Jurnal Pemangsa - research.ui.ac.id 2013... · Chemical Society atau Royal Society Chemistry. Para...

4
Jeffrey Beall, librarian dari University of Colorado, penulis artikel tentang predatory journal yang dimuat di Jurnal Nature. (sumber: blog pribadi http://scholarlyoa.com) 2 I DRPM GAZETTE I VOL. 06 NO. 02 APRIL 13 Topik Utama D unia akademis saat ini dikejutkan dengan istilah baru, yaitu Jurnal Pemangsa (predatory journals). Istilah ini pertama kali dimunculkan oleh seorang librarian dari University of Colorado, Denver, Jeffrey Beall dalam sebuah artikel World View” pada jurnal Nature, Sept 2012 berjudul Predatory Publisher are corrupting open access. 1 Melalui serangkaian penulusuran dan penelitian terhadap praktek-praktek jurnal predator ini beliau membuat daftar penerbit yang menerbitkan jurnal-jurnal pemangsa pada website pribadinya. 2 Sejatinya, kehadiran open access journal merupakan terobosan kemajuan dalam bidang publikasi ilmiah yang memudahkan para periset untuk dapat mengkases jurnal secara real time. Namun sayangnya, perkembangan ini dicederai dengan menggejalanya predatory open access journal (POAJ). POAJ diibaratkan seperti halnya spam yang mengotori surat elektronik (surel). Pada prakteknya, penerbitan artikel pada jurnal-jurnal yang terindikasi predator ini bisa disejajarkan sebagai tindak korupsi dalam dunia akademis. Mengapa demikian? Istilah jurnal pemangsa yang digunakan ini, cukup beralasan karena tujuan pembuatan jurnal ini adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan memangsa para periset atau akademisi yang lugu, yang ingin mempublikasikan artikel akademisnya secara cepat meski dengan biaya yang cukup tinggi (hingga mencapai USD 1800) setelah diterima (accepted). 3 Sebetulnya sah-sah saja bagi pengelola jurnal untuk meminta bayaran bagi artikel yang akan dimuat dan memang tidak ada aturan tentang biaya maksimum terhadap artikel yang diterima. Permasalahan utamanya adalah bahwa praktek pengelolaan jurnal pemangsa ini tidak mengutamakan aspek penilaian rekan setara (peer review, mitra bebestari), sehingga kualitas artikel tidak lagi menjadi bagian penting dari proses penilaian. Kalaupun ada penilaian dari peer review, adanya hanyalah sebuah formalitas yang tidak memberikan implikasi perbaikan minor atau perbaikan major atau penolakan (reject). Nilai akademis dari naskah ilmiah bisa disimpulkan menjadi sangat rendah. Fenomena jurnal pemangsa ini terjadi karena adanya prinsip saling membutuhkan antara periset dan pengelola jurnal. Potensi artikel yang dihasilkan dari kegiatan riset di seluruh dunia sangatlah banyak, namun sedikit sekali yang bisa diakomodasi untuk termuat dalam jurnal-jurnal ilmiah yang berkualitas. Ketatnya proses review pada jurnal-jurnal berkualitas itu menginspirasi para pengelola jurnal pemangsa untuk mengakomodasi artikel-artikel yang tidak bisa bersaing dalam jurnal yang berkualitas tersebut. Artikel-artikel tersebut Jurnal Pemangsa: Kebuasan di Dunia Akademis oleh Agustino Zulys

Transcript of Jurnal Pemangsa - research.ui.ac.id 2013... · Chemical Society atau Royal Society Chemistry. Para...

Jeffrey Beall, librarian dari University of Colorado, penulis artikel tentang predatory journal yang dimuat di Jurnal Nature. (sumber: blog pribadi http://scholarlyoa.com)

2 i DRPM gazette i vol. 06 No. 02 aPRil 13

Topik Utama

Dunia akademis saat ini dikejutkan dengan istilah baru, yaitu Jurnal Pemangsa

(predatory journals). Istilah ini pertama kali dimunculkan oleh seorang librarian

dari University of Colorado, Denver, Jeffrey Beall dalam sebuah artikel

“World View” pada jurnal Nature, Sept 2012 berjudul Predatory Publisher

are corrupting open access.1 Melalui serangkaian penulusuran dan penelitian terhadap

praktek-praktek jurnal predator ini beliau membuat daftar penerbit yang menerbitkan

jurnal-jurnal pemangsa pada website pribadinya.2

Sejatinya, kehadiran open access journal merupakan terobosan kemajuan dalam bidang

publikasi ilmiah yang memudahkan para periset untuk dapat mengkases jurnal secara real

time. Namun sayangnya, perkembangan ini dicederai dengan menggejalanya predatory

open access journal (POAJ). POAJ diibaratkan seperti halnya spam yang mengotori surat

elektronik (surel). Pada prakteknya, penerbitan artikel pada jurnal-jurnal yang terindikasi

predator ini bisa disejajarkan sebagai tindak korupsi dalam dunia akademis.

Mengapa demikian?

Istilah jurnal pemangsa yang digunakan ini, cukup beralasan karena tujuan pembuatan

jurnal ini adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan memangsa

para periset atau akademisi yang lugu, yang ingin mempublikasikan artikel akademisnya

secara cepat meski dengan biaya yang cukup tinggi (hingga mencapai USD 1800) setelah

diterima (accepted).3 Sebetulnya sah-sah saja bagi pengelola jurnal untuk meminta

bayaran bagi artikel yang akan dimuat dan memang tidak ada aturan tentang biaya

maksimum terhadap artikel yang diterima. Permasalahan utamanya adalah bahwa

praktek pengelolaan jurnal pemangsa ini tidak mengutamakan aspek penilaian rekan

setara (peer review, mitra bebestari), sehingga kualitas artikel tidak lagi menjadi bagian

penting dari proses penilaian. Kalaupun ada penilaian dari peer review, adanya hanyalah

sebuah formalitas yang tidak memberikan implikasi perbaikan minor atau perbaikan major

atau penolakan (reject). Nilai akademis dari naskah ilmiah bisa disimpulkan menjadi sangat

rendah.

Fenomena jurnal pemangsa ini terjadi karena adanya prinsip saling membutuhkan antara

periset dan pengelola jurnal. Potensi artikel yang dihasilkan dari kegiatan riset di seluruh

dunia sangatlah banyak, namun sedikit sekali yang bisa diakomodasi untuk termuat dalam

jurnal-jurnal ilmiah yang berkualitas. Ketatnya proses review pada jurnal-jurnal berkualitas

itu menginspirasi para pengelola jurnal pemangsa untuk mengakomodasi artikel-artikel

yang tidak bisa bersaing dalam jurnal yang berkualitas tersebut. Artikel-artikel tersebut

Jurnal Pemangsa: Kebuasan di Dunia Akademisoleh Agustino Zulys

Open Access

Journal of Earth Science &Climatic Change

ISSN: 2157-7617

www.omicsonline.org

vol. 06 No. 02 aPRil 13 i DRPM gazette i 3

bukannya tidak berkualitas dari sisi novelty

dan orisinalitas, namun bisa jadi masih

belum matang untuk menjadi artikel yang

berkualitas dan masih membutuhkan

banyak perbaikan terutama dalam hal

analisis, suntingan bahasa Inggris, serta

argumentasi penguat. Pada poin inilah

banyak para periset yang mengambil jalan

pintas untuk segera menerbitkannya pada

jurnal pemangsa dengan hanya membayar

USD 500–1800 tanpa harus menyediakan

waktu, energi dan tenaga ekstra untuk

proses perbaikannya.4

Beberapa faktor yang penting dan perlu

dianalisis lebih dalam adalah apakah

kebijakan-kebijakan yang selama ini

diterapkan di UI sudah cukup efektif dalam

meningkatkan publikasi internasional

atau malah menyuburkan lahan garapan

jurnal pemangsa, seperti kebijakan publish

or perish, kebijakan satu submitted article

per Rp 100 juta dana hibah riset UI, atau

adanya insentif yang cukup tinggi untuk

satu artikel yang berhasil diterbitkan?

Kebijakan publish or perish -walau baru

berlaku di negara-negara maju- sudah

cukup menjadi momok yang menakutkan

bagi para periset yang kurang produktif

karena hal itu akan berimplikasi terhadap

posisinya di institusi tersebut. Kalaupun

tidak terancam posisinya, maka ia akan

kehilangan banyak hal, baik portofolionya

yang tidak menarik terutama untuk

mendapatkan hibah nasional maupun

internasional berikutnya, ataupun

hilangnya kesempatan mendapatkan

penghargaan dari institusinya. Sebagai

contoh, UI dan DIKTI setiap tahunnya

memberikan insentif 15-25 juta per artikel

kepada siapa saja yang menulis artikel di

jurnal internasional. Begitu pula kebijakan

satu submitted article per Rp 100 juta

dana hibah riset UI sebagai persyaratan

laporan akhir agar tidak terkena larangan

untuk pengajuan proposal berikutnya.

Sehingga perlu pengkajian, apakah

maraknya penerbitan artikel di jurnal

predator ini adalah efek samping dari

kebijakan-kebijakan tersebut atau bukan.

Kalau memang ada, perlu dicarikan

jalan tengahnya agar publikasi UI tetap

meningkat tanpa harus mendaftarkan

artikel-artikelnya ke jurnal pemangsa.

Berdasarkan pengamatan penulis

dalam mengelola program Penghargaan

Ilmiah UI terhadap publikasi dari para

periset di UI yang diterbitkan pada jurnal

internasional dan yang terindeks di

SCOPUS, setidaknya pada tahun 2012

telah ada 7 artikel yang dimuat dalam

jurnal pemangsa berdasarkan daftar yang

dibuat oleh Jeffrey Beall.

Bagaimana ciri-ciri jurnal pemangsa itu?

Ciri-ciri dari jurnal pemangsa adalah

adanya pengelolaan jurnal yang tidak

profesional dengan mengeksploitasi

model berbayar. Prakteknya, penerbit

jurnal menyebarkan permintaan

pengiriman artikel melalui surel spam

kepada daftar surel profesional yang

dimilikinya secara masif dan acak; tidak

disesuaikan dengan bidang jurnal dan

keahlian si penerima surel. Operasional

jurnal umumnya dijalankan di negara-

negara dunia ketiga (India, Pakistan,

Rumania, Malaysia, Nigeria, atau Kenya),

bahkan mereka tidak segan-segan

mengelabui penulis dengan menggunakan

alamat homebase atau alamat kantor

di USA, Kanada, UK, Australia melaui

penyewaan PO Box di negara tersebut.4

Jika kita tilik lebih dalam jajaran dewan

editor, beberapa kejanggalan yang

bisa kita lihat adalah sedikitnya track

record ilmiah dari anggota dewan

editor dalam bentuk sedikitnya jumlah

publikasi mereka. Kemudian banyaknya

anggota dewan editor yang tidak

sesuai bidang keahlian dengan topik

jurnalnya. Contohnya, ditemukan satu

jurnal bidang bioteknologi dengan

anggota dewan editor yang berasal dari

bidang kesehatan masyarakat. Hal ini

digambarkan juga seperti pengalaman

yang dialami oleh Steven H. Caplan,

assosicate professor biokimia dan biologi

molekuler pada University of Nebraska

Medical Center, yang mendapatkan

undangan sebagai dewan editor untuk

sebuah jurnal bidang teknik kimia.

Pengelola jurnal sering melakukan

pembajakan ilmuan lain sebagai dewan

editor tanpa sepengetahuan dan izin

dari ilmuan tersebut. Robert K. Vincent,

profesor geologi dari Bowling Green

State University sangat kaget ketika

mengetahui dirinya terdaftar sebagai

dewan editor Journal of Earth Science

& Climate Change, dan beliau segera

meminta pengunduran dirinya dari dewan

editor.3 Kalaupun sebuah jurnal pemangsa

melibatkan ilmuwan handal, ilmuwan itu

dibebastugaskan dari segala konsekuensi

dan tanggung jawab sebagai anggota

dewan editor, kecuali pada penggunaan

nama dan fotonya saja.

Ciri lain dari jurnal pemangsa adalah

proses pengecekan artikel melalui peer

Contoh artikel yang lolos 'peer-review' dan diterbitkan di jurnal internasional dengan penulis Inul Daratista, Agnes Monica dan Pejabat Palsu.

4 i DRPM gazette i vol. 06 No. 02 aPRil 13

review yang sangat instan; hanya dalam

hitungan hari atau satu bulan saja artikel

sudah langsung mendapat status accepted

tanpa terlihat adanya pengecekan isi dan

kualitas artikel, suatu praktek yang tidak

pernah dilakukan oleh jurnal bereputasi

baik. Praktek seperti inilah yang pernah

kita lihat kehebohannya sampai-sampai

nama Inul Darasita dan Agnes Monica

dapat terlibat dalam artikel ilmiah yang

telah terbit sebagai penulis. Contoh

lain, pada bulan Desember 2012 DRPM

mendapatkan sertifikat penghargaan

dari jurnal terbitan IOSR (International

Organization of Scientific Research)

karena ditulis sebagai penulis di jurnal

tersebut. Hal yang sangat menarik adalah

belum ada sejarahnya penulis suatu

artikel adalah sebuah lembaga penelitian

dan kemudian mendapatkan sertifikat.

Penyebutan nama DRPM sebagai salah

satu penulis pun terjadi tanpa melalui

korespondensi dengan DRPM. Setelah

melakukan pengecekan terhadap artikel

tersebut, dapat disimpulkan bahwa artikel

tersebut tidak melalui proses peer review,

menggunakan penulisannya yang tidak

standar (IMRAD/ Introduction, Methods,

Results and Discussion), menggunakan

bahasa Inggris yang kacau, tidak

memasukkan analisis serta menunjukkan

ketidakjelasan novelty dan orisinalitasnya.

Kalau kita telusuri daftar jurnal pemangsa

yang diusulkan oleh Jeffrey Beall lebih teliti,

banyak jurnal predator yang terindeks di

SCOPUS dan bahkan ada yang memiliki

impact factor.

Mengapa jurnal pemangsa terindeks di SCOPUS?

Untuk menjalankan bisnisnya secara

mulus, jurnal-jurnal pemangsa ini

melakukan upaya keras untuk terindeks

di SCOPUS, salah satu basis data jurnal

terbesar di dunia yang dimiliki penerbit

Elsevier. Evaluasi pengideksan jurnal

oleh SCOPUS masih memiliki kelemahan

dalam penyaringan terhadap jurnal-jurnal

pemangsa ini. Selain ketidaknetralan

SCOPUS sebagai pengindeks jurnal

(karena dimiliki oleh publisher Elsevier),

indikator terpenting dalam penilaian jurnal

oleh SCOPUS untuk diindekskan hanya

didasarkan pada hal-hal yang kurang

substantif, misal penerbitan yang tepat

waktu, komposisi asal dewan editor, serta

komposisi asal para penulis. Tak penting

bagaimana kualitasnya dan isinya. Tentu

indikator-indikator ini sangat mudah

dipenuhi oleh jurnal-jurnal pemangsa

yang notebenenya memiliki jaringan yang

sangat luas dan internasional.

Mengapa jurnal pemangsa bisa juga punya IF?

Beberapa jurnal inipun mengklaim diri

memiliki impact factor (IF) walaupun

kecil; sebesar 0,5. Mengapa demikian?

Kalau kita cermati perhitungan IF yang

diprakarsai oleh ISI Thomson Reuters, nilai

IF diperoleh dengan menghitung jumlah

artikel yang disitasi dalam dua tahun per

total artikel yang diterbitkan per tahunnya.

Perhitungan seperti ini bisa disiasati oleh

pengelola jurnal yang tidak mengindahkan

fairness dan kejujuran. Praktek yang

sering dilakukan oleh pengelola jurnal

adalah dengan mewajibkan penulis artikel

untuk mensitasi artikel-artikel yang ada

pada jurnal tersebut sebagai prasyarat

penerimaan artikel. Otomatis jika seluruh

penulis mensitasi artikel-artikel pada

jurnal tersebut, nilai IF akan ada.

Kesimpulan dan saran

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk

menurunkan produktivitas karya ilmiah

vol. 06 No. 02 aPRil 13 i DRPM gazette i 5

para periset UI, melainkan untuk

mendorong kita agar bisa lebih berhati-

hati dalam mengirimkan artikel kita yang

bagus ke jurnal yang sesuai kategori

dan peruntukannya. Jangan sampai

kita “membunuh diri sendiri” dengan

mengirimkan artikel ke jurnal pemangsa

baik secara tidak sengaja oleh kita

maupun mahasiswa kita atau karena

kekurangtahuan kita dengan proses

publikasi ilmiah yang baik. Jika ini terjadi,

tentu akan merusak reputasi dan nama

kita sendiri.

Penutup

Dari uraian di atas, akan lebih baik bila kita

menerbitkan satu artikel berkualitas di

jurnal yang memiliki reputasi baik daripada

menerbitkan beberapa artikel di jurnal

yang tergolong atau terindikasi sebagai

jurnal pemangsa. Hal itu mengingatkan

kita bahwa produktivitas seorang periset

tidak hanya pada kuantitas hasil riset

(jumlah artikel) tapi yang lebih penting

adalah kualitas dari hasil riset itu sendiri.

Teruslah berkarya untuk kemajuan UI dan

Indonesia!

ReferensiBeall, J. 2012. 1. Predatory publishers are corrupting open access. Nature, 489, 179 (13 September 2012). doi:10.1038/489179ahttp://scholarlyoa.com/2012/2. 12/06/bealls-list-of-predatory-publishers-2013. Diakses pada 18 Maret 2013Stratford, M. 4 Apr3. il 2012. Predatory Online Journals Lure Scholars Who Are Eager To Publish. The Chronicle of Higher Education. Diakses pada 18 Maret 2013 melalui http://chronicle.com/article/Predatory-Online-Journals/131047Beall, J. April 2010. 4. Advisor Reviews-Comparative Review on “Predatory” Open-Access Scholarly Publishers. The Charleston Advisor. Diunduh melalui http://eprints.rclis.org/14576/1/predatory.pdfHarzing, A. 2012.5. Predatory Open Access Journal: Academics Beware! Presented at The 2012 BARDSnet meeting at Melbourne Australia. Diunduh melalui http://www.harzing.com/download/predatoryoa.pdf

Agustino Zulys, doktor di bidang kimia anorganik, adalah Kepala Subdit Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat DRPM UI.

Publikasi Ilmiah yang lebih baik

Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh periset, dosen, dan pembimbing adalah:

Melakukan pemilihan jurnal yang baik 1. Jurnal yang baik umumnya dikelola oleh para ahli di bidangnya, yaitu jurnal yang

dipublikasikan oleh asosiasi profesi. Misal, dalam bidang kimia ada American

Chemical Society atau Royal Society Chemistry.

Para periset diharapkan untuk terbiasa membaca artikel-artikel pada jurnal tersebut

dan mendalami jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh assosiasi tersebut agar artikel yang

dihasilkan dapat sesuai dengan kualitas jurnalnya.

Mendalami sistem pengelolaan jurnal yang dituju2.

Tujuannya adalah agar kita bisa lebih yakin bahwa jurnal yang dituju memang

dikelola oleh orang-orang yang kompeten dibidangnya. Pengecekan pertama adalah

mengecek adakah alamat kantor dari jurnal tersebut, apakah alamat e-mail yang

diberikan bukan alamat e-mail yang non-formal seperti yahoo.com, gmail.com atau

sejenisnya. Jika kita masih ragu, lakukan pengecekan terhadap dewan editor, apakah

kompetensi dewan editor sesuai dengan bidangnya karena dewan editor inilah faktor

kunci dari pengelolaan jurnal. Merekalah yang menentukan kemana artikel akan

diproses oleh peer review. Jika kurang kompeten keahliannya, sudah bisa diduga

bagaimana kualitas reviewnya.

Melakukan kaji ulang terhadap artikel yang akan dikirim3.

Pemeriksaan kembali artikel yang akan dikirim memang akan menyita waktu, tenaga

dan pikiran kita, tetapi ini memang proses yang harus dilakukan. Umumnya, hal

ini dilakukan dengan melibatkan rekan sejawat yang bisa dipercaya kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaaan redaksional bahasa Inggris kepada native speaker.

Bagaimana jurnal predator memancing penulis? (sumber: http://scholarlyoa.com/2012/10/16/copying-elsevier)

Penempatan logo yang sangat jelas seakan menyatakan bahwa jurnal ini diterbitkan oleh Elsevier; padahal tidak

Meletakkan impact factor; padahal tidak punya