Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 1

96

Transcript of Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 1

MPMANAJEMEN PENDIDIKAN

ISSN 0852-1921Volume 24 Nomor 1 Maret 2013

Berisi tulisan tentang gagasan konseptual, hasil penelitian, kajian dan aplikasi teori, dan tulisan praktis tentang manajemen pendidikan. Terbit dua kali setahun bulan Maret dan September, Satu Volume terdiri dari 6 Nomor. (ISSN 0852-1921)

Ketua Penyunting

Wakil Ketua Penyunting

Penyunting Pelaksana

Mitra Bestari

Pelaksana Tata Usaha

Mustiningsih

Desi Eri Kusumaningrum

SunarniAsep Sunandar

R. Bambang SumarsonoTeguh TriwiyantoWildan Zulkarnain

Dwi Deswari (UNJ)Rusdinal (UNP)Ali Imron (UM)

Aan Komariyah (UPI)Ahmad Yusuf Sobri (UM)

M. Syahidul Haq

Ahmad Nurabadi

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Jurusan Administrasi Pendidikan FIP Universitas Negeri Malang, Jln. Semarang No. 5 Malang 65145 Gedung E2 Telepon (0341) 551312 psw.219 dan 224. Saluran langsung dan fax. (0341) 557202. : [email protected] 1 (satu) nomor Rp.100.000,00 (Seratus Ribu Rupiah). Uang langganan dapatdikirimkan melalui rekening tabungan ke alamat Pelaksana Tata Usaha.

E-mail

MANAJEMEN PENDIDIKAN diterbitkan pertama kali tahun 1988 oleh JurusanAdministrasi Pendidikan dengan nama KELOLA.

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kuarto spasi satu setengah minimal 20 halaman, dengan format seperti tercantum pada halaman belakang ("Petunjuk bagi Calon Penulis MP"), Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.

MANAJEMEN PENDIDIKANVOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013

DAFTAR ISI

Pembinaan (Pre Service Training) Kompetensi Kepribadian Mahasiswa, 1-8Piter Joko Nugroho

Pembinaan Profesionalisme Guru dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran, 9-20Ahmad Yusuf Sobri

Pembentukan Iklim Sekolah dalam Perspektif Learning Community, 21-31Rahmania Utari

Priadi SuryaTina Rahmawati

Pengendalian Manajemen, Budaya Organisasi, Proses Kerja Tim, dan Kinerja Sekolah, 32-43Raden Bambang Sumarsono

Manajemen Kelas Multikultural, 44-51Shelly Andari

Hendyat Soetopo

Manajemen Peserta Didik di Sekolah Satu Atap, 52-60Moh. Irfan

Bambang Budi WiyonoDjum Djum Noor Benty

Manajemen Kurikulum Berbasis Tauhid, 61-67Liya Mayasari

Teguh Triwiyanto

Publikasi Lembaga Pendidikan Katolik, 68-76Lea Eka Puspitaningtyas

Ali ImronAsep Sunandar

Manajemen Kelas Bilingual, 77-83Tiara Dwi Aristasari

KusmintardjoMustiningsih

Transformasi Budaya Disiplin Peserta Didik, 84-93Desi Widiasari

PEMBINAAN (PRE SERVICE TRAINING)KOMPETENSI KEPRIBADIAN MAHASISWA

Piter Joko Nugroho

E-mail: [email protected] Palangka Raya, Jl. H. Timang Palangka Raya Kalimantan Tengah

Abstract: In general, this research is to obtain the portrait manifestly concerning to construction (preservice training) of the personality competency the students of S1 PGSD Tenure who are stayingtogether in the Student’s Dormitory of Palangka Raya University which is operationally can be seenfrom planning, organizing, implementation, and evaluation. This case study used a qualitativeapproach. The results indicate that: 1) there is better planning, this can be seen from planned activityof construction with is guided by the training steps which based on training need analysis; 2)organizing process also has been executed better, that thing seen from the existence of: (a) stipulatingof organization chart and job description, and (b) stipulating of responsibility and authority for theleader and all personnel are involved in the organization; 3) the implementation procedurally hasbeen executed fully but in the real implementation there are some ineffectual, that are related to: (a)stipulating of curriculum/training items, and (b) execution of training budget determination; 4)evaluation is not really done effectively yet, either for the level of reaction evaluation and in learningevaluation level.

Abstrak: Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran nyata tentangpembinaan (pre service training) kompetensi kepribadian mahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas Berasramadi asrama mahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas Berasrama Universitas Palangka Raya yang secaraoperasional dilihat dari aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Penelitianini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkanbahwa: 1) perencanaan telah dilaksanakan dengan baik hal itu terlihat dengan merencanakan kegiatanpembinaan yang berpedoman pada tahapan pelatihan yang didasarkan pada assessment kebutuhanpelatihan; 2) pengorganisasian telah dilaksanakan dengan baik hal itu terlihat dengan adanya: (a)penetapan struktur organisasi dan pembagian tugas, dan (b) penetapan wewenang dan tanggungjawab bagi pimpinan dan seluruh personil yang terlibat dalam organisasi; 3) pelaksanaan/implementasisecara prosedural telah dilaksanakan sepenuhnya, namun dalam pelaksanaannya masih terdapatbeberapa kekurang efektifan yaitu yang berkaitan dengan: (a) penetapan kurikulum/materi pelatihan,dan (b) penetapan jumlah anggaran pelatihan; 4) evaluasi belum dilaksanakan sepenuhnya denganefektif, baik itu evaluasi tingkat reaksi; evaluasi tingkat belajar.

Kata Kunci: pembinaan (Pre Service Training), kompetensi kepribadian

Mutu pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor,salah satu diantaranya adalah guru. Meskipunfaktor-faktor lain ikut mempunyai andil dalammerosotnya mutu pendidikan, namun guru dapatdikatakan merupakan faktor penentu karenagurulah secara terprogram berinteraksi denganpeserta didik dalam proses pembelajaran. Lembagapenghasil calon guru SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA dan SMK pada saat ini hanya dapat dicetakoleh lembaga yang memiliki kewenangan untuk ituyaitu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan(LPTK) yang berada di jajaran DirektoratPendidikan Tinggi. LPTK merupakan institusi yang

melaksanakan “Pre Service Education andTraining” untuk mempersiapkan para calon gurudalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnyasebagai pendidik dan pengajar secara profesionaldalam rangka mewujudkan pendidikan yangbermutu.

Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 19 Tahun 2005 dan Undang-UndangNomor 14 Tahun 2005 telah mengamanatkan untukdilakukannya pendidikan profesi yangmemungkinkan guru menguasai kompetensi utuhguru profesional sehingga berpeluang memberikanlayanan ahli yang handal yang berkontribusi

1

kepada peningkatan kualitas pendidikan. DidalamPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor19 Tahun 2005 Pasal 39 ayat 2, dituangkan bahwaseorang guru SD/MI minimal mempunyaikualifikasi akademik sarjana (S1) atau D-IV, sertamemiliki sertifikat profesi untuk guru SD/MI. Lebihlanjut Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 19 Tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan Pasal 28, memuat amanat bahwa guru/pendidik adalah agen pembelajaran yang harusmemiliki empat jenis kompetensi yakni: 1)kompetensi pedagogik; 2) kompetensi kepribadian;3) kompetensi profesional; dan 4) kompetensisosial. Dalam konteks ini kompetensi guru dapatdiar tikan sebagai kebulatan pengetahuan,keterampilan, dan sikap yang diwujudkan dalambentuk perangkat tindakan cerdas dan penuhtanggung jawab yang dimiliki oleh seorang gurudalam memangku jabatan guru sebagai profesi.Untuk kepentingan tersebut pemerintah telahmerancang program pendidikan guru SD/MIterintegrasi dengan beberapa moduspenyelenggaraan, salah satunya adalah programpendidikan profesional guru SD terintegrasi yangkemudian dikemas dalam: (1) Program S1Pendidikan Profesional Guru SD Terintegrasidengan Ikatan Dinas dan Berasrama untukmemenuhi kebutuhan Guru SD di daerah khusus(terpencil) dan; (2) Program S1 PendidikanProfesional Guru SD Terintegrasi untuk mahasiswaregular. Dalam kaitan ini, program S1 PendidikanGuru Sekolah Dasar (PGSD) Ikatan DinasBerasrama merupakan satuan perangkat yangharus dimanfaatkan sedemikian rupa sehinggatujuan memberikan kompetensi kepada mahasiswadapat tercapai. Program S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama dilaksanakan untuk memenuhi tuntutanPasal 23 Undang-Undang Guru dan Dosen.Berkaitan dengan hal tersebut, asrama harus dapatdifungsikan sebagai tempat pembinaan mahasiswabaik untuk meningkatkan kompetensi pedagogik,kepribadian, profesional, dan sosial. Asramamerupakan bagian tak terpisahkan dari pencapaiantujuan pendidikan guru profesional. Abdurrahman(2007:5) menyatakan, pendidikan dan pelatihankompetensi profesional, pedagogik dan kompetensisosial diperoleh para mahasiswa calon guru dalamperkuliahan. Kompetensi sosial yakni kemampuanguru untuk berkomunikasi dan bergaul secaraefektif dengan peserta didik, sesama pendidik,tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didikmereka dapatkan ketika melakukan sejumlahinteraksi dalam PPL mengajar di sekolah latihan

dan terlibat dalam kegiatan organisasikemahasiswaan dalam masa kuliah di LPTK.

Dalam lampiran Peraturan PemerintahNomor 19 Tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan (SNP) Pasal 28 ayat (3) butir bmengenai standar kompentensi guru kelas SD/MIkompetensi kepribadian bagi guru SD/MI meliputi:1) Bertindak sesuai norma agama, hukum, sosial,dan kebudayaan nasional Indonesia; 2)Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur,berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik danmasyarakat; 3) Menampilkan diri sebagai pribadiyang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa;4) menunjukan etos kerja, tanggung jawab yangtinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percayadiri; 5) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.Abdurrahman (2007:7) juga menyatakan bahwapembinaan kompetensi kepribadian calon guru diIndonesia tidak sepenuhnya dapat diwujudkandalam bentuk perkuliahan, karena belum ada suatumata kuliah yang sepenuhnya menopangpembinaan calon guru yang memiliki kompetensiini. Dapat dikatakan kompetensi kepribadian nyarisberkembang secara autodidak dalam bingkai nilai-nilai religius dan nilai-nilai ketimuran bangsa kitayang terkadang tidak bertahan ditempa arusmodernisasi dan globalisasi. Membaca kriteria danindikator esensial kompetensi kepribadian tersebut,Abdurrahman (2007:8) menyatakan jika semuaindikator esensial pada kompetensi kepribadianterpenuhi maka akan ada jaminan bahwa semuakompetensi yang lain akan terpenuhi. Kompetensikepribadian merupakan sumber kekuatan, sumberinspirasi, sumber motivasi, dan sumber inovasi bagiguru untuk memiliki kompetensi pedagogik,kompetensi profesional dan kompetensi sosial.Salah satu alternatif untuk menunjang efektifitaspembinaan kompetensi mahasiswa calon guru SD/MI yang tidak dapat diberikan dalam bangkuperkuliahan (akademik) maka diperlukan adanyapembinaan atau pre service training secaraterintegrasi yang dilakukan di asrama sebagaisarana pendukung percepatan lulusan calon guruSD/MI yang profesional. (Suparlan, 2006)

Universitas Palangka Raya (UNPAR) adalahsalah satu LPTK yang diberi wewenang untukmenyelenggarakan program S1 PendidikanProfesional Guru SD terintegrasi dengan ikatandinas dan berasrama untuk memenuhi kebutuhanguru SD didaerah khusus (terpencil) padakabupaten-kabupaten di Propinsi KalimantanTengah. Pelaksanaan Program Hibah KompetisiS1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PHK-S1

2 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 1-8

PGSD) Ikatan Dinas Berasrama UniversitasPalangka Raya (UNPAR) telah dilaksanakansecara resmi tahun 2006; baik kegiatan persiapansampai kepada pelaksanaan program yang resmi,secara umum telah dilaksanakan. Rencanaimplementasi Program PHK PGSD A UniversitasPalangka Raya untuk tahun 2008 dititikberatkanpada tiga aktivitas, yaitu: (1) aktivitas peningkatanmanajemen perkuliahan; (2) aktivitas peningkatankualitas pembelajaran; dan (3) aktivitaspeningkatan fungsi asrama (Sumber: RIPUniversitas Palangka Raya 2008). Titik beratprogram aktivitas peningkatan fungsi asramaadalah pengelolaan asrama mahasiswa S1 PGSDIkatan Dinas Berasrama Universitas PalangkaRaya dilakukan dengan meningkatkan modelpengelolaan asrama yang mampu mendukungpembinaan kompetensi utuh calon guru SD yangprofesional.

Program Peningkatan fungsi asrama tersebutdiatas sesuai dengan pendapat Suparlan (2008:167)bahwa fungsi asrama calon guru adalah sebagaiwahana pendukung pencapaian kompetensi utuhcalon guru profesional. Asrama bukan hanyasekedar tempat pemondokan melainkan tempatpembinaan (pre service training) calon guruprofesional secara terpadu, karena tidak semuapembinaan kompetensi guru profesional dapatdiperoleh mahasiswa melalui interaksi belajarmengajar perkuliahan (akademik). Pembinaan (preservice training) bagi mahasiswa calon guru diasrama pada LPTK, pada umumnya dilakukandengan model sistem pembinaan berupa sejumlahperaturan sebagai pedoman kehidupan berasramayang dituangkan dalam Buku Pedoman KehidupanBerasrama. Dalam kaitannya dengan peningkatanfungsi asrama sebagai wahana pendukungpembinaan kompetensi calon guru profesional,pembinaan mahasiswa di asrama selainmenggunakan model acuan buku pedomankehidupan berasrama diperlukan model pembinaan(pre service training) dengan sistem pelatihan.(Suparlan, 2008:170). Pelatihan akan efektifapabila dilaksanakan dengan berpedoman padaprinsip-prinsip dasar manajemen pelatihan. Irianto(2001:27) berpendapat bahwa ada tiga tahapanyang harus dilaksanakan dalam setiap kegiatanpelatihan. Tahapan pelatihan dimulai dari aktivitaspeningkatan fungsi asrama (assessment phase);tahap implementasi program pelatihan(implementation phase); dan tahap evaluasipelaksanaan program pelatihan (evaluationphase). Terry (1988:67) menyatakan prinsip dasar

manajemen terdiri dari perencanaan (planning),pengorganisasian (organizing), pelaksanaan/implementasi (actuating), dan pengawasan(controlling). Sedangkan menurut Gie dalamSulistia dkk (2002:24) prinsip dasar manajementerdiri dari perencanaan, pengorganisasian,pengarahan, pengkoordinasian, dan pengontrolan.Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atasdapat dinyatakan bahwa pembinaan kompetensicalon guru SD di asrama dengan sistem pelatihanakan efektif apabila dilakukan dengan model atausistem pelatihan yang berpedoman pada prinsip-prinsip dasar manajemen dan tahapan pelatihansebagai berikut: 1) tahap penyusunan perencanaanpelatihan yang didasarkan pada assessmentkebutuhan pelatihan; 2) tahap pengorganisasian,yakni penyusunan struktur dan tata kerjapelaksanaan pelatihan; 3) tahap pelaksanaan/implementasi dari perencanaan/program pelatihandan adanya koordinasi dalam pelaksanaanpelatihan; dan 4) tahap evaluasi pelaksanaanpelatihan.

Atas dasar la tar belakang masalahsebagaimana diuraikan diatas maka penelitiantentang “Pembinaan (Pre Service Training)Kompetensi Kepribadian Mahasiswa S1 PGSDIkatan Dinas Berasrama pada AsramaMahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas BerasramaUniversitas Palangka Raya” perlu dilakukan.Selain itu sejauh ini belum ada penelitian mengenaiPembinaan (Pre Service Training) KompetensiKepribadian Mahasiswa calon guru SDProfesional pada asrama mahasiswa S1 PGSDIkatan Dinas Berasrama.

Penelitian ini bertujuan untuk memperolehgambaran nyata tentang pembinaan (pre servicetraining) kompetensi kepribadian mahasiswa S1PGSD Ikatan Dinas Berasrama di asramamahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas BerasramaUniversitas Palangka Raya yang secaraoperasional bertujuan untuk melihat tentang: 1)perencanaan pembinaan (pre service training)kompetensi kepribadian mahasiswa S1 PGSDIkatan Dinas Berasrama di asrama mahasiswa S1PGSD Ikatan Dinas Berasrama UniversitasPalangka Raya, 2) pengorganisasian pembinaan(pre service training) kompetensi kepribadianmahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas Berasrama diasrama mahasiswa S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama Universitas Palangka Raya, 3)pelaksanaan/implementasi pembinaan (pre servicetraining) kompetensi kepribadian mahasiswa S1PGSD Ikatan Dinas Berasrama di asrama

Nugroho, Pembinaan (Pre Service Training) Kompetensi Kepribadian Mahasiswa 3

mahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas BerasramaUniversitas Palangka Raya, dan 4) evaluasipembinaan (pre service training) kompetensikepribadian mahasiswa S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama di asrama mahasiswa S1 PGSD IkatanDinas Berasrama Universitas Palangka Raya.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan denganmenggunakan pendekatan kualitatif denganrancangan studi kasus. Kasusnya adalah prosespembinaan (pre service training) kompetensikepribadian mahasiswa S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama di asrama mahasiswa S1 PGSD IkatanDinas Berasrama Universitas Palangka Raya.Penelitian ini mengambil lokasi di asrama-asramamahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas BerasramaUniversitas Palangka Raya (5 asrama) yangmenyelenggarakan Program S1 PendidikanProfesional Guru SD Terintegrasi antara IkatanDinas dan Berasrama untuk memenuhi kebutuhanGuru SD di daerah khusus (terpencil) dikabupaten-kabupaten yang ada di PropinsiKalimantan Tengah.

Penetapan informan sebagai sumber datamenggunakan teknik purposive dan snowballsampling sehingga ditetapkan informan yangmenjadi suber data adalah ketua PHK S1 PGSDIkatan Dinas Berasrama Unpar, Bendaharaprogram, para Bapak Asrama, dan para LurahAsrama mahasiswa. Pengumpulan data dilakukanmelalui wawancara mendalam, observasipartisipan, dan studi dokumentasi. Pengecekankeabsahan data menggunakan derajatkepercayaan dengan teknik triangulasi baik melaluisumber, data maupun teori. Analisis datamenggunakan model interaktif Miles danHuberman melalui tiga alur kegiatan yang salingberkaitan satu dengan lainnya yaitu: 1) reduksi data,2) penyajian data, dan 3) penarikan kesimpulanatau verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Pembinaan (Pre Service Training)Kompetensi Kepribadian Mahasiswa S1 PGSD IkatanDinas Berasrama

Pihak pengelola asrama mahasiswa S1PGSD Ikatan Dinas Berasrama UniversitasPalangka Raya melakukan kegiatan perencanaanpembinaan (pre service training) kompetensikepribadian mahasiswa calon guru SD profesional

di asrama mahasiswa S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama Universitas Palangka Raya melaluimodel pelatihan secara optimal yang sesuai denganstandar yang benar, yaitu melaksanakanperencanaan pembinaan (pre service training)kompetensi kepribadian calon guru SD profesionalmelalui model pelatihan yang dilakukan dengantahapan pelatihan yang didasarkan padaassessment kebutuhan pelatihan dalam upayamembina kompetensi kepribadian calon guru SDprofesional. Hal ini terlihat dari paparan hasilpenelitian dimana kedelapan tahapan kegiatandalam melaksanakan suatu kegiatan pelatihan telahdidiskusikan dan dibahas pihak pengelola asramadalam rapat antar sejawat didalam programmengenai perencanaan pelatihan kompetensikepribadian calon guru SD profesional yaitu yangberkaitan dengan: (a) assessment kebutuhanpelatihan, (b) penentuan tujuan pelatihan (c)penetapan materi/kurikulum pelatihan, (d)penetapan instruktur pelatihan, (e) penetapanmetode dan media pelatihan, (e) penentuan fasilitaspelatihan, (f) penetapan anggaran pelatihan, dan(g) penetapan jadwal pelatihan.

Nadler (1981:12), tahapan-tahapan dalammerencanakan program pelatihan yaitu: (1)mengindentifikasi (assessment) kebutuhanorganisasi, (2) menspesifikasi pelaksanaanpekerjaan, (3) mengidentifikasi kebutuhan peserta,(4) menentukan tujuan, (5) memilih kurikulum, (6)memilih strategi pembelajaran, (7) mendapatkansumber-sumber pembelajaran, dan (8)melaksanakan pelatihan. Irianto (2001), kegiatanyang harus dilaksanakan pada tahap perencanaankegiatan pelatihan adalah: (1) mengidentifikasisasaran pembelajaran dari program pelatihan, (2)menetapkan metode yang paling tepat, (3)menetapkan penyelenggara dan dukunganlainnnya, (4) memilih dari beraneka ragam media,(5) menetapkan isi, (6) mengidentifikasi alat-alatevaluasi, (7) menyusun urut-urut pelatihan.Sedangkan Schoderberk dalam Fattah (2004:49-50) mengemukakan bahwa perencanaan adalahmenentukan apa yang harus dilakukan untukmencapai tujuan dan kapan melakukannya yangantara lain dijabarkan menjadi: (1) menentukantujuan, (2) mengembangkan program untukmencapai tujuan, (3) menetapkan jadwal, (4)mengembangkan prosedur, dan (5) menyiapkandana. Implikasi dari hasil penelitian tentangperencanaan pembinaan (pre service training)kompetensi kepribadian melalui model pelatihanyang dilakukan dengan melaksanakan seluruh

4 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 1-8

tahapan program pelatihan tersebut memberikanpetunjuk bahwa secara prosedural tahapan-tahapan tersebut direncanakan pengelola asramaagar pelatihan dapat berjalan dengan baik sehinggadiharapkan nantinya upaya membina kompetensikepribadian calon guru SD profesional tersebutdapat terlaksana seperti yang telah direncanakan.

Pengorganisasian Pembinaan (Pre Service Training)Kompetensi Kepribadian Mahasiswa S1 PGSD IkatanDinas Berasrama

Pengelolaan pembinaan (pre servicetraining) kompetensi kepribadian mahasiswacalon guru SD profesional di asrama mahasiswaS1 PGSD Ikatan Dinas Berasrama UniversitasPalangka Raya melalui model pelatihan menjaditanggung jawab Ketua Pelaksana Program PHKA. Ketua Pelaksana Program bertindak selakumanajer yang mengatur dan pengaturan dilakukanmelalui proses dan diatur berdasarkan urutanfungsi-fungsi manajemen. Sebagai manajer, ketuapelaksana program melaksanakan tugas sesuaidengan struktur organisasi dan uraian tugas yangdisahkan oleh program. Selanjutnya dalammelaksanakan fungsi pengorganisasian dilakukandengan menyusun uraian tugas dan membagi tugaspersonil untuk mengerjakan tugas rutin. Handoko(1991:168) menyatakan, bahwa pengorganisasianmerupakan suatu proses untuk merancang strukturformal, mengelompokkan dan mengatur sertamembagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara paraanggota organisasi, agar tujuan organisasi dapatdicapai dengan efisien. Fattah (2004:71)mendeskripsikan pengorganisasian sebagai prosesmembagi kerja kedalam tugas-tugas yang lebihkecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orangyang sesuai dengan kemampuannya, danmengalokasikan sumber daya, sertamengkoordinasikannya dalam rangka efektivitaspencapaian tujuan organisasi. Hasibuan (1990) jugamengartikan pengorganisasian adalah suatu prosesuntuk menentukan, mengelompokkan tugas, danpengaturan secara bersama, aktivitas untukmencapai tujuan, menetukan orang-orang yangakan melakukan aktivitas, menetapkan wewenangyang dapat didelegasikan kepada setiap individuyang akan melaksanakan aktivitas tersebut.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkanbahwa pengorganisasian pembinaan (pre servicetraining) kompetensi kepribadian mahasiswacalon guru SD profesional di asrama mahasiswaS1 PGSD Ikatan Dinas Berasrama Universitas

Palangka Raya melalui model pelatihan telahdilaksanakan secara optimal sesuai dengan standaryang benar dan telah memperhatikan prinsip-prinsip pengorganisasian dimana hal ini terlihatdengan adanya: (1) penetapan struktur organisasidan pembagian tugas, dan (2) penetapan wewenangdan tanggung jawab bagi pimpinan dan seluruhpersonil yang terlibat dalam organisasi.

Pelaksanaan/Implementasi Pembinaan (Pre ServiceTraining) Kompetensi Kepribadian Mahasiswa S1PGSD Ikatan Dinas Berasrama

Pihak pengelola asrama mahasiswa S1PGSD Ikatan Dinas Berasrama UniversitasPalangka Raya melaksanakan kegiatan pembinaan(pre service training) kompetensi kepribadianmahasiswa calon guru SD profesional di asramamahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas BerasramaUniversitas Palangka Raya melalui model pelatihansecara optimal yang sesuai dengan standar yangbenar yaitu dilaksanakan melalui tahapan-tahapanpelatihan yang didasarkan pada assessmentkebutuhan pelatihan. Hal ini terlihat dari paparanhasil penelitian dimana kedelapan tahapanpelaksanaan kegiatan pelatihan kompetensikepribadian mahasiswa calon guru SD profesionaldi asrama mahasiswa S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama Universitas Palangka Raya telahdilaksanakan seluruhnya oleh para pengelolaasrama. Tahapan tersebut yaitu: (a) assessmentkebutuhan pelatihan, (b) menentukan tujuanpelatihan, (c) menetapkan materi/kurikulumpelatihan, (d) menetapkan instruktur pelatihan (e)menetapkan strategi (metode dan media) pelatihan,(e) menentukan fasilitas, (f) menetapkan anggaranpelatihan dan (g) menetapkan jadwal pelatihanyang telah direncanakan telah sepenuhnyadilaksanakan dalam kegiatan pelatihan kompetensikepribadian calon guru SD profesional di asrama.

Secara prosedural tahapan-tahapanpelaksanaan pelatihan dalam upaya membinakompetensi kepribadian calon guru SD profesionaldi asrama mahasiswa S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama Universitas Palangka Raya yang telahdirencanakan telah dilaksanakan sepenuhnya,namun dalam temuan penelitian diketahui bahwadalam pelaksanaan di lapangan masih terdapatbeberapa kekurangefektifan dalam pelaksanaankegiatan pelatihan tersebut. Kekurangefektifansebagaimana dimaksud dapat disebutkan sebagaiberikut: 1) penetapan kurikulum/materi pelatihandalam upaya membina kompetensi kepribadian

Nugroho, Pembinaan (Pre Service Training) Kompetensi Kepribadian Mahasiswa 5

calon guru SD profesional di asrama mahasiswaS1 PGSD Ikatan Dinas Berasrama UniversitasRaya masih dalam tahap menetapkan sebuahkurikulum/materi pelatihan yang dituangkankedalam topik-topik pelatihan seperti kegiatankerohanian, debat ilmiah, kegiatan berpidato, danbeberapa kegaitan life skill; (2) pelaksanaanpenggunaan anggaran yang dalam keseluruhanprogram S1 PGSD Ikatan Dinas BerasramaUniversitas Palangka Raya, belum nampak rincianbesaran jumlahnya. Agar dalam kegiatanpembinaan kompetensi utuh guru profesional diasrama mahasiswa S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama Universitas Palangka Rayakedepannya tidak menemui kendala-kendala dalamhal ketersediaan anggaran yang digunakan untukkegiatan pembinaan/pelatihan, maka hendaknyadalam pengembangan program selanjutnya dibuatperincian penggunaan dana operasional asramasehingga pos-pos anggaran dari keseluruhanprogram tersebut jelas pembagiannya yang secaratidak langsung akan berdampak pada keefektifanjalannya program kegiatan pembinaan kompetensikepribadian calon guru SD profesional di asramamahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas BerasramaUniversitas Palangka Raya

Evaluasi Pembinaan (Pre Service Training)Kompetensi Kepribadian Mahasiswa S1 PGSD IkatanDinas Berasrama

Evaluasi pembinaan (pre service training)kompetensi kepribadian calon guru SD profesionaldi asrama mahasiswa S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama Universitas Palangka Raya melaluimodel pelatihan belum dilaksanakan sepenuhnyadengan efektif karena dilaksanakan pada evaluasitingkat reaksi dan evaluasi tingkat belajar. Evaluasiini dilakukan oleh seluruh personil pengelolapelatihan dengan cara melaksanakan evaluasitersebut secara lisan setelah kegiatan selesai sertadengan pengamatan perilaku sehari-hari danrespon mahasiswa saat mengikuti pelatihan.Sugiyono (1998:112) menjelaskan mengenaievaluasi tingkat reaksi yaitu peserta memberikanreaksi dalam bentuk pendapat dan sikap tentangpelatih, cara menyajikan, kegunaan, dan perhatianatas materi pelajaran, kesungguhan danketerlibatan peserta pelatihan dalam pelatihan.Evaluasi ini dilakukan pada setiap akhir pelatihan,atau setiap pergantian materi pelatihan. Kirkpatrick(1998:39) mengemukakan bahwa mengukurtingkat belajar berarti menentukan satu atau lebih

hal berikut: (1) what knowledge was learned?(2) what skill were developed or improved?,and (3) what attitude were change?; evaluasitingkat belajar dimaksudkan untuk mengetahuisejauh mana penguasaan pengetahuan danperubahan/perkembangan sikap.

Sugiyono (1998:113) memberikan contohevaluasi reaksi dari peserta pelatihan itu dapatberupa laporan-laporan, kesan-kesan danpengamatan yang biasanya bersifat subyektif. Jadiyang diukur pada tingkat ini adalah reaksi pesertayang selanjutnya digunakan bagi tolak ukurkeberhasilan pada tingkat ini. selanjutnya hasilevaluasi pada tingkat ini dapat digunakan sebagaibahan masukan yang dapat digunakan sebagaibahan untuk memperbaiki pelatihan. Lebih lanjutSugiyono (1998:115) menjelaskan bahwa evaluasitingkat belajar dapat dilakukan dengan memberikantes kepada seluruh peserta pelatihan, dan tes inidilaksanakan menjelang berakhirnya pelatihan.Selain dengan tes evaluasi ini juga dapat dilakukandengan evaluasi diri (self evaluation) terhadapperubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikapsebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Untukkeperluan itu maka pengelola pelatihan harusmenyiapkan instrumen untuk mengetahui keadaansebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Untukevaluasi tingkat perilaku dan evaluasi tingkatdampak yang dilaksanakan dalam bentukMonitoring dan Evaluasi (ME), hingga sampaipenelitian ini dilangsungkan belum dilakukanpengelola dikarenakan para alumni yang sudah lulusbelum banyak yang mendapatkan SK PNS karenamasih menunggu ujian sertifikasi guru SD yangbelum dapat diketahui pelaksanaannya. Haltersebut dapat dimaklumi, seperti yang disampaikanSugiyono (1998:118) bahwa M.E sebaiknyadilakukan setelah 3 sampai dengan 5 tahun pesertapelatihan selesai mengikuti pelatihan. Evaluasi inidapat dilakukan dengan membandingkan prestasiSD yang memiliki guru yang bersertifikat pelatihankompetensi kepribadian dengan prestasi SD yangtidak memiliki guru yang bersertifikat pelatihankompetensi kepribadian. Implikasi dari temuantersebut pihak pengelola asrama dalam hal iniseharusnya membuat suatu standar evaluasipelatihan yang dapat dijadikan pedoman dalammenyelenggarakan pelatihan sehingga tingkatkeberhasilan suatu pelatihan dalam upaya membinakompetensi kepribadian calon guru SD profesionaldapat terukur. Efektif tidaknya suatu pelatihanhanya dapat diukur melalui suatu evaluasi.

6 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 1-8

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perencanaan pembinaan (pre servicetraining) kompetensi kepribadian mahasiswa S1PGSD Ikatan Dinas Berasrama UniversitasPalangka Raya melalui model pelatihan telahdirencanakan dengan baik oleh pihak pengelolaasrama. Hal ini terlihat bahwa dalammerencanakan kegiatan pembinaan (pre servicetraining) kompetensi kepribadian dengan modelpelatihan, dilaksanakan dengan standar yang benaryaitu dilaksanakan dengan berpedoman padatahapan pelatihan yang didasarkan padaassessment kebutuhan pelatihan dalam upayamembina kompetensi kepribadian calon guru SDprofesional. Kedelapan tahapan kegiatan dalammelaksanakan suatu kegiatan pelatihan tersebutdidiskusikan dan dibahas pihak pengelola asramadalam rapat antar sejawat didalam programmengenai perencanaan pelatihan kompetensikepribadian calon guru SD profesional yaitu yangberkaitan dengan: (a) assessment kebutuhanpelatihan, (b) penentuan tujuan pelatihan, (c)penetapan materi/kurikulum pelatihan, (d)penetapan instruktur pelatihan, (e) penetapanmetode dan media pelatihan, (e) penentuan fasilitaspelatihan, (f) penetapan anggaran pelatihan, dan(g) penetapan jadwal.

Pengorganisasian pembinaan (pre servicetraining) kompetensi kepribadian mahasiswa S1PGSD Ikatan Dinas Berasrama UniversitasPalangka Raya melalui model pelatihan

dilaksanakan dengan baik, dimana dalampengorganisasian kegiatan pembinaan tersebutdilakukan secara optimal sesuai dengan standaryang benar dan telah memperhatikan prinsip-prinsip pengorganisasian. Hal ini terlihat denganadanya: (1) penetapan struktur organisasi danpembagian tugas, dan (2) penetapan wewenangdan tanggung jawab bagi pimpinan dan seluruhpersonil yang terlibat dalam organisasi.

Pelaksanaan/implementasi pembinaan (preservice training) kompetensi kepribadianmahasiswa S1 PGSD Ikatan Dinas BerasramaUniversitas Palangka Raya melalui model pelatihansecara prosedural telah dilaksanakan sepenuhnyadengan baik, namun dalam pelaksanaan dilapanganmasih terdapat beberapa kekurang-efektifan yaituyang berkaitan dengan: (a) penetapan kurikulum/materi pelatihan, pihak pengelola pelatihan hanyamenetapkan sebuah kurikulum/materi pelatihanyang dituangkan kedalam topik-topik pelatihanseperti kegiatan kerohanian, debat ilmiah, kegiatanberpidato, dan beberapa kegiatan life skill; (b)dalam laporan tahunan dari tahun ketahun belumnampak besaran perincian jumlah dana yangdigunakan untuk kegiatan pembinaan kompetensikepribadian di asrama.

Evaluasi pembinaan (pre service training)kompetensi kepribadian mahasiswa S1 PGSDIkatan Dinas Berasrama Universitas PalangkaRaya melalui model pelatihan secara proseduralbelum dilaksanakan sepenuhnya dengan baik. Halini terlihat dari evaluasi yang dilaksanakan barupada tahapan evaluasi tingkat reaksi dan evaluasi

Nugroho, Pembinaan (Pre Service Training) Kompetensi Kepribadian Mahasiswa 7

Gambar 1. Pembinaan (Pre Service Training) Kompetensi Kepribadian Mahasiswa S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama Universitas Palangka Raya

Model Pelatihan

Pembinaan kompetensi kepribadian

mahasiswa S1 PGSD Ikatan

Dinas Berasrama

Perencanaan

Pengorganisasian

Evaluasi

Pelaksanaan

Indikator Kompetensi Kepribadian dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan

Pasal 28 ayat (3) butir b mengenai Standar

Kompetensi Kepribadian Guru

SD/MI

Model Acuan Buku

Pedoman Kehidupan Berasrama

Dilaksanakan dengan

Berpedoman pada Prinsip-prinsip

dasar manajemen dan tahapan

pelatihan

-

- - - - - - -

Assessment kebutuhan pelatihan

Tujuan pelatihanKurikulum pelatihanInstruktur pelatihanMetode dan media pelatihanFasilitas pelatihanAnggaran pelatihanJadwal pelatihan

- -

Struktur organisasi pelatihanWewenang dan tanggung jawab

- Evaluasi tingkat belajarEvaluasi tingkat perilakuEvaluasi tingkat dampak

- - -

Evaluasi tingkat reaksi

Pelaksanaan dari perencanaan

tingkat belajar, dan dilaksanakan secara lisansetelah kegiatan pelatihan selesai dilaksanakan.Sementara untuk evaluasi tingkat perilaku danevaluasi tingkat dampak belum dapat dilaksanakankarena sampai saat penelitian ini berlangsung,belum banyak alumni yang sudah bekerja.

Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakansebagai ber ikut: 1) hendaknya dalampengembangan program selanjutnya perlu disusunsebuah buku kurikulum/materi pelatihan yang bakusehingga keberlanjutan program kedepannyamempunyai standar acuan kurikulum/materipelatihan dalam upaya membina kompetensikepribadian mahasiswa calon guru SD profesional,2) hendaknya ditetapkan mata anggaran khususyang digunakan untuk keperluan kegiatanpembinaan kompetensi kepribadian di asrama, 3)

hendaknya untuk keberlanjutan program kedepanharus menetapkan suatu standar evaluasi pelatihanyang menjadi tolak acuan dalam melakukanmonitoring dan evaluasi penyelenggaraanpelatihan pembinaan kompetensi kepribadian calonguru SD profesional 3-5 tahun kedepan setelahpara mahasiswa calon guru SD tersebut lulus dansudah bekerja perlu dilaksanakan evaluasi tingkatperilaku dan evaluasi tingkat dampak untukmengetahui hasil dari program pembinaan yangdilakukan diasrama dengan melihat prestasi sekolahyang memiliki guru SD bersertifikat kompetensikepribadian dan sekolah yang tidak memiliki guruyang bersertifikat kompetensi kepribadian; 4)hendaknya Program S1 PGSD Ikatan DinasBerasrama yang dilaksanakan dalam upayamemenuhi kebutuhan guru SD di daerah khusus(terpencil) dapat menjadi program rutin yangdilakukan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi(DIKTI) dan bukan hanya sekedar proyek semata.

8 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 1-8

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman. 2007. Kompetensi KepribadianGuru. Bandar Lampung: UniversitasLampung Press.

Fattah, N. 2004. Landasan ManajemenPendidikan. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.

Handoko, T. H. 1991. Manajemen, Edisi III.Yogyakarta: BPFE.

Rianto, J. 2001. Prinsip-Prinsip DasarManajemen Pelatihan: Dari AnalisisKebutuhan Sampai Evaluasi ProgramPelatihan. Surabaya: Penerbit InsanCendekia.

Kirkpatrick, D.L. 1998. Evaluating The TrainingProgrammes: The Four Levels. SanFrancisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.

Nadler. L. 1981. Designing Training Programs:The Critical Events Model. Philippines:Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor19 Tahun 2005. Tentang Standar NasionalPendidikan. Bandung: Penerbit CitraUmbara.

Sugiyono. 1998. Manajemen Diklat. Bandung:Penerbit Alfabeta.

Sulistia, dkk. 2002. Manajemen PerpustakaanSekolah. Jakarta: Pusat PenerbitUniversitas Terbuka.

Suparlan. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta:Hikayat Publishing.

Suparlan. 2008. Menjadi Guru Efektif .Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Terry, R. G. 1988. Dasar-dasar Manajemen.Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.2005. Bandung: Penerbit Citra Umbara.

PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU DALAMMENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

Ahmad Yusuf Sobri

E-mail: [email protected] Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Abstract: The purposes of this study was to describe (1) the principal’s role as a supervisor, and (2)the techniques used in learning supervision. This study used a qualitative approach to the studydesign multy site. Collecting data using in-depth interview techniques, observation, anddocumentation. There are two data analysis includes data analysis of individual cases and cross-case data analysis. The findings of this study were (1) the principal’s role as a supervisor is toimprove the overall success of the school learning program to help teachers solve the problem oflearning in the classroom, (2) technical supervision is carried out by the principal classroom visits,personal meetings, regular meetings, visits between school, in the working group meetings, trainingand upgrading.

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) peran kepala sekolah sebagaisupervisor, dan (2) teknik yang digunakan dalam supervisi pembelajaran. Penelitian ini menggunakanpendekatan kualitatif dengan rancangan studi multisitus. Pengumpulan data menggunakan teknikwawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Ada dua analisis data meliputi analisis datakasus individu dan analisis data lintas kasus. Temuan penelitian ini adalah (1) peran kepala sekolahsebagai supervisor adalah meningkatkan keberhasilan keseluruhan program pembelajaran sekolahdengan membantu guru memecahkan masalah pembelajaran di kelas, (2) teknik supervisi yangdilakukan oleh kepala sekolah adalah kunjungan kelas, pertemuan pribadi, rapat rutin, kunjunganantar sekolah, pertemuan dalam kelompok kerja, pelatihan dan penataran.

Kata kunci: pembinaan profesionalisme guru, kualitas pembelajaran

Kemampuan kepemimpinan kepala sekolahmerupakan salah satu faktor penentu utama dalampemberdayaan guru dan peningkatan mutu prosesdan produk pembelajaran. Kepala sekolah adalahorang yang paling bertanggung jawab apakah gurudan staf sekolah dapat bekerja secara optimal.Kultur sekolah dan kultur pembelajaran jugadibangun oleh gaya kepemimpinan kepala sekolahdalam berinteraksi dengan komunitasnya (Danim,2005).

Besarnya tanggung jawab kepala sekolahdigambarkan oleh Sergiovanni (1987) yaitumengkoordinasi, mengarahkan dan mendukungaktivitas yang berkaitan dengan tugas pokoknyayang sangat kompleks. Tugas pokok tersebutantara lain merumuskan tujuan dan sasaransekolah, mengevaluasi kinerja guru dan stafsekolah, menata dan menyediakan berbagaisumber organisasi sekolah, membangun danmenciptakan iklim psikologis yang baik antaranggota komunitas sekolah, menjalin hubungan

dengan masyarakat, membuat perencanaanbersama seluruh personel sekolah danmelaksanakan kegiatan lain yang mendukungoperasional sekolah.

Guru sebagai tenaga pelaksana pembelajarandi sekolah harus memiliki kemampuan profesional.Oleh sebab itu pembinaan profesionalisme gurusecara terus menerus mutlak diperlukan. Salahsatu sarana utama untuk meningkatkankemampuan profesional guru adalah melaluisupervisi pendidikan. Kegiatan supervisi pendidikanmerupakan bagian integral dari kegiatanmanajemen pendidikan di sekolah. MenurutSergiovanni (1987) supervisi merupakan usahasadar untuk menstimulasi, mengkoordinasi danmembimbing secara kontinyu pertumbuhan gurudi sekolah baik secara individual maupun kelompokagar lebih mengerti dan efektif dalam mewujudkanseluruh fungsi pembelajaran. SelanjutnyaDepdikbud (1994) menyatakan bahwa pembinaanprofesional guru adalah pemberian bantuan kepada

9

guru terutama bantuan yang berwujud bimbinganprofesional yang dilakukan oleh kepala sekolah,pengawas, guru atau pembina lainnya untukmeningkatkan proses dan hasil belajar-mengajar.

Kegiatan supervisi pendidikan saat ini harussejalan dengan desentralisasi pendidikan. Sistemsentralisasi yang telah lama diterapkan diasumsikankurang memberikan kesempatan guru untuk leluasadalam merencanakan, menemukan, danmengembangkan pembelajaran. Bila ditinjau darimodel pendekatan supervisi yang ada, akan lebihtepat apabila mengacu kepada pendekatansupervisi diferensial (differentiated supervision)(Wiyono, 2004). Supervisi diferensial adalah suatupendekatan supervisi yang memberikan pilihanlayanan supervisi dalam pengembanganpembelajaran.

Ada beberapa alasan penggunaan supervisidiferensial. Dari perspektif profesional, guru adalahsuatu profesi sehingga guru perlu diberdayakandengan menekankan pada banyak pilihan layanansupervisi. Jenis supervisi ini menerapkanseperangkat premis yang berbeda yangmemungkinkan guru memiliki peluangmengembangkan diri sesuai dengan karakteristikdan kebutuhan yang dimiliki. Dari segi perspektiforganisasi, sekolah yang efektif mempunyai iklimkhusus yang menekankan pada sistem kolegialitas.Lingkungan kolegial memberikan kesempatan yangbanyak untuk berinteraksi dan menciptakanharapan dukungan yang besar. Sedangkan dari sisisupervisor, supervisi diferensial akanmemungkinkan supervisor memfokuskan padausaha sadar secara tepat sesuai dengan kebutuhanguru dan guru dapat mengembangkan diri secaramaksimal melalui teknik yang bervariasi

Ada tiga metode pengembangan pembinaanguru: pengembangan intensif (intensivedevelopment), pengembangan kooperatif(cooperative development), dan pengembangandiri sendiri (self directed development) (Wiyono,2004). Supervisi intensif merupakan supervisi yangdilakukan oleh supervisor yang lebih tinggi, baikkepala sekolah, wakil kepala sekolah, pengawasatau guru senior dan dilakukan secara kontinyudan sistematis. Tujuannya lebih difokuskan padapertumbuhan guru bukan evaluasi guru.Pengembangan kooperatif merupakan prosespengembangan guru melalui teman sejawat. Timkecil guru bekerja bersama untuk memfasilitasipertumbuhan profesionalnya. Kegiatan ini dapatdilakukan melalui pengamatan antar kelas, dialogprofesional, pengembangan kurikulum, supervisi

sejawat, pelatihan sejawat, dan penelitian tindakan.Sedangkan pengembangan diri sendiri adalahproses pertumbuhan guru melalui usaha mandirisecara independen. Kegiatan ini dilakukan melaluimodel berdasarkan tujuan atau model diagnostikbalikan sehingga guru bisa mengidentifikasikelemahan, menetapkan arah dan teknik sesuaidengan karakteristik yang dimiliki secaraindependen. Model ini dapat dilakukan terutamabagi guru yang sudah memiliki taraf pertumbuhanjabatan yang cukup tinggi.

Penelitian ini dilakukan pada dua sekolahdasar negeri (SDN) yang dikategorikan baik, yaituSDN Patokan 1 dan SDN Maron Wetan 1Kabupaten Probolinggo. Kedua kepala sekolahdasar tersebut memiliki andil yang besar dalampengembangan kualitas pendidikan. Merekamemiliki peran strategis dalam mempengaruhi gurudan personel sekolah untuk meningkatkan kinerjadan membawa perubahan, begitu pula dalamperbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan.Kedua sekolah tersebut memiliki reputasi yangdipandang baik oleh Dinas Pendidikan NasionalKabupaten Probolinggo terkait dengan prestasiakademik dan nonakademik.

METODE

Penelitian ini memfokuskan pada pembinaanprofesionalisme guru yang dilakukan kepalasekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajarandi SDN Patokan 1 dan SDN Maron Wetan 1Kabupaten Probolinggo. Untuk mengungkap danmendeskripsikan fokus tersebut diperlukanpengamatan mendalam pada situasi alamiahdengan menggunakan pendekatan kualitatif(Bogdan & Biklen, 1998; Denzin & Lincoln, 1994).Melalui pendekatan kualitatif dapat dihasilkanpemahaman atas makna substantif dari gejala yangmenampak, peristiwa sosial, dan perilaku subjekterteliti yang berkaitan dengan fokus penelitian(Lincoln & Guba, 1985).

Penelitian ini dirancang dengan menggunakandesain studi multisitus (multisite study). Penelitibertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpuldata (Lincoln & Guba, 1985; Bogdan & Biklen,1998). Kehadiran dan keterlibatan peneliti dalamlatar penelitian mengambil dua posisi (Spradley,1980): pengamatan nonpartisipasi (nonpartici-pant observation), dan pengamatan partisipasipasif (passive participant observation) denganpenampakan kehadiran secara terang-terangan(overt).

10 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 9-20

Penentuan “sampel” dilakukan dengan teknikpurposive sampling (Bogdan & Biklen, 1998).Penggunaan teknik ini direalisasikan menurutprinsip funnel design, yakni dengan caramenghimpun data seluas-luasnya untuk kemudiandilakukan penyempitan dan penajaman sesuaifokus penelitian. Peneliti mencari dan menyeleksiinforman guna mendapatkan informasi yang sesuaidengan tujuan penelitian melalui teknik snowballsampling (Patton, 1980).

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui:wawancara mendalam, observasi, dandokumentasi (Bogdan & Biklen, 1998; Yin, 1994;Denzin & Lincoln, 1994; Marshall & Rossman,1989). Sedangkan analisis data menggunakan: (1)analisis data kasus individu pada setiap sekolahyang dijadikan subyek penelitian, dan (2) analisisdata lintas kasus, yang merupakan pemaduantemuan-temuan yang dihasilkan dari beberapakasus penelitian untuk menemukan persamaan danperbedaan temuan yang diperoleh pada masing-masing kasus.

Pengecekan keabsahan temuan daninterpretasi data dilakukan melalui uji kredibilitas,dependabilitas, dan konfirmabilitas data (Lincoln& Guba, 1985; Moleong, 2002). Uji kredibilitas datadilakukan dengan teknik: observasi secaramendalam, triangulasi sumber data dan metodepengumpulan data, pengecekan anggota,pengecekan oleh teman sejawat, dan pelacakankesesuaian hasil (Patton, 1980). Uji dependabilitasbertujuan untuk memperbaiki kekurangtepatandalam konseptualisasi rencana penelit ian,pengumpulan data, interpretasi temuan, danpelaporan hasil penelitian. Konfirmabilitasbertujuan untuk menetapkan objektivitas data dantemuan hasil penelitian sesuai dengan kondisiaktual di lapangan. Kegiatan penelitian ini dilakukanmelalui lima tahap: studi orientasi atas konteks danlatar penelitian, eksplorasi umum, eksplorasiterfokus, pemeriksaan hasil dan pengecekankeabsahan temuan penelitian, serta tahap penulisanlaporan penelitian.

HASIL

Paparan Data Penelitian Kasus 1: SDN Patokan 1Kraksaan

Kepala sekolah selalu mendukung praktikpembelajaran guru. Untuk mendukungpengetahuan kepala sekolah dalam memahamipraktik pembelajaran dilakukan melalui wadah

kelompok kerja kepala sekolah, mengikuti berbagaikegiatan peningkatan kualitas pendidikan danpembelajaran, mengalokasikan dana untuk membelibuku yang berkaitan dengan peningkatan mutupembelajaran.

Kepala sekolah memanfaatkan wadahtersebut untuk memperoleh informasi praktikpembelajaran terbaru yang diprogramkan olehpemerintah dan sekolah lain. Kepala sekolah jugaselalu mengikuti berbagai kegiatan peningkatankualitas praktik pembelajaran baik secara individualmaupun bersama dengan guru, misalnya lokakarya,seminar, dan pelatihan. Kegiatan tersebut biasanyadilaksanakan minimal sebulan sekali. Hal inididukung dengan proyek Managing BasicEducation (MBE) yang bertujuan untukmeningkatkan kualitas pengelolaan sekolah dimanasalah satu programnya adalah memberikanpelatihan untuk meningkatkan profesionalismeguru.

Pembuatan program pembelajaran daninovasi pembelajaran dilakukan oleh kepalasekolah bersama-sama dengan guru. Kepalasekolah selalu berbagi pengetahuan dengan paraguru khususnya yang berkaitan denganpembelajaran baik secara formal maupun informal.Agar program pembelajaran yang dirancangmemenuhi kebutuhan dan menarik minat siswauntuk belajar, kepala sekolah memberi kebebasanguru melakukan praktik dan model pembelajaran.

Beberapa praktik pembelajaran yangditerapkan oleh guru SDN Patokan 1 antara lain:program pembelajaran individualisasi, metodebelajar tuntas, pengelompokan siswa berdasarkankemampuan belajar atau prestasi, pusat sumberbelajar, pembelajaran tim, studi bebas,pembelajaran sebaya, metode pembelajaranlangsung, modifikasi perilaku, metode pemecahanmasalah, mengevaluasi belajar, pembelajarankooperatif, dan penggunaan orang yang ahli dalambidangnya. Praktik pembelajaran tersebutdisesuaikan dengan tingkatan kelas.

Kepala sekolah memiliki tugas dan tanggungjawab untuk meningkatkan keberhasilan programpembelajaran sekolah dan kemajuan guru dansiswa. Ini dilakukan kepala sekolah melaluipenekanan program pembelajaran yang unggul,mendiagnosis program pembelajaran berkelanjutan,berdiskusi mengenai program pembelajarandengan guru, dan membantu guru memecahkanmasalah pembelajaran di kelas.

Kepala sekolah selalu bersedia membantuguru mengidentifikasi tujuan pembelajaran serta

Sobri, Pembinaan Profesionalisme Guru dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran 11

berbagi gagasan dan pengalaman tentangkurikulum dan masalah pembelajaran yang lain.Guru diberi kewenangan dalam mengembangkansilabus dan perencanaan pembelajaran. Sekolahmengalokasikan dana supaya kegiatan tersebutberjalan sesuai yang diharapkan dan memberisemangat kerja kepada guru. Upaya lain untukmeningkatkan profesionalisme guru adalahmemfasilitasi guru melakukan penelitian tindakankelas yang bertujuan untuk mengevaluasi diri gurumengenai proses pembelajaran yang dilakukannyadi dalam kelas. Untuk meningkatkan efektivitaspembelajaran di kelas, sekolah mengundangnarasumber dari luar sekolah dengan memberikanpresentasi dan konsultasi pembelajaran, yaitupejabat Diknas Probolinggo, pakar pendidikan dariperguruan tinggi di dalam dan luar Probolinggo.

Sebagai supervisor, kepala sekolah mencaritopik pembelajaran dan saling berbagi dengan guru.Upaya ini bertujuan untuk memberi pengayaanbahan pelajaran melalui kegiatan: mencari berbagaibahan dari literatur dan hasil pelatihan untukmenciptakan metode, materi dan evaluasipembelajaran terbaru; mendiskusikan topikpembelajaran dalam pertemuan informal;membangun perpustakaan bahan pembelajaranprofesional dan mendorong penggunaannya bagiguru dan staf lainnya; membeli berbagai kaset danVCD untuk memudahkan anak memahamipembelajaran yang diberikan guru; dan mendorongguru saling kunjung antar kelas.

Untuk memotivasi guru melaksanakan tugasdengan baik, kepala sekolah memperhatikankepuasan kerja guru dan iklim kerja yang kondusifdi sekolah. Upaya tersebut dilakukan denganmenjalin komunikasi yang harmonis diantarapersonel sekolah, memberi dukungan dankepedulian serta kepercayaan terhadap pekerjaanguru, menghormati pekerjaan guru, menciptakanketerpaduan antara program pembelajaran sekolahdengan praktik pembelajaran guru di kelas, danmenciptakan pembaharuan praktik pembelajaranguru. Peningkatan semangat kerja dan kepuasanguru membantu siswa belajar sehingga dapatmengembangkan pengetahuan, keterampilan,sikap, dan nilai akademik siswa.

Untuk mengefektifkan program pembela-jaran, kepala sekolah membentuk kelompok atautim penasehat guru yang berfungsi untuk memberimasukan kepada kepala sekolah tentang praktikpembelajaran yang diterapkan dan membantumemecahkan persoalan pembelajaran sebelumdibawa ke rapat dewan guru. Tim ini terdiri dari

guru senior yang memiliki kompetensi sesuaibidangnya.

Peningkatan kualitas pembelajaran dilakukankepala sekolah melalui berbagai teknik pembinaanprofesionalisme guru atau supervisi. Tujuanutamanya adalah membantu guru memperbaikiperformansi mengajarnya sehingga dapatmemperbaiki pembelajaran siswa. Teknik supervisitersebut bersifat individual dan kelompok, yangmeliputi: kunjungan kelas, pertemuan pribadi, rapatrutin, kunjungan antar sekolah, pertemuan dalamkelompok kerja, serta pelatihan dan penataran.

Evaluasi pembelajaran dilakukan oleh kepalasekolah dengan melihat langsung prosespembelajaran di kelas atau kunjungan kelas.Kunjungan kelas dilakukan secara terjadwal dantidak terjadwal, yaitu minimal sekali seminggu,kepala sekolah berkeliling dari satu kelas ke kelaslainnya. Tujuan kunjungan ini berkaitan denganperhatian kepala sekolah kepada guru dan bantuankepada guru bila mereka mendapat permasalahanpembelajaran bukan mencari kesalahan guru.Aktivitas ini juga untuk mengontrol kedisiplinansiswa.

Pertemuan pribadi dilaksanakan oleh kepalasekolah sebagai tindak lanjut dari kunjungan kelas.Pertemuan ini biasanya dilakukan untuk membantuguru mengatasi masalah di kelas dimana guru tidakmenginginkan masalah tersebut dibahas dalamrapat guru. Guru lebih leluasa mengungkapkanpermasalahannya karena suasananya bersifatinformal dan rileks. Kepala sekolah tidakmenjadwal secara khusus aktivitas ini. Pertemuanpribadi juga ditujukan untuk membantu guru baruyang belum memiliki pengalaman mengajar.Kepala sekolah memberi orientasi dan bimbingankepada guru baru agar kelak ia berhasil melakukantugasnya dengan baik. Pertemuan tersebutbiasanya dilakukan sekali seminggu. Kepalasekolah berkewajiban membantu guru barumenguasai keahlian mengajar.

Sedangkan pertemuan yang bersifat formalyaitu rapat rutin antara kepala sekolah dan guruyang dilakukan sebulan sekali dengan tujuan untukmengevaluasi pelaksanaan proses belajar mengajardi kelas. Rapat formal tersebut dapat puladilakukan sewaktu-waktu bila terdapatpermasalahan yang harus segera dipecahkan.Pertemuan rutin ini memberi kesempatan kepadaguru untuk melakukan evaluasi diri mengenaipekerjaan yang telah dilakukan sehinggamemotivasi guru untuk lebih meningkatkanproduktivitasnya.

12 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 9-20

Kegiatan lain untuk meningkatkan mutupembelajaran dilakukan dengan memprogramkankunjungan antar sekolah atau studi banding.Program ini dimaksudkan supaya guru memilikipengetahuan yang luas mengenai programpembelajaran unggul yang diterapkan oleh sekolahlain. Studi banding dilaksanakan bukan hanyadalam lingkup provinsi namun juga di luar provinsi.

Dalam setiap gugus sekolah terdapatkelompok kerja. Pembentukan kelompok kerjadisesuaikan dengan bidang tugas masing-masingguru. Sekolah ini membentuk kelompok kerjakarena sekolah ini merupakan salah satu sekolahinti di Kabupaten Probolinggo. Kelompok kerjatersebut antara lain Kelompok Kerja KepalaSekolah, Kelompok Kerja Guru Agama, KelompokKerja Guru Olahraga dan beberapa MusyawarahGuru Matapelajaran. Setiap kelompok kerja secararutin mengadakan pertemuan sebulan sekali yangberfungsi untuk memecahkan masalahpembelajaran yang dihadapi oleh kepala sekolahdan guru pada masing-masing sekolah.

Sekolah memprogram pengembangankompetensi dan kualifikasi tenaga guru untukmeningkatkan profesionalisme guru. Kepalasekolah mendorong guru untuk menghadiri danberpartisipasi dalam berbagai program latihaninservice, yaitu workshop, seminar, pelatihan,penataran guna memperbaharui pengetahuan gurudalam pembelajaran. Untuk program kualifikasiguru, sekolah memfasilitasi guru mengikuti studilanjut yang diprioritaskan bagi guru yang masihbelum memiliki ijasah sarjana. Minat guru untukmelanjutkan pada jenjang sarjana sangat tinggi,bahkan sekolah ini telah memiliki dua orang gurubergelar magister.

Agar pelaksanaan pembinaan guru berjalanefektif, kepala sekolah melibatkan guru senior untukmembantu guru mengatasi masalah pembelajaran.Bantuan tersebut memberi peluang guru untukmenerapkan berbagai metode pembelajaran baruyang dapat meningkatkan prestasi siswa. Bantuantersebut ternyata efektif dalam meningkatkankesadaran guru akan kelebihan dan kelemahandalam pembelajaran.

Data atau informasi yang dikumpulkanmelalui teknik supervisi dan evaluasi pembelajaranmenggambarkan performansi guru. Setelah semuadata terkumpul maka kepala sekolah kemudianmemberikan data tersebut kepada guru untukdipelajari. Sebagai tindak lanjutnya, kepala sekolahdan guru mengadakan pertemuan untukmendiskusikan informasi tersebut. Pertemuan

biasanya tergantung kepada permintaan guru baiksecara informal maupun formal.

Berdasarkan hasil evaluasi pembelajarantersebut maka kepala sekolah dapat menentukantingkat performasi guru, apakah tingkatperformansinya tinggi atau rendah. Bila tingkatperformansi guru tersebut rendah maka kepalasekolah akan membantu guru memperbaikinyamelalui pembinaan secara berkesinambungan.

Paparan Data Penelitian Kasus 2: SDN Maron Wetan 1

Sebagai seorang supervisor, Kepala SDNMaron Wetan 1 melakukan berbagai aktivitas untukmemajukan program pembelajaran sekolahnya.Beberapa aktivitas tersebut antara lain menetapkanpencapaian tujuan, berpartisipasi dalam programpembelajaran, mengharapkan pekerjaan yangterbaik dari guru, mengontrol pelaksanaankurikulum dan program sekolah. Pencapaian tujuandilakukan melalui penetapan target yang meliputi:manajemen sekolah yang semakin transparan;peningkatan kerjasama dengan komite sekolah,paguyuban kelas, tokoh masyarakat, instansiterkait, dan wali siswa; peningkatan disiplin dantanggung jawab guru; optimalisasi kegiatan belajarmengajar berciri PAKEM; profesionalisme gurusemakin meningkat; serta optimalisasi otonomisekolah dan kelas.

Kepala sekolah membantu guru mengiden-tifikasi tujuan pembelajaran, berbagi gagasan danpengalaman mengenai kurikulum danpembelajaran. Agar tercipta program pembelajaranyang efektif, kepala sekolah memberi kesempatanyang luas kepada guru untuk membuat inovasi danpembelajaran yang unggul dengan memberikebebasan dan kewenangan kepada setiap gurumembuat perencanaan pembelajaran.

Dalam setiap pertemuan dengan dewan guru,kepala sekolah menekankan mutu pendidikan.Kepala sekolah menyatakan arti penting materi,metode dan peralatan pembelajaran yangdigunakan oleh guru sesuai tuntutan kurikulum.Untuk pengayaan materi, kepala sekolah bersamaguru dan komite sekolah meningkatkan kuantitasdan kualitas buku perpustakaan sekolah dan kelas.Khusus perpustakaan kelas, selain alokasi danadari sekolah, paguyuban kelas juga membantumemberikan sumbangan buku pelajaran dan bukuumum untuk anak-anaknya.

Peningkatan keberhasilan programpembelajaran dilakukan melalui penekananprogram pembelajaran yang unggul, mendiagnosis

Sobri, Pembinaan Profesionalisme Guru dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran 13

program pembelajaran secara berkelanjutan,melakukan diskusi dengan guru, dan membantuguru dalam memecahkan berbagai persoalanpembelajaran di kelas. Kepala sekolah mendorongguru menerapkan berbagai model pembelajaran dikelas dan memberi kewenangan guru dalammelakukan pekerjaannya, misalnya: penerapanmetode pembelajaran yang baru dan inovatif,penggunaan media dan metode evaluasipembelajaran. Kepala sekolah berperan sebagaipartner kerja guru dalam pembelajaran.

Pemberian wewenang praktik pembelajaranguru bertujuan untuk memenuhi kebutuhan danmenarik minat siswa belajar. Beberapa praktikpembelajaran yang telah dilakukan antara lain:pembelajaran individualisasi, pembelajarankooperatif, metode belajar tuntas, pusat sumberbelajar, pengelompokan siswa berdasarkan padaprestasi, pembelajaran tim, studi bebas,pembelajaran teman sebaya, metode pembelajaranlangsung, metode pemecahan masalah,mengevaluasi belajar, dan penggunaan narasumberyang profesional.

Peningkatan kualitas pembelajaran jugadiupayakan oleh kepala sekolah denganmemberikan bantuan manajemen pembelajaranbagi guru melalui kerjasama dengan narasumberyang berasal dari luar sekolah. Kerjasama tersebutdilakukan dengan Kantor Dinas PendidikanNasional Kabupaten dan Provinsi. Hal inidikarenakan sekolah ini merupakan salah satusekolah yang ditunjuk sebagai proyek perintis(pilot project) Manajemen Berbasis Sekolah(school-based management) tingkat nasional.

Usaha kepala sekolah untuk meningkatkanpembelajaran siswa dilakukan melalui penciptaanmetode, materi dan evaluasi pembelajaran bagiguru dari berbagai literatur, hasil penelitian maupunberbagai seminar dan pelatihan. Kepala sekolahjuga mengadakan pertemuan dengan guru baikindividual maupun kelompok secara informal, danmenciptakan budaya gemar membaca di kalanganguru dengan membangun perpustakaan yang berisibuku pembelajaran inovatif.

Kepuasan kerja guru dan iklim kerja yangkondusif bagi proses pembelajaran menjadiperhatian utama kepala sekolah untukmeningkatkan kualitas pembelajaran. Penciptaankepuasan kerja guru dan iklim kerja yang kondusifbagi proses pembelajaran dilakukan melaluikomunikasi yang terbuka dan jujur diantarapersonel sekolah, memberikan dukungan dankepercayaan kepada pekerjaan guru, memadukan

program sekolah dengan pembelajaran yangdilakukan guru di kelas. Upaya untuk menciptakansemangat kerja guru diterapkan denganmemberikan insentif lain bila guru menyelesaikanpekerjaan di luar tugas yang ditentukan, danmemberikan penghargaan kepada guru yangberprestasi melalui pemilihan guru teladan.

Sedangkan untuk menciptakan komunikasiyang efektif, kepala sekolah memberi kesempatankepada guru mengadakan pertemuan baik secaraformal maupun informal untuk membahaspersoalan yang berhubungan dengan pembelajaran.Aktivitas ini memberi peluang bagi kepala sekolahdan guru untuk saling terbuka dalam mengevaluasidiri mengenai perannya masing-masing.

Sedangkan pembinaan profesionalisme gurusecara khusus oleh kepala sekolah dilakukandengan beberapa teknik supervisi. Teknik supervisiyang dilakukan oleh kepala sekolah bersifatindividual dan kelompok, yaitu kunjungan kelas,pertemuan pribadi, rapat rutin, kunjungan antarsekolah, pertemuan dalam kelompok kerja, sertapelatihan dan penataran.

Kepala sekolah melakukan kunjungan kelasdengan mengadakan observasi secara langsung kedalam kelas pada saat proses pembelajaranberlangsung. Kunjungan kelas didahului denganadanya kesepakatan antara kepala sekolah denganguru. Kunjungan kelas tersebut lebih banyak bersifatterjadwal mengingat kesibukan kepala sekolah danbiasanya dilakukan secara rutin sekali seminggu.

Teknik supervisi ini bertujuan untukmembantu guru bila mengalami kesulitan dalamproses pembelajaran yang berlangsung di dalamkelas. Kunjungan kelas bukan untuk mencarikelemahan guru, namun untuk meningkatkanperformansi guru dalam melaksanakanpekerjaannya. Kunjungan kelas lebih difokuskankepada hal-hal yang bersifat substantif bukanadministratif.

Kepala sekolah selanjutnya melakukanpertemuan pribadi sebagai tindak lanjut darikunjungan kelas. Pertemuan pribadimemungkinkan guru dapat mengungkapkanmasalah pembelajaran yang dihadapi di kelassecara lebih terbuka. Biasanya pertemuan pribadidilakukan pada waktu istirahat dan setelah prosespembelajaran selesai dilaksanakan di kelas. Tekniksupervisi ini juga bertujuan untuk membantu gurubaru yang belum memiliki pengalaman mengajarmaupun calon guru yang magang di sekolah ini.

Pembinaan kepala sekolah kepada guru barubertujuan untuk membantu guru baru bukan hanya

14 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 9-20

untuk menguasai keahlian mereka mengajar dikelas, tetapi juga membantu mereka menerapkandasar-dasar manajemen kelas, membuatperencanaan pembelajaran dan melaksanakanevaluasi pembelajaran. Pola interaksi guru dansiswa dalam proses pembelajaran di kelas menjadifokus perhatian pembinaan kepala sekolah kepadaguru baru.

Teknik supervisi lain yang sering dilakukanoleh kepala sekolah adalah rapat rutin kepalasekolah dengan dewan guru. Pertemuan inidilaksanakan satu bulan sekali pada minggupertama. Pertemuan tersebut bertujuan untukmendiskusikan program pembelajaran yang telahdan akan dilaksanakan. Setiap pengambilankeputusan yang berhubungan denganpengembangan sekolah, kepala sekolah selalumelibatkan personel sekolah. Kepala sekolahmenekankan pelaksanaan pembelajaran sesuaidengan alokasi waktu, membuat perencanaanpembelajaran dan perangkat evaluasinya, sertapendalaman materi pelajaran masing-masing guru.

Untuk memperkaya pengalaman guru dalampengembangan dan inovasi pembelajaran, sekolahmemprogram kegiatan studi banding ataukunjungan antar sekolah. Kepala sekolahmenjadwal kegiatan studi banding minimal satutahun sekali. Obyek studi banding disesuaikandengan tujuan yang ingin dicapai dan anggarandana yang ditetapkan. Kegiatan studi banding inisangat diminati guru, selain menambah ilmu jugasebagai kegiatan darmawisata.

SDN Maron Wetan 1 merupakan salah satusekolah dasar inti yang ada di Kecamatan Maron. Sekolah memfasilitasi guru denganmemberdayakan kelompok kerja yang telahdibentuk, misalnya KKKS (Kelompok KerjaKepala Sekolah), MGMP (Musyawarah GuruMata Pelajaran). Pertemuan rutin kelompok kerjatersebut biasanya dilaksanakan sebulan sekali diSDN Maron Wetan 1 dan sesekali dilaksanakansecara bergiliran dari satu sekolah ke sekolahlainnya.

Sekolah memprogram pengembangankompetensi dan kualifikasi tenaga guru untukmeningkatkan profesionalisme guru.Pengembangan kompetensi guru dilakukan denganmendorong guru untuk menghadiri danberpartisipasi dalam berbagai program pelatihan,misalnya seminar, lokakarya, penataran, workshop.Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaharuipengetahuan guru dalam pembelajaran. Penugasanguru dalam kegiatan pengembangan kompetensi

dilakukan dengan memberi kesempatan kepadasemua guru secara bergiliran agar semua gurumemperoleh pemahaman yang sama.

Sebagai salah satu sekolah yang dijadikanproyek percontohan pemerintah, guru SDN MaronWetan 1 banyak memperoleh kesempatan untukmengikuti program pengembangan kompetensi gurumelalui berbagai macam pelatihan. Hampir semuaguru telah memperoleh pembekalan pengetahuanprogram pembelajaran yang terbaru. Bahkan adapula guru yang ditugaskan sebagai salah satufasilitator program pembelajaran tingkat nasional.

Profesionalisme guru juga dilakukan olehpihak sekolah melalui program studi lanjut untukmemenuhi kualifikasi tenaga pengajar. Oleh karenaitu kepala sekolah memfasilitasi guru-guru untukmengikuti studi lanjut tersebut. Program studi lanjutdiberikan kepada guru yang belum memiliki ijasahsarjana. Motivasi dan minat guru tinggi untukmengikuti studi lanjut karena adanya tuntutanpemerintah bahwa guru sekolah dasar harusmemiliki kualifikasi minimal sarjana.

Pelaksanaan supervisi akan berjalan efektifapabila dilakukan tidak hanya oleh kepala sekolah.Oleh karena itu, kepala sekolah melibatkan gurusenior dalam kegiatan supervisi. Guru merasaterbantu dengan kebijakan ini karena keterlibatanguru senior membuat guru merasa tidak terdapathambatan psikologis dalam kegiatan supervisi. Gurudapat berkomunikasi secara terbuka dan berbagipengalaman serta bertukar pikiran secara lebihleluasa dalam memecahkan persoalanpembelajaran.

Setelah semua pelaksanaan supervisidilakukan, kepala sekolah dan guru mengadakanpertemuan untuk mendiskusikan hasil pelaksanaansupervisi. Evaluasi ini penting dalam rangkamencari solusi bagi peningkatan profesionalismeguru. Kepala sekolah memperbaiki performansiguru dalam pembelajaran melalui pembinaan baiksecara intern di sekolah maupun dari luar sekolah.Banyak guru yang merasa terbantu dengankegiatan ini.

PEMBAHASAN

Kepala sekolah sebagai seorang supervisorharus memiliki pengetahuan dan wawasanpembelajaran yang luas. Pemahaman kepalasekolah pada praktik pembelajaran di kelas dapatmeningkatkan tanggung jawabnya sebagaisupervisor dimana guru mengharapkan kepalasekolah memberikan bantuan pembelajaran yang

Sobri, Pembinaan Profesionalisme Guru dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran 15

dilakukannya di kelas. Pemahaman praktikpembelajaran kepala sekolah dilakukan denganbeberapa kegiatan yaitu pertemuan kelompok kerjakepala sekolah, keikutsertaan dalam berbagaikegiatan ilmiah, pelatihan, studi banding ke sekolahberprestasi serta pengadaan buku pembelajaran.

Seorang kepala sekolah dalam sekolah yangefektif memajukan tujuan sekolah, berpartisipasidalam program pembelajaran, mengharapkansiswa dan guru melakukan yang terbaik, memilikikontrol kurikulum, dan dipandang sebagaisupervisor. Seseorang dapat menjadi supervisorpembelajaran dengan memperoleh pengetahuandan berbagi dengan guru dan orang lain yang terlibatdengan pembelajaran siswa (DeRoche, 1985).Menurut Smith dan Andrews (1989) kepalasekolah dapat melakukan beberapa kegiatan yangmeliputi: mendemonstrasikan kemampuan dalammengevaluasi dan menguatkan strategipembelajaran yang tepat dan efisien; mensupervisistaf, menggunakan strategi yang memfokuskanpada perbaikan pembelajaran; dalam proses menilaiprogram pendidikan, kepala sekolah menggunakaninformasi lulusan siswa yang secara langsungberkaitan dengan masalah pembelajaran;mendemonstrasikan keberhasilan dalammelaksanakan kebijakan evaluasi personel; danmengetahui pentingnya tujuan belajar siswa dalampelaksanaan program pembelajaran.

Pemahaman kepala sekolah tentang praktikpembelajaran dapat mengarahkan guru untukmenciptakan program pembelajaran yang ungguldan menerapkan model pembelajaran sesuaidengan karakteristik siswa. Kemauan kepalasekolah untuk saling berbagi pengetahuan denganguru dapat memperoleh dukungan dan masukanbagi pengembangan program pembelajaran.Kepala sekolah juga memberikan kewenangan dankebebasan guru untuk melakukan pekerjaannyasehingga dapat meningkatkan keefektifanpembelajaran karena disesuaikan dengankebutuhan dan minat belajar siswa.

Kepala sekolah sebagai pemimpinpembelajaran bertanggung jawab terhadapkeberhasilan program pembelajaran secarakeseluruhan. Peningkatan keberhasilan programpembelajaran dilakukan oleh kepala sekolahmelalui diskusi atau berbagi pengalaman denganguru, mendiagnosis program pembelajaran secaraberkelanjutan dan membantu guru memecahkanmasalah pembelajaran di kelas.

Untuk meningkatkan profesionalisme guru,kepala sekolah memberikan pembinaan dan

pelatihan kepada guru, misalnya pelatihanpenelitian tindakan kelas. Pelaksanaan pembinaandan pelatihan dilakukan bekerjasama dengan parapakar baik dari dinas pendidikan setempat maupundengan perguruan tinggi. Selain itu sekolah jugamengadakan kerjasama dengan berbagai lembagaguna memberikan kontribusi yang besar dalammengembangkan dan meningkatkan programsekolah. Sekolah tidak akan berkembang tanpaadanya kerjasama dengan pihak luar.

Sebagai seorang supervisor, kepala sekolahharus dapat memberikan pilihan topik pembelajaranbagi guru. Beberapa topik pembelajaran dapatdiperoleh melalui bahan pustaka dan hasil pelatihan,pertemuan secara informal dengan guru untukmendiskusikan masalah pembelajaran, membangunperpustakaan profesional, dan memajang hasilkarya guru dan siswa di dalam dan di luar kelas(DeRoche, 1985). Berbagai topik pembelajarantersebut dapat dipilih oleh guru untuk memberikanpelayanan yang terbaik kepada siswa.

Pekerjaan seorang kepala sekolahdigambarkan seperti praktik memecahkan masalah.Pengetahuan perlu diberikan kepala sekolah, karenaaktivitas profesional tidak secara rutin ditanamkandalam budaya organisasi. Berpikir setiap hari atauberpikir praktis adalah istilah yang digunakan untukmenggambarkan proses mental yang dilakukanseperti seorang pemimpin memecahkan masalah(Leithwood, 2002). Penggunaan pengetahuan masalalu pemimpin dapat dipertimbangkan dalam berpikirpraktis untuk memecahkan masalah dalam kelas dansekolah (Scribner, 1984). Pemecahan masalah olehkepala sekolah tergantung pada kesiapan aksespengetahuan yang luas sesuai dengan masalah.Pengetahuan pemecahan masalah membutuhkankeahlian dan partisipasi orang lain. Kontribusipartisipasi aktif dari orang lain dan pengetahuanpemecahan masalah secara substansialmeningkatkan pengembangan individual seorangpemimpin (Leithwood dan Steinbach, 1995).

Dorongan guru untuk melakukan tugasnyadengan baik didorong oleh kepuasan kerja gurudan iklim kerja yang kondusif. Kepala sekolahmemiliki tugas dan tanggung jawab meningkatkankepuasan kerja guru dan iklim kerja yang kondusifbagi pembelajaran di sekolah melalui penciptaankomunikasi yang terbuka dan harmonis diantarapersonel sekolah, menghormati dan kepercayaankepada pekerjaan guru, memadukan programpembelajaran sekolah dengan praktikpembelajaran guru di kelas. Kepuasan kerja gurudan iklim kerja yang kondusif dapat mendorong

16 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 9-20

guru melaksanakan tugasnya dengan baik (Hoy& Miskel, 1987).

Komunikasi yang dilakukan kepala sekolahsecara terbuka menciptakan rasa kebersamaandiantara personel sekolah. Sebagai seorangkomunikator, kepala sekolah melakukan enamkegiatan (Smith & Andrews, 1989), yaitu: (1)mendemonstrasikan kemampuan dalammengevaluasi dan berhubungan dengan orang lainsecara efektif, misalnya melakukan komunikasi duaarah secara tepat, sensitif dan terpercaya, (2)berbicara dan menulis secara jelas dan terang,misalnya menampilkan keterampilan berorganisasidalam komunikasi lisan dan tulisan, (3)menggunakan keterampilan dan strategimanajemen konflik yang memuaskan, misalnyakemampuan membantu orang lain menemukansolusi yang dapat diterima, (4) memfasilitasikelompok dalam menyeleksi masalah tindakanmelalui teknik pemecahan masalah, misalnyamengidentifikasi dan mengumpulkan informasi yangvalid, relevan dan dapat dipercaya, (5)mendemonstrasikan kemampuan menggunakanberagam keterampilan proses kelompok dalaminteraksi dengan staf, orang tua dan siswa,misalnya membantu orang lain mengembangkankomitmen pada proses untuk mencapai tujuan, (6)mendemonstrasikan keterampilan dalam bekerjasebagai anggota tim, misalnya menilai kekuatandan kelemahan anggota tim.

Pemberian insentif bagi guru yangmenyelesaikan pekerjaan di luar tugasnya,penghargaan kepada guru-guru yang memilikikomitmen dalam menjalankan kewajibannya danmemiliki prestasi dalam memimpin pembelajarandi kelas dapat meningkatkan kepuasan kerja dansemangat kerja guru. Selain itu penghargaan jugadiberikan kepada guru pada ketiga latar penelitiandalam membina siswa untuk mengikuti berbagaiperlombaan bidang akademik dan nonakademik.Hal ini dilakukan oleh kepala sekolah untukmemberikan motivasi kepada guru supayamemberikan layanan yang terbaik pada siswa(Maslow, 1987).

Pertemuan informal antara kepala sekolah,guru dan personel sekolah lainnya untukmendiskusikan masalah pembelajaran dapatmenciptakan keterbukaan dalam mengevaluasi dirisehingga meningkatkan kepuasan kerja dansemangat kerja guru. Pertemuan informal memberikesempatan yang luas kepada guru untuk berbagidalam memecahkan berbagai persoalanpembelajaran.

Menurut Davis dan Thomas (1989) adabeberapa kondisi yang dapat meningkatkan kinerjaguru meliputi komitmen, usaha dan kepuasan kerjaguru. Kondisi yang dapat mendukung kinerja guruadalah: tingkat prestasi siswa yang tinggi,kesempatan guru mengajar matapelajaran sesuaibidangnya, balikan yang signifikan mengenai upayaguru mempengaruhi belajar siswa, tingkatgangguan dan perilaku buruk siswa yang rendah,kesempatan bagi kepemimpinan guru di sekolah,tingkat dukungan guru yang tinggi, partisipasi guruyang lebih besar dalam pengambilan keputusansekolah, keterkaitan yang jelas antara inisiatifperubahan dan kesejahteraan siswa, menghindaripenekanan yang berlebihan pada evaluasi danakuntabilitas khususnya teknik asesmenperformansi yang sederhana, penghargaan padaguru mengenai kesempatan bekerja dan karir,bantuan pada guru khususnya guru baru,berkelompok dengan guru lain, peralatan yangmemadai dan sumber pembelajaran yang lain didalam kelas, tingkat otonomi kelas yang tinggi,koordinasi program pembelajaran yang meningkat,kesempatan pengembangan profesional guru, dandana pensiun yang relatif tinggi. Keberagaman,kompleksitas dan ketidakpastian yang tinggi ditempat kerja dapat menghilangkan komitmen,usaha dan kepuasan guru.

Sedangkan mengenai teknik supervisi yangdilakukan oleh Kepala SDN Patokan 1 dan KepalaSDN Maron Wetan 1 untuk meningkatkanprofesionalisme guru meliputi kunjungan kelas,pertemuan pribadi, rapat rutin, kunjungan antarsekolah, pertemuan dalam kelompok kerja, sertapelatihan dan penataran. Kunjungan kelas yangdilakukan oleh kepala sekolah secara rutin baikterjadwal maupun tidak terjadwal dapat membantuguru memecahkan masalah pembelajaran di dalamkelas. Salah satu karakteristik supervisor yangkuat adalah kunjungan kelas dimana tujuankegiatan tersebut untuk memperbaiki pembelajaransecara suportif dan konstruktif bagi guru sehinggadapat memperbaiki pembelajaran danmengevaluasi guru (Ubben & Hughes, 1992;Sergiovanni, 1987).

Terdapat enam karakteristik kepala sekolahyang sukses (Davis & Thomas, 1989). Keenamkarakteristik tersebut meliputi: memiliki visi yangkuat apa yang sekolah dapat lakukan danmendorong seluruh personel sekolahmerealisasikan visi tersebut; memiliki harapan yangtinggi pada prestasi siswa dan performansi staf;mengobservasi guru di kelas dan memberikan

Sobri, Pembinaan Profesionalisme Guru dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran 17

balikan yang positif dan konstruktif dengan tujuanmemecahkan masalah dan memperbaikipembelajaran; mendorong penggunaan waktupembelajaran yang efisien dan merancangprosedur untuk meminimalkan gangguan;menggunakan sumber material dan personelsecara kreatif; dan memonitor prestasi siswasecara individual dan kolektif dan menggunakaninformasi untuk membimbing perencanaanpembelajaran.

Pertemuan pribadi menjadi teknik supervisiyang efektif dimana guru lebih leluasamengungkapkan permasalahan yang dihadapisecara lebih terbuka. Kegiatan tersebut dilakukantidak terjadwal karena kesibukan kepala sekolahdan sesuai dengan kebutuhan guru. Pertemuanpribadi tersebut menjadi wadah yang efektif dalammendiskusikan pembelajaran guru. Pembinaanguru dengan teknik ini dapat pula membantu gurubaru yang belum berpengalaman mengajar disekolah untuk menguasai keahlian mengajar,membuat perencanaan pembelajaran, melakukanevaluasi pembelajaran, menerapkan manajemenkelas, dan memahami perilaku siswa (DeRoche,1985).

Rapat rutin antara kepala sekolah dan guruyang dilaksanakan sebulan sekali dapatmeningkatkan program pembelajaran berdasarkanhasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran yang telahdilakukan oleh guru. Rapat rutin antara personelsekolah dengan komite sekolah juga membantukepala sekolah mengembangkan programpendidikan di sekolah. Pertemuan rutin tersebutdapat meningkatkan partisipasi dan dukungan dariorang tua terhadap keberhasilan sekolah denganmelibatkan semua personel sekolah dalam setiappengambilan keputusan. Dalam konteks site-based management, peran serta dari orang tuasangat penting bagi kesuksesan sekolah(Leithwood, 2002).

Teknik supervisi yang biasanya diagendakanoleh sekolah adalah kegiatan kunjungan antarsekolah atau studi banding. Kunjungan tersebutbertujuan untuk meningkatkan pemahaman danpenyegaran bagi guru mengenai praktikpembelajaran dan inovasi pembelajaran yangdilakukan di sekolah lain. Teknik ini bermanfaatuntuk meningkatkan keefektifan praktikpembelajaran guru (DeRoche, 1985).

Pembinaan guru dapat pula dilakukan denganpembentukan dan pemberdayaan kelompok kerjadimana guru diberi kebebasan guru mendiskusikanmasalah pembelajaran yang dihadapi di kelas.

Menurut Davis dan Thomas (1989) guru dapatbekerjasama dalam meningkatkanprofesionalismenya melalui kelompok kerja atautim guru yang bertemu setiap minggu atau hari untukmemecahkan masalah atau merencanakan danmelaksanakan pembelajaran dan metodepembelajaran baru, dan melalui pusat kegiatan gurudimana sekelompok guru berbagi pemecahanmasalah dan keahlian atau bengkel kerjapembelajaran yang diarahkan oleh guru yang ahliatau profesional lain. Oleh sebab itu guru perlumemanfaatkan kelompok kerja yang ada padamasing-masing gugus sekolah dasar. Ada limafungsi pembentukan gugus sekolah dasar (Bafadal,2003), yaitu prasarana pembinaan kemampuanprofesional tenaga kependidikan; sebagai wahanapenyebaran informasi dan inovasi dalam bidangpendidikan bagi tenaga kependidikan; wahanamenumbuhkembangkan semangat kerja sama dankompetisi di kalangan anggota gugus sekolah dalammeningkatkan mutu sekolah; wadah penyemaianjiwa persatuan dan kesatuan sertamenumbuhkembangkan rasa percaya diri guru,kepala sekolah, pengawas, dan pembina dalammenyelesaikan tugas; dan dapat dijadikan wadahkoordinasi peningkatan partisipasi masyarakat.

Peningkatan profesionalisme guru jugadilakukan melalui dua program, yaitu programpengembangan kompetensi guru dan kualifikasitenaga guru. Program pengembangan kompetensiguru dilakukan dengan mengikutsertakan guruuntuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan-kegiatan ilmiah, misalnya seminar, pelatihan,lokakarya. Menurut Hallinger dan Murphy (1987)seorang kepala sekolah dapat merencanakan danmemantau kesempatan pengembangan inserviceguru serta memperoleh masukan dari guru padamateri pelatihan. Kepala sekolah secara aktif dansuportif membantu guru belajar menggunakanpendekatan pembelajaran yang baru, danmenetapkan harapan kualitas kurikulum melaluipenggunaan standar dan petunjuk.

Sedangkan kualifikasi tenaga guru dilakukandengan mengikuti studi lanjut ke jenjang S1 bagiguru yang belum sarjana. Ada tiga tujuan pemberiantugas belajar kepada guru di sekolah dasar: (1)meningkatkan kualifikasi formal guru sehinggasesuai dengan peraturan kepegawaian yangdiberlakukan secara nasional maupun yayasanyang menaunginya, (2) meningkatkan kemampuanprofesional para guru sekolah dasar dalam rangkauntuk meningkatkan kualitas penyelenggaraanpendidikan di sekolah dasar, dan (3)

18 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 9-20

menumbuhkembangkan adanya motivasi parapegawai sekolah dasar dalam rangkameningkatkan kinerjanya (Bafadal, 2003).

Keterlibatan dan bantuan guru seniormemecahkan masalah yang dihadapi guru dapatmeningkatkan efektivitas pelaksanaan supervisipembelajaran karena guru merasa tidak adahambatan psikologis. Menurut Davis dan Thomas(1989) proses supervisi sejawat lebih banyakbersifat informal dan rileks. Hal ini tidakmemerlukan tahapan dan prosedur yangdinyatakan terbuka dan bentuk yang disiapkan,karena supervisi sejawat selalu sukarela, tidakpernah ada intervensi untuk melindungi hak-hakguru. Supervisi sejawat lebih efektif dan efisiendaripada supervisi berjenjang oleh kepala sekolah.Guru merasa lebih bebas bereksperimen.Supervisornya harus memiliki empati dan memilikikredibilitas tinggi. Dalam menerapkan supervisisejawat, kepala sekolah memperhitungkan gurukunci bagi keberhasilan kepemimpinannya.Kepemimpinan tersebut dijalankan melaluitindakan atau tugas kepada orang lain untukmencapai fungsi organisasi (Spillane, 2000).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kepala sekolah memiliki tugas untukmeningkatkan keberhasilan keseluruhan programpembelajaran sekolah dan kemajuan guru dansiswa. Hal ini dilakukan oleh kepala sekolah melaluipenekanan program pembelajaran yang unggul,

mendiagnosis program pembelajaran berkelanjutan,berdiskusi mengenai program pembelajarandengan guru, dan membantu guru memecahkanmasalah pembelajaran di kelas. Kepala sekolahselalu bersedia membantu guru dalammengidentifikasi tujuan pembelajaran serta berbagigagasan dan pengalaman dengan guru tentangkurikulum dan masalah pembelajaran yang lain.

Kepala sekolah memberikan pembinaanprofesional guru dengan berbagai teknik. Tujuanutama pembinaan tersebut adalah membantu gurumemperbaiki performansi mengajarnya, yang padaakhirnya akan dapat memperbaiki pembelajaranpada siswa. Teknik supervisi yang dilakukan olehkepala sekolah bersifat individual dan bersifatkelompok. Teknik supervisi tersebut meliputi:kunjungan kelas, pertemuan pribadi, rapat rutin,kunjungan antar sekolah, pertemuan dalamkelompok kerja, serta pelatihan dan penataran.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, maka disarankankepada: (1) Dinas Pendidikan KabupatenProbolinggo agar sekolah dasar mendapatkanperhatian yang serius terutama dalam pembinaankepala sekolah dan guru yang profesional, (2) parakepala SD yang menjadi subyek penelitian agarselalu terus menerus meningkatkan prosespembelajaran dengan mengadakan pembinaanterhadap guru-guru, (3) guru untuk selalumemanfaatkan segala fasilitas yang diberikan olehkepala sekolah.

DAFTAR RUJUKAN

Bafadal, I. 2003. Peningkatan ProfesionalismeGuru Sekolah Dasar. Jakarta: PT BumiAksara.

Bogdan, R.C. & Biklen, S.K. 1998. QualitativeResearch for Education: An Introductionto Theory and Methods. Boston: Allyn andBacon, Inc.

Danim, S. 2005. Menjadi KomunitasPembelajar: KepemimpinanTransformasional dalam KomunitasOrganisasi Pembelajaran. Jakarta: BumiAksara.

Davis, G.A. & Thomas, M.A. 1989. EffectiveSchools and Effective Teachers. Boston:Allyn and Bacon.

Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. 1994. Handbookof Qualitative Research. Thousand Oak,California: Sage Publications, Inc.

Depdikbud. 1994. Pola dan Strategi PembinaanPendidikan. Jakarta: Depdikbud DirektoratPendidikan Dasar.

DeRoche, E.F. 1985. An Administrator’s Guidefor Evaluating Programs and Personnel:An Effective Schools Approach. Boston:Allyn and Bacon.

Hallinger, P., & Murphy, J. 1987. Assessing theInstructional Management Behavior ofPrincipals. Elementary School Journal,86 (2), hal. 217-247.

Sobri, Pembinaan Profesionalisme Guru dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran 19

Hoy, W.K., & Miskel, C.G. 1987. EducationalAdministration: Therory, Research, andPractice. New York: Random House.

Leithwood, K. A. & Steinbach, R. 1995. ExpertProblem Solving: Evidence from Schooland District Leaders. Albany, NY: StateUniversity of New York Press.

Leithwood, K.A. 2002. Organizational Learningand School Improvement. Greenwich, CT:JAI.

Lincoln, Y.S. dan Guba, E.G.L. 1985. NaturalisticInquiry. Beverly Hill, California: SagePublications, Inc.

Marshall, C. & Rossman, G.B. 1989. DesigningQualitative Research. Newbury Park,California: Sage Publications, Inc.

Maslow, H.A. 1987. Motivation and Personality.3rd ed. New York: Harper & Row PublishersInc.

Moleong, L.J. 2002. Metodologi PeneitianKualitatif . Bandung: PT. RemajaRosdakarya.

Patton, M.Q. 1980. Qualitative EvaluationMethods. Baverly Hill, California: SagePublication, Inc.

Scribner, S. 1984. Studying Working Intelligence.Dalam B. Rogoff & J. Lave (Eds.),Everyday Cognition: Its Development inSocial Context. Cambridge, MA: HarvardUniversity Press.

Sergiovanni, T.J. 1987. EducationalGovernance and Administration. NewYork. Prentice-Hall, Inc.

Smith, W.F. & Andrews, R.L. 1989.Instructional Leadership: HowPrincipal Make a Difference.Washington: ASCD.

Spillane, J. P. 2000. District Policy Making andState Standards: A Cognitive Perspectiveon Implementation. Dalam A. Hightower,M. S. Knapp, J. Marsh, & M.McLaughlin (Eds). School Districts andInstructional Renewal. hal. 143-159.New York, NY: Teachers College Press.

Spradley, J.P. 1980. Participant Observation.New York: Holt, Rinehart and Winston.

Ubben, G.C & Hughes, L.W. 1992. ThePrincipal: Creative Leadership forEffective Schools. Boston: Allyn andBacon.

Wiyono, B.B. 2004. Supervisi BerbasisSekolah. Dalam Maisyaroh,Burhanuddin, & Imron, A. (Ed).Perspektif Manajemen PendidikanBerbasis Sekolah. Malang: UM Press.

Yin, R.K. 1994. Case Study Research:Design and Methods. London: SagePublication, Inc.

20 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 9-20

PEMBENTUKAN IKLIM SEKOLAH DALAM PERSPEKTIFLEARNING COMMUNITY

Rahmania UtariPriadi Surya

Tina Rahmawati

E-mail: [email protected],Universitas Negeri Yogyakarta, Jl. Colombo No.1 Sleman, Yogyakarta

Abstract: The purpose of this study were to describe students ‘perceptions of school climate inSMAN “ X “ Bantul , teachers’ perceptions of school climate in SMAN “ X “ Bantul , and the effortsof the Principal in shaping school climate that encourages the creation of learning community inSMAN “ X “ Bantul . Performed by using a qualitative approach and descriptive analysis , the subjectof this study is the principal, teachers, and students of SMAN “ X “ Bantul. The results showed thestudents and teachers perceive the school climate in a positive way . However, they found problemsin terms of classroom climate. All subjects were mainly school teachers admit that the current conditionis one legacy of the previous leadership. Besides working climate that is formed based on the currentlack of awareness that the SMA input “ X “ Bantul categorized as low. The principal’s efforts inshaping school climate that encourages the creation of community learning in school is a way toimprove the quality of school to focus all school components, namely input, process and output.

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan persepsi siswa tentang iklim sekolah diSMAN “X” Bantul, persepsi guru tentang iklim sekolah di SMAN “X” Bantul, dan upaya KepalaSekolah dalam membentuk iklim sekolah yang mendorong terciptanya learning community di SMAN“X” Bantul. Dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan dianalisis secara deskriptif,subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan siswa SMAN “X” Bantul. Hasil penelitianmenunjukkan para siswa dan guru mempersepsikan iklim sekolahnya secara positif. Namun demikianmasih ditemukan persoalan dalam hal iklim kelas. Semua subjek terutama guru mengakui bahwakondisi sekolah saat ini merupakan salah satu warisan dari kepemimpinan yang terdahulu. Selain ituiklim kerja yang terbentuk saat ini didasari adanya kesadaran bahwa input SMAN “X” Bantuldikategorikan rendah. Adapun upaya kepala sekolah dalam membentuk iklim sekolah yang mendorongterciptanya learning community di sekolah adalah dengan cara memperbaiki mutu sekolah berfokussemua komponen sekolah, yaitu input, proses, dan output.

Kata kunci: iklim sekolah, learning community, manajemen sekolah

Iklim sekolah merujuk pada kualitas dan karakterkehidupan sekolah yang didasarkan padapengalaman-pengalaman, norma, tujuan, nilai,hubungan antarpersonal, proses belajar mengajardan praktik kepemimpinan serta struktur organisasiyang ada di sekolah (National School ClimateCouncil, 2007). Definisi lain mengatakan bahwaiklim sekolah mengacu pada “rasa” terhadapsekolah, dan hal ini bisa bervariasi antar satusekolah dengan sekolah lainnya. Iklim sekolahmerefleksikan aspek fisik dan psikologis sekolahyang mudah berubah dan merupakan pra kondisiyang diperlukan untuk terciptanya proses belajarmengajar yang baik (National School ClimateCouncil, 2007).

Loukas (2007) memaparkan bahwa iklimsekolah dapat dimaknai dalam tiga dimensi; fisik,sosial dan akademik. Dimensi fisik antara lainberbicara tentang tampilan gedung sekolah danruang kelas, jumlah rombongan belajar dan rasioguru dengan siswa, pengaturan ruang kelas, sertaketersediaan sumber daya dan keamanan maupunkenyamanan. Dimensi sosial terdiri atas kualitashubungan antar pribadi antara siswa, guru danstaff, perlakuan adil dan setara dari guru terhadapsiswa dan staff, tingkat kompetisi dan perbandingansosial antara siswa, dan keterlibatan warga sekolahdalam pengambilan keputusan. Dimensi ketigamenggambarkan kualitas pembelajaran, harapanguru pada pencapaian hasil belajar siswa, serta

21

sejauhmana kontrol/monitoring sekolah terhadapkemajuan belajar siswa yang juga dikomunikasikankepada orangtua.

Iklim sekolah yang positif ditandai secara kuatdengan kesadaran warga sekolah internal untukmenjadikan sekolah sebagai learning communityatau komunitas pembelajar (National SchoolClimate Council, 2007). Suasana sekolah yangdemikian akan mendorong warga sekolah untukmengembangkan proses yang demokratis,terutama dalam hal belajar mengajar dan berbagipengetahuan antar satu sama lain. Learningcommunity yang merupakan adaptasi dari konseplearning organization , diartikan sebagaiketerhubungan antara warga sekolah, dimanamereka terlibat bersama secara dialogis untukberbagi pengetahuan, norma, nilai, keterampilanyang bermuara pada kemajuan bersama. Peranpemimpin sangat esensial dalam terciptanyakomunitas yang pembelajar, terutama jikapemimpin mampu memaknai belajar sebagai prosesdan berfungsi pada perbaikan sekolah besertawarganya. Konsep learning community mulaipopuler sejalan dengan perubahan tren ekonomiglobal di akhir 1980-an yang ditandai denganmeluasnya ketersediaan informasi dan komunikasi(Kilpatrick, Barret & Jones, 2003). Istilah learningorganization paling banyak dimaknai sebagaigambaran situasi dari sejumlah kelompok ataulembaga yang bersama-sama berupaya melakukanperubahan sosial secara sistematik dan berbagiresiko, tanggungjawab, sumber daya sertapenguatan. Larrivee (2000) dalam Kilpatrick,Barret & Jones (2003) memaparkan tumbuhnyaketertarikan pada sekolah sebagai komunitasbelajar diawali dengan hasil penelitian di tahun1970-an dan 1980-an yang mengemukakan bahwasekolah efektif didukung dengan konsep sekolahsebagai masyarakat, yang didalamnya termasukmenginventar isir kemampuan siswa untukmengenali komunitas sekolah. Hal ini dianggaplinear dengan rasa memiliki diantara wargasekolah. Sekolah yang mengadopsi gagasanlearning organization ditandai dengan adanyasinergi antara staf, guru dan pengelola dalammemaknai pembelajaran, bekerjasamameningkatkan mutu kurikulum dan proses belajarmengajar dengan berfokus pada siswa. Kilpatrick,Barret & Jones (2003) mendefinisikan learningcommunity sebagai hasil dari bersatunya orang-orang yang tujuan sama, yang berkolaborasidengan didasarkan kekuatan individu, salingmenghormati perspektif orang lain, dan mendorong

peluang belajar secara aktif. Sergiovani (2006:103)menegaskan bahwa sekolah dapat dipandangsebagai learning community bila siswa dananggota sekolah lainnya berkomitmen untukberpikir, tumbuh dan mencari tahu, sertamenjadikan belajar sebagai aktivitas atau carahidup sebagaimana proses belajar itu sendiri

Berdasarkan berbagai teori yang telah dikaji,maka dapat disimpulkan bahwa terbentuknyasekolah sebagai learning community memerlukandukungan berupa iklim positif. Dengan iklimsekolah yang positif masing-masing anggotasekolah akan terdorong berbagi dan bekerjasama.Keadaan seperti itu akan membuat masing-masingpihak mau belajar, berbagi pengetahuan, menimbapengalaman dengan satu sama lain. Untukmembuat iklim sekolah yang positif tidak terjadibegitu saja, diperlukan adanya intervensi sekolahmelalui pemberian pengalaman-pengalamantertentu kepada warga sekolah, utamanya siswadan guru.

Salah satu sekolah yang berada di KabupatenBantul dan menunjukkan perkembangan pesatadalah SMAN “X” Bantul. Beberapa kalanganmasyarakat mengaku tertarik menyekolahkanputra-putrinya di SMA tersebut dikarenakan aspekkedisiplinan yang ditumbuhkan oleh pengelolasekolah. SMA yang semula merupakan filialSMAN 1 Kota Yogyakarta ini mengalamiperkembangan cukup pesat termasuk dalam halprestasi pelajarnya. Salah satu siswa SMAN “X”Bantul di tahun 2011 berhasil memperoleh medaliemas sebagai makalah terbaik dalam OlimpiadePenelitian Siswa Indonesia. Kiprah dan prestasisiswa di bidang lain yang pernah dicapai siswaSMAN “X” Bantul antara lain dalam kompetisiRenang, Taekwondo, bahasa dan seni. Selain itupara beberapa guru juga berhasil menorehkanprestasi antara lain sebagai guru kreatif dan inovasipembelajaran. Melihat potensi SMAN “X” Bantuldengan segala perkembangannya, menarik untukmelihat potret pembentukan iklim sekolah,khususnya dalam perspektif sebagai komunitasbelajar atau community learning.

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitianini adalah pendekatan kualitatif dengan metodedeskriptif. Merujuk pada Satori dan Komariah(2009:28), langkah kerja untuk mendeskripsikansuatu objek fenomena, atau setting sosialterejawantahkan dalam suatu tulisan yang bersifat

22 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 21-31

naratif. Artinya, data, fakta yang dihimpunberbentuk kata atau gambar daripada angka-angka. Mendeskripsikan sesuatu berartimenggambarkan apa, mengapa dan bagaimanasuatu kejadian terjadi.

Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah,guru, dan siswa SMAN “X” Bantul, dengan sumberinformasi utama adalah Kepala Sekolah, guru,tenaga administrasi dan siswa. Adapun jumlahinforman dalam penelitian ini tidak dibatasi,sepanjang informasi dan data yang diperlukandianggap sudah dapat menjawab pertanyaanpenelitian. Teknik pengumpulan informasi, data danfakta dalam penelitian ini adalah observasi,wawancara, dan focussed group discussion, sertastudi dokumentasi. Peneliti berperan sebagai keyinstrument. Kehadiran peneliti akan diketahui olehinforman, dan bersifat observative participant/passive participant. Adapun pengumpulan datamelalui wawancara mendalam yang melibatkan 1Kepala Sekolah, lima orang guru dan wawancarasingkat dengan 1 orang petugas perpustakaan. Studidokumentasi dilakukan terhadap berbagai jenisdokumen yang terdiri atas buku visi dan misi danhistoris sekolah, buku panduan siswa, data prestasisekolah, data kesiswaan dan data layananBimbingan dan Konseling. Untuk Pengamatan/observasi langsung peneliti berupaya mengamatisituasi sekolah secara non partisipatif (nonparticipant observation) yang terdiri atas Kondisifisik bangunan dan lay out sekolah, fasilitaspembelajaran perpustakaan Interaksi siswaInteraksi guru dan interaksi guru-siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persepsi Siswa tentang Iklim Sekolah di SMAN “X”Bantul

Berdasarkan hasil penelitian, persepsi siswatentang iklim akademik di sekolahnya sangatditentukan oleh cara mengajar guru, pola aktivitaskomunikasi akademik diantara siswa dengan siswa,dan siswa dengan guru. Selain itu, iklim tersebutjuga dipengaruhi sikap guru dalam menjalankantugas-tugasnya, dan sikap siswa dalam menjalankanaturan-aturan dan tugas-tugas sekolah/belajar.

Temuan penelitian memperlihatkan siswabelum begitu nyaman dengan iklim akademik yangada khususnya berkaitan dengan metode danpendekatan guru. Siswa mengemukakan masihada cara mengajar guru yang membosankan dankurang menciptakan suasana segar. Selain itu siswamerasa iklim belajar belum cukup terbuka dan

masih ditemukan pelabelan terhadap siswa. Hallain yang ditemukan adalah anggapan siswatentang guru yang memberi perhatian merata baikdi luar maupun di dalam kelas. Ada jugakeengganan siswa untuk bertanya tentang materiberkaitan dengan respon guru yang belum sesuaidengan harapan siswa.

Temuan lain mengungkapkan bahwa siswamendambakan proses belajar yang interaktif.Meskipun menggunakan media pembelajaranberupa program power point, nuansa yangdirasakan masih searah. Materi diberikan secaralisan dan tertulis dalam tayangan presentasi, lalusiswa mencatat. Hal ini dipandang siswa kurangmenumbuhkan kreativitas berpikir mereka. Dalamsebuah penelitian yang mengungkap keefektivanpenggunaan media Powerpoint di sekolah (Aryani,2009), menyarankan agar guru dapat lebih kreatifdalam merancang media Powerpoint agar siswapun tidak merasa jenuh. Aspek-aspek dalammultimedia yang menjadi penentu ketertarikansiswa sebagaimana disampaikan Wahyudi (2012)melalui penelitiannya di bidang pengembanganmultimedia antara lain adanya suara, desainmenarik dan interaksi yang tidak terlalu kompleks.Selain itu animasi yang diciptakan harus dapatmenjelaskan konsep yang masih abstrak menjadikonkrit. Per timbangan materi tetap harusdiperhatikan, seperti kemutakhiran konten danhirarki atau sekuensialnya.

Selain beberapa ketidakpuasan siswa diseputar media pembelajaran, siswa juga berharapagar para guru SMAN “X” Bantul tetapmemberikan motivasi kepada siswanya, paling tidakdi awal tahun ajaran. Tidak dipungkiri pemberianmotivasi itu ada kalanya berkurang ataupun tidakmerata. Guru secara naluriah merasa lebih senangkepada siswa-siswa yang dapat dengan mudahmengikuti materi ajarnya. Namun, hendaknyaperhatian proporsional juga diberikan kepada siswayang memiliki hambatan belajar. Beberapa gurumenunjukkan dari sisi tampilan fisiknya, senantiasamenatap seluruh siswa ketika mengajar dan siswatidak ada yang merasa diistimewakan. Cangara(2006:103) menyatakan bahwa salah satukomunikasi nonverbal adalah melalui gerakanmata. Pandangan mata sering dianggap sebagaicerminan isi hati seseorang. Knapp dalam Cangara(2006:103) menyebutkan satu dari empat fungsiutama gerakan mata adalah sebagai sinyal gunamenyalurkan hubungan. Kontak mata akanmeningkatkan frekwensi bagi orang yang salingmemerlukan. Dari hasil penelitian dapat

Utari dkk, Pembentukan Iklim Sekolah dalam Perspektif Learning Community 23

disimpulkan bahwa kontak mata yang dilakukanguru ketika mengajar kepada siswa-siswanyasudah cukup baik. Hal ini menunjukkan iklimpembelajaran yang kondusif bagi pencapaianprestasi akademik dan non akademik.

Dikaitkan dengan konsep learningcommunity, salah satu ciri menonjol adalahtingginya budaya baca. Sayangnya fasilitasperpustakaan belum dimanfaatkan secara optimaloleh siswa. Hasil penelitian menunjukkan tidakbanyak siswa yang aktif ke perpustakaan.Meskipun nyaman, tetapi pemanfaatannya olehsiswa masih belum optimal. Peminjaman bukuhanya bersifat pemenuhan untuk keperluan tugas.Sedangkan budaya baca di perpustakaan tidaknampak. Hasil survey Unesco sebagaimanadilansir National Report for England tentangProgress in International Reading Literacy Study(2007), menemukan bahwa budaya membacaorang Indonesia paling rendah di kawasanASEAN. Aspek teknis yang menyebabkan antaralain komitmen penyediaan buku dan pengelolaanperpustakaan yang belum menarik kalanganmasyarakat, termasuk diantaranya siswa disekolah. Hasil penelitian tentang pengaruh kualitaspelayanan terhadap kepuasan mahasiswa diPerpustakaan Universitas Sumatera Utara(Samosir, 2005:34) menemukan bahwa kehandalan,daya tanggap, jaminan secara serempakmeningkatkan kepuasan mahasiswa dalammenggunakan perpustakaan USU. Dari sisiSMAN “X” Bantul sendiri, fasilitas fisik yang adanampaknya juga sudah memadai. Hanya saja,aspek fisik berupa lokasi perlu menjadipertimbangan. Letaknya yang relatif terisolir darijangkauan siswa kebanyakan menjadikannyanampak sepi pengunjung, disamping kemungkinanminat baca yang masih harus dipacu.

Di sisi lain, penggunaan layanan internet diSMAN “X” Bantul cukup menonjol.Perkembangan teknologi dewasa ini rupanya jugamempengaruhi kebiasaan dan budaya siswa dalammenentukan sumber belajar. Kecepatan dankepraktisan memperoleh sumber-sumber belajarsecara daring (online) menjadikan iklim sekolahtidak seperti pada masa lalu yang mengandalkanbuku-buku di perpustakaan. Tentu keberadaanjaringan internet memiliki dua sisi mata uang, selainmemberi keuntungan dapat juga menimbulkankerugian bila diperuntukkan pada hal yang tidakbermanfaat. Fasilitas koneksi internet dapatdibatasi agar pemanfaatannya menjadi “sehat”.Salah satu caranya adalah dengan membatasi

akses terhadap situs-situs yang tidak berhubungandengan pembelajaran (Ardianto, 2010).

Dari sisi akademik, siswa mengakui bahwainteraksi yang terjalin dengan siswa lain cukup baikterutama dalam belajar bersama. Kilpatrick, Barret& Jones (2003) membatasi istilah learningcommunity sebagai hasil dari bersatunya orang-orang yang tujuan sama, yang berkolaborasidengan didasarkan kekuatan individu, salingmenghormati perspektif orang lain, dan mendorongpeluang belajar secara aktif. Dalam kontekssekolah, Kilpatrick, Barret & Jones (2003)menempatkan istilah learning community sebagaipemenuhan kebutuhan belajar pada sebuahlokalitas melalui kemitraan antar anggotanya.Selain sebagai sarana berinteraksi, keberadaankelompok-kelompok pergaulan di antara siswabermanfaat dalam membantu siswa yangmengalami hambatan belajar. Kelompok belajaryang terbentuk selama ini lebih efektif jika munculdari teman sepergaulan, dibandingkan dengankelompok belajar bentukan guru mereka. Kondisiideal dari kelompok teman sebaya adalah di manakelompok itu berawal dari kelompok bermain, yangkemudian berkembang pula menjadi kelompokbelajar. Kelompok yang solid akan dapatmengerjakan banyak kegiatan bersama-sama.Baik itu bermain dan juga belajar. Pada pandanganyang lain ada pula kelompok bermain yang tidakdapat dijadikan kelompok belajar oleh karenasebab-sebab tertentu. Pada konteks memunculkanlearning community¸ kelompok-kelompok siswadi sekolah harus diarahkan kepada kelompokbermain yang dapat menjadi kelompok belajar. Halini didasarkan pada pemikiran motivasi berafiliasidan motivasi berprestasi yang sebaiknya terpenuhidalam kondisi bersama.

Sayangnya, masih ditemukan kecuranganberupa saling tolong-menolong sesama temandengan memberikan jawaban atas soal atau ujian.Kecurangan dalam melaksanakan tugas dan ujianini sudah dianggap biasa oleh siswa. Sebagaimanadikutip dar i Kushartanti (2009), perilakumencontek patut menjadi perhatian karena siswayang melakukan kebohongan akademik cenderungakan berbohong di tempat kerja (Lawson dalamAmriel 2008). Kushartanti (2009) dalampenelitiannya mengindikasikan perilaku menconteksiswa berhubungan dengan tingkat kepercayaandiri yang rendah. Selain berhubungan dengangender, tingkat kepercayaan diri juga berhubungandengan budaya. Kepercayaan diri yang baik akanmembuat seseorang dapat mengaktualisasi

24 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 21-31

potensi-potensi yang ada pada dirinya. Dari sisi iniguru atau sekolah dapat melakukan intervensi agarsiswa memiliki karakter percaya diri. Bukan hanyaaturan reward dan punishment ditegakkan, namunjuga melalui perilaku pendidik yangmengkondisikan siswa untuk mudah meraihkepercayaan diri.

Selain persoalan kepercayaan diri, sekolahmelalui guru hendaknya mampu merangsang siswauntuk memiliki kemampuan self-regulatedlearning, karena dengan adanya hal tersebut akanmeminimalisir perilaku mencontek siswa. Self-regulated learning adalah tindakan strategi belajaryang dirancang untuk meningkatkan kemandirianbelajar pada siswa. Self-regulated learning tidakhanya tentang bagaimana siswa mengevaluasikemajuan diri sesuai dengan standar yangditetapkan, namun juga mereka mampumerencanakan dan memonitoring kebutuhan danprogres belajarnya.

Hasil penelit ian menemukan adanyapengakuan siswa tentang tingginya etos kedisiplinanyang diterapkan di SMAN “X” Bantul. Meskipundemikian, siswa memandang hal yang sama belumditerapkan terhadap guru. Pembelajaran yangkondusif bukan hanya ditentukan oleh ketertibansiswa, namun juga dari pengajar. Perlu adanyacontoh yang baik dan ketegasan dari guru dalammelaksanakan kedisiplinan. Adanya perbedaandalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan dapatmenjadi sumber konflik (Robbins, 1996:461).Dalam kasus SMAN “X” Bantul, siswa memaknaiada perbedaan konsekuensi pelanggaran tata tertibantara guru dan siswa.

Pada dimensi sosial, masih ditemukan adanyapengkotakan pergaulan yang dilandasi kesamaanasal daerah. Letak sekolah yang berada diperbatasan antara Kabupaten Bantul dan KotaYogyakarta mengakibatkan keragaman latarbelakang siswa, baik dari sisi ekonomi, sosialbudaya, maupun latar belakang geografis.Kelompok pergaulan ini diidentifikasi sebagaibagian dari kelompok informal di sekolah.Kelompok informal merupakan kelompok yangterbentuk secara natural, yang didasarkan padadua alasan yaitu kepentingan dan persahabatan(Gibson, dkk. 2004:225). Pada usia remaja,kebanyakan kelompok sosial siswa didasari olehpersahabatan, meskipun juga ada yang dilandasikepentingan seperti kelompok belajar dan kelompokekstrakurikuler. Walaupun demikian, bukan berartikelompok informal khususnya yang terbentuk dari

persahabatan mustahil diberdayakan dalam rangkamencapai tujuan organisasi. Untuk sekolah, salahsatu caranya adalah dengan mengidentifikasikeberadaan kelompok-kelompok tersebut danmenemukan pemimpin dari setiap kelompok.Pemimpin kelompok inilah yang menjadi jembatanantara sekolah dengan siswa.

Siswa SMAN “X” Bantul tidak terlepas darikonflik yang dihadapinya meskipun dalam skalayang umumnya ringan. Konflik yang agak kerasbisa terjadi jika satu pihak dirasa seriusmengganggu pihak lainnya. Siswa mengakuibahwa sejatinya tidak ingin berkonflik dengantemannya, karena merasa tidak ada untungnyasama sekali. Konflik yang ada dapat dikelola untukdiupayakan memenangkan semua pihak. Konflikyang dikelola dengan baik dapat pula memunculkankreativitas agar satu pihak dengan yang lain dapatberaktivitas dengan harmonis. Peran guru BK danguru lainnya menjadi penengah yang baik, denganmenerapkan pembinaan yang pedagogis.Pembinaan yang dilakukan pada aspek sosial masaremaja adalah perhatian pada kelompok-kelompokbermain sebaya. Kelompok tertentu yang dianggapterlalu eksklusif harus dapat diinklusifkan dandigiring ke arah positif, terutama untuk menjadilearning community. Begitu pula hubungan antarajunior dan senior terlihat cukup baik. Teridentifikasikonflik yang muncul lebih banyak bersifathorisontal (antar siswa satu angkatan), itu punmasih terklasifikasi tingkat ringan.

Konflik hor isontal antar siswa dapatdiperparah bila terdapat diferensiasi horisontal yangtinggi (Robbins, 1996:459). Contoh diferensiasihorisontal yang tinggi di lingkungan sekolah adalahperbedaan status sosial yang sangat tajam, danperbedaan cara pandang berdasarkan latarbelakang budaya serta agama. Karena pihak-pihakyang dikatakan “horisontal” ini senantiasaberinteraksi, maka gesekan diantara mereka jugaberpeluang tinggi. Pada temuan penelitian diSMAN “X” Bantul hal ini tidak ditemukan.Semangat kebersamaan yang dipupuk melaluiMOS yang edukatif dan bersahabat, sistem subsidisilang dan gerakan infaq mengeliminirkemungkinan-kemungkinan konflik skalamenengah dan besar.

Persepsi Guru tentang Iklim Sekolah di SMAN “X”Bantul

Iklim sekolah khususnya pada kedisiplinan dikelas di SMAN “X” Bantul secara umum terbentuk

Utari dkk, Pembentukan Iklim Sekolah dalam Perspektif Learning Community 25

sudah lama dan dirasakan cukup kondusif oleh paraguru. Iklim sekolah menurut guru sangatdipengaruhi oleh visi dan misi yang diunggulkanoleh sekolah, dalam hal ini guru yakin denganadanya pembinaan kedisiplinan siswa maka akanterbentuk iklim pembelajaran yang humanis danmenyenangkan. Persoalan kedisiplinan sendirisering dianggap momok bagi pengajarsebagaimana diungkapkan Sahertian (2000:145),bahwa salah satu masalah dalam menciptakaniklim belajar yang menyenangkan ialah masalahdisiplin dan dalam setiap kegiatan prosespembelajaran guru sering menghadapi perilakusiswa yang bermasalah. SMAN “X” Bantulmemiliki concern yang tinggi pada pembinaankedisiplinan siswa. Dimulai dengan disiplin masukkelas, berpakaian, dan disiplin keluar kelas. Gurumeyakini pembinaan tersebut akan mengakibatkanmultiple effect yang luar biasa, terutama dalamsistem pembelajarannya.

Para guru sudah memiliki pandangan yangcukup komprehensif tentang kriteria sekolah baik.Mereka memandang dalam pengembangansekolah bukan hanya diperlukan perbaikan input,sarana dan output, melainkan juga sisi proses yangsalah satunya diwakili oleh iklim sekolah yang tertibdan disiplin serta kondusif untuk pembelajaran.Kesadaran guru dalam mengembangkan suasanakelas yang menyenangkan dan disiplin dilakukandengan mengelola kelas dengan gaya tertentu,antara lain diskusi, mengkritisi fenomena danmengambil intisari hasil diskusi. Hal tersebut sesuaidengan pendapat Mulyasa (2002: 58), bahwa guruperlu menciptakan suasana kelas yangmenyenangkan dan penuh disiplin. Selain itu peranguru disini lebih pada penegak ketertiban danmemberi keteladanan. Guru harus menyadaridalam pembelajaran perlu juga menanamkanmotivasi bagi siswa dalam kedisiplinan.

Hasil penelitian menunjukkan gurupelajaran dan wali kelas memiliki koordinasi yangcukup baik dengan guru BK. Iklim kelas akansemakin mudah terbentuk jika guru mata pelajarandan guru BK bekerjasama dalam menanganimasalah yang berkaitan dengan pelanggaranakademik. Langkah yang ditempuh guru yaitupendekatan secara personal dengan anak-anakyang teridentifikasi memerlukan penanganankhusus. Hal tersebut sesuai dengan pendapatSahertian (200:149), bahwa cara memperbaiki anakyang bermasalah, satu-satunya jalan ialahmembantu guru-guru dalam cara membimbinganak. Pertama melalui cara memberi penguatan,

yaitu memberi dorongan positif kepada siswa dankedua berhati-hati dalam memberikan hukuman(punishment). Terkait dengan pelayananBimbingan dan Konseling (BK), proses pembinaandan pembimbingan siswa hanya difokuskan padasiswa-siswa yang terindikasi dan terbuktibermasalah. Proses pembimbingan dan konselingtidak dijalankan dalam suatu program khusus kekelas-kelas secara klasikal. Hal ini tentunya akanlebih efektif jika sekolah mampu secara efektifmeningkatkan intensitas proses pembimbingan dankonseling baik melalui tatap muka di kelas, ataumenggunakan media lain yang memungkinkanproses pembimbingan dan konseling berlangsungsecara intens kepada semua siswa, bukan hanyapada individu-individu yang disebutkan tadi. Darihasil penelitian Lapan dkk. (2011), Carrel danCarrel (2006), menyebutkan bahwa kehadiransecara intens para konselor (guru BK) memilikipengaruh yang signifikan terhadap angka kelulusandan rendahnya permasalahan indisipliner parasiswa. Lapan dkk. (2006) juga menemukan bahwakehadiran proses pembimbingan dan konseling padasiswa memberikan dampak pada keberhasilansiswa dalam belajar.

Iklim sekolah khususnya pada proses belajarmengajar di kelas di SMAN “X” Bantul yangditerapkan guru selama ini lebih padamengefektifkan pembelajaran dengan pengulanganmateri, post test, dan penugasan-penugasan agaranak terlatih berpikir kritis. Guru SMAN “X”Bantul mengupayakan situasi pembelajaran yanghangat dan terbuka melalui interaksi siswa, unsurkerjasama dan kekompakkan dalam rombonganbelajar. Terlepas dari temuan menyangkut persepsisiswa, ditemukan juga bahwa sebagian guru telahmembentuk situasi hangat dengan siswa.

Terkait dengan permasalahan disiplin padaguru, sekolah seperti diuraikan di atas, juga memiliki‘sedikit’ permasalahan disiplin, walaupun tidakmasuk ke kategori yang berat. Ini perlu ditanganisecara cepat. Studi yang dilakukan oleh Value-Added Research Center (http://www.education-news.org/education-policy-and-politics/study-good-teachers-have-profound-effect-on-their-students/) menemukan bahwa guru memilikidampak mendalam (profound effect) dengan apayang diperoleh siswa baik di sekolah atau di masayang akan datang. Permasalahan disiplin guru tidakhanya berhenti pada sejauhmana guru berkinerja.Namun memiliki dampak yang lebih jauh, yaitumemberikan inspirasi pada siswa untuk tidakdisiplin. Dalam pepatah yang menyatakan bahwa

26 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 21-31

“guru = digugu dan ditiru”, ini memberikan kesan,bahwa guru adalah sosok panutan, suri tauladan,dan inspirasi bagi keberhasilan guru. Guru haruslahtampil sempurna sebagai teladan siswa. Terkaitdengan suri tauladan, hal tersebut terkait denganadanya role model diantara warga sekolah.Sebuah survey yang dilakukan oleh Training andDevelopment Agency for School (2008)menemukan bahwa guru merupakan role modelyang penting bagi para siswanya. Mengapa anak-anak remaja perlu role model? Zirkel (2002: 358)menyatakan bahwa kapasitas/perilaku para remajamerupakan refleksi dari apa yang ada disekitarmereka. Dari ungkapan di atas kita bisa tarikkesimpulan, bahwa untuk mendapatkan suatusosok remaja yang diinginkan, siapkanlah rolemodel yang relevan dengan apa yang diinginkanitu. Maka dari itu, jika sekolah menginginkan parasiswa menyerupai suatu sosok, maka ciptakanlahmodelnya.

Salah satu hal yang mendorong sekolahberkinerja tinggi adalah realitas yang dihadapi olehSMAN “X” Bantul, yaitu input. Input sekolah initidak dikategorikan sebagai sekolah yang memilikiinput berkualitas sangat tinggi. Input yang tidakterlalu menonjol disikapi sekolah dengan prosesyang baik. Mulai dari penciptaan sistem, penyiapanSDM, penyiapan fasilitas, kepemimpinan efektif,dan proses pembelajaran yang bermutu jugatentunya. Dari keseharian yang diobservasipeneliti, nampak bahwa aura/iklim proses yangunggul tercermin dari semua aktivitas yangnampak di sekolah. Waktu kerja guru yang efektif(hampir semua guru berada di sekolah sebelumjam 07.00 – di atas 14.00), rutinitas keseharian disekolah di sela-sela waktu mengajar (digunakanuntuk mempersiapkan pelajaran, mengevaluasi,diskusi dengan rekan sejawat, atau memberikanbimbingan pada siswa). Setiap guru dituntut untukmematuhi dan ikut serta terlibat dalam sistem yangtelah ditetapkan sekolah, mulai dari menaatiperaturan sekolah, ikut terlibat dalam semuaaktivitas sekolah (baik kurikuler, intra kurikuler, danekstra kurikuler), dan mengawasi semua rutinitassekolah, termasuk mengawasi interaksi sosial parasiswanya.

Selain penyiapan SDM yang berkualitas tinggidan penyiapan prosedur kerja untuk menghasilkanproses pembelajaran yang terbaik (best process),penyiapan fasilitas juga menjadi salah satu unsurpenyiapan proses yang baik. Fasilitas menentukanjuga terjadinya proses yang berjalan efektif danefisien. Eartman dan Lemasters (2009), Plang,

Broadshaw, dan Young (2009), Stephenson (2001)dan Sheet (2009) dalam 21th Century School Fundmenyebutkan betapa besar sumbangan fasilitasterhadap prestasi belajar yang dihasilkan sekolah.Earthman dan Lemasters (2009) menyatakanbahwa guru-guru yang berada di ruang kondisigedung yang nyaman lebih bersikap positif daripadaguru yang berada di gedung yang tidak nyaman.Di lain pihak, guru masih mengeluhkan tentanglayanan internet di sekolahnya yang seringbermasalah/mengalami perlambatan. Penelitian lainyang mengkaji tentang pemanfaatan internet sehatmenemukan bahwa kendala menggunakan internetsebagai sumber belajar adalah bandwith yangkurang sehingga kecepatan internet dirasa kurang(Ardianto, 2010). Penelitian tersebutmerekomendasikan agar ada pembatasan aksespada situs-situs yang tidak berkaitan denganpembelajaran. Dengan demikian peruntukkanbandwith tidak disalahgunakan warga sekolahuntuk mengakses yang tidak seharusnya.

Selanjutnya, untuk merangsang prestasi paraguru merangsang kompetisi antar siswa baikakademik maupun non akademik. Dampak yangperlu diperhatikan adalah bagaimana sekolahmeminimalisir persaingan tidak sehat yang terjadidalam rangka memenangkan persaingan. Dalampersaingan prestasi akademik, mencontek/plagiasimenjadi salah satu dampak dari persaingan yangdiciptakan sekolah. Dan permasalahan ini tidaklahhanya menjadi problem satu sekolah, namun secaranasional, bahkan internasional. Seperti disebutkanMcCabe dkk. (2001), dan New York Times (2012)mencontek/plagiarisme adalah masalah besardalam sistem pendidikan. McCabe dkk (2001)menyatakan bahwa dalam 30 tahun terakhir ini,permasalahan mencontek menjadi semakin tinggiintensitasnya. Untuk menghindari persaingan taksehat, sekolah dapat menyelenggarakanperlombaan. Semangat dan sportifitas menjadisalah satu acuan dalam penilaian. Kedua faktorinilah yang mendorong para siswa, termasuk wargasekolah lainnya, dalam menjaga persaingan sehatdiantara mereka.

Di sisi lain, beberapa guru menengaraiadanya jarak antara mereka dengan KepalaSekolah, padahal komunikasi yang terjalin antaraguru dengan kepala sekolah sangatlah vital. Proseskomunikasi yang terjadi diasumsikan sebagai prosespenyampaian pesan-pesan yang bisa merubahperilaku guru. Perilaku yang diharapkan berubaholeh kepala sekolah adalah meningkatkan kinerjamereka, dan akibatnya berdampak pada

Utari dkk, Pembentukan Iklim Sekolah dalam Perspektif Learning Community 27

peningkatan prestasi siswa. Wals (dalam Edgersondkk. 2006:2) menyebutkan bahwa hubungankepala sekolah dan guru akan meningkatkanprestasi belajar siswa. Dalam aspek sosialkhususnya dengan pihak eksternal sekolah, paragur mempersepsikan iklim yang ada sudah baik,ditandai dengan komunikasi yang baik antarasekolah dan para pedagang makanan sekitarsekolah.

Upaya Kepala Sekolah dalam Membentuk IklimSekolah yang Mendorong Terciptanya LearningCommunity di SMAN “X” Bantul

Kepala Sekolah SMAN “X” Bantul yang kinimenjabat merupakan kepala sekolah ke 14 sejakberdirinya sekolah ini pada tahun 1979.Dasarpemikiran seorang kepala sekolah sudah tentumempengaruhi arah kebijakan sekolah yangdipimpinnya. Nilai-nilai yang sudah melembaga diSMAN “X” Bantul tetap terpelihara meskipunjabatan Kepala Sekolah diisi silih berganti dariwaktu ke waktu. Kepala Sekolah SMAN “X”Bantul saat ini memiliki pandangan menyeluruhtentang sekolah yang berkualitas, di mana tidakcukup hanya berfokus pada output namun jugainput dan proses. Kepala Sekolah menyadaribahwa seharusnya sesama guru dapat bertukarinformasi, keterampilan dan pengetahuan dalamrangka perbaikan PBM.

Semangat guru yang dipandang KepalaSekolah cukup tinggi untuk memperbaiki nilai outputsekolah terkadang belum diimbangi dengankompetensi yang memadai. Dalam hal ini KepalaSekolah menumbuhkan semangat guru dapatdimulai dari adanya iming-iming penghargaan bagimereka yang berprestasi. Iming-iming ini tentu sajasebagai stimulan, dan harapannya tidak harusterjadi seterusnya. Guru harus dapatmenginternalisasikan kompetensi yang dituntutkepada dirinya. Guru yang baik adalah yang terus-menerus meningkatkan kompetensinya, baik adaiming-iming penghargaan maupun tidak.Penghargaan pun tidak selalu dalam bentuk materi.Aktualisasi diri akan lebih terhormat untukdijalankan. Anggaran sekolah secara tersendirimengalokasikan dana dukungan bagi guru yangmelakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kedepannya diharapkan guru sudah melaksanakanpenelitian maupun kegiatan keprofesian lainnyakarena kebutuhan mereka sendiri.

Aspek sosial juga turut menjadi perhatianKepala Sekolah. Untuk membentuk iklim kerja

yang baik Kepala Sekolah mendorong semua guruaktif dalam penyelenggaraan pelajaran tambahandengan melibatkan semua guru. Hal inidimaksudkan untuk menghindari kecemburuan diantara mereka. Hiatt-Michael (2001) menjelaskanbahwa untuk membangun learning communitydiperlukan empat elemen yang terdiri atas (1)pemimpin yang tampil sebagai pemandu danpengasuh, (2) tujuan moral yang diyakini bersama,(3) rasa saling percaya dan hormat antar satu samalain, serta (4) keterbukaan lingkungan sehinggapengambilan keputusan dilakukan secarakolaboratif. Implikasi yang dapat ditarik daripendapat tersebut adalah bahwa peran pemimpinsangat penting dalam mengembangkan learningcommunity. Lamoreaux dalam Hiatt-Michael(2001) mengutarakan bahwa penelitianmembuktikan hasil yang paling efektif hanya terjadibila pemimpin sekolah bertindak sebagaipembelajar, dan menciptakan situasi yang kondusifbagi terbentuknya kebiasaan serupa bagi wargasekolah.

Pembinaan keprofesian oleh Kepala Sekolahterhadap guru dilakukan secara langsung maupuntidak langsung. Secara langsung dilakukan olehkepala sekolah sendiri, sedangkan secara tidaklangsung dengan pendelegasian wewenang kepadaguru yang kompeten. Peneliti memandang polapembinaan Kepala Sekolah SMAN “X” Bantulmenerapkan peer guidance. Peer guidance(bimbingan rekan sejawat) lebih diintensifkan baikmelalui MGMP maupun supervisi akademik.Masukan diberikan t idak dengan maksudmenjatuhkan, akan tetapi memberikan arahanperbaikan dengan tetap menjaga kondusivitas iklimsekolah. Begitu pula dalam pembinaan sosial,psikologis, dan spiritual kepada warga sekolahkhususnya guru dapat bersama-sama membangunserta mengimplementasikan target-target sekolah.Kepala sekolah secara rutin mengingatkan guruuntuk berpartisipasi aktif dalam kegiatanpengembangan keprofesian. Learning communityyang dijadikan sarana pengembangan keprofesianguru adalah melalui Musyawarah Guru MataPelajaran (MGMP). Pada forum kolegial ini gurusaling berbagi pengalaman, pengetahuan daninformasi. Arah pengembangan difokuskan padaaspek bidang studi dari semua tingkat yang ada disatuan pendidikan.

Temuan penelitian lainnya adalah adanyapenyadaran tentang kewajiban pemenuhan target-target sekolah tidak hanya disampaikan kepadaguru, melainkan pula kepada siswa. Kepala

28 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 21-31

Sekolah menginspirasi siswa dengan memberikankisah sukses para kakak tingkatnya yang telahberhasil. Prestasi kakak tingkat seperti memasukiperguruan tinggi negeri, meraih nilai Ujian Nasionalyang tinggi, dan mutu sekolah yang terus terjagadan tersertifikasi. Kepala Sekolah berupaya sharingthe vision bersama dengan forum-forum yangdihadiri seluruh warga sekolah.

Dalam mewujudkan iklim yang positif disekolah, telah diupayakan identifikasi kemampuanakademik siswa sejak awal. Hasil belajarsementara pun menjadi acuan dalam mengambiltindakan perbaikan. Sekolah menyelenggarakanprogram bantuan belajar dalam bentuk remedialteaching and clinic mata pelajaran.

Di sisi lain Kepala Sekolah terus memantaukemampuan guru, dan mengidentifikasi kelemahansiswa pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL),Standar Kompetensi (SK), maupun KompetensiDasar (KD). Diakui masih adanya kendala teknisseperti biaya dan kesulitan lainnya untukmelakukan hal-hal tersebut. Sebagai contoh,keinginan Kepala Sekolah untuk menganalisis hasilUjian Nasional pada tahun sebelumnya belumterlaksana maksimal. Sekolah pada umumnyahanya menerima nilai akhir dari setiap matapelajaran. Namun, persebaran pencapaian SK danKD dari mata pelajaran yang diujikan sulitdiperoleh karena sekolah tidak menerima informasiterkait ini dari Kemdikbud maupun DinasPendidikan setempat. Kepala Sekolah mendorongguru agar mencari informasi dari siswa yangmenempuh Ujian Nasional. Materi, pokok bahasan,atau SKL, SK, dan KD yang mana yang dirasasulit. Gambaran tingkat kesulitan ini dipantau daritahun ke tahun dan dapat diprediksikan, sertadicarikan upaya menanggulanginya.

Selain aspek akademik, upaya menciptakaniklim yang positif oleh kepala sekolah jugaditunjukkan dengan penegakkan disiplin di sekolah.Buku panduan siswa disusun untuk memberikanpanduan mengenai suasana dan tata kehidupansekolah yang kondusif di lingkungan SMA “X”Bantul. Perilaku dan tata kehidupan yangberstandar pada buku panduan tersebut bercerminpada visi SMAN “X” Bantul yaitu bertaqwa,berprestasi, berkepribadian, dan ramah lingkungan.Upaya penegakan disiplin sebagai contoh terlihatpada aspek ketepatan waktu masuk sekolah.Aturan ini bersifat tegas karena berakar padakeinginan pejabat sekolah untuk menciptakanatmosfer sekolah yang disiplin. Tentu saja buku

panduan ini tidak hanya disampaikan kepada siswa,tetapi kepada seluruh warga sekolah termasukorang tua siswa. Ini upaya yang baik, di mananantinya ada kesepahaman atas kebijakan yangditerapkan sekolah dalam hal pembinaan siswa.Upaya ini dapat menghindarkan konflik antarasekolah, siswa maupun orang tua atas penegakandisiplin. Apresiasi diberikan atas prestasi, sanksidiberikan atas pelanggaran disiplin.

Prestasi siswa didukung denganpengembangan bakat, minat dan karakternya yangdiupayakan melalui kegiatan intrakurikuler (OSIS)dan ekstrakurikuler. Minat siswa untuk mengikutikegiatan ekstrakurikuler cukup tinggi.Ekstrakurikuler strategis untuk membentukkepribadian siswa antara lain memupukkepemimpinan yang seimbang jasmani dan rohani.Pada manajemen kesiswaan, pembinaan siswamelalui ekstrakurikuler merupakan pendukung yangutama selain melalui kegiatan pembelajaran dikelas. Softskills siswa akan lebih banyakberkembang melalui pengalaman berorganisasi.

Figur kepala sekolah sangat dibutuhkan untukbisa menerapkan prinsip Ing ngarso sung tuladadalam memimpin sekolah. Menurut Mulyasa(2002:57) wibawa kepala sekolah harusditumbuhkembangkan dengan meningkatkankepedulian, semamngat belajar, disiplin kerja,keteladanan dan hubungan manusiawi sebagaimodal perwujudan iklim kerja yang kondusif. Carayang paling tepat adalah pemberikan arahan dandorongan untuk menegakkan disiplin kepada guru-guru dan siswa dengan pendekatan persuasif. Haltersebut sesuai dengan pendapat Mulyasa(2002:57) peningkatan mutu pendidikan di sekolahperlu didukung kemampuan manajerial kepalasekolah.

Secara umum upaya kepala sekolah dalammembentuk iklim sekolah yang mendorongterciptanya learning community di SMAN “X”Bantul mengacu pada prinsip Manajemen BerbasiSekolah (MBS) yaitu manajemen partisipatif danprinsip penjaminan mutu yakni perbaikan terusmenerus. Setiap tahun sekolah memberikesempatan kepada warga sekolah termasukorang tua siswa untuk memberikan kritik dan saran.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Iklim sekolah di SMAN “X” Bantuldipersepsikan baik oleh para siswa. Secara fisik,

Utari dkk, Pembentukan Iklim Sekolah dalam Perspektif Learning Community 29

mereka merasa nyaman dan betah ketika merekamereka belajar di sana, dengan fasilitas sekolahyang mereka anggap mencukupi.Walaupun begituterdapat beberapa hal yang dianggap mengurangikenyamanan meraka terkait dengan modelmengajar, penggunaan media, komunikasi di kelas,dan relasi mereka dengan beberapa guru. Selainmempersepsikan bahwa sekolah sangatmemperhatikan capaian akademik para siswanya,para siswa juga menganggap bahwa sekolahmereka sangat mengedepankan kedisiplinan tinggidan keteraturan bagi para warga sekolah. Merekamerasa bahwa interaksi diantara sesama mereka,baik secara horizontal ataupun vertikal antar kelas,juga sangat baik, terawasi, dan aman. Konflik-konflik yang ada di sekitar siswa bisa dengan cepatbisa ditangani sekolah.

Para guru mempersepsikan kondisi sekolahsaat ini merupakan warisan dari kepemimpinanyang terdahulu, begitupun dengan iklimnya.Sebagaimana tercermin dari persepsi siswa, bagipara guru, kedisiplinan menjadi hal yangmainstream di sekolah. Salah satu standar untukpenegakkan disiplin yang termaktub dalam BukuPanduan Siswa yang berisi informasi lengkaptentang aturan dan panduan penegakkan disiplinbaik akademik maupun non akademik. Selain itu,iklim kerja yang terbentuk saat ini didasari adanyakesadaran bahwa input SMAN “X” Bantuldikategorikan rendah. Untuk itu, warga sekolahterbiasa untuk bekerja keras dan produktif/bermutuuntuk meningkatkan output..

Iklim sekolah saat ini merupakan salah satuwarisan dari kepemimpinan yang terdahulu. Iklim

yang ada saat ini merupakan warisan dari parapimpinan terdahulu di sekolah tersebut. Upaya yangdilakukan kepala sekolah untuk memperbaiki mutusekolah berfokus semua komponen sekolah, yaituinput, proses, dan output. Ada beberapa upaya yangdilakukan kepala sekolah dalam menciptakan iklimsekolah yang mendorong terciptanya learningcommunity, yaitu: pengembangan keprofesian guru,monitoring capaian akademik dan tindaklanjutnya,pengawasan tidak langsung dan langsung, menjagakeharmonisan hubungan, serta pengembanganbakat, minat, dan karakter siswa melalui intra danekstra kurikuler.

Saran

Terkait dengan temuan-temuan di lapangan,ada beberapa saran yang bisa disampaikan dalampenelitian ini, yaitu: sekolah perlu menggandengsemua pihak yang berkepentingan dan terlibatdalam proses pendidikan di sekolah, tak tertutupbagi kalangan internal sekolah, namun jugaeksternal sekolah, perlu terus diupayakan kerjasama eksternal antara sekolah dengan pihak-pihakyang ada di luar sekolah, misalnya dengan sekolahtetangga, kelembagaan masyarakat yang ada disekitar sekolah, kepolisian, kejaksaan, ataulembaga lain yang memungkinkan bisa mendorongpenciptaan dan pengembangan iklim sekolah yanglebih baik lagi, dan kepala sekolah perlu terusmelakukan pengawasan, pembinaan, danpengembangan semua sistem sekolah agar iklimyang ada bisa terjaga, berkembang, danberkesinambungan.

DAFTAR RUJUKAN

21th Century School Fund. http://www.21csf.org/best-home/docuploads/pub/210_Lit-Review-LetterSize-Final.pdf.

Ardianto, N.I. 2010. Pemanfaatan Internet Sehatsebagai Sumber Belajar pada ProgramPendidikan Kesetaraan di SanggarKegiatan Belajar Kota Semarang. http://publikasi.kominfo.go.id/bitstream/handle/5 4 3 2 3 6 1 3 / 8 0 3 / J U R N A L -PEMANFAATAN%20INTERNET%-20SEHAT.pdf?sequence=1. (Online).Diakses pada 15 Nopember 2012.

Aryani, Y.W.D. 2009. Efektivitas PenggunaanMedia Pembelajaran terhadap PeningkatanHasil Belajar Geografi Siswa Kelas VIII

SMP Negeri 13 Semarang Tahun Pelajaran2008/2009. (skripsi tidak diterbitkan).Semarang: Universitas Negeri Semarang.http://lib.unnes.ac.id/844/. (Online). Diaksespada 11 Nopember 2012.

Cangara, H. 2006. Pengantar Ilmu Komuni-kasi.Bandung: Rajagrafindo.

Carrell, & Hoekstra. 2011. Are School Counselorsa Cost Effective Education Input?” http://dese.mo.gov/divcareered/guidance_placement_research.htm diunduh tanggal 17November 2012

Carrell, S. E., & Carrell, S. A. 2006. Do LowerStudent to Counselor Ratios ReduceSchool Disciplinary Problems?”

30 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 21-31

Contributions to Economic Analysis &Policy, 5, 1-24. http://dese.mo.gov/divcareered/guidance_ placement_ rese-arch.htm diunduh tanggal 17 November2012

Gibson, J.L., dkk. 2005. Organizations. Behavior,Structure, Process. Boston: McGraw-Hill.

Hiatt-Michael, Diana B. (2001). “School asLearning Communities: A Vision for OrganicSchool Reform”. School CommunityJournal, vol 11, hal 113-127. http://www.adi.org/journal/fw01%5CHiatt-Michael.pdf. (Online), Diakses pada 15Maret 2012.

Kilpatrick, S. & Margaret, Barret & Jones, T.2003. “Defining Learning Communities”.Discussion Paper D1/2003 CRLRA,University of Tasmania. http://www.CRLRA.utas.edu.au. (Online). Diaksespada 14 Maret 2012.

Kushartanti, A. Perilaku Mencontek Ditinjau dariKepercayaan Diri. (skripsi tidak diter-bitkan). http://etd.eprints.ums.ac.id/6681/1/F100050256.pdf.(Online). Diakses pada 14Nopember 2012.

Lapan, R. T., Gysbers, N. C., & Petroski, G. 2001.Helping Seventh Graders Be Safe andAcademically Successful: A StatewideStudy of the Impact of ComprehensiveGuidance Programs.” Journal ofCounseling and Develop-ment, 79, 320-330. http:/ /dese.mo.gov/divcareered/guidance_ placement_research.htmdiunduh tanggal 17 November 2012

Loukas, A. 2007. “What is School Climate? High-Quality School Climate is Advantageous forAll Students and May be ParticularlyBeneficial for at-risk students”. NAESPLeadership Compass Vol 5 no 1 Fall 2007.ht tp :/ /www.naesp.org/ r esources /2 /L e a d e r s h i p _ C o m p a s s / 2 0 0 7 /LC2007v5n1a4.pdf. (Online). Diakses 16Maret 2012.

McCabe, Donald L. Treviño, Linda Klebe.Butterfield, Kenneth D. 2001. Cheating in

Academic Institutions: A Decade ofResearch. ETHICS & BEHAVIOR, 11(3),219–232

Mulyasa. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah.PT Remaja Rosdakarya, Bandung

National School Climate Council. 2007. “TheSchool Climate Challenge: Narrowing theGap Between School Climate Research andSchool Climate Policy, Practice Guidelinesand Teacher Education Policy”. http://nscc.csee.net/ or http://www.ecs.org/school-climate. (Online). Diakses pada 13Maret 2012.

Robbins, S.P. 1996. Perilaku Organisasi. Jakarta:Prenhallindo.

Sahertian, P. 2000. Konsep Dasar dan TeknikSupervisi Pendidikan Dalam RangkaPengembangan Sumber Daya Manusia.Jakarta: Rineka Cipta.

Samosir, Z.Z. 2005. Pengaruh Kualitas PelayananTerhadap Kepuasan MahasiswaMenggunakan perpustakaan USU. PustahaJurnal Studi Perpustakaan dan Informasi,Vol 1 No 1 Juni 2005. Hal 28-35.

Satori, J. & Komariah, A. 2009. MetodologiPenelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sergiovani. (2006). The Principalship; aReflective Practice Perspective. Boston:Pearson.

Wahyudi, A. 2012. Pengembangan MultimediaPembelajaran Interaktif Mata PelajaranGeografi, Materi Penginderaan JauhUntuk SMA/MA Kelas XII. (Tesis tidakditerbitkan). Malang: Universitas NegeriMalang. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/22990.(Online). Diakases pada 14 Nopember2012.

Zirkel, Sabrina. 2002 Is There A Place for Me?Role Models and Academic Identity amongWhite Students and Students of Color.Teacher College Record Volume: 104.Number 2, March 2002, pp. 357-376.

Utari dkk, Pembentukan Iklim Sekolah dalam Perspektif Learning Community 31

PENGENDALIAN MANAJEMEN, BUDAYA ORGANISASI, PROSESKERJA TIM, DAN KINERJA SEKOLAH

Raden Bambang Sumarsono

E-mail: [email protected] Negeri Malang, Jl Semarang 5 Malang 65145

Astract: This study aims to: ( 1 ) describe the level of management control, organizational culture,teamwork processes, and performance of schools in Malang SMAN, ( 2 ) determine whether there isa relationship between the management control process teamwork, ( 3 ) determine whether there is arelationship between the organizational culture of teamwork processes, ( 4 ) determine whether thereis a relationship between the process of working with a team of school performance, ( 5 ) determinewhether there is a relationship, either directly or indirectly between management control andperformance of schools through teamwork process, and ( 6 ) the relationship, either directly orindirectly between organizational culture with the performance of schools through teamwork process.The design of this study was to survey the causal explanation , the end of the process of this studyis to describe the four variables, and to test and develop models of the relationship. The resultsshowed that: ( 1 ) the level of school performance in the high category, controlling majamenen andschool culture in the category quite well, and the teamwork processes SMAN in Malang less well, (2 ) there is no significant relationship between management and process control work team, ( 3 ) nosignificant relationship between the organizational culture and team work processes, ( 4 ) there is arelationship between the direct or indirect management control and performance of schools throughteamwork process, ( 5 ) there is a relationship directly or indirectly between organizational cultureand school performance through a process of teamwork.

Abstrak: penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan tingkat pengendalian manajemen, budayaorganisasi, proses kerja tim, dan kinerja sekolah di SMAN Kota Malang, (2) mengetahui ada tidaknyahubungan antara pengendalian manajemen dengan proses kerja tim, (3) mengetahui ada tidaknyahubungan antara budaya organisasi dengan proses kerja tim, (4) mengetahui ada tidaknya hubunganantara proses kerja tim dengan kinerja sekolah, (5) mengetahui ada tidaknya hubungan baik secaralangsung maupun tidak langsung antara pengendalian manajemen dan kinerja sekolah melalui proseskerja tim, dan (6) ada tidaknya hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung antara budayaorganisasi dengan kinerja sekolah melalui proses kerja tim. Rancangan penelitian ini adalah survaidengan causal explanation, akhir dari proses penelitian ini adalah mendeskripsikan empat variabel,serta menguji dan mengembangkan model hubungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tingkatkinerja sekolah dalam kategori tinggi, pengendalian majamenen dan budaya sekolah dalam kategoricukup baik, dan proses kerja tim SMAN di Kota Malang kurang baik, (2) terdapat hubungan yangtidak signifikan antara pengendalian manajemen dan proses kerja tim, (3) ada hubungan secarasignifikan antara antara budaya organisasi dan proses kerja tim, (4) ada hubungan secara langsungmaupun tidak langsung antara pengendalian manajemen dan kinerja sekolah yang melalui proseskerja tim, (5) ada hubungan secara langsung maupun tidak langsung antara budaya organisasi dankinerja sekolah yang melalui proses kerja tim.

Kata kunci: pengendalian manajemen, budaya organisasi, proses kerja tim, kinerja.

Globalisasi yang terus terjadi dengan kecepatantinggi yang menyentuh setiap aspek kehidupanmanusia, menyentuh pula pada aspek pendidikan.Pendidikan secara global merupakan infrastrukturpembangunan masyarakat dunia. Globalisasimenerobos dinding geografis, kebangsaankebudayaan bahkan peradaban bangsa-bangsa,

sehingga pendidikan sebagai muatan globalisasi,tidak dapat dicegah lagi oleh negara danmasyarakat dunia manapun.

Education for all, Long-Life Education,Higher Education for all, dan berbagai kebijakanUNESCO lainnya yang didengungkan ke seluruhdunia, menunjukkan bahwa pendidikan itu tidak

32

hanya merupakan kepedulian dan tanggung jawabsuatu masyarakat bangsa tertentu, tetapi kepeduliandan tanggung jawab seluruh masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Peluang dan akses terhadappendidikan merupakan hak setiap orang untukmemperolehnya dan merupakan tanggung jawabsetiap pemerintahan negara dimanapun untukberupaya memenuhinya.

Pendidikan memegang peranan sangatpenting bagi usaha pembangunan kualitas manusia,sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional Pasal 3 yang menyatakanbahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengem-bangkan kemajuan dan membentukwatak serta peradaban bangsa yangbermartabat dalam rangka mencerdas-kan kehidupan bangsa, bertujuan untukmengembangkan potensi peserta didikagar menjadi manusia yang beriman danbertaqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadiwarga negara yang demokratis sertabertanggung jawab.

Sebagai implikasi dari tujuan pendidikantersebut, maka lembaga pendidikan dituntut untukmampu menghasilkan out put (keluaran) yangberkualitas sesuai dengan tujuan di atas. Untukmencapai tujuan tersebut, maka proses pendidikanharus dilaksanakan oleh lembaga pendidikan yangberkualitas pula.

Kebutuhan akan tenaga terampil sepertikepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, laboran,pustakawan, arsiparis, dan personal sekolah lainnyasudah merupakan tuntutan masyarakat yang tidakdapat. Sekolah dituntut untuk memiliki kemampuandalam membuat rencana pengembangan personalsekolah maupun para peserta didiknya yangberkualitas dan mampu bersaing serta mampumengatasi berbagai permasalahan yang komplekskhususnya di sekolah.

Sekolah harus memperbaiki kinerja, melaluiperbaikan kinerja seluruh personal sekolah,sehingga sekolah memiliki personal berkemampuantinggi. Seluruh personal sekolah harus memikirkancara-cara yang benar dalam berkarya atau bekerjauntuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaatsesuai dengan harapan mereka masing-masing dansesuai pula dengan tujuan sekolah. Dengan kualitas

kinerja yang tinggi diharapkan dapat memberisumbangan yang sangat berarti bagi kinerja dankemajuan sekolah khususnya mutu pendidikan

Perluasan pemikiran ini didasarkan kepadatuntutan masyarakat terhadap pendidikan yangdirasakan memiliki kekuatan untuk merubah danmembangun manusia menjadi manusia yangberkualitas dan menjadi sumber daya insani yangmemiliki kemampuan untuk membangun dirinya,masyarakatnya, dan bahkan berkontribusi terhadappembangunan masyarakat dunia. Untukmewujudkan hal tersebut, maka sekolah sebagaisuatu organisasi sangat perlu merumuskan visi,misi, dan tujuan yang jelas pula. Hal ini ditegaskanoleh Brill (dalam Setyadin, 2009), bahwa dalamperspektif ke depan, pada era globalisasi dan pasarbebas, organisasi yang dapat bertahan danbersaing adalah organisasi yang mempunyai visidan misi yang jelas dan terarah.

Pernyataan visi dan misi suatu organisasimerupakan gambaran ideal organisasi atas apayang akan dicapai dimasa mendatang melaluikegiatan operasionalnya. Untuk mencapai visi danmisi tersebut organisasi menyusun rencana-rencana strategis yang harus dilakukan oleh setiapanggota organisasi.

Organisasi sering menghadapi hambatan danbahkan kegagalan dalam mengimplementasikanrencana strategis tersebut. Hambatan-hambatantersebut antara lain: 1) hambatan visi, dimana tidakbanyak orang dalam organisasi memahami strategiorganisasi mereka, 2) hambatan orang, banyakorang dalam organisasi memiliki tujuan yang tidakterkait dengan strategi organisasi, 3) hambatansumber daya, waktu, energi, dan uang tidakdialokasikan pada hal-hal yang penting dalamorganisasi, 4) hambatan manajemen, manajemenmenghabiskan terlalu sedikit waktu untuk strategiorganisasi dan terlalu banyak waktu untukpembuatan keputusan taktis jangka pendek(Gaspersz, 2003).

Untuk itu organisasi membutuhkan “alatkomunikasi” yang dapat digunakan untukmengkomunikasikan rencana-rencana strategistersebut kepada semua anggota organisasi. Salahsatu alat komunikasi yang bisa digunakan olehorganisasi adalah Balanced Scorecard (Malinadan Selto, 2009). Balanced Scorecardmenterjemahkan visi dan misi organisasi kedalamseperangkat ukuran yang menyeluruh yangmemberi kerangka kerja bagi pengukuran dansistem manajemen strategis (Kaplan dan Norton,2000). Jika visi dan misi dapat dinyatakan dalam

Sumarsono, Pengendalian Manajemen, Budaya Organisasi, Proses Kerja Tim, dan Kinerja Sekolah 33

bentuk tujuan strategis, ukuran-ukuran dan targetyang jelas, kemudian dikomunikasikan kepadasetiap anggota organisasi, diharapkan setiapanggota organisasi dapat mengerti danmengimplementasikannya agar visi dan misiorganisasi tercapai. Balanced scorecard sebagaisuatu sistem pengukuran kinerja dapat digunakansebagai alat pengendalian, analis dan merevisistrategi organisasi (Campbell, et al., 2002).

Pada awalnya balanced scorecard hanyadigunakan sebagai alat pengukuran kinerja padaorganisasi bisnis terutama pada perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat (Mahmudi,2007). Dewasa ini, balanced scorecard bukanhanya digunakan oleh organisasi bisnis tapi jugaoleh organisasi sektor publik. Balanced scorecarddapat membantu organisasi sektor publik dalammengontrol keuangan dan mengukur kinerjaorganisasi (Modell, 2009).

Organisasi sektor publik adalah organisasiyang didirikan dengan tujuan memberikanpelayanan kepada masyarakat. Hal inimenyebabkan organisasi sektor publik diukurkeberhasilannya melalui efektivitas dan efisisensidalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Balanced Scorecard dinilai cocok untukorganisasi sektor publik karena balancedscorecard tidak hanya menekankan pada aspekkuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dannonfinansial (Mahmudi, 2007). Hal tersebut sejalandengan sektor publik yang menempatkan lababukan sebagai ukuran kinerja utama, namunpelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dannonfinansial. Lebih lanjut Mahmudi (2007:128)menjelaskan bahwa pengadopsian balancedscorecard kedalam organisasi sektor publikbertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasisektor publik, karena terdapat kasus di beberapaperusahaan besar yang menerapkannyamenunjukkan bahwa balanced scorecardmerupakan alat manajemen yang powerfull untukmendongkrak kinerja organisasi.

Seperti diketahui bahwa sekolah umumnyadidirikan baik oleh pemerintah maupun swasta,bukan semata untuk mencari keuntungan, tetapilebih banyak ke misi dan motivasi untuk dapatmelayani kebutuhan masyarakat dalam upayamemenuhi kebutuhan pendidikan dan turutmencerdaskan kehidupan bangsa. Walaupunmungkin dalam perjalanannya banyak diantaranyalembaga pendidikan yang dikelola baik olehpemerintah maupun swasta mengalami defisit(keuangan) secara terus menerus, namun dengan

segala daya upaya roda dunia pendidikan harustetap dapat berputar. Untuk itulah dirasakanadanya kebutuhan akan suatu instrumen yangdapat mengukur dan menganalisis setiap aspek/dimensi komponen penggeraknya, utamanya yangberkaitan dengan dimensi keuangan dankomponen-komponen penjunjang lainnya.Walaupun dalam aplikasinya harus dibedakanantara institusi pendidikan dengan organisasi yanglebih bersifat full profit oriented, tetapi secaraprinsip mempunyai kesamaan.

Untuk itu organisasi sektor publik harusmenetapkan indikator-indikator dan targetpengukuran kinerja yang berorientasi kepadamasyarakat. Pengukuran kinerja pada organisasipublik dapat meningkatkan pertanggungjawabandan memperbaiki proses pengambilan keputusan(Ittner dan Larcker, 2009).

Menurut Sagala (2009:71) sekolah dipandangsebagai suatu organisasi publik yang membutuhkanpengelolaan oleh orang-orang yang profesional.Sekolah harus dapat dikelola dan diberdayakanyaitu dengan memberikan layanan yang optimalsehingga pada akhirnya mengeluarkan mutu lulusansekolah yang kompetitif. Lebih lanjut Sagala(2004:54) menjelaskan bahwa sekolah sebagaiorganisasi dalam menjalankan fungsinyadiharapkan dapat memfungsikan seluruh sumberdaya yang ada. Untuk menjalankan hal tersebutmaka perlu adanya pengendalian manajemen.

Program sekolah digerakkan untukpencapaian tujuan dan target sekolah yangkonsisten dengan visi dan misi. Sekolah sebagaiinstitusi pengelola layanan pendidikan diharapkandapat memfungsikan seluruh sumber daya yangada secara efektif dalam pencapaian tujuan danefisien dalam penggunaan sumber daya. Sebagaisistem sosial, sekolah harus dikelola dengan baikagar dapat memenuhi kebutuhan dan mencapaitujuan sekolah (Gaffar dalam Sagala, 2009).Karena itu manajemen sekolah harus dapatditingkatkan sedemikian rupa dengan meningkatkankemampuan yang lebih tinggi bagi seluruh personeldalam mengoptimalkan fungsinya untukmenyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi danmenerapkan prinsip kehati-hatian dalammenjalankan kegiatannya.

Prinsip kehati-hatian guna meminimumkanrisiko, harus diimbangi dengan suatu kebijakan yangmerupakan acuan dan pedoman dalammelaksanakan kegiatannya. Sebagaimana yangdikatakan Wilson dan Campbell (1991: 82) sebagaiberikut: “tidaklah cukup bahwa setiap kegiatan

34 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 32-43

terlaksana secara baik dan terlaksana dengansendirinya. Manajemen harus mengetahui bahwatugas-tugas itu dilaksanakan dengan efisien, tidakboleh dengan cara tebak-tebakan”. Upaya inisesuai dengan konsep pengendalian manajemen,sebagaimana yang dikatakan oleh Anthony et al(1992:5) yaitu; tindakan yang dilakukan manajemenuntuk mengarahkan orang, mesin dan fungsi-fungsiguna mencapai tujuan dan sasaran organisasi, yangdilengkapi dengan sitem pengendalian manajemen,yakni suatu proses dan struktur yang tertata secarasistematik yang digunakan manajemen dalampengendalian manajemen.

Dalam menerapkan pengendalianmanajemen, Mulyadi dan Setiawan (1999:5)menyatakan bahwa harus terdapat unsur-unsuryang terbagi dalam kelompok struktur dan proses.Termasuk dalam kelompok struktur adalah: (1)struktur organisasi, (2) jaringan informasi, (3) sistempenghargaan. Sedangkan yang terdapat dalamkelompok proses menurut Anthony et al (1992:30)adalah: (1) pemrograman, (2) penganggaran, (3)operasi dan pengukuran, (4) pelaporan dan analisis.

Penerapan unsur-unsur pengendalianmanajemen tersebut, ditujukan untuk mengetahuiapakah kegiatan telah dilakukan mengarah padatujuan yang ditentukan. Pengukuran kegiatan dapatdilihat dengan membandingkan tujuan yangdiinginkan dengan prestasi yang telah dicapai.Prestasi adalah suatu keadaan yang menunjukkantingkatan keberhasilan kegiatan manajemen, dalamistilah yang lebih populer saat ini disebut dengankiner ja (performance) yang merupakanpertanggungjawaban manajemen terhadappelaksanaan kegiatannya.

Pengendalian manajemen merupakanpengendalian kegiatan secara menyeluruh untukmendapatkan keyakinan bahwa strategi usahatelah dijalankan secara efektif dan efisien. Anthonyet al. (1992:6) menyebutkan bahwa pengendalianmanajemen adalah semua metode, prosedur dansarana termasuk sistem pengendalian manajemen,yang digunakan manajemen untuk memastikandipatuhinya kebijakan-kebijakan dan strategiorganisasi. Kemudian diperjelas oleh Anthony danGovindarajan (1998:6) bahwa, pengendalianmanajemen adalah proses dimana manajermempengaruhi anggotanya untuk melaksanakanstrategi organisasi. Dalam kaitannya denganlembaga pendidikan, maka pengendalianmanajemen merupakan suatu proses dimanakepala sekolah selaku manajer dapat mempenga-

ruhi anggotanya untuk melaksanakan strategiorganisasi (sekolah).

Dengan demikian pengendalian manajemenadalah suatu alat untuk mengimplementasikanstrategi. Sedangkan strategi adalah rencana yangditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi. Halini diungkapkan oleh Mulyadi et al. (1999:3) bahwa,Sistem Pengendalian Manajemen merupakansistem untuk mengimplementasikan danmengendalikan pelaksanaan rencana kegiatan.Pengendalian manajemen sebagai suatu sistemyang digunakan oleh manajer untuk menjaminbahwa sumber daya yang dimiliki telah digunakansecara efektif dan efisien dalam mencapai tujuanyang telah ditetapkan. Pendapat tersebut diperkuatoleh Anthony dan Govindarajan (1998:49) bahwa,management control systems are tools toimplement strategi. Strategies are plans toachieve organization goals.

Penelitian tentang hubungan faktor-faktorpengendalian manajemen dan efektifitaspengendalian manajemen yang diukur dengankinerja yang dihasilkan pernah dilakukan olehSabout (1989) dan Indrawati (1996). Keduanyamenggunakan laba sebagai tolok ukur kinerja.Temuan hasil penelitian mereka menunjukkanbahwa faktor-faktor pengendalian manajemenmempunyai pengaruh yang signifikan terhadapkinerja yang dihasilkan (laba). Kedua hasilpenelitian tersebut memang dalam kawasan duniabisnis, akan tetapi tidak ada salahnya apabiladiaplikasikan dalam kawasan organisasi publik(lembaga pendidikan).

Fenomena yang semakin bertumbuh dalambanyak organisasi dewasa ini adalah memberikantanggung jawab yang lebih besar kepada tim untukmenjalankan roda organisasi. Kata tim biasanyamengacu pada sebuah kelompok tugas yang kecildi mana para anggotanya memiliki tujuan yangsama, peran yang saling tergantung danketerampilan yang saling melengkapi. Tim kerjaterdiri dari sekumpulan angggota dalam sebuahorganisasi yang dikoordinasi oleh ketua tim. Padaumumnya tim kerja dibentuk sebagai suatukebutuhan organisasi agar tujuan dapat tercapai.Dengan tim kerja diharapkan fungsi kontrol akanberjalan lebih efektif dan efisien. Konflik-konflikatau deviasi kerja bisa ditekan seminim mungkin.

Ketangguhan sebuah tim kerja dicirikan olehorang-orang terpilih yang menduduki posisi tertentudan mampu menjalankan tugas sesuai dengankompetensinya. Keberhasilan tim merupakanakumulasi dari proses dan kinerja setiap anggota.

Sumarsono, Pengendalian Manajemen, Budaya Organisasi, Proses Kerja Tim, dan Kinerja Sekolah 35

Katakanlah, semacam tugas dan hasil kolektifdalam suatu sistem kerja yang sinergis. Semakintinggi kekuatan sinergitas diantara anggota danketua semakin tinggi kekuatan sebuah tim. Tingkatkesalahan dalam pekerjaan pun dapat ditekansekecil mungkin (Yukl,2001).

Lebih lanjut Yukl (2001) mengatakan bahwapotensi keuntungan dari tim meliputi kepuasan dankomitmen karyawan yang lebih besar, kualitasproduk dan layanan yang lebih baik, efisiensi, danproduktivitas yang lebih besar. Sedangkan Robbins(2007) menjelaskan bahwa, pemanfaatan timsecara ekstensif akan menciptakan potensi dalamorganisasi untuk meningkatkan output yang lebihbesar tanpa peningkatan input.

Dalam melakukan kegiatannya, organsasitidak terlepas dari budaya yang dianutnya. Sekolahsebagai lembaga pendidikan pun memiliki budayatertentu, yang berbeda antara satu sekolah dengansekolah lainnya. Budaya organisasi (sekolah)umumnya didefinisikan sebagai orientasi bersamayang dianut oleh suatu sekolah dan memberinyaidentitas tertentu.

Hasil penelitian Creemers dan Reynolds(1993) menunjukan bahwa, budaya organisasiyang kuat menjadikan anggota lebih puas,termotivasi dan memiliki komitmen yang besarterhadap organisasi, yang pada giliranya akanmeningkatkan pula kinerja organisasi. Hasilpenelitian itu diperkuat oleh penelitian Greenbergdan Baron (1997) bahwa, budaya organsasiberpengaruh terhadap individu dan prosesorganisasi. Dari kedua hasil penelitian tersebutdapat disimpulkan bahwa dengan budayaorganisasi yang kuat maka akan menjamin tingkatpencapaian kinerja organisasi semakin tinggi.

Dari hasil temuan peneliti terdahulu sertadilandasi dengan teori-teori yang ada, sebagai buktiempiris terhadap peran pengendalian manajemen,budaya organisasi dan proses kerja tim terhadapkinerja dengan pengukuran balanced scorecardtersebut maka perlu dilakukan penelitian padasektor pendidikan dengan obyek SekolahMenengah Atas (SMA) Negeri. Adapun pilihanobyek penelitian tersebut di atas denganpertimbangan bahwa perhatian pengukuran kinerjasekolah menjadi sangat penting oleh karenapengukuran kinerja memiliki kaitan yang eratdengan akuntabilitas publik. Di lain pihak denganmeningkatnya kesadaran masyarakat terhadappenyelenggaraan pelayanan bidang pendidikanmemicu timbulnya gejolak yang berakar pada

ketidakpuasan, manakala diketahui kinerja bidangpendidikan tidak memuaskan.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancanganpenelitian survai, yaitu penelitian yang mengambilsampel dari suatu populasi dengan menggunakankuesioner sebagai alat pengumpulan data utamayang bertujuan untuk memberikan penjelasan(explanatory) mengenai hubungan kausal antaravariabel-variabel melalui pengujian hipotesis.Berdasar atas pencapaian tujuannya, penelitian initermasuk penelitian causal explanation, yaitumenjelaskan keterkaitan hubungan antar variabelyang satu dengan variabel yang lain. Padadasarnya penelitian yang demikian mengandungpenjelasan juga, karena memuat deskripsi dalamuraiannya yang berguna untuk menghasilkankonstruk atas suatu fenomena sosial berdasarkanmodel-model hubungan yang diturunkan dari kajianteoritik. Oleh karena itu akhir dari proses penelitianadalah menguji dan mengembangkan modelhubungan. Upayanya ditempuh denganmengungkap hubungan beberapa variabel bebasterhadap variabel terikat yang ada dalam penelitian,dengan mengembangkan model konseptual teoritikdan empirik sebagai rancangan penelitian,sebagaimana tampak pada Gambar 1 berikut.

.

Gambar 1. Model Teoritical Framework

Keterangan: MC = Faktor Management Controlling(pengendalian manajemen) yang memiliki 6variabel teramati, OC = Faktor OrganizationCulture (budaya organisasi) yang memiliki 11variabel teramati, TW = Faktor Proses TeamWork (kerja tim) yang memiliki 4 variabelteramati, dan Perf = Faktor Performance(kinerja) yang memiliki 4 variabel teramati

MC

OC

TW Perf.

MC2

MC1

MC3

MC4

MC5

MC6

OC 2

OC 1

OC 3

OC 4

OC 5

OC 6

OC 8

OC 7

OC 9

OC 10

OC 11

OC 12

Perf2

Perf1

Perf3

Perf4

TW1 TW1 TW1 TW 1

36 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 32-43

Gambar di atas dapat dijelaskan, bahwafaktor pengendalian manajemen (MC) merupakanvariabel independen memiliki hubungan langsungdengan faktor proses kerja tim (TW) dan faktorkinerja (Perf.). Selain itu, faktor MC juga memilikihubungan tidak langsung, yaitu melalui perantaraanfaktor TW dengan Perf.

Faktor yang berposisi sebagai variabelindependen lainnya adalah Budaya Organisasi(OC) yang berkorelasi secara langsung denganfaktor proses kerja tim (TW) dan faktor kinerja(Perf.). Faktor OC juga memiliki hubungan tidaklangsung, yakni diperantarai oleh faktor TW.Adapun faktor yang berstatus sebagai variabeldependen adalah TW dan Perf. Faktor TWberposisi sebagai variabel eksogen sekaligussebagai intervening variable (variabel perantara)dalam hubungan dua variabel independen (MC danOC) dengan variabel dependen (Perf).

Populasi atau universe penelitian ini yaituseluruh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN)se Kota Malang yang berjumlah 10 sekolah. Untuksatuan unit analisisnya adalah warga sekolah yangdiambil dari empat komponen, yaitu: kepalasekolah, guru, tenaga administrasi (TU), dan siswa.Untuk memperjelas keadaan populasi dalampenelitian ini, berikut disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Populasi Penelitian

No Nama Sekolah Jumlah PopulasiKS Guru TU Siswa

1. SMA N 1 1 60 18 8762. SMA N 2 1 58 16 9283. SMA N 3 1 55 11 7904. SMA N 4 1 53 10 7265. SMA N 5 1 66 7 9616. SMA N 6 1 56 17 7787. SMA N 7 1 60 17 9018. SMA N 8 1 64 12 9519. SMA N 9 1 51 17 80210. SMA N 10 1 46 15 682

Jumlah 10 569 140 8395

Mengingat jumlah populasi yang besar,penelitian ini menggunakan sampel sekolah.Sampel sekolah sebagai unit analisis tersebutditetapkan berdasarkan perhitungan menurut TabelKrejcie dan Morgan, dimana perhitungan ukuransampel itu didasarkan atas kesalahan 5% danmemiliki taraf kepercayaan 95 % terhadap populasi(Sugiyono, 2006:63).

Selanjutnya dipergunakan teknik areaproportional random sampling untukmenentukan besarnya sampel di setiap sekolah.Alasan penggunaan teknik ini, selaras dengan apayang dikemukakan oleh Kerlinger (1973), yaitudapat menyajikan informasi yang sama dengancara sensus (pencacahan dan pengkajiankeseluruhan populasi) dengan biaya yang kauh lebihkecil, efisiensi yang jauh lebih tinggi, dan kadang-kadang dengan keakuratan yang lebih besar.

Jenis data yang digunakan dalam penelitianini adalah data ordinal (Skala Likert) yangditransformasikan menjadi data interval melauimethod of Successive Interval. Sesuai denganjenis data yang ditetapkan di atas, data yangdiperlukan dalam penelitian ini adalah data primer,karena data diperoleh langsung dari sumbernya.Alat utama untuk mengumpulkan data dalampenelitian ini adalah angket atau kuesioner yangdisusun berdasarkan konsep pengukuran SkalaLikert dengan bentuk yang telah dimodifikasi untukmenghindari responden memilih jawaban di tengah-tengah.

Pemilihan teknik analisis data yangdigunakan didasarkan atas tujuan penelitian danjenis data statistik yang terkumpul, yaitu teknikdeskriptif dengan bantuan program SPSS forWindows release 15. Untuk mengetahui hubungankausalitas baik secara langsung maupun tidaklangsung antara variabel-variabel eksogen danvariabel-variabel endogen digunakan structuralequation model (SEM) dengan program softwareLISREL 8.5 for Windows

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis deskripsi datatentang variabel kinerja sekolah, ditemukan bahwatingkat kinerja SMAN di Kota Malang termasukdalam kategori tinggi. Hasil temuan tersebutmengindikasikan, bahwa SMAN di Kota Malangmemiliki tingkat keuangan yang baik, dapatmemberikan kepuasan dalam pelayanan kepadapelanggan, proses internal organisasi (sekolah)berjalan dengan baik, dan proses pertumbuhan danpembelajaran juga berjalan dengan baik.

Hasil temuan ini memperkuat dugaan dariDinas Pendidikan Kota Malang, bahwa kinerjasekolah di lingkungan SMAN Kota Malang cukupbaik dengan tercapainya tingkat akreditasi A.Selanjutnya, data Dinas Pendidikan Kota Malangtahun 2009 menunjukkan, bahwa kinerja sekolahdi lingkungan Kota Malang sangat baik. Hal itu

Sumarsono, Pengendalian Manajemen, Budaya Organisasi, Proses Kerja Tim, dan Kinerja Sekolah 37

ditandai dengan diperolehnya tingkat akreditasi Auntuk beberapa sekolah (SMA) yang ada di KotaMalang, pada tahun 2009. Di tahun sebelumnya,yaitu tahun 2008 ada 6 SMAN yang telahmendapatkan tingkat akreditasi A, sehingga seluruhSMAN Kota (10 SMAN) di tahun 2009 telahterakreditasi A. Perolehan tingkat akreditasitersebut dijadikan salah satu indikator oleh DinasPendidikan Kota Malang sebagai perwujudantingkat kinerja sekolah.

Kondisi pengendalian manajemen di SMANKota Malang termasuk dalam kategori cukup baik.Hasil temuan tersebut menunjukkan bahwa faktor:struktur organisasi sekolah, jaringan informasi,pemrograman operasi dan pengukuran, danpelaporan dan analisis sekolah SMAN di KotaMalang sudah cukup baik. Hanya ada satu faktor,yaitu penganggaran yang masih dalam kategoritidak baik.

Apabila dicermati lebih mendalam penyebabtidak baiknya faktor penganggaran, karena adanyabias kewenangan penyusunan anggaran sekolah(sebagian sekolah menganggap kewenanganpenyusunan anggaran ada pada kepala sekolah dansebagian sekolah menganggap bahwa dalampenyusunan anggaran dengan melibatkan wargasekolah). Pada sisi lain penyebab tidak baiknyafaktor penganggaran, dikarenakan sebagiansekolah belum bisa mengkaitkan antarapenyusunan anggaran dan penyusunan programsekolah.

Oleh sebab itu, maka para kepala SMAN diKota Malang masih perlu memperhatikan sertameningkatkan lagi sistem pengendalianmanajemen sekolah terkait dengan sistempenganggaran, agar dapat berada dalam kategoribaik atau sangat baik. Hal ini dipertegas olehAnthony dan Govindarajan (1998:6) bahwa,pengendalian manajemen adalah proses dimanamanajer mempengaruhi anggotanya untukmelaksanakan strategi organisasi dalam rangkamencapai tujuan.

Budaya organisasi SMAN di Kota Malangtermasuk dalam kategori cukup baik. Hasil temuantersebut menunjukkan, bahwa karakteristik budayaorganisasi, yaitu tata aturan/norma, upacarasimbolik, otonomi individu, toleransi resiko,kebersamaan, dukungan, tata aturan, identitas,hadiah performansi/imbalan, toleransi konflik, dankemantapan/stabilitas SMAN di Kota Malangmasih cukup baik. Oleh sebab itu, maka kepalaSMAN di Kota Malang masih perlumemperhatikan serta meningkatkan lagi kondisi

budaya sekolah agar dapat berada dalam kategoribaik atau sangat baik.

Hasil penelitian Creemers dan Reynolds(1993) menunjukan bahwa budaya organisasi yangkuat menjadikan anggota lebih puas, termotivasidan memiliki komitmen yang besar terhadaporganisasi, yang pada giliranya akan meningkatkanpula kinerja organisasi. Hasil penelitian itudiperkuat oleh penelitian Greenberg dan Baron(1995) bahwa, budaya organsasi berpengaruhterhadap individu dan proses organisasi. Dari kedua hasil penelitian tersebut dapat disimpulkanbahwa dengan budaya organisasi yang kuat makaakan menjamin tingkat pencapaian kinerjaorganisasi semakin tinggi.

Kondisi proses kerja tim SMAN KotaMalang termasuk dalam kategori kurang baik.Hasil temuan tersebut menunjukkan, bahwa faktorproduktivitas, kohesivitas, belajar, dan integrasiSMAN di Kota Malang kurang baik. Oleh sebabitu, maka para kepala SMAN di Kota Malangmasih perlu memperhatikan serta meningkatkanlagi kondisi proses kerja tim agar dapat beradadalam kategori cukup baik atau sangat baik.

Jika tim tidak mempunyai tujuan yang jelas,maka tim tidak mungkin mencapai kesuksesan.Namun, mempunyai tujuan yang jelas tidak dapatmenjamin kesuksesan kinerja tim. Kinerja tim yangsukses merupakan konsep multidimensi. Tentu sajakepala sekolah ingin timnya memuaskan bagisemua pihak dan menghargai anggotanya. Apabilatim tidak menikmati bekerja bersama, makaproduktivitas tidak mungkin tercapai. Selain itu,pengelolaan tim yang sukses harus mencakuppengaturan dan investasi pada setiap anggota tim.Oleh karena itu, pada akhirnya tim kerja harusmemberikan pengalaman yang berharga dan untuktumbuh bagi anggotanya. Salah satu hal yang palingefektif yang dapat dilakukan oleh kepala sekolahuntuk memastikan kesuksesan tim adalah denganmengambil pendekatan proaktif dan melakukananalisis kondisi yang mempengaruhi kinerja tim(Thompson, 2004).

Ketangguhan sebuah tim kerja dicirikan olehorang-orang terpilih yang menduduki posisi tertentudan mampu menjalankan tugas sesuai dengankompetensinya. Keberhasilan tim merupakanakumulasi dari proses dan kinerja setiap anggota.Katakanlah, semacam tugas dan hasil kolektifdalam suatu sistem kerja yang sinergis. Semakintinggi kekuatan sinergitas diantara anggota danketua semakin tinggi kekuatan sebuah tim. Tingkat

38 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 32-43

kesalahan dalam pekerjaan pun dapat ditekansekecil mungkin (Yukl,2001).

Lebih lanjut Yukl (2001) mengatakan bahwapotensi keuntungan dari tim meliputi kepuasan dankomitmen karyawan yang lebih besar, kualitasproduk dan layanan yang lebih baik, efisiensi, danproduktivitas yang lebih besar. Sedangkan Robbins(2007) menjelaskan bahwa, pemanfaatan timsecara ekstensif akan menciptakan potensi dalamorganisasi untuk meningkatkan output yang lebihbesar tanpa peningkatan input. Untuk itu paraKepala SMAN Kota Malang, harus bisamembangun tim kerja yang tangguh.

Hubungan antara Pengendalian Manajemen danProses Kerja Tim

Hasil uji hipotesis terhadap variabelpengendalian manajemen dan proses kerja timadalah ada hubungan secara tidak signifikan antarapengendalian manajemen dan proses kerja tim.Koefisien korelasi antara pengendalian manajemendan proses kerja tim berkisar 0,826, sedangkansyarat untuk signifikasinya adalah t > 1,96 olehsebab itu hubungan antara pengendalianmanajemen dan proses kerja tim tidak signifikan.

Secara lebih detail, peneliti mencobamengurai ketidaksignifikansian hubungan keduavariabel tersebut. Menurut hemat peneliti, terdapatloading factor pada indikator 4 Lamda-X(penganggaran) sebesar (1,937) < 1,96. Hasil inididukung oleh temuan Djuminah (1992) yangmenyatakan, bahwa terdapat korelasi walaupunrelatif kecil antara kejelasan anggaran denganefektifitas pengendalian manajemen, yangkemungkinan disebabkan karena t idakmenyertakan unsur-unsur pengendalianmanajemen yang lain. Hal ini menunjukkan bahwaunsur-unsur pengendalian manajemen merupakanbagian yang tak terpisahkan satu sama lain didalam penerapannya sebagai implementasi daristrategi yang ditetapkan.

Terhadap hasil temuan tersebut, disimpulkanbahwa dengan sistem pengendalian manajemenyang kuat maka akan semakin kokoh kerja tim yangpada akhirnya dapat meningkatkan kinerja sekolah.Karena pada hakekatnya pengendalianmanajemen merupakan suatu alat kontrol bagipelaksanaan suatu kegiatan organisasi, sedangkanuntuk memperlancar atau menunjuang kegiatan didalam organisasi akan terbentuk suatu proses kerjatim (Anthony dan Govindarajan, 1998).

Hubungan antara Budaya Organisasi dan Proses KerjaTim

Budaya organisasi (sekolah) umumnyadidefinisikan sebagai orientasi bersama yang dianutoleh suatu sekolah dan memberinya identitastertentu. Karakteristik budaya organisasi, meliputitata aturan/norma, upacara simbolik, otonomiindividu, toleransi resiko, kebersamaan, dukungan,tata aturan, identitas, hadiah performansi/imbalan,toleransi konflik, dan kemantapan/stabilitas. Dalamproses kerja tim terdapat karakteristik kohesivitas(kebersamaan). Bagi tim, kohesivitas merujuk padaproses yang membuat anggota bersama dan bersatu(Dion dalam Thompson, 2004). Apakah tim bekerjasama dengan baik dan apakah ada anggota tim yangmampu bekerja sama secara lebih baik pada masamendatang? Dan apakah kapasitas anggota untukbekerja sama semakin meningkat atau tetap?(Hackman dan Oldham, 1980).

Hasil analisis dengan menggunakan programLisrel 8.50 dapat disimpulkan, bahwa adahubungan secara signifikan antara budayaorganisasi dan proses kerja tim. Dengan demikianpeningkatan budaya organisasi akanmengakibatkan peningkatan proses kerja tim diSMAN Kota Malang. Hal ini mendukung hasilkajian teoritik yang dikemukakan oleh Thompson(2004:23), bahwa “culture is the set of sharedmeaning helt by team members that maketeamwork possibel”. Lebih lanjut Hoy dan Miskel(2005:27) menekankan, bahwa “when theorganization culture is strong, so is theiridentification with the group (teamwork) andthe influence of the group”. Budaya organisasiyang kuat pasti identifikasinya dengan kerja tim/grup dan berpengaruh pada kelompok itu.

Sagala (2009) menegaskan, bahwa adaketerkaitan atau hubungan antara budayaorganisasi dan proses kerja tim. Lebih lanjutdijelaskan, bahwa apabila budaya sekolahterbentuk dengan baik maka proses kerja timsekolah akan terbentuk secara solid. Hal inidiperkuat oleh Robbins (2007) yang mengatakan,bahwa budaya organisasi yang kuat akanmeningkatkan konsistensi perilaku anggota kerjatim dalam suatu organisasi.

Hubungan antara Proses Kerja Tim dan KinerjaSekolah

Kinerja merupakan hasil dari serangkaianproses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai

Sumarsono, Pengendalian Manajemen, Budaya Organisasi, Proses Kerja Tim, dan Kinerja Sekolah 39

tujuan organisasi. Kegiatan dalam organisasi akanberjalan dengan efektif apabila dilakukan oleh suatutim kerja, sehingga kinerja akan tercapai secaraoptimal.

Hasil penelit ian ini, menunjukan adahubungan secara signifikan antara proses kerjatim dan kinerja sekolah. Sehingga peningkatanproses kerja tim di sekolah akan mengakibatkanpeningkatan pula pada kinerja sekolah di SMANKota Malang. Hal ini sejalan dengan hasiltemuan Thompson (2004), bahwa jika tim tidakmenikmati bekerja bersama, maka kinerja tidakmungkin tercapai. Selain itu, pengelolaan timyang sukses harus mencakup pengaturan daninvestasi pada setiap anggota tim. Oleh karenaitu, pada akhirnya tim kerja harus memberikanpengalaman yang berharga dan untuk tumbuhbagi anggotanya.

Hubungan Langsung antara Pengendalian Manajemendan Kinerja Sekolah

Hasil penelitian menunjukan ada hubunganlangsung secara signifikan antara pengendalianmanajemen dan kinerja sekolah. Sehinggapeningkatan pengendalian manajemen di sekolahakan mengakibatkan peningkatan pula pada kinerjasekolah di SMAN Kota Malang yang didasarkanpada perspektif-perspektif yang ada dalampendekatan balanced scorecard. Hal ini diperkuatdari hasil penelitian Mamluchah (2000) dalammenganalisis faktor-faktor pengendalianmanajemen yang mempengaruhi kinerja BRI Unitdi Area Mikro Malang. Dari temuan di lapangan,dapat dikemukakan bahwa pada umumnya kinerjaBRI Unit di area Mikro Malang yang diukur denganBalanced Scorecard termasuk kategori cukupbaik.

Lebih lanjut Mamluchah (2000)menyimpulkan, bahwa faktor-faktor pengendalianmanajemen, yaitu; struktur organisasi, jaringaninformasi, sistem penghargaan, pemrograman,penganggaran, operasi dan pengukuran, sertapelaporan dan analisis, secara serempakberpengaruh signifikan terhadap kinerja BRI Unitdi Area Mikro Malang.

Dengan demikian pendapatnya Anthony danGovindarajan (1998:6) bahwa, pengendalianmanajemen adalah proses dimana manajermempengaruhi anggotanya untuk melaksanakanstrategi organisasi dalam rangka mencapai tingkatperformance yang tinggi, telah terbukti.

Hubungan langsung antara Budaya Organisasi danKinerja Sekolah

Hasil penelitian menunjukan ada hubunganlangsung secara signifikan antara BudayaOrganisasi dan Kinerja Sekolah. Sehinggapeningkatan budaya organisasi di sekolah (budayaorganisasi semakin baik) akan mengakibatkanpeningkatan pula pada kinerja sekolah (kinerjasekolah semakin tinggi) di SMAN Kota Malangyang didasarkan pada perspektif-perspektif yangada dalam pendekatan balanced scorecard. Hasilpenelitian ini diperkuat oleh Soetopo (2001), bahwaada hubungan signifikan antara budaya organisasidan keefektivan organisasi. Hal ini berarti makinkuat budaya organisasi diikuti makin efektifnyaorganisasi. Peneliti menafsirkan hasil temuantersebut, bahwa dengan baiknya budaya organisasimaka bisa mempengaruhi kinerja organisasi, halini ditandai dengan keefektivan organisasi.

Hasil penelitian sejenis sebagaimanadikemukakan oleh Daryono (2006) bahwa, adahubungan langsung yang signifikan antara budayaorganisasi sekolah dengan produktivitas sekolahpada SD Negeri di Kabupaten Probolinggo. Halini mengandung makna, bahwa semakin baikbudaya organisasi di suatu sekolah dasar, makasemakin baik produktivitas. Dalam hal ini penelitimengasumsikan jika produktivitas sekolah itumerupakan perwujudan dari kinerja sekolah, makabudaya organisasi memiliki hubungan dengankinerja sekolah

Untuk memperoleh dukungan atas hasilpenelitian ini, penulis mencoba mengemukakanhasil riset yang dikemukakan oleh Greenberg danBaron (1995), bahwa budaya organisasimempengaruhi individu-individu dan prosesorganisasi. Budaya memunculkan tekanan padaorang-orang dalam organisasi untuk berfikir danbertindak dengan cara yang konsisten melaluibudaya yang ada. Hasil riset yang dikemukakanoleh Greenberg dan Baron (1995) ini seolah-olahingin membuktikan penjelasan mengenai pengaruhbudaya organisasi terhadap kinerja. Seperti yangdinyatakan oleh Owens (1997), bahwa budayaorganisasi mempunyai pengaruh yang kuat(powerfull) terhadap sikap dan perasaan anggotaorgansasi.

Semakin baik kondisi budaya organisasidiikuti dengan semakin baik pula pada kondisikinerja guru, dan sebaliknya semakin jelek kondisibudaya organisasi diikuti semakin jelek pula padavariabel kinerja guru. Dan dengan budaya

40 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 32-43

organisasi yang kuat, menjadikan anggota lebihpuas, termotivasi, dan memiliki komitmen yangbesar terhadap organisasi (Creemers danReynolds, 1993). Pendapat tersebut mengemukalebih didahului oleh temuan riset Sergiovani danCorbally (1984), bahwa budaya yang kuat akanmeningkatkan komitmen, antusiasme, dan loyalitasanggota terhadap organisasi.

Hubungan tidak langsung antara PengendalianManajemen dan Kinerja Sekolah melalui Proses KerjaTim

Keberhasilan kinerja tidak terlepas daripengaruh unsur-unsur pengendalian manajemen,baik unsur-unsur yang tergabung dalam strukturmaupun unsur-unsur yang tergabung dalam prosespengendalian manajemen sebagaimana temuandari Sabout (1989) dan Indrawati (1996) bahwafaktor-faktor pengendalian manajemenberpengaruh terhadap efektifitas kinerja. Hasilpenelitian ini sesuai dengan hasil penelitianMamluchah (2000), bahwa faktor-faktorpengendalian manajemen, yaitu; strukturorganisasi, jaringan informasi, sistem penghargaan,pemrograman, penganggaran, operasi danpengukuran, serta pelaporan dan analisis, secaraserempak berpengaruh signifikan terhadap kinerjaBRI Unit di Area Mikro Malang.

Akan tetapi hasil penelitian ini menunjukan,bahwa hubungan tidak langsung antarapengendalian manajemen dan kinerja sekolah, yangmelalui proses kerja tim adalah kecil dan tidaksignifikan. Hasil ini didukung oleh temuanDjuminah (1992) yang menyatakan, bahwaterdapat korelasi walaupun relatif kecil antarakejelasan anggaran dengan efektifitaspengendalian manajemen, yang kemungkinandisebabkan karena tidak menyertakan unsur-unsurpengendalian manajemen yang lain. Hal inimenunjukkan bahwa unsur-unsur pengendalianmanajemen merupakan bagian yang takterpisahkan satu sama lain di dalam penerapannyasebagai implementasi dari strategi yang ditetapkan.Terhadap hasil temuan tersebut, disimpulkan bahwadengan sistem pengendalian manajemen yang kuatmaka akan semakin kokoh kerja tim yang padaakhirnya dapat meningkatkan kinerja sekolah.

Menurut hemat peneliti, terdapat loadingfactor pada indikator 4 Lamda-X (penganggaran)sebesar (1,937) < 1,96. Apabila dicermati lebihmendetail terhadap indikator penganggaran(kewenangan penyusunan anggaran), maka

sekolah (SMAN Kota Malang) dalam penyusunananggaran seyogyanya dengan menyertakan/melibatkan warga sekolah sebagai suatu tim kerja.

Hubungan tidak langsung antara Budaya Organisasidan Kinerja Sekolah melalui Proses Tim Kerja

Berkaitan dengan hubungan antara budayaorganisasi dan kinerja, seperti yang dinyatakan olehOwens (1991), bahwa budaya organisasimempunyai pengaruh kuat (powerfull) terhadapsikap dan perasaan anggota organisasi. Thompson(2004:14) mengatakan, bahwa jika kerja dilakukansecara tim telah membudaya di kalangan organisasimaka niscaya kinerja organisasi akan tercapaisecara optimal. Lebih lanjut Thompson (2004:23)mengatakan, bahwa “culture is the set of sharedmeanings held by team member that maketeamwork possible”.

Dengan budaya organisasi yang kuat danproses kerja tim yang kokoh, menjadikan anggotalebih puas, termotivasi, dan memiliki komitmenyang besar terhadap organisasi, yang padagilirannya akan meningkatkan pula kinerjaorganisasi. Untuk itu terdapat hubungan tidaklangsung antara budaya organisasi dan kinerja,melalui perantara proses kerja tim. Penelitimenganalisis dari temuan tersebut, bahwa dengankerja tim sebagai suatu budaya yang kuat dalamorganisasi diyakini akan membawa dampak padapencapaian kinerja yang maksimal. Untuk itupeneliti memberikan rekomendasi, apabilamenginginkan kinerja organsiasi yang tinggi, makabentuklah kerja tim sebagai budaya organsasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian danpembahasan, pada akhirnya penulis menyimpulkansebagai berikut: (1) kinerja sekolah di sman kotamalang dalam kategori tinggi, (2) pengendalianmanajemen di sman kota malang dalam kategoricukup baik, (3) budaya organisasi di sman kotamalang dalam kategori cukup baik, (4) proses kerjatim di sekolah menengah atas (SMA) negeri kotamalang dalam kategori kurang baik, (5) adahubungan antara pengendalian manajemen danproses kerja tim, (6) ada hubungan secarasignifikan antara budaya organisasi dan proseskerja tim, (7) ada hubungan secara signifikan

Sumarsono, Pengendalian Manajemen, Budaya Organisasi, Proses Kerja Tim, dan Kinerja Sekolah 41

antara proses kerja tim dan kinerja sekolah, (8)ada hubungan langsung dan tidak langsung antarapengendalian manajemen dan kinerja sekolah,melalui proses kerja tim, dan (9) Ada hubunganlangsung dan tidak langsung antara budayaorganisasi dan kinerja sekolah, melalui proses kerjatim.

Saran

Atas dasar kesimpulan yang telahdikemukakan di atas, dapat diberikan saran kepada:(1) Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang,hendaknya lebih memfokuskan pada pemberianbantuan solusi kepada setiap sekolah khususnyaSMA di Kota Malang baik negeri maupun swasta,dalam rangka meningkatkan kinerja sekolah,memperkuat pengendalian manajemen,menumbuhkan dan meningkatkan budaya sekolah,

dan memperkokoh kerja tim; (2) para KepalaSMAN di Kota Malang, hendaknya memberikankesempatan kepada setiap personel sekolah gunamengembangkan potensi naluri dan kreatifitas,serta memberi dorongan spirit maju berprestasi danberkembang sehingga terjadi peningkatan kinerjasekolah secara optimal; (3) para StakeholderSekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapatmenjadi salah satu bahan pemikiran bagi parastakeholder sekolah guna memantau tingkatkinerja sekolah dalam menyongsong masa depanyang lebih baik; dan (4) bagi peneliti lain, hasilpenelitian ini dapat dijadikan sebagai bahanreferensi dalam penelitian sejenis denganmenambahkan beberapa variabel, dikarenakanpendekatan Balanced Scorecard sebagai alat ukurkinerja sekolah atau lembaga pendidikan masihrelatif baru dalam dunia pendidikan dan belumbanyak yang mengkaji.

DAFTAR RUJUKAN

Anthony, R.N., Dearden, J., & Bedford, N.M.1992. Management Control System. 6th

Edition, terjemahan Agus Maulana, Jilid I,Cetakan pertama, Jakarta : Bina RupaAksara.

Anthony, R. N. & Govindarajan, V. 1998.Management Control System, NinthEdition, USA: Mc-Graw-Hill Companies.

Campbell, Dennis, Datar, Srikant, Kulp, Cohen,Susan & Narayanan, V. G. (2002). “Usingthe Balanced Scorecard as a ControlSystem for Monitoring and RevisingCorporate Strategy”,http:\\www.ssrn.com, 12 Februari 2009.

Creemers, B.P.M. & Reynolds, D. (ed). 1993.School Effectiveness and SchoolImprovement, An International Journalor Research, policy and Practice. Lisse,New Jersey: Swets & Zeitlinger.

Daryono. 2006. Hubungan antara BudayaOrganisasi, Peranserta Masyarakat,Kinerja Kepala Sekolah, Kinerja Gurudan Motivasi Belajar Siswa denganProduktivitas Sekolah pada SDN diKabupaten Probolinggo. Disertasi tidakditerbitkan. Malang: Program PascasarjanaUM.

Gaspersz, V. 2003. Sistem ManajemenTerintegrasi: Balanced Scorecard denganSixSigma untuk Organisasi Bisnis danPemerintah, Jakarta, Gramedia.

Greenberg, J. & Baron, R.A. 1997. Behavior inOrganizations (6th ed.). Englewood Cliffs,NJ.: Prentice Hall, Inc.

Indrawati, N.K. 1996. Beberapa Faktor YangMempengaruhi Efektifitas PengendalianManajemen Pada PerusahaanManufaktur di Jawa Timur. Tesis tidakditerbitkan. Surabaya: Pascasarjana StudiManajemen, Universitas Airlangga.

Ittner, C.D. & Larcker, D. F. “Innovations inPerformance Measurement: Trends andResearch Implications”http:\\www.ssrn.com, Diakses 12 Februari 2009.

Kaplan, R. S & Norton. D. P. 2000. BalancedScorecard Menerapkan Strategi MenjadiAksi. Terjemahan oleh Peter R Yosi Pasla.Jakarta: Erlangga.

Malina, M. A. & Selto, F. H.,”Communicatingand Controlling Strategy: an EmpericalStudy of the Effectiveness of theBalanced Scorecard “, http:\\www.ssrn.com. diakses tanggal 12 Februari 2009.

Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja SektorPublik. Yogyakarta: Sekolah Tinggi IlmuManajemen YKPN.

Mamluchah. 2000. Faktor-Faktor PengendalianManajemen yang MempengaruhiKinerja BRI di Area Mikro Malang. Tesistidak diterbitkan. Malang: UniversitasBrawijaya.

42 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 32-43

Modell, S. “Performance Measurement Mythsin Public Sector”, http:\\www.ssrn.com.Diakses tanggal 12 Februari 2009.

Mulyadi & Setyawan, J. 1999. SistemPerencanaan dan PengendalianManajemen, Edisi ke 1, Cetakan ke 1.Yogyakarta: Aditya Media.

Owens, R.G. 1995. Organizational Behavior inEducation. Fifth Edition . EnglewoodCliffs, New Jersey: Prentice- Hall.

Robbins, S. P. 2007. Teori Organisasi: Struktur,Disain dan Aplikasi, Edisi Kesepuluh,Terjemahan. Jakarta: Indeks.

Sabout, H.V. 1989. Efektifitas PengendalianManajemen Pada Perusahaan Manu-faktur di Surabaya. Tesis tidak diterbitkan.Yogyakarta: Pascasarjana Studi Akuntansi,Universitas Gajah Mada.

Sagala, S. 2004. Manajemen Berbasis Sekolahdan Masyarakat: Strategi MemenangkanPersaingan Mutu. Jakarta: NimasMultima.

Sagala, S. 2009. Manajemen Strategik dalamPeningkatan Mutu Pendidikan. Bandung:Penerbit ALFABETA.

Sergiovani, T.J. & Corbally, J.E. (eds.). 1984.Leadership and Organizational Culture.Chicago: University of Illinois Press.

Setyadin, B. 2009. Pengaruh FaktorPembelajaran Organisasional, Kepe-mimpinan, Budaya Organisasi terhadapMotivasi dan Kinerja dalam RangkaPerubahan Organisasional. Disertasitidak diterbitkan. Malang: ProgramPascasarjana UM.

Soetopo, H. 2001. Hubungan KarakteristikBawahan, Kontrol Situasi , PerilakuKepemimpinan, Budaya Organisasi, danIklim Organisasi dengan KefektifanOrganisasi pada Universitas Swasta diKotamadya Malang. Disertasi t idakditerbitkan. Malang: Program PascasarjanaUM.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi.Bandung: Alfabeth.

Thompson, L. L. 2004. Making the Team: AGuide for Managers . 2nd ed. UpperSaddle River, New Jersey: Prentice Hall.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 TentangSistem Pendidikan Nasional. Bandung:Citra Umbara.

Wilson, J. D. & John B. C. 1991. Controllership,The Work of Managerial Accountant.Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Sumarsono, Pengendalian Manajemen, Budaya Organisasi, Proses Kerja Tim, dan Kinerja Sekolah 43

MANAJEMEN KELAS MULTIKULTURAL

Shelly AndariHendyat Soetopo

E-mail: [email protected] Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Abstract: This study describes the multicultural classroom management is performed by BIPAteachers. This study used a qualitative approach with case study research. BIPA is a program of theIndonesian acronym for Foreign Speakers, a program that is destined for foreign students studyingIndonesian at the State University of Malang. The results showed that teachers use classroommanagement approaches. The approach is tailored to the conditions of multicultural learners and canbe used to solve the existing problems.

Abstrak: penelitian ini mendeskripsikan manajemen kelas multikultural yang dilakukan oleh guruBIPA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. ProgramBIPA merupakan singkatan dari Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing yaitu suatu program yangdiperuntukkan untuk mahasiswa asing yang belajar bahasa Indonesia di Universitas Negeri Malang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru menggunakan beberapa pendekatan manajemen kelas.Pendekatan tersebut disesuaikan dengan kondisi peserta didik multikultural dan dapat digunakanuntuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Kata kunci: manajemen kelas multikultural, bahasa Indonesia untuk penutur asing

Manajemen kelas merupakan salah satu aspekpenting bagi guru untuk berhasil dalammelaksanakan tugasnya. Manajemen kelasdimaknai suatu usaha yang memungkinkan prosespembelajaran berjalan efektif (Danim, 2010:85).Usaha tersebut dilakukan untuk memaksimalkanproses pembelajaran sehingga tujuan pendidikandapat tercapai. Guru memiliki cara masing-masinguntuk mengkondisikan kelasnya menjadi kondusifdan ideal. Menurut Rusydie (2011:48) terdapatbeberapa pendekatan yang dapat digunakan olehkelas, antara lain: (a) pendekatan kekuasaan, (b)pendekatan ancaman, (c) pendekatan kebebasan,(d) pendekatan resep, (e) pendekatan pengajaran,(f) pendekatan perubahan tingkah laku, (g)pendekatan sosio emosional, (h) pendekatan kerjakelompok, dan (i) pendekatan elektis ataupluralistis.

Pendekatan-pendekatan tersebut digunakanoleh guru dnegan menyesuaikan kondisi pesertadidik di kelas.

Kelas BIPA merupakan kelas multikulturalyang peserta didiknya berasal dari berbagai negaradan budaya yang berbeda. Istilah multikulturalsangat melekat pada peserta didik asing karenamereka berada pada satu tempat yang sama namun

tidak memiliki kesamaan dalam latar belakang,bahasa, kebiasaan, agama, dan lain sebagainya.Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi guruuntuk mengkondisikan kelas multikultural.

Guru memiliki pendekatan tersendiri yangdigunakan untuk mengkondisikan peserta didikmultikultural. Perbedaan latar belakang budaya danasal, menyebabkan terdapat hal-hal tertentu yangharus dimengerti guru dalam praktik mengajar. Haltersebut juga berkaitan dengan kedisiplinan yangdimiliki oleh peserta didik. Guru BIPA, dalam kasusini, tentu memiliki teknik-teknik khusus dalammenegakkan kedisiplinan dalam kelas. Karenabagaimanapun, peserta didik asing tentu memilikipemahaman yang berbeda mengenai makna ataubagaimana bersikap disiplin di dalam kelas.

Perbedaan pemahaman yang dibawa olehmasing-masing peserta didik multikulturaldipengaruhi oleh budaya dan latar belakang yangberanekaragam. Perbedaan tersebut jika disatukantentu bukanlah sesuatu yang bijak, namun pesertadidik harus mampu menyesuaikan diri untuk dapatbertahan di lingkungan yang baru. Hal tersebutdirefleksikan dengan kemampuan untukmenjunjung atau menganut budaya lingkunganyang baru, meskipun tidak seluruhnya dapat

44

dipahami. Peserta didik multikultural di BIPAbelajar mengenai budaya Indonesia dan budayalokal setempat, yaitu kota Malang. Guru memilikicara tersendiri untuk menyampaikannya, agar tidakterjadi kesalahpahaman di antara peserta didik dansemua orang yang berinteraksi bersamanya.

Permasalahan tentu terjadi pada lingkunganpeserta didik multikultural. Hal tersebut diakibatkanoleh perbedaan latar belakang budaya, yang jikadibiarkan dapat mengganggu kondisi yang telahtercipta secara kondusif. Pada akhirnya gurumemerlukan suatu teknik khusus untukmenyelesaikan permasalahan tersebut. Gurudituntut untuk cepat tanggap dan solutif dalammenghadapi permasalahan yang ada.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.Peneliti menggunakan jenis penelitian studi kasuskarena peneliti ingin mengangkat sebuah kasusmengenai manajemen kelas multikultural di BIPAyang sebenarnya juga banyak terjadi di duniapendidikan saat ini namun belum banyak orangyang menyadari dan melakukan penelitian lebihmendalam.

Peneliti menggunakan teknik pengumpulandata wawancara, observasi, dan studidokumentasi. Peneliti melakukan pengumpulandata dari beberapa sumber, yakni tiga guru BIPA,pejabat BIPA, dan dua mahasiswa asing yangbelajar di BIPA. Peneliti melakukan wawancarakepada seluruh informan yang telah disebutkansebelumnya. Kemudian untuk observasi, penelitimenggunakan teknik observasi partisipasi aktifdan pasif. Pada beberapa kesempatan penelitidapat terlibat langsung dalam pembelajaran dikelas dengan berdiskusi dan mengerjakan halyang sama dengan mahasiswa lain. Namun padabeberapa kesempatan lain peneliti melakukanobservasi partisipasi pasif dimana peneliti hanyamengamati aktifitas kelas. Observasi ini sangatmembantu peneliti untuk melihat secara langsungpembelajaran yang terjadi. Teknik selanjutnyaadalah teknik studi dokumentasi, dimana penelitimendokumentasikan beberapa dokumen BIPAyang berkaitan dengan penelitian. Contohdokumen yang dimaksud misalnya lembarpresensi mahasiswa dan lembar latihan soalmahasiswa. Peneliti tentu memiliki kehadiranyang tinggi dalam penelitian ini, yakni dua hinggatiga hari dalam seminggu untuk mengikuti

perkembangan yang terjadi selama penelitianberlangsung.

Selanjutnya peneliti menganalisis data yangdiperoleh dengan teknik triangulasi danperpanjangan keikutsertaan. Teknik triangulasidilakukan dengan triangulasi sumber dan triangulasiteknik. Triangulasi sumber dilakukan denganmelakukan pengumpulan data dari beberapainforman untuk menguatkan data yang diperoleh.Sedangkan triangulasi metode dilakukan denganmengumpulkan data melalui beberapa teknik, yakniwawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitijuga melakukan perpanjangan keikutsertaandengan meneliti selama dua bulan, mulai pada saatkelas BIPA belum dimulai hingga kelas BIPAselesai diselenggarakan.

HASIL

Penelitian ini menghasilkan beberapa hal yangsesuai dengan fokus penelit ian. Per tamapendekatan yang guru lakukan disesuaikan dengankondisi peserta didik, dengan mengetahui latarbelakang pendidikan, negara asal, budaya, dan lainsebagainya. Pendekatan ini memungkinkan guruuntuk mengelola kelas dengan maksimal dan sesuaidengan kondisi kelas. Selain itu guru jugamenggunakan team teaching dalam mengajar, dimana setiap kelas terdiri dari dua hingga tiga guru.Terdapat pembagian kerja dalam team teaching,yaitu sebagai instructor atau leader dan coinstructor. Hal ini dilakukan untuk memudahkanguru dalam mengajar di kelas. Ketika melihatsecara komprehesif, dapat disimpulkan bahwapendekatan yang dilakukan oleh guru adalahpendekatan kelompok kerja, pendekatan ancaman,pendekatan kebebasan yang bertanggungjawab,dan pendekatan elektis. Ketiga pendekatan tersebutdikombinasikan guna menghasilkan kondisi kelasyang efektif dan efisien.

Kedua, terkait penanaman kedisiplinan olehguru. Guru mengatur jadwal belajar mengajarbersama peserta didik pada saat pertemuanpertama perkuliahan. Penentuan jadwal yangdilakukan merupakan kesepakatan bersama.Peraturan yang ada di kelas BIPA sebagian besardalam bentuk peraturan tidak tertulis. Peraturandisampaikan secara lisan oleh guru. Semuaperaturan diberlakukan kepada deluruh penghunikelas, yaitu guru dan peserta didik. Selain ituperaturan disertai dengan sanksi apabila dilanggar,dalam hal ini semua penghuni kelas, tidak terkecualiguru, juga ikut dikenai sanksi apabila melanggar.

Andari dan Soetopo, Manajemen Kelas Multikultural 45

Dari semua peraturan yang ada, terdapat peraturanyang paling menonjol yaitu dilarang menggunakanbahasa lain selain Bahasa Indonesia. Sanksi yangdiberikan tergolong unik yaitu denda sebesar seriburupiah.

Ketiga adalah penanaman budaya lokal olehguru. Guru memiliki pemahaman lintas budaya ataucross cultural understanding yang diberikansebelum mereka menjadi guru di BIPA. Haltersebut sangat berguna untuk guru dalam mengajardi kelas. Nilai-nilai budaya lokal diajarkan denganmengaitkan ke dalam materi atau pokok bahasandi kelas. Materi yang mengandung nilai-nilaibudaya lokal dilakukan dengan role playing atauilustrasi, peserta didik membutuhkan contoh nyataketika mempelajarinya. Pada suatu kesempatan,guru dapat menegur secara verbal apabila pesertadidik melanggar nilai-nilai yang ada. Berkatpenanaman budaya lokal yang dilakukan oleh guru,saat ini peserta didik mampu menerapkan nilai-nilai budaya lokal yang telah diajarkan meskipuntidak seluruhnya.

Keempat adalah mengenai kesalahpama-haman (missed understanding) antara guru danpeserta didik. Hal tersebut dsebabkan olehkurangnya pemahaman peserta didik terhadapbahasa pengantar yang digunakan yaitu BahasaIndonesia.

Banyak peserta didik yang tidak aktif di kelaskarena kosakata Bahasa Indonesia yang terbatas.Sehingga mereka kesulitan untuk menyampaikanpendapatnya. Berdasar pengamatan peneliti,terdapat beberapa peserta didik yang bersikapseenaknya saat di kelas misalnya suka bolos,memakai busana yang tidak sepantasnya, dan lainsebagainya.

Kelima, mengenai teknik yang digunakan olehguru dalam menyelesaikan permasalahan yang adadi kelas. Penyelesaian permasalahan kesalahpa-haman yang terjadi di antara peserta didik dan gurumengenai materi pembelajaran adalah gurumelakukan role playing, ilustrasi, dan bimbingansecara individu untuk mengurangi kesalahpahamandalam mengartikan sebuah kata atau kalimat. Haltersebut sesuai dan bermanfaat bagi peserta didikdan guru tersebut. Permasalahan kedua yaitumengenai ketidakaktifan peserta didik di kelas, yaituguru mencoba melemparkan atau memberikanpertanyaan kepada peserta didik pada saat berdiskusi,memberi tugas dalam kerja kelompok, dan memberitugas yang dibutuhkan performansi melalui presentasipeserta didik. Permasalahan yang terakhir yaitumengenai sikap peserta didik yang tidak seharusnya

diselesaikan dengan guru menindak tegas mahasiswamelalui pemberian sanksi yang sesuai kepada pesertadidik yang melanggar peraturan.

PEMBAHASAN

Pendekatan Manajemen Kelas Multikultural

Pendekatan yang dilakukan oleh guru dalammengkondisikan kelas pertama-tama dilakukandengan penerapan sistem team teaching. Padasetiap kelas Program BIPA, guru menggunakanteam teaching. Team teaching terdiri dari duahingga tiga orang guru yang bertugasmengkondisikan dua hingga sepuluh peserta didikdalam setiap kelas. Seperti yang diungkapkan olehFatimah (2012:1) “melalui team teaching pesertadidik akan dibimbing secara lebih intensif karenaadanya pembagian fasilitator dalam satu kelassehingga masalah individu akan lebih cepatterdeteksi”. Sesuai dengan tujuan guru BIPA, teamteaching dilakukan sebagai upaya untukmemudahkan setiap guru dalam mengajar danmenyampaikan materi kepada peserta didik karenaterdapat pembagian tugas.

Guru tidak hanya mampu menyampaikanmateri yang harus diajarkan, tetapi ia juga harusmampu membuat peserta didik beradaptasi dannyaman selama berada di kelas. Perbedaan budaya,latar belakang, dan bahasa menjadi kendala yangsering kali dihadapi oleh guru dan peserta didik.Sehingga guru berupaya mengatasi perbedaan itudengan mengatur tempat duduk peserta didik.Peserta didik duduk secara acak agar merekadapat bergaul dengan peserta didik lain yangberasal dari negara yang berbeda. Hal tersebutbertujuan untuk menghindari kelompok-kelompokpeserta didik tertentu, misalnya kelompok pesertadidik Eropa atau Asia yang tidak bergaul ataumenutup diri dengan peserta didik yang lainnya.

Kesulitan yang sering dialami peserta didikdan guru adalah penggunaan Bahasa Indonesiasebagai bahasa pengantar di kelas Program BIPA.Meskipun mereka tidak menguasai BahasaIndonesia, namun mereka tidak diijinkanmenggunakan Bahasa Inggris atau bahasa lainselama berada di dalam kelas. Guru berupayameminimalkan hal tersebut dengan menggunakanteknik tertentu seperti presentasi yang diikutidiskusi kelas dan bekerja secara berkelompok.

Jika dikaji sesuai dengan teori, “diskusi kelasdapat membuat siswa melatih diri untukmengungkapkan pendapatnya sendiri secara lisan

46 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 44-51

tentang suatu masalah bersama” Roestiyah(2008:6). Dengan teknik ini, peserta didik yangawalnya tidak berpartisipasi secara aktif dalamkelas, terpaksa harus mengungkapkanpendapatnya dengan menggunakan BahasaIndonesia. Mereka juga terlatih untuk berinteraksidengan penghuni kelas yang lainnya. Interaksi didalam kelas akan terbangun secara vertikal danhorizontal, yaitu peserta didik dengan guru, danpeserta didik dengan peserta didik.

Pendekatan kerja berkelompok juga sesuaiditerapkan dalam manajemen kelas multikulturaldi kelas Program BIPA. Pendekatan ini menuntutpeserta didik untuk berinteraksi lebih dekatdengan peserta didik yang lain yang berasal daribenua lain. Kemudian pendekatan lain tampakpada sebuah aturan yang diterapkan oleh BIPAmengenai larangan menggunakan bahasa lainselain bahasa Indonesia yang disertai dengandenda. Tampak bahwa pendekatan yangdigunakan oleh guru BIPA tersebut termasukpendekatan ancaman. Pendekatan ini diharapkanmampu mengontrol perilaku peserta didiksehingga tetap berlaku sesuai dengan apa yangdiharapkan. Selain itu guru juga menggunakanpendekatan kebebasan, dalam artian kebebasanyang diberikan masih dalam batas kewajaran ataukebebasan yang bertanggungjawab. Hal iniditerapkan oleh guru mengingat peserta didik diBIPA merupakan pebelajar dewasa. Melihatbeberapa pendekatan yang digunakan oleh guru,dapat diketahui pula bahwa guru menggunakanpendekatan elektis atau pluralistis. Maksudpendekatan ini adalah guru menggunakanpendekatan-pendekatan tertentu sesuai dengankondisi yang dihadapi di dalam kelas.

Penanaman Kedisiplinan dalam Manajemen KelasMultikultural

Peraturan untuk menegakkan kedisiplinan didalam kelas diatur sedemikian rupa sesuai dengankondisi penghuni kelas. Dalam kasus ini,pengaturan kedisiplinan diatur melalui peraturan-peraturan yang sebagian besar tidak tertulis. Halini karena peserta didik merupakan pebelajardewasa yang perlakuannya tidak sama denganpeserta didik pada umumnya. Selain itu merekajuga berasal dari berbagai negara dan kebudayaanyang berbeda sehingga guru juga harus lebihberhati-hati dalam menerapkan kedisiplinan agartidak menimbulkan kesalahpahaman.

Disiplin kelas BIPA diterapkan untukmengarahkan peserta didik agar mempunyaikesadaran mematuhi peraturan-peraturan yang ada,meskipun sebagian besar peraturan tersebut tidaktertulis. Hal tersebut terbukti dari sikap beberapapeserta didik yang memahami bagaimanaseharusnya bersikap di kelas. Begitu juga dengansanksi yang diberikan kepada peserta didik BIPA.Sanksi yang diberikan bersifat tegas namun tetapmemperhatikan kondisi peserta didik. Hal tersebutsesuai dengan apa yang dikemukakan olehSuharno (2008:62) “sanksi yang diterapkan agarbersifat mendidik yaitu tidak bersifat hukuman fisikdan menimbulkan trauma psikologis”. Guru BIPAmemberikan sanksi kepada peserta didik yangmelanggar dengan teguran secara lisan atau dendauntuk peraturan tertentu.

Jika dikaji lebih lanjut mengenai disiplin yangdigunakan di kelas Program BIPA, sesuai teoridisiplin yang digunakan adalah disiplin yangdibangun berdasarkan konsep kebebasanbertanggungjawab. Disiplin dengan konsepkebebasan bertanggungjawab adalah “gurumemberikan kebebasan yang terbimbing, jikapeserta didik berbalik atau berbelok ke hal-halyang destruktif maka ia dibimbing kembali ke arahyang konstruktif” (Imron, 2011:174). Peserta didikyang melanggar peraturan diarahkan agar ia tidaklagi menyalahi aturan tersebut. Misalnya dendayang diberikan ketika melanggar peraturanpenggunaan Bahasa Indonesia di kelas ditujukanagar peserta didik tidak mengulanginya kembali.

Peserta didik yang datang terlambat di kelas,guru mengingatkan atau menegur secara lisankarena hal tersebut menghambat proses belajarmengajar yang sedang berlangsung. Peserta didikdisadarkan bahwa sudah menjadi konsekuensiuntuk datang tepat waktu karena jadwal tersebutmerupakan kesepakatan bersama antara pesertadidik dan guru. Sebagian peserta didik memangmasih belum mengindahkan peraturan yang tidaktertulis, misalnya datang terlambat, ramai di dalamkelas, dan lain sebagainya. Namun guru BIPAberusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisirdan mencegahnya untuk terjadi.

Penanaman Nilai-nilai Budaya Lokal dalamManajemen Kelas Multikultural

Penanaman nilai-nilai budaya lokal di BIPAdiperlukan untuk membantu mahasiswa asingberlaku dan bersikap sesuai dengan budayamasyarakat yang menjadi tempat tinggalnya. Hal

Andari dan Soetopo, Manajemen Kelas Multikultural 47

ini sesuai dengan yang diungkapkan Mulyana(dalam Suyitno, 2007:64) “budaya-budaya yangberbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbedadan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yangberbeda”. Dari pernyataan tersebut dapat diketahuibahwa manusia yang berada di lingkungan baru,dalam hal ini mahasiswa asing, harus menyesuaikandiri dengan budaya setempat.

BIPA Fakultas Sastra UM berupayamembantu mahasiswa asing untuk beradaptasiselama mereka menempuh pendidikan di BIPA.Hal ini dikarenakan banyak peserta didik yangbelum mengetahui bagaimana seharusnya bersikapatau bertindak di masyarakat. Seperti yangdiungkapkan oleh Cushner (2009:113):

They have some preconceived ideasof what the new culture will be likeand how they might integrate into thenew setting. In some cases, they donot initially perceive that theexperience will be much different fromexperiences they have had in thepast.

Para peserta didik sebelumnya telah belajarsecara garis besar mengenai Indonesia danbagaimana nilai-nilai budaya yang ada di dalamnya.Mereka juga mengetahui bagaimana cara untukmenghadapi perubahan di tempat baru mereka.Namun ada beberapa peserta didik yang masihbelum mengetahui dan sensitif terhadap perubahanyang dihadapi. Sehingga guru perlu membantumereka selama belajar di BIPA. Mereka berusahaagar mahasiswa asing tidak hanya mengetahuitentang budaya lokal yang ada, namun jugamemahami dan berlaku sesuai dengan nilai-nilailokal yang ada sebagai faktor yang membantumahasiswa asing bertahan di lingkungan baru.

Penanaman nilai-nilai budaya lokal di BIPAdilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilaibudaya asing ke dalam bahan ajar atau materi.Mahasiswa asing mempelajari kemudianmendiskusikan materi tersebut atau melakukan roleplaying. Selain itu penanaman nilai-nilai budayaasing dilakukan dengan mengajarkan secara lisankepada peserta didik, dalam hal ini mahasiswaasing. Guru juga memberikan pengetahuan tentangresiko atau sanksi apa yang akan diterima olehpeserta didik jika mereka tidak mengindahkan nilai-nilai budaya lokal. Sebab guru tidak akan selaluada mendampingi mereka ketika mereka ada diluar BIPA dan melakukan aktivitasnya, sehingga

peserta didik memerlukan bekal untuk bisamenghadapi segala kemungkinan yang ada.

Masalah-masalah dalam Manajemen KelasMultikultural

Permasalahan di kelas BIPA dilatarbelakangioleh faktor yang mempengaruhi peserta didik. Baikyang berasal dari guru, peserta didik, maupunsekolah atau lembaga pendidikan itu sendiri. Halini sesuai dengan apa yang diungkapkan Callahan(1982:123):

Pupils misbihave for many reason,one reason may stem from their familyor their community, and other reasonfrom teachers or school. It’s nowonder that they lose interest,become inattentive, and direct theirenergies into what to them seem moreproductive, fulfilling activities.

Permasalahan yang pertama yaitukesalahpahaman (missed understanding) antaraguru dan peserta didik. Peserta didik yang belajardi Program BIPA umumnya memiliki kemampuanbahasa Indonesia yang sangat rendah atau dibawah rata-rata, meskipun ada beberapa di antaramereka yang telah mempelajari bahasa Indonesiasebelum mereka pergi ke Indonesia. Sehingga gurumemiliki kesulitan tersendiri ketika mengajarpeserta didik tersebut di dalam kelas. Hal inidikarenakan terdapat peraturan yang mewajibkansemua yang ada di kelas BIPA menggunakanbahasa Indonesia.

Menurut Indasah (2012:1) “missedunder-standing (kesalahpahaman) merupakan salah satukendala komunikasi efektif dan sangat berpeluangmenciptakan konflik, hal ini dimunculkan ketikasuatu informsi yang diterima oleh seseorangmemiliki makna berbeda dari yang dimaksudkanoleh penyampai informasi”. Kondisi tersebut yangterjadi di kelas BIPA.

Peserta didik sering sekali menggunakan katayang tidak sesuai dengan konteks kalimat. Hal ituterjadi karena ada kemiripan susunan ataupengucapan kata yang dikehendaki. Sehinggaantara guru dan peserta didik tidak memahami apayang sebenarnya dimaksud oleh peserta didik.Kesalahpahaman seperti ini seringkali terjadi padasaat peserta didik mempresentasikan hasildiskusinya. Guru juga mengalami hal tersebutketika menjelaskan materi kepada peserta didik.

48 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 44-51

Guru berusaha menggunakan susunan kalimat ataukata yang mudah dimengerti oleh peserta didik.Namun bagi peserta didik yang tidak memilikibanyak kosakat bahasa Indonesia, mereka tidakakan memahami dan sangat merasa kesulitan.

Permasalahan kedua adalah peserta didikyang tidak aktif di kelas. Permasalahan ini dialamidi kelas-kelas pada umumnya, yaitu peserta didikyang bersikap tidak aktif di dalam kelas. Pesertadidik yang tidak aktif di kelas disebabkan olehberbagai faktor yang berasal dari diri peserta didik.Penyebab utama yang terlihat di kelas BIPA adalahpeserta didik yang mempunyai kemampuan rendahdalam bahasa Indonesia malu untukmengungkapkan apa yang menjadi pendapatnya.Bahkan untuk mengajukan pertanyaan adalahsesuatu yang sangat tidak mudah bagi mereka.

Ada negara tertentu yang memang memilikikarakter khas. Mahasiswa dari salah satu negaraAsia bersikap malu-malu ketika diberikanpertanyaan ataupun ketika ada kesempatan untukbertanya. Seperti yang diungkapkan olehAnderman (2010:170) “shy students avoidseeking help, although they know they wouldbenefit from assistance”.

Permasalahan ketiga adalah peserta didikbersikap seenaknya. Permasalahan ini sebenarnyatelah dikemukakan oleh ahli. Seperti John dan Bany(dalam Witjaksono, 1986:18) mengemukakan tujuhmasalah dalam manajemen kelas, yaitu: (a) Kelaskurang bersatu, (b) Penyimpangan norma-normayang ada, (c) Kelas mereaksi negatif terhadapsalah satu anggota, (d) Kelas mendukung tingkahlaku menyimpang, (e) Kelas cenderung mudahdialihkan perhatiannya dari tugas-tugas yangdiberikan, (f) Semangat kerja kelas menurun, dan(g) Kelas kurang mampu menyesuaikan diridengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

Berdasarkan teori tersebut, permasalahanyang dihadapi di kelas BIPA adalah termasuk padapoin di atas yaitu dengan tidak mengindahkannorma atau nilai yang ada dan hal tersebutdikarenakan mereka kurang mampu menyesuaikandiri dengan perubahan yang terjadi sehinggamereka berbuat seenaknya.

Beberapa peserta didik bersikap seenaknyadi dalam kelas. Misalnya dengan membuat gaduhdi dalam kelas, sering membolos, atau berbusanayang tidak sewajarnya. Hal tersebut merekalakukan karena mereka ingin menunjukkanketidakcocokan yang mereka rasakan. Merekacenderung tidak menghargai guru maupun pesertadidik yang lainnya. Penyebab lain berasal dari

karakter tertentu yang dibawa oleh masing-masingpeserta didik dari negara mereka.

Langkah-langkah Strategis dalam PenyelesaianMasalah yang Timbul

Langkah yang pertama adalah melakukanrole playing, ilustrasi, dan bimbingan secaraindividu untuk mengurangi kesalahpahaman dalammengartikan sebuah kata atau kalimat. Pada teknikrole playing, guru memberikan tugas yang dapatdiilustrasikan dengan bermain peran melaluipartisipasi peserta didik. Jika dikaji dengan teori,menurut Hamalik (2001:214) “bermain peranmemungkinkan para siswa mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain”.Dengan langkah tersebut peserta didik akanmemahami bagaimana contoh nyata dari kata ataukalimat yang dimaksud dalam materi yangdiajarkan.

Seain itu guru BIPA mengajar dengan suarayang keras dan jelas agar peserta didik mengenalkata-kata bahasa Indonesia dan menggunakangambar atau ilustrasi agar peserta didik memahamiwujud nyata kata atau kalimat yang dimaksud. Haltersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan olehSamkoff (2010:54) “teachers have to speakslowly and clearly (not loudly), use visuals,such as diagrams, maps, pictures, and photos”.Selain langkah-langkah tersebut, guru jugamembimbing mereka secara personal di dalamkelas. Guru tidak membedakan antara satu pesertadidik dengan peserta didik yang lain.

Langkah kedua adalah melemparkan ataumemberikan pertanyaan dan bekerja dalamkelompok. Hal ini dapat menyelesaikanpermasalahan peserta didik yang tidak bersikapaktif di kelas. Seperti yang diketahui bahwa pesertadidik harus mampu berbahasa Indonesia secaraaktif dan pasif atau lisan. Langkah yangselanjutnya adalah memberi tugas kepada pesertadidik yang harus diselesaikan secara kelompok.Dengan membagi mereka ke dalam kelompok-kelompok kecil, mereka akan terlatihberkomunikasi dan mempunyai hubungan lebihdekat dengan teman-teman lainnya. Jika dikajidengan teori hal tersebut sesuai dengan apa yangdiungkapkan oleh Emmer (2009:201) “benefits ofcooperative groups can include increasedstudent achievement, positive race relations,and increase student self-esteem”. Denganbekerja sama dalam kelompok, peserta didik dapatmeningkatkan prestasi belajarnya, mewujudkan

Andari dan Soetopo, Manajemen Kelas Multikultural 49

hubungan yang baik antar ras budaya, danmeningkatkan rasa menghargai terhadap oranglain.

Ketiga adalah dengan Bertindak tegas denganmemberikan sanksi yang tepat. Bertindak tegasdalam hal ini bukan merupakan hukuman fisikmelainkan sanksi yang dapat menyadarkan pesertadidik. Seperti yang dikemukakan oleh Skinner(dalam Evans, 2013:1) “punishment is anyconsequence of behavior that decreases, ratherthan increases”. Hukuman atau sanksi adalahkonsekuensi perilaku yang tidak baik atau perilakuyang mengalami penurunan.

Sanksi yang diberikan kepada peserta didikyang berlaku tidak sesuai dengan peraturan yangada pada umumnya merupakan teguran atauperingatan secara lisan dari guru. Hal inidikarenakan peserta didik merupakan pebelajardewasa yang perlakuannya harus dibedakandengan peserta didik biasa di sekolah. Merekamempunyai karakteristik yang berbeda-bedasehingga guru harus mengetahui bagaimanabersikap.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasar temuan peneliti di kelas BIPA, gurumemiliki pendekatan khusus dalammengkondisikan kelas. Guru mengajar denganintonasi yang jelas dan cenderung mengeja setiapsuku kata karena kondisi peserta didik yangkemampuan bahasa Indonesianya masih rendah.Sehingga peserta didik akan lebih mudahmenangkap apa yang diajarkan. Untuk menyiasatiperbedaan yang ada di antara peserta didik yangsatu dengan peserta didik yang lain, guru mengaturduduk peserta didik secara acak. Sehingga merekatidak duduk berkelompok hanya dengan temanyang berasal dari benua yang sama.

Pendekatan-pendekatan yang digunakan olehguru BIPA antara lain pendekatan kerja kelompok,pendekatan ancaman, pendekatan kebebasan, danpendekatan elektis atau pluralistis. Keempatpendekatan tersebut mampu membantu guru dalammengkondisikan kelas multikultural.

Kedua, disiplin yang diterapkan di kelas BIPAtidak seperti di kelas-kelas pada umumnya, hal inidikarenakan peserta didik merupakan pebelajardewasa. Bahkan kontrak belajar juga disepakatibersama dengan peserta didik, mereka bersama-sama menentukan jadwal perkuliahan yang harus

ditempuh. Peraturan lain yang terkait teknis sepertimengenai busana, bersikap di dalam kelas, dansebagainya tidak diatur namun guru menegur ataumemperingatkan peserta didik yang tidak sesuai.Sebab sebagai pebelajar mereka mengetahuibagaimana harus bersikap di kelas. Terdapat satuperaturan yang sangat mengikat dan dituliskemudian ditempelkan di dinding, yaitu peraturanmengenai larangan berbicara bahasa lain selainbahasa Indonesia di kelas. peraturan ini disertaidengan denda senilai seribu rupiah. Denda inimerupakan bentuk punishment agar peserta didiktidak megulanginya lagi.

Ketiga, penanaman nilai-nilai budaya lokal dikelas BIPA dilakukan oleh guru. Guru berusahamembantu mereka dalam memahami nilai-nilaibudaya masyarakat setempat melalui materi yangdiajarkan. Materi tersebut dikaitkan dengankehidupan sehari-hari yang di dalamnya terkandungnilai-nilai yang dianut. Selain itu guru jugamengajarkan secara lisan, ketika ada peserta didikdi kelas yang bersikap tidak sesuai dnegan nilai-nilai yang ada, maka guru mengingatkan danmenjelaskan bahwa hal tersebut tidak sesuai jikadilakukan. Penanaman nilai-nilai budaya lokalpenting untuk membantu peserta didik beradaptasidi lingkungan baru.

Ketiga, masalah-masalah yang timbul dalammanajemen kelas multikultural merupakan masalahyang sebagian berasal berasal dari peserta didik.Masalah-masalah tersebut antara lain: (1)kesalahpahaman (missed understanding) antaraguru dan peserta didik, (2) peserta didik yang tidakaktif di kelas, dan (3) peserta didik bersikapseenaknya. Masalah-masalah ini ditimbulkan olehberbagai faktor, misalnya kemampuan berbahasaIndonesia peserta didik yang rendah, peserta didikyang malu karena ia merasa tidak mampuberbahasa Indonesia dengan baik, dan karakteristikpeserta didik yang berasal dari negara tertentuberbeda dengan Indonesia. Masalah-masalahtersebut harus segera ditindaklanjuti karena jikadibiarkan dapat menghambat proses belajarmengajar.

Keempat, guru BIPA memiliki beberapalangkah strategis untuk menyelesaikanpermaslaahan dalam manajemen kelas di BIPA.Langkah-langkah tersebut antara lain: (1)melakukan role playing, ilustrasi, dan secara individuuntuk mengurangi kesalahpahaman dalammengartikan sebuah kata atau kalimat; (2)melempar pertanyaan dan bekerja dalamkelompok; serta (3) betindak tegas dengan

50 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 44-51

memberikan sanksi yang tepat. Langkah-langkahini disesuaikan dengan masalah yang ada dankarakter peserta didik.

Saran

Peneliti mengajukan lima saran, yang pertamauntuk Koordinator BIPA FS UM agar melakukanpeningkatan SDM. Peningkatan SDM dilakukandari segi kemampuan dalam Bahasa Indonesia dankemampuan untuk mengelola kelas. Kedua,Kepala Biro dan Staf Kerja Sama Luar Negeri(KLN) hendaknya menyiapkan secara serius guru-guru khusus untuk program BIPA. Sehingga guruyang ditugaskan di kelas tersebut tidak main-maindan memang menguasai teknik manajemen kelasyang baik. Ketiga, mahasiswa asing hendaknyalebih meningkatkan pemahamannya tentang

budaya di tempat yang dikunjungi sebelum merekaberangkat, dalam hal ini budaya Indonesia. Denganpemahaman dan memiliki sensitifitas yang tinggiterhadap perubahan dan budaya yang harus diikuti,niscaya mereka akan lebih mudah beradaptasi dandapat bertahan hingga masa studi berakhir.Keempat, mahasiswa jurusan AdministrasiPendidikan dapat lebih memperluas pemahamandan ilmu pengetahuannya mengenai isu-isumanajemen kelas terkini. Hal ini dapat membantumahasiswa untuk meningkatkan kemampuanmanajerial mahasiswa sebagai calon manajerpendidikan. Kelima, bagi peneliti lain dapatmelakukan penelitian yang selanjutnya dan lebihmendalam mengenai manajemen kelasmultikultural. Sebab topik ini merupakan topik yangmenarik untuk ditelusuri lebih mendalam.

DAFTAR RUJUKAN

Anderman, E. M. 2010. Classroom Motivation.New Jersey: Pearson Education, Inc.

Callahan, J. F. 1982. Teaching In The Middleand Secondary Schools. New York:Macmillan Publishing Co., Inc.

Cushner, K. 2009. Human Diversity inEducation: an Integrative Approach .New York: The McGraw Hill Companies,Inc.

Danim, S. 2010. Administrasi Sekolah danManajemen Kelas. Bandung: CV PustakaSetia.

Emmer, E. T. 2009. Classroom Management forMiddle and High School Teachers. NewJersey: Pearson Education, Inc.

Evans, V., (Online), (http://www.education.com/reference/article/classroom-management/?coliid=1133635), diakses 7 Januari 2013.

Fatimah. Team Teaching Antara Kebutuhan danKeterbatasan, (Online), (http://www.bppk.depkeu.go. id/bdk/malang/index.php?option=com_content&view=article&id=212:fatimah&catid=3:berita&Itemid=11), diakses 6 Februari 2013.

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar.Jakarta: PT Bumi Aksara.

Imron, A. 2011. Manajemen Peserta DidikBerbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Indasah, K. 2012. Salah Paham dalamKomunikasi, (Online), (http://adellweise.wordpress.com/2012/11/07/salah-paham-dalam-komunikasi/), diakses 6Februari 2013.

Roestiyah, N.K. 2008. Strategi BelajarMengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Samkoff, R. M. 2010. In a Class of Your Own.California: A SAGE Company.

Suharno. 2008. Manajemen Pendidikan(Pengantar Bagi Para Calon Guru) .Surakarta: LPP UNS dan UPT Penerbitandan Percetakan UNS.

Suyitno, I. 2007. Bahan Ajar Pemahaman LintasBudaya. Malang: Jurusan Sastra IndonesiaFakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Witjaksono. 1986. Konsep, Strategi, PendekatanPengelolaan Kelas. Malang: IKIP NegeriMalang.

Andari dan Soetopo, Manajemen Kelas Multikultural 51

MANAJEMEN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH SATU ATAP

Moh. IrfanBambang Budi WiyonoDjum Djum Noor Benty

E-mail: [email protected] Kantor Cabang Nganjuk, Jl. Gatot Subroto 19 Nganjuk

Abstract: This study aims to: (1) know the learners planning, (2) describe the process of admissionof new students, (3) determine the grouping of students, (4) determine the mutation settings andlearners drop out, (5) determine disciplinary settings and student discipline, (6) knows coachinglearners, and (7) describe the process of assessing students in the One Roof School. This study useda qualitative approach with a case study design. The results suggest the stages in the managementof learners ranging from the planning process, admission of new students, grouping, mutation anddrop out setting, discipline and order setting, coaching, and assessment at One Roof School.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perencanaan peserta didik, (2) menjabarkanproses penerimaan peserta didik baru, (3) mengetahui pengelompokan peserta didik, (4) mengetahuipengaturan peserta didik yang mutasi dan drop out, (5) mengetahui pengaturan disiplin dan tatatertib peserta didik, (6) mengetahui pembinaan peserta didik, dan (7) menjabarkan proses penilaianpeserta didik di Sekolah Satu Atap. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancanganstudi kasus. Hasil penelitian menunjukkan tahapan dalam manajemen peserta didik mulai dari prosesperencanaan, penerimaan peserta didik baru, pengelompokan, pengaturan mutasi dan drop out,pengaturan disiplin dan tata tertib, pembinaan, hingga penilaian di Sekolah Satu Atap.

Kata kunci: manajemen peserta didik, sekolah satu atap

Manajemen peserta didik di dalam suatu sekolahmenduduki tempat yang sangat penting, karenasentral layanan pendidikan di sekolah terdapatpada peserta didik, dan peserta didik di sekolahmerupakan unsur inti dalam kegiatan pendidikan.Sehingga manajemen peserta didik diterapkan disemua sekolah, termasuk sekolah terpadu antaraSD dan SMP yang merupakan program pemerintahuntuk memeratakan pendidikan dan merealisasikanprogram wajib belajar sembilan tahun yang disebutsebagai Sekolah Satu Atap (Satap), misalnya yangada di Malang Raya, yaitu Sekolah MenengahPertama Negeri (SMPN) Merjosari Kota Malangdan SMPN 2 Dau Kabupaten Malang.

Imron (2011:6) mendefinisikan manajemenpeserta didik adalah “usaha pengaturan terhadappeserta didik mulai dari peserta didik tersebutmasuk sekolah sampai dengan mereka lulus”.Manajemen peserta didik bertujuan untuk mengaturseluruh kegiatan peserta didik di sekolah agarkegiatan-kegiatan tersebut dapat menunjangproses belajar di sekolah. Sehingga proses belajaryang dilakukan oleh peserta didik di sekolah dapat

berjalan lancar, tertib, dan teratur, serta dapatmencapai tujuan sekolah dan tujuan pendidikanyang diharapkan. Sedangkan manajemen pesertadidik digunakan sebagai wahana bagi mereka untukmengembangkan dirinya seoptimal mungkin, baikyang berkenaan dengan segi individualitas, sosial,aspirasi, kebutuhan, dan segi-segi potensi merekayang lain.

Semua kegiatan yang ada di sekolah, baikyang berkaitan dengan manajemen pengajaran,tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,keuangan, hubungan sekolah dengan masyarakat,maupun layanan khusus pendidikan, diarahkan agarpeserta didik mendapatkan layanan pendidikanyang sesuai dengan kebutuhannya. Kegiatanpeserta didik menitikberatkan pada pelayananpeserta didik secara individual dengan harapanpeserta didik dapat berkembang sesuai denganbakat, kemampuan, dan perbedaan individumasing-masing. Namun hal ini bukan berarti sistempengajaran kelas harus dihindari, melainkanimplikasi dari manajemen peserta didik inimenunjukkan bahwa pihak sekolah perlu lebih

52

memfokuskan perhatian kepada peserta didik,memahami mereka secara individual, dan berupayamemberikan layanan-layanan tertentu, agarmereka dapat berkembang secara optimal sesuaipotensi yang dimiliki masing-masing.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif dengan rancangan studi kasus, karenapenelitian ini mengungkapkan suatu peristiwa, yaitutentang manajemen peserta didik. Hal tersebutdilaksanakan karena penelitian ini menekankanpada pengungkapan fakta secara rinci yangmendalam terhadap objek penelitian, dalam hal iniadalah manajemen peserta didik yang dilaksanakansesuai dengan peristiwa yang terjadi di lapangan.

Lokasi penelitian ini yaitu di SMP NegeriMerjosari Kota Malang dan SMP Negeri 2 DauKabupaten Malang. SMP Negeri Merjosariterletak di Perumahan Vila Bukit Tidar KecamatanLowokwaru Kota Malang. Sedangkan SMPN 2Dau terletak di Jalan Klaseman Desa KucurKecamatan Dau Kabupaten Malang. Teknikpengumpulan data yang digunakan pada penelitianini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.Informan dalam penelitian ini meliputi: (a) kepalasekolah, (b) wakil kepala sekolah, (c) koordinatorpeserta didik, (d) guru, dan (e) peserta didik.Sumber data tertulis yang dikaji peneliti adalahdokumen-dokumen sekolah mengenai manajemenpeserta didik.

HASIL

Perencanaan Peserta Didik di SMPN Merjosari

Perencanaan peserta didik di SMPN Merjosaridiawali dengan penentuan pagu (daya tampung)peserta didik yang diterima. Jumlah rombonganbelajar di SMPN Merjosari ada sembilan, denganmasing-masing kelas ada tiga paralel. Penentuanjumlah rombongan belajar ditetapkan oleh dinassesuai dengan peraturan khusus bagi sekolah satuatap. Setiap penerimaan peserta didik baru, sekolahmenentukan target peserta didik yang diterimasesuai dengan jumlah daya tampung. Selain itusekolah juga melihat banyaknya calon peserta didikyang mendaftar, karena calon peserta didik yangberasal dari SD Merjosari IV secara otomatis dapatditerima, sedangkan calon peserta didik yang berasaldari sekolah lain harus melalui seleksi onlineberdasarkan ketetapan dinas pendidikan KotaMalang.

Penerimaan Peserta Didik Baru di SMPN Merjosari

Tahap awal yang dilakukan sekolah dalamPenerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yaitupembentukan panitia PPDB. Susunan kepanitiaanPPDB di SMPN Merjosari terdiri ataspenanggungjawab, ketua, sekretaris, bendahara,dan delapan seksi, yaitu: (a) pendaftaran/daftarulang, (b) tes kompetensi, (c) perlengkapanseragam (atribut), (d) perlengkapan perangkatpembelajaran, (e) penerimaan dana masyarakat,(f) publikasi dan dokumentasi, dan (g) pembantuumum. Setelah panit ia PPDB terbentuk,selanjutnya yaitu melakukan rapat yang membahastentang keseluruhan ketentuan PPDB yang akandilaksanakan dan dipimpin oleh ketua panitia yangtelah terpilih.

Waktu pelaksanaan PPDB di SMPNMerjosari sesuai dengan tahun ajaran baru yangdijadwalkan oleh pemerintah. Bagi calon pesertadidik yang berasal dari Sekolah Dasar Negeri(SDN) Merjosari IV secara otomatis dapatditerima di SMP Merjosari, karena SMP Merjosarimerupakan sekolah yang pelaksanaannya terpadu(satu atap) dengan SDN Merjosari IV. Sedangkanbagi calon peserta didik yang berasal selain dariSDN Merjosari IV penerimaannya menggunakansistem online dan mengikuti peraturan dari dinaspendidikan Kota Malang, sehingga SMPNMerjosari hanya menerima peserta didik dari hasilseleksi kota tersebut.

PPDB di SMPN Merjosari selainmenggunakan sistem online yang mengikutiperaturan dinas pendidikan Kota Malang, jugamenggunakan sistem seleksi mandiri yang dikelolaoleh sekolah sendiri. Sistem mandiri tersebutdigunakan untuk melengkapi daya tampung yangmungkin kurang karena ada peserta didik yangditerima di sekolah tersebut tetapi tidak melakukandaftar ulang. Pelaksanaan seleksi mandiri tersebutsetelah pengumuman peserta didik yang diterimadi tiap-tiap sekolah dikeluarkan oleh dinaspendidikan, dan seleksinya berupa seleksi tulis danwawancara, tes tulis meliputi mata pelajaranmatematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.

Kriteria peserta didik yang diterima di SMPNMerjosari selain peserta didik yang berasal dari SDMerjosari IV yaitu melihat Nilai Ujian Nasional(NUN). Sedangkan untuk peserta didik yang masukmelalui jalur seleksi mandiri, kriteria untuk dapatditerima di SMPN Merjosari dilihat dari NUN, hasilseleksi tulis, dan hasil tes wawancara. Peserta didikyang dinyatakan diterima diharuskan melakukan

Irfan dkk, Manajemen Peserta Didik di Sekolah Satu Atap 53

daftar ulang dengan memenuhi persyaratan dankelengkapan yang diminta oleh sekolah. Apabiladalam batas waktu daftar ulang yang ditentukan,peserta didik tidak melakukan daftar ulang, makapeserta didik tersebut dinyatakan gugur danselanjutnya dilaksanakan seleksi mandiri.

Pengelompokan Peserta Didik di SMPN Merjosari

Pengelompokan peserta didik baru di SMPNMerjosari menggunakan dua kategori, yaituberdasarkan NUN atau tes dan berdasarkan rasiopria-wanita. berdasarkan NUN dan hasil tes tersebutdiacak antara peserta didik yang NUN dan nilaitesnya tinggi, sedang dan rendah, artinya setiap kelasdiberi porsi yang sama atau disamaratakan antarapeserta didik yang nilai tesnya tinggi, sedang danrendah. Sedangkan berdasarkan rasio pria-wanitayaitu menyeimbangkan antara jumlah peserta didikpria dan peserta didik wanita, agar di dalam satu kelastidak didominasi oleh salah satu jenis kelamin saja.

Penanggungjawab dalam prosespengelompokan peserta didik baru di SMPNMerjosari adalah guru Bimbingan dan Konseling(BK). Pengelompokan peserta didik di SMPNMerjosari juga dilakukan pada saat Kegiatan BelajarMengajar (KBM) berlangsung. Pengelompokan padasaat KBM diatur sepenuhnya oleh masing-masingguru mata pelajaran yang bersangkutan. Karenasetiap peserta didik memiliki kemampuan yangberbeda-beda pada setiap mata pelajaran, sehinggaantara kelompok mata pelajaran yang satu denganmata pelajaran yang lain tidak mungkin sama.

Pengaturan Peserta Didik yang Mutasi dan Drop Outdi SMPN Merjosari

Mutasi peserta didik di SMPN Merjosariterdapat mutasi intern dan ekstern. Mutasi eksternterdapat mutasi masuk dan mutasi keluar. Mutasimasuk dapat diterima oleh sekolah apabila adaformasi di dalam sekolah tersebut dan juga adarekomendasi dari sekolah yang ditinggalkan olehpeserta didik. Sedangkan mutasi keluar biasanyadilakukan oleh peserta didik karena alasanmengikuti orangtua pindah rumah. Mutasi interndi SMPN Merjosari dilakukan setiap tahun ajaranbaru melalui kegiatan perpindahan kelas denganmelihat hasil raport peserta didik dan pola pergaulantiap-tiap peserta didik.

Prosedur mutasi kelas diatur sepenuhnya olehguru BK selaku penanggungjawab. Sedangkanuntuk mutasi sekolah, prosedurnya dilihat raport

peserta didik tersebut dan juga penyebab merekapindah sekolah, terutama yang mutasi masuk.Karena pihak sekolah belum mengetahui secarapasti mengenai pribadi peserta didik tersebut disekolah yang ditinggalkan. Sehingga sekolah jugamelakukan seleksi lagi terhadap peserta didik yangmutasi tersebut.

Hampir setiap tahun di SMPN Merjosariterdapat peserta didik yang drop out. Penyebabpeserta didik yang drop out tersebut biasanyadisebabkan kondisi ekonomi orangtua yang kurangmampu, karena sebagian besar kondisi ekonomipeserta didik di SMPN Merjosari yaitu darikalangan menengah kebawah. Selain itu jugakarena peserta didik sendiri yang tidak mau sekolah.Usaha sekolah untuk mengurangi angka drop outdengan cara memberikan sosialisasi kepada parapeserta didik dan juga kepada para orangtua.Sosialisasi tersebut disampaikan kepada parapeserta didik di sela-sela proses belajar-mengajarberlangsung dan pada saat upacara bendera,sedangkan sosialisasi kepada orangtua pesertadidik disampaikan pada awal peserta didik masukdan pada saat ada pertemuan dengan orangtua,seperti pada saat pengambilan raport.

Pengaturan Disiplin dan Tata Tertib Peserta Didik diSMPN Merjosari

Disiplin dan tata tertib peserta didik di SMPNMerjosari diatur sepenuhnya oleh sekolah terutamaoleh guru bagian kesiswaan sebagaipenanggungjawab dengan persetujuan semua guruserta kepala sekolah. Tata tertib di SMPNMerjosari disusun berdasarkan poin-poin. Setiappeserta didik pada awal masuk sebagai pesertadidik baru, diberi poin 100. Apabila melanggar tatatertib, poin tersebut dikurangi sesuai denganpelanggaran yang dilakukan. Apabila mencapaipoin tertentu, peserta didik akan diberi sanksi yangditetapkan. Pelanggaran digolongkan menjadi dua,yaitu pelanggaran ringan dan pelanggaran berat.Jika siswa melakukan pelanggaran ringan, makasanksinya diberi hukuman yang dapat membuatsiswa tersebut jera dan tidak mengulangi lagi, tetapiapabila siswa melakukan pelanggaran berat,sanksinya yaitu dikeluarkan dari sekolah.

Usaha sekolah untuk meningkatkan disiplin dantata tertib peserta didik yaitu selalu menyampaikantata tertib baik secara lisan maupun tulisan.Penyampaian tata tertib secara lisan dilakukan padasetiap upacara bendera dan juga disampaikan olehpara guru di sela-sela kegiatan belajar, selain itu juga

54 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 52-60

disampaikan kepada orangtua pada saat ada rapatdengan orangtua peserta didik. sedangkanpenyampaian secara tulisan yaitu tata tertib yangada ditempelkan pada masing-masing kelas dan jugaberupa buku pegangan yang diberikan kepada setiappeserta didik.

Pembinaan Peserta Didik di SMPN Merjosari

Pembinaan peserta didik di SMPN Merjosarisalah satunya yaitu dalam bentuk kegiatanekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler di SMPNMerjosari ada sepuluh, yaitu: (a) futsal, (b) bacaAl-Qur’an, (c) seni tari, (d) karate, (e) bola voli,(f) Karya Ilmiah Remaja (KIR), (g) Pramuka, (h)Badan Dakwah Islam (BDI), (i) English For Fun(EFF), dan (j) keputrian. Semua kegiatanekstrakurikuler dilaksanakan pada hari Sabtu Pukul09.00 WIB, kecuali ekstrakurikuler keputriandilaksanakan pada hari Jum’at, karena kegiatanekstrakurikuler ini diwajibkan bagi peserta didikputri dan pelaksanaannya ketika peserta didik putramelaksanakan sholat Jum’at.

Setiap peserta didik diwajibkan mengikuti satukegiatan ekstrakurikuler, kecuali peserta didik kelasIX. Terdapat ekstrakurikuler yang wajib diikuti olehpeserta didik dan ada yang bersifat pilihan.Ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh peserta didikdan dikhususkan bagi peserta didik kelas VII adalahPramuka, sedangkan ekstrakurikuler yang lainbersifat pilihan sesuai dengan minat dan keinginanmasing-masing peserta didik. Selain kegiatanekstrakurikuler, SMPN Merjosari juga memberikanlayanan khusus kepada peserta didik untukmenunjang keberhasilan pendidikannya. Layanankhusus yang diberikan antara lain: (a) perpustakaan,(b) kantin, (c) koperasi sekolah, dan (d) BK.Penanggungjawab masing-masing layanan khususpeserta didik tersebut yaitu guru SMPN Merjosariyang diberi tanggungjawab oleh kepala sekolah.

Penilaian Peserta Didik di SMPN Merjosari

Penilaian peserta didik di SMPN Merjosaridilaksanakan selama pembelajaran oleh gurunyamasing-masing. Selain itu juga ada ulangan harianyang juga ditentukan masing-masing guru matapelajaran. Sedangkan evaluasi peserta didikdilaksanakan satu semester dua kali, yaitu UjianTengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester(UAS). Teknik penilaian yang digunakan oleh guruberbeda-beda disesuaikan dengan mata pelajaranyang diampunya. Sedangkan kriteria penilaian yang

digunakan yaitu Kriteria Ketuntasan Minimal(KKM). Setelah dilakukan penilaian, setiap gurumengadakan tindak lanjut, tindak lanjut tersebutberupa kegiatan remidial sebagai perbaikan nilaipeserta didik yang belum mencapai KKM.

SMPN Merjosari menerapkan sistempembelajaran tuntas (mastery learning) dalamproses pembelajaran. Mastery learning berbasiskompetensi yang dimaksud adalah pendekatandalam pembelajaran yang mempersyaratkanpeserta didik menguasai secara tuntas seluruhstandar kompetensi maupun kompetensi dasarmata pelajaran tertentu.

Perencanaan Peserta Didik di SMPN 2 Dau

Perencanaan peserta didik di SMP Negeri 2Dau Kabupaten Malang diawali dengan penentuanjumlah peserta didik yang akan diterima. Dayatampung peserta didik setiap tahun sebanyak 32peserta didik dan diutamakan berasal dari SDN 2Kucur karena SMPN 2 Dau merupakan sekolahsatu atap dengan SDN 2 Kucur, tetapi pihaksekolah juga dapat menerima peserta didik lebihdari jumlah daya tampung yang ditetapkan apabilakelas masih dapat menampungnya.

Jumlah rombongan belajar di SMPN 2 Dauada tiga, dengan rincian masing-masing kelasterdapat satu rombongan belajar. Penentuan jumlahrombongan belajar ditentukan oleh dinas sesuaidengan peraturan bagi sekolah satu atap. Sebelumpenerimaan peserta didik baru, sekolah menentukantarget banyaknya peserta didik yang akan diterimayaitu sebanyak 32 peserta didik yang termasuk didalamnya peserta didik yang berasal dari SDNKucur 2.

Penerimaan Peserta Didik Baru di SMPN 2 Dau

Kegiatan PPDB setiap tahunnya di SMPN 2Dau diawali dengan pembentukan panitia PPDB.Anggota panitia tersebut terdiri atas para guru, staf,dan juga komite sekolah yang ada di SMPN 2 Dauyang dibagi menjadi beberapa jabatan kepanitiaan.Susunan kepanitiaan PPDB di SMPN 2 Dau terdiriatas penanggungjawab, ketua, sekretaris, bendahara,dan lima seksi, yaitu: (a) pendaftaran, (b)perlengkapan, (c) publikasi, (d) dana masyarakat,dan (e) pembantu umum. Setelah panitia terbentukselanjutnya dilakukan rapat PPDB yang membahastentang ketentuan-ketentuan PPDB yang akandilaksanakan dan juga membagi tugas-tugas yangharus dikerjakan dan tanggungjawab setiap panitia

Irfan dkk, Manajemen Peserta Didik di Sekolah Satu Atap 55

yang selanjutnya dituangkan dalam Surat Keputusankepanitiaan PPDB SMPN 2 Dau.

Strategi yang dilakukan sekolah dalam PPDByaitu melakukan publikasi kepada SD terdekatdengan cara mengirimkan surat yang berisipengumuman penerimaan peserta didik baru.Publikasi tersebut dilakukan oleh panitia seksipublikasi. Pelaksanaan PPDB di SMPN 2 Dausesuai dengan tahun ajaran baru yang sudahdijadwalkan oleh pemerintah, tetapi biasanya padahari libur sebelum pelaksanaan PPDB SMPN 2Dau sudah membuka pendaftaran peserta didikbaru dengan tujuan agar waktu pendaftaraannyalebih lama dan memberikan kesempatan lebihbesar terhadap calon peserta didik.

Persyaratan pokok bagi calon peserta didikyang mendaftar di SMPN 2 Dau yaitu memilikiijazah SD atau sederajat dan tidak melebihi usia,yaitu 16 tahun. Calon peserta didik yang berasaldari luar SDN 2 kucur harus melalui seleksi terlebihdahulu yang dilakukan oleh pihak sekolah sendiridengan melihat NUN calon peserta didik tersebut.Peserta didik yang dinyatakan diterima di SMPN2 Dau diwajibkan melakukan daftar ulang denganmelengkapi persyaratan-persyaratan yang dimintaoleh pihak sekolah dengan batas waktu tertentu,dan selanjutnya peserta didik diwajibkan mengikutikegiatan MOS.

Pengelompokan Peserta Didik di SMPN 2 Dau

Peserta didik baru di SMPN 2 Dau hanyadikelompokkan menjadi satu karena memangjumlah rombongan belajar hanya satu kelas,sehingga semua peserta didik baru dijadikan satukelas di kelas VII. Pengelompokan peserta didikdi SMPN 2 Dau juga dilakukan saat KBMberlangsung yang disesuaikan oleh guru yangsedang mengajar, sehingga antara mata pelajaranyang satu dengan mata pelajaran yang lainpengelompokannya berbeda. Selain itupengelompokan peserta didik juga dilakukan padasaat kegiatan ekstrakuriler. Pada kegiatanekstrakurikuler tersebut pengelompokandidasarkan atas bakat dan minat peserta didik,karena setiap peserta didik mengikuti kegiatanekstrakurikuler yang berbeda-beda.

Pengaturan Peserta Didik yang Mutasi dan Drop Outdi SMPN 2 Dau

Mutasi peserta didik di SMPN 2 Dau terdapatmutasi masuk dan mutasi keluar. Mutasi masuk

dapat diterima oleh sekolah apabila peserta didikyang mutasi berasal dari sekolah negeri danmemenuhi persyaratan yang diperlukan.Sedangkan mutasi keluar dilakukan oleh pesertadidik SMPN 2 Dau biasanya disebabkan mengikutiorangtua yang pindah rumah. Prosedur dalammutasi masuk maupun mutasi keluar yaitu sama,antara sekolah yang akan dimasuki peserta didikdan sekolah yang ditinggalkan sama-samamemberikan izin peserta didik tersebut untukmelakukan mutasi dengan melengkapi persyaratanyang ditentukan.

Drop out peserta didik di SMPN 2 Dau seringsekali terjadi karena beberapa faktor, diantaranyayang paling sering terjadi yaitu karena peserta didiksendiri yang tidak mau sekolah dan tidak adadukungan dari orangtua. Selain itu kondisi ekonomiorangtua yang hampir semuanya berasal dariekonomi menengah kebawah juga menjadi salahsatu penyebab drop out peserta didik di SMPN 2Dau. Untuk menekan dan mengurangi angka dropout, pihak sekolah berusaha selalu memberimotivasi terhadap peserta didik dan memberikanfasilitas-fasilitas pendidikan yang memadai agarpeserta didik selalu tertarik untuk belajar di SMPN2 Dau. Selain itu pihak sekolah juga melakukankunjungan ke rumah peserta didik yang sering tidakmasuk sekolah. Hal tersebut dilakukan selain untukmengurangi angka drop out juga sebagai upayauntuk memberi perhatian terhadap peserta didikpeserta didik.

Pengaturan Disiplin dan Tata Tertib Peserta Didik diSMPN 2 Dau

Disiplin dan tata tertib peserta didik di SMPN2 Dau disusun dan diatur oleh semua guru terutamaguru bagian kesiswaan sebagai penanggungjawab.Tata tertib yang dibuat berisi tentang larangan-larangan bagi semua peserta didik dan juga sanksi-sanksi yang harus diterima oleh peserta didikapabila melanggar larangan tersebut. Tata tertibpeserta didik di SMPN 2 Dau disampaikan secaratulisan dan secara lisan. Tata tertib yangdisampaikan secara tulisan ditaruh pada tiap-tiapkelas dan juga berupa buku tata tertib peserta didik.Sedangkan tata tertib secara lisan disampaikankepada peserta didik pada saat awal penerimaanpeserta didik baru, selain itu juga disampaikan padasetiap upacara dan sebelum KBM dimulai. Tatatertib yang dibuat disusun berdasarkan poin-poin.Sehingga peserta didik yang melanggar tata tertib

56 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 52-60

poinnya akan dikurangi sesuai besarnyapelanggaran yang dilakukan.

Tata tertib peserta didik selain disampaikankepada peserta didik sendiri, juga disampaikankepada orangtua peserta didik agar mereka turutmendukung kedisiplinan peserta didik.Penyampaian tata tertib kepada orangtua tersebutdilakukan pada saat awal peserta didik masuk danpada setiap ada pertemuan di sekolah. Pihaksekolah selalu berusaha untuk meningkatkandisiplin peserta didik di SMPN 2 Dau dengan carameningkatkan kedisiplinan pihak pengelola terlebihdahulu, misalnya para guru dan staf yang ada disekolah. Setelah itu selalu mengawasi setiappeserta didik baik dalam hal berpakaian maupuntingkah laku.

Pembinaan Peserta Didik di SMPN 2 Dau

Pembinaan peserta didik di SMPN 2 Daudiberikan dalam bentuk kegiatan pengembangandiri melalui kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuanmemberikan kesempatan kepada peserta didikuntuk mengembangkan dan mengekspresikan dirisesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya.Kegiatan ekstrakurikuler di SMPN 2 Dau ada lima,yaitu: (a) Pramuka, (b) olahraga, (c) kerohanian,(d) bahasa asing, dan (e) seni budaya, yang masing-masing memiliki nilai-nilai yang ditanamkan kepadapeserta didik. Semua kegiatan ekstrakurikulerdilaksanakan pada hari Sabtu setelah KBMselesai.

Layanan khusus yang diberikan sekolahterhadap peserta didik meliputi: (a)BK, (b)perpustakaan, (c) kantin, dan (d) Usaha KesehatanSekolah (UKS). Pengelola masing-masing layanankhusus tersebut yaitu guru yang diberitanggungjawab oleh kepala sekolah. Layanankhusus tersebut diberikan kepada peserta didikuntuk menunjang keberhasilannya dalam belajardi SMPN 2 Dau.

Penilaian Peserta Didik di SMPN 2 Dau

Penilaian peserta didik di SMPN 2 Daudibedakan menjadi empat, yaitu: (a) tugas harian,(b) ulangan harian, (c) UTS, dan (d) UAS. Nilaitugas dan ulangan harian ditentukan oleh guru matapelajaran masing-masing, sedangkan UTS danUAS dilaksanakan satu kali setiap semester.Kriteria penilaian yang digunakan yaitu KKM. Nilaiketuntasan belajar untuk aspek kompetensi kognitifdan psikomotor dinyatakan dalam bentuk bilangan

bulat dengan rentang 0-100 yang menunjukkanpencapaian kompetensi. Sedangkan untuk aspekafektif dinyatakan secara kualitatif yangmenunjukkan tingkatan afektif, yaitu baik (B),cukup (C), dan kurang (D).

SMPN 2 dau menggunakan prinsipketuntasan belajar (mastery learning), sehinggapeserta didik yang belum mencapai KKM dalammata pelajaran tertentu diwajibkan mengikutiprogram perbaikan (remidial). Program remidialdilaksanakan didalam atau diluar jam pelajaranyang meliputi remidial pembelajaran dan remidialpenilaian. Penilaian dalam program remidial dapatberupa tes maupun berupa non-tes.

PEMBAHASAN

Perencanaan Peserta Didik

Perencanaan peserta didik di SMPNMerjosari diawali dengan penentuan daya tampungpeserta didik yang diterima. Jumlah rombonganbelajar sebanyak sembilan yang ditetapkan olehdinas pendidikan setempat. Perencanaan pesertadidik di SMPN 2 Dau juga diawali denganpenentuan jumlah peserta didik yang akan diterima.Jumlah rombongan belajar di SMPN 2 Dau adatiga. Penentuan jumlah rombongan belajar jugaditentukan oleh dinas sesuai dengan peraturan bagisekolah satu atap. Hal tersebut sesuai denganpernyataan Riduwan (2009:207) berikut.

Langkah pertama dalam kegiatanmanajemen peserta didik adalahmelakukan analisis kebutuhan yaitupenetapan siswa yang dibutuhkan olehlembaga pendidikan (sekolah). Kegiatanyang dilakukan dalam langkah tersebutadalah merencanakan jumlah pesertadidik yang akan diterima dan menyusunprogram kegiatan kesiswaan.

Penerimaan Peserta Didik Baru

Tahap awal yang dilakukan SMPN Merjosaridan SMPN 2 Dau dalam PPDB yaitu pembentukanpanitia. Susunan kepanitiaan PPDB di SMPNMerjosari terdiri atas empat panitia inti dan delapanseksi, sedangkan di SMPN 2 Dau terdapat empatpanitia initi dan lima seksi. Setelah panitiaterbentuk, diadakan rapat PPDB yang membahasketentuan-ketentuan dalam PPDB. Waktupelaksanaan PPDB disesuaikan dengan jadwal

Irfan dkk, Manajemen Peserta Didik di Sekolah Satu Atap 57

yang ditetapkan oleh dinas pendidikan setempat.Imron (2004:70) menjelaskan kegiatan pertamayang harus dilakukan oleh pengelola pendidikanberkenaan dengan penerimaan peserta didik baruadalah pembentukan panitia penerimaan pesertadidik baru. Panitia ini dibentuk dengan maksud agarsecepat mungkin melaksanakan pekerjaannya,yaitu mengambil langkah-langkah konkretberkenaan dengan penerimaan peserta didik baru.

Sistem PPDB di SMPN Merjosarimenggunakan sistem online berdasarkan seleksiNUN yang mengikuti peraturan dari dinas pendidikanKota Malang. Selain sistem online SMPN Merjosarijuga menggunakan sistem mandiri yang dikelola olehsekolah sendiri. Sedangkan sistem PPDB di SMPN2 Dau yaitu dengan melihat NUN calon pesertadidik yang kemudian dilakukan ranking.Calonpeserta didik yang berasal dari SD seatap denganSMPN Merjosari dan SMPN 2 Dau dapat langsungditerima tanpa melalui seleksi. Seperti yangdiungkapkan Koswara (2007:5) perpindahan darikelas VI ke kelas VII tetap melalui PSB, tetapi lebihsederhana karena memiliki hubungan hirarkhis.Semua peserta didik yang dinyatakan diterima padamasing-masing sekolah tersebut diwajibkanmelakukan daftar ulang dan selanjutnya mengkutikegiatan MOS.

Pengelompokan Peserta Didik

Pengelompokan peserta didik baru di SMPNMerjosari dilihat dari NUN dan rasio jenis kelaminpeserta didik, sedangkan peserta didik baru diSMPN 2 Dau dikelompokkan menjadi satu kelaskarena memang setiap tahunnya jumlah rombonganbelajar bagi peserta didik baru hanya satu.Sedangkan pengelompokan peserta didik pada saatkegiatan belajar diatur oleh gurunya masing-masingyang sedang mengajar, sehingga antara pelajaranyang satu dengan yang lain kelompoknya berbeda-beda. Imron (2011:95) menjelaskanpengelompokan atau lazim dikenal dengangrouping didasarkan atas pandangan bahwadisamping peserta didik tersebut mempunyaikesamaan, juga mempunyai perbedaan.

Pengaturan Peserta Didik yang Mutasi dan Drop out

Mutasi peserta didik di SMPN Merjosariterdapat mutasi intern dan mutasi ekstern. Mutasiintern di SMPN Merjosari yang dilakukan setiaptahun ajaran baru, yaitu perpindahan kelas denganmelihat hasil raport peserta didik dan pola pergaulan

tiap-tiap peserta didik. Sedangkan di SMPN 2 Dautidak ada mutasi intern karena setiap tahunnyahanya terdapat satu rombongan belajar. Mutasiekstern yang terjadi pada kedua sekolah tersebutyaitu mutasi masuk dan mutasi keluar. Mutasimasuk dapat diterima oleh sekolah apabila adaformasi di dalam sekolah tersebut, ada rekomendasidari sekolah yang ditinggalkan oleh peserta didik,dan peserta didik berasal dari sekolah negeri, sertadapat memenuhi persyaratan yang ditentukan.Seperti yang diungkapkan Imron (2011:153) bahwa“penentuan persyaratan sangat penting karenauntuk menghindari ajang penumpukan hanya padasekolah-sekolah tertentu saja”. Penyebab utamamutasi peserta didik yaitu karena peserta didikmengikuti orangtua mereka yang pindah rumah;

Selain mutasi peserta didik, di kedua sekolahtersebut juga sering terjadi drop out peserta didikyang sebagian besar disebabkan kondisi ekonomikeluarga yang kurang mampu dan peserta didiksendiri yang tidak mau sekolah. Usaha sekolahuntuk mengurangi angka drop out di SMPNMerjosari yaitu dengan cara memberikansosialisasi kepada para peserta didik dan jugakepada para orangtua peserta didik. Sedangkan diSMPN 2 Dau dengan cara memberi motivasiterhadap peserta didik dan memberikan fasilitas-fasilitas pendidikan yang memadai dan melakukankunjungan ke rumah peserta didik.

Pengaturan Disiplin dan Tata Tertib Peserta Didik

Tata tertib peserta didik di SMPN Merjosaridan SMPN 2 Dau diatur sepenuhnya oleh pihaksekolah terutama oleh bagian kesiswaan sebagaipenanggungjawab. “Disiplin sangat penting bagipeserta didik. Oleh karena itu ia harus ditanamkansecara terus-menerus agar menjadi kebiasaan bagipeserta didik” (Imron, 2004:76). Tata tertib disusunberdasarkan poin-poin, sehingga ppabila pesertadidik melanggar tata tertib, poin tersebut dikurangisesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Tatatertib disampaikan kepada peserta didik secara lisandan tulisan, selain itu juga disampaikan kepadaorangtua peserta didik pada saat ada pertemuanorangtua peserta didik di sekolah.Setiap pesertadidik di SMPN Merjosari diberikan buku tata tertibpada awal masuk sebagai peserta didik baru.

Usaha sekolah untuk meningkatkan disiplindan tata tertib peserta didik di SMPN Merjosaridan SMPN 2 Dau yaitu selalu menyampaikan tatatert ib baik secara lisan maupun tulisan.Penyampaian tata tertib secara lisan dilakukan

58 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 52-60

pada setiap upacara bendera dan juga disampaikanoleh para guru di sela-sela kegiatan belajar, selainitu juga disampaikan kepada orang tua pada saatada rapat dengan orang tua peserta didik,sedangkan penyampaian secara tulisan yaitu tatatertib yang ada ditempelkan pada masing-masingkelas dan juga berupa buku pegangan yangdiberikan kepada setiap peserta didik. Selain itu,di SMPN 2 Dau juga dengan cara meningkatkankedisiplinan pihak pengelola terlebih dahulu.

Pembinaan Peserta Didik

Pembinaan peserta didik di SMPN Merjosaridan SMPN 2 Dau diberikan dalam bentuk kegiatanekstrakurikuler. Setiap peserta didik diwajibkanmengikuti kegiatan ekstrakurikuler, kecuali pesertadidik kelas IX. Kegiatan ekstrakurikuler padakedua sekolah tersebut dilaksanakan pada padahari Sabtu Pukul 09.00 setelah kegiatan belajar dikelas usai. Riduwan (2009:212) mengatakan“kegiatan ekstrakurikuler ini merupakan wadahkegiatan peserta didik diluar pelajaran atau diluarkegiatan kurikuler”. Kegiatan ekstrakurikuler diSMPN Merjosari ada sepuluh, yaitu: (a) futsal, (b)baca Al-Qur’an, (c) seni tari, (d) karate, (e) bolavoli, (f) KIR, (g) Pramuka, (h) BDI, (i) EFF, dan(j) keputrian. Sedangkan kegiatan ekstrakurikulerdi SMPN 2 Dau ada lima, yaitu: (a) pramuka, (b)olahraga, (c) kerohanian, (d) bahasa asing, dan (e)seni budaya.

Selain kegiatan ekstrakurikuler, sekolah jugamemberikan layanan khusus peserta didik untukmenunjang keberhasilan belajarnya. Layanankhusus yang diberikan SMPN Merjosari antara lain:(a) perpustakaan, (b) kantin, (c) koperasi sekolah,dan (d) BK. Sedangkan layanan khusus yangdiberikan SMPN 2 Dau meliputi: (a) BK, (b)perpustakaan, (c) kantin, dan (d) UKS.

Penilaian Peserta Didik

Penilaian peserta didik berupa di SMPNMerjosari dan SMPN 2 Dau berupa: (a) tugasharian, (b) ulangan harian, (c) UTS, dan (d) UAS.Teknik penilaian yang digunakan oleh guruberbeda-beda. Ada guru yang menggunakanteknik tes dan ada yang menggunakan praktik, haltersebut disesuaikan dengan mata pelajaran yangdiampunya. Sukardi (2010:10) menjelaskan secaragaris besar, metode penilaian peserta didikdibedakan menjadi dua bentuk, yaitu tes dan non-tes. Bentuk tes biasanya direalisasikan dengan tes

tertulis, tes ini digunakan utamanya untukmemperoleh data, baik data kuantitatif maupun datakualitatif. Sedangkan bentuk non-tes digunakanuntuk menilai penampilan dan aspek-aspek belajarefektif dari siswa.

Kriteria penilaian peserta didik yangdigunakan yaitu KKM. Selain itu kedua sekolahtersebut menerapkan sistem mastery learningdalam pembelajaran, sehingga setiap gurumengadakan tindak lanjut setelah dilaksanakanpenilaian peserta didik apabila ada peserta didikyang belum memenuhi KKM yang ditetapkan,tindak lanjut tersebut berupa kegiatan perbaikan(remidial).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitianini yaitu: (1) perencanaan peserta didik di SMPNMerjosari dan SMPN 2 Dau diawali denganpenentuan pagu peserta didik yang diterima.Penentuan jumlah rombongan belajar ditetapkanoleh dinas sesuai dengan peraturan khusus bagisekolah satu atap. Jumlah rombongan belajar diSMPN Merjosari ada sembilan, sedangkan di SMPN2 Dau terdapat tiga rombongan belajar; (2)Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), kegiatanawal yang dilakukan di SMPN Merjosari danSMPN 2 Dau yaitu pembentukan panitia PPDByang selanjutnya melakukan rapat ketentuanPPDB. Sistem PPDB yang digunakan di SMPNMerjosari bagi calon peserta didik yang berasalselain dari SDN Merjosari IV yaitu sistem onlinedan sistem mandiri yang diadakan oleh sekolahsendiri, sedangkan di SMPN 2 Dau sistem PPDByang digunakan bagi calon peserta didik yang berasalselain dari SDN Kucur 2 yaitu ranking NUN; (3)pengelompokan peserta didik baru di SMPNMerjosari berdasarkan NUN atau tes danberdasarkan rasio pria-wanita. Sedangkan pesertadidik baru di SMPN 2 Dau dikelompokkan menjadisatu kelas. Untuk pengelompokan pada saat KBMdi kedua sekolah tersebut diatur oleh masing-masingguru yang sedang mengajar; (4) mutasi dan dropout peserta didik pada kedua sekolah tersebutterdapat mutasi masuk dan keluar. Mutasi keluardilakukan peserta didik karena mereka mengikutiorangtua yang pindah rumah. Selain mutasi pesertadidik di kedua sekolah tersebut juga sering terjadidrop out peserta didik. Penyebab drop out tersebutsebagian besar karena kondisi ekonomi orangtua

Irfan dkk, Manajemen Peserta Didik di Sekolah Satu Atap 59

yang kurang mampu dan dari peserta didik sendiriyang tidak mau sekolah; (5) pengaturan disiplin dantata tertib peserta didik di SMPN Merjosari danSMPN 2 Dau diatur sepenuhnya oleh pihak sekolahterutama oleh bagian kesiswaan sebagaipenanggungjawab. Tata tertib disusun berdasarkanpoin-poin; (6) pembinaan peserta didik diberikandalam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatanekstrakurikuler yang ada di SMPN Merjosarimeliputi: (a) futsal, (b) baca Al-Qur’an, (c) seni tari,(d) karate, (e) bola voli, (f) KIR, (g) Pramuka, (h)BDI, (i) EFF, dan (j) keputrian. Selain itu jugaterdapat layanan khusus peserta didik yang meliputi:(a) perpustakaan, (b) kantin, (c) koperasi sekolah,dan (d) BK. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler diSMPN 2 Dau meliputi: (a) Pramuka, (b) olahraga,(c) kerohanian, (d) bahasa asing, dan (e) senibudaya. Serta layanan khusus peserta didik yaitu:(a) BK, (b) perpustakaan, (c) kantin, dan (d) UKS;(7) penilaian peserta didik di SMPN Merjosari dandi SMPN 2 Dau dibedakan menjadi empat, yaitu:(a) tugas harian, (b) ulangan harian, (c) UTS, dan(d) UAS. Kriteria penilaian peserta didik yangdigunakan pada kedua sekolah tersebut adalahKKM sehingga bagi peserta didik yang nilainyabelum memenuhi KKM harus mengikuti programremidial. Kedua sekolah tersebut menggunakanmastery learning dalam pembelajarannya.

Saran

Berdasarkan kesimpulan, saran-saran yangdiajukan peneliti yaitu: (1) bagi Kepala SMPNMerjosari hendaknya dengan ditetapkannya SMPMerjosari sebagai Sekolah Satu Atap, segalapengelolaannya dilaksanakan secara terpadu, baik

terpadu secara fisik maupun secara pengelolaan.Misalnya terpadu mengenai lokasi sekolah, kepalasekolah, guru, dan manajemennya. Selain itu pihaksekolah juga lebih memperhatikan peserta didikagar tidak sering terjadi drop out peserta didik.Sedangkan bagi Kepala SMPN 2 Dau hendaknyaberupaya untuk selalu memperbaiki sistemmanajemen peserta didik di sekolah agar semakinbaik mulai perencanaan sampai evaluasi.Sehingga peserta didik di sekolah merasa nyamandan merasa diperhatikan dalam belajar, serta dapatmencapai tujuan pendidikannya dengan efektifdan efisien. Pihak sekolah juga sebaiknya selalugiat mengadakan kegiatan yang dapat memotivasipeserta didik untuk belajar dan mengurangi angkadrop out, (2) bagi para dosen dan ketua jurusanAdministrasi Pendidikan dapat selalu memberikankontribusi terhadap pelaksanaan manajemenpeserta didik di Sekolah Satap, karena sekolahSatap merupakan sekolah baru yang masih banyakmembutuhkan perbaikan, (3) bagi Kepala DinasPendidikan dan Kebudayaan sebaiknya selalumelakukan pengawasan dan evaluasi terhadappenyelenggaraan Sekolah Satap, sehinggapelaksanaan Sekolah Satap sesuai dengan kriteriadan peraturan-peraturan khusus bagipenyelenggaraan Sekolah Satap. Selain itu jugalebih serius menangani masalah drop out pesertadidik di Sekolah Satap agar tidak sering terjadi,dan (4) bagi peneliti lain hendaknya dapatmelakukan penelitian sejenis di sekolah Satapmengenai substansi manajemen pendidikan selainmanajemen peserta didik, sehingga hasil penelitianyang dilakukan nantinya dapat digunakan untukmemperbaiki manajemen pendidikan di sekolahSatap.

DAFTAR RUJUKAN

Imron, A. (Eds.). 2004. Perspektif ManajemenPendidikan Berbasis Sekolah. Malang:Penerbit Universitas Negeri Malang.

Imron, A. 2011. Manajemen Peserta DidikBerbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Koswara, D. 2007. Makalah Pemberdayaan SD-SMP Satu Atap di Provinsi Banten ,(Online), (http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/

195906141986011-DEDI_KOSWARA/MAKALAH_PERBERDAYAAN_SD-SMP_SATU_ATAP_DI_PROV.__BANTEN.pdf),diakses pada tanggal 2 September 2012.

Riduwan. 2009. Manajemen Pendidikan.Bandung: Alfabeta.

Sukardi, M. 2010. Evaluasi Pendidikan: Prinsipdan Operasionalnya. Jakarta: BumiAksara.

60 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 52-60

MANAJEMEN KURIKULUM BERBASIS TAUHID

Liya MayasariTeguh Triwiyanto

E-mail: [email protected] Kredit Konsumer BRI, JL. Raya Langsep 2D, Malang

Abstract: This study aims to: (1) determine monotheism based curriculum planning, (2) theimplementation of monotheism based curriculum, (3) determine assessment of monotheism basedcurriculum, (4) determine the factors supporting and inhibiting the monotheism based curriculummanagement, and ( 5 ) knowing the effort to overcome the obstacles in the management of monotheismbased curriculum. The approach used is qualitative approach with a case study design. The result ofthis research are: (1) planning of monotheism based curriculum implemented at the beginning of theestablishment of schools and carried by a section called the department of education, (2)implementation of the curriculum focused on educational boarding with reference to monotheismbased education set out in the schedule of life learners, (3) curriculum assessment carried out byusing a system of manners, (4) the supporting factors and comes from within and outside the school,(5) there is some effort being made to overcome the obstacles in the school curriculum management.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perencanaan kurikulum berbasis tauhid, (2)mengetahuui pelaksanaan kurikulum berbasis tauhid, (3) mengetahui penilaian kurikulum berbasistauhid, (4) mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam manajemen kurikulum berbasistauhid, dan (5) mengetahui upaya mengatasi hambatan dalam manajemen kurikulum berbasis tauhid.Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus. Hasilpenelitian ini sebagai berikut: (1) perencanaan kurikulum berbasis tauhid dilaksanakan pada awalpendirian sekolah dan dilakukan oleh bagian yang disebut dengan departemen pendidikan, (2)Pelaksanaan kurikulum ditekankan pada pendidikan asrama atau pesantren dengan berpedomanpada pendidikan berbasis tauhid yang diatur dalam jadwal hidup peserta didik, (3) Penilaian kurikulumdilaksanakan dengan menggunakan sistem adab, (4) Faktor pendukung dan berasal dari dalam danluar sekolah, (5) ada beberapa upaya dilakukan pihak sekolah untuk mengatasi hambatan dalammanajemen kurikulum.

Kata kunci: manajemen kurikulum, tauhid

Manajemen kurikulum atau pembelajaranmerupakan salah satu substansi manajemenpendidikan yang sangat penting di suatu lembagapendidikan. Hal ini karena manajemen kurikulummengelola seluruh aktivitas belajar mengajar, baikyang dilakukan di dalam maupun di luar kelas.Manajemen kurikulum tidak hanya bertujuanmenciptakan kemampuan kognitif peserta didik,tetapi diharapkan mampu membentuk pribadipeserta didik menjadi lebih baik. Konsep pendidikanberbasis tauhid merupakan salah satu upaya untukmenciptakan peserta didik agar memilikikemampuan yang seimbang antara kognitif dankepribadiannya (psikomotorik dan afektifnya).

Suryosubroto (2004:32), mengemukakan“kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan

yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anakdidiknya, baik dilakukan di dalam sekolah maupundi luar sekolah. Handoko (2003:8) berpendapat,“manajemen dari segi proses, yaitu perencanaan,pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasanusaha-usaha para anggota organisasi lainnya danpenggunaan sumber-sumber daya organisasilainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telahditetapkan”. Rahimahullah (dalam Addani, 2012:1)memaparkan, kata tauhid secara bahasa adalahkata benda yang berasal dari perubahan kata kerjawahhada–yuwahhidu, yang bermaknamenunggalkan sesuatu. Sedangkan berdasarkanpengertian syariat, “tauhid bermakna meng-EsakanAllah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Dapat disimpulkan bahwa manajemen

61

kurikulum berbasis tauhid yaitu suatu prosespengelolaan aktivitas belajar mengajar yangberpusat pada ajaran dan hukum-hukum Islam.

Manajemen kurikulum berbasis tauhid inimerupakan salah satu pembaharuan dalam duniapendidikan yaitu dengan memadukan antara konseppendidikan modern dan pendidikan Islam. Konsepini berpedoman pada pendidikan berbasis tauhidyang disusun oleh seorang guru. Bapak Sunaryo(Kepala SMP Ar Rohmah Putri Boarding SchoolMalang), beranggapan bahwa konsep pendidikanyang bagus tersebut jika tidak diimbangi denganpenanaman akhlak yang bagus maka hanya akanmenjadikan orang-orang yang lebih mengutamakanlogika, kemampuan berpikir, dan akan lupa bahwasegala sesuatu yang ada di dunia ini dari dan milikTuhan, yaitu Allah SWT. Oleh karena itupendekatan yang dianggap paling sesuai untukditerapkan di sekolah ini adalah pendeketanberbasis tauhid. Manajemen ini diterapkan padaseluruh aspek pengelolaan kurikulum mulai dariperencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.Manajemen kurikulum berbasis tauhid tidak hanyamengatur bagaimana proses belajar mengajar dikelas, tetapi juga mengatur cara guru mengajardan kehidupan sehari-hari peserta didik dan guru-guru.

METODE

Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatankualitatif dengan rancangan studi kasus, karenapenelitian ini mendeskripsikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan manajemenkurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Penelitimengungkapkan secara terperinci terhadapperistiwa dan kejadian yang ditemukan pada latarpenelitian secara alami dengan batasan-batasanfokus yang telah ditentukan dan terkait denganmanajemen kurikulum. Peneliti tidak hanya satuatau dua kali melakukan pengamatan, tetapimelakukan beberapa kali pengamatan, sehinggamenghasilkan data yang dapatdipertanggungjawabkan. Penelitian diawali denganobservasi pendahuluan yang bertujuan untukmemperoleh gambaran awal mengenai objekpenelitian yang kemudian dijadikan pedoman bagipeneliti untuk menentukan tema dan topikpenelitian. Selanjutnya peneliti sekaligus ikut sertapada kegiatan dalam pengumpulan informasi mulaidari perencanaan, pengumpulan, dan pengolah datasehingga mampu menghasilkan data yang benar-benar valid.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang yangberalamat di Jalan Raya Jambu Nomor 01Semanding, desa Sumbersekar, kecamatan Dau,kabupaten Malang. Sekolah ini berada di bawahnaungan Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Ar-Rohmah Putri Pesantren Hidayatullah bersamadengan TA Alam, SD, dan SMA Ar Rohmah Putri.Teknik pengumpulan data yang digunakan padapenelitian ini adalah wawancara, observasi, dandokumentasi. Informan dalam penelitian inimeliputi: (a) kepala sekolah, (b) wakil kepalasekolah bidang kurikulum, (c) wakil kepala sekolahbidang diniyyah, (d) koordinator pelaksanadiniyyah, dan (e) guru. Sumber data yang berupasituasi yaitu hasil observasi yang dilaksanakan padasaat proses pembelajaran. Sedangkan sumber datatertulis yang dikaji peneliti yaitu dokumen-dokumensekolah yang berkaitan dengan manajemenkurikulum.

HASIL

Perencanaan Kurikulum Berbasis Tauhid di SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang

Perencanaan kurikulum berbasis tauhid diSMP Ar Rohmah Putri boarding School Malangdilakukan dengan penyusunan kurikulum.Penyusunan kurikulum di sekolah ini dilakukan padaawal pendirian sekolah, yaitu tahun 2007 dandilakukan oleh departemen pendidikan. Kurikulumdi sekolah ini terbagi menjadi dua, yaitu KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berasaldari kementerian Pendidikan dan Kebudayaan(Kemendikbud) dan Kurikulum Diniyyah yangberasal dari sekolah. Kedua kurikulum tersebutberpedoman pada konsep pendidikan berbasistauhid yang disusun oleh bapak Sunaryo selakukepala sekolah. Perencanaan kurikulum di sekolahini diawali dengan penyusunan kalender akademiksesuai tuntutan dari Dinas Pendidikan. Selanjutnyasekolah menyusun Program Tahunan (Prota) danProgram Semester (Promes). Prota dan Promestersebut menjadi acuan untuk menyusun Silabusdan Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)yang selanjutnya dijadikan acuan bagi guru-gurudalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Tauhid di SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang

SMP Ar Rohmah Putri Boarding SchoolMalang merupakan sekolah Islam berasrama yang

62 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 61-67

berada di bawah naungan Lembaga PendidikanIslam (LPI) Ar Rohmah Putr i dan DinasPendidikan Kabupaten Malang. Oleh karena itupelaksanaan kurikulum di sekolah ini menekankanpada pelaksanaan boarding school. Sistemboarding school yang dimaksudkan merupakansistem pendidikan pesantren sebagaimana padasekolah-sekolah Islam dan merupakanimplementasi dari konsep pendidikan berbasistauhid yang dibuat oleh kepala sekolah.

Pelaksanaan kurikulum di sekolah ini diaturdalam jadwal hidup peserta didik yang disusun olehwaka kurikulum yang bekerja sama dengan wakadiniyyah serta waka kesiswaan yang bertugasuntuk mengelola jadwal hidup peserta didik diasrama. Kegiatan belajar mengajar peserta didikdibagi menjadi dua, yaitu mata pelajaran umum danpelajaran diniyyah. Pelajaran umum atau KTSPdilaksanakan pada hari efektif sekolah, hari Senins.d. Sabtu pada pukul 07.10 s.d. 11.45. Sedangkanuntuk kurikulum diniyyah pada hari senin s.d.jum’at dibagi menjadi dua waktu, yaitu pagi pukul05.00 s.d. 06.10 dan sore pukul 15.30 s.d. 16.30.

Pihak yang terlibat dalam pelaksanaankurikulum berbasis tauhid di sekolah ini adalahwaka kurikulum, waka diniyyah, guru matapelajaran, dan guru master. Pihak yang berperanpenting dalam pelaksanaan kurikulum berbasistauhid di sekolah ini yaitu seluruh sumber dayamanusia yang ada, khususnya guru-guru yangterlibat langsung dalam pelaksanaan pembelajarandi kelas. Guru dianggap sebagai kunci utama dalampelaksanaan pembelajaran, oleh karena itu guru-guru dituntut untuk dapat menjadi uswah ataucontoh bagi murid-muridnya.

Penilaian Kurikulum Berbasis Tauhid di SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang

Adanya dua macam kurikulum yangditerapkan di SMP Ar Rohmah Putri BoardingSchool Malang mempengaruhi terhadappelaksanaan penilaian kurikulumnya. Sekolah inimemiliki sistem penilaian yang berbeda dengansekolah lain, sekolah ini menggunakan sistempenilaian adab untuk mengevaluasi hasil belajarsiswa. Pelaksanaan penilaian berbasis tauhid disekolah ini melibatkan seluruh pihak yang ada disekolah, baik itu pendidik maupun non pendidikkarena di sekolah ini semuanya dianggap sebagaipendidik. Sedangkan khusus untuk penilaian hasilbelajar siswa penilainya adalah orang-orang yangterlibat langsung dalam proses pelaksanaan

kurikulum yaitu kepala sekolah, wakil kepalabidang kurikulum, wakil kepala bidang diniyyah,guru master, guru kelas, serta pengelola asrama.

Penilaian yang dilakukan pada KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang terdiridari empat, yaitu: (a) ulangan harian, (b) penugasan,(c) Ujian Tengah Semester (UTS), dan (d) UjianAkhir Semester (UAS). Sedangkan untukkurikulum diniyyah terdiri dari ulangan harian,tugas, Ujian Akhir Diniyyah (UAD), dan ujianterbuka. Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM )adalah batas ketuntasan yang harus dicapai olehpeserta didik di SMP Ar Rohmah Putri BoardingSchool Malang. Standar ketuntasan minimal padatiap kompetensi dasar ditentukan berdasarkanbeberapa pertimbangan dan dinyatakan dalambentuk bilangan bulat dengan rentangan 0-100.Program tindak lanjut yang dilakukan setelahdiadakannya penilaian yaitu program remedial danpembinaan yang dilakukan oleh guru-guru dankepala sekolah terhadap peserta didik yang belummencapai KKM.

Faktor Pendukung dalam Manajemen KurikulumBerbasis Tauhid di SMP Ar Rohmah Putri BoardingSchool Malang

SMP Ar Rohmah Putri Boarding SchoolMalang merupakan sekolah yang berada di bawahLembaga Pendidikan Islam Hidayatullah. Lembagaini merupakan lembaga peradaban Islam dalambidang pendidikan. Hal tersebut sangat mendukungSMP Ar Rohmah untuk menerapkan pendidikanberbasis tauhid, termasuk dalam manajemenkurikulumnya. Faktor pendukung yang lain yaituadanya kerjasama yang baik dari berbagai pihakdan dukungan penuh dari pihak yayasan, baik darisegi materi maupun kepercayaan. Lokasi sekolahyang berada dalam satu kompleks dengan sekolah-sekolah Ar Rohmah Putri yang lain memberikankemudahan untuk mensosialisasikan danmenerapkan konsep pendidikan berbasis tauhidkepada seluruh sumber daya yang ada.

Selain itu, ada beberapa faktor pendukungyang berasal dari luar yaitu adanya kepercayaanmasyarakat terhadap sekolah. Kepercayaanmasyarakat ini dapat dijabarkan dalam arti yangluas. Pertama, kepercayaan masyarakat sekitarsekolah terhadap pendidikan yang diberikan disekolah, sehingga mereka mampu menerimakeberadaan SMP Ar Rohmah yang tergolongmasih sangat baru ini. Kedua, kepercayaan dari

Mayasari dan Triwiyanto, Manajemen Kurikulum Berbasis Tauhid 63

masyarakat yang berasal dari orang tua siswa.Sejak pertama didirikan sekolah ini sudahmengalami perkembangan yang sangat pesat, baikdari kualitas pendidikan maupun dari jumlah pesertadidiknya. Hal ini menunjukkan bahwa SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang sudahmendapatkan tempat di mata masyarakat. Ketiga,masyarakat yang berasal dari lembaga-lembagayang bekerja sama dengan sekolah

Faktor Penghambat dalam Manajemen KurikulumBerbasis Tauhid di SMP Ar Rohmah Putri BoardingSchool Malang

Faktor penghambat manajemen kurikulum diSMP Ar Rohmah Putri Boarding School Malangsebagian besar berasal dari sumber daya manusiayang ada di sekolah itu sendiri. Pertama, yaitukurangnya kesadaran dan motivasi peserta didikuntuk belajar atau mengikuti pelajaran. Hal inimenjadi penghambat dalam mengelola kurikulumdi sekolah karena pada dasarnya sasaran utamadalam pengelolaan kurikulum di suatu sekolahadalah peserta didik. Kedua, yaitu kurangnyapengetahuan guru-guru mengenai konseppendidikan berbasis tauhid. Hal tersebut menjadisalah satu penghambat dalam manajemenkurikulum karena pelaksana pendidikan di sekolahini adalah guru. Guru di SMP Ar Rohmah PutriBoarding School Malang memiliki peran yangsangat penting dalam mendidik peserta didiknya.Tuntutan sekolah bahwa guru harus mampumenjadi uswah atau contoh bagi peserta didiknyabaik dalam pelajaran di kelas maupun dalamkehidupan sehari-hari menjadikan seluruh guruharus menguasai konsep pendidikan berbasistauhid.

Upaya Mengatasi Hambatan dalam ManajemenKurikulum Berbasis Tauhid di SMP Ar Rohmah PutriBoarding School Malang

Hambatan dalam manajemen kurikulum diSMP Ar Rohmah Putri Boarding School Malangsebagian besar adalah berasal dari sumber dayamanusia yang ada di sekolah itu sendiri. Olehkarena itu upaya-upaya yang harus dilakukan untukmenangani hambatan tersebut adalah mengeloladan memperbaiki sumber daya manusia yangbermasalah tersebut. Hambatan yang berasal daripeserta didik yaitu kurangnya motivasi sertakesadaran peserta didik dalam belajar dapat diatasi

dengan beberapa cara, antara lain: memberikanmotivasi kepada peserta didik, memberikanbimbingan, pembinaan, dan memberikan contohkepada peserta didik. Upaya-upaya tersebut dapatdilakukan oleh guru yang terlibat langsung dalamproses belajar mengajar peserta didik di sekolah,wali asrama yang mengetahui aktivitas pesertadidik di luar jam sekolah, dan orang tua pesertadidik yang mengetahui keadaan peserta didik ketikaberada di rumah.

Hambatan yang kedua berasal dari guru, yaitumasih rendahnya pengetahuan dari guru-gurumengenai konsep pendidikan berbasis tauhid yangdi terapkan di SMP Ar Rohmah Putri BoardingSchool Malang. Hambatan ini dapat diatasidengan beberapa upaya antara lain: selalumelakukan koordinasi dengan guru-guru,melakukan evaluasi kinerja guru, melakukanpembinaan, melakukan supervisi, dan denganmemberikan contoh kepada guru mengenai carapenerapan konsep pendidikan berbasis tauhid, baikdalam mengajar maupun dalam kehidupan sehari-hari.

PEMBAHASAN

Perencanaan Kurikulum Berbasis Tauhid di SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang

Perencanaan kurikulum di SMP Ar RohmahPutri Boarding School Malang diawali denganpenyusunan kalender akademik. Selanjutnya wakakurikulum dan waka dinniyah dengan dibantu olehguru-guru mata pelajaran menyusun ProgramTahunan (Prota), Program Semester (Promes),Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaankurikulum di sekolah ini. Hal tersebut sesuai denganpendapat Rusman (2009:22) sebagai berikut:

Perencanaan kurikulum ini berfungsisebagai pedoman atau alat manajemenyang berisi petunjuk tentang jenis dansumber individu yang diperlukan, mediapembelajaran yang digunakan, tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, sumberbiaya, tenaga, dan sarana yangdiperlukan, sistem monitoring danevaluasi, peran unsur-unsur ketenagaanuntuk mencapai tujuan manajemenlembaga pendidikan.

64 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 61-67

Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Tauhid di SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang

Sobri dan Rochman (2009:44-45),mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatankurikulum berkaitan dengan dua hal, yaitu: (1)berkaitan dengan tugas guru, dan (2) berkaitandengan proses pembelajaran. Hal tersebut jugaberlaku pada pelaksanaan kurikulum berbasistauhid di SMP Ar Rohmah Putri Boarding SchoolMalang. Pelaksanaan kurikulum di sekolah iniberpedoman pada konsep pendidikan berbasistauhid yang disusun oleh kepala sekolah danmenekankan pada pendidikan pesantren. Konseptauhid tersebut diterapkan pada seluruh aspek dansubstansi yang ada, baik dalam pelaksanaan prosesbelajar mengajar maupun dalam mengatur tugasguru. Pelaksanaan kurikulum berbasis tauhid disekolah ini dibagi menjadi dua waktu, yaitu untukkurikulum umum atau KTSP dan kurikulumdiniyyah. Guru sebagai kunci utama dalampelaksanaan pembelajaran di kelas dituntut mampumenjadi uswah atau contoh bagi peserta didiknya.Guru harus mampu mentransfer nilai-nilai tauhiddalam pelaksanaan pembelajaran dan mangajarkantauhid dalam kehidupan sehari-hari.

Penilaian Kurikulum Berbasis Tauhid di SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang

Rusman (2009:18) mengemukakan bahwakegiatan evaluasi harus dilakukan secara sistemik,sistematis, dan komprehensif yang mengacu padavisi, misi, dan tujuan kurikulum. Penilaian atauevaluasi kurikulum di SMP Ar Rohmah PutriBarding School Malang dilakukan dengan sistempenilaian adab. . Penilaian adab ini meliputi adabterhadap guru, adab terhadap pembelajaran, adabterhadap materi pelajaran, dan adab pribadi.Penilaian tersebut dilakukan oleh guru matapelajaran masing-masing karena guru di sekolahdiberikan kewenangan untuk menilai peserta didiksecara apa adanya. Penilaian ini berdasarkankonsep pendidikan berbasis tauhid yang menjadipedoman pelaksanaan pendidikan di sekolah.

Penilaian kurikulum di SMP Ar Rohmah PutriBoarding School Malang dibagi menjadi duaberdasarkan kurikulum yang digunakan, yaituKTSP dan kurikulum diniyyah. Penilaian KTSPterdiri dari ulangan harian, penugasan, UTS, danUAS. Sedangkan penilaian kurikulum diniyyahterdiri dari ulangan harian, penugasan, UAD, danujian terbuka. Meskipun penilaian dilakukan secaraberbeda dan sendiri-sendiri, namun untuk

penentuan kenaikan dan kelulusan peserta didikadalah dari pertimbangan kedua nilai tersebut. NilaiKTSP dan nilai diniyyah dikombinaskan untukmenentukan nilai akhir peserta didik.

Faktor Pendukung dalam Manajemen KurikulumBerbasis Tauhid di SMP Ar Rohmah Putri BoardingSchool Malang

Faktor pendukung dalam manajemenkurikulum berbasis tauhid di sekolah ini berasal daridalam dan luar sekolah. Faktor yang berasal daridalam antara lain: dukungan penuh dari yayasan,yaitu LPI Ar Rohmah Putri baik dari segi morilmaupun materiil, lingkungan sekolah yang kondusifuntuk menerapkan pola pengelolaan berbasistauhid, dan adanya kerjasama yang baik diantarasumber daya manusia yang ada untuk mencapaimisi tauhid secara bersama-sama.

Faktor yang berasal dari luar yaitu adanyakepercayaan dan dukungan dari masyarakatkepada sekolah. Masyarakat yang dimaksudkandi sini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: masyarakatyang berasal dari orang tua peserta didik,masyarakat yang berasal dari instansi ataulembaga-lembaga terkait, dan masyarakat umumyang berada di sekitar lingkungan sekolah. Faktor-faktor tersebut yang memberikan kemudahan danmempengaruhi keberhasilan manajemen kurikulumberbasis tauhid di SMP Ar Rohmah Putri BoardingSchool Malang.

Faktor Penghambat dalam Manajemen KurikulumBerbasis Tauhid di SMP Ar Rohmah Putri BoardingSchool Malang

Faktor penghambat dalam manajemenkurikulum berbasis tauhid di SMP Ar Rohmah PutriBoarding School Malang sebagian besar berasaldari sumber daya manusia yang ada di sekolah itusendiri. Pertama, yaitu kurangnya kesadaran danmotivasi peserta didik untuk belajar atau mengikutipelajaran. Kedua, yaitu kurangnya pengetahuanguru-guru mengenai konsep pendidikan berbasistauhid. Hambatan-hambatan tersebut yang hinggasaat ini manjadikan konsep pendidikan berbasistauhid belum mampu diterapkan secara maksimal.

Upaya Mengatasi Hambatan dalam ManajemenKurikulum Berbasis Tauhid di SMP Ar Rohmah PutriBoarding School Malang

Upaya mengatasi hambatan dalammanajemen kurikulum berbasis tauhid di SMP Ar

Mayasari dan Triwiyanto, Manajemen Kurikulum Berbasis Tauhid 65

Rohmah Putri Boarding School Malang dibagimenjadi dua berdasarkan akar permasalahan.Hambatan yang berasal dari pendidik dapat diatasidengan memberikan contoh, motivasi, melakukanpembinaan, dan supervisi. Sedangkan hambatanyang berasal dari diri peserta didik dapat diatasidengan memberikan contoh, motivasi, danmelakukan pembinaan. Upaya dalam mengatasihambatan yang terjadi pada manajemen kurikulumberbasis tauhid tidak hanya terfokus pada kepalasekolah. Seluruh sumber daya manusia yang adadi sekolah diharapkan mampu bekerja samasehingga hambatan-hambatan yang mungkin terjadidapat diminimalisir, supaya dapat mencapai visitauhid secara utuh.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitianini yaitu: (1) perencanaan kurikulum berbasis tauhiddi SMP Ar Rohmah Putri Boarding SchoolMalang dilaksanakan pada awal pendirian sekolahdan dilakukan oleh bagian yang disebut dengandepartemen pendidikan. Perencanaan dimulaidengan penyusunan kelender akademik sertajadwal hidup peserta didik di sekolah. Kemudiandilanjutkan dengan penyusunan Program Tahunan(Prota), Program Semester (Promes), silabus, danRancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). (2)Pelaksanaan kurikulum berbasis tauhid di SMP ArRohmah Putri Boarding School Malang.Pelaksanaan kurikulum di sekolah ini ditekankanpada pendidikan asrama atau pesantren denganberpedoman pada pendidikan berbasis tauhid yangdiatur dalam jadwal hidup peserta didi. (3) Penilaiankurikulum berbasis tauhid di SMP Ar Rohmah PutriBoarding School Malang. Penilaian kurikulumdilaksanakan dengan menggunakan sistem adab,yaitu setiap guru diberi kewenangan dan hak untukmenilai peserta didik secara apa adanyasebagaimana hukum Allah SWT. (4) Faktorpendukung dalam manajemen kurikulum berbasistauhid di SMP Ar Rohmah Putri Boarding SchoolMalang berasal dari dalam dan luar sekolah. Faktorpendukung yang berasal dari dalam antara lain:dukungan penuh dari Yayasan LPI Ar RohmahPutri, lingkungan sekolah yang kondusif untukmelakukan pengelolaan berbasis tauhid, danadanya kerjasama yang baik dari seluruh sumberdaya manusia yang ada. Sedangkan faktorpendukung yang berasal dari luar yaitu adanya

kepercayaan dari berbagai kalangan masyarakatterhadap sekolah, baik masyarakat umum maupunmasyarakat yang berasal dari orang tua pesertadidik. (5) Faktor penghambat manajemen kurikulumdi SMP Ar Rohmah Putri Boarding SchoolMalang keseluruhan berasal dari sumber dayamanusia di sekolah itu sendiri, yaitu peserta didikdan guru-guru. (6) Upaya yang dapat dilakukanpihak SMP Ar Rohmah Putri Boarding SchoolMalang untuk mengatasi hambatan dalammanajemen kurikulum melalui beberapa cara,antara lain: memberikan motivasi kepada pesertadidik, memberikan bimbingan, pembinaan,memberikan contoh kepada peserta didik, guru-guru, melakukan evaluasi kinerja guru, melakukanpembinaan, melakukan supervisi, dan denganmemberikan contoh kepada guru mengenai carapenerapan konsep pendidikan berbasis tauhid, baikdalam mengajar maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Saran

Berdasarkan kesimpulan, saran-saran yangdiajukan peneliti yaitu kepada: (1) Kepala SMPAr Rohmah Putri Boarding School Malang,hendaknya meningkatkan kualitas sumber dayamanusia dengan cara menambah waktu untukpembinaan dan memperbanyak referensi mengenaipendidikan berbasis tauhid; (2) tenaga pendidikSMP Ar Rohmah Putri Boarding School Malang,hendaknya seluruh tenaga pendidik di sekolahtersebut khususnya bagi guru-guru diharapkanmampu mengembangkan kegiatan belajar-mengajar serta merealisasikan konsep pendidikanberbasis tauhid sehingga dapat mencapai visi tauhidsecara utuh; (3) Ketua Jurusan AdministrasiPendidikan, hendaknya di Jurusan AdministrasiPendidikan dikembangkan mata kuliah manajemenkurikulum yang lebih mendalam dan luascakupannya, misalnya problematika dalammanajemen kurikulum dan solusinya. Sehinggamampu membahas tentang pengembangan danpembaharuan kurikulum dalam dunia pendidikan,baik yang dilakukan oleh pemerintah maupuninstansi-instansi pendidikan terkait; dan (4) penelitilain, hendaknya hasil penelitian ini dapatdimanfaatkan untuk pengembangan wawasan ilmupengetahuan khususnya dalam bidang manajemenkurikulum sehingga dapat melakukan penelitianpada substansi yang sama tetapi dalam tinjauanyang lain.

66 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 61-67

DAFTAR RUJUKAN

Addani, A. R. A. 2012. Pengertian Tauhid.(Online), (http://abinyaraafi.wordpress.com/2012/01/23/pengertian-tauhid/), diakses9 Oktober 2012.

Handoko, T. 2003. Manajemen Edisi 2.Yogyakarta: BPFE.

Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.

Sobri, J. S, dan Rochman. C. 2009. PengelolaanPendidikan. Bandung: Multi Pressindo.

Suryosubroto, B. S. 2004. ManajemenPendidikan di Sekolah. Jakarta: PTRineka Cipta.

Mayasari dan Triwiyanto, Manajemen Kurikulum Berbasis Tauhid 67

PUBLIKASI LEMBAGA PENDIDIKAN KATOLIK

Lea Eka PuspitaningtyasAli Imron

Asep Sunandar

E-mail: [email protected] St Albertus, Jl. Talang 1 Malang

Abstract: This study aimed to describe: (1) the role of public relations in the publication of educationalinstitutions in the SDK Santa Maria II Malang, (2) the strategy undertaken by the school to carry outthe process of the publication of educational institutions in the SDK Santa Maria II Malang, (3)cooperation conducted by the school in publishing educational institutions in Santa Maria II MalangSDK to the community, (4) supporting and inhibiting factors in the publishing PR education institutionsin the Santa Maria II Malang SDK to the public. This study used a qualitative approach with a casestudy design. Based on the collection and analysis of data obtained the following results: first,public relations or in the SDK pemberling Santa Maria II Malang plays a very important for thesustainability of the school. Second, the initial strategy SDK Santa Maria II in carrying out publicationthat is by planning and socializing activities. Third, the school conducted effective cooperation inpublishing SDK Santa Maria II Malang done with the environment in the school and outside ofschool. Fourth, the factors supporting the publication activity in the Santa Maria II Malang SDK isthat the availability of that support publication activities, one of which IT is growing and the inhibitingfactor is the difficulty of managing time.

Absrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) peran humas dalam publikasi lembagapendidikan di SDK Santa Maria II Malang, (2) strategi yang dilakukan oleh sekolah untuk melaksanakanproses publikasi lembaga pendidikan di SDK Santa Maria II Malang, (3) kerjasama yang dilakukanoleh sekolah dalam mempublikasikan lembaga pendidikan di SDK Santa Maria II Malang kepadamasyarakat, (4) faktor pendukung dan penghambat Humas dalam mempublikasikan lembagapendidikan di SDK Santa Maria II Malang kepada masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif dengan rancangan studi kasus. Berdasarkan proses pengumpulan dan analisis datadidapatkan hasil berikut: pertama, humas atau pemberling di SDK Santa Maria II Kota Malang berperansangat penting bagi keberlangsungan sekolah. Kedua, strategi awal yang dilakukan SDK SantaMaria II dalam melaksanakan publikasi yaitu dengan perencanaan dan mensosialisasikan kegiatan.Ketiga, kerjasama yang efektif dilakukan sekolah dalam mempublikasikan SDK Santa Maria II Malangdilakukan dengan pihak di dalam lingkungan sekolah dan di luar sekolah. Keempat, faktor pendukungdalam kegiatan publikasi di SDK Santa Maria II Malang ini yaitu tersedianya sarana yang mendukungkegiatan publikasi, salah satunya TI yang semakin berkembang dan faktor penghambatnya masihsulitnya mengelola waktu.

Kata Kunci: publikasi, humas, lembaga pendidikan katolik

Persaingan dalam penyelenggaraan pendidikankhususnya Sekolah Dasar (SD) di Kota Malangsangat ketat dengan jumlah sekolah yang begitubanyak baik negeri maupun swasta. Hal ini dapatdilihat dari data Dinas Pendidikan Kota Malangyang menyebutkan terdapat 199 sekolah negeri dan328 sekolah swasta. Memperhatikan kondisi yangterjadi saat ini yaitu banyaknya lembagapendidikan khususnya di Kota Malang menjadipenyebab munculnya persaingan yang semakin

ketat antar sekolah untuk menarik pelanggan dalamhal ini adalah peserta didik agar menggunakan jasamereka dalam bidang pendidikan. Hal ini dibuktikandengan adanya upaya kreatif penyelenggarapendidikan untuk menggali keunikan dankeunggulan sekolahnya agar dibutuhkan dandiminati oleh pelanggan jasa pendidikan. Munculnyasekolah unggulan dengan kurikulum bertarafinternasional serta lahirnya sekolah negeri atauswasta yang menawarkan keunggulan fasilitas,

68

bahkan dengan biaya yang terjangkau, dapatmenambah maraknya kompetisi pendidikan.

Sekolah dengan pengelolaan yang baikakan tetap eksis dan dikenal oleh masyarakat.Untuk itu lembaga pendidikan harus lebihmeningkatkan kualitas pendidikan dengan berbagaicara salah satunya dengan mencetak lulusan yangberkualitas dan dapat diterima masyarakat.Sebagai wujud meningkatkan kualitas pendidikanyang dimilikinya, lembaga pendidikan harusditunjang oleh kegiatan sekolah yang baik danmendapat dukungan dari masyarakat. Kegiatansekolah akan berjalan dengan lancar karenaadanya dukungan dari masyarakat. Oleh karenaitu sekolah harus terus membina hubungan antaralembaga pendidikan/sekolah dan masyarakatsehingga masyarakat akan lebih percaya terhadapkeberadaan sekolah.

Lembaga pendidikan perlu banyakmemberikan informasi kepada masyarakat tentangkegiatan-kegiatan dan potensi-potensi sertafasilitas yang dimiliki sekolah, agar apa yang adadi sekolah ini diketahui masyarakat. Untukmempermudah masyarakat mendapatkaninformasi tersebut, lembaga pendidikan membentuksuatu badan khusus, yaitu Hubungan Masyarakat(Humas). Hubungan masyarakat dalam lembagapendidikan sangat diperlukan, karena denganadanya Humas dalam suatu lembaga pendidikanakan lebih mempermudah lembaga pendidikanuntuk berkomunikasi dengan masyarakat. Humasjuga dibutuhkan dalam lembaga pendidikankhususnya Lembaga Pendidikan Katolik untukmenjalankan usahanya dalam mempengaruhimasyarakat untuk memikirkan dan mendukungterhadap keberadaan lembaga tersebut di tengah-tengah masyarakat. Adanya Humas dapatmembantu proses terjalinnya hubungan antaralembaga pendidikan dan masyarakat umum.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untukmengungkapkan data deskriptif dari para informantentang apa yang peneliti rasakan, lakukan, danpeneliti alami terhadap fokus penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalampenelitian ini adalah studi kasus yang lebihmenekankan pengungkapan data, fakta secara rinciterhadap suatu objek atau peristiwa tertentu.Penelitian ini dilakukan di lembaga pendidikanSekolah Dasar Katolik Santa Maria II Malang yang

beralamat di Jalan Panderman No. 7, telepon(0341) 55183 Kota Malang Provinsi Jawa Timur.Sekolah Dasar Katolik Santa Maria II Malangmerupakan sekolah dasar swasta yang memilikilatar belakang Agama Katolik, yang mempunyailokasi yang strategis, baik dari lingkungan maupunsegi transportasi, yaitu berada di tengah kota danmudah dijangkau.

Informan yang pertama yang di wawancaraioleh peneliti adalah Kepala Sekolah Dasar KatolikSanta Maria II Malang, yaitu Sr. Inigo EndangSutr isnowati, selanjutnya barulah akandirekomendasikan kepada informan kunci adalahketua tim Humas/Pemberling, yaitu Bapak Fx.Muaji yang ada di lembaga pendidikan ini, danbeberapa informan lainnya seperti personil timHumas, tenaga pendidik dan juga orang tua diSekolah Dasar Katolik Santa Maria II Malang.

Beberapa teknik pengumpulan data yangdigunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) teknikwawancara digunakan peneliti untuk memperolehdata yang akan menjelaskan fokus penelitian yaituperan Humas dalam publikasi, strategi yangdilakukan oleh sekolah, kerjasama yang dilakukansekolah dan juga faktor pendukung danpenghambat Humas dalam mempulikasikanlembaga pendidikan di SDK Santa Maria IIMalang; (2) teknik observasi ini digunakan olehpeneliti untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yangberhubungan dengan fokus penelitian, yaitukegiatan-kegiatan yang dilakukan sekolah untukmenunjang proses publikasi lembaga pendidikanSekolah Dasar Katolik Santa Maria II Malang;dan (3) dokumentasi ini bisa berupa foto-fotokegiatan sekolah maupun data berupa tulisan yangberkaitan dengan kegiatan Humas di SDK SantaMaria II Malang. Data dokumen yang akandigunakan dalam penelitian ini adalah data yangberkaitan dengan publikasi lembaga pendidikanKatolik yaitu program tahunan SDK Santa MariaII Malang, program kegiatan Humas/Pemberling,dan dokumen lainnya yang berhubungan dengankegiatan publikasi sekolah.

Analisis data dilakukan terhadap keseluruhandata yang didapatkan di lapangan baik data yangdidapatkan sebelum penelitian ataupun pada saatpenelitian berlangsung. Analisis data dilakukandengan membandingkan antara data yangdiperoleh dari narasumber yang satu dengan datayang diperoleh dari narasumber yang lainnya.Dengan demikian peneliti akan memperoleh datayang akurat yang berkaitan dengan fokuspenelitian.

Puspitaningtyas dkk, Publikasi Lembaga Pendidikan Katolik 69

Guna menghasilkan sebuah kesimpulan yangtepat dibutuhkan dukungan data yang tepat dandiperlukan pengecekan keabsahan data temuanagar data yang diperoleh benar-benar valid.Beberapa teknik pengecekan keabsahan data yangdigunakan peneliti adalah tringangulasi, kecukupanreferensial dan pengecekan anggota.

HASIL

Peran Humas dalam Publikasi Lembaga Pendidikandi Sekolah Dasar Katolik Santa Maria II Malang

Humas atau Pemberling di SDK Santa MariaII Kota Malang berperan sangat penting bagikeberlangsungan publikasi sekolah. Hal inidikarenakan tugas utama Humas atau Pemberlingyaitu memberikan informasi tentang sekolahkepada masyarakat khususnya orang tua siswadengan menjalin komunikasi yang baik antara pihaksekolah dan orang tua siswa. Humas di SDK SantaMaria II Malang mensosialisasikan program-program yang dimiliki sekolah. Sosialisasi inidilakukan untuk mempublikasikan seluruh programmaupun keadaan yang ada di sekolah kepadamayarakat. Humas melaksanakan kegiatanpublikasi yang dilakukan oleh sekolah dan kegiatanyang dilakukan oleh setiap tim yang ada di SDKSanta Maria II Malang untuk mendukung prosespublikasi sekolah.

Humas atau Pemberling ini merupakan timyang selalu dilibatkan dalam setiap kegiatan yangdilakukan oleh tim yang lain di SDK Santa MariaII Malang. Humas berperan secara aktif dalammempublikasikan sekolah di tengah-tengahmasyarakat dengan menjalin hubungan yang baikdengan pihak masyarakat, dan menjalin komunikasidengan masyarakat. Humas selalumengomunikasikan kepada masyarakat apa sajayang ada dan dimiliki sekolah.

Strategi yang dilakukan oleh Sekolah untukMenunjang Proses Publikasi Lembaga Pendidikan diSekolah Dasar Katolik Santa Maria II Malang

Strategi awal yang dilakukan SDK SantaMaria II dalam menunjang publikasi yaitu denganperencanaan. Perencanaan awal yang dilakukanoleh sekolah sebelum tahun ajaran baru, dalamperencanaan ini setiap tim yang ada di sekolah akanmenyusun program kerja/kegiatan apa yang akandilakukan dalam satu tahun ke depan dan akandipresentasikan kepada seluruh tim sebelumdidapatkan program yang akan dilakukan setahun

ke depan. Hal ini dilakukan agar tidak adakesamaan program antar tim, dan disesuaikandengan tujuan yang akan dicapai

Program yang sudah disetujui oleh semua timdan kepala sekolah akan di sosialisasikan kepadamasyarakat khususnya orang tua siswa. Hal inibertujuan dengan adanya sosialisasi sekolah dapatmenginformasikan seluruh program yang ada disekolah kepada orang tua sehingga orang tua akanmengetahui informasi sekolah. Sosialiasi inidilakukan per jenjang kelas yang ada di SDK SantaMaria II Malang. Sosialisasi ini juga bertujuanuntuk saling meemberi saran dan masukanterhadap program yang akan dilaksanakansekolah.

Sekolah melakukan berbagai kegiatan untukmemperkenalkan dan mempublikasikankeberadaan sekolah di tengah-tengah masyarakat.Kegiatan yang sudah sering dilakukan oleh sekolahyaitu dengan mengadakan event-event sepertiopen house, bazar, mengikuti dan mengadakanlomba, bakti sosial, penghijauan/pelestarianlingkungan, buka bersama, study out door, danjuga pelayanan-pelayanan gereja-gereja di kotaMalang.

Strategi yang selanjutnya dilakukan olehsekolah yaitu dengan pendekatan langsung kepadamayarakat. Pendekatan langsung di sini yaitusekolah akan memperkenalkan secara langsungkeunggulan yang dimiliki sekolah. Keunggulan yangsekarang dimiliki sekolah dalam bidang Ekskul(ekstrakulikuler) yaitu paduan suara, denganadanya paduan suara ini SDK Santa Maria akanmelakukan pelayanan-pelayanan gereja maupunmengikuti lomba yang di adakan di luar sekolah.Kegiatan pelayanan ini merupakan nilai plus yangdimiliki SDK Santa Maria II Malang

Menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua maupun masyarakat luar sekolah jagamerupakan salah satu strategi yang selaludigunakan sekolah untuk meningkatkankepercayaan masyarakat terhadap sekolah.Komunikasi yang selalu dijalin sekolah denganorang tua siswa ini bisa melalui notes/agendaharian siswa. Komunikasi yang baik yang selaludibina sekolah ini akan sangat mendukung proseskegiatan pendidikan yang ada di SDK Santa MariaII Malang.

Strategi lain yang dilakukan SDK Santa MariaII Malang ini yaitu melibatkan orang tua/masyarakat luar dalam setiap kegiatan yangdilakukan oleh sekolah. Hal ini bertujuan denganadanya peran serta masyarakat khususnya

70 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 68-76

orangtua ini akan dapat mempermudah sekolahmelakukan pendekatan kepada orangtua maupunmasyarakat untuk memperkenalkan/mempublikasikan sekolah. Peran serta orang tuadi SDK Santa Maria ini diwadahi dalam ForumKomunikasi Peduli Pendidikan (FKP2). Forum inisangat membantu sekolah untuk memperkenalkansekolah di tengah-tengah masyarakat.

Selain mengunakan strategi itu sekolah jugaterbantu dengan adanya teknologi yang baik yaituSDK Santa Maria II Malang mengunakan saranawebsite sekolah untuk mempublikasikan sekolahkepada masyarakat, dengan website inimasyarakat akan mengetahui secara cepatinformasi tentang SDK Santa Maria II Malang.Selain dengan website sekolah juga menggunakanbrosur-brosur, pamflet, maupun banner untukmenginformasikan tentang sekolah kepadamayarakat.

Kerjasama yang dilakukan oleh Sekolah dalamMempublikasikan Lembaga Pendidikan di SekolahDasar Katolik Santa Maria II Malang kepadaMasyarakat

Kerjasama yang efektif dilakukan sekolahdalam mempublikasikan SDK Santa Maria IIMalang ini dilakukan dengan pihak di dalamlingkungan sekolah dan di lingkungan luar sekolah.Kerjasama di dalam lingkungan sekolah ini yaitukerjasama antar personil sekolah, yaitu antarakepala sekolah, guru maupun karyawan yang adadi lingkungan sekolah. Kerjasama ini juga dijalindalam antar tim yang ada di sekolah yaitu timkurikulum, tim kesiswaan, tim spiritualitas, timpemberdayaan masyarakat, dan tim saranaprasarana. Kerjasama antar personil dan antar timwork yang ada disekolah ini akan sangatmenunjang keberhasilan publikasi sekolah, denganadanya dukungan antar personil maupun dalam timsemua program kegiatan sekolah akan berjalandengan baik dan tujuan pendidikan yang akandicapai dapat tercapai dengan efektif.

Kerjasama yang dijalin dengan pihak luarsekolah ini bertujuan untuk mempublikasikankeberadaan sekolah di tengah masyarakat,kerjasama yang dijalin dengan pihak luar sekolahini yaitu orangtua, masyarakat, alumni sertalembaga-lembaga yang mendukung programsekolah seperti dinas pendidikan, gereja, sentraheritage, BCA (Bank Central Asia) serta paraalumni SDK Santa Maria. Kerjasama orangtuayang tergabung dalam FKP2 ini sangat mendukung

segala bentuk kegiatan yang dilakukan sekolahdalam tujuan untuk mempublikasikan sekolah.Kerjasama dengan pihak gereja juga merupakankerjasama yang dijalin sekolah yang sangatberpengaruhi dalam pemeliharaan sekolah Katolikdi Kota Malang.

Faktor Pendukung dan Penghambat Humas dalammempublikasikan Lembaga Pendidikan di SekolahDasar Katolik Santa Maria II Malang kepada Masyarakat

Faktor pendukung dalam kegiatan publikasidi SDK Santa Maria II Malang ini yaitu tersedianyasarana yang mendukung kegiatan publikasi, salahsatunya IT yang semakin berkembang, selain itujuga sarana sekolah yang dapat mendukung segalakegiatan yang ada di sekolah. Selain itu juga kerjadan dukungan antar tim yang saling menguatkandan memberikan dukungan dalam kegiatan sekolah.

Kendala-kendala yang menjadi faktorpenghambat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan SDK Santa Maria IIMalang yaitu banyaknya program kerja yangdiselenggarakan sekolah dan Humas masih sulitmemanajemen atau mengatur waktu karenabanyaknya program kegiatan yang dilakukan olehsekolah, tim Humas atau Pemberling di SDK SantaMaria II Malang ini selalu dilibatkan dalam setiapkegiatan program sekolah yang berhubungandengan masyarakat luas. Para personil Humas jugamerupakan guru kelas yang masih aktif dalamkegiatan belajar-mengajar sehingga itu juga menjadifaktor kendala dalam melaksanakan kegiatanHumas dalam publikasi di luar sekolah. Programkegiatan sekolah yang banyak ini membuat Humassulit untuk mengatur antara kegiatan yangdilakukan sekolah dan tugas utama mereka untukmengajar.

PEMBAHASAN

Peran Humas dalam Publikasi Lembaga Pendidikandi Sekolah Dasar Katolik Santa Maria II Malang

Peran Humas dalam mendukung publikasilembaga pendidikan di SDK Santa Maria IIMalang adalah (1) Humas mempublikasikansekolah dengan memberikan informasi tentangsekolah kepada masyarakat khususnya orangtuasiswa serta menjalin komunikasi yang baik antarapihak sekolah dan orangtua siswa maupunmasyarakat luar sekolah lainnya, (2) Humasmensosialisasikan program-program yang dimilikisekolah, sosialisasi ini dilakukan untuk

Puspitaningtyas dkk, Publikasi Lembaga Pendidikan Katolik 71

mempublikasikan seluruh program maupunkeadaan yang ada di sekolah kepada mayarakat,(3) Humas melaksanakan kegiatan publikasi yangdilakukan oleh sekolah dan kegiatan yang dilakukanoleh setiap tim yang ada di SDK Santa Maria IIMalang untuk mendukung proses publikasi sekolah(4) Humas berperan secara aktif dalammempublikasikan sekolah di tengah-tengahmasyarakat dengan menjalin hubungan yang baikdengan pihak masyarakat, dan menjalin komunikasidengan masyarakat. Berdasarkan hasil temuanpenelitian yang telah dipaparkan bahwa Humasmempunyai peran dan fungsi dalam setiap lembagapendidikan.

Menurut Nasution (2006:23) mengemukakanbahwa, “fungsi hubungan masyarakat adalahsebagai mediator dalam menyampaikan komunitassecara langsung (komunikasi tatap muka) dan tidaklangsung (melalui media pers) kepada pimpinanlembaga dan public intern (dosen/guru, karyawandan mahasiswa/siswa)”. Komunikasi yang efektifantara pihak sekolah dengan masyarakat dilakukansekolah untuk menjalin hubungan yang baik antarasekolah dan masyarakat, dengan adanyakomunikasi ini akan meningkatkan kepercayaanmasyarakat akan keberadaan sekolah. Humas disekolah selalu mempunyai peranan yang pentingdalam meningkatkan kemajuan terhadap sekolah.

Menurut Nasution (2006:30) mengenai peranHumas di lembaga pendidikan yang menyatakanbahwa:

Peran Humas di lembaga pendidikanadalah (a) Membina hubunganharmonis kepada publik internal(dalam lingkungan lembaga pendidikanseper ti dosen/guru, tenagaadministrasi, dan siswa) dan hubungankepada publik ekstern (diluar lembagapendidikan seperti orang tua siswa dandiluar lembaga). (b) Membinakomunikasi dua arah kepada publikinternal dan publik eksternal denganmenyebarkan pesan, informasi danpublikasi hasil penelitian dan berbagaikebijakan-kebijakan yang telahditetapkan pemimpin. (c) Menginden-tifikasi dan menganalisis suatu opiniatau berbagai persoalan, baik yang adadi lembaga pendidikan maupun yangada di masyarakat. (d) Berkemampuanmendengar keinginan atau aspirasi-aspirasi yang terdapat di dalam

masyarakat. (e) Bersikap terampildalam menterjemahkan kebijakan-kebijakan pimpinan dengan baik.

Berdasarkan hasil temuan dan teori terlihatjelas bahwa Humas atau Pemberling SDK SantaMaria II Malang ini sudah berperan sangat baikdalam mempublikasikan sekolah. Peran Humasdalam hal ini bisa menjadikan penghubung antarapihak sekolah dan orangtua ataupun masyarakatluar. Humas atau Pemberling dapat juga dijadikansebagai mediator dalam mendengarkan kritik dansaran dari masyarakat ser ta membantumensosialiasasikan program-program kegiatansekolah serta mengatasi permasalahan yangterjadi antara pihak sekolah dan masyarakat.Hubungan yang terjalin dengan baik antara sekolahdengan orang tua siswa juga akan dapatmendukung kegiatan pendidikan yang nantinyadiharapkan menciptakan hubungan yang harmonisantara sekolah dan orangtua maupun masyarakatluas.

Humas atau Pemberling juga mempunyaiperanan dalam setiap kegiatan yang dilakukan olehsekolah dan kegiatan yang dilakukan oleh setiaptim yang ada di SDK Santa Maria II Malang.Humas dalam tim selalu terlibat dalam segalakegiatan yang dilakukan oleh sekolah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sekolah bertujuan untukmemperkenalkan/mempublikasikan keberadaansekolah di tengah-tengah masyarakat. PerananHumas dalam mempublikasikan SDK Santa MariaII Malang ini dapat dilihat dari keterlibatan Humasdalam setiap kegiatan yang ada di sekolah. Humasdalam hal ini mempunyai peranan yang pokokdalam kegiatan yang diadakan sekolah dalamproses publikasi.

Strategi yang dilakukan oleh Sekolah untukMenunjang Proses Publikasi Lembaga Pendidikan diSekolah Dasar Katolik Santa Maria II Malang

Hasil penelitian menjelaskan strategi yangdilakukan oleh SDK Santa Maria II Malang dalamproses publikasi sekolah ini begitu banyak. Humassebagai penanggung jawab proses publikasimempunyai banyak strategi dalam kegiatan yangmenunjang proses publikasi sekolah.

Strategi yang dilakukan sekolah untukmenunjang proses publikasi di SDK Santa MariaII Malang adalah (1) strategi awal yang dilakukanSDK Santa Maria II dalam menunjang publikasiyaitu dengan perencanaan program tahunan yang

72 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 68-76

dilakukan setiap awal tahun ajaran baru, (2)sosialisasi terhadap orangtua maupun masyarakattentang program yang sudah ada, (3) banyaknyakegiatan yang dilakukan oleh sekolah untukmemperkenalkan keberadaan sekolah di tengah-tengah masyarakat seperti open house, bazar,mengikuti dan mengadakan lomba, bakti sosial,penghijauna/pelestarian lingkungan, buka bersama,study out door, dan juga pelayanan-pelayanangereja-gereja di Kota Malang, (4) pendekatanlangsung kepada mayarakat yaitu sekolah akanmemperkenalkan secara langsung keunggulandalam bidang akademik maupun non akademikyang dimiliki sekolah, (5) menjalin komunikasi yangbaik dengan orangtua maupun masyarakat luarsekolah juga merupakan salah satu strategi yangselalu digunakan sekolah untuk meningkatkankepercayaan masyarakat terhadap sekolah, (6)melibatkan orang tua dan masyarakat maupunalumni dalam setiap kegiatan sekolah yangmendukung proses publikasi, dan (7) yaitumemanfaatkan sarana TI (Teknologi Informasi)untuk membantu sekolah dalam mempublikasikansekolah kepada masyarakat umum.

Strategi dideskripsikan sebagai suatu caradi mana organisasi akan mencapai tujuan-tujuannya. Sekolah memiliki strategi dalampencapain tujuan untuk memperkenalkan SDKSanta Maria II Malang kepada masyarakat.Berdasarkan hasil temuan dan teori tersebut jelasbahwa sekolah memiliki strategi khusus yangdilakukan oleh sekolah untuk menunjang prosespublikasi lembaga pendidikan SDK Santa MariaII Malang. Strategi yang dilakukan oleh SDK SantaMaria II Malang ini sangat efektif dan mendukungdalam proses publikasi lembaga pendidikan denganadanya hubungan dan komunikasi yang baikdengan masyarakat khususnya orangtua akanmembantu proses publikasi keberadaan sekolah ditengah-tengah masyarakat. Pendekatan yangdilakukan sekolah kepada masyarakat khususnyaorangtua secara tidak langsung akan memberikankepercayaan tersendiri terhadap masyarakat akanSDK Santa Maria II Malang. Strategi sekolah initentunya juga tidak lepas dari kinerja Humassekolah, dengan adanya peranan Humas tentunyasekolah dapat menjalin komunikasi dan hubunganyang baik terhadap orang tua dan masyarakat

Maisyaroh (2004:23) mengemukakanbeberapa teknik-teknik hubungan masyarakatdalam melakukan publikasi, yaitu: (a) Teknikpertemuan kelompok, (b) Teknik tatap muka; (c)Observasi dan Partisipasi; (d) Surat menyurat

(telepon, internet). Teknik-teknik yang dilakukanoleh Humas dalam publikasi merupakan carasekolah dalam rangka menciptakan kepercayaanmasyarakat terhadap keberadaan sekolah.

Hal ini sejalan dengan pendapat yangdisampaikan oleh Asrori (2011) yang mengatakanbahwa teknik lain yang dapat dipergunakan dalampublikasi sekolah kepada masyarakat, antara lain:a) Laporan kepada orang tua siswa; b) Majalahsekolah. Majalah dapat dijadikan sumber informasibagi orang tua dan masyarakat mengenai keadaansekolah; c) Pameran (exhibition) sekolah; d) Openhouse, yaitu memberikan kesempatan kepadamasyarakat yang berminat untuk mengunjungisekolah, serta mengobservasi kegiatan yang adaterhadap berbagai hal yang telah dihasilkan olehpara siswa. Teknik ini bisa dikategorikan kunjunganke sekolah yang mana orangtua siswa mengunjungisekolah dikala jam pelajaran berlangsung; e)Kunjungan ke rumah siswa. Teknik ini merupakanteknik yang cukup efektif dalam rangkamewujudkan hubungan yang harmonis denganorang tua siswa; f) Gambaran keadaan sekolahmelalui para siswa. Dalam hal ini sekolah dapatmemberi pesan baik kepada para siswa agar dapatmenjelaskan keseluruhan program sekolah denganbaik. Teknik ini sangat efektif dengan catatan tidakdipaksakan; g) Melalui koran, radio dan televisi.Dalam hal ini adalah memberikan/menyiarkankondisi (kemajuan) sekolah secara keseluruhan;h) Melalui organisasi perkumpulan alumni sekolah.Alumni merupakan para siswa yang telah lulus dantentu memiliki hubungan dan ikatan moral yangbaik dengan sekolah. Lewat merekalah informasitentang sekolah dapat dijelaskan kepadamasyarakat luas.

Humas di SDK Santa Maria memiliki teknikdalam strategi untuk mempublikasikan sekolahkepada masyarakat. Menginformasikan kepadamasyarakat semua kegiatan-kegiatan yang ada dilembaga pendidikan seperti kegiatan open house,bazar, mengikuti dan mengadakan lomba, baktisosial, penghijauana/pelestarian lingkungan, bukabersama, study out door, dan juga pelayanan-pelayanan gereja-gereja di kota Malang. Hal initentunya merupakan strategi yang dilakukansekolah untuk mempublikasikan keberadaansekolah. Selain itu sekolah juga memanfaatanperkembangan TI yang semakin berkembang,dengan adanya website sekolah, brosur ataupamflet sekolah akan lebih mudah menginfor-masikan kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah.

Puspitaningtyas dkk, Publikasi Lembaga Pendidikan Katolik 73

Kerjasama yang dilakukan oleh Sekolah dalamMempublikasikan Lembaga Pendidikan di SekolahDasar Katolik Santa Maria II Malang kepadaMasyarakat

Kerjasama yang dilakukan oleh sekolahdalam mempublikasikan SDK Santa Maria IIMalang adalah kerjasama yang efektif dilakukansekolah dalam mempublikasikan SDK Santa MariaII Malang ini dilakukan dengan pihak di dalamlingkungan sekolah dan di lingkungan luar sekolah.Kerjasama di dalam lingkungan sekolah ini yaitukerjasama antar personil sekolah, yaitu antarakepala sekolah, guru maupun karyawan yang adadi lingkungan sekolah serta keja sama dalam timmanajemen yang ada di sekolah. Kerjasama yangdijalin dengan pihak luar sekolah ini bertujuan untukmempublikasikan keberadaan sekolah di tengahmasyarakat, kerjasama yang dijalin dengan pihakluar sekolah ini yaitu orangtua dan masyarakatyang tergabung dalam FKP2, alumni sertalembaga-lembaga yang mendukung programsekolah seperti dinas pendidikan, lembagabimbingan belajar, sentra heritage, Bank CentraAsia dan tentunya dengan pihak gereja khususnyayang berada di Kota Malang. Kerjasama denganpihak gereja juga merupakan kerjasama yangdijalin sekolah yang sangat berpengaruhi dalampemeliharaan sekolah katolik di kota Malang.

Kerjasama yang dijalin sekolah denganbeberapa pihak seperti kerjasama dengan lembagabimbingan belajar dan sentra heritage, kerjasamadalam meningkatkan mutu pendidikan di SDKSanta Maria II Malang dengan begitu akanmenumbuhkan rasa kepercayaan orangtua siswaterhadap sekolah, dengan adanya kerjasamasekolah turut dilibatkan dalam program kegiatansentra heritage seperti lomba-lomba bahasainggris. Kerjasama yang dijalin dengan pihak gerejaini dalam bentuk kegiatan pelayanan gereja sepertikoor dan petugas perayaaan ekaristi, dengan begitumasyarakat gereja akan lebih mengenal SDKSanta Maria II Malang lewat pelayanan yangmereka berikan.

Kerjasama yang dilakukan sekolah initentunya merupakan hal yang efektif dalam prosespublikasi. Kerjasama dalam proses publikasi inidilakukan oleh SDK Santa Maria II Malang yaitukerjasama dengan pihak dalam sekolah dankerjasama di luar sekolah merupakan cara sekolahuntuk menunjang proses publikasi SDK SantaMaria ini. Kerjasama yang paling efektif dilakukansekolah dalam proses publikasi ini yaitu kerjasamayang dilakukan dengan pihak-pihak luar sekolah.

Kerjasama dengan pihak luar sekolah ini dilakukandengan beberapa lembaga-lembaga, gereja danorang tua (FKP2). Kerjasama yang efektifdilakukan SDK Santa Maria dalam melaksanakankegiatan-kegiatan yang mendukung prosespublikasi ini yaitu pelayanan gereja dan kerjasamadengan FKP2. Kerjasama ini dilakukan olehsekolah dengan melibatkan FKP2 dalam setiapkegiatan sekolah, hubungan yang terjalin olehsekolah dengan FKP2 sangat baik, FKP2 selalumemberikan dukungan terhadap kegiatan sekolah,dari sinilah kerjasama itu bisa terjalin dengan baik.Kerjasama yang terjalin baik ini mempunyaipengaruh yang besar dalam proses publikasi SDKSanta Maria II Malang selama ini, dengan adanyakerjasama dengan semua pihak sekolah dapatmeningkatkan kepercayaan dan memperkenalkankeberadaan sekolah di tengah-tengah masyarakat.

Faktor Pendukung dan Penghambat Humas dalammempublikasikan Lembaga Pendidikan di SekolahDasar Katolik Santa Maria II Malang kepada Masyarakat

Faktor pendukung dan penghambat Humasdalam mempublikasikan lembaga pendidikan diSDK Santa Maria II Malang kepada masyarakatadalah faktor pendukung dalam kegiatan publikasidi SDK Santa Maria II Malang ini yaitu tersedianyasarana yang mendukung kegiatan publikasi, salahsatunya TI yang semakin berkembang, selain itujuga sarana dan prasarana sekolah yang dapatmendukung segala kegiatan yang ada di sekolahdan kerjasama dukungan antar tim yang salingmenguatan dan memberikan dukungan dalamkegiatan yang mendukung publikasi sekolah.

Faktor pendukung ini dapat membantuproses publikasi sekolah, dengan adanya saranadan prasarana yang cukup akan membantu segalabentuk kegiatan yang dilakukan SDK Santa MariaII Malang. Teknologi yang semakin berkembangini juga membantu publikasi sekolah secara cepat,tidak hanya itu dengan adanya kerjasama antarpersonil dan tim di sekolah itu merupakan faktordukungan yang utama dalam setiap kegiatansekolah. Kerjasama yang terjalin cukup baik jugamerupakan faktor penting dalam sebuahorganisasi.

Kendala-kendala yang menjadi faktorpenghambat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan SDK Santa Maria IIMalang yaitu banyaknya program kegiatan sekolahmenjadi penyebab Humas sulit memanajemen ataumengatur waktu. Banyak kegiatan yang dilakukan

74 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 68-76

oleh sekolah dalam tujuan untuk mempublikasikankeberadaan sekolah, karena banyak kegiatan inilahHumas menjadi sulit mengatur waktu sehingga akanmenghambat proses pelaksanaan publikasi SDKSanta Maria II Malang.

Mengelola waktu yang masih belum bisaefektif selalu dialami Humas maupun pihak-pihaksekolah lainya. Hal ini dikarena banyaknyaprogram kegiatan yang dilaksanakan sekolah,walaupun perencanaan sudah dibuat di awal. timHumas atau Pemberling di SDK Santa Maria IIMalang ini selalu dilibatkan dalam setiap kegiatanprogram khususnya yang berhubungan denganmasyarakat luas di luar sekolah selain tugas utamamereka mengajar di sekolah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Humas di Sekolah Dasar Katolik Santa MariaII Malang sering disebut dengan Pemberling(Pemberdayaan Lingkungan). Tim Humas iniberperan untuk mempublikasikan sekolah kepadamasyarakat dalam hal ini Humas menjadi jembatanpenghubung antara sekolah, masyarakat dan orangtua. Dengan demikian masyarakat serta orang tuasiswa akan mengetahui tentang program-programyang ada di Sekolah Dasar Katolik Santa Maria IIMalang.

Proses publikasi di Sekolah Dasar KatolikSanta Maria II Malang melewati satu prosesperencanaan. Di dalam proses perencanaan ini,tim Humas Sekolah Dasar Katolik Santa Maria IIMalang akan membahas semua program yangakan diimplementasikan selama satu tahun kedepan. Proses sosialisasi dilakukan setiap awaltahun pelajaran. Banyak kegiatan yang dilakukanoleh sekolah untuk memperkenalkan keberadaansekolah di tengah-tengah masyarakat. Kegiatanyang sudah sering dilakukan oleh sekolah yaitudengan mengadakan event-event seperti openhouse, bazar, mengikuti dan mengadakan lomba,bakti sosial, penghijauan/pelestarian lingkungan,buka bersama, study out door, dan jugapelayanan-pelayanan gereja-gereja di KotaMalang.

Strategi lain yang dilakukan di Sekolah DasarKatolik Santa Maria II Malang adalah melibatkanorangtua untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Partisipasi orangtuaini diwadahi dalam satu komunitas yang bernamaForum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKP2).

Keberadaan FKP2 ini sangat membantu sekolahdalam proses publikasi.

Kerjasama yang dilakukan oleh sekolahdalam proses publikasi ini melibatkan berbagaipihak dari luar sekolah dan dari dalam sekolah.Kerjasama yang dijalin di dalam lingkungansekolah ini melibatkan semua tim yang ada diSekolah Dasar Katolik Santa Maria II Malang yaitutim kurikulum, tim kesiswaan, tim spiritualitas, timpemberdayaan masyarakat, dan tim saranaprasarana. Kerjasama yang solid antara semua timini sangat menunjang segala macam prosespublikasi yang diadakan di Sekolah Dasar KatolikSanta Maria II Malang.

Perkembangan Teknologi Informatika (TI)sangat mendukung dalam proses publikasi yangada di Sekolah Dasar Katolik Santa Maria IIMalang. Dengan perkembangan TeknologiInformatika ini sangat memungkinkan sekolah inimemiliki website. Kendala yang ditemui selamaproses publikasi ini adalah terlalu padatnyaprogram-program yang ada di Sekolah DasarKatolik Santa Maria II Malang. Hal inimenyebabkan Humas kesulitan dalammemanejamen waktu karena banyaknya kegiatanyang dilakukan dan kegiatan para personil Humassendiri sebagai pengajar dalam prosespembelajaran sehingga pelaksanaan kegiatankurang maksimal.

Saran

Berpijak dari hasil penelitian, maka diberikanbeberapa saran kepada: (1) Kepala SDK SantaMaria II Malang dapat mempertahankan danmengembangkan publikasi lembaga pendidikankhususnya di SDK Santa Maria II Malang agarsemakin mendapat pengakuan di tengah-tengahmasyarakat dan terus mampu bersaing dengansekolah-sekolah lain sehingga dapat menjagaeksistensi sekolah di Kota Malang; (2) KetuaJurusan Administrasi Pendidikan agar turut sertamengkaji segala permasalahan publikasi lembagapendidikan khususnya sekolah-sekolah swastauntuk memperkaya ilmu dan sebagai wujudpendalaman ilmu Manajemen Pendidikan; dan (3)Peneliti lain agar melalukan penelitian lanjutan,misalnya Kepemimpinan Kepala Sekolah dalamProses Publikasi Lembaga Pendidikan Katolik danManajemen Organisasi Forum Komunikasi PeduliPendidikan (FKP2) dalam Menunjang ProsesPublikasi SDK Santa Maria II Malang.

Puspitaningtyas dkk, Publikasi Lembaga Pendidikan Katolik 75

DAFTAR RUJUKAN

Asrori. 2011. Teknik-Teknik Humas Pendidikan,(Online), http://www.majalahpendidik-an.com/2011/04/teknik-teknik-humas-pendidikan_22.html, diakses 15 Desember2012).

Maisyaroh. 2004. Hubungan Masyarakat.Malang: Fakultas Ilmu PendidikanUniversitas Negeri Malang.

Nasution, Z. 2006. Manajemen Humas diLembaga Pendidikan: Konsep,fenomena dan aplikasinya. Malang:UMM Press.

76 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 68-76

MANAJEMEN KELAS BILINGUAL

Tiara Dwi AristasariKusmintardjoMustiningsih

E-mail: [email protected] Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Abstract: his study aims to obtain a description of the bilingual classroom management, how theplanning is, implementation, and evaluation conducted in a bilingual classroom. This study used aqualitative approach, using design of multi- site research study on SDN Percobaan I and SDNKauman II Malang. The findings of this study are: First, the bilingual classroom management planbegins with the preparation of lesson plans, syllabi, and program activities using SBC curriculum.Classroom setting and seating under the authority of the teacher and their classroom teacher lessonthat is in the process of teaching and learning at the time. Second, the implementation of the bilingualclassroom management is done by providing vocab exercises and review material before learningimplemented. The implementation is done by utilizing the bilingual class LCD means to conveymaterial. Third, the bilingual classroom management evaluation conducted for the students, teachers,principal, and parents of students.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi manajemen kelas bilingual, yaitubagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan dalam kelas bilingual. Penelitianini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan rancangan penelitian studi multi situsdi SDN Percobaan I dan SDN Kauman II Malang. Temuan penelitian ini yaitu: Pertama, perencanaanmanajemen kelas bilingual diawali dengan penyusunan RPP, silabus, dan program kegiatan denganmenggunakan kurikulum KTSP. Penataan ruang kelas dan tempat duduk menjadi wewenang gurukelas beserta guru matapelajaran yang sedang melakukan proses belajar-mengajar pada saat itu.Kedua, pelaksanaan manajemen kelas bilingual dilakukan dengan memberikan latihan vocab danreview materi sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pelaksanaan kelas bilingual dilakukan denganmendayagunakan sarana LCD untuk menyampaikan materi. Ketiga, evaluasi manajemen kelasbilingual dilakukan untuk peserta didik, guru, Kepala Sekolah, dan orang tua peserta didik.

Kata Kunci: manajemen kelas, kelas bilingual

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yangwajib untuk diikuti dan diterapkan di suatu sekolah.Tidak hanya peran pendidik, kurikulum, sarana danprasarana metode dan materi pembelajaran yangpenting untuk diperhatikan, namun lingkungan dansuasana yang kondusif juga sangat dibutuhkandalam proses belajar-mengajar di dalam kelas.Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional Pasal 50 Ayat 3 menegaskanbahwa, “pemerintah dan atau pemerintah daerahmenyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuanpendidikan pada semua jenjang pendidikan untukdikembangkan menjadi satuan pendidikan yangbertaraf Internasional”. Hal ini menjadikan banyaksekolah meningkatkan kualitas sistem pendidikan,salah satunya dengan menerapkan kelas bilingual,yaitu pembelajaran dengan dua bahasa.

Di sisi lain dengan perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi pada era globalisasitelah membawa perubahan hampir pada semuaaspek kehidupan, salah satunya pada duniapendidikan. Salah satu tuntutan di era globalisasiini adalah kemampuan dan keterampilan sumberdaya manusia dalam meningkatkan kemampu-annya bertahan pada ilmu pengetahuan danteknologi yang terus berkembang. Menjawabtantangan tersebut, perlu upaya meningkatkanpotensi diri dan memiliki daya saing yang cerdas,inovatif, dan kreatif melalui pendidikan. Hal inimemberikan dampak pada penyelenggaraanpendidikan di sekolah, mulai jenjang sekolah dasarmembuka kelas bilingual yaitu menggunakan duabahasa pengantar saat proses belajar-mengajarberlangsung di dalam kelas.

77

Penggunaan dua bahasa pengantar, yaituBahasa Indonesia dan Bahasa Inggris pada saatkegiatan belajar-mengajar berlangsung bukan suatuhal yang mudah. Pendidik harus mampumenghidupkan suasana kelas yang kondusif danmenjalin interaksi yang baik dengan peserta didik,sehingga peserta didik dapat memahami materiyang disampaikan oleh pendidik. Begitu jugaseorang pendidik juga harus memperhatikantingkat pemahaman bahasa yang diungkapkanuntuk dapat dimengerti peserta didik, sehinggatujuan pembelajaran dapat tercapai.

Di Kota Malang terdapat sekolah dasar yangsudah menyelenggarakan kelas bilingual, yaituSDN Percobaan I dan SDN Kauman II Malang.Latar belakang SDN Percobaan I dan SDNKauman II Malang adanya kelas bilingual adalahuntuk meningkatkan penguasaan Bahasa Inggrisdi era globalisasi dan dengan adanya kelasbilingual di jenjang sekolah dasar mempersiapkanpeserta didik ke jenjang SMP favorit. Berangkatdari latar belakang itulah dilaksanakan programkelas bilingual untuk mata pelajaran science danmath.

Manajemen kelas bilingual denganmenggunaan dua bahasa di dalam kelas tentubukan hal yang mudah. Pendidik harus dapatmemahami tingkat pemahaman peserta didik. Halini terlihat dari hasil studi pendahuluan di SDNPercobaaan I dan SDN Kauman II Malang,sebelum memulai pelajaran pendidik selalumemulai dengan melontarkan sapaan denganmenggunakan Bahasa Inggris untuk menertibkanpeserta didik, sehingga pembelajaran siap dimulai.Saat kegiatan pembelajaran berlangsung, pendidikmenggunakan Bahasa Inggris dan apabila terlihatrespon peserta didik yang kurang mengerti, makadi sinilah seorang pendidik memberikan penguatanmateri pelajaran dengan menggunakan BahasaIndonesia. Situasi dan kondisi seperti ini pentinguntuk selalu diperhatikan oleh seorang pendidikuntuk tetap mengondisikan situasi kelas melaluimanajemen kelas yang baik.

METODE

Penelitian manajemen kelas bilingual di SDNPercobaan I dan SDN Kauman II Malangmenggunakan pendekatan kualitatif. Rancanganpenelitian yang digunakan, yaitu studi multi situs.Jenis penelitian multi situs digunakan dalampenelitian ini untuk mengkaji secara mendalam dankomprehensif tentang pelaksanaan manajemen

kelas bilingual di SDN Percobaan I Malang danSDN Kauman II Malang. Peneliti berusahamemaparkan hasil dari data yang diperoleh selamadi lapangan dalam bentuk catatan lapangan, dangambar yang diperkuat dengan adanya foto sebagaisalah satu dokumentasi.

Lokasi penelitian manajemen kelas bilingualini dilakukan di dua tempat, yaitu SDN PercobaanI Malang dan SDN Kauman II Malang. Penelitimemilih lokasi penelitian di SDN Percobaan I danSDN Kauman II karena telah menyelenggarakankelas bilingual selama hampir 4 tahun berjalan dansama-sama berstatus Negeri. SDN Percobaan Iberada di jalan Magelang Nomor 4 Malang danSDN Kauman II terletak di jalan Kawi Nomor 24D Malang.

Kehadiran peneliti terlebih dahulu melakukanstudi pendahuluan informan, peneliti melakukanpenelitian sendiri secara langsung hadir pada lokasipenelitian. Sumber data yang digunakan dalampenelitian ini meliputi Kepala Sekolah, pendidik,orang tua peserta didik, pendidik, serta sumber datatambahan yaitu berupa dokumen, catatan-catatan,rekaman wawancara, serta foto-foto yangmendukung data yang diperoleh dari sumber datautama.

Pengumpulan data dalam penelitianmanajemen kelas bilingual di SDN Percobaan Idan SDN Kauman II Malang menggunakan tigateknik yaitu, pengamatan partisipasi pasif,wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis datayang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu reduksidata, display data, dan verifikasi data. Prosesanalisis data yang peneliti lakukan yaitu studi lintassitus, yaitu mengkaji dan mendeskripsikan fokuspenelitian dari dua situs sebagai prosesmenghasilkan temuan-temuan yang diperoleh darimasing-masing situs, sekaligus sebagai prosesmemadukan temuan antar situs sehingga dapatmemperoleh kesimpulan yang lebih luas.

Pengecekan keabsahan data, penelitimenggunakan beberapa cara, yaitu: ketekunanpengamatan, dan trianggulasi. penelitian inimenggunakan dua macam triangulasi padapengumpulan data, yaitu triangulasi sumber datadan triangulasi metode. Triangulasi sumber datadilakukan dengan membandingkan data dari satuinforman dengan informan yang lain. Triangulasimetode dilakukan dengan cara penelitimengumpulkan data yang sejenis denganmenggunakan teknik pengumpulan data yangberbeda, yaitu dengan wawancara, observasi, dandokumentasi. Tahap penelitian ini dilakukan mulai

78 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 77-83

dari tahap perencanaan, tahap pekerjaan lapangan,dan tahap pelaporan.

HASIL

Perencanaan Kelas Bilingual

Perencanaan yang dilakukan pertama adalahmelaksanakan persiapan untuk melakukanpenyusunan RPP dan materi yang akan diajarkan.Kurikulum yang digunakan adalah KTSP, danuntuk mendukung penyampaian materidipersiapkan buku ajar, media, dan modelpembelajaran di dalam kelas. Perencanaan kelasbilingual juga mempersiapkan sumber dayamanusia lulusan S1 Bahasa Inggris. Hal ini yangmembedakan dari kelas regular pada umumnya,karena kelas bilingual merupakan kelas duabahasa sehingga guru yang mengajar di kelasbilingual adalah guru yang mampu menguasaiBahasa Inggris dengan baik guna memperlancarmanajemen kelas.

Kelengkapan administrasi yang dipersiapkansebelum melaksanakan manajemen kelasbilingual meliputi jurnal guru, daftar nilai, danabsensi peserta didik. Penataan ruang kelas dantempat duduk menjadi tanggung jawab wali kelasdan guru matapelajaran yang melakukan prosesbelajar-mengajar pada saat itu. Prosedurpembuatan tata tertib dan sanksi dilakukanbersama-sama antara wali kelas dan peserta didikuntuk kemudian disepakati bersama, peraturan inidibuat dan berlaku untuk semua matapelajaran.

Pelaksanaan Kelas Bilingual

Pelaksanaan kelas bilingual untuk kegiatanawal proses belajar-mengajar dilakukan reviewmateri sebelumnya, serta dilakukan perkenalanvocab baru secara berulang-ulang untukmeningkatkan pengetahuan kosakata peserta didikterhadap konsep materi yang telah diberikan. Halini yang membedakan antara kelas bilingual dankelas regular, di kelas bilingual diberikan latihanvocab pada awal kegiatan belajar-mengajar untukmeningkatkan pemahaman peserta didik.Pelaksanaan kelas bilingual mendayagunakansarana LCD guna meningkatkan pemahamanpeserta didik. Tayangan yang ditampilkan dibuatsemenarik mungkin untuk meningkatkanpemahaman peserta didik terkait penulisan, artikata, dan pelafalan Bahasa Inggris berupa slidepower point dengan didukung gambar dan video.

Pelaksanaan kelas bilingual menggunakanmodel pembelajaran yang disesuaikan dengansituasi dan kondisi kelas, seperti grouping,eksperimen, dan letter U. Pelaksanaan kelasbilingual berbeda dengan kelas regular, hal initerlihat bahwa kelas bilingual dalampelaksanaannya di mulai dengan memberikan keyword untuk memudahkan pemahaman pesertadidik, serta mendayagunakan LCD untukmengkondisikan situasi kelas tetap kondusif.

Pengelolaan perilaku peserta didik dilakukandengan teguran, peringatan, dan sampai padasanksi yang diberikan kepada peserta didik berupatindakan untuk berdiri di depan kelas. PenggunaanBahasa Inggris disesuaikan dengan materi dantingkatan kelas, pelaksanaan kelas bilingual tidakterdapat peraturan secara khusus sehingga dalampelaksanaan kelas bilingual sama seperti padakelas regular. Membangun komunikasi daninteraksi belajar-mengajar dalam pelaksanaankelas bilingual dilakukan melalui tanya jawab,sehingga tercipta situasi belajar antara guru denganpeserta didik.

Evaluasi Kelas Bilingual

Evaluasi dilakukan oleh guru untuk pesertadidik, dan oleh kepala sekolah untuk guru. Evaluasiyang dilakukan untuk peserta didik melalui PS(Pekerjaan Sekolah), PR (Pekerjaan Rumah), danujian baik UTS (Ujian Tengah Semester) maupunUAS (Ujian Akhir Semester). Evaluasi ini diberikanuntuk mengukur sejauh mana pemahaman materiyang ditangkap oleh peserta didik. Bentuk evaluasiyang diberikan meliputi pilihan ganda, jawabansingkat, dan essai. Hasil evaluasi kelas bilingualterdapat rapor secara tersendiri yang diberikanoleh guru bilingual.

Umpan balik yang diberikan kepada pesertadidik dari hasil evaluasi yang telah dilakukan berupareward yaitu memberikan hadiah bagi peserta didikyang berprestasi dan juga punishment bagi pesertadidik yang berperilaku tidak disiplin di dalam kelas.Evaluasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalambentuk supervisi untuk melihat kinerja guru dalammelakukan kegiatan belajar-mengajar. Evaluasiorang tua dilihat dari dukungan dan bantuan yangtelah diberikan guna meningkatkan kelancaranbelajar-mengajar di dalam kelas.

Evaluasi yang diberikan tidak hanya untukpeserta didik, akan tetapi guru juga melakukanrefleksi setiap selesai mengajar untuk melakukaninstropeksi diri terkait manajemen kelas yang

Aristasari dkk, Manajemen Kelas Bilingual 79

dilakukan. Faktor pendukung pelaksanaanmanajemen kelas bilingual di SDN Percobaan Idan di SDN Kauman II, yaitu semangat belajarpeserta didik dan dukungan dari orang tua. Faktorpenghambat manajemen kelas bilingual, yaitukarakteristik peserta didik yang heterogen, danjumlah peserta didik baik kelas besar maupun kelaskecil.

PEMBAHASAN

Perencanaan Kelas Bilingual

Menciptakan situasi belajar yang kondusifdiawali dengan menyusun silabus, RPP, danprogram kegiatan dengan menggunakan kurikulumKTSP. Kurikulum KTSP menurut Susanto(2008:11) adalah “Suatu dokumen yang memuatrencana penyelenggaraan dan pengembangansekolah”. Kurikulum yang digunakan di kelasbilingual menggunakan KTSP yang disesuaikandengan kondisi pengembangan sekolah.

Penyusunan materi, mempersiapkan mediabelajar, workbook, dan pemilihan buku ajarmerupakan langkah selanjutnya yang dilakukandalam perencanaan kelas bilingual. Materi yangdisusun di kelas bilingual sesuai dengan silabusdan RPP yang telah dibuat dengan mengacu padaKTSP. Materi ini berisi bahan ajar yang dipelajaripeserta didik untuk mencapai tujuan yang telahditetapkan. Materi tersebut dituangkan pada bukuajar, tanpa adanya buku ajar maka pelaksanaankelas bilingual tidak dapat berjalan secara efektifdan efisien sehingga tujuan pendidikan tidak dapattercapai secara maksimal.

Media dan metode yang dipersiapkan dalamperencanan manajemen kelas bilingual di SDNPercobaan I dan SDN Kauman II Malangdisesuaikan dengan situasi dan kondisi yang telahterjadi pada saat proses belajar-mengajarberlangsung. Media pembelajaran menurut Rossidan Breidle (dalam Sanjaya, 2008:163) adalah“seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untukmencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi,buku, koran, majalah, dan sebagainya”. Penjelasandi atas dapat diketahui bahwa media pembelajaranharus dipersiapkan pada perencanaan kelasbilingual untuk mendukung pencapaian tujuanpendidikan, begitu juga kelas bilingual denganmenggunakan dua bahasa pengantar memerlukanmedia yang sesuai dengan materi yang telahdisampaikan oleh guru.

Media pembelajaran yang digunakan padapelaksanaan kelas bilingual denganmendayagunakan LCD serta alat peraga, sehinggaperencanaan yang dilakukan oleh guru bilingualyaitu membuat konsep materi dengan model powerpoint dan mempersiapkan benda-benda yangmendukung pembelajaran. Media yang digunakandi SDN Percobaan I dan SDN Kauman IIberhubungan dengan materi guna mendukungpeserta didik memahami isi materi yang telahdisampaikan, serta dapat membuat peserta didikmendapatkan pengalaman langsung dari apa yangtelah dilihat ataupun yang telah dilakukan.

Penyusunan tata tertib di dalam kelas baik diSDN Percobaan I maupun di SDN Kauman IIMalang dilakukan oleh guru kelas masing-masing,seperti yang dijelaskan Suparlan (2009) “tata tertibkhusus untuk kelasnya masing-masing dapat dibuatoleh guru bersama para siswa, bahkan tata tertibitu akan lebih bagus kalau ditulis sendiri olehsiswa”. Penyusunan  tata  tertib  yang  dilakukansangat baik apabila ada kontribusi guru kelasbersama dengan peserta didik, hal ini akanmenjadikan suasana demokratis di dalam kelas danhasil tata tertib yang telah dibuat dapat disepakatiserta ditaati bersama.

Ruang kelas ditata dengan model classicaldengan model tempat duduk berisi dua-dua, tetapitidak menutup kemungkinan bagi gurumatapelajaran juga melakukan pengaturan ruangkelas dan tempat duduk peserta didik sebelummelakukan pelaksanaan manajemen kelasbilingual. Jarak antara bangku satu denganbangku yang lain tidak berhimpitan, sehinggamemudahkan peserta didik beraktivitas dalampelaksanaan kelas bilingual seperti yang dijelaskanEverston (dalam Rahman, 2011:4) menjelaskanbahwa ada empat kunci sebagai panduan untukmemutuskan pengaturan ruangan, diantaranya: (1)jadikan wilayah berlalu lintas tinggi bebas darikemacetan, (2) pastikan bahwa para siswa dapatdipantau dengan mudah oleh guru, (3) jaga materialpengajaran yang sering digunakan danperlengkapan para siswa mudah diakses, dan (4)pastikan bahwa para siswa dapat dengan mudahmelihat presentasi dan tampilan seisi kelas.Pengaturan ruang kelas yang dilakukan di SDNPercobaan I dan SDN Kauman II sama denganpenjelasan di atas, bahwa pengaturan ruang kelasdi tata sebaik mungkin guna memudahkan pesertadidik melakukan aktifitas di dalam kelas.

80 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 77-83

Kelengkapan administrasi sangat diperlukansaat pelaksanaan kelas bilingual, karenakelengkapan administrasi yang terdiri dari jurnalguru, daftar nilai, dan absensi diperlukan baik dalampelaksanaan maupun evaluasi kelas bilingual.Wahyu (2012) menjelaskan “Administrasi gurukelas SD meliputi, buku daftar nilai, buku daftarkelas, buku penerimaan rapor, dan buku analisispenilaian”. Administrasi kelas menurut Gintings(2008:161), yaitu “administrasi kelas yang menjaditanggungjawab guru, meliputi absensi, laporantentang kegiatan belajar dan pembelajaran, danadministrasi nilai siswa”. Penjelasan di atas dapatdiketahui bahwa kelengkapan administrasi yangharus dipersiapkan dalam perencanaan kelasbilingual diantaranya jurnal guru, daftar nilai, danabsensi harus dibawa senantiasa oleh guru untukmencatat segala aktivitas pelaksanaan kelasbilingual.

Pelaksanaan Kelas Bilingual

Memulai pembelajaran pada pelaksanaankelas bilingual guna menciptakan iklim yang positifdi SDN Percobaan I dan di SDN Kauman IIdimulai dengan melakukan review untukmelakukan refresh bagi peserta didik sebelummasuk pada materi selanjutnya. Everston (dalamRahman, 2011:81) mengemukakan untukmenciptakan iklim positif yaitu (1) berbicaradengan sopan dan santun, (2) berbagi informasi,(3) menggunakan pernyataan positif seseringmungkin, dan (4) menciptakan suatu perasaankomunitas.

Review materi yang dilakukan oleh gurudengan peserta didik secara bersama-samamembahas materi sebelumnya tercipta situasibelajar yang kondusif dan iklim yang positif, sepertipenjelasan di atas. Review materi juga didukungdengan pembacaan vocab baru dengan dilakukanpertama kali oleh guru sebagai contoh, selanjutnyakegiatan ini dilakukan secara bersama-samasehingga membangun semangat pesera didik untukbelajar bersama. Latihan vocab dilakukan gunamembantu pemahaman peserta didik, salah satuupaya yang dilakukan yaitu dengan menuliskanvocab baru di papan tulis sehingga peserta didikakan lebih mudah untuk tahu bagaimanapenulisannya, maupun pengucapannya.

Meningkatkan pemahaman materi pesertadidik dengan mendayagunakan LCD danmenggunakan model pembelajaran yang

disesuaikan dengan situasi dan kondisi.Mendayagunakan LCD melalui tayangan, gurumemberikan konsep materi pelajaran. Di SDNPercobaan I dan SDN Kauman II untuk kelasbilingual menggunakan fasilitas, seperti LCD.Gintings (2008:146) menjelaskan, “LCD termasukdalam multimedia, dimana media ini menampikanaudio dan visual, guru dapat memanfaatkanperalatan multimedia untuk berkomunikasi dengandunia maya untuk mengakses langsung materi darisitus yang diinginkan”. Hal ini dapat disimpulkanbahwa pelaksanaan kelas bilingual didukungdengan LCD yang mana dapat menayangkan audiodan visual secara bersamaan. Tayangan tersebutdibuat semenarik mungkin, sehingga peserta didiktidak hanya secara visual melihat tetapi secaraaudio juga mendengarkan pelafalan Bahasa Inggrisyang telah diucapkan dalam menjalankanmanajemen kelas bilingual.

Membangun interaksi dan komunikasi didalam kelas merupakan kegiatan yang dilakukandari manajemen kelas. Guru dan peserta didiksama-sama mempunyai peran sebagai komunikatordi dalam kelas. Berangkat dari komunikasi akanterjalin interaksi edukatif di dalam kelas. Sardiman(2008:13) menjelaskan, bahwa proses edukatifmengandung ciri-ciri antara lain: (1) ada tujuanyang ingin dicapai, (2) ada bahan yang menjadi isiinteraksi, (3) pelajar yang aktif mengalami, (4) guruyang melaksanakan, (5) ada metode untukmencapai tujuan, (6) situasi proses belajar-mengajar berjalan dengan baik, dan (7) adapenilaian hasil interaksi.

Teguran dan peringatan dilakukan untukmengembalikan disiplin peserta didik. Danim (2011:91) mengemukakan “Membangun disiplin siswayang baik adalah dengan mengembangkankesadaran akan pentingnya disiplin, membangundisiplin siswa dengan cara memaksa ataumengancam hanya akan melahirkan disiplin semudalam diri mereka”. Teguran dan peringatan yangdilakukan dapat membuat peserta didik kembalitertib di dalam kelas. Teguran diberikan secaralangsung kepada peserta didik yang terlihat tidakdisiplin, sehingga dapat mengembalikan perilakupositif di dalam kelas. Teguran dan peringatan yangdilakukan di SDN Percobaan I dan di SDNKauman II dengan cara lisan langsung kepadapeserta didik dengan nada yang baik dan bahasayang santun sehingga membuat peserta didik akansadar dengan sendirinya bahwa perbuatannyasalah dan dapat mengganggu peserta didik lain.

Aristasari dkk, Manajemen Kelas Bilingual 81

Evaluasi Kelas Bilingual

Evaluasi kelas bilingual untuk peserta didikdilakukan melalui PS (Pekerjaan Sekolah), PR(Pekerjaan Rumah), dan ujian. Evaluasi dilakukanuntuk mengetahui sejauhmana pemahaman materiyang disampaikan dapat dimengerti oleh pesertadidik. Evaluasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolahkepada guru dilakukan melalui supervisi. Supervisipendidikan menurut Burhanuddin (2006:2)menjelaskan “supervisi pendidikan pada hakikatnyamerupakan segenap bantuan yang ditujukan padaperbaikan-perbaikan dan pembinaan aspekpengajaran”. Supervisi dilakukan oleh KepalaSekolah di SDN Percobaan I dan SDN KaumanII dengan melakukan pengecekan perangkatpengajaran dan mengikuti kegiatan di dalam kelasmelalui observasi untuk melakukan perbaikan.

Evaluasi guru juga dilakukan melalui refleksidiri guna mengoreksi diri sendiri sebagai upayamelakukan perbaikan diri dalam melakukanmanajemen kelas bilingual. Evaluasi jugadilakukan oleh orang tua peserta didik yang dapatdilihat melalui dukungan yang telah diberikankepada sekolah. Dukungan orang tua diperlukanuntuk menunjang pelaksanaan pembelajaran.Dukungan dari orang tua sangat diperlukan, dengandukungan yang diberikan akan meningkatkansemangat pihak sekolah terutama guru dalammeningkatkan kinerjanya. Selain itu dengandukungan yang diber ikan terutama yangberhubungan secara langsung denganpembelajaran, maka sangat penunjang dan prosesbelajar-mengajar akan berjalan dengan baik.

Umpan balik diberikan di SDN Percobaan Idan SDN Kauman II, baik berupa reward maupunpunishment. Reward dapat diartikan sebagaipemberian hadiah, dan punishment dapat diartikansebagai pemberian hukuman. Reward ini diberikankepada peserta didik yang dapat menyelesaikantugas dengan baik, sehingga dapat meningkatkansemangat belajar peserta didik. Punishment inidiberikan kepada peserta didik yang tidak disiplindi dalam kelas, sehingga hukuman yang diberikandapat mengembalikan perilaku positif peserta didik,sehingga situasi kelas dapat kembali kondusif.

Faktor pendukung manajemen kelasbilingual adalah semangat belajar peserta didik,dukungan orang tua siswa, dan tersedianya fasilitassekolah. Berangkat dari semangat belajar daripeserta didik maka akan membuat peserta didik didalam kelas serasa menyenangkan. Dukunganorang tua juga sangat dibutuhkan karena dengan

dukungan yang diberikan akan membantu danmenunjang kelancaran proses belajar-mengajar dikelas. Fasilitas penunjang di dalam kelasbilingual, yaitu adanya LCD. Penggunaan LCDberupa tayangan gambar maupun video sangatmembantu guru dalam menyampaikan materi,apalagi dengan menggunakan dua bahasa tentumembutuhkan upaya dan cara yang dapat menarikpeserta didik untuk bersemangat danberkonsentrasi di dalam kelas.

Faktor penghambat dalam pelaksanaanmanajemen kelas bilingual adalah karakteristikpeserta didik yang heterogen, dan jumlah pesertadidik baik kelas kecil maupun kelas besar.Heterogen dapat diartikan bermacam-macam, didalam kelas antara peserta didik satu denganpeseta didik lain tentu mempunyai karakter yangberbeda. Ada peserta didik yang slower dan adapeserta didik yang cepat. Seorang guru haruscermat dan dapat memposisikan dirinya di dalamsemua karakter yang dimiliki oleh peserta didik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perencanaan yang dilakukan dimulai denganmelakukan penyusunan RPP, silabus, dan programkegiatan dengan menggunakan kurikulum KTSP.Berangkat dari persiapan RPP, silabus, danprogram kegiatan dilakukan persiapan materi,media, buku ajar, dan metode yang akan digunakandalam melakukan manajemen kelas bilingual.Perencanaan kelas bilingual yang dipersiapkanmeliputi pembuatan tata tertib, pengaturan ruang,dan penataan tempat duduk peserta didik yangdilakukan oleh guru kelas bersama-sama denganpeserta didik untuk disepakati dan berlaku untuksemua matapelajaran. Perencanaan kelasbilingual bagi guru juga mempersiapkankelengkapan administrasi yang dibawa saatmelakukan pembelajaran di kelas yang meliputijurnal, daftar nilai peserta didik, dan absensi.

Pelaksanaan kelas bilingual dilakukandengan menciptakan iklim yang positif di dalamkelas. Permulaan yang dilakukan untukmemudahkan pemahaman peserta didik dilakukandengan pemberian vocab baru, dan melakukanreview materi pelajaran. Pelaksanaan kelasbilingual mendayagunakan sarana penunjangpembelajaran seperti LCD. Pengelolaan perilakupeserta didik yang tidak disiplin dilakukan dengan

82 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 77-83

teguran dan peringatan untuk mengembalikanperilaku positif di dalam kelas.

Evaluasi untuk peserta didik melalui latihanPS, yaitu pekerjaan sekolah yang dikerjakan olehpeserta didik setiap materi telah disampaikan, PRdiberikan untuk dikerjakan di rumah, dan melaluiujian baik ujian UTS (Ujian Tengah Semester)maupun UAS (Ujian Akhir Semester). Evaluasiguru dilakukan dalam bentuk refleksi diri, hal inidilakukan untuk melakukan instropeksi diri tentangmanajemen kelas yang telah dilakukan. Evaluasiguru juga dilakukan oleh Kepala Sekolah setiapsatu semester melalui supervisi dan observasi didalam kelas. Evaluasi orang tua melalui dukunganyang telah diberikan. Dukungan yang diberikanorang tua berupa bantuan yang dibutuhan pesertadidik di kelas guna mendukung kelancaranpelaksanaan kelas bilingual, diantaranyapengadaan teks book, dan lembar kerja pesertadidik.

Faktor pendukung dalam manajemen kelasbilingual dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitusemangat belajar dari peserta didik, dukunganorang tua, dan sarana dan fasilitas penunjangpembelajaran. Faktor penghambat yang ada yaitukarakteristik peserta didik yang heterogen danjumlah peserta didik di kelas.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penelitimemberikan saran kepada, (1) Kepala Sekolahuntuk melakukan pengawasan terhadap kinerjaguru sehingga dapat mengembangkan manajemenkelas bilingual yang lebih baik lagi, meningkatkankompetensi dan profesional guru, membuatprogram conversation, dan melengkapi fasilitasruang kelas, (2) guru kelas bilingual menggunakanmodel pembelajaran yang lebih menarik dan atraktifguna meningkatkan semangat belajar peserta didikdalam melakukan manajemen kelas, meningkatkanpengawasan terhadap peserta didik, danmeningkatkan manajemen waktu secara efektifdan efisien dalam melakukan manajemen kelas,(3) guru kelas diharapkan untuk selalu melakukankerjasama dan komunikasi dengan guru bilingualdalam melaksanakan manajemen kelas bilingual,dan setiap minggu mempertahankan rolling tempatduduk, (4) Ketua Jurusan Administrasi Pendidikandapat dijadikan bahan kajian dalam membuka kelasbilingual, dan (5) peneliti lain dapat dijadikansebagai salah satu sumber referensi dalammelakukan penelitian manajemen kelas bilingualpada latar yang berbeda.

DAFTAR RUJUKAN

Burhanuddin. 2006. Supervisi Pendidikan danPengajaran. Malang: Fakultas IlmuPendidikan Universitas Negeri Malang.

Danim. 2011. Administrasi Sekolah danManajemen Kelas. Bandung: CV PustakaSetia.

Gintings, A. 2008. Esensi Praktis, Belajar, danPembelajaran Dipersiapkan untukPendidikan Profesi dan Sertifikasi Guru-Dosen. Bandung: Humaniora.

Rahman, A. 2011. Manajemen Kelas untukGuru Sekolah Dasar. Jakarta: KencanaPrenada Media Group.

Rusydie, S. 2011. Prinsip-Prinsip ManajemenKelas (Tuntunan Kreatif dan Inovatifuntuk Keberhasilan Kegiatan Belajar-Mengajar). Jogjakarta: DIVA Press.

Sanjaya, W. 2008. Strategi PembelajaranBerorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi BelajarMengajar. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Suparlan. 2009. Tata Tertib Sekolah, (Online),(http://suparlan.com/62/2009/08/02/tata-tertib-sekolah/), diakses 24 Maret 2013.

Susanto. 2008. Penyusunan Silabus dan RPPBerbasis Visi KTSP. Surabaya: Matapena.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor20 Tahun 2003. Sistem PendidikanNasional. 2008. Jakarta: DirektoratPendidikan Diniyah dan Pondok PesantrenDirektorat Jenderal Pendidikan IslamDepartemen Agama RI.

Wahyu. 2012. Administrasi Guru Kelas SD,(Online), (http://wahyugandhung.word-press.com/administrasi-guru-kelas-sd/),diakses 24 Maret 2013.

Aristasari dkk, Manajemen Kelas Bilingual 83

TRANSFORMASI BUDAYA DISIPLIN PESERTA DIDIK

Desi Widiasari

E-mail: [email protected] Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Abstract: The focus of this research describes the transformation of students’ discipline cultures.For the case-study design, this research use qualitative approach. Aggregation of the data in thisresearch by interview, observation, and documents study. The result of this research explained thatthe planning for transformation of students’ discipline culture based on school rules. Theimplementation for transformation of students’ discipline culture with teachers’ exemplary, commitmentto obey the rules, and coordination with student’s parent. Monitoring are held every day. Estimationbased on the number of violation, students’ awereness, public interest, and alumni who immediatelygot an occupation.

Abstrak: Fokus penelitian ini adalah mendiskripsikan transformasi budaya disiplin peserta didik.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam desain studi kasus. Pengumpulan datadilakukan dengan wawancara, observasi, dan studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaperencaaan transformasi budaya disiplin berdasarkan peraturan sekolah; pelaksanaan transformaibudaya disiplin peserta didik dengan teladan guru, komitmen mematuhi peraturan, dan koordinasidengan orang tua peserta didik; pengawasan dilakukan setiap hari; dan penilaian berdasarkan jumlahpelanggaran, kesadaran dalam diri peserta didik, animo masyarakat, dan alumni yang langsung diterimakerja.

Kata kunci: transformasi budaya, budaya disiplin, peserta didik

Pendidikan di sekolah penting untukmengembangkan kemampuan yang dimiliki olehanak, yaitu kemampuan akademik dan nonakademik. Selain itu pendidikan di sekolah jugamemperkuat disiplin anak, memperkenalkantanggung jawab, membangun jiwa sosial danjaringan pertemanan, sebagai identitas diri, dansebagai sarana mengembangkan diri danberkreativitas.

Masing-masing sekolah memiliki keunikandan keunggulan tersendiri yang akan membuatnyatetap kokoh dan eksis. Salah satu keunikan dankeunggulan yang dimiliki sekolah adalah budayasekolah (school culture), sehingga akan mendapatperhatian secara sungguh-sungguh dari parapengelola sekolah. Budaya sekolah dapat dibangunberdasarkan kekuatan karakteristik budaya lokalmasyarakat tempat sekolah itu berada.

Budaya sekolah menjadi karakteristik sebuahsekolah, dimana perencanaannya harus diukur darikemampuan warga sekolahnya. Dalam melakukantransfer budaya sekolah ke dalam diri peserta didikbukan sesuatu yang mudah, dilakukan melaluisebuah komitmen yang jelas dan tegas, yang akan

dipatuhi oleh warga sekolah. Sekolah bisa memilihbudaya apa yang ingin ditransfer kepada seluruhwarga sekolah. Transformasi budaya sekolahsenantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuansekolah. Salah satu budaya sekolah yang pentinguntuk dilakukan transformasi kepada peserta didikadalah disiplin.

Transformasi budaya disiplin masih adahubungannya dengan peraturan sekolah. Pesertadidik menjadi disiplin karena terikat peraturan yangdibuat sekolah. Peraturan yang tegas akan mampumenanamkan jiwa disiplin yang tinggi kepadapeserta dididk. Selain itu budaya patuh terhadapperaturan akan menjadi budaya sekolah yangmelekat pada diri peserta didik jika dipatuhi dandibiasakan dilakukan setiap hari. MenurutSuryosubroto (2004:82) “kewajiban menaati tatatertib sekolah adalah hal yang penting sebabmerupakan bagian dari sistem persekolahan danbukan sekedar sebagai pelengkap sekolah”.

Penanaman disiplin harus dilaksanakan padasemua kegiatan sekolah, yang selanjutnyamembutuhkan peraturan untuk mengatur disiplintersebut di sekolah. Ketika membuat peraturan,

84

pada saat ini sekolah mengambil sebuah keputusanyang terkait isi dalam peraturan tersebut.

Hasibuan (dalam Benty, 2004:2) “pembuatankeputusan adalah adalah proses bagaimanamenetapkan suatu keputusan yang terbaik, logisrasional, dan ideal berdasarkan fakta, data, daninformasi dari sejumlah alternatif untuk mencapaisasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan resikokecil, efektif, dan efisien untuk dilaksanakan padamasa yang akan datang”. Beberapa prinsip harusdiperhatikan dalam mengambil sebuah keputusan,menurut Sahertian (dalam Benty, 2004:3) adalah:

(1) pembuatan keputusan (decisionmaking), harus dibedakan denganpemecahan masalah (problemsolving); (2) pembuatan keputusanharus selalu berpedoman kepada tujuanyang hendak dicapai; (3) pembuatankeputusan sering mengandung faktormenerka atau meramalkan yang akandilakukan; (4) pimpinan kelompok/organisasi tidak saja harus dapat, cakap,mampu, dan mau membuat keputusan,tetapi juga harus bertanggung jawabatas segala tindak keputusan

Pembuatan peraturan harus memperhatikanbeberapa prinsip dalam pengambilan keputusan.Karena pembuatan peraturan denganmemperhatikan beberapa prinsip pengambilankeputusan akan menjadikan peraturan sekolah yangtepat guna penerapan budaya disiplin di sekolah.

Direktorat Jenderal Peningkatan MutuPendidik dan Tenaga Kependidikan (dalam TimDirektorat Pembinaan Sekolah Dasar, 2012:7)menjelaskan bahwa “budaya sekolah adalah sistemnilai, kepercayaan, dan norma yang diterimabersama dan dilaksanakan dengan penuhkesadaran sebagai perilaku alami dan dibentuk olehlingkungan dengan menciptakan pemahaman yangsama pada seluruh civitas sekolah”.

Kehidupan peserta didik akan selalu berubah,karena dalam masa per tumbuhan danperkembangan akan mengalami perubahan.Dimana Perubahan-perubahan tersebut dapatterjadi karena pengaruh lingkungan dan pendidikan.Salah satu lingkungan yang besar pengaruhnyaterhadap perubahan peserta didik adalahlingkungan sekolah, hal ini disebabkan karenasebagian besar waktu

peserta didik akan dihabiskan di sekolah.Dalam hal ini sekolah memegang peranan penting

dan strategis dalam mengubah, memodifikasi, danmentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi,dan keterampilan yang berhubungan dengankebutuhan anak untuk hidup di masyarakat sesuaidengan tuntutan zamannya.

Menurut Sundari (2011:1) “bentuk budayasekolah secara intrinsik muncul sebagai suatufenomena yang unik dan menarik, karenapandangan sikap, perilaku yang hidup danberkembang dalam sekolah pada dasarnyamencerminkan kepercayaan dan keyakinan yangmendalam dan khas dari warga sekolah”.Kebudayaan dipandang sebagai nilai-nilai yangdiyakini bersama dan terinternalisasi dalam diriindividu sehingga terhayati dalam setiap perilaku,Sebelum dihayati dalam setiap perilaku perluadanya transformasi budaya. Selanjutnya menurutIsmawati (2005: 69) pengertian transformasi adalahsebagai berikut:

Transformasi berarti perubahan rupa(bentuk, sifat, dan sebagainya). Dalamilmu bahasa transformasi diartikansebagai kisah untuk mengubah strukturgramatikal lain dengan menambah,mengurangi atau mengatur kembalikonstituen-konstituennya, sedangkandalam ilmu sastra transformasiberkaitan dengan perubahan karyasastra dan perubahan ini menyangkutstruktur cerita, tokoh, latar, tema, danlain-lain. Dari uraian tersebut dapatdisimpulkan bahwa istilah transformasiselalu mengandung konotasi perubahanyang menyangkut bentuk, isi (makna),maupun fungsi sesuatu dan bahkan latarbelakang dari sesuatu.

Berdasarkan pengertian transformsi dapatdisimpulkan pengertian transformasi budayaadalah suatu bentuk perubahan yang secaraperlahan ditanamkan pada diri seseorang, sebuahkebiasaan yang selanjutnya akan melekat dan akandigunakan dan dibiasakan secara berulang-ulangdan terus-menerus. Banyak cara yang dilakukanoleh sebuah sekolah untuk melakukan transformasisebuah budaya. Menurut Rheny (2011:1) carauntuk melakukan transformasi budaya adalahsebagai berikut:

Proses transformasi budaya dapatdilakukan dengan cara mengenalkanbudaya, memasukkan aspek budaya

Widiasari, Transformasi Budaya Disiplin Peserta Didik 85

dalam proses pembelajaran.Kebudayaan merupakan dasar daripraksis pendidikan maka tidak hanyaseluruh proses pendidikan berjiwakankebudayaan nasional saja, tetapi jugaseluruh unsure kebudayaan harusdiperkenalkan dalam proses pendidikan.

Berikut ini Tirtarahardja dan La Sulo(2005:33) menjelaskan terkait bentuk transformasi:

Nilai-nilai kebudayaan tersebutmengalami proses transformasi darigenerasi tua ke generasi muda. Ada tigabentuk transformasi yaitu: (1) nilai-nilaiyang masih cocok diteruskan, misalnya:nilai-nilai kejujuran, rasa tanggungjawab,dll; (2) yang kurang cocok diperbaiki,misalnya: tata cara pesta perkawinan; (3)yang tidak cocok diganti, misalnya:pendidikan seks yang dahulu ditabukandiganti dengan pendidikan seks melaluipendidikan formal.

Transformasi budaya adalah sarana yangdigunakan sekolah untuk menanamkan nilai dannorma yang positif kepada peserta didik untukmembentuk peserta didik yang berkarakter baik.Transformasi budaya sekolah merupakan salahsatu cara yang dilakukan sekolah untukmengembangakan budaya sekolah. SelanjutnyaTransformasi budaya disiplin peserta didik adalahsebuah proses perubahan yang dilakukan sekolahdengan menanamkan nilai disiplin kepada pesertadidik untuk membentuk peserta didik berkarakterpositif dengan budaya disiplin yang dimilikinya.

Sekolah yang menegakkan disiplindiharapkan akan menjadi sekolah yang berkualitas,karena dengan konsep kedisiplinan segala sesuatuyang telah dirumuskan sebagai arah perbaikansekolah menjadi lebih mudah untuk dicapai. Salahsatu aspek penting di sekolah yang menjadiperhatian adalah bagaimana menciptakan budayadisiplin di kalangan peserta didik. Selama beradadi lingkungan sekolah peserta didik hendaknyamenampakkan nilai-nilai kedisiplinan yangtercermin melalui perilaku siswa yang sesuaidengan norma, peraturan dan tata tertib yangberlaku di sekolah. Perhatian sekolah yang begitubesar terhadap kedisiplinan peserta didik tujuannyaadalah agar peserta didik mampu belajar hidupdengan kebiasaan-kebiasaan yang baik yangbermanfaat baginya beserta lingkungannya,

sehingga di lingkungan sekolah secara khususdapat tercipta keamanan dan lingkungan belajaryang nyaman.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif, peneliti memilih pendekatan kualitatifuntuk mendeskripsikan transformasi budaya disiplinpeserta didik di SMK PGRI 3 Malang. Jenispenelitian yang digunakan adalah studi kasus.Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian studikasus karena peneliti melakukan serangkaiankegiatan penyelidikan untuk mendeskripsikan danmenganalisis secara intensif dan terperinci tentangtransformasi budaya disiplin peserta didik di SMKPGRI 3 Malang dengan melakukan wawancara,observasi, dan analisis dokumen. Penelitian inidilakukan di SMK PGRI 3 Malang yang terletakdi Jl. Raya Tlogomas No. 9 Malang.

Informan dalam penelitian ini adalah:management representative (wakil kepalasekolah), kepala sekolah, kabid kesiswaan, stafkesiswaan, kepala bengkel, guru wali, pesertadidik, alumni SMK PGRI 3 Malang, dan orangtuapeserta didik.

Teknik pengumpulan data dalam penelitianini adalah wawancara, observasi, dan studidokumen. Selanjutnya analisis data yang dilakukanpeneliti adalah reduksi data, display data, danverivikasi data. Pengecekan keabsahan datadilakukan peneliti dengan perpanjangankeikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasisumber dan teknik.

HASIL

Perencanaan transformasi budaya disiplinpeserta didik berdasarkan peraturan sekolah,peraturan tersebut dibuat oleh Kabid Kesiswaandengan dibantu oleh dua staf bidang kesiswaan,setelah peraturan dibuat kemudian dirapatkan dandikritisi oleh semua pihak (kepala sekolah,management representative, kabid, komitesekolah), kemudian disahkan oleh kepala sekolah.Peraturan tersebut setiap tahun akan ditinjaukembali dan disesuaikan dengan kondisi.

Pelaksanaan transformasi budaya disiplin diSMK PGRI 3 Malang dilakukan dengan bebarapacara antara lain: keteladanan guru, komitmenmematuhi peraturan, penerapan tegas tapi mendidikdan bersumber pada peraturan, dan koordinasidengan orang tua peserta didik. Pengawasan

86 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 84-93

transformasi budaya disiplin peserta didik adalahtugas bidang kesiswaan, namun dalampelaksanaannya semua pihak ikut membantu.Pengawasan dilakukan setiap hari melalui salam-salaman di pagi hari dan pihak kesiswaanberkeliling di area sekolah. Pengawasan yangdilakukan berkala adalah inspeksi mendadak keluarlingkungan sekolah dan inspeksi mendadak yangdilakukan di dalam area sekolah tetapi bekerjasamadengan pihak kepolisian.

Tidak ada prosedur khusus untuk melakukanpenilaian terhadap transformasi budaya disiplinpeserta didik di SMK PGRI 3 Malang. Hal tersebutdinilai dari jumlah pelanggaran yang dilakukan olehpeserta didik menurun, perubahan dalam diripeserta didik, animo masyarakat untukmenyekolahkan anaknya di SMK PGRI 3 Malang,dan alumni yang banyak diminati oleh dunia kerja,artinya bahwa setelah lulus sebagian besaralumninya langsung terserap oleh dunia kerja.

Faktor-faktor penunjangnya adalah adanyaperaturan yang jelas, teladan dari guru, faslitas yangmendukung, dan TI (Teknologi Informasi) yangdimiliki SMK PGRI 3 Malang sudah maju.Sedangkan hambatan-hambatan dalamtransformasi budaya disiplin peserta didik di SMKPGRI 3 Malang tersebut adalah: orang tua yangbelum memahami visi sekolah dan kurangmengetahui variabel kenakalan anaknya, sertakuranganya kesadaran beberapa peserta didikterhadap budaya disiplin.

Upaya-upaya yang dilakukan untukmengatasi hambatan dalam transformasi budayadisiplin peserta didik adalah memaksimalkankoordinasi dengan orang tua peserta didik danmemaksimalkan fungsi guru wali untukmelaksanakan fungsinya yaitu memberikankonseling. Peran warga sekolah dalamtransformasi budaya disiplin peserta didik adalahadalah adanya teladan untuk melaksanakandisiplin, guru wali yang memberikan konseling, danorang tua menjadi kendali anaknya ketika di rumah.

PEMBAHASAN

Perencanaan merupakan salah satu fungsimanajemen. Oleh karenanya agar tujuan daritransformasi budaya disiplin peserta didik dapattercapai secara efektif dan efisien, makadibutuhkan adanya fungsi perencanaan. SMKPGRI 3 Malang adalah salah satu sekolah swastayang terdapat di kota Malang yang dapatmenunjukkan eksistensinya melalui pelaksanaan

budaya disiplin peserta didik, dan memberikanfasilitas kedisiplinan yang tegas tetapi mendidik.

Kesuksesan dalam transformasi budayadisiplin peserta didik tidak lepas dariperencanaannya. Pengertian dari perencanaanadalah “suatu proses mempersiapkan serangkaiankeputusan untuk mengambil tindakan di masa yangakan datang yang diarahkan kepada tercapainyatujuan-tujuan dengan sarana yang optimal”(Arikuto, 2009: 9).

Perencanaan yang matang sangat dibutuhkanagar transformasi budaya disiplin peserta didik bisaberjalan sesuai harapan, selain itu perencanaanyang matang akan menjadi fondasi yang kuat untukberjalannya sebuah program yang direncanakansekolah. Seluruh warga sekolah harusberkomitmen untuk menerapkan disiplin agartujuan yang diharapkan bisa tercapai denganmaksimal. Pentingnya sebuah perencanaanbudaya disiplin peserta didik akan menghasilkansebuah tindakan yang maksimal. Pada tahapperencanaan terdapat proses penyusunan berbagaikeputusan yang akan dilaksanakan pada masayang akan datang untuk mencapai tujuan yang telahditentukan. Hal tersebut juga dilakukan SMK PGRI3 Malang dalam merencanakan transformasibudaya disiplin peserta didik.

Transformasi budaya disiplin peserta didik diSMK PGRI 3 Malang ini perencanaannyaberdasarkan peraturan sekolah. Adanya budayadisiplin peserta didik karena peserta didik patuhterhadap peraturan yang ada. Peraturan tersebutdibuat oleh bidang kesiswaan. Kemudiandirapatkan dengan semua pihak (kepala sekolah,management representative, kabid, komitesekolah), dan disahkan oleh kepala sekolah.Peraturan tersebut setiap tahun ditinjau kembalidan disesuaikan dengan kondisi.

Peraturan yang dibuat di SMK PGRI 3Malang ini dikritisi oleh semua pihak, dalammembuat keputusan yang terkait denganperaturan sekolah di SMK PGRI 3 Malang tidakhanya diputuskan oleh kepala sekolah, tetapibanyak pihak yang memang dilibatkan dalampengambilan keputusan terkait perturan sekolah,contohnya: keputusan terkait isi peraturan, pasal-pasal yang mengatur peserta didik, dan sangsi-sangsi untuk mengatasi pelanggaran tersebut.Menurut Johnsen (dalam Benty, 2004: 10) metode-metode dalam pembuatan keputusan adalah:

(1) metode pengambilan keputusanmelalui konsensus bersama; (2) metode

Widiasari, Transformasi Budaya Disiplin Peserta Didik 87

pembuatan keputusan dengan caravoting/suara terbanyak; (3) metodepengambilan keputusan melaluisekelompok kecil orang/ anggota, (4)metode pengambilan keputusanberdasarkan rata-rata suara; (5) metodepengambilan keputusan oleh anggota/orang ahli; (6) metode pembuatankeputusan oleh pimpinan setelahmengadakan diskusi; (7) metodepembuatan keputusan oleh pimpinantanpa membicarakan dengan kelompok.

Menurut Ismawati (2005:69) “ist ilahtransformasi selalu mengandung konotasiperubahan yang menyangkut bentuk, isi (makna),maupun fungsi sesuatu dan bahkan latar belakangdari sesuatu”. Transformasi budaya disiplin pesertadidik adalah suatu bentuk perubahan yang secaraperlahan ditanamkan pada diri peserta didik, sebuahkebiasaan yang selanjutnya akan melekat dan akandigunakan dan dibiasakan secara berulang-ulangdan terus-menerus. Pada tahapan ini adalahbagaimana cara menanamkan dan membiasakansebuah kebudayaan disiplin kepada peserta didik.Yang selanjutnya budaya tersebut diharapkan dapatmemberikan pengaruh positif terhadap diri pesertadidik, karena nilai disiplinnya tersebut.

SMK PGRI 3 Malang melakukantransformasi budaya disiplin kepada peserta didik.Transformasi budaya disiplin yang dilakukan olehSMK PGRI 3 Malang dilakukan dengan bebarapacara, yaitu: adanya keteladanan, adanya komitmenuntuk mematuhi peraturan yang telah dibuat,penerapan budaya disiplin peserta didik yang tegastapi mendidik dan bersumber pada peraturan, danadanya koordinasi dengan orang tua peserta didik.

Teladan penting adanya dalam transformasibudaya dsiplin peserta didik, sebelum seorang gurumenyuruh peserta didik untuk membudayakandisiplin, maka yang dilakukan terlebih dahulu adalahmembudayakan disiplin kepada dirinya sendiri.Dengan demikian keteladanan akan muncul danpeserta didik juga akan membudayakan disiplintersebut. Dengan adanya teladan dari guru secaratidak langsung akan menanamkan budaya disiplinkedalam diri peserta didik.

Komitmen untuk mematuhi sebuah peraturanpenting manakala peraturan tersebut sudah dibuatdan diterapkan pada sebuah sekolah. Peraturanini tidak hanya dibaca saja, tetapi peraturan ini akanmenjadi pedoman kehidupan peserta didik di SMKPGRI 3 Malang. Peraturan di SMK PGRI 3

Malang berwujud Buku Pedoman yang dimiliki olehsemua peserta didik. Dengan berkomitmen padasebuah peraturan maka dari sini juga terjadi prosespentransferan budaya disiplin peserta didik,keadaan yang menuntut peserta didik patuhterhadap peraturan akan membiasakan pesertadidik untuk berlaku disiplin dan membiasakanbudaya disiplin dalam kehidupannya sehari-hari.

Menekankan pelaksanaan budaya disiplinyang tegas dan mendidik yang bersumber padaperaturan, dan dibuat secara terperinci dalam bukupedoman peraturan. Selanjutnya peraturan yangterdapat dalam buku pedoman tersebut setiap tahunditinjau kembali dan disesuaikan dengan kondisi.Peninjauan kembali peraturan yang dilakukansekolah ini sangat penting mengingat kenakalanpeserta didik yang sangat banyak dan kompleks.Ketika peninjauan ulang setiap tahunnya inidilakukan maka pihak sekolah akan bisa mengatasijika terdapat kenakalan-kenakalan yang dilakukanpeserta didik yang berbeda dengan kenakalan padatahun sebelumnya. Peninjauan kembali ini jugadapat digunakan sebagai bahan evaluasi untukmemperbaiki pelaksanaan budaya disiplinselanjutnya.

Banyak program sekolah yang dilakukan olehSMK PGRI 3 Malang untuk menunjng pelaksanaanbudaya disiplin peserta didik, yaitu home visit danSMS Geteway. Program sekolah ­home visit ataukunjungan ke rumah peserta didik adalah salahsatu program sekolah sekaligus sarana untukmensosialisasikan budaya disiplin peserta didikkepada orang tua. Sedangkan untuk SMSGateway salah satu teknologi yang dimiliki sekolahyang secara otomatis mengirimkan pesan kepadaorang tua peserta didik ketika peserta ddidiktersebut tidak masuk sekolah, maupun yangberhubungan dengan pelanggaran budaya disiplindan pemberian surat peringatan.

SMK PGRI 3 Malang ini memiliki ketegasantersendiri untuk peraturan yang telah dibuatnya,contoh ketegasan peraturan atas pelaksanaanbudaya disiplin peserta didik adalah Sekolah tidaksegan-segan melakukan Drop Out (DO) terhadappeserta didik yang melanggar peraturan. Karenamemang peraturan sudah tertulis secara rincidalam buku peraturan. Dengan adanya DO inidiharapkan peserta didik tidak mengulangikesalahan yang sama, dan peserta didik menyesalatas kesalahan yang telah dilakukannya. Meskipunsudah di DO tetapi pihak sekolah tetap menerimapeserta didik tersebut jika mau daftar lagi menjadipeserta didik baru dan mengikuti prosedur

88 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 84-93

pendaftaran sekolah yang telah ditetapkan disekolah ini.

Selain buku peraturan, SMK PGRI 3 Malangmembuat Buku Kendali Perijinan. Perijinan tidakmasuk sekolah tidak boleh melalui surat, tetapiorang tua peserta didik harus datang langsung kesekolah dengan membawa Buku KendaliPerijinan. Untuk membuktikan bahwa yangmeminta ijin tersebut adalah orang tua peserta didik,pihak sekolah akan menanyakan bebarapapertanyaan terhadap pihak yang memintakan ijintersebut.

Guru wali selain mengajar mata pelajaran jugamelakukan pembinaan dan pencegahan ataspenerapan budaya disiplin peserta didik di sekolahini, hal ini diwujudkan dengan pemberian konselingbaik secara individu maupun kelompok. Selain ituuntuk mengetahui karakteristik dan latar belakangpeserta didik, guru wali mengunjungi rumahpeserta didik.

Koordinasi antara pihak sekolah dengan orangtua juga akan mendukung adanya transformasibudaya disiplin peserta didik. Adanya koordinasidengan orang tua peserta didik akan mendapatkanpenanaman nilai disiplin dari dua arah. Tidak hanyasekolah saja tetapi pihak orang tua ikutmenanamkan budaya disiplin peserta didik.

Menurut Arikunto (2009:14), “pengawasanadalah usaha pimpinan untuk mengetahui semuahal yang menyangkut pelaksanaan kerja parapegawai dalam melakukan tugas mencapai tujuan”.Pada tahapan ini terdapat upaya sekolah untukmelakukan pengawasan terhadap kepatuhanpeserta didik dalam mematuhi peraturan sekolah.Jadi yang dilakukan pihak kesiswaan SMK PGRI3 Malang adalah pengawasan dalam keseharianpeserta didik tersebut apakah sudah melakukansegala sesuatu kegiatannya sesuai denganperaturan atau belum, selanjutnya adalah banyakatau sedikitnya pelanggaran yang dilakukanpeserta diidk.

Pengawasan dalam transformasi budayadisiplin peserta didik di SMK PGRI 3 Malangadalah tugas bidang kesiswaan, tetapi dalampelaksanaannya semua pihak ikut membantu.Pengawasan dilakukan setiap hari melalui salam-salaman di pagi hari dan pihak kesiswaanberkeliling di area sekolah. Melalui bersalam-salaman ini akan terlihat peserta didik yangmelanggar peraturan, mulai dari penampilan hinggaketerlambatan datang ke sekolah.

Pengawasan yang dilakukan berkala adalahinspeksi mendadak keluar lingkungan sekolah dan

inspeksi mendadak yang dilakukan di dalam areasekolah tetapi beker jasama dengan pihakkepolisian. Untuk inspeksi mendadak ke luar areasekolah dilakukan di tempat-tempat yangdigunakan untuk nongkrong peserta didik. Kalauuntuk inspeksi mendadak dibantu oleh pihakkepolisian tidak bisa dipastikan dan hal ini sangatdirahasiakan.

Penilaian dari pelaksanaan transformasibudaya disiplin peserta didik di SMK PGRI 3Malang tidak menggunakan prosedur khusus.Penilaian transformasi budaya disiplin dilihat daribanyak atau sedikitnya pelanggaran yang dilakukanoleh peserta didik. Untuk melihat jumlahpelanggaran peserta didik, sudah ada rekapannyadi IT Base dan juga tiap ada pelanggaran SMSselalu dikirimkan melalui program sekolah SMSGeteway, penilaian juga dilihat dari perubahandalam diri peserta didik, selanjutnya penilaian jugadapat dilihat dari animo masyarakat terhadap SMKPGRI 3 Malang yang menyekolahkan anaknya disekolah ini, penilaian yang terakhir dilihat daribanyaknya alumni SMK yang diminati oleh duniakerja, bahkan sebelum lulus sudah banyak yangditerima di dunia kerja.

Setiap hari dilakukan pengawasan terhadappeserta didik, untuk mengetahui pelanggaran yangdilakukan peserta didik. Staf kesiswaanberkeliling sekolah bahkan melakukan inspeksimendadak keluar sekolah untuk melakukanpengawasan disiplin peserta didik. Pengawasanterhadap transformasi budaya disiplin peserta didiktersebut selanjutnya akan digunakan sebagaipenilaian terhadap pelaksanaan transformasibudaya disiplin yang dilakukan oleh SMK PGRI 3Malang. Dari pengawasan ini akan diketahuipelanggaran-pelanggaran yang dilakukan olehpeserta didik.

SMK PGRI 3 Malang sudah didukung denganTeknologi Informasi (TI) yang sudah maju, TI yangdimiliki SMK PGRI 3 Malang sangat mendukungdijadikan salah satu sarana untuk melakukanpenilaian terhadap penerapan budaya disiplinpeserta didik, yaitu SMS Geteway. Pengirimanpesan tidak hanya kepada orang tua pesera didik,tetapi juga kepada guru wali, bahkan jikakesalahannya sudah berat maka kepala sekolahjuga dikirimi pesan. Dari sini akan diketahuipelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik.

Adanya kesadaran dalam diri peserta didikpenting dalam transformasi budaya disiplinmembuktikan adanya keberhasilan transformasitersebut. Sehingga sudah tertanam dalam diri

Widiasari, Transformasi Budaya Disiplin Peserta Didik 89

peserta didik untuk sadar dan melakukanperubahan menjadi lebih baik.

Animo masyarakat untuk menyekolahkananaknya di sekolah ini merupakan salah satupenilaian SMK PGRI 3 Malang terhadapkeberhasilan transformasi budaya disiplin pesertadidik. Ketika masyarakat sudah percaya terhadapbudaya disiplin yang baik di sekolah ini artinyapelaksanaan transformasinya berhasil.

Alumni yang diminati dunia kerja juga salahsatu penilaian terhadap keberhasilan transformasibudaya disiplin peserta didik, bahkan sebelum lulusdari SMK PGRI 3 Malang sudah banyak pesertadidik yang diterima dunia kerja. Hal tersebutmembuktikan bahwa pasar kerja percaya terhadapkualitas lulusan SMK PGRI 3 Malang yangmemang memiliki karakter disiplin yang baik.

Setiap satu tahun sekali pihak sekolahmelakukan peninjauan terhadap peraturan yangtelah dibuat. Peninjauan kembali peraturan yangdilakukan sekolah ini sangat penting, karenakenakalan peserta didik yang sangat banyak dankompleks. Ketika peninjauan ulang setiap tahunnyaini dilakukan maka pihak sekolah akan bisamengatasi jika terdapat kenakalan-kenakalan yangdilakukan peserta didik yang berbeda dengankenakalan pada tahun sebelumnya, peninjauankembali ini juga dapat digunakan sebagai bahanevalusai untuk memperbaiki pelaksanaan budayadisiplin selanjutya.

Tu’u (2004:49) menjelaskan faktor-faktorlain yang berpengaruh dalam pembentukan disiplinyaitu :

(1) teladan adalah contoh yang baik yangseharusnya ditiru oleh orang lain. Dalamhal ini siswa lebih mudah meniru apayang mereka lihat sebagai teladan(orang yang dianggap baik dan patutditiru) daripada dengan apa yangmereka dengar. Karena itu contoh danteladan disiplin dari atasan, kepalasekolah dan guru-guru serta penatausaha sangat berpengaruh terhadapdisiplin para siswa; (2) lingkunganberdisiplin kuat pengaruhnya dalampembentukan disiplin dibandingkandengan lingkungan yang belummenerapkan disiplin. Bila berada dilingkungan yang berdisiplin, seseorangakan terbawa oleh lingkungan tersebut;(3) disiplin dapat tercapai dan dibentukmelalui latihan dan kebiasaan. Artinya

melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalampraktik-praktik disiplin sehari-hari.

Pendapat dari ahli tersebut menjelaskanbahwa adanya keteladanan dalam penanamanbudaya disiplin. Faktor penunjang dalamtransformasi budaya disiplin peserta didik di SMKPGRI 3 Malang antara lain peraturan yang jelas,teladan dari guru, fasilitas yang mendukung, danTI yang dimiliki SMK PGRI 3 Malang sudah maju.

Faktor penunjang yang pertama adalahadanya peraturan yang jelas. Semua peraturanyang menyangkut kebiasaan peserta didik setiaphari sudah tertulis jelas dalam Pedoman PeraturanSMK PGRI 3 Malang Tahun 2011/ 2012. Bukuperaturan tersebut berbentuk buku saku, setiappeserta didik memiliki buku peraturan ini.

Faktor penunjang yang kedua adalah teladandari warga sekolah untuk melaksanakan budayadisiplin. Tidak hanya peserta didik saja yang disiplin,tetapi seluruh warga sekolah. Hal ini dilakukanagar peserta didik juga mendapat teladanpelaksanaan budaya disiplin dari guru maupun stafyang ada di SMK PGRI 3 Malang ini. Pentrasferanbudaya kedalam diri peserta didik memang bukanhal yang mudah, sehingga memerlukan dukungandari semua pihak agar budaya tersebut bisamenjadi jati diri peserta didik dan diterapkan dalamkehidupan sehari-hari.

Faktor penunjang yang ketiga dalamtransformasi budaya disiplin peserta didik adalahTI (Teknologi Informasi) yang sudah dimiliki olehSMK PGRI 3 Malang juga menunjangpelaksanaan budaya disiplin, yaitu SMS Gateway.Untuk SMS Gateway ini adalah pengiriman pesankepada orang tua dan juga guru wali ketika pesertadidik melanggar disiplin, contohnya ketika pesertadidik telat ataupun tidak masuk sekolah.

Faktor penunjang ke empat adalah fasilitasyang mendukung, sekolah ini menyediakan fasilitasdemi tercapainya disiplin yang baik. Contohnyaadalah adanya ruangan bimbingan, sekolah sengajamenyediakan ruang bimbingan untuk memudahkanguru wali melakukan bimbingan individu denganpeserta didik, maupun melakukan pertemuandengan pihak orang tua wali.

Transformasi budaya disiplin peserta didik diSMK PGRI 3 Malang tidak berjalan tanpahambatan, setiap program yang dilaksanakan tidakterlepas dari hambatan. Hambatan yang dihadapioleh SMK PGRI 3 Malang dalam melakukantransformasi budaya disiplin peserta didik antara

90 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 84-93

lain: orang tua yang belum memahami visi sekolahdan kurang mengetahui variabel kenakalananaknya, kurangnya kesadaran bebarapa pesertadidik terhadap disiplin.

Hambatan yang pertama adalah orang tuayang belum memahami visi sekolah dan kurangmengetahui variabel kenakalan anaknya.Terkadang orang tua membela anak yangmelakukan kesalahan, hal ini akan bertentangandengan sanksi tegas yang diberikan di sekolah.Kasih sayang orang tua yang berlebih terhadapanaknya membuat orang tua tersebut merasakasihan jika anaknya menerima sanksi ataskesalahan yang dilakukan anaknya.

Orang tua yang belum menerapkan budayadisiplin di rumah, membuat peserta didik tidakdisiplin di rumah. Kedisiplinan tidak hanyaberhubungan dengan ketepatan waktu, kedisiplinanyang tidak dilakukan dirumah adalah ketika orangtua juga tidak disiplin dalam menyimpan bukuperijinan dirumah, hal ini akan menyebabkan bukuperijinan tersebut disalah gunakan oleh pesertadidik. Keadaan seperti itu menyebabkan pesertadidik tidak disiplin terkait kehadirannya di sekolah.

Hambatan yang kedua adalah beberapapeserta didik yang kesadarannya untuk mematuhiperaturan kurang, sehingga membuat peserta didiktersebut tidak disiplin. Hal ini terkadang dilakukanpeserta didik baru yang masih membawa kebiasaantidak disiplin, yang biasa diterapkan oleh jenjangpendidikan sebelumnya.

SMK PGRI 3 Malang melakukan berbagaiupaya untuk mengatasi hambatan dalamtransformasi budaya disiplin peserta didik. Salahsatunya adalah melakukan koordinasi denganorang tua, Lickona (2012: 561) menjelaskan:

banyak hal yang dapat dilakukansekolah untuk merekrut orang tuasebagai patner baik tugas khususmaupun mengembangkan nilai moraldan karakter yang baik . Tantangan initerdiri dua hal: (1) mendorong danmembantu orang tua untukmelaksanakan peran mereka sebagaipendidik utama moral anak, dan (2)membuat orang tua mendukung sekolahdalam usahanya mengajarkan nilaimoral yang posotif.

Seperti pendapat dari ahli di atas hal tersebutjuga dilakukan oleh SMK PGRI 3 Malang sebagaiupaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan

dalam transformasi budaya disiplin peserta didikyang berasal dari orang tua. Pihak sekolah terusberusaha menjadikan orang tua peserta didiksebagai patner dalam melakukan transformasi nilaidisiplin terhadap peserta didik, hal ini dilakukanpihak sekolah dengan terus melakukan koordinasidengan orang tua peserta didik. Ketika terjadikoordinasi yang baik antara orang tua peserta didikdengan pihak sekolah, disini terdapat selarasnyavisi sekolah untuk melakukan transformasi budayadisiplin peserta didik.

Koordinasi pertama yang dilakukan adalahdengan melakukan sosialisasi budaya disiplin yangditerapkan di sekolah ini, selanjutnya koordinasidilakukan dengan menghunbungi orang tua ketikapeserta didik melakukan pelanggaran terhadapbudaya disiplin. Adanya home visit yang dilakukansekolah merupakan wujud dari sekolah untukmenjadikan orang tua sebagai patner dalamkedisiplinan.

“Sebuah konferensi orang tua dapat memilikipengaruh yang positif bagi seorang anak. Orangyang paling penting baginya telah membicarakantentang kesulitan mereka cukup peduli. Kita selalumelihat sebuah kemajuan dalam perilaku seseorangsebelum dan sesudah sebuah konferensi orangtua”. (Lickona, 2012: 577). Pendapat dari lickonatersebut menjelaskan bahwa akan selalu adaperubahan ketika orang tua mau peduli terhadapanaknya.

Upaya mengatasi hambatan yang keduaadalah guru wali terus melakukan konseling ataspelaksanaan budaya disiplin, hal ini dilakukan baiksecara kelompok maupun individu. MenurutGreenberg (dalam Lickona, 2012: 129) berkatabahwa:

anak muda zaman sekarang sedangberhadapan dengan budaya yang sia-siadengan tidak adanya nilai-nilaikehidupan yang memagari mereka,sehingga mereka bertindak semaumereka. Mereka membutuhkan seorangmentor atau penasehat. Biasanya paraguru yang menasehati mereka, tetapipara guru tersebut sudah jarangmelakukannya sekarang karena merekalebih sering marah atau membuatmereka lelah”.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapatdiketahui, bahwa adanya beberapa peserta didikyang kesadarannya untuk berdisiplin kurang,

Widiasari, Transformasi Budaya Disiplin Peserta Didik 91

sebenarnya mereka memerlukan pendekatan yanglebih dekat lagi dari guru wali, agar dia tidak lagimelanggar peraturan. Selanjutnya Lickona(2012:132) menjelaskan bahwa “beberapapendidikan moral yang paling penting yang guruberikan terjadi ketika mereka diam-diam beradadisamping siswa dan memberikan umpan baik yangkorektif”. SMK PGRI 3 Malang juga menerapkanhal tersebut, di sekolah ini tidak terdapat guru BK(Bimbingan Konseling), jadi guru wali memilikifungsi selain mengajar juga memberikan bimbinganbaik secara individu maupun kelompok kepadapeserta didik. Guru wali membimbing peserta didikdari mulai masuk SMK PGRI 3 Malang sampaipeserta didik tersebut lulus dan ditambah 3 bulanuntuk menangani lulusan yang mencari pekerjaan.Adanya guru wali akan membuat hubungan yangbaik antara guru dengan peserta didik. Menjalinhubungan yang baik dengan memberikan konselingyang berguna untuk memberikan pembinaan danpencegahan terkait transformasi budaya disiplinpeserta didik.

Pengelola sekolah yang terus memberikanteladan terhadap penerapan budaya disiplin, tanpaada teladan dari guru maupun staf sekolah lainnya,budaya disiplin peserta didik akan sulit untukditerapkan. Setelah ada keteladanan selanjutnyaperan peserta didik dalam transformasi budayadisiplin ini adalah peserta didik yang mematuhiperaturan yang dibuat oleh sekolah.

Guru di SMK PGRI 3 Malang yang terusmemberikan teladan dalam rangka transformasibudaya disiplin kepada peserta didik, senadadengan hal tersebut Lickona (2012: 119)menjelaskan bahwa “sering dikatakan bahwa nilai-nilai hidup adalah didapatkan, bukan diajarkan. Haltersebut merupakan kenyataan yang setengahbenar. Kebenaran yang sebenarnya adalah nilai-nilai hidup didapatkan (melalui contoh atau teladanyang baik) dan diajarkan (melalui penjelasanlangsung).

Peran guru wali adalah memberikan konselingterhadap peserta didik. Perhatian yang lebih dariguru wali kepada peserta didik diungkapkandengan memberikan konseling terhadap pesertadidik tersebut. Hal ini akan berpengaruh besarterhadap keberhasilan dari transformasi budayadisiplin peserta didik. Terkadang peserta didik itumelanggar peraturan karena mereka ingin mencariperhatian, bisa juga karena mereka belummemahami arti penting dari sebuah budaya disiplin.Guru wali yang melakukan konseling akan mudahuntuk melakukan transformasi budaya disiplin.

Guru wali akan mengatur jadwal pertemuandengan peserta didik perwaliannya, tidak hanyapeserta didik yang bermasalah saja. Tetapi pesertadidik yang tidak bermasalah tetap diberikankonseling. Semakin rutin guru wali melakukankonseling terhadap peserta didik, guru wali tersebutakan lebih memahami keadaan peserta didiktersebut. Sehingga ketika peserta didik tersebutmendapati masalah akan lebih mudah untukpenanganannya, dan penanganannya bisa tepat.

Peran orang tua dalam transformasi budayadisiplin ini adalah menjadi kendali untuk pesertadidik ketika di rumah. Ketika orang tua mampumenjadi kendali untuk anaknya, orang tua tersebutmenjadi pagar agar anaknya tidak melanggardisiplin ketika di rumah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah: (1)perencanaan transformasi budaya disiplin pesertadidik di SMK PGRI 3 Malang berdasarkanperaturan sekolah, peraturan tersebut dibuat olehKabid Kesiswaan dengan dibantu oleh 2 stafbidang kesiswaan, setelah peraturan dibuatkemudian dirapatkan dan dikritisi oleh semua pihak(kepala sekolah, management representative,kabid, komite sekolah), dan disahkan oleh kepalasekolah, peraturan akan ditinjau kembali dandisesuaikan dengan kondisi setiap tahun; (2)pelaksanaan transformasi budaya disiplin di SMKPGRI 3 Malang dilakukan dengan beberapa caraberikut: keteladanan guru, komitmen mematuhiperaturan, penerapan tegas tapi mendidik danbersumber pada peraturan, koordinasi denganorang tua peserta didik; (3) pengawasan adalahtugas bidang kesiswaan, namun dalampelaksanaannya semua pihak ikut membantu; (4)tidak ada prosedur khusus untuk melakukanpenilaian terhadap transformasi budaya disiplinpeserta didik di SMK PGRI 3 Malang; (5) faktor-faktor penunjang dalam transformasi budayadisiplin peserta didik di SMK PGRI 3 Malangadalah adanya peraturan yang jelas, teladan dariguru, faslitas yang mendukung, dan TI (TeknologiInformasi) yang dimiliki SMK PGRI 3 Malangsudah maju; (6) hambatan-hambatan dalamtransformasi budaya disiplin peserta didik di SMKPGRI 3 Malang tersebut adalah: orang tua yangbelum memahami visi sekolah dan kurangmengetahui variabel kenakalan anaknya,

92 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 1, MARET 2013: 84-93

kurangnya kesadaran beberapa peserta didikterhadap budaya disiplin; (7) upaya-upaya yangdilakukan untuk mengatasi hambatan dalamtransformasi budaya disiplin peserta didik di SMKPGRI 3 Malang adalah: memaksimalkan koordinasidengan orang tua peserta didik danmemaksimalkan fungsi guru wali untukmelaksanakan fungsinya yaitu memberikankonseling; (8) peran warga sekolah dalamtransformasi budaya disiplin peserta didik di SMKPGRI 3 Malang adalah adanya komitmen dariwarga sekolah untuk mematuhi peraturan, guruyang memberikan teladan, guru wali yangmemberikan konseling, orang tua menjadi kendaliuntuk anaknya ketika di rumah.

Saran

Saran yang diberikan adalah kepada: (1)Kepala SMK PGRI 3 Malang disarankan tetapmenjadi aktor dan tetap menjadi teladan disiplinuntuk peserta didik, kepala sekolah harusmemberikan perhatian yang lebih kepada pesertadidik baru karena kadang-kadang masih membawabudaya tidak disiplin dari jenjang pendidikansebelumnya. Hal ini menyebabkan kesadaranpeserta didik terhadap budaya disiplin masih

kurang, dan untuk lebih memperlancarpeningkatkan kedisiplinan peserta didik di sekolahini perlu adanya guru BK (Bimbingan danKonseling); (2) kabid kesiswaan, agarmenggunakan penelitian ini sebagai bahanreferensi untuk memperbaiki penerapantransformasi budaya disiplin peserta didik di SMKPGRI 3 Malang, sehingga mampu memperbaikipenerapan transformasi budaya disiplin yang lebihbaik dari sebelumnya; (3) Ketua JurusanAdministrasi Pendidikan, hasil penelitian inihendaknya menjadi bahan informasi untukmengembangkan Ilmu Manajemen Pendidikan dandapat digunakan sebagai referensi dan tambahanpengetahuan terkait dengan budaya disiplin pesertadidik. Mengingat salah satu substansi ManajemenPendidikan adalah manajemen peserta didik, dandisiplin peserta didik adalah bagian dari manajemenpeserta didik; (4) Mahasiswa Jurusan AdministrasiPendidikan, sebagai bahan referensi dan tambahanilmu pengetahuan bagi mahasiswa yangberhubungan dengan budaya disiplin peserta didik;(5) peneliti lain, sebagai bahan referensi dalammelakukan penelitian yang serupa atau penelitianlanjutan dengan mengembangkan ilmupengetahuan khususnya yang berkaitan denganbudaya disiplin peserta didik.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S & Yuliana, L. 2009. ManajemenPendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.

Benty, D. D. N. 2004. Buku Ajar: PembuatanKeputusan. Malang. Universitas NegeriMalang

Ismawati, E. 2005. Transformasi PerempuanJawa. Surakarta: Pustaka Cakra.

Lickona, T. 2012. Educating forCharacter:Mendidik untuk MembentukKarakter. Ter jemahan Juma AbduWamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.

Tim Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar.2012.Panduan Pembinaan PendidikanKarakter melalui PengembanganBudaya Sekolah di SekolahDasar.Jakarta. Direktorat PembinaanSekolah Dasar, Direktorat Jendral

Pendidikan Dasar, Tim DirektoratPembinaan Sekolah Dasar.

Rheny. 2011. Transformasi Budaya. (Online),(http://memorykuliah.blogspot.com/2011/03/transformasi-budaya.html), diakses pada 20April 2013.

Sundari, W. 2011. Budaya Sekolah.(Online) (http://blog.umy.ac.id/wiwinsundari /2011 /11/09 /budaya-sekolah-school-culture/), diaksespada 31 September 2012.

Suryosubroto, B. 2004. Manajemen Pendidikandi Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Tirtarahardja, U. & La Sulo, S, L. PengantarPendidikan. 2005. Jakarta: Rineka Cipta.

Tu’u, T. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku danPrestasi Siswa. Jakarta:Grasindo.

Widiasari, Transformasi Budaya Disiplin Peserta Didik 93