mengumpan pertanyaan-pertanyaan supaya

siswa merasa bergerak hatinya untuk

bertanya dan memberikan umpan balik

berupa penghargaan tertentu bagi siswa.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

198

Tabel 4.4. Refleksi Hasil Observasi Aktivitas Guru

Kekurangan Rencana perbaikan

1. Pemberian motivasi dan apersepsi

yang sangat kurang membuat

siswa sedikit bingung dalam

menerima materi dengan

menerapkan model pembelajaran

CTL karena mengaitkan meteri

tersebut dengan kehidupan

sehari-hari.

2. Pengaturan waktu dan kegiatan

kelompok masih kurang.

1 Pemberian motivasi dengan cara

mencontoh teman yang aktif tanpa

adanya perintah dari siapapun.

2 Guru menjelaskan pentingnya

pembagian tugas dalam kelompok agar

memiliki tanggung jawab sendiri-

sendiri. Bagi siswa mengalami masalah

diberikan bimbingan intensif dengan

cara memberikan beberapa pertanyaan

tentang apa yang menjadi permasalahan

yang dihadapi oleh siswa supaya siswa

bisa menyelesaikan masalah yang

dihadapinya.

PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II

dengan menerapkan model pembelajaran CTL pada materi kalor. Materi kalor terdiri

atas dua pokok bahasan, yaitu energi kalor dan perpindahan kalor.

Sebelum melaksanakan pembelajaran pada siklus I, terlebih dahulu telah disusun

perencanaan pelaksanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang disusun sebagai

langkah-langkah yang akan dilakukan oleh peneliti dalam kegiatan belajar mengajar.

Terkait dengan rencana pembelajaran, peneliti menyiapkan bahan pembelajaran berupa

materi pembelajaran yaitu energi kalor. Selain itu peneliti juga menyiapkan lembar

observasi serta bagaimana cara merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan

hasil evaluasi belajar siswa.

Untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi energi kalor dan

perpindahan kalor, peneliti juga mempersiapkan alat evaluasi berupa soal sebanyak 5

(lima) nomor berbentuk essay. Untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, peneliti

sebelumnya telah melakukan sosialisasi mengenai model pembelajaran, cara

pengambilan data dan cara menganalisis data kepada guru kelas VIIi yang akan

bertindak sebagai pengamat pelaksanaan kegiatan penelitian serta kepada mitra kerja

yang akan bertindak sebagai pengamat aktivitas siswa.

Pada tahap pelaksanaan tindakan untuk siklus I yaitu melaksanakan kegiatan

belajar mengajar yang telah direncanakan. Proses belajar mengajar siklus ini

dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Jumlah siswa yang mengikuti proses

pembelajaran pada siklus ini sebanyak 25 orang siswa. Adapun pokok bahasan yang

dibahas yaitu energi kalor. Setelah proses belajar mengajar selesai kemudian peneliti

mengumumkan kepada siswa bahwa pertemuan berikutnya akan diadakan evaluasi.

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas belajar siswa

sebesar 3,2. Hasil ini tergolong dalam kategori cukup aktif dalam mengikuti proses

pembelajaran. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa rata-rata skor sebesar 67,80 dan

persentase ketuntasan belajar yang diharapkan belum tercapai yaitu sebesar 64 % (tabel

4.1). Hal ini disebabkan oleh karena adanya kekurangan-kekurangan seperti berikut :

1. Data hasil observasi aktivitas guru

a. Pemberian motivasi dan apersepsi kepada siswa masih kurang.

b. Pengaturan waktu dan kegiatan secara kelompok masih kurang.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

199

2. Data hasil observasi aktivitas siswa

a. Antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran masih kurang (perlu ditingkatkan)

b. Komunikasi dan kerja sama siswa dalam kelompok nampak kurang.

c. Para siswa mempresentasikan hasil diskusi, masih didominasi oleh satu atau dua

orang yang berani bicara sedangkan yang lainnya hanya diam saja.

d. Siswa yang berkemampuan rendah enggan bertanya kepada temannya yang

berkemampuan tinggi.

Berdasarkan refleksi terhadap tindakan yang telah diberikan pada siklus I,

diadakan penyempurnaan dan perbaikan terhadap kendala-kendala yang muncul.

Perbaikan tersebut dilaksanakan pada siklus II yang meliputi :

1. Guru memilih contoh kehidupan nyata untuk menjelaskan.

2. Guru menentukan tutor sebaya untuk tiap-tiap kelompok agar mau membantu atau

mengajari temannya yang belum bisa.

3. Guru menjelasakan dan memberikan petunjuk kepada siswa bahwa kelompok yang

dikatakan berhasil adalah kelompok yang apabila tiap anggotanya mengerti dan bisa

menjawab soal yang diberikan.

4. Guru membimbing siswa dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan supaya

siswa ada inisiatif untuk menanyakan permasalahan-permasalan yang belum

dimengerti.

5. Guru memotivasi siswa dengan cara mengumpan pertanyaan-pertanyaan supaya

siswa tergerak hatinya untuk bertanya dan memberikan umpan balik berupa

penghargaan tertentu bagi siswa.

6. Pemberian motivasi dengan cara mencontoh teman-temannya yang aktif tanpa

adanya perintah dari siapa pun.

7. Guru menjelaskan tentang pentingnya pembagian tugas dalam kelompok agar

memiliki tanggung jawab. Bagi siswa yang mengalami masalah

8. Diberikan bimbingan intensif supaya bisa menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

9. Memotivasi siswa dengan cara menentukan batas waktu kerja kelompok siswa.

Prosedur penelitian pada siklus II juga sama dengan prosedur penelitian pada

siklus I, akan tetapi pada siklus II dilakukan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan

pada siklus I. Berkaitan dengan rencana pembelajaran siklus II guru menyiapkan bahan

pembelajaran berupa materi pembelajaran yaitu perpindahan kalor. Selain membuat

rencana pembelajaran peneliti juga menyiapkan lembar observasi serta bagaimana cara

merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan hasil evaluasi belajar siswa, dan

peneliti juga mempersiapkan alat evaluasi berupa soal sebanyak 5 (lima) nomor soal

berbentuk essay yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan

pemahaman siswa setelah dilakukan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan pada

siklus I.

Proses belajar mengajar siklus II yaitu melaksanakan kegiatan belajar mengajar

yang telah direncanakan dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus

I. Proses belajar mengajar siklus ini dilaksanakan dalam dua kali. Jumlah siswa yang

mengikuti proses pembelajaran pada siklus II sebanyak 25 orang siswa. Adapun materi

yang dibahas pada siklus ini adalah perpindahan kalor. Setelah proses belajar mengajar

selesai, kemudian diadakan evaluasi.

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas belajar siswa

sebesar 3,6. Hasil ini tergolong dalam kriteria aktif dalam mengikuti proses

pembelajaran. Setelah proses pembelajaran selesai, kemudian siswa diberikan tes

evaluasi. Data yang didapatkan dari hasil evaluasi kemudian diolah sehingga diperoleh

nilai rata-rata sebesar 85 dan persentasi ketuntasan belajar siswa sebesar 100 % (tabel

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

200

4.1). Ini berarti ketuntasan belajar siswa sudah tercapai sesuai dengan ketuntasan belajar

yang diharapkan yaitu minimal 85%.

Hasil evaluasi belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan yaitu dari 64%

meningkat menjadi 100%. Karena pada siklus II ketuntasan belajar secara klasikal telah

mencapai 100%, maka tujuan penelitian ini sudah tercapai, kemudian penelitian ini

dihentikan sehingga tidak dilakukan perbaikan.

Ketercapaian ketuntasan belajar pada siklus II, menunjukkan bahwa melalui

model pembelajaran CTL siswa dapat membangun pengetahuannya karena di mana

siswa dituntut untuk belajar sendiri dengan mengaitkan lingkungan keseharian siswa

yang nyata. Dengan model pembelajaran CTL pula membuat suasana kelas menjadi

hidup di mana dalam proses pembelajarannya menyenangkan karena para siswa

menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar fisika.

Dan karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa.

Dan partisipasi aktif siswa dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilakukannya,

sehingga pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.

Dengan demikian bahwa model pembelajaran CTL adalah suatu konsep

pembelajaran yang mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan kehidupan mereka

sehari-hari, sehingga siswa akan merasakan pembelajaran sangat bermanfaat baginya

dan akan menciptakan pembelajaran yang lebih menarik atau menyenangkan karena

siswa akan belajar melalui mengalami bukan menghafal.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan yaitu :

1. Model pembelajaran CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran energi kalor dan perpindahan kalor kelas VII4 semester II SMP Negeri

1 Kota Bima. Peningkatan ini dapat dilihat dari perolehan nilai rata-rata siswa

sebesar 67,80 pada siklus I dan nilai rata-rata sebesar 85 pada siklus II. Sedangkan

presentase ketuntasan belajar siswa sebesar 64 % pada siklus I dan meningkat

sebesar 100 % pada siklus II.

2. Model pembelajaran CTL juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII4

semester II SMP Negeri 1 Kota Bimaa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil yang

diperoleh melalui lembar observasi yaitu sebesar 3,2 pada siklus I yang tergolong

cukup aktif dan sebesar 3,6 pada siklus II yang tergolong aktif. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan aktivitas belajar siswa pada tiap-tiap siklus.

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 2008. Kegiatan Praktikum dalam Pendidikan Sains. (Jurnal).

Bandung: Univesitas Pendidikan Indonesia.

Aryana, Made. 2007. Pengaruh Kegiatan Praktikum (Laboratorium) terhadap

Peningkatan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Negeri 6 Singaraja. Skripsi.

Singaraja: Undiksha Singaraja

Dirawat, (1993). Sistem Pembinaan Profesional Guru dan Cara Belajar Siswa Aktif,

Jakarta : PT Gramadia.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

201

Ngalim purwanto, 2008, Prinsip-Prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pembelajaran,

Bandung.

Nurhadi dkk, (2002). Pendekatan Kontekstual ( CTL ), Jakarta, Depdinas

Romlah Tatiek, ( 1991). Keterampilan-Keterampilan belajar, Malang, FKIP-IKIP

Malang.

Wardani I.G.A.K, dkk (2002). Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Pusat Penerbitan

Universitas Terbuka.

Wilda dan Jamaluddin, Penelitian Tindakan Kelas, Didaktika Jurnal Pendidikan Dasar

dan TK, Edisi 1/I – 2002, hal. 11 Dinas Dikpora NTB.

Wina Sanjaya, Dr,. M.Pd, (2006). Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses

Pendidikan,” Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Zainul,A, 2005, Penilaian Hasil Belajar, Jakarta, Depdiknas

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294

202

PEDOMAN PENULISAN

Jurnal Pendidikan MIPA menerima tulisan dalam bentuk hasil penelitian dan artikel

yang titik kajiannya pada studi pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

dengan ketentuan penulis sebagai berikut:

1. Hak Cipta; Hasil penelitian dan artikel merupakan produk ilmiah orisinal dan

belum pernah dipulikasikan di media manapun.

2. Format Naskah:Jumlah halaman tulisan antara 12 sampai dengan 20 halaman

dengan ukuran kertas kuarto A4 dan spasi satu, naskah ditulis dengan ms word times

new roman, ukuran 12 dengan margin kiri 4 cm, kanan 3 cm, atas 4 cm, dan di

bawah 3 cm.

3. Sistematika Artikel: Judul, Abstrak, Isi Artikel dan Daftra Pustaka.

4. Judul dalam bahasa Indonesia dirumuskan secara singkat dan jelas, tidak lebih dari

15 kata, ditulis dengan huruf times new roman 12, huruf kapital dan di tengah.

Identitas diri: nama penulis tanpa gelar ditulis pada baris pertama, nama institusi

pada baris kedua dan alamat email pada baris ke tiga. Ditulis dengan huruf times

new roman 12 spasi 1 di tengah.

5. Abstrak; kata abstrak ditulis dengan huruf times new romandengan ukuran 12, bold,

dan di tengah, naskah abstrak dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa Indonesia dan

Bahasa Inggris. Jumlah kata 100-200 dengan huruf times new roman dan ditulis

miring. Jumlah keywors minimal 3-5 kata atau gabungan kata.

6. Isi Artikel: Isi artikel terdiri atas :a). Pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, b). Metode penelitian yang berisi

rancangan penelitian, instrumen, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik

analisis data. c). Hasil Penelitian, d). Pembahasan, dan e). Simpulan.

7. Kutipan Artikel; ditulis dalam bahasa Indonesia dengan notasi Ilmiah

menggunakan sistem APA (amaerican pshycological Association).

Contoh : (syarif, 2007, 12); Ilham(2012:23)

8. Daftar Pustaka; nama, tahun, Judul Buku, penerbit dan tempat penerbit.

Penulisan daftar pustaka: disusun berdasarkan alfabetis.

Contoh : Ahmad, Zaki, 2012, Pembelajaran Matematika, PT Intan Pariwara,

Jakarta.

Penulis harus mengirimkan naskah cetak beserta softcopy dalam bentuk CD kepada

redaksi Jurnal MIPA;[email protected] dan

[email protected]