Jurnal FMEA
-
Upload
feri-guna-wiyono -
Category
Documents
-
view
80 -
download
1
Transcript of Jurnal FMEA
-
Perbaikan Proses Produksi Muffler Dengan Metode FMEA (Rachmat Firdaus,ST.,MT
Pada industri kecil di Sidoarjo Tedjo Sukmono,ST.MT, Ali Akbar,ST)
TEKNOLOJIA Vol. 5 Page 83
Perbaikan Proses Produksi Muffler Dengan Metode FMEA
Pada industri kecil di Sidoarjo
Rachmat Firdaus,ST.,MT1, Tedjo Sukmono,ST.MT
2, Ali Akbar,ST
3
1,3 Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
2 Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
ABSTRAK
Muffler adalah alat peredam kebisingan juga berfungsi sebagai asesoris pada kendaraan. Kendala utama
proses produksi muffler adalah masih tingginya produk cacat yang dihasilkan sebesar 8% dari keseluruhan part
yang dihasilkan.. Untuk meminimalkan produk cacat diterapkan metode FMEA (Failure Modes Effect Analisys )
pada seluruh proses produksinya. FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan
mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode) dengan sekala prioritas. Hasil akhir dari FMEA
adalah Risk Priority Number(RPN) atau angka resiko prioritas. RPN dihitung berdasarkan perkalian antara
tiga peringkat kwantitatif yaitu efek/pengaruh, penyebab, dan deteksi pada setiap proses. Kemudian diurutkan
mulai rating tertinggi, serta tindakan yang disarankan untuk perbaikan. Hasil penerapan FMEA ini menunjukkan
nilai RPN tertinggi pada proses plong dengan nilai RPN sebesar 80 kemudian disusul dengan proses nozzle
forming dengan nilai RPN 64 dan yang terkecil pada proses finishing dengan nilai RPN 1. Tindakan yang
diambil adalah memodifikasi alat plong dan dihitung kembali nilai RPN masing-masing proses. Setelah dihitung
RPN tertinggi adalah proses nozzle forming sebesar 64. Dan ini dilakukan secara terus menerus sehingga nilai
RPN masing masing menjadi kecil dan produk cacat dapat diminimalkan.
Kata kunci: FMEA, RPN, produksi muffler
ABSTRACT
Muffler is a noise reducer tool also serves as an accessory on the vehicle. The main obstacle muffler
production process is still high defective products produced by 8% of total parts produced. To minimize the
defective product applied FMEA method (Failure Modes Effect ANALISYS) on the entire production process.
FMEA is "a structured procedure to identify and prevent as much as possible failure modes (failure modes) with
the scale of priority". The end result of the FMEA is a "Risk Priority Number" (RPN) or risk priority number.
RPN is calculated by multiplying the three quantitative ranking of the effects / influences causes and detection at
each process. Then sorted began the highest rating, and suggested actions for improvement. The results
demonstrate the application of FMEA is the highest RPN values in the process of punch hole with RPN value of
80 was followed by the process of forming the nozzle with the NDP 64 and the smallest in the process of
finishing with a value of RPN 1. The action taken is to modify the punch hole and recalculated the value of
individual RPN each process. Having calculated the highest RPN is the process of forming Nozzle by 64. And
this is done continuously so that the value of RPN each becomes small and defective products can be minimized.
Key words: FMEA, RPN, muffler production
-
Perbaikan Proses Produksi Muffler Dengan Metode FMEA (Rachmat Firdaus,ST.,MT
Pada industri kecil di Sidoarjo Tedjo Sukmono,ST.MT, Ali Akbar,ST)
TEKNOLOJIA Vol. 5 Page 84
1. Pendahuluan
Muffler selain sebagai peredam kebisingan juga
sebagai asesoris pada kendaraan. Sehingga produsen
muffler berlomba dalam performance dan model
pada desain produknya. Salah satunya adalah
pengrajin muffler di Sidoarjo dimana Proses
produksi muffler dilaksanakan secara sederhana
dengan penerapan teknologi dan peralatan yang
sederhana pula. Seiring tumbuhnya permintaan pasar
baik jumlah maupun kualitas produk yang tinggi
para pengrajin harus bisa memenuhi tuntutan
tersebut. Kendala utama para pengrajin muffler
adalah masih tingginya produk cacat yang dihasilkan
sebesar 8% dari keseluruhan part yang dihasilkan.
Salah satunya adalah meminimalkan produk cacat
dari produk muffler yang dihasilkan.
Untuk meminimalkan produk cacat para
pengrajin menerapkan metode FMEA (Failure
Modes Effect Analisys ) pada seluruh proses
produksinya. FMEA adalah suatu prosedur
terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah
sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode)
dengan sekala prioritas. Hasil akhir dari FMEA
adalah Risk Priority Number(RPN) atau angka
resiko prioritas. RPN adalah nilai yang dihitung
berdasarkan informasi yang diperoleh berkaitan
dengan Potential Failure Modes, Effect dan
Detection. RPN dihitung berdasarkan perkalian
antara tiga peringkat kwantitatif yaitu
efek/pengaruh, penyebab, dan deteksi pada setiap
proses atau dikenal dengan perkalian S, O, D
(severity, occurance, detection). Kemudian
diurutkan mulai rating tertinggi, serta tindakan yang
disarankan untuk perbaikan.
Tujuan pengrajin penerapan metode FMEA
pada setiap prsoes pembuatan muffler ini adalah
untuk Meningkatkan Kualitas, Keandalan, dan
safety dari product dan proses dalam arti
proaktive.
Membantu untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan (customer satisfaction).
Mengurangi biaya dan mempercepat proses
produksi.
Mengurangi resiko dengan melakukan
dokumentasi dan tracebility.
Mengidentifikasi proses utama yang beresiko
tinggi (rework, delivery terlambat).
Dengan demikian produk muffler yang
dihasilkan akan bertambah dengan kwalitas yang
tinggi.
2. METODE
Penelitian dilakukan pada industri kecil yaitu
pengrajin muffler di sidoarjo dimana produk
muffler yang dihasilkan melalui banyak proses dan
tiap-tiap proses berpotensi mengahsilkan produk
cacat.
Langkah Kerja dari penerapan metode FMEA adalah
sebagai berikut :
1. Identifikasi klasifikasi produk cacat pada tiap
tiap proses.
2. Penentuan nilai Severity (pengaruh) = S,
Occurent (penyebab) = O dan Detection(deteksi)
= D pada tiap tiap proses seperti pada tabel 2.1
3. Menghitung RPN. RPN = S x O x D
4. Mengambil tindakan ( action) pada proses yang
nilai RPN nya tinggi
5. Menghitung RPN lagi Jika RPN masih tinggi
pada proses yang sama berarti tindakan yang
diambil kurang efektif dan harus diulang dengan
tindakan lain pada proses tersebut
6. Jika nilai tertinggi terdapat pada proses lainnya
maka diambil pada tindakan pada proses
tersebut dan seterusnya sampai terjadi nilai RPN
yang rendah pada tiap proses dan tergantung
pada kemampuan pada pemakai dalam
mengambil tindakan
Tabel 1. Nilai Severity, Occurance dan Detection (S,O,D)
Nilai
Faktor
Detection
Occurance
(seberapa
sering
penyebab
kegagalan
terjadi)
Severity-(Seberapa besar dampak
yang ditimbulkan pada proses
selanjutnya)
Akibat di proses selanjutnya
Kriteria
Tipe
Inspeksi Metode
deteksi
A B C
1
Kontrol
pasti
mendeteks
i
X
Dibuat
kontrol
pokayoke
Hampir
tidak ada
(0.1/50
produk)
Hampir tidak
ada rework
dari setiap
pekerjaan
yang
dilakukan/
max kegiatan
rework 30dt
2
Kontrol
hampir
pasti
mendeteks
i
X
Deteksi
dengan
mengguna
kan kontrol
tidak
secara
manual
Rendah /
kegagalan
sangat
jarang
(0.1-
0.5/50
produk)
Terjadi
rework pada
source awal
proses(20%
dari total
stasiun kerja
yang
ada)/max
kegiatan
rework 30
detik
3
Kontrol
mungkin
pasti
mendeteks
i
X
Deteksi
berdasarka
n
pengeceka
n pada part
pertama
Sedang /
kegagalan
jarang
terjadi
(0.6-
0.8/50
produk)
Terjadi
rework proses
stasiun kerja
(50% dari
total stasius
kerja yang
ada)/max
kegiatan
rework 30 dt
-
Perbaikan Proses Produksi Muffler Dengan Metode FMEA (Rachmat Firdaus,ST.,MT
Pada industri kecil di Sidoarjo Tedjo Sukmono,ST.MT, Ali Akbar,ST)
TEKNOLOJIA Vol. 5 Page 85
4
Kontrol
mungkin
tidak
mendeteks
i
X X
Kontrol
pengeceka
n
dilakukan
secara
random
Tinggi /
kegagalan
sering
terjadi
(0.9- 1/50
produk)
Terjadi
rework di
setiap proses
stasiun kerja
(100% dari
total stasius
kerja yang
ada)/max
kegiatan
rework 30
detik
5
Kontrol
pasti tidak
mendeteks
i
X
Tidak
dapat
mendeteksi
/ tidak
dicek
Sangat
tinggi
/kegagalan
selalu
terjadi (2 -
5/50
produk)
Terjadi
rework di
setiap proses
stasiun kerja
(100% dari
total stasius
kerja yang
ada)/ kegiatan
rework > 30
detik
3. HASIL
Hasil kegiatan menunjukkan bahwa telah terjadi
perubahan pada pengrajin yang mampu menerapkan
metode FMEA pada seluruh proses produksinya.
Masing masing karyawan telah mengerti tentang
klasifikasi produk dan cara pendokumentasian
sedangkan pimpinan / mitra telah mampu
melaksanakan identifikasi masing masing produk
cacat yang meliputi pengaruh,penyebab dan deteksi
pada masing masing proses. Hasil yang telah
dihitung dari tiap proses secara kesuluruhan
menunjukkan sebagai berikut:
Hasil RPN tertinggi terjadi pada proses plong
dengan nilai 80 dan proses forming dengan dengan
nilai 64 kemudian proses las argon dengan nilai rpn
24 dan las acetyelin dengan nilai 18 ,proses cutting
dengan nilai 12 ,gososk las dan perakitan masing
masing 4 , rolling dengan nilai 2 sedangkan yang
terendah adalah proses finishing dengan nilai 1.
Secara keseluruhan dapat dilihat di grafik 4.1
sedangkan nilai detail masing masing RPN pada tiap
proses dapat dilihat pada table 4.1 , dan table 4.2.
Gambar 1. Nilai RPN masing masing proses.sebelum
ada tindakan
Tabel 2. Nilai akibat kegagalan masing masing proses
sebelum ada tindakan.
FUNCTION JENIS
KEGAGALAN
POTENTIAL EFFECT(S) OF
FAILURE S
PROSES AKIBAT
KEGAGALAN
1. Cutting
(Pemotongan) Salah ukuran Reject 2
2. Rolling (Penggulungan)
kurang rata waktu proses lama 2
3. Nozzle forming Retak / tidak presisi
Reject/waktu proses lama
4
4. Plong Tidak presisi /
pecah Reject/waktu proses
lama 5
5. Las Argon hasil las tidak rata Reject/waktu finishing
lama 4
6. Las Asyteline hasil las tidak rata Reject/waktu finishing
lama 3
7. Assembly
(Perakitan) Tidak simetris Rework lagi 2
8. Moles kurang halus/rata permukaan kurang rata 2
9. Finishing
(Pengkilat) kurang mengkilat kurang mengkilat 1
Tabel 3. Nilai penyebab kegagalan dan detektor
kegagalan masing masing proses sebelum ada
tindakan.
Function Potential Cause (S) Of
Failure O
Current Process
Controls D RPN
Proses Penyebab Kegagalan
Detektor Kegagalan
1. Cutting (Pemotongan)
Tidak ada mal
2 Visual 3 12
2. Rolling
(Penggulungan)
alat kurang
presisi 1 visual 1 2
3. Nozzle forming kepresisian 4 Visual 4 64
4. Plong Tidak ada standart
kepresisian
4 Visual 4 80
5. Las Argon masih manual 3 visual 2 24
6. Las Asyteline masih manual 3 Visual 2 18
7. Assembly
(Perakitan)
Pemukulan
berulang-ulang
2 Visual 1 4
8. Moles dari material
dan debu 2 Visual 1 4
9. Finishing
(Pengkilat)
bahan kimia
dan pencahayaan
1 Visual 1 1
Setelah diketahui nilai RPN tertinggi yaitu 80
pada proses plong maka diambil tindakan pada
proses plong. Sebelum menetukan tindakan yang
diambil mitra menganalisa dulu penyebab proses
plong mempunyai nilai RPN yang tinggi. Dari hasil
analisa menunjukkan pada saat proses tidak ada
guide untuk peletakan pelat untuk itu di buatkan alat
stoper yang dirancang team. Alat tersebut dibuat dari
Diagram Pareto
8064
24 18 12 4 4 2
0
25
50
75
100
125
150
175
200
225
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
RPN
% Kum.
-
Perbaikan Proses Produksi Muffler Dengan Metode FMEA
Pada industri kecil di Sidoarjo
TEKNOLOJIA Vol. 5
pipa kecil yang disusun secara tegak lurus dan
dibuat 3 dan dipasang pada mesin plong seperti
gambar 2. Sedangkan mesin plong seperti gambar
Gambar 2. Mesin plong
Gambar 3. Alat stoper hasil modifikasi
Gambar 4. Alat stoper pada mesin plong
Setelah dipasang alat bantu tersebut dilakukan
perhitungan ulang pada masing masing proses
terutama proses yang berkaitan dengan proses plong.
Hasil perhitungan baru seperti tabel 4.3 dan tabel
4.4.dan gambar 5.
Perbaikan Proses Produksi Muffler Dengan Metode FMEA (
Tedjo Sukmono,ST.MT, Ali Akbar,ST
pipa kecil yang disusun secara tegak lurus dan
dibuat 3 dan dipasang pada mesin plong seperti
ong seperti gambar 1.
. Mesin plong
hasil modifikasi
Alat stoper pada mesin plong
Setelah dipasang alat bantu tersebut dilakukan
perhitungan ulang pada masing masing proses
dengan proses plong.
Hasil perhitungan baru seperti tabel 4.3 dan tabel
Tabel 4. Nilai akibat kegagalan masing masing proses
sesudah ada tindakan
Funnction JENIS
KEGAGALAN
Proses
1. Cutting
(Pemotongan) Salah ukuran
2. Rolling
(Penggulungan) kurang rata
3. Nozzle forming Retak / tidak presisi
4. Plong Tidak presisi / pecah
5. Las Argon hasil las tidak rata
6. Las Asyteline hasil las tidak rata
7. Assembly
(Perakitan) Tidak simetris
8. Moles kurang halus/rata
9. Finishing
(Pengkilat) kurang mengkilat
Tabel 5. Nilai penyebab kegagalan dan
kegagalan masing masing proses sesudah ada
tindakan
Function Potential Cause (S)
Of Failure O Controls
Proses Penyebab Kegagalan
Detektor Kegagalan
1. Cutting
(Pemotongan)
Tidak ada
mal 2 Visual
2. Rolling (Penggulungan)
alat kurang presisi
1 visual
3. Nozzle forming kepresisian 4 Visual
4. Plong Tidak ada standart
kepresisian
3 Visual
5. Las Argon masih manual
3 visual
6. Las Asyteline masih
manual 3 Visual
7. Assembly (Perakitan)
Pemukulan
berulang-
ulang
1 Visual
8. Moles dari material
dan debu
2 Visual
9. Finishing
(Pengkilat)
bahan kimia dan
pencahaya
an
1 Visual
(Rachmat Firdaus,ST.,MT
Tedjo Sukmono,ST.MT, Ali Akbar,ST)
Page 86
Nilai akibat kegagalan masing masing proses
POTENTIAL
EFFECT(S) OF
FAILURE S
Akibat Kegagalan
Reject 2
waktu proses lama 2
Retak / tidak presisi Reject/waktu proses lama
4
Tidak presisi / pecah Reject/waktu proses
lama 5
hasil las tidak rata Reject/waktu
finishing lama 4
hasil las tidak rata Reject/waktu
finishing lama 3
Rework lagi 2
permukaan kurang rata
2
kurang mengkilat kurang mengkilat 1
Nilai penyebab kegagalan dan detektor
kegagalan masing masing proses sesudah ada
Current Process
Controls D RPN
Detektor Kegagalan
Visual 3 12
visual 1 2
Visual 4 64
Visual 4 60
visual 2 24
Visual 2 18
Visual 1 2
Visual 1 4
Visual 1 1
-
Perbaikan Proses Produksi Muffler Dengan Metode FMEA
Pada industri kecil di Sidoarjo
TEKNOLOJIA Vol. 5
Gambar 5. Nilai RPN masing masing proses.sesudah
ada tindakan
Hasil menunjukkan adanya penurunan RPN
setelah diambil tindakan yang semula 80 menjadi 60
pada proses plong dan berimbas pada proses
asembly / perakitan yang semula 4 menjadi 2.
Adanya penurunan ini menunjukkan bahwa tindakan
pertama yang diambil oleh mitra sudah tepat dan
selanjutnya diambil tindakan kedua pada proses
yang mempunyai nilai RPN terbaru yang paling
tinggi. Nilai RPN tertnggi sekarang ada pada proses
nozzle forming ( dengan alat dongkrak sederhana)
dengan nilai 64. Setelah diambil tindakan ke
hasil RPN yang baru dan ini dilakukan secara terus
menerus sampai hasil RPN semua proses rendah
walupun butuh waktu lama.
4. KESIMPULAN
Metode FMEA bisa diterapkan pada industri
kecil terutama pengrajin logam dimana produk yang
dihasilkan membutuhkan proses yang banyak.
Karena pada suatu produk yang pembuatannya
mengalami banyak proses, pengrajin akan sulit
sekali mengontrol jumlah produk cacat yang
dihasilkan. Selain itu kesulitan mengambil tindakan
mana yang lebih prioritas dan langkah apa yang
dilakukan. Dengan adanya penerapan metode FMEA
ini pengrajin lebih mudah mengendalikan proses
produksi agar produk cacat dapat diminimalkan
dengan tepat.
Perbaikan Proses Produksi Muffler Dengan Metode FMEA (
Tedjo Sukmono,ST.MT, Ali Akbar,ST
Nilai RPN masing masing proses.sesudah
Hasil menunjukkan adanya penurunan RPN
setelah diambil tindakan yang semula 80 menjadi 60
pada proses plong dan berimbas pada proses
asembly / perakitan yang semula 4 menjadi 2.
Adanya penurunan ini menunjukkan bahwa tindakan
a sudah tepat dan
selanjutnya diambil tindakan kedua pada proses
yang mempunyai nilai RPN terbaru yang paling
tinggi. Nilai RPN tertnggi sekarang ada pada proses
nozzle forming ( dengan alat dongkrak sederhana)
dengan nilai 64. Setelah diambil tindakan kedua ada
hasil RPN yang baru dan ini dilakukan secara terus
menerus sampai hasil RPN semua proses rendah
Metode FMEA bisa diterapkan pada industri
kecil terutama pengrajin logam dimana produk yang
kan proses yang banyak.
Karena pada suatu produk yang pembuatannya
mengalami banyak proses, pengrajin akan sulit
sekali mengontrol jumlah produk cacat yang
dihasilkan. Selain itu kesulitan mengambil tindakan
mana yang lebih prioritas dan langkah apa yang
dilakukan. Dengan adanya penerapan metode FMEA
ini pengrajin lebih mudah mengendalikan proses
produksi agar produk cacat dapat diminimalkan
DAFTAR PUSTAKA
1. Chase Aquilano, Jacobs.
Operation Management Manufacture and
Services. McGraw Hill, eight edition. 1998.
2. Hartini, Sri dan Saptadi, Singgih.
Pemborosan Perusahaan Mebel Dengan
Pendekatan Lean Manufacturing
Industri, Universitas Diponegoro Semarang.
2009.
3. Muslim,Erlinda dan Dianawati, Fauzia.
Pengukuran dan Analisis Nilai Overall
Equipment Efectiveness (OEE) Sebagai
Dasar Perbaikan Sistem Manufaktur Pipa
Baja.Departemen Teknik Industri, Fakultas
Teknik, Universitas Indonesia. 2009.
4. Ramadhani,Meiryanti dan Fariza, Arna.
Sistem Pendukung Keputusan
Penyebab Susut Distribusi Energi Listrik
Menggunakan Metode FMEA
Elektronika Negeri Surabaya, ITS.
(Rachmat Firdaus,ST.,MT
Tedjo Sukmono,ST.MT, Ali Akbar,ST)
Page 87
DAFTAR PUSTAKA
Chase Aquilano, Jacobs. Production and
Operation Management Manufacture and
. McGraw Hill, eight edition. 1998.
Hartini, Sri dan Saptadi, Singgih. Analisis
Pemborosan Perusahaan Mebel Dengan
Pendekatan Lean Manufacturing. Teknik
Industri, Universitas Diponegoro Semarang.
Muslim,Erlinda dan Dianawati, Fauzia.
gukuran dan Analisis Nilai Overall
Equipment Efectiveness (OEE) Sebagai
Dasar Perbaikan Sistem Manufaktur Pipa
.Departemen Teknik Industri, Fakultas
Teknik, Universitas Indonesia. 2009.
Ramadhani,Meiryanti dan Fariza, Arna.
Sistem Pendukung Keputusan Identifikasi
Penyebab Susut Distribusi Energi Listrik
Menggunakan Metode FMEA. Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya, ITS.
-
Perbaikan Proses Produksi Muffler Dengan Metode FMEA (Rachmat Firdaus,ST.,MT
Pada industri kecil di Sidoarjo Tedjo Sukmono,ST.MT, Ali Akbar,ST)
TEKNOLOJIA Vol. 5 Page 88