Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul Des 2015 ISSN ... · PDF fileDiagnosa Tiga Indera...
Transcript of Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul Des 2015 ISSN ... · PDF fileDiagnosa Tiga Indera...
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
ii
JURNAL PENDIDIKAN MIPA
SUSUNAN REDAKSI
Pelindung dan Penasehat
Drs. H. Sudirman Ismail, M.Si. Ketua STKIP Taman Siswa Bima
Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Pelaksana Harian STKIP Taman Siswa Bima
Penganggung Jawab
Syarifuddin, S.Pd., M.Pd. Ketua LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Ketua Penyunting
Mariamah, M.Pd.
Sekretaris Penyunting
Asriyadin, M.Pd.
Penyunting Pelaksana
Syarifuddin.S.Si, M.Pd.
Yus’iran, M.Pd.
Muliana, M.Pd.
Muliansani, M.Kom
Penyunting Ahli (Mitra Bestari)
Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. Universitas Negeri Malang
Prof. Dr. Agil Alidrus, M.Pd. Universitas Mataram
Dr. Amran Amir, M.Pd. STKIP Bima
Dr. Syahruddin, M.Si.
Bendahara
Nanang Diana, M.Pd.
Alamat Redaksi
Redaksi Jurnal Pendidikan MIPA
LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Jln. Lintas Bima – Tente Palibelo. Tlp (0374) 42891
Email: [email protected]
Jurnal Pendidikan MIPA STKIP Taman Siswa Bima, terbit 2 kali setahun dengan
edisi Januari – Juni dan Juli - Desember. Sebagai media informasi, pemikiran dan
hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan Matematika dan ilmu
Pengetahuan Alam.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
iii
JURNAL PENDIDIKAN MIPA
Volume 5 no 2, Juli - Desember 2015
ISSN : 2088-0294
DAFTAR ISI
Pengembangan Buku Ajar Mata Kuliah Teori Bilangan pada
Mahasiswa Semester III Jurusan Pendidikan Matematika STKIP
Taman Siswa Bima Tahun Akademik 2014/2015
Mariamah & Nanang Diana
1 – 12
Efektivitas Penggunaan Media pembelajaran E-learning pada
Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap Hasil
Belajar Siswa kelas x SMK Negeri 2 Makassar.
Hardiansyah
13 – 21
Studi Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp) di
SMK Negeri 5 Makassar
Muliana
22 – 32
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Elektronika Siswa
SMK 2 Kota Bima
Nur Fitrianingsih
33 – 46
Meningkatkan Kemandirian dan Motivasi Belajar Mahasiswa
Melalui Metode Pemberian Tugas Berbantuan Internet Matakuliah
Strategi Belajar Mengajar
Syarifuddin & Mikrayanti
47 - 58
Optimalisasi Solusi Interaktif Penyembuhan Islami Berdasarkan
Diagnosa Tiga Indera Dengan Strategi Forward Chaining
Menggunakan Algoritma Fuzzy
Ita Fitriati
59 - 71
Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD-PS dengan Tipe
Jigsaw-PS ditinjau dari Motivasi Belajar, Kemampuan
Interpersonal dan Prestasi Belajar Matematika
Muhammad Yusuf
72 – 89
Penerapan Metode Drill dengan Teknik Evaluasi Olimpiade
Matematika untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar
Matematika Siswa pada Kelas VII SMPN I Bolo
Adi Apriadi Adiansha
90–102
Optimasi Model Pembelajaran Berbasis E-Learning dengan
Dropbox dalam Proses Kegiatan Belajar Mengajar
Muliansani
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
iv
Penerapan pendekatan pengulangan auditori kemampuan berpikir
(pakb) untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa
Arif Rahman
Peningkatan Motivasi dan Aktivitas Belajar Biologi Siswa melalui
Problem Based Laerning (PBL) dengan Metode Eksplorasi pada
Materi Pokok Keanekaragaman Hayati untuk Siswa Kelas X di
SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2009/2010
Sri Lastuti
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tgt (Team Games
Tournamen) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada
Pokok Bahasan Bentuk Pangkat Siswa Kelas X3 Man 3 Bima
Tahun Pelajaran 2013/2014
Syarifuddin & Dirman
Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
untuk Meningkatkan Penguasaan Materi Bilangan Pecahan Siswa
Kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima Tahun Pelajaran 2013/2014
H. Gunawan & Agung wirawan
Penerapan Model Accelerated Learning untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa Kelas X4 SMAN 3 Kota Bima Tahun
Pelajaran 2012/2013
Haryono & Susyantri
103 - 113
Pengaruh Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments
(TGT) terhadap Hasil Belajar IPA Fisika pada Siswa Kelas IX SMP
Negeri 14 Kota Bima Tahun Pelajaran 2015/2016
Endang Susilawati & Ema Susanti
Efektifitas Moving Class dalam Peningkatan Prestasi Belajar Fisika
Asriyadin
Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis
Questioning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas
XI IPA SMA Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014
Yus’iran & Baris V R
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Materi Pokok Kalor
Dengan Pendekatan Ctl (Contextual Teaching And Learning) Pada
Siswa Kelas Vii4 Smp Negeri 1 Kota Bima Tahun Pelajaran
2014/2015
Lis Herlina
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
1
PENGEMBANGAN BUKU AJAR MATA KULIAH TEORI BILANGAN PADA
MAHASISWA SEMESTER III JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
STKIP TAMAN SISWA BIMATAHUN AKADEMIK 2014/2015
Mariamah & Nanang Diana
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
Abstrak
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan bahan
ajar berupa buku ajar mata kuliah teori bilang yang valid, untuk mahasiswa jurusan
pendidikan matematika di STKIP Taman Siswa Bima.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Development research).
Penelitian ini difokuskan pada pengembangan bahan ajar teori bilangan untuk
meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. langkah-langkah yang seharusnya ditempuh
dalam penelitian pengembangan (research and development) meliputi: (1) studi
pendahuluan, (2) perencanaan, (3) pengembangan model hipotetik, (4) penelaahan
model hipotetik, (5) revisi, (6) uji coba terbatas, (7) revisi hasil uji coba, (8) uji coba
lebih luas, (9) revisi model akhir, dan (10) diseminasi dan sosialisasi. Instrumen untuk
Mengukur Kevalidan antara lain Lembar validasi penyajian materi 2) Lembar Validasi
bahasa 3) Lembar validasi kesuaian materi dengan kurikulum. Instrumen untuk
Mengukur Kepraktisan :1) Angket Penilaian teman sejawat, 2) Angket Respons
mahasiswa. Analisis data untuk mengrtahui tingkat kevalidan dan kepratisan
menggunakan kategori syaifuddin Azwar.
Hasil penelitin ini untuk aspek kemenarikan berkategori tinggi dan indikator
kejelasan, kesesuaian, dan ketepatan berkategori sangat tinggi. Dapat disimpulkan
berdasarkan tinjauan dan penilaian ahli materi teori bilangan dan mahasiswa (melalui
uji coba kelompok kecil, uji coba kelompok besar) bahwa pengembangan buku ajar
teori bilangan pada mahasiswa jurusan pendidikan matematika di STKIP Taman Siswa
Bima layak digunakan sebagai sumber belajar menurut respon dosen dan mahasiswa
dalam proses pembelajaran.
Kata kunci: buku ajar, teori bilangan
PENDAHULUAN
Teori bilangan merupakan mata kuliah yang membahas tentang sifat-sifat
bilangan bulat serta relasi didalamnya, PBB, KPK, bilangan prima, modulo, keterbagian
dan kekongruenan. Materi-materi yang dibahas dalam teori bilangan ini merupakan
materi yang sangat dibutuhkan untuk mata kuliah lain dan sangat besar penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Buku mata kuliah teori bilangan tersebar diberbagai literatur seperti buku teks
karangan Indonesia, buku teks karangan asing, makalah, dan sumber elekstronik seperti
dalam internet sehingga dari berbaigai sumber ini dapat saling melengkapi. Hal ini juga
mengakibatkan mahasiswa kesulitan untuk mengumpulkan buku perkuliahan. Meskipun
semua sumber tersebut saling melengkapi, namun seorang mahasiswa tidak mungkin
memiliki atau memperoleh seluruh materi tersebut. Kondisi seperti ini menyebabkan
mahasiswa menjadi sangat tergantung kepada dosen, sehingga proses pembelajaran di
kelas menjadi kurang efektif. Dosen menjadi satu-satunya sumber belajar, mahasiswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
2
cen-derung hanya mendengarkan, akibatnya terlalu banyak waktu yang tersita oleh
dosen untuk menjelaskan materi, sehingga kesempatan untuk membimbing mahasiswa
dalam proses pembelajaran hampir tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, materi-
materi tersebut perlu dihimpun oleh dosen pengampu mata kuliah untuk menjadi bahan
ajar, kesemua hal di atas berdasarkan pengamatn peneliti saat mengajar pada mata
kuliah teori bilangan. Dengan demikian, mahasiswa akan mempunyai sebuah pegangan
pokok bahan ajar yang dapat digunakan untuk belajar secara mandiri,sementara sumber-
sumber lain dapat digunakan untuk pengayaan.
Buku ajar yang akan dikembangkan ini akan berbeda dengan buku-buku yang lain
seperti urian contoh yang dijabarkan secara sederhana, skope materi tidak terlalu
meluas, hanya dibatasi pada lima bab yang terdiri dari materi bilangan bulat, induksi
matematika, keterbagian, kongruensi dan bab terahir tentang FPB dan KPK. Materi
yang ditentukan ini berdasarkan hasil analisis kemampuan mahasiswa. Selain buku yang
dikembangkan ini, bagi mahasiswa yang berinisisatif mencarai sumber lain, tidak
dibatasi dan dapat menggunakan buku-buku lain sebagai referensi belajar.
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran
yang mensyaratkan bagi pendidik salah satunya adalah dosen untuk mengembangkan
perangkat pembelajaran. Pendidik diharapkan mampu mengembangkan materi
pembelajaran dengan buku ajar sebagai salah satu sumber belajar yang merupakan
elemen dalam RPP. Buku ajar merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan
pendidikan. Dengan adanya buku ajar dosen akan lebih mudah dalam melaksanakan
pembelajaran dan mahasiswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar (Depdiknas,
2007)
Menurut Badan Standar Nasional (BSNP) tahun 2006 bahwa buku ajar yang baik
tentunya memiliki syarat antara lain: kesesuain isi dengan kurikukum, keterbacaa,
penyajian materi dan kemudahan untuk dipahami oleh mahasiswa.
Buku ajar merupakan salah bentuk media instruksional yang dapat digunakan
dalam proses pembelajaran. Kemp dan Dayton mengidentifikasi manfaat penggunaan
media instruksional dalam proses pembelajaran, yaitu: (1) Penyampaian materi
perkuliahan dapat diseragamkan, (2) Proses instruksional menjadi lebih menarik, (3)
Proses belajar mahasiswa menjadi lebih interaktif, (4) Jumlah waktu belajar-mengajar
dapat dikurangi, (5) Kualitas belajar mahasiswa dapat ditingkatkan, (6) Proses belajar
dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, (7) Sikap positif mahasiswa terhadap buku
belajar maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan, dan (8) Peran
dosen dapat berubah ke arah yang lebih positif (Trisnaningsih, 2007:3).
Dari uraian di atas, tentunya sangat diperlukan untuk mengembangkan buku ajar
agar nantinya mempermudah mahasiswa dalam proses pembelajaran, harapan agar
pemahaman mahasiswa dapat ditingkatkan.
Buku ajar merupakan buku atau materi pembelajaran yang disusun secara
sistematis yang digunakan Guru dan siswa dalam KBM (Depdiknad, 2008: 3). Buku
dapat dijadikan pegangan pembelajaran yang digunakan untuk menyajikan materi
(Rusyana dalam Suharyadi, dkk, 2003: 2).
Menurut National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center
for Competency Based Training(Danu Aji Nugraha, dkk, 2013: 1), bahan ajar adalah
segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/ instruktur dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Lebih lanjut disebutkan bahwa buku ajar berfungsi sebagai: 1) Pedoman bagi
Pengajar yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran,
sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. 2)
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
3
Pedoman bagi Siswa atau mahasiswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam
proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya
dipelajari/dikuasainya. 3) Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.
Sebuah buku ajar paling tidak mencakup antara lain : 1) Petunjuk belajar
(Petunjuk siswa/guru), 2) Kompetensi yang akan dicapai, 3) Content atau isi materi
pembelajaran, 4) Informasi pendukung, 5) Latihan-latihan, 6) Petunjuk kerja, dapat
berupa Lembar Kerja (LK), 7) Evaluasi, 8) Respon atau balikan terhadap hasil
evaluasi(Depdiknas, 2008: 5).
Menurut BSN (Suharyadi, dkk, 2003: 2) bahwa buku ajar yang baik harus
memenuhi kriteria penilaian yang meliputi aspek kesesuaian isi dengan kurikulum,
penyajian materi, aspek keterbacaan, dan aspek kemudahan.
Saleh Haji (2011: 2) menyatakan bahwa kualitas bahan ajar yang terdiri atas 3
bagian, yaitu kualitas dari aspek materi, kualitas dari aspek penyajian, dan kualitas dari
aspek keterbacaan.Buku ajar disusun dengan tujuan: a) Menyediakan buku ajar yang
sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa,
yakni buku ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial
mahasiswa, b) Membantu mahasiswa dalam memperoleh alternatif buku ajar di samping
buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh. c) Memudahkan pengajar dalam
melaksanakan pembelajaran.
Ada sejumlah manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang pengajar
mengembangkan buku ajar sendiri, yakni antara lain; pertama, diperoleh buku ajar yang
sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar mahasiswa, kedua, tidak
lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh, ketiga, buku ajar
menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi,
keempat, menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman pengajar dalam menulis
buku ajar, kelima, buku ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang
efektif antara pengajar/Guru dengan mahasiswa karena mahasiswa akan merasa lebih
percaya kepada gurunya.
Di samping itu, guru juga dapat memperoleh manfaat lain, misalnya tulisan
tersebut dapat diajukan untuk menambah angka kredit ataupun dikumpulkan menjadi
buku dan diterbitkan.Dengan tersedianya buku ajar yang bervariasi, maka
mahasiswaakan mendapatkan manfaat yaitu, kegiatan pembelajaran menjadi lebih
menarik. mahasiswaakan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara
mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru. mahasiswa juga
akan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus
dikuasainya.
Mila Anggela, dkk (2013: 2) Buku ajar sangat bermanfaat digunakan dalam
pembelajaran, adapun manfaat buku ajar antara lain: 1) Dapat mempercepat
pembahasan bahan kajian. 2)Siswa dapat mempelajari bahan kajian yang akan diajarkan
lebih awal. 3)Dalam buku ajar dapat juga disisipkan latihanlatihan yang harus
dikerjakan siswa yang berorientasi masalah kontekstual. 4) Soal dapat dibuat
berdasarkan buku ajar sehingga penilaiannya lebih fair sesuai kemampuan siswa.
5)Dengan adanya buku ajar, teori yang disampaikan guru yang belum dapat dipahami di
kelas, siswa dapat mempelajari kembali dari buku ajar tersebut. 6)Dengan adanya buku
ajar, jika ada tugas yang harus dikerjakan di rumah siswa sudah memiliki salah satu
referensi untuk mengerjakannya
Pengembangan buku ajar hendaklah memperhatikan prinsisp-prinsip
pembelajaran. Di antara prinsip pembelajaran tersebut adalah: 1) Mulai dari yang
mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak,
Mahasiswaakan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila penjelasan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
4
dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di
lingkungan mereka. Misalnya untuk menjelaskan konsep pasar, maka mulailah
mahasiswa diajak untuk berbicara tentang pasar yang terdapat di tempat mereka tinggal.
Setelah itu, kita bisa membawa mereka untuk berbicara tentang berbagai jenis pasar
lainnya. 2) Pengulangan akan memperkuat pemahaman. Dalam pembelajaran,
pengulangan sangat diperlukan agar mahasiswa lebih memahami suatu konsep. Dalam
prinsip ini kita sering mendengar pepatah yang mengatakan bahwa 5 x 2 lebih baik
daripada 2 x 5. Artinya, walaupun maksudnya sama, sesuatu informasi yang diulang-
ulang, akan lebih berbekas pada ingatan. Namun pengulangan dalam penulisan buku
belajar harus disajikan secara tepat dan bervariasi sehingga tidak membosankan. c)
Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman Mahasiswa, d)
Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar.
Seorang mahasiswayang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam
belajar. Untuk itu, maka salah satu tugas guru/pengajar dalam melaksanakan
pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi) agar mahasiswa mau belajar.
Banyak cara untuk memberikan motivasi, antara lain dengan memberikan pujian,
memberikan harapan, menjelas tujuan dan manfaat, memberi contoh, ataupun
menceritakan sesuatu yang membuat siswa senang belajar, dll. d) Mencapai tujuan
ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian
tertentu.Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan. Untuk
mencapai suatu standard kompetensi yang tinggi, perlu dibuatkan tujuan-tujuan antara.
Ibarat anak tangga, semakin lebar anak tangga semakin sulit kita melangkah, namun
juga anak tangga yang terlalu kecil terlampau mudah melewatinya. Untuk itu, maka
pengajar perlu menyusun anak tangga tujuan pembelajaran secara pas, sesuai dengan
karakteristik mahasiswa. Dalam buku ajar, anak tangga tersebut dirumuskan dalam
bentuk indikator-indikator kompetensi. e) Mengetahui hasil yang telah dicapai akan
mendorong mahasiswa untuk terus mencapai tujuan. Ibarat menempuh perjalanan jauh,
untuk mencapai kota yang dituju, sepanjang perjalanan kita akan melewati kota-kota
lain. Kita akan senang apabila pemandu perjalanan kita memberitahukan setiap kota
yang dilewati, sehingga kita menjadi tahu sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi
kita akan berjalan. Demikian pula dalam proses pembelajaran, guru ibarat pemandu
perjalanan. Pemandu perjalanan yang baik, akan memberitahukan kota tujuan akhir
yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, kota-kota apa saja yang akan dilewati,
dan memberitahukan pula sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi perjalanan.
Dengan demikian, semua peserta dapat mencapai kota tujuan dengan selamat. Dalam
pembelajaran, setiap anak akan mencapai tujuan tersebut dengan kecepatannya sendiri,
namun mereka semua akan sampai kepada tujuan meskipun dengan waktu yang
berbeda-beda. Inilah sebagian dari prinsip belajar tuntas.
METODE PENELITIAN
Model PengembanganPenelitian ini merupakan penelitian pengembangan
(Development research). Menurut Borg dan Gall (1983: 772), penelitian pengembangan
adalahsuatu proses yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk-
produkyang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. Penelitianpengembangan
menurut Gay (1981: 10) bukan untuk menguji teori tetapimengembangkan secara efektif
produk yang digunakan di sekolah. Selanjutnya menurut (Borg and Gall, 2003: 271)
langkah-langkah yang seharusnya ditempuh dalam penelitian pengembangan (research
and development) meliputi: (1) studi pendahuluan, (2) perencanaan, (3) pengembangan
prodak, (4) validasi ahli, (5) revisi, (6) uji coba terbatas, (7) revisi hasil uji coba, (8) uji
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
5
coba lebih luas, (9) revisi model akhir, dan (10) diseminasi dan sosialisasi. Namun
Model penelitian dan pengembangan Borg dan Gall ini penerapannya dalam
pengembangan buku ajar teri bilangan pada mahasiswa semester III di STKIP Taman
Siswa Bima dilaksanakan sampai pada tahap diseminasi dan implementasi produk.
Instrumen untuk mengukur kejelasan, kesesuaian, kemenarikan dan ketepatan isi
buku digunakan instrumen yang berupa angket. Angket diberikan kepada ahli materi
dan mahasiswa. Analisis hasil angket dari uji kevalidan ahli dan angket hasil uji coba
prodak, akan dianalisis menggunakan kategori menurut Syaifuddin Azwar berikit ini.
Tabel 01. Kriteria kevalidan buku teori bilangan Interval Kriteria
Mi+1,5Si <X ≤Mi+3Si Sangat Tinggi
Mi+0,5Si <X ≤Mi+1,5Si Tingggi
Mi-0,5Si <X ≤Mi+0,5Si Sedang
Mi-1,5Si <X ≤Mi-0,5Si Rendah
Mi-3Si ≤X ≤Mi-1,5Si Sangat Rendah
Keterangan:
X = Total skor
Rata-rata ideal (Mi)
Standar Deviasi ideal (Si). Dimana:
Mi = (skor terendah + skor tertinggi)/2
Si = (skor tertinggi – skor terendah)/6
HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan pengumpulan data mengenai pengembangan buku ajar teori
bilangan, akan disajikan data evaluasi teman sejawat, hasil uji coba kelompok kecil dan
hasil uji coba kelompok besar yang dilakukan disemester V dan VII jurusan matematika
tahun akademik 2015/2016 dengan alasan bahwa mahasiswa disemester tersebut sudah
mengampu mata kuliah teori bilangan.
Perolehan data uji coba kelayakan buku ajar teori bilangan, peneliti menggunakan
metode pengumpulan data berupa instrumen dalam bentukangket. Untuk evaluasi teman
sejawat diberikan angket, untuk uji coba pada kelompok kecil diberikan kepada 2 orang
mahasiswa, dan uji coba kelompok besar diberikan kepada 5 orang mahasiswa.Pada
pengembangan buku ajar teori bilangan ini, teknik yang digunakan untuk mengolah data
hasil penelitian dari evaluasi teman sejawat, dan mahasiswa adalah teknik berdasarkan
kategori menurut Syaifudin Azwar
1. Rancangan Produk Hasil Tinjauan teman sejawat/Ahli Berdasarkan hasil tinjauan teman sejawat, maka rancangan buku yang dibuat,
direvisi dan dikonsultasikan pada teman sejawat yang kemudian digunakan sebagai
dasar untuk memperbaiki kualitas produk pengembangan, sebelum memasuki tahap
uji coba kelompok kecil.
a. Data Hasil Evaluasi teman sejawat
Adapun variabel yang menjadi aspek pengamatan terhadap buku teori
bilangan, menurut evaluasi teman sejawat disajikan dalam tabel 02 berikut:
Tabel 02 Data Hasil Evaluasi teman sejawat Ahli Indikator No Angket Skor Total X
I
Kejelasan 1, 8, & 13 4 4 4 - - 12 4
Kesesuaian 2,4,6,7,9 3 3 4 4 4 18 3,6
Kemenarikan 3,10,12,17 3 4 4 3 - 14 3,5
Ketepatan 5,11,14,15,16 4 3,8 4 3 4 18,8 3,75
II
Kejelasan 1, 8, & 13 4 3 4 - - 11 3,6
Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 3 3 3 17 3,4
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
6
Kemenarikan 3,10,12,17 3 3 3 3 - 12 3
Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3 3 3 3 3 3
b. Data Hasil Uji Coba Kelompok Kecil
Data uji coba kelompok kecil diberikan kepada 2 orang mahasiswa jurusan
matematika. Adapun data yang diperoleh dari hasil uji coba tersebut dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel 03. Data Hasil uji coba kelompok kecil Mahasiswa Indikator No angket Skor Total X
I
Kejelasan 1, 8, & 13 4 3,6 3,4 11 3,7
Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 3 3 3,2 17,2 3,4
Kemenarikan 3,10,12,17 3 3,2 3,6 3 12,8 3,1
Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3,6 3,2 4 4 17,8 3,56
II
Kejelasan 1, 8, & 13 4 3,8 3,4 11,2 3,73
Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 4 3 3,4 18,4 3,68
Kemenarikan 3,10,12,17 3 3 3,8 3 12,8 3,2
Ketepatan 5,11,14,15,16 3 4 3 3 4 17 3,4
c. Data Hasil Uji Coba Produk pada kelompok besar
Data uji coba kelompok besar diberikan kepada lima orang mahasiswa. Data
tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel. 04. Hasil uji coba kelompok besar Mahasiswa INDIKATOR No angket Skor Total X
I
Kejelasan 1, 8, & 13 2 3,2 3,4 8,6 2,8
Kesesuaian 2,4,6,7,9 3 3 3 3 3,6 15,5 3,12
Kemenarikan 3,10,12,17 3 3,6 3,6 3 13,5 3,4
Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3,6 3,2 3 3 15,8 3,16
II
Kejelasan 1, 8, & 13 2 4 2,6 8,6 2,8
Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 4 4 3 19 3,8
Kemenarikan 3,10,12,17 2 3 3,6 3 11,6 2,9
Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3,6 3 4 4 17,6 3,52
III
Kejelasan 1, 8, & 13 4 4 3,4 11,4 3,8
Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 4 4 4 20 4
Kemenarikan 3,10,12,17 3 3 3 3 12 3
Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3,6 3 4 3 16,6 3,32
IV Kejelasan 1, 8, & 13 1 3,2 3 7,2 2,4
Kesesuaian 2,4,6,7,9 3 3 3 3 3,4 15,4 3,08
Kemenarikan 3,10,12,17 3 3 3 3 12 3
Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3 3 3 4 16 3,2
IV Kejelasan 1, 8, & 13 3 3 3 9 3
Kesesuaian 2,4,6,7,9 4 4 4 4 3 19 3,8
Kemenarikan 3,10,12,17 4 4 4 4 16 4
Ketepatan 5,11,14,15,16 3 3 3 3 3 15 3
Analisis Data
Berdasarkan tabel penyajian data, maka dalam bagian ini dapat diuraikan
análisis data, yang diperoleh dari teman sejawat (uji coba kelompok kecil, uji coba
kelompok besar).
1. Analisis Data Hasil Evaluasi Ahli Berikut ini análisis data yang dilakukan berdasarkan data hasil evaluasi dari
teman sejawat, dari aspek-aspek tersebut dapat dideskripsikan pada tabel berikut:
Tabel. 05. Hasil analisis evaluasi ahli Ahli INDIKATOR Interval Kategori
I
Kejelasan 3,25 < 4 ≤ 4 Sangat tinggi
Kesesuaian 3,25 < 3,6 ≤ 4 Sangat tinggi
Kemenarikan 3,25 < 3,5 ≤ 4 Sangat tinggi
Ketepatan 3,25 < 3,75≤ 4 Sangat tinggi
Kejelasan 3,25 < 3,6 ≤ 4 Sangat tinggi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
7
II Kesesuaian 3,25 < 3,4 ≤ 4 Sangat tinggi
Kemenarikan 3,25 < 3 ≤ 4 Sangat tinggi
Ketepatan 3,25 < 3≤ 4 Sangat tinggi
Berdasarkan tabel di atas bahwa hasil analisis ahli diperoleh data dari empat
indikator yakni kejelasan, kesesuaian, kemenarikan, dan ketepatan isi buku diperoleh
kategori sangat tinggi kevalidannya.
2. Analisis Data Hasil Uji Coba Kelompok Kecil
Berikut ini análisis data yang dilakukan berdasarkan data hasil evaluasi dari
mahasiswa pada uji kelompok kecil, dari aspek-aspek tersebut dapat dideskripsikan
pada tabel 06 persentase análisis data uji kelompok kecil.
Tabel. 06. Hasil analisis uji coba kelompok kecil Mahasiswa INDIKATOR Interval Kategori
I
Kejelasan 3,25 < 3,7 ≤ 4 Sangat tinggi
Kesesuaian 3,25 < 3,4 ≤ 4 Sangat tinggi
Kemenarikan 2,75< 3,1 ≤ 3,25 Tinggi
Ketepatan 3,25 < 3,56≤ 4 Sangat tinggi
II
Kejelasan 3,25 < 3,73 ≤ 4 Sangat tinggi
Kesesuaian 3,25 < 3,65 ≤ 4 Sangat tinggi
Kemenarikan 2,75 < 3,2 ≤ 3,25 Tinggi
Ketepatan 3,25 < 3,4 ≤ 4 Sangat tinggi
Dari hasil uji coba kelompok kecil, untuk indikator kemenarikan tampilan
berkategori tinggi dan indikator lainnya berkategori sangat tinggi
3. Analisis Data Hasil Uji Coba Kelompok besar
Hasil analisis data uji coba skala besar yang diberikan kepada 5 orang
mahasiswa dapat dilihat pada tabel 07 berikut ini:
Tabel. 07. Hasil analisis uji coba kelompok besar Mahasiswa INDIKATOR Interval Kategori
I
Kejelasan 2,75< 2,86 ≤ 3,25 Tinggi
Kesesuaian 3,25 < 3,12 ≤ 4 Sangat tinggi
Kemenarikan 3,25 < 3,38 ≤ 4 Sangat tinggi
Ketepatan 3,25 < 3,16≤ 4 Sangat tinggi
II
Kejelasan 2,75 < 3,8 ≤ 3,25 Tinggi
Kesesuaian 3,25 < 3,8 ≤ 4 Sangat tinggi
Kemenarikan 2,75 < 2,9 ≤ 3,25 Tinggi
Ketepatan 3,25 < 3,52 ≤ 4 Sangat tinggi
III Kejelasan 3,25 < 3,8 ≤ 4 Sangat Tinggi
Kesesuaian 3,25 < 4 ≤ 4 Sangat tinggi
Kemenarikan 2,75 < 3 ≤ 3,25 Tinggi
Ketepatan 3,25 < 3,32 ≤ 4 Sangat tinggi
IV Kejelasan 2,25< 2,4 ≤ 2,75 Sedang
Kesesuaian 2,75 < 3,08 ≤ 3,25 Tinggi
Kemenarikan 2,75 < 3 ≤ 3,25 Tinggi
Ketepatan 2,75 < 3,2 ≤ 3,25 Tinggi
V Kejelasan 2,75 < 3,8 ≤ 3,25 tinggi
Kesesuaian 3,25 < 3,32 ≤ 4 Sangat tinggi
Kemenarikan 3,25 < 4 ≤ 4 Sangat tinggi
Ketepatan 2,75 < 3 ≤ 3,25 Tinggi
Dari hasil uji coba kelompok besar di atas, terlihat masih banyak kekurangan-
kekurangan terutaman pada kejelasan dan kemenarikan tampilan kover buku,
penulisan angka-angka dan warna gambar pada kover. Penampilan contoh soal.
Revisi Produk
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari hasil analisis para ahli, ada
beberapa bagian produk yang perlu direvisi. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan
buku ajar teori bilangan. Berikut akan diuraikan revisi tahap I dan revisi tahap II
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
8
1. Revisi tahap I
Revisi tahap ini dilakukan setelah mendapatkan masukan dan saran dari teman
sejawat. Data yang diperoleh digunakan sebagai dasar dalam melakukan revisi pada
tahap selanjutnya yaitu uji coba kelompok kecil.
Adapaun saran dan masukan dari ahli/teman sejawat yang sebagai berikut:
a) Kover buku terlalu ramai dan angka-angka yang terlalu besar tampilannya.
b) Warna dasar kover buku jangan senada dengan warna angka, sehingga
tampilannya tampak jelas.
c) Penyelesaian soal lebih diperhatikan lagi
d) Tata tulis diperhatikan kembali
e) Lengkapi daftar pustaka
Masukan mahasiswa dari hasil uji coba kelompok kecil antara lain:
a) Tampilan kover belum bagus dan usahakan menggunakan warna yang terang
b) Warna dasar kover buku jangan senada dengan warna angka, sehingga
tampilannya tampak jelas
c) Contoh soal pada bab II kurang jelas
2. Revisi Tahap II
Pada tahap kedua, adapun bagian yang direvisi berdasarkan masukan dari uji
coba kelompok besar yaitu melengkapi halaman untuk bagian daftar isi dan lengkapi
daftar pustaka
PEMBAHASAN
Penelitian ini berawal dari permasalahan dan analisis kebutuhan, yang dilakukan
pada mahasiswa jurusan pendidikan matematika di STKIP Taman Siswa Bima melalui
observasi yang kemudian melakukan pengkajian. Selanjutnya peneliti merencanakan
dan menetapkan tujuan yang dilanjutkan dengan membuat produk awal. Penelitian yang
dilakukan setelah direvisi perlu dikaji atas dasar evaluasi dua ahli dan uji coba lapangan
skala kecil dan uji coba lapangan skala besar. Berdasarkan data dari evaluasi ahli materi
teori bilangan terdapat beberapa revisi terhadap produk yang dikembangkan, antara lain:
1) Kover buku terlalu ramai dan angka-angka yang terlalu besar tampilannya, 2) Warna
dasar kover buku jangan senada dengan warna angka, sehingga tampilannya tampak
jelas, 3) Penyelesaian soal lebih diperhatikan lagi, 4) Tata tulis diperhatikan kembali, 5)
Lengkapi daftar pustaka.
Hasil uji coba kelompok kecil, terdapat beberapa masukan antara lain: 1)
Tampilan kover belum bagus dan usahakan menggunakan warna yang terang, 2) Warna
dasar kover buku jangan senada dengan warna angka, sehingga tampilannya tampak
jelas, 3) Contoh soal pada bab II kurang jelas. Sedangkan hasil uji coba kelompok besar,
terdapat masukan antara lain: sesuaikan halaman buku dengan daftar isi dan lengkpi
daftar pustaka.
Setelah melakukan revisi sesuai dengan ketentuan di atas, masih terdapat beberapa
kelemahan pada produk yang dikembangkan antara lain:
1. Memerlukan adanya evaluasi dan uji coba pada subyek yang lebih besar atau luas.
2. Memerlukan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas produk yang dikembangkan.
Produk ini selain memiliki kelemahan seperti tersebut di atas, akan tetapi produk ini
juga memiliki beberapa kelebihan:
1. Produk ini telah melalui tinjauan dua ahli, sehingga banyak masukan untuk
perbaikan produk untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Produk ini dapat digunakan oleh mahasiswa dan dosen pengampu teori bilangan.
Untuk mahasiswa dapat dijadikan sebagai sumber belajar tambahan untuk
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
9
mempermudah dalam pemahaman materi teori bilangan. Untuk dosen pendidikan
matematika, diharapkan dapat digunakan menjadi referensi tambahan sebagai acuan
dalam proses perkuliahan.
PENUTUP
Setelah dilakukan penelitian dan diperoleh hasilnya, maka dapat disimpulkan
berdasarkan tinjauan dan penilaian ahli materi teori bilangan dan mahasiswa (melalui
uji coba kelompok kecil, uji coba kelompok besar) bahwa pengembangan buku ajar
teori bilangan pada mahasiswa jurusan pendidikan matematika di STKIP Taman Siswa
Bima layak digunakan sebagai sumber belajar menurut respon guru dan siswa dalam
proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
BSN. (2006). Pandauan Penyususnan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Depdiknas
Danu Aji Nugraha, dkk. (2013).Pengembangan Bahan Ajar Reaksi Redoks Bervisi Sets,
Berorientasi Konstruktivistik. Journal of Innovative Science Education. Program
Pasca Sarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang
Indonesia. Diunggah pada tanggal 21 Oktober 2015 dari
file:///C:/Users/mariamah/Downloads/1289-2486-2-PB.pdf
Depdiknas . (2007). Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor
41, tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Direktorat ManajemenPendidikan Dasar dan Menegah. 2008. Panduan Pengembangan
Bahan Ajar. Tut Wuri Handayani
Borg, WR dan Gall, MD. 1983. Educational Research: An Introduction Fourth Edition.
New York: Longman.
Ghufron Nur. (2012). Gaya Belajar Kajian Teoritik. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Nasution. 1982. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Mila Anggela, dkk. (2013). Pengembangan Buku Ajar Bermuatan Nilai-Nilai Karakter
Pada Materi Usaha Dan Momentum Untuk Pembelajaran Fisika Siswa Kelas XI
SMA. Diunggah pada tanggal 21 Oktober 2015 dari
http://fisika.fmipa.unp.ac.id/wp-content/uploads/2014/12/File4.pdf
Nurkencana. 1987. Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Jakarta:CV.Citra Pesona.
Russefendi,ET. 1997. Pengajaran Matematika Modern. CV.Tarsito.
Rusyana, dkk. 2013. Pengembangan buku ajar berbasis kontekstual pada materi asam
basa. Jurnal Riset dan praktek pendidikan Kimia Vol.1 No.1 tahun 2013.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
10
Sadam Thaibin, Eny Enawaty dan Ira Lestari. Pengembangan Buku Ajar Ipa Smp
Dilengkapi Dengan Media Permainan Ular Tangga Chemistry (UTACHI).
Diunggah pada tanggal 21 Oktober dari
file:///C:/Users/mariamah/Documents/pengembangan%20buku%20ular%20tangg
a.pdf.
Saleh Haji. 2011. Model Bahan Ajar Matematika Smp Berbasis Realistic Mathematics
Education Untuk Mengembangkan Kemahiran Matematika. Jurnal Exacta, Vol.
IX No. 1 Juni 2011 . ISSN 1412-3617 Diunggah pada tanggal 21 Oktober 2015
dari http://repository.unib.ac.id/526/1/07.%20Saleh%20Haji%20Hal.%2045-
50.pdf
Sukarman Hery. 1993. Teori Bilangan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Trisnawati.2007. Pengembangan Bahan Ajar Untuk Meningkatkan Pemahaman Materi
Mata Kuliah Demografi Teknik. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 4 Nomor
2. Diunggah pada tanggal 12 Oktober 2014 di
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0
CCIQFjAA&url=http%3A%2F%2Fjournal.uny.ac.id%2Findex.php%2Fjep%2Far
ticle%2Fdownload%2F607%2F464&ei=UUhIVKjgDMeKuwSM5oCoCw&usg=
AFQjCNEUZmuDEOoL7LTKO_a-_88N_FKXDg&bvm=bv.77880786,d.c2E
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
11
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN
E-LEARNING PADA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK
NEGERI 2 MAKASSAR
Hardiansyah
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan : (1) untuk mengetahui efektivitas penggunaan media
pembelajaran E-learningpada pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap
hasil belajar siswa Kelas X SMK Negeri 2 Makassar, (2) untuk mengetahui seberapa
besarkah pengaruh efektifitaspenggunaan E-learninguntuk meningkatkan hasil belajar
siswa pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap hasil belajar siswa Kelas
X SMK Negeri 2 Makassar. (3) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruh efektifitas penggunaan media E-learning terhadap hasil belajar siswa
Kelas X SMK Negeri 2 Makassar pada pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Model Penelitian yang digunakan ini adalah penelitian eksperimen dengan sampel
penelitiannya adalah Program Studi Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan SMK
Negeri 2 Makassar. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest
control dan eksperimen. Uji beda dilakukan untuk mengukur perbedaan efektivitas
media pembelajaran E-Learning kelompok eksperimen dan media pembelajaran
kelompokkontrol berdasarkan hasil belajarnya. Hasil penelitian menemukan bahwa: (1)
Efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning lebih tinggi daripada
menggunakan media pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji
hipotesis posttest pada hasil belajar sehingga ‘Efektivitas penggunaan media
pembelajaran E-Learning lebih tinggi daripada penggunaan media pembelajaran
konvensional dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMK Negeri 2 Makassar
pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. (2) Perhitungan nilai gain
ternormalisasi antara kelas eksperimen tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. (3)
Faktor-faktor yang mempengaruh efektifitas penggunaan media E-learning meliputi
instrumental, materi pelajaran, minat siswa dalam menggunakan media pembelajaran E-
Learning, fasilitaslaboratorium komputer dan koneksi internet, kemampuan guru
memanfaatkan teknologi informasi dan faktor motivasi siswa.
Kata kunci : media pembelajaran, E-Learning, kontrol, hasil belajar.
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi saat ini, khususnya pada komputer dan internet telah
mengubah paradigma masyarakat dalam mencari dan mendapatkan informasi, yang
tidak lagi terbatas pada informasi surat kabar, audio visual dan elektronik, tetapi juga
sumber-sumber informasi lainnya yang salah satu diantaranya melalui jaringan internet.
Salah satu bidang yang mendapatkan dampak yang cukup berarti dengan perkembangan
teknologi ini adalah bidang pendidikan, dimana pada dasarnya pendidikan merupakan
suatu proses komunikasi dan informasi dari pendidik kepada peserta didik yang berisi
informasi-informasi pendidikan, yang memiliki unsur-unsur pendidik sebagai sumber
informasi. Media sebagai sarana penyajian ide, gagasan dan materi pendidikan serta
peserta didik itu sendiri, kemudian dinyatakan pula bahwa beberapa bagian unsur ini
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
12
mendapatkan sentuhan media teknologi informasi, sehingga mencetuskan lahirnya ide
tentang e-learning.
Usaha untuk meningkatkan prestasi siswa dapat dilakukan denganmedia
pembelajaran yang disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan disampaikanoleh para
pendidik. Efektivitas suatu media akan tercapai bila penggunaannya disesuaikan dengan
karakteristik sasaran. Oleh karena itu, pada saat memilih media, selain memperhatikan
tujuan yang akan dicapai, juga harus mengetahui secara tepat, siapayang menjadi
sasaran. Apabila pemilihan media hanya didasarkan pada satu sisi saja tujuan atau
sasaran, besar kemungkinan fungsi media menjadi kurang efektif.
Teknologi baru terutama dalam bidang TIK memiliki peran yang semakin
penting dalam pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat
membawa kita kepada situasi belajar dimana E-learning with effort akan dapat
digantikan dengan learning with fun. Apalagi dalam pembelajaran orang dewasa,
learning with effort menjadi hal yang cukup menyulitkan untuk dilaksanakan karena
berbagai faktor pembatas seperti usia, kemampuan daya tangkap, kemauan berusaha,
dan lain-lain. Jadi proses pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak
membosankan menjadi pilihan para fasilitator. Jika situasi belajar seperti ini tidak
tercipta, paling tidak multimediadapat membuat pembelajaran lebih efektif.
Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis
mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan di cari jawabannya
melalui kegiatan penelitian
1. Bagaimana efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning pada pelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap hasil belajar siswa Kelas X SMK
Negeri 2 Makassar?
2. Seberapa besarkah pengaruh efektifitaspenggunaan E-lerning untuk meningkatkan
hasil belajar siswa pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap hasil
belajar siswa Kelas X SMK Negeri 2 Makassar?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruh efektifitas penggunaan media E-learning
terhadap hasil belajar siswa Kelas X SMK Negeri 2 Makassar pada pelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi?
METODE PENELITIAN
Jenis dan Lokasi Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah Eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan dengan
memberikan perlakuan (treatment) tertentu terhadap subjek penelitian yang
bersangkutan dengan menggunakan desain eksperimen Pretest- Posttest Control
Group Design. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan penggunaan media
pembelajaran E-Learning dan pada kelompok kontrol diberikan perlakuan yang
diberlakukan di sekolah (Media ceramah oleh guru). Rancangan penentuan sampel
ini menggunakan teknik Random Sampling, dimana terdapat kelas X SMK Negeri 2
Makassar, kelas dengan jumlah 60 siswa.
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini berlokasi di SMKN 2 Makassar. Penilitian ini berlangsung pada
bulan Januari sampai Mei Tahun 2015.
Subjek Penelitian
Subjek Penelitian adalah siswa SMKN 2 Makassar kelas X Teknik Komputer
Jaringan (TKJ) sebanyak 60 siswa.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
13
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua analisis, yaitu teknik
analisis statistik deskriptif dan teknik analisis inferensial parametrik. Analisis statistik
deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan respon dan
hasil belajar yang telah terkumpul dari hasil penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada uraian bab ini akan dipaparkan tentang hasil uji coba instrumen, hasil
penelitian, analisis data dan pembahasan. Data yang diolah adalah hasil dari tes kognitif
(pretest dan posttest). Penelitian dilakukan terhadap dua kelas, yaitu kelompok
eksperimen dengan jumlah siswa 30 orang diberikan perlakuan dengan media
pembelajaran E-Learning, sedangkan pada kelompok kontrol sebagai kelompok
pembanding dengan jumlah siswa 30 orang diberikan perlakuan dengan media
pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran E-Learning sehingga jumlah
sampel penelitian di SMK Negeri 2 Makassar berjumlah 60 orang siswa.
1. Deskripsi efektivitas penggunaan media E-learning
Berdasarkan analisis data keefektivitas, maka dibutuhkan upaya pengembangan
media pembelajaran E-learningyang dapat mendukung proses pembelajaran pada
keahlian Teknik Komputer dan Jaringan Program Studi Komputer dan Jaringan SMK
2 Negeri Makassar. Media E-learningtersebut diharapkan mampu mendukung proses
pembelajaran pada kompetensi keahlian Teknik Komputer dan Jaringan. Salah satu
media pembelajaran E-learningyang dapat dikembangkan untuk kebutuhan tersebut
adalah E-learning.
Data hasil penelitian yang digunakan adalah berbentuk skor pretest, skor
posttest, dan skor gain. Skor gain diperoleh dari selisih antara skor pretest dan skor
posttest baik siswa yang belajar dengan menggunakan media pembelajaran E-
Learning maupun siswa yang belajar menggunakan media pembelajaran eksperiment
dan control.
a. Analisis Hasil Belajar Siswa
Data hasil belajar siswa terhadap pembelajaran pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa. dapat dilihat pada Tabel.
Tabel Hasil Analisis StatistikDeskriptif Hasil Belajar Siswa
Statistik Nilai
Pretes Kelas eksperimen Pretes Kelas kontrol
Subjek 30 30 30 30
Rata-rata 62.1 85 56.76667 83.9
Median 62 86.5 58 86.5
Modus 61 87 58 87
Standar Deviasi 1.777 6.938 3.783 4.607
Varians 3.157 48.133 14.312 21.223
Rentang 6 30 15 14
Nilai Terendah 59 78 46 76
Nilai Tertinggi 65 100 61 90
Berdasarkan terlihat bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran
Instalasi Sistem Operasi berbeda antara kelas eksperimen yang menggunakan
media pembelajaran E-elearning pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu
85,10 dan 83,90. Median untuk kelas eksperimen adalah 86 dan untuk kelas
kontrol adalah 86. Modus untuk kelas eksperimen adalah 87 dan pada kelas
kontrol 87. Sedangkan varians untuk kelas eksperimen adalah 48,133 dan untuk
kelas kontrol adalah 21,223. Nilai terendah untuk kelas eksperimen adalah 78 dan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
14
nilai tertinggi 100 dengan rentang 30. Sedangkan kelas kontrol, hasil belajar siswa
dengan nilai terendah 76 dan nilai tertinggi 90 dengan rentang 14.
Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa media pembelajaran E-elearning
kelas eksperimen dan kelas kontrol
NILAI KATEGORI EKSPERIMEN KONTROL
FREKUENSI % FREKUENSI %
81 - 100 Sangat Tinggi 19 80 17 70
61 - 80 Tinggi 11 20 13 30
41 - 60 Cukup 0 0 12
21 - 40 Rendah 0 0 4
0 -20 Sangat Rendah 0 0 0 0
Jumlah 30 100 30 100
Berdasarkan data distribusi frekuensi nilai hasil belajar siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat digambarkan pada Diagram
Diagram Nilai Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 6 terlihat bahwa hasil belajar siswa Pada
kelas eksperimen persentasi berada pada kategori sangat tinggi adalah 80% dan
kategori tinggi adalah 30%. Pada kelas eksperimen tidak ditemukan adanya siswa
memiliki nilai cukup.
b. Uji Hipotesis efektivitas media E-learning
Uji t yang disajikan pada Lampiran 11 halaman 106, diperoleh t hitung
sebesar 5,955. Dengan melihat tabel distribusi t, diperolah t tabel dengan df (n-2)
atau 60-2 = 58 dengan pengujian 2 sisi (signifikansi = 0.025) hasil yang diperoleh
untuk t tabel adalah 2,005. Maka dapat disimpulkan bahwa t hitung> t tabel dan µ1 ≠
µ2berarti H1 diterima, artinya bahwa Efektivitas penggunaan media pembelajaran
E-Learning efektif dibandingkan dengan menggunakan media pembelajaran
konvesional.
2. Analisis pengaruh efektivitas penggunaanE-learning untuk meningkatkan hasil
belajar
Soal hasil belajar siswadiberikan di akhir rangkaian pembelajaran, untuk
mengetahui pengetahuan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang diberi
perlakuan berupa penerapan media pembelajaran E-Learning. Berikut disajikan
analisis statistik deskriptif skor pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan
perhitungan menggunakan program SPSS 20.0.
Nilai gain didapat dari selisih nilai posttest dan nilai pretest. Karena hasil
belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah pembelajaran, maka hasil
belajar yang dimaksud yaitu adanya peningkatan yang dialami siswa. Untuk
01020304050607080
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah SangatRendah
81 - 100 61 - 80 41 - 60 21 - 40 0 -20
1911
0 0 0
80
20
0 0 0
17 13 124 0
70
30
0
EKSPERIMEN FREKUENSI EKSPERIMEN % KONTROL FREKUENSI KONTROL %
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
15
mengetahui efektivitas penggunaan media E-elearnigpada kelas eksperimen dan
penggunaan media pembelajaran konvensional pada kelas kontrol digunakan
perhitungan gain. Hasil dari perhitungan gain ternormalisasi (g) pada kelas
eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada tabel.
Tabel Hasil Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol Kelompok pretest postest G g Kriteria
eksperimen 65 100 35 1.00000 Tinggi
kontrol 61 90 29 0.74359 Rendah
Berdasarkan data nilai pretest dan pretest pada kelas eksperimen dan kotrol,
diperoleh nilai gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 1.000 dapat dikatakan
sedang dan kelas kontrol sebesar 0.743. Nilai tersebut diinterpretasikan ke dalam
kriterium nilai <g>, diperoleh efektivitas media pembelajaran E-Learning di kelas
eksperiment tergolong tinggi.
Gambar. Nilai gain kelas eksperimen dan kelas kontrol
Jika dibandingkan nilai gain antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol,
dapat disimpulkan bahwa efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning di
kelas eksperimen dan kelas kontrol tinggi di bandingkan menggunakan media
pembelajaran konvensional.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penggunaan E-learning terhadap
hasil belajar
Metode yang efektif memungkinkan siswa untuk mengalami kemajuan pada
tingkat kecepatanyang berbeda, materi yang berbeda, dan bahkan berpartisipasi
dalam aktivitas yang berbeda. Pembelajar perlu mengetahui apakah pemikirannya
berada jalur yang benar atau tidak guru dapat memberikan umpan balik pada koreksi
paper, pesan elektronik dari komputer. Kita cenderung lebih suka mengingat dan
proses pembelajaran sampai saat ini. Aturan-aturan dari pendidik dan pebelajar telah
berubah karena dipengaruhi media dan teknologi yang digunakan di dalam kelas.
Perubahan ini sangat esensial, karena sebagai penuntun dalam proses pembelajaran,
pendidik (guru) berhak menguji media dan teknologi dalam konteks belajar dan itu
berdampak pada hasil belajar siswa.
Aturan-aturan dari pendidik dan pebelajar telah berubah karena dipengaruhi
media dan teknologi yang digunakan di dalam kelas. Perubahan ini sangat esensial,
karena sebagai penuntun dalam proses pembelajaran, pendidik (guru) berhak
menguji media dan teknologidalam konteks belajar dan itu berdampak pada hasil
belajar siswa.
1. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama,hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, dan
eksperimen0
20
40
60
80
100
eksperimen
kontrol
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
16
lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan
sekolah, buku panduan, silabus, dan lain sebagainya.
2. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya
disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode
mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.
3. Faktor Minat siswa dalam menggunakan media pembelajaran E-Learning yaitu
siswa kecenderungan tidak memperhatikan dan mengenang beberapa mata
pelajaran lewat media pembelajaran E-Learning.
4. Fasilitas laboratorium komputer dan koneksi internet salah satu faktor
pengaruhnya perkembangan media pembelajaran E-Learning karna faktor
pendukung penerapan pembelajaran ini harus memadai, agar efektivitas
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.
5. Faktor kemampuan guru memanfaatkan teknologi informasi, disain media
pembelajaran E-Learning dan keaktifan siswa memanfaatkan teknologi informasi
pada siswa kelas X SMK Negeri 2 Makassar telah cukup memadai, namun yang
perlu diperhatikan adalah keterbatasan bandwidh yang masih disoroti oleh
responden belum mendukung kecepatan akses data pembelajaran yang
dibutuhkan, kemampuan guru belum sepenuhnya mendapat dukungan positif dari
responden, dan disain model pembelajaran E-Learning masih relatif perlu
pengembangan, hal ini dapat dipahami karena masih banyak guru yang
memberikan matari secara konvensional.
6. Faktor Motivasi siswa adapun paraAhli motivasi telah menyatakan bahwa
perilaku individu dapat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor yang disebut
sebagai faktor motivasi intrinsik dan faktor motivasi ekstrinsik. Individu akan
menerima sebuah sistem informasi apabila dalam penggunaannya, sistem tersebut
menarik bagi individu tersebut.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Hasil analisis data penelitian yang dibuktikan melalui analisis uji statistik dengan
bantuan software SPSS 20.0 menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa kelas kontrol
dan kelas eksperimen adalah sama (homogen). Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata
hasil pretest kedua kelas dan dibuktikan dengan uji t untuk melihat persamaan dua rata-
rata. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara
kelas eksperimen dan kontrol. Hal ini wajar karena kedua kelas tersebut belum
mendapatkan perlakuan dan materi belajar. Setelah proses pembelajaran dilaksanakan
dengan memberi perlakuan dengan media pembelajaran E-Learning pada kelas
eksperimen dan perlakuan dengan media pembelajaran konvensional pada kelas kontrol,
menunjukkan bahwa hasil belajar akhir kedua kelompok mengalami perbedaan.
Perbedaan hasil belajar ditunjukkan oleh nilai rata-rata kelas eksperimen 85 sedangkan
pada kelas kontrol 83. Dari nilai rata-rata posttest terlihat bahwa hasil belajar kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada setiap pertemuan, di kelas
eksperimen siswa dituntut untuk dapat berperan lebih aktif dalam memperoleh
kesempatan membangun sendiri pengetahuannya sehingga memperoleh pemahaman
yang mendalam serta dalam proses pembelajarannya lebih bervariatif seperti meng-
upload, men-download maupun mendemonstrasikan hasil praktik belajarnya.
Peningkatan hasil belajar yang diraih oleh kelas eksperimen dikarenakan adanya
suasana belajar di kelas yang lebih kondusif, aktif dan minat serta antusias siswa sangat
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
17
terlihat dibandingkan pada kelas kontrol, terutama pada hal distribusi materi
pembelajaran yang tidak terpusat hanya pada guru.
Budaya belajar yang dikembangkan di kelas eksperimen adalah keaktifan siswa
dalam membangun sendiri keingintahuannya, membangun karakter keinginan
membantu teman yang kesulitan, serta pemanfaatan waktu yang bisa optimal di kelas
karena kegiatan sudah terstruktur. Pada E-Learning terdapat kegiatan terstruktur untuk
setiap pertemuan, sehingga siswa mampu memanajemen waktu belajar di kelas yang
harapannya sejalan dengan mengoptimalkan fasilitas yang ada. Dengan demikian,
keaktifan siswa dalam membangun sendiri pengetahuannya diharapkan dapat membantu
siswa untuk lebih lama mengingat dan memahami materi pelajaran. Hasil belajar siswa
yang meningkat, kelebihan-kelebihan lain yang mendukung E-Learning efektif
ditunjukkan dari beberapa indikator dalam proses pembelajaran, antara lain
meningkatnya keaktifan siswa, baik dalam hal bertanya maupun mempresentasikan
tugas yang telah diselesaikannya. Kelebihan lainnya adalah tugas siswa menjadi lebih
variatif dan kreatif karena siswa memiliki sumber belajar yang luas sehingga memiliki
referensi materi lebih banyak dibandingkan dengan siswa pada kelas kontrol yang tidak
menggunakan media E-Learning. Keunggulan siswa yang menggunakan E-Learning
adalah memiliki kemampuan lebih dalam berinteraksi dengan internet dan
penggunaannya, misal paham tentang cara meng-upload tugas serta mengetahui link-
link belajar untuk meningkatkan kreativitas dalam mengerjakan tugas.
Pelaksanaan pembelajaran pada kelompok eksperimen pada awalnya mengalami
sedikit hambatan. Pembelajaran yang baru bagi guru dan siswa memerlukan waktu
untuk penyesuaian. Tetapi hambatan-hambatan yang terjadi perlahan dapat dikurangi
karena partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Aktifitas di dalam kelas yang
bervariatif dapat menambah semangat, motivasi, karakter berbagi, membantu dalam
memecahkan masalah dan dapat menciptakan lingkungan belajar positif, sehingga
pembelajaran menjadi lebih interaktif dan efektif. Seluruh uraian di atas menunjukkan
bahwa secara umum pembelajaran TIK dengan menggunakan media pembelajaran E-
Learning memberikan pengaruh yang berarti dan efektif dalam meningkatkan hasil
belajar siswa kelas X SMK Negeri 2 Makassar.
Proses pembelajaran sebenarnya didominasi oleh kegiatan manajemen informasi.
Ada tiga komponen utama dalam informasi, yaitu pemakai, akses dan informasi. Dalam
proses pembelajaran sebagai pemakai adalah siswa, sebagai informasi adalah materi
pembelajaran yang berasal dari buku, basis data komputer, basis pengetahuan atau
sumber informasi lainnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada kelas X Teknik Komputer Jaringan pada SMK
Negeri 2 Makassar tentang efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning
pada pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap hasil belajar siswa Kelas
X SMK Negeri 2 Makassar maka disimpulkan bahwa:
1. Efektivitas penggunaan media pembelajaran E-Learning lebih tinggi daripada
menggunakan media pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji
hipotesis posttest pada hasil belajarsehingga ‘Efektivitas penggunaan media
pembelajaran E-Learning lebih tinggi daripada penggunaan media pembelajaran
konvensional dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMK Negeri 2
Makassar pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.
2. Perhitungan nilai gain ternormalisasi antara kelas eksperimen tinggidibandingkan
dengan kelas kontrol.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
18
3. Faktor-faktor yang mempengaruh efektifitas penggunaan media E-learning
meliputi instrumental, materi pelajaran, minat siswa dalam menggunakan media
pembelajaran E-Learning, fasilitaslaboratorium komputer dan koneksi internet,
kemampuan guru memanfaatkan teknologi informasi dan faktor motivasi siswa.
DAFTAR ISI
Ade Suyitno. 2012. Facebook Sebagai Media Kreatif E-Learning Untuk Distance [On-
Line]. Tersedia : http:www.asep-hs.web.ugm.ac.id.
Agus Marsidi. 2007. Pendidikan Luar Biasa Profesi Keguruan. Jakarta : Dikti.
Allen, Mary J. & Yen, Wendy M. 2001. Introduction to Measurement Theory.
Ariesto Hadi Sutopo. 2003. Multimedia Interaktif Dengan Flash. Yogyakarta :
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka
Cipta.
Arsyad, A. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Asep Herman Suyanto. 2005. Mengenal E-Learning. Universitas Gadjah Mada.
Azhar Arsyad. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Azwar, S. 2012. Reliabilitas dan Validits Edisi 2. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Bambang, H. 2012. Sistem Operasi Edisi Kelima. Bandung: Informatika.
Dagun, S. D. 1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian &
Kebudayaan.
Darmawang, 2008. StrategiPembelajaran KejuruanMakassar: Badan Penerbit UNM.
Direktori File UPI, 2010 Prinsip Didaktif Modern (file pdf). http://file.upi.edu.Diakses
tanggal 17 Februari 2014.
Djamarah, S.B & A.Zin 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
England : Waveland Pr Inc.
Fathurohman 2011, jurnal Pengaruh Pengembangan Model Pembelajaran E-Learning
Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Gotcha, 2011. Pengertian Macromedia Flash. http://edodoemungkin.blogspot.com.
Diakses Tanggal 05 September 2014.
Hadis, 2008. Psikologi dalam pendidikan. Bandung : alfabeta
Haling, A. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
19
Hamalik, O. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Latahang, 2010. Langkah-Langkah Penelitian R & D. http://myfortuner.wordpress.com.
Diakses Tanggal 05 September 2014.
Learning di Era Global. Makalah dipresentasikan di BPU DINAMIK7 UPI.
Nur, M. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS Unesa. Tim
Sertifikasi Unesa. 2010. Modul Pembelajaran Inovatif. Surabaya: PLPG Unesa.
Permendiknas No. 41 Tahun 2007. Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. File Pdf.http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com. Diakses Tanggal
15 Februari 2014.
Poluan, (2014) Evaluasi Implementasi Sistem E-Learning Menggunakan Model
Evaluasi Hot Fit Studi Kasus Universitas Sam Ratulangi. E-journal Teknik
Informatika, Volume 4, No. 2 (2014), ISSN : 2301-8364
Purwanto, Y. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : kencana Prenada Media Group
Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali pres
Slameto.2010 Belajar dan faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta
Sudjana, N. 1997. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Sudjana,dkk. 2005. Teknologi Pengajaran.Bandung: Sinar Baru
Ulfia Rahmi. 2013.Video Model Tutorial Dalam Pembelajaran Berbasis Komputer.
http://www.youtube.com. Diakses Tanggal 03 Maret 2013.
Uno. 2011. Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. File pdf. http://www.usu.ac.id/sisdiknas. Diakses
Tanggal 15 Februari 2014.
Walter Dick, Lou Carey and James O. Carey. 2001. The Systematic Design of
Instruction. Fifth Edition. New York: Longman.
Widada, HR. 2010. Mudah Membuat Media Pembelajaran (Multimedia Interaktif:
untuk Guru Profesional. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
20
STUDI PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
(KTSP) DI SMK NEGERI 5 MAKASSAR
Muliana
Dosen Program Studi Pendidikan Fisika STKIP Taman Siswa Bima
email : [email protected]
A B S T R A K
Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis-sentralistis,
sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan yang sangat
tergantung pada kebutuhan birokrasi yang mempunyai jalur sangat panjang dan kadang-
kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat
sehingga sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk
mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan
sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar persentase pencapaian
tiap-tiap aspek penelitian yang telah ditetapkan berupa aspek kurikulum, aspek
penerapan kurikulum, aspek proses belajar mengajar, aspek tenaga pendidik dan
kependidikan, aspek manajemen, dan aspek penilaian. Populasi penelitian adalah Guru
SMK Negeri 5 Makassar. Berdasarkan tabel penentuan jumlah populasi teknik
pengambilan sampel ditentukan berdasarkan tabel krecjie) yang menyatakan dalam
melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan pada kesalahan 5 % jadi sampel yang
diperoleh menunjukkan kepercayaan 95 % terhadap populasi. Sehingga dari jumlah
populasi 133 orang diambil sampel 98 orang. Instrumen yang digunakan adalah
dokumentasi dan lembar observasi.
Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa studi pelaksanaan KTSP yang
menyangkut Aspek kurikulum berada dalam kategori cukup baik, aspek penerapan
kurikulum berada dalam kategori baik, aspek proses belajar mengajar berada dalam
kategori cukup baik, aspek tenaga pendidik dan kependidikan berada dalam kategori
baik, aspek manajemen berada dalam kategori baik, dan aspek penilaian berada dalam
kategori baik. Berdasarkan hasil tiap-tiap aspek tersebut maka tingkat pencapain Studi
Pelaksanaan KTSP secara umum di SMK Negeri 5 Makassar sudah baik/sesuai.
Kata Kunci : Studi Pelaksanaan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
PENDAHULUAN
Era reformasi telah berlangsung sejak tahun 1998 memberikan keterlibatan
langsung maupun tidak langsung dalam sektor pendidikan. Tampak bahwa sumber-
sumber belajar di luar sekolah lebih banyak mewarnai perilaku peserta didik, karena itu
pelaku pendidikan perlu melakukan perubahan mendasar baik pada proses maupun
output pendidikan. Untuk mencapai tujuan yang baik harus dipandu dengan kurikulum
yang baik, adaptik, dan mampu menghasilkan output yang siap menghadapi tantangan
internal dan eksternal globalisasi.
Dalam dunia modern, khususnya dalam rangka persaingan global yang semakin
ketat diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, oleh karena itu pendidikan
merupakan aset yang dominan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
21
Pembangunan pendidikan nasional harus mengalami dinamika baik menyangkut
kurikulum, format materi, sarana dan prasarana, maupun sistem dengan penyempurnaan
yang continue. Sementara itu penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara
birokratis-sentralistis, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan sangat tergantung pada kebutuhan birokrasi yang mempunyai jalur sangat
panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi
sekolah setempat.
Menghadapi persoalan-persoalan tersebut di atas, perlu dilakukan penataan
terhadap sistem pendidikan, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta
relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Opini yang berkembang
dalam dunia pendidikan saat ini berkenan dengan peningkatan mutu pendidikan baik
pada lingkup pendidikan dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Salah satu yang
masih hangat adalah dengan diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Sukmadinata dikutip oleh Joko Susilo (2007) mengemukakan bahwa kurikulum
mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktifitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan
pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan yaitu pembentukan manusia yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa
memegang peranan penting dalam sistem pendidikan.
Dasar perlunya perubahan kurikulum menurut Muhadi dikutip Joko Susilo (2006)
bahwa saat terjadi perkembangan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara yang perlu segera ditanggapi dan dipertimbangkan dalam
penyusunan kurikulum baru pada setiap jenjang dan satuan pendidikan.
KTSP merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk
menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, dan efisien
pendidikan agar dapat memodifikasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin
kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, industri, dan pemerintah dalam upaya
membentuk pribadi peserta didik.
Dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di SMK Negeri
5 Makassar memberikan peluang bagi kepala sekolah, guru dan peserta didik untuk
melakukan invasi dan improvisasi di sekolah dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di SMK Negeri 5 Makassar.
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu adanya perbaikan dalam penerapan
kurikulum yang cukup menarik bagi penulis untuk melaksanakan suatu penelitian secara
ilmiah dalam suatu penulisan yang berjudul “Studi Pelaksanaan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Pembelajaran Di SMK Negeri 5 Makassar”.
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-
pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini.
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “curriculum”, artinya jarak yang
harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah
jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk
memperoleh ijazah.
Adapun definisi kurikulum versi Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pada Bab 1 pasal 1,
pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana, dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Hamalik (2006) memberikan beberapa tafsiran kurikulum dalam tiga hal, yaitu:
a. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
22
b. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran
c. Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Kurikulum merupakan suatu sistem. Oleh karena itu, kurikulum dibagi dari
beberapa komponen yang saling kerja sama untuk mencapai tujuan. Komponen
kurikulum yaitu sebagai berikut :
a. Tujuan.
b. Materi/pengalaman
c. Organisasi
d. Evaluasi
Disamping memiliki peranan, kurikulum juga mengemban berbagai fungsi
tertentu. Ansyar dan Nurtain dikutip oleh Abdul Haling (2007) mengemukakan
fungsi kurikulum yaitu:
(a) Fungsi preventif
(b) Fungsi kolektif
(c) Fungsi konstruktif
2. Sejarah singkat KTSP
Sejak Repelita 1, kebijakan pemerintah dalam meningkatkan mutu,
relevansinya, dan efisiensinya sistem pendidikan dilakukan dengan penyempurnaan
kurikulum yang pertama kali digunakan kurikulum 1950, kemudian diganti dengan
kurikulum 1958.
Sementara itu, kurikulum 1964 disusun, mulai dilaksanakan tahun 1965.
kurikulum ini terus digunakan hingga 1968 sampai tersusunnya kurikulum 1968.
pemberlakuan kurikulum 1968 bagi SMP, SMA, SMEA, SKKP, dan SKKA pada
tahun 1969. Sedangkan kurikulum untuk sekolah menengah ekonomi pertama
(sekarang sudah diintegrasikan dengan SNIPS) dan SPG pada tahun 1970. pada
1965-1968 ditandai dengan pendekatan pengorganisasian materi pelajaran yang
berada.
3. Prinsip-prinsip KTSP
Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sedikitnya harus
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan kondisi peserta
didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya..
b. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapatkan pelayanan
yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi,
tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan
keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ketuhanan,
keindividuan, kesusilaan, dan moral.
c. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi strategi dan
multimedia sumber belajar dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
d. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima belajar
e. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan
lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan,
dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang
pendidikan.
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan
budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan
seluruh bahan kajian secara optimal.
g. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik
yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
23
Tut Wuri Handayani, Ing Madia Mangun Karsa, Ing Ngarsa Sung Tulado
(dibelakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan
prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
4. Prinsip KTSP dalam Pendidikan
Sesuai dengan prinsip diversifikasi dan desentralisasi pendidikan, maka
pengembangan kurikulum digunakan prinsip dasar kesatuan dalam kebijakan dan
keberagaman dalam pelaksanaan. Prinsip kesatuan dalam kebijakan yaitu dalam
mencapai tujuan pendidikan perlu ditetapkan standar kompetensi mata pelajaran
yang harus dicapai siswa secara nasional, pada setiap jenjang pendidikan.
5. Pengertian Satuan Pendidikan
Menurut ketentuan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 pada Bab VI Pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, pendidikan non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi
dan memperkaya. Sedang dalam Pasal 14 disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
6. Karakteristik KTSP
KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks
desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan kekuasaan
baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat
membawa dampak terhadap peningkatan efesiensi dan efektivitas kinerja sekolah,
khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan
satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan
sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian.
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Menurut Arikunto
(2002), bahwa dalam penelitian deskriptif tidak diperlukan administrasi dan
pengontrolan terhadap perlakuan, jadi penelitian deskriptif hanya bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa, kejadian atau fenomena yang akan
diteliti.
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 5 Makassar, yakni pada tenaga
pengajar (guru) SMK Negeri 5 Makassar. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung
selama satu bulan, yaitu dimulai pada bulan November sampai Desember
Populasi merupakan suatu kumpulan atau kelompok individu yang berwujud
manusia, hewan, tumbuhan dan benda merupakan suatu kejadian yang kesemuanya
terdapat dalam suatu ketentuan yang dijadikan sebagai suatu sasaran perhatian dalam
penelitian, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah guru SMK
Negeri 5 Makassar, dengan jumlah 133 orang.
Adapun cara pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan teknik Random
sampling. Berdasarkan tabel penentuan jumlah populasi teknik pengambilan sampel
ditentukan berdasarkan tabel Krecjie dikutip oleh Sugiyono (2007) yang
menyatakan dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan pada kesalahan
5 %. Jadi sampel yang diperoleh menunjukkan kepercayaan 95 % terhadap populasi.
berdasarkan hal tersebut di atas guru yang menjadi sampel dari jumlah populasi
adalah 98 orang.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
24
%100xN
FP
Pada penelitian ini variabel yang dikaji adalah variabel tunggal yaitu
“Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Pembelajaran di SMK
Negeri 5 Makassar”.
Adapun desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif kualitatif,
yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang diteliti secara kualitatif,
dengan demikian desain penelitian harus disusun sedemikian rupa, yang meliputi
pembahasan seputar objek yang diteliti dengan membatasi diri pada ruang lingkup
atau variabel yang diteliti, untuk memberikan arah dalam pencapaian tujuan
pendidikan.
Definisi operasional variabel perlu dirumuskan terlebih dahulu sebagai langkah
untuk menghindari kemungkinan terjadinya interpretasi yang berbeda terhadap
masalah yang akan diteliti, yaitu: KTSP adalah satuan rancangan kurikulum untuk
memberikan kemampuan peserta didik yang mencangkup pengetahuan, keterampilan
dan prilaku dengan memiliki berbagai kompetensi sebagai penguasaan terhadap
suatu tugas, keterampilan sikap dan apresiasi sehingga dapat melanjutkan pendidikan
atau bekerja dimasyarakat.
Teknik pengumpulan data merupakan tahap yang sangat menentukan dalam
suatu proses penelitian, untuk mendapatkan hasil yang baik. Oleh karena itu teknik
pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah dokumentasi dan lembar
observasi.
1. Dokumentasi.
2. Lembar Observasi
Pengolahan data hasil penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif.
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data dari masing-
masing responden berupa rata-rata, standar deviasi (simpangan baku), kategori
variabel dan persentase. Kemudian analisis statistik deskriptif dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 12for windows.
Statistik deskriptif juga meliputi persentase, rata-rata dan standar deviasi.
a. Rumus persentase
Dimana :
P = Persentase
F = Frekuensi keterlaksanaan
N = Jumlah sampel
b. Rumus rata-rata
N
xX
Dimana :
X = Rata-rata
Σx = Jumlah skor X
N = Jumlah sampel
c. Rumus standar deviasi
N
N
xx
SD
2
2
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
25
Dimana :
SD = Standar deviasi
X = Skor nilai
N = Jumlah sampel
P = 100xN
n
Keterangan : P = persentase
n = Nilai yang diperoleh
N = Jumlah seluruh nilai
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini disajikan hasil analisis statistik deskriptif untuk memberikan
gambaran umum tentang studi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) di SMK Negeri 5 Makassar. Hasil analisis deskriptif juga digunakan untuk
mendeskriptifkan data dari masing-masing kelompok berupa rata-rata (mean), standar
deviasi atau simpangan baku, kategori variabel, dan persentase.
1. Hasil analisis statistik deskriptif
a. Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Kurikulum.
Berdasarkan hasil penelitian pada lampiran 2, diperoleh data : Mean sebesar
6,16; Median sebesar 6,29; Standar Deviasi 0,97; nilai terendah yang diperoleh
adalah 2.00 dan nilai tertinggi adalah 7.00. Tabel dan histogram perolehan nilai
responden dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1
Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek
Kurikulum, sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek
Kurikulum
Kategori Kelas Interval Frekuensi
Absolut
Persentase Relaif
(%)
Persentase
Kumulatif (%)
Baik 6,16 – 7,61 42 42,86 42,86
Cukup Baik 4,70 – 6,16 53 54,08 96,94
Tidak Baik < 4,70 3 3,06 100
Jumlah 98 100
Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa aspek kurikulum menunjukkan 53
orang (54,08 %) guru termasuk dalam kategori cukup baik, 42 orang (42,86 %)
guru berada dalam kategori baik dan 3 orang (3,06 %) guru berada dalam kategori
tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya tingkat pencapaian aspek
kurikulum berada pada kategori cukup baik. Selanjutnya dari data di atas dapat
digambrkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :
Gambar 1 Histogram Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Kurikulum
42,86
54,08
3,06
0
10
20
30
40
50
60
1
Baik Cukup Baik Tidak Baik
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
26
b. PelaksanaanKTSP yang menyangkut Aspek Penerapan Kurikulum. Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2, diperoleh data : Mean
sebesar 2,33; Median sebesar 2,44; Standar Deviasi 0,83; nilai terendah yang
diperoleh adalah 0,00 dan nilai tertinggi adalah 3,00. Tabel dan Histogram
perolehan nilai responden dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2.
Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek
Penerapan Kurikulum adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek
Penerapan Kurikulum
Kategori Kelas Interval Frekuensi
Absolut
Persentase
Relaif (%)
Persentase
Kumulatif (%)
Baik 2,33 – 3,58 50 51,02 51,02
Cukup Baik 1,09 – 2,33 35 35.71 86,73
Tidak Baik < 1,09 13 13,27 100
Jumlah 98 100
Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa aspek penerapan kurikulum
menunjukkan 50 orang (51,02 %) guru termasuk dalam kategori baik, 35 orang
(35,71 %) guru berada dalam kategori cukup baik, dan 13 orang (13,27 %) guru
berada dalam kategori tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya tingkat
pencapaian aspek penerapan kurikulum berada pada kategori baik. Selanjutnya
dari data di atas dapat digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :
Gambar 2 Histogram Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Penerapan
Kurikulum
c. Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Proses Belajar Mengajar. Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2, diperoleh data : Mean
sebesar 8.10; Median sebesar 8.17; Standar Deviasi 8.17; nilai terendah yang
diperoleh adalah 5.00 dan nilai tertinggi adalah 9.00. Tabel dan histogram
perolehan nilai responden dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 3.
Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek
Proses Belajar Mengajaradalah sebagai berikut:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Proses
Belajar Mengajar
Kategori Kelas Interval Frekuensi
Absolut
Persentase
Relaif (%)
Persentase
Kumulatif (%)
Baik 8,10 – 9,35 33 33,67 33,67
Cukup Baik 6,86 – 8,10 63 64,29 97,96
Tidak Baik < 6,86 2 2,04 100
Jumlah 98 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek Proses Belajar Mengajar
(PBM) menunjukkan 33 orang (33,67 %) guru termasuk dalam kategori baik, 63
orang (64,29 %) guru berada dalam kategori cukup baik, dan 2 orang (2,04 %)
guru berada dalam kategori tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya
51,02
35,71
13,27
0
10
20
30
40
50
60
1
Baik Cukup Baik Tidak Baik
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
27
tingkat pencapaian aspek Proses Belajar Mengajar (PBM) berada pada kategori
baik. Selanjutnya dari data di atas dapat digambarkan dalam bentuk histogram
sebagai berikut :
Gambar 3 Histogram Pelaksanaan KTSP yang menyangkut Aspek Proses Belajar
Mengajar
d. Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Tenaga Pendidik dan
Kependidikan
Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2, diperoleh data : Mean
sebesar 8,89; Median sebesar 9,46; Standar Deviasi 1,74; nilai terendah yang
diperoleh adalah 4 dan nilai tertinggi adalah 11. Tabel dan Histogram perolehan
nilai responden dapat dilihat pada tabel 4 gambar 4.
Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek
Tenaga Pendidik dan Kependidikan adalah sebagai berikut:
Tabel 4. DistribusiFrekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Tenaga
Pendidik dan Kependidikan
Kategori Kelas Interval Frekuensi
Absolut
Persentase
Relaif (%)
Persentase
Kumulatif (%)
Baik 8,89 – 11,5 69 70,40 70,40
Cukup Baik 6,28 – 8,89 13 13,27 92,67
Tidak Baik < 6,28 16 16,33 100
Jumlah 98 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek tenaga pendidik dan
kependidikan menunjukkan 69 orang (70,40 %) guru termasuk dalam kategori
baik, 13 orang (13,27 %) guru berada dalam kategori cukup baik, dan 16 orang
(16,33 %) guru berada dalam kategori tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada
umumnya tingkat pencapaian aspek tenaga pendidik dan kependidikan berada
pada kategori baik. Selanjutnya dari data di atas dapat digambarkan dalam bentuk
histogram sebagai berikut
Gambar 4 Histogram Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Tenaga
Pendidik dan Kependidikan
e. Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Manajemen
Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2 , diperoleh data : Mean
sebesar 7,45; Median sebesar 7,84; Standar Deviasi 1,69; nilai terendah yang
33,67
64,29
2,04
0
10
20
30
40
50
60
70
1
Baik Cukup Baik Tidak Baik
70,4
13,2716,33
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1
Baik Cukup Baik Tidak Baik
Kategori
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
28
diperoleh adalah 3 dan nilai tertinggi adalah 9. Tabel dan histogram perolehan
nilai responden dapat dilihat pada Tabel 5 dan gambar 5.
Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek
Manajemen adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek
Manajemen
Kategori Kelas Interval Frekuensi
Absolut
Persentase
Relaif (%)
Persentase
Kumulatif (%)
Baik 7,45– 9,99 52 53,06 53,06
Cukup Baik 4,83– 7,45 40 40,82 93,88
Tidak Baik < 4,83 6 6,12 100
Jumlah 98 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek manajemen menunjukkan
52 orang (53,66 %) guru termasuk dalam kategori baik, 40 orang (40,82 %) guru
berada dalam kategori cukup baik, dan 6 orang (6,12 %) guru berada dalam
kategori tidak baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya tingkat pencapaian
aspek manajemen berada pada kategori baik. Selanjutnya dari data di atas dapat
digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :
Gambar 5Histogram Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Manajemen
f. Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Penilaian
Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2 , diperoleh data : Mean
sebesar 3,66; Median sebesar 3,66; Standar Deviasi 0,48; nilai terendah yang
diperoleh adalah 3 dan nilai tertinggi adalah 4. Tabel dan Histogram perolehan
nilai responden dapat dilihat pada Tabel 6 Gambar 6.
Adapun distribusi frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek
Penilaian adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek
Penilaian
Kategori Kelas Interval Frekuensi
Absolut
Persentase
Relaif (%)
Persentase
Kumulatif (%)
Baik 3,66– 4,38 65 66,33 66,33
Cukup Baik 2,94– 3,66 33 33,67 100
Jumlah 98 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek penilaian menunjukkan 65
orang (66,33 %) guru termasuk dalam kategori baik, 33 orang (33,67 %) guru
berada dalam kategori cukup baik. Hal ini berarti bahwa pada umumnya tingkat
pencapaian aspek penilaian berada pada kategori baik. Selanjutnya dari data di
atas dapat digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :
53,06
40,82
6,12
0
10
20
30
40
50
60
1
Baik Cukup Baik Tidak Baik
Kategori
Kategori
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
29
Gambar 6 Histogram Pelaksanaan KTSP yang Menyangkut Aspek Penilaian
PEMBAHASAN
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bentuk operasional
pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah,
yang akan memberikan kekuasaan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama
ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efesiensi dan
efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain, bagaimana sekolah dan satuan
pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber
belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, manajemen, serta sistem penilaian.
Berdasarkan hasil penelitian yang menyangkut aspek kurikulum, aspek penerapan
kurikulum, aspek tenaga pendidik dan kependidikan, aspek manajemen dan aspek
penilaian pada dasarnya berada pada kategori baik dan tidak ada yang berada pada
kategori sangat baik. Ini menunjukan bahwa studi penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) di SMK Negeri Makassar sudah baik/ sesuai, sekalipun ada
sebagian guru yang kurang memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Oleh karena itu, untuk mencapai keenam aspek di atas pada kategori sangat baik, maka
pimpinan sekolah senantiasa meningkatkan kemampuan guru dalam hal pengembangan
dan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), antara lain dengan cara
; melaksanakan penataran, seminar, dan sosialisasi lanjutan mengenai Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu sendiri serta mengupayakan peningkatan
tunjangan kesejahteraan guru, agar lebih termotivasi dalam kegiatan pembelajaran, serta
menyusun skala prioritas program yang akan dilaksanakan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
Hasil pembahasan penelitian secara simultan mengenai studi implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMK Negeri 5 Makassar yang
tercermin melalui 6 aspek KTSP yaitu; Kurikulum, Penerapan kurikulum, proses belajar
mengajar, tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen, dan penilaian, dapat
dikatakan bahwa secara umum tingkat pencapaian implementasi KTSP di SMK Negeri
66,33
33,67
0
10
20
30
40
50
60
70
1
Baik Cukup Baik
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
30
5 Makassar sudah baik/sesuai. Hal ini berdasarkan pada persentase yang dicapai untuk
keseluruhan aspek KTSP.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2005. Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, Bandung : Sinar Baru.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.Bungin,
Burhan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta : Rajagrafindo Persada.Haling,
Abdul. 2007. Belajar dan pembelajaran, Makassar : Badan Penerbit Universitas Negeri
Makassar.
Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara.
Joko Susilo, Muhammad. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Manajemen
Pelaksanaan Dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya), Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Kunandar. 2007. Guru Profesional (Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi
Guru), Jakarta : Grafindo.
Mulyasa, E.. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan Praktis),
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Dasar Pemahaman Dan Pengembangan), Jakarta :
Bumi Aksara.
Siahaan, Amiruddin. Dkk. 2006. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Ciputat:
Quantum Teaching.
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta
Sudjana, Nana 2007. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta
Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka
Cipta.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006
Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
31
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIKETERAMPILAN
ELEKTRONIKASISWA SMK 2 KOTA BIMA
Nur Fitrianingsih
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap: (1) pengaruh motivasi belajar,pembelajaran
praktik, dan fasilitas praktik terhadap keterampilan elektronika; (2) pengaruh
pembelajaran praktik elektronika, dan fasilitas praktik terhadap motivasi belajar; dan (3)
pengaruh pembelajaran praktik elektronika dan fasilitas praktik terhadap keterampilan
praktik melalui motivasi belajar siswa SMK 2 Kota Bima. Penelitian ini merupakan
penelitian ex-post facto bersifat korelasional. Populasi penelitian ini adalah seluruh
siswa SMK 2 Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Audio Video. Pengambilan
sampel menggunakan simple randomsampling dengan jumlah sampel sebanyak 40
siswa. Pengumpulan data menggunakan angket dengan model skala likert 4 sikap.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis regresi linear
sederhana, dan analisis jalur pada taraf signifikansi 5%.Hasil analisis menunjukkan
bahwa tingkat motivasi belajar siswa berada pada kategori sangat tinggi = 30%;
kategori tinggi = 37,5%; kategori rendah = 22,5%; dan kategori sangat rendah = 10%;
pembelajaran praktik elektronika pada kategori sangat baik = 45%; kategori baik =
22,5%; kategori cukup baik = 20%; dan kategori tidak baik = 12,5%; fasilitas praktik
berada pada kategori sangat baik = 22,5%; kategori baik = 27,5%; kategori cukup baik
= 30%; dan kategori tidak baik = 20%; keterampilan elektronika berada pada kategori
sangat menguasai = 27,5%; kategori menguasai = 35%; kategori cukup menguasai =
25%; kategori tidak menguasai = 12,5%. Hasil analisis regresi linear sederhana
menunjukkan: (1) terdapat pengaruh yang signifikan dan positif motivasi belajar
terhadap keterampilan elektronika dengan koefisien korelasi sebesar 0,934 dengan nilai
thitung = 16,103 dan sumbangan efektif 87,2%; terdapat pengaruh yang signifikan dan
positif pembelajaran praktik elektronika terhadap keterampilan elektronika dengan
koefisien korelasi sebesar 0,894 dengan nilai thitung = 12,333 dan sumbangan efektif
89,4%; dan terdapat pengaruh yang signifikan dan positif fasilitas praktik terhadap
keterampilan elektronika dengan koefisien korelasi sebesar 0.903 dengan nilai thitung =
12,921 dan sumbangan efektif 81,5%; (2) terdapat pengaruh yang signifikan dan positif
pembelajaran praktik elektronika terhadap motivasi belajar dengan koefisien korelasi
sebesar 0,906 dengan nilai thitung = 13,175 dan sumbangan efektif 82%; terdapat
pengaruh yang signifikan dan positif fasilitas praktik terhadap motivasi belajar dengan
koefisien korelasi sebesar 0,911 dengan nilai thitung = 13,620 dan sumbangan efektif
83%; (3) Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan
positif pembelajaran praktik elektronika terhadap keterampilan elektronika melalui
motivasi belajar dengan total pengaruh = 0,404 dengan nilai thitung = 3,603 dan
pengaruh tidak langsung sebesar = 0,242 dengan nilai thitung = 2,412; terdapat
pengaruh yang signifikan dan positif fasilitas praktik terhadap keterampilan elektronika
melalui motivasi belajar dengan total pengaruh = 0,490 dengan nilai thitung = 4,086 dan
pengaruh tidak langsung sebesar = 0,278 dengan nilai thitung = 2,575.
Kata Kunci : Keterampilan Elektronika
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
32
PENDAHULUAN
Pendidikan dalam arti luas berkaitan dengan upaya untuk mengembangkanaspek
kehidupan seseorang baik berupa pandangan hidup, sikap hidup, danketerampilan
hidup. Karena pendidikan merupakan bagian integral pembangunanyang diarahkan
untuk mengembangkan sumber daya manusia menjadi berkualitas,yaitu sumber daya
manusia yang mampu menjawab tuntutan kompetensi dalampenerapan keterampilan
hidup (life skills) yang sangat dibutuhkan oleh bangsaIndonesia yang saat ini terus
membangun dalam segala sektor pembangunankhususnya sektor Industri.
Sebagai negara yang berkembang yang sedang membangun, Indonesiatentunya
sangat membutuhkan tersedianya tenaga kerja yang terampil diberbagaibidang keahlian.
Salah satu wujud usaha pemerintah dalam bidang pendidikanyaitu dengan membuat
kebijakan dengan mendirikan beberapa sekolah kejuruan teknik, yang lulusannya
dipersiapkan untuk menjadi tenaga kerja terampil dan siap pakai yang sesuai dengan
perkembangan teknologi dan perubahan pasarkerja. Dengan demikian secara signifikan
diharapkan dapat memperbaiki atau mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Kondisi yang nampak saat ini adalah banyaknya lulusan pendidikan formal yang
belum dapat memenuhi kriteria tuntutan lapangan kerja yang tersedia, apalagi
menciptakan lapangan kerja baru sebagai bentuk penerapan keterampilan tentang ilmu
pengetahuan yang diperoleh di lembaga pendidikan. SMK sebagai salah satu lembaga
yang menyiapkan calon tenaga kerja menengah dalam bidang tertentu harus mampu
menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan dibidang masing-masing dan
meningkatkan kualitasnya. Untuk itu, selayaknya jika pendidikan SMK lebih
dikembangkan sehingga lulusan memiliki keterampilan yang siap pakai dan mampu
menguasai kompetensi sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia industri.
Mutu kualitas lulusan SMK tidak terlepas dari banyaknya faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor instrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik
mendorong siswa senang melakukan sesuatu dengan kesadarannya. Faktor ekstrinsik
yang dikarenakan orang berbuat karena dipengaruhi oleh orang lain. Faktor ekstrinsik
ini dapat berubah menjadi faktor instrinsik bila menyadari pentingnya belajar, dan
disinilah peran guru sebagai fasilitator.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara guru dan siswa
yang cukup dominan. Proses interaksi antara guru dan siswa tidak semata-mata hanya
tergantung cara atau metode yang dipakai, tetapi komponen-komponen lain juga
mempengaruhi keberhasilan dalam interaksi belajar mengajar. Komponen-komponen
tersebut, antara lain: guru, siswa, metode, alat/teknologi, sarana dan tujuan (Sardiman,
2004: 173).
Keberhasilan seorang siswa dalam belajar dapat dilihat dari prestasi belajar siswa
yang bersangkutan. Seperti kita ketahui prestasi tiap-tiap individu dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun yang berasal dari luar
diri siswa. Menurut Anni (2004:14) Prestasi belajar dipengaruhi oleh kondisi internal
dan eksternal dalam proses pembelajaran. Kondisi internal mencakup kondisi fisik,
kondisi psikis dan kondisi social sedangkan kondisi eksternal mencakup lingkungan
yang ada pada proses belajar dan pembelajaran.
Pembelajaran di SMK yang berbasis pada kompetensi siswa, sehingga siswa
memiliki kompetensi sesuai dengan bidang keahliannya, dengan demikian lulusan dari
SMK tersebut akan menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang mampu menjawab
tantangan perkembangan zaman. Kompetensi merupakan kemampuan dasar yang dapat
dilakukan oleh para siswa pada tahap pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Kemampuan dasar ini akan dijadikan sebagai landasan melakukan proses pembelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
33
dan penilaian siswa. Kompetensi merupakan target, sasaran, standar dalam
menyampaikan materi pelajaran pada siswa yang mana penekanannya adalah
tercapainya tujuan pembelajaran sebagaimana yang diinginkan.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan mengarahkan pembelajaran berbasis
kompetensi (competency based training) untuk dapat menguasai sikap (attitude), ilmu
pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skills) agar dapat bekerja sesuai dengan
profesinya seperti yang dituntut oleh suatu kompetensi. Pembelajaran pada siswa
ditekankan pada pembekalan kompetensi yang mencakup aspek sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan tata nilai secara tuntas dan utuh, serta pencapaian kompetensi yang
harus dikuasai.
Berkaitan dengan usaha peningkatan kompetensi, Hamzah B. Uno, Herminarto
Sofyan, dan Sutarjo Atmowidjoyo (2004: 134) menyatakan bahwa ada lima
karakteristik kompetensi yaitu: motif, sifat, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Oleh
karena itu SMK harus mampu mendesain proses pembelajaran yang berkualitas yaitu
memotivasi siswa untuk belajar, karena belajar merupakan cara memperoleh kecakapan,
keterampilan, dan sikap. Sementara itu belajar menurut Gagne (Dimyati & Mudjiono,
2006: 10) merupakan kegiatan yang kompleks, di mana setelah belajar tidak hanya
memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai, akan tetapi siswa harus mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mengembangkan pemikirannya karena belajar
merupakan proses kognitif.
Motivasi belajar siswa merupakan aspek yang amat penting dalam proses
pembelajaran, karena sumber daya manusia yang berkualitas harus memiliki motivasi
yang kuat dalam menyongsong laju perkembangan zaman. Berkaitan dengan hal
tersebut Hamzah B. Uno (2008: 27) memaparkan beberapa peranan penting dari
motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antara lain dalam (a) menentukan hal-hal
yang dapat dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak
dicapai, (c) menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan
ketekunan belajar. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat tercipta apabila
memperoleh pendidikan yang berkualitas.
Komponen yang terkait dengan kualitas pendidikan terdapat dalam buku
manajemen sekolah yang dikutip Falah Yunus (Joko Sriyanto, 2007: 100) adalah: (1)
siswa/mahasiswa: kesiapan dan motivasi belajarnya; (2) guru/dosen: kemampuan
profesionalan, moral kerja (kemampuan personal), dan kerjasamanya (kemampuan
sosial); (3) kurikulum: relevansi konten dan operasionalisasi proses belajarnya; (4)
sarana dan prasarana: kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses
pembelajaran; dan (5) masyarakat (orang tua dan pengguna lulusan): partisipasinya
dalam pengembangan program-program pendidikan dan pelatihan.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya Program Studi Teknik
Elektronika Audio Video, sebagai bagian dari pendidikan menengah kejuruan yang
bertujuan menyiapkan lulusan untuk memasuki dunia kerja dan mampu
mengembangkan sikap profesional baik di dunia usaha maupun dalam dunia industri
yang secara langsung menjadi pengguna lulusan di bidang Teknik Elektronika Audio
Video khususnya teknisi bidang elektronika.
Proses pembelajaran memerlukan fasilitas praktik yang memadai dan sesuai bagi
penguasaan kompetensi keterampilan elektronika yang dibutuhkan. Fasilitas belajar
merupakan salah satu faktor eksternal untuk mendukung prestasi belajar maupun
keterampilan siswa di sekolah. Fasilitas belajar sangat penting dalam proses
pembelajaran untuk mendukung kegiatan pengajaran dan juga dapat menimbulkan
perhatian serta motivasi dari siswa sehingga mempermudah penyampaian materi
pembelajaran.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
34
Kegiatan belajar mengajar memerlukan adanya fasilitas agar kegiatan tersebut
berjalan dengan lancar dan teratur. Fasilitas dalam kegiatan belajar mengajar tersebut
antara lain berupa ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, media penyampaian materi
dan lain sebagainya. Karena fasilitas belajar merupakan sarana dan prasarana praktik
sebagai alat pelajaran yang menunjang berlangsungnya pembelajaran praktik akan
menentukan hasil pembelajaran.
SMK 2 Kota Bima merupakan salah satu SMK Negeri menawarkan beberapa
Bidang Keahlian di antaranya: Bidang Keahlian Teknik Otomotif, Bidang Keahlian
Teknik Elektronika, dan Bidang Keahlian Teknik Bangunan, dan Bidang Keahlian
Komputer dan Jaringan. SMK 2 Kota Bima diharapkan mampu menghasilkan produk
lulusan yang berkualitas dan profesional sebagai tenaga kerja trampil ditingkat
menengah.
Khusus untuk bidang keahlian elektronika siswa diarahkan untuk mampu
menguasai dasar-dasar kompetensi kejuruan berupa: memahami sifat dasar sinyal audio,
melakukan instalasi sound system, memahami prinsip pembuatan master, membuat
rekaman audio di studio, memperbaiki radio penerima, memperbaiki compact cassete
recorder, memperbaiki CD player, menjelaskan dasar-dasar sinyal video, memperbaiki
sistem penerima televisi, memperbaiki alat reproduksi sinyal audio video compact
cassete, memperbaiki alat reproduksi sinyal audiovideo CD, melakukan konversi
cassette ke CD, melakukan install home theater, melakukan install video game,
mempersiapkan pembuatan dokumentasi video, membuat dokumentasi video,
melakukan install sistem audio video CCTV, dan melakukan instalasi peralatan audio
video.
Berdasarkan data dari Kepala TU SMK 2 Kota Bima pada tahun 2009 sekitar 10%
siswa jurusan Teknik Elektronika SMK 2 Kota Bima tidak lulus UAN, dan sekitar 2%
terserap oleh dunia industri dan dunia usaha, serta sekitar 50% menunggu pekerjaan. Di
samping itu, masih banyaknya siswa lulusan jurusan teknik Elektronika yang tidak
mampu menciptakan lapangan kerja baru yang sesuai dengan bidang keahlian yang
dimiliki dan yang terserap pada dunia industri elektronika dan dunia usaha masih sangat
rendah, hal ini disebabkan karena masih rendahnya kualitas pengetahuan keterampilan
siswa lulusan pada SMK 2 Kota Bima.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari motivasi belajar
(X1),pembelajaran praktik elektronika (X2), dan fasilitas praktik (X3),
sedangkanvariabel terikatnya adalah keterampilan elektronika (Y). Keterkaitan
antaravariabel bebas dan variabel terikat dapat digambarkan pada paradigma
penelitianberikut:
Keterangan:
X1 = Motivasi belajar
X2 = Pembelajaran praktik elektronika
X
3
X
2
X
1
Y
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
35
X3 = Fasilitas praktik
Y = Keterampilan Elektronika
1. Motivasi adalah dorongan dasar yang timbul dari dalam diri seseorang untuk
mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu,
motivasi dapat pula dikatakan sebagai dorongan untuk menyelesaikan kesukaran
yang dihadapinya dan berusaha melebihi orang lain, dan bila hal tersebut tercapai
maka akan meningkatkan kepercayaan pada dirinya. Motivasi terdiri atas
indikator internal dan eksternal, yang mana indikator internal ini terdiri atas
kelelahan, kesiapan, dan psikologi, sedangkan indikator eksternal terdiri atas
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2. Pembelajaran adalah suatu rangkaian kejadian yang sengaja dirancang untuk
mempengaruhi peserta didik, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung
dengan mudah. Pembelajaran keterampilan merupakan hasil belajar dari
pengalaman-pengalaman yang diperoleh peserta didik dalam bentuk kemampuan-
kemampuan tertentu. Pembelajaran elektronika memberikan kemampuan bagi
peserta didik untuk menguasai materi dan mampu membuat benda elektronika
sesuai dengan kebutuhan diri, masyarakat, bangsa, dan negara. Pembelajaran
elektronika meliputi indikator menyusun programpembelajaran, dan proses
pembelajaran.
3. Fasilitas adalah alat atau sarana yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan
praktek elektronika untuk memperlancar tercapaianya suatu tujuan. Fasilitas
merupakan sesuatu yang memudahkan tercapainya suatu tujuan dalam praktik
elektronika. Fasilitas meliputi indikator ruang praktik, pengelolaan peralatan dan
bahan, penggunaan bahan dan peralatan, dan pedoman praktik.
4. Keterampilan elektronika, yaitu kecakapan untuk mengerjakan suatu pekerjaan
yang didasarkan pada teori-teori yang telah dimiliki. Keterampilan praktik
dibangun dari pengetahuan teori yang menggerakkan aspek kognitif dan afektif,
kemudian diujicobakan dengan mengadakan latihan-latihan, sehingga pada
akhirnya terbentuk keterampilan praktik. Keterampilan elektronika meliputi
indikator persiapan kerja, proses kerja, hasil kerja, sikap kerja, waktu
penyelesaian.
B. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua macam pengumpulan data yaitu angketyang
diisi oleh siswa, observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti. Angketdigunakan
untuk mendapatkan data variabel motivasi belajar, pembelajaranelektronika, fasilitas.
Observasi digunakan untuk mendapatkan data variable keterampilan elektronika.
Untuk mendapatkan data tentang variabel yang diselidiki dalam penelitianini,
digunakan seperangkat instrumen yang berbentuk angket. Konsep yangmendasari
digunakannya instrumen adalah indikator variabel yang diturunkan dariteori untuk
masing-masing variabel. Dari indikator tersebut, dijabarkan menjadikisi-kisi
instrumen sehingga menghasilkan beberapa butir pernyataan.
1. Skala Pengukuran
a. Skala Pengukuran Motivasi Belajar terhadap Keterampilanelektronika
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
penelitianmodel likert. Teknik ini digunakan pada situasi dimana pertanyaan
ataupernyataan tentang sesuatu masalah harus dijawab pada sederetan
pilihan.Untuk penskoran dapat dilakukan dengan empat pilihan jawaban
sebagaiberikut: sangat setuju (SS), setuju (S), kurang setuju (KS), tidak setuju
(TS),hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya jawaban netral.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
36
Berdasarkandari data yang diperoleh, maka akan dilakukan kategori cek, untuk
penilaianatau penskorannya dilakukan dengan melalui kuesioner.
b. Skala Pengukuran Pembelajaran Praktik Elektronika terhadap
Keterampilan Elektronika
Pengukuran pembelajaran praktik elektronika terhadap keterampilan
elektronika juga digunakan skala penelitian likert. Teknik ini digunakan
padasituasi dimana pertanyaan atau pernyataan tentang sesuatu masalah
harusdijawab pada sederetan pilihan. Untuk penskorannya dapat dilakukan
samadengan kuesioner dengan empat pilihan jawaban sebagai berikut: selalu
(Sl),sering (Sr), jarang (Jr), dan tidak pernah (Tp).
c. Pengukuran Kelengkapan Fasilitas Praktik terhadap Keterampilan
Elektronika
Pengukuran Fasilitas terhadap keterampilan elektronika digunakanskala
penelitian likert. Teknik ini digunakan pada situasi dimana pernyataantentang
suatu masalah harus dijawab pada sederetan pilihan. Untukpenskorannya dapat
dilakukan dengan empat pilihan jawaban sebagai berikut:sangat setuju (SS),
setuju (S), kurang setuju (KS), dan tidak setuju (TS).Berdasarkan dari data
yang diperoleh, maka akan dilakukan kategori cek,untuk penilaian atau
penskorannya dilakukan dengan melalui kuesioner.
d. Pengukuran Keterampilan Elektronika
Keterampilan elektronika siswa dapat diketahui dengan
menggunakanteknik observasi berdasarkan nilai yang dicapai dalam
pelaksanaan praktikelektronika yang indikatornya meliputi: (1) persiapan
pekerjaan, (2) prosespekerjaan, (3) hasil kerja, (4) sikap kerja, (5) dan waktu
penyelesaian.
2. Pengembangan Instrumen
Kualitas hasil penelitian ditentukan oleh kualitas data yang diolah
menjadiinformasi baik dengan statistik maupun secara kualitatif dan kualitas
datadipengaruhi oleh kualitas instrumen yang di gunakan untuk mengumpul data.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dikemukakan instrumen dari
masingmasingvariabel, yaitu:
a. Instrumen Motivasi Belajar Siswa
Untuk menjaring data tentang motivasi belajar siswa digunakankuesioner
yang berbentuk penyataan dengan empat macam alternatif jawabanyaitu sangat
sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju denganbobot masing-
masing 4, 3, 2, dan 1 untuk penyataan yang berbentuk positifdan untuk
penyataan negatif dengan bobot 1, 2, 3, dan 4.Instrumen motivasi ini
berdasarkan variabel yang terdiri dari duaindikator yaitu faktor intrinsik dan
ekstrinsik dengan jumlah item untukvariabel motivasi ini sebanyak 30 item.
b. Instrumen Pembelajaran
Untuk menjaring data tentang pembelajaran keterampilan elektronika
digunakan kuesioner yang berbentuk pernyataan dengan empat
macamalternatif jawaban yaitu selalu, sering, jarang, dan tidak pernah
denganpemberian bobot masing-masing 4, 3, 2, dan 1 untuk pernyataan positif.
c. Instrumen Fasilitas Praktik
Untuk menjaring data tentang fasilitas praktik keterampilan
elektronikadigunakan kuesioner yang berbentuk pernyataan dengan empat
macamjawaban yaitu sangat setuju, setuju, kurang sejutu, dan tidak setuju
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
37
denganbobot masing-masing 4, 3, 2, dan 1 untuk penyataan positif, dan
sebaliknyauntuk pernyataan negatif diberi bobot 1, 2, 3, dan 4.
d. Instrumen Keterampilan Elektronika
Untuk menjaring data tentang keterampilan elektronika digunakan
observasi keterampilan. Kriteria nilai observasi keterampilan elektronikasiswa
adalah sangat menguasai, menguasai, kurang menguasai, cukup menguasai,
dengan bobot masing masing 1, 2, 3 dan 4. Pengembanganinstrumen ini terdiri
atas indikator persiapan kerja, proses, hasil kerja, sikapkerja, dan waktu
penyelesaian dengan jumlah item untuk variable keterampilan sebanyak 16
item.
B. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan
metode observasi, dan angket. Metode observasi digunakan untuk melaksanakan
pengamatan terhadap keterampilan elektronika yang dilakukan oleh siswa. Pada
metode angket dalam bentuknya yang langsung mendasarkan diri pada laporan
tentang diri sendiri atau pada pengetahuan dan keyakinan pribadi responden
(Sutrisno Hadi, 2004: 178). Dalam hal ini pendapat subjek mengenai motivasi belajar
praktik, pembelajaran praktik elektronika, dan fasilitas praktik yang digunakan dalam
pelaksanaan praktik keterampilan elektronika.
Dalam melakukan pengumpulan data peneliti dibantu oleh instruktur atau guru
pembimbing yang ada di sekolah tersebut. Kegiatan yang dilakukan dalam
pengumpulan data adalah menjelaskan kepada siswa tentang cara pengisian angket
serta tujuan dilakukan penelitian ini. Kemudian membagikan angket untuk diisi oleh
siswa dan mengumpulkannya untuk dianalisis data yang diperoleh dari angket
tersebut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian
1. Deskripsi Variabel Penelitian
a. Motivasi Belajar
Berdasarkan hasil analisis diperoleh data untuk variabel motivasi belajar
memiliki rentang skor antara 27 sampai 64. Perolehan skor pada lampiran
tersebut menunjukkan bahwa variabel motivasi memiliki nilai rata-rata sebesar
46,63; simpangan baku sebesar 9,873; median sebesar 48,50; dan modus
sebesar 49.Distribusi frekuensi motivasi belajarsiswa disajikan pada Tabel
berikut :
Distribusi Frekuensi Skor Nilai Variabel Motivasi Belajar Siswa Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase
Sangat Tinggi > 51 12 30,0
Tinggi 42,51 – 51,00 15 37,5
Rendah 34,01 – 42,50 9 22,5
Sangat Rendah < 34,01 4 10,0
Total 40 100
Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui 30% siswa SMK 2 Kota
Bima kelas XII jurusan Teknik Elektronika memiliki motivasi belajar siswa
pada kategori sangat tinggi; 37,5% dalam kategori tinggi; 22,5% dalam
ketegori rendah dan 10% dalam kategori sangat rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa motivasi belajar siswa SMK 2 kota kelas XII jurusan Teknik
Elektronika termasuk dalam kategori tinggi yang ditunjukkan oleh persentasi
terbesar skor tersebut.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
38
b. Pembelajaran Praktik Elektronika
Berdasarkan hasil analisis diperoleh data untuk variabel pembelajaran
praktik elektronika memiliki rentang skor antara 25 sampai 62. Perolehan skor
pada lampiran tersebut menunjukkan bahwa variabel pembelajaran praktik
elektronika memiliki nilai rata-rata sebesar 45,65; simpangan baku sebesar
9,852; median sebesar 46,50; dan modus sebesar 39. Distribusi frekuensi dan
histogram perolehan skor variabel pembelajaran praktik elektronika tersebut
dapat disajikan pada Tabel berikut :
Distribusi Frekuensi Skor Variabel Pembelajaran Praktik Elektronika Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase
Sangat Baik > 48 18 45,0
Baik 40,01 – 48,00 9 22,5
Cukup Baik 32,01 – 40,00 8 20,0
Tidak Baik < 32,01 5 12,5
Total 40 100
Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui 45% siswa berpendapat
bahwa pembelajaran praktik elektronika pada SMK 2 Kota Bima kelas XII
jurusan Teknik Elektronika pada kategori sangat baik; 22,5% dalam kategori
baik; 20% dalam kategori cukup baik; dan 12,5% dalam kategori tidak baik.
Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran praktik elektronika siswa SMK 2
kota kelas XII jurusan Teknik Elektronika termasuk dalam kategori sangat
tinggi yang ditunjukkan oleh persentasi terbesar skor tersebut.
c. Fasilitas Praktik
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh data untuk variabel fasilitas
praktik memiliki rentang skor ntara 28 sampai 64. Perolehan skor pada
lampiran tersebut menunjukkan bahwa variable fasilitas praktik memiliki nilai
rata-rata sebesar 45,33; simpangan baku sebesar 9,712; median sebesar 45,50;
dan modus sebesar 40. Distribusi frekuensi dan histogram perolehan skor
variabel fasilitas praktik tersebut dapat disajikan pada Tabel berikut :
Distribusi Frekuensi Skor Variabel Fasilitas praktik
Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase
Sangat Baik > 54 9 22,5
Baik 45,01 – 54,00 11 27,5
Cukup Baik 36,01 – 45,00 12 30,0
Tidak Baik < 36,01 8 20,0
Total 40 100
Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui 22,5% siswa kelas XII
berpendapat bahwa fasilitas praktik SMK 2 Kota Bima jurusan Teknik
Elektronika pada kategori sangat baik; 27,5% dalam kategori baik; 30% dalam
kategori cukup baik; dan 20% dalam kategori tidak baik. Hal ini menunjukkan
bahwa fasilitas praktik SMK 2 Kota Bima jurusan Teknik Elektronika
termasuk dalam kategori cukup baik yang ditunjukkan oleh persentasi terbesar
skor tersebut.
d. Keterampilan Elektronika
Berdasarkan hasil analisis diperoleh data untuk variabel keterampilan
elektronika memiliki rentang skor antara 26 sampai 60. Perolehan skor pada
lampiran tersebut menunjukkan bahwa variabel keterampilan elektronika
memiliki nilai rata-rata sebesar 43,18; simpangan baku sebesar 9,246; median
sebesar 45,5; dan modus sebesar 44. Distribusi frekuensi dan histogram
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
39
perolehan skor variabel keterampilan elektronika tersebut dapat disajikan pada
Tabel berikut :
Distribusi Frekuensi Skor Variabel Keterampilan Elektronika Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase
Sangat Menguasai > 48 11 27,5
Menguasai 40,01 – 48,01 14 35,0
Cukup Menguasai 32,01 – 40,00 10 25,0
Tidak Menguasai < 32,01 5 12,5
Total 40 100
Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui 27,5% siswa SMK 2 Kota
Bima kelas XII jurusan Teknik Elektronika pada kategori sangat menguasai
keterampilan elektronika; 35% dalam kategori menguasai keterampilan
elektronika; 25% dalam kategori cukup menguasai keterampilan elektronika;
dan 12,5% dalam kategori tidak menguasai keterampilan elektronika. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa SMK 2 Kota Bima kelas XII jurusan Teknik
Elektronika termasuk dalam kategori menguasai keterampilan elektronika yang
ditunjukkan oleh persentasi terbesar skor tersebut.
e. Motivasi Belajar Siswa dan Keterampilan Elektronika
Tingkat motivasi belajar siswa jika dihubungkan dengan keterampilan
elektronika siswa SMK 2 Kota Bima kelas XII jurusan Teknik Elektronika
dapat dideskripsikan dengan tabulasi silang (crosstabs). Analisis. Adapun hasil
perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel berikut :
Tabulasi Silang Motivasi Belajar Siswa dan Keterampilan Elektronika Siswa
SMK 2 Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Keterampilan Elektronika
Total Sangat
Menguasai
Menguasai Cukup
Menguasai
Tidak
Menguasai
Motivasi
Belajar
Siswa
Sangat
Tinggi
10
25%
2
5%
0
0%
0
0%
12
30%
Tinggi 1
2,5%
10
25%
4
10%
0
0%
15
37,5%
Rendah 0
0%
2
5%
6
15%
1
2.5%
9
22,5%
Sangat
Rendah
0
0%
0
0%
0
0%
4
0%
4
10%
Total 11
27,5%
14
35%
10
25%
5
12,5%
40
100%
Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memiliki motivasi belajar dengan kategori sangat tinggi sebanyak 12 siswa;
kategori tinggi 15 siswa; kategori rendah sebanyak 9 siswa; dan kategori sangat
rendah 4 siswa. Dari 12 siswa yang memiliki motivasi belajar sangat tinggi;
terdapat 10 siswa (25%) sangat menguasai keterampilan elektronika; dan 2
siswa (5%) menguasai keterampilan elektronika. Siswa yang memiliki motivasi
belajar tinggi berjumlah 15 siswa; di mana terdapat 1 siswa (2.5%) yang sangat
menguasai keterampilan elektronika; 10 siswa (25%) yang menguasai
keterampilan elektronika; dan 4 siswa (10%) yang cukup menguasai
keterampilan elektronika. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah
berjumlah 9 siswa; di mana terdapat 2 siswa (5%) yang menguasai
keterampilan elektronika; dan 6 siswa (15%) yang cukup menguasai
keterampilan elektronika; dan 1 siswa (2.5%) yang tidak menguasai
keterampilan elektronika. Siswa yang memiliki motivasi belajar sangat rendah
berjumlah 4 siswa, di mana terdapat 4 siswa (10%) yang tidak
menguasaiketerampilan elektronika.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
40
f. Pembelajaran Praktik Elektronika dan Keterampilan Elektronika
Adapun hasil perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel
di bawah ini sebagai berikut:
Tabulasi Silang Pembelajaran Praktik Elektronika dan Keterampilan
Elektronika Siswa SMK 2 Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Keterampilan Elektronika
Total Sangat
Menguasai
Menguasai Cukup
Menguasai
Tidak
Menguasai
Pembelajaran
Praktik
Elektronika
Sangat
Tinggi
11
27.5%
6
15%
1
2.5%
0
0%
18
45%
Baik 0
5%
5
12.5%
4
10%
0
0%
9
22.5%
Cukup
Baik
0
0%
3
7.5%
6
15%
1
2.5%
8
20%
Tidak
Baik
0
0%
0
0%
1
2.5%
4
0%
5
12.5%
Total 11
27,5%
14
35%
10
25%
5
12,5%
40
100%
Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang
berpendapat pembelajaran praktik elektronika dengan kategori sangat baik
sebanyak 18 siswa; kategori baik 9 siswa; kategori cukup baik sebanyak 8
siswa; dan kategori tidak baik sebanyak 5 siswa. Dari 18 siswa yang
menyatakan pembelajaran praktik elektronika sangat baik; terdapat 11
siswa(27,5%) yang sangat menguasai keterampilan elektronika; 6 siswa (15%)
yang menguasai keterampilan elektronika; dan 1 siswa (2,5%) yang
cukupmenguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan
pembelajaran praktik elektronika baik berjumlah 9 siswa; di mana terdapat 5
siswa (12,5%) yang menguasai keterampilan elektronika; 4 siswa (10%) yang
cukup menguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan
pembelajaran praktik elektronika cukup baik berjumlah 8 siswa; di mana
terdapat 3 siswa (7,5%) yang menguasai keterampilan elektronika; dan 4 siswa
(10%) yang cukup menguasai keterampilan elektronika; dan 1 siswa (2,5%)
yang tidakmenguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan
pembelajaran praktik elektronika tidak baik berjumlah 5 siswa; di mana
terdapat 1 siswa (2,5%) yang cukup menguasai keterampilan elektronika; dan 4
siswa (10%) yang tidak menguasai keterampilan elektronika.
g. Pembelajaran Praktik Elektronika dan Motivasi Belajar Siswa
Adapun hasil perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel
di bawah ini sebagai berikut :
Tabulasi Silang Pembelajaran Praktik Elektronika dan Motivasi Belajar Siswa
SMK 2 Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Motivasi Siswa
Total Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
Pembelajaran
Praktik
Elektronika
Sangat
Tinggi
11
27.5%
7
17.5%
0
0%
0
0%
18
45%
Baik 1
2,5%
5
12.5%
3
7,5%
0
0%
9
22.5%
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
41
Cukup
Baik
0
0%
3
7.5%
4
10%
1
2.5%
8
20%
Tidak
Baik
0
0%
0
0%
2
5%
3
7.5%
5
12.5%
Total 12
30%
15
37,5%
9
22,5%
4
10%
40
100%
Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang
berpendapat pembelajaran praktik elektronika dengan kategori sangat baik
sebanyak 18 siswa; kategori baik 9 siswa; kategori cukup baik sebanyak 8
siswa; dan kategori tidak baik sebanyak 5 siswa. Dari 18 siswa yang
menyatakan pembelajaran praktik elektronika sangat baik; terdapat 11 siswa
(27,5%) memiliki motivasi sangat tinggi; 7 siswa (17,5%) memiliki motivasi
tinggi. Siswa yang menyatakan pembelajaran praktik elektronika
baikberjumlah 9 siswa; di mana terdapat 1 siswa (2.5%) yang memiliki
motivasi sangat tinggi; 5 siswa (10%) yang memiliki motivasi tinggi; dan 3
siswa (7,5%) memiliki motivasi rendah. Siswa yang menyatakan pembelajaran
praktik elektronika cukup baik berjumlah 8 siswa; di mana terdapat 3 siswa
(7,5%) yang memiliki motivasi tinggi; 4 siswa (10%) yang memiliki motivasi
rendah, dan 1 siswa (2,5%) yang memiliki motivasi sangat rendah. Siswa yang
menyatakan pembelajaran praktik elektronika tidak baik berjumlah 5 siswa;
dimana terdapat 2 siswa (5%) yang memiliki motivasi rendah; 3 siswa
(7,5%)yang memiliki motivasi sangat rendah.
h. Fasilitas Praktik dan Keterampilan Elektronika
Adapun hasil perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel
di bawah ini sebagai berikut:
Tabulasi Silang Fasilitas Praktik dan Keterampilan Elektronika Siswa SMK 2
Kota Bima Jurusan Teknik Elektronika Keterampilan Elektronika
Total Sangat
Menguasai
Menguasai Cukup
Menguasai
Tidak
Menguasai
Fasilitas
Praktik
Sangat
Tinggi
9
22,5%
0
0%
0
0%
0
0%
9
22,5%
Baik 2
5%
7
17,5%
2
5%
0
0%
11
27,5%
Cukup
Baik
0
0%
7
17,5%
5
12,5%
0
0%
12
30%
Tidak
Baik
0
0%
0
0%
3
7,5%
5
12,5%
8
20%
Total 11
27,5%
14
35%
10
25%
5
12,5%
40
100%
Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang
berpendapat fasilitas praktik dengan kategori sangat baik sebanyak 9 siswa;
kategori baik 11 siswa; kategori cukup baik sebanyak 12 siswa; dan kategori
tidak baik 8 siswa. Dari 9 siswa yang menyatakan fasilitas praktik sangat baik;
terdapat 9 siswa (22,5%) sangat menguasai keterampilan elektronika. Siswa
yang menyatakan fasilitas praktik baik berjumlah 11 siswa; di mana terdapat 2
siswa (5%) yang sangat menguasai keterampilan elektronika; dan 7 siswa
(17,5%) yang menguasai keterampilan elektronika; dan 2 siswa (5%)yang
cukup menguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan fasilitas
praktik cukup baik berjumlah 12 siswa; di mana terdapat 7 siswa (17,5%) yang
menguasai keterampilan elektronika; dan 5 siswa (17,5%) yang cukup
menguasai keterampilan elektronika. Siswa yang menyatakan fasilitas praktik
tidak baik berjumlah 8 siswa; di mana 3 siswa (7,5%) yang cukup menguasai
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
42
keterampilan elektronika; dan 5 siswa (12,5%) yang tidak menguasai
keterampilan elektronika.
i. Fasilitas Praktik dan Motivasi Belajar Siswa
Adapun hasil perhitungan tabulasi silang dapat diperlihatkan pada Tabel
dibawah ini sebagai berikut:
Tabulasi Silang Fasilitas Praktik dan Motivasi Siswa SMK 2 Kota Bima
Jurusan Teknik Elektronika Motivasi siswa
Total Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
Fasilitas
Praktik
Sangat
Tinggi
9
22,5%
0
0%
0
0%
0
0%
9
22,5%
Baik 3
7,5%
7
17,5%
1
2,5%
0
0%
11
27,5%
Cukup
Baik
0
0%
8
20%
4
10%
0
0%
12
30%
Tidak
Baik
0
0%
0
0%
4
10%
4
10%
8
20%
Total 12
30%
15
37,5%
9
22,5%
4
10%
40
100%
Berdasarkan data pada Tabel dapat dijelaskan bahwa siswa yang berpendapat
tentang fasilitas praktik dengan kategori sangat baik sebanyak 9 siswa; kategori baik
11 siswa; kategori cukup baik sebanyak 12 siswa; dan kategori tidak baik sebanyak 8
siswa. Dari 9 siswa yang menyatakan fasilitas praktik sangat baik, terdapat 9 siswa
(22,5%) memiliki motivasi sangat tinggi. Siswa yang menyatakan fasilitas praktik
baik berjumlah 11 siswa; di mana terdapat 3 siswa (7,5%) yang memiliki motivasi
sangat tinggi; 7 siswa(17,5%) yang memiliki motivasi tinggi; dan 1 siswa (2,5%)
yang memiliki motivasi rendah. Siswa yang menyatakan fasilitas praktik cukup baik
berjumlah 12 siswa; di mana terdapat 8 siswa (20%) yang memiliki motivasi tinggi;
dan 4 siswa (10%) yang memiliki motivasi rendah. Siswa yang menyatakan fasilitas
praktik tidak baik berjumlah 8 siswa; di mana terdapat 4 siswa (7,5%) yang memiliki
motivasi rendah; dan 4 siswa (10%) yangmemiliki motivasi sangat rendah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat motivasi belajar
siswaterhadap keterampilan elektronika siswa SMK 2 Kota Bima.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat pembelajaran
praktikelektronika terhadap motivasi belajar siswa SMK 2 Kota Bima.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat fasilitas praktikterhadap
motivasi belajar siswa SMK 2 Kota Bima.
4. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat pembelajaran
praktikelektronika siswa terhadap keterampilan elektronika siswa SMK 2 Kota
Bima.
5. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat fasilitas praktikelektronika
siswa terhadap keterampilan elektronika siswa SMK 2 Kota Bima.
6. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat pembelajaran
praktikelektronika siswa terhadap keterampilan elektronika melalui motivasi belajar
siswa SMK 2 Kota Bima.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
43
7. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif tingkat fasilitas praktik siswaterhadap
keterampilan elektronika melalui motivasi belajar siswa SMK 2 KotaBima.
DAFTAR PUSTAKA
Alderman, M. Kay. (2004). Motivation for achievement: possibilities for teachingand
learning. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Anni, Catharina Tri, dkk. (2004). Psikologi belajar. Semarang: UPT Unnes Press.
Aunurrahman. (2009). Belajar dan pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Bambang Widiyanto. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajarwarga
program kejar paket B setara SMP di Kabupaten Donggala. Tesis Magister, tidak
diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Basuki Wibawa. (2005). Pendidikan teknologi dan kejuruan manajemen
danimplementasinya di era otonomi. Surabaya: Kertajaya Duta Media.
Bps. (2009). Tingkat penggangguran terbuka. Diambil tanggal 18 Mei 2009,
darihttp://www.bps.go.id/sector/employ/table4.shtml.
Cunningham, I., Dawes, G., & Bennett, B. (2004). The handbook of work
basedlearning. Burlington: Gower Publishing Limited.
Depdiknas. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 40 Tahun
2008,Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah
MenengahKejuruan/Madrasah Aliyah kejuruan (SMK/MAK). Jakarta.
_________. (2009). Lembar penilaian praktik kejuruan. Jakarta.
_________. (2004). Pedoman pembelajaran tuntas. Jakarta.
_________. (2004). Pedoman pengembangan instrumen dan penilaian
ranahpsikomotor. Jakarta.
_________. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2003, Tentang
SistemPendidikan Nasional.
_________. (1999). Panduan umum keterampilan. Diambil tanggal 28 Oktober2009,
dari
http://downloads.ziddu.com/downloadfile/7327170/1.panduanumumketerampilan.
doc.html.
Dimyati, & Mudjiono. (2006). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT RinekaCipta.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
44
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN MOTIVASI BELAJAR
MAHASISWA MELALUI METODE PEMBERIAN TUGAS BERBANTUAN
INTERNET MATAKULIAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
Syarifuddin & Mikrayanti
STKIP Taman Siswa Bima
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan Kemandirian dan motivasi belajar
mahasiswa melalui Metode Pemberian Tugas Berbantuan Internet Matakuliah Strategi
Belajar Mengajar di prodi pendidikan matematika STKIP Taman Siswa Bima. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK), mulai dari
perencaan, pelaksaaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Penelitian yang
dilaksanakan sebanyak dua siklus. Adapun instrumen yang digunakan adalah angket
kemandirian belajar sebanyak 27 item pernytaan dan angket motivasi belajar sebanyak
25 item pernyataan. Kemudian untuk mengetahui hasil belajar digunakan instrumen tes.
Penggunaan metode pemberian tugas terintegrasi dan berbantuan internet meningkatkan
kemandirian belajar mahasiswa pada mata kuliah Strategi Belajar Mengajar di program
studi pendidikan matematika semester ganjil tahun akademik 2014/2015. Ini ditunjukan
dari hasil penelitian yaitu siklus I sebanyak 90,625 % dan kemudian pada siklus II
mencapai 100 %. Kemudian penggunaan metode tersebut meningkatkan motivasi
belajar mahasiswa. Ini ditunjukan dari hasil penelitian yaitu pada siklus I dan siklus II
yang mencapai 100 %. Hasil Kemandirian dan motivasi belajar yang baik tersebut
memberikan pengaruh posotif terhadap hasil belajar. Hal ini ditunjukan oleh ketuntasan
yang dicapai oleh mahasiswa adalah 94,6 % yang memperoleh nilai minimal B.
Kata Kunci: Kemandirian, Motivasi, Berbantuan Internet, Strategi Belajar Mengajar
PENDAHULUAN
Pendidikan Tinggi adalah kelanjutan pendidikan menengah yang diselengarakan
untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian (Depdikbud,
2000).
Kehidupan seorang mahasiswa baru membawa kepada dua keadaan yang sangat
berbeda. Di satu sisi bisa menikmati kebebasan yang lebih besar dibandingkan ketika
masih di SMA, di sisi lain dituntut untuk dapat bersikap secara mandiri selama
menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Kemandirian dan Motivasi menjadi sangat
penting berkaitan dengan perbedaan sistem belajar yang diterapkan di SMA dan di
perguruan tinggi. Di SMA, siswa lebih cenderung sebagai penerima bahan-bahan
pelajaran dari guru, sebaliknya di perguruan tinggi, mahasiswa diharapkan lebih
bersikap aktif dalam pengembangan materi kuliah yang diberikan dosen.
Akhir-akhir ini mudah dijumpai kerumunan orang-orang (dan kebanyakan orang
tua) di sekitar tempat anak-anak atau mahasiswa belajar. Kegiatan mereka adalah
menunggu untuk menjemput anak-anak mereka yang pulang sekolah, mengikuti
bimbingan belajar (tes) atau perkuliahan di kampus. Hal ini sangat berbeda dengan
keadaan tahun 1970-1980an, dimana para siswa ataupun mahasiswa ke sekolah atau ke
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
45
kampus bersama-sama dengan teman-temannya, untuk mengikuti kegiatan serupa.
Fenomena seperti di atas, menimbulkan berbagai pertanyaan: apakah orang tua sekarang
memiliki banyak waktu luang? Apakah perhatian (rasa sayang) orang tua terhadap anak
meningkat? Apakah rasa keamanan anak terancam? Apakah si anak kurang mandiri?.
Fenomena-fenomena yang terjadi di kelas jaman sekarang dengan keadaan tahun
seperti di atas juga ada yang menarik untuk diperhatikan, dimana guru atau dosen tidak
lagi ditakuti. Dulu siswa atau mahasiswa mencari buku teks ke berbagai pasar loak
(buku-buku sisa), sekarang buku disediakan pemerintah, sekolah, atau orang tua; para
siswa/ mahasiswa membentuk kelompok-kelompok belajar di satu desa atau wilayah
tertentu, sekarang siswa banyak belajar sendiri di rumah atau mengkuti bimbingan
belajar di lembaga-lembaga bimbingan belajar. Sekarang jarang dijumpai adanya
kelompok-kelompok belajar, kecuali “pendidikan kelompok belajar masyarakat”
(PKBM) yang namanya memang kelompok belajar, karena kegiatan belajarnya yang
dominan memang hanya waktu itu saja. Untuk menghadapi ujian/ulangan,
siswa/mahasiswa selain mempelajari materi yang sudah dipelajari, juga berusaha
mencari tahu tentang materi/topik yang akan diujikan dengan berbagai upaya, kalau
sekarang yang lebih dicari siswa atau mahasiswa bukan materi/topik akan diujikan,
tetapi butir-butir soalnya (materi atau topiknya sudah diberitahukan).
Dalam pembelajaran/perkuliahan sekarang ini, apa yang akan dicapai, dipelajari,
ditugaskan, sumber yang akan dipakai, dan materi yang akan diujikan, serta
cara/pedoman penilaian sudah diberitahukan, namun hal itu belum banyak
ditindaklanjuti oleh pembelajar (siswa/mahasiswa). Dari paparan berbagai fenomena di
atas, nampaknya perlu dilakukan kajian terhadapnya, sehingga diperoleh manfaat untuk
pengefektifan pembelajaran.
Nova Fahradina, dkk (2014: 56) menguraikan secara umum, ada beberapa alasan
yang berkaitan dengan pentingnya kemandirian belajar bagi siswa seperti, pentingnya
kemandirian belajar bagi siswa dalam proses pembelajaran matematika karena tuntutan
kurikulum agar siswa dapat menghadapi persoalan di dalam kelas maupun di luar kelas
yang semakin kompleks dan mengurangi ketergantungan siswa dengan orang lain dalam
kehidupan seharihari. Indikator kemandirian belajar siswa menurut Sumarmo (2003)
meliputi, inisiatif belajar, mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan target atau
tujuan belajar; memonitor; mengatur dan mengontrol belajar; memandang kesulitan
sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih dan
menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar serta self efficacy
(konsep diri).
Alimuddin (2009: 1) motivasi dikatakan sebagai sesuatu yang kompleks, karena
motivasi akan menyebabkan terjadinya perubahan energi yang ada pada diri manusia,
sehingga akan berpengaruh terhadap gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk
kemudian bertindak atau atau bersikap terhadap sesuatu. Motivasi melakukan sesuatu
didorong oleh adanya tujuan atau keinginan yang kuat dari dalam diri seseorang. Belajar
merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah
dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang
memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan
belajar. Hasil belajar siswa akan optimal kalau ada motivasi yang tepat.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan terhadap
mahasiswa program studi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima pada
semester genap tahun akademik 2013/2014 menunjukan bahwa 90 % mahasiswa tidak
memiliki fasilitas penunjang leptop. Hal ini menyebabkan mahasiswa-mahasiswa
tersebut malas mengerjakan tugas dan cenderung mengikuti dan bahkan ada yang
memfotokopi tugas temannya dengan cara menutupi nama dan kemudian ditulis ulang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
46
namanya. Disamping hal tersebut di atas, masih banyak mahasiswa bermain HP dan
melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak penting lainnya pada saat kegiatan belajar
mengajar, misalnya minta ijin ke belakang yang sangat sering dan bergantian. Hal ini
menyebabkan terganggunya kegiatan belajar mengajar karena mahasiswa meminta ijin.
Kemudian, data menunjukan bahwa 91,5 % mahasiswa program studi pendidikan
matematika memiliki orang tua/wali yang berprofesi sebagai petani. Sehingga rata-rata
4 – 6 orang mahasiswa setiap hari tidak masuk kuliah dengan alasan bantu orang tua di
sawah dan secara tidak sengaja seolah-olah mereka bergantian tidak hadir dengan alasan
yang sama. Ini menunjukan bahwa rendahnya motivasi mahasiswa mengikuti
perkuliahan.
Berikut data Indeks Prestasi Sementara mahasiswa program studi pendidikan
matematika semester IV tahun akademik 2013/2014:
Tabel 1. Indeks Prestasi Sementara
IPS Frekuensi Porsentase
% >2,75
> 3,5 4 10,81 56,76
> 3,0 8 21,62
> 2,75 9 24,32
> 2,0 14 37,84 43,24
> 0 2 5,41
37
Kenyataan tersebut di atas menjadi tantangan bagi para praktisi di bidang
pendidikan untuk melakukan inovasi-inovasi pembelajaran yang mampu
mengembangkan kemandirian dan motivasi mahasiswa. Dosen sebagai salah satu
bagian dari lembaga pendidikan tinggi mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan
mutu lulusan perguruan tinggi yang siap bersaing, melalui peningkatan mutu proses dan
hasil belajar. Peningkatan mutu proses dan hasil belajar ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain dengan melakukan inovasi metode pembelajaran/perkuliahan.
Berdasarkan hasil dari pembelajaran baik dari sisi kognitif maupun non kognitif
yang belum memuaskan, dan tuntutan mutu lulusan perguruan tinggi yang mampu
bersaing, maka perlu dilakukan inovasi-inovasi pembelajaran yang mampu menggali
potensi mahasiwsa secara komprehensif. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
memberikan bekal untuk memiliki kompetensi seperti diatas adalah metode pemberian
tugas terintegrasi. Sesuai dengan materi dalam perkuliahan Strategi Belajar Mengajar,
maka tugas yang diberikan adalah membaca, menuliskannya dan mempresentasikannya
dalam sebuah diskusi. Tulisan dituangkan tidak sepotong-sepotong, tetapi dalam bentuk
karya tulis hasil integrasi dari apa yang dibaca. Untuk memperkaya sumber bacaan,
tugas tidak hanya berdasarkan buku teks, tetapi juga dari informasi yang dapat diakses
lewat internet. Hal ini juga untuk meningkatkan kemampuan komputer mahasiswa,
khususnya untuk melatih mahasiswa memanfaatkan internet sebagai sumber belajar
serta mengkondisikan mahasiwa agar terbiasa menggunakan teknologi informasi.
Melalui metode pembelajaran ini diharapkan akan meningkatkan kemandirian dan
motivasi mahasiswa dalam belajar matematika, serta melatih mahasiswa memahami
bacaan, menulis dan berani mengemukakan gagasan secara lisan di depan forum,
menghargai pendapat orang lain, dan berfikir kritis, yang merupakan kompetensi yang
sangat diperlukan agar mereka mampu bersaing di percaturan global. Namun demikian
dari metode ini diharapkan hasil belajar mahasiswa juga meningkat. Bertolak dari
kenyataan-kenyataan yang telah dikemukakan, maka dengan diterapkan metode
pemberian tugas terintegrasi dan berbantuan internet diharapan akan meningkatkan
kemandirian dan motivasi belajar mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
47
1. Metode Pembelajaran Berbantuan Internet
Media pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam proses
pembelajaran. Dewasa ini komputer sebagai media pembelajaran mempunyai
peranan yang sangat penting. Pembelajaran yang menggunakan komputer ini dikenal
dengan Computer Assisted Learning atau Computer Based Learning. Jadi dalam
pembelajarannya dosen atau guru menggunakan komputer sebagai alat bantu.
Mengingat perkembangan teknologi informasi dewasa ini begitu pesat, maka
penggunaan komputer yang dilengkapi dengan fasilitas internet, dan menjadikan
internet sebagai sumber informasi telah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan,
termasuk dalam dunia pendidikan. Banyak sumber di internet yang dapat digunakan
oleh guru matematika ataupun meminta siswa untuk menggunakannya. Misalnya ada
website yang menyediakan informasi tentang kehidupan para ahli matematika dan
karyanya. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Bitter (1989), Liao (1992), dan
Niemiec and Walberg (1992) menunjukkan bahwa pemberdayaan teknologi dalam
pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dengan demikian penggunaan internet sebagai sumber belajar diharapkan
dapat memperkaya informasi dan meningkatkan motivasi mahasiswa. Dalam
kaitannya dengan mata kuliah Strategi Belajar Mengajar, metode Pembelajaran
Berbantuan Internet dimaksudkan sebagai metode yang memenfaatkan internet untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan materi Strategi Belajar Mengajar.
2. Kemandirian Belajar
Seringkali orang mengasumsikan bahwa mandiri dalam belajar berarti
mahasiswa bekerja sendiri. Broadly et al. (1996) dalam Mynard et al. (2004)
mengatakan bahwa belajar sendiri tidak secara otomatis mengembangkan
kemandirian belajar mahasiswa. Dalam belajar mandiri mahasiswa/peserta didik
boleh bertanya, berdiskusi, atau minta penjelasan dari orang lain. Menurut Knowless,
1975 (Anung H, 2004) mahasiswa/peserta didik yang belajar mandiri tidak boleh
menggantungkan diri dari bantuan, pengawasan, dan arahan orang lain termasuk
guru/instrukturnya, secara terus menerus. Mahasiswa/peserta didik harus mempunyai
kreativitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada
bimbingan yang diperolehnya.
Ada beberapa istilah tentang kemandirian belajar: learner autonomy,
independent learning, lifelong learning, learning to learn, thinking skills (Sinclair
(2001) dalam Mynard et al. (2004)). Semua istilah tersebut menyatakan konsep
bahwa pembelajar (mahasiswa) terlibat dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
Dalam hal ini mahasiswa mempunyai tanggung jawab terhadap proses berpikir dan
belajar mereka, dan tidak hanya menggantungkan pada guru saja.
Kemandirian belajar akan terbentuk dari proses belajar mandiri. Kozma,
Williams, (1978) dan Sekarwinahyu (1997) dalam Anung H (2004) mendefinisikan
belajar mandiri sebagai usaha individu mahasiswa/peserta didik yang bersifat
otonomis untuk mencapai kompetensi akademis tertentu. Keterampilan mencapai
kemampuan akademis secara otonom ini bila sudah menjadi milik mahasiswa/peserta
didik dapat diterapkan dalam berbagai situasi, bukan hanya terbatas pada masalah
belajar saja, tetapi dapat juga diterapkan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Dalam menghadapi masalah, mahasiswa/peserta didik tidak akan tergantung pada
bantuan orang lain.
Kemandirian belajar diindikasikan oleh pembelajar yang mandiri. Pembelajar
yang mandiri (independent learners) mampu mengembangkan nilai, sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang
bertanggungjawab dan mengambil tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
48
pembelajaran. Pembelajaran mandiri (independent learning) diperkaya/didorong
dengan penciptaan kesempatan-kesempatan dan pengalaman yang memperkuat
motivasi, rasa ingin tahu, kepercayaan diri, kepercayaan atas diri sendiri dan konsep
diri yang positif yang didasarkan atas pemahaman mahasiswa dari minatnya dan
suatu nilai pembelajaran untuk kepentingan dirinya.(Kesten,1987).
Menurut Kesten (1987) pembelajar yang mandiri mempunyai ciri-ciri:
a. Pembelajar yang mempunyai motivasi sendiri dalam belajar.
b. Pembelajar yang mempunyai minat dan strategi belajar untuk mencari pemaknaan
dan penyelesaian.
c. Pembelajar yang dapat belajar secara efektif di luar kelas.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar mahasiswa antara
lain. (Kesten,1987):
a. Bagimana dosen menciptakan lingkungan yang mendukung kemandirian belajar
mahasiswa.
b. Kesempatan untuk membimbing mahasiswa untuk aktif dan mandiri,
c. Mengenal faktor-faktor yang menaikkan motivasi, menciptakan bahwa pengajaran
revolve (mengenalkan) bahwa yang dipelajari merupakan kebutuhan di
lingkungan sehari-hari dari mahasiswa,
d. Memandang mahasiswa sebagai partner dalam proses pembelajaran, menciptakan
lingkungan agar mahasiswa dapat menerapkan belajar secara mandiri.
3. Motivasi belajar
Ada banyak pengertian motivasi yang diberikan oleh para ahli dari berbagai
macam sudut, namun intinya sama, yakni sebagai pendorong yang mengubah energi
dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitasnyata dalam mencapai tujuan tertentu.
Mc.Donald dalam Syaiful bahri Djamarah (2002, 114) mendefinisikan motivasi
sebagai suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar,
motivasi sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan,
karena seseorang tidak akan melakukan aktivitas belajar tanpa motivasi belajar.
Pengertian lain dari motivasi disampaikan Winkel (1987:96) yang
mengatakan bahwa motivasi adalah daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai
prestasi belajar setinggi mungkin demi penghargaan pada diri sendiri. Siswa yang
memiliki motivasi yang tinggi mempunyai harapan yang besar untuk sukses dan
melakukan usaha keras terhadap pencapaian tujuan yang diinginkan. Hal ini sesuai
dengan pengertian motivasi dari Sumadi Suryabrata (1990: 70) bahwa motivasi
adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Motivasi berprestasi yang ada pada diri siswa akan memberikan energi
tambahan dalam belajar sehingga hasil yang dicapai tinggi. Ciri-ciri siswa yang
mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi yang baik, menurut Winkel (1987: 97)
adalah sebagai berikut : (1) kecenderungan mengerjakan tugas-tugas belajar yang
menantang, (2) keinginan kuat untuk belajar dan berusaha sendiri (3) orientasi pada
masa depan (4) pemilihan teman atas dasar kemampuan teman itu (5) keuletan dalam
belajar walau menghadapi tantangan. Menurut Sri Esti W.D. (1989: 161), siswa yang
mempunyai motivasi berprestasi akan melakukan tugas lebih baik dan apabila
mengalami kegagalan akan menghubungkan kegagalannya karena kurang berusaha,
sehingga ia akan berusaha lebih giat lagi dalam belajar.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
49
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas melalui proses
pengkajian dengan beberapa siklus. Setiap siklus terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Dalam penelitian ini direncanakan
proses pengkajian dengan dua siklus.
Pada pertemuan awal siklus (2-3 minggu) dosen melaksanakan pembelajaran di
kelas sesuai dengan rencana kegiatan belajar mengajar, yakni pembelajaran dengan
metode ekspositori dengan beberapa penayangan power point menggunakan LCD.
Dilanjutkan dengan pemberian tugas, yang meliputi pengkajian topik-topik yang ada di
buku wajib, termasuk mengerjakan beberapa soal latihan di akhir bab, mencari sumber
selain dari buku teks, khususnya dari internet dan mempelajarinya, menuangkan
kembali apa yang dipelajari dalam tulisan, dan menyampaikan hasil kajiannya, serta
diskusi/tanya jawab. Tulisan dituangkan tidak sepotong-sepotong, tetapi dalam bentuk
karya tulis hasil integrasi dari apa yang dibaca. Tugas diberikan secara kelompok untuk
dipresentasikan di depan kelas. Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan
Matematika STKIP Taman Siswa Bima pada semester ganjil tahun akademik
2014/2015. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika STKIP Taman Siswa Bima yang menempuh matakuliah Strategi Belajar
Mengajar semester ganjil tahun akademik 2014/2015, yang semuanya berjumlah 38
orang. Obyek penelitian meliputi seluruh proses pembelajaran.
Prosedur Penelitian
1. Perencanaan
Kegiatan pada tahap ini meliputi:
a. Penyusunan desain pemberian tugas terintegrasi dan berbasis internet yang
mencakup banyaknya tugas, serta identifikasi topik-topik yang akan ditugaskan
kepada mahasiswa.
b. Penjelasan kepada mahasiswa tentang silabus mata kuliah, yang mencakup:
kompetensi yang diharapkan, materi pokok untuk mencapai kompetensi, model
atau metode pembelajaran, dan sistem evaluasi, serta sumber belajar yang akan
diterapkan dalam perkuliahan.
c. Pembentukan kelompok kecil terdiri atas 3-5 orang.
2. Tindakan
Tindakan berupa penugasan kepada mahasiswa untuk membuat karya tulis
terintegrasi yang diambil dari berbagai sumber, khususnya dari internet. Pada proses
ini dosen membagi topik-topik yang akan ditugaskan sebagai tugas kelompok kepada
mahasiwa. Kegiatan selanjutnya adalah presentasi dan diskusi mengenai tugas
kelompok (dipresentasikan oleh salah satu anggota kelompok. Mahasiswa di luar
kelompok diminta untuk memberikan tanggapan, yang berupa pertanyaan, komentar,
atau masukan/saran. Dosen berfungsi sebagai fasilitator. Selama kegiatan diskusi,
dosen juga melakukan penilaian kemampuan presentasi, mengemukakan gagasan,
komunikasi (presentasi, menanggapi/menjawab pertanyaan), mengajukan
pertanyaan, tanggapan, komentar, atau masukan/ saran). Dosen juga melakukan
evaluasi terhadap karya tulis mahasiswa.
3. Observasi
Selama kegiatan pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas
mahasiwa selama pembelajaran, khususnya pada saat diskusi dan keterlaksanaan
tindakan serta hambatan-hambatan yang ditemui. Untuk mengetahui pencapaian
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
50
tujuan yang direncanakan yaitu peningkatan kemandirian dan motivasi belajar
mahasiswa.
4. Refleksi
Pada akhir siklus dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran
berdasarkan hasil observasi, angket, dan ujian sisipan. Hal-hal yang menjadi
perhatian pada tahap refleksi ini adalah penilaian terhadap keterlaksanaan tindakan,
hambatan-hamabatan yang muncul, serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapai,
yang meliputi aspek-aspek aktivitas mahasiswa, kemandirian dan motivasi belajar
mahasiswa. Perencanaan untuk tindakan berikutnya disusun berdasarkan hasil
refleksi.
Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data penelitian digunakan tiga jenis instrumen penelitian dan
sumber belajar. Instrumen yang dimaksud adalah : (1) Angket kemandirian mahasiswa,
(2) Angket motivasi belajar mahasiswa, (3) Ujian tertulis dan tugas terintegrasi.
Analisis Data
Data penelitian diperolah dari hasil observasi yang dilakukan selama
pembelajaran berlangsung, angket dan tes. Analisis data yang digunakan adalah
kuantitatif dan kualitatif. Teknik kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan
keterlaksanaan rencana tindakan, menggambarkan hambatan-hambatan yang muncul
dalam pelaksanaan pembelajaran dan mendeskripsikan aktivitas/partisipasi mahasiswa
dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk
mendeskripsikan tentang efektivitas dari pembelajaran yang meliputi kemandirian dan
motivasi belajar mahasiswa. Untuk menentukan kemandirian dan motivasi belajar
mahasiswa ditentukan dari skor angket kemandirian, motivasi. Peningkatan kualitas
pembelajaran ditentukan berdasarkan pencapaian pada aspek-aspek keaktifan
mahasiswa, hasil belajar dan kemandirian dan motivasi belajar mahasiswa.
1. Analisis data kemandirian belajar dan motivasi mahasiswa
Tabel 2. Pedoman konversi kemandirian dan motivasi dengan skala 1-5 Interval Nilai Kategori
Mi + 1,5 SDi < 𝑀𝑜 ≤ 𝑀𝑖 + 3 𝑆𝐷𝑖 3,75 < 𝑀𝑜 ≤ 5 Sangat baik
Mi + 0,5 SDi < 𝑀𝑜 ≤ 𝑀𝑖 + 1,5 𝑆𝐷𝑖 3, < 𝑀𝑜 ≤ 3,75 Baik
Mi − 0,5 SDi < 𝑀𝑜 ≤ 𝑀𝑖 + 0,5 𝑆𝐷𝑖 2 < 𝑀𝑜 ≤ 3 Cukup baik
Mi − 1,5 SDi < 𝑀𝑜 ≤ 𝑀𝑖 + 0,5 𝑆𝐷𝑖 1,25 < 𝑀𝑜 ≤ 2 Kurang baik
Mi − 3 SDi ≤ Mo ≤ Mi − 1,5 SDi 0 ≤ Mo ≤ 1,25 Sangat kurang
2. Analisis data hasil belajar
Data hasil belajar merupakan nilai akhir yang diperoleh mahasiswa setelah
Ujian Akhir Semester. Data tersebut kemudian di cari porsentase nilai mahasiswa
yang memperoleh nilai A, B, C, D, dan E.
Tabel 3. Interval Nilai Mahasiswa Interval nilai Huruf Angka/bobot
80 - 100 A 4
65 - 79 B 3
45 - 64 C 2
25 - 44 D 1
0 - 24 E 0
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dari tanggal 11 September
2014 sampai dengan tanggal 18 Desember 2014, pada mahasiswa semester V (lima)
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
51
semester ganjil tahun akademik 2014/2015, maka berikut di uraikan beberapa data hasil
penelitian.
1. Deskripsi data Kemandirian Belajar
Adapun pengukuran angket kemandirian belajar yang semula direncanakan
terhadap 38 orang mahasiswa, tetapi 6 orang mahasiswa tidak hadir maka dilakukan
pada 32 orang mahasiswa pada akhir siklus I. Sehingga pada siklus II, data yang
diambil adalah data dari 32 orang mahasiswa yang hadir pada siklus I. Diperoleh
untuk kemandirian belajar siklus I adalah 2,52. Rata-rata ini menunjukan bahwa skor
kemandirian siklus I masih kurang baik. Sedangkan nilai rata-rata kemandirian
belajar siklus II adalah 3,93. Skor ini menunjukan bahwa kemandirian pada siklus II
sudah mengalami peningkatan yaitu berkategori baik. Jika dibandingkan dari siklus I
ke siklus II, ini menunjukan adanya peningkatan kemandirian belajar mahasiswa.
2. Deskripsi data Motivasi Belajar
Demikian halnya pengukuran angket Motivasi belajar yang semula
direncanakan terhadap 38 orang mahasiswa, tetapi 6 orang mahasiswa tidak hadir
maka dilakukan pada 32 orang mahasiswa pada akhir siklus I. Sehingga pada siklus
II, data yang diampbil adalah data dari 32 orang mahasiswa yang hadir pada siklus I.
Berikut diuraikan data hasil pengukuran angket motivasi belajar. Diperolehan data
tentang motivasi belajar mahasiswa. Perolehan skor motivasi pada siklus I adalah
3,09 dan skor tersebut berada pada kategori cukup baik. Kemudian skor motivasi
belajar pada siklus II adalah 4,23 dan skor tersebut berada pada kategori baik. Antara
siklus I dan siklus II menunjukan adanya peningkatan.
3. Deskripsi data Hasil Belajar
Data Hasil belajar yang dimaksud adalah nilai akhir mahasiswa yang diperoleh
selama berlangsung perkuliahan. Adapun yang mejadi komponen penilaian adalah
kehadiran, sikap (afektif), keterampilan (psikomotor), tugas mandiri (TM), tugss
kelompok (TK), ujian tengah semester (UTS), dan ujian akhir semester (UAS).
Jumlah mahasiswa yang mengikuti ujian akhir semester adalah sebanyak 37 orang
mahasiswa. Berikut jumlah dan porsentase perolehan nilai mahasiswa:
Tabel 4. Jumlah dan porsentase perolehan nilai mahasiswa No Nilai Skala Jumlah Porsentase
1 A 80 - 100 6 16,2 %
2 B 65 - 79 29 78,4 %
3 C 45 - 64 2 5,41 %
4 D 25 - 44 0 0 %
5 E 0 - 24 0 0 %
Jumlah 37 100 %
Tabel 5 di atas menunjukan bahwa mahasiswa yang memperoleh nilai dibawah
B hanya 2 orang (5,41 %), sedangkan mahasiswa yang memperoleh nilai minimal B
adalah, 6 orang mahasiswa yang mendapat nilai A dan 29 orang mahasiswa yang
memperoleh nilai B, sehingga jumlahnya adalah 35 orang, maka porsentase dari
jumlah tersebut adalah 94,6 %. Dari perolehan tersebut berarti hasil belajar
mahasiswa sangat baik.
Kemandirian belajar mahasiswa siklus I dan siklus II sudah menunjukan
pencapaian pada kategori Cukup Baik. Pencapaian tersebut dapat di lihat pada tabel 5
dan tabel 6 berikut ini:
Tabel 5. Porsentase Kemandirian siklus I Tabel 6. Porsentase Kemandirian siklus II Siklus I Siklus II
Kategori Jumlah Persentase Kategori Jumlah Persentase
Sangat baik 0 0 % Sangat baik 31 96,875 %
Baik 3 9,375 % Baik 1 3,125 %
Cukup baik 26 81,25 % Cukup baik 0 0 %
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
52
Kurang baik 3 9,375 % Kurang baik 0 0 %
Sangat kurang 0 0 % Sangat kurang 0 0 %
Jumlah 100 % Jumlah 100 %
Berdasarkan tebel di atas bahwa mahasiswa yang bisa mandiri dalam belajar
pada siklus I sebanyak 90,625 % dan kemudian pada siklus II mencapai 100 %. Ini
menunjukan adanya peningkatan dari sikulus I ke siklus II.
Data ini dapat diuraikan bahwa seseorang yang sedang menjalankan kegiatan
belajar mandiri lebih ditandai dan ditentukan oleh yang mendorongnya belajar.
Bukan oleh kemapuan fisik kegiatan belajarnya. Pembelajar dapat sedang belajar
sendirian, belajar kelompok atau sedang dalam kegiatan belajar di kelas. Apabila
motif yang mendorong kegiatan belajar adalah motif untuk menguasai suatu
kompetensi yang diinginkan maka pembelajar sedang menjalankan belajar mandiri.
Belajar mandiri jenis ini disebut sebagai Self-motivated Learning. Belajar mandiri
lebih ditentukan oleh motif belajar yang timbul di dalam diri pembelajar, maka
pendidik dalam menyelenggarakan pembelajarannya dituntut untuk dapat
menumbuhkan niat atau motif belajar dalam diri pembelajar. Oleh karena itu
pendidik harus sungguh-sungguh menguasai bidang studinya. Selain itu mereka
harus menguasai berbagai tehnik mengajar untuk menarik pembelajar terhadap
materi pelajarannya dan selanjutnya tertarik untuk mempelajarinya sendiri lebih jauh.
Berbagai tehnik belajar juga perlu dikuasai oleh pendidik untuk diajarkan atau
dilatihkan kepada pembelajar agar mampu melakukan kegiatan belajar lebih jauh
tanpa bantuan sepenuhnya oleh pendidik.
Motivasi belajar mahasiswa siklus I dan siklus II sudah menunjukan
pencapaian pada kategori Cukup Baik. Pencapaian tersebut dapat di lihat pada tabel 7
dan tabel 8 berikut ini:
Tabel 7. Porsentase Motivasi Siklus I Tabel 8. Posentse motivasi Siklus II Sklus I Siklus II
Kategori Jumlah Porsentase Kategori Jumlah Porsentase
Sangat baik 3 9,375 % Sangat baik 32 100 %
Baik 18 56,25 % Baik 0 0 %
Cukup baik 11 34,375 % Cukup baik 0 0 %
Kurang baik 0 0 % Kurang baik 0 0 %
Sangat kurang 0 0 % Sangat kurang 0 0 %
100 % 100 %
Pencapaian motivasi ini menunjukan adanya peningkatan yang signifikan dari
siklus I ke siklus II. Hal ini menunjukan bahwa motivasi belajar mahasiswa dalam
belajar sangat baik.
Motivasi belajar merupakan komponen pertama konsep belajar mandiri dan
merupakan prasyarat bagi berjalannya belajar mandiri. Motivasi belajar tersebut
merupakan kekuatan pendorong dan pengarah perbuatan belajar. Pendorong dalam
arti pemberi kekuatan yang memungkinkan kegiatan belajar dijalankan. Pengarah
dalam arti pemberi tuntunan kepada perbuatan belajar ke arah tujuan yang telah
ditetapkan.
Motivasi belajar dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri untuk menguasai suatu
kompetensi guna mengatasi masalah. Motivasi intrinsik ada dalam kegiatan-kegiatan
tanpa paksaan atau tanpa ‘imingiming‘. Faktor pendorong motivasi intrinsik yang
utama adalah emosi, rasa senang, dan minat. Motivasi intrinsik juga menyebabkan
perbuatan lebih konsisten, lebih serius, lebih kreatif, dan ‘time on task’ lebih lama,
sehingga lebih besar kemungkinan diperoleh hasil perbuatan belajar yang lebih baik.
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar diri untuk menguasai suatu kompetensi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
53
guna mengatasi masalah. Jadi seseorang melakukan suatu tindakan karena
termotivasi oleh suatu hal di luar dirinya. Misalnya, seseorang menyelesaikan studi
untuk mendapatkan ijazah, seseorang bekerja untuk memperoleh penghasilan, atau
seorang anak mengerjakan PR agar tidak dimarahi gurunya.
Salah satu metode untuk mengembangkan motivasi belajar adalah model ‘time
continuum’. Menurut model ini ada 6 faktor yang berpengaruh terhadap motivasi
belajar, yaitu:
1. Sikap (attitude): merupakan kecenderungan untuk merespon kebutuhan belajar,
yang didasarkan pada pemahaman pembelajar tentang untung-rugi melakukan
perbuatan yang sedang dipertimbangkan untuk dilakukan.
2. Kebutuhan (need): kekuatan dari dalam diri yang mendorong pembelajar untuk
berbuat menuju ke arah tujuan yang ditetapkan.
3. Rangsangan (stimulation): perasaan bahwa kemampuan yang diperolehnya dari
belajar mulai dirasakan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menguasai
lingkungan, merangsang untuk terus belajar.
4. Emosi (affect): perasaan yang timbul sewaktu menjalankan kegiatan belajar.
5. Kompetensi (competence): kemampuan tertentu untuk menguasai lingkungan.
6. Penguatan (reinforcement): hasil belajar yang baik merupakan penguatan untuk
melakukan kegiatan belajar yang lebih lanjut.
Melihat hasil penelitian tersebut di atas yang menunjukan peningkatan
kemandirian dan motivasi belajar, sehingga hal tersebut memberikan dampak positif
pada hasil belajar. Hal ini terlihat pada hasil belajar yang diperoleh yaitu 94,6 %.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Penggunaan metode pemberian tugas terintegrasi dan berbantuan internet
meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa pada mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar di program studi pendidikan matematika semester ganjil tahun akademik
2014/2015. Ini ditunjukan dari hasil penelitian yaitu siklus I sebanyak 90,625 % dan
kemudian pada siklus II mencapai 100 %.
2. Penggunaan metode pemberian tugas terintegrasi dan berbantuan internet
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar di program studi pendidikan matematika semester ganjil tahun akademik
2014/2015. Ini ditunjukan dari hasil penelitian yaitu pada siklus I dan siklus II yang
mencapai 100 %.
3. Hasil Kemandirian dan motivasi belajar tersebut memberikan pengaruh posotif
terhadap hasil belajar. Hal ini ditunjukan oleh ketuntasan yang dicapai oleh
mahasiswa adalah 94,6 % yang memperoleh nilai minimal B.
DAFTAR PUSTAKA
Alimuddin S Miru (2009). Hubungan Antara Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar
Mata Diklat Instalasi Listrik Siswa SMK Negeri 3 Makassar. Jurnal MEDTEK.
(Volume 1, Nomor 1, April 2009).
Anung Haryono. (2004). Belajar Mandiri: Konsep dan Penerapannya dalam System
Pendidikan dan Pelatihan Terbuka/Jarak Jauh.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
54
Depdikbud. (2000). Silabus Berbasis Kemampuan Dasar Siswa SMU Kelas I Semester
1 dan 2. Yogyakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum dan PPPG
Matematika.
Kesten, (1987), Independent Learning. http://www.sasked.gov.sk.ca/docs/policy
/cels/el7.html, 03/04/2004.
Kurikulum Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima.
Mynard J, Sorflaten R. (2004). Independent Learning in Your Classroom.
Jomynard.tripod.com/ilyourclass.htm.
NN (2006). Peningkatan kemandirian dan hasil belajar mahasiswa pada pembelajaran
matematika ekonomi melalui model pembelajaran online. Pembelajaran online
jenis web enhanced terbukti meningkatkan kemandirian belajar.
Nova Fahradina, dkk (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan
Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan Menggunakan Model Investigasi
Kelompok. Jurnal Didaktik Matematika (ISSN: 2355-4185).
Sri Esti W.D. (1989). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.
Sumadi Suryabrata.(1990). Psikologi Pendidikan . Jakarta Rajawali.
Sumarmo, U. (2003). Makalah Pembelajaran Matematika untuk Mendukung
Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : UPI
Syaiful B.D. dan Aswan Z. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta
Tri Sunarsih (2009).Hubungan antara motivasi belajar, kemandirian belajar dan
bimbingan akademik terhadap prestasi belajar mahasiswa di STIKES A. Yani
Yogyakarta: Yogyakarta.
Winkel W.S..(1987). Psikologi Pendidikandan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
55
OPTIMALISASI SOLUSI INTERAKTIF PENYEMBUHAN ISLAMI
BERDASARKAN DIAGNOSA TIGA INDERA DENGAN STRATEGI
FORWARD CHAINING MENGGUNAKAN ALGORITMA FUZZY
Ita Fitriati
STKIP Taman Siswa Bima
Abstrak
Sistem pakar merupakan sistem yang mempekerjakan pengetahuan manusia yang
ditangkap komputer untuk memecahkan suatu masalah yang biasanya membutuhkan
keahlian manusia.
Aplikasi ini menggunakan gabungan dua metode antara Forward Chaining dan
Metode Fuzzy. Metode Forward Chaining digunakan untuk menentukan rule
berdasarkan gejala kasus, sedangkan metode Fuzzy dipilih karena kemampuannya yang
memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat sehingga mampu mengetahui cara
memetakan permasalahan yang ambigu.
Hasil uji konsultasi dari sistem ini mampu menampilkan nama jenis penyakit
sebagai nilai hasil dari pemecahan masalah, serta mampu memberikan solusi
penyembuhan dari tiap-tiap penyakit.
Pada kasus yang diujikan pada satu orang pasien dengan memasukkan 7 gejala
menunjukan bahwa terdapat satu penyakit yang memiliki nilai kemungkinan paling
tinggi yaitu penyakit Jantung dengan 47,54%. Pengujian aplikasi yang dilakukan oleh
dua dokter pada 10 orang pasien didapatkan bahwa watu pemeriksaan dapat dipercepat
dengan rata-rata selisih waktu 82.22%.
Kata Kunci :Diagnosa, Forward Chaining, Algoritma Fuzzy
PENDAHULUAN
Berbagai macam metode penyembuhan Islami kini menjadi pilihan bagi pasien,
diantaranya adalah Bekam(Al-Hijamah) yaitu proses mengeluarkan darah kotor yang
tidak diperlukan oleh tubuh penyebab dari munculnya penyakit [15] [16]. Kemudian
metode lainnya adalah dengan mengkonsumsi beberapa obat herbal [9] yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan alami yang mengandung khasiat untuk penyembuhan.
Kebanyakan di rumah sakit atau klinik-klinik herbal yang diminati oleh
masyarakat selalu dipenuhi oleh banyak pasien, seiring dengan banyaknya jenis
penyakit yang bermunculan dengan banyaknya jenis obat-obatan yang mengakibatkan
selalu terjadinya keterlambatan dalam pengambilan keputusan dalam menentukan jenis-
jenis obat serta urutan pengobatan untuk pasien sebagai solusinya, sehingga dianggap
perlu untuk merancang sebuah Klinik Penyembuhan Islami.
Pada beberapa klinik yang kami pilih untuk dijadikan lokasi penelitian
menunjukan bahwa klinik tersebut masih bersifat manual (belum komputerisasi) dan
belum ada suatu metode yang digunakan untuk menarik kesimpulan.
Selama ini tindakan yang diberikan kepada pasien hanya berdasar pada perkiraan
dokter untuk menarik kesimpulan atas semua kemungkinan penyakit yang diderita oleh
pasien. Semakin banyak gejala yang ditimbulkan maka semakin banyak pula muncul
prediksi-prediksi penyakit. Karena banyaknya prediksi pernyakit yang berbeda-beda
maka akan semakin banyak pula solusi penyembuhan yang dilakukan.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
56
Gambar 1. Alur kerja pengambilan keputusan (sebelumnya)
Dari gambar1 tampak bahwa seseorang yang memiliki 6 keluhan, memungkinkan
akan menyimpulkan 4 macam penyakit dan juga 4 model solusi penyembuhan, hal yang
membuat dokter bingung adalah menentukan bobot dari hasil penyimpulan penyakit
tersebut, sehingga sulit untuk memberikan solusi yang tepat pada pasien.
Beberapa yang dapat disimpulkan bahwa:
1. Setelah pasien melakukan konsultasi, dokter sulit menentukan bobot nilai penyakit
pada masing-masing pasien sehingga mengakibatkan penyamarataan pemberian
solusi pada masing-masing gejala.
2. Rata-rata dalam pengambilan keputusan tiap satu orang pasien adalah berlangsung
selama 30-60 menit.
3. Tidak ada tampilan hasil yang berikan oleh dokter untuk meyakinkan pasien.
1. Strategi Forward Chaining
Forward chaining [5],[6],[10],[11],[12],[14]adalah strategi penarikan
kesimpulan yang dimulai dari sejumlah fakta-fakta yang telah diketahui, untuk
mendapatkan suatu fakta baru dengan memakai rule-rule yang memiliki premis yang
cocok dengan fakta dan terus dilanjutkan sampai mendapatkan tujuan atau sampai
tidak ada rules yang punya premis yang cocok atau sampai mendapatkan fakta. [7]
Langkah dalam Algoritma Forward Chaining adalah: [17] Mengumpulkan
semua data informasi yang berkaitan dengan penelitian, diataranya data tentang jenis
penyakit, data gejala penyakit pada tiga indera dan data Langkah-langkah
penyembuhan pada masing-masing penyakit.
Tabel1. Jenis Penyakit Kode Jenis Penyakit
P1 Anemia
P2 Diabetes
P3 Ginjal
P4 Hipertensi
P5 Hipertiroid
P6 Kelebihan Toxin
P7 Kurang Keseimbangan
P8 Kolesterol tinggi
P9 Masalah Jantung
P10 Masalah Rahim
P11 Penyakit Kuning
P12 Rematik
P13 Sembelit
P14 Sifilis
P15 Sinusitis
P16 Stroke
P17 Maag
P18 Asam Urat
Gejala1
Gejala2
Gejala4
Gejala3
Penyakit1
Penyakit2
Penyakit3
Penyakit4
Gejala5
Gejala6
Solusi Penyembuhan A
Solusi Penyembuhan B
Solusi Penyembuhan C
Solusi Penyembuhan D
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
57
Data jenis penyakit ini adalah data yang diambil berdasarkan pengalaman
penyakit yang biasa disimpulkan dari hasil diagnosa lewat tiga indera, diantaranya
telapak tangan, lidah, dan mata. Lokasi penelitian bertempat di klinik Herbal &
Bekam Islamic Healt Care Center, dan ditunjang dari data peneletian pada Rumah
Bersalin dan Balai Pengobatan Wihdatul Ummah (RBBP) Bagian Poli Bekam,
Makassar. Waktu Pengambilan data berlangsung selama 7 bulan terhitung sejak
Januari 2013.
Tabel 2. Gejala pada Telapak Tangan Kode Gejala pada telapak tangan
T1 Kuku dan Telapak tangan terlihat sangat pucat
T2 Pembengkakan Tangan (pergelangan tangan) dibarengi dengan rasa gatal.
T3 Keringat berlebihan pada telapak tangan
T4 Pada bagian tapak tangan bagian ujung jari-jari terlihat berwarna lebih merah dari tapak
tangan.
T5 Kuku bergelombang
T6 Jari tengah abnormal (sebelah kiri bengkok ke kanan,sebelah kanan bengkok ke kiri)
T7 Ibu Jari Bengkok
T8 Jari Kelingking meruncing
T9 Telapak: terlihat garis2 berwarna lebih gelap
T10 Jari telunjuk Bengkok atau melengkung.
T11 Terlihat warna biru pada bagian paling bawah telapak tangan yang terletak dibawah
jempol.
T12 Pembengkakan pada pangkal Jari
T13 Penciutan pada pangkal Jari
T14 Ada kerutan Memanjang dari buku jari hingga buku jari kedua
T15 Ruas ujung jari-jari bengkok kedalam,
Tabel 3. Gejala pada Lidah Kode Gejala pada lidah
L1 Lidah Pucat
L2 Lidah tampak besar dan Tebal
L3 Lidah Kering
L4 Lidah Berparit
L5 Selaput lidah tebal, kuning bercampur hitam
L6 Pinggirnya tidak rata seolah-olah bekas tergigit.
L7 Lidah nampak agak melebar.
L8 Ujung lidah berwarna merah terang
L9 Selaput tebal ditengah Lidah
L10 Lidah berwarna kebiruan
L11 Lidah kaku tidak dapat dikeluarkan dari mulut
Tabel 4. Gejala pada Mata Kode Gejala pada mata
M1 Bentuk mata yang cenderung lebih cekung
M2 Kantung mata bagian dalam bawah akan tampak warna
merah agak keputihan
M3 Mata sering merasa perih dan berkunang-kunang
M4 Lensa mata cembung dan penglihatan kabur
M5 Katarak pada usia dini (dibawah usia 61 tahun).
M6 Kelopak mata menurun (bukan karena Usia).
M7 Bengkak disekeliling mata
M8 Timbul seperti cahaya cincin di sekitar kornea mata.
M9 Lingkaran putih disekeliling kornea pada usia muda.
M10 Bagian mata yang putih berubah jadi kuning.
M11 Mata merah dengan nyeri hebat.
M12 Ukuran pupil berbeda.
M13 Pendarahan pada retina
M14 Benjolan kecil terhadap kelopak mata
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
58
Data penyakit dan gejala yang ditampilkan ini bukanlah keseluruhan dari
semua data jenis penyakit dan gejala yang pernah ada, data ini merupakan data
sebagian besar yang didapatkan pada pasien-pasien yang pernah melakukan
konsultasi pada klinik tempat lokasi penelitian.
Gambar 2. Sample Dependency Diagram Penyakit
2. Perhitungan Certainty Factor
Certainty Factor (CF) [14] dari sebuah rule didapat dengan cara menghitung
probabilitas kemunculan fakta - fakta (premise values) pada semua rule yang
memiliki set hipotesa.
Dalam suatu pengukuran yang tidak pasti, dibutuhkan suatu certainty factor
yang menyatakan tingkat keyakinan sang pakar dalam suatu pernyataan [2]. CF
dinilai dengan angka dalam rentang 0 (tidak pasti) sampai 1 (pasti). Tabel kondisi
dan nilai CF dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 4. Tabel Kondisi dan Nilai CF Uncertain Term /Kondisi Tidak Pasti CF
Unknown / Tidak pasti 0 - 0.2
Maybe / Kemungkinan 0.4
Probably / Kemungkinan besar 0.6
Almost certainly / Hampir pasti 0.8
Definitely / Pasti 1.0
Untuk mendapatkan nilai CF ini adalah didapat dari hasil mewawancarai
dokter pakar. Penulis memberikan suatu nilai kondisi selanjutnya pakar yang akan
menentukan nilai bobot pada tiap tipa gejala yang telah diketahui berdasarkan
pengalaman dari penyakit dan gejala pasien-pasien sebelumnya.
Selanjutnya data tersebut dikelompokkan kedalam dependency diagram.
Gambar 3. Dependency Diagram Penyakit dengan nilai CF
T1
M
3
L1
P1
P4
L5
P9
P1
6
P8 T3
P5
T6
L8
0.8 T1
M3
L1
P1
P4
L5
P9
P16
P8 T3
P5
T6
L8
0.6
0.8
0.7
0.2
0.4
0.2
0.2
0.8
0.9
0.8
0.5
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
59
3. Fuzzy Expert Sistem
Suatu sistem pakar [3],[4],[5],[8],[13] yang menggunakan perhitungan fuzzy
dalam mengolah knowledge untuk menghasilkan premis dan konklusi, sehingga
menghasilkan informasi yang memiliki keakuratan kepada user.
Jenis Penyakit =jumlah CF tiap penyakit
Total Gejala x 100%
Pengujian kasus terhadap satu orang pasien mengeluhkan beberapa gejala,
diantaranya seperti terlihat pada tabel 5.
Tabel5. Keluhan Pasien Kode Gejala pada pasien
T3 Keringat berlebihan pada telapak tangan
T5 Kuku bergelombang
T6 Jari tengah abnormal (sebelah kiri bengkok ke kanan,sebelah kanan bengkok ke kiri)
L8 Ujung lidah berwarna merah terang
L9 Selaput tebal ditengah Lidah
M8 Timbul seperti cahaya cincin di sekitar kornea mata.
M9 Lingkaran putih disekeliling kornea pada usia muda.
Dari beberapa gejala yang telah disebutkan diatas maka disimpulkan bahwa
ada 5 jenis penyakit yang berkemungkinan dihasilkan, seperti terlihat pada tabel 6.
Tabel6. Penyakit Pasien Kode Prediksi penyakit pada pasien
P4 Hipertensi
P5 Hipertiroid
P8 Kolesterol Tinggi
P9 Masalah Jantung
P16 Stroke
Dari tabel tersebut maka dapat dilihat pada dependency diagram berikut:
Gambar 4. Diagram Konsultasi Pasien
Diagram Pemeriksaan Pasientersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk
fuzzy set untuk masing-masing penyakit sebagai berikut :
P4 = {0.2/L9}
P5 = {0.8/T3}
P8 = {0.4/L9 , 0.2/L8 , 0.8/M8 , 0.6/M9}
P9 = {0.9/T3 , 0.8/T5 , 0.8/T6 , 0.4/L9}
P16 = {0.2/L9}
T3
T5
T6
P9
0.9
P5
0.8
L9
P16
P4
P8
M8
M9
L8
0.8
0.8
0.4 0.2
0.2
0.4
0.2
0.8
0.6
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
60
Berdasarkan banyak gejala yang dimasukkan maka nilai total CF Gejala adalah
Total CF Gejala = 0.9 + 0.8 + 0.8 + 0.8 + 0.4 + 0.2 + 0.2 + 0.4 + 0.2 + 0.8 + 0.6
= 6.1
Selanjutnya adalah menghitung nilai persentasi pada masing-masing penyakit
yang telah diketahui.
Contoh perhitungan Persentase P9 (Masalah Jantung)
Jenis Penyakit =jumlah CF tiap penyakit
Total Gejala x 100%
P9 (Masalah Jantung) = 0.9 + 0.8 + 0.8 + 0.4
6.1 x 100%
P9 (Masalah Jantung) =2.9
6.1𝑥 100%
P9 (Masalah Jantung) = 47.54 % Tabel 7. Hasil diagnose Penyakit Pasien
Kode Jenis Penyakit Persentasi
P4 Hipertensi 3.28 %
P5 Hipertiroid 13.11 %
P8 Kolesterol Tinggi 32.79 %
P9 Masalah Jantung 47.54 %
P16 Stroke 3.28 %
Dari kasus ini tampak bahwa diagnosa penyakit yang dihasilkan adalah
berkemungkinan ada 5 jenis penyakit diantaranya: Hipertensi, Hipertiroid, Kolesterol
tinggi, Maslaha Jantung, dan Stroke. Dan dihasilkan satu jenis penyakit yang
nilainya lebih dominan adalah ada pada penyakit Jantung dengan 47,54 % dari
seluruh gejala yang diinput.
Dengan hasil tersebut maka selanjutnya akan diberikan solusi penyembuhan
berdasarkan penyakit yang memiliki presentase terbesar.
Rekayasa Perangkat Lunak
Gambar 6. Use Case Perancangan Sistem
Hipertensi3%
Hipertiroid13%
Koletrerol Tinggi33%
Masalah Jantung
48%
Stroke3%
Gambar5.Hasil Konsultasi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
61
Pada perancangan sistem yang dibuat ada 3 aktor yang memiliki fungsi kerja
masing-masing.
a. Dokter Pakar, bertindak sebagai dokter pakar yang menginput semua data nama
penyakit, jenis penyakit, gejala penyakit, langkah pengobatan, serta memberikan
nilai bobot Certainty Factor pada masing-masing gejala.
b. Dokter, memilih data-data yang ada pada sistem ehingga dengan ini bisa
dilakukan perhitungan untuk mendapatkan satu hasil pada seorang pasien.
c. Sistem, sebagai tempat menampung semua informasi data dan tempat pengolahan
data sehingga menghasilkan suatu hasil dari proses algoritma Forward chaining
dan Fuzzy Logic.
Gambar 7. Diagram Activity
Alur kerja yang diawali oleh Dokter Pakar yang menginput data identitas
dokter, berupa: nama lengkap dokter, alamat, email, dan Password. Kemudian
Dokter Pakar memasukan semua data sebagai knowledge base. Dokter melakukan
konsultasi terhadap sistem berdasarkan keluhan pasien. Sistem mengolah data
inputan konsultasi dengan menggunakan strategi Forward Chaining dan
Algoritma Fuzzy sehingga mampu memberikan hasil dalam bentuk persentasi
jenis penyakit.
Gambar 8. Class Diagram Sistem
SISTEMSISTEMPAKAR
Pilihan
Registrasi Login
Pilihan
RegistrasiLogin
Penyakit
Simpan Data
Gejala Pengobatan
Gejala Penyakit Konsultasi Penyakit
Forware Chaining
Fuzzy
Jenis Penyakit Dan Pengobatan
Pakar
Nama
User
Password
Login()
Penyakit
Kd Penyakit
Nama Penyakit
Jenis
Ket
Gejala
Kd Gejala
Gejala/nama
Pancaindra
Tsakit
Kd.Gejala **
Kd.Penyakit **
Persentasi
Ket
Pasien
Kd.Pasien *
Nama
Password
Tlp
Penyakit1
per1
Penyakit2
per2
Penyakit3
Per3
Tgl_awal
Tgl_berikut
Ketkonsul
Kd.Pasien **
Kd.gejala **
Pencarian penyakit()
Penentuan Penyakit()
Pengobatan
Kd.Penyakit *
pengobatan
foto
Keterangan
Langka2
Pengobatan()
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
62
Sistem ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP [1]
dengan bantuan mySQL dengan Apache Server.
4. Uji Aplikasi
Pengujian aplikasi ini dilakukan pada beberapa lokasi klinik yang
memungkinkan untuk mendapatkan pasien. Pasien dipilih dari yang berumur 15
tahun sampai dengan 75 tahun.
Data yang dimasukkan hanya berupa keluhan yang sesuai pada objek
penelitian, yaitu mengambil data keluhan pada 3 indera. Waktu ditentukan dari
pemeriksaan diagonsa hingga ditentukan kesimpulan untuk solusi penyembuhan.
Tabel8. Pengujian Optimalisasi Akurasi Diagnosa
No (pasien) Keluhan
Akurasi Hasil
Manual Sistem Menurut
Pakar
Sistem Menurut
Dokter
1 T3,
T5,
T6,
L8,
L9
M8,
M9
P9 = 6
P8 = 3
P6 = 1
P5 = 1
P4 = 1
P16 = 1
P9 = 46,67 %
P8 = 22,657%
P6 = 13,33 %
P5 = 12 %
P4 = 2,67%
P16 = 2,67 %
P9 = 50 %
P8 = 10%
P5 = 10%
P6 = 22,5%
P4 = 5 %
P16 = 2,5 %
2 T12, T15, M14 P18 = 3 P18 = 100% P18 = 100%
3 T7, T8, P10 = 2 P10 = 100% P10 = 100%
4 T11,
L9,
M3
P1= 1
P6 =1
P4= 2
P15= 1
P8 = 1
P9 = 1
P16 = 1
P1= 24,39 %
P6 =24,39 %
P4= 17,07%
P15= 12,2%
P8 = 12.2%
P9 = 4.88 %
P16 = 4,88 %
P1= 34,78%
P6 =17,39 %
P4= 26,09%
P15= 4,35%
P8 = 4,35%
P9 = 8,7 %
P16 = 4,35%
5 T11,
L9,
P8 = 1
P15 = 1
P8 = 1
P9 = 1
P4 = 1
P16 = 1
P8 = 38,46%
P15 = 19,23%
P8 = 19,23%
P9 = 7,69%
P4 = 7,69%
P16 = 7,69 %
P8 = 42,86%
P15 = 9 .09%
P8 = 9.09%
P9 = 18,18%
P4 = 18,18%
P16 = 9,09%
6 T6,
T11,
L9,
M3
P1 = 1
P6 = 1
P9 = 2
P4 = 2
P15 = 1
P8 = 1
P16 = 1
P1 = 21.74%
P6 = 21.74%
P9 = 15,22%
P4 = 15,22%
P15 = 10.87%
P8 = 10,87%
P16 = 4,35%
P1 = 33,33%
P6 = 16,67%
P9 = 12,5%
P4 = 25%
P15 = 4,17%
P8 = 4,17%
P16 = 4,17%
7 T4,
L9,
M9,
M10
P8 = 3
P6 = 1
P11= 1
P9 = 1
P4 = 1
P16 = 1
P8 = 46,94%
P6 = 20,41%
P11= 20,41%
P9 = 4,08%
P4 = 4,08%
P16 = 4,08%
P8 = 13,64%
P6 = 18,18%
P11=45,45%
P9 = 9,09%
P4 = 9,09%
P16 = 4,55%
8 T12, T15, M14 P18 = 3 P18 = 100% P18 = 100%
9 T12, T15, M14 P18 = 3 P18 = 100% P18 = 100%
10 L4,
L5
P6 = 2
P8 = 1
P9= 1
P4 = 1
P3 = 1
P16 = 1
P6 = 60,61%
P8 = 15,15%
P9= 6,06%
P4 = 6,06%
P3 = 6,06%
P16 = 6,06%
P6 = 42,86%
P8 = 7,14%
P9= 14,29%
P4 = 14,29%
P3 = 14,29%
P16 = 7,14%
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
63
Pada pemeriksaan Manual menunjukan akurasi penyakit yang diurut
berdasarkan banyaknya quantity gejala, karena setiap gejala menunjukan nilai bobot
satu. Sedangkan pada pemeriksaan Sistem akurasi diurut berdasarkan kemungkinan
penyakit yang memiliki persentasi yang paling besar. Sistem Menurut pakar adalah
pemriksaan dengan mengambil nilai CF dari pakar, sedangkan Sistem menurut
Dokter adalah pemeriksaan dengan mengambil nilai CF dari Dokter umum.
Pada pemeriksaan 10 orang pasien yang dilakukan oleh dua orang dokter maka
dapat dilihat bahwa menggunakan sistem aplikasi ini mampu memudahkan dokter
untuk memberikan akurasi jawaban, yang sebelumnya pemeriksaan manual
diprediksi berdasarkan gejala yang paling banyak memungkinkan diagnosa penyakit.
Tabel9. Pengujian Optimalisasi Waktu Diagnosa No
(pasien)
Waktu Diagnosa (menit)
Manual Sistem Selisih
1 60 10 50 (83%)
2 20 3 17 (85%)
3 10 2 8 (80%)
4 15 3 12 (80%)
5 14 3 11 (78%)
6 18 3 15 (83%)
7 30 4 26 (86%)
8 20 3 17 (85%)
9 17 3 14 (82%)
10 10 2 8 (80%)
Pada pengujian manual dan Sistem terlihat perbedaan selisih waktu, rata-rata
selisih waktu pada tiap konsultasi per satu orang pasien adalah 82.2 %.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Menggunakan beberapa metode Forward Chaining dan algoritma fuzzy sistem ini
meungkinkan dapat memberikan hasil kesimpulan yang lebih cepat dan lebih
akurat.
2. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pakar ini mampu membantu
dokter dalam memberikan diagnosa hasil penyakit.
3. Rata-rata selisih waktu pada tiap konsultasi per satu orang pasien adalah 82.2 %.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, maka disarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk menggunakan aplikasi ini sebagai bahan acuan untuk
mengembangkan dan membangun aplikasi untuk informasi klinis dengan
menggunakan metode dan algoritma yang lebih baik. Selanjutnya diharapkan mampu
mengembangkan sistem dengan memadukannya dengan alat-alat pendeteksi pada
tiap-tiap indera (mata, telapak tangan, dan lidah) sehingga siapapun bisa mengerti
dan paham dalam penggunaannya dan mampu mendeteksi sendiri penyakit yang
diderita.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir, 2008, Dasar Pemrograman Web Dinamis menggunakan PHP, Penerbit
ANDI : Yogyakarta.
Anita Desiani and Muhammad Arhami, 2006, Konsep Kecerdasan Buatan, Penerbit
ANDI : Yogyakarta.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
64
Armadyah Amborowati, Membangun Sistem Untuk Membantu Diagnosa Penyakit
Dalam Pada Manusia Dengan Solusi Penggunaan Herbal Sebagai Obat,
Yogyakarta.
Buckland, Mat. 2005. Programming game AI. Los Rios Boulevard Plano, Wordware
Publishing : Texas.
Budhi, Gregorius S. dan Rolly Intan. Proposal Penerapan Probabilitas Penggunaan
Fakta Guna Menentukan Certainty Factor Sebuah Rule Pada Rule Base Expert
System. Prosiding Sem Nas The Application of Technology Toward a Better Life
2005 buku 6. , Desember 2005.
Budi Santosa, 2007, Data Mining Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis
Teori dan Aplikasi, Graha Ilmu : Yogyakarta.
Budi Santosa, 2007, Data Mining Terapan dengan MATLAB, Graha Ilmu : Yogyakarta.
Durkin, John. 1994. Expert Systems Design andDevelopment. Prentice Hall.
FX Lanjar P, 2010, Sembuh Total denga Obat Herbal, Madhara Pustaka : Yogyakarta.
Gregorius S. Budhi, Alexander Setiawan, and Henry Octaviano, Prototipe Sistem Pakar
Untuk Mendeteksi Penyakit Umum Menggunakan Gabungan MetodeFuzzy Dan
Non-Fuzzy, Surabaya.
Ian Sommerville, 2003, Software Enggineering, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Roger S. Pressman, Ph.D, 2002, Rekayasa Perangkat Lunak, Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
Sri Kusumadewi, Penentuan Tingkat Resiko Penyakit Menggunakan TsukamotoFuzzy
Inference System, Yogyakarta.
Sutojo T, Edy Mulyanto, 2011, Kecerdasan Buatan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Syihaab Al-Badrii Yaasiin, 2011, Bekam Sunnah Nabi dan Mukjizat Medis, Al-Qowam
: Solo.
Wadda’ A. Umar, 2012, Sembuh dengan Satu Titik, Al-Qowam : Solo.
Yunanto Wawan, 2007, Algoritma Backward Chaining pada Rule-Based Expert
System.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
65
KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD-PS DENGAN
TIPE JIGSAW-PS DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR, KEMAMPUAN
INTERPERSONAL DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
Muhammad Yusuf
Guru SMA Negeri 1 Monta Kecamatan Monta Kabupaten Bima NTB
Email: [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: 1) mengetahui keefektifan
pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui problem solving (STAD-PS) dan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw melalui problem solving (Jigsaw-PS) masing-masing
ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi belajar siswa dan
2) membandingkan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dengan tipe Jigsaw-
PSditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi belajar siswa.
Penelitian ini termasuk penelitian experimen semu dengan subjek penelitian
siswa kelas X SMA Negeri 1 Monta, dengan sampel sebanyak 2 kelas, yaitu kelas X E
sebanyak 32 orang sebagai kelompok STAD-PS dan kelas X F sebanyak 32 orang
sebagai kelompok Jigsaw-PS. Alat ukur penelitian berupa soal tes dan kuesioner yang
sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Teknik analisis yang digunakan adalah uji
keefektifan menggunakan one sample t-test dan uji beda menggunakan uji two group
Manova dan uji lanjut menggunakan independent samples test.
Hasil uji keefektifan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS
dan tipe Jigsaw-PS masing-masing efektif ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan
interpersonal dan prestasi belajar siswa. Sedangkan hasil uji beda pada kelompok STAD-
PS dan kelompokJigsaw-PSmenunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada skor
pretestt dan hasil uji beda kelompok STAD-PS dan kelompok Jigsaw-PS menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan pada skor posttest. Kemudian hasil uji lanjut
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS sama-
sama unggul ditinjau dari motivasi belajar dan prestasi belajar, sedangkan pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw-PS lebih unggul dibandingkan dengan tipe STAD-PS ditinjau dari
kemampuan interpersonal.
Kata kunci: STAD-PS, Jigsaw-PS, motivasi belajar, kemampuan interpersonal,
prestasi belajar
PENDAHULUAN
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal
1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
menumbuhkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada Bab IV Pasal 19
ayat (1) tentang Standar Proses menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap
satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
66
menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Dengan adanya rumusan rumusan standar proses pembelajaran matematika,
sekolah-sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas terus berupaya
untuk meningkatkan kualitas proses pembelajarannya. Kualitas pembelajaran dapat
diukur dengan berbagai macam aspek, di antaranya sejauh mana meningkatnya
motivasi belajar siswa, tumbuhnya kemampuan interaksi antar siswa, dan
meningkatnya prestasi belajar siswa.
Motivasi belajar dalam penelitian ini adalah motivasi instrinsik yang berkaitan
dengan keuletan (Wheeler, 2005: 44), ketekunan (Hook & Vass, 2001:65 dan Wheeler,
2005: 44), kemandirian (Schunk, Pintrich, & Meece, 2010:236), optimisme (Wheeler,
2005: 44), konsistensi (Ormrod, 2003: 368), kesenangan (Santrock, 2011: 441), minat
(Brophy, 2004: 4), inisiatif (Danielson, 2002: 25), dan komitmen (Cohen & Swerdlik,
2005: 550) siswa, baik dalam menghadapi tugas-tugas mandiri pembelajaran
matematika, menghadapi tugas atau latihan di kelas, dan menghadapi ulangan.
Selanjutnya, aspek kemampuan interaksi antar siswa dalam arti kemampuan
interpersonal siswa (interpersonal skills) yaitu kemampuan siswa yang berkaitan
dengan aspek-aspek antara lain toleran dengan keberagaman (Hayes, 2002 dan Gillies,
2007: 41), kerja sama (Koenig, 2011: 2 dan Barron & Barron, 2009: 4), empati
terhadap orang lain (Koenig, 2011: 2) dan Sufiana, 2012: 517), komunikasi yang baik
(Barron & Barron, 2009: 4), mendengarkan secara aktif (Gillies, 2007: 41),
memotivasi diri dan orang lain (Barron & Barron, 2009: 4), bertanggung jawab
(Gillies, 2007: 41), dan menyelesaikan masalah/konflik (Barron & Barron, 2009: 4 dan
Gillies, 2007: 41), sehingga dapat memperoleh hasil terbaik dan mencapai tujuan
dalam pembelajaran matematika. Sedangkan aspek prestasi belajar berkaitan dengan
skor yang dicapai siswa dalam bentuk tes pada aspek kognitif setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Tes prestasi belajar dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan siswa dalam suatu mata pelajaran tertentu atau topik pelajaran tertentu
(Muijs & Reynolds, 2005: 232) dan hasil tes prestasi belajar dapat digunakan untuk
mengukur keefektifan pembelajaran (Ebel & Frisbie, 1991: 19).
Ketiga aspek yang disebutkan di atas menjadi bagian penting yang perlu
diperhatikan karena dapat menjadi bagian dari indikator efektif dan tidaknya suatu
pembelajaran. Hal ini seperti diungkapkan oleh Kyriacou (2009: 9) bahwa di antara
kriteria efektifnya suatu pembelajaran antara lain ditandai dengan adanya peningkatan
motivasi, peningkatan pengembangan sosial, serta peningkatan pengetahuan dan
keterampilan. Ketiga aspek tersebut diharapkan tumbuh dan meningkat pada diri siswa
mengikuti pembelajaran matematika, yakni pembelajaran yang dirancang dengan
menggunakan model-model pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik topik
pelajaran dan karakteristik siswa.
Kenyataan di lapangan khususnya dalam pembelajaran matematika, efektivitas
pembelajaran dilihat dari aspek motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan
prestasi belajar siswa masih perlu mendapat perhatian. Beberapa hasil temuan di kelas
di antaranya: salah satu metode pembelajaran yang digunakan oleh guru mata
pelajaran matematika di kelas X saat mengajar di kelas adalah terkadang menggunakan
metode diskusi, tetapi yang sering dilakukan adalah metode ceramah, kemudian
dilanjutkan dengan mencatat dan latihan soal-soal yang sudah disediakan. Metode yang
dilakukan oleh guru tersebut terdapat beberapa kelebihan seperti: topik pelajaran dapat
diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, siswa
mempunyai catatan yang dapat digunakan untuk belajar sendiri, tidak ada
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
67
ketergantungan antar siswa, guru memberikan waktu untuk siswa bertanya secara
langsung dan guru menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh siswa, kemudian guru
akan memberikan nilai khusus bagi siswa yang aktif. Tetapi menurut Williams &
Williams (2010: 11) menganggap belum mencerminkan penggunaan metode yang tepat
dalam pembelajaran atau belum memaksimalkan penggunaan metode pembelajaran.
Di sisi lain, penggunaan metode ceramah disertai mencatat dan dilanjutkan
dengan latihan terlihat masih berlangsung satu arah, karena kegiatan pembelajaran
terpusat pada guru. Di antara hal yang dilakukan oleh guru adalah menjelaskan topik
pelajaran sedangkan siswa mendengarkan, mencatat, dan selanjutnya mengerjakan
soal-soal latihan yang sudah disiapkan oleh guru atau dari buku pelajaran. Dengan
metode tersebut, siswa yang belum memahami dengan baik topik tersebut kurang
terdeteksi dengan baik oleh guru. Keadaan lain terpantau, siswa kurang diberi
kesempatan untuk bertanya dan berinteraksi, dan ketika diberi kesempatan untuk
bertanya hanya sedikit siswa yang melakukannya. Hal ini terjadi disebabkan siswa
takut atau bingung mengenai apa yang mau ditanyakan. Selain itu, siswa kurang
terlatih dalam mengembangkan ide-idenya dalam menyelesaikan masalah. Persoalan-
persoalan sebagaimana tersebut di atas menurut penulis perlu menjadi perhatian oleh
guru, jika dibiarkan diduga akan mempengaruhi efektivitas pembelajaran matematika.
Padahal efektivitas pembelajaran tersebut diharapkan dapat menumbuhkan motivasi
belajar siswa, mengembangkan kemampuan interpersonal siswa, dan meningkatnya
prestasi belajar siswa.
Memperhatikan permasalahan tersebut diperlukan adanya terobosan model
pembelajaran yang dianggap mampu meningkatkan motivasi belajar, mengembangkan
kemampuan interpersonal, dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal tersebut hanya
dapat dilakukan oleh guru-guru yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang
kreatif dan menyenangkan bagi siswa. Untuk itu, guru perlu melakukan berbagai cara
dalam rangka membangkitkan motivasi belajar, mengembangkan kemampuan
interpersonal, dan meningkatkan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran yang
kreatif dan menyenangkan. Seorang guru tidak cukup hanya mengandalkan kesadaran
dari diri siswa itu sendiri dengan bertujuan untuk membantu siswa dalam pencapaian
tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Akan tetapi, untuk menumbuhkan dan
meningkatkan motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar
matematika siswa perlu ada model pembelajaran yang dipilih sebagai salah satu
alternatif.
Model pembelajaran yang dapat dipilih sebagai alternatif dalam penelitian ini
yang diduga mampu menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar, kemampuan
interpersonal, dan prestasi belajar matematika siswa adalah pembelajaran kooperatif.
Menurut Killen (2009: 216) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang
efektif untuk membantu pencapaian siswa dalam arti luas baik secara akademis
maupun sosial, termasuk pencapaian prestasi, peningkatan keyakinan diri,
meningkatkan hubungan yang baik siswa dengan siswa lain, peningkatan kemampuan
mengatur waktu dan sikap positif terhadap sekolah. Pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran yang dirancang dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam penyelesaiaan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling kerja sama dan saling
membantu untuk memahami topik pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai topik
pelajaran.
Beberapa penelitian mengungkap keuntungan dari penggunaan pembelajaran
kooperatif di kelas. APA (Killen, 2006: 216) menegaskan bahwa pembelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
68
kooperatif juga mampu meningkatkan motivasi dan prestasi. Kemudian Nebesniak
(2007: 7) dan Booysen & Grosser (2008: 377) mengungkapkan bahwa pembelajaran
koperatif juga mampu mengembangkan keterampilan sosial. Hal senada juga
disampaikan oleh Whicker, et al. (Johnsen, 2009: 7) bahwa pembelajaran kooperatif
mampu menciptakan hubungan sosial yang positif antar siswa. Selanjutnya, Johnsen
(2009: 17) dan Effandi, Lu, & Yusoff (2010: 275) menyimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif juga mampu meningkatkan prestasi siswa.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dihadapkan dengan tugas-tugas yang
harus diselesaikan secara berkelompok. Salah satu pendekatan yang dapat dipadukan
dengan pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran problem solving.
Gillies (2007: 1) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif telah berhasil digunakan
untuk meningkatkan prestasi membaca dan menulis antara siswa sekolah menengah
pertama, serta meningkatkan pemahaman di sekolah menengah atas kelas sains, dan
pemecahan masalah dalam matematika. Selanjutnya, menurut Bell (1978: 311) bahwa
problem solving dapat membantu siswa belajar tentang fakta matematika,
keterampilan, konsep, dan prinsip-prinsip dengan menggambarkan aplikasi dari objek
matematika dan saling keterkaitan antara objek yang lain. Lebih lanjut Bell (1978: 311)
mengemukakan bahwa matematika dan problem solving tidak dapat dipisahkan karena
problem solving adalah proses yang paling mendasar dalam matematika dan (NCTM,
2000: 341) menyatakan bahwa problem solving adalah inti dari matematika.
Selanjutnya menurut Holmes (NCTM, 2000: 341) bahwa sukses problem solving
berarti sukses pada matematika sebagai isi dan strategi dalam penyelesaian masalah.
Cai & Lester (2010: 4) menyimpulkan bahwa kesuksesan siswa dalam problem solving
berkaitan dengan kemampuan penyelesaian masalah sehingga perlu diberikan program
problem solving dalam pembelajaran matematika. Pernyataan-pernyataan tesebut
memandu guru agar mampu merancang sebuah pendekatan yang menuntun siswa
untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan atau pendekatan pembelajaran
problem solving dalam pembelajaran matematika.
Pendekatan pembelajaran problem solving dalam penelitian ini adalah
pembelajaran tentang problem solving. Pembalajaran problem solving yang dimaksud
adalah pembelajaran secara umum, di mana siswa belajar matematika melalui konteks,
masalah, situasi, dan model riil. Dalam penyelesaikan permasalahan matematika siswa
menggunakan melalui tahapan-tahapan penyelesaian yang telah ditentukan, yaitu
memahami masalah, merancang penyelesaian, membuat model, melakukan
perhitungan berdasarkan rancangan penyelesaian, kemudian menyimpulkan.
Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam tipe, tipe-tipe
pembelajaran kooperatif tersebut antara lain Student Teams Achievement Divisions
(STAD), Jigsaw, Group Invertigation, Structural Approach. Tipe pembelajaran
kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Student Teams-Achievement
Divisions (STAD) dan tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe Jigsaw
masing-masing melalui problem solving (STAD-PS dan Jigsaw-PS) diduga cocok
untuk meningkatkan motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar
karena dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan prestasi
belajar siswa, motivasi, dan meningkatkan hubungan antar anggota grup dari berbagai
macam kultur dan tipe Jigsaw cocok untuk problem solving (menyelesaikan
permasalahan) pada macam-macam topik pelajaran dan kelas yang dinamis (Cohen,
Brody, & Shevin, 2004: 87).
Berdasarkan uraian di atas, matematika dan problem solving tidak dapat
dipisahkan, pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui problem solving (STAD-PS)
dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw melalui problem solving (Jigsaw-PS) diduga
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
69
mampu mengkondisikan siswa untuk sukses bersama dan bekerja bersama dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika. Oleh karena itu, pembelajaran
kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS diharapkan efektif bisa menjadi alternatif
untuk meningkatkan motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar
siswa.
Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS, selain siswa mempunyai
kemampuan kerja sama tim dalam kelompok untuk menyelesaikan permasalahan
matematika yang diberikan, tanpa ada persaingan, mereka juga dituntut harus mampu
memahami materi secara keseluruhan. Dengan cara tersebut, siswa dapat terlibat secara
proaktif dalam pembelajaran dan siswa akan terlatih menemukan keterkaitan konsep-
konsep pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Selanjutnya, melalui pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw-PS, selain siswa mempunyai kemampuan kerja sama tim dalam
kelompok, mereka juga dituntut untuk memahami spesialisasi tugas/suatu materi yang
berbeda-beda dalam memecahkan suatu permasalahan dengan berdiskusi dalam
kelompok ahli dan dituntut harus mampu memahami materi secara keseluruhan serta
menyampaikan suatu materi/permasalahan hasil diskusi kelompok ahli pada teman-
teman anggota kelompok asalnya. Dengan cara tersebut, siswa dapat terlibat secara
proaktif dalam pembelajaran dan akan terlatih menemukan konsep-konsep pengetahuan
bermakna dalam ingatan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, pembelajaran kooperatif tipe STAD-
PS dan tipe Jigsaw-PS dipilih sebagai alternatif model pembelajaran. Menurut Arends
(2001: 327), secara umum tipe STAD dan tipe Jigsaw mempunyai kesamaan dilihat
dari tujuan kognitif, tujuan sosial, struktur kelompok, pemilihan topik pelajaran,
asesmen, dan rekognisi. Oleh karena demikian, kedua model pembelajaran tersebut
perlu dikaji perbandingannya jika digunakan dalam pembelajaran matematika pada
topik trigonometri ditinjau dari aspek beberapa aspek antara lain motivasi belajar,
kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar matematika siswa. Sehingga dalam hal
ini penulis meneliti “perbandingan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS
dengan tipe Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan
prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA”.
Mengacu pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
diidentifikasi beberapa permasalah sebagai berikut: (1) guru menerapkan metode
ekspositori tanpa banyak memperhatikan kemungkinan penerapan metode lain, (2)
pembelajaran masih terpusat pada guru sehingga kurang menumbuhkan motivasi
belajar dan kemampuan interpersonal siswa, (3) motivasi siswa dalam pembelajaran
matematika masih rendah, (4) kemampuan interpersonal siswa dalam pembelajaran
matematika masih rendah, (5) prestasi belajar siswa untuk topik trigonometri masih
rendah, dan (6) siswa masih sulit menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan
pemecahan masalah untuk topik trigonometri.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keefektifan pembelajaran kooperatif tipe
STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS masing-masing ditinjau dari motivasi belajar,
kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar dan membandingkan keefektifan
pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS
ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar
matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Monta.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun praktis. Secara
teoretis, hasil penelitian ini dapat membantu menambah khasanah ilmu pengetahuan
yang terkait dengan model pembelajaran matematika. Secara praktis, hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan khususnya bagi guru matematika di
SMA dalam mencari alternatif model pembelajaran untuk menciptakan situasi yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
70
kondusif dalam proses pembelajaran khususnya topik trigonometri, sehingga dapat
meningkatkan mutu pendidikan khususnya pendidikan matematika. Di samping itu
juga, dapat digunakan sebagai landasan bagi praktisi pendidikan dalam
mengembangkan model pembelajaran matematika yang menarik.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Adapun desain penelitian
menggunakan nonequivalent group with pretest and posttest. Kedua kelas eksperimen
tersebut diberikan pretest dan posttest dengan angket yang sama dan soal-soal tes yang
setara.
Waktu dan Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Monta yang
berlokasi di Jl. Lintas Parado Tangga Monta Kabupaten Bima. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 dimulai sejak tanggal 16
Februari 2015 sampai dengan tanggal 3 April 2015.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Monta
tahun pelajaran 2014/2015. Populasi terdiri dari tujuh kelas dengan asumsi kelas-kelas
tersebut homogen. Sesuai dengan rencana penelitian, dari tujuh kelas yang ada diambil
dua kelas secara acak (dengan cara diundi) sebagai sampel dan terpilih kelas XE dan
XF. Selanjutnya, dua kelas yang terpilih tersebut dilakukan pengundian untuk
menentukan kelas perlakuan. Hasil pengundian adalah kelas XE dengan jumlah siswa
32 siswa terpilih pertama sebagai kelas perlakuan menggunakan pembelajaran
kooperatiftipe STAD-PS dan kelas XF dengan jumlah siswa 32 siswa terpilih kedua
sebagai kelas perlakuan menggunakan pembelajaran kooperatiftipe Jigsaw-PS.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Instrumen non tes dan
instrumen tes. Instrumen non tes dalam penelitian ini terdiri dari angket motivasi belajar
dan angket kemampuan interpersonal masing-masing terdiri dari 30 item pernyataan.
Sedangkan instrumen tes berupa tes tertulis sebanyak 5 soal. Gambaran hasil pretest dan
posttest kelas STAD-PS dan Jigsaw-PS dipaparkan dalam bentuk statistik deskriptif
berupa rata-rata, nilai maksimum ideal, nilai minimum ideal, nilai tertinggi, nilai terendah
dan standar deviasi.
Data Hasil Penelitian
Tabel 1. Deskripsi Data Motivasi Belajar
Deskripsi Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Rata-Rata 98,69 112,38 99,97 112,59
Nilai maksimum ideal 150 150 150 150
Nilai minimum ideal 30 30 30 30
Nilai maksimum 120 131 120 133
Nilai minimum 84 97 75 90
Standar deviasi 10,26 9,62 10,64 10,01
Tabel 2. Deskripsi Data Kemampuan Interpersonal
Deskripsi Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Rata-Rata 107,16 120,59 108,28 127,06
Nilai maksimum ideal 150 150 150 150
Nilai minimum ideal 30 30 30 30
Nilai maksimum 128 143 128 145
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
71
Nilai minimum 88 103 79 96
Standar deviasi 11,52 11,57 12,29 10,81
Tabel 3. Deskripsi Data Tes Prestasi Belajar
Deskripsi Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Rata-Rata 20,90 74,08 20,51 77,66
Nilai maksimum ideal 100 100 100 100
Nilai minimum ideal 0 0 0 0
Nilai maksimum 35,00 86,25 36,25 90,00
Nilai minimum 5,00 57,50 5,00 60,00
Standar deviasi 7,67 7,66 8,33 8,02
Ketuntasan 0,00% 84,38% 0,00% 81,25%
Teknis Analisis Data
Uji Asumsi
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji one sample t-
test dan uji two-group MANOVA. Analisis data menggunakan uji one sample t-test
untuk mengetahui efektif tidaknya pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe
Jigsaw-PS pada masing-masing variabel motivasi belajar, kemampuan interpersonal,
dan prestasi belajar. Sedangkan analisis data menggunakan uji two-group MANOVA
untuk menguji perbedaan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS
dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi
belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar. Data yang dianalisis diperoleh
dari skor angket motivasi belajar, skor angket kemampuan interpersonal, dan skor hasil
tes prestasi belajar setelah perlakuan. Asumsi yang harus dipenuhi sebelum melakukan
analisis dengan uji one sample t-tes dan uji two-group MANOVA adalah asumsi
normalitas dan homogenitas.
1) Uji Noralitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui populasi penelitian berdistribusi
normal atau tidak. Hal in penting karena jawaban siswa sebagai subjek penelitian
dapat diproyeksikan sebagai jawaban yang mewakili seluruh populasi, apabila
ternyata data tidak berdistribusi normal, maka pada kelompok data tersebut tidak
dapat dilakukan uji hipotesis dengan statistik parametrik. Uji normalitas
menggunakan uji prasyarat multivariate dan univariate. Untuk menguji normal
univariat menggunakanuji Kolmonogorov-Smirnov, dengan kriteria jika nilai
signifikansinya lebih besar dari 0,05, maka data tersebut berdistribusi normal.
Sedangkan untuk memeriksa pemenuhan asumsi kenormalan multivariate adalah
dengan menggunakan kriteria2 . Kriteria yang harus dipenuhi adalah jika sekitar
50% dari sampel terletak pada 2
id <2
)(5.0 p . Dalam penelitian ini pengujian normalitas
dilakukan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal
jika signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05. Hasil uji normalitas univariate dan
multivariate untuk data sebelum dan setelah perlakuan disajikan masing-masing
dalam tabel berikut.
Tabel 4. Hasil uji normalitas univariate.
Variabel Kelompok
Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Kolmogorov-
Smirnov Sig.
Kolmogorov-
Smirnov Sig.
Motivasi STAD-PS 0,152 0,059 0.124 0,200
Jigsaw-PS 0,09 0,200 0.087 0,200
KIP STAD-PS 0,154 0,053 0.136 0,142
Jigsaw-PS 0,088 0,200 0.08 0,200
Prestasi STAD-PS 0,083 0,200 0.141 0,107
Jigsaw-PS 0,089 0,200 0.102 0,200
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
72
Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-smirnov dengan program SPSS pada Tabel
4, diperoleh signifikansi semua variabel pada dua kelompok perlakuan menunjukkan
masing-masing lebih dari 0,05. pada dua kelas perlakuan. Hal ini menunjukkan data
berdistribusi normal univariat, karena memiliki taraf signifikansi lebih besar dari
0.05.
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Multivariat
Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS
Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Nilai Di2 ≤ χ2 tabel = 2,366
50% 50% 50% 53,13%
Normal Normal Normal Normal
Berdasarkan Tabel 5, sebelum perlakuan dan setelah perlakuan menunjukkan
bahwa untuk kelompok STAD-PS terdapat 50% nilai 2
id < .366,22
)3(5.0 Sedangkan
pada kelompok Jigsaw-PS, terdapat 50% sebelum perlakuan dan 53,13% setelah
perlakuan dengan nilai 2
id < .366,22
)3(5.0 Dengan masing-masing persentase
50%, maka dapat disimpulkan bahwa data berasal dari data yang berdistribusi normal
atau dengan kata lain asumsi kenormalan pada masing-masing kelompok STAD-PS
dan kelompok Jigsaw-PS sebelum perlakuan terpenuhi. Hal ini menunjukkan data
berdistribusi normal multivariat, karena memiliki nilai 2
id <2
)3(5.0 lebih besar atau
sama dengan 50%.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah antara data kedua
kelompok eksperimen varians homogen. Untuk menguji homogenitas masing-masing
variabel terikat menggunakan Levene Test. Kriteria yang harus dipenuhi adalah, jika
angka signifikansi yang dihasilkan masing-masing lebih besar dari 0,05, maka
matriks varians-kovarians pada variabel terikat tersebut adalah homogen. Sedangkan
uji homogenitas secara bersama-sama menggunakan Uji Box’s M. Kriterianya, jika
angka signifikansi yang dihasilkan masing-masing lebih besar dari 0,05, maka data
tersebut berdistribusi secara homogen.
Tabel 6. Hasil uji homogenitas varians
Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Sig. Ket. Sig. Ket.
Motivasi 0,962 Homogen 0,922 Homogen
KIP 0,844 Homogen 0,347 Homogen
Prestasi 0,715 Homogen 0,512 Homogen
Hasil uji Levene yang ditunjukkan Tabel 6 bahwa untuk masing-masing
variabel dependen menunjukkan signifikansi masing-masing lebih dari 0,05. Artinya,
baik motivasi belajar, kemampuan interpersonal (KIP), maupun prestasi belajar
sebelum maupun setelah perlakuan memenuhi syarat homogenitas varians. Hasil
perhitungan menggunakan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 4.5 dan Lampiran 4.6.
Tabel 7. Hasil uji homogenitas varians-kovarians Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Box’M 4,252 Box’M 2,674
Signifikansi 0,673 Signifikansi 0,865
Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa populasi data sebelum dan setelah perlakuan
dari ketiga skala tersebut memenuhi syarat homogenitas varians-kovarians matriks
karena nilai probabilitasnya masing-masing lebih dari 0,05 yaitu 0,673 dan 0,865
Hasil output SPSS selengkapnya pada Lampiran 4.5 dan Lampiran 4.6.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
73
Uji Hipotesis
Analisis yang pertama adalah menguji perbedaan awal antara kelompok
STAD-PS dan kelompok Jigsaw-PS. Pengujiannya menggunakan two group Manova.
Setelah tahapan-tahapan di atas dilakukan terhadap hasil pretest maupun posttest dan
memenuhi kriteria normalitas dan homogenitas. Untuk hasil pretest dan hasil posttest
dilakukan uji perbedaan rata-rata dua kelompok ekeperimen sebelum perlakuan. Uji
perbedaan rata-rata dua kelompok eksperimen menggunakan uji two-group MANOVA
dengan rumus statistik T2 Hotelling.
1) Uji Keefektifan Pembelajaran Kooperatiftipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS
Untuk menganalisis keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS menggunakan uji one sample t-test. Teknik
analisis ini digunakan untuk menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-
PS dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau dari masing-masing
variabel motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar. Tahapan-
tahapan yang selanjutnya dilakukan dalam uji keefektifan dua model pembelajaran
tersebut adalah menjawab rumusan-rumusan masalah dan melakukan pengujian
hipotesis. Untuk rumusan masalah menggunakan daftar pertanyaan, sedangkan untuk
pengujian hipotesis menggunakan uji pihak kanan. Uji pihak kanan menggunakan
rata-rata skor paling tinggi atau tidak lebih besar dari skor yang ditentukan
sebelumnya. Untuk angket motivasi belajar dan angket kemampuan interpersonal,
kriteria efektifnya model pembelajaran yang digunakan masing-masing minimal 100
atau berdasarkan skor lebih dari 100 jika rata-rata hasil pengukuran lebih dari 100,
dan untuk tes prestasi menggunakan skor KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu
70.
Untuk menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe
Jigsaw-PS masing-masing terhadap motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan
prestasi belajar, menggunakan statistik uji one smple t test, pada tingkat signifikansi,
= 5% atau 0,05 dengan kriteria pengujian, H0 ditolak jika thitung> ttabel dengan nilai
signifikansi < 0,05 atau H0 diterima jika thitung ≤ ttabel.
Tabel 8 Hasil Uji Keefektifan STAD-PS dan Jigsaw-PS
Variabel Kelompok STAD-PS Kelompok Jigsaw-PS
thitung Signifikansi thitung Signifikansi
Motivasi Belajar 7,279 0,000 7,120 0,000
Kemampuan Interpersonal 5,178 0,000 8,92 0,000
Prestasi Belajar 3,014 0,000 5,402 0,000
Hasil uji t menggunakan teknik one sample t test terhadap skor posttest pada
kelompok STAD-PS pada variabel motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan
prestasi belajar diperoleh thitung masing-masing 7,279 (p = 0,000), 5,178 (p = 0,000),
dan 3,014 (p = 0,000). Nilai t pada kelompok STAD-PS maupun kelompok Jigsaw-
PS ternyata dibawah 0,05 berarti pada kelompok STAD-PS maupun Jigsaw-PS
masing masing efektif terhadap motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan
prestasi belajar.
2) Uji Perbedaan Keefektifan Pembelajaran Kooperatiftipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-
PS
Setelah melakukan analisis dengan uji one sample t-test, analisis dilanjutkan
dengan two-group MANOVA. Teknik analisis ini digunakan untuk membandingkan
keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dengan pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi
belajar secara simultan. Untuk data yang analisis menggunakan uji two-group
MANOVA diperoleh dari skor pretest dan skor posttest angket motivasi belajar,
kemampuan interpersonal siswa, dan tes prestasi belajar setelah perlakuan. Untuk
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
74
menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS
masing-masing terhadap motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi
belajar, menggunakan statistik statistik uji T2 Hotelling. Adapun Kriteria
pengujiannya adalah H0 ditolak jika Fhitung ≥ F(dk1, dk2,α) dengan dk1 = p, dk2 = N-p-1 =
n1+n2-p-1, dimana p = banyaknya variabel terikat dan N= jumlah subyek dari dua
kelompok eksperimen. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% atau = 0,05.
Jika Fhitung< Ftabel berarti H0 diterima. Kriteria pengujiannya berdasarkan output SPSS
adalah dengan melihat tabel Multivariate test, jika harga F untuk Hotelling Trace
memiliki signifikansi < 0,05, maka H01 ditolak. Sebaliknya jika signifikansi F > 0,05,
maka H11 diterima. Jika H0 diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan keefektifan antara pembelajarankooperatiftipe STAD-PS dengan tipe
Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi
belajar. Sebaliknya, jika H0 ditolak, maka dapat disimpulkan ada perbedaan
keefektifan antara pembelajarankooperatiftipe STAD-PS dengan tipe Jigsaw-PS
ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar.
Tabel 9 Hasil Uji Perbedaan Keefektifan STAD-PS dan Jigsaw-PS Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
F Signifikansi F Signifikansi
0,111 0,953 3,410 0,023
Hasil penelitian menunjukkan ada skor pretest pada kelompok STAD-PS dan
kelompok Jigsaw-PS diperoleh Fhitung = 0,111 dengan p = 0,953 (> 0,05) yang
menunjukkan bahwa rata-rata skor pretest kelompok STAD-PS tidak berbeda
secara signifikan dengan rata-rata skor pretest kelompok Jigsaw-PS. Berdasarkan hal
tersebut kelompok STAD-PS dan Jigsaw-PS pada skor pretest dapat dikatakan
memiliki kemampuan awal yang sama.
Selanjutnya hasil perhitungan setelah perlakuan diperoleh Fhitung = 3,410
signifikansi 0,023 < 0,05. Karena signifikansi F < 0,05, maka H0 ditolak, artinya
terdapat perbedaan rata-rata skor kelompok STAD-PS dan kelompok Jigsaw-PS
ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar.
Uji Lanjut Univariat
Berdasarkan uji multivariat setelah perlakuan, hasilnya menunjukan adanya
perbedaan keefektifan antara pembelajarankooperatif tipe STAD-PS dan
pembelajarankooperatiftipe Jigsaw-PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan
interpersonal, dan prestasi belajar siswa. Selanjutnya dilakukan uji lanjut, yakni dengan
uji univariat menggunakan uji t one sample independent. Uji univariat menggunakan
bantuan SPSS 16.00 for Windows.
Tabel 10. Hasil Uji Lanjut Univariat Variabel thitung Signifikansi
Motivasi belajar -0,089 0,929
Kemampuan interpersonal -2,310 0,024
Prestasi belajar -1,823 0,073
Berdasarkan Tabel 10, diperoleh:
a) Nilai thitung untuk variabel motivasi belajar adalah -0,089, berdasarkan kriteria thitung =
|-0,089| < ttabel = 2,297 dan signifikansi 0,903 > 0,025, maka H02 diterima. Karena
H02 terima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara
pembelajarankooperatiftipe STAD-PS dibandingkan dengan pembelajaran
kooperatiftipe Jigsaw-PS.
b) Nilai thitung untuk variabel kemampuan interpersonal adalah -2,310 dan nilai
signifikansi 0,024 < 0,025. Berdasarkan kriteria pengujian thitung = |-2,310| > ttabel =
2,297 berarti H03 ditolak. Karena H03 ditolak, maka kesimpulannya adalah terdapat
perbedaan antara pembelajarankooperatiftipe STAD-PS dibandingkan pembelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
75
kooperatiftipe Jigsaw-PS ditinjau dari kemampuan interpersonal. Karena nilai thitung
negatif, maka disimpulkan bahwa pembelajaran pembelajaran kooperatiftipe Jigsaw-
PS lebih unggul dibandingkan dengan pembelajarankooperatiftipe STAD-PS.
c) Nilai thitung untuk prestasi belajar adalah -1,823 dan nilai signifikansi adalah 0,073.
Jika dikaitkan dengan kriteria pengujian thitung =|-1,823| < ttabel = 2,297, dan angka
signifikansi 0,073 > 0,025 maka H04 diterima. Jadi disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan antara pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dibandingkan dengan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau dari prestasi belajar siswa.
PEMBAHASAN
Pembelajaran matematika pada khususnya di Indonesia secara paradigmatik telah
mengacu pada pembelajaran yang berorentasi pada siswa (student centered).
Pembelajaran ini mensyaratkan adanya kerja sama antara guru dan siswa yang bersifat
dinamis dan konstruktivisme. Sehingga pemerintah dalam hal ini Kementrian
Pendidikan Nasional dan Kebudayaan (Kemendikbud) berharap banyak akan adanya
perubahan paradigma pembelajaran yang tidak hanya menyentuh aspek kognitif siswa.
Pamerintah berharap siswa terkondisikan pada pembelajaran yang mengarah pada
karakter problem solver. Tidak hanya itu, pembelajaran di sekolah merupakan
pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan berarti juga
suasana pembelajaran yang tidak berada dalam suasana pembelajaran yang mencekam
dan memotivasi bagi siswa. lnilah urgensi pemilihan pendekatan pembelajaran yang
mampu menghadirkan karakter tersebut. Selanjutnya peneliti akan mengungkap
temuan-temuan yang bersifat deskriptif dan statistik berkenaan penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS terhadap motivasi belajar, kemampuan
interpersonal, dan prestasi belajar.
Analisis dari hasil penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis statistik.
Analisis deskripsi lebih bersifat penyelidikan data berbasis pada penggambaran data
yang nampak secara kasat mata. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa data
motivasi belajar sebelum perlakuan dari kelompok STAD-PS dan kelompok Jigsaw-PS
berada pada kriteria sedang, sehingga nilai standar yang digunakan pada uji keefektifan
motivasi belajar menggunakan 100 karena rata-rata skor dari kedua kelompok perlakuan
masih berada di bawah nilai minimal dari kriteria tinggi. Hal ini memberi pembenaran
terhadap informasi awal yang diperoleh penulis bahwa motivasi siswa kelas X terhadap
pembelajaran matematika relatif rendah. Setelah diberi perlakuan, kedua kelompok
mengalami peningkatan skor yang signifikan yakni berada pada kategori tinggi.
Peningkatan skor motivasi disebabkan beberapa hal, di antaranya dalam pembelajaran
STAD-PS dan Jigsaw-PS, guru memberi tantangan kepada siswa secara individu
maupun kelompok untuk menyelesaikan permasalahan matematika yang dibuat dalam
soal-soal cerita yang dikaitkan dengan terapan ilmu lain, sifatnya menantang dan
membuat siswa penasaran untuk menyelesaikannya, dan disertakan adanya
penghargaan pada kelompok yang memiliki skor tertinggi.
Berkaitan dengan kemampuan interpersonal siswa, berdasarkan Tabel 2 diperoleh
informasi bahwa kedua kelompok perlakuan menunjukkan rata-rata skor kemampuan
interpersonal mengalami peningkatan yang signifikan yaitu masing-masing 13,43 dan
6,47. Sebelum perlakuan, penyebaran data kelompok Jigsaw-PS lebih tinggi dari
kelompok STAD-PS, sedangkan setelah perlakuan penyebaran data kelompok STAD-PS
lebih tinggi dari kelompok Jigsaw-PS. Hal ini dikarenakan interaksi kedua kelompok
perlakuan berbeda, diskusi kelompok STAD-PS hanya terjadi dalam kelompok itu saja,
sedangkan kelompok Jigsaw-PS terjadi dalam kelompok ahli dan kelompok asal.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
76
Walaupun demikian, kedua kelompok mengalami peningkatan rata-rata skor yang
signifikan pada aspek kemampuan interpersonal.
Selanjutnya, Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaaan pembelajaran kooperatif
tipe STAD-PS dan Jigsaw-PS terjadi peningkatan skor prestasi belajar yang signifikan.
Ketuntasan dari kedua kelas memenuhi indeks keefektifan yang dikemukakan oleh
(Kemp, 1994: 289) yaitu ketuntasan klasikal kedua kelompok mencapai 84,38% untuk
kelompok STAD-PS dan 81,25% untuk kelompok Jigsaw-PS. Walau ketuntasan
kelompok STAD-PS lebih tinggi tetapi rata-rata skor kelompok Jigsaw-PS lebih tinggi
dan rentang skornya lebih besar dibandingkan dengan kelompok STAD-PS.
Selanjutnya, analisis statistik dilakukan untuk menguji hipotesis-hipotesis
penelitian yaitu menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe
Jigsaw-PS pada masing-masing ditinjau dari aspek motivasi belajar, kemampuan
interpersonal, dan prestasi belajar, kemudian menguji perbedaan keefektifan
pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS ditinjau dari aspek motivasi
belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar secara simultan, dan selanjutnya
menguji perbandingan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe
Jigsaw-PS ditinjau dari aspek motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi
belajar secara parsial.
Pembahasan hasil pengujian hipotesis, dijelaskan sebagai berikut.
1. Keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS.
Untuk menguji keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe
Jigsaw-PS masing-masing ditinjau dari aspek motivasi belajar, kemampuan
interpersonal, dan prestasi belajar didasarkan pada kriteria yang ditentukan.
menggunakan uji t one sample . Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh thitung lebih
besar dari ttabel sehingga disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS
dan tipe Jigsaw-PS keduanya efektifdigunakan dalam pembelajaran matematika
terkait dengan aspek motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar.
Hal ini terjadi disebabkan semua siswa diberikan kesempatan yang sama untuk
mengemukakan pendapat, berinteraksi secara baik dengan siswa yang lain, memiliki
tanggung jawab bersama maupun individu untuk melakukan memajukan kelompok,
mendapatkan penghargaan, dan menyelesaikan permasalahan secara bersama.
Gillies (2007: 1) menjelaskan, “cooperative learning has been used
successfully to promote, reading, and writing achievement among middle school
students, understanding in high school science classes, and problem mathematics.”
Artinya, pembelajaran kooperatiftelah berhasil digunakanuntuk meningkatkan
prestasi membacadan menulisantarasiswa sekolah menengah pertama, serta
meningkatkan pemahamandi sekolah menengahatas kelas sains, dan pemecahan
masalahdalam matematika.Cohen, Brody, & Shevin (2004: 87) secara khusus
menyampaikan bahwa “Jigsaw was also suitable for problem solving on such topics
as diversity and classroom dynamics. Artinya, Jigsaw cocok untuk problem solving
(menyelesaikan permasalahan) pada macam-macam topik pelajaran dan kelas yang
dinamis. Selanjutnya Cohen, Brody, & Shevin (2004: 87) mengungkapkan bahwa
pembelajaran kooperatif STAD mampu meningkatkan prestasi belajar siswa,
motivasi, dan meningkatkan hubungan antar anggota grup dari berbagai macam
kultur.
2. Perbandingan Keefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD-PS Dibandingkan dan
Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw-PS.
Berdasarkan hasil uji statistik two group MANOVA diperoleh bahwa terdapat
perbedaan mean antara kelompok pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau dari aspek motivasi belajar,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
77
kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar, artinya terdapat perbedaan
keefektifan antara pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dengan pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw-PS ditinjau aspek motivasi belajar, kemampuan interpersonal,
dan prestasi belajar.
Hasil analisis lebih lanjut diperoleh bahwa secara signifikan terdapat perbedaan
mean antara kelompok pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw-PS dari masing-masing aspek motivasi belajar, kemampuan
interpersonal, dan prestasi belajar. Artinya terdapat perbedaan keefektifan antara
pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS
ditinjau dari aspek motivasi belajar, aspek kemampuan interpersonal, maupun aspek
prestasi belajar.
Kedua model pembelajaran tersebut, masing-masing memiliki kelebihan
tersendiri, STAD-PS dalam proses pembelajaran matematika dimana siswa
berpartisipasi aktif melalui diskusi dengan anggota kelompoknya dalam
menyelesaikan soal-soal yang memerlukan tahapan-tahapan penyelesaian masalah,
diberi penghargaan, sehingga siswa menjadi senang dan terpacu untuk belajar, dan
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan Jigsaw-PS dalam proses
pembelajaran matematika, dimana siswa berpartisipasi aktif melalui diskusi dengan
anggota-anggota kelompok ahli kemudian dilanjutkan dengan kelompok asalnya
dalam menyelesaikan soal-soal yang memerlukan tahapan-tahapan penyelesaian
masalah, kemudian diberikan penghargaan aagar siswa lebih terpacu lagi untuk
belajar. Menurut Arends (2001: 327) antara tipe STAD dan tipe Jigsaw secara umum
mempunyai kesamaan dilihat dari tujuan kognitif, tujuan sosial, struktur kelompok,
pemilihan topik pelajaran, asesmen, dan rekognisi.
Untuk mengetahui penyebab perbedaan dalam kedua kelompok tersebut
dilakukan uji lanjut. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui model pembelajaran
mana yang lebih efektif ditinjau dari masing-masing aspek yaitu aspek motivasi
belajar, aspek kemampuan interpersonal, maupun aspek prestasi belajar. Hasil
analisis menunjukkan bahwa ditinjau dari motivasi belajar dan prestasi belajar, tidak
ada perbedaan antara pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dibandingkan dengan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas
belajar siswa dalam kelas meningkat sejak pertemuan pertama sampai terakhir, siswa
semakin banyak yang berani berbicara dan mengajukan pendapat di depan umum,
proses belajar yang diperoleh dalam kelompok mudah diingat kembali karena
merupakan hasil berfikir dan bekerja sama, prestasi belajar lebih bermakna karena
siswa belajar memecahkan persoalannya melalui diskusi dalam kelompok, siswa
yang tadinya cemas bisa tumbuh motivasi belajar secara bertahap dan bisa belajar
secara aktif, siswa yang lemah atau kurang menguasai pelajaran terbantukan oleh
siswa yang pandai. Sedangkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-PS lebih unggul
jika dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS ditinjau dari
kemampuan interpersonal, disebabkan di kelompok Jigsaw-PS tingkat interaksi dan
saling ketergantungan antar siswa sangat tinggi, siswa secara bersama-sama
mendalami subtopik dan mendiskusikan penyelesaian permasalahan dalam kelompok
ahli, kemudian siswa kembali ke kelompok asal dengan menjelaskan pada anggota
kelompok asal lain secara bergantian subtopik berdasarkan keahlian masing-masing.
Hal ini memunculkan kepedulian dan hubungan antar siswa terjalin dengan baik,
mereka membangun dan memelihara persahabatannya, dan menumbuhkan perasaan
saling mendukung dan berkomunikasi secara baik satu sama lain. Hal ini didukung
oleh Tabel 15 bahwa setelah perlakuan, terkait aspek kemampuan interpersonal,
siswa yang mencapai kriteria sangat baik untuk kelompok Jigsaw-PS lebihtinggi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
78
21,87% dibandingkan kelompok STAD-PS. Sedangkan di kelompok STAD-PS,
interaksi antar siswa dalam diskusi untuk membahas permasalahan yang diberikan
tidak maksimal, karena siswa terbiasa tergantung pada guru apabila menemui
kesulitan.
Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan
motivasi belajar, kemampuan interpersonal, dan prestasi belajar matematika siswa,
guru dapat melakukan inovasi pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran yang mampu menghasilkan siswa yang memiliki motivasi belajar yang
tinggi, kemampuan interpersonal yang baik, serta prestasi belajar dalam memecahkan
masalah-masalah matematika. Model pembelajaran yang direkomendasikan dalam
hal ini adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui problem solving (STAD-
PS) dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw melalui problem solving (Jigsaw-PS).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1)
pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS masing-masing efektif
ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi belajar siswa; 2)
terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-
PS ditinjau dari motivasi belajar, kemampuan interpersonal dan prestasi belajar siswa;
3)pembelajaran kooperatif tipe STAD-PS dan tipe Jigsaw-PS sama-sama unggul
ditinjau dari motivasi belajar dan prestasi belajar; dan 4) pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw-PS lebih unggul dibandingkan dengan tipe STAD-PS ditinjau dari kemampuan
interpersonal.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I. (2001). Learning to teach. (5th ed.). Boston: McGraw-Hill Companies. Inc.
Barron, M. & Barron, A.R. (2009). Project management areas of expertise. Diambil
pada 1 Maret 2015 dari http://cnx.org/content/m31888/1.2/
Bell, F.H. (1978). Teaching and learning mathematics (In secondary school). New
York: Wm. C. Browm Company Publisher.
Booysen, M.J., & Grosser, M.M. (2008). “Enhancing social skills through cooperative
learning”. The Journal Transdisiplinary Resesarch in Southern Africa. Vol. 4, No.
2, pp. 377-399.
Cai, J. & Lester, F. (April 2010). Why is teaching with problem solving important to
student learning. National Council of Teachers of Mathematics, 1-6.
Cohen. E.G, Brody. CM., & Shevin. M.S. (Eds.).(2004). Teaching cooperative learning:
The Challenge for Teacher Education. New York: STATE UNIVERSITY OF
NEW YORK PRESS.
Depdiknas. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Depdiknas. (2005). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 19, Tahun 2005,
tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
79
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22, Tahun 2006,
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41, Tahun 2007,
tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Diknas. (2007). Kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran matematika. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.
Ebel, R.L. & Fresbie, D.A. (1991). Essential of educational measurement (6th Ed). New
Jersey: Prentice Hall.
Effandi Zakaria, Lu Chung Chin & Yusoff Daud. (2010). “The effects of cooperative
learning on students’ mathematics achievement and attitude towards
mathematics”. Journal of Social sciences, 6 (2): 272-275.
Frei, S. (2008). Teaching mathematics today. New York: Shell Education
Hayes, J. (2002). Interpersonal skills at work. New York: Taylor & Francis Group
Johnsen, S. (2009). Improving achievement and attitude through cooperative learning in
math class. Action research projects. Uniersity of Nebraska.
Kemp, J.E., Morrison, G.R., Ross, S.M. (1994). Designing Effective Instruction. New
York: Macmillan College Publishing Company, Inc.
Killen, R. (2009). Effective teaching strategies: lessons from research and practice (5th
ed.). South Melbourne: Cengage Learning Australia.
Kyriacou, C. (2009). Effective teaching in schools (3rd ed). London: Stanley Thornes.
Muijs, D. & Reynolds, D. (2005). Effective teaching evidence and practice. (2nd ed).
London: Sage Publication.
NCTM. (2000). Principles and standardas for school. Reston: The National Council of
Theacher of Mathematics, Inc.
Nebesniak, A. (2007). Using cooperative learning to promote a problem solving
classroom. Universitas of Nebraska-Lincoln: Depertment of Teaching, Learning,
and Teacher Education.
Sufiana Khatoon Malik & Qurat ul Ain. (2012). “Prospective teachers’ awareness about
interpersonal skills- a comparative study”. Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research in Business. Vol 3, No. 11, Page 514-522.
Williams, K.C. & Williams, C.C. (2010). Five key ingredients for improving student
motivation. Research in Higher Education Journal. Diambil pada tanggal 12
Maret 2015 dari http://www.aabri.com/manuscripts/11834.pdf
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
80
PENERAPAN METODE DRILL DENGAN TEKNIK EVALUASI OLIMPIADE
MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL
BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA KELAS VII SMPN I BOLO
Adi Apriadi Adiansha
Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research)
yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII-A
SMPN I Bolo dengan jumlah siswa 24 orang yang terdiri dari 5 orang siswa laki-laki
dan 19 orang siswa perempuan. Tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan refleksi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
matematika melalui metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade matematika pada
materi bilangan bulat siswa kelas VII A SMPN I Bolo. Prosedur pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) Data tentang aktivitas belajar siswa dan
aktivitas guru, (2) Data hasil belajar matematika dikumpulkan dengan memberikan tes
pada setiap akhir siklus. Ketuntasan belajar ≥ 85%, aktivitas siswa dan guru minimal
berkategori aktif merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui peningkatan
yang terjadi.
Hasil penelitian didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; porsentase ketuntasan
belajarnya sebesar 66,67% dan aktivitas siswa pada siklus I sebesar 2,28 yang tergolong
pada kategori kurang aktif. Lalu terjadi peningkatan pada siklus II yaitu menjadi 4 dan
berkategori aktif. Sedangkan aktivitas guru pada siklus I mencapai 2,5 yang tergolong
pada kategori cukup bagus. Dan terjadi peningkatan pada siklus II menjadi 3,5 yang
berkategori bagus. Porsentase ketuntasan belajarnya sebesar 95,83%. Hasil tersebut
menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian yang ditetapkan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade
matematika dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan
bulat kelas VII A SMPN I Bolo tahun pelajaran 2013/2014.
Kata Kunci: Metode drill, aktivitas belajar siswa dan hasil Belajar Siswa.
PENDAHULUAN
Salah satu arah kebijakan program pembangunan pendidikan nasional dalam
bidang pendidikan adalah pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sedini
mungkin, secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai usaha proaktif dan
reaktif oleh seluruh komponen Bangsa agar generasi muda yang berkembang secara
optimal. Misi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem dan iklim pendidikan
nasional yang demokratis dan bermutu, guna memperteguh akhlah muliah, kreatif,
inovatif, cerdas, sehat, disiplin serta menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
(Wiworo, 2004:1).
Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa tergantung pada mutu pendidikan.
Berbagai strategi, peningkatan mutu diarahkan untuk meningkatkan mutu siswa dalam
penguasaan ilmu pengetahuan terutama dalam pembelajaran matematika, karna
matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi moderen untuk
dipelajari oleh siswa, dan mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
81
memajukan daya pikir manusia. Menurut Winataputra (2005:1.17) mata pelajaran
matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat
membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika membekali siswa untuk mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, serta kemampuan berkerja sama.
Menurut Sudjono (2003:346) bahwa tujuan dalam pembelajaran matematika
adalah agar siswa memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antara konsep algoritma secara luas, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah melalui kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki
sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Lingkungan sekolah merupakan salah satu tempat untuk kegiatan proses belajar
mengajar salah satunya dalam pembelajaran matematika melaui proses belajar mengajar
yang baik. Proses belajar mengajar merupakan salah satu proses yang mengandung
serangkaian kegiatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
secara edukatif. Dalam pembelajaran tersebut guru diharapkan untuk lebih kreatif dan
profesional dalam memilih metode dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada kelas VIIA SMPN I Bolo,
diperoleh hasil bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa sangat rendah sekali dan
dikategorikan masih rendah. Hal ini dilihat dari hasil tes ujian semester tahun pelajaran
2012/2013 belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan oleh
sekolah adalah nilai 65, dari 25 orang siswa. Yang mencapai kriteriar ketuntasan
minimum itu hanya 19 siswa dan sisanya 6 orang yang belum mencapai kriteria
ketuntasan minimum. Apabila diprosentasikan yang mencapai kriteria ketuntasan
minimum tersebut adalah 76%, dan yang tidak mencapai kriteria ketuntasan minimum
itu adalah 24%. Ini berarti ketuntasan belajar siswa masih kurang dalam proses
pembelajaran.
Kurangnya aktivitas dan hasil belajar siswa dikarenakan pada saat proses belajar
berlangsung, peneliti mengamati proses belajar mengajar yang dilakukan guru
matematika mulai dari awal sampai dengan selesai pembelajaran. Dimana peneliti
mengamati pembelajaran tersebut, guru sangat aktif dalam kegiatan belajar mengajar
dan siswa hanya mendengarkan materi apa yang disampaikan guru, hal ini membuat
siswa terasa bosan. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa belajar matematika
dikarenakan selama proses belajar berlangsung guru hanya menggunakan metode yang
berpusat pada guru saja yang aktif yaitu metode ceramah dan tanya jawab saja sehigga
siswa pasif dan tidak bergairah/bersemangat dalam menerima pembelajaran tersebut.
Maka untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan sebuah metode sebagai alat untuk
pelaksanaan dalam kegiatan belajar mengajar secara efektif yaitu metode drill.
Menurut pendapatnya Roestiyah bahwa metode drill merupakan Suatu teknik
yang dapat diartikan sebagai suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-
kegiatan latihan, siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari
apa yang telah dipelajari. Sedangkan metode drill yang dikemukakan oleh Zuhairini
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
82
adalah Suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dengan jalan melatih anak-anak
terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan.
Penerapan metode drill ini dilakukan dengan cara mengajar kelompok agar anak
didik berkerja sama dan memecahkan masalah di dalam mengerjakan latihan yang
diberikan guru. Dalam penerapan metode drill ini teknik yang dilakukan sangatlah
menarik, dimana disetiap kelompoknya akan dipilih ketua kelompok untuk membantu
guru di dalam mengarahkan anggotanya untuk disiplin dan bertanggung jawab dalam
kelompoknya di dalam kegiatan pembelajaran. Setiap anggota kelompok masing-
masing akan mendapatkan bentuk soal dari guru dan dikerjakan di papan tulis secara
bersamaan dengan bentuk soal latihan yang berbeda sehingga ketiga anggota kelompok
yang berbeda akan bersaing, berkompetisi/bertanding didalam mengerjakan soal yang
diberikan. Kemudian jawaban yang dikerjakan siswa akan diberikan skor atau nilai oleh
guru dalam bentuk penilaian kelompok. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa di kelas VII A SMPN I Bolo tahun pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik mengangkat judul penelitian
yaitu “Penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade matematika untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan bulat kelas VII A
SMPN I Bolo tahun pelajaran 2013/2014”.
METODOLOGI
Peneleitian ini menggunakanpenelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research).Secara garis besar pelaksanaan tindakan ini dilakukan dengan dua siklus
yang setiap siklus meliputi empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi. Penelitian ini berlangsung di kelas VII A SMPN I Bolo Tahun
Pelajaran 2103/2014. Pelaksanaan tindakan dimulai pada semestar I yaitu pada tanggal
14 Agustus 2013 sampai dengan 13 September 2013. Jumlah siswa yang terlibat dalam
penelitian ini sebanyak 24 orang siswa, dimana untuk yang laki-lakinya 5 orang dan
yang perempuannya 19 orang siswa.
Jenis penelitian ini dilakukan dengan dua siklus dengan rancangan penelitian
tindakan melalui empat tahapan diantaranya perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Posedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data hasil tes evaluasi
belajar siswa setiap akhir siklus dan data hasil observasi aktivitas siswa dan guru. Hasil
tes evaluasi belajar siswa menggunakan soal-soal olimpiade matematika baik soal
olimpiade tingkat sekolah, tingkat kabupaten/kota maupun tingkat nasional baik soal
dalam bentuk pilihan ganda maupun dalam soal dalam bentuk esay.
Teknik analisa data dalam penelitian ini untuk mengukut pengamatan terhadap
aktivitas siiswa dan pengamatan terhadap aktivitas guru serta data hasil tes evaluasi
belajar siswa dapat dilihat sebagai berikut:
1. Analisis Pengamatan Aktivitas Siswa
Setiap indikator siswa pada penelitian ini secara penskorannya berdasarkan
aturan berikut:
Skor 5 : diberikan jika semua deskriptor nampak
Skor 4 : diberikan jika 3 deskriptor nampak
Skor 3 : diberikan jika 2 deskriptor nampak
Skor 2 : diberikan jika 1 deskriptor nampak
Skor 1 : diberikan jika tidak ada deskriptor nampak
Untuk menilai kategori aktivitas siswa, ditentukan terlebih dahulu Mean ideal
dan Standar Devisiasi Ideal (SDI). Cara menentukan MI dan SDI adalah sebagai
berikut:
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
83
a. 𝑀𝐼 =1
2 𝑥 (𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙)
𝑆𝐷𝐼 =1
3 𝑥 𝑀𝐼
b. Menentukan aktivitas siswa
Berdasarkan skor standar, maka kriteria untuk menentukan aktivitas belajar
siswa dijabarkan pada tabel berikut ini.
Tabel Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Interval Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ As Sangat aktif
MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI Aktif
MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI Cukup Aktif
MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI Kurang Aktif
As < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang Aktif
Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran, maka data hasil
observasi yang berupa skor diolah dengan rumus:
𝐴𝑠 =∑ 𝑥
𝑖
Keterangan:
𝐴𝑠 : Aktivitas belajar Siswa
∑𝑥 : Jumlah skor masing-masing indikator
𝑖 : Banyak indikator
2. Analisis Pengamatan Aktivitas Guru
Pengamatan aktivitas guru dilakukan secara langsung dalam proses
pembelajaran. Adapun indikator untuk setiap aktivitas guru yang dianalisa dengan
kriteria penilaian sebagai berikut:
Skor 4 : diberikan jika semua deskriptor nampak
Skor 3 : diberikan jika 2 deskriptor nampak
Skor 2 : diberikan jika 1 deskriptor nampak
Skor 1 : diberikan jika tidak ada deskriptor nampak
Untuk menilai kategori aktivitas guru, ditentukan terlebih dahulu Mean ideal
dan Standar Devisiasi Ideal (SDI). Cara menentukan MI dan SDI adalah sebagai
berikut:
a. 𝑀𝐼 =1
2 𝑥 (𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙)
𝑆𝐷𝐼 =1
3 𝑥 𝑀𝐼
b. Menentukan aktivitas guru
Berdasarkan skor standar, maka kriteriar untuk menentukan aktivitas guru
dijabarkan pada tabel berikut ini:
Tabel Pedoman Penilaian Aktivitas Guru. Interval Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ Ag Bagus Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI Bagus
MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI Cukup Bagus
MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI Kurang Bagus
Ag < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang Bagus
Berdasarkan skor yang diperoleh, maka dapat dianalisi dengan rumus
sebagai berikut:
𝐴𝑔 =∑ 𝑥
𝑖
Keterangannya:
𝐴𝑔 : Aktivitas guru
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
84
∑𝑥 : Jumlah skor masing-masing indicator
𝑖 : Banyak indikator
3. Analisis Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa maka digunakan rumus
sebagai berikut:
𝑀 =∑ 𝑥
𝑛
Dimana:
𝑀 = Rata-rata (Mean)
∑𝑥 = Jumlah skor yang diperoleh masing-masing siswa
𝑛 = Banyaknya siswa
Hasil belajar dikatakan meningkat apabila terdapat peningkatan rata-rata skor
sebelumnya. Indikator keberhasilan tindakan kelas adalah tercapainya ketuntasan
belajar dengan rumus:
𝐾𝐾 =𝑥
𝑧 𝑥 100%
Keterangan:
𝐾𝐾 = Ketuntasan Klasikal
𝑋 = Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 70.
𝑍 = Jumlah siswa yang mengikuti tes
Indikator pencapaian keberhasilan di dalam penelitian ini dikatakan berhasil
apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Aktivitas belajar siswa dikatakan mencapai indikator keberhasilan jika memenuhi
kriterial kategori aktif dan sangat aktif.
2. Aktivitas guru dikatakan mencapai indikator keberhasilan jika memenuhi kriterial
kategori bagus dan sangat bagus.
3. Hasil belajar siswa yang dikatakan berhasil dalam penelitian ini yaitu dengan
mencapai nilai ≥ 85%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Pelaksanaan pada siklus I ini dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya
diantaranya tahap perencanaan, pelaksanaan, hasil evaluasi siklus I, hasil pengamatan
aktivitas belajar siswa dan hasil aktivitas guru. Siklus I dilakukan dengan 3 kali
pertemuan diantaranya 2 siklus dilakukan kegiatan belajar mengajar dan 1 siklus
dilakukan tes evaluasi hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dan hasil pengamatan
aktivitas siswa dan aktivitas guru dapat dilihat pada uraian dibawah ini:
Data Hasil Belajar Siswa
Jumlah skor yang diperoleh siswa (∑x) = 1500
Banyaknya siswa (n) = 24
Maka nilai rata-ratanya (M) adalah
𝑀 =∑ 𝑥
𝑛=
1500
24= 62,5
Sehingga dalam indikator keberhasilan tindakan kelas adalah sebagai berikut:
Diketahui,
(Z) Jumlah siswa yang memperoleh nilai dari ≥ 70 adalah 16
(X) Jumlah Siswa yang mengikuti tes adalah 24
𝐾𝐾 =𝑋
𝑍𝑥100% =
16
24𝑥100% = 66,67%
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
85
Sehingga dapat dilihat,
a. Jumlah siswa yang tuntas adalah 16 orang
b. Jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 8 orang
c. Jumlah siswa yang mengikuti tes adalah 24
d. Ketuntasannya adalah 66,67%.
Berdasarkan indikator ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥ 85%, maka pada hasil
evaluasi siklus I belum mencapai standar ketuntasan hasil belajar siswa yang baik, hal
ini disebabkan karena masih ada siswa yang masih mendapat nilai 60 ke bawah.
Sehingga sebelum melanjutkan pembelajaran ke siklus selanjutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan terlebih dahulu dengan melakukan diskusi dan
bimbingan siswa secara khusus dan individual.
Hasil Pengamatan
Proses pengamatan didalam penelitian ini dilakukan oleh pengamat dimana
pengamatan dilakukan oleh guru bidang studi yang mengajar matematika, dari hasil
pengamatan tersebut terdapat hasil antara lain:
1. Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
Tabel Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Siswa Siklus I No Aktivitas yang dinilai Skor
1 Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 3
2 Interaksi siswa dengan guru 2
3 Kerjasama antar kelompok 3
4 Interaksi siswa dengan siswa 3
5 Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok 2
6 Aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran 1
7 Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar 2
Jumlah skor 16
Banyak indikator 7
Rata-rata keseluruhan 2,28
Kategori Kurang aktif
1,5 ≤ 2,28 < 2,5
Hasil yang didapat dalam MI dan SDI, pada siklus I adalah MI = 3 dan SDI =
1, maka hasil yang dihitung oleh peneliti tentang hasil aktivitas belajar siswa dapat
lihat pada table di bawah ini:
Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Siswa. Interval Nilai Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ As Aktif Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ As < 4,5 Aktif
MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ As < 3,5 Cukup Aktif
MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ As < 2,5 Kurang Aktif
As < MI – 1,5 SDI As < 1,5 Sangat Kurang Aktif
Berdasarkan dari tabel di atas, maka dapat dilihat dengan menggunakan rumus
aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut:
Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas belajar siswa adalah:
Jumlah Skor = 16
Banyak Indikator = 7
Maka, untuk menentukan nilai dari aktivitas guru adalah:
𝐴𝑠 =∑ 𝑥
𝑖=
16
7= 2,28
Berdasarkan hasil dari nilai aktivitas siswa di atas, maka dapat di simpulkan
bahwa nilai aktivitas belajar siswa dapat dikategorikan cukup aktif dengan nilai rata-
ratanya adalah 2,28 sehingga belum mencapai indikator keberhasilan seperti apa
yang diharapkan pada indikator keberhasilan.
2. Pengamatan terhadap Aktivitas Guru Siklus I
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
86
Tabel Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Siklus I No Aktivitas yang dinilai Skor
1 Mempersiapkan siswa 3
2 Memberian appersepsi kepada siswa 3
3 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar 2
4 Menyampaikan materi pada siswa 3
5 Penggunaan penerapan metode drill dengan teknik olimpiade
matematika
4
6 Pengaturan waktu dalam kegiatan berlangsung 1
7 Pendampingan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung 3
8 Membimbing siswa dalam belajar 3
9 Kemampuan menciptakan suasana kelas yang kondusif 2
10 Bersama-sama siswa membuat kesimpulan 1
Jumlah skor 25
Banyak indikator 10
Rata-rata Keseluruhan 2,5
Kategori
Cukup Bagus
2,085 ≤ 2,5 <
2,915
Hasil yang didapat dalam MI dan SDI, pada siklus I adalah MI = 2,5 dan SDI =
0,83, maka hasil yang dihitung oleh peneliti tentang hasil aktivitas guru dapat lihat
pada table di bawah ini:
Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Guru Interval Nilai Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ Ag 3,7 ≤ Ag Bagus Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI 2,9 ≤ Ag < 3,7 Bagus
MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI 2,1 ≤ Ag < 2,9 Cukup Bagus
MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI 1,3 ≤ Ag < 2,1 Kurang Bagus
Ag < MI – 1,5 SDI Ag < 1,3 Sangat Kurang Bagus
Berdasarkan dari tabel di atas, maka dapat dilihat dengan menggunakan rumus
aktivitas guru adalah sebagai berikut:
Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas guru adalah:
Jumlah Skor = 25
Banyak Indikator = 10
Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas guru adalah:
𝐴𝑔 =∑ 𝑥
𝑖=
25
10= 2,5
Berdasarkan hasil dari nilai aktivitas guru di atas, maka dapat di simpulkan
bahwa nilai aktivitas guru dapat dikategorikan cukup bagus dengan nilai rata-ratanya
yang di dapat pada siklus I adalah 2,5 sehingga belum mencapai indikator
keberhasilan seperti apa yang diharapkan pada indikator keberhasilan.
Refleksi
Berdasarkan hasil evaluasinya menunjukkan belum mencapai hasil yang
memuaskan, dapat dilihat dari ketuntasan hasil belajar matematika siswa hanya
mencapai 66,67% dari standar ketuntasan >85%, maka perlu dilakukan perbaikan
terhadap kendala-kendala yang terjadi pada siklus I dan akan dilanjutkan ke siklus II.
Siklus II
Pelaksanaan pada siklus II ini dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya
diantaranya tahap perencanaan, pelaksanaan, hasil evaluasi siklus II, hasil pengamatan
aktivitas belajar siswa dan hasil aktivitas guru. Siklus II dilakukan dengan 3 kali
pertemuan diantaranya 2 siklus dilakukan kegiatan belajar mengajar dan 1 siklus
dilakukan tes evaluasi hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dan hasil pengamatan
aktivitas siswa dan aktivitas guru dapat dilihat pada uraian dibawah ini:
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
87
Data Hasil Belajar Siswa
Jumlah skor yang diperoleh siswa (∑x) = 1820
Banyaknya siswa (n) = 24
Maka nilai rata-ratanya (M) adalah
𝑀 =∑ 𝑥
𝑛=
1820
24= 75,83
Sehingga dalam indikator keberhasilan tindakan kelas adalah sebagai berikut:
Diketahui,
(Z) Jumlah siswa yang memperoleh nilai dari ≥ 70 adalah 23
(X) Jumlah Siswa yang mengikuti tes adalah 24
𝐾𝐾 =𝑋
𝑍𝑥100% =
23
24𝑥100% = 95,83%
Sehingga dapat dilihat,
a. Jumlah siswa yang tuntas adalah 23 orang
b. Jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 1 orang
c. Jumlah siswa yang mengikuti tes adalah 24
d. Ketuntasannya adalah 95,83%.
Berdasarkan indikator ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥ 85%, yaitu 95,83%,
maka pada hasil evaluasi siklus II sudah mencapai standar ketuntasan hasil belajar siswa
yang baik. Sehingga dalam penelitian tindakan kelas ini tidak perlu melanjutkan lagi
pada siklus berikutnya, karna pada siklus II di ini berhasil mencapai nilai ketuntasan
yang baik.
Hasil Pengamatan
Proses pengamatan didalam penelitian ini dilakukan oleh pengamat dimana
pengamatan dilakukan oleh guru bidang studi yang mengajar matematika, dari hasil
pengamatan tersebut terdapat hasil antara lain:
1. Pengamatan Terhadap Aktivitas Belajar Siswa Siklus II
Tabel Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Siswa Siklus II No Aktivitas yang dinilai Skor
1 Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 4
2 Interaksi siswa dengan guru 4
3 Kerjasama antar kelompok 4
4 Interaksi siswa dengan siswa 4
5 Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok 4
6 Aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran 4
7 Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar 4
Jumlah skor 28
Banyak indikator 7
Rata-rata keseluruhan 4
Kategori Aktif
3,5 ≤ 4 < 4,5
Hasil yang didapat dalam MI dan SDI, pada siklus I adalah MI = 3 dan SDI =
1, maka hasil yang dihitung oleh peneliti tentang hasil aktivitas belajar siswa dapat
lihat pada table di bawah ini:
Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Siswa. Interval Nilai Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ As Aktif Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ As < 4,5 Aktif
MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ As < 3,5 Cukup Aktif
MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ As < 2,5 Kurang Aktif
As < MI – 1,5 SDI As < 1,5 Sangat Kurang Aktif
Berdasarkan dari tabel di atas, dapat dilihat dengan menggunakan rumus
aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
88
Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas belajar siswa adalah:
Jumlah Skor = 28
Banyak Indikator = 7
Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas siswa adalah:
𝐴𝑠 =∑ 𝑥
𝑖=
28
7= 4
Berdasarkan hasil dari nilai aktivitas siswa di atas, maka dapat di simpulkan
bahwa nilai aktivitas belajar siswa dapat dikategorikan aktif dengan nilai rata-ratanya
adalah 4 sehingga sudah mencapai indikator keberhasilan seperti apa yang
diharapkan pada indikator keberhasilan.
2. Pengamatan Terhadap Aktivitas Guru Siklus II
Tabel Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Siklus II No Aktivitas yang dinilai Skor
1 Mempersiapkan siswa 4
2 Memberian appersepsi kepada siswa 3
3 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar 3
4 Menyampaikan materi pada siswa 4
5 Penggunaan Metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade
matematika
4
6 Pengaturan waktu dalam kegiatan berlangsung 4
7 Pendampingan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung 3
8 Membimbing siswa dalam belajar 4
9 Kemampuan menciptakan suasana kelas yang kondusif 3
10 Bersama-sama siswa membuat kesimpulan 3
Jumlah skor 35
Banyak indikator 10
Rata-rata Keseluruhan 3,5
Kategori Bagus
2,915 ≤ 3,5 < 3,745
Hasil yang didapat dalam MI dan SDI, pada siklus I adalah MI = 2,5 dan SDI =
0,83, maka hasil yang dihitung oleh peneliti tentang hasil aktivitas guru dapat lihat
pada table di bawah ini:
Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Guru. Interval Nilai Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ Ag 3,7 ≤ Ag Bagus Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI 2,9 ≤ Ag < 3,7 Bagus
MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI 2,1 ≤ Ag < 2,9 Cukup Bagus
MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI 1,3 ≤ Ag < 2,1 Kurang Bagus
Ag < MI – 1,5 SDI Ag < 1,3 Sangat Kurang Bagus
Berdasarkan dari tabel di atas, maka dapat dilihat dengan menggunakan rumus
aktivitas guru adalah sebagai berikut:
Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas guru adalah:
Jumlah Skor = 35
Banyak Indikator = 10
Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas guru adalah:
𝐴𝑔 =∑ 𝑥
𝑖=
35
10= 3,5
Berdasarkan hasil dari nilai aktivitas guru di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa nilai aktivitas guru dapat dikategorikan bagus dengan nilai rata-ratanya yang
didapat pada siklus II adalah 3,5 sehingga sudah mencapai indikator keberhasilan
seperti apa yang diharapkan pada indikator keberhasilan.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
89
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan prosedur Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yang telah ditetapkan sebelumya dengan diawali pada perencanaan pelaksanaan,
pelaksanaan tindakan, Pengamatan, dan refleksi.
Penelitian tindakan kelas ini juga dilakukan dalam dua siklus dengan
menggunakan penerapan metode drill dengan teknik olimpiade matematika pada materi
bilangan bulat, operasi hitung bilangan bulat dan operasi hitung campuran pada
bilangan bulat. Materi bilangan bulat yang disampaikan yaitu siklus I tentang materi
pengertian dan perhitungan dengan menggunakan garis bilangan bilangan bulat dan
operasi hitung bilangan bulat, sedangkan siklus II yaitu pada materi operasi hitung
campuran pada bilangan bulat. Berdasarkan hasil analisis tindakan dan hasil evaluasi
pada siklus I diketahui bahwa ketuntasan belajar belum mencapai seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh hasil evaluasinya yaitu persentase ketuntasan adalah
95,83%sehingga sebelum melakukan pembelajaran ke siklus berikutnya dilakukan
upaya perbaikan dan penyempurnaan terlebih dahulu dengan melakukan diskusi dan
membimbing siswa yang mendapat nilai kurang dari 60 dengan bimbingan secara
khusus atau individual. Adapaun hasilnya adalah dengan lebih termotivasi dan
antusiasnya siswa dalam bertanya baik kepada temannya maupun kepada guru. Dan
juga dapat terlihat pada saat siswa-siswa mengerjakan soal latihan setelah berdiskusi
dan memberikan bimbingan. Tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki
kekurangan yang ada pada siklus I yaitu guru sebelum memulai masuk ke materi,
diberikan terlebih dahulu pertanyaan atau pengaitan materi yang akan dipelajari dengan
materi sebelumnya dan kaitanya dalam kehidupan sehari-hari. Berusaha mengarahkan
siswa untuk mengerjakan tugas rumah agar dikumpulkan pada pertemuan berikutnya,
agar mereka ada persiapan dari rumah. Mengontrol dan mengawasi siswa dalam
mengerjakan LKS. Contoh soal sebaiknya diberikan contoh-contoh yang berkaitan
dalam kehidupan sehari-hari. Penyampaian materi harus menyesuaikan dengan daya
serap siswa.
Setelah dilakukan tindakan pada siklus II yang mengacu pada perbaikan tindakan
dari siklus I diperoleh hasil yang lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil evaluasi akhir
siklus dimana persentase ketuntasan klasikal adalah 95,83%. Hal ini berarti tindakan
pada siklus II sudah mencapai standar ketuntasan klasikal 85%. Dengan demikian tidak
perlu untuk melakukan pada siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan hasil yang diperoleh dari siklus I dan siklus II,
menunjukkan hasil yang baik. Berarti penerapan metode drill dengan teknik olimpiade
matematikadapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika khususnya pada
penelitian ini adalah pada materi bilangan bulat ataupun dengan materi-materi lainnya.
Setelah melakukan penelitian tersebut, peneliti melihat suasana kelas lebih hidup
karena partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar sangat aktif. Berbagi ide terlihat
saat siswa berdiskusi menyelesaikan soal-soal dalam LKS. Ide-ide yang dikeluarkan
siswa termasuk dalam penyelesaian jawaban soal yang diberikan.
Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan metode drill
dengan teknik evaluasi olimpiade matematikadapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar matematika siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-A SMPN I Bolo Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
90
KESIMPILAN
1. Penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade ini dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-A tahun
pelajaran 2013/2014 yaitu pada siklus I dengan nilai prosentase ketuntasan klasikal
adalah 66,67% sehingga naik 29,16% menjadi 95,83% pada siklus II. Dimana
porsentase pada siklus II sudah mencapai kriteria yang ditetapkan yakni 95,83% >
85%.
2. Penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade ini dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-A tahun
pelajaran 2013/2014 yaitu pada peningkatan aktivitas siswa pada siklus I, aktivitas
siswa hanya mencapai kategori cukup aktif dengan nilai rata-rata yang diperoleh
adalah 2,28 sehingga rata-ratanya naik 1,72 menjadi nilai rata-ratanya pada siklus II
adalah 4 dan dikategorikan Aktif.
3. Penerapan metode drill dengan teknik evaluasi olimpiade ini dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-A tahun
pelajaran 2013/2014 yaitu pada peningkatan aktivitas guru pada siklus I, aktivitas
guru hanya mencapai kategori cukup bagus dengan nilai rata-rata yang diperoleh
adalah 2,5 sehingga rata-ratanya naik 1,0 menjadi nilai rata-ratanya pada siklus II
adalah 3,5 dan dikategorikan Aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, Taman. (2008). Pembelajaran Aktif. Yokyakarta: Genta Pres.
Hamalik. (1999). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajagrafindo Persada:
Jakarta.
Nuharini, Dewi dan Wahyuni, Tri. (2008). Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk
SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: CV. Usaha Makmur.
Rahmawati, Sigit Miftah. (2009). Studi Kooperatif Tingkat Kemampuan Daya Serap
Siswa Dalam pembelajaran Matematika dengan Metode NHT dan Metode Drill
Pada siswa Kelas VIII SMPN I Klaten.
Rahmi. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads together) Pada
Pokok Bahasan Bangun Datar Siswa Kelas VII-4 SMPN I Parado tahun
Pelajaran 2012/2013.Bima:STKIP taman Siswa Bima.
Saputra. R. Ridwan Hasan. (2002). Startegi Sukses Olimpiade Matematika SD Tingkat
Nasional. Pdf.
Sardiman. (1967). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru dan
Calon Guru. Rajawali: Jakarta
Simangunsong, Wilson dan Sukono. (2006). Matematika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
91
Sholahudin, (2010). http://sholahuddin.edublogs.org/2010/06/17/metode-drill-dan-
pembelajaran-matematika-1/. Di akses pada tanggal 17-06-2013.
Sudjana, Nana. (2008). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Alfabeta, cv.
Sulistyayarini. (2011). Penerapan Metode Pembelajaran Metode Drill (Latihan) Untuk
meningkatkan Kemampuan Menggambar Bentuk benda Alam Mata Pelajaran
Seni Budaya Pada Siswa Kelas VII D SMPN II Cawas Klaten Tahun Pelajaran
2012/2013.
Suparman dan Sukanto. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit
Universitas Terbuka.
Syafrudin. (2007). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Time Games
Tournament) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SDN Pali
Sila Kecamatan Bolo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2010/2011. Bima: STKIP
Taman Siswa Bima.
Usman, Ahmad. (2008). Mari Belajar Meneliti. Yokyakarta: Genta Pres.
Winataputra, S. Udin. Dkk. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit
Uniersitas Terbuka.
Wiworo. (2004). Olimpiade Sains Nasional Matematika SMP. Yokyakarta: PPPG
Matematika.
Wiworo. (2004). Olimpiade Matematika dan IPA Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
Yokyakarta: PPPG Matematika.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
92
OPTIMASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING DENGAN
DROPBOX DALAM PROSES KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
Muliansani
Prodi Pendidikan Teknologi Informasi
STKIP Taman Siswa Bima
Email : [email protected]
Abstrak
Model pembelajaran yang paling umum adalah model konvensional atau tatap
muka antara tenaga pengajar dengan peserta didik. Dengan kemajuan teknologi,
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) telah banyak berubah baik dari proses maupun hasil
dari KBM. Pemanfaatan kemajuan teknologi dibidang elektronik dan informasi
membuat proses penyampaian informasi menjadi lebih mudah. Banyak metode yang
penyampaian informasi yang telah dikembangakan oleh developer aplikasi software
seperti mail, media sosial dan lainnya. Dari banyaknya model aplikasi yang ada, penulis
mencoba untuk menggunakan app dropbox. Sebuah aplikasi direktori penyimpanan file
yang dapat di share untuk user yang tergabung sebagai komunitas atau group dalam satu
akun. Kelebihan dari app dropbox dengan aplikasi lain yang sejenis adalah feature yang
dimilikinya yaitu pengaturan hak akses untuk user yang tergabung dalam group. Dari
hasil analisis penerapan metode yang dilakukan, menujukan bahwa model pembelajaran
e-learning dengan dropbox lebih baik dari penerapan dengan aplikasi lain seperti mail
dan media sosial lainnya dalam KBM.
Kata Kunci : Dropbox, Mail, Direktori, KBM, Konvensional
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah mempelajari ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan
sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi dibawah bimbingan
orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak (Dewey, John 1944). Setiap
peristiwa yang memiliki efek terhadap cara orang berpikir, merasa, atau bertindak dapat
dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah,
sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi, dan magang.
Kemajuan dan perkembangan teknologi saat ini telah memberian pembaharuan
dalam dunia pendidikan, terutama dibidang teknologi informasi. kemajuan teknologi
informasi tidak terlepas dari kemajuan teknologi perangkat elektronik yang dapat
menjadi media untuk menyampaian informasi dalam bentuk digital. Kemajuan
teknologi jaringan komunikasi yang juga sangat mempengaruhi perkembangan
kehidupan manusia, khususnya jaringan internet.
Proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang terjadi dalam dunia pendidikan
formal telah banyak yang menggunakan jaringan internet sebagai media penyampaian
informasi.
Internet
Internet (interconnection-networking) adalah seluruh jaringan komputer yang
saling terhubung menggunakan standar sistem global Transmission Control
Protocol/Internet Protocol Suite (TCP/IP) sebagai protokol pertukaran paket
(packetswitching communicationprotocol) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
93
dunia.Rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet. Cara menghubungkan
rangkaian dengan kaidah ini dinamakan internetworking (antar jaringan).
Jumlah pengguna Internet yang besar dan semakin berkembang, telah
mewujudkan budaya Internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu,
dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google,
pengguna di seluruh dunia mempunyai akses Internet yang mudah atas bermacam-
macam informasi. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan
penyebaran(decentralization) / pengetahuan (knowledge) informasi dan data secara
ekstrem.
Perkembangan Internet juga telah memengaruhi perkembangan ekonomi.
Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap
muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan
sering dilakukan melalui Internet. Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama e-
commerce.
Internet juga semakin banyak digunakan di tempat umum. Beberapa tempat umum
yang menyediakan layanan Internet termasuk perpustakaan, dan Internet cafe/warnet
(juga disebut Cyber Cafe). Terdapat juga tempat awam yang menyediakan pusat akses
Internet, seperti Internet Kiosk, Public access Terminal, dan Telepon web.Terdapat juga
toko-toko yang menyediakan akses wi-fi, seperti Wifi-cafe. Pengguna hanya perlu
membawa laptop (notebook), atau PDA, yang mempunyai kemampuan wifi untuk
mendapatkan akses Internet.
Dalam perkembangan dunia pendidikan, model pembelajaran yang menggunakan
teknologi informasi yang menggunakan perangakat elektronik disebut dengan e-
learning.
E-learning
Dalam dunia pendidikan, telah dikenal sistem pembelajaran elektronik atau e-
pembelajaran (Inggris: Electronic learning disingkat E-learning) dapat didefinisikan
sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan berupa
website yang dapat diakses dimana saja (Purbo, Onno W. 2002).
Jaya Kumar C. Koran (2002) menyatakan e-learning sebagai sembarang
pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN,
atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.
Dong (2002) e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui
perangkatelektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan
kebutuhannya. Glossary(2001) e-learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan
aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan
komputer,maupun komputer standalone.
Rosenberg (2001)menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan
teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan Darin E. Hartley (Hartley, 2001) e-learning
merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan
ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan
komputer lain.
E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak
perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari seorang
guru secara langsung dalam satu tempat yang sama, namun dapat berinteraksi melalui
media elektronik yang dapat menghubungkan kedua pihak dalam posisi yang tidak sama
atau jauh baik secara real time maupun tidak. E-learning juga dapat mempersingkat
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
94
jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus
dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program pendidikan.
E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media
elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal
misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang
telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait
(pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat
interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau
pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan yang
memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.E-learning bisa
juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui
sarana mailinglist, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang
ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada
masyarakat luas.
Sebagaimana yang disebutkan diatas, e-learning telah mempersingkat waktu
pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis. E-learning mempermudah
interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi, peserta didik dengan
dosen/guru/instruktur maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi
informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang,
dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan
penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Dalam e-learning, faktor kehadiran guru atau pengajar otomatis menjadi
berkurang atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan karena yang mengambil peran guru
adalah komputer dan panduan-panduan elektronik yang dirancang oleh “contents
writer”, designer e-learning dan pemrogram komputer.Slogan yang selalu diangkat
dalam penerapan e-learning, yaitu “Content is King, Conversation is Queen”. Sudah
sepantasnya bagi Penggiat e-learning, untuk selalu berusaha menyajikan konten yang
bisa diterima dengan baik, bisa diakses dengan mudah, dan bisa diiikuti dengan
menyenangkan.
Dalam dunia e-learning, SDM merupakan faktor yang sangat vital dalam
implementasi e-learning. Mengapa demikian? Karena e-learning muncul justru untuk
meningkatkan kualitas SDM, baik itu di perusahaan, instansi, institusi/dunia pendidikan,
maupun di dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu SDM yang ada perlu
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sebelum e-learning dijalankan.
SDM suatu perusahaan/institusi harus mempunyai pola pikir yang menyatakan
bahwa e-learning menjadi kebutuhan perusahaan/institusi untuk mencapai visi dan misi
perusahaan/institusi itu sendiri, sehingga e-learning harus dilakukan. Cara pandang ini
tentunya membawa konsekuensi dan menuntut adanya perubahan, diantaranya adalah
perubahan budaya kerja di perusahaan/institusi tersebut. Dalam hal ini manajemen SDM
sebagai pengelola SDM yang ada tentunya akan membuat kebijakan-kebijakan yang
sesuai dengan kebutuhan untuk menjalankan e-learning di perusahaan/institusi tersebut.
Tujuan e-learning adalah untuk meningkatkan daya serap dari para peserta didik
atas materi yang diajarkan, meningkatkan partisipasi aktif dari para peserta didik,
meningkatkan kemampuan belajar mandiri, dan meningkatkan kualitas materi
pembelajaran. Diharapkan dapat merangsang pertumbuhan inovasi baru para mahasiswa
sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di
dalam kelas (Classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan /
optional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi) (Siahaan, 2002).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
95
a. Suplemen
Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta
didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan
materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban
/ keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik.
Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan
memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
b. Komplemen (Tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelangkap) apabila
materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melangkapi materi pembelajaran
yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai Komplemen berarti
materi pembelajaran elektronik diprogramkan utnuk menjadi materi reinforcement
(pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai
enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai /
memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka
(fastleaners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran
elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya
agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap
materi pelajaran yang disajikan guru didalam kelas. Dikatakan sebagai
program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami
kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di
kelas (Slowlearners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan
materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang
untuk mereka.
c. Pengganti (Substitusi)
Beberapa perguruan tinggi di Negara-negara maju memberikan
beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada
para mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara
fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas
lain sehari-hari mahasiswa.
Salah satu media elektronik yang sering digunakan untuk saling bertukar
informasi di internet adalah e-mail.
Surat elektronik (akronim: ratel, ratron, surel, atau surat-e) atau pos elektronik
(akronim: pos-el.) atau imel (bahasa Inggris: email) adalah sarana kirim mengirim surat
melalui jalur jaringan komputer (misalnya Internet).
Gambar 1. Proses E-Mail
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
96
Untuk mengirim surat elektronik kita memerlukan suatu program mail-client.
Surat elektronik yang kita kirim akan melalui beberapa poin sebelum sampai di tujuan.
Mulai dari surat elektronik dikirim → Internet → POP3 server penyedia e-mail
penerima → e-mail client (di komputer si penerima) → surat elektronik dibaca si
penerima. Setelah surat elektronik meninggalkan POP3 Server maka itu akan melalui
banyak server-server lainnya. Tidak tertutup kemungkinan surat elektronik yang kita
kirim disadap orang lain. Maka dari itu bila surat elektronik yang kita kirim
mengandung isi yang sensitif sebaiknya kita melakukan tindakan pencegahan, dengan
mengacak (enkrip) data dalam surat elektronik tersebut (contohnya menggunakan PGP,
sertifikat digital, dan lain-lain)
Setiap informasi digital yang tersimpan baik dalam PC atau internet haruslah
memiliki ruang direktori layaknya data hardcopy yang tersimpan dalam lemari arsip.
Pengarsipan tersebut biasanya disebut sebagai direktori. Direktori adalah koleksi
rujukan yang memuat nama-nama atau organisasi yang disusun secara sistematis,
biasanya menurut abjad atau golongan, dilengkapi dengan alamat, kegiatan dan data
lain.
Sebuah direktori adalah komponen dari sistem berkas yang mengandung satu
berkas atau lebih atau satu direktori lainnya atau lebih, yang disebut dengan
subdirektori. Batasan jumlah berkas atau subdirektori yang dapat ditampung dalam
sebuah direktori tergantung dari sistem berkas yang digunakan, meskipun sebagian
sistem berkas tidak membatasinya (batasan tersebut disebabkan ukuran media
penyimpanan di mana direktori berada).
Sebuah direktori yang mengandung satu direktori atau lebih disebut sebagai
parent directory dari direktori-direktori tersebut, dan setiap direktori yang dikandung di
dalam direktori disebut sebagai child directory. Struktur direktori seperti ini lazim
disebut sebagai struktur hierarkis direktori, atau sering juga disebut sebagai pohon
direktori.
Perkembangan e-mail dan sosial media yang terus naik membuat interaksi
komunikasi antara individu dan kelompok semakin mudah dan efisien. Namun dari
perkembangan teknologi komunikasi saat ini, dirasa perlu adanya pemanfaatan
kemajuan dari perkembangan perangamat lunak yang dapat memberikan nilai lebih
untuk proses dan kegiatan KBM. Salah satu aplikasi yang memiliki nilai lebih untuk
proses dan kegiatan KBM adalah app Dropbox
Dropbox
Dropbox adalah layanan penyedia data berbasis web yang dioperasikan oleh
Dropbox, Inc. Dropbox menggunakan sistem penyimpanan berjaringan yang
memungkinkan pengguna untuk menyimpan dan berbagi data serta berkas dengan
pengguna lain di internet menggunakan sinkronisasi data. (Dewey, John 1944).
Dropbox menyediakan layanan baik gratis ataupun berbayar, masing-masing
dengan keuntungan yang bervariasi. Koran, Jaya Kumar C. (2002)pada tahun 2011
Dropbox meluncurkan "Dropbox for Teams", sebuah layanan dari Dropbox yang
dikhususkan untuk kelompok bisnis atau kelompok lainnya yang membutuhkan layanan
untuk mengendalikan administrasi, tagihan yang terpusat, dan lain sebagainya.
Bila dibandingkan dengan layanan serupa lainnya, Dropbox menawarkan jumlah
pengguna yang relatif besar, dengan penggunaan sistem operasi yang bervariasi, baik
untuk perangkat mobile ataupun desktop. Terdapat berbagai versi untuk berbagai sistem
operasi, termasuk untuk Microsoft Windows, Mac OS X, dan Linux (resmi atau tidak
resmi). Dan tersedia juga berbagai versi untuk perangkat mobile, diantaranya Android,
Windows Phone 7, iPhone, iPad, WebOS, dan Blackberry, dan klien yang berbasis web.
Dropbox menggunakan model finansial Freemium, dan layanan gratisnya menyediakan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
97
2 GB penyimpanan online gratis. Para pengguna yang menyarankan Dropbox ke orang
lain bisa meningkatkan kapasitas penyimpanan hingga 8 GB. Ying, Jon (February 5,
2009). Kompetitor utama dari Dropbox antara lain, Box.net, FilesAnywhere, CloudMe,
CrashPlan, Egnyte, iCloud, Mozy, SpiderOak, SugarSync, TitanFile, Ubuntu One,
Windows Live SkyDrive, Wuala dan ZumoDrive.
Baik server atau desktop client Dropbox, keduanya ditulis dengan Python.(PyCon
2011). Dropbox juga menggunakan transfer SSL untuk sinkronisasi dan menyimpan
data lewat enkripsi AES-256(Drager, Dave 2010). Klien Dropbox memungkinkan para
pengguna untuk meletakkan data apapun menjadi sebuah berkas, yang kemudian dapat
dihubungkan dengan layanan internet Dropbox dan ke komputer dan perangkat yang
dimiliki pengguna-pengguna lainnya, yang juga memiliki klien Dropbox. Pengguna
juga bisa mengunggah data secara manual lewat web browser. Dropbox dapat menjadi
alternatif dari sneakernet (transportasi fisik lewat media yang dapat dipindahkan), dan
bentuk tradisional lainnya dari transfer data, seperti FTP atau lampiran e-mail.
Dari uraian yang telah dilakukan, pemanfaatan dropbox sebagai direktori
penyimpanan digital untuk KBM akan digunakan dalam penelitian ini untuk membantu
memberikan nilai lebih dalam dunia pendidikan.
METODE PENELITIAN
Seperti yang telah dijelaskan bahwa dropbox merupakan direktori yang tersimpan
di internet. Sehingga apabila terjadi sesuatu dengan PC kita, file kita yang tersimpan
dalam dropbox akan baik-baik saja. Sama halnya dengan e-mail yang juga berfungsi
untuk menyimpan, mengirim dan menerima file. Namun konsep direktori dalam e-mail
tidak dapat di share untuk digunakan secara bersama-sama.
Gambar 2. Proses Elektronik Mail
Dalam penelitian ini, penerapan aplikasi drobox adalah sebagai direktori
penyimpanan bahan ajar yang untuk proses pembelajaran. Dokumen atau file yang
terdapat dalam dropbox merupakan data yang di upload untuk di share dengan anggota
yang tergabung. Dosen atau Guru sebagai tenaga pengajar bertindak sebagai admin
yang memiliki hak akses dari pengelolaan akun dropbox yang dibuat. Peserta didik
dimasukan sebagai peserta atau anggota. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Konteks
Dalam direktori dropbox file bahan ajar dibuat dalam direktori tersendiri.
Direktori dapat dibuat dengan subdirektori yang memuat bahan ajar untuk setiap
Dropbox Tenaga Pengajar
Peserta didik
Peserta didik
Peserta didik
EMAIL 1 EMAIL 2 USER 1 USER 2
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
98
pertemuan. Direktori lain dibuat untuk tugas-tugas yang akan diberikan untuk peserta
didik dengan subdirektori per tugas seperti pada Gambar 4.
Direktori : /Bahan Ajar/
Subdirektori : Pertemuan 1
Pertemuan 2
Pertemuan 3
Pertemuan n
Gambar 4. Direktori Bahan Ajar
Untuk direktori bahan ajar, hak akses atas pengelolaannya dikuasai sepenuhnya
oleh admin atau yang bertindak sebagai tenaga pengajar sekaligus sebagai pemiliki
akun. Hal ini untuk menghindari perubahan data oleh pihak lain. Begitupun juga dengan
direktori tugas untuk peserta didik diatur sama dengan direktori bahan ajar. Untuk hasil
tugas yang ditelah dibuat oleh peserta didik dibuatkan direktori lain yang memiliki
aturan akses berbeda yaitu peserta hanya dapat meng-upload data atau file tugas ke
dalam direktori tanpa dapat melihat atau mengubah data dan file yang telah ada dalam
direktori tersebut. Untuk pengaturannya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengaturan Hak Akses
Kategori hak akses terhadap file yang terdapat dalam direktori bagi pengguna
digolongkan menjadi dua jenis yaitu sender dan receiver. sender adalah pengguna yang
melakukan pengiriman data ke dalam direktori, sedangkan receiveradalah pengguna
yang dapat menerima file dalam direktori. Admin atau tenaga pengajar dalam dropbox
dapat berperan sebagai sender dan receiver. Sedangkan untuk peserta didik dapat
menjadi sebagai sender dan receiveratausalah satunya tergantung dari pengaturan yang
dilakukan oleh admin.
Pola yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
pembelajaran jarak jauh.Tenaga pengajar dalam hal ini dapat berinteraksi dengan
peserta didik dalam pemberian materi dan tugas namun tidak perlu berada ditempat
yang sama atau satu lokasi dengan peserta didik. Untuk melaksanakan pembelajaran
menggunakan metode e-learning dengan dropbox setiap pengguna wajib memiliki akses
internet.
Dropbox
Bahan Ajar
Tugas
Hasil Tugas
Tenaga Pengajar Peserta didik
send
receive
r
send
receive
r
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
99
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari rancangan model pembelajaran berbasis e-learning dengan app dropbox
menunjukan hasil yang lebih baik untuk diterapkan dari pada model pembelajaran
dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dan e-learning dengan email.
Hasil penelitian dari model pembelajaran yang diterapkan dengan konvensional
dan e-learning yang bersumber dari kajian teori dan analisis subyektif dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil perbandingan antara model pembelajaran e-learning (dropbox dan e-
mail) dan konvensional (tatap muka langsung) No Indikator Dropbox Email Konvensional
1 Waktu Memberikan fleksibilitas
dalam memilih waktu.
Memberikan fleksibilitas
dalam memilih waktu.
Tidak Fleksibel
2 Tempat Menjangkau wilayah
geografis yang lebih luas
Menjangkau wilayah
geografis yang lebih luas
Proses KBM harus
pada lokasi yang
sama
3 Biaya Menghemat biaya
pendidikan secara
keseluruhan (perjalanan,
infrastruktur, peralatan,
buku-buku)
Menghemat biaya
pendidikan secara
keseluruhan (perjalanan,
infrastruktur, peralatan,
buku-buku)
Membutuhkan biaya
lebihdalam proses
KBM (perjalanan,
infrastruktur,
peralatan, buku-buku)
4 Akses Hak Akses dapat dibatasi
sehingga lebih baik dalam
pengelolaannya
Tidak memiliki pengaturan
hak akses
Tidak ada
5 Kemudahan Direktori yang terdapat
dalamnya user friendlydan
dapat diatur
Direktori tidak sebatas
pesan masuk dan keluar
dan tidak dapt diatur
Wajib Pertemuan
Tatap Muka
6 Interaksi Peningkatan interaksi
mahasiswa dengan
sesamanya dan dengan
dosen
Peningkatan interaksi
mahasiswa dengan
sesamanya dan dengan
dosen
Interaksi hanya pada
saat tatap muka
7 Bahan Ajar Guru atau dosen akan lebih
mudah melakukan
pembaruan materi maupun
model pengajaran
Guru atau dosen tidak
terlalu mudah melakukan
pembaruan materi maupun
model pengajaran
Bahan ajar terpusat
pada penyampai
materi
8 Kemandirian
Belajar
Melatih peserta didik lebih
mandiri dalam
mendapatkan ilmu
pengetahuan
Melatih peserta didik lebih
mandiri dalam
mendapatkan ilmu
pengetahuan
Kurang memberikan
kemandirian dalam
mencari ilmu
KESIMPULAN
Dari tabel perbandingan dengan menggunakan beberapa indikator untuk menilai
antara model pembelajaran berbasis e-learning dengan konvensional memperlihatkan
bahwa app dropbox dapat memberikan nilai lebih dari penggunaannya untuk proses
kegiatan KBM.
Dari berbagai kelebihan yang dapat diperoleh dalam melaksanakan sistem
pembelajaran berbasis e-learning, namun masih ada kekurangannya terutama dari sisi
interaksi sosial. Kurangnya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar dapat memberi
dampak pada kemampuan peserta didik dalam sehingga cenderung mengabaikan aspek
akademik dan kearah pelatihan daripada pendidikan, dan siswa yang tidak mempunyai
motivasi belajar yang tinggi cenderung akan gagal.
Dengan demikian perlu adanya kombinasi yang seimbang dari model
pembelajaran berbasis e-learning dengan model konvensional atau tatap muka secara
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
100
langsung, agar pencapaian yang ingin dicapai dalam proses KBM dapat memberikan
hasil yang optimal baik dari sisi wawasan keilmuannya dan kemampuan soft skill atau
entrepreneurshipyang dapat menjadi bekal yang kuat untuk kualitas kemandirian
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Barret, Victoria (2011). "Dropbox: The Inside Story Of Tech's Hottest Startup". Forbes.
Dewey, John (1944). Democracy and Education. The Free Press. pp. 1–4. ISBN 0-684-
83631-9.
Drew Houston & Arash Ferdows (2007). About Dropbox. Dropbox.Inc.
Drager, Dave (2010). DropBox : Review, Invites, and 7 Questions with the Founder.
MakeUseOf.com.
Koran, Jaya Kumar C. (2002). Aplikasi E-Learning dalam Pengajaran dan
Pembelajaran di Sekolah Malaysia. Malaysia
Kincaid, Jason (2009). Dropbox Acquires The Domain Everyone Thought It Had:
Dropbox.com. TechCrunch.
Levy, Ari (2011). Dropbox Partners With Softbank, Sony Ericsson for Growth in Asia,
Europe. Bloomberg.
Lacy, Sarah (2011). Dropbox Raising Massive Round at a $5B-Plus Valuation.
TechCrunch.
Purbo, Onno W. (2002). Teknologi e-learning Berbasis PHP dan MySQL
PyCon (2011). How Dropbox Did It and How Python Helped"Where are my files
stored?". Dropbox FAQ. Dropbox, Inc.
Ryan Paul (2010). How Dropbox ended my search for seamless sync on Linux. Ars
Technica
RFC 5321 (2010)– Simple Mail Transfer Protocol. Network Working Group.
Scott Dunn (2010). Dropbox File Sync Service. PC World.
Tam, Pui-Wing (2010). Philosophy Helps Start-Ups Move Faster. Wall Street Journal.
Ying, Jon (2009). Meet The Team! (Part 1). The Dropbox Blog. Dropbox, Inc..
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
101
PENERAPAN PENDEKATAN PENGULANGAN AUDITORI KEMAMPUAN
BERPIKIR (PAKB) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI
BELAJAR SISWA
Arif Rahman
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Taman Siswa Bima
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan
Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk menigkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram
tahun pelajaran 2012/2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang
dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas
siswa pada siklus I adalah 10,49 dengan kategori kurang aktif, sedangkan hasil analisis
prestasi belajar siswa diperoleh nilai rata-rata kelas 62,87 dengan ketuntasan klasikal
56,25%. Dari hasil yang diperoleh pada siklus I dapat dikatakan bahwa penelitian ini
belum mencapai indikator kerja, sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II.
Tindakan yang dilakukan pada sklus II adalah perbaikan dari kekurangan-kekurangan
pada siklus I. Setelah dilakukan perbaikan diperoleh skor rata-rata aktivitas siswa 16,35
dengan kategori sangat aktif, sedangan hasil analisis prestasi belajar siswa diperoleh
nilai rata-rata kelas 76,8 dengan ketuntasan klasikal 87,5%. Berdasarkan hasil yang
diperoleh dari siklus I dan II, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan
Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) dapat meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram
tahun pelajaran 2012/2013.
Kata kunci: Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir, Aktivitas, dan Prestasi.
PENDAHULUAN
Matematika memiliki karakteristik sebagai suatu cabang ilmu yang objek
kajiannya bersifat abstrak serta berkaitan dengan pola berpikir. Matematika bukan
hanya sekumpulan rumus atau kegiatan berhitung, melainkan matematika juga
merupakan suatu ilmu yang memiliki objek kajian berupa ide-ide, gagasan-gagasan
serta konsep yang abstrak serta memuat proses yang terstruktur dan logis dengan
menggunakan istilah-istilah dan simbol-simbol khusus. Dengan karakteristik seperti ini,
suatu konsep matematika harus dikenalkan kepada siswa melalui serangkaian proses
berpikir, dan bukan dikenalkan sebagai suatu produk jadi.
Berdasarkan hasil observasi awal pada tanggal 5 sampai dengan 7 Desember 2012
di SMAN 8 Mataram terdapat beberapa permasalahan yang peneliti temukan,
diantaranya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar masih rendah, seperti
bertanya, mengajukan pendapat ataupun berdiskusi dengan temannya tentang pelajaran
yang sedang dipelajari. Sebagian besar siswa menganggap mata pelajaran matematika
adalah pelajaran yang sulit sehingga mereka cenderung merasa pesimis sebelum belajar.
Lain daripada itu, peran guru sangat dominan dan siswa kurang dilibatkan dalam
kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa lebih banyak pasif dalam menerima materi
yang disampaikan, siswa hanya duduk, mendengarkan, mencatat, dan menghafal rumus
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
102
tanpa melakukan aktivitas pembelajaran yang aktif. Permasalahan-permasalahan ini
mengakibatkan rendahnya prestasi belajar matematika di SMAN 8 Mataram.
Hal ini dapat dilihat dari data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X tahun
pelajaran 2012/2013 dan Presentase ketuntasan belajar siswa kelas X-3 SMAN 8
Mataram tahun pelajaran 2011/2012. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel 1 dan tabel 2
berikut.
Tabel 1. Data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X SMAN 8 Mataram tahun
pelajaran 2012/2013 No. Kelas Jumlah Siswa Nilai Rata- rata Ketuntasan Klasikal
1. X-1 29 65,92 79%
2. X-2 32 62,18 63%
3. X-3 32 59,83 56%
(Sumber : Data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X SMAN 8 Mataram tahun
pelajaran 2012/2013)
Tabel 2. Presentase ketuntasan belajar siswa kelas X-3 tahun pelajaran 2011/2012 No. Materi Pokok Nilai Rata- rata KKM
1. Logika Matematika 56,70 65
2. Trigonometri 64,33 65
3. Ruang Dimensi Tiga 65,92 65
(Sumber : Arsip guru matematika kelas X-3)
Dari tabel 1. menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika yang dicapai siswa
kelas X-3 masih rendah. Oleh karena itu, pembelajaran matematika di kelas X-3 perlu
diperbaiki guna meningkatkan motivasi, aktivitas, pemahaman dan prestasi belajar
siswa. Pada tabel 2. terlihat bahwa nilai rata-rata siswa kelas X-3 pada materi logika
matematika masih rendah dan berada di bawah KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah
yaitu 65. Sehingga perlu dilakukan penelitian di kelas X-3 pada materi logika
matematika untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.
Penggunaan pendekatan pembelajaran yang tidak melibatkan siswa secara penuh
dalam kegiatan belajar mengajar sangat mempengaruhi aktivitas dan prestasi belajar
siswa kelas X-3 SMAN 8 Mataram. Menurut Slameto (2010) pendekatan yang
diterapkan guru mempengaruhi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang kurang
baik akan mempengaruhi cara belajar siswa yang tidak baik pula. Oleh karena itu, perlu
diterapkan pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang siswa agar aktif dalam
pembelajaran dengan memanfaatkan semua indra yang dimiliki, sehingga prestasi
belajar siswa meningkat.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang siswa agar aktif
dalam proses pembelajaran adalah pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan
Berpikir (PAKB). Pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB)
merupakan salah satu pendekatan konstruktivis yang menekankan pada proses berpikir
siswa, kenyamanan siswa, serta teraktualisasinya potensi-potensi pikiran siswa dalam
proses pembelajaran. Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir merupakan
komponen dari pendekatan pembelajaran tersebut. Auditori yang bermakna bahwa
belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,
argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi, Kemampuan Berpikir yang
bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on),
belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui
bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi,
memecahkan masalah, dan menerapkan, dan Pengulangan bermakna pendalaman,
perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.
Sebagai pendekatan pembelajaran kontruktivistik, Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB) menempatkan siswa sebagai pusat perhatian utama
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
103
dalam kegiatan pembelajaran melalui tahapan-tahapannya, siswa diberikan kesempatan
secara aktif dan terus menerus membangun sendiri pengetahuannya secara personal
maupun sosial sehingga terjadi perubahan konsep menjadi lebih rinci dan lengkap.
Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya, yaitu: Ni Wayan
Switrayni (2011) yang berjudul “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Pengulangan
Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi
Belajar Matematika Siswa pada Materi Peluang Di Kelas XI-AK1 SMKN 1 Mataram
Tahun Pelajaran 2010/2011”. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pendekatan
pembelajaran Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) dapat meningkatkan
aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa pada materi peluang di kelas XI-AK1
SMKN 1 Mataram tahun pelajaran 2010/2011. Dwi Trisnawati (2012) yang berjudul
“Pengaruh Pendekatan Pembelajaran AIR (Auditori Intellectually Repetition) pada
materi pokok Lingkaran terhadap Prestasi Belajar Siswa Tahun Pelajaran 2011/2012”.
Penelitian ini menunjukkan bahwa Pembelajaran AIR (Auditori Intellectually
Repetition) berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 18
Mataram Tahun Pelajaran 2011/2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan
Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk menigkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram
Tahun Pelajaran 2012/2013
METODE PENELITIAN
Adapun jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian
tindakan kelas adalah suatu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh
guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain
(kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan
tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau
meningkatkan mutu (kualitas) proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan
(treatment) tertentu dalam suatu siklus (Kusnandar, 2010: 45).
Penelitian ini dirancang dan dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus penelitian
tindakan kelas terdiri dari masing-masing 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan
tindakan, pengamatan dan refleksi. Adapun rancangan tersebut dapat dilihat pada
gambar 1. berikut:
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Modifikasi (Arikunto, 2008: 16)
Dari gambar 1, dapat dijelaskan bahwa pada setiap siklus ada empat tahapan yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dibarengi dengan mengamati aktivitas siswa dan guru dalam
proses belajar mengajar, dan refleksi. Setelah diterapkan apa yang telah direncanakan
Perencanaan
SIKLUS I Pelaksanaan Refleksi
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan SIKLUS II
Pengamatan
Siklus Selanjutnya LAPORAN
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
104
dalam tiga kali pertemuan, akan dilakukan evaluasi dan merefleksi hasil evaluasi
sebagai dasar untuk melanjutkan penelitian ke siklus selanjutnya apabila hasilnya tidak
mencapai indikator kerja. Dan sebaliknya, apabila hasil refleksi mencapai indikator
kerja maka dilanjutkan ke pembuatan laporan.
Instrumen penelitian terdiri atas tes prestasi belajar siswa pada materi logika
matematika, lembar observasi, dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini
adalah siswa kelas X-3 semester II di SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2012/2013.
Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, lembar observasi, dan metode
tes. Data aktivitas belajar siswa dan guru diambil pada saat tindakan kelas dengan
menggunakan lembar observasi. Data prestasi belajar siswa diambil dengan
memberikan tes evaluasi pada setiap akhir siklus.
Untuk menentukan kategori aktivitas belajar siswa setiap siklus menggunakan
kriteria seperti pada tabel berikut.
Tabel 3. Kriteria untuk menentukan kategori aktivitas belajar siswa Interval Interval Skor Kategori
Mi + 1,5 SDi < A Mi + 3,0 SDi
Mi + 0,0 SDi < A Mi + 1,5 SDi
Mi - 1,5 SDi < A Mi + 0,0 SDi
Mi - 3,0 SDi < A Mi - 1,5 SDi
16,25 < A 20,00
12,50 < A 16,25
8,75 < A 12,50
5,00 A 8,75
Sangat aktif
Aktif
Kurang aktif
Tidak aktif
Nurkencana (1990: 89)
Keterangan: A = skor aktivitas belajar siswa
Untuk menghitung skor rata-rata hasil tes tiap siklus, dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
n
x
x
n
i
i 1
Keterangan:
x = rata-rata nilai siswa
n = banyaknya siswa yang hadir
xi = skor yang diperoleh siswa ke-i, i = 1, 2 ,3.... n
Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara klasikal dianalisis dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
KB = P
N 100 %
Keterangan:
KB = Persentase Ketuntasan Belajar
P = Banyaknya siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
N = Banyaknya siswa yang mengikuti tes
Ketuntasan belajar secara individu dikatakan tuntas apabila siswa memperoleh nilai ≥
65.
Dalam penelitian ini, indikator keberhasilan yang hendak dicapai meliputi: (1)
Kriteria dari aktivitas belajar siswa minimal berkategori aktif dan mengalami
peningkatan nilai rata-rata skor untuk setiap siklusnya. (2) Prestasi belajar siswa
dikatakan meningkat apabila nilai rata-rata siswa ≥ 65 dan siswa tuntas secara klasikal
atau minimal 85% dari seluruh siswa memperoleh skor ≥ 65.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
105
HASIL PENELITIAN
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram pada materi logika
matematika. Penelitian ini terdiri dari dua siklus, dimulai dari tanggal 25 Februari
sampai dengan 25 Maret 2013. Objek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 SMAN 8
Mataram tahun pelajaran 2012/2013 yakni sebanyak 32 siswa yang terdiri dari 16
siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Dalam penelitian ini diterapkan pendekatan
Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) pada materi logika matematika
sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas
X-3 SMAN 8 Mataram. Adapun rincian pelaksanaan dan hasil setiap siklus diuraikan
sebagai berikut.
1. Siklus I
Penerapan pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB)
pada siklus I dilaksanakan dalam 3 pertemuan. Materi yang dibahas pada siklus I
meliputi:
a. Pernyataan dan Ingkaran Pernyataan
b. Disjungsi dan Konjungsi
c. Implikasi dan Biimplikasi
Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus I terdiri dari:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini terdapat beberapa persiapan yang dilakukan sebelum
melaksanakan kegiatan siklus I sebagai berikut.
1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berorientasi pada
pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB)
2) Menyiapkan skenario pembelajaran
3) Menyiapkan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan guru
4) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS)
5) Menyiapkan kisi-kisi soal evaluasi siklus I
6) Menyiapkan soal-soal evaluasi siklus I
7) Menyiapkan pedoman penskoran evaluasi siklus I
b. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan kelas pada siklus I sebanyak empat kali pertemuan.
Pertemuan 1 dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2013, pertemuan 2
dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2013, pertemuan 3 pada tanggal 2 Maret 2013,
dan pertemuan 4 pada tanggal 9 Maret 2013 untuk evaluasi. Adapun pada awal
pembelajaran guru mensosialisasikan tentang model pembelajaran pengulangan
auditori kemampuan berpikir, membagikan siswa ke dalam kelompok yang
beranggotakan 5-6 orang, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan memotivasi
siswa dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari. Aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran masih kurang aktif, karena masih banyak siswa yang belum
bisa bekerja sama dengan anggota kelompoknya dan belum bisa membuat
kesimpulan yang benar dari hasil diskusinya, interaksi siswa dengan siswa masih
kurang, dimana siswa masih malu untuk bertanya kepada kelompok lain yang
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Selain itu, beberapa siswa juga
kurang memperhatikan temannya yang menyampaikan hasil diskusi
kelompoknya. Namun, ada beberapa siswa yang dengan sungguh-sungguh
melakukan diskusi bersama kelompoknya. Setelah menyelesaikan LKS, guru
meminta perwakilan kelompok untuk menjelaskan hasil diskusi kelompok,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
106
sedangkan siswa yang lain memberi tanggapan. Hal ini ditunjukkan oleh siswa
pada pembahasan LKS siklus I pertemuan 3 pada soal nomor 2.b.
Salah seorang siswi (Mia Audina) menanggapi dan berbeda pendapat
dengan apa yang dipresentasikan oleh kelompok 3 yang menyatakan bahwa nilai
kebenaran dari biimplikasi “6 habis dibagi 3 jika dan hanya jika 6 bilangan ganjil”
adalah bernilai benar. Sedangkan Mia Audina berpendapat bahwa nilai kebenaran
dari biimplikasi tersebut adalah bernilai salah. Sehingga dalam hal ini guru
mengklarifikasi bahwa jawaban yang benar adalah bernilai salah, karena
berdasarkan tabel kebenaran biimplikasi jika p bernilai benar dan q bernilai salah
maka p biimplikasi q bernilai salah. Setelah selesai diskusi guru dan siswa
membuat kesimpulan dan memberi kesempatan pada siswa untuk mencatat
jawaban yang benar.
Di akhir pertemuan guru memberi tugas dan menginformasikan materi
untuk pertemuan selanjutnya. Pada akhir pertemuan siklus I, guru meminta siswa
untuk mempelajari materi yang telah diajarkan karena pertemuan selanjutnya akan
diadakan evaluasi siklus I selama 2 jam pelajaran (2x45 menit) pada tanggal 9
Maret 2013.
c. Tahap Observasi
1) Hasil Observasi Aktivitas Siswa
Ringkasan hasil observasi aktivitas siswa siklus I dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I No
. Indikator
Skor Indikator
Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3
1 Kesiapan siswa menerima materi pelajaran 2 2,33 2,66
2 Kegiatan Auditori dalam pembelajaran 1,66 2 2,33
3 Kegiatan Kemampuan Berpikir dalam
pembelajaran
1,75 2,25 2,5
4 Kegiatan Pengulangan dalam pembelajaran 2 2,33 2,66
5 Partisipasi siswa dalam menutup pembelajaran 1,5 1,5 2
Jumlah skor seluruh indikator 8,91 10,41 12,15
Kategori aktivitas Kurang
Aktif
Kurang
Aktif
Kurang
Aktif
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa, diperoleh bahwa skor
aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan
2 dan pertemuan 2 ke pertemuan 3. Pada pertemuan 1 skor aktivitas belajar
siswa 8,91 dan berkategori kurang aktif, pada pertemuan 2 skor aktivitas
belajar siswa 10,41 dan berkategori kurang aktif, sedangkan pertemuan 3 skor
aktivitas belajar siswa 12,15 tetapi masih berkategori kurang aktif. Sehingga
perlu dilakukan perbaikan untuk mencapai indikator aktivitas belajar siswa.
2) Hasil Observasi Aktivitas Guru
Ringkasan hasil observasi aktivitas guru siklus I dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 5. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I
No Indikator Penilaian
Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3
1 Kesiapan dalam pembelajaran Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
2 Membimbing siswa dalam kegiatan
Auditori pada saat pembelajaran Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
3 Membimbing siswa dalam kegiatan
Kemampuan Berpikir pada saat
pembelajaran
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
4 Membimbing siswa dalam kegiatan Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
107
Pengulangan pada saat pembelajaran
5 Menutup pembelajaran Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
Berdasarkan lembar observasi aktivitas guru pada siklus I, komentar
observer sebagai berikut:
a) Guru masih menunggu siswa yang telat masuk kelas untuk memulai
pembelajaran
b) Guru kurang/ belum merata memberikan bimbingan kepada kelompok yang
mengalami kesulitan selama diskusi
c) Guru kurang memperhatikan siswa yang ribut dan berdiskusi dengan
kelompok lain.
d. Tahap Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2013. Evaluasi ini dilakukan
untuk memperoleh data prestasi belajar siswa pada siklus I dengan cara pemberian
tes yang berbentuk essay sebanyak 5 butir soal yang dilaksanakan selama 2 jam
pelajaran (2x45 menit). Adapun hasil evaluasi pada siklus I adalah sebagai
berikut.
Tabel 6. Hasil evaluasi siklus I Nilai terendah 39
Nilai tertinggi 88
Nilai rata-rata 62,87
Jumlah siswa yang ikut tes 32
Jumlah siswa yang tuntas 18
Persentasi ketuntasan 56,25%
Pada Tabel 6. terlihat bahwa nilai rata-rata pada siklus I adalah 62,87
dengan nilai tertinggi 88 dan nilai terendah 39. Banyak siswa yang memperoleh
nilai 65 adalah 18 orang (56,25%) dari 32 siswa. Sedangkan yang memperoleh
nilai < 65 ada 14 orang. Berdasarkan data tersebut, rata-rata nilai siswa diperoleh
yaitu < 65, dengan demikian dikatakan bahwa belum mencapai indikator kerja
yang telah ditetapkan yaitu rata-rata nilai siswa harus 65 dan persentase
ketuntasan belajar 85% . Untuk itu, maka penelitian dilanjutkan ke siklus
berikutnya yaitu ke siklus II.
e. Tahap Refleksi
Dari hasil yang diperoleh pada siklus I, aktivitas siswa masih berkategori
kurang aktif dan nilai rata-rata 62,87 dengan ketuntasan klasikal 56,25% sehingga
belum mencapai indikator kerja yang ditetapkan. Oleh karena itu, penelitian ini
akan dilanjutkan ke siklus II. Namun, pada dasarnya pembelajaran pada siklus I
ini sudah berjalan dengan baik hal ini dapat dilihat dari skor aktivitas siswa yang
mengalami peningkat tiap pertemuan dan pelaksanaan pembelajaran oleh guru
berkategori sangat baik. Walaupun demikian peneliti memandang perlu untuk
melakukan penyempurnaan-penyempurnaan agar hasil yang diperoleh lebih baik
lagi. Adapun langkah-langkah perbaikan yang dilakukan adalah sebagai sebagai
berikut:
1) Guru menghimbau siswa agar masuk kelas tepat waktu.
2) Guru lebih memancing siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menanggapi
pertanyaan dari siswa lain.
3) Guru tidak lagi menunggu siswa yang telat masuk kelas.
4) Guru mempedomani alokasi waktu yang sudah ditetapkan pada Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran.
5) Guru tidak terburu-buru dalam menutup pembelajaran.
6) Guru memberikan bimbingan secara lebih merata kepada setiap kelompok
yang mengalami kesulitan selama diskusi.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
108
7) Guru memberikan penguatan pada setiap hasil diskusi.
2. Siklus II
Kegiatan pembelajaran pada siklus II ini hampir sama dengan siklus I hanya
saja pada siklus II ini dilakukan penyempurnaan terhadap hal-hal yang dirasa belum
maksimal pada pelaksanaan tindakan siklus I. Pembelajaran pada siklus II ini
dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dimana tiap pertemuan masing-masing
mempunyai alokasi 2x45 menit. Materi yang dibahas pada siklus II meliputi:
a. Konvers, Invers, Kontraposisi, dan Ingkaran pernyataan majemuk
b. Pernyataan Majemuk
c. Penarikan Kesimpulan
Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II terdiri dari:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini terdapat beberapa persiapan yang dilakukan sebelum
melaksanakan kegiatan siklus II sebagai berikut:
1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berorientasi pada
pendekatan pembelajaran Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB)
2) Menyiapkan skenario pembelajaran
3) Menyiapkan lembar observasi aktivitas siswa dan guru
4) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS)
5) Menyiapkan kisi-kisi soal evaluasi siklus II
6) Menyiapkan soal- soal evaluasi siklus II
7) Menyiapkan pedoman penskoran evaluasi siklus II
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan kelas pada siklus II sebanyak empat kali pertemuan.
Pertemuan 1 dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2013, pertemuan 2 dilaksanakan
pada tanggal 18 Maret 2013, pertemuan 3 pada tanggal 23 Maret 2013, dan
pertemuan 4 pada tanggal 25 Maret 2013 untuk evaluasi. Aktivitas siswa pada
siklus II mengalami peningkatan. Hal ini tidak terlepas dari upaya yang telah
dilakukan oleh guru dalam memotivasi dan memberikan pengertian kepada siswa
agar bersikap tenang serta tertib dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
dalam kelas.
Dalam kegiatan Auditori, aktivitas siswa sudah sangat baik, karena siswa
selalu memperhatikan arahan yang diberikan oleh guru. Saat kelompok lain
mempresentasikan hasil diskusinya, siswa berani memberikan tanggapan dan
pertanyaan terhadap materi yang belum dipahami. Hal ini ditunjukkan oleh siswa
pada pembahasan LKS siklus II pertemuan 2 pada soal nomor 3. Salah seorang
siswa (M. Rizqi) menanggapi dan berbeda pendapat dengan apa yang
dipresentasikan oleh kelompok 5 yang menyatakan bahwa ingkaran dari “semua
manusia akan mati” adalah semua manusia tidak akan mati dan bernilai salah.
Sedangkan M. Rizqi berpendapat bahwa ingkarannya adalah beberapa manusia
akan mati dan bernilai salah. Sehingga dalam hal ini guru mengklarifikasi bahwa
kedua jawaban itu sama-sama benar. Dalam kegiatan Kemampuan Berpikir
(Intelektual), siswa berkonsentrasi mengerjakan LKS dengan melakukan diskusi
dalam kelompoknya masing-masing. Dalam kegiatan Pengulangan, siswa
mengerjakan soal latihan. Pada saat guru menawarkan pada siswa untuk
menuliskan jawaban di papan tulis, siswa maju tanpa ditunjuk oleh guru. Sebelum
menuliskan jawaban di papan tulis, siswa melakukan konsultasi kepada guru
terlebih dahulu. Hal ini mereka lakukan agar mereka percaya diri dalam
menyampaikan jawaban di depan teman-teman yang lain. Selain itu, jawaban
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
109
yang diberikan akan dibahas secara bersama-sama. Guru memberikan
penghargaan kepada siswa yang dapat menyelesaikan soal dengan baik.
Pada akhir pertemuan guru membimbing siswa dalam memberikan
kesimpulan dan meminta siswa untuk mempelajari materi yang telah diajarkan
karena pada pertemuan selanjutnya akan diadakan evaluasi siklus II selama 2 jam
pelajaran (2x45 menit) pada hari senin, tanggal 25 Maret 2013, pukul 13.00 Wita.
Siswa tampak bersemangat dalam merespon permintaan guru.
c. Tahap Observasi
1) Hasil Observasi Aktivitas Siswa
Ringkasan hasil observasi aktivitas siswa siklus II dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 7. Ringkasan Hasil Observasi
No. Indikator Skor Indikator
Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3
1 Kesiapan siswa menerima materi pelajaran 3 3,33 3,66
2 Kegiatan Auditori dalam pembelajaran 3 3 3,33
3 Kegiatan Kemampuan Berpikir dalam
pembelajaran
3,25 3,5 4
4 Kegiatan Pengulangan dalam pembelajaran 3 3,33 3,66
5 Partisipasi siswa dalam menutup pembelajaran 2,5 3 3,5
Jumlah skor seluruh indikator 14,75 16,16 18,15
Kategori aktivitas Aktif Aktif Sangat Aktif
Aktivitas Siswa Siklus II
Dari tabel 7. menunjukkan bahwa skor aktivitas siswa mengalami
peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan pertemuan pada siklus
sebelumnya. Pada siklus II pertemuan 1 skor aktivitas belajar siswa 14,75 dan
berkategori aktif, pada pertemuan 2 skor aktivitas belajar siswa 16,16
berkategori aktif, dan pertemuan 3 skor aktivitas belajar siswa 18,15 dan
berkategori sangat aktif. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada siklus II
aktivitas belajar siswa sudah mencapai indikator kerja yang ditetapkan dalam
penelitian ini.
2) Hasil Observasi Aktivitas Guru
Ringkasan hasil observasi aktivitas guru siklus II dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 8. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II
No Indikator Penilaian
Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3
1 Kesiapan dalam pembelajaran Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
2 Membimbing siswa dalam kegiatan
Auditori pada saat pembelajaran
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
3 Membimbing siswa dalam kegiatan
Kemampuan Berpikir pada saat
pembelajaran
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
4 Membimbing siswa dalam kegiatan
Pengulangan pada saat pembelajaran
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
5 Menutup pembelajaran Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Berdasarkan lembar observasi aktivitas guru pada siklus II, komentar
observer sebagai berikut:
a) Guru kurang memperhatikan waktu yang diberikan kepada siswa untuk
menyalin jawaban yang benar
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
110
b) Guru sudah melaksanakan pembelajaran dengan baik
c) Guru telah melaksanakan pembelajaran sesuai deskriptor dengan sangat
baik
d. Tahap Evaluasi
Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui prestasi belajar siswa pada siklus
II. Adapun hasil evaluasi pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9. Hasil evaluasi siklus II Nilai terendah 41
Nilai tertinggi 100
Nilai rata-rata 76,8
Jumlah siswa yang ikut tes 32
Jumlah siswa yang tuntas 28
Persentasi ketuntasan 87,5%
Pada Tabel 9. terlihat bahwa nilai rata-rata pada siklus II adalah 76,8
dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 41. Banyak siswa yang memperoleh
nilai 65 adalah 28 orang (87,5%) dari 32 siswa yang hadir pada saat evaluasi
siklus II. Sedangkan yang memperoleh nilai < 65 ada 4 orang. Berdasarkan
kriteria indikator kerja yang telah ditetapkan diperoleh yaitu nilai rata-rata siswa >
65 dan ketuntasan klasikal 85%. Dengan demikian penelitian ini sudah
mencapai indikator kerja yang telah ditetapkan, sehingga penelitian dihentikan
dan dilanjutkan ke pembuatan laporan.
e. Tahap Refleksi
Pada akhir siklus II, indikator kerja dari penelitian telah tercapai. Dari
hasil yang diperoleh pada siklus II, aktivitas siswa berkategori sangat aktif dengan
skor 18,15, nilai rata-rata hasil evaluasi 76,8 dan ketuntasan belajar secara klasikal
87,5%. Hasil ini telah mencapai indikator kerja yang ditetapkan. Oleh karena itu,
penelitian ini dihentikan hingga siklus II.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada materi logika matematika
dengan menerapkan pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir
(PAKB). Adapun ringkasan hasil penelitian sebagai berikut.
Tabel 10. Ringkasan Hasil Penelitian
Siklus Pert.
Ke-
Nilai rata-
rata
Ketuntasan
Klasikal
Aktivitas Belajar
Skor Aktivitas Kategori
I
1
62,87 56,25%
8,91 Kurang Aktif
2 10,41 Kurang Aktif
3 12,15 Kurang Aktif
II
1
76,8 87,5%
14,75 Aktif
2 16,16 Aktif
3 18,15 Sangat Aktif
Berdasarkan Tabel 10. terlihat bahwa pada siklus I pertemuan 1 skor
aktivitas belajar siswa adalah 8,91 berkategori kurang aktif, pertemuan 2 aktivitas
belajar siswa adalah 10,41 berkategori kurang aktif dan pada pertemuan 3 skor
aktivitas belajar siswa adalah 12,15 yaitu masih berkategori kurang aktif. Pada
siklus II pertemuan 1 tampak bahwa terjadi peningkatan skor aktivitas siswa
menjadi 14,75 berkategori aktif. Begitu pula pada pertemuan 2, skor aktivitas
siswa terus meningkat sampai akhirnya mencapai kategori sangat aktif pada
pertemuan 3. Data tersebut menunjukkan bahwa penerapan pendekatan PAKB
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
111
PEMBAHASAN
Penerapan pendekatan PAKB tidak dapat langsung meningkatkan aktivitas belajar
siswa pada siklus I, hal ini disebabkan karena siswa masih beradaptasi dengan
pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran yang biasa mereka hadapi sebelumnya.
Bersamaan dengan hal tersebut, kesiapan siswa dalam memulai pembelajaran masih
rendah. Sebagian besar siswa terlambat masuk kelas. Selain itu, pada setiap tahap
pembelajaran hanya siswa yang pintar saja yang terlihat aktif. Hal ini diatasi guru
dengan terus memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa terlibat secara aktif dalam
pembelajaran sehingga pada pertemuan selanjutnya aktivitas siswa dapat meningkat.
Pembelajaran pada materi logika matematika dengan menggunakan pendekatan
PAKB memberikan kesempatan kepada siswa untuk memaksimalkan semua alat indra
yang dimiliki dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dilibatkan secara aktif.
Dengan demikian kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa sehingga siswa lebih
memahami tentang apa yang dikerjakan dan konsep yang ditemukan akan lebih lama
melekat di otak siswa. Hal ini berkaitan erat dengan prinsip Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB) yang menempatkan siswa sebagai pusat perhatian utama
dalam kegiatan pembelajaran melalui tahapan-tahapannya, siswa diberikan kesempatan
secara aktif dan terus menerus membangun sendiri pengetahuannya secara personal
maupun sosial sehingga terjadi perubahan konsep menjadi lebih rinci dan lengkap.
Dalam membangun sendiri pengetahuannya dapat dilakukan melalui proses penemuan
dan pemecahan masalah.
Selain aktivitas siswa menjadi meningkat, prestasi belajar siswa juga mengalami
peningkatan. Berdasarklan hasil penelitian, tampak bahwa prestasi belajar siswa
mengalami peningkatan tiap siklus. Pada siklus I, rata-rata nilai siswa 62,87 dengan
ketuntasan belajar secara klasikal 56,25%. Selanjutnya pada siklus II rata-rata nilai
siswa meningkat menjadi 76,8 dengan ketuntasan klasikal 87,5%. Data tersebut
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa terus mengalami peningkatan dan pada
siklus II indikator kerja dalam penelitian ini tercapai, sehingga penelitian dihentikan dan
dilanjutkan ke pembuatan laporan sebagai hasil penelitian. Berdasarkan data hasil
penelitian, maka penerapan pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir
(PAKB) dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi logika
matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2012/2013.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa
“penerapan pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) dapat
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di
kelas X-3 SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2012/2013”. Dengan data aktivitas siswa
pada siklus I diperoleh rata-rata skor 10,49 dan berkategori kurang aktif, pada siklus II
diperoleh rata-rata skor 16,35 dengan kategori sangat aktif. Sedangkan Prestasi belajar
siswa pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal 56,25% dengan nilai rata-rata kelas
62,87, pada siklus II diperoleh ketuntasan klasikal 87,5% dengan nilai rata-rata kelas
76,8.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Trisnawati. 2012. Pengaruh pendekatan pembelajaran AIR (Auditory Intellectually
Repetition) pada materi pokok lingkaran terhadap prestasi belajar siswa kelas
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
112
VIII SMP Negeri 18 Mataram Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi tidak
diterbitkan. Mataram : FPMIPA IKIP Mataram.
Ni Wayan Switrayni. 2011. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Pengulangan
Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk Meningkatkan Aktivitas dan
Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Materi Peluang di Kelas XI-AK1 SMKN
1 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi tidak diterbitkan. Mataram: FKIP
UNRAM.
Kusnandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan
Profesi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nurkencana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
113
PENINGKATAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR BIOLOGI SISWA
MELALUI PROBLEM BASED LAERNING (PBL) DENGAN METODE
EKSPLORASI PADA MATERI POKOK KEANEKARAGAMAN HAYATI
UNTUK SISWA KELAS X DI SMA N 1 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2009/2010
Oleh
Sri Lastuti
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkat motivasi dan aktivitas belajar Biologi
siswa melalui Problem Based learning (PBL) dengan metode Eksplorasi pada materi
keanekaragaman hayati di SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classrom Action Research)
yang mengambil subyek penelitian siswa kelas XE di SMA N 1 Godean Sleman
Yogyakarta dengan jumlah 28 peserta didik. Setiap siklusnya diterapkan perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, refleksi serta perencanaan tindak lanjut. Pada
setiap siklus mengacu pada pendekatan Problem Based learning (PBL) dengan metode
Eksplorasi. Siklus dihentikan apabila indikator keberhasilan sudah tercapai. Data
penelitian ini meliputi hasil pengamatan pada siswa tentang motivasi belajar,
pengamatan pada siswa tentang aktivitas belajar, hasil tes awal dan akhir. Instrumen
penelitian yang digunakan selama pengambilan data adalah lembar observasi aktivitas
siswa, lembar observasi motivasi belajar siswa, LKS, wawancara pada guru dan siswa
secara informal, serta tes akhir siswa.
Hasil penelitian tindakan kelas menunjukkan bahwa pendekatan Problem Based
Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas
belajar biologi siswa khususnya pada materi keanekaragaman hayati. Peningkatan
motivasi dan aktivitas belajar biologi siswa mencapai hingga 90%. Peningkatan
aktivitas yang dimaksud yaitu siswa yang semula sangat pasif, sering berbuat gaduh,
malas, kurang memperhatikan penjelasan guru, sering ngobrol yang tidak semestinya,
ngantukan, sering kuluar masuk kelas berubah menjadi aktivitas yang positif yang
meningkatkan prestasi belajar. Disamping perubahan terhadap motivasi dan aktivitas
belajar siswa, juga terjadi perubahan pada hasil belajar siswa, yaitu pada siklus I
pencapaian nilai rata-rata siswa sebesar 84 ketika dilanjutkan pada siklus II pencapaian
rata-rata meningkat menjadi 95.
Key Word: Problem Based learning (PBL), Eksplorasi, Motivasi, Aktivitas,
PENDAHULUAN
Guru merupakan komponen dalam belajar mengajar yang berinteraksi langsung
dengan siswa. Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam terciptanya proses
pembelajaran yang dapat mengantarkan siswa ketujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Permasalahan yang terjadi adalah guru cenderung menyajikan media
pembelajaran yang ada di buku atau dimedia lain yang dapat diakses dengan mudah
sementara disekitar siswa terdapat berjuta- juta obyek Biologi yang struktur dan
fungsinya sama dengan obyek- obyek yang ditunjukan dalam media tersebut, akan
tetapi pendidik dalam hal ini guru tidak menyadari bahwa dengan adanya pendekatan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
114
semacam itu justru akan semakin menunjukkan citra Biologi sebagai ilmu hafalan
sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran yang demikian
tidak bertahan lama. Hal tersebut diperkuat dengan kelemahan dari metode
konvensional menurut Wardoyo (2004:1) adalah “apabila guru kurang pintar dalam
memotifasi dan menarik perhatian siswa, serta kurang pandai dalam mengamati aktifitas
belajar siswa di kelas, maka siswa akan menjadi pasif karena siswa hanya sebagai
penerima informasi yang tentu saja akan sangat membosankan”.
Pandangan tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan dalam belajar terlihat dari
siswa yang berprestasi. Keberhasilan siswa dalam meraih prestasi belajar tidak terlepas
dari pendekatan yang digunakan oleh guru yang mampu memberi motivasi dan dapat
menciptakan iklim belajar yang harmonis, kondusif, menyenangkan dan mampu
memberi semangat belajar kepada siswa.
Rendahnya prestasi belajar dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor internal
maupun eksternal siswa itu sendiri. Faktor internal antara lain minat siswa, bakat,
motivasi dan intelegensi sedangkan faktor eksternal antara lain metode belajar, fasilitas,
media, proses belajar baik di sekolah maupun luar sekolah. Seseorang akan berhasil
dalam belajar kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Motivasi sebagai
suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam suatu kegiatan
nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dapat ditempuh melalui penggunaan strategi belajar yang mampu
mengembangkan cara belajar siswa aktif. Penggunaaan strategi belajar dimaksudkan
untuk dapat meningkatkan motivasi belajar siswa khususnya dalam pembelajaran
Biologi. Dengan demikian guru harus menguasai berbagai bentuk metode mengajar dan
menggunakan metode yang sesuai untuk setiap materi yang akan diajarkannya.
Berdasarkan berbagai permasalahan akan kurangnya motivasi belajar siswa pada
mata pelajaran Biologi khususnya pada materi pokok keanekaragaman hayati maka
penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar Biologi
siswa SMA N 1 Godean Depok Sleman Yogyakarta dengan menggunkan pendekatan
Problem Based Learning (PBL) dengan metode eksplorasi.
SMA N 1 Godean merupakan sekolah dimana peneliti melakuakna KKN-PPL.
Secara geografis SMA N 1 Godean terletak di Jl. Godean Km 8,5 Sidokarto, Godean,
Sleman, Yogyakarta. Sekolah ini berada di wilayah yang cukup strategis dikelilingi oleh
sawah yang berpotensi terhadap kelimpahan obyek Biologi dan mudah dijangkau siswa
karena terdapat jalan raya yang dilewati oleh angkutan umum sekitar 100 meter. Hal itu
merupakan potensi fisik yang sangat menunjang proses pembelajaran. Sekolah ini
dikelilingi oleh sawah yang mempunyai potensi yang melimpah untuk obyek Biologi
sehingga pendekatan Biologi dapat dilakukan lebih ke obyek. Dengan demikian potensi
fisik tersebut dapat dimanaatkan secara maksimal.
Siswa-siswi SMA N 1 Godean mempunyai potensi yang sangat tinggi namun
potensi tersebut kurang terasah dengan baik dikarenakan rendahnya motivasi belajar.
Hal tersebut juga didukung dengan berdasarkan pengalaman peneliti ketika melakukan
praktek KKN-PPL disekolah tersebut. Permasalahan tersebut juga didukung dengan
hasil wawancara yang dilakukan dengan ibu Sarjillah, SPd salah satu guru pengampu
mata pelajaran biologi SMA N 1 Godean menuturkan bahawa “siswa cenderung hanya
menerima apa yang telah disampaikan guru namun rasa ingin tahu dan kemauan untuk
mencari informasi disumber lain masih sangat kurang atau rendah”. Pada kesempatan
lain, Ibu Sarjillah juga menuturkan bahwa “siswa mempunyai potensi yang sangat tinggi
namun motivasi belajar mereka sangat kurang”. Hasil observasi pra penelitian yang
didampingi oleh guru pengampu mata pelajaran biologi juga diperoleh hasil
kemampuan awal siswa terkait materi yang hendak akan dilakukan penelitian.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
115
pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kempuan siswa sebelum
digunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan Metode Eksplorasi.
Berikut rekapitulasi nilai sebelum tindakan. Adapun rekapitulasi nilai pencapaian siswa
disajikan pada tabel dan gambar berikut.
Tabel 1. Kategorisasi Nilai Sebelum Tindakan (pra-penelitian) Nilai Rata-Rata Jumlah Persentse (%)
A = 85 – 100 0 0 %
B = 75 – 84 1 3.57 %
C = 60 – 74 1 3.57 %
D = 40 – 59 1 3.57 %
E = 00 – 39 25 89,2 %
Jumlah 28 100 %
Gambar 1.1 persentase nilai perolehan siswa sebelum tindakan
Data tersebut memperlihatkan bahwa keseluruhan siswa masih memperoleh nilai
E, dan hanya 1 siswa yang memperoleh nilai B,C,D.
Observasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Godean menggunakan metode
ceramah dan menggunakan papan tulis sebagaimana yang biasa dilakukan oleh guru
pengampu Biologi. Berdasarkan observasi tersebut diperoleh juga data sebagai berikut:
1. Kondisi siswa ketika mengikuti proses pembelajaran pada umumnya masih bersifat
pasif.
2. Pada saat penyampaian materi, siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang
dilakukan oleh guru.
3. Suasana kelas ramai
4. Guru terlalu asyik dengan dirinya sendiri, ada siswa yang ramai namun guru tetap
saja meneruskan penjelasan materi.
5. Siswa terlihat malu-malu mengemukakan pendapat walaupun sudah diberikan
kesempatan oleh guru maupun ditunjuk secara langsung.
Kondisi pembelajaran yang ditemukan ketika proses observasi berlangsung
menandakan bahwa siswa kurang termotivasi dan mempunyai aktivitas yang kurang
aktif dalam proses pembelajaran biologi. Fenomena tersebut dipengaruhi oleh
bebebrapa faktor, salah satunya kurang adanya strategi pembelajaran yang tepat hingga
kurang melibatkan siswa sebagai subyek pembelajaran. Jika hal ini dibiarkan secara
terus menerus maka dikhawatirkan siswa akan kurang termotivasi yang akan
menurunkan hasil belajar setiap kompetensi. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut,
maka sangat perlu dilakukan peningkatan motivasi dan aktifitas belajar siswa untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan
suatu pendekatan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa di SMA N 1 Goden
salah satunya yaitu dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL)
dengan metode Eksplorasi.
Problem Based Learning (PBL) merupakan proses pembelajaran yang titik awal
pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan dari masalah ini siswa
dirangsang untuk mempelajari obyek biologi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
116
ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan
kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL.
Problem Based learning (PBL) dengan Metode Eksplorasi memberi peluang
kepada peserta didik untuk memperdalam pemahamannya terhadap suatu materi ajar.
Kegiatan belajar mengajar di kelas akan memberikan landasan baru bagi subjek didik
untuk lebih kreatif dalam menghadapi permasalaha- permasalahan yang beredar
dilingkungan sekitar. Beberapa ahli media pembelajaran mengemukakan slogan dalam
proses belajar mengajar yaitu : “ If I hear I forget, If I see I remember, If I do I
understand and I know ” yang artinya bila saya dengar saya lupa, bila saya lihat saya
ingat, bila saya lakukan saya mengerti dan mengetahui. (Latuhera, 1998:105)
Agar siswa dapat menerima dan menguasai Biologi dengan baik khususnya dalam
pelaksanaan pembelajaran tentunya tidak tergantung pada guru semata, tetapi juga
diperlukan adanya keinginan dan dorongan dari diri siswa sendiri bukan karena
paksaan. Sebagaimana dinyatakan oleh Dasma (2008: ) dalam hasil penelitiannya
bahwa,”Terdapat kontribusi kegiatan praktikum dengan prestasi belajar Biologi
siswa.”Sementara itu motivasi dalam dunia pendidikan dapat dilakukan oleh guru, guru
harus mengambil keputusan tentang apa yang harus diajarkan, bagaimana menyajikan
pelajaran, menentukan cara pengajaran agar siswa mengikuti apa yang menjadi harapan.
Disamping itu diharapkan siswa dapat lebih peka terhadap permaalahan-
permasalahanyang ada di lingkungan sekitar.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara
kolaboratif dan partisipatif. Artinya penelitian ini dilakukan sendiri tetapi bekerja sama
dengan guru Biologi kelas X SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta. Secara partisipatif
bersama- sama dengan mitra peneliti akan melaksanakan penelitian ini langkah demi
langkah. (Rochiati Wiriatmaja, 2006:83).
Alasan dilakukanya penelitian tindakan kelas antara lain: 1) Penelitian ini
dilakukan pada sekelompok orang tertentu dan dalam hal ini sebuah kelas, 2) Penelitian
ini dilakukan dalam situasi yang rutin, maksudnya penelitian ini tidak merubah waktu
khusus dan jadwal di SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta yang sudah ada, 3) Materi
yang disampaikan spesifik, artinya materi satu kompetensi sudah cukup mewakili, 4)
Penelitian ini menuntut dilakukanya pencermatan secara terus menerus dan disini
memerlukan observer seperti yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian ini di lakasanakan di SMA N 1 Godean yang terletak di daerah Godean
Sleman Yogyakarta pada bulan Januari- Maret 2010. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas XE SMA N 1 Godean Sleman Yogyakarta yang berjumlah 28 orang. Penerapan
penelitian dalam pokok bahasan keanakaragaman hayati.
Penelitian ini menggunakan model Spiral Kemmis dan Tanggart yang
dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robin Mc Tanggart yang dikutib oleh Sukardi
(2004:214) yang sekurang- kurangnya terdiri dari dua siklus dan masing-masing
mengunakan empat komponen tindakan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi dalam suatu spiral yang saling terkait.
1. Siklus I
a. Rencana tindakan
1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang materi
keanekaragaman hayati pada sub materi pokok kanekaragaman tingkat jenis
yang akan diajarkan dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL)
dengan metode Explorasi. RPP disusun oleh peneliti dengan pertimbangan dari
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
117
dosen dan guru yang bersangkutan. RPP ini berguna sebagai pedoman guru
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.
2) Menyusun dan mempersiapkan lembar observasi mengenai Motivasi dan
aktivitas belajar Biologi siswa.
3) Menyusun pedoman wawancara. Pedoman wawancara dipergunakan agar
pertanyaan yang diajukan kepada guru maupun peserta didik lebih terstruktur.
Wawancara digunakan agar mengetahuii perkembangan motivasi dan aktivitas
belajar biologi siswa yang dilakukan secara informal.
4) Menyediakan sarana dan media pembelajaran yang akan digunakan dalam
setiap pembelajaran, yaitu lembar kerja siswa (LKS) tentang keanekaragaman
hayati khususnya pada materi pokok keanekaragaman tingkat jenis dan tingkat
ekosistem.
5) Mempersiapkan soal tes untuk siswa yaitu tes yang akan diberikan pada awal
pembelajaran dan tes yang akan diberikan pada akhir siklus. Soal tes disusun
oleh peneliti dengan pertimbangan guru yang bersangkutan.
b. Pelaksanaan tindakan
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan panduan perencanaan yang
telah dibuat dan dalam pelaksanaanya bersifat fleksibel dan terbuka terhadap
perubahan- perubahan. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru mengajar
siswa dengan menggunakan RPP yang telah dibuat sedangkan penelitian yang
dibantu oleh dua orang pengamat mengamati motivasi dan aktivitas belajar
Biologi siswa pada saat proses pembelajaran siswa di kelas.
c. Observasi
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran di kelas berlangsung
dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Observasi dilakuakan
untuk melihat secara langsung bagaimana kenampakan motivasi dan aktivitas
belajar biologi siswa pada saaat proses pembeljaran berlangsung. Setelah itu juga
dilakukan wawancara dan memberikan angket terbuka pada siswa
d. Refleksi
Daftar yang diperoleh pada lembar observasi dianalisis, kemudian dilakukan
refleksi. Pelaksanaan refleksi berupa diskusi antara peneliti dan guru pengampu
mata pelajaran Biologi di sekolah yang bersangkutan. Diskusi tersebut bertujuan
untuk melakukan evaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan yaitu dengan
melakukan acara penilaian terhadap proses pembelajaran yang terjadi, masalah
yang muncul, dan segala hal yang berkaitan dengan tindakan yang dilakuakan.
Setelah itu mencari jalan keluar (solusi) terhadap masalah- masalah yang akan
timbul agar dapat dilakuakn rencana perbaikan pada siklus II/ siklus berikutnya.
2. Siklus II
a. Persiapan tindakan
Persiapan yang dilakukan pada siklus II ini memperhatikan refleksi pada
pada siklus I. Persiapan pada siklus II meliputi:
1) Refisi RPP yang telah dibuat pada siklus I
2) Mempersiapkan lembar observasi
3) Mempersiapkan pedoman wawancara. (wawancara secara informal)
4) Mempersiapkan sarana dan media pembelajaran tentang keanekaragaman
hayati.
5) Mempersiapkan soal tes.
b. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan siklus II pada intinya sama seperti pada siklus I yaitu guru
mengajar siswa dengan menggunakan RPP tentang keanekaragaman hayati yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
118
telah dibuat. Pada siklus II anggota pada setiap kelompok masih sama pada siklus
I.
c. Observasi
observasi dilakukan oleh peneliti dibantu oleh pengamat lain dengan
pengamat observasi. Lembar observasi yang digunakan sama seperti lembar
observasi pada siklus I. Setelah dilakukan wawancara dan pemberian angket
terbuka siswa seperti pada siklus I.
d. Refleksi.
Refleksi ada siklus II digunakan untuk membedakan hasil siklus I dengan
siklus II apakah ada peningkatan partisipasi dan hasil belajar siswa atau tidak. Jika
belum terdapat peningkatan, maka siklus dapat diulang kembali.
Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas XE SMA N 1 Godean Sleman
Yogyakarta. Dipilihnya kelas XE karena dasar- dasar materi keanekaragaman
hayati berada pada semester II kelas XE sehingga penerapan konsep
keanekaragaman hayati dapat ditanamkansejak dini.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pelaksanaan penelitaian tindakan ini dilakukan selama dua siklus. Setiap siklus
pembelajaran materi keanekaragaman hayati menggunakan Pendekatan Problem Based
Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi. Setiap siklus terdapat kegiatan yang
meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi serta refleksi
dengan langkah- langkah sebagai berikut:
Siklus I
Tahap Perencanaan Siklus I
Tahap perencanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
a) Bersama-sama membuat jadwal tindakan.jandwal tindakan ditentukan atas
kesepakatan antara jurusan dan peneliti. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian
disesuaikan dengan jadwal pembelajaran keanekaragaman hayati di SMA Negeri I
Godean agar tidak mengganggu mata pelajaran yang lain. Jadwal pelaksanaan pada
siklus I diuraikan dalam tabel 2 berikut:
Tabel 2. Jadwal tindakan siklus I Pert Hari /tanggal Jam pemb. Pokok bahasan/ kegiatan
1 Senin/ 18 Januari
2010
VII-VIII
12.15-13.45
Menjelaskan tentang keanekaragaman jenis, eksplorasi
tentang keanekaragaman jenis tumbuhan yang berada
di taman depan laboratorium Biologi SMA N I
Godean, mengerjakan LKS dan diskusi.
2 Selasa/ 19 Januari
2010
I-II
07.15-08.45
Presentasi hasil diskusi dan eksplorasi dan tes individu
pokok bahasan keanekaragaman jenis.
b) Membuat RPP.
c) Membuat skenario pembelajaran tindakan dan ukuran keberhasilan dari suatu
tindakan pada setiap siklusnya.
d) Mempersiapkan tempat (lokasi eksplorasi), alat dan bahan yang akan digunakan
untuk pelajaran keanekaragaman mahluk hidu pada tingkat jenis.
e) Membuat lembar evaluasi siswa. Peneliti dan guru melakukan evaluasi hasil belajar
tentang materi pokok keanekaragaman tingkat jenis baik cara mengajar guru dan
semua hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan tindakan siklus I.
Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Pada siklus pertama dilaksanakan dua kali pertemuan dengan satu pokok
pembahasan yaitu keanekaragaman mahluk hidup pada tingkat jenis. Selama
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
119
pelaksanaan tindakan, peneliti bertindak sebagai fasilitator dan 4 (empat) orang
observer temasuk guru melaksanakan observasi, pengamat, dan refleksi tentang yang
telah diamati pada saat proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan poin- poin yang
telah dimuat dalm lembar observasi baik tentang aktivitas maupun motivasi siswa.
Pada pertemuaan pertama sebelum membuka pelajaran peneliti membagikan
atribut sebagai identitas pada siswa yang bertujuan agar observer dapat mengamati dan
memberikan penilaian terhadap aktivitas siswa. Guru memberikan petunjuk serta
pengarahan kepada siswa tentang tatacara siswa dalam bekerja kelompok dan berdiskusi
dalam melakukan eksplorasi serta mengerjakan LKS. Agar siswa tertarik dengan model
pembelajaran yang akan dilaksanakan maka guru menyampaikan makna dari penerapan
Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi. selanjutnya
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum
dipahami mengenai model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Guru membagi siswa kedalam 5 (lima) kelompok besar. 1 (satu) kelompok terdiri
dari lima sampai enam orang. Pembagian peserta kelompok berdasarkan potensi
akademik siswa yang berprestasi sangat bagus, bagus, sedang dan kurang bagus hal ini
dengan mengacu pada prestasi hasil belajar siswa pada materi pembelajaran biologi
sebelumnya. Kemudian siswa langsung menempatkan posisis duduknya sesuai dengan
kelompok yang telah dibagikan. Masing- masing kelompok bertanggung jawab untuk
memecahkan permasalahan dan berkewajiban menjelaskan kepada teman dalam
kelompok agar semuanya paham. Dengan bimbingan guru, siswa melakukan eksplorasi
di lingukangan sekitar sekolah, siswa melakukan diskusi pada pertemuan berikutnya
siswa melakukan presentasi hasil diskusi yang telah dilakukan. dan diakhir pertemuan
guru menutup pelajaran dengan merangkum materi pelajaran yang telah dilakukan.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal- hal yangbelum
dipahami yang dijelaskan kelompok penyaji dan yang disampaikan oleh guru. Adapun
pelaksanaan pembelajaran pada materi keanekaragaman hayati pada tingkat jenis
disajikan pada lampiran 1 halaman 122.
Hasil Observasi Siklus I
Selama pelaksanaan tindakan berlangsung, dilakukan pengamatan dan pencatatan
oleh observer dengan menggunakan lembar observasi dan catatan pendukung.
Berdasarkan hasil pengamatan dari observer maka diperoleh hasil seperti yang terlihat
pada gambar berikut.
Gambar 1.2. Aktivitas siswa siklus I
Keterangan:
1. Jika siswa malas, kurang bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh dalam proses
pembelajaran berlangsung (Keaktifan kurang)
2. jika siswa rajin, bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi (keaktifan sedang)
3. Jika siswa Selalu menyampaikan gagasan, Rajin, disiplin dan selalu terlibat dalam
semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan baik).
Selain pengamatan tentang aktivitas, Pengamatan juga dilakukan terhadap
motivasi siswa. Pengamatan terhadap motivasi siswa dilakukan dengan mengacu pada
10.72% 3.50%
35.70%
67.86%53.60%
28.57%
3 2 1
Pertemuan I Pertemuan II
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
120
instrumen motivasi yang telah disediakan oleh peneliti sebelumnya. Adapun hasil
observasi terkait motivasi siswa disajikan pada gambar 1.2 berikut.
Tabel 3. Motivasi siswa pada siklus I NO. Motivasi Siswa Pertemuan ke-1 (90 menit) Pertemuan ke-2 (45 menit)
1. I 96,43% 96,43%
2. II 96,43% 96,43%
3. III 53,56 % 17, 85 %
4. IV 57,15% 32,14%
Keterangan:
I = Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan penjelasan dari guru:
pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa tidak
mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh.
II = Kemauan : siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin
keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak ribut dengan bahan
pembicaraan yang tidak semestinya
III = Rasa ingin tahu: siswa bertanya, menjawab, memperhatikan,
menggunakan alat indra.
IV = Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab
(merespon) pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan
yang disampaikan oleh teman, mengerjakan tugas, mencatat apa yang
telah disampaikan oleh guru, ikut
Selanjutnya pada pertemuan ke II pada tanggal 19 Januari 2010 dilakukan
evaluasi yang dikerjakan secara individu untuk melihat tingkat penguasaan siswa
terhadap materi yang dipelajari. Evaluasi yang digunakan pada siklus I terdiri dari 5 soal
esai, dengan hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. Kategorisasi nilai Posttest siswa tindakan siklus I . Nilai rata-rata Jumlah Persentse (%)
A = 85 – 100 19 68 %
B = 75 – 84 2 7 %
C = 60 - 74 7 25 %
D = 40 – 59 0 0 %
E = 00 – 39 0 0 %
JUMLAH 28 100 %
Gambar 3. Persentase Nilai Posttest Siswa Tindakan Siklus I
Refleksi
Berdasarkan keseluruhan tindakan siklus I yang meliputi perencanaan dan
pelaksanaan tindakan serta hasil observasi yang dilakukan selam tindakan siklus I dapat
dilakukan tindakan hasil refleksi. Guru dan observer melakukan hasil pelaksanaan
tindakan. Adapun permasalahan- permasalahan yang dihadapi dan perlu dicari
penyelesaianya antara lain:
a) Presentasi hasil pengamatan tidak perlu dilakukan oleh seluruh kelompok, namun
beberapa kelompok saja yang mewakili untuk lebih mengefesiensi waktu.
0%
5000%
10000%
A = 85 – 100B = 75 – 84C = 60 - 74D = 40 – 59E = 00 – 39
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
121
b) Cocat untuk siswa dilakukan pembagian ulang pada setiap pertemuan untuk
mengantisipasi siswa yang lupa, sehingga mempermudah kerja observerr untuk
mengamati aktivitas siswa.
c) Presentasi yang dilakukan oleh siswa hendaknya menggunakan media seperti LCD
atau OHP untuk mempermudah peserta kelompok lain mengoreksi atau memahami.
d) 80% siswa sudah aktif jadi perlu dipertahankan.
Siklus II
Rervisi
Berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus I, maka dilakukan revisi pada
rancangan tindakan siklus II. Pelaksanaan tindakan siklus II merupakan kelanjutan dari
siklus I yang sebenarnya dinyatakan sudah mencapai standar yang diharapkan. Namun
dikarenakan pembagian waktu presentasi peserta didik yang kurang efisien yang
mengakibatkan peserta didik tidak menggunakan media untuk memperagakan
presentasi yang disampaikan maka perlu dilakukan pengaturan waktu agar presentasi
peserta didik lebih efisien. Dalam penelitian ini dilakukan siklus yang kedua dengan
alasan untuk lebih meyakinhan hasil yang diperoleh pada siklus I sekaligus revisi untuk
pembagian waktu presentasi masing-masing kelompok. Dengan demikian perlu
melanjutkan pada siklus yang berikutnya. Hasil refleksi pada tindakan siklus I sudah
diperoleh secara optimal hanya saja perlu dilakukan persiapan yang lebih baik yang
dilakukan oleh pengajar agar hasil dapat lebih optimal. Adapun hasil revisi pada siklus I
adalah sebagai berikut: Presentasi hasil pengamatan memakan waktu yang cukup lama
jadi tidak perlu dilakukan oleh seluruh kelompok, namun beberapa kelompok saja yang
mewakili untuk lebih mengefesiensi waktu. Dilakukan pembagian ulang tanda pengenal
peserta didik pada setiap pertemuan untuk mengantisipasi siswa yang lupa, sehingga
mempermudah kerja observer untuk mengamati aktivitas siswa. Presentasi yang
dilakukan oleh siswa hendaknya menggunakan media seperti LCD atau OHP karena
pada siklus I media tersebut tidak dipersiapkan oleh pengajar. untuk mempermudah
peserta kelompok lain mengoreksi atau memahami. 80% siswa sudah aktif jadi perlu
dipertahankan. Guru menentukan hipotesis tindakan yang akan dilakuakn pada siklus II.
Tindakan yang dilakukan oleh guru pada siklus ke II adalah sebagai berikut:
a. Guru menginformasihkan kepada siswa untuk selalu mengenakan atribut yang
diberikan oleh peneliti untuk mrmpermudah dalam pengamatan aktivitas siswa.
b. Guru menjelaskan kepada siswa terkait pembagian waktu untuk diskusi, ekplorasi
dilapangan untuk mengungkap permasalahan- permasalahan obyek yang diamati dan
waktu untuk presentasi data hasil pengamatan dilapangan.
c. guru lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk pro aktif.
Rencana Tindakan Siklus II
Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini merupakan kelanjutan pada siklus I yang
dinyatakan sudah mencapai standar yang telah ditetapkan. Adapun tahap perencanaan
tindakan yang dilakukan guru dan observer adalah sebagai berikut:
1) membuat Jadwal kegiatan pada siklus II diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 5. Jadwal kegatan siklus II Pertemuan Hari /tanggal Jam pelajaran Pokok bahasan/ kegiatan
1 Senin/ 25
Januari 2010
VII-VIII
12.15-13.45
Menjelaskan tentang keanekaragaman
ekosistem, eksplorasi tentang keanekaragaman
ekosistem tumbuhan yang berada di taman
depan laboratorium Biologi SMA N I Godean,
mengerjakan LKS dan diskusi.
2 Selasa/ 26
Januari 2010
I-II
07.15-08.45
Presentasi hasil diskusi dan eksplorasi dan tes
individu pokok bahasan keanekaragaman jenis.
2) Membuat RPP
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
122
3) Membuat scenario pembelajaran tindakan dan ukuran keberhasilan dari suatu
tindakan pada setiap siklusnya.
4) Mempersiapkan tempat (lokasi eksplorasi), alat dan bahan yang akan digunakan
untuk pelajaran keanekaragaman mahluk hidu pada tingkat Ekosistem.
5) Membuat lembar evaluasi siswa. Peneliti dan guru melakukan evaluasi hasil belajar
tentang materi pokok keanekaragaman tingkat ekosistem baik cara mengajar guru
dan semua hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan tindakan siklus II.
Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Pada pertemuan siklus II guru memulai kegiatan dengan menyarankan siswa
untuk memakai tanda pengenal dan dilanjutkan dengan melakukan apersepsi. Apersepsi
dilakukanuntuk menarik minat dan perhatian siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan singkat kepada siswa tentang
materi yang pernah diajarkan sebelumnya, karena materi pada siklus II masih terkait
dengan materi pada siklus I. Pada pertemuan ini siswa langsung bergabung dengan
kelompoknya tampa menunggu perintah dari guru. Selanjutnya guru membagikan LKS
ke setiap kelompok dan sekaligus meminta siswa untuk mempersiapkans egala yang
dibutuhkan dilapangan untuk eksplorasi.
Guru menjelaskan poin- poin yang harus dikerjakan pada LKS. guru menanyakan
kembali apakah siswa sudah paham dan bisa melanjutkan ke langkah berikutya. Pada
kegiatan inti, siswa dengan didampingi guru langsung terjun ke lingkungan sekitar
sekolah yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mengamati keanekaragaman
ekosistem. Jumlah kelompok yang dibentuk adalah sebanyak 5 kelompok dengan
anggot kelompok 4-5 orang. Setelah siswa memperoleh data seperti instruksi yang
terdapat dalam LKS siswa melakukan diskusi dengan kelompoknya untuk membahas
data yang telah diperoleh dan untuk di sajikan pada pertemuan berikutnya. Eberapa
siswa menanyakan terkait data yang telah diperoleh.kemudian guru menjelaskan dengan
rinci permasalahan yang diajukan oleh siswa. Setelah kegiatan diskusi berlangsung guru
menutup pelajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa untk lebih giat dalam
mengerjakan tugasnya yang akan dipresentasikan pada pertemuan berikutnya. Adapun
pelaksanaan siklus dua dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 133.
Hasil Observasi siklus II
Pengamatan terhadap aktivitas siswa
Masing- masing aktivitas belajar siswa pada siklus II disajikan dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
Tabel 6. Aktivitas siswa siklus II
Aktivitas Siswa pada pertemuan ke: Pertemuan ke-I Pertemuan ke-II
3 2 1 3 2 1
Jumlah 17 11 0 10 18 0
Persentase 60.71% 39.29% 0% 35.71% 64.29% 0%
Keterangan :
1. Jika siswa malas, kurang bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh
dalam proses pembelajaran berlangsung (Keaktifan kurang)
2. Jika siswa rajin, bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi ( keaktifan
sedang)
3. Jika siswa selalu menyampaikan gagasan, rajin, disiplin dan selalu terlibat dalam
semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan baik).
Pengamatan terhadap motivasi siswa
Adapun pengamatan terhadap motivasi siswa pada siklus ke dua disajikan pada
tabel berkut.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
123
Tabel 7. Motivasi siswa pada siklus II NO. MOTIVASI
SISWA
SIKLUS I
Pertemuan ke-1 (90 menit)
SIKLUS I
Pertemuan ke-2(45 menit)
1. I 100% 100%
2. II 96,43% 100%
3. III 57, 14 % 50 %
4. IV 60,71% 64,28%
Keterangan:
I = Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan penjelasan dari guru:
pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa tidak
mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh.
II = Kemauan : siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin
keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak ribut dengan bahan
pembicaraan yang tidak semestinya
III = Rasa ingin tahu: siswa bertanya, menjawab, memperhatikan,
menggunakan alat indra.
IV = Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab
(merespon) pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan
yang disampaikan oleh teman, mengerjakan tugas, mencatat apa yang
telah disampaikan oleh guru.
Pengamatan terhadap hasil belajar siswa
Pada pertemuan ke II pada tanggal 26 Januari 2010 dilakukan evaluasi yang
dikerjakan secara individu untuk melihat tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang
dipelajari. Evaluasi yang digunakan pada siklus I terdiri dari 5 soal esai, dengan hasil
belajar siswa pada siklus I dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 8 Kategori nilai Setelah tindakan Nilai Rata-Rata Jumlah Persentse (%)
A = 85 – 100 22 79 %
B = 75 – 84 6 21 %
C = 60 - 74 0 0 %
D = 40 – 59 0 0 %
E = 00 – 39 0 0 %
Jumlah Keseluruhan 28 100 %
Gambar 4. Nilai setelah tindakan
Berdasarkan yang dilakukan pada siklus I pada pertemuan yang kedua, ternyata
sudah mencapai standar yang ditentukan oleh sekolah untuk pembelajaran tuntas.
Berdasarkan jumlah siswa sebanyak 28 siswa kelas XE semuanya telah mengikuti
Posttest akhir pada materi keanekaragaman ekosistem dari data kuis individu diperoleh
data sebagai berikut:79 % yang mendapat nilai nilai A, 21 % yang mendapat nilai nilai
B, 0% yang mendapat nilai nilai C, 0% yang mendapat nilai nilai D dan 0% yang
mendapat nilai nilai E
0%
50%
100%
A = 85 – 100
B = 75 – 84
C = 60- 74
D = 40 –59
E = 00 – 39
Persentase penilaian setelah tindakan siklus II
persentasepenilaian setelahtindakan siklus II
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
124
Berdasarkan data diatas ternyata siswa yang memperoleh nilai A dan B 100%.
Hasil ini sudah sesuai dengan pembelajaran tuntas yang menyaratkan banyaknya siswa
yang mendapat nilai A dan B minimal 85%.
Refleksi
Berdasarkan keseluruhan tindakan siklus II yang meliputi perencanaan dan
pelaksanaan tindakan serta hasil observasi yang dilakukan selam tindakan siklus II
dapat dilakukan hasil refleksi. Dari hasil refleksi pada siklus II bahwa proses
pembelajaran materi keanekaragaman hayati menunjukan hasil yang sangat baik dan
optimal. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya perhatian siswa terhadap
materi keanekaragaman tingkat ekosistem yang disampaikan. aktivitas dan motivasi
siswa pada siklus II sudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari keberanian siswa dalam
bertanya kepada guru maupun siswa inter dan antar kelompok dalm diskusi. Secara
keseluruhan motivasi dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus II
ini terlihat secarah utuh. Semua siswa saling berkompetisi menunjukan keberanian
mereka dalam merespon pelajaran yang diberikan. Indikator yang yang dijadikan
sebagai variabel aktivitas dan motivasi siswa dalam pembelajaran dapat lebih
dikembangkan. Hasil tes yang dilaksanakan pada akhir siklus II, telah mencapai standar
yang telah ditetapkan yaitu peserta didik mendapat nilai A dan B minimal sebasar 85%.
Analisis data
1. Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi
dalam meningkatkan motivasi siswa.
Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode
Eksplorasi dalam meningkatkan motivasi siswa cukup bagus. Dapat dilihat bahwa
peningkatan motivasi siswa pada siklus I dan siklus II. Untuk lebih lengkapnyadapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Peningkatan motivasi siswa dari siklus I ke siklus II. NO. MOTIVASI
SISWA
SIKLUS
Ia (90 menit)
SIKLUS
Ib (45 menit)
SIKLUS
IIa (90 menit)
SIKLUS IIb Ib
(45 menit)
1. I 96,43% 96,43% 100% 100%
2. II 96,43% 96,43% 96,43% 100%
3. III 53, 56 % 17, 85 % 57, 14 % 50 %
4. IV 57,15% 32,14% 60,71% 64,28%
Keterangan:
Ia = siklus pertama untuk pertemuan ke-1
Ib = siklus pertama untuk pertemuan ke-2
IIa = siklus kedua untuk pertemuan ke-1
Iib = siklus kedua untuk pertemuan ke-2
I = Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan penjelasan dari guru:
pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa tidak
mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh.
II = Kemauan : siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin
keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak ribut dengan bahan
pembicaraan yang tidak semestinya
III = Rasa ingin tahu: siswa bertanya, menjawab, memperhatikan,
menggunakan alat indra.
IV = Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab
(merespon) pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan
yang disampaikan oleh teman, mengerjakan tugas, mencatat apa yang
telah disampaikan oleh guru, ikut
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa peningkatan keseriusan siswa (fokus)
dalam memperhatikan penjelasan dari guru: pandangan siswa tertuju pada guru, siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
125
tidak melamun, siswa tidak mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh. dari siklus I ke
siklus II sebesar 3.57%, untuk peningkatan Kemauan : siswa masuk kelas tepat waktu,
siswa tidak sering ijin keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak ribut dengan bahan
pembicaraan yang tidak semestinya sebesar 2 %, untuk rasa ingin tahu: siswa bertanya,
menjawab, memperhatikan, menggunakan alat indra sebesar 16.37% dan keaktivan
siswa: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab (merespon) pertanyaan
yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan yang disampaikan oleh teman,
mengerjakan tugas, mencatat apa yang telah disampaikan oleh guru, ikut sebesar
17.85%.
2. Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi
dalam meningkatkan aktivitas belajar biologi siswa.
Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode
Eksplorasi dalam meningkatkan aktivitas belajar biologi siswa cukup bagus. Dapat
dilihat bahwa peningkatan aktivitas belajar biologi siswa pada siklus I dan siklus II.
Adapun untuk lebih jelasnya dapat deilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Peningkatan aktivitas belajar biologi siswa pada siklus I, dan II NO. AKTIVITAS
SISWA
SIKLUS
Ia (90 menit)
SIKLUS
Ib (45 menit)
SIKLUS
IIa (90 menit)
SIKLUS IIb Ib
(45 menit)
1. I 10.72% 3.5% 0% 0%
2. II 35.70% 67.86% 39.29% 64.29%
3. III 53.60% 28.57% 60.71% 35.71%
Keterangan:
Ia = siklus pertama untuk pertemuan ke-1
Ib = siklus pertama untuk pertemuan ke-2
IIa = siklus kedua untuk pertemuan ke-1
Iib = siklus kedua untuk pertemuan ke-2
I = Jika siswa malas, kurang bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh
dalam proses pembelajaran berlangsung (Keaktifan kurang)
II = jika siswa rajin, bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi (
keaktifan sedang)
III = Jika siswa Selalu menyampaikan gagasan, Rajin, disiplin dan selalu
terlibat dalam semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan
baik).
Berdasarkan tabel 10 tersebut menunjukkan bahwa siswa yang malas, kurang
bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh dalam proses pembelajaran berlangsung
(Keaktifan kurang) pada siklus I dan II berkurang sampai 14.22%. siswa rajin,
bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi ( keaktifan sedang) meningkat sampai
0.1 % dan siswa Selalu menyampaikan gagasan, Rajin, disiplin dan selalu terlibat dalam
semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan baik) meningkat sebesar 7,11%.
3. Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode Eksplorasi
dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa berpengaruh juga terhadap hasil
belajar siswa. Dari siklus I dan II terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Hasil
tes yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran siklus II, ternyata telah mencapai
standar yang telah ditetapkan. Ketuntasan yang merupakan target sekolah dan daerah
untuk mata pelajaran biologi adalah ketika 85% siswa telah lulus dengan batas
minimal nilai 75. Berikut disajikan peningkatan prestasi hasil belajar siswa dari
siklus I dan II.
Tabel 11. Hasil belajar siswa dari siklus I dan II KRITERIA SIKLUS I SIKLUS II
A = 85 - 100 19 22
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
126
B = 75 - 84 2 6
C = 60 - 74 7 0
D = 40 -59 0 0
E = 39 - 00 0 0
Jumlah siswa yang belajar tuntas 21 28
Nilai rata-rata 84 95
Persentase belajar tuntas 75% 100%
Jumlah keseluruhan siswa 28 Siswa 28 Siswa
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa ketuntasan belajar matapelajaran
biologi materi pokok keanekaragaman hayati pada mahluk hidup dengan
menggunakan Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode
Eksplorasi siswa kelas XE SMA Negeri 1 Godean Sleman Yogyakarta pada masing-
masing siklus dapat dilihat sebagai berikut:
Siklus I = Jumlah Siswa Belajar Dengan Tuntas x 100%
Jumlah Seluruh Siswa
= 21 100%
28
= 75%
Siklus II = Jumlah Siswa Belajar Dengan Tuntas x 100%
Jumlah Seluruh Siswa
= 28 100%
28
= 100%
Berdasarkan tabel 17 di atas juga diketahui besar peningkatan nilai rata-
rata setiap siklus mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti
pada tabel dibawah ini.
Tabel 12. Peningkatan hasil belajar siswa siklus 1 dan II Kriteria Siklus I Siklus II
Nilai rata-rata hasil belajar siswa 84 95
Peningkatan rata- rata 11
Persentase peningkatan 25%
PEMBAHASAN
Adapun aktivitas belajar biologi siswa pada siklus I yang diamati yaitu pada
pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 45 menit 53.60% menunjukan siswa
Selalu menyampaikan gagasan, Rajin, disiplin dan selalu terlibat dalam semua kegiatan
dalam diskusi kelompok (keaktifan baik). 35.70% menunjukan siswa rajin,
bersemangat aktif selalu mengikuti setiap diskusi ( keaktifan sedang) dan 10.72%
menunjukan siswa malas, kurang bersemangat dalam belajar dan acuh takacuh dalam
proses pembelajaran berlangsung (Keaktifan kurang). Pertemuan berikutnya yang
beralokasi waktu 1 x 45 jam siswa yang malas berkurang dari 10.72% menjadi 3.5%.
Catatan yang berikan oleh observer disebutkan antara lain: dalam pembagian tugas LKS
yang diberikan oleh guru, antara anggota kelompok sudah nampak adanya saling diskusi
inter dan antar kelompok, sehingga seluruh siswa terlihat melakukan kerja kelompok
dan berdiskusi dalam kelompoknya masing- masing. Siswa mengutamakan kepentingan
kelompok dan dengan penuh percaya diri untuk memberitahukan dan mengajarkan ke
teman satu kelompok mereka. Dari pengamatan terhadap hasil kerjasama siswa siklus I
sudah nampak adanya kerjasama yang baik.dengan demikian pengamatan terhadap
aktivitas sudah menunjukan perubahan yang berarti pada siklus I.
Pada siklus ke II terjadi peningkatan aktivitas belajar biologi siswa yaitu pada
pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 45 menit meningkat sebesar 7.11% dari
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
127
35.60 menjadi 60.71% menunjukan siswa Selalu menyampaikan gagasan, Rajin,
disiplin dan selalu terlibat dalam semua kegiatan dalam diskusi kelompok (keaktifan
baik). 39.29% menunjukan siswa rajin, bersemangat aktif selalu mengikuti setiap
diskusi ( keaktifan sedang) dan 0% menunjukan siswa malas, kurang bersemangat
dalam belajar dan acuh takacuh dalam proses pembelajaran berlangsung (Keaktifan
kurang). Namun disini nampak pada pertemuan berikutnya yang beralokasi waktu 1 x
45 jam siswa yang malas tetap 0%. catatan yang berikan oleh observer disebutkan
antara lain: dalam pembagian tugas LKS yang diberikan oleh guru, antara anggota
kelompok sudah semakin nampak adanya diskusi inter dan antar kelompok, sehingga
seluruh siswa terlihat melakukan kerja kelompok dan berdiskusi dalam kelompoknya
masing- masing. Siswa mengutamakan kepentingan kelompok dan dengan penuh
percaya diri untuk memberitahukan dan mengajarkan ke teman satu kelompok mereka.
Dari pengamatan terhadap hasil kerjasama siswa siklus II semakin nampak adanya
kerjasama yang baik. dengan demikian pengamatan terhadap aktivitas sudah
menunjukan adanya peningkatan pada siklus II jika dibandingkan dengan hasil
pengamatan yang diperoleh pada siklus I.
Tidak hanya aktivitas belajar siswa yang mengalami peningkatan dengan
menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL) dengan metode eksplorasi,
namun motivasi belajar biologi siswa pun mengalami peningkatan. Pada pertemuan
pertama yang dilakukan padatanggal 18 Januari 2010 dengan alokasi waktu sebanyak 2
x 45 menit, diperoleh bahwa 96,43% siswa Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan
penjelasan dari guru: pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa
tidak mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh. 96,43% Kemauan : siswa masuk
kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin keluar masuk ruangan, suasana kelas tidak
ribut dengan bahan pembicaraan yang tidak semestinya. 53, 56 % Rasa ingin tahu:
siswa bertanya, menjawab, memperhatikan, menggunakan alat indra. Dan 57,15%
Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab (merespon)
pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan yang disampaikan oleh teman,
mengerjakan tugas, mencatat apa yang telah disampaikan oleh guru, ikut serta dalam
diskusi, mengerjakan soal dipapan tulis, menyimpulkan pelajaran diakhir pertemuan.
Pada pertemuan kedua pada tanggal 19 Januari 2010 dengan aloksi waktu 1 x 45
menit. Data yang diperoleh nampak bahwa 96,43% siswa Siswa serius (fokus) dalam
memperhatikan penjelasan dari guru: pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak
melamun, siswa tidak mengantuk dan suasana belajar tidak gaduh. 96,43% Kemauan :
siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin keluar masuk ruangan,
suasana kelas tidak ribut dengan bahan pembicaraan yang tidak semestinya. 17, 85 %
Rasa ingin tahu: siswa bertanya, menjawab, memperhatikan, menggunakan alat indra.
Dan 32,14% Siswa aktif: bertanya mengenai materi yang belum jelas, menjawab
(merespon) pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun pertanyaan yang disampaikan
oleh teman, mengerjakan tugas, mencatat apa yang telah disampaikan oleh guru, ikut
serta dalam diskusi, mengerjakan soal dipapan tulis, menyimpulkan pelajaran diakhir
pertemuan. Dari data yang telah diperoleh, pada akhir siklus observer dan peneliti
melakukan diskusi dan evaluasi. Diskusi tersebut memperoleh hasil bahwa motivasi
siswa terlihat sangat baik dan penelitian dikatakan sudah berhasil. Namun dikarenakan
dalam penelitian tindakan kelas siklus yang dilakukan adalah minimal dua kali maka
disarankan untuk melakukan 1 siklus lagi.
Pada siklus kedua terjadi peningkatan motivasi belajar siswa sebesar 0.57%. dari
96,43% menjadi 100% siswa Siswa serius (fokus) dalam memperhatikan penjelasan dari
guru: pandangan siswa tertuju pada guru, siswa tidak melamun, siswa tidak mengantuk
dan suasana belajar tidak gaduh. Begitupun halnya dalam kemauan siswa. Kemauan :
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
128
siswa masuk kelas tepat waktu, siswa tidak sering ijin keluar masuk ruangan,
suasana kelas tidak ribut dengan bahan pembicaraan yang tidak semestinya mengalami
peningkatan sebesar 0.57%. dari 96,43% menjadi 100%.
Adapun hasil belajar siswa pada I terdapat 21 siswa dari 28 siswa yang
dikategorikan belajar tuntas sehingga persentasenya 75%. Berdasarkan hasil tersebut,
maka tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran belum tercapai. Pada siklus II
terdapat 28 siswa dari 28 siswa yang dikategorikan mendapat nilai lulus dan persentase
kelulusan mencapai 100%. Ketuntasan belajar pada siklu II minimal 85%. Berdasarkan
hal tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran biologi materi
pokok keanekaraman hayati dengan menggunkan pendekatan Problem Based Learning
(PBL) telah tercapai.
Berdasarkan tabel 21 diatas dapat diketahui peningkatan nilai rata-rata hasil
belajar siswa pada siklus I ke siklus II yaitu sebesar 25%. Pada peningkatan rata-rata
nilai siswa selalu pengalami peningkatan.hal ini disebabkan karena siswa sudah aktif
mengikuti proses pembelajaran berlangsung. Sudah tidak ditemukan siswa yang
berprilaku negatif seperti mengobrol, mengantuk, ngelamun, dan mengganggu temanya.
Selain itu siswa aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh
temannya. Siswa terlihat aktif dalam mengerjkan KLS dan mengamati obyek- obyek
biologi dilapangan, serta tugas rumah yang diberikan selalu diselesaikan secara tepat
waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Subali. (1999). Penelitian pencapaian hasil belajar biologi. Yogyakarta:
Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Fmipa Universitas Negeri Yogyakarta.
Elida Prayitno. (1989). Motivasi dalam belajar. Jakarta: Depdik Bud. Dirjen Dikti.
Genta Mardhika Wijaya. http://karya ilmiah. um.ac.id/model PBL/article. html. diakses
pada tanggal 30 september 2009 pukul 19.00.
Hamzah B Uno. (2006). Teori motivasi dan pengukuranya. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ibrahim. (2000). Pengajaran berdasarkan masala.surabaya: Unesa University Press.
Ida Bgus Putu Aryana. (2004). Pengembangan perangkat pembelajaran yang
berdasarkan masalah yang dipadu dengan strategi kooperatif. Malang: UNM
Nana Sudjana.2005. Penilai hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT Remaja
rosdakarya.
Neil a cambell.2002. Biologi edisi kelima jilid III. Jakarta : Erlangga
Ni Made Suci. http:// id . model problem based learning untuk meningkatkan partisipasi.
di akses pada tanggal 30 september 2009
Sardiman. (1986). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: CV Rajawali
Soedjiran Resosoedarmo, Kuswata Kartawinata, Aprilani Soegiarto.1985. pengantar
ekologi. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana Ikip Yogyakarta
Suharsimi arikunto, .2008. Penelitian tindakan kelas: Jakarta. Bumi aksara.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
129
Surahman. (1998). Pengembangan bahan ajar. Yogyakarta: Ikip Yogyakarta. Tim
GBS.2007.kamus lengkap Biologi. Jakarta: GBS Jakarta
Tisno Hdisubroto.1989. ekologi dasra. Jakarta: departemen pendididkan dan
kebudayaan direktorat jenderal pendididkan tinggi proyek pengembangan
lembaga pendidikan tenaga kependidikan.
Wianti Aisyah, Yola Desnera, Rizki Amelia. 2008. Pembelajaran melalui metode PBL
(Problem Based Learning) dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Bandung: Universitas Padjajaran
Zuriah, Nurul. 2001. Penelitian tindakan kelas (Action Research) dalam bidang
pendidikan (Ed. Revisi). Malang: Universitas Negeri Malang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
130
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM
GAMES TOURNAMEN) DALAM MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN
BENTUK PANGKAT SISWA KELAS X3 MAN 3 BIMA
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
SYARIFUDDIN & DIRMAN
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research)
yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X3 MAN
3 Bima dengan jumlah siswa 34 orang yang terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 19
orang siswa perempuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi
belajar matematika melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team
Games Tournament) pada materi bentuk pangkat Kelas X3 MAN 3 Bima Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Pada penelitian ini dilakukan empat tahap proses pembelajaran diantaranya tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi dan dilakukan dengan dua
siklus. Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) Data
prestasi belajar matematika dikumpulkan dengan memberikan tes evaluasi pada setiap
akhir siklus, (2) Data tentang aktivitas belajar siswa dan guru. Ketuntasan belajar ≥
85%, aktivitas siswa yang akan dicapai minimal berkategori aktif dan aktivitas guru
kategori minimal bagus.
Hasil penelitian didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; persentase ketuntasan
belajarnya sebesar 70,58% dengan nilai rata-rata yang didapat siswa sebesar 69,91 dan
aktivitas siswa pada siklus I sebesar 2,28 yang tergolong pada kategori kurang aktif.
Lalu terjadi peningkatan pada siklus II yaitu menjadi 4 dan berkategori aktif, Sedangkan
aktivitas guru pada siklus I mencapai 2,5 yang tergolong pada kategori cukup bagus dan
terjadi peningkatan pada siklus II menjadi 3,5 yang berkategori bagus. Persentase
ketuntasan belajarnya sebesar 97,05% dengan nilai rata-rata yang didapat siswa sebesar
78,82. Sehingga selisi kenaikan dari siklus I ke siklus II untuk nilai rata-ratanya sebesar
8,24 sedangkan untuk porsentase ketuntasan belajar siswanya adalah sebesar 26,47%.
Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian yang ditetapkan.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournamen) Dapat Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa Pada Pokok Bahasa Bentuk Pangkat Siswa Kelas X3 MAN 3 Bima Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Kata Kunci: Penerapan Kooperatif Tipe TGT, Prestasi Belajar Siswa.
PENDAHULUAN
Peningkatan hasil belajar akan tercapai apabila terjadi pembelajaran yang
bermakna, yakni pembelajan yang mampu melibatkan secara aktif siswa baik fisik,
mental intelektual dan emosional. Hal ini tergantung pada kemampuan guru dalam
mengajar. Guru akan memiliki kompetensi mengajar, jika guru paling tidak memiliki
pemahaman dan penerapan secara taktis berbagai metode maupun model pembelajaran
serta hubungannya dengan belajar di samping kemampuan-kemampuan lain yang
menunjang.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
131
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi matematika yang
mengajar pada kelas X MAN 3 Bima, bahwa rata-rata hasil belajar siswa dikategorikan
masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes ujian semester tahun pelajaran
2012/2013 belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) di MAN 3 Bima
adalah 65, dimana siswa yang mencapai KKM hanya siswa 17 orang dari 38 orang
siswa. Kenyataan tersebut tidak dapan dipungkiri bahwa salah satu faktor penyebab
menurunya hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh metode atau model pembelajaran
yang digunakan.
Peneliti melakukan penelitian di kelas X MAN 3 Bima dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan hasil penelitian dari siklus ke siklus
makin meningkat. Nilai rata-rata yang didapat pada siklus I adalah 61,91 sedangkan
pada siklus II nilai rata-ratanya adalah 78,82. Jadi, penelitian dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Segala (2003: 11) berpendapat bahwa ‘‘Team games tournament (TGT) adalah
metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas seluruh
siswa tampa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya
dan mengandung unsur permaina dan reinforcement.
Sedangkan menurut Purwanto (2000: 22) bahwa pembelajaran kooperatif team
games tournament (TGT) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan
di bentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4-5 siswa yang
heterogen, baik prestasi akademik, jenis, ras ataupun etnis. Dalam team games
tournament (TGT) digunakan turnamen akademik dimana siswa berkopotensi sebagai
wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi
serupa pada waktu lalu.
Berdasarkan pada kedua pendapat tersebut di atas, maka dapat peneliti simpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe Team games tournamen (TGT) adalah
pembelajaran yang dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok, siswa dalam satu
kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang untuk memahami
konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe Team games
tournamen (TGT) adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil
dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah, siswa bekerja
sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman
sebayangnya, memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan
baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi nara sumber bagi teman yang lain.
Lie (2007: 44) menjelaskan team games tounament (TGT) adalah salah satu tipe
atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas
seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor
sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktifitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam model pembelajaran
kooperatif tipe Team Games tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar
lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan
kerlibatan belajar.
Menurut Slavin (2005:84) mengatakan ada 5 (lima) komponen utama dalam
model pembelajaran kooperatif tipe team games tournament (TGT) adalah: 1) Penyajian
kelas, 2) Kelompok (team), Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa
yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin ras atau etnik.
Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya
dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik
dan optimal pada saat game. 3) Game, Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
132
belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang bernomor.
Siswa memiliki kartu bernomor dan coba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini
yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan. 4) Tournamen, Biasanya
tournamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan
presentasi kelas dan kelompok sudah menyerjakan lembar kerja. Turnamen pertama
guru membagi siswa beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertiggi prestasinya di
kelompokan pada meja 1, tiga siswa selanjutnya pada meja 2 dan selanjutnya. 5) Team
recognize (penghargaan kelompok), Guru mengumumkan kelompok yang menang,
masing masing team akan mendapat sertifikat atau hadia apabila rata-rata skor
memenuhi kriteria yang ditemukan. Team mendapat julukan “Super team” jika rata rata
skor 50 atau lebih, “Great Team” apabila rata rata mencapai 50-55 dan “Goot Team”
apabila rata-ratanya 40-5
Langkah -Langkah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Games Tournament (TGT). Dalam implementasinya secara teknis teknis Dimiati (2009:
88) mengatakan bahwa ada beberapa langkah utama dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe team games tournament (TGT) adalah:
1) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda.
2) Guru memberikan soal tes kepada setiap kelompok.
3) Siswa bekerja soal bersama-sama dengan anggota kelompoknya.
4) Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang
diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan
jawaban atau menjelaskannya, sebelum menyajukan pertanyaan tersebut kepada
guru.
Prestasi belajar adalah kalimat yang terdiri dari dua kata yakni “prestasi dan
belajar” antara kata “prestasi dan belajar” mempunyai arti yang berbeda. Prestasi adalah
kemampuan nyata yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar individu dalam belajar” (Sardiman
A.M, 2001: 46).
Sedangkan belajar menurut Gage (Yamin, 2012: 98) adalah sebagai suatu proses
dimana organism berubah prilakunya diakibatkan pengalaman. Setelah menelusuri
uraian di atas maka dapat dipahami mengenai makna kata “prestasi dan belajar”.
Prestasi pada dasarnya hasil yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan
belajar yang berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap dan tingkah laku untuk
mengatasi atau memecahkan kesulitan yang dihadapi.
Kalau perubahan tingkah laku adalah tujuan yang akan dicapai dari aktifitas
belajar, maka perubahan tingkah laku itulah salah satu indikator yang dijadikan
pedoman untuk kemajuan yang diperoleh itu tidak saja berupa ilmu pengetahuan tapi
juga berupa kecakapan atau keterampilan. Semuanya bisa diperoleh dibidang suatu mata
pelajaran tertentu. Kemudian untuk mengetahui penguasaan setiap siswa terhadap
matapelajaran tertentu itu dilaksanakanlah evaluasi. Dan evaluasi itulah akan dapat
diketahui kemajuan siswa
Uraian singkat ini peneliti dapat merumuskan definisi prestasi belajar sebagai
berikut yaitu “prestasi belajar adalah hasil usaha atau kegiatan yang telah dicapai dalam
perubahan tingkah laku yang sebelumnya belum pernah diperoleh individu setelah
melakukan kegiatan belajar. Jadi pada intinya bahwa orang yang belajar, tidak sama
benar keadaannya dengan sebelum mereka melakukan perbuatan belajar.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
133
METODOLOGI
Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Penelitian tindakan (action research) adalah cara suatu kelompok atau
seseorang dalam mengorganisasikan suatu kondisi sehingga mereka dapat mempelajari
pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses orang lain
(Sukardi, 2004:210). Penelitian tindakan pada umumnya sangat cocok untuk
meningkatkan kualitas subyek yang hendak diteliti. Oleh karena subyek di dalam
penelitian ini adalah berupa kelas, dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan
proses pembelajaran secara berkesinambungan, maka jenis penelitian ini lebih dikenal
dengan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Secara garis besar
pelaksanaan tindakan ini dilakukan minimal dua siklus yang setiap siklus meliputi
empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah 34 orang siswa kelas X3
MAN 3 Bima Tahun Pelajaran 2013/2014. Dimana siswa yang laki-lakinya adalah 15
orang dan untuk siswa perempuanya adalah 19 orang.
Tahapan penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi. Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 2 bulan dengan
efektifitas penelitian dilapangan selama 1 bulan. Tahap-tahap penelitian ini akan
dilaksanakan dalam beberapa siklus.
Prosedur yang digunakan untuk mengumpulakan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Pemberian test evaluasi atau ulangan dalam bentuk esay dengan jumlah soal yang
diberikan adalah 3 soal pada siswa setiap akhir siklus untuk memperoleh data dan
hasil belajar siswa.
2. Mengamati proses pembelajarn dengan mengisi lembar observasi untuk memperoleh
data tentang situasi pembelajaran.
3. Memberikan lembar kerja siswa guna untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
memahami materi yang diajarkan
Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Analisis peningkatan prestasi belajar
Untuk mengukur peningkatan prestasi belajar siswa maka digunakan rumus
sebagai berikut:
𝑀 =∑ 𝑥
𝑛
Dimana:
M = Rata-rata (Mean) Prestasi Belajar Siswa
X = Skor yang diperoleh masing-masing siswa
n = Banyaknya siswa
(Sugiyono, dalam Syafruddin, 2011: 28)
Hasil belajar dikatakan meningkat apabila terdapat peningkatan rata-rata skor
sebelumnya. Indikator keberhasilan tindakan kelas adalah tercapainya ketuntasan
belajar dengan rumus:
𝐾𝐾 =𝑥
𝑧 𝑥 100%
Keterangan:
KK = Ketuntasan Klasikal
X = jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 65.
Z = jumlah siswa yang mengikuti tes
(Sugiyono, dalam Syafruddin, 2011: 28)
2. Analisi pengamatan aktivitas siswa dan guru
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
134
Setiap indikator siswa pada penelitian ini secara penskorannya berdasarkan
aturan berikut:
Skor 5 : diberikan jika semua deskriptor nampak
Skor 4 : diberikan jika 3 deskriptor nampak
Skor 3 : diberikan jika 2 deskriptor nampak
Skor 2 : diberikan jika 1 deskriptor nampak
Skor 1 : diberikan jika tidak ada deskriptor Nampak
Untuk menilai kategori aktivitas, ditentukan terlebih dahulu Mean ideal dan
Standar Devisiasi Ideal (SDI). Cara menentukan MI dan SDI adalah sebagai berikut
𝑀𝐼 =1
2 𝑥 (𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙) = 3
𝑆𝐷𝐼 =1
3 𝑥 𝑀𝐼 = 1
Berdasarkan skor standar, maka kriteria untuk menentukan aktivitas belajar
siswa pada siklus I dan siklus II dijabarkan pada tabel berikut ini.
Tabel 01. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Siklus I Interval Nilai Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ 2,28 Sangat Aktif
MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ 2,28 < 4,5 Aktif
MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ 2,28 < 3,5 Cukup Aktif
MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ 2,28 < 2,5 Kurang Aktif
As < MI – 1,5 SDI 2,28 < 1,5 Sangan Kurang Aktif
Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah pencapaian
prestasi belajar siswa dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Prestasi belajar siswa yang dicapai dalam penelitian ini mencapai KKM adalah 65
dengan nilai ketuntasan klasikal ≥ 85 %
2. Aktivitas belajar siswa makin meningkat dilihat dari nilai yang di dapat di siklus
dikategorikan sangat aktif dan aktif.
3. Aktivitas guru makin meningkat dilihat dari nilai yang di dapat di siklus
dikategorikan sangat bagus dan bagus.
HASIL PENELITIAN
SIKLUS I
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai rata-rata
siswa kelas X3 MAN 3 Bima tahun pelajaran 2013/2014 pada siklus I adalah 61,91.
Selanjutnya untuk tingkat keberhasilan belajar siswa, dalam penelitian tindakan
kelas dinyatakan berhasil apabila tercapainya ketuntasan belajar. Sedangkan untuk
ketuntasan belajar (ketuntasan belajar klasikal) dinyatakan tuntas apabila siswa
mendapatkan nilai lebih dari 60 dari 34 siswa kelas X3 MAN 3 Bima adalah 85%.
Berdasarkan hasil tes awal pada siklus I (Lihat lampiran 13), maka dapat dihitung
tingkat ketuntasan belajar dengan menggunakan rumus:
𝐾𝐾 =𝑋
𝑍𝑥100%
Jumlah siswa yang tuntas adalah 24 orang
Jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 10 orang
Jumlah siswa yang mengikuti tes adalah 34
Ketuntasannya adalah 70,58%.
Berdasarkan hasil perhitungan bahwa aktivitas siswa dalam kategori kurang aktif
dengan nilai rata-rata prestasi belajar siswa pada siklus I adalah sebesar 2,28. Sehingga
belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Aktivitas guru dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
135
proses pembelajaran siklus I dalam kategori cukup bagus dengan nilai rata-rata aktivitas
guru pada siklus I adalah sebesar 2,5.
SIKLUS II
Berdasarkan perhitungan maka dapat diketahui bahwa nilai rata-rata siswa kelas
X3 MAN 3 Bima tahun pelajaran 2013/2014 pada siklus II adalah 78,82. Jika
dibandingakan dengan nilai rata-rata siklus I adalah 61,91 maka terjadi peningkatan
nilai rata-ratanya adalah 16,91 pada siklus II. Jika mengacu pada indikator keberhasilan
dari nilai rata-rata yang telah ditetapkan maka dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata
kelas yang diperoleh pada pelaksaan tes siklus II memenuhi kriteria dari nilai rata-rata
kelas, dimana nilai rata-rata kelas berdasarkan perhitungan yaitu sebesar 78,82.
Sedangkan untuk ketuntasan belajar dinyatakan tuntas apabila siswa mendapatkan
nilai lebih dari 60 dari 34 siswa kelas X3 MAN 3 Bima adalah 85%. Berdasarkan hasil
tes awal pada siklus II (Jumlah siswa yang tuntas adalah 33 orang.
Jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 1 orang.
Jumlah siswa yang mengikuti tes adalah 34.
Ketuntasannya adalah 70,58%.
Berdasarkan hasil perhitungan bahwa aktivitas siswa dalam kategori aktif dengan
nilai rata-rata prestasi belajar siswa pada siklus II adalah sebesar 4. Sehingga sudah
mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Aktivitas guru dalam proses
pembelajaran siklus II dalam kategori bagus dengan nilai rata-rata aktivitas guru pada
siklus II adalah sebesar 4, sehingga sudah memenuhi indikator keberhasilan seperti apa
yang diharapkan pada indikator keberhasilan
PEMBAHASAN
Peningkatan hasil belajar akan tercapai apabila terjadi pembelajaran yang
bermakna, yakni pembelajaran yang mampu melibatkan secara aktif siswa baik fisik,
mental intelektual dan emosional. Hal ini tergantung kemampuan guru mengajar. Guru
akan memiliki kompetensi kemampuan mengajar, jika guru paling tidak memiliki
pemahaman dan penerapan secara taktis berbagai metode maupun model pembelajaran
serta hubungan dengan belajar disamping kemampuan-kemampuan lain yang
menunjang. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa adalah model pembelajaran kooperatif tioe TGT (Team Games Tournament).
Menurut Purwanto (2000: 22) bahwa pembelajaran kooperatif team games tournament
(TGT) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan di bentuk
kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen, baik
prestasi akademik, jenis, ras ataupun etnis. Dalam team games tournament (TGT)
digunakan turnamen akademik dimana siswa berkopotensi sebagai wakil dari timnya
melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu
lalu.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT sudah di terapkan pada kelas X3 MAN 3
Bima sehingga mampu membawa perubahan peningkatan prestasi belajar siswa maupun
pada aktivitas siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan yaitu:
Pada siklus I indikator keberhasilan masih belum tuntas, hal ini dapat dilihat
dengan nilai rata-rata kelas pada pelaksanaan tes awal pada siklus I dalam penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TGT sebesar 61,91 dengan ketuntasan klasikalnya adalah
70,58%. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa pada pelaksanaan tes awal pada
siklus I jumlah siswa yang memperoleh skor ≥ 60 adalah 23 ssiwa atau 70,58%.
Pada siklus II indikator keberhasilan sudah tuntas, hal ini dapat di lihat bahwa
nilai rata-rata yang diperoleh siswa untuk bahan materi yang sama adalah sebesar 72,87
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
136
dan dapat diprosentasekan menjadi 97,05% sehingga prosentasi kenaikan dari siklus I
adalah 26.47%. dari hasil pelaksanaan pada siklus II jumlah siswa yang memperoleh
skor ≥ 60 adalah 33 siswa atau 97,05%. Jika dibandingkan dengan siklus I terjadi
peningkatan sebesar 26,47% atau 10 siswa dari siswa yang tidak tuntas 24 ssiwa
sehingga menjadi 33 ssiwa yang tuntas. Hal itu sesuai dengan teori Purwanto (2000: 22)
bahwa pembelajaran kooperatif team games tournament (TGT) merupakan salah satu
model pembelajaran kooperatif dengan di bentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas
yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis, ras ataupun
etnis.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat ditarik kesimpulannya bahwa
pnerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
pada materi bentuk pangkat siswa kelas X3 MAN 3 Bima dimana jumlah peningkatan
dari siklus I sampai dengan siklus II adalah sebesar 26,47%. Begitupun tingkat
ketuntasan belajar yang dicapai lebih dari 85% jumlah siswa yang mengikuti tes.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa pada materi bentuk pangkat sisw kelas X3 MAN 3 Bima. Pada
siklus I nilai rata-rata adalah 69,91 dan ketuntasan klasikal sebesar 70,58% sehingga
pada siklus II meningkat menjadi 78,82 dan ketuntasan klasikal 97,05%, tingkat
kenaikan rata-rata adalah 8,24 atau diprosentasekan sebesar 26,47%.
DAFTAR PUSTAKA
Ahadiyah, N., 2006. Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model TGT.
Yokyakarta: Andi Offset.
Babudin., Suhendar, Cecep., Saepulloh, M, U. 2006. Belajar Efektif Matematika.
Jakarta Timur: PT Intimedia Ciptanusantara.
Dimiyati. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif. Semarang: UNNES
Firdaus, Taman, M.Pd. 2009. Pembelajaran aktif. Yokyakarta: Publising
Hudoyo, Anni. 2004. Metode Pembelajaran yang Berhasil. Bandung: Rosdakarya.
http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/13/metode team-games-tournamen-tgt. (di akses
diinternet pada tanggal Minggu, 25 Maret 2012)
Lie, Annita. 2007. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Grasindo
Lungdren dan Suryadin. 2006. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasaan
Komunikasi Antara Peserta Didik. Yokyakarta. Penerbit pustaka Pelajar.
Purwanto, Ngalim, M. 2000. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran).
Jakarta: Proyek peningkatan mutu SLTP
Slavin, R.E. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
137
Sagala. 2003. Teori Pembelajaran. Jakarta: Grasindo
Slameto. 2010. Belajar dan factor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta :
Bumi Aksara.
Syafrudin. 2007. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Time Games
Tournament) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SDN Pali
Sila Kecamatan Bolo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2010/2011. Bima: STKIP
Taman Siswa Bima.
Wirodikromo, Sartono. 2006. Matematika Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
138
PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
(PMR) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN MATERI BILANGAN
PECAHAN SISWA KELAS VIID SMP NEGERI 8 KOTA BIMA
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
H. GUNAWAN & AGUNG WIRAWAN
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research)
yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIID SMP
Negeri 8 Kota Bima dengan jumlah siswa 22 orang yang terdiri dari 12 orang siswa
laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan materi bilangan
pecahan yang berorentasi pada hasil belajar matematika melalui pendekatan
pembelajaran matematika realistik pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan
pecahan siswa kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima. Prosedur pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) Data tentang aktivitas belajar siswa dan
aktivitas guru dikumpulkan dengan lembar observasi dan dokumentasi. (2) Data hasil
belajar matematika dikumpulkan dengan memberikan tes pada setiap akhir siklus.
Ketuntasan belajar ≥ 85%, aktivitas siswa dan guru minimal berkategori aktif
merupakan indicator yang digunakan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.
Hasil penelitian didapat adalah sebagai berikut: Siklus I, persentase ketuntasan
belajarnya sebesar 50%, meningkat menjadi 95,45% pada siklus II. Dan aktivitas siswa
pada siklus I hanya memperoleh nilai rata-rata adalah 2,29 dengan kategori kurang aktif,
kemudian pada siklus II mengalami peningkatan yaitu nilai rata-rata yang diperoleh
adalah 4,43 dengan kategori aktif. Sedangkan aktivitas guru pada siklus I hanya
memperoleh nilai rata-rata adalah 2,5 dengan kategori cukup bagus, kemudian pada
siklus II mengalami peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh adalah 3,6 dengan
kategori bagus. Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian yang
ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran
matematika realistik dapat meningkatkan penguasaan materi bilangan pecahan yang
berorentasi pada peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIID SMP Negeri 8
Kota Bima tahun pelajaran 2013/2014.
Kata Kunci: pendekatan pembelajaran matematika realistik, penguasaan materi
bilangan pecahan
PENDAHULUAN
Pembelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting
dalam meningkatkan kemampuan intelektual siswa. Dengan belajar matematika, maka
siswa dapat berpikir kritis dan terampil berhitung serta memiliki kemampuan
mengaplikasikan konsep dasar matematika pada pelajaran lain maupun pada
matematika itu sendiri dan dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat pentingnya matematika, siswa yang merupakan tunas dan harapan
bangsa sudah semestinya sejak dini dilatih untuk mengetahui dan menyukai
matematika. Namun pada kenyataannya, sekarang ini tidak sedikit siswa yang kurang
berminat terhadap bidang studi matematika. Dalam benak mereka matematika adalah
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
139
mata pelajaran yang sulit dan membosankan, bahkan matematika dianggap sebagai
monsternya mata pelajaran. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil belajar matematika
hampir pada semua jenjang pendidikan.
Realita yang terjadi pada SMP Negeri 8 Kota Bima Berdasarkan observasi awal
yang dilakukan oleh peneliti dikelas VII didapat informasi bahwa kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal-soal matematika masih sangat rendah, bahkan kelihatannya
siswa merasa takut dan malu bertanya tentang materi yang belum diketahui pada saat
pelajaran matematika. Hal ini mungkin dikarenakan penyajian materi matematika masih
bersifat monoton dan membosankan serta kurangnya kerja sama siswa dalam
memecahkan soal-soal yang diberikan oleh guru, sehingga siswa kurang tertarik untuk
belajar matematika. Peneliti mengamati seperti pada tabel nilai rata-rata siswa SMP
Negeri 8 Kota Bima.
Tabel 01 Nilai rata-rata semua kelas VII Tahun Kelas KKM Nilai Rata-Rata
2013 VIIA 65 70
VIIB 65 75
VIIC 65 70
VIID 65 55,30
VIIE 65 65
Sumber Data : SMP Negeri 8 Kota Bima, Tahun 2012/2013.
Dari tabel yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa di kelas VIID lebih besar
nilai KKM dari pada nilai rata-rata, hal ini dikarenakan penyajian materi matematika
masih bersifat monoton dan membosankan serta kurangnya kerja sama siswa dalam
memecahkan soal-soal yang diberikan oleh guru, sehingga siswa kurang tertarik untuk
belajar matematika. Dalam situasi seperti ini siswa merasa bosan karena kurangnya
dinamika inovasi, kekreatifan dan siswa belum dilibatkan secara aktif sehingga siswa
sulit untuk mengembangkan atau meningkatkan pembelajaran agar benar-benar
berkualitas. Akibatnya hasil belajar matematika siswa rata-rata 55,30 berdasarkan nilai
ujian semester tahun 2012/2013. Untuk itu diperlukan solusi agar seluruh siswa merasa
menjadi bagian dalam proses belajar mengajar. Mengingat pentingnya matematika
untuk pendidikan, maka perlu dicari jalan penyelesaian yaitu suatu cara mengelola
proses belajar mengajar matematika yang dapat dicerna dengan baik oleh siswa
berdasarkan pengalaman sehari-hari.
Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi
pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan
matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathematics) adalah
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) yang dikenal juga dengan istilah
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam
pendidikan matematika. Teori Realistic Mathematics Education pertama kali
dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970 oleh Institut Freudental dan menunjukkan
hasil yang baik, berdasarkan hasil TIMSS tahun 2000 (Ariyanti, 2008:45).
Menurut Freudental, aktivitas pokok yang dilakukan dalam PMR meliputi:
menemukan masalah-masalah/soal-soal kontekstual (looking for problems),
memecahkan masalah (solving problems), dan mengorganisir bahan ajar (organizing a
subject matter) (Ariyanti, 2008:52). Masalah kontekstual dalam hal ini dapat berupa
realitas-realitas yang perlu diorganisir secara matematis dan dapat juga berupa ide-ide
matematika yang perlu diorganisir dalam konteks yang lebih luas dan
mengimplikasikannya.
Dengan pendekatan matematika realistik (PMR) tersebut, siswa tidak harus
dibawa ke dunia nyata, tetapi berhubungan dengan masalah yang nyata ada dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
140
pikiran siswa. Jadi siswa diajak berpikir bagaimana menyelesaikan masalah yang
mungkin atau sering dialami siswa dalam kesehariannya. Pada pendekatan ini seorang
guru hanya berperan sebagai fasilitator, moderator atau evaluator, sementara siswa
berpikir, mengkomunikasikan dan melatih suasana demokrasi dengan menghargai
pendapat orang lain. Dan implementasi pembelajaran matematika maka yang pertama
harus dilakukan adalah penyusunan perangkat pembelajaran. Kerangka pembelajaran
tersebut disusun mengacu pada karakteristik matematika realistik.
Matematika Realistik (MR) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika
sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai
titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber
munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.
Selanjutnya siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika
untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain.
Zulkardi (2001:34), mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik sebagai
berikut: PMR adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi
siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan
berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat
menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan
pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik
individual maupun kelompok. Dua pandangan penting Freudenthal (Hartono) tentang
PMR adalah: 1) Mathematics as human activity, sehingga siswa harus diberi
kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam
matematika. 2) Mathematics must be connected to reality, sehingga matematika harus
dekat terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari
Pembelajaran Matematika Realistik mencermikan pandangan matematika tertentu
mengenai bagaimana anak belajar matematika dan bagaimana matematika harus
diajarkan. PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut: Siswa memiliki
seperangkat alternatif ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar, selanjutnya
siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya
sendiri, pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan.
Disamping itu, konsepsi tentang guru adalah: guru hanyalah sebagai fasilitator belajar,
guru harus mampu melakukan pengajaran yang interaktif, guru harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya
dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoaalan riil, dan guru tidak
terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan
kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun sosial. (Hartono).
Prinsip PMR adalah menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi
dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Treeffers (Sidharta, 2004:56): 1)
Menggunakan konteks dunia nyata. Dalam PMR pembelajaran dimulai dengan masalah
kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman
sebelumnya secara langsung. 2) Menggunakan model-model (matematisasi). Istilah
model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh
siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan
bagi siswa dari situasi riil ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke
matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan
masalah. 3) Menggunakan produksi dan konstruksi. Streefland (Sudharta, 2004:59)
menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk
melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
141
merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu
untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal. 4) Menggunakan interaktif.
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam PMR. Secara
eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju,
tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari
bentuk-bentuk informal siswa. 5) Menggunakan Keterkaitan (intertwinment). Dalam
PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial jika dalam pembelajaran kita
mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada
pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan
pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar atau geometri
tetapi juga bidang lain.
Penerapan kelima prinsip tersebut dalam penelitian ini akan dilihat pada aktivitas
yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Penerapan masing-masing prinsip oleh guru
dalam pembelajaran sebagai berikut. Prinsip pertama, akan dilihat apakah guru
memulai pelajaran dengan memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari dan memberi
soal-soal pemecahan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan siswa. Prinsip kedua,
apakah guru menggunakan alat peraga yang membantu siswa menemukan rumus dan
membimbing siswa menggunakannya. Prinsip ketiga, apakah guru memberi waktu
kepada siswa untuk membuat pemodelan sendiri dalam mencari penyelesaian formal.
Prinsip keempat, apakah guru memberi pertanyaan lisan ketika kegiatan belajar
mengajar berlangsung dan memberi penjelasan tentang materi dan penemuan siswa.
Prinsip kelima, apakah guru memberi pertanyaan yang berkaitan dengan materi lain
dalam mata pelajaran matematika atau materi mata pelajaran lain.
Dengan mencermati prinsip pembelajaran PMR, pengertian PMR dibatasi
penentuan masalah kontekstual dan lingkungan yang pernah dialami siswa dalam
kehidupan sehari-hari agar siswa mudah memahami pelajaran matematika sehingga
mudah mencapai tujuan.
Berdasar prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik maka
langkah-langkah dalam pembelajaran kosep dasar matematika yang mengacu pada
PMR adalah sebagai berikut:
a. Langkah Pertama: Memahami Masalah Kontekstual.
Pada tahap ini guru memberikan masalah kontekstual (masalah dalam
kehidupan sehari-hari) dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
Langkah ini mengacu pada prinsip-prinsip kedua serta karakteristik pertama PMR,
yaitu Didactical phenomenology dan penggunaan konteks dalam eksplorasi
fenomologis sebagai starting point dalam pembelajaran.
b. Langkah Kedua: Menjelaskan Masalah Kontekstual.
Setelah siswa memahami masalah kontekstual yang diberikan guru, pada
langkah ini siswa diberi kesempatan untuk mendiskripsikan masalah kontekstual
tersebut kemudian mengembangkan atau menciptakan suatu strategi untuk
menyelesaikan masalah, dalam bentuk matematika informal (dapat berupa diagram,
gambar, simbol dan lainnya) atau juga matematika formal seperti konsep-konsep
yang telah mereka pelajari sebelumnya.
c. Langkah Ketiga: Menyelesaikan Masalah Kontekstual.
Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara
individual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang
telah disediakan. Siswa mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri. Cara
pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dalam proses
memecahkan masalah, sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berfikir
menemukan atau mengkostruksi pengetahuan untuk dirinya.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
142
Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya
(scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan. Pada tahap ini,
dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat dimunculkan adalah
guided reinvention and progressive mathematizing dan self-developed models.
Sedangkan karakteristik dari PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik
kedua yaitu penggunaan model untuk mengkontruksi konsep, serta karakteristik
keempat yaitu mengenai adanya interaksi antara siswa dan guru, jika memang benar-
benar diperlukan.
d. Langkah Keempat: Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban.
Pada tahap ini guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Diskusi
ini adalah wahana bagi kelompok siswa untuk mendiskusikan jawaban masing-
masing. Dari diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati siswa.
Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban
yang mereka sepakati dalam diskusi kelas dan mendorong siswa yang lain untuk
mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul di depan kelas.
Langkah ini akan melatih siswa untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka
miliki dan berinteraksi antar siswa maupun dengan guru sebagai pembimbing untuk
mengoptimalkan pembelajaran.
b. Langkah Kelima: Menyimpulkan.
Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau
prosedur pemecahan masalah yang telah dibangun bersama. Karakteristik dari
pendidikan matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik
keempat, yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.
METODOLOGI
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian
tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru atau peneliti didalam kelas,
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga hasil belajar siswa menjadi
meningkat (Depdiknas, 2004).
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Kota Bima Jalan Pemuda Kelurahan
Penatoi Kecamatan Mpunda Kota Bima. Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu
dari bulan 21 Oktober sampai 20 Nopember 2013. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima Tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 22 orang
siswa yang terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan.
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Arikunto,
2002). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitutes hasil belajar, Tes adalah
serentetan pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan
pengetahuan intelegensi, kemampuan bakat yang dimiliki oleh atau kelompok
(Arikunto, 2002). Data hasil belajar siswa diperoleh dengan cara memberikan tes
evaluasi. Tes dilakukan pada saat akhir pelaksanaan tindakan dengan jumlah 5 (lima)
butir soal yang berupa esay. Siswa diberikan tes hasil belajar yang dikerjakan secara
individu dengan tujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa pada setiap
pelaksanaan tindakan.
Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan, yaitu PTK (penelitian tindakan
kelas). Dalam penelitian ini menggunakan PTK berupa Siklus Spiral Model Kemmis
dan Mc Taggart. Alasan peneliti menggunkan model ini, karena secara keseluruhan
mempunyai empat tahapan dalam PTK tersebut membentuk suatu siklus PTK yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
143
digambarkan dalam bentuk spiral. Pada hakekatnya langkah-langkah PTK model
Kemmis dan Taggart berupa siklus dengan setiap siklus terdiri dari empat komponen
yaitu perencanaan, pelaksanaan (tindakan), pengamatan (observasi), dan refleksi yang
dipandang sebagai satu siklus. Banyaknya siklus dalam PTK tergantung dari
permasalahan-permasalahan yang perlu dipecahkan. Pada umumnya terjadi lebih dari
satu siklus. Rancangan penelitian adalah suatu cara untuk mengetahui jawaban dari
rumusan masalah. Rancangan penelitian ditentukan oleh gejala yang akan diteliti,
apakah data tersebut dimanipulasi secara sengaja atau khusus untuk diselidiki, ataukah
ada secara wajar (Arikunto, 2002).
Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Analisis peningkatan prestasi belajar
a. Menentukan Nilai Rata-Rata
M = N
x
Keterangan:
M = Mean (Nilai rata-ratanya)
x
= Jumlah nilai total yang diperoleh dari hasil penjumlahan nilai setiap
individu
N = Banyak peserta (individu) (Djamarah, 2005:127)
b. Menentukan ketuntasan klasikal
Kk = Z
Xx 100 %
Keterangan :
Kk : Ketuntasan klasikal
X : Jumlah siswa yang memperoleh skor ≥ 65
Z : Jumlah siswa keseluruhan
Ketentuan pencapaian ketuntasan dalam melaksanakan penelitian tindakan
kelas apabila ketuntasan klasikal mencapai atau lebih dari 85% jumlah siswa
keseluruhan.
2. Analisi pengamatan aktivitas siswa dan guru
Setiap indikator siswa dan guru pada penelitian ini secara penskorannya
berdasarkan aturan menurut Nurkencana dalam Rahmi, 2012:56. Sebagai berikut:
Skor 5 : Diberikan jika semua descriptor nampak.
Skor 4 : Diberikan jika 3 deskriptor nampak.
Skor 3 : Diberikan jika 2 deskriptor nampak.
Skor 2 : Diberikan jika 1 deskriptor nampak.
Skor 1 : Diberikan jika tidak ada deskriptor nampak.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
144
Untuk menilai kategori aktivitas siswa, ditentukan terlebih dahulu Mean ideal
(MI) dan Standar Devisiasi Ideal (SDI). Cara menentukan MI dan SDI adalah sebagai
berikut:
a. 𝑀𝐼 =1
2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑆𝑘𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙)
𝑆𝐷𝐼 =1
3𝑥𝑀𝐼
b. Menentukan aktivitas siswa dan guru
Berdasarkan skor standar, maka kriteria untuk menentukan aktivitas belajar
siswa dan guru dijabarkan pada table berikut ini.
Tabel 02 Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa dan guru Interval Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ As Sangat aktif
MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI Aktif
MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI Cukup Aktif
MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI Kurang Aktif
As < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang Aktif
Sumber Data: Nurkencana dalam Rahmi, 2012:56.
Keterangan:
MI = Mean Ideal
SDI = Skor Devisiasi Ideal
As = Aktivitas Siswa dan guru
Untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran, maka data
hasil observasi yang berupa skor diolah dengan rumus:
𝐴 =∑ 𝑥
𝑖
Keterangan:
A : Aktivitas
x : skor masing-masing indikator
i : banyak indikator.
Indikator keberhasilan dalam modelpembelajaran materi bilangan pecahan
berdasarkan model pembelajaran matematika realistik (PMR) dapat dikatakan
berhasil atau dikatakan tuntas belajar apabila Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yang harus dipenuhi oleh seorang siswa adalah 65. Jika seorang siswa memperoleh
𝑁 ≥ 65 maka siswa yang bersangkutan mencapai ketuntasan individu. Jika minimal
85% siswa mencapai skor minimal 65, maka ketuntasan klasikal telah tercapai
(KKM ditentukan oleh pihak sekolah bersangkutan). Sedangkan untuk Aktifitas
Siswa dikatakan berhasil apabila dapat dikategorikan aktif sesuai dengan pedoman
konversi penilaiannya dan untuk aktifitas guru di katakana berhasil apabila
dikategorikan cukup bagus.
HASIL PENELITIAN
SIKLUS I
Berdasarkan hasil observasi tentang aktivitas siswa selama proses belajar
berlangsung, kategori aktivitas siswa dalam pelaksanaan silkus I tergolong kurang aktif.
Sedangkan hasil observasi aktivitas guru selama proses belajar berlangsung tergolong
cukup bagus.
Proses observasi dilaksanakan oleh guru bidang studi matematika selaku
pengamat selama berlangsung proses belajar mengajar dengan mengisi lembar observasi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
145
yang telah disiapkan oleh peneliti. Ringkasan data hasil observasi dapat dilihat berikut
ini:
1) Observasi terhadap Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
Tabel 03. Hasil Observasi terhadap Aktivitas Siswa Siklus I No Aktivitas yang dinilai Skor
1 Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 3
2 Interaksi siswa dengan guru 2
3 Kerjasama antar kelompok 3
4 Interaksi siswa dengan siswa 3
5 Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok 2
6 Aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran 1
7 Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar 2
Jumlah skor 16
Banyak Item 7
Rata-rata keseluruhan 2,29
Kategori Kurang Aktif
1,5 ≤ 2,29 < 2,5
Dari hasil tabel diatas, Observasi terhadap Aktivitas Siswa Siklus I. Maka
untuk menentukan kategori ketuntasan dapat di lihat dengan menggunakan rumus
Mean Idealnya adalah:
𝑀𝐼 =1
2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑖𝑛)
𝑀𝐼 =1
2𝑥(5 + 1)
𝑀𝐼 =1
2𝑥(6) = 3
Selanjutnya untuk SDI (Standar Devisiasi Ideal) adalah:
𝑆𝐷𝐼 =1
3𝑥𝑀𝐼 =
1
3𝑥3 = 1
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka kriterial untuk menentukan
aktivitas Siswa dapat dijabarkan pada tabel halaman berikut.
Tabel 04. Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Siswa. Interval Nilai Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ As Aktif Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ As < 4,5 Aktif
MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ As < 3,5 Cukup Aktif
MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ As < 2,5 Kurang Aktif
As < MI – 1,5 SDI As < 1,5 Sangat Kurang Aktif
Berdasarkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas belajar siswa
adalah sebagai berikut:
Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas belajar siswa adalah:
Jumlah Skor = 16
Banyak Item = 7
Maka, untuk menentukan niali dari Aktivitas Siswa adalah:
𝐴𝑠 =∑ 𝑥
𝑖=
16
7= 2,29
Sehingga pada Aktivitas Siswa pada siklus I ini dapat dinyatakan atau di
kategorikan Kurang Aktif.
2) Observasi terhadap Aktivitas Guru Siklus I
Tabel 05. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I No Aktivitas yang dinilai Skor
1 Mempersiapkan siswa 3
2 Memberian appersepsi kepada siswa 3
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
146
3 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar 2
4 Menyampaikan materi pada siswa 3
5 Penggunaan pendekatan pembelajaran matematika realistik 4
6 Pengaturan waktu dalam kegiatan berlangsung 2
7 Pendampingan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung 2
8 Membimbing siswa dalam belajar 3
9 Kemampuan menciptakan suasana kelas yang kondusif 2
10 Bersama-sama siswa membuat kesimpulan 1
Jumlah skor 25
Banyak Item 10
Rata-rata Keseluruhan 2,5
Kategori Cukup Bagus
21 ≤ 2,5 < 2,9
Dari hasil tabel Observasi terhadap Aktivitas Guru Siklus I, Maka untuk
menentukan kategori ketuntasan dapat di lihat dengan menggunakan rumus Mean
Idealnya adalah
𝑀𝐼 =1
2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑖𝑛)
𝑀𝐼 =1
2𝑥(4 + 1)
𝑀𝐼 =1
2𝑥(5) = 2,5
Selanjutnya untuk SDI (Standar Devisiasi Ideal) adalah:
𝑆𝐷𝐼 =1
3𝑥𝑀𝐼 =
1
3𝑥2,5 = 0,833
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka kriteria untuk menentukan
aktivitas guru dapat dijabarkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 06. Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Guru. Interval Nilai Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ Ag 3,7 ≤ Ag Bagus Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI 2,9 ≤ Ag < 3,7 Bagus
MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI 2,1 ≤ Ag < 2,9 Cukup Bagus
MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI 1,3 ≤ Ag < 2,1 Kurang Bagus
Ag < MI – 1,5 SDI Ag < 1,3 Sangat Kurang Bagus
Berdasarkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas guru adalah sebagai
berikut:
Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas guru adalah:
Jumlah Skor = 25
Banyak Item = 10
Maka, untuk menentukan niali dari Aktivitas Guru adalah:
𝐴𝑔 =∑ 𝑥
𝑖=
25
10= 2,5
Berdasarkan dari tabel di, atas dapat dilihat bahwa aktivitas guru dapat
dikategorikan Cukup Bagus, berarti memenuhi kriteria yang diharapkan.
3). Evaluasi
Berdasarkan hasil evaluasi siklus I yang telah dilaksanakan pada hari kamis
tanggal 24 Oktober 2013, diperoleh data seperti pada tabel halaman berikut.
Tabel 07. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIID SMP Negeri 8 Kota
BimaSiklus I. No Indikator Jumlah
1 Jumlah Siswa kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima 22
2 Jumlah skor yang diperoleh siswa 1395
3 Yang tuntas 11
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
147
4 Yang tidak tuntas 11
5 Prosentase ketuntasan 50%
6 Nilai rata-rata 63,41
SIKLUS II
1. Hasil observasi terhadap aktifitas belajar siswa siklus II dapat dilihat pada tabel
halaman berikut.
Tabel 08. Hasil Observasi terhadap Aktivitas Siswa Siklus II No Aktivitas yang dinilai Skor
1 Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 4
2 Interaksi siswa dengan guru 3
3 Kerjasama antar kelompok 5
4 Interaksi siswa dengan siswa 5
5 Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok 5
6 Aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran 5
7 Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar 4
Jumlah skor 31
Banyak Item 7
Rata-rata keseluruhan 4,43
Kategori Aktif
3,5 ≤ 4,43 < 4,5
Dari hasil tabel Observasi terhadap Aktivitas Siswa Siklus II, Maka untuk
menentukan kategori ketuntasan dapat di lihat dengan menggunakan rumus Mean
Idealnya adalah:
𝑀𝐼 =1
2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑖𝑛)
𝑀𝐼 =1
2𝑥(5 + 1)
𝑀𝐼 =1
2𝑥(6) = 3
Selanjutnya untuk SDI (Standar Devisiasi Ideal) adalah:
𝑆𝐷𝐼 =1
3𝑥𝑀𝐼 =
1
3𝑥3 = 1
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka kriterial untuk menentukan
aktivitas Siswa dapat dijabarkan pada tabel berikut :
Tabel 09. Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Siswa. Interval Nilai Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ As 4,5 ≤ As Aktif Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI 3,5 ≤ As < 4,5 Aktif
MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI 2,5 ≤ As < 3,5 Cukup Aktif
MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI 1,5 ≤ As < 2,5 Kurang Aktif
As < MI – 1,5 SDI As < 1,5 Sangat Kurang Aktif
Berdasarkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas belajar siswa
adalah sebagai berikut:
Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas belajar siswa adalah:
Jumlah Skor = 31
Banyak Item = 7
Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas Siswa adalah:
𝐴𝑠 =∑ 𝑥
𝑖=
31
7= 4,43
Sehingga pada aktivitas siswa pada siklus II ini dapat dinyatakan atau di
kategorikan Aktif.
2. Observasi terhadap Aktivitas Guru Siklus II
Tabel 10. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
148
No Aktivitas yang dinilai Skor
1 Mempersiapkan siswa 4
2 Memberian appersepsi kepada siswa 4
3 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar 3
4 Menyampaikan materi pada siswa 4
5 Penggunaan pendekatan pembelajaran matematika realistik 4
6 Pengaturan waktu dalam kegiatan berlangsung 4
7 Pendampingan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung 3
8 Membimbing siswa dalam belajar 4
9 Kemampuan menciptakan suasana kelas yang kondusif 3
10 Bersama-sama siswa membuat kesimpulan 3
Jumlah Skor 36
Banyak Item 10
Rata-rata Keseluruhan 3,6
Kategori Bagus
2,9 ≤ 3,6 < 3,7
Dari hasil tabel Observasi terhadap Aktivitas Guru Siklus II, Maka untuk
menentukan kategori ketuntasan dapat di lihat dengan menggunakan rumus Mean
Idealnya adalah
𝑀𝐼 =1
2𝑥(𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑖𝑛)
𝑀𝐼 =1
2𝑥(4 + 1)
𝑀𝐼 =1
2𝑥(5) = 2,5
Selanjutnya untuk SDI (Standar Devisiasi Ideal) adalah:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka kriterial untuk menentukan
aktivitas guru dapat dijabarkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 11. Tabel Konversi Penilaian Aktivitas Guru. Interval Nilai Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ Ag 3,7 ≤ Ag Bagus Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI 2,9 ≤ Ag < 3,7 Bagus
MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI 2,1 ≤ Ag < 2,9 Cukup Bagus
MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI 1,3 ≤ Ag < 2,1 Kurang Bagus
Ag < MI – 1,5 SDI Ag < 1,3 Sangat Kurang Bagus
Berdasarkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas guru adalah sebagai
berikut:
Yang diketahui untuk mencari nilai dari aktivitas guru adalah:
Jumlah Skor = 36
Banyak Item = 10
Maka, untuk menentukan niali dari aktivitas guru adalah:
𝐴𝑔 =∑ 𝑥
𝑖=
36
10= 3,6
Berdasarkan dari tabel di, atas dapat dilihat bahwa aktivitas guru dapat
dikategorikan Bagus, berarti memenuhi kriteria yang diharapkan.
3. Evaluasi
Berdasarkan hasil evaluasi siklus II yang telah dilaksanakan pada hari kamis
tanggal 31 Oktober 2013, diperoleh data seperti pada tabel halaman berikut.
Tabel 12. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima
Siklus II. No Indikator Jumlah
1 Jumlah Siswa kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima 22
2 Jumlah skor yang diperoleh siswa 1760
3 Yang tuntas 21
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
149
4 Yang tidak tuntas 1
5 Prosentase ketuntasan 95,45%
6 Nilai rata-rata 80
PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran matematika realistik pada materi bilangan pecahan. Materi
bilangan pecahan yang disampaikan yaitu siklus I tentang materi penjumlahan dan
pengurangan, sedangkan siklus II sama dengan materi siklus I. Berdasarkan hasil
analisis tindakan dan hasil evaluasi pada siklus I diketahui bahwa ketuntasan belajar
belum mencapai seperti yang diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh hasil evaluasinya
yaitu persentase ketuntasannya adalah 50%, sehingga sebelum melakukan pembelajaran
ke siklus berikutnya dilakukan upaya perbaikan dan penyempurnaan terlebih dahulu
dengan melakukan diskusi dan membimbing siswa yang mendapat nilai kurang dari 65
dengan bimbingan secara khusus atau individual. Adapaun hasilnya adalah dengan lebih
termotivasi dan antusiasnya siswa dalam bertanya baik kepada temannya maupun
kepada guru. Dan juga dapat terlihat pada saat siswa-siswa mengerjakan soal latihan
setelah berdiskusi dan memberikan bimbingan.
Tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada
siklus I yaitu guru sebelum memulai masuk ke materi, diberikan terlebih dahulu
pertanyaan atau pengaitan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya dan
kaitanya dalam kehidupan sehari-hari. Berusaha mengarahkan siswa untuk mengerjakan
tugas rumah agar dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, agar mereka ada persiapan
dari rumah. Mengontrol dan mengawasi siswa dalam mengerjakan LKS. Contoh soal
diberikan yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Penyampaian materi harus
menyesuaikan dengan daya serap siswa.
Setelah dilakukan tindakan pada siklus II yang mengacu pada perbaikan tindakan
dari siklus I diperoleh hasil yang lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil evaluasi akhir
siklus dimana persentase ketuntasan klasikal adalah 95,45%. Hal ini berarti tindakan
pada siklus II sudah mencapai standar ketuntasan klasikal 85%. Dengan demikian tidak
perlu untuk melakukan pada siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan hasil yang diperoleh dari siklus I ke siklus II,
menunjukkan peningkatan hasil yang baik. Hal ini didukung oleh suasana kelas lebih
hidup karena partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar sangat aktif. Berbagi ide
terlihat saat siswa berdiskusi menyelesaikan soal-soal dalam LKS. Ide-ide yang
dikeluarkan siswa termasuk dalam penyelesaian jawaban soal yang diberikan.Sehingga
dalam penelitian ini dapat dibuktikan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran
matematika realistik dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi bilangan
pecahan yang berorientasi pada peningkatan hasil belajar matematika kelas VIID SMP
Negeri 8 Kota Bima Tahun 2013/2014.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulannya
sebagai berikut:
1. Penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan
penguasan siswa terhadap materi bilangan pecahan. Hal ini didukung hasil belajar
matematika siswa kelas VIID SMP Negeri 8 Kota Bima Tahun pelajaran 2013/2014
dari siklus I 50% meningkat menjadi 95,45% pada siklus II. Dengan demikian pada
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
150
penelitian ini, sudah mencapai angka prosentase ketuntasan klasikal yang ditetapkan
yaitu 95,45% > 85%.
2. Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal ini
didukung oleh data penelitian yaitu, pada siklus I siswa hanya memperoleh nilai rata-
rata 2,29 dengan kategori kurang aktif, kemudian pada siklus II mengalami
peningkatan yaitu nilai rata-rata yang diperoleh adalah 4,43 dengan kategori aktif.
3. Aktivitas guru mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal ini didukung
oleh data penelitian yaitu, pada siklus I siswa hanya memperoleh nilai rata-rata 2,5
dengan kategori cukup bagus kemudian pada siklus II mengalami peningkatan yaitu
nilai rata-rata yang diperoleh adalah 3,6 dengan kategori bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (1999). Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka
Cipta.
Arikunto, Suharsimi.(2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
PT Asdi Mahasatya.
Arikunto, Suharsimi.(2006). DasarDasar Evaluasi Pendidikan(Edisi Revisi). Jakarta :
Bumi Aksara.
Djamarah, S.B. (2005). Guru danAnak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Depdiknas. (2004). Materi Pelatihan Terintegrasi Mata Pelajaran Sains. Jakarta :
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Muliyardi. (2002). Penggunaan Komik dalam Pembelajaran Matematika di SD. Jurnal
Matematika atau Pembelajarannya, Tahun VIII, Edisi Khusus, Juli 2002
Sadiman, dkk. (2009). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan.
Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.
Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka
cipta.
Subagyo. (2006). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sudharta, Arief. (2004). Pembelajaran Koperatif. Modul
Sugiyono. (2009). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI
Internet :
Abbas, Nurhayati. (2000). Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
dalam Pembelajaran Matematika di SMU, http://www.depdiknas.go.id.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
151
Ariyanti.(2008). Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika,
http://ariyanti.freehostia.com.
Zainurie. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik (PMR),
http://zainurie.wordpress.com
Hasil Penelitian :
Diyah. (2007). Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Pada
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa kelas VII SMPN 41
Semarang tahun pelajaran 2006/ 2007 (Skripsi). Malang: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.
Nurhayati, Ai Nani. (2009). Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Dalam
Penanaman Konsep Perkalian Dan Pembagian Bilangan Bulat kelas IV SD
Negeri Cipanas Kec. Tanjung kerta Kab. Sumedang tahun pelajaran 2008/2009
(Skripsi). Malang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Malang
Zulkardi. (2001). Realistic Matematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran,
dan Taman Belajar di Internet. Makalah pada seminar sehari RME di Jurusan
Pendidikan Matematika UPI Bandung pada tanggal 4 April 2001.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
152
PENERAPAN MODEL ACCELERATED LEARNING UNTUK
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X4
SMAN 3 KOTA BIMA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
HARYONO & SUSYANTRI
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang direncanakan
dalam beberapa siklus, dan pada penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua siklus.
Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas X4 SMAN 3 Kota Bima tahun pelajaran
2012/2013 dengan jumlah siswa 34 orang yang terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan
19 orang siswa perempuan. Tiap siklus terdiri dari empat rangkaian kegiatan yaitu
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan evaluasi.
Adapun yang melatar belakangi penelitian ini, yaitu perlunya menerapkan suatu
model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Model yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu accelerated learnig. Sehingga tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk meningkatkan motivasi belajar siswa melalui penerapan
accelerated learnig. Tekhnik analisa data yang digunakan ada dua yaitu analisa
kualitatif dan kuantitatif, analisa kualitatif digunakan untuk mendeskripsi data dan
analisa kuantitatif untuk mengukur motivasi belajar siswa, tekhnik pengumpulan data
yaitu dengan menggunakan angke motivasi belajar siswa.
Hasil penelitian yang didapat adalah motivasi belajar siswa sebelum accelerated
learning diterapkan yaitu 3,086 atau 77,16% dan terjadi peneurunan motivasi belajar
siswa sebesar 0,2855% pada siklus I. Setelah dilakukan perbaikan maka motivasi
belajar siswa meningkat sebesar 1,78% dimana motivasi belajar siswa pada siklus II
yaitu 3,1577 atau 78,94%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan accelerated
learning dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X4 SMAN 3 Kota Bima tahun
pelajaran 2012/2013.
Kata Kunci : accelerated learning, motivasi belajar
PENDAHULUAN
Matematika sendiri dapat ditemui pada pembelajaran matematika SD, SMP,
SMA, hingga perguruan tinggi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Soejadi
matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan dijenjang persekolahan yaitu
Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama, dan Sekolah Menengah yang sesuai dengan
kuriulum. (Zuhriatun, 2012:1). Pembelajaran matematika SMA tidak sama dengan
pembelajaran matematika SD maupun SMP karena dalam pembahasannya telah
mengalami pengembangan materi, oleh karenya pada tingkat SMA anak didik sudah
seharusnya memiliki kemampuan dasar matematika yang tinggi sehingga mampu
mengolah dan mewujudkan proses belajar yang baik, namun berbeda halnya jika anak
didik justru memiliki tingkat kemampuan dasar matematika yang kurang, sebagaimana
permasalahan yang ditemui oleh penulis saat melakukan praktek pengalaman lapangan
(PPL2) di SMAN 3 Kota Bima dimana penulis menemukan banyaknya siswa yang
kesulitan dalam mengolah informasi yang diberikan sehingga secara langsung dapat
memberi pengaruhi pada motivasi belajar anak didik selama proses pembelajaran, hal
ini terlihat selama proses belajar anak didik kurang aktif, tidak maksimal, kurang
kreatif, tidak berani mencoba, tidak banyak bertanya, tidak merasa nyaman, dan tidak
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
153
merasa senang selama proses pembelajaran secara tidak langsung semua ini akan
berpengaruh pada hasil belajar matematika siswa, hal ini sesuai dengan data hasil
evaluasi belajar siswa, dimana hampir seluruh siswa tidak memenuhi standar KKM
yaitu 6,5 untuk mata pelajaran matematika. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis
berpikir perlunya menerapkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan
motivasi belajar anak didik sehingga anak didik lebih mampu dalam memaksimalkan
potensi yang dimiliki, anak didik juga memiliki rasa percaya diri, antusias dalam
pembelajaran, memiliki tujuan dan cita-cita belajar, sehingga pembelajaran dapat lebih
menyenangkan, efektif, dan cepat.
Adapun model yang dimaksud oleh peneliti yaitu model Accelerated teaching.
Dimana menurut Rose dan Nicholl model acceletarated teaching merupakan suatu
model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan menyenangkan,
efektif, dan cepat (Hobri, 2009:148). Adapun keunggulan dari metode ini menurut Rose
dan Nichol yaitu metode ini dapat mengarahkan siswa belajar secara alamiah dengan
menggunakan tekhnik-tekhnik belajar yang cocok dengan karakter dirirnya (Hobri,
2009:147), metode ini juga mampu membuat siswa merasakan bahwa mata pelajaran
akan menjadi hidup dan penting ketika mereka dapat menyaksikan dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Hobri, 2009: 150).
Menurut Rose dan Nicholl model accelerated learning adalah suatu model
mengajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara alamiah dengan menggunakan
tekhnik-tekhnik belajar yang cocok dengan karakter dirinya sehingga mereka akan
merasakan bahwa belajar itu menyenangkan, efektif, dan cepat (Hobri, 2009:147).
Berikut ini beberapa langkah menurut Rose dan Nicholl yang dapat dilkukan untuk
menjadikan belajar itu menyenangkan dan berhasil, antara lain :
a. Menciptakan lingkungan tanpa stres (relaks). Lingkungan yang aman untuk
melakukan kesalahan, namun harapan untuk sukses tinggi.
b. Menjamin bahwa subyek pelajaran adalah relevan. Melihat manfaat dan pentingnya
subyek pelajaran.
c. Menajamin bahwa belajar secara emosional adalah positif
d. Melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan
(Hobri, 2009 : 148)
Dalam penerapan accelerated teaching terdapat enam langkah dasar yang
disingkat dengan M-A-S-T-E-R (Motivating your mind, Acquiring the information,
Searching the meaning, Triggering the memory, Exhibiting what you know, Reflecting).
a. Motivating your mind (memotivasi pikiran)
Menurut Koeswara dkk Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang
menggerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termaksud perilaku belajar (Hobri,
2009: 149).
Cara-cara untuk memotivasi pikiran siswa:
1) Menciptakan linkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan
2) Melihat relevansi atau kesesuaian
3) Kekuatan sugesti
b. Acquiring the information (Memperoleh Informasi)
Seoarang guru dalam menyampaikan informasi harus dapat menyesuaikannya
dengan gaya belajar anak, sebagaimana tiga gaya belajar yang diidentifikasi oleh
prof. Ken dan Rita Dunn yaitu :
1) Visual (belajar melalui melihat sesuatu)
2) Auditori (belajar melalui mendengar sesuatu)
3) Kinestik (belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung) (Hobri.
2009:151)
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
154
c. Searching the meaning (Menyelidiki makna)
Penyelidikan makna bertujuan untuk menghidupkan informasi, menjadikannya
mudah diingat, mengubahnya dari pengetahuan permukaan menjadi pemahaman
yang mendalam, mengaitkan yang baru dengan yang sudah diketahui dan menjadikan
semua dapat digunakan dan bermakna bagi siswa.
d. Triggering the memory (Memicu ingatan)
Memicu ingatan dapat dilakukan dengan mengulang materi pembelajaran.
e. Exhibiting what you know (Memamerkan apa yang anda ketahui)
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana materi yang disampaikan dapat
dikuasai oleh siswa.
f. Reflecting (Merefleksikan)
Refleksi adalah berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau gambaran
terhadap kegiatan dan pengetahuan yang baru saja diterima. Refleksi dapat
membantu siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
dengan pengetahuan yang baru
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model accelerated learning adalah
suatu model pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara menyeluruh dengan
gaya belajar yang sesuai dan mampu memperoleh pemahaman yang mendalam melaui
pola interaksi langsung dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat belajar dengan
motivasi yang tinggi..
Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang bertingkah laku.
Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu
yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya, oleh karena itu perbuatan seseorang yang
didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang
mendasarinya” (Winataputra & Rosita, 1997:102)
MenurutMc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan (Sardiman, 2011 : 73).
Ada dua jenis motivasi:
a. Motivasi Intrinsik
Adalah motivasi yang tercakup didalam dalam situasi belajar dan memenuhi
kebutuhan dan tujuan siswa. Motivasi instrinsik datang dari diri anak sendiri,
motivasi ini sering disebut motivasi murni. Untuk membangun motivasi intrinsik ada
beberapa dapat dilakukan dengan strategi berikut :
1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa
2) Memeberikan kebebasan pada siswa untuk memperluas materi pelajaran sebatas
yang pokok.
3) Memberi banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan
memanfaatkan sumber belajar disekolah.
4) Sesekali memberi penghargaan pada siswa atas pekerjaannya.
5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar.
Ada beberapa strategi untuk membimbing siswa yang termotivasi secara
ekstrinsikdalam proses belajar mengajar :
1) Memperkenalakan tujuan pengajaran sehingga siswa mengetahui dengan jelas apa
yang harus ia capai dalam proses belajar itu.
2) Memonitor kemajuan dan memberikan penguatan pada siswa lebih dari pada
siswa yang memiliki motivasi intrinsik.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
155
3) Menilai setiap tugas siswa dan memberikan komentar secara tertulis atas tugas-
tugas yang berbentuk tulisan
Didalam bukunya, Winataputra dan Rosita mengungkapkan bahwa ada tiga
fungsi motivasi sebagai berikut :
a) Mendorong timbulnya kelakuan atas suatu perbuatan, seperti timbulnya dorongan
untuk belajar.
b) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan ke
pencapaian tujuan yang diinginkan.
c) Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan
dorongan yang tumbuh dari dalam diri siswa yang harus dapat ditingkatkan oleh
seorang guru sebagai upaya untuk membentuk karakter belajar siswa aktif dalam
konteks pembelajaran model accelerated teaching.
METODOLOGI
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu penelitian
tindakan kelas (PTK). Suharsimi dkk (2006:3) Arikunto menyimpulkan bahwa
penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
secara bersama. Dalam Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas penelitian
tindakan kelas adalah penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki
pembelajaran di kelas. Penelitian ini merupakan salah satu upaya guru atau praktisi
dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas X4 SMAN 3 Kota Bima tahun pelajaran 2012-2013, sebanyak 34 orang yang
terdiri dari 15 orang siswa laki-laki, dan 19 orang siswa perempuan.
Menurut Sugiono, dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen harus
“divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya
terjun kelapangan. Validasi yang dimaksud yaitu validasi peneliti sebagai instrumen
meliputi validasi terhadap pemahan metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan
terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian baik
scara akdemik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri,
melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan
teori, dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki
lapangan (Sugiono, 2011:305). Sugiono dalam bukunya menyimpulkan bahwa dalam
penelitian kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka
yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri, tetapi setelah masalahnya yang akan
dpielajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen (Sugiono, 2011 : 307).
Ada beberapa jenis instrumen yang biasa digunakan dalam penelitian baik dalam
tekhnik pengumpulan data maupun pengukurannya, yaitu wawancara, angket atau
kuesioner, observasi, studi dokumenter, dan tes. Dalam Penelitian ini, instrumen yang
digunakan penulis adalah angket. Sukmadinata (2012:219) “angket atau kuesioner
(questionnaire) merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak
langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau
alat pengumpul datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan
yang harus dijawab atau direspon oleh responden”. Angket atau kuesioner
(questionnaire) digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa. Suhardjono
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
156
mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) terdiri atas rangkaian empat
kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada
setiap siklus, yaitu (a) perencanaan, (b) tindakan, (c) pengamatan, (d) refleksi.
Suharsimi dkk (2006:74).
Tekhnik analisa data yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian melalui tiga
tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan hasil analisis, sedangkan
penelitian kuantitatif digunakan untuk menganalisis data motivasi belajar siswa.
Penelitian kuantitatif menggunakan statistik, ada dua macam statistik untuk analisis data
penelitian yaitu analisis deskriptif dan statistik infersial (Sugiono, 2011:207). Untuk
menganalisa data penelitian yang dilakukan pada populasi (tanpa diambil sampelnya)
digunakan statistik deskriptif (Sugiono, 2011:208), dan dalam penelitian ini tekhnik
analisa data yang digunakan penulis adalah statistik deskriptif. “Termasuk dalam
statistik deskriptif antara lain penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran,
pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi sentral),
perhitungan desil, persentil, sedangkan untuk mencari kuatnya hubungan antara variabel
melaui analisis korelasi” (Sugiono, 2011:208).
Secara rinci tekhnik analisa data kuantitatif yang digunakan sebagai berikut :
Data motivasi belajar siswa
Data motivasi belajar siswa yang diperoleh dari data angket atau kuesioner
(questionnaire) diasajikan dalam bentuk tabel, diagram yang di olah atau dihitung
berdasarkan rumus berikut:
Rata-rata motivasi belajar siswa perorang
Msp = ∑ 𝑥
𝑖
Keterangan
Ms : Tingkat motivasi belajar siswa
𝑥 : Skor masing – masing pernyataan perorang
𝑖 : banyaknya pernyataan
Rata-rata motivasi belajar siswa peindikator
Msi = ∑ 𝑥
𝑛
Keterangan
Ms : Tingkat motivasi belajar siswa
𝑥 : Skor masing – masing pernyataan perindikator
𝑛 : banyakny siswa
Rata-rata motivasi belajar siswa keseluruhan
Ms = ∑ 𝑥
𝑖.𝑛
Ms : Tingkat motivasi belajar siswa
𝑥 : Skor keseluruhan masing – masing pernyataan
𝑖 : banyaknya pernyataan
𝑛 : banyakny siswa
Persentasi motivasi belajar siswa keseluruhan
Persentasi motivasi belajar siswa dianalisis dengan rumus persentil berikut
% Ms = Ms
4 × 100%
Skor tiap indikator diberikan berdasarkan ketentuan berikut :
Untuk pernyataan positif :
4 : Sangat setuju, diberi skor 4
3 : Setuju, diberi skor 3
2 : Kurang setuju, diberi skor 2
Untuk pernyataan negatif :
4 : Sangat setuju, diberi skor 1
3 : Setuju, diberi skor 2
2 : Kurang setuju, diberi skor 3
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
157
1 : Tidak setuju, diberi skor 1 1 : Tidak setuju, diberi skor 4
Peningkatan prestasi belajar siswa diperoleh dari perbedaan atau selisih tingkat
motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah siklus
Sebagaimana tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan
model accelerated teaching dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X4 SMAN
3 Kota Bima tahun pelajaran 2012/2013, sehingga indikator keberhasilan penelitian ini
yaitu adanya peningkatan motivasi belajar siswa sesudah pembelajaran.
HASIL PENELITIAN
SIKLUS I
Pada tahap silklus I siswa yang hadir sebanyak 30 orang dengan data motivasi belajar
sebagai berikut :
1) Motivasi belajar siswa perorang Ms = ∑ 𝑥
𝑖 , secara keseluruhan hasil motivasi belajar
siswa perorangan siklus I dapat dilihat pada lampiran hasil analisa data angket silkus
I.
2) Motivasi belajar siswa perindikator Ms = ∑ 𝑥
𝑛 , secara keseluruhan hasil motivasi
belajar siswa perindikator siklus I dapat dilihat pada lampiran hasil analisa data
angket silkus I.
3) Motivasi belajar siswa keseluruhan diolah dengan rumus berikut
Ms = ∑ 𝑥
𝑖.𝑛
Ms = 2214
24.30
Ms = 2214
720
Ms = 3,075
% Ms = 3,075
4 × 100%
= 0,76875 × 100%
= 76,875%
SUKLUS II
Pada tahap silklus II siswa yang hadir sebanyak 28 orang dengan data motivasi
belajar sebagai berikut :
1) Motivasi belajar siswa perorang Ms = ∑ 𝑥
𝑖 , secara keseluruhan hasil motivasi belajar
siswa perorangan siklus II dapat dilihat pada lampiran hasil analisa data angket
silkus II.
2) Motivasi belajar siswa perindikator Ms = ∑ 𝑥
𝑛 , secara keseluruhan hasil motivasi
belajar siswa perindikator siklus II dapat dilihat pada lampiran hasil analisa data
angket silkus II.
3) Motivasi belajar siswa keseluruhan diolah dengan rumus berikut
Ms = ∑ 𝑥
𝑖.𝑛
Ms = 2122
24.28
Ms = 2122
528
Ms = 3,1577
% Ms = 3,1577
4 × 100%
= 0,789 × 100%
= 78,94%
Ms : Motivasi Belajar Siswa
∑ 𝑥 : Jumlah Skor Keseluruhan
𝑖 : Jumlah Indikator
𝑛 : Jumlah Siswa yang
mengisi angket
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
158
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tabel rata-rata motivasi belajar siswa siklus
I (dapat dilihat pada lampiran 11 dan 13) terlihat 13 orang siswa motivasi belajarnya
menurun selama siklus I dibanding dengan prasiklus, dan pada tahap ini penulis kurang
menerapkan accelerated learning secara menyeluruh yaitu kurang memotivasi pikiran
siswa, kurang menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi siswa dan tidak
menuliskan materi pembelajaran secara sistematis sebagai hal utama dalam accelerated
learning, hal lain yang tidak dapat di hindari oleh penulis yaitu minimnya waktu yang
digunakan dalam membahas materi, sehingga siswa sulit menelaah materi secara jauh.
Dari permasalahan yang ditemui selama siklus I yaitu melalui pengamatan dan
analisa hasil pengamatan baik berupa lembar observasi guru (dapat dilihat pada
lampiran 6) maupum data angket motivasi belajar siswa siklus I (dapat dilihat pada
lampiran 11), penulis melakukan berbagai perbaikan pembelajaran, khususnya
penyempurnaan penerapan accelerated learning, antara lain memotivasi pikiran siswa
diawal pembelajaran, menuliskan pembelajaran secara sistematis, menciptakan suasana
belajar yang nyaman serta menyenangkan bagi siswa, disamping memperhatikan
tanggapan siswa selama proses pembelajaran.
Setelah melakukan perbaikan pembelajaran, atau penulis telah melakukan
penyempurnaan penerapapan accelerated learning, barulah penulis dapat mengamati
dan membuat penyimpulan hasil analisis serta menjawab rumusan masalah yang telah
dirangkum pada bab sebelumnya yaitu apakah penerapan accelerated learning dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X4 SMAN 3 Kota Bima tahun pelajaran
2012-2013.
Perbaikan atau data hasil pengamatan siklus II berupa lembar observasi guru dan
data angket motivasi belajar siswa siklus II dapat dilihat pada lampiran 7, 12, dan 13.
Dari data lembar observasi guru siklus II, terlihat bahwa peneliti telah menerapakan
dengan baik penelitiannya, atau dapat dikatakan accelerated learning telah diterapkan
secara baik dan menyeluruh, dan dari hasil pembelajaran tersebut terjadi peningkatan
rata-rata motivasi belajar siswa secara menyeluruh (dapat dilihat pada lampiran 12 dan
13), hanya saja masih ditemukan 8 orang siswa yang motivasi belajarnya belum
meningkat, akan tetapi dari 8 orang tersebut 6 orang siswa mengalami peningkatan
motivasi belajar dari siklus I meskipun tidak melebihi prasiklus. Sehingga dapat dibuat
simpulan analisis setelah accelerated learning diterapkan dengan baik dan menyeluruh,
terjadi peningkatan rata-rata motivasi belajar siswa meskipun beberapa siswa ( 8 orang
siswa) tidak mengalami peningkatan motivasi belajar.
Secara keseluruhan data motivasi belajar siswa kelas X4 SMAN 3 Kota Bima
setelah atau sebelum diterapkan accelerated learning dirangkum sebagai berikut :
1. Motivasi belajar siswa prasiklus 3,086 atau 77,16%
2. Motivasi belajar siswa Siklus I 3,075 atau 76,875% atau dengan kata lain menurun
0,2855% (sebanyak 13 orang siswa)
3. Motivasi belajar siswa 3,1577 atau 78,94% atau dengan kata lain mengalami
peningkatan 1,78% (hanya saja terdapat 8 orang siswa belum meningkat)
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
Penerapan accelerated learning dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X4
SMAN 3 Kota Bima tahun pelajaran 2012/2013 sebesar 1,78%, hal ini dibuktikan
melalui data yang diperoleh pada tahap prasiklus (sebelum penerapan acccelerated
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
159
learning) siswa memiliki motivasi belajar 3,086 atau 77,16%. Pada tahap siklus I
motivasi belajar siswa 3,075 atau 76,875%, pada tahap ini motivasi belajar siswa
menurun 0,011 atau 0,2855%. Pada tahap siklus II, penulis telah melakukan beberapa
perbaikan, sehingga terlihat peningkatan motivasi belajar siswa yaitu 0,0717 atau
1,78% dari tahap prasiklus atau dengan kata lain motivasi belajar siswa pada tahap
siklus II naik 1,78%., dimana motivasi belajar siswa pada siklus II 3,1577 atau 78,94%.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan & Ahmadi, Iif, Khoiru. 2010 Proses Pembelajaran Kreatif dan Inofatif
dalam Kelas. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
Anonimous. 2012. Pengertian Matematika, (Online),
(http://www.sarjanaku.com/2011/06/pengertian-matematika.html, diakses 12
April 2013)
Arif, M Saikhul. 2011. Pengertian Metode Pembelajaran, (online),
(http://matahati99.blogspot.com/2013/02/pengertian-metode-pembelajaran.html,
diakses 12 April 2013)
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar.Jakarta : Rineka Cipta
Faryanti. 2010. Pengaruh Kemampuan Numerik Terhadap Prestasi Belajar pada Mata
Pelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMPN 2 Woha. STKIP Taman Siswa
Bima
Hobri. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jember: Center for Society Studies
(CSS)
Nisa, Zuhriatun. 2012. Upaya Peningkatan Prestasi BelajarSiswa Kelas II SDN 72 Kota
Bima pada Materi Bangun Datar melalui penerapan Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) Tahun Pelajaran 2011/2012. STKIP Taman Siswa
Bima
Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : RajaGrafindo
Persada
Sugiono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung : Alfabeta
Suharsimi, Arikunto. Suhardjono. & Supardi. 2006. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta :
Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana, Syaodih. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Suranto, Sukidin & Basrowi. 2008. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Insan
Cendekia
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
160
Tauhid. 2010. Analisis kesalahan Dalam Menyelesaikan Operasi hitung Bentuk Aljabar
pada Siswa Kelas VII SMPN 3 Bolo Tahun Pelajaran 2009/2010. STKIP Taman
Siswa Bima
Winataputra, udin S. & Rosita, Tita. 1997 Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Depdikbud.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
161
PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS
(TGT) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA FISIKA PADA SISWA KELAS IX
SMP NEGERI 14 KOTA BIMA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI
Endang Susilawati & Ema Susanti
.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh tipe Teams Games
Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar IPA Fisika pada siswa kelas IX SMPN 14
Kota Bima Tahun Pelajaran 2015/2016.
Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen. Pengambilan sampel dalam
penelitian ditentukan dengan teknik Cluster Random Sampling (pengambilan sampel
berkelompok secara acak). Populasi dari penelitian adalah kelas IX SMP Negeri 14
Kota Bima, dan sampelnya adalah 34 orang siswa dari kelas IXA sebagai kelas
eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan tipe Teams Games Tournaments
(TGT) dan 34 orang siswa dari kelas IXB sebagai kelas kontrol yang diberikan
perlakuan dengan metode diskusi. Bentuk instrumen penelitian menggunakan soal
pilahan ganda dengan uji validitas dan uji reliabelitas. Metode pengujian hipotesis yang
digunakan adalah separated varians (perbandingan) uji-t.
Hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata siswa pada kelas eksperimen 56,858 lebih
baik daripada siswa pada kelas kontrol 50,812. Selain itu dari uji yang dilakukan tanpak
bahwa nilai thitung = 1,99, sedangkan ttabel = 1,671. Karena thitung > ttabel maka H0
ditolak dan Ha diterima . Sehingga ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh model
kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar IPA Fisika
siswa kelas IX SMPN 14 Kota Bima Tahun Pelajaran 2015/2016.
Kata Kunci: Tipe Teams Games Tournaments (TGT), metode diskusi, hasil belajar.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Apalagi
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut dukungan dari
berbagai faktor, salah satunya adalah faktor pendidikan, yaitu pendidikan yang
berkualitas dan bermutu. Untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan bermutu
perlu dilakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan dalam segala aspek yang
mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Aspek-aspek tersebut meliputi kurikulum,
serana dan prasaranan, guru, siswa, dan strategi pengajaran serta dengan didukung oleh
media yang digunakan. Lebih dari itu, banyak pakar yang mengatakan bahwa sebaik
apapun materi pelajaran yang dipersiapkan tanpa diiringi dengan model pembelajaran
yang tepat pembelajaran tidak akan mendatangkan hasil yang maksimal (Rahmatiah,
2011 : 2).
Kebanyakan saat ini dalam kegiatan belajar mengajar guru hanya menggunakan
metode diskusi. Mereka tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan tersebut bias
memendam atau menghilangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa. Metode
diskusi tersebut dirasakan kurang relevan apabila diterapkan dalam kondisi seperti
sekarang ini, meskipun salah satu metode tersebut masih ada yang relevan apabila
diterapkan untuk materi yang bersifat teoritis (Rahmatiah, 2011: 2).
Berdasarkan hasil pengamatan di SMPN 14 Kota Bima bulan september 2014
ditemukan beberapa kendala antara lain : pada saat proses pembelajaran berlangsung
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
162
masih ada siswa yang keluar masuk, mengantuk, sengaja tidak membawa alat tulis, dan
pada jam terakhir ada yang bolos. Dari masalah yang telah dipaparkan tersebut dapat
disimpulkan yaitu, kurangnya motivasi dari guru dan siswa dan pada akhirnya hasil
belajar siswa menurun.
SMPN 14 Kota Bima merupakan salah satu intitusi pendidikan yang mengajarkan
IPA Fisika sebagai salah satu pelajaran yang diajarkan. Pembelajaran IPA Fisika yang
berlangsung di SMPN 14 Kota Bima sudah baik hanya saja masih perlu penekanan pada
hal-hal tertuntu seperti aktivitas siswa belum maksimal, motivasi belajar siswa masih
perlu ditingkatkan lagi dan penggunaan media yang sesuai dengan materi diajarkan
khususnya media cetak yang merupakan media sangat menunjang dalam kegiatan
belajar mengajar.
Materi Listrik Statis merupakan salah satu bab yang diajarkan pada pelajaran
IPA Fisika SMPN 14 Kota Bima. Hasil belajar siswa dalam mempelajari materi ini
sudah cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan lagi agar hasil yang didapatkan lebih
maksimal.
Tipe Teams Games Tournaments (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan. Model kooperatif
tipe Teams Games Tournaments (TGT) memiliki banyak kesamaan dengan STAD,
tetapi menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan.
Hubungan tipe Teams Games Tournaments (TGT) dengan hasil belajar yaitu
memberikan peluang siswa untuk lebih aktif saat proses pembelajaran berlangsung,
karena mereka biasa belajar sambil bermain (Slavin, 2009: 163).
Slavin (2009: 45) melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh
pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara implisit
mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran tipe Teams Games
Tournaments (TGT), sebagai berikut:
a. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan tipe Teams Games Tournaments
(TGT) memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial
mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
b. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung
dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
c. Tipe Teams Games Tournaments (TGT) meningkatkan harga diri sosial pada siswa
tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
d. Tipe Teams Games Tournaments (TGT) meningkatkan kekooperatifan terhadap yang
lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit).
e. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu
yang lebih banyak.
f. Tipe Teams Games Tournaments (TGT) meningkatkan kehadiran siswa di sekolah
pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors
atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran tipe Teams
Games Tournaments ( TGT) adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai
individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk
mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.
1. Kelebihan Pembelajaran tipe Teams Games Tournaments (TGT)
Tipe Teams Games Tournaments (TGT) ini mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari pembelajaran tipe Teams Games Tournaments (TGT)
antara lain:
a) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
163
b) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
c) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
d) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
e) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
f) Motivasi belajar lebih tinggi
g) Hasil belajar lebih baik
h) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
(Slameto, 2010: 54).
2. Kelemahan tipe Teams Games Tournaments (TGT)
Kelemahan dari pembelajaran tipe Teams Games Tournaments (TGT) antara
lain:
a. Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen
dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak
sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu
yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu
yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai
kelas secara menyeluruh.
b) Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.Untuk mengatasi kelemahan ini,
tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan
akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa
yang lain (Slameto, 2010: 55).
3. Sintaks tipe Teams Games Tournaments (TGT)
Ada 5 komponen utama dalam model kooperatif tipe Teams Games
Tournaments (TGT) yang secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :
Langkah 1 : Presentasi di Kelas
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa dengan
ceramah, diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada karakteristik materi
yang sedang disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang bersangkutan.
Pada kesempatan ini guru harus memberitahu siswa agar cermat mengikuti proses
pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat
untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor kuis yang akan diperoleh
sangat menentukan skor tim mereka.
Langkah 2 : Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok)
Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6
orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi
kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar mengkaji
materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan
akademiknya kurang sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis.
Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar sesama
anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban antar siswa.
Langkah 3 : Tahap Permainan (Games Tournaments)
Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan. Materinya terdiri dari
sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru
pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa setelah
memperoleh informasi secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya. Dalam
permainan ini, posisi meja turnamen diatur sebagai berikut (Sumber: Slavin, 2009:
166).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
164
Untuk menyatakan suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil,
setiap guru memilki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun,
untuk mengamalkan persepsi sebaiknya kita berpedoman, antara lain bahwa “ suatu
proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila
tujuan intruksional khusus (TIK)-nya dapat tercapai” ( Djamarah, 2010: 105).
Hasil belajar adalah kemampuan yang di miliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil beljar dapat memberikan informasi
kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya
melalui kegiatan. Selanjutnya dari inrormasi tersebut guru dapat menyusun dan
membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan maupun
individu (Muhibbin Syah, 2009: 198).
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut
terjadi teruma berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran
dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa hasil
belajar merupakan perubahan tingkat laku sebagai akibat dari proses belajar.
Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan
pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasil belajar
sebagai perubahan tingkat laku yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah efektif
dan rana psikomotorik. Hasil belajar yang akan dievaluasi meliputi tiga aspek
METODOLOGI
Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi eksperimen. Quasi eksperimen
merupakan pengembangan dari true eksperimental design. Desain ini mempunyai
kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variable-variabel luar
yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2010: 77).Desain penelitian
adalah Nonequivalent Control Group Design. Desain ini hamper sama dengan pretest-
posttest control group design, Dalam pe
nelitian ini akan diberikan perlakuan yaitu untuk kelas eksperimen menggunakan
model koopertif tipe teams games tournaments (TGT) (P1) dan model pembelajaran
diskusi (P2). Desain penelitian dapat ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 02. Desain penelitian Kelas Prestest Perlakuan Postest
Kelas eksperimen O1 P1 O2
Kelas Kontrol O1 P2 O2
Keterangan :
O1 : Prestest (tes awal)
O2 : Postest (tes akhir)
P1 : Perlakuan dengan model pembejaran kooperatif (Teams Games Tournaments).
P2 : Perlakuan dengan model pembelajaran non kooperatif (diskusi). (Sugiyono, 2009:
83).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas SMPN
14 Kota Bima tahun pelajaran 2015/2016 yang tersebar dalam empat (4) kelas yang
berjumlah 131 siswa.
Tabel 03. Jumlah populasi No Kelas Jumlah Siswa
1 IXA 34 orang
2 IXB 34 orang
3 IXC 33 orang
4 IXD 30 orang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
165
Jumlah 131 orang
Teknik penarikan sampel adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya
sampai sesuai dengan ukuran populasi yang akan dijadikan sumber data dengan
memperhatikan sifat dan penyebaran populasi. Teknik pengambilan yang digunakan
adalah Cluster Random Sampling, yaitu untuk menentukan sampel bila objek yang akan
diteliti sangat luas dengan memilih secara acak dari populasi yang telah ditetapkan
dengan diambil dua kelas untuk dijadikan kelompok kelas eksperimen I dan kelompok
kelas eksperimen II. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah kelas IXA sebagai kelas
eksperimen dan kelas IXB sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa untuk setiap
kelasnya sebagai berikut:
Tabel 04. Jumlah Sampel No Kelas Jumlah
1 IXA 34 Orang
2 IXB 34 Orang
Jumlah 68 Orang
Instrumen penelitian adalah alat/fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti
lebih cermat, lengkap dan sistematik sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006:
160). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes hasil belajar.
Untuk keperluan pengumpulan data dikembangkangkan instrumen penelitian yaitu
Instrumen hasil belajar IPA fisika. Pengukuran hasil belajar dilakukan dengan
menggunakan instrument buatan sendiri oleh peneliti.. Bentuk tes yang digunakan
dalam penelitian ini adalah soal tes berbentuk pilihan ganda dan setiap Instrumen yang
digunakan untuk mengambil data dalam setiap penelitian harus diuji validitas alat
ukurnya. Sebelum instrumen digunakan, maka terlebih dahulu diuji coba atau kalibrasi
supaya mendapatkan instrumen yang memenuhi syarat validitas dan reliabilitasnya
1. Uji validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan dan kesahihan
suatu instrument. Uji validitas ini di lakukan pada siswa kelas IXA sampai dengan
IXB SMPN 14 Kota Bima yang berjumlah 48 siswa.
Validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang
dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Analisis validitas
dilakukan dengan menggunakan persamaan korelasi r product moment dengan angka
kasar (Arikunto, 2002: 187).
𝑟𝑥𝑦=𝑁.∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
√{(𝑁.∑ 𝑋2)−(∑ 𝑋)2}{(𝑁.∑ 𝑌2)−(∑ 𝑌)2}..........................................(3.1)
Keterangan:
rxy = Koofisien korelasi antara variabel variabel X dan variabel Y
N = Jumlah siswa
∑X = Jumlah nilai variabel X
∑Y = Jumlah nilai variabel Y
∑XY = Jumlah nilai perkalian variabel X dan variabel Y
(∑X)2 = Jumlah nilai variabel X di kuadradkan
(∑Y)2 = Jumlah nilai variabel Y di kuadradkan
∑X2 = Jumlah kuadrat nilai variabel X
∑Y2 = Jumlah kuadrat nilai variabel
Nilai rxy akan di konsultasikan dengan tabel r product moment dengan taraf
kepercayaan 95% dengan alasan penulis bersedia menanggung resiko sebesar 5%
dalam taraf keberartiran. Jadi kemungkinan yang tejadi yaitu:
a. Jika rxy > rtabel maka soal tersebut dikatakan valid
b. Jika rxy < rtabel maka sola tersebut dikatakan tidak valid
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
166
2. Uji Reliabilitas
Analisis Releabilitas suatu test dan atau alat ukur lainnya, pada hakekatnya
menguji keajengan pertanyaan test. Untuk mencari reliabel soal digunakan rumus
Sperman Brown (Arikunto, 2002: 189) yaitu:
𝑟11= 2𝑥𝑟
11 12 2
1+𝑟12
..........................................................................................(3.2)
Keterangan:
r11 = Koefisien realibilatas insrumen seluruh test
r1/21/2 = Menyatakan releabilitas separuh test
Nilai r11 akan dikonsultasikan dengan tabel r product moment.
Jadi kemungkinan yang terjadi yaitu:
a. Jika r11 > rtabel maka soal tersebut dikatakan reliabel.
b. Jika r11> rtabel maka soal tersebut dikatakan tidak reliabel.
Teknik Analisis Data
a) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari
gejala yang diselidiki terdistribusi normal atau tidak, rumus yang digunakan
(Riduwan, 2010).
e
eok
i f
ff2
1
2
................................ ........ ....................................... (3.3)
Keterangan:
𝑥2 = Chi kuadrat
fo = Frekuensi hasil pengamatan
fh = Frekuensi hasil harapan
Kriteria hipotesis terdistribusi normal jika x2hitung < x2
tabel
b) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk membuktikan kedua sampel homogen data
dapat dicari dengan rumus uji-F, yaitu:
F = 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙............................................................................(3.4)
Varians adalah rata-rata hitung deviasi kuadrat setiap data terhadap rata-rata
hitungannya. Dengan kriteria pengujian jika Fhitung ≥ Ftabel berarti tidak homogen dan
jika Fhitung≤ Ftabel berarti homogen pada taraf signifikan 5%.
b) Uji Hipotesis
Untuk menghitung pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif
tipe Teams Games Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar fisika pada siswa
dilakukan uji-t dengan rumus:
Menguji hipotesis perbedaan tipe Teams Games Tournaments (TGT) maka
dapat digunakan uji- t (separated varians) perbandingan. Adapun rumus yang
digunakan adalah.
𝑡 = �̅�1 − �̅�2
√𝑆1
2
𝑛1+
𝑆22
𝑛2
Keterangan : �̅�1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen
�̅�2 = Nilai rata-rata kelas kontrol
𝑆12 = Varians kelas eksperimen
𝑆22 = Varians kelas kontrol
𝑛1 = Jumlah sampel kelas eksperimen
𝑛1 = Jumlah sampel kelas kontrol
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
167
Adapun kriteria hipotesis yaitu sebagai berikut:
1. Jika t-hitung > t-tabel, Ha diterima dan Ho ditolak (ada pengaruh tipe Teams Games
Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar siswa kelas IX SMP Negeri 14 Kota
Bima tahun pelajaran 2014/2015.
2. Jika t-hitung < t-tabel, Ha ditolak dan Ho diterima (tidak ada pengaruh tipe Teams
Games Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar siswa kelas IX SMP Negeri 14
Kota Bima tahun pelajaran 2014/2015.
HASIL PENELITIAN
1. Uji Homogenitas
Uji homogenitas data pre test yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
Fisher, kriteria pengujian ini digunakan yaitu kedua kelompok sampel dinyatakan
homogen apabila Fhit < Ftab, karena Fhit = 1,029 < Ftab 18,5 maka dikatakan bahwa
kedua data tersebut homogen. Untuk lebih jelasnya peneliti sajikan tabel perhitungan
uji homogenitas dibawah ini.
Tabel 05. Pengujian Homogenitas Nilai Varians Sampel Jenis Variabel
Kelas Ekperimen Kelas Kontrol
S 1,029 14,26
N 34 34
Untuk lebih lengkapnya data analisis pengujian homogenitas pre test kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol .
2. Uji Normalitas
a. Uji Normalitas Nilai Pre Test Kelompok Eksperimen
Uji normalitas dilakukan dengan mengunakan uji Chi-Kuadrat. Dari hasil
pengujian pada kelompok eksperimen didapat harga Chi-Kuadrat hitung
(X2hit)= 5,61 harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga Chi
Kuadrat (X2tab), Dk = k – 1 = 6 – 1 = 5. Bila dk 5 dan taraf kesalahan 5% α =
0,05 maka didapat X2tab = 11.070, karena X2
-hit = 4,65 ≤ X2-tab = 11,070, maka
data Distribusi Normal.
Tabel 06. Pengujian Normalitas Kelompok Eksperimen Data Eksperimen
N 34
X2hit 4,65
X2tab 11.070
Kesimpulan Distribusi Normal
b. Uji Normalitas Pre Test Kelas Kontrol
Data hasil pengujian pre test pada kelompok kontrol didapat harga Chi-
Kuadrat hitung (X2hit)= 2,82 harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan
harga Chi Kuadrat (X2tab), Dk = k – 1 = 6 – 1 = 5. Bila dk 5 dan taraf
kesalahan 5% α = 0,05 maka didapat X2tab = 11.070, karena X2
-hit = 2,82 ≤
X2-tab = 11,070, maka data Distribusi Normal. Untuk lebih jelasnya peneliti
menyajikan dalam bentuk tabel uji normalitas dibawah ini.
Tabel 07. Pengujian Normalitas Pre Test Kelompok kontrol Data Eksperimen
N 34
X2hit 2,82
X2tab 11.070
Kesimpulan Distribusi Normal
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
168
c. Uji Normalitas Siswa Kelompok Eksperimen
Uji normalitas dilakukan dengan mengunakan uji Chi-Kuadrat. Dari hasil
pengujian siswa didapat harga Chi-Kuadrat hitung (X2hit) = 9,3 bila Dk = k – 1
= 6 – 1 = 5. Bila dk 5 dan taraf kesalahan 5% α = 0,05 maka didapat X2tab =
11.070, karena X2-hit = 9,3 ≤ X2-
tab = 11,070, maka data Distribusi Normal.
Untuk lebih jelasnya peneliti menyajikan dalam bentuk tabel uji normalitas
dibawah ini.
Tabel 08. Pengujian Normalitas Siswa Kelompok Eksperimen Data Eksperimen
N 34
X2hit 9,3
X2tab 11.070
Kesimpulan Distribusi Normal
d. Uji Normalitas Siswa Kelompok Kontrol
Uji normalitas dilakukan dengan mengunakan uji Chi-Kuadrat. Dari hasil
pengujian siswa didapat harga Chi-Kuadrat hitung (X2hit)= 5,45 harga tersebut
selanjutnya dibandingkan dengan harga Chi Kuadrat (X2tab), Dk = k – 1 = 6 –
1 = 5. Bila dk 5 dan taraf kesalahan 5% α = 0,05 maka didapat X2tab = 11.070,
karena X2-hit = 5,45 ≤ X2-
tab = 11,070, maka data Distribusi Normal. Untuk
lebih jelasnya peneliti menyajikan dalam bentuk tabel uji normalitas dibawah
ini.
Tabel 09 Pengujian Normalitas Siswa Kelompok Kontrol Data Eksperimen
N 34
X2hit 5,45
X2tab 11.070
Kesimpulan Distribusi Normal
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini mengunakan uji t (separated
varian), model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) sebagai kelas eksperimen,
metode konvesional sebagai kelompok kelas kontrol tampa diberikan perlakuan
dengan mengunakan metode diskusi. Sebelum dilakukan uji t terlebih dahulu
menghitung nilai standar deviasi siswa kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai standar deviasi untuk
tipe Teams Games Tournaments (TGT) siswa kelompok eksperimen 9,3 dan
metode diskusi siswa kelompok kontrol 5,45. Untuk lebih jelas peneliti sajikan
data selengkapnya dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 10. Pengujian Hipotesis Hasil Belajar Kelompok Hasil Belajar Siswa Standar Deviasi thitung ttabel Taraf Signifikan
Eksperimen 9,3 53,18 1,99 1,671 0,05
Kontrol 5,45 50,93
Untuk lebih lengkapnya data analisis pengujian uji t (saparated varian) tipe
Teams Games Tournaments (TGT) kelompok eksperimen dan metode diskusi
kelompok kontrol.
Setelah mendapatkan nilai standar deviasi, kemudian menghitung nilai thitung
dengan mengunakan uji t (separated varian), dimana diperoleh nilai thitung adalah
1,99 sedangkan nilai ttabel adalah 1,671 dengan dk = (𝑛1+𝑛2-2) = (34+34-2) = 66
dan taraf signifikan 5 %. Karena nilai thitung > nilai ttabel maka dapat disimpulkan
bahwa Ho ditolak dan Ha diterima berarti ada pengaruh tipe Teams Games
Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa kelas IX pada SMPN 14 Kota
Bima tahun pelajaran 2014/2015.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
169
Dari uji di atas tanpak bahwa nilai t hitung = 1,99 sedangkan ttabel = 1,671 .
Karena thitung < ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh tipe Teams Games Tournaments (TGT)
terhadap hasil belajar siswa kelas IX SMPN 14 Kota Bima Tahun Pelajaran
2015/2016.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dalam analisis data diperoleh nilai thitung ˃ ttabel pada
taraf signifikan 5% ini menunjukkan ada perbedaan hasil belajar yang dicapai antara
kedua kelompok. Nilai thitung yang diperoleh sebesar (1,99) lebih besar dari nilai ttabel
(1,671) maka Ha diterima dan Ho ditolak sehingga hasil penelitian ini sangat signifikan.
Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) adalah jenis
pembelajaran kooperatif, dimana siswa setelah belajar dalam kelompok diadakan
Tournaments akademik, dalam Tournaments tersebut, siswa akan berkompetisi sebagai
wakil-wakil dari kelompok mereka dengan anggota dari kelompok lain yang
berkemampuan sama. Nilai yang diperoleh dari Tournaments akan menjadi nilai dari
masing-masing kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) adalah salah satu
pembelajaran kooperatif dimana siswa setelah belajar dalam kelompok diadakan
Tournament akademik, dalam tournament tersebut, siswa akan berkompetisi sebagai
wakil-wakil dari kelompok mereka dengan anggota dari kelompok lain yang
berkemampuan sama. Nilai yang diperoleh dari Tournament akan menjadi nilai dari
masing-masing kelompok. Hal ini didukung oleh pendapat Slavin bahwa penghargaan
tim dan tanggung jawab individual sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar.
Di dalam proses belajar mengajar Fisika pada preses belajar mengajar sebaiknya
menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT) karena dengan menggunakan tipe
Teams Games Tournaments (TGT) pada penelitian ini mampu mencapai hasil belajar
yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai yang dicapai pada kedua kelompok
pada tabel data hasil belajar. Kelompok eksperimen (tipe Teams Games Tournaments)
nilai rata-ratanya sebesar. Tercapainya hasil belajar tersebut karena dari eksperimen
yang dilakukan pada siswa yang menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT)
tampak aktif dan tekun dalam mengerjakan tugas.
Dengan melihat hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan manfaat belajar
menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT) yaitu:
1. Dengan belajar menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT) dapat
mempertinggi hasil belajar baik.
2. Dengan belajar menggunakan tipe Teams Games Tournaments (TGT), setiap siswa
lebih sanggup melihat kekurangan-kekurangannya terhadap suatu materi pelajaran
tertentu, sehingga dengan bantuan kelompok game siswa dapat menutup kekurangan-
kekurangan tersebut.
3. Dengan belajar menggunkan tipe Teams Games Tournaments (TGT), materi
pelajaran yang dianggap rumit akan dapat dikuasai dengan baik karena banyak siswa
yang ikut memecahkannya.
Berdasarka apa yang dikemukakan di atas, penggunaan tipe Teams Games
Tournaments (TGT) pada penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
meningkatkan motivasi belajar dan setiap siswa lebih sanggup melihat kekurangan-
kekurangannya pada materi pelajaran tertentu, sehingga mendorong aktivitas siswa
dalam belajar.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
170
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh tipe Teams
Games Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar IPA Fisika siswa pada kelas IX
SMPN 14 Kota BimaTahun 2015/2016.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
________2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Desstiya, A. 2012. Pengaruh metode TGT munggunakan media animasi dan kartu
dengan memperhatikan kemampuan memori dan gaya belajar siswa pada kelas
XI di Muhammadiyah 1 Sukarta. Jurnal Inkuiri Volume 01 Nomor 03. Diakses
melalui http:// jurnal.pasca.uns.ac.ad.id. Pada tanggal 11 Mei 2015.
Djamarah, S. B. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhibbin, S. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Rahmatiah. 2011. Upaya peningkatan kualitas pembelajaran Fisika dengan
menerapkan Starategi Elaborasi(Review, self-Quest clarification) dan pengajuan
masalah dengan menggunakan bantuan modul Berilustrasi Gambar pada kelas
VIIIA SMPN 1 Bolo. Skripsi. STKIP Taman Siswa Bima
Riduwan. 2009. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Rajawali Pers.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Slavin, R. E. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa
Media
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta.
Sukmawan, A. 2013. Penerapan Model Pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap
hasil belajar materi menggiring Bola pada permainan sepak Bola (Studi pada
siswa kelas X SMA Tanwir Surabaya). Jurnal Pendidikan Olahraga dan
kesehatan volume 01 nomor 03.Diakses melalui
https://www.google.com/search?q=9&ie=utf-8&oe=utf-
8#q=jurnal+pendidikan+nasional+pembelajaran+kooperatif pada tanggal 11 Mei
2015.
Supriyadi. 2008. Kurikulum Sains dalam Proses Pembelajaran Sains. Yogyakarta:
CV.Andi Offset.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
171
Winatapura, U. S. 1992. Strategi Belajar IPA. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud.
Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi.
Bandung: Pakar Raya.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
172
EFEKTIFITAS MOVING CLASS DALAM PENINGKATAN
PRESTASI BELAJAR FISIKA
ASRIYADIN
Dosen Prodi Pendidikan Fisika STKIP Taman Siswa Bima
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efektivitas moving class dalam
peningkatan prestasi belajar fisika. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen
(experimental research) dengan bentuk posttest-only control design. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA PIRI 1 Yogyakarta tahun pelajaran
2010/2011, yang terdiri dari kelas X.A dan kelas X.B sebanyak 60 siswa. Oleh karna
penelitian ini memerlukan dua kelas, yaitu sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol,
maka seluruhnya diambil sebagai sampel. Jadi penelitian ini merupakan penelitian
populasi. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu dengan
menggunakan metode tes dengan instrument lembar tes. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan SPSS seri 19 dengan alat uji yang digunakan: uji normalitas dengan
kolmogorov-smirnov, uji homogenitas dengan Lavene statistik, dan uji independent
sampel test. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelas yang diterapkan moving class dengan kelas yang tidak
diterapkan moving class.
Kata kunci : Moving class, Prestasi belajar.
PENDAHULUAN
Mata pelajaran fisika merupakan pelajaran yang paling dianggap sulit (Kompas,
2009). Banyak faktor yang menyebabkannya, ini tidak terlepas dari faktor siswa, guru,
bahan pelajaran dan metode mengajar yang digunakan oleh guru. Usaha peningkatan
kualitas pendidikan fisika merupakan tantangan bagi setip guru fisika untuk selalu
memperbaiki dan meningkatkan profesionalismenya sesuai tuntunan jaman.
Guru memiliki peran yang amat penting, terutama sebagai pelaku perubahan
melalui proses pembelajaran. Oleh karena itu, agar dapat berperan dengan efektif dan
profesional, guru harus memiliki beberapa persyaratan, antara lain keterampilan
mengajar, berpengetahuan, memiliki sikap profesionalisme, menciptakan dan
menggunakan media, memilih metode mengajar yang sesuai, memanfaatkan teknologi,
mengembangkan kurikulum, dan bisa memberikan contoh dan teladan yang baik
(Baedhowi, 2008, 3).
Dalam proses belajar mengajar, siswa tidak hanya menjadi pendengar dan
mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Meskipun dalam hal ini siswa dapat
dikatakan melakukan aktivitas, akan tetapi masih pada tataran kegiatan pasif. Mengingat
pentingnya pengajaran fisika, maka pengembangan proses belajar mengajar perlu
dikembangkan pada situasi yang kondusif yang dapat memberikan kesempatan seluas-
luasnya bagi siswa untuk dapat terlibat dalam proses belajar mengajar secara aktif.
Untuk dapat melibatkan dan mengaktifkan siswa maka diperlukan metode pengajaran
yang sesuai.
Sesuai dengan karakteristik fisika yaitu mempelajari gejala alam, tentunya akan
lebih tepat bila siswa tidak hanya sekedar menghafal fakta-fakta atau konsep-konsep
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
173
tentang gejala alam, melainkan dengan cara siswa mengamati, menyelidiki, untuk
menemukan konsep-konsep tersebut. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut tugas
guru tidak hanya memberikan pengetahuan atau informasi tetapi menyiapkan situasi
yang tepat membawa siswa untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen serta
menemukan konsep sendiri. Dengan demikian, guru perlu menyiapkan suatu kondisi
yang nantinya dapat melibatkan siswa secara aktif dan mampu mengembangkan
keterampilan-keterampilan pemikirannya.
Pada umumnya seorang siswa dalam proses pembelajaran akan dilakukan
pada suatu kelas dari pagi sampai siang secara rutin. Setiap pergantian jam
pelajaran, seorang siswa menunggu guru yang akan mengajarnya dengan masih
tetap berada di ruangan tersebut. Seringkali ada siswa yang merasa bosan dengan
suasana kelasnya kemudian ada yang keluar baik ke kamar kecil ataupun sekedar
keluar ruangan agar sedikit mengurangi kebosanannya. Oleh karena itu, untuk
menciptakan suatu lingkungan belajar yang baru, akan diadakan penerapkan sistem
pembelajaran dengan cara kelas bergerak (moving class). Dengan cara ini diharapkan
siswa akan lebih bersemangat dalam belajar karena seorang siswa akan berpindah
ruangan kelas dengan cara mendatangi ruangan yang khusus untuk belajar pada mata
pelajaran tertentu. Setiap guru mata pelajaran mempunyai ruangan tersendiri dan siswa
yang akan mengikuti pelajarannya akan mendatangi ruangannya.
Penerapan moving class diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi siswa
seperti motivasi belajar dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa di
sekolah. Adanya aktivitas yang meningkat ini diharapkan akan merubah cara belajar
siswa dari belajar pasif menjadi cara belajar aktif, sehingga dapat lebih mudah
menguasai atau menyerap materi-materi yang diajarkan oleh guru di sekolah, atau
dengan kata lain dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
Dalam sistem moving class, guru bidang studi memiliki kelas tersendiri. Hal
tersebut memberi keuntungan bagi guru bidang studi untuk menata kelas,
mengondisikan kelas sesuai tujuan pembelajaran, dan menyediakan media sesuai
kebutuhan pembelajaran. Pada sistem moving class, aroma tiap mata pelajaran akan
berbeda tercium oleh siswa. Suasana ruangan kelas yang lain berbeda dengan suasana
ruangan fisika yang diterapkan melalui moving class sehingga siswa tidak merasa jenuh
dalam menghadapi pelajaran.
Moving class yaitu sistem dimana muridnya pindah kelas dari satu pelajaran ke
kelas pelajaran lainnya (Marina, 2007, 4). Pada umumnya, moving class adalah salah
satu pola pengelolaan kelas bercirikan siswa yang mendatangi kelas bidang studi. Setiap
jam pelajaran berganti maka siswa akan meninggalkan kelas, kemudian memasuki kelas
selanjutnya berdasarkan mata pelajaran yang dijadwalkan.
Konsep moving class mengacu pada pembelajaran kelas yang berpusat pada siswa
untuk memberikan lingkungan yang dinamis sesuai dengan bidang yang dipelajarinya.
Penerapan moving class, dimana pada saat subjek mata pelajaran berganti maka siswa
akan meninggalkan kelas menuju kelas lain sesuai mata pelajaran yang dijadwalkan,
jadi siswa yang mendatangi pendamping, bukan sebaliknya. Keunggulan sistem ini
adalah para siswa lebih punya waktu untuk bergerak, sehingga selalu segar untuk
menerima pelajaran. Sementara para pendamping dapat menyiapkan materi terlebih
dahulu. Kemampuan belajar setiap anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan. Siswa-siswa akan tumbuh dengan baik jika mereka dilibatkan secara
alamiah dalam proses belajar yang didukung lingkungan dan dirancang secara cermat
dengan menggunakan konsep yang jelas.
Sistem moving class atau kelas berpindah identik dengan pengelolaan kelas,
dimana pengelolaan kelas tersebut terdapat suatu metode untuk mencapai tujuan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
174
tertentu. Usman (1996:10) tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan
menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar
agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan
kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi
yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk
memperoleh hasil yang diharapkan. Guru perlu diberi kewenangan penuh untuk
mengelola kelas sesuai karakteristik mata pelajaran masing-masing. Pengelolaan kelas
ini harus bersifat dinamis, artinya guru harus mampu menyerap perkembangan model-
model pembelajaran yang mutakhir untuk diaplikasikan di ruang-ruang kelas yang telah
menjadi tanggung jawab pengelolaannya tersebut guna memberikan pelayanan yang
optimal kepada para siswa.
Sistem moving class diadakan dengan tujuan memberikan suasana belajar yang
menyenagkan dan menghasilkan anak yang kreatif juga mandiri. Selain itu, moving
class diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang lebih nyaman dan kondusif
karena selain didukung fasilitas belajar yang memadai juga didukung oleh kesiapan
guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
Wiyarsih (2008). Dengan sistem Moving Class, siswa akan belajar bervariasi dari
satu kelas ke kelas lain sesuai dengan bidang studi yang dipelajarinya. Adapun tujuan
penerapan moving class:
1. Memfasilitasi siswa yang memiliki beraneka macam gaya belajar baik visual,
auditori, dan khususnya kinestetik untuk mengembangkan dirinya.
2. Menyediakan sumber belajar, alat peraga, dan sarana belajar yang sesuai dengan
karakter bidang studi.
3. Melatih kemandirian, kerjasama, dan kepedulian sosial siswa. Karena dalam moving
class mereka akan bertemu dengan siswa lain bahkan dari jenjang yang berbeda
setiap ada perpindahan kelas atau pergantian mata pelajaran.
4. Merangsang seluruh aspek perkembangan dan kecerdasan siswa (multiple
intelegent).
Berdasarkan tujuan dari moving class yaitu untuk menyediakan lingkungan belajar
yang kondusif (sesuai dengan karakter bidang studi) bagi siswa sehingga mampu
mendukung siswa untuk belajar, dapat disimpulkan bahwa konsep moving class
sebenarnya bersumber dari konsep belajar situated learning.
“Situated cognition is both the physical and social contexts in which an activity
takes place are an integral part of the learning that occurs within these contexts. A
relationship exists between the knowledge in the mind of an individual and the
situations in which it is used. “Theories of situated cognition, which focus explicitly on
this relationship, assume that knowledge is inseparable from the contexts and activities
within which it develops (Borko & Putnam as cited in Imel 2000).”
Konsep belajar situated learning yang dikembangkan dalam konsep moving class
merupakan suatu konsep yang bertumpu pada pengelolaan dengan sedemikian rupa
sehingga siswa mendapatkan suatu lingkungan kelas yang sesuai dengan konteks mata
pelajaran yang diajarkan. Contohnya adalah seorang guru fisika mengatur ruang
kelasnya sedemikian rupa dengan perelengkapan praktikum fisika dan perlengkapan
belajar lain yang mendukung pelajaran yang fisika yang diajarkan.
Prestasi belajar adalah hasil usaha yang dicapai siswa dalam belajar pada jangka
waktu tertentu. Prestasi belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti hasil ulangan atau
ujian, dan maksud ulangan tersebut adalah untuk memperoleh suatu indeks dalam
menentukan berhasil tidaknya siswa dalam belajar.
Bloom mengartikan prestasi belajar sebagai hasil belajar yang meliputi tiga aspek
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif berisi hal-hal yang menyangkut
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
175
aspek intelektual (pengetahuan), aspek afektif mengenai aspek nilai dan sikap,
sedangkan psikomotorik menyangkut aspek ketrampilan. Dengan demikian, prestasi
belajar dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan aktual yang diukurberupa
penguasaan pengetahuan sikap dan keterampilan sebagai hasil dari proses belajar
mengajar siswa (Saefudin Anwar, 1987, 58).
Zaenal Arifin (1988:3) Prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat
jenis tertentu dapat memberikan kepuasan tertentu pada manusia, khususnya manusia
yang berada dibangku sekolah, karena prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi,
antara lain:
1. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah
dikuasai anak didik.
2. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Hal ini didasarkan
asumsi bahwa para ahli psikologi menyebut sebagai tendensi keingintahuan dan
merupakan kebutuhan umum pada manusia.
3. Prestasi belajar dijadikan indikator, daya serap, indikator intern dan ekstern, dan
sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
Muhibin Syah (2006:132). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar, antara lain:
1. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan
rohani siswa.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa
yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi-materi pelajaran
Berdasarkan paparan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan menerapkan sistem moving class untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
SMA PIRI 1 Yogtakarta pada pokok bahasan suhu dan kalor.
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah SMA PIRI 1 Yogyakarta dengan sampel ada 46
orang (22 orang eksperimen, dan 24 orang kontrol). Kelompok eksperimen diberikan
treatment moving class dan kelompok kontrol diberikan pembelajaran konvesional.
Jenis penelitian yang digunakan adalah true eskperimen dengan desain posttest-only
control design. Sebagai gambaran, penulis sajikan bentuk desain penelitian yang
digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. posttest-only control design (Sugiyono, 2006, 85)
Keterangan:
R = Kelompok yang dipilih secara rondom
X = Treatment sistem moving class
O1 = Posstest kelompok eksperimen
O2 = Posstest kelompok kontrol
Untuk memperoleh data pada penelitian ini, digunakan lembar tes berupa soal
pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban. Data yang telah diperoleh akan
R X O1
R - O2
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
176
dilakukan uji ststistik dengan menggunakan SPSS versi 19. Uji statistik yang digunakan
yaitu uji normalitas dengan kolmogorov-smirnov, uji homogenitas dengan Lavene
statistik, dan uji independent sampel test.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemaparan data banyaknya sampel, skor rata-rata dan standar deviasi yang
diperoleh dalam penelitian ini.
Tabel 1. Rata-rata dan Standar Deviasi Data Tes Prestasi Belajar Siswa
Kemampuan Data Statistik Pembelajaran
Moving Class Konvesional
Prestasi Belajar
N Sampel 22 24
Rata-Rata 13,9091 11,7083
Standar Deviasi 2,40850 2,56191
Berdasarkan tabel diatas, jumlah sampel pada kelas eksperimen sebanyak 22
orang dengan nilai rata-rata 13,9091 serta standar deviasinya adalah 2,40850.
Sedangkan jumlah sampel pada kelas kontrol sebanyak 24 orang dengan nilai rata-rata
11,7083 serta standar deviasinya adalah 2,56191.
Uji normalitas yang digunakan untuk mengetahui apakah data yang ada dari
masing-masing variabel merupakan suatu data yang berdistribusi normal atau tidak.
Tabel 2. Uji Normalitas Data Kolmogorov-Smirnov
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Eksperimen 0,126 22 0,200*
Kontrol 0,151 24 0,164
Berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov maka diketahui nilai signifikan pada kelas
eksperimen adalah 0,200 > 0,05 artinya bahwa data tersebut berdistribusi normal.
Sedangkan pada kelas kontrol diketahui nilai signifikannya adalah 0,164 > 0,05 artinya
bahwa data tersebut berdistribusi normal.
Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil
dari populasi berasal darivarians yang sama atau tidak.
Tabel 3. Uji Homogenitas Varians Levene Levene Statistic df1 df2 Sig.
0,335 1 44 0,565
Tabel di atas menunjukkan hasil uji homogenitas dengan metode Levene's Test.
Nilai signifikan sebesar 0,565 > 0,05 yang berarti terdapat kesamaan varians antar
kelompok atau yang berarti homogen.
Dalam menguji perbedaan kemampuan atau prestasi belajar fisika siswa antara
kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen dilakukan dengan uji hipotesis melalui
independent samples t-test.
Tabel 4. Uji Hipotesis (independent samples t-test) t-test for Equality of Means
t df sig
Prestasi
Belajar
Equal variances assumed 2.995 44 0,004
Equal variances not assumed 3,003 43.967 0,004
Dari hasil analisis yang ditampilkan pada tabel 4, diperoleh nilai signifikan 0,004
< 0,05 hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan atau prestasi belajar
fisika antara kelas control dengan kelas eksperimen.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
177
KESIMPULAN
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas yang diterapkan moving class
dengan kelas yang tidak diterapkan moving class.
DAFTAR PUSTAKA
Baedhowi, 2008. Khazanah Pendidikan: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. l., No. 1.
Kompas, 2009. Fisika Dinilai Sebagai Mata Pelajaran Tersulit. Dari
http://edukasi.kompas.com/read/2009/04/17/22374082/Fisika.Dinilai.Sebagai.Mata.Pela
jaran.Tersulit. (Diambil tanggal 12 april 2009)
Marina, 2007. Folder Education Highlight: SMA Al Azhar, Volume 02 - Issue 02.
Muhibin Syah, 2006. Psikologi pendidikan dan pendekatan baru. PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Saefudin Anwar, 1987. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar. Liberty, Yogyakarta.
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung
Susan Imel, 2000. Contextual learning in adult education. ERIC Clearinghouse on
Adult, Career, and Vocational. Practice Application Brief No.12
Uzer Usman, 1996. Menjadi Guru Profesional. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Wiyarsih, 2008. Moving Class. Dari http://wiyarsih.staff.ugm.ac.id/wp/?p=9 (Diambil
tanggal 22 april 2010).
Zaenal Arifin, 1988. Evaluasi Intruksional. Remaja Karya, Bandung.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
178
Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Questioning dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja
Tahun Pelajaran 2013/2014
YUS’IRAN1 & BARIS V R 1Dosen Prodi Pendidikan Fisika STKIP Taman Siswa Bima
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research)
yang terdiri dari dua siklus. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
fisika siswa melalui pembelajaran dengan penerapan pendekatan pembelajaran
kontekstual berbasis questioning. Subjek penelitian ini adalah kelas XI IPA SMA
Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa 18 orang. Tiap siklus
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi.
Penelitian ini berujuan untuk mengetahui penerapan pendekatan pembelajaran
kontekstual berbasis quetioning dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas XI
IPA SMA Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penellitian ini adalah: (a). Data
tentang kegiatan belajar mengajar dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi.
(b). Hasil belajar siswa dikumpulkan dengan memberikan tes pada tiap akhir siklus.
Lembar observasi dan tes hasil belajar adalah alat untuk melihat kemampuan dan
aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung data di analisis dengan
menggunakan analisis ketuntasan belajar dan analisis deskriptif prosentase untuk
mengetahui penguasaan konsep. Ketentuan belajar ≥ 85% merupakan indikator yang
digunakan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.
Data yang telah terkumpul di analisis secara kualitatif, tejadi peningkatan kualitas
kegiatan yaitu perubahan sikap siswa yang ditandai dengan (a). Meningkatnya frekuensi
kehadiran siswa. (b). Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. (c). Semakin
banyaknya siswa yang memperhatikan penjelasan dari guru. (d). Semakin benyaknya
siswa yang mengajukan pertanyaan dan mengejarkan lembar evaluasi dengan benar
serta siswa yang menanggapi jawaban siswa lainya. (e). Semakin berkurangnya siswa
yang meminta bimbingan dan penjelasan ulang tentang suatu konsep pembelajaran.
Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: ketuntasan belajar siswa pada
siklus I adalah 55,55%, nilai rata-rata siswa kelas XI IPA adalah 59,44 dan KKM adalah
60. sedangkan ketuntasan belajar siswa pada siklus II adalah 88,88% nilai rata-rata
siswa kelas XI IPA adalah 76,94 dan KKM adalah 60. Hasil tersebut menunjukan sudah
tercapainya indikator penelitian yang ditetapkan, berarti dapat disimpulkan bahwa
Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Questioning dapat
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja Tahun
Pelajara 2103/2014.
Kata Kunci: Hasil Belajar, Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis
Questioning
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
179
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu komponen yang penting dalam pembentukan
dan pengembangan sumber daya dalam menghadapi kemajuan zaman. Pendidikan
memegang peranan penting dalam mempersiapkankan sumber daya manusia pada
masa yang akan datang. Pendidikan merupakan rangakaian komunikasi antar
manusia, sehingga dapat bertumbuh dan ber kembang sebagai manusia yanag utuh.
Proses pembelajaran yang terjadi di lingkungan sekolah (pendidikan formal)
melibatkan berbagai komponen, yaitu: tujuan, bahan, pendekatan serta alat penilaian.
Jika salah satu komponen tidak ada, maka proses pembelajaran kurang berhasil
(Chauhan dalam Nasrun, 2012: 19).
SMA Negeri 3 Woja merupakan salah satu sekolah yang ada dikabupaten
Dompu. Tentunya sekolah tersebut tidak terlepas dari masalah kualitas siswa dan
peserta didik. Salah satunya terkait pembelajaran fisika. Sebagian besar siswa
menganggap mata pelajaran fisika sangat sulit. Selain itu dalam proses pembelajaran
siswa cenderung lebih banyak bermain dari pada memperhatikan penjelasan dari
guru sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari
kurang antusiasnya siswa dalam mengeluarkan pendapat dan ide-ide, terlebih lagi
dalam memberikan tanggapan dalam proses pembelajaran dan umpan balik. Selain
itu, faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah kurangnya
pemahaman siswa terhadap konsep materi yang diajarkan oleh guru mata pelajaran
dan penggunaan pendekatan pembelajaran yang cenderung tidak menoton pada
proses pembelajaran sehingga banyak siswa yang tidak memperhatikan apa yang
dijelaskan oleh guru. Menurut guru mata pelajaran Fisika kelas XI IPA disekolah
tersebut hanya beberapa siswa kelas XI IPA motivasi belajar fisikanya yang aktif
karena tidak adanya dorongan yang mengubah semangat belajar fisika dalam diri
siswa, hal ini juga disebabkan kurangnya inisiatif siswa untuk menanyakan konsep-
konsep fisika belum dipahami kepada gurunya. Siswa cenderung bersifat pasif
dalam proses pembelajaran fisika karena kurangnya persiapan siswa dalam memulai
proses pembelajaran, ini terlihat dari kurangnya minat siswa untuk mengerjakan soal-
soal dan tugas rumah yang diberikan oleh gurunya. Selain itu, selama proses
pembelajaran berlangsung guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran
konvensional yang menempatkan siswa sebagai obyek belajar yang hanya bertugas
mendengar, mencatat dan menghafal materi pelajaran yang cenderung siswa tidak
begitu aktif. Cara belajar seperti ini seharusnya tidak digunakan lagi oleh guru, guru
harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang dapat menghidupkan gairah
belajar siswa, memotivasi dan menuntun siswa untuk bertanya, mengamati,
melakukan eksperimen, menemukan fakta atau konsep-konsep dan memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan
dalam kehidupannya serta guru dapat mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa.
2. Kajian Pustaka
a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan
suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam
kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
180
guru ke siswa, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
pembelajaran kontekstual yaitu: kontruktivisme (Constrtuctivisme), menemukan
(Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assessment)” (Johnson dalam Jamal Ma’mur Asmani, 2013: 52).
1. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual.
(Rusman, 2012: 193) karakteristik pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran
yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan
nyata atau pembelajaran dalam lingkungan alamiah.
Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna.
Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa.
Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi dan saling
mengoreksi antar teman.
Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan kebersamaan,
kerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara
mendalam.
Pembelajaran secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerja sama.
Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
2. Komponen Pembelajaran Kontekstual.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh
komponem utama yang harus diterapkan dalam pembelajaranya, yaitu
kontsruktivisme, questioning (bertanya), Inquiry (menyelidiki, menemukan),
masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik. Pada penelitian
ini peneliti lebih menekankan pada questioning (bertanya). Komponen ini
merupakan strategi dalam pembelajaran Kontekstual. Bertanya dalam
pembelajaran kontekstual dipandang sebagai upaya guru untuk bisa mendorong
siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh
informasi, serta mengetahui perkembangan dan pola pikir siswa. Kemudian
pada sisi lain menyatakan bahwa pengetahuan seseorang selalu bermula dari
bertanya (Jamal Ma’mur Asmani, 2013: 55)
b. Hasil Belajar
Hasil belajar fisika adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah
menjalani proses pembelajaran fisika dengan pendekatan Questioning yang
dicapai dalam bentuk perubahan pengetahuan dan pemahaman terhadap ilmu yang
dipelajari dan ditunjukan dengan nilai untuk mencapai tingkat pendidikan yang
telah ditetapkan.
Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Faktor Individual (Internal)
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang timbul dari
dalam diri siswa atau individu yang meliputi :
Faktor Jasmani
Umumnya keadaan badan sakit atau cacat, sehat atau normal, siswa
yang sehat atau normal tidak akan dapat sama prestasinya dengan siswa
yang sakit atau cacat.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
181
Faktor Rohani
Meliputi intelegensi, bakat, minat, motifasi belajar, ingatan dan
sebagainya. Siswa yang intelegensinya tinggi tidak akan sama prestasi
belajarnya dengan anak yang intelegensinya rendah.
2. Faktor Sosial (Eksternal)
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang brasal dari luar
individu yaitu faktor lingkungan keluarga, liingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat.
Lingkungan Keluarga.
Faktor ini dapat berupa cara orang tua mendidik anak, hubungan
keluarga yang kurang harmonis sehingga sering terjadi perseliisihan, dan
juga faktor ekonomi keluarga yang kurang memadai. Jika ekonomi keluarga
kurang, kebutuhhan hidup dan perlengkapan belajar tidak dapat dipenuhi
dengan baik. Faktor ini juga dapat menghambat prestasi belajar siswa.
Lingkungan Sekolah.
Faktor sekolah terdiri dari faktor pendekatan pembelajaran.
pendekatan yang dipakai guru kurang variatif, sehingga kurang menarik dan
membosankan siswa serta hubungan murid dengan guru yang kurang dekat,
hal ini juga dapat mengganggu hasil belajar. Faktor sarana sekolah yaitu
gedung, ruangan, meja, kursi dan buku-buku yang kurang memadai juga
dapat mengganggu hasil belajar.
Lingkungan Masyarakat
Faktor ini meliputi media massa, diantaranya acara televisi, radio dan
majalah dapat mengganggu waktu belajar. Faktor teman gaul yang kurang
baik, teman yang merokok, memakai obat-obat tropika dan terlalu banyak
bermain merupakan yang palinng banyak merusak prestasi belajar dan
perilaku siswa
c. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : “Untuk
Mengetahui apakah penggunaan pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis
Questioning dapat Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA
Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014
METODE
1. Rancangan penelitian
Penellitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus, prosedur ini dilaksanakan
dengan harapan dapat memberikan gambaran analisis data akurat sesuai dengan
perubahan yang ingin dicapai. Perolehan data dari setiap siklus dijadikan sebagai
dasar untuk melakukan tindakan pada siklus berikutnya, pelaksanaan dari masing-
masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/pengamatan
dan refleksi seperti pada gambar berikut ini.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
182
Gambar 1. Skema Model Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2008: 16)
2. Instrumen
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yang disesuaikan dengan sifat
data yang di ambil yaitu:
a) Lembar Observasi Aktifitas Belajar Siswa
Lembar observasi aktifitas belajar siswa adalah suatu lembaran kegiatan
siswa dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
b) Lembar Observasi Aktifitas Guru
Lembar observasi aktifitas guru adalah suatu lembaran kegiatan guru saat
mengajar di dalam kelas.
c) Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar kerja siswa adalah suatu lembaran yang bertujuan untuk menguji
kemampuan berpikir siswa.
d) Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar adalah salah satu cara yang dilakukan oleh guru untuk
mengetahui kemampuan siswa selama proses pembelajaran.
3. Sumber data
Sumber data penelitian ini adalah hasil belajar fisika siswa dalam kelas XI IPA
SMA Negeri 3 Woja tahun pelajaran 2013/2014 dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran kontekstual berbasis questioning pada proses pembelajaran.
4. Teknik pengumpulan data
Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah:
a) Data ketuntasan hasil belajar diperoleh dengan cara memberikan tes evaluasi pada
siswa setiap akhir siklus.
b) Data aktivitas siswa dan guru diperoleh dari lembar observasi
5. Teknik analisis data
a. Tes Hasil Belajar
Untuk mengetahui berapa jauh ketuntasan belajar siswa digunakan kriteria
senagai berikut:
1. Nilai rata-rata kelas, menggunakan rumus:
N
XR (Depdiknas, 2003: 30)
Keterangan:
R = nilai rata-rata kelas
X = jumlah nilai yang diperoleh
N = Jumlah siswa yang ikut tes
2. Ketuntasan Belajar Siswa Individu (KBSI), menggunakan rumus:
(Depdiknas, 2003: 30)
Perencanaan
SIKLUS I
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Pelaksanaan
Refleksi
Pelaksanaan Refleksi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
183
3. Ketuntasan Belajar Siswa Klasikal (KBSK), dihitung dengan menggunakn
rumus:
b. Aktivitas belajar siswa
Kegiatan observasi dilakukan untuk aktivitas siswa dan guru, instrumen
yang digunakan untuk mengumpulkan data observasi yang berisikan deskriptif
dari indikator aktivitas siswa dan guru yang sudah dimodifikasi dan di amati
selama proses pembelajara.
Mengenai hasil observasi siswa akan dianalisa dengan rumus sebagai
berikut:
i
XAs ( Depdiknas, 2012: 30)
As = skor rata-rata aktivitas siswa
X = skor masing-masing indikator
i = banyaknya indikator
MI = ½ (Skor tertinggi + skor terendah)
SDI = 1/6 (Skor tertinggi - skor terendah)
Keterangan:
A = Nilai Aktivitas Belajar Siswa
MI = Mean Ideal (Rata-rata ideal)
SDI = Standar Deviasi Ideal (Simpangan Baku Ideal)
c. Aktisitas guru
MI = ½ (Skor tertinggi + skor terendah)
SDI = 1/6 (Skor tertinggi - skor terendah)
Keterangan:
A = Nilai Aktivitas Guru
MI = Mean Ideal (Rata-rata ideal)
SDI = Standar Deviasi Ideal (Simpangan Baku Ideal)
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus yang pada tiap siklusnya terjadi dua kali
pertemuan dengan objek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja
Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian dimulai pada tanggal 12 Mei sampai pada
tanggal 28 Mei 2014, dimana hasil penelitian pada tiap siklusnya adalah sebagai
berikut:
1. Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini dilaksanakan sosialisai pengajaran dengan
menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis questioning, membuat
lembar observasi dan soal evaluasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus I yaitu melaksanakan kegiatan belajar mengajar
yang dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu pada tanggal 12 Mei 2014
selama 2 x 45 menit, pertemuan selanjutnya pada tanggal 14 Mei 2014 selama 2 x
45 menit dan dilanjutkan dengan evaluasi. Tahap pelaksanaan tindakan dilakukan
sesuai dengan skenario pembelajaran yang dibuat. Setelah siswa diberikan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
184
kesempatan untuk bertanya dan siswa yang lain menjawab pertanyaan dari siswa
itu yang diberikan oleh peneliti yanng bertindak sebagai guru dan mengerjakan
LKS.
c. Observasi dan evaluasi
1. Observasi
Berdasarkan tes hasil belajar bahwa hasil penelitian yang diperoleh pada
sklus I masih belum mencapai yang diharapkan. Adapun kekurangan-
kekurangan aktifitas belajar siswa dan guru pada siklus I antara lain:
a. Kurang antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran.
b. Keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan, merespon dan
mengajukan pertanyaan dari guru masih kurang.
c. Siswa yang berkemampuan tinggi kurang mau bekerjasama dengan teman
yang berkemampuan rendah
d. Kurang mengecek kesiapan siswa untuk belajar, kurang menyampaikan
manfaat pembelajaran, kurang melaksanakan pembelajaran sesuai skenario
pembelajran, tidak memberikan penguatan kepada siswa dan kurang
mengendalikan kondisi yang dapat mengganggu pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi tentang aktifitas belajar siswa dan guru
selama proses belajar yang berlangsung seperti yang termuat dan terlampir
diperoleh bahwa kategori aktifitas belajar siswa dan guru dalam pembelajaran
siklus I masih tergolong cukup aktif. Namun di sisi lain antara siswa dan guru
memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat menunjang lancarnya proses
pembelajaran yaitu yaitu guru sudah bisa menyajikan pembelajaran kontekstual
berbasis questioning dan siswa bisa menerima cara penyajian pembelajaran ini
dengan baik walaupun masih ada yang kurang antusias dalam menerimanya.
2. Evaluasi:
Berdasarkan tes hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel: 1. Data tes hasil belajar siklus I No Indikator Nilai
1
2
3
4
5
6
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Nilai rat-rata
Jumlah siswa yang tuntas
Jumlah siswa yang tidak tuntas
Porsentase ketuntasan
85,00
45,00
59,44
10,00
8,00
55,55%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang
mengikuti evaluasi sebanyak 18 orang siswa berarti semua siswa mengikuti tes
hasil belajar. Hasil belajar siklus I menunjukkan bahwa presentase siswa yang
telah tuntas belajar adalah 55,55% kurang dari 85%, nilai rata-rata siswa kelas
XI IPA adalah 59,44 dan KKM adalah 60. Karena ketuntasan klasikal tercapai
apabila banyaknya siswa yang tuntas ≥ 85%, maka pada siklus ini belum
memenuhi ketuntasan klasikal. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
terdapat 8 orang siswa yang kurang bisa menyerap materi pada pokok
pembahasan yang telah dijelaskan guru, sehingga dilakukan upaya perbaikan
perbaikan terlebih dahulu dengan melakukan wawancara kepada siswa yang
nilainya di atas 60 dan memberikan bimbingan kepada siswa yang nilainya
dibawah 60.
Adapun rincian data distribusi frekuensi hasil belajar siswa siklus I dapat
di lihat pada tabel dibawah ini:
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
185
Tabel: 2. Tabel data distribusi frekuensi hasil belajar siswa siklus I Skor Nilai Frekuensi Porsentase (%) Keterangan
< 60 8 44,44 Rendah
60 - 74 8 44,44 Cukup
74 - 89 2 11,11 Tinggi
≥ 90 - - Sangat Tinggi
Jumlah 18 100
Berdasrkan tabel di atas bahwa hasil belajar siswa yang mendapatkan
nilai < 60 sebanyak 8 orang siswa berada pada kategori rendah (44,44%), siswa
yang mendapatka nilai antara 60 – 74 sebanyak 8 orang dengan kategori cukup
(44,44%), dan siswa yang mendapat nilai 74 – 89 sebanyak 2 orang dengan
kategori tinggi (11,11%).
d. Refleksi
Refleksi dilakukan pada akhir siklus. Pada tahap ini peneliti bersama
observer mengkaji pelaksanaan dan hasil yang diperoleh dalam pembelajaran
tindakan siklus I sebagai acuan dalam siklus ini adalah hasil observasi dan
evaluasi. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta
menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan pada siklus berikutnya.
Pada siklus selanjutnya peneliti merefleksi tindakan siklus I pertemuan
pertama dimana guru kurang mengecek kesiapan siswa, kurang menyampaikan
manfaat pembelajaran, kurang memberikan kesempatan kepada siswa yang lain
menjawab pertanyaan serta guru kurang mampu dalam penguasaan kelas.
2. Sikllus II
a. Perencanaan
Dalam perencanaan dilakukan kegiatan membuat skenario pembelajaran,
lembar observasi baik lembar observasi aktifitas belajar siswa maupun lembar
observasi aktifitas guru.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada siklus II tindakan yang dilakukan sebenarnya hampir sama dengan
siklus I yaitu melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan skenario
pembelajaran siklus II yang telah dibuat sesuai dengan perubahan berupa
perbaikan-perbaikan dari siklus sebelumnya, yaitu: guru kurang mengecek
kesiapan siswa, kurang menyampaikan manfaat pembelajaran, kurang
memberikan kesempatan kepada siswa yang lain menjawab pertanyaan serta guru
kurang mampu dalam penguasaan kelas. Dilakukan pada tanggal 21 Mei 2014 selama
2 x 45 menit, dan pada tanggal 26 Mei 2014 selama 2 x 45 menit dilanjutkan dengan
evaluasi.
c. Observasi dan evaluasi
1) Observasi
Berdasarkan hasil observasi, proses kegiatan belajar mengajar telah
berjalan dengan baik meskipun demikian masih juga terdapat kekurangan-
kekurangan seperti masih adanya siswa yang masih kurang mencatat hal-hal
yang dianggap penting dalam kegiatan pembelajaran. Data tentang observasi
aktifitas belajar siswa dan guru tergolong baik.
2) Evaluasi
Berdasarkan tes hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja
diperoleh data sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
186
Tabel: 3. Data tes hasil belajar pada siklus II No Indikator Nilai
1
2
3
4
5
6
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Nilai rat-rata
Jumlah siswa yang tuntas
Jumlah siswa yang tidak tuntas
Porsentase ketuntasan
100,00
55,00
76,94
16,00
2,00
88,88%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahuai bahwa jumlah siswa yang
mengikuti tes hasil belajar sebanyak 18 orang yang berarti semua siswa
mengikuti tes evaluasi. Hasil belajar siklus II menunjukan bahwa porsentase
siswa yang telah tuntas belajar adalah 88,88% lebih dari 85%. Karena
ketuntasan klasikal tercapai apabila banyaknya siswa yang tuntas lebih besar
dari 85% dan nilai rata-rata siswa kelas XI IPA adalah 76,94 dan KKM adalah
60, maka pada siklus ini tercapai ketuntasan klasikal. Hasil penelitian ini juga
menunjukan bahwa terdapat 2 siswa yang kurang mampu menyerap materi
pada pokok pembahasan yang telah dijelaskan oleh guru, sehingga dilakukan
upaya perbaikan terlebih dahulu dengan melakukan wawancara kepada siswa
yang mendapat nilai di atas 60 dan memberikan bimbingan secara individual
atau secara khusus kepada siswa yang mendapat nilai dibawah 60.
Adapun rincian data distribusi frekuensi hasil belajar siswa siklus II
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel: 4. Tabel data distribusi frekuensi hasil belajar siswa siklus II Skor Nilai Frekuensi Presentase (%) Keterangan
< 60 2 11,11 Rendah
60 - 74 3 16,66 Cukup
74 – 89 10 55,55 Tinggi
≥ 90 3 16,66 Sangat Tinggi
Jumlah 18 100
Berdasarkan tabel di atas bahwa hasil belajar siswa yang mendapatkan
nilai < 60 sebanyak 2 orang siswa berada pada kategori rendah (11,11%), siswa
yang mendapat nilai 60 – 74 sebanyak 3 orang dengan kategori cukup
(16,66%), siswa yang mendapatkan nilai antara 74 – 89 sebanyak 10 orang
dengan kategori tinggi (55,55%), dan siswa yang memperoleh nilai 90
sebanyak 3 orang dengan kategori sangat tinggi (16,66%).
d. Refleksi
Refleksi dilakukan pada akhir siklus. Pada tahap ini peneliti bersama
observer mengkaji pelaksanaan dan hasil yang diperoleh dalam pembelajaran
tindakan siklus II. Hasil kajian ini terlihat bahwa selama proses belajar
berlangsung siswa dan guru terlihat aktif walau masih ada siswa yang tidak mau
mencatat hal-hal yang dianggap penting dalam kegiatan pembelajaran yang
sedang berlangsung. Namun diharapkan kepada peneliti agar lebih ditingkatkan
penguasaan kelas dan lebih banyak mencari trik-trik agar siswa lebih antusias lagi
dalam menerima mata pelajaran.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I yaitu dari tanggal 12 Mei dan tanggal
14 Mei 2014 bahwa observasi proses belajar mengajar menunjukkan kekurangan-
kekurangan antara lain keaktifan siswa masih kurang dalam pembelajaran di kelas, dan
kurang antusias siswa dalam proses belajar mengajar yang diperoleh tidak maksimal.
Hasil belajar ketuntasan belajar klasikal sebesar 55,55% menunjukan belum tercapainya
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
187
ketuntasan klasikal dan refleksi dari tindakan data observasi siklus I mengisyaratkan
perbaikan tindakan selanjutnya antara lain bahwa peranan dalam mengorganisasikan,
membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar, dan aktifitas-aktifitas belajar
siswa perlu dioptimalkan, guru harus berupaya meningkatkan keterlibatan siswa dengan
melakukan bimbingan-bimbingan yang lebih akurat serta membangkitkan respon siswa
dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas siklus I belum mampu memenuhi indikator
keberhasilan penelitian yang ditetapkan sehingga sebelum peneliti melanjutkan ke
siklus berikutnya, perlu adanya perbaikan dan penyempurnaan pada siklus II. Dengan
mengacu pengalaman siklus I maka dilaksanakan tindakan untuk siklus ke II yaitu dari
tanggal 21 Mei dan tanggal 26 Mei 2014. Proses pembelajaran pada sikllus II terlaksana
lebih baik dari pada sebelumnya. Hasil evaluasi siklus ke II sudah dicapai ketuntasan
klasikal yaitu 88,88%, namun hasil observasi proses pembelajaran masih ada
kekurangan dan kelemahan, sehingga lebih maksimal dalam membimbing siswa yang
membutuhkan bimbingan dan arahan yang bersifat membangun.
Berdasarkan hasil analisis data pada tiap-tiap siklus, terlihat bahwa dari siklus I ke
siklus II mengalami peningkatan. Pada sisklus I menunjukan persentase ketuntasan
belajar sebesar 55,55% ini berarti ketuntasan belajar siswa belum tercapai sesuai dengan
ketuntasan belajar menurut standar yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis questioning, sehingga tingkat penerapan
terhadap materi belum optimal.
Belajar adalaah kegiatan yang kompleks dan terdiri tiga komponen penting yaitu:
kondisi eksternal, internal, dan hasil belajar. Sehingga belajar merupakan interaksi
keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan stimulus dan lingkunganya, proses
kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar yang berupa informasi ferbal,
keterampilan intelek, kemampuan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Belum tuntasnya
pada siklus ini disebabkan karena kurang antusiasnya dalam menerima materi dan
keaktifan dalam belajar masih kurang efesien dalam proses pembelajaran. Pada siklus II
guru meningkatkan keterlibatan siswa dan membangkitkan respon siswa dalam proses
pembelajaran. Dari hasil analisis data diperoleh bahwa ketuntasan belajar mengalami
peningkatan dengan porsentase 88,88%. Ini menunjukkan peningkatan hasil belajar
sebesar 33,33%. Dengan penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis
questioning pada materi termodinamika dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas
XI IPA SMA Negeri 3 Woja, menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual
berbasis questioning, ternyata suasana kelas lebih hidup dengan partisipasi siswa yang
aktif dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukanya yang akhirnya membuat siswa
lebih bersemangat mengikuti pelajaran, sehingga pembelajaran semakin lebih baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa penerapan pendekatan
pembelajaran kontekstual berbasis questioning dapat meningkatakan hasil belajar fisika
siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Woja Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat
dilihat dari porsentase ketuntasan yang diperoleh Pada siklus I sebesar 55,55%, nilai
rata-rata siswa kelas XI IPA adalah 59,44 dan pada siklus II sebesar 88,88% nilai rata-
rata siswa kelas XI IPA adalah 76,94 dan KKM adalah 60. Hasil ini menunjukkan
peningkatan hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan bahwa peran guru sangat efektif karena masing-masing siswa aktif
bertanya dalam kegiatan pembelajaran.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
188
DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Mansyur. KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008
Riyanto,yatim.2009. Pradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Kencana prenada Media
Group
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2006
Sagala,syaiful.2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung. : PT.Alfabeta
Bandung
Slameto,2010. Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka
Cipta
Sugijono, dkk. Fisika SLTP. Pt wangsa jatra lestari.1994
Syah, Muhibin. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos. Wacana Ilmu. 2002
Winkel, W S. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia Media Sarana Indonesia. 1996
Zuriyati, Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Materi Pokok Himpunan Pada Siswa Kelas VIII B MTSN 1
Mataram Tahun Pelajaran. 2010
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
189
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA MATERI POKOK
KALOR DENGAN PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning)
PADA SISWA KELAS VII4 SMP NEGERI 1 KOTA BIMA TAHUN
PELAJARAN 2014/2015
Lis Herlina
Guru Fisika SMP Negeri 1 Kota Bima
Email: [email protected]
ABSTRAK
Dari hasil observasi awal di SMP Negeri 1 Kota Bima diperoleh data sebagai
beikut: (1) Fisika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar
siswa sehingga membuat siswa kurang berminat terhadap mata pelajaran Fisika. hal ini
terlihat pada rendahnya nilai rata-rata ulangan harian materi pokok sebelumnya. (2)
Sistim pengajaran yang masih cenderung bersifat tradisional yaitu dengan menekankan
pada hafalan-hafalan sehingga cenderung siswa lebih cepat bosan dan mudah lupa. (3)
Siswa jarang praktek di laboratorium karena keterbatasan waktu, mengejar materi, dan
sarana prasarana yang kurang memadai seperti: banyaknya alat yang rusak dan jumlah
alat yang sedikit, sehingga peralatan di laboratorium jarang dimanfaatkan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa kelas VII4 SMP Negeri 1 Kota
Bima pada materi pokok Kalor tahun pelajaran 2014/2015 melalui model pembelajaran
CTL (Contextual Teaching and Learning).
Peneitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kota Bima pada siswa kelas VII4
yang terdiri dari 25 orang siswa tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan di mana
setiap siklus terdiri dari 5 (lima) tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, evaluasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara
lain: sumber data, jenis data dan cara pengambilan data. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu: data aktivitas belajar siswa, data aktivitas guru
dan data hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar
siswa. Hal ini dapat dilihat dari perolehan skor rata-rata siswa pada siklus I sebesar
67,80 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 64% dan skor rata-rata siswa pada siklus
II sebesar 85 dengan ketuntasan belajar 100%. Selain itu juga terjadi peningkatan
aktivitas motivasi siswa, hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh melalui lembar
observasi yaitu sebesar 3,2 pada siklus I yang tergolong cukup aktif dan sebesar 3,6
pada siklus II yang tergolong aktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Fisika
dengan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat
meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa materi pokok Kalor pada kelas VII4 SMP
Negeri 1 Kota Bima Tahun Pelajaran 2014/2015 . Berdasarkan hasil penelitian ini
disarankan agar diadakan penelitian lebih lanjut dan model pembelajaran CTL ini dapat
dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi guru dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa.
Kata Kunci : Hasil Belajar Fisika Dan Pendekatan CTL
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
190
PENDAHULUAN
Fisika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya
pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi dan komunikasi sangat
membutuhhkan peran fisika. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi dimasa
depan diperlukan penguasaan fisika yang kuat sejak dini.
Menanggapi hal tersebut pemerintah sudah banyak berupaya untuk membenahi
proses pembelajaran seperti penataran guru-guru fisika, membentuk musyawarah guru
bidang studi, bantuan alat-alat laboratorium, dan juga melakukan penyusunan
kurikulum baru pada setiap jenjang dan sistem pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan
akan dapat berhasil apabila semua unsur dalam sistem tersebut berjalan seiring dan
seirama menuju tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dengan demikian pembelajaran
fisika harus bertumpu pada dua hal yaitu optimalisasi interaksi semua unsur
pembelajaran dan optimalisasi keterlibatan seluruh siswa dalam pembelajaran.
Pendidikan fisika diarahkan untuk “mencari tahu” tentang alam secara sistematis
yaitu dengan “berbuat” karena fisika bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Oleh karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan
pembelajaran fisika adalah memadukan antara pengalaman proses fisika dan
pemahaman produk fisika. Fisika merupakan bagian dari sains yang merupakan hasil
kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir tentang
alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah.
Dari hasil observasi awal di SMP Negeri 1 Kota Bima diperoleh data sebagai
beikut: (1) Fisika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar
siswa sehingga membuat siswa kurang berminat terhadap mata pelajaran Fisika. hal ini
terlihat pada rendahnya nilai rata-rata ulangan harian yaitu 51,05 pada materi pokok
sebelumnya. (2) Sistim pengajaran yang masih cenderung bersifat tradisional yaitu
dengan menekankan pada hafalan-hafalan sehingga cenderung siswa lebih cepat bosan
dan mudah lupa. (3) Siswa jarang praktek di laboratorium karena keterbatasan waktu,
mengejar materi, dan sarana prasarana yang kurang memadai seperti: banyaknya alat
yang rusak dan jumlah alat yang sedikit, sehingga peralatan di laboratorium jarang
dimanfaatkan.
Permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan hasil belajar fisika kurang
maksimal yang berdampak tidak tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal maupun
individu. Untuk memanimalisasi dan mengantisipasi permasalahan tersebut diperlukan
sebuah strategi pembelajaran lain yang lebih memberdayakan siswa dan sesuai dengan
kurikulum yang berlaku saat ini yaitu Contextual Teaching and Learning. Sebuah
strategi yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta, rumus-rumus tetapi sebuah
strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka.
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning memiliki tujuh komponen
utama yang harus diterapkan dalam pembelajarannya, yaitu; konstruktivisme
(Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar
(Learning Community), pemodelan (Modeling) refleksi (reflecting), dan penilaian
sebenarnya (Autentic Assessment) (Depdiknas, 2003: 10). Oleh sebab itu proses
pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning.
Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis mengadakan penelitian tindakan
kelas tentang upaya peningkatan hasil belajar siswa pada materi pokok Suhu dengan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
191
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada siswa kelas VII4 SMP
Negeri 1 Kota Bima tahun pelajaran 2014/2015.
Dalam hal ini peneliti membatasi masalah pada hal-hal sebagai berikut:
1. Siswa menganggap mata pelajaran Fisika merupakan mata pelajaran yang sulit
khususnya pada materi pokok suhu.
2. Sistem Pengajaran yang dimaksud adalah metode pembelajaran yang diterapkan oleh
guru-guru di SMP Negeri 1 Kota Bima.
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi pokok suhu melalui model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) siswa kelas VII4 SMP Negeri 1 Kota Bima tahun pelajaran 2014/2015.
Hasil Belajar
Hasil belajar itu dapat berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat
diklasifikasikan ke dalam aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek
kognitif mencangkup kemampuan berpikir, termasuk kemampuan memahami,
menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Aspek afektif
mencangkup watak prilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Aspek
Psikomotorik mencangkup imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.
Hasil belajar atau prestasi belajar dalam proses belajar mengajar tergantung pada
berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar. Faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a). Faktor internal meliputi: (1) Kondisi fisiologi, (2) Faktor psikologi, yang meliputi
antara lain: kecerdasan, bakat, minat, motivasi, dan perhatian.
b). Faktor eksternal meliputi: (1) Faktor lingkungan meliputi: lingkungan alam dan
lingkungan sosial. (2) Faktor instrumental, yaitu faktor yang penggunaannya
dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor instrumental ini meliputi:
kurikulum, sarana prasarana, dan guru.
Untuk memperoleh hasil belajar yang baik perlu pemahaman terhadap prinsip-
prinsip atau asas-asas belajar yang dapat mengarahkan kepada cara belajar yang efisien.
Menurut Oemar Hamalik prinsip-prinsip belajar tersebut meliputi: a) Belajar yang
paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni (motivasi instrinsik)
dan bersumber dari dalam diri sendiri. b) Belajar harus bertujuan, terarah dan jelas bagi
siswa. c) Belajar memerlukan bimbingan. d) Belajar memerlukan latihan dan ulangan
agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasai. e) Belajar harus disertai keinginan dan
kemauan yang kuat untuk mencapai hasil atau tujuan. f) Belajar dianggap berhasil
apabila siswa telah sanggup mentransferkan atau menerapkan ke dalam bidang praktek
sehari-hari.
Model Pembelajaran Contextual Teaching and Lerning
Model pembelajaran Contextual Teaching and Lerning merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep itu hasil pembelajaran berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru membantu siswa mencapai tujuan, guru
lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi, tugas guru
bagaikan sebuah tim yang bekerja bersama-sama untuk menemukan yang baru bagi
siswa, sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru.
Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan
sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal, kelas masih berfokus pada guru
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
192
sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi
belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan
siswa, sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta
tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak
mereka sendiri. Siswa dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Manusia mempunyai kecenderungan
untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan
untuk belajar dengan cepat hal-hal baru dalam hal ini strategi belajar sangatlah penting
kemudian guru membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui
dan juga memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa
untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
Belajar harus berpusat bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru
mereka, strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya, umpan balik amat
penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assesment) yang benar.
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok penting.
a. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Sungkowo,
2003: 1).
b. Tujuh Komponen Contextual Teaching and Learning
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning memiliki tujuh
komponen utama yang harus diterapkan dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen
tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Konstruktivisme (Contructivism)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
2. Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan
sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah
mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang
harus dipahaminya.
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu,
sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam
berpikir.Dalam proses pembelajaran melalui model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan
tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Masyarakat belajar dalam Contextual Teaching and Learning
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang
lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok
belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
193
5. Pemodelan (Modeling)
Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas
dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap
memiliki kemampuan. Modeling merupakan komponen yang cukup penting
dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning, sebab melalui modeling
siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis abstrak yang dapat
memungkinkan terjadinya verbalisme.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa
pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar
itu akan dimasukkan dalam kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi
bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini
diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan
baik intelektual maupun mental siswa. (Wina Sanjaya, 2006: 264-269).
c. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning merupakan suatu
konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan
siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan akademik mereka dalam berbagai tatanan kehidupan baik di sekolah
maupun di luar sekolah. Selain itu siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah
yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk simulasi, dan
masalah yang memang ada di dunia nyata. Dengan pendekatan kontekstual siswa
belajar diawali dengan pengetahuan, pengalaman, dan konteks keseharian yang
mereka miliki yang dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas,
dan selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan
keseharian mereka (Nurhadi, 2003: 7).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memuat segala sesuatu pengetahuan
yang perlu disampaikan kepada siswa dan mendorong siswa mengembangkannya,
menerapkannya, menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, model pembelajaran Contextual Teaching and Learning sesuai dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan karena melalui pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual siswa akan dibawa tidak hanya masuk ke kawasan
pengetahuan, tetapi juga sampai pada penerapan pengetahuannya. Selain itu dengan
pendekatan kontekstual siswa dibantu menguasai kompetensi yang dipersyaratkan
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
d. Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Dalam
Pembelajaran Fisika Pada Materi Pokok Suhu
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
194
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapakannya dalam
kehidupan mereka.
Konsep model pembelajaran Contextual Teaching and Learning dalam kelas
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan pemikiran bahwa
anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Melaksanakan sejauh mungkin
kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa
dengan bertanya. 4) Menyiptakan ”masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-
kelompok). 5) Menghadirkan ”model” sebagai contoh pembelajaran. 6) Melakukan
refleksi diakhir pertemuan. 7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan
berbagai cara.
Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran materi pokok suhu
adalah mendeskripsikan peran suhu dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu
benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2008: 97).
Diharapkan kompetensi dasar tersebut dapat tercapai sehingga harapan siswa dapat
menghubungkan dan menerapkan materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari
dapat berhasil sehingga bermanfaat dalam kehidupan siswa dikemudian hari.
Pendekatan kontekstual sangat tepat digunakan dalam pembelajaran ini karena selain
pendekatan konsep dan pendekatan keterampilan proses juga pendekatan ini
melibatkan siswa aktif dan mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning yang melibatkan siswa secara aktif diharapkan dapat memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuan mereka sehingga hasil pembelajaran
menjadi lebih bermakna bagi siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas
merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi
oleh guru di lapangan (Ahmad Usman, 2008: 217). Pada Penelitian Tindakan Kelas ini
penelitiannya dilakukan secara sistematis terhadap berbagai aksi atau tindakan yang
dilakukan oleh guru atau peneliti, mulai dari perencanaan sampai dengan penilaian
terhadap tindakan nyata di kelas yang berupa kegiatan belajar mengajar untuk
memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Tempat penelitian ini adalah di SMP Negeri 1 Kota Bima pada kelas VII4 yang
berjumlah 25 orang siswa tahun pelajaran 2014/2015.Waktu Penelitian ini dilaksanakan
pada semester II tahun pelajaran 2014/2015.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII4 SMP Negeri 1 Kota Bima
semester II tahun pelajaran 2014/2015.?
Prosedur Tindakan
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri
dari 5 (lima) tahapan kegiatan yaitu:
1. Perencanaan
a. Menyusun rencana pembelajaran (RP).
b. Membuat lembar evaluasi berupa tes tertulis untuk mengetahui kemampuan siswa
dalam memahami materi yang akan di ajarkan.
c. Membuat lembar observasi untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses belajar
mengajar dengan diterapkannya model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
195
d. Membuat lembar observasi untuk mengetahui aktivitas guru dalam mengajar
dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
2. Pelaksanaan Tindakan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan rencana
pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan.
3. Observasi
Selama pelaksanaan tindakan kelas diadakan observasi. Dalam observasi ini
akan diamati aktivitas-aktivitas siswa dan guru yang nampak selama proses
pembelajaran. Semua aktivitas siswa dan guru dicatat dalam lembar observasi yang
telah disiapkan.
4. Evaluasi
Setelah pokok bahasan selesai perlu diadakan evaluasi (uji kompetensi) untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa dalam memahami pokok bahasan yang
telah diajarkan.
5. Refleksi
Menganalisa dan mengulas data meliputi hasil tes tertulis (evaluasi), hasil
observasi untuk melihat apakah pembelajaran yang dilakukan dapat meningkatkan
hasil belajar siswa, terutama pada pembelajaran materi pokok suhu. Dari refleksi
pada siklus I, terlihat adanya kekurang sempurnaan maka dilakukan perbaikan-
perbaikan pelaksanaan pembelajaran siklus I pada siklus berikutnya.
Instrumen Penelitian
Sehubungan dengan penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah lembar
observasi dan tes hasil belajar untuk tiap siklus. Lembar observasi untuk mengamati
kegiatan siswa dan guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, sedangkan
instrumen tes hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar siswa pada tiap siklus.
Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII4 dan guru fisika SMP
Negeri 1 Kota Bima. Jenis data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data
kuantitatif yang terdiri dari:
a. Data kondisi awal siswa.
b. Data hasil belajar siswa.
Cara pengambilan data yang dilakukan peneliti pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Data tentang kondisi awal siswa diambil dari nilai pretes.
b. Data hasil belajar siswa diperoleh dari pemberian evaluasi (tes tertulis) pada setiap
akhir siklus.
Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa digunakan kriteria ketuntasan
individu ≥ 65 dan kriteria ketuntasan klasik ≥ 85.
a. Untuk mengetahui nilai hasil belajar siswa digunakan rumus:
Nilai Siswa = soalseluruhjumlah
benarjawabanjumlahx 100
Slameto, 2001: 189
b. Untuk mencari nilai rata-rata siswa menggunakan rumus:
N
XX
Subino, 1987: 80
Keterangan:
X = Nilai rata-rata
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
196
X = Jumlah nilai
N = Jumlah peserta tes
c. Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa digunakan rumus:
KB = N
n
Nurkancana (1990: 110)
Keterangan:
KB = Ketuntasan Belajar
n = Jumlah siswa yang mendapat nilai minimal 65
N = Jumlah siswa yang mengikuti tes
Ketuntasan belajar tercapai jika ≥ 85% siswa memperoleh skor minimal 65
yang akan terlihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus.
d. Data Aktivitas Guru
Penilaian terhadap aktivitas guru dilakukan secara langsung selama proses
belajar mengajar. Adapun indikator untuk setiap aktivitas guru dianalisis dengan
kriteria penilaian sebagai berikut:
BS (Baik sekali) : Jika semua (3) deskriptor yang nampak
B (Baik) : jika 2 deskriptor yang nampak
C (Cukup) : jika 1 deskriptor yang nampak
K (Kurang) : jika tidak ada deskriptor yang nampak
Berdasarkan skor yang diperoleh, maka dapat dianalisis dengan rumus sebagai
berikut:
Ag = i
x
Keterangan:
Ag = aktivitas guru
x = skor masing-masing indikator
i = banyaknya indikator
e. Data Prestasi Belajar Siswa.
Untuk mengetahui perestasi belajar siswa, hasil tes belajar dianalisis dengan
menentukan skor rata-rata hasil tes. Analisis untuk mengetahui hasil tes belajar,
dirumuskan sebagai berikut:
M = n
xi
Keterangan :
M = mean (rata-rata)
x i = skor yang diperoleh masing-masing siswa
n = banyaknya siswa
Prerstasi belajar siswa dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan rata-
rata skor dari rata-rata skor sebelumnya. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah
tercapainya ketuntasan belajar, dengan rumus sebagai berikut :
KB = N
P . 100 %
Keterangan :
KB = Ketuntasan belajar
P = Banyaknya siswa yang memperoleh nilai minimal 65.
N = Banyaknya siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
197
Ketuntasan belajar tercapai jika 85% siswa memperoleh skor minimal 65
yang akan terlihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan pada tanggal 24 April sampai 24 Mei
2015. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat aktivitas dan hasil belajar fisika
pokok bahasan Kalor pada siswa kelas VII4 SMP Negeri 1 Kota Bima dengan
diterapkannya model pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus. Dari hasil penelitian diperoleh data kuantitatif yang
memberikan gambaran tentang ketuntasan dan hasil belajar siswa baik secara individu
maupun klasik.
Tabel 4.1. Data Hasil Belajar Siswa Siklus Rata-rata Skor Ketuntasan (%) Tuntas
I 67,80 64% Tidak
II 85 100% Ya
Berdasarkan tabel 4.1 di atas terlihat bahwa ketuntasan hasil belajar siswa pada
siklus I dengan rata-rata skor nilai yaitu 67,80 berada pada ketuntasan 64% dan
dikatakan tindak tuntas. Dengan melihat hasil tersebut maka pelaksanaan penelitian
pada siklus II telah mencapai kriteria ketuntasan yaitu 100%.
Berdasarkan data pada tabel 4.1 di atas, maka dapat digambarkan dalam grafik
sebagai berikut:
Tabel 4.2. Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan II
Siklus Pertemuan Banyak Siswa Banyak Item Skor Total
Rata-rata Kategori
I I 25 7 560
3,2 Cukup
Tinggi II 25 7 565
II I 25 7 630
3,6 Tinggi II 25 7 636
Tabel 4.3. Refleksi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I
Kekurangan Rencana perbaikan
1. Antusias siswa dalam mengikuti
pelajaran kurang.
2. Komunikasi dan kerja sama
siswa dalam kelompok masih
kurang
3. Pada saat siswa
mempersentasikan hasil diskusi
masih di dominasi oleh satu atau
dua orang yang berani bicara
saja sedangkan yang lain hanya
diam.
4. Kurangnya keberanian siswa
untuk bertanya atau
menyampaikan ide.
5. Siswa yang berkemampuan
rendah enggan bertanya yang
berkemampun tinggi.
1. Guru memilih contoh kehidupan nyata untuk
menjelaskan.
2. Guru menentukan tutor sebaya untuk tiap-
tiap kelompok agar mau membantu atau
mengajari temannya yang belum bisa .
3. Guru menjelaskan dan memberikan petunjuk
kepada siswa bahwa kelompok yang
dikatakan berhasil adalah kelompok yang
apabila tiap anggotanya mengerti dan bisa
menjawab soal yang diberikan.
4. Guru membimbing siswa dengan cara
memberikan pertanyaan-pertanyaan supaya
siswa ada inisiatif untuk menanyakan
permasalahan-permasalahan yang belum di
mengerti.
5. Guru memotivasi siswa dengan cara
mengumpan pertanyaan-pertanyaan supaya
siswa merasa bergerak hatinya untuk
bertanya dan memberikan umpan balik
berupa penghargaan tertentu bagi siswa.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
198
Tabel 4.4. Refleksi Hasil Observasi Aktivitas Guru
Kekurangan Rencana perbaikan
1. Pemberian motivasi dan apersepsi
yang sangat kurang membuat
siswa sedikit bingung dalam
menerima materi dengan
menerapkan model pembelajaran
CTL karena mengaitkan meteri
tersebut dengan kehidupan
sehari-hari.
2. Pengaturan waktu dan kegiatan
kelompok masih kurang.
1 Pemberian motivasi dengan cara
mencontoh teman yang aktif tanpa
adanya perintah dari siapapun.
2 Guru menjelaskan pentingnya
pembagian tugas dalam kelompok agar
memiliki tanggung jawab sendiri-
sendiri. Bagi siswa mengalami masalah
diberikan bimbingan intensif dengan
cara memberikan beberapa pertanyaan
tentang apa yang menjadi permasalahan
yang dihadapi oleh siswa supaya siswa
bisa menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II
dengan menerapkan model pembelajaran CTL pada materi kalor. Materi kalor terdiri
atas dua pokok bahasan, yaitu energi kalor dan perpindahan kalor.
Sebelum melaksanakan pembelajaran pada siklus I, terlebih dahulu telah disusun
perencanaan pelaksanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang disusun sebagai
langkah-langkah yang akan dilakukan oleh peneliti dalam kegiatan belajar mengajar.
Terkait dengan rencana pembelajaran, peneliti menyiapkan bahan pembelajaran berupa
materi pembelajaran yaitu energi kalor. Selain itu peneliti juga menyiapkan lembar
observasi serta bagaimana cara merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan
hasil evaluasi belajar siswa.
Untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi energi kalor dan
perpindahan kalor, peneliti juga mempersiapkan alat evaluasi berupa soal sebanyak 5
(lima) nomor berbentuk essay. Untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, peneliti
sebelumnya telah melakukan sosialisasi mengenai model pembelajaran, cara
pengambilan data dan cara menganalisis data kepada guru kelas VIIi yang akan
bertindak sebagai pengamat pelaksanaan kegiatan penelitian serta kepada mitra kerja
yang akan bertindak sebagai pengamat aktivitas siswa.
Pada tahap pelaksanaan tindakan untuk siklus I yaitu melaksanakan kegiatan
belajar mengajar yang telah direncanakan. Proses belajar mengajar siklus ini
dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Jumlah siswa yang mengikuti proses
pembelajaran pada siklus ini sebanyak 25 orang siswa. Adapun pokok bahasan yang
dibahas yaitu energi kalor. Setelah proses belajar mengajar selesai kemudian peneliti
mengumumkan kepada siswa bahwa pertemuan berikutnya akan diadakan evaluasi.
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas belajar siswa
sebesar 3,2. Hasil ini tergolong dalam kategori cukup aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa rata-rata skor sebesar 67,80 dan
persentase ketuntasan belajar yang diharapkan belum tercapai yaitu sebesar 64 % (tabel
4.1). Hal ini disebabkan oleh karena adanya kekurangan-kekurangan seperti berikut :
1. Data hasil observasi aktivitas guru
a. Pemberian motivasi dan apersepsi kepada siswa masih kurang.
b. Pengaturan waktu dan kegiatan secara kelompok masih kurang.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
199
2. Data hasil observasi aktivitas siswa
a. Antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran masih kurang (perlu ditingkatkan)
b. Komunikasi dan kerja sama siswa dalam kelompok nampak kurang.
c. Para siswa mempresentasikan hasil diskusi, masih didominasi oleh satu atau dua
orang yang berani bicara sedangkan yang lainnya hanya diam saja.
d. Siswa yang berkemampuan rendah enggan bertanya kepada temannya yang
berkemampuan tinggi.
Berdasarkan refleksi terhadap tindakan yang telah diberikan pada siklus I,
diadakan penyempurnaan dan perbaikan terhadap kendala-kendala yang muncul.
Perbaikan tersebut dilaksanakan pada siklus II yang meliputi :
1. Guru memilih contoh kehidupan nyata untuk menjelaskan.
2. Guru menentukan tutor sebaya untuk tiap-tiap kelompok agar mau membantu atau
mengajari temannya yang belum bisa.
3. Guru menjelasakan dan memberikan petunjuk kepada siswa bahwa kelompok yang
dikatakan berhasil adalah kelompok yang apabila tiap anggotanya mengerti dan bisa
menjawab soal yang diberikan.
4. Guru membimbing siswa dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan supaya
siswa ada inisiatif untuk menanyakan permasalahan-permasalan yang belum
dimengerti.
5. Guru memotivasi siswa dengan cara mengumpan pertanyaan-pertanyaan supaya
siswa tergerak hatinya untuk bertanya dan memberikan umpan balik berupa
penghargaan tertentu bagi siswa.
6. Pemberian motivasi dengan cara mencontoh teman-temannya yang aktif tanpa
adanya perintah dari siapa pun.
7. Guru menjelaskan tentang pentingnya pembagian tugas dalam kelompok agar
memiliki tanggung jawab. Bagi siswa yang mengalami masalah
8. Diberikan bimbingan intensif supaya bisa menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
9. Memotivasi siswa dengan cara menentukan batas waktu kerja kelompok siswa.
Prosedur penelitian pada siklus II juga sama dengan prosedur penelitian pada
siklus I, akan tetapi pada siklus II dilakukan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan
pada siklus I. Berkaitan dengan rencana pembelajaran siklus II guru menyiapkan bahan
pembelajaran berupa materi pembelajaran yaitu perpindahan kalor. Selain membuat
rencana pembelajaran peneliti juga menyiapkan lembar observasi serta bagaimana cara
merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan hasil evaluasi belajar siswa, dan
peneliti juga mempersiapkan alat evaluasi berupa soal sebanyak 5 (lima) nomor soal
berbentuk essay yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan
pemahaman siswa setelah dilakukan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan pada
siklus I.
Proses belajar mengajar siklus II yaitu melaksanakan kegiatan belajar mengajar
yang telah direncanakan dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus
I. Proses belajar mengajar siklus ini dilaksanakan dalam dua kali. Jumlah siswa yang
mengikuti proses pembelajaran pada siklus II sebanyak 25 orang siswa. Adapun materi
yang dibahas pada siklus ini adalah perpindahan kalor. Setelah proses belajar mengajar
selesai, kemudian diadakan evaluasi.
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas belajar siswa
sebesar 3,6. Hasil ini tergolong dalam kriteria aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran. Setelah proses pembelajaran selesai, kemudian siswa diberikan tes
evaluasi. Data yang didapatkan dari hasil evaluasi kemudian diolah sehingga diperoleh
nilai rata-rata sebesar 85 dan persentasi ketuntasan belajar siswa sebesar 100 % (tabel
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
200
4.1). Ini berarti ketuntasan belajar siswa sudah tercapai sesuai dengan ketuntasan belajar
yang diharapkan yaitu minimal 85%.
Hasil evaluasi belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan yaitu dari 64%
meningkat menjadi 100%. Karena pada siklus II ketuntasan belajar secara klasikal telah
mencapai 100%, maka tujuan penelitian ini sudah tercapai, kemudian penelitian ini
dihentikan sehingga tidak dilakukan perbaikan.
Ketercapaian ketuntasan belajar pada siklus II, menunjukkan bahwa melalui
model pembelajaran CTL siswa dapat membangun pengetahuannya karena di mana
siswa dituntut untuk belajar sendiri dengan mengaitkan lingkungan keseharian siswa
yang nyata. Dengan model pembelajaran CTL pula membuat suasana kelas menjadi
hidup di mana dalam proses pembelajarannya menyenangkan karena para siswa
menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar fisika.
Dan karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa.
Dan partisipasi aktif siswa dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilakukannya,
sehingga pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.
Dengan demikian bahwa model pembelajaran CTL adalah suatu konsep
pembelajaran yang mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan kehidupan mereka
sehari-hari, sehingga siswa akan merasakan pembelajaran sangat bermanfaat baginya
dan akan menciptakan pembelajaran yang lebih menarik atau menyenangkan karena
siswa akan belajar melalui mengalami bukan menghafal.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1. Model pembelajaran CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran energi kalor dan perpindahan kalor kelas VII4 semester II SMP Negeri
1 Kota Bima. Peningkatan ini dapat dilihat dari perolehan nilai rata-rata siswa
sebesar 67,80 pada siklus I dan nilai rata-rata sebesar 85 pada siklus II. Sedangkan
presentase ketuntasan belajar siswa sebesar 64 % pada siklus I dan meningkat
sebesar 100 % pada siklus II.
2. Model pembelajaran CTL juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII4
semester II SMP Negeri 1 Kota Bimaa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil yang
diperoleh melalui lembar observasi yaitu sebesar 3,2 pada siklus I yang tergolong
cukup aktif dan sebesar 3,6 pada siklus II yang tergolong aktif. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan aktivitas belajar siswa pada tiap-tiap siklus.
DAFTAR PUSTAKA
Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 2008. Kegiatan Praktikum dalam Pendidikan Sains. (Jurnal).
Bandung: Univesitas Pendidikan Indonesia.
Aryana, Made. 2007. Pengaruh Kegiatan Praktikum (Laboratorium) terhadap
Peningkatan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Negeri 6 Singaraja. Skripsi.
Singaraja: Undiksha Singaraja
Dirawat, (1993). Sistem Pembinaan Profesional Guru dan Cara Belajar Siswa Aktif,
Jakarta : PT Gramadia.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
201
Ngalim purwanto, 2008, Prinsip-Prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pembelajaran,
Bandung.
Nurhadi dkk, (2002). Pendekatan Kontekstual ( CTL ), Jakarta, Depdinas
Romlah Tatiek, ( 1991). Keterampilan-Keterampilan belajar, Malang, FKIP-IKIP
Malang.
Wardani I.G.A.K, dkk (2002). Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Wilda dan Jamaluddin, Penelitian Tindakan Kelas, Didaktika Jurnal Pendidikan Dasar
dan TK, Edisi 1/I – 2002, hal. 11 Dinas Dikpora NTB.
Wina Sanjaya, Dr,. M.Pd, (2006). Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses
Pendidikan,” Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Zainul,A, 2005, Penilaian Hasil Belajar, Jakarta, Depdiknas
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 5. No. 2, Jul – Des 2015 ISSN: 2088-0294
202
PEDOMAN PENULISAN
Jurnal Pendidikan MIPA menerima tulisan dalam bentuk hasil penelitian dan artikel
yang titik kajiannya pada studi pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
dengan ketentuan penulis sebagai berikut:
1. Hak Cipta; Hasil penelitian dan artikel merupakan produk ilmiah orisinal dan
belum pernah dipulikasikan di media manapun.
2. Format Naskah:Jumlah halaman tulisan antara 12 sampai dengan 20 halaman
dengan ukuran kertas kuarto A4 dan spasi satu, naskah ditulis dengan ms word times
new roman, ukuran 12 dengan margin kiri 4 cm, kanan 3 cm, atas 4 cm, dan di
bawah 3 cm.
3. Sistematika Artikel: Judul, Abstrak, Isi Artikel dan Daftra Pustaka.
4. Judul dalam bahasa Indonesia dirumuskan secara singkat dan jelas, tidak lebih dari
15 kata, ditulis dengan huruf times new roman 12, huruf kapital dan di tengah.
Identitas diri: nama penulis tanpa gelar ditulis pada baris pertama, nama institusi
pada baris kedua dan alamat email pada baris ke tiga. Ditulis dengan huruf times
new roman 12 spasi 1 di tengah.
5. Abstrak; kata abstrak ditulis dengan huruf times new romandengan ukuran 12, bold,
dan di tengah, naskah abstrak dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris. Jumlah kata 100-200 dengan huruf times new roman dan ditulis
miring. Jumlah keywors minimal 3-5 kata atau gabungan kata.
6. Isi Artikel: Isi artikel terdiri atas :a). Pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, b). Metode penelitian yang berisi
rancangan penelitian, instrumen, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik
analisis data. c). Hasil Penelitian, d). Pembahasan, dan e). Simpulan.
7. Kutipan Artikel; ditulis dalam bahasa Indonesia dengan notasi Ilmiah
menggunakan sistem APA (amaerican pshycological Association).
Contoh : (syarif, 2007, 12); Ilham(2012:23)
8. Daftar Pustaka; nama, tahun, Judul Buku, penerbit dan tempat penerbit.
Penulisan daftar pustaka: disusun berdasarkan alfabetis.
Contoh : Ahmad, Zaki, 2012, Pembelajaran Matematika, PT Intan Pariwara,
Jakarta.
Penulis harus mengirimkan naskah cetak beserta softcopy dalam bentuk CD kepada
redaksi Jurnal MIPA;[email protected] dan