JURNAL LAW REVIEW TANGGUNG JAWAB HUKUM RUMAH …repository2.uph.edu/3407/1/Publikasi1.pdf · 2021....
Transcript of JURNAL LAW REVIEW TANGGUNG JAWAB HUKUM RUMAH …repository2.uph.edu/3407/1/Publikasi1.pdf · 2021....
i
Draft
JURNAL LAW REVIEW
TANGGUNG JAWAB HUKUM RUMAH SAKIT
TERHADAP HAK PASIEN SAAT PANDEMI COVID-19 DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG KESEHATAN
Author : Jovita Irawati
Co Author :
1. Asdora Silalahi
2. Andre Scondery
3. Enrico Hamada
4. Steven Johan
5. Mozza Pratidina
6. Nurindah Mayaningrum
ii
ABSTRAK
Secara normatif, tanggungjawab hukum rumah sakit dalam pemenuhan
hak pasien tidak dapat dilepaskan dari kewajiban rumah sakit terhadap pasien. Hal
ini diatur dalam UU Kesehatan, UU Rumah Sakit, dan UU Praktik Kedokteran. Saat
pandemi Covid-19 yang dinyatakan sebagai masa kedaruratan kesehatan, berlaku
pula berbagai ketentuan perundang-undangan, seperti: UU Wabah Penyakit
Menular, UU Karantina Kesehatan, Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020
tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) serta Permenkes Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit
dan Kewajiban Pasien. Dalam pelaksanaannya, meningkatnya jumlah kasus
penderita Covid-19 di Indonesia mengakibatkan rumah sakit tidak mampu
menampung pasien yang membutuhkan perawatan, terutama pasien dengan kondisi
berat dan kritis yang membutuhkan ruang perawatan ICU. Dengan tingkat
keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) diatas 85 persen di hampir
semua rumah sakit, maka perlu ada pemahaman dari masyarakat apabila rumah
sakit harus memprioritaskan perawatan kepada pasien dengan kondisi sedang, berat
dan kritis terlebih dahulu. Batapapun pandemi Covid-19 ini telah menimbulkan
dampak pada kualitas pelayanan rumah sakit kepada pasien.
Dengan metode penelitian yuridis normatif dan dukungan kajian empiris, penelitian
dilakukan untuk mengkaji tanggungjawab hukum rumah sakit dalam memenuhi
hak-hak pasien pada saat pandemi Covid-19 ini. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa walaupun ada keterbatasan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
prima kepada pasien, rumah sakit tetap harus menjaga hak keamanan dan
keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Sejalan dengan itu, perlu
dibentuk payung hukum yang dapat menjamin hak tenaga kesehatan dan rumah
sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien di saat pandemi ini, khususnya
perlindungan terhadap norma kerja, norma Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
serta norma jaminan sosial tenaga kerja. Dari segi sarana dan prasarana, pemerintah
perlu memberikan dukungan dengan menambah jumlah rumah sakit darurat untuk
menampung pasien Covid-19 yang diperkirakan masih akan terus meningkat.
Kata kunci: Tanggungjawab hukum, Rumah Sakit, Hak Pasien
iii
ABSTRACT
Normatively, the legal responsibility of the hospital in fulfilling the rights of
patients cannot be separated from the obligations of the hospital to the patient. This
is regulated in the Health Law, the Hospital Law, and the Medical Practice Law.
When the Covid-19 pandemic is declared a period of health emergency, various
statutory provisions also apply, such as: the Infectious Disease Outbreak Law, the
Health Quarantine Law, Presidential Decree No.11 of 2020 concerning the
Determination of the Corona Virus Disease 2019 Public Health Emergency (Covid-
19 ) as well as Permenkes Number 4 of 2018 concerning Hospital Obligations and
Patient Obligations. In its implementation, the increasing number of cases of Covid-
19 sufferers in Indonesia has resulted in hospitals being unable to accommodate
patients who need treatment, especially patients with severe and critical conditions
who need ICU care rooms. With a bed occupancy rate (BOR) above 85 percent in
almost all hospitals, it is necessary to have an understanding from the community
if the hospital must prioritize treatment for patients with moderate, severe and
critical conditions first. Even so, the Covid-19 pandemic has had an impact on the
quality of hospital services to patients.
With the normative juridical research method and the support of empirical studies,
research was conducted to examine the legal responsibility of hospitals in fulfilling
the rights of patients during the Covid-19 pandemic. The results showed that
although there are limitations in providing excellent health services to patients, the
hospital still has to maintain patient safety and security rights while being treated
in the hospital. In line with that, it is necessary to establish a legal umbrella that can
guarantee the rights of health workers and hospitals in providing services to patients
during this pandemic, especially protection of work norms, occupational health and
safety (K3) norms and labor social security norms. In terms of facilities and
infrastructure, the government needs to provide support by increasing the number
of emergency hospitals to accommodate Covid-19 patients, which are estimated to
continue to increase.
Keywords: legal responsibility, hospital, patient rights
1
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai keadilan
di dalam negaranya. Ketentuan telah diatur dengan cukup memadai di dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan amanat
Pasal 28H Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Tidak ada unsur diskriminasi di dalam
memenuhi pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dengan kata lain pelayanan
kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara
bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan,
masyarakat juga memiliki hak asasi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
memadai, atau yang dikenal sebagai Hak Pasien. Hak pasien untuk merahasiakan
kondisi kesehatan pribadinya diatur di dalam-Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Pasal 57 ayat 1 UU Kesehatan
menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya
yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. Namun Pasal
57 ayat 2 lebih lanjut menjelaskan bahwa hak setiap orang atas rahasia kondisi
kesehatan pribadinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam
hal- hal tertentu, seperti a)perintah undang-undang;b)perintah pengadilan;c) izin
yang bersangkutan;d)kepentingan masyarakat; atau e)kepentingan orang tersebut. 1
Wabah Covid-19 telah mendatangkan duka yang mendalam bagi seluruh
dunia. Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan jumlah kasus yang sangat
signifikan di Cina antara akhir Januari 2020 hingga awal Februari 2020. Tanggal
30 Januari 2020 telah terdapat 7.736 kasus di Cina dan 86 kasus lain dilaporkan
dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Srilanka,
Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia,
1 beritasatu.com. 2021. Hak Atas Rahasia Kondisi Kesehatan Pasien Bisa Diabaikan. [online]
Available at: <https://www.beritasatu.com/kesehatan/703957/hak-atas-rahasia-kondisi-
kesehatan-pasien-bisa-diabaikan> [Accessed 15 January 2021].
2
Kanada, Finlandia, Perancis dan Jerman.2Di Indonesia sejak diumumkannya kasus
terkonfirmasi Covid-19 yang pertama oleh Presiden Joko Widodo pada bulan Maret
2020 hingga saat ini jumlah pasien terus meningkat. Pada bulan April 2020,
penyebarannya telah meluas di 34 provinsi di Indonesia. Wilayah DKI Jakarta pun
disebut menjadi episenter penyebaran Covid-19 karena jumlah pasien yang terus
meningkat secara tajam. Masyarakat merasa tidak ada lagi zona aman karena
persebaran Covid-19 yang sangat cepat. Meskipun Pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menekan penyebaran wabah Covid-19,
membludaknya pasien Covid-19 menyebabkan dokter dan sejumlah infrastruktur
Rumah Sakit menjadi kelabakan.3
Perjuangan menyelamatkan bangsa Indonesia dari pandemi Covid-19 masih
belum diketahui kapan akan berakhir dan membutuhkan kerja keras serta kerjasama
dari seluruh masyarakat. Pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tentu
menjadi harapan dan tujuan utama dari pemerintah, masyarakat/pasien, petugas
kesehatan maupun pengelola layanan kesehatan. Pelayanan kesehatan harus
dilaksanakan dengan mengutamakan keselamatan pasien, tenaga kesehatan dan
seluruh karyawan serta pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan di masa adaptasi kebiasaan baru (new normal) akan sangat berbeda
dengan keadaan sebelum pandemi Covid-19. Penyedia layanan kesehatan perlu
menyiapkan prosedur keamanan dan keselamatan yang lebih ketat dengan
menerapkan protokol Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sesuai
denganRumah sakit perlu merencanakan dan melaksanakan cara yang aman dalam
merawat pasien Covid-19, agar tetap dapat memberikan pelayanan kepada pasien
umum dengan risiko penularan seminimal mungkin. Langkah yang diambil oleh
rumah sakit ini disebut sebagai balancing act. Beberapa prosedur di rumah sakit
yang telah mengalami perubahan, antara lain: prosedur penerimaan pasien,
penggunaan masker secara universal, prosedur skrining yang lebih ketat,
2 https //infeksiemerging.kemkes.go.id www.covid19.go.id diunduh tanggal 17 Januari 2020 3 http://journal.umpo.ac.id/index.php/LS/article/view/3101/1596 diunduh pada tanggal 17 Januari
2021
3
pengaturan jadwal kunjungan, pembatasan pengunjung/pendamping pasien bahkan
pemisahan pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19 dan non Covid-19.4
Sejak kasus positif Covid-19 yang meningkat drastis, banyak rumah sakit
yang kewalahan menangani lonjakan pasien yang terinfeksi virus corona. Hal ini
tidak hanya terjadi di Indonesia, namun dialami juga oleh hampir seluruh rumah
sakit di dunia yang mengalami kesulitan baik secara manajemen maupun sarana
prasarana dalam memberikan pelayanan karena jumlah pasien melonjak dalam
waktu singkat. Terlebih Covid-19 merupakan penyakit menular yang beresiko
mematikan jika tidak ditangani dengan baik. Pasien dapat mengalami kegagalan
sistem pernafasan akut dan membutuhkan sarana dan prasarana khusus seperti ICU,
ruangan isolasi khusus, oksigen maupun ventilator. Meningkatnya jumlah pasien
Covid-19 secara tajam jika tidak segera diantisipasi, dapat berdampak pada
ketidakmampuan rumah sakit dalam menampung dan merawat pasien kritis akibat
Covid-19 yang membutuhkan ruang perawatan intensif (ICU) dengan perlengkapan
ventilator. Keadaan ini membawa dampat negatif pada keselamatan pasien, apalagi
jika rumah sakit tidak menegakkan secara ketat rencana penanggulangan bencana
(Hospital Disaster Plan) atau yang disingkat dengan HDP di rumah sakit, yaitu
sebuah mekanisme dan prosedur untuk menghadapi pandemi di layanan rumah
sakit. Kondisi bencana Covid-19 ini telah berdampak pada kualitas dan keamanan
dari pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien. Kesalahan atau
keterlambatan diagnosis penyakit berkontribusi terhadap kematian yang terjadi di
rumah sakit sekitar 10%. Selain itu kegagalan dalam berkomunikasi diantara tenaga
kesehatan dalam memberikan perawatan berkontribusi 70% terhadap insiden yang
menyebabkan pasien meninggal atau menyebabkan pasien mengalami disabilitas.
Pada kondisi pandemi ini, angka-angka tersebut kemungkinan menjadi lebih besar.
Pada dasarnya, keamanan pelayanan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh
kepatuhan petugas kesehatan dan pasien terhadap prosedur, ketersediaan alat
pelindung diri (APD) yang standar, pelatihan yang terstandar, dan pemahaman
petugas kesehatan terhadap protokol penanganan Covid-19. Sedangkan efektifitas
4 https://www.mutupelayanankesehatan.net/19-headline/3542-tingkatkan-mutu-layanan-kesehatan-
selamatkan-bangsa-dari-pandemi-covid-19 diunduh pada tanggal 17 Januari 2021
4
pelayanan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana prasarana, ketepatan
penanganan dan pengobatan untuk kasus Covid-19 yang sangat berkejaran dengan
waktu. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menunjukkan bahwa
ventilator hanya dimiliki oleh 60% rumah sakit di Indonesia. Terbanyak di Jawa
Barat ada sekitar 1.200 unit, sedangkan paling sedikit di Maluku yang hanya
memiliki ventilator sebanyak 22 unit. Jumlah rata-rata ventilator yang tersedia di
setiap rumah sakit pada umumnya hanya sekitar 3-4 unit, dan jumlah ini dinilai
sangat kurang untuk dapat memenuhi lonjakan pasien.5
Selain itu, kekurangan tempat tidur juga dirasakan oleh hampir seluruh
rumah sakit sehingga rumah sakit berupaya untuk memulangkan pasien non-
Covid-19 lebih cepat, yang menyebabkan pergantian tempat tidur yang tinggi.
Meningkatnya jumlah pasien yang keluar rumah sakit lebih dini juga dapat
membahayakan keselamatan pasien.
B. Pembahasan
B.1. Ruang Lingkup Tanggungjawab Hukum Rumah Sakit
Fasilitas rumah sakit sangat berperan dalam mendukung pelayanan kepada
pasien, terutama ditinjau dari sudut6 keamanan pasien. Perlu dipastikan bahwa
selama berada dalam perawatan di rumah sakit, pasien aman dari hal-hal yang
membahayakan dirinya, seperti: resiko jatuh dan bahaya kebakaran.7 Disamping
faktor keamanan pasien, hal lain yang perlu mendapatkan perhatian penuh dari
rumah sakit saat memberikan pelayanan kepada pasien adalah terjaminnya
keselamatan pasien saat berada di dalam lingkungan rumah sakit. Berbagai
ketentuan terkait dengan standar keamanan peralatan, fasilitas bangunan dan
Standar Prosedur Operasional (SOP) perlu dilakukan oleh rumah sakit untuk
memastikan terhindarnya pasien dari hal- hal yang mengancam keselamatannya.
Semuanya itu perlu dijalankan oleh manajemen rumah sakit dalam mewujudkan
tercapainya kepuasan pasien. Namun dalam pelaksanaannya, bagaimana wujud
5 https://fkm.unair.ac.id/mengapa-rumah-sakit-kewalahan-hadapi-pandemi-covid-19-dan-apa-
dampaknya-bagi-keselamatan-pasien/ diunduh pada tanggal 15 Januari 2021 6 Boy Subirosa Sabarguna, Bangunan Rumah Sakit. (Jakarta: Salemba Medika, 2011), hal. 2. 7 Ibid., hal. 2.
5
tanggung jawab hukum Rumah Sakit terhadap pemenuhan hak pasien pada saat
pandemi Covid-19 ini jika ditinjau dari berbagai peraturan perundang-undangan di
bidang kesehatan yang berlaku di Indonesia, perlu mendapatkan pemahaman yang
seimbang, baik dari sudut pandang rumah sakit maupun pasien.
Pada prinsipnya, hak-hak pasien Covid-19, secara umum telah diatur dalam
Pasal 32 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah
Sakit) yang menyatakan bahwa setiap pasien mempunyai hak untuk: a)memperoleh
informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b)memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien; c)memperoleh layanan
yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi; d)memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional; e)memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi; f)mengajukan pengaduan atas kualitas
pelayanan yang didapatkan; g)memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; h)meminta konsultasi
tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin
Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit; h)mendapatkan privasi
dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;i)mendapat
informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
j)memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya; k)didampingi keluarganya
dalam keadaan kritis; l)menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya; m)memperoleh
keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
n)mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
o)menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya; p)menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana; dan r) mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang
6
tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya ruang lingkup perbuatan rumah sakit yang dapat
menimbulkan tanggung jawab keperdataan adalah sebagai berikut:8
1. Wanprestasi yang diatur pada Pasal 1239 KUH Perdata
2. Perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata
3. Kelalaian yang menimbulkan kerugian yang diatur dalam Pasal 1366 KUH
Perdata
Tanggung jawab pidana dalam pelayanan kesehatan oleh rumah sakit yang
terjadi harus diawali dengan adanya bukti kesalahan professional yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan sementara memberikan upaya pelayanan kesehatan di rumah
sakit sehingga pertanggungjawaban pidana dibebankan pada tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan pada waktu melaksanakan tugasnya. Tindak pidana harus
dapat dibuktikan dengan adanya kesalahan profesional. Selanjutnya, tanggung
jawab hukum rumah sakit dalam ruang lingkup hukum administrasi dapat dinilai
dari persyaratan pendirian sampai dengan kegiatan penyelenggaraannya.
Persyaratan tersebut meliputi ketentuan pendirian, sumber daya manusia, sarana,
prasarana, dan sebagainya. Pelanggaran atas tanggung jawab hukum administrasi
tentang penyelenggaraan rumah sakit tersebut akan menimbulkan tanggung jawab
administrasi.9
Tanggung jawab pembangunan kesehatan sesungguhnya bukan hanya
merupakan tanggung jawab Pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab
setiap orang. Setiap orang harus melakukan upaya kesehatan untuk mewujudkan,
mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
memperhatikan fungsi sosial, nilai dan norma agama, sosial budaya, moral dan
etika profesi.
Pasal 57 UU Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang berhak atas rahasia
kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara
8 Yustina, Endang Wahyati, 2012, hlm. 85-88 9 Yustina, Endang Wahyati, 2012, hlm. 95-96
7
pelayanan Kesehatan, namun tidak berlaku dalam hal: a)perintah undang-undang;
b)perintah pengadilan; c)izin yang bersangkutan; d)kepentingan masyarakat; atau
e) kepentingan orang tersebut.
Pada dasarnya, rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.10 Untuk menjamin keselamatan pasien,
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit harus memenuhi persyaratan
standar keselamatan pasien. Standar keselamatan pasien ini dilaksanakan melalui
pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan. Keselamatan pasien dilakukan
dengan identifikasi, penilaian, pengelolaan, pelaporan dan analisa kecelakaan dan
tindak lanjut yang dapat mengurangi bahkan mencegah terjadinya resiko.
Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) menetapkan 7 (tujuh)
Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang dikenal dengan Tujuh (7) Langkah
Menuju Keselamatan Pasien yang dituangkan dalam KPP-RS Nomor 001-VIII-
2005 yaitu membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, memimpin dan
mendukung staf, mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko, mengembangkan
sistem pelaporan, melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien dalam pelayanan,
belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, melakukan
pencegahan terhadap terjadinya cedera melalui sistem keselamatan pasien.11
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk secara berkala
wajib melakukan evaluasi terhadap kegiatan keselamatan pasien yang dilaksanakan
oleh fasilitas pelayanan kesehatannya. Rumah sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
10 UU Rumah Sakit, Pasal 1 butir 1 dan Pasal 3
11 Lumenta, Nico, 2006, Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Arsada Semiloka Nasional Patient Safety, BP UNDIP, Semarang, hlm. 18-20 yang dikutip dari Yustina, Endang
Wahyati, 2012, Mengenal Hukum Rumah Sakit, CV Keni Media, Bandung, hlm. 7
8
Pasal 2 UU Rumah Sakit menyatakan bahwa Rumah Sakit
diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan,
etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
Selanjutnya dalam Pasal 13 UU Rumah Sakit dinyatakan bahwa setiap tenaga
kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika
profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
Secara normatif, tanggungjawab hukum rumah sakit dalam pemenuhan hak
pasien tidak dapat dilepaskan dari kewajiban rumah sakit terhadap pasien. Berbagai
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan, seperti: Undang-undang
Praktik Kedokteran, Undang-undang Kesehatan dan Undang-undang Rumah Sakit
telah mengatur secara memadai. Khususnya pada saat pandemi Covid-19, yang
dinyatakan sebagai masa kedaruratan kesehatan, berlaku pula berbagai ketentuan
perundang-undangan, seperti: UU Wabah Penyakit Menular, UU Karantina
Kesehatan, Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) serta
Permenkes Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban
Pasien. Selain itu terdapat pula Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1501/MENKES/PER/X/2010 terkait dengan penyakit menular yang menimbulkan
wabah. Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Permenkes menyebutkan bahwa: wabah
penyakit menular (wabah) merupakan kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka dan Kejadian Luar Biasa (KLB). Selanjutnya dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus
(Infeksi 2019-nCoV) Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan
Upaya Penanggulangannya menetapkan bahwa infeksi novel coronavirus (infeksi
2019-nCoV) sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan melalui Angka
1 Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan
9
Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disesase 2019 (Covid-19) Sebagai
Bencana Nasional menyatakan bencana nonalam yang diakibatkan oleh penyebaran
Corona Vints Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional.
Pada masa pandemi Covid-19 masing-masing rumah sakit membentuk tim
penanganan Covid-19 dan menjalankan pelayanan medis dengan protokol
kesehatan yang berlaku selama pandemi ini.
Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga mutu dan keselamatan pasien di
tengah keterbatasan rumah sakit di Indonesia terhadap sarana dan prasarana yang
diperlukan dalam pelayanan di era Covid-19. World Health Organization (2018)
mendefinisikan mutu pelayanan kesehatan sebagai pelayanan kesehatan yang
efektif, aman, people-centred, tepat waktu, adil, terintegrasi dan efisien.
Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan menyatakan Telemedicine
adalah pemberian pelayanan Kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan
dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran
informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan
evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk
kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat. Dan pelayanan
telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan, yang selanjutnya disebut
pelayanan telemedicine adalah telemedicine yang dilaksanakan antara fasilitas
pelayanan kesehatan satu dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain berupa
konsultasi untuk menegakkan diagnosis, terapi, dan/atau pencegahan penyakit.
Pelayanan telemedicine dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki surat
izin praktik di Fasyankes penyelenggara. Pelayanan telemedicine terdiri atas
pelayanan a)teleradiologi; b)teleelektrokardiografi; c)teleultrasonografi;
d)telekonsultasi klinis; dan e)pelayanan konsultasi Telemedicine lain sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Persyaratan Fasyankes pemberi konsultasi dan Fasyankes peminta
konsultasi yang menyelenggarakan pelayanan telemedicine harus memenuhi
10
persyaratan yang meliputi sumber daya manusia, sarana, prasarana, peralatan dan
aplikasi.
B.2. Pengaturan Hak Pasien Terkait Dengan Kerahasiaan Pasien
Di dalam Pasal 32 huruf i UU Rumah Sakit menyatakan bahwa setiap pasien
berhak atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang dideritanya hal yang serupa juga
dinyatakan dalam Pasal 57 ayat (1) UU Kesehatan dan Pasal 17 huruf h angka 2
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
bahwa setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan setiap badan publik
dapat membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan
informasi publik, kecuali, salah satunya, mengenai riwayat, kondisi dan perawatan,
pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang, karena bila dibuka dan diberikan
kepada pemohon informasi publik dapat mengungkapkan rahasia pribadi.
Selanjutnya dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran demikian
pula dilanjutkan dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Dalam hal ini Rumah sakit
dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitan
dengan rahasia kedokteran. Jadi berkas rekam medis merupakan rahasia kedokteran
yang memuat identitas pasien positif Covid-19 yang harus disimpan dan dijaga
kerahasiannya oleh rumah sakit.
Berikut ini adalah beberapa hal yang berkaitan dengan perlindungan hukum
terhadap identitas pasien Covid-19:
1. Pasien, termasuk di dalamnya pasien Covid-19, mempunyai hak untuk
mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita, termasuk
data-data medisnya. Identitas pasien Covid-19 merupakan privasi pasien,
sehingga identitas pasien Covid-199 harus dijaga kerahasiaannya. (Pasal 32
huruf i UU Rumah Sakit)
11
2. Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien. Artinya, dokter tidak boleh menyebarkan identitas pasien serta
penyakit pasien, termasuk pasien Covid-19. (Pasal 51 huruf c Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran)
3. Rumah sakit wajib menghormati dan melindungi hak-hak pasien. Apabila
terdapat rumah sakit yang membocorkan data pasien termasuk pasien
Covid-19, rumah sakit tersebut dapat dijatuhi sanksi berupa teguran, teguran
tertulis, denda, bahkan pencabutan izin rumah sakit. (Pasal 29 ayat (2) UU
Rumah Sakit). Tidak sembarang orang bisa mengakses data dan identitas
pasien. Setiap orang yang dengan sengaja mengakses riwayat, kondisi dan
perawatan, pengobatan fisik dan psikis seseorang akan dikenakan sanksi.
(Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik).
Dalam Pasal 57 ayat (2) UU Kesehatan dinyatakan bahwa pengecualian
dalam perlindungan data tersebut, dapat dilakukan salah satunya demi kepentingan
masyarakat, tetapi harus memenuhi prinsip nesesitas dan proporsionalitas yang
harus dilakukan secara ketat dan terbatas. Seluruh penyelenggara layanan kesehatan
untuk menjaga kerahasiaan rekam medik pasien diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis, dalam Pasal 10
ayat (2) menyatakan bahwa membuka riwayat kesehatan memungkinkan terjadi
untuk kepentingan kesehatan, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum,
permintaan pasien sendiri, dan untuk kepentingan penelitian atau pendidikan
sepanjang tidak menyebut identitas pasien.
Hak pasien dalam rahasia kondisi kesehatan pribadi dalam Pasal 57 UU
Kesehatan menyatakan setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan
pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
tetapi tidak berlaku dalam hal: a) perintah undang-undang; b) perintah pengadilan;
c) izin yang bersangkutan; d)kepentingan masyarakat; atau e)kepentingan orang
tersebut.
Pasal 21 dan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular juga menyatakan
12
bahwa: setiap orang berperanserta dalam pelaksanaan upaya penanggulangan
wabah. Peranserta dilakukan dengan a)Memberikan informasi adanya penderita
atau tersangka penderita penyakit wabah; b)Membantu kelancaran pelaksanaan
upaya penanggulangan wabah; c)Menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya
penanggulangan wabah; dan d)Kegiatan lainnya (dapat berupa bantuan tenaga,
keahlian, dana atau bentuk lain
13
Dalam penanganan Covid-19, setiap praktik pengumpulan data pribadi seseorang,
termasuk tracking data lokasi harus dilakukan sesuai dengan prinsip dan hukum
pelindungan data pribadi. Potensi pelanggaran sangat mungkin terjadi dengan
implikasi adanya diskriminasi dan ekslusivitas (pengucilan) terhadap pihak-pihak
yang bersangkutan, termasuk meningkatkan situasi ketakutan berlebih bagi publik.
Sebagai terjadi pada dua kasus pertama positif Covid-19 di Indonesia yang data
pribadinya disebarkan luasnya, justru mengalami diskriminasi dan intimidasi, yang
kemudian berdampak pada keadaan mental kedua pasien tersebut.12
Stigma negatif terhadap penderita Covid-19 berdampak pada upaya penanganan
pandemi terutama dalam upaya tes, telusur, dan tindak lanjut (testing, tracing, dan
treatment/3T). Seluruh dampak stigma negatif itu terjadi lantaran kurangnya
informasi yang diterima masyarakat karena banyaknya berita bohong atau hoaks
yang beredar. Masyarakat diharapkan berempati terhadap pasien Covid-19 yang
harus terisolasi saat menjalani perawatan dan dikucilkan ketika sudah sembuh,
pasien membutuhkan dukungan untuk sembuh dengan tetap berkomunikasi dengan
orang-orang terdekat. Pasalnya, dukungan tersebut sangat berpengaruh pada
kesembuhan pasien.13
Keterbukaan informasi pasien positif Covid-19 masih menjadi pro dan
kontra. Informasi tersebut semula dianggap menganggu privasi pasien dan
berpotensi menimbulkan diskriminasi pada pasien. Namun seiring melonjaknya
jumlah pasien positif, informasi tersebut dirasa perlu sebagai upaya pemutusan
mata rantai penularan virus. Keterbukaan informasi pasien positif Covid-19 dapat
berguna untuk meningkatkan kewaspadaan. Namun, membuka informasi pasien
positif Covid-19 memiliki konsekuensi tersendiri, masih ada orang-orang yang
berada dalam kasus pemantauan ataupun positif Covid-19 yang diperlakukan buruk
dan didiskriminasi di lingkungannya sehingga penyebaran informasi pasien positif
Covid-19 ini harus dilakukan dengan baik dan benar agar tidak menimbulkan
masalah sosial lain. Hasil studi tersebut merekomendasikan bahwa keterbukaan
12 https://elsam.or.id/category/respon-covid19/ 13 https://katadata.co.id/febrinaiskana/berita/5fea15d723867/tes-dan-pelacakan-covid-19-terbentur-
stigma-negatif-di-masyarakat
14
informasi pasien positif Covid-19 perlu dilakukan, namun informasi yang dapat
dibuka sebatas pada riwayat perjalanan 14 hari pasien positif.14
B.3. Keterbatasan Rumah Sakit Dalam Memenuhi Hak Pasien Saat Pandemi
Covid-19
Terkait dengan hak pasien terhadap rumah sakit khususnya di saat pandemi
Covid-19 ini, perlu dimaknai sebagai adanya keterbatasan rumah sakit jika belum
dapat memenuhinya secara optimal, diantaranya adalah: keterbatasan kapasitas
tempat tidur di rumah sakit untuk menampung pasien Covid-19.
Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia terus terjadi. Sistem dan layanan
kesehatan di Indonesia, seperti rumah sakit menghadapi tantangan besar ketika
penanganan pandemi Covid-19 tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
Pada awal bulan Januari 2021, rata-rata kasus harian di Indonesia sudah
sekitar tujuh ribu kasus. Setiap harinya ada lebih dari 200 orang di Indonesia yang
meninggal dunia akibat Covid-19. Sungguh sangat memprihatinkan.15
Padahal, jumlah testing Indonesia masih jauh di bawah standar WHO yang
mencapai 38.500 per hari. Penerapan tracing Indonesia juga sangat rendah, dapat
dikatakan bahwa setiap satu orang positif hanya dua orang yang dilacak, sedangkan
standar WHO minimal 30 orang. Jadi sangat mungkin, apabila jumlah testing dan
tracing ditingkatkan, akan lebih banyak kasus Covid-19 yang terungkap. Menurut
Dewi Nur Aisyah, bertambahnya jumlah kasus Covid-19 akhirnya mempengaruhi
fatalitas. Sebab, fatalitas akan bergantung dari kapasitas pelayanan kesehatan dan
akan berpengaruh dari orang serta pasien yang terinfeksi.16
Idealnya rumah sakit harus tetap punya ruang, mengingat standar WHO
untuk Bed Occupancy Ratio (BOR) yakni salah satu indikator yang
menggambarkan tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit
adalah 60 persen. Kalau sekarang kondisinya, sudah terisi 80 persen, bahkan ada
14 http://lipi.go.id/berita/Temuan-Survei-Keterbukaan-Informasi-Pasien-Positif-COVID-19/21983 15 https://www.cnbcindonesia.com/news/20210108121412-4-214463/rumah-sakit-penuh-pasien-
covid-19-sulit-dapat-perawatan diunduh tanggal 23 Januari 2021 16 https://nasional.kompas.com/read/2020/11/04/14540391/satgas-covid-19-perlu-waktu-14-hari-
pastikan-dampak-libur-panjang diunduh pada tanggal 22 Januari 2021
15
ICU di beberapa rumah sakit sudah mencapai 100 persen. Rata-rata nasional BOR
dari rumah sakit di Indonesia masih sekitar 60 persen, tapi di beberapa rumah sakit
tingkat hunian kamar rawat inap (BOR) nya sudah lebih dari 70 persen sehingga
rumah sakit sudah tidak dapat menerima pasien baru lagi. 17
Belakangan, sejumlah pemerintah daerah berinisiatif membuat Rumah Sakit
Darurat, karena lonjakan kasus Covid-19.18 Pembuatan RS Darurat memang
menjadi inisiatif dari pemerintah daerah masing-masing. Namun munculnya RS
Darurat ini dapat menjadi indikator dari semakin meluasnya penularan Covid-19
dalam masyarakat. Rumah Sakit Darurat awalnya didirikan untuk merawat pasien
yang positif menderita Covid-19 dengan gejala ringan dan sedang tapi ke arah
ringan. Namun seiring berjalannya waktu, Rumah Sakit Darurat akhirnya diisi juga
oleh pasien Covid-19 tanpa gejala yang ingin melakukan isolasi mandiri. Kehadiran
RS Darurat menjadi penting dalam penanganan pandemi ini, demi untuk
menghindari penumpukan pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan. Karena sifatnya
sebagai tempat isolasi, maka Rmah Sakit Darurat tidak dilengkapi dengan intensif
care unit dalam penanganannya.
Perubahan kebiasaan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan
serta untuk menanggapi kekawatiran masyarakat untuk datang ke rumah sakit
sementara mereka membutuhkan pelayanan kesehatan rumah sakit memberikan
pelayanan dengan telemedicine. Berbagai inovasi di tingkat kesehatan primer dan
rujukan melalui inovasi sosial maupun pemanfaatan teknologi seperti
pengembangan telemedicine dan rumah sakit virtual Covid akan membantu
menetapkan skala prioritas penanganan pasien.19 Hal ini didukung oleh Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) dengan mengeluarkan Peraturan Nomor 74 Tahun
2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran melalui telemedicine
17 https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/05/135644665/kasus-covid-19-terus-bertambah-
bagaimana-situasi-terkini-rs-di-indonesia?page=all diunduh tanggal 23 Januari 2021
18 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5ea2a34d40867/aspek-hukum-
pembangunan-rs-darurat-di-pulau-galang/ diunduh tanggal 23 Januari 2021
19 RS dalam Kondisi Genting, Keselamatan Pasien COVID-19 dan Penyakit Lain Terancam - Health
Liputan6.com
16
pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia untuk menjadi acuan bagi tenaga medis
dalam praktek pelayanan telemedicine di fasilitas pelayanan kesehatan.20
Dengan telemedicine pasien dan keluarga tidak harus datang ke Rumah
Sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan sehingga mereka dapat terhindar dari
potensi terpapar penyakit menular sebagaimana mungkin terjadi apabila mereka
datang ke Rumah Sakit. Rumah sakit dapat melakukan inovasi dengan
melaksanakan acara seminar awam secara online mengenai sesuatu penyakit dan
sekaligus mempromosikan fasilitas atau alat medis canggih apa yang dipunya
rumah sakit. Perlu dilakukan pencegahan penularan kepada dokter dan tenaga
kesehatan di rumah sakit, serta pasien yang berkunjung ke rumah sakit. Imbauan
tersebut antara lain:21
1. Rumah sakit memberikan pelayanan pada pasien Covid-19 dan melengkapi
semua kelengkapan penanganan kasus Covid-19 serta alat pelindung diri
(APD). Hal ini berlaku bagi semua petugas Kesehatan sesuai kriteria
masing-masing ruang pelayanan/risiko pelayanan.
2. Rumah sakit menunda pelayanan elektif, dengan tetap memberikan
pelayanan yang bersifat gawat darurat dan membutuhkan perawatan segera
untuk penyakit-penyakit selain Covid-19.
3. Mengembangkan pelayanan jarak jauh (telemedicine) atau aplikasi online
lainnya dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan keluarga pasien
yang memerlukan.
4. Dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang berusia di atas 60 tahun dan
memiliki penyakit penyerta, dianjurkan untuk bekerja di rumah dengan
memanfaatkan fasilitas teknologi informasi (telemedicine).
5. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan pemantauan
terhadap pelaksanaan pelayanan rumah sakit agar berjalan sesuai dengan
kondisi masing-masing.
20 www.yankes.kemkes.go.id/read/132/strategi-rumah-sakit-di-masa-pandemi-covid-19 21 https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20200416/0033691/pelayanan-rutin-rumah-
sakit-selama-masa-pandemi-covid-19/
17
Berbagai perubahan telah dilakukan oleh Rumah Sakit untuk dapat
memenuhi dan meningkatkan keselamatan pasien selama memberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dimasa pandemic Covid-19. Kerjasama dari
masyarakat dan pasien beserta pendamping pasien juga sangat dibutuhkan untuk
menaati protokol kesehatan demi keselamatan semua pihak.
18
C. Kesimpulan
Kesimpulan berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Secara normatif, tanggungjawab hukum rumah sakit dalam pemenuhan hak
pasien tidak dapat dilepaskan dari kewajiban rumah sakit terhadap pasien.
Kewajiban rumah sakit telah diatur secara memadai dalam berbagai peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan, seperti: Undang-undang Praktik
Kedokteran, Undang-undang Kesehatan dan Undang-undang Rumah Sakit.
Khusus untuk menyikapi pandemi Covid-19, yang dinyatakan sebagai masa
kedaruratan kesehatan, berlaku pula berbagai ketentuan perundang-undangan
lain, seperti UU Wabah Penyakit Menular, UU Karantina Kesehatan,
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Permenkes
Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien.
Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut merupakan landasan bagi
pemerintah untuk mengatasi wabah pandemi Covid-19 di Indonesia.
Masalahnya, kewajiban rumah sakit dalam menjaga hak pasien pada saat
pandemi ini tidak sepenuhnya dapat dipenuhi, terutama hak atas privasi pasien.
Pasal 57 ayat (2) UU Kesehatan mengatur ketentuan khusus bahwa hak atas
rahasia kondisi kesehatan pasien tidak berlaku dalam hal adanya perintah
undang-undang, perintah pengadilan, izin yang bersangkutan, kepentingan
masyarakat, atau kepentingan orang tersebut. Atas dasar ketentuan itu,
kewajiban rumah sakit untuk menjaga kerahasiaan privasi dimungkinkan untuk
dilepaskan pada situasi darurat kesehatan, seperti saat pandemi Covid- 19 ini
untuk kepentingan yang sangat mendesak dan demi kepentingan orang banyak,
seperti untuk tujuan pelacakan (tracking) dan penelusuran (tracing) yang
dibutuhkan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Meskipun demikian
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tenaga kesehatan maupun rumah sakit
tetap tidak dimungkinkan untuk membuka riwayat penyakit, kondisi perawatan
dan pengobatan, kesehatan fisik serta psikis dari pasien. Pada saat pandemi
Covid-19 ini, rumah sakit juga mengalami kendala dalam memberikan
19
pelayanan yang bermutu serta prima kepada pasien. Lonjakan kasus penderita
Covid-19 menyebabkan rumah sakit kewalahan dalam menampung pasien
yang tentunya berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan. Betapapun,
tanggung jawab hukum rumah sakit kepada pasien terutama ditujukan pada
kewajiban rumah sakit untuk menjaga hak keamanan dan keselamatan pasien.
Namun, dengan semua keterbatasan pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan serta rumah sakit kepada pasien pada saat pandemi Covid-19 ini,
maka tenaga kesehatan dan rumah sakit membutuhkan payung hukum untuk
menjamin hak tenaga kesehatan dan rumah sakit dalam memberikan pelayanan
kepada pasien, khususnya perlindungan terhadap norma kerja, norma
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta norma jaminan sosial tenaga
kerja.
2. Lonjakan kasus penderita Covid-19 di Indonesia mengakibatkan hampir semua
rumah sakit tidak mampu menampung pasien yang membutuhkan perawatan,
terutama pasien dengan kondisi berat dan kritis yang membutuhkan ruang
perawatan ICU. Dengan tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy
Rate (BOR) diatas 85 persen di hampir semua rumah sakit, maka harus diakui
bahwa rumah sakit harus memprioritaskan perawatan kepada pasien dengan
kondisi sedang, berat dan kritis terlebih dahulu dibandingkan dengan pasien
positif Covid-19 yang tidak menunjukkan gejala atau bergejala ringan. Yang
pasti, kondisi pandemi Covid-19 ini telah menimbulkan dampak serius pada
kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien. Dalam
kaitan ini, meskipun rumah sakit memiliki keterbatasan dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang prima kepada masyarakat, pihak rumah sakit tetap
harus menjaga hak keamanan dan keselamatan selama pasien dirawat di rumah
sakit. Tingginya risiko tenaga kesehatan dan manajemen rumah sakit dalam
memberikan pelayanan kepada pasien, membutuhkan dukungan pemerintah
dalam penyediaan sarana dan prasarana, seperti menambah jumlah rumah sakit
darurat untuk menampung pasien Covid-19 yang diperkirakan masih akan
terus meningkat. Dengan demikian, rumah sakit yang ada saat ini tidak
20
memiliki beban yang terlalu berlebih dalam menampung peningkatan jumlah
pasien Covid-19 yang dirujuk untuk dirawat di rumah sakit.
Sehubungan dengan pokok-pokok kesimpulan, terdapat beberapa saran sebagai
berikut:
a. Disarankan kepada pemerintah untuk membentuk payung hukum yang dapat
menjamin hak tenaga kesehatan dan rumah sakit dalam memberikan pelayanan
kepada pasien di saat pandemi Covid-19 ini, khususnya perlindungan terhadap
norma kerja, norma Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta norma
jaminan sosial tenaga kerja. Hal ini penting agar para tenaga kesehatan dan
rumah sakit sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan dapat memiliki
rasa aman dalam memberikan pelayanan perawatan dan pengobatan kepada
pasien. Tanggungjawab hukum rumah sakit terhadap pemenuhan hak pasien
perlu didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai, serta
menjamin kemanfaatan dan kepastian hukum.
b. Pemerintah disarankan dapat secara optimal mendukung penyediaan sarana
dan prasarana, seperti menambah jumlah rumah sakit darurat untuk
menampung pasien Covid-19 yang diperkirakan masih akan terus meningkat
mengingat saat ini tingkat keterisian tempat tidur di hampir semua rumah sakit
sudah melebihi kapasitas. Rumah sakit sudah tidak mampu lagi menampung
pasien yang membutuhkan perawatan, terutama pasien dengan kondisi berat
dan kritis yang membutuhkan ruang perawatan ICU. Selain itu, pada rumah
sakit rujukan Covid-19 juga diperlukan dukungan sarana dan prasarana dari
pemerintah untuk melengkapi fasilitas yang sangat dibutuhkan untuk
melindungi keselamatan para tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kepada pasien dan juga fasilitas pendukung lainnya yang dapat menunjang
pelayanan optimal kepada penderita Covid-19.
xiii
A. Buku
Achadiat , Chrisdiono, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran, Jakarta: EGC, 2006
Adikoesoemo, Suparto, Manajemen Rumah Sakit, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1995
Agustina, Rosa, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
American College of Legal Medicine, The Medical Malpractice Survival
Handbook, Mosby: Elsevier, 2007
Ayuningtyas, Dumilah, Kebijakan Kesehatan Prinsip Dan Praktik, Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2014
Badrulzaman, Mariam Darus, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo,
Faturrahman Djamil dan Tryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001
Burton, Steven J., Andersen, Eric G., Contractual Good Faith (Formation,
Performance, Breach, Enforcement), Boston, New York, Toronto, London:
Little, Brown, and Company, 1995
Budianto, Agus dan Gwendolyn Utama, Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan Dalam
Perspektif Perlindungan Pasien, Jakarta: Karya Putra Darwati, 2010
Friedman, Lawrence, American Law, London: W.W. Norton & Company, 1984
Fuller, Lon L., The Morality Of Law, Fredericksburg, Virginia: Yale University,
1964
Guwandi, Dugaan Malpraktek Medik & Draft RPP: Perjanjian Terapetik antara
Dokter dan Pasien, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006
Guwandi, Sekitar Gugatan Malpraktek Medik, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010
Guwandi, Hukum Rumah Sakit & Corporate Liability, Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2011
Haeck, Phill, dan Mark Gourney, Risk, Liability and Malpractice (British Library
Catalouging in Publication Data : Elsevier Saunders), 2011
Is, Sadi, Muhamad, Etika Hukum Kesehatan (Teori dan Aplikasinya di Indonesia),
Jakarta: Kencana, 2015
xiv
Julianta, Eka, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik, Bandung: Karya Putra
Darwati, 2012
Kansil C.S.T., et al, Kamus Istilah Aneka Hukum, Jakarta: Jalan Permata, 2009
Kanter E.Y., Sianturi S.R., Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, 2012
Kerbala, Husein, Segi- segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1993
Koeswadji, Hermien Hadiati, Hukum untuk Perumahsakitan,Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2002
Lumenta, Benyamin, Dokter, Citra, Peran dan Fungsi, Yogyakarta: Kanisius, 1989
Mangesti, Yovita dan Bernard Tanya, Moralitas Hukum, Yogyakarta: Genta
Publishing, 2014
Moeleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1990
Mohammad, K, Manajemen Pemasaran Untuk Rumah Sakit. (B. Hartono, Trans.)
Jakarta, 2010
Morgan, Derek, Issues in Medical Law and Ethics, London, Sydney: Cavendish
Publishing Limited, 2001
Nasution, Bahder Johan, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter,Jakarta:
Rineka Cipta, 2013
Notoatmodjo, Soekidjo, Etika & Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Ohoiwutun, Triana Y.A, Profesi Dokter dan Visum ET Repertum (Penegakan
Hukum dan Permasalahannya), Malang: Dioma, 2006
Ohoiwutun, Triana, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, Malang: Bayumedia
Publishing, 2007
Ratman, Desriza, Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktek Kedokteran dan
Malpraktek Medik (Dalam Bentuk Tanya-Jawab), Bandung: Keni Media,
2014
Rawls, John Borden, A Theory of Justice, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006
Sabarguna, Boy S., Asuransi Kesehatan Perspektif Rumah Sakit. Jakarta: UI Press,
2012
xv
Sabarguna, Boy S., Buku Pegangan Mahasiswa Manajemen Rumah Sakit, Jakarta:
Sagung Seto, 2009
Salim, HS dan Erlies Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi
Dan Tesis, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014
Satrianegara, Fais, Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Jakarta:
Salemba Medika, 2014
Sciortiono, R, Manajemen Pemasaran Untuk Rumah Sakit. Jakarta, 2010
Siswati, Sri, Etika dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang- Undang
Kesehatan, Jakarta: Rajawali Pers, 2013
Sjahdeini, S Remi, Hukum Kesehatan Tentang Hukum Malpraktik Tenaga Medis,
Bogor: IPB Press, 2020
Soekanto, Soerjono, Aspek Hukum Kesehatan, Jakarta, Ind- Hill-Co, 1989
Soetrisno, S., Malpraktek Medik & Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Tangerang: Telaga Ilmu Indonesia, 2010
Suryadhimirtha, Rinanto, Hukum Malpraktik Kedokteran, Yogyakarta, Total
Media, 2011
Sutarno, Hukum Kesehatan: Eutanasia, Keadilan dan Hukum Positif di Indonesia,
Malang: Setara Press, 2014
Syahrani, Riduan, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni,
2013
Syahrani, Riduan, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni,
2013
Wacks, Raymond, Phylosophy of Law, A Very Short Introduction, UK: Oxford
University Press, 2014
Wibowo, D, Meningkatkan Peran RS Swasta Dalam JKN Kedepan. Seminar
Nasional XIII (p. 8). Jakarta: PERSI, 2014
Wulf MD, Hendrik R., et al, Filsafat Kedokteran (Suatu Pengantar), diterjemahkan
oleh: Saut Pasaribu, Yogyakarta: Pallmal, 2015
B. JURNAL ILMIAH
xvi
Alwy, Sabir, Tanggung Jawab Hukum Dalam Pengelolaan Rumah Sakit,
disampaikan dalam Seminar MKDKI berjudul Aspek Hukum Dalam
Pengelolaan Rumah Sakit, di Central Hotel, Jakarta, 12 November 2014
Bryden, Daniele, Duty of care and medical negligence, Oxford Journals Medicine
& Health on behalf of the British Journal of Anaesthesia, Vol. 11 Issue 4,
2011
Budianto, Agus, Kasus Malpraktek Antara Penegakan Hukum Dengan Rasa
Keadilan Masyarakat, Medicinus, Vol. 3 No. 1 Februari 2009 – Mei 2009
Nemie, Puteri, The Medical Profession, Societal Demands and Developing Legal
Standards, Malayan Journal Articles, 2014, Volume 5
Reksoprodjo, M, Rumah Sakit dan Perusahaan Asuransi. Seminar Nasional VIII (p.
5). Jakarta: PERSI, 2007
C. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Republik Indonesia, Undang- Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU
Nomor 8 Tahun 2009, LN Nomor 42 Tahun 2009, TLN Nomor 3821
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kesehatan, UU Nomor 36 Tahun
2009, LN Nomor 144 Tahun 2009, TLN Nomor 5063
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 29
Tahun 2004, LN Nomor 116 Tahun 2004, TLN Nomor 4431
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Rumah Sakit, UU Nomor 44 Tahun
2009, LN Nomor 153 Tahun 2009, TLN Nomor 5072
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 36
Tahun 2014, LN Nomor 298 Tahun 2014, TLN Nomor 5607
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia
Kedokteran
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi
di Pengadilan
xvii
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 15/KKI/PER/VIII/2006
D. SURAT KABAR
Harian Media Indonesia, Tanggapan Manajemen RS. Yadika Pondok Bambu,
11 Juli 2015 hal. 7
E. WEBSITE
FY Frederiks BJ Legemaate J Alhafaji http://europepmc.org/abstract/
MED/19705640, B Vrije Universiteit Medical Center, Department Public and
Occupational Health, EMGO Institute, Amsterdam, Medicine and law, 2009,
28 (2): page 241-255
Nasser, Muhammad, Sengketa Medis Dalam Pelayanan Kesehatan,Yogyakarta,
Annual Scientific Meeting UGM, 3 Maret 2011
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/file/2011
(Diakses 27 Agustus 2015)
Radbruch, Gustav, “Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan”, www.indo-
blogspot.com/2011 (Diakses 28 Mei 2015)
Kronologi Kasus Prita Mulyasari, tanggal 3 Juni 2009 (Diakses 29 Juni 2015)
www.kompasiana.com, Baca pula www.republika.co.id Giliran Prita Gugat
RS. Omni Rp. 1 Triliun, tanggal 27 April 2015 (Diakses 29 Juni 2015);
www.bbc.com/indonesia Koin Prita Untuk Korban
beritasatu.com. 2021. Hak Atas Rahasia Kondisi Kesehatan Pasien Bisa Diabaikan.
[online] Available at: <https://www.beritasatu.com/kesehatan/703957/hak-
atas-rahasia-kondisi-kesehatan-pasien-bisa-diabaikan> [Accessed 15
January 2021].
https //infeksiemerging.kemkes.go.id www.covid19.go.id diunduh tanggal 17
Januari 2020
https://nasional.kompas.com/read/2021/01/17/15264691/update-17-januari-
tambah-11287-kini-ada-907929-kasus-covid-19-di-indonesia diunduh
tanggal 17 Jamuari 2021
xviii
http://journal.umpo.ac.id/index.php/LS/article/view/3101/1596 diunduh pada
tanggal 17 Januari 2021
19%SIMILARITY INDEX
12%INTERNET SOURCES
6%PUBLICATIONS
4%STUDENT PAPERS
1 1%
2 1%
3 1%
4 1%
5 <1%
6 <1%
7 <1%
Similarity Luaran Penelitian LPPM RS Final 09 Feb 21ORIGINALITY REPORT
PRIMARY SOURCES
Khirjan Nahdi, Sandy Ramdhani, Riyana RizkiYuliatin, Yul Alfian Hadi. "ImplementasiPembelajaran pada Masa Lockdown bagiLembaga PAUD di Kabupaten Lombok Timur",Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak UsiaDini, 2020Publication
Submitted to Universitas Negeri JakartaStudent Paper
Submitted to Asia e UniversityStudent Paper
id.berita.yahoo.comInternet Source
Submitted to Auburn University - Liberal ArtsStudent Paper
Submitted to University of SouthamptonStudent Paper
Z Zulisda. "Karakteristik kasus covid-19 klasterreaktif di lokasi non fasilitas kesehatan (Wisma
8 <1%
9 <1%
10 <1%
11 <1%
12 <1%
13 <1%
Asrama Haji)", Wellness And Healthy Magazine,2020Publication
Hafrida Hafrida, Helmi Helmi, Retno Kusniati."Health Workers' Legal Protection Policy to theCoronavirus Disease 19 (Covid-19)Containment Measures", Fiat Justisia: JurnalIlmu Hukum, 2021Publication
www.bangkalankab.go.idInternet Source
Akhmad Sapri. "Tanggung Gugat PerawatAsisten Operator Bedah dalam MenjalankanProfesinya di Kamar Operasi (Studi di RumahSakit Umum Daerah H.Abdul Moeloek ProvinsiLampung)", Cepalo, 2019Publication
jnc.stikesmaharani.ac.idInternet Source
Hidayati Mukhtar, Nurmaimun Nurmaimun,Jasrida Yunita, Asfeni Asfeni, Henni Djuhaeni."Analisis Pengelolaan Linen di Instalasi LaundryRumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru Tahun2018", Jurnal Kesehatan Komunitas, 2019Publication
media.neliti.comInternet Source
14 <1%
15 <1%
16 <1%
17 <1%
18 <1%
19 <1%
20 <1%
21 <1%
22 <1%
23 <1%
journal.fh.unsri.ac.idInternet Source
geotimes.co.idInternet Source
nolvian-midwifery.blogspot.comInternet Source
123dok.comInternet Source
Baiq Setiani. "Pertanggungjawaban HukumPerawat Dalam Hal Pemenuhan Kewajiban danKode Etik Dalam Praktik Keperawatan", JurnalIlmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 2018Publication
andalannews.comInternet Source
Submitted to Universitas MuhammadiyahSurakartaStudent Paper
digilib.uinsby.ac.idInternet Source
Submitted to Universitas NasionalStudent Paper
library.palcomtech.comInternet Source
24 <1%
25 <1%
26 <1%
27 <1%
28 <1%
29 <1%
30 <1%
balkisanugrahsari.blogspot.comInternet Source
brainly.co.idInternet Source
Achmad Fikri Rasyidi. "LEGALITAS PENYIDIKSEBAGAI SAKSI DALAM PEMERIKSAANPERSIDANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA(ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAMPUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 454K/PID.SUS/2011, 1531 K/PID.SUS/2010, DAN2588 K/PID.SUS/2010)", Jurnal PenelitianHukum De Jure, 2017Publication
Eko Noer Kristiyanto. "Urgensi KeterbukaanInformasi dalam Penyelenggaraan PelayananPublik (Urgency of Disclosure of InformationinThe Implementation of Public Service)", JurnalPenelitian Hukum De Jure, 2016Publication
journal.uinjkt.ac.idInternet Source
www.portalkaltara.comInternet Source
lib.ui.ac.idInternet Source
31 <1%
32 <1%
33 <1%
34 <1%
35 <1%
36 <1%
37 <1%
38 <1%
39 <1%
Henry Donald, Jamilus Jamilus. "Quo VadisResi Gudang Surat Berharga Jaminan Kredit",Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 2019Publication
law.uph.ac.idInternet Source
republika.co.idInternet Source
Faisal Riza, Zainuddin Zainuddin. "PemenuhanHak Masyarakat Nelayan di Masa PandemiCorona Virus Disease 2019 (COVID-19)", JurnalPenelitian Hukum De Jure, 2020Publication
Submitted to Sekolah Global JayaStudent Paper
fmi.or.idInternet Source
www.nerc.comInternet Source
jurnal.unswagati.ac.idInternet Source
Indah Puspasari Kiay Demak, Diah Mutiarasari,Elli Yane Bangkele. "Does the Payment MethodAffect Patient Satisfaction? An Analytical Studyin 10 Hospitals in Central Sulawesi", Global
40 <1%
41 <1%
42 <1%
43 <1%
44 <1%
45 <1%
46 <1%
47 <1%
48 <1%
Journal of Health Science, 2019Publication
denverteachers.orgInternet Source
Elias Zadrack Leasa. "Eksistensi AncamanPidana Mati Dalam Tindak Pidana Korupsi PadaMasa Pandemik Covid-19", Jurnal Belo, 2020Publication
uyunariasalsaputri.blogspot.comInternet Source
www.ci.damascus.or.usInternet Source
jih.fh.unsoed.ac.idInternet Source
repository.upstegal.ac.idInternet Source
eventsportsid.wordpress.comInternet Source
www.countyofnapa.orgInternet Source
Muhammad Alvi Syahrin. "Menakar KedaulatanNegara dalam Perspektif Keimigrasian", JurnalPenelitian Hukum De Jure, 2018Publication
ejournal3.undip.ac.id
49 <1%
50 <1%
51 <1%
52 <1%
53 <1%
54 <1%
55 <1%
56 <1%
Internet Source
Submitted to University of New EnglandStudent Paper
medukdw17.blogspot.comInternet Source
Hanoch Dagan. "Bibliography", CambridgeUniversity Press (CUP), 2004Publication
César Lares dos Santos, Rosa Henriques deGouveia, Duarte Nuno Vieira. "Unusual case ofa fatal upper esophageal trauma caused by atoothpick", Journal of Forensic and LegalMedicine, 2019Publication
Yiska Marva Rohi, Thea Yori Mataheru, EvitaMonica Chrysan. "Penyebaran Jawaban UjianNasional Tahun 2014 di Satuan PendidikanDitinjau dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik",DIVERSI : Jurnal Hukum, 2020Publication
doku.pubInternet Source
repository.unika.ac.idInternet Source
57 <1%
58 <1%
59 <1%
60 <1%
61 <1%
62 <1%
63 <1%
64 <1%
65 <1%
66 <1%
67 <1%
www.kompas.comInternet Source
Mohamad Intan Sabrina, Irma Ruslina Defi."Telemedicine Guidelines in South East Asia—AScoping Review", Frontiers in Neurology, 2021Publication
nasional.kompas.comInternet Source
kesga.kemkes.go.idInternet Source
jurnal.untad.ac.idInternet Source
www.batamnews.co.idInternet Source
repository.uph.eduInternet Source
irep.iium.edu.myInternet Source
journals.ums.ac.idInternet Source
gencil.newsInternet Source
journal.unair.ac.idInternet Source
68 <1%
69 <1%
70 <1%
71 <1%
72 <1%
73 <1%
74 <1%
75 <1%
76 <1%
Exclude quotes On
Exclude bibliography On
Exclude matches < 10 words
iqra.idInternet Source
repositori.uin-alauddin.ac.idInternet Source
laboratoriumstudial-quran.blogspot.comInternet Source
www.danandmary.comInternet Source
repository.uinsu.ac.idInternet Source
smartplusconsulting.comInternet Source
ejurnal.mithus.ac.idInternet Source
jurnal.unimed.ac.idInternet Source
www.southislandmsa.caInternet Source